rumah sakit jiwa

11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia. organisasi kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2001 menyatakan, paling tidak satu dari empat orang di dunia atau sekitar 450 juta orang terganggu kesehatan jiwanya.di Indonesia berdasarkan survey kesehatan mental rumah tangga tahun 1995, pada setiap 1.000 anggota rumah tangga terdapat 185 orang mengalami gangguan terkait masalah kejiwaan, sekitar 25 % dari jumlah penduduk atau 1 di antara 4 orang anggota masyarakat mengalaminya. (http://www.jevuska.com Jumat, 11 Januari 2011). Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat, bahkan dikutip dari data Depkes RI 2010. Yakni 1 diantara 1000 orang menderita skizofrenia dan pasien dengan gejala merasa melihat dan mendengar sesuatu yang tidak nyata, Menurut barian Suara Merdeka, 19% penduduk kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar, mengalami gangguan mental. Data terbaru dari World Health Organization (WHO), seperti yang dikutip oleh Albert Maramis (2004) menyatakan bahwa 1

Upload: dea

Post on 29-Oct-2015

354 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: rumah sakit jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia. organisasi

kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2001 menyatakan, paling tidak satu dari

empat orang di dunia atau sekitar 450 juta orang terganggu kesehatan

jiwanya.di Indonesia berdasarkan survey kesehatan mental rumah tangga

tahun 1995, pada setiap 1.000 anggota rumah tangga terdapat 185 orang

mengalami gangguan terkait masalah kejiwaan, sekitar 25 % dari jumlah

penduduk atau 1 di antara 4 orang anggota masyarakat mengalaminya.

(http://www.jevuska.com Jumat, 11 Januari 2011).

Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO) pada tahun

2006 menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia

mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat, bahkan

dikutip dari data Depkes RI 2010. Yakni 1 diantara 1000 orang menderita

skizofrenia dan pasien dengan gejala merasa melihat dan mendengar sesuatu

yang tidak nyata, Menurut barian Suara Merdeka, 19% penduduk kota-kota

besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan,

dan Makassar, mengalami gangguan mental. Data terbaru dari World Health

Organization (WHO), seperti yang dikutip oleh Albert Maramis (2004)

menyatakan bahwa sekitar 26 juta jiwa penduduk Indonesia mengidap

gangguan jiwa, dan 13,2 juta jiwa diantaranya mengalami depresi. Untuk

Propinsi Sulawesi Selatan sendiri, jumlah pasien gangguan jiwa khususnya

yang mengalami gangguan halusinasi selama 3 (Tiga) tahun terakhir adalah

14.229 orang, sementara untuk kota Makassar, jumlah pasien gangguan jiwa

yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Jadi akibat kesulitan ekonomi meningkat.

Terbukti pada tahun 2005 terdapat sekitar 400 orang penderita gangguan jiwa,

2006 naik menjadi 563 pasien, dan tahun 2007 bertambah lagi menjadi 592

orang (http://www.Jevusta.com).

Berdasarkan data dari bagian medical record Rumah Sakit Khusus Daerah

Makassar bahwa jumlah penderita gangguan jiwa pada tahun 2005 sebanyak

7.027 dengan klasifikasi sebagai berikut : penderita Halusinasi sebanyak

1

Page 2: rumah sakit jiwa

3.222 jiwa (49%). Pada tahun 2006 jumlah penderita yaitu 8.710 jiwa dengan

klasifikasi sebagai berikut penderita Halusinasi sebanyak 4.340 (52%).

Pada tahun 2007 jumlah penderita, yaitu 9.245 jiwa dengan Halusinasi

sebanyak 4.430 jiwa (49%).

Melihat tingginya angka gangguan jiwa yang mengalami halusinasi

merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di

Indonesia. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan

berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak

jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena

halusinasi, rumah sakit jiwa diharapkan mampu mengatasi hal ini.

Namun cukup memperihatinkan dan nampaknya semakin meningkat

jumlahnya. Sehingga telah dicanangkan penambahan rumah sakit jiwa di

beberapa kota, khususnya di Jakarta dan Ibukota-Ibukota Provinsi lainya,

salah satunya Makassar. Gejala meningkatnya jumlah manusia yang terserang

goncangan jiwa ini disebabkan banyak hal, antara lain; persaingan ketat

dibidang materi, tensi ekonomi yang semakin berat dan jauhnya mayoritas

manusia dari manhaj Ilahi

Tuntutan terhadap kinerja dan layanan kesehatan rumah sakit pada saat

ini semakin tinggi. Awal kehidupan bermula dari rumah sakit dan begitupun

akhir, yang umumnya dilewati di rumah sakit pula. Dalam perkembangan

layananya, rumah sakit jiwa sangat berhubungan dengan konsumen yang

memerlukan layanan kesehatan jasmani dan rohani, tidak lagi semata-mata

diperuntukan bagi pasien yang sakit. Oleh karena itu semua pengelolaanya

diusahakan memberi layanan yang baik, menciptakan kenyamanan lebih dan

pengalaman yang memuaskan dalam perjalanan kehidupan pengguna jasa

kesehatan.

Fisik rumah sakit merupakan satu hal yang sangat penting bagi sebuah

rumah sakit begitu pula rumah sakit jiwa, bidang fisik termasuk bangunan,

performansi ruang, tata lenskep dan infrastruktur pendukung mulai didekati

dengan indicator kenyamanan, keindahan serta keberpihakan pada lingkungan

yang kesemuanya membangun citra layanan kesehatan dikelasnya. Bangunan

yang indah, fungsional, efesiensi dan bersih memberikan kesan yang positif

2

Page 3: rumah sakit jiwa

bagi seluruh pengguna rumah sakit, terutama konsumen dan pasien. Terlebih

lagi jika rumah sakit tersebut memiliki bangunan yang dapat memberikan

wadah bagi pasien yang memiliki bakat sehingga pasien dapat menghabiskan

waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat.

Rancangan lingkungan fisik suatu rumah sakit jiwa dapat mempengaruhi

pilihan, harapan, kepuasan, serta prilaku konsumen. Karena lingkungan fisik

suatu rumah sakit menjadi tempat berinteraksi antara konsumen dan

penyediaan jasa kesehatan. Lingkungan fisik harus dirancang untuk

mendukung kebutuhan dan prefensi konsumen dan penyediaan jasa

bersamaan.

Beberapa studi telah menyentuh konsep arsitektur dan prilaku dan telah

mulai di perkenalkan, sangat tepat digunakan untuk arsitektur therapeutik,

mengingat permasalahan berkembang seperti rehabilitas psikotrapika, sakit

jiwa dll, arsitektur prilaku ini dapat di daya gunakan untuk memenuhi

kebutuhan strategi ini.

Arsitektur perilaku adalah desain arsitektur yang menjadi fasilitator untuk

terjadinya perilaku, namun juga bisa menjadi penghalang terjadinya perilaku.

Kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan

fisiknya. Drucker (1969) mengindikasikan bahwa sebagian besar yang kita

lihat adalah sesuatu yang ingin kita lihat. Sementara Von Foerster (1973)

menulis bahwa apa yang kita bentuk dalam pikiran, itulah realitas yang kita

perhitungkan. Menurut Donna P. Duerk dalam bukunya yang berjudul

Architectural Programming dijelaskan bahwa “that people and their behavior

are part of a whole system that includes place and environment, sunch that

behavior and environment cannot be empirically separated. That is to say,

human behavior always happen in a place and they cannot be fully evaluated

without considering the environmental influence.”Yang mengatakan bahwa

manusia dan perilakunya adalah bagian dari system yang menempati tempat

dan lingkungan tidak dapat dipisahkan secara empiris. Karena itu perilaku

manusia selalu terjadi pada suatu tempat dan dapat dievaluasi secara

keseluruhan tanpa pertimbangan factor-faktor lingkungan. (Laurens, Joyce

Marcella. (2004),Arsitektur dan Prilaku Manusia,Grasindo, Jakarta.)

3

Page 4: rumah sakit jiwa

Allah telah menegaskan hal tersebut dalam surat Thaha ayat 124:

Artinya :

“ Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya

baginya penghidupan yang sempit ”

Dari terjemahan ayat diatas, "(Dan barang siapa berpaling dari peringatan-

Ku) artinya barang siapa yang berpaling dari perintahku (Allah SWT) dan

(berpaling) dari apa yang aku turunkan kepada rasul-rasul-Ku berupa syariat-

syariat dan hukum-hukum, maka dia di dunia akan mendapati kehidupan yang

sangat keras (susah)."dan Penghidupan yang sempit inilah yang menimbulkan

berbagai tingkatan stress manusia.

Itulah balasan bagi orang-orang yang berpaling dari al Quran. Semakin

total manusia berpaling, semakin buruklah balasan yang bakal ia terima.

Cukuplah ayat ini menjadi gambaran yang mengerikan. Di tempat yang

sangat asing dan penuh siksa, ia dikumpulkan dalam keadaan buta dan

terlantar. Sebagai balasan yang sepadan, karena mereka telah membutakan

diri dari petunjuk Allah di dunia, maka Allah pun membutakan mata mereka

di akhirat. Dan Allah juga berfirman

“Dan kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman "( Al isra :82)

Dengan latar belakang masalah tersebut maka dapat ditarik kesimpulan,

Makassar dengan kelompok masyarakatnya yang heterogen yang diikuti

tingkat kompleksitas masalah sosial yang semakin rumit serta persoalan

ekonomi yang semakin sulit dapat menimbulkan stress dan depresi

masyarakat yang kemudian berpotensi besar sebagai faktor pencetus

4

Page 5: rumah sakit jiwa

timbulnya gangguan jiwa, sehingga dibutuhkan sebuah wadah yang akan

memberikan pelayanan kesehatan meliputi pencegahan, peningkatan,

penyembuhan dan rehabilitasi kejiwaan yang kemudian disebut sebagai

Rumah Sakit Jiwa di Makassar (RSJ) dengan pendekatan behavior

architecture (Arsitektur Perilaku) yang mampu memberikan kenyamanan

dan fasilitas bagi pasien dan pengunjung serta semua pihak yang terlibat

didalamnya.

B. Rumusan Masalah

Dalam perancangan Rumah Sakit Jiwa di Makassar dengan

menggunakan konsep Arsitektur Perilaku terdapat permasalahan yang timbul.

Permasalahan yang timbul antara lain:

1. Non Arsitektural

a. Bagaimana merancang Rumah Sakit Jiwa yang memberikan

harapan sehat

b. Bagaimana memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien,

agar merasa aman dan nyaman selama berada dalam lingkungan

rumah sakit jiwa.

c. Kelengkapan fasilitas yang diberikan untuk mengoptimalkan

usaha-usaha penyembuhan dan peningkatan kondisi kejiwaan

pasien.

d. Bagaimana menciptakan lingkungan yang mampu mengubah

perilaku pasien

2. Arsitektural

a. Bagaimana menentukan lokasi yang tepat dan strategis untuk

sebuah bangunan dengan fungsi Rumah Sakit jiwa di Makassar

sebagai wadah pelayanan jasa dibidang kesehatan untuk

penyandang gangguan jiwa

b. Bagaimana menyusun dan mengungkapkan program ruang,

penzoningan ruang, pola lay out sirkulasi, serta persyaratan ruang.

5

Page 6: rumah sakit jiwa

c. Bagaimana menentukan pola ruang makro dan mikro, sistem

struktur dan perlengkapan bangunan serta sarana dan prasarana

gedung.

d. Bagaimana mengungkapkan penampilan bangunan Rumah Sakit

Jiwa di Makassar sebagai pelayanan jasa bidang kesehatan terhadap

lingkungan

e. Bagaimana merancang Rumah Sakit Jiwa dengan sirkulasi yang

tepat, aksesibel,memenuhi fasilitas, keamanan dan kenyamanan

dengan pendekatan behavior Architecture

C. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

Menggali, menelaah, dan merumuskan masalah-masalah yang

berkaitan dengan perencanaan dan perancangan fisik bangunan

Rumah Sakit Jiwa di Makassar yang memenuhi standar dengan

memperhatikan unsur-unsur fungsional, kenyamanan, keamanan

2. Sasaran

Memperoleh suatu landasan konseptual yang dapat dijadikan dasar

pada penyusunan program perencanaan dan perancangan Rumah Sakit

Jiwa di Makassar

D. Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan

bangunan Rumah Sakit Jiwa, baik aspek fisik maupun non fisik, Studi

kasus yang direncanakan yaitu Rumah Sakit Jiwa di Indonesia serta

melalui riset, buku-buku, dan studi internet.

E. Metode dan Sistematika Pembahasan

1. Bab I Pendahuluan

Memberikan gambaran umum tentang latar belakang, rumusan

masalah, tujuan dan sasaran pembahasan, lingkup pembahasan, serta

sistematika pembahasan.

6

Page 7: rumah sakit jiwa

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Membahas tentang studi literatur yang bersangkutan dengan judul,dan

menganalisa kasus studi sehingga memberikan rancangan sesuai tema.

3. Bab III Tinjauan Khusus Rumah Sakit Jiwa di Makassar

Mambahas tentang pendekatan penerapan desain, prinsip-prinsip dan

pertimbangan perancangan bangunan serta hal-hal yang berkaitan

dengan Rumah Sakit Jiwa.

4. Bab IV Pendekatan Desain Perancangan Rumah Sakit Jiwa

Membahas mengenai pendekatan fisik makro (pendekatan penentuan

lokasi, site, dan pengolahan tapak) serta pendekatan fisik mikro

(identifikasi kegiata dan tata ruang, pendekatan kebutuhan , bedaran

ruang serta perlengkapan bangunan).

7

Page 8: rumah sakit jiwa

8