rtrw

649
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA TIDORE KEPULAUAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin berkembangnya Kota Tidore Kepulauan sejalan dengan laju kehidupan perkotaan yang pesat, sesuai dengan pertumbuhan kota maka diperlukan penelitian, perencanaan, pengembangan, pengendalian dan pembinaan serta pengawasan; b. bahwa untuk mengembangkan Kota Tidore Kepulauan sesuai dengan karakteristiknya dan dalam kedudukannya sebagai pusat kegiatan pemerintahan kota, pusat permukiman, pusat pariwisata dan cagar budaya serta pusat pelayanan lainnya, maka perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan; c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 dan Pasal 26 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan tahun 2013 - 2033. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

Upload: tidore-kota

Post on 14-Apr-2017

559 views

Category:

Government & Nonprofit


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

PERATURAN DAERAH

NOMOR 25 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KOTA TIDORE KEPULAUAN,

Menimbang :

a. bahwa dengan semakin berkembangnya Kota Tidore Kepulauan sejalan dengan laju kehidupan perkotaan yang

pesat, sesuai dengan pertumbuhan kota maka diperlukan penelitian, perencanaan, pengembangan, pengendalian dan

pembinaan serta pengawasan;

b. bahwa untuk mengembangkan Kota Tidore Kepulauan

sesuai dengan karakteristiknya dan dalam kedudukannya sebagai pusat kegiatan pemerintahan kota, pusat

permukiman, pusat pariwisata dan cagar budaya serta pusat pelayanan lainnya, maka perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 dan Pasal

26 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Tidore Kepulauan tahun 2013 - 2033.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

Page 2: Rtrw

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

3. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Acara Pidana (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4412);

5. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 Tentang

Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895);

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten

Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4411);

8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4377);

Page 3: Rtrw

9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun . 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4844);

11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234);

12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4444);

13. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

14. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4725);

15. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

16. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

Page 4: Rtrw

17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4851);

18. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

19. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

20. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Jalan dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 5025);

21. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

22. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059);

23. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawasan Pemukiman ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 20011 Nomor 7, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4828);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

Page 5: Rtrw

26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun

2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5070);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata

Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

29. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tingkat

Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran

Negara Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5393);

30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012

tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 640)

31. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 13 Tahun 2007 tentang tentang Pembentukan Kecamatan Oba Tengah

(Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 54 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 37);

32. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 14 tentang

Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Oba Selatan (Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 55 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore

Kepulauan Nomor 38); 33. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 15 tentang

Tahun 2007 tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan dalam Wilayah Kota Tidore Kepulauan (Lembaran

Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 56 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 39);

Page 6: Rtrw

34. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 16 tentang

Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan dan Desa dalam Wilayah Kota Tidore Kepulauan (Lembaran Daerah

Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 57 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 40);

35. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Tidore Timur

(Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 Nomor 66 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 49);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

dan

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013– 2033.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan daerah ini adalah:

1. Kota adalah Kota Tidore Kepulauan.

2. Walikota adalah Kepala Daerah Kota Tidore Kepulauan.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tidore Kepulauan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

4. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah.

5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah adalah Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Tidore Kepulauan.

Page 7: Rtrw

6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan

hidupnya.

7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

8. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

11. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,

pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

12. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.

13. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.

14. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

15. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur

ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola

ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan

program beserta pembiayaannya.

17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata

ruang.

18. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

19. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

Page 8: Rtrw

20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

21. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

22. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya

manusia, dan sumber daya buatan.

23. Kota/Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) adalah suatu kawasan pengembangan

yang merupakan kumpulan dari lokasi permukiman transmigrasi dan desa sekitarnya yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengembangan

sumber daya alam yang berkelanjutan.

24. Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan lindung yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan yang berada di daerah perkotaan atau perdesaan.

25. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,

termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

26. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

27. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur, dan/atau mengelompok,

yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang

tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

28. Ruang Terbuka Non-Hijau adalah ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kolam- kolam retensi.

29. Ruang Evakuasi Bencana adalah area yang disediakan untuk menampung

masyarakat yang terkena bencana dalam kondisi darurat, sesuai dengan kebutuhan antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan kemudahan modifikasi sesuai kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi.

30. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW) adalah rencana pemanfaatan ruang

secara umum yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka

pelaksanaan program-program pembangunan daerah.

Page 9: Rtrw

31. Pusat Pelayanan Kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau

administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.

32. Subpusat pelayanan Kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota.

33. Pusat Lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi lingkungan kota.

34. Administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.Sistem

pusat kegiatan kota adalah tata jenjang dan fungsi pelayanan pusat-pusat

kegiatan kota yang meliputi pusat kota, pusat bagian wilayah kota, pusat sub-bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan perumahan.

35. Rencana Pemanfaatan Ruang Kota adalah penetapan lokasi, besaran luas dan arahan pengembangan tiap jenis pemanfaatan ruang untuk mewadahi berbagai

kegiatan kota baik dalam bentuk kawasan terbangun maupun kawasan/ruang terbuka hijau.

36. Kawasan Terbangun adalah ruang dalam kawasan permukiman perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan

binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan.

37. Prasarana Kota adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan

permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang meliputi jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan listrik, dan telekomunikasi.

38. Sarana Kota adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan yang berupa

fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.

39. Kawasan Strategis Kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan

karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan serta Pertahanan Keamanan.

40. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan;

41. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang

perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

42. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama

dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Page 10: Rtrw

43. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam

satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

44. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

45. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disebut RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.

46. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

47. Zonasi adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-

fungsi lain.

48. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang selanjutnya disebut ZEE Indonesia

adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya

dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

49. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan

pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.

50. Kota Bahari adalah kota yang aktifitas perekonomiannya banyak dipengaruhi

oleh kegiatan yang berhubungan dengan wilayah laut dan pesisir pantai.

51. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh

tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

52. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD

adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi dan Kabupaten/Kota dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas

Gubernur dan Bupati/Walikota dalam Koordinasi Penataan Ruang Di daerah.

Page 11: Rtrw

53. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling

menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

54. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di

tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

55. Sistem Jaringan Jalan Sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam

kawasan perkotaan.

56. Jaringan Trayek Angkutan Laut adalah kumpulan dari trayek yang menjadi

satu kesatuan pelayanan angkutan penumpang dan/ atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.

57. Trayek Tetap dan Teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara

tetap dan teratur dengan menyebutkan jadwal dan menyebutkan pelabuhan

singga.

58. Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur.

59. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan serta muatannya.

60. Kota Sofifi adalah Ibukota Propinsi Maluku Utara yang terletak dalam wilayah

Kota Tidore Kepulauan.

Bagian Kedua

Ruang Lingkup Pengaturan

Pasal 2

Lingkup muatan RTRW mencakup :

1. Tujuan, kebijakan dan strategi ruang wilayah kota;

2. Rencana struktur ruang wilayah kota;

3. Rencana pola ruang wilayah kota;

4. Penetapan kawasan strategis kota;

5. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka, Serta Sarana Dan

Prasarana Umum

6. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota;

7. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah;

Page 12: Rtrw

8. Kelembagaan; dan Peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang di

wilayah kota.

Bagian ketiga

Wilayah Perencanaan

Pasal 3

Wilayah perencanaan RTRW kota meliputi seluruh wilayah administrasi Kota Tidore

Kepulauan dengan total luas wilayah lebih kurang 13.862,86 (tiga belas ribu

delapan ratus enam puluh dua ribu delapan puluh enam) km2 yang terdiri dari luas

daratan 9.116,36 km2.

Bagian keempat

Jangka Waktu

Pasal 4

(1) Jangka waktu RTRW kota adalah 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1

(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(2) RTRW daerah ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

dan Peraturan Zonasi Wilayah kota.

(3) Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Wilayah ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN

RUANG WILAYAH KOTA

Bagian Pertama

Tujuan Penataan Ruang

Pasal 5

Tujuan penataan ruang wilayah kota adalah Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan

sebagai kota bahari yang nyaman, aman, produktif, dan berkelanjutan dengan

didukung oleh kegiatan pertanian-perkebunan dan pariwisata yang maju dan

mandiri serta mampu mempertahankan nilai-nilai kebudayaan dan fungsi ekologis

serta memperhatikan aspek kebencanaan.

Page 13: Rtrw

Bagian kedua

Kebijakan Penataaan Ruang Wilayah Kota

Pasal 6

Kebijakan penataan ruang wilayah terdiri atas:

a. Pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan berskala

regional;

b. Peningkatan aksesibilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala lokal dan

regional;

c. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana umum

skala lokal dan regional;

d. Pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang terbuka hijau;

e. Pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian lingkungan

hidup;

f. Perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang optimal dan efisien; dan

g. Pengembangan kawasan strategis perspektif ekonomi, sosial budaya, serta fungsi

dan daya dukung lingkungan hidup;

h. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian ketiga

Strategi Penataaan Ruang Wilayah

Pasal 7

(1) Strategi pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan

berskala regional sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf a meliputi :

a. Menetapkan hierarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang;

b. Mengembangkan aksesibilitas transportasi darat ke bandar udara;

c. Mengembangkan pusat perdagangan dan jasa berskala regional;

d. Mengembangkan kegiatan pendidikan dan pelatihan secara regional; dan

e. Mengembangkan kegiatan wisata alam dan wisata budaya.

(2) Strategi peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala

lokal dan regional sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf b meliputi :

a. Meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang mendorong interaksi kegiatan

antar pusat pelayanan kegiatan daerah;

b. Mengembangkan jalan lingkar dalam (inner ring road) dan jalan lingkar luar

(outer ring road);

c. Meningkatkan pelayanan moda transportasi untuk mendukung tumbuh dan

berkembangnya pusat pelayanan kegiatan daerah secara terintegrasi; dan

d. Mengembangkan terminal angkutan umum regional dan terminal angkutan

umum dalam daerah.

Page 14: Rtrw

(3) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana

umum skala lokal dan regional sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf c

meliputi :

a. Mendistribusikan sarana lingkungan di setiap pusat kegiatan sesuai fungsi

kawasan dan hierarki pelayanan;

b. Mengembangkan sistem prasarana energi;

c. Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;

d. Mengembangkan prasarana sumber daya air;

e. Meningkatkan sistem pengelolaan persampahan;

f. Meningkatkan jangkauan pelayanan air bersih;

g. Meningkatkan prasarana pengelolaan air limbah; dan

h. Mengembangkan sistem prasarana drainase secara terpadu.

(4) Strategi pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang

terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf d meliputi :

a. Mengembangkan kerjasama antar wilayah perbatasan dalam

mempertahankan fungsi lindung;

b. Mempertahankan dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung sesuai

dengan kondisi ekosistemnya;

c. Melestarikan daerah resapan air untuk menjaga ketersediaan sumber daya

air;

d. Mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sempadan mata air yang dapat

mengganggu kualitas air, kondisi fisik dan mengurangi kuantitas debit air;

e. Mengelola dan melestarikan sumberdaya hutan melalui kegiatan penanaman

kembali hutan yang gundul dan menjaga hutan dari pembalakan liar;

f. Mengamankan benda cagar budaya dengan melindungi tempat serta ruang di

sekitar bangunan bernilai sejarah;

g. Menetapkan wilayah evakuasi bencana; dan

h. Menetapkan wilayah rawan bencana alam;

i. Mewujudkan jalur evakuasi bencana secara terpadu dengan wilayah yang

berbatasan.

j. Mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang ada;

k. Mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi

l. Meningkatan dan menyediakan ruang terbuka hijau 30% (tiga puluh persen)

secara proporsional di seluruh wilayah kota.

(5) Strategi pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian

lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf e meliputi :

a. Mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan agar tetap terjadi

keseimbangan perkembangan antar wilayah;

b. Mengendalikan kegiatan pertanian pada kawasan yang seharusnya berfungsi

lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan;

Page 15: Rtrw

c. Mengembangkan dan memanfaatkan kawasan hutan produksi pola

partisipasi masyarakat dengan pertanian konservasi; dan

d. Mengendalikan perluasan pertanian pada kawasan rawan bencana dan

kawasan yang seharusnya berfungsi lindung untuk memelihara kelestarian

lingkungan.

(6) Strategi Perwujudan pengembangan kegiatan budidaya yang optimal dan efisien

sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf f meliputi :

a. Menetapkan kawasan budidaya sesuai daya dukung dan daya tampung

lingkungan;

b. Mendorong pengembangan kawasan budidaya secara vertikal di kawasan

kepadatan tinggi;

c. Mengembangkan wilayah tanaman holtikultura sesuai dengan potensi dan

kesesuaian lahan secara optimal; dan

d. Memperhatikan keterpaduan antar kegiatan budidaya.

(7) Strategi Kebijakan penetapan kawasan strategis daerah meliputi kawasan

strategis lingkungan hidup, kawasan strategis sosial budaya, kawasan strategis

ekonomi, dan kawasan strategis wisata.

(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf h, meliputi :

a. Mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;

b. Mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan

untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

c. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak

terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai zona

penyangga; dan

d. Memelihara dan menjaga aset – aset pertahanan dan keamanan.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA

Bagian Pertama

Umum

Pasal 8

(1) Rencana Struktur Ruang Kota terdiri atas ;

a. Sistem Pusat Pelayanan Kota;

b. Sistem Jaringan prasarana utama ; dan

c. Sistem jaringan prasarana lainnya.

Page 16: Rtrw

(2) Rencana struktur Ruang Wilayah di gambarkan dalam peta dengan tingkat

ketelitian 1: 25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Bagian Kedua

Sistem Pusat Pelayanan Kota

Pasal 9

Pusat pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf a terdiri atas :

a. Pusat pelayanan kota;

b. Sub pusat pelayanan kota; dan c. Pusat pelayanan lingkungan.

Pasal 10

(1) Pusat pelayanan kota yang sebagaimana yang di maksudkan pada Pasal 9 ayat

(1) huruf a meliputi:

a. Kelurahan Soasio, Gamtufkange, Tomagoba, Indonesiana, Goto dan Tuguwaji

sebagai pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan jasa dan relegius; dan

b. Kota Sofifi di rencanakan untuk melayani seluruh Kabupaten/Kota,regional

dan internasional.

(2) Sub pusat pelayan Kota sebagaimana di maksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf b

meliputi :

a. Akelamo dan Loleo sebagai sub pusat pelayanan kegiatan pemerintahan dan

jasa;

b. Gita Payahe,sebagai sub pusat pelayanan pemerintahan,perdagangan dan

jasa;

c. Maidi Lifofa,sebagai sub pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan dan

pendidikan ; dan

d. Kelurahan Rum dan Rum balibungan,sebagai sub pusat pelayanan

pemerintahan,perdagangan dan jasa.

(3) Pusat pelayanan lingkungan sebagaimana di maksud pada Pasal 9 ayat (1)

huruf c meliputi:

a. Kawasan di Kelurahan Tomalou Kecamatan Tidore Selatan dengan fungsi

perikanan dan perdagangan;

b. Kawasan di Kelurahan Mareku, Kelurahan Ome Kecamatan Tidore Utara

dengan fungsi pendidikan, pelayanan kesehatan dan pengembangan agama

Islam;

c. Kawasan pulau maitara dengan fungsi pariwisata dan perikanan;

Page 17: Rtrw

d. Kawasan Tului talagamori dengan fungsi perdagangan dan pelayanan

kesehatan; dan

e. Kawasan Mafututu dengan fungsi pemerintahan, pariwisata dan jasa.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 11

(1) Sistem Jaringan Prasarana Utama yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf

b meliputi:

a. Sistem jaringan transportasi darat;

b. Sistem jaringan transportasi laut; dan

c. Sistem jaringan transportasi udara

(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta

dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 12

Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)

huruf a yaitu sistem jaringan jalan.

Pasal 13

(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 meliputi:

a. Rencana jaringan jalan nasional;

b. Rencana jaringan jalan provinsi;

c. Rencana jaringan jalan kabupaten/kota;

d. Sistem terminal; dan

e. Pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum.

(2) Jaringan jalan nasional dengan fungsi kolektor primer sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a ruang milik jalan 15 meter, meliputi :

a. Ruas Jalan Payahe-Weda;

b. Ruas Jalan Akelamo-Payahe;

c. Ruas Jalan Sp. Dodinga-Akelamo;

d. Ruas Jalan Keliling Pulau Tidore.

Page 18: Rtrw

(4) Rencana Jaringan jalan provinsi dengan fungsi kolektor sekunder dengan ruang

milik jalan 10 meter, yaitu; ruas jalan Payahe – Dehepodo, ruas jalan ruas jalan Bukulasa, ruas jalan Sofifi – Akelamo.

(5) Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi kolektor sekunder sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c ruang milik jalan 5 meter, meliputi:

a. Ruas Jalan Gamtufkange – Gurabunga

b. Ruas Jalan Afa-afa – Mareku;

c. Ruas Jalan Dowora – Kalaodi

d. Ruas Jalan Jaya – Fabaharu;

e. Ruas Jalan Soadara Topo;

f. Ruas Jalan Soasio – Topo Tiga;dan

g. Ruas Jalan Ome Gubukusuma;

a. Ruas Jalan Mareku – Sirongo;

(6) Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi lokal sekunder, sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan ruang milik jalan 3 meter, meliputi :

b. Ruas Jalan Tomadou - Talaga

c. Ruas Jalan Gurabati - Ibukota Kelurahan/Desa;

d. Ruas Jalan Tambula - Lolobi;

e. Ruas Jalan Talaga - Lolobi;

f. Ruas Jalan Dowora - Sowom;

g. Ruas Jalan Poros Trans Maidi SP1;

h. Ruas Jalan Hatagau - Pelabuhan;

i. Ruas Jalan Rum Balibung - Talaga;

j. Ruas Jalan Poros Trans Kolibale;

k. Ruas Jalan Gurabunga – Ngosi 1;

l. Ruas Jalan Folarora – Ngosi 2;

m. Ruas Jalan Gurabunga – Lada Ake;

n. Ruas Jalan Fabaharu - Jambula;

o. Ruas Jalan Gubukusuma – Guaepaji;

p. Ruas Jalan Sirongo – Buabua;

q. Ruas Jalan Afa Afa – Sirongo;

r. Ruas Jalan Gurabati – Tomalou;

s. Ruas Jalan Tuguiha – Tomalaou;

t. Ruas Jalan Akelamo – Beringin Jaya;

u. Ruas Jalan Garojou – Sumahode;

v. Ruas Jalan Kususonopa;

w. Ruas Jalan Maitara - Akebai;

x. Ruas Jalan Maitara - Pasimayou;

Page 19: Rtrw

y. Ruas Jalan Akekolano- Sumahode;

z. Ruas Jalan Garojou - Sumahode;

aa. Ruas Jalan Toseho;

bb. Ruas Jalan Safang – Beringin Jaya.

(7) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. Peningkatan pelayanan terminal Sofifi yang berfungsi melayani angkutan

antar Kabupaten/kota dalam Provinsi Maluku Utara dengan Luas lebih

kurang 4 (empat) Ha;

b. pembangunan terminal di Gita;

c. Peningkatan kwalitas terminal tipe C di Soasio;

d. Pembangunan terminal Payahe;

e. Perbaikan sub terminal di Rum (Tidore Utara);

f. pembangunan sub terminal di setiap pelabuhan baik regional terutama

Pelabuhan Soasio, Pelabuhan Sofifi, sedangkan di pelabuhan lokal terutama

di pelabuhan Tomalou (Tidore Selatan), Rum (Tidore Utara), Mafututu (Tidore

Timur), Loleo (Oba Tengah), Gita (Oba), Lifofa dan Maidi (Oba Selatan),

Guraping (Oba Utara).

(7) Pengembangan jaringan pelayanan angkutan penumpang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi;

a. Pengembangan jaringan trayek angkutan jalan perintis dari Payahe - Weda

dan Payahe - Lifofa - Halmahera Selatan; dan

b. Pengembangan trayek angkutan perkotaan:

1. Trayek Terminal Soasio : Rum, Mafututu, Kalaodi, Gurabunga, dan Topo

gunung; dan

2. Trayek Terminal Rum : Jaya, Afa-afa, dan Bua-bua.

Bagian Kelima

Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 14

(1) Rencana sistem jaringan transportasi laut di sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11 ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Tatanan kepelabuhanan;

b. Alur pelayaran.

(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri

dari :

Page 20: Rtrw

a. Pengembangan dan peningkatan pelabuhan khusus batubara yang berada di

kelurahan rum balibunga kecamatan Tidore Utara dan Dusun Pasigau Desa

Aketobatu Kecamatan Oba Tengah;

b. Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan Gita,

Loleo, Maidi dan Lifofa sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar

wilayah;

c. Pengembangan dan peningkatan fasilitas pelabuhan Sofifi, Soasio (Goto) dan

rum sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar pulau (regional dan

nasional);

d. Pengembangan pelabuhan Goto (Soasio) menjadi pelabuhan bongkar muat

peti kemas yang melayani Kota Tidore Kepulauan dan wilayah disekitarnya;

e. Penyediaan prasarana pergudangan untuk memenuhi perpindahan arus

barang melalui pelabuhan;

f. Pengembangan fasilitas pelabuhan yang terpisah antara penumpang dan

barang dengan dilengkapi fasilitas penunjang yang mencukupi;

g. Pengembangan fasiltas pelabuhan feri dowora, rum dan sofifi; dan

h. Penyediaan pelabuhan untuk keperluan industri di Gita, Loleo, Maidi dan

Lifofa.

(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:

a. Trayek utama;

b. Trayek pengumpan; dan

c. Trayek perintis.

(4) Trayek utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berfungsi sebagai

pusat akumulasi dan distribusi meliputi :

a. Rum – Ternate;

b. Sofifi – Ternate;

c. Sarimalaha – Sofifi;

d. Sarimalaha – Gita; dan

e. Sarimalaha - Loleo.

(5) Trayek pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b bukan

berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi meliputi :

a. Rum - P. Maitara;

b. Tomalou - P Mare;

c. Maidi – Gita;

d. Tomalou – Loleo;

e. Tomalou – Gita;

f. Maidi – Lifofa; dan

g. Lifofa – Gita.

Page 21: Rtrw

(6) Trayek perintis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c bukan berfungsi

sebagai pusat akumulasi dan distribusi meliputi:

a. Sarimalaha – Nuku;

b. Sarimalaha – Kayasa;

c. Sarimalaha – Somahode;

d. Sarimalaha – Paceda.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 15

(1) Sistem prasarana lainnya yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 huruf c meliputi:

a. Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan;

b. Rencana sistem jaringan telekomunikasi;

c. Rencana sistem jaringan sumber daya air kota; dan

d. Infrastruktur perkotaan.

(2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat

ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kelima

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi/Kelistrikan

Pasal 16

Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari:

(1) Jaringan tenaga listrik di Kota Tidore Kepulauan terdiri atas:

a. PLTD Soasio di Kecamatan Tidore;

b. PLTD Payahe di Kecamatan Oba;

c. PLTD Sofifi di Kecamatan Oba Utara;

d. PLTU Rum Balibunga di Kecamatan Tidore Utara; dan

e. PLTU Pasigau di Kecamatan Oba Tengah.

(2) Rencana pengembangan jaringan listrik Kota Tidore Kepulauan direncanakan

dipenuhi dari :

a. Pengembangan pembangkit listrik, meliputi PLTD Ranting Soasio, PLTD

Ranting Payahe, dan PLTD Ranting Sofifi;

b. Pengembangan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi

alternatif berupa panas bumi di Akesahu;

Page 22: Rtrw

c. Percepatan penyelasian pembangunan PLTU di Rum Balibunga Kecamatan

Tidore Utara; dan

d. Percepatan pembangunan PLTU di Dusun Pasigau Desa Aketobatu

Kecamatan Oba Tengah.

(3) Jaringan tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antar

sistem yang menggunakan kawat saluran udara dan/atau kabel bawah tanah

sesuai dengan kebutuhan.

(4) Daerah yang jauh dari pusat pembangkit listrik dan mempunyai potensi energi

lokal dikembangkan secara khusus dengan pengembangan pembangkit listrik

yang menggunakan energi alternatif terutama biodesel dari minyak jarak dan

mikrohidro.

Bagian Keenam

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 17

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b di Kota Tidore Kepulauan meliputi :

a. Penambahan jaringan telepon untuk Kota Sofifi dan disepanjang jalan trans

Halmahera sehingga skala layanan dapat menjangkau Payahe dan Lifofa dan

ibukota kecamatan lainnya;

b. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel yang

dapat menjangkau seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.

(2) Rencana Jaringan Telekomunikasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran III

Rencana Jaringan Telekomunikasi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari

Peraturan ini

Bagian Ketujuh

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 18

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c diarahkan untuk mendukung

peningkatan produksi pertanian dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan air

bersih.

(2) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air meliputi:

a. Wilayah sungai di kawasan kota di kecamatan Oba Utara berupa waduk dari

Sungai Oba dan di Kecamatan Oba berupa waduk dari Sungai Tayawi;

Page 23: Rtrw

b. Sistem jaringan irigasi terdiri dari transmigrasi Koli Kecamatan Oba dan

transmigrasi Maidi Kecamatan Oba Selatan sepanjang 2.650 m;

c. Sistem jaringan air baku untuk air bersih terdiri dari mata air Tomadou

Talaga, mata air Kalaodi, mata air Gurabunga, dan mata air jalan Payahe

Kusu; dan

d. Sistem pengendalian Banjir berupa drainase dan normalisasi kali yang berada

di Kelurahan Rum Kecamatan Tidore Utara, Kelurahan Goto Kecamatan

Tidore, Desa Akekolano, Desa Oba Kecamatan Oba Utara, Desa

Tuluitalagamori, Desa Kolibale, Desa Kosa Kecamatan Oba, Desa Maidi, Desa

Lifofa, Desa Nuku, Desa Tagalaya, Desa Hager Kecamatan Oba Selatan

sepanjang 1200 m, perlu ditambah.

Bagian Kedelapan

Pengembangan Infrastruktur Perkotaan

Pasal 19

Pengembangan infrastruktur perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

ayat (1) huruf d di Kota Tidore Kepulauan meliputi :

a. Sistem peyediaan air minum;

b. Sistem pengelolaan air limbah;

c. Sistem pembangunan waduk atau/sumur serapan;

d. Sistem persampahan;

e. Sistem drainase;

f. Proteksi Kebakaran;

g. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki;

h. jalur evakuasi bencana; dan

i. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana perkotaan lainnya.

Pasal 20

Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a

meliputi :

a. Sistem perpipaan meliputi jaringan pipa berupa 2 (dua) sumur dalam perpipaan

di Kelurahan Gurabati Kecamatan Tidore selatan dan 1 (satu) sumur dalam

perpipaan di Kelurahan Soadara Kecamatan Tidore, reservoir perpipaan di kel

Tomagoba Kecamatan Tidore, perpipaan Kel Indonesiana dan Kel Goto

Kecamatan Tidore; dan

b. Sistem non perpipaan di layani dengan mobil tangki air.

c. Perluasan jaringan pelayanan di selurah kecamatan;

d. Peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan

sistem air minum.

Page 24: Rtrw

Pasal 21

Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b

meliputi:

a. Rencana pembangunan layanan pengelolaan limbah meliputi instalasi

pengolahan limbah (IPAL) di Sofifi Kecamatan Oba Utara dan Indonesiana di

Kecamatan Tidore;

b. Peningkatan layanan pengelolaan limbah tinja (IPLT) yang terletak di Kelurahan

Rum Kecamatan Tidore Utara;

c. Peningkatan layanan pengelolaan air limbah meliputi perencanaan dan

pengelolaan air limbah kawasan padat penduduk di Kelurahan Sofifi, dan

Kelurahan Indonesiana; dan

d. Sistem pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya meliputi limbah Rumah

Sakit di Kelurahan Indonesiana Kecamatan Tidore dan Desa Garojou Kecamatan

Oba Utara, dan limbah industri di Desa Sumahode Kecamatan Oba Utara dan

Desa Gita Kecamatan Oba.

e. Pembangunan instalasi pengolahan limbah dan penyimpanan sementara Bahan

Beracun Berbahaya yang dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku.

Pasal 22

Sistem persampahan kota sebagaiaman dimaksud dalam Pasal 19 huruf c meliputi:

a. Sistem persampahan on-site untuk kawasan yang bersifat pedesaan;

b. Sistem persampahan off-site untuk kawasan yang bersifat perkotaan;

c. Tempat pemrosesan akhir terdiri dari TPA rum di kecamatan tidore utara dan

tpa akekolano di kecamatan oba utara;

d. Tempat pengolahan sampah terpadu terletak di Kecamatan Tidore dan

Kecamatan Oba Utara;

e. Peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam

penyelenggaraan pengembangan sistem persampahan;

f. Mengelola sampah dengan menerapkan konsep mengurangi, mendaur ulang

dan menggunakan kembali atau disebut konsep 3r (reduce, recycle, reuse); dan

g. Besaran timbulan sampah sampai dengan tahun akhir rencana 256.222

m3/hari.

Pasal 23

Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, meliputi:

a. Ketersediaan Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan dengan

mengutamakan daerah perkotaan; dan

Page 25: Rtrw

b. Membangun jaringan drainase di permukiman-permukiman baru maupun yang

lama, terutama di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang berada di Pulau

Halmahera.

c. Perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase kota dengan

rehabilitasi dan pemeliharaan saluran;

d. Operasionalisasi dan pemeliharaan saluran pembuangan drainase.

Pasal 24

Rencana sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e

meliputi :

a. Prasarana proteksi kebakaran dan sarana penanggulangan kebakaran;

b. Prasarana proteksi kebakaran meliputi hidran dan bangunan pemadam

kebakaran; dan

c. Sarana penanggulangan kebakaran meliputi mobil pompa pengangkut air

berikut beserta kelengkapannya;

d. Pemberdayaan peran masyarakat.

Pasal 25

Rencana pengembangan dan penataan jalur pejalan kaki sebagaimana Pasal 19

huruf f meliputi :

a. Kawasan perdagangan dan jasa di Kelurahan Indonesiana, Kelurahan Rum,

Kelurahan Rum Balibunga, Kelurahan Sofifi dan Desa Galala, perkantoran di

Kelurahan Tomagoba, Kelurahan Gemtufkange, Kelurahan Indonesiana,

Kelurahan Guraping dan Kelurahan Sofifi, sekolah dan tempat rekreasi/wisata

serta mengkaitkannya dengan lokasi-lokasi pemberhentian angkutan umum

(halte);

b. Penyediaan ruang pejalan kaki di sisi jalan berupa trotoar di sepanjang Jalan

Trans Halmahera, Jalan Patimura, Jalan Sultan Mansyur, Jalan Soasio Rum,

Jalan Raya Sofifi, Jalan Terminal Rum Jalan Soasio Rum, Jalan Terminal Sofifi

Jalan Trans Halmahera dan Jalan Raya Sofifi, Jalan Terminal Gita Jalan Trans

Halmahera, Jalan Terminal Soasio Jalan Pasar Sarimalaha dan Jalan Terminal

Payahe Jalan Payahe Weda;

c. Ruang pejalan kaki di kawasan yang memiliki mobilitas tinggi pada hari-hari

tertentu, seperti gelanggang olahraga, tempat-tempat ibadah di seluruh wilayah

kota;

d. Penyediaan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat diakses oleh

penyandang cacat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

e. Penyediaan jalur pejalan kaki yang menghubungkan antar perumahan di jalan

lingkungan maupun jalan kolektor sekunder di seluruh wilayah kota; dan

f. Penyediaan elemen perabotan jalan pada jalur pejalan kaki di seluruh wilayah

kota.

Page 26: Rtrw

Pasal 26

(1) Jalur evakuasi bencana wilayah kota sebagaimana Pasal 19 huruf g berupa jalan

menuju ruang evakuasi.

(2) Rencana jalur evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. Rencana jalur evakuasi bencana tanah longsor melalui Jalan Trans

Halmahera dari Desa Bale ke Desa Lola;

b. Rencana jalur evakuasi bencana gelombang pasang dan tsunami meliputi :

1. Kelurahan Seli melalui jalan lingkungan ke belakang Kelurahan Seli

dengan jarak 300 m;

2. Kelurahan Soadara melalui jalan Topo ke Kelurahan Topo dengan jarak

1,5 m;

3. Kelurahan Gamtufkange, Kelurahan Tomagoba, Kelurahan Tuguwaji dan

Kelurahan Indonesia melalui jalan Gamtufkange, Gurabunga ke

Kelurahan Tambula;

4. Kelurahan Goto menuju Taman Makam Pahlawan dengan jarak 800 km;

5. Kelurahan Dowora dan kelurahan Cobodoe melalui jalan Kalaodi ke

Kelurahan Kalaodi;

6. Kelurahan Tosa menuju Bukit nanas dan Bukit Nira;

7. Kelurahan Mafututu menuju belakang SMP 12, Bukit Cobo dan Desa

Guragam;

8. Kelurahan Cobo menuju Bukit Taroka;;

9. Keluraha Rum Balibunga menuju Lingkungan Tabalo dan Rum Bune;;

10. Kelurahan Rum menuju Gam Laha dengan jarak 300 m;

11. Kelurahan Ome melalui jalan Ome Jayake keluraha Jaya dan jalan Ome

– Gubukusumake Kelurahan Gubukusuma;

12. Kelurahan Mareku menuju Nyiha Mara dan Kelurahan Afa-afa;

13. Kelurahan Bobo menuju Tangaru dengan jarak 1 km;

14. Kelurahan Toloa menuju Lapangan SMA 2 dengan jarak 300 m;

15. Kelurahan Dokiri menuju Belakang Dokiri dengan jarak 350 m;

16. Kelurahan Tuguiha menuju Belakang Tuguiha dengan jarak 200 m;

17. Kelurahan Tomalou menuju Belakang Tomalou dengan jarak 250 m;

18. Kelurahan Gurabati menuju Lapangan Gurabati dengan jarak 200 m;

19. Desa Gita menuju SMP 10 dengan jarak 500 m;

20. Desa Todapo menuju SMP 10 dengan jarak 500 m;

21. Desa Toseho, Tului, Talaga Mori, Bale dan Kloi menuju Gunung Toseho

dengan jarak 500 m;

22. Kelurahan Payahe dan Desa Kosa menuju jalan Payahe Weda;

23. Kelurahan Payahe Dusun Bastiong menuju Bukit Bastiong jarak 200 m;

24. Kelurahan Payahe Dusun Sigela menuju Bukit Sigela jarak 300 m;

25. Kelurahan Payahe Dusun Yef menuju Bukit Yef jarak 200 m;

26. Desa Kususinopa menuju Bukit Kususinopa dengan jarak 500 m;

Page 27: Rtrw

27. Desa Kususinopa Dusun Toe menuju Bukit mangga jarak 2000 m;

28. Desa kayasa Menuju Bukit Gosale Puncak jarak 200 m;

29. Desa Guraping Dusun Balbar, kelurahan Sofifi dan Desa galala menuju

Bukit Galala;

30. Kelurahan Sofifi Dusun Bukulasa dan Desa Durian Menuju Bukit Durian

dengan jarak 300 m;

31. Desa Ampera, Desa Akekolano, Desa Oba, Desa Sumahode dan Desa

Gorojou menuju Bukit Akekolano;

32. Desa Kusu menuju Bukit Kusu jarak 200 m;

33. Desa Aketobato menuju Bukti Pasigau jarak 50 m;

34. Desa paceda menuju Bukit Paceda jarak 200 m;

35. Desa Akedotilao Dusun Noramaake menuju Bukit Noramaake jarak

400 m;

36. Desa Akedotilao, Dusun Bulu menuju Bukti Buku jarak 250 m;

37. Desa Aketobololo Dusun Loleo dan Roi menuju Bukti Beringin;

38. Kelurahan Akelamo menuju Bukti Akelamo jarak 1 km;

39. Desa Beringin Jaya menuju Bukti Beringin jarak 200 km;

40. Desa Akesai 1 Dusun Siokona menuju Bukit Siokona jarak 1 km;

41. Desa Akesai 2 Dusun Akeguraci Dusun Sumae menuju Gunung Goya;

42. Desa Akeguraci Dusun Fanaha menuju Bukti Senapan jarak 200 m;

43. Desa Togeme Dusun Lako menuju Gunung Loko jarak 50 m;

44. Desa Togeme Dusun Yehu menuju Tanjung Kusu jarak 200 m;

45. Desa Lola menuju Bukit Tilou jarak 500 m;

46. Desa Tauno menuju Bukti Tauno jarak 50 m;

47. Desa Tadupi menuju Gunung Manyasal jarak 100 m;

48. Desa Nuku dan Desa tagalaya menuju Bukti Nuku;

49. Desa Lifofa menuju Bukit Lifofa jarak 250 m;

50. Desa Wama menuju Bukti Hategau jarak 200 m;

51. Desa Hager menuju Gunung Batu jarak 2 km;

52. Desa Sagu Tora menuju Gunung Batu jarak 2 km;

53. Maidi menuju Bukti Maidi jarak 100 m.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA

Bagian Pertama

Umum

Pasal 27

(1) Rencana Pola Ruang Kota terdiri atas;

a. Rencana pengembangan kawasan lindung; dan

b. Rencana pengembangan kawasan budidaya.

Page 28: Rtrw

(2) Rencana Pola Ruang di Kota Tidore Kepulauan di gambarkan dalam peta 1 :

25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Bagian Kedua

Rencana pembagian kawasan lindung

Pasal 28

Kawasan lindung sebagaimana di maksud pada Pasal 27 ayat (1) huruf a terdiri

atas ;

a. Kawasan hutan lindung;

b. Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya;

c. Kawasan perlindungan setempat;

d. Kawasan ruang terbuka hijau;

e. Kawasan suaka alam dan cagar budaya;

f. Kawasan rawan bencana alam; dan

g. Kawasan lindung lainnya.

Bagian Ketiga

Kawasan Hutan Lindung

Pasal 29

(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a yaitu:

a. Hutan Konservasi Taman Nasional Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba

Tengah dan Oba yang ditetapkan sebagai taman nasional dengan luas lebih

kurang 41.084 hektar;

b. Hutan Lindung Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba

Selatan yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga untuk hutan lindung

Aketajawe-Lolobata, dan sebagai hutan produksi terbatas dengan luas lebih

kurang 21.662 hektar;

c. Hutan LIndung di kecamatan Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan dan Tidore

Timur dengan LUas 3.140 hektar.

(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran V peta rencana kawasan lindung yang merupakan bagian

tak terpisahkan dari peraturan ini.

Page 29: Rtrw

Bagian Keempat

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan

Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 30

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b merupakan kawasan resapan

air.

(2) Kawasan resapan air ditetapkan sebagai berikut:

a. Kawasan taman nasional aketajawe lolobata;

b. Kawasan teluk gurua marasai;

c. Kawasan hutan lindung kie matubu; dan

d. Kawasan hutan bakau tugulufa.

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat

Pasal 31

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf

c terdiri atas :

a. Kawasan sempadan sumber mata air

b. Kawasan sempadan sungai; dan

c. Kawasan sempadan pantai.

(2) Kawasan sempadan sumber mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a terdapat di :

a. Kawasan sempadan mata air Tidore dengan lebar sempadan minimal 100

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas 25 Ha;

b. Kawasan sempadan mata air Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal

100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas 12,50

Ha;

c. Kawasan sempadan mata air Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal

100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan kurang 25

Ha;

d. Kawasan sempadan mata air Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 100

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas 23,40 Ha;

e. Kawasan sempadan mata air Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal

100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas 60,17

Ha;

Page 30: Rtrw

f. Kawasan sempadan mata air Oba dengan lebar sempadan minimal 100 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 153,72 Ha;

dan

g. Kawasan sempadan mata air Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal

100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas 30,24

Ha.

(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

terdapat di :

a. Kawasan sempadan sungai Tidore dengan lebar sempadan minimal 20 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas 271,89 Ha;

b. Kawasan sempadan sungai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal

20 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas 420,85

Ha;

c. Kawasan sempadan sungai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas 328,34 Ha;

d. Kawasan sempadan sungai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas 280,06 Ha;

e. Kawasan sempadan sungai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas 2.547,64 Ha;

f. Kawasan sempadan sungai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas 1.310,51 Ha;

g. Kawasan sempadan sungai Oba dengan lebar sempadan minimal 20 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas 1.148,67 Ha;

h. Kawasan sempadan sungai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas 678 Ha.

(4) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

terdapat di :

a. Kawasan sempadan pantai Tidore dengan lebar sempadan minimal 30 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas 88,7 Ha;

b. Kawasan sempadan pantai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas 232,4 Ha;

c. Kawasan sempadan pantai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas 179,83 Ha;

d. Kawasan sempadan pantai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan kurang 101,27

Ha;

e. Kawasan sempadan pantai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas 309,82 Ha;

f. Kawasan sempadan pantai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas 192,18 Ha;

Page 31: Rtrw

g. Kawasan sempadan pantai Oba dengan lebar sempadan minimal 30 meter sisi

kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas 624,86 Ha; dan

h. Kawasan sempadan pantai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas 241,01 Ha.

Bagian Kelima

Kawasan Ruang Terbuka Hijau

Pasal 32

(1) Rencana ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d

direncanakan dengan luas 1.800 (seribu delapan ratus ) hektar atau 30% (tiga

puluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan lindung, terdiri atas :

a. Ruang terbuka hijau privat; dan

b. Ruang terbuka hijau publik.

(2) Rencana ruang terbuka hijau privat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a dikembangkan seluas 600 (enam ratus) hektar atau 10 % (sepuluh perseratus)

dari luas wilayah kota diluar kawasan lindung, meliputi:

a. Ruang terbuka hijau kawasan pemukiman dengan luas 215 (dua ratus lima

belas) Ha;

b. Ruang terbuka hijau kawasan perdagangan dan jasa lebih kurang 55 (lima

puluh lima) Ha;

c. Ruang terbuka hijau kawasan industri 65 (enam puluh lima) Ha;

d. Ruang terbuka hijau kawasan perkantoran 85 (delapan puluh lima)Ha;

e. Ruang terbuka hijau fasilitas pendidikan (seratus dua puluh lima) Ha; dan

f. Ruang terbuka hijau fasilitas kesehatan 80 (delapan puluh) Ha.

(3) Ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dikembangkan seluas 1.200 (seribu dua ratus) hektar atau 20 % (dua puluh

perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan lindung :

a. Taman RT/RW dan kelurahan dengan luas lebih kurang 85 (delapan puluh

lima) Ha;

b. Taman kecamatan dengan luas lebih kurang 75 (tujuh puluh lima) Ha;

c. Taman kota dengan luas lebih kurang 175 (seratus lima puluh lima) Ha;

d. Jalur hijau jalan dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh lima) Ha;

e. Median jalan lebih kurang 95 (sembilan puluh lima) Ha;

f. Kawasan sempadan pantai dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh

lima) Ha;

g. Kawasan sempadan sungai dengan luas kurang lebih 135 (seratus tiga puluh

lima)Ha;

h. Sempadan rel kereta api dengan luas lebih kurang 45 (empat puluh lima) Ha;

Page 32: Rtrw

i. TPU dengan luas lebih kurang 25 (dua puluh lima) Ha;

j. Daerah penyanggah dengan luas lebih kurang 130 (seratus tiga puluh) Ha;

k. Hutan rakyat dengan luas lebih kurang 125 (seratus dua puluh lima) Ha.

(4) Kawasan Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat 1

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VI peta ruang terbuka hijau yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan ini.

Bagian Keenam

Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Pasal 33

Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

huruf e meliputi:

(1) Kawasan Suaka Alam terdiri dari:

a. Selat Pulau Mare (kahia masolo) seluas 5 (lima) ha; dan

b. Perairan Kecamatan Oba Utara dengan Kecamatan Tidore.

c. Taman Nasional Aketajawe.

(2) Kawasan Cagar Budaya terdiri dari:

a. Benteng Tahula di Kecamatan Tidore Utara dengan luasan 0,12 (nol koma

dua belas) ha;

b. Benteng Tore di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,1 (nol koma satu) Ha;

c. Masjid Sultan di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,611 (nol koma enam

ratus sebelas) ha;

d. Museum Sonyinge Malige di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,6 (nol koma

enam) ha;

e. Makam Sultan nuku di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,011 (nol koma nol

sebelas) ha;

f. Makam Sultan Saiffudin di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan 0,10 (nol

koma sepuluh) ha;

g. Makan Ciliriyati di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan 0,3 (nol koma

tiga) ha; dan

h. Permukiman masyarakat adat terpencil Tugutil di Kecamatan Oba dengan

luasan 10 (sepuluh) Ha.;

i. Kantor Gubenur Papua Barat.

Pasal 34

Rencana pengelolaan untuk kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) adalah:

Page 33: Rtrw

(1) Pengelolaan kawasan suaka alam terdiri dari:

a. Menjaga kondisi perairan Selat Pulau Mare (Kahia Masolo); dan

b. Pelestarian lumba-lumba.

(2) Pengelolaan kawasan cagar budaya terdiri dari:

a. Pelestarian intensif terhadap kondisi barang-barang peninggalan agar tetap

terjaga;

b. Penjagaan terhadap arsitektural bangunan cagar budaya;

c. Pengaturan sembadan daerah cagar budaya; dan

d. Pengamanan dan penjagaan kelestarian dari faktor alam melalui pemanfaatan

teknologi.

Bagian Ketujuh

Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 35

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 huruf f

terdiri atas:

a. Kawasan Sesar;

b. Kawasan Rawan Tsunami;

c. Kawasan Rawan Letusan Gunung Api; dan

d. Kawasan Rawan Banjir;

e. Kawasan Rawan Angin Topan.

(2) Kawasan sesar yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. Kecamatan Oba Utara dengan luas 3.236,46 (tiga ribu dua ratus tiga puluh

enam koma empat puluh enam) Ha;

b. Kecamatan Oba Tengah dengan luas 2.281,27 (dua ribu dua ratus delapan

puluh satu koma dua puluh tujuh) Ha;

c. Kecamatan Oba dengan luas 273,19 (dua ratus tujuh puluh tiga koma

sembilan belas) Ha; dan

d. Kecamatan Oba Selatan dengan luas 587,58 (lima ratus delapan tujuh koma

lima puluh delapan) Ha.

(3) Pengelolaan kawasan sesar meliputi:

a. Menetapkan tingkat bahaya gerakan tanah masing-masing kawasan; dan

b. Membatasi pembangunan pada kawasan rawan sesar.

(4) Kawasan rawan tsunami yang dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sepanjang

pantai perairan di seluruh Kecamatan Kota Tidore Kepulauan , meliputi:

Page 34: Rtrw

a. Kecamatan Tidore, dengan luas 292,13 (dua ratus sembilan puluh dua koma

tiga belas) Ha;

b. Kecamatan Tidore Selatan, dengan luas 197,41 (seratus sembilan puluh tujuh

koma empat puluh satu) Ha;

c. Kecamatan Tidore Utara, dengan luas 616,52 (enam ratus enam belas koma

lima puluh dua) Ha;

d. Kecamatan Tidore Timur, dengan luas 172,56 (seratus tujuh puluh dua koma

lima puluh enam) Ha;

e. Kecamatan Oba Utara, dengan luas 1.717,35 (seribuh tujuh belas koma tiga

puluh lima ) Ha;

f. Kecamatan Oba Tengah, dengan luas 1.472,25 (seribuh empat ratus tujuh

puluh dua koma dua puluh lima) Ha;

g. Kecamatan Oba, dengan luas 6.068,15 (enam ribuh enam puluh delapan

koma lima belas) Ha; dan

h. Kecamatan Oba Selatan, dengan luas 2.645,70 (dua ribuh enam ratus empat

puluh koma tujuh puluh) Ha.

(5) Pengelolaan Rawan Tsunami meliputi :

a. membatasi pembangunan pada kawasan rawan tsunami;

b. pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan tsunami;

c. perlindungan dan penanaman tumbuhan penahan tsunami di area pantai

untuk mengurangi laju dan daya rusak tsunami; dan

d. pengatur jalur-jalur evakuasi dari tsunami.

(6) Kawasan rawan letusan gunung api yang dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah

di sekitar kawah gunung api di sekitar kecamatan Tidore Utara dengan luas

855,59 (delapan ratus lima puluh lima koma lima puluh sembilan) Ha, Tidore

Selatan dengan luas 2.536,96 (dua ribu lima ratus tiga puluh enam koma

sembilan puluh enam) Ha, dan Tidore dengan luas 50,15 (lima puluh koma lima

belas ) Ha.

(7) Kawasan rawan banjir yang dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah kawasan

yang memiliki topografi yang datar dan elevasi rendah serta berada pada alur

aliran sungai sehingga berpotensi untuk mengalami banjir ketika air sungai

meluap, kawasan rawan banjir terletak di Delapan Kecamatan.

(8) Pengelolaan rawan banjir, meliputi:

a. Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan banjir; dan

b. Pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan banjir, termasuk

didalamnya pengaturan konstruksi bangunan agar tahan terhadap terpaan

banjir serta pengaturan arahan tinggi bangunan diatas 1 (satu) lantai agar

tersedia tempat evakuasi ketika terjadi banjir.

Page 35: Rtrw

Bagian Kedelapan

Kawasan Lindung lainnya

Pasal 36

Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g kawasan

lindung geologi berupa kawasan lindung karst Tayawi dengan luas 13.657 (tiga

belas ribu enam ratus lima puluh tujuh) hektar terdapat di Kecamatan Oba.

Bagian Kesembilan

Kawasan Budidaya

Pasal 37

(1) Rencana pengembangan kawasan budidaya Kota Tidore Kepulauan meliputi:

a. Kawasan peruntukan perumahan;

b. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;

c. Kawasan peruntukan perkantoran;

d. Kawasan peruntukan industri;

e. Kawasan peruntukan pariwisata;

f. kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau;

g. kawasan ruang evakuasi bencana;

h. kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan

i. Kawasan Peruntukan lainnya.

(2) Rencana kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf i terdiri dari:

a. Kawasan peruntukan pendidikan;

b. Kawasan peruntukan kesehatan;

c. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;

d. Kawasan peruntukan pertanian;

e. Kawasan peruntukan perikanan;

f. Kawasan peruntukan lahan cadangan pengembangan kota;

g. Kawasan peruntukan hutan produksi; dan

h. Kawasan peruntukan pertambangan.

Page 36: Rtrw

Bagian Kesepuluh

Kawasan Peruntukan Perumahan

Pasal 38

(1) Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat

(1) huruf a terdiri atas :

a. Perumahan dengan kepadatan tinggi terletak di Kecamatan Tidore,

Kecamatan Tidore Selatan dan Kecamatan Oba Utara dengan luas 174, 92

Ha;

b. Perumahan dengan kepadatan sedang terletak di Kecamatan Tidore Utara,

dan Kecamatan Tidore Timur dengan kurang 79,58 Ha;

c. Perumahan dengan kepadatan rendah terletak di Kecamatan Oba Tengah,

Kecamatan Oba dan Kecamatan Oba Slatan dengan luas 72,07 Ha.

(2) Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana yang dimaksud dalam pada

pasal 37 ayat (1) selengkapnya dapat dilihat pada lampiran IV peta Rencana

pola ruang yang merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan ini.

Bagian Kesebelas

Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa

Pasal 39

(1) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana yang dimaksud pada

Pasal 37 ayat 1 huruf b, terdiri atas :

a. Pasar tradisional; dan

b. Pusat perbelanjaan.

(2) Pasar tradisional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. Peningkatan kegiatan pasar tradisional di setiap kecamatan; dan

b. Peningkatan kualitas pasar skala pelayanan regional di Sofifi dan Tidore.

(3) Pengembangan pusat perbelanjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

b dilakukan melalui pengembangan kawasan terpadu yang terletak di

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Oba Utara.

(4) Kawasan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikembangkan sebagai

kawasan pusat perdagangan, jasa, pergudangan dan transportasi skala regional

seluas 13,31 (tiga belas koma tiga puluh satu) ha.

Page 37: Rtrw

Bagian Keduabelas

Kawasan Peruntukan Perkantoran

Pasal 40

(1) Kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 37

ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan; dan

b. Kawasan peruntukan perkantoran swasta.

(2) Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan sebagaimana yang dimaksud

pada ayat (1) huruf a mempunyai luas 43,92 (empat puluh tiga koma sembilan

puluh dua) Ha, meliputi :

a. Pengembangan kawasan peruntukan perkantoran pemerintah Kota di Tidore

dan Sofifi;

b. Peningkatan kawasan peruntukan perkantoran pemerintah skala kelurahan

dan kecamatan di ibukota kecamatan masing-masing; dan

c. Penyediaan ruang terbuka publik di kawasan peruntukan perkantoran

pemerintahan.

(3) Kawasan perkantoran swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf

b, meliputi :

a. Pengembangkan kegiatan perkantoran swasta di Tidore dan Sofifi; dan

b. Kawasan peruntukan perkantoran swasta kecil berlokasi di kawasan

peruntukan perumahan atau kawasan lainnya dengan memperhatikan akses

pelayanan.

(4) Rencana pengembangan kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Penataan kawasan perkantoran di pusat kota;

b. Penambahan kawasan perkantoran baru skala kota di sofifi; dan

c. Mendorong penciptaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkantoran.

(5) Kawasan pengembangan perkantoran dan pemerintahan selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran IV Rencana Pola Ruang yang merupakan bagian tak

terpisahkan dari peraturan ini.

Page 38: Rtrw

Bagian Ketigabelas

Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 41

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 37 ayat

(1) huruf d, berupa :

a. Kawasan peruntukan industri kecil yang terdapat di Desa Sumahode seluas 3

(tiga) ha;

b. Kawasan peruntukan agro industri yang terdapat di:

1. Industri bersih (non limbah) hasil kerajinan setempat dan hasil perikanan

terletak di Kecamatan Tidore Selatan dan Tidore;

2. Industri agro hasil perkebunan di Kecamatan Tidore Utara dan Tidore

Timur;

3. Industri agro hasil perkebunan di Oba Utara dan Oba Tengah; dan

4. Industri agro hasil perkebunan dan perikanan di Oba dan Oba Selatan.

(2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri kecil sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Kawasan peruntukan industri kecil dapat berlokasi di kawasan perumahan

dan diarahkan berbentuk cluster; dan

b. Mempertahankan dan mengembangkan industri kecil yang berkembang di

perumahan dengan syarat tidak menimbulkan dampak negatif.

(3) Rencana pengembangan Kawasan agro industri lebih dikembangkan kepada

industri bersih (non limbah).

(4) Pengembangan kegiatan industri ini direncanakan dan diarahkan pada lokasi-

lokasi yang dekat dengan sumber bahan baku.

(5) Kawasan peruntukan industri, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran peta 2

Rencana Pola Ruang yang merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan

ini.

Bagian Keempatbelas

Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 42

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 ayat (1)

huruf e, terdiri atas :

Page 39: Rtrw

a. Pariwisata budaya; dan

b. Pariwisata alam.

(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a meliputi :

a. Daya tarik wisata budaya terdiri atas :

1. Lufu Kie di Pulau Tidore;

2. Legu Gam di Pulau Tidore;

3. Dabus;

4. Mandi Safar di Mafututu;

5. Salai Jin;

6. Barang masuwen (bambu gila); dan

7. Tari-tarian adat.

b. Daya tarik wisata sejarah terdiri atas:

1. Kedaton Kesultanan di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;

2. Masjid Sultan di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;

3. Benteng Tahula di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;

4. Museum Malige Sonyine di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;

5. Makam Sultan Nuku di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;

6. Makam Habib Umar Al’Faroek Rahmatullah di Kelurahan Seli Kecamatan

Tidore;

7. Makam Sultan Djamaluddin di Kelurahan Toloa Kecamatan Tidore

Selatan;

8. Makam Cililiyati di Kelurahan Tongowai Kecamatan Tidore Selatan;

9. Makam Jou Kota di Kelurahan Tomalou Kecamatan Tidore Selatan;

10. Kedaton Biji Nagara di Kelurahan Toloa Kecamatan Tidore Selatan;

11. pandai besi di Kelurahan Toloa Kecamatan Tidore Selatan; dan

12. Tugu Spanyol di Kelurahan Rum Balibuga Kecamatan Tidore Utara.

(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b meliputi :

a. Daya tarik wisata bahari /tirta terdiri dari:

1. Danau Gurua Marasai di Kelurahan Guraping Kecamatan Oba Utara;

2. Air Terjun Luku Celeng di Kelurahan Kalaodi Kecamatan Tidore Timur;

3. Air Terjun Bay Rorai di Desa Woda Kecamatan Oba;

4. Air Terjun Sigela di Desa Sigela Kecamatan Oba;

5. Air Terjun Havo di Desa Koli Dusun Tayawi Kecamatan Oba;

6. Pantai Ake Sahu di Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;

7. Pantai Taman Cobo di Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;

8. Pantai Cobo di Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;

9. Pantai Rum di Kelurahan Rum Kecamatan Tidore Utara;

Page 40: Rtrw

10. Pantai Loko di Desa Akesai Kecamatan Oba Tengah;

11. Pantai Gamgau Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;

12. Pantai Tugulufa di Kelurahan Indonesiana Kecamatan Tidore;

13. Pulau Woda di Desa Woda Kecamatan Oba;

14. Pulau Maitara di Kecamatan Tidore Utara;

15. Pulau Mare di Kecamatan Tidore Selatan; dan

16. Rumah Adat Sowohi di Kelurahan Gurabunga Kecamatan Tidore.

(4) Rencana pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada :

a. Penataan ruang kawasan pariwisata;

b. Pengembangan hasil kerajinan rakyat dan budaya masyarakat;

c. Pengembangan objek dan fasilitas pariwisata; dan

d. Promosi objek-objek wisata.

(5) Pengembangan kawasan wisata meliputi:

a. Pengembangan kawasan wisata pantai dan pulau-pulau kecil antara lain:

melindungi keragaman hayati di daerah pantai dan pulau-pulau kecil,

pengembangan wisata bahari dengan dilengkapi fasilitas penunjang seperti

port marina, melengkapi dengan early warning system pada daerah pantai,

menciptakan kegiatan agro perikanan;

b. Pengembangan kawasan wisata alam antara lain: menjaga kelestarian lokasi

wisata, pembatasan alih fungsi lahan di daerah hulu sungai Kalaodi,

penataan Daya Tarik Wisata Danau Gurua Marasai, penyelenggaraan

kegiatan alam seperti hiking dan trecking yang berwawasan lingkungan,

pembangunan kelengkapan fasilitas seperti pos pendakian dan gazebo;

c. Pengembangan kawasan wisata sejarah antara lain: pelestarian bentuk

arsitektural bangunan, pembuatan guideline pembangunan disekitar

kawasan wisata sejarah, pemugaran lokasi wisata sejarah yang telah rusak

untuk dikembalikan ke bentuk asalnya, bersama-sama dengan

pengembangan wisata budaya untuk lebih sering menggelar upacara adat;

d. Pengembangan kawasan wisata seni dan budaya antara lain: mengakomodasi

hasil-hasil kerajinan khas daerah pada pusat perdagangan barang kerajinan,

pembuatan icon wisata dari budaya setempat, pembangunan gedung pusat

kebudayaan sebagai sarana rekreasi;

Page 41: Rtrw

e. Pengembangan kawasan wisata agro antara lain: studi kajian lokasi yang

matang untuk dijadikan wisata agro, pembangunan kampung wisata,

mencegah terjadinya perubahan guna lahan akibat alih fungsi menjadi

permukiman; dan

f. Penetapan ketentuan Koofisien Dasar Bangunan 40% (empat puluh persen)

untuk setiap bangunan di daerah wisata alam dan budaya yang dilindungi.

Perijinan hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang telah tinggal di daerah

wisata. Pengembangan fasilitas penunjang hanya diperuntukkan di daerah

perdagangan dan jasa yang telah ditentukan.

(6) Kawasan peruntukan pariwisata selengkapnya dapat dilihat pada lampiran VII

peta pengembangan wisata yang merupakan bagian tak terpisahkan dari

peraturan ini.

Bagian Kelimabelas

Kawasan Peruntukan Ruang Terbuka Non Hijau

Pasal 43

(1) Kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau sebagaimana dimaksud pada

Pasal 37 ayat (1) huruf f, diarahkan pada kawasan Tomagoba Kelurahan

Tomagoba Kecamatan Tidore seluas 2,5 (dua koma lima) ha, terdiri dari:

a. Alun-alun kawasan pemerintahan meliputi Alun-alun di Open Space

Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore;

b. Lokasi plasa bangunan ibadah tersebar pada bangunan ibadah setiap

kecamatan; dan

c. Kawasan parkir yang terdapat di wilayah kota meliputi pusat-pusat kegiatan

perdagangan dan jasa, pariwisata, dan pemerintahan.

(2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan melalui :

a. Menata kembali ruang terbuka non hijau yang telah mengalami degradasi

secara fungsi ataupun kualitas ruang;

b. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang terbuka non hijau untuk kegiatan

sosialisasi masyarakat; dan

c. Mengembangkan ruang terbuka non hijau di kawasan komersial,

perkantoran, dan perumahan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat

berinteraksi masyarakat.

Page 42: Rtrw

Bagian Keenambelas

Ruang Peruntukan Evakuasi Bencana

Pasal 44

(1) Kawasan Ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat

(1) huruf g, terdiri atas :

a. Kantor Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, Kantor Camat di Kelurahan

Rum Kecamatan Tidore Utara, Sekolah Dasar Negeri Balibunga, Pelabuhan

Fery di Kelurahan Rum Balibunga dan Stadion Mareku Kecamatan Tidore

Utara;

b. Kantor Kecamatan di Kelurahan Gurabati Kecamatan Tidore Selatan;

c. Kantor Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore, Lapangan (Open Space) dan

Stadion;

d. Pelabuhan Fery di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore Timur; dan

e. Bangunan Pemerintah, Fasilitas Umum dan Sosial lainnya.

(2) Rencana pengembangan kawasan ruang evakuasi bencana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diarahkan melalui :

a. Menyediakan jalur evakuasi bencana yang terjangkau oleh kendaraan roda

empat pada wilayah-wilayah rawan bencana untuk menjamin keamanan dan

keselamatan pengungsi;

b. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan

bencana; dan

c. Menyediakan prasarana dan sarana penunjang proses evakuasi bencana.

(3) Penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana secara rinci diatur dalam

Peraturan Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuhbelas

Kawasan Peruntukan Ruang Sektor Informal

Pasal 45

(1) Kawasan peruntukan ruang sektor informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37 ayat (1) huruf h, ditetapkan di Pantai Tugulufa Kelurahan Indonesiana

Kecamatan Tidore dan Pantai Rum Kecamatan Tidore Utara seluas lebih kurang

5 (lima) ha.

Page 43: Rtrw

(2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang sektor informal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan melalui :

a. Menempatkan sektor informal di lokasi yang direncanakan;

b. Menata kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan sektor informal;

c. membatasi pemanfaatan ruang terbuka publik untuk kegiatan sektor informal

dengan pembatasan area dan pengaturan waktu berdagang;

d. Mengoptimalkan fungsi pasar untuk mengakomodir kebutuhan ruang sektor

informal; dan

e. Mewajibkan setiap pengembang mengalokasikan ruang untuk kegiatan sektor

informal.

(3) Rencana pengaturan sektor informal ditetapkan dengan Peraturan Walikota

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedelapanbelas

Kawasan Peruntukan Pendidikan

Pasal 46

(1) Kawasan peruntukan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat

(2) huruf a tergolong tersebar dan sebagian besar menyatu dengan kawasan

permukiman.

(2) Pengembangan kawasan pusat pendidikan antara lain adalah sebagai berikut :

a. Pusat pendidikan sebaiknya ditempatkan di kawasan yang cukup kondusif

bagi kegiatan pendidikan di dalamnya, tenang, nyaman, dekat dengan taman,

lapangan, atau ruang terbuka hijau;

b. Pusat pendidikan ditempatkan pada lokasi strategis dengan aksesibilitas

wilayah yang memadai untuk mengakomodasi mobilitas pelajar, apabila

suatu kawasan pendidikan memiliki lokasi yang cukup jauh, perlu diadakan

peningkatan aksesibilitas, baik dengan perbaikan jalan, peningkatan layanan

angkutan umum, maupun pengadaan layanan angkutan pelajar;

c. Perlu ada peningkatan kualitas lingkungan pendidikan di kawasan

pendidikan yang belum memadai, baik melalui pengadaan taman bermain,

pengadaan ruang terbuka hijau, maupun revitalisasi lingkungan hidup

menurut kebutuhan masing-masing kawasan pendidikan;

d. Pusat pendidikan tinggi dikembangkan di Sofifi dan Pulau Tidore;

Page 44: Rtrw

Bagian Kesembilanbelas

Kawasan Peruntukan Kesehatan

Pasal 47

Kawasan peruntukan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)

huruf b memiliki luas kurang lebih 4,68 Ha, yang terdiri dari :

a. Pengembangan Rumah Sakit Daerah dari Tipe C menjadi Tipe B berada di

Indonesiana Kecamatan Tidore seluas 1,68 Ha; dan

b. Rumah Sakit Tipe B di Desa Garojou Kecamatan Oba Utara seluas 3 Ha

Bagian Keduapuluh

Kawasan Peruntukan Pertahanan

dan Keamanan

Pasal 48

Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 37 ayat (2) huruf c meliputi :

a. Kawasan aset pertahanan Korem berada di Sofifi Kecamatan Oba Utara;

b. Kawasan aset pertahanan Komando Resort Militer 1505 di Kelurahan Goto

Kecamatan Tidore;

c. Kawasan aset pertahanan Pangkalan Angkatan Laut di Desa Oba Kecamatan

Oba Utara;

d. Kawasan aset keamanan Mako BRIMOB di Kelurahan Guraping Kecamatan Oba

Utara.

e. Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan

sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d tidak

diizinkan beralih fungsi di kawasan pertahanan dan keamanan menjadi fungsi

lain.

Bagian Keduapuluh Satu

Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 49

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 37 ayat (2) huruf d meliputi meliputi :

a. Kawasan budidaya hortikultura;

b. Kawasan budidaya perkebunan;

c. Kawasan budidaya tanaman pangan; dan

Page 45: Rtrw

d. Kawasan budidaya peternakan.

(2) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (2)

huruf d seluas 320.026,45 Ha, terdiri atas Lahan Basah 644 Ha dan Lahan

Kering 319.382,45 Ha, terdapat di :

a. Kecamatan Tidore dengan luas 15.896,31 Ha,

b. Kecamatan Tidore Selatan dengan luas 24.160,13 Ha,

c. Kecamatan Tidore Utara dengan luas 21.543,18 Ha,

d. Kecamatan Tidore Timur dengan luas 8.408,16 Ha,

e. Kecamatan Oba Utara dengan luas 75.045,55 Ha,

f. Kecamatan Oba Tengah dengan luas 46.287,02 Ha,

g. Kecamatan Oba dengan luas 84.726,21 Ha, terdiri atas Lahan Basah 300 Ha

dan Lahan Kering 84.426,21 Ha; dan

h. Kecamatan Oba Selatan dengan luas 43.959,89 Ha, terdiri atas Lahan Basah

344 Ha dan Lahan Kering 43.615,89 Ha.

(3) Kawasan budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga, Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak, Padi, Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kacang Kedele, Kacang Hijau, Umbi – Umbian dan sayur – sayuran

seluas 236,37 Ha di Kecamatan Tidore Utara, 316,99 Ha di Kecamatan Tidore Selatan, 82,3 Ha di Kecamatan Tidore, 236,5 Ha di Kecamatan Tidore Timur,

97,2 Ha di Kecamatan Oba Utara, 283,8 Ha di Kecamatan Oba Tengah, 710,35 Ha di Kecamatan Oba dan 815,9 Ha di Kecamatan Oba Selatan.

(4) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

adalah sebagai berikut:

a. Kawasan budidaya perkebunan lebih dikembangkan pada jenis komoditi

unggulan yaitu cengkeh, pala, kakao dan Kelapa seluas 11,924 Ha di

Kecamatan Tidore Utara, 343 Ha di Kecamatan Tidore Selatan,499,4 Ha di

Kecamatan Tidore, 715,5 Ha di Kecamatan Tidore Timur, 1.196 Ha di

Kecamatan Oba Utara, 2.244,3 Ha di Kecamatan Oba Tengah, 7.468,2 Ha di

Kecamatan Oba dan 3.174,75 Ha di Kecamatan Oba Selatan;

b. Dalam perencanaan kawasan budidaya perkebunan terdapat lokasi industri

agro; dan

c. Pengelolaan budidaya perkebunan dan perluasan lahan pertanian

perkebunan hanya pada hutan yang dapat dikonversi.

Page 46: Rtrw

(5) Kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

c berupa pertanian lahan basah seluas 644 Ha di Kecamatan Oba dan

Kecamatan Oba Selatan;

(6) Rencana pengembangan kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diarahkan pada :

a. Mempertahankan pertanian lahan basah sawah irigasi teknis;

b. Sebagai lahan untuk pencadangan pengembangan hingga pada 20 tahun

mendatang; dan

c. Rehabilitasi kawasan pertanian untuk meningkatkan produksi melalui

peremajaan tanaman pemulihan dan peningkatan kesuburan tanah;

(7) Rencana pengembangan kawasan budidaya peternakan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf d seluas 40 Ha diarahkan di Kelurahan Akelamo Kecamatan

Oba Tengah dan 10 Ha di Kecamatan Tidore Timur.

Bagian Keduapuluh Dua

Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 50

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)

huruf e diarahkan di Kecamatan Oba dan Kecamatan Oba Selatan.

(2) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Pengembangan perikanan tangkap; dan

b. Pengembangan perikanan budidaya.

(3) Pengembangan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

meliputi :

a. Pengembangan perikanan pelagis kecil dan demersal berada di perairan

pantai Selatan, Tenggara, Timur, Timur laut, Utara, Barat laut dan Barat

Pulau Morotai, perairan pantai Tidore dan Ternate dan wilayah perairan

pantai Sanana. Arahan kegiatan penangkapan ikan berada pada wilayah

perairan pantai, maka diarahkan hanya untuk pengembangan aktivitas

perikanan rakyat atau perikanan skala kecil dan menengah;

b. Pengembangan perikanan tangkap dilakukan dengan mendayagunakan

Pelabuhan Pendaratan Ikan di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore Timur;

c. Pembangunan industri perikanan di Gita-Payahe;

d. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai di Gita-Payahe dan Maidi; dan

Page 47: Rtrw

e. Pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan di Desa Oba Kecamatan Oba

Utara.

(4) Pengembangan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

b meliputi :

a. Pengembangan perikanan budidaya laut di Pulau Mare, Pulau Maitara dan

Pulau Sibu;

b. Pengembangan Tambak Udang di perairan selat Halmahera;

c. Pengembangan perikanan air payau dengan memanfaatkan hutan bakau;

d. Pengembangan perikanan darat khususnya di wilayah bagian pulau

Halmahera (Oba dan Oba Selatan); dan

e. Pembangunan kawasan budidaya terpadu mulai dari unit pembenihan,

pembesaran, pasca panen dan industri pendukung di Desa Gita Kecamatan

Oba.

Bagian Keduapuluh Tiga

Kawasan Peruntukan Lahan Cadangan

Pengembangan Kota

Pasal 51

Lahan cadangan pengembangan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat

(2) huruf f diarahkan di Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Oba Utara dan

Kecamatan Oba Selatan.

Bagian Keduapuluh Empat

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 52

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

ayat (2) huruf g terdapat di :

a. Kecamatan Tidore dengan luas 2.595,53 Ha;

b. Kecamatan Tidore Selatan dengan luas 10.718,09 Ha;

c. Kecamatan Tidore Utara dengan luas 2.120,33 Ha;

d. Kecamatan Tidore Timur dengan luas 1.314,72 Ha;

e. Kecamatan Oba Utara dengan luas 134.228,44 Ha,

f. Kecamatan Oba Tengah dengan luas l 62.380,64 Ha,

g. Kecamatan Oba dengan luas 178.666,59 Ha; dan

h. Kecamatan Oba Selatan dengan luas 16.775,75 Ha.

Page 48: Rtrw

(2) Rencana pengembangan terkait dengan pola ruang hutan produksi antara lain:

a. Tingkat penebangan diimbangi dengan reboisasi;

b. Melarang pembalakan liar; dan

c. Penanganan kawasan penyangga.

(3) Kawasan peruntukan hutan produksi, tercantum pada lampiran VIII yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keduapuluh Lima

Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 53

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

ayat (2) huruf h terpusat di Desa Noramaake Kecamatan Oba Tengah.

(2) Pengembangan wilayah usaha pertambangan bijih besi (Mineral Logam) berada

di wilayah Kecamatan Oba Tengah dan Oba Utara seluas 8.500 Ha.

(3) Pengembangan wilayah usaha pertambangan nikel berada di wilayah Kecamatan

Oba, Oba Tengah dan Oba Selatan seluas 14.685 Ha.

(4) Pengembangan wilayah usaha pertambangan pasir besi berada di wilayah

Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan seluas 11.501 Ha.

(5) Pengembangan wilayah usaha pertambangan emas berada di wilayah

Kecamatan Oba Tengah seluas 9.063 Ha,

BAB VI

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KOTA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 54

(1) Penetapan kawasan strategis, meliputi:

a. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan ekonomi;

b. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan lingkungan;

c. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan sosial budaya;

d. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan pertahanan keamanan.

Page 49: Rtrw

(2) Peta kawasan strategis kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum

dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Penetapan dan Rencana Pengembangan Kawasan

Strategis Wilayah Kota

Pasal 55

Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf a, meliputi:

a. Kawasan Perdagangan, Jasa dan Pelabuhan Peti Kemas di Kelurahan

Indonesiana dan Goto di Kecamatan Tidore;

b. Kawasan perdagangan, perkantoran, jasa dan pendidikan tinggi di Kelurahan

Sofifi di Kecamatan Oba Utara;

c. Kawasan Pelabuhan Rakyat Rum, dan Pelabuhan Penyeberangan di Kelurahan

Rum di Kecamatan Tidore Utara; dan

d. Kawasan Industri Agro dan Perikanan Gita – Payahe di Kecamatan Oba.

Pasal 56

Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Kawasan Hutan Lindung Bakau Kelurahan Payahe di Kecamatan Oba;

b. Kawasan Hutan Lindung Bakau Tauno dan Gita Di Kecamatan Oba Tengah dan

Kecamatan Oba;

c. Kawasan Hutan Lindung Bakau Kelurahan Guraping di Kecamatan Oba Utara;

d. Kawasan Lindung Sungai Akebale Kecamatan Oba, Sungai Akeoba Kecamatan

Oba Utara dan Sungai Akelamo Kecamatan Oba Tengah;

e. Kawasan Lindung Sungai Oba, Toniku dan Kaiyasa Di Kecamatan Oba Utara;

f. Kawasan Lindung Taman Nasional Aketajawe - Lolobata di Kecamatan Oba, Oba

Tengah dan Oba Utara.

Pasal 57

Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan sosial budaya

sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf c, meliputi:

a. Kawasan Cagar Budaya di Kelurahan Gurabunga Kecamatan Tidore;

b. Kawasan Konservasi Kadaton Sultan Tidore di Kelurahan Soasio Kecamatan

Tidore;

Page 50: Rtrw

c. kawasan Pantai Akesahu Kelurahan Tosa Kecamatan Tidore Timur dan Pulau

Mare Kecamatan Tidore Selatan.

Pasal 58

Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf d, meliputi:

a. Kawasan aset pertahanan Komando Resort Militer yang berada di Kecamatan

Oba Utara;

b. Kawasan aset pertahanan Komando Distrik Militer 1505 yang berada di

Kelurahan Goto serta fasilitas asrama militer di Kelurahan Dowora;

c. Kawasan aset pertahanan pangkalan angkatan laut di Desa Oba Kecamatan

Oba Utara; dan

d. Kawasan aset keamanan Markas Komando BRIMOB di Kelurahan Guraping

Kecamatan Oba Utara.

BAB VII

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA

Bagian Kesatu

Pasal 59

(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota merupakan upaya perwujudan

rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama penataan

dan/atau pengembangan kota dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima)

tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 (dua puluh) tahun;

(2) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota, meliputi:

a. Indikasi program utama untuk perwujudan rencana struktur ruang wilayah

kota;

b. Indikasi program utama untuk perwujudan rencana pola ruang wilayah kota;

dan

c. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan strategis kota.

(3) Tabel arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

(4) Indikasi program utama lima tahunan menjadi bagian dari Rencana

Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah.

Page 51: Rtrw

Pasal 60

Pelaksanaan indikasi program utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat

(4) harus mempertimbangkan:

a. Daya dukung dan daya tampung lingkungan;

b. Norma, standar, program, dan kegiatan penataan ruang;

c. Koordinasi antar sektor dan lintas wilayah; dan

d. Kerja sama antara Pemerintah dan Swasta

Pasal 61

(1) Sumber pembiayaan pembangunan untuk pelaksanaan indikasi program

pemanfaatan ruang berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan

masyarakat.

(2) Sumber pembiayaan dari pemerintah dapat berupa dana dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(3) Pembiayaan dengan pola Kemitraan Pemerintah Kota dengan masyarakat

termasuk lembaga Donor/Organisasi Diluar Pemerintah/Lembaga Swadaya

Masyarakat.

(4) Pembiayaan yang bersumber dari investasi masyarakat.

Bagian Kedua

Perwujudan Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota

Paragraf 1 Indikasi Program Utama untuk Perwujudan

Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota

Pasal 62

Indikasi program untuk perwujudan rencana struktur ruang wilayah Kota

sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (2) huruf a, meliputi: a. Indikasi program untuk perwujudan pusat pelayanan kegiatan kota; dan

b. Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan prasarana kota.

Page 52: Rtrw

Pasal 63

Indikasi program utama untuk perwujudan pusat pelayanan kegiatan kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, meliputi: a. Perwujudan Pulau Tidore dan Sofifi sebagai pusat pelayanan hirarki I meliputi:

1. Penyediaan sarana administrasi pemerintahan provinsi;

2. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan sarana pendidikan

tingkat perguruan tinggi;

3. Peningkatan sarana kesehatan rumah sakit menjadi tipe B;

4. Peningkatan/pemantapan sarana kesehatan Rumah Sakit Daerah tipe B;

5. Peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan Sofifi menjadi pelabuhan

nasional;

6. Pemantapan fungsi pelabuhan Goto sebagai pelabuhan peti kemas skala

regional;

7. Pemantapan fungsi pasar Sarimalaha sebagai pasar regional;

8. Peningkatan fungsi dan fasilitas terminal Sofifi sebagai terminal tipe b;

9. Peningkatan fungsi terminal Soasio sebagai terminal tipe c dan

subterminal;

10. Peningkatan fungsi pelabuhan pendaratan ikan;

11. Pembangunan pelabuhan pendaratan ikan;

12. Pengembangan industri agro;

13. Pengembangan industri kecil;

14. Pembangunan pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat

kerajinan; dan

15. Pembangunan Gedung Gelanggang Olahraga.

b. Perwujudan Gita-Payahe sebagai pusat pelayanan hirarki II meliputi:

1. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai untuk mendukung industri

perikanan;

2. Pembangunan Tempat Pelelangan Ikan;

3. Pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan yang sekaligus

menjadi tempat pengurusan sertifikat untuk nelayan;

4. Pembentukan kawasan industri agro dan industri pengolahan hasil

perikanan;

5. Penyediaan dan/atau pemantapan sarana pasar dan ruko perdagangan

dan pusat showroom hasil industri agro;

6. Penyediaan sarana kesehatan rumah sakit tipe D;

7. Pengembangan pelabuhan Gita sebagai pelabuhan skala regional dan

penunjang industri; dan

8. Peningkatan dan perbaikan terminal tipe C yang berdekatan dengan

pelabuhan.

Page 53: Rtrw

c. Perwujudan ibukota Kecamatan sebagai pusat pelayanan hirarki III meliputi:

1. Penyediaan/pemantapan sarana kesehatan Puskesmas;

2. Penyediaan/pemantapan sarana pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan

dengan keterampilan khusus untuk menunjang bidang pertanian-

perkebunan, perikanan, industri kecil, menengah, dan pariwisata;

3. Penyediaan/pemantapan sarana perdagangan pasar Kecamatan;

4. Penyediaan/pemantapan sarana ekonomi;

5. Penyediaan/pemantapan sarana dan pelayanan komunikasi dan jasa

pengiriman barang;

6. Pemantapan fungsi pelabuhan Loleo sebagai pelabuhan lokal; dan

7. Pemantapan fungsi pelabuhan Rum dan pelabuhan Sarimalaha sebagai

pelabuhan lokal yang menjadi penunjang Pelabuhan Soasio.

Pasal 64

Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan prasarana kota sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, meliputi:

a. Perwujudan sistem jaringan transportasi;

b. Perwujudan sistem jaringan sumber daya air;

c. Perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan;

d. Perwujudan sistem jaringan telekomunikasi; dan

e. Perwujudan sistem jaringan infrastruktur perkotaan.

Pasal 65

Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan transportasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, meliputi:

a. Pengembangan sistem transportasi darat :

b. Perbaikan ruas jalan keliling Pulau Tidore;

c. peningkatan ruas jalan Gamtufkange – Gurabunga

d. pembangunan ruas jalan Jaya – Bua - Bua;

e. pembangunan ruas jalan Fabaharu – Jambula;

f. peningkatan ruas jalan Dowora – Kalaodi;

g. peningkatan ruas jalan Dowora – Sowom;

h. peningkatan ruas jalan Afa – Sirongo – Bua - Bua;

i. peningkatan ruas jalan Ome – Jaya;

j. perbaikan ruas jalan Soasio - Toseho;

k. Pembangunan ruas jalan Gurabati – Tomalou - Tuguiha;

l. Perbaikan ruas jalan Gubukusuma - Guaepaji;

m. Pembangunan ruas jalan Tomadou – Talaga;

n. Perbaikan ruas jalan Tongolo - Dokiri;

Page 54: Rtrw

o. Pengembangan dan peningkatan ruas jalan Trans Halmahera yaitu ruas jalan

Payahe-Weda, Akelamo-Payahe, Sofifi -Akelamo;

p. peningkatan ruas jalan Garojou Sumahode;

q. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Loleo – Beringin Jaya;

r. peningkatan ruas jalan Payahe - Dehepodo;

s. peningkatan ruas jalan Poros Trans Maidi;

t. Pengembangan dan peningkatan jaringan ruas jalan Lifofa;

u. Pengaturan sistem trayek angkutan umum;

v. Pengembangan sarana angkutan;

w. Penyediaan prasarana sub terminal baru; dan

x. Pembangunan halte.

b. Pengembangan trayek dan jumlah armada angkutan perkotaan dalam kota;

c. Pengembangan sistem transportasi laut, meliputi:

1. Pengembangan pelabuhan Soasio sebagai Pelabuhan Peti Kemas;

2. Pengembangan armada kapal laut untuk melayani trayek tetap dari

Sarimalaha ke Sofifi, Somahode, Paceda, Loleo, Gita, Kususinopa, Maidi,

Wama, Lifofa, dan Nuku;

3. Pengembangan trayek tetap angkutan penyeberangan dari Dowora – Galala;

4. Pengembangan armada kapal laut kapasitas besar dari Pelabuhan Soasio ke

Weda Kabupaten Halmahera Tengah.

Pasal 66

Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, meliputi:

a. Penyusunan Masterplan air minum;

b. Pengadaan studi mengenai Daerah Aliran Sungai;

c. Konservasi kawasan perbukitan dan hutan lindung;

d. Penataan atau penanganan daerah hulu sungai;

e. Penataan, pengaturan dan perlindungan sumber – sumber air baku permukaan

dan sumber air baku tanah;

f. Pengadaan pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan;

g. Peningkatan sistem pengolahan air bersih di masing – masing kawasan;

h. Penataan dan penanganan daerah zona kawasan pelayanan air bersih;

i. Penataan dan pengaturan distribusi sumber – sumber air baku permukaan dan

sumber air tanah;

j. Mencari sumber air baru untuk menambah produksi air bersih PDAM;

k. Pendayagunaan sungai sebagai sumber air;

l. Pengontrolan sistem produksi air bersih di tiap kawasan;

Page 55: Rtrw

m. Penggantian pipa – pipa distribusi lama yang tidak layak;

n. Peningkatan sistem pengelolaan dan pencatatan pembacaan water meter ke

pelanggan

o. Penataan sistem adimnistrasi pengolahan air bersih;

p. Studi potensi air tanah;

q. Pengembangan sumber air baku;

r. Pengembangan jaringan perpipaan; dan

s. Pembangunan jaringan irigasi.

Pasal 67

Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c, meliputi:

a. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pasigau di Desa

Akedotilou Kecamatan Oba Tengah;

b. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Akesahu di

Kelurahan Tosa Kecamatan Tidore Timur;

c. Perluasan jaringan listrik hingga menjangkau daerah daerah yang terisolir;

d. Penambahan kapasitas produksi jaringan listrik;

e. Perawatan jaringan listrik;

f. Pengembangan sumber energi batu bara dekat dengan pelabuhan Rum;

g. Studi pengembangan sumber energi alternatif biofuel dan mikrohidro;

h. Pembangunan sumber energi alternatif biofuel dari tanaman jarak dan kelapa;

dan

i. Pembangunan sumber energi alternatif mikrohidro dengan membuat bendungan

di sungai Payahe.

Pasal 68

Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 64 huruf d, meliputi:

a. Pembangunan Sistem Transmisi Induk tersebar disetiap Kecamatan;

b. Pengembangan jaringan tetap di berbagai lokasi;

c. Perluasan jaringan telepon hingga menjangkau daerah yang terisolir; dan

d. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel.

Pasal 69

Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan Infrastruktur perkotaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf e, meliputi:

Page 56: Rtrw

a. Indikasi program untuk perwujudan sistem drainase, meliputi:

1. Penataan sistem drainase di areal permukiman;

2. Pengembangan sistem penghijauan kota daerah kawasan permukiman dan

sistem resapan;

3. Penataan sistem drainase dan pengecekan berkala terhadap kondisi drainase;

4. Pengendalian sistem aliran buangan air hujan kawasan;

5. Konservasi kawasan perbukitan sungai (hulu sungai) dari masing – masing

das;

6. Penataan kawasan dataran sungai (hilir sungai) melalui normalisasi

penampang sungai;

7. Peraturan terhadap kawasan pesisir sungai melalui konservasi kawasan

pesisir dan penyediaan fasilitas bangunan pesisir pantai untuk pengendalian

pasang surut; dan

8. Pengembangan dan peningkatan jaringan drainase.

d. Indikasi program untuk perwujudan sistem persampahan, meliputi:

1. Penetapan lokasi dan kebutuhan lahan pembuangan akhir sampah sesuai

dengan kriteria;

2. Pengelolaan sampah yang dapat mereduksi timbunan sampah;

3. Pembuatan sempadan kawasan Tempat Pembuangan Akhir;

4. Pembatasan budidaya dan atau permukiman baik yang baru maupun yang

sudah ada di kawasan sempadan Tempat Pembuangan Akhir; dan

5. Pemanfaatan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir sebagai sumber energi

biogas.

e. Indikasi program untuk perwujudan sistem air limbah, meliputi:

1. Pengembangan teknis pengelolaan air limbah domestik dengan sistem

setempat dan sistem terpusat;

2. Sistem pengelolaan setempat diarahkan menjadi sistem komunal sehingga

membantu mengurangi kerusakan lingkungan pada wilayah yang mulai padat

penduduk;

3. Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan dengan jaringan perpipaan

dan Instalasi Pembuangan Air Limbah;

4. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola

air limbah;

5. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola

air limbah; dan

6. Pengendalian dan monitoring dalam pengelolaan air limbah non domestik.

Page 57: Rtrw

Paragraf 2

Indikasi Program untuk Perwujudan Rencana

Pola Ruang Wilayah Kota

Pasal 70

Indikasi program utama untuk perwujudan rencana pola ruang wilayah Kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, meliputi:

a. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan lindung; dan

b. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan budidaya.

Pasal 71

Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan lindung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, meliputi:

a. Indikasi program utama untuk perwujudan Kawasan Penyangga, meliputi:

1. Reboisasi lahan-lahan kritis di kawasan lindung;

2. Penyusunan masterplan kawasan wisata hutan raya;

3. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk hutan lindung;

4. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk daerah resapan air.

b. Indikasi program utama untuk perwujudan Kawasan perlindungan setempat,

meliputi:

1. Delineasi dan pengaturan kawasan sumber air baku;

2. Delineasi dan pemantapan pengaturan kawasan sempadan sungai dan

sempadan pantai;

3. Delineasi dan pemantapan kebijakan pengaturan pembangunan pada daerah

kawasan bencana;

4. Pembuatan jalur evakuasi Tsunami;

5. Pembuatan jalur evakuasi letusan gunung api;

6. Pembuatan evakuasi di lapangan terbuka terpadu; dan

7. Konservasi hutan lindung dan daerah resapan air.

c. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan konservasi melalui

regenerasi kawasan mangrove;

d. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan konservasi kawasan taman

nasional, meliputi:

1. Konservasi terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan rangkaian

habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan, yang

mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting di

dalam hutan lindung Taman Nasional Aketajawe; dan

Page 58: Rtrw

2. Konservasi kawasan permukiman masyarakat adat Tugutil di dalam Taman

Nasional Aketajawe.

e. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan Cagar Budaya, meliputi:

1. Penataan kawasan permukiman bersejarah Gurabunga;

2. Konservasi kawasan dan bangunan peninggalan bersejarah;

3. Pembuatan Peraturan Daerah perlindungan kawasan permukiman

bersejarah; dan

4. Rehabilitasi atau restorasi kawasan permukiman bersejarah.

Pasal 72

Indikasi program untuk perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 70 huruf b, meliputi:

a. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Permukiman, meliputi:

1. Pengembangan dan pemantapan fungsi permukiman transmigrasi eksisting;

2. Studi kelayakan pemanfaatan/alih fungsi dari hutan menjadi permukiman

transmigrasi;

3. Penyediaan open space untuk taman bermain anak;

4. Penyuluhan rumah sehat;

5. Peningkatan sanitasi pada lingkungan perumahan;

6. Peningkatan sarana penerangan pada lingkungan perumahan; dan

7. Penyediaan Taman Bacaan kawasan permukiman.

b. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Pertanian/Perkebunan, meliputi:

1. Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan pala,

kelapa, dan cengkeh;

2. Pengembangan pulau Tidore untuk agropolitan;

3. Pengembangan budidaya perikanan air tawar, payau dan laut; dan

4. Penyediaan prasarana untuk kegiatan perkebunan guna menunjang industri.

c. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Industri, meliputi;

1. Pengembangan kawasan industri pertanian perkebunan dan industri

perikanan;

2. Pengembangan industri skala kecil dan menengah serta industri bersih;

3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan

teknologi yang mendukung kegiatan industri; dan

4. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi kawasan

industri di Desa Sumahode Kecamatan Oba Utara.

Page 59: Rtrw

d. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Pariwisata, meliputi:

1. Pengembangan pariwisata bahari;

2. Pengembangan pariwisata budaya;

3. Pengembangan pariwisata sejarah;

4. Perencanaan pulau Tidore sebagai kawasan wisata;

5. Pembangunan pulau tidore sebagai kawasan wisata dengan melengkapi

sarana seperti pusat salon dan spa, pusat olahraga, taman bermain keluarga,

lapangan golf, dan lainnya;

6. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pariwisata;

7. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan

teknologi yang mendukung kegiatan pariwisata;

8. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk

pengadaan jalur travel;

9. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk

promosi lokasi wisata; dan

10. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi kawasan

pariwisata di Kecamatan Tidore Timur Kelurahan Tosa (Akesahu), Kelurahan

Guraping Kecamatan Oba Utara, Dusun Noramake Kecamatan Oba Tengah.

e. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Komersial, meliputi:

1. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi kawasan pusat

bisnis di Kecamatan Oba Utara , Kecamatan Tidore, dan Kecamatan Tidore

Utara;

2. Pengembangan pusat-pusat perdagangan;

3. Penyediaan fasilitas perekonomian Bank dan lembaga keuangan lain; dan

4. Pengembangan dan pemantapan Usaha Kecil Menengah berbasis pada

potensi unggulan daerah.

f. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan pertambangan, meliputi:

1. Studi potensi kawasan pertambangan; dan

2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan

teknologi yang mendukung kegiatan pertambangan.

Paragraf 3

Indikasi Program untuk Perwujudan Rencana

Kawasan Strategis Wilayah Kota

Pasal 73

Indikasi program untuk perwujudan rencana kawasan strategis wilayah Kota Tidore

Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c, meliputi:

Page 60: Rtrw

(1) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut

kepentingan ekonomi meliputi:

1. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan

Perdagangan Jasa dan Pelabuhan Peti Kemas di Kelurahan Indonesiana dan

Kelurahan Goto di Kecamatan Tidore;

2. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan

perdagangan, perkantoran, jasa dan pendidikan tinggi di Kecamatan Oba

Utara.

(2) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut

kepentingan lingkungan meliputi penyusunan penyusunan Rencana Detail

Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Lindung Bakau di

Kelurahan Guraping Kecamatan Oba Utara.

(3) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut

kepentingan sosial-budaya meliputi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

dan Peraturan Zonasi Kawasan Konservasi Kadaton Sultan Kelurahan Soasio

di Kecamatan Tidore;

(4) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut

kepentingan Pertahanan Kemananan, meliputi penyusunan Rencana Detail

Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Militer di Kecamatan Oba Utara.

Bagian Ketiga

Tahapan Program Pembangunan

Pasal 74

(1) Tahapan pengembangan sampai dengan tahun 2033 dibagi ke dalam 4 tahap,

setiap tahapan program terbagi dalam 5 (lima) tahun, meliputi:

a. Tahap pertama dari tahun 2013 sampai 2018;

b. Tahap kedua dari 2018 sampai 2023;

c. Tahap ketiga dari tahun 2023 sampai 2028; dan

d. Tahap keempat dari tahun 2028 sampai 2033.

(2) Rincian tahapan pelaksanaan program penataan ruang sebagaimana di maksud

pada ayat (1), tercantum dalam tabel arahan pemanfaatan ruang sebagaimana

tercantum dalam Lampiran X yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Page 61: Rtrw

BAB IX

ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 75

Pengendalian pemanfaatan ruang kota dilakukan melalui:

a. Ketentuan umum peraturan zonasi;

b. Ketentuan perizinan;

c. Ketentuan insentif dan disinsentif; dan

d. Ketentuan sanksi.

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Paragraf 1

Umum

Pasal 76

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

huruf a merupakan pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi Kota.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memuat:

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan;

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

c. Ketentuan prasarana dan sarana minimum yang disediakan; dan

d. Ketentuan lain sesuai dengan karakter masing-masing zona.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang.

Paragraf 2

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 77

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76 ayat (3), meliputi:

a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan

Page 62: Rtrw

b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

Pasal 78

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 huruf a,meliputi:

a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung; b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat; dan c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau.

Pasal 79

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a : a. Kegiatan yang dibolehkan, meliputi: usaha untuk menegakkan fungsi hidrologis

hutan lindung; b. Kegiatan yang dibolehkan dengan syarat, meliputi: bangunan yang terkait

langsung dengan pengelolan hutan lindung; dan c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:usaha dan kegiatan bangunan

selain usaha untuk meningkatkan fungsi lindung.

Pasal 80

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b :

a. Kegiatan yang dibolehkan berupa penghijauan untuk melindungi fungsi sungai dan/atau pantai;

b. Kegiatan yang dibolehkan dengan syarat berupa bangunan yang terkait langsung dengan kawasan perlindungan setempat; dan

c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan mencakup kegiatan budidaya berupa bangunan permanen.

Page 63: Rtrw

Pasal 81

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b meliputi: a. Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sumber mata air b. Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sungai

c. Penataan dan pengembangan kawasan sempadan pantai

Pasal 82

Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sumber mata air sebagaimana

dimaksud dalam pasal 81 huruf a bertujuan:

a. Menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas air tidak berkurang;

b. Menetapkan radius pengamanan sekitar sumber mata air sekurang-kurangnya

200 meter dari sumber mata air kecuali bagi bangunan atau kegiatan yang

terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan sumber mata air secara

terkendali serta tidak mengganggu sumber mata air;

c. Mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar sumber mata air; dan

d. Mencegah kegiatan budidaya di sekitar sumber mata air yang dapat

mengganggu fungsi sumber mata air

Pasal 83

Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 81 huruf b bertujuan:

a. Melindungi kawasan sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan

merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta

mengamankan aliran sungai.

b. Melindungi kawasan sungai dilakukan melalui:

1. Pencegahan berkembangnya kegiatan budidaya di sepanjang sungai yang

dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik, dan dasar sungai

serta alirannya;

2. Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sungai;

3. Pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di sempadan

sungai;

4. Pengamanan daerah aliran sungai dari kegiatan terbangun dan

memfungsikan sebagai kawasan lindung; dan

5. Pengaturan kawasan sempadan sungai.

Page 64: Rtrw

c. Menetapkan kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf e adalah:

1. Untuk sungai yang berada di luar kawasan permukiman sekurang-kurangnya

50 m di kiri-kanan sungai bertanggul; dan

2. Untuk sungai yang berada di dalam kawasan permukiman sekurang-

kurangnya 20 m di kiri-kanan sungai tidak bertanggul, dan 3 m di kiri-kanan

sungai bertanggul, serta cukup untuk dibangun jalan inspeksi sungai atau

jalan lingkungan.

Pasal 84

Penataan dan pengembangan kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 81 huruf c bertujuan untuk:

a. Pemanfaatan wisata, kawasan permukiman nelayan, pelabuhan, perikanan,

industri dan komersial;

b. Pengembangan kawasan pantai dilakukan dengan pengaturan Garis Sempadan

Pantai yang merupakan kawasan sepanjang tepi pantai, yang berfungsi

melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi

pantai selebar 100 meter dari pantai (diukur dari garis pantai pada saat titik

pasang tertinggi ke arah darat) yang proporsional dengan bentuk dan kondisi

fisik pantai dengan perkecualian daerah pantai yang digunakan untuk

pertahanan dan keamanan, kepentingan umum, dan permukiman nelayan yang

sudah ada;

c. Perlindungan kawasan Pantai Pulau Mare dijadikan sebagai Kawasan

Konservasi spesifik Endemik lumba-lumba yang perlu dilindungi dan

dilestarikan.

Pasal 85

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf c, meliputi:

a. Kegiatan yang dibolehkan berupa ruang yang disediakan di dalam kota untuk

dijadikan taman;

b. Kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan dengan intensitas tinggi;

dan

c. Bagi kegiatan yang sudah ada diupayakan melalui kegiatan penataan,

pengendalian dan relokasi.

Page 65: Rtrw

Pasal 86

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 huruf b, meliputi:

a. Kawasan Perumahan;

b. Kawasan Perdagangan dan Jasa;

c. Kawasan Perkantoran;

d. Kawasan Industri;

e. Kawasan Pariwisata;

f. Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau;

g. Kawasan Ruang Evakuasi Bencana;

h. Kawasan Pertambangan;

i. Kawasan Peruntukan Ruang Bagi Sektor Informal; dan

j. Kawasan Peruntukan lainnya.

Pasal 87

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perumahan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 huruf a :

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan, yaitu:

a) Perumahan kepadatan rendah, meliputi rumah mewah, real estate, luas

lahan lebih dari 500 m2;

b) Perumahan kepadatan sedang, meliputi rumah menengah dengan luas

lahan antara 120 – 500 m2;

c) Perumahan kepadatan tinggi dengan luas lahan kurang dari 120 m2;

d) Pelayanan kesehatan;

e) Perguruan tinggi;

f) Jasa dan perkantoran; dan

g) Perdagangan eceran.

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat :

a) Kegiatan industri kecil/kerajinan yang tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan;

b) Pergudangan;

c) Pasar tradisional;

d) Perdagangan grosir;

e) Perbengkelan;

f) Terminal, parkir dan prasarana umum.

Page 66: Rtrw

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan : industri menengah, besar dan berat

dengan tingkat pencemaran sedang hingga tinggi serta industri yang

menggunakan air baku.

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi:

1. Perumahan kepadatan tinggi

a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;

b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;

c) Koefisien Dasar Hijau minimum 20%;

d) Koefisien Lantai Bangunan maksimum 0,6 dari luas tanah;

e) Tinggi bangunan maksimum 2 lantai; dan

f) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu

meter jika lebar Ruang Milik Jalan lebih dari 8 m.

2. Perumahan kepadatan sedang

a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 60%;

b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 60%;

c) Koefisien Dasar Hijau minimum 40%;

d) Koefisien Lantai Bangunan maksimum 0,6 dari luas tanah;

e) Tinggi bangunan maksimum 4 lantai.

3. Perumahan kepadatan rendah

a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 40%;

b) Kepadatan bangunan 50 rumah/ha;

c) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 40%;

d) Koefisien Dasar Hijau 52%;

e) Koefisien Lantai Bangunan maksimum 0,6 dari luas tanah;

f) Tinggi bangunan maksimum 4 lantai.

c. Pengaturan yang ditetapkan untuk pengembangan kawasan permukiman dan

perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1) adalah:

1. Mendukung dan menyediakan pemenuhan rumah tinggal sesuai dengan

kebutuhan, baik kebutuhan rumah besar, rumah menengah, dan rumah

kecil;

2. Mengupayakan peningkatan dan pemugaran perumahan yang kondisinya

kurang layak dengan program perbaikan perumahan dengan menyertakan

sumber dana masyarakat yang ada;

3. Menyediakan lokasi evakuasi penduduk apabila bencana alam terjadi;

4. Penataan dan perbaikan kembali lingkungan hidup kawasan permukiman

yang sudah tumbuh secara alami, seperti penataan dan revitalisasi

lingkungan, pengadaan jalan lingkungan, dan pengadaan sarana prasarana

permukiman;

Page 67: Rtrw

5. Penyediaan sarana prasarana permukiman yang sesuai dengan kebutuhan

hidup penduduk setempat;

6. Mengembangkan permukiman dengan konsep memiliki taman, ruang

terbuka, dan penghijauan yang cukup.

d. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan lindung rawan gempa, rawan banjir lahar dan sempadan sesar aktif

adalah:

1. Bangunan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebagai

bangunan tahan gempa;

2. Memiliki ketinggian tidak lebih dari dua lantai atau setinggi kurang lebih 12

(dua belas) meter diukur dari permukaan tanah hingga titik tertinggi atap;

3. Lokasi permukiman harus memiliki akses yang cukup baik terhadap ruang

terbuka sebagai lokasi titik evakuasi darurat apabila gempa terjadi;

4. Pengembangan permukiman di kawasan lindung rawan banjir lahar harus

memperhatikan batasan kerawanan banjir lahar terhadap sungai;

5. Permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.

e. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan lindung sempadan mata air, sempadan sungai dan sempadan pantai

adalah:

1. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung mata air harus

menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan mata

air;

2. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung sungai harus

menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan sungai

atau daerah aliran sungai;

3. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung pantai harus

menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan pantai;

4. Permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.

f. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah adalah:

1. Pengembangan permukiman di kawasan lindung cagar budaya dilakukan

dengan pengawasan ketat yang berarti bahwa laju pertumbuhan permukiman

dikontrol, dibatasi, dan harus sesuai dengan fungsi kawasan sebagai

kawasan cagar budaya;

2. Pertumbuhan bangunan rumah baru mengikuti guideline pengembangan

kawasan wisata dan cagar budaya setempat.

Page 68: Rtrw

g. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan transmigrasi adalah:

1. Luas total persil tanah yang terdiri dari pekarangan dan bangunan pada

kawasan transmigrasi luas 300-500 m2 dengan ketinggian maksimal 2 lantai

(12 meter);

2. Kawasan transmigrasi yang telah ada dapat berkembang menjadi kota

mandiri dengan perijinan dari walikota; dan

3. Pengembangan untuk area cadangan permukiman transmigrasi dengan

memanfaatkan hutan harus melalui studi kelayakan terlebih dahulu dan

mendapatkan ijin dari Walikota.

Pasal 88

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf b :

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan :

a) Kawasan yang dikembangkan untuk kegiatan komersial dan jasa;

b) Pertokoan, kawasan pertokoan, jasa komersial dan kegiatan bisnis

lainnya.

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat : permukiman dengan syarat

syarat tertentu.

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan :

a) Kegiatan industri;

b) Kegiatan lainnya yang tidak berhubungan dengan kegiatan komersial dan

jasa.

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :

1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;

3. Koefisien Dasar Hijau 20%;

4. Koefisien Lantai Bangunan diatas 5 lantai dengan persyaratan tertentu;

5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter

jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Page 69: Rtrw

Pasal 89

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam 86 huruf c :

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan : kegiatan yang dialokasikan untuk kegiatan

perkantoran swasta dan/ atau pemerintah;

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat : kegiatan jasa lain yang tidak

menimbulkan gangguan, permukiman menegah dan/ atau atas, kegiatan

komersil; dan

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan : kegiatan industri dan kegiatan lainya

yang tidak berhubungan dengan fungsi utama.

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :

1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 60%;

2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 60%;

3. Koefisien Dasar Hijau 30%;

4. Ketinggian bangunan diatas 5 lantai dengan persyaratan tertentu;

5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter

jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Pasal 90

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d :

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan :

a) Bangunan industri, pergudangan;

b) Perkantoran untuk kegiatan industri;

c) Fungsi-fungsi lain dapat dikembangkan didalam kawasan khususnya

yang menjadi pendukung kegiatan industri yaitu, sarana penunjang

kawasan industri, komersial skala terbatas, permukiman khusus

karyawan, pergudangan.

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat :

a) Perumahan;

b) Komersial.

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan :kegiatan lain diluar kepentingan

kegiatan industri.

Page 70: Rtrw

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:.

1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;

3. Koefisien Dasar Hijau 82%; dan

4. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter

jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Pasal 91

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf e, meliputi:

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan:

a) Atraksi wisata;

b) Bangunan pendukung kegiatan wisata;

c) Kegiatan komersial pendukung fungsi wisata, kegiatan jasa pariwisata;

d) Ruang terbuka.

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat:perdagangan dan jasa secara

terbatas;

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan:kegiatan diluar kepentingan kegiatan

wisata.

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :

1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 20%;

2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 40%;

3. Koefisien Dasar Hijau 82%; dan

4. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter

jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Pasal 92

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka non hijau sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 huruf f, meliputi ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, dan yang tidak diperbolehkan:

a. Kegiatan yang diperbolehkan:

1. Kegiatan yang berkaitan dengan air : kegiatan nelayan, kegiatan transportasi

air, kegiatan pariwisata air;

2. Ruang terbuka;

Page 71: Rtrw

3. Kegiatan yang tidak mengganggu fungsi perairan.

b. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu: tidak diperbolehkan melakukan

pembangunan apapun di kawasan ruang terbuka non-hijau.

Pasal 93

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 huruf g :

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan:

a) Fasilitas umum;

b) Ruang terbuka;

c) Kegiatan yang tidak mengganggu fungsi evakuasi.

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu :perdagangan dan jasa

secara terbatas;

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan : kegiatan dengan intensitas tinggi.

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :

1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;

3. Koefisien Dasar Hijau 20%;

4. Koefesien lantai bangunan dua lantai;

5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter

jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Pasal 94

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 huruf h :

a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan:

a) Bangunan pertambangan, pergudangan;

b) Perkantoran untuk kegiatan pertambangan;

c) Fungsi-fungsi lain dapat dikembangkan didalam kawasan khususnya yang

menjadi pendukung kegiatan pertambangan yaitu, sarana penunjang

kawasan pertambangan, permukiman khusus karyawan,

perkantoran/pergudangan.

Page 72: Rtrw

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi bangunan aset

pertambangan;

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi kegiatan lain diluar kepentingan

kegiatan pertambangan.

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi Garis Sempadan Bangunan

setengah ruang milik jalan ditambah lima meter jika lebar ruang milik jalan

lebih dari 8 meter.

Pasal 95

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi sektor informal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf I :

c. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang

tidak diperbolehkan :

1. Kegiatan yang diperbolehkan :

a) Kegiatan-kegiatan perdagangan dan jasa skala kecil yaitu : kegiatan

perdagangan dan jasa;

b) Fasilitas umum;

c) Ruang terbuka.

2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu : kegiatan perdagangan

dan jasa skala menegah;

3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan perdagangan skala

besar, kegiatan industri dan kegiatan lainnya yang tidak berkaitan dengan

kegiatan informal.

d. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;

3. Koefisien Dasar Hijau 20%;

4. Koefesien lantai bangunan satu lantai; dan

5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter

jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Pasal 96

Ketentuan umum peraturan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 86 huruf j :

a. Kawasan pertanian dan perkebunan

1. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan :

Page 73: Rtrw

a) Kegiatan yang diperbolehkan :

1) Kegiatan pertanian dan perkebunan;

2) Bangunan pendukung kegiatan pertanian dan perkebunan;

3) Perumahan kepadatan rendah;

4) Ruang terbuka hijau.

b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu : perumahan kepadatan

sedang; dan

c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan diluar kepentingan

kegiatan pertanian dan perkebunan.

2. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :

a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 10%;

b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 20%;

c) Koefisien Dasar Hijau 82%; dan

d) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu

meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

b. Kawasan pelayanan umum

1. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan:

a) Kegiatan yang diperbolehkan:

1) Kegiatan pelayanan sesuai dengan peruntukannya;

2) Bangunan pendukung fungsi utama;

3) Kegiatan komersial pendukung fungsi wisata dan kegiatan jasa

pariwisata;

4) Ruang terbuka.

b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat,yaitu : kegiatan lain yang tidak

berhubungan dengan kegiatan utama;

c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan diluar kepentingan

kegiatan pelayanan.

2. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 60%;

b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;

c) Koefisien Dasar Hijau 20%; dan

d) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu

meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

c. Kawasan Pelabuhan

1. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan:

a) Kegiatan yang diperbolehkan:

Page 74: Rtrw

1) Kegiatan pelabuhan;

2) Bangunan pendukung fungsi pelabuhan;

3) Ruang terbuka;

b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu : kegiatan komersial

pendukung fungsi pelabuhan dengan skala terbatas; dan

c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan diluar kepentingan

kegiatan pelabuhan.

2. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;

b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;

c) Koefisien Dasar Hijau 20%;

d) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu

meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

d. Kawasan Pertahanan Kemanan

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertahanan dan keamanan:

1. Dibolehkan kegiatan pemanfatan ruang yang dapat mendukung fungsi

kawasan pertahanan dan keamanan;

2. Pembatasan kegiatan di dalam dan/atau disekitar kawasan pertahanan dan

keamanan yang dapat mengganggu fungsi kawasan;

3. Pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu dan/atau merubah fungsi

kawasan.

Bagian Ketiga

Arahan Perizinan

Pasal 97

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh izin pemanfaatan

ruang.

(2) Pemberian izin bertujuan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan

fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

(3) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara adil

dan transparan.

Pasal 98

(1) Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh instansi,

badan/dinas sesuai dengan kewenangannya.

Page 75: Rtrw

(2) Izin pemanfaatan ruang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk

dengan mengacu pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Pasal 99

(1) Jenis perizinan pemanfaatan ruang terdiri dari izin prinsip, izin lokasi, izin

perencanaan tapak dan izin mendirikan bangunan.

(2) Izin prinsip adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk kegiatan atas

tanah/lahan yang sudah dikuasai atau dimiliki dengan luas tanah/lahan di

atas 5.000 m² dan/atau berdampak penting terhadap lingkungan dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang kota;

b. Kelayakan lingkungan hidup;

c. Dukungan strategis sarana dan prasarana;

d. Pertimbangan jangka panjang pengembangan kota;

e. Kelayakan usaha.

(3) Izin lokasi sekaligus berlaku sebagai izin prinsip bagi pemohon yang belum

menguasai atau memiliki tanah/lahan untuk kegiatan dengan luas diatas 5.000

m² (lima ribu meter persegi) dengan mempertimbangkan permasalahan

penguasaan tanah di lokasi yang diajukan.

(4) Izin perencanaan tapak adalah izin rencana tata letak peruntukan dalam satu

luasan lahan beserta rencana fasilitas pendukungnya.

(5) Izin mendirikan bangunan adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan

oleh walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(6) Setelah izin prinsip atau izin lokasi disetujui, pemohon tidak diperbolehkan

melakukan kegiatan fisik sebelum melengkapi persyaratan standar teknis dan

kajian dampak lingkungan serta mengajukan perijinan selanjutnya sesuai

dengan jenis kegiatan yang diajukan pada dinas atau instansi teknis yang

terkait.

(7) Izin prinsip berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang satu kali.

(8) Tata cara memperoleh izin lokasi dan atau izin prinsip diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Walikota.

Page 76: Rtrw

Bagian Keempat

Arahan Insentif dan Disinsentif

Pasal 100

(1) Kebijakan insentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk memberikan

rangsangan terhadap kegiatan yang berada di kawasan pengembangan tertentu.

(2) Kebijakan disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk menegakkan

kebijakan tata ruang, pemerataan dan keseimbangan kawasan budidaya dan

non budidaya, struktur ruang dan garis–garis sempadan.

(3) Dalam pelaksanaan kebijakan insentif dan disinsentif, tidak mengurangi dan

menghapuskan hak penduduk sebagai warga negara dan tetap menghormati

hak masyarakat yang melekat pada ruang.

(4) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, dikembangkan kebijakan insentif dan

disinsentif pemanfaatan ruang yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

(5) Penyusunan pengaturan, persyaratan teknis dan kebijakan insentif dan

disinsentif bagi pemanfaatan ruang dilakukan oleh instansi teknis yang

berwenang dengan berkonsultasi kepada instansi terkait.

(6) Mekanisme / kompensasi nilai kerugian, pajak tambahan dan bentuk insentif

dan disinsentif ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Bagian Keenam

Kelembagaan dan Pembiayaan

Pasal 101

(1). Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan

kerjasama antar sektor/antardaerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

(2). Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Walikota.

(3). Pembangunan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota melalui instansi terkait

dan/atau BUMD di lingkungan Kota sesuai dengan kewenangan dan fungsi masing-masing lembaga/badan dengan melibatkan swasta dan masyarakat.

Page 77: Rtrw

(4). Pembiayaan pembangunan Kota ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

(5). Instansi dan penanggung jawab pelaksanaan pembangunan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran X indikasi program yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

BAB X

PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu

Hak Masyarakat

Pasal 102

Setiap orang dan/atau badan berhak :

a. Menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat

penataan ruang;

b. Memperoleh informasi mengenai rencana tata ruang secara cepat dan mudah;

c. Berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang;

d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai

akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tata ruang

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Kedua

Kewajiban Masyarakat

Pasal 103

Setiap orang dan/atau badan berkewajiban untuk:

a. Memelihara kualitas ruang;

b. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

c. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang

berwenang;

d. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan

ruang; dan

e. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Page 78: Rtrw

Bagian Ketiga

Peran Masyarakat

Pasal 104

Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kota dapat

berbentuk:

a. Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan

dicapai;

b. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk

bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, perencanaan tata ruang

kawasan;

c. Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang wilayah kota;

d. Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan

strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota;

e. Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang wilayah kota;

f. Kerja sama dalam penelitian dan pengembangan dan / atau bantuan tenaga

ahli.

Pasal 105

Peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah kota dapat berbentuk:

a. Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan

perundang-undangan, agama, adat dan kebiasaan yang berlaku;

b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan

pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan perdesaan;

c. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang

telah ditetapkan;

d. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya

untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;

e. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang

wilayah;

f. Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan / atau

kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi

lingkungan.

Pasal 106

Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota dapat

berbentuk:

a. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah kota, termasuk pemberian

informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang;

Page 79: Rtrw

b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan

ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Pasal 107

Tata cara pelaksanaan peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106 diselenggarakan sebagai

berikut:

a. Tata cara peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah Kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 dilaksanakan dengan pemberian

saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap

informasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah;

b. Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan atau

masukan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara lisan atau

tertulis yang di atur dengan Peraturan Walikota;

c. Tata cara peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Kota dan dalam

penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 108 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

d. Pelaksanaan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 huruf

b dikoordinasi oleh Walikota termasuk pengaturannya pada tingkat kecamatan

sampai dengan kelurahan/desa di atur dengan Peraturan Walikota;

e. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 107 huruf c dilakukan

secara tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

f. Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota dan

kawasan di kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 disampaikan secara

lisan atau tertulis dari mulai tingkat kelurahan/desa ke kecamatan kepada

Walikota dan pejabat yang berwenang.

BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 108

Setiap orang atau badan yang melanggar peraturan daerah ini diberikan sanksi

administratif berupa :

a. Peringatan tertulis;

Page 80: Rtrw

b. Penghentian kegiatan sementara;

c. Penghentian sementara pelayanan umum;

d. Penutupan lokasi;

e. Pencabutan izin;

f. Pembatalan izin;

g. Pembongkaran bangunan;

h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau

i. Denda administratif.

BAB XI

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 109

(1). Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri

sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2). Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;

b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan

peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang; d. Melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan

tindak pidana dalam bidang penataan ruang;

e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap

bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana dalam bidang penataan ruang.

(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.

Page 81: Rtrw

(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik

Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat

penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.

(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 110

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 79, Pasal 80, Pasal

81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85 Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96 dan Pasal 97

diancam dengan kurungan pidana paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling tinggi 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(3) Hasil penerimaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke

rekening Kas Umum Daerah.

Pasal 111

(1). Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan huruf b yang

mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

(2). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(3). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Page 82: Rtrw

Pasal 112

(1). Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda

paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(4). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima

belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 113

Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 114

Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan

perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 115

(1). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai

dengan rencana tata ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 83: Rtrw

(2). Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai

pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Pasal 116

(1). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113 dilakukan oleh suatu badan, selain pidana penjara

dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113.

(2). Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a. Pencabutan izin usaha; dan/atau

b. Pencabutan status badan hukum.

Pasal 117

(1). Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 110, Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.

(2). Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 118

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota Tidore

Kepulauan Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Tidore Kepulauan tahun 2005 – 2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 119

Berkaitan dengan batas wilayah administrasi Kota Tidore kepulauan, maka akan

ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.

Page 84: Rtrw

Pasal 120

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan

Ditetapkandi Tidore Kepulauan

pada tanggal 28 Oktober 2013

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ttd

ACHMAD MAHIFA

Diundangkan di Tidore Kepulauan

pada tanggal 28 Oktober 2013

SEKRETARIS DAERAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN,

ttd

ANSAR HUSEN

LEMBARAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAAN TAHUN 2013 NOMOR 160

Page 85: Rtrw

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR 25 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

I. UMUM

Pemanfaatan sumberdaya alam dan ruang yang tidak terkendali sebagai

akibat meningkatnya perkembangan wilayah, dapat menyebabkan kerusakan

fungsi lingkungan dan penurunan daya dukung wilayah. Oleh karena itu

dalam pemanfaatan sumber daya alam memerlukan pendekatan yang

komprehensif dan terpadu, dengan tetap menekankan pada aspek keserasian

lingkungan. Penataan ruang terdiri dari siklus perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang adalah salah satu

bentuk intervensi pembangunan, yang diarahkan untuk mewujudkan ruang

yang aman, nyaman,dan produktif.

Dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa

setiap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki wewenang untuk

menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berfungsi

untuk pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis

kabupaten/kota. Wewenang tersebut meliputi perencanaan tata ruang wilayah

kabupaten/kota; pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Acuan yang

digunakan untuk menyusun RTRW Kota Tidore Kepulauan selain Undang-

Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor

17/PRT/M/2009 Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

Page 86: Rtrw

Isi pokok dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan ini

meliputi rencana pola ruang dan rencana struktur ruang wilayah Kota Tidore Kepulauan yang kemudian dijabarkan dalam indikasi program pelaksanaan

pembangunan. Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Tidore Kepulauan Tahun 2013-2033 mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tidore Kepulauan berdasarkan Keputusan DPRD Nomor:

170/14/02/2013 tentang Persetujuan 9 (Sembilan) Buah Rancangan Peraturan Daerah tanggal 15 Juli untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup Jelas

Pasal 2

Cukup Jelas

Pasal 3 Cukup Jelas

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5 Kota bahari dimaksudkan sebagai kota yang mempertimbangkan aspek-

aspek kelautan dalam pembangunan kota.

Pasal 6

Cukup Jelas

Pasal 7 Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Moda adalah alat transportasi yang digunakan sebagai sarana

penghubung/perpindahan

Page 87: Rtrw

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6)

Cukup Jelas

Ayat (7)

Cukup Jelas

Ayat (8)

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

Pasal 9

Cukup Jelas Pasal 10

Cukup Jelas

Pasal 11

Cukup Jelas

Pasal 12 Cukup Jelas

Pasal 13

Cukup Jelas

Pasal 14 Cukup Jelas

Page 88: Rtrw

Pasal 15

Cukup Jelas

Pasal 16

Cukup Jelas

Pasal 17 Cukup Jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup Jelas Ayat (2)

Huruf (c) Untuk cadangan sumber air baku diupayakan adanya sumur-sumur resapan/ bipori dimaksudkan untuk menampung

resapan air dari curah hujan, dan genangan air Pasal 18

Pasal 19

Cukup Jelas

Pasal 20

Cukup Jelas Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22 Huruf a

Sistem persampahan on-site adalah sistem persampahan di mana sampah dikelola pada lokasi di mana sampah dihasilkan tanpa diangkut ke lokasi

lain.

Huruf b

Sistem persampahan off-site adalah sistem persampahan di mana sampah dikelola dengan cara dikumpulkan pada suatu tempat penampungan yang

terpusat.

Page 89: Rtrw

Huruf c

Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media

lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Huruf d

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disebut TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,

penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah. Huruf e

Cukup Jelas

Huruf f Pengelolaan persampahan dengan menggunakan sistem 3 R terdiri dari Reuse, Reduce dan Recycle. Reuse berarti menggunakan kembali

sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu

yang mengakibatkan sampah. Dan Recycle berarti mengolah kembali

(daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang

bermanfaat.

Huruf g

Cukup Jelas

Pasal 23

Cukup Jelas Pasal 24

Cukup Jelas

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26 Cukup Jelas

Pasal 27

Cukup Jelas

Page 90: Rtrw

Pasal 28

Cukup Jelas

Pasal 29

Cukup Jelas

Pasal 30 Cukup Jelas

Pasal 31

Cukup Jelas

Pasal 32 Ayat (1)

Huruf a Yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau privat, adalah Ruang

Terbuka Hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang

ditanami tumbuhan.

Huruf a

Yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau publik, adalah Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah

yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Pasal 33 Cukup Jelas

Page 91: Rtrw

Pasal 34

Cukup Jelas

Pasal 35

Cukup Jelas

Pasal 36 Cukup Jelas

Pasal 37

Cukup Jelas

Pasal 38

Cukup Jelas

Pasal 39

Cukup Jelas

Pasal 40

Cukup Jelas

Pasal 41

Cukup Jelas

Pasal 42

Cukup Jelas

Pasal 43

Cukup Jelas

Pasal 44

Cukup Jelas

Pasal 45

Cukup Jelas

Page 92: Rtrw

Pasal 46

Cukup Jelas

Pasal 47

Cukup Jelas

Pasal 48 Cukup Jelas

Pasal 49

Cukup Jelas

Pasal 50

Cukup Jelas

Pasal 51

Cukup Jelas

Pasal 52

Cukup Jelas

Pasal 53

Cukup Jelas

Pasal 54

Cukup Jelas

Pasal 55

Cukup Jelas

Pasal 56

Cukup Jelas Pasal 57

Cukup Jelas

Page 93: Rtrw

Pasal 58

Cukup Jelas

Pasal 59

Ayat (1)

Indikasi program utama menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang

wilayah kota yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 60

Cukup Jelas

Pasal 61

Cukup Jelas

Pasal 62

Cukup Jelas

Pasal 63 Cukup Jelas

Pasal 64

Cukup Jelas

Pasal 65 Cukup Jelas

Page 94: Rtrw

Pasal 66

Cukup Jelas

Pasal 67

Cukup Jelas

Pasal 68

Cukup Jelas

Pasal 69

Cukup Jelas Pasal 71

Huruf a Deliniasi adalah seleksi visual dan pembedaan wujud gambaran pada

berbagaidata keadaan lapangan dan/atau penarikan garis batas sementara suatuwilayah atau negara di atas peta.

Huruf b

Cukup Jelas

Huruf c

Cukup Jelas

Huruf d

Cukup Jelas

Huruf e

Cukup Jelas

Pasal 70

Cukup Jelas

Pasal 72

Cukup Jelas

Page 95: Rtrw

Pasal 73

Cukup Jelas

Pasal 74

Cukup Jelas

Pasal 75 Cukup Jelas

Pasal 76

Cukup Jelas

Pasal 77 Cukup Jelas

Pasal 78

Cukup Jelas

Pasal 79 Cukup Jelas

Pasal 80

Cukup Jelas

Pasal 81

Cukup Jelas Pasal 82

Cukup Jelas

Pasal 83

Cukup Jelas Pasal 84

Cukup Jelas

Page 96: Rtrw

Pasal 85

Cukup Jelas

Pasal 86

Cukup Jelas

Pasal 87 Cukup Jelas

Pasal 88

Cukup Jelas

Pasal 89 Cukup Jelas

Pasal 90

Cukup Jelas

Pasal 91 Cukup Jelas

Pasal 92

Cukup Jelas

Pasal 93

Cukup Jelas Pasal 94

Cukup Jelas

Pasal 95

Cukup Jelas

Pasal 96

Cukup Jelas

Page 97: Rtrw

Pasal 97

Cukup Jelas

Pasal 98

Cukup Jelas

Pasal 99

Cukup Jelas

Pasal 100

Cukup Jelas

Pasal 101

Cukup Jelas

Pasal 102

Cukup Jelas

Pasal 103

Cukup Jelas

Pasal 104

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Pemerintah perlu mengumumkan akan disusunnya Rencana Tata Ruang wilayah Kota dalam rangka mengembangkan wilayah Kota yang bersangkutan. Dalam mengembangkan wilayah dimaksud, perlu

ditentukan arah pengembangan yang akan dicapai. Untuk itu, diperlukan saran, pertimbangan atau pendapat dari masyarakat. Anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan saran,

pertimbangan, atau pendapat dimaksud adalah orang-seorang, kelompok orang, dan badan hukum yang berwawasan Nasional.

Dengan memperhatikan saran, pertimbangan atau pendapat masyarakat, Pemerintah menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai.

Page 98: Rtrw

Pasal 105

Cukup Jelas

Pasal 106

Cukup Jelas

Pasal 107 Cukup Jelas

Pasal 108

Cukup Jelas

Pasal 109 Cukup Jelas

Pasal 110

Cukup Jelas

Pasal 111

Cukup Jelas

Pasal 112

Cukup Jelas

Pasal 113

Cukup Jelas

Pasal 114

Cukup Jelas

Pasal 115

Cukup Jelas

Pasal 116

Cukup Jelas

Page 99: Rtrw

Pasal 117

Cukup Jelas

Pasal 118

Cukup Jelas

Pasal 119

Cukup Jelas

Pasal 120

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 NOMOR 129

Page 100: Rtrw

PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TAHUN 2013 - 2033

Page 101: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

i

KATA PENGANTAR

Laporan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2013-2033,

merupakan hasil akhir dari serangkaian proses pelaporan studi perencanaan

wilayah.

Laporan yang akan diajukan sebagai referensi penyusunan Perda tentang Tata

Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan, khususnya bagi pengaturan tata ruang di

Kota Tidore Kepulauan ini merupakan penyempurnaan (revisi) dari Laporan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan sebelumnya.

Diharapkan pengalaman empiris kolaborasi ini dapat menjadi media

pembelajaran bersama bagi kedua belah pihak, serta kami ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang terkait dalam proses studi ini dan juga diharapkan

laporan ini dapat bermanfaat bagi kemajuan wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Tidore, 28 Oktober 2013

Tim Penyusun

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kota Tidore Kepulauan

Page 102: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar isi ii

Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Peta ix

BAB I PENDAHULUAN I

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran 2

1.2.1 Maksud dan Tujuan 2

1.2.2 Sasaran Perencanaan 3

1.3 Ruang Lingkup RTRW 3

1.3.1 Lingkup Materi RTRW Kota Tidore Kepulauan 3

1.3.2 Lingkup Wilayah RTRW Kota Tidore Kepulauan 4

1.4 Ketentuan Umum 5

1.4.1 Beberapa Pengertian Tentang Rencana Tata Ruang 5

1.4.2 Kedudukan dan Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah 8

1.4.3 Metode Pendekatan 9

1.4.3.1 Persiapan 9

1.4.3.2 Tahapan Review 10

1.4.3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data / Informasi 10

1.4.3.4 Analisis Makro Pengembangan Kota 12

1.4.3.5 Analisis Internal Pengembangan Kota 12

1.4.3.6 Perumusan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kota 17

1.4.3.7 Rumusan Rencana Struktur Ruang Kota 19

1.4.3.8 Rumusan Rencana Pola Ruang Kota 20

1.4.3.9 Penetapan Kawasan Strategis 25

1.4.3.10 Arahan Pemanfaatan Ruang 28

1.4.3.11 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang 29

1.4.3.12 Ketentuan Perizinan 30

1.4.3.13 Ketentuan Insentif dan Disinsentif 31

1.4.3.14 Arahan Sanksi 32

1.5 Dasar Hukum Perencanaan 35

1.6 Isu Perencanaan dan Permasalahan 36

1.7 Sistematika Penyajian 40

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN II

2.1 Sumber Daya Alam 1

2.1.1 Letak Geografis, Luas Wilayah dan Batas Wilayah Administrasi 1

Page 103: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

iii

2.1.2 Geomorfologi 4

2.1.3 Kondisi Geologi 5

2.1.3.1 Satuan Batuan 5

2.1.3.2 Struktur Geologi 6

2.1.4 Iklim 7

2.1.5 Tanah 7

2.1.5.1 Penggunaan Lahan 11

2.1.5.2 Kemampuan Lahan 13

2.1.6 Curah Hujan 16

2.1.7 Hidrologi 17

2.1.8 Sumber Daya mineral 20

2.1.9 Sumber Daya Energi 21

2.1.10 Sumber Daya Pertanian 21

2.1.11 Sumberdaya Kehutanan 22

2.1.12 Sumber Daya Perikanan 24

2.1.13 Sumber Daya Peternakan 27

2.1.14 Aspek Lingkungan 30

2.1.14.1 Aspek Lingkungan Darat 30

2.1.14.2 Aspek Lingkungan Laut 30

2.2 Kependudukan dan Sosial Budaya 33

2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk 33

2.2.2 Pertumbuhan Penduduk 37

2.2.3 Penduduk Menurut Karakteristiknya 39

2.2.3.1 Penduduk Menurut Struktur Usia 39

2.2.3.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin 40

2.2.3.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendapatan 40

2.2.3.4 Penduduk Menurut Mata Pencaharian 41

2.2.3.5 Penduduk Menurut Pendidikan 41

2.2.3.6 Penduduk Menurut Tingkat Kesehatan 41

2.2.3.7 Penduduk Menurut Agama 42

2.2.3.8 Ketenagakerjaan 42

2.2.3.9 Adat Istiadat 43

2.3 Perekonomian Daerah 43

2.3.1 Ekonomi Regional 43

2.3.2 Tingkat Pendapatan Perkapita 46

2.4 Prasarana dan Sarana Wilayah 47

2.4.1 Transportasi 47

2.4.1.1 Transportasi Darat 47

2.4.1.2 Transportasi Laut 49

2.4.1.3 Transportasi Udara 50

2.4.2 Sosial 50

2.4.2.1 Pendidikan 50

2.4.2.2 Kesehatan 52

2.4.2.3 Peribadatan 52

Page 104: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

iv

2.4.3 Telekomunikasi 53

2.4.4 Listrik 53

2.4.5 Air Bersih 54

2.4.6 Perdagangan dan Jasa 55

2.4.7 Persampahan 57

2.4.8 Ruang Terbuka Hijau 57

BAB III ANALISIS KONDISI DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN

III

3.1 Analisis Sumber Daya Alam 1

3.1.1 Peruntukan Lahan 1

3.1.2 Konflik Pemanfaatan Lahan 3

3.1.3 Analisis Daya Dukung Lingkungan 4

3.1.3.1 Lahan Kritis 7

3.1.3.2 Analisis Rawan Bencana 7

3.2 Analisis Kependudukan, Sosial dan Budaya 10

3.2.1 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk 10

3.2.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk 12

3.2.3 Struktur Penduduk dan Rasio Ketergantungan 17

3.2.4 Kualitas Penduduk 18

3.2.4.1 Menurut Tingkat Pendidikan 18

3.2.4.2 Ketenagakerjaan 18

3.2.4.3 Kesejahteraan Penduduk 20

3.3 Analisis Perekonomian 21

3.3.1 Analisis Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan wilayah 21

3.3.2 Analisis Basis Ekonomi Wilayah dan Sektor Unggulan 22

3.3.2.1 Analisis LQ 22

3.3.2.2 Analisis Shift-share 24

3.3.3 Analisis Distribusi Pendapatan 25

3.4 Analisis Prasarana dan Sarana Wilayah 26

3.4.1 Sarana Pemerintahan 26

3.4.2 Pendidikan 28

3.4.3 Kesehatan 30

3.4.4 Perdagangan dan Jasa 32

3.4.5 Sarana Kebudayaan, Ruang Terbuka, Rekreasi dan Olahraga 35

3.4.6 Pariwisata 38

3.4.7 Transportasi 40

3.4.8 Sarana Peribadatan 43

3.4.9 Telekomunikasi 44

3.4.10 Listrik 44

3.4.11 Air Bersih 45

3.4.12 Air Limbah 47

3.4.13 Persampahan 47

Page 105: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

v

3.5 Analisis Sistem Permukiman dan Struktur Ruang 48

3.5.1 Analisis Permukiman 48

3.5.2 Analisis Struktur Ruang 50

3.5.2.1 Analisis Indeks Sentralitas 51

3.5.2.2 Analisis Interaksi Wilayah 55

3.6 Analisis Pembiayaan Pembangunan 59

3.7 Analisis Kelembagaan 61

BAB IV KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN

IV

4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1

4.1.1 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1

4.1.2 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1

4.1.3 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan 2

4.2 Kebijakan Pengembangan Kota Tidore Kepulauan 2

4.2.1 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 2

4.2.2 Kebijakan Tata Ruang (RTR) Pulau Maluku Terhadap Kota Tidore Kepulauan

4

4.2.3 Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Utara 7

4.2.3.1 Visi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara 7

4.2.3.2 Misi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara 7

4.2.3.3 Pertimbangan Kebencanaan Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara 7

4.2.4 Arahan Struktur Ruang Wilayah 8

4.2.5 Sistem Jaringan Prasarana Wilayah 9

4.2.6 Rencana Pola Ruang Wilayah 16

4.2.7 Rencana Pengembangan Perikanan 17

4.2.8 Arahan Manajemen Risiko Bencana Dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara

19

4.3 Kebijakan Tata Ruang pada Kabupaten/Kota yang Berbatasan Dengan Kota Tidore Kepulauan

22

4.3.1 Kota Ternate 22

4.3.2 Kota Jailolo 23

4.3.3 Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur 24

4.3.4 Kawasan Weda 24

4.3.5 Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan 25

4.3.6 Kabupaten Morotai 25

4.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Tidore Kepulauan 25

4.4.1 Permasalahan dan Tantangan 25

4.4.2 Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan 26

4.4.3 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 27

4.4.4 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 27

4.4.5 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan 28

Page 106: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

vi

4.4.6 Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan 2005-2025 28

4.4.7 Tahapan dan Prioritas 29

4.5 Posisi dan Isu Strategis Pengembangan Kota Tidore Kepulauan 30

4.5.1 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Nasional 30

4.5.2 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Regional 31

4.5.3 Isu Strategis Kota Tidore Kepulauan 31

BAB V POTENSI, MASALAH DAN PROSPEK PENGEMBANGAN V

5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan 1

5.1.1 Potensi 1

5.1.2 Masalah 2

5.2 Prospek Pengembangan 3

BAB VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

VI

6.1 Tujuan Pengembangan Tata Ruang Kota Tidore Kepulauan 1

6.1.1 Kebijakan Penataan Ruang 3

6.1.2 Strategi Penataan Ruang 4

BAB VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN VII

7.1 Penetapan Kawasan Perkotaan dan Kawasaan Pedesaan 1

7.2 Rencana Sistem Pedesaan 12

7.3 Rencana Sistem Kota-kota Tidore Kepulauan 14

7.3.1 Konsep Pengembangan Pusat Pelayanan 14

7.3.2 Rencana Struktur Kota Tidore Kepulauan 18

7.4 Rencana Kebutuhan Sarana Hunian 25

7.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Umum 28

7.5.1 Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan 28

7.5.2 Rencana Pengembangan Fasilitas Kesehatan 35

7.5.3 Rencana Pengembangan Fasilitas Peribadatan 40

7.5.4 Rencana Pengembangan Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum 43

7.5.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Perdagangan 44

7.5.6 Rencana Pengembangan Fasilitas Perbankan 47

7.5.7 Rencana Pengembangan Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi 47

7.5.8 Rencana Pengembangan Lokasi Pariwisata 49

7.6 Rencana Sistem Jaringan Transportasi 53

7.6.1 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat 53

7.6.1.1 Rencana Pengembangan jaringan jalan 53

7.6.1.2 Rencana Pengembangan Sarana Transportasi Darat 58

7.6.2 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Laut 62

Page 107: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

vii

7.7 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Utilitas (telekomunikasi, energi, pengairan, prasarana pengelolaan lingkungan)

67

7.7.1 Rencana Pengembangan Fasilitas dan sistem Jaringan Telekomunikasi 67

7.7.2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan listrik 69

7.7.3 Rencana Pengembangan Jaringan air bersih 72

7.7.4 Rencana Pengembangan Jaringan Drainase 75

7.7.5 Rencana Pengembangan Jaringan air limbah 77

7.7.6 Rencana Pengembangan Jaringan persampahan 86

7.7.6.1 Ketentuan Umum 86

7.7.6.2 Kriteria 86

7.7.7 Rencana Sistem Proteksi Kebakaran 86

7.7.8 Rencana Pengembangan dan Penataan Jalur Pejalan Kaki 86

7.7.9 Rencana Pengembangan Jalur Evakuasi Bencana 86

BAB VIII RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN VIII

8.1 Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung 1

8.1.1 Rencana Pengembangan Kawasan yang Memberi Perlindungan

Bawahnya

1

8.1.2 Kawasan Yang Memberi Perlindungan di Bawahnya 3

8.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat 4

8.1.4 Kawasan Ruang Terbuka Hijau 9

8.1.5

8.1.6

8.1.7

Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Kawasan Rawan Bencana

Kawasan Lindung Lainnya

17

18

24

8.2 Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya 24

8.2.1 Pengembangan Kegiatan Permukiman dan Perumahahan 24

8.2.2 Kawasan Perdagangan dan Jasa 29

8.2.3 Pengembangan Kawasan Perkantoran 31

8.2.4 Kawasan Peruntukan Industri 32

8.2.5 Kawasan Peruntukan Pariwisata 33

8.2.6 Pengembangan Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau 35

8.2.7 Pengembangan Ruang Evakuasi Bencana 36

8.2.8 Pengembangan Kawasan Peruntukan Ruang Sektor Informal 36

8.3 Rencana Kawasan Peruntukan Lainnya 37

8.3.1 Pengembangan Kawasan Pendidikan 37

8.3.2 Pengembangan Kawasan Kesehatan 38

8.3.3 Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan 38

8.3.4 Kawasan Peruntukan Pertanian 38

8.3.5 Kawasan Peruntukan Perikanan 43

Page 108: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

viii

BAB IX PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS IX

9.1 Kawasan Strategis Ekonomi 1

9.2 Kawasan Strategis Lingkungan Hidup 3

9.3 Kawasan Strategis Sosial Budaya 6

9.4 Kawasan Strategis Wisata 7

9.5 Kawasan Strategis Kota dari Sudut Kepentingan Pertahanan Keamanan 11

BAB X ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN X

10.1 Usulan Program Utama 2

10.2 Tahapan Pelaksanaan Pembangunan 2

10.3 Pembiayaan Pembangunan 4

10.4 Instansi Pelaksana 4

10.5 Indikasi Program Utama 5

BAB XI KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH XI

11.1 Usulan Program Utama 1

11.1.1 Arahan Peraturan Zonasi 1

11.1.2 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Lindung 1

11.1.3 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya 5

11.1.4 Aturan Variansi Pemanfaatan Ruang 18

11.1.5 Aturan Perubahan Pemanfaatan Ruang 18

11.2 Kelembagaan Berwenang dalam Pengemdalian 23

11.3 Ketentuan Perizinan Pemanfaatan Ruang 29

11.3.1 Arahan Perizinan Pemanfaatan Ruang 29

11.3.2 Jenis Izin yang Terkait dengan RTRW Kota 30

11.3.3 Arahan Insentif dan Disinsentif 31

11.4 Penertiban Pemanfatan Ruang dan dan Arahan Sangsi 35

11.5 Pengawasan Pemanfaatan Ruang 39

11.5.1 Pelaporan dan Pemantauan Terhadap Pemanfaatan Ruang 39

11.5.1 Evaluasi dan Revesi terhadap RTRW 39

11.6 Hak, Kewajiban dan peran Serta Masyrakat Dalam Penataan Ruang 41

11.6.1 Hak Masyarakat dalam Penataan Ruang 41

11.6.2 Kewajiban Masyarakat 41

11.6.3 Peran seerta Masyarakat 42

Page 109: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

ix

DAFTAR TABEL, DAFTAR GAMBAR, DAN DAFTAR PETA

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Arahan Sanksi pada Tiap Jenis Unsur Tindak Pidana Terkait Penataan Ruang Menurut UUPR No. 26 Tahun 2007

I

35

Tabel 2. 1 Jumlah Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan II 2 Tabel 2. 2 Penyebaran Jenis Tanah Berdasarkan Klasifikasi USDA II 7 Tabel 2. 3 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kota Tidore Kepulauan II 11 Tabel 2. 4 Luas Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan II 13 Tabel 2. 5 Tanaman Pangan II 21 Tabel 2. 6 Tanaman Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan II 21 Tabel 2. 7 Sumber Daya Hutan II 22 Tabel 2. 8 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia II 25 Tabel 2. 9 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008 II 33 Tabel 2. 10 Kepadatan Penduduk Bruto Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008

II 34

Tabel 2. 11 Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008 II 37 Tabel 2. 12 Jumlah Kematian dan Kelahiran di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 Dirinci per Kecamatan

II 38

Tabel 2. 13 Jumlah Kematian dan Kelahiran Tahun 2007-2008 Dirinci per Bulan

II 38

Tabel 2. 14 Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008 II 40 Tabel 2. 15 Jumlah Penduduk Miskin dan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008

II 40

Tabel 2. 16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006-2008

II 41

Tabel 2. 17 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pada Usia Sekolah Tahun 2007 II 41 Tabel 2. 18 Jumlah Kelahiran Bayi dan Ibu Melahirkan di RSU Soasio Tahun 2005-2008

II 42

Tabel 2. 19 Jumlah Pemeluk Agama Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008

II 42

Tabel 2. 20 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Umur 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Kegiatan, Tahun 2007 dan 2008

II 43

Tabel 2. 21 Distribusi PDRB Sektoral Berdasar Harga Konstan 2000 (%) II 43 Tabel 2. 22 Laju Pertumbuhan PDRB II 45 Tabel 2. 23 Pendapatan PerKapita II 46 Tabel 2. 24 Keadaan Jalan Dirinci Jalan Provinsi dan Jalan Kota di Tidore Kepulauan (km)

II 48

Tabel 2. 25 Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan II 49 Tabel 2. 26 Jumlah Gedung, Murid dan Guru TK di Kota Tidore Kepulauan II 50 Tabel 2. 27 Jumlah Gedung, Murid dan guru SD/MI di Kota Tidore Kepulauan II 50 Tabel 2. 28 Jumlah Gedung, Murid dan Guru SMP/MTs di Kota Tidore II 51

Page 110: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

x

Kepulauan Tabel 2. 29 Jumlah Gedung, Murid, dan Guru SMA/SMK/MA di Kota Tidore Kepulauan

II 51

Tabel 2. 30 Jumlah Mahasiswa STMIK di Kecamatan Tidore Dirinci Berdasar Jenis Kelamin

II 52

Tabel 2. 31 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Tidore Kepulauan II 52 Tabel 2. 32 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tidore Kepulauan II 53 Tabel 2. 33 Distribusi Penyediaan Daya PT.PLN Dirinci Menurut Ranting II 54 Tabel 2. 34 Tenaga Listrik yang Diusahakan Oleh PT.PLN Dirinci Menurut Ranting

II 54

Tabel 2. 35 Pelanggan Air Minum Menurut Kategori Pelanggan dan Air Terpakai

II 54

Tabel 3. 1 Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan

III 1

Tabel 3. 2 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

III 5

Tabel 3. 3 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

III 6

Tabel 3. 4 Titik Tsunami di Kepulauan Maluku III 10 Tabel 3. 5 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030

III 11

Tabel 3. 6 Rata-rata Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan III 11 Tabel 3. 7 Proyeksi Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030

III 12

Tabel 3. 8 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030

III 13

Tabel 3. 9 Kategori Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010 dan 2030

III 14

Tabel 3. 10 Produktifitas Tenaga Kerja Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008

III 19

Tabel 3. 11 Ketenagakerjaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007-2008 (%) III 19 Tabel 3. 12 Jumlah Keluarga Sejahtera Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 III 20 Tabel 3. 13 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan III 21 Tabel 3. 14 Analisis LQ Kota Tidore Kepulauan Berdasar Harga Konstan (2000) III 22 Tabel 3. 15 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan III 23 Tabel 3. 16 LQ Ternak III 23 Tabel 3. 17 LQ Produksi Pertanian 2008 (Ton) III 24 Tabel 3. 18 Komoditas Unggulan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 24 Tabel 3. 19 Shift-Share di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 24 Tabel 3. 20 Perkembangan PDRB Perkapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004-2008

III 26

Tabel 3. 21 Jumlah Desa/Kelurahan dan Ibukota Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan

III 26

Tabel 3. 22 Standar Kebutuhan Sarana Pemerintahan Menurut SNI III 27 Tabel 3. 23 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kelurahan di III 27

Page 111: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

xi

Kota Tidore Kepulauan Tabel 3. 24 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan

III 28

Tabel 3. 25 Jumlah Kebutuhan Sarana TK di Kota Tidore Kepulauan III 28 Tabel 3. 26 Jumlah Kebutuhan SD di Kota Tidore Kepulauan III 29 Tabel 3. 27 Jumlah Kebutuhan SMP di Kota Tidore Kepulauan III 29 Tabel 3. 28 Jumlah Kebutuhan SMA di Kota Tidore Kepulauan III 30 Tabel 3. 29 Jumlah Kebutuhan Rumah Sakit di Kota Tidore Kepulauan III 30 Tabel 3. 30 Jumlah Kebutuhan Puskesmas di Kota Tidore Kepulauan III 31 Tabel 3. 31 Jumlah Kebutuhan Pustu di Kota Tidore Kepulauan III 31 Tabel 3. 32 Jumlah Kebutuhan Polindes di Kota Tidore Kepulauan III 32 Tabel 3. 33 Jumlah Kebutuhan Pasar di Kota Tidore Kepulauan III 32 Tabel 3. 34 Jumlah Kebutuhan Pertokoan di Kota Tidore Kepulauan III 33 Tabel 3. 35 Jumlah Kebutuhan Taman Lingkungan di Kota Tidore Kepulauan III 35 Tabel 3. 36 Jumlah Kebutuhan Taman RW di Kota Tidore Kepulauan III 35 Tabel 3. 37 Jumlah Kebutuhan Taman Kelurahan di Kota Tidore Kepulauan III 36 Tabel 3. 38 Jumlah Kebutuhan Taman Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan III 36 Tabel 3. 39 Jumlah Kebutuhan Balai Warga di Kota Tidore Kepulauan III 37 Tabel 3. 40 Jumlah Kebutuhan Balai Serbaguna / Balai Karang Taruna di Kota Tidore Kepulauan

III 37

Tabel 3. 41 Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) III 38 Tabel 3. 42 Objek Wisata Unggulan di Kota Tidore Kepulauan III 38 Tabel 3. 43 Jumlah Kebutuhan Terminal di Kota Tidore Kepulauan III 40 Tabel 3. 44 Panjang Jalan Dirinci Menurut Kelasnya di Kota Tidore Kepulauan III 40 Tabel 3. 45 Rasio Aksesibilitas di Kota Tidore Kepulauan III 40 Tabel 3. 46 Kebutuhan Sarana Masjid di Kota Tidore Kepulauan III 43 Tabel 3. 47 Kebutuhan Sarana Mushola di Kota Tidore Kepulauan III 43 Tabel 3. 48 Jumlah Pelanggan Telepon Dirinci Menurut Jenisnya di Kota Tidore Kepulauan

III 44

Tabel 3. 49 Jumlah Perkiraan Kebutuhan Listrik di Kota Tidore Kepulauan III 44 Tabel 3. 50 Standar Penggunaan Air Berdasar Kategori Kota III 45 Tabel 3. 51 Standar Penggunaan Non Domestik Air Berdasar Kategori Kota III 45 Tabel 3. 52 Perkiraan Penggunaan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan III 46 Tabel 3. 53 Perkiraan Kebutuhan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan III 46 Tabel 3. 54 Perkiraan Kebutuhan Air Hari Maksimum dan Kebutuhan Puncak di Kota Tidore Kepulauan

III 46

Tabel 3. 55 Perkiraan Produsi Air Limbah di Kota Tidore Kepulauan III 47 Tabel 3. 56 Perkiraan Produksi Sampah di Kota Tidore Kepulauan III 47 Tabel 3. 57 Jumlah Penduduk dan KK yang Tinggal di Perkotaan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

III 48

Tabel 3. 58 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Perkotaan Tahun 2030

III 49

Tabel 3. 59 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Desa Tahun 2030

III 49

Tabel 3. 60 Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan III 49

Page 112: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

xii

Tabel 3. 61 Area Perkotaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030 III 50 Tabel 3. 62 Area Perdesaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030 III 50 Tabel 3. 63 Indeks Sentralitas (Scalogram) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 51 Tabel 3. 64 Hierarkhi Kota Tidore Kepulauan III 52 Tabel 3. 65 Zipf's Rank-size Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 52 Tabel 3. 66 Jarak Tempuh Antar Kecamatan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

III 55

Tabel 3. 67 Matriks Interaksi Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

III 56

Tabel 3. 68 Interaksi Wilayah Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

III 57

Tabel 3. 69 Perhitungan ICOR Kota Tidore Kepulauan III 59 Tabel 3. 70 Realisasi Penerimaan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006-2007

III 60

Tabel 3. 71 Aspek Legalisasi dan Aspek Kelembagaan Dalam Perencanaan III 61 Tabel 4. 1 Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Maluku Utara Menurut RTR Pulau

IV 6

Tabel 4. 2 Tabulasi Zonasi Multi Risiko Bencana di Provinsi Maluku Utara IV 8 Tabel 4. 3 Rencana Jaringan Jalan Trans Maluku Utara IV 10 Tabel 4. 4 Rencana Terminal Penumpang di Provinsi Maluku Utara IV 13 Tabel 4. 5 Posisi Kota Tidore Kepulauan IV 30 Tabel 5. 1 Potensi Kota Tidore Kepulauan V 1 Tabel 5. 2 Permasalahan Kota Tidore Kepulauan V 2 Tabel 5. 3 Matriks SWOT Kota Tidore Kepulauan V 5 Tabel 7. 1 Rencana Pembagian Jumlah Penduduk di Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2030

VII 2

Tabel 7. 2 Rencana Jumlah Penduduk Tahun 2015 dan 2030 (Jiwa) VII 3 Tabel 7. 3 Rencana Distribusi Penduduk Optimum (Ideal) Di Setiap Kecamatan VII 6 Tabel 7. 4 Distribusi Tahun 2008 dan Distribusi Penduduk - Kepadatan Optimum Tahun 2030

VII 8

Tabel 7. 5 Perbandingan Jumlah Penduduk Rencana dengan Jumlah Penduduk Optimum Tahun 2030

VII 8

Tabel 7. 6 Rencana Hierarkhi, Pusat Pelayanan dan Skala Layanannya VII 15

Tabel 7. 7 Rencana Pembagian SWP Kota Tidore Kepulauan VII 20

Tabel 7. 8 Rencana Pembagian BWK Pulau Tidore VII 23

Tabel 7. 9 Rencana Pembagian BWK Kota Sofifi VII 26

Tabel 7. 10 Proyeksi Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Lahan (Km2) VII 30

Tabel 7. 11 Jumlah Sarana Pendidikan TK Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

VII 34

Tabel 7. 12 Jumlah Sarana Pendidikan SD Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

VII 35

Tabel 7. 13 Jumlah Sarana Pendidikan SMP Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

VII 35

Tabel 7. 14 Jumlah Sarana Pendidikan SMA Eksisting dan Kebutuhan VII 36

Page 113: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

xiii

Tahun 2030

Tabel 7. 1 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan Taman Bacaan Tahun 2030 VII 36 Tabel 7. 16 Arahan Rencana Ketersediaan Fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan

VII 37

Tabel 7. 17 Kondisi Eksisting Sarana Kesehatan dan Rencana Kebutuhan Tahun 2030

VII 41

Tabel 7. 18 Rencana Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Tahun 2030 VII 46

Tabel 7. 19 Rencana Jumlah Perkiraan Kebutuhan Luas Areal Perkantoran VII 48

Tabel 7. 20 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan VII 60

Tabel 7. 21 Rencana Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan VII 66

Tabel 7. 22 Rencana Sistem Trayek Penyeberangan Transportasi Laut VII 67

Tabel 7. 23 Rencana Kebutuhan Listrik Tahun 2030 Kota Tidore Kepulauan VII 72

Tabel 7. 24 Kebutuhan Air Bersih Kota Tidore Kepulauan per Kecamatan Tahun 2030

VII 76

Tabel 7. 25 Bagian-Bagian dari Jaringan Drainase VII 78

Tabel 7. 26 Perkiraan Produksi Air Limbah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030 VII 80

Tabel 7. 27 Proyeksi Total Produksi Sampah dan Rencana Kebutuhan TPA VII 90

Tabel 7. 28 Rencana Pengembangan Kebutuhan Sarana Prasarana Kota Tidore Kepulauan

VII 94

Tabel 8. 1 Hutan Lindung VIII 3

Tabel 8. 2 Sebaran Mata Air di Kota Tidore Kepulauan VIII 4

Tabel 8. 3 Luasan Peruntukkan Sempadan Sungai di Kota Tidore Kepulauan VIII 6

Tabel 8. 4 Tabel Luasan Peruntukkan Sempadan Pantai di Kota Tidore Kepulauan

VIII 7

Tabel 8. 5 Jenis kepemelikan Ruang terbuka hijau VIII 7

Tabel 8. 6 fungsi dan penerapan RTH pada kawasan Perkotaan Kota Tidore Kepulauan

VIII 8

Tabel 8. 7 Rencana ketersidaan RTh dan Presentase luasan VIII 10

Tabel 8. 8 Kawasan Sepadan Sesar di Kota Tidore Kepulauan VIII 16

Tabel 8. 9 Luasan Kawasan Rawan Tsunami VIII 17

Tabel 8. 10 Luasan Kawasan Rawan Letusan Gunung Api VIII 19

Tabel 8. 11 Luasan Kawasan Banjir di Kota Tidore Kepulauan VIII 21

Tabel 8. 12 Luasan Peruntukan Kawasan permukiman VIII 26

Tabel 8. 13 Luasan Peruntukkan perdagangan dan jasa VIII 28

Tabel 8. 14 Luasan Peruntukkan Perkantoran dan Pemerintahan VIII 29

Tabel 8. 15 Kawasan Unggulan Obyek Wisata VIII 31

Tabel 8. 16 Luasan peruntukkan Tegalan dan Perkebunan VIII 38

Tabel 8. 17 Luasan Peruntukkan kawasan Peternakan VIII 39

Tabel 8. 18 Kawasan Pengembangan Hutan Produksi VIII 44

Page 114: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

xiv

Tabel 8. 19 Rencana Pola Ruang Kota Tidore Kepulauan VIII 46

Tabel 9.1 Rencana Penanganan Kawasan Strategis IX 9

Tabel 10. 1 Rencana sasaram Program Lima Tahun Persektor Kota Tidore Kepulauan

X 1

Tabel 10. 2 matriks Indikasi Program Utama Kota Tidore Kepuluan X 6

Tabel 11.1 Ketentuan Umum Zonasi XI 20

Tabel 11.2 Fungsi Bidang Pembangunan Kota Tidore Kepulauan XI 24

Tabel 11.3 Identifikasi Lemabaga Legislatif XI 25

Tabel 11.4 Identifikasi Lembaga masyarakat XI 26

Tabel 11.5 identifikasi Lembaga Sektor Swasta XI 26

Tabel 11.6 Peran dan Fungsi Lembaga/Instansi Dalam kegiatan Penataan Ruang kawasan Kota Tidore Kepulauan

XI 27

Tabel 11.7 Ketentuan Sanksi Pemanfaatan Ruang XI 37

Tabel 11.8 Arahan Sanksi pada tiap Jenis Unsur Tindak Pidana terkait Penataan Ruang Menurut UUPR No.26 tahun 2007

XI 38

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Kedudukan RTRW Dalam Hierarki Perencanaan Tata Ruang Nasional

I 9

Gambar 2. 1 Bentuk Morfologi Pulau Tidore II 4 Gambar 2. 2 Morfologi Wilayah Kota Tidore Kepulauan yang Berada pada Pulau Halmahera

II 4

Gambar 2. 3 Singkapan Batas Satuan Breksi dengan Lava II 5 Gambar 2. 4 Singkapan Kontak antara Batupasir dan Konglomerat II 5 Gambar 2. 5 Singkapan Batuan II 6 Gambar 2. 6 Singkapan Bidang Sesar yang Berupa Zona Hancuran II 6 Gambar 2. 7 Singkapan Batupasir dengan Kedudukan Batuan N268O E/ 30O pada Perselingan Batupasir

II 7

Gambar 2. 8 Grafik Golongan Bulan Basah dan Kering II 17 Gambar 2. 9 Sumur Penduduk Sebagai Salah Satu Sumber Air Bersih II 17 Gambar 2. 10 (a)Mata Air di Desa Gurabunga dengan Debit 0,3 l/dt. (b)Pada Musim Hujan Masyarakat Menampung Air Dalam Bak Penampungan

II 18

Gambar 2. 11 Craser yang Berada di Tepi Sungai Akelamo II 20 Gambar 2. 12 Lokasi Tambang Batu Apung (Batu Tela di Dekat Desa Surumalau) II 20 Gambar 2. 13 Tambang Batupasir dan Kerikil di Desa Gurabunga II 20 Gambar 2. 14 Produksi Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan II 24 Gambar 2. 15 Armada Penangkapan Ikan di Kota Tidore Kepulauan II 26 Gambar 2. 16 Jumlah RTP Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

II 26

Page 115: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

xv

Gambar 2. 17 Budidaya Pembesaran Lobster di Teluk Cobo II 27 Gambar 2. 18 Jenis Hewan Ternak di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 28 Gambar 2. 19 Jumlah Ternak Unggas di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 28 Gambar 2. 20 Jumlah Ternak Ruminansia di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 29 Gambar 2. 21 UPT Peternakan di Akelamo, Kec. Oba II 29 Gambar 2. 22 Sapi Potong Milik Masyarakat di Kayasa, Kec. Oba Utara II 29 Gambar 2. 23 Pengambilan Batu Karang Untuk Bangunan di Teluk Gita II 30 Gambar 2. 24 Pengambilan Kayu Bakau Untuk Kayu Bakar di Teluk Gita II 31 Gambar 2. 25 Alih Fungi Mangrove Untuk Perumahan di Teluk Gita II 31 Gambar 2. 26 Alih Fungsi Mangrove Untuk Tambak di Kayasa II 31 Gambar 2. 27 Pie Chart Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 33 Gambar 2. 28 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2003 – 2007

II 37

Gambar 2. 29 Piramida Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 39 Gambar 2. 30 Grafik Distribusi PDRB Berdasar Harga Konstan 2000 II 44 Gambar 2. 31 Grafik Pendapatan Per Kapita 2004 – 2008 II 46 Gambar 2. 32 Terminal II 46 Gambar 2. 33 Jembatan di Kota Tidore Kepulauan II 47 Gambar 2. 34 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan II 47 Gambar 2. 35 Pelabuhan Speedboat di Rum II 48 Gambar 2. 36 Kegiatan di Pelabuhan Soasio II 48 Gambar 2. 37 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan II 52 Gambar 2. 38 Pasar Di Kota Tidore Kepulauan II 54 Gambar 2. 39 Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Eksisting II 56 Gambar 3. 1 (a) dan (b) Jatuhan Batuan di Daerah Surumake dan (c) Aliran Batuan di Daerah Payahe

III 8

Gambar 3. 2 Titik Gempa Bumi di Kepulauan Maluku III 9 Gambar 3. 3 Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2010 dan 2030 III 12 Gambar 3. 4 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2020 dan 2030 III 13 Gambar 3. 5 Tren Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 - 2008 III 17 Gambar 3. 6 Grafik Indeks Partisipasi Sekolah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

III 18

Gambar 3. 7 Penduduk Kota Tidore Kepulauan Semua Umur yang Bekerja di Sektor Informal

III 20

Gambar 3. 8 Grafik Distribusi Persentase 5 Besar Penyumbang PDRB Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 – 2008

III 21

Gambar 3. 9 Pendapatan per Kapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 sd 2008 III 26 Gambar 3. 10 Pelabuhan Gita-Payahe III 41 Gambar 3. 11 Struktur Organisasi Pemerintah Pemkot Tidore Kepulauan III 63 Gambar 4. 1 Pola Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN IV 3 Gambar 4. 2 Struktur Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN

IV 4

Gambar 4. 3 Arahan Struktur Ruang dan Kawasan Strategis di Prop. Maluku Utara

IV 9

Page 116: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

xvi

Gambar 4. 4 Arahan Struktur Ruang di Prov. Maluku Utara IV 12 Gambar 4. 5 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa IV 20 Gambar 4. 6 Sistem Jaringan Diseminasi Informasi Tsunami IV 20 Gambar 4. 7 Contoh Manajemen Dataran Banjir IV 21 Gambar 5. 1 Analisis SWOT dan Strategi Utama V 7 Gambar 7. 1 Skema Rencana Skenario Distribusi Penduduk VII 5 Gambar 7. 2 Skema Rencana Hierarkhi/Orde Sistem Kota-kota VII 15 Gambar 7. 3 Skema Rencana Pengembangan Struktur Ruang Kota Tidore Kepulauan

VII 19

Gambar 7. 4 Skema Rencana BWK Pulau Tidore VII 25 Gambar 7. 5 Skema Rencana BWK Kota Sofifi VII 27 Gambar 7. 6 Rencana Pembagian Struktur Ruang Kota Tidore Kepulauan VII 28 Gambar 7. 7 Sarana Hunian yang Ketersediaannya Dipenuhi Oleh Masyarakat Sendiri

VII 30

Gambar 7. 8 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa VII 32 Gambar 7. 9 Skema Area Sumur Resapan di Lingkungan Rumah VII 33 Gambar 7. 10 Gambar Kegiatan Belajar-Mengajar VII 38 Gambar 7. 11 Gedung Perkantoran Propinsi Maluku Utara di Sofifi VII 49 Gambar 7. 12 Kegiatan Perdagangan di Kota Tidore Kepulauan VII 51 Gambar 7. 13 Pasar Induk Kota Sari Malaha dan Pasar Ikan VII 51 Gambar 7. 14 Contoh Gedung Pertemuan sebagai Gedung Kesenian dan Pusat Informasi Kebudayaan

VII 53

Gambar 7. 15 Obyek Wisata Bahari Kota Tidore Kepulauan VII 54 Gambar 7. 16 Contoh Taman Bunga yang Dapat Dikembangkan di Gurabunga VII 56 Gambar 7. 17 Contoh Pengembangan Sarana Port Marina sebagai Penunjang Wisata Bahari

VII 56

Gambar 7. 18 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan VII 59 Gambar 7. 19 Penampang Jalan VII 60 Gambar 7. 20 Jalan Arteri Primer di Oba Utara dengan Kelengkapannya VII 60 Gambar 7. 21 Terminal di Soasio VII 64 Gambar 7. 22 Contoh Ketersediaan Sarana Transportasi Sub Terminal dan Halte Bus

VII 65

Gambar 7. 23 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan VII 70 Gambar 7. 24 Skematik Air Buangan (Alternatif 1) VII 86 Gambar 7. 25 Skematik Air Buangan (Alternatif 2) VII 86 Gambar 7. 26 Sistem Pengangkutan Persampahan di Lingkungan Perkotaaan Kota Tidore Kepulauan

VII 92

Gambar 8. 1 lapangan olah raga yang disediakan oleh Sekolah VIII 9 Gambar 8. 2 Contoh Ketersediaan fasilitas ruang terbuka taman dan lapangan

olah raga VIII 10

Gambar 8.3 Skema Rencana Penanggulangan Bencana VIII 16 Gambar 8.4 Contoh Perhitungan Tinggi Bangunan VIII 24

Page 117: Rtrw

Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

xvii

DAFTAR PETA

Peta 2. 1 Administratif Kota Tidore Kepulauan II 3 Peta 2. 2 Tanah Kota Tidore Kepulauan II 10 Peta 2. 3 Penggunaan Lahan Eksisting II 12 Peta 2. 4 Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan II 14 Peta 2. 5 Kemampuan Lahan Kota Tidore Kepulauan II 15 Peta 2. 6 Persebaran Sumber Air Baku Kota Tidore Kepulauan II 19 Peta 2. 7 Kawasan Hutan di Kota Tidore Kepulauan II 23 Peta 2. 8 Sebaran Terumbu Karang di Kota Tidore Kepulauan II 32 Peta 2. 9 Kepadatan Penduduk Tahun 2008 II 35 Peta 2. 10 Distribusi Penduduk Tahun 2008 II 36 Peta 2. 11 Persebaran Sarana Pasar II 56 Peta 3. 1 Peruntukan Lahan III 2 Peta 3. 2 Proyeksi Distribusi Penduduk Tahun 2030 III 15 Peta 3. 3 Proyeksi Kepadatan Penduduk Th 2030 III 16 Peta 3. 4 Persebaran dan Jangkauan Layanan Kesehatan III 34 Peta 3. 5 Persebaran Lokasi Wisata III 39 Peta 3. 6 Sistem Transportasi Kota Tidore Kepulauan III 42 Peta 3. 7 Hirarki Eksisting III 54 Peta 3. 8 Interaksi Wilayah III 58 Peta 7. 1Rencana Kepadatan Penduduk Optimum VII 10 Peta 7. 2 Rencana Distribusi Penduduk Optimum VII 11 Peta 7. 3 Rencana Pedesaan dan Perkotaan VII 13 Peta 7. 4 Rencana Hirarki Sistem Kota – Kota VII 17 Peta 7. 5 Rencana Struktur Ruang VII 24 Peta 7. 6 Rencana Pengambangan Fasilitas Pendidikan VII 34 Peta 7. 7 Rencana Pengambangan Fasilitas Kesehatan VII 39 Peta 7. 8 Rencana Pengambangan Fasilitas Peribadatan VII 42 Peta 7. 9 Rencana Obyek Wisata Unggulan VII 52 Peta 7. 10 Rencana Sistem Transportasi VII 66 Peta 7. 11 Rencana Jaringan Telepon VII 68 Peta 7. 12 Rencana Pengembangan Jaringan Listrik VII 71 Peta 7. 13 Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih VII 74 Peta 7. 14 Rencana Jaringan Drainase VII 76 Peta 7. 15 Rencana Jaringan Air Limbah VII 85 Peta 7. 16 Rencana Jaringan Persampahan VII 91 Peta 8. 1 Rencana Ruang Terbuka Hijau VIII 16 Peta 8. 2 Rencana Kawasan Lindung VIII 23 Peta 8. 3 Rencana Pengembangan Perikanan VIII 47 Peta 8. 4 Rencana Pola Ruang VIII 51 Peta 9. 1 Rencana Kawasan Strategis IX 11

Page 118: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-1

1.1 Latar Belakang

Permasalahan yang sering tidak terhindarkan dalam pengembangan wilayah

adalah terjadinya konflik penggunaan ruang dan sumberdaya alam, terlihat dari

kecenderungan yang telah terjadi, konflik pemanfaatan ruang telah mencapai

kondisi yang tidak efisien.

Pemanfaatan sumberdaya alam dan ruang yang tidak terkendali sebagai akibat

meningkatnya perkembangan wilayah, dapat menyebabkan kerusakan fungsi

lingkungan dan penurunan daya dukung wilayah. Oleh karena itu pemanfaatan

sumberdaya alam memerlukan pendekatan yang komprehensif dengan tetap

menekankan pada konsep keberlanjutan. Penataan ruang terdiri dari siklus

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan

ruang adalah salah satu bentuk intervensi pembangunan, yang diarahkan untuk

mewujudkan ruang yang aman, nyaman, dan produktif.

UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki wewenang untuk menyusun Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berfungsi untuk pengaturan, pembinaan

dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota

dan kawasan strategis kabupaten/kota.

Wewenang tersebut meliputi perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;

pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan pengendalian pemanfaatan ruang

wilayah kabupaten/kota. Acuan yang digunakan untuk menyusun RTRW

Kabupaten/Kota selain Undang- Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, adalah Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang.

Pelaksanaan penataan ruang wilayah selama ini sangat dipengaruhi oleh faktor

eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi pengaruh kebijakan otonomi

daerah baik kabupaten/kota dan provinsi serta kebijakan regional dan nasional.

Selain itu juga dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan beberapa bagian wilayah

tertentu di Kota Tidore Kepulauan. Pesatnya perkembangan di wilayah tersebut

Bab I PENDAHULUAN

Page 119: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-2

perlu diantisipasi agar pemanfaatan ruangnya menjadi lebih optimal dan

berwawasan lingkungan. Adapun faktor internal yang mempengaruhi adalah

perlunya peningkatan kualitas perencanaan terutama persamaan acuan peta,

kelengkapan data dan informasi, analisis dan rencana yang saling terkait. Sejalan

dengan pelaksanaan otonomi daerah yang mengacu kepada Undang- Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan dampak

terhadap penataan ruang wilayah kabupaten/kota, terutama adanya pemekaran

wilayah.

Strategi dan arah kebijakan yang ditetapkan perlu disesuaikan dengan potensi

dan kendala di wilayah tersebut agar dapat menghadapi segala hambatan,

tantangan dan ancaman serta dapat memanfaatkan peluang yang ada. Salah satu

langkah penyamaan persepsi dalam penataan ruang wilayah Kota Tidore Kepulauan

adalah dengan meningkatkan koordinasi, kerjasama dan atau kemitraan yang

melibatkan seluruh stakeholders dalam penataan ruang sehingga akan didapat

keluaran (output) berupa rencana penataan ruang yang sesuai dengan tujuan

penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Tujuan tersebut adalah memenuhi

kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien

dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan

program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka diperlukan suatu revisi sebagai salah

satu pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan RTRW Kota Tidore Kepulauan tahun

2009.

1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran

1.2.1 Maksud dan Tujuan

Maksud diadakannya kegiatan ini adalah menjalankan salah satu tugas

Direktorat Jenderal Penataan Ruang yaitu membina Pemerintah Daerah, dalam hal

ini Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara, untuk menyusun Rencana Tata

Ruang Wilayahnya.

Tujuannya yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :

1. Menyamakan persepsi terhadap substansi dan tata cara penyusunan

RTRW Kota Tidore Kepulauan sehingga dapat mewujudkan pertumbuhan

dan pemerataan pendapatan (growth with distribution and basic needs

Page 120: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-3

development), pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan

pemberdayaan masyarakat (community empowerment);

2. Memberikan pembinaan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kota Tidore Kepulauan.

1.2.2 Sasaran Perencanaan

Sasaran umum yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah:

“Tersusunnya dokumen RTRW dan dokumen raperda Kota Tidore

Kepulauan yang sesuai dengan isu dan permasalahan, pengaruh faktor

eksternal dan internal serta sesuai dengan peraturan-peraturan yang

berlaku”.

Sedangkan sasaran khusus yang hendak dicapai di dalam kegiatan ini adalah :

1. Adanya suatu rumusan yang jelas dan sistematis terhadap muatan

substansi dan kedalaman materi teknis revisi secara proporsional dan

rasional baik dari segi biaya, waktu dan ruang lingkupnya;

2. Tersusunnya struktur dan pola ruang Kota Tidore Kepulauan;

3. Tersusunnya skenario pengembangan wilayah yang menyangkut sistem

sarana prasarana kota serta tahapan rencana dan indikasi program

pembangunan di wilayah Kota Tidore Kepulauan.

4. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di

wilayah Kota Tidore Kepulauan;

5. Tersusunnya pemantapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan

RTRW Kota Tidore Kepulauan;

6. Tersusunnya RAPERDA beserta Materi Teknis RTRW Kota Tidore Kepulauan

dengan kedalaman peta rencana 1 : 50.000, yang dapat memenuhi

kebutuhan pembangunan dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, sesuai

dengan aspirasi masyarakat, pemerintah dan swasta.

1.3 Ruang Lingkup RTRW

1.3.1 Lingkup Materi RTRW Kota Tidore Kepulauan

Lingkup Materi RTRW Kota Tidore Kepulauan adalah sebagai berikut:

1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota; yang

ditetapkan oleh pemerintahan daerah kota yang merupakan perwujudan visi

Page 121: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-4

dan misi pembangunan keruangan jangka panjang kota dalam mendukung

perwujudan tujuan penataan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif,

berkelanjutan, berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional;

2. Rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di

wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan

prasarana wilayah kota;

3. Rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan

kawasan budi daya kota;

4. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

5. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau; dan

6. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan

pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi

bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai

pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

7. Penetapan kawasan strategis kota; yang merupakan kawasan yang

diprioritaskan penataan ruangnya menurut kriteria yang ditetapkan;

8. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama

jangka menengah lima tahunan; dan

9. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi

ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif

dan disinsentif, serta arahan sanksi.

1.3.2 Lingkup Wilayah RTRW Kota Tidore Kepulauan

Pekerjaan Bantuan Teknis Pelaksanaan Penyusunan Rencana Tata Ruang

Wilayah dilaksanakan di Kota Tidore Kepulauan yang terletak Provinsi Maluku

Utara. Adapun wilayah Kota Tidore Kepulauan yang luasnya 13.862.86 km2 dan

terdiri dari 8 Kecamatan, secara administratif berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Pulau Ternate, Kota

Ternate dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera barat.

b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan,

Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten

Halmahera Tengah.

c. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Gane Barat Kabupaten Halmahera

Selatan dan Kecamatan pulau Moti Kota ternate.

Page 122: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-5

d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Laut Maluku.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, RTRW Kota Tidore Kepulauan yang

akan disusun mempunyai kurun waktu berlaku 20 tahun (2010 – 2030).

1.4 Ketentuan Umum

1.4.1 Beberapa Pengertian Tentang Rencana Tata Ruang

Berkaitan dengan pekerjaan penyusunan RTRW Kota Tidore Kepulauan,

perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian yang berkaitan dengan

tata ruang dan rencana tata ruang sebagai berikut :

1. RUANG adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang

udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,

tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan

memelihara kelangsungan hidupnya.

2. TATA RUANG adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

3. STRUKTUR RUANG adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem

jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan

sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan

fungsional.

4. POLA RUANG adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang

meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang

untuk fungsi budi daya.

5. PENATAAN RUANG adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

6. PENGAWASAN PENATAAN RUANG adalah upaya agar penyelenggaraan

penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

7. PERENCANAAN TATA RUANG adalah suatu proses untuk menentukan

struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan

rencana tata ruang.

8. PEMANFAATAN RUANG adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang

dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan

pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

Page 123: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-6

9. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG adalah upaya untuk mewujudkan

tertib tata ruang.

10. RENCANA TATA RUANG adalah hasil perencanaan tata ruang.

11. WILAYAH adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

12. SISTEM WILAYAH adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai

jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.

13. SISTEM INTERNAL PERKOTAAN adalah struktur ruang dan pola ruang yang

mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.

14. KAWASAN adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi

daya.

15. KAWASAN LINDUNG adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam

dan sumber daya buatan.

16. KAWASAN BUDIDAYA adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi

utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya

alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

17. KAWASAN PERMUKIMAN adalah kawasan di luar kawasan lindung yang

diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan yang berada

di daerah perkotaan atau perdesaan.

18. KAWASAN PERDESAAN adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

19. KAWASAN PERKOTAAN adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

20. RUANG TERBUKA HIJAU adalah area memanjang/jalur dan/atau

mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat

tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja

ditanam.

Page 124: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-7

21. RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN) adalah Arahan

Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. RTRWN

mempunyai tingkat kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta

minimal pada skala 1 : 1.000.000, dan berjangka waktu perencanaan 20

tahun.

22. RENCANA TATA RUANG PULAU (RTR Pulau) adalah hasil perencanaan tata

ruang pada wilayah pulau/kepulauan yang terbentuk dari kesatuan wilayah

geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas-batasnya

ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsionalnya.

23. RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI (RTRW PROVINSI) adalah

rencana tata ruang wilayah administrasi provinsi yang merupakan

penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah

nasional, pedoman bidang penataan ruang dan rencana pembangunan

jangka panjang (RPJP) daerah ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan

ruang wilayah provinsi. Rencana tata ruang ini mempunyai tingkat

kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta minimal pada skala 1 :

250.000, dan berjangka waktu perencanaan 20 tahun.

24. RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN / KOTA (RTRW

KABUPATEN / KOTA adalah rencana tata ruang yang merupakan

penjabaran RTRWN dan RTRW Provinsi, pedoman bidang penataan ruang

dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah ke dalam strategi

pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota. Rencana ini

mempunyai tingkat kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta

minimal pada skala 1:100.000 untuk Kabupaten dan 1 : 50.000 untuk Kota,

dan berjangka waktu perencanaan 20 tahun.

25. BAGIAN WILAYAH KOTA adalah satu kesatuan wilayah dari kota yang

bersangkutan yang merupakan wilayah yang terbentuk secara fungsional

dan administratif dalam rangka pencapaian daya guna pelayanan kegiatan

kota.

26. SISTEM PUSAT KEGIATAN KOTA adalah tata jenjang dan fungsi pelayanan

pusat-pusat kegiatan kota yang meliputi pusat kota, pusat bagian wilayah

kota, pusat sub-bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan perumahan.

Page 125: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-8

27. RENCANA PEMANFAATAN RUANG KOTA adalah penetapan lokasi, besaran

luas dan arahan pengembangan tiap jenis pemanfaatan ruang untuk

mewadahi berbagai kegiatan kota baik dalam bentuk kawasan terbangun

maupun kawasan/ruang terbuka hijau.

28. KAWASAN TERBANGUN adalah ruang dalam kawasan permukiman

perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara

terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan.

29. PRASARANA KOTA adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan

kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya,

yang meliputi jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air

hujan, pembuangan sampah, jaringan listik, dan telekomunikasi.

30. SARANA KOTA adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan yang

berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,

pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan

kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.

31. KAWASAN STRATEGIS KOTA adalah wilayah yang penataan ruangnya

diprioritaskan kerena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup

kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

1.4.2 Kedudukan dan Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah

Sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang dan Permendagri No. 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang di Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah hasil

perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran RTRW Provinsi ke dalam

strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang kota. Hal ini berarti bahwa RTRW Kota

Tidore Kepulauan secara hierarkis mengacu pada RTRW Provinsi Maluku Utara.

Di samping itu RTRW Kota Tidore Kepulauan ini akan menjadi acuan pula dalam

penyusunan rencana rinci tata ruang di bawahnya, yakni Rencana Detail Tata

Ruang (RDTR) Kawasan dan Rencana Teknik Ruang (RTR) Kawasan. Kedudukan

RTRW Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada gambar 1.1.

Page 126: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-9

Gambar 1. 1 Kedudukan RTRW Dalam Hierarki Perencanaan Tata Ruang Nasional

1.4.3 Metode Pendekatan

Pekerjaan yang dilakukan pada dasarnya merupakan penyusunan kembali

(Revisi) sebagai salah satu bentuk peninjauan kembali (Review) terhadap RTRW

Kota Tidore Kepulauan 2005-2015. Oleh sebab itu pekerjaan ini akan didahului

oleh kegiatan evaluasi terhadap RTRW tersebut dikaitkan dengan

perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 serta

berbagai perubahan baik yang menyangkut pemekaran kecamatan di dalam

Kota Tidore Kepulauan, maupun perubahan peraturan yang menyangkut

prosedur dan output rencana tata ruang. Berikut ini dijabarkan pendekatan yang

digunakan dalam perencanaan ini.

1.4.3.1 Persiapan

Teknis pelaksanaan dalam tahapan ini meliputi:

a. Pengumpulan data awal wilayah perencanaan, mencakup data-data

sekunder dan atau primer yang mudah dikumpulkan dari berbagai

sumber;

b. Kajian awal data sekunder terhadap data yang telah dikumpulkan, yang

menghasilkan kebijakan terkait wilayah perencanaan, potensi dan

Page 127: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-10

permasalahan awal wilayah perencanaan, serta gagasan awal

pengembangan wilayah perencanaan;

c. Penyiapan program kerja;

d. Penyiapan perangkat survei (checklist, panduan wawancara, kuesioner,

panduan observasi dan dokumentasi, dan lainnya), penyiapan metode

pendekatan, mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan;

e. Penyusunan Laporan pendahuluan, yang merupakan kumpulan hasil

dari semua persiapan teknis pelaksanaan penyusunan yang telah

dilakukan sebelumnya.

1.4.3.2 Tahapan Review

Kegiatan review RTRW Kota dilakukan jika RTRW Kota sebelumnya telah

disusun, atau jika merupakan Kota hasil pemekaran, RTRW Kota sebelumnya

berasal dari Kota/Kabupaten induk.

Hasil kegiatan review, berupa:

a. Simpangan antara rencana dengan implementasi.

b. Keputusan terhadap perubahan RTRW Kota sebelumnya, apakah akan

disusun RTRW Kota baru, atau perubahan sebagian RTRW Kota lama,

atau masih dapat menggunakan RTRW Kota sebelumnya.

1.4.3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data / Informasi

Kegiatan pengumpulan data dilakukan terhadap data primer dan sekunder,

dalam lingkup internal wilayah Kota maupun eksternal/regional yang lebih luas.

Dalam tahapan ini dilakukan survei/pengumpulan data/informasi yang

dibutuhkan akan dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat regional (makro)

dan data lokal (mikro). Data-data tersebut meliputi:

a. Data Regional (makro), yakni data-data dengan unit kecamatan di Kota

Tidore Kepulauan dan Kabupaten-kabupaten yang berbatasan di Maluku

Utara.

1) Kebijaksanaan yang terkait dengan wilayah perencanaan, baik yang

menyangkut kebijaksanaan tata ruang maupun kebijaksanaan

sektoral. Termasuk di dalamnya adalah RTRW Provinsi Maluku

Utara, RTRW Kabupaten yang berbatasan.

2) Kondisi sosial-kependudukan, meliputi jumlah dan perkembangan

Page 128: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-11

penduduk, struktur penduduk, serta aspek sosial budaya.

3) Kondisi ekonomi, meliputi struktur dan perkembangan ekonomi

wilayah/kota secara sektoral, produksi tiap sektor kegiatan

ekonomi, struktur ketenagakerjaan, pola aliran barang dan jasa

dalam proses koleksi dan distribusi, serta perkembangan investasi.

4) Kondis fisik dasar dan potensi sumberdaya alam, meliputi topografi

dan kemiringan tanah, geologi, hidrologi, vegetasi, klimatologi,

potensi sumberdaya alam.

5) Kondisi fisik binaan, meliputi penggunaan lahan, sarana / fasilitas

perkotaan dan prasarana utama.

b. Data lokal (mikro), yakni data-data yang secara spesifik menyangkut

Kota Tidore Kepulauan, meliputi :

1) Kondisi sosial-kependudukan, meliputi jumlah dan perkembangan

penduduk, struktur penduduk, serta aspek sosial budaya.

2) Kondisi ekonomi, meliputi perkembangan ekonomi kota secara

sektoral, produksi tiap sektor kegiatan ekonomi, struktur

ketenagakerjaan, pola aliran barang dan jasa dalam proses koleksi

dan distribusi, serta perkembangan investasi.

3) Kondisi fisik dasar dan potensi sumberdaya alam, meliputi

topografi dan kemiringan tanah, geologi, hidrologi, vegetasi,

klimatologi, potensi sumberdaya alam (pertambangan).

4) Kondisi penggunaan lahan, yang meliputi jenis penggunaan lahan

perkotaan (perumahan, pemerintahan dan bangunan umum,

industri, perdagangan dan jasa, pelayanan sosial, ruang terbuka

hijau, serta penggunaan khusus).

5) Kondisi sarana/fasilitas perkotaan (perbelanjaan, pendidikan,

kesehatan, olah raga dan rekreasi, peribadatan,

pemerintahan/bangunan umum) dan prasarana/utilitas perkotaan

(jaringan jalan, air bersih, drainase, pembuangan limbah, listrik,

telepon).

6) Kondisi keuangan daerah serta kemampuan kelembagaan untuk

mendukung pengelolaan pembangunan kota.

Page 129: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-12

1.4.3.4 Analisis Makro Pengembangan Kota

Analisis ini diarahkan untuk meninjau peran dan fungsi Kota Tidore

Kepulauan dalam konstelasi wilayah yang lebih luas di Provinsi Maluku Utara.

Sistem regional tersebut dapat berupa sistem provinsi, pulau ataupun nasional,

dimana kota dapat berperan dalam perkembangan regional dan nasional. Oleh

karena itu dalam anasis regional ini dilakukan analisis pada aspek berikut:

a. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi kota

pada wilayah yang lebih luas.

b. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi kota pada wilayah yang

lebih luas.

c. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana kota dengan

wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam

analisis ini adalah sistem prasarana wilayah, sebagaimana dijelaskan

dalam pengertian sistem prasarana wilayah.

d. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik

dan SDA) kota pada wilayah yang lebih luas.

e. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan kota pada

wilayah yang lebih luas.

Keluaran dari analisis regional, meliputi:

a. Gambaran struktur dan pola ruang wilayah kota dalam sistem nasional.

b. Gambaran fungsi dan peran kota pada wilayah yang lebih luas (wilayah

provinsi, pulau, Nasional, kab/kota berdekatan secara sistemik);

c. Gambaran potensi dan permasalahan pembangunan terkait penataan

ruang pada wilayah yang lebih luas terkait dengan kedudukan dan

keterkaitan wilayah kota pada wilayah yang lebih luas, mencakup

permasalahan disparitas pembangunan antar wilayah kota.

d. Gambaran peluang dan tantangan pembangunan wilayah kota dalam

wilayah yang lebih luas yang ditunjukkan oleh sektor unggulan wilayah

provinsi, dan produk unggulan kota.

1.4.3.5 Analisis Internal Pengembangan Kota

Analisis internal diarahkan untuk memahami potensi dan permasalahan

pengembangan kota, yang mencakup aspek-aspek : kependudukan, ekonomi,

Page 130: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-13

struktur tata ruang kota, kebutuhan sarana-prasarana, serta analisis tapak untuk

pengembangan kawasan yang diprioritaskan. Cakupan analisis ini adalah :

a. Sumber daya alam dan fisik /lingkungan wilayah

Analisis dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik

pengembangan wilayah serta batasan dan potensi alam wilayah kota

dengan mengenali karakteristik sumber daya alam, menelaah

kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dalam

pengembangan wilayah dapat dilakukan secara optimal dengan tetap

memperhatikan keseimbangan ekosistem dan meminimalkan kerugian

akibat bencana. Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan

wilayah yang perlu dilakukan mencakup beberapa analisis berikut :

1) Analisis klimatologi dan meteorology

2) Analisis sumber daya air

3) Analisis sumber daya tanah

4) Analisis topografi dan kelerengan

5) Analisis geologi

6) Analisis sumber daya alam hayati alami dan budidaya

(termasuk hutan).

7) Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya misalnya:

analisis sumberdaya laut yang diperlukan bagi wilayah kota

yang berbentuk kepulauan.

Secara umum analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki

keluaran sebagai berikut:

1) Gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung

kegiatan yang ada maupun yang akan dikembangkan sampai

akhir masa berlakunya RTRW kota.

2) Gambaran daya dukung maksimum (daya tampung)

ruang/lingkungan hidup dalam menampung kegiatan sampai

waktu yang melebihi masa berlakunya RTRW kota.

3) Gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di

masa datang berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya.

4) Gambaran potensi, dan hambatan pembangunan keruangan

dari aspek fisik.

Page 131: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-14

5) Gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan

fisik/lingkungan yang ada di wilayah.

b. Analisis kependudukan.

Analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan

proyeksi perubahan demografi seperti pertumbuhan dan komposisi

jumlah penduduk serta kondisi sosial kependudukan dalam

memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal ini

berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi,

tingkat pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral.

Selain itu analisis terhadap sebaran dan perpindahan penduduk

dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran

dan arahan kendala serta potensi sumberdaya manusia untuk

keberlanjutan pengembangan, interaksi dan integrasi dengan daerah di

luar wilayah kota.

Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi

terhadap batasan daya dukung dan daya tampung kota dalam jangka

waktu rencana.

c. Analisis perekonomian

Dalam mewujudkan ekonomi wilayah kota yang berkelanjutan

melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi regional

nasional, maupun internasional, analisis ekonomi dilakukan dengan

menemukenali struktur ekonomi, pola persebaran pertumbuhan

ekonomi, potensi, peluang dan permasalahan perekonomian wilayah

kota untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik, terjadinya

investasi dan mobilisasi dana yang optimal.

Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra regional

(antar kawasan/kabupaten/kota) maupun inter-regional sehingga

teridentifikasi sektor-sektor riil unggulan, dan solusi-solusi secara

ekonomi yang mampu memicu peningkatan ekonomi wilayah kota.

Analisis diharapkan dapat membaca potensi ekonomi lokal dalam

membuka akses potensi ekonomi lokal terhadap pasar regional,

nasional maupun global.

Page 132: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-15

Dari analisis ini, diharapkan diperoleh pengetahuan mengenai

karakteristik perekonomian wilayah dan ciri-ciri ekonomi kawasan

dengan mengidentifikasi basis ekonomi kota, sektor-sektor unggulan,

besaran kesempatan kerja, pertumbuhan dan disparitas pertumbuhan

ekonomi di wilayah kota.

d. Analisis Sumberdaya Buatan

Analisis sumberdaya buatan dilakukan untuk memahami kondisi,

potensi, permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan

pelayanan sarana dan prasarana kota. Melalui analisis ini diharapkan

teridentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

memaksimalkan fungsi kota.

Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk

per unit kegiatan dari sebuah wilayah regional atau perhitungan ratio

penduduk terhadap kapasitas atau skala pelayanan prasarana dan

sarana kota serta analisis daya dukung wilayah.

e. Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui bentuk-

bentuk penguasaan, penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan lahan

untuk kegiatan budi daya dan lindung yang merujuk pada kebijakan -

kebijakan terkait.

Dari hasil analisis ini dapat diketahui besaran fluktuasi intensitas

kegiatan di suatu kawasan, perubahan dan perluasan fungsi kawasan,

okupansi kegiatan tertentu terhadap kawasan, benturan kepentingan

lintas kabupaten/kota maupun kepentingan sektoral dalam

pemanfaatan ruang, kecenderungan pola perkembangan kawasan budi

daya dan pengaruhnya terhadap perkembangan kegiatan sosial

ekonomi serta kelestarian lingkungan.

f. Analisis Sistem Pusat Pelayanan

Untuk melihat kondisi dan tingkat pelayanan prasarana dan sarana

perkotaan bagi kebutuhan aktivitas penduduk perkotaan dalam

menunjang fungsi dan peran kawasan di wilayah perkotaan, dilakukan

analisis terhadap jenis dan kapasitas sarana prasarana kota dalam

memberikan pelayanan, jangkauan dan tingkat skala pelayanannya.

Page 133: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-16

Dengan informasi tersebut, diharapkan dapat diformulasikan

kondisi kawasan terutama menyangkut interaksi, keserasian dan

keterpaduan pengembangan kawasan perkotaan, antara

pengembangan pusat kota dan pusat-pusat aktivitas maupun wilayah

pengaruhnya. Formulasi kondisi kawasan tersebut mencakup

permasalahan, potensi, peluang, serta tantangan yang ada maupun

kecenderungan yang akan datang.

g. Analisis Kelembagaan

Analisis kelembagaan dilakukan untuk memahami kapasitas

pemerintah kota dalam menyelenggarakan pembangunan yang

mencakup struktur organisasi dan tata laksana pemerintahan,

sumberdaya manusia, sarana dan prasarana kerja, produk-produk

pengaturan serta organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi dan

masyarakat.

Analisis diharapkan menghasilkan beberapa bentuk dan

operasional kelembagaan yang dapat terlibat dalam perencanaan,

pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

h. Analisis Pembiayaan

Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk

mengidentifikasi besar pembelanjaan pembangunan, alokasi dana

terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang terdiri

dari:

1) Pendapatan Asli Daerah;

2) Pendanaan oleh pemerintah;

3) Pendanaan dari pemerintah provinsi;

4) Investasi swasta dan masyarakat;

5) Bantuan dan pinjaman luar negeri; dan

6) Sumber-sumber pembiayaan lainnya.

Analisis pembiayaan juga menghasilkan perkiraan besaran

kebutuhan pendanaan untuk melaksanakan rencana pembangunan

wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan program utama jangka

menengah dan jangka panjang.

Page 134: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-17

Dari seluruh analisis yang dilakukan baik analisis sektoral pada aspek

tertentu maupun analisis komprehensif terhadap arah pengembangan wilayah

kota kesemuanya dituangkan dalam bentuk konsep pengembangan kota.

Konsep pengembangan kota ini sangat terkait dengan efisiensi dan efektivitas

alokasi sumberdaya serta proses dalam mentransformasikan sumber daya

tersebut. Konsep pengembangan kota mencakup:

a. Konsep tujuan penataan ruang wilayah kota;

b. Konsep kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota;

c. Konsep pengembangan sistem pusat pelayanan kegiatan di kota,

beserta sistem prasarana yang mengintegrasikan serta memberikan

pelayanan bagi fungsi kegiatan yang ada/direncanakan;

d. Konsep pola ruang wilayah kota sesuai dengan fungsi kegiatan yang

hendak dikembangkan dan struktur ruang yang hendak dituju;

e. Perkiraan jumlah penduduk pada akhir masa berlakunya rencana dan

kebijakan pengembangan penduduk yang diarahkan.

a. Skenario pengembangan wilayah kota terhadap daya tampung

maksimal ruang wilayah kota.

1.4.3.6 Perumusan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kota

Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang merupakan terjemahan dari

visi dan misi kota dalam pelaksanaan dan operasional untuk mencapai kondisi

ideal penataan ruang kota seperti yang digambarkan dalam visi dan misi Kota.

a. Rumusan Tujuan Penataan Ruang Kota

Tujuan penataan ruang wilayah kota menekankan arahan

perwujudan ruang wilayah kota yang diinginkan di akhir masa

perencanaan (20 tahun mendatang). Rumusan tujuannya disusun

dengan mengacu pada:

1) Visi dan misi pembangunan jangka panjang kota;

2) Rumusan tujuan diturunkan dari visi dan misi pembangunan

jangka panjang daerah pada aspek keruangan yang akan

dituju sampai dengan akhir masa berlakukan RTRW kota;

3) Karakteristik wilayah kota

4) Karakteristik wilayah kota juga perlu diperhatikan dalam

perumusan tujuan penataan ruang wilayah kota. Dengan

Page 135: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-18

mengenali karakter wilayah akan dapat diketahui potensi,

permasalahan, peluang, tantangan, dan hambatan dalam

penataan ruangnya. Oleh karena itu rumusan tujuan yang

memperhatikan karakter wilayah kota relatif akan lebih

mungkin dicapai.

5) Tujuan penataan ruang nasional

6) Rumusan tujuan, selain diturunkan dari visi dan misi

pembangunan jangka panjang daerah, juga harus dapat

mendukung terwujudnya tujuan penataan ruang nasional.

b. Rumusan Kebijakan

Dengan teridentifikasinya tujuan RTRW Kota di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa kebijakan penataan ruang kota.

Kebijakan penataan ruang wilayah kota yang dimaksud merupakan

arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintahan

daerah kota guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kota dalam

kurun waktu 20 tahun. Kebijakan penataan (khususnya perencanaan)

ruang ini meliputi kebijakan pengembangan struktur dan kebijakan

pengembangan pola ruang. Masing-masing kebijakan pada tiap aspek

merupakan kebijakan dasar dalam penataan ruang seluruh wilayah

kota pada aspek tersebut.

Kebijakan pengembangan struktur merupakan arahan dasar dalam

pengembangan struktur ruang kota. Kebijakan pengembangan pola

ruang kota merupakan arahan dasar dalam mengembangkan pola

ruang kota yang meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya, dan

kawasan strategis kota.

Kebijakan pengembangan struktur harus memuat arahan dasar

dalam pengembangan sistem pusat pelayanan kegiatan dalam kota,

serta arahan dasar dalam pengembangan sistem prasarana kota.

Kebijakan pengembangan pola ruang, paling tidak harus memuat

arahan dasar dalam pengembangan kawasan lindung, arahan dasar

dalam pengembangan kawasan budidaya, serta arahan dasar dalam

pengembangan kawasan strategis kota.

Page 136: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-19

Rumusan kebijakan ini juga disusun dengan memperhatikan tujuan

penataan ruang yang hendak dicapai sampai akhir tahun masa

berlakunya RTRW Kota, serta memperhatikan kondisi lingkungan

strategis wilayah kota baik internal maupun eksternal, sehingga

kebijakan yang diambil mampu menjadi dasar bagi pencapaian tujuan

penataan ruang kota.

c. Rumusan Strategi

Strategi adalah pernyataan yang menjelaskan langkah yang harus

ditempuh untuk merealisasikan / melaksanakan kebijakan-kebijakan

yang ada dalam RTRW Kota. Strategi merupakan gambaran atau

penjabaran kebijakan arah pengembangan kota di masa mendatang

untuk mencapai tujuan penataan ruang kota yang diinginkan atau

dituju.

Setelah kebijakan perencanaan ruang ditetapkan, masing-masing

kebijakan tersebut dirinci dalam langkah-langkah perwujudan yang

disebut strategi. Oleh karenanya, strateginya juga akan mengikuti

struktur kebijakan yang ditetapkan, yaitu mencakup strategi

pengembangan struktur ruang dan strategi pengembangan pola ruang

kota. Strategi-strategi ini berdasarkan kebijakan yang ditetapkan dalam

penataan ruang kota.

1.4.3.7 Rumusan Rencana Struktur Ruang Kota

a. Penetapan Pusat Pelayanan Kegiatan Kota

Pusat pelayanan kegiatan kota dengan skala pelayanan yang paling

luas menduduki hierarkhi/orde teringgi dalam sistem pusat pelayanan

kegiatan kota. Begitu sebaliknya bagi pusat pelayanan kegiatan yang

memiliki skala pelayanannya paling sempit/kecil. Nomenklatur yang

dapat digunakan dalam memetakan hierarkhi pusat pelayanan kegiatan

sebagai berikut:

1) Pusat Primer, Pusat Sekunder, Pusat Tersier, dan seterusnya;

2) Hierarkhi I, Hirakri II, Hierarkhi III dan seterusnya;

3) Orde I, Orde II, Orde III, dan seterusnya.;

4) atau istilah lainnya.

Page 137: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-20

Pada masing-masing pusat kegiatan tersebut diarahkan dominasi

fungsi kegiatan tertentu beserta sistem prasarana penunjang yang

menunjang pelayanan kegiatan. Penetapan fungsi kegiatan tertentu

pada tiap pusat pelayanan kegiatan kota, dilakukan sesuai potensinya

maupun peluang dan hambatan yang mungkin, sedemikian rupa

sehingga kota dapat mengemban fungsi dan perannya dalam lingkup

yang lebih luas.

b. Rencana Sistem Prasarana Kota

Rencana sistem prasarana yang dikembangkan yang

mengintegrasikan dan memberikan pelayanan bagi fungsi kegiatan

yang dikembangkan dalam wilayah kota, meliputi:

1) Sistem jaringan prasarana transportasi;

2) Sistem prasarana telematika;

3) Sistem prasarana sumber daya air;

4) Sistem prasarana energi/kelistrikan; dan

5) Sistem prasarana wilayah kota lainnya, yang meliputi prasarana

pengelolaan lingkungan, prasarana pendidikan, prasarana

ekonomi, prasarana kesehatan, serta prasarana olahraga dan

rekreasi.

1.4.3.8 Rumusan Rencana Pola Ruang Kota

Pola ruang kota secara umum dikelompokkan menjadi kawasan

lindung dan kawasan budi daya. Rencana pola ruang wilayah kota

merupakan arahan bentuk pemanfaatan ruang wilayah kota yang akan

dituju hingga akhir tahun perencanaan yang menggambarkan lokasi,

ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam.

a. Kawasan Lindung

Rencana ini harus disesuaikan dengan tipologi kota yang

direncanakan beserta intensitas kegiatan di sekitar kawasan yang

seharusnya memiliki fungsi lindung setempat. Perlu diperhatikan juga

aspek kegiatan masyarakat dan kultural. Kawasan lindung meliputi:

1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya

meliputi: kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan

resapan air;

Page 138: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-21

2) Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan

pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan

sekitar mata air, dan ruang terbuka hijau termasuk di dalamnya

hutan kota;

3) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, antara

lain kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan

lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman

hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa,

serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;

4) Kawasan lindung lainnya meliputi kawasan taman buru, cagar

biosfer, perlindungan plasma-nutfah, pengungsian satwa, serta

pantai berhutan bakau.

b. Kawasan Budi Daya

Rencana pola ruang kawasan budidaya di wilayah kota, yang

dituangkan dalam RTRW Kota, meliputi:

1) Perkantoran & Pemerintahan;

2) Perdagangan dan Jasa;

3) Permukiman, dirinci dalam Perumahan, dan RTH Non-Hijau;

4) Peruntukan Industri, dirinci dalam peruntukan industri besar,

sedang, dan kecil, atau jenis industri menurut kepentingan kota

masing-masing;

5) Kawasan Industri;

6) Kawasan Pariwisata;

7) Kawasan Khusus (misal Militer, media, dll);

8) Kawasan Bandara;

9) Kawasan Pelabuhan;

10) Kawasan Pelayanan Umum, dirinci kawasan pendidikan, kawasan

kegiatan keagamaan, kawasan pelayanan kesehatan, Olahraga,

terminal, dan kawasan pelayanan umum lainnya dalam wilayah

kota;

11) Perikanan, dirinci dalam perikanan laut dan perikanan

darat/tambak;

Page 139: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-22

12) Hutan Produksi, dirinci dalam Hutan Produksi Tetap, Hutan

Produksi Terbatas, Hutan Produksi Konversi, jika direncanakan

masih ada dalam wilayah kota s.d. 20 tahun ke depan;

13) Pertanian, dirinci dalam Pertanian Lahan Basah (beririgasi, non

irigasi), Pertanian Lahan Kering, Pertanian tanaman

tahunan/perkebunan, dan Peternakan jika direncanakan masih

ada dalam wilayah kota s.d. 20 tahun ke depan;

14) Pertambangan, dirinci berdasarkan gol. A (strategis), gol. B (Vital),

dan gol C (lainnya).

c. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah Area memanjang/jalur

dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,

tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun

yang sengaja ditanam, yang berada dalam wilayah kota.

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau kota,

sekurang-kurangnya memuat:

1) Perhitungan kebutuhan dan luas minimum RTH yang harus

dipenuhi di dalam wilayah kota;

2) Tipologi RTH, alternatif vegetasi pengisi ruang khususnya

arahan vegetasi pada kelompok-kelompok besar, arahan

elemen pelengkap pada RTH, hingga konsep RTH dapat

digunakan sebagai arahan untuk pengembangan disain

selanjutnya;

3) Rencana alokasi ruang untuk penyediaan RTH pada tiap jenis

RTH;

4) Rencana pemanfaatan ruang pada alokasi ruang yang

direncanakan untuk RTH dan ketentuan umum

pemanfaatannya;

5) Rencana pentahapan penyediaan dan pengelolaan RTH.

Rencana alokasi penyediaan RTH Kota dinyatakan dalam peta

tematik tersendiri dari rencana pola ruang kota.

Sebagai pedoman yang perlu diperhatikan sebagaimana

dinyatakan dalam ketentuan perundangan, maka RTH yang harus

Page 140: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-23

disediakan dalam ruang kota setidaknya 30 % dengan standar minimal

20 % untuk RTH publik dan 10% RTH Privat.

d. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non-Hijau

Ruang terbuka nonhijau adalah ruang terbuka yang diperkeras

(paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan

sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kolam-

kolam retensi.

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau

kota, sekurangkurangnya memuat:

1) Perhitungan kebutuhan RTNH yang harus dipenuhi di dalam

kota untuk menunjang fungsi kegiatan dalam kota yang

ada/direncanakan ada;

2) Tipologi RTNH, dan jenis RTNH yang diperlukan dalam

wilayah kota untuk menunjang fungsi kegiatan dalam wilayah

kota;

3) Rencana alokasi ruang untuk penyediaan RTNH pada tiap

jenis RTH.

4) Rencana pemanfaatan ruang pada alokasi ruang yang

direncanakan untuk RTNH dan ketentuan umum

pemanfaatannya;

5) Rencana pentahapan penyediaan dan pengelolaan RTNH.

Rencana alokasi penyediaan RTNH Kota dinyatakan dalam peta

tematik tersendiri dari rencana pola ruang

e. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Pejalan

Kaki

Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana

pejalan kaki dalam wilayah kota, sekurang-kurangnya memuat:

1) Pola/jenis/tipikal jalur pejalan kaki dan jalur penyandang

cacat pemakai kursi roda dalam wilayah kota;

2) Lokasi ruang pada masing-masing tipe/pola jalur pejalan kaki

dan penyandang cacat pemakai kursi roda;

3) Rencana penyediaan prasarana dan sarana penunjang jalur

pejalan kaki, diantarannya tempat peristirahatan sementara,

Page 141: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-24

telepon umum, penyediaan air bersih, dan sarana penunjang

lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan kota dalam

penyediaannya;

4) Rencana pentahapan pembangunan dan pengelolaan

prasarana dan sarana jalur pejalan kaki dan penyandang

cacat pemakai kursi roda.

f. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Angkutan

Umum

Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana

Angkutan Umum, sekurang-kurangnya memuat:

1) Rencana jalur / trayek angkutan umum dalam wilayah kota,

baik yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan kegiatan

dalam kota maupun yang menghubungkan dengan daerah

lain dalam lingkup yang lebih luas;

2) Perkiraan kebutuhan pengembangan jenis dan kuantitas

sarana angkutan umum kota;

3) Rencana lokasi terminal bagi angkutan umum;

4) Rencana penyediaan dan pemanfaatan halte-halte angkutan

umum untuk menunjang fungsi-fungsi kegiatan yang ada

dalam wilayah kota;

5) Rencana pentahapan pengembangan dan pengelolaan

prasarana dan sarana penunjang angkutan umum kota.

Rencana penyediaan terminal dan halte bagi angkutan umum di

kota dinyatakan dalam peta tematik tersendiri.

g. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Sektor

Informal

Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana

kegiatan sektor informal, sekurang-kurangnya memuat:

1) Alokasi ruang permanen untuk menampung kegiatan sektor

informal di perkotaan;

2) Alokasi ruang temporer/sementara yang masih

diperbolehkan bagi kegiatan sektor informal;

Page 142: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-25

3) Rencana penyediaan prasarana penunjang kegiatan sektor

informal;

4) Rencana pentahapan dan pengelolaan perwujudan ruang

serta prasarana dan sarana untuk kegiatan sektor informal;

Rencana alokasi penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan

sarana kegiatan sektor informal kota dinyatakan dalam peta tematik

tersendiri dari rencana pola ruang kota.

h. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana dan Ruang

Evakuasi Bencana.

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang dan prasarana

evakuasi bencana, sekurang-kurangnya mencakup:

1) Potensi bencana dan analisis kemungkinannya;

2) Penentuan ruang-ruang evakuasi pada zona aman yang

diperuntukkan untuk tempat penyelamatan;

3) Bangunan-bangunan penyelamat yang direncanakan sebagai

bangunan penyelamat pada zona rawan, yang diperuntukkan bagi

pihak yang tidak sempat melakukan penyelamatan ke zona aman;

4) Rencana Jalur evakuasi masyarakat kota menuju zona aman, serta

rencana pengembangan prasarana penunjangnya (jalan,

jembatan, angkutan evakuasi).

Rencana alokasi penyediaan dan pemanfaatan Ruang dan

prasarana evakuasi bencana dalam kota dinyatakan dalam peta tematik

tersendiri dari rencana pola ruang kota.

1.4.3.9 Penetapan Kawasan Strategis

a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi

meliputi:

1) Memiliki potensi bagi pengembangan ekonomi kota;

2) Sumber komoditi unggulan kota;

3) Memiliki potensi ekspor;

4) Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan

ekonomi;

Page 143: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-26

5) Memiliki fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber

energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi kota;

6) Merupakan bagian wilayah kota untuk pengembangan bagian

wilayah kota lainnya yang tertinggal, atau bagian kota yang

memiliki ketertinggalan secara ekonomi;

7) Dan kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan

kepentingan pembangunan kota.

KSK aspek ekonomi ini, dapat berupa kawasan perdagangan dan

jasa, kawasan pelabuhan, kawasan berikat, dan kawasan lainnya yang

memiliki andil strategis dalam pengembangan ekonomi kota.

b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya meliputi:

1) Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat

atau budaya;

2) Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;

3) Merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;

4) Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya;

5) Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya;

atau memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial;

6) Merupakan hasil karya cipta budaya masyarakat kota yang dapat

menunjukkan jatidiri maupun penanda (vocal point, landmark)

budaya kota;

7) Kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan kepentingan

pembangunan kota.

KSK aspek sosial budaya ini dapat berupa kawasan pusat

perkantoran pemerintahan, kawasan pusat keagamaan, kawasan pusat

pendidikan, kawasan wisata budaya, kawasan wisata buatan unggulan

kota, dan kawasan olah raga, kawasan cagar budaya, dan kawasan sosial

budaya strategis kota lainnya.

c. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya

alam (SDA) dan/atau teknologi tinggi meliputi:

1) Merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan

Page 144: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-27

lokasi sumber daya alam strategis, pengembangan antariksa, serta

tenaga atom dan nuklir;

2) Memiliki sumber daya alam strategis;

3) Memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan

antariksa;

4) Memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan

nuklir; atau

5) Memiliki fungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi

strategis;

6) Mendayagunakan SDA yang dimiliki kota dan strategis untuk

kepentingan pembangunan kota;

7) Dan kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan

kepentingan pembangunan kota.

KSK pada aspek ini dapat berupa kawasan pelabuhan, kawasan

Industri strategis kota, kawasan pertambangan strategis kota, dan

kawasan lainnya yang mendayagunakan SDA atau menggunakan

teknologi tinggi strategis kota.

d. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung

lingkungan hidup meliputi:

1) Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;

2) Merupakan kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan

ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau

diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau

dilestarikan;

3) Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap

tahun berpeluang menimbulkan kerugian;

4) Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;

5) Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;

6) Merupakan kawasan rawan bencana alam; atau

7) Merupakan kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan

rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan

kehidupan;

Page 145: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-28

8) Kriteria lainnya dikembangkan sesuai dengan kepentingan

penataan ruang kota.

KSK pada aspek lingkungan ini dapat berupa Hutan Kota, Kawasan

Mata Air dan Sempadannya, Taman Hutan Raya yang berada di kota, dan

kawasan lindung lainnya yang memiliki nilai strategis kota.

e. Kawasan strategis lainnya yang ditetapkan oleh kota sesuai dengan

kepentingan pembangunan keruangan kota.

Penetapan kawasan strategis ini harus didukung oleh kepentingan

tertentu dengan pertimbangan aspek-aspek strategis, kebutuhan

pengembangan tertentu, dan kesepakatan dan kebijakan yang

ditetapkan diatasnya.

1.4.3.10 Arahan Pemanfaatan Ruang

Muatan dasar dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah kota meliputi

indikasi program utama, disertai perkiraan pendanaan beserta sumbernya,

instansi yang terlibat dalam pelaksanaannya serta waktu dan tahapan

pelaksanaannya yang disusun dengan memperhatikan kurun waktu

perencanaan dan tahap operasionalisasinya mengacu pada rencana tata

ruang. Adapun indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang

wilayah kota, meliputi:

a. Usulan Program Utama Kota

Program utama kota adalah program-program pemanfaatan yang

memiliki bobot kepentingan utama/perlu diprioritaskan untuk mewujudkan

RTRW kota sesuai arah yang dituju. Penetapan program utama dapat

dilakukan dengan multi kriteria yang mempertimbangkan banyak aspek,

yang kriterianya dapat ditentukan oleh kota sesuai dengan

kepentingannya. Kriteria penetapan program utama dapat mencakup

dukungan pada perwujudan struktur ruang kota, dukungan pada

perwujudan pola ruang kota, maupun kriteria lainnya pada aspek politik,

ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Program-program utama kota

perlu mendukung program utama nasional dan kota dalam bidang

penataan ruang.

Page 146: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-29

b. Perkiraan Pendanaan

Untuk merealisasikan program dan rencana tindak yang disusun maka

perlu dibuatkan rencana pembiayaan kurun waktu 20 (dua puluh) tahun

dan secara bertahap setiap 5 (lima) tahun. Pada bagian ini dijelaskan pula

perkiraan rencana sumber dan besar pembiayaan untuk masing-masing

program. Pada dasarnya perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang

disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang

berlaku.

c. Instansi Pelaksana

Pelaksanaan program disesuaikan dengan tingkat pemerintahan sesuai

dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan swasta dan masyarakat.

Instansi pelaksana dapat dijabarkan dengan lebih rinci sesuai dengan

bidang, tugas,dan fungsinya yang pelaksanaannya harus terintegrasi antar

sektor. Instansi pelaksana ini dapat dibendakan menjadi dua kelompok

yaitu instansi pelaksana utama, dan instansi pelaksana pendukung.

d. Waktu Dan Tahapan Pelaksanaan

Sebuah program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi,

untuk rencana tata ruang wilayah kota sebuah program direncanakan

selama tahun perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci per 5 (lima)

tahun.

1.4.3.11 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

a. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Ketentuan umum peraturan zonasi kota merupakan ketentuan-

ketentuan umum yang menjadi dasar dalam penyusunan peraturan zonasi

yang berlaku pada tiap blok yang perencanaannya dilakukan pada Rencana

yang lebih rinci (RTR Kawasan Strategis Kota maupun RDTR).

Muatan dalam ketentuan umum peraturan Zonasi Kota sekurang-

kurangnya mencakup:

1) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan yang berisikan

kegiatan yang diperbolehkan, baik diperbolehkan tanpa syarat,

dengan syarat, atau dengan pengecualian; dan kegiatan yang tidak

diperbolehkan;

Page 147: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-30

2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang yang sekurang-

kurangnya terdiri atas koefisien dasar bangunan maksimum,

koefisien lantai bangunan maksimum, dan koefisien dasar hijau

minimum;

3) Ketentuan prasarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik

lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman

berfungsi secara optimal yang sekurangkurangnya mencakup

lahan parkir, bongkar muat, dimensi dan kelengkapan jaringan

jalan, dan kelengkapan prasarana lain yang dianggap perlu;

4) Ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan

pembangunan kota untuk mengendalikan penggunaan lahan pada

kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana, kawasan

keselamatan operasi penerbangan dan kawasan lainnya.

Ketentuan umum peraturan zonasi ini juga dapat digunakan sebagai

dasar dalam pemberian insentif dan disinsentif, pemberian izin, serta

pengenaan sanksi di tingkat kota.

1.4.3.12 Ketentuan Perizinan

Izin, diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan

kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona yang sesuai dengan

arahan rencana pola ruang pada rencana tata ruang wilayah dan peraturan

zonasi. Beberapa jenis izin yang terkait dengan RTRW Kota, yaitu:

1) Izin prinsip, diberikan untuk rencana kegiatan pemanfaatan ruang;

2) Izin lokasi, diberikan untuk penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan

pemanfaatan ruang;

3) Izin peruntukkan penggunaan tanah, diberikan untuk perencanaan

dan pemanfaatan tanah;

4) Izin mendirikan bangunan, diberikan sebagai surat bukti untuk

dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan

dan rencana teknis bangunan gedung yang disetujui.

Dalam ketentuan perizinan pada RTRW Kota, sekurang-kurangnya

memuat:

1) Hasil Identifikasi semua jenis perizinan terkait tata ruang yang

dalam pemberian izinnya harus mengacu pada dokumen Rencana

Page 148: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-31

Tata Ruang Wilayah Kota pada wilayah yang disusun RTRW Kota

nya

2) Mekanisme perizinan terkait tata ruang yang menjadi wewenang

Pemerintahan Kota yang mencakup pengaturan keterlibatan

masing-masing organisasi perangkat daerah terkait dalam setiap

perizinan yang diterbitkan berdasarkan arahan rencana tata ruang

wilayah kota;

3) Ketentuan teknis prosedural dalam pengajuan izin pemanfaatan

ruang maupun forum pengambilan keputusan atas izin yang akan

dikeluarkan, yang akan menjadi dasar dalam pengembangan SOP

perizinan;

4) Ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RTRW

Kota belum memberikan ketentuan yang cukup terkait perizinan

yang dimohonkan oleh masyarakat (individual maupun

organisasi).

1.4.3.13 Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Insentif dan disinsentif merupakan salah satu strategi pendorong

pengembangan kawasan agar sesuai rencana tata ruang. Insentif dapat

diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana

tata ruang dan memberikan eksternalitas positif kepada perekonomian

wilayah, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.

Perangkat insentif yang dapat digunakan, mencakup insentif fiskal

maupun non fiskal. Insentif fiskal dapat berupa pemberian keringanan atau

pembebasan pajak. Sedangkan insentif non fiskal dapat berupa pemberian

kompensasi, subsidi silang, kemudahan perizinan, sewa ruang dan urun

saham, penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur, dan/atau

kemudahan perizinan.

Disinsentif diberikan untuk mencegah, membatasi, atau mengurangi

perkembangan agar tidak terjadi kegiatan pemanfaatan ruang (pada

kawasan lindung maupun budidaya) yang tidak sesuai dengan RTRW Kota

dan memberikan dampak negatif kepada lingkungan dan masyarakat.

Bentuk disinsentif yaitu disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang

tinggi, dan disinsentif non fiskal berupa kewajiban pemberian kompensasi,

Page 149: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-32

pensyaratan khusus dalam perizinan, kewajiban membayar imbalan,

pembatasan penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur, dan/atau

pemberian status tertentu dari pemerintah.

Ketentuan dalam penyediaan insentif disinsentif diatur sesuai dengan

kriteria, bentuk, dan mekanisme yang mengacu pada peraturan perundang-

undangan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait dalam hal tersebut yang

disesuaikan dengan kondisi yang berlaku pada masing-masing daerah.

Ketentuan insentif dan disinsentif yang harus dimuat/disusun dalam

RTRW Kota meliputi:

1) Ketentuan insentif-disinsentif pada masyarakat umum.

2) Ketentuan insentif-disinsentif pada lembaga komersial.

1.4.3.14 Arahan Sanksi

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban berupa sanksi

administratif, pidana dan perdata yang dilakukan terhadap pemanfaatan

ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Arahan sanksi terkait pemanfaatan ruang merupakan arahan-arahan dalam

pemberian sanksi kepada pelanggar pemanfaatan ruang, yang disusun

dengan mengacu pada undang-undang penataan ruang. Arahan sanksi juga

memperhatikan kondisi yang berlaku pada masing-masing daerah.

Arahan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:

1) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang

wilayah kota, yang dijelaskan dalam ketentuan umum peraturan

zonasi dalam RTRW Kota;

2) Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang

diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;

3) Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang

yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;

4) Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin

pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;

5) Pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan

yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai

milik umum;

Page 150: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-33

6) Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur

yang tidak benar.

Pemberian sanksi terhadap pelanggaran penataan ruang didasarkan

atas besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran

penataan ruang, nilai manfaat pemberian jenis sanksi yang diberikan untuk

pelanggaran penataan ruang; dan kerugian publik yang ditimbulkan akibat

pelanggaran penataan ruang. Sanksi dapat berupa sanksi administratif,

sanksi perdata, dan sanksi pidana.

1) Sanksi Administratif

Jenis sanksi dalam pelanggaran penataan ruang berupa sanksi

administrasi meliputi:

a) Peringatan tertulis;

b) Penghentian kegiatan sementara;

c) Penghentian sementara pelayanan umum;

d) Penutupan lokasi;

e) Pencabutan izin;

f) Pembatalan izin;

g) Pembongkaran bangunan;

h) Pemulihan fungsi ruang; dan/atau

i) Denda administratif.

2) Sanksi Perdata

Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana

terkait penataan ruang, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata

kepada pelaku tindak pidana. Tuntutan ganti kerugian ini dilakukan

sesuai dengan hukum acara pidana.

3) Sanksi Pidana

Ketentuan sanksi pidana yang diterapkan pada tiap pelanggaran

pidana terkait penataan ruang, yang dapat diterapkan sebagaimana

tersaji pada tabel dibawah ini.

Page 151: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-34

Tabel 1. 1 Arahan Sanksi pada Tiap Jenis Unsur Tindak Pidana Terkait Penataan Ruang Menurut UUPR No. 26 Tahun 2007

No Unsur Tindak Pidana Terkait Penataan

Ruang Arahan Sanksi Pidana

1 Tidak mentaati rencana tata ruang dan Mengakibatkan perubahan fungsi ruang

Dikenakan pidana Penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta

2

Tidak mentaati rencana tata ruang, mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dan mengakibatkan kerugian terhadap harga benda atau rusaknya barang

Dikenakan pidana Penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 Milyar

3 Tidak mentaati rencana tata ruang, mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dan mengakibatkan kematian orang

Dikenakan pidana Penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 Milyar

4 Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang

Dikenakan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta

5

Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin Pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang

Dikenakan pidana Penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 Milyar

6

Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dan mengakibatkan kerugian terhadap harga benda atau kerusakan barang

Dikenakan pidana Penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1.5 Milyar

7 Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dan mengakibatkan kematian orang

Dikenakan pidana Penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 Milyar

8 Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang

Dikenakan pidana Penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta

9 Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan dinyatakan sebagai milik umum

Dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta

10 Pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang

Dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling banyak Rp 500 juta. Pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

11 Korporasi yang melakukan sebagian atau semua tindak pidana terkait penataan ruang,

Dikenakan pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dan pidana terhadap korporasi berupa pidana dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana yang dilakukan oleh perseorangan. Selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

Pencabutan izin usaha, dan atau

Pencabutan status badan hukum.

Sumber: Pedoman Penyusunan RTRW Kota, 2007

Page 152: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-35

1.5 Dasar Hukum Perencanaan

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah

2. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 Tentang Provinsi Maluku Utara

3. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten

Halmahera utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera

Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore di Provinsi Maluku

utara

4. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

5. Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

6. Undang – Undang RI Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil

7. Undang – Undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan

8. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

9. Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan

Angkutan Jalan

10. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

11. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan

Ruang Nasional

12. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2008

tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil

13. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan

Pulau-Pulau Kecil

14. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2006

tentang Pelabuhan Perikanan

15. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.17/Men/2006

tentang Usaha Perikanan Tangkap

16. Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 tentang Sempadan Sungai

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Perencanaan Kawasan Perkotaan

Page 153: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-36

18. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang

Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang

19. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 397/Menhut-II/2004 tentang

Penetapan Taman Nasional

20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman

Koordinasi Penataan Ruang Daerah

21. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak Dan

Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam

Penataan Ruang

22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 1999 Tentang

Angkutan Di Perairan Presiden Republik Indonesia

23. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang

Ketelitian Peta

24. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

25. Peraturan Daerah tentang Pemekaran Desa Nomor 23 tahun 2006

26. Peraturan Daerah tentang Pemekaran Kecamatan Nomor 8 tahun 2007

27. Studi-studi serta peraturan lain yang terkait

1.6 ISU PERENCANAAN DAN PERMASALAHAN

Issue perencanaan dan permasalahan yang dijabarkan ini adalah issue dan

permasalahan yang ada di RPJP Kota Tidore Kepulauan tahun 2006-2026.

Penjabarannya sebagai berikut:

A. Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan sosial budaya dan kehidupan beragama berupa tingginya

angka penduduk miskin, belum optimalnya penggunaan kearifan lokal,

pembangunan sumberdaya manusia belum berjalan optimal, masih

rendahnya kinerja pelayanan kesehatan, tingginya penduduk usia produktif

dengan klasifikasi pendidikan rendah.

Permasalahan politik, hukum, dan aparatur adalah masih adanya

praktek money politik dan masih kurangnya aparatur yang bersih.

Permasalahan di bidang ekonomi antara lain dikarenakan sistem

perbankan yang masih rendah, konsep ekonomi yang belum memihak

Page 154: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-37

masyarakat, harga – harga bahan baku konstruksi belum disesuaikan,

minimnya investasi. Untuk meningkatkan perkenomian Kota Tidore

Kepulauan adalah menata kembali sektor tradisional yang selama ini

meberikan sumbangan cukup berarti bagi PDRB Kota Tidore Kepulauan.

Pada bidang pengembangan wilayah terdapat permasalahan dengan

dokumen rencana tata ruang pengembangan wilayah yang dikeluarkan

pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dokumen rencana

pengembangan wilayah pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Dan juga,

terdapat kesenjangan pembangunan antarwilayah dan keterisolasian

masyarakat pedesaan/kampung dengan kota. Pembangunan juga

dihadapkan pada permasalahan hak masyarakat adat berupa penguasaan

tanah ulayat. Tantangan lain yaitu belum dilakukan penataan kepemilikan,

pemetaan dan pembakuan tanah ulayat. Permasalahan pemanfaatan ruang

ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan maupun

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Pemanfaatan sumberdaya alam belum mengacu pada prinsip

pembangunan berkelanjutan selain itu, kapasitas kelembagaan dalam

koordinasi pengelolaan dan pengendalian lingkungan masih rendah. Untuk

itu diperlukan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement),

pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi, peruntukan dan daya dukung, juga

keberpihakan pada hak – hak masyarakat adat, serta meningkatkan

kesadaran stakeholders akan pentingnya pertimbangan lingkungan pada

pembangunan

B. Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan

Secara khusus terdapat tiga nilai strategis yaitu:

1. Kota Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara sehingga dapat

memancing investasi dan pembangunan di masa depan. Sebagai

pusat pemerintahan provinsi maupun pusat jasa – jasa umum

lainnya, keberadaan Kota Sofifi akan memberikan manfaat

ekonomi yang signifikan bagi Kota Tidore Kepulauan.

2. Potensi laut dan perairan yang besar. Sejauh ini potensi laut dan

perairan di sekitar Pulau Tidore, Maitara, Mare dan pesisir

Kecamatan Oba belum teridentifikasi. Diharapkan pada masa

Page 155: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-38

depan, potensi keindahan alam bawah laut di Pulau Tidore, Maitara

dan Mare serta pesisir Kecamatan Oba dapat dimanfaatkan.

3. Pulau Tidore sebagai cagar budaya dari salah satu kebudayaan dan

peradaban tertua di Indonesia. Kesultanan Tidore dengan Islam

sebagai agama kerajaan telah mempraktekkan keserasian antara

Islam sebagai agama sekaligus peradaban.

C. Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan 2006-2026

1. Terwujudnya Kemajuan dan Kemandirian Sosial

Kemajuan dan kemandirian sosial suatu daerah adalah sejalan

dengan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat daerah yang

bersangkutan. Untuk itu, pembangunan kesejahteraan sosial

diarahkan kepada peningkatan pelayanan dan rehabilitasi

sosial,pemberdayaan masyarakat penyandang masalah

kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial.

2. Terwujudnya Kemajuan dan Kemandirian Ekonomi

Kemajuan dan kemandirian ekonomi Kota Tidore Kepulauan

pada masa depan masih diharapkan bersumber dari sumbangan

sektor pertanian sub sektor perkebunan dan perikanan. Namun

karena daerah ini pada masa depan akan menjadi pusat

pemerintahan Provinsi Maluku Utara maka sumbangan sektor jasa

dan pelayanan umum lainnya akan menjadi andalan utama

perekonomian daerah.

3. Terwujudnya Kemajuan dan kemandirian politik

Masyarakat yang maju dan mandiri secara politik akan

melahirkan potret pemerintahan yang kuat dan kokoh. Potret

tersebut harus pertama kali datang dari kepemimpinan

pemerintahan di daerah. Dalam kerangka itu, maka reformasi

birokrasi pemerintah daerah dimulai dari penerapan tata

pemerintahan yang baik dan bersih pada seluruh struktur

pemerintahan daerah secara disiplin dan sungguh-sungguh. Dan

untuk menciptakan kepemimpinan daerah yang berwibawa dan

demokratis, diperlukan pranata penegakan hukum dan penertiban

Page 156: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-39

kehidupan sosial serta tatanan struktur dan mekanisme politik yang

stabil dan kondusif.

4. Terwujudnya Kemajuan dan Kemandirian Budaya

Keyakinan akan kemampuan diri sendiri muncul dari kesadaran

masyarakat tentang kekayaan nilai – nilai tradisi dan kebudayaan

yang tumbuh berkembang dan lestari hingga saat ini. Nilai – nilai

kebudayaan itu memberi inspirasi dan daya tonjol psikologis bagi

kreatifitas dan daya inovasi masyarakat untuk membangun

daerahnya sendiri.

D. Tahapan dan Prioritas

1. RPJM ke-1 (2006-2011)

RPJM ke-1 diarahkan untuk meningkatkan pelayanan

pendidikan dan kesehatan serta pembinaan kesejahteraan sosial.

Pengembangan kapasitas pemerintah daerah terus ditingkatkan

melalui peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah,

penataan struktur dan aparatur, efisiensi dan efektifitas pelayanan

birokrasi, peningkatan koordinasi, perencanaan, pengendalian dan

pengawasan pembangunan.

2. RPJM ke-2 (2011-2016)

RPJM ke-2 diarahkan untuk meningkatkan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender

(IPG) melalui penataan kembali kehidupan sosial. Peningkatan

sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan peran dan partisipasi

kaum perempuan di bidang politik dan pemerintahan diimbangi

dengan pemberian peran bagi ibu rumah tangga di pedesaan yang

berorientasi pada peningkatan produktifitas ekonomi keluarga.

Pengurangan tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka

melalui pemberdayaan ekonomi desa dan penyediaan lapangan

kerja baru.

3. RPJM ke-3 (2016-2021)

RPJM ke-3 diarahkan untuk meningkatkan akselerasi

pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang, dengan

Page 157: Rtrw

Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal I-40

penekanan pada peningkatan daya saing daerah dalam percaturan

ekonomi dan politik global.

4. RPJM ke-4 (2021-2026)

Pembangunan kesejahteraan sosial pada periode RPJM ke-4

ditujukan bagi peningkatan prosentasi tamatan Perguruan Tinggi

yang memiliki kecakapan, ketrampilan dan kemampuan

sumberdaya manusia yang dibutuhkan pembangunan daerah.

Modernisasi sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang

lebih baik serta ketersediaan sumberdaya pendidikan dan

kesehatan di daerah pedesaan, peningkatan taraf gizi dan

kesejahteraan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan di

desa dan kota merupakan prasyarat meningkatnya Indeks

Pembangunan Manusia dan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG)

yang lebih baik.

1.7 Sistematika Penyajian

Laporan Akhir revisi RTRW Kota Tidore Kepulauan ini disajikan dengan sistematika

sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB III ANALISIS KONDISI DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN

BAB IV KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN

BAB V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH

BAB VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

BAB VIII RENCANA POLA RUANG WILAYAH

BAB IX PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB X ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

BAB XI KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA

Page 158: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-1

2.1 Sumber Daya Alam

2.1.1 Letak Geografis, Luas Wilayah dan Batas Wilayah Administrasi

Kota Tidore Kepulauan sebagai daerah otonom yang dimekarkan dari Kabupaten

Halmahera Tengah berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang

pemekaran wilayah yang diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003.

Secara geografis, letak wilayah Kota Tidore Kepulauan berada pada batas

astronomis 0⁰-20⁰ Lintang Utara dan pada posisi 127⁰- 127,45⁰ Bagian Timur. Kota

Tidore Kepulauan memiliki total luas wilayah 13.862,86 Km2 dengan daratan

9.116,36 Km2 dan batas wilayah sebagai berikut :

• sebelah utara Berbatasan dengan Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate

dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera barat.

• sebelah timur Berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten

Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten

Halmahera Tengah.

• sebelah selatan Berbatasan dengan Gane Barat Kabupaten Halmahera

Selatan dan Kecamatan pulau Moti Kota ternate.

• sebelah barat Berbatasan dengan Laut Maluku.

Secara administratif, kota Tidore Kepulauan terdiri dari 8 (delapan) kecamatan

dan 72 desa/kelurahan seperti yang diuraikan berikut ini :

1. Kecamatan Tidore; Jumlah desa/kelurahan 11 dengan ibukota Gamtufkange,

dan luas daerah 212,15 Km2.

2. Kecamatan Tidore Selatan; Jumlah desa/kelurahan 8 dengan ibukota

Gurabati, dan luas daerah 249,32 Km2.

3. Kecamatan Tidore Utara; Jumlah desa/kelurahan 12 dengan ibukota Rum,

dan luas daerah 221,33 Km2.

Bab II

GAMBARAN UMUM WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

Page 159: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-2

4. Kecamatan Tidore Timur; Jumlah desa/kelurahan 4, dengan ibukota Tosa

dan luas daerah 199,92 Km2.

5. Kecamatan Oba; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Payahe, dan luas

daerah 2.373,63 Km2.

6. Kecamatan Oba Selatan; Jumlah desa/kelurahan 7, dengan ibukota Lifofa,

dan luas daerah 2.210,92 Km2.

7. Kecamatan Oba Utara; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Sofifi, dan

luas daerah 1.155,91 Km2.

8. Kecamatan Oba Tengah; jumlah desa/kelurahan 12, dengan ibukota

Akelamo dan luas daerah 2.493,17 Km2.

Tabel 2.1 Jumlah Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan

Kecamatan Tidore Kecamatan Tidore Selatan Kecamatan Tidore Utara Kecamatan Tidore Timur

Kel. Seli Desa Marekofo Desa Maitara Kel. Mafututu

Kel. Soadara Desa Maregam Desa Maitara Selatan Kel. Tosa

Kel. Topo Kel. Tongowai Kel. Rum Kel. Dowora

Kel. Topo Tiga Kel. Gurabati Kel. Rum Balibunga Kel. Kalaodi

Kel. Soasio Kel. Tomalou Kel. Sirongo Folaraha

Kel. Gamtufkange Kel. Tuguiha Kel. Gubukusuma

Kel. Folarora Kel. Dokiri Kel. Bobo

Kel. Gurabunga Kel. Toloa Kel. Mareku

Kel. Indonesiana Kel. Afa Afa

Kel. Tomagoba Kel. Ome

Kel. Goto Kel. Fobaharu

Kel. Jaya

Kecamata Oba Utara Kecamatan Oba Tengah Kecamatan Oba Kecamatan Oba Selatan

Desa Somahode Desa Lola Desa Kususinopa Desa Lifofa

Desa Akekolano Kel. Akelamo Kel. Payahe Desa Wama

Desa Oba Desa Togeme Desa Toseho Desa Nuku

Kel. Sofifi Desa Akegurai Desa Gitaraja Desa Tagalaya

Kel. Guraping Desa Akesai Desa Woda Desa Maidi

Desa Kaiyasa Desa Aketobololo Desa Kosa Desa Selamalofo

Desa Garojou Desa Akedotiou Desa Koli Desa Hager

Desa Kusu Desa Aketobatu Desa Bale

Desa Ampera Desa Tadupi Desa Tului Talagamori

Desa Bukit Durian

Desa Galala

Desa Balbar

Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Page 160: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-3

PETA 2.1 ADMINSTRASI WILAYAH

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.1

Page 161: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-4

2.1.2 Geomorfologi

Dae rah Kota Tidore Kepulauan secara fisiografi dapat di bagi manjadi 2 bentukan

utama yaitu pada daerah Pulau Tidore dan Pulau Halmahera. Pulau Tidore memiliki

satuan bentukan asal gunungapi. Satuan ini memiliki kelerengan bervariasi mulai

dari 2 % hingga lebih dari 40%, hal ini sesuai dengan jenis bentukan asal Satuan

vulkanik.

Gambar 2.1 Bentuk Morfologi Pulau Tidore Menunjukkan Satuan Dataran Vulkanik(Pada daerah pesisir), Satuan Lereng Vulkanik (Pada bagian lereng), Puncak Gunungapi (Kerucut vulkanik) dan

Perbukitan Vulkanik Denudasional Pada Bagian Utara Sumber: Survey Lapangan, 2009

Bagian ke dua wilayah Kota Tidore yang berada pada Pulau Halmahera memiliki

karakteristik yang berbeda dengan Pulau Tidore. Satuan geomorfologi ini antara lain

adalah dataran alluvial, perbukitan denudasional, perbukitan denudasional

ultramafik, Plato dan Monoklin.

Gambar 2.2 Morfologi Wilayah Kota Tidore Kepulauan yang Berada pada Pulau Halmahera

Terdiri Dari Dataran( Daerah pesisir) dan Satuan Perbukitan Terdenudasi pada Daerah Timur Sumber: Survey Lapangan, 2009

Selatan Utara

Utara Selatan

Page 162: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-5

2.1.3 Kondisi geologi

2.1.3.1 Satuan Batuan

Sejarah pembentukan batuan di Kota Tidore Kepulauan adalah di mulai pada

Oligosen yaitu dengan diendapkannya Batuan Gunungapi Formasi Bacan. Formasi

ini terdiri dari batuan gunungapi berupa lava, breksi dan tufa dengan sisipan

batupasir dan konglomerat.

Gambar 2.3 Singkapan Batas Satuan Breksi Dengan Lava

yang Menunjukkan Adanya Stuktur Aliran di Daerah Mareku Sumber: Survey Lapangan, 2009

Beberapa singkapan tampak jelas kontak antara batupasir dan konglomerat,

kontak ini menunjukkan adanya bidang erosi.

Gambar 2.4 Singkapan Kontak Antara Batupasir dan Konglomerat

Tampak Konglomerat Menggerus Satuan Batupasir. Lokasi Sekitar Balisosa Sumber: Survey Lapangan, 2009

Satuan batuan Gunungapi muda sering juga disebut sebagai satuan batuan

gunungapi Holosen. merupakan endapan dari gunungapi Kiematubu. Terdiri dari

breksi gunungapi, Lava, tufa dan abu vulkanik. Breksi gunungapi terdiri dari andesit

piroksen, kelabu tua, kompak ukuran butir daro 3 hingga 100cm, Batu apung; putih

kecoklatan, ringan, amidaloidal, getas.

Page 163: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-6

Gambar 2.5 Singkapan Batuan

Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.1.3.2 Struktur Geologi

Struktur geologi daerah Kota TIdore Kepulauan yang berkembang adalah

sesar. Sesar banyak dijumpai di daerah Pulau Halmahera. Sesar ini berkembang

Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya. Jenis sesar agak sulit di

identifikasi di lapangan, bidang sesar yang dijumpai di lapangan berupa zona

hancuran, pada zona ini di jumpai filit dan tampak mineral pengisi rekahan.

Gambar 2.6 Singkapan Bidang Sesar yang Berupa Zona Hancuran

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Kemiringan lapisan secara umum adalah ke arah barat, akan tetapi beberapa

tempat dijumpai kemiringan ke arah utara (N268 O E/ 30O). Besar kemiringan

batuan berkisar antara 10 O hingga 30 O.

Page 164: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-7

Gambar 2.7 Singkapan Batupasir dengan Kedudukan Batuan N268

O E/ 30

Opada Perselingan

Batupasir. Lokasi di Sekitar Payahe Sumber: Survey Lapangan, 2009

Struktur sesar merupakan daerah yang rawan terjadi gerakan tanah.

Kejadian gerakan tanah ini terutama pada saat hujan turun dan juga jika terjadi

gempa.

2.1.4 Iklim

Keadaan iklim di Kota Tidore Kepulauan tidak berbeda jauh dengan iklim di

daerah-daerah lainnya di pulau Halmahera dan sekitarnya yaitu beriklim tropis

lembab, yang dipengaruhi angin laut. Iklim daerah ini sangat di pengaruhi oleh laut

Halmahera, laut Seram dan laut Maluku.

2.1.5 Tanah

Tabel 2.2 Penyebaran Jenis Tanah Berdasarkan Klasifikasi USDA

No Lokasi

Penyebaran (kecamatan)

Satuan Peta Tanah (SPT )

Great Group Sub Ordo Ordo

1 Tidore 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

2 Tidore Utara 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

3 Tidore Selatan 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

4 Tidore Timur 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

5 Oba 4 Entisols Aquents Endoaquents

Histosols Hemists Haplohemists

Page 165: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-8

No Lokasi

Penyebaran (kecamatan)

Satuan Peta Tanah (SPT )

Great Group Sub Ordo Ordo

21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

150 Andisols Udands Hapludands

Inceptisols Udepts Dystrudepts

6 Oba Selatan 4 Entisols Aquents Endoaquents

Histosols Hemists Haplohemists

21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

7 Oba Utara 19 Inceptisols Aquepts Endoaquepts

Inceptisols Fluvents Udifluvents

21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

39 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Alfisols Udalfs Hapludalfs

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

150 Andisols Udands Hapludands

Inceptisols Udepts Dystrudepts

8 Oba Tengah 21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

39 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Alfisols Udalfs Hapludalfs

Page 166: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-9

No Lokasi

Penyebaran (kecamatan)

Satuan Peta Tanah (SPT )

Great Group Sub Ordo Ordo

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

150 Andisols Udands Hapludands

Inceptisols Udepts Dystrudepts

Sumber : Peta Sumberdaya Tanah Lembar Ternate (NA 52) dan Ambon (MA 52) skala 1: 1.000.000 tahun 2000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.

Page 167: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-10

Peta 2.2 Tanah Kota Tidore Kepulauan

2.1.5.1

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2010 - 2030

PETA 2.2

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.2

Page 168: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-11

Penggunaan Lahan

Tabel 2.3 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kota Tidore Kepulauan

No Penggunaan Luas (Km2) %

1 Permukiman 486,86 5,34

2 Kebun Campuran 1.483,59 16,27

3 Perkebunan 23,31 0,26

4 Mangrove 82,78 0,91

5 Hutan 6.084,29 66,74

6 Tanah Terbuka 1,91 0,02

7 Persawahan 140,49 1,54

8 Tegalan 489,34 5,37

9 Semak Belukar 323,79 3,55

Jumlah 9.116,36 100,00

Sumber: Penghitungan Berdasar Citra Satelit

Berdasarkan Peta Jenis Penggunaan Lahan (2008) Kota Tidore Kepulauan

masih didominasi oleh hutan (66,74%). Kemudian Kebun campuran (16,27%) dan

ketiga adalah Tegalan (5,57%). Adapun pertanian adalah 1,54 % berupa sawah

dengan kondisi pemanfaatan lahan ini laju peralihan dari lahan hutan menjadi yang

lain dapat menjadikan kemungkinan terjadinya perubahan ekosistem yang paling

mendasar. Penggunaan lahan di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada peta 2.3

Page 169: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-12

Peta 2.3 Penggunaan Lahan Eksisting

2.1.5.2

PETA 2.3

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.3

Page 170: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-13

Kemampuan Lahan

Kemiringan Lereng

Lahan di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang didominasi oleh perbukitan

Tektonik mempunyai kemiringan lereng yang beragam dari landai sampai sangat

curam namun. Berikut ini tersaji tabel luas kemiringan lereng Kota Tidore

Kepulauan.

Tabel 2.4 Luas Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan

Kemiringan Lereng

Luas (km2) Persentase luas

(%) Kelas

0-2 2855.01 28.55 Datar

2-15 1611.10 16.11 Landai

15-40 3517.17 35.17 Agak Curam

>40 1133.10 11.33 Sangat curam

Jumlah 9116.38 100

Sumber: SK Menteri Pertanian Nomer 837/KPTS/UM/11.1980

Kedalaman

Kota Tidore Kepulauan dengan kondisi iklim yang mendukung proses

pembantukan tanah menghasilkan tanah-tanah yang mempunyai jeluk dangkal

akibat dari kemiringan yang curam sehingga tanah mudah terkikis pada saat

terjadinya erosi.

Tekstur

Tanah-tanah di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak didominasi oleh

tekstur sedang sampai halus, ada beberapa lokasi yang bertekstur kasar sampai

agak kasar. Tekstur tanah berperan dalam menentukan sifat fisik dan kimia tanah.

Erosi tanah

Erosi merupakan pengikisan tanah permukaan oleh agensia air atau angin.

Erosi tanah yang terjadi di lahan-lahan wilayah Kota Tidore Kepulauan pada

permukaan tanah yang sudah tidak bervegetasi.

Page 171: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-14

Peta 2.4 Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2010 - 2030

PETA 2.4

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.4

Page 172: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-15

Peta 2.5 Kemampuan Lahan Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.5

Page 173: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-16

2.1.6 Curah Hujan

Curah hujan tertinggi terjadi bulan Juni dengan hari hujan 20 di susul bulan

September dan Februari pada tahun 2006 kemudian untuk curah hujan tertinggi

pada tahun 2007 yaitu pada bulan November dengan jumlah hari hujan 12 disusul

bulan Juni dan Januari.

Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25oC sampai 26,6oC. Suhu udara

rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Maret dan

Juni. Kelembaban relatif udara rata-rata bulanan berkisar antara 80% hingga 90%.

Kelembaban rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Juli

Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 20% sampai 79%,

dengan lama penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada

bulan September. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 11 km/jam dan 25

km/jam. Kecapatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari, dan terendah terjadi

pada bulan November.

Rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada di Kota Tidore Kepulauan adalah

24.55 mm/tahun. Bulan Basah terjadi rata-rata 6-7 bulan per-tahun dan Bulan

Lembab terjadi hanya 3-4 bulan. Rata-rata jumlah hari hujan pada stasiun penakar

curah hujan di Kota Tidore Kepulauan adalah 7 hari. Alat pencatat hujan di BPP

Kecamatan Oba Utara dalam kondisi rusak.

Morh (1933) cit. Sutarno, (1998) membagi bulan basah dan bulan kering ke

dalam tiga golongan, yaitu :

Bulan basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan > 100 mm.

Bulan lembab (BL) adalah bulan dengan curah hujan 60-100 mm.

Bulan kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan < 60 mm.

Page 174: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-17

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

400.00

450.00

500.00

Janu

ari

Febr

uari

Mar

etApr

ilM

ei

Juni

Juli

Agu

stus

Sep

tem

ber

Okt

ober

Nov

embe

r

Des

embe

r

Bulan

Ju

mla

h C

ura

h H

uja

n (

mm

)

2006 2007

Gambar 2.8 Grafik Golongan Bulan Basah dan Kering Sumber : Analisis Studio

2.1.7 Hidrologi

Secara umum ketersediaan air bersih di Pulau Tidore mengalami kesulitan

terutama pada musim kemarau. Pada daerah pesisir yang tidak terlayani PDAM, air

bersih didapatkan dari sumur gali penduduk. Pada musim kemarau, sumur ini

penurunan air dan kadang terasa agak payau. Sumur ini dapat melayani 30 Kepala

keluarga. Mereka menimba dan menggunakan gerobak untuk mengangkut dari

sumur ke rumah-rumah.

Gambar 2.9 Sumur Penduduk Sebagai Salah Satu Sumber Air Bersih

Pada daerah yang agak tinggi baik di Pulau Tidore maupun di Halmahera,

pada umumnya memanfaatkan mata air.

Page 175: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-18

(a) (b) Gambar 2.10 (a)Mata Air di Desa Gurabunga Dengan Debit 0,3 l/dt. (b)Pada Musim Hujan

Masyarakat Menampung Air Dalam Bak Penampungan

Pada musim penghujan umumnya masyarakat memanfaatkan air dengan

menampung air yang jatuh di genting dan mengalirkannya ke dalam bak

penampung air.

Sungai sungai yang besar di Halmahera diantaranya adalah S.Kayasa,

S.Akelamo, S.Neweri, S.Sinofa, S.Tafaga, S.Lifofa.

Page 176: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-19

Peta 2.6 Persebaran Sumber Air Baku Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.6

Page 177: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-20

2.1.8 Sumber Daya mineral

Bahan galian C adalah sumberdaya mineral yang utama di Kota Tidore

Kepulauan. Bahan galian tersebut adalah, pasir, kerikil, batu andesit, dan batuapung.

Gambar 2.11 Craser yang Berada di Tepi Sungai Oba

Gambar 2.12 Lokasi Tambang Batu Apung (Batu Tela di Dekat Desa Surumalau)

Sumber daya mineral di Kota Tidore Kepulauan:

Andesit terdapat di Desa Bobo, Kelurahan Dokiri dan Kelurahan Soadara

Batupasir terdapat di Desa Akelamo, Kecamatan Oba utara

Batuapung terdapat di Dusun Surumalau , Kecamatan Tidore

Tanah Liat terdapat di Desa Mare Kofo Kecamatan Tidore Selatan

Batu Pemban terdapat di Desa Akelamo, Lolo dan Payahe

Tembaga terdapat di Desa Payahe Kecamatan Oba.

Emas Terdapat di Desa Noramaake Kecamatan Oba Tengah

Gambar 2.13 Tambang Batupasir, dan Kerikil di Desa Gurabunga

Page 178: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-21

2.1.9 Sumber Daya Energi

Panas Bumi

Sumber daya energi panas bumi yang potensial terdapat di Akesahu, Kecamatan

Tidore Timur.

Air terjun

Air terjun di Kota Tidore Kepulauan terdapat di air terjun Luku Celeng Kelurahan

Kalaodi Kecamatan Tidore Timur.

Dua sumber daya energi tersebut saat ini berpotensi sebagai sumber energi

alternatif untuk kebutuhan energi listrik di Kota Tidore Kepulauan yang dapat

melayani seluruh Kota Tidore Kepulauan.

2.1.10 Sumber Daya Pertanian

Sumberdaya pertanian meliputi tanaman pangan, tanaman sayur serta buah-

buahan.

Tabel 2.5 Tanaman Pangan

No Kecamatan

Rata-rata Produktivitas Pertanian 2006-2008 (Ton/Ha)

Padi Jagung Ubi

Kayu Kacang Tanah

Kacang Kedelai

Kacang Hijau

Ubi-ubian

1 Tidore 0.57 8.00 0.52 0.33 0.33

2 Tidore Selatan 0.33 4.00 1.60 0.33 0.33

3 Tidore Utara 1.16 4.67 0.95 0.33 0.33

4 Tidore Timur 0.00

5 Oba 0.91 0.94 0.67 1.00 0.90 2.23

6 Oba Utara 1.33 0.33 0.87 0.33

7 Oba Selatan

8 Oba Tengah 6.67 0.20

Jumlah 0.91 4.34 24.33 4.93 2.23 3.23

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan

Tabel 2.6 Tanaman Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan

No Jenis Tanaman

Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)

Tidore Tidore Selatan

Tidore Utara

Tidore Timur

Oba Oba

Utara Oba

Selatan Oba

Tengah Jumlah

Sayur-sayuran

1 Bawang Merah 0,47 0,6 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 1,5

2 Lombok 0,75 0,8 0,7 0,0 1,0 0,7 0,2 0,0 4,1

3 Ketimun 0,33 0,3 0,3 0,0 0,9 0,6 0,0 0,0 2,5

4 Terong 1,00 1,0 1,0 0,0 1,7 12,4 0,3 0,0 17,5

5 Bayam 1,58 0,3 1,5 0,0 2,0 1,5 0,3 0,0 7,2

6 Kangkung 3,17 0,3 2,2 0,0 3,6 2,8 0,2 0,0 12,3

7 Kacang Panjang 0,33 1,0 0,9 000,0 1,0 0,7 0,3 0,0 4,2

8 Petsai 0,93 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,0 0,0 3,0

9 Tomat 1,31 0,3 1,1 0,2 2,0 1,1 0,0 0,3 6,4

10 Labusiam 1,11 0,3 0,7 0,3 0,0 0,3 0,0 0,0 2,7

Page 179: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-22

No Jenis Tanaman

Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)

Tidore Tidore Selatan

Tidore Utara

Tidore Timur

Oba Oba

Utara Oba

Selatan Oba

Tengah Jumlah

Buah-buahan

11 Advokad 6,97 6,9 1,4 0,0 13,6 35,3 0,3 0,0 64,4

12 Jeruk 0,00 0,3 0,7 0,0 6,7 31,3 0,1 0,0 39,1

13 Mangga 154,44 205,0 1.334,0 0,3 17,0 249,6 0,0 0,0 1.960,4

14 Langsat 0,00 0,3 0,7 0,0 8,7 6,7 0,3 0,0 16,7

15 Durian 26,67 30,0 30,0 0,0 3,3 75,0 0,0 0,0 165,0

16 Pepaya 26,67 26,7 206,7 6,7 206,7 610,5 0,0 0,0 1.083,8

17 Nenas 0,00 5,3 5,7 0,0 11,0 6,1 5,0 0,0 33,1

18 Pisang 175,22 200,0 200,0 66,7 195,5 377,3 60,0 60,0 1.334,8

19 Nangka 30,00 6,7 28,3 0,0 57,5 300,0 6,7 0,0 429,2

20 Rambutan 8,00 0,0 11,3 2,7 29,2 61,3 0,0 0,0 112,5

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan

Kota Tidore Kepulauan mempunyai lahan pertanian seluas 240, 72 Km2 dengan 8

Kecamatan. Pertanian yang paling menonjol yaitu ubi kayu untuk tanaman pangan

karena rata-rata semua daerah menghasilkan ubi kayu sedangkan untuk tanaman

sayur yang paling berkembang adalah terong dan mangga untuk buah-buahannya.

2.1.11 Sumberdaya Kehutanan

Sumberdaya hutan di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak yang merupakan

hutan lindung. Hutan lindung seluas 3.295,82 Km2, hutan produksi 121,77 Km2,

hutan konversi 1.627,62 Km2, hutan Produksi terbatas 1.039,08 Km2, dan tidak

terdapat hutan suaka alam. Hutan lindung yang paling luas terdapat dikecamatan

Oba dan Oba Utara yaitu 1.591,09 Km2. Hutan konversi berada di wilayah Kecamatan

Oba Utara Kota Tidore Kepulauan.

Tabel 2.7 Sumber Daya Hutan

No. Kecamatan

Rata-Rata Luas Areal Hutan 2006-2007 (Km2)

Hutan Suaka Alam

Hutan Lindung

Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi

Hutan Konversi

Luas Areal

1 Tidore

24,35 0,00 0,00 64,94 89,30

2 Tidore Selatan

64,94 0,00 0,00 129,88 194,83

3 Tidore Utara

24,35 0,00 0,00 129,88 154,24

4 Tidore Timur

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

5 Oba

1.591,09 519,54 60,88 374,70 2.820,93

6 Oba Utara

1.591,09 519,54 60,88 376,50 2.824,99

7 Oba Selatan

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

8 Oba Tengah

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Jumlah

3.295,82 1.039,08 121,77 1.627,62 6.084,29

Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis

Page 180: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-23

Peta 2.7 Kawasan Hutan di Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.7

Page 181: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-24

Sumber Daya Perikanan

Wilayah Kota Tidore Kepulauan terdiri dari wilayah daratan (42,51%) dan lautan

(57,49%). Secara umum wilayah lautan Kota Tidore Kepulauan termasuk dalam

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 6, yaitu WPP Laut Seram dan Teluk Tomini.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan pada WPP 6 masih rendah kecuali untuk

kelompok udang penaid yang sudah mencapai lebih tangkap (over fishing). Sub

sektor perikanan di Kota Tidore Kepulauan memegang peranan penting sebagai

penyumbang PDRB tertinggi dalam sektor pertanian.

8302.77 8291.8

12954.35 13395.38

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2005 2006 2007 2008

Tahun

Pro

du

ksi (t

on

)

Gambar 2.14 Produksi Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Hasil Olahan Studio

Page 182: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-25

Tabel 2.8 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

= Over Fishing

= Optimal

= Under Fishing

Armada perikanan tangkap Kota Tidore Kepulauan sementara ini masih

tergolong kecil, sebab sebagian besar terdiri dari motor tempel (56,95%) dan perahu

tanpa motor (32,67%) dan hanya 6,56% saja yang merupakan kapal motor dengan

ukuran <30GT dan semua kapal motor hanya ada di Kecamatan Tidore Utara dan

Tidore Selatan. Hasil tangkapan ikan nelayan di Kota Tidore Kepulauan masih dapat

Page 183: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-26

ditingkatkan, yaitu dengan mengambil sumberdaya ikan di WPP 6 (Laut Seram dan

Teluk Tomini) yang diketahui masih rendah tingkat pemanfaatannya. Namun

demikian, untuk memanfaatkan potensi tersebut nelayan Kota Tidore Kepulauan

akan menghadapi kendala akibat minimnya jumlah armada penangkapan ikan yang

memadai.

46

382

668

77

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Tanpa Perahu (TP)

Perahu Tanpa Motor

(PTM)

Motor Tempel (MT)

Kapal Motor (KM)

Jumlah Armada Perahu (unit)

Gambar 2.15 Armada Penangkapan Ikan di Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Pengolahan Data Sekunder

Di Kota Tidore Kepulauan saat ini telah tersedia Pelabuhan Pendaratan Ikan

(PPI) dan telah dilengkapi dengan berbagai sarana seperti cold storage, pabrik es,

tangki BBM, bengkel, workshop, sarana air bersih, gedung TPI dan sebagainya yang

terletak di Soasio. Namun sarana PPI yang telah dibangun tersebut sementara ini

belum dimanfaatkan oleh para nelayan. Salah satu kendala tampaknya belum

terciptanya pasar yang kondusif dibanding dengan yang ada di Ternate.

237

286

393

194

237

269

134

66

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Tidore

Tidore Utara

Tidore Selatan

Tidore Timur

Oba

Oba Utara

Oba Tengah

Oba Selatan

Kecam

ata

n

Jumlah RTP

Gambar 2.16 Jumlah RTP Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2009

Page 184: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-27

Kegiatan perikanan budidaya di Kota Tidore Kepulauan saat ini masih belum

berjalan dengan baik sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi

produksi perikanan Kota Tidore Kepulauan.

Kawasan potensial untuk kegiatan budidaya perikanan di Kota Tidore Kepulauan

semuanya terletak di kawasan pesisir dan lautan. Padahal Kota Tidore Kepulauan

sampai sekarang belum mempunyai tata ruang pesisir, kelautan dan pulau-pulau

kecil seperti yang disyaratkan dalam UU No 27 tahun 2007.

Gambar 2.17 Budidaya Pembesaran Lobster di Teluk Cobo

Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.1.12 Sumber Daya Peternakan

Peternakan di Kota Tidore Kepulauan sampai dengan tahun 2008 masih

didominasi oleh ternak unggas (70%) dan sedang ternak ruminansia yang terdiri dari

sapi dan kambing hanya sebanyak 30% (Gambar 2.18). Jenis ternak unggas dominan

di Kota Tidore Kepulauan adalah ayam bukan ras (buras) yang jumlahnya mencapai

60% dari populasi ternak yang ada. Pemeliharaan ternak ayam buras tersebut

umumnya dilakukan secara tradisional dan bersifat sambilan atau belum dilakukan

secara profesional. Pada Gambar 2.19 tampak bahwa populasi ayam buras yang

dipelihara tersebar di semua kecamatan, meskipun populasi tertinggi terdapat di

kecamatan Tidore dan Oba Selatan. Peternak ayam pedaging di Kota Tidore

Kepulauan hanya terdapat di Pulau Tidore saja sedang untuk ayam petelur di P.

Tidore dan P. Halmahera khususnya kecamatan Oba Utara (Gambar 2.19).

Page 185: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-28

5% 5% 4%

25%60%

1%

Sapi

Kambing

Ayam Petelur

Ayam Pedaging

Ayam Buras

Itik

Gambar 2.18 Jenis Hewan Ternak di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

Tidore

Tidore Utara

Tidore Selatan

Tidore Timur

Oba

Oba Utara

Oba Tengah

Oba Selatan

Ke

ca

ma

tan

Jumlah (ekor)

Itik

Ayam Buras

Ayam Pedaging

Ayam Petelur

Gambar 2.19 Jumlah Ternak Unggas di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

Populasi ternak ruminansia di Kota Tidore Kepulauan sebagian besar

terdapat di P. Halmahera. Pada tahun 2008 populasi sapi potong di Kota Tidore

Kepulauan adalah sebanyak 4.271 ekor atau rata-rata setiap 21 penduduk terdapat

satu ekor sapi. Populasi sapi potong tertinggi terdapat di kecamatan Oba Utara

(1.695 ekor) dan Oba Tengah (1.336 ekor).

Page 186: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-29

35

80

18

234

704

1695

1336

169

720

51

80

189

830

422

894

424

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

Tidore

Tidore Utara

Tidore Selatan

Tidore Timur

Oba

Oba Utara

Oba Tengah

Oba Selatan

Ke

ca

ma

tan

Jumlah (ekor)

Kambing

Sapi Potong

Gambar 2.20 Jumlah Ternak Ruminansia di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

Pengembangan peternakan sapi potong di P. Halmahera juga didukung oleh

adanya UPT Peternakan di Akelamo (Gambar 2.21) meskipun kondisi belum

memuaskan.

Gambar 2.21 UPT Peternakan di Akelamo, Kec. Oba

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Pemeliharaan ternak ruminansia kecil khususnya kambing di Kota Tidore

Kepulauan mencapai 3.610 ekor. Populasi ternak kambing terbesar terdapat di 3

kecamatan, yaitu Oba Tengah (894 ekor), Oba (830 ekor) dan Tidore (720 ekor).

Gambar 2.22 Sapi Potong Milik Masyarakat di Kayasa, Kec. Oba Utara

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Page 187: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-30

2.1.13 Aspek Lingkungan

2.1.13.1 Aspek Lingkungan Darat

Permasalahan tanah yang dijumpai di lapangan wilayah kecamatan Oba

Utara adalah mudah terjadi kekeringan, walaupun di tanah - tanah aluvial jenis

Eutrodepts yang didominasi fraksi pasir dengan topografi datar. Tanah dengan

tekstur pasiran mudah mengalami penguapan dan aliran ke bawah (perkolasi).

Tidak adanya hujan dengan durasi waktu 2 bulan menyebabkan kekeringan pada

tanaman semusim maupun tanaman tahunan yang masih muda.

2.1.13.2 Aspek Lingkungan Laut

Kondisi kualitas air di perairan Kota Tidore Kepulauan umumnya baik untuk

kegiatan budidaya ikan. Sebagai contoh kualitas perairan di sekita P. Maitara yaitu

salinitas 30-32%o, kecerahan 110-130 cm, kecepatan arus 27-30 m/s, pasang surut

50-170 cm, kedalaman 0,5-1,9 m, pH 6,5-7,5, dan oksigen terlarut 5-7,5 ppm (DKP,

2007).

Beberapa kawasan di Kota Tidore Kepulauan terdapat terumbu karang yang

luasnya bervariasi antar kecamatan. Luas total terumbu karang di Kota Tidore

Kepulauan adalah mencapai 685 ha atau 0.22% dari luas wilayah yang ada. Namun

demikian, sebagian kondisi terumbu karang tersebut dalam kondisi rusak - cukup.

Kondisi terumbu karang yang baik, umumnya berada pada daerah yang dianggap

mistik oleh masyarakat setempat.

Gambar 2.23 Pengambilan Batu Karang untuk Bangunan di Teluk Gita

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Kondisi pantai Kota Tidore Kepulauan sebagian berpasir, terjal dan sebagian

lagi ditumbuhi mangrove khususnya di kawasan yang ada sumber air tawarnya

(sungai). Namun demikian sebagain lahan mangrove telah mulai dikonversi untuk

menjadi lahan tambak (seperti di Kayasa), perumahan dan juga untuk kebutuhan

kayu bakar.

Page 188: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-31

Gambar 2.24 Pengambilan Kayu Bakau untuk Kayu Bakar di Teluk Gita

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Gambar 2.25 Alih Fungi Mangrove untuk Perumahan di Teluk Gita

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Gambar 2.26 Alih Fungsi Mangrove untuk Tambak di Kayasa

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Page 189: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-32

Peta 2.8 Sebaran Terumbu Karang di Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2010 - 2030

PETA 2.8

Page 190: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-33

2.2 Kependudukan dan Sosial Budaya

2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008

No. Kecamatan Jumlah Penduduk

2005 2006 2007 2008

1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789

2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082

3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184

4 Tidore Timur

7.633

5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070

6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725

7 Oba Selatan

5.009

8 Oba Tengah

6.438

Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS

Tahun 2008 jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan bertambah sebanyak

1.333 jiwa dari tahun 2007. Jumlah penduduk terbanyak masih berada di Kecamatan

Tidore sebanyak 20.789 jiwa. Jumlah penduduk terendah di Kecamatan Oba Selatan

sebesar 5.009 jiwa sebagai kecamatan baru.

Gambar 2.27 Pie Chart Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder

Pada tahun 2008 kepadatan penduduk tertinggi dan terendah sudah bergeser

akibat dari pemekaran wilayah menjadi kecamatan baru. Kepadatan penduduk kasar

tahun 2008 tertinggi di Kecamatan Tidore sebesar 98 jiwa/Km2. Wilayah yang

mempunyai kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Oba Tengah ( 3

jiwa/Km2) sebagai pemekaran dari Kecamatan Oba Utara. Dari data tahun 2008

terlihat bahwa pulau Tidore lebih padat penduduknya dari pada wilayah Kota Tidore

Kepulauan yang berada di pulau Halmahera.

Page 191: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-34

Tabel 2.10 Kepadatan Penduduk Bruto Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008

No. Kecamatan

Luas Wilayah (Km2) Kepadatan Bruto (Jiwa/Km

2)

sebelum 2008

2008 2005 2006 2007 2008

1 Tidore 412,08 212,15 64,34 66,02 66,86 97,99

2 Tidore Selatan 249,32 249,32 55,35 54,46 58,07 60,49

3 Tidore Utara 221,33 221,33 68,69 68,21 71,68 73,12

4 Tidore Timur 0,00 199,92 - - - 38,18

5 Oba 3.529,54 2.373,63 4,00 4,31 4,18 4,24

6 Oba Utara 4.704,10 2.210,92 3,46 3,78 3,60 4,85

7 Oba Selatan 0,00 1.155,91 - - - 4,33

8 Oba Tengah 0,00 2.493,17 - - - 2,58

Jumlah 9.116,36 9.116,36 9,42 9,75 9,83 10,08

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis

Page 192: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-35

Peta 2.9 Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.9

Page 193: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-36

Peta 2.10 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.10

Page 194: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-37

2.2.2 Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi dari tahun 2005 menuju 2006 sebesar

3,45%. Pada tahun 2007 – 2008 tiga kecamatan menunjukkan pertumbuhan

penduduk dengan angka minus diatas 20%. Hal tersebut dikarenakan adanya

perubahan status administrasi.

Tabel 2.11 Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk

per Tahun (%)

2005 2006 2007 2008 2005-2006

2006-2007

2007-2008

1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789 2,62 1,27 -24,55

2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082 -1,62 6,64 4,17

3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184 -0,69 5,08 2,02

4 Tidore Timur

7.633 5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070 7,82 -3,03 -31,78

6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725 9,18 -4,61 -36,70

7 Oba Selatan

5.009 8 Oba Tengah

6.438

Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930 3,45 0,82 2,60

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis

Laju pertumbuhan penduduk tertinggi pada tahun 2006 sebesar 3,34%. Laju

pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,18%. Sehingga selama

lima tahun rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore Kepulauan sebesar

2,34%.

Gambar 2.28 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2003 – 2007

Sumber : Pengolahan Data Sekunder,2009

Page 195: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-38

Angka pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore

Kepulauan lebih dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan kematian dibandingkan

faktor mobilitas penduduk.

Kelahiran dan Kematian

Tabel 2.12 Jumlah Kematian dan Kelahiran di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 Dirinci per Kecamatan

No. Kecamatan Kelahiran Kematian

1 Tidore 1.168 44

2 Tidore Selatan 629 14

3 Tidore Utara 735 14

4 Tidore Timur 5 Oba 156

6 Oba Utara 465 2

7 Oba Selatan 8 Oba Tengah Jumlah 3.153 74

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, BPS

Jumlah kelahiran tiap tahun semakin berkurang dan jumlah kematian setiap

tahun semakin bertambah. Hal tersebut menunjukkan beberapa kemungkinan yaitu:

1. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin mengurangi angka kelahiran. Hal ini

didukung dengan data jumlah pemakai kontrasepsi KB yang semakin meningkat.

Diketahui jumlah peserta KB aktif tahun 2006 berjumlah 4.828 jiwa menjadi

9.559 jiwa di tahun 2007.

2. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin meningkatkan standar umur

pernikahan.

Tabel 2.13 Jumlah Kematian dan Kelahiran Tahun 2007-2008 Dirinci per Bulan

No. Bulan 2007 2008

Kelahiran Kematian Kelahiran Kematian

1 Januari 805 14 63 4

2 Pebruari 132 11 122 11

3 Maret 50 5 257 2

4 April 260 4 185 9

5 Mei 257 3 213 7

6 Juni 235 10 365 8

7 Juli 506 3 489 8

8 Agustus 158 3 272 11

9 September 72 9 180 10

10 Oktober 35 4 45 11

11 November

11 332 4

12 Desember 150 2 100 6

Jumlah 2.660 79 2.623 91

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2008, 2009, BPS

Page 196: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-39

Mobilitas Penduduk

Kota Tidore Kepulauan mempunyai daerah-daerah yang dikhususkan untuk area

transmigrasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertambahan penduduk di Kota

Tidore Kepulauan dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk yang melakukan

transmigrasi dari luar Kota Tidore Kepulauan.

Gambar 2.29 Mobilitas Penduduk Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.2.3 Penduduk Menurut Karakteristiknya

2.2.3.1 Penduduk Menurut Struktur Usia

Jumlah penduduk terbanyak pada golongan usia 15-19 tahun sebanyak

10.573 jiwa. Jumlah penduduk terendah pada golongan usia lebih dari 75 tahun

sebanyak 733 jiwa. Jumlah penduduk umur 0-14 tahun sebanyak 29.517 jiwa.

Jumlah penduduk pada golongan umur 15-64 tahun sebanyak 59.892 jiwa. Jumlah

penduduk golongan umur lebih dari 65 tahun sebanyak 2.522 jiwa. Jumlah laki-laki

lebih banyak dari pada perempuan pada golongan usia 10-14, 25-29, 40-44 dan

golongan usia di atas 50 tahun.

Gambar 2.30 Piramida Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2009

Page 197: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-40

2.2.3.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Tabel 2.14 Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008

No. Kecamatan Sex Ratio

2008

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

Sex Ratio 2005 2006 2007 Laki-laki Perempuan

1 Tidore 100,26 98,11 100,32 10.068 10.721 20.789 93,91

2 Tidore Selatan 96,30 94,32 99,67 7.526 7.556 15.082 99,60

3 Tidore Utara 100,32 96,37 102,71 8.031 8.153 16.184 98,50

4 Tidore Timur

3.822 3.811 7.633 100,29

5 Oba 106,37 100,47 102,65 4.981 5.089 10.070 97,88

6 Oba Utara 108,99 96,97 104,79 5.369 5.356 10.725 100,24

7 Oba Selatan

2.463 2.546 5.009 96,74

8 Oba Tengah

3.153 3.285 6.438 95,98

Jumlah 102,20 97,40 101,85 45.413 46.517 91.930 97,63

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS

2.2.3.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendapatan

Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 tercatat

sebesar 14.906 jiwa atau sebesar 16,77 % dari total jumlah penduduk tahun 2006.

Persentase jumlah penduduk miskin terbesar adalah Kecamatan Oba (31,50%).

Kecamatan Tidore Utara mempunyai persentase penduduk miskin terkecil yaitu

sebesar 8,21 %.

Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan mengalami penurunan

pada tahun 2008 menjadi 11.832 jiwa atau sebesar 12,87% dari total jumlah

penduduk tahun 2008.

Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Miskin dan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008

No. Kecamatan

2006 2008

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Jumlah Penduduk

Miskin (Jiwa)

% Penduduk Miskin

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Rumah Tangga Miskin

% Rumah Tangga Minskin

Jumlah Pendu

duk

Jumlah Pendu

duk Miskin

% Pendu

duk Miskin

1 Tidore 27.207 3.678 13,52 4.261 334 7,84 20.789 1.549 7,45

2 Tidore Selatan 13.577 1.700 12,52 3.205 295 9,20 15.082 1.125 7,46

3 Tidore Utara 15.097 1.240 8,21 3.387 320 9,45 16.184 1.307 8,08

4 Tidore Timur

1.487 320 21,52 7.633 1.362 17,84

5 Oba 15.222 4.795 31,50 2.307 517 22,41 10.070 2.185 21,70

6 Oba Utara 17.761 3.493 19,67 3.321 474 14,27 10.725 1.574 14,68

7 Oba Selatan

1.310 344 26,26 5.009 1.185 23,66

8 Oba Tengah

1.804 374 20,73 6.438 1.545 24,00

Jumlah 88.864 14.906 16,77 21.082 2.978 14,13 91.930 11.832 12,87

Sumber : Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan Penduduk Miskin Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008, BPS.

Page 198: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-41

2.2.3.4 Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Berdasarkan mata pencaharian, Kota Tidore Kepulauan mempunyai

karakteristik sebagian penduduknya bekerja dibidang pertanian secara luas yaitu

sebagai petani perkebunan dan nelayan.

Tabel 2.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006-2008

Jenis Pekerjaan 2006 2007 2008

Petani Perkebunan 29.757 31.952 31.952

Nelayan

3.597 6.722

Dokter 12 18 15

Bidan 41 48 51

Perawat 50 51 58

Tenaga Medis Lainnya 31 65 61

Guru 1.982 2.129 1.813

Pegawai Negeri Sipil 3.123 1.384 1.148

Tenaga kerja industri 1.899 916 2.497

Pensiun 19 22 41

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Olahan Studio 2009

2.2.3.5 Penduduk Menurut Pendidikan

Karakteristik penduduk berdasarkan pendidikannya dapat dilihat dari jumlah

lulusan berdasarkan tingkatan sekolah. Selama tahun 2007 – 2008 jumlah lulusan

TK, SD dan SMA mengalami penurunan. Jumlah lulusan SMP meningkat dari 1.024

jiwa menjadi 1.089 jiwa.

Tabel 2.17 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pada Usia Sekolah Tahun 2007

Kelompok Umur

Partisipasi Sekolah (%)

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Masih Bersekolah

Tidak Bersekolah

lagi

7-12 0,68 97,97 1,35

13-15 1,41 90,87 7,72

16-18 2,30 68,43 29,27

19-24 1,28 18,34 80,38

Sumber : IPM Kota Tidore Kepulauan 2007 (Susenas 2007)

2.2.3.6 Penduduk Menurut Tingkat Kesehatan

Akses kesehatan untuk perempuan dapat diukur dari ketersediaan tenaga

medis khususnya bidan, rata-rata angka harapan hidup, jumlah akseptor KB, angka

kematian bayi yang berhubungan dengan angka kesehatan ibu melahirkan.

Page 199: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-42

Jumlah tenaga medis bidan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan. Jumlah akseptor KB dari tahun 2006 ke tahun 2007

mengalami peningkatan sebesar 4.731 jiwa.

Tabel 2.18 Jumlah Kelahiran Bayi dan Ibu Melahirkan di RSU Soasio Tahun 2005-2008

No. Keterangan 2005 2006 2007 2008

1 Jumlah Kelahiran Bayi Hidup 416 433 513 541

2 Jumlah Kelahiran Bayi Mati 11 25 3 22

Total 427 468 515 563

3 Jumlah Ibu Melahirkan Hidup 393 670 437 581

4 Jumlah Ibu Melahirkan Mati 0 2 0 0

Total 393 672 437 581

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007/2008, 2009, BPS dan Pengolahan Data Sekunder, 2009

2.2.3.7 Penduduk Menurut Agama

Penduduk Kota Tidore Kepulauan sebagian besar beragama Islam. Jumlah

pemeluk agama terbesar kedua tahun 2007 dan 2008 adalah agama Protestan.

Jumlah pemeluk agama Hindu tahun 2008 menjadi sebanyak 20 jiwa dengan

jumlah pemeluk terbanyak di Kecamatan Tidore.

Tabel 2.19 Jumlah Pemeluk Agama Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008

No. Kecamatan 2007 2008

Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya

1 Tidore 28,66 0,10 3,89

23,17 0,23

85,00 100,00

2 Tidore Selatan 16,40

15,78 3 Tidore Utara 18,30

17,81

4 Tidore Timur

8,51 5 Oba 19,53 42,18 23,89

10,60 38,16 12,18

6 Oba Utara 17,11 57,72 72,22

6,09 11,48 7 Oba Selatan

11,55 24,84 66,46 15,00

8 Oba Tengah

6,49 25,30 21,36 Jumlah 100,00 100,00 100,00

100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007/2008, 2009, BPS Dan Pengolahan Data Sekunder

2.2.3.8 Ketenagakerjaan

Jumlah angkatan kerja tahun 2007 sebanyak 33.165 jiwa. Jumlah angkatan kerja

tahun 2008 sebanyak 36.132 jiwa. Dalam kurun waktu satu tahun jumlah angkatan

kerja bertambah sebanyak 8,94% dari tahun 2007. Perbandingan jumlah angkatan

kerja laki-laki dengan perempuan sebesar 164 : 100.

Page 200: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-43

Tabel 2.20 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Umur 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Kegiatan, Tahun 2007 dan 2008

Keterangan 2007 2008

Laki Laki Perempuan Jumlah Jumlah

Angkatan Kerja 20.610 12.555 33.165 36.132

Bekerja 20.209 11.723 31.932 34.188

Pengangguran 401 832 1.233 1.944

Pernah Bekerja 248 152 400 Tidak Pernah Bekerja 153 680 833 Bukan angkatan kerja 4.708 14.707 19.415 20.501

Sekolah 2.832 3.203 6.035 7.399

Mengurus Rumah Tangga 1.160 10.870 12.030 10.236

Lainnya 716 634 1.350 2.866

Total 25.318 27.262 52.580 56.633

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka Tahun 2007 dan 2008

2.2.3.9 Adat Istiadat

Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan dikenal dengan Kesultanan Tidore atau

termasuk salah satu Kerajaan Moloku Kie Raha yang mempunyai latar belakang

panjang dan berpengaruh terhadap kebudayaan dan adat istiadat. Dalam kehidupan

masyarakat Kota Tidore Kepulauan, budaya dipengaruhi oleh adat. Tidore Kepulauan

mempunyai banyak suku bangsa dan bahasa yang menyebabkan beragamnya

budaya dan adat istiadat. Tolong menolong atau gotong royong merupakan sikap

mental yang masih terpelihara sampai sekarang dalam tata pergaulan masyarakat

Tidore Kepulauan.

2.3 Perekonomian Daerah

2.3.1 Ekonomi Regional

Dapat dilihat bahwa secara umum perekonomian Kota Tidore Kepulauan terus

mengalami peningkatan di semua sektor. Satu – satunya yang mengalami penurunan

adalah sektor listrik, gas dan air bersih.

Distribusi PDRB per sektor dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.21 Distribusi PDRB Sektoral Berdasar Harga Konstan 2000 (%)

NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian 52,58 51,14 49,72 49,73 49,92

Tanaman Bahan Makanan 15,59 15,15 14,54 14,04 13,59

Perkebunan 25,20 24,08 23,78 24,42 25,28

Peternakan 0,89 0,85 0,83 0,80 0,77

Kehutanan 3,58 3,71 3,53 3,45 3,41

Perikanan 7,32 7,35 7,04 7,02 6,88

2 Pertambangan dan Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60

Page 201: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-44

NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008

Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60

3 Industri Pengolahan 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57

Industri Tanpa Migas 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,18 0,19 0,21 0,21 0,18

Listrik 0,07 0,07 0,08 0,07 0,06

Air Bersih 0,11 0,12 0,13 0,14 0,12

5 Bangunan / Konstruksi 2,64 2,59 2,51 2,42 2,43

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22,36 24,38 26,61 27,48 28,08

Perdagangan Besar dan Eceran 22,32 24,33 26,57 27,43 28,03

Restoran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Hotel 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05

7 Angkutan dan Komunikasi 4,38 4,26 4,18 4,12 4,05

Pengangkutan 4,14 4,01 3,92 3,80 3,67

Angkutan Jalan Raya 0,87 0,87 0,90 0,89 0,87

Angkutan Laut 3,00 2,88 2,75 2,63 2,52

Angkutan Penyeberangan 0,04 0,04 0,04 0,05 0,06

Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Jasa Penunjang Angkutan 0,23 0,23 0,23 0,23 0,22

Komunikasi 0,24 0,25 0,26 0,33 0,38

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 1,79 1,76 1,71 1,66 1,61

Bank 0,01 0,02 0,02 0,03 0,04

Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,14 0,15 0,16 0,17 0,19

Sewa Bangunan 1,62 1,58 1,51 1,44 1,37

Jasa Perusahaan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

9 Jasa - Jasa 9,14 8,74 8,32 7,92 7,56

Pemerintahan Umum dan Pertahanan 6,68 6,34 6,01 5,71 5,46

Swasta 2,46 2,40 2,31 2,20 2,09

Sosial Kemasyarakatan 1,87 1,80 1,72 1,64 1,56

Hiburan dan Rekreasi 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

Perorangan dan Rumah Tangga 0,57 0,59 0,58 0,55 0,53

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Distribusi terbesar terdapat di sektor pertanian sebesar 49,92% dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 28,08%. Dan subsektor dengan sumbangan

terbesar adalah subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 28,03% dan

subsektor perkebunan sebesar 25,28%.

Untuk gambaran lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:

Page 202: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-45

Gambar 2.31 Grafik Distribusi PDRB Berdasar Harga Konstan 2000 Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Wilayah

Tabel 2.22 Laju Pertumbuhan PDRB

No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008

1 Pertanian 2,80 2,87 5,62 5,90

Tanaman Bahan Makanan 2,75 1,58 2,26 2,38

Perkebunan 1,04 4,39 8,10 8,72

Peternakan 1,00 3,52 2,12 1,96

Kehutanan 8,69 0,93 3,24 4,50

Perikanan 5,90 1,34 5,31 3,58

2 Pertambangan dan Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19

Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00

Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19

3 Industri Pengolahan 5,99 2,61 1,05 0,61

Industri Tanpa Migas 5,99 2,61 1,05 0,61

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 12,05 12,64 8,97 -13,25

Listrik 9,51 10,17 3,64 -22,91

Air Bersih 13,56 14,04 11,76 -8,78

5 Bangunan / Konstruksi 3,79 2,39 2,24 5,83

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,28 13,48 8,63 7,53

Perdagangan Besar dan Eceran 13,29 13,50 8,61 7,52

Restoran 14,63 6,07 8,11 12,04

Hotel 6,33 2,86 22,08 11,53

7 Angkutan dan Komunikasi 2,73 3,73 4,28 3,82

Page 203: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-46

No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008

Pengangkutan 2,41 3,29 2,55 2,28

Angkutan Jalan Raya 4,90 9,15 4,02 3,63

Angkutan Laut 1,61 1,18 1,28 1,38

Angkutan Penyeberangan 4,57 3,27 28,55 16,26

Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00

Jasa Penunjang Angkutan 2,57 5,69 5,63 3,58

Komunikasi 7,88 10,37 24,41 18,77

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 4,15 2,75 2,90 2,59

Bank 33,45 32,21 33,38 26,88

Lembaga Keuangan Tanpa Bank 11,87 14,93 11,96 11,97

Sewa Bangunan 3,09 0,94 1,05 0,51

Jasa Perusahaan 6,28 5,48 5,31 4,17

9 Jasa - Jasa 1,20 0,79 0,78 1,03

Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0,43 0,34 0,72 1,18

Swasta 3,25 1,94 0,92 0,65

Sosial Kemasyarakatan 1,43 1,23 1,13 0,61

Hiburan dan Rekreasi 5,34 9,26 9,24 2,30

Perorangan dan Rumah Tangga 8,76 3,93 0,14 0,74

Total 5,47 5,56 5,62 5,52

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Laju pertumbuhan PDRB terbesar berada di sektor perdagangan, hotel dan

restoran dan kemudian diikuti oleh pertumbuhan sektor pertambangan dan

penggalian, kemudian baru sektor pertanian, sedangkan yang mengalami

penurunan terbesar adalah sektor Listrik, Gas dan Air bersih yaitu sebesar -13,25.

2.3.2 Tingkat Pendapatan Perkapita

Tingkat pendapatan perkapita di Kota Tidore Kepulauan secara garis besar

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan persentase peningkatannya

terus meningkat kecuali dari tahun 2007 ke tahun 2008.

Tabel 2.23 Pendapatan PerKapita

Tahun Pend/kapita Naik/Turun %

2004 2.517.930,33 2005 2.546.293,47 28.363,14 1,13

2006 2.633.862,82 87.569,35 3,44

2007 2.862.981,97 229.119,15 8,70

2008 3.088.417,42 225.435,45 7,87

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Page 204: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-47

Gambar 2.32 Grafik Pendapatan Per Kapita 2004 – 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

2.4 Prasarana dan Sarana Wilayah

2.4.1 Transportasi

2.4.1.1 Transportasi Darat

Di Kota Tidore Kepulauan terdapat 4 (empat) buah terminal. 2 (dua)

diantaranya berada di pulau Tidore yaitu di Soasio dan Rum. 2 (dua) lainnya berada

di pulau Halmahera yaitu di Gita dan Sofifi. Masing – masing terminal terletak

berdekatan dengan pelabuhan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah

pergerakan antar moda.

Gambar 2.33 Terminal Sumber: Survey Lapangan

Page 205: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-48

Tabel 2.24 Keadaan Jalan Dirinci Jalan Provinsi dan Jalan Kota di Tidore Kepulauan (km)

Keadaan

2006 2007 2008

Panjang Jalan Panjang Jalan Panjang Jalan

Jalan Provinsi

Jalan Kota

Jalan Provinsi

Jalan Kota

Jalan Provinsi

Jalan Kota

I Jenis Permukaan

Diaspal 192 221,93 192 221,93 237 216,23

Kerikil

11,20

11,20 11,20

Tanah 4 43,08 4 23,08 14 23,08

Jumlah 196 276,21 196 256,21 251 250,51

II Kondisi Jalan

Baik 65 220,72 65 230,70 95 216,23

Sedang

14,40

14,40 14,40

Rusak

17,48

14,80 156 10,48

Rusak Berat 131 23,61 131 23,61 9,40

Jumlah 196 276,21 196 283,51 251 250,51

III Kelas Jalan

Kelas I 196

196

251

Kelas II

14,40

14,40 14,40

Kelas III A

198,49

198,49 172,79

Kelas III B

63,32

63,32 63,32

Kelas III C

Jumlah 196 276,21 196 276,21 251 250,51

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka,BPS

Gambar 2.34 Jembatan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan

Gambar 2.35 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan

Page 206: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-49

2.4.1.2 Transportasi Laut

Transportasi antar pulau dibagi menjadi tiga jenis, kapal feri, kapal cepat

(Speedboat), dan kapal kayu bermotor (Ketingting). Penduduk lebih sering

menggunakan speedboat yang kapasitas penumpangnya antara 12-20 orang. Hal

ini dikarenakan jadwal keberangkatan speedboat lebih luwes. Keberangkatan kapal

feri terjadwal tetap setiap harinya, sedangkan Speedboat berangkat tergantung

penumpang (jika penumpang sudah penuh langsung berangkat).

Tabel 2.25. Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan

No Nama

Pelabuhan Pulau Klasifikasi

Profil dermaga

Tiang Pancang

Lantai

Ukuran (M)

Kedalaman Faceline Dermaga (LWS)

P L

1 Soasio Tidore P. Regional Spun File Beton 42 8 6

2 Rum Tidore P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

3 Maitara Maitara P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

4 Mare Mare P. Lokal Beton Kayu 12 4 3

5 Sofifi Halmahera P. Regional Spun File Beton 46 8 6

6 Galala Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

7 Guraping Oba Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

8 Somadehe Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

9 Maidi Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

10 Loleo Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

11 Lola Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

12 Gita Halmahera P. Regional Baja Beton 60 8 5

Sumber: Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan, 2009

Gambar 2.36 Pelabuhan Speedboat di Rum Sumber: Survey Lapangan

Gambar 2.37 Kegiatan di Pelabuhan Soasio Sumber: Survey Lapangan

Page 207: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-50

2.4.1.3 Transportasi Udara

Di Kota Tidore Kepulauan sendiri tidak terdapat sarana transportasi udara.

Untuk menggunakan transportasi udara penduduk Kota Tidore Kepulauan harus

pergi ke Kota Ternate. Di Kota Ternate terdapat bandara yang dikategorikan

menjadi Bandara Pusat Tersier. Berdasar PP 26-2008 bandara pusat penyebaran

pelayanan tersier merupakan simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau

beberapa kabupaten. Bandara pusat penyebaran pelayanan tersier merupakan

bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW. Selain itu

memiliki jumlah penumpang antara 500.000 – 1.000.000 pertahun.

2.4.2 Sosial

2.4.2.1 Pendidikan

a. Taman Kanak – Kanak (TK)

Tabel 2.26. Jumlah Gedung, Murid dan Guru TK di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan 2006 2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 12 824 46 * * * * * *

2 Tidore Selatan 7 387 32 * * * * * *

3 Tidore Utara 9 263 21 * * * * * *

4 Tidore Timur

* * * * * *

5 Oba 10 392 23 * * * * * *

6 Oba Utara 16 522 33 * * * * * *

7 Oba Selatan

0 0 * * * * * *

8 Oba Tengah

0 0 * * * * * *

Jumlah 54 2388 155 54 2182 193 54 1932 262

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA) *: data tidak tersedia

Dari data di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah guru TK

dari tahun ke tahun, akan tetapi jumlah murid terus mengalami penurunan.

b. Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidayah (MI)

Tabel 2.27. Jumlah Gedung, Murid dan Guru SD/MI di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan 2006 2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 25 3700 302 24 3785 327 15 2141 168

2 Tidore Selatan 13 1845 153 13 1459 163 11 947 90

3 Tidore Utara 19 2095 132 19 2108 257 15 1497 183

4 Tidore Timur

7 684 54

5 Oba 21 2523 175 21 2627 177 14 1315 97

6 Oba Utara 30 2789 280 30 2754 282 18 1768 173

7 Oba Selatan

0 0

7 703 50

8 Oba Tengah

0 0

12 1078 108

Jumlah 108 12952 1042 107 12733 1206 99 10133 923

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Page 208: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-51

Terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam jumlah sarana SD dari tahun

2007 ke tahun 2008 setelah mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke tahun

2006

c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Tabel 2.28 Jumlah Gedung, Murid dan Guru SMP/MTs di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan 2006 2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 5 1524 137 6 1851 143 3 1636 102

2 Tidore Selatan 3 265 73 4 269 80 2 129 39

3 Tidore Utara 7 886 109 7 1113 110 5 392 99

4 Tidore Timur

1 229 17

5 Oba 7 662 66 9 562 69 7 766 61

6 Oba Utara 10 290 103 14 1040 109 6 609 87

7 Oba Selatan

0 0

2 204 10

8 Oba Tengah

0 0

3 135 45

Jumlah 32 3627 488 40 4835 511 29 4100 460

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Jumlah sarana gedung SMP berkurang dari tahun 2007 ke tahun 2008. Tren

yang sama dapat dilihat pada jumlah murid dan guru, meningkat dari tahun 2006

ke tahun 2007, kemudian menurun ke tahun 2008.

d. Sekolah Menengah Atas (SMA) / Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) /

Madrasah Aliyah (MA)

Jumlah gedung, murid, dan guru Sekolah Menengah atas di Kota Tidore

Kepulauan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.29 Jumlah Gedung, Murid, dan Guru SMA/SMK/MA di Kota Tidore Kepulauan

NO Kecamatan 2006

2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 8 1327 91 12 1316 155 5 1351 169

2 Tidore Selatan 3 725 56 3 500 86 2 383 61

3 Tidore Utara 5 346 55 3 666 67 2 245 46

4 Tidore Timur

2 142 14

5 Oba 3 254 25 2 246 26 3 296 36

6 Oba Utara 8 820 70 7 803 78 6 388 88

7 Oba Selatan

0 0

8 Oba Tengah

0 0

2 268 16

Jumlah 27 3472 297 27 3531 412 22 3073 430

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Dari tahun 2007 hingga tahun 2008 terjadi penurunan jumlah gedung SMA.

Jumlah murid juga berkurang pada tahun yang sama. Namun jumlah guru terus

mengalami peningkatan.

Page 209: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-52

e. Perguruan Tinggi (PT)

Terdapat 3 (tiga) perguruan tinggi di Kota Tidore Kepulauan. Masing –

masing terdapat di Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, dan Kecamatan Oba. Salah

satu perguruan tinggi yang ada adalah STMIK di Kecamatan Tidore.

Tabel 2.30 Jumlah Mahasiswa STMIK di Kecamatan Tidore Dirinci Berdasar Jenis Kelamin

periode laki-laki perempuan jumlah

2004/2005 25 27 52

2005/2006 30 40 71

2006/2007 45 28 73

2007/2008 71 60 130

2008/2009 58 68 126

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)

2.4.2.2 Kesehatan

Dalam rangka peningkatan derajat gizi dan kesehatan masyarakat maka

pemerintah Kota Tidore Kepulauan melakukan pengadaan tenaga medis maupun

sarana bangunan kesehatan.

Tabel 2.31 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Tidore Kepulauan

Kecamatan

2006 2007 2008

RS Puskes

mas PusTu

Polin des

RS Puskes

mas PusTu

Polin des

RS Puskes

mas PusTu

Polin des

Tidore 1 1 5 5 1 1 5 5 1 1 2 2

Tidore Selatan

1 3 2

1 3 2

1 3 2

Tidore Utara

1 5 3

1 5 4

1 5 5

Tidore Timur

3 3

Oba

1 5 5

1 6 6

1 5 3

Oba Utara

1 10 8

2 8 10

1 5 5

Oba Selatan

1 2 4

Oba Tengah

1 4 5

Jumlah 1 5 28 23 1 6 27 27 1 7 29 29

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Jumlah sarana kesehatan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun telah

mengalami peningkatan. Mengindikasikan peningkatan kepedulian pemerintah

dalam penanganan kesehatan masyarakat Kota Tidore Kepulauan.

2.4.2.3 Peribadatan

Sarana peribadatan adalah sarana yang berkaitan dengan kualitas manusia

secara spiritual. Sarana peribadatan memenuhi kebutuhan rohani yang perlu

disediakan di lingkungan pemukiman sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Page 210: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-53

Tabel 2.32 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tidore Kepulauan

No. Kecamatan 2006 2007 2008

Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja

1 Tidore 32 39

32 31

2 30 2 Tidore Selatan 14 24

14 24

14 24

3 Tidore Utara 29 31

29 27

27 32 4 Tidore Timur

11 12

5 Oba 25 5 9 24 4 11 18 5 5

6 Oba Utara 33 12 11 29 8 18 7

6

7 Oba Selatan

14 5 9

8 Oba Tengah

15 2 9

Jumlah 133 111 20 128 94 29 108 110 29

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Dapat dilihat dari tabel di atas jumlah masjid dan mushola semakin

berkurang jika dibandingkan dengan jumlah tahun 2006. Akan tetapi jumlah gereja

mengalami peningkatan.

2.4.3 Telekomunikasi

Pengembangan sarana telekomunikasi di Kota Tidore Kepulauan yang

dikembangkan oleh PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Telkomsel saat ini telah memiliki

7 buah tower, 19 unit warung telekomunikasi, dan 4 warung internet yang tersebar

di seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Gambar 2.38 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.4.4 Listrik

Sistem pembangkit listrik di Kota Tidore Kepulauan bersumber pada PLTD

dengan 3 unit pembangkit listrik masing – masing pada PLTD ranting Soasio, PLTD

ranting Payahe dan PLTD ranting Sofifi.

Page 211: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-54

Tabel 2.33 Distribusi Penyediaan Daya PT.PLN Dirinci Menurut Ranting

Lokasi Pembangkit

Penyediaan Daya Th 2008 (KwH)

Kecamatan

Soasio 711.654

Tidore

Tidore Timur

Tidore Utara

Tidore Selatan

Sofifi 343.339 Oba Utara

Oba Tengah

Payahe 67.547 Oba

Oba Selatan

Jumlah 1.122.540

Sumber:Pengolahan Data Sekunder,2009

Tabel 2.34 Tenaga Listrik yang Diusahakan Oleh PT.PLN Dirinci Menurut Ranting

No Unit

Jumlah Mesin (Unit) Kapasitas Terpasang (Kw) Produksi (KwH)

2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008

1 Ranting Soasio (Tidore) 7 7 7 4.362 4.362 4.362 1.034.300 1.126.208 711.654

2 Sub Ranting Sofifi ( Oba Utara) 7 7 5 1.940 1.940 1.700 189.280 323.823 343.339

3 Sub Ranting Payahe (Oba) 4 4 4 480 480 480 55.440 59.780 67.547

Jumlah 18 18 16 6.782 6.782 6.542 1.279.020 1.509.811 1.122.540

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Dari tahun 2006 hingga 2008 jumlah pelanggan PLN di Kota Tidore Kepulauan

meningkat cukup signifikan. Meskipun demikian terjadi penurunan pada jumlah

produksi (KwH) pada tahun 2008. Juga penurunan jumlah generator pada sub

Ranting Sofifi.

2.4.5 Air Bersih

PDAM baru dapat melayani pelanggan yang berada di Pulau Tidore. Layanan air

bersih ini juga masih terbatas untuk wilayah Kecamatan Tidore yang berada di pusat

kecamatan.

Masyarakat yang berada di Pulau Halmahera mengusahakan air melalui sumur

dan sungai serta beberapa mata air yang debitnya sangat terbatas.

Tabel 2.35 Pelanggan Air Minum Menurut Kategori Pelanggan dan Air Terpakai

No Kategori Pelanggan

2007 2008

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

1 Rumah tempat tinggal 2.049 281.008 2.067 164.386

2 Hotel/Objek Wisata

3 Badan-badan sosial/Rumah sakit

1 420

4 Tempat Peribadatan 32 12.411 32 5.196

5 Umum 13 5.301 13 3.156

Page 212: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-55

No Kategori Pelanggan

2007 2008

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

6 Perusahaan/Pertokoan 88 19.744 88 17.160

7 Instansi Pemerintah 212 55.237 208 31.432

8 Lain-lain 2 1.000 2 600

Jumlah 2.396 374.701 2.411 222.350

Sumber: Perusahaan Daerah Air Minum Soasio (PDAM),2009

Terjadi peningkatan jumlah pelanggan pada tahun 2008 tetapi jumlah air

terpakai mengalami penurunan cukup besar.

2.4.6 Perdagangan dan Jasa

Di Kota Tidore Kepulauan, perdagangan dilayani pasar-pasar tradisional dan

pusat pertokoan sekelas rumah toko (ruko). Daerah perbelanjaan yang paling ramai

adalah di Pasar Inpres Sari Malaha di Soasio. Pasar – pasar lainnya berupa pasar

tradisional. Letak pasar – pasar di Kota Tidore Kepulauan ini kebanyakan berada di

dekat Pelabuhan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada peta 2.11.

Gambar 2.39 Pasar Di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan,2009

Page 213: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-56

Peta 2.11 Persebaran Sarana Pasar

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.11

Page 214: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-57

2.4.7 Persampahan

Persampahan kebanyakan masih dikelola sendiri oleh rumah tangga. Baik

dengan cara ditimbun di belakang pekarangan, maupun dengan cara dibakar. TPA

terdapat 1 (satu) unit di Pulau Tidore.

2.4.8 Ruang Terbuka Hijau

Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami,

kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti

taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Dilihat dari fungsi

RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.

Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,

memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur

ruang perkotaan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan melalui pengindraan

jauh, diperoleh kesimpulan bahwa RTH di perkotaan memiliki luasan yang cukup

besar yaitu seluas 40% dari luas areal terbangun. Dapat dilihat bahwa sempadan

pantai masih cukup banyak tersedia kecuali pada area – area pelabuhan.

Gambar 2.40 Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Eksisting Sumber: www.wikimapia.com dan Pengolahan Data Sekunder, 2009

Page 215: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-1

2.1 Sumber Daya Alam

2.1.1 Letak Geografis, Luas Wilayah dan Batas Wilayah Administrasi

Kota Tidore Kepulauan sebagai daerah otonom yang dimekarkan dari Kabupaten

Halmahera Tengah berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang

pemekaran wilayah yang diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003.

Secara geografis, letak wilayah Kota Tidore Kepulauan berada pada batas

astronomis 0⁰-20⁰ Lintang Utara dan pada posisi 127⁰- 127,45⁰ Bagian Timur. Kota

Tidore Kepulauan memiliki total luas wilayah 13.862,86 Km2 dengan daratan

9.116,36 Km2 dan batas wilayah sebagai berikut :

• sebelah utara Berbatasan dengan Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate

dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera barat.

• sebelah timur Berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten

Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten

Halmahera Tengah.

• sebelah selatan Berbatasan dengan Gane Barat Kabupaten Halmahera

Selatan dan Kecamatan pulau Moti Kota ternate.

• sebelah barat Berbatasan dengan Laut Maluku.

Secara administratif, kota Tidore Kepulauan terdiri dari 8 (delapan) kecamatan

dan 72 desa/kelurahan seperti yang diuraikan berikut ini :

1. Kecamatan Tidore; Jumlah desa/kelurahan 11 dengan ibukota Gamtufkange,

dan luas daerah 212,15 Km2.

2. Kecamatan Tidore Selatan; Jumlah desa/kelurahan 8 dengan ibukota

Gurabati, dan luas daerah 249,32 Km2.

3. Kecamatan Tidore Utara; Jumlah desa/kelurahan 12 dengan ibukota Rum,

dan luas daerah 221,33 Km2.

Bab II

GAMBARAN UMUM WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

Page 216: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-2

4. Kecamatan Tidore Timur; Jumlah desa/kelurahan 4, dengan ibukota Tosa

dan luas daerah 199,92 Km2.

5. Kecamatan Oba; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Payahe, dan luas

daerah 2.373,63 Km2.

6. Kecamatan Oba Selatan; Jumlah desa/kelurahan 7, dengan ibukota Lifofa,

dan luas daerah 2.210,92 Km2.

7. Kecamatan Oba Utara; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Sofifi, dan

luas daerah 1.155,91 Km2.

8. Kecamatan Oba Tengah; jumlah desa/kelurahan 12, dengan ibukota

Akelamo dan luas daerah 2.493,17 Km2.

Tabel 2.1 Jumlah Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan

Kecamatan Tidore Kecamatan Tidore Selatan Kecamatan Tidore Utara Kecamatan Tidore Timur

Kel. Seli Desa Marekofo Desa Maitara Kel. Mafututu

Kel. Soadara Desa Maregam Desa Maitara Selatan Kel. Tosa

Kel. Topo Kel. Tongowai Kel. Rum Kel. Dowora

Kel. Topo Tiga Kel. Gurabati Kel. Rum Balibunga Kel. Kalaodi

Kel. Soasio Kel. Tomalou Kel. Sirongo Folaraha

Kel. Gamtufkange Kel. Tuguiha Kel. Gubukusuma

Kel. Folarora Kel. Dokiri Kel. Bobo

Kel. Gurabunga Kel. Toloa Kel. Mareku

Kel. Indonesiana Kel. Afa Afa

Kel. Tomagoba Kel. Ome

Kel. Goto Kel. Fobaharu

Kel. Jaya

Kecamata Oba Utara Kecamatan Oba Tengah Kecamatan Oba Kecamatan Oba Selatan

Desa Somahode Desa Lola Desa Kususinopa Desa Lifofa

Desa Akekolano Kel. Akelamo Kel. Payahe Desa Wama

Desa Oba Desa Togeme Desa Toseho Desa Nuku

Kel. Sofifi Desa Akegurai Desa Gitaraja Desa Tagalaya

Kel. Guraping Desa Akesai Desa Woda Desa Maidi

Desa Kaiyasa Desa Aketobololo Desa Kosa Desa Selamalofo

Desa Garojou Desa Akedotiou Desa Koli Desa Hager

Desa Kusu Desa Aketobatu Desa Bale

Desa Ampera Desa Tadupi Desa Tului Talagamori

Desa Bukit Durian

Desa Galala

Desa Balbar

Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Page 217: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-3

PETA 2.1 ADMINSTRASI WILAYAH

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.1

Page 218: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-4

2.1.2 Geomorfologi

Dae rah Kota Tidore Kepulauan secara fisiografi dapat di bagi manjadi 2 bentukan

utama yaitu pada daerah Pulau Tidore dan Pulau Halmahera. Pulau Tidore memiliki

satuan bentukan asal gunungapi. Satuan ini memiliki kelerengan bervariasi mulai

dari 2 % hingga lebih dari 40%, hal ini sesuai dengan jenis bentukan asal Satuan

vulkanik.

Gambar 2.1 Bentuk Morfologi Pulau Tidore Menunjukkan Satuan Dataran Vulkanik(Pada daerah pesisir), Satuan Lereng Vulkanik (Pada bagian lereng), Puncak Gunungapi (Kerucut vulkanik) dan

Perbukitan Vulkanik Denudasional Pada Bagian Utara Sumber: Survey Lapangan, 2009

Bagian ke dua wilayah Kota Tidore yang berada pada Pulau Halmahera memiliki

karakteristik yang berbeda dengan Pulau Tidore. Satuan geomorfologi ini antara lain

adalah dataran alluvial, perbukitan denudasional, perbukitan denudasional

ultramafik, Plato dan Monoklin.

Gambar 2.2 Morfologi Wilayah Kota Tidore Kepulauan yang Berada pada Pulau Halmahera

Terdiri Dari Dataran( Daerah pesisir) dan Satuan Perbukitan Terdenudasi pada Daerah Timur Sumber: Survey Lapangan, 2009

Selatan Utara

Utara Selatan

Page 219: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-5

2.1.3 Kondisi geologi

2.1.3.1 Satuan Batuan

Sejarah pembentukan batuan di Kota Tidore Kepulauan adalah di mulai pada

Oligosen yaitu dengan diendapkannya Batuan Gunungapi Formasi Bacan. Formasi

ini terdiri dari batuan gunungapi berupa lava, breksi dan tufa dengan sisipan

batupasir dan konglomerat.

Gambar 2.3 Singkapan Batas Satuan Breksi Dengan Lava

yang Menunjukkan Adanya Stuktur Aliran di Daerah Mareku Sumber: Survey Lapangan, 2009

Beberapa singkapan tampak jelas kontak antara batupasir dan konglomerat,

kontak ini menunjukkan adanya bidang erosi.

Gambar 2.4 Singkapan Kontak Antara Batupasir dan Konglomerat

Tampak Konglomerat Menggerus Satuan Batupasir. Lokasi Sekitar Balisosa Sumber: Survey Lapangan, 2009

Satuan batuan Gunungapi muda sering juga disebut sebagai satuan batuan

gunungapi Holosen. merupakan endapan dari gunungapi Kiematubu. Terdiri dari

breksi gunungapi, Lava, tufa dan abu vulkanik. Breksi gunungapi terdiri dari andesit

piroksen, kelabu tua, kompak ukuran butir daro 3 hingga 100cm, Batu apung; putih

kecoklatan, ringan, amidaloidal, getas.

Page 220: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-6

Gambar 2.5 Singkapan Batuan

Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.1.3.2 Struktur Geologi

Struktur geologi daerah Kota TIdore Kepulauan yang berkembang adalah

sesar. Sesar banyak dijumpai di daerah Pulau Halmahera. Sesar ini berkembang

Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya. Jenis sesar agak sulit di

identifikasi di lapangan, bidang sesar yang dijumpai di lapangan berupa zona

hancuran, pada zona ini di jumpai filit dan tampak mineral pengisi rekahan.

Gambar 2.6 Singkapan Bidang Sesar yang Berupa Zona Hancuran

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Kemiringan lapisan secara umum adalah ke arah barat, akan tetapi beberapa

tempat dijumpai kemiringan ke arah utara (N268 O E/ 30O). Besar kemiringan

batuan berkisar antara 10 O hingga 30 O.

Page 221: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-7

Gambar 2.7 Singkapan Batupasir dengan Kedudukan Batuan N268

O E/ 30

Opada Perselingan

Batupasir. Lokasi di Sekitar Payahe Sumber: Survey Lapangan, 2009

Struktur sesar merupakan daerah yang rawan terjadi gerakan tanah.

Kejadian gerakan tanah ini terutama pada saat hujan turun dan juga jika terjadi

gempa.

2.1.4 Iklim

Keadaan iklim di Kota Tidore Kepulauan tidak berbeda jauh dengan iklim di

daerah-daerah lainnya di pulau Halmahera dan sekitarnya yaitu beriklim tropis

lembab, yang dipengaruhi angin laut. Iklim daerah ini sangat di pengaruhi oleh laut

Halmahera, laut Seram dan laut Maluku.

2.1.5 Tanah

Tabel 2.2 Penyebaran Jenis Tanah Berdasarkan Klasifikasi USDA

No Lokasi

Penyebaran (kecamatan)

Satuan Peta Tanah (SPT )

Great Group Sub Ordo Ordo

1 Tidore 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

2 Tidore Utara 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

3 Tidore Selatan 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

4 Tidore Timur 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

5 Oba 4 Entisols Aquents Endoaquents

Histosols Hemists Haplohemists

Page 222: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-8

No Lokasi

Penyebaran (kecamatan)

Satuan Peta Tanah (SPT )

Great Group Sub Ordo Ordo

21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

150 Andisols Udands Hapludands

Inceptisols Udepts Dystrudepts

6 Oba Selatan 4 Entisols Aquents Endoaquents

Histosols Hemists Haplohemists

21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

7 Oba Utara 19 Inceptisols Aquepts Endoaquepts

Inceptisols Fluvents Udifluvents

21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

39 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Alfisols Udalfs Hapludalfs

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

150 Andisols Udands Hapludands

Inceptisols Udepts Dystrudepts

8 Oba Tengah 21 Inceptisols Udepts Dystrudepts

Entisols Aquents Endoaquents

39 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Alfisols Udalfs Hapludalfs

Page 223: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-9

No Lokasi

Penyebaran (kecamatan)

Satuan Peta Tanah (SPT )

Great Group Sub Ordo Ordo

79 Inceptisols Udepts Eutrudepts

Molisols Rendolls Haprendolls

87 Ultisols Udults Hapludults

Inceptisols Udepts Dystrudepts

150 Andisols Udands Hapludands

Inceptisols Udepts Dystrudepts

Sumber : Peta Sumberdaya Tanah Lembar Ternate (NA 52) dan Ambon (MA 52) skala 1: 1.000.000 tahun 2000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.

Page 224: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-10

Peta 2.2 Tanah Kota Tidore Kepulauan

2.1.5.1

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2010 - 2030

PETA 2.2

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.2

Page 225: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-11

Penggunaan Lahan

Tabel 2.3 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kota Tidore Kepulauan

No Penggunaan Luas (Km2) %

1 Permukiman 486,86 5,34

2 Kebun Campuran 1.483,59 16,27

3 Perkebunan 23,31 0,26

4 Mangrove 82,78 0,91

5 Hutan 6.084,29 66,74

6 Tanah Terbuka 1,91 0,02

7 Persawahan 140,49 1,54

8 Tegalan 489,34 5,37

9 Semak Belukar 323,79 3,55

Jumlah 9.116,36 100,00

Sumber: Penghitungan Berdasar Citra Satelit

Berdasarkan Peta Jenis Penggunaan Lahan (2008) Kota Tidore Kepulauan

masih didominasi oleh hutan (66,74%). Kemudian Kebun campuran (16,27%) dan

ketiga adalah Tegalan (5,57%). Adapun pertanian adalah 1,54 % berupa sawah

dengan kondisi pemanfaatan lahan ini laju peralihan dari lahan hutan menjadi yang

lain dapat menjadikan kemungkinan terjadinya perubahan ekosistem yang paling

mendasar. Penggunaan lahan di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada peta 2.3

Page 226: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-12

Peta 2.3 Penggunaan Lahan Eksisting

2.1.5.2

PETA 2.3

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.3

Page 227: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-13

Kemampuan Lahan

Kemiringan Lereng

Lahan di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang didominasi oleh perbukitan

Tektonik mempunyai kemiringan lereng yang beragam dari landai sampai sangat

curam namun. Berikut ini tersaji tabel luas kemiringan lereng Kota Tidore

Kepulauan.

Tabel 2.4 Luas Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan

Kemiringan Lereng

Luas (km2) Persentase luas

(%) Kelas

0-2 2855.01 28.55 Datar

2-15 1611.10 16.11 Landai

15-40 3517.17 35.17 Agak Curam

>40 1133.10 11.33 Sangat curam

Jumlah 9116.38 100

Sumber: SK Menteri Pertanian Nomer 837/KPTS/UM/11.1980

Kedalaman

Kota Tidore Kepulauan dengan kondisi iklim yang mendukung proses

pembantukan tanah menghasilkan tanah-tanah yang mempunyai jeluk dangkal

akibat dari kemiringan yang curam sehingga tanah mudah terkikis pada saat

terjadinya erosi.

Tekstur

Tanah-tanah di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak didominasi oleh

tekstur sedang sampai halus, ada beberapa lokasi yang bertekstur kasar sampai

agak kasar. Tekstur tanah berperan dalam menentukan sifat fisik dan kimia tanah.

Erosi tanah

Erosi merupakan pengikisan tanah permukaan oleh agensia air atau angin.

Erosi tanah yang terjadi di lahan-lahan wilayah Kota Tidore Kepulauan pada

permukaan tanah yang sudah tidak bervegetasi.

Page 228: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-14

Peta 2.4 Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2010 - 2030

PETA 2.4

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.4

Page 229: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-15

Peta 2.5 Kemampuan Lahan Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.5

Page 230: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-16

2.1.6 Curah Hujan

Curah hujan tertinggi terjadi bulan Juni dengan hari hujan 20 di susul bulan

September dan Februari pada tahun 2006 kemudian untuk curah hujan tertinggi

pada tahun 2007 yaitu pada bulan November dengan jumlah hari hujan 12 disusul

bulan Juni dan Januari.

Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25oC sampai 26,6oC. Suhu udara

rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Maret dan

Juni. Kelembaban relatif udara rata-rata bulanan berkisar antara 80% hingga 90%.

Kelembaban rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Juli

Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 20% sampai 79%,

dengan lama penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada

bulan September. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 11 km/jam dan 25

km/jam. Kecapatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari, dan terendah terjadi

pada bulan November.

Rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada di Kota Tidore Kepulauan adalah

24.55 mm/tahun. Bulan Basah terjadi rata-rata 6-7 bulan per-tahun dan Bulan

Lembab terjadi hanya 3-4 bulan. Rata-rata jumlah hari hujan pada stasiun penakar

curah hujan di Kota Tidore Kepulauan adalah 7 hari. Alat pencatat hujan di BPP

Kecamatan Oba Utara dalam kondisi rusak.

Morh (1933) cit. Sutarno, (1998) membagi bulan basah dan bulan kering ke

dalam tiga golongan, yaitu :

Bulan basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan > 100 mm.

Bulan lembab (BL) adalah bulan dengan curah hujan 60-100 mm.

Bulan kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan < 60 mm.

Page 231: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-17

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

400.00

450.00

500.00

Janu

ari

Febr

uari

Mar

etApr

ilM

eiJu

ni Juli

Agust

us

Septe

mbe

r

Oktob

er

Novem

ber

Desem

ber

Bulan

Jum

lah

Cur

ah H

ujan

(mm

)

2006 2007

Gambar 2.8 Grafik Golongan Bulan Basah dan Kering Sumber : Analisis Studio

2.1.7 Hidrologi

Secara umum ketersediaan air bersih di Pulau Tidore mengalami kesulitan

terutama pada musim kemarau. Pada daerah pesisir yang tidak terlayani PDAM, air

bersih didapatkan dari sumur gali penduduk. Pada musim kemarau, sumur ini

penurunan air dan kadang terasa agak payau. Sumur ini dapat melayani 30 Kepala

keluarga. Mereka menimba dan menggunakan gerobak untuk mengangkut dari

sumur ke rumah-rumah.

Gambar 2.9 Sumur Penduduk Sebagai Salah Satu Sumber Air Bersih

Pada daerah yang agak tinggi baik di Pulau Tidore maupun di Halmahera,

pada umumnya memanfaatkan mata air.

Page 232: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-18

(a) (b) Gambar 2.10 (a)Mata Air di Desa Gurabunga Dengan Debit 0,3 l/dt. (b)Pada Musim Hujan

Masyarakat Menampung Air Dalam Bak Penampungan

Pada musim penghujan umumnya masyarakat memanfaatkan air dengan

menampung air yang jatuh di genting dan mengalirkannya ke dalam bak

penampung air.

Sungai sungai yang besar di Halmahera diantaranya adalah S.Kayasa,

S.Akelamo, S.Neweri, S.Sinofa, S.Tafaga, S.Lifofa.

Page 233: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-19

Peta 2.6 Persebaran Sumber Air Baku Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.6

Page 234: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-20

2.1.8 Sumber Daya mineral

Bahan galian C adalah sumberdaya mineral yang utama di Kota Tidore

Kepulauan. Bahan galian tersebut adalah, pasir, kerikil, batu andesit, dan batuapung.

Gambar 2.11 Craser yang Berada di Tepi Sungai Oba

Gambar 2.12 Lokasi Tambang Batu Apung (Batu Tela di Dekat Desa Surumalau)

Sumber daya mineral di Kota Tidore Kepulauan:

Andesit terdapat di Desa Bobo, Kelurahan Dokiri dan Kelurahan Soadara

Batupasir terdapat di Desa Akelamo, Kecamatan Oba utara

Batuapung terdapat di Dusun Surumalau , Kecamatan Tidore

Tanah Liat terdapat di Desa Mare Kofo Kecamatan Tidore Selatan

Batu Pemban terdapat di Desa Akelamo, Lolo dan Payahe

Tembaga terdapat di Desa Payahe Kecamatan Oba.

Emas Terdapat di Desa Noramaake Kecamatan Oba Tengah

Gambar 2.13 Tambang Batupasir, dan Kerikil di Desa Gurabunga

Page 235: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-21

2.1.9 Sumber Daya Energi

Panas Bumi

Sumber daya energi panas bumi yang potensial terdapat di Akesahu, Kecamatan

Tidore Timur.

Air terjun

Air terjun di Kota Tidore Kepulauan terdapat di air terjun Luku Celeng Kelurahan

Kalaodi Kecamatan Tidore Timur.

Dua sumber daya energi tersebut saat ini berpotensi sebagai sumber energi

alternatif untuk kebutuhan energi listrik di Kota Tidore Kepulauan yang dapat

melayani seluruh Kota Tidore Kepulauan.

2.1.10 Sumber Daya Pertanian

Sumberdaya pertanian meliputi tanaman pangan, tanaman sayur serta buah-

buahan.

Tabel 2.5 Tanaman Pangan

No Kecamatan

Rata-rata Produktivitas Pertanian 2006-2008 (Ton/Ha)

Padi Jagung Ubi

Kayu Kacang Tanah

Kacang Kedelai

Kacang Hijau

Ubi-ubian

1 Tidore 0.57 8.00 0.52 0.33 0.33

2 Tidore Selatan 0.33 4.00 1.60 0.33 0.33

3 Tidore Utara 1.16 4.67 0.95 0.33 0.33

4 Tidore Timur 0.00

5 Oba 0.91 0.94 0.67 1.00 0.90 2.23

6 Oba Utara 1.33 0.33 0.87 0.33

7 Oba Selatan

8 Oba Tengah 6.67 0.20

Jumlah 0.91 4.34 24.33 4.93 2.23 3.23

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan

Tabel 2.6 Tanaman Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan

No Jenis Tanaman

Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)

Tidore Tidore Selatan

Tidore Utara

Tidore Timur

Oba Oba

Utara Oba

Selatan Oba

Tengah Jumlah

Sayur-sayuran

1 Bawang Merah 0,47 0,6 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 1,5

2 Lombok 0,75 0,8 0,7 0,0 1,0 0,7 0,2 0,0 4,1

3 Ketimun 0,33 0,3 0,3 0,0 0,9 0,6 0,0 0,0 2,5

4 Terong 1,00 1,0 1,0 0,0 1,7 12,4 0,3 0,0 17,5

5 Bayam 1,58 0,3 1,5 0,0 2,0 1,5 0,3 0,0 7,2

6 Kangkung 3,17 0,3 2,2 0,0 3,6 2,8 0,2 0,0 12,3

7 Kacang Panjang 0,33 1,0 0,9 000,0 1,0 0,7 0,3 0,0 4,2

8 Petsai 0,93 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,0 0,0 3,0

9 Tomat 1,31 0,3 1,1 0,2 2,0 1,1 0,0 0,3 6,4

10 Labusiam 1,11 0,3 0,7 0,3 0,0 0,3 0,0 0,0 2,7

Page 236: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-22

No Jenis Tanaman

Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)

Tidore Tidore Selatan

Tidore Utara

Tidore Timur

Oba Oba

Utara Oba

Selatan Oba

Tengah Jumlah

Buah-buahan

11 Advokad 6,97 6,9 1,4 0,0 13,6 35,3 0,3 0,0 64,4

12 Jeruk 0,00 0,3 0,7 0,0 6,7 31,3 0,1 0,0 39,1

13 Mangga 154,44 205,0 1.334,0 0,3 17,0 249,6 0,0 0,0 1.960,4

14 Langsat 0,00 0,3 0,7 0,0 8,7 6,7 0,3 0,0 16,7

15 Durian 26,67 30,0 30,0 0,0 3,3 75,0 0,0 0,0 165,0

16 Pepaya 26,67 26,7 206,7 6,7 206,7 610,5 0,0 0,0 1.083,8

17 Nenas 0,00 5,3 5,7 0,0 11,0 6,1 5,0 0,0 33,1

18 Pisang 175,22 200,0 200,0 66,7 195,5 377,3 60,0 60,0 1.334,8

19 Nangka 30,00 6,7 28,3 0,0 57,5 300,0 6,7 0,0 429,2

20 Rambutan 8,00 0,0 11,3 2,7 29,2 61,3 0,0 0,0 112,5

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan

Kota Tidore Kepulauan mempunyai lahan pertanian seluas 240, 72 Km2 dengan 8

Kecamatan. Pertanian yang paling menonjol yaitu ubi kayu untuk tanaman pangan

karena rata-rata semua daerah menghasilkan ubi kayu sedangkan untuk tanaman

sayur yang paling berkembang adalah terong dan mangga untuk buah-buahannya.

2.1.11 Sumberdaya Kehutanan

Sumberdaya hutan di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak yang merupakan

hutan lindung. Hutan lindung seluas 3.295,82 Km2, hutan produksi 121,77 Km2,

hutan konversi 1.627,62 Km2, hutan Produksi terbatas 1.039,08 Km2, dan tidak

terdapat hutan suaka alam. Hutan lindung yang paling luas terdapat dikecamatan

Oba dan Oba Utara yaitu 1.591,09 Km2. Hutan konversi berada di wilayah Kecamatan

Oba Utara Kota Tidore Kepulauan.

Tabel 2.7 Sumber Daya Hutan

No. Kecamatan

Rata-Rata Luas Areal Hutan 2006-2007 (Km2)

Hutan Suaka Alam

Hutan Lindung

Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi

Hutan Konversi

Luas Areal

1 Tidore

24,35 0,00 0,00 64,94 89,30

2 Tidore Selatan

64,94 0,00 0,00 129,88 194,83

3 Tidore Utara

24,35 0,00 0,00 129,88 154,24

4 Tidore Timur

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

5 Oba

1.591,09 519,54 60,88 374,70 2.820,93

6 Oba Utara

1.591,09 519,54 60,88 376,50 2.824,99

7 Oba Selatan

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

8 Oba Tengah

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Jumlah

3.295,82 1.039,08 121,77 1.627,62 6.084,29

Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis

Page 237: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-23

Peta 2.7 Kawasan Hutan di Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.7

Page 238: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-24

Sumber Daya Perikanan

Wilayah Kota Tidore Kepulauan terdiri dari wilayah daratan (42,51%) dan lautan

(57,49%). Secara umum wilayah lautan Kota Tidore Kepulauan termasuk dalam

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 6, yaitu WPP Laut Seram dan Teluk Tomini.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan pada WPP 6 masih rendah kecuali untuk

kelompok udang penaid yang sudah mencapai lebih tangkap (over fishing). Sub

sektor perikanan di Kota Tidore Kepulauan memegang peranan penting sebagai

penyumbang PDRB tertinggi dalam sektor pertanian.

8302.77 8291.8

12954.35 13395.38

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2005 2006 2007 2008

Tahun

Pro

du

ksi (

ton

)

Gambar 2.14 Produksi Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Hasil Olahan Studio

Page 239: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-25

Tabel 2.8 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

= Over Fishing

= Optimal

= Under Fishing

Armada perikanan tangkap Kota Tidore Kepulauan sementara ini masih

tergolong kecil, sebab sebagian besar terdiri dari motor tempel (56,95%) dan perahu

tanpa motor (32,67%) dan hanya 6,56% saja yang merupakan kapal motor dengan

ukuran <30GT dan semua kapal motor hanya ada di Kecamatan Tidore Utara dan

Tidore Selatan. Hasil tangkapan ikan nelayan di Kota Tidore Kepulauan masih dapat

Page 240: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-26

ditingkatkan, yaitu dengan mengambil sumberdaya ikan di WPP 6 (Laut Seram dan

Teluk Tomini) yang diketahui masih rendah tingkat pemanfaatannya. Namun

demikian, untuk memanfaatkan potensi tersebut nelayan Kota Tidore Kepulauan

akan menghadapi kendala akibat minimnya jumlah armada penangkapan ikan yang

memadai.

46

382

668

77

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Tanpa Perahu (TP)

Perahu Tanpa Motor(PTM)

Motor Tempel (MT)

Kapal Motor (KM)

Jumlah Armada Perahu (unit)

Gambar 2.15 Armada Penangkapan Ikan di Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Pengolahan Data Sekunder

Di Kota Tidore Kepulauan saat ini telah tersedia Pelabuhan Pendaratan Ikan

(PPI) dan telah dilengkapi dengan berbagai sarana seperti cold storage, pabrik es,

tangki BBM, bengkel, workshop, sarana air bersih, gedung TPI dan sebagainya yang

terletak di Soasio. Namun sarana PPI yang telah dibangun tersebut sementara ini

belum dimanfaatkan oleh para nelayan. Salah satu kendala tampaknya belum

terciptanya pasar yang kondusif dibanding dengan yang ada di Ternate.

237

286

393

194

237

269

134

66

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Tidore

Tidore Utara

Tidore Selatan

Tidore Timur

Oba

Oba Utara

Oba Tengah

Oba Selatan

Kec

amat

an

Jumlah RTP

Gambar 2.16 Jumlah RTP Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2009

Page 241: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-27

Kegiatan perikanan budidaya di Kota Tidore Kepulauan saat ini masih belum

berjalan dengan baik sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi

produksi perikanan Kota Tidore Kepulauan.

Kawasan potensial untuk kegiatan budidaya perikanan di Kota Tidore Kepulauan

semuanya terletak di kawasan pesisir dan lautan. Padahal Kota Tidore Kepulauan

sampai sekarang belum mempunyai tata ruang pesisir, kelautan dan pulau-pulau

kecil seperti yang disyaratkan dalam UU No 27 tahun 2007.

Gambar 2.17 Budidaya Pembesaran Lobster di Teluk Cobo

Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.1.12 Sumber Daya Peternakan

Peternakan di Kota Tidore Kepulauan sampai dengan tahun 2008 masih

didominasi oleh ternak unggas (70%) dan sedang ternak ruminansia yang terdiri dari

sapi dan kambing hanya sebanyak 30% (Gambar 2.18). Jenis ternak unggas dominan

di Kota Tidore Kepulauan adalah ayam bukan ras (buras) yang jumlahnya mencapai

60% dari populasi ternak yang ada. Pemeliharaan ternak ayam buras tersebut

umumnya dilakukan secara tradisional dan bersifat sambilan atau belum dilakukan

secara profesional. Pada Gambar 2.19 tampak bahwa populasi ayam buras yang

dipelihara tersebar di semua kecamatan, meskipun populasi tertinggi terdapat di

kecamatan Tidore dan Oba Selatan. Peternak ayam pedaging di Kota Tidore

Kepulauan hanya terdapat di Pulau Tidore saja sedang untuk ayam petelur di P.

Tidore dan P. Halmahera khususnya kecamatan Oba Utara (Gambar 2.19).

Page 242: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-28

5% 5% 4%

25%60%

1%

Sapi

Kambing

Ayam Petelur

Ayam Pedaging

Ayam Buras

Itik

Gambar 2.18 Jenis Hewan Ternak di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

Tidore

Tidore Utara

Tidore Selatan

Tidore Timur

Oba

Oba Utara

Oba Tengah

Oba Selatan

Kec

amat

an

Jumlah (ekor)

Itik

Ayam Buras

Ayam Pedaging

Ayam Petelur

Gambar 2.19 Jumlah Ternak Unggas di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

Populasi ternak ruminansia di Kota Tidore Kepulauan sebagian besar

terdapat di P. Halmahera. Pada tahun 2008 populasi sapi potong di Kota Tidore

Kepulauan adalah sebanyak 4.271 ekor atau rata-rata setiap 21 penduduk terdapat

satu ekor sapi. Populasi sapi potong tertinggi terdapat di kecamatan Oba Utara

(1.695 ekor) dan Oba Tengah (1.336 ekor).

Page 243: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-29

35

80

18

234

704

1695

1336

169

720

51

80

189

830

422

894

424

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

Tidore

Tidore Utara

Tidore Selatan

Tidore Timur

Oba

Oba Utara

Oba Tengah

Oba Selatan

Kec

amat

an

Jumlah (ekor)

Kambing

Sapi Potong

Gambar 2.20 Jumlah Ternak Ruminansia di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

Pengembangan peternakan sapi potong di P. Halmahera juga didukung oleh

adanya UPT Peternakan di Akelamo (Gambar 2.21) meskipun kondisi belum

memuaskan.

Gambar 2.21 UPT Peternakan di Akelamo, Kec. Oba

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Pemeliharaan ternak ruminansia kecil khususnya kambing di Kota Tidore

Kepulauan mencapai 3.610 ekor. Populasi ternak kambing terbesar terdapat di 3

kecamatan, yaitu Oba Tengah (894 ekor), Oba (830 ekor) dan Tidore (720 ekor).

Gambar 2.22 Sapi Potong Milik Masyarakat di Kayasa, Kec. Oba Utara

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Page 244: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-30

2.1.13 Aspek Lingkungan

2.1.13.1 Aspek Lingkungan Darat

Permasalahan tanah yang dijumpai di lapangan wilayah kecamatan Oba

Utara adalah mudah terjadi kekeringan, walaupun di tanah - tanah aluvial jenis

Eutrodepts yang didominasi fraksi pasir dengan topografi datar. Tanah dengan

tekstur pasiran mudah mengalami penguapan dan aliran ke bawah (perkolasi).

Tidak adanya hujan dengan durasi waktu 2 bulan menyebabkan kekeringan pada

tanaman semusim maupun tanaman tahunan yang masih muda.

2.1.13.2 Aspek Lingkungan Laut

Kondisi kualitas air di perairan Kota Tidore Kepulauan umumnya baik untuk

kegiatan budidaya ikan. Sebagai contoh kualitas perairan di sekita P. Maitara yaitu

salinitas 30-32%o, kecerahan 110-130 cm, kecepatan arus 27-30 m/s, pasang surut

50-170 cm, kedalaman 0,5-1,9 m, pH 6,5-7,5, dan oksigen terlarut 5-7,5 ppm (DKP,

2007).

Beberapa kawasan di Kota Tidore Kepulauan terdapat terumbu karang yang

luasnya bervariasi antar kecamatan. Luas total terumbu karang di Kota Tidore

Kepulauan adalah mencapai 685 ha atau 0.22% dari luas wilayah yang ada. Namun

demikian, sebagian kondisi terumbu karang tersebut dalam kondisi rusak - cukup.

Kondisi terumbu karang yang baik, umumnya berada pada daerah yang dianggap

mistik oleh masyarakat setempat.

Gambar 2.23 Pengambilan Batu Karang untuk Bangunan di Teluk Gita

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Kondisi pantai Kota Tidore Kepulauan sebagian berpasir, terjal dan sebagian

lagi ditumbuhi mangrove khususnya di kawasan yang ada sumber air tawarnya

(sungai). Namun demikian sebagain lahan mangrove telah mulai dikonversi untuk

menjadi lahan tambak (seperti di Kayasa), perumahan dan juga untuk kebutuhan

kayu bakar.

Page 245: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-31

Gambar 2.24 Pengambilan Kayu Bakau untuk Kayu Bakar di Teluk Gita

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Gambar 2.25 Alih Fungi Mangrove untuk Perumahan di Teluk Gita

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Gambar 2.26 Alih Fungsi Mangrove untuk Tambak di Kayasa

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Page 246: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-32

Peta 2.8 Sebaran Terumbu Karang di Kota Tidore Kepulauan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2010 - 2030

PETA 2.8

Page 247: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-33

2.2 Kependudukan dan Sosial Budaya

2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008

No. Kecamatan Jumlah Penduduk

2005 2006 2007 2008

1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789

2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082

3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184

4 Tidore Timur

7.633

5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070

6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725

7 Oba Selatan

5.009

8 Oba Tengah

6.438

Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS

Tahun 2008 jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan bertambah sebanyak

1.333 jiwa dari tahun 2007. Jumlah penduduk terbanyak masih berada di Kecamatan

Tidore sebanyak 20.789 jiwa. Jumlah penduduk terendah di Kecamatan Oba Selatan

sebesar 5.009 jiwa sebagai kecamatan baru.

Gambar 2.27 Pie Chart Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder

Pada tahun 2008 kepadatan penduduk tertinggi dan terendah sudah bergeser

akibat dari pemekaran wilayah menjadi kecamatan baru. Kepadatan penduduk kasar

tahun 2008 tertinggi di Kecamatan Tidore sebesar 98 jiwa/Km2. Wilayah yang

mempunyai kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Oba Tengah ( 3

jiwa/Km2) sebagai pemekaran dari Kecamatan Oba Utara. Dari data tahun 2008

terlihat bahwa pulau Tidore lebih padat penduduknya dari pada wilayah Kota Tidore

Kepulauan yang berada di pulau Halmahera.

Page 248: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-34

Tabel 2.10 Kepadatan Penduduk Bruto Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008

No. Kecamatan

Luas Wilayah (Km2) Kepadatan Bruto (Jiwa/Km

2)

sebelum 2008

2008 2005 2006 2007 2008

1 Tidore 412,08 212,15 64,34 66,02 66,86 97,99

2 Tidore Selatan 249,32 249,32 55,35 54,46 58,07 60,49

3 Tidore Utara 221,33 221,33 68,69 68,21 71,68 73,12

4 Tidore Timur 0,00 199,92 - - - 38,18

5 Oba 3.529,54 2.373,63 4,00 4,31 4,18 4,24

6 Oba Utara 4.704,10 2.210,92 3,46 3,78 3,60 4,85

7 Oba Selatan 0,00 1.155,91 - - - 4,33

8 Oba Tengah 0,00 2.493,17 - - - 2,58

Jumlah 9.116,36 9.116,36 9,42 9,75 9,83 10,08

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis

Page 249: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-35

Peta 2.9 Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.9

Page 250: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-36

Peta 2.10 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.10

Page 251: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-37

2.2.2 Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi dari tahun 2005 menuju 2006 sebesar

3,45%. Pada tahun 2007 – 2008 tiga kecamatan menunjukkan pertumbuhan

penduduk dengan angka minus diatas 20%. Hal tersebut dikarenakan adanya

perubahan status administrasi.

Tabel 2.11 Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk

per Tahun (%)

2005 2006 2007 2008 2005-2006

2006-2007

2007-2008

1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789 2,62 1,27 -24,55

2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082 -1,62 6,64 4,17

3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184 -0,69 5,08 2,02

4 Tidore Timur

7.633 5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070 7,82 -3,03 -31,78

6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725 9,18 -4,61 -36,70

7 Oba Selatan

5.009 8 Oba Tengah

6.438

Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930 3,45 0,82 2,60

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis

Laju pertumbuhan penduduk tertinggi pada tahun 2006 sebesar 3,34%. Laju

pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,18%. Sehingga selama

lima tahun rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore Kepulauan sebesar

2,34%.

Gambar 2.28 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2003 – 2007

Sumber : Pengolahan Data Sekunder,2009

Page 252: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-38

Angka pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore

Kepulauan lebih dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan kematian dibandingkan

faktor mobilitas penduduk.

Kelahiran dan Kematian

Tabel 2.12 Jumlah Kematian dan Kelahiran di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 Dirinci per Kecamatan

No. Kecamatan Kelahiran Kematian

1 Tidore 1.168 44

2 Tidore Selatan 629 14

3 Tidore Utara 735 14

4 Tidore Timur 5 Oba 156

6 Oba Utara 465 2

7 Oba Selatan 8 Oba Tengah Jumlah 3.153 74

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, BPS

Jumlah kelahiran tiap tahun semakin berkurang dan jumlah kematian setiap

tahun semakin bertambah. Hal tersebut menunjukkan beberapa kemungkinan yaitu:

1. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin mengurangi angka kelahiran. Hal ini

didukung dengan data jumlah pemakai kontrasepsi KB yang semakin meningkat.

Diketahui jumlah peserta KB aktif tahun 2006 berjumlah 4.828 jiwa menjadi

9.559 jiwa di tahun 2007.

2. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin meningkatkan standar umur

pernikahan.

Tabel 2.13 Jumlah Kematian dan Kelahiran Tahun 2007-2008 Dirinci per Bulan

No. Bulan 2007 2008

Kelahiran Kematian Kelahiran Kematian

1 Januari 805 14 63 4

2 Pebruari 132 11 122 11

3 Maret 50 5 257 2

4 April 260 4 185 9

5 Mei 257 3 213 7

6 Juni 235 10 365 8

7 Juli 506 3 489 8

8 Agustus 158 3 272 11

9 September 72 9 180 10

10 Oktober 35 4 45 11

11 November

11 332 4

12 Desember 150 2 100 6

Jumlah 2.660 79 2.623 91

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2008, 2009, BPS

Page 253: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-39

Mobilitas Penduduk

Kota Tidore Kepulauan mempunyai daerah-daerah yang dikhususkan untuk area

transmigrasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertambahan penduduk di Kota

Tidore Kepulauan dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk yang melakukan

transmigrasi dari luar Kota Tidore Kepulauan.

Gambar 2.29 Mobilitas Penduduk Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.2.3 Penduduk Menurut Karakteristiknya

2.2.3.1 Penduduk Menurut Struktur Usia

Jumlah penduduk terbanyak pada golongan usia 15-19 tahun sebanyak

10.573 jiwa. Jumlah penduduk terendah pada golongan usia lebih dari 75 tahun

sebanyak 733 jiwa. Jumlah penduduk umur 0-14 tahun sebanyak 29.517 jiwa.

Jumlah penduduk pada golongan umur 15-64 tahun sebanyak 59.892 jiwa. Jumlah

penduduk golongan umur lebih dari 65 tahun sebanyak 2.522 jiwa. Jumlah laki-laki

lebih banyak dari pada perempuan pada golongan usia 10-14, 25-29, 40-44 dan

golongan usia di atas 50 tahun.

Gambar 2.30 Piramida Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2009

Page 254: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-40

2.2.3.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Tabel 2.14 Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008

No. Kecamatan Sex Ratio

2008

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

Sex Ratio 2005 2006 2007 Laki-laki Perempuan

1 Tidore 100,26 98,11 100,32 10.068 10.721 20.789 93,91

2 Tidore Selatan 96,30 94,32 99,67 7.526 7.556 15.082 99,60

3 Tidore Utara 100,32 96,37 102,71 8.031 8.153 16.184 98,50

4 Tidore Timur

3.822 3.811 7.633 100,29

5 Oba 106,37 100,47 102,65 4.981 5.089 10.070 97,88

6 Oba Utara 108,99 96,97 104,79 5.369 5.356 10.725 100,24

7 Oba Selatan

2.463 2.546 5.009 96,74

8 Oba Tengah

3.153 3.285 6.438 95,98

Jumlah 102,20 97,40 101,85 45.413 46.517 91.930 97,63

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS

2.2.3.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendapatan

Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 tercatat

sebesar 14.906 jiwa atau sebesar 16,77 % dari total jumlah penduduk tahun 2006.

Persentase jumlah penduduk miskin terbesar adalah Kecamatan Oba (31,50%).

Kecamatan Tidore Utara mempunyai persentase penduduk miskin terkecil yaitu

sebesar 8,21 %.

Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan mengalami penurunan

pada tahun 2008 menjadi 11.832 jiwa atau sebesar 12,87% dari total jumlah

penduduk tahun 2008.

Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Miskin dan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008

No. Kecamatan

2006 2008

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Jumlah Penduduk

Miskin (Jiwa)

% Penduduk Miskin

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Rumah Tangga Miskin

% Rumah Tangga Minskin

Jumlah Pendu

duk

Jumlah Pendu

duk Miskin

% Pendu

duk Miskin

1 Tidore 27.207 3.678 13,52 4.261 334 7,84 20.789 1.549 7,45

2 Tidore Selatan 13.577 1.700 12,52 3.205 295 9,20 15.082 1.125 7,46

3 Tidore Utara 15.097 1.240 8,21 3.387 320 9,45 16.184 1.307 8,08

4 Tidore Timur

1.487 320 21,52 7.633 1.362 17,84

5 Oba 15.222 4.795 31,50 2.307 517 22,41 10.070 2.185 21,70

6 Oba Utara 17.761 3.493 19,67 3.321 474 14,27 10.725 1.574 14,68

7 Oba Selatan

1.310 344 26,26 5.009 1.185 23,66

8 Oba Tengah

1.804 374 20,73 6.438 1.545 24,00

Jumlah 88.864 14.906 16,77 21.082 2.978 14,13 91.930 11.832 12,87

Sumber : Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan Penduduk Miskin Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008, BPS.

Page 255: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-41

2.2.3.4 Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Berdasarkan mata pencaharian, Kota Tidore Kepulauan mempunyai

karakteristik sebagian penduduknya bekerja dibidang pertanian secara luas yaitu

sebagai petani perkebunan dan nelayan.

Tabel 2.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006-2008

Jenis Pekerjaan 2006 2007 2008

Petani Perkebunan 29.757 31.952 31.952

Nelayan

3.597 6.722

Dokter 12 18 15

Bidan 41 48 51

Perawat 50 51 58

Tenaga Medis Lainnya 31 65 61

Guru 1.982 2.129 1.813

Pegawai Negeri Sipil 3.123 1.384 1.148

Tenaga kerja industri 1.899 916 2.497

Pensiun 19 22 41

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Olahan Studio 2009

2.2.3.5 Penduduk Menurut Pendidikan

Karakteristik penduduk berdasarkan pendidikannya dapat dilihat dari jumlah

lulusan berdasarkan tingkatan sekolah. Selama tahun 2007 – 2008 jumlah lulusan

TK, SD dan SMA mengalami penurunan. Jumlah lulusan SMP meningkat dari 1.024

jiwa menjadi 1.089 jiwa.

Tabel 2.17 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pada Usia Sekolah Tahun 2007

Kelompok Umur

Partisipasi Sekolah (%)

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Masih Bersekolah

Tidak Bersekolah

lagi

7-12 0,68 97,97 1,35

13-15 1,41 90,87 7,72

16-18 2,30 68,43 29,27

19-24 1,28 18,34 80,38

Sumber : IPM Kota Tidore Kepulauan 2007 (Susenas 2007)

2.2.3.6 Penduduk Menurut Tingkat Kesehatan

Akses kesehatan untuk perempuan dapat diukur dari ketersediaan tenaga

medis khususnya bidan, rata-rata angka harapan hidup, jumlah akseptor KB, angka

kematian bayi yang berhubungan dengan angka kesehatan ibu melahirkan.

Page 256: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-42

Jumlah tenaga medis bidan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan. Jumlah akseptor KB dari tahun 2006 ke tahun 2007

mengalami peningkatan sebesar 4.731 jiwa.

Tabel 2.18 Jumlah Kelahiran Bayi dan Ibu Melahirkan di RSU Soasio Tahun 2005-2008

No. Keterangan 2005 2006 2007 2008

1 Jumlah Kelahiran Bayi Hidup 416 433 513 541

2 Jumlah Kelahiran Bayi Mati 11 25 3 22

Total 427 468 515 563

3 Jumlah Ibu Melahirkan Hidup 393 670 437 581

4 Jumlah Ibu Melahirkan Mati 0 2 0 0

Total 393 672 437 581

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007/2008, 2009, BPS dan Pengolahan Data Sekunder, 2009

2.2.3.7 Penduduk Menurut Agama

Penduduk Kota Tidore Kepulauan sebagian besar beragama Islam. Jumlah

pemeluk agama terbesar kedua tahun 2007 dan 2008 adalah agama Protestan.

Jumlah pemeluk agama Hindu tahun 2008 menjadi sebanyak 20 jiwa dengan

jumlah pemeluk terbanyak di Kecamatan Tidore.

Tabel 2.19 Jumlah Pemeluk Agama Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008

No. Kecamatan 2007 2008

Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya

1 Tidore 28,66 0,10 3,89

23,17 0,23

85,00 100,00

2 Tidore Selatan 16,40

15,78 3 Tidore Utara 18,30

17,81

4 Tidore Timur

8,51 5 Oba 19,53 42,18 23,89

10,60 38,16 12,18

6 Oba Utara 17,11 57,72 72,22

6,09 11,48 7 Oba Selatan

11,55 24,84 66,46 15,00

8 Oba Tengah

6,49 25,30 21,36 Jumlah 100,00 100,00 100,00

100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007/2008, 2009, BPS Dan Pengolahan Data Sekunder

2.2.3.8 Ketenagakerjaan

Jumlah angkatan kerja tahun 2007 sebanyak 33.165 jiwa. Jumlah angkatan kerja

tahun 2008 sebanyak 36.132 jiwa. Dalam kurun waktu satu tahun jumlah angkatan

kerja bertambah sebanyak 8,94% dari tahun 2007. Perbandingan jumlah angkatan

kerja laki-laki dengan perempuan sebesar 164 : 100.

Page 257: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-43

Tabel 2.20 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Umur 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Kegiatan, Tahun 2007 dan 2008

Keterangan 2007 2008

Laki Laki Perempuan Jumlah Jumlah

Angkatan Kerja 20.610 12.555 33.165 36.132

Bekerja 20.209 11.723 31.932 34.188

Pengangguran 401 832 1.233 1.944

Pernah Bekerja 248 152 400 Tidak Pernah Bekerja 153 680 833 Bukan angkatan kerja 4.708 14.707 19.415 20.501

Sekolah 2.832 3.203 6.035 7.399

Mengurus Rumah Tangga 1.160 10.870 12.030 10.236

Lainnya 716 634 1.350 2.866

Total 25.318 27.262 52.580 56.633

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka Tahun 2007 dan 2008

2.2.3.9 Adat Istiadat

Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan dikenal dengan Kesultanan Tidore atau

termasuk salah satu Kerajaan Moloku Kie Raha yang mempunyai latar belakang

panjang dan berpengaruh terhadap kebudayaan dan adat istiadat. Dalam kehidupan

masyarakat Kota Tidore Kepulauan, budaya dipengaruhi oleh adat. Tidore Kepulauan

mempunyai banyak suku bangsa dan bahasa yang menyebabkan beragamnya

budaya dan adat istiadat. Tolong menolong atau gotong royong merupakan sikap

mental yang masih terpelihara sampai sekarang dalam tata pergaulan masyarakat

Tidore Kepulauan.

2.3 Perekonomian Daerah

2.3.1 Ekonomi Regional

Dapat dilihat bahwa secara umum perekonomian Kota Tidore Kepulauan terus

mengalami peningkatan di semua sektor. Satu – satunya yang mengalami penurunan

adalah sektor listrik, gas dan air bersih.

Distribusi PDRB per sektor dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.21 Distribusi PDRB Sektoral Berdasar Harga Konstan 2000 (%)

NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian 52,58 51,14 49,72 49,73 49,92

Tanaman Bahan Makanan 15,59 15,15 14,54 14,04 13,59

Perkebunan 25,20 24,08 23,78 24,42 25,28

Peternakan 0,89 0,85 0,83 0,80 0,77

Kehutanan 3,58 3,71 3,53 3,45 3,41

Perikanan 7,32 7,35 7,04 7,02 6,88

2 Pertambangan dan Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60

Page 258: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-44

NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008

Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60

3 Industri Pengolahan 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57

Industri Tanpa Migas 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,18 0,19 0,21 0,21 0,18

Listrik 0,07 0,07 0,08 0,07 0,06

Air Bersih 0,11 0,12 0,13 0,14 0,12

5 Bangunan / Konstruksi 2,64 2,59 2,51 2,42 2,43

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22,36 24,38 26,61 27,48 28,08

Perdagangan Besar dan Eceran 22,32 24,33 26,57 27,43 28,03

Restoran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Hotel 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05

7 Angkutan dan Komunikasi 4,38 4,26 4,18 4,12 4,05

Pengangkutan 4,14 4,01 3,92 3,80 3,67

Angkutan Jalan Raya 0,87 0,87 0,90 0,89 0,87

Angkutan Laut 3,00 2,88 2,75 2,63 2,52

Angkutan Penyeberangan 0,04 0,04 0,04 0,05 0,06

Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Jasa Penunjang Angkutan 0,23 0,23 0,23 0,23 0,22

Komunikasi 0,24 0,25 0,26 0,33 0,38

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 1,79 1,76 1,71 1,66 1,61

Bank 0,01 0,02 0,02 0,03 0,04

Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,14 0,15 0,16 0,17 0,19

Sewa Bangunan 1,62 1,58 1,51 1,44 1,37

Jasa Perusahaan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

9 Jasa - Jasa 9,14 8,74 8,32 7,92 7,56

Pemerintahan Umum dan Pertahanan 6,68 6,34 6,01 5,71 5,46

Swasta 2,46 2,40 2,31 2,20 2,09

Sosial Kemasyarakatan 1,87 1,80 1,72 1,64 1,56

Hiburan dan Rekreasi 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

Perorangan dan Rumah Tangga 0,57 0,59 0,58 0,55 0,53

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Distribusi terbesar terdapat di sektor pertanian sebesar 49,92% dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 28,08%. Dan subsektor dengan sumbangan

terbesar adalah subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 28,03% dan

subsektor perkebunan sebesar 25,28%.

Untuk gambaran lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:

Page 259: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-45

Gambar 2.31 Grafik Distribusi PDRB Berdasar Harga Konstan 2000 Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Wilayah

Tabel 2.22 Laju Pertumbuhan PDRB

No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008

1 Pertanian 2,80 2,87 5,62 5,90

Tanaman Bahan Makanan 2,75 1,58 2,26 2,38

Perkebunan 1,04 4,39 8,10 8,72

Peternakan 1,00 3,52 2,12 1,96

Kehutanan 8,69 0,93 3,24 4,50

Perikanan 5,90 1,34 5,31 3,58

2 Pertambangan dan Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19

Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00

Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19

3 Industri Pengolahan 5,99 2,61 1,05 0,61

Industri Tanpa Migas 5,99 2,61 1,05 0,61

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 12,05 12,64 8,97 -13,25

Listrik 9,51 10,17 3,64 -22,91

Air Bersih 13,56 14,04 11,76 -8,78

5 Bangunan / Konstruksi 3,79 2,39 2,24 5,83

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,28 13,48 8,63 7,53

Perdagangan Besar dan Eceran 13,29 13,50 8,61 7,52

Restoran 14,63 6,07 8,11 12,04

Hotel 6,33 2,86 22,08 11,53

7 Angkutan dan Komunikasi 2,73 3,73 4,28 3,82

Page 260: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-46

No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008

Pengangkutan 2,41 3,29 2,55 2,28

Angkutan Jalan Raya 4,90 9,15 4,02 3,63

Angkutan Laut 1,61 1,18 1,28 1,38

Angkutan Penyeberangan 4,57 3,27 28,55 16,26

Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00

Jasa Penunjang Angkutan 2,57 5,69 5,63 3,58

Komunikasi 7,88 10,37 24,41 18,77

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 4,15 2,75 2,90 2,59

Bank 33,45 32,21 33,38 26,88

Lembaga Keuangan Tanpa Bank 11,87 14,93 11,96 11,97

Sewa Bangunan 3,09 0,94 1,05 0,51

Jasa Perusahaan 6,28 5,48 5,31 4,17

9 Jasa - Jasa 1,20 0,79 0,78 1,03

Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0,43 0,34 0,72 1,18

Swasta 3,25 1,94 0,92 0,65

Sosial Kemasyarakatan 1,43 1,23 1,13 0,61

Hiburan dan Rekreasi 5,34 9,26 9,24 2,30

Perorangan dan Rumah Tangga 8,76 3,93 0,14 0,74

Total 5,47 5,56 5,62 5,52

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Laju pertumbuhan PDRB terbesar berada di sektor perdagangan, hotel dan

restoran dan kemudian diikuti oleh pertumbuhan sektor pertambangan dan

penggalian, kemudian baru sektor pertanian, sedangkan yang mengalami

penurunan terbesar adalah sektor Listrik, Gas dan Air bersih yaitu sebesar -13,25.

2.3.2 Tingkat Pendapatan Perkapita

Tingkat pendapatan perkapita di Kota Tidore Kepulauan secara garis besar

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan persentase peningkatannya

terus meningkat kecuali dari tahun 2007 ke tahun 2008.

Tabel 2.23 Pendapatan PerKapita

Tahun Pend/kapita Naik/Turun %

2004 2.517.930,33 2005 2.546.293,47 28.363,14 1,13

2006 2.633.862,82 87.569,35 3,44

2007 2.862.981,97 229.119,15 8,70

2008 3.088.417,42 225.435,45 7,87

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Page 261: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-47

Gambar 2.32 Grafik Pendapatan Per Kapita 2004 – 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009

2.4 Prasarana dan Sarana Wilayah

2.4.1 Transportasi

2.4.1.1 Transportasi Darat

Di Kota Tidore Kepulauan terdapat 4 (empat) buah terminal. 2 (dua)

diantaranya berada di pulau Tidore yaitu di Soasio dan Rum. 2 (dua) lainnya berada

di pulau Halmahera yaitu di Gita dan Sofifi. Masing – masing terminal terletak

berdekatan dengan pelabuhan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah

pergerakan antar moda.

Gambar 2.33 Terminal Sumber: Survey Lapangan

Page 262: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-48

Tabel 2.24 Keadaan Jalan Dirinci Jalan Provinsi dan Jalan Kota di Tidore Kepulauan (km)

Keadaan

2006 2007 2008

Panjang Jalan Panjang Jalan Panjang Jalan

Jalan Provinsi

Jalan Kota

Jalan Provinsi

Jalan Kota

Jalan Provinsi

Jalan Kota

I Jenis Permukaan

Diaspal 192 221,93 192 221,93 237 216,23

Kerikil

11,20

11,20 11,20

Tanah 4 43,08 4 23,08 14 23,08

Jumlah 196 276,21 196 256,21 251 250,51

II Kondisi Jalan

Baik 65 220,72 65 230,70 95 216,23

Sedang

14,40

14,40 14,40

Rusak

17,48

14,80 156 10,48

Rusak Berat 131 23,61 131 23,61 9,40

Jumlah 196 276,21 196 283,51 251 250,51

III Kelas Jalan

Kelas I 196

196

251

Kelas II

14,40

14,40 14,40

Kelas III A

198,49

198,49 172,79

Kelas III B

63,32

63,32 63,32

Kelas III C

Jumlah 196 276,21 196 276,21 251 250,51

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka,BPS

Gambar 2.34 Jembatan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan

Gambar 2.35 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan

Page 263: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-49

2.4.1.2 Transportasi Laut

Transportasi antar pulau dibagi menjadi tiga jenis, kapal feri, kapal cepat

(Speedboat), dan kapal kayu bermotor (Ketingting). Penduduk lebih sering

menggunakan speedboat yang kapasitas penumpangnya antara 12-20 orang. Hal

ini dikarenakan jadwal keberangkatan speedboat lebih luwes. Keberangkatan kapal

feri terjadwal tetap setiap harinya, sedangkan Speedboat berangkat tergantung

penumpang (jika penumpang sudah penuh langsung berangkat).

Tabel 2.25. Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan

No Nama

Pelabuhan Pulau Klasifikasi

Profil dermaga

Tiang Pancang

Lantai

Ukuran (M)

Kedalaman Faceline Dermaga (LWS)

P L

1 Soasio Tidore P. Regional Spun File Beton 42 8 6

2 Rum Tidore P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

3 Maitara Maitara P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

4 Mare Mare P. Lokal Beton Kayu 12 4 3

5 Sofifi Halmahera P. Regional Spun File Beton 46 8 6

6 Galala Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

7 Guraping Oba Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

8 Somadehe Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

9 Maidi Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

10 Loleo Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

11 Lola Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

12 Gita Halmahera P. Regional Baja Beton 60 8 5

Sumber: Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan, 2009

Gambar 2.36 Pelabuhan Speedboat di Rum Sumber: Survey Lapangan

Gambar 2.37 Kegiatan di Pelabuhan Soasio Sumber: Survey Lapangan

Page 264: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-50

2.4.1.3 Transportasi Udara

Di Kota Tidore Kepulauan sendiri tidak terdapat sarana transportasi udara.

Untuk menggunakan transportasi udara penduduk Kota Tidore Kepulauan harus

pergi ke Kota Ternate. Di Kota Ternate terdapat bandara yang dikategorikan

menjadi Bandara Pusat Tersier. Berdasar PP 26-2008 bandara pusat penyebaran

pelayanan tersier merupakan simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau

beberapa kabupaten. Bandara pusat penyebaran pelayanan tersier merupakan

bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW. Selain itu

memiliki jumlah penumpang antara 500.000 – 1.000.000 pertahun.

2.4.2 Sosial

2.4.2.1 Pendidikan

a. Taman Kanak – Kanak (TK)

Tabel 2.26. Jumlah Gedung, Murid dan Guru TK di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan 2006 2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 12 824 46 * * * * * *

2 Tidore Selatan 7 387 32 * * * * * *

3 Tidore Utara 9 263 21 * * * * * *

4 Tidore Timur

* * * * * *

5 Oba 10 392 23 * * * * * *

6 Oba Utara 16 522 33 * * * * * *

7 Oba Selatan

0 0 * * * * * *

8 Oba Tengah

0 0 * * * * * *

Jumlah 54 2388 155 54 2182 193 54 1932 262

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA) *: data tidak tersedia

Dari data di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah guru TK

dari tahun ke tahun, akan tetapi jumlah murid terus mengalami penurunan.

b. Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidayah (MI)

Tabel 2.27. Jumlah Gedung, Murid dan Guru SD/MI di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan 2006 2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 25 3700 302 24 3785 327 15 2141 168

2 Tidore Selatan 13 1845 153 13 1459 163 11 947 90

3 Tidore Utara 19 2095 132 19 2108 257 15 1497 183

4 Tidore Timur

7 684 54

5 Oba 21 2523 175 21 2627 177 14 1315 97

6 Oba Utara 30 2789 280 30 2754 282 18 1768 173

7 Oba Selatan

0 0

7 703 50

8 Oba Tengah

0 0

12 1078 108

Jumlah 108 12952 1042 107 12733 1206 99 10133 923

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Page 265: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-51

Terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam jumlah sarana SD dari tahun

2007 ke tahun 2008 setelah mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke tahun

2006

c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Tabel 2.28 Jumlah Gedung, Murid dan Guru SMP/MTs di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan 2006 2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 5 1524 137 6 1851 143 3 1636 102

2 Tidore Selatan 3 265 73 4 269 80 2 129 39

3 Tidore Utara 7 886 109 7 1113 110 5 392 99

4 Tidore Timur

1 229 17

5 Oba 7 662 66 9 562 69 7 766 61

6 Oba Utara 10 290 103 14 1040 109 6 609 87

7 Oba Selatan

0 0

2 204 10

8 Oba Tengah

0 0

3 135 45

Jumlah 32 3627 488 40 4835 511 29 4100 460

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Jumlah sarana gedung SMP berkurang dari tahun 2007 ke tahun 2008. Tren

yang sama dapat dilihat pada jumlah murid dan guru, meningkat dari tahun 2006

ke tahun 2007, kemudian menurun ke tahun 2008.

d. Sekolah Menengah Atas (SMA) / Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) /

Madrasah Aliyah (MA)

Jumlah gedung, murid, dan guru Sekolah Menengah atas di Kota Tidore

Kepulauan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.29 Jumlah Gedung, Murid, dan Guru SMA/SMK/MA di Kota Tidore Kepulauan

NO Kecamatan 2006

2007 2008

Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru

1 Tidore 8 1327 91 12 1316 155 5 1351 169

2 Tidore Selatan 3 725 56 3 500 86 2 383 61

3 Tidore Utara 5 346 55 3 666 67 2 245 46

4 Tidore Timur

2 142 14

5 Oba 3 254 25 2 246 26 3 296 36

6 Oba Utara 8 820 70 7 803 78 6 388 88

7 Oba Selatan

0 0

8 Oba Tengah

0 0

2 268 16

Jumlah 27 3472 297 27 3531 412 22 3073 430

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Dari tahun 2007 hingga tahun 2008 terjadi penurunan jumlah gedung SMA.

Jumlah murid juga berkurang pada tahun yang sama. Namun jumlah guru terus

mengalami peningkatan.

Page 266: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-52

e. Perguruan Tinggi (PT)

Terdapat 3 (tiga) perguruan tinggi di Kota Tidore Kepulauan. Masing –

masing terdapat di Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, dan Kecamatan Oba. Salah

satu perguruan tinggi yang ada adalah STMIK di Kecamatan Tidore.

Tabel 2.30 Jumlah Mahasiswa STMIK di Kecamatan Tidore Dirinci Berdasar Jenis Kelamin

periode laki-laki perempuan jumlah

2004/2005 25 27 52

2005/2006 30 40 71

2006/2007 45 28 73

2007/2008 71 60 130

2008/2009 58 68 126

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)

2.4.2.2 Kesehatan

Dalam rangka peningkatan derajat gizi dan kesehatan masyarakat maka

pemerintah Kota Tidore Kepulauan melakukan pengadaan tenaga medis maupun

sarana bangunan kesehatan.

Tabel 2.31 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Tidore Kepulauan

Kecamatan

2006 2007 2008

RS Puskes

mas PusTu

Polin des

RS Puskes

mas PusTu

Polin des

RS Puskes

mas PusTu

Polin des

Tidore 1 1 5 5 1 1 5 5 1 1 2 2

Tidore Selatan

1 3 2

1 3 2

1 3 2

Tidore Utara

1 5 3

1 5 4

1 5 5

Tidore Timur

3 3

Oba

1 5 5

1 6 6

1 5 3

Oba Utara

1 10 8

2 8 10

1 5 5

Oba Selatan

1 2 4

Oba Tengah

1 4 5

Jumlah 1 5 28 23 1 6 27 27 1 7 29 29

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Jumlah sarana kesehatan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun telah

mengalami peningkatan. Mengindikasikan peningkatan kepedulian pemerintah

dalam penanganan kesehatan masyarakat Kota Tidore Kepulauan.

2.4.2.3 Peribadatan

Sarana peribadatan adalah sarana yang berkaitan dengan kualitas manusia

secara spiritual. Sarana peribadatan memenuhi kebutuhan rohani yang perlu

disediakan di lingkungan pemukiman sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Page 267: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-53

Tabel 2.32 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tidore Kepulauan

No. Kecamatan 2006 2007 2008

Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja

1 Tidore 32 39

32 31

2 30 2 Tidore Selatan 14 24

14 24

14 24

3 Tidore Utara 29 31

29 27

27 32 4 Tidore Timur

11 12

5 Oba 25 5 9 24 4 11 18 5 5

6 Oba Utara 33 12 11 29 8 18 7

6

7 Oba Selatan

14 5 9

8 Oba Tengah

15 2 9

Jumlah 133 111 20 128 94 29 108 110 29

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Dapat dilihat dari tabel di atas jumlah masjid dan mushola semakin

berkurang jika dibandingkan dengan jumlah tahun 2006. Akan tetapi jumlah gereja

mengalami peningkatan.

2.4.3 Telekomunikasi

Pengembangan sarana telekomunikasi di Kota Tidore Kepulauan yang

dikembangkan oleh PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Telkomsel saat ini telah memiliki

7 buah tower, 19 unit warung telekomunikasi, dan 4 warung internet yang tersebar

di seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Gambar 2.38 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan, 2009

2.4.4 Listrik

Sistem pembangkit listrik di Kota Tidore Kepulauan bersumber pada PLTD

dengan 3 unit pembangkit listrik masing – masing pada PLTD ranting Soasio, PLTD

ranting Payahe dan PLTD ranting Sofifi.

Page 268: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-54

Tabel 2.33 Distribusi Penyediaan Daya PT.PLN Dirinci Menurut Ranting

Lokasi Pembangkit

Penyediaan Daya Th 2008 (KwH)

Kecamatan

Soasio 711.654

Tidore

Tidore Timur

Tidore Utara

Tidore Selatan

Sofifi 343.339 Oba Utara

Oba Tengah

Payahe 67.547 Oba

Oba Selatan

Jumlah 1.122.540

Sumber:Pengolahan Data Sekunder,2009

Tabel 2.34 Tenaga Listrik yang Diusahakan Oleh PT.PLN Dirinci Menurut Ranting

No Unit

Jumlah Mesin (Unit) Kapasitas Terpasang (Kw) Produksi (KwH)

2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008

1 Ranting Soasio (Tidore) 7 7 7 4.362 4.362 4.362 1.034.300 1.126.208 711.654

2 Sub Ranting Sofifi ( Oba Utara) 7 7 5 1.940 1.940 1.700 189.280 323.823 343.339

3 Sub Ranting Payahe (Oba) 4 4 4 480 480 480 55.440 59.780 67.547

Jumlah 18 18 16 6.782 6.782 6.542 1.279.020 1.509.811 1.122.540

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)

Dari tahun 2006 hingga 2008 jumlah pelanggan PLN di Kota Tidore Kepulauan

meningkat cukup signifikan. Meskipun demikian terjadi penurunan pada jumlah

produksi (KwH) pada tahun 2008. Juga penurunan jumlah generator pada sub

Ranting Sofifi.

2.4.5 Air Bersih

PDAM baru dapat melayani pelanggan yang berada di Pulau Tidore. Layanan air

bersih ini juga masih terbatas untuk wilayah Kecamatan Tidore yang berada di pusat

kecamatan.

Masyarakat yang berada di Pulau Halmahera mengusahakan air melalui sumur

dan sungai serta beberapa mata air yang debitnya sangat terbatas.

Tabel 2.35 Pelanggan Air Minum Menurut Kategori Pelanggan dan Air Terpakai

No Kategori Pelanggan

2007 2008

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

1 Rumah tempat tinggal 2.049 281.008 2.067 164.386

2 Hotel/Objek Wisata

3 Badan-badan sosial/Rumah sakit

1 420

4 Tempat Peribadatan 32 12.411 32 5.196

5 Umum 13 5.301 13 3.156

Page 269: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-55

No Kategori Pelanggan

2007 2008

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

Jumlah Pelanggan

Air Terpakai (m3)

6 Perusahaan/Pertokoan 88 19.744 88 17.160

7 Instansi Pemerintah 212 55.237 208 31.432

8 Lain-lain 2 1.000 2 600

Jumlah 2.396 374.701 2.411 222.350

Sumber: Perusahaan Daerah Air Minum Soasio (PDAM),2009

Terjadi peningkatan jumlah pelanggan pada tahun 2008 tetapi jumlah air

terpakai mengalami penurunan cukup besar.

2.4.6 Perdagangan dan Jasa

Di Kota Tidore Kepulauan, perdagangan dilayani pasar-pasar tradisional dan

pusat pertokoan sekelas rumah toko (ruko). Daerah perbelanjaan yang paling ramai

adalah di Pasar Inpres Sari Malaha di Soasio. Pasar – pasar lainnya berupa pasar

tradisional. Letak pasar – pasar di Kota Tidore Kepulauan ini kebanyakan berada di

dekat Pelabuhan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada peta 2.11.

Gambar 2.39 Pasar Di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan,2009

Page 270: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-56

Peta 2.11 Persebaran Sarana Pasar

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

TAHUN 2013 - 2033

PETA 2.11

Page 271: Rtrw

Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal II-57

2.4.7 Persampahan

Persampahan kebanyakan masih dikelola sendiri oleh rumah tangga. Baik

dengan cara ditimbun di belakang pekarangan, maupun dengan cara dibakar. TPA

terdapat 1 (satu) unit di Pulau Tidore.

2.4.8 Ruang Terbuka Hijau

Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami,

kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti

taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Dilihat dari fungsi

RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.

Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,

memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur

ruang perkotaan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan melalui pengindraan

jauh, diperoleh kesimpulan bahwa RTH di perkotaan memiliki luasan yang cukup

besar yaitu seluas 40% dari luas areal terbangun. Dapat dilihat bahwa sempadan

pantai masih cukup banyak tersedia kecuali pada area – area pelabuhan.

Gambar 2.40 Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Eksisting Sumber: www.wikimapia.com dan Pengolahan Data Sekunder, 2009

Page 272: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-1

3.1 Analisis Sumber Daya Alam

3.1.1 Peruntukan Lahan

Dalam metode analisis ini ditentukan tiga faktor, yaitu: 1) kemiringan

lereng, 2) jenis tanah, 3) curah hujan. Ketiga faktor tersebut masing-masing

ditetapkan skornya kemudian hasilnya dijumlah dan menghasilkan indeks lokasi.

Indeks lokasi <125 dan kemiringan lereng <8% direkomendasikan sebagai

kawasan permukiman dan tanaman semusim. Indeks lokasi <125 dan kemiringan

lereng <15% direkomendasikan sebagai kawasan budidaya tanaman tahunan.

Daerah dengan indeks lokasi 125-175 diperuntukkan sebagai Kawasan Fungsi

Penyangga. Daerah dengan indeks lokasi >175 diperuntukkan sebagai Kawasan

Lindung.

Tabel 3.1 Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan

No. Kriteria Klasifikasi Keterangan Skor

1. Lereng/Kemiringan

0-8 % Datar 20

8-15 % Landai 40

15-25 % Agak curam 60

25-45 % Curam 80

>45 % Sangat curam 100

2. Jenis Tanah

Aluvial, Tanah Glei, Panosol, Hidromorf, Kelabu, Literia

air tanah Tidak peka 15

latosol Agak peka 30

Brown Forest Soil, New Calcie

Kurang Peka 45

Andosol, Lateritic, Grumosol, Renzina

Peka 60

Regosol, Litosol, Oranosol, Renzina

Sangat Peka 75

3. Curah Hujan

0,0-13,6 mm/hh Sangat rendah 10

13,6-20,7 mm/hh Rendah 20

20,7-27,7 mm/hh Sedang 30

27,7-34,8 mm/hh Tinggi 40

>34,8 mm/hh Sangat tinggi 50

Sumber: SK Menteri Pertanian Nomer 837/KPTS/UM/11.1980

Bab III ANALISIS KONDISI DAN KEBUTUHAN

PENGEMBANGAN KOTA TIDORE

KEPULAUAN

Page 273: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-2

Peta 3.1 Peruntukan Lahan

Page 274: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-3

Ada tiga tipe penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan di Kota Tidore

Kepulauan, yaitu:

1) Kawasan Permukiman dan tanaman semusim dengan indeks lokasi <125

dan kemiringan lereng <8%,

2) Kawasan Fungsi Penyangga dengan indeks lokasi 125-175, dan

3) Kawasan Lindung dengan indeks lokasi >175 dan sedikit kawasan budidaya

tanaman tahunan dengan indeks lokasi <125 dan kemiringan lereng <15%.

Dalam analisis peruntukan lahan Kota Tidore Kepulauan lebih dominan

untuk hutan lindung, Kawasan Pemukiman dan Budidaya Tanaman Semusim.

Selebihnya jika ingin dikembangkan peruntukannya adalah untuk kawasan fungsi

penyangga.

3.1.2 Konflik Pemanfaatan Lahan

Di dalam tempat yang sama, lahan yang seharusnya sebagai kawasan

penyangga, juga ditemukan cadangan bahan galian. Untuk itu dalam

pemanfaatan lahan harus didasarkan atas 3 cerapan (perception) dari lahan,

yang didasarkan :

1. Kawasan merupakan perwujudan sumberdaya dan kimah (asset), atau

kekayaan yang dapat dimanfaatkan;

2. Prospek jangka panjang ke masa depan, sehingga yang dikerjakan tidak

habis dalam waktu dekat;

3. Keterlanjutan manfaat, sehingga manfaat dapat diperoleh secara terus

menerus.

Perlu kebijakan yang harus dituangkan dalam hal implementasi untuk

pengaturan pemanfaatan lahan sebagai berikut:

1. Lahan sebagai kawasan lindung maka harus dilindungi dari usikan fisik,

2. Lahan sebagai kawasan penyangga, aktivitas penambangan dapat dilakukan

dengan manajemen dan penataan kawasan, dan

3. Kawasan permukiman dan tanaman semusim, aktivitas penambangan perlu

dibarengi dengan pengelolaan kawasan dan penataan yang tepat.

Page 275: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-4

3.1.3 Analisis Daya Dukung Lingkungan

Analisis daya dukung merupakan suatu alat perencanaan yang memberikan

gambaran mengenai hubungan antara penduduk, penggunaan lahan dan

lingkungan.

Keterangan :

CCR : Kemampuan daya dukung

A : Jumlah total area yang digunakan untuk kegiatan pertanian

r : Frekuensi panen per hektar

H : Jumlah KK (rumah tangga)

h : Persentase jumlah penduduk yang tinggal di desa

F : Ukuran lahan pertanian rata-rata yang dimiliki petani

Asumsi umum yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil

penghitungan analisis dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Apabila CCR > 1, berarti wilayah tersebut masih memiliki

kemampuan untuk mendukung kebutuhan penduduk.

Pembangunan masih bisa bersifat eksploratif.

2. Apabila CCR = 1, berarti wilayah tersebut masih memiliki

keseimbangan antara kemampuan lahan dan jumlah penduduk.

Meski demikian kondisi seperti ini harus diwaspadai.

3. Apabila CCR < 1, berarti di wilayah tersebut sudah tidak mungkin

lagi dilakukan pembangunan secara eksploratif. Perlu dilakukan

program bersifat intensifikasi ataupun penekanan pertumbuhan

penduduk

Analisis daya dukung lingkungan di Kota Tidore dihitung dari hasil pertanian

perkebunan. Hasil perkebunan yang hampir dominan sebagai hasil pertanian

dikarenakan jumlah areal perkebunan lebih luas daripada area pertanian bahan

pangan atau sayur-sayuran.

A x r CCR = ________________

H x h x F

Page 276: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-5

Tabel 3.2 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

No. Kecamatan

Penduduk Luas Lahan

Frekuensi Panen

Luas Lahan Rata-Rata

CCR (** Jumlah

Penduduk Tahun 2008

(jiwa)

Jumlah Petani

Perkebunan (*

Jumlah KK Petani

Perkebunan

% Jumlah Penduduk yang Tinggal di Desa

Luas Wilayah (Km

2)

Luas Kebun Campuran

(Km2)

Luas Perkebunan

(Km2)

Jumlah

1 Tidore 20.789 2.895

Asumsi: 1 Petani = 1KK

60 212,15 51,49 6,25 57,74

Asumsi: Panen hasil perkebunan 1x dalam 1

tahun. Alasan:

mayoritas pertanian

tadah hujan

0,0199 1,7

2 Tidore Selatan 15.082 3.944 60 249,32 156,26 3,48 159,74 0,0405 1,7

3 Tidore Utara 16.184 4.039 60 221,33 93,60 0,00 93,60 0,0232 1,7

4 Tidore Timur 7.633 0 60 199,92 40,79 0,00 40,79 5 Oba 10.070 13.875 100 2.373,63 138,34 13,58 151,92 0,0109 1,0

6 Oba Utara 10.725 7.199 100 2.210,92 616,40 0,00 616,40 0,0856 1,0

7 Oba Selatan 5.009 0 100 1.155,91 173,17 0,00 173,17 8 Oba Tengah 6.438 0 100 2.493,17 213,54 0,00 213,54 Kota Tidore Kepulauan 91.930 31.952 80 9.116,36 1.483,59 23,31 1506,90 0,0472 1,3

Ket: (* = Jumlah Petani Perkebunan dengan data sebelum pemekaran (Kota Tidore Dalam Angka Tahun 2009, BPS) (** = nilai CCR pada Kecamatan tertentu mempunyai besaran yang sama (Tidore sama dengan Tidore Timur, Oba sama dengan Oba Selatan, Oba Utara sama dengan Oba Tengah)

Sumber: Analisis Studio

Daya dukung lingkungan Kota Tidore Kepulauan Pada Tahun 2008 adalah 1,3. Ini berarti lahan perkebunan yang ada masih dapat mendukung

penduduk di dalamnya.

Page 277: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-6

Tabel 3.3 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

No Kecamatan

Penduduk Luas Lahan Luas

Peruntukan Lahan

Terbangun

Jumlah Frekuensi

Panen

Luas Lahan Rata-Rata

CCR Jumlah

Penduduk Tahun

2030 (jiwa)

Jumlah Petani

Perkebunan

Jumlah KK Petani

Perkebunan

Persentase Jumlah

Penduduk yang Tinggal

di Desa

Luas Wilayah (Km2)

Luas Kebun

Campuran (Km2)

Luas Perkebunan

(Km2)

Luas Hutan Yang dapat

dikonversi

1 Tidore 30,625 4265

Asumsi: 1 Petani =

1KK

0 212.15 51.49 6.25

43.47 14.27 Asumsi:

Panen hasil perkebunan 1x dalam 1

tahun. Alasan:

mayoritas pertanian

tadah hujan

0.0200 0.17

2 Tidore Selatan 25,005 6539 0 249.32 156.26 3.48

50.63 109.11 0.0200 0.83

3 Tidore Utara 23,021 5745 0 221.33 93.60 0.00

45.05 48.55 0.0200 0.42

4 Tidore Timur 11,244 0 0 199.92 40.79 0.00

40.35 0.44 0.0200 5 Oba 14,755 20330 60 2,373.63 138.34 13.58 175.020 475.29 -148.36 0.0200 -0.71

6 Oba Utara 29,480 19788 60 2,210.92 616.40 0.00 130.480 442.75 304.13 0.0200 0.33

7 Oba Selatan 7,339 0 60 1,155.91 173.17 0.00 34.081 231.46 -24.21 0.0200 8 Oba Tengah 8,892 0 60 2,493.17 213.54 0.00 58.773 498.99 -226.68 0.0200 Kota Tidore Kepulauan 150,360 31,952 60 9,116.36 1,483.59 23.31 398.354 1,827.86 77.39 0.0200 0.20

Ket: (* = Jumlah Proyeksi Petani Perkebunan berasal dari data sebelum pemekaran (** = nilai CCR pada Kecamatan tertentu mempunyai besaran yang sama (Tidore sama dengan Tidore Timur, Oba sama dengan Oba Selatan, Oba Utara sama dengan Oba Tengah). Perhitungan mempertimbangkan jumlah lahan di dua lokasi yang berbeda sebelum pemekaran.

Sumber: Analisis Studio

Rasio daya dukung lingkungan pada tahun 2030 adalah sebesar 0,20 yang berarti lahan yang ada sudah hampir tidak mencukupi untuk

perkembangan penduduk

Page 278: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-7

3.1.3.1 Lahan Kritis

Lahan kritis, yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik,

kimia,dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Ciri-ciri

lahan yang kritis yaitu lahan yang sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat di daerah

yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi dan banjir). Lahan yang miskin

humusyang terdapat di daerah yang miskin atau jarang tumbuhan, contohnya

kawasan pegununganyang hutannya rusak.

3.1.3.2 Analisis Rawan Bencana

a. Banjir.

Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat

akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai.

Daerah rawan banjir terutama pada daerah yang berada di hilir sungai besar

seperti di hilir sungai Akelamo dan Payahe.

b. Gerakan tanah

Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng, berupa

batuan, bahan timbunan, tanah, atau material campuran tersebut bergerak ke

arah bawah dan keluar lereng. Di daerah perencanaan gerakan tanah banyak

terjadi di daerah Halmahera. Jenis gerakan tanah tersebut adalah jatuhan(rock

fall) dan aliran masa batuan(debris flow).

(a) (b)

Page 279: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-8

(c) Gambar 3.1 (a) dan (b) Jatuhan Batuan di Daerah Surumake dan

(c) Aliran Batuan di Daerah Payahe

Gerakan tanah yang lain yang dapat terjadi adalah daerah yang dilalui oleh

struktur sesar. Sesar adalah daerah yang mengalami pergeseran. Pergeseran ini

biasanya terjadi pada saat gempa. Dan dengan bergesernya sesar ini dapat

mengakibatkan gerakan tanah(longsor, rack fall, dan debris flow).

c. Bencana Letusan Gunung api

Gunung Kiematubu adalah merupakan gunung api. Saat ini gunung ini

mengalami stadium tidak aktif. Namun tidak menutup kemungkinan Gunung

Kiematubu dapat aktif kembali. Untuk mengantisipasi ini maka perlu adanya

zonasi daerah rawan terhadap dampak letusan gunung kiematubu. Dengan

memperhatikan dampak rawan bencana di sekitar gunungapi dengan radius 3,5

km dan morfologi daerah Gunung Kiematubu.

d. Kegempaan

Kegempaan di Indonesia berkaitan dengan zona subduksi yang berbagai

bentuk dan bermacam arah. Zona subduksi merupakan daerah utama

gempabumi, sebagian besar gempa terjadi di zona subduksi, baik gempa

dangkal, menengah maupun dalam, sehingga zona ini disebut sebagai zona

seismik aktif. Palung laut dan gunung api terdapat di zona ini.

Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik

utama, yaitu lempeng Eurasia di Utara, lempeng Indo-Australia di Selatan,

lempeng Pasifik di Timur dan lempeng kecil Filipina diantara ke tiga lempeng

utama tersebut. Batas lempeng- lempeng ini di wilayah Indonesia umumnya

berbentuk zona subduksi yang mempunyai arah dan jenis penunjaman berbeda-

beda

Page 280: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-9

Secara umum struktur tektonik Indonesia bagian timur lebih rumit

dibanding Indonesia bagian Barat. Di wilayah Indonesia bagian Barat, lempeng

Indo-Australia menunjam dari arah Selatan ke Utara di bawah lempeng Eurasia,

ditandai dengan jalur gempa Mediteran. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian

Timur, lempeng Pasifik bertemu dengan lempeng Filipina, lempeng Eurasia dan

lempeng Indo-Australia, ditandai dengan bertemunya jalur gempa Mediteran

dengan jalur gempa Sirkum Pasifik.

Berikut adalah penyebaran gempa sejak tahun 1673 hingga sekarang yang

tercatat di United State Geological Survey (USGS).

Gambar 3.2 Titik Gempa Bumi di Kepulauan Maluku

Sumber: United State Geological Survey (USGS)

e. Tsunami

Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut lainnya yang bersifat

kontinu, gelombang tsunami ditimbulkan oleh gaya impulsif yang bersifat

insidentil, tidak kontinu. Periode gelombang tsunami antara 10 – 60 menit,

panjang gelombangnya mencapai 100 km. Ditengah lautan tinggi gelombang

tsunami paling besar sekitar 5 meter, maka saat mencapai pantai tinggi

gelombangnya bisa sampai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air.

Page 281: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-10

Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis

pantai dengan jangkauan dapat mencapai sejauh 500 meter dari garis pantai.

Dalam catatan sejarah kejadian tsunami yang pernah terjadi di indonesia

sejak 1608 pernah tercatat beberapa kali terjadinya bencana tsunami di daerah

perencanaan

Tabel 3.4 Titik Tsunami di Kepulauan Maluku

Year Mon Day Lat Lon Depth mb Ms Mw Mt I Hmax Source

1608 7 1 0 127

1.5

Makian Is., Indonesia

1673 8 12 0.8 127.3

1

Ternate Isl., Indonesia

1771 11 9 0.78 127.4

0.5

Ternate Is., Indonesia

1840 2 14 0.78 127.38

0.5

Ternate Is., Indonesia

1859 6 28 1 126.5

7

3 9 N. MOLUCCA IS., INDONESIA

1968 8 10 1.42 126.26 19

7.6 7.5 8 -2 0.4 N.Molucca Islands.Indonesia

1994 1 21 1.01 127.73 19 6.2 7.3 6.9

1.5 2 Halmahera, Indonesia

Sumber: United State Geological Survey (USGS)

Kejadian gelombang tsunami tertinggi (Run Up) dalam sejarah adalah 9m

(yaitu pada tahun 1858). Dengan demikian maka daerah yang memiliki

ketinggian kurang dari 9 meter di atas permukaan air laut adalam merupakan

daerah yang rawan akan terjadinya dampak gelombang tsunami. Dampak yang

paling besar dapat terjadi pada daerah teluk, hal ini dikarenakan daerah teluk

merupakan daerah yang berbentuk cekung sehingga dapat mengakibatkan

akumulasi energi tsunami. Dengan data ini maka daerah perencanaan

merupakan daerah yang rawan terhadap bencana tsunami terutama pada

daerah pesisir.

3.2 Analisis Kependudukan, Sosial dan Budaya

3.2.1 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk

Dengan berasumsi bahwa tahun awal data (2005) sampai dengan tahun

akhir data (2008) pertumbuhan penduduk meningkat sama untuk dua puluh

tahun ke depan, maka proyeksi penduduk yang mendekati tren pertumbuhan

penduduk Kota Tidore Kepulauan eksisting adalah proyeksi penduduk

eksponensial.

Page 282: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-11

Tabel 3.5 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030

No. Kecamatan Proyeksi Jumlah Penduduk

2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.534 23.516 25.680 28.044 30.625

2 Tidore Selatan 15.791 17.714 19.871 22.291 25.005

3 Tidore Utara 16.711 18.104 19.614 21.249 23.021

4 Tidore Timur 7.907 8.634 9.429 10.297 11.244

5 Oba 10.426 11.371 12.403 13.528 14.755

6 Oba Utara 11.044 11.885 12.790 13.764 14.812

7 Oba Selatan 5.186 5.656 6.169 6.729 7.339

8 Oba Tengah 6.630 7.135 7.678 8.262 8.892

Kota Tidore Kepulauan 95.146 103.689 112.998 123.143 134.199

Sumber: Analisis Studio

Rata-rata pertumbuhan penduduk di Kota Tidore Kepulauan sebesar 1,72%.

Rata-rata pertumbuhan tertinggi sebesar 12,18% di Tidore Selatan.

Tabel 3.6 Rata-rata Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan

No. Kecamatan Rata-Rata Pertumbuhan

Penduduk (%)

1 Tidore 1,76

2 Tidore Selatan 2,30

3 Tidore Utara 1,60

4 Tidore Timur 1,76

5 Oba 1,74

6 Oba Utara 1,47

7 Oba Selatan 1,74

8 Oba Tengah 1,47

Kota Tidore Kepulauan 1,72

Sumber: Analisis Studio

Page 283: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-12

Gambar 3.3 Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2010 dan 2030

Sumber: Analisis Studio

3.2.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk

a. Distribusi Penduduk

Penduduk Kota Tidore Kepulauan masih mempunyai kecenderungan yang

sama dengan kondisi eksisting yaitu lebih terdistribusi di Kecamatan Tidore.

Tabel 3.7 Proyeksi Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan

Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030

No. Kecamatan Distribusi Penduduk (%) Pergesaran Distribusi

Penduduk Tahun 2010-2030 (%) 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 22,63 22,68 22,73 22,77 22,82 0,19

2 Tidore Selatan 16,60 17,08 17,59 18,10 18,63 2,04

3 Tidore Utara 17,56 17,46 17,36 17,26 17,15 -0,41

4 Tidore Timur 8,31 8,33 8,34 8,36 8,38 0,07

5 Oba 10,96 10,97 10,98 10,99 10,99 0,04

6 Oba Utara 11,61 11,46 11,32 11,18 11,04 -0,57

7 Oba Selatan 5,45 5,46 5,46 5,46 5,47 0,02

8 Oba Tengah 6,97 6,88 6,79 6,71 6,63 -0,34

Kota Tidore Kepulauan 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 0,00

Sumber: Analisis Studio

Page 284: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-13

Gambar 3.4 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2020 dan 2030

Sumber: Analisis Studio

b. Kepadatan Penduduk

Proyeksi kepadatan penduduk tertinggi pada 5 tahun mendatang yaitu

tahun 2015 yaitu Kecamatan Tidore sebesar 110,84 Jiwa/Km2. Tahun 2020

kepadatan tertinggi masih di Kecamatan Tidore sebesar 121,05 Jiwa/Km2 dan

tahun 2030 menjadi 144,35 Jiwa/Km2.

Tabel 3.8 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030

No. Kecamatan Luas

Wilayah (Km

2)

Kepadatan Penduduk Bruto

2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 212,15 101,50 110,84 121,05 132,19 144,35

2 Tidore Selatan 249,32 63,34 71,05 79,70 89,41 100,29

3 Tidore Utara 221,33 75,50 81,80 88,62 96,01 104,01

4 Tidore Timur 199,92 39,55 43,19 47,16 51,50 56,24

5 Oba 2.373,63 4,39 4,79 5,23 5,70 6,22

6 Oba Utara 2.210,92 5,00 5,38 5,79 6,23 6,70

7 Oba Selatan 1.155,91 4,49 4,89 5,34 5,82 6,35

8 Oba Tengah 2.493,17 2,66 2,86 3,08 3,31 3,57

Kota Tidore Kepulauan 9.116,36 10,44 11,37 12,40 13,51 14,72

Sumber: Analisis Studio

Page 285: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-14

Tabel 3.9 Kategori Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010 dan 2030

No. Kecamatan

2010 2030

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km

2)

Kategori Kepadatan Penduduk (jiwa/Km

2)

Kategori

1 Tidore 101,50 Tinggi 144,35 tinggi

2 Tidore Selatan 63,34 Sedang 100,29 tinggi

3 Tidore Utara 75,50 Tinggi 104,01 tinggi

4 Tidore Timur 39,55 Sedang 56,24 sedang

5 Oba 4,39 rendah 6,22 rendah

6 Oba Utara 5,00 rendah 6,70 rendah

7 Oba Selatan 4,49 rendah 6,35 rendah

8 Oba Tengah 2,66 rendah 3,57 rendah

Kota Tidore Kepulauan 10,44

14,72

Sumber: Analisis Studio

Page 286: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-15

Peta 3.2 Proyeksi Distribusi Penduduk tahun 2032

Page 287: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-16

Peta 3.3 proyeksi Kepadatan Penduduk Th 2032

Page 288: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-17

3.2.3 Struktur Penduduk dan Rasio Ketergantungan

a. Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis kelamin

Kecenderungan penurunan jumlah laki-laki dikarenakan melalui data

struktur usia, angka partisipasi sekolah, dan perbandingan jumlah laki-laki dan

wanita, terlihat kemungkinan bahwa pada usia kerja penduduk lebih memilih

bekerja daripada bersekolah. Khususnya pada usia 20-24 tahun jumlah laki-laki

lebih sedikit dibandingkan jumlah wanita. Perpindahan penduduk pada usia

produktif tersebut diduga untuk bekerja di luar daerah asal.

Gambar 3.5 Trend Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 - 2008

Sumber : Pengolahan Data Sekunder

b. Struktur Penduduk Berdasarkan Usia

Dependensi rasio tinggi DR > 70

Dependensi rasio sedang 51-69

Dependensi rasio rendah < 50

Angka rasio ketergantungan Kota Tidore Kepulauan tahun 2008 sebesar

53,49%. Besarnya angka rasio ketergantungan di Kota Tidore Kepulauan

termasuk kedalam kategori sedang.

Page 289: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-18

3.2.4 Kualitas Penduduk

3.2.4.1 Menurut Tingkat Pendidikan

Indeks pembangunan Manusia Kota Tidore Kepulauan menyebutkan bahwa

angka melek huruf di Kota Tidore Kepulauan telah mengalami peningkatan

dalam tiga tahun (2005-2007). Tahun 2007 indeks pendidikan di Kota Tidore

Kepulauan (82,9) berada pada urutan ke dua setelah Kota Ternate (88,8).

Jumlah penduduk yang bersekolah dari tahun 2007 ke tahun 2008

mengalami penurunan. Partisipasi Pendidikan lebih banyak pada usia pendidikan

9 tahun (usia 7-15 tahun). Karena itu kualitas penduduk dari tingkat pendidikan

masih perlu ditingkatkan untuk menciptakan tenaga kerja yang siap bekerja di

wilayah masing-masing.

Gambar 3.6 Grafik Indeks Partisipasi Sekolah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Sumber: Pengolahan Data Sekunder

3.2.4.2 Ketenagakerjaan

a. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja (TPAK)

TPAK menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur

sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur tersebut. Angkatan kerja

adalah penduduk Kota Tidore Kepulauan yang berumur lebih dari 15 tahun dan

secara aktif melakukan kegiatan ekonomi. Usia kerja adalah penduduk berumur

lebih dari 15 tahun. Jumlah penduduk usia kerja di Kota Tidore Kepulauan pada

tahun 2008 sebesar 59.892 jiwa. Jumlah angkatan kerja di Kota Tidore

Page 290: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-19

Kepulauan sebesar 36.132 jiwa. Sehingga Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK) sebesar 60,32%

Tabel 3.10 Produktifitas Tenaga Kerja Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008

SEKTOR Tahun 2007 Tahun 2008

Jumlah TK PDRB (juta) Jumlah TK PDRB

1. Angkatan kerja 33.165 225.730,16 36.132 238.918,31

1.1. Bekerja 31.932 34188

1.2. Pengangguran terbuka 1.233 1.944

Produktivitas TK 6.806.276,7 6.612.374,4

Tingkat pengangguran 3,72% 5,38%

Sumber : Tidore Dalam Angka 2007/2008, BPS

Dengan melihat analisis tersebut, dapat diketahui bahwa produktifitas

tenaga kerja di Kota Tidore Kepulauan tahun 2008 adalah sebesar 6.621.374,4.

Artinya, setiap orang yang bekerja akan menghasilkan nilai tambah sebesar

6.621.374,4 rupiah untuk satu tahun, lebih rendah dari angka produktivitas

tenaga kerja pada tahun 2007 yang sebesar 6.806.276,7. Hal ini disebabkan

terjadinya kenaikan tingkat penganguran sebesar 1,66% pada tahun 2008. Tahun

2007, tingkat pengangguran sebesar 3,72% dan pada tahun 2008 menjadi 5,38%.

b. Tingkat Kesempatan Kerja (Employment Rate)

Tingkat kesempatan kerja menunjukkan jumlah penduduk yang benar-

benar bekerja. Persentase jumlah penduduk yang bekerja terhadap angkatan

kerja tahun 2007 sebesar 96,28% dan tahun 2008 menjadi 94,62%. penurunan

persentase tingkat kesempatan kerja dapat dinilai sebagai penurunan kualitas

penduduk dalam bidang ketenagakerjaan.

menunjukkan bahwa angkatan kerja yang bekerja lebih banyak laki-laki

dibandingkan perempuan.

Tabel 3.11 Ketenagakerjaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007-2008 (%)

Keterangan 2007 2008

Laki Laki Perempuan Jumlah Jumlah

Bekerja terhadap Angkatan Kerja 98,05 93,37 96,28 94,62

Tingkat Pengangguran Terbuka 1,95 6,63 3,72 5,38

Angkatan Kerja terhadap penduduk Usia kerja 81,40 46,05 63,08 60,32

Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka Tahun 2007/2008, 2009, BPS.

Page 291: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-20

Gambar 3.7 Penduduk Kota Tidore Kepulauan Semua Umur yang Bekerja di Sektor Informal

Sumber: Survey Lapangan, 2009

c. Tingkat Pengangguran Terbuka (Open Unemployment Rate)

Tingkat pengangguran terbuka merupakan angka yang menunjukkan

proporsi jumlah angkatan kerja yang sedang aktif mencari pekerjaan

(menganggur) terhadap mereka yang tergolong angkatan kerja. Tingkat

pengangguran terbuka pada tahun 2007 sebesar 3,27% dan pada tahun 2008

sebesar 5,38%. Angka tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan

tingkat pengangguran dari tahun 2007 menuju tahun 2008 yang menyebabkan

produktivitas tenaga kerja semakin berkurang.

3.2.4.3 Kesejahteraan Penduduk

Karakteristik penduduk keluarga sejahtera dibagi menjadi lima kategori

yaitu keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga

sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus.

Tabel 3.12 Jumlah Keluarga Sejahtera Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006

No. Kecamatan

2006

Keluarga Pra

Sejahtera

Keluarga Sejahtera

I

Keluarga Sejahtera

II

Keluarga Sejahtera

III

Keluarga Sejahtera

III Plus

1 Tidore 398 631 753 2.582 424

2 Tidore Selatan 335 269 448 1.881 183

3 Tidore Utara 391 633 627 1.455 180

4 Tidore Timur

5 Oba 604 835 363 1.286 48

6 Oba Utara 1.402 1.045 361 939 79

7 Oba Selatan

8 Oba Tengah

Jumlah 3.130 3.413 2.552 8.143 914

Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, BPS.

Page 292: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-21

3.3 Analisis Perekonomian

3.3.1 Analisis Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah

Persentase terbesar dari struktur ekonomi wilayah Kota Tidore Kepulauan

berdasarkan PDRB harga kostan, didominasi oleh sektor pertanian, peternakan,

kehutanan dan perikanan sebesar 50,62%. Sektor perdagangan, hotel dan

retoran menempati urutan kedua sebesar 8,34%. Sektor jasa menempati urutan

ketiga yang mendominasi PDRB Kota Tidore Kepulauan selama 5 tahun terakhir.

Tabel 3.13 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan

No Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

52.58 51.14 49.72 49.73 49.92

2 Pertambangan dan Penggalian 0.63 0.6 0.6 0.6 0.6

3 Industri Pengolahan 6.3 6.34 6.14 5.86 5.57

4 Listrik dan Air bersih 0.18 0.19 0.2 0.21 0.18

5 Bangunan 2.64 2.59 2.51 2.42 2.43

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22.36 24.38 26.6 27.48 28.08

7 Pengangkutan dan Komunikasi 4.38 4.26 4.2 4.12 4.05

8 Keuangan, Persewaan & jasa perusahaan

1.79 1.76 1.71 1.66 1.61

9 Jasa-Jasa 9.14 8.74 8.32 7.92 7.56

Sumber: Analisis Studio

Gambar 3.8 Grafik Distribusi Persentase 5 Besar Penyumbang PDRB

Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 – 2008 Sumber: Analisis Studio

Page 293: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-22

3.3.2 Analisis Basis Ekonomi Wilayah dan Sektor Unggulan

3.3.2.1 Analisis LQ

Jika nilai LQ lebih dari 1, maka dapat diartikan bahwa daerah tersebut dapat

“mengekspor” hasil industri ke daerah lain.

Tabel 3.14 Analisis LQ Kota Tidore Kepulauan Berdasar Harga Konstan (2000) Kota Tidore Kepulauan

No. Lapangan Usaha 2005 2007 LQ

2005 B/N

LQ 2007

B/N

1 Pertanian 102.888,16 112.245,84 1,44 B 1,43 B

a. Tanaman Bahan Makanan 30.487,48 31.693,30 1,63 B 1,59 B

b. Tanaman Perkebunan 48.440,08 55.127,87 1,37 B 1,39 B

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.707,08 1.807,60 0,58 N 0,59 N

d. Kehutanan 7.456,81 7.778,84 1,57 B 1,49 B

e. Perikanan 14.796,71 15.838,23 1,56 B 1,49 B

2 Pertambangan dan Penggalian 1.211,23 1.346,64 0,13 N 0,12 N

3 Industri Pengolahan 12.748,58 13.229,62 0,41 N 0,40 N

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 384,31 483,26 0,38 N 0,42 N

5 Bangunan 5.209,70 5.459,13 1,73 B 1,49 B

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 49.044,84 62.039,73 1,01 B 1,11 B

7 Pengangkutan dan Komunikasi 8.572,98 9.303,58 0,60 N 0,56 N

8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 3.545,06 3.754,09 0,53 N 0,50 N

9 Jasa-jasa 17.589,34 17.868,27 1,11 B 1,01 B

Produk Domestik Regional Bruto 201.194,20 225.730,16 Propinsi Maluku Utara

No. Lapangan Usaha 2005 2007 1 Pertanian 792.678,05 870.191,66 a. Tanaman Bahan Makanan 208.045,69 220.810,83 b. Tanaman Perkebunan 394.051,95 440.247,99 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 32.487,90 33.700,65 d. Kehutanan 52.863,04 57.700,12 e. Perikanan 105.229,47 117.732,07 2 Pertambangan dan Penggalian 106.626,62 123.408,88 3 Industri Pengolahan 343.322,44 370.480,94 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 11.177,26 12.625,48 5 Bangunan 33.573,74 40.703,96 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 540.697,48 619.289,35 7 Pengangkutan dan Komunikasi 157.736,32 185.637,46 8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 74.070,81 83.695,28 9 Jasa-jasa 176.920,93 195.142,12 Produk Domestik Regional Bruto 2.236.803,65 2.501.175,13 Sumber: Analisis Studio

Dari hasil perhitungan LQ di Kota Tidore Kepulauan dapat diketahui bahwa

sektor ekonomi yang dapat mengekspor hasil produksinya ke daerah lain antara

Page 294: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-23

lain sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan

restoran. Sektor pertanian yang mempunyai keunggulan kompetitif adalah

tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, kehutanan dan perikanan. Nilai

LQ pada sektor pertanian dapat dirinci sebagai berikut.

Tabel 3.15 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan

No. Komoditas Tanaman Pangan

Nilai LQ Komoditas

Perkebunan Nilai LQ

Komoditas Perikanan

Nilai LQ

1 Ubi Kayu 0,87 Kelapa 0,89 perikanan darat 0,05

2 Jagung 1,10 Kopi 2,72 perikanan laut 1,01

3 Ubi Jalar 0,59 Cengkeh 3,22 4 Kacang Tanah 1,44 Kakao 0,91 5

Jambu Mete 0,26

6

Pala 2,51 7

Vanili 0,60

8

Kayu Manis 8,68 Sumber: Potensi Unggulan Kota Tidore Kepulauan, 2009

Nilai LQ dirinci berdasarkan produk

Tabel 3.16 LQ Ternak

No. Kecamatan

LQ Ternak 2008

Sapi Kambing Ayam

Ras Ayam Buras

Itik

1 Tidore 1.12 1.06

2 Tidore Selatan 1.79 1.27

3 Tidore Utara 2.98

4 Tidore Timur 1.28 2.52

5 Oba 1.47 1.75 1.36 1.35

6 Oba Utara 6.15 7.32 3.46

7 Oba Selatan 1.59

8 Oba Tengah 5.19 6.19 2.43

Sumber: Analisis Studio

Pada tabel di atas, terlihat nilai LQ dari masing-masing kecamatan di

wilayah Kota Tidore yang mempunyai nilai > 1. Sebagai ilustrasi, Kecamatan

Tidore Utara mempunyai keunggulan komparatif dibanding kecamatan lain

dalam bidang peternakan ayam ras dimana nilai LQ-nya sebesar 2,98, sedangkan

Kecamatan Oba Utara mempunyai keunggulan komparatif dalam peternakan

kambing dibanding kecamatan lain.

Page 295: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-24

Tabel 3.17 LQ Produksi Pertanian 2008 (Ton)

No. Kecamatan

LQ Produksi Pertanian 2008

Padi Jagung Ubi

Kayu Kacang Tanah

Kacang Kedelei

Kacang Hijau

Ubi Ubian

1 Tidore 7.05

2 Tidore Selatan 7.05

3 Tidore Utara 1.45

4 Tidore Timur

5 Oba 2.79 1.27 3.20 3.12

6 Oba Utara 3.90

7 Oba Selatan

8 Oba Tengah 1.47 1.01

Sumber: Analisis Studio

Berdasarkan tabel di atas, Kecamatan Tidore Selatan mempunyai

keunggulan dalam pertanian kacang tanah, sedangkan Kecamatan Oba Utara

mempunyai keunggulan komparatif dalam bidang pertanian jagung.

Tabel 3.18 Komoditas Unggulan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

No. Kecamatan Komoditas Unggulan

1 Tidore Ayam ras, ayam buras, kacang tanah

2 Tidore Selatan Ayam ras, itik, kacang tanah

3 Tidore Utara Ayam ras, ubi kayu

4 Tidore Timur Ayam buras, itik

5 Oba Sapi, kambing, ayam buras, itik, padi, kacang tanah, kacang hijau, ubi-ubian

6 Oba Utara Sapi, kambing, itik, jagung

7 Oba Selatan Ayam buras

8 Oba Tengah Sapi, kambing, itik, jagung, ubi kayu

Sumber: Analisis Studio

3.3.2.2 Analisis Shift-share

Tabel 3.19 Shift-Share di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Kota Tidore Kepulauan

No. Lapangan Usaha 2001 2006 R % S B/N 2001

B/N 2006

1 Pertanian 102.888,16 112.245,84 9.358 0,09 -4.902,23 B B

a. Tanaman Bahan Makanan 30.487,48 31.693,30 1.206 0,04 -4.130,28 B B

b. Tanaman Perkebunan 48.440,08 55.127,87 6.688 0,14 916,16 B B

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.707,08 1.807,60 101 0,06 -239,28 N N

d. Kehutanan 7.456,81 7.778,84 322 0,04 -758,32 B B

e. Perikanan 14.796,71 15.838,23 1.042 0,07 -698,14 B B

2 Pertambangan dan Penggalian 1.211,23 1.346,64 135 0,11 39,73 N N

3 Industri Pengolahan 12.748,58 13.229,62 481 0,04 -1.524,04 N N

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 384,31 483,26 99 0,26 57,90 N N

5 Bangunan 5.209,70 5.459,13 249 0,05 124,35 B B

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 49.044,84 62.039,73 12.995 0,26 8.530,31 B B

Page 296: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-25

Kota Tidore Kepulauan

No. Lapangan Usaha 2001 2006 R % S B/N 2001

B/N 2006

7 Pengangkutan dan Komunikasi 8.572,98 9.303,58 731 0,09 220,52 N N

8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 3.545,06 3.754,09 209 0,06 -168,33 N N

9 Jasa-jasa 17.589,34 17.868,27 279 0,02 -2.067,36 B B

Produk Domestik Regional Bruto 201.194,20 225.730,16 24.536 0,12 Propinsi Maluku Utara

No. Lapangan Usaha 2005 2007 R %

1 Pertanian 792.678,05 870.191,66 77.514 0,10 a. Tanaman Bahan Makanan 208.045,69 220.810,83 12.765 0,06 b. Tanaman Perkebunan 394.051,95 440.247,99 46.196 0,12 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 32.487,90 33.700,65 1.213 0,04 d. Kehutanan 52.863,04 57.700,12 4.837 0,09 e. Perikanan 105.229,47 117.732,07 12.503 0,12 2 Pertambangan dan Penggalian 106.626,62 123.408,88 16.782 0,16 3 Industri Pengolahan 343.322,44 370.480,94 27.159 0,08 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 11.177,26 12.625,48 1.448 0,13 5 Bangunan 33.573,74 40.703,96 7.130 0,21 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 540.697,48 619.289,35 78.592 0,15 7 Pengangkutan dan Komunikasi 157.736,32 185.637,46 27.901 0,18

8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 74.070,81 83.695,28 9.624 0,13

9 Jasa-jasa 176.920,93 195.142,12 18.221 0,10 Produk Domestik Regional Bruto 2.236.803,65 2.501.175,13 264.371 0,12 Sumber: Analisis Studio

Berdasarkan perhitungan LQ (Location Quotion), dapat diketahui bahwa

sektor Pertanian; Bangunan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; dan Jasa-jasa

merupakan sektor basis di Kota Tidore Kepulauan. Tidak semua sektor pertanian

merupakan sektor basis. Sektor basis dari pertanian adalah tanaman bahan

makanan, tanaman perkebunan, kehutanan dan perikanan.

Berdasarkan analisis shift-share, sektor yang memberikan sumbangan

kepada Propinsi antara lain: sektor pertanian tanaman perkebunan, sektor

pertambangan dan galian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan,

sektor perdagangan, hotel dan jasa, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

Sektor-sektor yang dapat dijadikan investasi antara lain sektor pertanian

tanaman perkebunan, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan jasa.

3.3.3 Analisis Distribusi Pendapatan

Perkembangan PDRB per kapita merupakan salah satu indikator kemajuan

ekonomi wilayah. Peningkatan PDRB perkapita memberikan arti peningkatan

Page 297: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-26

ekonomi wilayah yang diikuti dengan peningkatan kemakmuran penduduknya.

Sejak tahun 2005, PDRB perkapita Kota Tidore Kepulauan selalu mengalami

pertumbuhan. Tahun 2008, PDRB Kota Tidore Kepulauan naik sebesar 7,87%

dari tahun 2007.

Tabel 3.20 Perkembangan PDRB Perkapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004-2008

Tahun Pendapatan per Kapita Naik/Turun %

2004 2.517.930,33

2005 2.546.293,47 28.363,14 1,13

2006 2.633.862,82 87.569,35 3,44

2007 2.862.981,97 229.119,15 8,70

2008 3.088.417,42 225.435,45 7,87

Sumber: BPS

2,517,930.33

2,546,293.47

2,633,862.82

2,862,981.97

3,088,417.42

0.00

500,000.00

1,000,000.00

1,500,000.00

2,000,000.00

2,500,000.00

3,000,000.00

3,500,000.00

2004 2005 2006 2007 2008

Pen

dap

ata

n/k

ap

ita

Tahun

Gambar 3.9 Pendapatan per Kapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 sd 2008 Sumber: Pengolahan Data Sekunder

3.4 Analisis Prasarana dan Sarana Wilayah

3.4.1 Sarana Pemerintahan

Tabel 3.21 Jumlah Desa/Kelurahan dan Ibukota Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan

No. Kecamatan Jumlah Desa /

Kelurahan Letak Ibukota

Kecamatan

1 Tidore 11 Gamtufkange

2 Tidore Selatan 8 Gurabati

3 Tidore Utara 12 Rum

4 Tidore Timur 4 Tosa

5 Oba 9 Payahe

6 Oba Utara 9 Sofifi

7 Oba Selatan 7 Lifofa

8 Oba Tengah 12 Akelamo

Kota Tidore Kepulauan 72

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka,2009

Page 298: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-27

Kebutuhan luas, penduduk pendukung dan standar luasan sarana dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.22 Standar Kebutuhan Sarana Pemerintahan Menurut SNI

Jenis Sarana Tingkat

pelayanan Jumlah Penduduk

Pendukung Luas lantai Min. (m

2)

Luas Lahan Min. (m

2)

Standar (m

2/Jiwa)

Kantor Kelurahan

Kelu

rahan

30.000 500 1.000 0,033

Pos Kamtib 30.000 72 200 0,006

Pos Pemadam Kebakaran 30.000 72 200 0,006

Agen Pelayanan Pos 30.000 36 72 0,0024

Loket Pembayaran Air Bersih 30.000 21 60 0,002

Loket Pembayaran Listrik 30.000 21 60 0,002

Telepon umum, bis surat, bak sampah kecil

30.000 - 80 0,003

Parkir Umum 30.000 - 500 0,017

Kantor Kecamatan

Kecam

atan

120.000 1.000 2.500 0,02

Kantor Polisi 120.000 500 1.000 0,001

Pos Pemadam Kebakaran 120.000 500 1.000 0,001

Kantor Pos Pembantu 120.000 250 500 0,004

Stasiun Telepon Otomat dan agen pelayanan gangguan telepon

120.000 500 1.000 0,008

Sumber: Analisis Tim, 2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Tabel 3.23 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kelurahan di Kota Tidore Kepulauan

No. Kecamatan Kantor

Kelurahan Pos

Kamtib

Pos Pemadam Kebakaran

Agen Pelayanan

Pos

Loket Pembayaran

Air Bersih

Loket Pembayaran

Listrik

Telepon umum, bis surat, bak sampah

kecil

Parkir Umum

1 Tidore 11 11 11 11 11 11 11 11

2 Tidore Selatan 8 8 8 8 8 8 8 8

3 Tidore Utara 12 12 12 12 12 12 12 12

4 Tidore Timur 4 4 4 4 4 4 4 4

5 Oba 9 9 9 9 9 9 9 9

6 Oba Utara 9 9 9 9 9 9 9 9

7 Oba Selatan 7 7 7 7 7 7 7 7

8 Oba Tengah 12 12 12 12 12 12 12 12

Kota Tidore Kepulauan 72 72 72 72 72 72 72 72

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Page 299: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-28

Kebutuhan sarana pemerintahan yang masih sangat dibutuhkan pada

tingkat kelurahan adalah agen pelayanan pos, pembayaran air bersih,

pembayaran listrik, telepon umum, bak sampah dan parkir umum. Hal tersebut

berkaitan dengan perkiraan perkembangan penduduk yang semakin bertambah

dan membutuhkan fasilitas yang menunjang percepatan arus komunikasi (pos,

telepon dan listrik), ketersediaan pengelolaan sampah, dan parkir umum.

Tabel 3.24 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Kantor

Kecamatan Kantor Polisi

Pos Pemadam Kebakaran

Kantor Pos Pembantu

stas. Tel Otomat & agen pelayanan gangguan Tel

1 Tidore 1 1 1 1 1

2 Tidore Selatan 1 1 1 1 1

3 Tidore Utara 1 1 1 1 1

4 Tidore Timur 1 1 1 1 1

5 Oba 1 1 1 1 1

6 Oba Utara 1 1 1 1 1

7 Oba Selatan 1 1 1 1 1

8 Oba Tengah 1 1 1 1 1

Kota Tidore Kepulauan 8 8 8 8 8

Sumber: Analisis Studio

Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

3.4.2 Pendidikan

a. TK (Taman Kanak – Kanak)

Tabel 3.25 Jumlah Kebutuhan Sarana TK di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar

Kondisi Eksisting

(*

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625 1 TK

= 12

50

Pen

du

du

k

12 17 19 20 22 24

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 7 13 14 15 18 20

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 9 13 14 15 17 18

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244

6 7 7 8 9

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 10 8 9 10 11 12

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 16 9 10 10 11 12

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339

4 4 5 5 6

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892

5 6 6 7 7

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 54 74 82 89 99 107

Sumber: Analisis Tim,2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Ket: (*Untuk Jumlah TK perkecamatan menggunakan data Tahun 2005, karena tahun 2008 tidak tersedia data perkecamatan (sebelum pemekaran)

Dengan standar 1 TK melayani 1250 Penduduk, Kota Tidore Kepulauan

belum dapat mencukupinya.

Page 300: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-29

b. Sekolah dasar (SD) / Madrasah Ibtidayah (MI)

Tabel 3.26 Jumlah Kebutuhan SD di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 SD

= 16

00

Pen

du

du

k

15 13 15 16 18 19

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 11 10 11 12 14 16

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 15 10 11 12 13 14

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 7 5 5 6 6 7

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 14 6 7 8 8 9

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 18 7 8 8 9 9

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 7 3 4 4 4 5

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 12 4 5 5 5 6

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 99 59 65 70 78 85

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Dengan standar perbandingan 1 SD melayani 1600 penduduk, Kota Tidore

Kepulauan telah mampu mencukupi kebutuhannya. Dapat dilihat dari jumlah SD

yang sekarang sudah berjumlah 99 sedangkan hingga tahun 2020 masih

dibutuhkan 70 unit SD, dan pada tahun 2030 dibutuhkan SD sebanyak 58 unit.

c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Tabel 3.27 Jumlah Kebutuhan SMP di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 SM

P = 4

80

0 P

end

ud

uk

3 4 5 5 6 6

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 2 3 4 4 5 5

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 5 3 4 4 4 5

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 1 2 2 2 2 2

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 7 2 2 3 3 3

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 6 2 3 3 3 3

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 2 1 1 1 1 2

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 3 1 2 2 2 2

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 29 19 21 23 26 28

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Dengan demikian, tidak diperlukan penambahan fasilitas SMP di Kota

Tidore Kepulauan.

Page 301: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-30

d. Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA)

Tabel 3.28 Jumlah Kebutuhan SMA di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan Fasilitas (Unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 SM

A = 4

80

0 P

en

du

du

k

5 4 5 5 6 6

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 2 3 4 4 5 5

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 2 3 4 4 4 5

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 2 2 2 2 2 2

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 3 2 2 3 3 3

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 6 2 3 3 3 3

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339

1 1 1 1 2

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 2 1 2 2 2 2

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 22 19 21 23 26 28

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Standar pelayanan SMA adalah 1 SMA melayani 4800 penduduk. Dengan

standar tersebut, Tidore Kepulauan telah dapat mencukupi kebutuhan SMA nya

hingga tahun 2015 yaitu sebanyak 22 unit. Sedangkan untuk tahun 2020

membutuhkan penambahan 1 unit SMA, dan untuk tahun 2030 dibutuhkan SMA

sebanyak 28 unit.

3.4.3 Kesehatan

a. Rumah Sakit

Tabel 3.29 Jumlah Kebutuhan Rumah Sakit di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 R

S = 24

0.0

00

Pen

du

du

k

1 0 0 0 0 0

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005

0 0 0 0 0

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021

0 0 0 0 0

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244

0 0 0 0 0

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755

0 0 0 0 0

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812

0 0 0 0 0

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339

0 0 0 0 0

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892

0 0 0 0 0

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 1 0 0 0 1 1

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan Mengacu Pada Buku ‘Teknik Analisis Regional’ tahun 2000

Kota Tidore Kepulauan sudah memiliki satu rumah sakit yang berada di

Kecamatan Tidore. Berdasarkan analisis jangkauan layanan, rumah sakit tipe C

yang ada di Kota Tidore Kepulauan memiliki layanan jangkauan hingga 6.000

meter. Dengan jangkauan layanan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

Page 302: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-31

rumah sakit yang ada masih belum dapat melayani seluruh wilayah Kota Tidore

Kepulauan.

b. Puskesmas

Puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan dengan standar satu

puskesmas per 120.000 jiwa penduduk dan jangkauan layanan 3.000 meter.

Tabel 3.30 Jumlah Kebutuhan Puskesmas di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625 1 P

uskesm

as = 12

0.0

00

Pen

du

du

k

1 0 0 0 0 0

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 1 0 0 0 0 0

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 1 0 0 0 0 0

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244

0 0 0 0 0

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 1 0 0 0 0 0

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 1 0 0 0 0 0

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 1 0 0 0 0 0

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 1 0 0 0 0 0

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 7 1 1 1 1 1

Sumber: Analisis Tim, 2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Berdasarkan standar jangkauan layanan Puskesmas yang dibutuhkan adalah

paling tidak 1 puskesmas pada setiap ibukota Kecamatan.

c. Puskesmas Pembantu

Dalam skala pelayanan sarana kesehatan, dibutuhkan puskesmas pembantu

yang ditujukan untuk memperluas jangkauan pelayanan titik-titik wilayah yang

tidak terlayani oleh puskesmas. Standar yang digunakan adalah satu Puskesmas

Pembantu per 30000 jiwa penduduk.

Tabel 3.31 Jumlah Kebutuhan Pustu di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 P

usTu

= 30

00

0 P

end

ud

uk

2 1 1 1 1 1

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 3 1 1 1 1 1

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 5 1 1 1 1 1

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 3 0 0 0 0 0

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 5 0 0 0 0 0

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 5 0 0 0 0 0

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 2 0 0 0 0 0

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 4 0 0 0 0 0

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 29 3 3 4 4 4

Sumber: Analisis Tim, 2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Page 303: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-32

d. Polindes

Standar kebutuhan Polindes menggunakan standar kebutuhan balai

pengobatan warga. Dalam SNI, satu Polindes dapat melayani 2500 penduduk.

Tabel 3.32 Jumlah Kebutuhan Polindes di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 P

olin

des = 2

50

0 P

end

ud

uk

2 9 9 10 11 12

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 2 6 7 8 9 10

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 5 7 7 8 8 9

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 3 3 3 4 4 4

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 3 4 5 5 5 6

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 5 4 5 5 6 6

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 4 2 2 2 3 3

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 5 3 3 3 3 4

Kota Tidore Kepulauan

92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 29 37 41 44 49 54

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Dengan standar tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah sarana Polindes di

Kota Tidore Kepulauan masih kurang.

3.4.4 Perdagangan dan Jasa

Standar yang digunakan untuk kebutuhan pasar adalah 30.000 jiwa

penduduk yang dapat dilayani oleh sebuah pasar.

Tabel 3.33 Jumlah Kebutuhan Pasar di Kota Tidore Kepulauan

Tahun Jumlah Penduduk Standar kebutuhan (unit)

2010 92.801

1 pasar = 30.000 penduduk

3

2015 102.995 3

2020 110.899 4

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Jumlah pasar yang ada di Kota Tidore Kepulauan sekarang ini sebanyak 4

(empat) unit pasar. Yang terbesar dan terlengkap berada di Soasio, dan yang lain

hanya berupa pasar tradisional. Dengan demikian jumlah sarana pasar masih

tercukupi.

Page 304: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-33

Tabel 3.34 Jumlah Kebutuhan Pertokoan di Kota Tidore Kepulauan

no Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting (*

Kebutuhan Fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 p

ertoko

an = 6

.00

0 p

en

du

du

k

4 4 4 5 5

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005

3 3 3 4 4

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021

3 3 3 4 4

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244

1 1 2 2 2

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755

2 2 2 2 2

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812

2 2 2 2 2

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339

1 1 1 1 1

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892

1 1 1 1 1

Kota Tidore Kepulauan

92.801 102.995 110.899 123.143 134.199

15 17 18 21 22

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Ket: (* = Data tidak diketahui

Page 305: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-34

Peta 3.4 Persebaran dan Jangkauan Layanan Kesehatan

Page 306: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-35

3.4.5 Sarana Kebudayaan, Ruang Terbuka, Rekreasi dan Olahraga

Sarana ruang terbuka diperlukan bagi masyarakat perkotaan untuk

beristirahat dan rekreasi ringan. Sarana ini dibagi menjadi taman lingkungan

dengan lingkup pelayanan yang kecil yaitu 100 m, dan luasan minimal 250 m2.

Perkiraan kebutuhan fasilitas ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.35 Jumlah Kebutuhan Taman Lingkungan di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi

eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 1 Tam

an Lin

gkun

gan = 2

50

Jiwa

2010 2015 2020

1 Tidore 21.504 23.291 25.079

86 93 100

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241

63 70 77

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295

65 72 77

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208

31 34 37

5 Oba 10.150 11.282 12.148

41 45 49

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938

44 48 52

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043

20 22 24

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766

26 29 31

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899

371 412 444

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Untuk wilayah yang lebih luas misalnya RW, distandarkan untuk terdapat

Taman yang lebih besar, dengan luas lahan minimum 1250 m2 dan jangkauan

yang lebih luas yaitu 1000 m.

Tabel 3.36 Jumlah Kebutuhan Taman RW di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi

eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020

1 Tam

an R

W = 2

50

0 Jiw

a

2010 2015 2020

1 Tidore 21.504 23.291 25.079

9 9 10

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241

6 7 8

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295

7 7 8

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208

3 3 4

5 Oba 10.150 11.282 12.148

4 5 5

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938

4 5 5

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043

2 2 2

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766

3 3 3

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899

37 41 44

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Page 307: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-36

Dengan jangkauan yang lebih luas lagi adalah taman dan lapangan olahraga

untuk lingkup kelurahan. Taman dan lapangan olahraga ini melayani 30.000 jiwa

penduduk. Dengan luas minimum sebesar 9.000 m2.

Tabel 3.37 Jumlah Kebutuhan Taman Kelurahan di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi

eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 1 Tam

an K

elu

rahan

= 30

.00

0 Jiw

a

2010 2015 2020

1 Tidore 21.504 23.291 25.079

1 1 1

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241

1 1 1

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295

1 1 1

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208

0 0 0

5 Oba 10.150 11.282 12.148

0 0 0

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938

0 0 0

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043

0 0 0

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766

0 0 0

Kota Tidore Kepulauan

92.801 102.995 110.899

3 3 4

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Taman dan lapangan olahraga untuk lingkup kecamatan melayani 120.000

jiwa, dengan luas minimum sebesar 24.000 m2. Kebutuhannya hingga tahun

2030 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.38 Jumlah Kebutuhan Taman Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan Fasilitas (unit)

2010 2015 2020 1 Tam

an K

ecam

atan = 1

20

.00

0

Jiwa

2010 2015 2020

1 Tidore 21.504 23.291 25.079

0 0 0

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241

0 0 0

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295

0 0 0

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208

0 0 0

5 Oba 10.150 11.282 12.148

0 0 0

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938

0 0 0

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043

0 0 0

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766

0 0 0

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899

1 1 1

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Page 308: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-37

Sarana kebudayaan seperti balai pertemuan bagi warga dapat juga dihitung

kebutuhannya dengan standar yang telah ada. Jumlah kebutuhan lebih

lengkapnya dapat dilihat pda tabel berikut ini:

Tabel 3.39 Jumlah Kebutuhan Balai Warga di Kota Tidore Kepulauan

no Kecamatan Penduduk Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan Fasilitas (unit)

2010 2015 2020

1 B

alai Warga = 2

50

0 P

end

ud

uk

2010 2015 2020

1 Tidore 21.504 23.291 25.079

9 9 10

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241

6 7 8

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295

7 7 8

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208

3 3 4

5 Oba 10.150 11.282 12.148

4 5 5

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938

4 5 5

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043

2 2 2

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766

3 3 3

Kota Tidore Kepulauan

92.801 102.995 110.899

37 41 44

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Juga dapat dihitung kebutuhan akan balai serbaguna / balai karang taruna.

Dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.40 Jumlah Kebutuhan Balai Serbaguna / Balai Karang Taruna di Kota Tidore Kepulauan

no Kecamatan Penduduk standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan Fasilitas (unit)

2010 2015 2020

1 B

alai Serbagu

na = 3

00

00

Pen

du

du

k

2010 2015 2020

1 Tidore 21.504 23.291 25.079

1 1 1

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241

1 1 1

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295

1 1 1

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208

0 0 0

5 Oba 10.150 11.282 12.148

0 0 0

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938

0 0 0

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043

0 0 0

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766

0 0 0

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899

3 3 4

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Undang-undang tentang penyediaan ruang terbuka hijau menegaskan

bahwa minimal suatu wilayah terdapat 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Page 309: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-38

Tabel 3.41 Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

No. Kecamatan Luas Area Perkotaan

(Km2)

Luas Area Desa

(Km2) Standar

Proyeksi Luasan Ruang Terbuka Hijau

Perkotaan Pedesaan

Publik Private Publik Private

1 Tidore 26,07 17,40 RTH = 30% dari luas wilayah 20% disediakan oleh publik 10% disediakan private

5,21 2,61 3,48 1,74

2 Tidore Selatan 30,37 20,26 6,07 3,04 4,05 2,03

3 Tidore Utara 27,02 18,03 5,40 2,70 3,61 1,80

4 Tidore Timur 24,20 16,15 4,84 2,42 3,23 1,62

5 Oba 190,11 285,18 38,02 19,01 57,04 28,52

6 Oba Utara 177,09 265,66 35,42 17,71 53,13 26,57

7 Oba Selatan 92,58 138,89 18,52 9,26 27,78 13,89

8 Oba Tengah 199,59 299,40 39,92 19,96 59,88 29,94

Kota Tidore Kepulauan 767,02 1060,84 153,40 76,70 212,17 106,08

Sumber: Analisis Tim, 2009

3.4.6 Pariwisata

Membicarakan sektor pariwisata berarti juga membicarakan transportasi,

telekomunikasi, perdagangan dan jasa serta tak lupa sosial budaya. Sektor

pariwisata di Kota Tidore Kepulauan sangat beragam dan menarik. Kota Tidore

Kepulauan menawarkan alam yang masih asri dan segar serta kebudayaan yang

unik dan wisata kuliner yang tak kalah menarik. Berdasarkan Rencana Induk

Pariwisata Daerah Kota Tidore Kepulauan (2008 - 2022) terdapat beberapa objek

wisata yang diunggulkan yaitu:

Tabel 3.42 Objek Wisata Unggulan di Kota Tidore Kepulauan

No Klasifikasi Obyek Wisata Obyek Unggulan Lokasi

1 Bahari/Tirta Pantai Ake Sahu Kecamatan Tidore

Pantai Taman Cobo Kecamatan Tidore utara

Pantai Cobo Kecamatan Tidore utara

Pantai Rum Kecamatan Tidore utara

Pantai Loko Kecamatan Oba Utara

Pulau Woda Kecamatan Oba

Pulau Maitara Kecamatan Tidore Utara

2 Alam Danau Gurua Marasai Kota Sofifi

Air Terjun Luku Celeng Desa Kalaodi/Kecamatan Tidore

3 Sejarah Kedaton Kesultanan Masjid Sultan

Masjid Sultan Kota Soasio

Benteng Tahula Kota Soasio

Museum Malige Sonyine Kota Soasio

Makam Sultan Nuku Kota Soasio

Makam Sultan Djamaluddin Kelurahan Toloa

4 Budaya Lufu Kie

Legu Gam

Dabus

5 Agrowisata Gurabunga Kecamatan Tidore

Kalaodi Kecamatan Tidore

Sumber: Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan 2008

Page 310: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-39

Peta 3.5 Persebaran Lokasi Wisata

Page 311: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-40

3.4.7 Transportasi

a. Transportasi darat

Kota Tidore Kepulauan memiliki total 4 (empat) Terminal yang tersebar di

berbagai tempat di daerahnya, dengan demikian dapat dikatakan kebutuhan

Terminal hingga tahun 2030 telah tercukupi.

Tabel 3.43 Jumlah Kebutuhan Terminal di Kota Tidore Kepulauan

Tahun Jumlah Penduduk Standar kebutuhan (unit)

2010 92.801

1 Terminal = 30.000 penduduk

3

2015 102.995 3

2020 110.899 4

Sumber: Analisis Studio

Menurut data yang diperoleh, jaringan jalan yang terdapat di Kota Tidore

Kepulauan dibagi menjadi jalan Provinsi dan jalan Kota.

Tabel 3.44 Panjang Jalan Dirinci Menurut Kelasnya di Kota Tidore Kepulauan

Kelas Jalan Panjang Jalan

Jalan Provinsi Jalan Kota

Kelas I 251

Kelas II 14,4

Kelas III A 172,79

Kelas III B 63,32

Kelas III C

Jumlah 251 250,51

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka dan Analisis Studio

Tabel 3.45 Rasio Aksesibilitas di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Panjang

Jalan (Km)

Luas Wilayah

(Km2)

Perbandingan (Jalan/L.Wilayah)

Rank

1 Tidore 77,25 212,15 0,36 1

2 Tidore Selatan 18,24 249,32 0,07 4

3 Tidore Utara 28,58 221,33 0,13 2

4 Tidore Timur 16,12 199,92 0,08 3

5 Oba 76 2.373,63 0,03 5

6 Oba Utara 34,16 2.210,92 0,02 6

7 Oba Selatan (* 0 1.155,91 0,00 7

8 Oba Tengah (* 0 2.493,17 0,00 8

Kota Tidore Kepulauan 250,35 9.116,36 0,03

Sumber: Analisis Studio Ket: (* = Belum ada data

Page 312: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-41

Perhitungan di atas menunjukkan persebaran prasarana jalan. Dapat dilihat

bahwa persebaran prasarana jalan di Kecamatan Tidore memegang rank paling

tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Oba Selatan dan Oba

Tengah. Pada Kecamatan Oba Utara, perbandingan jalan dengan luas wilayah

sangat kecil. Pergerakan masyarakat di Tidore Kepulauan masih terbatas.

Angkutan umum hanya beroperasi hingga pukul 19.00. Hal ini dapat

mengakibatkan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi seperti motor.

b. Transportasi Laut

Transportasi laut di Kota Tidore Kepulauan dilayani oleh Pelabuhan dan

kapal – kapal yang termasuk di dalamnya kapal feri, speedboat dan kapal kayu.

Pelabuhan ini sudah melayani pergerakan barang dan jasa dari dalam kota

Tidore Kepulauan sendiri dan dari luar dengan skala Provinsi.

Aktivitas pergerakan penduduk terbesar ada di jalur Tidore – Ternate.

Pergerakan penduduk lainnya yang cukup besar ada di pelabuhan Soasio yang

letaknya cukup strategis karena dapat menjangkau ke semua wilayah di dalam

Tidore Kepulauan.

Untuk melayani pergerakan masyarakat di dalam Kota Tidore Kepulauan

diperlukan lebih banyak trayek penyeberangan. Transportasi laut sangat penting

mengingat bentuk Kota Tidore adalah Kepulauan. Kedepannya diharapkan

terjadi keterpaduan antar moda transportasi. Untuk itu, dibutuhkan kemudahan

dalam pergantian moda, dan juga manajemen jadwal keberangkatan yang

terpadu.

Gambar 3.10 Pelabuhan Gita-Payahe Sumber: Survey Lapangan,2009

Page 313: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-42

Peta 3.6 Sistem Transportasi Kota Tidore Kepulauan

Page 314: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-43

3.4.8 Sarana Peribadatan

a. Masjid

Masjid digunakan oleh penduduk agama Islam untuk melakukan ibadah

rutinnya. Jumlah kebutuhan sarana Masjid dihitung dengan standar 1 masjid

melayani 2500 jiwa penduduk.

Tabel 3.46 Kebutuhan Sarana Masjid di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 M

asjid = 2

50

0 P

en

du

du

k

2 9 9 10 11 12

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 14 6 7 8 9 10

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 27 7 7 8 8 9

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 11 3 3 4 4 4

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 18 4 5 5 5 6

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 7 4 5 5 6 6

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 14 2 2 2 3 3

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 15 3 3 3 3 4

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 108 37 41 44 49 54

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

b. Mushola

Kebutuhan Mushola di Kota Tidore Kepulauan dengan standar 1 mushola

melayani 250 penduduk belum tercukupi. Hingga tahun 2030 dibutuhkan 537

unit Mushola.

Tabel 3.47 Kebutuhan Sarana Mushola di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk

Standar Kondisi

Eksisting

Kebutuhan fasilitas (unit)

2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625

1 M

ush

ola = 2

50

Pe

nd

ud

uk

2 86 93 100 112 122

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 14 63 70 77 89 100

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 27 65 72 77 85 92

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 11 31 34 37 41 45

5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 18 41 45 49 54 59

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 7 44 48 52 55 59

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 14 20 22 24 27 29

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 15 26 29 31 33 36

Kota Tidore Kepulauan

92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 108 371 412 444 493 537

Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004

Page 315: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-44

3.4.9 Telekomunikasi

Tabel 3.48 Jumlah Pelanggan Telepon Dirinci Menurut Jenisnya di Kota Tidore Kepulauan

No Jenis Pelanggan 2006 2007 2008

1 Dinas 5 8

2 Non Dinas 1501 1482

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka

Untuk sambungan domestik jumlah sambungan yang diperlukan mengacu

pada standard kebutuhan sambungan telepon nasional yaitu 3 sst tiap 100

penduduk. Sedangkan untuk pelayanan telepon umum adalah 3% dari total

sambungan telepon.

Berdasarkan proyeksi, jumlah penduduk tahun 2030 adalah 134.199 jiwa,

sehingga diperlukan 4026 sst. Jumlah sambungan telepon saat ini masih jauh

dari standar. Untuk telepon umum, kebutuhan tahun 2016 adalah sebesar 121

sst.

3.4.10 Listrik

Perkiraan kebutuhan daya listrik untuk permukiman menggunakan kriteria

sebagai berikut:

satu rumah diasumsikan dihuni satu KK dengan jumlah anggota KK 4 orang.

setiap satu unit rumah disediakan satu sambungan dengan daya sebesar

900 VA

Kebutuhan sosial dan perkantoran diasumsikan 10% dari total kebutuhan

rumah tangga. Sedangkan kapasitas terpasang pada tahun 2008 hanya sebesar

6.542 KW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kebutuhan Masyarakat

akan Listrik Belum terpenuhi di Kota Tidore Kepulauan.

Tabel 3.49 Jumlah Perkiraan Kebutuhan Listrik di Kota Tidore Kepulauan

Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa) Jumlah Rumah

Kebutuhan Listrik

Domestik (KVA)

Keb Listrik Non

Domestik (KVA)

Jumlah Keb Listrik (KVA)

2010 92.801 23.200 20880 2.088 22.968

2015 102.995 25.749 23174 2.317 25.491

2020 110.899 27.725 24952 2.495 27.448

2025 123.143 30.786 27707 2.771 30.478

2030 134.199 33.550 30195 3.019 33.214

Sumber: Analisis Studio

Page 316: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-45

3.4.11 Air Bersih

a. Penggunaan Domestik

Tabel 3.50 Standar Penggunaan Air Berdasar Kategori Kota

jenis kebutuhan Kategori Kota

I II III IV V

Rumah Tangga (L/Orang/Hari) 200 175 150 120 100

Konsumsi Hidran Umum (L/Orang/Hari) 60 40 40 30 30

Sisa Tekanan di Jaringan Terjauh (m) 10 10 5 5 5

Lama Operasi (jam) 24 24 24 24 24

Cakupan Pelayanan (%) 80 80 80 80 80

Sumber: Cipta Karya, 1998

I = Kota Metropolitan : jumlah penduduk > 1.000.000

II = Kota Besar : 500.000 – 1.000.000

III = Kota Sedang : 100.000 – 500.000

IV = Kota Kecil : 20.000 – 100.000

V = Kota Pedesaan : < 20.000

b. Penggunaan Non Domestik

Tabel 3.51 Standar Penggunaan Non Domestik Air Berdasar Kategori Kota

Parameter Kota

Metro

Kota

Besar

Kota

Sedang

Kota

Kecil

-Industri (l/d/ha) Berat Sedang Ringan

-Komersial (l/d/ha) Pasar Hotel (l/km/hari)

- lokal - Internasional - Sosial dan Institusi

Universitas (l/siswa/hari) Sekolah (l/siswa/hari) Mesjid (m³/hari/unit) Rumah Sakit (l/km/hari) Puskesmas (m³/hari/unit) Kantor (l/detik/hari) Militer (m³/hari/ha)

0.50-1.00 0.25-0.50 0.15-0.25 0.1-1.00 400 1000 20 15 1 s/d 2 400 1 s/d 2 0.01 10

15

% s/d

30

%

dari keb

utu

han

do

mestik

Sumber: Cipta Karya, 1998

Dengan standar di atas, Kota Tidore Kepulauan pada tahun eksisting (2009)

masuk ke dalam kategori IV dan tahun proyeksi (2030) kategori III.

Page 317: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-46

Tabel 3.52 Perkiraan Penggunaan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan

Tahun Jumlah

Penduduk

Rumah Tangga (L/Hari)

Hidran Umum (L/Hari)

Keb. Domestik (L/Hari)

Keb. Non Domestik (L/Hari)

Penggunaan Air Rerata

2010 92.801 13.920.208 3.712.056 17.632.264 3.526.453 21.158.716

2015 102.995 15.449.287 4.119.810 19.569.097 3.913.819 23.482.916

2020 110.899 16.634.849 4.435.960 21.070.809 4.214.162 25.284.971

2025 123.143 18.471.420 4.925.712 23.397.132 4.679.426 28.076.558

2030 134.199 20.129.780 5.367.941 25.497.722 5.099.544 30.597.266

Sumber: Analisis Studio

Perkiraan penggunaan air Rumah Tangga = Jumlah Penduduk X 150

Perkiraan penggunaan air Hidran Umum = Jumlah Penduduk X 40

Perkiraan kebutuhan Domestik = Penggunaan Rumah Tangga + Penggunaan

Hidran Umum

Perkiraan kebutuhan Non Domestik = 20% X Perkiraan Kebutuhan Domestik

Penggunaan air rerata = Kebutuhan Domestik + Kebutuhan non domestik

Perkiraan kehilangan air = 20% X penggunaan air rerata

Perkiraan Kebutuhan air rerata = penggunaan air rerata + perkiraan kehilangan

Tabel 3.53 Perkiraan Kebutuhan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan

Tahun Jumlah Penduduk Penggunaan

Air Rerata (L/Hari)

Perkiraan Kehilangan Air (L/Hari)

Perkiraan Kebutuhan Air Rerata (L/Hari)

2010 92.801 21.158.716 4.231.743 25.390.460

2015 102.995 23.482.916 4.696.583 28.179.500

2020 110.899 25.284.971 5.056.994 30.341.965

2025 123.143 28.076.558 5.615.312 33.691.870

2030 134.199 30.597.266 6.119.453 36.716.720

Sumber: Analisis Studio

Perkiraan Kebutuhan Air Hari Maksimum dan Kebutuhan Puncak

Tabel 3.54 Perkiraan Kebutuhan Air Hari Maksimum dan Kebutuhan Puncak

di Kota Tidore Kepulauan

Tahun Jumlah Penduduk Perkiraan

Kebutuhan Air Rerata (L/Hari)

Kebutuhan Air Harian

Maksimum

Perkiraan Kebutuhan

Puncak

2010 92.801 25.390.460 22.078.660,58 15.388.157

2015 102.995 28.179.500 24.503.912,61 17.078.485

2020 110.899 30.341.965 26.384.317,27 18.389.070

2025 123.143 33.691.870 29.297.278,36 20.419.315

2030 134.199 36.716.720 31.927.582,21 22.252.557

Sumber: Analisis Studio

Page 318: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-47

Perkiraan kebutuhan air rerata untuk tahun 2030 adalah sebesar

36.716.720 liter per hari.

3.4.12 Air Limbah

Untuk dapat mengetahui banyak limbah yang dihasilkan per hari dapat

menggunakan standar umum bahwa air limbah yang dihasilkan adalah ¼ dari

kebutuhan air bersih. Dengan demikian dapat dihitung perkiraan limbah yang

dihasilkan sebagai berikut.

Tabel 3.55 Perkiraan Produsi Air Limbah di Kota Tidore Kepulauan

Tahun Jumlah

Penduduk Perkiraan Kebutuhan

Air Rerata (L/Hari) Perkiraan Produksi Air Limbah (L/Hari)

2010 92.801 25.390.460 6.347.615

2015 102.995 28.179.500 7.044.875

2020 110.899 30.341.965 7.585.491

2025 123.143 33.691.870 8.422.968

2030 134.199 36.716.720 9.179.180

Sumber: Analisis Studio

3.4.13 Persampahan

Menurut SNI 19-3964-1994, bila data pengamatan lapangan belum

tersedia, maka untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat digunakan

nilai timbulan sampah sebagai berikut:

Satuan timbulan sampah kota besar= 2–2,5 Liter/orang/hari, atau 0,4-0,5

kg/orang/hari.

Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil= 1,5–2 Liter/orang/hari, atau

0,3 – 0,4 kg/orang/hari

Tabel 3.56 Perkiraan Produksi Sampah di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Penduduk Standar Perkiraan produksi sampah (l/hari)

2010 2015 2020

2 l/Jiw

a/Hari

2010 2015 2020

1 Tidore 21.504 23.291 25.079 43.008 46.583 50.157

2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 31.550 35.016 38.482

3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 32.503 35.997 38.589

4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 15.274 17.104 18.416

5 Oba 10.150 11.282 12.148 20.300 22.564 24.296

6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 21.770 24.032 25.876

7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 10.113 11.224 12.085

8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 12.998 14.426 15.533

Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 185.603 205.990 221.798

Sumber: Analisis Tim, 2009

Page 319: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-48

3.5 Analisis Sistem Permukiman dan Struktur Ruang

3.5.1 Analisis Permukiman

Perkiraan kebutuhan rumah di Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi dua

wilayah yaitu kota dan desa. Dengan perkiraan perbandingan penduduk yang

tinggal di kota dan di desa:

Di Pulau Tidore = 60% penduduk tinggal di perkotaan dan 40%

penduduk tinggal di desa.

Di Pulau Halmahera = 40% penduduk tinggal di perkotaan dan 60%

penduduk tinggal di desa.

Tabel 3.57 Jumlah Penduduk dan KK yang Tinggal di Perkotaan dan Desa di Kota Tidore

Kepulauan Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk Th 2030

Jumlah Penduduk Perkotaan

Jumlah Penduduk

Desa

Jumlah KK di

Perkotaan

Jumlah KK di Desa

1 Tidore 30.625 18.375 12.250 3.675 2.450

2 Tidore Selatan 25.005 15.003 10.002 3.001 2.000

3 Tidore Utara 23.021 13.813 9.208 2.763 1.842

4 Tidore Timur 11.244 6.746 4.498 1.349 900

5 Oba 14.755 5.902 8.853 1.180 1.771

6 Oba Utara 14.812 5.925 8.887 1.185 1.777

7 Oba Selatan 7.339 2.936 4.403 587 881

8 Oba Tengah 8.892 3.557 5.335 711 1.067

Kota Tidore Kepulauan 134.199 53.680 80.519 10.736 16.104

Sumber: Analisis Studio

Tahun 2030 diproyeksikan jumlah total kebutuhan luas lahan yang

dibutuhkan untuk permukiman di perkotaan sebesar 1,68 Km². Pada tahun yang

sama, dengan KDB sebesar 50% diperkirakan luas lahan untuk permukiman di

desa Kota Tidore Kepulauan sebesar 1,48 Km².

Page 320: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-49

Tabel 3.58 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Perkotaan Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah KK

di Perkotaan

Ketentuan

Jumlah Rumah yang Dibutuhkan Tahun 2030

Luas Kavling Maksimum Jumlah (Km²) Rumah

Besar Rumah

Medium Rumah

Kecil Rumah Besar

Rumah Medium

Rumah Kecil

1 Tidore 3.675

KDB = 50%

368 1103 2205 0,07 0,14 0,22 0,43

2 Tidore Selatan 3.001 300 900 1800 0,05 0,11 0,18 0,35

3 Tidore Utara 2.763 276 829 1658 0,05 0,10 0,17 0,32

4 Tidore Timur 1.349 135 405 810 0,02 0,05 0,08 0,16

5 Oba 1.180 118 354 708 0,02 0,04 0,07 0,14

6 Oba Utara 1.185 118 355 711 0,02 0,04 0,07 0,14

7 Oba Selatan 587 59 176 352 0,01 0,02 0,04 0,07

8 Oba Tengah 711 71 213 427 0,01 0,03 0,04 0,08

Kota Tidore Kepulauan 10.736

1074 3221 6442 0,19 0,41 0,65 1,68

Sumber: Analisis Studio

Tabel 3.59 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Desa Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah KK

di Desa Ketentuan

Jumlah Rumah yang Dibutuhkan Tahun 2030

Luas Kavling Maksimum Jumlah (Km²) Rumah

Besar Rumah

Medium Rumah

Kecil Rumah Besar

Rumah Medium

Rumah Kecil

1 Tidore 2.450

KDB = 50%

245 735 1470 0,04 0,09 0,15 0,28

2 Tidore Selatan 2.000 200 600 1200 0,04 0,08 0,12 0,23

3 Tidore Utara 1.842 184 553 1105 0,03 0,07 0,11 0,21

4 Tidore Timur 900 90 270 540 0,02 0,03 0,05 0,10

5 Oba 1.771 177 531 1062 0,03 0,07 0,11 0,21

6 Oba Utara 1.777 178 533 1066 0,03 0,07 0,11 0,21

7 Oba Selatan 881 88 264 528 0,02 0,03 0,05 0,10

8 Oba Tengah 1.067 107 320 640 0,02 0,04 0,06 0,12

Kota Tidore Kepulauan 16.104

1610 4831 9662 0,29 0,61 0,97 1,48

Sumber: Analisis Tim, 2009

Berdasarkan jumlah keluarga yang diperkirakan tinggal di perkotaan dan

desa maka dapat diproyeksikan luas lingkungan perkotaan dan desa di Kota

Tidore Kepulauan sebagai berikut:

a. Kawasan Perkotaan

Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 3.60 Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan

Pemanfataan Ruang Sirkulasi

80%

20% Permukiman Fasum, Fasum Ruang Terbuka

60% 40%

Page 321: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-50

Tabel 3.61 Area Perkotaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah KK di

Perkotaan

Pemukiman, fasos, fasum,

ruang terbuka hijau

Jaringan sirkulasi

kota

Luas Area Perkotaan

1 Tidore 3.675 0,61 25,46 26,07

2 Tidore Selatan 3.001 0,45 29,92 30,37

3 Tidore Utara 2.763 0,46 26,56 27,02

4 Tidore Timur 1.349 0,21 23,99 24,20

5 Oba 1.180 0,22 189,89 190,11

6 Oba Utara 1.185 0,22 176,87 177,09

7 Oba Selatan 587 0,10 92,47 92,58

8 Oba Tengah 711 0,13 199,45 199,59

Kota Tidore Kepulauan 10.736 2,40 764,62 767,02

Sumber: Analisis Tim, 2009

b. Kawasan Perdesaan

Proporsi Pemanfaatan Ruang Perdesaan

Pemanfataan Ruang Sirkulasi

Rumah dan lahan usaha 20%

80%

Asumsi luas lahan usaha = 2Ha/KK

Tabel 3.62 Area Perdesaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah KK di

Desa

Pemukiman, fasos, fasum,

ruang terbuka hijau

Jaringan sirkulasi

kota

Luas Area Desa

1 Tidore 2.450 0,43 16,97 17,40

2 Tidore Selatan 2.000 0,32 19,95 20,26

3 Tidore Utara 1.842 0,33 17,71 18,03

4 Tidore Timur 900 0,16 15,99 16,15

5 Oba 1.771 0,35 284,84 285,18

6 Oba Utara 1.777 0,34 265,31 265,66

7 Oba Selatan 881 0,18 138,71 138,89

8 Oba Tengah 1.067 0,22 299,18 299,40

Kota Tidore Kepulauan 16.104 2,18 1058,65 1060,84

Sumber: Analisis Tim, 2009

3.5.2 Analisis Struktur Ruang

Pada Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat bahwa penentuan orde wilayah

dilakukan penggabungan antara analisis indeks sentralitas dengan indeks

kependudukan yaitu skoring terhadap sarana prasarana dan kependudukan.

Variabel yang digunakan dalam aspek sarana prasarana adalah fasilitas

Page 322: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-51

kesehatan dan pendidikan. Sedangkan aspek kependudukan menggunakan

variabel kepadatan penduduk per kecamatan.

3.5.2.1 Analisis Indeks Sentralitas

Untuk mengetahui struktur atau hierarki pusat-pusat pelayanan yang ada

dalam suatu wilayah perencanan, seberapa banyak jumlah fungsi yang ada,

berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang dilayani serta berapa

besar frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam suatu wilayah diperlukan analisis

indeks sentralitas. Analisis ini dilakukan dengan memberi tanda pada fasilitas

yang ada di desa tersebut. Perbedaannya adalah tanda ketersediaan fasilitas

dalam analisis indeks sentralitas dengan mencantumkan jumlah fasilitas itu

sendiri kemudian mempersentasekan jumlah sarana per kecamatan dengan

sarana per kabupaten. Indeks fungsi tiap kecamatan diperoleh dengan

menjumlahkan seluruh persentase fungsi kemudian dibagi dengan jumlah jenis

fungsi yang ada di kecamatan tersebut. Indeks fungsi terbesar menunjukkan

tingkat layanan yang paling tinggi.

Besaran jumlah penduduk menjadi nilai tambah dalan pengukuran indeks

sentralitas. Wilayah diurutkan berdasarkan jumlah penduduk terbesar. Indeks

penduduk diukur dari persentase jumlah penduduk disuatu wilayah terhadap

jumlah penduduk terbanyak. Jumlah dari indeks fungsi dan indeks penduduk

sebagai hasil total indeks sentralitas.

Tabel 3.63 Indeks Sentralitas (Scalogram) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Kecamatan Jumlah

penduduk

Jenis Fungsi Indeks

Sentralitas Hierarki Kes

ehatan Penerang

an Pen

didikan Teleko

munikasi Aksesi bilitas

Ekonomi Air

Bersih

Tidore 20.789 xx x xx Xx X x x 137,50 I

Tidore Utara 16.184 x x x Xx X

112,97 II

Tidore Selatan 15.082 x x x Xx X

112,09 II

Oba Utara 10.725 x x x

X

90,32 III

Oba 10.070 x x x

X

89,69 III

Tidore Timur 7.633 x x x X

87,34 III

Oba Tengah 6.438 x x x

82,74 IV

Oba Selatan 5.009 x x

74,70 IV

Sumber: Analisis Studio Ket: x Mewakili Ketersediaan dan Jumlah Sarana

Page 323: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-52

Sehingga dari hasil indeks sentralitas fungsi dan penduduk diketahui bahwa

Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi empat hierarki. Hierarki di Kota Tidore

Kepulauan antara lain:

Tabel 3.64 Hierarkhi Kota Tidore Kepulauan

Hierarki Kecamatan

I Tidore

II Tidore Utara, Tidore Selatan

III Tidore Timur, Oba Utara, Oba

IV Oba Tengah, Oba Selatan

Sumber: Analisis Studio

Sistem kota-kota di Kota Tidore Kepulauan dapat dihitung dari Zipft’s rank-

size. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui peranan tiap wilayah dalam Kota

Tidore Kepulauan dengan keterangan:

q > 1 = Daerah tersebut lebih didominasi oleh kota besar (primate domination)

q < 1 = Menunjukkan adanya peranan yang besar dari kota-kota di bawah

jenjang di bawah kota terbesar

Perhitungan Zipft’s rank-size dilakukan dengan memberikan nilai jenjang

berdasarkan urutan jumlah penduduk. Urutan jumlah penduduk disusun

menurut jumlah penduduk terbesar hingga terkecil.

Hasil analisis memberikan gambaran bahwa Kecamatan Tidore dan Tidore

Utara nilai derajat kemiringan (q) dibawah nilai satu yang artinya daerah

tersebut memberikan kontribusi lebih besar kepada kota. Hasil tersebut

mendukung hasil analisis indeks sentralitas bahwa Kecamatan Tidore sebagai

hierarki I dan didukung oleh Kecamatan Tidore Utara sebagai hierarki II.

Sedangkan yang lainnya mempunyai angka q diatas satu. Artinya, daerah-daerah

tersebut di dominasi oleh Kota Tidore.

Tabel 3.65 Zipf's Rank-size Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk Jenjang Log r (Log r)

2 Log Pr

Konstanta (k)

Derajat Kemiringan

(q)

1 Tidore 20.789 1 0,0000 0,0000 4,3178 k 0,65

2 Tidore Selatan 15.082 3 0,4771 0,2276 4,1785 3k 1,76

3 Tidore Utara 16.184 2 0,3010 0,0906 4,2091 2k 0,59

4 Tidore Timur 7.633 6 0,7782 0,6055 3,8827 6k 3,08

5 Oba 10.070 5 0,6990 0,4886 4,0030 5k 2,84

Page 324: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-53

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk Jenjang Log r (Log r)

2 Log Pr

Konstanta (k)

Derajat Kemiringan

(q)

6 Oba Utara 10.725 4 0,6021 0,3625 4,0304 4k 2,36

7 Oba Selatan 5.009 8 0,9031 0,8156 3,6998 8k 3,36

8 Oba Tengah 6.438 7 0,8451 0,7142 3,8088 7k 3,27

∑ log r =

4,6055

∑ (log r)2

= 3,3046

∑ log Pr =

32,1300

Sumber: Analisis Studio

Page 325: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-54

Peta 3.7 Hirarki Eksisting

Page 326: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-55

3.5.2.2 Analisis Interaksi Wilayah

Rumus analisis gravitasi adalah sebagai berikut :

Keterangan:

I = Kuat Interaksi

k = Konstanta

Pi = Jumlah Penduduk Kecamatan A

Pj = Jumlah Penduduk Kecamatan B

dij = Jarak antar kecamatan

Dalam perhitungan metode gravitasi di Kota Tidore Kepulauan, penentuan

variabel konstanta menggunakan data rata-rata jumlah penduduk dan rata-rata

penduduk datang dan pergi karena ketiadaan data mobilitas harian.

Variabel Konstanta

Secara teori k dirumuskan sebagai arus mobilitas harian yang terjadi di

dalam wilayah per jumlah penduduk. Namun apabila data tentang mobilitas

penduduk tidak tersedia, maka boleh digunakan data arus migrasi. Akan tetapi,

dikarenakan ketiadaan data sekunder mengenai mobilitas harian penduduk rata-

rata untuk Kota Tidore Kepulauan, maka nilai k ini dapat diabaikan dengan

asumsi bahwa nilai konstanta ini hanya digunakan sebagai pembanding. Jadi,

besar kecilnya konstanta tidak akan berpengaruh terhadap hasil perhitungan

interaksi antar wilayah.

Variabel Jarak

Tabel 3.66 Jarak Tempuh Antar Kecamatan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Tidore Tidore Selatan

Tidore Utara

Tidore Timur

Oba Oba

Utara Oba

Selatan Oba

Tengah

Tidore 0 - - - - - - -

Tidore Selatan 6,75 0 - - - - - -

Tidore Utara 23,26 10,85 0 - - - - -

Tidore Timur 7,27 13,27 4,88 0 - - - -

Oba 71,7 47,66 46,85 55,51 0 - - -

Oba Utara 17,35 20,37 18,65 14,76 47,64 0 - -

Oba Selatan 108,33 69,58 74,08 80,05 28,83 74,27 0 -

Oba Tengah 23,71 17,78 21,35 25,7 30,22 21,11 54,48 0

Sumber : Analisis Studio

I = k x ( Pi x Pj / dij² )

Page 327: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-56

Berikut adalah tabel hasil perhitungan interaksi antar wilayah kecamatan di

Kota Tidore Kepulauan.

Tabel 3.67 Matriks Interaksi Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

Tidore Tidore Selatan

Tidore Utara

Tidore Timur Oba Oba Utara Oba Selatan Oba Tengah

Tidore 0 14.477.898,38 1.282.937,09 9.279.438,03 103.792,81 1.817.831,38 38.965,27 842.512,65

Tidore Selatan

0 4.157.137,17 1.622.606,10 144.783,25 825.408,27 52.166,32 850.649,82

Tidore Utara

0 13.444.997,35 165.530,56 1.083.735,18 52.299,56 665.543,50

Tidore Timur

0 51.817,24 795.420,10 13.007,61 150.964,49

Oba

0 95.361,92 152.189,26 156.422,66

Oba Utara

0 25.401,54 351.127,01

Oba Selatan

0 22.417,91

Oba Tengah

0

Sumber : Analisis Tim, 2009

Analisis interaksi wilayah ini dibagi menjadi tiga hubungan yaitu:

1. Interaksi wilayah di Pulau Tidore.

2. Interaksi wilayah di Pulau Halmahera.

3. Interaksi wilayah antar Pulau Tidore dan kecamatan-kecamatan di

Pulau Halmahera.

Sehingga hasil dari matriks interaksi wilayah dapat diketahui sebagai berikut.

Keterangan: Pulau Tidore

Pulau Halmahera

Rendah = 1.282.937,08-5.681.257,51 Rendah = 22.417,90-131.987,60

Sedang = 5.681.257,52-10.079.577,95 Sedang = 131.987,61-241.557,31

Tinggi = 10.079.577,96-14.477.898,39 Tinggi = 241.557,32-351.127,02

Interaksi Pulau Tidore - Pulau Halmahera Rendah = 13.007,60-614.615,52 Sedang = 614.615,53-1.216.223,45 Tinggi = 1.216.223,46-1.817.381,38

Hubungan interaksi dikedua wilayah tersebut dihubungkan oleh angkutan

laut. Interaksi antara Kecamatan Tidore dengan Oba Utara dikategorikan sebagai

interaksi yang paling tinggi.

Page 328: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-57

Tabel 3.68 Interaksi Wilayah Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008

1 Tidore 20.789 Tidore - Tidore Selatan Tinggi

2 Tidore Selatan 15.082 Tidore - Tidore Utara Rendah

3 Tidore Utara 16.184 Tidore - Tidore Timur Sedang

4 Tidore Timur 7.633 Tidore Selatan - Tidore Utara Rendah

5 Oba 10.070 Tidore Selatan - Tidore Timur Rendah

6 Oba Utara 10.725 Tidore Utara - Tidore Timur Tinggi

7 Oba Selatan 5.009 Oba - Oba Utara Rendah

8 Oba Tengah 6.438 Oba - Oba Selatan Sedang

Kota Tidore Kepulauan 91.930 Oba - Oba Tengah Sedang

Oba Utara - Oba Selatan Rendah

Oba Utara - Oba Tengah Tinggi

Oba Selatan - Oba Tengah Rendah

Tidore - Oba Rendah

Tidore - Oba Utara Tinggi

Tidore - Oba Selatan Rendah

Tidore - Oba Tengah Sedang

Tidore Selatan - Oba Rendah

Tidore Selatan - Oba Utara Sedang

Tidore Selatan - Oba Selatan Rendah

Tidore Selatan - Oba Tengah Sedang

Tidore Utara - Oba Rendah

Tidore Utara - Oba Utara Sedang

Tidore Utara - Oba Selatan Rendah

Tidore Utara - Oba Tengah Sedang

Tidore Timur - Oba Rendah

Tidore Timur - Oba Utara Sedang

Tidore Timur - Oba Selatan Rendah

Tidore Timur - Oba Tengah Rendah

Sumber : Analisis Tim, 2009

Page 329: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-58

Peta 3.8 Interaksi WIlayah

Page 330: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-59

3.6 Analisis Pembiayaan Pembangunan Penentuan kebutuhan investasi, dapat ditentukan dengan rumus ICOR.

Incremental Capital Ouput Ratio (ICOR) atau rasio kenaikan ouput akibat

kenaikan kapital adalah indikator ekonomi makro yang sering digunakan untuk

menilai kinerja investasi di suatu wilayah. Kegunaan lainnya adalah untuk

menghitung besarnya investasi yang dibutuhkan agar perekonomian tumbuh

dengan laju yang sudah ditetapkan. Rumus ICOR adalah sebagai berikut:

Sebagai ilustrasi, arti dari angka ICOR sebesar 3.0 adalah agar output

perekonomian naik satu rupiah dibutuhkan tambahan kapital senilai 3.0 rupiah.

Perhitungan angka ICOR biasanya bukan dari perubahan kapital dan output

tahun per tahun, melainkan dihitung dalam selang waktu yang relatif panjang,

misalnya 5 tahun.

Berdasarkan data perkembangan investasi dan PDRB tahun 2006-2008

dapat dihitung nilai ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yaitu rasio investasi

terhadap PDRB pada tahun 2006-2010 yang berkisar pada angka 8,48 sampai

dengan 19,32. Artinya untuk 1% pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dana

investasi berkisar 8,48 % sampai dengan 19,32% dari PDRB.

Tabel 3.69 Perhitungan ICOR Kota Tidore Kepulauan

Tahun Laju

Pertumbuhan PDRB Harga Konstan Investasi ICOR Keb. Investasi

2004

2005

2006 0.0556 213,082,280,000.00 2,191,619,938 8.48% 1,004,989,650.29

2007 0.0562 225,850,160,000.00 2,997,465,000 8.15% 1,034,654,800.56

2008 0.0552 238,918,310,000.00 3,421,619,912 14.43% 1,903,725,458.16

2009* 0.0596 250,422,000,000.00 4,100,234,924 11.20% 1,672,319,510.56

2010 0.0600 262,622,000,000.00 4,715,234,911 19.32% 3,046,075,076.08

Sumber: Analisis Tim, 2009 Ket: * mulai tahun 2009 ke atas nilai PDRB harga konstan merupakan hasil perhitungan

Terlihat pada tabel di atas, ICOR Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2006

sebesar 8,48% dan pada tahun 2007 sebesar 8,15%. Penghitungan ICOR untuk

tahun 2006 menggunakan dasar perubahan PDRB tahun 2006 sampai tahun

2008. ICOR tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 0,33%, hal ini

I = ICOR x Laju pertumbuhan ekonomi x PDRB

Page 331: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-60

menunjukkan bahwa perekonomian Kota Tidore Kepulauan untuk tahun 2007

lebih efisien dibanding tahun 2006.

Dari segi finansial secara umum, realisasi penerimaan daerah Kota Tidore

Kepulauan dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan

sebesar 47,6% pada tahun 2007. Peningkatan paling tinggi terjadi pada sektor

penerimaan pajak daerah sebesar 334,66% dan disusul retribusi daerah dengan

kontribusi sebesar 22,45%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa masih

rendahnya penerimaan daerah dari sektor retribusi sehingga pada tahun

selanjutnya harus dilakukan kebijakan ekstensifikasi pada retribusi daerah.

Kontribusi terendah pada tahun 2007 adalah dari sektor pendapatan lain-

lain yang sah. Sumber penerimaan daerah dari pos Dana Perimbangan yang

memberi kontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum yaitu 73,4% dari total

penerimaan daerah dan kontribusi tersebut menurun pada tahun 2007 sebesar

55,9% sehingga total penurunan kontribusi DAU di Kota Tidore Kepulauan

sebesar 17%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan

daerah terhadap dana dari pusat semakin berkurang sehingga dapat disimpulkan

bahwa tingkat kemandirian pembiayaan daerah semakin baik.

Secara lengkap, rincian penerimaan daerah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.70 Realisasi Penerimaan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006-2007

Jenis Penerimaan Tahun 2006 Tahun 2007 Realisasi

(%)

A Pendapatan Daerah 321.980.280,00 427.732.300,00 32,84

1 Pendapatan Asli Daerah 18.200.290,00 23.000.000,00 26,37

a. Pajak Daerah 277.690,00 1.207.000,00 334,66

b. Retrisbusi Daerah 1.529.870,00 1.873.300,00 22,45

c. Hasil Perusahan Daerah dan Pengelolaan 0,00 2.500.000,00

d. Lain-lain PAD yang sah 16.392.730,00 17.419.700,00 6,26

2 Dana Perimbangan 301.030.990,00 382.732.300,00 27,14

a. Bagi Hasil Pajak 17.849.764,00 37.293.880,00 108,93

b. Bagi hasil Bukan Pajak/SDA 3.704.276,00 7.739.420,00 108,93

c. Dana Alokasi Umum 242.372.670,00 271.379.000,00 11,97

d. Dana Alokasi Khusus 37.104.280,00 65.320.000,00 76,04

e. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keu. Provinsi 0,00 1.000.000,00

2.749.000,00 22.000.000,00 700,29

B Pembiayaan Daerah 8.032.450,00 57.585.500,00 616,91

Jumlah Total 330.012.730,00 485.317.800,00 47,06

Sumber: Analisis Studio

Page 332: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-61

Untuk rentang waktu 20 tahun, pembiayaan pembangunan diprioritaskan

pada kegiatan pada sektor perkebunan (pertanian pada umumnya) tingkat kota.

Sehingga diperkirakan sumber-sumber pembiayaan pembangunan untuk tingkat

kota terdiri dari : 1) APBN; 2) APBD Propinsi; 3) APBD Kota baik dari DAU, DAK,

Dana Perimbangan dan sebagainya; 4) Sektor Swasta (misalnya dari pariwisata).

Untuk rentang waktu 10 tahun, pembiayaan pembangunan diprioritaskan

pada wilayah-wilayah pengembangan (masing-masing SWP).

3.7 Analisis Kelembagaan Dari hasil studi tentang tata ruang yang pernah dilakukan (berdasarkan UU

No.24/92 dan hasil studi di Kota Tidore Kepulauan) dapat disampaikan sebagai

berikut:

Tabel 3.71 Aspek Legalisasi dan Aspek Kelembagaan Dalam Perencanaan

No. Aspek Legalisasi Aspek Kelembagaan

1. Perencanaan Tata Ruang Rencana tata ruang di bagi tiga yaitu: Rencana Tata Tuang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota Rencana tersebut dijabarkan berupa:

Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota (RDTRK/Rencana Detil Tata Ruang Kota, dan RTRK/Rencana Teknik Tata Ruang Kota);

Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan dan Kawasan Perkotaaan yang merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota;

Rencana Kota Ibukota Kecamatan; dan,

Rencana Tata Ruang Kawasan Tertentu

Bappenas

Bappeda Propinsi

Bappeda Kota

Departemen Pekerjaan Umum

BadanPertanahan Nasional

Pemkot Tidore Kepulauan dengan Dinas-Dinas terkait.

2. Pemanfaatan Ruang Menurut UU.No.24/92, pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Program pemanfaatan ruang dapat dilakukan dalam bentuk jalur pemrograman, jalur perijinan dan jalur hukum

Bappenas

Bappeda Propinsi

Bappeda Kota

Departemen Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Badan Pertanahan Nasional

Pemkot Tidore Kepulauan dengan Dinas-Dinas terkait.

Page 333: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-62

No. Aspek Legalisasi Aspek Kelembagaan

3 Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Pengendalian dilakukan dengan pengawasan dan penertiban. Pengawasan diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi. Sedangkan penertiban dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan.

Bappenas

Bappeda Propinsi

Bappeda Kota

Departemen Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Badan Pertanahan Nasional

Pemkot Tidore Kepulauan dengan Dinas-Dinas terkait.

Sumber: Analisis Studio

Dengan adanya aspek legal dari setiap produk hukum yang berkaitan

dengan RTRW Kota Tidore Kepulauan maka akan lebih mudah bagi Pemkot

Tidore Kepulauan dalam mengimplementasikan dan mengendalikan

pemanfaatan tata ruang Pemkot Tidore Kepulauan.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan RTRW di Pemkot Tidore

Kepulauan adalah:

a. Belum semua produk hukum mengenai RTRW Pemkot Tidore Kepulauan

memiliki dasar hukum yang kuat dalam arti belum ditetapkan dengan

peraturan daerah dan surat keputusan Walikota.

b. Produk perencanaan yang telah disusun belum sepenuhnya memperhatikan

hierarki planologi karena keterbatasan sumberdaya manusia aparatnya dan

keterbatasan dana

c. Pengambil kebijakan kurang memahami pentignya perencanaan penataan

ruang di wilayahnya.

d. Belum jelasnya deskripsi tugas lembaga-lembaga yang berwenang dalam

perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang,

sehingga sampai saat ini belum ada instansi yang secara khusus

bertanggung jawab atas perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian

pemanfaatan tata ruang Pemkot Tidore Kepulauan.

Page 334: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-63

Gambar 3.11 Struktur Organisasi Pemerintah Pemkot Tidore Kepulauan

Page 335: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-64

Uraian Tugas Pokok dan Fungsi adalah sebagai berikut :

a. Sekretariat Kabupaten

Tugas sekretariat daerah (Sekretaris Kabupaten) adalah membantu

Walikota dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintah, administrasi

dan tatalaksana serta memberikan pelayanan administratif kepada seluruh

perangkat daerah, sedangkan fungsi Sekda (Sekretaris Kabupaten) adalah:

a. Pengkoordinasian pengurusan kebijakan pemerintah daerah

b. Penyelenggaraan administrasi pemerintahann

c. Pengelolaan sumberdaya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana

pemerintah daerah

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas

pokok fungsinya.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Sekda memiliki Asisten

dan enam bagian dan dibantu oleh kelompok jabatan fungsional. Asisten

tersebut adalah:

1. Asisten Tata Praja

2. Asisten Bidang Ekonomi

3. Asisten bidang Administarasi

b. Dinas-Dinas Daerah Kota Tidore Kepulauan

Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi

Susunan organisasi dinas-dinas terdiri dari:

a. Unsur pimpinan yaitu kepala dinas;

b. Unsur pembantu pimpinan yaitu bagian tata usaha

c. Unsur pelaksana yaitu bidang dan unit pelaksana teknis dinas

d. Kelompok jabatan fungsional.

Dinas-dinas dan bagian-bagiannya yang berkaitan dengan pengelolaan

RTRW Pemkot Tidore Kepulauan.

1. Dinas Sosnakertrans

2. Dinas Kependudukan dan Capil

3. Dinas Pertanian dan Kehutanan

4. Dinas Kelautan dan Perikanan

5. Dinas Pertambangan dan Energi

6. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Page 336: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-65

7. Dinas Pendapatan Daerah

8. Dinas Perindagkop dan UKM

9. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

10. Dinas Pekerjaan Umum

11. Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

c. Lembaga Teknis Daerah

Lembaga Teknis Daerah yang terkait langsung dengan RTRW Kota Tidore

Kepulauan adalah:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

2. Badan Pengawasan Daerah (Bawasda)

3. Badan PM dan Pemdes. Kesbangpol dan Linmas

4. Badan Lingkungan Hidup

5. Badan Pertanahan

Kewenangan Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengendalian RTRW

Pemerintah Kota Tidore Kepulauan

Khusus untuk Kabupaten/Kota, menurut UU. No. 26 tahun 2007 pasal 28

diatur sebagai berikut:

1. Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota berisi: (Ps 28)

a. Pengelolaan kawasan lindung dan budaya;

b. Pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan

tertentu;

c. Sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesan

dan perkotaan;

d. Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi. Energi, pengairan

dan prasarana pengelolaan lingkungan;

e. Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan

penatagunaan sumberdaya alam lainnya, serta memperhatikan

keterpaduan dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

2. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota menjadi pedoman untuk:

a. Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah

kabupaten/Kota;

Page 337: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-66

b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan

perkembangan antar wilayah Kabupaten/Kota serta keserasian

antar sektor;

c. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau

masyarakat di Kabupaten/Kota;

d. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatan ruang bagi

kegiatan pembangunan.

3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota menjadi dasar penerbitan

perizinan lokasi pembangunan;

4. Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota adalah 10

tahun;

5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan

peraturan daerah.

Dalam pasal 56 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang

wilayah kabupaten/kota berada dibawah tanggungjawab Walikota.

Pelaksanaan Penataan Ruang di Daerah

Tugas dan Tanggungjawab koordinasi penataan ruang Kabupaten berada

ditangan Walikota (Ps 10 Kepmendagri No. 147/2004). Operasional sehari-

hari tugas Koordinasi dilaksanakan oleh Badan Penataan Ruang Daerah

(BKPRD) (Ps. 11).

Tugas BKPRD (Ps.12) adalah:

a. Merumuskan dan mengkoordinasikan berbagai kebijakan penataan

ruang Nasional dan Propinsi;

b. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Tidore Kepulauan.

c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang dan Rencana

Tata Ruang Kawasan sebagai jabaran lebih lanjut RUTRW Kota Tidore

Kepulauan;

d. Mengintegrasikan dan memaduserasikan penyusunan RTRW Kota Tidore

Kepulauan dengan RTRW propinsi, RTR Kawasan yang telah ditetapkan

propinsi dan RTRW kabupaten/kota yang berbatasan;

Page 338: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-67

e. Memaduserasikan rencana pembangunan jangka menengah dan

tahunan yang dilakukan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, masyarakat

dan dunia usaha dengan rencana tata ruang;

f. Mengoptimalkan penyelenggaraan penertiban, pengawasan

(pemantauan, evaluasi dan pelaporan) dan perizinan pemanfaatan

ruang;

g. Melaksanakan kegiatan pengawasan yang meliputi pelaporan, evaluasi

dan pemantauan penyelenggaran pamanfaatan ruang;

h. Memberikan rekomendasi penerbitan terhadap pemanfaatan ruang

yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;

i. Memberikan rekomendasi perizinan tata ruang Kota Tidore Kepulauan;

j. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata

ruang, pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian pamanfaatan ruang;

k. Mengembangkan data dan informasi penataan ruang Kota Tidore

Kepulauan untuk kepentingan pengguna ruang jajaran pemerintah,

masyarakat, dan swasta.

l. Mensosialisasikan dan menyebarluaskan informasi penataan ruang Kota

Tidore Kepulauan ;

m. Mengkoordinasikan penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul

dalam penyelenggaraan penataan ruang Kota Tidore Kepulauan dan

memberikan pengarahan serta saran pemecahannya;

n. Melaksanakan fasilitasi, supervisi kepada dinas/instansi, masyarakat dan

dunia usaha berkaitan dengan penataan ruang;

o. Mememadukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang Kota Tidore Kepulauan dengan

Kabupaten/Kota yang berbatasan;

p. Melakukan evaluasi tahunan atas kinerja penataan ruang Kota Tidore

Kepulauan;

q. Menjabarkan petunjuk Walikota Kota Tidore Kepulauan berkenaan

dengan pelaksanaan fungsi dan kewajiban koordinasi penyelenggaraan

penataan ruang Kota Tidore Kepulauan;

r. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas BKPRD Kota Tidore

Kepulauan secara berkala kepada Walikota.

Page 339: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-68

Fungsi dan Tugas BKPRD

1. Merumuskan kebijakan penataan ruang di Kabupaten/Kota dengan

memperhatikan kebijakan penataan ruang Nasional dan Propinsi;

2. Mengkoordinasikan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian ruang;

3. Mengembangkan informasi penataan tata ruang, pemanfaatan ruang

dan pengendalian ruang;

4. Memadukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian ruang di Kabupaten/Kota dan dalam Kabupaten/Kota yang

berbatasan;

5. Mengkoordinaskan penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul

dalam penyelenggaraan penataan ruang di Kabupaten/Kota dan

memberikan pengarahan serta saran pemecahan;

6. memberikan masukan kepada Walikota dalam merumuskan kebijakan

penataan ruang di kabupaten;

7. Melaporkan kegiatan kepada Walikota secara berkala.

Dalam melaksanakan tugasnya, BKPRD membentuk Sekretariat, Kelompok

Kerja Perencanaan Tata Ruang, dan Kelompok Kerja Pengendalian Tata

Ruang.

Sekretariat BKPRD bertanggungjawab kepada Sekretaris BKPRD Kota.

Sekretariat dipimpin oleh Kepala Bidang Sosial, Budaya dan Sumber Daya

Alam.

Tugas Sekretariat BKPRD adalah :

a. Menyiapkan bahan dalam rangka kelancaran tugas BKPRD Kota;

b. Memfasilitasi terselenggaranya jadwal kerja kegiatan BKPRD Kota;

c. Menyiapkan dan mengembangkan informasi tata ruang Kota;

d. Menerima pengaduan dari masyarakat dengan terjadinya pelanggaran

dalam pennyelenggaraan tat ruang.

Agar BLPRD dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien maka

perlu dibentuk kelompok-kelompok kerja yang ditetapkan dengan SK

Walikota.

Menurut SK Mendagri N0. 147 tahun 2004 Pasal 15 dan 16 kelompok kerja

yang perlu dibentuk adalah:

Page 340: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-69

Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang Kota

Susunan Keanggotaan

Ketua : Kepala Bidang pada Bappeda yang mengurusi tata ruang

Wakil Ketua : Kepala Bagian Hukum

Sekreatais : Kepala Sub Bidang di Bappeda yang mengurusi tata ruang

Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan yang terkait dengan fungsi

penyusunan RTRW, Rencana Detil Tata Ruang, Rencana Teknik Ruang.

Tugas Pokok POKJA Perencanaan Tata Ruang

1. Memberikan masukan kepada BKPRD Kabupaten dalam rangka perumusan kebijakan

perencanaan tata ruang Kota;

2. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;

3. Mengkoordinasikan Penyusunan Rencana Detil/Teknik Rencana Tata Ruang Kota;

4. Melakukan evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang di Kota;

5. Menginventarisasi dan mengkaji masalah-masalah (konflik) yang timbul dalam

perencanaan serta memberikan alternatif pemecahannya;

6. Melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kota dalam sidang pleno BKPRD Kota.

Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

Susunan Keanggotaan

Ketua : Kepala Bagian Tata Pemerintahan

Wakil Ketua : Kepala subdinas yang mengurusi tata ruang

Sekretaris : Kepala subbidang pada dinas yang mengurusi tata ruang.

Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan yang terkait dengan fungsi

pengawasan, penertiban dan perizinan pemanfaatan ruang.

Tugas Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota:

1. Memberikan masukan kepada BKPRD Kota dalam rangka perumusan kebijakan

pemanfaatan dan pengendalian ruang Kota;

2. Mengkoordinasikan pengawasan (Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan) terhadap

rencana tata ruang Kota;

3. Mengkoordinasikan penertiban perijinan pemanfaatan ruang Kota;

4. Menginventarisasi dan mengkaji masalah-msalah yang timbul dalam pemanfaatan

dan pengendalian ruang serta memberikan alternatif pemecahannya;

Page 341: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-70

5. Melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kabupaten serta menyampaikan usulan

pemecahan/kebijakan untuk dibahas dalam sidang pleno BKPRD Kota.

Untuk Kota Tidore Kepulauan telah dibentuk BKPRD dengan susunan anggota BKPRD

yaitu:

Penanggung jawab : Walikota Kota Tidore Kepulauan

Ketua : Wakil Walikota Kota Tidore Kepulauan

Ketua Harian : Sekda Kota Tidore Kepulauan

Sekretaris : Kepala Bappeda Kota Tidore Kepulauan

Wakil Sekretaris : Kepala Dinas PU Kota Tidore Kepulauan

Anggota :

1. Kepala Badan PM dan Pemdes. Kesbangpol dan Linmas Kota Tidore

Kepulauan.

2. Kepala Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Tidore Kepulauan.

3. Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Kota Tidore Kepulauan.

4. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan.

5. Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tidore

Kepulauan.

6. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Tidore Kepulauan.

7. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan.

8. Kepala Dinas Sosnakertrans Kota Tidore Kepulauan.

9. Kepala Badan Pertanahan Kota Tidore Kepulauan.

10. Kepala Kantor Unit Pelayanan Umum Kota Tidore Kepulauan.

11. Ka bagian Hukum dan Organisasi Setda Kota Tidore Kepulauan.

12. Camat se Kota Tidore Kepulauan.

Sedangkan kelompok kerja perencanaan Tata Ruang BKPRD Kota Tidore Kepulauan :

Ketua : Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda Kota Tidore Kepulauan

Ketua Harian : Kabag Hukum Setda Kota Tidore Kepulauan

Sekretaris : Kasubbid Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Bappeda Kota Tidore

Kepulauan

Anggota :

1. Unsur Badan Pertanahan Kota Tidore Kepulauan

2. Unsur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tidore Kepulauan

Page 342: Rtrw

Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal III-71

3. Unsur Dinas Perhubungan Kota Tidore Kepulauan

4. Unsur Dinas Pertanian Kota Tidore Kepulauan

5. Unsur Dinas Peternakan dan perikanan Kota Tidore Kepulauan

6. Unsur Dinas Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan

7. Unsur Kantor Pertanahan Kota Tidore Kepulauan

8. Unsur Bagian Hukum dan organisasi Setda Kota Tidore Kepulauan

9. Unsur Camat se Kota Tidore Kepulauan

Kelompok kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang BKPRD Kota Tidore Kepulauan :

Ketua : Kabag Tata Pemerintahan Setda Kota Tidore Kepulauan

Ketua Harian : Kadin Tata Ruang dan Kebersihan Kota Tidore Kepulauan

Sekretaris : Kepala Badan Lingkungan Hidup

Anggota :

1. Unsur Badan PM dan Pemdes.Kesbangpol dan Linmas Kota Tidore Kepulauan.

2. Unsur Bappeda Kota Tidore Kepulauan.

3. Unsur Bawasda Kota Tidore Kepulauan.

4. Unsur Dinas Perindagkop dan UKM Kota Tidore Kepulauan.

5. Unsur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan.

6. Unsur Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tidore

Kepulauan.

7. Unsur Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Tidore Kepulauan.

8. Unsur Dinas Kesehatan Kota Tidore Kepulauan.

9. Unsur Bagian Ekonomi dan Kesra Setda Kota Tidore Kepulauan.

10. Unsur Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Tidore Kepulauan.

11. Unsur Bagian Perekonomian Setda Kota Tidore Kepulauan.

12. Unsur Camat se-Kota Tidore Kepulauan.

Kota Tidore Kepulauan untuk pengembangan di masa mendatang perlu dilengkapi

dengan lembaga-lembaga baru secara selektif yang dapat memberikan dukungan untuk

dapat tercapainya visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan.

Lembaga baru yang perlu segera diadakan hadirnya lembaga kajian dan

pengembangan untuk daerah Kota Tidore Kepulauan khususnya yang terkait dengan

masalah pengembangan sumber daya alam seperti hutan, pertambangan. Demikian

juga lembaga untuk mendorong peningkatan sumber daya manusia di Kota Tidore

Kepulauan.

Dengan adanya perubahan dari UU. 19 tahun 1999 ke UU No. 32 tahun 2004

prinsip-prinsip yang berubah misalnya dari prinsip functions follow money ke prinsip

money follow functions.

Page 343: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-1

4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore

Kepulauan

4.1.1 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah:

“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan

Berperadaban”

4.1.2 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia yang Berkualitas dan Kehidupan yang

Damai

Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis,

memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh

ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.

2. Mewujudkan Perekonomian Daerah yang Tangguh dan Berdaya Saing

Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari

usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong

peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulaluan.

3. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Demokratis

Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya

penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang

didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh

masyarakat.

4. Mewujudkan Masyarakat Berperadaban

Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se

atorang’ sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh

destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti

semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan

Bab IV

KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS

PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN

Page 344: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-2

(fomaku gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling

menasehati (fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks

pergaulan yang lebih terbuka.

4.1.3 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan

Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain:

1. Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah

dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Daerah melalui forum musyawarah pembangunan daerah secara

berjenjang.

2. Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan

DPRD) dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan

yang nantinya tertuang dalam RPJM daerah.

3. Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20

tahun kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka

mencapai cita-cita pembangunan nasional.

Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah

pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran

pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan

kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten

dan berkelanjutan.

4.2 Kebijakan Pengembangan Kota Tidore Kepulauan

4.2.1 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 26 tahun 2008 Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Tidore Kepulauan di tetapkan

sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi

untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota,

termasuk dalam kawasan andalan yang memiliki pelabuhan nasional. Dijelaskan

bahwa kawasan Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan

pengertian sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota

pusat pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan

fungsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.

Page 345: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-3

Ket: = Pusat Kegiatan Nasional (PKN) = Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

= Sektor Unggulan Hutan Lindung = Sektor Unggulan Hutan Konservasi

= Kawasan Andalan

Gambar 4.1 Pola Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN Sumber : Lampiran VII PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN

Page 346: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-4

Ket: = Jaringan Listrik 150 KV = Jaringan Jalan Lintas Nasional

= Lintas Penyeberangan Sabuk Utara = Lintas Penyeberangan

Penghubung Sabuk

Gambar 4.2 Struktur Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN Sumber : Lampiran I PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN

4.2.2 Kebijakan Tata Ruang (RTR) Pulau Maluku Terhadap Kota Tidore

Kepulauan

Berikut ini adalah kutipan-kutipan pasal pada Rencana Tata Ruang Kepulauan

Maluku yang berhubungan dengan pengembangan Kota Tidore Kepulauan.

a. Pasal 10

Pengembangan PKN di Kepulauan Maluku sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi upaya untuk : Mengendalikan

pengembangan kota Ambon dan Ternate - Sofifi, sebagai pusat

pelayanan primer yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya;

Page 347: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-5

b. Pasal 16

Ayat (3) Pengembangan jaringan jalan koridor utama sebagaimana

dijelaskan dalam pasal 15 ayat (2) meliputi:

Point g. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Halmahera yang

menghubungkan SidangOli – Boso – Kao – Padiwang – Tobelo –

Galela - Lap. Terbang, dan Boso- Simpang Dodinga – Sofifi –

Akelamo – Payahe – Weda; Simpang Dodinga – Bobaneigo – Ekor-

Subain – Buli – Maba – Sagea – Gotowase; Daruba – Bere-bere;

Labuha – Babang, Sanana – Manaf; Bobong – Tikong; Sidang Oli –

Jailolo – Goal – Ibu; Jailolo – Susupu.

c. Pasal 33

Ayat (2) Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya pariwisata

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat d meliputi upaya untuk :

1) Mengembangkan wisata alam dan hutan di TN Manusela;

2) Mengembangkan wisata bahari di pesisir kawasan Ambon,

Pulau Seram, Pulau Banda, Pulau Kai, Ternate-Tidore, Kep.

Guraici, P. Morotai;

3) Mengembangkan pariwisata budaya terutama di Keraton Sultan

Ternate, Mesjid Sultan Ternate, Rumah Adat Sahu, benteng-

benteng peninggalan zaman Belanda dan Portugis, Bandaneira,

Makam Sultan Baabullah, dan berbagai warisan budaya nasional

lainnya yang sesuai dengan kriteria dan peraturan/perundangan

yang berlaku.

d. Pasal 37

Ayat (4) Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan menurut

prioritas penanganannya meliputi: Kawasan andalan Seram, Kei Aru -

P.Wetar- P.Tanimbar, Buru, Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda dan

sekitarnya, Bacan-Halmahera Selatan, serta Kepulauan Sula dengan

prioritas tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Page 348: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-6

Tabel. 4.1 Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Maluku Utara Menurut RTR Pulau

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STATEGI PENGEMBANGAN

1 Ternate-Sofifi PKN Pusat Pelayanan Sekunder, Jasa Pemerintahan, Pertanian, Perkebunan, Pertambangan, dan Industri

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan, dan industri pengolahan.

Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli, Maba, Sofifi, dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan Trans Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utama, diantaranya Pelabuhan Ternate dan Tobelo, yang dihubungkan dengan jaringan penyeberangan.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, dan pertambangan di sekitar kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya.

Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktivitas pemerintahan, perdagangan, dan industri.

Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota yang memenuhi standar Internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high-tech, kesehatan), termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih besar secara selektif.

Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai pelengkap dari RTRW Kota

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor dan daerah otonom.

2 Daruba PKSN Pusat pelayanan administrasi pelintas batas negara, perdagangan-jasa dan transhipment point, Kehutanan, Pertambangan, dan Perikanan

Diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran produksi tanaman hasil hutan, bahan galian logam, budidaya rumput laut, serta perikanan tangkap.

Meningkatkan aksesibilitas ke tujuan pemasaran di Pulau Halmahera melalui keterpaduan sistem transportasi darat dan laut.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst) dan fasilitas perdagangan serta fasilitas pendukung sebagai pintu gerbang lintas negara

Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kawasan dengan wilayah negara tetangga

Menyiapkan perangkat zoning regulation sebagai landasan pembangunan kegiatan perkotaan ikutan sekaligus sebagai landasan pengendalian pembangunan

Sumber: Raperpres RTR Kepulauan Maluku, 2004

Page 349: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-7

4.2.3 Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku

Utara

4.2.3.1 Visi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara

“Terwujudnya Tata Ruang Provinsi Maluku Utara yang berbasis pada

sumber daya dan pengembangan berdasarkan gugus pulau menuju

masyarakat Maluku Utara yang sejahtera”.

4.2.3.2 Misi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara

(1) Menciptakan keserasian pelestarian kawasan lindung dan pemanfaatan

kawasan budidaya, dengan berbasis pada mitigasi bencana;

(2) Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan hidup;

(3) Meningkatkan dan mengembangkan prasarana wilayah secara

berkelanjutan, membuka daerah-daerah terisolir dan membuka

kantong-kantong produksi baru;

(4) Menata pusat-pusat pengembangan sesuai dengan daya dukung dan

kapasitas wilayah dan kondisinya sebagai provinsi gugus pulau dengan

dukungan sistem jaringan transportasi yang memadai.

4.2.3.3 Pertimbangan Kebencanaan Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara

Zonasi multi risiko bencana di Provinsi Maluku Utara merupakan gabungan

dari risiko bencana gempa bumi, tsunami, gerakan tanah (longsor) dan letusan

gunung berapi. Secara umum kawasan zonasi multi bencana di Provinsi Maluku

Utara dapat dilihat Tabel 4.2

Page 350: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-8

Tabel 4.2 Tabulasi Zonasi Multi Risiko Bencana di Provinsi Maluku Utara

No Kabupaten/Kota Kriteria

Jumlah (Km2)

Rendah (Km2) Sedang (Km

2) Tinggi (Km

2)

1 Halmahera Barat 0.00 1295.72 1316.52 2612.24

2 Halmahera Tengah 0.00 239.46 2037.37 2276.83

3 Halmahera Utara 0.00 2296.78 3150.52 5447.30

4 Halmahera Selatan 0.00 1782.86 6996.46 8779.32

5 Halmahera Timur 0.00 1506.49 4999.71 6506.20

6 Kepulauan Sula 1662.58 5902.49 2067.85 9632.92

7 Ternate 0.00 159.52 91.33 250.85

8 Tidore Kepulauan 0.00 4721.36 4842.64 9564.00

Jumlah 1662.58 17904.68 25502.40 45069.66

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara, 2007

4.2.4 Arahan Struktur Ruang Wilayah

Menurut RTRW Provinsi Maluku Utara 2003 – 2017 Kota Tidore Kepulauan

merupakan Kota Orde I dengan pusat pertumbuhan di Soa Sio dan Sofifi. Sebagai

kota orde I, Kota Tidore Kepulauan memiliki sifat pelayanan regional, pusat

pemerintahan, pusat permukiman dan pusat pelayanan sosial.

Selain itu, Kota Sofifi diusulkan menjadi PKLW untuk menggantikan fungsi

pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara yang selama ini berada di Kota

Ternate. Dengan demikian Kota Ternate yang semula merupakan kota dengan

fungsi pusat pemerintahan, difokuskan hanya untuk kegiatan pusat perdagangan

dan jasa, karena di kota ini sudah berkembang sarana dan prasarana

infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan kota-kota/kawasan-kawasan lain

di Provinsi Maluku Utara.

Page 351: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-9

Gambar 4.3 Arahan Struktur Ruang dan Kawasan Strategis di Prop. Maluku Utara

Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, 2007

4.2.5 Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

a. Rencana Pengembangan Sistem Transportasi

Sistem transportasi yang dikembangkan antar PKN (Pusat

Kegiatan Nasional) dan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), yaitu Kota

Ternate, Soasio, Sofifl dengan kota-kota lain utamanya PKN di luar

Provinsi Maluku Utara seperti Kota Ambon, Kota Manado, dan Kota

Sorong adalah transportasi udara dan laut, karena dari ketiga kota ini

dipisahkan oleh laut dalam dan luas

Pengembangan sistem transportasi yang dibutuhkan:

o PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo) sistem transportasi

laut;

o PKW - PKL I (Tobelo) kombinasi antara laut, darat dan udara;

o PKW - PKL I (Maba) kombinasi antara laut, darat dan udara;

Page 352: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-10

o PKW - PKL I (Weda) kombinasi antara laut dan darat;

o PKW - PKL I ( Labuha) laut dan udara;

o PKW - PKL I (Sanana) laut dan udara

b. Rencana Jaringan Jalan

Konsep pengembangan Trans Maluku Utara adalah upaya

menghubungkan Kota Ternate sebagai PKN dan kota-kota PKW yaitu

Tobelo, Tidore, Labuha dan Sanana serta kota-kota strategis seperti

Daruba (PKSN) dan Sofifi sebagai pusat pemerintahan Provinsi

Maluku Utara. Dan merupakan bagian dari Trans Nasional.

Untuk mendukung perwujudan Trans Maluku Utara, maka

status jalan yang masuk dalam Trans Maluku Utara adalah jalan

nasional dan jalan provinsi.Adapun jaringan jalan yang direncanakan

sebagai bagian dari Trans Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Rencana Jaringan Jalan Trans Maluku Utara

Nomor

Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km)

Kabupaten Halmahera Utara

039.1 Daruba – Daeo 4 N 25,59

039.2 Daeo – Berebere 4 N 68,00

.034 Podiwang – Tobelo 3 N 47,86

.035 Tobelo – Galela 3 N 27,02

.036 Kao – Podiwang 3 N 32,90

.037 Galela - Lapangan Terbang 3 N 10,87

038.2 Basso – Kao 3 N 71,49

Kabupaten Halmahera Barat

038.1 Sidangoli (Dermaga Ferry) – Basso 2, 5 N 23,23

043.1 Simpang Dodinga-Akelamo (KM60) 2, 5 N 63,01

054.1 Basso - Simpang Dodinga 2, 5 N 2,67

033.1 Jailolo – Goal 2 P 21,19

054.1

Simpang Dodinga-Dodinga (Dermaga

Ferry)

2

P 3,30

030.1 Simpang Dodinga- Bobaneigo 2, 5 P 3,32

Page 353: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-11

Nomor

Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km)

033.2 Simpang Dodinga-Jailolo 2 P 32,40

Kota Tidore Kepulauan

.029 Payahe – Weda 1 N 24,5

043.2 Akelamo (KM60) – Payahe 1 N 52,47

.021 Keliling Pulau Tidore 1 P 29,19

Kabupaten Halmahera Timur

059.1 Subaim – Buli 5 P 60,00

059.2 Buli – Gotowase 5 P 45,00

030.1 Bobaneigo – Ekor 5 P 41,81

030.2 Ekor – Subaim 5 P 52,47

Kabupaten Halmahera Tengah

058.1 Weda – Sagae 5 P 50,00

058.2 Sagae – Gotowase 5 P 60,00

Kabupaten Halmahera Selatan

.028 Labuha – Babang 6 P 18,32

Saketa – Mautiting 6 K

Mautiting – Mafa 6 K

Mafa – Weda 5, 6 K

Kota Ternate

.032 Keliling Pulau Ternate 1 N 8,60

Kabupaten Kepulauan Sula

.026 Sanana – Manaf 7 P 31,86

.027 Sanana – Pohea 7 P 12,05

Sumber: Tatrawil 2007

Page 354: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-12

Gambar 4.4 Arahan Struktur Ruang di Prov. Maluku Utara

Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, 2007

c. Rencana Terminal

Di Provinsi Maluku Utara sampai dengan tahun 2007 tersedia

terminal tipe C, dimana lokasinya mendekati lokasi pelabuhan yang

ada sebagai transhipment point wilayah belakangnya. Selanjutnya

dalam rencana pengembangan terminal sampai tahun 2027 dapat

dilihat pada Tabel 4.4

Jalan Arteri Primer

Rencana Jalan Arteri Primer

Jalan Kolektor Primer

Rencana Jalan Kolektor Primer

Jalan Lokal Primer

Rencana Jalan Lokal Primer

Page 355: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-13

Tabel 4.4 Rencana Terminal Penumpang di Provinsi Maluku Utara

No Type Terminal Pelabuhan Lokasi Gugus Pulau

1 B Ahmad Yani/Gamalama Pelabuhan Ternate 1

2 B Soasio Pelabuhan Tidore 1

3 B Sofifi 1

4 B Tobelo Pelabuhan Tobelo 3

5 B Jailolo Pelabuhan Jailolo 2

6 B Babang Pelabuhan Bacan 6

7 C Bastiong Pelabuhan Ternate 1

8 C Dufa – dufa Pelabuhan Ternate 1

9 C Galela 3

10 C Malifut 3

11 C Daruba Pelabuhan Morotai 4

12 C Sidangoli Pelabuhan Sidangoli 2

13 C Goal 2

14 C Sanana Pelabuhan Sasana 7

15 C Dofa Pelabuhan Dofa 7

16 C Laiwui Pelabuhan Obi 6

17 C Babang Pelabuhan Bacan 6

18 C Gebe Pelabuhan Gebe 5

19 C Maffa Pelabuhan Maffa 6

20 C Labuha 6

Sumber: RTRW Propinsi Maluku Utara, 2007

d. Rencana Transportasi Laut

Mengacu pada RPP RTRWN maka sistem jaringan transportasi

laut terdiri atas tatanan pelabuhan laut dan alur pelayaran. Tatanan

pelabuhan laut terdiri atas:

1) Pelabuhan internasional;

2) Pelabuhan internasional;

3) Pelabuhan nasional;

4) Pelabuhan pengumpan regional;

5) Pelabuhan pengumpan lokal;

Page 356: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-14

6) Pelabuhan khusus untuk menunjang pengembangan kegiatan

atau fungsi tertentu.

Sedangkan alur pelayaran meliputi alur pelayaran internasional

dan alur pelayaran nasional berdasarkan RTRWN tersebut, maka

dalam perencanaan transportasi laut dan penyeberangan di Provinsi

Maluku Utara akan dilihat berdasarkan tatanan pelabuhan dan alur

pelayaran.

e. Rencana Transportasi Udara

Berdasarkan RTRWN Oktober 2007, sistem jaringan transportasi

udara terdiri atas tatanan bandar udara dan ruang lalu lintas udara.

Di Provinsi Maluku Utara telah tersedia 10 (sepuluh) buah

bandar udara yang tersebar di pulau-pulau penting di wilayah ini.

Bandar Udara Sultan Babullah-Ternate merupakan bandara Pusat

Penyebaran Tersier, yang merupakan bandara utama di Provinsi ini,

dimana seluruh jalur penerbangan antar pulau di dalam wilayah

Provinsi Maluku Utara maupun dari dan ke luar wilayah Maluku

Utara berpusat di Ternate. Intensitas kegiatan di bandara ini sangat

tinggi. Bandara lainnya merupakan bandara Bukan Pusat Penyebaran

atau bandara perintis.

Rencana pengembangan jalur penerbangan di Provinsi Maluku

Utara meliputi:

1) Rencana Pengembangan Jalur Nasional Antar Provinsi, yaitu:

Ternate – Jakarta; Ternate – Manado; Ternate – Ambon; Ternate

– Makassar; Ternate - Sorong; Ternate – Fak - Fak; Ternate –

Manokwari; Ternate – Luwuk dan Sanana – Ambon.

2) Rencana Pengembangan Jalur Reguler Antar Kabupaten, yaitu:

Ternate – Sanana dan Ternate – Buli.

f. Sistem Jaringan Kelistrikan

Terdapat beberapa alternatif pengadaan listrik untuk Provinsi

Maluku Utara:

Page 357: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-15

(1) Pengembangan energi alternatif, seperti teknologi

surya/matahari;

(2) Pengembangan energi listrik tenaga uap, dengan memanfaatkan

air laut sebagai pendingin:

(3) Pengembangan energi listrik tenaga diesel;

(4) Pengembangan energi listrik tenaga air.

Pengelolaan listrik selain oleh PLN, dapat dilakukan secara

mandiri oleh pihak swasta atau masyarakat. Dengan kondisi Provinsi

Maluku Utara yang rawan bencana, maka kebutuhan listrik perlu

diarahkan pada pengembangan energi yang mandiri, artinya

ketersediaan energi di wilayah ini diharapkan mampu melayani

kebutuhan masyarakat, baik dalam kondisi normal maupun darurat.

Oleh sebab itu, pengembangan sumber daya listrik berbasis sumber

daya lokal juga perlu dikembangkan

dengan diarahkannya perkembangan di Kota Sofifi, dengan

perannya sebagai ibu kota definitif Provinsi Maluku Utara, maka

perlu membentuk dan menambah jaringan prasarana listrik bagi

pemenuhan kebutuhan kota Sofifi.

g. Sistem Jaringan Telekomunikasi

Telepon adalah sarana telekomunikasi yang sering dihubungkan

dengan prasyarat proses transformasi wilayah, sehingga diperlukan

adanya suatu rencana pengembangan ke depan, untuk

merencanakan sistem jaringan telepon di SST, Telepon Seluler, SSB

(Singgle Side Band).

Pelayanan telepon dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga)

segmen:

(1) Sambungan telepon untuk rumah tangga;

(2) Sambungan telepon untuk perkantoran/industri;

(3) Sambungan telepon umum

Rencana jaringan telekomunikasi Provinsi Maluku Utara adalah:

Page 358: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-16

(1) Sistem jaringan diarahkan sebagai gabungan antara jaringan

pelayanan telekomunikasi yang disiapkan pemerintah dan yang

dibangun swasta;

(2) Cakupan pelayanan yang seluas mungkin dengan pelayanan

yang optimal;

(3) Mengintegrasikan pengembangan sistem jaringan

telekomunikasi dengan sistem jaringan transportasi sehingga

semua kawasan yang memiliki tingkat aksesibilitas akan

didukung oleh pelayanan jaringan telekomunikasi.

h. Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air

provinsi merupakan rencana pengembangan wilayah sungai skala

provinsi. Pengembangan sistem jaringan sumber daya air provinsi

mencakup konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta

pengendalian daya rusak air. Konservasi sumber daya daya air dapat

dilakukan dengan cara mengamankan daerah tangkapan air,

sehiingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan.

4.2.6 Rencana Pola Ruang Wilayah

a. Rencana Pengembangan Ruang Kawasan Lindung

Kawasan Lindung yang meliputi wilayah daratan dan lautan

terdiri atas:

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya,

yaitu Kawasan hutan lindung;

(2) Kawasan perlindungan setempat, yaitu: sempadan pantai,

sempadan sungai dan kawasan sekitar danau/waduk;

(3) Kawasan suaka alam, yaitu: kawasan cagar alam, kawasan suaka

margasatwa dan kawasan suaka alam laut;

(4) Kawasan rawan bencana alam, yaitu: kawasan rawan bencana

letusan gunung api, kawasan rawan bencana gempa bumi,

kawasan rawan bencana tsunami.

Page 359: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-17

b. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

Berdasarkan Pedoman Penyusunan RTRW Di Daerah, kawasan

budidaya telah diklasifikasikan secara khusus. Di Provinsi Maluku

Utara, kawasan budidaya yang akan ditetapkan mencakup wilayah

daratan dan lautan yang terdiri dari:

(1) Kawasan hutan produksi tetap;

(2) Hutan produksi;

(3) Hutan produksi terbatas;

(4) Budidaya non hutan dan perkebunan yang dapat dikonversikan;

(5) Pertanian, yaitu pertanian lahan basah dan perkebunan;

(6) Kawasan pertambangan;

(7) Kawasan perindustrian;

(8) Kawasan pariwisata;

(9) Perikanan;

(10) Kawasan permukiman

4.2.7 Rencana Pengembangan Perikanan

a. Rencana Pengembangan Perikanan Tangkap

Berdasarkan data produksi dari Dinas Perikanan Propinsi Maluku

Utara dan estimasi potensi sumber daya ikan di perairan Maluku

Utara, diketahui bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan oleh

nelayan setempat masih menunjukkan status tingkat pengusahaan

yang masih relatif rendah atau underfishing.

Berdasarkan karakteristik perairan laut dan jenis sumber daya

ikannya, perairan Maluku Utara secara garis besar dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) daerah penangkapan utama yang potensial

dikembangkan untuk usaha perikanan tangkap, yaitu:

(1) Daerah penangkapan ikan 1, yaitu daerah-daerah dengan

potensi pengembangan untuk ikan karang (utamanya: ikan

kerapu, beronang, biji nangka, dan kakaktua), daerah-daerah

tersebut antara lain perairan pantai sebelah barat daya Pulau

Page 360: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-18

Morotai, periaran pantai sebelah timur kepulauan Sula, perairan

pantai Tobelo, peraiaran pantai Bacan dan Obi;

(2) Daerah penangkapan ikan 2, yang memiliki potensi untuk

pengembangan perikanan pelagis kecil dan demersal (utamanya:

ikan layang, kembung, julung-julung, kuwe, dan kakap merah);

berada di perairan pantai sebelah selatan, tenggara, timur, timur

laut, utara, barat laut dan barat Pulau Morotai, perairan pantai

Tidore dan Ternate dan wilayah periaran pantai Sanana;

(3) Daerah penangkapan ikan 3, untuk pengembangan perikanan

pelagis besar (utamanya: cakalang, tongkol dan tuna) wilayah ini

terletak di perairan lepas pantai Maluku Utara.

Secara umum, pengembangan perikanan tangkap di perairan

Maluku Utara untuk jangka pendek hingga menengah, dapat

diarahkan pada pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya ikan laut

di setiap daerah penangkapan, sedangkan untuk kedepan (jangka

panjang) seyogyanya diarahkan pada kegiatan perikanan tangkap

yang berbasis budidaya laut, utamanya untuk DPI 1 dan 2.

b. Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan

Dengan mempertimbangkan bahwa produksi ikan di Maluku

Utara akan terdiri dari berbagai jenis (spesies) dan kualitas maka

sistem pemasaran yang dapat dikembangkan harus mampu

mengantisipasi produksi ikan yang nantinya didaratkan. Sistem

pemasaran yang tampaknya tepat adalah yang berbasis komoditas

sebagai berikut:

(1) Komoditas pelagis besar untuk pasar ekspor. Jenis atau bentuk

komoditas adalah olahan segar untuk tuna dan beku untuk

cakalang. Sistem pemasaran ini bertumpu pada adanya

perusahaan ekspor yang berusaha di daerah. baik dalam

bentuk pengumpulan (penampungan) maupun dalam bentuk

kantor cabang atau kantor utama;

Page 361: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-19

(2) Komoditas pelagis besar untuk tujuan pasar domestik, yaitu

cakalang dan tongkol. Jenis produknya adalah segar dan beku.

Komoditas lainnya adalah dalam bentuk ikan olahan asap;

(3) Komoditas pelagis kecil untuk pasar ekspor, yaitu: ikan layang.

Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan beku;

(4) Komoditas pelagis kecil untuk pasaran domestik, yaitu: layang,

kembung dan julung-julung. Untuk antar pulau produk yang

tepat adalah olahan beku dan khusus untuk julung-julung

dalam bentuk olahan asap, sedangkan untuk pasaran setempat.

produk yang tepat adalah olahan segar;

(5) Ikan demersal untuk pasaran ekspor, yaitu: kakap merah.

Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan fillet;

(6) Ikan demersal untuk pasaran domestik dan lokal, yaitu ikan

kuwe. Untuk antar pulau produk yang tepat adalah olahan

beku, sedangkan untuk pasaran setempat. produk yang tepat

adalah olahan segar;

(7) Produk perikanan karang, seperti: kerapu, beronang, kakatua,

dan biji nangka lebih diutamakan untuk pasar ekspor. Produk

yang tepat adalah dalam bentuk ikan hidup, sedangkan untuk

pasar domestik dalam bentuk olahan segar.

c. Rencana Pengembangan Perikanan Budidaya

Pengembangan perikanan budidaya (akuakultur) di Provinsi

Maluku Utara diarahkan untuk memproduksi komoditas yang

berorientasi ekspor dan berbasis kepada sumberdaya alam.

Pengembangan akuakultur dilakukan pada lokasi yang memiliki

tingkat kesesuaian yang tinggi dengan berprinsip pemanfaatan

sumberdaya perairan seoptimal mungkin secara ramah lingkungan

4.2.8 Arahan Manajemen Risiko Bencana Dalam Pemanfaatan Ruang

Wilayah Provinsi Maluku Utara

a. Spasial, melalui pengaturan ruang

Beberapa pekerjaan yang umumnya dilakukan melalui cara ini

antara lain berupa pemetaan daerah rawan bencana, alokasi

Page 362: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-20

pembangunan berintensitas tinggi yang diarahkan ke luar area rawan

bencana, pengaturan ruang yang tepat dan optimal;

b. Cara-cara keteknikan

Umumnya cara ini berupa rekayasa teknis terhadap lahan,

bangunan dan infrastruktur yang disesuaikan dengan kondisi,

keterbatasan dan ancaman bencana yang mungkin timbul, misalnya

sebagai berikut.

1) Untuk manajemen bencana gempa.

Gambar 4.5 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa

2) Untuk manajemen bencana tsunami

Gambar 4.6 Sistem Jaringan Diseminasi Informasi Tsunami Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007

BMG

Jaringan BMG

INDOSAT IP VPN MPLS FIBER OPTIK, RADIO LINK

Jaringan BMG

CSM VSAT IP SATELIT

Jaringan BMG - IIX

JASATEL / APJII WIRELESS

1 MABES POLRI

33 GUBERNUR

10 STA. TV

1 RADIO / RRI

49 RADIO PANTAI

1 BAKORNAS

7 PROVIDER

GSM/CDMA

DISEMINASI INFORMASI TSUNAMI

88 ADPEL

MASYARAKAT

Polres/Polsek

Bupati

Satkorlak/Satlak

Masyarakat

INTERFACE BMG

21 ASDP

Page 363: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-21

3) Untuk manajemen bencana tanah longsor

(1) Melakukan perbaikan drainase tanah, seperti soil nailing,

hydroseeding dan perbaikan sistem drainase

(2) Berbagai pekerjaan struktural, seperti rock netting,

shotcrete, block pitching, stone pitching, retaining wall,

gabion wall, installation of geotextile, dan sebagainya

4) Untuk manajemen bencana banjir

Gambar 4.7 Contoh Manajemen Dataran Banjir Sumber: Modul Program Pelatihan Manajemen Bencana, UNDP, 1985

c. Pemberdayaan/peningkatan kapasitas masyarakat

Mengingat permasalahan bencana yang cukup rumit, sementara

itu bencana tersebut juga seringkali menimpa kawasan dengan

kondisi masyarakat yang cukup rentan (kemiskinan, kurangnya

kewaspadaan dan ketidakberdayaan) dan berlokasi jauh dari pusat

pemerintahan dan sulit dicapai, maka dalam manajemen risiko

bencana ini perlu sekali meningkatkan kapasitas masyarakat untuk

Page 364: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-22

mengurangi tingkat kerentanannya. Untuk merealisasikannya

diperlukan elemen-elemen berikut:

(1) Adanya tokoh penggerak;

(2) Konsep yang jelas;

(3) Obyek aktivitas yang jelas;

(4) Kohesivitas masyarakat setempat;

(5) Bahasa komunikasi kerakyatan yang tepat berbasis kearifan

budaya setempat;

(6) Jaringan informasi yang mudah diakses setiap saat.

d. Kelembagaan

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam manajemen

bencana, yaitu:

(1) Aspek yang jelas (kelembagaan, organisasi, tata cara);

(2) Fungsi yang berjalan (perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan);

(3) Unsur yang lengkap (sumberdaya manusia, keuangan,

perlengkapan dan sebagainya).

4.3 Kebijakan Tata Ruang pada Kabupaten/Kota yang

Berbatasan Dengan Kota Tidore Kepulauan Kabupaten Tidore Kepulauan berbatasan dengan Kota Ternate dan

Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat di sebelah Utara,

Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Weda

Kabupaten Halmahera Tengah di sebelah Timur, Gane Barat Kabupaten

Halmahera Timur dan Kecamatan Pulau Moti Kota Ternate di sebelah Selatan.

Dimana masing-masing memiliki strategi pengembangan wilayah berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Maluku Utara.

4.3.1 Kota Ternate

i. Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah

pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi

Page 365: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-23

pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan dan industri

pengolahan.

ii. Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli,

Maba, Sofifi dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan trans

Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utamanya, diantaranya

pelabuhan Ternate dan Tobelo yang dihubungkan dengan jaringan

penyeberangan.

iii. Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra-

sentra produksi pertanian, perkebunan dan pertambangan di sekitar

kawasan Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya.

iv. Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktifitas

pemerintahan, perdagangan, dan industri.

v. Mengembangkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana kota yang

memenuhi standar internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high-

tech, kesehatan) termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih

besar secara efektif.

vi. Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning

regulation) sebagai pelengkap dari RTRW kota.

vii. Menyiapkan Rencana Tata Ruang Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi,

Weda dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor daerah

otonom.

4.3.2 Kota Jailolo

1) Dikategorikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Wilayah berfungsi sebagai Pusat

Kegiatan Lokal yang merupakan Pusat Wilayah Pengembangan (Gugus

Pulau).

2) Untuk transportasi antara PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo)

dikembangkan dengan sistem transportasi laut. Dengan pelabuhan yang

dikategorikan sebagai ‘Pelabuhan Pengumpan Lokal’ yang melayani

kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut lokal dan regional,

pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah

kecil.

Page 366: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-24

3) Memiliki sektor unggulan yaitu pertanian, perkebunan, pariwisata dan air

bersih dengan sub sektor tanaman pangan, perkebunan kopra dan cengkeh

serta wisata bahari.

4) Memiliki situs sejarah Kerajaan Jailolo

4.3.3 Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur

1) Ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi – Pertanian : Halut -

Halbar – Haltim untuk mengembangkan ketahanan pangan.

2) Dalam kabupaten Halmahera Timur juga terdapat cagar alam Lolobata.

3) Sektor unggulan berupa perkebunan, pertanian, perikanan laut,

pertambangan dan air bersih

4.3.4 Kawasan Weda

Kawasan ini meliputi Weda dan sekitarnya. Kawasan ini perlu diprioritaskan

karena adanya rencana pengembangan kegiatan (eksploitasi) pertambangan

nikel oleh PT. Weda Bay Nikel seluas 90.000 Ha. Arahan pengembangan yang

direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai berikut:

(a) Pengembangan kawasan pertambangan yang bersinergis dengan aspek

rencana tata ruang dan lingkungan di sekitarnya sehingga dapat mencegah

adanya konflik tata ruang dan kerusakan lingkungan;

(b) Pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan sosial masyarakat di sekitarnya

yang berkaitan erat dengan kegiatan penambangan sehingga dapat

menghindarkan adanya konflik sosial dan kegiatan ekonomi yang bersifat

enclave;

Pengembangan rencana tata ruang kawasan yang lebih detail pada kawasan

inti dan penunjang.

Kawasan Weda ini memiliki pelabuhan yang dikategorikan sebagai pelabuhan

pengumpan lokal yang melayani kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut

lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis

dalam jumlah kecil.

Ditetapkan dalam kawasan andalan Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda

dan sekitarnya dengan sektor unggulan perkebunan, perikanan laut,

pertambangan, industri, dan pariwisata.

Page 367: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-25

4.3.5 Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan

Merupakan wilayah yang perkembangannya relatif tertinggal dengan daerah

lainnya di Provinsi Maluku Utara, oleh karena itu perlu diprioritaskan pula

penanganan pembangunannya agar terjadi pemerataan pembangunan. Potensi

yang dimiliki kawasan Halmahera Selatan ini adalah perkebunan. Permasalahan

yang dimiliki kawasan ini adalah kurangnya aksesibilitas. Untuk itu arahan

pengembangan yang dapat direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai

berikut:

(a) Pengembangan transportasi laut sehingga dapat meningkatkan hubungan

kawasan ini dengan kawasan sekitarnya yang akan memudahkan

penyaluran hasil-hasil produksi perkebunan kawasan ini dengan pusat

pengolahannya di Pulau Bacan;

(b) Pengembangan transportasi darat untuk meningkatkan aksesibilitas intra

wilayah (antara Gane Barat dan Gane Timur);

(c) Meningkatkan produktivitas perkebunan.

4.3.6 Kabupaten Morotai

Merupakan Kabupaten baru hasil pemekaran di Maluku Utara. Belum

terdapat data/informasi terkait tata ruang Morotai.

4.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Tidore

Kepulauan

4.4.1 Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan sosial budaya dan kehidupan beragama berupa tingginya

angka penduduk miskin, belum optimalnya penggunaan kearifan lokal,

pembangunan sumberdaya manusia belum berjalan optimal, masih rendahnya

kinerja pelayanan kesehatan, tingginya penduduk usia produktif dengan

klasifikasi pendidikan rendah.

Permasalahan politik, hukum, dan aparatur adalah masih adanya praktek

money politik dan masih kurangnya aparatur yang bersih.

Permasalahan di bidang ekonomi antara lain dikarenakan sistem perbankan

yang masih rendah, konsep ekonomi yang belum memihak masyarakat, harga –

harga bahan baku konstruksi belum disesuaikan, minimnya investasi. Untuk

Page 368: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-26

meningkatkan perkenomian Kota Tidore Kepulauan adalah menata kembali

sektor tradisional yang selama ini meberikan sumbangan cukup berarti bagi

PDRB Kota Tidore Kepulauan.

Pada bidang pengembangan wilayah terdapat permasalahan dengan

dokumen rencana tata ruang pengembangan wilayah yang dikeluarkan

pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dokumen rencana pengembangan

wilayah pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Terdapat kesenjangan

pembangunan antar wilayah dan keterisolasian masyarakat pedesaan/kampung

dengan kota. Pembangunan juga dihadapkan pada permasalahan hak

masyarakat adat berupa penguasaan tanah ulayat. Tantangan lain yaitu belum

dilakukan penataan kepemilikan, pemetaan dan pembakuan tanah ulayat.

Permasalahan pemanfaatan ruang ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan

pembangunan maupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Pemanfaatan sumberdaya alam belum mengacu pada prinsip pembangunan

berkelanjutan selain itu, kapasitas kelembagaan dalam koordinasi pengelolaan

dan pengendalian lingkungan masih rendah. Untuk itu diperlukan pelaksanaan

penegakan hukum (law enforcement), pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi,

peruntukan dan daya dukung, juga keberpihakan pada hak – hak masyarakat

adat, serta meningkatkan kesadaran stakeholders akan pentingnya

pertimbangan lingkungan pada pembangunan

4.4.2 Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan

Secara khusus terdapat tiga nilai strategis yaitu:

1) Kota sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara sehingga dapat memancing

investasi dan pembangunan di masa depan. Sebagai pusat pemerintahan

provinsi maupun pusat jasa – jasa umum lainnya, keberadaan Kota Sofifi akan

memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Kota Tidore Kepulauan.

2) Potensi laut dan perairan yang besar. Sejauh ini potensi laut dan perairan di

sekitar Pulau Tidore, Maitara, Mare dan pesisir Kecamatan Oba belum

teridentifikasi. Diharapkan pada masa depan, potensi keindahan alam bawah

laut di Pulau Tidore, Maitara dan Mare serta pesisir Kecamatan Oba dapat

dimanfaatkan.

Page 369: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-27

3) Pulau Tidore sebagai cagar budaya dari salah satu kebudayaan dan

peradaban tertua di Indonesia. Kesultanan Tidore dengan Islam sebagai

agama kerajaan telah mempraktekkan keserasian antara Islam sebagai

agama sekaligus peradaban.

4.4.3 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah:

“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan

Berkeadaban”

4.4.4 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai

Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis,

memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan

sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.

2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing

Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari usaha

perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong

peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulauan.

3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis

Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya

penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang

didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh

masyarakat.

4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-Madaniyah)

Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se atorang’

sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh destruktif

kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti semangat

persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan (fomaku gosa,

fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati (fomaku

waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang lebih

terbuka.

Page 370: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-28

4.4.5 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan

Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain:

Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah dalam

menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah melalui

forum musyawarah pembangunan daerah secara berjenjang.

Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan DPRD)

dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan yang nantinya

tertuang dalam RPJM daerah.

Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20 tahun

kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka mencapai cita-cita

pembangunan nasional.

Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah

pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran

pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan

kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten

dan berkelanjutan.

4.4.6 Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan 2005-2025

1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai

Kemajuan dan kemandirian sosial suatu daerah adalah sejalan dengan tingkat

kesejahteraan sosial masyarakat daerah yang bersangkutan. Untuk itu,

pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan kepada peningkatan pelayanan

dan rehabilitasi sosial,pemberdayaan masyarakat penyandang masalah

kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial.

2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing

Kemajuan dan kemandirian ekonomi Kota Tidore Kepulauan pada masa

depan masih diharpkan bersumber dari sumbangan sektor pertanian sub

sektor perkebunan dan perikanan. Namun karena daerah ini pada masa

depan akan menjadi pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara maka

sumbangan sektor jasa dan pelayanan umum lainnya akan menjadi andalan

utama perekonomian daerah.

3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis

Masyarakat yang maju dan mandiri secara politik akan melahirkan potret

pemerintahan yang kuat dan kokoh. Potret tersebut harus pertama kali

Page 371: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-29

datang dari kepemimpinan pemerintahan di daerah. Dalam kerangka itu,

maka reformasi birokrasi pemerintah daerah dimulai dari penerapan tata

pemerintahan yang baik dan bersih pada seluruh struktur pemerintahan

daerah secara disiplin dan sungguh-sungguh. Dan untuk menciptakan

kepemimpinan daerah yang berwibawa dan demokratis, diperlukan pranata

penegakan hukum dan penertiban kehidupan sosial serta tatanan struktur

dan mekanisme politik yang stabil dan kondusif

4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-Madaniyah)

Keyakinan akan kemampuan diri sendiri muncul dari kesadaran masyarakat

tentang kekayaan nilai – nilai tradisi dan kebudayaan yang tumbuh

berkembang dan lestari hingga saat ini. Nilai – nilai kebudayaan itu memberi

inspirasi dan daya tonjol psikologis bagi kreatifitas dan daya inovasi

masyarakat untuk membangun daerahnya sendiri.

4.4.7 Tahapan dan Prioritas

o RPJM ke-1 (2006-2010)

RPJM ke-1 diarahkan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dan

kesehatan serta pembinaan kesejahteraan sosial. Pengembangan kapasitas

pemerintah daerah terus ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas aparat

pemerintah daerah, penataan struktur dan aparatur, efisiensi dan efektifitas

pelayanan birokrasi, peningkatan koordinasi, perencanaan, pengendalian dan

pengawasan pembangunan.

o RPJM ke-2 (2011-2015)

RPJM ke-2 diarahkan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) melalui penataan kembali

kehidupan sosial. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan

peran dan partisipasi kaum perempuan di bidang politik dan pemerintahan

diimbangi dengan pemberian peran bagi ibu rumah tangga di pedesaan yang

berorientasi pada peningkatan produktifitas ekonomi keluarga. Pengurangan

tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka melalui pemberdayaan

ekonomi desa dan penyediaan lapangan kerja baru.

Page 372: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-30

o RPJM ke-3 (2016-2020)

RPJM ke-3 diarahkan untuk meningkatkan akselerasi pembangunan secara

menyeluruh di berbagai bidang, dengan penekanan pada peningkatan daya

saing daerah dalam percaturan ekonomi dan politik global.

o RPJM ke-4 (2021-2025)

Pembangunan kesejahteraan sosial pada periode RPJM ke-4 ditujukan bagi

peningkatan prosentasi tamatan Perguruan Tinggi yang memiliki kecakapan,

ketrampilan dan kemampuan sumberdaya manusia yang dibutuhkan

pembangunan daerah. Modernisasi sarana dan prasarana pendidikan dan

kesehatan yang lebih baik serta ketersediaan sumberdaya pendidikan dan

kesehatan di daerah pedesaan, peningkatan taraf gizi dan kesejahteraan

ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan di desa dan kota

merupakan prasyarat meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia dan

Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) yang lebih baik.

4.5 Posisi dan Isu Strategis Pengembangan Kota Tidore

Kepulauan

4.5.1 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Nasional

Kota Tidore Kepulauan dalam RTRW Nasional di klasifikasikan sebagai Pusat

Kegiatan Wilayah, berada di bawah Pusat Kegiatan Nasional Ternate

Tabel 4.5 Posisi Kota Tidore Kepulauan

Provinsi PKN PKW PKSN

MALUKU UTARA Ternate (I/C/1) Tidore (I/C/1) Daruba (I/A/2)

Tobelo (II/C/2)

Labuha (II/C/1)

Sanana (II/C/2)

Sumber: RTRW Nasional

Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan pengertian

sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat

pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan fungsi.

Page 373: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-31

4.5.2 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Regional

Kedudukan Kota Tidore dalam lingkup regional Propivinsi Maluku Utara

dijelaskan sebagai berikut:

1. Berdasarkan pada Peraturan Presiden Tentang RTR Kepulauan Maluku

mengenai Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di

Kepulauan Maluku, dijelaskan bahwa Kota Tidore merupakan kota

dengan fungsi kota PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dengan Jenis

Pelayanan sebagai Pusat Pelayanan Tersier Pemerintahan dan

Perkebunan,

2. Menurut sistem Kawasan Andalan, Kota Tidore adalah salah satu bagian

dari Kawasan Andalan yang terdiri dari Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi,

Weda dan sekitarnya. Dengan sektor unggulan adalah perkebunan,

perikanan laut, industri, pertambangan dan pariwisata,

3. Menurut sistem Kawasan Andalan Laut Halmahera dan sekitarnya, Kota

Tidore berbatasan dan berhubungan erat serta merupakan bagian dari

sistem tersebut,

4. Menurut Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku, strategi pengembangan

Kota Tidore diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai Pusat

Pertumbuhan Wilayah Propinsi yang berorientasi pada kegiatan

pelayanan sentra pengolahan hasil perkebunan, terutama tanaman

tahunan.

4.5.3 Isu Strategis Kota Tidore Kepulauan

Isu strategis jangka pendek Kota Tidore Kepulauan

1. Kualitas SDM yang Relatif Masih Rendah

Sumber daya manusia Kota Tidore Kepulauan mempunyai kuantitas yang

potensial menjadi tenaga kerja. Namun kualitas sumber daya manusia

Kota Tidore Kepulauan relatif masih rendah untuk pengembangan

integrated farming dan integrated tourism. Integrated farming

membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni untuk pengolahan

sumber daya alam yang melimpah dari hulu sampai hilir, sedangkan

Page 374: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-32

integrated tourism membutuhkan sumber daya manusia yang

berketerampilan dalam membuka peluang-peluang usaha.

2. Besarnya Kawasan Lindung

Kota Tidore Kepulauan memiliki kawasan lindung yang cukup luas karena

keberadaan Kota Tidore Kepulauan yang cukup unik yang mempunyai

pegunungan dan pantai dengan jarak yang dekat. Keberadaan kawasan

lindung harus mendapatkan perhatian utama dalam rencana pola ruang

karena kawasan lindung pada dasarnya untuk melindungi kegiatan

masyarakat dan daerah hunian. Beberapa wilayah kawasan lindung telah

digunakan untuk daerah bermukim. Penanganan yang dibutuhkan

adalah menjadikan wilayah tersebut berstatus quo yang tidak

diperbolehkan dikembangkan lagi.

3. Infrastruktur yang Belum Mencukupi

Kota Tidore Kepulauan telah memiliki kelengkapan sarana prasarana

penunjang kegiatan. Namun ketersediaan infrastruktur tersebut tidak

menjangkau wilayah Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan dan

belum mengakomodasi kegiatan utama pertanian-perkebuanan,

pariwisata bahari, perikanan, jasa dan perdagangan. Sarana-prasarana

untuk menunjang kegiatan utama ini yang harus didahulukan dalam

pembangunan.

4. Adanya wilayah di Kota Tidore Kepulauan yang Menjadi Ibukota Provinsi

(Kota Sofifi)

Ibukota provinsi yang direncanakan dipindahkan dari Ternate ke Kota

Sofifi mempengaruhi konstelasi tata ruang Kota Tidore Kepulauan. Pulau

Tidore sebagai daerah perkotaan dan ibukota perlu menyikapi agar terus

berkembang.

Isu strategis jangka panjang Kota Tidore Kepulauan

1. Perkembangan penduduk yang melampaui daya dukung di akhir tahun

perencanaan pada beberapa wilayah kecamatan

Pada akhir tahun perencanaan, diperkirakan perkembangan jumlah

penduduk akan melampaui daya dukung. Sehingga perlu penanganan

terhadap jumlah penduduk dan distribusi penduduk.

Page 375: Rtrw

Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IV-33

2. Implikasi pengembangan ekonomi utama di masa yang akan datang

mengingat lahan pertanian/perkebunan yang terbatas

Pengolahan lahan untuk area pertanian-perkebunan sangat terbatas jika

mengingat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan kegiatan

budidaya permukiman. Sehingga perlu dikembangkan perekonomian

dari sektor lainnya seperti perikanan, pariwisata, jasa dan perdagangan

yang dalam PDRB telah memberikan kontribusi yang cukup berarti.

Selain itu, pertanian-perkebunan tetap akan menjadi sektor basis

perekonomian karena sumberdaya manusia di Kota Tidore Kepulauan

masih lebih banyak terserap pada sektor tersebut.

3. Global Warming

Global warming atau pemanasan global adalah isu dunia dan harus

disikapi secara bijak. Global warming terjadi dikarenakan semakin

tingginya polusi udara dengan semakin banyaknya perkerasan pada

lahan budidaya tanpa memperhatikan kelangsungan hidup hayati. Kota

Tidore Kepulauan sebagai bagian dari penduduk dunia dan mempunyai

kawasan lindung yang cukup luas perlu menyikapi isu global warming

dengan merencanakan pada program pembangunan yang ramah

lingkungan dan menjaga keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya.

Page 376: Rtrw

Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal V-1

5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan

masalah yang ada merupakan hal yang penting. Identifikasi potensi dan masalah ini

merupakan modal untuk penyusunan konsep pengembangan. Setelah melihat pada

uraian fakta dan analisis, serta didukung oleh hasil survey primer, maka berikut ini

diuraikan mengenai potensi dan masalah yang ada di Kota Tidore Kepulauan.

5.1.1 Potensi

Tabel 5. 1 Potensi Kota Tidore Kepulauan

Bidang Potensi Fisik Tanah yang berkembang dari bahan volkanik di Tidore mempunyai

kesuburan tinggi

Tanah-tanah aluvial di Halmahera mempunyai potensi pengembangan pertanian dan permukiman

Sumberdaya tanaman perkebunan: pala, cengkeh, kelapa

Ketersediaan lahan sebagai habitat manusia masih tinggi

Kondisi fisik yang bergunung dan dekat dengan laut mempunyai daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebagai wisata agro dan wisata bahari

Kependudukan Jumlah penduduk yang cukup untuk menyediakan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan.

Adanya kemajuan dalam indeks pembangunan masyarakat memberikan gambaran keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kualitas masyarakat, sehingga dapat dijadikan indikasi bahwa masyarakat Kota Tidore Kepulauan mempunyai tingkat partisipasi yang baik dalam pembangunan

Banyaknya jumlah penduduk usia muda (jumlah penduduk usia produktif tinggi) berpotensi untuk mempermudah pemberdayaan masyarakat

Tingkat kesehatan yang semakin membaik

Keunikan budaya dan adat istiadat Tidore dibandingkan daerah Indonesia lainnya dan adanya lokasi bersejarah merupakan potensi untuk tujuan wisata budaya

Perekonomian Sektor perkebunan sebagai salah satu sektor pertanian potensi untuk investasi dan memberikan kontribusi terhadap PDRB daerah.

Semakin bertambahnya nilai PDRB dari sektor tersier yang menunjukkan perkembangan pada usaha perdagangan dan jasa.

Kota Tidore kepulauan mempunyai potensi pada bidang pariwisata sebagai penggerak perekonomian daerah di berbagai sektor

Bab V

POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK

PENGEMBANGAN WILAYAH

Page 377: Rtrw

Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal V-2

Bidang Potensi Perikanan Sumberdaya perikanan di WPP 6 (laut Seram dan teluk Tomini) tingkat

pemanfaatannya masih rendah

Pengembangan budidaya udang/bandeng (tambak udang)

Pengembangan budidaya ikan laut di beberapa lokasi yang mencapai 86 ha

Peternakan Sumber hijauan untuk pakan ternak tersedia

Sumberdaya manusia sudah mampu beternak, meski teknologinya sederhana

Populasi unggas dan kondisi alam cocok untuk pengembangan peternakan unggas

Sarana Prasarana Pembangunan infrastruktur yang massive di Sofifi akan menarik perkembangan daerah sekitarnya

Jumlah pelabuhan yang cukup banyak mampu melayani pergerakan antar pulau masyarakat

Kota Tidore Kepulauan mempunyai letak yang strategis dengan: P.Tidore dilalui oleh jalur lintas penyebrangan penghubung sabuk P.Halmahera dilalui oleh jaringan jalan lintas nasional sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pendorong pergerakan manusia, barang dan jasa intern Kota Tidore Kepulauan

Sarana pendidikan dan kesehatan cukup banyak dan mampu melayani wilayah Kota Tidore Kepulauan hingga proyeksi penduduk tahun 2030.

Sumber: Hasil Analisis Studio

5.1.2 Masalah

Tabel 5. 2 Permasalahan Kota Tidore Kepulauan

Bidang Masalah

Fisik Lahan didominasi lereng curam

Tanah dengan solum dangkal

Kapasitas tanah menyimpan air rendah, menyebabkan lingkungan lahan mudah mengalami kekeringan

Curah hujan tahunan relatif rendah

Bahaya erosi tinggi

Masih rendahnya budidaya tanaman pangan

Teknik konservasi tanah dan air masih rendah

Kependudukan Persebaran penduduk masih terpusat di P.Tidore

Angka partisipasi sekolah yang semakin menurun pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi

Keterampilan rendah (masyarakat tidak memiliki spesialisasi ketrampilan)

Etos kerja yang rendah dan cepat puas

Sumber pendapatan lebih mengandalkan sumberdaya alam (sektor informal/sektor primer) masih banyak yang bekerja sebagai petani perkebunan dan nelayan

Jumlah orang bekerja semakin kecil, semakin banyak pengangguran

Masih membutuhkan lapangan kerja

Perekonomian Masih rendahnya pengelolaan diberbagai sektor perekonomian baik pertanian, perkebunan, perikanan laut

Belum adanya pengolahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi (sektor hilir)

Usaha untuk menjadikan perkonomian daerah yang berdaya saing belum

Page 378: Rtrw

Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal V-3

Bidang Masalah

ada. Sehingga kurang menarik investor, perbankan dan lembaga keuangan .

Kurangnya melibatkan masyarakat dalam perekonomian daerah sehingga masih rendahnya lingkungan usaha produktif di Kota Tidore Kepulauan

Perikanan Belum adanya tata ruang pesisir, kelautan dan pulau-pulau kecil sebagainya diamanatkan UU No 27 tahun

Sumberdaya perikanan tangkap di lautan Kota Tidore Kepulauan telah melampaui titik optimal (104,06%)

Sarana dan prasarana penangkapan ikan yang belum memadai baik dalam kuantitas maupun kualitasnya.

Kemampuan sumberdaya manusia perikanan yang masih rendah khususnya dalam bidang budidaya perikanan baik tawar, payau maupun laut

Jaringan pasar ikan yang belum kondusif

Peternakan Untuk peternakan unggas khususnya ras, permasalahan utama adalah bibit, dan pakan

Sumberdaya manusia terbatas untuk penggunaan teknologi tinggi

Sarana Prasarana Secara umum prasarana kota di Tidore Kepulauan masih sangat minim.

Prasarana jalan masih membutuhkan perbaikan dan penambahan panjang jalan sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Prasarana Telekomunikasi masih memerlukan pembenahan dan penambahan layanan.

Prasarana listrik masih kurang memadai terutama untuk wilayah yang berada di bagian Pulau Halmahera dan pulau – pulau kecil di Wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Prasarana persampahan belum mendapat banyak perhatian. Mungkin dikarenakan masyarakat masih banyak mengubur sampah di halaman belakang rumah masing –masing.

Prasarana air bersih masih sangat kurang. Hingga saat ini jaringan air bersih baru menjangkau sebagian daerah Pulau Tidore.

Biaya transportasi masih relatif mahal sehingga mempersulit pergerakan manusia dan barang

Sumber: Hasil Analisis Studio

5.2 Prospek Pengembangan

Prospek pengembangan di Kota Tidore Kepulauan tidak dapat terlepas dari

potensi dan masalah yang ada. Potensi baik dari segi fisik, kependudukan, ekonomi,

perikanan, peternakan dan perkebunan kesemuanya membentuk suatu kesatuan yang

dapat memajukan Kota Tidore Kepulauan.

Dari hasil survey dan analisis yang telah dilakukan diketemukan bahwa

sumbangan terbesar PDRB berasal dari sektor pertanian terutama sektor perkebunan.

Komoditas perkebunan utama adalah cengkeh dan pala. Sedangkan untuk perikanan

yang berkembang adalah perikanan tangkap mengingat wilayah laut WPP 6 masih dalam

kondisi under fishing. Sumbangan terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan yang cukup

Page 379: Rtrw

Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal V-4

besar juga didapat dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan besar yang

semakin meningkat. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa Kota Tidore Kepulauan

mengalami perkembangan dalam sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Potensi fisik dan alam di Kota Tidore Kepulauan memberikan banyak nilai yang

dapat dikembangkan antara lain sektor primer pertanian-perkebunan, keindahan alam

dan keberagaman budaya serta peninggalan sejarah merupakan potensi untuk lebih

meningkatkan kegiatan perdagangan, hotel dan restoran serta jasa sebagai sektor

tersier. Selain itu, sumber daya alam yang melimpah baik dari perkebunan, perikanan

dan peternakan apabila diperkuat maka akan mendorong tumbuhnya industri

pengolahan yang mendukung sektor primer. Sehingga penggerak perekonomian Kota

Tidore Kepulauan yang akan merangsang kestabilan sektor primer dan memacu sektor

sekunder dan tersier adalah sektor pariwisata. Dengan demikian dapat diambil

kesimpulan prospek pengembangan Kota Tidore Kepulauan ditunjang oleh tiga sektor

yaitu:

- Pariwisata

- Pertanian - perkebunan

- Perdagangan, jasa dan industri

Page 380: Rtrw

Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal V-5

SWOT

Tabel 5. 3 Matriks SWOT Kota Tidore Kepulauan

INTERNAL

EKSTERNAL

STRENGTH

WEAKNESS

Potensi wisata bahari

Potensi wisata sejarah

Potensi wisata budaya

Kesuburan tanah

Ketersediaan lahan

Ketersediaan tenaga kerja

Ketersediaan pelabuhan

Ketersediaan sarana pendidikan

Sumber daya perikanan yang besar

Persebaran penduduk yang tidak merata

Prasarana listrik dan komunikasi yang belum memadai

Kualitas prasarana jalan yang masih rendah.

OP

OR

TU

NIT

Y

Pengembangan Sofifi sebagai ibu kota Provinsi

Kedekatan dengan Kota Ternate

Adanya jalur Trans Halmahera

Pengembangan pariwisata di Pulau tidore dan sekitarnya

Pengembangan industri agro di wilayah Tidore yang berada di Pulau halmahera

Pengembangan pelabuhan

Pengembangan perkebunan dan perikanan

Mengembangkan potensi urban farming pada wilayah P. Tidore dan mengembangkan perkebunan rempah – rempah pada wilayah P. Halmahera

Meningkatkan hubungan dengan bandara di P. Ternate untuk mendukung pergerakan barang dan jasa

Pembangunan sarana dan prasarana transportasi, listrik, dan telekomunikasi.

Pembentukan pusat-pusat pelayanan kegiatan di kawasan selatan Kota Tidore Kepulauan

Pengembangan transportasi laut

Page 381: Rtrw

Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal V-6

INTERNAL

EKSTERNAL

STRENGTH

WEAKNESS

Potensi wisata bahari

Potensi wisata sejarah

Potensi wisata budaya

Kesuburan tanah

Ketersediaan lahan

Ketersediaan tenaga kerja

Ketersediaan pelabuhan

Ketersediaan sarana pendidikan

Sumber daya perikanan yang besar

Persebaran penduduk yang tidak merata

Prasarana listrik dan komunikasi yang belum memadai

Kualitas prasarana jalan yang masih rendah.

THR

EAT

Kerawanan bencana gempa bumi

Kerawanan bencana tsunami

Kerawanan bencana gunung api

Kerawanan bencana banjir

Kerawanan bencana

Curah hujan yang rendah

Lahan curam

Ancaman Erosi

Penyediaan ruang dan jalur evakuasi.

Perbaikan manajemen bencana.

Peningkatan kesadaran bencana pada mayarakat.

Pembuatan aturan ketat bagi kawasan rawan bencana.

Peningkatan kerjasama dengan

Prioritas pembangunan sarana dan prasarana yang terintegrasi dengan manajemen bencana

Peningkatan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi.

Peningkatan partsipasi masyarakat untuk mempercepat proses pembangunan.

Sumber: Hasil Analisis Studio

Page 382: Rtrw

Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal V-7

Hasil analisis SWOT berupa strategi utama tersebut dapat digambarkan dalam bagan

berikut ini:

Gambar 5. 1 Analisis SWOT dan Strategi Utama

Sumber: Hasil Analisis Tim

Bagan tersebut menegaskan hasil analisis SWOT bahwa kekuatan yang dimiliki oleh Kota

Tidore Kepulauan berasal dari sektor bahari dengan peluang kondisi fisik lingkungan yang

masih alami dan belum dimanfaatkan secara optimum disikapi dengan menjadikan wisata

bahari (pariwisata) sebagai prime mover perekonomian. Sumber daya manusia dan

infrastruktur di Kota Tidore Kepulauan merupakan kelemahan yang kritis dengan peluang

kondisi fisik lingkungan yang masih alami dan belum dimanfaatkan secara optimum disikapi

dengan strategi pengembangan perikanan laut dan industri agro. Ancaman lingkungan yang

kritis berupa rawan bencana dan perlindungan kawasan lindung disikapi dengan strategi

pemantapan pertanian secara luas yaitu pemantapan sektor perikanan, perkebunan dan

peternakan sebagai sektor basis perekonomian. Kondisi fisik lingkungan yang masih alami

dan belum dimanfaatkan secara optimum namun berada pada area rawan bencana dan

kawasan lindung disikapi dengan strategi perlindungan daerah konservasi. Kebijakan untuk

daerah konservasi antara lain dengan melakukan tindakan konservasi pada daerah yang

dilindungi untuk tetap bertahan dalam luasan dan fungsinya serta tindakan regenerasi untuk

daerah yang rusak seperti kawasan hutan bakau. Gambaran penyelesaian permasalahan dari

hasil analisa SWOT tersebut diharapkan dapat dikembangkan menjadi konsep-konsep

pengembangan Kota Tidore Kepulauan yang diturunkan menjadi perencanaan tata ruang

kota (struktur dan pola ruang), arahan pengembangan dan indikasi program.

Page 383: Rtrw

Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VI-1

6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

“Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Kepulauan sebagai kota bahari yang nyaman, aman, produktif, dan berkelanjutan

dengan didukung oleh kegiatan pertanian-perkebunan dan pariwisata yang maju dan

mandiri serta mampu mempertahankan nilai-nilai kebudayaan dan fungsi ekologis

serta memperhatikan aspek kebencanaan”

Tujuan ini diharapkan mampu menjadi grand scenario bagi pengembangan

tata ruang wilayah secara spasial maupun sektoral. Sehingga tujuan tersebut

dapat diturunkan sebagai berikut :

1) Terjaganya kawasan dengan fungsi lindung sehingga dapat menjaga

kondisi alamiah yang terdapat di Kota Tidore Kepulauan.

2) Memanfaatkan ruang untuk pengembangan secara optimal dengan

tetap memperhatikan fungsi-fungsi ekologis.

3) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang mendukung kegiatan

pariwisata, perikanan dan kegiatan pertanian perkebunan yang

berprestasi, inovatif, mandiri dan sadar budaya

4) Mendorong kegiatan ekonomi masyarakat setempat dalam kerangka

pengembangan budidaya pertanian perkebunan, perikanan dan

pariwisata

5) Mendorong kegiatan pariwisata terutama pariwisata bahari dan

pariwisata budaya dengan pengembangan integrated tourism

development untuk seluruh potensi wisata baik bahari, agro, alam dan

budaya

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENATAAN RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

Page 384: Rtrw

Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VI-2

6) Mendorong kegiatan perikanan tangkap dan budidaya agar menjadi

keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan wilayah

lainnya

7) Mendorong kegiatan pertanian perkebunan khususnya kelapa dan kakao

agar menjadi keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan

wilayah lainnya

8) Meningkatkan akses masyarakat kepada sarana-prasarana umum dan

sosial

9) Meningkatkan aksesibilitas Kota Tidore Kepulauan terhadap lingkungan

nasional dan regional

10) Mengembangkan sistem interaksi ruang antar wilayah, terutama

pengembangan jaringan transportasi menuju kawasan-kawasan kegiatan

yang potensial.

11) Menyamaratakan pembangunan terutama pada wilayah yang masih

tertinggal demi terciptanya masyarakat Tidore Kepulauan yang sejahtera

12) Terwujudnya pembangunan yang memperhatikan aspek kebencanaan

sehingga tercipta Kota Tidore Kepulauan yang tanggap bencana baik

gempa, tsunami, banjir maupun longsor.

Dengan mengacu pada pemahaman kedua penetapan di atas dan memperhatikan

potensi, masalah dan keterbatasan serta visi Kota Tidore Kepulauan adalah:

a. Visi Pengembangan

Visi pengembangan wilayah Kota Tidore Kepulauan adalah:

“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan

Berkeadaban”

b. Misi Pengembangan

Mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan kehidupan yang

damai

Page 385: Rtrw

Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VI-3

Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis,

memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan

sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.

Mewujudkan perekonomian daerah yang tangguh dan berdaya saing

Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama

dari usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong

peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulaluan.

Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan demokratis

Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya

penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang

didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh

masyarakat.

Mewujudkan masyarakat beradapan

Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se

atorang’ sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh

destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti

semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan (fomaku

gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati

(fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang

lebih terbuka.

6.1.1 Kebijakan Penataan Ruang

Kebijakan penataan ruang wilayah terdiri atas:

a. pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan berskala regional;

b. peningkatan aksesibilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala lokal dan

regional;

c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana umum skala

lokal dan regional;

d. pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang terbuka hijau;

Page 386: Rtrw

Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VI-4

e. pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian lingkungan

hidup;

f. perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang optimal dan efisien;

g. pengembangan kawasan strategis perspektif ekonomi; sosial budaya; serta fungsi

dan daya dukung lingkungan hidup.

6.1.2 Strategi Penataan Ruang

(1) Strategi pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan berskala

regional meliputi :

a. menetapkan hierarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang;

b. mengembangkan aksesibilitas transportasi darat ke bandar udara;

c. mengembangkan pusat perdagangan dan jasa berskala regional;

d. mengembangkan kegiatan pendidikan dan pelatihan secara regional; dan

e. mengembangkan kegiatan wisata alam dan wisata budaya.

(2) Strategi peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala lokal

dan regional meliputi :

a. meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang mendorong interaksi kegiatan antar

pusat pelayanan kegiatan kota;

b. mengembangkan jalan lingkar dalam (inner ring road) dan jalan lingkar luar

(outer ring road);

c. meningkatkan pelayanan moda transportasi untuk mendukung tumbuh dan

berkembangnya pusat pelayanan kegiatan kota secara terintegrasi; dan

d. mengembangkan terminal angkutan umum regional dan terminal angkutan

umum dalam kota.

(3) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana

umum skala lokal dan regional meliputi :

a. mendistribusikan sarana lingkungan di setiap pusat kegiatan sesuai fungsi

kawasan dan hierarki pelayanan;

b. mengembangkan sistem prasarana energi;

c. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;

d. mengembangkan prasarana sumber daya air;

e. meningkatkan sistem pengelolaan persampahan;

Page 387: Rtrw

Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VI-5

f. meningkatkan jangkauan pelayanan air bersih;

g. meningkatkan prasarana pengelolaan air limbah; dan

h. mengembangkan sistem prasarana drainase secara terpadu.

(4) Strategi pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang terbuka

hijau meliputi :

a. mengembangkan kerjasama antar wilayah perbatasan dalam mempertahankan

fungsi lindung;

b. mempertahankan dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung sesuai

dengan kondisi ekosistemnya;

c. melestarikan daerah resapan air untuk menjaga ketersediaan sumber daya air;

d. mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sempadan mata air yang dapat

mengganggu kualitas air, kondisi fisik dan mengurangi kuantitas debit air;

e. mengelola dan melestarikan sumberdaya hutan melalui kegiatan penanaman

kembali hutan yang gundul dan menjaga hutan dari pembalakan liar;

f. mengamankan benda cagar budaya dengan melindungi tempat serta ruang di

sekitar bangunan bernilai sejarah;

g. menetapkan daerah evakuasi bencana; dan

h. mewujudkan jalur evakuasi bencana secara terpadu dengan wilayah yang

berbatasan.

i. mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang ada;

j. mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi

k. meningkatan dan menyediakan ruang terbuka hijau 30% secara proporsional di

seluruh wilayah Kota.

(5) Strategi pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian

lingkungan hidup meliputi :

a. mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan agar tetap terjadi

keseimbangan perkembangan antar wilayah;

b. mengendalikan kegiatan pertanian pada kawasan yang seharusnya berfungsi

lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan;

c. mengembangkan dan memanfaatkan kawasan hutan produksi pola partisipasi

masyarakat dengan pertanian konservasi; dan

Page 388: Rtrw

Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VI-6

d. mengendalikan perluasan pertanian pada kawasan rawan bencana dan kawasan

yang seharusnya berfungsi lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan.

(6) Strategi Perwujudan pengembangan kegiatan budidaya yang optimal dan efisien

meliputi :

a. menetapkan kawasan budidaya sesuai daya dukung dan daya tampung

lingkungan;

b. mendorong pengembangan kawasan budidaya secara vertikal di kawasan

kepadatan tinggi;

c. mengembangkan wilayah tanaman holtikultura sesuai dengan potensi dan

kesesuaian lahan secara optimal; dan

d. memperhatikan keterpaduan antar kegiatan budidaya.

(7) Strategi Kebijakan penetapan kawasan strategis kota meliputi kawasan strategis

lingkungan hidup, kawasan strategis sosial budaya, kawasan strategis ekonomi, dan

kawasan strategis wisata.

Page 389: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-1

7.1 Penetapan Kawasan Perkotaan dan Kawasaan Pedesaan Kondisi wilayah Kota Tidore Kepulauan yang dipisahkan oleh selat menjadikan

wilayah tersebut mempunyai perbedaan karakteristik wilayah. Pulau Tidore lebih

memiliki karakteristik wilayah perkotaan sedangkan wilayah di Pulau Halmahera lebih

berkarakteristik pedesaan. Dengan konsep pengembangan struktur ruang wilayah multi

nukleus, Kota Tidore Kepulauan direncanakan mempunyai pusat-pusat aktivitas yang

terdapat di satuan wilayah masing-masing. Diharapkan terdapat perkembangan pada

Kota Tidore Kepulauan dengan berkembangnya wilayah perkotaan. Penetapan wilayah

perkotaan dan pedesaan di Kota Tidore Kepulauan dilakukan berdasarkan:

1. Kondisi wilayah eksisting

2. Kecenderungan perkembangan penduduk untuk tahun perencanaan

3. Konsep pengembangan wilayah

4. Konsep pengembangan penduduk

5. Konsep pengembangan sarana dan prasarana

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,

pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan

ekonomi. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

pertanian (kegiatan pertanian, kegiatan penunjang pertanian, dan kegiatan pengolahan

produk pertanian), termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan dapat berupa satu atau

beberapa desa/kelurahan pada satu kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan

perkotaan dengan kedudukan sebagai ibukota kecamatan dan area di luar ibukota

kecamatan dimaksud adalah sebagai kawasan perdesaan.

Sehingga Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi kawasan perkotaan dan kawasan

perdesaan dengan ketetapan:

Bab VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

Page 390: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-2

1. Pulau Tidore merupakan 100% wilayah perkotaan

2. Wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian pulau Halmahera yang merupakan

wilayah perkotaan sebesar 40% dan 60% termasuk kawasan pedesaan.

Penetapan tersebut mempengaruhi pada rencana arahan pengembangan dan distribusi

penduduk.

Tabel 7. 1 Rencana Pembagian Jumlah Penduduk di Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk

Jumlah Penduduk Perkotaan

Jumlah Penduduk

Desa

1 Tidore 30.625 30.625 0

2 Tidore Selatan 25.005 25.005 0

3 Tidore Utara 23.021 23.021 0

4 Tidore Timur 11.244 11.244 0

5 Oba 14.755 5.902 8.853

6 Oba Utara 29.480 11.792 17.688

7 Oba Selatan 7.339 2.936 4.404

8 Oba Tengah 8.892 3.557 5.335

Sumber: Hasil Analisis Studio

Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk

Kondisi demografi di Kota Tidore Kepulauan secara umum mempunyai jumlah

penduduk sebesar 91.930 jiwa pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk terbanyak di

Kecamatan Tidore sebesar 20.789 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di

Kecamatan Oba Selatan sebesar 5.009 jiwa. Pertumbuhan penduduk rata-rata Kota

Tidore Kepulauan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 sebesar 2,17%.

Pertambahan jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan lebih dikarenakan faktor alami

yaitu kelahiran. Dengan jumlah penduduk usia muda lebih banyak dari pada jumlah

penduduk usia tua, Kota Tidore Kepulauan lebih banyak mempunyai penduduk usia

produktif. Penduduk yang produktif bekerja lebih banyak dibandingkan dengan jumlah

penduduk pengangguran. Pencari kerja dan pekerja lebih banyak laki-laki dibandingkan

perempuan. Namun dari kondisi perbandingan jenis kelamin, didapatkan

kecenderungan jumlah laki-laki yang semakin menurun dengan kemungkinan bahwa

penduduk laki-laki melakukan migrasi untuk mencari kerja.

Dinamika penduduk tersebut menjadi landasan perkiraan jumlah penduduk

pada tahun perencanaan. Jumlah penduduk selama tahun perencanaan terhitung April

Page 391: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-3

2010 – Maret 2030 direncanakan mengalami perkembangan alami. Khusus untuk Oba

Utara yang di dalamnya terdapat Kota Sofifi direncanakan pertumbuhan penduduknya

dua kali lebih dari pertumbuhan tertinggi di Kota Tidore Kepulauan. Pertumbuhan

penduduk sebanyak dua kali lebih besar didasari perencanaan bahwa Kota Sofifi akan

menjadi ibukota provinsi dengan fenomena perpindahan penduduk yang tinggi. Tahun

2015 rencana jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan sebesar 106.926 jiwa dan tahun

2030 direncanakan jumlah penduduk bertambah menjadi 150.360 jiwa. Rencana

pertumbuhan penduduk rata-rata diperkirakan sebesar 1,99%. Perkiraan distribusi

penduduk lebih banyak tersebar di Pulau Tidore khususnya Kecamatan Tidore.

Kepadatan tertinggi diperkirakan berada di Kecamatan Tidore dan kepadatan terendah

di Kecamatan Oba Tengah. Dengan proyeksi jumlah penduduk tersebut maka perkiraan

luas lahan untuk permukiman terbanyak di Kecamatan Tidore Kepulauan. Kondisi

tersebut dapat dikatakan sebagai ketidakmerataan jumlah penduduk di Kota Tidore

Kepulauan.

Tabel 7. 2 Rencana Jumlah Penduduk Tahun 2015 dan 2030 (Jiwa)

No. Kecamatan Rencana Jumlah Penduduk

2015 2030

1 Tidore 23.516 30.625

2 Tidore Selatan 17.714 25.005

3 Tidore Utara 18.104 23.021

4 Tidore Timur 8.634 11.244

5 Oba 11.371 14.755

6 Oba Utara 14.795 29.480

7 Oba Selatan 5.656 7.339

8 Oba Tengah 7.135 8.892

Kota Tidore Kepulauan 106.926 150.360

Sumber: Hasil Analisis Studio

Ketidakmerataan jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan dikarenakan

adanya ketidakmerataan fasilitas pelayanan dan lokasi yang dipisahkan oleh laut

sedangkan jalan darat tidak dapat mengakomodasi secara maksimal. Ketidakmerataan

jumlah penduduk juga menyebabkan perbedaan terhadap perkembangan wilayah.

Sehingga dengan tujuan agar tercipta pemerataan pembangunan maka perlu adanya

arahan pengembangan dan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan.

Dengan tujuan pengembangan perencanaan yaitu menyamaratakan

pembangunan terutama di daerah tertinggal, maka strategi pengembangan penduduk

Page 392: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-4

dilakukan pada upaya pemerataan distribusi penduduk. Dalam pengembangannya,

distribusi penduduk di wilayah perencanaan diarahkan untuk menempati peruntukan

kawasan permukiman. Hal ini untuk menjaga optimalisasi pemanfaatan lahan dengan

mengalokasikan distribusi penduduk pada permukiman dan menghambat pertumbuhan

permukiman pada kawasan lindung dan rawan bencana. Skenario dan arahan

pengembangan distribusi penduduk bertujuan untuk mencapai pembangunan wilayah

yang merata dan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Untuk itu, pengembangan

distribusi jumlah penduduk memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek lingkungan

dan arahan pengembangan wilayah.

Arahan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan antara lain adalah sebagai berikut:

Pusat-pusat kegiatan dan pusat kegiatan baru diarahkan mempunyai kepadatan

penduduk tinggi.

Pusat kegiatan yang telah berkembang menjadi area terbangun diupayakan

mempunyai kepadatan penduduk sedang.

Kawasan-kawasan rentan bencana geologi diupayakan memiliki kepadatan

penduduk rendah.

Secara umum, terdapat tiga tindakan yang dilakukan terkait dengan rencana

distribusi penduduk, yaitu:

Menghambat Laju Pertumbuhan Penduduk

Langkah ini dilakukan di kawasan permukiman dengan resiko bencana geologi

tinggi dan kawasan lindung, seperti di bagian pulau Tidore yang rawan bencana

gunung api. Tindakan menghambat laju distribusi penduduk di kawasan ini

antara lain dilakukan dengan pembatasan pengembangan permukiman di lokasi

tersebut dan tidak mengembangkan fasilitas pelayanan pada daerah tersebut.

Mengontrol Perkembangan Distribusi Penduduk

Definisi mengontrol distribusi penduduk di sini adalah dengan membatasi

perkembangan penduduk, khususnya terkait dengan pertumbuhan lahan

permukiman pada peruntukkan permukiman di wilayah terkait. Hal ini untuk

memastikan pertumbuhan penduduk yang ada tidak menimbulkan efek negatif

minimal bagi wilayah perencanaan. Langkah ini banyak dilakukan di bagian

perkotaan khususnya pulau Tidore. Upaya ini dilakukan pada beberapa daerah

pengembangan dengan kepadatan penduduk tinggi. Sehingga wilayah

Page 393: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-5

permukiman menjadi kompak, mengumpul dan tidak menyebar di peruntukan

lahan hutan lindung.

Memacu Pertumbuhan Penduduk

Langkah memacu pertumbuhan penduduk dilakukan di kawasan dengan kriteria

jumah penduduk sedikit dan ketersediaan lahan kosong masih luas. Penerapan

langkah ini dapat dilakukan dengan upaya merangsang kawasan terkait agar

lebih sesuai bagi peruntukkan perkotaan, baik dengan rekayasa teknologi,

maupun dengan tindakan insentif dan disinsentif oleh pemerintah. Langkah ini

diterapkan pada wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian pulau Halmahera antara

lain: Kota Sofifi, pusat pengembangan kegiatan lokal di Gita-Payahe dan ibukota-

ibukota Kecamatan Loleo-Akelamo dan Lifofa.

Dalam implementasinya, pengembangan distribusi penduduk ini juga harus

disertai dengan pengembangan sarana prasarana pendukung, khususnya fasilitas

pendukung permukiman untuk memacu tumbuhnya permukiman di beberapa lokasi

yang dipacu untuk memiliki laju pertumbuhan penduduk pesat.

Gambar 7. 1 Skema Rencana Skenario Distribusi Penduduk

Page 394: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-6

Perhitungan distribusi penduduk optimum disesuaikan dengan skenario

distribusi penduduk. Hasil perhitungan distribusi penduduk optimum sesuai dnegan

skenario dapat diketahui bahwa penduduk Kota Tidore Kepulauan terdistribusi ke Kota

Sofifi dan Oba Utara sebanyak 27,05%. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk hasil

rencana, maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang direncanakan di Kota

Sofifi masih dapat ditampung karena jumlah penduduk optimum tahun 2030

diperkirakan sebesar 32.323 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk rencana Pulau Tidore

melebihi jumlah penduduk optimum. Sehingga dalam perencanaan distribusi penduduk

dapat diarahkan ke wilayah Kota Tidore Kepulauan di Pulau Halmahera.

Tabel 7. 3 Distribusi Tahun 2008 dan Distribusi Penduduk - Kepadatan Optimum Tahun 2030

No. Kecamatan Distribusi Penduduk 2008 (%)

Distribusi Penduduk 2030 (%)

Kepadatan Optimum

2030 Keterangan

1 Tidore 22,61 7,64 Tinggi

28,29 – 52,55 jiwa/Ha = Kepadatan Rendah 52,56 – 75,82 jiwa/Ha = Kepadatan Sedang 75,83 – 99,19 jiwa/Ha = Kepadatan Tinggi

2 Tidore Selatan 16,41 12,23 Rendah

3 Tidore Utara 17,60 17,24 Rendah

4 Tidore Timur 8,30 3,07 Tinggi

5 Oba 10,95 10,51 Rendah

6 Oba Utara 11,67 27,05 Rendah

Oba Selatan 5,45 8,43 Rendah

8 Oba Tengah 7,00 13,82 Rendah

100,00 100,00

Sumber: Hasil Analisis Studio

Tabel 7. 4 Perbandingan Jumlah Penduduk Rencana dengan Jumlah Penduduk Optimum Th 2030

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk Rencana

2030 (Jiwa)

Jumlah Penduduk Optimum

2030 (Jiwa)

Verifikasi

1 Tidore 30.625 9.129 Melebihi jumlah penduduk optimum

2 Tidore Selatan 25.005 14.621 Melebihi jumlah penduduk optimum

3 Tidore Utara 23.021 20.606 Melebihi jumlah penduduk optimum

4 Tidore Timur 11.244 3.671 Melebihi jumlah penduduk optimum

5 Oba 14.755 12.565 Melebihi jumlah penduduk optimum

6 Oba Utara 29.480 32.323 Belum melebihi jumlah penduduk optimum

7 Oba Selatan 7.339 10.075 Belum melebihi jumlah penduduk optimum

8 Oba Tengah 8.892 16.521 Belum melebihi jumlah penduduk optimum

Kota Tidore Kepulauan 150.360 119.511

Sumber: Hasil Analisis Studio

Page 395: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-7

Untuk mencapai tujuan pemerataan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan,

maka dilakukan beberapa upaya berikut ini:

Pembatasan KDB dan ketinggian bangunan di kawasan padat perkotaan Pulau

Tidore yang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan bangunan agar menjadi

kota sehat.

Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang relatif lebih tinggi di Pulau Tidore

untuk menghambat laju permukiman di kawasan tersebut.

Menerapkan PBB yang relatif rendah pada beberapa tahun awal pembangunan

untuk memacu pertumbuhan kawasan di pusat-pusat layanan kegiatan baru dan

di kawasan yang telah ditetapkan dalam rencana penataan ruang sebagai blok

pertumbuhan maupun blok permukiman yang kondisinya masih tertinggal untuk

memacu pertumbuhan blok terkait.

Pada daerah yang ditetapkan sebagai pusat layanan kegiatan berskala

kecamatan diberikan kemudahan ijin dan administrasi sebagai pemacu

pertumbuhan di kawasan tersebut.

Pada kawasan rawan bencana, tidak diberikan ijin bagi pengembangan

permukiman yang kurang sesuai dengan standar bangunan anti gempa dan

memiliki KDB maupun KLB tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Tidak diberikan ijin pembangunan kompleks permukiman baru oleh

pengembang bagi kawasan yang perlu dihambat pertumbuhan penduduknya.

Peningkatan layanan sarana prasarana dan angkutan umum untuk mendorong

tumbuhnya wilayah pinggiran agar sesuai dengan arahan penataan ruang

Page 396: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-8

Peta 7. 1 Rencana Kepadatan Penduduk Optimum

Gambar 7.1. Peta Rencana Kepadatan Penduduk Optimum

Page 397: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-9

Gambar 7.2. Peta Rencana Distribusi Penduduk

Page 398: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-10

7.2 Rencana Sistem Pedesaan Pengembangan sistem kegiatan pembangunan adalah arahan pembangunan

yang harus memperhatikan arahan pengembangan kawasan budidaya dan kawasan

prioritas pada wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem permukiman perkotaan dan

perdesaan, maka sistem kegiatan pembangunan harus mampu mengupayakan cara-cara

keterpaduan berbagai instrumen yang ada, sehingga pengembangan sistem

permukiman dapat dilaksanakan.

Pengembangan ini meliputi antara lain :

Pengembangan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan yang

dilaksanakan secara serasi dan saling mendukung dengan memperkuat interaksi

antar dua wilayah.

Pengembangan sistem permukiman yang diarahkan untuk menunjang kegiatan

perekonomian, dan sektor-sektor produksi yang didukung oleh pola jaringan

transportasi dan jaringan prasarana wilayah lainnya.

Pengembangan pusat-pusat permukiman perdesaan yang disusun terkait

dengan pusat permukiman perkotaan yang melayaninya, sehingga secara

keseluruhan, pusat-pusat permukiman saling terkait, berjenjang dan dapat

menguatkan perkembangan kota dan desa yang serasi.

Peningkatan fasilitas pelayanan perkotaan yang sesuai dengan fungsi kota dan

hierarki kota.

Rencana pengembangan infrastruktur jaringan jalan sebagai penghubung antara

satu pusat permukiman dengan pusat permukiman lainnya

Pembangunan permukiman yang diarahkan untuk meningkatkan infrastruktur

lingkungan permukiman yang meliputi sistem drainasi, suplai air bersih,

pembuangan limbah.

Untuk rencana pengembangan kawasan perkotaan dan pedesaan Kota Tidore

Kepulauan, dapat dilihat pada Peta 7.3

Page 399: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-11

Gambar 7.3. Peta Rencana Perkotaan dan Perdesaan

Page 400: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-12

7.3 Rencana Sistem Kota-kota Tidore Kepulauan 7.3.1 Konsep Pengembangan Pusat Pelayanan

Rencana sistem pusat pelayanan kegiatan disusun untuk mencapai efisiensi dan

efektifitas pelayanan dalam wilayah Kota Tidore Kepulauan. Rencana sistem pusat

pelayanan juga disusun untuk memudahkan pencapaian masyarakat pada pusat

pelayanan. Untuk itu, beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan

rencana sistem pusat pelayanan antara lain adalah sebagai berikut:

Struktur pelayanan wilayah Kota Tidore Kepulauan disusun dengan

berjenjang berdasarkan hierarkhinya, yaitu pusat pelayanan regional (Pusat

Pusat Kegiatan Wilayah), Pelayanan Kota sebagai pusat kegiatan lingkungan

wilayah, pusat kegiatan lokal (Sub Pusat Pelayanan Kota) dan pusat

pelayanan kecamatan (Pusat Pelayanan Lingkungan)

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dikonsentrasikan sebagai pusat kegiatan

regional.

Pusat Pelayanan Kota (PKK) dikonsentrasikan di pusat kota dengan tingkat

aksesibiitas yang sangat baik guna memudahkan pencapaian pelayanan

pusat regional terhadap wilayah Kota Tidore Kepulauan dan wilayah lain

disekitarnya sebagai daerah layanan pusat pelayanan ini. Wilayah lain

disekitarnya meliputi Ternate dan Tidore.

Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub-PPK) dikonsentrasikan di lokasi dengan

tingkat aksesibiitas yang baik guna memudahkan pencapaian pelayanan

pusat ini terhadap pusat pelayanan lain dibawahnya dan mendorong

pertumbuhan kawasan setempat.

Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) dengan tingkat pelayanan yang lebih

rendah disebarkan sesuai dengan kebutuhan penduduk untuk

memudahkan tingkat pencapaian masyarakat setempat terhadap pusat

pelayanan terdekat.

Terkait dengan peran dan posisi Kota Tidore Kepulauan dalam Provinsi Maluku

Utara dan keberadaan kota Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, maka terdapat

pusat pelayanan kegiatan dalam wilayah perencanaan dengan tingkat hierarki yang

berbeda. Berikut ini tabulasi hierarki pusat pelayanan dalam wilayah perencanaan:

Page 401: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-13

Tabel 7. 5 Rencana Hierarki, Pusat Pelayanan dan Skala Layanannya

Hierarki Pusat Pelayanan

Kegiatan Skala Pelayanan Wilayah Fungsi

I Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

Regional kelurahan Soasio,

Melayani seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten/Kota di sekitarnya yang masuk dalam satuan wilayah pengembangan yang sama, yaitu: Ternate dan Tidore

II Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Kota Kota Sofifi Melayani Kota dalam bidang pemerintahan, jasa dan perdagangan

III Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub-PPK)

Wilayah Kawasan

Soaso Akelamo Payahe Lifofa

Pusat kegiatan baru untuk melayani daerah Oba dan Oba Selatan dengan tujuan memajukan daerah selatan

IV Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)

Lokal Kecamatan

Semua ibukota kecamatan (Tomagoba, Gurabati, Rum, Tosa, Sofifi, Loleo, Payahe dan Lifofa)

Melayani wilayah kecamatan dan dibawahnya untuk kegiatan pemerintahan kecamatan, perdagangan dan jasa.

Sumber : Hasil Analisis Studio

Page 402: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-14

Gambar 7. 2 Skema Rencana Hierarki/Orde Sistem Kota-kota

Sumber: Hasil Analisis Tim

Page 403: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-15

Peta 7. 4 Rencana Hierarki

Page 404: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-16

7.3.2 Rencana Struktur Kota Tidore Kepulauan

Penetapan struktur pusat-pusat pelayanan di wilayah perencanaan dan Kota

Tidore Kepulauan secara luas didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain

sebagai berikut:

Pertimbangan Hierarki Sistem Kota-Kota.

Sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan telah melayani seluruh wilayah

Tidore Kepulauan. Antar wilayah di Kota Tidore Kepulauan juga sudah dilayani

oleh jalur transportasi darat dan laut. Permasalahan persebaran sarana

prasarana Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan adalah terdapat

perbedaan jumlah di Pulau Tidore dengan Pulau Halmahera. Sebaran sarana

prasarana di Kota Tidore Kepulauan lebih banyak di Pulau Tidore. Tujuan dari

pertimbangan potensi dan masalah sebaran sarana prasarana di Kota Tidore

Kepulauan dan distribusi penduduk adalah menenetukan hierarki sistem kota-

kota. Dengan pertimbangan hierarki sistem kota-kota sebagai acuan maka dapat

dikelompokkan pembagian wilayah.

Pertimbangan Kondisi Fisik dan Geografis Wilayah

Terkait dengan pengaruh kondisi fisik wilayah Kota Tidore Kepulauan terhadap

bentukan struktur ruang yang ada serta distribusi layanan sarana prasarana,

maka pengembangan struktur ruang maupun pembentukan BWK (Bagian

Wilayah Kota), juga harus memperhatikan aspek ini. Beberapa natural constrain,

seperti laut dan perbukitan, serta artificial constrain, seperti bangunan dan

infrastruktur perlu diperhatikan. Hal ini untuk memastikan bahwa adanya

kondisi fisik tersebut tidak menghambat aksesibilitas pusat pelayanan satu

menuju pusat pelayanan lainnya, maupun dari pusat pelayanan menuju

masyarakat.

Pertimbangan Fungsional dan Kesamaan Karakteristik Wilayah(Homogenitas

Wilayah)

Satuan wilayah pengembangan juga didasarkan atas kesamaan fungsi dan

karakter yang ada pada masing-masing wilayah desa dan aspek homogenitas

kesesuaian pemanfaatan ruang dan kemungkinan pengembangan, terutama

berkaitan denga rencana pengembangan pemanfaatan lahan.

Ganti yang baru

Page 405: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-17

Pertimbangan Lokasi Optimum Masa Depan dan Arahan Pengembangan

Wilayah

Penentuan lokasi optimum pada dasarnya mengacu pada konsep jarak dan

waktu tempuh terhadap pusat pelayanan sebagai variabel tingkat pencapaian

masyarakat. Dengan memperhatikan lokasi optimum dalam penetapan struktur

ruang, diharapkan tingkat pelayanan yang diberikan pada penduduk wilayah

Kota Tidore Kepulauan merata dalam suatu optimum-areal. Beberapa prinsip

yang diacu dalam penentuan lokasi optimum ini antara lain adalah:

o Agregat Distance Minimization: jarak total yang ditempuh oleh

masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan

kegiatan harus minimum

o Average Distance Minimization: jarak rata-rata yang ditempuh oleh

masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan

kegiatan harus minimum

o Minimization Distance Criterion: jarak terjauh yang ditempuh oleh

masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan

kegiatan harus minimum

o Equal Asignment Criterion: jumlah penduduk yang berada di sekitar

pusat pelayanan harus sama sehingga beban masing-masing pusat

pelayanan sama.

o Tracehold Constrain Criterion: jumlah penduduk di sekitar pusat

pelayanan lebih besar dari jumlah minimal yang dibutuhkan untuk

mendukung satu pusat pelayanan.

o Capacity Constrain Criterion: jumlah penduduk di sekitar pusat

pelayanan tidak melebihi nilai kapasitas maksimal pusat pelayanan.

o Accecibility Criterion: merupakan kriteria aksesibilitas yang diukur

melalui jarak antara supply center dan demand point.

Dengan mengacu pada beberapa pertimbangan yang telah dikemukakan, maka rencana

pengembangan struktur ruang di Kota Tidore Kepulauan antara lain dapat tergambar

melalui skema berikut:

Page 406: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-18

Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Pulau Tidore direncanakan sebagai pusat kegiatan wilayah dengan cakupan

wilayah pelayanan regional meliputi Kota Tidore Kepulauan, Ternate dan daerah

lainnya yang lebih dekat dengan Kota Tidore Kepulauan. Pulau Tidore sebagai

PKW karena merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi

sebagai: 1) simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN; 2) Pusat

kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa

kabupaten/kota; 3) Simpul transportasi yang melayani skala provisni atau

beberapa kabupaten/kota. Satu pulau Tidore merupakan satu PKW karena

kesamaan kondisi alam, terhubung dengan baik dalam jaringan transportasi

darat dan lebih bersifat urban dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap adalah salah satu pertimbangan bahwa

pulau Tidore sebagai pusat kegiatan wilayah yang melayani wilayah sendiri

maupun wilayah di luar Kota Tidore kepulauan. Pusat kegiatan wilayah ini lebih

berfungsi pada ketersediaan fasilitas pemerintahan kota, pusat perdagangan,

pusat pengembangan pendidikan, pusat wisata budaya dan sejarah, perantara

jalur perhubungan laut.

Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Pusat kegiatan lingkungan wilayah terletak di Kota Sofifi dengan pusat kawasan

di Sofifi. Pusat kegiatan lingkungan wilayah ini direncanakan mempunyai fungsi

layanan kota regional karena status Kota Sofifi yang telah direncanakan sebagai

ibukota Provinsi Maluku Utara. Sofifi mempunyai lokasi yang strategis karena

dilewati oleh jalur trans Halmahera dan mempunyai pelabuhan yang

menghubungkan dengan wilayah sekitar seperti Tidore dan Ternate. Sofifi

mempunyai fungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi, pusat perkantoran

regional provinsi, pusat pengembangan pendidikan tinggi, pusat perdagangan

dan jasa regional dan permukiman perkotaan. Pada masanya, dengan

perencanaan sebagai ibukota provinsi Kota Sofifi akan menjadi kota yang padat

sehingga Kota Sofifi termasuk hierarki I bersama dengan Pulau Tidore.

Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub - PPK)

Sub Pusat kegiatan lokal di Kota Tidore Kepulauan terletak di Gita-Payahe yang

direncanakan sebagai pusat kegiatan baru untuk layanan kecamatan dan

kecamatan lainnya. Kondisi fisik Payahe sebagai ibukota Kecamatan Oba telah

Page 407: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-19

berkembang menjadi permukiman lebih padat dibandingkan dengan kecamatan

Oba Selatan. Payahe mempunyai wilayah yang strategis dengan adanya dataran

yang landai dan dilewati oleh jalur trans Halmahera yang menghubungkan

antara Kota Tidore Kepulauan dengan Weda dan daerah Halmahera Selatan.

Sedangkan Gita telah berkembang sebagai pelabuhan lokal yang direncanakan

akan ditingkatkan menjadi pelabuhan yang dapat melayani Kota Tidore

Kepulauan dan wilayah di luar Kota Tidore Kepulauan. Sehingga, Kota Gita-

Payahe berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa kawasan Kota Tidore

Kepulauan bagian selatan, pengembangan perkebunan, industri agro dan

permukiman transmigrasi.

Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)

Dalam pengembangan struktur ruang Kota Tidore Kepulauan, semua ibukota

kecamatan (IKK) di Kota Tidore Kepulauan dikembangkan sebagai pusat layanan

kegiatan kecamatan. Pusat pelayanan ini berfungsi untuk melayani kebutuhan

kegiatan penduduk di wilayah kecamatan Kota Tidore Kepulauan. Pusat layanan

kegiatan kecamatan antara lain Tomagoba, Gurabati, Rum, Tosa, Sofifi, Loleo-

Akelamo, Gita-Payahe dan Lifofa. Fungsi pusat layanan kegiatan kecamatan

yaitu sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan kecamatan baik

pendidikan, kesehatan dan layanan umum, pusat perdagangan kecamatan.

Pemerataan fasilitas di kecamatan juga diturunkan sampai kepada desa agar

pelayanan dapat merata di semua wilayah.

Sehingga rencana pembagian struktur ruang Kota Tidore Kepulauan secara

skematik dapat dilihat dibawah ini

Page 408: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-20

Peta 7. 5 Rencana Struktur Ruang

Page 409: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-21

7.4 Rencana Kebutuhan Sarana Hunian Ketersediaan perumahan di Kota Tidore Kepulauan pada dasarnya masih

bersifat seperti daerah pedesaan (rural) di Indonesia dengan pemenuhan kebutuhan

perumahan yang diusahakan sendiri oleh masyarakat. Ketersediaan sarana hunian yang

disediakan pemerintah tergolong masih sedikit. Proyeksi jumlah kebutuhan rumah untuk

tahun 2030 di Kota Tidore Kepulauan sebanyak 26.840 unit rumah. Luas lahan untuk

permukiman pada tahun 2030 diperkirakan membutuhkan 3,16 Km2. Dengan total luas

wilayah Kota Tidore Kepulauan sebesar 9.116,36 Km2, maka luas lahan untuk

permukiman tersebut masih mencukupi. Hal yang perlu diperhatikan adalah Kota Tidore

Kepulauan memiliki kerawanan bencana yang kompleks dari bencana gunung berapi,

longsor, banjir, tsunami dan gempa bumi. Selain itu wilayah Kota Tidore Kepulauan

mempunyai area lindung dan daerah bergunung-gunung yang luas.

Tabel 7. 6 Proyeksi Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Lahan (Km2)

No. Kecamatan Jumlah Kebutuhan Rumah (Unit) Jumlah Luas Lahan (Km

2)

Perkotaan Pedesaan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

1 Tidore 6.125 0 6.125 2,94 0,00 2,94

2 Tidore Selatan 5.001 0 5.001 2,40 0,00 2,40

3 Tidore Utara 4.604 0 4.604 2,21 0,00 2,21

4 Tidore Timur 2.249 0 2.249 1,08 0,00 1,08

5 Oba 1.180 1.771 2.951 0,57 0,85 1,42

6 Oba Utara 2.358 3.538 5.896 1,13 1,70 2,83

7 Oba Selatan 587 881 1.468 0,28 0,42 0,70

8 Oba Tengah 711 1.067 1.778 0,34 0,51 0,85

Kota Tidore Kepulauan 22.816 7.256 30.072 10,95 3,48 14,43

Sumber: Hasil Analisis Studio

Gambar 7. 3 Sarana Hunian yang Ketersediaannya Dipenuhi Oleh Masyarakat Sendiri

Sumber: Hasil Survey

Page 410: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-22

Melihat tingginya kebutuhan akan rumah di wilayah perencanaan, maka

penyediaan perumahan lebih mempertimbangkan beberapa hal antara lain:

1. Jumlah dan kepadatan penduduk

2. Tingkat kemampuan ekonomi penduduk

3. Pola budaya penduduk setempat dengan melihat kecenderungan

perkembangan kawasan permukiman

4. Kondisi fisik dasar wilayah antara lain kondisi topografi dan geografi, kondisi

iklim, pertimbangan gangguan bencana alam, kondisi vegetasi

5. Peraturan setempat, seperti rencana tata ruang yang meliputi GSB, KDB, KLB,

dan sejenisnya, atau peraturan bangunan secara spesifik, seperti aturan khusus

arsitektur, keselamatan dan bahan bangunan

Ketentuan berdasarkan standar nasional Indonesia, fisik lingkungan perumahan

mempunyai ketentuan sebagai berikut:

1. Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan

rekayasa/ penyelesaian teknis.

2. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan:

a. Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar

landai dengan kemiringan 0-8%

b. Diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%

Agar kebutuhan akan rumah tidak mempengaruhi produksi pertanian-

perkebunan di Kota Tidore Kepulauan, maka rencana untuk penyediaan perumahan di

Kota Tidore Kepulauan antara lain:

1. Perumahan hanya diperbolehkan di daerah terbangun (built-up area) dan

daerah bebas bencana.

2. Rumah yang disediakan berupa rumah tinggal dengan tipe rumah sederhana

dengan luas kavling sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah.

3. Pengendalian penyelenggaraan pembangunan gedung dengan penerbitan IMB

(Ijin Mendirikan Bangunan), Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung

dan Perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Persetujuan Rencana

Teknis Pembongkaran Bangunan Gedung.

4. Melakukan peningkatan dan sinkronisasi perijinan oleh pemerintah daerah.

Page 411: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-23

5. Rencana penyediaan perumahan di Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan

Oba Selatan, sebagian pemenuhan kebutuhan masih diserahkan pada

masyarakat setempat namun sesuai dengan ketentuan IMB.

Untuk estetika, kelestarian fungsi lahan, dan ketahanan gempa, maka rencana

penyediaan perumahan (rumah) dibatasi pada:

1. Dalam satu kompleks perumahan terdapat taman lingkungan perumahan.

2. Koefisien lantai dasar maksimal sebesar 60% dari luas lahan yang tersedia. Hal

ini berlaku untuk semua lokasi.

3. Tinggi bangunan perumahan dua lantai, diperbolehkan untuk tiga lantai.

4. Bangunan rumah menggunakan desain hemat energi dan tahan terhadap gempa

(Surat Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor: 111/KPTS/CK/1993)

Gambar 7. 4 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa

Sumber: RTRW Provinsi Maluku Utara

5. Berjarak 5 meter dari badan jalan (ruang manfaat jalan)

6. Dalam mendirikan bangunan rumah meliputi: rumah berlandaskan pada tanah

dan pondasi batuan yang kokoh, bangunan rumah memiliki serambi dan trotoar

rumah, terdapat sumber air bersih (baik sumur bor maupun sambungan pipa air

bersih kota), terdapat penampungan air hujan dan limbah rumah tangga (SNI

03-1728-1989).

7. 40% luas lahan dalam satu rumah digunakan untuk area terbuka hijau dan

sumur resapan.

Page 412: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-24

Gambar 7. 5 Skema Area Sumur Resapan di Lingkungan Rumah

7.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Umum

7.5.1 Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan

Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan yang

akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan ruang

belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan,

keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh karena itu dalam merencanakan sarana

pendidikan harus memperhatikan :

1. Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan

2. Optimasi daya tampung dengan satu shift;

3. Effisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara terpadu;

4. Pemakaian sarana dan prasarana pendukung;

5. Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan

berbagai jenis sarana lingkungan lainnya.

Adapun penggolongan jenis sarana pendidikan dan pembelajaran ini meliputi:

1. Taman kanak-kanak (TK), yang merupakan penyelenggaraan kegiatan belajar

dan mengajar pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan pada

kegiatan bermain, yaitu 75%, selebihnya bersifat pengenalan

2. Sekolah dasar (SD), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang

menyelenggarakan program enam tahun

3. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), yang merupakan bentuk satuan

pendidikan dasar yang menyelenggarakan proram tiga tahun sesudah sekolah

dasar (SD)

Page 413: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-25

4. Sekolah menengah umum (SMU), yang merupakan satuan pendidikan yang

menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan perluasan

pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan

pendidikan kejenjang pendidikan tinggi

5. Sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan ataupun

perpustakaan umum lingkungan, yang dibutuhkan di suatu lingkungan

perumahan sebagai sarana untuk meningkatkan minat membaca, menambah

ilmu pengetahuan, rekreasi serta sarana penunjang pendidikan.

Sarana pendidikan di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari jenjang pendidikan TK,

SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi. Berdasarkan perbandingan jumlah sarana

pendidikan eksisting dan hasil proyeksi untuk tahun 2030, maka dapat diketahui bahwa

sarana pendidikan TK di Kota Tidore Kepulauan masih kurang untuk mencukupi

kebutuhan pendidikan taman kanak-kanak. Sarana pendidikan TK saat ini dirasa perlu

karena sebagai pendidikan pengantar sebelum pendidikan dasar. Pada jenjang

pendidikan ini telah diajarkan pengenalan huruf dan menulis sehingga dapat merintis

pengurangan buta huruf.

Tabel 7. 7 Jumlah Sarana Pendidikan TK Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas TK (Unit)

Kebutuhan Luas (m2)

Kondisi Eksisting

2030

1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 1.250 jiwa. Luas lahan minimal 500 m

2.

12 24 kurang 12.250

2 Tidore Selatan 4 20 kurang 10.002

3 Tidore Utara 9 18 kurang 9.208

4 Tidore Timur 5 9 kurang 4.498

5 Oba 10 12 kurang 5.902

6 Oba Utara 16 24 kurang 11.792

7 Oba Selatan 2 6 kurang 2.936

8 Oba Tengah

7 kurang 3.557

Kota Tidore Kepulauan 54 120 kurang 60.144

Sumber: Hasil Analisis Studio

Kebutuhan sarana pendidikan tingkat dasar (SD) di Kota Tidore Kepulauan pada

tahun 2030 masih belum mencukupi. Terutama untuk wilayah Kecamatan Tidore dan

Tidore Selatan.

Page 414: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-26

Tabel 7. 8 Jumlah Sarana Pendidikan SD Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas SD (Unit)

Kebutuhan Luas (m2)

Kondisi Eksisting

2030

1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 1.600 jiwa. Luas lahan minimal 2.000 m2.

15 19 kurang 38,281

2 Tidore Selatan 11 16 kurang 31,256

3 Tidore Utara 15 14 lebih 28,776

4 Tidore Timur 7 7 cukup 14,055

5 Oba 14 9 lebih 18,444

6 Oba Utara 18 18 cukup 36,850

7 Oba Selatan 7 5 lebih 9,174

8 Oba Tengah 12 6 lebih 11,115

Kota Tidore Kepulauan 99 94 lebih 187,951

Sumber: Hasil Analisis Studio

Kebutuhan sarana pendidikan tingkat dasar (SD) di Kota Tidore Kepulauan pada

tahun 2030 masih belum mencukupi. Terutama untuk wilayah Kecamatan Tidore, Tidore

Selatan dan Tidore Timur.

Tabel 7. 9 Jumlah Sarana Pendidikan SMP Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas SMP (Unit)

Kebutuhan Luas (m2)

Kondisi Eksisting

2030

1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 4.800 jiwa. Luas lahan minimal 9.000 m2.

3 6 kurang 57,421

2 Tidore Selatan 2 5 kurang 46,884

3 Tidore Utara 5 5 cukup 43,164

4 Tidore Timur 1 2 kurang 21,083

5 Oba 7 3 lebih 27,665

6 Oba Utara 6 6 cukup 55,275

7 Oba Selatan 2 2 cukup 13,761

8 Oba Tengah 3 2 lebih 16,672

Kota Tidore Kepulauan 29 31 lebih 281,926

Sumber: Hasil Analisis Studio

Berdasarkan proyeksi penduduk untuk tahun tahun perencanaan 2030, maka

diperkirakan jumlah fasilitas pendidikan SMA saat ini kurang mencukupi kebutuhan.

Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, Tidore Utara dan Oba Selatan masih membutuhkan

fasilitas pendidikan pada tahun perencanaan.

Page 415: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-27

Tabel 7. 10 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan SMA Eksisting dan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas SMA (Unit)

Kebutuhan Luas (m2)

Kondisi Eksisting

2030

1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 4.800 jiwa. Luas lahan minimal 12.500 m2.

5 6 kurang 79.752

2 Tidore Selatan 2 5 kurang 65.117

3 Tidore Utara 2 5 kurang 59.950

4 Tidore Timur 2 2 cukup 29.282

5 Oba 3 3 cukup 38.424

6 Oba Utara 6 6 cukup 76.771

7 Oba Selatan

2 kurang 19.113

8 Oba Tengah 2 2 cukup 23.155

Kota Tidore Kepulauan 22 31 lebih 391.564

Sumber: Hasil Analisis Studio

Fasilitas pendidikan lainnya adalah ketersediaan taman bacaan. Keberadaan

fasilitas taman bacaan ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat

pada sumber informasi khususnya buku. Diperkirakan jumlah fasilitas taman bacaan

yang dibutuhkan pada tahun 2030 sebanyak 60 unit. Fasilitas pendidikan tingkat tinggi

atau perguruan tinggi telah tersedia di Kecamatan Tidore sebanyak 3 unit yaitu: STMIK,

PG SD, dan Universitas Nuku.

Tabel 7. 11 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan Taman Bacaan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas Taman

Bacaan th 2030

Luas (m2)

1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 2.500 jiwa. Luas lahan minimal 150 m2.

12 1,837

2 Tidore Selatan 10 1,500

3 Tidore Utara 9 1,381

4 Tidore Timur 4 675

5 Oba 6 885

6 Oba Utara 12 1,769

7 Oba Selatan 3 440

8 Oba Tengah 4 533

Kota Tidore Kepulauan 60 9,022

Sumber: Hasil Analisis Studio

Pengembangan sarana pendidikan di Kota Tidore Kepulauan sebagai berikut:

Page 416: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-28

1. Peningkatan dan perbaikan bangunan sekolah dan perguruan tinggi yang

telah ada pada saat ini. Serta peningkatan fasilitas pembelajaran di sekolah-

sekolah menyangkut ketersediaan laboratorium dan perpusatakaan.

2. Mendirikan sekolah baru dibeberapa titik untuk daerah yang belum

terlayani di wilayah perencanaan.

3. Untuk pulau-pulau kecil di Kota Tidore Kepulauan yang terdapat

permukiman seperti pulau Mare dan pulau Maitara setidakknya terdapat 1

(satu) sarana pendidikan untuk setiap tingakatan (TK, SD, SLTP dan Taman

bacaan).

4. Menyediakan sekolah menengah kejuruan berdasarkan potensi wilayah

pengembangan. Ketersediaan fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. 12 3 Arahan Rencana Ketersediaan Fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan

Lokasi SMK yang Dibutuhkan

Tidore dan Tidore Selatan SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Home Industri 4. Perikanan 5. Perkapalan

Tidore Utara dan Tidore Timur SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Pertanian 4. Perikanan

Oba Utara SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Industri Agro 4. Perkebunan 5. Perkapalan

Oba Tengah SMK dengan pembagian program studi: 1. Industri Agro 2. Perkebunan 3. Perkapalan 4. Pertambangan

Oba SMK dengan pembagian program studi: 1. Industri Agro 2. Pertanian 3. Perkebunan 4. Perikanan 5. Perkapalan

Oba Selatan SMK dengan pembagian program studi:

Page 417: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-29

Lokasi SMK yang Dibutuhkan

1. Pertanian 2. Peternakan 3. Perkebunan 4. Perikanan

5. Mendirikan taman bacaan umum di tengah-tengah permukiman masyarakat

untuk memberikan akses ilmu pengetahuan dan informasi melalui buku.

6. KDB bangunan sebesar 60% dengan 40% digunakan untuk lapangan olah

raga, taman, dan area parkir.

Gambar 7. 6 Gambar Kegiatan Belajar-Mengajar

Page 418: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-30

Peta 7. 6 Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan

Page 419: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-31

7.5.2 Rencana Pengembangan Fasilitas Kesehatan Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan

kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat

peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan

pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah

penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Dasar penyediaan ini juga akan

mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan

yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang

nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan

fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan

kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan adalah

a. Rumah sakit

b. Posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak

usia balita

c. Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada

penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan pada waktu-waktu

tertentu juga untuk vaksinasi

d. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin), yang berfungsi

melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani

anak usia sampai dengan 6 tahun

e. Puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan

kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk

dalam penyembuhan penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan

kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya

f. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit

pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan

terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah

yang lebih kecil

g. Tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan

pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha

penyembuhan tanpa perawatan

Page 420: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-32

h. Apotik, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan, baik

untuk penyembuhan maupun pencegahan.

Tabel 7. 13 Kondisi Eksisting Sarana Kesehatan dan Rencana Kebutuhan Tahun 2030

No. Kecamatan Jenis Sarana Jumlah Sarana (unit)

Luas Eksisting 2030

1 Tidore Rumah Sakit Umum Tipe C 1 1 86400 (*

BKIA dan Rumah Bersalin

1 3000

Tempat praktek dokter 1 6

Puskesmas 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 2 2 600

Balai Pengobatan 2 12 3600

Apotek

1 250

2 Tidore Selatan Tempat praktek dokter 1 5

Puskesmas rawat inap 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 3 2 600

Balai Pengobatan 2 10 3000

Apotek

1 250

3 Tidore Utara BKIA dan Rumah Bersalin

1 3000

Tempat praktek dokter

5

Puskesmas rawat inap 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 5 2 600

Balai Pengobatan 5 9 2700

Apotek

1 250

4 Tidore Timur Tempat praktek dokter

2

Puskesmas

1 1000

Puskesmas Pembantu 3 2 600

Balai Pengobatan 3 4 1200

Apotek

1 250

5 Sofifi dan Oba Utara Rumah Sakit Umum Tipe B

1 86400 (*

BKIA dan Rumah Bersalin

1 3000

Tempat praktek dokter

6

Puskesmas rawat inap 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 5 8 2400

Balai Pengobatan 5 8 2400

Apotek

1 250

6 Oba Tengah Tempat praktek dokter

2

Puskesmas rawat inap 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 4 6 1800

Balai Pengobatan 5 4 1200

Apotek

1 250

Page 421: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-33

No. Kecamatan Jenis Sarana Jumlah Sarana (unit)

Luas Eksisting 2030

7 Oba Rumah sakit Tipe D

1 3000

BKIA dan Rumah Bersalin

1 3000

Tempat praktek dokter

3

Puskesmas rawat inap 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 5 8 2400

Balai Pengobatan 3 6 1800

Apotek

1 250

8 Oba Selatan Tempat praktek dokter

1

Puskesmas 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 2 4 1200

Balai Pengobatan 4 3 900

Apotek

1 250

Sumber: Hasil Analisis Studio Keterangan: Perhitungan kebutuhan berdasarkan SNI 03 – 1733 – 2004, (* berdasarkan Buku Teknik Analisis Regional)

Status Tidore yang telah ditetapkan oleh RUTR Provinsi sebagai PKW dan status

Kota Sofifi sebagai PKLW dan ibukota Provinsi Maluku Utara membutuhkan fasilitas yang

dapat melayani secara regional. Sehingga rencana pemenuhan kebutuhan fasilitas

kesehatan di Kota Tidore Kepulauan dengan :

1. Mendirikan rumah sakit umum tipe B dengan skala layanan provinsi di Kota

Sofifi dan mendirikan rumah sakit tipe D di Payahe untuk jangkauan layanan

wilayah Tidore bagian Selatan (Oba dan Oba Selatan).

2. Peningkatan dan perbaikan bangunan fasilitas kesehatan yang telah ada untuk

skala layanan Kota Tidore Kepulauan terutama yang terletak di pusat kota.

3. Menambah fasilitas puskesmas pembantu di wilayah Tidore bagian Pulau

Halmahera untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan. Penambahan ini

mempertimbangkan lokasi yang luas dengan persebaran permukiman yang

mengelompok dibeberapa tempat.

4. Menambah fasilitas BKIA atau rumah bersalin di pusat kegiatan terutama di

Tidore (Soasio), Tidore Utara (Rum), Kota Sofifi, Oba (Payahe). Pembangunan

sarana kesehatan BKIA bertujuan untuk meningkatkan akses kesehatan bagi ibu

dan anak.

Page 422: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-34

5. Penambahan fasilitas kesehatan seperti praktek dokter, apotek dan lainya yang

dapat disediakan oleh masyarakat diserahkan pada masyarakat dan diarahkan

pada pusat-pusat kegiatan lainnya.

6. Di setiap satuan permukiman diharuskan terdapat pos pelayanan terpadu

(Posyandu). Dengan standar pelayanan posyandu yang melayani 1.250 jiwa,

maka di Kota Tidore Kepulauan dibutuhkan posyandu sebanyak 112 unit

posyandu. Lokasi yang dipakai untuk posyandu dapat dilakukan di balai warga

atau rumah warga.

7. Untuk pulau-pulau kecil di Kota Tidore Kepulauan yang terdapat permukiman

seperti Pulau Mare dan Pulau Maitara setidaknya terdapat 1 (satu) sarana

kesehatan untuk fasilitas posyandu untuk balita dan lansia, puskesmas

pembantu.

8. Setiap fasilitas kesehatan mempunyai kepadatan bangunan (BCR) 60% dan 40%

untuk parkir dan lahan terbuka hijau.

Page 423: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-35

Peta 7. 7 RENCANA PENGEMBANGAN FASILITAS KESEHATAN

Page 424: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-36

7.5.3 Rencana Pengembangan Fasilitas Peribadatan Sarana peribadatan merupakan sarana kebutuhan kerohanian sehingga perlu

disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan yang

ditetapkan juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena

berbagai macam agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat penghuni yang

bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah fasilitas peribadatan yang akan

dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan perumahan dihuni selama beberapa

waktu. Pendekatan perencanaan yang diatur adalah dengan memperkirakan populasi

dan jenis agama serta kepercayaan dan kemudian merencanakan alokasi tanah dan

lokasi bangunan peribadatan sesuai dengan tuntutan planologis dan religius.

Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain

keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini dapat terkait dengan

bentukan grup bangunan / blok yang nantinya lahir sesuai konteks lingkungannya.

Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area

layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani

area tertentu.

Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan

memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara atau pola

masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Saat ini, fasilitas sarana

ibadah umat Islam sudah terpenuhi, sedangkan fasilitas umat Kristiani lebih banyak

tersedia di Kecamatan Oba dan Oba Utara.

Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan sebagai berikut:

1. Kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar

2. Kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid

3. Kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid desa

4. Kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan (mengacu pada

SNI 03-1733-2004)

Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan sebagai berikut:

1. Katolik mengikuti ketentuan paroki

2. Hindu mengikuti adat

3. Budha dan Kristen Protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hierarki

lembaga.

Page 425: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-37

Sehingga gambaran kebutuhan fasilitas peribadatan agama Islam pada tahun rencana

2030 adalah:

Tabel 7. 14 Rencana Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Tahun 2030

no Kecamatan Standar

Kebutuhan Fasilitas Peribadatan

Mushola Masjid Warga

Masjid Desa

1 Tidore

Penduduk penunjang Mushola = 250 Jiwa; Masjid Warga = 2500 jiwa; Masjid Desa = 30.000 jiwa

122 12 1

2 Tidore Selatan 100 10 1

3 Tidore Utara 92 9 1

4 Tidore Timur 45 4 0

5 Oba 59 6 0

6 Oba Utara 118 12 1

7 Oba Selatan 29 3 0

8 Oba Tengah 36 4 0

Kota Tidore Kepulauan 601 60 5

Sumber: Hasil Analisis Studio Keterangan: Standar berdasarkan SNI 03-1733-2004

Dalam hal pemenuhan kebutuhan sarana peribadatan, rencana pembangunannya

antara lain:

1. Pembangunan fasilitas peribadatan skala layanan Kota Sofifi yang terletak di

pusat kota.

2. Pembangunan fasilitas peribadatan skala layanan kecamatan seperti Masjid

Agung di pusat kegiatan baru Payahe dengan lokasi dapat berdekatan dengan

kantor kecamatan.

3. Penambahan sarana peribadatan diserahkan kepada kesepakatan masyarakat

dengan syarat pembangunan mengikuti IMB dan ketentuan bangunan tahan

gempa.

4. Membantu masyarakat dengan diberikannya pedoman standar pembangunan

bangunan peribadatan.

5. Dalam satu tempat peribadatan harus mempunyai 40% lapangan terbuka hijau

dan parkir.

6. Untuk sarana ibadah agama Islam dan Kristen Protestan dan Katolik, kebutuhan

ruang dihitung dengan dasar perencanaan 1,2 m²/jemaah, termasuk ruang

ibadah, ruang pelayanan dan sirkulasi pergerakan. Sedangkan tempat ibadah

agama lain disesuaikan berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat dalam

melakukan ibadah agamanya.

Page 426: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-38

Peta 7. 8 RENCANA PENGEMBANGAN FASILITAS PERIBADATAN

Page 427: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-39

7.5.4 Rencana Pengembangan Fasilitas Pemerintahan dan

Pelayanan Umum Fasilitas perkantoran di Kota Tidore Kepulauan merupakan fasilitas pemerintah

dan pelayanan umum yang memberikan jasa pelayanan pada masyarakat. Skala

pelayanan untuk fasilitas ini dibedakan menjadi: skala wilayah Kota Tidore Kepulauan,

skala kota, skala wilayah kecamatan dan skala lingkungan desa. Pengembangan wilayah

Kota Tidore Kepulauan berdasarkan satuan wilayah pengembangan dan pembagian

pusat-pusat kegiatan mengharuskan adanya perhitungan luasan fasilitas pemerintahan

dan pelayanan umum. Perhitungan luas kawasan perkantoran yang dibutuhkan di Kota

Tidore Kepulauan adalah:

Tabel 7. 15 Rencana Jumlah Perkiraan Kebutuhan Luas Areal Perkantoran

No. Kecamatan

Luas Lahan Perkantoran per Cakupan Layanan (Ha) Jumlah

(Ha) Kecamatan Kelurahan Perkotaan

1 Tidore 0.6 2.31 8 10.91

2 Tidore Selatan 0.6 1.68

2.28

3 Tidore Utara 0.6 2.52

3.12

4 Tidore Timur 0.6 0.84

1.44

5 Oba 0.6 1.89

2.49

6 Oba Utara 0.6 1.89 16 18.49

7 Oba Selatan 0.6 1.47

2.07

8 Oba Tengah 0.6 2.52

3.12

Kota Tidore Kepulauan 4.8 15.12

43.92

Sumber: Hasil Analisis Studio

Kebutuhan lahan perkantoran pemerintahan pada lingkup kelurahan meliputi:

kantor kelurahan, Pos Kamtib, pos pemadam kebakaran, agen pelayanan pos, loket

pembayaran air bersih, loket pembayaran listrik dan lahan parkir. Kebutuhan lahan

perkantoran pemerintahan pada lingkup kecamatan meliputi: kantor kecamatan, kantor

polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, dan kantor stasiun

telekomunikasi. Kebutuhan lahan perkantoran pemerintahan pada lingkup perkotaan di

Kecamatan Tidore dan sekitarnya untuk perkantoran pelayanan setingkat kabupaten, di

Kota Sofifi digunakan untuk perkantoran pemerintahan tingkat provinsi.

Dengan perbedaan cakupan layanan, maka direncanakan bahwa luas kebutuhan

perkantoran di Kota Sofifi dua kali lebih banyak dibandingkan kebutuhan perkantoran di

Kecamatan Tidore.

Page 428: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-40

Rencana pengembangan sarana pemerintahan dan pelayanan umum atau perkantoran:

1. Kawasan perkantoran dialokasikan pada pusat-pusat kegiatan baik skala kota,

kecamatan dan desa dengan pertimbangan mempermudah penduduk Kota

Tidore Kepulauan dalam mengakses perkantoran pemerintahan dan pelayanan

umum. Pulau Tidore untuk pusat perkantoran skala regional dan kota,

sedangkan Kota Sofifi untuk pusat perkantoran skala provinsi.

2. Dibangunnya fasilitas layanan pemerintah dan pelayanan umum kantor

pemadam kebakaran dengan mempertimbangkan bahwa kondisi perkotaan di

Kota Tidore Kepulauan dua puluh tahun kedepan akan semakin padat.

Penyediaan kantor pemadam kebakaran bertujuan untuk mengatisipasi bencana

kebakaran dengan seiring padatnya intensitas bangunan di perkotaan.

3. Penyediaan kantor Pos dan Giro untuk peningkatan pelayanan jasa komunikasi

dan pengiriman barang di setiap ibukota kecamatan dengan pusat kantor di

Kecamatan Tidore dan Kota Sofifi yang berskala layanan regional.

4. Bangunan perkantoran di Pulau Tidore mempunyai kepadatan bangunan 50%

dengan ketinggian maksimal 4 lantai.

Gambar 7. 7 Gedung Perkantoran Provinsi Maluku Utara di Sofifi

Sumber: Hasil Survey

7.5.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Perdagangan Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah

dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah

penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain

keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait

dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks

lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan

mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar

sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

Page 429: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-41

Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:

1. Toko/warung (skala pelayanan unit RT ≈ 250 penduduk), yang menjual barang-

barang kebutuhan sehari-hari;

2. Pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang

kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel,

fotocopy, dan sebagainya;

3. Pusat pertokoan dan/atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit desa ≈ 30.000

penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan,

buah buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang

kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa

seperti warnet, wartel dan sebagainya;

4. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000

penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang

kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-

unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan

niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

5. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit perkotaan ≈ penduduk),

yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong,

elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi

yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya

seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

Kondisi eksisting sarana perdagangan di Kota Tidore Kepulauan hanya sebatas

untuk cakupan wilayah lokal. Lokasi pusat perbelanjaan yang dapat diketahui antara

lain:

- Pasar daerah di Kecamatan Tidore

- Pasar lokal di dekat pelabuhan Rum

- Pasar lokal di dekat pelabuhan Goto

- Pasar lokal di Payahe

Selain lokasi perdagangan yang diketahui, kemungkinan masyarakat melakukan

kegiatan perdagangan yang dilakukan di lingkungan terkecil permukiman setempat.

Untuk menggerakkan perekonomian di Kota Tidore Kepulauan bidang pariwisata

harus dikembangkan. Sebagai basis perekonomian di Kota Tidore Kepulauan adalah

pertanian-perkebunan. Kedua bidang tersebut harus ditunjang oleh sarana perdagangan

Page 430: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-42

sebagai pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sehingga rencana

sarana perdagangan di wilayah perencanaan:

1. Perbaikan dan peningkatan pasar di Sofifi (dekat Goto) menjadi pasar induk yang

melayani regional. Dengan ketentuan maksimal ketinggian bangunan 4 lantai

dan KDB 50%.

2. Perbaikan dan peningkatan pelayanan pasar induk Sari Malaha yang dapat

melayani regional dan Kota Tidore Kepulauan. Dengan ketentuan masksimal

ketinggian bangunan 4 lantai dan KDB 50%.

3. Perbaikan pasar induk kecamatan dengan maksimal ketinggian bangunan 3

lantai, ketentuan KDB 50%. Desain pasar induk kecamatan didasarkan pada

pasar tradisional dengan keleluasaan interaksi antara pembeli dan penjual.

4. Pembangunan pasar pusat kerajinan di pusat-pusat kota pengembangan

pariwisata yang tersebar di Soasio, Rum, Gurabati, Sofifi dan Payahe.

5. Pengaktifan pasar ikan di Soasio untuk menunjang kegiatan perdagangan

perikanan.

6. Pembangunan toko dan warung diserahkan kepada masyarakat namun lebih

diarahkan kepada pusat kegiatan baru dan pusat-pusat kegiatan lainnya.

Gambar 7. 8 Kegiatan Perdagangan di Kota Tidore Kepulauan

Gambar 7. 9 Pasar Induk Kota Sari Malaha dan Pasar Ikan

Page 431: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-43

7.5.6 Rencana Pengembangan Fasilitas Perbankan Sarana perbankan adalah sarana perekonomian yang menunjang dinamika

perekonomian daerah di Kota Tidore Kepulauan. Dengan tipe masyarakat Kota Tidore

Kepulauan yang lebih bersifat masyarakat rural, kondisi perekonomian menengah ke

bawah, serta bisnis yang dijalankan, maka sebaiknya pemerintah memberikan

kemudahan sarana perbankan berbasis masyarakat dan juga menggandeng perbankan

swasta yang memberikan bunga ringan. Selain itu, rencana pengembangan fasilitas

perbankan bertujuan memberikan fasilitas penunjang dalam pengembangan industri

agro dan pariwisata.

Rencana pengembangan sarana perbankan di Kota Tidore Kepulauan:

1. Diijinkan pendirian cabang bank dengan cakupan wilayah regional di Sofifi.

Bangunan bank didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum

50% dan ketinggian bangunan maksimum 4 lantai.

2. Membuka cabang bank daerah di pusat kegiatan baru yaitu di lokasi Payahe.

Bangunan bank didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum

50% dan ketinggian bangunan maksimum 3 lantai.

3. Membuka cabang bank daerah di setiap ibukota kecamatan. Bangunan bank

didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum 50% dan

ketinggian bangunan maksimum 3 lantai.

4. Pendampingan untuk program pemerintah dalam mengentas kemiskinan daerah

perkotaan dengan adanya BKM (Badan Keuangan Masyarakat) di masyarakat.

7.5.7 Rencana Pengembangan Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan

untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung

pertemuan, gedung serba guna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Bangunan

dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana pemerintahan dan pelayanan

umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan ini dapat berintegrasi menurut

kepentingannya pada waktu-waktu yang berbeda.

Penetapan jenis atau macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu

daerah sangat tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut

faktor-faktor:

Page 432: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-44

1. Tata kehidupan penduduknya.

2. Struktur sosial penduduknya.

Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi meliputi:

1. Balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW ≈ 2.500 penduduk)

2. Balai serbaguna (skala pelayanan unit Desa ≈ 30.000 penduduk)

3. Gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan ≈

120.000 penduduk)

4. Bioskop (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk)

Sarana kebudayaan dan rekreasi di Kota Tidore Kepulauan masih menggunakan

sarana pemerintahan seperti balai pertemuan di Kantor Kepala Desa. Balai pertemuan

tersebut berfungsi sebagai balai serbaguna. Sehingga rencana peningkatan sarana

kebudayaan dan rekreasi antara lain:

1. Merawat fasilitas kebudayaan dan rekreasi yang telah ada bersama dengan

masyarakat sekitar. Pelibatan partisipasi masyarakat dari berbagai elemen LSM,

komunitas setempat, swasta.

2. Membuat tambahan fasilitas rekreasi baru yang dapat diintegrasikan dengan

fasilitas eksisting.

3. Meningkatkan fasilitas disekitar tempat rekreasi seperti fasilitas persampahan,

parkir, taman, penerangan dan lainnya.

4. Memperbaiki balai pertemuan yang ada di setiap kantor masing-masing desa.

5. Dengan adanya Upacara Adat Lufu Kie, Legu Gam dan Dabus di Pulau Tidore

sebagai obyek wisata seni dan budaya, maka direncanakan dibangun gedung

serbaguna sebagai gedung kesenian dan pusat informasi kebudayaan di Pulau

Tidore.

Gambar 7. 30 Contoh Gedung Pertemuan Sebagai Gedung Kesenian dan Pusat Informasi

Kebudayaan

Page 433: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-45

7.5.8 Rencana Pengembangan Lokasi Pariwisata Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan

berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan

kehidupan lokal, nasional maupun global. Untuk Kota Tidore Kepulauan, fasilitas rekreasi

untuk sekarang ini masih berada satu lokasi dalam tempat wisata setempat seperti

pantai , dan lainnya. Sebagai salah satu lokasi pariwisata nasional, tempat rekreasi di

Kota Tidore Kepulauan sudah memenuhi standar nasional. Namun keberadaan fasilitas

rekreasi yang ada sekarang ini belum mampu mengangkat Kota Tidore Kepulauan secara

keseluruhan. Berdasarkan data primer, diketahui bahwa di desa-desa Kota Tidore

Kepulauan terdapat lokasi-lokasi yang mempunyai potensi sebagai lokasi wisata

alternatif selain wisata budaya.

Obyek wisata unggulan yang dijadikan sebagai integrated tourism antara lain:

1. Obyek wisata tirta, terdiri dari: Kawasan wisata Pulau Mare, Pulau Maitara dan

gugusan Pulau Woda yang dapat dijadikan sebagai kawasan wisata global skala

Provinsi Maluku Utara dengan keunikan dan daya tarik yang beragam, pantai

Rum, Cobo, Taman Cobo, Pantai Gamgau, dan Pantai Tugulufa.

2. Obyek wisata alam, terdiri dari: Kawasan wisata Gurua Marasai di Kelurahan

Guraping Kota Sofifi dan Air Terjun Luku Celeng di Desa Kalaodi, Kecamatan

Tidore.

3. Obyek wisata sejarah, terdiri dari: Kedaton Sultan, Masjid Sultan, Dermaga

Sultan, Museum Malige Sonyine, Makam Sultan Nuku, Makam Sultan

Djamaluddin, Makam Habib Umar Al’Faroek Rahmatullah dan Benteng Tahula.

Obyek wisata ini dapat dijadikan sebagai obyek wisata sejarah dan wisata ziarah.

4. Obyek wisata seni dan budaya, terdiri dari: Upacara Adat Lufu Kie dan Legu Gam

serta Dabus.

5. Obyek wisata Agro terdiri dari Kawasan Agrowisata Gurabunga dan Kalaodi

Page 434: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-46

Gambar 7. 41 Obyek Wisata Bahari Kota Tidore Kepulauan

Rencana pengembangan pariwisata Kota Tidore Kepulauan:

1. Pengembangan kawasan pariwisata di Kota Tidore Kepulauan dilakukan secara

integrated dengan pengembangan dikhususkan pada obyek wisata unggulan

Kota Tidore Kepulauan

2. Membentuk Badan Promosi Pariwisata Daerah.

Badan promosi pariwisata daerah Kota Tidore Kepulauan berkedudukan di

ibukota Tidore Kepulauan (Soasio). Badan tersebut merupakan badan swasta

yang berdiri sendiri dan saling melakukan koordinasi dengan Badan Promosi

Pariwisata Indonesia.

3. Mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata dengan membentuk

Gabungan Industri Pariwisata Daerah yang terdiri dari pengusaha pariwisata,

asosiasi usaha pariwisata, asosiasi profesi dan asosiasi lain yang terkait dengan

pariwisata.

Rencana pengembangan fasilitas pendukung pariwisata

1. Lokasi wisata dilengkapi dengan fasilitas penerangan, tempat sampah, taman,

parkir, wc umum.

2. Membangun dan melestarikan fasilitas camping ground, pembuatan pos-pos

pendakian untuk pengembangan wisata alam.

3. Membangun taman wisata bunga dan fasilitas taman bermain sebagai perluasan

wisata alam dan budaya di Gurabunga.

4. Pembangunan port marina pada pulau-pulau kecil sebagai pengembangan

fasilitas pada wisata bahari.

5. Banyaknya wisata bahari, maka perlu adanya pembangunan early warning

system untuk bencana tsunami dan area evakuasi.

6. Pengembangan wisata yang berorientasi pada integrated tourism maka perlu

ditunjang dengan sarana transportasi baik darat dan laut yang terpadu yang

menghubungkan ODTW di Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan.

Page 435: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-47

7. Merangsang dan mengontrol berdirinya tempat penginapan yang berkualitas.

8. Perbaikan dan pembangunan museum serta menyediakan fasilitas penunjang

seperti loket, wc umum, taman, penerangan dan parkir.

Gambar 7. 52 Contoh Taman Bunga yang Dapat Dikembangkan di Gurabunga

Gambar 7. 63 Contoh Pengembangan Sarana Port Marina sebagai Penunjang Wisata Bahari

Page 436: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-48

Peta 7.9 RENCANA OBYEK WISATA UNGGULAN

Page 437: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-49

7.6 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Kota Tidore Kepulauan merupakan bagian dari gugusan pulau di Kepulauan

Maluku. Sarana perhubungan yang telah ada di Kota Tidore Kepulauan antara lain

perhubungan darat dan perhubungan laut. Baik perhubungan darat maupun

perhubungan laut sangat berperan penting dalam bidang ekonomi, budaya, lingkungan

hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta untuk kemakmuran rakyat. Hal tersebut

dikarenakan dengan perhubungan yang baik maka dapat meningkatkan mobilitas

penduduk antar wilayah untuk dapat mengakses suatu layanan tertentu. Selain itu,

perhubungan tersebut dapat berperan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa.

7.6.1 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat

7.6.1.1 Rencana Pengembangan jaringan jalan Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling

menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada

dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Sistem jaringan jalan di

Kota Tidore Kepulauan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan

sekunder. Sistem jaringan jalan primer tersebut meliputi jaringan jalan trans Halmahera

yang melayani pergerakan antar wilayah di Provinsi Maluku Utara. Kondisi jaringan jalan

primer di Kota Tidore Kepulauan sudah dalam keadaan baik. Sistem jaringan jalan

sekunder meliputi jaringan jalan yang menghubungkan tiap pusat kegiatan di wilayah

Kota Tidore Kepulauan. Kondisi jaringan jalan sekunder di Kota Tidore Kepulauan sudah

dalam keadaan baik namun masih terdapat jaringan jalan yang perlu ditingkatkan dan

diperbaiki.

Page 438: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-50

Gambar 7. 74 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Hasil Survey

Panjang jalan di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari :

1. Jalan provinsi sepanjang 251 km, yang terdiri dari 237 km jalan beraspal dan 14

km jalan tidak beraspal/tanah.

2. Jalan kabupaten/kota sepanjang 250.51 km, yang terdiri dari 216,23 km jalan

beraspal dan 11,2 km jalan sirtu, serta 23,08 km jalan tanah

Kondisi jalan di Kota Tidore Kepulauan bervariasi dari yang masih berbatu dan

jalan tanah yang dalam kondisi buruk sampai dengan kondisi baik. Kondisi jalan tanah

yang sudah baik mempunyai lebar dan keadaan jalan yang layak untuk digunakan.

Sedangkan jalan lainnya yang beraspal ada yang lastasir (lapis tipis aspal pasir) dan ada

yang beraspal. Sehingga rencana untuk pengembangan jaringan jalan di Kota Tidore

Kepulauan adalah:

1. Perbaikan untuk jalan dalam kondisi rusak berat menjadi kondisi baik dengan

fasilitas pelengkap antara lain drainase, trotoar, jalur hijau, penerang jalan dan

rambu-rambu lalu lintas.

2. Perbaikan jalan dari kondisi jalan sedang menjadi baik dengan fasilitas

pelengkap antara lain drainase, trotoar, jalur hijau, penerang jalan dan rambu-

rambu lalu lintas.

3. Meneruskan pembuatan jalan di Pulau Tidore yang menghubungkan lokasi-

lokasi pariwisata terutama ruas jalan:

- Gamtufkange – Gurabunga;

- Ome – Jaya;

- Mareku - Afa-afa;

- Dowora – Kalaodi.

4. Pembuatan jalan lokal sekunder baru di wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian

Pulau Halmahera dengan tujuan sebagai pengontrol perkembangan kawasan

Page 439: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-51

budidaya yang pada perkembangannya dapat berubah menjadi jalan kolektor

sekunder.

Gambar 7. 85 Penampang Jalan

Gambar 7. 96 Jalan Arteri Primer di Oba Utara dengan Kelengkapannya

Rencana pengembangan jaringan jalan tersebut dapat dirinci seperti di bawah

ini:

Tabel 7. 16 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaaan di Kota Tidore Kepulauan

No Kondisi Jalan Panjang Jalan (Km)

1 Baik 284.854.45

2 Sedang 57.338,12

3 Rusak 15.503,17

4 Rusak berat 53.580,71

Jumlah 411.276,44

Page 440: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-52

No Jenis Perkerasan

1 Hotmix 185.648,47

2 Lapen 160.223,39

3 Sirtu 7.052,32

4 Tanah 58.352,29

Jumlah 411.276,44

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tidore Kepulauan

Klasifikasi jalan di Kota Tidore Kepulauan menurut kewenangan

Tabel 7. 17 Jalan Nasional dan Strategis Nasional terdiri dari kolektor primer

Nomor Nama Ruas

Panjang

( Km ) Klasifikasi

Urut Ruas

1 010 JL. Sofifi - Akelamo 22.465 Kolektor Primer (K1)

2 026/15/K JL. Akelamo (KM 60) - Payahe 49.862 Kolektor Primer (K1)

3 026/16/K JL. Payahe - Weda 23.487 Kolektor Primer (K1)

4 026/17/K JL. Keliling Pulau Tidore 45.875 Kolektor Primer (K1)

Tabel 7. 18 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan

Nomor

Nama Ruas Panjang

( M ) Urut Ruas

1 01 Jl.S.M.Taher 290.27

2 02 Jl. A. Malawat 1612.34

3 03 Jl. Taman Siswa 631.33

4 04 Jl.Yos Sodarso 432.19

5 05 Jl. St. Zainal Bidin Syah 3132.84

6 06 Jl. MT. Haryono 419.19

7 027 Jl. Jend. Ahmad Yani 1781.70

8 07 Jl.Goto Pantai.1 393.07

9 08 Jl. Kemakmuran 3582.29

Page 441: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-53

10 09 Jl.S.Parman 609.48

11 010 Jl Kompleks Tambula 887.54

12 011 Gg. Sowohi Kie Matiti 98.08

13 012 Gg. Sowohi Sahabati 84.94

14 013 Gg. Sowohi Toduho 86.01

15 014 Jl Flamboyan 531.44

16 015 Jl.Teratai 112.74

17 016 Jl Kuburan Tuguwaji 202.32

18 017 Jl.SDN Goto 3 171.24

19 018 Jl.Bayangkara 339.72

20 019 Jl. Sultan Mansyur 2946.94

21 020 Jl.Psr.Sarimalaha 136.89

22 021 Jl Topo 2 558.77

23 022 Jl Topo 1 251.27

24 023 Jl.Seli 2 149.03

25 024 Jl. Kuburan Seli 147.32

26 025 Jl.Seli 1 59.51

27 026 Jl.Soadara-1 459.81

28 027 Jl.Soadara-2 856.16

29 028 Jl.soadara-Topo 2065.39

30 029 Jl.Gimalaha 1094.43

31 030 Jl. Gamtufkage Worskop 642.07

32 031 Jl Tambula Kuburan 212.12

33 032 Jl.Bumi Putra 363.46

34 033 Jl.Mawar 212.73

35 034 Jl.Melati 80.73

36 035 Jalan Tomagoba- Tambula 479.21

37 036 Jl.Samping Kiri Ktr Walikota 167.04

Page 442: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-54

38 037 Jl. S.Nuku 735.46

39 038 Jl.Sultan Hasanudin 353.88

40 039 Jl SMU 1 201.22

41 040 Jl.Blkng Darmawanita 224.27

42 041 Jl.Cempaka 226.52

43 042 Jl.Bonsai 189.50

44 043 Jl.Tomagoba 4 311.54

45 044 Jl.Tomagoba 5 124.92

46 045 Jl.Gamtufkange Tengah 1 93.76

47 046 Jl.Gamtufkange Tengah 2 106.89

48 047 Jl. Patra Alam 351.39

49 048 Jl Soamabelo 145.96

50 049 Jl Soamafu 279.22

51 050 Jl Soayaba 133.62

52 027 Jl.Frans Kaiseipo 2176.56

53 051 Jl. Soajawa-Topo 3 801.44

54 052 Jl. Timore 2 814.88

55 053 Jl.Nusantara 2 149.35

56 054 Tanah Abang.1 460.22

57 055 Jl.Tanah Abang.5 115.29

58 056 Jl.Tanah Abang.4 116.52

59 057 Jl Tanah Abang 3 114.74

60 058 Jl.Tanah Abang.2 110.94

61 059 Jl .KPU 296.22

62 060 Jl KPU 1 105.05

63 061 Jl KPU 2 62.33

64 062 Jl KPU 3 55.67

65 063 Jl Perumahan PU.1 275.33

Page 443: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-55

66 064 Jl.Tuguwaji 1 62.85

67 065 Jl.Tuguwaji 2 212.36

68 066 Jl.Stadion 286.23

69 067 Jl Perumahan PU.2 127.04

70 068 Jl.Tomagoba 1 312.55

71 069 Jl.Tomagoba 3 159.17

72 070 Jl.Tomagoba 2 117.17

73 071 Jl Open Spis 1 490.57

74 072 Jl.Gamtufkange Barat 1 545.08

75 073 Jl.Gamtufkange Barat 2 146.69

76 074 Jl.Garolaha 168.57

77 075 Jl.Tanah Abang 6 108.56

78 076 Jl.Blkng.Ktr Pertanian 2 397.32

79 077 Jl.Blkng Ktr Pertanian 1 103.64

80 078 Jl.Goto Pantai 2 156.33

81 079 Jl. Nusantara 473.06

82 080 Jl.Kalodi-Golili 1007.14

83 081 Kalaodi-Kola 1678.29

84 082 Jl.Cobodoe 3 257.44

85 083 Udin Fabanyo 426.70

86 084 Jl.Ake Mam 2 256.99

87 085 Jl.SMP.Stanawiyah Dowora 208.47

88 086 Jl.Ake Mam 4 270.27

89 087 jlan Ake Mam 3 140.21

90 088 Jl.Ake Mam 1 142.21

91 089 Jl.Talaga-Lolobi 1 504.49

92 090 Jl.Talaga-Lolobi 2 310.61

93 091 Jl. Pattimura 1442.44

Page 444: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-56

94 092 Jl.Gapensi 147.38

95 093 Jl.Cobodoe.1 204.52

96 094 Jl.Goto Ling.1 208.54

97 095 Jl Kompleks PDAM 237.28

98 096 Jl.Kedondong 182.55

99 097 Jl Matoa 188.20

100 098 Jl.Lingkar KTR Walikota 870.60

101 099 Jl.Mes Perumtel 106.49

102 0100 Jl Lingar Worskop 281.23

103 0101 Jl.Open Spis 2 105.11

104 0102 Jl,Tugu 135.17

105 0103 Jl.Gamtufkange Barat 1 545.08

106 0104 Gamtufkange Timur 65.66

107 0105 Jl. Trikora 1464.40

108 0105 Jl. Trikora 3934.53

109 0106 Jl. SMP Tsanawia Seli 74.26

110 0107 Jl.Stadion Gurabati 86.49

111 0108 Jl.Dowora-Sowom 2077.85

112 0109 Jl.Cobodoe 2 385.01

113 0110 Jl.Jati-Pelbhn.Feri 452.69

114 0111 Jl.Hate Jati Kuburan 205.20

115 0112 Jalan Supera 1 489.48

116 0113 Jl.Sonyinga Salaka 744.52

117 0114 Jl Kuburan Soasio 105.99

118 0115 Jl.Lingkar Rk.1-Rk.2 110.48

119 0115 Jl.Lingkar Rk.1-Rk.2 293.72

120 0115 Jl.Lingkar Rk.I-Rk.2 239.20

121 0118 Jl.Tomalou - Gurabati 420.00

Page 445: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-57

122 0116 Jl Gosale-Sarani 3 147.86

123 0119 Jl.Tuguiha 1 518.32

124 0120 Jl.Toloa-Pemantau Bulan 646.21

125 0121 Jl.Rum Balibunga-Talaga 2111.47

126 0122 Jl. Tambulah Lolobi 2071.98

127 0122 Jl. Tambulah Lolobi 1501.77

128 0122 Jl. Tambulah Lolobi 230.52

129 0123 Jl. Bkg. Rutan 254.90

130 0124 Jl. MR Uchen 202.97

131 0125 Jl. Boki Nursaefa 216.88

132 0126 Jl Gosale Sarani 1 220.00

133 0127 Jl.Pelabuhan Sultan 366.03

134 0128 Jl Talaga Lobi 3 131.72

135 0129 Talaga Lobi 4 185.44

136 0130 Jl Dowora-Kalaodi 4248.31

137 0131 Jl.Kompleks TK Manurung

1/Goto 210.31

138 0132 Jl Goto 3 140.86

139 0133 Jl Kuburan Goto 87.03

140 0134 Jl SMK Pertanian 168.06

141 0135 Jl Cobodoe RT 5 363.02

142 0136 Jl SDN Goto 3 171.24

143 0137 Jl.Tsanawia Mareku 156.22

144 0138 Jl Mareku sangadji 672.32

145 0139 Jl.Mosallah Al Iksan 71.13

146 0140 Jl Manggustang 288.90

147 0141 Jl. Samping Dispenda 177.47

148 0142 Jl.Blkg.Eks Nuku 258.27

149 0143 Jl SDN Goto 1 133.67

Page 446: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-58

150 0144 Jl Salemba 2 86.51

151 0145 Jl.Salemba 3 122.44

152 0146 Jl Kompleks KODIM 311.80

153 0147 Jl Ake Mam 6 383.32

154 0148 Jl Asrama Kodim 198.23

155 0149 Jl SDN Goto 2 165.11

156 0150 Jl Salemba 1 241.60

157 0151 Jl.Soa-Cina 1 192.66

158 0152 Jl.Soarora 163.32

159 0153 Jl Gamtufkange selatan 224.65

160 0154 Jl. Marimoi 404.10

161 0155 Jl. Timore I 497.15

162 0156 Jl Supera Pantai 192.36

163 0157 Jl.Kompleks TK Manurung

2/Goto 125.38

164 0158 Jl Kompleks PDAM 237.28

165 0159 Jl Angrek 201.09

166 0127 Jl.Pelabuhan Sultan 203.99

167 0160 Jl Gosale-Sarani 2 151.09

168 0161 Jl Tuguiha-Lapangan 196.14

169 0162 Jl Dokiri Masjid 107.25

170 0164 Mareku Tengah 370.64

171 0165 Jl Ome-Kuburan 363.64

172 0166 Jl Supera 2 82.91

173 0167 Jl Lada Ake - Jaya 1318.33

174 0168 Jl Ciriliyati Gam.8- Gurabunga 4279.42

175 0169 Jl Gosale-Sarani 4 144.43

176 0122 Jl Tambula-Lolobi 475.04

177 0170 Jl Gura Gomore 241.05

Page 447: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-59

178 0171 Jl.Sagu-Sagu 74.88

179 0122 Jl Tambula-Lolobi 936.61

180 0173 Jl Trans Lokal Beringin SP 2 3163.18

181 0174 Jl Hategau 2 270.95

182 0175 Jl Payahe 1 303.65

183 0176 Jl Payahe PLN 205.21

184 0177 Jl Payahe - Dehepodo 45439.94

185 0178 Jl Lokasi Trans Koli-Bale 5003.46

186 0179 Jl PorosTrans Kolibale 6626.28

187 0180 Jl SMP Aliyah Talaga Mori 2 84.49

188 0181 Jl SMP Aliyah Talaga Mori 1 75.19

189 0182 Jl Achmad Mahifa 138.15

190 0183 Jl Bale 236.13

191 0184 Jl Payahe 2 224.20

192 0185 Jl.Tadupi Pantai 501.75

193 0186 Jl Akekolano 6 74.79

194 0187 Jl Akekolano 7 34.87

195 0188 Jl SDN Akekolano 148.44

196 0189 Jl Kuburan Garojou 73.65

197 0190 Jl MTS Bukit Durian 401.24

198 027 Jl.Rum-Soasio 24318.83

199 0191 Jl Dokiri Penghubung 81.85

200 0192 Jl Folarora-Ngosi 2 642.39

201 0193 Jl Gurabunga-Ngosi 1 1271.03

202 0194 Jl Fabaharu-Jambula 461.97

203 0195 Jl Komlek Lapangan Cobodoe 116.64

204 0109 Jl Cobodoe 2 84.33

205 0204 Jl Ome-Jaya 182.13

Page 448: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-60

206 0204 Ome-Jaya 4463.80

207 0205 Jl Gurabunga-Lada Ake 1318.33

208 0.27 Jl.Dowora-Rum 15432.64

209 0208 Jl Cobo Tanjung 1 125.76

210 0209 Jl.Cobo Tanjung 2 58.17

211 0210 Jl. TPA 149.42

212 0211 Jl ktr Lurah Balibunga 95.10

213 0212 Jl. Rum.Balibunga Plbhn.Ferry 1389.39

214 0213 Jl.Blkng.Rum Kahar 616.92

215 0214 Rum -Mara 326.08

216 0215 Jl.Rum-A.Kahar 1402.22

217 0216 Jl SMU Salawering 630.30

218 0217 Rum Pasar 1 266.38

219 0218 Jl Rum Pasar 2 166.66

220 0219 Jl Rum-Kahar 2 334.26

221 0220 Jl Rum-Kahar 1 121.88

222 0221 Jl Fabaharu 1 388.37

223 0222 Jl Fabaharu 2 220.10

224 0223 Jl Fabaharu 3 104.93

225 0224 Jl Komleks Lada Ake 235.48

226 0225 Jl.Ome Halaro 165.05

227 0226 Jl Ome 2 859.81

228 0228 Jl Ome 4 132.53

229 0229 Ome Tengah 84.80

230 0230 Jl.Gubukusuma-Guwaepaji 880.67

231 0231 Jl.Sirongo-Bua-bua 685.64

232 0232 Mareku-Sirongo 1625.27

233 0233 Mareku Lapangan 78.36

Page 449: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-61

234 0234 Jl Sangaji JikoMalofo 956.41

235 0235 Jl Stdion Mareku 220.38

236 0236 Jl Mareku Penghubung 66.07

237 0237 Mareku 1 93.79

238 0238 Mareku Pantai 459.28

239 0239 Jl Mareku SDN 59.51

240 0240 Jl Afa-Afa-Sirongo 1614.69

241 0241 Mareku-Afa2 1266.12

242 0242 Jl Afa-Afa 3 793.76

243 0243 Jl Afa-afa 1 416.25

244 0244 Jl Afa-afa 2 73.40

245 0245 Jl Mareku PDAM 181.92

246 0246 Mareku Tanjung 398.04

247 0247 Mareku Gamsung 62.65

248 0248 Jl Ome-Gubukusuma 2008.13

249 0250 Kola-Jambula 1813.25

250 0253 Jl Ome 1 196.76

251 0254 Jl Ome 3 156.95

252 0255 Jl.Afa-afa 3 57.50

253 0.27 Jl Sultan Syaifuddin 1962.56

254 0257 Jl Tongolo-Dokiri 1215.80

255 0258 Toloa Gambati-Toloa tomaidi 1346.11

256 0259 Jl Toloa 1 122.10

257 0260 Jl.Toloa 2 144.50

258 0261 Jl Toloa 3 147.04

259 0262 Jl Toloa Lapangan Bola 374.66

260 0263 Jl Toloa 4 109.56

261 0264 Jl Toloa 6 168.74

Page 450: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-62

262 0265 Jl Toloa 5 158.99

263 0266 Jl Dokiri 3 174.50

264 0267 Jl Dokiri 1 189.13

265 0268 Jl Tuguiha -Tomalou 840.83

266 0269 Jl SMK Tomalou 2 119.97

267 0270 Jl SMK Tomalou 1 145.11

268 0271 Jl Blkng Tomalou RK 3 259.29

269 0272 Jl.Tomalou Rk 3-Rk 4 588.92

270 0273 Jl Tuguiha Penghubung 68.91

271 0274 Jl.Tomalou Rk.1 Rk.2 480.87

272 0275 Jl. Gurabati RK.1-RK.4 1551.46

273 0276 Jl.Gurabati RK.2-RK.3 441.13

274 0277 Jl.Gurabati RK.2 127.97

275 0278 Gurabati Rk.2 _Masjid 141.34

276 0115 Jl.Lingkar Rk.1-Rk.2 155.19

277 0280 Jl.SDN.Gurabati 164.92

278 0281 Jl.Tongowai 3 233.54

279 0282 Jl.Tongowai.2 325.77

280 0283 Jl.Tongowai 1 339.52

281 0284 Jl. Soadara-Seli 1208.49

282 0285 Jl.Seli.4 99.11

283 0286 Jl.Blkng.Ktr.Camat.Tdre.Selatan 324.82

284 0287 Jl.Tongowai-Ktr.Camat Tidore

Sltn 1201.30

285 0115 Jl.Lingkar Rk.1 - Rk.2 85.95

286 0289 Jl.Gurabati Kuburan RK.1 113.22

287 0290 Jl Tongolo 68.90

288 0291 Jl Tuguiha 2 336.55

289 0292 Jl Tongolo-Dokiri 1215.80

Page 451: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-63

290 0293 Jl Doriki 2 488.46

291 0294 Jl Dokiri 4 123.57

292 0295 Jl Tagalaya 360.49

293 010 Jl Sofifi -Akelamo 26104.83

294 0296 Jl Lola 5 194.79

295 0297 Jl Lola 1 426.70

296 0298 Jl Lola 2 538.32

297 0299 Jl Lola 4 217.37

298 0300 Jl Lola 3 208.87

299 0301 Jl SDN Tadupi 126.48

300 0302 Jl Akelamo-Beringi Jaya 3427.57

301 0303 Jl Akelamo 2 251.82

302 0304 Jl Akelamo 1 457.91

303 0305 Jl Akelamo 3 127.91

304 0306 Jl Safang-Beringin Jaya 3570.76

305 0307 Jl Paceda Quary 869.97

306 0308 Jl Paceda 1 180.75

307 0309 Jl Paceda 3 203.28

308 0310 Jl Paceda 4 131.32

309 0311 Jl Paceda 2 125.29

310 0312 Jl Masuk SDN Noramaake 255.90

311 0313 Jl Desa Nuku 1 182.85

312 0314 Jl Maidi 4 421.81

313 0315 Jl Maidi 3 68.57

314 0316 Jl Maidi 5 219.86

315 0317 Jl Maidi 2 588.12

316 0318 Jl Maidi 1 1630.10

317 0319 Jl.Poros Trans.Maidi SP 1 1269.45

Page 452: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-64

318 0320 Jl Hager 1 76.29

319 0321 Jl Hager 2 124.25

320 0322 Jl Hager 3 273.82

321 0323 Jl Hategau 1 518.97

323 0325 Jl.Hategau 2 56.53

324 0326 Jl Hategau-Pelabuhan 426.70

325 0327 Jl Lifofa 1 538.32

326 0328 Jl Lifofa 2 217.37

327 0329 Jl Toe Gereja 208.87

328 0330 Jl Kususinopa 126.48

329 0331 Jl Sigela 3427.57

330 0332 Jl Yef 428.00

331 0333 Jl Poros Payahe 457.91

332 0334 Jl Durian -Kali Oba 1315.81

333 0335 Jl Tomadou-Talaga 600.00

334 0336 Jl Maitara -Pasimayou 1500.00

335 0337 Jl Maitara-Ake Bay 180.75

336 0338 Jl. Yusuf Marajabessy 203.28

337 0339 Jl. Al Bajuri 131.32

338 0340 Jl. Godake 125.29

339 0341 Jl Merdeka 255.90

340 0342 Jl Kebangsaan 182.85

341 0343 Jl Proklamasi 2727.11

342 0344 Jl. Bukulasa 421.81

343 0345 Jl SMP Sofifi 68.57

344 0346 Jl. Polsek Sofifi 219.86

345 0347 Jl. Barumadoe 588.12

346 009 Jl Kaiyasa-Pasar Sofifi 1630.10

Page 453: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-65

347 0348 Jl Durian 1 8629.57

348 0349 Jl Kusu Sarani 2 76.29

349 0350 Jl Ampera 1 124.25

350 0351 Jl Ampera 2 273.82

351 0352 Jl. Kadir Mahmud 269.33

352 0353 Jl. Muhammad Maya 304.58

353 0354 Jl. Kene Suara 213.14

354 0355 Jl. Suara Tahe 70.13

355 0356 Jl. Idrus Tukang 71.24

356 0357 Jl. Zainal Abidin Syah 243.70

357 0358 Jl. Jamaluddin Adam 97.51

358 0359 Jl. Siswa 439.80

359 0360 Jl. Hasan Yunus 132.38

360 0361 Jl Akekolano 2 154.37

361 0362 Jl Akekolano 3 284.40

362 0363 Jl Akekolano 4 183.97

363 0364 Jl Akekolano 1 233.74

364 0365 Jl.Akekolano -Somahode 3927.88

365 0366 Jl Akekolano Sarani 1 485.71

366 0367 Jl Akekolano Sarani 3 109.77

367 0368 Jl Akekolano Sarani 2 215.01

368 0369 Jl Somahode Pantai 1 1627.63

369 0370 Somahode Pantai 3 389.89

370 0371 Jl Somahode PAntai 4 328.97

371 0372 Jl.Lingkar Pasar somahode 615.32

372 0373 Jl.Somahode 1 724.48

373 0374 Jl Somahode 2 97.59

374 0375 Jl Somahode 3 111.92

Page 454: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-66

375 0376 Jl Somahode 4 175.72

376 0377 Jl Somahode 5 133.46

377 0378 Jl Somahode 7 330.07

378 0379 Jl.Garojou-Somahode 1150.21

379 0380 Jl Garojou 1 219.57

380 0381 Jl Garojou 2 159.97

381 0382 Jl. Muara Kali oba 1 727.98

382 0383 Jalan Perumahan Polda 338.52

383 0384 Jalan Perumahan 49.58

384 0385 Jalan Perumahan 125.04

385 0386 Jalan Perumahan 90.11

386 0387 Jl. Revolusi 1338.75

387 0388 Jl Durian 1 362.87

388 0389 Jl Durian 2 202.31

389 0390 Jl Durian 3 143.23

390 0391 Jl Muara Kali Oba 3 317.21

391 0392 Jl Muara Kali Oba 2 834.93

392 0393 Jalan Kantor Gubernur 99.77

393 0394 Jalan Kantor Gubernur 127.22

394 0395 Jalan Kantor Gubernur 122.35

395 0396 Jalan Kantor Gubernur 422.18

396 0397 Jalan Kantor Gubernur 96.98

397 0398 Jalan Kantor Gubernur 99.95

398 0399 Jalan Kantor Gubernur 192.64

399 0400 Jl Ampera Pantai 1077.79

400 0401 Jl Akekolano 4 227.23

401 0402 Jl Somahode Pantai 2 329.27

402 0403 Jl Somahode Pantai 5 241.62

Page 455: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-67

403 0404 Jl Somahode 6 151.76

404 0405 Jl Kusu 3 978.78

405 0406 Jl Kusu 1 303.87

406 0407 Jl Kusu 2 134.96

407 0408 Jl Akekolano 5 141.55

408 0409 Jl.Tadupi Belakang 299.70

409 0411 Jl Gita 1 56.94

410 0413 Jl Payahe Gedung Pertemuan 101.56

411 0414 Jl.Payahe Sarani 351.82

412 0415 Jl.Payahe masjid 486.71

413 0416 Jl.SDN Payahe 374.50

414 012 Jl Payahe-Weda 10092.77

415 0417 Jl.Hijrah Kampung Baru 3624.39

416 0418 Jl Hijrah Kamp.Baru 2 237.78

417 0279 Jl Bastiong Sarani 172.69

418 0.11 Jl.Akelamo-Payahe 49227.28

419 0420 Jl Gita Sarani 194.87

420 0421 Jl Gita islam 412.90

421 0422 Jl Hijrah Kamp.Baru 1 347.70

422 0423 Jalan Toseho 3610.23

423 0424 Jl Guraping 1 402.38

424 0425 Jl Guraping 2 608.12

425 0426 Jl Guraping 3 404.19

426 0427 Jl Guraping 4 363.25

427 0428 Jl Guraping 5 259.17

428 0429 Jl Guraping 6 538.36

429 0430 Jl Guraping 7 241.92

430 0431 Jl Guraping 8 313.86

Page 456: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-68

431 0432 Jl Lingkar Guraping 6091.54

432 0433 Jl. Pelabuhan Ferry Galala 225.450

433 0434 Jl Gosale-Sarani 5 116.66

434 0435 Jl Gosale-Sarani 6 118.65

435 0436 Jl Gosale-Sarani 7 120.95

436 0437 Jl Gosale-Sarani 8 121.26

437 0438 Jl Gosale-Sarani 9 238.20

438 0439 Jl SDN Topo 3 211.99

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tidore Kepulauan

7.6.1.2 Rencana Pengembangan Sarana Transportasi Darat

Rencana Sistem jaringan transportasi darat yaitu sistem jaringan jalan secara garis besar

akan meliputi beberapa rencana yaitu:

a. rencana jaringan jalan nasional;

b. rencana jaringan jalan provinsi;

c. rencana jaringan jalan kabupaten/kota;

d. sistem terminal; dan

e. pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum.

(1) Rencana Jaringan jalan nasional dengan fungsi Kolektor Primer primer dengan ruang

milik jalan 15 meter, meliputi :

a. ruas jalan Payahe-Weda;

b. ruas jalan Akelamo-Payahe;

c. ruas jalan Sp. Dodinga-Akelamo;

(2) Rencana Jaringan jalan provinsi dengan fungsi kolektor sekunder dengan ruang milik

jalan 5 meter, yaitu; ruas jalan Tidore – Tidore Selatan – Tidore Utara – Tidore Timur

– Tidore (Keliling Pulau Tidore) dan Oba – Oba Selatan.

(3) Rencana Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi kolektor sekunder dengan

ruang milik jalan 5 meter, meliputi:

a. ruas jalan Gamtufkange – Gurabunga – Jaya – Fabaharu – Ome;

b. Dowora – Kalaodi – Fabaharu – Ome;

c. Jaya – Fabaharu; dan

Page 457: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-69

d. Jalan dari Tuguiha (Tidore Selatan) – Tidore Utara

(4) Rencana Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi lokal sekunder, dengan ruang

milik jalan 3 meter, meliputi :

a. ruas jalan Tomadou - Talaga

b. ruas jalan Gurabati - Ibukota Kelurahan/Desa;

c. ruas jalan Tambula - Lolobi;

d. ruas jalan Talaga - Lolobi;

e. ruas jalan Dowora - Sowom;

f. ruas jalan Poros Trans Maidi SP1;

g. ruas jalan Hatagau - Pelabuhan;

h. ruas jalan Rum Balibung - Talaga;

i. ruas jalan Poros Trans Kolibale;

j. ruas jalan Gurabunga – Ngosi 1;

k. ruas jalan Folarora – Ngosi 2;

l. ruas jalan Gurabunga – Lada Ake;

m. ruas jalan Fabaharu - Jambula;

n. ruas jalan Gubukusuma – Guaepaji;

o. ruas jalan Sirongo – Buabua;

p. ruas jalan Afa Afa – Sirongo;

q. ruas jalan Gurabati – Tomalou;

r. ruas jalan Tuguiha – Tomalaou;

s. ruas jalan Akelamo – Beringin Jaya;

t. ruas jalan Garojou – Sumahode;

u. ruas jalan Kususonopa;

v. ruas jalan Maitara - Akebai;

w. ruas jalan Maitara - Pasimayou;

x. ruas jalan Akekolano- Sumahode;

y. ruas jalan Garojou - Sumahode;

z. ruas jalan Toseho;

aa. ruas jalan Safang – Beringin Jaya.

(5) Rencana peningkatan dan pembangunan Terminal penumpang meliputi:

a. peningkatan pelayanan terminal Sofifi yang berfungsi melayani angkutan antar

Kabupaten/kota dalam Provinsi Maluku Utara dengan Luas lebih kurang 4 (empat)

Ha;

b. pembangunan terminal di Gita;

c. peningkatan kwalitas terminal tipe C di Soasio;

d. Pembangunan terminal Payahe;

e. perbaikan sub terminal di Rum (Tidore Utara);

f. pembangunan sub terminal di setiap pelabuhan baik regional terutama Pelabuhan

Soasio, Pelabuhan Sofifi, sedangkan di pelabuhan lokal terutama di pelabuhan

Tomalou (Tidore Selatan), Rum (Tidore Utara), Mafututu (Tidore Timur), Loleo

(Oba Tengah), Gita (Oba), Lifofa dan Maidi (Oba Selatan), Guraping (Oba Utara).

Page 458: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-70

(6) Pengembangan jaringan pelayanan angkutan penumpang meliputi;

a. pengembangan jaringan trayek angkutan jalan perintis dari Payahe – Weda dan

Payahe – Lifofa – Halmahera Selatan; dan

b. pengembangan trayek angkutan perkotaan:

c. trayek Terminal Soasio : Rum, Mafututu, Kalaodi, Gurabunga, dan Topo gunung;

dan

d. trayek Terminal Rum : Jaya, Afa-afa, dan Bua-bua

Pendekatan perencanaan desain jaringan transportasi lokal pada suatu kawasan

harus mempertimbangkan konsep perencanaan pengembangan lingkungan yang

berorientasi transit (Transit-Oriented Development – TOD). Secara umum konsep ini

menetapkan adanya desain suatu pusat lingkungan yang memiliki beragam kegiatan

sebagai sarana lingkungan yang sekaligus juga merupakan pusat kegiatan pergerakan

transit lokal baik antar moda transit yang sama maupun dengan berbagai moda transit

yang berbeda, dengan mempertimbangkan aspek jangkauan kenyamanan berjalan kaki

sebagai orientasi utamanya.

Pendekatan desain pada konsep ini tidak hanya menyangkut desain sistem

transportasi –dalam hal ini sistem transit– saja, melainkan juga akan terkait dengan

bagaimana alokasi dan penataan berbagai elemen rancangan ruang kota yang lain,

seperti peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata bangunan, ruang terbuka

dan tata hijau, sistem sirkulasi dan penghubung, dan lain sebagainya.

Beberapa prinsip umum pada konsep perencanaan lingkungan yang berorientasi

transit (TOD) ini adalah:

1. Pendekatan perencanaan berskala regional yang mengutamakan kekompakan

dengan penataan kegiatan transit,

2. Perencanaan yang menempatkan sarana lingkungan dengan peruntukan

beragam dan campuran pada area pusat lingkungan dan pusat transit ini,

3. Pembentukan lingkungan yang sangat mendukung / ‘ramah’ bagi pejalan kaki,

4. Perencanaan desain yang mempertahankan area cadangan terutama area hijau,

5. Pendekatan desain dengan mengutamakan kenyamanan kehidupan pada ruang

publik dan pusat lingkungan bersama selain pada ruang privat,

Page 459: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-71

6. Pengembangan yang mampu memicu / mendorong pembangunan area sekitar

pusat transit baik berupa pembangunan penyisipan, revitalisasi maupun bentuk

penataan / perencanaan lain.

Moda transportasi di Kota Tidore Kepulauan angkutan darat di Kota Tidore

Kepulauan terdiri dari mobil carter, angkutan umum, ojek dan becak motor. Di Kota

Tidore Kepulauan terdapat 4 (empat) buah terminal. 2 (dua) diantaranya berada di Pulau

Tidore yaitu di Soasio dan Rum. 2 (dua) lainnya berada di Pulau Halmahera yaitu di Gita

dan Sofifi. Masing – masing terminal terletak berdekatan dengan pelabuhan.

Gambar 7. 107 Terminal di Soasio

Sumber: Hasil Survey

Sehingga rencana pengembangan sarana transportasi antara lain:

1. Peningkatan dan perbaikan terminal di Sofifi menjadi terminal tipe B yang

berfungsi melayani angkutan antar kota dalam Provinsi Maluku Utara. Luas

terminal tipe B sebesar 2 Ha.

2. Pembanguna terminal di Gita menjadi terminal yang berfungsi melayani

angkutan di dalam Kota Tidore Kepulauan terutama sebagai transit ke wilayah

Selatan dan sebagai transit ke dan dari Halmahera Barat.

3. Perbaikan terminal di Soasio sebagai terminal tipe C agar dapat maksimal

dalam pelayanan angkutan dalam perkotaan di Pulau Tidore.

4. Perbaikan sub terminal di Rum (Tidore Utara).

5. pembangunan sub terminal di setiap pelabuhan baik regional terutama

Pelabuhan Soasio, Pelabuhan Sofifi, sedangkan di pelabuhan lokal terutama di

pelabuhan Tomalou (Tidore Selatan), Rum (Tidore Utara), Mafututu (Tidore

Timur), Loleo (Oba Tengah), Gita (Oba), Lifofa dan Maidi (Oba Selatan),

Guraping (Oba Utara).

Page 460: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-72

6. Untuk pelayanan di dalam perkotaan disediakan halte bus. Lokasi halte

ditempatkan pada titik pergantian moda lainnya seperti pelabuhan kecil dan

tempat mangkal ojek dan becak motor. Fasilitas penunjang antara lain: peta

jalur perjalanan dan tarif, tempat tunggu, tong sampah.

7. Setiap terminal tipe B dan tipe C dilengkapi dengan fasilitas pendukung antara

lain:

- Jalur pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum.

- Tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan,

termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan

umum.

- Bangunan kantor terminal, menara pengawas dan loket penjualan karcis

- Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar.

- Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat

petunjuk jurusan dan peta, tarif dan jadwal perjalanan.

- Pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau ojek dan becak motor.

8. Sub terminal minimal dilengkapi dengan fasilitas penunjang antara lain: loket

penjulan karcis, ruang tunggu, parkir dan petunjuk jurusan dan peta, taris dan

jadwal perjalanan

Gambar 7. 118 Contoh Ketersediaan Sarana Transportasi Sub Terminal dan Halte Bus

7.6.2 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Laut Keberadaan transportasi laut sangat penting bagi penunjang pergerakan

penduduk dan kegiatan di Kota Tidore Kepulauan. Pergerakan melalui jalur laut pada

kondisi saat ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Pergerakan transportasi laut intensitas paling padat dilakukan antara Rum –

Ternate.

Page 461: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-73

2. Pergerakan transportasi laut intensitas paling padat dalam Kota Tidore

Kepulauan dilakukan antara Soasio – Sofifi.

3. Pergerakan transportasi laut intensitas sedang dalam Kota Tidore Kepulauan

dilakukan antara Soasio – Gita (Kecamatan Oba).

4. Pergerakan laut lainnya dilakukan dari setiap masing-masing pelabuhan

dengan intensitas yang sangat kecil dan dilakukan secara spontan.

Berdasarkan Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan 2009 terdapat usulan sarana

pelabuhan seperti di bawah ini:

Tabel 7. 17 Rencana Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan

No Nama Pelabuhan Pulau Klasifikasi

Profil dermaga

Tiang Pancang

Lantai

Ukuran (M)

Kedalaman Faceline Dermaga

(LWS) P L

1 Soasio Tidore P. Regional Spun File Beton 42 8 6

2 Rum Tidore P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

3 Maitara Maitara P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

4 Mare Mare P. Lokal Beton Kayu 12 4 3

5 Sofifi Halmahera P. Regional Spun File Beton 46 8 6

6 Galala Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

7 Guraping Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

8 Somadehe Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3

9 Maidi Halmahera P. Lokal Beton Beton 12 4 3

10 Loleo Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

11 Lola Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3

12 Gita Halmahera P. Lokal Baja Beton 60 8 5

13 Ferry Rum Tidore P. Lokal Beton Beton - - 3

14 Ferry Dowora Tidore P. Lokal Beton Beton - - 3

15 Ferry Galala Halmahera P. Lokal Beton Beton - - 3

16 Perikanan Goto Tidore P. Lokal Beton Kayu - - 3

17 Perikanan Tomalou Tidore P. Lokal Beton Kayu - - 3

18 Guraping Halmahera P. Lokal Beton Beton - - 3

19 Cobo Tidore P. Lokal Beton Kayu - - 3

20 Kususinopa Halmahera P. Lokal Beton Beton - - 3

21 Tomalou Tidore P. Lokal Beton Beton - - 3

22 Pelabuhan Batu Bara Rum

Tidore Khusus Beton Beton - -

23 Pelabuhan Batu Bara Pasigau

Halmahera Khusus Beton Beton - -

Sumber: Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan, Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan Informatika Kota Tidore Kepulauan

Page 462: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-74

Dengan melihat pergerakan laut eksisting, keberadaan pelabuhan dan rencana

pengembangan wilayah Kota Tidore Kepulauan, maka direncanakan sistem

penyeberangan transportasi laut sebagai berikut:

Tabel 7. 18 Rencana Sistem Trayek Penyeberangan Transportasi Laut

No. Kategori Trayek Penyeberangan

Menghubungkan Intensitas Keterangan

1 Trayek Utama Rum - Ternate Besar

Sofifi - Ternate

Soasio (Goto) - Sofifi

PKW - PKW/PKLW

Soasio (Goto) - Gita

Loleo - Soasio (Goto)

2 Trayek Pengumpan

Rum - Sofifi Sedang PKW - PKL

Gita - Sofifi

PKLW - PKL

Rum - P. Maitara

Gurabati - P Mare

Maidi - Gita

Lola – Sofifi (Goto)

Rum - Gurabati

IKK - IKK

Gurabati - Loleo

Gurabati - Gita

3 Trayek Perintis Lifofa - Maidi Kecil

Lola - P. Woda

sesuai dengan permintaan

menghubung pelabuhan dengan lokasi wisata

Sumber: Hasil Analisis Studio,2009

Keterangan trayek penyeberangan dalam Kota Tidore Kepulauan antara lain:

1. Trayek utama adalah pelayanan angkutan laut yang menghubungkan antar

pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi.

2. Trayek pengumpan merupakan penunjang trayek utama, yakni:

a. menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan

distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi

dan distribusi; atau

b. menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat

akumulasi dan distribusi.

3. Trayek perintis adalah trayek penyeberangan yang menghubungkan daerah

terpencil atau daerah yang belum berkembang dengan pelabuhan yang

Page 463: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-75

berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi atau pelabuhan yang bukan

berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi.

Jaringan dan trayek angkutan laut ditetapkan dengan memperhatikan:

a. pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata;

b. pengembangan daerah;

c. keterpaduan intra dan antar moda transportasi; dan

d. perwujudan kesatuan wawasan nusantara.

Ketersediaan sarana penunjang transportasi laut dapat direncanakan sebagai

berikut:

1. Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan Payahe dan

Loleo sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar wilayah.

2. Pengembangan dan peningkatan fasilitas pelabuhan Sofifi, Soasio dan Rum

sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar pulau (regional dan nasional)

3. Pengembangan pelabuhan Goto (Soasio) menjadi pelabuhan petikemas yang

melayani dalam Kota Tidore Kepulauan dan wilayah disekitarnya.

4. Penyediaan prasarana pergudangan untuk memenuhi perpindahan arus

barang melalui pelabuhan.

5. Pengembangan fasilitas pelabuhan yang terpisah antara penumpang dan

barang dengan dilengkapi fasilitas penunjang yang mencukupi.

6. Penyediaan pelabuhan untuk keperluan industri di Payahe.

7. pengembangan dan peningkatan pelabuhan khusus batubara yang berada di

kelurahan Rum Balibunga Kecamatan Tidore Utara dan Dusun Pasigau Desa

Aketobatu Kecamatan Oba Tengah;

Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Udara

Kota Tidore Kepulauan tidak memiliki sarana transportasi udara. Bandar udara di

Ternate merupakan satu-satunya fasilitas transportasi udara yang menghubungkan

Provinsi Maluku Utara dengan wilayah lainnya se-Nusantara. Perencanaan Sofifi sebagai

ibukota provinsi yang baru tidak harus disertai ketersediaan sarana bandar udara di

Sofifi. Penambahan trayek dan waktu pelayanan penyeberangan ke Ternate melalui Rum

dan Sofifi adalah salah satu rencana pengembangan menunjang kelancaran ketersediaan

sarana perhubungan.

Page 464: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-76

Peta 7. 10 Rencana Sistem Transportasi

Page 465: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-77

7.7 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Utilitas

(telekomunikasi, energi, pengairan, prasarana pengelolaan

lingkungan)

7.7.1 Rencana Pengembangan Fasilitas dan Sistem Jaringan

Telekomunikasi Sarana telekomunikasi saat ini semakin dibutuhkan dalam menunjang aktivitas

penduduk baik dalam industri, perdagangan, pemerintahan, dan pendidikan.

Telekomunikasi saat ini telah berkembang dari via kabel hingga nirkabel yang dalam

penggunaannya digunakan sebagai penghubung dengan dunia maya yang dapat

digunakan sebagai fasilitas mendapatkan ilmu pengetahuan dan media promosi suatu

usaha. Kondisi fasilitas telekomunikasi saat ini di Kota Tidore Kepulauan terdapat

fasilitas layanan telepon dan layanan telepon nirkabel. Layanan tersebut dikembangkan

oleh PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Telkomsel yang saat ini telah memiliki 7 buah

tower, 19 unit warung telekomunikasi, dan 4 warung internet yang tersebar di seluruh

wilayah Kota Tidore Kepulauan. Layanan telepon dari PT. Telkom hanya terdapat di

Pulau Tidore. Untuk wilayah yang berada di Pulau Halmahera, layanan telepon sekarang

ini baru tersedia di Sofifi. Layanan nirkabel dari PT. Indosat dan PT. Telkomsel telah

mencakup hampir sebagian besar wilayah Pulau Tidore.

Gambar 7. 19 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan

Sumber: Survey Lapangan, 2009

Dengan kondisi demikian maka rencana pengembangan fasilitas dan sistem

jaringan telekomunikasi antara lain:

1. Penambahan jaringan telepon untuk Kota Sofifi dan disepanjang jalan trans

Halmahera sehingga skala layanan dapat menjangkau Payahe dan Lifofa dan

ibukota kecamatan lainnya.

2. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel

Page 466: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-78

Peta 7. 11 Rencana Jaringan Telepon

Page 467: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-79

7.7.2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan listrik Jaringan listrik dalam kebutuhan masa kini sangatlah menentukan dalam

berbagai aspek kehidupan. Listrik tidak hanya digunakan sebagai sumber penerangan

tetapi juga untuk menjalankan suatu proses produksi dalam suatu industri. Saat ini Kota

Tidore Kepulauan telah dilayani oleh listrik baik di Pulau Tidore maupun di bagian Pulau

Halmahera kecuali Kecamatan Oba Selatan yang belum terlayani. Ketersediaan listrik di

Pulau Halmahera masih belum memuaskan karena masih terjadi pemadaman bergilir.

Tabel 7. 19 Rencana Kebutuhan Listrik Tahun 2030 Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan

2030

Jumlah Penduduk

Jumlah Rumah

Kebutuhan Listrik (KVA)

Domestik Non

Domestik Jumlah

1 Tidore 30.625 6.125 5.512 551,24 6063,68

2 Tidore Selatan 25.005 5.001 4.501 450,09 4950,95

3 Tidore Utara 23.021 4.604 4.144 414,38 4558,14

4 Tidore Timur 11.244 2.249 2.024 202,40 2226,37

5 Oba 14.755 2.951 2.656 265,59 2921,45

6 Oba Utara 29.480 5.896 5.306 530,64 5837,03

7 Oba Selatan 7.339 1.468 1.321 132,11 1453,18

8 Oba Tengah 8.892 1.778 1.600 160,05 1760,54

Kota Tidore Kepulauan 150.360 30.072 27.065 2706,49 29771,37

Sumber: Hasil Analisis Studio

Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan di Kota Tidore Kepulauan

terdiri dari:

(1) Jaringan tenaga listrik di Kota Tidore Kepulauan terdiri atas:

a. PLTD Soasio di Kecamatan Tidore;

b. PLTD Payahe di Kecamatan Oba;

c. PLTD Sofifi di Kecamatan Oba Utara;

d. PLTU Rum Balibunga Kecamatan Tidore Utara; dan

e. PLTU Pasigau di Kecamatan Oba Tengah.

(2) Rencana pengembangan jaringan listrik Kota Tidore Kepulauan direncanakan

dipenuhi dari :

Page 468: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-80

a. pengembangan pembangkit listrik, meliputi PLTD ranting Soasio, PLTD ranting

Payahe, dan PLTD ranting Sofifi;

b. pengembangan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi alternatif

berupa panas bumi di Akesahu;

c. percepatan penyelasian pembangunan PLTU di Rum Balibunga Kecamatan Tidore

Utara dan; dan

d. percepatan pembangunan PLTU di Dusun Pasigau Desa Aketaobatu Kecamatan

Oba Tengah.

(3) Jaringan tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antar sistem

yang menggunakan kawat saluran udara dan/atau kabel bawah tanah sesuai dengan

kebutuhan.

Daerah yang jauh dari pusat pembangkit listrik dan mempunyai potensi energi lokal

dikembangkan secara khusus dengan pengembangan pembangkit listrik yang

menggunakan energi alternatif terutama biodesel dari minyak jarak dan mikrohidro.

Page 469: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-81

Peta 7. 12 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN LISTRIK

Page 470: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-82

7.7.3 Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang memenuhi

persyaratan untuk keperluan rumah tangga. Pusat kegiatan yang terdapat banyak

fasilitas di dalamnya juga membutuhkan layanan air bersih.

Rencana Sistem penyediaan air minum meliputi :

a. sistem perpipaan meliputi jaringan pipa berupa 2 (dua) sumur dalam perpipaan di

Kel. Gurabati Kec. Tidore selatan dan 1 (satu) sumur dalam perpipaan di Kel. Soadara

Kec. Tidore, reservoir perpipaan di kel Tomagoba kec. Tidore, perpipaan Kel

Indonesiana dan Kel Goto Kec. Tidore; dan

b. sistem non perpipaan di layani dengan mobil tangki air;

c. perluasan jaringan pelayanan di selurah kecamatan;

d. peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan

sistem air minum.

Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air bersih yang harus disediakan

pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:

a) Kebutuhan air bersih

b) Jaringan air bersih

c) Keran umum

d) Hidran kebakaran

Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi berdasarkan SNI 03-

1733-2004 adalah:

Penyediaan kebutuhan air bersih

1. Lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan

air minum atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan

2. Apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan

air bersih lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah

atau sambungan halaman.

Penyediaan jaringan air bersih

1. Harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan rumah.

2. Pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass.

3. Pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan menggunakan GIP.

Page 471: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-83

Penyediaan kran umum

1. Satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa.

2. Radius pelayanan maksimum 100 meter.

3. Kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari.

4. Ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991 tentang

Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.

Penyediaan hidran kebakaran

1. Untuk daerah komersial jarak antara kran kebakaran 100 meter.

2. Untuk daerah perumahan jarak antara kran maksimum 200 meter.

3. Jarak dengan tepi jalan minimum 300 meter.

4. Apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat sumur-sumur

kebakaran.

5. Perencanaan hidran kebakaran mengacu pada SNI 03-1745-1989 tentang Tata

Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada

Bangunan Rumah dan Gedung.

Kebutuhan air bersih tahun 2030

Tabel 7. 20 Kebutuhan Air Bersih Kota Tidore Kepulauan per Kecamatan Tahun 2030

No Kecamatan Kebutuhan Rata-

Rata m3/Hari

Kebutuhan Maksimum

m3/hari

Perkiraan Kebutuhan

Puncak m3/Hari

1 Tidore 8.378,91 7.286,01 13.825,20

2 Tidore Selatan 6.841,32 5.948,97 11.288,18

3 Tidore Utara 6.298,53 5.476,98 10.392,57

4 Tidore Timur 3.076,44 2.675,17 5.076,13

5 Oba 4.036,92 3.510,36 6.660,91

6 Oba Utara 8.065,72 7.013,67 13.308,44

7 Oba Selatan 2.008,04 1.746,12 3.313,26

8 Oba Tengah 2.432,75 2.115,43 4.014,03

Kota Tidore Kepulauan 41.138,61 35.772,71 67.878,71

Sumber: Hasil Analisis Studio

Rencana pengembangan air bersih di Kota Tidore Kepulauan sebagai berikut:

1. Studi kelayakan ketersediaan air bersih khususnya di Pulau Halmahera.

2. Ketersediaan jaringan perpipaan disesuaikan dengan kontur dan mengikuti

jaringan jalan baik di Pulau Tidore dan Pulau Halmahera.

3. Ketersediaan hidran kebakaran diutamakan di daerah perkotaan P. Tidore, Kota

Sofifi dan Gita-Payahe.

Page 472: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-84

Peta 7. 13 Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih

Page 473: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-85

7.7.4 Rencana Pengembangan Jaringan Drainase

Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan

ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan. Sarana drainase harus

disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan. Terutama pada pusat-pusat

kegiatan di lingkungan permukiman perkotaan sangat diperlukan. Lingkungan

perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan persyaratan teknis

yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata

cara perencanaan umum jaringan drainase lingkungan perumahan di perkotaan.

Bagian dari jaringan drainase adalah:

Tabel 7. 21 Bagian-Bagian dari Jaringan Drainase

Sarana Prasarana

Badan penerima air Sumber air di permukaan tanah (laut, Badan penerima air aut,

sungai, danau).

Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer).

Bangunan pelengkap Gorong-gorong

Pertemuan saluran

Bangunan terjunan

Jembatan

Street inlet

Pompa

Bangunan pelengkap

Pintu air

Sumber : Hasil Analisis Studio

Jaringan drainase di Kota Tidore Kepulauan dapat dijumpai pada jalan-jalan

besar dan di daerah perkotaan yaitu di Pulau Tidore.

Rencana pengembangan jaringan drainase antara lain:

- Ketersediaan Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan dengan mengutamakan

daerah perkotaan.

- Membangun jaringan drainase di permukiman-permukiman baru terutama di

wilayah Kota Tidore Kepulauan di Pulau Halmahera.

Rencana sistem drainase di Kota Tidoremeliputi:

a. ketersediaan Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan dengan mengutamakan

daerah perkotaan;

b. membangun jaringan drainase di permukiman-permukiman baru maupun yang lama,

terutama di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang berada di Pulau Halmahera;

c. perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase kota dengan

rehabilitasi dan pemeliharaan saluran;

d. operasionalisasi dan pemeliharaan saluran pembuangan drainase.

Page 474: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-86

Peta 7. 14 Rencana Jaringan Drainase

Page 475: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-87

7.7.5 Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya ragam

kegiatan yang dilakukan di Kota Tidore Kepulauan maka penggunaan air bersih yang

diikuti oleh jumlah air limbah domestik yang dibuang juga akan semakin meningkat.

Sistem pengelolaan air limbah di Kota Tidore meliputi:

(1) rencana pembangunan layanan pengelolaan limbah meliputi instalasi pengolahan

limbah (IPAL) di Sofifi Kecamatan Oba Utara dan Indonesiana di Kecamatan Tidore;

(2) peningkatan layanan pengelolaan limbah tinja (IPLT) yang terletak di Kelurahan Rum

Kecamatan Tidore Utara;

(3) peningkatan layanan pengelolaan air limbah meliputi perencanaan dan pengelolaan

air limbah kawasan padat penduduk di Kelurahan Sofifi, dan Kelurahan Indonesiana;

dan

(4) sistem pengelolaan limbah B3 meliputi limbah Rumah Sakit di Kelurahan Indonesiana

Kecamatan Tidore dan Desa Garojou Kecamatan Oba Utara, dan limbah industri di

Desa Sumahode Kecamatan Oba Utara dan Desa Gita Kecamatan Oba;

(5) pembangunan instalasi pengolahan limbah dan penyimpanan sementara Bahan

Beracun Berbahaya(B3) yang dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku

Tabel 7. 22 Perkiraan Produksi Air Limbah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

No Kecamatan Kebutuhan Air Bersih

(m3/hari)

Perkiraan Produksi Air Limbah (m

3/hari)

1 Tidore 8.378,91 6.284,18

2 Tidore Selatan 6.841,32 5.130,99

3 Tidore Utara 6.298,53 4.723,90

4 Tidore Timur 3.076,44 2.307,33

5 Oba 4.036,92 3.027,69

6 Oba Utara 8.065,72 6.049,29

7 Oba Selatan 2.008,04 1.506,03

8 Oba Tengah 2.432,75 1.824,56

Kota Tidore Kepulauan 41.138,61 30.853,97

Sumber: Hasil Analisis Studio

Page 476: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-88

Peningkatan air limbah ini jika tidak dikelola akan berdampak kepada

tercemarnya lingkungan penerima, baik tanah, air tanah ataupun air permukaan.

Rencana pengelolaan air limbah dilakukan dengan pertimbangan:

- Pertumbuhan penduduk dan jumlah penduduk yang akan dilayani.

- Asumsi jumlah air limbah domestik sebesar 70% dari penggunaan air bersih.

- Sistem IPAL menggunakan jaringan perpipaan pada daerah-daerah padat

penduduk. Sistem IPAL dialirkan memanfaatkan gaya gravitasi.

- Lokasi IPAL berada pada daerah yang memiliki dampak lingkungan paling

minimal.

IPAL direncanakan di dua tempat yaitu di Kecamatan Tidore dan Kecamatan Oba

Utara. Karena menggunakan gaya gravitasi maka IPAL diarahkan berada di wilayah yang

memiliki elevasi lebih rendah dibanding daerah layanannya, yaitu pada daerah pantai.

Kriteria penentu yang diperlukan dalam perencanaan maupun pemilihan teknologi air

limbah antara lain:

1. Beban organik dalam sistem

2. Fluktuasi debit air limbah

3. Waktu detensi yang diperlukan

4. Sistem pembuangan efluen

5. Luas areal tanah

6. Kepadatan penduduk

7. Kondisi topografis

8. Kondisi sosial masyarakat pengguna

Perencanaan pembuangan air limbah di Kota Tidore Kepulauan dilakukan

dengan memperhatikan kondisi lingkungan yang ada seperti kondisi fisik tanah dan

kepadatan penghuninya, maka dalam perencanaannya memakai kaidah-kaidah sebagai

berikut :

1. Menghindari adanya pembuangan langsung air kotor ke badan air.

2. Prinsip sistem pembuangan air kotor adalah penyaluran langsung air kotor

dalam satu bangunan atau satu blok bangunan.

3. Sistem pembuangan secara terpisah yaitu dengan memisahkan jaringan air kotor

dengan air hujan.

4. Sistem pengaliran secara grafitasi mengingat kondisi topografi dengan

perbedaan tinggi muka tanah yang cukup besar.

Page 477: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-89

Sistem sanitasi yang dapat diterapkan pada Kota Tidore Kepulauan meliputi

Sistem Terpusat (Off Site Sanitation) yang diterapkan pada kawasan perumahan padat

perkantoran dan pusat perdagangan dan jasa. Sistem setempat (On Site Sanitation)

untuk wilayah dengan kepadatan rendah, hotel, rumah sakit, serta industri bersih.

Sistem sanitasi dengan sistem setempat dikelola oleh warga / institusi secara mandiri.

Sistem pembuangan limbah terpusat (Off Site sanitation) adalah fasilitas sanitasi

yang berada di luar persil. Pada sistem ini limbah di buang kesuatu tempat pembuangan

yang aman dengan atau tanpa pengolahan, sesuai dengan kriteria baku mutu atau

besarnya limpahan. Keuntungan penggunaan sistem terpusat adalah :

- Memberikan pelayanan lebih nyaman.

- Menampung semua limbah domestik, sehingga pencemaran air parit (air

hujan), badan-badan air permukaan dan air tanah dapat dihindarkan.

- Cocok untuk daerah perkotaan dengan kepadatan tinggi sampai menengah.

- Masa pakainya lama.

Sedangkan kendala yang dihadapi adalah :

- Biaya pembangunan tinggi.

- Memerlukan tenaga-tenaga terampil dan terdidik untk menangani operasi

dan pemeliharaan.

- Keuntungan hanya bisa dicapai jika digunakan oleh seluruh penduduk

daerah tersebut.

- Sistem yang besar memerlukan perencanaan dan pelaksanaan jangka

panjang.

Prinsip-prinsip penyaluran air limbah

Prinsip-prinsip penyaluran air limbah adalah sebagai berikut :

1. Disalurkan kedalam saluran tertutup dan harus rapat air.

2. Jalur saluran disesuaikan sedemikian rupa, sehingga sedapat mungkin

melalui daerah pelayanan (service area) sebanyak-banyaknya.

3. Aliran limbah harus mampu membawa kotoran-kotorannya (self

cleansing velocity) dan tidak boleh merusak salurannya.

4. Kedalaman aliran air limbah harus mampu dipakai berenangnya benda-

benda yang ada di dalamnya dan juga tidak boleh penuh, kecuali yang

alirannya memerlukan pemompaan.

Page 478: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-90

5. Sedapat mungkin aliran limbah dapat terus menerus membawa benda-

benda yang ada di dalamnya, tanpa adanya benda-benda yang berhenti

atau mengendap di dalam jalur salurannya, sehingga tidak terjadi proses

pembusukan sebelum sampai di bangunan pengolahannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan penyaluran air limbah

secara terpusat adalah sebagai berikut:

• Fluktuasi Pengaliran

Fluktuasi debit air buangan dalam saluran bervariasi dalam sehari. Pada

waktu pemakaian air bersih memuncak, debit air buangan pun memuncak.

Adapun pemilihan bentuk saluran yang akan digunakan perlu memperhatikan

kelebihan apa saja dari bentuk yang dipilih. Untuk air buangan mengingat

adanya debit maksimum dan debit minimum serta harus pula memenuhi syarat

pengaliran. Diantara bermacam-macam bentuk saluran terdapat dua macam

bentuk saluran yang sering digunakan yaitu :

- Bentuk pipa bulat lingkaran.

- Bentuk pipa bulat telur.

• Bangunan Pelengkap Penyaluran Air Buangan

1. Manhole

Kegunaan dari manhole adalah untuk memeriksa, memelihara serta juga

memperbaiki keadaan saluran. Dalam perletakannya, bangunan manhole

haruslah diperhatikan beberapa hal sehingga sesuai dengan fungsinya. Adapun

tempat-tempat yang memerlukan manhole antara lain :

a. Pada bagian yang lurus, manhole diletakkan pada jarak tertentu yang

tergantung pada diameter saluran.

b. Pada setiap tempat dimana terjadi perubahan diameter saluran.

c. Pada setiap tempat dimana terjadi pertemuan aliran.

d. Pada setiap tempat dimana terjadi perubahan saluran.

e. Pada setiap ada perubahan kemiringan saluran.

2. Belokan

Pada belokan perlu dipasang manhole agar mudah melakukan

pemeriksaan bila terjadi penyumbatan karena pada belokan seiring terjadi

endapan. Tikungan atau belokan pada pipa saluran perlu mendapat perhatian

Page 479: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-91

terutama agar tidak merubah bentuk penampang sehingga aliran tetap uniform

(seragam). Jari-jari tikungan yang sangat kecil dapat menyebabkan terjadinya

kehilangan energi yang besar. Untuk mengatasi hal ini maka syarat minimum

jari-jari tikungan harus sama atau lebih besar dari tiga kali diameter pipa

saluran.

3. Junction

Diperlukan bila terjadi pertemuan antara cabang yang disambungkan

atau memasuki saluran utama. Pada junction diperlukan manhole untuk

mempermudah dilakukannya pembersihan atau perbaikan. Pada suatu saluran

air buangan dimana dipasang manhole terjadi perubahan diameter pipa dan

kemiringannya, maka endapan tersebut diisebut transsistem.

4. Bangunan terminal/Clean out

Bangunan ini dipasang pada ujung awal saluran air buangan. Tujuan

penggunaan bangunan terminal ini yaitu untuk menyisipkan alat penerangan ke

dalam saluran air buangan pada saat pemeriksaan.

5. Building Sewer

Disebut juga house connection adalah cabang antara saluran air

buangan dengan saluran rumah-rumah penduduk. Sebaiknya sambungan rumah

dibuat pada saat pemasangan saluran air buangan dilakukan, sehingga akan

mengurangi atau menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan akibat

yang kurang baik terhadap pekerjaan atau kerusakan pada saluran.

6. Siphon

Pemasangan bangunan siphon merupakan alternatif terakhir yang

dipertimbangkan, sedapat mungkin dihindari. Siphon adalah pemasangan

saluran air buangan pada saat melintasi sungai, lembah atau jalan raya. Yang

harus diperhatikan dalam menentukan profil pada siphon adalah kehilangan

energi dan mudah melakukan pembersihan. Kehilangan energi pada siphon

mempunyai hubungan dengan kecepatan aliran dengan siphon. Dalam

pembuatan siphon harus diingat bahwa siphon harus selalu terisi dan terdapat

kecepatan yang tertentu dan tetap untuk dapat mengalirkan air yang masuk. Hal

ini sulit dilakukan bila debit aliran dari saluran berubah-ubah (tidak konstan).

Untuk mengatasi hal ini dibuat lebih dari satu saluran dengan luas penampang

Page 480: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-92

masing-masing saluran lebih kecil dari ujung-ujung siphon dibuat manhole untuk

mempermudah bila diperlukan pemeriksaan atau pembersihan.

7. Ventilasi

Ventilasi pada jaringan air buangan diperlukan untuk :

- Mencegah tertahannya udara dan gas yang terbentuk dari air

buangan yang dapat membahayakan serta dapat menimbulkan

korosi.

- Mencegah terbentuknya H2SO4 yang dapat menimbulkan karat

pada besi.

- Mencegah timbulnya bau gas akibat pembusukan air buangan.

- Mencegah timbulnya tekanan di atas atau di bawah atmosfer

sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya pengaliran pada

plumbing fixture.

- Pemberian ventilasi dilakukan pada manhole dan bangunan

terminal clean out.

8. Bangunan Penggelontor

Pada tempat dimana kecepatan minimum dan ketinggian renang dalam

saluran tidak terpenuhi akan dapat menyebabkan terjadinya endapan. Oleh

karena itu, maka diperlukan penggelontoran untuk mengatasinya. Bangunan

penggelontor direncanakan sehingga cukup untuk menampung air guna

keperluan menggelontor. Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam

perencanaan bangunan penggelontor adalah:

a) Penggelontor tidak boleh merusak saluran yang ada (erosi dan

pengikisan).

b) Penggelontoran tidak boleh mengotori saluran.

c) Air yang digunakan harus tercukupi kuantitasnya, tidak boleh

mengandung lumpur dan pasir.

d) Air penggelontor tawar, tidak asam dan tidak basa.

Metode Penggelontoran ada dua cara yaitu :

1. Secara kontinyu yaitu penggelontoran yang dilakukan secara terus

menerus. Air yang dipakai untuk menggelontor biasanya diambil dari

sungai. Air penggelontor dari sungai tidak memerlukan ruangan

penggelontor yang khusus, dapat diberikan langsung ke saluran-saluran.

Page 481: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-93

Untuk itu direncanakan dengan membuat debit yang cukup, besarnya

dapat disesuaikan dengan diameter pipa awal lateral dengan aliran yang

sedikit lebih besar dari ketinggian renang.

2. Secara periodik yaitu dapat dilakukan secara otomatis, biasanya

digunakan air bersih. Karena harga air bersih cukup mahal terlebih

dahulu air tersebut ditampung di ruangan tertentu dan pada waktu air

diperlukan baru air tersebut digelontor.

Alternatif penerapan

Limbah cair pada kawasan perumahan yang berasal dari WC/jamban/toilet

ditampung dalam tangki septik komunal, dimana didalam tangki septik itu sendiri sudah

mengalami proses pengolahan secara biologi. Pada tiap blok terdapat beberapa lubang

manhole yang alirannya menuju ke bak tangki septik komunal dan dipompa ke IPAL. Tiap

tangki septik terdapat pompa. Ketinggian pompa lebih besar dari ketinggian tangki

septik. Pompa dijalankan selama kurang lebih 24 jam. Sedangkan buangan air limbah (air

bekas) lain disalurkan ke saluran drainase lingkungan.

Pengangkutan lumpur kering dari IPAL dilakukan 2 bulan sekali, dimana

pengambilan lumpur menggunakan truk tinja kemudian dibuang ke IPLT pusat.

Gambar 7. 120 Skematik Air Buangan (Alternatif 1)

Page 482: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-94

Alternatif 2

Sistem pembuangan air limbah terpusat yang terdiri dari jaringan pipa bawah

tanah (sewerage), instalasi pengolahan air limbah (sewerage treatment plant) dan

bangunan-bangunan penunjang lainnya dimana air buangan dari rumah tangga dialirkan

melalui saluran tertutup yang disebut saluran tersier. Kemudian air limbah dari

beberapa saluran tersier dikumpulkan ke saluran sekunder dan kemudian dialirkan ke

saluran primer (saluran induk) untuk kemudian ke instalasi pengolahan air limbah

(Sewerage Treatment Plant).

Gambar 7. 131 Skematik Air Buangan (Alternatif 2

Page 483: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-95

Peta 7. 15 RENCANA JARINGAN AIR LIMBAH

Page 484: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-96

7.7.6 Rencana Pengembangan Jaringan persampahan

7.7.6.1 Ketentuan Umum Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi beberapa ketentuan yang antara lain

adalah sebagai berikut:

1) Lokasi TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.

2) Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :

Tahap regional, yaitu merupakan tahapan untuk menghasilkan peta

yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi

menjadi beberapa zona kelayakan.

Tahap penyisih, yaitu merupakan tahapan untuk menghasilkan satu

atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari

zona-zona kelayakan pada tahap regional.

Tahap penetapan, yaitu merupakan tahap penentuan lokasi terpilih

oleh instansi yang berwenang.

3) Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional,

Pemilihan lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan

lokasi TPA sampah.

7.7.6.2 Kriteria Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian :

a. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak

atau tidak layak sebagai berikut :

1) Kondisi geologi

a. Lokasi TPA yang baik tidak berlokasi di zona holocene fault.

b. Lokasi TPA tidak boleh di zona bahaya geologi.

2) Kondisi hidrogeologi

a. Lokasi TPA tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3

meter.

b. Lokasi TPA tidak boleh memiliki kelulusan tanah lebih besar dari 10-6

cm/det.

c. Jarak lokasi TPA terhadap sumber air minum harus lebih besar dari

100 meter di hilir aliran.

d. Apabila tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut

diatas, maka harus diadakan masukan teknologi.

Page 485: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-97

3) Kemiringan zona lokasi TPA harus kurang dari 20%.

4) Jarak lokasi TPA dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000

meter untuk penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500

meter untuk jenis lain.

5) Lokasi TPA tidak boleh pada daerah lindung / cagar alam dan daerah

banjir dengan periode ulang 25 tahun.

b. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik

yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :

1) Iklim

a) Lokasi dengan intensitas hujan makin kecil dinilai semakin baik.

b) Angin : arah angin dominan sebaiknya tidak menuju ke pemukiman.

2) Utilitas : lokasi TPA sebaiknya tersedia sarana prasarana yang memadai

3) Lingkungan biologis :

a) Habitat : kurang bervariasi habitat flaura dan fauna berarti semakin

baik.

b) Daya dukung : apabila lahan kurang menunjang kehidupan flora dan

fauna, maka semakin sesuai sebagai lokasi TPA.

4) Kondisi tanah

a) Produktivitas tanah : semakin tanah tidak produktif maka semakin

baik.

b) Kapasitas dan umur : lokasi TPA diupayakan dapat menampung

lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik.

c) Ketersediaan tanah penutup : TPA mempunyai tanah penutup yang

cukup maka dinilai lebih baik.

d) Status tanah : semakin bervariasi status tanah, dinilai tidak baik.

5) Demografi : lokasi TPA lebih baik berada di wilayah dengan kepadatan

penduduk lebih rendah.

6) Batas administrasi : jika TPA berada dalam batas administrasi, maka

makin baik.

7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga di lokasi TPA, berarti

semakin baik.

8) Bau : semakin banyak zona penyangga TPA, maka semakin baik.

9) Estetika : semakin tidak terlihat dari luar berarti semakin baik.

Page 486: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-98

10) Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m³ / ton)

berarti semakin baik.

c. Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwenang

untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan

instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.

Rencana Persampahan Kota Tidore Kepulauan

Kondisi persampahan di Kota Tidore Kepulauan masih dikelola sendiri oleh

rumah tangga. Baik dengan cara ditimbun di belakang pekarangan, maupun dengan cara

dibakar. Saat ini terdapat TPA 1 (satu) unit di Pulau Tidore. Sebagaimana proyeksi

jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan, bahwa jumlah penduduk semakin

bertambah banyak dan dapat menghasilkan sampah dengan kapasitas yang lebih banyak

dari pada sekarang. Volume sampah yang dikeluarkan pada dua puluh tahun yang akan

datang diperkirakan mencapai 578,89 meter kubik.

Berdasarkan proyeksi total produksi sampah perkecamatan dan

mempertimbangkan kondisi fisik Kota Tidore Kepulauan, maka rencana ketersediaan

TPA di Kota Tidore Kepulauan di Pulau Tidore dibutuhkan lokasi TPA sedangkan di Pulau

Halmahera dibutuhkan empat lokasi TPA. TPA di Pulau Tidore melayani dua kecamatan

sekaligus. TPA di Pulau Halmahera melayani setiap kecamatan, mengingat jarak antara

pusat kegiatan dalam Kota Tidore Kepulauan cukup jauh. TPA direncanakan tidak jauh

dari ibukota kecamatan dengan radius lebih kurang 10 Km

Tabel 7. 23 Proyeksi Total Produksi Sampah dan Rencana Kebutuhan TPA

No Kecamatan

2030

Kebu tuhan TPA

Asumsi

Luas Area TPA (m

2)

Jumlah Penduduk

Volume Sampah (m3)

Domestik Perdagangan /Perkantoran

Fasilitas Sosial

Produksi Lain

Total Produksi Sampah

1 Tidore 30.625 76,56 15,31 15,31 10,72 117,90 1

TPA meng gunakan sistem timbun. Ketinggian maksimum 5 meter

42,83

2 Tidore Selatan 25.005 62,51 12,50 12,50 8,75 96,27

3 Tidore Utara 23.021 57,55 11,51 11,51 8,06 88,63 1 26,38

4 Tidore Timur 11.244 28,11 5,62 5,62 3,94 43,29

5 Oba 14.755 36,89 7,38 7,38 5,16 56,81 1 11,36

6 Oba Utara 29.480 73,70 14,74 14,74 10,32 113,50 1 22,70

7 Oba Selatan 7.339 18,35 3,67 3,67 2,57 28,26 1 5,65

8 Oba Tengah 8.892 22,23 4,45 4,45 3,11 34,23 1 6,85

Kota Tidore Kepulauan

150.360 375,90 75,18 75,18 52,63 578,89 6 115,77

Sumber: Hasil Analisis Studio

Page 487: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-99

Perencanaan Kota Tidore Kepulauan tidak terlepas dari menyelesaikan

permasalahan persampahan tersebut untuk mewujudkan “Kota Sehat” untuk 20 tahun

ke depan.

Rencana sistem persampahan Kota Tidore Kepulauan :

1. Memanfaatkan sifat penduduk rural dan masih adanya pekarangan,

persampahan tiap rumah tangga bisa dikelola oleh rumah tangga itu sendiri.

Yaitu dengan menimbun sampah organis di pekarangan dan memberikan atau

menjual pada pengumpul barang bekas untuk sampah non organis

(persampahan sistem on site).

2. Untuk wilayah perencanaan yang bersifat perkotaan menggunakan sistem

persampahan off site, setiap rumah yang tidak mempunyai pekarangan yang

luas, maka setiap rumah harus mempunyai tempat sampah di depan rumah.

Sampah yang diangkut adalah sampah organik. Sedangkan sampah non organik

dapat dikumpulkan kepada pemulung.

3. Sampah rumah tangga diangkut dengan menggunakan gerobak pengumpul

sampah.

4. Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga akan dibuang di tempat

pembuangan sampah sementara (TPS).

5. Sampah yang dihasilkan oleh pasar dikumpulkan di TPS terdekat.

6. Sampah dari TPS diangkut dengan menggunakan truk pengumpul sampah.

7. Sampah dari TPS akan langsung dibuang ke TPA.

8. Di TPA sampah-sampah yang diangkut disortir ulang. Dipisahkan yang organis

dengan non organis. Sampah non organis dibedakan berdasarkan jenisnya

seperti : plastik, kertas, kaca, kaleng, dan lainnya.

Page 488: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-100

Gambar 7. 142 Sistem Pengangkutan Persampahan di Lingkungan Perkotaaan Kota Tidore

Kepulauan

Sumber : Hasil Analisis Studio

Rencana pembinaan pengolahan sampah rumah tangga :

1. Bekerjasama dengan LSM lingkungan yang bergerak dalam pemilahan

persampahan. Yang kemudian masyarakat diarahkan dapat memilah dan

memilih sampah-sampah berdasarkan jenisnya : organik, kertas, plastik, dan

kaca

2. Sampah organik dapat dibuat pupuk, sedangkan sampah kertas, plastik dan kaca

dapat didaur ulang

3. Membina hubungan dengan masyarakat dengan organisasi lingkungan terkait

dan para pengumpul barang bekas.

Page 489: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-101

Peta 7. 16 Rencana Jaringan Persampahan

Page 490: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-102

Tabel 7. 24 Rencana Pengembangan Kebutuhan Sarana Prasarana Kota Tidore Kepulauan

Kecamatan Fungsi Rencana Sarana Prasarana yang Dikembangkan

Tidore

Ibukota Kota Tidore Kepulauan PPK

Pasar dan ruko perdagangan skala Kota Tidore Kepulauan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan skala pelayanan

Kota Tidore Kepulauan Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala Kota Fasilitas pendidikan Perguruan Tinggi Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi peristirahatan: hotel/penginapan, salon dan

spa, lapangan golf, taman bermain, taman bunga Rumah Sakit Umum Tipe C Pelabuhan skala regional dengan kelengkapan pelabuhan

petikemas Memfungsikan kembali TPI Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan pelayanan terminal tipe C di Soasio Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk

perkotaan dan permukiman padat Pembangunan gedung olahraga sebagai pusat olahraga

Tidore Selatan Pusat Kegiatan Lingkungan: Gurabati

Pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan kota Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kota,

khusus untuk pulau Mare disediakan fasilitas pendidikan minimum sampai tingkat SLTP

Fasilitas kesehatan skala kecamatan, khusus untuk pulau Mare disediakan fasilitas minimum puskesmas pembantu

Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal Gurabati yang Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk home industri dan

industri bersih Peningkatan pelayanan sub terminal Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk

perkotaan dan permukiman padat

Tidore Utara

Pusat Kegiatan Lingkungan dan kawasan strategis ekonomi: Rum

Pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan kota Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kota,

khusus untuk pulau Maitara disediakan fasilitas pendidikan minimum sampai tingkat SLTP

Fasilitas kesehatan skala kecamatan, khusus untuk pulau Maitara disediakan fasilitas minimum puskesmas pembantu

Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pengembangan pelabuhan di Rum yang melayani

penyeberangan dari/ke Ternate

Page 491: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-103

Kecamatan Fungsi Rencana Sarana Prasarana yang Dikembangkan

Pengembangan sumber energi batu bara Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan pelayanan sub terminal Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk

perkotaan dan permukiman padat

Tidore Timur Pusat Kegiatan Lingkungan

Pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan kota Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kota Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal di Mafututu Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan pelayanan sub terminal Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan keliling pulau

Tidore Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk

perkotaan dan permukiman padat

Kota Sofifi (Oba Utara)

Ibukota Provinsi Maluku Utara Pusat Kegiatan Kota (PPK)

Perkantoran skala regional-provinsi Pasar dan ruko perdagangan skala Kota Tidore Kepulauan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan, kota dan provinsi Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala regional Fasilitas pendidikan Perguruan Tinggi skala regional Fasilitas peribadatan (masjid dan gereja) Fasilitas rekreasi Rumah Sakit Umum Tipe B Pelabuhan skala regional dan nasional Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan telekomunikasi dan listrik Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari

tanaman jarak dan pohon kelapa Peningkatan pelayanan terminal tipe B di Soasio Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans

Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk

perkotaan dan permukiman padat serta hutan kota

Oba Tengah Sub Pusat Pelayanan Kota: Loleo-Akelamo

Pasar dan ruko perdagangan skala kecamatan Fasilitas perbankan skala kecamatan Fasilitas perkantoran skala kecamatan Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kecamatan Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal Pembangunan TPI di Akelamo Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari

tanaman jarak dan pohon kelapa

Page 492: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-104

Kecamatan Fungsi Rencana Sarana Prasarana yang Dikembangkan

Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan jaringan telekomunikasi Peningkatan pelayanan sub terminal Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans

Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota, lapangan olah

raga, makam dan hutan kota

Oba Sub Pusat Pelayanan Kota : Gita-Payahe

Pasar dan ruko perdagangan skala kecamatan dan pusat showroom hasil industri agro

Fasilitas perbankan skala wilayah pengembangan II Fasilitas perkantoran skala wilayah pengembangan II Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala wilayah

pengembangan II Fasilitas rumah sakit tipe D Fasilitas peribadatan (masjid dan gereja) Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala regional Pembangunan TPI Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan jaringan telekomunikasi dan listrik Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari

tanaman jarak dan pohon kelapa Pembuatan bendungan di sungai Payahe untuk sumber energi

alternatif mikrohidro Peningkatan pelayanan terminal tipe C Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans

Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota, lapangan olah

raga, makam dan hutan kota

Oba Selatan Pusat Pelayanan Lingkungan: Lifofa

Pasar dan ruko perdagangan skala kecamatan Fasilitas perbankan skala kecamatan Fasilitas perkantoran skala kecamatan Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kecamatan Fasilitas kesehatan puskesmas dan puskesmas pembantu Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan telekomunikasi dan listrik Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari

tanaman jarak dan pohon kelapa Peningkatan pelayanan sub terminal Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans

Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota, lapangan olah

raga, makam dan hutan kota

Sumber: Hasil Analisis Studio

Page 493: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-105

7.7.7 Rencana Sistem Proteksi Kebakaran

Rencana sistem proteksi kebakaran di Kota Tidore meliputi :

a. prasarana proteksi kebakaran dan sarana penanggulangan kebakaran;

b. prasarana proteksi kebakaran meliputi hidran dan bangunan pemadam kebakaran;

dan

c. sarana penanggulangan kebakaran meliputi mobil pompa pengangkut air berikut

beserta kelengkapannya;

d. Pemberdayaan peran masyarakat.

7.7.8 Rencana Pengembangan dan Penataan Jalur Pejalan Kaki

Rencana pengembangan dan penataan jalur pejalan kaki meliputi :

a. kawasan perdagangan dan jasa di Kelurahan Indonesiana, Kelurahan Rum, Kelurahan

Rum Balibunga, Kelurahan Sofifi dan Desa Galala, perkantoran di Kelurahan

Tomagoba, Kelurahan Gemtufkange, Kelurahan Indonesiana, Kelurahan Guraping

dan Kelurahan Sofifi, sekolah dan tempat rekreasi/wisata serta mengkaitkannya

dengan lokasi-lokasi pemberhentian angkutan umum (halte);

b. penyediaan ruang pejalan kaki di sisi jalan berupa trotoar di sepanjang Jalan Trans

Halmahera, Jalan Patimura, Jalan Sultan Mansyur, Jalan Soasio Rum, Jalan Raya Sofifi,

Jalan Terminal Rum Jalan Soasio Rum, Jalan Terminal Sofifi Jalan Trans Halmahera

dan Jalan Raya Sofifi, Jalan Terminal Gita Jalan Trans Halmahera, Jalan Terminal

Soasio Jalan Pasar Sarimalaha dan Jalan Terminal Payahe Jalan Payahe Weda;

c. ruang pejalan kaki di kawasan yang memiliki mobilitas tinggi pada hari-hari tertentu,

seperti gelanggang olahraga, tempat-tempat ibadah di seluruh wilayah kota;

d. penyediaan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat diakses oleh

penyandang cacat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

e. penyediaan jalur pejalan kaki yang menghubungkan antar perumahan di jalan

lingkungan maupun jalan kolektor sekunder di seluruh wilayah kota; dan

penyediaan elemen perabotan jalan pada jalur pejalan kaki di seluruh wilayah kota.

7.7.9 Rencana Pengembangan Jalur Evakuasi Bencana

Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana di Kota Tidore berupa jalan

menuju ruang evakuasi.

(1) Rencana jalur evakuasi meliputi :

Page 494: Rtrw

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-106

a. rencana jalur evakuasi bencana tanah longsor melalui Jalan Trans Halmahera dari

Desa Bale ke Desa Lola;

b. rencana jalur evakuasi bencana gelombang pasang dan tsunami meliputi :

1. Pantai Rum dan Rum Balibunga melalui jalan Soasio Rum ke Fobaharu;

2. Pantai Ome dan Mareku melalui jalan Soasio Rum ke Gubukusuma dan Siringo;

3. Pantai Bobo dan Mareku Gamsung melalui jalan Soasio Rum ke Afa -Afa;

4. Pantai Toloa dan Dokiri melalui jalan Soasio Rum ke Bukit Toloa;

5. Pantai Tuguiha dan Tomalou melalui jalan Soasio Rum ke Bukit Tuguiha;

6. Pantai Gurabati, Tonguwai dan Seli melalui jalan Soasio Rum ke Bukit

Tongowai;

7. Pantai Soadara dan Soasio melalui jalan Soasio Rum ke Topo dan Bukit

Benteng Tahula;

8. Pantai Gamtufkange dan Tomagoba melalui jalan Raya Gurabunga ke

Kelurahan Gurabung;

9. Pantai Indonesianan dan Dowora melalui jalan Sultan Mansyur ke Kantor

Walikota; dan

10. Pantai Kayasa, Guraping Barumadoe, Sofifi dan Galala melalui Trans

Halmahera ke Bukit Gosale (Kantor Gubernur).

Page 495: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-1

8.1 Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung

Pengembangan kawasan lindung di Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi 7

yaitu:

1) kawasan hutan lindung;

2) kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya;

3) kawasan perlindungan setempat;

4) kawasan ruang terbuka hijau (RTH);

5) kawasan suaka alam dan cagar budaya;

6) kawasan rawan bencana alam; dan

7) kawasan lindung lainnya.

Masing – masing kelompok kawasan tersebut dikembangkan berdasarkan

permasalahan kondisi eksisting dan potensi – potensi yang ada baik potensi eksisting

kawasan maupun kawasan baru yang berpotensi dikembangkan menjadi kawasan

lindung.

8.1.1 Rencana Pengembangan Kawasan Hutan Lindung

a. Hutan Lindung

Hutan lindung yaitu kawasan hutan yang bersifat memberikan

perlindungan pada kawasan sekitarnya dan kawasan bawahnya sebagai

pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta untuk pemeliharaan spesies

tanaman. Kawasan hutan lindung bertujuan untuk pencegahan erosi dan atau

sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologis tanah sehingga menjamin

ketersediaan unsur hara tanah, air dan air permukaan.

Tidore Kepulauan memiliki hutan lindung yang ditetapkan sebagai

taman nasional yaitu Taman Nasional Aketajawe-Lolobata . Taman nasional ini

terdapat di Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah dan Oba.

Bab VIII RENCANA POLA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

Page 496: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-2

Luasan hutan lindung terbesar adalah Taman Nasional Aketajawe-

Lolobata yang terdapat di Oba Utara, Oba Tengah dan Oba. Kemudian di wilayah

Oba Selatan serta di Pulau Tidore. Hutan lindung ini terutama berada di area

yang tinggi seperti di gunung Kiematubu yang dberada di Pulau Tidore.

Dengan demikian rencana pengembangan hutan dan kawasan lindung

dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. hutan Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba Tengah dan Oba yang

ditetapkan sebagai Taman Nasional dengan luas lebih kurang 49.991,76

hektar;

2. kawasan lindung Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan

Oba Selatan yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga untuk hutan

lindung Aketajawe-Lolobata, dan sebagai hutan produksi terbatas dengan

luas lebih kurang 28.249,93 hektar;

3. hutan lindung Oba Selatan dan Oba yang berfungsi sebagai hutan lindung

dengan luas lebih kurang 18.042, 36 hektar;

4. hutan Gunung Kiematubu di Pulau Tidore yang berfungsi sebagai hutan

lindung dengan luas lebih kurang 780,58 hektar;

5. hutan Pulau Maitara yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas lebih

kurang 234,15 hektar;

6. hutan Pulau Mare yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas lebih

kurang 651,67 hektar;

7. hutan Pulau Woda yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas 41,63

hektar;

8. hutan Pulau Raja yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas 17,67

hektar;

9. hutan Pulau Tamen yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas

kurang lebih 17,45 hektar; dan

10. hutan Pulau Guratu yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas 32,95

hektar.

Page 497: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-3

Tabel 8. 1 Hutan Lindung

No Lokasi Rencana

Peruntukan Luas (Ha)

1 Hutan Aketajawe-Lolobata di Oba

Utara, Oba Tengah dan Oba Taman Nasional

49.991,76

2 Kawasan Lindung Aketajawe-

Lolobata di Oba Utara, Oba

Tengah dan Oba

Buffer zone Hutan Lindung

Aketajawe-Lolobata,

28.249,93 Hutan Produksi Terbatas

3 H.Lindung Oba Selatan dan Oba Hutan Lindung 18.042,36

4 Hutan Gunung Kiematubu di P.

Tidore Hutan Lindung

780,58

5 Hutan Gunung Pandanga Hutan Lindung 1.851,15

6 Hutan P. Maitara Hutan Lindung 234,15

7 Hutan P. Mare Hutan Lindung 651,67

8 Hutan P. Woda Hutan Lindung 41,63

9 Hutan P. Raja Hutan Lindung 17,67

10 Hutan P. Tamen Hutan Lindung 17,45

11 Hutan P. Gurato Hutan Lindung 32,95

Tidore Kepulauan 81.868,94

Sumber: Penghitungan Berdasar Peta dan Analisis Studio

8.1.2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan di Bawahnya

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya

merupakan kawasan resapan air.

Kawasan resapan air ditetapkan sebagai berikut:

a. kawasan taman nasional Ake Tajawe Lolobata;

b. kawasan Teluk Gurua Marasai;

c. kawasan Hutan Lindung Kie Matubu; dan

d. kawasan Hutan Bakau Tugulufa;

Page 498: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-4

8.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan yang memberi perlindungan setempat di Kota Tidore meliputi:

1 kawasan sempadan sumber mata air

2 kawasan sempadan sungai; dan

3 kawasan sempadan pantai.

a. Sumber Mata Air

Perlindungan terhadap mata air dimaksudkan agar kuantitas dan kuantitas air

tidak berkurang. Perlindungan ini dilakukan untuk melindungi mata air dari

kegiatan – kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik

kawasan sekitarnya. Kebijaksanaan pengelolaan kawasan sekitar mata air

meliputi:

- Pencegahan dilakukan kegiatan budidaya di sekitar mata air yang dapat

mengganggu fungsi mata air.

- Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar mata air.

- Radius pengaman sekitar mata air minimal 200 m terkecuali bagi bangunan

atau kegiatan yang terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan mata air

secara terkendali serta tidak mengganggu mata air.

Tabel 8. 2 Sebaran Mata Air di Kota Tidore Kepulauan

No Lokasi Jumlah Mata

Air Luas Sempadan

(Ha)

1 Tidore 2 25,00

2 Tidore Selatan 1 12,50

3 Tidore Utara 0 0,00

4 Tidore Timur 2 25,00

5 Oba Utara 2 23,40

6 Oba Tengah 5 60,17

7 Oba 12 153,72

8 Oba Selatan 3 30,24

Tidore Kepulauan 27 330,03

Page 499: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-5

Rencana sempadan mata air meliputi:

a. kawasan sempadan mata air Tidore dengan lebar sempadan minimal 100

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 25 Ha;

b. kawasan sempadan mata air Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal

100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih

kurang 12,50 Ha;

c. kawasan sempadan mata air Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal

100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih

kurang 25 Ha;

d. kawasan sempadan mata air Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 100

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang

23,40 Ha;

e. kawasan sempadan mata air Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 100

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang

60,17 Ha;

f. kawasan sempadan mata air Oba dengan lebar sempadan minimal 100 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 153,72 Ha; dan

g. kawasan sempadan mata air Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 100

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang

30,24 Ha.

b. Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang tepi kiri dan kanan sungai,

meliputi sungai alam dan buatan, serta kanal. Tujuan perlindungan adalah untuk

melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak

kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan

aliran sungai. Berdasar Peraturan Menteri PU No.63/PRT/1993 kawasan

sempadan sungai ditetapkan:

a. kawasan sempadan sungai Tidore dengan lebar sempadan minimal 20 meter sisi

kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 271,89 Ha

Page 500: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-6

b. kawasan sempadan sungai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih kurang

420,85 Ha

c. kawasan sempadan sungai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas lebih kurang

328,34 Ha

d. kawasan sempadan sungai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih kurang

280,06 Ha

e. kawasan sempadan sungai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 20 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang 2.547,64 Ha

f. kawasan sempadan sungai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 20 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang 1.310,51

Ha

g. kawasan sempadan sungai Oba dengan lebar sempadan minimal 20 meter sisi kiri

dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 1.148,67 Ha

h. kawasan sempadan sungai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 20

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang 678

Ha

Tabel 8. 3 Luasan Peruntukkan Sempadan

Sungai di Kota Tidore Kepulauan

no Kecamatan Luas

1 Tidore 271,89

2 Tidore Selatan 420,85

3 Tidore Utara 328,34

4 Tidore Timur 280,06

5 Oba Utara 2.547,64

6 Oba Tengah 1.310,51

7 Oba 1.148,67

8 Oba Selatan 678,62

Tidore Kepulauan 6.986,58

Page 501: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-7

c. Sempadan Pantai

Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang tepi pantai. Pengaturan

kawasan sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari

kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.

Kawasan sempadan pantai diukur selebar 100 m dari garis pantai (diukur dari

garis pantai pada saat titik pasang tertinggi ke arah darat), yang proporsional

dengan bentuk dan kondisi fisik pantai dengan perkecualian untuk kepentingan

umum dan permukiman nelayan yang sudah ada yang umumnya menempati

kawasan pantai.

Terdapat dua macam kawasan sempadan pantai di Kota Tidore Kepulauan,

yaitu: sempadan pantai berhutan bakau dan sempadan pantai tidak berhutan

bakau (non mangrove). Penanganan sempadan pantai mangrove menjadi

kawasan strategis lindung hutan bakau dengan penanganan yang spesifik.

Penanganan untuk sempadan pantai non mangrove yaitu dengan melakukan

reboisasi mangrove dan pembangunan tanggul atau komponen penahan abrasi.

Rencana kawasan sempadan pantai di Kota Tidore meliputi:

a. kawasan sempadan pantai Tidore dengan lebar sempadan minimal 30 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 88,7 Ha;

b. kawasan sempadan pantai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal

30 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih

kurang 232,4 Ha;

c. kawasan sempadan pantai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas lebih

kurang 179,83 Ha;

d. kawasan sempadan pantai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih

kurang 101,27 Ha;

e. kawasan sempadan pantai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang

309,82 Ha;

Page 502: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-8

f. kawasan sempadan pantai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang

192,18 Ha;

g. kawasan sempadan pantai Oba dengan lebar sempadan minimal 30 meter

sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 624,86 Ha;

dan

h. kawasan sempadan pantai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 30

meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang

241,01 Ha.

Tabel 8. 4 Tabel Luasan Peruntukkan Sempadan Pantai

di Kota Tidore Kepulauan

No Kecamatan Luasan (Ha)

1 Tidore 88,70

2 Tidore Selatan 232,40

3 Tidore Utara 179,83

4 Tidore Timur 101,27

5 Oba Utara 309,82

6 Oba Tengah 192,18

7 Oba 624,86

8 Oba Selatan 241,01

Tidore Kepulauan 1.970,07

d. Danau

Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau dilakukan untuk melindungi

danau dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau.

Danau berada di Sofifi yaitu danau Gurua Marasai. Danau ini sebenarnya adalah

laguna yang menjorok ke daratan yang kemudian pada muaranya dibangun

jembatan. Danau Gurua Marasai memiliki luasan sebesar 34,84 Ha.

Rencana pengembangan perlindungan danau meliputi:

- Penetapan kawasan mangrove di sekitar danau sebagai kawasan lindung.

- Pencegahan berkembangnya kegiatan budidaya pada kawasan di sekitar

danau agar tidak merusak fungsi danau.

- Pengendalian kegiatan budidaya yang ada di kawasan sekitar danau agar

tidak mengganggu fungsi danau.

Page 503: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-9

8.1.4. Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang

mempunyai arti sebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi dalam

lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan dalam Instruksi

Mendagri no. 4 tahun 1988 (dalam SNI 03-1733-2004 tentang standar permukiman),

yang menyatakan ruang terbuka hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan

baik secara alamiah atau budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah

sebagai areal berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga kehidupan wilayah

perkotaan.

Jenis sarana Penggolongan sarana ruang terbuka hijau di lingkungan perumahan

berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk. Keseluruhan jenis

ruang terbuka hijau tersebut adalah :

1. Setiap unit RT ≈ kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1 untuk

taman yang dapat memberikan kesegaran pada kota, baik udara segar maupun

cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak.

2. Setiap unit RW ≈ kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan sekurang-

kurangnya satu daerah terbuka berupa taman, di samping daerah-daerah

terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk sebaiknya, yang

berfungsi sebagai taman tempat main anak-anak dan lapangan olah raga

kegiatan olah raga.

3. Setiap unit Desa ≈ kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan taman dan

lapangan olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan penduduk di area

terbuka, seperti pertandingan olah raga, upacara serta kegiatan lainnya.

4. Setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki

sekurang-kurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang berfungsi sebagai

tempat pertandingan olah raga (tenis lapangan, bola basket dan lain-lain),

upacara serta kegiatan lainnya yang membutuhkan tempat yang luas dan

terbuka.

5. Setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki

sekurangkurangnya 1 (satu) ruang terbuka yang berfungsi sebagai

kuburan/pemakaman umum.

Page 504: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-10

6. Selain taman dan lapangan olah raga terbuka, harus disediakan jalur-jalur hijau

sebagai cadangan/sumber-sumber alam, sekaligus berfungsi sebagai filter dari

polusi yang dihasilkan oleh industri, dengan lokasi menyebar.

7. Diperlukan penyediaan jalur hijau sebagai jalur pengaman lintasan kereta api,

dan jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota, dengan lokasi menyebar.

8. Pada kasus tertentu, mengembangkan pemanfaatan bantaran sungai sebagai

ruang terbuka hijau atau ruang interaksi sosial (river walk) dan olahraga.

Jenis kepemilikan ruang terbuka hijau antara lain:

Tabel 8. 5 Jenis Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau

No. Jenis RTH

Publik RTH

Privat 1. RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal V

b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha V

c. Taman atap bangunan V

2. RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT V V

b. Taman RW V V

c. Taman Kelurahan V V

d. Taman Kecamatan V V

e. Taman Kota V

f. Hutan Kota V

g. Sabuk hijau (green belt) V

3. RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan V V

b. Jalur pejalan kaki V V

4. RTH Fungsi Tertentu

a. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi V

b. RTH sempadan sungai V

c. RTH pengamanan sumber air baku/mata air V

d. Pemakaman V

Sarana ruang terbuka hijau masih banyak dijumpai di permukiman Kota Tidore

Kepulauan. Penggunaan ruang terbuka hijau di Kota Tidore Kepulauan masih

memanfaatkan pekarangan rumah masing-masing warga. Dengan merencanakan

beberapa pusat kegiatan di wilayah perencanaan, maka perlu adanya sarana ruang

terbuka hijau dalam setiap lingkup permukiman. Ruang terbuka hijau dapat berbentuk

taman, lapangan olah raga, lingkar hijau ruang jalan dan lainnya. Tipologi kawasan Kota

Tidore Kepulauan merupakan bagian dari bentukan gunung api, berbukit dan rawan

bencana sehingga fungsi dan penerapan RTH pada kawasan perkotaan Kota Tidore

Kepulauan antara lain:

Page 505: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-11

Tabel 8. 6 Fungsi dan Penerapan RTH Pada Kawasan Perkotaan Kota Tidore Kepulauan

Tipologi Kawasan Fungsi Utama RTH Penerapan Kebutuhan RTH Bentuk RTH

Gunung dan bukit Konservasi tanah Konservasi air Keanekaragaman hayati

Berdasarkan luas wilayah Berdasarkan fungsi tertentu

Hutan Kota, kawasan penyangga dan Hutan Lindung, sempadan sungai

Rawan Bencana: Mitigasi/evakuasi bencana Berdasarkan fungsi tertentu Barak pengungsian Longsor

Gunung Api dan gempa Barak pengungsian

Tsunami Open space evakuasi 13 m dari pantai

Berpenduduk sedang Dasar perencanaan kawasan sosial

Berdasarkan fungsi tertentu Berdasarkan jumlah penduduk

Taman Kota, Jalur Hijau, Lapangan Olah raga Makam

Berpenduduk padat Ekologis Sosial hidrologis

Berdasarkan fungsi tertentu Berdasarkan jumlah penduduk

Taman Kota, Jalur Hijau, Lapangan Olah raga Makam

Sumber : Hasil Analisis Tim

Untuk sarana olahraga, masyarakat Kota Tidore Kepulauan seringkali memakai halaman

rumah pribadi, lapangan olahraga di sekolahan dan lapangan olahraga di dekat kantor

Desa.

Gambar 8. 1 Lapangan Olahraga yang Disediakan Oleh Sekolah Kecamatan Tidore

Sumber: Hasil Survey

Untuk rencana pengembangan fasilitas rekreasi dan olahraga di wilayah perencanaan

antara lain:

1. Ruang Terbuka Hijau yang disediakan publik setidaknya 20% dari luas total

wilayah. RTH yang disediakan individu setidaknya 10% dari luas total lahan

Page 506: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-12

rumah. Sehingga luas total ruang terbuka hijau di wilayah perencanaan sebesar

30% dari luas total wilayah.

2. Merawat taman-taman kota dan di desa yang telah ada dengan beberapa

program antara lain:

a. Adanya program bersih desa di setiap masing-masing desa.

b. Insentif: memberikan award bagi lingkungan bersih dan rindang dengan

ketentuan terdapat 30% lahan terbuka hijau di lingkungan permukiman.

3. Pembangunan taman di pusat kota.

4. Pembangunan taman disetiap ibukota kecamatan di Kota Tidore Kepulauan.

Pembangunan taman ini diikuti dengan penyediaan fasilitas antara lain:

a. Tempat duduk.

b. Tempat sampah.

c. Tempat bermain anak-anak.

d. Lapangan olah raga multifungsi .

5. Perbaikan lapangan olah raga yang sudah ada.

6. Penambahan lapangan olah raga yang dapat di akses oleh masyarakat umum

dengan lokasi diletakkan di dekat kantor Desa dan sekolah.

7. Pemeliharaan makam umum yang telah ada dan penyediaan lahan khusus untuk

makam di setiap blok permukiman.

8. Sempadan sungai, sempadan jalur tegangan tinggi, dan hutan dipinggir lahan

terbangun digunakan sebagai ruang terbuka hijau.

9. Hutan kota diarahkan pada daerah konservasi atau tidak mungkin dibangun.

Page 507: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-13

Gambar 8. 2 Contoh Ketersediaan Fasilitas Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olah Raga

Tabel 8. 7 Rencana Ketersediaan RTH dan Presentase Luasan di Kota Tidore Kepulauan

No. Lokasi Jenis RTH yang disediakan Persentase

Luasan Status

1 Pulau Tidore (Tidore, Tidore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur)

Hutan Kota 30% dari luas area terbangun

Publik

Taman Kota 10% dari luas area terbangun

Publik

Lapangan Olahraga 10% dari luas area terbangun

Publik

Halaman perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pertokoan

40-50% dari luas lahan

Privat

Jalur Hijau Sepanjang jalan utama yang menghubungkan Pulau Tidore, sempadan sungai

Publik

Pemakaman 10% dari luas permukiman

Publik

5 Kota Sofifi Hutan Kota pada BWK 3 30% dari luas area terbangun

Publik

Taman Kota 10% dari luas area terbangun

Publik

Lapangan Olahraga Kota 10% dari luas area terbangun

Publik

Halaman perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pertokoan

40-50% dari luas lahan

Privat

Jalur Hijau Sepanjang jalan utama Trans Halmahera

Publik

Pemakaman 10% dari luas permukiman

Publik

6 Pusat Kegiatan Akelamo-Loleo, Gita-Payahe, Lifofa

Hutan 30% dari luas wilayah

Publik

Taman Kecamatan 10% dari luas area terbangun

Publik

Lapangan Olahraga 10% dari luas area terbangun

Publik

Halaman perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pertokoan

40-50% dari luas lahan

Privat

Jalur Hijau Sepanjang jalan Publik

Page 508: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-14

No. Lokasi Jenis RTH yang disediakan Persentase

Luasan Status

utama Trans Halmahera

Pemakaman 10% dari luas permukiman

Publik

9 Pusat-pusat Desa Taman Desa 15% dari luas RT/RW

Publik

Lapangan Desa 15% dari luas RT/RW

Publik

Pemakaman 10% dari luas permukiman

Publik

10 Perumahan dan permukiman

Lokasi evakuasi bencana Ditentukan pada ketersediaan lahan evakuasi

Publik

Taman bermain anak 15% dari luas RT/RW

Publik

Lapangan Olah raga 15% dari luas RT/RW

Publik

Pekarangan 40-50% dari luas lahan

Privat

Sumber : Hasil Analisis Tim Rencana Ruang Terbuka Hijau di Kota Tidore meliputi:

(1) Rencana ruang terbuka hijau direncanakan dengan luas lebih kurang 1.800 (seribu

delapan ratus )hektar atau 30% (tiga puluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar

kawasan lindung, terdiri atas :

a. ruang terbuka hijau privat; dan

b. ruang terbuka hijau publik.

(2) Rencana ruang terbuka hijau privat dikembangkan seluas lebih kurang 600 (enam

ratus) hektar atau 10 % (sepuluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan

lindung, meliputi:

a. ruang terbuka hijau kawasan pemukiman dengan luas lebih kurang 215 (dua ratus

lima belas) Ha;

b. ruang terbuka hijau kawasan perdagangan dan jasa lebih kurang 55 (lima puluh

lima) Ha;

c. ruang terbuka hijau kawasan industri lebih kurang 65 (enam puluh lima) Ha;

d. ruang terbuka hijau kawasan perkantoran lebih kurang 85 (delapan puluh

lima)Ha;

e. ruang terbuka hijau fasilitas pendidikan lebih kurang100 (seratus dua puluh lima)

Ha; dan

Page 509: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-15

f. ruang terbuka hijau fasilitas kesehatan lebih kurang 80 (delapan puluh) Ha.

(3) Ruang terbuka hijau publik dikembangkan seluas lebih kurang 1.200 (seribu dua

ratus) hektar atau 20 % (dua puluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan

lindung, meliputi:

a. taman RT/RW dan kelurahan dengan luas lebih kurang 85 (delapan puluh lima)

Ha;

b. taman kecamatan dengan luas lebih kurang 75 (tujuh puluh lima) Ha;

c. taman kota dengan luas lebih kurang 175 (seratus lima puluh lima) Ha;

d. jalur hijau jalan dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh lima) Ha;

e. median jalan lebih kurang 95 (sembilan puluh lima) Ha;

f. kawasan sempadan pantai dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh lima)

Ha;

g. kawasan sempadan sungai dengan luas kurang lebih 135 (seratus tiga puluh

lima)Ha;

h. sempadan rel kereta api dengan luas lebih kurang 45 (empat puluh lima) Ha;

i. TPU dengan luas lebih kurang 25 (dua puluh lima) Ha;

j. daerah penyanggah dengan luas lebih kurang 130 (seratus tiga puluh) Ha; dan

k. hutan rakyat dengan luas lebih kurang 125 (seratus dua puluh lima) Ha.

Page 510: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-16

Peta 8. 1 RENCANA RUANG TERBUKA

Page 511: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-17

8.1.5. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah kawasan yang merupakan

perairan dan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi karena

mempunyai nilai sejarah dan sebagai bagian identitas adat istiadat masyarakat

Kota Tidore Kepulauan.

Daerah yang dijadikan suaka alam dan cagar budaya di Kota Tidore Kepulauan

adalah:

(1) Kawasan suaka alam terdiri dari:

a. selat Pulau Mare (Kahia Masolo) seluas lebih kurang 5 (lima) ha; dan

b. perairan Kecamatan Oba Utara dengan Kecamatan Tidore.

(2) Kawasan cagar budaya terdiri dari:

a. benteng Tahula di Kecamatan Tidore Utara dengan luasan lebih kurang

0,12 (nol koma dua belas) Ha;

b. benteng Tore di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih kurang 0,1 (nol

koma satu) Ha;

c. masjid Sultan di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih kurang 0,611 (nol

koma enam ratus sebelas) Ha;

d. museum Sonyinge Malige di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih

kurang 0,6 (nol koma enam) Ha;

e. makam Sultan Nuku di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih kurang

0,011 (nol koma nol sebelas) Ha;

f. makam Sultan Saiffudin di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan lebih

kurang 0,10 (nol koma sepuluh) Ha;

g. makan Ciliriyati di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan lebih kurang

0,3 (nol koma tiga) Ha; dan

h. permukiman masyarakat adat terpencil Tugutil di Kecamatan Oba dengan

luasan lebih kurang 10 (sepuluh) Ha.

Rencana pengelolaan untuk kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah:

(1) Pengelolaan kawasan suaka alam terdiri dari:

a. menjaga kondisi perairan Selat Pulau Mare (Kahia Masolo); dan

b. pelestarian lumba-lumba

(2) Pengelolaan kawasan cagar budaya terdiri dari:

Page 512: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-18

a. pelestarian intensif terhadap kondisi barang-barang peninggalan agar

tetap terjaga;

b. penjagaan terhadap arsitektural bangunan cagar budaya;

c. pengaturan sembadan daerah cagar budaya; dan

d. pengamanan dan penjagaan kelestarian dari faktor alam melalui

pemanfaatan teknologi

8.1.6. Kawasan Rawan Bencana

Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan

gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian

yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun

lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi

menggunakan sumberdaya yang mereka miliki.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah langsor.

Penanggulangan bencana alam ini mengikutsertakan banyak pihak yang terlibat.

Hal ini dikarenakan diperlukan kerja sama dari banyak aspek secara terpadu dan

komprehensif untuk dapat melakukan penanggulangan bencana. Contoh

Penanggulangan bencana:

Page 513: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-19

Gambar 8. 4 Skema Rencana Penanggulangan Bencana

Sumber : IDEP

a. Sempadan Sesar

Kawasan sempadan sesar adalah kawasan sepanjang tepi kiri dan kanan sesar.

Kawasan ini sangat berbahaya karena kawasan yang paling berpotensi untuk

terkena gempa. Pengaturan sempadan sesar dimaksudkan untuk mengurangi

resiko bencana.

Pengaturan meliputi:

- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan sekitar sesar.

- Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar sesar, termasuk didalamnya

pengarahan struktur bangunan pada daerah sempadan sesar.

- Radius kawasan sempadan sesar adalah 100 m dari sesar.

Tabel 8. 8 Kawasan Sempadan Sesar di Kota Tidore Kepulauan

no Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 2 Tidore Selatan 3 Tidore Utara 4 Tidore Timur 5 Oba Utara 3.236,46

6 Oba Tengah 2.281,27

Page 514: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-20

no Lokasi Luas (Ha)

7 Oba 273,19

8 Oba Selatan 587,58

Tidore Kepulauan 6.378,50

b. Kawasan Rawan Tsunami

Kawasan rawan tsunami didelineasi dengan melihat ketinggian lahan di sekitar

garis pantai. Kawasan yang berada di pinggir pantai dan memiliki ketinggian

lahan kurang dari 5 m di atas permukan air laut di identifikasi sebagai kawasan

rawan tsunami.

Kebijakan pengaturan meliputi:

- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan tsunami.

- Pengendalian kegaiatan yang telah ada di kawasan rawan tsunami, termasuk

didalamnya pengarahan konstruksi bangunan yang kokoh terhadap

dorongan dari samping, serta pengarahan ketinggian bangunan diatas satu

lantai sebagai tempat evakuasi.

- Perlindungan dan penanaman tumbuhan perintang tsunami di area pantai

untuk mengurangi laju dan daya rusak tsunami.

- Pengaturan jalur-jalur evakuasi dari tsunami termasuk di dalamnya

pengaturan lalu lintas tanggap bencana serta pemberian rambu-rambu

(signage) penunjuk jalur evakuasi.

Tabel 8. 9 Luasan Kawasan Rawan Tsunami

No Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 292,13

2 Tidore Selatan 197,41

3 Tidore Utara 616,52

4 Tidore Timur 172,56

5 Oba Utara 1.717,35

6 Oba Tengah 1.472,25

7 Oba 6.068,15

8 Oba Selatan 2.645,70

Tidore Kepulauan 13.182,07

Page 515: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-21

c. Kawasan Rawan Letusan Gunung Api

Kawasan rawan letusan gunung api adalah kawasan di sekitar kawah gunung api

yang berpotensi untuk terkena aliran lava. Delineasi dilakukan dengan

memperhitungkan kelerengan, kecenderungan pelepasan lava serta alur lava

yang telah terbentuk.

Kebijakan pengaturan meliputi:

- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan letusan

gunung api.

- Pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan letusan gunung api,

termasuk didalamnya pengarahan konstruksi bangunan.

- Perencanaan alur lava yang menghindari kawasan permukiman sehingga

kerusakan terhadap kawasan budidaya dapat diminamilisir.

- Pengaturan jalur-jalur evakuasi, termasuk didalamnya pemberian rambu -

rambu penunjuk jalur evakuasi.

Tabel 8. 10 Luasan Kawasan Rawan Letusan Gunungapi

No Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 50,15

2 Tidore Selatan 2.536,96

3 Tidore Utara 855,59

4 Tidore Timur 0

5 Oba Utara 0

6 Oba Tengah 0

7 Oba 0

8 Oba Selatan 0

Tidore Kepulauan 3.442,70

d. Kawasan Rawan Banjir

Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang memiliki topografi yang datar dan

elevasi rendah serta berada pada alur aliran sungai sehingga berpotensi untuk

mengalami banjir ketika air sungai meluap.

Pengaturan kawasan rawan banjir meliputi:

- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan banjir.

- Pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan banjir, termasuk

didalamnya pengaturan konstruksi bangunan agar tahan terhadap terpaan

banjir serta pengaturan arahan tinggi bangunan diatas 1 (satu) lantai agar

tersedia tempat evakuasi ketika terjadi banjir.

Page 516: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-22

Tabel 8. 11 Luasan Kawasan Rawan Banjir di Kota Tidore Kepulauan

No Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 0

2 Tidore Selatan 0

3 Tidore Utara 0

4 Tidore Timur 0

5 Oba Utara 512,96

6 Oba Tengah 272,09

7 Oba 0

8 Oba Selatan 0

Tidore Kepulauan 785,05

Kawasan lindung merupakan prioritas dalam pembangunan, kawasan terbangun

yang direncanakan tidak dapat mengalahkan kawasan lindung.

Page 517: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-23

Peta 8. 2 Rencana Kawasan Lindung

Page 518: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-24

8.1.7. Kawasan Lindung Lainnya

Kawasan lindung lainnya meliputi:

a. kawasan lindung geologi; dan

(1) Kawasan lindung geologi berupa kawasan lindung karst Tayawi dengan luas kurang

lebih 13.657 (tiga belas ribu enam ratus lima puluh tujuh) hektar terdapat di

Kecamatan Oba

8.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya merupakan kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumber

alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan

usah) maupun pemenuhan kebutuhan permukiman. Oleh karena itu, penetapan

kawasan ini dititik beratkan untuk memberikan arahan pengembangan berbagai

kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada dengan

memperhatikan optimalisasi pemanfaatannya.

8.2.1 Pengembangan Kegiatan Permukiman dan Perumahan

Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat

(1) terdiri atas :

a. perumahan dengan kepadatan tinggi terletak di Kecamatan Tidore, Kecamatan

Tidore Selatan dan Kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang 174, 92 Ha;

b. perumahan dengan kepadatan sedang terletak di Kecamatan Tidore Utara, dan

Kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih kurang 79,58 Ha;

c. perumahan dengan kepadatan rendah terletak di Kecamatan Oba Tengah,

Kecamatan Oba dan Kecamatan Oba Slatan dengan luas lebih kurang 72,07 Ha.

Terkait dengan penyediaan permukiman dengan kondisi lingkungan yang

memadai, perencanaan kawasan permukiman dilakukan dengan beberapa langkah

berikut:

Mengatur distribusi jumlah dan kepadatan rumah tinggal sehingga tercipta

kesesuaian dan keseimbangan distribusi pusat-pusat pelayanan, penataan,

penggunaan lahan, serta arahan distribusi penduduk.

Mendukung dan menyediakan pemenuhan rumah tinggal sesuai dengan

kebutuhan, baik kebutuhan rumah besar, menengah, dan kecil.

Page 519: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-25

Pengupayaan peningkatan dan pemugaran perumahan yang kondisinya kurang

layak dengan program perbaikan perumahan dengan menyertakan sumber dana

masyarakat yang ada.

Melakukan penetapan titik aman atau lokasi evakuasi penduduk apabila terjadi

bencana.

Penataan dan perbaikan kembali lingkungan hidup kawasan permukiman yang

sudah tumbuh secara alami, seperti penataan dan revitalisasi lingkungan,

pengadaan jalan lingkungan, dan pengadaan sarana prasarana permukiman.

Penyediaan sarana prasarana permukiman yang sesuai dengan kebutuhan hidup

penduduk setempat.

Mengembangkan permukiman dengan konsep memiliki taman, ruang terbuka,

dan penghijauan yang cukup.

Menurut SNI 03-1733-2004, jenis rumah dapat dibedakan menjadi:

Rumah Tunggal (≈ Hunian tidak bertingkat).

Rumah kediaman yang mempunyai persil sendiri dan salah satu dinding

bangunan induknya tidak dibangun tepat pada batas persil

Rumah Kopel (≈ Hunian gandeng dua)

Dua buah tempat kediaman lengkap, dimana salah satu sisi bangunan induknya

menyatu dengan sisi satu bangunan lain atau satu tempat kediaman lain, dan

masing-masing mempunyai persil sendiri

Rumah Deret (≈ Hunian gandeng banyak)

Beberapa tempat kediaman lengkap dimana satu atau lebih dari sisi bangunan

induknya menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau tempat

kediaman lain, tetapi masing-masing mempunyai persil sendiri

Rumah Susun (≈ Hunian bertingkat)

Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang

terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah

horizontal maupun vertikal,dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing

dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,

yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda bersama dan tanah bersama

Rumah Inti

Page 520: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-26

Unit rumah dengan satu ruang serbaguna yang selanjutnya dapat dikembangkan

oleh penghuni. Merupakan rumah yang hanya terdiri dari ruang-ruang pokok.

Luas lantai pokok minimal 12 m2 dan dimungkinkan dapat dikembangkan

menjadi rumah sederhana lengkap yang lebih besar.

Beberapa kriteria lain mengenai jenis rumah yang telah dikemukakan oleh Sinulingga

(1994) adalah:

Rumah Moisonette

Jenis rumah tinggal dua lantai, dapat berdiri sebagai satu unit sendiri, dapat

berderet dan dapat pula membentuk massa yang besar. Lantai satu biasanya

untuk ruang umum dan lantai dua untuk kamar tidur. Luas bangunan minimal 42

m2 dan luas maksimum 70 m2.

Apartemen

Suatu bangunan berukuran besar, umumnya bertingkat banyak dan terdiri dari

beberapa unit hunian.

Rumah Toko (Ruko)

Merupakan rumah toko yang dapat berbentuk deret dan umumnya terdiri lebih

dari satu lantai dengan lantai dasar digunakan sebagai toko dan lantai atas

sebagai hunian.

Untuk menciptakan kondisi kawasan permukiman yang sesuai, maka pengembangan

kawasan permukiman di wilayah perencanaan harus memperhatikan beberapa aspek

penting, seperti peruntukkan lahan, ketentuan kepadatan bangunan, ketentuan

ketinggian bangunan.

Adapun upaya pengembangan permukiman di kawasan lindung antara lain

adalah mengacu pada ketentuan sebagai berikut:

a) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Rawan Gempa

Pengembangan permukiman di kawasan dengan amplifikasi terhadap gempa

cukup besar dapat dilakukan dengan ketentuan bahwa bangunan yang ada

harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebagai bangunan tahan

gempa, seperti yang tercantum dalam SNI 03-1726-2003, dan memiliki

ketinggian tidak lebih dari dua lantai atau setinggi 12 meter diukur dari

permukaan tanah hingga titik tertinggi atap. Selain itu, lokasi permukiman harus

memiliki akses yang cukup baik terhadap ruang terbuka sebagai lokasi titik

evakuasi darurat apabila gempa terjadi di wilayah tersebut.

Page 521: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-27

Gambar 8. 6 Contoh Perhitungan Tinggi Bangunan

b) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Rawan Sesar Aktif

Perkembangan permukiman di kawasan ini perlu dikontrol dengan ketat.

Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk dan intensitas pemanfaatan ruang

sebisa mungkin ditekan sehingga apabila terjadi bencana, resiko terhadap

keselamatan warga maupun kerugian secara materiil dapat diminimalisasi.

Untuk pengembangan selanjutnya, pertumbuhan permukiman dibatasi dengan

ketinggian maksimal 2 lantai (± 12 meter). Bangunan yang ada di kawasan ini

diupayakan ditingkatkan sebagai bangunan tahan gempa. Selain itu,

pengembangan RTH yang terjangkau oleh permukiman di penduduk di kawasan

ini sebagai titik evakuasi alternatif dapat dilakukan.

c) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Cagar Budaya

Pengembangan permukiman di kawasan lindung cagar budaya dilakukan dengan

pengawasan ketat yang berarti bahwa laju pertumbuhan permukiman dikontrol,

dibatasi, dan harus sesuai dengan fungsi kawasan sebagai kawasan cagar

budaya. Untuk pertumbuhan selanjutnya, bangunan rumah-rumah baru

diupayakan mengikuti guideliness mengenai pengembangan kawasan wisata

dan cagar budaya setempat.

d) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Sempadan Mata Air, Sungai

dan Pantai

Kawasan permukiman ini dapat di kembangkan dengan memperhatikan aspek

keberadaan mata air dan aliran sungai. Untuk itu, pengembangan kawasan

permukiman ini harus menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai

Page 522: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-28

daerah sempadan matai air, sempadan sungai atau daerah aliran sungai, dan

sempadan pantai.

e) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Rawan Banjir Lahar

Sama halnya dengan permukiman di daerah sempadan sungai, pengembangan

permukiman di kawasan lindung rawan banjir lahar harus memperhatikan

batasan kerawanan banjir lahar yaitu pembangunan rumah warga harus

memiliki jarak sesuai ketentuan yang ditetapkan mengenai rawan bencana

banjir lahar, terhadap sungai.

f) Pengembangan Permukiman di Kawasan Transmigrasi Kecamatan Oba dan Oba

Selatan

Untuk mengatasi distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan dapat dilakukan

dengan mengarahkan penduduk dalam program transmigrasi lokal. Area

cadangan permukiman transmigrasi terdapat di Kecamatan Oba meliputi

kelurahan Koli dan Kosa dengan luas total 3.000 Ha, di Kecamatan Oba Selatan

meliputi Kelurahan Maidi 1.800 Ha dan Kelurahan Lifofa 1.500 Ha. Kawasan

transmigrasi di Kecamatan Oba saat ini dapat berkembang menjadi kota

mandiri. Pengembangan untuk area permukiman transmigrasi dengan

menggunakan hutan harus melalui studi kelayakan terlebih dahulu. Jika dalam

hasil studi tersebut bahwa hutan yang dijadikan area transmigrasi sangat

produktif bagi kegiatan perekonomian dan/atau termasuk hutan lindung, maka

perluasan area transmigrasi tidak dapat diperbolehkan. Perubahan area

transmigrasi eksisting (luas : 40.000 m2) di Kelurahan Koli, Kecamatan Oba

menjadi kota mandiri dan perluasan area transmigrasi dengan pemanfaatan

hutan harus melalui perijinan SK Walikota setelah dilakukan studi kelayakan

terlebih dahulu. Kawasan transmigrasi mempunyai luasan persil tanah 300 – 500

m2 dengan ketinggian maksimal 2 lantai (± 12 meter).

Page 523: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-29

Tabel 8. 12 Luasan Peruntukkan Kawasan Permukiman

No Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 9.520,48

2 Tidore Selatan 2.135,92

3 Tidore Utara 1.555,44

4 Tidore Timur 1.023,75

5 Oba Utara 8.530,42

6 Oba Tengah 2.855,50

7 Oba 5.604,70

8 Oba Selatan 2.519,19

Tidore Kepulauan 33.745,40

Cadangan permukiman transmigrasi 6.300,00

8.2.2 Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa

Pengaturan Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa terdiri atas:

a. pasar tradisional; dan

b. pusat perbelanjaan.

1) Pengembangan Pasar tradisional meliputi :

a. peningkatan kegiatan pasar tradisional di setiap kecamatan; dan

b. peningkatan kualitas pasar skala pelayanan regional di Sofifi dan Tidore

2) Pengembangan pusat perbelanjaan dilakukan melalui pengembangan kawasan

terpadu yang terletak di Kecamatan Tidore dan Kecamatan Oba Utara

3) Kawasan terpadu dikembangkan sebagai kawasan pusat perdagangan, jasa,

pergudangan dan transportasi skala regional seluas lebih kurang 13,31 (tiga

belas koma tiga puluh satu) ha.

Kawasan perdagangan dan jasa merupakan kawasan yang penting, baik dalam

aspek ekonomi wilayah, maupun keberadaannya sebagai pendukung kegiatan bermukim

masyarakat. Keberadaan sarana perdagangan dan jasa merupakan urat nadi bagi

distribusi barang ke konsumen. Untuk itu, kawasan ini dituntut memiliki pencapaian

yang baik terhadap masyarakat sekitar dan memiliki aksesibilitas yang memadai.

Skenario kawasan perdagangan dan jasa di Kota Tidore Kepulauan diarahkan

pada kawasan pusat – pusat Wilayah pengembangan. Terutama di Sofifi sebagai pusat

administrasi Provinsi Maluku Utara dan Soasio sebagai pusat administrasi Kota Tidore

Kepulauan.

Page 524: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-30

Penempatan kawasan perdagangan dan jasa juga melihat potensi lokasi yaitu

kedekatan dengan kawasan permukiman, kedekatan dengan pusat kawasan/lingkungan

dan kedekatan dengan kawasan komersial yang lain. Tetapi penentuan kawasan

komersial khususnya kawasan perdagangan dan jasa disesuaikan dengan tema atau

potensi kawasan setempat. Sehingga arahan pengembangan kegiatan perdagangan dan

jasa di Kota Tidore Kepulauan adalah sebagai berikut:

1. Kawasan perdagangan dikhususkan untuk menjual hasil bumi sumberdaya

alam yang ada dan hasil industri agro. Kawasan perdagangan berdasarkan

sumber daya alam dibedakan menjadi pasar umum tradisional dan pasar

ikan serta pertokoan.

2. Khusus untuk pengembangan pasar ikan dapat dijadikan satu dengan

kegiatan tempat pelelangan ikan (TPI) dan pelabuhan pendaratan ikan (PPI).

Pengembangan tersebut tersebar diseluruh kecamatan yang mempunyai

kegiatan nelayan cukup besar seperti pada Soasio, Gurabati, Akelamo dan

Gita serta tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan di semua

wilayah Kota Tidore Kepulauan. Sehingga dapat mengakomodasi kegiatan

perdagangan di bidang perikanan secara maksimal.

3. Pengembangan jasa diarahkan pada jasa-jasa yang mendukung

perekonomian Kota Tidore Kepulauan dengan prime mover economic-nya

sektor pariwisata. Sehingga layanan jasa yang akan dikembangkan di Kota

Tidore Kepulauan antara lain: perbankan, jasa transportasi dan

perhubungan, hotel dan restoran, dan lainnya.

4. Untuk Pulau Tidore yang akan dikembangkan sebagai resort island jasa-jasa

penunjang antara lain: perbankan, jasa transportasi dan perhubungan, hotel

dan restoran, kuliner, kelengkapan fasilitas olahraga, beauty and spa

treatment, dan lainnya.

5. Untuk Kota Sofifi yang akan dikembangkan menjadi ibukota provinsi jasa-

jasa yang dikembangkan antara lain: jasa perkantoran, pusat layanan

informasi, jasa perbankan, transportasi dan perhubungan, fotocopy dan

percetakan, dan lainnya.

6. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa mempunyai ketentuan

masksimal ketinggian bangunan 4 lantai dan KDB 50% dan mudah dijangkau

oleh masyarakat.

Page 525: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-31

Tabel 8. 13 Luasan Peruntukkan Kawasan Perdagangan dan Jasa

No Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 49,82

2 Tidore Selatan 10,59

3 Tidore Utara 18,34

4 Tidore Timur 3,60

5 Oba Utara 215,31

6 Oba Tengah 6,38

7 Oba 16,33

8 Oba Selatan 8,84

Tidore Kepulauan 329,21

8.2.3 Pengembangan Kawasan Perkantoran

Termasuk di dalam kawasan perkantoran adalah pusat pemerintahan di wilayah

perencanaan, baik dalam skala Kecamatan, maupun skala desa yang tersebar pada

masing-masing desa. Rencana pengembangan kawasan perkantoran dan pusat

pemerintahan di wilayah perencanaan dilakukan di tiga lokasi utama, yaitu Kawasan

perkantoran dan pemerintahan ditetapkan berada di Soasio dan Sofifi. Soasio

merupakan perkantoran skala kota, Sofifi perkantoran skala provinsi. Zonasi

pengembangan perkantoran dan pemerintahan di Soasio dan Sofifi diutamakan terletak

pada kawasan dengan aksesibilitas yang baik.

Beberapa konsep yang mendasari penetapan kawasan perkantoran adalah:

Kawasan perkantoran, khususnya pusat pemerintahan, sebaiknya diletakkan di

lokasi strategis dan beraksesibilitas tinggi yang memungkinkan pelayanan

kawasan ini mampu menjangkau daerah layanannya. Sehingga apabila pusat

perkantoran eksisting berada di lokasi yang belum menjangkau daerah

layanannya, maka perlu dilakukan peningkatan aksesibilitas yang

menghubungkan kawasan perkantoran dengan kawasan lainnya.

KDB maksimal 50%. KLB maksimal 3 (tiga) lantai, ketinggian bangunan maksimal

16 meter.

Baik kawasan perkantoran pada umumnya maupun pusat pemerintahan harus

didukung oleh sarana prasarana pendukung yang memadai sehingga

mempermudah operasional kegiatan di dalamnya.

Page 526: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-32

Pengembangan kawasan perkantoran dan pemerintahan memperhitungkan

zonasi kawasan konservasi dan rawan bencana agar tidak terjadi konflik dalam

pemanfaatannnya.

Pengembangan pusat perkantoran pemerintahan berada pada Kota Sofifi

sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara. Pengembangan pusat perkantoran

pemerintahan skala kota berada di Pulau Tidore sedangkan pengembangan

pusat perkantoran pemerintahan skala kecamatan berada pada ibukota

kecamatan (IKK) masing-masing.

Tabel 8. 14 Luasan Peruntukkan Perkantoran dan Pemerintahan

no Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 49,23

2 Tidore Selatan 12,20

3 Tidore Utara 15,24

4 Tidore Timur 5,17

5 Oba Utara 775,69

6 Oba Tengah 17,15

7 Oba 9,29

8 Oba Selatan 11,50

Tidore Kepulauan 895,47

8.2.4 Kawasan Peruntukan Industri

Pengembangan kegiatan industri di Kota Tidore Kepulauan lebih dikembangkan

kepada industri bersih (non limbah) dan industri agro. Pengembangan industri tersebut

untuk mendukung sektor basis di Kota Tidore Kepulauan yaitu pertanian-perkebunan.

Pengembangan kegiatan industri ini direncanakan dan diarahkan pada lokasi-lokasi yang

dekat dengan sumber bahan baku dan dapat menarik banyak pekerja. Lokasi kawasan

industri di Kota Tidore Kepulauan antara lain:

a. Industri bersih (non limbah) di Tidore Selatan dan Tidore. Keberadaan industri

ini untuk mengolah hasil kerajinan setempat dan mengolah hasil perikanan.

b. Industri agro di Kecamatan Tidore Utara dan Tidore Timur. Keberadaan industri

ini untuk mengolah hasil perkebunan di Tidore Utara dan Tidore Timur.

c. Industri agro di Oba Utara dan Oba Tengah. Keberadaan industri ini untuk

mengolah hasil perkebunan di Oba Utara dan Oba Tengah.

d. Industri agro dan perikanan di Oba dan Oba Selatan. Keberadaan industri ini

untuk mengolah hasil perkebunan di Oba dan Oba Selatan.

Page 527: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-33

Beberapa hal yang dirasa perlu dalam pengembangan kegiatan industri adalah

sebagai berikut:

Memberikan keterampilan kepada masyarakat setempat tentang

pengolahan industri agro dan industri bersih.

Membuka sekolah-sekolah kejuruan yang berkaitan dengan bidang

perindustrian.

Memberikan kemudahan modal kepada pengusaha kecil-menengah.

Tetap menitik beratkan pada industri yang memanfaatkan sumberdaya

alam dan berkelanjutan.

8.2.5 Kawasan Peruntukan Pariwisata

Kondisi alam Kota Tidore Kepulauan telah memberikan modal untuk

dimanfaatkan sebagai obyek wisata alam baik wisata agro dan pendakian maupun

wisata bahari. Sedangkan keragaman budaya dan sejarah merupakan warisan yang tak

ternilai harganya. Potensi wisata bahari dapat dijumpai di seluruh bagian wilayah Tidore

Kepulauan, potensi wisata budaya di Tidore dijumpai di Pulau Tidore dan seluruh Tidore

Kepulauan sebagai budaya masyarakat pesisir, demikan pula potensi wisata alam yang

berupa dataran tinggi pegunungan dan bukit dengan kondisi alam yang masih lestari.

Kriteria untuk menentukan obyek wisata di Kota Tidore Kepulauan dengan

menggunakan analisis supply and demand. Namun untuk mencegah terjadinya overlay

analisis dengan RIPDDA Kota Tidore Kepulauan, maka obyek wisata yang dijadikan

sebagai pengembangan kegiatan wisata di Kota Tidore Kepulauan mengacu pada

kawasan obyek wisata unggulan dari RIPDDA.

Tabel 8. 15 Kawasan Obyek Unggulan Pariwisata

No Klasifikasi Obyek Wisata Obyek Unggulan Lokasi

1 Bahari/Tirta Pantai Ake Sahu Kecamatan Tidore

Pantai Taman Cobo Kecamatan Tidore utara

Pantai Cobo Kecamatan Tidore utara

Pantai Rum Kecamatan Tidore utara

Pantai Loko Kecamatan Oba Utara

Pantai Gamgau Kecamatan Tidore Timur

Pantai Tugulufa Kecamatan Tidore

Pulau Woda Kecamatan Oba

Pulau Maitara Kecamatan Tidore Utara

Pulau Mare Kecamatan Tidore Selatan

2 Alam Danau Gurua Marasai Kota Sofifi

Page 528: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-34

No Klasifikasi Obyek Wisata Obyek Unggulan Lokasi

Air Terjun Luku Celeng Desa Kalaodi/Kecamatan Tidore

3 Sejarah Kedaton Kesultanan Masjid Sultan

Masjid Sultan Kota Soasio

Benteng Tahula Kota Soasio

Museum Malige Sonyine Kota Soasio

Makam Sultan Nuku Kota Soasio

Makam Habib Umar Al’Faroek Rahmatullah

Makam Sultan Djamaluddin Kelurahan Toloa

4 Budaya Lufu Kie Pulau Tidore

Legu Gam Pulau Tidore

Dabus

5 Agrowisata Gurabunga Kecamatan Tidore

Kalaodi Kecamatan Tidore

Sumber: RIPPDA Kota Tidore Kepulauan

Beberapa konsep yang diacu dalam pengembangan kawasan pariwisata di

wilayah perencanaan antara lain adalah sebagai berikut:

Pengembangan kawasan pariwisata perlu berwawasan lingkungan dan menjaga

kelestarian alam.

Pengmbangan fisik kawasan pariwisata harus mengacu pada AMDAL dan

rencana tata ruang, serta RIPPDA yang berlaku.

Mengembangkan image kecamatan pariwisata sebagai wilayah berbasis

pariwisata.

Pengembangan kawasan pariwisata harus diikuti dengan pengembangan sarana

prasarana pendukung pariwisata.

Sehingga upaya yang dilakukan dalam pengembangan kawasan wisata adalah :

Pengembangan kawasan wisata pantai dan pulau-pulau kecil antara lain:

melindungi keragaman hayati di daerah pantai dan pulau-pulau kecil,

pengembangan wisata bahari dengan dilengkapi fasilitas penunjang seperti port

marina, melengkapi dengan early warning system pada daerah pantai,

menciptakan kegiatan agro perikanan.

Pengembangan kawasan wisata alam antara lain: menjaga kelestarian lokasi

wisata, pembatasan alih fungsi lahan di daerah hulu sungai Kalaodi, penataan

obyek wisata danau Gurua Marasai, penyelenggaraan kegiatan alam seperti

hiking dan trecking yang berwawasan lingkungan, pembangunan kelengkapan

fasilitas seperti pos pendakian dan gazebo.

Page 529: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-35

Pengembangan kawasan wisata sejarah antara lain: pelestarian bentuk

arsitektural bangunan, pembuatan guideline pembangunan disekitar kawasan

wisata sejarah, pemugaran lokasi wisata sejarah yang telah rusak untuk

dikembalikan ke bentuk asalnya, bersama-sama dengan pengembangan wisata

budaya untuk lebih sering menggelar upacara adat.

Pengembangan kawasan wisata seni dan budaya antara lain: mengakomodasi

hasil-hasil kerajinan khas daerah pada pusat perdagangan barang kerajinan,

pembuatan icon wisata daeri budaya setempat, pembangunan gedung Cultural

Center sebagai sarana rekreasi.

Pengembangan kawasan wisata agro antara lain: studi kajian lokasi yang matang

untuk dijadikan wisata agro, pembangunan kampung wisata, mencegah

terjadinya perubahan guna lahan akibat alih fungsi menjadi permukiman,

Penetapan ketentuan KDB 40% untuk setiap bangunan di daerah wisata alam

dan budaya yang dilindungi. Perijinan hanya diperuntukkan bagi masyarakat

yang telah tinggal di daerah wisata. Pengembangan fasilitas penunjang hanya

diperuntukkan di daerah perdagangan dan jasa yang telah ditentukan.

8.2.6 Pengembangan Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau

Rencana pengembangan kawasan ruang terbuka non hijau di wilayah Kota

Tidore Kepulauan meliputi:

1. Kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau, diarahkan pada kawasan Tomagoba

Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore seluas lebih kurang 2,5 (dua koma lima) ha.

(1) Alun-alun kawasan pemerintahan meliputi Alun-alun di Open Space Kelurahan

Tomagoba Kecamatan Tidore.

(2) Lokasi plasa bangunan ibadah tersebar pada bangunan ibadah setiap kecamatan.

(3) Kawasan parkir yang terdapat di wilayah kota meliputi pusat-pusat kegiatan

perdagangan dan jasa, pariwisata, dan pemerintahan.

(4) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau diarahkan

melalui :

a. menata kembali RTNH yang telah mengalami degradasi secara fungsi ataupun

kualitas ruang;

b. mengoptimalkan pemanfaatan RTNH untuk kegiatan sosialisasi masyarakat; dan

c. mengembangkan RTNH di kawasan komersial, perkantoran, dan perumahan

yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berinteraksi masyarakat.

Page 530: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-36

8.2.7 Pengembangan Ruang Evakuasi Bencana

Rencana pengembangan ruang peruntukan evakuasi bencana di Kota Tidore Kepulauan

terdiri atas :

a. Kantor Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, Kantor Camat di Kelurahan Rum

Kecamatan Tidore Utara, dan Sekolah Dasar Negeri Balibunga, dan Pelabuhan Fery di

Kelurahan Rum Balibunga Kecamatan Tidore Utara;

b. Kantor Kecamatan di Kelurahan Gurabati Kecamatan Tidore Selatan;

c. Kantor Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore; Lapangan (Open Space) dan Stadion;

dan

d. Pelabuhan Fery di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore Timur.

Rencana pengembangan kawasan ruang evakuasi bencana diarahkan melalui

a. menyediakan jalur evakuasi bencana yang terjangkau oleh kendaraan roda empat

pada wilayah-wilayah rawan bencana untuk menjamin keamanan dan keselamatan

pengungsi;

b. meningkatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana; dan

c. menyediakan prasarana sarana penunjang proses evakuasi bencana.

Penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana secara rinci diatur dalam Peraturan

Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8.2.8 Pengembangan Kawasan Peruntukan Ruang Sektor Informal

Kawasan peruntukan ruang sektor informal di Kota Tidore Kepulauan),

ditetapkan di Pantai Tugulufa Kelurahan Indonesiana Kecamatan Tidore dan Pantai Rum

Kecamatan Tidore Utara seluas lebih kurang 5 (lima) ha.

(1) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang sektor informal diarahkan

melalui :

a. menempatkan sektor informal di lokasi yang direncanakan;

b. menata kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan sektor informal;

c. membatasi pemanfaatan ruang terbuka publik untuk kegiatan sektor informal

dengan pembatasan area dan pengaturan waktu berdagang;

Page 531: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-37

d. mengoptimalkan fungsi pasar untuk mengakomodir kebutuhan ruang sektor

informal; dan

e. mewajibkan setiap pengembang mengalokasikan ruang untuk kegiatan sektor

informal.

(2) Rencana pengaturan sektor informal ditetapkan dengan Peraturan Walikota sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

8.3. Rencana kawasan peruntukan lainnya

8.3.1 Pengembangan Kawasan Pendidikan

Pengembangan kawasan pendidikan di Wilayah Perencanaan tidak dialokasikan

secara khusus dalam kawasan perencanaan. Hal ini dikarenakan sarana pendidikan di

wilayah perencanaan tergolong tersebar dan sebagian besar menyatu dengan kawasan

permukiman. Akibatnya, sulit dipisahkan antara kawasan pusat pendidikan dengan

kawasan fungsi lain dalam suatu kawasan.

Adapun demikian, dalam arahan dan upaya pengembangan pusat-pusat

pendidikan di masa depan dalam lingkup wilayah perencanaan, perlu dilakukan

peningkatan tingkat pencapaian masyarakat untuk mempermudah masyarakat di

wilayah perencanaan mengakses layanan sarana pendidikan.

Adapun beberapa konsep yang diacu dalam pengembangan kawasan dan pusat

pendidikan antara lain adalah sebagai berikut:

Pusat pendidikan sebaiknya diletakkan di kawasan yang cukup kondusif bagi

kegiatan pendidikan di dalamnya, tenang, nyaman, dan sebisa mungkin dekat

dengan taman, lapangan, atau ruang terbuka hijau.

Pusat pendidikan sebaiknya diletakkan pada lokasi strategis dengan aksesibilitas

wilayah yang memadai untuk mengakomodasi mobilitas pelajar. Apabila suatu

kawasan pendidikan memiliki lokasi yang cukup jauh, perlu diadakan

peningkatan aksesibilitas, baik dengan perbaikan jalan, peningkatan layanan

angkutan umum, maupun pengadaan layanan angkutan pelajar (angkutan kota).

Perlu ada peningkatan kualitas lingkungan pendidikan di kawasan pendidikan

yang belum memadai, baik melalui pengadaan taman bermain, pengadaan

ruang terbuka hijau, maupun revitalisasi lingkungan hidup, menurut kebutuhan

masing-masing kawasan pendidikan.

Page 532: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-38

Pusat pendidikan tinggi dikembangkan di Kota Sofifi yang melayani seluruh

Provinsi Maluku Utara. Sedangkan pendidikan tinggi di Pulau Tidore diarahkan

sebagai pelengkap pendidikan tinggi di Kota Sofifi.

Dengan mengandalkan sektor pertanian pada umumnya sebagai sektor basis

terutama pada bidang perkebunan dan perikanan serta menjadikan sektor

pariwisata sebagai penggerak perekonomian Kota Tidore Kepulauan, maka

pendidikan menengah kejuruan diarahkan untuk mendukung kegiatan utama

pertanian-perkebunan, pertanian perkotaan, perikanan, pariwisata bahari, jasa

dan perdagangan (wirausaha).

8.3.2 Kawasan Peruntukan Kesehatan

Kawasan peruntukan kesehatan memiliki luas kurang lebih 2,47 ha, yang terdiri

dari :

a. rumah Sakit Umum Tipe C berada di Indonesianan Kecamatan Tidore seluas 1,68 Ha;

dan

b. rumah Sakit Tipe B di Desa Garojou Kecamatan Oba Utara seluas 3 Ha

8.3.3 Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan

Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan meliputi :

a. kawasan perkantoran Korem berada di Sofifi Kecamatan Oba Utara;

b. kawasan Komando Distrik Militer 1505 di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore

Timur;

c. Kawasan Pangkalan Angkatan Laut di Desa Oba Kecamatan Oba Utara;

d. Kawasan Mako BRIMOB di Kelurahan Gurapingb Kecamatan Oba Utara.

e. Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan tidak di izinkan beralih fungsi RTH

di kawasan pertahanan dan keamanan menjadi fungsi lain.

8.3.4. Kawasan Peruntukan Pertanian

Sektor pertanian secara umum merupakan sektor primer yang menyumbangkan

PDRB terbesar di Kota Tidore Kepulauan. Sektor pertanian dibedakan menjadi sektor

Page 533: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-39

pertanian tanaman pangan, sektor pertanian tanaman perkebunan, sektor peternakan,

kehutanan, dan perikanan.

A. Kawasan Pengembangan Pertanian

Kota Tidore Kepulauan mempunyai kondisi fisik dan alam yang cocok untuk

tanaman perkebunan. Pertanian tanaman pangan yang dapat dikembangkan di Kota

Tidore Kepulauan adalah jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Pertanian sawah hanya

dapat dibudidayakan di bagian wilayah pulau Halmahera dengan kriteria dataran rendah

dan landai. Kecamatan Oba adalah salah satu kecamatan yang cocok untuk

dikembangkan pertanian sawah dan penghasil tanaman pangan. Tanaman jagung

dikembangkan di wilayah Pulau Halmahera, ubi kayu dikembangkan di seluruh wilayah

Kota Tidore Kepulauan khususnya kecamatan Oba dan Oba Selatan, kacang tanah

dikembangkan di seluruh Kota Tidore Kepulauan.

B. Kawasan Pengembangan Kegiatan Pertanian Holtikultura

Kawasan pertanian holtikultura berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga,

Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak seluas lebih

kurang 865,5 ha;

C. Kawasan Pengembangan Kegiatan Pertanian Perkebunan

Sektor basis ekonomi di Kota Tidore Kepulauan adalah sektor pertanian-

perkebunan. Perkebunan dalam perhitungan LQ dan Shift-share memberikan gambaran

bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan terbesar dan memberikan peluang

untuk dapat dijadikan sektor investasi. Hasil-hasil perkebunan dapat mencukupi

kebutuhan masyarakat Tidore Kepulauan sendiri dan daerah sekitarnya atau dapat

dikatakan berpotensi untuk diekspor. Kegiatan pertanian-perkebunan menyerap lebih

banyak tenaga kerja dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Karena itu kegiatan

pertanian-perkebunan dijadikan sektor basis perekonomian di Kota Tidore Kepulauan.

Kawasan perkebunan dapat dijumpai di seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Rencana pengembangan pada kawasan perkebunan adalah sebagai berikut:

1. Kawasan perkebunan lebih dikembangkan pada jenis komoditi unggulan

yaitu cengkeh (seluruh Tidore khususnya Pulau Tidore), pala (seluruh Tidore

Page 534: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-40

khususnya di Pulau Halmahera), kakao (khususnya di Pulau Halmahera),

kelapa (khususnya di Pulau Halmahera).

2. Dalam perencanaan kawasan perkebunan diperbolehkan terdapat lokasi

industri agro.

3. Pengelolaan perkebunan dan perluasan lahan perkebunan hanya

diperbolehkan pada hutan yang dapat dikonversi.

Tabel 8. 16 Luasan Peruntukkan Tegalan dan Perkebunan

no Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 15.896,31

2 Tidore Selatan 24.160,13

3 Tidore Utara 21.543,18

4 Tidore Timur 8.408,16

5 Oba Utara 75.045,55

6 Oba Tengah 46.287,02

7 Oba 84.726,21

8 Oba Selatan 43.959,89

Tidore Kepulauan 320.026,44

D. Kawasan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan

Kawasan pertanian tanaman pangan berupa pertanian lahan basah seluas lebih

kurang 847,4 (delapan ratus empat puluh tujuh ribuh koma empat) ha.

E. Kawasan Pengembangan Hutan Produksi Pola Partisipasi Masyarakat

Kawasan hutan produksi pola partisipasi masyarakat seluas lebih kurang 438

(empat ratus ribuh tiga puluh delapan) ha;

F. Kawasan Pengembangan Pertanian Lahan Basah dan Lahan Kering

Rencana pengembangan kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering diarahkan

pada :

(1) Kawasan peruntukan pertanian seluas lebih kurang 320.026,45 ha, terdiri atas Lahan

Basah lebih kurang 644 Ha dan Lahan Kering lebih kurang 319.382,45 Ha, terdapat di:

a. kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 15.896,31 Ha,

b. kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih kurang 24.160,13 Ha,

Page 535: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-41

c. kecamatan Tidore Utara dengan luas lebih kurang 21.543,18 Ha,

d. kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih kurang 8.408,16 Ha,

e. kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang 75.045,55 Ha,

f. kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang 46.287,02 Ha,

g. kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 84.726,21 Ha, terdiri atas Lahan Basah

lebih kurang 300 Ha dan Lahan Kering lebih kurang 84.426,21 Ha; dan

h. kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang 43.959,89 Ha, terdiri atas Lahan

Basah lebih kurang 344 Ha dan Lahan Kering lebih kurang 43.615,89 Ha.

(2) Kawasan budidaya hortikultura berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga,

Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak,Padi, Jagung,

Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kacang Kedele, Kacang Hijau, Umbi – Umbian dan sayur –

sayuran seluas lebih kurang 236,37 Ha di Kecamatan Tidore Utara, 316,99 Ha di

Kecamatan Tidore Selatan, 82,3 Ha di Kecamatan Tidore, 236,5 Ha di Kecamatan

Tidore Timur, 97,2 Ha di Kecamatan Oba Utara, 283,8 Ha di Kecamatan Oba Tengah,

710,35 Ha di Kecamatan Oba dan 815,9 Ha di Kecamatan Oba Selatan;

(3) Kawasan budidaya hortikultura berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga,

Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak,Padi, Jagung,

Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kacang Kedele, Kacang Hijau, Umbi – Umbian dan sayur –

sayuran seluas lebih kurang 236,37 Ha di Kecamatan Tidore Utara, 316,99 Ha di

Kecamatan Tidore Selatan, 82,3 Ha di Kecamatan Tidore, 236,5 Ha di Kecamatan

Tidore Timur, 97,2 Ha di Kecamatan Oba Utara, 283,8 Ha di Kecamatan Oba Tengah,

710,35 Ha di Kecamatan Oba dan 815,9 Ha di Kecamatan Oba Selatan;

(4) Kawasan budidaya perkebunan adalah sebagai berikut:

a. kawasan budidaya perkebunan lebih dikembangkan pada jenis komoditi unggulan

yaitu cengkeh, pala, kakao dan Kelapa seluas lebih kurang 823,25 Ha di

Kecamatan Tidore Utara, 343 Ha di Kecamatan Tidore Selatan,499,4 Ha di

Kecamatan Tidore, 715,5 Ha di Kecamatan Tidore Timur, 1.196 Ha di Kecamatan

Oba Utara, 2.244,3 Ha di Kecamatan Oba Tengah, 7.468,2 Ha di Kecamatan Oba

dan 3174,75 Ha di Kecamatan Oba Selatan;

b. dalam perencanaan kawasan budidaya perkebunan diperbolehkan terdapat lokasi

industri agro; dan

c. pengelolaan budidaya perkebunan dan perluasan lahan pertanian perkebunan

hanya diperbolehkan pada hutan yang dapat dikonversi.

Page 536: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-42

(5) Kawasan budidaya tanaman pangan berupa pertanian lahan basah seluas lebih

kurang 644 (enam ratus empat puluh empat) Ha di Kecamatan Oba dan Kecamatan

Oba Selatan;

(6) Rencana pengembangan kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering diarahkan

pada :

a. mempertahankan pertanian lahan basah sawah irigasi teknis;

b. sebagai lahan untuk pencadangan pengembangan hingga pada 20 tahun

mendatang; dan

c. rehabilitasi kawasan pertanian untuk meningkatkan produksi melalui peremajaan

tanaman pemulihan dan peningkatan kesuburan tanah;

Rencana pengembangan kawasan budidaya perternakan seluas lebih kurang 40 (empat

puluh) ha diarahkan di Kelurahan Akelamo Kecamatan Oba Tengah dan 10 (sepuluh) Ha

di Kecamatan Tidore Timur.

Sebagaimana kondisi sektor peternakan di Kota Tidore Kepulauan yang ikut

menyumbangkan PDRB pada sektor primer, kegiatan peternakan dapat dikembangkan

untuk menyokong sektor pertanian pada umumnya di Kota Tidore Kepulauan. Kegiatan

peternakan dikembangkan melalui peningkatan teknologi, pendayagunaan pasar, dan

budidaya tanaman sebagai pakan ternak. Kegiatan pengembangan peternakan di Kota

Tidore Kepulauan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pengembangan peternakan ruminansia secara intensif (sapi dan kambing)

khususnya pada Pulau Halmahera.

2. Pengembangan peternakan unggas di Pulau Tidore sebagai bentuk kegiatan

peternakan di lingkungan perkotaan.

Ternak sapi dan kambing di Pulau Halmahera merupakan potensi yang dapat

diunggulkan di Kota Tidore Kepulauan. Kota Tidore Kepulauan dapat menjadi sebagai

suplier utama jika usaha peternakan diintegrasikan dengan usaha transportasi. Untuk

mengembangkan potensi peternakan tersebut, maka direncanakan disediakan lahan

untuk kawasan peternakan di Oba Tengah.

Page 537: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-43

Tabel 8. 17 Luasan Peruntukkan Kawasan Peternakan

No Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 0,00

2 Tidore Selatan 0,00

3 Tidore Utara 0,00

4 Tidore Timur 0,00

5 Oba Utara 0,00

6 Oba Tengah 895,91

7 Oba 0,00

8 Oba Selatan 0,00

Tidore Kepulauan 895,91

8.3.5. Kawasan Peruntukan Perikanan

A. Kawasan Pengembangan Kegiatan Perikanan

Kota Tidore Kepulauan sebagai bagian dari NKRI memiliki lokasi yang strategis

dengan sumber daya alam perikanan yang sangat berlimpah. Potensi perikanan laut di

Kota Tidore Kepulauan kurang berkembang karena terkendala oleh kurangnya

keterampilan dalam budidaya perikanan laut dan darat.

Konsep rencana pengembangan perikanan terdiri dari:

1. Rencana Pengembangan Perikanan Tangkap

Pengembangan perikanan tangkap yang optimal harus berdasarkan pada

kemampuan daya dukung yang tersedia, utamanya adalah potensi sumber daya ikan.

Berdasarkan data produksi dari Dinas Perikanan Provinsi Maluku Utara dan estimasi

potensi sumber daya ikan di perairan Maluku Utara, diketahui bahwa tingkat

pemanfaatan sumber daya ikan oleh nelayan setempat masih menunjukkan status

tingkat pengusahaan yang masih relatif rendah atau underfishing. Untuk

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan tersebut secara berkelanjutan, perlu

arahan pengembangan perikanan tangkap yang tepat.

Daerah penangkapan ikan 2, yang memiliki potensi untuk pengembangan

perikanan pelagis kecil dan demersal (utamanya: ikan layang, kembung, julung-julung,

kuwe, dan kakap merah); berada di perairan pantai sebelah Selatan, Tenggara, Timur,

Timur laut, Utara, Barat laut dan Barat Pulau Morotai, perairan pantai Tidore dan

Ternate dan wilayah periaran pantai Sanana. Arahan kegiatan penangkapan ikan 2

Page 538: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-44

berada pada wilayah perairan pantai, maka diarahkan hanya untuk pengembangan

aktivitas perikanan rakyat atau perikanan skala kecil dan menengah.

Pengembangan perikanan tangkap dilakukan dengan mendayagunakan

pelabuhan pendaratan ikan (PPI) di Soasio yang sekarang ini masih sepi dari nelayan.

Nelayan selama ini masih lebih memilih menjual di pasar – pasar tradisional yang

tersebar di wilayah Tidore Kepulauan sebagai konsumsi lokal, penjualan untuk pangsa

pasar yang lebih luas masih sangat sedikit meskipun sudah ada penjualan ke Ternate.

Selain pendayagunaan PPI di Soasio, direncanakan juga pembangunan PPI di

Gurabati karena di daerah ini sudah terdapat pelabuhan nelayan lokal dan terdapat

potensi untuk dikembangkan. Berkaitan dengan pembangunan industri perikanan di

Gita-Payahe maka pada daerah ini direncanakan pembangunan pelabuhan perikanan

pantai (PPP) untuk mendukung permintaan akan hasil laut yang akan melonjak pada

daerah ini.

Hasil penangkapan ikan yang ada akan dijual di TPI yang berada di dekat tiap –

tiap PPP dan PPI. Selain dijual langsung sebagai produk segar, hasil laut juga diolah pada

industri perikanan yang ada di Gita-Payahe sehingga dapat meningkatkan harga jual dan

daya saing produk perikanan Kota Tidore Kepulauan. Hasil olahan dari produk perikanan

di Gita-Payahe dapat dipasarkan di Soasio untuk konsumsi lokal dan Ternate yang sudah

memiliki sentra perdagangan yang lebih luas jangkauannya untuk konsumsi nasional.

2. Rencana Pengembangan Perikanan Budidaya

Komoditas akuakultur yang akan dikembangkan di Tidore Kepulauan mencakup

spesies air tawar, air payau dan air laut. Mengingat sumberdaya alam yang sebagian

besar didominasi oleh perairan laut, maka penekanan pengembangan diberikan pada

komoditas budidaya laut (marikultur).

Komoditas marikultur, sebagaimana biota laut secara umum, biasanya

dikelompokan kedalam golongan ikan (finfish), udang (krustasea), kerang (moluska),

teripang (ekinodermata) dan alga. Golongan ikan umumnya didominasi oleh ikan karang

(coral reef fish) seperti ikan kerapu macan, ikan kerapu bebek, ikan kerapu lumpur, ikan

kakap putih, ikan napoleon, ikan sunu (lodi), ikan baronang dan sebagainya. Masih

banyak jenis ikan karang yang bisa dibudidayakan, namun dibatasi oleh kendala

ketersediaan benih. Ikan karang tersebut diproduksi masih melalui kegiatan

penangkapan. Golongan ikan pelagis seperti ikan ekor kuning, tongkol, tenggiri dan tuna

masih belum dibudidayakan, juga ikan demersal seperti ikan sebelah. Ikan tersebut

Page 539: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-45

diproduksi masih melalui kegiatan penangkapan. Golongan udang mencakup udang

lobster dan udang windu, sedangkan dari golongan kerang mencakup kerang mutiara

dan kerang hijau. Teripang mencakup beberapa jenis, namun kegiatan kultur komoditas

ini relatif terbatas karena dibatasi oleh ketersediaan benih.

Alga mencakup rumput laut dan fitoplankton. Dewasa ini yang intensif

dibudidaya di Indonesia rumput laut jenis Euchema cottonii dan Gracilaria sp., jenis E.

Spinosum sudah dibudidayakan tapi dalam jumlah yang terbatas. Masih banyak jenis

rumput laut, baik golongan karaginofit (penghasil karaginan), agarofit (penghasil agar)

maupun alginofit (penghasil alginat), yang berpotensi untuk dibudidayakan.

Fitoplankton mencakup Clorella sp. baik sebagai pakan alami bagi larva ikan dan rotifera

maupun sebagai makan suplemen bagi kesehatan manusia. Dalam rangka

pengembangan akuakultur di Tidore Kepulauan, hampir seluruh kelompok komoditas

tersebut di atas dapat dikembangkan.

Sistem teknologi Akuakultur meliputi: jaring apung, jaring tancap,kandang (pen

culture), sekat (eclosure), longline dan rakit, sehingga rencana pengembangan pertanian

mengikuti konsep tersebut diatas antara lain:

1. Peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan mengenai perikanan

di Gita-Payahe.

2. Peningkatan teknologi penangkapan ikan melalui bantuan pengadaan kapal

– kapal dengan teknologi penyimpanan yang lebih baik baik dari segi

kapasitas (30 – 300 GT) maupun teknologi penyimpanan (freezer) serta

peralatan penangkapan ikan yang lebih baik.

3. Pengembangan tambak udang di perairan selat Halmahera.

4. Pengembangan perikanan air payau dengan memanfaatkan hutan bakau.

5. Pengembangan pertanian darat khususnya di wilayah bagian Pulau

Halmahera (Oba dan Oba Selatan). Pada pengembangan ini perlu

pembangunan kawasan budidaya terpadu mulai dari unit pembenihan,

pembesaran, pasca panen dan industri pendukung.

6. Meningkatkan pelatihan-pelatihan dibidang perikanan bagi masyarakat Kota

Tidore Kepulauan dan memberikan keterampilan pada jenjang pendidikan

sekolah menengah kejuruan.

7. Pengadaan sarana dan prasarana penunjang budidaya laut dan pantai,

seperti pembangunan saluran irigasi tambak, pembangunan jalan baru, PPP

(Pelabuhan Perikanan Pantai), PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan), dan TPI

(Tempat Pelelangan Ikan) yang diprioritaskan pada lokasi-lokasi dengan

banyak kegiatan nelayan.

8. Penetapan Zona Pengelolaan Wilayah Laut Kota Tidore Kepulauan. Zona

pengelolaan ini ditetapkan berdasarkan peraturan yang telah ada yaitu

Page 540: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-46

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2008

tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil

dan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan

Pulau-Pulau Kecil yang menyebutkan bahwa zona pengelolaan wilayah laut

untuk kepulauan ditetapkan sepertiga jarak zona ekonomi eksklusif yaitu

sebesar 4 mil dari garis tepi pantai terluar.

Page 541: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-47

Peta 8. 3 Rencana Pengembangan Perikanan

Page 542: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-48

B. Kawasan Peruntukan Lahan Cadangan Pengembangan Kota

Lahan cadangan pengembangan kota diarahkan di Tidore Utara, Kecamatan Oba

Utara dan Kecamatan Oba Selatan.

C. Kawasan Pengembangan Hutan Produksi

Hutan produksi adalah hutan yang terletak di dalam batas-batas suatu HPH

(memiki izin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu. HPH adalah Hak Pengusahaan

Hutan, yaitu izin yang dikeluarkan untuk kegiatan tebang pilih di hutan-hutan alam

selama periode tertentu, umumnya 20 tahun, dan diperbarui untuk satu periode

selanjutnya, umumnya 20 tahun lagi.

Luasan hutan produksi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. 18 Kawasan Pengembangan Hutan Produksi

No Lokasi Luas (Ha)

1 Tidore 2.595,53

2 Tidore Selatan 10.718,09

3 Tidore Utara 2.120,33

4 Tidore Timur 1.314,72

5 Oba Utara 134.228,44

6 Oba Tengah 62.380,64

7 Oba 178.666,59

8 Oba Selatan 16.775,75

Tidore Kepulauan 408.800,08

Hutan produksi di Kota Tidore Kepulauan sudah ada yang mempunyai HPH, sehingga

rencana pengembangan terkait dengan pola ruang hutan produksi antara lain:

1. Tingkat penebangan diimbangi dengan penanaman dan pertumbuhan ulang

sehingga hutan terus menghasilkan kayu secara lestari.

2. Melarang pembalakan liar dan berlebihan sampai menebang habis. Pembalakan

liar dikenai sanksi.

3. Hutan produksi di Kota Tidore Kepulauan merupakan kawasan penyangga,

sehingga penanganan hutan produksi juga meliputi penanganan kawasan

penyangga.

Page 543: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-49

Upaya pengembangan sektor kehutanan di wilayah perencanaan antara lain perlu

dilakukan dengan mengacu pada beberapa konsep sebagai berikut:

Pengembangan kawasan kehutanan sebaiknya diikuti dengan pengembangan

sarana prasarana penunjang, seperti aksesibilitas pengangkutan komoditas,

sarana pengolahan hasil hutan, dan lain sebagainya.

Pengembangan sektor kehutanan sebaiknya juga melibatkan sektor ekonomi

lain di wilayah perencanaan, seperti sektor industri kecil dan kerajinan yang

mengolah hasil hutan. Dengan kata lain, pengembangan sektor kehutanan juga

diupayakan mampu memacu tumbuhnya sektor ekonomi lain dengan

menciptakan keterkaitan antar sektor.

Pengembangan kawasan budidaya kehutanan harus sistainable, dengan kata lain

aspek lingkungan hijau dan keberlangsungan kelestarian hutan sebagai habitat

alami perlu dijaga. Kegiatan produksi hasil hutan bisa dilakukan selama

kelestarian hutan tetap dijaga dengan reboisasi setelah produksi dilakukan.

D. Kawasan Pertambangan

Potensi pertambangan di Kota Tidore Kepulauan hampir dapat dijumpai di

seluruh wilayah. Usaha pertambangan di Kota Tidore Kepulauan yang telah ada antara

lain pertambangan pasir, batu dan emas. Beberapa kegiatan pertambangan berada pada

kawasan lindung. Sehingga rencana pengembangan kawasan pertambangan antara lain:

Kawasan peruntukan pertambangan terpusat di Desa Noramaake Kecamatan

Oba Tengah.

(1) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) bijih besi (Mineral Logam)

berada di wilayah Kecamatan Oba Tengah dan Oba Utara seluas kurang lebih 8.500

Ha,

(2) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) nikel berada di wilayah

Kecamatan Oba, Oba Tengah dan Oba Selatan seluas kurang lebih 14.685 Ha,

(3) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) pasir besi berada di wilayah

Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan seluas kurang lebih 11.501

Ha,

(4) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) emas berada di wilayah

Kecamatan Oba Tengah seluas kurang lebih 9.063 Ha,

Page 544: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-50

Pola ruang di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat dibawah ini. Dalam rincian ini

terdapat beberapa fungsi lahan yang mempunyai luasan tidak sama karena dalam suatu

kawasan terdapat lebih dari satu fungsi. Luas kawasan lindung lebih diutamakan

perhitungan luasnya dibandingkan dengan kawasan budidaya.

Tabel 8. 19 Rencana Pola Ruang Kota Tidore Kepulauan

Pola Ruang Luas Area (Km2)

Hutan Lindung 900,67

Hutan Bakau 13,98

Sempadan sesar 61,61

Sempadan Mata Air 3,30

Sempadan Sungai 69,42

Sempadan pantai 15,15

Rawan tsunami 82,09

Rawan gunung api 30,87

Rawan banjir 6,37

Perkantoran dan pemerintahan 8,95

Perdagangan dan jasa 3,29

Permukiman/perumahan 337,45

Cadangan permukiman transmigrasi 63,00

Pendidikan 4,19

Kesehatan 1,67

Industri agro 179,50

Peternakan 8,96

Hutan produksi 4.088,00

Perkebunan 2.873,21

Tegalan 327,05

RTH 37,60

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) 0,01

Jumlah 9.116,36

Sumber: Hasil Analisis Studio

Page 545: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-51

Peta 8. 4 Rencana Pola Ruang

Page 546: Rtrw

Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VIII-52

Page 547: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-1

Kawasan strategis di Kota Tidore Kepulauan akan dibagi menjadi beberapa

bagian yaitu:

a. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan ekonomi;

b. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan lingkungan

c. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan sosial budaya;

d. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan pertahanan keamanan

9.1 Kawasan Strategis Ekonomi

A. Kawasan Strategis Ekonomi Indonesianan - Goto

Goto (Soasio) merupakan salah satu lokasi pelabuhan di Kecamatan Tidore.

Dalam perkembangan hubungan antara Kota Tidore Kepulauan dengan daerah

sekitarnya, Kota Tidore Kepulauan merupakan simpul transportasi dan simpul distribusi

barang dan jasa ke wilayah lainnya setelah dari Ternate, Sehingga kebutuhan pelabuhan

niaga semakin dibutuhkan di Kota tidore Kepulauan. Fungsi pelabuhan Goto (Soasio)

sebagai pelabuhan peti kemas menjadi salah satu alasan ditetapkannya Goto (Soasio)

sebagai kawasan strategis ekonomi. Rencana penanganan kawasan strategis ekonomi

Goto (Soasio) antara lain:

Pengembangan pelayanan pelabuhan regional peti kemas.

Sebagai kawasan yang dikembangkan dengan ketersediaan sarana-

prasarana penunjang.

B. Kawasan Strategis Ekonomi Kota Sofifi

Kota Sofifi adalah ibukota Provinsi Maluku Utara yang baru sebagaimana amanat

Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara.

Oleh karena itu perkembangan Kota Sofifi akan berjalan pesat sebagai penyesuaian

fungsinya sebagai daerah pelayanan Regional. Kota Sofifi diarahkan sebagai pusat

perdagangan, perkantoran, jasa dan pendidikan tinggi. Rencana penanganan yang

diterapkan untuk Sofifi adalah sebagai berikut:

Perlu dilengkapi dengan akomodasi perkotaan dan sarana prasarana sosial

ekonomi regional yang memadai, yaitu: kantor pemerintahan dan legislatif,

Bab IX PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Page 548: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-2

rumah sakit, terminal, perguruan tinggi, pasar atau pusat perdagangan,

perbankan, markas Korem/Kodim dan Polda/polres, pengadilan negeri,

kejaksaan negeri, gedung olahraga, gedung hiburan rakyat dan gedung

lainnya.

Arahan daerah terbangun untuk Kota Sofifi diatur agar tetap rendah yaitu

sebesar 40%, hal ini dimaksudkan agar Kota Sofifi menjadi Kota yang ‘lega’.

Arahan tinggi bangunan ditetapkan lebih dari 1 (satu) untuk menanggulangi

ancaman tsunami. KLB ditetapkan dalam jangkauan 1 – 4 lantai.

Penyediaan ruang terbuka hijau.

Penyediaan infrastruktur air bersih, drainase dan air limbah yang baik.

C. Kawasan Strategis Ekonomi Rum

Rum adalah daerah pelabuhan. Dermaga penyeberangan yang berada di Rum

melayani penyeberangan ke Ternate dengan intensitas yang tinggi. Pergerakan barang

dan jasa di Rum cukup besar. Selain itu, kawasan ini juga bertindak sebagai ‘pintu’ bagi

Kota Tidore Kepulauan. Dengan pertimbangan tersebut, maka kawasan ini ditetapkan

sebagai kawasan strategis. Rencana yang diterapkan untuk Rum adalah sebagai berikut.

Perlu dilengkapi dengan akomodasi perkotaan dan sarana prasarana

ekonomi dan perdagangan berupa pelabuhan yang dilengkapi dengan

fasilitas penginapan dan rumah makan serta pasar atau pusat perdagangan.

Arahan daerah terbangun di Rum ditetapkan sebesar maksimal 50%, hal ini

disebabkan ruang yang tersedia untuk pembangunan di wilayah ini

termasuk kecil dikarenakan faktor topografinya.

Arahan tinggi bangunan ditetapkan antara jangkauan 1 – 4 lantai.

Penyediaan infrastruktur air bersih, drainase dan air limbah yang baik.

D. Kawasan Strategis Ekonomi Gita-Payahe

Gita-Payahe merupakan kawasan yang berada di simpul jalan arteri ‘Trans

Halmahera’. Kawasan ini juga merupakan kawasan pengembangan industri agro dan

perikanan. Rencana yang diterapkan untuk Gita-Payahe adalah sebagai berikut:

Perlu dilengkapi dengan akomodasi perkotaan dan sarana prasarana

ekonomi serta perdagangan berupa pelabuhan yang dilengkapi dengan

pergudangan dan pasar atau pusat perdagangan.

Pengembangan industri agro dan perikanan dengan sarana prasarana

pendukung yang lengkap.

Page 549: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-3

Arahan daerah terbangun di Gita-Payahe ditetapkan sebesar maksimal 40 %

agar daerah ini tidak menjadi terlalu padat.

Arahan tinggi bangunan ditetapkan antara jangkauan 1 – 4 lantai.

Penyediaan infrastruktur air bersih, drainase dan air limbah yang baik.

9.2 Kawasan Strategis Lingkungan Hidup

A. Kawasan Lindung Bakau

Seluruh kawasan bakau di Kota Tidore Kepulauan merupakan kawasan lindung.

Hal ini dikarenakan fungsi utama hutan bakau sebagai habitat hidup ikan payau dan

sebagai penahan gelombang pasang surut air laut serta penahan gelombang tsunami

yang potensi terjadi di Kota Tidore Kepulauan. Kawasan Bakau di Kota Tidore Kepulauan

termasuk kawasan hutan bakau yang unik karena tumbuh di sedimen pasir. Dikatakan

unik karena relatif jarang terdapat hutan bakau yang tumbuh pada media tanam

sedimen pasir. Dengan kemudahan adaptasi hidup hutan bakau tersebut, maka seluruh

kawasan hutan bakau di Kota Tidore Kepulauan merupakan kawasan strategis

lingkungan hidup.

Payahe

Kawasan bakau yang berada di Payahe merupakan kawasan yang penting

untuk mempertahankan keberlanjutan ekologi wilayah Tidore Kepulauan

terutama wilayah Payahe. Payahe sendiri merupakan daerah yang rawan

akan tsunami karena memiliki elevasi yang rendah. Kawasan lindung Bakau

di Payahe termasuk kawasan strategis lingkungan hidup karena apabila

hutan bakau tersebut gundul akan terjadi abrasi pantai dan tidak ada

penahan untuk gelombang pasang maupun tsunami.

Tauno dan Gilatua

Kawasan bakau di Tauno dan Gilatua merupakan kawasan bakau yang

memiliki potensi alam yang tinggi karena merupakan habitat hidup ikan dan

fauna lainnya. Selain itu, hutan bakau di Tauno dan Gilatua juga berfungsi

sebagai buffer zone disepanjang pantai tersebut.

Penanganan yang dilakukan untuk kawasan strategis lingkungan hidup hutan

bakau di Kota Tidore Kepulauan antara lain:

Page 550: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-4

1. Perlindungan terhadap flora dan fauna yang terdapat dalam hutan bakau

dengan melarang penebangan dan pemanfaatan hutan bakau yang dapat

merusak ekosistem.

2. Memberikan alternatif mata pencaharian kepada masyarakat yang

mempunyai mata pencaharian menjual kayu bakar bakau. Alternatif mata

pencaharian disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian masing-masing

individu.

3. Kegiatan yang diperbolehkan antara lain: mengambil kayu kering tanpa

harus menebang, budidaya perikanan air payau, wisata alam menyusuri

hutan bakau dengan perahu.

B. Kawasan Lindung Sungai

Sungai Akebale, Akeoba dan Akelamo

Sungai Akebale, Akeoba dan Akelamo merupakan sungai yang sering mengalami

banjir. Ketiga sungai tersebut termasuk kedalam kawasan strategis lingkungan hidup

karena letak sungai yang dekat dengan permukiman penduduk. Tujuan ditentukannya

kawasan lindung sungai Akebale, Akeoba dan Akelamo sebagai kawasan strategis untuk

menjaga ekosistem dan stabilitas kegiatan terutama selama jangka waktu perencanaan.

Sehingga tidak akan terjadi bencana banjir musiman.

Sungai Oba, Toniku dan Kayasa

Sungai Oba, Toniku dan Kayasa merupakan sungai-sungai yang berada di

Kecamatan Oba Utara. Ketiga sungai tersebut merupakan sumber air baku bagi

masyarakat sekitar. Berdasarkan data RDTR Kota Sofifi, sungai Oba sebagai sungai

terbesar merupakan muara sungai-sungai kecil lainnya dengan aliran permukaan air

akan mengisi air tanah. Sungai Oba memiliki 16 DAS disekelilingnya. Sungai Toniku

meskipun musim kemarau masih dialiri air, sedangkan sungai Kayasa merupakan sungai

yang tidak pernah kering. Sehingga keberadaan ketiga sungai tersebut sangat vital bagi

Kota Sofifi yang akan dikembangkan menjadi ibukota propinsi yang kebutuhan air bersih

juga meningkat.

Penanganan untuk kawasan strategis lingkungan hidup sungai antara lain:

1. Perlindungan terhadap flora dan fauna di sekitar kawasan sungai dan

sempadannya.

Page 551: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-5

2. Penanaman tanaman hijau sepanjang sungai di sebelah kiri dan kanan

sempadan sungai.

3. Melarang kegiatan penambangan pasir, penebangan pohon dan

pengrusakan sempadan sungai.

4. Pembuatan lubang biopori disepanjang daerah sempadan sungai dengan

mengajak masyarakat sekitar.

5. Pengelolaan DAS di sepanjang sungai.

C. Kawasan Lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata

Dasar penunjukan taman nasional Aketajawe-Lolobata adalah Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor : 397/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. Kawasan

tersebut mempunyai luas ± 167.300 Ha yang mencakup daerah Halmahera Tengah, Kota

Tidore Kepulauan dan Halmahera Timur. Kawasan lindung Taman Nasional yang berada

di dalam administratif Kota Tidore Kepulauan adalah Taman Nasional Aketajawe.

Ditetapkannya kawasan lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata sebagai

kawasan strategis karena dibawah kawasan taman nasional ini terdapat daerah

budidaya permukiman perkotaan Sofifi yang dalam keberlanjutan kota membutuhkan

sumber air baku. Kawasan Taman Nasional Aketajawe dihuni oleh masyarakat hutan

Tugutil. Selain itu kawasan lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata memiliki

berbagai rangkaian habitat dan spesies dari unit biogeografi kelompok Halmahera dalam

satu unit pengelolaan. Flora yang dimiliki dalam kawasan lindung Taman Nasional

Aketajawe-Lolobata adalah hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan

yang berpotensi memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Fauna yang dimiliki kawasan

lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata antara lain 28 jenis mamalia dengan 1 jenis

mamalia sebagai hewan endemik Halmahera, 211 jenis burung dengan 4 jenis burung

sebagai endemik Halmahera, 38 jenis reptil dengan 7 jenis reptil sebagai endemik

Halmahera, 6 jenis amfibi dengan 2 jenis endemik amfibi Halmahera.

Penanganan perlindungan yang dilakukan pada kawasan ini, yaitu:

Perlindungan terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan

rangkaian habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan,

yang mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting

di Pulau Halmahera.

Page 552: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-6

Perlindungan daerah resapan air yang penting bagi kawasan sekitarnya atau

dibawahnya untuk kebutuhan air masyarakat, pertanian, industri dan

lainnya.

Perlindungan terhadap masyarakat hutan Tugutil. Kawasan ini merupakan

pilihan bagi masyarakat hutan Tugutil untuk dapat terus menjalankan cara

hidup tradisionalnya.

9.3 Kawasan Strategis Sosial Budaya

Kawasan strategis sosial budaya di Kota Tidore Kepulauan memegang peranan

penting terhadap kesatuan NKRI terkait dengan isu perlindungan adat-istiadat dan

budaya terhadap klaim negara asing. Kawasan strategis sosial budaya di Kota Tidore

Kepulauan selain sebagai identitas diri Kota Tidore Kepulauan juga menjadi identitas

bagi Kepulauan Maluku dan negara Indonesia.

A. Kawasan Konservasi Gurabunga

Kawasan Gurabunga adalah kawasan yang sejak dulu disakralkan oleh penduduk

Kota Tidore Kepulauan karena dulu adalah tempat kediaman penasihat spiritual Sultan

Tidore. Di kawasan ini dilestarikan rumah adat asli Tidore, selain itu juga sebagai tempat

berlangsungnya beberapa upacara adat.

Kawasan Gurabunga ini berada di Kecamatan Tidore, berada di daerah yang

cukup tinggi sehingga cukup dingin, dan juga memiliki panorama yang indah. Kawasan

ini sangat cocok untuk perkembangan pariwisata. Karena itu perkembangannya sebagai

kawasan cagar budaya harus memiliki pengaturan yang ketat mengenai pembatasan

kegiatan budidaya yang dilakukan pada kawasan ini. Pengaturan meliputi:

Penanganan kawasan konservasi Gurabunga ini adalah kawasan yang

dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan sebagai lokasi agrowisata.

Pengaturan intensitas bangunan, KDB tidak lebih dari 40% KLB antara 1

hingga 3 lantai.

Pengendalian pembangunan rumah, pengendalian pembangunan rumah

baru melalui perizinan dan syarat – syarat pembangunan rumah baru yang

di dalamnya juga mengatur syarat arsitektural rumah sehingga tidak terjadi

penumpukan bangunan modern.

Page 553: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-7

Pengendalian area tambang yang berada di daerah Gurabunga,

pembatasan, penutupan dan reklamasi daerah tambang yang sudah habis.

Pengamanan dan menjaga pelestarian dari faktor alam melalui

pemanfaatan teknologi.

Menjaga kelestarian kawasan setempat melalui penanaman pohon yang

dapat memperindah kawasan sehingga tetap asri.

B. Kawasan Konservasi Kedaton Kesultanan Tidore

Kedaton Kesultanan Tidore merupakan tempat tinggal Sultan Tidore. Bangunan

ini memiliki nilai budaya yang sangat tinggi karena di sinilah pemerintahan Kesultanan

Tidore berada. Kedaton Kesultanan Tidore merupakan simbol budaya bagi masyarakat

Kota Tidore Kepulauan dan sebagai salah satu ragam budaya di Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Daya tarik Kedaton Kesultanan Tidore yaitu bentuk kedaton dengan

sentuhan arsitektur yang cukup unik dan klasik khas Tidore terletak di dataran tinggi

sehingga dapat terlihat selat Halmahera dan latar belakang gunung Kiematubu

menambah nilai eksotik kawasan. Di Kedaton Kesultanan Tidore ini biasa dilakukan

upacara adat kesultanan yang sakral dan digelar tarian tradisional yang dipertunjukkan

pada saat pelaksanaan upacara adat Legu Gam.

Pengaturan meliputi:

Penanganan kawasan konservasi Gurabunga ini adalah kawasan yang

dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan sebagai lokasi budaya.

Pengamanan dan penjagaan kelestarian dari berbagai bentuk ancaman,

baik oleh kegiatan manusia maupun faktor alam.

Pengaturan sempadan daerah cagar budaya untuk mengurangi resiko

perusakan daerah cagar budaya yang disebabkan oleh kegiatan budidaya

seperti perdagangan atau bahkan permukiman.

Menjaga kelestarian kawasan melalui penanaman pohon sehingga dapat

memperindah kawasan kedaton kesultanan tidore.

C. Pulau Mare

Pulau Mare terletak di Selatan Pulau Tidore. Secara adminsitratif merupakan

bagian dari wilayah Kecamatan Tidore Selatan. Pulau Mare memiliki kekayaan alam

Page 554: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-8

berupa terumbu karang yang sudah cukup terkenal dalam skala nasional dan spesifik

endemik lumba-lumba . Rencana yang ditetapkan sebagai berikut:

Perlu dilengkapi dengan sarana perhubungan yang lebih baik untuk

meningkatkan aksesibilitas.

Pengembangan manajemen pariwisata agar dapat meningkatkan

pendapatan asli daerah.

Perlindungan terhadap terumbu karang dan Lumba-lumba dengan cara

pelarangan menggunakan peralatan yang membahayakan terumbu karang

dan lumba-lumba dalam eksploitasi perikanan.

Perlindungan terhadap fauna, agar tidak terjadi degradasi lingkungan.

Arahan daerah terbangun ditetapkan kurang dari 30 % serta

penempatannya mempertimbangkan kawasan lindung.

Arahan tinggi bangunan ditetapkan 1 – 4 lantai. Diarahkan untuk

pembangunan lebih dari 1 (satu) lantai sebagai tempat evakuasi ketika

tsunami.

D. Pulau Maitara

Pulau Maitara yang berada di Kecamatan Tidore Utara mempunyai keunggulan

berupa pasir putih dan terumbu karang yang potensial untuk kegiatan diving. Selain itu,

dari pulau Maitara juga didapat view yang sempurna terhadap Gunung Gamalama dan

puncak Kiematubu.

Pengembangan akomodasi wisata seperti fasilitas perhotelan, perdagangan,

restoran, dan lain-lain.

Pembuatan masterplan kawasan.

Pengembangan manajemen pariwisata agar dapat meningkatkan

pendapatan asli daerah.

Perlindungan terhadap terumbu karang dengan cara pelarangan

menggunakan peralatan yang membahayakan terumbu karang dalam

eksploitasi perikanan.

Perlindungan terhadap fauna, agar tidak terjadi degradasi lingkungan.

Arahan daerah terbangun ditetapkan kurang dari 30 % serta

penempatannya mempertimbangkan kawasan lindung.

Page 555: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-9

Arahan tinggi bangunan ditetapkan 1 – 4 lantai. Diarahkan untuk

pembangunan lebih dari 1 (satu) lantai sebagai tempat evakuasi ketika

tsunami.

9.4 Kawasan Strategis Kota dari sudut Kepentingan Pertahanan Keamanan

Rencana kawasan strategis Kota Tidore Kepulauan dari sudut kepentingan

pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) huruf a,

meliputi:

a. kawasan perkantoran Komando Daerah Militer Nuku yang berada di Kecamatan

Oba Utara;

b. kawasan perkantoran Komando Distrik Militer 1505 yang berada di Kelurahan

Dowora serta fasilitas asrama militer di Kelurahan Dowora; dan

c. kawasan pangkalan angkatan laut di Desa Oba Kecamatan Oba Utara.

Tabel 9. 1 Rencana Penanganan Kawasan Strategis

Jenis Kawasan Strategis Lokasi Rencana Penanganan

Kawasan Strategis

Kawasan Strategis Lingkungan Hidup

Kawasan Lindung Bakau Kawasan akan dilindungi dan dikembangkan sebagai obyek wisata alam

Kawasan Lindung Sungai Kawasan akan dilindungi dan dikonservasi

Kawasan Lindung Taman Nasional Aketajawe

Kawasan akan dilindungi dan dikonservasi

Kawasan Strategis Sosial Budaya

Gurabunga Kawasan yang akan dilindungi, dikonservasi dan dikembangkan sebagai obyek wisata budaya Kawasan yang akan dilindungi, dikonservasi, dan dikembangkan sebagai obyek wisata bahari

Kedaton Kesultanan Tidore Pulau Mare Pulau Maitara

Kawasan Strategis Ekonomi Goto Kawasan yang akan ditingkatkan dan diperbarui Sofifi

Rum

Gita-Payahe

Kawasan Pertahanan Keamanan Kawasan Strategis Kota dari

sudut Kepentingan

Pertahanan Keamanan

Sofifi Tidore

Sumber: Hasil Analisis Tim

Page 556: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-10

Peta 9. 1 RENCANA KAWASAN STRATEGIS TIDORE KEPULAUA

Page 557: Rtrw

Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal IX-11

Page 558: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-1

Pemanfaatan ruang, sebagai bagian dari tata ruang merupakan tindak lanjut

implementatif dari perencanaan. Agar Arahan pemanfaatan ruang selalu sesuai dengan

rencana maka diperlukan suatu arahan yang nantinya diturunkan dalam bentuk indikasi

program. Arahan pemanfaatan ruang bertujuan untuk mewujudkan struktur

pemanfaatan ruang kota dan pola ruang sesuai dengan kebijakan dan strategi yang telah

disusun dalam rencana.

Arahan pemanfaatan ruang untuk Kota Tidore Kepulauan dilakukan untuk

mencapai sasaran – sasaran dimana kesemuanya merupakan perbaikan dan

peningkatan terhadap sumber daya alam, sumber daya manusia, perekonomian dan

sarana prasarana.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10. 1 Rencana Sasaran Program Lima Tahunan Persektor Kota Tidore Kepulauan

No Sektor Sasaran Tahun

2015 2020 2025 2030

1. Sumber Daya Alam

Kelestarian Sumber Daya Alam

2. Sumber Daya Manusia

SDM berkualitas di bidang perikanan

SDM berkualitas di bidang pertanian dan perkebunan

SDM berkualitas di bidang pariwisata

SDM berkualitas di bidang industri pengolahan

3. Perekonomian Budidaya perikanan

Budidaya pertanian dan perkebunan

Pariwisata

Industri Pengolahan hasil perikanan, pertanian, dan perkebunan.

4. Sarana Prasarana

Mendukung budi daya perikanan

Mendukung pertanian dan perkebunan

Mendukung pariwisata

Mendukung Industri

Sarana prasarana hirarki I, II, III

Bab X ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

Page 559: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-2

10.1 Usulan Program Utama Program utama kota adalah program-program pemanfaatan yang memiliki

bobot kepentingan utama atau perlu diprioritaskan untuk mewujudkan RTRW kota

sesuai arah yang dituju. Penetapan program utama dilakukan dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan sektor/sub sektor/komoditi

unggulan ekonomis kawasan yang berupa pertanian, perikanan, dan

pariwisata.

b. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan/mewujudkan sosial – budaya

dan peningkatan kualitas SDM penduduk.

c. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan/mewujudkan tata ruang

kawasan yang telah direncanakan dan kesesuaiannya dengan upaya

pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup.

d. Kesesuaian dengan tujuan membuka isolasi dan mengembangkan sistem

transportasi kawasan.

e. Program dan kegiatan yang bersifat untuk pemeliharaan/peningkatan

fungsi berbagai prasarana dan sarana kawasan serta berbagai fasilitas

pelayanan sosial – ekonomi masyarakat yang sudah ada akan lebih

didahulukan untuk menjamin tetap operasionalnya fasilitas – fasilitas

tersebut.

f. Program dan kegiatan proyek yang bersifat khusus dan atau mendesak

seperti misalnya berkenaan dengan masalah keamanan, lanjutan proyek

yang sudah berjalan pada tahun sebelumnya, bersifat meningkatkan

pendapatan asli daerah dan lain – lain, maka pada prinsip akan lebih

diprioritaskan .

10.2 Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Pelaksanaan perwujudan ruang Kota Tidore Kepulauan dilakukan dalam

tahapan-tahapan rencana pembangunan tahap menengah. Rentang waktu dalam setiap

tahapan adalah 5 (lima ) tahun. Tahapan pembangunan Kota Tidore adalah sebagai

berikut:

Page 560: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-3

1. RPJM ke-1 (April 2013 – Maret 2018)

RPJM ke-1 diarahkan untuk :

a) Pengembangan sarana dan prasarana pertanian pada semua wilayah

Kota Tidore Kepulauan.

b) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan

lindung dan penataan kawasan rawan bencana.

c) Penyusunan rencana detail dan rencana untuk kawasan strategis.

d) Perwujudan struktur ruang kota dengan melalui perwujudan pusat-

pusat pelayanan hirarki I, II dan III.

e) Peningkatan sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas sarana

pendidikan tingkat menengah dengan penekanan pada SMK yang

menunjang pertanian, perikanan dan pariwisata.

f) Penguatan sektor basis yaitu pertanian dan peningkatan pada sektor

pariwisata.

2. RPJM ke-2 (April 2018 - Maret 2023)

a) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan

budidaya untuk sektor pertanian, industri dan pariwisata.

b) Perwujudan struktur ruang kota dengan melalui perwujudan pusat-

pusat pelayanan hirarki I, II dan III.

c) Perwujudan sarana dan prasarana dengan penekanan pada sarana

transportasi, perdagangan, telekomunikasi, energi dan jasa yang

mendukung pariwisata.

d) Perwujudan sektor industri yang berorientasi pada hasil pertanian dan

perkebunan.

3. RPJM ke-3 (April 2023 - Maret 2028)

a) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan

budidaya untuk sektor pertanian, industri dan pariwisata.

b) Perwujudan struktur ruang kota melalui perwujudan pusat-pusat

pelayanan hirarki I, II dan III.

Page 561: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-4

c) Perwujudan sarana dan prasarana dengan penekanan pada peningkatan

jangkauan dan kualitas prasarana telekomunikasi dan energi.

d) Pemantapan sektor pariwisata dan industri sebagai kekuatan kota.

4. RPJM ke-4 (April 2028 - Maret 2033)

a) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan

budidaya untuk sektor pertanian, industri dan pariwisata.

b) Perwujudan struktur ruang kota dengan melalui perwujudan pusat-

pusat pelayanan hirarki I, II dan III.

c) Pengembangan pertambangan dan pemanfaatan sumber-sumber

energi.

d) Pemantapan sektor pariwisata dan industri sebagai basis ekonomi ke

depan yang menunjang pertanian.

10.3 Pembiayaan Pembangunan Untuk merealisasikan program dan rencana tindak yang disusun, maka perlu

dibuatkan rencana pembiayaan kurun waktu 20 (dua puluh) tahun dan secara bertahap

setiap 5 (lima) tahun. Pada bagian ini dijelaskan pula perkiraan rencana sumber dan

besar pembiayaan untuk masing-masing program. Pada dasarnya perkiraan pendanaan

program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Sumber-sumber pendanaan Kota Tidore Kepulauan adalah :

Pendapatan Asli Daerah;

Pendanaan oleh pemerintah;

Pendanaan dari pemerintah provinsi;

Investasi swasta dan masyarakat;

Bantuan dan pinjaman luar negeri; dan

Sumber-sumber pembiayaan lainnya.

10.4 Instansi Pelaksana Pelaksanaan program disesuaikan dengan tingkat pemerintahan sesuai dengan

kewenangannya dan dapat melibatkan swasta dan masyarakat. Instansi pelaksana dapat

dijabarkan dengan lebih rinci sesuai dengan bidang, tugas dan fungsinya yang

pelaksanaannya harus terintegrasi antar sektor. Instansi pelaksana ini dapat dibedakan

Page 562: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-5

menjadi dua kelompok yaitu instansi pelaksana utama dan instansi pelaksana

pendukung.

10.5 Indikasi Program Utama Pemanfaatan ruang kota diwujudkan dalam bentuk program-program. Dalam

tataran RTRW, program terumuskan dalam bentuk indikasi yang global untuk nantinya

diperinci dalam produk tata ruang detail seperti RDTR ataupun rencana untuk kawasan

strategis. Program utama terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu program umum

penataan ruang, program perwujudan struktur ruang kota dan program perwujudan

pola ruang kota. Indikasi program selengkapnya dapat dilihat pada tabel 13.1 berikut ini.

Page 563: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-6

Tabel 10. 2 Matriks Indikasi Program Utama Kota Tidore Kepulauan

NO PROGRAM LOKASI WAKTU PELAKSANAAN SUMBER

DANA INSTANSI

PELAKSANA PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

A PROGRAM UMUM PENATAAN RUANG

1 Studi tentang batas wilayah adminsitratif Kota Tidore Kepulauan

1.1. Studi dan pelaksanaan pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU

1.2. Sosialisasi hasil pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU

2 Penyusunan RDTR di Kota Tidore Kepulauan

2.1. Studi untuk perencanaan detail tata ruang pusat pengembangan

Semua Ibukota Kecamatan

APBD Bappeda, Dinas PU

2.2. Studi untuk kawasan strategis Semua Ibukota Kecamatan

APBD Bappeda, Dinas PU

2.3. Penyusunan dan revisi RDTR di setiap ibukota kecamatan Semua Ibukota Kecamatan

APBD Bappeda, Dinas PU

3 Penyusunan RTBL

3.1. Penyusunan RTBL GIta-Payahe sebagai waterfront city Oba APBD Bappeda, Dinas PU

3.2. Penyusunan RTBL Sofifi dan Pulau TIdore sebagai waterfront city

Oba Utara, Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur

APBD Bappeda, Dinas PU

3.3. Penyusunan RTBL ibukota kecamatan sebagai waterfront city Akelamo-Loleo, Maidi-Lifofa

APBD Bappeda, Dinas PU

3.4. Penyusunan RTBL kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah

Kelurahan Gurabunga, Benteng Tahula, Kompleks makam raja-raja, Permukiman masyarakat adat

APBD Bappeda, Dinas PU

Page 564: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-7

terpencil Tugutil

B PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG

1 Perwujudan Pusat Kegiatan

1.1. Perwujudan Pulau Tidore dan Sofifi sebagai pusat pelayanan hirarki I (Regional)

a. Penyediaan sarana administrasi pemerintahan provinsi Kota Sofifi APBD Dinas PU Provinsi

b. Pemantapan sarana administrasi pemerintahan kota Kecamatan Tidore APBD Dinas PU

c. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan sarana pendidikan tingkat perguruan tinggi

Kota Sofifi dan Kecamatan Tidore

APBD Dinas pendidikan

d. Peningkatan sarana kesehatan rumah sakit menjadi tipe B Oba Utara APBD Dinkes

e. Peningkatan/pemantapan sarana kesehatan rumah sakit umum tipe C

Kecamatan TIdore

f. Peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan Sofifi menjadi pelabuhan nasional

Oba Utara APBD, investor

Dinas PU, PT. PELNI

g. Pemantapan fungsi pelabuhan Goto sebagai pelabuhan peti kemas skala regional

Kecamatan Tidore APBD Dinas PU

h. Pemantapan fungsi pasar Sarimalaha sebagai pasar regional

Kecamatan Tidore APBD Disperindag

i. Peningkatan fungsi terminal Sofifi sebagai teminal tipe B Oba Utara APBD Dinas PU

j. Peningkatan fungsi terminal Soasio sebagai terminal tipe C dan subterminal

Pulau Tidore APBD Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

k. Peningkatan fungsi Pelabuhan Pendaratan Ikan Kecamatan Tidore APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan

l. Pembangunan Pelabuhan pendaratan ikan Kecamatan Tidore Selatan

APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan

m. Pengembangan industri agro Kecamatan Tidore Utara, Tidore Timur, Oba

APBD Disperindag, Dinas pertanian dan kehutanan, Dinas

Page 565: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-8

perikanan dan kelautan

n. Pengembangan industri bersih Kecamatan Tidore dan Tidore Selatan

APBD Disperindag

o. Pembangunan pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan

Kecamatan Tidore Selatan, Tidore Utara, Oba Utara

APBD Disperindag, Dinas PU

p. Pembangunan Gedung Gelanggang Olah raga Kecamatan Tidore APBD Bappeda, Dinas PU

1.2. Perwujudan Gita-Payahe sebagai pusat pelayanan hirarki II (Kota)

a. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai untuk mendukung industri perikanan

Kecamatan Oba APBD Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Disperindag, Dinas PU

b. Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Pelabuhan Gita, Kecamatan Oba

APBD Bappeda, Dinas Kelautan,

c. Pembangunan SMK Perikanan yang sekaligus menjadi tempat pengurusan sertifikat untuk nelayan

Oba APBD Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Perikanan dan Kelautan

d. Pembentukan kawasan industri agro dan industri pengolahan hasil perikanan

Oba APBD Bappeda, Dinas perikanan dan kelautan, Disperindag, Dinas PU

e. Penyediaan dan/atau pemantapan sarana pasar dan ruko perdagangan dan pusat showroom hasil industri agro

Payahe (Kecamatan Oba)

APBD Bappeda, Disperindag, Dinas PU

f. Penyediaan sarana kesehatan rumah sakit tipe D Oba APBD Bappeda, Dinkes

g. Pengembangan pelabuhan Gita sebagai pelabuhan skala regional dan penunjang industri

Oba APBD Bappeda, Disperindag, Dinas

Page 566: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-9

Perikanan dan Kelautan, dan Dinas PU

h. Peningkatan dan perbaikan terminal tipe C yang ditempatkan dekat dengan pelabuhan

Oba APBD Dinas PU

1.3. Perwujudan ibukota-ibukota kecamatan sebagai pusat pelayanan hirarki III (Lokal)

a. Penyediaan/pemantapan sarana kesehatan Puskesmas

Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Kesehatan

b. Penyediaan/pemantapan sarana pendidikan SMK dengan keterampilan khusus untuk menunjang bidang pertanian-perkebunan, perikanan, industri kecil dan menengah, dan pariwisata.

Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

c. Penyediaan/pemantapan sarana perdagangan pasar kecamatan

Semua kecamatan APBD Bappeda, Disperindag

d. Penyediaan/pemantapan sarana ekonomi (bank, koperasi, dll)

Semua kecamatan terutama di Pulau Tidore, Kota Sofifi dan Kota Gita-Payahe

APBD, investor

Bappeda, Bank Daerah, pihak swasta

e. Penyediaan/pemantapan sarana dan pelayanan komunikasi dan jasa pengiriman barang

Semua Kecamatan APBD, investor

Bappeda, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT Pos dan Giro, swasta

f. Pemantapan fungsi pelabuhan Loleo sebagai pelabuhan lokal

Oba Tengah APBD Bappeda, Dinas PU

g. Pemantapan fungsi pelabuhan Rum sebagi pelabuhan lokal yang menjadi penunjang Pelabuhan Soasio

Tidore Utara APBD Dinas PU

2 Perwujudan Sistem Prasarana

2.1. Transportasi darat

Page 567: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-10

a. Perbaikan jalan lingkar Pulau Tidore dengan menambah drainase, prasarana pejalan kaki selebar 2,5 m, serta RTH/Jalur Hijau, juga penerangan jalan

Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur

APBD Dinas PU

b. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Gamtufkange – Gurabunga, Ome - Jaya dan Mareku – Afa-afa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara

APBD Dinas PU

c. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Dowora – Kalaodi dan Ome - Fabaharu dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur

APBD Dinas PU

d. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Jaya – Fabaharu dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

Tidore, Tidore Utara

APBD Dinas PU

e. Pembangunan dan peningkatan jaringan Jalan atas penghubung dari Tuguiha – Tidore Timur dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

TIdore Selatan, Tidore Timur

APBD Dinas PU

f. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Soasio - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Tidore APBD Dinas PU

g. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Gurabati - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Tidore Selatan APBD Dinas PU

h. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Rum - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta

Tidore Utara APBD Dinas PU

Page 568: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-11

prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

i. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Tosa - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Tidore Timur APBD Dinas PU

j. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans Halmahera yaitu ruas jalan Payahe-Weda, Akelamo-Payahe, Sp. Dodinga-Akelamo dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 3 m

Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Oba Selatan

APBD Dinas PU

k. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Sofifi - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba Utara APBD Dinas PU

l. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Loleo - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba Tengah APBD Dinas PU

m. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Payahe - Lifofa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba, Oba Selatan APBD Dinas PU

n. Pengembangan dan peningkatan jaringan Payahe - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba APBD Dinas PU

o. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Lifofa - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba Selatan APBD Dinas PU

p. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Guraping Oba Utara, Oba APBD Dinas PU

Page 569: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-12

– Loleo – Yehu – Gilatua dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Tengah, Oba

q. Pengaturan sistem trayek angkutan umum yang lebih baik serta pengaturan rute angkutan barang pada jalur khusus yang tidak menghambat lalu lintas di pusat kota

Tidore, Tidore TImur, Oba Utara, Oba

APBD Dinas PU

r. Pengembangan sarana angkutan yang lebih efisien dan menjangkau ke semua kawasan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan kawasan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

s. Penyediaan prasarana sub terminal baru untuk memberikan pelayanan dalam bidang angkutan umum serta untuk mengakses pusat-pusat pertumbuhan baru

Tidore Selatan, Tidore Timur, Oba, Oba Tengah, Oba Selatan

APBD Dinas PU

t. Pembangunan halte yang mampu melayani penumpang untuk berganti moda atau pun berganti jurusan atau rute angkutan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

2.2. Transportasi Laut

a. pengembangan pelabuhan Soasio sebagai Pelabuhan Peti Kemas

Tidore APBN Kementerian Perhubungan

b. pengembangan armada kapal laut untuk melayani dari Sofifi - Sarimalaha PP, dari Sarimalaha – Paceda PP, dari Sarimalaha – Gita PP, dari Dowora – Galala PP

Oba Utara, Tidore, Oba, Oba Tengah

APBD Dinas Perhubungan

2.3. Sumber daya air

a. penyusunan Masterplan air minum Pulau Tidore, Oba Utara

APBD PDAM, Dinas PU

b. Pengadaan studi mengenai Daerah Aliran Sungai dan kawasan resapan air untuk pengendalian banjir dan kekeringan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

c. Konservasi kawasan perbukitan dan hutan lindung, berfungsi untuk menyangga daerah resapan air hujan di masing – masing DAS sungai sebagai potensi air baku

Semua kecamatan APBD Dinas PU

Page 570: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-13

keperluan air bersih

d. Penataan atau penanganan daerah hulu sungai melalui penghijauan dan pembuatan sumur resapan dikawasan hunian dan permukiman, berfungsi pula untuk pengendalian banjir

Semua kecamatan APBD Dinas PU

e. Penataan, pengaturan dan perlindungan sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air baku tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan terhadap pencemaran lingkungan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

f. Pengadaan pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan

Oba Tengah, Oba Selatan, Oba Utara, Oba

Investor PDAM

g. Peningkatan sistem pengolahan air bersih di masing – masing kawasan yang mempunyai potensi air baku untuk sumber air bersih

Semua kecamatan Investor PDAM

h. Penataan dan penanganan daerah zona kawasan pelayanan air bersih di daerah permukiman

Semua kecamatan Investor PDAM

i. Penataan dan pengaturan distribusi sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan khusus untuk industri

Oba Utara, Oba Tengah, Oba Tidore Selatan, Kec. Tidore

Investor PDAM

j. Mencari sumber air baru untuk menambah produksi air bersih PDAM

Semua kecamatan Investor PDAM

k. Pendayagunaan sungai sebagai sumber air Semua kecamatan Investor PDAM

l. Pengontrolan sistem produksi air bersih di tiap kawasan yang mempunyai potensi kebocoran dengan pemasangan water meter

Semua kecamatan Investor PDAM

m. Penggantian pipa – pipa distribusi lama yang tidak layak dan mengadakan pengecekan secara berkala

Semua kecamatan Investor PDAM

n. Peningkatan sistem pengelolaan dan pencatatan pembacaan water meter ke pelanggan

Semua kecamatan Investor PDAM

o. Penataan sistem adimnistrasi pengolahan air bersih Semua kecamatan Investor PDAM

Page 571: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-14

p. studi potensi air tanah Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM

q. pengembangan sumber air baku Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM

r. pengembangan jaringan perpipaan Semua kecamatan APBD PDAM

s. pembangunan jaringan irigasi Oba, Oba Selatan APBN Kementerian PU

2.3. Telekomunikasi

a. pembangunan base tranceiver system (BTS Semua kecamatan Investor Dinas Perhubungan, PT TELKOM

b. pengembangan jaringan “Fixed Line” Semua kecamatan Investor PT TELKOM

c. Perluasan jaringan telepon hingga menjangkau daerah yang terisolir

Semua kecamatan APBD, investor

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM dan swasta

d. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel

Semua kecamatan APBD, investor

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM atau swasta

2.3. Energi/Listrik

a. Rencana pembangunan PLTU Noramaake di Desa Akedotilou

Oba Tengah Investor PLN

b. Perluasan jaringan listrik hingga menjangkau daerah daerah yang terisolir

Semua kecamatan terutama kecamatan Oba dan Oba Selatan

APBD PLN

c. Penambahan kapasitas produksi jaringan listrik agar mencukupi kebutuhan di masa mendatang

Semua kecamatan APBD PLN

d. Perawatan jaringan listrik yang sudah ada Semua kecamatan APBD PLN

Page 572: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-15

e. Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi Akesahu

Pulau Tidore APBD PLN

f. Pengembangan sumber energi batu bara dekat dengan pelabuhan Rum

Rum (Kecamatan Tidore Utara)

APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

g. Studi pengembangan sumber energi alternatif biofuel dan mikrohidro

Kota Tidore Kepulauan

APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

h. Pembangunan sumber energi alternatif biofuel dari tanaman jarak dan kelapa dengan membangun genset

Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

i. Pembangunan sumber energi alternatif mikrohidro dengan membuat bendungan di sungai Payahe

Kecamatan Oba APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

2.4. Drainase

a. Penataan sistem drainase di areal permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU

b. Pengembangan sistem penghijauan kota daerah kawasan permukiman, juga meliputi membuat sistem resapan di kawasan permukiman

Semua kecamatan APBD Dinas PU

c. Penataan sistem drainase dan pengecekan berkala terhadap kondisi drainase

Semua kecamatan APBD Dinas PU

d. Mengendalikan sistem aliran buangan air hujan kawasan Semua kecamatan APBD Dinas PU

e. Konservasi kawasan perbukitan sungai (hulu sungai) dari masing – masing DAS

Semua kecamatan APBD Dinas PU

f. Penataan kawasan dataran sungai (hilir sungai) dari masing – masing DAS melalui normalisasi penampang sungai

Semua kecamatan APBD Dinas PU

g. Peraturan terhadap kawasan pesisir sungai melalui konservasi kawasan pesisir dan penyediaan fasilitas bangunan pesisir pantai untuk pengendalian pasang surut

Semua kecamatan APBD Dinas PU

Page 573: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-16

h. Pengembangan dan peningkatan jaringan drainase Pada Ibukota kecamatan

i. Penyusunan Master Plan Drainase Kota Kementerian PU, BAPPEDA, Dinas PU

2.5. Persampahan

a. Penetapan lokasi dan kebutuhan lahan pembuangan akhir sampah sesuai dengan kriteria

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

b. Pengelolaan sampah yang dapat mereduksi timbunan sampah

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

c. Pembuatan sempadan kawasan TPA Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

d. Pembatasan budidaya dan atau permukiman baik yang baru maupun yang sudah ada di kawasan sempadan TPA

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

e. Pemanfaatan sampah pada TPA sebagai sumber energi biogas

Kecamatan Tidore dan Kecamatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

Page 574: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-17

Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

2.6. Air Limbah

a. Pengembangan teknis pengelolaan air limbah domestik dengan sistem setempat (on site sanitation) dan sistem terpusat (off site sanitation) yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan

b. Sistem pengelolaan setempat diarahkan menjadi sistem komunal sehingga membantu mengurangi kerusakan lingkungan pada wilayah yang mulai padat penduduk

Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan

c. Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan dengan jaringan perpipaan dan IPAL

P. Tidore dan Kota Sofifi

APBD Dinas Kebersihan

d. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola air limbah

Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan

e. Penerapan sistem pengelolaan air limbah non domestik yang tidak mencemari lingkungan disesuaikan dengan karakteristik industri yang ada

Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore

APBD Dinas Kebersihan

f. Pengendalian dan monitoring dalam pengelolaan air limbah non domestik

Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore

APBD Dinas Kebersihan

2.7. Proteksi Kebakaran

Page 575: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-18

a. Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

C PERWUJUDAN POLA RUANG WILAYAH

1 Kawasan Lindung

1.1. Kawasan Penyangga

a. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk hutan lindung

Semua kecamatan APBD Bappeda

b. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk daerah resapan air

Semua kecamatan APBD Bappeda

c. reboisasi lahan-lahan kritis di kawasan lindung

Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan

APBN, APBD

Dinas Kehutanan, Kementerian Kehutanan

d. penyusunan Masterplan kawasan wisata hutan raya

Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan

APBD Dinas Kehutanan

e. pengembangan Ruang Terbuka Hijau perkotaan

Semua Kecamatan APBD Dinas Tata Kota dan Kebersihan

1.2. Kawasan perlindungan setempat

a. Delineasi dan pengaturan kawasan sumber air baku

Semua kecamatan, kecuali Kec. Tidore Utara

APBD Bappeda

b. Delineasi dan pemantapan pengaturan kawasan sempadan sungai dan sempadan pantai

Semua kecamatan APBD Bappeda

c. Delineasi dan pemantapan kebijakan pengaturan pembangunan pada daerah kawasan bencana

Semua kecamatan APBD Bappeda

d. Pembuatan Jalur evakuasi tsunami Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas

e. Pembuatan Jalur evakuasi letusan gunungapi P. Tidore APBD PU, Kesbanglinmas

f. Pembuatan evacuation open space terpadu Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas

Page 576: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-19

g. Konservasi hutan lindung dan daerah resapan air

Semua kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup

1.3. Konservasi dan regenerasi kawasan mangrove

Semua Kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup

1.4. Konservasi kawasan taman nasional

a. Konservasi terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan rangkaian habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan, yang mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting di dalam hutan lindung Taman Nasional Aketajawe

Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan

b. Konservasi kawasan permukiman masyarakat adat Tugutil di dalam Taman Nasional Aketajawe

Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan, Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

1.5. Kawasan Cagar Budaya

a. Penataan kawasan permukiman bersejarah Gurabunga

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

b. Konservasi kawasan dan bangunan peninggalan bersejarah

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

c. Pembuatan Perda perlindungan kawasan permukiman bersejarah

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

d. Rehabilitasi atau restorasi kawasan permukiman bersejarah

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

2 Kawasan Budidaya

2.1. Kawasan permukiman

a. Pengembangan dan pemantapan fungsi permukiman transmigrasi eksisting

Kelurahan Koli, Kecamatan Oba

APBD Dinas PU, Disnakertrans

Page 577: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-20

b. Studi kelayakan pemanfaatan/alih fungsi dari hutan menjadi permukiman transmigrasi

Kelurahan Koli-Kosa, Maidi, Lifofa

APBD Dinas PU, Disnakertrans

c. Penyediaan open space untuk taman bermain anak Semua kecamatan APBD Dinas PU

d. Penyuluhan rumah sehat Semua kecamatan APBD Dinas PU

e. Peningkatan sanitasi pada lingkungan perumahan Semua kecamatan APBD Dinas PU

f. Peningkatan sarana penerangan pada lingkungan perumahan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

g. Penyediaan Taman Bacaan kawasan permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU

2.2. Kawasan Pertanian/Perkebunan

a. Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan pala, kelapa, cengkeh.

Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan

APBD Dinas Pertanian, Disperindag

b. Pengembangan Pulau Tidore untuk urban farming Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.

APBD Dinas Pertanian, Disperindag

c. Pengembangan budidaya perikanan air tawar, payau dan laut

Oba APBD Dinas Perikanan dan Kelautan

d. Penyediaan prasarana untuk kegiatan perkebunan guna menunjang industri

Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan

APBD Dinas PU, Disperindag

2.3. Kawasan Industri

a. Pengembangan kawasan industri pertanian perkebunan

dan industri perikanan

Oba, Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.

APBD Disperindag

Page 578: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-21

b. Pengembangan industri skala kecil dan menengah serta industri bersih

Oba, Tidore, APBD Disperindag

c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan industri

Semua kecamatan APBD Disperindag

d. penyusunan RDTR kawasan industri

Oba Utara APBD Bappeda, Disperindag

2.4. Kawasan Pariwisata

a. Pengembangan pariwisata bahari

P. Mare, P.Maitara, P.Woda

APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

b. Pengembangan pariwisata budaya

Keraton di Kec. Tidore Gurabunga di Kec. Tidore

APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

c. Pengembangan pariwisata sejarah

Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.

APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

d. Perencanaan P. Tidore sebagai resort Island Pulau Tidore APBD Bappeda

e. Pembangunan P. Tidore sebagai resort Island dengan melengkapi sarana amenities seperti pusat salon dan spa, pusat olahraga, taman bermain keluarga, lapangan golf, dan lainnya.

Pulau Tidore APBD, investor

Bappeda, Dinas PU, Dinas Pariwisata dan kebudayaan, swasta

f. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang

pariwisata

Semua kecamatan APBD, investor

Dinas Pariwisata dan kebudayaan, Dinas PU, swasta

g. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pariwisata

Semua kecamatan APBD Dinas pendidikan, Dinas Pariwisata dan kebudayaan

h. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk pengadaan jalur travel menuju Tidore Kepulauan

Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

Page 579: Rtrw

Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal X-22

i. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk promosi lokasi wisata di Tidore Kepulauan

Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

j. penyusunan RDTR kawasan pariwisata

Tidore, Oba Utara, Oba Tengah,

APBD Bappeda, Dinas Pariwisata dan kebudayaan

2.5. Kawasan Komersial

a. penyusunan RDTR kawasan pusat bisnis

Oba Utara, Tidore, Tidore Utara

APBD, APBN

Bappeda, Dinas PU, Kementerian Perdagangan

b. Pengembangan pusat-pusat perdagangan

Semua kecamatan APBD, investor

Bappeda, Dinas PU, Disperindag, swasta

c. Penyediaan fasilitas perekonomian Bank dan lembaga keuangan lain

Semua kecamatan APBD, investor

Disperindag, swasta

d. Pengembangan dan pemantapan UKM berbasis pada

potensi unggulan daerah

Semua kecamatan APBD Dinas Perindustrian Perdaganan Koperasi dan UKM

2.6. Kawasan pertambangan

a. Studi potensi kawasan pertambangan

Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi

b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pertambangan

Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi

Page 580: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-1

Sebuah kegiatan penataan ruang harus selalu meliputi tiga hal yaitu proses

perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya. Pengendalian

pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang agar

pemanfaatan ruang dalam kurun berlakunya rencana sesuai dengan rencana tata ruang.

Mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang dijabarkan dalam bentuk ketentuan

umum pengaturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif dan

arahan sanksi.

11.1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Ketentuan umum peraturan zonasi kota merupakan ketentuan-ketentuan

umum yang menjadi dasar dalam penyusunan peraturan zonasi yang berlaku pada tiap

blok yang perencanaannya dilakukan pada Rencana yang lebih rinci (RTR Kawasan

Strategis Kota maupun RDTR). Dalam ketentuan umum peraturan zonasi ini ditetapkan

adanya arahan peraturan zonasi, aturan variansi pemanfaatan ruang dan aturan

perubahan pemanfaatan ruang.

11.1.1 Arahan Peraturan Zonasi

Arahan peraturan zonasi memuat pengaturan dan pembatasan terhadap

peruntukan suatu kegiatan di atas atau di dalam suatu kawasan yang memiliki jenis

kegiatan berbeda. Secara garis besar, peraturan zonasi mengatur pemanfaatan ruang

dalam dua fungsi, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.

11.1.2 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Lindung

Ketentuan-ketentuan untuk kawasan lindung dengan melihat jenis-jenisnya

adalah sebagai berikut :

Bab XI KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN

RUANG WILAYAH

Page 581: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-2

(1) Di dalam kawasan lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan

bawahnya, yang terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan

kawasan resapan air, tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya dalam

bentuk apapun untuk kegiatan yang terkait dengan:

a. Kawasan hutan produksi terbatas;

b. Kawasan hutan produksi tetap;

c. Kawasan hutan produksi konversi;

d. Kawasan pertambangan;

e. Kawasan perindustrian;

f. Kawasan pariwisata;

g. Khusus untuk permukiman Komunitas Adat Terpencil (KAT) kegiatan

budidaya dapat diperkenankan sejauh tidak mengakibatkan dampak

terhadap kawasan lindung yang ada, dengan batasan maksimal sejauh

100 meter dari permukiman yang ada, yaitu untuk kegiatan yang terkait

dengan:

Kawasan tanaman tahunan/perkebunan;

Kawasan peternakan;

Kawasan perikanan;

Kawasan permukiman.

(2) Di dalam kawasan perlindungan setempat tidak diperkenankan adanya kegiatan

budidaya dalam bentuk apapun karena umumnya kawasan lindung ini memiliki

luasan yang tidak begitu besar serta keberadaannya hanya pada tempat-tempat

tertentu saja;

(3) Di dalam kawasan lindung suaka alam dan cagar budaya yang terdiri atas

kawasan suaka alam, pantai berhutan bakau, kawasan suaka alam laut, perairan

lainnya, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dan kawasan

cagar budaya tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya dalam bentuk

apapun kecuali kegiatan yang terkait dengan pariwisata dengan rekomendasi

proporsi luas daerah terbangun yang sangat kecil;

(4) Di dalam kawasan rawan bencana tidak diperkenankan adanya kegiatan

budidaya dalam bentuk apapun.

(5) Seluruh areal kawasan lindung akan dilindungi dan akan dipertahankan luas

serta fungsi daerah tersebut.

Page 582: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-3

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung,meliputi:

a. kegiatan yang dibolehkan, meliputi: usaha untuk menegakkan fungsi

hidrologis hutan lindung;

b. kegiatan yang dibolehkan dengan syarat, meliputi: bangunan yang terkait

lansung dengan pengelolan hutan lindung; dan

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:usaha dan kegiatan bangunan

selain usaha untuk meningkatkan fungsi lindung.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf b, meliputi:

a. kegiatan yang dibolehkan, meliputi: kegiatan penghijauan untuk melindungi

fungsi sungai dan/atau pantai;

b. kegiatan yang dibolehkan dengan syarat; dan

c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi kegiatan budidaya yang berupa

bangunan permanen.

(8) Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sumber mata air bertujuan:

a. menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas air tidak berkurang;

b. menetapkan radius pengamanan sekitar sumber mata air sekurang-

kurangnya 200 meter dari sumber mata air kecuali bagi bangunan atau

kegiatan yang terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan sumber mata

air secara terkendali serta tidak mengganggu sumber mata air;

c. mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar sumber mata air;

d. mencegah kegiatan budidaya di sekitar sumber mata air yang dapat

mengganggu fungsi sumber mata air

(9) Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sungai bertujuan:

a. melindungi kawasan sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu

dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai sunfai

serta mengamankan aliran sungai.

b. melindungi kawasan sungai dilakukan melalui:

Page 583: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-4

1) pencegahan berkembangnya kegiatan budidaya di sepanjang sungai

yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik, dan

dasar sungai serta alirannya;

2) pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sungai;

3) pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di

sempadan sungai, di antaranya jalan inspeksi dan bangunan pengolah

air;

4) pengamanan daerah aliran sungai dari kegiatan terbangun dan

memfungsikan sebagai kawasan lindung; dan

5) pengaturan kawasan sempadan sungai

c. menetapkan kawasan sempadan sungai adalah:

1) Untuk sungai yang berada di luar kawasan permukiman sekurang-

kurangnya 50 m di kiri-kanan sungai bertanggul; dan

2) Untuk sungai yang berada di dalam kawasan permukiman sekurang-

kurangnya 20 m di kiri-kanan sungai tidak bertanggul, dan 3 m di kiri-

kanan sungai bertanggul, serta cukup untuk dibangun jalan inspeksi

sungai atau jalan lingkungan.

(10) Kawasan sempadan pantai dikembangkan untuk:

a. pemanfaatan wisata, kawasan permukiman nelayan, pelabuhan,

perikanan, industri dan komersial;

b. pengembangan kawasan pantai dilakukan dengan pengaturan Garis

Sempadan Pantai yang merupakan kawasan sepanjang tepi pantai, yang

berfungsi melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu

kelestarian fungsi pantai selebar 100 meter dari pantai (diukur dari garis

pantai pada saat titik pasang tertinggi ke arah darat) yang proporsional

dengan bentuk dan kondisi fisik pantai dengan perkecualian daerah pantai

yang digunakan untuk pertahanan dan keamanan, kepentingan umum,

dan permukiman nelayan yang sudah ada;

c. perlindungan kawasan Pantai Pulau Mare dijadikan sebagai Kawasan

Konservasi spesifik Endemik lumba-lumba yang perlu dilindungi dan

dilestarikan.

Page 584: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-5

(11) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf c, meliputi:

a. kegiatan yang dibolehkan, meliputi: ruang yang disediakan di dalam kota

untuk dijadikan taman;

b. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan dengan intensitas

tinggi; dan

c. bagi kegiatan yang sudah terlanjur ada diupayakan melalui kegiatan

penataan, pengendalian dan relokasi.

11.1.3 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya

Berdasarkan klasifikasinya, tiap jenis kawasan budidaya yang ada mempunyai

karakteristik tersendiri dalam memanfaatkan ruang. Kawasan hutan produksi

merupakan kawasan yang juga berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi kawasan

lindung, sedangkan kawasan pertanian, perindustrian, permukiman, dan pertambangan

merupakan kawasan yang memanfaatkan ruang secara intensif. Sementara itu kawasan

pariwisata yang berorientasi pada objek wisata, bersifat lebih fleksibel dalam

pemanfaatan ruangnya, artinya di dalam kawasan tersebut dapat terjadi tumpang tindih

dengan kawasan lindung yang telah ditetapkan dengan tetap menjaga fungsi

lindungnya. Perbedaan karakteristik kawasan budidaya di atas menjadi bahan

pertimbangan bagi perumusan kebijakan pengembangan kawasan budidaya.

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya, meliputi:

a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan;

b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa;

c. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkantoran;

d. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri;

e. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata;

f. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka non hijau;

g. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana;

h. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi sektor informal;

dan

i. Ketentuan umum peraturan kawasan peruntukan lainnya.

Page 585: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-6

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan

a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

a) perumahan kepadatan rendah, meliputi rumah mewah, real estate,

luas lahan lebih dari 500 m2;

b) perumahan kepadatan sedang, meliputi rumah menengah dengan

luas lahan antara 120 – 500 m2;

c) perumahan kepadatan tinggi dengan luas lahan kurang dari 120 m2;

d) pelayanan kesehatan;

e) perguruan tinggi;

f) jasa dan perkantoran; dan

g) perdagangan eceran.

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:

a) kegiatan industri kecil/kerajinan yang tidak menimbulkan

pencemaran lingkungan;

b) pergudangan;

c) pasar tradisional;

d) perdagangan grosir;

e) perbengkelan; dan

f) terminal, parkir dan prasarana umum.

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: industri menengah, besar

dan berat dengan tingkat pencemaran sedang hingga tinggi serta industri

yang menggunakan air baku.

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi:

1. perumahan kepadatan tinggi

a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 80%;

b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;

c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum 20%;

d) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 1,6;

e) tinggi bangunan maksimum 2 lantai; dan

f) Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan

ditambah satu meter jika lebar Ruang Milik Jalan lebih dari 8 m.

Page 586: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-7

2. perumahan kepadatan sedang

a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 60%;

b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 60%;

c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum 40%;

d) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 1,6; dan

e) tinggi bangunan maksimum 4 lantai.

3. perumahan kepadatan rendah

a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 40%;

b) kepadatan bangunan 50 rumah/ha;

c) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 40%;

d) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 52%;

e) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 1,6; dan

f) tinggi bangunan maksimum 4 lantai.

c. Pengaturan yang ditetapkan untuk pengembangan kawasan permukiman dan

perumahan adalah:

1. Mendukung dan menyediakan pemenuhan rumah tinggal sesuai dengan

kebutuhan, baik kebutuhan rumah besar, menengah, dan kecil;

2. Mengupayakan peningkatan dan pemugaran perumahan yang kondisinya

kurang layak dengan program perbaikan perumahan dengan menyertakan

sumber dana masyarakat yang ada;

3. Menyediakan lokasi evakuasi penduduk apabila bencana alam terjadi;

4. Penataan dan perbaikan kembali lingkungan hidup kawasan permukiman

yang sudah tumbuh secara alami, seperti penataan dan revitalisasi

lingkungan, pengadaan jalan lingkungan, dan pengadaan sarana prasarana

permukiman;

5. Penyediaan sarana prasarana permukiman yang sesuai dengan kebutuhan

hidup penduduk setempat;

6. mengembangkan permukiman dengan konsep memiliki taman, ruang

terbuka, dan penghijauan yang cukup.

d. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan lindung rawan gempa, rawan banjir lahar dan sempadan sesar aktif

adalah:

Page 587: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-8

1. Bangunan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebagai

bangunan tahan gempa;

2. Memiliki ketinggian tidak lebih dari dua lantai atau setinggi kurang lebih

12 (dua belas) meter diukur dari permukaan tanah hingga titik tertinggi

atap;

3. Lokasi permukiman harus memiliki akses yang cukup baik terhadap ruang

terbuka sebagai lokasi titik evakuasi darurat apabila gempa terjadi;

4. Pengembangan permukiman di kawasan lindung rawan banjir lahar harus

memperhatikan batasan kerawanan banjir lahar terhadap sungai;

5. Permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.

e. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan lindung sempadan mata air, sempadan sungai dan sempadan pantai

adalah:

1. pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung mata air

harus menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah

sempadan mata air;

2. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung sungai harus

menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan

sungai atau daerah aliran sungai;

3. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung pantai harus

menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan

pantai;

4. permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.

f. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah adalah:

a. Pengembangan permukiman di kawasan lindung cagar budaya dilakukan

dengan pengawasan ketat yang berarti bahwa laju pertumbuhan

permukiman dikontrol, dibatasi, dan harus sesuai dengan fungsi kawasan

sebagai kawasan cagar budaya;

b. Pertumbuhan selanjutnya bangunan rumah-rumah baru diupayakan

mengikuti guideline mengenai pengembangan kawasan wisata dan cagar

budaya setempat.

Page 588: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-9

g. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di

kawasan transmigrasi adalah:

a. Luas total persil tanah yang terdiri dari pekarangan dan bangunan pada

kawasan transmigrasi sebesar 300-500 m2 dengan ketinggian maksimal 2

lantai (kurang lebih 12 meter);

b. Kawasan transmigrasi yang telah ada dapat berkembang menjadi kota

mandiri dengan perijinan dari Walikota;

c. Pengembangan untuk area cadangan permukiman transmigrasi dengan

memanfaatkan hutan harus melalui studi kelayakan terlebih dahulu dan

mendapatkan ijin dari Walikota.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan jasa,

meliputi:

a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

a) kawasan yang dikembangkan untuk kegiatan komersial dan jasa; dan

b) pertokoan, kawasan pertokoan, jasa komersial dan kegiatan bisnis

lainnya.

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: permukiman

dengan syarat-syarat tertentu.

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:

h) kegiatan industri; dan

i) kegiatan lainnya yang tidak berhubungan dengan kegiatan komersial

dan jasa.

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi:

1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%;

4. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dapat diatas 5 lantai dengan persyaratan

tertentu; dan

5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Page 589: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-10

c. Di dalam kawasan budidaya jenis hutan produksi yang terdiri atas kawasan

hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan

produksi konversi, diperkenankan adanya kegiatan budidaya dengan

beberapa persyaratan sebagai berikut:

(a) Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah, diperkenankan sejauh 100

meter dari perkampungan penduduk asli yang mengusahakan kegiatan

terkait;

(b) Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering, diperkenankan sejauh 100

meter dari perkampungan penduduk asli yang mengusahakan kegiatan

terkait;

(c) Kawasan Peternakan, diperkenankan sejauh 100 meter dari

perkampungan penduduk asli yang mengusahakan kegiatan terkait;

(d) Kawasan Perikanan, diperkenankan 100 meter dari perkampungan

penduduk asli yang mengusahakan kegiatan terkait;

(e) Kawasan Pertambangan, diperkenankan apabila nilai ekonomi dari hasil

tambang yang ada lebih besar daripada nilai ekonomi hasil hutan dan

tidak merusak ekosistem lingkungan dari hulu sampai hilir;

(f) Kawasan Permukiman, diperkenankan namun khusus hanya untuk

permukiman perambah hutan atau permukiman transmigrasi yang

berbasis pada sub sektor kehutanan.

d. Di dalam kawasan budidaya pertanian yang terdiri atas Kawasan Tanaman

Pangan Lahan Basah, Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering, Kawasan

Tanaman Tahunan/Perkebunan, Kawasan Peternakan dan Kawasan

Perikanan tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya yang terkait

dengan:

(a) Kawasan hutan produksi;

(b) Kawasan pertambangan.

Kegiatan yang diperkenankan pada kawasan budidaya pertanian adalah yang

terkait dengan:

(a) Kawasan perindustrian dengan syarat khusus untuk industri yang

mengolah hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan;

Page 590: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-11

(b) Kawasan permukiman dengan syarat khusus untuk permukiman

perdesaan dan permukiman transmigrasi.

e. Di dalam kawasan budidaya pertambangan, ada beberapa rekomendasi

untuk kegiatan budidaya yang diperkenankan atau tidak diperkenankan

adalah sebagai berikut:

(a) Kawasan hutan produksi, diperkenankan sejauh hanya mengambil sisa

hasil hutan sebelum lahan di bawahnya dieksploitasi untuk diambil

hasil tambangnya;

(b) Kawasan pertanian, tidak diperkenankan;

(c) Kawasan perindustrian, diperkenankan khusus untuk industri yang

mengolah hasil tambang yang dieksploitasi;

(d) Kawasan pariwisata, tidak diperkenankan;

(e) Kawasan permukiman, diperkenankan khusus untuk permukiman

karyawan perusahaan pertambangan.

f. Di dalam kawasan budidaya perindustrian, ada beberapa rekomendasi

untuk kegiatan budidaya yang diperkenankan atau tidak diperkenankan

adalah sebagai berikut:

(a) Kawasan hutan produksi, diperkenankan sejauh terkait dengan bahan

mentah yang diperlukan untuk proses industri;

(b) Kawasan pertanian tidak diperkenankan;

(c) Kawasan pertambangan, diperkenankan khusus untuk kawasan

industri ekstraktif;

(d) Kawasan pariwisata, tidak diperkenankan;

(e) Kawasan permukiman, diperkenankan khusus untuk permukiman

karyawan industri yang bersangkutan.

g. Di dalam kawasan budidaya pariwisata, tidak diperkenakan adanya kegiatan

budidaya lainnya selain kegiatan yang terkait dengan pariwisata itu sendiri;

h. Di dalam kawasan budidaya laut atau pesisir, kiranya perlu adanya suatu

pemikiran kepada kewenangan pengelolaan yang terdesentralisasi yang

dapat diberikan kepada masyarakat nelayan kecil atau kepada pemerintah

desa sehingga kontrol dan kelestarian kawasan pesisir dapat bermanfaat

pada masa-masa akan datang. Dalam melimpahkan wewenang pengelolaan

Page 591: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-12

yang mengarah kepada desentralisasi pengambilan keputusan, antara lain

dapat dilakukan dengan cara:

(a) Diberinya hak-hak untuk memperoleh akses terhadap sumberdaya

perairan pesisir yang dapat dijamin untuk kepentingan individual para

nelayan, kelompok nelayan atau komunitas masyarakat nelayan;

(b) Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan dari

pemerintah pusat kepada kelompok masyarakat pesisir dan nelayan-

nelayan lokal;

(c) Dikembangkannya suatu zona pemungutan dan tangkapan yang

eksklusif atau yang disebut hak-hak pakai teritorial (teritorial use

rights), terutama ditujukan bagi sumberdaya perikanan biota bahari

berharga lainnya.

Ketiga kewenangan yang diberikan atau dilimpahkan diharapkan mampu

mengontrol kawasan pesisir terhadap kerusakan. Kawasan budidaya di

wilayah pesisir dan laut antara lain: pertanian tambak, budidaya laut,

industri, pemukiman, perhubungan laut dan pariwisata bahari.

Pengembangan kawasan budidaya laut harus memperhatikan dampak

terhadap lingkungan wilayah perairan laut dan pesisir. Selain itu

pengembangan kawasan budidaya di wilayah pesisir perlu

mempertimbangkan fungsi lindung wilayah pesisir. Untuk itu pendekatan

yang terpadu dan menyeluruh sangat dibutuhkan.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkantoran, meliputi :

a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi : kegiatan yang dialokasikan untuk

kegiatan perkantoran swasta dan/ atau pemerintah;

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi : kegiatan jasa lain

yang tidak menimbulkan ganguan, permukiman menegah dan/ atau atas,

kegiatan komersil; dan

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi : kegiatan industri dan

kegiatan lainya yang tidak berhubungan dengan fungsi utama.

Page 592: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-13

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi :

1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 60%;

2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 60%;

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 30%;

4. ketinggian bangunan dapat diatas 5 lantai dengan persyaratan tertentu;

dan

5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri, meliputi:

a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

a) bangunan industri, pergudangan;

b) perkantoran untuk kegiatan industri; dan

c) fungsi-fungsi lain dapat dikembangkan didalam kawasan khususnya

yang menjadi pendukung kegiatan industri yaitu, sarana penunjang

kawasan industri, komersial skala terbatas, permukikan khusus

karyawan, pergudangan.

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:

a) perumahan; dan

b) komersial.

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:kegiatan lain diluar

kepentingan kegiatan industri.

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:.

1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 82%; dan

4. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Page 593: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-14

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Pariwisata, meliputi:

a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

a) atraksi wisata;

b) bangunan pendukung kegiatan wisata;

c) kegiatan komersial pendukung fungsi wisata, kegiatan jasa

pariwisata; dan

d) ruang terbuka.

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:perdagangan dan

jasa secara terbatas; dan

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:kegiatan diluar kepentingan

kegiatan wisata.

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 20%;

2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 40%;

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 82%; dan

4. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka non hijau, meliputi

ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, dan yang tidak diperbolehkan, meliputi:

a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

1. kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan air meliputi: kegiatan nelayan,

kegiatan transportasi air, kegiatan pariwisata air;

2. ruang terbuka; dan

3. kegiatan-kegiatan yang tidak mengganggu fungsi perairan.

b. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: tidak diperbolehkan melakukan

pembangunan apapun di kawasan ruang terbuka non-hijau.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana, meliputi:

a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

Page 594: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-15

1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

a) fasilitas umum;

b) ruang terbuka; dan

c) kegiatan-kegiatan yang tidak mengganggu fungsi evakuasi.

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:perdagangan dan

jasa secara terbatas; dan

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan dengan intensitas

tinggi.

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi;

1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%;

4. Koefesien lantai bangunan (KLB) dua lantai; dan

5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi sektor

informal, meliputi:

a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

a) kegiatan-kegiatan perdagangan dan jasa skala kecil meliputi: kegiatan

perdagangan dan jasa;

b) fasilitas umum; dan

c) ruang terbuka.

2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: kegiatan

perdagangan dan jasa skala menegah; dan

3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi : kegiatan perdagangan skala

besar, kegiatan industri dan kegiatan lainya yang tidak berkaitan dengan

kegiatan informal.

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi;

1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;

2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;

Page 595: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-16

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%;

4. Koefesien lantai bangunan (KLB) satu lantai; dan

5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

(9) Ketentuan umum peraturan kawasan peruntukan lainnya, meliputi:

a. kawasan pertanian

1. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat,

dan yang tidak diperbolehkan, meliputi:

a) kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

1) Kegiatan pertanian;

2) bangunan pendukung kegiatan pertanian;

3) perumahan kepadatan rendah; dan

4) ruang terbuka.

b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi : perumahan

kepadatan sedang; dan

c) kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan diluar

kepentingan kegiatan pertanian.

2. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 10%;

b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 20%;

c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 82%; dan

d) Garis Sempadan Bangunan (GSB) setengah Ruang Milik Jalan

ditambah satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

b. kawasan pelayanan umum

1. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

a) kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

1) kegiatan pelayanan sesuai dengan peruntukannya;

2) bangunan pendukung fungsi utama;

3) kegiatan komersial pendukung fungsi wisata, kegiatan jasa

pariwisata; dan

4) ruang terbuka.

Page 596: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-17

b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: kegiatan lain yang

tidak berhubungan dengan kegiatan utama; dan

c) kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan diluar

kepentingan kegiatan pelayanan.

2. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 60%;

b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;

c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%; dan

d) Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

c. kawasan pelabuhan

1. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak diperbolehkan, meliputi:

a) kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:

1) Kegiatan pelabuhan;

2) bangunan pendukung fungsi pelabuhan; dan

3) ruang terbuka;

b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: kegiatan

komersial pendukung fungsi pelabuhan dengan skala terbatas; dan

c) kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan diluar

kepentingan kegiatan pelabuhan.

2. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:

a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;

b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;

c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%; dan

d) Garis Sempadan Bangunan (GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah

satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.

Page 597: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-18

11.1.4 Aturan Variansi Pemanfaatan Ruang

Variansi pemanfaatan ruang adalah kelonggaran/keluwesan yang diberikan

untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada pemanfaatan ruang tanpa

perubahan berarti (signifikan) dari peraturan zonasi yang ditetapkan. Peraturan pada

suatu zonasi kadangkala sulit dilaksanakan karena berbagai hal yang menghambat. Oleh

karena itu, perlu dipikirkan kelonggaran sampai pada batas tertentu yang diperkenankan

tanpa mengubah secara signifikan karakteristik pemanfaatan ruang yang ditetapkan

dalam peraturan zonasi.

Jenis variansi yang diperkenankan dalam pemanfaatan ruang antara lain :

(1) Minor variance dan non-conforming dimension

(a) Minor variance

Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk menghilangkan

kesulitan yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan.

(b) Non-conforming dimension

Kelonggaran atau pengurangan standar dari yang ditetapkan dalam

peraturan.

(2) Non-conforming use

Izin yang diberikan untuk melanjutkan penggunaan lahan yang telah ada pada

waktu peraturan zonasi ditetapkan dan tidak sesuai dengan peraturan zonasi.

Ketentuan ini dapat berdampak:

(a) Mengurangi keefektifan peraturan zoning;

(b) Mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

(3) Interim/temporary use

Izin penggunaan lahan sementara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu

sebelum pemanfaatan ruang final direalisasikan.

11.1.5 Aturan Perubahan Pemanfaatan Ruang

Perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan lahan yang berbeda dari

penggunaan lahan dan peraturannya yang ditetapkan dalam arahan peraturan zonasi.

Perubahan pemanfaatan lahan terdiri dari:

Page 598: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-19

(1) Perubahan penggunaan lahan;

(2) Perubahan intensitas pemanfaatan lahan;

(3) Perubahan ketentuan prasarana dan sarana;

(4) Perubahan lainnya yang masih ditoleransi tanpa menyebabkan perubahan

keseluruhan peruntukan (rezoning).

Tujuan arahan aturan perubahan pemanfaatan ruang adalah untuk

mengkoordinasi fleksibilitas pemanfaatan ruang sehingga membuka peluang yang lebih

besar bagi pihak swasta dalam berpartisipasi dalam pembangunan, secara seimbang dan

tetap berorientasi pada usaha melindungi kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan

masyarakat.

Perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan bila:

(1) Terdapat kesalahan peta dan/atau informasi;

(2) Rencana yang disusun menyebabkan kerugian bagi masyarakat atau kelompok

masyarakat;

(3) Rencana yang disusun menghambat pertumbuhan perekonomian wilayah;

(4) Permohonan/usulan penggunaan lahan baru menjanjikan manfaat yang besar bagi

lingkungan.

Dasar Pertimbangan:

(1) Ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan

pertimbangan pelaku pasar;

(2) Berdasarkan pemikiran bahwa tidak semua perubahan pemanfaatan lahan akan

berdampak negatif bagi masyarakat;

(3) Kecenderungan memudahkan persoalan dengan cara mengesahkan/melegalkan

perubahan pemanfaatan lahan yang menyimpang dari rencana pada evaluasi

rencana berikutnya.

Page 599: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-20

Tabel 11. 1 Ketentuan Umum Zonasi

Pola Ruang Kota

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Penggunaan Bagi Kegiatan Intensitas bangunan

Prasarana Minimum

Ketentuan Khusus

Boleh Ber-

syarat Ter-

batas

Tidak Boleh/

Dilarang

KDB Maks.

KLB Maks

KDH Min.

Kawasan Rawan Gempa

/Sesar Aktif

Kawasan Rawan

Tsunami/Banjir

Kawasan Lindung

Rawan Banjir Lahar

Kawasan Cagar

Budaya

A. Kawasan Lindung (KL) 1. Sempadan radius 100m

dari sesar aktif

2. Budidaya dikecualikan

pada kegiatan eksisting

yang telah ada jika tidak memungkink

an untuk dipindahkan. 3. Bangunan

harus berstruktur

tahan gempa. 4. Disediakan jalur evakuasi

bencana.

1. Kawasan tsunami

merupakan seluruh

kawasan tepi pantai dengan

ketinggian kurang dari 5m.

2. Budidaya dikecualikan

pada kegiatan eksisting yang telah ada jika

tidak memungkinkan

untuk dipindahkan. 4. Disediakan jalur evakuasi bencana dan

sistem

1. Budidaya dikecualikan

pada kegiatan eksisting yang telah ada jika

tidak memungkinka

n untuk dipindahkan. 2. Disediakan jalur evakuasi bencana dan

sistem peringatan

dini. 3. Bangunan

harus berstruktur kuat untuk

menahan laju lahar.

1. Budidaya dikecualikan pada kegiatan eksisting

yang telah ada jika

tidak memungki

nkan untuk

dipindahkan serta kegiatan akademis

dan pariwisata.

2. Kegiatan diizinkan sebatas

1. KL yang berikan perlindungan kawasan

bawahannya: Hutan lindung, resapan air, taman Nasional

0% 0 100%

2. Kawasan Perlindungan Setempat: Sempadan danau,

sempadan sungai,

0% 0 100%

3. Cagar Budaya 40% 30%

4. Kawasan rawan bencana Prasarana evakuasi bencana.

B. Budidaya

1. Hutan Produksi (HP)

1a. HP tetap 0% 0 100%

1b. HP Terbatas 0% 0 100%

1c. HP Konversi 0% 0 100%

2. Pertanian

2a. Pert. Lahan basah 0% 0 30% Transportasi, irigasi, air bersih, drainase,

limbah. 2b. Pert. Lahan kering 0% 0 30%

2c.Pert.tahunan/ Perkebunan

0% 0 30%

2d. Peternakan 30% 1 30%

Page 600: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-21

Pola Ruang Kota

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Penggunaan Bagi Kegiatan Intensitas bangunan

Prasarana Minimum

Ketentuan Khusus

Boleh Ber-

syarat Ter-

batas

Tidak Boleh/

Dilarang

KDB Maks.

KLB Maks

KDH Min.

Kawasan Rawan Gempa

/Sesar Aktif

Kawasan Rawan

Tsunami/Banjir

Kawasan Lindung

Rawan Banjir Lahar

Kawasan Cagar

Budaya

3. Kawasan Pertambangan peringatan dini. 5. Bangunan

harus berstruktur kuat untuk

menahan laju air.

tidak merusak

cagar budaya. 3. KDB

3a. Pertamb Gol. A (strategis)

0% 0 30% Transportasi

3b. Pertamb Gol. B (Vital) 0% 0 30%

3c. Pertamb Gol. C (lainnya) 0% 0 30%

4. Industri

4a. Peruntukan Industri 70% 3 30% Transportasi, listrik, telekomunikasi,

drainase, air bersih, persampahan,

limbah, evakuasi bencana.

4b. Kawasan Industri 70% 3 30%

5. Kawasan Pariwisata; 40% 3 30% Transportasi, pejalan kaki, listrik,

telekomunikasi, drainase, air bersih,

persampahan, limbah, evakuasi

bencana.

6. Permukiman

6a. Permukiman Perkotaan 50% 3 30% Transportasi, pejalan kaki, listrik,

telekomunikasi, drainase, air bersih,

6b. Permukiman Pedesaan 30% 3 30%

7. Kawasan Perdagangan dan jasa

50% 3 30%

Page 601: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-22

Pola Ruang Kota

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Penggunaan Bagi Kegiatan Intensitas bangunan

Prasarana Minimum

Ketentuan Khusus

Boleh Ber-

syarat Ter-

batas

Tidak Boleh/

Dilarang

KDB Maks.

KLB Maks

KDH Min.

Kawasan Rawan Gempa

/Sesar Aktif

Kawasan Rawan

Tsunami/Banjir

Kawasan Lindung

Rawan Banjir Lahar

Kawasan Cagar

Budaya

persampahan, limbah, evakuasi

bencana.

8. Perikanan

8a. Perikanan laut 0% 0 30% Transportasi.

8b. Perikanan darat 0% 0 30% Transportasi.

C. Kawasan Sekitar Sistem Prasarana Nas, Prov, Kab

1. Sekitar Prasarana Transportasi

0% 0 30%

2. Sekitar Prasarana SDA 0% 0 100%

3. Sekitar Prasarana Energi 0% 0 100%

4. Sekitar Pras. Telekomunikasi 0% 0 100%

Page 602: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-23

11.2 Kelembagaan Berwenang dalam Pengendalian

Aspek kelembagaan terkait secara integral dengan kegiatan penataan ruang

yang meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang.

Kompleksitas lintas kepentingan dalam proses kegiatan penataan ruang menuntut peran

unsur kelembagaan untuk turut terlibat agar dapat dicapai tujuan penataan ruang yang

efektif, transparan dan partisipatif. Karena itu dalam lingkup kegiatan penataan ruang

tersebut akan tersirat kepentingan unsur kelembagaan baik dalam tahap perencanaan,

pemanfaatan maupun pengendalian.

Sebagaimana dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Pemanfaatan Ruang,

penataan ruang pada hakekatnya adalah pengelolaan sumberdaya alam yang beraneka

raga di daratan, lautan dan di udara yang perlu dilakukan secara koordinasi dan terpadu

dengan sumberdaya manusia. Selain itu dalam naskah usulan perubahannya

dipertimbangkan mengenai semakin berkembangnya tingkat kesadaran dan

pemahaman masyarakat dalam hal tata ruang, yang berimplikasi pada pentingnya peran

partisipatif. Adanya penekanan konteks koordinasi dan fakta peningkatan kesadaran

masyarakat akan menuntut peningkatan peran dan penguatan kelembagaan dalam

penataan ruang.

Pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan mengenai lembaga

koordinasi penataan ruang, misalnya diatur dalam Keppres Nomor 62 Tahun 2000

tentang BKTRN (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional) yang ditindaklanjuti dengan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 yang telah dirubah dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi

Penataan Ruang Daerah yang memuat pentingnya pembentukan BKPRD di tingkat

daerah provinsi sebagai wadah koordinasi penataan ruang provinsi dan tingkat

Kabupaten/Kota.

Beberapa instansi yang secara langsung terkait dalam pengelolaan antara lain:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

2. Badan Pertanahan

3. Dinas Pekerjaan Umum

4. Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

5. Badan PM dan Pemdes. Kesbangpol dan Linmas

6. Badan Lingkungan Hidup

7. Dinas Sosnakertrans

Page 603: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-24

8. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

9. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

10. Dinas Pemberdayaan Masyarakat

11. Kantor Penyuluhan dan Ketahanan Pangan

12. Dinas Pertanian dan Kehutanan

13. Dinas Pertambangan dan Energi

14. Dinas Perikanan dan Kelautan

15. Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM

16. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

17. Dinas Kesehatan

18. Dinas Pendapatan Daerah

19. PT Telkom

20. PT PLN

21. PDAM

22. PT Pelni

23. Kantor Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan

24. Kantor Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan

Unsur kelembagaan di Kawasan Kota Tidore Kepulauan yang perlu di identifiikasi

meliputi :

a) Identifikasi Kelembagaan eksekutif :

Adalah lembaga-lembaga dalam struktur pemerintah kota yang terkait secara

langsung dengan proses penataan ruang, dalam hal ini adalah Badan atau Dinas.

Dinas merupakan lembaga eksekutif vertikal dalam pemerintahan kota,

sedangkan badan memiliki peran lembaga eksekutif vertikal dalam penataan

ruang.

Tabel 11. 2 Fungsi Bidang Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

Bidang Pembangunan Fungsi

Bidang Perencanaan

Pembangunan

Koordinasi terhadap perencanaan, pemanfaatan dan

pengendalian ruang

Bidang Lingkungan Hidup Pengendalian dan pengawasan terhadap unsur-unsur yang

menyangkut lingkungan hidup dan kelestariannya

Bidang Perindustrian, Pemanfaatan ruang untuk kegiatan investasi dan

pemanfataan ruang kegiatan strategis investasi industri dan

Page 604: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-25

Perdagangan, Koperasi dan UKM perdagangan

Bidang Pertanian dan Kehutanan Pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya pertanian

mencakup perkebunan, perternakan dan kehutanan

(pemanfaatan dan pengendalian ruang fungsi hutan)

Bidang Kelautan dan Perikanan Pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya perikanan

(pemanfaatan dan pengendalian ruang kelautan)

Bidang Kebudayaan dan

pariwisata

Pemanfaatan ruang strategis kegiatan pariwisata dan budaya

Bidang Perhubungan,

Komunikasi dan Informatika

Pengendalian infrastruktur perhubungan dan komunikasi

Bidang PU, Perumahan, Tata

Ruang dan Kebersihan

Pemanfaatan ruang strategis kota dan pengendalian ruang.

Pemanfaatan ruang budidaya permukiman, prasarana dan

infrastruktur dan estetika-ekologi kota

Bidang Pertambangan dan

Energi

pemanfaatan ruang kegiatan strategis pertambangan dan

pengendalian ruang pertambangan

Badan Pertanahan Nasional Pengendalian Penggunaan Ruang

Biro Pusat Statistik Pendataan Pemanfaatan Ruang

b) Identifikasi Kelembagaan Legislatif

Lembaga legislatif yang dimaksud adalah Lembaga DPRD Kota Tidore

Kepulauan, dimana dalam struktur kelembagaannya terdapat komisi yang

terkait dengan tata ruang yakni komisi yang membidangi pembangunan.

Tabel 11. 3 Identifikasi Lembaga Legislatif

Lembaga Legislatif Identifikasi Lingkup Fungsi Utama

Komisi bidang Pembangunan Perwakilan konsultasi publik untuk legalitas

Peraturan Daerah tentang RTRW, RDTR, RTBL

dan rencana tata ruang lainnya.

Page 605: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-26

c) Identifikasi Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan masyarakat sebagai stakeholders seharusnya berperan cukup

penting dalam proses kegiatan pemanfaatan dan pengendalian ruang. Berbagai

lembaga terkait yang harus terlibat adalah lembaga-lembaga profesi masyarakat

yang menempati ruangan kawasan perkotaan secara signifikan, para kelompok

pemerhati lingkungan hidup, kelompok pemberdayaan masyarakat.

Tabel 11. 4 Identifikasi Lembaga Masyarakat

Lembaga Masyarakat Identifikasi Lingkup Fungsi utama

Himpunan Kerukunan Tani

Indonesia

Pemanfataan ruang budidaya pertanian

LSM Lingkungan Hidup Pengendalian dan pemanfaatan ruang ekologis

Partisipasi masyarakat

Lembaga Masyarakat Identifikasi Lingkup Fungsi utama

LSM Perkotaan Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang perkotaan

Partisipasi masyarakat

LSM Lingkungan Budaya Pengendalian dan Pemanfaatan ruang budaya

Partisipasi masyarakat

d) Identifikasi Kelembagaan Sektor Swasta

Sektor swasta berperan strategis dalam hal pemanfaatan ruang ekonomi, karena

keterlibatannya membawa dampak peningkatan perekonomian kawasan-

kawasan tertentu. Sektor swasta /privat berperan dalam hal peningkatan

investasi untuk pemanfaatan ruang.

Tabel 11. 5 Identifikasi Lembaga Sektor Swasta

Lembaga Sektor Privat Identifikasi Lingkup Fungsi Utama

KADIN Daerah Pemanfaatan ruang kegiatan investasi

(jasa,perdagangan,industri)

PLN Penyediaan energi listrik

TELKOM Penyediaan layanan telekomunikasi

PDAM Penyediaan layanan air bersih

PELNI Penyediaan layanan kepelabuhanan

Tiga kelompok kelembagaan yakni lembaga pemerintah, lembaga masyarakat

dan lembaga privat secara terpadu harus terlibat dalam proses kegiatan penataan ruang

Page 606: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-27

yang terdiri dari proses kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang.

Masing-masing kelompok kelembagaan melaksanakan peran dan fungsinya masing-

masing. Apabila proses keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dapat berlangsung

dengan efektif maka tujuan penataan ruang akan tercapai.

Tabel 11. 6 Peran dan Fungsi Lembaga/Instansi Dalam Kegiatan Penataan Ruang Kawasan Kota

Tidore Kepulauan

INSTANSI LINGKUP KEGIATAN PERENCANAAN

LINGKUP KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG

LINGKUP KEGIATAN PENGENDALIAN

RUANG

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Koordinasi perencanaan

Sosialisasi

Monitoring Pengarahan RPJM Pengarahan RTRW

Pelaksanaan pengendalian ruang agar sesuai dengan rencana pemanfaatan

Sosialisai untuk pengendalian pemanfaatan ruang

Bapedalda, Bawasda Masukan ruang fungsi lindung dan pengendalian dampak lingkungan

Pemantauan Perumusan aturan

pembatasan Pemanfataan Ruang Fungsi Lindung

Pemantauan, Pembinaan Ruang

Fungsi lindung Penetapan ambang

kualitas lingkungan

Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM

Masukan program/permintaan investasi

Masukan ruang potensi strategis perindustrian

Masukan program investasi perdagangan

Motivator pemanfaatan ruang investasi

Motivator pemanfaatan ruang strategis kegiatan perindustrian

Motivator pengembangan investasi perdagangan

Pembinaan Ruang Kegiatan Investasi

Pembinaan Ruang Kegiatan Industri

Pembinaan ruang berniali strategis ekonomi

Dinas PU, Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

Masukan program penataan tata ruang kota

Masukan program permukiman dan infrastruktur prasarana

Masukan program pengembangan sumber daya air

Pemanfaatan ruang strategis kota

Motivator kegiatan permukiman

Pelaksanaan pengembangan prasarana dasar perkotaan

Pelaksanaan pengembangan SDA

Pemberian rekomendasi tentang pendirian bangunan

Pembinaan Fungsi kota Permukiman Perkotaan

Pembinaan Prasarana Dasar

Pembinaan infrastruktur SDA

Dinas Pertanian dan Kehutanan

RTH RTH RTH

Dinas Kelautan dan Perikanan

Masukan program Pemanfaatan perikanan dan kelautan

Pemanfaatan perikanan dan kelautan

Pelestarian lingkungan pulau-pulau kecil, terumbu karang,

Page 607: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-28

INSTANSI LINGKUP KEGIATAN PERENCANAAN

LINGKUP KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG

LINGKUP KEGIATAN PENGENDALIAN

RUANG

hutan bakau

Dinas Pertambangan dan Energi

RTH RTH Pemanfaatan daerah

pertambangan

Pelestarian lingkungan pertambangan

Dinas Sosnakertrans Masukan program penataan tata ruang kota

Masukan program permukiman dan infrastruktur prasarana transmigrasi

Pemanfaatan ruang strategis kota

Motivator kegiatan permukiman transmigrasi

Pembinaan masyarakat, tenaga kerja dan transmigrasi

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Masukan ruang pembinaan kawasan lindung budaya

Masukan ruang potensi pariwisata

Motivator pemanfaatan ruang kegiatan pariwisata

Masukan pemanfaatan ruang kawasan lindung budaya

Pembinaan Ruang Fungsi pariwisata

Pembinaan Ruang Fungsi kawasan Budaya

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

Masukan program pengembangan transportasi darat dan udara

Pelaksanaan pengembanganm sistem transportasi darat dan udara

Pembinaan sistem transportasi darat dan udara

BPN Masukan eksisting pemanfaatan lahan

Peta-peta acuan/ baku

Pemanfaatauan dan pendataan status penguasaan dan pemanfaatan lahan

Pemantauan pendataan status penguasaan dan pemanfaatan lahan

BPS Masukan data statistik spasial untuk kawasan perkotaan

Pendataan Statistik Pemanfaatan dan Fungsi lahan Kawasan Perkotaan

Pendataan Statistik Pemanfaatan dan Fungsi lahan

PLN Masukan ketersediaan listrik dan peluang pengembangannya

Pelaksana pengembangan listrik

Pembinaan penggunaan energi listrik

TELKOM Masukan ketersediaan jaringan telekomunikasi

Pelaksana pengembangan jaringan telekomunikasi

Pembinaan penggunaan energi telekomunikasi

LSM Lingkungan dan Budaya

Masukan pemanfaatan fungsi ekologi dan budaya

Pemantauan pemanfaatan ruang

Pelaporan dan pengaduan pelanggaran fungsi lindung dan dampak lingkungan

Page 608: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-29

11.3 Ketentuan Perizinan Pemanfaatan Ruang

Perizinan pemanfaatan ruang diartikan sebagai bentuk persetujuan atau

konfirmasi atas pemanfaatan ruang. Cakupan dari perizinan pemanfaatan ruang dari

RTRW Kota Tidore Kepulauan adalah perizinan yang berkaitan dengan lokasi, kualitas

ruang dan tata bangunan sesuai peraturan perundang-undangan, hukum adat dan

kebiasaan yang berlaku. Untuk mendayagunakan mekanisme perizinan ini Sebagai

bagian dari mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang maka setiap kegiatan

pemanfaatan ruang yang dimohonkan izin lokasinya perlu memperoleh konfirmasi

kesesuaiannya dengan RTRW Kota sehingga jenis kegiatan tersebut dengan arahan

rencana pola ruang pada RTRW dan peraturan zonasi.

11.3.1 Arahan Perizinan Pemanfaatan Ruang

Arahan yang digunakan dalam perizinan pemanfaatan ruang dijelaskan sebagai

berikut.

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh izin pemanfaatan

ruang.

(2) Pemberian izin bertujuan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi

ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

(3) Pemberian izin dilaksanakan secara adil dan transparan.

(4) Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh instansi,

badan/dinas sesuai dengan kewenangannya.

(5) Izin pemanfaatan ruang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk

dengan mengacu pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

(6) Jenis perizinan pemanfaatan ruang terdiri dari izin prinsip, izin lokasi, izin

perencanaan tapak dan izin mendirikan bangunan.

(7) Izin prinsip adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk kegiatan atas

tanah/lahan yang sudah dikuasai atau dimiliki dengan luas tanah/lahan di atas

5.000 m² dan/atau berdampak penting terhadap lingkungan dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang kota;

b. Kelayakan lingkungan hidup;

c. Dukungan strategis sarana dan prasarana;

d. Pertimbangan jangka panjang pengembangan kota;

Page 609: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-30

e. Kelayakan usaha.

(8) Izin lokasi sekaligus berlaku sebagai izin prinsip bagi pemohon yang belum

menguasai atau memiliki tanah/lahan untuk kegiatan dengan luas diatas 5.000 m²

(lima ribu meter persegi) dengan mempertimbangkan permasalahan penguasaan

tanah di lokasi yang diajukan.

(9) Izin perencanaan tapak adalah izin rencana tata letak peruntukan dalam satu luasan

lahan beserta rencana fasilitas pendukungnya.

(10) Izin mendirikan bangunan adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh

walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam wilayah Kota Tidore Kepulauan.

(11) Setelah izin prinsip atau izin lokasi disetujui, pemohon tidak diperbolehkan

melakukan kegiatan fisik sebelum melengkapi persyaratan standar teknis dan kajian

dampak lingkungan serta mengajukan perijinan selanjutnya sesuai dengan jenis

kegiatan yang diajukan pada dinas atau instansi teknis yang terkait.

(12) Izin prinsip berlaku selama 12 (dua belas) bulan dan sesudahnya dapat

diperpanjang satu kali.

(13) Tata cara memperoleh izin lokasi dan atau izin prinsip diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Walikota.

11.3.2 Jenis Izin yang Terkait dengan RTRW Kota

Terdapat beberapa jenis izin yang terkait dengan RTRW Kota. Jenis-jenis izin dan

penjelasannya adalah sebagai berikut:

Izin prinsip, diberikan untuk rencana kegiatan pemanfaatan ruang;

Izin lokasi, diberikan untuk penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan

pemanfaatan ruang;

Izin peruntukkan penggunaan tanah, diberikan untuk perencanaan dan

pemanfaatan tanah;

Izin mendirikan bangunan, diberikan sebagai surat bukti untuk dapat

mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan rencana teknis

bangunan gedung yang disetujui.

Page 610: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-31

11.3.3 Arahan Insentif dan Disinsentif

Pembangunan dan pengembangan tatanan ruang Kota Tidore Kepulauan baik

dalam pengaturan zonasi sampai pada pedoman pelaksanaan pembangunan mengacu

pada rencana tata ruang yang berlaku. Dalam perkembangannya, penataan ruang

perkotaan di Kota Tidore Kepulauan diikuti dengan penerapan langkah insentif dan

disinsentif.

Perangkat insentif berfungsi sebagai perangsang terhadap bentukan dan

perkembangan tata ruang di wilayah perencanaan. Kebijaksanaan insentif pemanfaatan

ruang bertujuan untuk memberikan dukungan terhadap kegiatan yang sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah. Kebijakan insentif dilaksanakan dengan memberikan

kemudahan pelayanan perijinan, dukungan penyediaan prasarana dan sarana dan/atau

kebijakan-kebijakan lain yang dapat mendukung kelancaran dan kemudahan

pelaksanaan pembangunan.

Perangkat disinsentif berfungsi untuk membatasi pertumbuhan atau

menghambat kegiatan yang tidak sejalan dengan penataan ruang yang telah ditetapkan.

Kebijaksanaan disinsentif diberikan untuk mencegah, membatasi, atau mengurangi

perkembangan agar tidak terjadi kegiatan pemanfaatan ruang (pada kawasan lindung

maupun budidaya) yang tidak sesuai dengan RTRW Kota dan memberikan dampak

negatif kepada lingkungan dan masyarakat. Bentuk disinsentif yaitu disinsentif fiskal

berupa pengenaan pajak yang tinggi, dan disinsentif non fiskal berupa kewajiban

pemberian kompensasi, pensyaratan khusus dalam perizinan, kewajiban membayar

imbalan, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur, dan/atau

pemberian status tertentu dari Pemerintah.

Pemberian insentif dan disintensif didasarkan pada pertimbangan sebagai

berikut :

1. Perubahan tatanan ruang yang terjadi diupayakan tidak menyebabkan dampak

yang merugikan bagi pembangunan kota;

2. Pemberian insenstif dan disinsentif dilakukan dengan tidak mengurangi hak

asasi masyarakat sebagai individu dan warga negara yang berhak

mempertahankan hidupnya;

3. Partisipasi masyarakat menjadi aspek yang penting untuk bahan pertimbangan

dalam menentukan langkah insentif dan disinsentif.

Page 611: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-32

Tahap penerapan insentif dan disinsentif mengacu pada beberapa kriteria

sebagai berikut:

a) Kriteria Insentif

Termasuk dalam upaya insentif adalah upaya-upaya yang bersifat

mendorong pemanfaatan ruang di wilayah perencanaan sesuai dengan

arahan-arahan dalam RTR Kota Tidore Kepulauan. Langkah insentif yang

dapat diberikan untuk memacu perkembangan tatanan ruang wilayah

perencanaan agar sesuai dengan arahan tata ruang antara lain mengacu

pada prinsip sebagai berikut:

1) Dari segi administrasi, kemudahan perijinan diberikan bagi

pemanfaatan ruang yang sesuai dengan tata ruang di wilayah

perencanaan;

2) Bantuan diberikan pada pemanfaatan ruang dan kegiatan-kegiatan di

dalamnya yang bersifat konservasi kawasan lindung;

3) Pembangunan yang dapat memberikan dampak positif pada

masyarakat perlu didukung dan dikembangkan;

4) Partisipasi stakeholder dalam pembangunan wilayah, khususnya

masyarakat dan pengembang perlu didorong.

b) Kriteria Disinsentif

Penerapan disinsentif diberikan pada penyimpangan pemanfaatan ruang

yang tidak sesuai dengan arahan penataan ruang yang telah ditetapkan

dalam Rencana Tata Ruang di Kota Tidore Kepulauan. Pemberian disinsentif

ini dapat dilakukan dengan cara mengacu pada prinsip sebagai berikut:

1) Upaya disinsentif dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi

masyarakat disekitarnya.

2) Upaya disinsentif sifatnya menghambat/membatasi pembangunan

yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;

Pemberian insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan ruang di Kota Tidore

Kepulauan diarahkan sebagai berikut:

(1) Kebijakan insentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk memberikan rangsangan

terhadap kegiatan yang berada di kawasan pengembangan tertentu di kota.

Page 612: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-33

(2) Kebijakan disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk menegakkan kebijakan

tata ruang, pemerataan dan keseimbangan kawasan budidaya dan non budidaya,

struktur ruang dan garis–garis sempadan.

(3) Dalam pelaksanaan kebijakan insentif dan disinsentif, tidak megurangi dan

menghapuskan hak-hak penduduk sebagai warga negara dan tetap menghormati

hak-hak masyarakat yang melekat pada ruang.

(4) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, dikembangkan kebijakan insentif dan

disinsentif pemanfaatan ruang yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

(5) Penyusunan pengaturan, persyaratan teknis dan kebijakan insentif dan disinsentif

bagi pemanfaatan ruang dilakukan oleh instansi teknis yang berwenang dengan

berkonsultasi kepada instansi terkait.

(6) Mekanisme / kompensasi nilai kerugian, pajak tambahan dan bentuk insentif dan

disinsentif ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Monitoring (Pengawasan) dan Controlling (Pengendalian) secara terpadu dan

ketat dilakukan pada pemanfaatan ruang, khususnya di beberapa kawasan dengan

fungsi sebagai kawasan lindung di wilayah perencanaan, baik kawasan lindung

sempadan sungai, kawasan lindung banjir lahar, kawasan lindung rawan longsor,

kawasan lindung cagar budaya, dan kawasan lindung sesar. Penerapan upaya

disinsesntif dan insesntif dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1) Perangkat/mekanismenya, yaitu regulasi, keuangan, dan kepemilikan.

2) Obyek pengenaannya, yaitu guna lahan, pelayanan umum dan prasarana.

Adapun prosedur pengenaan insentif dan disinsentif antaa lain mengacu pada

beberapa prinsip sebagai berikut:

1) Hanya Pemerintah Daerah yang berhak memberikan dan memberlakukan

insentif dan disintensif terhadap pemanfaatan ruang maupun terhadap kegiatan

yang berlaku di dalamnya;

2) Penetapan upaya disinsentif dan insentif oleh Pemerintah Daerah pada suatu

kawasan tertentu dalam lingkup wilayah perencanaan maupun dalam Kota

Tidore Kepulauan dilakukan dengan mengacu pada rencana dan arahan

penataan ruang serta pada kriteria penetapan insetif dan disinsentif.

Page 613: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-34

3) Pemerintah Daerah berhak menetapkan jenis insentif dan disinsentif pada jenis

pemanfaatan ruang pada kawasan yang memerlukannya, khususnya kawasan

dengan fungsi sebagai kawasan lindung;

4) Penetapan langkah insentif dan disinsentif oleh Pemerintah Daerah dilakukan

pada saat permohonan pembangunan diajukan, baik oleh perorangan, kelompok

masyarakat maupun badan hukum.

Dengan mengacu pada prinsip yang ada, maka penetapan insenstif dan

disinsentif antara lain adalah sebagai berikut:

1) Upaya Insentif:

a. Pertumbuhan kawasan peruntukan perkotaan dan permukiman yang

merupakan kawasan tumbuh kembang cepat dapat dilakukan dengan

mengupayakan prioritas pengembangan sarana prasarana pendukung

kegiatan sebagai altarnatif pemacu pertumbuhan kawasan sesuai

dengan arahan penataan ruang.

b. Pengadaan jaringan sarana prasarana di bagian berbukit di wilayah

perencanaan perlu ditingkatkan untuk memacu perkembangan wilayah

setempat.

c. Pengembangan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan arahan dan

rencana penataan ruang pada blok kawasan pengembangan

peruntukkan terkait diberikan kemudahan dari segi ijin dan administrasi

sesuai dengan aturan dan arahan yang berlaku.

d. Pengembangan sistem transportasi yang mampu menjangkau seluruh

wilayah perencanaan sehingga memungkinkan terjadi pengembangan

wilayah secara merata.

2) Upaya Disinsentif:

a. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang tinggi dan tidak adanya

kemudahan pemberian ijin untuk pemanfaatan yang tidak sesuai dengan

arahan dan rencana penataan ruang wilayah perencanaan.

b. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang tinggi dan tidak adanya

kemudahan pemberian ijin bagi pembangunan lahan terbangun di

kawasan lindung.

Page 614: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-35

c. Sosialiasasi kawasan rawan bencana pada masyarakat umum untuk

menghambat pertumbuhan intensitas pemanfaatan ruang sebagai

kawasan permukiman dan perekonomian di kawasan terkait.

Jenis insentif dan disinsentif yang dikemukakan masih dapat dikembangkan lagi

lebih lanjut oleh pemerintah daerah melalui kesepakatan dengan pihak pembangun atau

pemanfaat lahan. Jenis insentif dan disinsentif tersebut juga dapat ditentukan kemudian

sesuai dengan ketentuan, regulasi/kebijakan, serta jenis pajak dan retribusi yang berlaku

di Kota Tidore Kepulauan.

11.4 Penertiban Pemanfaatan Ruang dan Arahan Sanksi

Penertiban pemanfaatan ruang adalah kegiatan untuk mengatasi permasalahan

yang diakibatkan pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Wujud dari penertiban ini adalah pemberian

sanksi bagi pelanggar pemanfaatan ruang. Bentuk-bentuk pelanggaran yang dapat

dikenakan sanksi adalah sebagai berikut:

(1) Sanksi dikenakan kepada orang atau badan yang melakukan:

a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang wilayah kota,

yang dijelaskan dalam ketentuan umum peraturan zonasi dalam RTRW Kota;

b. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan

RTRW Kota;

c. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang

diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;

d. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan

ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;

e. Pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh

peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;

f. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak

benar.

(2) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana terkait penataan ruang,

dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.

Pemberian sanksi terhadap pelanggaran penataan ruang didasarkan atas besar

atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang, nilai

manfaat pemberian jenis sanksi yang diberikan untuk pelanggaran penataan ruang; dan

Page 615: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-36

kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang. Jenis-jenis sanksi

yang diberikan adalah sebagai berikut.

a. Sanksi Administratif

Bentuk-bentuk sanksi administratif yang diberikan bagi pelanggar meliputi:

1. Peringatan tertulis;

2. Penghentian kegiatan sementara;

3. Penghentian sementara pelayanan umum;

4. Penutupan lokasi;

5. Pencabutan izin;

6. Pembatalan izin;

7. Pembongkaran bangunan;

8. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau

9. Denda administratif.

Tindakan sanksi administratif perlu mempertimbangkan jenis pelanggaran rencana

tata ruang sebagai berikut:

1. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang;

Dalam kaitan ini bentuk sanksi yang dapat diterapkan antara lain adalah

peringatan, penghentian kegiatan dan pencabutan sementara izin yang telah

diterbitkan, dan pencabutan tetap izin yang diberikan.

2. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi intensitas pemanfaatan

ruang menyimpang;

Dalam kaitan ini bentuk sanksi yang dapat diterapkan adalah penghentian

kegiatan, atau pembatasan kegiatan pada luasan yang sesuai dengan rencana

yang ditetapkan;

3. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi bentuk pemanfaatan

ruang menyimpang.

Dalam kaitan ini sanksi yang dapat dilakukan adalah penghentian kegiatan dan

penyesuaian bentuk pemanfaatan ruang.

Arahan penerapan sanksi administratif dengan melihat bentuk-bentuk

pelanggaran terkait dengan izin sebelum dan setelah diberlakukannya RTRW Kota

dijabarkan sebagai berikut dalam tabel 14.7.

Page 616: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-37

Tabel 11. 7 Ketentuan Sanksi Pemanfaatan Ruang

Sesuai RTRW Tidak Sesuai RTRW

Telah ada sebelum RTRW ditetapkan

Berizin a) Dapat diteruskan sampai waktu yang ditentukan

b) Larangan melakukan perubahan fungsi kawasan.

Tidak Berizin a) Pelengkapan Izin b) Pengenaan Denda

a) Penghentian sementara/ tetap

b) Pemulihan fungsi

Setelah RTRW ditetapkan, ada persetujuan perubahan pemanfaatan ruang

Berizin a) Pengenaan denda b) Pengenaan biaya dampak

lingkungan

Tidak Berizin a) Pelengkapan Izin b) Pengenaan Denda

a) Perlengkapan izin b) Pengenaan denda c) Pengenaan biaya dampak

lingkungan

Setelah RTRW ditetapkan, tidak ada persetujuan perubahan pemanfaatan ruang

Berizin Tidak boleh terjadi,jika terjadi pencabutan izin

Tidak Berizin a) Pelengkapan Izin b) Pengenaan Denda

a) Pengenaan denda b) Pemulihan fungsi

c. Sanksi Pidana

Sanksi Pidana adalah sebagai berikut :

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96 diancam dengan kurungan pidana paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling tinggi 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Hasil penerimaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke

rekening Kas Umum Daerah

d. Penegakan Peraturan Daerah

Penegakan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai dengan kewenangannya, dan berkoordinasi dengan

Kepolisian Republik Indonesia, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 617: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-38

e. Penyidikan

(1). Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2). Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang

berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana

dalam bidang penataan ruang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa

tindak pidana dalam bidang penataan ruang; d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak

pidana dalam bidang penataan ruang; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti

dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.

(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara

Republik Indonesia.

(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil

melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik

Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan

hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara

Republik Indonesia.

(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses

penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

f. Pengawasan Pemanfaatan Ruang

Pengawasan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah

terjadinya pelaksanaan pembangunandan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah. Bentuk dari pengawasan pemanfaatan ruang adalah

Page 618: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-39

berupa kegiatan pelaporan, pemantauan, dan evaluasi yang kesemuanya dilaksanakan

secara intensif dan terpadu.

11.4.1 Pelaporan dan Pemantauan terhadap Pemanfaatan Ruang

Pelaporan adalah kegiatan pengumpulan data atau informasi secara objektif

mengenai segala bentuk pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang yang sesuai

dengan RTRW maupun yang tidak sesuai.

Hasil dari pelaporan ditindaklanjuti dengan pemantauan, yaitu kegiatan

mengamati, mengawasi dan memeriksa secara cermat perubahan kualitas tata ruang

dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Kegiatan pemantauan ini didasarkan pada hasil pelaporan yang mencakup

kegiatan pengumpulan data dan informasi baik yang bersifat kualitatif maupun

kuantitatif tentang pemanfaatan ruang yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan

swasta serta perubahan-perubahan perwujudan tata ruang yang terjadi di lapangan.

Data/lnformasi disajikan dalam bentuk tabular dan sebaran geografis dari waktu ke

waktu (time series) yang terkait dalam pengembangan sistem informasi penataan ruang.

Pelaporan dan pemantauan pemanfaatan ruang perlu dilakukan secara

berkesinambungan sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai bahan masukan utama

dalam kegiatan evaluasi untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

11.4.2 Evaluasi dan Revisi terhadap RTRW

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota, kegiatan evaluasi atau

peninjauan kembali dilaksanakan dalam setiap 5 (lima) tahun sekali. Kegiatan evaluasi

dapat dilakukan kurang dari 5 (lima) tahun jika terjadi perubahan kebijakan dan strategi

yang mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah dan/atau terjadi dinamika internal

yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan

bencana alam skala besar dan pemekaran wilayah yang ditetapkan dengan peraturan

perundang-undangan. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan perlu tidaknya

dilakukan revisi atau penyempurnaan terhadap RTRW Kota.

Dalam kegiatan evaluasi dilakukan penilaian terhadap kinerja pelaksanaan

pemanfaatan ruang serta perbedaan wujud pemanfaatan ruang (fakta vs. rencana)

sehingga dapat diidentifikasi sejauhmana simpangan atau deviasi yang terjadi. Selain itu,

Page 619: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-40

dalam kegiatan evaluasi perlu pula dipertimbangkan berbagai faktor pengaruh eksternal

yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kota, antara lain :

1. Dinamika perkembangan kota yang sangat pesat;

2. Peraturan atau rujukan baru yang berkaitan dengan penataan ruang yang

berbeda dengan prosedur dan produk rencana tata ruang yang berlaku

sekarang,

3. Kebijaksanaan baru, baik yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, daerah

maupun sektor;

4. Perubahan orientasi atau paradigma baru dalam pembangunan kota.

Untuk dapat melakukan evaluasi atau menilai sejauh mana simpangan

pemanfaatan ruang terhadap rencana yang ditetapkan, perlu diperhatikan kriteria

bahwa pemanfaatan ruang kota dinyatakan sesuai atau tidak terjadi simpangan apabila

terpenuhi :

1. RTRW Kota telah ditetapkan sebagai peraturan daerah dan terdiseminasi ke

instansi perintah daerah dan masyarakat luas.

2. RTRW Kota benar-benar dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan pembangunan

yang memanfaatkan ruang sehingga RTRW merupakan dukumen resmi dalam

Rapat Koordinasi Pembangunan Daerah seperti halnya dokumen pembangunan

daerah lainnya seperti Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Program

Pembangunan Daerah (Propeda).

3. Struktur dan pola pemanfatan ruang yang diwujudkan bebar-benar sesuai

dengan arahan dalam RTRW.

4. RTRW Kota menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang rinci kawasan

di bawahnya.

5. RTRW Kota tidak menimbulkan konflik kepentingan antar sektor atau tumpang

tindih alokasi kegiatan sektor.

6. Pemanfaatan ruang atas dasar RTRW Kota tidak menimbulkan dampak yang

bermasalah pada masyarakat luas.

Page 620: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-41

11.5 Hak, Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat Dalam

Penataan Ruang

11.5.1 Hak Masyarakat dalam Penataan Ruang

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

a. Mengetahui rencana tata ruang;

b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata

ruang;

d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan

yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau

pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

11.5.2 Kewajiban Masyarakat

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

a. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin berwenang;

c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam;

d. Memberikan akses terhadap kawasan yang perundangundangan

dinyatakan sebagai milik umum.

11.5.3 Peran Serta Masyarakat

Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 menegaskan bahwa penyelenggaraan

penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran

masyarakat dalam penataan ruang dilakukan, antara lain, melalui:

a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

Page 621: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-42

c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Secara konkrit, wujud peran serta masyarakat tersebut dijelaskan sebagai

berikut.

1. Peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana, penataan dan

pengesahan RTRW Kota, terdapat dalam proses dan tata cara baku

penyusunan RTRW Kota yang tertuang di dalam standar dan pedoman

Penyusunan RTRW Kota. Bentuk peran serta masyarakat yang terdapat

dalam penataan ruang wilayah kota adalah:

a) Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah

kota termasuk kawasan strategis yang ditetapkan;

b) Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan,

termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah

termasuk kawasan strategis;

c) Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang wilayah

kota termasuk kawasan strategis;

d) Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam

penyusunan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan wilayah

negara termasuk perencanaan tata ruang kawasan strategis;

e) Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang wilayah

kota termasuk kawasan strategis;

f) Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;

g) Bantuan tenaga ahli.

2. Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Kota Tidore

Kepulauan meliputi peran serta masyarakat dalam penyusunan program

pemanfaatan ruang, penyusunan program pembangunan dan

pembiayaan pemanfaatan ruang wilayah Kota, yang keseluruhannya

tercakup didalam proses dan tata cara baku pemanfaatan ruang. Hal ini

tertuang di dalam Pedoman Pemanfaatan RTRW ke dalam program

pembangunan sektoral dan daerah di wilayah Kota Tidore Kepulauan;

3. Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

Kota meliputi peran serta masyarakat dalam pengawasan dan pemberian

izin-izin prinsip pemanfaatan ruang, pelaporan, pemantauan dan evaluasi

pemanfaatan ruang wilayah Kota yang keseluruhannya tercakup dalam

Page 622: Rtrw

Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal XI-43

proses dan tata cara baku pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.

Hal ini tertuang di dalam Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Wilayah Kota.

Page 623: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 624: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 625: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 626: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 627: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 628: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 629: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN VII : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 630: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN VIII : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 631: Rtrw

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,

ACHMAD MAHIFA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033

LAMPIRAN IX : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 632: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Page 633: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

TABEL INDIKASI PROGRAM UTAMA KOTA TIDORE KEPULAUAN

NO PROGRAM LOKASI WAKTU PELAKSANAAN SUMBER

DANA INSTANSI

PELAKSANA PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

A PROGRAM UMUM PENATAAN RUANG

1 Studi tentang batas wilayah adminsitratif Kota Tidore Kepulauan

1.1. Studi dan pelaksanaan pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU

1.2. Sosialisasi hasil pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU

2 Penyusunan RDTR di Kota Tidore Kepulauan

2.1. Studi untuk perencanaan detail tata ruang pusat pengembangan Semua Ibukota Kecamatan

APBD Bappeda, Dinas PU

2.2. Studi untuk kawasan strategis Semua Ibukota Kecamatan

APBD Bappeda, Dinas PU

2.3. Penyusunan dan revisi RDTR di setiap ibukota kecamatan Semua Ibukota Kecamatan

APBD Bappeda, Dinas PU

3 Penyusunan RTBL

3.1. Penyusunan RTBL GIta-Payahe sebagai waterfront city Oba APBD Bappeda, Dinas PU

3.2. Penyusunan RTBL Sofifi dan Pulau TIdore sebagai waterfront city Oba Utara, Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur

APBD Bappeda, Dinas PU

3.3. Penyusunan RTBL ibukota kecamatan sebagai waterfront city Akelamo-Loleo, Maidi-Lifofa

APBD Bappeda, Dinas PU

3.4. Penyusunan RTBL kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah

Kelurahan Gurabunga, Benteng Tahula, Kompleks makam raja-raja, Permukiman masyarakat adat terpencil Tugutil

APBD Bappeda, Dinas PU

LAMPIRAN X : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

NOMOR : 25

TANGGAL : 2013

TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033

Page 634: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

B PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG

1 Perwujudan Pusat Kegiatan

1.1. Perwujudan Pulau Tidore dan Sofifi sebagai pusat pelayanan hirarki I (Regional)

a. Penyediaan sarana administrasi pemerintahan provinsi Kota Sofifi APBD Dinas PU Provinsi

b. Pemantapan sarana administrasi pemerintahan kota Kecamatan Tidore APBD Dinas PU

c. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan sarana pendidikan tingkat perguruan tinggi

Kota Sofifi dan Kecamatan Tidore

APBD Dinas pendidikan

d. Peningkatan sarana kesehatan rumah sakit menjadi tipe B Oba Utara APBD Dinkes

e. Peningkatan/pemantapan sarana kesehatan rumah sakit umum tipe C

Kecamatan TIdore

f. Peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan Sofifi menjadi pelabuhan nasional

Oba Utara APBD, investor

Dinas PU, PT. PELNI

g. Pemantapan fungsi pelabuhan Goto sebagai pelabuhan peti kemas skala regional

Kecamatan Tidore APBD Dinas PU

h. Pemantapan fungsi pasar Sarimalaha sebagai pasar regional Kecamatan Tidore APBD Disperindag

i. Peningkatan fungsi terminal Sofifi sebagai teminal tipe B Oba Utara APBD Dinas PU

j. Peningkatan fungsi terminal Soasio sebagai terminal tipe C dan subterminal

Pulau Tidore APBD Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

k. Peningkatan fungsi Pelabuhan Pendaratan Ikan Kecamatan Tidore APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan

l. Pembangunan Pelabuhan pendaratan ikan Kecamatan Tidore Selatan

APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan

m. Pengembangan industri agro Kecamatan Tidore Utara, Tidore Timur, Oba

APBD Disperindag, Dinas pertanian dan kehutanan, Dinas perikanan dan kelautan

Page 635: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

n. Pengembangan industri bersih Kecamatan Tidore dan Tidore Selatan

APBD Disperindag

o. Pembangunan pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan

Kecamatan Tidore Selatan, Tidore Utara, Oba Utara

APBD Disperindag, Dinas PU

p. Pembangunan Gedung Gelanggang Olah raga Kecamatan Tidore APBD Bappeda, Dinas PU

1.2. Perwujudan Gita-Payahe sebagai pusat pelayanan hirarki II (Kota)

a. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai untuk mendukung industri perikanan

Kecamatan Oba APBD Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Disperindag, Dinas PU

b. Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Pelabuhan Gita, Kecamatan Oba

APBD Bappeda, Dinas Kelautan,

c. Pembangunan SMK Perikanan yang sekaligus menjadi tempat pengurusan sertifikat untuk nelayan

Oba APBD Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Perikanan dan Kelautan

d. Pembentukan kawasan industri agro dan industri pengolahan hasil perikanan

Oba APBD Bappeda, Dinas perikanan dan kelautan, Disperindag, Dinas PU

e. Penyediaan dan/atau pemantapan sarana pasar dan ruko perdagangan dan pusat showroom hasil industri agro

Payahe (Kecamatan Oba)

APBD Bappeda, Disperindag, Dinas PU

f. Penyediaan sarana kesehatan rumah sakit tipe D Oba APBD Bappeda, Dinkes

g. Pengembangan pelabuhan Gita sebagai pelabuhan skala regional dan penunjang industri

Oba APBD Bappeda, Disperindag, Dinas Perikanan dan Kelautan, dan Dinas

Page 636: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

PU

h. Peningkatan dan perbaikan terminal tipe C yang ditempatkan dekat dengan pelabuhan

Oba APBD Dinas PU

1.3. Perwujudan ibukota-ibukota kecamatan sebagai pusat pelayanan hirarki III (Lokal)

a. Penyediaan/pemantapan sarana kesehatan Puskesmas Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Kesehatan

b. Penyediaan/pemantapan sarana pendidikan SMK dengan keterampilan khusus untuk menunjang bidang pertanian-perkebunan, perikanan, industri kecil dan menengah, dan pariwisata.

Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

c. Penyediaan/pemantapan sarana perdagangan pasar kecamatan

Semua kecamatan APBD Bappeda, Disperindag

d. Penyediaan/pemantapan sarana ekonomi (bank, koperasi, dll)

Semua kecamatan terutama di Pulau Tidore, Kota Sofifi dan Kota Gita-Payahe

APBD, investor

Bappeda, Bank Daerah, pihak swasta

e. Penyediaan/pemantapan sarana dan pelayanan komunikasi dan jasa pengiriman barang

Semua Kecamatan APBD, investor

Bappeda, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT Pos dan Giro, swasta

f. Pemantapan fungsi pelabuhan Loleo sebagai pelabuhan lokal

Oba Tengah APBD Bappeda, Dinas PU

g. Pemantapan fungsi pelabuhan Rum sebagi pelabuhan lokal yang menjadi penunjang Pelabuhan Soasio

Tidore Utara APBD Dinas PU

2 Perwujudan Sistem Prasarana

2.1. Transportasi darat

a. Perbaikan jalan lingkar Pulau Tidore dengan menambah drainase, prasarana pejalan kaki selebar 2,5 m, serta RTH/Jalur Hijau, juga penerangan jalan

Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur

APBD Dinas PU

Page 637: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

b. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Gamtufkange – Gurabunga – Jaya – Afa-afa – Mareku dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara

APBD Dinas PU

c. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Dowora – Kalaodi – Fabaharu – Ome dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur

APBD Dinas PU

d. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Jaya – Fabaharu dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

Tidore, Tidore Utara APBD Dinas PU

e. Pembangunan dan peningkatan jaringan Jalan atas penghubung dari Tuguiha – Tidore Timur dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m

TIdore Selatan, Tidore Timur

APBD Dinas PU

f. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Soasio - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Tidore APBD Dinas PU

g. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Gurabati - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Tidore Selatan APBD Dinas PU

h. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Rum - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Tidore Utara APBD Dinas PU

i. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Tosa - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan

Tidore Timur APBD Dinas PU

Page 638: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

kaki selebar 1,5 m

j. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans Halmahera yaitu ruas jalan Payahe-Weda, Akelamo-Payahe, Sp. Dodinga-Akelamo dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 3 m

Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Oba Selatan

APBD Dinas PU

k. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Sofifi - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba Utara APBD Dinas PU

l. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Loleo - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba Tengah APBD Dinas PU

m. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Payahe - Lifofa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba, Oba Selatan APBD Dinas PU

n. Pengembangan dan peningkatan jaringan Payahe - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba APBD Dinas PU

o. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Lifofa - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba Selatan APBD Dinas PU

p. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Guraping – Loleo – Yehu – Gilatua dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m

Oba Utara, Oba Tengah, Oba

APBD Dinas PU

q. Pengaturan sistem trayek angkutan umum yang lebih baik serta pengaturan rute angkutan barang pada jalur khusus

Tidore, Tidore TImur, Oba Utara, Oba

APBD Dinas PU

Page 639: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

yang tidak menghambat lalu lintas di pusat kota

r. Pengembangan sarana angkutan yang lebih efisien dan menjangkau ke semua kawasan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan kawasan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

s. Penyediaan prasarana sub terminal baru untuk memberikan pelayanan dalam bidang angkutan umum serta untuk mengakses pusat-pusat pertumbuhan baru

Tidore Selatan, Tidore Timur, Oba, Oba Tengah, Oba Selatan

APBD Dinas PU

t. Pembangunan halte yang mampu melayani penumpang untuk berganti moda atau pun berganti jurusan atau rute angkutan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

2.2. Transportasi Laut

a. pengembangan pelabuhan Soasio sebagai Pelabuhan Peti Kemas

Tidore APBN Kementerian Perhubungan

b. pengembangan armada kapal laut untuk melayani dari Sofifi - Sarimalaha PP, dari Sarimalaha – Paceda PP, dari Sarimalaha – Gita PP, dari Dowora – Galala PP

Oba Utara, Tidore, Oba, Oba Tengah

APBD Dinas Perhubungan

c. pengembangan armada kapal laut kapasitas besar dari Pelabuhan Soasio Kecamatan Tidore ke Weda Kabupaten Halmahera Tengah

Tidore APBD Dinas Perhubungan

2.3. Sumber daya air

a. penyusunan Masterplan air minum Pulau Tidore, Oba Utara

APBD PDAM, Dinas PU

b. Pengadaan studi mengenai Daerah Aliran Sungai dan kawasan resapan air untuk pengendalian banjir dan kekeringan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

c. Konservasi kawasan perbukitan dan hutan lindung, berfungsi untuk menyangga daerah resapan air hujan di masing – masing DAS sungai sebagai potensi air baku keperluan air bersih

Semua kecamatan APBD Dinas PU

d. Penataan atau penanganan daerah hulu sungai melalui penghijauan dan pembuatan sumur resapan dikawasan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

Page 640: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

hunian dan permukiman, berfungsi pula untuk pengendalian banjir

e. Penataan, pengaturan dan perlindungan sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air baku tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan terhadap pencemaran lingkungan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

f. Pengadaan pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan Oba Tengah, Oba Selatan, Oba Utara, Oba

Investor PDAM

g. Peningkatan sistem pengolahan air bersih di masing – masing kawasan yang mempunyai potensi air baku untuk sumber air bersih

Semua kecamatan Investor PDAM

h. Penataan dan penanganan daerah zona kawasan pelayanan air bersih di daerah permukiman

Semua kecamatan Investor PDAM

i. Penataan dan pengaturan distribusi sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan khusus untuk industri

Oba Utara, Oba Tengah, Oba Tidore Selatan, Kec. Tidore

Investor PDAM

j. Mencari sumber air baru untuk menambah produksi air bersih PDAM

Semua kecamatan Investor PDAM

k. Pendayagunaan sungai sebagai sumber air Semua kecamatan Investor PDAM

l. Pengontrolan sistem produksi air bersih di tiap kawasan yang mempunyai potensi kebocoran dengan pemasangan water meter

Semua kecamatan Investor PDAM

m. Penggantian pipa – pipa distribusi lama yang tidak layak dan mengadakan pengecekan secara berkala

Semua kecamatan Investor PDAM

n. Peningkatan sistem pengelolaan dan pencatatan pembacaan water meter ke pelanggan

Semua kecamatan Investor PDAM

o. Penataan sistem adimnistrasi pengolahan air bersih Semua kecamatan Investor PDAM

p. studi potensi air tanah Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM

q. pengembangan sumber air baku Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM

Page 641: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

r. pengembangan jaringan perpipaan Semua kecamatan APBD PDAM

s. pembangunan jaringan irigasi Oba, Oba Selatan APBN Kementerian PU

2.3. Telekomunikasi

a. pembangunan base tranceiver system (BTS Semua kecamatan Investor Dinas Perhubungan, PT TELKOM

b. pengembangan jaringan “Fixed Line” Semua kecamatan Investor PT TELKOM

c. Perluasan jaringan telepon hingga menjangkau daerah yang terisolir

Semua kecamatan APBD, investor

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM dan swasta

d. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel

Semua kecamatan APBD, investor

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM atau swasta

2.3. Energi/Listrik

a. Rencana pembangunan PLTU Noramaake di Desa Akedotilou Oba Tengah Investor PLN

b. Perluasan jaringan listrik hingga menjangkau daerah daerah yang terisolir

Semua kecamatan terutama kecamatan Oba dan Oba Selatan

APBD PLN

c. Penambahan kapasitas produksi jaringan listrik agar mencukupi kebutuhan di masa mendatang

Semua kecamatan APBD PLN

d. Perawatan jaringan listrik yang sudah ada Semua kecamatan APBD PLN

e. Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi Akesahu

Pulau Tidore APBD PLN

f. Pengembangan sumber energi batu bara dekat dengan pelabuhan Rum

Rum (Kecamatan Tidore Utara)

APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

Page 642: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

g. Studi pengembangan sumber energi alternatif biofuel dan mikrohidro

Kota Tidore Kepulauan APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

h. Pembangunan sumber energi alternatif biofuel dari tanaman jarak dan kelapa dengan membangun genset

Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

i. Pembangunan sumber energi alternatif mikrohidro dengan membuat bendungan di sungai Payahe

Kecamatan Oba APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN

2.4. Drainase

a. Penataan sistem drainase di areal permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU

b. Pengembangan sistem penghijauan kota daerah kawasan permukiman, juga meliputi membuat sistem resapan di kawasan permukiman

Semua kecamatan APBD Dinas PU

c. Penataan sistem drainase dan pengecekan berkala terhadap kondisi drainase

Semua kecamatan APBD Dinas PU

d. Mengendalikan sistem aliran buangan air hujan kawasan Semua kecamatan APBD Dinas PU

e. Konservasi kawasan perbukitan sungai (hulu sungai) dari masing – masing DAS

Semua kecamatan APBD Dinas PU

f. Penataan kawasan dataran sungai (hilir sungai) dari masing – masing DAS melalui normalisasi penampang sungai

Semua kecamatan APBD Dinas PU

g. Peraturan terhadap kawasan pesisir sungai melalui konservasi kawasan pesisir dan penyediaan fasilitas bangunan pesisir pantai untuk pengendalian pasang surut

Semua kecamatan APBD Dinas PU

h. Pengembangan dan peningkatan jaringan drainase Pada Ibukota kecamatan

i. Penyusunan Master Plan Drainase Kota Kementerian PU, BAPPEDA, Dinas PU

2.5. Persampahan

Page 643: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

a. Penetapan lokasi dan kebutuhan lahan pembuangan akhir sampah sesuai dengan kriteria

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

b. Pengelolaan sampah yang dapat mereduksi timbunan sampah

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

c. Pembuatan sempadan kawasan TPA Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

d. Pembatasan budidaya dan atau permukiman baik yang baru maupun yang sudah ada di kawasan sempadan TPA

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

e. Pemanfaatan sampah pada TPA sebagai sumber energi biogas

Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan

APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan

2.6. Air Limbah

a. Pengembangan teknis pengelolaan air limbah domestik dengan sistem setempat (on site sanitation) dan sistem terpusat (off site sanitation) yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan

b. Sistem pengelolaan setempat diarahkan menjadi sistem komunal sehingga membantu mengurangi kerusakan

Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan

Page 644: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

lingkungan pada wilayah yang mulai padat penduduk

c. Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan dengan jaringan perpipaan dan IPAL

P. Tidore dan Kota Sofifi

APBD Dinas Kebersihan

d. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola air limbah

Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan

e. Penerapan sistem pengelolaan air limbah non domestik yang tidak mencemari lingkungan disesuaikan dengan karakteristik industri yang ada

Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore

APBD Dinas Kebersihan

f. Pengendalian dan monitoring dalam pengelolaan air limbah non domestik

Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore

APBD Dinas Kebersihan

2.7. Proteksi Kebakaran

a. Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

C PERWUJUDAN POLA RUANG WILAYAH

1 Kawasan Lindung

1.1. Kawasan Penyangga

a. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk hutan lindung

Semua kecamatan APBD Bappeda

b. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk daerah resapan air

Semua kecamatan APBD Bappeda

c. reboisasi lahan-lahan kritis di kawasan lindung

Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan

APBN, APBD

Dinas Kehutanan, Kementerian Kehutanan

d. penyusunan Masterplan kawasan wisata hutan raya

Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan

APBD Dinas Kehutanan

Page 645: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

e. pengembangan Ruang Terbuka Hijau perkotaan

Semua Kecamatan APBD Dinas Tata Kota dan Kebersihan

1.2. Kawasan perlindungan setempat

a. Delineasi dan pengaturan kawasan sumber air baku

Semua kecamatan, kecuali Kec. Tidore Utara

APBD Bappeda

b. Delineasi dan pemantapan pengaturan kawasan sempadan sungai dan sempadan pantai

Semua kecamatan APBD Bappeda

c. Delineasi dan pemantapan kebijakan pengaturan pembangunan pada daerah kawasan bencana

Semua kecamatan APBD Bappeda

d. Pembuatan Jalur evakuasi tsunami Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas

e. Pembuatan Jalur evakuasi letusan gunungapi P. Tidore APBD PU, Kesbanglinmas

f. Pembuatan evacuation open space terpadu Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas

g. Konservasi hutan lindung dan daerah resapan air

Semua kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup

1.3. Konservasi dan regenerasi kawasan mangrove

Semua Kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup

1.4. Konservasi kawasan taman nasional

a. Konservasi terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan rangkaian habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan, yang mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting di dalam hutan lindung Taman Nasional Aketajawe

Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan

b. Konservasi kawasan permukiman masyarakat adat Tugutil di dalam Taman Nasional Aketajawe

Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan, Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

1.5. Kawasan Cagar Budaya

Page 646: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

a. Penataan kawasan permukiman bersejarah Gurabunga

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

b. Konservasi kawasan dan bangunan peninggalan bersejarah

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

c. Pembuatan Perda perlindungan kawasan permukiman bersejarah

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

d. Rehabilitasi atau restorasi kawasan permukiman bersejarah

Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan

2 Kawasan Budidaya

2.1. Kawasan permukiman

a. Pengembangan dan pemantapan fungsi permukiman transmigrasi eksisting

Kelurahan Koli, Kecamatan Oba

APBD Dinas PU, Disnakertrans

b. Studi kelayakan pemanfaatan/alih fungsi dari hutan menjadi permukiman transmigrasi

Kelurahan Koli-Kosa, Maidi, Lifofa

APBD Dinas PU, Disnakertrans

c. Penyediaan open space untuk taman bermain anak Semua kecamatan APBD Dinas PU

d. Penyuluhan rumah sehat Semua kecamatan APBD Dinas PU

e. Peningkatan sanitasi pada lingkungan perumahan Semua kecamatan APBD Dinas PU

f. Peningkatan sarana penerangan pada lingkungan perumahan

Semua kecamatan APBD Dinas PU

g. Penyediaan Taman Bacaan kawasan permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU

2.2. Kawasan Pertanian/Perkebunan

a. Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan pala, kelapa, cengkeh.

Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan

APBD Dinas Pertanian, Disperindag

b. Pengembangan Pulau Tidore untuk urban farming Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.

APBD Dinas Pertanian, Disperindag

Page 647: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

c. Pengembangan budidaya perikanan air tawar, payau dan laut

Oba APBD Dinas Perikanan dan Kelautan

d. Penyediaan prasarana untuk kegiatan perkebunan guna menunjang industri

Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan

APBD Dinas PU, Disperindag

2.3. Kawasan Industri

a. Pengembangan kawasan industri pertanian perkebunan dan

industri perikanan

Oba, Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.

APBD Disperindag

b. Pengembangan industri skala kecil dan menengah serta industri bersih

Oba, Tidore, APBD Disperindag

c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan industri

Semua kecamatan APBD Disperindag

d. penyusunan RDTR kawasan industri

Oba Utara APBD Bappeda, Disperindag

2.4. Kawasan Pariwisata

a. Pengembangan pariwisata bahari

P. Mare, P.Maitara, P.Woda

APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

b. Pengembangan pariwisata budaya

Keraton di Kec. Tidore Gurabunga di Kec. Tidore

APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

c. Pengembangan pariwisata sejarah

Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.

APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

d. Perencanaan P. Tidore sebagai resort Island Pulau Tidore APBD Bappeda

e. Pembangunan P. Tidore sebagai resort Island dengan melengkapi sarana amenities seperti pusat salon dan spa, pusat olahraga, taman bermain keluarga, lapangan golf, dan lainnya.

Pulau Tidore APBD, investor

Bappeda, Dinas PU, Dinas Pariwisata dan kebudayaan, swasta

Page 648: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

f. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pariwisata

Semua kecamatan APBD, investor

Dinas Pariwisata dan kebudayaan, Dinas PU, swasta

g. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan

ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pariwisata

Semua kecamatan APBD Dinas pendidikan, Dinas Pariwisata dan kebudayaan

h. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk pengadaan jalur travel menuju Tidore Kepulauan

Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

i. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk promosi lokasi wisata di Tidore Kepulauan

Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan

j. penyusunan RDTR kawasan pariwisata

Tidore, Oba Utara, Oba Tengah,

APBD Bappeda, Dinas Pariwisata dan kebudayaan

2.5. Kawasan Komersial

a. penyusunan RDTR kawasan pusat bisnis

Oba Utara, Tidore, Tidore Utara

APBD, APBN

Bappeda, Dinas PU, Kementerian Perdagangan

b. Pengembangan pusat-pusat perdagangan

Semua kecamatan APBD, investor

Bappeda, Dinas PU, Disperindag, swasta

c. Penyediaan fasilitas perekonomian Bank dan lembaga keuangan lain

Semua kecamatan APBD, investor

Disperindag, swasta

d. Pengembangan dan pemantapan UKM berbasis pada

potensi unggulan daerah

Semua kecamatan APBD Dinas Perindustrian Perdaganan Koperasi dan UKM

Page 649: Rtrw

II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, ACHMAD MAHIFA

2.6. Kawasan pertambangan

a. Studi potensi kawasan pertambangan

Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi

b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pertambangan

Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi