rumah tradisional jatim

Upload: hendrik-munthe

Post on 11-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

TUGAS RUMAH TRADISIONAL JATIM

TRANSCRIPT

  • RUMAH TRADISIONAL DESA KEMIREN,BANYUWANGI, JAWA TIMUR

    Yoerina Dwi Octora0851010045

    FTSP/Teknik Arsitektur UPN Veteran Jatim

    PROLOGBanyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur.

    Luasnya 5.782,50 km2. Wilayahnya cukup beragam, dari dataran

    rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan

    Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi

    Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung

    Merapi (2.800 m), keduanya adalah gunung api aktif.

    Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda.

    Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan

    konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional

    Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan pengembangan penyu.

    Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas

    Purwo. Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan

    terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.

    Penduduk Banyuwangi cukup beragam yang memiliki total populasi

    1.540.000 jiwa (tahun 2003). Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku

    Madura (kecamatan Wongsorejo, Bajulmati, Glenmore dan Kalibaru) dan Suku Jawa

    yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas Suku Bali dan Suku Bugis. Suku

    Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai

    sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal

    sebagai salah satu ragam tertua Bahasa Jawa. Kesenian asal Banyuwangi

    adalah kuntulan, gandrung , jaranan, barong, janger dan seblang. Suku Osing Banyak

    mendiami di Kecamatan Rogojampi, Songgon, Kabat, Glagah, Giri, Kalipuro, Kota

    serta sebagian kecil di kecamatan lain.

  • II. ELEMEN ARSITEKTURAL MAKNA DAN TEKTONIKA (SUSUNAN) RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI

    Elemen arsitektural suatu bangunan terdiri dari lantai, dinding, atap,

    ornament/langgam, tiang kolom dan detail dekoratif yang lain. Elemen tersebut

    juga berpengaruh terhadap makna arsitektural dan filosofis bangunan, apalagi

    pada arsitektur tradisional. Hal ini sangat menentukan penampilan fisik dan

    keberadaan unsure tradisional yang secara tidak langsung mencitrakan bangunan

    tradisional tersebut ke depannya.

    Sedangkan, pengertian tektonik ialah seni dari konstruksi, Adolf Heinrich

    Borbein dalam Kennneth Frampton (1995). Seni yang mencakup tersebut tak

    melulu tektonik yang menjadi perangkai bagian bangunan, namun juga perangkai

    obyek untuk mengkonstruksi suatu produk (bangun) bernilai seni dan lebih

    ditekankan pada ketepatan penerapan teknik membangun dan estetika. Tektonika

    bangunan erat kaitannya dengan seni pengolahan material, struktur dan konstruksi.

    Yang lebih menekankan pada aspek nilai estetika dari suatu sistim struktur atau

    ekspresi dari penggunaan teknologi struktur-nya.

    Adolf Heinrich Borbein (Frampton, 1995), menyatakan bahwa tektonika

    merupakan seni dari pertemuan atau sambungan. Istilah tektonika berkembang

    di Jerman, yang oleh Karl Otfried Muller dalam Handbook of the Archeology of

    Art (1830), bahwa tektonika sebagai suatu penggunaan sederetan bentuk seni

    pada peralatan, bejana bunga, pemukiman dan tempat pertemuan yang dibentuk

    dan dikembangkan pada sisi penerapan dimana sisi tersebut berfungsi untuk

    menguatkan ekspresi perasaan atau buah pikiran seni. Sedangkan, Semper lebih

    menegaskan klasifikasi bangunan (arsitektur) dengan 2 (dua) prosedur yang

    mendasari proses perakitannya, yakni (pertama) tektonika yang merupakan rangka

    ringan yang terdiri dari komponen linier membentuk matrik spasial; dan (ke-dua)

    tahapan stereotomik yang berupa bagian dasar dimana massa dan volume ruang

    terbentuk dari elemen-elemen berat.

    Gambar Rumah Osing

  • Pada rumah tradisional Banyuwangi ini, memiliki filosofi arsitektural yang

    sarat akan tradisi-tradisi akan nilai Hindu dengan ajaran islam secara beriringan

    karena nilai Hindu tidak bisa dihilangkan sepenuhnya. Adat-istiadat yang ada

    mempengaruhi ruang dan bentuk rumah Osing walau hal itu tidak direncanakan,

    dirancang dan dibuat dari luar, tetapi lebih terbentuk dari dalam melalui rangkaian

    proses berdimensi waktu, sehingga selanjutnya menghasilkan suatu karya yang unik,

    khas dan berkarakter. Konsep ruang sebagai hasil penciptaan dari adanya elemen

    arsitektural harus disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas. Karena selain sebagai

    wadah pemenuhan hajad hidup sehari-hari, hal tersebut juga dipengaruhi oleh

    penilaian makna kegiatan yang dilakukan oleh penghuni atau pelaku kegiatan di

    ruang tersebut. Konsep bentuk rumah Osing identik dengan bentuk rumah Kampung

    seperti di Mojokerto, Sidoarjo, Madiun, dan kota di Jawa Timur yang lain mempunyai

    kaitan erat dengan struktur sosial masyarakat Osing (Kemiren) yang cenderung

    egaliter (sikap/pandangan bahwa semua manusia itu sama derajatnya) dan mewakili

    lapisan masyarakat biasa. Nama-nama bagian-bagian rumah dan susunannya

    merupakan pengungkapan pesan, makna dan kehendak dari pemiliknya. Makna

    tersebut tidak terkandung dalam diri manusianya, karena pada dasarnya manusia

    tersebut mencerminkan sifat laten dan bukan sekedar memenuhi tuntutan fungsional

    namun menggambarkan apresiasinya terhadap cipta dan karya. Sehingga, elemen

    arsitektural rumah Osing yang masih asli, bagian depan menggunakan gebyog dari

    papan kayu dilengkapi roji sebagai lubang ventilasi dan pencahayaan, sedangkan

    dindingnya menggunakan gedheg pipil serta sama sekali tidak memiliki jendela.

    Dinding dan partisi rumah yang sudah mengalami perubahan menggunakan gedheg

    langkap tanpa jendela, sedangkan bagian depan sudah menggunakan kaca. Rumah

    Osing tidak kaya dengan ornamen, namun yang dapat dijumpai pada rumah yang

    masih asli yaitu jenis ornamen dengan motif flora (peci-ringan, anggrek, ukel

    kangkung, ukel anggrek dan ukel pakis) dan geometris (slimpet dan kawung) yang

    bersifat konstruktif. Ornamen tersebut terdapat pada doplag, ampig-ampig, gebyog

    (bale dan jrumah) dan roji. Nama-nama jenis ornamen merupakan ungkapan pesan

    dan nasehat bagi pemiliknya.

    Sedangkan tektonika rumah Osing disini menggunakan susunan beberapa

    bentuk dasar secara sekaligus untuk rumahnya. Dengan bentuk atap Tikel Balung,

    Baresan, dan Cerocogan merupakan indikator bentuk dasar rumah Osing. Bentuk

    dasar rumah/bentuk atap tersebut berasal dari sumber yang sama, yaitu Jawa sebagai

    induk budayanya dengan perbedaan nama dan bentuk kontruksi yang lebih sederhana.

  • Bentuk dasar rumah Osing memiliki kesamaan dengan rumah Kampung (Jawa), yang

    merupakan rumah golongan masyarakat biasa (yaitu rumah tradisional jenis

    Kampung). Dapat dianalogikan bahwa masyarakat Osing mewakili klas masyarakat

    biasa, bukan keturunan bangsawan atau raja dalam konteks budaya Jawa sebagai

    induknya. Dalam konteks ini, cerocogan juga merupakan modul dasar ruang.

    Menurut jumlah bagian rumahnya, maka susunan rumah Osing dibedakan atas 3, 2

    dan 1 bagian rumah, dimana pada jumlah bagian rumah sama dapat mempunyai

    komposisi bentuk atap yang berbeda. Menurut kombinasi bagian rumah-nya, maka

    rumah Osing dikategorikan sesuai dimensi luasan ruang dan makna simbolik di

    dalamnya.

    Dalam kaitan dengan susunan ruang, maka masing-masing ruang dapat

    memiliki bentuk rumah berbeda-beda. Bale di bagian depan menggunakan konstruksi

    tikel balung. Konstruksi tikel balung juga digunakan untuk jrumah dengan pertukaran

    kombinasi dengan konstruksi cerocogan atau baresan. Untuk pawon digunakan

    konstruksi cerocogan atau baresan, yang lebih sederhana daripada tikel balung.

    Adapun gambaran struktur dan susunan rumah Osing sebagai berikut

    III. KARAKTERISTIK BENTUK DAN RUANG ARSITEKTURAL RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI

    Karakter Bentuk - Ruang

    Bentuk rumah Osing ini sama hanya seperti rumah tradisional Jawa yang

    umumnya berbentuk persegi panjang, dan mayoritas memanjang sampai ke

  • belakang rumah. Namun, ada beberapa yang pola bentuk rumahnya melebar ke

    samping sehingga pengaturan ruang dan fungsinya tidak terlalu rumit. Dengan

    melihat bentuk yang persegi panjang, maka filosofi yang diharapkan ialah

    semakin menyebar/menepinya suatu fungsi/letak ruang maka semakin public lah

    keberadaan ruang tersebut. Semakin ke pusat bentuk bangunan semakin privat dan

    penting fungsi/keberadaan ruang tersebut. Apabila di rumah Osing ini memiliki

    karakteristik bentuk ruang yg sama dengan karakteristik bentuk denah, yaitu sama

    persegi panjangnya. Ada pun keterangan lebih lanjut mengenai sketsa denah

    rumah Osing dapat dilihat di gambar bawah ini

    Adapun gambar tampak rumah Osing dengan penggambaran secara sketsa

    dapat dilihat bahwa rumah ini sejenis dengan rumah tradisional Jawa Timur jenis

    Kampung Srotong, namun dikarenakan menyesuaikan dengan kebutuhan

    penghuni maka dibuat menjadi lebih variasi sehingga menjadi desain rumah Osing

    yang sekarang. Dapat dilihat di gambar bawah ini

    Ket :a : Baleb : Pendopoc : Jrumahd : Pawon

  • Rumah Tradisional jenis Kampung (Jawa Timur)

    Tampak Depan rumah Osing Tampak Samping rumah Osing

    Ruang Arsitektural

    Jenis dan Karakteristik Ruang

    Jenis ruang dapat dibedakan atas ruang utama, yaitu bale-jrumah-pawon

    (selalu ada); ruang penunjang, yaitu amper, ampok, pendopo dan lumbung (tidak

    selalu ada); kiling sebagai penanda teritori Osing. Bale terletak di depan sebagai

    ruang tamu, ruang keluarga dan ruang kegiatan ceremonial; Jrumah terletak di tengah

    berfungsi sebagai ruang pribadi dan ruang tidur; dan Pawon terletak di belakang

    seolah terpisah dari jrumah, yang berfungsi sebagai dapur, ruang tamu informal dan

    ruang keluarga. Karakteristik masing-masing ruang disesuaikan dengan fungsi dan

    aktivitas sebagai wadah pemenuhan hajad hidup sehari-hari, dimana masing-masing

    ruang dipengaruhi oleh penilaian makna kegiatan yang dilakukan serta siapa yang

    menghuni atau melakukan kegiatan di bagian tersebut.

    Organisasi Ruang

    Susunan ruang utama merupakan susunan ruang Bale, Jrumah dan Pawon

    secara berurut dari depan ke belakang dalam 1, 2 atau 3 bagian rumah. Susunan ruang

    ini mempunyai berbagai kombinasi yang dapat dikategori-sasikan dalam 7 kelompok,

    yaitu B-(P+J)-P; (B+P)-J-P; B-J-P; B-(J+P); (B+J)-(P+L); (B+J)-P; dan (B+J+P)

    [*merupakan inisial jenis ruang pada denah rumah Osing]. Kategorisasi tersebut

    didasarkan atas kaitan susunan ruang dengan susunan bagian rumah, dimana 4

    susunan pertama merupakan susunan terlengkap sedangkan 3 terakhir merupakan

    penyesuaian susunan ruang sebagai akibat perubahan susunan bentuk rumah. Pola

    hubungan ruang menganut prinsip closed ended plan, dimana sumbu simetri

  • keseimbangan yang membagi susunan ruang menjadi kiri dan kanan terhenti pada

    suatu ruang, yaitu Jrumah. Prinsip closed ended plan hanya terlihat pada susunan

    ruang Bale, Pendopo (jika ada), Jrumah dan Pawon secara berurut ke belakang.

    Hierarki ruang juga menjadi pertimbangan tersendiri yang tergambar dari

    sifat, karakter, fungsi dan kontrol, hubungan ruang, organisasi ruang, tata letak dalam

    susunan ruang serta makna di dalamnya. Berdasarkan kriteria publik-privat; sakral-

    profan dan utama (primer)-sekunder memperlihatkan bahwa jrumah memiliki hierarki

    paling tinggi. Konsep ruang rumah Osing memperlihatkan adanya centralitas dan

    dualitas. Konsep dualitas pada rumah Osing membagi zone atas laki-laki dan

    perempuan; luar-dalam; kiri-kanan; gelap-terang; sakral-profan ditambah depan-

    belakang. Konsep centralitas memperlihatkan bahwa Jrumah merupakan

    pusat/sentral dari rumah Osing, yang terdiri dari bale, jrumah dan pawon. Rumah

    Osing yang terdiri dari bale, jrumah dan pawon merupakan pusat dari kesatuan rumah

    tersebut, amper dan ampok serta halaman dengan killing sebagai penanda teritorinya,

    yang sekaligus pemberi identitas Osing.

    Berkaitan dengan susunan ruang, maka masing-masing ruang dapat memiliki

    bentuk rumah yang berbeda-beda. Bale di bagian depan menggunakan konstruksi

    tikel balung. Konstruksi tikel balung biasanya juga digunakan untuk jrumah dengan

    pertukaran kombinasi dengan konstruksi cerocogan atau baresan. Untuk pawon

    digunakan konstruksi cerocogan atau baresan, yang lebih sederhana dari pada tikel

    balung. Hierarki yang telah dijabarkan diatas, dapat dilihat pada grafis dibawah ini

  • Organisasi Ruang rumah Osing

    IV. KEUNIKAN OBYEK ARSITEKTUR

    Rumah tradisional Osing memiliki keunikan yang sangat khas dan langka.

    Karena walaupun mirip dengan rumah Jawa dan begitu pula dengan banyaknya

    kesamaan, namun perbedaannya masih tetap bias ditemukan dan dapat

    diperbandingkan. Walaupun mengapa di tengah kemiripan itu tetap, rumah Osing

    masih memiliki bentuk identitasnya dan filosofi yang berbeda dengan yang lain.

    Hal ini menjadi penting, mengingat perkembangan jaman, pengaruh modernisasi

    dan globalisasi yang sedemikian pesat akan segera menggeser sekaligus

    menggantikan batas-batas dan nilai-nilai yang pernah ada. Dengan adanya

    ornament maupun langgam yang begitu menarik dan uniknya sehingga masih

    dapat dibedakan dengan arsitektur tradisional Jawa yang lain. Contoh

    langgam/ornament rumah Osing ini dapat dilihat di gambar bawah ini

    Ornamen Peciringan dan Ugel pada bagian gebyog JRUMAH

  • Ornamen Slimpet pada bagian gebyog JRUMAH