rumah tradisional bali - unud

32
1 RUMAH TRADISIONAL BALI Ir. I NYOMAN SUDIARTA 195710241986011001 JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

1

RUMAH TRADISIONAL BALI

Ir. I NYOMAN SUDIARTA

195710241986011001

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

Page 2: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...... 2

1.3 Tujuan…………………………………………………………………… 2

1.4 Manfaat…………………………………………………………………. 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah Tradisional Bali……………………………………... 3

2.2Arsitektur Bali Secara Umum................................................................ 3

2.1.1 Sejarah Arsitektur Bali.............................................................. 4

2.1.2 Konsep-konsep arsitektur Bali

2.3 Pola Ruang Rumah Tinggal……………………………………………..... 13

BAB III OBJEK KAJIAN

3.1 Lokasi Objek…………………………………………………………… 22

3.2 Struktur Anggota Keluarga…………………………………………….. 22

3.3 Kondisi Bangunan Objek Kajian………………………………………. 23

3.3.1 Mrajan/Sanggah………………………………………………….. 23

3.3.2 Bale Dangin……………………………………………………… 24

3.3.3 Bale Daje………………………………………………………… 25

3.3.4 Bale Dauh / Loji…………………………………………………. 26

3.3.5 Paon……………………………………………………………... 27

Page 3: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

3

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali memiliki beragam kebudayaan dan adat isitiadat yang beragam

mulai dari seni tari, seni rupa, seni tabuh, seni banguana dan lain-lain. Pada

kesempatan ini penulis akan membahas salah satu bagian dari kebudayaan Bali

yaitu bangunan tradisional Bali. Bali merupakan salah satu daerah yang

mempunyai ciri khas bangunan dan pemukiman yang berlandaskan konsep

Agama Hindu yang dimuat dalam Asta Kosala Kosali yang dijadikan pedoman

dalam membangun bangunan tradisional Bali.Pola-pola desa adat di Bali telah

menjadikan pulau Bali memiliki ciri khas tersendiri dalam pengembangan pola

desa. Arsitektur tradisional Bali tercipta dari hasil akal budi manusia dimana

pengejewantahannya di dasari oleh pandangan terhadap alam semesta, sikap

hidup, norma, agama, kepercayaan dan kebudayaan masa lalu. Di era globalisasi

ini arsitektur tradisional bali mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Terbukti dari banyaknya ditemukan bangunan-bangunan modern yang tetap

mgenggunakan konsep arsitektur tradisional Bali. Berkenaan dengan hal tersebut

penulis ingin meneliti lebih jauh konsep dan unsur seni yang terdapat dalam

bangunan tradisional Bali. Kegiatan ini bermanfaat dalam memahami dan

pemelestariannya di masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal tersebut

penulis telah melakukan Observasi kesalah satu objek bangunan tradisional Bali

yang bertempat di rumah bapak Wayan Natih yang bertempat di Banjar Dinas

Penida, Desa Batuan, Kabupaten Gianyar.

Page 5: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut adapun rumusan masalah yang

akan dibahas pada paper ini adalah sebagai berikut.

a. Apa Pengertian rumah tradisional Bali ?

b. Bagaimana Pola Ruang rumah tradisional Bali?

c. Sejauh mana konsep bangunan tradisional bali yang termuat dalam Asta

Kosala Kosali masih tetap diterapkan pada objek yang diobservasi?

1.3 Tujuan

Adapun Tujuan dari pembuatan paper ini adalah :

a. Memahami pengertian rumah tradisional Bali.

b. Mengetahui pola ruang rumah tradisional Bali .

c. Mengetahui Sejauh mana konsep bangunan tradisional bali yang termuat

dalam Asta Kosala Kosali masih tetap diterapkan pada objek yang

diobservasi?

Page 6: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Pengertian Rumah Tradisional Bali

Rumah Tradisional Bali adalah tempat/ruang untuk menampung aktivitas

manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi dengan perubahan-perubahan yang

menyesuakian dengan perkembangan zaman sertaberdasarkan norma-norma yang

berlaku, peraturan traditional (Asta Kosala Kosali), adat kebiasaan setempat dan

bergantung pada kondisi serta potensial alam dan lingkungan.

2.3 Arsitektur Bali Secara Umum

Arsitektur Bali terutama arsitektur tradisional Bali adalah sebuah aturan tata

ruang turun temurun dari masyarakat Bali seperti lontar Asta Kosala kosali, Asta Patali,

dan lain-lain yang sifatnya luas meliputi segala aspek kehidupan masyarakat Bali.Ini

pula yang mesti dipahami oleh arsitek Bali dalam merancang sebuah bangunan dengan

memperhatikan tata ruang masyarakat Bali (arsitektur Bali).

Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar

yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah

Konsep hirarki ruang meliputiTri Loka atau Tri Angga

Konsep orientasi kosmologi meliputi Nawa Sanga atau Sanga Mandala

Konsep keseimbangan kosmologi meliputi Manik Ring Cucupu

Konsep court Open air

Konsep kejujuran bahan bangunan

Konsep Dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan skala

manusia yang meliputiAstha, Tapak, Tapak Ngandang, Musti, Depa,

Nyari, A Guli serta masih banyak lagi yang lainnya.

Page 7: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

7

Selain ada kosep diatas juga ada tiga buah sumbu yang digunakan sebagai

pedoman penataan bangunan di Bali, sumbu-sumbu itu antara lain:

Sumbu kosmos Bhur, Bhuwah dan Swah (hidrosfir, litosfir dan atmosfir)

Sumbu ritual kangin-kauh (terbit dan terbenamnya matahari)

Sumbu natural Kaja-Kelod (gunung dan laut)

Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat Bali mengenal konsep orientasi

kosmologikal, Nawa Sanga atau Sanga Mandala.Transformasi fisik dari konsep ini pada

perancangan arsitektur, merupakan acuan pada penataan ruang hunian tipikal di Bali.

2.3.1 Sejarah Arsitektur Bali

Kebubudayaan Bali Mula merupakan kebudayaan yang masih sederhana dari

benda-benda alam disekitarnya. Bali aga mengembangkan kebuday`an dengan

bemrentuk benda-benda alam dalam satu susunan yang harmonis dalam fungsinya

menjaga keseimbangan manusia dengan alam dan lingkungannya. Kebudayaan Bali

mula tidak banyak meninggalkan peninggalan budaya mengingat kayu-kayu dan

bebatuan yang dipakai sebagai bahan perwujudan Arsitekturnya kurang tahan terhadapa

iklim tropis pada kurun waktu yang lama. Peninggalan-peninggalan kebudayaan Bali

Aga masih dapat ditemukan di beberapa tempat seperti Gunung Kawi, Tirta Embul, Gua

Gajah, dan beberapa tempat di Bedulu sebagai lokasi pusat kerajaan pada masa Bali

Aga.

Kebo Iwa merupakan arsitek besar pada masa Bali Aga yang meninggalkan

beberapa data arsitktur , diantaranya adalah konsep Bale Agung yang sampai sekarang

merupakan bagian dari setiap desa adat Bali, Dalam lontarnya diungkapkan teori-teori

Arsitekturnya yaitu bangunan seperti pertahanan perang, dan pemanfaatan sungai

sebagai potensi site.Empu Kuturan Sebagai budayawan besar mendampingi Anak

Wungsu yang memerintah Bali sekitar abad ke-11, juga merupakan seorang Arsitek

yang banyak meninggalkan teori-teori Arsitektur, sisiologi, adat dan agama.Tata pola

Page 8: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

8

desa adat, Khyangan Tiga, Meru dan pedoman-pedoman upacara keagamaan lainnya

merupakan karya dari Empu Kuturan.

Dang Hyang Nirartha atau disebut juga Hyang Dwijendra atau Pedanda sakti

Wawurauh merupakan budayawan besar pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong

sekitar pada abad ke-14 ( masa Majapahit menguasai Bali). Beliau merupakan Arsitek

besar dengan peninggalan konsep-konsep Arsitektur, agama, dan pembaruan diberbagai

bidang budaya lainnya.Padmasana merupakan konsep beliau untuk banguanan menuju

Tuhan Yang Maha Esa.Tirtayatra merupaka sebuah budaya di Bali yang berarti

perjalanan suci atau keagamaan. Tirtayatra ini juga merupakan peninggalan dari Dang

Hyang Nirartha, bermula dari perjalanan keagaman beliau mengelilingi pantai di Bali,

dilanjutkan menuju Lombok dan Nusa Tenggara Timur, perjalanan ini menuju ke pura-

pura di daerah-daerah tersebut.

Setelah kerajaan Waturegong menyebar keseluruh Bali (sekarang masing-masing

sebagai ibu kota kabupaten) Arsitek tradisional tidak lagi menokohkan dirinya< karena

adanya pedoman berdasarkan teori Kebo Iwa, Hyang Nirartha, dan Empu kuturan yang

dikembangkan oleh para undagi (tukang)Dewanya undagi adalah Asta Kosali sebagai

teori pelaksanaan bangunan Tradisional Bali. Setelah Bali dikuasai Kolonial Belanda,

Arsitektur Tradisional mangalami pengaruh asing yang disesuaikan dengan Arsitektur

Tradisional yang telah ada.Bangunan-bangunan seperti wantilan, loji dan hiasan-hiasan

seperti Patra Cina, Patra Mesir, Patra Olanda.

2.3.2 Konsep-konsep arsitektur Bali

Terwujudnya pola perumahan tradisional sebagai lingkungan buatan sangat

terkait dengan sikap dan pandangan hidup masyarakat Bali, tidak terlepas dari sendi-

sendi agama, adat istiadat, kepercayan dan sistem religi yang melandasi aspek-aspek

kehidupan. Peranan dan pengaruh Agama Hindu dalam penataan lingkungan buatan,

yaitu terjadinya implikasi agama dengan berbagai kehidupan bermasyarakat.

Page 9: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

9

Rumah tradisional Bali selain menampung aktivitas kebutuhan hidup seperti:

tidur, makan, istirahat juga untuk menampung kegiatan yang bertujuan untuk

kepentingan psikologis, seperti melaksanakan upacara keagamaan dan adat.

(Sulistyawati. dkk, 1985:15). Dengan demikian rumah tradisional sebagai perwujudan

budaya sangat kuat dengan landasan filosofi yang berakar dari agama Hindu.Agama

Hindu mengajarkan agar manusia mengharmoniskan alam semesta dengan segala

isinya yakni bhuana agung (Makro kosmos) dengan bhuana alit (Mikro kosmos),

dalam kaitan ini bhuana agung adalah lingkungan buatan/bangunan dan bhuana alit

adalah manusia yang mendirikan dan menggunakan wadah tersebut (Subandi, 1990)

Manusia (bhuana alit) merupakan bagian dari alam (bhuana agung), selain

memiliki unsur-unsur pembentuk yang sama, juga terdapat perbedaan ukuran dan

fungsi. Manusia sebagai isi dan alam sebagai wadah, senantiasa dalam keadaan

harmonis dan selaras seperti manik (janin) dalam cucupu (rahim ibu).Rahim sebagai

tempat yang memberikan kehidupan, perlindungan dan perkembangan janin tersebut,

demikian pula halnya manusia berada, hidup, berkembang dan berlindung pada alam

semesta, ini yang kemudian dikenal dengan konsep manik ring cucupu. Dengan alasan

itu pula, setiap wadah kehidupan atau lingkungan buatan, berusaha diciptakan senilai

dengan suatu Bhuana agung, dengan susuna unsur-unsur yang utuh, yaitu: Tri

HitaKarana.

Tri Hita Karana yang secara harfiah Tri berarti tiga; Hita berarti kemakmuran,

baik, gembira, senang dan lestari; dan Karana berarti sebab musabab atau sumbernya

sebab (penyebab), atau tiga sebab/ unsur yang menjadikan kehidupan (kebaikan), yaitu:

1). Atma (zat penghidup atau jiwa/roh), 2). Prana (tenaga), 3).Angga (jasad/fisik)

(Majelis Lembaga Adat, 1992:15).

Bhuana agung (alam semesta) yang sangat luas tidak mampu digambarkan oleh

manusia (bhuana alit), namun antara keduanya memiliki unsur yang sama, yaitu Tri

Hita Karana, oleh sebab itu manusia dipakai sebagai cerminan. Konsepsi Tri Hita

Karana dipakai dalam pola perumahan tradisional yang diidentifikasi; Parhyangan

Page 10: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

10

/Kahyangan Tiga sebagai unsur Atma/jiwa, Krama/warga sebagai unsur Prana tenaga

dan Palemahan/tanah sebagai unsur Angga/jasad (Kaler, 1983:44).

Konsepsi Tri Hita Karana melandasi terwujudnya susunan kosmos dari yang

paling makro (bhuana agung/alam semesta) sampai hal yang paling mikro (bhuana

alit/manusia).Dalam alam semesta jiwa adalah paramatma (Tuhan Yang Maha Esa),

tenaga adalah berbagai tenaga alam dan jasad adalah Panca Maha Bhuta.Dalam

permukiman, jiwa adalah parhyangan (pura desa), tenaga adalah pawongan

(masyarakat) dan jasad adalah palemahan (wilayah desa).Demikian pula halnya dalam

banjar, jiwa adalah parhyangan (pura banjar), tenaga adalah pawongan (warga banjar)

dan jasad adalah palemahan (wilayah banjar). Pada rumah tinggal, jiwanya adalah

sanggah pemerajan (tempat suci), tenaga adalah penghuni dan jasad adalah pekarangan.

Sedangkan pada manusia, jiwa adalah atman, tenaga adalah sabda bayu idep dan jasad

adalah stula sarira/tubuh manusia. Penjabaran konsep Tri Hita Karana dalam susunan

kosmos, dapat dilihat dalam Tabel1.

Susunan/Unsur Jiwa/Atma Tenaga/Prana Fisik/Angga

Alam Semesta

(Bhuana Agung)

Paramatman

(Tuhan Yang Maha

Esa)

Tenaga

(yang menggerakan

alam)

Unsur-unsur

panca maha

bhuta Desa Kahyangan Tiga

(pura desa)

Pawongan

(warga desa)

Palemahan

(wilayah desa)

Banjar Parhyangan

(pura banjar)

Pawongan

(warga banjar)

Palemahan

(wilayah banjar)

Rumah Sanggah (pemerajan) Penghuni rumah Pekarangan

rumah Manusia

(Bhuana Alit)

Atman

(jiwa manusia)

Prana

(tenaga sabda bayu idep)

Angga

(badan manusia)

Sumber: Sulistyawati. dkk, (1985:5); Meganada, (1990:72).

Page 11: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

11

Tri Hita Karana (tiga unsur kehidupan) yang mengatur kesimbangan atau

keharmonisan manusia dengan lingkungan, tersusun dalam susunan jasad/angga,

memberikan turunan konsep ruang yang disebut Tri Angga. Secara harfiah Tri berarti

tiga dan Angga berarti badan, yang lebih menekankan tiga nilai fisik yaitu: Utama

Angga, Madya Angga dan Nista Angga. Dalam alam semesta/Bhuana agung, pembagian

ini disebut Tri Loka, yaitu: Bhur Loka (bumi), Bhuah Loka (angkasa), dan Swah Loka

(Sorga). Ketiga nilai tersebut didasarkan secara vertikal, dimana nilai utama pada

posisi teratas/sakral,madya pada posisi tengah dan nista pada posisi terendah/kotor.Tabel

2. Tri Angga dalam Susunan Kosmos

Susunan/Unsur Utama Angga Sakral Madya Angga

Netral

Nista Angga Kotor

Alam Semesta Swah Loka Bwah Loka Bhur Loka

Wilayah Gunung Dataran Laut

Perumahan/Desa Kahyangan Tiga Pemukiman Setra/Kuburan

Rumah Tinggal Sanggah/Pemerajan Tegak Umah Tebe

Bangunan Atap Kolom/Dinding Lantai/Bataran

Manusia Kepala Badan Kaki

Masa/Waktu Masa depan

Watamana

Masa kini

Nagata

Masa lalu

Atita Sumber: Sulistyawati. dkk, (1985:6); Adhika (1994).

Konsepsi Tri Angga berlaku dari yang bersifat makro (alam semesta/bhuana

agung) sampai yang paling mikro (manusia/bhuana alit). Dalam skala wilayah; gunung

memiliki nilai utama; dataran bernilai madya dan lautan pada nilai nista. Dalam

perumahan, Kahyangan Tiga (utama), Perumahan penduduk (madya), Kuburan (nista),

juga berlaku dalam skala rumah dan manusia. Susunan Tri Angga dalam susunan

Tri Angga yang memberi arahan tata nilai secara vertikal (secara horisontal ada

yang menyebut Tri Mandala), juga terdapat tata nilai Hulu-Teben, merupakan pedoman

tata nilai di dalam mencapai tujuan penyelarasan antara Bhuana agung dan Bhuana alit.

Page 12: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

12

Hulu-Teben memiliki orientasi antara lain: 1). berdasarkan sumbu bumi yaitu: arah

kaja-kelod (gunung dan laut), 2). arah tinggi-rendah (tegeh dan lebah), 3). berdasarkan

sumbu Matahari yaitu; Timur- Barat (Matahari terbit dan terbenam) (Sulistyawati.

dkk,1985:7).

Tata nilai berdasarkan sumbu bumi (kaja/gunung-kelod/laut), memberikan nilai

utama pada arah kaja (gunung) dan nista pada arah kelod (laut), sedangkan berdasarkan

sumbu matahari; nilai utama pada arah matahari terbit dan nista pada arah matahari

terbenam. Jika kedua sistem tata nilai ini digabungkan, secara imajiner akan terbentuk

pola Sanga Mandala,yang membagi ruang menjadi sembilan segmen. (Adhika;

1994:19).

Konsep tata ruang Sanga Mandala juga lahir dari sembilan manifestasi Tuhan

dalam menjaga keseimbangan alam menuju kehidupan harmonis yang disebut Dewata

Nawa Sanga (Meganada, 1990:58) dan lihat Gambar 2.

Konsepsi tata ruang Sanga Mandala menjadi pertimbangan dalam

penzoningan kegiatan dan tata letak bangunan dalam pekarangan rumah, dimana

kegiatan yang dianggap utama, memerlukan ketenangan diletakkan pada daerah

utamaning utama (kaja- kangin), kegiatan yang dianggap kotor/sibuk diletakkan pada

daerah nistaning nista (klod- kauh), sedangkan kegiatan diantaranya diletakkan di

tengah (Sulistyawati. dkk, 1985:10). Dalam turunannya konsep ini menjadi Pola

Natah (Adhika, 1994:24) dan jelasnya lihat Gambar3

Page 13: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

13

KELOD (LAUT)

KAJA (GUNUNG) KAUH

(MATAHARI TERBENAM)

KANGIN

(MATAHARI TERBIT)

KELOD (LAUT)

BERDASARKAN LINTASAN MATAHARI

SUMBU MATAHARI TERBENAM TERBIT

SANGAMANDALA

UTAMANING

NISTA

UTAMANING UTAMANING

MADYA UTAMA

MADYANING MADYANING

NISTA

MADYA

UTAMANING

MADYA

KAJA

GUNUNG

UTAMA NISTANING

NISTA

NISTANING

MADYA

UTAMANING

NISTA

MADYA DATARAN

KELOD

LAUT

NISTA

BERDASAR SUMBU KAJA

KELOD (GUNUNG LAUT)

Gambar 2. Konsep Arah Orientasi Ruang dan Konsep Sanga Mandala

Sumber: Eko Budihardjo (1986).

UTAM

A

MAD

YA

NIS

TA

Page 14: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

14

Gambar 3. Penjabaran Konsep Zoning Sanga Mandala dalam Rumah

Sumber: Eko Budihardjo (1986).

Gambar 4. Konsepsi Tata Ruang Tradisional Bali

Sumber: Eko Budihardjo (1986).

GUNUNG TUHAN ALAM

ARSITEKTUR

NISTA MADYA UTAMA

LAUT

MANUSIA

A TYPICAL

BALINESEHOUSE

Uma/Meten

UTAMA

Sanggah

Kemulan

Natah

MADYA PENJABARAN

Bale

Tiang Sanga

Bale

Sakepat NISTA Lawang

Aling-aling

Bale Sakenam

K O N S EP

Lumbung Paon

Page 15: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

15

Dalam skala perumahan (desa) konsep Sanga Mandala, menempatkan kegiatan

yang bersifat suci (Pura Desa) pada daerah utamaning utama (kaja-kangin), letak Pura

Dalem dan kuburan pada daerah nisthaning nista (klod- kauh), dan permukiman pada

daerah madya, ini terutama terlihat pada perumahan yang memiliki pola Perempatan

(Catus Patha). (Paturusi; 1988:91). Sedangkan Anindya (1991:34) dalam lingkup desa,

konsep Tri Mandala, menempatan: kegiatan yang bersifat sakral di daerah utama,

kegiatan yang bersifat keduniawian (sosial, ekonomi dan perumahan) madya, dan

kegiatan yang dipandang kotor mengandung limbah daerah nista. Ini tercermin pada

perumahan yang memiliki pola linier.Konsep tata ruang yang lebih bersifat fisik

mempunyai berbagai variasi, namun demikian pada dasarnya mempunyai kesamaan

sebagai berikut yaitu: 1). Keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana), 2). Hirarkhi tata

nilai (Tri Angga), 3).Orientasi kosmologis (Sanga Mandala), 4).Konsep ruang terbuka

(Natah), 5).Proporsi dan skala, 6).Kronologis dan prosesi pembangunan, 7).Kejujuran

struktur (clarity of structure), 8). Kejujuran pemakaian material (truth of material).

(Juswadi Salija, 1975; dalam Eko Budihardjo, 1986). Lihat Gambar4.

Munculnya variasi dalam pola tata ruang rumah dan perumahan di Bali karena

adanya konsep Tri Pramana, sebagai landasan taktis operasional yang dikenal dengan

Desa-Kala- Patra (tempat, waktu dan keadaan) dan Desa- Mawa-Cara yang menjelaskan

adanya fleksibilitas yang tetap terarah pada landasan filosofinya, dan ini ditunjukkan

oleh keragaman pola desa-desa di Bali. (Meganada: 1990:51).

Perumahan tradisional Bali juga memiliki konteks kehidupan pribadi dan

masyarakat serta pantangan-pantangan.Dalam konteks pribadi seperti halnya

menentukan dimensi pekarangan dan proporsi bangunan memakai ukuran bagian tubuh

penghuni/kepala keluarga, seperti; tangan, kaki dan lainnya.(Meganada: 1990:61).

Dasar pengukuran letak bangunan dalam pekarangan memakai telapak kaki dengan

hitungan Asta Wara (Sri, Guru, Yama, Rudra, Brahma, Kala, Uma) ditambah

pengurip. (Adhika, 1994:25).

Page 16: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

16

2.4 Pola Ruang Rumah Tinggal

Secara umum ada 3 macam pola tata ruang,yaitu:

a. Pola Perempatan (CatusPatha)

Pola Perempatan, jalan terbentuk dari perpotongan sumbu kaja - kelod

(utara-selatan) dengan sumbu kangin-kauh (timur-barat). Berdasarkan konsep

Sanga Mandala, pada daerah kaja-kangin diperuntukan untuk bangunan suci

yaitu pura desa.Letak Pura Dalem (kematian) dan kuburan desa pada daerah

kelod-kauh (barat daya) yang mengarah ke laut.Peruntukan perumahan dan

banjar berada pada peruntukan madya (barat-laut).Untuk jelasnya lihat

Gambar 8 dan11.

b. PolaLinear

Pada pola linear konsep Sanga Mandala tidak begitu berperan.Orientasi

kosmologis lebih didominasi oleh sumbu kaja-kelod (utara- selatan) dan

sumbu kangin-kauh (timur-barat).Pada bagian ujung Utara perumahan (kaja)

diperuntukan untuk Pura (pura bale agung dan pura puseh). Sedang di ujung

selatan (kelod) diperuntukan untuk Pura Dalem (kematian) dan kuburan

desa.Diantara kedua daerah tersebut terletak perumahan penduduk dan

fasilitas umum (bale banjar dan pasar) yang terletak di plaza umum, seperti

dijelaskan Gambar9.

Pola linear pada umumnya terdapat pada perumahan di daerah

pegunungan di Bali, dimana untuk mengatasi geografis yang berlereng

diatasi denganterasering.

c. PolaKombinasi

Pola kombinasi merupakan paduan antara pola perempatan (Catus patha)

dengan pola linear.Pola sumbu perumahan memakai pola perempatan, namun

demikian sistem peletakan elemen bangunan mengikuti pola

linear.Peruntukan pada fasilitas umum terletak pada ruang terbuka (plaza)

yang ada di tengah- tengah perumahan.Lokasi bagian sakral dan profan

masing-masing terletak pada ujung utara dan selatan perumahan.Jelasnya

Page 17: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

17

lihat Gambar 10.Pola tata ruang yang dikemukakan di atas merupakan

penyederhanaan daripada pola tata ruang yang pada kenyataannya sangat

bervariasi. Setiap daerah perumahan di Bali mempunyai pola tersendiri yang

disebabkan oleh faktor yang telah dikemukakan pada uraian Aspek Sosial.

Dari ilustrasi tersebut perumahan tradisional Bali dapat diklasifikasikan

dalam 2 type,yaitu:

1. Type Bali Aga merupakan perumahan penduduk asli Bali yang

kurang dipengaruhi oleh Kerajaan Hindu Jawa. Lokasi perumahan

ini terletak di daerah pegunungan yang membentang membujur di

tangah- tangah Bali, sebagian beralokasi di Bali Utara dan

Selatan. Bentuk fisik pola perumahan Bali Aga dicirikan dengan

adanya jalan utama berbentuk linear yang berfungsi sebagai ruang

terbuka milik komunitas dan sekaligus sebagai sumbu utama desa.

Contoh perumahan Bali Aga: Julah (di Buleleng), Tenganan,

Timbrah dan Bugbug (diKarangasem).

2. Type Bali Dataran, merupakan perumahan tradisional yang

banyak dipengaruhi oleh Kerajaan Hindu Jawa. Perumahan type

ini tersebar di dataran bagian selatan Bali yang berpenduduk lebih

besar diabndingkan type pertama. Ciri utama perumahan ini

adalah adanya Pola perempatan jalan yang mempunyai 2 sumbu

utama, sumbu pertama adalah jalan yang membujur arah Utara-

Selatan yang memotong sumbu kedua berupa jalan membujur

Timur-Barat (Parimin,1986).

Page 18: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

18

KETERANGAN :

1 = PURI

2 = PASAR

3 = ALUN - ALUN

4 = WANTILA

Gambar 11. Pusat Kerajaan Berkembang menjadi Pusat Kabupaten

Sumber: Anindya (1991)

BULELENG

BANGLI

GIANYAR

KARANGASEM

TABANAN

DENPASAR

KLUNGKUNG

Page 19: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

19

Rumah tinggal masyarakat Bali sangat unik karena rumah tinggal tidak

merupakam satu kesatuan dalam satu atap tetapi terbagi dalam beberapa ruang-ruang

yang berdiri sendiri dalam pola ruang yang diatur menurut konsep arah angin dan sumbu

gunung Agung.Hal ini terjadi karena hirarki yang ada menuntut adanya perbedaan strata

dalam pengaturan ruang-ruang pada rumah tinggal tersebut.Seperti halnya tempat tidur

orang tua dan anak-anak harus terpisah, dan juga hubungan antara dapur dan tempat

pemujaan keluarga.Untuk memahami hirarki penataan ruang tempat tinggal di Bali ini

haruslah dipahami keberadaan sembilan mata angin yang identik dengan arah utara,

selatan, timur dan barat.Bagi mereka arah timur dengan sumbu hadap ke gunung Agung

adalah lokasi utama dalam rumah tinggal, sehingga lokasi tersebut biasa dipakai untuk

meletakkan tempat pemujaan atau di Bali di sebut pamerajan.Bagian-bagian pada rumah

tinggal tradisional Bali sebagai berikut.

1. Angkul-angkul yaitu entrance yang berfungsi seperti candi bentar pada pura

yaitu sebagai gapura jalan masuk. Angkul-angkul biasanya teletak di kauh kelod.

2. Aling-aling adalah bagian entrance yang berfungsi sebagai pengalih jalan masuk

sehingga jalan masuk tidak lurus kedalam tetapi menyamping. Hal ini

dimaksudkan agar pandangan dari luar tidak langsung lurus ke dalam. Aling-

aling terletak di kaluh kelod.

3. Natah atau halaman tengah merupakan pusat dari pekarangan yang dikelilingi

bale-bale.

4. Mrajan atau sanggah, terleteak dibagian timur laut atau kaja kangin pada

sembilan petak pola ruang, merupakan area suci pada rumah berfungsi sebagai

tempat pemujaan.

5. Bale Dangin yaitu bangunan perumahan tradisional Bali yang komposisinya

berada di sisi timur disebut dengan bale dangin, Type yang dibangun type sake

nem dalam perumahan tergolong sederhana bila bahan dan penyelesaiannya

sederhana, dapat pula digolongkan madia bila ditinjau dari penyelesaiannya

Page 20: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

20

dibangun dengan bahan penyelesaian madia. Untuk areal perumahan yang besar

digunakan type Sake roras yang sering disebut dengan bale gede Sake roras

dalam perumahan tergolong utama. Type Sake roras / Bale Gede bentuk

bangunan bujur sangkar, dengan ukuran 4,8 m x 4,8 m, dengan tinggi lantai

sekitar 0,8 m dengan dua atau tiga anak tangga kearah natah, lantai lebih rendah

dari bangunan bale daja. Konstruksi terdiri dari dua belas tiang yang dirangkai

empat empat menjadi dua balai-balai atau bila menggunakan satu balai-balai

rangkaian empat tiang dapat di tepi atau di tengah. Masing-masing balai-balai

memanjang kangin kauh dengan kepala kearah timur . Tiang-tiang dirangkaikan

dengan sunduk waton/selimar likah dan galar. Stabilitas konstruksi dengan sistim

lait pada pepurus sunduk dengan lubang tiang. Untuk tiang yang tidak dirangkai

balai-balai menggunakan senggawang sebagai stabiltas konstruksi. Bangunan

dengan dinding penuh pada sisi timur dan sisi selatan.

6. Bale Delod Dalam komposisi bangunan rumah saka kutus ini menempati letak

bagian kelod yang juga disebut Bale delod, dalam proses pembangunan bale

delod letaknya dari bale meten diukur dengan menggunakan tapak kaki dengan

pengurip angandang tergantung dari kecenderungan penghuni rumah. Bale delod

difungsikan sebagai sumanggem, bangunan untuk upacara adat, tamu dan tempat

bekerja atau serbaguna. Bentuk bangunan segi empat panjang, dengan ukuran

355 m x 570 m, dengan tinggi lantai sekitar 0,8 m dengan tiga anak tangga

kearah natah. Konstruksi terdiri delapan tiang tiga deret di depan dan ditengah

dua deret dibelakang, dengan satu balai balai mengikat empat tiang hubungan

balai balai dengan konstruksi perangkai sunduk waton dan empat tiang lainnya

berdiri dengan senggawang sebagai stabilitas. Bangunan dengan dinding penuh

pada luan sisi kangin dan sisi kelod dan terbuka kearah natah, konstruksi atap

limas.

7. Bale Daje Bangun rumah yang paling awal dibangun dalam perumahan, type

bangunan sake kutus diklasifikasikan sebagai bangunan madia dengan fungsi

tunggal sebagai tempat tidur yang disebut bale meten. Komposisinya berada di

Page 21: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

21

sisi kaja natah (halaman tengah) menghadap kelod berhadapan dengan

sumanggem/bale delod. Dalam proses membangun rumah bale meten merupakan

bangunan awal. Jaraknya delapan tapak kaki dengan pengurip angandang diukur

dari tembok pekarangan sisi kaja. Selanjutnya bangunan yang lainnya di bangun

dengan jarak yang diukur dari bale meten.Bentuk bangunan segi empat panjang,

dengan ukuran 5 m x 2,5 m, dengan tinggi lantai sekitar 1,2 m dengan empat

atau lima anak tangga kearah natah lantai lebih tinggi dari bangunan lainnya

untuk estetika. Konstruksi terdiri delapan tiang yang dirangkai empat empat

menjadi dua balai-balai. Masing-masing balai-balai memanjang kaja kelod

dengan kepala kearah luan kaja. Tiang-tiang dirangkaikan dengan sunduk

waton/selimar likah dan galar. Stabilitas konstruksi dengan sistim lait pada

pepurus sunduk dengan lubang tiang senggawang tidak ada pada bale sekutus.

Bangunan dengan dinding penuh pada keempat sisi dan pintu keluar masuk

kearah natah.

8. Bale Dauh / Loji ini terletak di bagian Barat ( Dauh natah umah ), dan sering

pula disebut dengan Bale Loji, serta Tiang Sanga. Fungsi Bale Dauh ini adalah

untuk tempat menerima tamu dan juga digunakan sebagai tempat tidur anak

remaja atau anak muda. Fasilitas pada bangunan Bale Dauh ini adalah 1 buah

bale – bale yang terletak di bagian dalam. Bentuk Bangunan Bale Dauh adalah

persegi panjang, dan menggunakan saka atau tiang yang terbuat dari kayu. Bila

tiangnya berjumlah 6 disebut sakenem, bila berjumlah 8 disebut sakutus /

astasari, dan bila tiangnya bejumlah 9 disebut sangasari. Bangunan Bale Dauh

adalah rumah tinggal yang memakai bebaturan dengan lantai yang lebih rendah

dari Bale Dangin serta Bale Meten.

9. Paon ( Dapur ) yaitu tempat memasak bagi keluarga. Bagian yang terpenting dari

rumah dapur orang bali tempatnya terpisah dengan bagian – bagian rumah yang

lain. Dapur biasanya ditempatkan disebelah barat bale delod berdekatan dengan

pintu masuk rumah atau dalam bahasa bali biasa disebut lebuh. Fungsi dapur di

bali memang sama dengan dapur – dapur pada umumnya akan tetapi bagian –

Page 22: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

22

bagian dapur tradisional bali harus memiliki tungku dalam bahasa bali disebut

Bungut Paon. Tungku ini fungsinya sebagai pengganti kompor atau hanya

symbol saja tetapi tidak digunakan. Tungku ini juga berfungsi sebagai tempat

meletakan yadnya sesa atau banten jotan ( sesajen setelah selesai memasak di

pagi hari ). Diatas bungut paon itu biasa dibuatkan Langgatan ( sejenis rak

tradisional ). Jika memasak menggunakan bungut paon langgatan berfungsi

sebagai tempat meletakan kayu bakar yang sudah kering dan siap digunakan.

10. Jineng/lumbung sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, berupa padi dan

hasil kebun lainnya. Fungsinya sebagai penyimpanan hasil panen yang berupa

gabah di bagian atapnya. Dan dibawahnya dibentuk menyerupai bale untuk

tempat bersantai dan bercengkrama bersama keluarga. Orang – orang yang

memiliki jineng ini biasanya golongan petani yang memiliki hasil panen setiap

tahun. Jineng biasanya terletak bersebelahan dengan dapur yang pada umumnya

berada pada bagian depan areal rumah.

Page 23: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

23

Sumber :https://en.wikipedia.org/wiki/Balinese_traditional_house

Page 24: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

24

BAB III

OBJEK KAJIAN

3.1 Lokasi Objek

Lokasi observasi bangunan tradisional Bali di rumah bapak Wayan Natih yang

bertempat di Banjar Dinas Penida, Desa Batuan, Kabupaten Gianyar.

Page 25: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

25

LAYOUT DENAH

Keterangan:

1. Merajan

2.Bale Daje

3.Bale Dangin

4.Bale Dauh/Loji

5. Dapur

6. KM/WC

Page 26: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

26

3. 2 Struktur Anggota Keluarga

3.3 Kondisi Bangunan Objek Kajian

3.3.1 Mrajan/Sanggah

Mrajan atau sanggah pada tempat ini terleteak dibagian timur laut atau kaja

kangin berfungsi sebagai tempat pemujaan dan upacara keagamaan. Dilihat dari bentuk

bangunannya masih tradisional yaitu pada bagian atap masih menggunakan atap alang-

alang dan bagian kontruksinya menggunakan batu bata, batu paras dan batu kali.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

NI KETUT RINING

34

WAYAN NATIH

60 TH

NI NENGAH RESMINI

56 TH

I WAYAN ARTHA

36

I WAYAN SUJANA

14 TH

I MADE WIDNYANA

10 TH

Page 27: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

27

3.3.2 Bale Dangin

Bale dangin pada tempat ini terletak di sebelah timur dengan orientasi

menghadap ke arah barat.Bale dangin ini berukuran 3.50m x 5.80m dengan jumlah saka

6 buah (sake nem).Bale dangin ini masih sangat tradisional dilihat dari material

bangunan yang masih menggunakan bahan alami seperti alang-alang, bambu dan ijuk.

Elemen bawah pada bale dangin ini menggunakan lantai semen dengan plesteran yang

dihaluskan.Elemen samping merupakankontruksi yang terdiri dari 6 tiang (sake) yang

dirangkai empat menjadi satu balai.Bentuk memanjang kangin kauh dengan kepala

kearah timur .Tiang-tiang dirangkaikan dengan sunduk waton/selimar likah dan

galar.Stabilitas konstruksi dengan sistim lait pada pepurus sunduk dengan lubang

tiang.Untuk tiang yang tidak dirangkai balai-balai menggunakan senggawang sebagai

stabiltas konstruksi.Pada bagian timur dan selatan balai terdapat dinding atau sekat

tembok. Elemen atas pada bale dangin ini tersusun dari bahan-bahan alam seperti alang-

alang pada penutup bagian atap, bambu sebagai rangka atap yang diikat dengan tali

bambu dan tali ijuk.

Menurut keterangan dari pemilik rumah, bale dangin ini difungsikan sebagai

tempat dilangsungkannya upacara keagamaan seperti metatah, upacara pengabenan

dll.Fungsi lain dari bangunan ini biasanya digunakan sebagai tempat mejejaitan.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 28: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

28

3.3.3 Bale Daje

Bale daje pada tempat ini terletak di sebelah utara dengan orientasi menghadap

ke arah selatan.Bale daje ini berukuran 3.30m x 4.70m dengan jumlah saka 8 buah (sake

tus). Bale daje ini masih sangat tradisional dilihat dari material bangunannya yang masih

menggunakan bahan alami seperti tanah liat, alang-alang, bambu dan ijuk. Elemen

bawah pada bale daje ini masih sederhana yaitu hanya menggunakan tanah liat yang

dipadatkan. Elemen samping merupakan kontruksi yang terdiri dari 8 tiang (sake tus)

yang dirangkai empat-empat menjadi dua balai. Bentuk memanjang kangin kauh dengan

kepala kearah utara .Konstruksi terdiri delapan tiang yang dirangkai empat empat

menjadi dua balai-balai.Masing-masing balai-balai memanjang kaja kelod dengan kepala

kearah luan kaja.Tiang-tiang dirangkaikan dengan sunduk waton/selimar likah dan galar.

Stabilitas konstruksi dengan sistim lait pada pepurus sunduk dengan lubang tiang

senggawang tidak ada pada bale sekutus. Bangunan dengan dinding penuh pada keempat

sisi dan pintu keluar masuk kearah natah.Pada bagian dinding atau tembok disusun dari

batu bata dengan finishing tanah liat (pol-polan). Elemen atas pada bale daje ini tersusun

dari bahan-bahan alam seperti alang-alang pada penutup bagian atap, bambu sebagai

rangka atap yang diikat dengan tali bambu dan tali ijuk.

Menurut keterangan dari pemilik rumah, bale daje ini berfungsi sebagai meten

atau tempat tidur.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 29: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

29

3.3.4 Bale Dauh / Loji

Bale dauh pada tempat ini terletak di sebelah barat dengan orientasi menghadap

ke arah timur.Bale dauh ini berukuran 3.00m x 5.30m dengan jumlah saka 6 buah (sake

nem). Bale dauh ini masih sangat tradisional dilihat dari material bangunannya yang

masih menggunakan bahan alami seperti tanah liat, alang-alang, bambu dan ijuk.

Elemen bawah atau lantai pada bale daje ini masih sangat sederhana yaitu hanya

menggunakan tanah liat yang dipadatkan. Elemen samping merupakan kontruksi yang

terdiri dari 6 tiang (sake nem) yang dirangkai empat menjadi satu balai pada bagian

dalam.Bentuk memanjang kaja kelod dengan kepala kearah kaja.Konstruksi terdiri enam

tiang yang dirangkai empat empat menjadi dua balai-balai.Masing-masing balai-balai

memanjang kaja kelod dengan kepala kearah luan kaja.Tiang-tiang dirangkaikan dengan

sunduk waton/selimar likah dan galar.Pada bagian dinding atau tembok disisun dari batu

bata dengan finishing tanah liat (pol-polan). Elemen atas pada bale daje ini tersusun dari

bahan-bahan alam seperti alang-alang pada penutup bagian atap, bambu sebagai rangka

atap yang diikat dengan tali bambu dan tali ijuk.

Menurut keterangan dari pemilik rumah, bale daje ini berfungsi sebagai meten.

Fungsi lain dari bale dauh ini digunakan sebagai tempat membuat seni kerajinan tangan

seperti ukiran kayu, topeng, patung dan lukisan.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 30: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

30

3.3.5 Paon

Paon (Dapur) pada tempat ini terleak di sebelah selatan dengan orientasi

menghadap ke arah utara.Paon ini berukuran 3.00m x 4.80m dan terdapat 6 tiang sebagai

penyokong atap.Dapur ini masih sangat tradisional dilihat dari material bangunannya

yang masih menggunakan bahan alami seperti tanah liat, alang-alang, bambu dan

ijuk.Elemen bawah atau lantai pada paon ini masih sangat sederhana yaitu hanya

menggunakan tanah liat yang dipadatkan.Elemen samping merupakan bagian dinding

atau tembok disisun dari batu bata dengan finishing tanah liat (pol-polan).Elemen atas

pada dapur ini tersusun dari bahan-bahan alam seperti alang-alang pada penutup bagian

atap, bambu sebagai rangka atap yang diikat dengan tali bambu dan tali ijuk.Terdapat

tungku atau bungut paon yang berfungsi sebagai tempat memasak selain itu digunakan

sebagai tempat meletakan yadnya sesa atau banten jotan.Diatas bungut paon terdapat

langgatan atau tempat meletakan kayu bakar yang sudah kering dan siap digunakan.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 31: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

31

BAB IV

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rumah Tradisional Bali adalah tempat/ruang untuk menampung aktivitas

manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi dengan perubahan-perubahan

yang menyesuakian dengan perkembangan zaman serta berdasarkan norma-

norma yang berlaku, peraturan traditional (Asta Kosala Kosali), adat kebiasaan

setempat dan bergantung pada kondisi serta potensial alam dan lingkungan.

2. Rumah tinggal masyarakat Bali sangat unik karena rumah tinggal tidak

merupakam satu kesatuan dalam satu atap tetapi terbagi dalam beberapa ruang-

ruang yang berdiri sendiri dalam pola ruang yang diatur menurut konsep arah

angin dan sumbu gunung Agung. Hal ini terjadi karena hirarki yang ada

menuntut adanya perbedaan strata dalam pengaturan ruang-ruang pada rumah

tinggal tersebut. Seperti halnya tempat tidur orang tua dan anak-anak harus

terpisah, dan juga hubungan antara dapur dan tempat pemujaan keluarga. Untuk

memahami hirarki penataan ruang tempat tinggal di Bali ini haruslah dipahami

keberadaan sembilan mata angin yang identik dengan arah utara, selatan, timur

dan barat. Bagi mereka arah timur dengan sumbu hadap ke gunung Agung adalah

lokasi utama dalam rumah tinggal, sehingga lokasi tersebut biasa dipakai untuk

meletakkan tempat pemujaan atau di Bali di sebut pamerajan.

3. Kondisi rumah pada objek yang di observasi berdasarkan konsep bangunan

rumah dan arsitektur bangunan tradisional Bali. Penataan bangunan tradisional

Bali di rumah bapak Wayan Natih di Banjar Dinas Penida, Desa Batuan,

Kabupaten Gianyar menerapkan kaidah-kaidah penempatan sesuai dengan Asta

Kosala Kosali atau aturan normatif dalam penataan ruang hindu yaitu konsep Tri

Hita Karana. Tata letak ruang dalam permukiman pada objek yang di observasi

yaitu adanya tempat suci sebagai zone utama(sanggah), bale daje (ruang

keluarga), bale dangin (bale adat), dapur (paon), bale dauh atau loji, pintu masuk

rumah(kori) dan halaman rumah. Arsitektur dalam bangunan tradisional Bali

pada objek yang di observasi ini masih menggunakan bentuk bangunaan

tradisonal yang tidak meninggalkan nilai-nilai kesakralan Agama Hindu. Selain

itu dilihat dari material bahan banguannya masih menggunakan bahan-bahan

alami atau tradisional dengan tujuan mempertahankan pake atau karakter dari

rumah tradisional Bali.

Page 32: RUMAH TRADISIONAL BALI - UNUD

32

DAFTAR PUSTAKA

http://yanbawa9.blogspot.co.id/

https://www.academia.edu/4893641/ARSITEKTUR_TRADISIONAL_BALI

http://kosmologidanmitologiarsitekturbali.blogspot.co.id/

http://blueskyplanet.blogspot.co.id/2010/06/rumah-tradisional-bali.html

https://en.wikipedia.org/wiki/Balinese_traditional_house