s k r i p s i -...

77
SKRIPSI TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH PEREMPUAN DI KOTA MAKASSAR ( Studi Kasus Tahun 2009 – 2011 ) OLEH : ANDI ZULKIFLI B 111 07 799 BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Upload: others

Post on 11-Jan-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

S K R I P S I

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PEMBUNUHANYANG DILAKUKAN OLEH PEREMPUAN DI KOTA MAKASSAR

( Studi Kasus Tahun 2009 – 2011 )

OLEH :

ANDI ZULKIFLI

B 111 07 799

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

I

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PEMBUNUHAN

YANG DILAKUKAN OLEH PEREMPUAN DI KOTA MAKASSAR

( Studi Kasus Tahun 2009 – 2011 )

OLEH:

ANDI ZULKIFLI

B 111 07 799

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Penyelesaian Studi Untuk Menempuh

Gelar Sarjana Hukum Dalam Program Kekhususan Hukum Pidana

Program Studi Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa Mahasiswa :

Nama : Andi Zulkifli

Nim : B 111 07 799

Program Kekhususan : Hukum Pidana

Judul Skripsi : Tinjauan Kriminologis Terhadap

Kejahatan Pembunuhan Yang

Dilakukan Oleh Perempuan di Kota

Makassar

Telah diperiksa dan dapat disetujui oleh pembimbing dan memenuhi

syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi

Makassar, 7 okt 2012

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Andi Sofyan, SH.,MH Kaisaruddin Kamaruddin SH.NIP 19620105198601 1 001 NIP 19660320199103 1005

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan pada Allah SWT atas

rahmat dan karuniaNya yan telah memberikan kekuatan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Pembunuhan Yang

Dilakukan Oleh Perempuan di Kota Makassar ( Studi Kasus Tahun

2009 – 2011 ) dengan kesabaran dan kesehatan yang merupakan

persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin Makassar .

Berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi selama

penyusunan skripsi ini . Namun berkat bantuan, semangat,

dorongan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga

hambatan kesulitan tersebut dapat teratasi untuk itu

perkenankanlah Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orangtuaku, H. Andi Darwin Jaya dan Hj. Sitti Rohani

yang telah melahirkan, mengasuh, membimbing,

memberikan kasih sayang serta perhatian dan membiayai

Penulis sampai selesainya studi Penulis. Keenam

saudaraku, yang selama telah menjaga dan memberikan

dorongan moril dan materi kepada penulis . Walaupun sering

kali saya kena marah ,tapi penulis yakin dan mengerti itu

semua untuk kebaikan penulis.

vi

2. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin Makassar .

3. Bapak Prof. Dr. Aswanto SH,. MS,. DFM. Selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin beserta seluruh

jajaran Pembantu Dekan Fakultas Hukum

4. Bapak Prof.Dr.Andi Sofyan, SH.,MH. Dan BapakKaisaruddin

Kamaruddin SH.selaku Pembimbing I dan Pembimbing II

atas segala bantuan, bimbingan, arahan, dan perhatiannya

dengan penuh ketulusan dan kesabaran yang telah

diberikan kepada penulis.

5. Bapak Maskun SH., LLM,. selaku Penasihat Akademik atas

segala bimbingan dan perhatiannya yang telah diberikan

kepada penulis

6. Serta Arifah R. Sahur SH. yang sangat sangat membantu

sehingga penuyusunan skripsi ini dapat bisa terselesaikan.

7. Dan kepada kekasih tercinta Emiria Rufaida basri yang telah

banyak memberikan dukungan moral.

8. Sahabat – sahabat terbaik penulis : fickar kusuma, bob ryo,

bojes, umar, ugha, ichal oppeng, eq joe, remi setiawan,

fardan, bhismar,amed, mailwawan, fahmy, usfan, ade, iting,

bangvutezza, unru, arie msp, amat msp, aming keple, cicca’,

sune, ramen, pman, rara, wulan, puput, tasya, dan teman-

teman MAESHPA, HMI dan Legalitas07 yang telah banyak

vii

memberikan dukungan, Terimakasih atas kebersamaannya

selama ini, karena kalian penulis mendapatkan pengalaman

yang sangat berarti dan berharga selama menempuh studi di

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin .

9. Teman – teman yang sering di gazebo yang juga telah

memberikan dukungan kepada penulis yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

10.Teman – teman KKN khususnya Posko Kanwil Kementerian

Hukum Dan Ham SulSel terimakasih atas kekompakan dan

kerjasamanya selama melaksanakan KKN sampai sekarang

.

11.Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

khususnya Dosen Hukum Pidana

12.Seluruh staf akademik yang telah membantu kelancaran

akademik penulis.

13.Dan seluruh pihak yang telah membantu hingga

terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu

iv

ABSTRAK

ANDI ZULKIFLI ( B 111 O7 799 ) Tinjauan KriminologisTerhadap Kejahatan Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Perempuandi Kota Makassar Penulisan Skripsi ini ( dibimbing oleh Prof. Dr. AndiSofyan, SH.,MH , selaku Pembimbing I dan, Kaisaruddin Kamaruddin,SH selaku Pembimbing II )

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktorpenyebab terjadinya kejahatan pembunuhan yang dilakukan olehperempuan di Kota Makassar selama 3 tahun terakhir ( Tahun 2009sampai 2011)

Penelitian ini dilaksanakan di Polrestabes Makassar, KejaksaanNegeri Makassar, Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita serta dibeberapa tempat yang menyediakan bahan pustaka yaitu PerpustakaanFakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan Perpustakaan PusatUniversitas Hasanuddin, Metode penelitian yang digunakan adalahmetode penelitian Kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Datadiperoleh baik data primer maupun data sekunder dari hasil wawancaradan dokumentasi diolah dan dianalisis secara kualitatif dan disajikansecara deskriptif.

Hasil penelitian antara lain: Faktor-faktor yang menyebabkanterjadinya kejahatan pembunuhan biasa yang dilakukan oleh perempuandi Kota Makassar dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 yaitu; faktoryang berasal dari dalam diri pelaku karena sakit hati, irihati. Selain itu adajuga faktor yang berasal dari luar diri pelaku yaitu, faktor ekonomi, faktorkurangnya penghayatan agama dan faktor kurangnya pengetahuantentang hukum.

Adapun upaya yang ditempuh oleh aparat penegak hukum dalamrangka menanggulangi kejahatan pembunuhan biasa yang dilakukan olehperempuan di Kota Makassar, secara garis besarnya dilakukan dua upayayakni; (1) upaya pencegahan/preventif yaitu memberikan penyuluhanmengenai lingkungan keluarga agar tercipta atau terjalin hubungan yangharmonis antara masyarakat sehingga tercipta rasa kekeluargaan,dan (2)Upaya pemberantasan/represif yaitu melakukan penangkapan terhadappelaku (perempuan) yang melakukan pembunuhan terhadap orang lain.

.

viii

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL................................................................................ iPERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI .................................. iiPERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iiiABSTRAK ........................................................................................... ivUCAPAN TERIMAKASIH .................................................................... vDAFTAR ISI ........................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1B. Rumusan Masalah................................................................ 8C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Beberapa Pengertian........................................................... 111. Kriminologis.................................................................... 112. Kejahatan ....................................................................... 183. Pembunuhan .................................................................. 25

B. Teori – teori Terjadinya Kejahatan....................................... 23C. Jenis-jenis Pembunuhan Menurut Kitab Undang – Undang

Hukum Pidana ( KUHP ) ...................................................... 26

BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 48A. Lokasi Penelitian.................................................................. 48B. Jenis Dan Sumber Data....................................................... 48C. Teknik Pengumpulan Data................................................... 49D. Metode Analisis Data........................................................... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Kejahatan Pembunuhan Yang DilakukanOlehPerempuan....................................................................... 51

B. Faktor Penyebab Kejahatan Pembunuhan YangDilakukan Oleh Perempuan..................................................... 56

C. Upaya Penanggulangan Oleh Aparat Penegak Hukum.......... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan............................................................................... 64B. Saran..........................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang perempuan, haruslah dimulai dengan

menempatkan mereka pertama sebagai manusia. Barulah setelah itu,

bisa lebih bijaksana melihat peranan khusus yang mereka perankan di

masyarakat. Perempuan dan lelaki pada dasarnya sama cerdas

otaknya, sama mulia budinya, dan sama cita-citanya. Mereka juga

sama sama memiliki impian dan harapan, juga sama sama diserang

oleh kekhawatiran dan ketakutan. Keduanya mempunyai beban

alamiah untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagai mahluk hidup,

sama sama butuh makan dan minum, tidur dan bersosialisasi.

Beranjak dari pemikiran diatas, masalah perempuan dalam

masyarakat mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan kaum

pria, hanya ada hal-hal yang spesifik/khusus dalam diri perempuan.

Hal ini berkaitan dengan sifat dan kodrat pada perempuan atau wanita

sebagai Ibu yang akan melahirkan anak nantinya.Namun demikian,

dalam masyarakat sama sama mempunyai peranan yang penting yang

tidak dapat diabaikan begitu saja. Terutama dalam era sekarang ini.

isu mengenai perempuan atau wanita dalam peranan fungsi dan

2

masalahnya merupakan isu yang tidak hanya menarik untuk

dibicarakan akan tetapi juga sangat relevan untuk dikaji.

Pada abad 21 ini, di sinilah yang paling menantang yang pernah

dihadapi oleh masyarakat bisnis, dan peranan perempuan akan

semakin menonjol dan sangat dibutuhkan baik sebagai SDM yang

penting dalam pemikir maupun mengambil keputusan.Perempuan

muncul sebagai pemimpin di segala bidang dan turut meningkatkan

perhatian terhadap berbagai masalah dalam bidang ekonomi, politik

sosial budaya, dan sebagainya.

Kartini Syahrir mengatakan bahwa perempuan Indonesia

dengan wawasan pemikiran yang luas dengan atau tanpa pendidikan

formal yang tinggi semakin banyak jumlahnya dewasa ini.

Keikutsertaan perempuan Indonesia dalam berbagai aktivitas sosial,

ekonomi, menjadikan mereka lebih tanggap terhadap berbagai

perubahan yang terjadi disekelilingnya1.

Disamping itu, peningkatan teknologi yang begitu cepat

memungkinkan terjadinya pertukaran arus informasi yang cepat,

sehingga mau tidak mau mendorong semakin terbukanya pemikiran

perempuan atau kaum wanita di Indonesia.Dengan demikian konsep

lama tentang wanita sebagai “teman dapur” akan semakin ditinggalkan

1http://www.swd.gov.hk/vs/doc/publicity/suaraperempuan20%Matters%20%28Indonesia%20version%29.p

df

3

dengan semakin meningkatnya peranan wanita di luar rumah. Karena

peranannya yang demikian maka disamping akan ada kemajuan bagi

kaum wanita untuk meraih prestasi yang diinginkannya disisi lain akan

menimbulkan suatu dampak yang negatif. semakin terbukanya

peranan wanita melakukan kegiatan di luar rumah, maka kemungkinan

wanita melakukan hal-hal yang menyimpang semakin lebar, misalnya

melakukan kejahatan/ tindak pidana sebagaimana diungkapkan di

media massa, baik dari media televisi, koran, dan media massa

lainnya.

Walaupun selama ini kaum prialah yang selalu dan sering

melakukan kejahatan, namun tidak berarti wanita tidak dapat/tidak

mampu melakukan kejahatan. Bagaimanapun wanita juga manusia

yang mempunyai keinginan serta kebutuhan bagi dirinya, sehingga

untuk memenuhinya tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan

perilaku yang menyimpang.

Kejahatan adalah suatu perbuatan yang sifatnya universal,

artinya bahwa perbuatan jahat itu dapat menimpa dan dilakukan oleh

semua orang tanpa melihat kelompok umur, jenis kelamin (laki-laki dan

perempuan), dan batasan-batasan formil lainnya seperti jabatan, status

sosial, suku maupun agama serta dapat dilakukan pada kondisi dan

waktu yang tidak tertentu pula.

4

Kejahatan apapun yang sering terjadi dalam masyarakat pada

hakekatnya merupakan perbuatan yang tercela disamping merupakan

masalah terhadap gangguan keterlibatan dan keamanan masyarakat.

Pembunuhan sebagai salah satu kejahatan terhadap nyawa orang lain

secara tegas tindakan tersebut patut diancam dengan hukuman

pidana, ancaman hukuman tersebut di samping pelaku dapat

menyadari perbuatannya juga dapat tercipta suasana tertib hukum

yang dipatuhi masyarakat secara sadar dan

bertanggungjawab.Dengan demikian, akan muncul masalah-masalah

yuridis bagi mereka, sehingga hukum dituntut untuk mampu melakukan

fungsinya baik sebagai alat rekayasa sosial, maupun sebagai alat

pengontrol sosial. Indonesia adalah termasuk salah satu negara yang

berdasarkan atas hukum, hal ini tercantum dalam UUD 1945.

Di dalam penjelasan UUD 1945, dinyatakan bahwa Negara

Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, tidak

berdasarkan atas kekuasaan. Hal ini mempunyai arti bahwa Negara RI

adalah negara hukum yang menginginkan agar hukum ditegakkan,

dihormati dan ditaati tanpa terkecuali bagi seluruh warga negara, baik

penguasa maupun rakyat biasa.

Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah

laku manusia sebagai suatu anggota masyarakat, sedangkan tujuan

dari hukum antara lain mengadakan keselamatan, ketertiban,

keamanan, dan ketentraman dalam masyarakat.

5

Kejahatan merupakan gejala sosial yang selalu dihadapi oleh

masyarakat sekarang ini. Adapun usaha manusia untuk menghapus

secara tuntas kejahatan tersebut, acap kali dilakukan namun sering

kali gagal, sebab kejahatan sesungguhnya merupakan hasil interaksi

karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan paling

mempengaruhi di dalam kehidupan masyarakat, maka kejahatan tetap

akan ada. Usaha yang dilakukan oleh manusia yaitu hanya menekan

atau mengurangi laju terjadinya kejahatan.

Dari berbagai pemberitaan di media massa baik dari media

elektronik, media cetak serta sorotan dari masyarakat, bahwa berita

mengenai kejahatan terhadap nyawa orang lain ssangat menarik

perhatian, disamping itu juga, mengusik rasa aman sekaligus

mengundang sejumlah pertanyaan tentang kenyataan apa yang

berlangsung di tengah masyarakat, seperti halnya di Kota Makassar.

Hal tersebut dapat dimaklumi karena hukum itu mengatur

tentang hubungan antara orang dengan orang lain, disamping itu

membatasi kepentingan serta mengadakan larangan atau keharusan

agar tercapai ketertiban hukum di dalam masyarakat. Siapapun tidak

diperkenankan untuk bertindak sendiri dalam masalah pelanggaran

kepentingan orang lain. Melihat keadaan sekarang, bahwa masalah

kejahatan semakin meningkat, utamanya kejahatan pembunuhan yang

bukan lagi hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, namun banyak juga

kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan. Apabila hal

6

ini dibiarkan dan untuk segera mendapat penanggulangan yang serius

oleh pemerintah yang berwenang, maka pada suatu waktu akan dapat

mempengaruhi kehidupan mendatang2.

Mengenai kejahatan terhadap nyawa ini diatur dalam Pasal 338-

350 Bab XIX Buku II KUHP. Khusus mengenai tindak pidana pembunuhan

biasa, diatur dalam KUHP Pasal 338, yang rumusannya: “Barangsiapa

dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”. Dalam proses

peradilan, pembuktian merupakan masalah yang peranan penting dalam

proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah

ditentukan nasib terdakwa.Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti

yang ditentukan Undang-Undang tidak cukup membuktikan kesalahan

yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari

hukuman. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan

alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, maka terdakwa

harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan pidana. Hakim

harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai dan

mempertimbangkan nilai pembuktian.Meneliti sampai dimana batas

minimum kekuatan pembuktian atau bewijskracht dari setiap alat bukti

yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.3

2http://bloggeranggara-from-/majalah- wanita -Indonesia -No-205 -Desember t-ahun -2009

3M. yahya Harahap, Pembahasan permasalahan KUHAP dan Penerapan KUHAP ,Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi, Peninjauan kembali edisi kedua, Sinar Grafika, jakarta, 2000, Hal.273.

7

Untuk menjatuhkan putusan yang berupa pemidanaan, Undang-

Undang telah mengisyaratkan adanya syarat minimal, yaitu harus

didukung oleh dua alat bukti dan hakim meyakini akan kebenarannya,

sehingga dengan alat bukti tersebut dapat menunjukkan bahwa seseorang

telah melakukan tindak pidana. Di dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1)

terdapat lima alat bukti yang sah yaitu: Keterangan Saksi, Keterangan

Ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan Terdakwa. Dalam contoh kasus tindak

pidana, seperti pencurian, penggelapan, penipuan dan sejenisnya,

tentunya pihak penyidik tak akan kesulitan untuk mengidentifikasikan

barang bukti yang salah satu atau beberapa diantaranya dapat dijadikan

alat bukti, yang selanjutnya akan diperiksa dalam proses sidang

pengadilan. Akan tetapi, apabila kejahatan tersebut berkaitan dengan

kesehatan seseorang, luka maupun meninggalnya seseorang tersebut,

persoalannya menjadi tidak sederhana. Oleh karena terganggunya

kesehatan seseorang pada suatu saat akan berubah sembuh ataupun

sebaliknya, sementara apa yang dinamakan dengan luka juga pada saat

yang lain akan berubah sembuh maupun ada kemungkinan akan menjadi

lebih parah. Demikian juga terhadap kejahatan-kejahatan yang

menyebabkan matinya seseorang, kematian tersebut telah menutup

semua kemungkinan pemrosesan secara hukum, sehingga ketidakadilan

menjadi mungkin. Untuk mengungkap secara hukum tentang terjadinya

tindak pidana yang menyebabkan terganggunya kesehatan seseorang

8

maupun telah terjadi tindak pidana yang menyebabkan hilangnya nyawa

seseorang.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, Penulis bermaksud

membahas judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan

Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Perempuan di Kota Makassar “

sebagai judul skripsi .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan

diatas maka rumusan masalah penelitian yang penulis dapat rumuskan

adalah sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan

pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan di kota Makassar ?

b. Upaya apakah yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk

menanggulangi kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh

perempuan di Kota Makassar?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, adapun tujuan penelitian ini

yaitu :

9

1. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan di kota

Makassar

2. Untuk mengetahui upaya dilakukan oleh aparat penegak hukum

untuk menanggulangi kejahatan pembunuhan yang dilakukan

oleh perempuan di Kota Makassar

2. Kegunaan Penelitian

Adapun Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Ilmiah

a. Memberi sumbangan pemikiran berupa khazanah

keilmuan dalam bidang hukum, khususnya hukum

pidana.

b. Memberikan tambahan referensi hukum yang dapat

digunakan sebagai acuan bagi penelitian dalam bidang

yang relevan dengan penelitian ini di masa yang akan

datang dalam lingkup yang lebih jelas dan mendalam

lagi.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan masukan kepada instansi – instansi terkait,

khususnya pengadilan mengenai ketentuan – ketentuan

hukum pidana yang mengatur mengenai kejahatan

pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan sehingga

dapat diterapkan untuk menanggulangi terulangnya

pidana tersebut .

10

b. Dapat dijadikan bahan acuan bagi peneliti berikutnya

dalam upaya menemukan penjatuhan pidana yang efektif

untuk mengurangi frekuensi kejahatanpembunuhan

khususnya yang dilakukan perempuan.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Beberapa Pengertian

1. Kriminologis

Kriminologis merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan dan cara

penanggulangannya. Kata kriminologis pertama kali dikemukakan

oleh P. Topinard (1830-1911), seorang ahli antropologi Perancis.

Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata “crime” yang

berarti kejahatan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan,

maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan.

P. Topinard , mendefinisikan bahwa:

“Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuanmenyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologisteoritis atau kriminologis murni). Kriminologis teoritis adalahilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, yangseperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis,memperhatikan gejala-gejala yang mencoba menyelidikisebab-sebab dari gejala tersebut dengan cara-cara yangada padanya.”4

Edwin H. Sutherland, mendefinisikan kriminologi bahwa:

“Criminology is the body of knowledge regarding delinquencyand crime as social phenomena (Kriminologi adalahkumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan remajadan kejahatan sebagai gejala sosial).”5

4.A.S.Alam, 2010,Pengantar Kriminologi,Angota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia ) hlm 15Ibid, hlm 1

12

Membahas tentang defenisi kriminologi belum didapatkan

keseragaman/kesatuan pendapat dari para ahli berhubungan

dengan kriminologi masing-masing memberikan defenisi yang

berbeda, tergantung pada sudut pandang masing-masing ahli,

namun pada prinsipnya mengandung arti yang sama, Sehubungan

dengan hal tersebut, Penulis akan mencoba mengemukakan

beberapa pendapat para sarjana mengenai defenisi kriminologi,

antara lain:

Menurut Bonger yang mendefenisikan kriminologi sebagai berikut:

Kriminologi adalah sebagai ilmu pengetahuan yang

bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

Melalui definisi ini, Bonger lalu membagi kriminologi ini

menjadi kriminologi murni yang mencakup:

1. Antropologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang manusiayang jahat

2. Sosiologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatansebagai sesuatu gejala masyarakat.

3. Psikologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang penjahatyang dilihat dari sudut jiwanya.

4. Psikopatologi dan neuropatologi kriminil ialah ilmupengetahuan tentang penjahat yang sakit jiwa atau uratsyaraf.

5. Penologi ialah ilmu pengetahuan tentang tumbuh danberkembangnya hukuman6.

Sutherland yang mendefenisikan kriminologi sebagai berikut:

Kriminologi adalah sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan

yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The

body knowledge regarding crime as a sosial phenomenon).7

6Topo Santoso, Eva Achanizulfa. 2001, Kriminologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta hlm 9

7Ibid ,hlm 10

13

Paul Mudigdo yang mendefenisikan kriminologi sebagai

berikut:

Kriminologi adalah sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.8

Michael dan Adler yang mendefenisikan kriminologi sebagai

berikut:

Bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan

mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan

mereka dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh resmi

diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh

para anggota masyarakat.9

Wood yang mendefenisikan kriminologi sebagai berikut:

Bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan

yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian

dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk didalamnya reaksi

dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat 10.

Noach yang mendefenisikan kriminologi sebagai berikut:

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan

jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang

terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.11

8Ibid, hlm 129Ibid, hlm 1210Ibid, hlm 1211

Ibid, hlm 12

14

Wolfgang, Savitz dan Johnston dalam The Sociology of

Crime and Delinquency memberikan defenisi kriminologi sebagai

berikut:

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatanyang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan danpengertian tentang gejala kejahatan dengan jalanmempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola danfaktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan,pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadapkeduanya.12

Jadi obyek studi kriminologi melingkupi,, sebagai berikut:

a. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan;

b. Pelaku kejahatan; dan

c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan

maupun pelakunya.

Ketiganya ini tidak dapat dipisah-pisahkan, suatu perbuatan

dan dapat dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi dari

masyarakat

Rusli Effendy merumuskan kriminologi sebagai berikut;

Kriminologi adalah ilmu tentang kejahatan itu sendiri yangtujuannya adalah mempelajari sebab-sebabnya sehinggaseseorang melakukan kejahatan dan apa yang menimbulkankejahatan itu, apakah kejahatan itu timbul karena bakatorang itu adalah jahat ataukah disebabkan karena keadaanmasyarakat sekitarnya baik keadaan sosiologisnya maupunekonomi.13

12Ibid,hlm 1213

Rusli Effendy, 1980, Asas-Asas Hukum Pidana Bagian I. Lembaga Kriminologi Unhas, Ujung Pandang hlm10

15

Kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari

tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan baik kejahatan itu timbul

karena pelaku itu sendiri berjiwa penjahat atau karena lingkungan

sekitarnya.

Pada bagian lain, pengertian kriminologi juga dikemukakan

oleh Moeljatno :

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatandan kelakuan-kelakuan jelek dan tentang orang—orang yangtersangkut pada kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelekitu.Dengan kejahatan dimaksud pula pelanggaran, artinyaperbuatan menurut undang-undang diancam dengan pidanadan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek.14

Soedjono D, mendefinisikan kriminologi sebagai berikut:

“Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajarisebab akibat, pebaikan dan pencegahan kejahatan sebagaigejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan dari berbagai ilmu pengetahuan.”

Dari defenisi Soedjono diatas dapat disimpulkan bahwa

kriminologi bukan saja ilmu yang mempelajari tentang kejahatan

dalam arti sempit, tetapi kriminologi merupakan sarana untuk

mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya, cara-cara

memperbaiki pelaku kejahatan dan cara-cara mencegah

kemungkinan timbulnya kejahatan.

14Moeljatno, 1983, Kriminologi, Bina Aksara, Jakarta hlm 6

16

J. Constant , memberikan definisi bahwa:

“Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuanmenentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-musababterjadinya kejahatan dan penjahat.”15

Dari beberapa pendapat mengenai kriminologi di atas dapat

disimpulkan bahwa kriminologi adalah suatu ilmu yang mempelajari

sebab-sebab terjadinya suatu kejahatan, upaya-upaya

penanggulangan kejahatan dan dampak dan kejahatan.

Kriminologi dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:

1. Kriminologi teoritis

a) Antropologi Kriminal

Yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tanda-tanda

fisik yang menjadi ciri khas dari seorang penjahat.

b) Sosiologi Kriminal

Yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan

sebagai gejala sosial.

c) Psikologi Kriminal

Yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan

dari sudut ilmu jiwa.

d) Psikologi dan Neuro Phatologi Kriminal

Yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

penjahat yang sakit jiwa/gila.

15A.S.Alam, 2010,Pengantar Kriminologi,Angota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia ) hlm 2

17

e) Penologi

Yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

sejarah, arti dan faedah hukum.16

2. Kriminologi praktis

a) Hygiene Kriminal

Yaitu cabang kriminologi yang berusaha untuk

memberantas faktor timbulnya kejahatan.

b) Politik Kriminal

Yaitu ilmu yang mempelajari tentang bagaimanakah

caranya menetapkan hukum yang sebaik-baiknya

kepada terpidana agar ia dapat menyadari

kesalahannya serta berniat untuk tidak melakaukan

kejahatan lagi.17

c) Kriminalistik

Ilmu tentang penyelidikan teknik kejahatan dan

penangkapan pelaku kejahatan.18

Berdasarkan uraian secara umum di atas, maka dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa objek studi dalam kriminologi mencakup

tiga hal, yaitu:

1. Kejahatan

2. Penjahat

3. Reaksi masyarakat terhadap keduanya

16Ibid, hlm 5

17Ibid, hlm 6

18Ibid, hlm 7

18

Ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan.Jadi suatu

perbuatan yang dilakukan pelaku kejahatan baru dapat dikatakan

kejahatan bila mendapat reaksi dari masyarakat.Dimana reaksi

dalam hal ini adalah timbulnya rasa tidak nyaman bagi masyarakat

dan tindakan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan.

2. Kejahatan

Sebelum diuraikan tentang pembunhan, terlebih dahulu

dikemukakan mengenai pengertian kejahatan itu sendiri.Kejahatan

merupakan kata sifat yang dibentuk dari akar kata jahat yang

berarti sangat jelek, buruk, sangat tidak baik.Pengertian ini

mencakup kepada kelakuan atau tabiat serta perbuatan seseorang.

Berdasarkan pengertian ini, maka menurut Zakariah Idris, bahwa :

Kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai dan

norma-norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis

(hukum pidana).19

Kejahatan dilihat dari sudut pandang hukum menurut AS. Alam

bahwa : Kejahatan adalah setiap tindakan yang melanggar peraturan-

peraturan yang terdapat dalam perundang-undangan suatu Negara.20

Beranjak dari pendapat AS. Alam , dari sudut pandang hukum (a

crime from the legal point of view). Batasan kejahatan dari sudut

pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana.

19http://bukuonline. doc/publicity -zakariah idris dkk, 1988. Pencegahan Kenakalan Remaja, IPH Bandung20Alam, AS, 1985. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Melawan Kejahatan (Makalah) Makassar hlm 3

19

Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu

tidak dilarang di dalam perundang-undangan pidana perbuatan itu

tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan.21

Sutherland berpendapat bahwa Criminal behavior is behavior in

violation of the criminal law no matter what the degree of immorality,

reprehensibility or indecency of an act it is not a crime unless it is

prohibited by the criminal law. Contoh konkrit dalam hal ini adalah

perbuatan seorang wanita yang melacurkan diri. Dilihat dari definisi

hukum, perbuatan wanita tersebut bukan kejahatan karena perbuatan

melacurkan diri tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana

Indonesia. Sesungguhnya perbuatan melacurkan diri sangat jelek

dilihat dari sudut pandang agama, adat istiadat, kesusilaan, dan lain-

lainnya, namun perbuatan itu tetap bukan kejahatan dilihat dari definisi

hukum, karena tidak melanggar perundang –undangan yang berlaku.22

Kedua, dari sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological

point of view). batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah : setiap

perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup didalam

masyarakat. Contoh di dalam hal ini adalah: bila seorang muslim

meminum minuman keras sampai mabuk, perbuatan itu merupakan

21A.S.Alam, 2010,Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar, hlm 16

22Ibid, hlm 16

20

dosa (kejahatan) dari sudut pandang masyarakat islam, dan namun

dari sudut pandangan hukum bukan kejahatan.23

Rusli Effendy menyatakan bahwa :

Kejahatan adalah tingkah laku yang dengan tegas dilarang dan

diancam pidana dalam undang-undang suatu negara.Walaupun

jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di

dalam perundang-undangan pidana adalah bukan merupakan

kejahatan.24

Sahetapy menguraikan kejahatan, sebagai berikut :

Kejahatan adalah suatu pengertian, suatu konotasi, suatu

penamaan yang relative, variabel, dinamis terhadap suatu

perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif) yang dinilai

oleh (sebagian mayoritas/minoritas) masyarakat sebagai suatu

perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap perasaan hukum

yang hidup dalam masyarakat, sesuai dengan ruang dan waktu 25.

Dari pengertian-pengertian kejahatan dilihat dari sudut

pandang hukum tersebut maka penulis berkesimpulan bahwa,

kejahatan adalah suatu tindakan atau perbuatan subyek hukum

yang melanggar larangan (perbuatan aktif) dan perintah (perbuatan

pasif) yang secara tegas ditentukan dalam perundang-undangan

negara dan diancam pidana serta pembuat dan perbuatannya

dapat dipertanggungjawabkan.

23Ibid, hlm 1724http://www.swd.gov.hk/vs/doc/publicity/law%20It%20Matters%20You%20%28Indonesia%20ver ion%.pdf25http://bukuonline. doc/publicity Sahetapy J.E , 1982. Paradoks Dalam Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta hlm 10

21

Kejahatan dilihat dari sudut pandang sosiologi menurut Brown and

Brown adalah setiap pelanggaran terhadap norma-norma

masyarakat.26

Sahetapy dan B.Mardjono Reksodipuro menyatakan bahwa :

Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelakuan), dilarang

oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi

berupa pidana oleh negara dan perbuatan tersebut diberi hukuman

pidana karena melanggar norma-norma sosial masyarakat, yaitu

harapan masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari

seorang warga negaranya.27

Kartini Kartono menyatakan sebagai berikut :

Kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan dan tingkahlaku secara ekonomis, politis dan sosiopsikologis sangat merugikanmasyarakat, melanggar norma susila dan menyerap keselamatanwarga masyarakat (baik yang belum tercantum dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam undang-undangpidana).28

Bonger memberi pengertian kejahatan bahwa :

Kejahatan adalah merupakan perbuatan anti sosial dan moral yang

tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan yang bersangkutan,

dan memperoleh tantangan secara sadar dari negara berupa

pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan).29

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa :

Kejahatan pada dasarnya problem-problem sosial menyangkut

nilai-nilai sosial dan moral, problem-problem tersebut merupakan

persoalan oleh karena itu menyangkut tata kelakuan yang amoral,

26Alam, AS, 1985. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Melawan Kejahatan (Makalah) Makassar hlm 4

27http://bukuonline. doc/publicity Sahetapy J.E , 1982. Paradoks Dalam Kriminologi, Rajawali Pers, Jakartahlm 3228Kartini Kortono, 2003. Patalogi Sosial dan Kenakalan Remaja, Raja Grapindo Persada, Jakarta hlm 13829Bonger, W.A. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi, Chalia Indonesia, Jakarta hlm 25

22

berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak, oleh sebab itu

problem-problem sosial tidak mungkin di telaah tanpa

mempertimbangkan ukuran masyarakat mengenai apa yang

dianggap baik dan apa yang buruk.30

Beberapa rumusan yang telah dikemukakan oleh para ahli hukum

tersebut, jelaslah bahwa kejahatan pada dasarnya ditekankan kepada

perbuatan menyimpang dari ketentuan-ketentuan umum.Dengan

demikian, kejahatan adalah satu perbuatan yang dapat mengakibatkan

timbulnya masalah-masalah dan keresahan bagi kehidupan

masyarakat dan perbuatan yang anti sosial yang melanggar ketentuan

hukum pidana, sehingga oleh negara dilarang atau ditentang dengan

penjatuhan sanksi pidana bagi pembuatnya.

Soedjono D mengemukakan bahwa kejahatan harus dilihat dari tiga

segi, yaitu:

1. Dari segi yuridis, yaitu perbuatan yang dilarang oleh undang-

undang dan pelanggarannya diancam dengan undang-

undang.

2. Dari segi kriminologi, yaitu perbuatan yang melanggar

norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan

mendapat reaksi negatif dari masyarakat.

3. Dari segi psikologi, yaitu perbuatan manusia abnormal yang

bersifat melanggar norma-norma hukum yang disebabkan

oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut

30http://bukuonline. doc/publicity Soerjono Soekanto, 1981. Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia,Jakarta

23

B. Teori-Teori Terjadinya Kejahatan

Para pakar mendefikasi kejahatan pidana secara yuridis dan

secara sosiologis. Secara yuridis, kejahatan adalah tingkah laku manusia

yang bertentangan dengan hukum, dapat dipidana, yang diatur dalam

hukum pidana. Sedangkan secara sosiologis kejahatan adalah tindakan

tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat. Kesimpulannya, kejahatan

adalah sebuah perbuatan anti sosial, merugikan dan menjengkelkan

masyarakat atau anggota masyarakat.

Dari uraian diatas, jelas bahwa kejahatan dipengaruhi oleh kondisi-

kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat yang secara tidak langsung

dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.

Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya kejahatan berorientasi

pada aspek sosial yang dirumuskan oleh kongres ke-8 PBB tahun 1990 di

Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab

terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah urban crime) antara lain:

a. Kemiskinan,pengangguran,kebutahurufan

(kebodohan).Ketiadaan atau kekurangan perumahan yang

layak dan sistem pendidikan serta latihan yang tidak

cocok/serasi;

b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai

prospek (harapan) karena proses integrasi sosial, juga karena

memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial;

24

c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga;

d. Keadaan-keadaan/kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang

yang berimigrasi dikota-kota atau kenegara-negara lain;

e. Rusak atau hancurnya identitas budaya asli,yang bersamaan

dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan

kerugian/kelemahan dibidang sosial , kesejahteraan dan

lingkungan pekerjaan;

f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan

yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya

pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas

lingkungan/bertetangga;

g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat

modern untuk berintegrasisebagaimana dalam lingkungan

masyarakatnya,keluarganya,tempat kerja atau lingkungan

sekolahnya;

h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang

pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang

disebut diatas;

i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya

perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian;

25

j. Dorongan-dorongan (khususnya oleh mass media) mengenai

ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan

kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak

toleransi. 31

Berdasarkan uraiandiatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

secara garis besar, teori-teori penyebab terjadinya kejahatan terdiri atas;

1. Faktor ekologi

2. Faktor konflik kebudayaan

3. Faktor ekonomi

4. Faktor pembelajaran dari lingkungan.

3. Pembunuhan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa,

“membunuh artinya membuat supaya mati, menghilangkan nyawa,

sedangkan pembunuhan berarti perkara membunuh, perbuatan atau hal

membunuh”.32

Dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya

disingkat KUHPidana) pembunuhan dikenal dengan istilah menghilangkan

nyawa orang lain yang termuat dalam Bab XIX menyangkut kejahatan

terhadap nyawa yang diatur dalam Pasal 338 sampai dengan Pasal 350.

Pembunuhan secara etimologi berarti suatu tindakan untuk

menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum.

31http://library.usu.ac.id/download/fh/pid-syahruddin1.pdf tanggal 22 maret 2010

32W.J.S. Poerwadarminta,2006,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

26

Penulis menarik kesimpulan bahwa pembunuhan adalah suatu perbuatan

secara langsung ataupun tidak langsung menghilangkan atau

melenyapkan nyawa orang lain secara melawan hukum, baik yang

disengaja maupun yang tidak sengaja.

C. Jenis-jenis Pembunuhan yang menurut KUHPidana

Adapun sistematika/urutan delik pembunuhan dalam KUHPidana

yang dilakukan dengan sengaja adalah sebagai berikut:

1. Pembunuhan Biasa

Andi Hamzah mengemukakan pembunuhan secara etimologi berartisuatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan caramelanggar hukum.Pembunuhan biasanya didasari suatu motif,yangbisa bermacam-macam. Misalnya: politik,kecemburuan, dendamdansebagainya.33

Lebih lanjut Andi Hamzah menyatakan bahwa:

Kejahatan dengan menghilangkan nyawa yang dilakukan dengansengaja (pembunuhan) dalam bentuk pokok,dimuat dalam Pasal 338KUHPidana yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja merampasnyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidanapenjara paling lama 15 (lima belas) tahun”.34

Adapun bagian inti dari delik ini Andi Hamzah, adalah:

a. Dengan sengajab. Merampas nyawa orang lain.

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3(tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1) Adanya wujud perbuatan2) Adanya peristiwa kematian (orang lain)3) Adanya hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan akibat

kematian (orang lain).35

33Andi Hamzah,2009, Delik-delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, hlm4534Ibid, hlm 4535Ibid, hlm 45

27

Antara unsur obyektif sengaja dengan wujud perbuatan

menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikan, ialah

pelaksanaan perbuatan nyawa(orang lain) harus tidak lama setelah

timbulnya kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain. Oleh

karena apabila terdapat tenggang waktu yang cukup lama sejak timbulnya

atau terbentuknya kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaannya,

dimana dalam waktu tenggang yang cukup lama itu petindak dapat

memikirkan tentang berbagai hal, misalnya memikirkan apakah

kehendaknya itu akan diwujudkan dan sebagainya, maka pembunuhan itu

masuk kedalam pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHPidana) dan

bukan lagi pembunuhan biasa.

Perbuatan menghilangkan nyawa dirumuskan dalam bentuk aktif

dan abstrak. Bentuk aktif, artinya mewujudkan perbuatan itu harus dengan

gerakan dari sebagian anggota tubuh, tidak boleh diam atau pasif,

walaupun sekecil apapun, misalnya memasukkan racun pada minuman.

Disebut abstrakkarena perbuatan ini tidak menunjuk bukti konkrit,

perbuatan itu dapat beraneka macam wujudnya, misalnya menikam,

membacok, menembak dan lain sebagainya yang tidak terbatas

banyaknya.

Wujud-wujud perbuatan tersebut dapat saja terjadi tanpa/belum

menimbulkan akibat hilangnya nyawa orang lain. Oleh karena itu, akibat

ini amatlah penting untuk menentukan selesai atau belumnya

pembunuhan itu.

28

Saat timbul akibat hilangnya nyawa tidaklah harus seketika atau

tidak lama setelah perbuatan, melainkan dapat timbul beberapa lama

kemudian, yang penting akibat itu benar-benar disebabkan oleh perbuatan

itu. Misalnya setelah dibacok, karena menderita luka-luka berat ia dirawat

di rumah sakit, dua minggu kemudian karena luka-luka akibat bacokan itu

korban meninggal dunia.

2. Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindak

pidana lain.

Pembunuhan yang dimaksud ini adalah sebagaimana yang

dirumuskan dalam Pasal 339 KUHPidana, yang rumusannya:

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindakpidana lain, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkanatau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan dirisendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkaptangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yangdiperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidanapenjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun.

Apabila rumusan tersebut dirinci P.A.F. Lamintang dan Theo

Lamintang, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

a. Semua unsur pembunuhan (obyektif dan subyektif ) Pasal 338;b. Yang (1) diikuti,(2) disertai atau (3) didahului oleh tindak pidana

lain;1) Untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari

pidana itu;2) Untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya

secara melawan hukum (dari tindak pidana lain itu).c. Pembunuhan yang dilakukan dengan maksud;

1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain;2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain;3) Dalam hal tertangkap dengan ditujukan.36

36P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang,2010, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan, Sinar

Grafika, Jakarta,hlm 43

29

Kejahatan Pasal 339 KUHPidana, kejahatan pokoknya adalah

pembunuhan yang diperberat (gequaliceerde doodslag). Pada semua

unsur yang disebutkan dalam butir b dan c itulah diletakkan sifat

memperberat pidana dalam bentuk pembunuhan khusus ini.

Dalam pembunuhan yang diperberat ini sebetulnya terjadi dua

macam tindak pidana sekaligus, ialah yang satu adalah pembunuhan

biasa dalam bentuk pokok (Pasal 338 KUHPidana) dan yang lain adalah

tindak pidana (selain pembunuhan). Tindak pidana lain itu harus terjadi,

misalnya membunuh untuk mempersiapkan pencurian dimana

pencuriannya itu belum terjadi, maka kejahatan Pasal 339 tidak terjadi.

Adanya unsur diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lain,

artinya tindak pidana lain itu harus sudah teerjadi. Apabila tindak pidana

lain itu harus merupakan percobaannya, sedangkan pembunuhan telah

terjadi, maka yang terjadi adalah percobaan kejahatan lain pada

pembunuhan Pasal 339 KUHPidana. Misalnya seorang pemuda, untuk

mempersiapkan kejahatan memerkosa seorang gadis (Pasal 285

KUHPidana), petindak membunuh pengawal si gadis terlebih dahulu

sebelum berhasil memperkosa, dia ditangkap masyarakat ramai.

3. Pembunuhan Berencana

Secara etimologi, pembunuhan berencana diartikan sebagai

kejahatan merampas nyawa manusia lain, atau membunuh, setelah

dilakukan perencanaan mengenai waktu atau metode, dengan tujuan

meemastikan keberhasilan pembunuhan atau untuk menghindari

30

penangkapan. Pembunuhan terencana dalam hukum umumnya

merupakan tipe pembunuhan yang paling serius, dan pelakunya dapat

dihukum mati37

Selanjutnya P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang menyatakan

bahwa, pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat

dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat

ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa

manusia, diatur dalam Pasal 340 KUHPidana yang rumusannya adalah :

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan terencana terlebih dahulumerampas nyawa orang lain, diancam karena dengan pembunuhankarena berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumurhidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Rumusan tersebut terdiri dari unsur – unsur P.A.F. Lamintang dan

Theo Lamintang :

a. Unsur Subjektif :1) Dengan sengaja;2) Dan dengan terencana terlebih dahulu.

b. Unsur objektif:1) Perbuatan menghilangkan nyawa;2) objeknya adalah nyawa orang lain.38

Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti Pasal

338 KUHPidana ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih

dahulu. Lebih berat ancaman pada pembunuhan berencana, jika

dibandingkan dengan pembunuhan Pasal 338 mapun Pasal 339,

diletakkan pada adanya unsur dengan terencana terlebih dahulu.

37Ibid, hlm 52

38Ibid, hlm 54

31

Pasal 340 KUHPidana dirumuskan dengan cara mengulang

kembali seluruh unsur Pasal 338 KUHPidana, kemudian ditambahkan

dengan satu unsur lagi yakni “dengan rencana terlebih dahulu” . Oleh

karena dalam Pasal 340 KUHPidana mengulangi lagi semua unsur Pasal

338 KUHPidana, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai

pembunuhan yang terdiri dari sendiri (een zelfstanding misdrijf) lepas dan

lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (Pasal 338

KUHPidana).

Lain halnya dengan pembunuhan yang diikutim disertai atau

didahului oleh tindak pidana lain( Pasal 339 KUHPidana), dimana unsur-

unsur dalam Pasal 338 KUHPidana tidak lagi disebutkan dalam rumusan

Pasal 339 KUHPidana, cukup disebutkan dengan pembunuhan saja, yang

artinya menunjukkan pada pengertian Pasal 338 KUHPidana. Oleh sebab

itu tidak dipersoalkan lagi, bahwa pembunuhan pasal 339 KUHPidana

adalah berupa pembunuhan dalam bentuk yang diperberat

(gequalificeerdemisdrijf).

Apalagi pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk

undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan,

seharusnya tidak dirumuskan dengan cara demikian, melainkan dalam

Pasal 340 KHUPidana itu cukup disebut sebagai pembunuhan saja, tidak

perlu menyebut ulang seluruh Pasal 338 KUHPidana.

Berdasarkan apa yang diterangkan diatas, maka dapatdisimpulkan

bahwa rumusan Pasal 340 KUHPidana dengan cara demikian, pembentuk

32

uu sengaja melakukannya dengan maksud sebagai kejahatan yang berdiri

sendiri.Oleh karena itu, di dalam pembunuhan berencana mengandung

unsur pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHPidana), maka mengenai unsur-

unsur pembunuhan berencana yang menyangkut pembunuhan biasa

dirasa tidak perlu dibicarakan lagi, karena cukup dibicarakan pada

pembahasan terdahulu.

Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya

mengandung tiga syarat/unsur P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang,

yaitu :

a. Memutuskan kehendak dengan suasana tenang.b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak

sampai dengan pelaksanaan kehendakc. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang

memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah padasaat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukandalam suasana (batin) yang tenang. Suasana (batin) yangtenang adalah suasana yang tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba,tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Sebagaiindikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untukmembunuh itu, maka dipikirnya atau dipertimbangkannya, telahdikaji untung ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti inihanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang, dandalam suasana tenang sebagai mana waktu ia memikirkan danmempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnyamemutuskan untuk berbuat.39

Ada tenggangwaktuyang cukupantara sejak timbul/diputuskannya

kehendak sampai pelaksanaaan keputusan kehendak itu.Waktu yang

cukup ini adalah relatif, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu

tertentu. Melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongkret

yang berlaku. Tidak terlalu singkat, karena jika terlalu singkat tidak

39Ibid, hlm 56

33

mempunyai kesempatan lagi untuk berfikir-fikir, karena tergesa-gesa,

waktu yang demikian sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan

antara pengambilan putusan kehendak untuk membunuh dengan

pelaksanaan pembunuhan.

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang menyatakan bahwa:

Dalam tenggang waktu itu masih tampak adanya hubungan antarapengambilan putusan kehendak dengan pelaksanaan pembunuhan.Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwapada waktu itu: (1) dia masih sempat untuk menarik kehendaknyamembunuh, (2) bila kehendaknya sudah bulat, ada waktu yangcukup untuk memikirkan misalnya bagaimana cara dan dengan alatapa melaksanakannya, bagaimana cara untuk menghilangkan jejak,untuk menghindari dari tanggung jawab, punya kesempatan untukmemikirkan rekayasa.40

Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktumana ada

kesempatan untuk memikirkan untung ruginya pembunuhan itu dan lain

sebagainya, sebagaimana yang diterangkan di atas, dapat

disimakdalamsuatuarrestHR:22-3-1909 SoenartoSoerodibtro bahwa:

Untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka adalahperlu adanya suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalammana dilakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang,perilakuharus dapat menghitungkan makna dan akhibat-akhibatperbuatannya, dalam suatu suasana kejiwaan yang memungkinkanuntuk berfikir.41

Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan

itu dilakukan dalam suasana (batin) tenang. Bahkan syarat ketiga ini

diakui oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana

hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang

40Ibid, hlm 57

41SoenartoSoerodibtro, 1994, KUHP dan KUHAP, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 207

34

tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan

sebagainya.

Tiga unsur/syarat dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana

yang diterangkan diatas, bersifat komulatif dan saling berhubungan, suatu

kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah terputus

maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu.

Adanya pendapat yang mengatakan bahwa unsur”dengan rencana

terlebih dahulu” adalah bukan bentuk kesengajaan, akan tetapi berupa

cara membentuk kesengajaan. Hermein H.K Adami Chazawi, menyatakan

bahwa unsur ini bukan merupakan bentuk opzet, tapi cara membentuk

opzetyang mana mempunyai 3 syarat yaitu:

a. “opzet”nya itu dibentuk setelah direncanakan terlebih dahulu.b. Dan setelah orang merencanakannya (“opzetnya”) itu terlebih

dahulu, maka yang penting ialah caranya “opzet” itu dibentuk(“de vorm waarin opzet wordt gevormd”), yaitu harus dalamkeadaan yang tenang (“in koelen bloede”).

c. Dan pada umumnya, merencanakan pelaksanaan “opzet” itumemerlukan jangka waktu yang agak lama.42

Apabila tidak salah dalam hal menangkap arti dari apa yang

diuraikan oleh Hermein H.Kdi atas, khususnya mengenai syarat pertama,

yakni terbentuknya kesengajaan itu sudah melalui berencana terlebih

dalu, yang hal ini tidak berbeda dengan syarat pertama yang sudah

diterangkan di atas sebagai terbentuknya kehendak dalam suasana

tenang, telah dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu.

42Adami Chazawi,2001, Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana,

Rajawali Pers, Jakarta, hlm 85

35

Memperhatikan Pengertian dan syarat dari unsur direncanakan

terlebih dahulu sebagaimana yang telah diterangkan di atas, tampaknya

proses terbentuknya direncanakan terlebih dahulu (berencana) memang

lain dengan terbentuknya kesengajaan (kehendak).

Proses terbentuknya berencana memerlukan dan syarat-syarat

tertentu.Sedangkan terbentuknya kesengajaan tidak memerlukan syarat-

syarat sebagai mana syarat yang diperlukan bagi terbentuknya unsur

“dengan rencana terlebih dahulu”. Terbentuknya kesengajaan, seperti

kesengajaan pada Pasal 338 KUHPidana cukup terbentuk secara tiba-

tiba, juga melihat dengan proses terbentuknya unsur dengan rencana

terlebih dahulu, tampak bahwa kesengajaan (kehendak) sudah dengan

sendirinya terdapat didalam unsur dengan sengaja terlebih dahulu, dan

sebaiknya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kesengajaan

(kehendak) adalah bagian dari direncanakan terebih dahulu, dan

sebaliknya.

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang mengemukakan bahwa

berhubung antara unsur”sengaja” dengan unsur “rencana” terlebih dahulu

dalam kalimat rumusan Pasal 340 KUHPidana, dihubungkan oleh satu

kata (en), maka masalahnya adalah, apakah kesengajaan itu juga harus

ditunjukkan pada unsur dengan rencana terlebih dahulu? Masalah ini

timbul, berhubung keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa bila

unsur dengan sengaja itu dicantumkan dalam rumusan tindak pidana,

maka semua unsur yang ada dibelakangnya dituju/diliputi oleh unsur

36

sengaja, sedangkan antara dua unsur itu di sini dipisahkan dengan

perkataan dan, yang mengandung makna sebagai penghubung, ialah

menghubungkan kata sebelumnya (sengaja) dengan kata sesudahnya

(dengan rencana terlebih dahulu).43

Dalam persoalan ini ada 2 pendapat yang pertama

menyatakanbahwa, walaupun ada perkataan “dan” antara sengaja dan

dengan rencana terlebih dahulu. Dicantumkannya perkataan “dan” di situ

hanyalah karena kelaziman yang ada dalam tata bahasa (Belanda), dan

tidak mempunyai arti khusus. Sedangkan pendapat yang sebaliknya

pernah dikemukakan oleh HR AdamiChazawi yang menyatakan bahwa,

“apabila dalam undang-undang dipakai dengan tegas perkataan dengan

sengaja dan melawan hukum,maka kesengajaan itu tidak perlu

ditunjukkan pada unsur melawan hukum”.44

Walaupun Arrest HR tersebut adalah mengenai unsur

kesengajaan dalam hubungannya dengan unsur melawan hukum, namun

dapat diartikan berlaku juga untuk kesengajaan yang dihubungkan oleh

kata “dan” dengan unsur dengan rencana terlebih dahulu. Karena dua hal

itu mengenai hal yang sama, yakni mengenai perkataan “dan” yang

terletak diantara 2 unsur.

43P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang,2010, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan, Sinar

Grafika, Jakarta,hlm 5844

Adami Chazawi,2001, Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana,Rajawali Pers, Jakarta, hlm 86

37

4. Pembunuhan oleh ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak

lama setelah dilahirkan

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang mengemukakan bahwa,

bentuk pembunuhan yang dilakukan oleh ibu terhadap bayinya pada saat

dan tidak lama setelah dilahirkan, yang dalam praktik hukum sering

disebut dengan pembunuhan bayi, ada 2 macam, masing-masing

dirumuskan dalam Pasal 341 KUHPidana dan Pasal 342 KUHPidana.

Pasal 341 KUHPidana, adalah pembunuhan bayi yang dilakukan tidak

dengan berencana (pembunuhan bayi biasa atau kinderdoodslag),

sedangkan Pasal 342 KUHPidana adalah pembunuhan yang dilakukan

dengan rencana lebih dulu (kindermoord).

Pembunuhan biasa oleh ibu terhadap bayinya sebagaimana yang

dimuat dalam Pasal 341 KUHPidana P.A.F. Lamintang dan Theo

Lamintang, rumusannya adalah sebagai berikut:

Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan bayi padasaat bayi dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengajamenghilangkan nyawa anaknya dipidana dengan membunuh bayinyasendiri dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.45

Apabila rumusan itu dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur P.A.F.

Lamintang dan Theo Lamintang, :

1) Unsur-unsur obyektif terdiri dari:a. Petindaknya: Seorang ibub. Perbuatannya: Menghilangkan nyawac. Obyeknya: Nyawa bayid. Waktunya: (1) Pada saat bayi dilahirkan;

(2) tidak lama setelah bayi dilahirkan;2) Unsur subyektif: dengan sengaja.46

45Ibid, hlm 59

46Ibid, hlm 60

38

Petindaknya haruslah seorang ibu, yang artinya ibu dari bayi

(korban) yang dilahirkan. Jadi dalam hal ini ada hubungan antara ibu dan

anak. Adanya ibu yang merupakan syarat yang melekat pada subyek

hukumnya menandakan bahwa kejahatan ini dapat dilakukan oleh setiap

orang.

Melihat motifnya karena takut diketahui melahirkan bayi,

sesungguhnya kejahatan ini berlatar belakang padabayi tersebut yang

diperolehnya dari hasil hubungan kelamin diluar perkawinan yang sah.

Sebab tidaklah ada alasan yang cukup untuk takut diketahui bahwa

melahirkan bayi, apabila bayi yang dilahirkannya itu diperboleh dari

perkawinan yang sah.

Unsur motif takut diketahui melahirkan pada dasarnya merupakan

unsur subyektif, karena menyangkut perasaan (batin) seorang. Untuk

membuktikan adanya perasaan yang demikian ini haruslah dilihat pada

alasan mengapa timbul perasaan takut itu. Dalam hal berupa alasan ini,

sudah tidak bersifat subyektif lagi, melainkan menjadi obyektif, alam

nyata, misalnya karena ibu tidak bersuami yang sah, anaknya banyak dan

lain sebagainya.

Dilihat dari sudut ini, maka unsur motif takut diketahui orang

tentang melahirkan bayinya itu adalah berupa unsur subyektif yang di

obyektifkan.

Adalah menjadi sulit dalam pembuktian, apabila rasa takut itu

hanya didasarkan pada orasa takut itu sendiri. Misalnya rasa takut

39

diketahui melahirkan bayi, didasarkan pada rasa takut bahwa nantinya

tidak akan mendapatkan jodoh, karena namanya sudah tercemar.

Kesulitannya ialah secara obyektif tidak dapat membuktikan terhadap hal

bahwa “nantinya” tidak dapat jodoh.

Unsur perbuatan berupa menghilangkan nyawa, adalah merupakan

perbuatan yang sama dengan perbuatan dalam Pasal 338 maupun Pasal

340karena dengan adanya perbuatan menghilangkan nyawa maka

kejahatan itu disebut dengan pembunuhan.

Sebagaimana sudah diterangkan pada saat membicarakan

pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHPidana), bahwa pada dasarnya

perbuatan menghilangkan nyawa ini mengandung unsur P.A.F. Lamintang

dan Theo Lamintang:

1) Adanya wujud perbuatan (aktif/positif) tertentu;2) Adanya kematian orang lain (dalam hal ini bayinya sendiri);3) Adanya hubungan kausalitas antara wujud perbuatan dengan

kematian orang lain(bayi) tersebut.47

Obyek kejahatan pembunuhan, termasuk pembunuhan bayi

adalah nyawa orang lain. Karena obyeknya adalah nyawa, maka pada

pembunuhan bayi wujud perbuatan menghilangkan nyawa harus

dilakukan pada bayi yang terbukti. Bagaimana jika sesungguhnya/pada

kenyataannya pada saat perbuatan dilakukan si bayi sudah mati, tetapi

menurut pengetahuannya atau perkiraannya (batin) adalah bayi hidup?

Mengenai peristiwa ini, si ibu tidak dapat dipidana, karena tidak ada

47Ibid, hlm 61

40

pembunuhan bayi. Karena dalam Pasal 341 KUHPidana, disyaratkan

secara obyektif, bayi harus hidup.

Dalam kejahatan pembunuhan dalam bentuk dan dengan cara

apapun disyaratkan harus ada hubungan kausal antara wujud perbuatan

yang dilakukan dengan akibat matinya korban, yang dalam contoh

kejadian yang terakhir ini tidak ada hubungan dengan demikian.

Hubungan kausal antar wujud perbuatan dengan akhibat kematian

pada pembunuhan, adalah berupa hubungan kausal yang bersifat

obyektif, walaupun di dalamnya, juga ada hubungan yang bersifat

subyektif. Tidak cukup ada hubungan subyektif seperti contoh diatas,

melainkan harus juga sekaligus terdapat hubungan kausal obyektif.

Contoh, si ibu sengaja melakukan perbuatan mencekik leher bayinya,

berarti ia menginginkan kematian bayinya, artinya disini ada hubungan

subyektif (batin berupa kehendak) antara perbuatan mencekik dengan

unsur kematian. Hubungan yang bersifat subyektif ini sudah terdapat

sebelum perbuatan diwujudkan, sebaliknya adalah tidak mungkin ada

hubungan kausal obyektif sebelum perbuatan dilakukan.

Berbeda dengan kejahatan pembunuhan terhadap bayi pada saat

atau tidak lama setelah bayi dilahirkan dengan direncanakan terlebih

dahulu. P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang mengemukakan bahwa,

pembunuhan bayi berencana yang dimaksud diatas adalah pembunuhan

bayi yang sebagai mana yang dirumuskan pada Pasal 342 KUHPidana

yakni:

41

Seorang ibu yang akan melaksanakan keputusan kehendak yangtelah diambilnya karena takut kana ketahuan bahwa ia akanmelahirkan bayi, pada saat bayi yang dilahirkan atau tidak lamakemudian dengan sengaja menghilangkan nyawa bayinya itu,dipidana karena pembunuhan bayinya sendiri dengan rencanadengan pidana penjara paling lama 9 tahun.48

Pembunuhan bayi tersebut mempunyai unsur-unsur P.A.F.

Lamintang dan Theo Lamintang sebagai berikut:

1) Petindak: Seorang ibu;2) Adanya putusan kehendak yang telah diambil sebelumnya;3) Perbuatan: Menghilangkan nyawa;4) Obyek: Nyawa bayinya sendiri;5) Waktu: a) pada saat dilahirkan;

b) tidak lama setelah bayi dilahirkan;

6)Karena takut akan diketahui melahirkan bayi;7) Dengan sengaja.49

Perbedaan utama dengan kinderdoodslag, justru saat timbulnya

keputusan kehendak ini. Sebab pada kinderdoodslag, kehendak itu

timbul, seacara tiba-tiba pada saat bayi dilahirkan, atau pada saat tidak

lama setelah bayi dilahirkan, karenanya juga, saat/waktu timbulnya motif

“takut diketahui bahwa melahirkan” adalah juga berbeda antara

kindermoord.

Kejahatan pembunuhan oleh ibu terhadap bayinya dengan rencana

adalah pembunuhan bayi biasa (Pasal 341 KUHPidana) ditambah satu

unsur lagi yakni dengan rencana terlebih dahulu. Karena adanya unsur

berencana inilah maka pembunuhan ini diberi kualifikasi sebagai

pembunuhan berencana.

48Ibid, hlm 62

49Ibid, hlm 66

42

Unsur “keputusan kehendak yang telah diambilnya” adalah

keputusan kehendak untuk menghilangkan nyawa bayi yang akan

dilahirkannya,yang terbentuknya ini adalah harus sebelum bayi

dilahirkanadalah tenggang waktu antara, sejak timbulnya tanda-tanda

akan melahirkan bayi sampai dengan keluarnya/terpisahnya bayi dari

tubuh ibu. Maka diambilnya keputusan kehendak untuk membunuh itu

adalah sebelum tanda-tanda tersebut timbul. Saat/waktu pengambilan

keputusan kehendak sebelum timbulnya pertanda itu adalah syarat mutlak

untuk adanya unsur “berencana” dalam kejahatan pembunuhan bayi

berencana.

Berkenaan dengan subyek kejahatan Pasal 341 KUHPidana dan

Pasal 342 KUHPidana harus orang yang berkualitas pribadi sebagai

seorang ibu, dapat terjadi melakukan tindak pidana ini dengan melibatkan

orang lain,yang orang itu tidak memiliki kualitas seorang ibu. Misalnya ibu

dalam membunuh bayinya itu, ada orang lain yang ikut serta, apakah

dapat dibebani tanggung jawab terhadap Pasal 341 KUHPidana dan

Pasal 342 KUHPidana, bagi orang lain yang tidak memiliki kualitas itu.

Dalam hal ini harus melihat pada ketentuan Pasal 343 KUHPidana

yang merumuskan bahwa Kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 341

dan Pasal 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan,

sebagai pembunuhan biasa atau pembunuhan berencana.

Jawaban dari masalah tersebut ada dalam ketentuan Pasal 343

KUHPidana tersebut, bahwa orang-orang tersebut tidak dapat

43

diberlakukan terhadap ketentuan Pasal 341 KUHPidana dan Pasal 342

KUHPidana, tetapi dipertanggungjawabkan terhadap pelanggaran Pasal

338 KUHPidana dan Pasal 340 KUHPidana. Artinya hal yang

meringankan pidana hanyalah berlaku bagi si ibu saja, dan tidak berlaku

lagi bagi orang lain yang tidak berkualitas sebagai seorang ibu.

5. Pembunuhan atas permintaan korban

Bentuk pembunuhan ini diatur dalam Pasal 344 KUHPidana, yang

merumuskan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas

permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan

hati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”.

Perbedaan yang nyata antara pembunuhan Pasal 344 KUHPidana

dengan pembunuhan Pasal 338 KUHPidana, ia terletak bahwa pada

pembunhan Pasal 344 KUHPidana terdapat unsur (1) atas permintaan

korban sendiri, (2) yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh, dan

(3) tidak dicantumkannya unsur kesengajaan sebagaimana dalam

rumusan Pasal 338 KUHPidana.

Dari unsur atas permintaan korban, membuktikan bahwa inisiatif

untuk melakukan pembunuhan itu terletak pada korban sendiri.

Sedangkan pada Pasal 338 KUHPidana ada pada petindak. Bila inisiatif

pembunuhan itu pada orang lain, tetapi pelaksanaannya bukan pada

orang lain itu, melainkan pada korban sendiri, maka bukan pembunuhan

Pasal 344 KUHPidana yang terjadi, tetapi pembunuhan dalam Pasal 345

KUHPidana.

44

6. Penganjuran dan pertolongan pada bunuh diri

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yang apabila inisiatif

pembunuhan itu pada orang lain, tetapi pelaksanaannya bukan pada

orang lain itu, melainkan pada korban sendiri, dan ditetapkan

pembunuhan seperti yang tertuang dalam Pasal 345 KUHPidana, yang

rumusannya adalah:

Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuhdiri,menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarankepadanya untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Berdasarkan pada unsur perbuatan, kejahatan Pasal 345

KUHPidana ini ada 3 bentuk P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang,

yakni:

1) Melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatanmendorong orang lain untuk bunuh diri.

2) Melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatanmenolong orang lain dalam melakukan bunuh diri.

3) Melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatanmemberikan saran pada orang yang diketahui akan bunuh diri.50

Dalam perbuatan mendorong (aanzetten),inisiatif untuk melakukan

bunuh diri itu bukan berasal dari orang yang bunuh diri, melainkan dari

orang lain yakni orang mendorong. Berbeda dengan perbuatan menolong

dan memberikan saran, karena dalam kedua perbuatan ini, inisiatif untuk

bunuh diri berasal dari korban itu sendiri. Pada kedua perbuatan ini tidak

terdapat pengaruh (batin) apapun pada pembentukan kehendak bagi

korban untuk bunuh diri itu.

50Ibid, hlm 83

45

Kesengajaan terhadap perbuatan mendorong sedikit berbeda

dengan kesengajaan terhadap perbuatan menolong dan memberi saran.

Perbedaanya adalah, bahwa kesengajaan terhadap perbuatan mendorong

adalah kesengajaan sebagai maksud, yang ditujukan pada terbentuknya

kehendak, yakni agar orang berkehendak untuk bunuh diri. Sedangkan

pada kesengajaan terhadap perbuatan menolong dan memberi saran

adalah ditunjukkan pada maksud mempermudah atau memperlancar

pelaksanaan bunuh diri.

7. Pengguguran dan pembunuhan kandungan

Kejahatan pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan

(doodslag op een ongeborn vrucht) diatur dalam 4 Pasal yakni:

a. Pasal 346 KUHPidana, yang rumusannya adalah: “Sesorang

perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dipidana dengan

pidana paling lama 4 tahun”.

Ada 4 perbuatan yang dilarang dalam Pasal 346 KUHPidana, P.A.F.

Lamintang dan Theo Lamintang, yakni:

- menggugurkan kandungan;- mematikan kandungan;- menyuruh orang lain menggugurkan kandungan; dan- menyuruh orang lain mematikan kandungan.51

b. Pasal 347 KUHPidana, yang rumusannya adalah:

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikankandungan seseorang perempuan tanpa persetujuannya, dipidanadengan pidana penjara paling lama 12 tahun

51Ibid, hlm 87

46

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Terdapat persamaan dan perbedaan antara ketentuan dalam

Pasal 346 KUHPidana dengan ketentuan Pasal 347

KUHPidana.Persamaannya ialah (1) pada kedua perbuatan, yakni

menggugurkan dan mematikan, (2) obyeknya yakni kandungan seorang

perempuan. Perbedaannya adalah dalam Pasal 346 KUHPidana terdapat

perbuatan menyuruh (orang lain) mematikan, yang tidak ada dalam Pasal

347 KUHPidana. Pada Pasal 347KUHPidana ada unsur tanpa

persetujuannya (perempuan yang mengandung).Petindak dalam Pasal

346 KUHPidana adalah perempuan yang mengandung, sedang petindak

menurut Pasal 347 KUHPidana adalah orang lain (bukan perempuan yang

mengandung).

c. Pasal 348 KUHPidana, yang rumusannya adalah:

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikankandungan seseorang perempuan dengan persetujuannya,dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun 6bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakhibatkan matinya perempuan tersebut,dipidana penjara paling lama 7 tahun.

Perbedaan pokok kejahatan Pasal 348 KUHPidana dengan Pasal

347 KUHPidana adalah bahwa perbuatan menggugurkan atau mematikan

kandungan dalam Pasal 348 KUHPidana dilakukan dengan persetujuan

perempuan yang mengandung.

Persetujuan artinya dikehendaki bersama dengan orang lain, di sini

ada 2 atau lebih orang yang mempunyai kehendak yang sama terhadap

47

gugur atau matinya kandungan itu. Syarat terjadi persetujuan adalah

harus ada dua pihak yang mempunyai kehendak yang sama.

d. Pasal 349 KUHPidana, yang rumusannya adalah:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukankejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan ataumembantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalamPasal 347 atau Pasal 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasalitu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untukmenjalankan pencaharian dalam mana kejahatan itu dilakukan.

Perbuatan dokter,bidan atau juru obat tersebut dapat

berupaperbuatan P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, sebagai berikut:

(1) Melakukan(2) membantu melaksanakan.52

Perbuatan melakukan adalah berupa perbuatan melaksanakan dari

kejahatan itu yang artinya ialah sebagai pelaku baik sebagai petindaknya

maupun selaku pelaku pelaksananya (plegen). Dia dapat berkualitas

sebagai petindak (dader) apabila dia sendirilah yang melaksanakan

kejahatan itu, tanpa ada orang lain yang ikut terlibat dalam kejahatan.

Misalnya dalam melaksanakan kejahatan dalam pasal 347, dokter

meberikan obat pada seorang wanita hamil yang maksudnya agar

kandungannya itu gugur.

52Ibid, hlm 109

48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penyusunan skripsi ini akan didahului dengan suatu penelitian awal.

Oleh karena itu Penulis mengadakan penelitian awal berupa

mengumpulkan data yang menunjang masalah yang diteliti. Selanjutnya

dalam penelitian ini, Penulis melakukan penelitian di Polrestabes

Makassar, Kejaksaan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Makassar,

Lembaga Pemasyarakatan Khusus Perempuan Makassar, serta beberapa

tempat yang menyediakan bahan pustaka yaitu di Perpustakaan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin dan Perpustakaan Pusat Universitas

Hasanuddin .

B. Jenis dan Sumber data

Jenis dan sumber data yang akan digunakan dalah data primer yang

diperoleh secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara

langsung kepada narasumber serta data sekunder, yaitu data yang

diperoleh secara tidak langsung melalui penelitian kepustakaan ( library

reseacrh ) baik dengan teknik pengumpulan dan inventarisasi buku –

buku, karya – karya ilmiah , artikel – artikel dari internet serta dokumen –

dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas

dalam tulisan ini .

49

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian :

Pengumpulan data dilakukan 2 ( dua ) cara yakni melalui metode

penelitian kepustakaan (library reseacrh) dan metode penelitian

lapangan ( field research )

a. Metode penelitian kepustakaan (field research), yaitu penelitian

yang dilakukan guna mengumpulkan data dari berbagai literatur

yang ada berhubungan dengan masalah yang dibahas .

b. Metode Penelitian Lapangan (field research), yakni penelitian yang

dilakukan melalui wawancara langsung dan terbuka dalam bentuk

tanya jawab kepada narasumber berkaitan dengan permasalahan

dalam tulisan ini, sehingga diperoleh data – data yang diperlukan.

2. Metode Pengumpulan Data :

a. Wawancara ( interview), yakni penulis mengadakan tanya jawab

dengan pihak – pihak yang terkait langsung dengan masalah yang

dibahas .

b. Dokumentasi, yakni penulis mengambil data dengan mengamati

dokumen – dokumen dan arsip – arsip yang diberikan oleh pihak

yang terkait dalam hal ini di Polrestabes Makassar, Kejaksaan

Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Makassar, dan Lembaga

Pemasyarakatan Khusus Perempuan Makassar.

50

D. Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh baik data primer maupun data sekunder

kemudian akan dianalisis dan diolah dengan metode kualitatif untuk

menghasilkan kesimpulan .Kemudian disajikan secara deskriptif, guna

memberikan pemahaman yang jelas dan terarah dari hasil penelitian

nantinya.

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Kejahatan Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Perempuan

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), ditugaskan

oleh negara sebagai penyidik tunggal terhadap setiap tindak pidana

umum, Hal ini dapat dilihat dalam KUHAP dalam Pasal 6 ayat (1) sub

(a) bahwa, penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Pembunuhan sebagai tindak pidana umum yang diatur dalam

KUHP, adalah wewenang kepolisian untuk mengadakan penyidikan,

sehingga di Kantor Kepolisian dapat diketahui tentang jumlah

kejahatan dalam hal ini kejahatan pembunuhan khususnya yang

dilakukan oleh perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh di

Polrestabes Kota Makassar, bahwa jumlah delik pembunuhan

biasa yang dilakukan oleh perempuan yang terjadi di Kota

Makassar dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 adalah

tercatat 11 kasus. Untuk lebih jelasnya, dapat diketahui pada tabel

sebagai berikut :

Tabel 1. Data Delik Pembunuhan Biasa yang Dilakukan Oleh

Perempuan yang Dilaporkan dan Diselesaikan

Polrestabes Kota Makassar Dari Tahun 2009 – 2011

52

Tahun Dilaporkan Diselesaikan Persentase

2009

2010

2011

4

6

1

3

5

1

36%

54%

10%

Jumlah 11 9 100%

Sumber Data : Kantor Polrestabes Kota Makassar Juli 2012

Memperhatikan tabel satu tersebut menunjukkan bahwa,

kasus delik pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan di Kota

Makassar dalam jangka waktu tahun 2009 sampai dengan tahun

2011 mengalami penurunan, dengan perincian sebagai berikut :

Pada tahun 2009 jumlah kasus delik pembunuhan biasa

yang dilakukan oleh perempuan di Kota Makassar tercatat 4

(empat) kasus , tahun 2010 sebanyak 6 (enam) kasus , dan tahun

2011 sebanyak 1 (satu) kasus.

Dari sekian banyak kasus yang dilaporkan ke Polrestabes

Makassar yaitu 11 kasus . Hanya 9 kasus yang dapat diselesaikan

dan dilimpahkan ke Kejaksaaan Negeri Makassar.

Setelah dikemukakan mengenai jumlah delik pembunuhan

yang dilakukan oleh perempuan yang terjadi di wilayah hukum

53

Polrestabes Kota Makassar, selanjutnya akan dikemukakan pula

mengenai jumlah delik pembunuhan yang dilakukan oleh

perempuan yang diterima dan diselesaikan oleh Kejaksaan Negeri

Makassar dari Tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.

Perlu diketahui bahwa, pada dasarnya Kejaksaan Negeri

dalam menentukan kejahatan dalam hal ini delik pembunuhan

biasa yang dilakukan oleh perempuan lebih bersifat mandiri

dibanding kepolisian, karena kejaksaan dapat menentukan jenis

kejahatan khususnya jenis kejahatan pembunuhan biasa yang

dilakukan oleh perempuan tanpa harus menunggu hasil putusan

yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri.

Tabel 2. Data Delik Pembunuhan Biasa yang Dilakukan Oleh

Perempuan yang Diterima dan Diselesaikan di Kejaksaan

Negeri Makassar Dari Tahun 2009-2011

Tahun Diterima Diselesaikan Persentase

2009

2010

2011

3

5

1

3

5

1

36%

54%

10%

Jumlah 9 9 100%

Sumber Data : Kantor Kejaksaan Negeri Makassar Juli 2012

Beranjak dari data yang diperoleh diatas. Selanjutnya akan

dideskripsikan mengenai data yang telah diperoleh Penulis di

54

Lembaga Pemasyarakatan melalui proses wawancara dengan

beberapa narapidana perempuan.

Berdasarkan hasil wawancara singkat selama meneliti,

Penulis menemukan fakta di lapangan berupa data latar belakang

pendidikan dan status sosial pelaku pembunuhan yang dapat

dijadikan acuan nantinya.

Tabel 3. Data Pendidikan Pelaku Pembunuhan Biasa

Tahun

Pendidikan

JumlahTidak Sekolah SD SMP SMA

2009 3 2 2 1 8 Orang2010 1 2 2 2 7 Orang2011 2 1 1 1 5 Orang

Jumlah 6 5 5 4 20

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita Juli 2012

Berdasarkan tabel 3 tersebut di atas, jumlah pelaku

pembunuhan biasa di Kota Makassar dari tahun 2009 sampai dengan

2011 adalah berjumlah 20 orang, yang mana pada tabel tersebut di

atas, dijelaskan tentang tingkat pendidikan . Dari uraian tersebut di

atas, dapat dilihat perbedaan tingkat pendidikan pelaku pembunuhan

biasa yang tertinggi selama tahun 2009 sampai dengan 2011 adalah

pelaku yang sama sekali tidak pernah mengecap pendidikan dan

selanjutnya berlaku yang hanya sampai pada tingkat pendidikan

Sekolah Dasar (SD).

55

Tabel 4. Data Status Sosial Pelaku Pembunuhan Biasa

Tahun

Status

JumlahPelajar Tuna Karya Pedagang Buruh

2009 1 3 1 3 8 Orang2010 2 2 1 1 6 Orang2011 1 1 2 2 6 Orang

Jumlah 4 6 4 6 20

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita Juli 2012

Berdasarkan tabel tersebut di atas, terlihat bahwa pelaku

pembunuhan biasa berdasarkan status sosial berjumlah 20 orang di

Kota Makassar selama tahun 2009 sampai dengan 2011 .

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa dari tiap tingkatan

status sosial sebagai tuna karya/penganggur dan buruh memiliki jumlah

yang tertinggi, ini berarti bahwa pelaku pembunuhan biasa di Kota

Makassar selama tahun 2009 sampai dengan 2011 kebanyakan

dilakukan oleh pengangguran, sedangkan selebihnya yaitu yang

berstatus sebagai pelajar, karyawan, pedagang lebih sedikit melakukan

pembunuhan biasa selama 2009 sampai dengan 2011.

Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat status sosial

seseorang, maka kecenderungan untuk melakukan kejahatan

khususnya pembunuhan biasa semakin kecil dan sebaliknya semakin

rendah status sosial seseorang kecenderungan untuk melakukan

kejahatan semakin besar.

56

B. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pembunuhan yang

Dilakukan Oleh Perempuan Di Kota Makassar

Di dalam menguraikan latar belakang penyebab terjadinya

kejahatan pada umumnya dan kejahatan pembunuhan biasa yang

dilakukan oleh perempuan, telah banyak sarjana dan ahli hukum

mengemukakan bahwa kejahatan adalah hasil dari faktor-faktor timbulnya

aneka ragam dan bermacam-macam. Dan faktor-faktor itu dewasa ini dan

untuk selanjutnya tidak bisa di susun menurut suatu ketentuan yang

berlaku umum tanpa ada pengecualian atau dengan kata lain untuk

mengungkap kelakuan kriminal memang tidak ada teori ilmiahnya.

Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan sebagai salah satu

fenomena sosial yang sangat mempengaruhi ketentraman dan

kesejahteraan dalam hidup masyarakat. Oleh karenanya perbuatan

kejahatan ini adalah perbuatan yang baik wujud dan sifat bertentangan

dengan hukum seperti yang dikemukakan oleh Moeljatno bahwa:

Perbuatan-perbuatan pidana ini menurut wujud dan sifatnya adalah

bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh

hukum, mereka adalah perbuatan yang melawan (melanggar

hukum). Tegasnya : mereka merugikan masyarakat, dalam artian

bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata

dalam pergaulan masyarakat yang baik dan adil53.

Diketahui pula bahwa kejahatan ini tidak timbul dengan sendirinya

dan tidak dapat ditiadakan sama sekali. Selama manusia hidup

53http://blogspot-andihukum-penyebabkejahatandanpenanggulangannya-pubilc

57

bermasyarakat, yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi dalam arti

mengatasi perkembangan daripadanya, jadi bukan menghilangkannya.

Kejahatan lainnya tetap merupakan gejala sosial yang rumit, oleh

karena itu untuk mengetahui hal ini, perlu diketahui apakah yang menjadi

penyebab kejahatan tersebut.

Kaitannya uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang

dapat memberikan jawaban tentang sebab-sebab seseorang perempuan

melakukan pembunuhan, khususnya yang terjadi di Kota Makassar dalam

jangka waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.

Menurut Akbar Malik , selaku Staf pada Polrestabes Kota Makassar

(Wawancara 12 Juli 2012 ) bahwa, ada beberapa faktor penyebab

perempuan melakukan pembunuhan terhadap orang lain sesuai yang

pernah diproses di Polrestabes Kota Makassar, antara lain:

1. Karena sakit hati.

2. Karena Iri hati.

1. Sakit hati

Sakit hati adalah penyakit yang mudah sekali timbul dalam

diri seseorang dalam hal ini pada seorang perempuan yang

bersangkutan. Perempuan yang sakit hati kadang tidak dapat

mengendalikan perasaannya bilamana sakit hati itu timbul dalam

diri perempuan. Apabila perempuan tersebut tidak dapat

mengendalikan perasaan sakit hatinya itu, seperti dengan cara

58

melakukan pembunuhan kepada orang lain tanpa disadarinya,

yang dianggapnya sebagai penyebab timbulnya rasa sakit hati si

perempuan tersebut.

2. Iri hati

Perasaan irihati salah satu faktor penyebab timbulnya delik

pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan, hal ini identik yang

dikemukakan oleh Akbar (Staf) pada Polrestabes Kota Makassar,

bahwa: "Irihati timbul karena seseorang dianggapnya sebagai

saingan kepada orang lain sehingga berusaha untuk

menghilangkan orang yang dianggapnya sebagai saingan tersebut.

Atau dengan kata lain, bahwa perempuan yang irihati itu pada

akhirnya akan menimbulkan kebencian atau permusuhan kepada

orang yang dianggapnya sebagai saingan".

Adapun wawancara Penulis dengan salah satu Reserse

Polrestabes Makassar Brigpol Yoel Abdul SH ( wawancara 12 Juli

2012) bahwa selain dari dalam diri pelaku adapun faktor yang

mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan pembunuhan yaitu

faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri:

1. Faktor ekonomi

Pada umumnya mempunyai hubungan dengan timbulnya

kejahatan, dimana pada perkembangan perekonomian di

abad modern, ketika tumbuh persaingan-persaingan bebas,

59

menghidupkan daya minat konsumen dengan memasang

iklan-iklan dan sebagainya. Hal ini cenderung menimbulkan

keinginan-keinginan untuk memiliki barang atau uang

sebanyak-banyaknya sehingga dengan demikian, seseorang

mempunyai kecenderungan pula untuk mempersiapkan diri

dalam berbagai cara kejahatan dan sebagainya.

Perubahan-perubahan harga: dapat dikatakan

bahwa keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas

mempunyai hubungan langsung, terutama

mengenai kejahatan terhadap milik orang lain,

atau katakanlah mengenai pencurian. Dalam

keadaan pemilikan faktor ekonomi tetap dan

sementara itu harga tiba-tiba melambung naik,

maka otomatis jangkauan ekonomi yang dimiliki

tadi akan semakin berkurang. Dengan

berkurangnya daya beli, seseorang akan

menimbulkan perhitungan dan pertimbangan-

pertimbangan itu masih dapat dikuasai, akan tetapi

jika pada saat yang sama terjadi penurunan nilai

uang, pertambahan tanggungan keluarga, dan

sebagainya yang pada pokoknya mempengaruhi

standar hidup sehingga menjadi begitu rendah, hal

60

ini dapat menyebabkan timbulnya kriminalitas

sebagai jalan keluar.

Pengangguran : karena sempitnya lapangan kerja,

pertambahan penduduk, dan lain-lainnya sehingga

dapat menyebabkan semakin banyaknya

pengangguran. Pengangguran dapat dikatakan

sebagai penyebab timbulnya kejahatan, yang

kesemuanya itu dilatarbelakangi oleh kondisi buruk

faktor ekonomi.

2. Faktor Kurangnya Penghayatan Terhadap Ajaran Agama

Telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengetahui

sampai sejauh mana pengaruh faktor agama terhadap

timbulnya kejahatan.Akan tetapi nampaknya belum cukup

bukti untuk mengetahui bahwa rendahnya nilai agama

dapat mengakibatkan orang berbuat jahat.

Norma-norma yang terkandung di dalam agama (semua

agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan) dan

agama itu senantiasa baik dan membimbing manusia

kearah jalan yang benar, dan menunjukkan hal-hal yang

dilarang dan yang diharuskan, mana yang baik dan mana

yang buruk, sehingga jika manusia benar-benar

mendalami dan mengerti tentang isi agamanya, maka ia

61

senantiasa akan menjadi manusia yang baik pula, tidak

akan berbuat hal-hal yang merugikan orang lain termasuk

tindakan kejahatan. Dan sebaliknya jika agama itu tidak

berfungsi bagi manusia, hanya sekedar lambang saja,

maka ia tidak berarti sama sekali, bahkan iman manusia

akan menjadi lemah. Kalau sudah demikian keadaannya,

maka orang mudah sekali untuk melakukan hal-hal yang

buruk karena sosial kontrol-nya tadi tidak kuat, dan

mudah melakukan tindak kejahatan.

3. Faktor kurangnya pengetahuan tentang hukum

Karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai

hukum sehingga masyarakat bertindak main hakim

sendiri bila adanya permasalahan yang terjadi ditengah-

tengah masyarakat.

C. Upaya Penanggulangan Aparat Penegak Hukum

Kejahatan pada umumnya dan kejahatan pembunuhan yang

dilakukan oleh perempuan pada khususnya tidak dapat dihilangkan,

akan tetapi dapat ditekan jumlahnya. Oleh karena itu, usaha

pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum yang berkompeten

dalam menanggulangi tingkat perkembangan delik pembunuhan

dalam hal ini delik pembunuhan biasa yang dilakukan oleh

perempuan, khususnya yang terjadi di Kota Makassar dapat

digolongkan 2 (dua) upaya yakni, upaya preventif dan upaya represif.

62

Menurut Akbar Malik, Staf di Polrestabes Makassar dalam

keterangannya kepada penulis (Wawancara 12 Juli 2012 ), bahwa

tindakan preventif yang dilakukan oleh pihak kepolisian Kota

Makassar, antara lain sebagai berikut:

a. Memberikan bimbingan kepada perempuan melalui pengaktifan

pelaksanaan program PKK sebagai suatu bentuk organisasi yang

paling sederhana pada tingkat kelurahan, dengan tema

memberikan penyuluhan kepada kaum wanita terhadap

pentingnya hubungan keakraban antara sesamanya, pembinaan

keagamaan, materil serta memberikan pengetahuan khusus

tentang berumah tangga;

b. Meningkatkan bimbingan dan penyuluhan keterampilan praktis

yang berguna bagi kehidupan kaum perempuan, berupa kursus-

kursus dan keterampilan lain untuk mengisi waktunya yang luang,

sehingga mereka mampu berkarya dan berkreatifitas untuk

kelangsungan hidupnya maupun berkarya untuk orang lain dan

juga dapat meningkatkan tingkat pendapatannya;

c. Meningkatkan aktivitas olah raga dan seni, antara lain berupa:

- Latihan dan pertandingan berbagai macam cabang olah raga

seperti bola volly, bulu tangkis dan lain dan sebagainya.

- Latihan dan pertandingan berbagai macam bidang kesenian

misalnya, lomba pemilihan putri daerah dan lain sebagainya.

63

d. Memberikan penyuluhan mengenai lingkungan keluarga agar

tercipta atau terjalin hubungan yang harmonis antara masyarakat

sehingga tercipta rasa kekeluargaan.

Selain kegiatan atau preventif tersebut di atas, pihak

Polrestabes dalam jajarannya juga melakukan tindakan represif.

Upaya represif ini dimaksudkan adalah suatu upaya yang

dilakukan untuk mengatasi delik pembunuhan yang dilakukan oleh

perempuan setelah terjadi tindak kriminal tersebut.

Adapun tindak represif yang dilakukan oleh pihak Polrestabes

Kota Makassar, antara lain :

a. Melakukan penangkapan terhadap pelaku (perempuan) yang

melakukan pembunuhan terhadap orang lain;

b. Mengadakan pemeriksaan terhadap tersangka dan barang bukti

serta upaya lainnya dalam rangka untuk penyidikan kasus

tersebut, dan selanjutnya berkas perkaranya dilimpahkan ke

Kejaksaan Negeri untuk diproses.

64

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sesuai dengan pokok permasalahan yang telah

diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya delik

pembunuhan biasa yang dilakukan oleh perempuan di

Kota Makassar dari tahun 2009 sampai dengan tahun

2011 yaitu; faktor yang berasal dari dalam diri pelaku

karena sakit hati, dan iri hati. Selain ada juga faktor yang

berasal dari luar diri pelaku yaitu, faktor ekonomi, faktor

kurangnya penghayatan agama dan faktor kurangnya

pengetahuan tentang hukum.

b. Adapun upaya yang ditempuh oleh aparat penegak hukum

dalam rangka menanggulangi delik pembunuhan biasa

yang dilakukan oleh perempuan di Kota Makassar, secara

garis besarnya dilakukan dua upaya yakni; upaya

pencegahan/preventif, yaitu Memberikan penyuluhan

mengenai lingkungan keluarga agar tercipta atau terjalin

hubungan yang harmonis antara masyarakat sehingga

tercipta rasa kekeluargaan. dan upaya

pemberantasan/represif yaitu melakukan penangkapan

65

terdahapa pelaku (perempuan), dan Mengadakan

pemeriksaan terhadap tersangka dan barang bukti serta

upaya lainnya dalam rangka untuk penyidikan kasus

tersebut, dan selanjutnya berkas perkaranya dilimpahkan

ke Kejaksaan Negeri untuk diproses.

B. Saran

a. Memperhatikan adanya beberapa faktor yang

melatarbelakangi terjadinya kejahatan pembunuhan yang

dilakukan oleh perempuan di Kota Makassar, maka

hendaknya sedini mungkin pemerintah yang berwenang

meningkatkan penyuluhan hukum kepada masyarakat,

agar masyarakat dapat memahami dengan baik dan

menyadari tentang hak-hak dan kewajibannya sebagai

warga negara yang hidup dalam negara yang berdasarkan

hukum (Rechtstaat). Guna lebih mengaktifkan upaya

penanggulangan kejahatan pembunuhan yang dilakukan

oleh perempuan di Kota Makassar, hendaknya

ditingkatkan pula penyuluhan agama kepada seluruh

lapisan masyarakat, sebab dengan dasar keimanan yang

kuat dalam diri seseorang, niscaya mereka akan

menyadari bahwa perbuatan-perbuatan pembunuhan

terhadap orang lain adalah disamping melanggar hukum

positif di Indonesia, juga merupakan perbuatan yang

66

dilarang oleh agama dan mendapat balasan di akhirat

nanti.

b. Hendaknya para petugas Lembaga Pemasyarakatan terus

meningkatkan pembinaan para narapidana (warga

binaan), agar mereka dapat memiliki kesiapan mental dan

pengetahuan keterampilan khusus sebelum kembali

kedalam masyarakat, supaya mereka dapat terhindar dari

pengaruh perbuatan kejahatan apapun.

DAFTAR PUSTAKA

Alam A.S.2010, Pengantar Kriminologi, Angota IKAPI (Ikatan PenerbitIndonesia )

Atmasasmita,Romli. 2010, Teoridan Kapita Selekta Kriminologi, RefikaAditama, Bandung

Bawengan, G.W.1977. Masalah Kejahatan Dengan Sebab dan Akibat.Jakarta Pusat

Chazaw, Adami i,2001, Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan danBatas Berlakunya Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta

Effendy, Rusli .1980, Asas-Asas Hukum Pidana Bagian I. LembagaKriminologi Unhas, Ujung

Hamzah, Andi,2009, Delik-delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalamKUHP, SinarGrafika, Jakarta

Topo, Santoso, Eva Achanizulfa. 2001, Kriminologi.PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta

Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, 2010, Kejahatan TerhadapNyawa, Tubuh, dan Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta

Moeljatno, 1983, Kriminologi, BinaAksara, Jakarta

------ 2002.Asas – asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta. Jakarta

Poerwadarminta, W.J.S. 2006,Kamus Besar Bahasa Indonesia,BalaiPustaka, Jakarta

Kartono, Kartini, 2003,Patalogi Sosial dan Kenakalan Remaja, RajaGrapindo Persada

Poerwadarminta.1982, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.Jakarta

Prasetyo, Teguh. Hukum Pidana. Penerbit: PT. RajaGrafindo Persada,Jakarta

Poernomo, Bambang. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Penerbit: GhaliaInonesia.

Soerjono, Soekanto, 1981, Kriminologi Suatu Pengantar, GhaliaIndonesia, Jakarta

Soenarto, Soerodibtro, 1994, KUHP dan KUHAP, Rajawali Pers, Jakarta

Sianturi, S R.1966, Asas – asas Hukum Pidana Di Indonesia DanPenerapannya, Alumni Ahaem, Jakarta

Soedjono. 1976. Penanggulangan Kejahatan. Bandung, Alumni

Soesilo, R. 1985. Kriminologi (Pengetahuan tentang Sebab-SebabKejahatan). Bandung, Karya Grafika

PeraturanPerundang – undangan

Bab XIX Kejahatan terhadap Nyawa, Pasal 338 – Pasal 350 KitabUndang Undang Hukum Pidana.

Media Online

http://buku online. doc/ publicity Sahetapy J.E, 1982. Paradoks Dalam

Kriminologi, RajawaliPers, Jakarta

http://buku online. doc/ publicity Soerjono Soekanto, 1981. KriminologiSuatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta

http:doif-green-blogspot.com/ 2010/05/ penganiayaan-dalam-tindak-

pidana_30html

http://bukuonline. doc/publicity –zakariah idris dkk, 1988. PencegahanKenakalan Remaja, IPH Bandung

http://www.swd.gov.hk/vs/doc/publicity/suara perempuan 20%Matters%20%28Indonesia%20version%29.pdf

http://bloggeranggara-from-/ majalah- wanita -Indonesia -No-205 -

Desember t-ahun -2009

http://google.id/beritakota/edisi/08/Desember/2009

http://blogspot-andihukum-penyebabkejahatandanpenanggulangannya-

pubilc

Makalah

Alam, AS, 1985. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Melawan Kejahatan

(Makalah) Makassar.