rtrw
TRANSCRIPT
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN
PERATURAN DAERAH
NOMOR 25 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA KOTA TIDORE KEPULAUAN,
Menimbang :
a. bahwa dengan semakin berkembangnya Kota Tidore Kepulauan sejalan dengan laju kehidupan perkotaan yang
pesat, sesuai dengan pertumbuhan kota maka diperlukan penelitian, perencanaan, pengembangan, pengendalian dan
pembinaan serta pengawasan;
b. bahwa untuk mengembangkan Kota Tidore Kepulauan
sesuai dengan karakteristiknya dan dalam kedudukannya sebagai pusat kegiatan pemerintahan kota, pusat
permukiman, pusat pariwisata dan cagar budaya serta pusat pelayanan lainnya, maka perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan;
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 dan Pasal
26 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Tidore Kepulauan tahun 2013 - 2033.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412);
5. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 Tentang
Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten
Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4411);
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun . 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
13. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
14. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
15. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
16. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
18. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
19. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
20. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Jalan dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 5025);
21. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
22. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059);
23. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Pemukiman ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 20011 Nomor 7, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4828);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5070);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran
Negara Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5393);
30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012
tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 640)
31. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 13 Tahun 2007 tentang tentang Pembentukan Kecamatan Oba Tengah
(Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 54 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 37);
32. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 14 tentang
Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Oba Selatan (Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 55 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore
Kepulauan Nomor 38); 33. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 15 tentang
Tahun 2007 tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan dalam Wilayah Kota Tidore Kepulauan (Lembaran
Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 56 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 39);
34. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 16 tentang
Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan dan Desa dalam Wilayah Kota Tidore Kepulauan (Lembaran Daerah
Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 Nomor 57 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 40);
35. Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Tidore Timur
(Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 Nomor 66 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 49);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
dan
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013– 2033.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan daerah ini adalah:
1. Kota adalah Kota Tidore Kepulauan.
2. Walikota adalah Kepala Daerah Kota Tidore Kepulauan.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tidore Kepulauan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
4. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah adalah Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Tidore Kepulauan.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
13. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
14. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
15. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang.
18. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
19. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
21. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kota/Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) adalah suatu kawasan pengembangan
yang merupakan kumpulan dari lokasi permukiman transmigrasi dan desa sekitarnya yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengembangan
sumber daya alam yang berkelanjutan.
24. Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan lindung yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan yang berada di daerah perkotaan atau perdesaan.
25. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
27. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur, dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
28. Ruang Terbuka Non-Hijau adalah ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kolam- kolam retensi.
29. Ruang Evakuasi Bencana adalah area yang disediakan untuk menampung
masyarakat yang terkena bencana dalam kondisi darurat, sesuai dengan kebutuhan antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan kemudahan modifikasi sesuai kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi.
30. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW) adalah rencana pemanfaatan ruang
secara umum yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka
pelaksanaan program-program pembangunan daerah.
31. Pusat Pelayanan Kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau
administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.
32. Subpusat pelayanan Kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota.
33. Pusat Lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi lingkungan kota.
34. Administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.Sistem
pusat kegiatan kota adalah tata jenjang dan fungsi pelayanan pusat-pusat
kegiatan kota yang meliputi pusat kota, pusat bagian wilayah kota, pusat sub-bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan perumahan.
35. Rencana Pemanfaatan Ruang Kota adalah penetapan lokasi, besaran luas dan arahan pengembangan tiap jenis pemanfaatan ruang untuk mewadahi berbagai
kegiatan kota baik dalam bentuk kawasan terbangun maupun kawasan/ruang terbuka hijau.
36. Kawasan Terbangun adalah ruang dalam kawasan permukiman perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan
binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan.
37. Prasarana Kota adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan
permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang meliputi jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan listrik, dan telekomunikasi.
38. Sarana Kota adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan yang berupa
fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.
39. Kawasan Strategis Kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan serta Pertahanan Keamanan.
40. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan;
41. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang
perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
42. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
43. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
44. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
45. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disebut RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
46. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
47. Zonasi adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-
fungsi lain.
48. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang selanjutnya disebut ZEE Indonesia
adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya
dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
49. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.
50. Kota Bahari adalah kota yang aktifitas perekonomiannya banyak dipengaruhi
oleh kegiatan yang berhubungan dengan wilayah laut dan pesisir pantai.
51. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh
tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.
52. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi dan Kabupaten/Kota dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas
Gubernur dan Bupati/Walikota dalam Koordinasi Penataan Ruang Di daerah.
53. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
54. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
55. Sistem Jaringan Jalan Sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.
56. Jaringan Trayek Angkutan Laut adalah kumpulan dari trayek yang menjadi
satu kesatuan pelayanan angkutan penumpang dan/ atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.
57. Trayek Tetap dan Teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara
tetap dan teratur dengan menyebutkan jadwal dan menyebutkan pelabuhan
singga.
58. Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur.
59. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan serta muatannya.
60. Kota Sofifi adalah Ibukota Propinsi Maluku Utara yang terletak dalam wilayah
Kota Tidore Kepulauan.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pengaturan
Pasal 2
Lingkup muatan RTRW mencakup :
1. Tujuan, kebijakan dan strategi ruang wilayah kota;
2. Rencana struktur ruang wilayah kota;
3. Rencana pola ruang wilayah kota;
4. Penetapan kawasan strategis kota;
5. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka, Serta Sarana Dan
Prasarana Umum
6. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota;
7. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah;
8. Kelembagaan; dan Peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang di
wilayah kota.
Bagian ketiga
Wilayah Perencanaan
Pasal 3
Wilayah perencanaan RTRW kota meliputi seluruh wilayah administrasi Kota Tidore
Kepulauan dengan total luas wilayah lebih kurang 13.862,86 (tiga belas ribu
delapan ratus enam puluh dua ribu delapan puluh enam) km2 yang terdiri dari luas
daratan 9.116,36 km2.
Bagian keempat
Jangka Waktu
Pasal 4
(1) Jangka waktu RTRW kota adalah 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) RTRW daerah ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Wilayah kota.
(3) Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Wilayah ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN
RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Pertama
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 5
Tujuan penataan ruang wilayah kota adalah Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan
sebagai kota bahari yang nyaman, aman, produktif, dan berkelanjutan dengan
didukung oleh kegiatan pertanian-perkebunan dan pariwisata yang maju dan
mandiri serta mampu mempertahankan nilai-nilai kebudayaan dan fungsi ekologis
serta memperhatikan aspek kebencanaan.
Bagian kedua
Kebijakan Penataaan Ruang Wilayah Kota
Pasal 6
Kebijakan penataan ruang wilayah terdiri atas:
a. Pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan berskala
regional;
b. Peningkatan aksesibilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala lokal dan
regional;
c. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana umum
skala lokal dan regional;
d. Pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang terbuka hijau;
e. Pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian lingkungan
hidup;
f. Perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang optimal dan efisien; dan
g. Pengembangan kawasan strategis perspektif ekonomi, sosial budaya, serta fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup;
h. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
Bagian ketiga
Strategi Penataaan Ruang Wilayah
Pasal 7
(1) Strategi pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan
berskala regional sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf a meliputi :
a. Menetapkan hierarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang;
b. Mengembangkan aksesibilitas transportasi darat ke bandar udara;
c. Mengembangkan pusat perdagangan dan jasa berskala regional;
d. Mengembangkan kegiatan pendidikan dan pelatihan secara regional; dan
e. Mengembangkan kegiatan wisata alam dan wisata budaya.
(2) Strategi peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala
lokal dan regional sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf b meliputi :
a. Meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang mendorong interaksi kegiatan
antar pusat pelayanan kegiatan daerah;
b. Mengembangkan jalan lingkar dalam (inner ring road) dan jalan lingkar luar
(outer ring road);
c. Meningkatkan pelayanan moda transportasi untuk mendukung tumbuh dan
berkembangnya pusat pelayanan kegiatan daerah secara terintegrasi; dan
d. Mengembangkan terminal angkutan umum regional dan terminal angkutan
umum dalam daerah.
(3) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana
umum skala lokal dan regional sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf c
meliputi :
a. Mendistribusikan sarana lingkungan di setiap pusat kegiatan sesuai fungsi
kawasan dan hierarki pelayanan;
b. Mengembangkan sistem prasarana energi;
c. Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;
d. Mengembangkan prasarana sumber daya air;
e. Meningkatkan sistem pengelolaan persampahan;
f. Meningkatkan jangkauan pelayanan air bersih;
g. Meningkatkan prasarana pengelolaan air limbah; dan
h. Mengembangkan sistem prasarana drainase secara terpadu.
(4) Strategi pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang
terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf d meliputi :
a. Mengembangkan kerjasama antar wilayah perbatasan dalam
mempertahankan fungsi lindung;
b. Mempertahankan dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung sesuai
dengan kondisi ekosistemnya;
c. Melestarikan daerah resapan air untuk menjaga ketersediaan sumber daya
air;
d. Mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sempadan mata air yang dapat
mengganggu kualitas air, kondisi fisik dan mengurangi kuantitas debit air;
e. Mengelola dan melestarikan sumberdaya hutan melalui kegiatan penanaman
kembali hutan yang gundul dan menjaga hutan dari pembalakan liar;
f. Mengamankan benda cagar budaya dengan melindungi tempat serta ruang di
sekitar bangunan bernilai sejarah;
g. Menetapkan wilayah evakuasi bencana; dan
h. Menetapkan wilayah rawan bencana alam;
i. Mewujudkan jalur evakuasi bencana secara terpadu dengan wilayah yang
berbatasan.
j. Mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang ada;
k. Mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi
l. Meningkatan dan menyediakan ruang terbuka hijau 30% (tiga puluh persen)
secara proporsional di seluruh wilayah kota.
(5) Strategi pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf e meliputi :
a. Mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan agar tetap terjadi
keseimbangan perkembangan antar wilayah;
b. Mengendalikan kegiatan pertanian pada kawasan yang seharusnya berfungsi
lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan;
c. Mengembangkan dan memanfaatkan kawasan hutan produksi pola
partisipasi masyarakat dengan pertanian konservasi; dan
d. Mengendalikan perluasan pertanian pada kawasan rawan bencana dan
kawasan yang seharusnya berfungsi lindung untuk memelihara kelestarian
lingkungan.
(6) Strategi Perwujudan pengembangan kegiatan budidaya yang optimal dan efisien
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf f meliputi :
a. Menetapkan kawasan budidaya sesuai daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
b. Mendorong pengembangan kawasan budidaya secara vertikal di kawasan
kepadatan tinggi;
c. Mengembangkan wilayah tanaman holtikultura sesuai dengan potensi dan
kesesuaian lahan secara optimal; dan
d. Memperhatikan keterpaduan antar kegiatan budidaya.
(7) Strategi Kebijakan penetapan kawasan strategis daerah meliputi kawasan
strategis lingkungan hidup, kawasan strategis sosial budaya, kawasan strategis
ekonomi, dan kawasan strategis wisata.
(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf h, meliputi :
a. Mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
b. Mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan
untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
c. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai zona
penyangga; dan
d. Memelihara dan menjaga aset – aset pertahanan dan keamanan.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 8
(1) Rencana Struktur Ruang Kota terdiri atas ;
a. Sistem Pusat Pelayanan Kota;
b. Sistem Jaringan prasarana utama ; dan
c. Sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur Ruang Wilayah di gambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1: 25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Bagian Kedua
Sistem Pusat Pelayanan Kota
Pasal 9
Pusat pelayanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Pusat pelayanan kota;
b. Sub pusat pelayanan kota; dan c. Pusat pelayanan lingkungan.
Pasal 10
(1) Pusat pelayanan kota yang sebagaimana yang di maksudkan pada Pasal 9 ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Kelurahan Soasio, Gamtufkange, Tomagoba, Indonesiana, Goto dan Tuguwaji
sebagai pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan jasa dan relegius; dan
b. Kota Sofifi di rencanakan untuk melayani seluruh Kabupaten/Kota,regional
dan internasional.
(2) Sub pusat pelayan Kota sebagaimana di maksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf b
meliputi :
a. Akelamo dan Loleo sebagai sub pusat pelayanan kegiatan pemerintahan dan
jasa;
b. Gita Payahe,sebagai sub pusat pelayanan pemerintahan,perdagangan dan
jasa;
c. Maidi Lifofa,sebagai sub pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan dan
pendidikan ; dan
d. Kelurahan Rum dan Rum balibungan,sebagai sub pusat pelayanan
pemerintahan,perdagangan dan jasa.
(3) Pusat pelayanan lingkungan sebagaimana di maksud pada Pasal 9 ayat (1)
huruf c meliputi:
a. Kawasan di Kelurahan Tomalou Kecamatan Tidore Selatan dengan fungsi
perikanan dan perdagangan;
b. Kawasan di Kelurahan Mareku, Kelurahan Ome Kecamatan Tidore Utara
dengan fungsi pendidikan, pelayanan kesehatan dan pengembangan agama
Islam;
c. Kawasan pulau maitara dengan fungsi pariwisata dan perikanan;
d. Kawasan Tului talagamori dengan fungsi perdagangan dan pelayanan
kesehatan; dan
e. Kawasan Mafututu dengan fungsi pemerintahan, pariwisata dan jasa.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 11
(1) Sistem Jaringan Prasarana Utama yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
b meliputi:
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Sistem jaringan transportasi udara
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 12
Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf a yaitu sistem jaringan jalan.
Pasal 13
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 meliputi:
a. Rencana jaringan jalan nasional;
b. Rencana jaringan jalan provinsi;
c. Rencana jaringan jalan kabupaten/kota;
d. Sistem terminal; dan
e. Pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum.
(2) Jaringan jalan nasional dengan fungsi kolektor primer sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a ruang milik jalan 15 meter, meliputi :
a. Ruas Jalan Payahe-Weda;
b. Ruas Jalan Akelamo-Payahe;
c. Ruas Jalan Sp. Dodinga-Akelamo;
d. Ruas Jalan Keliling Pulau Tidore.
(4) Rencana Jaringan jalan provinsi dengan fungsi kolektor sekunder dengan ruang
milik jalan 10 meter, yaitu; ruas jalan Payahe – Dehepodo, ruas jalan ruas jalan Bukulasa, ruas jalan Sofifi – Akelamo.
(5) Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi kolektor sekunder sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c ruang milik jalan 5 meter, meliputi:
a. Ruas Jalan Gamtufkange – Gurabunga
b. Ruas Jalan Afa-afa – Mareku;
c. Ruas Jalan Dowora – Kalaodi
d. Ruas Jalan Jaya – Fabaharu;
e. Ruas Jalan Soadara Topo;
f. Ruas Jalan Soasio – Topo Tiga;dan
g. Ruas Jalan Ome Gubukusuma;
a. Ruas Jalan Mareku – Sirongo;
(6) Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi lokal sekunder, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan ruang milik jalan 3 meter, meliputi :
b. Ruas Jalan Tomadou - Talaga
c. Ruas Jalan Gurabati - Ibukota Kelurahan/Desa;
d. Ruas Jalan Tambula - Lolobi;
e. Ruas Jalan Talaga - Lolobi;
f. Ruas Jalan Dowora - Sowom;
g. Ruas Jalan Poros Trans Maidi SP1;
h. Ruas Jalan Hatagau - Pelabuhan;
i. Ruas Jalan Rum Balibung - Talaga;
j. Ruas Jalan Poros Trans Kolibale;
k. Ruas Jalan Gurabunga – Ngosi 1;
l. Ruas Jalan Folarora – Ngosi 2;
m. Ruas Jalan Gurabunga – Lada Ake;
n. Ruas Jalan Fabaharu - Jambula;
o. Ruas Jalan Gubukusuma – Guaepaji;
p. Ruas Jalan Sirongo – Buabua;
q. Ruas Jalan Afa Afa – Sirongo;
r. Ruas Jalan Gurabati – Tomalou;
s. Ruas Jalan Tuguiha – Tomalaou;
t. Ruas Jalan Akelamo – Beringin Jaya;
u. Ruas Jalan Garojou – Sumahode;
v. Ruas Jalan Kususonopa;
w. Ruas Jalan Maitara - Akebai;
x. Ruas Jalan Maitara - Pasimayou;
y. Ruas Jalan Akekolano- Sumahode;
z. Ruas Jalan Garojou - Sumahode;
aa. Ruas Jalan Toseho;
bb. Ruas Jalan Safang – Beringin Jaya.
(7) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. Peningkatan pelayanan terminal Sofifi yang berfungsi melayani angkutan
antar Kabupaten/kota dalam Provinsi Maluku Utara dengan Luas lebih
kurang 4 (empat) Ha;
b. pembangunan terminal di Gita;
c. Peningkatan kwalitas terminal tipe C di Soasio;
d. Pembangunan terminal Payahe;
e. Perbaikan sub terminal di Rum (Tidore Utara);
f. pembangunan sub terminal di setiap pelabuhan baik regional terutama
Pelabuhan Soasio, Pelabuhan Sofifi, sedangkan di pelabuhan lokal terutama
di pelabuhan Tomalou (Tidore Selatan), Rum (Tidore Utara), Mafututu (Tidore
Timur), Loleo (Oba Tengah), Gita (Oba), Lifofa dan Maidi (Oba Selatan),
Guraping (Oba Utara).
(7) Pengembangan jaringan pelayanan angkutan penumpang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi;
a. Pengembangan jaringan trayek angkutan jalan perintis dari Payahe - Weda
dan Payahe - Lifofa - Halmahera Selatan; dan
b. Pengembangan trayek angkutan perkotaan:
1. Trayek Terminal Soasio : Rum, Mafututu, Kalaodi, Gurabunga, dan Topo
gunung; dan
2. Trayek Terminal Rum : Jaya, Afa-afa, dan Bua-bua.
Bagian Kelima
Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 14
(1) Rencana sistem jaringan transportasi laut di sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Tatanan kepelabuhanan;
b. Alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
dari :
a. Pengembangan dan peningkatan pelabuhan khusus batubara yang berada di
kelurahan rum balibunga kecamatan Tidore Utara dan Dusun Pasigau Desa
Aketobatu Kecamatan Oba Tengah;
b. Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan Gita,
Loleo, Maidi dan Lifofa sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar
wilayah;
c. Pengembangan dan peningkatan fasilitas pelabuhan Sofifi, Soasio (Goto) dan
rum sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar pulau (regional dan
nasional);
d. Pengembangan pelabuhan Goto (Soasio) menjadi pelabuhan bongkar muat
peti kemas yang melayani Kota Tidore Kepulauan dan wilayah disekitarnya;
e. Penyediaan prasarana pergudangan untuk memenuhi perpindahan arus
barang melalui pelabuhan;
f. Pengembangan fasilitas pelabuhan yang terpisah antara penumpang dan
barang dengan dilengkapi fasilitas penunjang yang mencukupi;
g. Pengembangan fasiltas pelabuhan feri dowora, rum dan sofifi; dan
h. Penyediaan pelabuhan untuk keperluan industri di Gita, Loleo, Maidi dan
Lifofa.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. Trayek utama;
b. Trayek pengumpan; dan
c. Trayek perintis.
(4) Trayek utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berfungsi sebagai
pusat akumulasi dan distribusi meliputi :
a. Rum – Ternate;
b. Sofifi – Ternate;
c. Sarimalaha – Sofifi;
d. Sarimalaha – Gita; dan
e. Sarimalaha - Loleo.
(5) Trayek pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b bukan
berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi meliputi :
a. Rum - P. Maitara;
b. Tomalou - P Mare;
c. Maidi – Gita;
d. Tomalou – Loleo;
e. Tomalou – Gita;
f. Maidi – Lifofa; dan
g. Lifofa – Gita.
(6) Trayek perintis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c bukan berfungsi
sebagai pusat akumulasi dan distribusi meliputi:
a. Sarimalaha – Nuku;
b. Sarimalaha – Kayasa;
c. Sarimalaha – Somahode;
d. Sarimalaha – Paceda.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 15
(1) Sistem prasarana lainnya yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 huruf c meliputi:
a. Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan;
b. Rencana sistem jaringan telekomunikasi;
c. Rencana sistem jaringan sumber daya air kota; dan
d. Infrastruktur perkotaan.
(2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kelima
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi/Kelistrikan
Pasal 16
Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari:
(1) Jaringan tenaga listrik di Kota Tidore Kepulauan terdiri atas:
a. PLTD Soasio di Kecamatan Tidore;
b. PLTD Payahe di Kecamatan Oba;
c. PLTD Sofifi di Kecamatan Oba Utara;
d. PLTU Rum Balibunga di Kecamatan Tidore Utara; dan
e. PLTU Pasigau di Kecamatan Oba Tengah.
(2) Rencana pengembangan jaringan listrik Kota Tidore Kepulauan direncanakan
dipenuhi dari :
a. Pengembangan pembangkit listrik, meliputi PLTD Ranting Soasio, PLTD
Ranting Payahe, dan PLTD Ranting Sofifi;
b. Pengembangan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi
alternatif berupa panas bumi di Akesahu;
c. Percepatan penyelasian pembangunan PLTU di Rum Balibunga Kecamatan
Tidore Utara; dan
d. Percepatan pembangunan PLTU di Dusun Pasigau Desa Aketobatu
Kecamatan Oba Tengah.
(3) Jaringan tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antar
sistem yang menggunakan kawat saluran udara dan/atau kabel bawah tanah
sesuai dengan kebutuhan.
(4) Daerah yang jauh dari pusat pembangkit listrik dan mempunyai potensi energi
lokal dikembangkan secara khusus dengan pengembangan pembangkit listrik
yang menggunakan energi alternatif terutama biodesel dari minyak jarak dan
mikrohidro.
Bagian Keenam
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 17
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b di Kota Tidore Kepulauan meliputi :
a. Penambahan jaringan telepon untuk Kota Sofifi dan disepanjang jalan trans
Halmahera sehingga skala layanan dapat menjangkau Payahe dan Lifofa dan
ibukota kecamatan lainnya;
b. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel yang
dapat menjangkau seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.
(2) Rencana Jaringan Telekomunikasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran III
Rencana Jaringan Telekomunikasi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Peraturan ini
Bagian Ketujuh
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 18
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c diarahkan untuk mendukung
peningkatan produksi pertanian dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan air
bersih.
(2) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air meliputi:
a. Wilayah sungai di kawasan kota di kecamatan Oba Utara berupa waduk dari
Sungai Oba dan di Kecamatan Oba berupa waduk dari Sungai Tayawi;
b. Sistem jaringan irigasi terdiri dari transmigrasi Koli Kecamatan Oba dan
transmigrasi Maidi Kecamatan Oba Selatan sepanjang 2.650 m;
c. Sistem jaringan air baku untuk air bersih terdiri dari mata air Tomadou
Talaga, mata air Kalaodi, mata air Gurabunga, dan mata air jalan Payahe
Kusu; dan
d. Sistem pengendalian Banjir berupa drainase dan normalisasi kali yang berada
di Kelurahan Rum Kecamatan Tidore Utara, Kelurahan Goto Kecamatan
Tidore, Desa Akekolano, Desa Oba Kecamatan Oba Utara, Desa
Tuluitalagamori, Desa Kolibale, Desa Kosa Kecamatan Oba, Desa Maidi, Desa
Lifofa, Desa Nuku, Desa Tagalaya, Desa Hager Kecamatan Oba Selatan
sepanjang 1200 m, perlu ditambah.
Bagian Kedelapan
Pengembangan Infrastruktur Perkotaan
Pasal 19
Pengembangan infrastruktur perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) huruf d di Kota Tidore Kepulauan meliputi :
a. Sistem peyediaan air minum;
b. Sistem pengelolaan air limbah;
c. Sistem pembangunan waduk atau/sumur serapan;
d. Sistem persampahan;
e. Sistem drainase;
f. Proteksi Kebakaran;
g. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki;
h. jalur evakuasi bencana; dan
i. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana perkotaan lainnya.
Pasal 20
Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a
meliputi :
a. Sistem perpipaan meliputi jaringan pipa berupa 2 (dua) sumur dalam perpipaan
di Kelurahan Gurabati Kecamatan Tidore selatan dan 1 (satu) sumur dalam
perpipaan di Kelurahan Soadara Kecamatan Tidore, reservoir perpipaan di kel
Tomagoba Kecamatan Tidore, perpipaan Kel Indonesiana dan Kel Goto
Kecamatan Tidore; dan
b. Sistem non perpipaan di layani dengan mobil tangki air.
c. Perluasan jaringan pelayanan di selurah kecamatan;
d. Peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan
sistem air minum.
Pasal 21
Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b
meliputi:
a. Rencana pembangunan layanan pengelolaan limbah meliputi instalasi
pengolahan limbah (IPAL) di Sofifi Kecamatan Oba Utara dan Indonesiana di
Kecamatan Tidore;
b. Peningkatan layanan pengelolaan limbah tinja (IPLT) yang terletak di Kelurahan
Rum Kecamatan Tidore Utara;
c. Peningkatan layanan pengelolaan air limbah meliputi perencanaan dan
pengelolaan air limbah kawasan padat penduduk di Kelurahan Sofifi, dan
Kelurahan Indonesiana; dan
d. Sistem pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya meliputi limbah Rumah
Sakit di Kelurahan Indonesiana Kecamatan Tidore dan Desa Garojou Kecamatan
Oba Utara, dan limbah industri di Desa Sumahode Kecamatan Oba Utara dan
Desa Gita Kecamatan Oba.
e. Pembangunan instalasi pengolahan limbah dan penyimpanan sementara Bahan
Beracun Berbahaya yang dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku.
Pasal 22
Sistem persampahan kota sebagaiaman dimaksud dalam Pasal 19 huruf c meliputi:
a. Sistem persampahan on-site untuk kawasan yang bersifat pedesaan;
b. Sistem persampahan off-site untuk kawasan yang bersifat perkotaan;
c. Tempat pemrosesan akhir terdiri dari TPA rum di kecamatan tidore utara dan
tpa akekolano di kecamatan oba utara;
d. Tempat pengolahan sampah terpadu terletak di Kecamatan Tidore dan
Kecamatan Oba Utara;
e. Peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem persampahan;
f. Mengelola sampah dengan menerapkan konsep mengurangi, mendaur ulang
dan menggunakan kembali atau disebut konsep 3r (reduce, recycle, reuse); dan
g. Besaran timbulan sampah sampai dengan tahun akhir rencana 256.222
m3/hari.
Pasal 23
Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, meliputi:
a. Ketersediaan Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan dengan
mengutamakan daerah perkotaan; dan
b. Membangun jaringan drainase di permukiman-permukiman baru maupun yang
lama, terutama di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang berada di Pulau
Halmahera.
c. Perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase kota dengan
rehabilitasi dan pemeliharaan saluran;
d. Operasionalisasi dan pemeliharaan saluran pembuangan drainase.
Pasal 24
Rencana sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e
meliputi :
a. Prasarana proteksi kebakaran dan sarana penanggulangan kebakaran;
b. Prasarana proteksi kebakaran meliputi hidran dan bangunan pemadam
kebakaran; dan
c. Sarana penanggulangan kebakaran meliputi mobil pompa pengangkut air
berikut beserta kelengkapannya;
d. Pemberdayaan peran masyarakat.
Pasal 25
Rencana pengembangan dan penataan jalur pejalan kaki sebagaimana Pasal 19
huruf f meliputi :
a. Kawasan perdagangan dan jasa di Kelurahan Indonesiana, Kelurahan Rum,
Kelurahan Rum Balibunga, Kelurahan Sofifi dan Desa Galala, perkantoran di
Kelurahan Tomagoba, Kelurahan Gemtufkange, Kelurahan Indonesiana,
Kelurahan Guraping dan Kelurahan Sofifi, sekolah dan tempat rekreasi/wisata
serta mengkaitkannya dengan lokasi-lokasi pemberhentian angkutan umum
(halte);
b. Penyediaan ruang pejalan kaki di sisi jalan berupa trotoar di sepanjang Jalan
Trans Halmahera, Jalan Patimura, Jalan Sultan Mansyur, Jalan Soasio Rum,
Jalan Raya Sofifi, Jalan Terminal Rum Jalan Soasio Rum, Jalan Terminal Sofifi
Jalan Trans Halmahera dan Jalan Raya Sofifi, Jalan Terminal Gita Jalan Trans
Halmahera, Jalan Terminal Soasio Jalan Pasar Sarimalaha dan Jalan Terminal
Payahe Jalan Payahe Weda;
c. Ruang pejalan kaki di kawasan yang memiliki mobilitas tinggi pada hari-hari
tertentu, seperti gelanggang olahraga, tempat-tempat ibadah di seluruh wilayah
kota;
d. Penyediaan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat diakses oleh
penyandang cacat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e. Penyediaan jalur pejalan kaki yang menghubungkan antar perumahan di jalan
lingkungan maupun jalan kolektor sekunder di seluruh wilayah kota; dan
f. Penyediaan elemen perabotan jalan pada jalur pejalan kaki di seluruh wilayah
kota.
Pasal 26
(1) Jalur evakuasi bencana wilayah kota sebagaimana Pasal 19 huruf g berupa jalan
menuju ruang evakuasi.
(2) Rencana jalur evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. Rencana jalur evakuasi bencana tanah longsor melalui Jalan Trans
Halmahera dari Desa Bale ke Desa Lola;
b. Rencana jalur evakuasi bencana gelombang pasang dan tsunami meliputi :
1. Kelurahan Seli melalui jalan lingkungan ke belakang Kelurahan Seli
dengan jarak 300 m;
2. Kelurahan Soadara melalui jalan Topo ke Kelurahan Topo dengan jarak
1,5 m;
3. Kelurahan Gamtufkange, Kelurahan Tomagoba, Kelurahan Tuguwaji dan
Kelurahan Indonesia melalui jalan Gamtufkange, Gurabunga ke
Kelurahan Tambula;
4. Kelurahan Goto menuju Taman Makam Pahlawan dengan jarak 800 km;
5. Kelurahan Dowora dan kelurahan Cobodoe melalui jalan Kalaodi ke
Kelurahan Kalaodi;
6. Kelurahan Tosa menuju Bukit nanas dan Bukit Nira;
7. Kelurahan Mafututu menuju belakang SMP 12, Bukit Cobo dan Desa
Guragam;
8. Kelurahan Cobo menuju Bukit Taroka;;
9. Keluraha Rum Balibunga menuju Lingkungan Tabalo dan Rum Bune;;
10. Kelurahan Rum menuju Gam Laha dengan jarak 300 m;
11. Kelurahan Ome melalui jalan Ome Jayake keluraha Jaya dan jalan Ome
– Gubukusumake Kelurahan Gubukusuma;
12. Kelurahan Mareku menuju Nyiha Mara dan Kelurahan Afa-afa;
13. Kelurahan Bobo menuju Tangaru dengan jarak 1 km;
14. Kelurahan Toloa menuju Lapangan SMA 2 dengan jarak 300 m;
15. Kelurahan Dokiri menuju Belakang Dokiri dengan jarak 350 m;
16. Kelurahan Tuguiha menuju Belakang Tuguiha dengan jarak 200 m;
17. Kelurahan Tomalou menuju Belakang Tomalou dengan jarak 250 m;
18. Kelurahan Gurabati menuju Lapangan Gurabati dengan jarak 200 m;
19. Desa Gita menuju SMP 10 dengan jarak 500 m;
20. Desa Todapo menuju SMP 10 dengan jarak 500 m;
21. Desa Toseho, Tului, Talaga Mori, Bale dan Kloi menuju Gunung Toseho
dengan jarak 500 m;
22. Kelurahan Payahe dan Desa Kosa menuju jalan Payahe Weda;
23. Kelurahan Payahe Dusun Bastiong menuju Bukit Bastiong jarak 200 m;
24. Kelurahan Payahe Dusun Sigela menuju Bukit Sigela jarak 300 m;
25. Kelurahan Payahe Dusun Yef menuju Bukit Yef jarak 200 m;
26. Desa Kususinopa menuju Bukit Kususinopa dengan jarak 500 m;
27. Desa Kususinopa Dusun Toe menuju Bukit mangga jarak 2000 m;
28. Desa kayasa Menuju Bukit Gosale Puncak jarak 200 m;
29. Desa Guraping Dusun Balbar, kelurahan Sofifi dan Desa galala menuju
Bukit Galala;
30. Kelurahan Sofifi Dusun Bukulasa dan Desa Durian Menuju Bukit Durian
dengan jarak 300 m;
31. Desa Ampera, Desa Akekolano, Desa Oba, Desa Sumahode dan Desa
Gorojou menuju Bukit Akekolano;
32. Desa Kusu menuju Bukit Kusu jarak 200 m;
33. Desa Aketobato menuju Bukti Pasigau jarak 50 m;
34. Desa paceda menuju Bukit Paceda jarak 200 m;
35. Desa Akedotilao Dusun Noramaake menuju Bukit Noramaake jarak
400 m;
36. Desa Akedotilao, Dusun Bulu menuju Bukti Buku jarak 250 m;
37. Desa Aketobololo Dusun Loleo dan Roi menuju Bukti Beringin;
38. Kelurahan Akelamo menuju Bukti Akelamo jarak 1 km;
39. Desa Beringin Jaya menuju Bukti Beringin jarak 200 km;
40. Desa Akesai 1 Dusun Siokona menuju Bukit Siokona jarak 1 km;
41. Desa Akesai 2 Dusun Akeguraci Dusun Sumae menuju Gunung Goya;
42. Desa Akeguraci Dusun Fanaha menuju Bukti Senapan jarak 200 m;
43. Desa Togeme Dusun Lako menuju Gunung Loko jarak 50 m;
44. Desa Togeme Dusun Yehu menuju Tanjung Kusu jarak 200 m;
45. Desa Lola menuju Bukit Tilou jarak 500 m;
46. Desa Tauno menuju Bukti Tauno jarak 50 m;
47. Desa Tadupi menuju Gunung Manyasal jarak 100 m;
48. Desa Nuku dan Desa tagalaya menuju Bukti Nuku;
49. Desa Lifofa menuju Bukit Lifofa jarak 250 m;
50. Desa Wama menuju Bukti Hategau jarak 200 m;
51. Desa Hager menuju Gunung Batu jarak 2 km;
52. Desa Sagu Tora menuju Gunung Batu jarak 2 km;
53. Maidi menuju Bukti Maidi jarak 100 m.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 27
(1) Rencana Pola Ruang Kota terdiri atas;
a. Rencana pengembangan kawasan lindung; dan
b. Rencana pengembangan kawasan budidaya.
(2) Rencana Pola Ruang di Kota Tidore Kepulauan di gambarkan dalam peta 1 :
25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam peraturan ini.
Bagian Kedua
Rencana pembagian kawasan lindung
Pasal 28
Kawasan lindung sebagaimana di maksud pada Pasal 27 ayat (1) huruf a terdiri
atas ;
a. Kawasan hutan lindung;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya;
c. Kawasan perlindungan setempat;
d. Kawasan ruang terbuka hijau;
e. Kawasan suaka alam dan cagar budaya;
f. Kawasan rawan bencana alam; dan
g. Kawasan lindung lainnya.
Bagian Ketiga
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 29
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a yaitu:
a. Hutan Konservasi Taman Nasional Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba
Tengah dan Oba yang ditetapkan sebagai taman nasional dengan luas lebih
kurang 41.084 hektar;
b. Hutan Lindung Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba
Selatan yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga untuk hutan lindung
Aketajawe-Lolobata, dan sebagai hutan produksi terbatas dengan luas lebih
kurang 21.662 hektar;
c. Hutan LIndung di kecamatan Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan dan Tidore
Timur dengan LUas 3.140 hektar.
(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran V peta rencana kawasan lindung yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari peraturan ini.
Bagian Keempat
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan
Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 30
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b merupakan kawasan resapan
air.
(2) Kawasan resapan air ditetapkan sebagai berikut:
a. Kawasan taman nasional aketajawe lolobata;
b. Kawasan teluk gurua marasai;
c. Kawasan hutan lindung kie matubu; dan
d. Kawasan hutan bakau tugulufa.
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat
Pasal 31
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf
c terdiri atas :
a. Kawasan sempadan sumber mata air
b. Kawasan sempadan sungai; dan
c. Kawasan sempadan pantai.
(2) Kawasan sempadan sumber mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdapat di :
a. Kawasan sempadan mata air Tidore dengan lebar sempadan minimal 100
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas 25 Ha;
b. Kawasan sempadan mata air Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal
100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas 12,50
Ha;
c. Kawasan sempadan mata air Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal
100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan kurang 25
Ha;
d. Kawasan sempadan mata air Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 100
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas 23,40 Ha;
e. Kawasan sempadan mata air Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal
100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas 60,17
Ha;
f. Kawasan sempadan mata air Oba dengan lebar sempadan minimal 100 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 153,72 Ha;
dan
g. Kawasan sempadan mata air Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal
100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas 30,24
Ha.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di :
a. Kawasan sempadan sungai Tidore dengan lebar sempadan minimal 20 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas 271,89 Ha;
b. Kawasan sempadan sungai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal
20 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas 420,85
Ha;
c. Kawasan sempadan sungai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas 328,34 Ha;
d. Kawasan sempadan sungai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas 280,06 Ha;
e. Kawasan sempadan sungai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas 2.547,64 Ha;
f. Kawasan sempadan sungai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas 1.310,51 Ha;
g. Kawasan sempadan sungai Oba dengan lebar sempadan minimal 20 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas 1.148,67 Ha;
h. Kawasan sempadan sungai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas 678 Ha.
(4) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdapat di :
a. Kawasan sempadan pantai Tidore dengan lebar sempadan minimal 30 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas 88,7 Ha;
b. Kawasan sempadan pantai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas 232,4 Ha;
c. Kawasan sempadan pantai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas 179,83 Ha;
d. Kawasan sempadan pantai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan kurang 101,27
Ha;
e. Kawasan sempadan pantai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas 309,82 Ha;
f. Kawasan sempadan pantai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas 192,18 Ha;
g. Kawasan sempadan pantai Oba dengan lebar sempadan minimal 30 meter sisi
kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas 624,86 Ha; dan
h. Kawasan sempadan pantai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas 241,01 Ha.
Bagian Kelima
Kawasan Ruang Terbuka Hijau
Pasal 32
(1) Rencana ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d
direncanakan dengan luas 1.800 (seribu delapan ratus ) hektar atau 30% (tiga
puluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan lindung, terdiri atas :
a. Ruang terbuka hijau privat; dan
b. Ruang terbuka hijau publik.
(2) Rencana ruang terbuka hijau privat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dikembangkan seluas 600 (enam ratus) hektar atau 10 % (sepuluh perseratus)
dari luas wilayah kota diluar kawasan lindung, meliputi:
a. Ruang terbuka hijau kawasan pemukiman dengan luas 215 (dua ratus lima
belas) Ha;
b. Ruang terbuka hijau kawasan perdagangan dan jasa lebih kurang 55 (lima
puluh lima) Ha;
c. Ruang terbuka hijau kawasan industri 65 (enam puluh lima) Ha;
d. Ruang terbuka hijau kawasan perkantoran 85 (delapan puluh lima)Ha;
e. Ruang terbuka hijau fasilitas pendidikan (seratus dua puluh lima) Ha; dan
f. Ruang terbuka hijau fasilitas kesehatan 80 (delapan puluh) Ha.
(3) Ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dikembangkan seluas 1.200 (seribu dua ratus) hektar atau 20 % (dua puluh
perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan lindung :
a. Taman RT/RW dan kelurahan dengan luas lebih kurang 85 (delapan puluh
lima) Ha;
b. Taman kecamatan dengan luas lebih kurang 75 (tujuh puluh lima) Ha;
c. Taman kota dengan luas lebih kurang 175 (seratus lima puluh lima) Ha;
d. Jalur hijau jalan dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh lima) Ha;
e. Median jalan lebih kurang 95 (sembilan puluh lima) Ha;
f. Kawasan sempadan pantai dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh
lima) Ha;
g. Kawasan sempadan sungai dengan luas kurang lebih 135 (seratus tiga puluh
lima)Ha;
h. Sempadan rel kereta api dengan luas lebih kurang 45 (empat puluh lima) Ha;
i. TPU dengan luas lebih kurang 25 (dua puluh lima) Ha;
j. Daerah penyanggah dengan luas lebih kurang 130 (seratus tiga puluh) Ha;
k. Hutan rakyat dengan luas lebih kurang 125 (seratus dua puluh lima) Ha.
(4) Kawasan Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat 1
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VI peta ruang terbuka hijau yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan ini.
Bagian Keenam
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Pasal 33
Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf e meliputi:
(1) Kawasan Suaka Alam terdiri dari:
a. Selat Pulau Mare (kahia masolo) seluas 5 (lima) ha; dan
b. Perairan Kecamatan Oba Utara dengan Kecamatan Tidore.
c. Taman Nasional Aketajawe.
(2) Kawasan Cagar Budaya terdiri dari:
a. Benteng Tahula di Kecamatan Tidore Utara dengan luasan 0,12 (nol koma
dua belas) ha;
b. Benteng Tore di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,1 (nol koma satu) Ha;
c. Masjid Sultan di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,611 (nol koma enam
ratus sebelas) ha;
d. Museum Sonyinge Malige di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,6 (nol koma
enam) ha;
e. Makam Sultan nuku di Kecamatan Tidore dengan luasan 0,011 (nol koma nol
sebelas) ha;
f. Makam Sultan Saiffudin di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan 0,10 (nol
koma sepuluh) ha;
g. Makan Ciliriyati di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan 0,3 (nol koma
tiga) ha; dan
h. Permukiman masyarakat adat terpencil Tugutil di Kecamatan Oba dengan
luasan 10 (sepuluh) Ha.;
i. Kantor Gubenur Papua Barat.
Pasal 34
Rencana pengelolaan untuk kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) adalah:
(1) Pengelolaan kawasan suaka alam terdiri dari:
a. Menjaga kondisi perairan Selat Pulau Mare (Kahia Masolo); dan
b. Pelestarian lumba-lumba.
(2) Pengelolaan kawasan cagar budaya terdiri dari:
a. Pelestarian intensif terhadap kondisi barang-barang peninggalan agar tetap
terjaga;
b. Penjagaan terhadap arsitektural bangunan cagar budaya;
c. Pengaturan sembadan daerah cagar budaya; dan
d. Pengamanan dan penjagaan kelestarian dari faktor alam melalui pemanfaatan
teknologi.
Bagian Ketujuh
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 35
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 huruf f
terdiri atas:
a. Kawasan Sesar;
b. Kawasan Rawan Tsunami;
c. Kawasan Rawan Letusan Gunung Api; dan
d. Kawasan Rawan Banjir;
e. Kawasan Rawan Angin Topan.
(2) Kawasan sesar yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. Kecamatan Oba Utara dengan luas 3.236,46 (tiga ribu dua ratus tiga puluh
enam koma empat puluh enam) Ha;
b. Kecamatan Oba Tengah dengan luas 2.281,27 (dua ribu dua ratus delapan
puluh satu koma dua puluh tujuh) Ha;
c. Kecamatan Oba dengan luas 273,19 (dua ratus tujuh puluh tiga koma
sembilan belas) Ha; dan
d. Kecamatan Oba Selatan dengan luas 587,58 (lima ratus delapan tujuh koma
lima puluh delapan) Ha.
(3) Pengelolaan kawasan sesar meliputi:
a. Menetapkan tingkat bahaya gerakan tanah masing-masing kawasan; dan
b. Membatasi pembangunan pada kawasan rawan sesar.
(4) Kawasan rawan tsunami yang dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sepanjang
pantai perairan di seluruh Kecamatan Kota Tidore Kepulauan , meliputi:
a. Kecamatan Tidore, dengan luas 292,13 (dua ratus sembilan puluh dua koma
tiga belas) Ha;
b. Kecamatan Tidore Selatan, dengan luas 197,41 (seratus sembilan puluh tujuh
koma empat puluh satu) Ha;
c. Kecamatan Tidore Utara, dengan luas 616,52 (enam ratus enam belas koma
lima puluh dua) Ha;
d. Kecamatan Tidore Timur, dengan luas 172,56 (seratus tujuh puluh dua koma
lima puluh enam) Ha;
e. Kecamatan Oba Utara, dengan luas 1.717,35 (seribuh tujuh belas koma tiga
puluh lima ) Ha;
f. Kecamatan Oba Tengah, dengan luas 1.472,25 (seribuh empat ratus tujuh
puluh dua koma dua puluh lima) Ha;
g. Kecamatan Oba, dengan luas 6.068,15 (enam ribuh enam puluh delapan
koma lima belas) Ha; dan
h. Kecamatan Oba Selatan, dengan luas 2.645,70 (dua ribuh enam ratus empat
puluh koma tujuh puluh) Ha.
(5) Pengelolaan Rawan Tsunami meliputi :
a. membatasi pembangunan pada kawasan rawan tsunami;
b. pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan tsunami;
c. perlindungan dan penanaman tumbuhan penahan tsunami di area pantai
untuk mengurangi laju dan daya rusak tsunami; dan
d. pengatur jalur-jalur evakuasi dari tsunami.
(6) Kawasan rawan letusan gunung api yang dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah
di sekitar kawah gunung api di sekitar kecamatan Tidore Utara dengan luas
855,59 (delapan ratus lima puluh lima koma lima puluh sembilan) Ha, Tidore
Selatan dengan luas 2.536,96 (dua ribu lima ratus tiga puluh enam koma
sembilan puluh enam) Ha, dan Tidore dengan luas 50,15 (lima puluh koma lima
belas ) Ha.
(7) Kawasan rawan banjir yang dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah kawasan
yang memiliki topografi yang datar dan elevasi rendah serta berada pada alur
aliran sungai sehingga berpotensi untuk mengalami banjir ketika air sungai
meluap, kawasan rawan banjir terletak di Delapan Kecamatan.
(8) Pengelolaan rawan banjir, meliputi:
a. Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan banjir; dan
b. Pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan banjir, termasuk
didalamnya pengaturan konstruksi bangunan agar tahan terhadap terpaan
banjir serta pengaturan arahan tinggi bangunan diatas 1 (satu) lantai agar
tersedia tempat evakuasi ketika terjadi banjir.
Bagian Kedelapan
Kawasan Lindung lainnya
Pasal 36
Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g kawasan
lindung geologi berupa kawasan lindung karst Tayawi dengan luas 13.657 (tiga
belas ribu enam ratus lima puluh tujuh) hektar terdapat di Kecamatan Oba.
Bagian Kesembilan
Kawasan Budidaya
Pasal 37
(1) Rencana pengembangan kawasan budidaya Kota Tidore Kepulauan meliputi:
a. Kawasan peruntukan perumahan;
b. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
c. Kawasan peruntukan perkantoran;
d. Kawasan peruntukan industri;
e. Kawasan peruntukan pariwisata;
f. kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau;
g. kawasan ruang evakuasi bencana;
h. kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
i. Kawasan Peruntukan lainnya.
(2) Rencana kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf i terdiri dari:
a. Kawasan peruntukan pendidikan;
b. Kawasan peruntukan kesehatan;
c. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
d. Kawasan peruntukan pertanian;
e. Kawasan peruntukan perikanan;
f. Kawasan peruntukan lahan cadangan pengembangan kota;
g. Kawasan peruntukan hutan produksi; dan
h. Kawasan peruntukan pertambangan.
Bagian Kesepuluh
Kawasan Peruntukan Perumahan
Pasal 38
(1) Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(1) huruf a terdiri atas :
a. Perumahan dengan kepadatan tinggi terletak di Kecamatan Tidore,
Kecamatan Tidore Selatan dan Kecamatan Oba Utara dengan luas 174, 92
Ha;
b. Perumahan dengan kepadatan sedang terletak di Kecamatan Tidore Utara,
dan Kecamatan Tidore Timur dengan kurang 79,58 Ha;
c. Perumahan dengan kepadatan rendah terletak di Kecamatan Oba Tengah,
Kecamatan Oba dan Kecamatan Oba Slatan dengan luas 72,07 Ha.
(2) Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana yang dimaksud dalam pada
pasal 37 ayat (1) selengkapnya dapat dilihat pada lampiran IV peta Rencana
pola ruang yang merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan ini.
Bagian Kesebelas
Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa
Pasal 39
(1) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana yang dimaksud pada
Pasal 37 ayat 1 huruf b, terdiri atas :
a. Pasar tradisional; dan
b. Pusat perbelanjaan.
(2) Pasar tradisional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. Peningkatan kegiatan pasar tradisional di setiap kecamatan; dan
b. Peningkatan kualitas pasar skala pelayanan regional di Sofifi dan Tidore.
(3) Pengembangan pusat perbelanjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dilakukan melalui pengembangan kawasan terpadu yang terletak di
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Oba Utara.
(4) Kawasan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikembangkan sebagai
kawasan pusat perdagangan, jasa, pergudangan dan transportasi skala regional
seluas 13,31 (tiga belas koma tiga puluh satu) ha.
Bagian Keduabelas
Kawasan Peruntukan Perkantoran
Pasal 40
(1) Kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 37
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan; dan
b. Kawasan peruntukan perkantoran swasta.
(2) Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) huruf a mempunyai luas 43,92 (empat puluh tiga koma sembilan
puluh dua) Ha, meliputi :
a. Pengembangan kawasan peruntukan perkantoran pemerintah Kota di Tidore
dan Sofifi;
b. Peningkatan kawasan peruntukan perkantoran pemerintah skala kelurahan
dan kecamatan di ibukota kecamatan masing-masing; dan
c. Penyediaan ruang terbuka publik di kawasan peruntukan perkantoran
pemerintahan.
(3) Kawasan perkantoran swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi :
a. Pengembangkan kegiatan perkantoran swasta di Tidore dan Sofifi; dan
b. Kawasan peruntukan perkantoran swasta kecil berlokasi di kawasan
peruntukan perumahan atau kawasan lainnya dengan memperhatikan akses
pelayanan.
(4) Rencana pengembangan kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Penataan kawasan perkantoran di pusat kota;
b. Penambahan kawasan perkantoran baru skala kota di sofifi; dan
c. Mendorong penciptaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkantoran.
(5) Kawasan pengembangan perkantoran dan pemerintahan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran IV Rencana Pola Ruang yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari peraturan ini.
Bagian Ketigabelas
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 41
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 37 ayat
(1) huruf d, berupa :
a. Kawasan peruntukan industri kecil yang terdapat di Desa Sumahode seluas 3
(tiga) ha;
b. Kawasan peruntukan agro industri yang terdapat di:
1. Industri bersih (non limbah) hasil kerajinan setempat dan hasil perikanan
terletak di Kecamatan Tidore Selatan dan Tidore;
2. Industri agro hasil perkebunan di Kecamatan Tidore Utara dan Tidore
Timur;
3. Industri agro hasil perkebunan di Oba Utara dan Oba Tengah; dan
4. Industri agro hasil perkebunan dan perikanan di Oba dan Oba Selatan.
(2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kawasan peruntukan industri kecil dapat berlokasi di kawasan perumahan
dan diarahkan berbentuk cluster; dan
b. Mempertahankan dan mengembangkan industri kecil yang berkembang di
perumahan dengan syarat tidak menimbulkan dampak negatif.
(3) Rencana pengembangan Kawasan agro industri lebih dikembangkan kepada
industri bersih (non limbah).
(4) Pengembangan kegiatan industri ini direncanakan dan diarahkan pada lokasi-
lokasi yang dekat dengan sumber bahan baku.
(5) Kawasan peruntukan industri, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran peta 2
Rencana Pola Ruang yang merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan
ini.
Bagian Keempatbelas
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 42
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 ayat (1)
huruf e, terdiri atas :
a. Pariwisata budaya; dan
b. Pariwisata alam.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. Daya tarik wisata budaya terdiri atas :
1. Lufu Kie di Pulau Tidore;
2. Legu Gam di Pulau Tidore;
3. Dabus;
4. Mandi Safar di Mafututu;
5. Salai Jin;
6. Barang masuwen (bambu gila); dan
7. Tari-tarian adat.
b. Daya tarik wisata sejarah terdiri atas:
1. Kedaton Kesultanan di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;
2. Masjid Sultan di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;
3. Benteng Tahula di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;
4. Museum Malige Sonyine di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;
5. Makam Sultan Nuku di Kelurahan Soasio Kecamatan Tidore;
6. Makam Habib Umar Al’Faroek Rahmatullah di Kelurahan Seli Kecamatan
Tidore;
7. Makam Sultan Djamaluddin di Kelurahan Toloa Kecamatan Tidore
Selatan;
8. Makam Cililiyati di Kelurahan Tongowai Kecamatan Tidore Selatan;
9. Makam Jou Kota di Kelurahan Tomalou Kecamatan Tidore Selatan;
10. Kedaton Biji Nagara di Kelurahan Toloa Kecamatan Tidore Selatan;
11. pandai besi di Kelurahan Toloa Kecamatan Tidore Selatan; dan
12. Tugu Spanyol di Kelurahan Rum Balibuga Kecamatan Tidore Utara.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi :
a. Daya tarik wisata bahari /tirta terdiri dari:
1. Danau Gurua Marasai di Kelurahan Guraping Kecamatan Oba Utara;
2. Air Terjun Luku Celeng di Kelurahan Kalaodi Kecamatan Tidore Timur;
3. Air Terjun Bay Rorai di Desa Woda Kecamatan Oba;
4. Air Terjun Sigela di Desa Sigela Kecamatan Oba;
5. Air Terjun Havo di Desa Koli Dusun Tayawi Kecamatan Oba;
6. Pantai Ake Sahu di Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;
7. Pantai Taman Cobo di Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;
8. Pantai Cobo di Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;
9. Pantai Rum di Kelurahan Rum Kecamatan Tidore Utara;
10. Pantai Loko di Desa Akesai Kecamatan Oba Tengah;
11. Pantai Gamgau Kelurahan Mafututu Kecamatan Tidore Timur;
12. Pantai Tugulufa di Kelurahan Indonesiana Kecamatan Tidore;
13. Pulau Woda di Desa Woda Kecamatan Oba;
14. Pulau Maitara di Kecamatan Tidore Utara;
15. Pulau Mare di Kecamatan Tidore Selatan; dan
16. Rumah Adat Sowohi di Kelurahan Gurabunga Kecamatan Tidore.
(4) Rencana pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada :
a. Penataan ruang kawasan pariwisata;
b. Pengembangan hasil kerajinan rakyat dan budaya masyarakat;
c. Pengembangan objek dan fasilitas pariwisata; dan
d. Promosi objek-objek wisata.
(5) Pengembangan kawasan wisata meliputi:
a. Pengembangan kawasan wisata pantai dan pulau-pulau kecil antara lain:
melindungi keragaman hayati di daerah pantai dan pulau-pulau kecil,
pengembangan wisata bahari dengan dilengkapi fasilitas penunjang seperti
port marina, melengkapi dengan early warning system pada daerah pantai,
menciptakan kegiatan agro perikanan;
b. Pengembangan kawasan wisata alam antara lain: menjaga kelestarian lokasi
wisata, pembatasan alih fungsi lahan di daerah hulu sungai Kalaodi,
penataan Daya Tarik Wisata Danau Gurua Marasai, penyelenggaraan
kegiatan alam seperti hiking dan trecking yang berwawasan lingkungan,
pembangunan kelengkapan fasilitas seperti pos pendakian dan gazebo;
c. Pengembangan kawasan wisata sejarah antara lain: pelestarian bentuk
arsitektural bangunan, pembuatan guideline pembangunan disekitar
kawasan wisata sejarah, pemugaran lokasi wisata sejarah yang telah rusak
untuk dikembalikan ke bentuk asalnya, bersama-sama dengan
pengembangan wisata budaya untuk lebih sering menggelar upacara adat;
d. Pengembangan kawasan wisata seni dan budaya antara lain: mengakomodasi
hasil-hasil kerajinan khas daerah pada pusat perdagangan barang kerajinan,
pembuatan icon wisata dari budaya setempat, pembangunan gedung pusat
kebudayaan sebagai sarana rekreasi;
e. Pengembangan kawasan wisata agro antara lain: studi kajian lokasi yang
matang untuk dijadikan wisata agro, pembangunan kampung wisata,
mencegah terjadinya perubahan guna lahan akibat alih fungsi menjadi
permukiman; dan
f. Penetapan ketentuan Koofisien Dasar Bangunan 40% (empat puluh persen)
untuk setiap bangunan di daerah wisata alam dan budaya yang dilindungi.
Perijinan hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang telah tinggal di daerah
wisata. Pengembangan fasilitas penunjang hanya diperuntukkan di daerah
perdagangan dan jasa yang telah ditentukan.
(6) Kawasan peruntukan pariwisata selengkapnya dapat dilihat pada lampiran VII
peta pengembangan wisata yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
peraturan ini.
Bagian Kelimabelas
Kawasan Peruntukan Ruang Terbuka Non Hijau
Pasal 43
(1) Kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau sebagaimana dimaksud pada
Pasal 37 ayat (1) huruf f, diarahkan pada kawasan Tomagoba Kelurahan
Tomagoba Kecamatan Tidore seluas 2,5 (dua koma lima) ha, terdiri dari:
a. Alun-alun kawasan pemerintahan meliputi Alun-alun di Open Space
Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore;
b. Lokasi plasa bangunan ibadah tersebar pada bangunan ibadah setiap
kecamatan; dan
c. Kawasan parkir yang terdapat di wilayah kota meliputi pusat-pusat kegiatan
perdagangan dan jasa, pariwisata, dan pemerintahan.
(2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan melalui :
a. Menata kembali ruang terbuka non hijau yang telah mengalami degradasi
secara fungsi ataupun kualitas ruang;
b. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang terbuka non hijau untuk kegiatan
sosialisasi masyarakat; dan
c. Mengembangkan ruang terbuka non hijau di kawasan komersial,
perkantoran, dan perumahan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat
berinteraksi masyarakat.
Bagian Keenambelas
Ruang Peruntukan Evakuasi Bencana
Pasal 44
(1) Kawasan Ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(1) huruf g, terdiri atas :
a. Kantor Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, Kantor Camat di Kelurahan
Rum Kecamatan Tidore Utara, Sekolah Dasar Negeri Balibunga, Pelabuhan
Fery di Kelurahan Rum Balibunga dan Stadion Mareku Kecamatan Tidore
Utara;
b. Kantor Kecamatan di Kelurahan Gurabati Kecamatan Tidore Selatan;
c. Kantor Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore, Lapangan (Open Space) dan
Stadion;
d. Pelabuhan Fery di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore Timur; dan
e. Bangunan Pemerintah, Fasilitas Umum dan Sosial lainnya.
(2) Rencana pengembangan kawasan ruang evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan melalui :
a. Menyediakan jalur evakuasi bencana yang terjangkau oleh kendaraan roda
empat pada wilayah-wilayah rawan bencana untuk menjamin keamanan dan
keselamatan pengungsi;
b. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan
bencana; dan
c. Menyediakan prasarana dan sarana penunjang proses evakuasi bencana.
(3) Penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana secara rinci diatur dalam
Peraturan Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuhbelas
Kawasan Peruntukan Ruang Sektor Informal
Pasal 45
(1) Kawasan peruntukan ruang sektor informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) huruf h, ditetapkan di Pantai Tugulufa Kelurahan Indonesiana
Kecamatan Tidore dan Pantai Rum Kecamatan Tidore Utara seluas lebih kurang
5 (lima) ha.
(2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang sektor informal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan melalui :
a. Menempatkan sektor informal di lokasi yang direncanakan;
b. Menata kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan sektor informal;
c. membatasi pemanfaatan ruang terbuka publik untuk kegiatan sektor informal
dengan pembatasan area dan pengaturan waktu berdagang;
d. Mengoptimalkan fungsi pasar untuk mengakomodir kebutuhan ruang sektor
informal; dan
e. Mewajibkan setiap pengembang mengalokasikan ruang untuk kegiatan sektor
informal.
(3) Rencana pengaturan sektor informal ditetapkan dengan Peraturan Walikota
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapanbelas
Kawasan Peruntukan Pendidikan
Pasal 46
(1) Kawasan peruntukan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(2) huruf a tergolong tersebar dan sebagian besar menyatu dengan kawasan
permukiman.
(2) Pengembangan kawasan pusat pendidikan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Pusat pendidikan sebaiknya ditempatkan di kawasan yang cukup kondusif
bagi kegiatan pendidikan di dalamnya, tenang, nyaman, dekat dengan taman,
lapangan, atau ruang terbuka hijau;
b. Pusat pendidikan ditempatkan pada lokasi strategis dengan aksesibilitas
wilayah yang memadai untuk mengakomodasi mobilitas pelajar, apabila
suatu kawasan pendidikan memiliki lokasi yang cukup jauh, perlu diadakan
peningkatan aksesibilitas, baik dengan perbaikan jalan, peningkatan layanan
angkutan umum, maupun pengadaan layanan angkutan pelajar;
c. Perlu ada peningkatan kualitas lingkungan pendidikan di kawasan
pendidikan yang belum memadai, baik melalui pengadaan taman bermain,
pengadaan ruang terbuka hijau, maupun revitalisasi lingkungan hidup
menurut kebutuhan masing-masing kawasan pendidikan;
d. Pusat pendidikan tinggi dikembangkan di Sofifi dan Pulau Tidore;
Bagian Kesembilanbelas
Kawasan Peruntukan Kesehatan
Pasal 47
Kawasan peruntukan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)
huruf b memiliki luas kurang lebih 4,68 Ha, yang terdiri dari :
a. Pengembangan Rumah Sakit Daerah dari Tipe C menjadi Tipe B berada di
Indonesiana Kecamatan Tidore seluas 1,68 Ha; dan
b. Rumah Sakit Tipe B di Desa Garojou Kecamatan Oba Utara seluas 3 Ha
Bagian Keduapuluh
Kawasan Peruntukan Pertahanan
dan Keamanan
Pasal 48
Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (2) huruf c meliputi :
a. Kawasan aset pertahanan Korem berada di Sofifi Kecamatan Oba Utara;
b. Kawasan aset pertahanan Komando Resort Militer 1505 di Kelurahan Goto
Kecamatan Tidore;
c. Kawasan aset pertahanan Pangkalan Angkatan Laut di Desa Oba Kecamatan
Oba Utara;
d. Kawasan aset keamanan Mako BRIMOB di Kelurahan Guraping Kecamatan Oba
Utara.
e. Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d tidak
diizinkan beralih fungsi di kawasan pertahanan dan keamanan menjadi fungsi
lain.
Bagian Keduapuluh Satu
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 49
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (2) huruf d meliputi meliputi :
a. Kawasan budidaya hortikultura;
b. Kawasan budidaya perkebunan;
c. Kawasan budidaya tanaman pangan; dan
d. Kawasan budidaya peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (2)
huruf d seluas 320.026,45 Ha, terdiri atas Lahan Basah 644 Ha dan Lahan
Kering 319.382,45 Ha, terdapat di :
a. Kecamatan Tidore dengan luas 15.896,31 Ha,
b. Kecamatan Tidore Selatan dengan luas 24.160,13 Ha,
c. Kecamatan Tidore Utara dengan luas 21.543,18 Ha,
d. Kecamatan Tidore Timur dengan luas 8.408,16 Ha,
e. Kecamatan Oba Utara dengan luas 75.045,55 Ha,
f. Kecamatan Oba Tengah dengan luas 46.287,02 Ha,
g. Kecamatan Oba dengan luas 84.726,21 Ha, terdiri atas Lahan Basah 300 Ha
dan Lahan Kering 84.426,21 Ha; dan
h. Kecamatan Oba Selatan dengan luas 43.959,89 Ha, terdiri atas Lahan Basah
344 Ha dan Lahan Kering 43.615,89 Ha.
(3) Kawasan budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga, Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak, Padi, Jagung, Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kacang Kedele, Kacang Hijau, Umbi – Umbian dan sayur – sayuran
seluas 236,37 Ha di Kecamatan Tidore Utara, 316,99 Ha di Kecamatan Tidore Selatan, 82,3 Ha di Kecamatan Tidore, 236,5 Ha di Kecamatan Tidore Timur,
97,2 Ha di Kecamatan Oba Utara, 283,8 Ha di Kecamatan Oba Tengah, 710,35 Ha di Kecamatan Oba dan 815,9 Ha di Kecamatan Oba Selatan.
(4) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah sebagai berikut:
a. Kawasan budidaya perkebunan lebih dikembangkan pada jenis komoditi
unggulan yaitu cengkeh, pala, kakao dan Kelapa seluas 11,924 Ha di
Kecamatan Tidore Utara, 343 Ha di Kecamatan Tidore Selatan,499,4 Ha di
Kecamatan Tidore, 715,5 Ha di Kecamatan Tidore Timur, 1.196 Ha di
Kecamatan Oba Utara, 2.244,3 Ha di Kecamatan Oba Tengah, 7.468,2 Ha di
Kecamatan Oba dan 3.174,75 Ha di Kecamatan Oba Selatan;
b. Dalam perencanaan kawasan budidaya perkebunan terdapat lokasi industri
agro; dan
c. Pengelolaan budidaya perkebunan dan perluasan lahan pertanian
perkebunan hanya pada hutan yang dapat dikonversi.
(5) Kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c berupa pertanian lahan basah seluas 644 Ha di Kecamatan Oba dan
Kecamatan Oba Selatan;
(6) Rencana pengembangan kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diarahkan pada :
a. Mempertahankan pertanian lahan basah sawah irigasi teknis;
b. Sebagai lahan untuk pencadangan pengembangan hingga pada 20 tahun
mendatang; dan
c. Rehabilitasi kawasan pertanian untuk meningkatkan produksi melalui
peremajaan tanaman pemulihan dan peningkatan kesuburan tanah;
(7) Rencana pengembangan kawasan budidaya peternakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d seluas 40 Ha diarahkan di Kelurahan Akelamo Kecamatan
Oba Tengah dan 10 Ha di Kecamatan Tidore Timur.
Bagian Keduapuluh Dua
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 50
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)
huruf e diarahkan di Kecamatan Oba dan Kecamatan Oba Selatan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pengembangan perikanan tangkap; dan
b. Pengembangan perikanan budidaya.
(3) Pengembangan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi :
a. Pengembangan perikanan pelagis kecil dan demersal berada di perairan
pantai Selatan, Tenggara, Timur, Timur laut, Utara, Barat laut dan Barat
Pulau Morotai, perairan pantai Tidore dan Ternate dan wilayah perairan
pantai Sanana. Arahan kegiatan penangkapan ikan berada pada wilayah
perairan pantai, maka diarahkan hanya untuk pengembangan aktivitas
perikanan rakyat atau perikanan skala kecil dan menengah;
b. Pengembangan perikanan tangkap dilakukan dengan mendayagunakan
Pelabuhan Pendaratan Ikan di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore Timur;
c. Pembangunan industri perikanan di Gita-Payahe;
d. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai di Gita-Payahe dan Maidi; dan
e. Pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan di Desa Oba Kecamatan Oba
Utara.
(4) Pengembangan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b meliputi :
a. Pengembangan perikanan budidaya laut di Pulau Mare, Pulau Maitara dan
Pulau Sibu;
b. Pengembangan Tambak Udang di perairan selat Halmahera;
c. Pengembangan perikanan air payau dengan memanfaatkan hutan bakau;
d. Pengembangan perikanan darat khususnya di wilayah bagian pulau
Halmahera (Oba dan Oba Selatan); dan
e. Pembangunan kawasan budidaya terpadu mulai dari unit pembenihan,
pembesaran, pasca panen dan industri pendukung di Desa Gita Kecamatan
Oba.
Bagian Keduapuluh Tiga
Kawasan Peruntukan Lahan Cadangan
Pengembangan Kota
Pasal 51
Lahan cadangan pengembangan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(2) huruf f diarahkan di Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Oba Utara dan
Kecamatan Oba Selatan.
Bagian Keduapuluh Empat
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 52
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2) huruf g terdapat di :
a. Kecamatan Tidore dengan luas 2.595,53 Ha;
b. Kecamatan Tidore Selatan dengan luas 10.718,09 Ha;
c. Kecamatan Tidore Utara dengan luas 2.120,33 Ha;
d. Kecamatan Tidore Timur dengan luas 1.314,72 Ha;
e. Kecamatan Oba Utara dengan luas 134.228,44 Ha,
f. Kecamatan Oba Tengah dengan luas l 62.380,64 Ha,
g. Kecamatan Oba dengan luas 178.666,59 Ha; dan
h. Kecamatan Oba Selatan dengan luas 16.775,75 Ha.
(2) Rencana pengembangan terkait dengan pola ruang hutan produksi antara lain:
a. Tingkat penebangan diimbangi dengan reboisasi;
b. Melarang pembalakan liar; dan
c. Penanganan kawasan penyangga.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi, tercantum pada lampiran VIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keduapuluh Lima
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 53
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2) huruf h terpusat di Desa Noramaake Kecamatan Oba Tengah.
(2) Pengembangan wilayah usaha pertambangan bijih besi (Mineral Logam) berada
di wilayah Kecamatan Oba Tengah dan Oba Utara seluas 8.500 Ha.
(3) Pengembangan wilayah usaha pertambangan nikel berada di wilayah Kecamatan
Oba, Oba Tengah dan Oba Selatan seluas 14.685 Ha.
(4) Pengembangan wilayah usaha pertambangan pasir besi berada di wilayah
Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan seluas 11.501 Ha.
(5) Pengembangan wilayah usaha pertambangan emas berada di wilayah
Kecamatan Oba Tengah seluas 9.063 Ha,
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KOTA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Penetapan kawasan strategis, meliputi:
a. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan ekonomi;
b. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan lingkungan;
c. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan sosial budaya;
d. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan pertahanan keamanan.
(2) Peta kawasan strategis kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum
dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Penetapan dan Rencana Pengembangan Kawasan
Strategis Wilayah Kota
Pasal 55
Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Kawasan Perdagangan, Jasa dan Pelabuhan Peti Kemas di Kelurahan
Indonesiana dan Goto di Kecamatan Tidore;
b. Kawasan perdagangan, perkantoran, jasa dan pendidikan tinggi di Kelurahan
Sofifi di Kecamatan Oba Utara;
c. Kawasan Pelabuhan Rakyat Rum, dan Pelabuhan Penyeberangan di Kelurahan
Rum di Kecamatan Tidore Utara; dan
d. Kawasan Industri Agro dan Perikanan Gita – Payahe di Kecamatan Oba.
Pasal 56
Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kawasan Hutan Lindung Bakau Kelurahan Payahe di Kecamatan Oba;
b. Kawasan Hutan Lindung Bakau Tauno dan Gita Di Kecamatan Oba Tengah dan
Kecamatan Oba;
c. Kawasan Hutan Lindung Bakau Kelurahan Guraping di Kecamatan Oba Utara;
d. Kawasan Lindung Sungai Akebale Kecamatan Oba, Sungai Akeoba Kecamatan
Oba Utara dan Sungai Akelamo Kecamatan Oba Tengah;
e. Kawasan Lindung Sungai Oba, Toniku dan Kaiyasa Di Kecamatan Oba Utara;
f. Kawasan Lindung Taman Nasional Aketajawe - Lolobata di Kecamatan Oba, Oba
Tengah dan Oba Utara.
Pasal 57
Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan sosial budaya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Kawasan Cagar Budaya di Kelurahan Gurabunga Kecamatan Tidore;
b. Kawasan Konservasi Kadaton Sultan Tidore di Kelurahan Soasio Kecamatan
Tidore;
c. kawasan Pantai Akesahu Kelurahan Tosa Kecamatan Tidore Timur dan Pulau
Mare Kecamatan Tidore Selatan.
Pasal 58
Rencana kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) huruf d, meliputi:
a. Kawasan aset pertahanan Komando Resort Militer yang berada di Kecamatan
Oba Utara;
b. Kawasan aset pertahanan Komando Distrik Militer 1505 yang berada di
Kelurahan Goto serta fasilitas asrama militer di Kelurahan Dowora;
c. Kawasan aset pertahanan pangkalan angkatan laut di Desa Oba Kecamatan
Oba Utara; dan
d. Kawasan aset keamanan Markas Komando BRIMOB di Kelurahan Guraping
Kecamatan Oba Utara.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu
Pasal 59
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota merupakan upaya perwujudan
rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama penataan
dan/atau pengembangan kota dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima)
tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 (dua puluh) tahun;
(2) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota, meliputi:
a. Indikasi program utama untuk perwujudan rencana struktur ruang wilayah
kota;
b. Indikasi program utama untuk perwujudan rencana pola ruang wilayah kota;
dan
c. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan strategis kota.
(3) Tabel arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(4) Indikasi program utama lima tahunan menjadi bagian dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah.
Pasal 60
Pelaksanaan indikasi program utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat
(4) harus mempertimbangkan:
a. Daya dukung dan daya tampung lingkungan;
b. Norma, standar, program, dan kegiatan penataan ruang;
c. Koordinasi antar sektor dan lintas wilayah; dan
d. Kerja sama antara Pemerintah dan Swasta
Pasal 61
(1) Sumber pembiayaan pembangunan untuk pelaksanaan indikasi program
pemanfaatan ruang berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat.
(2) Sumber pembiayaan dari pemerintah dapat berupa dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Pembiayaan dengan pola Kemitraan Pemerintah Kota dengan masyarakat
termasuk lembaga Donor/Organisasi Diluar Pemerintah/Lembaga Swadaya
Masyarakat.
(4) Pembiayaan yang bersumber dari investasi masyarakat.
Bagian Kedua
Perwujudan Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota
Paragraf 1 Indikasi Program Utama untuk Perwujudan
Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota
Pasal 62
Indikasi program untuk perwujudan rencana struktur ruang wilayah Kota
sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (2) huruf a, meliputi: a. Indikasi program untuk perwujudan pusat pelayanan kegiatan kota; dan
b. Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan prasarana kota.
Pasal 63
Indikasi program utama untuk perwujudan pusat pelayanan kegiatan kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, meliputi: a. Perwujudan Pulau Tidore dan Sofifi sebagai pusat pelayanan hirarki I meliputi:
1. Penyediaan sarana administrasi pemerintahan provinsi;
2. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan sarana pendidikan
tingkat perguruan tinggi;
3. Peningkatan sarana kesehatan rumah sakit menjadi tipe B;
4. Peningkatan/pemantapan sarana kesehatan Rumah Sakit Daerah tipe B;
5. Peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan Sofifi menjadi pelabuhan
nasional;
6. Pemantapan fungsi pelabuhan Goto sebagai pelabuhan peti kemas skala
regional;
7. Pemantapan fungsi pasar Sarimalaha sebagai pasar regional;
8. Peningkatan fungsi dan fasilitas terminal Sofifi sebagai terminal tipe b;
9. Peningkatan fungsi terminal Soasio sebagai terminal tipe c dan
subterminal;
10. Peningkatan fungsi pelabuhan pendaratan ikan;
11. Pembangunan pelabuhan pendaratan ikan;
12. Pengembangan industri agro;
13. Pengembangan industri kecil;
14. Pembangunan pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat
kerajinan; dan
15. Pembangunan Gedung Gelanggang Olahraga.
b. Perwujudan Gita-Payahe sebagai pusat pelayanan hirarki II meliputi:
1. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai untuk mendukung industri
perikanan;
2. Pembangunan Tempat Pelelangan Ikan;
3. Pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan yang sekaligus
menjadi tempat pengurusan sertifikat untuk nelayan;
4. Pembentukan kawasan industri agro dan industri pengolahan hasil
perikanan;
5. Penyediaan dan/atau pemantapan sarana pasar dan ruko perdagangan
dan pusat showroom hasil industri agro;
6. Penyediaan sarana kesehatan rumah sakit tipe D;
7. Pengembangan pelabuhan Gita sebagai pelabuhan skala regional dan
penunjang industri; dan
8. Peningkatan dan perbaikan terminal tipe C yang berdekatan dengan
pelabuhan.
c. Perwujudan ibukota Kecamatan sebagai pusat pelayanan hirarki III meliputi:
1. Penyediaan/pemantapan sarana kesehatan Puskesmas;
2. Penyediaan/pemantapan sarana pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan
dengan keterampilan khusus untuk menunjang bidang pertanian-
perkebunan, perikanan, industri kecil, menengah, dan pariwisata;
3. Penyediaan/pemantapan sarana perdagangan pasar Kecamatan;
4. Penyediaan/pemantapan sarana ekonomi;
5. Penyediaan/pemantapan sarana dan pelayanan komunikasi dan jasa
pengiriman barang;
6. Pemantapan fungsi pelabuhan Loleo sebagai pelabuhan lokal; dan
7. Pemantapan fungsi pelabuhan Rum dan pelabuhan Sarimalaha sebagai
pelabuhan lokal yang menjadi penunjang Pelabuhan Soasio.
Pasal 64
Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan prasarana kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, meliputi:
a. Perwujudan sistem jaringan transportasi;
b. Perwujudan sistem jaringan sumber daya air;
c. Perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan;
d. Perwujudan sistem jaringan telekomunikasi; dan
e. Perwujudan sistem jaringan infrastruktur perkotaan.
Pasal 65
Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, meliputi:
a. Pengembangan sistem transportasi darat :
b. Perbaikan ruas jalan keliling Pulau Tidore;
c. peningkatan ruas jalan Gamtufkange – Gurabunga
d. pembangunan ruas jalan Jaya – Bua - Bua;
e. pembangunan ruas jalan Fabaharu – Jambula;
f. peningkatan ruas jalan Dowora – Kalaodi;
g. peningkatan ruas jalan Dowora – Sowom;
h. peningkatan ruas jalan Afa – Sirongo – Bua - Bua;
i. peningkatan ruas jalan Ome – Jaya;
j. perbaikan ruas jalan Soasio - Toseho;
k. Pembangunan ruas jalan Gurabati – Tomalou - Tuguiha;
l. Perbaikan ruas jalan Gubukusuma - Guaepaji;
m. Pembangunan ruas jalan Tomadou – Talaga;
n. Perbaikan ruas jalan Tongolo - Dokiri;
o. Pengembangan dan peningkatan ruas jalan Trans Halmahera yaitu ruas jalan
Payahe-Weda, Akelamo-Payahe, Sofifi -Akelamo;
p. peningkatan ruas jalan Garojou Sumahode;
q. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Loleo – Beringin Jaya;
r. peningkatan ruas jalan Payahe - Dehepodo;
s. peningkatan ruas jalan Poros Trans Maidi;
t. Pengembangan dan peningkatan jaringan ruas jalan Lifofa;
u. Pengaturan sistem trayek angkutan umum;
v. Pengembangan sarana angkutan;
w. Penyediaan prasarana sub terminal baru; dan
x. Pembangunan halte.
b. Pengembangan trayek dan jumlah armada angkutan perkotaan dalam kota;
c. Pengembangan sistem transportasi laut, meliputi:
1. Pengembangan pelabuhan Soasio sebagai Pelabuhan Peti Kemas;
2. Pengembangan armada kapal laut untuk melayani trayek tetap dari
Sarimalaha ke Sofifi, Somahode, Paceda, Loleo, Gita, Kususinopa, Maidi,
Wama, Lifofa, dan Nuku;
3. Pengembangan trayek tetap angkutan penyeberangan dari Dowora – Galala;
4. Pengembangan armada kapal laut kapasitas besar dari Pelabuhan Soasio ke
Weda Kabupaten Halmahera Tengah.
Pasal 66
Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, meliputi:
a. Penyusunan Masterplan air minum;
b. Pengadaan studi mengenai Daerah Aliran Sungai;
c. Konservasi kawasan perbukitan dan hutan lindung;
d. Penataan atau penanganan daerah hulu sungai;
e. Penataan, pengaturan dan perlindungan sumber – sumber air baku permukaan
dan sumber air baku tanah;
f. Pengadaan pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan;
g. Peningkatan sistem pengolahan air bersih di masing – masing kawasan;
h. Penataan dan penanganan daerah zona kawasan pelayanan air bersih;
i. Penataan dan pengaturan distribusi sumber – sumber air baku permukaan dan
sumber air tanah;
j. Mencari sumber air baru untuk menambah produksi air bersih PDAM;
k. Pendayagunaan sungai sebagai sumber air;
l. Pengontrolan sistem produksi air bersih di tiap kawasan;
m. Penggantian pipa – pipa distribusi lama yang tidak layak;
n. Peningkatan sistem pengelolaan dan pencatatan pembacaan water meter ke
pelanggan
o. Penataan sistem adimnistrasi pengolahan air bersih;
p. Studi potensi air tanah;
q. Pengembangan sumber air baku;
r. Pengembangan jaringan perpipaan; dan
s. Pembangunan jaringan irigasi.
Pasal 67
Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c, meliputi:
a. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pasigau di Desa
Akedotilou Kecamatan Oba Tengah;
b. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Akesahu di
Kelurahan Tosa Kecamatan Tidore Timur;
c. Perluasan jaringan listrik hingga menjangkau daerah daerah yang terisolir;
d. Penambahan kapasitas produksi jaringan listrik;
e. Perawatan jaringan listrik;
f. Pengembangan sumber energi batu bara dekat dengan pelabuhan Rum;
g. Studi pengembangan sumber energi alternatif biofuel dan mikrohidro;
h. Pembangunan sumber energi alternatif biofuel dari tanaman jarak dan kelapa;
dan
i. Pembangunan sumber energi alternatif mikrohidro dengan membuat bendungan
di sungai Payahe.
Pasal 68
Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 huruf d, meliputi:
a. Pembangunan Sistem Transmisi Induk tersebar disetiap Kecamatan;
b. Pengembangan jaringan tetap di berbagai lokasi;
c. Perluasan jaringan telepon hingga menjangkau daerah yang terisolir; dan
d. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel.
Pasal 69
Indikasi program untuk perwujudan sistem jaringan Infrastruktur perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf e, meliputi:
a. Indikasi program untuk perwujudan sistem drainase, meliputi:
1. Penataan sistem drainase di areal permukiman;
2. Pengembangan sistem penghijauan kota daerah kawasan permukiman dan
sistem resapan;
3. Penataan sistem drainase dan pengecekan berkala terhadap kondisi drainase;
4. Pengendalian sistem aliran buangan air hujan kawasan;
5. Konservasi kawasan perbukitan sungai (hulu sungai) dari masing – masing
das;
6. Penataan kawasan dataran sungai (hilir sungai) melalui normalisasi
penampang sungai;
7. Peraturan terhadap kawasan pesisir sungai melalui konservasi kawasan
pesisir dan penyediaan fasilitas bangunan pesisir pantai untuk pengendalian
pasang surut; dan
8. Pengembangan dan peningkatan jaringan drainase.
d. Indikasi program untuk perwujudan sistem persampahan, meliputi:
1. Penetapan lokasi dan kebutuhan lahan pembuangan akhir sampah sesuai
dengan kriteria;
2. Pengelolaan sampah yang dapat mereduksi timbunan sampah;
3. Pembuatan sempadan kawasan Tempat Pembuangan Akhir;
4. Pembatasan budidaya dan atau permukiman baik yang baru maupun yang
sudah ada di kawasan sempadan Tempat Pembuangan Akhir; dan
5. Pemanfaatan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir sebagai sumber energi
biogas.
e. Indikasi program untuk perwujudan sistem air limbah, meliputi:
1. Pengembangan teknis pengelolaan air limbah domestik dengan sistem
setempat dan sistem terpusat;
2. Sistem pengelolaan setempat diarahkan menjadi sistem komunal sehingga
membantu mengurangi kerusakan lingkungan pada wilayah yang mulai padat
penduduk;
3. Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan dengan jaringan perpipaan
dan Instalasi Pembuangan Air Limbah;
4. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola
air limbah;
5. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola
air limbah; dan
6. Pengendalian dan monitoring dalam pengelolaan air limbah non domestik.
Paragraf 2
Indikasi Program untuk Perwujudan Rencana
Pola Ruang Wilayah Kota
Pasal 70
Indikasi program utama untuk perwujudan rencana pola ruang wilayah Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan lindung; dan
b. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan budidaya.
Pasal 71
Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, meliputi:
a. Indikasi program utama untuk perwujudan Kawasan Penyangga, meliputi:
1. Reboisasi lahan-lahan kritis di kawasan lindung;
2. Penyusunan masterplan kawasan wisata hutan raya;
3. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk hutan lindung;
4. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk daerah resapan air.
b. Indikasi program utama untuk perwujudan Kawasan perlindungan setempat,
meliputi:
1. Delineasi dan pengaturan kawasan sumber air baku;
2. Delineasi dan pemantapan pengaturan kawasan sempadan sungai dan
sempadan pantai;
3. Delineasi dan pemantapan kebijakan pengaturan pembangunan pada daerah
kawasan bencana;
4. Pembuatan jalur evakuasi Tsunami;
5. Pembuatan jalur evakuasi letusan gunung api;
6. Pembuatan evakuasi di lapangan terbuka terpadu; dan
7. Konservasi hutan lindung dan daerah resapan air.
c. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan konservasi melalui
regenerasi kawasan mangrove;
d. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan konservasi kawasan taman
nasional, meliputi:
1. Konservasi terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan rangkaian
habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan, yang
mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting di
dalam hutan lindung Taman Nasional Aketajawe; dan
2. Konservasi kawasan permukiman masyarakat adat Tugutil di dalam Taman
Nasional Aketajawe.
e. Indikasi program utama untuk perwujudan kawasan Cagar Budaya, meliputi:
1. Penataan kawasan permukiman bersejarah Gurabunga;
2. Konservasi kawasan dan bangunan peninggalan bersejarah;
3. Pembuatan Peraturan Daerah perlindungan kawasan permukiman
bersejarah; dan
4. Rehabilitasi atau restorasi kawasan permukiman bersejarah.
Pasal 72
Indikasi program untuk perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 huruf b, meliputi:
a. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Permukiman, meliputi:
1. Pengembangan dan pemantapan fungsi permukiman transmigrasi eksisting;
2. Studi kelayakan pemanfaatan/alih fungsi dari hutan menjadi permukiman
transmigrasi;
3. Penyediaan open space untuk taman bermain anak;
4. Penyuluhan rumah sehat;
5. Peningkatan sanitasi pada lingkungan perumahan;
6. Peningkatan sarana penerangan pada lingkungan perumahan; dan
7. Penyediaan Taman Bacaan kawasan permukiman.
b. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Pertanian/Perkebunan, meliputi:
1. Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan pala,
kelapa, dan cengkeh;
2. Pengembangan pulau Tidore untuk agropolitan;
3. Pengembangan budidaya perikanan air tawar, payau dan laut; dan
4. Penyediaan prasarana untuk kegiatan perkebunan guna menunjang industri.
c. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Industri, meliputi;
1. Pengembangan kawasan industri pertanian perkebunan dan industri
perikanan;
2. Pengembangan industri skala kecil dan menengah serta industri bersih;
3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan
teknologi yang mendukung kegiatan industri; dan
4. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi kawasan
industri di Desa Sumahode Kecamatan Oba Utara.
d. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Pariwisata, meliputi:
1. Pengembangan pariwisata bahari;
2. Pengembangan pariwisata budaya;
3. Pengembangan pariwisata sejarah;
4. Perencanaan pulau Tidore sebagai kawasan wisata;
5. Pembangunan pulau tidore sebagai kawasan wisata dengan melengkapi
sarana seperti pusat salon dan spa, pusat olahraga, taman bermain keluarga,
lapangan golf, dan lainnya;
6. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pariwisata;
7. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan
teknologi yang mendukung kegiatan pariwisata;
8. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk
pengadaan jalur travel;
9. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk
promosi lokasi wisata; dan
10. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi kawasan
pariwisata di Kecamatan Tidore Timur Kelurahan Tosa (Akesahu), Kelurahan
Guraping Kecamatan Oba Utara, Dusun Noramake Kecamatan Oba Tengah.
e. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan Komersial, meliputi:
1. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi kawasan pusat
bisnis di Kecamatan Oba Utara , Kecamatan Tidore, dan Kecamatan Tidore
Utara;
2. Pengembangan pusat-pusat perdagangan;
3. Penyediaan fasilitas perekonomian Bank dan lembaga keuangan lain; dan
4. Pengembangan dan pemantapan Usaha Kecil Menengah berbasis pada
potensi unggulan daerah.
f. Indikasi program untuk perwujudan Kawasan pertambangan, meliputi:
1. Studi potensi kawasan pertambangan; dan
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan
teknologi yang mendukung kegiatan pertambangan.
Paragraf 3
Indikasi Program untuk Perwujudan Rencana
Kawasan Strategis Wilayah Kota
Pasal 73
Indikasi program untuk perwujudan rencana kawasan strategis wilayah Kota Tidore
Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c, meliputi:
(1) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut
kepentingan ekonomi meliputi:
1. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan
Perdagangan Jasa dan Pelabuhan Peti Kemas di Kelurahan Indonesiana dan
Kelurahan Goto di Kecamatan Tidore;
2. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan
perdagangan, perkantoran, jasa dan pendidikan tinggi di Kecamatan Oba
Utara.
(2) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut
kepentingan lingkungan meliputi penyusunan penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Lindung Bakau di
Kelurahan Guraping Kecamatan Oba Utara.
(3) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut
kepentingan sosial-budaya meliputi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kawasan Konservasi Kadaton Sultan Kelurahan Soasio
di Kecamatan Tidore;
(4) Indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis kota dari sudut
kepentingan Pertahanan Kemananan, meliputi penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Militer di Kecamatan Oba Utara.
Bagian Ketiga
Tahapan Program Pembangunan
Pasal 74
(1) Tahapan pengembangan sampai dengan tahun 2033 dibagi ke dalam 4 tahap,
setiap tahapan program terbagi dalam 5 (lima) tahun, meliputi:
a. Tahap pertama dari tahun 2013 sampai 2018;
b. Tahap kedua dari 2018 sampai 2023;
c. Tahap ketiga dari tahun 2023 sampai 2028; dan
d. Tahap keempat dari tahun 2028 sampai 2033.
(2) Rincian tahapan pelaksanaan program penataan ruang sebagaimana di maksud
pada ayat (1), tercantum dalam tabel arahan pemanfaatan ruang sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB IX
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 75
Pengendalian pemanfaatan ruang kota dilakukan melalui:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi;
b. Ketentuan perizinan;
c. Ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. Ketentuan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 76
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf a merupakan pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi Kota.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat:
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan;
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. Ketentuan prasarana dan sarana minimum yang disediakan; dan
d. Ketentuan lain sesuai dengan karakter masing-masing zona.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang.
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 77
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (3), meliputi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.
Pasal 78
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 huruf a,meliputi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung; b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat; dan c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau.
Pasal 79
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a : a. Kegiatan yang dibolehkan, meliputi: usaha untuk menegakkan fungsi hidrologis
hutan lindung; b. Kegiatan yang dibolehkan dengan syarat, meliputi: bangunan yang terkait
langsung dengan pengelolan hutan lindung; dan c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:usaha dan kegiatan bangunan
selain usaha untuk meningkatkan fungsi lindung.
Pasal 80
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b :
a. Kegiatan yang dibolehkan berupa penghijauan untuk melindungi fungsi sungai dan/atau pantai;
b. Kegiatan yang dibolehkan dengan syarat berupa bangunan yang terkait langsung dengan kawasan perlindungan setempat; dan
c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan mencakup kegiatan budidaya berupa bangunan permanen.
Pasal 81
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b meliputi: a. Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sumber mata air b. Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sungai
c. Penataan dan pengembangan kawasan sempadan pantai
Pasal 82
Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sumber mata air sebagaimana
dimaksud dalam pasal 81 huruf a bertujuan:
a. Menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas air tidak berkurang;
b. Menetapkan radius pengamanan sekitar sumber mata air sekurang-kurangnya
200 meter dari sumber mata air kecuali bagi bangunan atau kegiatan yang
terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan sumber mata air secara
terkendali serta tidak mengganggu sumber mata air;
c. Mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar sumber mata air; dan
d. Mencegah kegiatan budidaya di sekitar sumber mata air yang dapat
mengganggu fungsi sumber mata air
Pasal 83
Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81 huruf b bertujuan:
a. Melindungi kawasan sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan
merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai.
b. Melindungi kawasan sungai dilakukan melalui:
1. Pencegahan berkembangnya kegiatan budidaya di sepanjang sungai yang
dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik, dan dasar sungai
serta alirannya;
2. Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sungai;
3. Pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di sempadan
sungai;
4. Pengamanan daerah aliran sungai dari kegiatan terbangun dan
memfungsikan sebagai kawasan lindung; dan
5. Pengaturan kawasan sempadan sungai.
c. Menetapkan kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf e adalah:
1. Untuk sungai yang berada di luar kawasan permukiman sekurang-kurangnya
50 m di kiri-kanan sungai bertanggul; dan
2. Untuk sungai yang berada di dalam kawasan permukiman sekurang-
kurangnya 20 m di kiri-kanan sungai tidak bertanggul, dan 3 m di kiri-kanan
sungai bertanggul, serta cukup untuk dibangun jalan inspeksi sungai atau
jalan lingkungan.
Pasal 84
Penataan dan pengembangan kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81 huruf c bertujuan untuk:
a. Pemanfaatan wisata, kawasan permukiman nelayan, pelabuhan, perikanan,
industri dan komersial;
b. Pengembangan kawasan pantai dilakukan dengan pengaturan Garis Sempadan
Pantai yang merupakan kawasan sepanjang tepi pantai, yang berfungsi
melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi
pantai selebar 100 meter dari pantai (diukur dari garis pantai pada saat titik
pasang tertinggi ke arah darat) yang proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik pantai dengan perkecualian daerah pantai yang digunakan untuk
pertahanan dan keamanan, kepentingan umum, dan permukiman nelayan yang
sudah ada;
c. Perlindungan kawasan Pantai Pulau Mare dijadikan sebagai Kawasan
Konservasi spesifik Endemik lumba-lumba yang perlu dilindungi dan
dilestarikan.
Pasal 85
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf c, meliputi:
a. Kegiatan yang dibolehkan berupa ruang yang disediakan di dalam kota untuk
dijadikan taman;
b. Kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan dengan intensitas tinggi;
dan
c. Bagi kegiatan yang sudah ada diupayakan melalui kegiatan penataan,
pengendalian dan relokasi.
Pasal 86
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 huruf b, meliputi:
a. Kawasan Perumahan;
b. Kawasan Perdagangan dan Jasa;
c. Kawasan Perkantoran;
d. Kawasan Industri;
e. Kawasan Pariwisata;
f. Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau;
g. Kawasan Ruang Evakuasi Bencana;
h. Kawasan Pertambangan;
i. Kawasan Peruntukan Ruang Bagi Sektor Informal; dan
j. Kawasan Peruntukan lainnya.
Pasal 87
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perumahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf a :
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan, yaitu:
a) Perumahan kepadatan rendah, meliputi rumah mewah, real estate, luas
lahan lebih dari 500 m2;
b) Perumahan kepadatan sedang, meliputi rumah menengah dengan luas
lahan antara 120 – 500 m2;
c) Perumahan kepadatan tinggi dengan luas lahan kurang dari 120 m2;
d) Pelayanan kesehatan;
e) Perguruan tinggi;
f) Jasa dan perkantoran; dan
g) Perdagangan eceran.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat :
a) Kegiatan industri kecil/kerajinan yang tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan;
b) Pergudangan;
c) Pasar tradisional;
d) Perdagangan grosir;
e) Perbengkelan;
f) Terminal, parkir dan prasarana umum.
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan : industri menengah, besar dan berat
dengan tingkat pencemaran sedang hingga tinggi serta industri yang
menggunakan air baku.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi:
1. Perumahan kepadatan tinggi
a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;
b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;
c) Koefisien Dasar Hijau minimum 20%;
d) Koefisien Lantai Bangunan maksimum 0,6 dari luas tanah;
e) Tinggi bangunan maksimum 2 lantai; dan
f) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu
meter jika lebar Ruang Milik Jalan lebih dari 8 m.
2. Perumahan kepadatan sedang
a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 60%;
b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 60%;
c) Koefisien Dasar Hijau minimum 40%;
d) Koefisien Lantai Bangunan maksimum 0,6 dari luas tanah;
e) Tinggi bangunan maksimum 4 lantai.
3. Perumahan kepadatan rendah
a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 40%;
b) Kepadatan bangunan 50 rumah/ha;
c) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 40%;
d) Koefisien Dasar Hijau 52%;
e) Koefisien Lantai Bangunan maksimum 0,6 dari luas tanah;
f) Tinggi bangunan maksimum 4 lantai.
c. Pengaturan yang ditetapkan untuk pengembangan kawasan permukiman dan
perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1) adalah:
1. Mendukung dan menyediakan pemenuhan rumah tinggal sesuai dengan
kebutuhan, baik kebutuhan rumah besar, rumah menengah, dan rumah
kecil;
2. Mengupayakan peningkatan dan pemugaran perumahan yang kondisinya
kurang layak dengan program perbaikan perumahan dengan menyertakan
sumber dana masyarakat yang ada;
3. Menyediakan lokasi evakuasi penduduk apabila bencana alam terjadi;
4. Penataan dan perbaikan kembali lingkungan hidup kawasan permukiman
yang sudah tumbuh secara alami, seperti penataan dan revitalisasi
lingkungan, pengadaan jalan lingkungan, dan pengadaan sarana prasarana
permukiman;
5. Penyediaan sarana prasarana permukiman yang sesuai dengan kebutuhan
hidup penduduk setempat;
6. Mengembangkan permukiman dengan konsep memiliki taman, ruang
terbuka, dan penghijauan yang cukup.
d. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan lindung rawan gempa, rawan banjir lahar dan sempadan sesar aktif
adalah:
1. Bangunan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebagai
bangunan tahan gempa;
2. Memiliki ketinggian tidak lebih dari dua lantai atau setinggi kurang lebih 12
(dua belas) meter diukur dari permukaan tanah hingga titik tertinggi atap;
3. Lokasi permukiman harus memiliki akses yang cukup baik terhadap ruang
terbuka sebagai lokasi titik evakuasi darurat apabila gempa terjadi;
4. Pengembangan permukiman di kawasan lindung rawan banjir lahar harus
memperhatikan batasan kerawanan banjir lahar terhadap sungai;
5. Permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.
e. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan lindung sempadan mata air, sempadan sungai dan sempadan pantai
adalah:
1. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung mata air harus
menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan mata
air;
2. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung sungai harus
menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan sungai
atau daerah aliran sungai;
3. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung pantai harus
menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan pantai;
4. Permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.
f. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah adalah:
1. Pengembangan permukiman di kawasan lindung cagar budaya dilakukan
dengan pengawasan ketat yang berarti bahwa laju pertumbuhan permukiman
dikontrol, dibatasi, dan harus sesuai dengan fungsi kawasan sebagai
kawasan cagar budaya;
2. Pertumbuhan bangunan rumah baru mengikuti guideline pengembangan
kawasan wisata dan cagar budaya setempat.
g. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan transmigrasi adalah:
1. Luas total persil tanah yang terdiri dari pekarangan dan bangunan pada
kawasan transmigrasi luas 300-500 m2 dengan ketinggian maksimal 2 lantai
(12 meter);
2. Kawasan transmigrasi yang telah ada dapat berkembang menjadi kota
mandiri dengan perijinan dari walikota; dan
3. Pengembangan untuk area cadangan permukiman transmigrasi dengan
memanfaatkan hutan harus melalui studi kelayakan terlebih dahulu dan
mendapatkan ijin dari Walikota.
Pasal 88
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf b :
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan :
a) Kawasan yang dikembangkan untuk kegiatan komersial dan jasa;
b) Pertokoan, kawasan pertokoan, jasa komersial dan kegiatan bisnis
lainnya.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat : permukiman dengan syarat
syarat tertentu.
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan :
a) Kegiatan industri;
b) Kegiatan lainnya yang tidak berhubungan dengan kegiatan komersial dan
jasa.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :
1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;
3. Koefisien Dasar Hijau 20%;
4. Koefisien Lantai Bangunan diatas 5 lantai dengan persyaratan tertentu;
5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter
jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Pasal 89
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam 86 huruf c :
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan : kegiatan yang dialokasikan untuk kegiatan
perkantoran swasta dan/ atau pemerintah;
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat : kegiatan jasa lain yang tidak
menimbulkan gangguan, permukiman menegah dan/ atau atas, kegiatan
komersil; dan
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan : kegiatan industri dan kegiatan lainya
yang tidak berhubungan dengan fungsi utama.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :
1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 60%;
2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 60%;
3. Koefisien Dasar Hijau 30%;
4. Ketinggian bangunan diatas 5 lantai dengan persyaratan tertentu;
5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter
jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Pasal 90
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d :
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan :
a) Bangunan industri, pergudangan;
b) Perkantoran untuk kegiatan industri;
c) Fungsi-fungsi lain dapat dikembangkan didalam kawasan khususnya
yang menjadi pendukung kegiatan industri yaitu, sarana penunjang
kawasan industri, komersial skala terbatas, permukiman khusus
karyawan, pergudangan.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat :
a) Perumahan;
b) Komersial.
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan :kegiatan lain diluar kepentingan
kegiatan industri.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:.
1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;
3. Koefisien Dasar Hijau 82%; dan
4. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter
jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Pasal 91
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf e, meliputi:
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan:
a) Atraksi wisata;
b) Bangunan pendukung kegiatan wisata;
c) Kegiatan komersial pendukung fungsi wisata, kegiatan jasa pariwisata;
d) Ruang terbuka.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat:perdagangan dan jasa secara
terbatas;
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan:kegiatan diluar kepentingan kegiatan
wisata.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :
1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 20%;
2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 40%;
3. Koefisien Dasar Hijau 82%; dan
4. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter
jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Pasal 92
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka non hijau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf f, meliputi ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, dan yang tidak diperbolehkan:
a. Kegiatan yang diperbolehkan:
1. Kegiatan yang berkaitan dengan air : kegiatan nelayan, kegiatan transportasi
air, kegiatan pariwisata air;
2. Ruang terbuka;
3. Kegiatan yang tidak mengganggu fungsi perairan.
b. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu: tidak diperbolehkan melakukan
pembangunan apapun di kawasan ruang terbuka non-hijau.
Pasal 93
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf g :
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan:
a) Fasilitas umum;
b) Ruang terbuka;
c) Kegiatan yang tidak mengganggu fungsi evakuasi.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu :perdagangan dan jasa
secara terbatas;
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan : kegiatan dengan intensitas tinggi.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :
1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;
3. Koefisien Dasar Hijau 20%;
4. Koefesien lantai bangunan dua lantai;
5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter
jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Pasal 94
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf h :
a. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan:
a) Bangunan pertambangan, pergudangan;
b) Perkantoran untuk kegiatan pertambangan;
c) Fungsi-fungsi lain dapat dikembangkan didalam kawasan khususnya yang
menjadi pendukung kegiatan pertambangan yaitu, sarana penunjang
kawasan pertambangan, permukiman khusus karyawan,
perkantoran/pergudangan.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi bangunan aset
pertambangan;
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi kegiatan lain diluar kepentingan
kegiatan pertambangan.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi Garis Sempadan Bangunan
setengah ruang milik jalan ditambah lima meter jika lebar ruang milik jalan
lebih dari 8 meter.
Pasal 95
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi sektor informal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf I :
c. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan :
1. Kegiatan yang diperbolehkan :
a) Kegiatan-kegiatan perdagangan dan jasa skala kecil yaitu : kegiatan
perdagangan dan jasa;
b) Fasilitas umum;
c) Ruang terbuka.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu : kegiatan perdagangan
dan jasa skala menegah;
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan perdagangan skala
besar, kegiatan industri dan kegiatan lainnya yang tidak berkaitan dengan
kegiatan informal.
d. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
1. Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;
3. Koefisien Dasar Hijau 20%;
4. Koefesien lantai bangunan satu lantai; dan
5. Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu meter
jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Pasal 96
Ketentuan umum peraturan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 huruf j :
a. Kawasan pertanian dan perkebunan
1. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan :
a) Kegiatan yang diperbolehkan :
1) Kegiatan pertanian dan perkebunan;
2) Bangunan pendukung kegiatan pertanian dan perkebunan;
3) Perumahan kepadatan rendah;
4) Ruang terbuka hijau.
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu : perumahan kepadatan
sedang; dan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan diluar kepentingan
kegiatan pertanian dan perkebunan.
2. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang :
a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 10%;
b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 20%;
c) Koefisien Dasar Hijau 82%; dan
d) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu
meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
b. Kawasan pelayanan umum
1. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan:
a) Kegiatan yang diperbolehkan:
1) Kegiatan pelayanan sesuai dengan peruntukannya;
2) Bangunan pendukung fungsi utama;
3) Kegiatan komersial pendukung fungsi wisata dan kegiatan jasa
pariwisata;
4) Ruang terbuka.
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat,yaitu : kegiatan lain yang tidak
berhubungan dengan kegiatan utama;
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan diluar kepentingan
kegiatan pelayanan.
2. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:
a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 60%;
b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;
c) Koefisien Dasar Hijau 20%; dan
d) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu
meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
c. Kawasan Pelabuhan
1. Ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan:
a) Kegiatan yang diperbolehkan:
1) Kegiatan pelabuhan;
2) Bangunan pendukung fungsi pelabuhan;
3) Ruang terbuka;
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, yaitu : kegiatan komersial
pendukung fungsi pelabuhan dengan skala terbatas; dan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu : kegiatan diluar kepentingan
kegiatan pelabuhan.
2. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:
a) Koefisien Wilayah Terbangun maksimum 80%;
b) Koefisien Dasar Bangunan maksimum 80%;
c) Koefisien Dasar Hijau 20%;
d) Garis Sempadan Bangunan setengah Ruang Milik Jalan ditambah satu
meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
d. Kawasan Pertahanan Kemanan
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertahanan dan keamanan:
1. Dibolehkan kegiatan pemanfatan ruang yang dapat mendukung fungsi
kawasan pertahanan dan keamanan;
2. Pembatasan kegiatan di dalam dan/atau disekitar kawasan pertahanan dan
keamanan yang dapat mengganggu fungsi kawasan;
3. Pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu dan/atau merubah fungsi
kawasan.
Bagian Ketiga
Arahan Perizinan
Pasal 97
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh izin pemanfaatan
ruang.
(2) Pemberian izin bertujuan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan
fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
(3) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara adil
dan transparan.
Pasal 98
(1) Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh instansi,
badan/dinas sesuai dengan kewenangannya.
(2) Izin pemanfaatan ruang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk
dengan mengacu pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pasal 99
(1) Jenis perizinan pemanfaatan ruang terdiri dari izin prinsip, izin lokasi, izin
perencanaan tapak dan izin mendirikan bangunan.
(2) Izin prinsip adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk kegiatan atas
tanah/lahan yang sudah dikuasai atau dimiliki dengan luas tanah/lahan di
atas 5.000 m² dan/atau berdampak penting terhadap lingkungan dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang kota;
b. Kelayakan lingkungan hidup;
c. Dukungan strategis sarana dan prasarana;
d. Pertimbangan jangka panjang pengembangan kota;
e. Kelayakan usaha.
(3) Izin lokasi sekaligus berlaku sebagai izin prinsip bagi pemohon yang belum
menguasai atau memiliki tanah/lahan untuk kegiatan dengan luas diatas 5.000
m² (lima ribu meter persegi) dengan mempertimbangkan permasalahan
penguasaan tanah di lokasi yang diajukan.
(4) Izin perencanaan tapak adalah izin rencana tata letak peruntukan dalam satu
luasan lahan beserta rencana fasilitas pendukungnya.
(5) Izin mendirikan bangunan adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan
oleh walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(6) Setelah izin prinsip atau izin lokasi disetujui, pemohon tidak diperbolehkan
melakukan kegiatan fisik sebelum melengkapi persyaratan standar teknis dan
kajian dampak lingkungan serta mengajukan perijinan selanjutnya sesuai
dengan jenis kegiatan yang diajukan pada dinas atau instansi teknis yang
terkait.
(7) Izin prinsip berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang satu kali.
(8) Tata cara memperoleh izin lokasi dan atau izin prinsip diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota.
Bagian Keempat
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 100
(1) Kebijakan insentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk memberikan
rangsangan terhadap kegiatan yang berada di kawasan pengembangan tertentu.
(2) Kebijakan disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk menegakkan
kebijakan tata ruang, pemerataan dan keseimbangan kawasan budidaya dan
non budidaya, struktur ruang dan garis–garis sempadan.
(3) Dalam pelaksanaan kebijakan insentif dan disinsentif, tidak mengurangi dan
menghapuskan hak penduduk sebagai warga negara dan tetap menghormati
hak masyarakat yang melekat pada ruang.
(4) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, dikembangkan kebijakan insentif dan
disinsentif pemanfaatan ruang yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
(5) Penyusunan pengaturan, persyaratan teknis dan kebijakan insentif dan
disinsentif bagi pemanfaatan ruang dilakukan oleh instansi teknis yang
berwenang dengan berkonsultasi kepada instansi terkait.
(6) Mekanisme / kompensasi nilai kerugian, pajak tambahan dan bentuk insentif
dan disinsentif ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Bagian Keenam
Kelembagaan dan Pembiayaan
Pasal 101
(1). Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan
kerjasama antar sektor/antardaerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2). Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Walikota.
(3). Pembangunan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota melalui instansi terkait
dan/atau BUMD di lingkungan Kota sesuai dengan kewenangan dan fungsi masing-masing lembaga/badan dengan melibatkan swasta dan masyarakat.
(4). Pembiayaan pembangunan Kota ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
(5). Instansi dan penanggung jawab pelaksanaan pembangunan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran X indikasi program yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
BAB X
PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 102
Setiap orang dan/atau badan berhak :
a. Menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang;
b. Memperoleh informasi mengenai rencana tata ruang secara cepat dan mudah;
c. Berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tata ruang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 103
Setiap orang dan/atau badan berkewajiban untuk:
a. Memelihara kualitas ruang;
b. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
d. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
e. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 104
Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kota dapat
berbentuk:
a. Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan
dicapai;
b. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, perencanaan tata ruang
kawasan;
c. Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang wilayah kota;
d. Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan
strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota;
e. Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang wilayah kota;
f. Kerja sama dalam penelitian dan pengembangan dan / atau bantuan tenaga
ahli.
Pasal 105
Peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah kota dapat berbentuk:
a. Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat dan kebiasaan yang berlaku;
b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan
pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan perdesaan;
c. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan;
d. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya
untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
e. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah;
f. Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan / atau
kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan.
Pasal 106
Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota dapat
berbentuk:
a. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah kota, termasuk pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang;
b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan
ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.
Pasal 107
Tata cara pelaksanaan peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106 diselenggarakan sebagai
berikut:
a. Tata cara peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 dilaksanakan dengan pemberian
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap
informasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah;
b. Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan atau
masukan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara lisan atau
tertulis yang di atur dengan Peraturan Walikota;
c. Tata cara peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Kota dan dalam
penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
d. Pelaksanaan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 huruf
b dikoordinasi oleh Walikota termasuk pengaturannya pada tingkat kecamatan
sampai dengan kelurahan/desa di atur dengan Peraturan Walikota;
e. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 107 huruf c dilakukan
secara tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
f. Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota dan
kawasan di kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 disampaikan secara
lisan atau tertulis dari mulai tingkat kelurahan/desa ke kecamatan kepada
Walikota dan pejabat yang berwenang.
BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 108
Setiap orang atau badan yang melanggar peraturan daerah ini diberikan sanksi
administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian kegiatan sementara;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 109
(1). Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2). Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang; d. Melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap
bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat
penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 110
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 79, Pasal 80, Pasal
81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85 Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96 dan Pasal 97
diancam dengan kurungan pidana paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling tinggi 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Hasil penerimaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke
rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 111
(1). Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan huruf b yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(2). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 112
(1). Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(4). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 113
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 114
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 115
(1). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai
dengan rencana tata ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2). Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai
pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
Pasal 116
(1). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113 dilakukan oleh suatu badan, selain pidana penjara
dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113.
(2). Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
b. Pencabutan status badan hukum.
Pasal 117
(1). Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 110, Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
(2). Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 118
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota Tidore
Kepulauan Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Tidore Kepulauan tahun 2005 – 2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 119
Berkaitan dengan batas wilayah administrasi Kota Tidore kepulauan, maka akan
ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 120
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tidore Kepulauan
Ditetapkandi Tidore Kepulauan
pada tanggal 28 Oktober 2013
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ttd
ACHMAD MAHIFA
Diundangkan di Tidore Kepulauan
pada tanggal 28 Oktober 2013
SEKRETARIS DAERAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN,
ttd
ANSAR HUSEN
LEMBARAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAAN TAHUN 2013 NOMOR 160
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR 25 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
I. UMUM
Pemanfaatan sumberdaya alam dan ruang yang tidak terkendali sebagai
akibat meningkatnya perkembangan wilayah, dapat menyebabkan kerusakan
fungsi lingkungan dan penurunan daya dukung wilayah. Oleh karena itu
dalam pemanfaatan sumber daya alam memerlukan pendekatan yang
komprehensif dan terpadu, dengan tetap menekankan pada aspek keserasian
lingkungan. Penataan ruang terdiri dari siklus perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang adalah salah satu
bentuk intervensi pembangunan, yang diarahkan untuk mewujudkan ruang
yang aman, nyaman,dan produktif.
Dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa
setiap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki wewenang untuk
menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berfungsi
untuk pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis
kabupaten/kota. Wewenang tersebut meliputi perencanaan tata ruang wilayah
kabupaten/kota; pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Acuan yang
digunakan untuk menyusun RTRW Kota Tidore Kepulauan selain Undang-
Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
17/PRT/M/2009 Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
Isi pokok dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan ini
meliputi rencana pola ruang dan rencana struktur ruang wilayah Kota Tidore Kepulauan yang kemudian dijabarkan dalam indikasi program pelaksanaan
pembangunan. Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Tidore Kepulauan Tahun 2013-2033 mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tidore Kepulauan berdasarkan Keputusan DPRD Nomor:
170/14/02/2013 tentang Persetujuan 9 (Sembilan) Buah Rancangan Peraturan Daerah tanggal 15 Juli untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3 Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5 Kota bahari dimaksudkan sebagai kota yang mempertimbangkan aspek-
aspek kelautan dalam pembangunan kota.
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Moda adalah alat transportasi yang digunakan sebagai sarana
penghubung/perpindahan
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12 Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14 Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17 Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Huruf (c) Untuk cadangan sumber air baku diupayakan adanya sumur-sumur resapan/ bipori dimaksudkan untuk menampung
resapan air dari curah hujan, dan genangan air Pasal 18
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22 Huruf a
Sistem persampahan on-site adalah sistem persampahan di mana sampah dikelola pada lokasi di mana sampah dihasilkan tanpa diangkut ke lokasi
lain.
Huruf b
Sistem persampahan off-site adalah sistem persampahan di mana sampah dikelola dengan cara dikumpulkan pada suatu tempat penampungan yang
terpusat.
Huruf c
Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Huruf d
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disebut TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah. Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f Pengelolaan persampahan dengan menggunakan sistem 3 R terdiri dari Reuse, Reduce dan Recycle. Reuse berarti menggunakan kembali
sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu
yang mengakibatkan sampah. Dan Recycle berarti mengolah kembali
(daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang
bermanfaat.
Huruf g
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26 Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30 Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32 Ayat (1)
Huruf a Yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau privat, adalah Ruang
Terbuka Hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang
ditanami tumbuhan.
Huruf a
Yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau publik, adalah Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah
yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 33 Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36 Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48 Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Indikasi program utama menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang
wilayah kota yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63 Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65 Cukup Jelas
Pasal 66
Cukup Jelas
Pasal 67
Cukup Jelas
Pasal 68
Cukup Jelas
Pasal 69
Cukup Jelas Pasal 71
Huruf a Deliniasi adalah seleksi visual dan pembedaan wujud gambaran pada
berbagaidata keadaan lapangan dan/atau penarikan garis batas sementara suatuwilayah atau negara di atas peta.
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Pasal 70
Cukup Jelas
Pasal 72
Cukup Jelas
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup Jelas
Pasal 75 Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77 Cukup Jelas
Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal 79 Cukup Jelas
Pasal 80
Cukup Jelas
Pasal 81
Cukup Jelas Pasal 82
Cukup Jelas
Pasal 83
Cukup Jelas Pasal 84
Cukup Jelas
Pasal 85
Cukup Jelas
Pasal 86
Cukup Jelas
Pasal 87 Cukup Jelas
Pasal 88
Cukup Jelas
Pasal 89 Cukup Jelas
Pasal 90
Cukup Jelas
Pasal 91 Cukup Jelas
Pasal 92
Cukup Jelas
Pasal 93
Cukup Jelas Pasal 94
Cukup Jelas
Pasal 95
Cukup Jelas
Pasal 96
Cukup Jelas
Pasal 97
Cukup Jelas
Pasal 98
Cukup Jelas
Pasal 99
Cukup Jelas
Pasal 100
Cukup Jelas
Pasal 101
Cukup Jelas
Pasal 102
Cukup Jelas
Pasal 103
Cukup Jelas
Pasal 104
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Pemerintah perlu mengumumkan akan disusunnya Rencana Tata Ruang wilayah Kota dalam rangka mengembangkan wilayah Kota yang bersangkutan. Dalam mengembangkan wilayah dimaksud, perlu
ditentukan arah pengembangan yang akan dicapai. Untuk itu, diperlukan saran, pertimbangan atau pendapat dari masyarakat. Anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan saran,
pertimbangan, atau pendapat dimaksud adalah orang-seorang, kelompok orang, dan badan hukum yang berwawasan Nasional.
Dengan memperhatikan saran, pertimbangan atau pendapat masyarakat, Pemerintah menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai.
Pasal 105
Cukup Jelas
Pasal 106
Cukup Jelas
Pasal 107 Cukup Jelas
Pasal 108
Cukup Jelas
Pasal 109 Cukup Jelas
Pasal 110
Cukup Jelas
Pasal 111
Cukup Jelas
Pasal 112
Cukup Jelas
Pasal 113
Cukup Jelas
Pasal 114
Cukup Jelas
Pasal 115
Cukup Jelas
Pasal 116
Cukup Jelas
Pasal 117
Cukup Jelas
Pasal 118
Cukup Jelas
Pasal 119
Cukup Jelas
Pasal 120
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 NOMOR 129
PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TAHUN 2013 - 2033
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
i
KATA PENGANTAR
Laporan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2013-2033,
merupakan hasil akhir dari serangkaian proses pelaporan studi perencanaan
wilayah.
Laporan yang akan diajukan sebagai referensi penyusunan Perda tentang Tata
Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan, khususnya bagi pengaturan tata ruang di
Kota Tidore Kepulauan ini merupakan penyempurnaan (revisi) dari Laporan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan sebelumnya.
Diharapkan pengalaman empiris kolaborasi ini dapat menjadi media
pembelajaran bersama bagi kedua belah pihak, serta kami ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang terkait dalam proses studi ini dan juga diharapkan
laporan ini dapat bermanfaat bagi kemajuan wilayah Kota Tidore Kepulauan.
Tidore, 28 Oktober 2013
Tim Penyusun
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Tidore Kepulauan
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Peta ix
BAB I PENDAHULUAN I
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran 2
1.2.1 Maksud dan Tujuan 2
1.2.2 Sasaran Perencanaan 3
1.3 Ruang Lingkup RTRW 3
1.3.1 Lingkup Materi RTRW Kota Tidore Kepulauan 3
1.3.2 Lingkup Wilayah RTRW Kota Tidore Kepulauan 4
1.4 Ketentuan Umum 5
1.4.1 Beberapa Pengertian Tentang Rencana Tata Ruang 5
1.4.2 Kedudukan dan Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah 8
1.4.3 Metode Pendekatan 9
1.4.3.1 Persiapan 9
1.4.3.2 Tahapan Review 10
1.4.3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data / Informasi 10
1.4.3.4 Analisis Makro Pengembangan Kota 12
1.4.3.5 Analisis Internal Pengembangan Kota 12
1.4.3.6 Perumusan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kota 17
1.4.3.7 Rumusan Rencana Struktur Ruang Kota 19
1.4.3.8 Rumusan Rencana Pola Ruang Kota 20
1.4.3.9 Penetapan Kawasan Strategis 25
1.4.3.10 Arahan Pemanfaatan Ruang 28
1.4.3.11 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang 29
1.4.3.12 Ketentuan Perizinan 30
1.4.3.13 Ketentuan Insentif dan Disinsentif 31
1.4.3.14 Arahan Sanksi 32
1.5 Dasar Hukum Perencanaan 35
1.6 Isu Perencanaan dan Permasalahan 36
1.7 Sistematika Penyajian 40
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN II
2.1 Sumber Daya Alam 1
2.1.1 Letak Geografis, Luas Wilayah dan Batas Wilayah Administrasi 1
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
iii
2.1.2 Geomorfologi 4
2.1.3 Kondisi Geologi 5
2.1.3.1 Satuan Batuan 5
2.1.3.2 Struktur Geologi 6
2.1.4 Iklim 7
2.1.5 Tanah 7
2.1.5.1 Penggunaan Lahan 11
2.1.5.2 Kemampuan Lahan 13
2.1.6 Curah Hujan 16
2.1.7 Hidrologi 17
2.1.8 Sumber Daya mineral 20
2.1.9 Sumber Daya Energi 21
2.1.10 Sumber Daya Pertanian 21
2.1.11 Sumberdaya Kehutanan 22
2.1.12 Sumber Daya Perikanan 24
2.1.13 Sumber Daya Peternakan 27
2.1.14 Aspek Lingkungan 30
2.1.14.1 Aspek Lingkungan Darat 30
2.1.14.2 Aspek Lingkungan Laut 30
2.2 Kependudukan dan Sosial Budaya 33
2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk 33
2.2.2 Pertumbuhan Penduduk 37
2.2.3 Penduduk Menurut Karakteristiknya 39
2.2.3.1 Penduduk Menurut Struktur Usia 39
2.2.3.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin 40
2.2.3.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendapatan 40
2.2.3.4 Penduduk Menurut Mata Pencaharian 41
2.2.3.5 Penduduk Menurut Pendidikan 41
2.2.3.6 Penduduk Menurut Tingkat Kesehatan 41
2.2.3.7 Penduduk Menurut Agama 42
2.2.3.8 Ketenagakerjaan 42
2.2.3.9 Adat Istiadat 43
2.3 Perekonomian Daerah 43
2.3.1 Ekonomi Regional 43
2.3.2 Tingkat Pendapatan Perkapita 46
2.4 Prasarana dan Sarana Wilayah 47
2.4.1 Transportasi 47
2.4.1.1 Transportasi Darat 47
2.4.1.2 Transportasi Laut 49
2.4.1.3 Transportasi Udara 50
2.4.2 Sosial 50
2.4.2.1 Pendidikan 50
2.4.2.2 Kesehatan 52
2.4.2.3 Peribadatan 52
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
iv
2.4.3 Telekomunikasi 53
2.4.4 Listrik 53
2.4.5 Air Bersih 54
2.4.6 Perdagangan dan Jasa 55
2.4.7 Persampahan 57
2.4.8 Ruang Terbuka Hijau 57
BAB III ANALISIS KONDISI DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN
III
3.1 Analisis Sumber Daya Alam 1
3.1.1 Peruntukan Lahan 1
3.1.2 Konflik Pemanfaatan Lahan 3
3.1.3 Analisis Daya Dukung Lingkungan 4
3.1.3.1 Lahan Kritis 7
3.1.3.2 Analisis Rawan Bencana 7
3.2 Analisis Kependudukan, Sosial dan Budaya 10
3.2.1 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk 10
3.2.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk 12
3.2.3 Struktur Penduduk dan Rasio Ketergantungan 17
3.2.4 Kualitas Penduduk 18
3.2.4.1 Menurut Tingkat Pendidikan 18
3.2.4.2 Ketenagakerjaan 18
3.2.4.3 Kesejahteraan Penduduk 20
3.3 Analisis Perekonomian 21
3.3.1 Analisis Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan wilayah 21
3.3.2 Analisis Basis Ekonomi Wilayah dan Sektor Unggulan 22
3.3.2.1 Analisis LQ 22
3.3.2.2 Analisis Shift-share 24
3.3.3 Analisis Distribusi Pendapatan 25
3.4 Analisis Prasarana dan Sarana Wilayah 26
3.4.1 Sarana Pemerintahan 26
3.4.2 Pendidikan 28
3.4.3 Kesehatan 30
3.4.4 Perdagangan dan Jasa 32
3.4.5 Sarana Kebudayaan, Ruang Terbuka, Rekreasi dan Olahraga 35
3.4.6 Pariwisata 38
3.4.7 Transportasi 40
3.4.8 Sarana Peribadatan 43
3.4.9 Telekomunikasi 44
3.4.10 Listrik 44
3.4.11 Air Bersih 45
3.4.12 Air Limbah 47
3.4.13 Persampahan 47
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
v
3.5 Analisis Sistem Permukiman dan Struktur Ruang 48
3.5.1 Analisis Permukiman 48
3.5.2 Analisis Struktur Ruang 50
3.5.2.1 Analisis Indeks Sentralitas 51
3.5.2.2 Analisis Interaksi Wilayah 55
3.6 Analisis Pembiayaan Pembangunan 59
3.7 Analisis Kelembagaan 61
BAB IV KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN
IV
4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1
4.1.1 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1
4.1.2 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1
4.1.3 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan 2
4.2 Kebijakan Pengembangan Kota Tidore Kepulauan 2
4.2.1 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 2
4.2.2 Kebijakan Tata Ruang (RTR) Pulau Maluku Terhadap Kota Tidore Kepulauan
4
4.2.3 Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Utara 7
4.2.3.1 Visi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara 7
4.2.3.2 Misi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara 7
4.2.3.3 Pertimbangan Kebencanaan Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara 7
4.2.4 Arahan Struktur Ruang Wilayah 8
4.2.5 Sistem Jaringan Prasarana Wilayah 9
4.2.6 Rencana Pola Ruang Wilayah 16
4.2.7 Rencana Pengembangan Perikanan 17
4.2.8 Arahan Manajemen Risiko Bencana Dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara
19
4.3 Kebijakan Tata Ruang pada Kabupaten/Kota yang Berbatasan Dengan Kota Tidore Kepulauan
22
4.3.1 Kota Ternate 22
4.3.2 Kota Jailolo 23
4.3.3 Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur 24
4.3.4 Kawasan Weda 24
4.3.5 Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan 25
4.3.6 Kabupaten Morotai 25
4.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Tidore Kepulauan 25
4.4.1 Permasalahan dan Tantangan 25
4.4.2 Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan 26
4.4.3 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 27
4.4.4 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 27
4.4.5 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan 28
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
vi
4.4.6 Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan 2005-2025 28
4.4.7 Tahapan dan Prioritas 29
4.5 Posisi dan Isu Strategis Pengembangan Kota Tidore Kepulauan 30
4.5.1 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Nasional 30
4.5.2 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Regional 31
4.5.3 Isu Strategis Kota Tidore Kepulauan 31
BAB V POTENSI, MASALAH DAN PROSPEK PENGEMBANGAN V
5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan 1
5.1.1 Potensi 1
5.1.2 Masalah 2
5.2 Prospek Pengembangan 3
BAB VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
VI
6.1 Tujuan Pengembangan Tata Ruang Kota Tidore Kepulauan 1
6.1.1 Kebijakan Penataan Ruang 3
6.1.2 Strategi Penataan Ruang 4
BAB VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN VII
7.1 Penetapan Kawasan Perkotaan dan Kawasaan Pedesaan 1
7.2 Rencana Sistem Pedesaan 12
7.3 Rencana Sistem Kota-kota Tidore Kepulauan 14
7.3.1 Konsep Pengembangan Pusat Pelayanan 14
7.3.2 Rencana Struktur Kota Tidore Kepulauan 18
7.4 Rencana Kebutuhan Sarana Hunian 25
7.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Umum 28
7.5.1 Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan 28
7.5.2 Rencana Pengembangan Fasilitas Kesehatan 35
7.5.3 Rencana Pengembangan Fasilitas Peribadatan 40
7.5.4 Rencana Pengembangan Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum 43
7.5.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Perdagangan 44
7.5.6 Rencana Pengembangan Fasilitas Perbankan 47
7.5.7 Rencana Pengembangan Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi 47
7.5.8 Rencana Pengembangan Lokasi Pariwisata 49
7.6 Rencana Sistem Jaringan Transportasi 53
7.6.1 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat 53
7.6.1.1 Rencana Pengembangan jaringan jalan 53
7.6.1.2 Rencana Pengembangan Sarana Transportasi Darat 58
7.6.2 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Laut 62
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
vii
7.7 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Utilitas (telekomunikasi, energi, pengairan, prasarana pengelolaan lingkungan)
67
7.7.1 Rencana Pengembangan Fasilitas dan sistem Jaringan Telekomunikasi 67
7.7.2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan listrik 69
7.7.3 Rencana Pengembangan Jaringan air bersih 72
7.7.4 Rencana Pengembangan Jaringan Drainase 75
7.7.5 Rencana Pengembangan Jaringan air limbah 77
7.7.6 Rencana Pengembangan Jaringan persampahan 86
7.7.6.1 Ketentuan Umum 86
7.7.6.2 Kriteria 86
7.7.7 Rencana Sistem Proteksi Kebakaran 86
7.7.8 Rencana Pengembangan dan Penataan Jalur Pejalan Kaki 86
7.7.9 Rencana Pengembangan Jalur Evakuasi Bencana 86
BAB VIII RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN VIII
8.1 Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung 1
8.1.1 Rencana Pengembangan Kawasan yang Memberi Perlindungan
Bawahnya
1
8.1.2 Kawasan Yang Memberi Perlindungan di Bawahnya 3
8.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat 4
8.1.4 Kawasan Ruang Terbuka Hijau 9
8.1.5
8.1.6
8.1.7
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan Rawan Bencana
Kawasan Lindung Lainnya
17
18
24
8.2 Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya 24
8.2.1 Pengembangan Kegiatan Permukiman dan Perumahahan 24
8.2.2 Kawasan Perdagangan dan Jasa 29
8.2.3 Pengembangan Kawasan Perkantoran 31
8.2.4 Kawasan Peruntukan Industri 32
8.2.5 Kawasan Peruntukan Pariwisata 33
8.2.6 Pengembangan Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau 35
8.2.7 Pengembangan Ruang Evakuasi Bencana 36
8.2.8 Pengembangan Kawasan Peruntukan Ruang Sektor Informal 36
8.3 Rencana Kawasan Peruntukan Lainnya 37
8.3.1 Pengembangan Kawasan Pendidikan 37
8.3.2 Pengembangan Kawasan Kesehatan 38
8.3.3 Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan 38
8.3.4 Kawasan Peruntukan Pertanian 38
8.3.5 Kawasan Peruntukan Perikanan 43
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
viii
BAB IX PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS IX
9.1 Kawasan Strategis Ekonomi 1
9.2 Kawasan Strategis Lingkungan Hidup 3
9.3 Kawasan Strategis Sosial Budaya 6
9.4 Kawasan Strategis Wisata 7
9.5 Kawasan Strategis Kota dari Sudut Kepentingan Pertahanan Keamanan 11
BAB X ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN X
10.1 Usulan Program Utama 2
10.2 Tahapan Pelaksanaan Pembangunan 2
10.3 Pembiayaan Pembangunan 4
10.4 Instansi Pelaksana 4
10.5 Indikasi Program Utama 5
BAB XI KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH XI
11.1 Usulan Program Utama 1
11.1.1 Arahan Peraturan Zonasi 1
11.1.2 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Lindung 1
11.1.3 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya 5
11.1.4 Aturan Variansi Pemanfaatan Ruang 18
11.1.5 Aturan Perubahan Pemanfaatan Ruang 18
11.2 Kelembagaan Berwenang dalam Pengemdalian 23
11.3 Ketentuan Perizinan Pemanfaatan Ruang 29
11.3.1 Arahan Perizinan Pemanfaatan Ruang 29
11.3.2 Jenis Izin yang Terkait dengan RTRW Kota 30
11.3.3 Arahan Insentif dan Disinsentif 31
11.4 Penertiban Pemanfatan Ruang dan dan Arahan Sangsi 35
11.5 Pengawasan Pemanfaatan Ruang 39
11.5.1 Pelaporan dan Pemantauan Terhadap Pemanfaatan Ruang 39
11.5.1 Evaluasi dan Revesi terhadap RTRW 39
11.6 Hak, Kewajiban dan peran Serta Masyrakat Dalam Penataan Ruang 41
11.6.1 Hak Masyarakat dalam Penataan Ruang 41
11.6.2 Kewajiban Masyarakat 41
11.6.3 Peran seerta Masyarakat 42
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
ix
DAFTAR TABEL, DAFTAR GAMBAR, DAN DAFTAR PETA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Arahan Sanksi pada Tiap Jenis Unsur Tindak Pidana Terkait Penataan Ruang Menurut UUPR No. 26 Tahun 2007
I
35
Tabel 2. 1 Jumlah Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan II 2 Tabel 2. 2 Penyebaran Jenis Tanah Berdasarkan Klasifikasi USDA II 7 Tabel 2. 3 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kota Tidore Kepulauan II 11 Tabel 2. 4 Luas Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan II 13 Tabel 2. 5 Tanaman Pangan II 21 Tabel 2. 6 Tanaman Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan II 21 Tabel 2. 7 Sumber Daya Hutan II 22 Tabel 2. 8 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia II 25 Tabel 2. 9 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008 II 33 Tabel 2. 10 Kepadatan Penduduk Bruto Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008
II 34
Tabel 2. 11 Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008 II 37 Tabel 2. 12 Jumlah Kematian dan Kelahiran di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 Dirinci per Kecamatan
II 38
Tabel 2. 13 Jumlah Kematian dan Kelahiran Tahun 2007-2008 Dirinci per Bulan
II 38
Tabel 2. 14 Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008 II 40 Tabel 2. 15 Jumlah Penduduk Miskin dan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008
II 40
Tabel 2. 16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006-2008
II 41
Tabel 2. 17 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pada Usia Sekolah Tahun 2007 II 41 Tabel 2. 18 Jumlah Kelahiran Bayi dan Ibu Melahirkan di RSU Soasio Tahun 2005-2008
II 42
Tabel 2. 19 Jumlah Pemeluk Agama Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008
II 42
Tabel 2. 20 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Umur 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Kegiatan, Tahun 2007 dan 2008
II 43
Tabel 2. 21 Distribusi PDRB Sektoral Berdasar Harga Konstan 2000 (%) II 43 Tabel 2. 22 Laju Pertumbuhan PDRB II 45 Tabel 2. 23 Pendapatan PerKapita II 46 Tabel 2. 24 Keadaan Jalan Dirinci Jalan Provinsi dan Jalan Kota di Tidore Kepulauan (km)
II 48
Tabel 2. 25 Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan II 49 Tabel 2. 26 Jumlah Gedung, Murid dan Guru TK di Kota Tidore Kepulauan II 50 Tabel 2. 27 Jumlah Gedung, Murid dan guru SD/MI di Kota Tidore Kepulauan II 50 Tabel 2. 28 Jumlah Gedung, Murid dan Guru SMP/MTs di Kota Tidore II 51
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
x
Kepulauan Tabel 2. 29 Jumlah Gedung, Murid, dan Guru SMA/SMK/MA di Kota Tidore Kepulauan
II 51
Tabel 2. 30 Jumlah Mahasiswa STMIK di Kecamatan Tidore Dirinci Berdasar Jenis Kelamin
II 52
Tabel 2. 31 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Tidore Kepulauan II 52 Tabel 2. 32 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tidore Kepulauan II 53 Tabel 2. 33 Distribusi Penyediaan Daya PT.PLN Dirinci Menurut Ranting II 54 Tabel 2. 34 Tenaga Listrik yang Diusahakan Oleh PT.PLN Dirinci Menurut Ranting
II 54
Tabel 2. 35 Pelanggan Air Minum Menurut Kategori Pelanggan dan Air Terpakai
II 54
Tabel 3. 1 Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan
III 1
Tabel 3. 2 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
III 5
Tabel 3. 3 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030
III 6
Tabel 3. 4 Titik Tsunami di Kepulauan Maluku III 10 Tabel 3. 5 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030
III 11
Tabel 3. 6 Rata-rata Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan III 11 Tabel 3. 7 Proyeksi Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030
III 12
Tabel 3. 8 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030
III 13
Tabel 3. 9 Kategori Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010 dan 2030
III 14
Tabel 3. 10 Produktifitas Tenaga Kerja Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008
III 19
Tabel 3. 11 Ketenagakerjaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007-2008 (%) III 19 Tabel 3. 12 Jumlah Keluarga Sejahtera Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 III 20 Tabel 3. 13 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan III 21 Tabel 3. 14 Analisis LQ Kota Tidore Kepulauan Berdasar Harga Konstan (2000) III 22 Tabel 3. 15 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan III 23 Tabel 3. 16 LQ Ternak III 23 Tabel 3. 17 LQ Produksi Pertanian 2008 (Ton) III 24 Tabel 3. 18 Komoditas Unggulan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 24 Tabel 3. 19 Shift-Share di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 24 Tabel 3. 20 Perkembangan PDRB Perkapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004-2008
III 26
Tabel 3. 21 Jumlah Desa/Kelurahan dan Ibukota Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan
III 26
Tabel 3. 22 Standar Kebutuhan Sarana Pemerintahan Menurut SNI III 27 Tabel 3. 23 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kelurahan di III 27
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
xi
Kota Tidore Kepulauan Tabel 3. 24 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan
III 28
Tabel 3. 25 Jumlah Kebutuhan Sarana TK di Kota Tidore Kepulauan III 28 Tabel 3. 26 Jumlah Kebutuhan SD di Kota Tidore Kepulauan III 29 Tabel 3. 27 Jumlah Kebutuhan SMP di Kota Tidore Kepulauan III 29 Tabel 3. 28 Jumlah Kebutuhan SMA di Kota Tidore Kepulauan III 30 Tabel 3. 29 Jumlah Kebutuhan Rumah Sakit di Kota Tidore Kepulauan III 30 Tabel 3. 30 Jumlah Kebutuhan Puskesmas di Kota Tidore Kepulauan III 31 Tabel 3. 31 Jumlah Kebutuhan Pustu di Kota Tidore Kepulauan III 31 Tabel 3. 32 Jumlah Kebutuhan Polindes di Kota Tidore Kepulauan III 32 Tabel 3. 33 Jumlah Kebutuhan Pasar di Kota Tidore Kepulauan III 32 Tabel 3. 34 Jumlah Kebutuhan Pertokoan di Kota Tidore Kepulauan III 33 Tabel 3. 35 Jumlah Kebutuhan Taman Lingkungan di Kota Tidore Kepulauan III 35 Tabel 3. 36 Jumlah Kebutuhan Taman RW di Kota Tidore Kepulauan III 35 Tabel 3. 37 Jumlah Kebutuhan Taman Kelurahan di Kota Tidore Kepulauan III 36 Tabel 3. 38 Jumlah Kebutuhan Taman Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan III 36 Tabel 3. 39 Jumlah Kebutuhan Balai Warga di Kota Tidore Kepulauan III 37 Tabel 3. 40 Jumlah Kebutuhan Balai Serbaguna / Balai Karang Taruna di Kota Tidore Kepulauan
III 37
Tabel 3. 41 Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) III 38 Tabel 3. 42 Objek Wisata Unggulan di Kota Tidore Kepulauan III 38 Tabel 3. 43 Jumlah Kebutuhan Terminal di Kota Tidore Kepulauan III 40 Tabel 3. 44 Panjang Jalan Dirinci Menurut Kelasnya di Kota Tidore Kepulauan III 40 Tabel 3. 45 Rasio Aksesibilitas di Kota Tidore Kepulauan III 40 Tabel 3. 46 Kebutuhan Sarana Masjid di Kota Tidore Kepulauan III 43 Tabel 3. 47 Kebutuhan Sarana Mushola di Kota Tidore Kepulauan III 43 Tabel 3. 48 Jumlah Pelanggan Telepon Dirinci Menurut Jenisnya di Kota Tidore Kepulauan
III 44
Tabel 3. 49 Jumlah Perkiraan Kebutuhan Listrik di Kota Tidore Kepulauan III 44 Tabel 3. 50 Standar Penggunaan Air Berdasar Kategori Kota III 45 Tabel 3. 51 Standar Penggunaan Non Domestik Air Berdasar Kategori Kota III 45 Tabel 3. 52 Perkiraan Penggunaan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan III 46 Tabel 3. 53 Perkiraan Kebutuhan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan III 46 Tabel 3. 54 Perkiraan Kebutuhan Air Hari Maksimum dan Kebutuhan Puncak di Kota Tidore Kepulauan
III 46
Tabel 3. 55 Perkiraan Produsi Air Limbah di Kota Tidore Kepulauan III 47 Tabel 3. 56 Perkiraan Produksi Sampah di Kota Tidore Kepulauan III 47 Tabel 3. 57 Jumlah Penduduk dan KK yang Tinggal di Perkotaan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030
III 48
Tabel 3. 58 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Perkotaan Tahun 2030
III 49
Tabel 3. 59 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Desa Tahun 2030
III 49
Tabel 3. 60 Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan III 49
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
xii
Tabel 3. 61 Area Perkotaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030 III 50 Tabel 3. 62 Area Perdesaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030 III 50 Tabel 3. 63 Indeks Sentralitas (Scalogram) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 51 Tabel 3. 64 Hierarkhi Kota Tidore Kepulauan III 52 Tabel 3. 65 Zipf's Rank-size Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 III 52 Tabel 3. 66 Jarak Tempuh Antar Kecamatan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
III 55
Tabel 3. 67 Matriks Interaksi Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
III 56
Tabel 3. 68 Interaksi Wilayah Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
III 57
Tabel 3. 69 Perhitungan ICOR Kota Tidore Kepulauan III 59 Tabel 3. 70 Realisasi Penerimaan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006-2007
III 60
Tabel 3. 71 Aspek Legalisasi dan Aspek Kelembagaan Dalam Perencanaan III 61 Tabel 4. 1 Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Maluku Utara Menurut RTR Pulau
IV 6
Tabel 4. 2 Tabulasi Zonasi Multi Risiko Bencana di Provinsi Maluku Utara IV 8 Tabel 4. 3 Rencana Jaringan Jalan Trans Maluku Utara IV 10 Tabel 4. 4 Rencana Terminal Penumpang di Provinsi Maluku Utara IV 13 Tabel 4. 5 Posisi Kota Tidore Kepulauan IV 30 Tabel 5. 1 Potensi Kota Tidore Kepulauan V 1 Tabel 5. 2 Permasalahan Kota Tidore Kepulauan V 2 Tabel 5. 3 Matriks SWOT Kota Tidore Kepulauan V 5 Tabel 7. 1 Rencana Pembagian Jumlah Penduduk di Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2030
VII 2
Tabel 7. 2 Rencana Jumlah Penduduk Tahun 2015 dan 2030 (Jiwa) VII 3 Tabel 7. 3 Rencana Distribusi Penduduk Optimum (Ideal) Di Setiap Kecamatan VII 6 Tabel 7. 4 Distribusi Tahun 2008 dan Distribusi Penduduk - Kepadatan Optimum Tahun 2030
VII 8
Tabel 7. 5 Perbandingan Jumlah Penduduk Rencana dengan Jumlah Penduduk Optimum Tahun 2030
VII 8
Tabel 7. 6 Rencana Hierarkhi, Pusat Pelayanan dan Skala Layanannya VII 15
Tabel 7. 7 Rencana Pembagian SWP Kota Tidore Kepulauan VII 20
Tabel 7. 8 Rencana Pembagian BWK Pulau Tidore VII 23
Tabel 7. 9 Rencana Pembagian BWK Kota Sofifi VII 26
Tabel 7. 10 Proyeksi Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Lahan (Km2) VII 30
Tabel 7. 11 Jumlah Sarana Pendidikan TK Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030
VII 34
Tabel 7. 12 Jumlah Sarana Pendidikan SD Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030
VII 35
Tabel 7. 13 Jumlah Sarana Pendidikan SMP Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030
VII 35
Tabel 7. 14 Jumlah Sarana Pendidikan SMA Eksisting dan Kebutuhan VII 36
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
xiii
Tahun 2030
Tabel 7. 1 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan Taman Bacaan Tahun 2030 VII 36 Tabel 7. 16 Arahan Rencana Ketersediaan Fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan
VII 37
Tabel 7. 17 Kondisi Eksisting Sarana Kesehatan dan Rencana Kebutuhan Tahun 2030
VII 41
Tabel 7. 18 Rencana Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Tahun 2030 VII 46
Tabel 7. 19 Rencana Jumlah Perkiraan Kebutuhan Luas Areal Perkantoran VII 48
Tabel 7. 20 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan VII 60
Tabel 7. 21 Rencana Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan VII 66
Tabel 7. 22 Rencana Sistem Trayek Penyeberangan Transportasi Laut VII 67
Tabel 7. 23 Rencana Kebutuhan Listrik Tahun 2030 Kota Tidore Kepulauan VII 72
Tabel 7. 24 Kebutuhan Air Bersih Kota Tidore Kepulauan per Kecamatan Tahun 2030
VII 76
Tabel 7. 25 Bagian-Bagian dari Jaringan Drainase VII 78
Tabel 7. 26 Perkiraan Produksi Air Limbah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030 VII 80
Tabel 7. 27 Proyeksi Total Produksi Sampah dan Rencana Kebutuhan TPA VII 90
Tabel 7. 28 Rencana Pengembangan Kebutuhan Sarana Prasarana Kota Tidore Kepulauan
VII 94
Tabel 8. 1 Hutan Lindung VIII 3
Tabel 8. 2 Sebaran Mata Air di Kota Tidore Kepulauan VIII 4
Tabel 8. 3 Luasan Peruntukkan Sempadan Sungai di Kota Tidore Kepulauan VIII 6
Tabel 8. 4 Tabel Luasan Peruntukkan Sempadan Pantai di Kota Tidore Kepulauan
VIII 7
Tabel 8. 5 Jenis kepemelikan Ruang terbuka hijau VIII 7
Tabel 8. 6 fungsi dan penerapan RTH pada kawasan Perkotaan Kota Tidore Kepulauan
VIII 8
Tabel 8. 7 Rencana ketersidaan RTh dan Presentase luasan VIII 10
Tabel 8. 8 Kawasan Sepadan Sesar di Kota Tidore Kepulauan VIII 16
Tabel 8. 9 Luasan Kawasan Rawan Tsunami VIII 17
Tabel 8. 10 Luasan Kawasan Rawan Letusan Gunung Api VIII 19
Tabel 8. 11 Luasan Kawasan Banjir di Kota Tidore Kepulauan VIII 21
Tabel 8. 12 Luasan Peruntukan Kawasan permukiman VIII 26
Tabel 8. 13 Luasan Peruntukkan perdagangan dan jasa VIII 28
Tabel 8. 14 Luasan Peruntukkan Perkantoran dan Pemerintahan VIII 29
Tabel 8. 15 Kawasan Unggulan Obyek Wisata VIII 31
Tabel 8. 16 Luasan peruntukkan Tegalan dan Perkebunan VIII 38
Tabel 8. 17 Luasan Peruntukkan kawasan Peternakan VIII 39
Tabel 8. 18 Kawasan Pengembangan Hutan Produksi VIII 44
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
xiv
Tabel 8. 19 Rencana Pola Ruang Kota Tidore Kepulauan VIII 46
Tabel 9.1 Rencana Penanganan Kawasan Strategis IX 9
Tabel 10. 1 Rencana sasaram Program Lima Tahun Persektor Kota Tidore Kepulauan
X 1
Tabel 10. 2 matriks Indikasi Program Utama Kota Tidore Kepuluan X 6
Tabel 11.1 Ketentuan Umum Zonasi XI 20
Tabel 11.2 Fungsi Bidang Pembangunan Kota Tidore Kepulauan XI 24
Tabel 11.3 Identifikasi Lemabaga Legislatif XI 25
Tabel 11.4 Identifikasi Lembaga masyarakat XI 26
Tabel 11.5 identifikasi Lembaga Sektor Swasta XI 26
Tabel 11.6 Peran dan Fungsi Lembaga/Instansi Dalam kegiatan Penataan Ruang kawasan Kota Tidore Kepulauan
XI 27
Tabel 11.7 Ketentuan Sanksi Pemanfaatan Ruang XI 37
Tabel 11.8 Arahan Sanksi pada tiap Jenis Unsur Tindak Pidana terkait Penataan Ruang Menurut UUPR No.26 tahun 2007
XI 38
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Kedudukan RTRW Dalam Hierarki Perencanaan Tata Ruang Nasional
I 9
Gambar 2. 1 Bentuk Morfologi Pulau Tidore II 4 Gambar 2. 2 Morfologi Wilayah Kota Tidore Kepulauan yang Berada pada Pulau Halmahera
II 4
Gambar 2. 3 Singkapan Batas Satuan Breksi dengan Lava II 5 Gambar 2. 4 Singkapan Kontak antara Batupasir dan Konglomerat II 5 Gambar 2. 5 Singkapan Batuan II 6 Gambar 2. 6 Singkapan Bidang Sesar yang Berupa Zona Hancuran II 6 Gambar 2. 7 Singkapan Batupasir dengan Kedudukan Batuan N268O E/ 30O pada Perselingan Batupasir
II 7
Gambar 2. 8 Grafik Golongan Bulan Basah dan Kering II 17 Gambar 2. 9 Sumur Penduduk Sebagai Salah Satu Sumber Air Bersih II 17 Gambar 2. 10 (a)Mata Air di Desa Gurabunga dengan Debit 0,3 l/dt. (b)Pada Musim Hujan Masyarakat Menampung Air Dalam Bak Penampungan
II 18
Gambar 2. 11 Craser yang Berada di Tepi Sungai Akelamo II 20 Gambar 2. 12 Lokasi Tambang Batu Apung (Batu Tela di Dekat Desa Surumalau) II 20 Gambar 2. 13 Tambang Batupasir dan Kerikil di Desa Gurabunga II 20 Gambar 2. 14 Produksi Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan II 24 Gambar 2. 15 Armada Penangkapan Ikan di Kota Tidore Kepulauan II 26 Gambar 2. 16 Jumlah RTP Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
II 26
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
xv
Gambar 2. 17 Budidaya Pembesaran Lobster di Teluk Cobo II 27 Gambar 2. 18 Jenis Hewan Ternak di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 28 Gambar 2. 19 Jumlah Ternak Unggas di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 28 Gambar 2. 20 Jumlah Ternak Ruminansia di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 29 Gambar 2. 21 UPT Peternakan di Akelamo, Kec. Oba II 29 Gambar 2. 22 Sapi Potong Milik Masyarakat di Kayasa, Kec. Oba Utara II 29 Gambar 2. 23 Pengambilan Batu Karang Untuk Bangunan di Teluk Gita II 30 Gambar 2. 24 Pengambilan Kayu Bakau Untuk Kayu Bakar di Teluk Gita II 31 Gambar 2. 25 Alih Fungi Mangrove Untuk Perumahan di Teluk Gita II 31 Gambar 2. 26 Alih Fungsi Mangrove Untuk Tambak di Kayasa II 31 Gambar 2. 27 Pie Chart Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 33 Gambar 2. 28 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2003 – 2007
II 37
Gambar 2. 29 Piramida Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 II 39 Gambar 2. 30 Grafik Distribusi PDRB Berdasar Harga Konstan 2000 II 44 Gambar 2. 31 Grafik Pendapatan Per Kapita 2004 – 2008 II 46 Gambar 2. 32 Terminal II 46 Gambar 2. 33 Jembatan di Kota Tidore Kepulauan II 47 Gambar 2. 34 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan II 47 Gambar 2. 35 Pelabuhan Speedboat di Rum II 48 Gambar 2. 36 Kegiatan di Pelabuhan Soasio II 48 Gambar 2. 37 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan II 52 Gambar 2. 38 Pasar Di Kota Tidore Kepulauan II 54 Gambar 2. 39 Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Eksisting II 56 Gambar 3. 1 (a) dan (b) Jatuhan Batuan di Daerah Surumake dan (c) Aliran Batuan di Daerah Payahe
III 8
Gambar 3. 2 Titik Gempa Bumi di Kepulauan Maluku III 9 Gambar 3. 3 Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2010 dan 2030 III 12 Gambar 3. 4 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2020 dan 2030 III 13 Gambar 3. 5 Tren Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 - 2008 III 17 Gambar 3. 6 Grafik Indeks Partisipasi Sekolah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
III 18
Gambar 3. 7 Penduduk Kota Tidore Kepulauan Semua Umur yang Bekerja di Sektor Informal
III 20
Gambar 3. 8 Grafik Distribusi Persentase 5 Besar Penyumbang PDRB Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 – 2008
III 21
Gambar 3. 9 Pendapatan per Kapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 sd 2008 III 26 Gambar 3. 10 Pelabuhan Gita-Payahe III 41 Gambar 3. 11 Struktur Organisasi Pemerintah Pemkot Tidore Kepulauan III 63 Gambar 4. 1 Pola Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN IV 3 Gambar 4. 2 Struktur Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN
IV 4
Gambar 4. 3 Arahan Struktur Ruang dan Kawasan Strategis di Prop. Maluku Utara
IV 9
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
xvi
Gambar 4. 4 Arahan Struktur Ruang di Prov. Maluku Utara IV 12 Gambar 4. 5 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa IV 20 Gambar 4. 6 Sistem Jaringan Diseminasi Informasi Tsunami IV 20 Gambar 4. 7 Contoh Manajemen Dataran Banjir IV 21 Gambar 5. 1 Analisis SWOT dan Strategi Utama V 7 Gambar 7. 1 Skema Rencana Skenario Distribusi Penduduk VII 5 Gambar 7. 2 Skema Rencana Hierarkhi/Orde Sistem Kota-kota VII 15 Gambar 7. 3 Skema Rencana Pengembangan Struktur Ruang Kota Tidore Kepulauan
VII 19
Gambar 7. 4 Skema Rencana BWK Pulau Tidore VII 25 Gambar 7. 5 Skema Rencana BWK Kota Sofifi VII 27 Gambar 7. 6 Rencana Pembagian Struktur Ruang Kota Tidore Kepulauan VII 28 Gambar 7. 7 Sarana Hunian yang Ketersediaannya Dipenuhi Oleh Masyarakat Sendiri
VII 30
Gambar 7. 8 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa VII 32 Gambar 7. 9 Skema Area Sumur Resapan di Lingkungan Rumah VII 33 Gambar 7. 10 Gambar Kegiatan Belajar-Mengajar VII 38 Gambar 7. 11 Gedung Perkantoran Propinsi Maluku Utara di Sofifi VII 49 Gambar 7. 12 Kegiatan Perdagangan di Kota Tidore Kepulauan VII 51 Gambar 7. 13 Pasar Induk Kota Sari Malaha dan Pasar Ikan VII 51 Gambar 7. 14 Contoh Gedung Pertemuan sebagai Gedung Kesenian dan Pusat Informasi Kebudayaan
VII 53
Gambar 7. 15 Obyek Wisata Bahari Kota Tidore Kepulauan VII 54 Gambar 7. 16 Contoh Taman Bunga yang Dapat Dikembangkan di Gurabunga VII 56 Gambar 7. 17 Contoh Pengembangan Sarana Port Marina sebagai Penunjang Wisata Bahari
VII 56
Gambar 7. 18 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan VII 59 Gambar 7. 19 Penampang Jalan VII 60 Gambar 7. 20 Jalan Arteri Primer di Oba Utara dengan Kelengkapannya VII 60 Gambar 7. 21 Terminal di Soasio VII 64 Gambar 7. 22 Contoh Ketersediaan Sarana Transportasi Sub Terminal dan Halte Bus
VII 65
Gambar 7. 23 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan VII 70 Gambar 7. 24 Skematik Air Buangan (Alternatif 1) VII 86 Gambar 7. 25 Skematik Air Buangan (Alternatif 2) VII 86 Gambar 7. 26 Sistem Pengangkutan Persampahan di Lingkungan Perkotaaan Kota Tidore Kepulauan
VII 92
Gambar 8. 1 lapangan olah raga yang disediakan oleh Sekolah VIII 9 Gambar 8. 2 Contoh Ketersediaan fasilitas ruang terbuka taman dan lapangan
olah raga VIII 10
Gambar 8.3 Skema Rencana Penanggulangan Bencana VIII 16 Gambar 8.4 Contoh Perhitungan Tinggi Bangunan VIII 24
Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
xvii
DAFTAR PETA
Peta 2. 1 Administratif Kota Tidore Kepulauan II 3 Peta 2. 2 Tanah Kota Tidore Kepulauan II 10 Peta 2. 3 Penggunaan Lahan Eksisting II 12 Peta 2. 4 Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan II 14 Peta 2. 5 Kemampuan Lahan Kota Tidore Kepulauan II 15 Peta 2. 6 Persebaran Sumber Air Baku Kota Tidore Kepulauan II 19 Peta 2. 7 Kawasan Hutan di Kota Tidore Kepulauan II 23 Peta 2. 8 Sebaran Terumbu Karang di Kota Tidore Kepulauan II 32 Peta 2. 9 Kepadatan Penduduk Tahun 2008 II 35 Peta 2. 10 Distribusi Penduduk Tahun 2008 II 36 Peta 2. 11 Persebaran Sarana Pasar II 56 Peta 3. 1 Peruntukan Lahan III 2 Peta 3. 2 Proyeksi Distribusi Penduduk Tahun 2030 III 15 Peta 3. 3 Proyeksi Kepadatan Penduduk Th 2030 III 16 Peta 3. 4 Persebaran dan Jangkauan Layanan Kesehatan III 34 Peta 3. 5 Persebaran Lokasi Wisata III 39 Peta 3. 6 Sistem Transportasi Kota Tidore Kepulauan III 42 Peta 3. 7 Hirarki Eksisting III 54 Peta 3. 8 Interaksi Wilayah III 58 Peta 7. 1Rencana Kepadatan Penduduk Optimum VII 10 Peta 7. 2 Rencana Distribusi Penduduk Optimum VII 11 Peta 7. 3 Rencana Pedesaan dan Perkotaan VII 13 Peta 7. 4 Rencana Hirarki Sistem Kota – Kota VII 17 Peta 7. 5 Rencana Struktur Ruang VII 24 Peta 7. 6 Rencana Pengambangan Fasilitas Pendidikan VII 34 Peta 7. 7 Rencana Pengambangan Fasilitas Kesehatan VII 39 Peta 7. 8 Rencana Pengambangan Fasilitas Peribadatan VII 42 Peta 7. 9 Rencana Obyek Wisata Unggulan VII 52 Peta 7. 10 Rencana Sistem Transportasi VII 66 Peta 7. 11 Rencana Jaringan Telepon VII 68 Peta 7. 12 Rencana Pengembangan Jaringan Listrik VII 71 Peta 7. 13 Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih VII 74 Peta 7. 14 Rencana Jaringan Drainase VII 76 Peta 7. 15 Rencana Jaringan Air Limbah VII 85 Peta 7. 16 Rencana Jaringan Persampahan VII 91 Peta 8. 1 Rencana Ruang Terbuka Hijau VIII 16 Peta 8. 2 Rencana Kawasan Lindung VIII 23 Peta 8. 3 Rencana Pengembangan Perikanan VIII 47 Peta 8. 4 Rencana Pola Ruang VIII 51 Peta 9. 1 Rencana Kawasan Strategis IX 11
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-1
1.1 Latar Belakang
Permasalahan yang sering tidak terhindarkan dalam pengembangan wilayah
adalah terjadinya konflik penggunaan ruang dan sumberdaya alam, terlihat dari
kecenderungan yang telah terjadi, konflik pemanfaatan ruang telah mencapai
kondisi yang tidak efisien.
Pemanfaatan sumberdaya alam dan ruang yang tidak terkendali sebagai akibat
meningkatnya perkembangan wilayah, dapat menyebabkan kerusakan fungsi
lingkungan dan penurunan daya dukung wilayah. Oleh karena itu pemanfaatan
sumberdaya alam memerlukan pendekatan yang komprehensif dengan tetap
menekankan pada konsep keberlanjutan. Penataan ruang terdiri dari siklus
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang adalah salah satu bentuk intervensi pembangunan, yang diarahkan untuk
mewujudkan ruang yang aman, nyaman, dan produktif.
UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki wewenang untuk menyusun Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berfungsi untuk pengaturan, pembinaan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota
dan kawasan strategis kabupaten/kota.
Wewenang tersebut meliputi perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten/kota. Acuan yang digunakan untuk menyusun RTRW
Kabupaten/Kota selain Undang- Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, adalah Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang.
Pelaksanaan penataan ruang wilayah selama ini sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi pengaruh kebijakan otonomi
daerah baik kabupaten/kota dan provinsi serta kebijakan regional dan nasional.
Selain itu juga dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan beberapa bagian wilayah
tertentu di Kota Tidore Kepulauan. Pesatnya perkembangan di wilayah tersebut
Bab I PENDAHULUAN
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-2
perlu diantisipasi agar pemanfaatan ruangnya menjadi lebih optimal dan
berwawasan lingkungan. Adapun faktor internal yang mempengaruhi adalah
perlunya peningkatan kualitas perencanaan terutama persamaan acuan peta,
kelengkapan data dan informasi, analisis dan rencana yang saling terkait. Sejalan
dengan pelaksanaan otonomi daerah yang mengacu kepada Undang- Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan dampak
terhadap penataan ruang wilayah kabupaten/kota, terutama adanya pemekaran
wilayah.
Strategi dan arah kebijakan yang ditetapkan perlu disesuaikan dengan potensi
dan kendala di wilayah tersebut agar dapat menghadapi segala hambatan,
tantangan dan ancaman serta dapat memanfaatkan peluang yang ada. Salah satu
langkah penyamaan persepsi dalam penataan ruang wilayah Kota Tidore Kepulauan
adalah dengan meningkatkan koordinasi, kerjasama dan atau kemitraan yang
melibatkan seluruh stakeholders dalam penataan ruang sehingga akan didapat
keluaran (output) berupa rencana penataan ruang yang sesuai dengan tujuan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Tujuan tersebut adalah memenuhi
kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien
dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan
program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka diperlukan suatu revisi sebagai salah
satu pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan RTRW Kota Tidore Kepulauan tahun
2009.
1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran
1.2.1 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya kegiatan ini adalah menjalankan salah satu tugas
Direktorat Jenderal Penataan Ruang yaitu membina Pemerintah Daerah, dalam hal
ini Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara, untuk menyusun Rencana Tata
Ruang Wilayahnya.
Tujuannya yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :
1. Menyamakan persepsi terhadap substansi dan tata cara penyusunan
RTRW Kota Tidore Kepulauan sehingga dapat mewujudkan pertumbuhan
dan pemerataan pendapatan (growth with distribution and basic needs
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-3
development), pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan
pemberdayaan masyarakat (community empowerment);
2. Memberikan pembinaan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Tidore Kepulauan.
1.2.2 Sasaran Perencanaan
Sasaran umum yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah:
“Tersusunnya dokumen RTRW dan dokumen raperda Kota Tidore
Kepulauan yang sesuai dengan isu dan permasalahan, pengaruh faktor
eksternal dan internal serta sesuai dengan peraturan-peraturan yang
berlaku”.
Sedangkan sasaran khusus yang hendak dicapai di dalam kegiatan ini adalah :
1. Adanya suatu rumusan yang jelas dan sistematis terhadap muatan
substansi dan kedalaman materi teknis revisi secara proporsional dan
rasional baik dari segi biaya, waktu dan ruang lingkupnya;
2. Tersusunnya struktur dan pola ruang Kota Tidore Kepulauan;
3. Tersusunnya skenario pengembangan wilayah yang menyangkut sistem
sarana prasarana kota serta tahapan rencana dan indikasi program
pembangunan di wilayah Kota Tidore Kepulauan.
4. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di
wilayah Kota Tidore Kepulauan;
5. Tersusunnya pemantapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
RTRW Kota Tidore Kepulauan;
6. Tersusunnya RAPERDA beserta Materi Teknis RTRW Kota Tidore Kepulauan
dengan kedalaman peta rencana 1 : 50.000, yang dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, sesuai
dengan aspirasi masyarakat, pemerintah dan swasta.
1.3 Ruang Lingkup RTRW
1.3.1 Lingkup Materi RTRW Kota Tidore Kepulauan
Lingkup Materi RTRW Kota Tidore Kepulauan adalah sebagai berikut:
1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota; yang
ditetapkan oleh pemerintahan daerah kota yang merupakan perwujudan visi
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-4
dan misi pembangunan keruangan jangka panjang kota dalam mendukung
perwujudan tujuan penataan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif,
berkelanjutan, berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional;
2. Rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kota;
3. Rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan
kawasan budi daya kota;
4. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
5. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau; dan
6. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan
pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi
bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai
pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
7. Penetapan kawasan strategis kota; yang merupakan kawasan yang
diprioritaskan penataan ruangnya menurut kriteria yang ditetapkan;
8. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan; dan
9. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi.
1.3.2 Lingkup Wilayah RTRW Kota Tidore Kepulauan
Pekerjaan Bantuan Teknis Pelaksanaan Penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah dilaksanakan di Kota Tidore Kepulauan yang terletak Provinsi Maluku
Utara. Adapun wilayah Kota Tidore Kepulauan yang luasnya 13.862.86 km2 dan
terdiri dari 8 Kecamatan, secara administratif berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Pulau Ternate, Kota
Ternate dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera barat.
b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan,
Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten
Halmahera Tengah.
c. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Gane Barat Kabupaten Halmahera
Selatan dan Kecamatan pulau Moti Kota ternate.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-5
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Laut Maluku.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, RTRW Kota Tidore Kepulauan yang
akan disusun mempunyai kurun waktu berlaku 20 tahun (2010 – 2030).
1.4 Ketentuan Umum
1.4.1 Beberapa Pengertian Tentang Rencana Tata Ruang
Berkaitan dengan pekerjaan penyusunan RTRW Kota Tidore Kepulauan,
perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian yang berkaitan dengan
tata ruang dan rencana tata ruang sebagai berikut :
1. RUANG adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
2. TATA RUANG adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. STRUKTUR RUANG adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional.
4. POLA RUANG adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
5. PENATAAN RUANG adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. PENGAWASAN PENATAAN RUANG adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. PERENCANAAN TATA RUANG adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan
rencana tata ruang.
8. PEMANFAATAN RUANG adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-6
9. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
10. RENCANA TATA RUANG adalah hasil perencanaan tata ruang.
11. WILAYAH adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
12. SISTEM WILAYAH adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
13. SISTEM INTERNAL PERKOTAAN adalah struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
14. KAWASAN adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi
daya.
15. KAWASAN LINDUNG adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
16. KAWASAN BUDIDAYA adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
17. KAWASAN PERMUKIMAN adalah kawasan di luar kawasan lindung yang
diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan yang berada
di daerah perkotaan atau perdesaan.
18. KAWASAN PERDESAAN adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
19. KAWASAN PERKOTAAN adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
20. RUANG TERBUKA HIJAU adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-7
21. RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN) adalah Arahan
Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. RTRWN
mempunyai tingkat kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta
minimal pada skala 1 : 1.000.000, dan berjangka waktu perencanaan 20
tahun.
22. RENCANA TATA RUANG PULAU (RTR Pulau) adalah hasil perencanaan tata
ruang pada wilayah pulau/kepulauan yang terbentuk dari kesatuan wilayah
geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas-batasnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsionalnya.
23. RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI (RTRW PROVINSI) adalah
rencana tata ruang wilayah administrasi provinsi yang merupakan
penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
nasional, pedoman bidang penataan ruang dan rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP) daerah ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan
ruang wilayah provinsi. Rencana tata ruang ini mempunyai tingkat
kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta minimal pada skala 1 :
250.000, dan berjangka waktu perencanaan 20 tahun.
24. RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN / KOTA (RTRW
KABUPATEN / KOTA adalah rencana tata ruang yang merupakan
penjabaran RTRWN dan RTRW Provinsi, pedoman bidang penataan ruang
dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah ke dalam strategi
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota. Rencana ini
mempunyai tingkat kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta
minimal pada skala 1:100.000 untuk Kabupaten dan 1 : 50.000 untuk Kota,
dan berjangka waktu perencanaan 20 tahun.
25. BAGIAN WILAYAH KOTA adalah satu kesatuan wilayah dari kota yang
bersangkutan yang merupakan wilayah yang terbentuk secara fungsional
dan administratif dalam rangka pencapaian daya guna pelayanan kegiatan
kota.
26. SISTEM PUSAT KEGIATAN KOTA adalah tata jenjang dan fungsi pelayanan
pusat-pusat kegiatan kota yang meliputi pusat kota, pusat bagian wilayah
kota, pusat sub-bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan perumahan.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-8
27. RENCANA PEMANFAATAN RUANG KOTA adalah penetapan lokasi, besaran
luas dan arahan pengembangan tiap jenis pemanfaatan ruang untuk
mewadahi berbagai kegiatan kota baik dalam bentuk kawasan terbangun
maupun kawasan/ruang terbuka hijau.
28. KAWASAN TERBANGUN adalah ruang dalam kawasan permukiman
perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara
terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan.
29. PRASARANA KOTA adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan
kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
yang meliputi jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air
hujan, pembuangan sampah, jaringan listik, dan telekomunikasi.
30. SARANA KOTA adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan yang
berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,
pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan
kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.
31. KAWASAN STRATEGIS KOTA adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan kerena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
1.4.2 Kedudukan dan Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Permendagri No. 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah hasil
perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran RTRW Provinsi ke dalam
strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang kota. Hal ini berarti bahwa RTRW Kota
Tidore Kepulauan secara hierarkis mengacu pada RTRW Provinsi Maluku Utara.
Di samping itu RTRW Kota Tidore Kepulauan ini akan menjadi acuan pula dalam
penyusunan rencana rinci tata ruang di bawahnya, yakni Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kawasan dan Rencana Teknik Ruang (RTR) Kawasan. Kedudukan
RTRW Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada gambar 1.1.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-9
Gambar 1. 1 Kedudukan RTRW Dalam Hierarki Perencanaan Tata Ruang Nasional
1.4.3 Metode Pendekatan
Pekerjaan yang dilakukan pada dasarnya merupakan penyusunan kembali
(Revisi) sebagai salah satu bentuk peninjauan kembali (Review) terhadap RTRW
Kota Tidore Kepulauan 2005-2015. Oleh sebab itu pekerjaan ini akan didahului
oleh kegiatan evaluasi terhadap RTRW tersebut dikaitkan dengan
perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 serta
berbagai perubahan baik yang menyangkut pemekaran kecamatan di dalam
Kota Tidore Kepulauan, maupun perubahan peraturan yang menyangkut
prosedur dan output rencana tata ruang. Berikut ini dijabarkan pendekatan yang
digunakan dalam perencanaan ini.
1.4.3.1 Persiapan
Teknis pelaksanaan dalam tahapan ini meliputi:
a. Pengumpulan data awal wilayah perencanaan, mencakup data-data
sekunder dan atau primer yang mudah dikumpulkan dari berbagai
sumber;
b. Kajian awal data sekunder terhadap data yang telah dikumpulkan, yang
menghasilkan kebijakan terkait wilayah perencanaan, potensi dan
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-10
permasalahan awal wilayah perencanaan, serta gagasan awal
pengembangan wilayah perencanaan;
c. Penyiapan program kerja;
d. Penyiapan perangkat survei (checklist, panduan wawancara, kuesioner,
panduan observasi dan dokumentasi, dan lainnya), penyiapan metode
pendekatan, mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan;
e. Penyusunan Laporan pendahuluan, yang merupakan kumpulan hasil
dari semua persiapan teknis pelaksanaan penyusunan yang telah
dilakukan sebelumnya.
1.4.3.2 Tahapan Review
Kegiatan review RTRW Kota dilakukan jika RTRW Kota sebelumnya telah
disusun, atau jika merupakan Kota hasil pemekaran, RTRW Kota sebelumnya
berasal dari Kota/Kabupaten induk.
Hasil kegiatan review, berupa:
a. Simpangan antara rencana dengan implementasi.
b. Keputusan terhadap perubahan RTRW Kota sebelumnya, apakah akan
disusun RTRW Kota baru, atau perubahan sebagian RTRW Kota lama,
atau masih dapat menggunakan RTRW Kota sebelumnya.
1.4.3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data / Informasi
Kegiatan pengumpulan data dilakukan terhadap data primer dan sekunder,
dalam lingkup internal wilayah Kota maupun eksternal/regional yang lebih luas.
Dalam tahapan ini dilakukan survei/pengumpulan data/informasi yang
dibutuhkan akan dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat regional (makro)
dan data lokal (mikro). Data-data tersebut meliputi:
a. Data Regional (makro), yakni data-data dengan unit kecamatan di Kota
Tidore Kepulauan dan Kabupaten-kabupaten yang berbatasan di Maluku
Utara.
1) Kebijaksanaan yang terkait dengan wilayah perencanaan, baik yang
menyangkut kebijaksanaan tata ruang maupun kebijaksanaan
sektoral. Termasuk di dalamnya adalah RTRW Provinsi Maluku
Utara, RTRW Kabupaten yang berbatasan.
2) Kondisi sosial-kependudukan, meliputi jumlah dan perkembangan
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-11
penduduk, struktur penduduk, serta aspek sosial budaya.
3) Kondisi ekonomi, meliputi struktur dan perkembangan ekonomi
wilayah/kota secara sektoral, produksi tiap sektor kegiatan
ekonomi, struktur ketenagakerjaan, pola aliran barang dan jasa
dalam proses koleksi dan distribusi, serta perkembangan investasi.
4) Kondis fisik dasar dan potensi sumberdaya alam, meliputi topografi
dan kemiringan tanah, geologi, hidrologi, vegetasi, klimatologi,
potensi sumberdaya alam.
5) Kondisi fisik binaan, meliputi penggunaan lahan, sarana / fasilitas
perkotaan dan prasarana utama.
b. Data lokal (mikro), yakni data-data yang secara spesifik menyangkut
Kota Tidore Kepulauan, meliputi :
1) Kondisi sosial-kependudukan, meliputi jumlah dan perkembangan
penduduk, struktur penduduk, serta aspek sosial budaya.
2) Kondisi ekonomi, meliputi perkembangan ekonomi kota secara
sektoral, produksi tiap sektor kegiatan ekonomi, struktur
ketenagakerjaan, pola aliran barang dan jasa dalam proses koleksi
dan distribusi, serta perkembangan investasi.
3) Kondisi fisik dasar dan potensi sumberdaya alam, meliputi
topografi dan kemiringan tanah, geologi, hidrologi, vegetasi,
klimatologi, potensi sumberdaya alam (pertambangan).
4) Kondisi penggunaan lahan, yang meliputi jenis penggunaan lahan
perkotaan (perumahan, pemerintahan dan bangunan umum,
industri, perdagangan dan jasa, pelayanan sosial, ruang terbuka
hijau, serta penggunaan khusus).
5) Kondisi sarana/fasilitas perkotaan (perbelanjaan, pendidikan,
kesehatan, olah raga dan rekreasi, peribadatan,
pemerintahan/bangunan umum) dan prasarana/utilitas perkotaan
(jaringan jalan, air bersih, drainase, pembuangan limbah, listrik,
telepon).
6) Kondisi keuangan daerah serta kemampuan kelembagaan untuk
mendukung pengelolaan pembangunan kota.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-12
1.4.3.4 Analisis Makro Pengembangan Kota
Analisis ini diarahkan untuk meninjau peran dan fungsi Kota Tidore
Kepulauan dalam konstelasi wilayah yang lebih luas di Provinsi Maluku Utara.
Sistem regional tersebut dapat berupa sistem provinsi, pulau ataupun nasional,
dimana kota dapat berperan dalam perkembangan regional dan nasional. Oleh
karena itu dalam anasis regional ini dilakukan analisis pada aspek berikut:
a. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi kota
pada wilayah yang lebih luas.
b. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi kota pada wilayah yang
lebih luas.
c. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana kota dengan
wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam
analisis ini adalah sistem prasarana wilayah, sebagaimana dijelaskan
dalam pengertian sistem prasarana wilayah.
d. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik
dan SDA) kota pada wilayah yang lebih luas.
e. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan kota pada
wilayah yang lebih luas.
Keluaran dari analisis regional, meliputi:
a. Gambaran struktur dan pola ruang wilayah kota dalam sistem nasional.
b. Gambaran fungsi dan peran kota pada wilayah yang lebih luas (wilayah
provinsi, pulau, Nasional, kab/kota berdekatan secara sistemik);
c. Gambaran potensi dan permasalahan pembangunan terkait penataan
ruang pada wilayah yang lebih luas terkait dengan kedudukan dan
keterkaitan wilayah kota pada wilayah yang lebih luas, mencakup
permasalahan disparitas pembangunan antar wilayah kota.
d. Gambaran peluang dan tantangan pembangunan wilayah kota dalam
wilayah yang lebih luas yang ditunjukkan oleh sektor unggulan wilayah
provinsi, dan produk unggulan kota.
1.4.3.5 Analisis Internal Pengembangan Kota
Analisis internal diarahkan untuk memahami potensi dan permasalahan
pengembangan kota, yang mencakup aspek-aspek : kependudukan, ekonomi,
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-13
struktur tata ruang kota, kebutuhan sarana-prasarana, serta analisis tapak untuk
pengembangan kawasan yang diprioritaskan. Cakupan analisis ini adalah :
a. Sumber daya alam dan fisik /lingkungan wilayah
Analisis dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik
pengembangan wilayah serta batasan dan potensi alam wilayah kota
dengan mengenali karakteristik sumber daya alam, menelaah
kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dalam
pengembangan wilayah dapat dilakukan secara optimal dengan tetap
memperhatikan keseimbangan ekosistem dan meminimalkan kerugian
akibat bencana. Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan
wilayah yang perlu dilakukan mencakup beberapa analisis berikut :
1) Analisis klimatologi dan meteorology
2) Analisis sumber daya air
3) Analisis sumber daya tanah
4) Analisis topografi dan kelerengan
5) Analisis geologi
6) Analisis sumber daya alam hayati alami dan budidaya
(termasuk hutan).
7) Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya misalnya:
analisis sumberdaya laut yang diperlukan bagi wilayah kota
yang berbentuk kepulauan.
Secara umum analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki
keluaran sebagai berikut:
1) Gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung
kegiatan yang ada maupun yang akan dikembangkan sampai
akhir masa berlakunya RTRW kota.
2) Gambaran daya dukung maksimum (daya tampung)
ruang/lingkungan hidup dalam menampung kegiatan sampai
waktu yang melebihi masa berlakunya RTRW kota.
3) Gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di
masa datang berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya.
4) Gambaran potensi, dan hambatan pembangunan keruangan
dari aspek fisik.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-14
5) Gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan
fisik/lingkungan yang ada di wilayah.
b. Analisis kependudukan.
Analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
proyeksi perubahan demografi seperti pertumbuhan dan komposisi
jumlah penduduk serta kondisi sosial kependudukan dalam
memberikan gambaran struktur dan karakteristik penduduk. Hal ini
berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi,
tingkat pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral.
Selain itu analisis terhadap sebaran dan perpindahan penduduk
dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran
dan arahan kendala serta potensi sumberdaya manusia untuk
keberlanjutan pengembangan, interaksi dan integrasi dengan daerah di
luar wilayah kota.
Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi
terhadap batasan daya dukung dan daya tampung kota dalam jangka
waktu rencana.
c. Analisis perekonomian
Dalam mewujudkan ekonomi wilayah kota yang berkelanjutan
melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi regional
nasional, maupun internasional, analisis ekonomi dilakukan dengan
menemukenali struktur ekonomi, pola persebaran pertumbuhan
ekonomi, potensi, peluang dan permasalahan perekonomian wilayah
kota untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik, terjadinya
investasi dan mobilisasi dana yang optimal.
Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra regional
(antar kawasan/kabupaten/kota) maupun inter-regional sehingga
teridentifikasi sektor-sektor riil unggulan, dan solusi-solusi secara
ekonomi yang mampu memicu peningkatan ekonomi wilayah kota.
Analisis diharapkan dapat membaca potensi ekonomi lokal dalam
membuka akses potensi ekonomi lokal terhadap pasar regional,
nasional maupun global.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-15
Dari analisis ini, diharapkan diperoleh pengetahuan mengenai
karakteristik perekonomian wilayah dan ciri-ciri ekonomi kawasan
dengan mengidentifikasi basis ekonomi kota, sektor-sektor unggulan,
besaran kesempatan kerja, pertumbuhan dan disparitas pertumbuhan
ekonomi di wilayah kota.
d. Analisis Sumberdaya Buatan
Analisis sumberdaya buatan dilakukan untuk memahami kondisi,
potensi, permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan
pelayanan sarana dan prasarana kota. Melalui analisis ini diharapkan
teridentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
memaksimalkan fungsi kota.
Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk
per unit kegiatan dari sebuah wilayah regional atau perhitungan ratio
penduduk terhadap kapasitas atau skala pelayanan prasarana dan
sarana kota serta analisis daya dukung wilayah.
e. Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui bentuk-
bentuk penguasaan, penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan lahan
untuk kegiatan budi daya dan lindung yang merujuk pada kebijakan -
kebijakan terkait.
Dari hasil analisis ini dapat diketahui besaran fluktuasi intensitas
kegiatan di suatu kawasan, perubahan dan perluasan fungsi kawasan,
okupansi kegiatan tertentu terhadap kawasan, benturan kepentingan
lintas kabupaten/kota maupun kepentingan sektoral dalam
pemanfaatan ruang, kecenderungan pola perkembangan kawasan budi
daya dan pengaruhnya terhadap perkembangan kegiatan sosial
ekonomi serta kelestarian lingkungan.
f. Analisis Sistem Pusat Pelayanan
Untuk melihat kondisi dan tingkat pelayanan prasarana dan sarana
perkotaan bagi kebutuhan aktivitas penduduk perkotaan dalam
menunjang fungsi dan peran kawasan di wilayah perkotaan, dilakukan
analisis terhadap jenis dan kapasitas sarana prasarana kota dalam
memberikan pelayanan, jangkauan dan tingkat skala pelayanannya.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-16
Dengan informasi tersebut, diharapkan dapat diformulasikan
kondisi kawasan terutama menyangkut interaksi, keserasian dan
keterpaduan pengembangan kawasan perkotaan, antara
pengembangan pusat kota dan pusat-pusat aktivitas maupun wilayah
pengaruhnya. Formulasi kondisi kawasan tersebut mencakup
permasalahan, potensi, peluang, serta tantangan yang ada maupun
kecenderungan yang akan datang.
g. Analisis Kelembagaan
Analisis kelembagaan dilakukan untuk memahami kapasitas
pemerintah kota dalam menyelenggarakan pembangunan yang
mencakup struktur organisasi dan tata laksana pemerintahan,
sumberdaya manusia, sarana dan prasarana kerja, produk-produk
pengaturan serta organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi dan
masyarakat.
Analisis diharapkan menghasilkan beberapa bentuk dan
operasional kelembagaan yang dapat terlibat dalam perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
h. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk
mengidentifikasi besar pembelanjaan pembangunan, alokasi dana
terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang terdiri
dari:
1) Pendapatan Asli Daerah;
2) Pendanaan oleh pemerintah;
3) Pendanaan dari pemerintah provinsi;
4) Investasi swasta dan masyarakat;
5) Bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
6) Sumber-sumber pembiayaan lainnya.
Analisis pembiayaan juga menghasilkan perkiraan besaran
kebutuhan pendanaan untuk melaksanakan rencana pembangunan
wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan program utama jangka
menengah dan jangka panjang.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-17
Dari seluruh analisis yang dilakukan baik analisis sektoral pada aspek
tertentu maupun analisis komprehensif terhadap arah pengembangan wilayah
kota kesemuanya dituangkan dalam bentuk konsep pengembangan kota.
Konsep pengembangan kota ini sangat terkait dengan efisiensi dan efektivitas
alokasi sumberdaya serta proses dalam mentransformasikan sumber daya
tersebut. Konsep pengembangan kota mencakup:
a. Konsep tujuan penataan ruang wilayah kota;
b. Konsep kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota;
c. Konsep pengembangan sistem pusat pelayanan kegiatan di kota,
beserta sistem prasarana yang mengintegrasikan serta memberikan
pelayanan bagi fungsi kegiatan yang ada/direncanakan;
d. Konsep pola ruang wilayah kota sesuai dengan fungsi kegiatan yang
hendak dikembangkan dan struktur ruang yang hendak dituju;
e. Perkiraan jumlah penduduk pada akhir masa berlakunya rencana dan
kebijakan pengembangan penduduk yang diarahkan.
a. Skenario pengembangan wilayah kota terhadap daya tampung
maksimal ruang wilayah kota.
1.4.3.6 Perumusan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kota
Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang merupakan terjemahan dari
visi dan misi kota dalam pelaksanaan dan operasional untuk mencapai kondisi
ideal penataan ruang kota seperti yang digambarkan dalam visi dan misi Kota.
a. Rumusan Tujuan Penataan Ruang Kota
Tujuan penataan ruang wilayah kota menekankan arahan
perwujudan ruang wilayah kota yang diinginkan di akhir masa
perencanaan (20 tahun mendatang). Rumusan tujuannya disusun
dengan mengacu pada:
1) Visi dan misi pembangunan jangka panjang kota;
2) Rumusan tujuan diturunkan dari visi dan misi pembangunan
jangka panjang daerah pada aspek keruangan yang akan
dituju sampai dengan akhir masa berlakukan RTRW kota;
3) Karakteristik wilayah kota
4) Karakteristik wilayah kota juga perlu diperhatikan dalam
perumusan tujuan penataan ruang wilayah kota. Dengan
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-18
mengenali karakter wilayah akan dapat diketahui potensi,
permasalahan, peluang, tantangan, dan hambatan dalam
penataan ruangnya. Oleh karena itu rumusan tujuan yang
memperhatikan karakter wilayah kota relatif akan lebih
mungkin dicapai.
5) Tujuan penataan ruang nasional
6) Rumusan tujuan, selain diturunkan dari visi dan misi
pembangunan jangka panjang daerah, juga harus dapat
mendukung terwujudnya tujuan penataan ruang nasional.
b. Rumusan Kebijakan
Dengan teridentifikasinya tujuan RTRW Kota di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa kebijakan penataan ruang kota.
Kebijakan penataan ruang wilayah kota yang dimaksud merupakan
arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintahan
daerah kota guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kota dalam
kurun waktu 20 tahun. Kebijakan penataan (khususnya perencanaan)
ruang ini meliputi kebijakan pengembangan struktur dan kebijakan
pengembangan pola ruang. Masing-masing kebijakan pada tiap aspek
merupakan kebijakan dasar dalam penataan ruang seluruh wilayah
kota pada aspek tersebut.
Kebijakan pengembangan struktur merupakan arahan dasar dalam
pengembangan struktur ruang kota. Kebijakan pengembangan pola
ruang kota merupakan arahan dasar dalam mengembangkan pola
ruang kota yang meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya, dan
kawasan strategis kota.
Kebijakan pengembangan struktur harus memuat arahan dasar
dalam pengembangan sistem pusat pelayanan kegiatan dalam kota,
serta arahan dasar dalam pengembangan sistem prasarana kota.
Kebijakan pengembangan pola ruang, paling tidak harus memuat
arahan dasar dalam pengembangan kawasan lindung, arahan dasar
dalam pengembangan kawasan budidaya, serta arahan dasar dalam
pengembangan kawasan strategis kota.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-19
Rumusan kebijakan ini juga disusun dengan memperhatikan tujuan
penataan ruang yang hendak dicapai sampai akhir tahun masa
berlakunya RTRW Kota, serta memperhatikan kondisi lingkungan
strategis wilayah kota baik internal maupun eksternal, sehingga
kebijakan yang diambil mampu menjadi dasar bagi pencapaian tujuan
penataan ruang kota.
c. Rumusan Strategi
Strategi adalah pernyataan yang menjelaskan langkah yang harus
ditempuh untuk merealisasikan / melaksanakan kebijakan-kebijakan
yang ada dalam RTRW Kota. Strategi merupakan gambaran atau
penjabaran kebijakan arah pengembangan kota di masa mendatang
untuk mencapai tujuan penataan ruang kota yang diinginkan atau
dituju.
Setelah kebijakan perencanaan ruang ditetapkan, masing-masing
kebijakan tersebut dirinci dalam langkah-langkah perwujudan yang
disebut strategi. Oleh karenanya, strateginya juga akan mengikuti
struktur kebijakan yang ditetapkan, yaitu mencakup strategi
pengembangan struktur ruang dan strategi pengembangan pola ruang
kota. Strategi-strategi ini berdasarkan kebijakan yang ditetapkan dalam
penataan ruang kota.
1.4.3.7 Rumusan Rencana Struktur Ruang Kota
a. Penetapan Pusat Pelayanan Kegiatan Kota
Pusat pelayanan kegiatan kota dengan skala pelayanan yang paling
luas menduduki hierarkhi/orde teringgi dalam sistem pusat pelayanan
kegiatan kota. Begitu sebaliknya bagi pusat pelayanan kegiatan yang
memiliki skala pelayanannya paling sempit/kecil. Nomenklatur yang
dapat digunakan dalam memetakan hierarkhi pusat pelayanan kegiatan
sebagai berikut:
1) Pusat Primer, Pusat Sekunder, Pusat Tersier, dan seterusnya;
2) Hierarkhi I, Hirakri II, Hierarkhi III dan seterusnya;
3) Orde I, Orde II, Orde III, dan seterusnya.;
4) atau istilah lainnya.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-20
Pada masing-masing pusat kegiatan tersebut diarahkan dominasi
fungsi kegiatan tertentu beserta sistem prasarana penunjang yang
menunjang pelayanan kegiatan. Penetapan fungsi kegiatan tertentu
pada tiap pusat pelayanan kegiatan kota, dilakukan sesuai potensinya
maupun peluang dan hambatan yang mungkin, sedemikian rupa
sehingga kota dapat mengemban fungsi dan perannya dalam lingkup
yang lebih luas.
b. Rencana Sistem Prasarana Kota
Rencana sistem prasarana yang dikembangkan yang
mengintegrasikan dan memberikan pelayanan bagi fungsi kegiatan
yang dikembangkan dalam wilayah kota, meliputi:
1) Sistem jaringan prasarana transportasi;
2) Sistem prasarana telematika;
3) Sistem prasarana sumber daya air;
4) Sistem prasarana energi/kelistrikan; dan
5) Sistem prasarana wilayah kota lainnya, yang meliputi prasarana
pengelolaan lingkungan, prasarana pendidikan, prasarana
ekonomi, prasarana kesehatan, serta prasarana olahraga dan
rekreasi.
1.4.3.8 Rumusan Rencana Pola Ruang Kota
Pola ruang kota secara umum dikelompokkan menjadi kawasan
lindung dan kawasan budi daya. Rencana pola ruang wilayah kota
merupakan arahan bentuk pemanfaatan ruang wilayah kota yang akan
dituju hingga akhir tahun perencanaan yang menggambarkan lokasi,
ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam.
a. Kawasan Lindung
Rencana ini harus disesuaikan dengan tipologi kota yang
direncanakan beserta intensitas kegiatan di sekitar kawasan yang
seharusnya memiliki fungsi lindung setempat. Perlu diperhatikan juga
aspek kegiatan masyarakat dan kultural. Kawasan lindung meliputi:
1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya
meliputi: kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan
resapan air;
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-21
2) Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan
pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan
sekitar mata air, dan ruang terbuka hijau termasuk di dalamnya
hutan kota;
3) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, antara
lain kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan
lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman
hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa,
serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
4) Kawasan lindung lainnya meliputi kawasan taman buru, cagar
biosfer, perlindungan plasma-nutfah, pengungsian satwa, serta
pantai berhutan bakau.
b. Kawasan Budi Daya
Rencana pola ruang kawasan budidaya di wilayah kota, yang
dituangkan dalam RTRW Kota, meliputi:
1) Perkantoran & Pemerintahan;
2) Perdagangan dan Jasa;
3) Permukiman, dirinci dalam Perumahan, dan RTH Non-Hijau;
4) Peruntukan Industri, dirinci dalam peruntukan industri besar,
sedang, dan kecil, atau jenis industri menurut kepentingan kota
masing-masing;
5) Kawasan Industri;
6) Kawasan Pariwisata;
7) Kawasan Khusus (misal Militer, media, dll);
8) Kawasan Bandara;
9) Kawasan Pelabuhan;
10) Kawasan Pelayanan Umum, dirinci kawasan pendidikan, kawasan
kegiatan keagamaan, kawasan pelayanan kesehatan, Olahraga,
terminal, dan kawasan pelayanan umum lainnya dalam wilayah
kota;
11) Perikanan, dirinci dalam perikanan laut dan perikanan
darat/tambak;
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-22
12) Hutan Produksi, dirinci dalam Hutan Produksi Tetap, Hutan
Produksi Terbatas, Hutan Produksi Konversi, jika direncanakan
masih ada dalam wilayah kota s.d. 20 tahun ke depan;
13) Pertanian, dirinci dalam Pertanian Lahan Basah (beririgasi, non
irigasi), Pertanian Lahan Kering, Pertanian tanaman
tahunan/perkebunan, dan Peternakan jika direncanakan masih
ada dalam wilayah kota s.d. 20 tahun ke depan;
14) Pertambangan, dirinci berdasarkan gol. A (strategis), gol. B (Vital),
dan gol C (lainnya).
c. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah Area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam, yang berada dalam wilayah kota.
Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau kota,
sekurang-kurangnya memuat:
1) Perhitungan kebutuhan dan luas minimum RTH yang harus
dipenuhi di dalam wilayah kota;
2) Tipologi RTH, alternatif vegetasi pengisi ruang khususnya
arahan vegetasi pada kelompok-kelompok besar, arahan
elemen pelengkap pada RTH, hingga konsep RTH dapat
digunakan sebagai arahan untuk pengembangan disain
selanjutnya;
3) Rencana alokasi ruang untuk penyediaan RTH pada tiap jenis
RTH;
4) Rencana pemanfaatan ruang pada alokasi ruang yang
direncanakan untuk RTH dan ketentuan umum
pemanfaatannya;
5) Rencana pentahapan penyediaan dan pengelolaan RTH.
Rencana alokasi penyediaan RTH Kota dinyatakan dalam peta
tematik tersendiri dari rencana pola ruang kota.
Sebagai pedoman yang perlu diperhatikan sebagaimana
dinyatakan dalam ketentuan perundangan, maka RTH yang harus
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-23
disediakan dalam ruang kota setidaknya 30 % dengan standar minimal
20 % untuk RTH publik dan 10% RTH Privat.
d. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non-Hijau
Ruang terbuka nonhijau adalah ruang terbuka yang diperkeras
(paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan
sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kolam-
kolam retensi.
Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau
kota, sekurangkurangnya memuat:
1) Perhitungan kebutuhan RTNH yang harus dipenuhi di dalam
kota untuk menunjang fungsi kegiatan dalam kota yang
ada/direncanakan ada;
2) Tipologi RTNH, dan jenis RTNH yang diperlukan dalam
wilayah kota untuk menunjang fungsi kegiatan dalam wilayah
kota;
3) Rencana alokasi ruang untuk penyediaan RTNH pada tiap
jenis RTH.
4) Rencana pemanfaatan ruang pada alokasi ruang yang
direncanakan untuk RTNH dan ketentuan umum
pemanfaatannya;
5) Rencana pentahapan penyediaan dan pengelolaan RTNH.
Rencana alokasi penyediaan RTNH Kota dinyatakan dalam peta
tematik tersendiri dari rencana pola ruang
e. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Pejalan
Kaki
Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
pejalan kaki dalam wilayah kota, sekurang-kurangnya memuat:
1) Pola/jenis/tipikal jalur pejalan kaki dan jalur penyandang
cacat pemakai kursi roda dalam wilayah kota;
2) Lokasi ruang pada masing-masing tipe/pola jalur pejalan kaki
dan penyandang cacat pemakai kursi roda;
3) Rencana penyediaan prasarana dan sarana penunjang jalur
pejalan kaki, diantarannya tempat peristirahatan sementara,
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-24
telepon umum, penyediaan air bersih, dan sarana penunjang
lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan kota dalam
penyediaannya;
4) Rencana pentahapan pembangunan dan pengelolaan
prasarana dan sarana jalur pejalan kaki dan penyandang
cacat pemakai kursi roda.
f. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Angkutan
Umum
Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Angkutan Umum, sekurang-kurangnya memuat:
1) Rencana jalur / trayek angkutan umum dalam wilayah kota,
baik yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan kegiatan
dalam kota maupun yang menghubungkan dengan daerah
lain dalam lingkup yang lebih luas;
2) Perkiraan kebutuhan pengembangan jenis dan kuantitas
sarana angkutan umum kota;
3) Rencana lokasi terminal bagi angkutan umum;
4) Rencana penyediaan dan pemanfaatan halte-halte angkutan
umum untuk menunjang fungsi-fungsi kegiatan yang ada
dalam wilayah kota;
5) Rencana pentahapan pengembangan dan pengelolaan
prasarana dan sarana penunjang angkutan umum kota.
Rencana penyediaan terminal dan halte bagi angkutan umum di
kota dinyatakan dalam peta tematik tersendiri.
g. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Sektor
Informal
Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
kegiatan sektor informal, sekurang-kurangnya memuat:
1) Alokasi ruang permanen untuk menampung kegiatan sektor
informal di perkotaan;
2) Alokasi ruang temporer/sementara yang masih
diperbolehkan bagi kegiatan sektor informal;
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-25
3) Rencana penyediaan prasarana penunjang kegiatan sektor
informal;
4) Rencana pentahapan dan pengelolaan perwujudan ruang
serta prasarana dan sarana untuk kegiatan sektor informal;
Rencana alokasi penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
sarana kegiatan sektor informal kota dinyatakan dalam peta tematik
tersendiri dari rencana pola ruang kota.
h. Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana dan Ruang
Evakuasi Bencana.
Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang dan prasarana
evakuasi bencana, sekurang-kurangnya mencakup:
1) Potensi bencana dan analisis kemungkinannya;
2) Penentuan ruang-ruang evakuasi pada zona aman yang
diperuntukkan untuk tempat penyelamatan;
3) Bangunan-bangunan penyelamat yang direncanakan sebagai
bangunan penyelamat pada zona rawan, yang diperuntukkan bagi
pihak yang tidak sempat melakukan penyelamatan ke zona aman;
4) Rencana Jalur evakuasi masyarakat kota menuju zona aman, serta
rencana pengembangan prasarana penunjangnya (jalan,
jembatan, angkutan evakuasi).
Rencana alokasi penyediaan dan pemanfaatan Ruang dan
prasarana evakuasi bencana dalam kota dinyatakan dalam peta tematik
tersendiri dari rencana pola ruang kota.
1.4.3.9 Penetapan Kawasan Strategis
a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
meliputi:
1) Memiliki potensi bagi pengembangan ekonomi kota;
2) Sumber komoditi unggulan kota;
3) Memiliki potensi ekspor;
4) Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi;
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-26
5) Memiliki fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber
energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi kota;
6) Merupakan bagian wilayah kota untuk pengembangan bagian
wilayah kota lainnya yang tertinggal, atau bagian kota yang
memiliki ketertinggalan secara ekonomi;
7) Dan kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan
kepentingan pembangunan kota.
KSK aspek ekonomi ini, dapat berupa kawasan perdagangan dan
jasa, kawasan pelabuhan, kawasan berikat, dan kawasan lainnya yang
memiliki andil strategis dalam pengembangan ekonomi kota.
b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya meliputi:
1) Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat
atau budaya;
2) Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;
3) Merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;
4) Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya;
5) Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya;
atau memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial;
6) Merupakan hasil karya cipta budaya masyarakat kota yang dapat
menunjukkan jatidiri maupun penanda (vocal point, landmark)
budaya kota;
7) Kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan kepentingan
pembangunan kota.
KSK aspek sosial budaya ini dapat berupa kawasan pusat
perkantoran pemerintahan, kawasan pusat keagamaan, kawasan pusat
pendidikan, kawasan wisata budaya, kawasan wisata buatan unggulan
kota, dan kawasan olah raga, kawasan cagar budaya, dan kawasan sosial
budaya strategis kota lainnya.
c. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya
alam (SDA) dan/atau teknologi tinggi meliputi:
1) Merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-27
lokasi sumber daya alam strategis, pengembangan antariksa, serta
tenaga atom dan nuklir;
2) Memiliki sumber daya alam strategis;
3) Memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan
antariksa;
4) Memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan
nuklir; atau
5) Memiliki fungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi
strategis;
6) Mendayagunakan SDA yang dimiliki kota dan strategis untuk
kepentingan pembangunan kota;
7) Dan kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan
kepentingan pembangunan kota.
KSK pada aspek ini dapat berupa kawasan pelabuhan, kawasan
Industri strategis kota, kawasan pertambangan strategis kota, dan
kawasan lainnya yang mendayagunakan SDA atau menggunakan
teknologi tinggi strategis kota.
d. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup meliputi:
1) Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
2) Merupakan kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan
ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau
diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau
dilestarikan;
3) Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap
tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
4) Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
5) Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
6) Merupakan kawasan rawan bencana alam; atau
7) Merupakan kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan
rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan
kehidupan;
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-28
8) Kriteria lainnya dikembangkan sesuai dengan kepentingan
penataan ruang kota.
KSK pada aspek lingkungan ini dapat berupa Hutan Kota, Kawasan
Mata Air dan Sempadannya, Taman Hutan Raya yang berada di kota, dan
kawasan lindung lainnya yang memiliki nilai strategis kota.
e. Kawasan strategis lainnya yang ditetapkan oleh kota sesuai dengan
kepentingan pembangunan keruangan kota.
Penetapan kawasan strategis ini harus didukung oleh kepentingan
tertentu dengan pertimbangan aspek-aspek strategis, kebutuhan
pengembangan tertentu, dan kesepakatan dan kebijakan yang
ditetapkan diatasnya.
1.4.3.10 Arahan Pemanfaatan Ruang
Muatan dasar dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah kota meliputi
indikasi program utama, disertai perkiraan pendanaan beserta sumbernya,
instansi yang terlibat dalam pelaksanaannya serta waktu dan tahapan
pelaksanaannya yang disusun dengan memperhatikan kurun waktu
perencanaan dan tahap operasionalisasinya mengacu pada rencana tata
ruang. Adapun indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang
wilayah kota, meliputi:
a. Usulan Program Utama Kota
Program utama kota adalah program-program pemanfaatan yang
memiliki bobot kepentingan utama/perlu diprioritaskan untuk mewujudkan
RTRW kota sesuai arah yang dituju. Penetapan program utama dapat
dilakukan dengan multi kriteria yang mempertimbangkan banyak aspek,
yang kriterianya dapat ditentukan oleh kota sesuai dengan
kepentingannya. Kriteria penetapan program utama dapat mencakup
dukungan pada perwujudan struktur ruang kota, dukungan pada
perwujudan pola ruang kota, maupun kriteria lainnya pada aspek politik,
ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Program-program utama kota
perlu mendukung program utama nasional dan kota dalam bidang
penataan ruang.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-29
b. Perkiraan Pendanaan
Untuk merealisasikan program dan rencana tindak yang disusun maka
perlu dibuatkan rencana pembiayaan kurun waktu 20 (dua puluh) tahun
dan secara bertahap setiap 5 (lima) tahun. Pada bagian ini dijelaskan pula
perkiraan rencana sumber dan besar pembiayaan untuk masing-masing
program. Pada dasarnya perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang
disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
c. Instansi Pelaksana
Pelaksanaan program disesuaikan dengan tingkat pemerintahan sesuai
dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan swasta dan masyarakat.
Instansi pelaksana dapat dijabarkan dengan lebih rinci sesuai dengan
bidang, tugas,dan fungsinya yang pelaksanaannya harus terintegrasi antar
sektor. Instansi pelaksana ini dapat dibendakan menjadi dua kelompok
yaitu instansi pelaksana utama, dan instansi pelaksana pendukung.
d. Waktu Dan Tahapan Pelaksanaan
Sebuah program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi,
untuk rencana tata ruang wilayah kota sebuah program direncanakan
selama tahun perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci per 5 (lima)
tahun.
1.4.3.11 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
a. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan umum peraturan zonasi kota merupakan ketentuan-
ketentuan umum yang menjadi dasar dalam penyusunan peraturan zonasi
yang berlaku pada tiap blok yang perencanaannya dilakukan pada Rencana
yang lebih rinci (RTR Kawasan Strategis Kota maupun RDTR).
Muatan dalam ketentuan umum peraturan Zonasi Kota sekurang-
kurangnya mencakup:
1) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan yang berisikan
kegiatan yang diperbolehkan, baik diperbolehkan tanpa syarat,
dengan syarat, atau dengan pengecualian; dan kegiatan yang tidak
diperbolehkan;
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-30
2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang yang sekurang-
kurangnya terdiri atas koefisien dasar bangunan maksimum,
koefisien lantai bangunan maksimum, dan koefisien dasar hijau
minimum;
3) Ketentuan prasarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman
berfungsi secara optimal yang sekurangkurangnya mencakup
lahan parkir, bongkar muat, dimensi dan kelengkapan jaringan
jalan, dan kelengkapan prasarana lain yang dianggap perlu;
4) Ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan kota untuk mengendalikan penggunaan lahan pada
kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana, kawasan
keselamatan operasi penerbangan dan kawasan lainnya.
Ketentuan umum peraturan zonasi ini juga dapat digunakan sebagai
dasar dalam pemberian insentif dan disinsentif, pemberian izin, serta
pengenaan sanksi di tingkat kota.
1.4.3.12 Ketentuan Perizinan
Izin, diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan
kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona yang sesuai dengan
arahan rencana pola ruang pada rencana tata ruang wilayah dan peraturan
zonasi. Beberapa jenis izin yang terkait dengan RTRW Kota, yaitu:
1) Izin prinsip, diberikan untuk rencana kegiatan pemanfaatan ruang;
2) Izin lokasi, diberikan untuk penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan ruang;
3) Izin peruntukkan penggunaan tanah, diberikan untuk perencanaan
dan pemanfaatan tanah;
4) Izin mendirikan bangunan, diberikan sebagai surat bukti untuk
dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan
dan rencana teknis bangunan gedung yang disetujui.
Dalam ketentuan perizinan pada RTRW Kota, sekurang-kurangnya
memuat:
1) Hasil Identifikasi semua jenis perizinan terkait tata ruang yang
dalam pemberian izinnya harus mengacu pada dokumen Rencana
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-31
Tata Ruang Wilayah Kota pada wilayah yang disusun RTRW Kota
nya
2) Mekanisme perizinan terkait tata ruang yang menjadi wewenang
Pemerintahan Kota yang mencakup pengaturan keterlibatan
masing-masing organisasi perangkat daerah terkait dalam setiap
perizinan yang diterbitkan berdasarkan arahan rencana tata ruang
wilayah kota;
3) Ketentuan teknis prosedural dalam pengajuan izin pemanfaatan
ruang maupun forum pengambilan keputusan atas izin yang akan
dikeluarkan, yang akan menjadi dasar dalam pengembangan SOP
perizinan;
4) Ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RTRW
Kota belum memberikan ketentuan yang cukup terkait perizinan
yang dimohonkan oleh masyarakat (individual maupun
organisasi).
1.4.3.13 Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Insentif dan disinsentif merupakan salah satu strategi pendorong
pengembangan kawasan agar sesuai rencana tata ruang. Insentif dapat
diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana
tata ruang dan memberikan eksternalitas positif kepada perekonomian
wilayah, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.
Perangkat insentif yang dapat digunakan, mencakup insentif fiskal
maupun non fiskal. Insentif fiskal dapat berupa pemberian keringanan atau
pembebasan pajak. Sedangkan insentif non fiskal dapat berupa pemberian
kompensasi, subsidi silang, kemudahan perizinan, sewa ruang dan urun
saham, penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur, dan/atau
kemudahan perizinan.
Disinsentif diberikan untuk mencegah, membatasi, atau mengurangi
perkembangan agar tidak terjadi kegiatan pemanfaatan ruang (pada
kawasan lindung maupun budidaya) yang tidak sesuai dengan RTRW Kota
dan memberikan dampak negatif kepada lingkungan dan masyarakat.
Bentuk disinsentif yaitu disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang
tinggi, dan disinsentif non fiskal berupa kewajiban pemberian kompensasi,
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-32
pensyaratan khusus dalam perizinan, kewajiban membayar imbalan,
pembatasan penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur, dan/atau
pemberian status tertentu dari pemerintah.
Ketentuan dalam penyediaan insentif disinsentif diatur sesuai dengan
kriteria, bentuk, dan mekanisme yang mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait dalam hal tersebut yang
disesuaikan dengan kondisi yang berlaku pada masing-masing daerah.
Ketentuan insentif dan disinsentif yang harus dimuat/disusun dalam
RTRW Kota meliputi:
1) Ketentuan insentif-disinsentif pada masyarakat umum.
2) Ketentuan insentif-disinsentif pada lembaga komersial.
1.4.3.14 Arahan Sanksi
Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban berupa sanksi
administratif, pidana dan perdata yang dilakukan terhadap pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Arahan sanksi terkait pemanfaatan ruang merupakan arahan-arahan dalam
pemberian sanksi kepada pelanggar pemanfaatan ruang, yang disusun
dengan mengacu pada undang-undang penataan ruang. Arahan sanksi juga
memperhatikan kondisi yang berlaku pada masing-masing daerah.
Arahan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:
1) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang
wilayah kota, yang dijelaskan dalam ketentuan umum peraturan
zonasi dalam RTRW Kota;
2) Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
3) Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
4) Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
5) Pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai
milik umum;
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-33
6) Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur
yang tidak benar.
Pemberian sanksi terhadap pelanggaran penataan ruang didasarkan
atas besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran
penataan ruang, nilai manfaat pemberian jenis sanksi yang diberikan untuk
pelanggaran penataan ruang; dan kerugian publik yang ditimbulkan akibat
pelanggaran penataan ruang. Sanksi dapat berupa sanksi administratif,
sanksi perdata, dan sanksi pidana.
1) Sanksi Administratif
Jenis sanksi dalam pelanggaran penataan ruang berupa sanksi
administrasi meliputi:
a) Peringatan tertulis;
b) Penghentian kegiatan sementara;
c) Penghentian sementara pelayanan umum;
d) Penutupan lokasi;
e) Pencabutan izin;
f) Pembatalan izin;
g) Pembongkaran bangunan;
h) Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i) Denda administratif.
2) Sanksi Perdata
Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana
terkait penataan ruang, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata
kepada pelaku tindak pidana. Tuntutan ganti kerugian ini dilakukan
sesuai dengan hukum acara pidana.
3) Sanksi Pidana
Ketentuan sanksi pidana yang diterapkan pada tiap pelanggaran
pidana terkait penataan ruang, yang dapat diterapkan sebagaimana
tersaji pada tabel dibawah ini.
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-34
Tabel 1. 1 Arahan Sanksi pada Tiap Jenis Unsur Tindak Pidana Terkait Penataan Ruang Menurut UUPR No. 26 Tahun 2007
No Unsur Tindak Pidana Terkait Penataan
Ruang Arahan Sanksi Pidana
1 Tidak mentaati rencana tata ruang dan Mengakibatkan perubahan fungsi ruang
Dikenakan pidana Penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta
2
Tidak mentaati rencana tata ruang, mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dan mengakibatkan kerugian terhadap harga benda atau rusaknya barang
Dikenakan pidana Penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 Milyar
3 Tidak mentaati rencana tata ruang, mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dan mengakibatkan kematian orang
Dikenakan pidana Penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 Milyar
4 Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang
Dikenakan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta
5
Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin Pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang
Dikenakan pidana Penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 Milyar
6
Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dan mengakibatkan kerugian terhadap harga benda atau kerusakan barang
Dikenakan pidana Penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1.5 Milyar
7 Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dan mengakibatkan kematian orang
Dikenakan pidana Penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 Milyar
8 Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
Dikenakan pidana Penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta
9 Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan dinyatakan sebagai milik umum
Dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta
10 Pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang
Dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling banyak Rp 500 juta. Pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
11 Korporasi yang melakukan sebagian atau semua tindak pidana terkait penataan ruang,
Dikenakan pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dan pidana terhadap korporasi berupa pidana dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana yang dilakukan oleh perseorangan. Selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
Pencabutan izin usaha, dan atau
Pencabutan status badan hukum.
Sumber: Pedoman Penyusunan RTRW Kota, 2007
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-35
1.5 Dasar Hukum Perencanaan
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah
2. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 Tentang Provinsi Maluku Utara
3. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera
Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore di Provinsi Maluku
utara
4. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
6. Undang – Undang RI Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil
7. Undang – Undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
8. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
9. Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan
Angkutan Jalan
10. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
11. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan
Ruang Nasional
12. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2008
tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil
13. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil
14. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2006
tentang Pelabuhan Perikanan
15. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.17/Men/2006
tentang Usaha Perikanan Tangkap
16. Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 tentang Sempadan Sungai
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-36
18. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang
Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang
19. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 397/Menhut-II/2004 tentang
Penetapan Taman Nasional
20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah
21. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak Dan
Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang
22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 1999 Tentang
Angkutan Di Perairan Presiden Republik Indonesia
23. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang
Ketelitian Peta
24. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
25. Peraturan Daerah tentang Pemekaran Desa Nomor 23 tahun 2006
26. Peraturan Daerah tentang Pemekaran Kecamatan Nomor 8 tahun 2007
27. Studi-studi serta peraturan lain yang terkait
1.6 ISU PERENCANAAN DAN PERMASALAHAN
Issue perencanaan dan permasalahan yang dijabarkan ini adalah issue dan
permasalahan yang ada di RPJP Kota Tidore Kepulauan tahun 2006-2026.
Penjabarannya sebagai berikut:
A. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan sosial budaya dan kehidupan beragama berupa tingginya
angka penduduk miskin, belum optimalnya penggunaan kearifan lokal,
pembangunan sumberdaya manusia belum berjalan optimal, masih
rendahnya kinerja pelayanan kesehatan, tingginya penduduk usia produktif
dengan klasifikasi pendidikan rendah.
Permasalahan politik, hukum, dan aparatur adalah masih adanya
praktek money politik dan masih kurangnya aparatur yang bersih.
Permasalahan di bidang ekonomi antara lain dikarenakan sistem
perbankan yang masih rendah, konsep ekonomi yang belum memihak
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-37
masyarakat, harga – harga bahan baku konstruksi belum disesuaikan,
minimnya investasi. Untuk meningkatkan perkenomian Kota Tidore
Kepulauan adalah menata kembali sektor tradisional yang selama ini
meberikan sumbangan cukup berarti bagi PDRB Kota Tidore Kepulauan.
Pada bidang pengembangan wilayah terdapat permasalahan dengan
dokumen rencana tata ruang pengembangan wilayah yang dikeluarkan
pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dokumen rencana
pengembangan wilayah pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Dan juga,
terdapat kesenjangan pembangunan antarwilayah dan keterisolasian
masyarakat pedesaan/kampung dengan kota. Pembangunan juga
dihadapkan pada permasalahan hak masyarakat adat berupa penguasaan
tanah ulayat. Tantangan lain yaitu belum dilakukan penataan kepemilikan,
pemetaan dan pembakuan tanah ulayat. Permasalahan pemanfaatan ruang
ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan maupun
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Pemanfaatan sumberdaya alam belum mengacu pada prinsip
pembangunan berkelanjutan selain itu, kapasitas kelembagaan dalam
koordinasi pengelolaan dan pengendalian lingkungan masih rendah. Untuk
itu diperlukan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement),
pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi, peruntukan dan daya dukung, juga
keberpihakan pada hak – hak masyarakat adat, serta meningkatkan
kesadaran stakeholders akan pentingnya pertimbangan lingkungan pada
pembangunan
B. Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan
Secara khusus terdapat tiga nilai strategis yaitu:
1. Kota Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara sehingga dapat
memancing investasi dan pembangunan di masa depan. Sebagai
pusat pemerintahan provinsi maupun pusat jasa – jasa umum
lainnya, keberadaan Kota Sofifi akan memberikan manfaat
ekonomi yang signifikan bagi Kota Tidore Kepulauan.
2. Potensi laut dan perairan yang besar. Sejauh ini potensi laut dan
perairan di sekitar Pulau Tidore, Maitara, Mare dan pesisir
Kecamatan Oba belum teridentifikasi. Diharapkan pada masa
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-38
depan, potensi keindahan alam bawah laut di Pulau Tidore, Maitara
dan Mare serta pesisir Kecamatan Oba dapat dimanfaatkan.
3. Pulau Tidore sebagai cagar budaya dari salah satu kebudayaan dan
peradaban tertua di Indonesia. Kesultanan Tidore dengan Islam
sebagai agama kerajaan telah mempraktekkan keserasian antara
Islam sebagai agama sekaligus peradaban.
C. Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan 2006-2026
1. Terwujudnya Kemajuan dan Kemandirian Sosial
Kemajuan dan kemandirian sosial suatu daerah adalah sejalan
dengan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat daerah yang
bersangkutan. Untuk itu, pembangunan kesejahteraan sosial
diarahkan kepada peningkatan pelayanan dan rehabilitasi
sosial,pemberdayaan masyarakat penyandang masalah
kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial.
2. Terwujudnya Kemajuan dan Kemandirian Ekonomi
Kemajuan dan kemandirian ekonomi Kota Tidore Kepulauan
pada masa depan masih diharapkan bersumber dari sumbangan
sektor pertanian sub sektor perkebunan dan perikanan. Namun
karena daerah ini pada masa depan akan menjadi pusat
pemerintahan Provinsi Maluku Utara maka sumbangan sektor jasa
dan pelayanan umum lainnya akan menjadi andalan utama
perekonomian daerah.
3. Terwujudnya Kemajuan dan kemandirian politik
Masyarakat yang maju dan mandiri secara politik akan
melahirkan potret pemerintahan yang kuat dan kokoh. Potret
tersebut harus pertama kali datang dari kepemimpinan
pemerintahan di daerah. Dalam kerangka itu, maka reformasi
birokrasi pemerintah daerah dimulai dari penerapan tata
pemerintahan yang baik dan bersih pada seluruh struktur
pemerintahan daerah secara disiplin dan sungguh-sungguh. Dan
untuk menciptakan kepemimpinan daerah yang berwibawa dan
demokratis, diperlukan pranata penegakan hukum dan penertiban
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-39
kehidupan sosial serta tatanan struktur dan mekanisme politik yang
stabil dan kondusif.
4. Terwujudnya Kemajuan dan Kemandirian Budaya
Keyakinan akan kemampuan diri sendiri muncul dari kesadaran
masyarakat tentang kekayaan nilai – nilai tradisi dan kebudayaan
yang tumbuh berkembang dan lestari hingga saat ini. Nilai – nilai
kebudayaan itu memberi inspirasi dan daya tonjol psikologis bagi
kreatifitas dan daya inovasi masyarakat untuk membangun
daerahnya sendiri.
D. Tahapan dan Prioritas
1. RPJM ke-1 (2006-2011)
RPJM ke-1 diarahkan untuk meningkatkan pelayanan
pendidikan dan kesehatan serta pembinaan kesejahteraan sosial.
Pengembangan kapasitas pemerintah daerah terus ditingkatkan
melalui peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah,
penataan struktur dan aparatur, efisiensi dan efektifitas pelayanan
birokrasi, peningkatan koordinasi, perencanaan, pengendalian dan
pengawasan pembangunan.
2. RPJM ke-2 (2011-2016)
RPJM ke-2 diarahkan untuk meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender
(IPG) melalui penataan kembali kehidupan sosial. Peningkatan
sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan peran dan partisipasi
kaum perempuan di bidang politik dan pemerintahan diimbangi
dengan pemberian peran bagi ibu rumah tangga di pedesaan yang
berorientasi pada peningkatan produktifitas ekonomi keluarga.
Pengurangan tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka
melalui pemberdayaan ekonomi desa dan penyediaan lapangan
kerja baru.
3. RPJM ke-3 (2016-2021)
RPJM ke-3 diarahkan untuk meningkatkan akselerasi
pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang, dengan
Bab I Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal I-40
penekanan pada peningkatan daya saing daerah dalam percaturan
ekonomi dan politik global.
4. RPJM ke-4 (2021-2026)
Pembangunan kesejahteraan sosial pada periode RPJM ke-4
ditujukan bagi peningkatan prosentasi tamatan Perguruan Tinggi
yang memiliki kecakapan, ketrampilan dan kemampuan
sumberdaya manusia yang dibutuhkan pembangunan daerah.
Modernisasi sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang
lebih baik serta ketersediaan sumberdaya pendidikan dan
kesehatan di daerah pedesaan, peningkatan taraf gizi dan
kesejahteraan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan di
desa dan kota merupakan prasyarat meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia dan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG)
yang lebih baik.
1.7 Sistematika Penyajian
Laporan Akhir revisi RTRW Kota Tidore Kepulauan ini disajikan dengan sistematika
sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH
BAB III ANALISIS KONDISI DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN
BAB IV KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN
BAB V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH
BAB VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH
BAB VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
BAB VIII RENCANA POLA RUANG WILAYAH
BAB IX PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
BAB X ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
BAB XI KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-1
2.1 Sumber Daya Alam
2.1.1 Letak Geografis, Luas Wilayah dan Batas Wilayah Administrasi
Kota Tidore Kepulauan sebagai daerah otonom yang dimekarkan dari Kabupaten
Halmahera Tengah berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang
pemekaran wilayah yang diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003.
Secara geografis, letak wilayah Kota Tidore Kepulauan berada pada batas
astronomis 0⁰-20⁰ Lintang Utara dan pada posisi 127⁰- 127,45⁰ Bagian Timur. Kota
Tidore Kepulauan memiliki total luas wilayah 13.862,86 Km2 dengan daratan
9.116,36 Km2 dan batas wilayah sebagai berikut :
• sebelah utara Berbatasan dengan Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate
dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera barat.
• sebelah timur Berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten
Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten
Halmahera Tengah.
• sebelah selatan Berbatasan dengan Gane Barat Kabupaten Halmahera
Selatan dan Kecamatan pulau Moti Kota ternate.
• sebelah barat Berbatasan dengan Laut Maluku.
Secara administratif, kota Tidore Kepulauan terdiri dari 8 (delapan) kecamatan
dan 72 desa/kelurahan seperti yang diuraikan berikut ini :
1. Kecamatan Tidore; Jumlah desa/kelurahan 11 dengan ibukota Gamtufkange,
dan luas daerah 212,15 Km2.
2. Kecamatan Tidore Selatan; Jumlah desa/kelurahan 8 dengan ibukota
Gurabati, dan luas daerah 249,32 Km2.
3. Kecamatan Tidore Utara; Jumlah desa/kelurahan 12 dengan ibukota Rum,
dan luas daerah 221,33 Km2.
Bab II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-2
4. Kecamatan Tidore Timur; Jumlah desa/kelurahan 4, dengan ibukota Tosa
dan luas daerah 199,92 Km2.
5. Kecamatan Oba; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Payahe, dan luas
daerah 2.373,63 Km2.
6. Kecamatan Oba Selatan; Jumlah desa/kelurahan 7, dengan ibukota Lifofa,
dan luas daerah 2.210,92 Km2.
7. Kecamatan Oba Utara; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Sofifi, dan
luas daerah 1.155,91 Km2.
8. Kecamatan Oba Tengah; jumlah desa/kelurahan 12, dengan ibukota
Akelamo dan luas daerah 2.493,17 Km2.
Tabel 2.1 Jumlah Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan
Kecamatan Tidore Kecamatan Tidore Selatan Kecamatan Tidore Utara Kecamatan Tidore Timur
Kel. Seli Desa Marekofo Desa Maitara Kel. Mafututu
Kel. Soadara Desa Maregam Desa Maitara Selatan Kel. Tosa
Kel. Topo Kel. Tongowai Kel. Rum Kel. Dowora
Kel. Topo Tiga Kel. Gurabati Kel. Rum Balibunga Kel. Kalaodi
Kel. Soasio Kel. Tomalou Kel. Sirongo Folaraha
Kel. Gamtufkange Kel. Tuguiha Kel. Gubukusuma
Kel. Folarora Kel. Dokiri Kel. Bobo
Kel. Gurabunga Kel. Toloa Kel. Mareku
Kel. Indonesiana Kel. Afa Afa
Kel. Tomagoba Kel. Ome
Kel. Goto Kel. Fobaharu
Kel. Jaya
Kecamata Oba Utara Kecamatan Oba Tengah Kecamatan Oba Kecamatan Oba Selatan
Desa Somahode Desa Lola Desa Kususinopa Desa Lifofa
Desa Akekolano Kel. Akelamo Kel. Payahe Desa Wama
Desa Oba Desa Togeme Desa Toseho Desa Nuku
Kel. Sofifi Desa Akegurai Desa Gitaraja Desa Tagalaya
Kel. Guraping Desa Akesai Desa Woda Desa Maidi
Desa Kaiyasa Desa Aketobololo Desa Kosa Desa Selamalofo
Desa Garojou Desa Akedotiou Desa Koli Desa Hager
Desa Kusu Desa Aketobatu Desa Bale
Desa Ampera Desa Tadupi Desa Tului Talagamori
Desa Bukit Durian
Desa Galala
Desa Balbar
Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-3
PETA 2.1 ADMINSTRASI WILAYAH
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.1
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-4
2.1.2 Geomorfologi
Dae rah Kota Tidore Kepulauan secara fisiografi dapat di bagi manjadi 2 bentukan
utama yaitu pada daerah Pulau Tidore dan Pulau Halmahera. Pulau Tidore memiliki
satuan bentukan asal gunungapi. Satuan ini memiliki kelerengan bervariasi mulai
dari 2 % hingga lebih dari 40%, hal ini sesuai dengan jenis bentukan asal Satuan
vulkanik.
Gambar 2.1 Bentuk Morfologi Pulau Tidore Menunjukkan Satuan Dataran Vulkanik(Pada daerah pesisir), Satuan Lereng Vulkanik (Pada bagian lereng), Puncak Gunungapi (Kerucut vulkanik) dan
Perbukitan Vulkanik Denudasional Pada Bagian Utara Sumber: Survey Lapangan, 2009
Bagian ke dua wilayah Kota Tidore yang berada pada Pulau Halmahera memiliki
karakteristik yang berbeda dengan Pulau Tidore. Satuan geomorfologi ini antara lain
adalah dataran alluvial, perbukitan denudasional, perbukitan denudasional
ultramafik, Plato dan Monoklin.
Gambar 2.2 Morfologi Wilayah Kota Tidore Kepulauan yang Berada pada Pulau Halmahera
Terdiri Dari Dataran( Daerah pesisir) dan Satuan Perbukitan Terdenudasi pada Daerah Timur Sumber: Survey Lapangan, 2009
Selatan Utara
Utara Selatan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-5
2.1.3 Kondisi geologi
2.1.3.1 Satuan Batuan
Sejarah pembentukan batuan di Kota Tidore Kepulauan adalah di mulai pada
Oligosen yaitu dengan diendapkannya Batuan Gunungapi Formasi Bacan. Formasi
ini terdiri dari batuan gunungapi berupa lava, breksi dan tufa dengan sisipan
batupasir dan konglomerat.
Gambar 2.3 Singkapan Batas Satuan Breksi Dengan Lava
yang Menunjukkan Adanya Stuktur Aliran di Daerah Mareku Sumber: Survey Lapangan, 2009
Beberapa singkapan tampak jelas kontak antara batupasir dan konglomerat,
kontak ini menunjukkan adanya bidang erosi.
Gambar 2.4 Singkapan Kontak Antara Batupasir dan Konglomerat
Tampak Konglomerat Menggerus Satuan Batupasir. Lokasi Sekitar Balisosa Sumber: Survey Lapangan, 2009
Satuan batuan Gunungapi muda sering juga disebut sebagai satuan batuan
gunungapi Holosen. merupakan endapan dari gunungapi Kiematubu. Terdiri dari
breksi gunungapi, Lava, tufa dan abu vulkanik. Breksi gunungapi terdiri dari andesit
piroksen, kelabu tua, kompak ukuran butir daro 3 hingga 100cm, Batu apung; putih
kecoklatan, ringan, amidaloidal, getas.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-6
Gambar 2.5 Singkapan Batuan
Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.1.3.2 Struktur Geologi
Struktur geologi daerah Kota TIdore Kepulauan yang berkembang adalah
sesar. Sesar banyak dijumpai di daerah Pulau Halmahera. Sesar ini berkembang
Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya. Jenis sesar agak sulit di
identifikasi di lapangan, bidang sesar yang dijumpai di lapangan berupa zona
hancuran, pada zona ini di jumpai filit dan tampak mineral pengisi rekahan.
Gambar 2.6 Singkapan Bidang Sesar yang Berupa Zona Hancuran
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Kemiringan lapisan secara umum adalah ke arah barat, akan tetapi beberapa
tempat dijumpai kemiringan ke arah utara (N268 O E/ 30O). Besar kemiringan
batuan berkisar antara 10 O hingga 30 O.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-7
Gambar 2.7 Singkapan Batupasir dengan Kedudukan Batuan N268
O E/ 30
Opada Perselingan
Batupasir. Lokasi di Sekitar Payahe Sumber: Survey Lapangan, 2009
Struktur sesar merupakan daerah yang rawan terjadi gerakan tanah.
Kejadian gerakan tanah ini terutama pada saat hujan turun dan juga jika terjadi
gempa.
2.1.4 Iklim
Keadaan iklim di Kota Tidore Kepulauan tidak berbeda jauh dengan iklim di
daerah-daerah lainnya di pulau Halmahera dan sekitarnya yaitu beriklim tropis
lembab, yang dipengaruhi angin laut. Iklim daerah ini sangat di pengaruhi oleh laut
Halmahera, laut Seram dan laut Maluku.
2.1.5 Tanah
Tabel 2.2 Penyebaran Jenis Tanah Berdasarkan Klasifikasi USDA
No Lokasi
Penyebaran (kecamatan)
Satuan Peta Tanah (SPT )
Great Group Sub Ordo Ordo
1 Tidore 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
2 Tidore Utara 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
3 Tidore Selatan 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
4 Tidore Timur 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
5 Oba 4 Entisols Aquents Endoaquents
Histosols Hemists Haplohemists
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-8
No Lokasi
Penyebaran (kecamatan)
Satuan Peta Tanah (SPT )
Great Group Sub Ordo Ordo
21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
150 Andisols Udands Hapludands
Inceptisols Udepts Dystrudepts
6 Oba Selatan 4 Entisols Aquents Endoaquents
Histosols Hemists Haplohemists
21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
7 Oba Utara 19 Inceptisols Aquepts Endoaquepts
Inceptisols Fluvents Udifluvents
21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
39 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Alfisols Udalfs Hapludalfs
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
150 Andisols Udands Hapludands
Inceptisols Udepts Dystrudepts
8 Oba Tengah 21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
39 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Alfisols Udalfs Hapludalfs
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-9
No Lokasi
Penyebaran (kecamatan)
Satuan Peta Tanah (SPT )
Great Group Sub Ordo Ordo
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
150 Andisols Udands Hapludands
Inceptisols Udepts Dystrudepts
Sumber : Peta Sumberdaya Tanah Lembar Ternate (NA 52) dan Ambon (MA 52) skala 1: 1.000.000 tahun 2000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-10
Peta 2.2 Tanah Kota Tidore Kepulauan
2.1.5.1
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2010 - 2030
PETA 2.2
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.2
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-11
Penggunaan Lahan
Tabel 2.3 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kota Tidore Kepulauan
No Penggunaan Luas (Km2) %
1 Permukiman 486,86 5,34
2 Kebun Campuran 1.483,59 16,27
3 Perkebunan 23,31 0,26
4 Mangrove 82,78 0,91
5 Hutan 6.084,29 66,74
6 Tanah Terbuka 1,91 0,02
7 Persawahan 140,49 1,54
8 Tegalan 489,34 5,37
9 Semak Belukar 323,79 3,55
Jumlah 9.116,36 100,00
Sumber: Penghitungan Berdasar Citra Satelit
Berdasarkan Peta Jenis Penggunaan Lahan (2008) Kota Tidore Kepulauan
masih didominasi oleh hutan (66,74%). Kemudian Kebun campuran (16,27%) dan
ketiga adalah Tegalan (5,57%). Adapun pertanian adalah 1,54 % berupa sawah
dengan kondisi pemanfaatan lahan ini laju peralihan dari lahan hutan menjadi yang
lain dapat menjadikan kemungkinan terjadinya perubahan ekosistem yang paling
mendasar. Penggunaan lahan di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada peta 2.3
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-12
Peta 2.3 Penggunaan Lahan Eksisting
2.1.5.2
PETA 2.3
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.3
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-13
Kemampuan Lahan
Kemiringan Lereng
Lahan di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang didominasi oleh perbukitan
Tektonik mempunyai kemiringan lereng yang beragam dari landai sampai sangat
curam namun. Berikut ini tersaji tabel luas kemiringan lereng Kota Tidore
Kepulauan.
Tabel 2.4 Luas Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan
Kemiringan Lereng
Luas (km2) Persentase luas
(%) Kelas
0-2 2855.01 28.55 Datar
2-15 1611.10 16.11 Landai
15-40 3517.17 35.17 Agak Curam
>40 1133.10 11.33 Sangat curam
Jumlah 9116.38 100
Sumber: SK Menteri Pertanian Nomer 837/KPTS/UM/11.1980
Kedalaman
Kota Tidore Kepulauan dengan kondisi iklim yang mendukung proses
pembantukan tanah menghasilkan tanah-tanah yang mempunyai jeluk dangkal
akibat dari kemiringan yang curam sehingga tanah mudah terkikis pada saat
terjadinya erosi.
Tekstur
Tanah-tanah di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak didominasi oleh
tekstur sedang sampai halus, ada beberapa lokasi yang bertekstur kasar sampai
agak kasar. Tekstur tanah berperan dalam menentukan sifat fisik dan kimia tanah.
Erosi tanah
Erosi merupakan pengikisan tanah permukaan oleh agensia air atau angin.
Erosi tanah yang terjadi di lahan-lahan wilayah Kota Tidore Kepulauan pada
permukaan tanah yang sudah tidak bervegetasi.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-14
Peta 2.4 Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2010 - 2030
PETA 2.4
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.4
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-15
Peta 2.5 Kemampuan Lahan Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.5
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-16
2.1.6 Curah Hujan
Curah hujan tertinggi terjadi bulan Juni dengan hari hujan 20 di susul bulan
September dan Februari pada tahun 2006 kemudian untuk curah hujan tertinggi
pada tahun 2007 yaitu pada bulan November dengan jumlah hari hujan 12 disusul
bulan Juni dan Januari.
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25oC sampai 26,6oC. Suhu udara
rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Maret dan
Juni. Kelembaban relatif udara rata-rata bulanan berkisar antara 80% hingga 90%.
Kelembaban rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Juli
Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 20% sampai 79%,
dengan lama penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada
bulan September. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 11 km/jam dan 25
km/jam. Kecapatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari, dan terendah terjadi
pada bulan November.
Rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada di Kota Tidore Kepulauan adalah
24.55 mm/tahun. Bulan Basah terjadi rata-rata 6-7 bulan per-tahun dan Bulan
Lembab terjadi hanya 3-4 bulan. Rata-rata jumlah hari hujan pada stasiun penakar
curah hujan di Kota Tidore Kepulauan adalah 7 hari. Alat pencatat hujan di BPP
Kecamatan Oba Utara dalam kondisi rusak.
Morh (1933) cit. Sutarno, (1998) membagi bulan basah dan bulan kering ke
dalam tiga golongan, yaitu :
Bulan basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan > 100 mm.
Bulan lembab (BL) adalah bulan dengan curah hujan 60-100 mm.
Bulan kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan < 60 mm.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-17
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
450.00
500.00
Janu
ari
Febr
uari
Mar
etApr
ilM
ei
Juni
Juli
Agu
stus
Sep
tem
ber
Okt
ober
Nov
embe
r
Des
embe
r
Bulan
Ju
mla
h C
ura
h H
uja
n (
mm
)
2006 2007
Gambar 2.8 Grafik Golongan Bulan Basah dan Kering Sumber : Analisis Studio
2.1.7 Hidrologi
Secara umum ketersediaan air bersih di Pulau Tidore mengalami kesulitan
terutama pada musim kemarau. Pada daerah pesisir yang tidak terlayani PDAM, air
bersih didapatkan dari sumur gali penduduk. Pada musim kemarau, sumur ini
penurunan air dan kadang terasa agak payau. Sumur ini dapat melayani 30 Kepala
keluarga. Mereka menimba dan menggunakan gerobak untuk mengangkut dari
sumur ke rumah-rumah.
Gambar 2.9 Sumur Penduduk Sebagai Salah Satu Sumber Air Bersih
Pada daerah yang agak tinggi baik di Pulau Tidore maupun di Halmahera,
pada umumnya memanfaatkan mata air.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-18
(a) (b) Gambar 2.10 (a)Mata Air di Desa Gurabunga Dengan Debit 0,3 l/dt. (b)Pada Musim Hujan
Masyarakat Menampung Air Dalam Bak Penampungan
Pada musim penghujan umumnya masyarakat memanfaatkan air dengan
menampung air yang jatuh di genting dan mengalirkannya ke dalam bak
penampung air.
Sungai sungai yang besar di Halmahera diantaranya adalah S.Kayasa,
S.Akelamo, S.Neweri, S.Sinofa, S.Tafaga, S.Lifofa.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-19
Peta 2.6 Persebaran Sumber Air Baku Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.6
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-20
2.1.8 Sumber Daya mineral
Bahan galian C adalah sumberdaya mineral yang utama di Kota Tidore
Kepulauan. Bahan galian tersebut adalah, pasir, kerikil, batu andesit, dan batuapung.
Gambar 2.11 Craser yang Berada di Tepi Sungai Oba
Gambar 2.12 Lokasi Tambang Batu Apung (Batu Tela di Dekat Desa Surumalau)
Sumber daya mineral di Kota Tidore Kepulauan:
Andesit terdapat di Desa Bobo, Kelurahan Dokiri dan Kelurahan Soadara
Batupasir terdapat di Desa Akelamo, Kecamatan Oba utara
Batuapung terdapat di Dusun Surumalau , Kecamatan Tidore
Tanah Liat terdapat di Desa Mare Kofo Kecamatan Tidore Selatan
Batu Pemban terdapat di Desa Akelamo, Lolo dan Payahe
Tembaga terdapat di Desa Payahe Kecamatan Oba.
Emas Terdapat di Desa Noramaake Kecamatan Oba Tengah
Gambar 2.13 Tambang Batupasir, dan Kerikil di Desa Gurabunga
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-21
2.1.9 Sumber Daya Energi
Panas Bumi
Sumber daya energi panas bumi yang potensial terdapat di Akesahu, Kecamatan
Tidore Timur.
Air terjun
Air terjun di Kota Tidore Kepulauan terdapat di air terjun Luku Celeng Kelurahan
Kalaodi Kecamatan Tidore Timur.
Dua sumber daya energi tersebut saat ini berpotensi sebagai sumber energi
alternatif untuk kebutuhan energi listrik di Kota Tidore Kepulauan yang dapat
melayani seluruh Kota Tidore Kepulauan.
2.1.10 Sumber Daya Pertanian
Sumberdaya pertanian meliputi tanaman pangan, tanaman sayur serta buah-
buahan.
Tabel 2.5 Tanaman Pangan
No Kecamatan
Rata-rata Produktivitas Pertanian 2006-2008 (Ton/Ha)
Padi Jagung Ubi
Kayu Kacang Tanah
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Ubi-ubian
1 Tidore 0.57 8.00 0.52 0.33 0.33
2 Tidore Selatan 0.33 4.00 1.60 0.33 0.33
3 Tidore Utara 1.16 4.67 0.95 0.33 0.33
4 Tidore Timur 0.00
5 Oba 0.91 0.94 0.67 1.00 0.90 2.23
6 Oba Utara 1.33 0.33 0.87 0.33
7 Oba Selatan
8 Oba Tengah 6.67 0.20
Jumlah 0.91 4.34 24.33 4.93 2.23 3.23
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan
Tabel 2.6 Tanaman Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan
No Jenis Tanaman
Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)
Tidore Tidore Selatan
Tidore Utara
Tidore Timur
Oba Oba
Utara Oba
Selatan Oba
Tengah Jumlah
Sayur-sayuran
1 Bawang Merah 0,47 0,6 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 1,5
2 Lombok 0,75 0,8 0,7 0,0 1,0 0,7 0,2 0,0 4,1
3 Ketimun 0,33 0,3 0,3 0,0 0,9 0,6 0,0 0,0 2,5
4 Terong 1,00 1,0 1,0 0,0 1,7 12,4 0,3 0,0 17,5
5 Bayam 1,58 0,3 1,5 0,0 2,0 1,5 0,3 0,0 7,2
6 Kangkung 3,17 0,3 2,2 0,0 3,6 2,8 0,2 0,0 12,3
7 Kacang Panjang 0,33 1,0 0,9 000,0 1,0 0,7 0,3 0,0 4,2
8 Petsai 0,93 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,0 0,0 3,0
9 Tomat 1,31 0,3 1,1 0,2 2,0 1,1 0,0 0,3 6,4
10 Labusiam 1,11 0,3 0,7 0,3 0,0 0,3 0,0 0,0 2,7
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-22
No Jenis Tanaman
Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)
Tidore Tidore Selatan
Tidore Utara
Tidore Timur
Oba Oba
Utara Oba
Selatan Oba
Tengah Jumlah
Buah-buahan
11 Advokad 6,97 6,9 1,4 0,0 13,6 35,3 0,3 0,0 64,4
12 Jeruk 0,00 0,3 0,7 0,0 6,7 31,3 0,1 0,0 39,1
13 Mangga 154,44 205,0 1.334,0 0,3 17,0 249,6 0,0 0,0 1.960,4
14 Langsat 0,00 0,3 0,7 0,0 8,7 6,7 0,3 0,0 16,7
15 Durian 26,67 30,0 30,0 0,0 3,3 75,0 0,0 0,0 165,0
16 Pepaya 26,67 26,7 206,7 6,7 206,7 610,5 0,0 0,0 1.083,8
17 Nenas 0,00 5,3 5,7 0,0 11,0 6,1 5,0 0,0 33,1
18 Pisang 175,22 200,0 200,0 66,7 195,5 377,3 60,0 60,0 1.334,8
19 Nangka 30,00 6,7 28,3 0,0 57,5 300,0 6,7 0,0 429,2
20 Rambutan 8,00 0,0 11,3 2,7 29,2 61,3 0,0 0,0 112,5
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan
Kota Tidore Kepulauan mempunyai lahan pertanian seluas 240, 72 Km2 dengan 8
Kecamatan. Pertanian yang paling menonjol yaitu ubi kayu untuk tanaman pangan
karena rata-rata semua daerah menghasilkan ubi kayu sedangkan untuk tanaman
sayur yang paling berkembang adalah terong dan mangga untuk buah-buahannya.
2.1.11 Sumberdaya Kehutanan
Sumberdaya hutan di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak yang merupakan
hutan lindung. Hutan lindung seluas 3.295,82 Km2, hutan produksi 121,77 Km2,
hutan konversi 1.627,62 Km2, hutan Produksi terbatas 1.039,08 Km2, dan tidak
terdapat hutan suaka alam. Hutan lindung yang paling luas terdapat dikecamatan
Oba dan Oba Utara yaitu 1.591,09 Km2. Hutan konversi berada di wilayah Kecamatan
Oba Utara Kota Tidore Kepulauan.
Tabel 2.7 Sumber Daya Hutan
No. Kecamatan
Rata-Rata Luas Areal Hutan 2006-2007 (Km2)
Hutan Suaka Alam
Hutan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi
Hutan Konversi
Luas Areal
1 Tidore
24,35 0,00 0,00 64,94 89,30
2 Tidore Selatan
64,94 0,00 0,00 129,88 194,83
3 Tidore Utara
24,35 0,00 0,00 129,88 154,24
4 Tidore Timur
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
5 Oba
1.591,09 519,54 60,88 374,70 2.820,93
6 Oba Utara
1.591,09 519,54 60,88 376,50 2.824,99
7 Oba Selatan
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
8 Oba Tengah
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah
3.295,82 1.039,08 121,77 1.627,62 6.084,29
Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-23
Peta 2.7 Kawasan Hutan di Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.7
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-24
Sumber Daya Perikanan
Wilayah Kota Tidore Kepulauan terdiri dari wilayah daratan (42,51%) dan lautan
(57,49%). Secara umum wilayah lautan Kota Tidore Kepulauan termasuk dalam
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 6, yaitu WPP Laut Seram dan Teluk Tomini.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan pada WPP 6 masih rendah kecuali untuk
kelompok udang penaid yang sudah mencapai lebih tangkap (over fishing). Sub
sektor perikanan di Kota Tidore Kepulauan memegang peranan penting sebagai
penyumbang PDRB tertinggi dalam sektor pertanian.
8302.77 8291.8
12954.35 13395.38
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
2005 2006 2007 2008
Tahun
Pro
du
ksi (t
on
)
Gambar 2.14 Produksi Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Hasil Olahan Studio
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-25
Tabel 2.8 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia
= Over Fishing
= Optimal
= Under Fishing
Armada perikanan tangkap Kota Tidore Kepulauan sementara ini masih
tergolong kecil, sebab sebagian besar terdiri dari motor tempel (56,95%) dan perahu
tanpa motor (32,67%) dan hanya 6,56% saja yang merupakan kapal motor dengan
ukuran <30GT dan semua kapal motor hanya ada di Kecamatan Tidore Utara dan
Tidore Selatan. Hasil tangkapan ikan nelayan di Kota Tidore Kepulauan masih dapat
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-26
ditingkatkan, yaitu dengan mengambil sumberdaya ikan di WPP 6 (Laut Seram dan
Teluk Tomini) yang diketahui masih rendah tingkat pemanfaatannya. Namun
demikian, untuk memanfaatkan potensi tersebut nelayan Kota Tidore Kepulauan
akan menghadapi kendala akibat minimnya jumlah armada penangkapan ikan yang
memadai.
46
382
668
77
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Tanpa Perahu (TP)
Perahu Tanpa Motor
(PTM)
Motor Tempel (MT)
Kapal Motor (KM)
Jumlah Armada Perahu (unit)
Gambar 2.15 Armada Penangkapan Ikan di Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Pengolahan Data Sekunder
Di Kota Tidore Kepulauan saat ini telah tersedia Pelabuhan Pendaratan Ikan
(PPI) dan telah dilengkapi dengan berbagai sarana seperti cold storage, pabrik es,
tangki BBM, bengkel, workshop, sarana air bersih, gedung TPI dan sebagainya yang
terletak di Soasio. Namun sarana PPI yang telah dibangun tersebut sementara ini
belum dimanfaatkan oleh para nelayan. Salah satu kendala tampaknya belum
terciptanya pasar yang kondusif dibanding dengan yang ada di Ternate.
237
286
393
194
237
269
134
66
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Tidore
Tidore Utara
Tidore Selatan
Tidore Timur
Oba
Oba Utara
Oba Tengah
Oba Selatan
Kecam
ata
n
Jumlah RTP
Gambar 2.16 Jumlah RTP Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-27
Kegiatan perikanan budidaya di Kota Tidore Kepulauan saat ini masih belum
berjalan dengan baik sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi
produksi perikanan Kota Tidore Kepulauan.
Kawasan potensial untuk kegiatan budidaya perikanan di Kota Tidore Kepulauan
semuanya terletak di kawasan pesisir dan lautan. Padahal Kota Tidore Kepulauan
sampai sekarang belum mempunyai tata ruang pesisir, kelautan dan pulau-pulau
kecil seperti yang disyaratkan dalam UU No 27 tahun 2007.
Gambar 2.17 Budidaya Pembesaran Lobster di Teluk Cobo
Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.1.12 Sumber Daya Peternakan
Peternakan di Kota Tidore Kepulauan sampai dengan tahun 2008 masih
didominasi oleh ternak unggas (70%) dan sedang ternak ruminansia yang terdiri dari
sapi dan kambing hanya sebanyak 30% (Gambar 2.18). Jenis ternak unggas dominan
di Kota Tidore Kepulauan adalah ayam bukan ras (buras) yang jumlahnya mencapai
60% dari populasi ternak yang ada. Pemeliharaan ternak ayam buras tersebut
umumnya dilakukan secara tradisional dan bersifat sambilan atau belum dilakukan
secara profesional. Pada Gambar 2.19 tampak bahwa populasi ayam buras yang
dipelihara tersebar di semua kecamatan, meskipun populasi tertinggi terdapat di
kecamatan Tidore dan Oba Selatan. Peternak ayam pedaging di Kota Tidore
Kepulauan hanya terdapat di Pulau Tidore saja sedang untuk ayam petelur di P.
Tidore dan P. Halmahera khususnya kecamatan Oba Utara (Gambar 2.19).
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-28
5% 5% 4%
25%60%
1%
Sapi
Kambing
Ayam Petelur
Ayam Pedaging
Ayam Buras
Itik
Gambar 2.18 Jenis Hewan Ternak di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Tidore
Tidore Utara
Tidore Selatan
Tidore Timur
Oba
Oba Utara
Oba Tengah
Oba Selatan
Ke
ca
ma
tan
Jumlah (ekor)
Itik
Ayam Buras
Ayam Pedaging
Ayam Petelur
Gambar 2.19 Jumlah Ternak Unggas di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
Populasi ternak ruminansia di Kota Tidore Kepulauan sebagian besar
terdapat di P. Halmahera. Pada tahun 2008 populasi sapi potong di Kota Tidore
Kepulauan adalah sebanyak 4.271 ekor atau rata-rata setiap 21 penduduk terdapat
satu ekor sapi. Populasi sapi potong tertinggi terdapat di kecamatan Oba Utara
(1.695 ekor) dan Oba Tengah (1.336 ekor).
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-29
35
80
18
234
704
1695
1336
169
720
51
80
189
830
422
894
424
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800
Tidore
Tidore Utara
Tidore Selatan
Tidore Timur
Oba
Oba Utara
Oba Tengah
Oba Selatan
Ke
ca
ma
tan
Jumlah (ekor)
Kambing
Sapi Potong
Gambar 2.20 Jumlah Ternak Ruminansia di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
Pengembangan peternakan sapi potong di P. Halmahera juga didukung oleh
adanya UPT Peternakan di Akelamo (Gambar 2.21) meskipun kondisi belum
memuaskan.
Gambar 2.21 UPT Peternakan di Akelamo, Kec. Oba
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Pemeliharaan ternak ruminansia kecil khususnya kambing di Kota Tidore
Kepulauan mencapai 3.610 ekor. Populasi ternak kambing terbesar terdapat di 3
kecamatan, yaitu Oba Tengah (894 ekor), Oba (830 ekor) dan Tidore (720 ekor).
Gambar 2.22 Sapi Potong Milik Masyarakat di Kayasa, Kec. Oba Utara
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-30
2.1.13 Aspek Lingkungan
2.1.13.1 Aspek Lingkungan Darat
Permasalahan tanah yang dijumpai di lapangan wilayah kecamatan Oba
Utara adalah mudah terjadi kekeringan, walaupun di tanah - tanah aluvial jenis
Eutrodepts yang didominasi fraksi pasir dengan topografi datar. Tanah dengan
tekstur pasiran mudah mengalami penguapan dan aliran ke bawah (perkolasi).
Tidak adanya hujan dengan durasi waktu 2 bulan menyebabkan kekeringan pada
tanaman semusim maupun tanaman tahunan yang masih muda.
2.1.13.2 Aspek Lingkungan Laut
Kondisi kualitas air di perairan Kota Tidore Kepulauan umumnya baik untuk
kegiatan budidaya ikan. Sebagai contoh kualitas perairan di sekita P. Maitara yaitu
salinitas 30-32%o, kecerahan 110-130 cm, kecepatan arus 27-30 m/s, pasang surut
50-170 cm, kedalaman 0,5-1,9 m, pH 6,5-7,5, dan oksigen terlarut 5-7,5 ppm (DKP,
2007).
Beberapa kawasan di Kota Tidore Kepulauan terdapat terumbu karang yang
luasnya bervariasi antar kecamatan. Luas total terumbu karang di Kota Tidore
Kepulauan adalah mencapai 685 ha atau 0.22% dari luas wilayah yang ada. Namun
demikian, sebagian kondisi terumbu karang tersebut dalam kondisi rusak - cukup.
Kondisi terumbu karang yang baik, umumnya berada pada daerah yang dianggap
mistik oleh masyarakat setempat.
Gambar 2.23 Pengambilan Batu Karang untuk Bangunan di Teluk Gita
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Kondisi pantai Kota Tidore Kepulauan sebagian berpasir, terjal dan sebagian
lagi ditumbuhi mangrove khususnya di kawasan yang ada sumber air tawarnya
(sungai). Namun demikian sebagain lahan mangrove telah mulai dikonversi untuk
menjadi lahan tambak (seperti di Kayasa), perumahan dan juga untuk kebutuhan
kayu bakar.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-31
Gambar 2.24 Pengambilan Kayu Bakau untuk Kayu Bakar di Teluk Gita
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Gambar 2.25 Alih Fungi Mangrove untuk Perumahan di Teluk Gita
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Gambar 2.26 Alih Fungsi Mangrove untuk Tambak di Kayasa
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-32
Peta 2.8 Sebaran Terumbu Karang di Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2010 - 2030
PETA 2.8
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-33
2.2 Kependudukan dan Sosial Budaya
2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008
No. Kecamatan Jumlah Penduduk
2005 2006 2007 2008
1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789
2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082
3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184
4 Tidore Timur
7.633
5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070
6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725
7 Oba Selatan
5.009
8 Oba Tengah
6.438
Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS
Tahun 2008 jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan bertambah sebanyak
1.333 jiwa dari tahun 2007. Jumlah penduduk terbanyak masih berada di Kecamatan
Tidore sebanyak 20.789 jiwa. Jumlah penduduk terendah di Kecamatan Oba Selatan
sebesar 5.009 jiwa sebagai kecamatan baru.
Gambar 2.27 Pie Chart Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder
Pada tahun 2008 kepadatan penduduk tertinggi dan terendah sudah bergeser
akibat dari pemekaran wilayah menjadi kecamatan baru. Kepadatan penduduk kasar
tahun 2008 tertinggi di Kecamatan Tidore sebesar 98 jiwa/Km2. Wilayah yang
mempunyai kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Oba Tengah ( 3
jiwa/Km2) sebagai pemekaran dari Kecamatan Oba Utara. Dari data tahun 2008
terlihat bahwa pulau Tidore lebih padat penduduknya dari pada wilayah Kota Tidore
Kepulauan yang berada di pulau Halmahera.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-34
Tabel 2.10 Kepadatan Penduduk Bruto Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008
No. Kecamatan
Luas Wilayah (Km2) Kepadatan Bruto (Jiwa/Km
2)
sebelum 2008
2008 2005 2006 2007 2008
1 Tidore 412,08 212,15 64,34 66,02 66,86 97,99
2 Tidore Selatan 249,32 249,32 55,35 54,46 58,07 60,49
3 Tidore Utara 221,33 221,33 68,69 68,21 71,68 73,12
4 Tidore Timur 0,00 199,92 - - - 38,18
5 Oba 3.529,54 2.373,63 4,00 4,31 4,18 4,24
6 Oba Utara 4.704,10 2.210,92 3,46 3,78 3,60 4,85
7 Oba Selatan 0,00 1.155,91 - - - 4,33
8 Oba Tengah 0,00 2.493,17 - - - 2,58
Jumlah 9.116,36 9.116,36 9,42 9,75 9,83 10,08
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-35
Peta 2.9 Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.9
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-36
Peta 2.10 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.10
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-37
2.2.2 Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi dari tahun 2005 menuju 2006 sebesar
3,45%. Pada tahun 2007 – 2008 tiga kecamatan menunjukkan pertumbuhan
penduduk dengan angka minus diatas 20%. Hal tersebut dikarenakan adanya
perubahan status administrasi.
Tabel 2.11 Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008
No. Kecamatan
Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk
per Tahun (%)
2005 2006 2007 2008 2005-2006
2006-2007
2007-2008
1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789 2,62 1,27 -24,55
2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082 -1,62 6,64 4,17
3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184 -0,69 5,08 2,02
4 Tidore Timur
7.633 5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070 7,82 -3,03 -31,78
6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725 9,18 -4,61 -36,70
7 Oba Selatan
5.009 8 Oba Tengah
6.438
Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930 3,45 0,82 2,60
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis
Laju pertumbuhan penduduk tertinggi pada tahun 2006 sebesar 3,34%. Laju
pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,18%. Sehingga selama
lima tahun rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore Kepulauan sebesar
2,34%.
Gambar 2.28 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2003 – 2007
Sumber : Pengolahan Data Sekunder,2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-38
Angka pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore
Kepulauan lebih dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan kematian dibandingkan
faktor mobilitas penduduk.
Kelahiran dan Kematian
Tabel 2.12 Jumlah Kematian dan Kelahiran di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 Dirinci per Kecamatan
No. Kecamatan Kelahiran Kematian
1 Tidore 1.168 44
2 Tidore Selatan 629 14
3 Tidore Utara 735 14
4 Tidore Timur 5 Oba 156
6 Oba Utara 465 2
7 Oba Selatan 8 Oba Tengah Jumlah 3.153 74
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, BPS
Jumlah kelahiran tiap tahun semakin berkurang dan jumlah kematian setiap
tahun semakin bertambah. Hal tersebut menunjukkan beberapa kemungkinan yaitu:
1. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin mengurangi angka kelahiran. Hal ini
didukung dengan data jumlah pemakai kontrasepsi KB yang semakin meningkat.
Diketahui jumlah peserta KB aktif tahun 2006 berjumlah 4.828 jiwa menjadi
9.559 jiwa di tahun 2007.
2. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin meningkatkan standar umur
pernikahan.
Tabel 2.13 Jumlah Kematian dan Kelahiran Tahun 2007-2008 Dirinci per Bulan
No. Bulan 2007 2008
Kelahiran Kematian Kelahiran Kematian
1 Januari 805 14 63 4
2 Pebruari 132 11 122 11
3 Maret 50 5 257 2
4 April 260 4 185 9
5 Mei 257 3 213 7
6 Juni 235 10 365 8
7 Juli 506 3 489 8
8 Agustus 158 3 272 11
9 September 72 9 180 10
10 Oktober 35 4 45 11
11 November
11 332 4
12 Desember 150 2 100 6
Jumlah 2.660 79 2.623 91
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2008, 2009, BPS
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-39
Mobilitas Penduduk
Kota Tidore Kepulauan mempunyai daerah-daerah yang dikhususkan untuk area
transmigrasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertambahan penduduk di Kota
Tidore Kepulauan dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk yang melakukan
transmigrasi dari luar Kota Tidore Kepulauan.
Gambar 2.29 Mobilitas Penduduk Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.2.3 Penduduk Menurut Karakteristiknya
2.2.3.1 Penduduk Menurut Struktur Usia
Jumlah penduduk terbanyak pada golongan usia 15-19 tahun sebanyak
10.573 jiwa. Jumlah penduduk terendah pada golongan usia lebih dari 75 tahun
sebanyak 733 jiwa. Jumlah penduduk umur 0-14 tahun sebanyak 29.517 jiwa.
Jumlah penduduk pada golongan umur 15-64 tahun sebanyak 59.892 jiwa. Jumlah
penduduk golongan umur lebih dari 65 tahun sebanyak 2.522 jiwa. Jumlah laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan pada golongan usia 10-14, 25-29, 40-44 dan
golongan usia di atas 50 tahun.
Gambar 2.30 Piramida Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-40
2.2.3.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 2.14 Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008
No. Kecamatan Sex Ratio
2008
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
Sex Ratio 2005 2006 2007 Laki-laki Perempuan
1 Tidore 100,26 98,11 100,32 10.068 10.721 20.789 93,91
2 Tidore Selatan 96,30 94,32 99,67 7.526 7.556 15.082 99,60
3 Tidore Utara 100,32 96,37 102,71 8.031 8.153 16.184 98,50
4 Tidore Timur
3.822 3.811 7.633 100,29
5 Oba 106,37 100,47 102,65 4.981 5.089 10.070 97,88
6 Oba Utara 108,99 96,97 104,79 5.369 5.356 10.725 100,24
7 Oba Selatan
2.463 2.546 5.009 96,74
8 Oba Tengah
3.153 3.285 6.438 95,98
Jumlah 102,20 97,40 101,85 45.413 46.517 91.930 97,63
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS
2.2.3.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendapatan
Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 tercatat
sebesar 14.906 jiwa atau sebesar 16,77 % dari total jumlah penduduk tahun 2006.
Persentase jumlah penduduk miskin terbesar adalah Kecamatan Oba (31,50%).
Kecamatan Tidore Utara mempunyai persentase penduduk miskin terkecil yaitu
sebesar 8,21 %.
Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan mengalami penurunan
pada tahun 2008 menjadi 11.832 jiwa atau sebesar 12,87% dari total jumlah
penduduk tahun 2008.
Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Miskin dan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008
No. Kecamatan
2006 2008
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Jumlah Penduduk
Miskin (Jiwa)
% Penduduk Miskin
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Rumah Tangga Miskin
% Rumah Tangga Minskin
Jumlah Pendu
duk
Jumlah Pendu
duk Miskin
% Pendu
duk Miskin
1 Tidore 27.207 3.678 13,52 4.261 334 7,84 20.789 1.549 7,45
2 Tidore Selatan 13.577 1.700 12,52 3.205 295 9,20 15.082 1.125 7,46
3 Tidore Utara 15.097 1.240 8,21 3.387 320 9,45 16.184 1.307 8,08
4 Tidore Timur
1.487 320 21,52 7.633 1.362 17,84
5 Oba 15.222 4.795 31,50 2.307 517 22,41 10.070 2.185 21,70
6 Oba Utara 17.761 3.493 19,67 3.321 474 14,27 10.725 1.574 14,68
7 Oba Selatan
1.310 344 26,26 5.009 1.185 23,66
8 Oba Tengah
1.804 374 20,73 6.438 1.545 24,00
Jumlah 88.864 14.906 16,77 21.082 2.978 14,13 91.930 11.832 12,87
Sumber : Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan Penduduk Miskin Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008, BPS.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-41
2.2.3.4 Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Berdasarkan mata pencaharian, Kota Tidore Kepulauan mempunyai
karakteristik sebagian penduduknya bekerja dibidang pertanian secara luas yaitu
sebagai petani perkebunan dan nelayan.
Tabel 2.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006-2008
Jenis Pekerjaan 2006 2007 2008
Petani Perkebunan 29.757 31.952 31.952
Nelayan
3.597 6.722
Dokter 12 18 15
Bidan 41 48 51
Perawat 50 51 58
Tenaga Medis Lainnya 31 65 61
Guru 1.982 2.129 1.813
Pegawai Negeri Sipil 3.123 1.384 1.148
Tenaga kerja industri 1.899 916 2.497
Pensiun 19 22 41
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Olahan Studio 2009
2.2.3.5 Penduduk Menurut Pendidikan
Karakteristik penduduk berdasarkan pendidikannya dapat dilihat dari jumlah
lulusan berdasarkan tingkatan sekolah. Selama tahun 2007 – 2008 jumlah lulusan
TK, SD dan SMA mengalami penurunan. Jumlah lulusan SMP meningkat dari 1.024
jiwa menjadi 1.089 jiwa.
Tabel 2.17 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pada Usia Sekolah Tahun 2007
Kelompok Umur
Partisipasi Sekolah (%)
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Masih Bersekolah
Tidak Bersekolah
lagi
7-12 0,68 97,97 1,35
13-15 1,41 90,87 7,72
16-18 2,30 68,43 29,27
19-24 1,28 18,34 80,38
Sumber : IPM Kota Tidore Kepulauan 2007 (Susenas 2007)
2.2.3.6 Penduduk Menurut Tingkat Kesehatan
Akses kesehatan untuk perempuan dapat diukur dari ketersediaan tenaga
medis khususnya bidan, rata-rata angka harapan hidup, jumlah akseptor KB, angka
kematian bayi yang berhubungan dengan angka kesehatan ibu melahirkan.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-42
Jumlah tenaga medis bidan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Jumlah akseptor KB dari tahun 2006 ke tahun 2007
mengalami peningkatan sebesar 4.731 jiwa.
Tabel 2.18 Jumlah Kelahiran Bayi dan Ibu Melahirkan di RSU Soasio Tahun 2005-2008
No. Keterangan 2005 2006 2007 2008
1 Jumlah Kelahiran Bayi Hidup 416 433 513 541
2 Jumlah Kelahiran Bayi Mati 11 25 3 22
Total 427 468 515 563
3 Jumlah Ibu Melahirkan Hidup 393 670 437 581
4 Jumlah Ibu Melahirkan Mati 0 2 0 0
Total 393 672 437 581
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007/2008, 2009, BPS dan Pengolahan Data Sekunder, 2009
2.2.3.7 Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kota Tidore Kepulauan sebagian besar beragama Islam. Jumlah
pemeluk agama terbesar kedua tahun 2007 dan 2008 adalah agama Protestan.
Jumlah pemeluk agama Hindu tahun 2008 menjadi sebanyak 20 jiwa dengan
jumlah pemeluk terbanyak di Kecamatan Tidore.
Tabel 2.19 Jumlah Pemeluk Agama Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008
No. Kecamatan 2007 2008
Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya
1 Tidore 28,66 0,10 3,89
23,17 0,23
85,00 100,00
2 Tidore Selatan 16,40
15,78 3 Tidore Utara 18,30
17,81
4 Tidore Timur
8,51 5 Oba 19,53 42,18 23,89
10,60 38,16 12,18
6 Oba Utara 17,11 57,72 72,22
6,09 11,48 7 Oba Selatan
11,55 24,84 66,46 15,00
8 Oba Tengah
6,49 25,30 21,36 Jumlah 100,00 100,00 100,00
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007/2008, 2009, BPS Dan Pengolahan Data Sekunder
2.2.3.8 Ketenagakerjaan
Jumlah angkatan kerja tahun 2007 sebanyak 33.165 jiwa. Jumlah angkatan kerja
tahun 2008 sebanyak 36.132 jiwa. Dalam kurun waktu satu tahun jumlah angkatan
kerja bertambah sebanyak 8,94% dari tahun 2007. Perbandingan jumlah angkatan
kerja laki-laki dengan perempuan sebesar 164 : 100.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-43
Tabel 2.20 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Umur 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Kegiatan, Tahun 2007 dan 2008
Keterangan 2007 2008
Laki Laki Perempuan Jumlah Jumlah
Angkatan Kerja 20.610 12.555 33.165 36.132
Bekerja 20.209 11.723 31.932 34.188
Pengangguran 401 832 1.233 1.944
Pernah Bekerja 248 152 400 Tidak Pernah Bekerja 153 680 833 Bukan angkatan kerja 4.708 14.707 19.415 20.501
Sekolah 2.832 3.203 6.035 7.399
Mengurus Rumah Tangga 1.160 10.870 12.030 10.236
Lainnya 716 634 1.350 2.866
Total 25.318 27.262 52.580 56.633
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka Tahun 2007 dan 2008
2.2.3.9 Adat Istiadat
Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan dikenal dengan Kesultanan Tidore atau
termasuk salah satu Kerajaan Moloku Kie Raha yang mempunyai latar belakang
panjang dan berpengaruh terhadap kebudayaan dan adat istiadat. Dalam kehidupan
masyarakat Kota Tidore Kepulauan, budaya dipengaruhi oleh adat. Tidore Kepulauan
mempunyai banyak suku bangsa dan bahasa yang menyebabkan beragamnya
budaya dan adat istiadat. Tolong menolong atau gotong royong merupakan sikap
mental yang masih terpelihara sampai sekarang dalam tata pergaulan masyarakat
Tidore Kepulauan.
2.3 Perekonomian Daerah
2.3.1 Ekonomi Regional
Dapat dilihat bahwa secara umum perekonomian Kota Tidore Kepulauan terus
mengalami peningkatan di semua sektor. Satu – satunya yang mengalami penurunan
adalah sektor listrik, gas dan air bersih.
Distribusi PDRB per sektor dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.21 Distribusi PDRB Sektoral Berdasar Harga Konstan 2000 (%)
NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pertanian 52,58 51,14 49,72 49,73 49,92
Tanaman Bahan Makanan 15,59 15,15 14,54 14,04 13,59
Perkebunan 25,20 24,08 23,78 24,42 25,28
Peternakan 0,89 0,85 0,83 0,80 0,77
Kehutanan 3,58 3,71 3,53 3,45 3,41
Perikanan 7,32 7,35 7,04 7,02 6,88
2 Pertambangan dan Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-44
NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008
Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60
3 Industri Pengolahan 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57
Industri Tanpa Migas 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,18 0,19 0,21 0,21 0,18
Listrik 0,07 0,07 0,08 0,07 0,06
Air Bersih 0,11 0,12 0,13 0,14 0,12
5 Bangunan / Konstruksi 2,64 2,59 2,51 2,42 2,43
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22,36 24,38 26,61 27,48 28,08
Perdagangan Besar dan Eceran 22,32 24,33 26,57 27,43 28,03
Restoran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Hotel 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05
7 Angkutan dan Komunikasi 4,38 4,26 4,18 4,12 4,05
Pengangkutan 4,14 4,01 3,92 3,80 3,67
Angkutan Jalan Raya 0,87 0,87 0,90 0,89 0,87
Angkutan Laut 3,00 2,88 2,75 2,63 2,52
Angkutan Penyeberangan 0,04 0,04 0,04 0,05 0,06
Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jasa Penunjang Angkutan 0,23 0,23 0,23 0,23 0,22
Komunikasi 0,24 0,25 0,26 0,33 0,38
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 1,79 1,76 1,71 1,66 1,61
Bank 0,01 0,02 0,02 0,03 0,04
Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,14 0,15 0,16 0,17 0,19
Sewa Bangunan 1,62 1,58 1,51 1,44 1,37
Jasa Perusahaan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
9 Jasa - Jasa 9,14 8,74 8,32 7,92 7,56
Pemerintahan Umum dan Pertahanan 6,68 6,34 6,01 5,71 5,46
Swasta 2,46 2,40 2,31 2,20 2,09
Sosial Kemasyarakatan 1,87 1,80 1,72 1,64 1,56
Hiburan dan Rekreasi 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Perorangan dan Rumah Tangga 0,57 0,59 0,58 0,55 0,53
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Distribusi terbesar terdapat di sektor pertanian sebesar 49,92% dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 28,08%. Dan subsektor dengan sumbangan
terbesar adalah subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 28,03% dan
subsektor perkebunan sebesar 25,28%.
Untuk gambaran lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-45
Gambar 2.31 Grafik Distribusi PDRB Berdasar Harga Konstan 2000 Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Wilayah
Tabel 2.22 Laju Pertumbuhan PDRB
No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008
1 Pertanian 2,80 2,87 5,62 5,90
Tanaman Bahan Makanan 2,75 1,58 2,26 2,38
Perkebunan 1,04 4,39 8,10 8,72
Peternakan 1,00 3,52 2,12 1,96
Kehutanan 8,69 0,93 3,24 4,50
Perikanan 5,90 1,34 5,31 3,58
2 Pertambangan dan Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19
Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00
Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19
3 Industri Pengolahan 5,99 2,61 1,05 0,61
Industri Tanpa Migas 5,99 2,61 1,05 0,61
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 12,05 12,64 8,97 -13,25
Listrik 9,51 10,17 3,64 -22,91
Air Bersih 13,56 14,04 11,76 -8,78
5 Bangunan / Konstruksi 3,79 2,39 2,24 5,83
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,28 13,48 8,63 7,53
Perdagangan Besar dan Eceran 13,29 13,50 8,61 7,52
Restoran 14,63 6,07 8,11 12,04
Hotel 6,33 2,86 22,08 11,53
7 Angkutan dan Komunikasi 2,73 3,73 4,28 3,82
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-46
No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008
Pengangkutan 2,41 3,29 2,55 2,28
Angkutan Jalan Raya 4,90 9,15 4,02 3,63
Angkutan Laut 1,61 1,18 1,28 1,38
Angkutan Penyeberangan 4,57 3,27 28,55 16,26
Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00
Jasa Penunjang Angkutan 2,57 5,69 5,63 3,58
Komunikasi 7,88 10,37 24,41 18,77
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 4,15 2,75 2,90 2,59
Bank 33,45 32,21 33,38 26,88
Lembaga Keuangan Tanpa Bank 11,87 14,93 11,96 11,97
Sewa Bangunan 3,09 0,94 1,05 0,51
Jasa Perusahaan 6,28 5,48 5,31 4,17
9 Jasa - Jasa 1,20 0,79 0,78 1,03
Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0,43 0,34 0,72 1,18
Swasta 3,25 1,94 0,92 0,65
Sosial Kemasyarakatan 1,43 1,23 1,13 0,61
Hiburan dan Rekreasi 5,34 9,26 9,24 2,30
Perorangan dan Rumah Tangga 8,76 3,93 0,14 0,74
Total 5,47 5,56 5,62 5,52
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Laju pertumbuhan PDRB terbesar berada di sektor perdagangan, hotel dan
restoran dan kemudian diikuti oleh pertumbuhan sektor pertambangan dan
penggalian, kemudian baru sektor pertanian, sedangkan yang mengalami
penurunan terbesar adalah sektor Listrik, Gas dan Air bersih yaitu sebesar -13,25.
2.3.2 Tingkat Pendapatan Perkapita
Tingkat pendapatan perkapita di Kota Tidore Kepulauan secara garis besar
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan persentase peningkatannya
terus meningkat kecuali dari tahun 2007 ke tahun 2008.
Tabel 2.23 Pendapatan PerKapita
Tahun Pend/kapita Naik/Turun %
2004 2.517.930,33 2005 2.546.293,47 28.363,14 1,13
2006 2.633.862,82 87.569,35 3,44
2007 2.862.981,97 229.119,15 8,70
2008 3.088.417,42 225.435,45 7,87
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-47
Gambar 2.32 Grafik Pendapatan Per Kapita 2004 – 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
2.4 Prasarana dan Sarana Wilayah
2.4.1 Transportasi
2.4.1.1 Transportasi Darat
Di Kota Tidore Kepulauan terdapat 4 (empat) buah terminal. 2 (dua)
diantaranya berada di pulau Tidore yaitu di Soasio dan Rum. 2 (dua) lainnya berada
di pulau Halmahera yaitu di Gita dan Sofifi. Masing – masing terminal terletak
berdekatan dengan pelabuhan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
pergerakan antar moda.
Gambar 2.33 Terminal Sumber: Survey Lapangan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-48
Tabel 2.24 Keadaan Jalan Dirinci Jalan Provinsi dan Jalan Kota di Tidore Kepulauan (km)
Keadaan
2006 2007 2008
Panjang Jalan Panjang Jalan Panjang Jalan
Jalan Provinsi
Jalan Kota
Jalan Provinsi
Jalan Kota
Jalan Provinsi
Jalan Kota
I Jenis Permukaan
Diaspal 192 221,93 192 221,93 237 216,23
Kerikil
11,20
11,20 11,20
Tanah 4 43,08 4 23,08 14 23,08
Jumlah 196 276,21 196 256,21 251 250,51
II Kondisi Jalan
Baik 65 220,72 65 230,70 95 216,23
Sedang
14,40
14,40 14,40
Rusak
17,48
14,80 156 10,48
Rusak Berat 131 23,61 131 23,61 9,40
Jumlah 196 276,21 196 283,51 251 250,51
III Kelas Jalan
Kelas I 196
196
251
Kelas II
14,40
14,40 14,40
Kelas III A
198,49
198,49 172,79
Kelas III B
63,32
63,32 63,32
Kelas III C
Jumlah 196 276,21 196 276,21 251 250,51
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka,BPS
Gambar 2.34 Jembatan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan
Gambar 2.35 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-49
2.4.1.2 Transportasi Laut
Transportasi antar pulau dibagi menjadi tiga jenis, kapal feri, kapal cepat
(Speedboat), dan kapal kayu bermotor (Ketingting). Penduduk lebih sering
menggunakan speedboat yang kapasitas penumpangnya antara 12-20 orang. Hal
ini dikarenakan jadwal keberangkatan speedboat lebih luwes. Keberangkatan kapal
feri terjadwal tetap setiap harinya, sedangkan Speedboat berangkat tergantung
penumpang (jika penumpang sudah penuh langsung berangkat).
Tabel 2.25. Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan
No Nama
Pelabuhan Pulau Klasifikasi
Profil dermaga
Tiang Pancang
Lantai
Ukuran (M)
Kedalaman Faceline Dermaga (LWS)
P L
1 Soasio Tidore P. Regional Spun File Beton 42 8 6
2 Rum Tidore P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
3 Maitara Maitara P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
4 Mare Mare P. Lokal Beton Kayu 12 4 3
5 Sofifi Halmahera P. Regional Spun File Beton 46 8 6
6 Galala Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
7 Guraping Oba Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
8 Somadehe Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
9 Maidi Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
10 Loleo Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
11 Lola Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
12 Gita Halmahera P. Regional Baja Beton 60 8 5
Sumber: Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan, 2009
Gambar 2.36 Pelabuhan Speedboat di Rum Sumber: Survey Lapangan
Gambar 2.37 Kegiatan di Pelabuhan Soasio Sumber: Survey Lapangan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-50
2.4.1.3 Transportasi Udara
Di Kota Tidore Kepulauan sendiri tidak terdapat sarana transportasi udara.
Untuk menggunakan transportasi udara penduduk Kota Tidore Kepulauan harus
pergi ke Kota Ternate. Di Kota Ternate terdapat bandara yang dikategorikan
menjadi Bandara Pusat Tersier. Berdasar PP 26-2008 bandara pusat penyebaran
pelayanan tersier merupakan simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau
beberapa kabupaten. Bandara pusat penyebaran pelayanan tersier merupakan
bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW. Selain itu
memiliki jumlah penumpang antara 500.000 – 1.000.000 pertahun.
2.4.2 Sosial
2.4.2.1 Pendidikan
a. Taman Kanak – Kanak (TK)
Tabel 2.26. Jumlah Gedung, Murid dan Guru TK di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan 2006 2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 12 824 46 * * * * * *
2 Tidore Selatan 7 387 32 * * * * * *
3 Tidore Utara 9 263 21 * * * * * *
4 Tidore Timur
* * * * * *
5 Oba 10 392 23 * * * * * *
6 Oba Utara 16 522 33 * * * * * *
7 Oba Selatan
0 0 * * * * * *
8 Oba Tengah
0 0 * * * * * *
Jumlah 54 2388 155 54 2182 193 54 1932 262
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA) *: data tidak tersedia
Dari data di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah guru TK
dari tahun ke tahun, akan tetapi jumlah murid terus mengalami penurunan.
b. Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidayah (MI)
Tabel 2.27. Jumlah Gedung, Murid dan Guru SD/MI di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan 2006 2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 25 3700 302 24 3785 327 15 2141 168
2 Tidore Selatan 13 1845 153 13 1459 163 11 947 90
3 Tidore Utara 19 2095 132 19 2108 257 15 1497 183
4 Tidore Timur
7 684 54
5 Oba 21 2523 175 21 2627 177 14 1315 97
6 Oba Utara 30 2789 280 30 2754 282 18 1768 173
7 Oba Selatan
0 0
7 703 50
8 Oba Tengah
0 0
12 1078 108
Jumlah 108 12952 1042 107 12733 1206 99 10133 923
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-51
Terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam jumlah sarana SD dari tahun
2007 ke tahun 2008 setelah mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke tahun
2006
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Tabel 2.28 Jumlah Gedung, Murid dan Guru SMP/MTs di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan 2006 2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 5 1524 137 6 1851 143 3 1636 102
2 Tidore Selatan 3 265 73 4 269 80 2 129 39
3 Tidore Utara 7 886 109 7 1113 110 5 392 99
4 Tidore Timur
1 229 17
5 Oba 7 662 66 9 562 69 7 766 61
6 Oba Utara 10 290 103 14 1040 109 6 609 87
7 Oba Selatan
0 0
2 204 10
8 Oba Tengah
0 0
3 135 45
Jumlah 32 3627 488 40 4835 511 29 4100 460
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Jumlah sarana gedung SMP berkurang dari tahun 2007 ke tahun 2008. Tren
yang sama dapat dilihat pada jumlah murid dan guru, meningkat dari tahun 2006
ke tahun 2007, kemudian menurun ke tahun 2008.
d. Sekolah Menengah Atas (SMA) / Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) /
Madrasah Aliyah (MA)
Jumlah gedung, murid, dan guru Sekolah Menengah atas di Kota Tidore
Kepulauan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.29 Jumlah Gedung, Murid, dan Guru SMA/SMK/MA di Kota Tidore Kepulauan
NO Kecamatan 2006
2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 8 1327 91 12 1316 155 5 1351 169
2 Tidore Selatan 3 725 56 3 500 86 2 383 61
3 Tidore Utara 5 346 55 3 666 67 2 245 46
4 Tidore Timur
2 142 14
5 Oba 3 254 25 2 246 26 3 296 36
6 Oba Utara 8 820 70 7 803 78 6 388 88
7 Oba Selatan
0 0
8 Oba Tengah
0 0
2 268 16
Jumlah 27 3472 297 27 3531 412 22 3073 430
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Dari tahun 2007 hingga tahun 2008 terjadi penurunan jumlah gedung SMA.
Jumlah murid juga berkurang pada tahun yang sama. Namun jumlah guru terus
mengalami peningkatan.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-52
e. Perguruan Tinggi (PT)
Terdapat 3 (tiga) perguruan tinggi di Kota Tidore Kepulauan. Masing –
masing terdapat di Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, dan Kecamatan Oba. Salah
satu perguruan tinggi yang ada adalah STMIK di Kecamatan Tidore.
Tabel 2.30 Jumlah Mahasiswa STMIK di Kecamatan Tidore Dirinci Berdasar Jenis Kelamin
periode laki-laki perempuan jumlah
2004/2005 25 27 52
2005/2006 30 40 71
2006/2007 45 28 73
2007/2008 71 60 130
2008/2009 58 68 126
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)
2.4.2.2 Kesehatan
Dalam rangka peningkatan derajat gizi dan kesehatan masyarakat maka
pemerintah Kota Tidore Kepulauan melakukan pengadaan tenaga medis maupun
sarana bangunan kesehatan.
Tabel 2.31 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Tidore Kepulauan
Kecamatan
2006 2007 2008
RS Puskes
mas PusTu
Polin des
RS Puskes
mas PusTu
Polin des
RS Puskes
mas PusTu
Polin des
Tidore 1 1 5 5 1 1 5 5 1 1 2 2
Tidore Selatan
1 3 2
1 3 2
1 3 2
Tidore Utara
1 5 3
1 5 4
1 5 5
Tidore Timur
3 3
Oba
1 5 5
1 6 6
1 5 3
Oba Utara
1 10 8
2 8 10
1 5 5
Oba Selatan
1 2 4
Oba Tengah
1 4 5
Jumlah 1 5 28 23 1 6 27 27 1 7 29 29
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Jumlah sarana kesehatan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun telah
mengalami peningkatan. Mengindikasikan peningkatan kepedulian pemerintah
dalam penanganan kesehatan masyarakat Kota Tidore Kepulauan.
2.4.2.3 Peribadatan
Sarana peribadatan adalah sarana yang berkaitan dengan kualitas manusia
secara spiritual. Sarana peribadatan memenuhi kebutuhan rohani yang perlu
disediakan di lingkungan pemukiman sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-53
Tabel 2.32 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tidore Kepulauan
No. Kecamatan 2006 2007 2008
Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja
1 Tidore 32 39
32 31
2 30 2 Tidore Selatan 14 24
14 24
14 24
3 Tidore Utara 29 31
29 27
27 32 4 Tidore Timur
11 12
5 Oba 25 5 9 24 4 11 18 5 5
6 Oba Utara 33 12 11 29 8 18 7
6
7 Oba Selatan
14 5 9
8 Oba Tengah
15 2 9
Jumlah 133 111 20 128 94 29 108 110 29
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Dapat dilihat dari tabel di atas jumlah masjid dan mushola semakin
berkurang jika dibandingkan dengan jumlah tahun 2006. Akan tetapi jumlah gereja
mengalami peningkatan.
2.4.3 Telekomunikasi
Pengembangan sarana telekomunikasi di Kota Tidore Kepulauan yang
dikembangkan oleh PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Telkomsel saat ini telah memiliki
7 buah tower, 19 unit warung telekomunikasi, dan 4 warung internet yang tersebar
di seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.
Gambar 2.38 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.4.4 Listrik
Sistem pembangkit listrik di Kota Tidore Kepulauan bersumber pada PLTD
dengan 3 unit pembangkit listrik masing – masing pada PLTD ranting Soasio, PLTD
ranting Payahe dan PLTD ranting Sofifi.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-54
Tabel 2.33 Distribusi Penyediaan Daya PT.PLN Dirinci Menurut Ranting
Lokasi Pembangkit
Penyediaan Daya Th 2008 (KwH)
Kecamatan
Soasio 711.654
Tidore
Tidore Timur
Tidore Utara
Tidore Selatan
Sofifi 343.339 Oba Utara
Oba Tengah
Payahe 67.547 Oba
Oba Selatan
Jumlah 1.122.540
Sumber:Pengolahan Data Sekunder,2009
Tabel 2.34 Tenaga Listrik yang Diusahakan Oleh PT.PLN Dirinci Menurut Ranting
No Unit
Jumlah Mesin (Unit) Kapasitas Terpasang (Kw) Produksi (KwH)
2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008
1 Ranting Soasio (Tidore) 7 7 7 4.362 4.362 4.362 1.034.300 1.126.208 711.654
2 Sub Ranting Sofifi ( Oba Utara) 7 7 5 1.940 1.940 1.700 189.280 323.823 343.339
3 Sub Ranting Payahe (Oba) 4 4 4 480 480 480 55.440 59.780 67.547
Jumlah 18 18 16 6.782 6.782 6.542 1.279.020 1.509.811 1.122.540
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Dari tahun 2006 hingga 2008 jumlah pelanggan PLN di Kota Tidore Kepulauan
meningkat cukup signifikan. Meskipun demikian terjadi penurunan pada jumlah
produksi (KwH) pada tahun 2008. Juga penurunan jumlah generator pada sub
Ranting Sofifi.
2.4.5 Air Bersih
PDAM baru dapat melayani pelanggan yang berada di Pulau Tidore. Layanan air
bersih ini juga masih terbatas untuk wilayah Kecamatan Tidore yang berada di pusat
kecamatan.
Masyarakat yang berada di Pulau Halmahera mengusahakan air melalui sumur
dan sungai serta beberapa mata air yang debitnya sangat terbatas.
Tabel 2.35 Pelanggan Air Minum Menurut Kategori Pelanggan dan Air Terpakai
No Kategori Pelanggan
2007 2008
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
1 Rumah tempat tinggal 2.049 281.008 2.067 164.386
2 Hotel/Objek Wisata
3 Badan-badan sosial/Rumah sakit
1 420
4 Tempat Peribadatan 32 12.411 32 5.196
5 Umum 13 5.301 13 3.156
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-55
No Kategori Pelanggan
2007 2008
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
6 Perusahaan/Pertokoan 88 19.744 88 17.160
7 Instansi Pemerintah 212 55.237 208 31.432
8 Lain-lain 2 1.000 2 600
Jumlah 2.396 374.701 2.411 222.350
Sumber: Perusahaan Daerah Air Minum Soasio (PDAM),2009
Terjadi peningkatan jumlah pelanggan pada tahun 2008 tetapi jumlah air
terpakai mengalami penurunan cukup besar.
2.4.6 Perdagangan dan Jasa
Di Kota Tidore Kepulauan, perdagangan dilayani pasar-pasar tradisional dan
pusat pertokoan sekelas rumah toko (ruko). Daerah perbelanjaan yang paling ramai
adalah di Pasar Inpres Sari Malaha di Soasio. Pasar – pasar lainnya berupa pasar
tradisional. Letak pasar – pasar di Kota Tidore Kepulauan ini kebanyakan berada di
dekat Pelabuhan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada peta 2.11.
Gambar 2.39 Pasar Di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan,2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-56
Peta 2.11 Persebaran Sarana Pasar
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.11
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-57
2.4.7 Persampahan
Persampahan kebanyakan masih dikelola sendiri oleh rumah tangga. Baik
dengan cara ditimbun di belakang pekarangan, maupun dengan cara dibakar. TPA
terdapat 1 (satu) unit di Pulau Tidore.
2.4.8 Ruang Terbuka Hijau
Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami,
kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti
taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Dilihat dari fungsi
RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,
memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur
ruang perkotaan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan melalui pengindraan
jauh, diperoleh kesimpulan bahwa RTH di perkotaan memiliki luasan yang cukup
besar yaitu seluas 40% dari luas areal terbangun. Dapat dilihat bahwa sempadan
pantai masih cukup banyak tersedia kecuali pada area – area pelabuhan.
Gambar 2.40 Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Eksisting Sumber: www.wikimapia.com dan Pengolahan Data Sekunder, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-1
2.1 Sumber Daya Alam
2.1.1 Letak Geografis, Luas Wilayah dan Batas Wilayah Administrasi
Kota Tidore Kepulauan sebagai daerah otonom yang dimekarkan dari Kabupaten
Halmahera Tengah berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang
pemekaran wilayah yang diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003.
Secara geografis, letak wilayah Kota Tidore Kepulauan berada pada batas
astronomis 0⁰-20⁰ Lintang Utara dan pada posisi 127⁰- 127,45⁰ Bagian Timur. Kota
Tidore Kepulauan memiliki total luas wilayah 13.862,86 Km2 dengan daratan
9.116,36 Km2 dan batas wilayah sebagai berikut :
• sebelah utara Berbatasan dengan Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate
dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera barat.
• sebelah timur Berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten
Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten
Halmahera Tengah.
• sebelah selatan Berbatasan dengan Gane Barat Kabupaten Halmahera
Selatan dan Kecamatan pulau Moti Kota ternate.
• sebelah barat Berbatasan dengan Laut Maluku.
Secara administratif, kota Tidore Kepulauan terdiri dari 8 (delapan) kecamatan
dan 72 desa/kelurahan seperti yang diuraikan berikut ini :
1. Kecamatan Tidore; Jumlah desa/kelurahan 11 dengan ibukota Gamtufkange,
dan luas daerah 212,15 Km2.
2. Kecamatan Tidore Selatan; Jumlah desa/kelurahan 8 dengan ibukota
Gurabati, dan luas daerah 249,32 Km2.
3. Kecamatan Tidore Utara; Jumlah desa/kelurahan 12 dengan ibukota Rum,
dan luas daerah 221,33 Km2.
Bab II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-2
4. Kecamatan Tidore Timur; Jumlah desa/kelurahan 4, dengan ibukota Tosa
dan luas daerah 199,92 Km2.
5. Kecamatan Oba; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Payahe, dan luas
daerah 2.373,63 Km2.
6. Kecamatan Oba Selatan; Jumlah desa/kelurahan 7, dengan ibukota Lifofa,
dan luas daerah 2.210,92 Km2.
7. Kecamatan Oba Utara; jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibukota Sofifi, dan
luas daerah 1.155,91 Km2.
8. Kecamatan Oba Tengah; jumlah desa/kelurahan 12, dengan ibukota
Akelamo dan luas daerah 2.493,17 Km2.
Tabel 2.1 Jumlah Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan
Kecamatan Tidore Kecamatan Tidore Selatan Kecamatan Tidore Utara Kecamatan Tidore Timur
Kel. Seli Desa Marekofo Desa Maitara Kel. Mafututu
Kel. Soadara Desa Maregam Desa Maitara Selatan Kel. Tosa
Kel. Topo Kel. Tongowai Kel. Rum Kel. Dowora
Kel. Topo Tiga Kel. Gurabati Kel. Rum Balibunga Kel. Kalaodi
Kel. Soasio Kel. Tomalou Kel. Sirongo Folaraha
Kel. Gamtufkange Kel. Tuguiha Kel. Gubukusuma
Kel. Folarora Kel. Dokiri Kel. Bobo
Kel. Gurabunga Kel. Toloa Kel. Mareku
Kel. Indonesiana Kel. Afa Afa
Kel. Tomagoba Kel. Ome
Kel. Goto Kel. Fobaharu
Kel. Jaya
Kecamata Oba Utara Kecamatan Oba Tengah Kecamatan Oba Kecamatan Oba Selatan
Desa Somahode Desa Lola Desa Kususinopa Desa Lifofa
Desa Akekolano Kel. Akelamo Kel. Payahe Desa Wama
Desa Oba Desa Togeme Desa Toseho Desa Nuku
Kel. Sofifi Desa Akegurai Desa Gitaraja Desa Tagalaya
Kel. Guraping Desa Akesai Desa Woda Desa Maidi
Desa Kaiyasa Desa Aketobololo Desa Kosa Desa Selamalofo
Desa Garojou Desa Akedotiou Desa Koli Desa Hager
Desa Kusu Desa Aketobatu Desa Bale
Desa Ampera Desa Tadupi Desa Tului Talagamori
Desa Bukit Durian
Desa Galala
Desa Balbar
Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-3
PETA 2.1 ADMINSTRASI WILAYAH
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.1
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-4
2.1.2 Geomorfologi
Dae rah Kota Tidore Kepulauan secara fisiografi dapat di bagi manjadi 2 bentukan
utama yaitu pada daerah Pulau Tidore dan Pulau Halmahera. Pulau Tidore memiliki
satuan bentukan asal gunungapi. Satuan ini memiliki kelerengan bervariasi mulai
dari 2 % hingga lebih dari 40%, hal ini sesuai dengan jenis bentukan asal Satuan
vulkanik.
Gambar 2.1 Bentuk Morfologi Pulau Tidore Menunjukkan Satuan Dataran Vulkanik(Pada daerah pesisir), Satuan Lereng Vulkanik (Pada bagian lereng), Puncak Gunungapi (Kerucut vulkanik) dan
Perbukitan Vulkanik Denudasional Pada Bagian Utara Sumber: Survey Lapangan, 2009
Bagian ke dua wilayah Kota Tidore yang berada pada Pulau Halmahera memiliki
karakteristik yang berbeda dengan Pulau Tidore. Satuan geomorfologi ini antara lain
adalah dataran alluvial, perbukitan denudasional, perbukitan denudasional
ultramafik, Plato dan Monoklin.
Gambar 2.2 Morfologi Wilayah Kota Tidore Kepulauan yang Berada pada Pulau Halmahera
Terdiri Dari Dataran( Daerah pesisir) dan Satuan Perbukitan Terdenudasi pada Daerah Timur Sumber: Survey Lapangan, 2009
Selatan Utara
Utara Selatan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-5
2.1.3 Kondisi geologi
2.1.3.1 Satuan Batuan
Sejarah pembentukan batuan di Kota Tidore Kepulauan adalah di mulai pada
Oligosen yaitu dengan diendapkannya Batuan Gunungapi Formasi Bacan. Formasi
ini terdiri dari batuan gunungapi berupa lava, breksi dan tufa dengan sisipan
batupasir dan konglomerat.
Gambar 2.3 Singkapan Batas Satuan Breksi Dengan Lava
yang Menunjukkan Adanya Stuktur Aliran di Daerah Mareku Sumber: Survey Lapangan, 2009
Beberapa singkapan tampak jelas kontak antara batupasir dan konglomerat,
kontak ini menunjukkan adanya bidang erosi.
Gambar 2.4 Singkapan Kontak Antara Batupasir dan Konglomerat
Tampak Konglomerat Menggerus Satuan Batupasir. Lokasi Sekitar Balisosa Sumber: Survey Lapangan, 2009
Satuan batuan Gunungapi muda sering juga disebut sebagai satuan batuan
gunungapi Holosen. merupakan endapan dari gunungapi Kiematubu. Terdiri dari
breksi gunungapi, Lava, tufa dan abu vulkanik. Breksi gunungapi terdiri dari andesit
piroksen, kelabu tua, kompak ukuran butir daro 3 hingga 100cm, Batu apung; putih
kecoklatan, ringan, amidaloidal, getas.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-6
Gambar 2.5 Singkapan Batuan
Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.1.3.2 Struktur Geologi
Struktur geologi daerah Kota TIdore Kepulauan yang berkembang adalah
sesar. Sesar banyak dijumpai di daerah Pulau Halmahera. Sesar ini berkembang
Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya. Jenis sesar agak sulit di
identifikasi di lapangan, bidang sesar yang dijumpai di lapangan berupa zona
hancuran, pada zona ini di jumpai filit dan tampak mineral pengisi rekahan.
Gambar 2.6 Singkapan Bidang Sesar yang Berupa Zona Hancuran
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Kemiringan lapisan secara umum adalah ke arah barat, akan tetapi beberapa
tempat dijumpai kemiringan ke arah utara (N268 O E/ 30O). Besar kemiringan
batuan berkisar antara 10 O hingga 30 O.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-7
Gambar 2.7 Singkapan Batupasir dengan Kedudukan Batuan N268
O E/ 30
Opada Perselingan
Batupasir. Lokasi di Sekitar Payahe Sumber: Survey Lapangan, 2009
Struktur sesar merupakan daerah yang rawan terjadi gerakan tanah.
Kejadian gerakan tanah ini terutama pada saat hujan turun dan juga jika terjadi
gempa.
2.1.4 Iklim
Keadaan iklim di Kota Tidore Kepulauan tidak berbeda jauh dengan iklim di
daerah-daerah lainnya di pulau Halmahera dan sekitarnya yaitu beriklim tropis
lembab, yang dipengaruhi angin laut. Iklim daerah ini sangat di pengaruhi oleh laut
Halmahera, laut Seram dan laut Maluku.
2.1.5 Tanah
Tabel 2.2 Penyebaran Jenis Tanah Berdasarkan Klasifikasi USDA
No Lokasi
Penyebaran (kecamatan)
Satuan Peta Tanah (SPT )
Great Group Sub Ordo Ordo
1 Tidore 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
2 Tidore Utara 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
3 Tidore Selatan 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
4 Tidore Timur 79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
5 Oba 4 Entisols Aquents Endoaquents
Histosols Hemists Haplohemists
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-8
No Lokasi
Penyebaran (kecamatan)
Satuan Peta Tanah (SPT )
Great Group Sub Ordo Ordo
21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
150 Andisols Udands Hapludands
Inceptisols Udepts Dystrudepts
6 Oba Selatan 4 Entisols Aquents Endoaquents
Histosols Hemists Haplohemists
21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
7 Oba Utara 19 Inceptisols Aquepts Endoaquepts
Inceptisols Fluvents Udifluvents
21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
39 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Alfisols Udalfs Hapludalfs
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
150 Andisols Udands Hapludands
Inceptisols Udepts Dystrudepts
8 Oba Tengah 21 Inceptisols Udepts Dystrudepts
Entisols Aquents Endoaquents
39 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Alfisols Udalfs Hapludalfs
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-9
No Lokasi
Penyebaran (kecamatan)
Satuan Peta Tanah (SPT )
Great Group Sub Ordo Ordo
79 Inceptisols Udepts Eutrudepts
Molisols Rendolls Haprendolls
87 Ultisols Udults Hapludults
Inceptisols Udepts Dystrudepts
150 Andisols Udands Hapludands
Inceptisols Udepts Dystrudepts
Sumber : Peta Sumberdaya Tanah Lembar Ternate (NA 52) dan Ambon (MA 52) skala 1: 1.000.000 tahun 2000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-10
Peta 2.2 Tanah Kota Tidore Kepulauan
2.1.5.1
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2010 - 2030
PETA 2.2
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.2
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-11
Penggunaan Lahan
Tabel 2.3 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kota Tidore Kepulauan
No Penggunaan Luas (Km2) %
1 Permukiman 486,86 5,34
2 Kebun Campuran 1.483,59 16,27
3 Perkebunan 23,31 0,26
4 Mangrove 82,78 0,91
5 Hutan 6.084,29 66,74
6 Tanah Terbuka 1,91 0,02
7 Persawahan 140,49 1,54
8 Tegalan 489,34 5,37
9 Semak Belukar 323,79 3,55
Jumlah 9.116,36 100,00
Sumber: Penghitungan Berdasar Citra Satelit
Berdasarkan Peta Jenis Penggunaan Lahan (2008) Kota Tidore Kepulauan
masih didominasi oleh hutan (66,74%). Kemudian Kebun campuran (16,27%) dan
ketiga adalah Tegalan (5,57%). Adapun pertanian adalah 1,54 % berupa sawah
dengan kondisi pemanfaatan lahan ini laju peralihan dari lahan hutan menjadi yang
lain dapat menjadikan kemungkinan terjadinya perubahan ekosistem yang paling
mendasar. Penggunaan lahan di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada peta 2.3
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-12
Peta 2.3 Penggunaan Lahan Eksisting
2.1.5.2
PETA 2.3
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.3
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-13
Kemampuan Lahan
Kemiringan Lereng
Lahan di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang didominasi oleh perbukitan
Tektonik mempunyai kemiringan lereng yang beragam dari landai sampai sangat
curam namun. Berikut ini tersaji tabel luas kemiringan lereng Kota Tidore
Kepulauan.
Tabel 2.4 Luas Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan
Kemiringan Lereng
Luas (km2) Persentase luas
(%) Kelas
0-2 2855.01 28.55 Datar
2-15 1611.10 16.11 Landai
15-40 3517.17 35.17 Agak Curam
>40 1133.10 11.33 Sangat curam
Jumlah 9116.38 100
Sumber: SK Menteri Pertanian Nomer 837/KPTS/UM/11.1980
Kedalaman
Kota Tidore Kepulauan dengan kondisi iklim yang mendukung proses
pembantukan tanah menghasilkan tanah-tanah yang mempunyai jeluk dangkal
akibat dari kemiringan yang curam sehingga tanah mudah terkikis pada saat
terjadinya erosi.
Tekstur
Tanah-tanah di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak didominasi oleh
tekstur sedang sampai halus, ada beberapa lokasi yang bertekstur kasar sampai
agak kasar. Tekstur tanah berperan dalam menentukan sifat fisik dan kimia tanah.
Erosi tanah
Erosi merupakan pengikisan tanah permukaan oleh agensia air atau angin.
Erosi tanah yang terjadi di lahan-lahan wilayah Kota Tidore Kepulauan pada
permukaan tanah yang sudah tidak bervegetasi.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-14
Peta 2.4 Kemiringan Lereng Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2010 - 2030
PETA 2.4
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.4
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-15
Peta 2.5 Kemampuan Lahan Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.5
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-16
2.1.6 Curah Hujan
Curah hujan tertinggi terjadi bulan Juni dengan hari hujan 20 di susul bulan
September dan Februari pada tahun 2006 kemudian untuk curah hujan tertinggi
pada tahun 2007 yaitu pada bulan November dengan jumlah hari hujan 12 disusul
bulan Juni dan Januari.
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25oC sampai 26,6oC. Suhu udara
rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Maret dan
Juni. Kelembaban relatif udara rata-rata bulanan berkisar antara 80% hingga 90%.
Kelembaban rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Juli
Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 20% sampai 79%,
dengan lama penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada
bulan September. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 11 km/jam dan 25
km/jam. Kecapatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari, dan terendah terjadi
pada bulan November.
Rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada di Kota Tidore Kepulauan adalah
24.55 mm/tahun. Bulan Basah terjadi rata-rata 6-7 bulan per-tahun dan Bulan
Lembab terjadi hanya 3-4 bulan. Rata-rata jumlah hari hujan pada stasiun penakar
curah hujan di Kota Tidore Kepulauan adalah 7 hari. Alat pencatat hujan di BPP
Kecamatan Oba Utara dalam kondisi rusak.
Morh (1933) cit. Sutarno, (1998) membagi bulan basah dan bulan kering ke
dalam tiga golongan, yaitu :
Bulan basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan > 100 mm.
Bulan lembab (BL) adalah bulan dengan curah hujan 60-100 mm.
Bulan kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan < 60 mm.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-17
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
450.00
500.00
Janu
ari
Febr
uari
Mar
etApr
ilM
eiJu
ni Juli
Agust
us
Septe
mbe
r
Oktob
er
Novem
ber
Desem
ber
Bulan
Jum
lah
Cur
ah H
ujan
(mm
)
2006 2007
Gambar 2.8 Grafik Golongan Bulan Basah dan Kering Sumber : Analisis Studio
2.1.7 Hidrologi
Secara umum ketersediaan air bersih di Pulau Tidore mengalami kesulitan
terutama pada musim kemarau. Pada daerah pesisir yang tidak terlayani PDAM, air
bersih didapatkan dari sumur gali penduduk. Pada musim kemarau, sumur ini
penurunan air dan kadang terasa agak payau. Sumur ini dapat melayani 30 Kepala
keluarga. Mereka menimba dan menggunakan gerobak untuk mengangkut dari
sumur ke rumah-rumah.
Gambar 2.9 Sumur Penduduk Sebagai Salah Satu Sumber Air Bersih
Pada daerah yang agak tinggi baik di Pulau Tidore maupun di Halmahera,
pada umumnya memanfaatkan mata air.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-18
(a) (b) Gambar 2.10 (a)Mata Air di Desa Gurabunga Dengan Debit 0,3 l/dt. (b)Pada Musim Hujan
Masyarakat Menampung Air Dalam Bak Penampungan
Pada musim penghujan umumnya masyarakat memanfaatkan air dengan
menampung air yang jatuh di genting dan mengalirkannya ke dalam bak
penampung air.
Sungai sungai yang besar di Halmahera diantaranya adalah S.Kayasa,
S.Akelamo, S.Neweri, S.Sinofa, S.Tafaga, S.Lifofa.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-19
Peta 2.6 Persebaran Sumber Air Baku Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.6
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-20
2.1.8 Sumber Daya mineral
Bahan galian C adalah sumberdaya mineral yang utama di Kota Tidore
Kepulauan. Bahan galian tersebut adalah, pasir, kerikil, batu andesit, dan batuapung.
Gambar 2.11 Craser yang Berada di Tepi Sungai Oba
Gambar 2.12 Lokasi Tambang Batu Apung (Batu Tela di Dekat Desa Surumalau)
Sumber daya mineral di Kota Tidore Kepulauan:
Andesit terdapat di Desa Bobo, Kelurahan Dokiri dan Kelurahan Soadara
Batupasir terdapat di Desa Akelamo, Kecamatan Oba utara
Batuapung terdapat di Dusun Surumalau , Kecamatan Tidore
Tanah Liat terdapat di Desa Mare Kofo Kecamatan Tidore Selatan
Batu Pemban terdapat di Desa Akelamo, Lolo dan Payahe
Tembaga terdapat di Desa Payahe Kecamatan Oba.
Emas Terdapat di Desa Noramaake Kecamatan Oba Tengah
Gambar 2.13 Tambang Batupasir, dan Kerikil di Desa Gurabunga
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-21
2.1.9 Sumber Daya Energi
Panas Bumi
Sumber daya energi panas bumi yang potensial terdapat di Akesahu, Kecamatan
Tidore Timur.
Air terjun
Air terjun di Kota Tidore Kepulauan terdapat di air terjun Luku Celeng Kelurahan
Kalaodi Kecamatan Tidore Timur.
Dua sumber daya energi tersebut saat ini berpotensi sebagai sumber energi
alternatif untuk kebutuhan energi listrik di Kota Tidore Kepulauan yang dapat
melayani seluruh Kota Tidore Kepulauan.
2.1.10 Sumber Daya Pertanian
Sumberdaya pertanian meliputi tanaman pangan, tanaman sayur serta buah-
buahan.
Tabel 2.5 Tanaman Pangan
No Kecamatan
Rata-rata Produktivitas Pertanian 2006-2008 (Ton/Ha)
Padi Jagung Ubi
Kayu Kacang Tanah
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Ubi-ubian
1 Tidore 0.57 8.00 0.52 0.33 0.33
2 Tidore Selatan 0.33 4.00 1.60 0.33 0.33
3 Tidore Utara 1.16 4.67 0.95 0.33 0.33
4 Tidore Timur 0.00
5 Oba 0.91 0.94 0.67 1.00 0.90 2.23
6 Oba Utara 1.33 0.33 0.87 0.33
7 Oba Selatan
8 Oba Tengah 6.67 0.20
Jumlah 0.91 4.34 24.33 4.93 2.23 3.23
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan
Tabel 2.6 Tanaman Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan
No Jenis Tanaman
Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)
Tidore Tidore Selatan
Tidore Utara
Tidore Timur
Oba Oba
Utara Oba
Selatan Oba
Tengah Jumlah
Sayur-sayuran
1 Bawang Merah 0,47 0,6 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 1,5
2 Lombok 0,75 0,8 0,7 0,0 1,0 0,7 0,2 0,0 4,1
3 Ketimun 0,33 0,3 0,3 0,0 0,9 0,6 0,0 0,0 2,5
4 Terong 1,00 1,0 1,0 0,0 1,7 12,4 0,3 0,0 17,5
5 Bayam 1,58 0,3 1,5 0,0 2,0 1,5 0,3 0,0 7,2
6 Kangkung 3,17 0,3 2,2 0,0 3,6 2,8 0,2 0,0 12,3
7 Kacang Panjang 0,33 1,0 0,9 000,0 1,0 0,7 0,3 0,0 4,2
8 Petsai 0,93 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,0 0,0 3,0
9 Tomat 1,31 0,3 1,1 0,2 2,0 1,1 0,0 0,3 6,4
10 Labusiam 1,11 0,3 0,7 0,3 0,0 0,3 0,0 0,0 2,7
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-22
No Jenis Tanaman
Rata-Rata Produktivitas Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan 2006-2007 (Ton/Ha)
Tidore Tidore Selatan
Tidore Utara
Tidore Timur
Oba Oba
Utara Oba
Selatan Oba
Tengah Jumlah
Buah-buahan
11 Advokad 6,97 6,9 1,4 0,0 13,6 35,3 0,3 0,0 64,4
12 Jeruk 0,00 0,3 0,7 0,0 6,7 31,3 0,1 0,0 39,1
13 Mangga 154,44 205,0 1.334,0 0,3 17,0 249,6 0,0 0,0 1.960,4
14 Langsat 0,00 0,3 0,7 0,0 8,7 6,7 0,3 0,0 16,7
15 Durian 26,67 30,0 30,0 0,0 3,3 75,0 0,0 0,0 165,0
16 Pepaya 26,67 26,7 206,7 6,7 206,7 610,5 0,0 0,0 1.083,8
17 Nenas 0,00 5,3 5,7 0,0 11,0 6,1 5,0 0,0 33,1
18 Pisang 175,22 200,0 200,0 66,7 195,5 377,3 60,0 60,0 1.334,8
19 Nangka 30,00 6,7 28,3 0,0 57,5 300,0 6,7 0,0 429,2
20 Rambutan 8,00 0,0 11,3 2,7 29,2 61,3 0,0 0,0 112,5
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tidore Kepulauan
Kota Tidore Kepulauan mempunyai lahan pertanian seluas 240, 72 Km2 dengan 8
Kecamatan. Pertanian yang paling menonjol yaitu ubi kayu untuk tanaman pangan
karena rata-rata semua daerah menghasilkan ubi kayu sedangkan untuk tanaman
sayur yang paling berkembang adalah terong dan mangga untuk buah-buahannya.
2.1.11 Sumberdaya Kehutanan
Sumberdaya hutan di wilayah Kota Tidore Kepulauan banyak yang merupakan
hutan lindung. Hutan lindung seluas 3.295,82 Km2, hutan produksi 121,77 Km2,
hutan konversi 1.627,62 Km2, hutan Produksi terbatas 1.039,08 Km2, dan tidak
terdapat hutan suaka alam. Hutan lindung yang paling luas terdapat dikecamatan
Oba dan Oba Utara yaitu 1.591,09 Km2. Hutan konversi berada di wilayah Kecamatan
Oba Utara Kota Tidore Kepulauan.
Tabel 2.7 Sumber Daya Hutan
No. Kecamatan
Rata-Rata Luas Areal Hutan 2006-2007 (Km2)
Hutan Suaka Alam
Hutan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi
Hutan Konversi
Luas Areal
1 Tidore
24,35 0,00 0,00 64,94 89,30
2 Tidore Selatan
64,94 0,00 0,00 129,88 194,83
3 Tidore Utara
24,35 0,00 0,00 129,88 154,24
4 Tidore Timur
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
5 Oba
1.591,09 519,54 60,88 374,70 2.820,93
6 Oba Utara
1.591,09 519,54 60,88 376,50 2.824,99
7 Oba Selatan
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
8 Oba Tengah
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah
3.295,82 1.039,08 121,77 1.627,62 6.084,29
Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-23
Peta 2.7 Kawasan Hutan di Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.7
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-24
Sumber Daya Perikanan
Wilayah Kota Tidore Kepulauan terdiri dari wilayah daratan (42,51%) dan lautan
(57,49%). Secara umum wilayah lautan Kota Tidore Kepulauan termasuk dalam
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 6, yaitu WPP Laut Seram dan Teluk Tomini.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan pada WPP 6 masih rendah kecuali untuk
kelompok udang penaid yang sudah mencapai lebih tangkap (over fishing). Sub
sektor perikanan di Kota Tidore Kepulauan memegang peranan penting sebagai
penyumbang PDRB tertinggi dalam sektor pertanian.
8302.77 8291.8
12954.35 13395.38
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
2005 2006 2007 2008
Tahun
Pro
du
ksi (
ton
)
Gambar 2.14 Produksi Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Hasil Olahan Studio
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-25
Tabel 2.8 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia
= Over Fishing
= Optimal
= Under Fishing
Armada perikanan tangkap Kota Tidore Kepulauan sementara ini masih
tergolong kecil, sebab sebagian besar terdiri dari motor tempel (56,95%) dan perahu
tanpa motor (32,67%) dan hanya 6,56% saja yang merupakan kapal motor dengan
ukuran <30GT dan semua kapal motor hanya ada di Kecamatan Tidore Utara dan
Tidore Selatan. Hasil tangkapan ikan nelayan di Kota Tidore Kepulauan masih dapat
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-26
ditingkatkan, yaitu dengan mengambil sumberdaya ikan di WPP 6 (Laut Seram dan
Teluk Tomini) yang diketahui masih rendah tingkat pemanfaatannya. Namun
demikian, untuk memanfaatkan potensi tersebut nelayan Kota Tidore Kepulauan
akan menghadapi kendala akibat minimnya jumlah armada penangkapan ikan yang
memadai.
46
382
668
77
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Tanpa Perahu (TP)
Perahu Tanpa Motor(PTM)
Motor Tempel (MT)
Kapal Motor (KM)
Jumlah Armada Perahu (unit)
Gambar 2.15 Armada Penangkapan Ikan di Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Pengolahan Data Sekunder
Di Kota Tidore Kepulauan saat ini telah tersedia Pelabuhan Pendaratan Ikan
(PPI) dan telah dilengkapi dengan berbagai sarana seperti cold storage, pabrik es,
tangki BBM, bengkel, workshop, sarana air bersih, gedung TPI dan sebagainya yang
terletak di Soasio. Namun sarana PPI yang telah dibangun tersebut sementara ini
belum dimanfaatkan oleh para nelayan. Salah satu kendala tampaknya belum
terciptanya pasar yang kondusif dibanding dengan yang ada di Ternate.
237
286
393
194
237
269
134
66
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Tidore
Tidore Utara
Tidore Selatan
Tidore Timur
Oba
Oba Utara
Oba Tengah
Oba Selatan
Kec
amat
an
Jumlah RTP
Gambar 2.16 Jumlah RTP Perikanan Tangkap di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-27
Kegiatan perikanan budidaya di Kota Tidore Kepulauan saat ini masih belum
berjalan dengan baik sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi
produksi perikanan Kota Tidore Kepulauan.
Kawasan potensial untuk kegiatan budidaya perikanan di Kota Tidore Kepulauan
semuanya terletak di kawasan pesisir dan lautan. Padahal Kota Tidore Kepulauan
sampai sekarang belum mempunyai tata ruang pesisir, kelautan dan pulau-pulau
kecil seperti yang disyaratkan dalam UU No 27 tahun 2007.
Gambar 2.17 Budidaya Pembesaran Lobster di Teluk Cobo
Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.1.12 Sumber Daya Peternakan
Peternakan di Kota Tidore Kepulauan sampai dengan tahun 2008 masih
didominasi oleh ternak unggas (70%) dan sedang ternak ruminansia yang terdiri dari
sapi dan kambing hanya sebanyak 30% (Gambar 2.18). Jenis ternak unggas dominan
di Kota Tidore Kepulauan adalah ayam bukan ras (buras) yang jumlahnya mencapai
60% dari populasi ternak yang ada. Pemeliharaan ternak ayam buras tersebut
umumnya dilakukan secara tradisional dan bersifat sambilan atau belum dilakukan
secara profesional. Pada Gambar 2.19 tampak bahwa populasi ayam buras yang
dipelihara tersebar di semua kecamatan, meskipun populasi tertinggi terdapat di
kecamatan Tidore dan Oba Selatan. Peternak ayam pedaging di Kota Tidore
Kepulauan hanya terdapat di Pulau Tidore saja sedang untuk ayam petelur di P.
Tidore dan P. Halmahera khususnya kecamatan Oba Utara (Gambar 2.19).
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-28
5% 5% 4%
25%60%
1%
Sapi
Kambing
Ayam Petelur
Ayam Pedaging
Ayam Buras
Itik
Gambar 2.18 Jenis Hewan Ternak di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Tidore
Tidore Utara
Tidore Selatan
Tidore Timur
Oba
Oba Utara
Oba Tengah
Oba Selatan
Kec
amat
an
Jumlah (ekor)
Itik
Ayam Buras
Ayam Pedaging
Ayam Petelur
Gambar 2.19 Jumlah Ternak Unggas di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
Populasi ternak ruminansia di Kota Tidore Kepulauan sebagian besar
terdapat di P. Halmahera. Pada tahun 2008 populasi sapi potong di Kota Tidore
Kepulauan adalah sebanyak 4.271 ekor atau rata-rata setiap 21 penduduk terdapat
satu ekor sapi. Populasi sapi potong tertinggi terdapat di kecamatan Oba Utara
(1.695 ekor) dan Oba Tengah (1.336 ekor).
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-29
35
80
18
234
704
1695
1336
169
720
51
80
189
830
422
894
424
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800
Tidore
Tidore Utara
Tidore Selatan
Tidore Timur
Oba
Oba Utara
Oba Tengah
Oba Selatan
Kec
amat
an
Jumlah (ekor)
Kambing
Sapi Potong
Gambar 2.20 Jumlah Ternak Ruminansia di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
Pengembangan peternakan sapi potong di P. Halmahera juga didukung oleh
adanya UPT Peternakan di Akelamo (Gambar 2.21) meskipun kondisi belum
memuaskan.
Gambar 2.21 UPT Peternakan di Akelamo, Kec. Oba
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Pemeliharaan ternak ruminansia kecil khususnya kambing di Kota Tidore
Kepulauan mencapai 3.610 ekor. Populasi ternak kambing terbesar terdapat di 3
kecamatan, yaitu Oba Tengah (894 ekor), Oba (830 ekor) dan Tidore (720 ekor).
Gambar 2.22 Sapi Potong Milik Masyarakat di Kayasa, Kec. Oba Utara
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-30
2.1.13 Aspek Lingkungan
2.1.13.1 Aspek Lingkungan Darat
Permasalahan tanah yang dijumpai di lapangan wilayah kecamatan Oba
Utara adalah mudah terjadi kekeringan, walaupun di tanah - tanah aluvial jenis
Eutrodepts yang didominasi fraksi pasir dengan topografi datar. Tanah dengan
tekstur pasiran mudah mengalami penguapan dan aliran ke bawah (perkolasi).
Tidak adanya hujan dengan durasi waktu 2 bulan menyebabkan kekeringan pada
tanaman semusim maupun tanaman tahunan yang masih muda.
2.1.13.2 Aspek Lingkungan Laut
Kondisi kualitas air di perairan Kota Tidore Kepulauan umumnya baik untuk
kegiatan budidaya ikan. Sebagai contoh kualitas perairan di sekita P. Maitara yaitu
salinitas 30-32%o, kecerahan 110-130 cm, kecepatan arus 27-30 m/s, pasang surut
50-170 cm, kedalaman 0,5-1,9 m, pH 6,5-7,5, dan oksigen terlarut 5-7,5 ppm (DKP,
2007).
Beberapa kawasan di Kota Tidore Kepulauan terdapat terumbu karang yang
luasnya bervariasi antar kecamatan. Luas total terumbu karang di Kota Tidore
Kepulauan adalah mencapai 685 ha atau 0.22% dari luas wilayah yang ada. Namun
demikian, sebagian kondisi terumbu karang tersebut dalam kondisi rusak - cukup.
Kondisi terumbu karang yang baik, umumnya berada pada daerah yang dianggap
mistik oleh masyarakat setempat.
Gambar 2.23 Pengambilan Batu Karang untuk Bangunan di Teluk Gita
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Kondisi pantai Kota Tidore Kepulauan sebagian berpasir, terjal dan sebagian
lagi ditumbuhi mangrove khususnya di kawasan yang ada sumber air tawarnya
(sungai). Namun demikian sebagain lahan mangrove telah mulai dikonversi untuk
menjadi lahan tambak (seperti di Kayasa), perumahan dan juga untuk kebutuhan
kayu bakar.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-31
Gambar 2.24 Pengambilan Kayu Bakau untuk Kayu Bakar di Teluk Gita
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Gambar 2.25 Alih Fungi Mangrove untuk Perumahan di Teluk Gita
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Gambar 2.26 Alih Fungsi Mangrove untuk Tambak di Kayasa
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-32
Peta 2.8 Sebaran Terumbu Karang di Kota Tidore Kepulauan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2010 - 2030
PETA 2.8
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-33
2.2 Kependudukan dan Sosial Budaya
2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008
No. Kecamatan Jumlah Penduduk
2005 2006 2007 2008
1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789
2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082
3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184
4 Tidore Timur
7.633
5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070
6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725
7 Oba Selatan
5.009
8 Oba Tengah
6.438
Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS
Tahun 2008 jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan bertambah sebanyak
1.333 jiwa dari tahun 2007. Jumlah penduduk terbanyak masih berada di Kecamatan
Tidore sebanyak 20.789 jiwa. Jumlah penduduk terendah di Kecamatan Oba Selatan
sebesar 5.009 jiwa sebagai kecamatan baru.
Gambar 2.27 Pie Chart Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder
Pada tahun 2008 kepadatan penduduk tertinggi dan terendah sudah bergeser
akibat dari pemekaran wilayah menjadi kecamatan baru. Kepadatan penduduk kasar
tahun 2008 tertinggi di Kecamatan Tidore sebesar 98 jiwa/Km2. Wilayah yang
mempunyai kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Oba Tengah ( 3
jiwa/Km2) sebagai pemekaran dari Kecamatan Oba Utara. Dari data tahun 2008
terlihat bahwa pulau Tidore lebih padat penduduknya dari pada wilayah Kota Tidore
Kepulauan yang berada di pulau Halmahera.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-34
Tabel 2.10 Kepadatan Penduduk Bruto Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008
No. Kecamatan
Luas Wilayah (Km2) Kepadatan Bruto (Jiwa/Km
2)
sebelum 2008
2008 2005 2006 2007 2008
1 Tidore 412,08 212,15 64,34 66,02 66,86 97,99
2 Tidore Selatan 249,32 249,32 55,35 54,46 58,07 60,49
3 Tidore Utara 221,33 221,33 68,69 68,21 71,68 73,12
4 Tidore Timur 0,00 199,92 - - - 38,18
5 Oba 3.529,54 2.373,63 4,00 4,31 4,18 4,24
6 Oba Utara 4.704,10 2.210,92 3,46 3,78 3,60 4,85
7 Oba Selatan 0,00 1.155,91 - - - 4,33
8 Oba Tengah 0,00 2.493,17 - - - 2,58
Jumlah 9.116,36 9.116,36 9,42 9,75 9,83 10,08
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-35
Peta 2.9 Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.9
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-36
Peta 2.10 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2008
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.10
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-37
2.2.2 Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi dari tahun 2005 menuju 2006 sebesar
3,45%. Pada tahun 2007 – 2008 tiga kecamatan menunjukkan pertumbuhan
penduduk dengan angka minus diatas 20%. Hal tersebut dikarenakan adanya
perubahan status administrasi.
Tabel 2.11 Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2008
No. Kecamatan
Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk
per Tahun (%)
2005 2006 2007 2008 2005-2006
2006-2007
2007-2008
1 Tidore 26.513 27.207 27.552 20.789 2,62 1,27 -24,55
2 Tidore Selatan 13.800 13.577 14.478 15.082 -1,62 6,64 4,17
3 Tidore Utara 15.202 15.097 15.864 16.184 -0,69 5,08 2,02
4 Tidore Timur
7.633 5 Oba 14.118 15.222 14.761 10.070 7,82 -3,03 -31,78
6 Oba Utara 16.268 17.761 16.942 10.725 9,18 -4,61 -36,70
7 Oba Selatan
5.009 8 Oba Tengah
6.438
Jumlah 85.901 88.864 89.597 91.930 3,45 0,82 2,60
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Analisis
Laju pertumbuhan penduduk tertinggi pada tahun 2006 sebesar 3,34%. Laju
pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,18%. Sehingga selama
lima tahun rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore Kepulauan sebesar
2,34%.
Gambar 2.28 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2003 – 2007
Sumber : Pengolahan Data Sekunder,2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-38
Angka pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore
Kepulauan lebih dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan kematian dibandingkan
faktor mobilitas penduduk.
Kelahiran dan Kematian
Tabel 2.12 Jumlah Kematian dan Kelahiran di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 Dirinci per Kecamatan
No. Kecamatan Kelahiran Kematian
1 Tidore 1.168 44
2 Tidore Selatan 629 14
3 Tidore Utara 735 14
4 Tidore Timur 5 Oba 156
6 Oba Utara 465 2
7 Oba Selatan 8 Oba Tengah Jumlah 3.153 74
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, BPS
Jumlah kelahiran tiap tahun semakin berkurang dan jumlah kematian setiap
tahun semakin bertambah. Hal tersebut menunjukkan beberapa kemungkinan yaitu:
1. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin mengurangi angka kelahiran. Hal ini
didukung dengan data jumlah pemakai kontrasepsi KB yang semakin meningkat.
Diketahui jumlah peserta KB aktif tahun 2006 berjumlah 4.828 jiwa menjadi
9.559 jiwa di tahun 2007.
2. Penduduk Kota Tidore Kepulauan semakin meningkatkan standar umur
pernikahan.
Tabel 2.13 Jumlah Kematian dan Kelahiran Tahun 2007-2008 Dirinci per Bulan
No. Bulan 2007 2008
Kelahiran Kematian Kelahiran Kematian
1 Januari 805 14 63 4
2 Pebruari 132 11 122 11
3 Maret 50 5 257 2
4 April 260 4 185 9
5 Mei 257 3 213 7
6 Juni 235 10 365 8
7 Juli 506 3 489 8
8 Agustus 158 3 272 11
9 September 72 9 180 10
10 Oktober 35 4 45 11
11 November
11 332 4
12 Desember 150 2 100 6
Jumlah 2.660 79 2.623 91
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2008, 2009, BPS
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-39
Mobilitas Penduduk
Kota Tidore Kepulauan mempunyai daerah-daerah yang dikhususkan untuk area
transmigrasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertambahan penduduk di Kota
Tidore Kepulauan dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk yang melakukan
transmigrasi dari luar Kota Tidore Kepulauan.
Gambar 2.29 Mobilitas Penduduk Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.2.3 Penduduk Menurut Karakteristiknya
2.2.3.1 Penduduk Menurut Struktur Usia
Jumlah penduduk terbanyak pada golongan usia 15-19 tahun sebanyak
10.573 jiwa. Jumlah penduduk terendah pada golongan usia lebih dari 75 tahun
sebanyak 733 jiwa. Jumlah penduduk umur 0-14 tahun sebanyak 29.517 jiwa.
Jumlah penduduk pada golongan umur 15-64 tahun sebanyak 59.892 jiwa. Jumlah
penduduk golongan umur lebih dari 65 tahun sebanyak 2.522 jiwa. Jumlah laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan pada golongan usia 10-14, 25-29, 40-44 dan
golongan usia di atas 50 tahun.
Gambar 2.30 Piramida Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008 Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-40
2.2.3.2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 2.14 Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008
No. Kecamatan Sex Ratio
2008
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
Sex Ratio 2005 2006 2007 Laki-laki Perempuan
1 Tidore 100,26 98,11 100,32 10.068 10.721 20.789 93,91
2 Tidore Selatan 96,30 94,32 99,67 7.526 7.556 15.082 99,60
3 Tidore Utara 100,32 96,37 102,71 8.031 8.153 16.184 98,50
4 Tidore Timur
3.822 3.811 7.633 100,29
5 Oba 106,37 100,47 102,65 4.981 5.089 10.070 97,88
6 Oba Utara 108,99 96,97 104,79 5.369 5.356 10.725 100,24
7 Oba Selatan
2.463 2.546 5.009 96,74
8 Oba Tengah
3.153 3.285 6.438 95,98
Jumlah 102,20 97,40 101,85 45.413 46.517 91.930 97,63
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007, 2008, 2009, BPS
2.2.3.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendapatan
Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006 tercatat
sebesar 14.906 jiwa atau sebesar 16,77 % dari total jumlah penduduk tahun 2006.
Persentase jumlah penduduk miskin terbesar adalah Kecamatan Oba (31,50%).
Kecamatan Tidore Utara mempunyai persentase penduduk miskin terkecil yaitu
sebesar 8,21 %.
Jumlah penduduk miskin di Kota Tidore Kepulauan mengalami penurunan
pada tahun 2008 menjadi 11.832 jiwa atau sebesar 12,87% dari total jumlah
penduduk tahun 2008.
Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Miskin dan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 – 2008
No. Kecamatan
2006 2008
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Jumlah Penduduk
Miskin (Jiwa)
% Penduduk Miskin
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Rumah Tangga Miskin
% Rumah Tangga Minskin
Jumlah Pendu
duk
Jumlah Pendu
duk Miskin
% Pendu
duk Miskin
1 Tidore 27.207 3.678 13,52 4.261 334 7,84 20.789 1.549 7,45
2 Tidore Selatan 13.577 1.700 12,52 3.205 295 9,20 15.082 1.125 7,46
3 Tidore Utara 15.097 1.240 8,21 3.387 320 9,45 16.184 1.307 8,08
4 Tidore Timur
1.487 320 21,52 7.633 1.362 17,84
5 Oba 15.222 4.795 31,50 2.307 517 22,41 10.070 2.185 21,70
6 Oba Utara 17.761 3.493 19,67 3.321 474 14,27 10.725 1.574 14,68
7 Oba Selatan
1.310 344 26,26 5.009 1.185 23,66
8 Oba Tengah
1.804 374 20,73 6.438 1.545 24,00
Jumlah 88.864 14.906 16,77 21.082 2.978 14,13 91.930 11.832 12,87
Sumber : Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan Penduduk Miskin Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008, BPS.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-41
2.2.3.4 Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Berdasarkan mata pencaharian, Kota Tidore Kepulauan mempunyai
karakteristik sebagian penduduknya bekerja dibidang pertanian secara luas yaitu
sebagai petani perkebunan dan nelayan.
Tabel 2.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006-2008
Jenis Pekerjaan 2006 2007 2008
Petani Perkebunan 29.757 31.952 31.952
Nelayan
3.597 6.722
Dokter 12 18 15
Bidan 41 48 51
Perawat 50 51 58
Tenaga Medis Lainnya 31 65 61
Guru 1.982 2.129 1.813
Pegawai Negeri Sipil 3.123 1.384 1.148
Tenaga kerja industri 1.899 916 2.497
Pensiun 19 22 41
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007, 2008, 2009, BPS dan Hasil Olahan Studio 2009
2.2.3.5 Penduduk Menurut Pendidikan
Karakteristik penduduk berdasarkan pendidikannya dapat dilihat dari jumlah
lulusan berdasarkan tingkatan sekolah. Selama tahun 2007 – 2008 jumlah lulusan
TK, SD dan SMA mengalami penurunan. Jumlah lulusan SMP meningkat dari 1.024
jiwa menjadi 1.089 jiwa.
Tabel 2.17 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pada Usia Sekolah Tahun 2007
Kelompok Umur
Partisipasi Sekolah (%)
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Masih Bersekolah
Tidak Bersekolah
lagi
7-12 0,68 97,97 1,35
13-15 1,41 90,87 7,72
16-18 2,30 68,43 29,27
19-24 1,28 18,34 80,38
Sumber : IPM Kota Tidore Kepulauan 2007 (Susenas 2007)
2.2.3.6 Penduduk Menurut Tingkat Kesehatan
Akses kesehatan untuk perempuan dapat diukur dari ketersediaan tenaga
medis khususnya bidan, rata-rata angka harapan hidup, jumlah akseptor KB, angka
kematian bayi yang berhubungan dengan angka kesehatan ibu melahirkan.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-42
Jumlah tenaga medis bidan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Jumlah akseptor KB dari tahun 2006 ke tahun 2007
mengalami peningkatan sebesar 4.731 jiwa.
Tabel 2.18 Jumlah Kelahiran Bayi dan Ibu Melahirkan di RSU Soasio Tahun 2005-2008
No. Keterangan 2005 2006 2007 2008
1 Jumlah Kelahiran Bayi Hidup 416 433 513 541
2 Jumlah Kelahiran Bayi Mati 11 25 3 22
Total 427 468 515 563
3 Jumlah Ibu Melahirkan Hidup 393 670 437 581
4 Jumlah Ibu Melahirkan Mati 0 2 0 0
Total 393 672 437 581
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, 2007/2008, 2009, BPS dan Pengolahan Data Sekunder, 2009
2.2.3.7 Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kota Tidore Kepulauan sebagian besar beragama Islam. Jumlah
pemeluk agama terbesar kedua tahun 2007 dan 2008 adalah agama Protestan.
Jumlah pemeluk agama Hindu tahun 2008 menjadi sebanyak 20 jiwa dengan
jumlah pemeluk terbanyak di Kecamatan Tidore.
Tabel 2.19 Jumlah Pemeluk Agama Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008
No. Kecamatan 2007 2008
Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya Islam Protestan Katholik Hindu Lainnya
1 Tidore 28,66 0,10 3,89
23,17 0,23
85,00 100,00
2 Tidore Selatan 16,40
15,78 3 Tidore Utara 18,30
17,81
4 Tidore Timur
8,51 5 Oba 19,53 42,18 23,89
10,60 38,16 12,18
6 Oba Utara 17,11 57,72 72,22
6,09 11,48 7 Oba Selatan
11,55 24,84 66,46 15,00
8 Oba Tengah
6,49 25,30 21,36 Jumlah 100,00 100,00 100,00
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2007/2008, 2009, BPS Dan Pengolahan Data Sekunder
2.2.3.8 Ketenagakerjaan
Jumlah angkatan kerja tahun 2007 sebanyak 33.165 jiwa. Jumlah angkatan kerja
tahun 2008 sebanyak 36.132 jiwa. Dalam kurun waktu satu tahun jumlah angkatan
kerja bertambah sebanyak 8,94% dari tahun 2007. Perbandingan jumlah angkatan
kerja laki-laki dengan perempuan sebesar 164 : 100.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-43
Tabel 2.20 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Umur 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Kegiatan, Tahun 2007 dan 2008
Keterangan 2007 2008
Laki Laki Perempuan Jumlah Jumlah
Angkatan Kerja 20.610 12.555 33.165 36.132
Bekerja 20.209 11.723 31.932 34.188
Pengangguran 401 832 1.233 1.944
Pernah Bekerja 248 152 400 Tidak Pernah Bekerja 153 680 833 Bukan angkatan kerja 4.708 14.707 19.415 20.501
Sekolah 2.832 3.203 6.035 7.399
Mengurus Rumah Tangga 1.160 10.870 12.030 10.236
Lainnya 716 634 1.350 2.866
Total 25.318 27.262 52.580 56.633
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka Tahun 2007 dan 2008
2.2.3.9 Adat Istiadat
Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan dikenal dengan Kesultanan Tidore atau
termasuk salah satu Kerajaan Moloku Kie Raha yang mempunyai latar belakang
panjang dan berpengaruh terhadap kebudayaan dan adat istiadat. Dalam kehidupan
masyarakat Kota Tidore Kepulauan, budaya dipengaruhi oleh adat. Tidore Kepulauan
mempunyai banyak suku bangsa dan bahasa yang menyebabkan beragamnya
budaya dan adat istiadat. Tolong menolong atau gotong royong merupakan sikap
mental yang masih terpelihara sampai sekarang dalam tata pergaulan masyarakat
Tidore Kepulauan.
2.3 Perekonomian Daerah
2.3.1 Ekonomi Regional
Dapat dilihat bahwa secara umum perekonomian Kota Tidore Kepulauan terus
mengalami peningkatan di semua sektor. Satu – satunya yang mengalami penurunan
adalah sektor listrik, gas dan air bersih.
Distribusi PDRB per sektor dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.21 Distribusi PDRB Sektoral Berdasar Harga Konstan 2000 (%)
NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pertanian 52,58 51,14 49,72 49,73 49,92
Tanaman Bahan Makanan 15,59 15,15 14,54 14,04 13,59
Perkebunan 25,20 24,08 23,78 24,42 25,28
Peternakan 0,89 0,85 0,83 0,80 0,77
Kehutanan 3,58 3,71 3,53 3,45 3,41
Perikanan 7,32 7,35 7,04 7,02 6,88
2 Pertambangan dan Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-44
NO SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008
Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Penggalian 0,63 0,60 0,60 0,60 0,60
3 Industri Pengolahan 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57
Industri Tanpa Migas 6,30 6,34 6,14 5,86 5,57
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,18 0,19 0,21 0,21 0,18
Listrik 0,07 0,07 0,08 0,07 0,06
Air Bersih 0,11 0,12 0,13 0,14 0,12
5 Bangunan / Konstruksi 2,64 2,59 2,51 2,42 2,43
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22,36 24,38 26,61 27,48 28,08
Perdagangan Besar dan Eceran 22,32 24,33 26,57 27,43 28,03
Restoran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Hotel 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05
7 Angkutan dan Komunikasi 4,38 4,26 4,18 4,12 4,05
Pengangkutan 4,14 4,01 3,92 3,80 3,67
Angkutan Jalan Raya 0,87 0,87 0,90 0,89 0,87
Angkutan Laut 3,00 2,88 2,75 2,63 2,52
Angkutan Penyeberangan 0,04 0,04 0,04 0,05 0,06
Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jasa Penunjang Angkutan 0,23 0,23 0,23 0,23 0,22
Komunikasi 0,24 0,25 0,26 0,33 0,38
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 1,79 1,76 1,71 1,66 1,61
Bank 0,01 0,02 0,02 0,03 0,04
Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,14 0,15 0,16 0,17 0,19
Sewa Bangunan 1,62 1,58 1,51 1,44 1,37
Jasa Perusahaan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
9 Jasa - Jasa 9,14 8,74 8,32 7,92 7,56
Pemerintahan Umum dan Pertahanan 6,68 6,34 6,01 5,71 5,46
Swasta 2,46 2,40 2,31 2,20 2,09
Sosial Kemasyarakatan 1,87 1,80 1,72 1,64 1,56
Hiburan dan Rekreasi 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Perorangan dan Rumah Tangga 0,57 0,59 0,58 0,55 0,53
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Distribusi terbesar terdapat di sektor pertanian sebesar 49,92% dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 28,08%. Dan subsektor dengan sumbangan
terbesar adalah subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 28,03% dan
subsektor perkebunan sebesar 25,28%.
Untuk gambaran lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-45
Gambar 2.31 Grafik Distribusi PDRB Berdasar Harga Konstan 2000 Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Wilayah
Tabel 2.22 Laju Pertumbuhan PDRB
No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008
1 Pertanian 2,80 2,87 5,62 5,90
Tanaman Bahan Makanan 2,75 1,58 2,26 2,38
Perkebunan 1,04 4,39 8,10 8,72
Peternakan 1,00 3,52 2,12 1,96
Kehutanan 8,69 0,93 3,24 4,50
Perikanan 5,90 1,34 5,31 3,58
2 Pertambangan dan Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19
Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00
Penggalian 1,27 4,99 5,33 6,19
3 Industri Pengolahan 5,99 2,61 1,05 0,61
Industri Tanpa Migas 5,99 2,61 1,05 0,61
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 12,05 12,64 8,97 -13,25
Listrik 9,51 10,17 3,64 -22,91
Air Bersih 13,56 14,04 11,76 -8,78
5 Bangunan / Konstruksi 3,79 2,39 2,24 5,83
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,28 13,48 8,63 7,53
Perdagangan Besar dan Eceran 13,29 13,50 8,61 7,52
Restoran 14,63 6,07 8,11 12,04
Hotel 6,33 2,86 22,08 11,53
7 Angkutan dan Komunikasi 2,73 3,73 4,28 3,82
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-46
No Sektor 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008
Pengangkutan 2,41 3,29 2,55 2,28
Angkutan Jalan Raya 4,90 9,15 4,02 3,63
Angkutan Laut 1,61 1,18 1,28 1,38
Angkutan Penyeberangan 4,57 3,27 28,55 16,26
Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00
Jasa Penunjang Angkutan 2,57 5,69 5,63 3,58
Komunikasi 7,88 10,37 24,41 18,77
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 4,15 2,75 2,90 2,59
Bank 33,45 32,21 33,38 26,88
Lembaga Keuangan Tanpa Bank 11,87 14,93 11,96 11,97
Sewa Bangunan 3,09 0,94 1,05 0,51
Jasa Perusahaan 6,28 5,48 5,31 4,17
9 Jasa - Jasa 1,20 0,79 0,78 1,03
Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0,43 0,34 0,72 1,18
Swasta 3,25 1,94 0,92 0,65
Sosial Kemasyarakatan 1,43 1,23 1,13 0,61
Hiburan dan Rekreasi 5,34 9,26 9,24 2,30
Perorangan dan Rumah Tangga 8,76 3,93 0,14 0,74
Total 5,47 5,56 5,62 5,52
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Laju pertumbuhan PDRB terbesar berada di sektor perdagangan, hotel dan
restoran dan kemudian diikuti oleh pertumbuhan sektor pertambangan dan
penggalian, kemudian baru sektor pertanian, sedangkan yang mengalami
penurunan terbesar adalah sektor Listrik, Gas dan Air bersih yaitu sebesar -13,25.
2.3.2 Tingkat Pendapatan Perkapita
Tingkat pendapatan perkapita di Kota Tidore Kepulauan secara garis besar
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan persentase peningkatannya
terus meningkat kecuali dari tahun 2007 ke tahun 2008.
Tabel 2.23 Pendapatan PerKapita
Tahun Pend/kapita Naik/Turun %
2004 2.517.930,33 2005 2.546.293,47 28.363,14 1,13
2006 2.633.862,82 87.569,35 3,44
2007 2.862.981,97 229.119,15 8,70
2008 3.088.417,42 225.435,45 7,87
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-47
Gambar 2.32 Grafik Pendapatan Per Kapita 2004 – 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder,2009
2.4 Prasarana dan Sarana Wilayah
2.4.1 Transportasi
2.4.1.1 Transportasi Darat
Di Kota Tidore Kepulauan terdapat 4 (empat) buah terminal. 2 (dua)
diantaranya berada di pulau Tidore yaitu di Soasio dan Rum. 2 (dua) lainnya berada
di pulau Halmahera yaitu di Gita dan Sofifi. Masing – masing terminal terletak
berdekatan dengan pelabuhan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
pergerakan antar moda.
Gambar 2.33 Terminal Sumber: Survey Lapangan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-48
Tabel 2.24 Keadaan Jalan Dirinci Jalan Provinsi dan Jalan Kota di Tidore Kepulauan (km)
Keadaan
2006 2007 2008
Panjang Jalan Panjang Jalan Panjang Jalan
Jalan Provinsi
Jalan Kota
Jalan Provinsi
Jalan Kota
Jalan Provinsi
Jalan Kota
I Jenis Permukaan
Diaspal 192 221,93 192 221,93 237 216,23
Kerikil
11,20
11,20 11,20
Tanah 4 43,08 4 23,08 14 23,08
Jumlah 196 276,21 196 256,21 251 250,51
II Kondisi Jalan
Baik 65 220,72 65 230,70 95 216,23
Sedang
14,40
14,40 14,40
Rusak
17,48
14,80 156 10,48
Rusak Berat 131 23,61 131 23,61 9,40
Jumlah 196 276,21 196 283,51 251 250,51
III Kelas Jalan
Kelas I 196
196
251
Kelas II
14,40
14,40 14,40
Kelas III A
198,49
198,49 172,79
Kelas III B
63,32
63,32 63,32
Kelas III C
Jumlah 196 276,21 196 276,21 251 250,51
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka,BPS
Gambar 2.34 Jembatan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan
Gambar 2.35 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-49
2.4.1.2 Transportasi Laut
Transportasi antar pulau dibagi menjadi tiga jenis, kapal feri, kapal cepat
(Speedboat), dan kapal kayu bermotor (Ketingting). Penduduk lebih sering
menggunakan speedboat yang kapasitas penumpangnya antara 12-20 orang. Hal
ini dikarenakan jadwal keberangkatan speedboat lebih luwes. Keberangkatan kapal
feri terjadwal tetap setiap harinya, sedangkan Speedboat berangkat tergantung
penumpang (jika penumpang sudah penuh langsung berangkat).
Tabel 2.25. Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan
No Nama
Pelabuhan Pulau Klasifikasi
Profil dermaga
Tiang Pancang
Lantai
Ukuran (M)
Kedalaman Faceline Dermaga (LWS)
P L
1 Soasio Tidore P. Regional Spun File Beton 42 8 6
2 Rum Tidore P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
3 Maitara Maitara P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
4 Mare Mare P. Lokal Beton Kayu 12 4 3
5 Sofifi Halmahera P. Regional Spun File Beton 46 8 6
6 Galala Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
7 Guraping Oba Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
8 Somadehe Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
9 Maidi Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
10 Loleo Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
11 Lola Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
12 Gita Halmahera P. Regional Baja Beton 60 8 5
Sumber: Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan, 2009
Gambar 2.36 Pelabuhan Speedboat di Rum Sumber: Survey Lapangan
Gambar 2.37 Kegiatan di Pelabuhan Soasio Sumber: Survey Lapangan
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-50
2.4.1.3 Transportasi Udara
Di Kota Tidore Kepulauan sendiri tidak terdapat sarana transportasi udara.
Untuk menggunakan transportasi udara penduduk Kota Tidore Kepulauan harus
pergi ke Kota Ternate. Di Kota Ternate terdapat bandara yang dikategorikan
menjadi Bandara Pusat Tersier. Berdasar PP 26-2008 bandara pusat penyebaran
pelayanan tersier merupakan simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau
beberapa kabupaten. Bandara pusat penyebaran pelayanan tersier merupakan
bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW. Selain itu
memiliki jumlah penumpang antara 500.000 – 1.000.000 pertahun.
2.4.2 Sosial
2.4.2.1 Pendidikan
a. Taman Kanak – Kanak (TK)
Tabel 2.26. Jumlah Gedung, Murid dan Guru TK di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan 2006 2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 12 824 46 * * * * * *
2 Tidore Selatan 7 387 32 * * * * * *
3 Tidore Utara 9 263 21 * * * * * *
4 Tidore Timur
* * * * * *
5 Oba 10 392 23 * * * * * *
6 Oba Utara 16 522 33 * * * * * *
7 Oba Selatan
0 0 * * * * * *
8 Oba Tengah
0 0 * * * * * *
Jumlah 54 2388 155 54 2182 193 54 1932 262
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA) *: data tidak tersedia
Dari data di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah guru TK
dari tahun ke tahun, akan tetapi jumlah murid terus mengalami penurunan.
b. Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidayah (MI)
Tabel 2.27. Jumlah Gedung, Murid dan Guru SD/MI di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan 2006 2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 25 3700 302 24 3785 327 15 2141 168
2 Tidore Selatan 13 1845 153 13 1459 163 11 947 90
3 Tidore Utara 19 2095 132 19 2108 257 15 1497 183
4 Tidore Timur
7 684 54
5 Oba 21 2523 175 21 2627 177 14 1315 97
6 Oba Utara 30 2789 280 30 2754 282 18 1768 173
7 Oba Selatan
0 0
7 703 50
8 Oba Tengah
0 0
12 1078 108
Jumlah 108 12952 1042 107 12733 1206 99 10133 923
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-51
Terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam jumlah sarana SD dari tahun
2007 ke tahun 2008 setelah mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke tahun
2006
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Tabel 2.28 Jumlah Gedung, Murid dan Guru SMP/MTs di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan 2006 2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 5 1524 137 6 1851 143 3 1636 102
2 Tidore Selatan 3 265 73 4 269 80 2 129 39
3 Tidore Utara 7 886 109 7 1113 110 5 392 99
4 Tidore Timur
1 229 17
5 Oba 7 662 66 9 562 69 7 766 61
6 Oba Utara 10 290 103 14 1040 109 6 609 87
7 Oba Selatan
0 0
2 204 10
8 Oba Tengah
0 0
3 135 45
Jumlah 32 3627 488 40 4835 511 29 4100 460
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Jumlah sarana gedung SMP berkurang dari tahun 2007 ke tahun 2008. Tren
yang sama dapat dilihat pada jumlah murid dan guru, meningkat dari tahun 2006
ke tahun 2007, kemudian menurun ke tahun 2008.
d. Sekolah Menengah Atas (SMA) / Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) /
Madrasah Aliyah (MA)
Jumlah gedung, murid, dan guru Sekolah Menengah atas di Kota Tidore
Kepulauan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.29 Jumlah Gedung, Murid, dan Guru SMA/SMK/MA di Kota Tidore Kepulauan
NO Kecamatan 2006
2007 2008
Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru Gedung Murid Guru
1 Tidore 8 1327 91 12 1316 155 5 1351 169
2 Tidore Selatan 3 725 56 3 500 86 2 383 61
3 Tidore Utara 5 346 55 3 666 67 2 245 46
4 Tidore Timur
2 142 14
5 Oba 3 254 25 2 246 26 3 296 36
6 Oba Utara 8 820 70 7 803 78 6 388 88
7 Oba Selatan
0 0
8 Oba Tengah
0 0
2 268 16
Jumlah 27 3472 297 27 3531 412 22 3073 430
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Dari tahun 2007 hingga tahun 2008 terjadi penurunan jumlah gedung SMA.
Jumlah murid juga berkurang pada tahun yang sama. Namun jumlah guru terus
mengalami peningkatan.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-52
e. Perguruan Tinggi (PT)
Terdapat 3 (tiga) perguruan tinggi di Kota Tidore Kepulauan. Masing –
masing terdapat di Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, dan Kecamatan Oba. Salah
satu perguruan tinggi yang ada adalah STMIK di Kecamatan Tidore.
Tabel 2.30 Jumlah Mahasiswa STMIK di Kecamatan Tidore Dirinci Berdasar Jenis Kelamin
periode laki-laki perempuan jumlah
2004/2005 25 27 52
2005/2006 30 40 71
2006/2007 45 28 73
2007/2008 71 60 130
2008/2009 58 68 126
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)
2.4.2.2 Kesehatan
Dalam rangka peningkatan derajat gizi dan kesehatan masyarakat maka
pemerintah Kota Tidore Kepulauan melakukan pengadaan tenaga medis maupun
sarana bangunan kesehatan.
Tabel 2.31 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Tidore Kepulauan
Kecamatan
2006 2007 2008
RS Puskes
mas PusTu
Polin des
RS Puskes
mas PusTu
Polin des
RS Puskes
mas PusTu
Polin des
Tidore 1 1 5 5 1 1 5 5 1 1 2 2
Tidore Selatan
1 3 2
1 3 2
1 3 2
Tidore Utara
1 5 3
1 5 4
1 5 5
Tidore Timur
3 3
Oba
1 5 5
1 6 6
1 5 3
Oba Utara
1 10 8
2 8 10
1 5 5
Oba Selatan
1 2 4
Oba Tengah
1 4 5
Jumlah 1 5 28 23 1 6 27 27 1 7 29 29
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Jumlah sarana kesehatan di Kota Tidore Kepulauan dari tahun ke tahun telah
mengalami peningkatan. Mengindikasikan peningkatan kepedulian pemerintah
dalam penanganan kesehatan masyarakat Kota Tidore Kepulauan.
2.4.2.3 Peribadatan
Sarana peribadatan adalah sarana yang berkaitan dengan kualitas manusia
secara spiritual. Sarana peribadatan memenuhi kebutuhan rohani yang perlu
disediakan di lingkungan pemukiman sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-53
Tabel 2.32 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tidore Kepulauan
No. Kecamatan 2006 2007 2008
Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja Masjid Mushola Gereja
1 Tidore 32 39
32 31
2 30 2 Tidore Selatan 14 24
14 24
14 24
3 Tidore Utara 29 31
29 27
27 32 4 Tidore Timur
11 12
5 Oba 25 5 9 24 4 11 18 5 5
6 Oba Utara 33 12 11 29 8 18 7
6
7 Oba Selatan
14 5 9
8 Oba Tengah
15 2 9
Jumlah 133 111 20 128 94 29 108 110 29
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Dapat dilihat dari tabel di atas jumlah masjid dan mushola semakin
berkurang jika dibandingkan dengan jumlah tahun 2006. Akan tetapi jumlah gereja
mengalami peningkatan.
2.4.3 Telekomunikasi
Pengembangan sarana telekomunikasi di Kota Tidore Kepulauan yang
dikembangkan oleh PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Telkomsel saat ini telah memiliki
7 buah tower, 19 unit warung telekomunikasi, dan 4 warung internet yang tersebar
di seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.
Gambar 2.38 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan, 2009
2.4.4 Listrik
Sistem pembangkit listrik di Kota Tidore Kepulauan bersumber pada PLTD
dengan 3 unit pembangkit listrik masing – masing pada PLTD ranting Soasio, PLTD
ranting Payahe dan PLTD ranting Sofifi.
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-54
Tabel 2.33 Distribusi Penyediaan Daya PT.PLN Dirinci Menurut Ranting
Lokasi Pembangkit
Penyediaan Daya Th 2008 (KwH)
Kecamatan
Soasio 711.654
Tidore
Tidore Timur
Tidore Utara
Tidore Selatan
Sofifi 343.339 Oba Utara
Oba Tengah
Payahe 67.547 Oba
Oba Selatan
Jumlah 1.122.540
Sumber:Pengolahan Data Sekunder,2009
Tabel 2.34 Tenaga Listrik yang Diusahakan Oleh PT.PLN Dirinci Menurut Ranting
No Unit
Jumlah Mesin (Unit) Kapasitas Terpasang (Kw) Produksi (KwH)
2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008
1 Ranting Soasio (Tidore) 7 7 7 4.362 4.362 4.362 1.034.300 1.126.208 711.654
2 Sub Ranting Sofifi ( Oba Utara) 7 7 5 1.940 1.940 1.700 189.280 323.823 343.339
3 Sub Ranting Payahe (Oba) 4 4 4 480 480 480 55.440 59.780 67.547
Jumlah 18 18 16 6.782 6.782 6.542 1.279.020 1.509.811 1.122.540
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka (Kerjasama BPS dan BAPPEDA)
Dari tahun 2006 hingga 2008 jumlah pelanggan PLN di Kota Tidore Kepulauan
meningkat cukup signifikan. Meskipun demikian terjadi penurunan pada jumlah
produksi (KwH) pada tahun 2008. Juga penurunan jumlah generator pada sub
Ranting Sofifi.
2.4.5 Air Bersih
PDAM baru dapat melayani pelanggan yang berada di Pulau Tidore. Layanan air
bersih ini juga masih terbatas untuk wilayah Kecamatan Tidore yang berada di pusat
kecamatan.
Masyarakat yang berada di Pulau Halmahera mengusahakan air melalui sumur
dan sungai serta beberapa mata air yang debitnya sangat terbatas.
Tabel 2.35 Pelanggan Air Minum Menurut Kategori Pelanggan dan Air Terpakai
No Kategori Pelanggan
2007 2008
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
1 Rumah tempat tinggal 2.049 281.008 2.067 164.386
2 Hotel/Objek Wisata
3 Badan-badan sosial/Rumah sakit
1 420
4 Tempat Peribadatan 32 12.411 32 5.196
5 Umum 13 5.301 13 3.156
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-55
No Kategori Pelanggan
2007 2008
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
Jumlah Pelanggan
Air Terpakai (m3)
6 Perusahaan/Pertokoan 88 19.744 88 17.160
7 Instansi Pemerintah 212 55.237 208 31.432
8 Lain-lain 2 1.000 2 600
Jumlah 2.396 374.701 2.411 222.350
Sumber: Perusahaan Daerah Air Minum Soasio (PDAM),2009
Terjadi peningkatan jumlah pelanggan pada tahun 2008 tetapi jumlah air
terpakai mengalami penurunan cukup besar.
2.4.6 Perdagangan dan Jasa
Di Kota Tidore Kepulauan, perdagangan dilayani pasar-pasar tradisional dan
pusat pertokoan sekelas rumah toko (ruko). Daerah perbelanjaan yang paling ramai
adalah di Pasar Inpres Sari Malaha di Soasio. Pasar – pasar lainnya berupa pasar
tradisional. Letak pasar – pasar di Kota Tidore Kepulauan ini kebanyakan berada di
dekat Pelabuhan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada peta 2.11.
Gambar 2.39 Pasar Di Kota Tidore Kepulauan Sumber: Survey Lapangan,2009
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-56
Peta 2.11 Persebaran Sarana Pasar
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
TAHUN 2013 - 2033
PETA 2.11
Bab II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal II-57
2.4.7 Persampahan
Persampahan kebanyakan masih dikelola sendiri oleh rumah tangga. Baik
dengan cara ditimbun di belakang pekarangan, maupun dengan cara dibakar. TPA
terdapat 1 (satu) unit di Pulau Tidore.
2.4.8 Ruang Terbuka Hijau
Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami,
kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti
taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Dilihat dari fungsi
RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,
memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur
ruang perkotaan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan melalui pengindraan
jauh, diperoleh kesimpulan bahwa RTH di perkotaan memiliki luasan yang cukup
besar yaitu seluas 40% dari luas areal terbangun. Dapat dilihat bahwa sempadan
pantai masih cukup banyak tersedia kecuali pada area – area pelabuhan.
Gambar 2.40 Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Eksisting Sumber: www.wikimapia.com dan Pengolahan Data Sekunder, 2009
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-1
3.1 Analisis Sumber Daya Alam
3.1.1 Peruntukan Lahan
Dalam metode analisis ini ditentukan tiga faktor, yaitu: 1) kemiringan
lereng, 2) jenis tanah, 3) curah hujan. Ketiga faktor tersebut masing-masing
ditetapkan skornya kemudian hasilnya dijumlah dan menghasilkan indeks lokasi.
Indeks lokasi <125 dan kemiringan lereng <8% direkomendasikan sebagai
kawasan permukiman dan tanaman semusim. Indeks lokasi <125 dan kemiringan
lereng <15% direkomendasikan sebagai kawasan budidaya tanaman tahunan.
Daerah dengan indeks lokasi 125-175 diperuntukkan sebagai Kawasan Fungsi
Penyangga. Daerah dengan indeks lokasi >175 diperuntukkan sebagai Kawasan
Lindung.
Tabel 3.1 Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah Untuk Pemanfaatan Lahan
No. Kriteria Klasifikasi Keterangan Skor
1. Lereng/Kemiringan
0-8 % Datar 20
8-15 % Landai 40
15-25 % Agak curam 60
25-45 % Curam 80
>45 % Sangat curam 100
2. Jenis Tanah
Aluvial, Tanah Glei, Panosol, Hidromorf, Kelabu, Literia
air tanah Tidak peka 15
latosol Agak peka 30
Brown Forest Soil, New Calcie
Kurang Peka 45
Andosol, Lateritic, Grumosol, Renzina
Peka 60
Regosol, Litosol, Oranosol, Renzina
Sangat Peka 75
3. Curah Hujan
0,0-13,6 mm/hh Sangat rendah 10
13,6-20,7 mm/hh Rendah 20
20,7-27,7 mm/hh Sedang 30
27,7-34,8 mm/hh Tinggi 40
>34,8 mm/hh Sangat tinggi 50
Sumber: SK Menteri Pertanian Nomer 837/KPTS/UM/11.1980
Bab III ANALISIS KONDISI DAN KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN KOTA TIDORE
KEPULAUAN
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-2
Peta 3.1 Peruntukan Lahan
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-3
Ada tiga tipe penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan di Kota Tidore
Kepulauan, yaitu:
1) Kawasan Permukiman dan tanaman semusim dengan indeks lokasi <125
dan kemiringan lereng <8%,
2) Kawasan Fungsi Penyangga dengan indeks lokasi 125-175, dan
3) Kawasan Lindung dengan indeks lokasi >175 dan sedikit kawasan budidaya
tanaman tahunan dengan indeks lokasi <125 dan kemiringan lereng <15%.
Dalam analisis peruntukan lahan Kota Tidore Kepulauan lebih dominan
untuk hutan lindung, Kawasan Pemukiman dan Budidaya Tanaman Semusim.
Selebihnya jika ingin dikembangkan peruntukannya adalah untuk kawasan fungsi
penyangga.
3.1.2 Konflik Pemanfaatan Lahan
Di dalam tempat yang sama, lahan yang seharusnya sebagai kawasan
penyangga, juga ditemukan cadangan bahan galian. Untuk itu dalam
pemanfaatan lahan harus didasarkan atas 3 cerapan (perception) dari lahan,
yang didasarkan :
1. Kawasan merupakan perwujudan sumberdaya dan kimah (asset), atau
kekayaan yang dapat dimanfaatkan;
2. Prospek jangka panjang ke masa depan, sehingga yang dikerjakan tidak
habis dalam waktu dekat;
3. Keterlanjutan manfaat, sehingga manfaat dapat diperoleh secara terus
menerus.
Perlu kebijakan yang harus dituangkan dalam hal implementasi untuk
pengaturan pemanfaatan lahan sebagai berikut:
1. Lahan sebagai kawasan lindung maka harus dilindungi dari usikan fisik,
2. Lahan sebagai kawasan penyangga, aktivitas penambangan dapat dilakukan
dengan manajemen dan penataan kawasan, dan
3. Kawasan permukiman dan tanaman semusim, aktivitas penambangan perlu
dibarengi dengan pengelolaan kawasan dan penataan yang tepat.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-4
3.1.3 Analisis Daya Dukung Lingkungan
Analisis daya dukung merupakan suatu alat perencanaan yang memberikan
gambaran mengenai hubungan antara penduduk, penggunaan lahan dan
lingkungan.
Keterangan :
CCR : Kemampuan daya dukung
A : Jumlah total area yang digunakan untuk kegiatan pertanian
r : Frekuensi panen per hektar
H : Jumlah KK (rumah tangga)
h : Persentase jumlah penduduk yang tinggal di desa
F : Ukuran lahan pertanian rata-rata yang dimiliki petani
Asumsi umum yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil
penghitungan analisis dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Apabila CCR > 1, berarti wilayah tersebut masih memiliki
kemampuan untuk mendukung kebutuhan penduduk.
Pembangunan masih bisa bersifat eksploratif.
2. Apabila CCR = 1, berarti wilayah tersebut masih memiliki
keseimbangan antara kemampuan lahan dan jumlah penduduk.
Meski demikian kondisi seperti ini harus diwaspadai.
3. Apabila CCR < 1, berarti di wilayah tersebut sudah tidak mungkin
lagi dilakukan pembangunan secara eksploratif. Perlu dilakukan
program bersifat intensifikasi ataupun penekanan pertumbuhan
penduduk
Analisis daya dukung lingkungan di Kota Tidore dihitung dari hasil pertanian
perkebunan. Hasil perkebunan yang hampir dominan sebagai hasil pertanian
dikarenakan jumlah areal perkebunan lebih luas daripada area pertanian bahan
pangan atau sayur-sayuran.
A x r CCR = ________________
H x h x F
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-5
Tabel 3.2 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
No. Kecamatan
Penduduk Luas Lahan
Frekuensi Panen
Luas Lahan Rata-Rata
CCR (** Jumlah
Penduduk Tahun 2008
(jiwa)
Jumlah Petani
Perkebunan (*
Jumlah KK Petani
Perkebunan
% Jumlah Penduduk yang Tinggal di Desa
Luas Wilayah (Km
2)
Luas Kebun Campuran
(Km2)
Luas Perkebunan
(Km2)
Jumlah
1 Tidore 20.789 2.895
Asumsi: 1 Petani = 1KK
60 212,15 51,49 6,25 57,74
Asumsi: Panen hasil perkebunan 1x dalam 1
tahun. Alasan:
mayoritas pertanian
tadah hujan
0,0199 1,7
2 Tidore Selatan 15.082 3.944 60 249,32 156,26 3,48 159,74 0,0405 1,7
3 Tidore Utara 16.184 4.039 60 221,33 93,60 0,00 93,60 0,0232 1,7
4 Tidore Timur 7.633 0 60 199,92 40,79 0,00 40,79 5 Oba 10.070 13.875 100 2.373,63 138,34 13,58 151,92 0,0109 1,0
6 Oba Utara 10.725 7.199 100 2.210,92 616,40 0,00 616,40 0,0856 1,0
7 Oba Selatan 5.009 0 100 1.155,91 173,17 0,00 173,17 8 Oba Tengah 6.438 0 100 2.493,17 213,54 0,00 213,54 Kota Tidore Kepulauan 91.930 31.952 80 9.116,36 1.483,59 23,31 1506,90 0,0472 1,3
Ket: (* = Jumlah Petani Perkebunan dengan data sebelum pemekaran (Kota Tidore Dalam Angka Tahun 2009, BPS) (** = nilai CCR pada Kecamatan tertentu mempunyai besaran yang sama (Tidore sama dengan Tidore Timur, Oba sama dengan Oba Selatan, Oba Utara sama dengan Oba Tengah)
Sumber: Analisis Studio
Daya dukung lingkungan Kota Tidore Kepulauan Pada Tahun 2008 adalah 1,3. Ini berarti lahan perkebunan yang ada masih dapat mendukung
penduduk di dalamnya.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-6
Tabel 3.3 Analisis Carrying Capacity Ratio (CCR) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030
No Kecamatan
Penduduk Luas Lahan Luas
Peruntukan Lahan
Terbangun
Jumlah Frekuensi
Panen
Luas Lahan Rata-Rata
CCR Jumlah
Penduduk Tahun
2030 (jiwa)
Jumlah Petani
Perkebunan
Jumlah KK Petani
Perkebunan
Persentase Jumlah
Penduduk yang Tinggal
di Desa
Luas Wilayah (Km2)
Luas Kebun
Campuran (Km2)
Luas Perkebunan
(Km2)
Luas Hutan Yang dapat
dikonversi
1 Tidore 30,625 4265
Asumsi: 1 Petani =
1KK
0 212.15 51.49 6.25
43.47 14.27 Asumsi:
Panen hasil perkebunan 1x dalam 1
tahun. Alasan:
mayoritas pertanian
tadah hujan
0.0200 0.17
2 Tidore Selatan 25,005 6539 0 249.32 156.26 3.48
50.63 109.11 0.0200 0.83
3 Tidore Utara 23,021 5745 0 221.33 93.60 0.00
45.05 48.55 0.0200 0.42
4 Tidore Timur 11,244 0 0 199.92 40.79 0.00
40.35 0.44 0.0200 5 Oba 14,755 20330 60 2,373.63 138.34 13.58 175.020 475.29 -148.36 0.0200 -0.71
6 Oba Utara 29,480 19788 60 2,210.92 616.40 0.00 130.480 442.75 304.13 0.0200 0.33
7 Oba Selatan 7,339 0 60 1,155.91 173.17 0.00 34.081 231.46 -24.21 0.0200 8 Oba Tengah 8,892 0 60 2,493.17 213.54 0.00 58.773 498.99 -226.68 0.0200 Kota Tidore Kepulauan 150,360 31,952 60 9,116.36 1,483.59 23.31 398.354 1,827.86 77.39 0.0200 0.20
Ket: (* = Jumlah Proyeksi Petani Perkebunan berasal dari data sebelum pemekaran (** = nilai CCR pada Kecamatan tertentu mempunyai besaran yang sama (Tidore sama dengan Tidore Timur, Oba sama dengan Oba Selatan, Oba Utara sama dengan Oba Tengah). Perhitungan mempertimbangkan jumlah lahan di dua lokasi yang berbeda sebelum pemekaran.
Sumber: Analisis Studio
Rasio daya dukung lingkungan pada tahun 2030 adalah sebesar 0,20 yang berarti lahan yang ada sudah hampir tidak mencukupi untuk
perkembangan penduduk
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-7
3.1.3.1 Lahan Kritis
Lahan kritis, yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik,
kimia,dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Ciri-ciri
lahan yang kritis yaitu lahan yang sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat di daerah
yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi dan banjir). Lahan yang miskin
humusyang terdapat di daerah yang miskin atau jarang tumbuhan, contohnya
kawasan pegununganyang hutannya rusak.
3.1.3.2 Analisis Rawan Bencana
a. Banjir.
Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat
akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai.
Daerah rawan banjir terutama pada daerah yang berada di hilir sungai besar
seperti di hilir sungai Akelamo dan Payahe.
b. Gerakan tanah
Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng, berupa
batuan, bahan timbunan, tanah, atau material campuran tersebut bergerak ke
arah bawah dan keluar lereng. Di daerah perencanaan gerakan tanah banyak
terjadi di daerah Halmahera. Jenis gerakan tanah tersebut adalah jatuhan(rock
fall) dan aliran masa batuan(debris flow).
(a) (b)
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-8
(c) Gambar 3.1 (a) dan (b) Jatuhan Batuan di Daerah Surumake dan
(c) Aliran Batuan di Daerah Payahe
Gerakan tanah yang lain yang dapat terjadi adalah daerah yang dilalui oleh
struktur sesar. Sesar adalah daerah yang mengalami pergeseran. Pergeseran ini
biasanya terjadi pada saat gempa. Dan dengan bergesernya sesar ini dapat
mengakibatkan gerakan tanah(longsor, rack fall, dan debris flow).
c. Bencana Letusan Gunung api
Gunung Kiematubu adalah merupakan gunung api. Saat ini gunung ini
mengalami stadium tidak aktif. Namun tidak menutup kemungkinan Gunung
Kiematubu dapat aktif kembali. Untuk mengantisipasi ini maka perlu adanya
zonasi daerah rawan terhadap dampak letusan gunung kiematubu. Dengan
memperhatikan dampak rawan bencana di sekitar gunungapi dengan radius 3,5
km dan morfologi daerah Gunung Kiematubu.
d. Kegempaan
Kegempaan di Indonesia berkaitan dengan zona subduksi yang berbagai
bentuk dan bermacam arah. Zona subduksi merupakan daerah utama
gempabumi, sebagian besar gempa terjadi di zona subduksi, baik gempa
dangkal, menengah maupun dalam, sehingga zona ini disebut sebagai zona
seismik aktif. Palung laut dan gunung api terdapat di zona ini.
Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik
utama, yaitu lempeng Eurasia di Utara, lempeng Indo-Australia di Selatan,
lempeng Pasifik di Timur dan lempeng kecil Filipina diantara ke tiga lempeng
utama tersebut. Batas lempeng- lempeng ini di wilayah Indonesia umumnya
berbentuk zona subduksi yang mempunyai arah dan jenis penunjaman berbeda-
beda
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-9
Secara umum struktur tektonik Indonesia bagian timur lebih rumit
dibanding Indonesia bagian Barat. Di wilayah Indonesia bagian Barat, lempeng
Indo-Australia menunjam dari arah Selatan ke Utara di bawah lempeng Eurasia,
ditandai dengan jalur gempa Mediteran. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian
Timur, lempeng Pasifik bertemu dengan lempeng Filipina, lempeng Eurasia dan
lempeng Indo-Australia, ditandai dengan bertemunya jalur gempa Mediteran
dengan jalur gempa Sirkum Pasifik.
Berikut adalah penyebaran gempa sejak tahun 1673 hingga sekarang yang
tercatat di United State Geological Survey (USGS).
Gambar 3.2 Titik Gempa Bumi di Kepulauan Maluku
Sumber: United State Geological Survey (USGS)
e. Tsunami
Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut lainnya yang bersifat
kontinu, gelombang tsunami ditimbulkan oleh gaya impulsif yang bersifat
insidentil, tidak kontinu. Periode gelombang tsunami antara 10 – 60 menit,
panjang gelombangnya mencapai 100 km. Ditengah lautan tinggi gelombang
tsunami paling besar sekitar 5 meter, maka saat mencapai pantai tinggi
gelombangnya bisa sampai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-10
Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis
pantai dengan jangkauan dapat mencapai sejauh 500 meter dari garis pantai.
Dalam catatan sejarah kejadian tsunami yang pernah terjadi di indonesia
sejak 1608 pernah tercatat beberapa kali terjadinya bencana tsunami di daerah
perencanaan
Tabel 3.4 Titik Tsunami di Kepulauan Maluku
Year Mon Day Lat Lon Depth mb Ms Mw Mt I Hmax Source
1608 7 1 0 127
1.5
Makian Is., Indonesia
1673 8 12 0.8 127.3
1
Ternate Isl., Indonesia
1771 11 9 0.78 127.4
0.5
Ternate Is., Indonesia
1840 2 14 0.78 127.38
0.5
Ternate Is., Indonesia
1859 6 28 1 126.5
7
3 9 N. MOLUCCA IS., INDONESIA
1968 8 10 1.42 126.26 19
7.6 7.5 8 -2 0.4 N.Molucca Islands.Indonesia
1994 1 21 1.01 127.73 19 6.2 7.3 6.9
1.5 2 Halmahera, Indonesia
Sumber: United State Geological Survey (USGS)
Kejadian gelombang tsunami tertinggi (Run Up) dalam sejarah adalah 9m
(yaitu pada tahun 1858). Dengan demikian maka daerah yang memiliki
ketinggian kurang dari 9 meter di atas permukaan air laut adalam merupakan
daerah yang rawan akan terjadinya dampak gelombang tsunami. Dampak yang
paling besar dapat terjadi pada daerah teluk, hal ini dikarenakan daerah teluk
merupakan daerah yang berbentuk cekung sehingga dapat mengakibatkan
akumulasi energi tsunami. Dengan data ini maka daerah perencanaan
merupakan daerah yang rawan terhadap bencana tsunami terutama pada
daerah pesisir.
3.2 Analisis Kependudukan, Sosial dan Budaya
3.2.1 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk
Dengan berasumsi bahwa tahun awal data (2005) sampai dengan tahun
akhir data (2008) pertumbuhan penduduk meningkat sama untuk dua puluh
tahun ke depan, maka proyeksi penduduk yang mendekati tren pertumbuhan
penduduk Kota Tidore Kepulauan eksisting adalah proyeksi penduduk
eksponensial.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-11
Tabel 3.5 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030
No. Kecamatan Proyeksi Jumlah Penduduk
2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.534 23.516 25.680 28.044 30.625
2 Tidore Selatan 15.791 17.714 19.871 22.291 25.005
3 Tidore Utara 16.711 18.104 19.614 21.249 23.021
4 Tidore Timur 7.907 8.634 9.429 10.297 11.244
5 Oba 10.426 11.371 12.403 13.528 14.755
6 Oba Utara 11.044 11.885 12.790 13.764 14.812
7 Oba Selatan 5.186 5.656 6.169 6.729 7.339
8 Oba Tengah 6.630 7.135 7.678 8.262 8.892
Kota Tidore Kepulauan 95.146 103.689 112.998 123.143 134.199
Sumber: Analisis Studio
Rata-rata pertumbuhan penduduk di Kota Tidore Kepulauan sebesar 1,72%.
Rata-rata pertumbuhan tertinggi sebesar 12,18% di Tidore Selatan.
Tabel 3.6 Rata-rata Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan
No. Kecamatan Rata-Rata Pertumbuhan
Penduduk (%)
1 Tidore 1,76
2 Tidore Selatan 2,30
3 Tidore Utara 1,60
4 Tidore Timur 1,76
5 Oba 1,74
6 Oba Utara 1,47
7 Oba Selatan 1,74
8 Oba Tengah 1,47
Kota Tidore Kepulauan 1,72
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-12
Gambar 3.3 Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2010 dan 2030
Sumber: Analisis Studio
3.2.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk
a. Distribusi Penduduk
Penduduk Kota Tidore Kepulauan masih mempunyai kecenderungan yang
sama dengan kondisi eksisting yaitu lebih terdistribusi di Kecamatan Tidore.
Tabel 3.7 Proyeksi Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan
Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030
No. Kecamatan Distribusi Penduduk (%) Pergesaran Distribusi
Penduduk Tahun 2010-2030 (%) 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 22,63 22,68 22,73 22,77 22,82 0,19
2 Tidore Selatan 16,60 17,08 17,59 18,10 18,63 2,04
3 Tidore Utara 17,56 17,46 17,36 17,26 17,15 -0,41
4 Tidore Timur 8,31 8,33 8,34 8,36 8,38 0,07
5 Oba 10,96 10,97 10,98 10,99 10,99 0,04
6 Oba Utara 11,61 11,46 11,32 11,18 11,04 -0,57
7 Oba Selatan 5,45 5,46 5,46 5,46 5,47 0,02
8 Oba Tengah 6,97 6,88 6,79 6,71 6,63 -0,34
Kota Tidore Kepulauan 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 0,00
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-13
Gambar 3.4 Distribusi Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2020 dan 2030
Sumber: Analisis Studio
b. Kepadatan Penduduk
Proyeksi kepadatan penduduk tertinggi pada 5 tahun mendatang yaitu
tahun 2015 yaitu Kecamatan Tidore sebesar 110,84 Jiwa/Km2. Tahun 2020
kepadatan tertinggi masih di Kecamatan Tidore sebesar 121,05 Jiwa/Km2 dan
tahun 2030 menjadi 144,35 Jiwa/Km2.
Tabel 3.8 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010, 2015, 2020, 2025 dan 2030
No. Kecamatan Luas
Wilayah (Km
2)
Kepadatan Penduduk Bruto
2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 212,15 101,50 110,84 121,05 132,19 144,35
2 Tidore Selatan 249,32 63,34 71,05 79,70 89,41 100,29
3 Tidore Utara 221,33 75,50 81,80 88,62 96,01 104,01
4 Tidore Timur 199,92 39,55 43,19 47,16 51,50 56,24
5 Oba 2.373,63 4,39 4,79 5,23 5,70 6,22
6 Oba Utara 2.210,92 5,00 5,38 5,79 6,23 6,70
7 Oba Selatan 1.155,91 4,49 4,89 5,34 5,82 6,35
8 Oba Tengah 2.493,17 2,66 2,86 3,08 3,31 3,57
Kota Tidore Kepulauan 9.116,36 10,44 11,37 12,40 13,51 14,72
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-14
Tabel 3.9 Kategori Proyeksi Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010 dan 2030
No. Kecamatan
2010 2030
Kepadatan Penduduk (jiwa/Km
2)
Kategori Kepadatan Penduduk (jiwa/Km
2)
Kategori
1 Tidore 101,50 Tinggi 144,35 tinggi
2 Tidore Selatan 63,34 Sedang 100,29 tinggi
3 Tidore Utara 75,50 Tinggi 104,01 tinggi
4 Tidore Timur 39,55 Sedang 56,24 sedang
5 Oba 4,39 rendah 6,22 rendah
6 Oba Utara 5,00 rendah 6,70 rendah
7 Oba Selatan 4,49 rendah 6,35 rendah
8 Oba Tengah 2,66 rendah 3,57 rendah
Kota Tidore Kepulauan 10,44
14,72
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-15
Peta 3.2 Proyeksi Distribusi Penduduk tahun 2032
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-16
Peta 3.3 proyeksi Kepadatan Penduduk Th 2032
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-17
3.2.3 Struktur Penduduk dan Rasio Ketergantungan
a. Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis kelamin
Kecenderungan penurunan jumlah laki-laki dikarenakan melalui data
struktur usia, angka partisipasi sekolah, dan perbandingan jumlah laki-laki dan
wanita, terlihat kemungkinan bahwa pada usia kerja penduduk lebih memilih
bekerja daripada bersekolah. Khususnya pada usia 20-24 tahun jumlah laki-laki
lebih sedikit dibandingkan jumlah wanita. Perpindahan penduduk pada usia
produktif tersebut diduga untuk bekerja di luar daerah asal.
Gambar 3.5 Trend Sex Ratio Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005 - 2008
Sumber : Pengolahan Data Sekunder
b. Struktur Penduduk Berdasarkan Usia
Dependensi rasio tinggi DR > 70
Dependensi rasio sedang 51-69
Dependensi rasio rendah < 50
Angka rasio ketergantungan Kota Tidore Kepulauan tahun 2008 sebesar
53,49%. Besarnya angka rasio ketergantungan di Kota Tidore Kepulauan
termasuk kedalam kategori sedang.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-18
3.2.4 Kualitas Penduduk
3.2.4.1 Menurut Tingkat Pendidikan
Indeks pembangunan Manusia Kota Tidore Kepulauan menyebutkan bahwa
angka melek huruf di Kota Tidore Kepulauan telah mengalami peningkatan
dalam tiga tahun (2005-2007). Tahun 2007 indeks pendidikan di Kota Tidore
Kepulauan (82,9) berada pada urutan ke dua setelah Kota Ternate (88,8).
Jumlah penduduk yang bersekolah dari tahun 2007 ke tahun 2008
mengalami penurunan. Partisipasi Pendidikan lebih banyak pada usia pendidikan
9 tahun (usia 7-15 tahun). Karena itu kualitas penduduk dari tingkat pendidikan
masih perlu ditingkatkan untuk menciptakan tenaga kerja yang siap bekerja di
wilayah masing-masing.
Gambar 3.6 Grafik Indeks Partisipasi Sekolah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Sumber: Pengolahan Data Sekunder
3.2.4.2 Ketenagakerjaan
a. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja (TPAK)
TPAK menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur
sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur tersebut. Angkatan kerja
adalah penduduk Kota Tidore Kepulauan yang berumur lebih dari 15 tahun dan
secara aktif melakukan kegiatan ekonomi. Usia kerja adalah penduduk berumur
lebih dari 15 tahun. Jumlah penduduk usia kerja di Kota Tidore Kepulauan pada
tahun 2008 sebesar 59.892 jiwa. Jumlah angkatan kerja di Kota Tidore
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-19
Kepulauan sebesar 36.132 jiwa. Sehingga Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) sebesar 60,32%
Tabel 3.10 Produktifitas Tenaga Kerja Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007 dan 2008
SEKTOR Tahun 2007 Tahun 2008
Jumlah TK PDRB (juta) Jumlah TK PDRB
1. Angkatan kerja 33.165 225.730,16 36.132 238.918,31
1.1. Bekerja 31.932 34188
1.2. Pengangguran terbuka 1.233 1.944
Produktivitas TK 6.806.276,7 6.612.374,4
Tingkat pengangguran 3,72% 5,38%
Sumber : Tidore Dalam Angka 2007/2008, BPS
Dengan melihat analisis tersebut, dapat diketahui bahwa produktifitas
tenaga kerja di Kota Tidore Kepulauan tahun 2008 adalah sebesar 6.621.374,4.
Artinya, setiap orang yang bekerja akan menghasilkan nilai tambah sebesar
6.621.374,4 rupiah untuk satu tahun, lebih rendah dari angka produktivitas
tenaga kerja pada tahun 2007 yang sebesar 6.806.276,7. Hal ini disebabkan
terjadinya kenaikan tingkat penganguran sebesar 1,66% pada tahun 2008. Tahun
2007, tingkat pengangguran sebesar 3,72% dan pada tahun 2008 menjadi 5,38%.
b. Tingkat Kesempatan Kerja (Employment Rate)
Tingkat kesempatan kerja menunjukkan jumlah penduduk yang benar-
benar bekerja. Persentase jumlah penduduk yang bekerja terhadap angkatan
kerja tahun 2007 sebesar 96,28% dan tahun 2008 menjadi 94,62%. penurunan
persentase tingkat kesempatan kerja dapat dinilai sebagai penurunan kualitas
penduduk dalam bidang ketenagakerjaan.
menunjukkan bahwa angkatan kerja yang bekerja lebih banyak laki-laki
dibandingkan perempuan.
Tabel 3.11 Ketenagakerjaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2007-2008 (%)
Keterangan 2007 2008
Laki Laki Perempuan Jumlah Jumlah
Bekerja terhadap Angkatan Kerja 98,05 93,37 96,28 94,62
Tingkat Pengangguran Terbuka 1,95 6,63 3,72 5,38
Angkatan Kerja terhadap penduduk Usia kerja 81,40 46,05 63,08 60,32
Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka Tahun 2007/2008, 2009, BPS.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-20
Gambar 3.7 Penduduk Kota Tidore Kepulauan Semua Umur yang Bekerja di Sektor Informal
Sumber: Survey Lapangan, 2009
c. Tingkat Pengangguran Terbuka (Open Unemployment Rate)
Tingkat pengangguran terbuka merupakan angka yang menunjukkan
proporsi jumlah angkatan kerja yang sedang aktif mencari pekerjaan
(menganggur) terhadap mereka yang tergolong angkatan kerja. Tingkat
pengangguran terbuka pada tahun 2007 sebesar 3,27% dan pada tahun 2008
sebesar 5,38%. Angka tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan
tingkat pengangguran dari tahun 2007 menuju tahun 2008 yang menyebabkan
produktivitas tenaga kerja semakin berkurang.
3.2.4.3 Kesejahteraan Penduduk
Karakteristik penduduk keluarga sejahtera dibagi menjadi lima kategori
yaitu keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga
sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus.
Tabel 3.12 Jumlah Keluarga Sejahtera Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006
No. Kecamatan
2006
Keluarga Pra
Sejahtera
Keluarga Sejahtera
I
Keluarga Sejahtera
II
Keluarga Sejahtera
III
Keluarga Sejahtera
III Plus
1 Tidore 398 631 753 2.582 424
2 Tidore Selatan 335 269 448 1.881 183
3 Tidore Utara 391 633 627 1.455 180
4 Tidore Timur
5 Oba 604 835 363 1.286 48
6 Oba Utara 1.402 1.045 361 939 79
7 Oba Selatan
8 Oba Tengah
Jumlah 3.130 3.413 2.552 8.143 914
Sumber : Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2006, BPS.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-21
3.3 Analisis Perekonomian
3.3.1 Analisis Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah
Persentase terbesar dari struktur ekonomi wilayah Kota Tidore Kepulauan
berdasarkan PDRB harga kostan, didominasi oleh sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan sebesar 50,62%. Sektor perdagangan, hotel dan
retoran menempati urutan kedua sebesar 8,34%. Sektor jasa menempati urutan
ketiga yang mendominasi PDRB Kota Tidore Kepulauan selama 5 tahun terakhir.
Tabel 3.13 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan
No Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
52.58 51.14 49.72 49.73 49.92
2 Pertambangan dan Penggalian 0.63 0.6 0.6 0.6 0.6
3 Industri Pengolahan 6.3 6.34 6.14 5.86 5.57
4 Listrik dan Air bersih 0.18 0.19 0.2 0.21 0.18
5 Bangunan 2.64 2.59 2.51 2.42 2.43
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22.36 24.38 26.6 27.48 28.08
7 Pengangkutan dan Komunikasi 4.38 4.26 4.2 4.12 4.05
8 Keuangan, Persewaan & jasa perusahaan
1.79 1.76 1.71 1.66 1.61
9 Jasa-Jasa 9.14 8.74 8.32 7.92 7.56
Sumber: Analisis Studio
Gambar 3.8 Grafik Distribusi Persentase 5 Besar Penyumbang PDRB
Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 – 2008 Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-22
3.3.2 Analisis Basis Ekonomi Wilayah dan Sektor Unggulan
3.3.2.1 Analisis LQ
Jika nilai LQ lebih dari 1, maka dapat diartikan bahwa daerah tersebut dapat
“mengekspor” hasil industri ke daerah lain.
Tabel 3.14 Analisis LQ Kota Tidore Kepulauan Berdasar Harga Konstan (2000) Kota Tidore Kepulauan
No. Lapangan Usaha 2005 2007 LQ
2005 B/N
LQ 2007
B/N
1 Pertanian 102.888,16 112.245,84 1,44 B 1,43 B
a. Tanaman Bahan Makanan 30.487,48 31.693,30 1,63 B 1,59 B
b. Tanaman Perkebunan 48.440,08 55.127,87 1,37 B 1,39 B
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.707,08 1.807,60 0,58 N 0,59 N
d. Kehutanan 7.456,81 7.778,84 1,57 B 1,49 B
e. Perikanan 14.796,71 15.838,23 1,56 B 1,49 B
2 Pertambangan dan Penggalian 1.211,23 1.346,64 0,13 N 0,12 N
3 Industri Pengolahan 12.748,58 13.229,62 0,41 N 0,40 N
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 384,31 483,26 0,38 N 0,42 N
5 Bangunan 5.209,70 5.459,13 1,73 B 1,49 B
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 49.044,84 62.039,73 1,01 B 1,11 B
7 Pengangkutan dan Komunikasi 8.572,98 9.303,58 0,60 N 0,56 N
8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 3.545,06 3.754,09 0,53 N 0,50 N
9 Jasa-jasa 17.589,34 17.868,27 1,11 B 1,01 B
Produk Domestik Regional Bruto 201.194,20 225.730,16 Propinsi Maluku Utara
No. Lapangan Usaha 2005 2007 1 Pertanian 792.678,05 870.191,66 a. Tanaman Bahan Makanan 208.045,69 220.810,83 b. Tanaman Perkebunan 394.051,95 440.247,99 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 32.487,90 33.700,65 d. Kehutanan 52.863,04 57.700,12 e. Perikanan 105.229,47 117.732,07 2 Pertambangan dan Penggalian 106.626,62 123.408,88 3 Industri Pengolahan 343.322,44 370.480,94 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 11.177,26 12.625,48 5 Bangunan 33.573,74 40.703,96 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 540.697,48 619.289,35 7 Pengangkutan dan Komunikasi 157.736,32 185.637,46 8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 74.070,81 83.695,28 9 Jasa-jasa 176.920,93 195.142,12 Produk Domestik Regional Bruto 2.236.803,65 2.501.175,13 Sumber: Analisis Studio
Dari hasil perhitungan LQ di Kota Tidore Kepulauan dapat diketahui bahwa
sektor ekonomi yang dapat mengekspor hasil produksinya ke daerah lain antara
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-23
lain sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Sektor pertanian yang mempunyai keunggulan kompetitif adalah
tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, kehutanan dan perikanan. Nilai
LQ pada sektor pertanian dapat dirinci sebagai berikut.
Tabel 3.15 Distribusi Kontribusi Terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan
No. Komoditas Tanaman Pangan
Nilai LQ Komoditas
Perkebunan Nilai LQ
Komoditas Perikanan
Nilai LQ
1 Ubi Kayu 0,87 Kelapa 0,89 perikanan darat 0,05
2 Jagung 1,10 Kopi 2,72 perikanan laut 1,01
3 Ubi Jalar 0,59 Cengkeh 3,22 4 Kacang Tanah 1,44 Kakao 0,91 5
Jambu Mete 0,26
6
Pala 2,51 7
Vanili 0,60
8
Kayu Manis 8,68 Sumber: Potensi Unggulan Kota Tidore Kepulauan, 2009
Nilai LQ dirinci berdasarkan produk
Tabel 3.16 LQ Ternak
No. Kecamatan
LQ Ternak 2008
Sapi Kambing Ayam
Ras Ayam Buras
Itik
1 Tidore 1.12 1.06
2 Tidore Selatan 1.79 1.27
3 Tidore Utara 2.98
4 Tidore Timur 1.28 2.52
5 Oba 1.47 1.75 1.36 1.35
6 Oba Utara 6.15 7.32 3.46
7 Oba Selatan 1.59
8 Oba Tengah 5.19 6.19 2.43
Sumber: Analisis Studio
Pada tabel di atas, terlihat nilai LQ dari masing-masing kecamatan di
wilayah Kota Tidore yang mempunyai nilai > 1. Sebagai ilustrasi, Kecamatan
Tidore Utara mempunyai keunggulan komparatif dibanding kecamatan lain
dalam bidang peternakan ayam ras dimana nilai LQ-nya sebesar 2,98, sedangkan
Kecamatan Oba Utara mempunyai keunggulan komparatif dalam peternakan
kambing dibanding kecamatan lain.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-24
Tabel 3.17 LQ Produksi Pertanian 2008 (Ton)
No. Kecamatan
LQ Produksi Pertanian 2008
Padi Jagung Ubi
Kayu Kacang Tanah
Kacang Kedelei
Kacang Hijau
Ubi Ubian
1 Tidore 7.05
2 Tidore Selatan 7.05
3 Tidore Utara 1.45
4 Tidore Timur
5 Oba 2.79 1.27 3.20 3.12
6 Oba Utara 3.90
7 Oba Selatan
8 Oba Tengah 1.47 1.01
Sumber: Analisis Studio
Berdasarkan tabel di atas, Kecamatan Tidore Selatan mempunyai
keunggulan dalam pertanian kacang tanah, sedangkan Kecamatan Oba Utara
mempunyai keunggulan komparatif dalam bidang pertanian jagung.
Tabel 3.18 Komoditas Unggulan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
No. Kecamatan Komoditas Unggulan
1 Tidore Ayam ras, ayam buras, kacang tanah
2 Tidore Selatan Ayam ras, itik, kacang tanah
3 Tidore Utara Ayam ras, ubi kayu
4 Tidore Timur Ayam buras, itik
5 Oba Sapi, kambing, ayam buras, itik, padi, kacang tanah, kacang hijau, ubi-ubian
6 Oba Utara Sapi, kambing, itik, jagung
7 Oba Selatan Ayam buras
8 Oba Tengah Sapi, kambing, itik, jagung, ubi kayu
Sumber: Analisis Studio
3.3.2.2 Analisis Shift-share
Tabel 3.19 Shift-Share di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Kota Tidore Kepulauan
No. Lapangan Usaha 2001 2006 R % S B/N 2001
B/N 2006
1 Pertanian 102.888,16 112.245,84 9.358 0,09 -4.902,23 B B
a. Tanaman Bahan Makanan 30.487,48 31.693,30 1.206 0,04 -4.130,28 B B
b. Tanaman Perkebunan 48.440,08 55.127,87 6.688 0,14 916,16 B B
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.707,08 1.807,60 101 0,06 -239,28 N N
d. Kehutanan 7.456,81 7.778,84 322 0,04 -758,32 B B
e. Perikanan 14.796,71 15.838,23 1.042 0,07 -698,14 B B
2 Pertambangan dan Penggalian 1.211,23 1.346,64 135 0,11 39,73 N N
3 Industri Pengolahan 12.748,58 13.229,62 481 0,04 -1.524,04 N N
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 384,31 483,26 99 0,26 57,90 N N
5 Bangunan 5.209,70 5.459,13 249 0,05 124,35 B B
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 49.044,84 62.039,73 12.995 0,26 8.530,31 B B
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-25
Kota Tidore Kepulauan
No. Lapangan Usaha 2001 2006 R % S B/N 2001
B/N 2006
7 Pengangkutan dan Komunikasi 8.572,98 9.303,58 731 0,09 220,52 N N
8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 3.545,06 3.754,09 209 0,06 -168,33 N N
9 Jasa-jasa 17.589,34 17.868,27 279 0,02 -2.067,36 B B
Produk Domestik Regional Bruto 201.194,20 225.730,16 24.536 0,12 Propinsi Maluku Utara
No. Lapangan Usaha 2005 2007 R %
1 Pertanian 792.678,05 870.191,66 77.514 0,10 a. Tanaman Bahan Makanan 208.045,69 220.810,83 12.765 0,06 b. Tanaman Perkebunan 394.051,95 440.247,99 46.196 0,12 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 32.487,90 33.700,65 1.213 0,04 d. Kehutanan 52.863,04 57.700,12 4.837 0,09 e. Perikanan 105.229,47 117.732,07 12.503 0,12 2 Pertambangan dan Penggalian 106.626,62 123.408,88 16.782 0,16 3 Industri Pengolahan 343.322,44 370.480,94 27.159 0,08 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 11.177,26 12.625,48 1.448 0,13 5 Bangunan 33.573,74 40.703,96 7.130 0,21 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 540.697,48 619.289,35 78.592 0,15 7 Pengangkutan dan Komunikasi 157.736,32 185.637,46 27.901 0,18
8 Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 74.070,81 83.695,28 9.624 0,13
9 Jasa-jasa 176.920,93 195.142,12 18.221 0,10 Produk Domestik Regional Bruto 2.236.803,65 2.501.175,13 264.371 0,12 Sumber: Analisis Studio
Berdasarkan perhitungan LQ (Location Quotion), dapat diketahui bahwa
sektor Pertanian; Bangunan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; dan Jasa-jasa
merupakan sektor basis di Kota Tidore Kepulauan. Tidak semua sektor pertanian
merupakan sektor basis. Sektor basis dari pertanian adalah tanaman bahan
makanan, tanaman perkebunan, kehutanan dan perikanan.
Berdasarkan analisis shift-share, sektor yang memberikan sumbangan
kepada Propinsi antara lain: sektor pertanian tanaman perkebunan, sektor
pertambangan dan galian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan,
sektor perdagangan, hotel dan jasa, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sektor-sektor yang dapat dijadikan investasi antara lain sektor pertanian
tanaman perkebunan, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan jasa.
3.3.3 Analisis Distribusi Pendapatan
Perkembangan PDRB per kapita merupakan salah satu indikator kemajuan
ekonomi wilayah. Peningkatan PDRB perkapita memberikan arti peningkatan
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-26
ekonomi wilayah yang diikuti dengan peningkatan kemakmuran penduduknya.
Sejak tahun 2005, PDRB perkapita Kota Tidore Kepulauan selalu mengalami
pertumbuhan. Tahun 2008, PDRB Kota Tidore Kepulauan naik sebesar 7,87%
dari tahun 2007.
Tabel 3.20 Perkembangan PDRB Perkapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004-2008
Tahun Pendapatan per Kapita Naik/Turun %
2004 2.517.930,33
2005 2.546.293,47 28.363,14 1,13
2006 2.633.862,82 87.569,35 3,44
2007 2.862.981,97 229.119,15 8,70
2008 3.088.417,42 225.435,45 7,87
Sumber: BPS
2,517,930.33
2,546,293.47
2,633,862.82
2,862,981.97
3,088,417.42
0.00
500,000.00
1,000,000.00
1,500,000.00
2,000,000.00
2,500,000.00
3,000,000.00
3,500,000.00
2004 2005 2006 2007 2008
Pen
dap
ata
n/k
ap
ita
Tahun
Gambar 3.9 Pendapatan per Kapita Kota Tidore Kepulauan Tahun 2004 sd 2008 Sumber: Pengolahan Data Sekunder
3.4 Analisis Prasarana dan Sarana Wilayah
3.4.1 Sarana Pemerintahan
Tabel 3.21 Jumlah Desa/Kelurahan dan Ibukota Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan
No. Kecamatan Jumlah Desa /
Kelurahan Letak Ibukota
Kecamatan
1 Tidore 11 Gamtufkange
2 Tidore Selatan 8 Gurabati
3 Tidore Utara 12 Rum
4 Tidore Timur 4 Tosa
5 Oba 9 Payahe
6 Oba Utara 9 Sofifi
7 Oba Selatan 7 Lifofa
8 Oba Tengah 12 Akelamo
Kota Tidore Kepulauan 72
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka,2009
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-27
Kebutuhan luas, penduduk pendukung dan standar luasan sarana dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.22 Standar Kebutuhan Sarana Pemerintahan Menurut SNI
Jenis Sarana Tingkat
pelayanan Jumlah Penduduk
Pendukung Luas lantai Min. (m
2)
Luas Lahan Min. (m
2)
Standar (m
2/Jiwa)
Kantor Kelurahan
Kelu
rahan
30.000 500 1.000 0,033
Pos Kamtib 30.000 72 200 0,006
Pos Pemadam Kebakaran 30.000 72 200 0,006
Agen Pelayanan Pos 30.000 36 72 0,0024
Loket Pembayaran Air Bersih 30.000 21 60 0,002
Loket Pembayaran Listrik 30.000 21 60 0,002
Telepon umum, bis surat, bak sampah kecil
30.000 - 80 0,003
Parkir Umum 30.000 - 500 0,017
Kantor Kecamatan
Kecam
atan
120.000 1.000 2.500 0,02
Kantor Polisi 120.000 500 1.000 0,001
Pos Pemadam Kebakaran 120.000 500 1.000 0,001
Kantor Pos Pembantu 120.000 250 500 0,004
Stasiun Telepon Otomat dan agen pelayanan gangguan telepon
120.000 500 1.000 0,008
Sumber: Analisis Tim, 2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Tabel 3.23 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kelurahan di Kota Tidore Kepulauan
No. Kecamatan Kantor
Kelurahan Pos
Kamtib
Pos Pemadam Kebakaran
Agen Pelayanan
Pos
Loket Pembayaran
Air Bersih
Loket Pembayaran
Listrik
Telepon umum, bis surat, bak sampah
kecil
Parkir Umum
1 Tidore 11 11 11 11 11 11 11 11
2 Tidore Selatan 8 8 8 8 8 8 8 8
3 Tidore Utara 12 12 12 12 12 12 12 12
4 Tidore Timur 4 4 4 4 4 4 4 4
5 Oba 9 9 9 9 9 9 9 9
6 Oba Utara 9 9 9 9 9 9 9 9
7 Oba Selatan 7 7 7 7 7 7 7 7
8 Oba Tengah 12 12 12 12 12 12 12 12
Kota Tidore Kepulauan 72 72 72 72 72 72 72 72
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-28
Kebutuhan sarana pemerintahan yang masih sangat dibutuhkan pada
tingkat kelurahan adalah agen pelayanan pos, pembayaran air bersih,
pembayaran listrik, telepon umum, bak sampah dan parkir umum. Hal tersebut
berkaitan dengan perkiraan perkembangan penduduk yang semakin bertambah
dan membutuhkan fasilitas yang menunjang percepatan arus komunikasi (pos,
telepon dan listrik), ketersediaan pengelolaan sampah, dan parkir umum.
Tabel 3.24 Jumlah Kebutuhan Sarana Pemerintahan Tingkat Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Kantor
Kecamatan Kantor Polisi
Pos Pemadam Kebakaran
Kantor Pos Pembantu
stas. Tel Otomat & agen pelayanan gangguan Tel
1 Tidore 1 1 1 1 1
2 Tidore Selatan 1 1 1 1 1
3 Tidore Utara 1 1 1 1 1
4 Tidore Timur 1 1 1 1 1
5 Oba 1 1 1 1 1
6 Oba Utara 1 1 1 1 1
7 Oba Selatan 1 1 1 1 1
8 Oba Tengah 1 1 1 1 1
Kota Tidore Kepulauan 8 8 8 8 8
Sumber: Analisis Studio
Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
3.4.2 Pendidikan
a. TK (Taman Kanak – Kanak)
Tabel 3.25 Jumlah Kebutuhan Sarana TK di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar
Kondisi Eksisting
(*
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625 1 TK
= 12
50
Pen
du
du
k
12 17 19 20 22 24
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 7 13 14 15 18 20
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 9 13 14 15 17 18
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244
6 7 7 8 9
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 10 8 9 10 11 12
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 16 9 10 10 11 12
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339
4 4 5 5 6
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892
5 6 6 7 7
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 54 74 82 89 99 107
Sumber: Analisis Tim,2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Ket: (*Untuk Jumlah TK perkecamatan menggunakan data Tahun 2005, karena tahun 2008 tidak tersedia data perkecamatan (sebelum pemekaran)
Dengan standar 1 TK melayani 1250 Penduduk, Kota Tidore Kepulauan
belum dapat mencukupinya.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-29
b. Sekolah dasar (SD) / Madrasah Ibtidayah (MI)
Tabel 3.26 Jumlah Kebutuhan SD di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 SD
= 16
00
Pen
du
du
k
15 13 15 16 18 19
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 11 10 11 12 14 16
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 15 10 11 12 13 14
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 7 5 5 6 6 7
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 14 6 7 8 8 9
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 18 7 8 8 9 9
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 7 3 4 4 4 5
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 12 4 5 5 5 6
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 99 59 65 70 78 85
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Dengan standar perbandingan 1 SD melayani 1600 penduduk, Kota Tidore
Kepulauan telah mampu mencukupi kebutuhannya. Dapat dilihat dari jumlah SD
yang sekarang sudah berjumlah 99 sedangkan hingga tahun 2020 masih
dibutuhkan 70 unit SD, dan pada tahun 2030 dibutuhkan SD sebanyak 58 unit.
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Tabel 3.27 Jumlah Kebutuhan SMP di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 SM
P = 4
80
0 P
end
ud
uk
3 4 5 5 6 6
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 2 3 4 4 5 5
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 5 3 4 4 4 5
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 1 2 2 2 2 2
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 7 2 2 3 3 3
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 6 2 3 3 3 3
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 2 1 1 1 1 2
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 3 1 2 2 2 2
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 29 19 21 23 26 28
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Dengan demikian, tidak diperlukan penambahan fasilitas SMP di Kota
Tidore Kepulauan.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-30
d. Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA)
Tabel 3.28 Jumlah Kebutuhan SMA di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan Fasilitas (Unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 SM
A = 4
80
0 P
en
du
du
k
5 4 5 5 6 6
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 2 3 4 4 5 5
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 2 3 4 4 4 5
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 2 2 2 2 2 2
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 3 2 2 3 3 3
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 6 2 3 3 3 3
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339
1 1 1 1 2
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 2 1 2 2 2 2
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 22 19 21 23 26 28
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Standar pelayanan SMA adalah 1 SMA melayani 4800 penduduk. Dengan
standar tersebut, Tidore Kepulauan telah dapat mencukupi kebutuhan SMA nya
hingga tahun 2015 yaitu sebanyak 22 unit. Sedangkan untuk tahun 2020
membutuhkan penambahan 1 unit SMA, dan untuk tahun 2030 dibutuhkan SMA
sebanyak 28 unit.
3.4.3 Kesehatan
a. Rumah Sakit
Tabel 3.29 Jumlah Kebutuhan Rumah Sakit di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 R
S = 24
0.0
00
Pen
du
du
k
1 0 0 0 0 0
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005
0 0 0 0 0
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021
0 0 0 0 0
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244
0 0 0 0 0
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755
0 0 0 0 0
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812
0 0 0 0 0
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339
0 0 0 0 0
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892
0 0 0 0 0
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 1 0 0 0 1 1
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan Mengacu Pada Buku ‘Teknik Analisis Regional’ tahun 2000
Kota Tidore Kepulauan sudah memiliki satu rumah sakit yang berada di
Kecamatan Tidore. Berdasarkan analisis jangkauan layanan, rumah sakit tipe C
yang ada di Kota Tidore Kepulauan memiliki layanan jangkauan hingga 6.000
meter. Dengan jangkauan layanan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-31
rumah sakit yang ada masih belum dapat melayani seluruh wilayah Kota Tidore
Kepulauan.
b. Puskesmas
Puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan dengan standar satu
puskesmas per 120.000 jiwa penduduk dan jangkauan layanan 3.000 meter.
Tabel 3.30 Jumlah Kebutuhan Puskesmas di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625 1 P
uskesm
as = 12
0.0
00
Pen
du
du
k
1 0 0 0 0 0
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 1 0 0 0 0 0
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 1 0 0 0 0 0
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244
0 0 0 0 0
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 1 0 0 0 0 0
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 1 0 0 0 0 0
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 1 0 0 0 0 0
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 1 0 0 0 0 0
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 7 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Tim, 2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Berdasarkan standar jangkauan layanan Puskesmas yang dibutuhkan adalah
paling tidak 1 puskesmas pada setiap ibukota Kecamatan.
c. Puskesmas Pembantu
Dalam skala pelayanan sarana kesehatan, dibutuhkan puskesmas pembantu
yang ditujukan untuk memperluas jangkauan pelayanan titik-titik wilayah yang
tidak terlayani oleh puskesmas. Standar yang digunakan adalah satu Puskesmas
Pembantu per 30000 jiwa penduduk.
Tabel 3.31 Jumlah Kebutuhan Pustu di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 P
usTu
= 30
00
0 P
end
ud
uk
2 1 1 1 1 1
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 3 1 1 1 1 1
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 5 1 1 1 1 1
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 3 0 0 0 0 0
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 5 0 0 0 0 0
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 5 0 0 0 0 0
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 2 0 0 0 0 0
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 4 0 0 0 0 0
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 29 3 3 4 4 4
Sumber: Analisis Tim, 2009 Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-32
d. Polindes
Standar kebutuhan Polindes menggunakan standar kebutuhan balai
pengobatan warga. Dalam SNI, satu Polindes dapat melayani 2500 penduduk.
Tabel 3.32 Jumlah Kebutuhan Polindes di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 P
olin
des = 2
50
0 P
end
ud
uk
2 9 9 10 11 12
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 2 6 7 8 9 10
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 5 7 7 8 8 9
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 3 3 3 4 4 4
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 3 4 5 5 5 6
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 5 4 5 5 6 6
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 4 2 2 2 3 3
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 5 3 3 3 3 4
Kota Tidore Kepulauan
92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 29 37 41 44 49 54
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Dengan standar tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah sarana Polindes di
Kota Tidore Kepulauan masih kurang.
3.4.4 Perdagangan dan Jasa
Standar yang digunakan untuk kebutuhan pasar adalah 30.000 jiwa
penduduk yang dapat dilayani oleh sebuah pasar.
Tabel 3.33 Jumlah Kebutuhan Pasar di Kota Tidore Kepulauan
Tahun Jumlah Penduduk Standar kebutuhan (unit)
2010 92.801
1 pasar = 30.000 penduduk
3
2015 102.995 3
2020 110.899 4
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Jumlah pasar yang ada di Kota Tidore Kepulauan sekarang ini sebanyak 4
(empat) unit pasar. Yang terbesar dan terlengkap berada di Soasio, dan yang lain
hanya berupa pasar tradisional. Dengan demikian jumlah sarana pasar masih
tercukupi.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-33
Tabel 3.34 Jumlah Kebutuhan Pertokoan di Kota Tidore Kepulauan
no Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting (*
Kebutuhan Fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 p
ertoko
an = 6
.00
0 p
en
du
du
k
4 4 4 5 5
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005
3 3 3 4 4
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021
3 3 3 4 4
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244
1 1 2 2 2
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755
2 2 2 2 2
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812
2 2 2 2 2
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339
1 1 1 1 1
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892
1 1 1 1 1
Kota Tidore Kepulauan
92.801 102.995 110.899 123.143 134.199
15 17 18 21 22
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Ket: (* = Data tidak diketahui
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-34
Peta 3.4 Persebaran dan Jangkauan Layanan Kesehatan
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-35
3.4.5 Sarana Kebudayaan, Ruang Terbuka, Rekreasi dan Olahraga
Sarana ruang terbuka diperlukan bagi masyarakat perkotaan untuk
beristirahat dan rekreasi ringan. Sarana ini dibagi menjadi taman lingkungan
dengan lingkup pelayanan yang kecil yaitu 100 m, dan luasan minimal 250 m2.
Perkiraan kebutuhan fasilitas ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.35 Jumlah Kebutuhan Taman Lingkungan di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi
eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 1 Tam
an Lin
gkun
gan = 2
50
Jiwa
2010 2015 2020
1 Tidore 21.504 23.291 25.079
86 93 100
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241
63 70 77
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295
65 72 77
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208
31 34 37
5 Oba 10.150 11.282 12.148
41 45 49
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938
44 48 52
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043
20 22 24
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766
26 29 31
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899
371 412 444
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Untuk wilayah yang lebih luas misalnya RW, distandarkan untuk terdapat
Taman yang lebih besar, dengan luas lahan minimum 1250 m2 dan jangkauan
yang lebih luas yaitu 1000 m.
Tabel 3.36 Jumlah Kebutuhan Taman RW di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi
eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020
1 Tam
an R
W = 2
50
0 Jiw
a
2010 2015 2020
1 Tidore 21.504 23.291 25.079
9 9 10
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241
6 7 8
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295
7 7 8
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208
3 3 4
5 Oba 10.150 11.282 12.148
4 5 5
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938
4 5 5
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043
2 2 2
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766
3 3 3
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899
37 41 44
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-36
Dengan jangkauan yang lebih luas lagi adalah taman dan lapangan olahraga
untuk lingkup kelurahan. Taman dan lapangan olahraga ini melayani 30.000 jiwa
penduduk. Dengan luas minimum sebesar 9.000 m2.
Tabel 3.37 Jumlah Kebutuhan Taman Kelurahan di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi
eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 1 Tam
an K
elu
rahan
= 30
.00
0 Jiw
a
2010 2015 2020
1 Tidore 21.504 23.291 25.079
1 1 1
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241
1 1 1
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295
1 1 1
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208
0 0 0
5 Oba 10.150 11.282 12.148
0 0 0
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938
0 0 0
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043
0 0 0
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766
0 0 0
Kota Tidore Kepulauan
92.801 102.995 110.899
3 3 4
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Taman dan lapangan olahraga untuk lingkup kecamatan melayani 120.000
jiwa, dengan luas minimum sebesar 24.000 m2. Kebutuhannya hingga tahun
2030 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.38 Jumlah Kebutuhan Taman Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan Fasilitas (unit)
2010 2015 2020 1 Tam
an K
ecam
atan = 1
20
.00
0
Jiwa
2010 2015 2020
1 Tidore 21.504 23.291 25.079
0 0 0
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241
0 0 0
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295
0 0 0
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208
0 0 0
5 Oba 10.150 11.282 12.148
0 0 0
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938
0 0 0
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043
0 0 0
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766
0 0 0
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899
1 1 1
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-37
Sarana kebudayaan seperti balai pertemuan bagi warga dapat juga dihitung
kebutuhannya dengan standar yang telah ada. Jumlah kebutuhan lebih
lengkapnya dapat dilihat pda tabel berikut ini:
Tabel 3.39 Jumlah Kebutuhan Balai Warga di Kota Tidore Kepulauan
no Kecamatan Penduduk Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan Fasilitas (unit)
2010 2015 2020
1 B
alai Warga = 2
50
0 P
end
ud
uk
2010 2015 2020
1 Tidore 21.504 23.291 25.079
9 9 10
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241
6 7 8
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295
7 7 8
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208
3 3 4
5 Oba 10.150 11.282 12.148
4 5 5
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938
4 5 5
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043
2 2 2
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766
3 3 3
Kota Tidore Kepulauan
92.801 102.995 110.899
37 41 44
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Juga dapat dihitung kebutuhan akan balai serbaguna / balai karang taruna.
Dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.40 Jumlah Kebutuhan Balai Serbaguna / Balai Karang Taruna di Kota Tidore Kepulauan
no Kecamatan Penduduk standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan Fasilitas (unit)
2010 2015 2020
1 B
alai Serbagu
na = 3
00
00
Pen
du
du
k
2010 2015 2020
1 Tidore 21.504 23.291 25.079
1 1 1
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241
1 1 1
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295
1 1 1
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208
0 0 0
5 Oba 10.150 11.282 12.148
0 0 0
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938
0 0 0
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043
0 0 0
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766
0 0 0
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899
3 3 4
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Undang-undang tentang penyediaan ruang terbuka hijau menegaskan
bahwa minimal suatu wilayah terdapat 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-38
Tabel 3.41 Proyeksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
No. Kecamatan Luas Area Perkotaan
(Km2)
Luas Area Desa
(Km2) Standar
Proyeksi Luasan Ruang Terbuka Hijau
Perkotaan Pedesaan
Publik Private Publik Private
1 Tidore 26,07 17,40 RTH = 30% dari luas wilayah 20% disediakan oleh publik 10% disediakan private
5,21 2,61 3,48 1,74
2 Tidore Selatan 30,37 20,26 6,07 3,04 4,05 2,03
3 Tidore Utara 27,02 18,03 5,40 2,70 3,61 1,80
4 Tidore Timur 24,20 16,15 4,84 2,42 3,23 1,62
5 Oba 190,11 285,18 38,02 19,01 57,04 28,52
6 Oba Utara 177,09 265,66 35,42 17,71 53,13 26,57
7 Oba Selatan 92,58 138,89 18,52 9,26 27,78 13,89
8 Oba Tengah 199,59 299,40 39,92 19,96 59,88 29,94
Kota Tidore Kepulauan 767,02 1060,84 153,40 76,70 212,17 106,08
Sumber: Analisis Tim, 2009
3.4.6 Pariwisata
Membicarakan sektor pariwisata berarti juga membicarakan transportasi,
telekomunikasi, perdagangan dan jasa serta tak lupa sosial budaya. Sektor
pariwisata di Kota Tidore Kepulauan sangat beragam dan menarik. Kota Tidore
Kepulauan menawarkan alam yang masih asri dan segar serta kebudayaan yang
unik dan wisata kuliner yang tak kalah menarik. Berdasarkan Rencana Induk
Pariwisata Daerah Kota Tidore Kepulauan (2008 - 2022) terdapat beberapa objek
wisata yang diunggulkan yaitu:
Tabel 3.42 Objek Wisata Unggulan di Kota Tidore Kepulauan
No Klasifikasi Obyek Wisata Obyek Unggulan Lokasi
1 Bahari/Tirta Pantai Ake Sahu Kecamatan Tidore
Pantai Taman Cobo Kecamatan Tidore utara
Pantai Cobo Kecamatan Tidore utara
Pantai Rum Kecamatan Tidore utara
Pantai Loko Kecamatan Oba Utara
Pulau Woda Kecamatan Oba
Pulau Maitara Kecamatan Tidore Utara
2 Alam Danau Gurua Marasai Kota Sofifi
Air Terjun Luku Celeng Desa Kalaodi/Kecamatan Tidore
3 Sejarah Kedaton Kesultanan Masjid Sultan
Masjid Sultan Kota Soasio
Benteng Tahula Kota Soasio
Museum Malige Sonyine Kota Soasio
Makam Sultan Nuku Kota Soasio
Makam Sultan Djamaluddin Kelurahan Toloa
4 Budaya Lufu Kie
Legu Gam
Dabus
5 Agrowisata Gurabunga Kecamatan Tidore
Kalaodi Kecamatan Tidore
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan 2008
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-39
Peta 3.5 Persebaran Lokasi Wisata
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-40
3.4.7 Transportasi
a. Transportasi darat
Kota Tidore Kepulauan memiliki total 4 (empat) Terminal yang tersebar di
berbagai tempat di daerahnya, dengan demikian dapat dikatakan kebutuhan
Terminal hingga tahun 2030 telah tercukupi.
Tabel 3.43 Jumlah Kebutuhan Terminal di Kota Tidore Kepulauan
Tahun Jumlah Penduduk Standar kebutuhan (unit)
2010 92.801
1 Terminal = 30.000 penduduk
3
2015 102.995 3
2020 110.899 4
Sumber: Analisis Studio
Menurut data yang diperoleh, jaringan jalan yang terdapat di Kota Tidore
Kepulauan dibagi menjadi jalan Provinsi dan jalan Kota.
Tabel 3.44 Panjang Jalan Dirinci Menurut Kelasnya di Kota Tidore Kepulauan
Kelas Jalan Panjang Jalan
Jalan Provinsi Jalan Kota
Kelas I 251
Kelas II 14,4
Kelas III A 172,79
Kelas III B 63,32
Kelas III C
Jumlah 251 250,51
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka dan Analisis Studio
Tabel 3.45 Rasio Aksesibilitas di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Panjang
Jalan (Km)
Luas Wilayah
(Km2)
Perbandingan (Jalan/L.Wilayah)
Rank
1 Tidore 77,25 212,15 0,36 1
2 Tidore Selatan 18,24 249,32 0,07 4
3 Tidore Utara 28,58 221,33 0,13 2
4 Tidore Timur 16,12 199,92 0,08 3
5 Oba 76 2.373,63 0,03 5
6 Oba Utara 34,16 2.210,92 0,02 6
7 Oba Selatan (* 0 1.155,91 0,00 7
8 Oba Tengah (* 0 2.493,17 0,00 8
Kota Tidore Kepulauan 250,35 9.116,36 0,03
Sumber: Analisis Studio Ket: (* = Belum ada data
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-41
Perhitungan di atas menunjukkan persebaran prasarana jalan. Dapat dilihat
bahwa persebaran prasarana jalan di Kecamatan Tidore memegang rank paling
tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Oba Selatan dan Oba
Tengah. Pada Kecamatan Oba Utara, perbandingan jalan dengan luas wilayah
sangat kecil. Pergerakan masyarakat di Tidore Kepulauan masih terbatas.
Angkutan umum hanya beroperasi hingga pukul 19.00. Hal ini dapat
mengakibatkan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi seperti motor.
b. Transportasi Laut
Transportasi laut di Kota Tidore Kepulauan dilayani oleh Pelabuhan dan
kapal – kapal yang termasuk di dalamnya kapal feri, speedboat dan kapal kayu.
Pelabuhan ini sudah melayani pergerakan barang dan jasa dari dalam kota
Tidore Kepulauan sendiri dan dari luar dengan skala Provinsi.
Aktivitas pergerakan penduduk terbesar ada di jalur Tidore – Ternate.
Pergerakan penduduk lainnya yang cukup besar ada di pelabuhan Soasio yang
letaknya cukup strategis karena dapat menjangkau ke semua wilayah di dalam
Tidore Kepulauan.
Untuk melayani pergerakan masyarakat di dalam Kota Tidore Kepulauan
diperlukan lebih banyak trayek penyeberangan. Transportasi laut sangat penting
mengingat bentuk Kota Tidore adalah Kepulauan. Kedepannya diharapkan
terjadi keterpaduan antar moda transportasi. Untuk itu, dibutuhkan kemudahan
dalam pergantian moda, dan juga manajemen jadwal keberangkatan yang
terpadu.
Gambar 3.10 Pelabuhan Gita-Payahe Sumber: Survey Lapangan,2009
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-42
Peta 3.6 Sistem Transportasi Kota Tidore Kepulauan
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-43
3.4.8 Sarana Peribadatan
a. Masjid
Masjid digunakan oleh penduduk agama Islam untuk melakukan ibadah
rutinnya. Jumlah kebutuhan sarana Masjid dihitung dengan standar 1 masjid
melayani 2500 jiwa penduduk.
Tabel 3.46 Kebutuhan Sarana Masjid di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 M
asjid = 2
50
0 P
en
du
du
k
2 9 9 10 11 12
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 14 6 7 8 9 10
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 27 7 7 8 8 9
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 11 3 3 4 4 4
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 18 4 5 5 5 6
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 7 4 5 5 6 6
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 14 2 2 2 3 3
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 15 3 3 3 3 4
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 108 37 41 44 49 54
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
b. Mushola
Kebutuhan Mushola di Kota Tidore Kepulauan dengan standar 1 mushola
melayani 250 penduduk belum tercukupi. Hingga tahun 2030 dibutuhkan 537
unit Mushola.
Tabel 3.47 Kebutuhan Sarana Mushola di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk
Standar Kondisi
Eksisting
Kebutuhan fasilitas (unit)
2010 2015 2020 2025 2030 2010 2015 2020 2025 2030
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 28.044 30.625
1 M
ush
ola = 2
50
Pe
nd
ud
uk
2 86 93 100 112 122
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 22.291 25.005 14 63 70 77 89 100
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 21.249 23.021 27 65 72 77 85 92
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 10.297 11.244 11 31 34 37 41 45
5 Oba 10.150 11.282 12.148 13.528 14.755 18 41 45 49 54 59
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 13.764 14.812 7 44 48 52 55 59
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 6.729 7.339 14 20 22 24 27 29
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 8.262 8.892 15 26 29 31 33 36
Kota Tidore Kepulauan
92.801 102.995 110.899 123.143 134.199 108 371 412 444 493 537
Sumber: Analisis Studio Standar kebutuhan menggunakan SNI 03-1733-2004
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-44
3.4.9 Telekomunikasi
Tabel 3.48 Jumlah Pelanggan Telepon Dirinci Menurut Jenisnya di Kota Tidore Kepulauan
No Jenis Pelanggan 2006 2007 2008
1 Dinas 5 8
2 Non Dinas 1501 1482
Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka
Untuk sambungan domestik jumlah sambungan yang diperlukan mengacu
pada standard kebutuhan sambungan telepon nasional yaitu 3 sst tiap 100
penduduk. Sedangkan untuk pelayanan telepon umum adalah 3% dari total
sambungan telepon.
Berdasarkan proyeksi, jumlah penduduk tahun 2030 adalah 134.199 jiwa,
sehingga diperlukan 4026 sst. Jumlah sambungan telepon saat ini masih jauh
dari standar. Untuk telepon umum, kebutuhan tahun 2016 adalah sebesar 121
sst.
3.4.10 Listrik
Perkiraan kebutuhan daya listrik untuk permukiman menggunakan kriteria
sebagai berikut:
satu rumah diasumsikan dihuni satu KK dengan jumlah anggota KK 4 orang.
setiap satu unit rumah disediakan satu sambungan dengan daya sebesar
900 VA
Kebutuhan sosial dan perkantoran diasumsikan 10% dari total kebutuhan
rumah tangga. Sedangkan kapasitas terpasang pada tahun 2008 hanya sebesar
6.542 KW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kebutuhan Masyarakat
akan Listrik Belum terpenuhi di Kota Tidore Kepulauan.
Tabel 3.49 Jumlah Perkiraan Kebutuhan Listrik di Kota Tidore Kepulauan
Tahun Jumlah Penduduk
(Jiwa) Jumlah Rumah
Kebutuhan Listrik
Domestik (KVA)
Keb Listrik Non
Domestik (KVA)
Jumlah Keb Listrik (KVA)
2010 92.801 23.200 20880 2.088 22.968
2015 102.995 25.749 23174 2.317 25.491
2020 110.899 27.725 24952 2.495 27.448
2025 123.143 30.786 27707 2.771 30.478
2030 134.199 33.550 30195 3.019 33.214
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-45
3.4.11 Air Bersih
a. Penggunaan Domestik
Tabel 3.50 Standar Penggunaan Air Berdasar Kategori Kota
jenis kebutuhan Kategori Kota
I II III IV V
Rumah Tangga (L/Orang/Hari) 200 175 150 120 100
Konsumsi Hidran Umum (L/Orang/Hari) 60 40 40 30 30
Sisa Tekanan di Jaringan Terjauh (m) 10 10 5 5 5
Lama Operasi (jam) 24 24 24 24 24
Cakupan Pelayanan (%) 80 80 80 80 80
Sumber: Cipta Karya, 1998
I = Kota Metropolitan : jumlah penduduk > 1.000.000
II = Kota Besar : 500.000 – 1.000.000
III = Kota Sedang : 100.000 – 500.000
IV = Kota Kecil : 20.000 – 100.000
V = Kota Pedesaan : < 20.000
b. Penggunaan Non Domestik
Tabel 3.51 Standar Penggunaan Non Domestik Air Berdasar Kategori Kota
Parameter Kota
Metro
Kota
Besar
Kota
Sedang
Kota
Kecil
-Industri (l/d/ha) Berat Sedang Ringan
-Komersial (l/d/ha) Pasar Hotel (l/km/hari)
- lokal - Internasional - Sosial dan Institusi
Universitas (l/siswa/hari) Sekolah (l/siswa/hari) Mesjid (m³/hari/unit) Rumah Sakit (l/km/hari) Puskesmas (m³/hari/unit) Kantor (l/detik/hari) Militer (m³/hari/ha)
0.50-1.00 0.25-0.50 0.15-0.25 0.1-1.00 400 1000 20 15 1 s/d 2 400 1 s/d 2 0.01 10
15
% s/d
30
%
dari keb
utu
han
do
mestik
Sumber: Cipta Karya, 1998
Dengan standar di atas, Kota Tidore Kepulauan pada tahun eksisting (2009)
masuk ke dalam kategori IV dan tahun proyeksi (2030) kategori III.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-46
Tabel 3.52 Perkiraan Penggunaan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan
Tahun Jumlah
Penduduk
Rumah Tangga (L/Hari)
Hidran Umum (L/Hari)
Keb. Domestik (L/Hari)
Keb. Non Domestik (L/Hari)
Penggunaan Air Rerata
2010 92.801 13.920.208 3.712.056 17.632.264 3.526.453 21.158.716
2015 102.995 15.449.287 4.119.810 19.569.097 3.913.819 23.482.916
2020 110.899 16.634.849 4.435.960 21.070.809 4.214.162 25.284.971
2025 123.143 18.471.420 4.925.712 23.397.132 4.679.426 28.076.558
2030 134.199 20.129.780 5.367.941 25.497.722 5.099.544 30.597.266
Sumber: Analisis Studio
Perkiraan penggunaan air Rumah Tangga = Jumlah Penduduk X 150
Perkiraan penggunaan air Hidran Umum = Jumlah Penduduk X 40
Perkiraan kebutuhan Domestik = Penggunaan Rumah Tangga + Penggunaan
Hidran Umum
Perkiraan kebutuhan Non Domestik = 20% X Perkiraan Kebutuhan Domestik
Penggunaan air rerata = Kebutuhan Domestik + Kebutuhan non domestik
Perkiraan kehilangan air = 20% X penggunaan air rerata
Perkiraan Kebutuhan air rerata = penggunaan air rerata + perkiraan kehilangan
Tabel 3.53 Perkiraan Kebutuhan Air Rerata di Kota Tidore Kepulauan
Tahun Jumlah Penduduk Penggunaan
Air Rerata (L/Hari)
Perkiraan Kehilangan Air (L/Hari)
Perkiraan Kebutuhan Air Rerata (L/Hari)
2010 92.801 21.158.716 4.231.743 25.390.460
2015 102.995 23.482.916 4.696.583 28.179.500
2020 110.899 25.284.971 5.056.994 30.341.965
2025 123.143 28.076.558 5.615.312 33.691.870
2030 134.199 30.597.266 6.119.453 36.716.720
Sumber: Analisis Studio
Perkiraan Kebutuhan Air Hari Maksimum dan Kebutuhan Puncak
Tabel 3.54 Perkiraan Kebutuhan Air Hari Maksimum dan Kebutuhan Puncak
di Kota Tidore Kepulauan
Tahun Jumlah Penduduk Perkiraan
Kebutuhan Air Rerata (L/Hari)
Kebutuhan Air Harian
Maksimum
Perkiraan Kebutuhan
Puncak
2010 92.801 25.390.460 22.078.660,58 15.388.157
2015 102.995 28.179.500 24.503.912,61 17.078.485
2020 110.899 30.341.965 26.384.317,27 18.389.070
2025 123.143 33.691.870 29.297.278,36 20.419.315
2030 134.199 36.716.720 31.927.582,21 22.252.557
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-47
Perkiraan kebutuhan air rerata untuk tahun 2030 adalah sebesar
36.716.720 liter per hari.
3.4.12 Air Limbah
Untuk dapat mengetahui banyak limbah yang dihasilkan per hari dapat
menggunakan standar umum bahwa air limbah yang dihasilkan adalah ¼ dari
kebutuhan air bersih. Dengan demikian dapat dihitung perkiraan limbah yang
dihasilkan sebagai berikut.
Tabel 3.55 Perkiraan Produsi Air Limbah di Kota Tidore Kepulauan
Tahun Jumlah
Penduduk Perkiraan Kebutuhan
Air Rerata (L/Hari) Perkiraan Produksi Air Limbah (L/Hari)
2010 92.801 25.390.460 6.347.615
2015 102.995 28.179.500 7.044.875
2020 110.899 30.341.965 7.585.491
2025 123.143 33.691.870 8.422.968
2030 134.199 36.716.720 9.179.180
Sumber: Analisis Studio
3.4.13 Persampahan
Menurut SNI 19-3964-1994, bila data pengamatan lapangan belum
tersedia, maka untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat digunakan
nilai timbulan sampah sebagai berikut:
Satuan timbulan sampah kota besar= 2–2,5 Liter/orang/hari, atau 0,4-0,5
kg/orang/hari.
Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil= 1,5–2 Liter/orang/hari, atau
0,3 – 0,4 kg/orang/hari
Tabel 3.56 Perkiraan Produksi Sampah di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Penduduk Standar Perkiraan produksi sampah (l/hari)
2010 2015 2020
2 l/Jiw
a/Hari
2010 2015 2020
1 Tidore 21.504 23.291 25.079 43.008 46.583 50.157
2 Tidore Selatan 15.775 17.508 19.241 31.550 35.016 38.482
3 Tidore Utara 16.252 17.999 19.295 32.503 35.997 38.589
4 Tidore Timur 7.637 8.552 9.208 15.274 17.104 18.416
5 Oba 10.150 11.282 12.148 20.300 22.564 24.296
6 Oba Utara 10.885 12.016 12.938 21.770 24.032 25.876
7 Oba Selatan 5.056 5.612 6.043 10.113 11.224 12.085
8 Oba Tengah 6.499 7.213 7.766 12.998 14.426 15.533
Kota Tidore Kepulauan 92.801 102.995 110.899 185.603 205.990 221.798
Sumber: Analisis Tim, 2009
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-48
3.5 Analisis Sistem Permukiman dan Struktur Ruang
3.5.1 Analisis Permukiman
Perkiraan kebutuhan rumah di Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi dua
wilayah yaitu kota dan desa. Dengan perkiraan perbandingan penduduk yang
tinggal di kota dan di desa:
Di Pulau Tidore = 60% penduduk tinggal di perkotaan dan 40%
penduduk tinggal di desa.
Di Pulau Halmahera = 40% penduduk tinggal di perkotaan dan 60%
penduduk tinggal di desa.
Tabel 3.57 Jumlah Penduduk dan KK yang Tinggal di Perkotaan dan Desa di Kota Tidore
Kepulauan Tahun 2030
No. Kecamatan Jumlah
Penduduk Th 2030
Jumlah Penduduk Perkotaan
Jumlah Penduduk
Desa
Jumlah KK di
Perkotaan
Jumlah KK di Desa
1 Tidore 30.625 18.375 12.250 3.675 2.450
2 Tidore Selatan 25.005 15.003 10.002 3.001 2.000
3 Tidore Utara 23.021 13.813 9.208 2.763 1.842
4 Tidore Timur 11.244 6.746 4.498 1.349 900
5 Oba 14.755 5.902 8.853 1.180 1.771
6 Oba Utara 14.812 5.925 8.887 1.185 1.777
7 Oba Selatan 7.339 2.936 4.403 587 881
8 Oba Tengah 8.892 3.557 5.335 711 1.067
Kota Tidore Kepulauan 134.199 53.680 80.519 10.736 16.104
Sumber: Analisis Studio
Tahun 2030 diproyeksikan jumlah total kebutuhan luas lahan yang
dibutuhkan untuk permukiman di perkotaan sebesar 1,68 Km². Pada tahun yang
sama, dengan KDB sebesar 50% diperkirakan luas lahan untuk permukiman di
desa Kota Tidore Kepulauan sebesar 1,48 Km².
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-49
Tabel 3.58 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Perkotaan Tahun 2030
No. Kecamatan Jumlah KK
di Perkotaan
Ketentuan
Jumlah Rumah yang Dibutuhkan Tahun 2030
Luas Kavling Maksimum Jumlah (Km²) Rumah
Besar Rumah
Medium Rumah
Kecil Rumah Besar
Rumah Medium
Rumah Kecil
1 Tidore 3.675
KDB = 50%
368 1103 2205 0,07 0,14 0,22 0,43
2 Tidore Selatan 3.001 300 900 1800 0,05 0,11 0,18 0,35
3 Tidore Utara 2.763 276 829 1658 0,05 0,10 0,17 0,32
4 Tidore Timur 1.349 135 405 810 0,02 0,05 0,08 0,16
5 Oba 1.180 118 354 708 0,02 0,04 0,07 0,14
6 Oba Utara 1.185 118 355 711 0,02 0,04 0,07 0,14
7 Oba Selatan 587 59 176 352 0,01 0,02 0,04 0,07
8 Oba Tengah 711 71 213 427 0,01 0,03 0,04 0,08
Kota Tidore Kepulauan 10.736
1074 3221 6442 0,19 0,41 0,65 1,68
Sumber: Analisis Studio
Tabel 3.59 Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Desa Tahun 2030
No. Kecamatan Jumlah KK
di Desa Ketentuan
Jumlah Rumah yang Dibutuhkan Tahun 2030
Luas Kavling Maksimum Jumlah (Km²) Rumah
Besar Rumah
Medium Rumah
Kecil Rumah Besar
Rumah Medium
Rumah Kecil
1 Tidore 2.450
KDB = 50%
245 735 1470 0,04 0,09 0,15 0,28
2 Tidore Selatan 2.000 200 600 1200 0,04 0,08 0,12 0,23
3 Tidore Utara 1.842 184 553 1105 0,03 0,07 0,11 0,21
4 Tidore Timur 900 90 270 540 0,02 0,03 0,05 0,10
5 Oba 1.771 177 531 1062 0,03 0,07 0,11 0,21
6 Oba Utara 1.777 178 533 1066 0,03 0,07 0,11 0,21
7 Oba Selatan 881 88 264 528 0,02 0,03 0,05 0,10
8 Oba Tengah 1.067 107 320 640 0,02 0,04 0,06 0,12
Kota Tidore Kepulauan 16.104
1610 4831 9662 0,29 0,61 0,97 1,48
Sumber: Analisis Tim, 2009
Berdasarkan jumlah keluarga yang diperkirakan tinggal di perkotaan dan
desa maka dapat diproyeksikan luas lingkungan perkotaan dan desa di Kota
Tidore Kepulauan sebagai berikut:
a. Kawasan Perkotaan
Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 3.60 Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan
Pemanfataan Ruang Sirkulasi
80%
20% Permukiman Fasum, Fasum Ruang Terbuka
60% 40%
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-50
Tabel 3.61 Area Perkotaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030
No. Kecamatan Jumlah KK di
Perkotaan
Pemukiman, fasos, fasum,
ruang terbuka hijau
Jaringan sirkulasi
kota
Luas Area Perkotaan
1 Tidore 3.675 0,61 25,46 26,07
2 Tidore Selatan 3.001 0,45 29,92 30,37
3 Tidore Utara 2.763 0,46 26,56 27,02
4 Tidore Timur 1.349 0,21 23,99 24,20
5 Oba 1.180 0,22 189,89 190,11
6 Oba Utara 1.185 0,22 176,87 177,09
7 Oba Selatan 587 0,10 92,47 92,58
8 Oba Tengah 711 0,13 199,45 199,59
Kota Tidore Kepulauan 10.736 2,40 764,62 767,02
Sumber: Analisis Tim, 2009
b. Kawasan Perdesaan
Proporsi Pemanfaatan Ruang Perdesaan
Pemanfataan Ruang Sirkulasi
Rumah dan lahan usaha 20%
80%
Asumsi luas lahan usaha = 2Ha/KK
Tabel 3.62 Area Perdesaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030
No. Kecamatan Jumlah KK di
Desa
Pemukiman, fasos, fasum,
ruang terbuka hijau
Jaringan sirkulasi
kota
Luas Area Desa
1 Tidore 2.450 0,43 16,97 17,40
2 Tidore Selatan 2.000 0,32 19,95 20,26
3 Tidore Utara 1.842 0,33 17,71 18,03
4 Tidore Timur 900 0,16 15,99 16,15
5 Oba 1.771 0,35 284,84 285,18
6 Oba Utara 1.777 0,34 265,31 265,66
7 Oba Selatan 881 0,18 138,71 138,89
8 Oba Tengah 1.067 0,22 299,18 299,40
Kota Tidore Kepulauan 16.104 2,18 1058,65 1060,84
Sumber: Analisis Tim, 2009
3.5.2 Analisis Struktur Ruang
Pada Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat bahwa penentuan orde wilayah
dilakukan penggabungan antara analisis indeks sentralitas dengan indeks
kependudukan yaitu skoring terhadap sarana prasarana dan kependudukan.
Variabel yang digunakan dalam aspek sarana prasarana adalah fasilitas
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-51
kesehatan dan pendidikan. Sedangkan aspek kependudukan menggunakan
variabel kepadatan penduduk per kecamatan.
3.5.2.1 Analisis Indeks Sentralitas
Untuk mengetahui struktur atau hierarki pusat-pusat pelayanan yang ada
dalam suatu wilayah perencanan, seberapa banyak jumlah fungsi yang ada,
berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang dilayani serta berapa
besar frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam suatu wilayah diperlukan analisis
indeks sentralitas. Analisis ini dilakukan dengan memberi tanda pada fasilitas
yang ada di desa tersebut. Perbedaannya adalah tanda ketersediaan fasilitas
dalam analisis indeks sentralitas dengan mencantumkan jumlah fasilitas itu
sendiri kemudian mempersentasekan jumlah sarana per kecamatan dengan
sarana per kabupaten. Indeks fungsi tiap kecamatan diperoleh dengan
menjumlahkan seluruh persentase fungsi kemudian dibagi dengan jumlah jenis
fungsi yang ada di kecamatan tersebut. Indeks fungsi terbesar menunjukkan
tingkat layanan yang paling tinggi.
Besaran jumlah penduduk menjadi nilai tambah dalan pengukuran indeks
sentralitas. Wilayah diurutkan berdasarkan jumlah penduduk terbesar. Indeks
penduduk diukur dari persentase jumlah penduduk disuatu wilayah terhadap
jumlah penduduk terbanyak. Jumlah dari indeks fungsi dan indeks penduduk
sebagai hasil total indeks sentralitas.
Tabel 3.63 Indeks Sentralitas (Scalogram) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Kecamatan Jumlah
penduduk
Jenis Fungsi Indeks
Sentralitas Hierarki Kes
ehatan Penerang
an Pen
didikan Teleko
munikasi Aksesi bilitas
Ekonomi Air
Bersih
Tidore 20.789 xx x xx Xx X x x 137,50 I
Tidore Utara 16.184 x x x Xx X
112,97 II
Tidore Selatan 15.082 x x x Xx X
112,09 II
Oba Utara 10.725 x x x
X
90,32 III
Oba 10.070 x x x
X
89,69 III
Tidore Timur 7.633 x x x X
87,34 III
Oba Tengah 6.438 x x x
82,74 IV
Oba Selatan 5.009 x x
74,70 IV
Sumber: Analisis Studio Ket: x Mewakili Ketersediaan dan Jumlah Sarana
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-52
Sehingga dari hasil indeks sentralitas fungsi dan penduduk diketahui bahwa
Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi empat hierarki. Hierarki di Kota Tidore
Kepulauan antara lain:
Tabel 3.64 Hierarkhi Kota Tidore Kepulauan
Hierarki Kecamatan
I Tidore
II Tidore Utara, Tidore Selatan
III Tidore Timur, Oba Utara, Oba
IV Oba Tengah, Oba Selatan
Sumber: Analisis Studio
Sistem kota-kota di Kota Tidore Kepulauan dapat dihitung dari Zipft’s rank-
size. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui peranan tiap wilayah dalam Kota
Tidore Kepulauan dengan keterangan:
q > 1 = Daerah tersebut lebih didominasi oleh kota besar (primate domination)
q < 1 = Menunjukkan adanya peranan yang besar dari kota-kota di bawah
jenjang di bawah kota terbesar
Perhitungan Zipft’s rank-size dilakukan dengan memberikan nilai jenjang
berdasarkan urutan jumlah penduduk. Urutan jumlah penduduk disusun
menurut jumlah penduduk terbesar hingga terkecil.
Hasil analisis memberikan gambaran bahwa Kecamatan Tidore dan Tidore
Utara nilai derajat kemiringan (q) dibawah nilai satu yang artinya daerah
tersebut memberikan kontribusi lebih besar kepada kota. Hasil tersebut
mendukung hasil analisis indeks sentralitas bahwa Kecamatan Tidore sebagai
hierarki I dan didukung oleh Kecamatan Tidore Utara sebagai hierarki II.
Sedangkan yang lainnya mempunyai angka q diatas satu. Artinya, daerah-daerah
tersebut di dominasi oleh Kota Tidore.
Tabel 3.65 Zipf's Rank-size Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
No. Kecamatan Jumlah
Penduduk Jenjang Log r (Log r)
2 Log Pr
Konstanta (k)
Derajat Kemiringan
(q)
1 Tidore 20.789 1 0,0000 0,0000 4,3178 k 0,65
2 Tidore Selatan 15.082 3 0,4771 0,2276 4,1785 3k 1,76
3 Tidore Utara 16.184 2 0,3010 0,0906 4,2091 2k 0,59
4 Tidore Timur 7.633 6 0,7782 0,6055 3,8827 6k 3,08
5 Oba 10.070 5 0,6990 0,4886 4,0030 5k 2,84
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-53
No. Kecamatan Jumlah
Penduduk Jenjang Log r (Log r)
2 Log Pr
Konstanta (k)
Derajat Kemiringan
(q)
6 Oba Utara 10.725 4 0,6021 0,3625 4,0304 4k 2,36
7 Oba Selatan 5.009 8 0,9031 0,8156 3,6998 8k 3,36
8 Oba Tengah 6.438 7 0,8451 0,7142 3,8088 7k 3,27
∑ log r =
4,6055
∑ (log r)2
= 3,3046
∑ log Pr =
32,1300
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-54
Peta 3.7 Hirarki Eksisting
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-55
3.5.2.2 Analisis Interaksi Wilayah
Rumus analisis gravitasi adalah sebagai berikut :
Keterangan:
I = Kuat Interaksi
k = Konstanta
Pi = Jumlah Penduduk Kecamatan A
Pj = Jumlah Penduduk Kecamatan B
dij = Jarak antar kecamatan
Dalam perhitungan metode gravitasi di Kota Tidore Kepulauan, penentuan
variabel konstanta menggunakan data rata-rata jumlah penduduk dan rata-rata
penduduk datang dan pergi karena ketiadaan data mobilitas harian.
Variabel Konstanta
Secara teori k dirumuskan sebagai arus mobilitas harian yang terjadi di
dalam wilayah per jumlah penduduk. Namun apabila data tentang mobilitas
penduduk tidak tersedia, maka boleh digunakan data arus migrasi. Akan tetapi,
dikarenakan ketiadaan data sekunder mengenai mobilitas harian penduduk rata-
rata untuk Kota Tidore Kepulauan, maka nilai k ini dapat diabaikan dengan
asumsi bahwa nilai konstanta ini hanya digunakan sebagai pembanding. Jadi,
besar kecilnya konstanta tidak akan berpengaruh terhadap hasil perhitungan
interaksi antar wilayah.
Variabel Jarak
Tabel 3.66 Jarak Tempuh Antar Kecamatan Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Tidore Tidore Selatan
Tidore Utara
Tidore Timur
Oba Oba
Utara Oba
Selatan Oba
Tengah
Tidore 0 - - - - - - -
Tidore Selatan 6,75 0 - - - - - -
Tidore Utara 23,26 10,85 0 - - - - -
Tidore Timur 7,27 13,27 4,88 0 - - - -
Oba 71,7 47,66 46,85 55,51 0 - - -
Oba Utara 17,35 20,37 18,65 14,76 47,64 0 - -
Oba Selatan 108,33 69,58 74,08 80,05 28,83 74,27 0 -
Oba Tengah 23,71 17,78 21,35 25,7 30,22 21,11 54,48 0
Sumber : Analisis Studio
I = k x ( Pi x Pj / dij² )
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-56
Berikut adalah tabel hasil perhitungan interaksi antar wilayah kecamatan di
Kota Tidore Kepulauan.
Tabel 3.67 Matriks Interaksi Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
Tidore Tidore Selatan
Tidore Utara
Tidore Timur Oba Oba Utara Oba Selatan Oba Tengah
Tidore 0 14.477.898,38 1.282.937,09 9.279.438,03 103.792,81 1.817.831,38 38.965,27 842.512,65
Tidore Selatan
0 4.157.137,17 1.622.606,10 144.783,25 825.408,27 52.166,32 850.649,82
Tidore Utara
0 13.444.997,35 165.530,56 1.083.735,18 52.299,56 665.543,50
Tidore Timur
0 51.817,24 795.420,10 13.007,61 150.964,49
Oba
0 95.361,92 152.189,26 156.422,66
Oba Utara
0 25.401,54 351.127,01
Oba Selatan
0 22.417,91
Oba Tengah
0
Sumber : Analisis Tim, 2009
Analisis interaksi wilayah ini dibagi menjadi tiga hubungan yaitu:
1. Interaksi wilayah di Pulau Tidore.
2. Interaksi wilayah di Pulau Halmahera.
3. Interaksi wilayah antar Pulau Tidore dan kecamatan-kecamatan di
Pulau Halmahera.
Sehingga hasil dari matriks interaksi wilayah dapat diketahui sebagai berikut.
Keterangan: Pulau Tidore
Pulau Halmahera
Rendah = 1.282.937,08-5.681.257,51 Rendah = 22.417,90-131.987,60
Sedang = 5.681.257,52-10.079.577,95 Sedang = 131.987,61-241.557,31
Tinggi = 10.079.577,96-14.477.898,39 Tinggi = 241.557,32-351.127,02
Interaksi Pulau Tidore - Pulau Halmahera Rendah = 13.007,60-614.615,52 Sedang = 614.615,53-1.216.223,45 Tinggi = 1.216.223,46-1.817.381,38
Hubungan interaksi dikedua wilayah tersebut dihubungkan oleh angkutan
laut. Interaksi antara Kecamatan Tidore dengan Oba Utara dikategorikan sebagai
interaksi yang paling tinggi.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-57
Tabel 3.68 Interaksi Wilayah Antar Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2008
1 Tidore 20.789 Tidore - Tidore Selatan Tinggi
2 Tidore Selatan 15.082 Tidore - Tidore Utara Rendah
3 Tidore Utara 16.184 Tidore - Tidore Timur Sedang
4 Tidore Timur 7.633 Tidore Selatan - Tidore Utara Rendah
5 Oba 10.070 Tidore Selatan - Tidore Timur Rendah
6 Oba Utara 10.725 Tidore Utara - Tidore Timur Tinggi
7 Oba Selatan 5.009 Oba - Oba Utara Rendah
8 Oba Tengah 6.438 Oba - Oba Selatan Sedang
Kota Tidore Kepulauan 91.930 Oba - Oba Tengah Sedang
Oba Utara - Oba Selatan Rendah
Oba Utara - Oba Tengah Tinggi
Oba Selatan - Oba Tengah Rendah
Tidore - Oba Rendah
Tidore - Oba Utara Tinggi
Tidore - Oba Selatan Rendah
Tidore - Oba Tengah Sedang
Tidore Selatan - Oba Rendah
Tidore Selatan - Oba Utara Sedang
Tidore Selatan - Oba Selatan Rendah
Tidore Selatan - Oba Tengah Sedang
Tidore Utara - Oba Rendah
Tidore Utara - Oba Utara Sedang
Tidore Utara - Oba Selatan Rendah
Tidore Utara - Oba Tengah Sedang
Tidore Timur - Oba Rendah
Tidore Timur - Oba Utara Sedang
Tidore Timur - Oba Selatan Rendah
Tidore Timur - Oba Tengah Rendah
Sumber : Analisis Tim, 2009
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-58
Peta 3.8 Interaksi WIlayah
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-59
3.6 Analisis Pembiayaan Pembangunan Penentuan kebutuhan investasi, dapat ditentukan dengan rumus ICOR.
Incremental Capital Ouput Ratio (ICOR) atau rasio kenaikan ouput akibat
kenaikan kapital adalah indikator ekonomi makro yang sering digunakan untuk
menilai kinerja investasi di suatu wilayah. Kegunaan lainnya adalah untuk
menghitung besarnya investasi yang dibutuhkan agar perekonomian tumbuh
dengan laju yang sudah ditetapkan. Rumus ICOR adalah sebagai berikut:
Sebagai ilustrasi, arti dari angka ICOR sebesar 3.0 adalah agar output
perekonomian naik satu rupiah dibutuhkan tambahan kapital senilai 3.0 rupiah.
Perhitungan angka ICOR biasanya bukan dari perubahan kapital dan output
tahun per tahun, melainkan dihitung dalam selang waktu yang relatif panjang,
misalnya 5 tahun.
Berdasarkan data perkembangan investasi dan PDRB tahun 2006-2008
dapat dihitung nilai ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yaitu rasio investasi
terhadap PDRB pada tahun 2006-2010 yang berkisar pada angka 8,48 sampai
dengan 19,32. Artinya untuk 1% pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dana
investasi berkisar 8,48 % sampai dengan 19,32% dari PDRB.
Tabel 3.69 Perhitungan ICOR Kota Tidore Kepulauan
Tahun Laju
Pertumbuhan PDRB Harga Konstan Investasi ICOR Keb. Investasi
2004
2005
2006 0.0556 213,082,280,000.00 2,191,619,938 8.48% 1,004,989,650.29
2007 0.0562 225,850,160,000.00 2,997,465,000 8.15% 1,034,654,800.56
2008 0.0552 238,918,310,000.00 3,421,619,912 14.43% 1,903,725,458.16
2009* 0.0596 250,422,000,000.00 4,100,234,924 11.20% 1,672,319,510.56
2010 0.0600 262,622,000,000.00 4,715,234,911 19.32% 3,046,075,076.08
Sumber: Analisis Tim, 2009 Ket: * mulai tahun 2009 ke atas nilai PDRB harga konstan merupakan hasil perhitungan
Terlihat pada tabel di atas, ICOR Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2006
sebesar 8,48% dan pada tahun 2007 sebesar 8,15%. Penghitungan ICOR untuk
tahun 2006 menggunakan dasar perubahan PDRB tahun 2006 sampai tahun
2008. ICOR tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 0,33%, hal ini
I = ICOR x Laju pertumbuhan ekonomi x PDRB
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-60
menunjukkan bahwa perekonomian Kota Tidore Kepulauan untuk tahun 2007
lebih efisien dibanding tahun 2006.
Dari segi finansial secara umum, realisasi penerimaan daerah Kota Tidore
Kepulauan dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan
sebesar 47,6% pada tahun 2007. Peningkatan paling tinggi terjadi pada sektor
penerimaan pajak daerah sebesar 334,66% dan disusul retribusi daerah dengan
kontribusi sebesar 22,45%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa masih
rendahnya penerimaan daerah dari sektor retribusi sehingga pada tahun
selanjutnya harus dilakukan kebijakan ekstensifikasi pada retribusi daerah.
Kontribusi terendah pada tahun 2007 adalah dari sektor pendapatan lain-
lain yang sah. Sumber penerimaan daerah dari pos Dana Perimbangan yang
memberi kontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum yaitu 73,4% dari total
penerimaan daerah dan kontribusi tersebut menurun pada tahun 2007 sebesar
55,9% sehingga total penurunan kontribusi DAU di Kota Tidore Kepulauan
sebesar 17%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan
daerah terhadap dana dari pusat semakin berkurang sehingga dapat disimpulkan
bahwa tingkat kemandirian pembiayaan daerah semakin baik.
Secara lengkap, rincian penerimaan daerah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.70 Realisasi Penerimaan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2006-2007
Jenis Penerimaan Tahun 2006 Tahun 2007 Realisasi
(%)
A Pendapatan Daerah 321.980.280,00 427.732.300,00 32,84
1 Pendapatan Asli Daerah 18.200.290,00 23.000.000,00 26,37
a. Pajak Daerah 277.690,00 1.207.000,00 334,66
b. Retrisbusi Daerah 1.529.870,00 1.873.300,00 22,45
c. Hasil Perusahan Daerah dan Pengelolaan 0,00 2.500.000,00
d. Lain-lain PAD yang sah 16.392.730,00 17.419.700,00 6,26
2 Dana Perimbangan 301.030.990,00 382.732.300,00 27,14
a. Bagi Hasil Pajak 17.849.764,00 37.293.880,00 108,93
b. Bagi hasil Bukan Pajak/SDA 3.704.276,00 7.739.420,00 108,93
c. Dana Alokasi Umum 242.372.670,00 271.379.000,00 11,97
d. Dana Alokasi Khusus 37.104.280,00 65.320.000,00 76,04
e. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keu. Provinsi 0,00 1.000.000,00
2.749.000,00 22.000.000,00 700,29
B Pembiayaan Daerah 8.032.450,00 57.585.500,00 616,91
Jumlah Total 330.012.730,00 485.317.800,00 47,06
Sumber: Analisis Studio
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-61
Untuk rentang waktu 20 tahun, pembiayaan pembangunan diprioritaskan
pada kegiatan pada sektor perkebunan (pertanian pada umumnya) tingkat kota.
Sehingga diperkirakan sumber-sumber pembiayaan pembangunan untuk tingkat
kota terdiri dari : 1) APBN; 2) APBD Propinsi; 3) APBD Kota baik dari DAU, DAK,
Dana Perimbangan dan sebagainya; 4) Sektor Swasta (misalnya dari pariwisata).
Untuk rentang waktu 10 tahun, pembiayaan pembangunan diprioritaskan
pada wilayah-wilayah pengembangan (masing-masing SWP).
3.7 Analisis Kelembagaan Dari hasil studi tentang tata ruang yang pernah dilakukan (berdasarkan UU
No.24/92 dan hasil studi di Kota Tidore Kepulauan) dapat disampaikan sebagai
berikut:
Tabel 3.71 Aspek Legalisasi dan Aspek Kelembagaan Dalam Perencanaan
No. Aspek Legalisasi Aspek Kelembagaan
1. Perencanaan Tata Ruang Rencana tata ruang di bagi tiga yaitu: Rencana Tata Tuang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota Rencana tersebut dijabarkan berupa:
Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota (RDTRK/Rencana Detil Tata Ruang Kota, dan RTRK/Rencana Teknik Tata Ruang Kota);
Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan dan Kawasan Perkotaaan yang merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota;
Rencana Kota Ibukota Kecamatan; dan,
Rencana Tata Ruang Kawasan Tertentu
Bappenas
Bappeda Propinsi
Bappeda Kota
Departemen Pekerjaan Umum
BadanPertanahan Nasional
Pemkot Tidore Kepulauan dengan Dinas-Dinas terkait.
2. Pemanfaatan Ruang Menurut UU.No.24/92, pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Program pemanfaatan ruang dapat dilakukan dalam bentuk jalur pemrograman, jalur perijinan dan jalur hukum
Bappenas
Bappeda Propinsi
Bappeda Kota
Departemen Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Badan Pertanahan Nasional
Pemkot Tidore Kepulauan dengan Dinas-Dinas terkait.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-62
No. Aspek Legalisasi Aspek Kelembagaan
3 Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Pengendalian dilakukan dengan pengawasan dan penertiban. Pengawasan diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi. Sedangkan penertiban dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan.
Bappenas
Bappeda Propinsi
Bappeda Kota
Departemen Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Badan Pertanahan Nasional
Pemkot Tidore Kepulauan dengan Dinas-Dinas terkait.
Sumber: Analisis Studio
Dengan adanya aspek legal dari setiap produk hukum yang berkaitan
dengan RTRW Kota Tidore Kepulauan maka akan lebih mudah bagi Pemkot
Tidore Kepulauan dalam mengimplementasikan dan mengendalikan
pemanfaatan tata ruang Pemkot Tidore Kepulauan.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan RTRW di Pemkot Tidore
Kepulauan adalah:
a. Belum semua produk hukum mengenai RTRW Pemkot Tidore Kepulauan
memiliki dasar hukum yang kuat dalam arti belum ditetapkan dengan
peraturan daerah dan surat keputusan Walikota.
b. Produk perencanaan yang telah disusun belum sepenuhnya memperhatikan
hierarki planologi karena keterbatasan sumberdaya manusia aparatnya dan
keterbatasan dana
c. Pengambil kebijakan kurang memahami pentignya perencanaan penataan
ruang di wilayahnya.
d. Belum jelasnya deskripsi tugas lembaga-lembaga yang berwenang dalam
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang,
sehingga sampai saat ini belum ada instansi yang secara khusus
bertanggung jawab atas perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan tata ruang Pemkot Tidore Kepulauan.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-63
Gambar 3.11 Struktur Organisasi Pemerintah Pemkot Tidore Kepulauan
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-64
Uraian Tugas Pokok dan Fungsi adalah sebagai berikut :
a. Sekretariat Kabupaten
Tugas sekretariat daerah (Sekretaris Kabupaten) adalah membantu
Walikota dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintah, administrasi
dan tatalaksana serta memberikan pelayanan administratif kepada seluruh
perangkat daerah, sedangkan fungsi Sekda (Sekretaris Kabupaten) adalah:
a. Pengkoordinasian pengurusan kebijakan pemerintah daerah
b. Penyelenggaraan administrasi pemerintahann
c. Pengelolaan sumberdaya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana
pemerintah daerah
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
pokok fungsinya.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Sekda memiliki Asisten
dan enam bagian dan dibantu oleh kelompok jabatan fungsional. Asisten
tersebut adalah:
1. Asisten Tata Praja
2. Asisten Bidang Ekonomi
3. Asisten bidang Administarasi
b. Dinas-Dinas Daerah Kota Tidore Kepulauan
Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi
Susunan organisasi dinas-dinas terdiri dari:
a. Unsur pimpinan yaitu kepala dinas;
b. Unsur pembantu pimpinan yaitu bagian tata usaha
c. Unsur pelaksana yaitu bidang dan unit pelaksana teknis dinas
d. Kelompok jabatan fungsional.
Dinas-dinas dan bagian-bagiannya yang berkaitan dengan pengelolaan
RTRW Pemkot Tidore Kepulauan.
1. Dinas Sosnakertrans
2. Dinas Kependudukan dan Capil
3. Dinas Pertanian dan Kehutanan
4. Dinas Kelautan dan Perikanan
5. Dinas Pertambangan dan Energi
6. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-65
7. Dinas Pendapatan Daerah
8. Dinas Perindagkop dan UKM
9. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
10. Dinas Pekerjaan Umum
11. Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
c. Lembaga Teknis Daerah
Lembaga Teknis Daerah yang terkait langsung dengan RTRW Kota Tidore
Kepulauan adalah:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
2. Badan Pengawasan Daerah (Bawasda)
3. Badan PM dan Pemdes. Kesbangpol dan Linmas
4. Badan Lingkungan Hidup
5. Badan Pertanahan
Kewenangan Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengendalian RTRW
Pemerintah Kota Tidore Kepulauan
Khusus untuk Kabupaten/Kota, menurut UU. No. 26 tahun 2007 pasal 28
diatur sebagai berikut:
1. Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota berisi: (Ps 28)
a. Pengelolaan kawasan lindung dan budaya;
b. Pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan
tertentu;
c. Sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesan
dan perkotaan;
d. Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi. Energi, pengairan
dan prasarana pengelolaan lingkungan;
e. Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumberdaya alam lainnya, serta memperhatikan
keterpaduan dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
2. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota menjadi pedoman untuk:
a. Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten/Kota;
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-66
b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah Kabupaten/Kota serta keserasian
antar sektor;
c. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau
masyarakat di Kabupaten/Kota;
d. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatan ruang bagi
kegiatan pembangunan.
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota menjadi dasar penerbitan
perizinan lokasi pembangunan;
4. Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota adalah 10
tahun;
5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan
peraturan daerah.
Dalam pasal 56 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota berada dibawah tanggungjawab Walikota.
Pelaksanaan Penataan Ruang di Daerah
Tugas dan Tanggungjawab koordinasi penataan ruang Kabupaten berada
ditangan Walikota (Ps 10 Kepmendagri No. 147/2004). Operasional sehari-
hari tugas Koordinasi dilaksanakan oleh Badan Penataan Ruang Daerah
(BKPRD) (Ps. 11).
Tugas BKPRD (Ps.12) adalah:
a. Merumuskan dan mengkoordinasikan berbagai kebijakan penataan
ruang Nasional dan Propinsi;
b. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Tidore Kepulauan.
c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang dan Rencana
Tata Ruang Kawasan sebagai jabaran lebih lanjut RUTRW Kota Tidore
Kepulauan;
d. Mengintegrasikan dan memaduserasikan penyusunan RTRW Kota Tidore
Kepulauan dengan RTRW propinsi, RTR Kawasan yang telah ditetapkan
propinsi dan RTRW kabupaten/kota yang berbatasan;
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-67
e. Memaduserasikan rencana pembangunan jangka menengah dan
tahunan yang dilakukan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, masyarakat
dan dunia usaha dengan rencana tata ruang;
f. Mengoptimalkan penyelenggaraan penertiban, pengawasan
(pemantauan, evaluasi dan pelaporan) dan perizinan pemanfaatan
ruang;
g. Melaksanakan kegiatan pengawasan yang meliputi pelaporan, evaluasi
dan pemantauan penyelenggaran pamanfaatan ruang;
h. Memberikan rekomendasi penerbitan terhadap pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
i. Memberikan rekomendasi perizinan tata ruang Kota Tidore Kepulauan;
j. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata
ruang, pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian pamanfaatan ruang;
k. Mengembangkan data dan informasi penataan ruang Kota Tidore
Kepulauan untuk kepentingan pengguna ruang jajaran pemerintah,
masyarakat, dan swasta.
l. Mensosialisasikan dan menyebarluaskan informasi penataan ruang Kota
Tidore Kepulauan ;
m. Mengkoordinasikan penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul
dalam penyelenggaraan penataan ruang Kota Tidore Kepulauan dan
memberikan pengarahan serta saran pemecahannya;
n. Melaksanakan fasilitasi, supervisi kepada dinas/instansi, masyarakat dan
dunia usaha berkaitan dengan penataan ruang;
o. Mememadukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang Kota Tidore Kepulauan dengan
Kabupaten/Kota yang berbatasan;
p. Melakukan evaluasi tahunan atas kinerja penataan ruang Kota Tidore
Kepulauan;
q. Menjabarkan petunjuk Walikota Kota Tidore Kepulauan berkenaan
dengan pelaksanaan fungsi dan kewajiban koordinasi penyelenggaraan
penataan ruang Kota Tidore Kepulauan;
r. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas BKPRD Kota Tidore
Kepulauan secara berkala kepada Walikota.
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-68
Fungsi dan Tugas BKPRD
1. Merumuskan kebijakan penataan ruang di Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan kebijakan penataan ruang Nasional dan Propinsi;
2. Mengkoordinasikan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian ruang;
3. Mengembangkan informasi penataan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian ruang;
4. Memadukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian ruang di Kabupaten/Kota dan dalam Kabupaten/Kota yang
berbatasan;
5. Mengkoordinaskan penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul
dalam penyelenggaraan penataan ruang di Kabupaten/Kota dan
memberikan pengarahan serta saran pemecahan;
6. memberikan masukan kepada Walikota dalam merumuskan kebijakan
penataan ruang di kabupaten;
7. Melaporkan kegiatan kepada Walikota secara berkala.
Dalam melaksanakan tugasnya, BKPRD membentuk Sekretariat, Kelompok
Kerja Perencanaan Tata Ruang, dan Kelompok Kerja Pengendalian Tata
Ruang.
Sekretariat BKPRD bertanggungjawab kepada Sekretaris BKPRD Kota.
Sekretariat dipimpin oleh Kepala Bidang Sosial, Budaya dan Sumber Daya
Alam.
Tugas Sekretariat BKPRD adalah :
a. Menyiapkan bahan dalam rangka kelancaran tugas BKPRD Kota;
b. Memfasilitasi terselenggaranya jadwal kerja kegiatan BKPRD Kota;
c. Menyiapkan dan mengembangkan informasi tata ruang Kota;
d. Menerima pengaduan dari masyarakat dengan terjadinya pelanggaran
dalam pennyelenggaraan tat ruang.
Agar BLPRD dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien maka
perlu dibentuk kelompok-kelompok kerja yang ditetapkan dengan SK
Walikota.
Menurut SK Mendagri N0. 147 tahun 2004 Pasal 15 dan 16 kelompok kerja
yang perlu dibentuk adalah:
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-69
Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang Kota
Susunan Keanggotaan
Ketua : Kepala Bidang pada Bappeda yang mengurusi tata ruang
Wakil Ketua : Kepala Bagian Hukum
Sekreatais : Kepala Sub Bidang di Bappeda yang mengurusi tata ruang
Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan yang terkait dengan fungsi
penyusunan RTRW, Rencana Detil Tata Ruang, Rencana Teknik Ruang.
Tugas Pokok POKJA Perencanaan Tata Ruang
1. Memberikan masukan kepada BKPRD Kabupaten dalam rangka perumusan kebijakan
perencanaan tata ruang Kota;
2. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;
3. Mengkoordinasikan Penyusunan Rencana Detil/Teknik Rencana Tata Ruang Kota;
4. Melakukan evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang di Kota;
5. Menginventarisasi dan mengkaji masalah-masalah (konflik) yang timbul dalam
perencanaan serta memberikan alternatif pemecahannya;
6. Melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kota dalam sidang pleno BKPRD Kota.
Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota
Susunan Keanggotaan
Ketua : Kepala Bagian Tata Pemerintahan
Wakil Ketua : Kepala subdinas yang mengurusi tata ruang
Sekretaris : Kepala subbidang pada dinas yang mengurusi tata ruang.
Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan yang terkait dengan fungsi
pengawasan, penertiban dan perizinan pemanfaatan ruang.
Tugas Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota:
1. Memberikan masukan kepada BKPRD Kota dalam rangka perumusan kebijakan
pemanfaatan dan pengendalian ruang Kota;
2. Mengkoordinasikan pengawasan (Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan) terhadap
rencana tata ruang Kota;
3. Mengkoordinasikan penertiban perijinan pemanfaatan ruang Kota;
4. Menginventarisasi dan mengkaji masalah-msalah yang timbul dalam pemanfaatan
dan pengendalian ruang serta memberikan alternatif pemecahannya;
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-70
5. Melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kabupaten serta menyampaikan usulan
pemecahan/kebijakan untuk dibahas dalam sidang pleno BKPRD Kota.
Untuk Kota Tidore Kepulauan telah dibentuk BKPRD dengan susunan anggota BKPRD
yaitu:
Penanggung jawab : Walikota Kota Tidore Kepulauan
Ketua : Wakil Walikota Kota Tidore Kepulauan
Ketua Harian : Sekda Kota Tidore Kepulauan
Sekretaris : Kepala Bappeda Kota Tidore Kepulauan
Wakil Sekretaris : Kepala Dinas PU Kota Tidore Kepulauan
Anggota :
1. Kepala Badan PM dan Pemdes. Kesbangpol dan Linmas Kota Tidore
Kepulauan.
2. Kepala Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Tidore Kepulauan.
3. Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Kota Tidore Kepulauan.
4. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan.
5. Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tidore
Kepulauan.
6. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Tidore Kepulauan.
7. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan.
8. Kepala Dinas Sosnakertrans Kota Tidore Kepulauan.
9. Kepala Badan Pertanahan Kota Tidore Kepulauan.
10. Kepala Kantor Unit Pelayanan Umum Kota Tidore Kepulauan.
11. Ka bagian Hukum dan Organisasi Setda Kota Tidore Kepulauan.
12. Camat se Kota Tidore Kepulauan.
Sedangkan kelompok kerja perencanaan Tata Ruang BKPRD Kota Tidore Kepulauan :
Ketua : Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda Kota Tidore Kepulauan
Ketua Harian : Kabag Hukum Setda Kota Tidore Kepulauan
Sekretaris : Kasubbid Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Bappeda Kota Tidore
Kepulauan
Anggota :
1. Unsur Badan Pertanahan Kota Tidore Kepulauan
2. Unsur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tidore Kepulauan
Bab III Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal III-71
3. Unsur Dinas Perhubungan Kota Tidore Kepulauan
4. Unsur Dinas Pertanian Kota Tidore Kepulauan
5. Unsur Dinas Peternakan dan perikanan Kota Tidore Kepulauan
6. Unsur Dinas Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan
7. Unsur Kantor Pertanahan Kota Tidore Kepulauan
8. Unsur Bagian Hukum dan organisasi Setda Kota Tidore Kepulauan
9. Unsur Camat se Kota Tidore Kepulauan
Kelompok kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang BKPRD Kota Tidore Kepulauan :
Ketua : Kabag Tata Pemerintahan Setda Kota Tidore Kepulauan
Ketua Harian : Kadin Tata Ruang dan Kebersihan Kota Tidore Kepulauan
Sekretaris : Kepala Badan Lingkungan Hidup
Anggota :
1. Unsur Badan PM dan Pemdes.Kesbangpol dan Linmas Kota Tidore Kepulauan.
2. Unsur Bappeda Kota Tidore Kepulauan.
3. Unsur Bawasda Kota Tidore Kepulauan.
4. Unsur Dinas Perindagkop dan UKM Kota Tidore Kepulauan.
5. Unsur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan.
6. Unsur Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tidore
Kepulauan.
7. Unsur Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Tidore Kepulauan.
8. Unsur Dinas Kesehatan Kota Tidore Kepulauan.
9. Unsur Bagian Ekonomi dan Kesra Setda Kota Tidore Kepulauan.
10. Unsur Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Tidore Kepulauan.
11. Unsur Bagian Perekonomian Setda Kota Tidore Kepulauan.
12. Unsur Camat se-Kota Tidore Kepulauan.
Kota Tidore Kepulauan untuk pengembangan di masa mendatang perlu dilengkapi
dengan lembaga-lembaga baru secara selektif yang dapat memberikan dukungan untuk
dapat tercapainya visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan.
Lembaga baru yang perlu segera diadakan hadirnya lembaga kajian dan
pengembangan untuk daerah Kota Tidore Kepulauan khususnya yang terkait dengan
masalah pengembangan sumber daya alam seperti hutan, pertambangan. Demikian
juga lembaga untuk mendorong peningkatan sumber daya manusia di Kota Tidore
Kepulauan.
Dengan adanya perubahan dari UU. 19 tahun 1999 ke UU No. 32 tahun 2004
prinsip-prinsip yang berubah misalnya dari prinsip functions follow money ke prinsip
money follow functions.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-1
4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore
Kepulauan
4.1.1 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan
Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah:
“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan
Berperadaban”
4.1.2 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan
1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia yang Berkualitas dan Kehidupan yang
Damai
Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis,
memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh
ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.
2. Mewujudkan Perekonomian Daerah yang Tangguh dan Berdaya Saing
Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari
usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong
peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulaluan.
3. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Demokratis
Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya
penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang
didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh
masyarakat.
4. Mewujudkan Masyarakat Berperadaban
Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se
atorang’ sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh
destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti
semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan
Bab IV
KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS
PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-2
(fomaku gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling
menasehati (fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks
pergaulan yang lebih terbuka.
4.1.3 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan
Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain:
1. Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah
dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Daerah melalui forum musyawarah pembangunan daerah secara
berjenjang.
2. Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan
DPRD) dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan
yang nantinya tertuang dalam RPJM daerah.
3. Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20
tahun kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka
mencapai cita-cita pembangunan nasional.
Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah
pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran
pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan
kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten
dan berkelanjutan.
4.2 Kebijakan Pengembangan Kota Tidore Kepulauan
4.2.1 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 26 tahun 2008 Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Tidore Kepulauan di tetapkan
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota,
termasuk dalam kawasan andalan yang memiliki pelabuhan nasional. Dijelaskan
bahwa kawasan Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan
pengertian sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota
pusat pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan
fungsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-3
Ket: = Pusat Kegiatan Nasional (PKN) = Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
= Sektor Unggulan Hutan Lindung = Sektor Unggulan Hutan Konservasi
= Kawasan Andalan
Gambar 4.1 Pola Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN Sumber : Lampiran VII PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-4
Ket: = Jaringan Listrik 150 KV = Jaringan Jalan Lintas Nasional
= Lintas Penyeberangan Sabuk Utara = Lintas Penyeberangan
Penghubung Sabuk
Gambar 4.2 Struktur Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN Sumber : Lampiran I PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN
4.2.2 Kebijakan Tata Ruang (RTR) Pulau Maluku Terhadap Kota Tidore
Kepulauan
Berikut ini adalah kutipan-kutipan pasal pada Rencana Tata Ruang Kepulauan
Maluku yang berhubungan dengan pengembangan Kota Tidore Kepulauan.
a. Pasal 10
Pengembangan PKN di Kepulauan Maluku sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi upaya untuk : Mengendalikan
pengembangan kota Ambon dan Ternate - Sofifi, sebagai pusat
pelayanan primer yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya;
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-5
b. Pasal 16
Ayat (3) Pengembangan jaringan jalan koridor utama sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 15 ayat (2) meliputi:
Point g. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Halmahera yang
menghubungkan SidangOli – Boso – Kao – Padiwang – Tobelo –
Galela - Lap. Terbang, dan Boso- Simpang Dodinga – Sofifi –
Akelamo – Payahe – Weda; Simpang Dodinga – Bobaneigo – Ekor-
Subain – Buli – Maba – Sagea – Gotowase; Daruba – Bere-bere;
Labuha – Babang, Sanana – Manaf; Bobong – Tikong; Sidang Oli –
Jailolo – Goal – Ibu; Jailolo – Susupu.
c. Pasal 33
Ayat (2) Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat d meliputi upaya untuk :
1) Mengembangkan wisata alam dan hutan di TN Manusela;
2) Mengembangkan wisata bahari di pesisir kawasan Ambon,
Pulau Seram, Pulau Banda, Pulau Kai, Ternate-Tidore, Kep.
Guraici, P. Morotai;
3) Mengembangkan pariwisata budaya terutama di Keraton Sultan
Ternate, Mesjid Sultan Ternate, Rumah Adat Sahu, benteng-
benteng peninggalan zaman Belanda dan Portugis, Bandaneira,
Makam Sultan Baabullah, dan berbagai warisan budaya nasional
lainnya yang sesuai dengan kriteria dan peraturan/perundangan
yang berlaku.
d. Pasal 37
Ayat (4) Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan menurut
prioritas penanganannya meliputi: Kawasan andalan Seram, Kei Aru -
P.Wetar- P.Tanimbar, Buru, Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda dan
sekitarnya, Bacan-Halmahera Selatan, serta Kepulauan Sula dengan
prioritas tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-6
Tabel. 4.1 Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Maluku Utara Menurut RTR Pulau
NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STATEGI PENGEMBANGAN
1 Ternate-Sofifi PKN Pusat Pelayanan Sekunder, Jasa Pemerintahan, Pertanian, Perkebunan, Pertambangan, dan Industri
Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan, dan industri pengolahan.
Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli, Maba, Sofifi, dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan Trans Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utama, diantaranya Pelabuhan Ternate dan Tobelo, yang dihubungkan dengan jaringan penyeberangan.
Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, dan pertambangan di sekitar kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya.
Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktivitas pemerintahan, perdagangan, dan industri.
Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota yang memenuhi standar Internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high-tech, kesehatan), termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih besar secara selektif.
Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai pelengkap dari RTRW Kota
Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor dan daerah otonom.
2 Daruba PKSN Pusat pelayanan administrasi pelintas batas negara, perdagangan-jasa dan transhipment point, Kehutanan, Pertambangan, dan Perikanan
Diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran produksi tanaman hasil hutan, bahan galian logam, budidaya rumput laut, serta perikanan tangkap.
Meningkatkan aksesibilitas ke tujuan pemasaran di Pulau Halmahera melalui keterpaduan sistem transportasi darat dan laut.
Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst) dan fasilitas perdagangan serta fasilitas pendukung sebagai pintu gerbang lintas negara
Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kawasan dengan wilayah negara tetangga
Menyiapkan perangkat zoning regulation sebagai landasan pembangunan kegiatan perkotaan ikutan sekaligus sebagai landasan pengendalian pembangunan
Sumber: Raperpres RTR Kepulauan Maluku, 2004
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-7
4.2.3 Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku
Utara
4.2.3.1 Visi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara
“Terwujudnya Tata Ruang Provinsi Maluku Utara yang berbasis pada
sumber daya dan pengembangan berdasarkan gugus pulau menuju
masyarakat Maluku Utara yang sejahtera”.
4.2.3.2 Misi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara
(1) Menciptakan keserasian pelestarian kawasan lindung dan pemanfaatan
kawasan budidaya, dengan berbasis pada mitigasi bencana;
(2) Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup;
(3) Meningkatkan dan mengembangkan prasarana wilayah secara
berkelanjutan, membuka daerah-daerah terisolir dan membuka
kantong-kantong produksi baru;
(4) Menata pusat-pusat pengembangan sesuai dengan daya dukung dan
kapasitas wilayah dan kondisinya sebagai provinsi gugus pulau dengan
dukungan sistem jaringan transportasi yang memadai.
4.2.3.3 Pertimbangan Kebencanaan Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara
Zonasi multi risiko bencana di Provinsi Maluku Utara merupakan gabungan
dari risiko bencana gempa bumi, tsunami, gerakan tanah (longsor) dan letusan
gunung berapi. Secara umum kawasan zonasi multi bencana di Provinsi Maluku
Utara dapat dilihat Tabel 4.2
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-8
Tabel 4.2 Tabulasi Zonasi Multi Risiko Bencana di Provinsi Maluku Utara
No Kabupaten/Kota Kriteria
Jumlah (Km2)
Rendah (Km2) Sedang (Km
2) Tinggi (Km
2)
1 Halmahera Barat 0.00 1295.72 1316.52 2612.24
2 Halmahera Tengah 0.00 239.46 2037.37 2276.83
3 Halmahera Utara 0.00 2296.78 3150.52 5447.30
4 Halmahera Selatan 0.00 1782.86 6996.46 8779.32
5 Halmahera Timur 0.00 1506.49 4999.71 6506.20
6 Kepulauan Sula 1662.58 5902.49 2067.85 9632.92
7 Ternate 0.00 159.52 91.33 250.85
8 Tidore Kepulauan 0.00 4721.36 4842.64 9564.00
Jumlah 1662.58 17904.68 25502.40 45069.66
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara, 2007
4.2.4 Arahan Struktur Ruang Wilayah
Menurut RTRW Provinsi Maluku Utara 2003 – 2017 Kota Tidore Kepulauan
merupakan Kota Orde I dengan pusat pertumbuhan di Soa Sio dan Sofifi. Sebagai
kota orde I, Kota Tidore Kepulauan memiliki sifat pelayanan regional, pusat
pemerintahan, pusat permukiman dan pusat pelayanan sosial.
Selain itu, Kota Sofifi diusulkan menjadi PKLW untuk menggantikan fungsi
pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara yang selama ini berada di Kota
Ternate. Dengan demikian Kota Ternate yang semula merupakan kota dengan
fungsi pusat pemerintahan, difokuskan hanya untuk kegiatan pusat perdagangan
dan jasa, karena di kota ini sudah berkembang sarana dan prasarana
infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan kota-kota/kawasan-kawasan lain
di Provinsi Maluku Utara.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-9
Gambar 4.3 Arahan Struktur Ruang dan Kawasan Strategis di Prop. Maluku Utara
Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, 2007
4.2.5 Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
a. Rencana Pengembangan Sistem Transportasi
Sistem transportasi yang dikembangkan antar PKN (Pusat
Kegiatan Nasional) dan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), yaitu Kota
Ternate, Soasio, Sofifl dengan kota-kota lain utamanya PKN di luar
Provinsi Maluku Utara seperti Kota Ambon, Kota Manado, dan Kota
Sorong adalah transportasi udara dan laut, karena dari ketiga kota ini
dipisahkan oleh laut dalam dan luas
Pengembangan sistem transportasi yang dibutuhkan:
o PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo) sistem transportasi
laut;
o PKW - PKL I (Tobelo) kombinasi antara laut, darat dan udara;
o PKW - PKL I (Maba) kombinasi antara laut, darat dan udara;
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-10
o PKW - PKL I (Weda) kombinasi antara laut dan darat;
o PKW - PKL I ( Labuha) laut dan udara;
o PKW - PKL I (Sanana) laut dan udara
b. Rencana Jaringan Jalan
Konsep pengembangan Trans Maluku Utara adalah upaya
menghubungkan Kota Ternate sebagai PKN dan kota-kota PKW yaitu
Tobelo, Tidore, Labuha dan Sanana serta kota-kota strategis seperti
Daruba (PKSN) dan Sofifi sebagai pusat pemerintahan Provinsi
Maluku Utara. Dan merupakan bagian dari Trans Nasional.
Untuk mendukung perwujudan Trans Maluku Utara, maka
status jalan yang masuk dalam Trans Maluku Utara adalah jalan
nasional dan jalan provinsi.Adapun jaringan jalan yang direncanakan
sebagai bagian dari Trans Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Rencana Jaringan Jalan Trans Maluku Utara
Nomor
Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km)
Kabupaten Halmahera Utara
039.1 Daruba – Daeo 4 N 25,59
039.2 Daeo – Berebere 4 N 68,00
.034 Podiwang – Tobelo 3 N 47,86
.035 Tobelo – Galela 3 N 27,02
.036 Kao – Podiwang 3 N 32,90
.037 Galela - Lapangan Terbang 3 N 10,87
038.2 Basso – Kao 3 N 71,49
Kabupaten Halmahera Barat
038.1 Sidangoli (Dermaga Ferry) – Basso 2, 5 N 23,23
043.1 Simpang Dodinga-Akelamo (KM60) 2, 5 N 63,01
054.1 Basso - Simpang Dodinga 2, 5 N 2,67
033.1 Jailolo – Goal 2 P 21,19
054.1
Simpang Dodinga-Dodinga (Dermaga
Ferry)
2
P 3,30
030.1 Simpang Dodinga- Bobaneigo 2, 5 P 3,32
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-11
Nomor
Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km)
033.2 Simpang Dodinga-Jailolo 2 P 32,40
Kota Tidore Kepulauan
.029 Payahe – Weda 1 N 24,5
043.2 Akelamo (KM60) – Payahe 1 N 52,47
.021 Keliling Pulau Tidore 1 P 29,19
Kabupaten Halmahera Timur
059.1 Subaim – Buli 5 P 60,00
059.2 Buli – Gotowase 5 P 45,00
030.1 Bobaneigo – Ekor 5 P 41,81
030.2 Ekor – Subaim 5 P 52,47
Kabupaten Halmahera Tengah
058.1 Weda – Sagae 5 P 50,00
058.2 Sagae – Gotowase 5 P 60,00
Kabupaten Halmahera Selatan
.028 Labuha – Babang 6 P 18,32
Saketa – Mautiting 6 K
Mautiting – Mafa 6 K
Mafa – Weda 5, 6 K
Kota Ternate
.032 Keliling Pulau Ternate 1 N 8,60
Kabupaten Kepulauan Sula
.026 Sanana – Manaf 7 P 31,86
.027 Sanana – Pohea 7 P 12,05
Sumber: Tatrawil 2007
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-12
Gambar 4.4 Arahan Struktur Ruang di Prov. Maluku Utara
Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, 2007
c. Rencana Terminal
Di Provinsi Maluku Utara sampai dengan tahun 2007 tersedia
terminal tipe C, dimana lokasinya mendekati lokasi pelabuhan yang
ada sebagai transhipment point wilayah belakangnya. Selanjutnya
dalam rencana pengembangan terminal sampai tahun 2027 dapat
dilihat pada Tabel 4.4
Jalan Arteri Primer
Rencana Jalan Arteri Primer
Jalan Kolektor Primer
Rencana Jalan Kolektor Primer
Jalan Lokal Primer
Rencana Jalan Lokal Primer
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-13
Tabel 4.4 Rencana Terminal Penumpang di Provinsi Maluku Utara
No Type Terminal Pelabuhan Lokasi Gugus Pulau
1 B Ahmad Yani/Gamalama Pelabuhan Ternate 1
2 B Soasio Pelabuhan Tidore 1
3 B Sofifi 1
4 B Tobelo Pelabuhan Tobelo 3
5 B Jailolo Pelabuhan Jailolo 2
6 B Babang Pelabuhan Bacan 6
7 C Bastiong Pelabuhan Ternate 1
8 C Dufa – dufa Pelabuhan Ternate 1
9 C Galela 3
10 C Malifut 3
11 C Daruba Pelabuhan Morotai 4
12 C Sidangoli Pelabuhan Sidangoli 2
13 C Goal 2
14 C Sanana Pelabuhan Sasana 7
15 C Dofa Pelabuhan Dofa 7
16 C Laiwui Pelabuhan Obi 6
17 C Babang Pelabuhan Bacan 6
18 C Gebe Pelabuhan Gebe 5
19 C Maffa Pelabuhan Maffa 6
20 C Labuha 6
Sumber: RTRW Propinsi Maluku Utara, 2007
d. Rencana Transportasi Laut
Mengacu pada RPP RTRWN maka sistem jaringan transportasi
laut terdiri atas tatanan pelabuhan laut dan alur pelayaran. Tatanan
pelabuhan laut terdiri atas:
1) Pelabuhan internasional;
2) Pelabuhan internasional;
3) Pelabuhan nasional;
4) Pelabuhan pengumpan regional;
5) Pelabuhan pengumpan lokal;
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-14
6) Pelabuhan khusus untuk menunjang pengembangan kegiatan
atau fungsi tertentu.
Sedangkan alur pelayaran meliputi alur pelayaran internasional
dan alur pelayaran nasional berdasarkan RTRWN tersebut, maka
dalam perencanaan transportasi laut dan penyeberangan di Provinsi
Maluku Utara akan dilihat berdasarkan tatanan pelabuhan dan alur
pelayaran.
e. Rencana Transportasi Udara
Berdasarkan RTRWN Oktober 2007, sistem jaringan transportasi
udara terdiri atas tatanan bandar udara dan ruang lalu lintas udara.
Di Provinsi Maluku Utara telah tersedia 10 (sepuluh) buah
bandar udara yang tersebar di pulau-pulau penting di wilayah ini.
Bandar Udara Sultan Babullah-Ternate merupakan bandara Pusat
Penyebaran Tersier, yang merupakan bandara utama di Provinsi ini,
dimana seluruh jalur penerbangan antar pulau di dalam wilayah
Provinsi Maluku Utara maupun dari dan ke luar wilayah Maluku
Utara berpusat di Ternate. Intensitas kegiatan di bandara ini sangat
tinggi. Bandara lainnya merupakan bandara Bukan Pusat Penyebaran
atau bandara perintis.
Rencana pengembangan jalur penerbangan di Provinsi Maluku
Utara meliputi:
1) Rencana Pengembangan Jalur Nasional Antar Provinsi, yaitu:
Ternate – Jakarta; Ternate – Manado; Ternate – Ambon; Ternate
– Makassar; Ternate - Sorong; Ternate – Fak - Fak; Ternate –
Manokwari; Ternate – Luwuk dan Sanana – Ambon.
2) Rencana Pengembangan Jalur Reguler Antar Kabupaten, yaitu:
Ternate – Sanana dan Ternate – Buli.
f. Sistem Jaringan Kelistrikan
Terdapat beberapa alternatif pengadaan listrik untuk Provinsi
Maluku Utara:
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-15
(1) Pengembangan energi alternatif, seperti teknologi
surya/matahari;
(2) Pengembangan energi listrik tenaga uap, dengan memanfaatkan
air laut sebagai pendingin:
(3) Pengembangan energi listrik tenaga diesel;
(4) Pengembangan energi listrik tenaga air.
Pengelolaan listrik selain oleh PLN, dapat dilakukan secara
mandiri oleh pihak swasta atau masyarakat. Dengan kondisi Provinsi
Maluku Utara yang rawan bencana, maka kebutuhan listrik perlu
diarahkan pada pengembangan energi yang mandiri, artinya
ketersediaan energi di wilayah ini diharapkan mampu melayani
kebutuhan masyarakat, baik dalam kondisi normal maupun darurat.
Oleh sebab itu, pengembangan sumber daya listrik berbasis sumber
daya lokal juga perlu dikembangkan
dengan diarahkannya perkembangan di Kota Sofifi, dengan
perannya sebagai ibu kota definitif Provinsi Maluku Utara, maka
perlu membentuk dan menambah jaringan prasarana listrik bagi
pemenuhan kebutuhan kota Sofifi.
g. Sistem Jaringan Telekomunikasi
Telepon adalah sarana telekomunikasi yang sering dihubungkan
dengan prasyarat proses transformasi wilayah, sehingga diperlukan
adanya suatu rencana pengembangan ke depan, untuk
merencanakan sistem jaringan telepon di SST, Telepon Seluler, SSB
(Singgle Side Band).
Pelayanan telepon dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga)
segmen:
(1) Sambungan telepon untuk rumah tangga;
(2) Sambungan telepon untuk perkantoran/industri;
(3) Sambungan telepon umum
Rencana jaringan telekomunikasi Provinsi Maluku Utara adalah:
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-16
(1) Sistem jaringan diarahkan sebagai gabungan antara jaringan
pelayanan telekomunikasi yang disiapkan pemerintah dan yang
dibangun swasta;
(2) Cakupan pelayanan yang seluas mungkin dengan pelayanan
yang optimal;
(3) Mengintegrasikan pengembangan sistem jaringan
telekomunikasi dengan sistem jaringan transportasi sehingga
semua kawasan yang memiliki tingkat aksesibilitas akan
didukung oleh pelayanan jaringan telekomunikasi.
h. Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air
provinsi merupakan rencana pengembangan wilayah sungai skala
provinsi. Pengembangan sistem jaringan sumber daya air provinsi
mencakup konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta
pengendalian daya rusak air. Konservasi sumber daya daya air dapat
dilakukan dengan cara mengamankan daerah tangkapan air,
sehiingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan.
4.2.6 Rencana Pola Ruang Wilayah
a. Rencana Pengembangan Ruang Kawasan Lindung
Kawasan Lindung yang meliputi wilayah daratan dan lautan
terdiri atas:
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya,
yaitu Kawasan hutan lindung;
(2) Kawasan perlindungan setempat, yaitu: sempadan pantai,
sempadan sungai dan kawasan sekitar danau/waduk;
(3) Kawasan suaka alam, yaitu: kawasan cagar alam, kawasan suaka
margasatwa dan kawasan suaka alam laut;
(4) Kawasan rawan bencana alam, yaitu: kawasan rawan bencana
letusan gunung api, kawasan rawan bencana gempa bumi,
kawasan rawan bencana tsunami.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-17
b. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya
Berdasarkan Pedoman Penyusunan RTRW Di Daerah, kawasan
budidaya telah diklasifikasikan secara khusus. Di Provinsi Maluku
Utara, kawasan budidaya yang akan ditetapkan mencakup wilayah
daratan dan lautan yang terdiri dari:
(1) Kawasan hutan produksi tetap;
(2) Hutan produksi;
(3) Hutan produksi terbatas;
(4) Budidaya non hutan dan perkebunan yang dapat dikonversikan;
(5) Pertanian, yaitu pertanian lahan basah dan perkebunan;
(6) Kawasan pertambangan;
(7) Kawasan perindustrian;
(8) Kawasan pariwisata;
(9) Perikanan;
(10) Kawasan permukiman
4.2.7 Rencana Pengembangan Perikanan
a. Rencana Pengembangan Perikanan Tangkap
Berdasarkan data produksi dari Dinas Perikanan Propinsi Maluku
Utara dan estimasi potensi sumber daya ikan di perairan Maluku
Utara, diketahui bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan oleh
nelayan setempat masih menunjukkan status tingkat pengusahaan
yang masih relatif rendah atau underfishing.
Berdasarkan karakteristik perairan laut dan jenis sumber daya
ikannya, perairan Maluku Utara secara garis besar dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) daerah penangkapan utama yang potensial
dikembangkan untuk usaha perikanan tangkap, yaitu:
(1) Daerah penangkapan ikan 1, yaitu daerah-daerah dengan
potensi pengembangan untuk ikan karang (utamanya: ikan
kerapu, beronang, biji nangka, dan kakaktua), daerah-daerah
tersebut antara lain perairan pantai sebelah barat daya Pulau
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-18
Morotai, periaran pantai sebelah timur kepulauan Sula, perairan
pantai Tobelo, peraiaran pantai Bacan dan Obi;
(2) Daerah penangkapan ikan 2, yang memiliki potensi untuk
pengembangan perikanan pelagis kecil dan demersal (utamanya:
ikan layang, kembung, julung-julung, kuwe, dan kakap merah);
berada di perairan pantai sebelah selatan, tenggara, timur, timur
laut, utara, barat laut dan barat Pulau Morotai, perairan pantai
Tidore dan Ternate dan wilayah periaran pantai Sanana;
(3) Daerah penangkapan ikan 3, untuk pengembangan perikanan
pelagis besar (utamanya: cakalang, tongkol dan tuna) wilayah ini
terletak di perairan lepas pantai Maluku Utara.
Secara umum, pengembangan perikanan tangkap di perairan
Maluku Utara untuk jangka pendek hingga menengah, dapat
diarahkan pada pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya ikan laut
di setiap daerah penangkapan, sedangkan untuk kedepan (jangka
panjang) seyogyanya diarahkan pada kegiatan perikanan tangkap
yang berbasis budidaya laut, utamanya untuk DPI 1 dan 2.
b. Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan
Dengan mempertimbangkan bahwa produksi ikan di Maluku
Utara akan terdiri dari berbagai jenis (spesies) dan kualitas maka
sistem pemasaran yang dapat dikembangkan harus mampu
mengantisipasi produksi ikan yang nantinya didaratkan. Sistem
pemasaran yang tampaknya tepat adalah yang berbasis komoditas
sebagai berikut:
(1) Komoditas pelagis besar untuk pasar ekspor. Jenis atau bentuk
komoditas adalah olahan segar untuk tuna dan beku untuk
cakalang. Sistem pemasaran ini bertumpu pada adanya
perusahaan ekspor yang berusaha di daerah. baik dalam
bentuk pengumpulan (penampungan) maupun dalam bentuk
kantor cabang atau kantor utama;
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-19
(2) Komoditas pelagis besar untuk tujuan pasar domestik, yaitu
cakalang dan tongkol. Jenis produknya adalah segar dan beku.
Komoditas lainnya adalah dalam bentuk ikan olahan asap;
(3) Komoditas pelagis kecil untuk pasar ekspor, yaitu: ikan layang.
Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan beku;
(4) Komoditas pelagis kecil untuk pasaran domestik, yaitu: layang,
kembung dan julung-julung. Untuk antar pulau produk yang
tepat adalah olahan beku dan khusus untuk julung-julung
dalam bentuk olahan asap, sedangkan untuk pasaran setempat.
produk yang tepat adalah olahan segar;
(5) Ikan demersal untuk pasaran ekspor, yaitu: kakap merah.
Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan fillet;
(6) Ikan demersal untuk pasaran domestik dan lokal, yaitu ikan
kuwe. Untuk antar pulau produk yang tepat adalah olahan
beku, sedangkan untuk pasaran setempat. produk yang tepat
adalah olahan segar;
(7) Produk perikanan karang, seperti: kerapu, beronang, kakatua,
dan biji nangka lebih diutamakan untuk pasar ekspor. Produk
yang tepat adalah dalam bentuk ikan hidup, sedangkan untuk
pasar domestik dalam bentuk olahan segar.
c. Rencana Pengembangan Perikanan Budidaya
Pengembangan perikanan budidaya (akuakultur) di Provinsi
Maluku Utara diarahkan untuk memproduksi komoditas yang
berorientasi ekspor dan berbasis kepada sumberdaya alam.
Pengembangan akuakultur dilakukan pada lokasi yang memiliki
tingkat kesesuaian yang tinggi dengan berprinsip pemanfaatan
sumberdaya perairan seoptimal mungkin secara ramah lingkungan
4.2.8 Arahan Manajemen Risiko Bencana Dalam Pemanfaatan Ruang
Wilayah Provinsi Maluku Utara
a. Spasial, melalui pengaturan ruang
Beberapa pekerjaan yang umumnya dilakukan melalui cara ini
antara lain berupa pemetaan daerah rawan bencana, alokasi
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-20
pembangunan berintensitas tinggi yang diarahkan ke luar area rawan
bencana, pengaturan ruang yang tepat dan optimal;
b. Cara-cara keteknikan
Umumnya cara ini berupa rekayasa teknis terhadap lahan,
bangunan dan infrastruktur yang disesuaikan dengan kondisi,
keterbatasan dan ancaman bencana yang mungkin timbul, misalnya
sebagai berikut.
1) Untuk manajemen bencana gempa.
Gambar 4.5 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa
2) Untuk manajemen bencana tsunami
Gambar 4.6 Sistem Jaringan Diseminasi Informasi Tsunami Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007
BMG
Jaringan BMG
INDOSAT IP VPN MPLS FIBER OPTIK, RADIO LINK
Jaringan BMG
CSM VSAT IP SATELIT
Jaringan BMG - IIX
JASATEL / APJII WIRELESS
1 MABES POLRI
33 GUBERNUR
10 STA. TV
1 RADIO / RRI
49 RADIO PANTAI
1 BAKORNAS
7 PROVIDER
GSM/CDMA
DISEMINASI INFORMASI TSUNAMI
88 ADPEL
MASYARAKAT
Polres/Polsek
Bupati
Satkorlak/Satlak
Masyarakat
INTERFACE BMG
21 ASDP
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-21
3) Untuk manajemen bencana tanah longsor
(1) Melakukan perbaikan drainase tanah, seperti soil nailing,
hydroseeding dan perbaikan sistem drainase
(2) Berbagai pekerjaan struktural, seperti rock netting,
shotcrete, block pitching, stone pitching, retaining wall,
gabion wall, installation of geotextile, dan sebagainya
4) Untuk manajemen bencana banjir
Gambar 4.7 Contoh Manajemen Dataran Banjir Sumber: Modul Program Pelatihan Manajemen Bencana, UNDP, 1985
c. Pemberdayaan/peningkatan kapasitas masyarakat
Mengingat permasalahan bencana yang cukup rumit, sementara
itu bencana tersebut juga seringkali menimpa kawasan dengan
kondisi masyarakat yang cukup rentan (kemiskinan, kurangnya
kewaspadaan dan ketidakberdayaan) dan berlokasi jauh dari pusat
pemerintahan dan sulit dicapai, maka dalam manajemen risiko
bencana ini perlu sekali meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-22
mengurangi tingkat kerentanannya. Untuk merealisasikannya
diperlukan elemen-elemen berikut:
(1) Adanya tokoh penggerak;
(2) Konsep yang jelas;
(3) Obyek aktivitas yang jelas;
(4) Kohesivitas masyarakat setempat;
(5) Bahasa komunikasi kerakyatan yang tepat berbasis kearifan
budaya setempat;
(6) Jaringan informasi yang mudah diakses setiap saat.
d. Kelembagaan
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam manajemen
bencana, yaitu:
(1) Aspek yang jelas (kelembagaan, organisasi, tata cara);
(2) Fungsi yang berjalan (perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan);
(3) Unsur yang lengkap (sumberdaya manusia, keuangan,
perlengkapan dan sebagainya).
4.3 Kebijakan Tata Ruang pada Kabupaten/Kota yang
Berbatasan Dengan Kota Tidore Kepulauan Kabupaten Tidore Kepulauan berbatasan dengan Kota Ternate dan
Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat di sebelah Utara,
Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Weda
Kabupaten Halmahera Tengah di sebelah Timur, Gane Barat Kabupaten
Halmahera Timur dan Kecamatan Pulau Moti Kota Ternate di sebelah Selatan.
Dimana masing-masing memiliki strategi pengembangan wilayah berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Maluku Utara.
4.3.1 Kota Ternate
i. Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah
pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-23
pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan dan industri
pengolahan.
ii. Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli,
Maba, Sofifi dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan trans
Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utamanya, diantaranya
pelabuhan Ternate dan Tobelo yang dihubungkan dengan jaringan
penyeberangan.
iii. Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra-
sentra produksi pertanian, perkebunan dan pertambangan di sekitar
kawasan Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya.
iv. Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktifitas
pemerintahan, perdagangan, dan industri.
v. Mengembangkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana kota yang
memenuhi standar internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high-
tech, kesehatan) termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih
besar secara efektif.
vi. Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning
regulation) sebagai pelengkap dari RTRW kota.
vii. Menyiapkan Rencana Tata Ruang Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi,
Weda dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor daerah
otonom.
4.3.2 Kota Jailolo
1) Dikategorikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Wilayah berfungsi sebagai Pusat
Kegiatan Lokal yang merupakan Pusat Wilayah Pengembangan (Gugus
Pulau).
2) Untuk transportasi antara PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo)
dikembangkan dengan sistem transportasi laut. Dengan pelabuhan yang
dikategorikan sebagai ‘Pelabuhan Pengumpan Lokal’ yang melayani
kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut lokal dan regional,
pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah
kecil.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-24
3) Memiliki sektor unggulan yaitu pertanian, perkebunan, pariwisata dan air
bersih dengan sub sektor tanaman pangan, perkebunan kopra dan cengkeh
serta wisata bahari.
4) Memiliki situs sejarah Kerajaan Jailolo
4.3.3 Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur
1) Ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi – Pertanian : Halut -
Halbar – Haltim untuk mengembangkan ketahanan pangan.
2) Dalam kabupaten Halmahera Timur juga terdapat cagar alam Lolobata.
3) Sektor unggulan berupa perkebunan, pertanian, perikanan laut,
pertambangan dan air bersih
4.3.4 Kawasan Weda
Kawasan ini meliputi Weda dan sekitarnya. Kawasan ini perlu diprioritaskan
karena adanya rencana pengembangan kegiatan (eksploitasi) pertambangan
nikel oleh PT. Weda Bay Nikel seluas 90.000 Ha. Arahan pengembangan yang
direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai berikut:
(a) Pengembangan kawasan pertambangan yang bersinergis dengan aspek
rencana tata ruang dan lingkungan di sekitarnya sehingga dapat mencegah
adanya konflik tata ruang dan kerusakan lingkungan;
(b) Pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan sosial masyarakat di sekitarnya
yang berkaitan erat dengan kegiatan penambangan sehingga dapat
menghindarkan adanya konflik sosial dan kegiatan ekonomi yang bersifat
enclave;
Pengembangan rencana tata ruang kawasan yang lebih detail pada kawasan
inti dan penunjang.
Kawasan Weda ini memiliki pelabuhan yang dikategorikan sebagai pelabuhan
pengumpan lokal yang melayani kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut
lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis
dalam jumlah kecil.
Ditetapkan dalam kawasan andalan Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda
dan sekitarnya dengan sektor unggulan perkebunan, perikanan laut,
pertambangan, industri, dan pariwisata.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-25
4.3.5 Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan
Merupakan wilayah yang perkembangannya relatif tertinggal dengan daerah
lainnya di Provinsi Maluku Utara, oleh karena itu perlu diprioritaskan pula
penanganan pembangunannya agar terjadi pemerataan pembangunan. Potensi
yang dimiliki kawasan Halmahera Selatan ini adalah perkebunan. Permasalahan
yang dimiliki kawasan ini adalah kurangnya aksesibilitas. Untuk itu arahan
pengembangan yang dapat direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai
berikut:
(a) Pengembangan transportasi laut sehingga dapat meningkatkan hubungan
kawasan ini dengan kawasan sekitarnya yang akan memudahkan
penyaluran hasil-hasil produksi perkebunan kawasan ini dengan pusat
pengolahannya di Pulau Bacan;
(b) Pengembangan transportasi darat untuk meningkatkan aksesibilitas intra
wilayah (antara Gane Barat dan Gane Timur);
(c) Meningkatkan produktivitas perkebunan.
4.3.6 Kabupaten Morotai
Merupakan Kabupaten baru hasil pemekaran di Maluku Utara. Belum
terdapat data/informasi terkait tata ruang Morotai.
4.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Tidore
Kepulauan
4.4.1 Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan sosial budaya dan kehidupan beragama berupa tingginya
angka penduduk miskin, belum optimalnya penggunaan kearifan lokal,
pembangunan sumberdaya manusia belum berjalan optimal, masih rendahnya
kinerja pelayanan kesehatan, tingginya penduduk usia produktif dengan
klasifikasi pendidikan rendah.
Permasalahan politik, hukum, dan aparatur adalah masih adanya praktek
money politik dan masih kurangnya aparatur yang bersih.
Permasalahan di bidang ekonomi antara lain dikarenakan sistem perbankan
yang masih rendah, konsep ekonomi yang belum memihak masyarakat, harga –
harga bahan baku konstruksi belum disesuaikan, minimnya investasi. Untuk
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-26
meningkatkan perkenomian Kota Tidore Kepulauan adalah menata kembali
sektor tradisional yang selama ini meberikan sumbangan cukup berarti bagi
PDRB Kota Tidore Kepulauan.
Pada bidang pengembangan wilayah terdapat permasalahan dengan
dokumen rencana tata ruang pengembangan wilayah yang dikeluarkan
pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dokumen rencana pengembangan
wilayah pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Terdapat kesenjangan
pembangunan antar wilayah dan keterisolasian masyarakat pedesaan/kampung
dengan kota. Pembangunan juga dihadapkan pada permasalahan hak
masyarakat adat berupa penguasaan tanah ulayat. Tantangan lain yaitu belum
dilakukan penataan kepemilikan, pemetaan dan pembakuan tanah ulayat.
Permasalahan pemanfaatan ruang ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan
pembangunan maupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Pemanfaatan sumberdaya alam belum mengacu pada prinsip pembangunan
berkelanjutan selain itu, kapasitas kelembagaan dalam koordinasi pengelolaan
dan pengendalian lingkungan masih rendah. Untuk itu diperlukan pelaksanaan
penegakan hukum (law enforcement), pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi,
peruntukan dan daya dukung, juga keberpihakan pada hak – hak masyarakat
adat, serta meningkatkan kesadaran stakeholders akan pentingnya
pertimbangan lingkungan pada pembangunan
4.4.2 Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan
Secara khusus terdapat tiga nilai strategis yaitu:
1) Kota sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara sehingga dapat memancing
investasi dan pembangunan di masa depan. Sebagai pusat pemerintahan
provinsi maupun pusat jasa – jasa umum lainnya, keberadaan Kota Sofifi akan
memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Kota Tidore Kepulauan.
2) Potensi laut dan perairan yang besar. Sejauh ini potensi laut dan perairan di
sekitar Pulau Tidore, Maitara, Mare dan pesisir Kecamatan Oba belum
teridentifikasi. Diharapkan pada masa depan, potensi keindahan alam bawah
laut di Pulau Tidore, Maitara dan Mare serta pesisir Kecamatan Oba dapat
dimanfaatkan.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-27
3) Pulau Tidore sebagai cagar budaya dari salah satu kebudayaan dan
peradaban tertua di Indonesia. Kesultanan Tidore dengan Islam sebagai
agama kerajaan telah mempraktekkan keserasian antara Islam sebagai
agama sekaligus peradaban.
4.4.3 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan
Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah:
“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan
Berkeadaban”
4.4.4 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan
1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai
Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis,
memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan
sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.
2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing
Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari usaha
perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong
peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulauan.
3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis
Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya
penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang
didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh
masyarakat.
4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-Madaniyah)
Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se atorang’
sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh destruktif
kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti semangat
persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan (fomaku gosa,
fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati (fomaku
waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang lebih
terbuka.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-28
4.4.5 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan
Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain:
Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah dalam
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah melalui
forum musyawarah pembangunan daerah secara berjenjang.
Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan DPRD)
dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan yang nantinya
tertuang dalam RPJM daerah.
Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20 tahun
kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka mencapai cita-cita
pembangunan nasional.
Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah
pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran
pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan
kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten
dan berkelanjutan.
4.4.6 Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan 2005-2025
1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai
Kemajuan dan kemandirian sosial suatu daerah adalah sejalan dengan tingkat
kesejahteraan sosial masyarakat daerah yang bersangkutan. Untuk itu,
pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan kepada peningkatan pelayanan
dan rehabilitasi sosial,pemberdayaan masyarakat penyandang masalah
kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial.
2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing
Kemajuan dan kemandirian ekonomi Kota Tidore Kepulauan pada masa
depan masih diharpkan bersumber dari sumbangan sektor pertanian sub
sektor perkebunan dan perikanan. Namun karena daerah ini pada masa
depan akan menjadi pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara maka
sumbangan sektor jasa dan pelayanan umum lainnya akan menjadi andalan
utama perekonomian daerah.
3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis
Masyarakat yang maju dan mandiri secara politik akan melahirkan potret
pemerintahan yang kuat dan kokoh. Potret tersebut harus pertama kali
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-29
datang dari kepemimpinan pemerintahan di daerah. Dalam kerangka itu,
maka reformasi birokrasi pemerintah daerah dimulai dari penerapan tata
pemerintahan yang baik dan bersih pada seluruh struktur pemerintahan
daerah secara disiplin dan sungguh-sungguh. Dan untuk menciptakan
kepemimpinan daerah yang berwibawa dan demokratis, diperlukan pranata
penegakan hukum dan penertiban kehidupan sosial serta tatanan struktur
dan mekanisme politik yang stabil dan kondusif
4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-Madaniyah)
Keyakinan akan kemampuan diri sendiri muncul dari kesadaran masyarakat
tentang kekayaan nilai – nilai tradisi dan kebudayaan yang tumbuh
berkembang dan lestari hingga saat ini. Nilai – nilai kebudayaan itu memberi
inspirasi dan daya tonjol psikologis bagi kreatifitas dan daya inovasi
masyarakat untuk membangun daerahnya sendiri.
4.4.7 Tahapan dan Prioritas
o RPJM ke-1 (2006-2010)
RPJM ke-1 diarahkan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dan
kesehatan serta pembinaan kesejahteraan sosial. Pengembangan kapasitas
pemerintah daerah terus ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas aparat
pemerintah daerah, penataan struktur dan aparatur, efisiensi dan efektifitas
pelayanan birokrasi, peningkatan koordinasi, perencanaan, pengendalian dan
pengawasan pembangunan.
o RPJM ke-2 (2011-2015)
RPJM ke-2 diarahkan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) melalui penataan kembali
kehidupan sosial. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan
peran dan partisipasi kaum perempuan di bidang politik dan pemerintahan
diimbangi dengan pemberian peran bagi ibu rumah tangga di pedesaan yang
berorientasi pada peningkatan produktifitas ekonomi keluarga. Pengurangan
tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka melalui pemberdayaan
ekonomi desa dan penyediaan lapangan kerja baru.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-30
o RPJM ke-3 (2016-2020)
RPJM ke-3 diarahkan untuk meningkatkan akselerasi pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang, dengan penekanan pada peningkatan daya
saing daerah dalam percaturan ekonomi dan politik global.
o RPJM ke-4 (2021-2025)
Pembangunan kesejahteraan sosial pada periode RPJM ke-4 ditujukan bagi
peningkatan prosentasi tamatan Perguruan Tinggi yang memiliki kecakapan,
ketrampilan dan kemampuan sumberdaya manusia yang dibutuhkan
pembangunan daerah. Modernisasi sarana dan prasarana pendidikan dan
kesehatan yang lebih baik serta ketersediaan sumberdaya pendidikan dan
kesehatan di daerah pedesaan, peningkatan taraf gizi dan kesejahteraan
ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan di desa dan kota
merupakan prasyarat meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia dan
Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) yang lebih baik.
4.5 Posisi dan Isu Strategis Pengembangan Kota Tidore
Kepulauan
4.5.1 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Nasional
Kota Tidore Kepulauan dalam RTRW Nasional di klasifikasikan sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah, berada di bawah Pusat Kegiatan Nasional Ternate
Tabel 4.5 Posisi Kota Tidore Kepulauan
Provinsi PKN PKW PKSN
MALUKU UTARA Ternate (I/C/1) Tidore (I/C/1) Daruba (I/A/2)
Tobelo (II/C/2)
Labuha (II/C/1)
Sanana (II/C/2)
Sumber: RTRW Nasional
Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan pengertian
sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat
pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan fungsi.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-31
4.5.2 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Regional
Kedudukan Kota Tidore dalam lingkup regional Propivinsi Maluku Utara
dijelaskan sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada Peraturan Presiden Tentang RTR Kepulauan Maluku
mengenai Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di
Kepulauan Maluku, dijelaskan bahwa Kota Tidore merupakan kota
dengan fungsi kota PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dengan Jenis
Pelayanan sebagai Pusat Pelayanan Tersier Pemerintahan dan
Perkebunan,
2. Menurut sistem Kawasan Andalan, Kota Tidore adalah salah satu bagian
dari Kawasan Andalan yang terdiri dari Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi,
Weda dan sekitarnya. Dengan sektor unggulan adalah perkebunan,
perikanan laut, industri, pertambangan dan pariwisata,
3. Menurut sistem Kawasan Andalan Laut Halmahera dan sekitarnya, Kota
Tidore berbatasan dan berhubungan erat serta merupakan bagian dari
sistem tersebut,
4. Menurut Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku, strategi pengembangan
Kota Tidore diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai Pusat
Pertumbuhan Wilayah Propinsi yang berorientasi pada kegiatan
pelayanan sentra pengolahan hasil perkebunan, terutama tanaman
tahunan.
4.5.3 Isu Strategis Kota Tidore Kepulauan
Isu strategis jangka pendek Kota Tidore Kepulauan
1. Kualitas SDM yang Relatif Masih Rendah
Sumber daya manusia Kota Tidore Kepulauan mempunyai kuantitas yang
potensial menjadi tenaga kerja. Namun kualitas sumber daya manusia
Kota Tidore Kepulauan relatif masih rendah untuk pengembangan
integrated farming dan integrated tourism. Integrated farming
membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni untuk pengolahan
sumber daya alam yang melimpah dari hulu sampai hilir, sedangkan
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-32
integrated tourism membutuhkan sumber daya manusia yang
berketerampilan dalam membuka peluang-peluang usaha.
2. Besarnya Kawasan Lindung
Kota Tidore Kepulauan memiliki kawasan lindung yang cukup luas karena
keberadaan Kota Tidore Kepulauan yang cukup unik yang mempunyai
pegunungan dan pantai dengan jarak yang dekat. Keberadaan kawasan
lindung harus mendapatkan perhatian utama dalam rencana pola ruang
karena kawasan lindung pada dasarnya untuk melindungi kegiatan
masyarakat dan daerah hunian. Beberapa wilayah kawasan lindung telah
digunakan untuk daerah bermukim. Penanganan yang dibutuhkan
adalah menjadikan wilayah tersebut berstatus quo yang tidak
diperbolehkan dikembangkan lagi.
3. Infrastruktur yang Belum Mencukupi
Kota Tidore Kepulauan telah memiliki kelengkapan sarana prasarana
penunjang kegiatan. Namun ketersediaan infrastruktur tersebut tidak
menjangkau wilayah Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan dan
belum mengakomodasi kegiatan utama pertanian-perkebuanan,
pariwisata bahari, perikanan, jasa dan perdagangan. Sarana-prasarana
untuk menunjang kegiatan utama ini yang harus didahulukan dalam
pembangunan.
4. Adanya wilayah di Kota Tidore Kepulauan yang Menjadi Ibukota Provinsi
(Kota Sofifi)
Ibukota provinsi yang direncanakan dipindahkan dari Ternate ke Kota
Sofifi mempengaruhi konstelasi tata ruang Kota Tidore Kepulauan. Pulau
Tidore sebagai daerah perkotaan dan ibukota perlu menyikapi agar terus
berkembang.
Isu strategis jangka panjang Kota Tidore Kepulauan
1. Perkembangan penduduk yang melampaui daya dukung di akhir tahun
perencanaan pada beberapa wilayah kecamatan
Pada akhir tahun perencanaan, diperkirakan perkembangan jumlah
penduduk akan melampaui daya dukung. Sehingga perlu penanganan
terhadap jumlah penduduk dan distribusi penduduk.
Bab IV Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IV-33
2. Implikasi pengembangan ekonomi utama di masa yang akan datang
mengingat lahan pertanian/perkebunan yang terbatas
Pengolahan lahan untuk area pertanian-perkebunan sangat terbatas jika
mengingat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan kegiatan
budidaya permukiman. Sehingga perlu dikembangkan perekonomian
dari sektor lainnya seperti perikanan, pariwisata, jasa dan perdagangan
yang dalam PDRB telah memberikan kontribusi yang cukup berarti.
Selain itu, pertanian-perkebunan tetap akan menjadi sektor basis
perekonomian karena sumberdaya manusia di Kota Tidore Kepulauan
masih lebih banyak terserap pada sektor tersebut.
3. Global Warming
Global warming atau pemanasan global adalah isu dunia dan harus
disikapi secara bijak. Global warming terjadi dikarenakan semakin
tingginya polusi udara dengan semakin banyaknya perkerasan pada
lahan budidaya tanpa memperhatikan kelangsungan hidup hayati. Kota
Tidore Kepulauan sebagai bagian dari penduduk dunia dan mempunyai
kawasan lindung yang cukup luas perlu menyikapi isu global warming
dengan merencanakan pada program pembangunan yang ramah
lingkungan dan menjaga keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya.
Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal V-1
5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan
Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan
masalah yang ada merupakan hal yang penting. Identifikasi potensi dan masalah ini
merupakan modal untuk penyusunan konsep pengembangan. Setelah melihat pada
uraian fakta dan analisis, serta didukung oleh hasil survey primer, maka berikut ini
diuraikan mengenai potensi dan masalah yang ada di Kota Tidore Kepulauan.
5.1.1 Potensi
Tabel 5. 1 Potensi Kota Tidore Kepulauan
Bidang Potensi Fisik Tanah yang berkembang dari bahan volkanik di Tidore mempunyai
kesuburan tinggi
Tanah-tanah aluvial di Halmahera mempunyai potensi pengembangan pertanian dan permukiman
Sumberdaya tanaman perkebunan: pala, cengkeh, kelapa
Ketersediaan lahan sebagai habitat manusia masih tinggi
Kondisi fisik yang bergunung dan dekat dengan laut mempunyai daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebagai wisata agro dan wisata bahari
Kependudukan Jumlah penduduk yang cukup untuk menyediakan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan.
Adanya kemajuan dalam indeks pembangunan masyarakat memberikan gambaran keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kualitas masyarakat, sehingga dapat dijadikan indikasi bahwa masyarakat Kota Tidore Kepulauan mempunyai tingkat partisipasi yang baik dalam pembangunan
Banyaknya jumlah penduduk usia muda (jumlah penduduk usia produktif tinggi) berpotensi untuk mempermudah pemberdayaan masyarakat
Tingkat kesehatan yang semakin membaik
Keunikan budaya dan adat istiadat Tidore dibandingkan daerah Indonesia lainnya dan adanya lokasi bersejarah merupakan potensi untuk tujuan wisata budaya
Perekonomian Sektor perkebunan sebagai salah satu sektor pertanian potensi untuk investasi dan memberikan kontribusi terhadap PDRB daerah.
Semakin bertambahnya nilai PDRB dari sektor tersier yang menunjukkan perkembangan pada usaha perdagangan dan jasa.
Kota Tidore kepulauan mempunyai potensi pada bidang pariwisata sebagai penggerak perekonomian daerah di berbagai sektor
Bab V
POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK
PENGEMBANGAN WILAYAH
Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal V-2
Bidang Potensi Perikanan Sumberdaya perikanan di WPP 6 (laut Seram dan teluk Tomini) tingkat
pemanfaatannya masih rendah
Pengembangan budidaya udang/bandeng (tambak udang)
Pengembangan budidaya ikan laut di beberapa lokasi yang mencapai 86 ha
Peternakan Sumber hijauan untuk pakan ternak tersedia
Sumberdaya manusia sudah mampu beternak, meski teknologinya sederhana
Populasi unggas dan kondisi alam cocok untuk pengembangan peternakan unggas
Sarana Prasarana Pembangunan infrastruktur yang massive di Sofifi akan menarik perkembangan daerah sekitarnya
Jumlah pelabuhan yang cukup banyak mampu melayani pergerakan antar pulau masyarakat
Kota Tidore Kepulauan mempunyai letak yang strategis dengan: P.Tidore dilalui oleh jalur lintas penyebrangan penghubung sabuk P.Halmahera dilalui oleh jaringan jalan lintas nasional sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pendorong pergerakan manusia, barang dan jasa intern Kota Tidore Kepulauan
Sarana pendidikan dan kesehatan cukup banyak dan mampu melayani wilayah Kota Tidore Kepulauan hingga proyeksi penduduk tahun 2030.
Sumber: Hasil Analisis Studio
5.1.2 Masalah
Tabel 5. 2 Permasalahan Kota Tidore Kepulauan
Bidang Masalah
Fisik Lahan didominasi lereng curam
Tanah dengan solum dangkal
Kapasitas tanah menyimpan air rendah, menyebabkan lingkungan lahan mudah mengalami kekeringan
Curah hujan tahunan relatif rendah
Bahaya erosi tinggi
Masih rendahnya budidaya tanaman pangan
Teknik konservasi tanah dan air masih rendah
Kependudukan Persebaran penduduk masih terpusat di P.Tidore
Angka partisipasi sekolah yang semakin menurun pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi
Keterampilan rendah (masyarakat tidak memiliki spesialisasi ketrampilan)
Etos kerja yang rendah dan cepat puas
Sumber pendapatan lebih mengandalkan sumberdaya alam (sektor informal/sektor primer) masih banyak yang bekerja sebagai petani perkebunan dan nelayan
Jumlah orang bekerja semakin kecil, semakin banyak pengangguran
Masih membutuhkan lapangan kerja
Perekonomian Masih rendahnya pengelolaan diberbagai sektor perekonomian baik pertanian, perkebunan, perikanan laut
Belum adanya pengolahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi (sektor hilir)
Usaha untuk menjadikan perkonomian daerah yang berdaya saing belum
Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal V-3
Bidang Masalah
ada. Sehingga kurang menarik investor, perbankan dan lembaga keuangan .
Kurangnya melibatkan masyarakat dalam perekonomian daerah sehingga masih rendahnya lingkungan usaha produktif di Kota Tidore Kepulauan
Perikanan Belum adanya tata ruang pesisir, kelautan dan pulau-pulau kecil sebagainya diamanatkan UU No 27 tahun
Sumberdaya perikanan tangkap di lautan Kota Tidore Kepulauan telah melampaui titik optimal (104,06%)
Sarana dan prasarana penangkapan ikan yang belum memadai baik dalam kuantitas maupun kualitasnya.
Kemampuan sumberdaya manusia perikanan yang masih rendah khususnya dalam bidang budidaya perikanan baik tawar, payau maupun laut
Jaringan pasar ikan yang belum kondusif
Peternakan Untuk peternakan unggas khususnya ras, permasalahan utama adalah bibit, dan pakan
Sumberdaya manusia terbatas untuk penggunaan teknologi tinggi
Sarana Prasarana Secara umum prasarana kota di Tidore Kepulauan masih sangat minim.
Prasarana jalan masih membutuhkan perbaikan dan penambahan panjang jalan sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.
Prasarana Telekomunikasi masih memerlukan pembenahan dan penambahan layanan.
Prasarana listrik masih kurang memadai terutama untuk wilayah yang berada di bagian Pulau Halmahera dan pulau – pulau kecil di Wilayah Kota Tidore Kepulauan.
Prasarana persampahan belum mendapat banyak perhatian. Mungkin dikarenakan masyarakat masih banyak mengubur sampah di halaman belakang rumah masing –masing.
Prasarana air bersih masih sangat kurang. Hingga saat ini jaringan air bersih baru menjangkau sebagian daerah Pulau Tidore.
Biaya transportasi masih relatif mahal sehingga mempersulit pergerakan manusia dan barang
Sumber: Hasil Analisis Studio
5.2 Prospek Pengembangan
Prospek pengembangan di Kota Tidore Kepulauan tidak dapat terlepas dari
potensi dan masalah yang ada. Potensi baik dari segi fisik, kependudukan, ekonomi,
perikanan, peternakan dan perkebunan kesemuanya membentuk suatu kesatuan yang
dapat memajukan Kota Tidore Kepulauan.
Dari hasil survey dan analisis yang telah dilakukan diketemukan bahwa
sumbangan terbesar PDRB berasal dari sektor pertanian terutama sektor perkebunan.
Komoditas perkebunan utama adalah cengkeh dan pala. Sedangkan untuk perikanan
yang berkembang adalah perikanan tangkap mengingat wilayah laut WPP 6 masih dalam
kondisi under fishing. Sumbangan terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan yang cukup
Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal V-4
besar juga didapat dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan besar yang
semakin meningkat. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa Kota Tidore Kepulauan
mengalami perkembangan dalam sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Potensi fisik dan alam di Kota Tidore Kepulauan memberikan banyak nilai yang
dapat dikembangkan antara lain sektor primer pertanian-perkebunan, keindahan alam
dan keberagaman budaya serta peninggalan sejarah merupakan potensi untuk lebih
meningkatkan kegiatan perdagangan, hotel dan restoran serta jasa sebagai sektor
tersier. Selain itu, sumber daya alam yang melimpah baik dari perkebunan, perikanan
dan peternakan apabila diperkuat maka akan mendorong tumbuhnya industri
pengolahan yang mendukung sektor primer. Sehingga penggerak perekonomian Kota
Tidore Kepulauan yang akan merangsang kestabilan sektor primer dan memacu sektor
sekunder dan tersier adalah sektor pariwisata. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan prospek pengembangan Kota Tidore Kepulauan ditunjang oleh tiga sektor
yaitu:
- Pariwisata
- Pertanian - perkebunan
- Perdagangan, jasa dan industri
Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal V-5
SWOT
Tabel 5. 3 Matriks SWOT Kota Tidore Kepulauan
INTERNAL
EKSTERNAL
STRENGTH
WEAKNESS
Potensi wisata bahari
Potensi wisata sejarah
Potensi wisata budaya
Kesuburan tanah
Ketersediaan lahan
Ketersediaan tenaga kerja
Ketersediaan pelabuhan
Ketersediaan sarana pendidikan
Sumber daya perikanan yang besar
Persebaran penduduk yang tidak merata
Prasarana listrik dan komunikasi yang belum memadai
Kualitas prasarana jalan yang masih rendah.
OP
OR
TU
NIT
Y
Pengembangan Sofifi sebagai ibu kota Provinsi
Kedekatan dengan Kota Ternate
Adanya jalur Trans Halmahera
Pengembangan pariwisata di Pulau tidore dan sekitarnya
Pengembangan industri agro di wilayah Tidore yang berada di Pulau halmahera
Pengembangan pelabuhan
Pengembangan perkebunan dan perikanan
Mengembangkan potensi urban farming pada wilayah P. Tidore dan mengembangkan perkebunan rempah – rempah pada wilayah P. Halmahera
Meningkatkan hubungan dengan bandara di P. Ternate untuk mendukung pergerakan barang dan jasa
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi, listrik, dan telekomunikasi.
Pembentukan pusat-pusat pelayanan kegiatan di kawasan selatan Kota Tidore Kepulauan
Pengembangan transportasi laut
Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal V-6
INTERNAL
EKSTERNAL
STRENGTH
WEAKNESS
Potensi wisata bahari
Potensi wisata sejarah
Potensi wisata budaya
Kesuburan tanah
Ketersediaan lahan
Ketersediaan tenaga kerja
Ketersediaan pelabuhan
Ketersediaan sarana pendidikan
Sumber daya perikanan yang besar
Persebaran penduduk yang tidak merata
Prasarana listrik dan komunikasi yang belum memadai
Kualitas prasarana jalan yang masih rendah.
THR
EAT
Kerawanan bencana gempa bumi
Kerawanan bencana tsunami
Kerawanan bencana gunung api
Kerawanan bencana banjir
Kerawanan bencana
Curah hujan yang rendah
Lahan curam
Ancaman Erosi
Penyediaan ruang dan jalur evakuasi.
Perbaikan manajemen bencana.
Peningkatan kesadaran bencana pada mayarakat.
Pembuatan aturan ketat bagi kawasan rawan bencana.
Peningkatan kerjasama dengan
Prioritas pembangunan sarana dan prasarana yang terintegrasi dengan manajemen bencana
Peningkatan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi.
Peningkatan partsipasi masyarakat untuk mempercepat proses pembangunan.
Sumber: Hasil Analisis Studio
Bab V Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal V-7
Hasil analisis SWOT berupa strategi utama tersebut dapat digambarkan dalam bagan
berikut ini:
Gambar 5. 1 Analisis SWOT dan Strategi Utama
Sumber: Hasil Analisis Tim
Bagan tersebut menegaskan hasil analisis SWOT bahwa kekuatan yang dimiliki oleh Kota
Tidore Kepulauan berasal dari sektor bahari dengan peluang kondisi fisik lingkungan yang
masih alami dan belum dimanfaatkan secara optimum disikapi dengan menjadikan wisata
bahari (pariwisata) sebagai prime mover perekonomian. Sumber daya manusia dan
infrastruktur di Kota Tidore Kepulauan merupakan kelemahan yang kritis dengan peluang
kondisi fisik lingkungan yang masih alami dan belum dimanfaatkan secara optimum disikapi
dengan strategi pengembangan perikanan laut dan industri agro. Ancaman lingkungan yang
kritis berupa rawan bencana dan perlindungan kawasan lindung disikapi dengan strategi
pemantapan pertanian secara luas yaitu pemantapan sektor perikanan, perkebunan dan
peternakan sebagai sektor basis perekonomian. Kondisi fisik lingkungan yang masih alami
dan belum dimanfaatkan secara optimum namun berada pada area rawan bencana dan
kawasan lindung disikapi dengan strategi perlindungan daerah konservasi. Kebijakan untuk
daerah konservasi antara lain dengan melakukan tindakan konservasi pada daerah yang
dilindungi untuk tetap bertahan dalam luasan dan fungsinya serta tindakan regenerasi untuk
daerah yang rusak seperti kawasan hutan bakau. Gambaran penyelesaian permasalahan dari
hasil analisa SWOT tersebut diharapkan dapat dikembangkan menjadi konsep-konsep
pengembangan Kota Tidore Kepulauan yang diturunkan menjadi perencanaan tata ruang
kota (struktur dan pola ruang), arahan pengembangan dan indikasi program.
Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VI-1
6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan
“Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore
Kepulauan sebagai kota bahari yang nyaman, aman, produktif, dan berkelanjutan
dengan didukung oleh kegiatan pertanian-perkebunan dan pariwisata yang maju dan
mandiri serta mampu mempertahankan nilai-nilai kebudayaan dan fungsi ekologis
serta memperhatikan aspek kebencanaan”
Tujuan ini diharapkan mampu menjadi grand scenario bagi pengembangan
tata ruang wilayah secara spasial maupun sektoral. Sehingga tujuan tersebut
dapat diturunkan sebagai berikut :
1) Terjaganya kawasan dengan fungsi lindung sehingga dapat menjaga
kondisi alamiah yang terdapat di Kota Tidore Kepulauan.
2) Memanfaatkan ruang untuk pengembangan secara optimal dengan
tetap memperhatikan fungsi-fungsi ekologis.
3) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang mendukung kegiatan
pariwisata, perikanan dan kegiatan pertanian perkebunan yang
berprestasi, inovatif, mandiri dan sadar budaya
4) Mendorong kegiatan ekonomi masyarakat setempat dalam kerangka
pengembangan budidaya pertanian perkebunan, perikanan dan
pariwisata
5) Mendorong kegiatan pariwisata terutama pariwisata bahari dan
pariwisata budaya dengan pengembangan integrated tourism
development untuk seluruh potensi wisata baik bahari, agro, alam dan
budaya
Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VI-2
6) Mendorong kegiatan perikanan tangkap dan budidaya agar menjadi
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan wilayah
lainnya
7) Mendorong kegiatan pertanian perkebunan khususnya kelapa dan kakao
agar menjadi keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan
wilayah lainnya
8) Meningkatkan akses masyarakat kepada sarana-prasarana umum dan
sosial
9) Meningkatkan aksesibilitas Kota Tidore Kepulauan terhadap lingkungan
nasional dan regional
10) Mengembangkan sistem interaksi ruang antar wilayah, terutama
pengembangan jaringan transportasi menuju kawasan-kawasan kegiatan
yang potensial.
11) Menyamaratakan pembangunan terutama pada wilayah yang masih
tertinggal demi terciptanya masyarakat Tidore Kepulauan yang sejahtera
12) Terwujudnya pembangunan yang memperhatikan aspek kebencanaan
sehingga tercipta Kota Tidore Kepulauan yang tanggap bencana baik
gempa, tsunami, banjir maupun longsor.
Dengan mengacu pada pemahaman kedua penetapan di atas dan memperhatikan
potensi, masalah dan keterbatasan serta visi Kota Tidore Kepulauan adalah:
a. Visi Pengembangan
Visi pengembangan wilayah Kota Tidore Kepulauan adalah:
“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan
Berkeadaban”
b. Misi Pengembangan
Mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan kehidupan yang
damai
Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VI-3
Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis,
memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan
sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.
Mewujudkan perekonomian daerah yang tangguh dan berdaya saing
Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama
dari usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong
peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulaluan.
Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan demokratis
Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya
penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang
didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh
masyarakat.
Mewujudkan masyarakat beradapan
Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se
atorang’ sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh
destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti
semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan (fomaku
gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati
(fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang
lebih terbuka.
6.1.1 Kebijakan Penataan Ruang
Kebijakan penataan ruang wilayah terdiri atas:
a. pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan berskala regional;
b. peningkatan aksesibilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala lokal dan
regional;
c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana umum skala
lokal dan regional;
d. pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang terbuka hijau;
Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VI-4
e. pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian lingkungan
hidup;
f. perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang optimal dan efisien;
g. pengembangan kawasan strategis perspektif ekonomi; sosial budaya; serta fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup.
6.1.2 Strategi Penataan Ruang
(1) Strategi pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan berskala
regional meliputi :
a. menetapkan hierarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang;
b. mengembangkan aksesibilitas transportasi darat ke bandar udara;
c. mengembangkan pusat perdagangan dan jasa berskala regional;
d. mengembangkan kegiatan pendidikan dan pelatihan secara regional; dan
e. mengembangkan kegiatan wisata alam dan wisata budaya.
(2) Strategi peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala lokal
dan regional meliputi :
a. meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang mendorong interaksi kegiatan antar
pusat pelayanan kegiatan kota;
b. mengembangkan jalan lingkar dalam (inner ring road) dan jalan lingkar luar
(outer ring road);
c. meningkatkan pelayanan moda transportasi untuk mendukung tumbuh dan
berkembangnya pusat pelayanan kegiatan kota secara terintegrasi; dan
d. mengembangkan terminal angkutan umum regional dan terminal angkutan
umum dalam kota.
(3) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana
umum skala lokal dan regional meliputi :
a. mendistribusikan sarana lingkungan di setiap pusat kegiatan sesuai fungsi
kawasan dan hierarki pelayanan;
b. mengembangkan sistem prasarana energi;
c. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;
d. mengembangkan prasarana sumber daya air;
e. meningkatkan sistem pengelolaan persampahan;
Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VI-5
f. meningkatkan jangkauan pelayanan air bersih;
g. meningkatkan prasarana pengelolaan air limbah; dan
h. mengembangkan sistem prasarana drainase secara terpadu.
(4) Strategi pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang terbuka
hijau meliputi :
a. mengembangkan kerjasama antar wilayah perbatasan dalam mempertahankan
fungsi lindung;
b. mempertahankan dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung sesuai
dengan kondisi ekosistemnya;
c. melestarikan daerah resapan air untuk menjaga ketersediaan sumber daya air;
d. mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sempadan mata air yang dapat
mengganggu kualitas air, kondisi fisik dan mengurangi kuantitas debit air;
e. mengelola dan melestarikan sumberdaya hutan melalui kegiatan penanaman
kembali hutan yang gundul dan menjaga hutan dari pembalakan liar;
f. mengamankan benda cagar budaya dengan melindungi tempat serta ruang di
sekitar bangunan bernilai sejarah;
g. menetapkan daerah evakuasi bencana; dan
h. mewujudkan jalur evakuasi bencana secara terpadu dengan wilayah yang
berbatasan.
i. mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang ada;
j. mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi
k. meningkatan dan menyediakan ruang terbuka hijau 30% secara proporsional di
seluruh wilayah Kota.
(5) Strategi pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian
lingkungan hidup meliputi :
a. mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan agar tetap terjadi
keseimbangan perkembangan antar wilayah;
b. mengendalikan kegiatan pertanian pada kawasan yang seharusnya berfungsi
lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan;
c. mengembangkan dan memanfaatkan kawasan hutan produksi pola partisipasi
masyarakat dengan pertanian konservasi; dan
Bab VI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VI-6
d. mengendalikan perluasan pertanian pada kawasan rawan bencana dan kawasan
yang seharusnya berfungsi lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan.
(6) Strategi Perwujudan pengembangan kegiatan budidaya yang optimal dan efisien
meliputi :
a. menetapkan kawasan budidaya sesuai daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
b. mendorong pengembangan kawasan budidaya secara vertikal di kawasan
kepadatan tinggi;
c. mengembangkan wilayah tanaman holtikultura sesuai dengan potensi dan
kesesuaian lahan secara optimal; dan
d. memperhatikan keterpaduan antar kegiatan budidaya.
(7) Strategi Kebijakan penetapan kawasan strategis kota meliputi kawasan strategis
lingkungan hidup, kawasan strategis sosial budaya, kawasan strategis ekonomi, dan
kawasan strategis wisata.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-1
7.1 Penetapan Kawasan Perkotaan dan Kawasaan Pedesaan Kondisi wilayah Kota Tidore Kepulauan yang dipisahkan oleh selat menjadikan
wilayah tersebut mempunyai perbedaan karakteristik wilayah. Pulau Tidore lebih
memiliki karakteristik wilayah perkotaan sedangkan wilayah di Pulau Halmahera lebih
berkarakteristik pedesaan. Dengan konsep pengembangan struktur ruang wilayah multi
nukleus, Kota Tidore Kepulauan direncanakan mempunyai pusat-pusat aktivitas yang
terdapat di satuan wilayah masing-masing. Diharapkan terdapat perkembangan pada
Kota Tidore Kepulauan dengan berkembangnya wilayah perkotaan. Penetapan wilayah
perkotaan dan pedesaan di Kota Tidore Kepulauan dilakukan berdasarkan:
1. Kondisi wilayah eksisting
2. Kecenderungan perkembangan penduduk untuk tahun perencanaan
3. Konsep pengembangan wilayah
4. Konsep pengembangan penduduk
5. Konsep pengembangan sarana dan prasarana
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian (kegiatan pertanian, kegiatan penunjang pertanian, dan kegiatan pengolahan
produk pertanian), termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan dapat berupa satu atau
beberapa desa/kelurahan pada satu kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan
perkotaan dengan kedudukan sebagai ibukota kecamatan dan area di luar ibukota
kecamatan dimaksud adalah sebagai kawasan perdesaan.
Sehingga Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan dengan ketetapan:
Bab VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-2
1. Pulau Tidore merupakan 100% wilayah perkotaan
2. Wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian pulau Halmahera yang merupakan
wilayah perkotaan sebesar 40% dan 60% termasuk kawasan pedesaan.
Penetapan tersebut mempengaruhi pada rencana arahan pengembangan dan distribusi
penduduk.
Tabel 7. 1 Rencana Pembagian Jumlah Penduduk di Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2030
No. Kecamatan Jumlah
Penduduk
Jumlah Penduduk Perkotaan
Jumlah Penduduk
Desa
1 Tidore 30.625 30.625 0
2 Tidore Selatan 25.005 25.005 0
3 Tidore Utara 23.021 23.021 0
4 Tidore Timur 11.244 11.244 0
5 Oba 14.755 5.902 8.853
6 Oba Utara 29.480 11.792 17.688
7 Oba Selatan 7.339 2.936 4.404
8 Oba Tengah 8.892 3.557 5.335
Sumber: Hasil Analisis Studio
Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk
Kondisi demografi di Kota Tidore Kepulauan secara umum mempunyai jumlah
penduduk sebesar 91.930 jiwa pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk terbanyak di
Kecamatan Tidore sebesar 20.789 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di
Kecamatan Oba Selatan sebesar 5.009 jiwa. Pertumbuhan penduduk rata-rata Kota
Tidore Kepulauan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 sebesar 2,17%.
Pertambahan jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan lebih dikarenakan faktor alami
yaitu kelahiran. Dengan jumlah penduduk usia muda lebih banyak dari pada jumlah
penduduk usia tua, Kota Tidore Kepulauan lebih banyak mempunyai penduduk usia
produktif. Penduduk yang produktif bekerja lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
penduduk pengangguran. Pencari kerja dan pekerja lebih banyak laki-laki dibandingkan
perempuan. Namun dari kondisi perbandingan jenis kelamin, didapatkan
kecenderungan jumlah laki-laki yang semakin menurun dengan kemungkinan bahwa
penduduk laki-laki melakukan migrasi untuk mencari kerja.
Dinamika penduduk tersebut menjadi landasan perkiraan jumlah penduduk
pada tahun perencanaan. Jumlah penduduk selama tahun perencanaan terhitung April
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-3
2010 – Maret 2030 direncanakan mengalami perkembangan alami. Khusus untuk Oba
Utara yang di dalamnya terdapat Kota Sofifi direncanakan pertumbuhan penduduknya
dua kali lebih dari pertumbuhan tertinggi di Kota Tidore Kepulauan. Pertumbuhan
penduduk sebanyak dua kali lebih besar didasari perencanaan bahwa Kota Sofifi akan
menjadi ibukota provinsi dengan fenomena perpindahan penduduk yang tinggi. Tahun
2015 rencana jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan sebesar 106.926 jiwa dan tahun
2030 direncanakan jumlah penduduk bertambah menjadi 150.360 jiwa. Rencana
pertumbuhan penduduk rata-rata diperkirakan sebesar 1,99%. Perkiraan distribusi
penduduk lebih banyak tersebar di Pulau Tidore khususnya Kecamatan Tidore.
Kepadatan tertinggi diperkirakan berada di Kecamatan Tidore dan kepadatan terendah
di Kecamatan Oba Tengah. Dengan proyeksi jumlah penduduk tersebut maka perkiraan
luas lahan untuk permukiman terbanyak di Kecamatan Tidore Kepulauan. Kondisi
tersebut dapat dikatakan sebagai ketidakmerataan jumlah penduduk di Kota Tidore
Kepulauan.
Tabel 7. 2 Rencana Jumlah Penduduk Tahun 2015 dan 2030 (Jiwa)
No. Kecamatan Rencana Jumlah Penduduk
2015 2030
1 Tidore 23.516 30.625
2 Tidore Selatan 17.714 25.005
3 Tidore Utara 18.104 23.021
4 Tidore Timur 8.634 11.244
5 Oba 11.371 14.755
6 Oba Utara 14.795 29.480
7 Oba Selatan 5.656 7.339
8 Oba Tengah 7.135 8.892
Kota Tidore Kepulauan 106.926 150.360
Sumber: Hasil Analisis Studio
Ketidakmerataan jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan dikarenakan
adanya ketidakmerataan fasilitas pelayanan dan lokasi yang dipisahkan oleh laut
sedangkan jalan darat tidak dapat mengakomodasi secara maksimal. Ketidakmerataan
jumlah penduduk juga menyebabkan perbedaan terhadap perkembangan wilayah.
Sehingga dengan tujuan agar tercipta pemerataan pembangunan maka perlu adanya
arahan pengembangan dan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan.
Dengan tujuan pengembangan perencanaan yaitu menyamaratakan
pembangunan terutama di daerah tertinggal, maka strategi pengembangan penduduk
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-4
dilakukan pada upaya pemerataan distribusi penduduk. Dalam pengembangannya,
distribusi penduduk di wilayah perencanaan diarahkan untuk menempati peruntukan
kawasan permukiman. Hal ini untuk menjaga optimalisasi pemanfaatan lahan dengan
mengalokasikan distribusi penduduk pada permukiman dan menghambat pertumbuhan
permukiman pada kawasan lindung dan rawan bencana. Skenario dan arahan
pengembangan distribusi penduduk bertujuan untuk mencapai pembangunan wilayah
yang merata dan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Untuk itu, pengembangan
distribusi jumlah penduduk memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek lingkungan
dan arahan pengembangan wilayah.
Arahan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan antara lain adalah sebagai berikut:
Pusat-pusat kegiatan dan pusat kegiatan baru diarahkan mempunyai kepadatan
penduduk tinggi.
Pusat kegiatan yang telah berkembang menjadi area terbangun diupayakan
mempunyai kepadatan penduduk sedang.
Kawasan-kawasan rentan bencana geologi diupayakan memiliki kepadatan
penduduk rendah.
Secara umum, terdapat tiga tindakan yang dilakukan terkait dengan rencana
distribusi penduduk, yaitu:
Menghambat Laju Pertumbuhan Penduduk
Langkah ini dilakukan di kawasan permukiman dengan resiko bencana geologi
tinggi dan kawasan lindung, seperti di bagian pulau Tidore yang rawan bencana
gunung api. Tindakan menghambat laju distribusi penduduk di kawasan ini
antara lain dilakukan dengan pembatasan pengembangan permukiman di lokasi
tersebut dan tidak mengembangkan fasilitas pelayanan pada daerah tersebut.
Mengontrol Perkembangan Distribusi Penduduk
Definisi mengontrol distribusi penduduk di sini adalah dengan membatasi
perkembangan penduduk, khususnya terkait dengan pertumbuhan lahan
permukiman pada peruntukkan permukiman di wilayah terkait. Hal ini untuk
memastikan pertumbuhan penduduk yang ada tidak menimbulkan efek negatif
minimal bagi wilayah perencanaan. Langkah ini banyak dilakukan di bagian
perkotaan khususnya pulau Tidore. Upaya ini dilakukan pada beberapa daerah
pengembangan dengan kepadatan penduduk tinggi. Sehingga wilayah
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-5
permukiman menjadi kompak, mengumpul dan tidak menyebar di peruntukan
lahan hutan lindung.
Memacu Pertumbuhan Penduduk
Langkah memacu pertumbuhan penduduk dilakukan di kawasan dengan kriteria
jumah penduduk sedikit dan ketersediaan lahan kosong masih luas. Penerapan
langkah ini dapat dilakukan dengan upaya merangsang kawasan terkait agar
lebih sesuai bagi peruntukkan perkotaan, baik dengan rekayasa teknologi,
maupun dengan tindakan insentif dan disinsentif oleh pemerintah. Langkah ini
diterapkan pada wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian pulau Halmahera antara
lain: Kota Sofifi, pusat pengembangan kegiatan lokal di Gita-Payahe dan ibukota-
ibukota Kecamatan Loleo-Akelamo dan Lifofa.
Dalam implementasinya, pengembangan distribusi penduduk ini juga harus
disertai dengan pengembangan sarana prasarana pendukung, khususnya fasilitas
pendukung permukiman untuk memacu tumbuhnya permukiman di beberapa lokasi
yang dipacu untuk memiliki laju pertumbuhan penduduk pesat.
Gambar 7. 1 Skema Rencana Skenario Distribusi Penduduk
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-6
Perhitungan distribusi penduduk optimum disesuaikan dengan skenario
distribusi penduduk. Hasil perhitungan distribusi penduduk optimum sesuai dnegan
skenario dapat diketahui bahwa penduduk Kota Tidore Kepulauan terdistribusi ke Kota
Sofifi dan Oba Utara sebanyak 27,05%. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk hasil
rencana, maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang direncanakan di Kota
Sofifi masih dapat ditampung karena jumlah penduduk optimum tahun 2030
diperkirakan sebesar 32.323 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk rencana Pulau Tidore
melebihi jumlah penduduk optimum. Sehingga dalam perencanaan distribusi penduduk
dapat diarahkan ke wilayah Kota Tidore Kepulauan di Pulau Halmahera.
Tabel 7. 3 Distribusi Tahun 2008 dan Distribusi Penduduk - Kepadatan Optimum Tahun 2030
No. Kecamatan Distribusi Penduduk 2008 (%)
Distribusi Penduduk 2030 (%)
Kepadatan Optimum
2030 Keterangan
1 Tidore 22,61 7,64 Tinggi
28,29 – 52,55 jiwa/Ha = Kepadatan Rendah 52,56 – 75,82 jiwa/Ha = Kepadatan Sedang 75,83 – 99,19 jiwa/Ha = Kepadatan Tinggi
2 Tidore Selatan 16,41 12,23 Rendah
3 Tidore Utara 17,60 17,24 Rendah
4 Tidore Timur 8,30 3,07 Tinggi
5 Oba 10,95 10,51 Rendah
6 Oba Utara 11,67 27,05 Rendah
Oba Selatan 5,45 8,43 Rendah
8 Oba Tengah 7,00 13,82 Rendah
100,00 100,00
Sumber: Hasil Analisis Studio
Tabel 7. 4 Perbandingan Jumlah Penduduk Rencana dengan Jumlah Penduduk Optimum Th 2030
No. Kecamatan
Jumlah Penduduk Rencana
2030 (Jiwa)
Jumlah Penduduk Optimum
2030 (Jiwa)
Verifikasi
1 Tidore 30.625 9.129 Melebihi jumlah penduduk optimum
2 Tidore Selatan 25.005 14.621 Melebihi jumlah penduduk optimum
3 Tidore Utara 23.021 20.606 Melebihi jumlah penduduk optimum
4 Tidore Timur 11.244 3.671 Melebihi jumlah penduduk optimum
5 Oba 14.755 12.565 Melebihi jumlah penduduk optimum
6 Oba Utara 29.480 32.323 Belum melebihi jumlah penduduk optimum
7 Oba Selatan 7.339 10.075 Belum melebihi jumlah penduduk optimum
8 Oba Tengah 8.892 16.521 Belum melebihi jumlah penduduk optimum
Kota Tidore Kepulauan 150.360 119.511
Sumber: Hasil Analisis Studio
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-7
Untuk mencapai tujuan pemerataan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan,
maka dilakukan beberapa upaya berikut ini:
Pembatasan KDB dan ketinggian bangunan di kawasan padat perkotaan Pulau
Tidore yang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan bangunan agar menjadi
kota sehat.
Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang relatif lebih tinggi di Pulau Tidore
untuk menghambat laju permukiman di kawasan tersebut.
Menerapkan PBB yang relatif rendah pada beberapa tahun awal pembangunan
untuk memacu pertumbuhan kawasan di pusat-pusat layanan kegiatan baru dan
di kawasan yang telah ditetapkan dalam rencana penataan ruang sebagai blok
pertumbuhan maupun blok permukiman yang kondisinya masih tertinggal untuk
memacu pertumbuhan blok terkait.
Pada daerah yang ditetapkan sebagai pusat layanan kegiatan berskala
kecamatan diberikan kemudahan ijin dan administrasi sebagai pemacu
pertumbuhan di kawasan tersebut.
Pada kawasan rawan bencana, tidak diberikan ijin bagi pengembangan
permukiman yang kurang sesuai dengan standar bangunan anti gempa dan
memiliki KDB maupun KLB tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Tidak diberikan ijin pembangunan kompleks permukiman baru oleh
pengembang bagi kawasan yang perlu dihambat pertumbuhan penduduknya.
Peningkatan layanan sarana prasarana dan angkutan umum untuk mendorong
tumbuhnya wilayah pinggiran agar sesuai dengan arahan penataan ruang
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-8
Peta 7. 1 Rencana Kepadatan Penduduk Optimum
Gambar 7.1. Peta Rencana Kepadatan Penduduk Optimum
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-9
Gambar 7.2. Peta Rencana Distribusi Penduduk
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-10
7.2 Rencana Sistem Pedesaan Pengembangan sistem kegiatan pembangunan adalah arahan pembangunan
yang harus memperhatikan arahan pengembangan kawasan budidaya dan kawasan
prioritas pada wilayah Kota Tidore Kepulauan.
Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem permukiman perkotaan dan
perdesaan, maka sistem kegiatan pembangunan harus mampu mengupayakan cara-cara
keterpaduan berbagai instrumen yang ada, sehingga pengembangan sistem
permukiman dapat dilaksanakan.
Pengembangan ini meliputi antara lain :
Pengembangan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan yang
dilaksanakan secara serasi dan saling mendukung dengan memperkuat interaksi
antar dua wilayah.
Pengembangan sistem permukiman yang diarahkan untuk menunjang kegiatan
perekonomian, dan sektor-sektor produksi yang didukung oleh pola jaringan
transportasi dan jaringan prasarana wilayah lainnya.
Pengembangan pusat-pusat permukiman perdesaan yang disusun terkait
dengan pusat permukiman perkotaan yang melayaninya, sehingga secara
keseluruhan, pusat-pusat permukiman saling terkait, berjenjang dan dapat
menguatkan perkembangan kota dan desa yang serasi.
Peningkatan fasilitas pelayanan perkotaan yang sesuai dengan fungsi kota dan
hierarki kota.
Rencana pengembangan infrastruktur jaringan jalan sebagai penghubung antara
satu pusat permukiman dengan pusat permukiman lainnya
Pembangunan permukiman yang diarahkan untuk meningkatkan infrastruktur
lingkungan permukiman yang meliputi sistem drainasi, suplai air bersih,
pembuangan limbah.
Untuk rencana pengembangan kawasan perkotaan dan pedesaan Kota Tidore
Kepulauan, dapat dilihat pada Peta 7.3
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-11
Gambar 7.3. Peta Rencana Perkotaan dan Perdesaan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-12
7.3 Rencana Sistem Kota-kota Tidore Kepulauan 7.3.1 Konsep Pengembangan Pusat Pelayanan
Rencana sistem pusat pelayanan kegiatan disusun untuk mencapai efisiensi dan
efektifitas pelayanan dalam wilayah Kota Tidore Kepulauan. Rencana sistem pusat
pelayanan juga disusun untuk memudahkan pencapaian masyarakat pada pusat
pelayanan. Untuk itu, beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
rencana sistem pusat pelayanan antara lain adalah sebagai berikut:
Struktur pelayanan wilayah Kota Tidore Kepulauan disusun dengan
berjenjang berdasarkan hierarkhinya, yaitu pusat pelayanan regional (Pusat
Pusat Kegiatan Wilayah), Pelayanan Kota sebagai pusat kegiatan lingkungan
wilayah, pusat kegiatan lokal (Sub Pusat Pelayanan Kota) dan pusat
pelayanan kecamatan (Pusat Pelayanan Lingkungan)
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dikonsentrasikan sebagai pusat kegiatan
regional.
Pusat Pelayanan Kota (PKK) dikonsentrasikan di pusat kota dengan tingkat
aksesibiitas yang sangat baik guna memudahkan pencapaian pelayanan
pusat regional terhadap wilayah Kota Tidore Kepulauan dan wilayah lain
disekitarnya sebagai daerah layanan pusat pelayanan ini. Wilayah lain
disekitarnya meliputi Ternate dan Tidore.
Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub-PPK) dikonsentrasikan di lokasi dengan
tingkat aksesibiitas yang baik guna memudahkan pencapaian pelayanan
pusat ini terhadap pusat pelayanan lain dibawahnya dan mendorong
pertumbuhan kawasan setempat.
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) dengan tingkat pelayanan yang lebih
rendah disebarkan sesuai dengan kebutuhan penduduk untuk
memudahkan tingkat pencapaian masyarakat setempat terhadap pusat
pelayanan terdekat.
Terkait dengan peran dan posisi Kota Tidore Kepulauan dalam Provinsi Maluku
Utara dan keberadaan kota Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, maka terdapat
pusat pelayanan kegiatan dalam wilayah perencanaan dengan tingkat hierarki yang
berbeda. Berikut ini tabulasi hierarki pusat pelayanan dalam wilayah perencanaan:
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-13
Tabel 7. 5 Rencana Hierarki, Pusat Pelayanan dan Skala Layanannya
Hierarki Pusat Pelayanan
Kegiatan Skala Pelayanan Wilayah Fungsi
I Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Regional kelurahan Soasio,
Melayani seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten/Kota di sekitarnya yang masuk dalam satuan wilayah pengembangan yang sama, yaitu: Ternate dan Tidore
II Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Kota Kota Sofifi Melayani Kota dalam bidang pemerintahan, jasa dan perdagangan
III Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub-PPK)
Wilayah Kawasan
Soaso Akelamo Payahe Lifofa
Pusat kegiatan baru untuk melayani daerah Oba dan Oba Selatan dengan tujuan memajukan daerah selatan
IV Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
Lokal Kecamatan
Semua ibukota kecamatan (Tomagoba, Gurabati, Rum, Tosa, Sofifi, Loleo, Payahe dan Lifofa)
Melayani wilayah kecamatan dan dibawahnya untuk kegiatan pemerintahan kecamatan, perdagangan dan jasa.
Sumber : Hasil Analisis Studio
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-14
Gambar 7. 2 Skema Rencana Hierarki/Orde Sistem Kota-kota
Sumber: Hasil Analisis Tim
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-15
Peta 7. 4 Rencana Hierarki
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-16
7.3.2 Rencana Struktur Kota Tidore Kepulauan
Penetapan struktur pusat-pusat pelayanan di wilayah perencanaan dan Kota
Tidore Kepulauan secara luas didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain
sebagai berikut:
Pertimbangan Hierarki Sistem Kota-Kota.
Sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan telah melayani seluruh wilayah
Tidore Kepulauan. Antar wilayah di Kota Tidore Kepulauan juga sudah dilayani
oleh jalur transportasi darat dan laut. Permasalahan persebaran sarana
prasarana Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan adalah terdapat
perbedaan jumlah di Pulau Tidore dengan Pulau Halmahera. Sebaran sarana
prasarana di Kota Tidore Kepulauan lebih banyak di Pulau Tidore. Tujuan dari
pertimbangan potensi dan masalah sebaran sarana prasarana di Kota Tidore
Kepulauan dan distribusi penduduk adalah menenetukan hierarki sistem kota-
kota. Dengan pertimbangan hierarki sistem kota-kota sebagai acuan maka dapat
dikelompokkan pembagian wilayah.
Pertimbangan Kondisi Fisik dan Geografis Wilayah
Terkait dengan pengaruh kondisi fisik wilayah Kota Tidore Kepulauan terhadap
bentukan struktur ruang yang ada serta distribusi layanan sarana prasarana,
maka pengembangan struktur ruang maupun pembentukan BWK (Bagian
Wilayah Kota), juga harus memperhatikan aspek ini. Beberapa natural constrain,
seperti laut dan perbukitan, serta artificial constrain, seperti bangunan dan
infrastruktur perlu diperhatikan. Hal ini untuk memastikan bahwa adanya
kondisi fisik tersebut tidak menghambat aksesibilitas pusat pelayanan satu
menuju pusat pelayanan lainnya, maupun dari pusat pelayanan menuju
masyarakat.
Pertimbangan Fungsional dan Kesamaan Karakteristik Wilayah(Homogenitas
Wilayah)
Satuan wilayah pengembangan juga didasarkan atas kesamaan fungsi dan
karakter yang ada pada masing-masing wilayah desa dan aspek homogenitas
kesesuaian pemanfaatan ruang dan kemungkinan pengembangan, terutama
berkaitan denga rencana pengembangan pemanfaatan lahan.
Ganti yang baru
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-17
Pertimbangan Lokasi Optimum Masa Depan dan Arahan Pengembangan
Wilayah
Penentuan lokasi optimum pada dasarnya mengacu pada konsep jarak dan
waktu tempuh terhadap pusat pelayanan sebagai variabel tingkat pencapaian
masyarakat. Dengan memperhatikan lokasi optimum dalam penetapan struktur
ruang, diharapkan tingkat pelayanan yang diberikan pada penduduk wilayah
Kota Tidore Kepulauan merata dalam suatu optimum-areal. Beberapa prinsip
yang diacu dalam penentuan lokasi optimum ini antara lain adalah:
o Agregat Distance Minimization: jarak total yang ditempuh oleh
masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan
kegiatan harus minimum
o Average Distance Minimization: jarak rata-rata yang ditempuh oleh
masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan
kegiatan harus minimum
o Minimization Distance Criterion: jarak terjauh yang ditempuh oleh
masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan
kegiatan harus minimum
o Equal Asignment Criterion: jumlah penduduk yang berada di sekitar
pusat pelayanan harus sama sehingga beban masing-masing pusat
pelayanan sama.
o Tracehold Constrain Criterion: jumlah penduduk di sekitar pusat
pelayanan lebih besar dari jumlah minimal yang dibutuhkan untuk
mendukung satu pusat pelayanan.
o Capacity Constrain Criterion: jumlah penduduk di sekitar pusat
pelayanan tidak melebihi nilai kapasitas maksimal pusat pelayanan.
o Accecibility Criterion: merupakan kriteria aksesibilitas yang diukur
melalui jarak antara supply center dan demand point.
Dengan mengacu pada beberapa pertimbangan yang telah dikemukakan, maka rencana
pengembangan struktur ruang di Kota Tidore Kepulauan antara lain dapat tergambar
melalui skema berikut:
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-18
Pusat Pelayanan Kota (PPK)
Pulau Tidore direncanakan sebagai pusat kegiatan wilayah dengan cakupan
wilayah pelayanan regional meliputi Kota Tidore Kepulauan, Ternate dan daerah
lainnya yang lebih dekat dengan Kota Tidore Kepulauan. Pulau Tidore sebagai
PKW karena merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi
sebagai: 1) simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN; 2) Pusat
kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota; 3) Simpul transportasi yang melayani skala provisni atau
beberapa kabupaten/kota. Satu pulau Tidore merupakan satu PKW karena
kesamaan kondisi alam, terhubung dengan baik dalam jaringan transportasi
darat dan lebih bersifat urban dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap adalah salah satu pertimbangan bahwa
pulau Tidore sebagai pusat kegiatan wilayah yang melayani wilayah sendiri
maupun wilayah di luar Kota Tidore kepulauan. Pusat kegiatan wilayah ini lebih
berfungsi pada ketersediaan fasilitas pemerintahan kota, pusat perdagangan,
pusat pengembangan pendidikan, pusat wisata budaya dan sejarah, perantara
jalur perhubungan laut.
Pusat Pelayanan Kota (PPK)
Pusat kegiatan lingkungan wilayah terletak di Kota Sofifi dengan pusat kawasan
di Sofifi. Pusat kegiatan lingkungan wilayah ini direncanakan mempunyai fungsi
layanan kota regional karena status Kota Sofifi yang telah direncanakan sebagai
ibukota Provinsi Maluku Utara. Sofifi mempunyai lokasi yang strategis karena
dilewati oleh jalur trans Halmahera dan mempunyai pelabuhan yang
menghubungkan dengan wilayah sekitar seperti Tidore dan Ternate. Sofifi
mempunyai fungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi, pusat perkantoran
regional provinsi, pusat pengembangan pendidikan tinggi, pusat perdagangan
dan jasa regional dan permukiman perkotaan. Pada masanya, dengan
perencanaan sebagai ibukota provinsi Kota Sofifi akan menjadi kota yang padat
sehingga Kota Sofifi termasuk hierarki I bersama dengan Pulau Tidore.
Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub - PPK)
Sub Pusat kegiatan lokal di Kota Tidore Kepulauan terletak di Gita-Payahe yang
direncanakan sebagai pusat kegiatan baru untuk layanan kecamatan dan
kecamatan lainnya. Kondisi fisik Payahe sebagai ibukota Kecamatan Oba telah
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-19
berkembang menjadi permukiman lebih padat dibandingkan dengan kecamatan
Oba Selatan. Payahe mempunyai wilayah yang strategis dengan adanya dataran
yang landai dan dilewati oleh jalur trans Halmahera yang menghubungkan
antara Kota Tidore Kepulauan dengan Weda dan daerah Halmahera Selatan.
Sedangkan Gita telah berkembang sebagai pelabuhan lokal yang direncanakan
akan ditingkatkan menjadi pelabuhan yang dapat melayani Kota Tidore
Kepulauan dan wilayah di luar Kota Tidore Kepulauan. Sehingga, Kota Gita-
Payahe berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa kawasan Kota Tidore
Kepulauan bagian selatan, pengembangan perkebunan, industri agro dan
permukiman transmigrasi.
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
Dalam pengembangan struktur ruang Kota Tidore Kepulauan, semua ibukota
kecamatan (IKK) di Kota Tidore Kepulauan dikembangkan sebagai pusat layanan
kegiatan kecamatan. Pusat pelayanan ini berfungsi untuk melayani kebutuhan
kegiatan penduduk di wilayah kecamatan Kota Tidore Kepulauan. Pusat layanan
kegiatan kecamatan antara lain Tomagoba, Gurabati, Rum, Tosa, Sofifi, Loleo-
Akelamo, Gita-Payahe dan Lifofa. Fungsi pusat layanan kegiatan kecamatan
yaitu sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan kecamatan baik
pendidikan, kesehatan dan layanan umum, pusat perdagangan kecamatan.
Pemerataan fasilitas di kecamatan juga diturunkan sampai kepada desa agar
pelayanan dapat merata di semua wilayah.
Sehingga rencana pembagian struktur ruang Kota Tidore Kepulauan secara
skematik dapat dilihat dibawah ini
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-20
Peta 7. 5 Rencana Struktur Ruang
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-21
7.4 Rencana Kebutuhan Sarana Hunian Ketersediaan perumahan di Kota Tidore Kepulauan pada dasarnya masih
bersifat seperti daerah pedesaan (rural) di Indonesia dengan pemenuhan kebutuhan
perumahan yang diusahakan sendiri oleh masyarakat. Ketersediaan sarana hunian yang
disediakan pemerintah tergolong masih sedikit. Proyeksi jumlah kebutuhan rumah untuk
tahun 2030 di Kota Tidore Kepulauan sebanyak 26.840 unit rumah. Luas lahan untuk
permukiman pada tahun 2030 diperkirakan membutuhkan 3,16 Km2. Dengan total luas
wilayah Kota Tidore Kepulauan sebesar 9.116,36 Km2, maka luas lahan untuk
permukiman tersebut masih mencukupi. Hal yang perlu diperhatikan adalah Kota Tidore
Kepulauan memiliki kerawanan bencana yang kompleks dari bencana gunung berapi,
longsor, banjir, tsunami dan gempa bumi. Selain itu wilayah Kota Tidore Kepulauan
mempunyai area lindung dan daerah bergunung-gunung yang luas.
Tabel 7. 6 Proyeksi Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Lahan (Km2)
No. Kecamatan Jumlah Kebutuhan Rumah (Unit) Jumlah Luas Lahan (Km
2)
Perkotaan Pedesaan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah
1 Tidore 6.125 0 6.125 2,94 0,00 2,94
2 Tidore Selatan 5.001 0 5.001 2,40 0,00 2,40
3 Tidore Utara 4.604 0 4.604 2,21 0,00 2,21
4 Tidore Timur 2.249 0 2.249 1,08 0,00 1,08
5 Oba 1.180 1.771 2.951 0,57 0,85 1,42
6 Oba Utara 2.358 3.538 5.896 1,13 1,70 2,83
7 Oba Selatan 587 881 1.468 0,28 0,42 0,70
8 Oba Tengah 711 1.067 1.778 0,34 0,51 0,85
Kota Tidore Kepulauan 22.816 7.256 30.072 10,95 3,48 14,43
Sumber: Hasil Analisis Studio
Gambar 7. 3 Sarana Hunian yang Ketersediaannya Dipenuhi Oleh Masyarakat Sendiri
Sumber: Hasil Survey
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-22
Melihat tingginya kebutuhan akan rumah di wilayah perencanaan, maka
penyediaan perumahan lebih mempertimbangkan beberapa hal antara lain:
1. Jumlah dan kepadatan penduduk
2. Tingkat kemampuan ekonomi penduduk
3. Pola budaya penduduk setempat dengan melihat kecenderungan
perkembangan kawasan permukiman
4. Kondisi fisik dasar wilayah antara lain kondisi topografi dan geografi, kondisi
iklim, pertimbangan gangguan bencana alam, kondisi vegetasi
5. Peraturan setempat, seperti rencana tata ruang yang meliputi GSB, KDB, KLB,
dan sejenisnya, atau peraturan bangunan secara spesifik, seperti aturan khusus
arsitektur, keselamatan dan bahan bangunan
Ketentuan berdasarkan standar nasional Indonesia, fisik lingkungan perumahan
mempunyai ketentuan sebagai berikut:
1. Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan
rekayasa/ penyelesaian teknis.
2. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan:
a. Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar
landai dengan kemiringan 0-8%
b. Diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%
Agar kebutuhan akan rumah tidak mempengaruhi produksi pertanian-
perkebunan di Kota Tidore Kepulauan, maka rencana untuk penyediaan perumahan di
Kota Tidore Kepulauan antara lain:
1. Perumahan hanya diperbolehkan di daerah terbangun (built-up area) dan
daerah bebas bencana.
2. Rumah yang disediakan berupa rumah tinggal dengan tipe rumah sederhana
dengan luas kavling sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah.
3. Pengendalian penyelenggaraan pembangunan gedung dengan penerbitan IMB
(Ijin Mendirikan Bangunan), Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
dan Perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Persetujuan Rencana
Teknis Pembongkaran Bangunan Gedung.
4. Melakukan peningkatan dan sinkronisasi perijinan oleh pemerintah daerah.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-23
5. Rencana penyediaan perumahan di Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan
Oba Selatan, sebagian pemenuhan kebutuhan masih diserahkan pada
masyarakat setempat namun sesuai dengan ketentuan IMB.
Untuk estetika, kelestarian fungsi lahan, dan ketahanan gempa, maka rencana
penyediaan perumahan (rumah) dibatasi pada:
1. Dalam satu kompleks perumahan terdapat taman lingkungan perumahan.
2. Koefisien lantai dasar maksimal sebesar 60% dari luas lahan yang tersedia. Hal
ini berlaku untuk semua lokasi.
3. Tinggi bangunan perumahan dua lantai, diperbolehkan untuk tiga lantai.
4. Bangunan rumah menggunakan desain hemat energi dan tahan terhadap gempa
(Surat Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor: 111/KPTS/CK/1993)
Gambar 7. 4 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa
Sumber: RTRW Provinsi Maluku Utara
5. Berjarak 5 meter dari badan jalan (ruang manfaat jalan)
6. Dalam mendirikan bangunan rumah meliputi: rumah berlandaskan pada tanah
dan pondasi batuan yang kokoh, bangunan rumah memiliki serambi dan trotoar
rumah, terdapat sumber air bersih (baik sumur bor maupun sambungan pipa air
bersih kota), terdapat penampungan air hujan dan limbah rumah tangga (SNI
03-1728-1989).
7. 40% luas lahan dalam satu rumah digunakan untuk area terbuka hijau dan
sumur resapan.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-24
Gambar 7. 5 Skema Area Sumur Resapan di Lingkungan Rumah
7.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Umum
7.5.1 Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan
Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan yang
akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan ruang
belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh karena itu dalam merencanakan sarana
pendidikan harus memperhatikan :
1. Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan
2. Optimasi daya tampung dengan satu shift;
3. Effisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara terpadu;
4. Pemakaian sarana dan prasarana pendukung;
5. Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan
berbagai jenis sarana lingkungan lainnya.
Adapun penggolongan jenis sarana pendidikan dan pembelajaran ini meliputi:
1. Taman kanak-kanak (TK), yang merupakan penyelenggaraan kegiatan belajar
dan mengajar pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan pada
kegiatan bermain, yaitu 75%, selebihnya bersifat pengenalan
2. Sekolah dasar (SD), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang
menyelenggarakan program enam tahun
3. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), yang merupakan bentuk satuan
pendidikan dasar yang menyelenggarakan proram tiga tahun sesudah sekolah
dasar (SD)
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-25
4. Sekolah menengah umum (SMU), yang merupakan satuan pendidikan yang
menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan perluasan
pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang pendidikan tinggi
5. Sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan ataupun
perpustakaan umum lingkungan, yang dibutuhkan di suatu lingkungan
perumahan sebagai sarana untuk meningkatkan minat membaca, menambah
ilmu pengetahuan, rekreasi serta sarana penunjang pendidikan.
Sarana pendidikan di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari jenjang pendidikan TK,
SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi. Berdasarkan perbandingan jumlah sarana
pendidikan eksisting dan hasil proyeksi untuk tahun 2030, maka dapat diketahui bahwa
sarana pendidikan TK di Kota Tidore Kepulauan masih kurang untuk mencukupi
kebutuhan pendidikan taman kanak-kanak. Sarana pendidikan TK saat ini dirasa perlu
karena sebagai pendidikan pengantar sebelum pendidikan dasar. Pada jenjang
pendidikan ini telah diajarkan pengenalan huruf dan menulis sehingga dapat merintis
pengurangan buta huruf.
Tabel 7. 7 Jumlah Sarana Pendidikan TK Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030
No Kecamatan Standar
Jumlah Fasilitas TK (Unit)
Kebutuhan Luas (m2)
Kondisi Eksisting
2030
1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 1.250 jiwa. Luas lahan minimal 500 m
2.
12 24 kurang 12.250
2 Tidore Selatan 4 20 kurang 10.002
3 Tidore Utara 9 18 kurang 9.208
4 Tidore Timur 5 9 kurang 4.498
5 Oba 10 12 kurang 5.902
6 Oba Utara 16 24 kurang 11.792
7 Oba Selatan 2 6 kurang 2.936
8 Oba Tengah
7 kurang 3.557
Kota Tidore Kepulauan 54 120 kurang 60.144
Sumber: Hasil Analisis Studio
Kebutuhan sarana pendidikan tingkat dasar (SD) di Kota Tidore Kepulauan pada
tahun 2030 masih belum mencukupi. Terutama untuk wilayah Kecamatan Tidore dan
Tidore Selatan.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-26
Tabel 7. 8 Jumlah Sarana Pendidikan SD Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030
No Kecamatan Standar
Jumlah Fasilitas SD (Unit)
Kebutuhan Luas (m2)
Kondisi Eksisting
2030
1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 1.600 jiwa. Luas lahan minimal 2.000 m2.
15 19 kurang 38,281
2 Tidore Selatan 11 16 kurang 31,256
3 Tidore Utara 15 14 lebih 28,776
4 Tidore Timur 7 7 cukup 14,055
5 Oba 14 9 lebih 18,444
6 Oba Utara 18 18 cukup 36,850
7 Oba Selatan 7 5 lebih 9,174
8 Oba Tengah 12 6 lebih 11,115
Kota Tidore Kepulauan 99 94 lebih 187,951
Sumber: Hasil Analisis Studio
Kebutuhan sarana pendidikan tingkat dasar (SD) di Kota Tidore Kepulauan pada
tahun 2030 masih belum mencukupi. Terutama untuk wilayah Kecamatan Tidore, Tidore
Selatan dan Tidore Timur.
Tabel 7. 9 Jumlah Sarana Pendidikan SMP Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030
No Kecamatan Standar
Jumlah Fasilitas SMP (Unit)
Kebutuhan Luas (m2)
Kondisi Eksisting
2030
1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 4.800 jiwa. Luas lahan minimal 9.000 m2.
3 6 kurang 57,421
2 Tidore Selatan 2 5 kurang 46,884
3 Tidore Utara 5 5 cukup 43,164
4 Tidore Timur 1 2 kurang 21,083
5 Oba 7 3 lebih 27,665
6 Oba Utara 6 6 cukup 55,275
7 Oba Selatan 2 2 cukup 13,761
8 Oba Tengah 3 2 lebih 16,672
Kota Tidore Kepulauan 29 31 lebih 281,926
Sumber: Hasil Analisis Studio
Berdasarkan proyeksi penduduk untuk tahun tahun perencanaan 2030, maka
diperkirakan jumlah fasilitas pendidikan SMA saat ini kurang mencukupi kebutuhan.
Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, Tidore Utara dan Oba Selatan masih membutuhkan
fasilitas pendidikan pada tahun perencanaan.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-27
Tabel 7. 10 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan SMA Eksisting dan Tahun 2030
No Kecamatan Standar
Jumlah Fasilitas SMA (Unit)
Kebutuhan Luas (m2)
Kondisi Eksisting
2030
1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 4.800 jiwa. Luas lahan minimal 12.500 m2.
5 6 kurang 79.752
2 Tidore Selatan 2 5 kurang 65.117
3 Tidore Utara 2 5 kurang 59.950
4 Tidore Timur 2 2 cukup 29.282
5 Oba 3 3 cukup 38.424
6 Oba Utara 6 6 cukup 76.771
7 Oba Selatan
2 kurang 19.113
8 Oba Tengah 2 2 cukup 23.155
Kota Tidore Kepulauan 22 31 lebih 391.564
Sumber: Hasil Analisis Studio
Fasilitas pendidikan lainnya adalah ketersediaan taman bacaan. Keberadaan
fasilitas taman bacaan ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat
pada sumber informasi khususnya buku. Diperkirakan jumlah fasilitas taman bacaan
yang dibutuhkan pada tahun 2030 sebanyak 60 unit. Fasilitas pendidikan tingkat tinggi
atau perguruan tinggi telah tersedia di Kecamatan Tidore sebanyak 3 unit yaitu: STMIK,
PG SD, dan Universitas Nuku.
Tabel 7. 11 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan Taman Bacaan Tahun 2030
No Kecamatan Standar
Jumlah Fasilitas Taman
Bacaan th 2030
Luas (m2)
1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 2.500 jiwa. Luas lahan minimal 150 m2.
12 1,837
2 Tidore Selatan 10 1,500
3 Tidore Utara 9 1,381
4 Tidore Timur 4 675
5 Oba 6 885
6 Oba Utara 12 1,769
7 Oba Selatan 3 440
8 Oba Tengah 4 533
Kota Tidore Kepulauan 60 9,022
Sumber: Hasil Analisis Studio
Pengembangan sarana pendidikan di Kota Tidore Kepulauan sebagai berikut:
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-28
1. Peningkatan dan perbaikan bangunan sekolah dan perguruan tinggi yang
telah ada pada saat ini. Serta peningkatan fasilitas pembelajaran di sekolah-
sekolah menyangkut ketersediaan laboratorium dan perpusatakaan.
2. Mendirikan sekolah baru dibeberapa titik untuk daerah yang belum
terlayani di wilayah perencanaan.
3. Untuk pulau-pulau kecil di Kota Tidore Kepulauan yang terdapat
permukiman seperti pulau Mare dan pulau Maitara setidakknya terdapat 1
(satu) sarana pendidikan untuk setiap tingakatan (TK, SD, SLTP dan Taman
bacaan).
4. Menyediakan sekolah menengah kejuruan berdasarkan potensi wilayah
pengembangan. Ketersediaan fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7. 12 3 Arahan Rencana Ketersediaan Fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan
Lokasi SMK yang Dibutuhkan
Tidore dan Tidore Selatan SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Home Industri 4. Perikanan 5. Perkapalan
Tidore Utara dan Tidore Timur SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Pertanian 4. Perikanan
Oba Utara SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Industri Agro 4. Perkebunan 5. Perkapalan
Oba Tengah SMK dengan pembagian program studi: 1. Industri Agro 2. Perkebunan 3. Perkapalan 4. Pertambangan
Oba SMK dengan pembagian program studi: 1. Industri Agro 2. Pertanian 3. Perkebunan 4. Perikanan 5. Perkapalan
Oba Selatan SMK dengan pembagian program studi:
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-29
Lokasi SMK yang Dibutuhkan
1. Pertanian 2. Peternakan 3. Perkebunan 4. Perikanan
5. Mendirikan taman bacaan umum di tengah-tengah permukiman masyarakat
untuk memberikan akses ilmu pengetahuan dan informasi melalui buku.
6. KDB bangunan sebesar 60% dengan 40% digunakan untuk lapangan olah
raga, taman, dan area parkir.
Gambar 7. 6 Gambar Kegiatan Belajar-Mengajar
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-30
Peta 7. 6 Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-31
7.5.2 Rencana Pengembangan Fasilitas Kesehatan Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan
kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah
penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Dasar penyediaan ini juga akan
mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan
yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang
nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan
fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan
kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.
Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan adalah
a. Rumah sakit
b. Posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak
usia balita
c. Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada
penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada
penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan pada waktu-waktu
tertentu juga untuk vaksinasi
d. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin), yang berfungsi
melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani
anak usia sampai dengan 6 tahun
e. Puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk
dalam penyembuhan penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya
f. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit
pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan
terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah
yang lebih kecil
g. Tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan
pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha
penyembuhan tanpa perawatan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-32
h. Apotik, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan, baik
untuk penyembuhan maupun pencegahan.
Tabel 7. 13 Kondisi Eksisting Sarana Kesehatan dan Rencana Kebutuhan Tahun 2030
No. Kecamatan Jenis Sarana Jumlah Sarana (unit)
Luas Eksisting 2030
1 Tidore Rumah Sakit Umum Tipe C 1 1 86400 (*
BKIA dan Rumah Bersalin
1 3000
Tempat praktek dokter 1 6
Puskesmas 1 1 1000
Puskesmas Pembantu 2 2 600
Balai Pengobatan 2 12 3600
Apotek
1 250
2 Tidore Selatan Tempat praktek dokter 1 5
Puskesmas rawat inap 1 1 1000
Puskesmas Pembantu 3 2 600
Balai Pengobatan 2 10 3000
Apotek
1 250
3 Tidore Utara BKIA dan Rumah Bersalin
1 3000
Tempat praktek dokter
5
Puskesmas rawat inap 1 1 1000
Puskesmas Pembantu 5 2 600
Balai Pengobatan 5 9 2700
Apotek
1 250
4 Tidore Timur Tempat praktek dokter
2
Puskesmas
1 1000
Puskesmas Pembantu 3 2 600
Balai Pengobatan 3 4 1200
Apotek
1 250
5 Sofifi dan Oba Utara Rumah Sakit Umum Tipe B
1 86400 (*
BKIA dan Rumah Bersalin
1 3000
Tempat praktek dokter
6
Puskesmas rawat inap 1 1 1000
Puskesmas Pembantu 5 8 2400
Balai Pengobatan 5 8 2400
Apotek
1 250
6 Oba Tengah Tempat praktek dokter
2
Puskesmas rawat inap 1 1 1000
Puskesmas Pembantu 4 6 1800
Balai Pengobatan 5 4 1200
Apotek
1 250
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-33
No. Kecamatan Jenis Sarana Jumlah Sarana (unit)
Luas Eksisting 2030
7 Oba Rumah sakit Tipe D
1 3000
BKIA dan Rumah Bersalin
1 3000
Tempat praktek dokter
3
Puskesmas rawat inap 1 1 1000
Puskesmas Pembantu 5 8 2400
Balai Pengobatan 3 6 1800
Apotek
1 250
8 Oba Selatan Tempat praktek dokter
1
Puskesmas 1 1 1000
Puskesmas Pembantu 2 4 1200
Balai Pengobatan 4 3 900
Apotek
1 250
Sumber: Hasil Analisis Studio Keterangan: Perhitungan kebutuhan berdasarkan SNI 03 – 1733 – 2004, (* berdasarkan Buku Teknik Analisis Regional)
Status Tidore yang telah ditetapkan oleh RUTR Provinsi sebagai PKW dan status
Kota Sofifi sebagai PKLW dan ibukota Provinsi Maluku Utara membutuhkan fasilitas yang
dapat melayani secara regional. Sehingga rencana pemenuhan kebutuhan fasilitas
kesehatan di Kota Tidore Kepulauan dengan :
1. Mendirikan rumah sakit umum tipe B dengan skala layanan provinsi di Kota
Sofifi dan mendirikan rumah sakit tipe D di Payahe untuk jangkauan layanan
wilayah Tidore bagian Selatan (Oba dan Oba Selatan).
2. Peningkatan dan perbaikan bangunan fasilitas kesehatan yang telah ada untuk
skala layanan Kota Tidore Kepulauan terutama yang terletak di pusat kota.
3. Menambah fasilitas puskesmas pembantu di wilayah Tidore bagian Pulau
Halmahera untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan. Penambahan ini
mempertimbangkan lokasi yang luas dengan persebaran permukiman yang
mengelompok dibeberapa tempat.
4. Menambah fasilitas BKIA atau rumah bersalin di pusat kegiatan terutama di
Tidore (Soasio), Tidore Utara (Rum), Kota Sofifi, Oba (Payahe). Pembangunan
sarana kesehatan BKIA bertujuan untuk meningkatkan akses kesehatan bagi ibu
dan anak.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-34
5. Penambahan fasilitas kesehatan seperti praktek dokter, apotek dan lainya yang
dapat disediakan oleh masyarakat diserahkan pada masyarakat dan diarahkan
pada pusat-pusat kegiatan lainnya.
6. Di setiap satuan permukiman diharuskan terdapat pos pelayanan terpadu
(Posyandu). Dengan standar pelayanan posyandu yang melayani 1.250 jiwa,
maka di Kota Tidore Kepulauan dibutuhkan posyandu sebanyak 112 unit
posyandu. Lokasi yang dipakai untuk posyandu dapat dilakukan di balai warga
atau rumah warga.
7. Untuk pulau-pulau kecil di Kota Tidore Kepulauan yang terdapat permukiman
seperti Pulau Mare dan Pulau Maitara setidaknya terdapat 1 (satu) sarana
kesehatan untuk fasilitas posyandu untuk balita dan lansia, puskesmas
pembantu.
8. Setiap fasilitas kesehatan mempunyai kepadatan bangunan (BCR) 60% dan 40%
untuk parkir dan lahan terbuka hijau.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-35
Peta 7. 7 RENCANA PENGEMBANGAN FASILITAS KESEHATAN
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-36
7.5.3 Rencana Pengembangan Fasilitas Peribadatan Sarana peribadatan merupakan sarana kebutuhan kerohanian sehingga perlu
disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan yang
ditetapkan juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena
berbagai macam agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat penghuni yang
bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah fasilitas peribadatan yang akan
dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan perumahan dihuni selama beberapa
waktu. Pendekatan perencanaan yang diatur adalah dengan memperkirakan populasi
dan jenis agama serta kepercayaan dan kemudian merencanakan alokasi tanah dan
lokasi bangunan peribadatan sesuai dengan tuntutan planologis dan religius.
Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini dapat terkait dengan
bentukan grup bangunan / blok yang nantinya lahir sesuai konteks lingkungannya.
Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area
layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani
area tertentu.
Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan
memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara atau pola
masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Saat ini, fasilitas sarana
ibadah umat Islam sudah terpenuhi, sedangkan fasilitas umat Kristiani lebih banyak
tersedia di Kecamatan Oba dan Oba Utara.
Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan sebagai berikut:
1. Kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar
2. Kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid
3. Kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid desa
4. Kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan (mengacu pada
SNI 03-1733-2004)
Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan sebagai berikut:
1. Katolik mengikuti ketentuan paroki
2. Hindu mengikuti adat
3. Budha dan Kristen Protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hierarki
lembaga.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-37
Sehingga gambaran kebutuhan fasilitas peribadatan agama Islam pada tahun rencana
2030 adalah:
Tabel 7. 14 Rencana Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Tahun 2030
no Kecamatan Standar
Kebutuhan Fasilitas Peribadatan
Mushola Masjid Warga
Masjid Desa
1 Tidore
Penduduk penunjang Mushola = 250 Jiwa; Masjid Warga = 2500 jiwa; Masjid Desa = 30.000 jiwa
122 12 1
2 Tidore Selatan 100 10 1
3 Tidore Utara 92 9 1
4 Tidore Timur 45 4 0
5 Oba 59 6 0
6 Oba Utara 118 12 1
7 Oba Selatan 29 3 0
8 Oba Tengah 36 4 0
Kota Tidore Kepulauan 601 60 5
Sumber: Hasil Analisis Studio Keterangan: Standar berdasarkan SNI 03-1733-2004
Dalam hal pemenuhan kebutuhan sarana peribadatan, rencana pembangunannya
antara lain:
1. Pembangunan fasilitas peribadatan skala layanan Kota Sofifi yang terletak di
pusat kota.
2. Pembangunan fasilitas peribadatan skala layanan kecamatan seperti Masjid
Agung di pusat kegiatan baru Payahe dengan lokasi dapat berdekatan dengan
kantor kecamatan.
3. Penambahan sarana peribadatan diserahkan kepada kesepakatan masyarakat
dengan syarat pembangunan mengikuti IMB dan ketentuan bangunan tahan
gempa.
4. Membantu masyarakat dengan diberikannya pedoman standar pembangunan
bangunan peribadatan.
5. Dalam satu tempat peribadatan harus mempunyai 40% lapangan terbuka hijau
dan parkir.
6. Untuk sarana ibadah agama Islam dan Kristen Protestan dan Katolik, kebutuhan
ruang dihitung dengan dasar perencanaan 1,2 m²/jemaah, termasuk ruang
ibadah, ruang pelayanan dan sirkulasi pergerakan. Sedangkan tempat ibadah
agama lain disesuaikan berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat dalam
melakukan ibadah agamanya.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-38
Peta 7. 8 RENCANA PENGEMBANGAN FASILITAS PERIBADATAN
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-39
7.5.4 Rencana Pengembangan Fasilitas Pemerintahan dan
Pelayanan Umum Fasilitas perkantoran di Kota Tidore Kepulauan merupakan fasilitas pemerintah
dan pelayanan umum yang memberikan jasa pelayanan pada masyarakat. Skala
pelayanan untuk fasilitas ini dibedakan menjadi: skala wilayah Kota Tidore Kepulauan,
skala kota, skala wilayah kecamatan dan skala lingkungan desa. Pengembangan wilayah
Kota Tidore Kepulauan berdasarkan satuan wilayah pengembangan dan pembagian
pusat-pusat kegiatan mengharuskan adanya perhitungan luasan fasilitas pemerintahan
dan pelayanan umum. Perhitungan luas kawasan perkantoran yang dibutuhkan di Kota
Tidore Kepulauan adalah:
Tabel 7. 15 Rencana Jumlah Perkiraan Kebutuhan Luas Areal Perkantoran
No. Kecamatan
Luas Lahan Perkantoran per Cakupan Layanan (Ha) Jumlah
(Ha) Kecamatan Kelurahan Perkotaan
1 Tidore 0.6 2.31 8 10.91
2 Tidore Selatan 0.6 1.68
2.28
3 Tidore Utara 0.6 2.52
3.12
4 Tidore Timur 0.6 0.84
1.44
5 Oba 0.6 1.89
2.49
6 Oba Utara 0.6 1.89 16 18.49
7 Oba Selatan 0.6 1.47
2.07
8 Oba Tengah 0.6 2.52
3.12
Kota Tidore Kepulauan 4.8 15.12
43.92
Sumber: Hasil Analisis Studio
Kebutuhan lahan perkantoran pemerintahan pada lingkup kelurahan meliputi:
kantor kelurahan, Pos Kamtib, pos pemadam kebakaran, agen pelayanan pos, loket
pembayaran air bersih, loket pembayaran listrik dan lahan parkir. Kebutuhan lahan
perkantoran pemerintahan pada lingkup kecamatan meliputi: kantor kecamatan, kantor
polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, dan kantor stasiun
telekomunikasi. Kebutuhan lahan perkantoran pemerintahan pada lingkup perkotaan di
Kecamatan Tidore dan sekitarnya untuk perkantoran pelayanan setingkat kabupaten, di
Kota Sofifi digunakan untuk perkantoran pemerintahan tingkat provinsi.
Dengan perbedaan cakupan layanan, maka direncanakan bahwa luas kebutuhan
perkantoran di Kota Sofifi dua kali lebih banyak dibandingkan kebutuhan perkantoran di
Kecamatan Tidore.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-40
Rencana pengembangan sarana pemerintahan dan pelayanan umum atau perkantoran:
1. Kawasan perkantoran dialokasikan pada pusat-pusat kegiatan baik skala kota,
kecamatan dan desa dengan pertimbangan mempermudah penduduk Kota
Tidore Kepulauan dalam mengakses perkantoran pemerintahan dan pelayanan
umum. Pulau Tidore untuk pusat perkantoran skala regional dan kota,
sedangkan Kota Sofifi untuk pusat perkantoran skala provinsi.
2. Dibangunnya fasilitas layanan pemerintah dan pelayanan umum kantor
pemadam kebakaran dengan mempertimbangkan bahwa kondisi perkotaan di
Kota Tidore Kepulauan dua puluh tahun kedepan akan semakin padat.
Penyediaan kantor pemadam kebakaran bertujuan untuk mengatisipasi bencana
kebakaran dengan seiring padatnya intensitas bangunan di perkotaan.
3. Penyediaan kantor Pos dan Giro untuk peningkatan pelayanan jasa komunikasi
dan pengiriman barang di setiap ibukota kecamatan dengan pusat kantor di
Kecamatan Tidore dan Kota Sofifi yang berskala layanan regional.
4. Bangunan perkantoran di Pulau Tidore mempunyai kepadatan bangunan 50%
dengan ketinggian maksimal 4 lantai.
Gambar 7. 7 Gedung Perkantoran Provinsi Maluku Utara di Sofifi
Sumber: Hasil Survey
7.5.5 Rencana Pengembangan Fasilitas Perdagangan Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah
dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah
penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait
dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks
lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar
sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-41
Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:
1. Toko/warung (skala pelayanan unit RT ≈ 250 penduduk), yang menjual barang-
barang kebutuhan sehari-hari;
2. Pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang
kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel,
fotocopy, dan sebagainya;
3. Pusat pertokoan dan/atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit desa ≈ 30.000
penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan,
buah buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang
kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa
seperti warnet, wartel dan sebagainya;
4. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000
penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang
kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-
unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan
niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.
5. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit perkotaan ≈ penduduk),
yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong,
elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi
yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya
seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.
Kondisi eksisting sarana perdagangan di Kota Tidore Kepulauan hanya sebatas
untuk cakupan wilayah lokal. Lokasi pusat perbelanjaan yang dapat diketahui antara
lain:
- Pasar daerah di Kecamatan Tidore
- Pasar lokal di dekat pelabuhan Rum
- Pasar lokal di dekat pelabuhan Goto
- Pasar lokal di Payahe
Selain lokasi perdagangan yang diketahui, kemungkinan masyarakat melakukan
kegiatan perdagangan yang dilakukan di lingkungan terkecil permukiman setempat.
Untuk menggerakkan perekonomian di Kota Tidore Kepulauan bidang pariwisata
harus dikembangkan. Sebagai basis perekonomian di Kota Tidore Kepulauan adalah
pertanian-perkebunan. Kedua bidang tersebut harus ditunjang oleh sarana perdagangan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-42
sebagai pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sehingga rencana
sarana perdagangan di wilayah perencanaan:
1. Perbaikan dan peningkatan pasar di Sofifi (dekat Goto) menjadi pasar induk yang
melayani regional. Dengan ketentuan maksimal ketinggian bangunan 4 lantai
dan KDB 50%.
2. Perbaikan dan peningkatan pelayanan pasar induk Sari Malaha yang dapat
melayani regional dan Kota Tidore Kepulauan. Dengan ketentuan masksimal
ketinggian bangunan 4 lantai dan KDB 50%.
3. Perbaikan pasar induk kecamatan dengan maksimal ketinggian bangunan 3
lantai, ketentuan KDB 50%. Desain pasar induk kecamatan didasarkan pada
pasar tradisional dengan keleluasaan interaksi antara pembeli dan penjual.
4. Pembangunan pasar pusat kerajinan di pusat-pusat kota pengembangan
pariwisata yang tersebar di Soasio, Rum, Gurabati, Sofifi dan Payahe.
5. Pengaktifan pasar ikan di Soasio untuk menunjang kegiatan perdagangan
perikanan.
6. Pembangunan toko dan warung diserahkan kepada masyarakat namun lebih
diarahkan kepada pusat kegiatan baru dan pusat-pusat kegiatan lainnya.
Gambar 7. 8 Kegiatan Perdagangan di Kota Tidore Kepulauan
Gambar 7. 9 Pasar Induk Kota Sari Malaha dan Pasar Ikan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-43
7.5.6 Rencana Pengembangan Fasilitas Perbankan Sarana perbankan adalah sarana perekonomian yang menunjang dinamika
perekonomian daerah di Kota Tidore Kepulauan. Dengan tipe masyarakat Kota Tidore
Kepulauan yang lebih bersifat masyarakat rural, kondisi perekonomian menengah ke
bawah, serta bisnis yang dijalankan, maka sebaiknya pemerintah memberikan
kemudahan sarana perbankan berbasis masyarakat dan juga menggandeng perbankan
swasta yang memberikan bunga ringan. Selain itu, rencana pengembangan fasilitas
perbankan bertujuan memberikan fasilitas penunjang dalam pengembangan industri
agro dan pariwisata.
Rencana pengembangan sarana perbankan di Kota Tidore Kepulauan:
1. Diijinkan pendirian cabang bank dengan cakupan wilayah regional di Sofifi.
Bangunan bank didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum
50% dan ketinggian bangunan maksimum 4 lantai.
2. Membuka cabang bank daerah di pusat kegiatan baru yaitu di lokasi Payahe.
Bangunan bank didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum
50% dan ketinggian bangunan maksimum 3 lantai.
3. Membuka cabang bank daerah di setiap ibukota kecamatan. Bangunan bank
didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum 50% dan
ketinggian bangunan maksimum 3 lantai.
4. Pendampingan untuk program pemerintah dalam mengentas kemiskinan daerah
perkotaan dengan adanya BKM (Badan Keuangan Masyarakat) di masyarakat.
7.5.7 Rencana Pengembangan Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan
untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung
pertemuan, gedung serba guna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Bangunan
dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana pemerintahan dan pelayanan
umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan ini dapat berintegrasi menurut
kepentingannya pada waktu-waktu yang berbeda.
Penetapan jenis atau macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu
daerah sangat tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut
faktor-faktor:
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-44
1. Tata kehidupan penduduknya.
2. Struktur sosial penduduknya.
Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi meliputi:
1. Balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW ≈ 2.500 penduduk)
2. Balai serbaguna (skala pelayanan unit Desa ≈ 30.000 penduduk)
3. Gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan ≈
120.000 penduduk)
4. Bioskop (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk)
Sarana kebudayaan dan rekreasi di Kota Tidore Kepulauan masih menggunakan
sarana pemerintahan seperti balai pertemuan di Kantor Kepala Desa. Balai pertemuan
tersebut berfungsi sebagai balai serbaguna. Sehingga rencana peningkatan sarana
kebudayaan dan rekreasi antara lain:
1. Merawat fasilitas kebudayaan dan rekreasi yang telah ada bersama dengan
masyarakat sekitar. Pelibatan partisipasi masyarakat dari berbagai elemen LSM,
komunitas setempat, swasta.
2. Membuat tambahan fasilitas rekreasi baru yang dapat diintegrasikan dengan
fasilitas eksisting.
3. Meningkatkan fasilitas disekitar tempat rekreasi seperti fasilitas persampahan,
parkir, taman, penerangan dan lainnya.
4. Memperbaiki balai pertemuan yang ada di setiap kantor masing-masing desa.
5. Dengan adanya Upacara Adat Lufu Kie, Legu Gam dan Dabus di Pulau Tidore
sebagai obyek wisata seni dan budaya, maka direncanakan dibangun gedung
serbaguna sebagai gedung kesenian dan pusat informasi kebudayaan di Pulau
Tidore.
Gambar 7. 30 Contoh Gedung Pertemuan Sebagai Gedung Kesenian dan Pusat Informasi
Kebudayaan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-45
7.5.8 Rencana Pengembangan Lokasi Pariwisata Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan
berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan
kehidupan lokal, nasional maupun global. Untuk Kota Tidore Kepulauan, fasilitas rekreasi
untuk sekarang ini masih berada satu lokasi dalam tempat wisata setempat seperti
pantai , dan lainnya. Sebagai salah satu lokasi pariwisata nasional, tempat rekreasi di
Kota Tidore Kepulauan sudah memenuhi standar nasional. Namun keberadaan fasilitas
rekreasi yang ada sekarang ini belum mampu mengangkat Kota Tidore Kepulauan secara
keseluruhan. Berdasarkan data primer, diketahui bahwa di desa-desa Kota Tidore
Kepulauan terdapat lokasi-lokasi yang mempunyai potensi sebagai lokasi wisata
alternatif selain wisata budaya.
Obyek wisata unggulan yang dijadikan sebagai integrated tourism antara lain:
1. Obyek wisata tirta, terdiri dari: Kawasan wisata Pulau Mare, Pulau Maitara dan
gugusan Pulau Woda yang dapat dijadikan sebagai kawasan wisata global skala
Provinsi Maluku Utara dengan keunikan dan daya tarik yang beragam, pantai
Rum, Cobo, Taman Cobo, Pantai Gamgau, dan Pantai Tugulufa.
2. Obyek wisata alam, terdiri dari: Kawasan wisata Gurua Marasai di Kelurahan
Guraping Kota Sofifi dan Air Terjun Luku Celeng di Desa Kalaodi, Kecamatan
Tidore.
3. Obyek wisata sejarah, terdiri dari: Kedaton Sultan, Masjid Sultan, Dermaga
Sultan, Museum Malige Sonyine, Makam Sultan Nuku, Makam Sultan
Djamaluddin, Makam Habib Umar Al’Faroek Rahmatullah dan Benteng Tahula.
Obyek wisata ini dapat dijadikan sebagai obyek wisata sejarah dan wisata ziarah.
4. Obyek wisata seni dan budaya, terdiri dari: Upacara Adat Lufu Kie dan Legu Gam
serta Dabus.
5. Obyek wisata Agro terdiri dari Kawasan Agrowisata Gurabunga dan Kalaodi
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-46
Gambar 7. 41 Obyek Wisata Bahari Kota Tidore Kepulauan
Rencana pengembangan pariwisata Kota Tidore Kepulauan:
1. Pengembangan kawasan pariwisata di Kota Tidore Kepulauan dilakukan secara
integrated dengan pengembangan dikhususkan pada obyek wisata unggulan
Kota Tidore Kepulauan
2. Membentuk Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Badan promosi pariwisata daerah Kota Tidore Kepulauan berkedudukan di
ibukota Tidore Kepulauan (Soasio). Badan tersebut merupakan badan swasta
yang berdiri sendiri dan saling melakukan koordinasi dengan Badan Promosi
Pariwisata Indonesia.
3. Mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata dengan membentuk
Gabungan Industri Pariwisata Daerah yang terdiri dari pengusaha pariwisata,
asosiasi usaha pariwisata, asosiasi profesi dan asosiasi lain yang terkait dengan
pariwisata.
Rencana pengembangan fasilitas pendukung pariwisata
1. Lokasi wisata dilengkapi dengan fasilitas penerangan, tempat sampah, taman,
parkir, wc umum.
2. Membangun dan melestarikan fasilitas camping ground, pembuatan pos-pos
pendakian untuk pengembangan wisata alam.
3. Membangun taman wisata bunga dan fasilitas taman bermain sebagai perluasan
wisata alam dan budaya di Gurabunga.
4. Pembangunan port marina pada pulau-pulau kecil sebagai pengembangan
fasilitas pada wisata bahari.
5. Banyaknya wisata bahari, maka perlu adanya pembangunan early warning
system untuk bencana tsunami dan area evakuasi.
6. Pengembangan wisata yang berorientasi pada integrated tourism maka perlu
ditunjang dengan sarana transportasi baik darat dan laut yang terpadu yang
menghubungkan ODTW di Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-47
7. Merangsang dan mengontrol berdirinya tempat penginapan yang berkualitas.
8. Perbaikan dan pembangunan museum serta menyediakan fasilitas penunjang
seperti loket, wc umum, taman, penerangan dan parkir.
Gambar 7. 52 Contoh Taman Bunga yang Dapat Dikembangkan di Gurabunga
Gambar 7. 63 Contoh Pengembangan Sarana Port Marina sebagai Penunjang Wisata Bahari
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-48
Peta 7.9 RENCANA OBYEK WISATA UNGGULAN
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-49
7.6 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Kota Tidore Kepulauan merupakan bagian dari gugusan pulau di Kepulauan
Maluku. Sarana perhubungan yang telah ada di Kota Tidore Kepulauan antara lain
perhubungan darat dan perhubungan laut. Baik perhubungan darat maupun
perhubungan laut sangat berperan penting dalam bidang ekonomi, budaya, lingkungan
hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta untuk kemakmuran rakyat. Hal tersebut
dikarenakan dengan perhubungan yang baik maka dapat meningkatkan mobilitas
penduduk antar wilayah untuk dapat mengakses suatu layanan tertentu. Selain itu,
perhubungan tersebut dapat berperan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa.
7.6.1 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat
7.6.1.1 Rencana Pengembangan jaringan jalan Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada
dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Sistem jaringan jalan di
Kota Tidore Kepulauan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder. Sistem jaringan jalan primer tersebut meliputi jaringan jalan trans Halmahera
yang melayani pergerakan antar wilayah di Provinsi Maluku Utara. Kondisi jaringan jalan
primer di Kota Tidore Kepulauan sudah dalam keadaan baik. Sistem jaringan jalan
sekunder meliputi jaringan jalan yang menghubungkan tiap pusat kegiatan di wilayah
Kota Tidore Kepulauan. Kondisi jaringan jalan sekunder di Kota Tidore Kepulauan sudah
dalam keadaan baik namun masih terdapat jaringan jalan yang perlu ditingkatkan dan
diperbaiki.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-50
Gambar 7. 74 Kondisi Jalan di Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Hasil Survey
Panjang jalan di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari :
1. Jalan provinsi sepanjang 251 km, yang terdiri dari 237 km jalan beraspal dan 14
km jalan tidak beraspal/tanah.
2. Jalan kabupaten/kota sepanjang 250.51 km, yang terdiri dari 216,23 km jalan
beraspal dan 11,2 km jalan sirtu, serta 23,08 km jalan tanah
Kondisi jalan di Kota Tidore Kepulauan bervariasi dari yang masih berbatu dan
jalan tanah yang dalam kondisi buruk sampai dengan kondisi baik. Kondisi jalan tanah
yang sudah baik mempunyai lebar dan keadaan jalan yang layak untuk digunakan.
Sedangkan jalan lainnya yang beraspal ada yang lastasir (lapis tipis aspal pasir) dan ada
yang beraspal. Sehingga rencana untuk pengembangan jaringan jalan di Kota Tidore
Kepulauan adalah:
1. Perbaikan untuk jalan dalam kondisi rusak berat menjadi kondisi baik dengan
fasilitas pelengkap antara lain drainase, trotoar, jalur hijau, penerang jalan dan
rambu-rambu lalu lintas.
2. Perbaikan jalan dari kondisi jalan sedang menjadi baik dengan fasilitas
pelengkap antara lain drainase, trotoar, jalur hijau, penerang jalan dan rambu-
rambu lalu lintas.
3. Meneruskan pembuatan jalan di Pulau Tidore yang menghubungkan lokasi-
lokasi pariwisata terutama ruas jalan:
- Gamtufkange – Gurabunga;
- Ome – Jaya;
- Mareku - Afa-afa;
- Dowora – Kalaodi.
4. Pembuatan jalan lokal sekunder baru di wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian
Pulau Halmahera dengan tujuan sebagai pengontrol perkembangan kawasan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-51
budidaya yang pada perkembangannya dapat berubah menjadi jalan kolektor
sekunder.
Gambar 7. 85 Penampang Jalan
Gambar 7. 96 Jalan Arteri Primer di Oba Utara dengan Kelengkapannya
Rencana pengembangan jaringan jalan tersebut dapat dirinci seperti di bawah
ini:
Tabel 7. 16 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaaan di Kota Tidore Kepulauan
No Kondisi Jalan Panjang Jalan (Km)
1 Baik 284.854.45
2 Sedang 57.338,12
3 Rusak 15.503,17
4 Rusak berat 53.580,71
Jumlah 411.276,44
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-52
No Jenis Perkerasan
1 Hotmix 185.648,47
2 Lapen 160.223,39
3 Sirtu 7.052,32
4 Tanah 58.352,29
Jumlah 411.276,44
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tidore Kepulauan
Klasifikasi jalan di Kota Tidore Kepulauan menurut kewenangan
Tabel 7. 17 Jalan Nasional dan Strategis Nasional terdiri dari kolektor primer
Nomor Nama Ruas
Panjang
( Km ) Klasifikasi
Urut Ruas
1 010 JL. Sofifi - Akelamo 22.465 Kolektor Primer (K1)
2 026/15/K JL. Akelamo (KM 60) - Payahe 49.862 Kolektor Primer (K1)
3 026/16/K JL. Payahe - Weda 23.487 Kolektor Primer (K1)
4 026/17/K JL. Keliling Pulau Tidore 45.875 Kolektor Primer (K1)
Tabel 7. 18 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan
Nomor
Nama Ruas Panjang
( M ) Urut Ruas
1 01 Jl.S.M.Taher 290.27
2 02 Jl. A. Malawat 1612.34
3 03 Jl. Taman Siswa 631.33
4 04 Jl.Yos Sodarso 432.19
5 05 Jl. St. Zainal Bidin Syah 3132.84
6 06 Jl. MT. Haryono 419.19
7 027 Jl. Jend. Ahmad Yani 1781.70
8 07 Jl.Goto Pantai.1 393.07
9 08 Jl. Kemakmuran 3582.29
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-53
10 09 Jl.S.Parman 609.48
11 010 Jl Kompleks Tambula 887.54
12 011 Gg. Sowohi Kie Matiti 98.08
13 012 Gg. Sowohi Sahabati 84.94
14 013 Gg. Sowohi Toduho 86.01
15 014 Jl Flamboyan 531.44
16 015 Jl.Teratai 112.74
17 016 Jl Kuburan Tuguwaji 202.32
18 017 Jl.SDN Goto 3 171.24
19 018 Jl.Bayangkara 339.72
20 019 Jl. Sultan Mansyur 2946.94
21 020 Jl.Psr.Sarimalaha 136.89
22 021 Jl Topo 2 558.77
23 022 Jl Topo 1 251.27
24 023 Jl.Seli 2 149.03
25 024 Jl. Kuburan Seli 147.32
26 025 Jl.Seli 1 59.51
27 026 Jl.Soadara-1 459.81
28 027 Jl.Soadara-2 856.16
29 028 Jl.soadara-Topo 2065.39
30 029 Jl.Gimalaha 1094.43
31 030 Jl. Gamtufkage Worskop 642.07
32 031 Jl Tambula Kuburan 212.12
33 032 Jl.Bumi Putra 363.46
34 033 Jl.Mawar 212.73
35 034 Jl.Melati 80.73
36 035 Jalan Tomagoba- Tambula 479.21
37 036 Jl.Samping Kiri Ktr Walikota 167.04
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-54
38 037 Jl. S.Nuku 735.46
39 038 Jl.Sultan Hasanudin 353.88
40 039 Jl SMU 1 201.22
41 040 Jl.Blkng Darmawanita 224.27
42 041 Jl.Cempaka 226.52
43 042 Jl.Bonsai 189.50
44 043 Jl.Tomagoba 4 311.54
45 044 Jl.Tomagoba 5 124.92
46 045 Jl.Gamtufkange Tengah 1 93.76
47 046 Jl.Gamtufkange Tengah 2 106.89
48 047 Jl. Patra Alam 351.39
49 048 Jl Soamabelo 145.96
50 049 Jl Soamafu 279.22
51 050 Jl Soayaba 133.62
52 027 Jl.Frans Kaiseipo 2176.56
53 051 Jl. Soajawa-Topo 3 801.44
54 052 Jl. Timore 2 814.88
55 053 Jl.Nusantara 2 149.35
56 054 Tanah Abang.1 460.22
57 055 Jl.Tanah Abang.5 115.29
58 056 Jl.Tanah Abang.4 116.52
59 057 Jl Tanah Abang 3 114.74
60 058 Jl.Tanah Abang.2 110.94
61 059 Jl .KPU 296.22
62 060 Jl KPU 1 105.05
63 061 Jl KPU 2 62.33
64 062 Jl KPU 3 55.67
65 063 Jl Perumahan PU.1 275.33
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-55
66 064 Jl.Tuguwaji 1 62.85
67 065 Jl.Tuguwaji 2 212.36
68 066 Jl.Stadion 286.23
69 067 Jl Perumahan PU.2 127.04
70 068 Jl.Tomagoba 1 312.55
71 069 Jl.Tomagoba 3 159.17
72 070 Jl.Tomagoba 2 117.17
73 071 Jl Open Spis 1 490.57
74 072 Jl.Gamtufkange Barat 1 545.08
75 073 Jl.Gamtufkange Barat 2 146.69
76 074 Jl.Garolaha 168.57
77 075 Jl.Tanah Abang 6 108.56
78 076 Jl.Blkng.Ktr Pertanian 2 397.32
79 077 Jl.Blkng Ktr Pertanian 1 103.64
80 078 Jl.Goto Pantai 2 156.33
81 079 Jl. Nusantara 473.06
82 080 Jl.Kalodi-Golili 1007.14
83 081 Kalaodi-Kola 1678.29
84 082 Jl.Cobodoe 3 257.44
85 083 Udin Fabanyo 426.70
86 084 Jl.Ake Mam 2 256.99
87 085 Jl.SMP.Stanawiyah Dowora 208.47
88 086 Jl.Ake Mam 4 270.27
89 087 jlan Ake Mam 3 140.21
90 088 Jl.Ake Mam 1 142.21
91 089 Jl.Talaga-Lolobi 1 504.49
92 090 Jl.Talaga-Lolobi 2 310.61
93 091 Jl. Pattimura 1442.44
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-56
94 092 Jl.Gapensi 147.38
95 093 Jl.Cobodoe.1 204.52
96 094 Jl.Goto Ling.1 208.54
97 095 Jl Kompleks PDAM 237.28
98 096 Jl.Kedondong 182.55
99 097 Jl Matoa 188.20
100 098 Jl.Lingkar KTR Walikota 870.60
101 099 Jl.Mes Perumtel 106.49
102 0100 Jl Lingar Worskop 281.23
103 0101 Jl.Open Spis 2 105.11
104 0102 Jl,Tugu 135.17
105 0103 Jl.Gamtufkange Barat 1 545.08
106 0104 Gamtufkange Timur 65.66
107 0105 Jl. Trikora 1464.40
108 0105 Jl. Trikora 3934.53
109 0106 Jl. SMP Tsanawia Seli 74.26
110 0107 Jl.Stadion Gurabati 86.49
111 0108 Jl.Dowora-Sowom 2077.85
112 0109 Jl.Cobodoe 2 385.01
113 0110 Jl.Jati-Pelbhn.Feri 452.69
114 0111 Jl.Hate Jati Kuburan 205.20
115 0112 Jalan Supera 1 489.48
116 0113 Jl.Sonyinga Salaka 744.52
117 0114 Jl Kuburan Soasio 105.99
118 0115 Jl.Lingkar Rk.1-Rk.2 110.48
119 0115 Jl.Lingkar Rk.1-Rk.2 293.72
120 0115 Jl.Lingkar Rk.I-Rk.2 239.20
121 0118 Jl.Tomalou - Gurabati 420.00
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-57
122 0116 Jl Gosale-Sarani 3 147.86
123 0119 Jl.Tuguiha 1 518.32
124 0120 Jl.Toloa-Pemantau Bulan 646.21
125 0121 Jl.Rum Balibunga-Talaga 2111.47
126 0122 Jl. Tambulah Lolobi 2071.98
127 0122 Jl. Tambulah Lolobi 1501.77
128 0122 Jl. Tambulah Lolobi 230.52
129 0123 Jl. Bkg. Rutan 254.90
130 0124 Jl. MR Uchen 202.97
131 0125 Jl. Boki Nursaefa 216.88
132 0126 Jl Gosale Sarani 1 220.00
133 0127 Jl.Pelabuhan Sultan 366.03
134 0128 Jl Talaga Lobi 3 131.72
135 0129 Talaga Lobi 4 185.44
136 0130 Jl Dowora-Kalaodi 4248.31
137 0131 Jl.Kompleks TK Manurung
1/Goto 210.31
138 0132 Jl Goto 3 140.86
139 0133 Jl Kuburan Goto 87.03
140 0134 Jl SMK Pertanian 168.06
141 0135 Jl Cobodoe RT 5 363.02
142 0136 Jl SDN Goto 3 171.24
143 0137 Jl.Tsanawia Mareku 156.22
144 0138 Jl Mareku sangadji 672.32
145 0139 Jl.Mosallah Al Iksan 71.13
146 0140 Jl Manggustang 288.90
147 0141 Jl. Samping Dispenda 177.47
148 0142 Jl.Blkg.Eks Nuku 258.27
149 0143 Jl SDN Goto 1 133.67
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-58
150 0144 Jl Salemba 2 86.51
151 0145 Jl.Salemba 3 122.44
152 0146 Jl Kompleks KODIM 311.80
153 0147 Jl Ake Mam 6 383.32
154 0148 Jl Asrama Kodim 198.23
155 0149 Jl SDN Goto 2 165.11
156 0150 Jl Salemba 1 241.60
157 0151 Jl.Soa-Cina 1 192.66
158 0152 Jl.Soarora 163.32
159 0153 Jl Gamtufkange selatan 224.65
160 0154 Jl. Marimoi 404.10
161 0155 Jl. Timore I 497.15
162 0156 Jl Supera Pantai 192.36
163 0157 Jl.Kompleks TK Manurung
2/Goto 125.38
164 0158 Jl Kompleks PDAM 237.28
165 0159 Jl Angrek 201.09
166 0127 Jl.Pelabuhan Sultan 203.99
167 0160 Jl Gosale-Sarani 2 151.09
168 0161 Jl Tuguiha-Lapangan 196.14
169 0162 Jl Dokiri Masjid 107.25
170 0164 Mareku Tengah 370.64
171 0165 Jl Ome-Kuburan 363.64
172 0166 Jl Supera 2 82.91
173 0167 Jl Lada Ake - Jaya 1318.33
174 0168 Jl Ciriliyati Gam.8- Gurabunga 4279.42
175 0169 Jl Gosale-Sarani 4 144.43
176 0122 Jl Tambula-Lolobi 475.04
177 0170 Jl Gura Gomore 241.05
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-59
178 0171 Jl.Sagu-Sagu 74.88
179 0122 Jl Tambula-Lolobi 936.61
180 0173 Jl Trans Lokal Beringin SP 2 3163.18
181 0174 Jl Hategau 2 270.95
182 0175 Jl Payahe 1 303.65
183 0176 Jl Payahe PLN 205.21
184 0177 Jl Payahe - Dehepodo 45439.94
185 0178 Jl Lokasi Trans Koli-Bale 5003.46
186 0179 Jl PorosTrans Kolibale 6626.28
187 0180 Jl SMP Aliyah Talaga Mori 2 84.49
188 0181 Jl SMP Aliyah Talaga Mori 1 75.19
189 0182 Jl Achmad Mahifa 138.15
190 0183 Jl Bale 236.13
191 0184 Jl Payahe 2 224.20
192 0185 Jl.Tadupi Pantai 501.75
193 0186 Jl Akekolano 6 74.79
194 0187 Jl Akekolano 7 34.87
195 0188 Jl SDN Akekolano 148.44
196 0189 Jl Kuburan Garojou 73.65
197 0190 Jl MTS Bukit Durian 401.24
198 027 Jl.Rum-Soasio 24318.83
199 0191 Jl Dokiri Penghubung 81.85
200 0192 Jl Folarora-Ngosi 2 642.39
201 0193 Jl Gurabunga-Ngosi 1 1271.03
202 0194 Jl Fabaharu-Jambula 461.97
203 0195 Jl Komlek Lapangan Cobodoe 116.64
204 0109 Jl Cobodoe 2 84.33
205 0204 Jl Ome-Jaya 182.13
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-60
206 0204 Ome-Jaya 4463.80
207 0205 Jl Gurabunga-Lada Ake 1318.33
208 0.27 Jl.Dowora-Rum 15432.64
209 0208 Jl Cobo Tanjung 1 125.76
210 0209 Jl.Cobo Tanjung 2 58.17
211 0210 Jl. TPA 149.42
212 0211 Jl ktr Lurah Balibunga 95.10
213 0212 Jl. Rum.Balibunga Plbhn.Ferry 1389.39
214 0213 Jl.Blkng.Rum Kahar 616.92
215 0214 Rum -Mara 326.08
216 0215 Jl.Rum-A.Kahar 1402.22
217 0216 Jl SMU Salawering 630.30
218 0217 Rum Pasar 1 266.38
219 0218 Jl Rum Pasar 2 166.66
220 0219 Jl Rum-Kahar 2 334.26
221 0220 Jl Rum-Kahar 1 121.88
222 0221 Jl Fabaharu 1 388.37
223 0222 Jl Fabaharu 2 220.10
224 0223 Jl Fabaharu 3 104.93
225 0224 Jl Komleks Lada Ake 235.48
226 0225 Jl.Ome Halaro 165.05
227 0226 Jl Ome 2 859.81
228 0228 Jl Ome 4 132.53
229 0229 Ome Tengah 84.80
230 0230 Jl.Gubukusuma-Guwaepaji 880.67
231 0231 Jl.Sirongo-Bua-bua 685.64
232 0232 Mareku-Sirongo 1625.27
233 0233 Mareku Lapangan 78.36
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-61
234 0234 Jl Sangaji JikoMalofo 956.41
235 0235 Jl Stdion Mareku 220.38
236 0236 Jl Mareku Penghubung 66.07
237 0237 Mareku 1 93.79
238 0238 Mareku Pantai 459.28
239 0239 Jl Mareku SDN 59.51
240 0240 Jl Afa-Afa-Sirongo 1614.69
241 0241 Mareku-Afa2 1266.12
242 0242 Jl Afa-Afa 3 793.76
243 0243 Jl Afa-afa 1 416.25
244 0244 Jl Afa-afa 2 73.40
245 0245 Jl Mareku PDAM 181.92
246 0246 Mareku Tanjung 398.04
247 0247 Mareku Gamsung 62.65
248 0248 Jl Ome-Gubukusuma 2008.13
249 0250 Kola-Jambula 1813.25
250 0253 Jl Ome 1 196.76
251 0254 Jl Ome 3 156.95
252 0255 Jl.Afa-afa 3 57.50
253 0.27 Jl Sultan Syaifuddin 1962.56
254 0257 Jl Tongolo-Dokiri 1215.80
255 0258 Toloa Gambati-Toloa tomaidi 1346.11
256 0259 Jl Toloa 1 122.10
257 0260 Jl.Toloa 2 144.50
258 0261 Jl Toloa 3 147.04
259 0262 Jl Toloa Lapangan Bola 374.66
260 0263 Jl Toloa 4 109.56
261 0264 Jl Toloa 6 168.74
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-62
262 0265 Jl Toloa 5 158.99
263 0266 Jl Dokiri 3 174.50
264 0267 Jl Dokiri 1 189.13
265 0268 Jl Tuguiha -Tomalou 840.83
266 0269 Jl SMK Tomalou 2 119.97
267 0270 Jl SMK Tomalou 1 145.11
268 0271 Jl Blkng Tomalou RK 3 259.29
269 0272 Jl.Tomalou Rk 3-Rk 4 588.92
270 0273 Jl Tuguiha Penghubung 68.91
271 0274 Jl.Tomalou Rk.1 Rk.2 480.87
272 0275 Jl. Gurabati RK.1-RK.4 1551.46
273 0276 Jl.Gurabati RK.2-RK.3 441.13
274 0277 Jl.Gurabati RK.2 127.97
275 0278 Gurabati Rk.2 _Masjid 141.34
276 0115 Jl.Lingkar Rk.1-Rk.2 155.19
277 0280 Jl.SDN.Gurabati 164.92
278 0281 Jl.Tongowai 3 233.54
279 0282 Jl.Tongowai.2 325.77
280 0283 Jl.Tongowai 1 339.52
281 0284 Jl. Soadara-Seli 1208.49
282 0285 Jl.Seli.4 99.11
283 0286 Jl.Blkng.Ktr.Camat.Tdre.Selatan 324.82
284 0287 Jl.Tongowai-Ktr.Camat Tidore
Sltn 1201.30
285 0115 Jl.Lingkar Rk.1 - Rk.2 85.95
286 0289 Jl.Gurabati Kuburan RK.1 113.22
287 0290 Jl Tongolo 68.90
288 0291 Jl Tuguiha 2 336.55
289 0292 Jl Tongolo-Dokiri 1215.80
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-63
290 0293 Jl Doriki 2 488.46
291 0294 Jl Dokiri 4 123.57
292 0295 Jl Tagalaya 360.49
293 010 Jl Sofifi -Akelamo 26104.83
294 0296 Jl Lola 5 194.79
295 0297 Jl Lola 1 426.70
296 0298 Jl Lola 2 538.32
297 0299 Jl Lola 4 217.37
298 0300 Jl Lola 3 208.87
299 0301 Jl SDN Tadupi 126.48
300 0302 Jl Akelamo-Beringi Jaya 3427.57
301 0303 Jl Akelamo 2 251.82
302 0304 Jl Akelamo 1 457.91
303 0305 Jl Akelamo 3 127.91
304 0306 Jl Safang-Beringin Jaya 3570.76
305 0307 Jl Paceda Quary 869.97
306 0308 Jl Paceda 1 180.75
307 0309 Jl Paceda 3 203.28
308 0310 Jl Paceda 4 131.32
309 0311 Jl Paceda 2 125.29
310 0312 Jl Masuk SDN Noramaake 255.90
311 0313 Jl Desa Nuku 1 182.85
312 0314 Jl Maidi 4 421.81
313 0315 Jl Maidi 3 68.57
314 0316 Jl Maidi 5 219.86
315 0317 Jl Maidi 2 588.12
316 0318 Jl Maidi 1 1630.10
317 0319 Jl.Poros Trans.Maidi SP 1 1269.45
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-64
318 0320 Jl Hager 1 76.29
319 0321 Jl Hager 2 124.25
320 0322 Jl Hager 3 273.82
321 0323 Jl Hategau 1 518.97
323 0325 Jl.Hategau 2 56.53
324 0326 Jl Hategau-Pelabuhan 426.70
325 0327 Jl Lifofa 1 538.32
326 0328 Jl Lifofa 2 217.37
327 0329 Jl Toe Gereja 208.87
328 0330 Jl Kususinopa 126.48
329 0331 Jl Sigela 3427.57
330 0332 Jl Yef 428.00
331 0333 Jl Poros Payahe 457.91
332 0334 Jl Durian -Kali Oba 1315.81
333 0335 Jl Tomadou-Talaga 600.00
334 0336 Jl Maitara -Pasimayou 1500.00
335 0337 Jl Maitara-Ake Bay 180.75
336 0338 Jl. Yusuf Marajabessy 203.28
337 0339 Jl. Al Bajuri 131.32
338 0340 Jl. Godake 125.29
339 0341 Jl Merdeka 255.90
340 0342 Jl Kebangsaan 182.85
341 0343 Jl Proklamasi 2727.11
342 0344 Jl. Bukulasa 421.81
343 0345 Jl SMP Sofifi 68.57
344 0346 Jl. Polsek Sofifi 219.86
345 0347 Jl. Barumadoe 588.12
346 009 Jl Kaiyasa-Pasar Sofifi 1630.10
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-65
347 0348 Jl Durian 1 8629.57
348 0349 Jl Kusu Sarani 2 76.29
349 0350 Jl Ampera 1 124.25
350 0351 Jl Ampera 2 273.82
351 0352 Jl. Kadir Mahmud 269.33
352 0353 Jl. Muhammad Maya 304.58
353 0354 Jl. Kene Suara 213.14
354 0355 Jl. Suara Tahe 70.13
355 0356 Jl. Idrus Tukang 71.24
356 0357 Jl. Zainal Abidin Syah 243.70
357 0358 Jl. Jamaluddin Adam 97.51
358 0359 Jl. Siswa 439.80
359 0360 Jl. Hasan Yunus 132.38
360 0361 Jl Akekolano 2 154.37
361 0362 Jl Akekolano 3 284.40
362 0363 Jl Akekolano 4 183.97
363 0364 Jl Akekolano 1 233.74
364 0365 Jl.Akekolano -Somahode 3927.88
365 0366 Jl Akekolano Sarani 1 485.71
366 0367 Jl Akekolano Sarani 3 109.77
367 0368 Jl Akekolano Sarani 2 215.01
368 0369 Jl Somahode Pantai 1 1627.63
369 0370 Somahode Pantai 3 389.89
370 0371 Jl Somahode PAntai 4 328.97
371 0372 Jl.Lingkar Pasar somahode 615.32
372 0373 Jl.Somahode 1 724.48
373 0374 Jl Somahode 2 97.59
374 0375 Jl Somahode 3 111.92
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-66
375 0376 Jl Somahode 4 175.72
376 0377 Jl Somahode 5 133.46
377 0378 Jl Somahode 7 330.07
378 0379 Jl.Garojou-Somahode 1150.21
379 0380 Jl Garojou 1 219.57
380 0381 Jl Garojou 2 159.97
381 0382 Jl. Muara Kali oba 1 727.98
382 0383 Jalan Perumahan Polda 338.52
383 0384 Jalan Perumahan 49.58
384 0385 Jalan Perumahan 125.04
385 0386 Jalan Perumahan 90.11
386 0387 Jl. Revolusi 1338.75
387 0388 Jl Durian 1 362.87
388 0389 Jl Durian 2 202.31
389 0390 Jl Durian 3 143.23
390 0391 Jl Muara Kali Oba 3 317.21
391 0392 Jl Muara Kali Oba 2 834.93
392 0393 Jalan Kantor Gubernur 99.77
393 0394 Jalan Kantor Gubernur 127.22
394 0395 Jalan Kantor Gubernur 122.35
395 0396 Jalan Kantor Gubernur 422.18
396 0397 Jalan Kantor Gubernur 96.98
397 0398 Jalan Kantor Gubernur 99.95
398 0399 Jalan Kantor Gubernur 192.64
399 0400 Jl Ampera Pantai 1077.79
400 0401 Jl Akekolano 4 227.23
401 0402 Jl Somahode Pantai 2 329.27
402 0403 Jl Somahode Pantai 5 241.62
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-67
403 0404 Jl Somahode 6 151.76
404 0405 Jl Kusu 3 978.78
405 0406 Jl Kusu 1 303.87
406 0407 Jl Kusu 2 134.96
407 0408 Jl Akekolano 5 141.55
408 0409 Jl.Tadupi Belakang 299.70
409 0411 Jl Gita 1 56.94
410 0413 Jl Payahe Gedung Pertemuan 101.56
411 0414 Jl.Payahe Sarani 351.82
412 0415 Jl.Payahe masjid 486.71
413 0416 Jl.SDN Payahe 374.50
414 012 Jl Payahe-Weda 10092.77
415 0417 Jl.Hijrah Kampung Baru 3624.39
416 0418 Jl Hijrah Kamp.Baru 2 237.78
417 0279 Jl Bastiong Sarani 172.69
418 0.11 Jl.Akelamo-Payahe 49227.28
419 0420 Jl Gita Sarani 194.87
420 0421 Jl Gita islam 412.90
421 0422 Jl Hijrah Kamp.Baru 1 347.70
422 0423 Jalan Toseho 3610.23
423 0424 Jl Guraping 1 402.38
424 0425 Jl Guraping 2 608.12
425 0426 Jl Guraping 3 404.19
426 0427 Jl Guraping 4 363.25
427 0428 Jl Guraping 5 259.17
428 0429 Jl Guraping 6 538.36
429 0430 Jl Guraping 7 241.92
430 0431 Jl Guraping 8 313.86
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-68
431 0432 Jl Lingkar Guraping 6091.54
432 0433 Jl. Pelabuhan Ferry Galala 225.450
433 0434 Jl Gosale-Sarani 5 116.66
434 0435 Jl Gosale-Sarani 6 118.65
435 0436 Jl Gosale-Sarani 7 120.95
436 0437 Jl Gosale-Sarani 8 121.26
437 0438 Jl Gosale-Sarani 9 238.20
438 0439 Jl SDN Topo 3 211.99
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tidore Kepulauan
7.6.1.2 Rencana Pengembangan Sarana Transportasi Darat
Rencana Sistem jaringan transportasi darat yaitu sistem jaringan jalan secara garis besar
akan meliputi beberapa rencana yaitu:
a. rencana jaringan jalan nasional;
b. rencana jaringan jalan provinsi;
c. rencana jaringan jalan kabupaten/kota;
d. sistem terminal; dan
e. pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum.
(1) Rencana Jaringan jalan nasional dengan fungsi Kolektor Primer primer dengan ruang
milik jalan 15 meter, meliputi :
a. ruas jalan Payahe-Weda;
b. ruas jalan Akelamo-Payahe;
c. ruas jalan Sp. Dodinga-Akelamo;
(2) Rencana Jaringan jalan provinsi dengan fungsi kolektor sekunder dengan ruang milik
jalan 5 meter, yaitu; ruas jalan Tidore – Tidore Selatan – Tidore Utara – Tidore Timur
– Tidore (Keliling Pulau Tidore) dan Oba – Oba Selatan.
(3) Rencana Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi kolektor sekunder dengan
ruang milik jalan 5 meter, meliputi:
a. ruas jalan Gamtufkange – Gurabunga – Jaya – Fabaharu – Ome;
b. Dowora – Kalaodi – Fabaharu – Ome;
c. Jaya – Fabaharu; dan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-69
d. Jalan dari Tuguiha (Tidore Selatan) – Tidore Utara
(4) Rencana Jaringan jalan kabupaten/kota dengan fungsi lokal sekunder, dengan ruang
milik jalan 3 meter, meliputi :
a. ruas jalan Tomadou - Talaga
b. ruas jalan Gurabati - Ibukota Kelurahan/Desa;
c. ruas jalan Tambula - Lolobi;
d. ruas jalan Talaga - Lolobi;
e. ruas jalan Dowora - Sowom;
f. ruas jalan Poros Trans Maidi SP1;
g. ruas jalan Hatagau - Pelabuhan;
h. ruas jalan Rum Balibung - Talaga;
i. ruas jalan Poros Trans Kolibale;
j. ruas jalan Gurabunga – Ngosi 1;
k. ruas jalan Folarora – Ngosi 2;
l. ruas jalan Gurabunga – Lada Ake;
m. ruas jalan Fabaharu - Jambula;
n. ruas jalan Gubukusuma – Guaepaji;
o. ruas jalan Sirongo – Buabua;
p. ruas jalan Afa Afa – Sirongo;
q. ruas jalan Gurabati – Tomalou;
r. ruas jalan Tuguiha – Tomalaou;
s. ruas jalan Akelamo – Beringin Jaya;
t. ruas jalan Garojou – Sumahode;
u. ruas jalan Kususonopa;
v. ruas jalan Maitara - Akebai;
w. ruas jalan Maitara - Pasimayou;
x. ruas jalan Akekolano- Sumahode;
y. ruas jalan Garojou - Sumahode;
z. ruas jalan Toseho;
aa. ruas jalan Safang – Beringin Jaya.
(5) Rencana peningkatan dan pembangunan Terminal penumpang meliputi:
a. peningkatan pelayanan terminal Sofifi yang berfungsi melayani angkutan antar
Kabupaten/kota dalam Provinsi Maluku Utara dengan Luas lebih kurang 4 (empat)
Ha;
b. pembangunan terminal di Gita;
c. peningkatan kwalitas terminal tipe C di Soasio;
d. Pembangunan terminal Payahe;
e. perbaikan sub terminal di Rum (Tidore Utara);
f. pembangunan sub terminal di setiap pelabuhan baik regional terutama Pelabuhan
Soasio, Pelabuhan Sofifi, sedangkan di pelabuhan lokal terutama di pelabuhan
Tomalou (Tidore Selatan), Rum (Tidore Utara), Mafututu (Tidore Timur), Loleo
(Oba Tengah), Gita (Oba), Lifofa dan Maidi (Oba Selatan), Guraping (Oba Utara).
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-70
(6) Pengembangan jaringan pelayanan angkutan penumpang meliputi;
a. pengembangan jaringan trayek angkutan jalan perintis dari Payahe – Weda dan
Payahe – Lifofa – Halmahera Selatan; dan
b. pengembangan trayek angkutan perkotaan:
c. trayek Terminal Soasio : Rum, Mafututu, Kalaodi, Gurabunga, dan Topo gunung;
dan
d. trayek Terminal Rum : Jaya, Afa-afa, dan Bua-bua
Pendekatan perencanaan desain jaringan transportasi lokal pada suatu kawasan
harus mempertimbangkan konsep perencanaan pengembangan lingkungan yang
berorientasi transit (Transit-Oriented Development – TOD). Secara umum konsep ini
menetapkan adanya desain suatu pusat lingkungan yang memiliki beragam kegiatan
sebagai sarana lingkungan yang sekaligus juga merupakan pusat kegiatan pergerakan
transit lokal baik antar moda transit yang sama maupun dengan berbagai moda transit
yang berbeda, dengan mempertimbangkan aspek jangkauan kenyamanan berjalan kaki
sebagai orientasi utamanya.
Pendekatan desain pada konsep ini tidak hanya menyangkut desain sistem
transportasi –dalam hal ini sistem transit– saja, melainkan juga akan terkait dengan
bagaimana alokasi dan penataan berbagai elemen rancangan ruang kota yang lain,
seperti peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata bangunan, ruang terbuka
dan tata hijau, sistem sirkulasi dan penghubung, dan lain sebagainya.
Beberapa prinsip umum pada konsep perencanaan lingkungan yang berorientasi
transit (TOD) ini adalah:
1. Pendekatan perencanaan berskala regional yang mengutamakan kekompakan
dengan penataan kegiatan transit,
2. Perencanaan yang menempatkan sarana lingkungan dengan peruntukan
beragam dan campuran pada area pusat lingkungan dan pusat transit ini,
3. Pembentukan lingkungan yang sangat mendukung / ‘ramah’ bagi pejalan kaki,
4. Perencanaan desain yang mempertahankan area cadangan terutama area hijau,
5. Pendekatan desain dengan mengutamakan kenyamanan kehidupan pada ruang
publik dan pusat lingkungan bersama selain pada ruang privat,
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-71
6. Pengembangan yang mampu memicu / mendorong pembangunan area sekitar
pusat transit baik berupa pembangunan penyisipan, revitalisasi maupun bentuk
penataan / perencanaan lain.
Moda transportasi di Kota Tidore Kepulauan angkutan darat di Kota Tidore
Kepulauan terdiri dari mobil carter, angkutan umum, ojek dan becak motor. Di Kota
Tidore Kepulauan terdapat 4 (empat) buah terminal. 2 (dua) diantaranya berada di Pulau
Tidore yaitu di Soasio dan Rum. 2 (dua) lainnya berada di Pulau Halmahera yaitu di Gita
dan Sofifi. Masing – masing terminal terletak berdekatan dengan pelabuhan.
Gambar 7. 107 Terminal di Soasio
Sumber: Hasil Survey
Sehingga rencana pengembangan sarana transportasi antara lain:
1. Peningkatan dan perbaikan terminal di Sofifi menjadi terminal tipe B yang
berfungsi melayani angkutan antar kota dalam Provinsi Maluku Utara. Luas
terminal tipe B sebesar 2 Ha.
2. Pembanguna terminal di Gita menjadi terminal yang berfungsi melayani
angkutan di dalam Kota Tidore Kepulauan terutama sebagai transit ke wilayah
Selatan dan sebagai transit ke dan dari Halmahera Barat.
3. Perbaikan terminal di Soasio sebagai terminal tipe C agar dapat maksimal
dalam pelayanan angkutan dalam perkotaan di Pulau Tidore.
4. Perbaikan sub terminal di Rum (Tidore Utara).
5. pembangunan sub terminal di setiap pelabuhan baik regional terutama
Pelabuhan Soasio, Pelabuhan Sofifi, sedangkan di pelabuhan lokal terutama di
pelabuhan Tomalou (Tidore Selatan), Rum (Tidore Utara), Mafututu (Tidore
Timur), Loleo (Oba Tengah), Gita (Oba), Lifofa dan Maidi (Oba Selatan),
Guraping (Oba Utara).
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-72
6. Untuk pelayanan di dalam perkotaan disediakan halte bus. Lokasi halte
ditempatkan pada titik pergantian moda lainnya seperti pelabuhan kecil dan
tempat mangkal ojek dan becak motor. Fasilitas penunjang antara lain: peta
jalur perjalanan dan tarif, tempat tunggu, tong sampah.
7. Setiap terminal tipe B dan tipe C dilengkapi dengan fasilitas pendukung antara
lain:
- Jalur pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum.
- Tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan,
termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan
umum.
- Bangunan kantor terminal, menara pengawas dan loket penjualan karcis
- Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar.
- Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat
petunjuk jurusan dan peta, tarif dan jadwal perjalanan.
- Pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau ojek dan becak motor.
8. Sub terminal minimal dilengkapi dengan fasilitas penunjang antara lain: loket
penjulan karcis, ruang tunggu, parkir dan petunjuk jurusan dan peta, taris dan
jadwal perjalanan
Gambar 7. 118 Contoh Ketersediaan Sarana Transportasi Sub Terminal dan Halte Bus
7.6.2 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Laut Keberadaan transportasi laut sangat penting bagi penunjang pergerakan
penduduk dan kegiatan di Kota Tidore Kepulauan. Pergerakan melalui jalur laut pada
kondisi saat ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pergerakan transportasi laut intensitas paling padat dilakukan antara Rum –
Ternate.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-73
2. Pergerakan transportasi laut intensitas paling padat dalam Kota Tidore
Kepulauan dilakukan antara Soasio – Sofifi.
3. Pergerakan transportasi laut intensitas sedang dalam Kota Tidore Kepulauan
dilakukan antara Soasio – Gita (Kecamatan Oba).
4. Pergerakan laut lainnya dilakukan dari setiap masing-masing pelabuhan
dengan intensitas yang sangat kecil dan dilakukan secara spontan.
Berdasarkan Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan 2009 terdapat usulan sarana
pelabuhan seperti di bawah ini:
Tabel 7. 17 Rencana Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan
No Nama Pelabuhan Pulau Klasifikasi
Profil dermaga
Tiang Pancang
Lantai
Ukuran (M)
Kedalaman Faceline Dermaga
(LWS) P L
1 Soasio Tidore P. Regional Spun File Beton 42 8 6
2 Rum Tidore P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
3 Maitara Maitara P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
4 Mare Mare P. Lokal Beton Kayu 12 4 3
5 Sofifi Halmahera P. Regional Spun File Beton 46 8 6
6 Galala Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
7 Guraping Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
8 Somadehe Halmahera P. Lokal Kayu Kayu 12 4 3
9 Maidi Halmahera P. Lokal Beton Beton 12 4 3
10 Loleo Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
11 Lola Halmahera P. Lokal Beton Kayu 22 4 3
12 Gita Halmahera P. Lokal Baja Beton 60 8 5
13 Ferry Rum Tidore P. Lokal Beton Beton - - 3
14 Ferry Dowora Tidore P. Lokal Beton Beton - - 3
15 Ferry Galala Halmahera P. Lokal Beton Beton - - 3
16 Perikanan Goto Tidore P. Lokal Beton Kayu - - 3
17 Perikanan Tomalou Tidore P. Lokal Beton Kayu - - 3
18 Guraping Halmahera P. Lokal Beton Beton - - 3
19 Cobo Tidore P. Lokal Beton Kayu - - 3
20 Kususinopa Halmahera P. Lokal Beton Beton - - 3
21 Tomalou Tidore P. Lokal Beton Beton - - 3
22 Pelabuhan Batu Bara Rum
Tidore Khusus Beton Beton - -
23 Pelabuhan Batu Bara Pasigau
Halmahera Khusus Beton Beton - -
Sumber: Profil Wilayah Kota Tidore Kepulauan, Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan Informatika Kota Tidore Kepulauan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-74
Dengan melihat pergerakan laut eksisting, keberadaan pelabuhan dan rencana
pengembangan wilayah Kota Tidore Kepulauan, maka direncanakan sistem
penyeberangan transportasi laut sebagai berikut:
Tabel 7. 18 Rencana Sistem Trayek Penyeberangan Transportasi Laut
No. Kategori Trayek Penyeberangan
Menghubungkan Intensitas Keterangan
1 Trayek Utama Rum - Ternate Besar
Sofifi - Ternate
Soasio (Goto) - Sofifi
PKW - PKW/PKLW
Soasio (Goto) - Gita
Loleo - Soasio (Goto)
2 Trayek Pengumpan
Rum - Sofifi Sedang PKW - PKL
Gita - Sofifi
PKLW - PKL
Rum - P. Maitara
Gurabati - P Mare
Maidi - Gita
Lola – Sofifi (Goto)
Rum - Gurabati
IKK - IKK
Gurabati - Loleo
Gurabati - Gita
3 Trayek Perintis Lifofa - Maidi Kecil
Lola - P. Woda
sesuai dengan permintaan
menghubung pelabuhan dengan lokasi wisata
Sumber: Hasil Analisis Studio,2009
Keterangan trayek penyeberangan dalam Kota Tidore Kepulauan antara lain:
1. Trayek utama adalah pelayanan angkutan laut yang menghubungkan antar
pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi.
2. Trayek pengumpan merupakan penunjang trayek utama, yakni:
a. menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan
distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi
dan distribusi; atau
b. menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat
akumulasi dan distribusi.
3. Trayek perintis adalah trayek penyeberangan yang menghubungkan daerah
terpencil atau daerah yang belum berkembang dengan pelabuhan yang
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-75
berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi atau pelabuhan yang bukan
berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi.
Jaringan dan trayek angkutan laut ditetapkan dengan memperhatikan:
a. pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata;
b. pengembangan daerah;
c. keterpaduan intra dan antar moda transportasi; dan
d. perwujudan kesatuan wawasan nusantara.
Ketersediaan sarana penunjang transportasi laut dapat direncanakan sebagai
berikut:
1. Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan Payahe dan
Loleo sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar wilayah.
2. Pengembangan dan peningkatan fasilitas pelabuhan Sofifi, Soasio dan Rum
sebagai pelabuhan yang melayani angkutan antar pulau (regional dan nasional)
3. Pengembangan pelabuhan Goto (Soasio) menjadi pelabuhan petikemas yang
melayani dalam Kota Tidore Kepulauan dan wilayah disekitarnya.
4. Penyediaan prasarana pergudangan untuk memenuhi perpindahan arus
barang melalui pelabuhan.
5. Pengembangan fasilitas pelabuhan yang terpisah antara penumpang dan
barang dengan dilengkapi fasilitas penunjang yang mencukupi.
6. Penyediaan pelabuhan untuk keperluan industri di Payahe.
7. pengembangan dan peningkatan pelabuhan khusus batubara yang berada di
kelurahan Rum Balibunga Kecamatan Tidore Utara dan Dusun Pasigau Desa
Aketobatu Kecamatan Oba Tengah;
Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Udara
Kota Tidore Kepulauan tidak memiliki sarana transportasi udara. Bandar udara di
Ternate merupakan satu-satunya fasilitas transportasi udara yang menghubungkan
Provinsi Maluku Utara dengan wilayah lainnya se-Nusantara. Perencanaan Sofifi sebagai
ibukota provinsi yang baru tidak harus disertai ketersediaan sarana bandar udara di
Sofifi. Penambahan trayek dan waktu pelayanan penyeberangan ke Ternate melalui Rum
dan Sofifi adalah salah satu rencana pengembangan menunjang kelancaran ketersediaan
sarana perhubungan.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-76
Peta 7. 10 Rencana Sistem Transportasi
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-77
7.7 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Utilitas
(telekomunikasi, energi, pengairan, prasarana pengelolaan
lingkungan)
7.7.1 Rencana Pengembangan Fasilitas dan Sistem Jaringan
Telekomunikasi Sarana telekomunikasi saat ini semakin dibutuhkan dalam menunjang aktivitas
penduduk baik dalam industri, perdagangan, pemerintahan, dan pendidikan.
Telekomunikasi saat ini telah berkembang dari via kabel hingga nirkabel yang dalam
penggunaannya digunakan sebagai penghubung dengan dunia maya yang dapat
digunakan sebagai fasilitas mendapatkan ilmu pengetahuan dan media promosi suatu
usaha. Kondisi fasilitas telekomunikasi saat ini di Kota Tidore Kepulauan terdapat
fasilitas layanan telepon dan layanan telepon nirkabel. Layanan tersebut dikembangkan
oleh PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Telkomsel yang saat ini telah memiliki 7 buah
tower, 19 unit warung telekomunikasi, dan 4 warung internet yang tersebar di seluruh
wilayah Kota Tidore Kepulauan. Layanan telepon dari PT. Telkom hanya terdapat di
Pulau Tidore. Untuk wilayah yang berada di Pulau Halmahera, layanan telepon sekarang
ini baru tersedia di Sofifi. Layanan nirkabel dari PT. Indosat dan PT. Telkomsel telah
mencakup hampir sebagian besar wilayah Pulau Tidore.
Gambar 7. 19 Salah Satu BTS di Kota Tidore Kepulauan
Sumber: Survey Lapangan, 2009
Dengan kondisi demikian maka rencana pengembangan fasilitas dan sistem
jaringan telekomunikasi antara lain:
1. Penambahan jaringan telepon untuk Kota Sofifi dan disepanjang jalan trans
Halmahera sehingga skala layanan dapat menjangkau Payahe dan Lifofa dan
ibukota kecamatan lainnya.
2. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-78
Peta 7. 11 Rencana Jaringan Telepon
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-79
7.7.2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan listrik Jaringan listrik dalam kebutuhan masa kini sangatlah menentukan dalam
berbagai aspek kehidupan. Listrik tidak hanya digunakan sebagai sumber penerangan
tetapi juga untuk menjalankan suatu proses produksi dalam suatu industri. Saat ini Kota
Tidore Kepulauan telah dilayani oleh listrik baik di Pulau Tidore maupun di bagian Pulau
Halmahera kecuali Kecamatan Oba Selatan yang belum terlayani. Ketersediaan listrik di
Pulau Halmahera masih belum memuaskan karena masih terjadi pemadaman bergilir.
Tabel 7. 19 Rencana Kebutuhan Listrik Tahun 2030 Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan
2030
Jumlah Penduduk
Jumlah Rumah
Kebutuhan Listrik (KVA)
Domestik Non
Domestik Jumlah
1 Tidore 30.625 6.125 5.512 551,24 6063,68
2 Tidore Selatan 25.005 5.001 4.501 450,09 4950,95
3 Tidore Utara 23.021 4.604 4.144 414,38 4558,14
4 Tidore Timur 11.244 2.249 2.024 202,40 2226,37
5 Oba 14.755 2.951 2.656 265,59 2921,45
6 Oba Utara 29.480 5.896 5.306 530,64 5837,03
7 Oba Selatan 7.339 1.468 1.321 132,11 1453,18
8 Oba Tengah 8.892 1.778 1.600 160,05 1760,54
Kota Tidore Kepulauan 150.360 30.072 27.065 2706,49 29771,37
Sumber: Hasil Analisis Studio
Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan di Kota Tidore Kepulauan
terdiri dari:
(1) Jaringan tenaga listrik di Kota Tidore Kepulauan terdiri atas:
a. PLTD Soasio di Kecamatan Tidore;
b. PLTD Payahe di Kecamatan Oba;
c. PLTD Sofifi di Kecamatan Oba Utara;
d. PLTU Rum Balibunga Kecamatan Tidore Utara; dan
e. PLTU Pasigau di Kecamatan Oba Tengah.
(2) Rencana pengembangan jaringan listrik Kota Tidore Kepulauan direncanakan
dipenuhi dari :
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-80
a. pengembangan pembangkit listrik, meliputi PLTD ranting Soasio, PLTD ranting
Payahe, dan PLTD ranting Sofifi;
b. pengembangan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi alternatif
berupa panas bumi di Akesahu;
c. percepatan penyelasian pembangunan PLTU di Rum Balibunga Kecamatan Tidore
Utara dan; dan
d. percepatan pembangunan PLTU di Dusun Pasigau Desa Aketaobatu Kecamatan
Oba Tengah.
(3) Jaringan tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antar sistem
yang menggunakan kawat saluran udara dan/atau kabel bawah tanah sesuai dengan
kebutuhan.
Daerah yang jauh dari pusat pembangkit listrik dan mempunyai potensi energi lokal
dikembangkan secara khusus dengan pengembangan pembangkit listrik yang
menggunakan energi alternatif terutama biodesel dari minyak jarak dan mikrohidro.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-81
Peta 7. 12 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN LISTRIK
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-82
7.7.3 Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang memenuhi
persyaratan untuk keperluan rumah tangga. Pusat kegiatan yang terdapat banyak
fasilitas di dalamnya juga membutuhkan layanan air bersih.
Rencana Sistem penyediaan air minum meliputi :
a. sistem perpipaan meliputi jaringan pipa berupa 2 (dua) sumur dalam perpipaan di
Kel. Gurabati Kec. Tidore selatan dan 1 (satu) sumur dalam perpipaan di Kel. Soadara
Kec. Tidore, reservoir perpipaan di kel Tomagoba kec. Tidore, perpipaan Kel
Indonesiana dan Kel Goto Kec. Tidore; dan
b. sistem non perpipaan di layani dengan mobil tangki air;
c. perluasan jaringan pelayanan di selurah kecamatan;
d. peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan
sistem air minum.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air bersih yang harus disediakan
pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
a) Kebutuhan air bersih
b) Jaringan air bersih
c) Keran umum
d) Hidran kebakaran
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi berdasarkan SNI 03-
1733-2004 adalah:
Penyediaan kebutuhan air bersih
1. Lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan
air minum atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
2. Apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan
air bersih lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah
atau sambungan halaman.
Penyediaan jaringan air bersih
1. Harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan rumah.
2. Pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass.
3. Pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan menggunakan GIP.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-83
Penyediaan kran umum
1. Satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa.
2. Radius pelayanan maksimum 100 meter.
3. Kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari.
4. Ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991 tentang
Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.
Penyediaan hidran kebakaran
1. Untuk daerah komersial jarak antara kran kebakaran 100 meter.
2. Untuk daerah perumahan jarak antara kran maksimum 200 meter.
3. Jarak dengan tepi jalan minimum 300 meter.
4. Apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat sumur-sumur
kebakaran.
5. Perencanaan hidran kebakaran mengacu pada SNI 03-1745-1989 tentang Tata
Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Rumah dan Gedung.
Kebutuhan air bersih tahun 2030
Tabel 7. 20 Kebutuhan Air Bersih Kota Tidore Kepulauan per Kecamatan Tahun 2030
No Kecamatan Kebutuhan Rata-
Rata m3/Hari
Kebutuhan Maksimum
m3/hari
Perkiraan Kebutuhan
Puncak m3/Hari
1 Tidore 8.378,91 7.286,01 13.825,20
2 Tidore Selatan 6.841,32 5.948,97 11.288,18
3 Tidore Utara 6.298,53 5.476,98 10.392,57
4 Tidore Timur 3.076,44 2.675,17 5.076,13
5 Oba 4.036,92 3.510,36 6.660,91
6 Oba Utara 8.065,72 7.013,67 13.308,44
7 Oba Selatan 2.008,04 1.746,12 3.313,26
8 Oba Tengah 2.432,75 2.115,43 4.014,03
Kota Tidore Kepulauan 41.138,61 35.772,71 67.878,71
Sumber: Hasil Analisis Studio
Rencana pengembangan air bersih di Kota Tidore Kepulauan sebagai berikut:
1. Studi kelayakan ketersediaan air bersih khususnya di Pulau Halmahera.
2. Ketersediaan jaringan perpipaan disesuaikan dengan kontur dan mengikuti
jaringan jalan baik di Pulau Tidore dan Pulau Halmahera.
3. Ketersediaan hidran kebakaran diutamakan di daerah perkotaan P. Tidore, Kota
Sofifi dan Gita-Payahe.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-84
Peta 7. 13 Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-85
7.7.4 Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan
ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan. Sarana drainase harus
disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan. Terutama pada pusat-pusat
kegiatan di lingkungan permukiman perkotaan sangat diperlukan. Lingkungan
perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan persyaratan teknis
yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata
cara perencanaan umum jaringan drainase lingkungan perumahan di perkotaan.
Bagian dari jaringan drainase adalah:
Tabel 7. 21 Bagian-Bagian dari Jaringan Drainase
Sarana Prasarana
Badan penerima air Sumber air di permukaan tanah (laut, Badan penerima air aut,
sungai, danau).
Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer).
Bangunan pelengkap Gorong-gorong
Pertemuan saluran
Bangunan terjunan
Jembatan
Street inlet
Pompa
Bangunan pelengkap
Pintu air
Sumber : Hasil Analisis Studio
Jaringan drainase di Kota Tidore Kepulauan dapat dijumpai pada jalan-jalan
besar dan di daerah perkotaan yaitu di Pulau Tidore.
Rencana pengembangan jaringan drainase antara lain:
- Ketersediaan Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan dengan mengutamakan
daerah perkotaan.
- Membangun jaringan drainase di permukiman-permukiman baru terutama di
wilayah Kota Tidore Kepulauan di Pulau Halmahera.
Rencana sistem drainase di Kota Tidoremeliputi:
a. ketersediaan Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan dengan mengutamakan
daerah perkotaan;
b. membangun jaringan drainase di permukiman-permukiman baru maupun yang lama,
terutama di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang berada di Pulau Halmahera;
c. perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase kota dengan
rehabilitasi dan pemeliharaan saluran;
d. operasionalisasi dan pemeliharaan saluran pembuangan drainase.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-86
Peta 7. 14 Rencana Jaringan Drainase
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-87
7.7.5 Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya ragam
kegiatan yang dilakukan di Kota Tidore Kepulauan maka penggunaan air bersih yang
diikuti oleh jumlah air limbah domestik yang dibuang juga akan semakin meningkat.
Sistem pengelolaan air limbah di Kota Tidore meliputi:
(1) rencana pembangunan layanan pengelolaan limbah meliputi instalasi pengolahan
limbah (IPAL) di Sofifi Kecamatan Oba Utara dan Indonesiana di Kecamatan Tidore;
(2) peningkatan layanan pengelolaan limbah tinja (IPLT) yang terletak di Kelurahan Rum
Kecamatan Tidore Utara;
(3) peningkatan layanan pengelolaan air limbah meliputi perencanaan dan pengelolaan
air limbah kawasan padat penduduk di Kelurahan Sofifi, dan Kelurahan Indonesiana;
dan
(4) sistem pengelolaan limbah B3 meliputi limbah Rumah Sakit di Kelurahan Indonesiana
Kecamatan Tidore dan Desa Garojou Kecamatan Oba Utara, dan limbah industri di
Desa Sumahode Kecamatan Oba Utara dan Desa Gita Kecamatan Oba;
(5) pembangunan instalasi pengolahan limbah dan penyimpanan sementara Bahan
Beracun Berbahaya(B3) yang dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku
Tabel 7. 22 Perkiraan Produksi Air Limbah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030
No Kecamatan Kebutuhan Air Bersih
(m3/hari)
Perkiraan Produksi Air Limbah (m
3/hari)
1 Tidore 8.378,91 6.284,18
2 Tidore Selatan 6.841,32 5.130,99
3 Tidore Utara 6.298,53 4.723,90
4 Tidore Timur 3.076,44 2.307,33
5 Oba 4.036,92 3.027,69
6 Oba Utara 8.065,72 6.049,29
7 Oba Selatan 2.008,04 1.506,03
8 Oba Tengah 2.432,75 1.824,56
Kota Tidore Kepulauan 41.138,61 30.853,97
Sumber: Hasil Analisis Studio
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-88
Peningkatan air limbah ini jika tidak dikelola akan berdampak kepada
tercemarnya lingkungan penerima, baik tanah, air tanah ataupun air permukaan.
Rencana pengelolaan air limbah dilakukan dengan pertimbangan:
- Pertumbuhan penduduk dan jumlah penduduk yang akan dilayani.
- Asumsi jumlah air limbah domestik sebesar 70% dari penggunaan air bersih.
- Sistem IPAL menggunakan jaringan perpipaan pada daerah-daerah padat
penduduk. Sistem IPAL dialirkan memanfaatkan gaya gravitasi.
- Lokasi IPAL berada pada daerah yang memiliki dampak lingkungan paling
minimal.
IPAL direncanakan di dua tempat yaitu di Kecamatan Tidore dan Kecamatan Oba
Utara. Karena menggunakan gaya gravitasi maka IPAL diarahkan berada di wilayah yang
memiliki elevasi lebih rendah dibanding daerah layanannya, yaitu pada daerah pantai.
Kriteria penentu yang diperlukan dalam perencanaan maupun pemilihan teknologi air
limbah antara lain:
1. Beban organik dalam sistem
2. Fluktuasi debit air limbah
3. Waktu detensi yang diperlukan
4. Sistem pembuangan efluen
5. Luas areal tanah
6. Kepadatan penduduk
7. Kondisi topografis
8. Kondisi sosial masyarakat pengguna
Perencanaan pembuangan air limbah di Kota Tidore Kepulauan dilakukan
dengan memperhatikan kondisi lingkungan yang ada seperti kondisi fisik tanah dan
kepadatan penghuninya, maka dalam perencanaannya memakai kaidah-kaidah sebagai
berikut :
1. Menghindari adanya pembuangan langsung air kotor ke badan air.
2. Prinsip sistem pembuangan air kotor adalah penyaluran langsung air kotor
dalam satu bangunan atau satu blok bangunan.
3. Sistem pembuangan secara terpisah yaitu dengan memisahkan jaringan air kotor
dengan air hujan.
4. Sistem pengaliran secara grafitasi mengingat kondisi topografi dengan
perbedaan tinggi muka tanah yang cukup besar.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-89
Sistem sanitasi yang dapat diterapkan pada Kota Tidore Kepulauan meliputi
Sistem Terpusat (Off Site Sanitation) yang diterapkan pada kawasan perumahan padat
perkantoran dan pusat perdagangan dan jasa. Sistem setempat (On Site Sanitation)
untuk wilayah dengan kepadatan rendah, hotel, rumah sakit, serta industri bersih.
Sistem sanitasi dengan sistem setempat dikelola oleh warga / institusi secara mandiri.
Sistem pembuangan limbah terpusat (Off Site sanitation) adalah fasilitas sanitasi
yang berada di luar persil. Pada sistem ini limbah di buang kesuatu tempat pembuangan
yang aman dengan atau tanpa pengolahan, sesuai dengan kriteria baku mutu atau
besarnya limpahan. Keuntungan penggunaan sistem terpusat adalah :
- Memberikan pelayanan lebih nyaman.
- Menampung semua limbah domestik, sehingga pencemaran air parit (air
hujan), badan-badan air permukaan dan air tanah dapat dihindarkan.
- Cocok untuk daerah perkotaan dengan kepadatan tinggi sampai menengah.
- Masa pakainya lama.
Sedangkan kendala yang dihadapi adalah :
- Biaya pembangunan tinggi.
- Memerlukan tenaga-tenaga terampil dan terdidik untk menangani operasi
dan pemeliharaan.
- Keuntungan hanya bisa dicapai jika digunakan oleh seluruh penduduk
daerah tersebut.
- Sistem yang besar memerlukan perencanaan dan pelaksanaan jangka
panjang.
Prinsip-prinsip penyaluran air limbah
Prinsip-prinsip penyaluran air limbah adalah sebagai berikut :
1. Disalurkan kedalam saluran tertutup dan harus rapat air.
2. Jalur saluran disesuaikan sedemikian rupa, sehingga sedapat mungkin
melalui daerah pelayanan (service area) sebanyak-banyaknya.
3. Aliran limbah harus mampu membawa kotoran-kotorannya (self
cleansing velocity) dan tidak boleh merusak salurannya.
4. Kedalaman aliran air limbah harus mampu dipakai berenangnya benda-
benda yang ada di dalamnya dan juga tidak boleh penuh, kecuali yang
alirannya memerlukan pemompaan.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-90
5. Sedapat mungkin aliran limbah dapat terus menerus membawa benda-
benda yang ada di dalamnya, tanpa adanya benda-benda yang berhenti
atau mengendap di dalam jalur salurannya, sehingga tidak terjadi proses
pembusukan sebelum sampai di bangunan pengolahannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan penyaluran air limbah
secara terpusat adalah sebagai berikut:
• Fluktuasi Pengaliran
Fluktuasi debit air buangan dalam saluran bervariasi dalam sehari. Pada
waktu pemakaian air bersih memuncak, debit air buangan pun memuncak.
Adapun pemilihan bentuk saluran yang akan digunakan perlu memperhatikan
kelebihan apa saja dari bentuk yang dipilih. Untuk air buangan mengingat
adanya debit maksimum dan debit minimum serta harus pula memenuhi syarat
pengaliran. Diantara bermacam-macam bentuk saluran terdapat dua macam
bentuk saluran yang sering digunakan yaitu :
- Bentuk pipa bulat lingkaran.
- Bentuk pipa bulat telur.
• Bangunan Pelengkap Penyaluran Air Buangan
1. Manhole
Kegunaan dari manhole adalah untuk memeriksa, memelihara serta juga
memperbaiki keadaan saluran. Dalam perletakannya, bangunan manhole
haruslah diperhatikan beberapa hal sehingga sesuai dengan fungsinya. Adapun
tempat-tempat yang memerlukan manhole antara lain :
a. Pada bagian yang lurus, manhole diletakkan pada jarak tertentu yang
tergantung pada diameter saluran.
b. Pada setiap tempat dimana terjadi perubahan diameter saluran.
c. Pada setiap tempat dimana terjadi pertemuan aliran.
d. Pada setiap tempat dimana terjadi perubahan saluran.
e. Pada setiap ada perubahan kemiringan saluran.
2. Belokan
Pada belokan perlu dipasang manhole agar mudah melakukan
pemeriksaan bila terjadi penyumbatan karena pada belokan seiring terjadi
endapan. Tikungan atau belokan pada pipa saluran perlu mendapat perhatian
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-91
terutama agar tidak merubah bentuk penampang sehingga aliran tetap uniform
(seragam). Jari-jari tikungan yang sangat kecil dapat menyebabkan terjadinya
kehilangan energi yang besar. Untuk mengatasi hal ini maka syarat minimum
jari-jari tikungan harus sama atau lebih besar dari tiga kali diameter pipa
saluran.
3. Junction
Diperlukan bila terjadi pertemuan antara cabang yang disambungkan
atau memasuki saluran utama. Pada junction diperlukan manhole untuk
mempermudah dilakukannya pembersihan atau perbaikan. Pada suatu saluran
air buangan dimana dipasang manhole terjadi perubahan diameter pipa dan
kemiringannya, maka endapan tersebut diisebut transsistem.
4. Bangunan terminal/Clean out
Bangunan ini dipasang pada ujung awal saluran air buangan. Tujuan
penggunaan bangunan terminal ini yaitu untuk menyisipkan alat penerangan ke
dalam saluran air buangan pada saat pemeriksaan.
5. Building Sewer
Disebut juga house connection adalah cabang antara saluran air
buangan dengan saluran rumah-rumah penduduk. Sebaiknya sambungan rumah
dibuat pada saat pemasangan saluran air buangan dilakukan, sehingga akan
mengurangi atau menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan akibat
yang kurang baik terhadap pekerjaan atau kerusakan pada saluran.
6. Siphon
Pemasangan bangunan siphon merupakan alternatif terakhir yang
dipertimbangkan, sedapat mungkin dihindari. Siphon adalah pemasangan
saluran air buangan pada saat melintasi sungai, lembah atau jalan raya. Yang
harus diperhatikan dalam menentukan profil pada siphon adalah kehilangan
energi dan mudah melakukan pembersihan. Kehilangan energi pada siphon
mempunyai hubungan dengan kecepatan aliran dengan siphon. Dalam
pembuatan siphon harus diingat bahwa siphon harus selalu terisi dan terdapat
kecepatan yang tertentu dan tetap untuk dapat mengalirkan air yang masuk. Hal
ini sulit dilakukan bila debit aliran dari saluran berubah-ubah (tidak konstan).
Untuk mengatasi hal ini dibuat lebih dari satu saluran dengan luas penampang
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-92
masing-masing saluran lebih kecil dari ujung-ujung siphon dibuat manhole untuk
mempermudah bila diperlukan pemeriksaan atau pembersihan.
7. Ventilasi
Ventilasi pada jaringan air buangan diperlukan untuk :
- Mencegah tertahannya udara dan gas yang terbentuk dari air
buangan yang dapat membahayakan serta dapat menimbulkan
korosi.
- Mencegah terbentuknya H2SO4 yang dapat menimbulkan karat
pada besi.
- Mencegah timbulnya bau gas akibat pembusukan air buangan.
- Mencegah timbulnya tekanan di atas atau di bawah atmosfer
sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya pengaliran pada
plumbing fixture.
- Pemberian ventilasi dilakukan pada manhole dan bangunan
terminal clean out.
8. Bangunan Penggelontor
Pada tempat dimana kecepatan minimum dan ketinggian renang dalam
saluran tidak terpenuhi akan dapat menyebabkan terjadinya endapan. Oleh
karena itu, maka diperlukan penggelontoran untuk mengatasinya. Bangunan
penggelontor direncanakan sehingga cukup untuk menampung air guna
keperluan menggelontor. Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam
perencanaan bangunan penggelontor adalah:
a) Penggelontor tidak boleh merusak saluran yang ada (erosi dan
pengikisan).
b) Penggelontoran tidak boleh mengotori saluran.
c) Air yang digunakan harus tercukupi kuantitasnya, tidak boleh
mengandung lumpur dan pasir.
d) Air penggelontor tawar, tidak asam dan tidak basa.
Metode Penggelontoran ada dua cara yaitu :
1. Secara kontinyu yaitu penggelontoran yang dilakukan secara terus
menerus. Air yang dipakai untuk menggelontor biasanya diambil dari
sungai. Air penggelontor dari sungai tidak memerlukan ruangan
penggelontor yang khusus, dapat diberikan langsung ke saluran-saluran.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-93
Untuk itu direncanakan dengan membuat debit yang cukup, besarnya
dapat disesuaikan dengan diameter pipa awal lateral dengan aliran yang
sedikit lebih besar dari ketinggian renang.
2. Secara periodik yaitu dapat dilakukan secara otomatis, biasanya
digunakan air bersih. Karena harga air bersih cukup mahal terlebih
dahulu air tersebut ditampung di ruangan tertentu dan pada waktu air
diperlukan baru air tersebut digelontor.
Alternatif penerapan
Limbah cair pada kawasan perumahan yang berasal dari WC/jamban/toilet
ditampung dalam tangki septik komunal, dimana didalam tangki septik itu sendiri sudah
mengalami proses pengolahan secara biologi. Pada tiap blok terdapat beberapa lubang
manhole yang alirannya menuju ke bak tangki septik komunal dan dipompa ke IPAL. Tiap
tangki septik terdapat pompa. Ketinggian pompa lebih besar dari ketinggian tangki
septik. Pompa dijalankan selama kurang lebih 24 jam. Sedangkan buangan air limbah (air
bekas) lain disalurkan ke saluran drainase lingkungan.
Pengangkutan lumpur kering dari IPAL dilakukan 2 bulan sekali, dimana
pengambilan lumpur menggunakan truk tinja kemudian dibuang ke IPLT pusat.
Gambar 7. 120 Skematik Air Buangan (Alternatif 1)
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-94
Alternatif 2
Sistem pembuangan air limbah terpusat yang terdiri dari jaringan pipa bawah
tanah (sewerage), instalasi pengolahan air limbah (sewerage treatment plant) dan
bangunan-bangunan penunjang lainnya dimana air buangan dari rumah tangga dialirkan
melalui saluran tertutup yang disebut saluran tersier. Kemudian air limbah dari
beberapa saluran tersier dikumpulkan ke saluran sekunder dan kemudian dialirkan ke
saluran primer (saluran induk) untuk kemudian ke instalasi pengolahan air limbah
(Sewerage Treatment Plant).
Gambar 7. 131 Skematik Air Buangan (Alternatif 2
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-95
Peta 7. 15 RENCANA JARINGAN AIR LIMBAH
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-96
7.7.6 Rencana Pengembangan Jaringan persampahan
7.7.6.1 Ketentuan Umum Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi beberapa ketentuan yang antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Lokasi TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.
2) Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :
Tahap regional, yaitu merupakan tahapan untuk menghasilkan peta
yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi
menjadi beberapa zona kelayakan.
Tahap penyisih, yaitu merupakan tahapan untuk menghasilkan satu
atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari
zona-zona kelayakan pada tahap regional.
Tahap penetapan, yaitu merupakan tahap penentuan lokasi terpilih
oleh instansi yang berwenang.
3) Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional,
Pemilihan lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan
lokasi TPA sampah.
7.7.6.2 Kriteria Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian :
a. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak
atau tidak layak sebagai berikut :
1) Kondisi geologi
a. Lokasi TPA yang baik tidak berlokasi di zona holocene fault.
b. Lokasi TPA tidak boleh di zona bahaya geologi.
2) Kondisi hidrogeologi
a. Lokasi TPA tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3
meter.
b. Lokasi TPA tidak boleh memiliki kelulusan tanah lebih besar dari 10-6
cm/det.
c. Jarak lokasi TPA terhadap sumber air minum harus lebih besar dari
100 meter di hilir aliran.
d. Apabila tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut
diatas, maka harus diadakan masukan teknologi.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-97
3) Kemiringan zona lokasi TPA harus kurang dari 20%.
4) Jarak lokasi TPA dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000
meter untuk penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500
meter untuk jenis lain.
5) Lokasi TPA tidak boleh pada daerah lindung / cagar alam dan daerah
banjir dengan periode ulang 25 tahun.
b. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik
yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :
1) Iklim
a) Lokasi dengan intensitas hujan makin kecil dinilai semakin baik.
b) Angin : arah angin dominan sebaiknya tidak menuju ke pemukiman.
2) Utilitas : lokasi TPA sebaiknya tersedia sarana prasarana yang memadai
3) Lingkungan biologis :
a) Habitat : kurang bervariasi habitat flaura dan fauna berarti semakin
baik.
b) Daya dukung : apabila lahan kurang menunjang kehidupan flora dan
fauna, maka semakin sesuai sebagai lokasi TPA.
4) Kondisi tanah
a) Produktivitas tanah : semakin tanah tidak produktif maka semakin
baik.
b) Kapasitas dan umur : lokasi TPA diupayakan dapat menampung
lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik.
c) Ketersediaan tanah penutup : TPA mempunyai tanah penutup yang
cukup maka dinilai lebih baik.
d) Status tanah : semakin bervariasi status tanah, dinilai tidak baik.
5) Demografi : lokasi TPA lebih baik berada di wilayah dengan kepadatan
penduduk lebih rendah.
6) Batas administrasi : jika TPA berada dalam batas administrasi, maka
makin baik.
7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga di lokasi TPA, berarti
semakin baik.
8) Bau : semakin banyak zona penyangga TPA, maka semakin baik.
9) Estetika : semakin tidak terlihat dari luar berarti semakin baik.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-98
10) Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m³ / ton)
berarti semakin baik.
c. Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwenang
untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan
instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
Rencana Persampahan Kota Tidore Kepulauan
Kondisi persampahan di Kota Tidore Kepulauan masih dikelola sendiri oleh
rumah tangga. Baik dengan cara ditimbun di belakang pekarangan, maupun dengan cara
dibakar. Saat ini terdapat TPA 1 (satu) unit di Pulau Tidore. Sebagaimana proyeksi
jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan, bahwa jumlah penduduk semakin
bertambah banyak dan dapat menghasilkan sampah dengan kapasitas yang lebih banyak
dari pada sekarang. Volume sampah yang dikeluarkan pada dua puluh tahun yang akan
datang diperkirakan mencapai 578,89 meter kubik.
Berdasarkan proyeksi total produksi sampah perkecamatan dan
mempertimbangkan kondisi fisik Kota Tidore Kepulauan, maka rencana ketersediaan
TPA di Kota Tidore Kepulauan di Pulau Tidore dibutuhkan lokasi TPA sedangkan di Pulau
Halmahera dibutuhkan empat lokasi TPA. TPA di Pulau Tidore melayani dua kecamatan
sekaligus. TPA di Pulau Halmahera melayani setiap kecamatan, mengingat jarak antara
pusat kegiatan dalam Kota Tidore Kepulauan cukup jauh. TPA direncanakan tidak jauh
dari ibukota kecamatan dengan radius lebih kurang 10 Km
Tabel 7. 23 Proyeksi Total Produksi Sampah dan Rencana Kebutuhan TPA
No Kecamatan
2030
Kebu tuhan TPA
Asumsi
Luas Area TPA (m
2)
Jumlah Penduduk
Volume Sampah (m3)
Domestik Perdagangan /Perkantoran
Fasilitas Sosial
Produksi Lain
Total Produksi Sampah
1 Tidore 30.625 76,56 15,31 15,31 10,72 117,90 1
TPA meng gunakan sistem timbun. Ketinggian maksimum 5 meter
42,83
2 Tidore Selatan 25.005 62,51 12,50 12,50 8,75 96,27
3 Tidore Utara 23.021 57,55 11,51 11,51 8,06 88,63 1 26,38
4 Tidore Timur 11.244 28,11 5,62 5,62 3,94 43,29
5 Oba 14.755 36,89 7,38 7,38 5,16 56,81 1 11,36
6 Oba Utara 29.480 73,70 14,74 14,74 10,32 113,50 1 22,70
7 Oba Selatan 7.339 18,35 3,67 3,67 2,57 28,26 1 5,65
8 Oba Tengah 8.892 22,23 4,45 4,45 3,11 34,23 1 6,85
Kota Tidore Kepulauan
150.360 375,90 75,18 75,18 52,63 578,89 6 115,77
Sumber: Hasil Analisis Studio
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-99
Perencanaan Kota Tidore Kepulauan tidak terlepas dari menyelesaikan
permasalahan persampahan tersebut untuk mewujudkan “Kota Sehat” untuk 20 tahun
ke depan.
Rencana sistem persampahan Kota Tidore Kepulauan :
1. Memanfaatkan sifat penduduk rural dan masih adanya pekarangan,
persampahan tiap rumah tangga bisa dikelola oleh rumah tangga itu sendiri.
Yaitu dengan menimbun sampah organis di pekarangan dan memberikan atau
menjual pada pengumpul barang bekas untuk sampah non organis
(persampahan sistem on site).
2. Untuk wilayah perencanaan yang bersifat perkotaan menggunakan sistem
persampahan off site, setiap rumah yang tidak mempunyai pekarangan yang
luas, maka setiap rumah harus mempunyai tempat sampah di depan rumah.
Sampah yang diangkut adalah sampah organik. Sedangkan sampah non organik
dapat dikumpulkan kepada pemulung.
3. Sampah rumah tangga diangkut dengan menggunakan gerobak pengumpul
sampah.
4. Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga akan dibuang di tempat
pembuangan sampah sementara (TPS).
5. Sampah yang dihasilkan oleh pasar dikumpulkan di TPS terdekat.
6. Sampah dari TPS diangkut dengan menggunakan truk pengumpul sampah.
7. Sampah dari TPS akan langsung dibuang ke TPA.
8. Di TPA sampah-sampah yang diangkut disortir ulang. Dipisahkan yang organis
dengan non organis. Sampah non organis dibedakan berdasarkan jenisnya
seperti : plastik, kertas, kaca, kaleng, dan lainnya.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-100
Gambar 7. 142 Sistem Pengangkutan Persampahan di Lingkungan Perkotaaan Kota Tidore
Kepulauan
Sumber : Hasil Analisis Studio
Rencana pembinaan pengolahan sampah rumah tangga :
1. Bekerjasama dengan LSM lingkungan yang bergerak dalam pemilahan
persampahan. Yang kemudian masyarakat diarahkan dapat memilah dan
memilih sampah-sampah berdasarkan jenisnya : organik, kertas, plastik, dan
kaca
2. Sampah organik dapat dibuat pupuk, sedangkan sampah kertas, plastik dan kaca
dapat didaur ulang
3. Membina hubungan dengan masyarakat dengan organisasi lingkungan terkait
dan para pengumpul barang bekas.
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-101
Peta 7. 16 Rencana Jaringan Persampahan
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-102
Tabel 7. 24 Rencana Pengembangan Kebutuhan Sarana Prasarana Kota Tidore Kepulauan
Kecamatan Fungsi Rencana Sarana Prasarana yang Dikembangkan
Tidore
Ibukota Kota Tidore Kepulauan PPK
Pasar dan ruko perdagangan skala Kota Tidore Kepulauan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan skala pelayanan
Kota Tidore Kepulauan Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala Kota Fasilitas pendidikan Perguruan Tinggi Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi peristirahatan: hotel/penginapan, salon dan
spa, lapangan golf, taman bermain, taman bunga Rumah Sakit Umum Tipe C Pelabuhan skala regional dengan kelengkapan pelabuhan
petikemas Memfungsikan kembali TPI Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan pelayanan terminal tipe C di Soasio Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk
perkotaan dan permukiman padat Pembangunan gedung olahraga sebagai pusat olahraga
Tidore Selatan Pusat Kegiatan Lingkungan: Gurabati
Pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan kota Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kota,
khusus untuk pulau Mare disediakan fasilitas pendidikan minimum sampai tingkat SLTP
Fasilitas kesehatan skala kecamatan, khusus untuk pulau Mare disediakan fasilitas minimum puskesmas pembantu
Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal Gurabati yang Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk home industri dan
industri bersih Peningkatan pelayanan sub terminal Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk
perkotaan dan permukiman padat
Tidore Utara
Pusat Kegiatan Lingkungan dan kawasan strategis ekonomi: Rum
Pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan kota Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kota,
khusus untuk pulau Maitara disediakan fasilitas pendidikan minimum sampai tingkat SLTP
Fasilitas kesehatan skala kecamatan, khusus untuk pulau Maitara disediakan fasilitas minimum puskesmas pembantu
Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pengembangan pelabuhan di Rum yang melayani
penyeberangan dari/ke Ternate
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-103
Kecamatan Fungsi Rencana Sarana Prasarana yang Dikembangkan
Pengembangan sumber energi batu bara Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan pelayanan sub terminal Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk
perkotaan dan permukiman padat
Tidore Timur Pusat Kegiatan Lingkungan
Pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan dan kota Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kota Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal di Mafututu Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan pelayanan sub terminal Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan keliling pulau
Tidore Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk
perkotaan dan permukiman padat
Kota Sofifi (Oba Utara)
Ibukota Provinsi Maluku Utara Pusat Kegiatan Kota (PPK)
Perkantoran skala regional-provinsi Pasar dan ruko perdagangan skala Kota Tidore Kepulauan Fasilitas perbankan skala kota Fasilitas perkantoran skala kecamatan, kota dan provinsi Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala regional Fasilitas pendidikan Perguruan Tinggi skala regional Fasilitas peribadatan (masjid dan gereja) Fasilitas rekreasi Rumah Sakit Umum Tipe B Pelabuhan skala regional dan nasional Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan telekomunikasi dan listrik Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari
tanaman jarak dan pohon kelapa Peningkatan pelayanan terminal tipe B di Soasio Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans
Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota untuk
perkotaan dan permukiman padat serta hutan kota
Oba Tengah Sub Pusat Pelayanan Kota: Loleo-Akelamo
Pasar dan ruko perdagangan skala kecamatan Fasilitas perbankan skala kecamatan Fasilitas perkantoran skala kecamatan Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kecamatan Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal Pembangunan TPI di Akelamo Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari
tanaman jarak dan pohon kelapa
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-104
Kecamatan Fungsi Rencana Sarana Prasarana yang Dikembangkan
Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan jaringan telekomunikasi Peningkatan pelayanan sub terminal Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans
Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota, lapangan olah
raga, makam dan hutan kota
Oba Sub Pusat Pelayanan Kota : Gita-Payahe
Pasar dan ruko perdagangan skala kecamatan dan pusat showroom hasil industri agro
Fasilitas perbankan skala wilayah pengembangan II Fasilitas perkantoran skala wilayah pengembangan II Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala wilayah
pengembangan II Fasilitas rumah sakit tipe D Fasilitas peribadatan (masjid dan gereja) Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala regional Pembangunan TPI Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan air limbah untuk industri agro Peningkatan jaringan telekomunikasi dan listrik Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari
tanaman jarak dan pohon kelapa Pembuatan bendungan di sungai Payahe untuk sumber energi
alternatif mikrohidro Peningkatan pelayanan terminal tipe C Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans
Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota, lapangan olah
raga, makam dan hutan kota
Oba Selatan Pusat Pelayanan Lingkungan: Lifofa
Pasar dan ruko perdagangan skala kecamatan Fasilitas perbankan skala kecamatan Fasilitas perkantoran skala kecamatan Fasilitas pendidikan TK, SD, SLTP, SMU/SMK skala kecamatan Fasilitas kesehatan puskesmas dan puskesmas pembantu Fasilitas peribadatan Fasilitas rekreasi Pelabuhan skala lokal Peningkatan jaringan air bersih, jaringan drainase Peningkatan jaringan telekomunikasi dan listrik Pembuatan genset untuk sumber energi alternatif biofuel dari
tanaman jarak dan pohon kelapa Peningkatan pelayanan sub terminal Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans
Halmahera Perluasan fasilitas parkir Ruang terbuka hijau dalam bentuk taman kota, lapangan olah
raga, makam dan hutan kota
Sumber: Hasil Analisis Studio
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-105
7.7.7 Rencana Sistem Proteksi Kebakaran
Rencana sistem proteksi kebakaran di Kota Tidore meliputi :
a. prasarana proteksi kebakaran dan sarana penanggulangan kebakaran;
b. prasarana proteksi kebakaran meliputi hidran dan bangunan pemadam kebakaran;
dan
c. sarana penanggulangan kebakaran meliputi mobil pompa pengangkut air berikut
beserta kelengkapannya;
d. Pemberdayaan peran masyarakat.
7.7.8 Rencana Pengembangan dan Penataan Jalur Pejalan Kaki
Rencana pengembangan dan penataan jalur pejalan kaki meliputi :
a. kawasan perdagangan dan jasa di Kelurahan Indonesiana, Kelurahan Rum, Kelurahan
Rum Balibunga, Kelurahan Sofifi dan Desa Galala, perkantoran di Kelurahan
Tomagoba, Kelurahan Gemtufkange, Kelurahan Indonesiana, Kelurahan Guraping
dan Kelurahan Sofifi, sekolah dan tempat rekreasi/wisata serta mengkaitkannya
dengan lokasi-lokasi pemberhentian angkutan umum (halte);
b. penyediaan ruang pejalan kaki di sisi jalan berupa trotoar di sepanjang Jalan Trans
Halmahera, Jalan Patimura, Jalan Sultan Mansyur, Jalan Soasio Rum, Jalan Raya Sofifi,
Jalan Terminal Rum Jalan Soasio Rum, Jalan Terminal Sofifi Jalan Trans Halmahera
dan Jalan Raya Sofifi, Jalan Terminal Gita Jalan Trans Halmahera, Jalan Terminal
Soasio Jalan Pasar Sarimalaha dan Jalan Terminal Payahe Jalan Payahe Weda;
c. ruang pejalan kaki di kawasan yang memiliki mobilitas tinggi pada hari-hari tertentu,
seperti gelanggang olahraga, tempat-tempat ibadah di seluruh wilayah kota;
d. penyediaan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat diakses oleh
penyandang cacat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e. penyediaan jalur pejalan kaki yang menghubungkan antar perumahan di jalan
lingkungan maupun jalan kolektor sekunder di seluruh wilayah kota; dan
penyediaan elemen perabotan jalan pada jalur pejalan kaki di seluruh wilayah kota.
7.7.9 Rencana Pengembangan Jalur Evakuasi Bencana
Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana di Kota Tidore berupa jalan
menuju ruang evakuasi.
(1) Rencana jalur evakuasi meliputi :
Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VII-106
a. rencana jalur evakuasi bencana tanah longsor melalui Jalan Trans Halmahera dari
Desa Bale ke Desa Lola;
b. rencana jalur evakuasi bencana gelombang pasang dan tsunami meliputi :
1. Pantai Rum dan Rum Balibunga melalui jalan Soasio Rum ke Fobaharu;
2. Pantai Ome dan Mareku melalui jalan Soasio Rum ke Gubukusuma dan Siringo;
3. Pantai Bobo dan Mareku Gamsung melalui jalan Soasio Rum ke Afa -Afa;
4. Pantai Toloa dan Dokiri melalui jalan Soasio Rum ke Bukit Toloa;
5. Pantai Tuguiha dan Tomalou melalui jalan Soasio Rum ke Bukit Tuguiha;
6. Pantai Gurabati, Tonguwai dan Seli melalui jalan Soasio Rum ke Bukit
Tongowai;
7. Pantai Soadara dan Soasio melalui jalan Soasio Rum ke Topo dan Bukit
Benteng Tahula;
8. Pantai Gamtufkange dan Tomagoba melalui jalan Raya Gurabunga ke
Kelurahan Gurabung;
9. Pantai Indonesianan dan Dowora melalui jalan Sultan Mansyur ke Kantor
Walikota; dan
10. Pantai Kayasa, Guraping Barumadoe, Sofifi dan Galala melalui Trans
Halmahera ke Bukit Gosale (Kantor Gubernur).
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-1
8.1 Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung
Pengembangan kawasan lindung di Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi 7
yaitu:
1) kawasan hutan lindung;
2) kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya;
3) kawasan perlindungan setempat;
4) kawasan ruang terbuka hijau (RTH);
5) kawasan suaka alam dan cagar budaya;
6) kawasan rawan bencana alam; dan
7) kawasan lindung lainnya.
Masing – masing kelompok kawasan tersebut dikembangkan berdasarkan
permasalahan kondisi eksisting dan potensi – potensi yang ada baik potensi eksisting
kawasan maupun kawasan baru yang berpotensi dikembangkan menjadi kawasan
lindung.
8.1.1 Rencana Pengembangan Kawasan Hutan Lindung
a. Hutan Lindung
Hutan lindung yaitu kawasan hutan yang bersifat memberikan
perlindungan pada kawasan sekitarnya dan kawasan bawahnya sebagai
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta untuk pemeliharaan spesies
tanaman. Kawasan hutan lindung bertujuan untuk pencegahan erosi dan atau
sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologis tanah sehingga menjamin
ketersediaan unsur hara tanah, air dan air permukaan.
Tidore Kepulauan memiliki hutan lindung yang ditetapkan sebagai
taman nasional yaitu Taman Nasional Aketajawe-Lolobata . Taman nasional ini
terdapat di Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah dan Oba.
Bab VIII RENCANA POLA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-2
Luasan hutan lindung terbesar adalah Taman Nasional Aketajawe-
Lolobata yang terdapat di Oba Utara, Oba Tengah dan Oba. Kemudian di wilayah
Oba Selatan serta di Pulau Tidore. Hutan lindung ini terutama berada di area
yang tinggi seperti di gunung Kiematubu yang dberada di Pulau Tidore.
Dengan demikian rencana pengembangan hutan dan kawasan lindung
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. hutan Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba Tengah dan Oba yang
ditetapkan sebagai Taman Nasional dengan luas lebih kurang 49.991,76
hektar;
2. kawasan lindung Aketajawe-Lolobata di Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan
Oba Selatan yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga untuk hutan
lindung Aketajawe-Lolobata, dan sebagai hutan produksi terbatas dengan
luas lebih kurang 28.249,93 hektar;
3. hutan lindung Oba Selatan dan Oba yang berfungsi sebagai hutan lindung
dengan luas lebih kurang 18.042, 36 hektar;
4. hutan Gunung Kiematubu di Pulau Tidore yang berfungsi sebagai hutan
lindung dengan luas lebih kurang 780,58 hektar;
5. hutan Pulau Maitara yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas lebih
kurang 234,15 hektar;
6. hutan Pulau Mare yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas lebih
kurang 651,67 hektar;
7. hutan Pulau Woda yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas 41,63
hektar;
8. hutan Pulau Raja yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas 17,67
hektar;
9. hutan Pulau Tamen yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas
kurang lebih 17,45 hektar; dan
10. hutan Pulau Guratu yang berfungsi sebagai hutan lindung dengan luas 32,95
hektar.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-3
Tabel 8. 1 Hutan Lindung
No Lokasi Rencana
Peruntukan Luas (Ha)
1 Hutan Aketajawe-Lolobata di Oba
Utara, Oba Tengah dan Oba Taman Nasional
49.991,76
2 Kawasan Lindung Aketajawe-
Lolobata di Oba Utara, Oba
Tengah dan Oba
Buffer zone Hutan Lindung
Aketajawe-Lolobata,
28.249,93 Hutan Produksi Terbatas
3 H.Lindung Oba Selatan dan Oba Hutan Lindung 18.042,36
4 Hutan Gunung Kiematubu di P.
Tidore Hutan Lindung
780,58
5 Hutan Gunung Pandanga Hutan Lindung 1.851,15
6 Hutan P. Maitara Hutan Lindung 234,15
7 Hutan P. Mare Hutan Lindung 651,67
8 Hutan P. Woda Hutan Lindung 41,63
9 Hutan P. Raja Hutan Lindung 17,67
10 Hutan P. Tamen Hutan Lindung 17,45
11 Hutan P. Gurato Hutan Lindung 32,95
Tidore Kepulauan 81.868,94
Sumber: Penghitungan Berdasar Peta dan Analisis Studio
8.1.2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan di Bawahnya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
merupakan kawasan resapan air.
Kawasan resapan air ditetapkan sebagai berikut:
a. kawasan taman nasional Ake Tajawe Lolobata;
b. kawasan Teluk Gurua Marasai;
c. kawasan Hutan Lindung Kie Matubu; dan
d. kawasan Hutan Bakau Tugulufa;
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-4
8.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan yang memberi perlindungan setempat di Kota Tidore meliputi:
1 kawasan sempadan sumber mata air
2 kawasan sempadan sungai; dan
3 kawasan sempadan pantai.
a. Sumber Mata Air
Perlindungan terhadap mata air dimaksudkan agar kuantitas dan kuantitas air
tidak berkurang. Perlindungan ini dilakukan untuk melindungi mata air dari
kegiatan – kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik
kawasan sekitarnya. Kebijaksanaan pengelolaan kawasan sekitar mata air
meliputi:
- Pencegahan dilakukan kegiatan budidaya di sekitar mata air yang dapat
mengganggu fungsi mata air.
- Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar mata air.
- Radius pengaman sekitar mata air minimal 200 m terkecuali bagi bangunan
atau kegiatan yang terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan mata air
secara terkendali serta tidak mengganggu mata air.
Tabel 8. 2 Sebaran Mata Air di Kota Tidore Kepulauan
No Lokasi Jumlah Mata
Air Luas Sempadan
(Ha)
1 Tidore 2 25,00
2 Tidore Selatan 1 12,50
3 Tidore Utara 0 0,00
4 Tidore Timur 2 25,00
5 Oba Utara 2 23,40
6 Oba Tengah 5 60,17
7 Oba 12 153,72
8 Oba Selatan 3 30,24
Tidore Kepulauan 27 330,03
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-5
Rencana sempadan mata air meliputi:
a. kawasan sempadan mata air Tidore dengan lebar sempadan minimal 100
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 25 Ha;
b. kawasan sempadan mata air Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal
100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih
kurang 12,50 Ha;
c. kawasan sempadan mata air Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal
100 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih
kurang 25 Ha;
d. kawasan sempadan mata air Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 100
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang
23,40 Ha;
e. kawasan sempadan mata air Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 100
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang
60,17 Ha;
f. kawasan sempadan mata air Oba dengan lebar sempadan minimal 100 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 153,72 Ha; dan
g. kawasan sempadan mata air Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 100
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang
30,24 Ha.
b. Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang tepi kiri dan kanan sungai,
meliputi sungai alam dan buatan, serta kanal. Tujuan perlindungan adalah untuk
melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak
kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan
aliran sungai. Berdasar Peraturan Menteri PU No.63/PRT/1993 kawasan
sempadan sungai ditetapkan:
a. kawasan sempadan sungai Tidore dengan lebar sempadan minimal 20 meter sisi
kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 271,89 Ha
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-6
b. kawasan sempadan sungai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih kurang
420,85 Ha
c. kawasan sempadan sungai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas lebih kurang
328,34 Ha
d. kawasan sempadan sungai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih kurang
280,06 Ha
e. kawasan sempadan sungai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 20 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang 2.547,64 Ha
f. kawasan sempadan sungai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 20 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang 1.310,51
Ha
g. kawasan sempadan sungai Oba dengan lebar sempadan minimal 20 meter sisi kiri
dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 1.148,67 Ha
h. kawasan sempadan sungai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 20
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang 678
Ha
Tabel 8. 3 Luasan Peruntukkan Sempadan
Sungai di Kota Tidore Kepulauan
no Kecamatan Luas
1 Tidore 271,89
2 Tidore Selatan 420,85
3 Tidore Utara 328,34
4 Tidore Timur 280,06
5 Oba Utara 2.547,64
6 Oba Tengah 1.310,51
7 Oba 1.148,67
8 Oba Selatan 678,62
Tidore Kepulauan 6.986,58
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-7
c. Sempadan Pantai
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang tepi pantai. Pengaturan
kawasan sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.
Kawasan sempadan pantai diukur selebar 100 m dari garis pantai (diukur dari
garis pantai pada saat titik pasang tertinggi ke arah darat), yang proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai dengan perkecualian untuk kepentingan
umum dan permukiman nelayan yang sudah ada yang umumnya menempati
kawasan pantai.
Terdapat dua macam kawasan sempadan pantai di Kota Tidore Kepulauan,
yaitu: sempadan pantai berhutan bakau dan sempadan pantai tidak berhutan
bakau (non mangrove). Penanganan sempadan pantai mangrove menjadi
kawasan strategis lindung hutan bakau dengan penanganan yang spesifik.
Penanganan untuk sempadan pantai non mangrove yaitu dengan melakukan
reboisasi mangrove dan pembangunan tanggul atau komponen penahan abrasi.
Rencana kawasan sempadan pantai di Kota Tidore meliputi:
a. kawasan sempadan pantai Tidore dengan lebar sempadan minimal 30 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 88,7 Ha;
b. kawasan sempadan pantai Tidore Selatan dengan lebar sempadan minimal
30 meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih
kurang 232,4 Ha;
c. kawasan sempadan pantai Tidore Utara dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Utara dengan luas lebih
kurang 179,83 Ha;
d. kawasan sempadan pantai Tidore Timur dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih
kurang 101,27 Ha;
e. kawasan sempadan pantai Oba Utara dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang
309,82 Ha;
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-8
f. kawasan sempadan pantai Oba Tengah dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang
192,18 Ha;
g. kawasan sempadan pantai Oba dengan lebar sempadan minimal 30 meter
sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 624,86 Ha;
dan
h. kawasan sempadan pantai Oba Selatan dengan lebar sempadan minimal 30
meter sisi kiri dan kanan di kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang
241,01 Ha.
Tabel 8. 4 Tabel Luasan Peruntukkan Sempadan Pantai
di Kota Tidore Kepulauan
No Kecamatan Luasan (Ha)
1 Tidore 88,70
2 Tidore Selatan 232,40
3 Tidore Utara 179,83
4 Tidore Timur 101,27
5 Oba Utara 309,82
6 Oba Tengah 192,18
7 Oba 624,86
8 Oba Selatan 241,01
Tidore Kepulauan 1.970,07
d. Danau
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau dilakukan untuk melindungi
danau dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau.
Danau berada di Sofifi yaitu danau Gurua Marasai. Danau ini sebenarnya adalah
laguna yang menjorok ke daratan yang kemudian pada muaranya dibangun
jembatan. Danau Gurua Marasai memiliki luasan sebesar 34,84 Ha.
Rencana pengembangan perlindungan danau meliputi:
- Penetapan kawasan mangrove di sekitar danau sebagai kawasan lindung.
- Pencegahan berkembangnya kegiatan budidaya pada kawasan di sekitar
danau agar tidak merusak fungsi danau.
- Pengendalian kegiatan budidaya yang ada di kawasan sekitar danau agar
tidak mengganggu fungsi danau.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-9
8.1.4. Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang
mempunyai arti sebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi dalam
lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan dalam Instruksi
Mendagri no. 4 tahun 1988 (dalam SNI 03-1733-2004 tentang standar permukiman),
yang menyatakan ruang terbuka hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan
baik secara alamiah atau budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah
sebagai areal berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga kehidupan wilayah
perkotaan.
Jenis sarana Penggolongan sarana ruang terbuka hijau di lingkungan perumahan
berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk. Keseluruhan jenis
ruang terbuka hijau tersebut adalah :
1. Setiap unit RT ≈ kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1 untuk
taman yang dapat memberikan kesegaran pada kota, baik udara segar maupun
cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak.
2. Setiap unit RW ≈ kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan sekurang-
kurangnya satu daerah terbuka berupa taman, di samping daerah-daerah
terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk sebaiknya, yang
berfungsi sebagai taman tempat main anak-anak dan lapangan olah raga
kegiatan olah raga.
3. Setiap unit Desa ≈ kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan taman dan
lapangan olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan penduduk di area
terbuka, seperti pertandingan olah raga, upacara serta kegiatan lainnya.
4. Setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki
sekurang-kurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang berfungsi sebagai
tempat pertandingan olah raga (tenis lapangan, bola basket dan lain-lain),
upacara serta kegiatan lainnya yang membutuhkan tempat yang luas dan
terbuka.
5. Setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki
sekurangkurangnya 1 (satu) ruang terbuka yang berfungsi sebagai
kuburan/pemakaman umum.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-10
6. Selain taman dan lapangan olah raga terbuka, harus disediakan jalur-jalur hijau
sebagai cadangan/sumber-sumber alam, sekaligus berfungsi sebagai filter dari
polusi yang dihasilkan oleh industri, dengan lokasi menyebar.
7. Diperlukan penyediaan jalur hijau sebagai jalur pengaman lintasan kereta api,
dan jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota, dengan lokasi menyebar.
8. Pada kasus tertentu, mengembangkan pemanfaatan bantaran sungai sebagai
ruang terbuka hijau atau ruang interaksi sosial (river walk) dan olahraga.
Jenis kepemilikan ruang terbuka hijau antara lain:
Tabel 8. 5 Jenis Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau
No. Jenis RTH
Publik RTH
Privat 1. RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal V
b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha V
c. Taman atap bangunan V
2. RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT V V
b. Taman RW V V
c. Taman Kelurahan V V
d. Taman Kecamatan V V
e. Taman Kota V
f. Hutan Kota V
g. Sabuk hijau (green belt) V
3. RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan V V
b. Jalur pejalan kaki V V
4. RTH Fungsi Tertentu
a. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi V
b. RTH sempadan sungai V
c. RTH pengamanan sumber air baku/mata air V
d. Pemakaman V
Sarana ruang terbuka hijau masih banyak dijumpai di permukiman Kota Tidore
Kepulauan. Penggunaan ruang terbuka hijau di Kota Tidore Kepulauan masih
memanfaatkan pekarangan rumah masing-masing warga. Dengan merencanakan
beberapa pusat kegiatan di wilayah perencanaan, maka perlu adanya sarana ruang
terbuka hijau dalam setiap lingkup permukiman. Ruang terbuka hijau dapat berbentuk
taman, lapangan olah raga, lingkar hijau ruang jalan dan lainnya. Tipologi kawasan Kota
Tidore Kepulauan merupakan bagian dari bentukan gunung api, berbukit dan rawan
bencana sehingga fungsi dan penerapan RTH pada kawasan perkotaan Kota Tidore
Kepulauan antara lain:
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-11
Tabel 8. 6 Fungsi dan Penerapan RTH Pada Kawasan Perkotaan Kota Tidore Kepulauan
Tipologi Kawasan Fungsi Utama RTH Penerapan Kebutuhan RTH Bentuk RTH
Gunung dan bukit Konservasi tanah Konservasi air Keanekaragaman hayati
Berdasarkan luas wilayah Berdasarkan fungsi tertentu
Hutan Kota, kawasan penyangga dan Hutan Lindung, sempadan sungai
Rawan Bencana: Mitigasi/evakuasi bencana Berdasarkan fungsi tertentu Barak pengungsian Longsor
Gunung Api dan gempa Barak pengungsian
Tsunami Open space evakuasi 13 m dari pantai
Berpenduduk sedang Dasar perencanaan kawasan sosial
Berdasarkan fungsi tertentu Berdasarkan jumlah penduduk
Taman Kota, Jalur Hijau, Lapangan Olah raga Makam
Berpenduduk padat Ekologis Sosial hidrologis
Berdasarkan fungsi tertentu Berdasarkan jumlah penduduk
Taman Kota, Jalur Hijau, Lapangan Olah raga Makam
Sumber : Hasil Analisis Tim
Untuk sarana olahraga, masyarakat Kota Tidore Kepulauan seringkali memakai halaman
rumah pribadi, lapangan olahraga di sekolahan dan lapangan olahraga di dekat kantor
Desa.
Gambar 8. 1 Lapangan Olahraga yang Disediakan Oleh Sekolah Kecamatan Tidore
Sumber: Hasil Survey
Untuk rencana pengembangan fasilitas rekreasi dan olahraga di wilayah perencanaan
antara lain:
1. Ruang Terbuka Hijau yang disediakan publik setidaknya 20% dari luas total
wilayah. RTH yang disediakan individu setidaknya 10% dari luas total lahan
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-12
rumah. Sehingga luas total ruang terbuka hijau di wilayah perencanaan sebesar
30% dari luas total wilayah.
2. Merawat taman-taman kota dan di desa yang telah ada dengan beberapa
program antara lain:
a. Adanya program bersih desa di setiap masing-masing desa.
b. Insentif: memberikan award bagi lingkungan bersih dan rindang dengan
ketentuan terdapat 30% lahan terbuka hijau di lingkungan permukiman.
3. Pembangunan taman di pusat kota.
4. Pembangunan taman disetiap ibukota kecamatan di Kota Tidore Kepulauan.
Pembangunan taman ini diikuti dengan penyediaan fasilitas antara lain:
a. Tempat duduk.
b. Tempat sampah.
c. Tempat bermain anak-anak.
d. Lapangan olah raga multifungsi .
5. Perbaikan lapangan olah raga yang sudah ada.
6. Penambahan lapangan olah raga yang dapat di akses oleh masyarakat umum
dengan lokasi diletakkan di dekat kantor Desa dan sekolah.
7. Pemeliharaan makam umum yang telah ada dan penyediaan lahan khusus untuk
makam di setiap blok permukiman.
8. Sempadan sungai, sempadan jalur tegangan tinggi, dan hutan dipinggir lahan
terbangun digunakan sebagai ruang terbuka hijau.
9. Hutan kota diarahkan pada daerah konservasi atau tidak mungkin dibangun.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-13
Gambar 8. 2 Contoh Ketersediaan Fasilitas Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olah Raga
Tabel 8. 7 Rencana Ketersediaan RTH dan Presentase Luasan di Kota Tidore Kepulauan
No. Lokasi Jenis RTH yang disediakan Persentase
Luasan Status
1 Pulau Tidore (Tidore, Tidore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur)
Hutan Kota 30% dari luas area terbangun
Publik
Taman Kota 10% dari luas area terbangun
Publik
Lapangan Olahraga 10% dari luas area terbangun
Publik
Halaman perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pertokoan
40-50% dari luas lahan
Privat
Jalur Hijau Sepanjang jalan utama yang menghubungkan Pulau Tidore, sempadan sungai
Publik
Pemakaman 10% dari luas permukiman
Publik
5 Kota Sofifi Hutan Kota pada BWK 3 30% dari luas area terbangun
Publik
Taman Kota 10% dari luas area terbangun
Publik
Lapangan Olahraga Kota 10% dari luas area terbangun
Publik
Halaman perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pertokoan
40-50% dari luas lahan
Privat
Jalur Hijau Sepanjang jalan utama Trans Halmahera
Publik
Pemakaman 10% dari luas permukiman
Publik
6 Pusat Kegiatan Akelamo-Loleo, Gita-Payahe, Lifofa
Hutan 30% dari luas wilayah
Publik
Taman Kecamatan 10% dari luas area terbangun
Publik
Lapangan Olahraga 10% dari luas area terbangun
Publik
Halaman perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pertokoan
40-50% dari luas lahan
Privat
Jalur Hijau Sepanjang jalan Publik
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-14
No. Lokasi Jenis RTH yang disediakan Persentase
Luasan Status
utama Trans Halmahera
Pemakaman 10% dari luas permukiman
Publik
9 Pusat-pusat Desa Taman Desa 15% dari luas RT/RW
Publik
Lapangan Desa 15% dari luas RT/RW
Publik
Pemakaman 10% dari luas permukiman
Publik
10 Perumahan dan permukiman
Lokasi evakuasi bencana Ditentukan pada ketersediaan lahan evakuasi
Publik
Taman bermain anak 15% dari luas RT/RW
Publik
Lapangan Olah raga 15% dari luas RT/RW
Publik
Pekarangan 40-50% dari luas lahan
Privat
Sumber : Hasil Analisis Tim Rencana Ruang Terbuka Hijau di Kota Tidore meliputi:
(1) Rencana ruang terbuka hijau direncanakan dengan luas lebih kurang 1.800 (seribu
delapan ratus )hektar atau 30% (tiga puluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar
kawasan lindung, terdiri atas :
a. ruang terbuka hijau privat; dan
b. ruang terbuka hijau publik.
(2) Rencana ruang terbuka hijau privat dikembangkan seluas lebih kurang 600 (enam
ratus) hektar atau 10 % (sepuluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan
lindung, meliputi:
a. ruang terbuka hijau kawasan pemukiman dengan luas lebih kurang 215 (dua ratus
lima belas) Ha;
b. ruang terbuka hijau kawasan perdagangan dan jasa lebih kurang 55 (lima puluh
lima) Ha;
c. ruang terbuka hijau kawasan industri lebih kurang 65 (enam puluh lima) Ha;
d. ruang terbuka hijau kawasan perkantoran lebih kurang 85 (delapan puluh
lima)Ha;
e. ruang terbuka hijau fasilitas pendidikan lebih kurang100 (seratus dua puluh lima)
Ha; dan
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-15
f. ruang terbuka hijau fasilitas kesehatan lebih kurang 80 (delapan puluh) Ha.
(3) Ruang terbuka hijau publik dikembangkan seluas lebih kurang 1.200 (seribu dua
ratus) hektar atau 20 % (dua puluh perseratus) dari luas wilayah kota diluar kawasan
lindung, meliputi:
a. taman RT/RW dan kelurahan dengan luas lebih kurang 85 (delapan puluh lima)
Ha;
b. taman kecamatan dengan luas lebih kurang 75 (tujuh puluh lima) Ha;
c. taman kota dengan luas lebih kurang 175 (seratus lima puluh lima) Ha;
d. jalur hijau jalan dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh lima) Ha;
e. median jalan lebih kurang 95 (sembilan puluh lima) Ha;
f. kawasan sempadan pantai dengan luas lebih kurang 155 (seratus lima puluh lima)
Ha;
g. kawasan sempadan sungai dengan luas kurang lebih 135 (seratus tiga puluh
lima)Ha;
h. sempadan rel kereta api dengan luas lebih kurang 45 (empat puluh lima) Ha;
i. TPU dengan luas lebih kurang 25 (dua puluh lima) Ha;
j. daerah penyanggah dengan luas lebih kurang 130 (seratus tiga puluh) Ha; dan
k. hutan rakyat dengan luas lebih kurang 125 (seratus dua puluh lima) Ha.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-16
Peta 8. 1 RENCANA RUANG TERBUKA
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-17
8.1.5. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah kawasan yang merupakan
perairan dan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi karena
mempunyai nilai sejarah dan sebagai bagian identitas adat istiadat masyarakat
Kota Tidore Kepulauan.
Daerah yang dijadikan suaka alam dan cagar budaya di Kota Tidore Kepulauan
adalah:
(1) Kawasan suaka alam terdiri dari:
a. selat Pulau Mare (Kahia Masolo) seluas lebih kurang 5 (lima) ha; dan
b. perairan Kecamatan Oba Utara dengan Kecamatan Tidore.
(2) Kawasan cagar budaya terdiri dari:
a. benteng Tahula di Kecamatan Tidore Utara dengan luasan lebih kurang
0,12 (nol koma dua belas) Ha;
b. benteng Tore di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih kurang 0,1 (nol
koma satu) Ha;
c. masjid Sultan di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih kurang 0,611 (nol
koma enam ratus sebelas) Ha;
d. museum Sonyinge Malige di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih
kurang 0,6 (nol koma enam) Ha;
e. makam Sultan Nuku di Kecamatan Tidore dengan luasan lebih kurang
0,011 (nol koma nol sebelas) Ha;
f. makam Sultan Saiffudin di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan lebih
kurang 0,10 (nol koma sepuluh) Ha;
g. makan Ciliriyati di Kecamatan Tidore Selatan dengan luasan lebih kurang
0,3 (nol koma tiga) Ha; dan
h. permukiman masyarakat adat terpencil Tugutil di Kecamatan Oba dengan
luasan lebih kurang 10 (sepuluh) Ha.
Rencana pengelolaan untuk kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah:
(1) Pengelolaan kawasan suaka alam terdiri dari:
a. menjaga kondisi perairan Selat Pulau Mare (Kahia Masolo); dan
b. pelestarian lumba-lumba
(2) Pengelolaan kawasan cagar budaya terdiri dari:
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-18
a. pelestarian intensif terhadap kondisi barang-barang peninggalan agar
tetap terjaga;
b. penjagaan terhadap arsitektural bangunan cagar budaya;
c. pengaturan sembadan daerah cagar budaya; dan
d. pengamanan dan penjagaan kelestarian dari faktor alam melalui
pemanfaatan teknologi
8.1.6. Kawasan Rawan Bencana
Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan
gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian
yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun
lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi
menggunakan sumberdaya yang mereka miliki.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah langsor.
Penanggulangan bencana alam ini mengikutsertakan banyak pihak yang terlibat.
Hal ini dikarenakan diperlukan kerja sama dari banyak aspek secara terpadu dan
komprehensif untuk dapat melakukan penanggulangan bencana. Contoh
Penanggulangan bencana:
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-19
Gambar 8. 4 Skema Rencana Penanggulangan Bencana
Sumber : IDEP
a. Sempadan Sesar
Kawasan sempadan sesar adalah kawasan sepanjang tepi kiri dan kanan sesar.
Kawasan ini sangat berbahaya karena kawasan yang paling berpotensi untuk
terkena gempa. Pengaturan sempadan sesar dimaksudkan untuk mengurangi
resiko bencana.
Pengaturan meliputi:
- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan sekitar sesar.
- Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar sesar, termasuk didalamnya
pengarahan struktur bangunan pada daerah sempadan sesar.
- Radius kawasan sempadan sesar adalah 100 m dari sesar.
Tabel 8. 8 Kawasan Sempadan Sesar di Kota Tidore Kepulauan
no Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 2 Tidore Selatan 3 Tidore Utara 4 Tidore Timur 5 Oba Utara 3.236,46
6 Oba Tengah 2.281,27
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-20
no Lokasi Luas (Ha)
7 Oba 273,19
8 Oba Selatan 587,58
Tidore Kepulauan 6.378,50
b. Kawasan Rawan Tsunami
Kawasan rawan tsunami didelineasi dengan melihat ketinggian lahan di sekitar
garis pantai. Kawasan yang berada di pinggir pantai dan memiliki ketinggian
lahan kurang dari 5 m di atas permukan air laut di identifikasi sebagai kawasan
rawan tsunami.
Kebijakan pengaturan meliputi:
- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan tsunami.
- Pengendalian kegaiatan yang telah ada di kawasan rawan tsunami, termasuk
didalamnya pengarahan konstruksi bangunan yang kokoh terhadap
dorongan dari samping, serta pengarahan ketinggian bangunan diatas satu
lantai sebagai tempat evakuasi.
- Perlindungan dan penanaman tumbuhan perintang tsunami di area pantai
untuk mengurangi laju dan daya rusak tsunami.
- Pengaturan jalur-jalur evakuasi dari tsunami termasuk di dalamnya
pengaturan lalu lintas tanggap bencana serta pemberian rambu-rambu
(signage) penunjuk jalur evakuasi.
Tabel 8. 9 Luasan Kawasan Rawan Tsunami
No Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 292,13
2 Tidore Selatan 197,41
3 Tidore Utara 616,52
4 Tidore Timur 172,56
5 Oba Utara 1.717,35
6 Oba Tengah 1.472,25
7 Oba 6.068,15
8 Oba Selatan 2.645,70
Tidore Kepulauan 13.182,07
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-21
c. Kawasan Rawan Letusan Gunung Api
Kawasan rawan letusan gunung api adalah kawasan di sekitar kawah gunung api
yang berpotensi untuk terkena aliran lava. Delineasi dilakukan dengan
memperhitungkan kelerengan, kecenderungan pelepasan lava serta alur lava
yang telah terbentuk.
Kebijakan pengaturan meliputi:
- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan letusan
gunung api.
- Pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan letusan gunung api,
termasuk didalamnya pengarahan konstruksi bangunan.
- Perencanaan alur lava yang menghindari kawasan permukiman sehingga
kerusakan terhadap kawasan budidaya dapat diminamilisir.
- Pengaturan jalur-jalur evakuasi, termasuk didalamnya pemberian rambu -
rambu penunjuk jalur evakuasi.
Tabel 8. 10 Luasan Kawasan Rawan Letusan Gunungapi
No Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 50,15
2 Tidore Selatan 2.536,96
3 Tidore Utara 855,59
4 Tidore Timur 0
5 Oba Utara 0
6 Oba Tengah 0
7 Oba 0
8 Oba Selatan 0
Tidore Kepulauan 3.442,70
d. Kawasan Rawan Banjir
Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang memiliki topografi yang datar dan
elevasi rendah serta berada pada alur aliran sungai sehingga berpotensi untuk
mengalami banjir ketika air sungai meluap.
Pengaturan kawasan rawan banjir meliputi:
- Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di kawasan rawan banjir.
- Pengendalian kegiatan yang telah ada di kawasan rawan banjir, termasuk
didalamnya pengaturan konstruksi bangunan agar tahan terhadap terpaan
banjir serta pengaturan arahan tinggi bangunan diatas 1 (satu) lantai agar
tersedia tempat evakuasi ketika terjadi banjir.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-22
Tabel 8. 11 Luasan Kawasan Rawan Banjir di Kota Tidore Kepulauan
No Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 0
2 Tidore Selatan 0
3 Tidore Utara 0
4 Tidore Timur 0
5 Oba Utara 512,96
6 Oba Tengah 272,09
7 Oba 0
8 Oba Selatan 0
Tidore Kepulauan 785,05
Kawasan lindung merupakan prioritas dalam pembangunan, kawasan terbangun
yang direncanakan tidak dapat mengalahkan kawasan lindung.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-23
Peta 8. 2 Rencana Kawasan Lindung
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-24
8.1.7. Kawasan Lindung Lainnya
Kawasan lindung lainnya meliputi:
a. kawasan lindung geologi; dan
(1) Kawasan lindung geologi berupa kawasan lindung karst Tayawi dengan luas kurang
lebih 13.657 (tiga belas ribu enam ratus lima puluh tujuh) hektar terdapat di
Kecamatan Oba
8.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya merupakan kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumber
alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan
usah) maupun pemenuhan kebutuhan permukiman. Oleh karena itu, penetapan
kawasan ini dititik beratkan untuk memberikan arahan pengembangan berbagai
kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada dengan
memperhatikan optimalisasi pemanfaatannya.
8.2.1 Pengembangan Kegiatan Permukiman dan Perumahan
Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
(1) terdiri atas :
a. perumahan dengan kepadatan tinggi terletak di Kecamatan Tidore, Kecamatan
Tidore Selatan dan Kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang 174, 92 Ha;
b. perumahan dengan kepadatan sedang terletak di Kecamatan Tidore Utara, dan
Kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih kurang 79,58 Ha;
c. perumahan dengan kepadatan rendah terletak di Kecamatan Oba Tengah,
Kecamatan Oba dan Kecamatan Oba Slatan dengan luas lebih kurang 72,07 Ha.
Terkait dengan penyediaan permukiman dengan kondisi lingkungan yang
memadai, perencanaan kawasan permukiman dilakukan dengan beberapa langkah
berikut:
Mengatur distribusi jumlah dan kepadatan rumah tinggal sehingga tercipta
kesesuaian dan keseimbangan distribusi pusat-pusat pelayanan, penataan,
penggunaan lahan, serta arahan distribusi penduduk.
Mendukung dan menyediakan pemenuhan rumah tinggal sesuai dengan
kebutuhan, baik kebutuhan rumah besar, menengah, dan kecil.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-25
Pengupayaan peningkatan dan pemugaran perumahan yang kondisinya kurang
layak dengan program perbaikan perumahan dengan menyertakan sumber dana
masyarakat yang ada.
Melakukan penetapan titik aman atau lokasi evakuasi penduduk apabila terjadi
bencana.
Penataan dan perbaikan kembali lingkungan hidup kawasan permukiman yang
sudah tumbuh secara alami, seperti penataan dan revitalisasi lingkungan,
pengadaan jalan lingkungan, dan pengadaan sarana prasarana permukiman.
Penyediaan sarana prasarana permukiman yang sesuai dengan kebutuhan hidup
penduduk setempat.
Mengembangkan permukiman dengan konsep memiliki taman, ruang terbuka,
dan penghijauan yang cukup.
Menurut SNI 03-1733-2004, jenis rumah dapat dibedakan menjadi:
Rumah Tunggal (≈ Hunian tidak bertingkat).
Rumah kediaman yang mempunyai persil sendiri dan salah satu dinding
bangunan induknya tidak dibangun tepat pada batas persil
Rumah Kopel (≈ Hunian gandeng dua)
Dua buah tempat kediaman lengkap, dimana salah satu sisi bangunan induknya
menyatu dengan sisi satu bangunan lain atau satu tempat kediaman lain, dan
masing-masing mempunyai persil sendiri
Rumah Deret (≈ Hunian gandeng banyak)
Beberapa tempat kediaman lengkap dimana satu atau lebih dari sisi bangunan
induknya menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau tempat
kediaman lain, tetapi masing-masing mempunyai persil sendiri
Rumah Susun (≈ Hunian bertingkat)
Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal,dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,
yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda bersama dan tanah bersama
Rumah Inti
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-26
Unit rumah dengan satu ruang serbaguna yang selanjutnya dapat dikembangkan
oleh penghuni. Merupakan rumah yang hanya terdiri dari ruang-ruang pokok.
Luas lantai pokok minimal 12 m2 dan dimungkinkan dapat dikembangkan
menjadi rumah sederhana lengkap yang lebih besar.
Beberapa kriteria lain mengenai jenis rumah yang telah dikemukakan oleh Sinulingga
(1994) adalah:
Rumah Moisonette
Jenis rumah tinggal dua lantai, dapat berdiri sebagai satu unit sendiri, dapat
berderet dan dapat pula membentuk massa yang besar. Lantai satu biasanya
untuk ruang umum dan lantai dua untuk kamar tidur. Luas bangunan minimal 42
m2 dan luas maksimum 70 m2.
Apartemen
Suatu bangunan berukuran besar, umumnya bertingkat banyak dan terdiri dari
beberapa unit hunian.
Rumah Toko (Ruko)
Merupakan rumah toko yang dapat berbentuk deret dan umumnya terdiri lebih
dari satu lantai dengan lantai dasar digunakan sebagai toko dan lantai atas
sebagai hunian.
Untuk menciptakan kondisi kawasan permukiman yang sesuai, maka pengembangan
kawasan permukiman di wilayah perencanaan harus memperhatikan beberapa aspek
penting, seperti peruntukkan lahan, ketentuan kepadatan bangunan, ketentuan
ketinggian bangunan.
Adapun upaya pengembangan permukiman di kawasan lindung antara lain
adalah mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
a) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Rawan Gempa
Pengembangan permukiman di kawasan dengan amplifikasi terhadap gempa
cukup besar dapat dilakukan dengan ketentuan bahwa bangunan yang ada
harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebagai bangunan tahan
gempa, seperti yang tercantum dalam SNI 03-1726-2003, dan memiliki
ketinggian tidak lebih dari dua lantai atau setinggi 12 meter diukur dari
permukaan tanah hingga titik tertinggi atap. Selain itu, lokasi permukiman harus
memiliki akses yang cukup baik terhadap ruang terbuka sebagai lokasi titik
evakuasi darurat apabila gempa terjadi di wilayah tersebut.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-27
Gambar 8. 6 Contoh Perhitungan Tinggi Bangunan
b) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Rawan Sesar Aktif
Perkembangan permukiman di kawasan ini perlu dikontrol dengan ketat.
Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk dan intensitas pemanfaatan ruang
sebisa mungkin ditekan sehingga apabila terjadi bencana, resiko terhadap
keselamatan warga maupun kerugian secara materiil dapat diminimalisasi.
Untuk pengembangan selanjutnya, pertumbuhan permukiman dibatasi dengan
ketinggian maksimal 2 lantai (± 12 meter). Bangunan yang ada di kawasan ini
diupayakan ditingkatkan sebagai bangunan tahan gempa. Selain itu,
pengembangan RTH yang terjangkau oleh permukiman di penduduk di kawasan
ini sebagai titik evakuasi alternatif dapat dilakukan.
c) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Cagar Budaya
Pengembangan permukiman di kawasan lindung cagar budaya dilakukan dengan
pengawasan ketat yang berarti bahwa laju pertumbuhan permukiman dikontrol,
dibatasi, dan harus sesuai dengan fungsi kawasan sebagai kawasan cagar
budaya. Untuk pertumbuhan selanjutnya, bangunan rumah-rumah baru
diupayakan mengikuti guideliness mengenai pengembangan kawasan wisata
dan cagar budaya setempat.
d) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Sempadan Mata Air, Sungai
dan Pantai
Kawasan permukiman ini dapat di kembangkan dengan memperhatikan aspek
keberadaan mata air dan aliran sungai. Untuk itu, pengembangan kawasan
permukiman ini harus menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-28
daerah sempadan matai air, sempadan sungai atau daerah aliran sungai, dan
sempadan pantai.
e) Pengembangan Permukiman di Kawasan Lindung Rawan Banjir Lahar
Sama halnya dengan permukiman di daerah sempadan sungai, pengembangan
permukiman di kawasan lindung rawan banjir lahar harus memperhatikan
batasan kerawanan banjir lahar yaitu pembangunan rumah warga harus
memiliki jarak sesuai ketentuan yang ditetapkan mengenai rawan bencana
banjir lahar, terhadap sungai.
f) Pengembangan Permukiman di Kawasan Transmigrasi Kecamatan Oba dan Oba
Selatan
Untuk mengatasi distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan dapat dilakukan
dengan mengarahkan penduduk dalam program transmigrasi lokal. Area
cadangan permukiman transmigrasi terdapat di Kecamatan Oba meliputi
kelurahan Koli dan Kosa dengan luas total 3.000 Ha, di Kecamatan Oba Selatan
meliputi Kelurahan Maidi 1.800 Ha dan Kelurahan Lifofa 1.500 Ha. Kawasan
transmigrasi di Kecamatan Oba saat ini dapat berkembang menjadi kota
mandiri. Pengembangan untuk area permukiman transmigrasi dengan
menggunakan hutan harus melalui studi kelayakan terlebih dahulu. Jika dalam
hasil studi tersebut bahwa hutan yang dijadikan area transmigrasi sangat
produktif bagi kegiatan perekonomian dan/atau termasuk hutan lindung, maka
perluasan area transmigrasi tidak dapat diperbolehkan. Perubahan area
transmigrasi eksisting (luas : 40.000 m2) di Kelurahan Koli, Kecamatan Oba
menjadi kota mandiri dan perluasan area transmigrasi dengan pemanfaatan
hutan harus melalui perijinan SK Walikota setelah dilakukan studi kelayakan
terlebih dahulu. Kawasan transmigrasi mempunyai luasan persil tanah 300 – 500
m2 dengan ketinggian maksimal 2 lantai (± 12 meter).
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-29
Tabel 8. 12 Luasan Peruntukkan Kawasan Permukiman
No Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 9.520,48
2 Tidore Selatan 2.135,92
3 Tidore Utara 1.555,44
4 Tidore Timur 1.023,75
5 Oba Utara 8.530,42
6 Oba Tengah 2.855,50
7 Oba 5.604,70
8 Oba Selatan 2.519,19
Tidore Kepulauan 33.745,40
Cadangan permukiman transmigrasi 6.300,00
8.2.2 Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa
Pengaturan Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa terdiri atas:
a. pasar tradisional; dan
b. pusat perbelanjaan.
1) Pengembangan Pasar tradisional meliputi :
a. peningkatan kegiatan pasar tradisional di setiap kecamatan; dan
b. peningkatan kualitas pasar skala pelayanan regional di Sofifi dan Tidore
2) Pengembangan pusat perbelanjaan dilakukan melalui pengembangan kawasan
terpadu yang terletak di Kecamatan Tidore dan Kecamatan Oba Utara
3) Kawasan terpadu dikembangkan sebagai kawasan pusat perdagangan, jasa,
pergudangan dan transportasi skala regional seluas lebih kurang 13,31 (tiga
belas koma tiga puluh satu) ha.
Kawasan perdagangan dan jasa merupakan kawasan yang penting, baik dalam
aspek ekonomi wilayah, maupun keberadaannya sebagai pendukung kegiatan bermukim
masyarakat. Keberadaan sarana perdagangan dan jasa merupakan urat nadi bagi
distribusi barang ke konsumen. Untuk itu, kawasan ini dituntut memiliki pencapaian
yang baik terhadap masyarakat sekitar dan memiliki aksesibilitas yang memadai.
Skenario kawasan perdagangan dan jasa di Kota Tidore Kepulauan diarahkan
pada kawasan pusat – pusat Wilayah pengembangan. Terutama di Sofifi sebagai pusat
administrasi Provinsi Maluku Utara dan Soasio sebagai pusat administrasi Kota Tidore
Kepulauan.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-30
Penempatan kawasan perdagangan dan jasa juga melihat potensi lokasi yaitu
kedekatan dengan kawasan permukiman, kedekatan dengan pusat kawasan/lingkungan
dan kedekatan dengan kawasan komersial yang lain. Tetapi penentuan kawasan
komersial khususnya kawasan perdagangan dan jasa disesuaikan dengan tema atau
potensi kawasan setempat. Sehingga arahan pengembangan kegiatan perdagangan dan
jasa di Kota Tidore Kepulauan adalah sebagai berikut:
1. Kawasan perdagangan dikhususkan untuk menjual hasil bumi sumberdaya
alam yang ada dan hasil industri agro. Kawasan perdagangan berdasarkan
sumber daya alam dibedakan menjadi pasar umum tradisional dan pasar
ikan serta pertokoan.
2. Khusus untuk pengembangan pasar ikan dapat dijadikan satu dengan
kegiatan tempat pelelangan ikan (TPI) dan pelabuhan pendaratan ikan (PPI).
Pengembangan tersebut tersebar diseluruh kecamatan yang mempunyai
kegiatan nelayan cukup besar seperti pada Soasio, Gurabati, Akelamo dan
Gita serta tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan di semua
wilayah Kota Tidore Kepulauan. Sehingga dapat mengakomodasi kegiatan
perdagangan di bidang perikanan secara maksimal.
3. Pengembangan jasa diarahkan pada jasa-jasa yang mendukung
perekonomian Kota Tidore Kepulauan dengan prime mover economic-nya
sektor pariwisata. Sehingga layanan jasa yang akan dikembangkan di Kota
Tidore Kepulauan antara lain: perbankan, jasa transportasi dan
perhubungan, hotel dan restoran, dan lainnya.
4. Untuk Pulau Tidore yang akan dikembangkan sebagai resort island jasa-jasa
penunjang antara lain: perbankan, jasa transportasi dan perhubungan, hotel
dan restoran, kuliner, kelengkapan fasilitas olahraga, beauty and spa
treatment, dan lainnya.
5. Untuk Kota Sofifi yang akan dikembangkan menjadi ibukota provinsi jasa-
jasa yang dikembangkan antara lain: jasa perkantoran, pusat layanan
informasi, jasa perbankan, transportasi dan perhubungan, fotocopy dan
percetakan, dan lainnya.
6. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa mempunyai ketentuan
masksimal ketinggian bangunan 4 lantai dan KDB 50% dan mudah dijangkau
oleh masyarakat.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-31
Tabel 8. 13 Luasan Peruntukkan Kawasan Perdagangan dan Jasa
No Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 49,82
2 Tidore Selatan 10,59
3 Tidore Utara 18,34
4 Tidore Timur 3,60
5 Oba Utara 215,31
6 Oba Tengah 6,38
7 Oba 16,33
8 Oba Selatan 8,84
Tidore Kepulauan 329,21
8.2.3 Pengembangan Kawasan Perkantoran
Termasuk di dalam kawasan perkantoran adalah pusat pemerintahan di wilayah
perencanaan, baik dalam skala Kecamatan, maupun skala desa yang tersebar pada
masing-masing desa. Rencana pengembangan kawasan perkantoran dan pusat
pemerintahan di wilayah perencanaan dilakukan di tiga lokasi utama, yaitu Kawasan
perkantoran dan pemerintahan ditetapkan berada di Soasio dan Sofifi. Soasio
merupakan perkantoran skala kota, Sofifi perkantoran skala provinsi. Zonasi
pengembangan perkantoran dan pemerintahan di Soasio dan Sofifi diutamakan terletak
pada kawasan dengan aksesibilitas yang baik.
Beberapa konsep yang mendasari penetapan kawasan perkantoran adalah:
Kawasan perkantoran, khususnya pusat pemerintahan, sebaiknya diletakkan di
lokasi strategis dan beraksesibilitas tinggi yang memungkinkan pelayanan
kawasan ini mampu menjangkau daerah layanannya. Sehingga apabila pusat
perkantoran eksisting berada di lokasi yang belum menjangkau daerah
layanannya, maka perlu dilakukan peningkatan aksesibilitas yang
menghubungkan kawasan perkantoran dengan kawasan lainnya.
KDB maksimal 50%. KLB maksimal 3 (tiga) lantai, ketinggian bangunan maksimal
16 meter.
Baik kawasan perkantoran pada umumnya maupun pusat pemerintahan harus
didukung oleh sarana prasarana pendukung yang memadai sehingga
mempermudah operasional kegiatan di dalamnya.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-32
Pengembangan kawasan perkantoran dan pemerintahan memperhitungkan
zonasi kawasan konservasi dan rawan bencana agar tidak terjadi konflik dalam
pemanfaatannnya.
Pengembangan pusat perkantoran pemerintahan berada pada Kota Sofifi
sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara. Pengembangan pusat perkantoran
pemerintahan skala kota berada di Pulau Tidore sedangkan pengembangan
pusat perkantoran pemerintahan skala kecamatan berada pada ibukota
kecamatan (IKK) masing-masing.
Tabel 8. 14 Luasan Peruntukkan Perkantoran dan Pemerintahan
no Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 49,23
2 Tidore Selatan 12,20
3 Tidore Utara 15,24
4 Tidore Timur 5,17
5 Oba Utara 775,69
6 Oba Tengah 17,15
7 Oba 9,29
8 Oba Selatan 11,50
Tidore Kepulauan 895,47
8.2.4 Kawasan Peruntukan Industri
Pengembangan kegiatan industri di Kota Tidore Kepulauan lebih dikembangkan
kepada industri bersih (non limbah) dan industri agro. Pengembangan industri tersebut
untuk mendukung sektor basis di Kota Tidore Kepulauan yaitu pertanian-perkebunan.
Pengembangan kegiatan industri ini direncanakan dan diarahkan pada lokasi-lokasi yang
dekat dengan sumber bahan baku dan dapat menarik banyak pekerja. Lokasi kawasan
industri di Kota Tidore Kepulauan antara lain:
a. Industri bersih (non limbah) di Tidore Selatan dan Tidore. Keberadaan industri
ini untuk mengolah hasil kerajinan setempat dan mengolah hasil perikanan.
b. Industri agro di Kecamatan Tidore Utara dan Tidore Timur. Keberadaan industri
ini untuk mengolah hasil perkebunan di Tidore Utara dan Tidore Timur.
c. Industri agro di Oba Utara dan Oba Tengah. Keberadaan industri ini untuk
mengolah hasil perkebunan di Oba Utara dan Oba Tengah.
d. Industri agro dan perikanan di Oba dan Oba Selatan. Keberadaan industri ini
untuk mengolah hasil perkebunan di Oba dan Oba Selatan.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-33
Beberapa hal yang dirasa perlu dalam pengembangan kegiatan industri adalah
sebagai berikut:
Memberikan keterampilan kepada masyarakat setempat tentang
pengolahan industri agro dan industri bersih.
Membuka sekolah-sekolah kejuruan yang berkaitan dengan bidang
perindustrian.
Memberikan kemudahan modal kepada pengusaha kecil-menengah.
Tetap menitik beratkan pada industri yang memanfaatkan sumberdaya
alam dan berkelanjutan.
8.2.5 Kawasan Peruntukan Pariwisata
Kondisi alam Kota Tidore Kepulauan telah memberikan modal untuk
dimanfaatkan sebagai obyek wisata alam baik wisata agro dan pendakian maupun
wisata bahari. Sedangkan keragaman budaya dan sejarah merupakan warisan yang tak
ternilai harganya. Potensi wisata bahari dapat dijumpai di seluruh bagian wilayah Tidore
Kepulauan, potensi wisata budaya di Tidore dijumpai di Pulau Tidore dan seluruh Tidore
Kepulauan sebagai budaya masyarakat pesisir, demikan pula potensi wisata alam yang
berupa dataran tinggi pegunungan dan bukit dengan kondisi alam yang masih lestari.
Kriteria untuk menentukan obyek wisata di Kota Tidore Kepulauan dengan
menggunakan analisis supply and demand. Namun untuk mencegah terjadinya overlay
analisis dengan RIPDDA Kota Tidore Kepulauan, maka obyek wisata yang dijadikan
sebagai pengembangan kegiatan wisata di Kota Tidore Kepulauan mengacu pada
kawasan obyek wisata unggulan dari RIPDDA.
Tabel 8. 15 Kawasan Obyek Unggulan Pariwisata
No Klasifikasi Obyek Wisata Obyek Unggulan Lokasi
1 Bahari/Tirta Pantai Ake Sahu Kecamatan Tidore
Pantai Taman Cobo Kecamatan Tidore utara
Pantai Cobo Kecamatan Tidore utara
Pantai Rum Kecamatan Tidore utara
Pantai Loko Kecamatan Oba Utara
Pantai Gamgau Kecamatan Tidore Timur
Pantai Tugulufa Kecamatan Tidore
Pulau Woda Kecamatan Oba
Pulau Maitara Kecamatan Tidore Utara
Pulau Mare Kecamatan Tidore Selatan
2 Alam Danau Gurua Marasai Kota Sofifi
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-34
No Klasifikasi Obyek Wisata Obyek Unggulan Lokasi
Air Terjun Luku Celeng Desa Kalaodi/Kecamatan Tidore
3 Sejarah Kedaton Kesultanan Masjid Sultan
Masjid Sultan Kota Soasio
Benteng Tahula Kota Soasio
Museum Malige Sonyine Kota Soasio
Makam Sultan Nuku Kota Soasio
Makam Habib Umar Al’Faroek Rahmatullah
Makam Sultan Djamaluddin Kelurahan Toloa
4 Budaya Lufu Kie Pulau Tidore
Legu Gam Pulau Tidore
Dabus
5 Agrowisata Gurabunga Kecamatan Tidore
Kalaodi Kecamatan Tidore
Sumber: RIPPDA Kota Tidore Kepulauan
Beberapa konsep yang diacu dalam pengembangan kawasan pariwisata di
wilayah perencanaan antara lain adalah sebagai berikut:
Pengembangan kawasan pariwisata perlu berwawasan lingkungan dan menjaga
kelestarian alam.
Pengmbangan fisik kawasan pariwisata harus mengacu pada AMDAL dan
rencana tata ruang, serta RIPPDA yang berlaku.
Mengembangkan image kecamatan pariwisata sebagai wilayah berbasis
pariwisata.
Pengembangan kawasan pariwisata harus diikuti dengan pengembangan sarana
prasarana pendukung pariwisata.
Sehingga upaya yang dilakukan dalam pengembangan kawasan wisata adalah :
Pengembangan kawasan wisata pantai dan pulau-pulau kecil antara lain:
melindungi keragaman hayati di daerah pantai dan pulau-pulau kecil,
pengembangan wisata bahari dengan dilengkapi fasilitas penunjang seperti port
marina, melengkapi dengan early warning system pada daerah pantai,
menciptakan kegiatan agro perikanan.
Pengembangan kawasan wisata alam antara lain: menjaga kelestarian lokasi
wisata, pembatasan alih fungsi lahan di daerah hulu sungai Kalaodi, penataan
obyek wisata danau Gurua Marasai, penyelenggaraan kegiatan alam seperti
hiking dan trecking yang berwawasan lingkungan, pembangunan kelengkapan
fasilitas seperti pos pendakian dan gazebo.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-35
Pengembangan kawasan wisata sejarah antara lain: pelestarian bentuk
arsitektural bangunan, pembuatan guideline pembangunan disekitar kawasan
wisata sejarah, pemugaran lokasi wisata sejarah yang telah rusak untuk
dikembalikan ke bentuk asalnya, bersama-sama dengan pengembangan wisata
budaya untuk lebih sering menggelar upacara adat.
Pengembangan kawasan wisata seni dan budaya antara lain: mengakomodasi
hasil-hasil kerajinan khas daerah pada pusat perdagangan barang kerajinan,
pembuatan icon wisata daeri budaya setempat, pembangunan gedung Cultural
Center sebagai sarana rekreasi.
Pengembangan kawasan wisata agro antara lain: studi kajian lokasi yang matang
untuk dijadikan wisata agro, pembangunan kampung wisata, mencegah
terjadinya perubahan guna lahan akibat alih fungsi menjadi permukiman,
Penetapan ketentuan KDB 40% untuk setiap bangunan di daerah wisata alam
dan budaya yang dilindungi. Perijinan hanya diperuntukkan bagi masyarakat
yang telah tinggal di daerah wisata. Pengembangan fasilitas penunjang hanya
diperuntukkan di daerah perdagangan dan jasa yang telah ditentukan.
8.2.6 Pengembangan Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau
Rencana pengembangan kawasan ruang terbuka non hijau di wilayah Kota
Tidore Kepulauan meliputi:
1. Kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau, diarahkan pada kawasan Tomagoba
Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore seluas lebih kurang 2,5 (dua koma lima) ha.
(1) Alun-alun kawasan pemerintahan meliputi Alun-alun di Open Space Kelurahan
Tomagoba Kecamatan Tidore.
(2) Lokasi plasa bangunan ibadah tersebar pada bangunan ibadah setiap kecamatan.
(3) Kawasan parkir yang terdapat di wilayah kota meliputi pusat-pusat kegiatan
perdagangan dan jasa, pariwisata, dan pemerintahan.
(4) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang terbuka non hijau diarahkan
melalui :
a. menata kembali RTNH yang telah mengalami degradasi secara fungsi ataupun
kualitas ruang;
b. mengoptimalkan pemanfaatan RTNH untuk kegiatan sosialisasi masyarakat; dan
c. mengembangkan RTNH di kawasan komersial, perkantoran, dan perumahan
yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berinteraksi masyarakat.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-36
8.2.7 Pengembangan Ruang Evakuasi Bencana
Rencana pengembangan ruang peruntukan evakuasi bencana di Kota Tidore Kepulauan
terdiri atas :
a. Kantor Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, Kantor Camat di Kelurahan Rum
Kecamatan Tidore Utara, dan Sekolah Dasar Negeri Balibunga, dan Pelabuhan Fery di
Kelurahan Rum Balibunga Kecamatan Tidore Utara;
b. Kantor Kecamatan di Kelurahan Gurabati Kecamatan Tidore Selatan;
c. Kantor Kelurahan Tomagoba Kecamatan Tidore; Lapangan (Open Space) dan Stadion;
dan
d. Pelabuhan Fery di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore Timur.
Rencana pengembangan kawasan ruang evakuasi bencana diarahkan melalui
a. menyediakan jalur evakuasi bencana yang terjangkau oleh kendaraan roda empat
pada wilayah-wilayah rawan bencana untuk menjamin keamanan dan keselamatan
pengungsi;
b. meningkatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana; dan
c. menyediakan prasarana sarana penunjang proses evakuasi bencana.
Penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana secara rinci diatur dalam Peraturan
Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8.2.8 Pengembangan Kawasan Peruntukan Ruang Sektor Informal
Kawasan peruntukan ruang sektor informal di Kota Tidore Kepulauan),
ditetapkan di Pantai Tugulufa Kelurahan Indonesiana Kecamatan Tidore dan Pantai Rum
Kecamatan Tidore Utara seluas lebih kurang 5 (lima) ha.
(1) Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang sektor informal diarahkan
melalui :
a. menempatkan sektor informal di lokasi yang direncanakan;
b. menata kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan sektor informal;
c. membatasi pemanfaatan ruang terbuka publik untuk kegiatan sektor informal
dengan pembatasan area dan pengaturan waktu berdagang;
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-37
d. mengoptimalkan fungsi pasar untuk mengakomodir kebutuhan ruang sektor
informal; dan
e. mewajibkan setiap pengembang mengalokasikan ruang untuk kegiatan sektor
informal.
(2) Rencana pengaturan sektor informal ditetapkan dengan Peraturan Walikota sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
8.3. Rencana kawasan peruntukan lainnya
8.3.1 Pengembangan Kawasan Pendidikan
Pengembangan kawasan pendidikan di Wilayah Perencanaan tidak dialokasikan
secara khusus dalam kawasan perencanaan. Hal ini dikarenakan sarana pendidikan di
wilayah perencanaan tergolong tersebar dan sebagian besar menyatu dengan kawasan
permukiman. Akibatnya, sulit dipisahkan antara kawasan pusat pendidikan dengan
kawasan fungsi lain dalam suatu kawasan.
Adapun demikian, dalam arahan dan upaya pengembangan pusat-pusat
pendidikan di masa depan dalam lingkup wilayah perencanaan, perlu dilakukan
peningkatan tingkat pencapaian masyarakat untuk mempermudah masyarakat di
wilayah perencanaan mengakses layanan sarana pendidikan.
Adapun beberapa konsep yang diacu dalam pengembangan kawasan dan pusat
pendidikan antara lain adalah sebagai berikut:
Pusat pendidikan sebaiknya diletakkan di kawasan yang cukup kondusif bagi
kegiatan pendidikan di dalamnya, tenang, nyaman, dan sebisa mungkin dekat
dengan taman, lapangan, atau ruang terbuka hijau.
Pusat pendidikan sebaiknya diletakkan pada lokasi strategis dengan aksesibilitas
wilayah yang memadai untuk mengakomodasi mobilitas pelajar. Apabila suatu
kawasan pendidikan memiliki lokasi yang cukup jauh, perlu diadakan
peningkatan aksesibilitas, baik dengan perbaikan jalan, peningkatan layanan
angkutan umum, maupun pengadaan layanan angkutan pelajar (angkutan kota).
Perlu ada peningkatan kualitas lingkungan pendidikan di kawasan pendidikan
yang belum memadai, baik melalui pengadaan taman bermain, pengadaan
ruang terbuka hijau, maupun revitalisasi lingkungan hidup, menurut kebutuhan
masing-masing kawasan pendidikan.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-38
Pusat pendidikan tinggi dikembangkan di Kota Sofifi yang melayani seluruh
Provinsi Maluku Utara. Sedangkan pendidikan tinggi di Pulau Tidore diarahkan
sebagai pelengkap pendidikan tinggi di Kota Sofifi.
Dengan mengandalkan sektor pertanian pada umumnya sebagai sektor basis
terutama pada bidang perkebunan dan perikanan serta menjadikan sektor
pariwisata sebagai penggerak perekonomian Kota Tidore Kepulauan, maka
pendidikan menengah kejuruan diarahkan untuk mendukung kegiatan utama
pertanian-perkebunan, pertanian perkotaan, perikanan, pariwisata bahari, jasa
dan perdagangan (wirausaha).
8.3.2 Kawasan Peruntukan Kesehatan
Kawasan peruntukan kesehatan memiliki luas kurang lebih 2,47 ha, yang terdiri
dari :
a. rumah Sakit Umum Tipe C berada di Indonesianan Kecamatan Tidore seluas 1,68 Ha;
dan
b. rumah Sakit Tipe B di Desa Garojou Kecamatan Oba Utara seluas 3 Ha
8.3.3 Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan
Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan meliputi :
a. kawasan perkantoran Korem berada di Sofifi Kecamatan Oba Utara;
b. kawasan Komando Distrik Militer 1505 di Kelurahan Dowora Kecamatan Tidore
Timur;
c. Kawasan Pangkalan Angkatan Laut di Desa Oba Kecamatan Oba Utara;
d. Kawasan Mako BRIMOB di Kelurahan Gurapingb Kecamatan Oba Utara.
e. Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan tidak di izinkan beralih fungsi RTH
di kawasan pertahanan dan keamanan menjadi fungsi lain.
8.3.4. Kawasan Peruntukan Pertanian
Sektor pertanian secara umum merupakan sektor primer yang menyumbangkan
PDRB terbesar di Kota Tidore Kepulauan. Sektor pertanian dibedakan menjadi sektor
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-39
pertanian tanaman pangan, sektor pertanian tanaman perkebunan, sektor peternakan,
kehutanan, dan perikanan.
A. Kawasan Pengembangan Pertanian
Kota Tidore Kepulauan mempunyai kondisi fisik dan alam yang cocok untuk
tanaman perkebunan. Pertanian tanaman pangan yang dapat dikembangkan di Kota
Tidore Kepulauan adalah jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Pertanian sawah hanya
dapat dibudidayakan di bagian wilayah pulau Halmahera dengan kriteria dataran rendah
dan landai. Kecamatan Oba adalah salah satu kecamatan yang cocok untuk
dikembangkan pertanian sawah dan penghasil tanaman pangan. Tanaman jagung
dikembangkan di wilayah Pulau Halmahera, ubi kayu dikembangkan di seluruh wilayah
Kota Tidore Kepulauan khususnya kecamatan Oba dan Oba Selatan, kacang tanah
dikembangkan di seluruh Kota Tidore Kepulauan.
B. Kawasan Pengembangan Kegiatan Pertanian Holtikultura
Kawasan pertanian holtikultura berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga,
Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak seluas lebih
kurang 865,5 ha;
C. Kawasan Pengembangan Kegiatan Pertanian Perkebunan
Sektor basis ekonomi di Kota Tidore Kepulauan adalah sektor pertanian-
perkebunan. Perkebunan dalam perhitungan LQ dan Shift-share memberikan gambaran
bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan terbesar dan memberikan peluang
untuk dapat dijadikan sektor investasi. Hasil-hasil perkebunan dapat mencukupi
kebutuhan masyarakat Tidore Kepulauan sendiri dan daerah sekitarnya atau dapat
dikatakan berpotensi untuk diekspor. Kegiatan pertanian-perkebunan menyerap lebih
banyak tenaga kerja dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Karena itu kegiatan
pertanian-perkebunan dijadikan sektor basis perekonomian di Kota Tidore Kepulauan.
Kawasan perkebunan dapat dijumpai di seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.
Rencana pengembangan pada kawasan perkebunan adalah sebagai berikut:
1. Kawasan perkebunan lebih dikembangkan pada jenis komoditi unggulan
yaitu cengkeh (seluruh Tidore khususnya Pulau Tidore), pala (seluruh Tidore
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-40
khususnya di Pulau Halmahera), kakao (khususnya di Pulau Halmahera),
kelapa (khususnya di Pulau Halmahera).
2. Dalam perencanaan kawasan perkebunan diperbolehkan terdapat lokasi
industri agro.
3. Pengelolaan perkebunan dan perluasan lahan perkebunan hanya
diperbolehkan pada hutan yang dapat dikonversi.
Tabel 8. 16 Luasan Peruntukkan Tegalan dan Perkebunan
no Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 15.896,31
2 Tidore Selatan 24.160,13
3 Tidore Utara 21.543,18
4 Tidore Timur 8.408,16
5 Oba Utara 75.045,55
6 Oba Tengah 46.287,02
7 Oba 84.726,21
8 Oba Selatan 43.959,89
Tidore Kepulauan 320.026,44
D. Kawasan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan
Kawasan pertanian tanaman pangan berupa pertanian lahan basah seluas lebih
kurang 847,4 (delapan ratus empat puluh tujuh ribuh koma empat) ha.
E. Kawasan Pengembangan Hutan Produksi Pola Partisipasi Masyarakat
Kawasan hutan produksi pola partisipasi masyarakat seluas lebih kurang 438
(empat ratus ribuh tiga puluh delapan) ha;
F. Kawasan Pengembangan Pertanian Lahan Basah dan Lahan Kering
Rencana pengembangan kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering diarahkan
pada :
(1) Kawasan peruntukan pertanian seluas lebih kurang 320.026,45 ha, terdiri atas Lahan
Basah lebih kurang 644 Ha dan Lahan Kering lebih kurang 319.382,45 Ha, terdapat di:
a. kecamatan Tidore dengan luas lebih kurang 15.896,31 Ha,
b. kecamatan Tidore Selatan dengan luas lebih kurang 24.160,13 Ha,
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-41
c. kecamatan Tidore Utara dengan luas lebih kurang 21.543,18 Ha,
d. kecamatan Tidore Timur dengan luas lebih kurang 8.408,16 Ha,
e. kecamatan Oba Utara dengan luas lebih kurang 75.045,55 Ha,
f. kecamatan Oba Tengah dengan luas lebih kurang 46.287,02 Ha,
g. kecamatan Oba dengan luas lebih kurang 84.726,21 Ha, terdiri atas Lahan Basah
lebih kurang 300 Ha dan Lahan Kering lebih kurang 84.426,21 Ha; dan
h. kecamatan Oba Selatan dengan luas lebih kurang 43.959,89 Ha, terdiri atas Lahan
Basah lebih kurang 344 Ha dan Lahan Kering lebih kurang 43.615,89 Ha.
(2) Kawasan budidaya hortikultura berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga,
Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak,Padi, Jagung,
Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kacang Kedele, Kacang Hijau, Umbi – Umbian dan sayur –
sayuran seluas lebih kurang 236,37 Ha di Kecamatan Tidore Utara, 316,99 Ha di
Kecamatan Tidore Selatan, 82,3 Ha di Kecamatan Tidore, 236,5 Ha di Kecamatan
Tidore Timur, 97,2 Ha di Kecamatan Oba Utara, 283,8 Ha di Kecamatan Oba Tengah,
710,35 Ha di Kecamatan Oba dan 815,9 Ha di Kecamatan Oba Selatan;
(3) Kawasan budidaya hortikultura berupa pertanian Alpokat, Jeruk, Mangga,
Langsat/duku, Durian, Pepaya, Nenas, Pisang, Nangka, Rambutan, Salak,Padi, Jagung,
Ubi Kayu, Kacang Tanah, Kacang Kedele, Kacang Hijau, Umbi – Umbian dan sayur –
sayuran seluas lebih kurang 236,37 Ha di Kecamatan Tidore Utara, 316,99 Ha di
Kecamatan Tidore Selatan, 82,3 Ha di Kecamatan Tidore, 236,5 Ha di Kecamatan
Tidore Timur, 97,2 Ha di Kecamatan Oba Utara, 283,8 Ha di Kecamatan Oba Tengah,
710,35 Ha di Kecamatan Oba dan 815,9 Ha di Kecamatan Oba Selatan;
(4) Kawasan budidaya perkebunan adalah sebagai berikut:
a. kawasan budidaya perkebunan lebih dikembangkan pada jenis komoditi unggulan
yaitu cengkeh, pala, kakao dan Kelapa seluas lebih kurang 823,25 Ha di
Kecamatan Tidore Utara, 343 Ha di Kecamatan Tidore Selatan,499,4 Ha di
Kecamatan Tidore, 715,5 Ha di Kecamatan Tidore Timur, 1.196 Ha di Kecamatan
Oba Utara, 2.244,3 Ha di Kecamatan Oba Tengah, 7.468,2 Ha di Kecamatan Oba
dan 3174,75 Ha di Kecamatan Oba Selatan;
b. dalam perencanaan kawasan budidaya perkebunan diperbolehkan terdapat lokasi
industri agro; dan
c. pengelolaan budidaya perkebunan dan perluasan lahan pertanian perkebunan
hanya diperbolehkan pada hutan yang dapat dikonversi.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-42
(5) Kawasan budidaya tanaman pangan berupa pertanian lahan basah seluas lebih
kurang 644 (enam ratus empat puluh empat) Ha di Kecamatan Oba dan Kecamatan
Oba Selatan;
(6) Rencana pengembangan kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering diarahkan
pada :
a. mempertahankan pertanian lahan basah sawah irigasi teknis;
b. sebagai lahan untuk pencadangan pengembangan hingga pada 20 tahun
mendatang; dan
c. rehabilitasi kawasan pertanian untuk meningkatkan produksi melalui peremajaan
tanaman pemulihan dan peningkatan kesuburan tanah;
Rencana pengembangan kawasan budidaya perternakan seluas lebih kurang 40 (empat
puluh) ha diarahkan di Kelurahan Akelamo Kecamatan Oba Tengah dan 10 (sepuluh) Ha
di Kecamatan Tidore Timur.
Sebagaimana kondisi sektor peternakan di Kota Tidore Kepulauan yang ikut
menyumbangkan PDRB pada sektor primer, kegiatan peternakan dapat dikembangkan
untuk menyokong sektor pertanian pada umumnya di Kota Tidore Kepulauan. Kegiatan
peternakan dikembangkan melalui peningkatan teknologi, pendayagunaan pasar, dan
budidaya tanaman sebagai pakan ternak. Kegiatan pengembangan peternakan di Kota
Tidore Kepulauan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pengembangan peternakan ruminansia secara intensif (sapi dan kambing)
khususnya pada Pulau Halmahera.
2. Pengembangan peternakan unggas di Pulau Tidore sebagai bentuk kegiatan
peternakan di lingkungan perkotaan.
Ternak sapi dan kambing di Pulau Halmahera merupakan potensi yang dapat
diunggulkan di Kota Tidore Kepulauan. Kota Tidore Kepulauan dapat menjadi sebagai
suplier utama jika usaha peternakan diintegrasikan dengan usaha transportasi. Untuk
mengembangkan potensi peternakan tersebut, maka direncanakan disediakan lahan
untuk kawasan peternakan di Oba Tengah.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-43
Tabel 8. 17 Luasan Peruntukkan Kawasan Peternakan
No Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 0,00
2 Tidore Selatan 0,00
3 Tidore Utara 0,00
4 Tidore Timur 0,00
5 Oba Utara 0,00
6 Oba Tengah 895,91
7 Oba 0,00
8 Oba Selatan 0,00
Tidore Kepulauan 895,91
8.3.5. Kawasan Peruntukan Perikanan
A. Kawasan Pengembangan Kegiatan Perikanan
Kota Tidore Kepulauan sebagai bagian dari NKRI memiliki lokasi yang strategis
dengan sumber daya alam perikanan yang sangat berlimpah. Potensi perikanan laut di
Kota Tidore Kepulauan kurang berkembang karena terkendala oleh kurangnya
keterampilan dalam budidaya perikanan laut dan darat.
Konsep rencana pengembangan perikanan terdiri dari:
1. Rencana Pengembangan Perikanan Tangkap
Pengembangan perikanan tangkap yang optimal harus berdasarkan pada
kemampuan daya dukung yang tersedia, utamanya adalah potensi sumber daya ikan.
Berdasarkan data produksi dari Dinas Perikanan Provinsi Maluku Utara dan estimasi
potensi sumber daya ikan di perairan Maluku Utara, diketahui bahwa tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan oleh nelayan setempat masih menunjukkan status
tingkat pengusahaan yang masih relatif rendah atau underfishing. Untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan tersebut secara berkelanjutan, perlu
arahan pengembangan perikanan tangkap yang tepat.
Daerah penangkapan ikan 2, yang memiliki potensi untuk pengembangan
perikanan pelagis kecil dan demersal (utamanya: ikan layang, kembung, julung-julung,
kuwe, dan kakap merah); berada di perairan pantai sebelah Selatan, Tenggara, Timur,
Timur laut, Utara, Barat laut dan Barat Pulau Morotai, perairan pantai Tidore dan
Ternate dan wilayah periaran pantai Sanana. Arahan kegiatan penangkapan ikan 2
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-44
berada pada wilayah perairan pantai, maka diarahkan hanya untuk pengembangan
aktivitas perikanan rakyat atau perikanan skala kecil dan menengah.
Pengembangan perikanan tangkap dilakukan dengan mendayagunakan
pelabuhan pendaratan ikan (PPI) di Soasio yang sekarang ini masih sepi dari nelayan.
Nelayan selama ini masih lebih memilih menjual di pasar – pasar tradisional yang
tersebar di wilayah Tidore Kepulauan sebagai konsumsi lokal, penjualan untuk pangsa
pasar yang lebih luas masih sangat sedikit meskipun sudah ada penjualan ke Ternate.
Selain pendayagunaan PPI di Soasio, direncanakan juga pembangunan PPI di
Gurabati karena di daerah ini sudah terdapat pelabuhan nelayan lokal dan terdapat
potensi untuk dikembangkan. Berkaitan dengan pembangunan industri perikanan di
Gita-Payahe maka pada daerah ini direncanakan pembangunan pelabuhan perikanan
pantai (PPP) untuk mendukung permintaan akan hasil laut yang akan melonjak pada
daerah ini.
Hasil penangkapan ikan yang ada akan dijual di TPI yang berada di dekat tiap –
tiap PPP dan PPI. Selain dijual langsung sebagai produk segar, hasil laut juga diolah pada
industri perikanan yang ada di Gita-Payahe sehingga dapat meningkatkan harga jual dan
daya saing produk perikanan Kota Tidore Kepulauan. Hasil olahan dari produk perikanan
di Gita-Payahe dapat dipasarkan di Soasio untuk konsumsi lokal dan Ternate yang sudah
memiliki sentra perdagangan yang lebih luas jangkauannya untuk konsumsi nasional.
2. Rencana Pengembangan Perikanan Budidaya
Komoditas akuakultur yang akan dikembangkan di Tidore Kepulauan mencakup
spesies air tawar, air payau dan air laut. Mengingat sumberdaya alam yang sebagian
besar didominasi oleh perairan laut, maka penekanan pengembangan diberikan pada
komoditas budidaya laut (marikultur).
Komoditas marikultur, sebagaimana biota laut secara umum, biasanya
dikelompokan kedalam golongan ikan (finfish), udang (krustasea), kerang (moluska),
teripang (ekinodermata) dan alga. Golongan ikan umumnya didominasi oleh ikan karang
(coral reef fish) seperti ikan kerapu macan, ikan kerapu bebek, ikan kerapu lumpur, ikan
kakap putih, ikan napoleon, ikan sunu (lodi), ikan baronang dan sebagainya. Masih
banyak jenis ikan karang yang bisa dibudidayakan, namun dibatasi oleh kendala
ketersediaan benih. Ikan karang tersebut diproduksi masih melalui kegiatan
penangkapan. Golongan ikan pelagis seperti ikan ekor kuning, tongkol, tenggiri dan tuna
masih belum dibudidayakan, juga ikan demersal seperti ikan sebelah. Ikan tersebut
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-45
diproduksi masih melalui kegiatan penangkapan. Golongan udang mencakup udang
lobster dan udang windu, sedangkan dari golongan kerang mencakup kerang mutiara
dan kerang hijau. Teripang mencakup beberapa jenis, namun kegiatan kultur komoditas
ini relatif terbatas karena dibatasi oleh ketersediaan benih.
Alga mencakup rumput laut dan fitoplankton. Dewasa ini yang intensif
dibudidaya di Indonesia rumput laut jenis Euchema cottonii dan Gracilaria sp., jenis E.
Spinosum sudah dibudidayakan tapi dalam jumlah yang terbatas. Masih banyak jenis
rumput laut, baik golongan karaginofit (penghasil karaginan), agarofit (penghasil agar)
maupun alginofit (penghasil alginat), yang berpotensi untuk dibudidayakan.
Fitoplankton mencakup Clorella sp. baik sebagai pakan alami bagi larva ikan dan rotifera
maupun sebagai makan suplemen bagi kesehatan manusia. Dalam rangka
pengembangan akuakultur di Tidore Kepulauan, hampir seluruh kelompok komoditas
tersebut di atas dapat dikembangkan.
Sistem teknologi Akuakultur meliputi: jaring apung, jaring tancap,kandang (pen
culture), sekat (eclosure), longline dan rakit, sehingga rencana pengembangan pertanian
mengikuti konsep tersebut diatas antara lain:
1. Peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan mengenai perikanan
di Gita-Payahe.
2. Peningkatan teknologi penangkapan ikan melalui bantuan pengadaan kapal
– kapal dengan teknologi penyimpanan yang lebih baik baik dari segi
kapasitas (30 – 300 GT) maupun teknologi penyimpanan (freezer) serta
peralatan penangkapan ikan yang lebih baik.
3. Pengembangan tambak udang di perairan selat Halmahera.
4. Pengembangan perikanan air payau dengan memanfaatkan hutan bakau.
5. Pengembangan pertanian darat khususnya di wilayah bagian Pulau
Halmahera (Oba dan Oba Selatan). Pada pengembangan ini perlu
pembangunan kawasan budidaya terpadu mulai dari unit pembenihan,
pembesaran, pasca panen dan industri pendukung.
6. Meningkatkan pelatihan-pelatihan dibidang perikanan bagi masyarakat Kota
Tidore Kepulauan dan memberikan keterampilan pada jenjang pendidikan
sekolah menengah kejuruan.
7. Pengadaan sarana dan prasarana penunjang budidaya laut dan pantai,
seperti pembangunan saluran irigasi tambak, pembangunan jalan baru, PPP
(Pelabuhan Perikanan Pantai), PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan), dan TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) yang diprioritaskan pada lokasi-lokasi dengan
banyak kegiatan nelayan.
8. Penetapan Zona Pengelolaan Wilayah Laut Kota Tidore Kepulauan. Zona
pengelolaan ini ditetapkan berdasarkan peraturan yang telah ada yaitu
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-46
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2008
tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil
dan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil yang menyebutkan bahwa zona pengelolaan wilayah laut
untuk kepulauan ditetapkan sepertiga jarak zona ekonomi eksklusif yaitu
sebesar 4 mil dari garis tepi pantai terluar.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-47
Peta 8. 3 Rencana Pengembangan Perikanan
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-48
B. Kawasan Peruntukan Lahan Cadangan Pengembangan Kota
Lahan cadangan pengembangan kota diarahkan di Tidore Utara, Kecamatan Oba
Utara dan Kecamatan Oba Selatan.
C. Kawasan Pengembangan Hutan Produksi
Hutan produksi adalah hutan yang terletak di dalam batas-batas suatu HPH
(memiki izin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu. HPH adalah Hak Pengusahaan
Hutan, yaitu izin yang dikeluarkan untuk kegiatan tebang pilih di hutan-hutan alam
selama periode tertentu, umumnya 20 tahun, dan diperbarui untuk satu periode
selanjutnya, umumnya 20 tahun lagi.
Luasan hutan produksi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. 18 Kawasan Pengembangan Hutan Produksi
No Lokasi Luas (Ha)
1 Tidore 2.595,53
2 Tidore Selatan 10.718,09
3 Tidore Utara 2.120,33
4 Tidore Timur 1.314,72
5 Oba Utara 134.228,44
6 Oba Tengah 62.380,64
7 Oba 178.666,59
8 Oba Selatan 16.775,75
Tidore Kepulauan 408.800,08
Hutan produksi di Kota Tidore Kepulauan sudah ada yang mempunyai HPH, sehingga
rencana pengembangan terkait dengan pola ruang hutan produksi antara lain:
1. Tingkat penebangan diimbangi dengan penanaman dan pertumbuhan ulang
sehingga hutan terus menghasilkan kayu secara lestari.
2. Melarang pembalakan liar dan berlebihan sampai menebang habis. Pembalakan
liar dikenai sanksi.
3. Hutan produksi di Kota Tidore Kepulauan merupakan kawasan penyangga,
sehingga penanganan hutan produksi juga meliputi penanganan kawasan
penyangga.
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-49
Upaya pengembangan sektor kehutanan di wilayah perencanaan antara lain perlu
dilakukan dengan mengacu pada beberapa konsep sebagai berikut:
Pengembangan kawasan kehutanan sebaiknya diikuti dengan pengembangan
sarana prasarana penunjang, seperti aksesibilitas pengangkutan komoditas,
sarana pengolahan hasil hutan, dan lain sebagainya.
Pengembangan sektor kehutanan sebaiknya juga melibatkan sektor ekonomi
lain di wilayah perencanaan, seperti sektor industri kecil dan kerajinan yang
mengolah hasil hutan. Dengan kata lain, pengembangan sektor kehutanan juga
diupayakan mampu memacu tumbuhnya sektor ekonomi lain dengan
menciptakan keterkaitan antar sektor.
Pengembangan kawasan budidaya kehutanan harus sistainable, dengan kata lain
aspek lingkungan hijau dan keberlangsungan kelestarian hutan sebagai habitat
alami perlu dijaga. Kegiatan produksi hasil hutan bisa dilakukan selama
kelestarian hutan tetap dijaga dengan reboisasi setelah produksi dilakukan.
D. Kawasan Pertambangan
Potensi pertambangan di Kota Tidore Kepulauan hampir dapat dijumpai di
seluruh wilayah. Usaha pertambangan di Kota Tidore Kepulauan yang telah ada antara
lain pertambangan pasir, batu dan emas. Beberapa kegiatan pertambangan berada pada
kawasan lindung. Sehingga rencana pengembangan kawasan pertambangan antara lain:
Kawasan peruntukan pertambangan terpusat di Desa Noramaake Kecamatan
Oba Tengah.
(1) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) bijih besi (Mineral Logam)
berada di wilayah Kecamatan Oba Tengah dan Oba Utara seluas kurang lebih 8.500
Ha,
(2) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) nikel berada di wilayah
Kecamatan Oba, Oba Tengah dan Oba Selatan seluas kurang lebih 14.685 Ha,
(3) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) pasir besi berada di wilayah
Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan seluas kurang lebih 11.501
Ha,
(4) Pengembangan wilayah usaha pertambangan (WUT) emas berada di wilayah
Kecamatan Oba Tengah seluas kurang lebih 9.063 Ha,
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-50
Pola ruang di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat dibawah ini. Dalam rincian ini
terdapat beberapa fungsi lahan yang mempunyai luasan tidak sama karena dalam suatu
kawasan terdapat lebih dari satu fungsi. Luas kawasan lindung lebih diutamakan
perhitungan luasnya dibandingkan dengan kawasan budidaya.
Tabel 8. 19 Rencana Pola Ruang Kota Tidore Kepulauan
Pola Ruang Luas Area (Km2)
Hutan Lindung 900,67
Hutan Bakau 13,98
Sempadan sesar 61,61
Sempadan Mata Air 3,30
Sempadan Sungai 69,42
Sempadan pantai 15,15
Rawan tsunami 82,09
Rawan gunung api 30,87
Rawan banjir 6,37
Perkantoran dan pemerintahan 8,95
Perdagangan dan jasa 3,29
Permukiman/perumahan 337,45
Cadangan permukiman transmigrasi 63,00
Pendidikan 4,19
Kesehatan 1,67
Industri agro 179,50
Peternakan 8,96
Hutan produksi 4.088,00
Perkebunan 2.873,21
Tegalan 327,05
RTH 37,60
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) 0,01
Jumlah 9.116,36
Sumber: Hasil Analisis Studio
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-51
Peta 8. 4 Rencana Pola Ruang
Bab VIII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal VIII-52
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-1
Kawasan strategis di Kota Tidore Kepulauan akan dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu:
a. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan ekonomi;
b. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan lingkungan
c. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan sosial budaya;
d. kawasan strategis kota dari sudut kepentingan pertahanan keamanan
9.1 Kawasan Strategis Ekonomi
A. Kawasan Strategis Ekonomi Indonesianan - Goto
Goto (Soasio) merupakan salah satu lokasi pelabuhan di Kecamatan Tidore.
Dalam perkembangan hubungan antara Kota Tidore Kepulauan dengan daerah
sekitarnya, Kota Tidore Kepulauan merupakan simpul transportasi dan simpul distribusi
barang dan jasa ke wilayah lainnya setelah dari Ternate, Sehingga kebutuhan pelabuhan
niaga semakin dibutuhkan di Kota tidore Kepulauan. Fungsi pelabuhan Goto (Soasio)
sebagai pelabuhan peti kemas menjadi salah satu alasan ditetapkannya Goto (Soasio)
sebagai kawasan strategis ekonomi. Rencana penanganan kawasan strategis ekonomi
Goto (Soasio) antara lain:
Pengembangan pelayanan pelabuhan regional peti kemas.
Sebagai kawasan yang dikembangkan dengan ketersediaan sarana-
prasarana penunjang.
B. Kawasan Strategis Ekonomi Kota Sofifi
Kota Sofifi adalah ibukota Provinsi Maluku Utara yang baru sebagaimana amanat
Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara.
Oleh karena itu perkembangan Kota Sofifi akan berjalan pesat sebagai penyesuaian
fungsinya sebagai daerah pelayanan Regional. Kota Sofifi diarahkan sebagai pusat
perdagangan, perkantoran, jasa dan pendidikan tinggi. Rencana penanganan yang
diterapkan untuk Sofifi adalah sebagai berikut:
Perlu dilengkapi dengan akomodasi perkotaan dan sarana prasarana sosial
ekonomi regional yang memadai, yaitu: kantor pemerintahan dan legislatif,
Bab IX PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-2
rumah sakit, terminal, perguruan tinggi, pasar atau pusat perdagangan,
perbankan, markas Korem/Kodim dan Polda/polres, pengadilan negeri,
kejaksaan negeri, gedung olahraga, gedung hiburan rakyat dan gedung
lainnya.
Arahan daerah terbangun untuk Kota Sofifi diatur agar tetap rendah yaitu
sebesar 40%, hal ini dimaksudkan agar Kota Sofifi menjadi Kota yang ‘lega’.
Arahan tinggi bangunan ditetapkan lebih dari 1 (satu) untuk menanggulangi
ancaman tsunami. KLB ditetapkan dalam jangkauan 1 – 4 lantai.
Penyediaan ruang terbuka hijau.
Penyediaan infrastruktur air bersih, drainase dan air limbah yang baik.
C. Kawasan Strategis Ekonomi Rum
Rum adalah daerah pelabuhan. Dermaga penyeberangan yang berada di Rum
melayani penyeberangan ke Ternate dengan intensitas yang tinggi. Pergerakan barang
dan jasa di Rum cukup besar. Selain itu, kawasan ini juga bertindak sebagai ‘pintu’ bagi
Kota Tidore Kepulauan. Dengan pertimbangan tersebut, maka kawasan ini ditetapkan
sebagai kawasan strategis. Rencana yang diterapkan untuk Rum adalah sebagai berikut.
Perlu dilengkapi dengan akomodasi perkotaan dan sarana prasarana
ekonomi dan perdagangan berupa pelabuhan yang dilengkapi dengan
fasilitas penginapan dan rumah makan serta pasar atau pusat perdagangan.
Arahan daerah terbangun di Rum ditetapkan sebesar maksimal 50%, hal ini
disebabkan ruang yang tersedia untuk pembangunan di wilayah ini
termasuk kecil dikarenakan faktor topografinya.
Arahan tinggi bangunan ditetapkan antara jangkauan 1 – 4 lantai.
Penyediaan infrastruktur air bersih, drainase dan air limbah yang baik.
D. Kawasan Strategis Ekonomi Gita-Payahe
Gita-Payahe merupakan kawasan yang berada di simpul jalan arteri ‘Trans
Halmahera’. Kawasan ini juga merupakan kawasan pengembangan industri agro dan
perikanan. Rencana yang diterapkan untuk Gita-Payahe adalah sebagai berikut:
Perlu dilengkapi dengan akomodasi perkotaan dan sarana prasarana
ekonomi serta perdagangan berupa pelabuhan yang dilengkapi dengan
pergudangan dan pasar atau pusat perdagangan.
Pengembangan industri agro dan perikanan dengan sarana prasarana
pendukung yang lengkap.
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-3
Arahan daerah terbangun di Gita-Payahe ditetapkan sebesar maksimal 40 %
agar daerah ini tidak menjadi terlalu padat.
Arahan tinggi bangunan ditetapkan antara jangkauan 1 – 4 lantai.
Penyediaan infrastruktur air bersih, drainase dan air limbah yang baik.
9.2 Kawasan Strategis Lingkungan Hidup
A. Kawasan Lindung Bakau
Seluruh kawasan bakau di Kota Tidore Kepulauan merupakan kawasan lindung.
Hal ini dikarenakan fungsi utama hutan bakau sebagai habitat hidup ikan payau dan
sebagai penahan gelombang pasang surut air laut serta penahan gelombang tsunami
yang potensi terjadi di Kota Tidore Kepulauan. Kawasan Bakau di Kota Tidore Kepulauan
termasuk kawasan hutan bakau yang unik karena tumbuh di sedimen pasir. Dikatakan
unik karena relatif jarang terdapat hutan bakau yang tumbuh pada media tanam
sedimen pasir. Dengan kemudahan adaptasi hidup hutan bakau tersebut, maka seluruh
kawasan hutan bakau di Kota Tidore Kepulauan merupakan kawasan strategis
lingkungan hidup.
Payahe
Kawasan bakau yang berada di Payahe merupakan kawasan yang penting
untuk mempertahankan keberlanjutan ekologi wilayah Tidore Kepulauan
terutama wilayah Payahe. Payahe sendiri merupakan daerah yang rawan
akan tsunami karena memiliki elevasi yang rendah. Kawasan lindung Bakau
di Payahe termasuk kawasan strategis lingkungan hidup karena apabila
hutan bakau tersebut gundul akan terjadi abrasi pantai dan tidak ada
penahan untuk gelombang pasang maupun tsunami.
Tauno dan Gilatua
Kawasan bakau di Tauno dan Gilatua merupakan kawasan bakau yang
memiliki potensi alam yang tinggi karena merupakan habitat hidup ikan dan
fauna lainnya. Selain itu, hutan bakau di Tauno dan Gilatua juga berfungsi
sebagai buffer zone disepanjang pantai tersebut.
Penanganan yang dilakukan untuk kawasan strategis lingkungan hidup hutan
bakau di Kota Tidore Kepulauan antara lain:
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-4
1. Perlindungan terhadap flora dan fauna yang terdapat dalam hutan bakau
dengan melarang penebangan dan pemanfaatan hutan bakau yang dapat
merusak ekosistem.
2. Memberikan alternatif mata pencaharian kepada masyarakat yang
mempunyai mata pencaharian menjual kayu bakar bakau. Alternatif mata
pencaharian disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian masing-masing
individu.
3. Kegiatan yang diperbolehkan antara lain: mengambil kayu kering tanpa
harus menebang, budidaya perikanan air payau, wisata alam menyusuri
hutan bakau dengan perahu.
B. Kawasan Lindung Sungai
Sungai Akebale, Akeoba dan Akelamo
Sungai Akebale, Akeoba dan Akelamo merupakan sungai yang sering mengalami
banjir. Ketiga sungai tersebut termasuk kedalam kawasan strategis lingkungan hidup
karena letak sungai yang dekat dengan permukiman penduduk. Tujuan ditentukannya
kawasan lindung sungai Akebale, Akeoba dan Akelamo sebagai kawasan strategis untuk
menjaga ekosistem dan stabilitas kegiatan terutama selama jangka waktu perencanaan.
Sehingga tidak akan terjadi bencana banjir musiman.
Sungai Oba, Toniku dan Kayasa
Sungai Oba, Toniku dan Kayasa merupakan sungai-sungai yang berada di
Kecamatan Oba Utara. Ketiga sungai tersebut merupakan sumber air baku bagi
masyarakat sekitar. Berdasarkan data RDTR Kota Sofifi, sungai Oba sebagai sungai
terbesar merupakan muara sungai-sungai kecil lainnya dengan aliran permukaan air
akan mengisi air tanah. Sungai Oba memiliki 16 DAS disekelilingnya. Sungai Toniku
meskipun musim kemarau masih dialiri air, sedangkan sungai Kayasa merupakan sungai
yang tidak pernah kering. Sehingga keberadaan ketiga sungai tersebut sangat vital bagi
Kota Sofifi yang akan dikembangkan menjadi ibukota propinsi yang kebutuhan air bersih
juga meningkat.
Penanganan untuk kawasan strategis lingkungan hidup sungai antara lain:
1. Perlindungan terhadap flora dan fauna di sekitar kawasan sungai dan
sempadannya.
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-5
2. Penanaman tanaman hijau sepanjang sungai di sebelah kiri dan kanan
sempadan sungai.
3. Melarang kegiatan penambangan pasir, penebangan pohon dan
pengrusakan sempadan sungai.
4. Pembuatan lubang biopori disepanjang daerah sempadan sungai dengan
mengajak masyarakat sekitar.
5. Pengelolaan DAS di sepanjang sungai.
C. Kawasan Lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata
Dasar penunjukan taman nasional Aketajawe-Lolobata adalah Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor : 397/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. Kawasan
tersebut mempunyai luas ± 167.300 Ha yang mencakup daerah Halmahera Tengah, Kota
Tidore Kepulauan dan Halmahera Timur. Kawasan lindung Taman Nasional yang berada
di dalam administratif Kota Tidore Kepulauan adalah Taman Nasional Aketajawe.
Ditetapkannya kawasan lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata sebagai
kawasan strategis karena dibawah kawasan taman nasional ini terdapat daerah
budidaya permukiman perkotaan Sofifi yang dalam keberlanjutan kota membutuhkan
sumber air baku. Kawasan Taman Nasional Aketajawe dihuni oleh masyarakat hutan
Tugutil. Selain itu kawasan lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata memiliki
berbagai rangkaian habitat dan spesies dari unit biogeografi kelompok Halmahera dalam
satu unit pengelolaan. Flora yang dimiliki dalam kawasan lindung Taman Nasional
Aketajawe-Lolobata adalah hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan
yang berpotensi memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Fauna yang dimiliki kawasan
lindung Taman Nasional Aketajawe-Lolobata antara lain 28 jenis mamalia dengan 1 jenis
mamalia sebagai hewan endemik Halmahera, 211 jenis burung dengan 4 jenis burung
sebagai endemik Halmahera, 38 jenis reptil dengan 7 jenis reptil sebagai endemik
Halmahera, 6 jenis amfibi dengan 2 jenis endemik amfibi Halmahera.
Penanganan perlindungan yang dilakukan pada kawasan ini, yaitu:
Perlindungan terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan
rangkaian habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan,
yang mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting
di Pulau Halmahera.
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-6
Perlindungan daerah resapan air yang penting bagi kawasan sekitarnya atau
dibawahnya untuk kebutuhan air masyarakat, pertanian, industri dan
lainnya.
Perlindungan terhadap masyarakat hutan Tugutil. Kawasan ini merupakan
pilihan bagi masyarakat hutan Tugutil untuk dapat terus menjalankan cara
hidup tradisionalnya.
9.3 Kawasan Strategis Sosial Budaya
Kawasan strategis sosial budaya di Kota Tidore Kepulauan memegang peranan
penting terhadap kesatuan NKRI terkait dengan isu perlindungan adat-istiadat dan
budaya terhadap klaim negara asing. Kawasan strategis sosial budaya di Kota Tidore
Kepulauan selain sebagai identitas diri Kota Tidore Kepulauan juga menjadi identitas
bagi Kepulauan Maluku dan negara Indonesia.
A. Kawasan Konservasi Gurabunga
Kawasan Gurabunga adalah kawasan yang sejak dulu disakralkan oleh penduduk
Kota Tidore Kepulauan karena dulu adalah tempat kediaman penasihat spiritual Sultan
Tidore. Di kawasan ini dilestarikan rumah adat asli Tidore, selain itu juga sebagai tempat
berlangsungnya beberapa upacara adat.
Kawasan Gurabunga ini berada di Kecamatan Tidore, berada di daerah yang
cukup tinggi sehingga cukup dingin, dan juga memiliki panorama yang indah. Kawasan
ini sangat cocok untuk perkembangan pariwisata. Karena itu perkembangannya sebagai
kawasan cagar budaya harus memiliki pengaturan yang ketat mengenai pembatasan
kegiatan budidaya yang dilakukan pada kawasan ini. Pengaturan meliputi:
Penanganan kawasan konservasi Gurabunga ini adalah kawasan yang
dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan sebagai lokasi agrowisata.
Pengaturan intensitas bangunan, KDB tidak lebih dari 40% KLB antara 1
hingga 3 lantai.
Pengendalian pembangunan rumah, pengendalian pembangunan rumah
baru melalui perizinan dan syarat – syarat pembangunan rumah baru yang
di dalamnya juga mengatur syarat arsitektural rumah sehingga tidak terjadi
penumpukan bangunan modern.
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-7
Pengendalian area tambang yang berada di daerah Gurabunga,
pembatasan, penutupan dan reklamasi daerah tambang yang sudah habis.
Pengamanan dan menjaga pelestarian dari faktor alam melalui
pemanfaatan teknologi.
Menjaga kelestarian kawasan setempat melalui penanaman pohon yang
dapat memperindah kawasan sehingga tetap asri.
B. Kawasan Konservasi Kedaton Kesultanan Tidore
Kedaton Kesultanan Tidore merupakan tempat tinggal Sultan Tidore. Bangunan
ini memiliki nilai budaya yang sangat tinggi karena di sinilah pemerintahan Kesultanan
Tidore berada. Kedaton Kesultanan Tidore merupakan simbol budaya bagi masyarakat
Kota Tidore Kepulauan dan sebagai salah satu ragam budaya di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Daya tarik Kedaton Kesultanan Tidore yaitu bentuk kedaton dengan
sentuhan arsitektur yang cukup unik dan klasik khas Tidore terletak di dataran tinggi
sehingga dapat terlihat selat Halmahera dan latar belakang gunung Kiematubu
menambah nilai eksotik kawasan. Di Kedaton Kesultanan Tidore ini biasa dilakukan
upacara adat kesultanan yang sakral dan digelar tarian tradisional yang dipertunjukkan
pada saat pelaksanaan upacara adat Legu Gam.
Pengaturan meliputi:
Penanganan kawasan konservasi Gurabunga ini adalah kawasan yang
dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan sebagai lokasi budaya.
Pengamanan dan penjagaan kelestarian dari berbagai bentuk ancaman,
baik oleh kegiatan manusia maupun faktor alam.
Pengaturan sempadan daerah cagar budaya untuk mengurangi resiko
perusakan daerah cagar budaya yang disebabkan oleh kegiatan budidaya
seperti perdagangan atau bahkan permukiman.
Menjaga kelestarian kawasan melalui penanaman pohon sehingga dapat
memperindah kawasan kedaton kesultanan tidore.
C. Pulau Mare
Pulau Mare terletak di Selatan Pulau Tidore. Secara adminsitratif merupakan
bagian dari wilayah Kecamatan Tidore Selatan. Pulau Mare memiliki kekayaan alam
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-8
berupa terumbu karang yang sudah cukup terkenal dalam skala nasional dan spesifik
endemik lumba-lumba . Rencana yang ditetapkan sebagai berikut:
Perlu dilengkapi dengan sarana perhubungan yang lebih baik untuk
meningkatkan aksesibilitas.
Pengembangan manajemen pariwisata agar dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah.
Perlindungan terhadap terumbu karang dan Lumba-lumba dengan cara
pelarangan menggunakan peralatan yang membahayakan terumbu karang
dan lumba-lumba dalam eksploitasi perikanan.
Perlindungan terhadap fauna, agar tidak terjadi degradasi lingkungan.
Arahan daerah terbangun ditetapkan kurang dari 30 % serta
penempatannya mempertimbangkan kawasan lindung.
Arahan tinggi bangunan ditetapkan 1 – 4 lantai. Diarahkan untuk
pembangunan lebih dari 1 (satu) lantai sebagai tempat evakuasi ketika
tsunami.
D. Pulau Maitara
Pulau Maitara yang berada di Kecamatan Tidore Utara mempunyai keunggulan
berupa pasir putih dan terumbu karang yang potensial untuk kegiatan diving. Selain itu,
dari pulau Maitara juga didapat view yang sempurna terhadap Gunung Gamalama dan
puncak Kiematubu.
Pengembangan akomodasi wisata seperti fasilitas perhotelan, perdagangan,
restoran, dan lain-lain.
Pembuatan masterplan kawasan.
Pengembangan manajemen pariwisata agar dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah.
Perlindungan terhadap terumbu karang dengan cara pelarangan
menggunakan peralatan yang membahayakan terumbu karang dalam
eksploitasi perikanan.
Perlindungan terhadap fauna, agar tidak terjadi degradasi lingkungan.
Arahan daerah terbangun ditetapkan kurang dari 30 % serta
penempatannya mempertimbangkan kawasan lindung.
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-9
Arahan tinggi bangunan ditetapkan 1 – 4 lantai. Diarahkan untuk
pembangunan lebih dari 1 (satu) lantai sebagai tempat evakuasi ketika
tsunami.
9.4 Kawasan Strategis Kota dari sudut Kepentingan Pertahanan Keamanan
Rencana kawasan strategis Kota Tidore Kepulauan dari sudut kepentingan
pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. kawasan perkantoran Komando Daerah Militer Nuku yang berada di Kecamatan
Oba Utara;
b. kawasan perkantoran Komando Distrik Militer 1505 yang berada di Kelurahan
Dowora serta fasilitas asrama militer di Kelurahan Dowora; dan
c. kawasan pangkalan angkatan laut di Desa Oba Kecamatan Oba Utara.
Tabel 9. 1 Rencana Penanganan Kawasan Strategis
Jenis Kawasan Strategis Lokasi Rencana Penanganan
Kawasan Strategis
Kawasan Strategis Lingkungan Hidup
Kawasan Lindung Bakau Kawasan akan dilindungi dan dikembangkan sebagai obyek wisata alam
Kawasan Lindung Sungai Kawasan akan dilindungi dan dikonservasi
Kawasan Lindung Taman Nasional Aketajawe
Kawasan akan dilindungi dan dikonservasi
Kawasan Strategis Sosial Budaya
Gurabunga Kawasan yang akan dilindungi, dikonservasi dan dikembangkan sebagai obyek wisata budaya Kawasan yang akan dilindungi, dikonservasi, dan dikembangkan sebagai obyek wisata bahari
Kedaton Kesultanan Tidore Pulau Mare Pulau Maitara
Kawasan Strategis Ekonomi Goto Kawasan yang akan ditingkatkan dan diperbarui Sofifi
Rum
Gita-Payahe
Kawasan Pertahanan Keamanan Kawasan Strategis Kota dari
sudut Kepentingan
Pertahanan Keamanan
Sofifi Tidore
Sumber: Hasil Analisis Tim
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-10
Peta 9. 1 RENCANA KAWASAN STRATEGIS TIDORE KEPULAUA
Bab IX Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal IX-11
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-1
Pemanfaatan ruang, sebagai bagian dari tata ruang merupakan tindak lanjut
implementatif dari perencanaan. Agar Arahan pemanfaatan ruang selalu sesuai dengan
rencana maka diperlukan suatu arahan yang nantinya diturunkan dalam bentuk indikasi
program. Arahan pemanfaatan ruang bertujuan untuk mewujudkan struktur
pemanfaatan ruang kota dan pola ruang sesuai dengan kebijakan dan strategi yang telah
disusun dalam rencana.
Arahan pemanfaatan ruang untuk Kota Tidore Kepulauan dilakukan untuk
mencapai sasaran – sasaran dimana kesemuanya merupakan perbaikan dan
peningkatan terhadap sumber daya alam, sumber daya manusia, perekonomian dan
sarana prasarana.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10. 1 Rencana Sasaran Program Lima Tahunan Persektor Kota Tidore Kepulauan
No Sektor Sasaran Tahun
2015 2020 2025 2030
1. Sumber Daya Alam
Kelestarian Sumber Daya Alam
2. Sumber Daya Manusia
SDM berkualitas di bidang perikanan
SDM berkualitas di bidang pertanian dan perkebunan
SDM berkualitas di bidang pariwisata
SDM berkualitas di bidang industri pengolahan
3. Perekonomian Budidaya perikanan
Budidaya pertanian dan perkebunan
Pariwisata
Industri Pengolahan hasil perikanan, pertanian, dan perkebunan.
4. Sarana Prasarana
Mendukung budi daya perikanan
Mendukung pertanian dan perkebunan
Mendukung pariwisata
Mendukung Industri
Sarana prasarana hirarki I, II, III
Bab X ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-2
10.1 Usulan Program Utama Program utama kota adalah program-program pemanfaatan yang memiliki
bobot kepentingan utama atau perlu diprioritaskan untuk mewujudkan RTRW kota
sesuai arah yang dituju. Penetapan program utama dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan sektor/sub sektor/komoditi
unggulan ekonomis kawasan yang berupa pertanian, perikanan, dan
pariwisata.
b. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan/mewujudkan sosial – budaya
dan peningkatan kualitas SDM penduduk.
c. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan/mewujudkan tata ruang
kawasan yang telah direncanakan dan kesesuaiannya dengan upaya
pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup.
d. Kesesuaian dengan tujuan membuka isolasi dan mengembangkan sistem
transportasi kawasan.
e. Program dan kegiatan yang bersifat untuk pemeliharaan/peningkatan
fungsi berbagai prasarana dan sarana kawasan serta berbagai fasilitas
pelayanan sosial – ekonomi masyarakat yang sudah ada akan lebih
didahulukan untuk menjamin tetap operasionalnya fasilitas – fasilitas
tersebut.
f. Program dan kegiatan proyek yang bersifat khusus dan atau mendesak
seperti misalnya berkenaan dengan masalah keamanan, lanjutan proyek
yang sudah berjalan pada tahun sebelumnya, bersifat meningkatkan
pendapatan asli daerah dan lain – lain, maka pada prinsip akan lebih
diprioritaskan .
10.2 Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Pelaksanaan perwujudan ruang Kota Tidore Kepulauan dilakukan dalam
tahapan-tahapan rencana pembangunan tahap menengah. Rentang waktu dalam setiap
tahapan adalah 5 (lima ) tahun. Tahapan pembangunan Kota Tidore adalah sebagai
berikut:
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-3
1. RPJM ke-1 (April 2013 – Maret 2018)
RPJM ke-1 diarahkan untuk :
a) Pengembangan sarana dan prasarana pertanian pada semua wilayah
Kota Tidore Kepulauan.
b) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan
lindung dan penataan kawasan rawan bencana.
c) Penyusunan rencana detail dan rencana untuk kawasan strategis.
d) Perwujudan struktur ruang kota dengan melalui perwujudan pusat-
pusat pelayanan hirarki I, II dan III.
e) Peningkatan sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas sarana
pendidikan tingkat menengah dengan penekanan pada SMK yang
menunjang pertanian, perikanan dan pariwisata.
f) Penguatan sektor basis yaitu pertanian dan peningkatan pada sektor
pariwisata.
2. RPJM ke-2 (April 2018 - Maret 2023)
a) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan
budidaya untuk sektor pertanian, industri dan pariwisata.
b) Perwujudan struktur ruang kota dengan melalui perwujudan pusat-
pusat pelayanan hirarki I, II dan III.
c) Perwujudan sarana dan prasarana dengan penekanan pada sarana
transportasi, perdagangan, telekomunikasi, energi dan jasa yang
mendukung pariwisata.
d) Perwujudan sektor industri yang berorientasi pada hasil pertanian dan
perkebunan.
3. RPJM ke-3 (April 2023 - Maret 2028)
a) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan
budidaya untuk sektor pertanian, industri dan pariwisata.
b) Perwujudan struktur ruang kota melalui perwujudan pusat-pusat
pelayanan hirarki I, II dan III.
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-4
c) Perwujudan sarana dan prasarana dengan penekanan pada peningkatan
jangkauan dan kualitas prasarana telekomunikasi dan energi.
d) Pemantapan sektor pariwisata dan industri sebagai kekuatan kota.
4. RPJM ke-4 (April 2028 - Maret 2033)
a) Perwujudan pola ruang dengan penekanan pada perwujudan kawasan
budidaya untuk sektor pertanian, industri dan pariwisata.
b) Perwujudan struktur ruang kota dengan melalui perwujudan pusat-
pusat pelayanan hirarki I, II dan III.
c) Pengembangan pertambangan dan pemanfaatan sumber-sumber
energi.
d) Pemantapan sektor pariwisata dan industri sebagai basis ekonomi ke
depan yang menunjang pertanian.
10.3 Pembiayaan Pembangunan Untuk merealisasikan program dan rencana tindak yang disusun, maka perlu
dibuatkan rencana pembiayaan kurun waktu 20 (dua puluh) tahun dan secara bertahap
setiap 5 (lima) tahun. Pada bagian ini dijelaskan pula perkiraan rencana sumber dan
besar pembiayaan untuk masing-masing program. Pada dasarnya perkiraan pendanaan
program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sumber-sumber pendanaan Kota Tidore Kepulauan adalah :
Pendapatan Asli Daerah;
Pendanaan oleh pemerintah;
Pendanaan dari pemerintah provinsi;
Investasi swasta dan masyarakat;
Bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
Sumber-sumber pembiayaan lainnya.
10.4 Instansi Pelaksana Pelaksanaan program disesuaikan dengan tingkat pemerintahan sesuai dengan
kewenangannya dan dapat melibatkan swasta dan masyarakat. Instansi pelaksana dapat
dijabarkan dengan lebih rinci sesuai dengan bidang, tugas dan fungsinya yang
pelaksanaannya harus terintegrasi antar sektor. Instansi pelaksana ini dapat dibedakan
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-5
menjadi dua kelompok yaitu instansi pelaksana utama dan instansi pelaksana
pendukung.
10.5 Indikasi Program Utama Pemanfaatan ruang kota diwujudkan dalam bentuk program-program. Dalam
tataran RTRW, program terumuskan dalam bentuk indikasi yang global untuk nantinya
diperinci dalam produk tata ruang detail seperti RDTR ataupun rencana untuk kawasan
strategis. Program utama terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu program umum
penataan ruang, program perwujudan struktur ruang kota dan program perwujudan
pola ruang kota. Indikasi program selengkapnya dapat dilihat pada tabel 13.1 berikut ini.
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-6
Tabel 10. 2 Matriks Indikasi Program Utama Kota Tidore Kepulauan
NO PROGRAM LOKASI WAKTU PELAKSANAAN SUMBER
DANA INSTANSI
PELAKSANA PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
A PROGRAM UMUM PENATAAN RUANG
1 Studi tentang batas wilayah adminsitratif Kota Tidore Kepulauan
1.1. Studi dan pelaksanaan pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU
1.2. Sosialisasi hasil pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU
2 Penyusunan RDTR di Kota Tidore Kepulauan
2.1. Studi untuk perencanaan detail tata ruang pusat pengembangan
Semua Ibukota Kecamatan
APBD Bappeda, Dinas PU
2.2. Studi untuk kawasan strategis Semua Ibukota Kecamatan
APBD Bappeda, Dinas PU
2.3. Penyusunan dan revisi RDTR di setiap ibukota kecamatan Semua Ibukota Kecamatan
APBD Bappeda, Dinas PU
3 Penyusunan RTBL
3.1. Penyusunan RTBL GIta-Payahe sebagai waterfront city Oba APBD Bappeda, Dinas PU
3.2. Penyusunan RTBL Sofifi dan Pulau TIdore sebagai waterfront city
Oba Utara, Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur
APBD Bappeda, Dinas PU
3.3. Penyusunan RTBL ibukota kecamatan sebagai waterfront city Akelamo-Loleo, Maidi-Lifofa
APBD Bappeda, Dinas PU
3.4. Penyusunan RTBL kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah
Kelurahan Gurabunga, Benteng Tahula, Kompleks makam raja-raja, Permukiman masyarakat adat
APBD Bappeda, Dinas PU
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-7
terpencil Tugutil
B PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG
1 Perwujudan Pusat Kegiatan
1.1. Perwujudan Pulau Tidore dan Sofifi sebagai pusat pelayanan hirarki I (Regional)
a. Penyediaan sarana administrasi pemerintahan provinsi Kota Sofifi APBD Dinas PU Provinsi
b. Pemantapan sarana administrasi pemerintahan kota Kecamatan Tidore APBD Dinas PU
c. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan sarana pendidikan tingkat perguruan tinggi
Kota Sofifi dan Kecamatan Tidore
APBD Dinas pendidikan
d. Peningkatan sarana kesehatan rumah sakit menjadi tipe B Oba Utara APBD Dinkes
e. Peningkatan/pemantapan sarana kesehatan rumah sakit umum tipe C
Kecamatan TIdore
f. Peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan Sofifi menjadi pelabuhan nasional
Oba Utara APBD, investor
Dinas PU, PT. PELNI
g. Pemantapan fungsi pelabuhan Goto sebagai pelabuhan peti kemas skala regional
Kecamatan Tidore APBD Dinas PU
h. Pemantapan fungsi pasar Sarimalaha sebagai pasar regional
Kecamatan Tidore APBD Disperindag
i. Peningkatan fungsi terminal Sofifi sebagai teminal tipe B Oba Utara APBD Dinas PU
j. Peningkatan fungsi terminal Soasio sebagai terminal tipe C dan subterminal
Pulau Tidore APBD Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
k. Peningkatan fungsi Pelabuhan Pendaratan Ikan Kecamatan Tidore APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan
l. Pembangunan Pelabuhan pendaratan ikan Kecamatan Tidore Selatan
APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan
m. Pengembangan industri agro Kecamatan Tidore Utara, Tidore Timur, Oba
APBD Disperindag, Dinas pertanian dan kehutanan, Dinas
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-8
perikanan dan kelautan
n. Pengembangan industri bersih Kecamatan Tidore dan Tidore Selatan
APBD Disperindag
o. Pembangunan pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan
Kecamatan Tidore Selatan, Tidore Utara, Oba Utara
APBD Disperindag, Dinas PU
p. Pembangunan Gedung Gelanggang Olah raga Kecamatan Tidore APBD Bappeda, Dinas PU
1.2. Perwujudan Gita-Payahe sebagai pusat pelayanan hirarki II (Kota)
a. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai untuk mendukung industri perikanan
Kecamatan Oba APBD Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Disperindag, Dinas PU
b. Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Pelabuhan Gita, Kecamatan Oba
APBD Bappeda, Dinas Kelautan,
c. Pembangunan SMK Perikanan yang sekaligus menjadi tempat pengurusan sertifikat untuk nelayan
Oba APBD Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Perikanan dan Kelautan
d. Pembentukan kawasan industri agro dan industri pengolahan hasil perikanan
Oba APBD Bappeda, Dinas perikanan dan kelautan, Disperindag, Dinas PU
e. Penyediaan dan/atau pemantapan sarana pasar dan ruko perdagangan dan pusat showroom hasil industri agro
Payahe (Kecamatan Oba)
APBD Bappeda, Disperindag, Dinas PU
f. Penyediaan sarana kesehatan rumah sakit tipe D Oba APBD Bappeda, Dinkes
g. Pengembangan pelabuhan Gita sebagai pelabuhan skala regional dan penunjang industri
Oba APBD Bappeda, Disperindag, Dinas
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-9
Perikanan dan Kelautan, dan Dinas PU
h. Peningkatan dan perbaikan terminal tipe C yang ditempatkan dekat dengan pelabuhan
Oba APBD Dinas PU
1.3. Perwujudan ibukota-ibukota kecamatan sebagai pusat pelayanan hirarki III (Lokal)
a. Penyediaan/pemantapan sarana kesehatan Puskesmas
Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Kesehatan
b. Penyediaan/pemantapan sarana pendidikan SMK dengan keterampilan khusus untuk menunjang bidang pertanian-perkebunan, perikanan, industri kecil dan menengah, dan pariwisata.
Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
c. Penyediaan/pemantapan sarana perdagangan pasar kecamatan
Semua kecamatan APBD Bappeda, Disperindag
d. Penyediaan/pemantapan sarana ekonomi (bank, koperasi, dll)
Semua kecamatan terutama di Pulau Tidore, Kota Sofifi dan Kota Gita-Payahe
APBD, investor
Bappeda, Bank Daerah, pihak swasta
e. Penyediaan/pemantapan sarana dan pelayanan komunikasi dan jasa pengiriman barang
Semua Kecamatan APBD, investor
Bappeda, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT Pos dan Giro, swasta
f. Pemantapan fungsi pelabuhan Loleo sebagai pelabuhan lokal
Oba Tengah APBD Bappeda, Dinas PU
g. Pemantapan fungsi pelabuhan Rum sebagi pelabuhan lokal yang menjadi penunjang Pelabuhan Soasio
Tidore Utara APBD Dinas PU
2 Perwujudan Sistem Prasarana
2.1. Transportasi darat
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-10
a. Perbaikan jalan lingkar Pulau Tidore dengan menambah drainase, prasarana pejalan kaki selebar 2,5 m, serta RTH/Jalur Hijau, juga penerangan jalan
Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur
APBD Dinas PU
b. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Gamtufkange – Gurabunga, Ome - Jaya dan Mareku – Afa-afa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara
APBD Dinas PU
c. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Dowora – Kalaodi dan Ome - Fabaharu dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur
APBD Dinas PU
d. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Jaya – Fabaharu dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
Tidore, Tidore Utara
APBD Dinas PU
e. Pembangunan dan peningkatan jaringan Jalan atas penghubung dari Tuguiha – Tidore Timur dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
TIdore Selatan, Tidore Timur
APBD Dinas PU
f. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Soasio - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Tidore APBD Dinas PU
g. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Gurabati - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Tidore Selatan APBD Dinas PU
h. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Rum - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta
Tidore Utara APBD Dinas PU
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-11
prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
i. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Tosa - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Tidore Timur APBD Dinas PU
j. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans Halmahera yaitu ruas jalan Payahe-Weda, Akelamo-Payahe, Sp. Dodinga-Akelamo dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 3 m
Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Oba Selatan
APBD Dinas PU
k. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Sofifi - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba Utara APBD Dinas PU
l. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Loleo - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba Tengah APBD Dinas PU
m. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Payahe - Lifofa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba, Oba Selatan APBD Dinas PU
n. Pengembangan dan peningkatan jaringan Payahe - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba APBD Dinas PU
o. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Lifofa - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba Selatan APBD Dinas PU
p. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Guraping Oba Utara, Oba APBD Dinas PU
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-12
– Loleo – Yehu – Gilatua dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Tengah, Oba
q. Pengaturan sistem trayek angkutan umum yang lebih baik serta pengaturan rute angkutan barang pada jalur khusus yang tidak menghambat lalu lintas di pusat kota
Tidore, Tidore TImur, Oba Utara, Oba
APBD Dinas PU
r. Pengembangan sarana angkutan yang lebih efisien dan menjangkau ke semua kawasan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan kawasan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
s. Penyediaan prasarana sub terminal baru untuk memberikan pelayanan dalam bidang angkutan umum serta untuk mengakses pusat-pusat pertumbuhan baru
Tidore Selatan, Tidore Timur, Oba, Oba Tengah, Oba Selatan
APBD Dinas PU
t. Pembangunan halte yang mampu melayani penumpang untuk berganti moda atau pun berganti jurusan atau rute angkutan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
2.2. Transportasi Laut
a. pengembangan pelabuhan Soasio sebagai Pelabuhan Peti Kemas
Tidore APBN Kementerian Perhubungan
b. pengembangan armada kapal laut untuk melayani dari Sofifi - Sarimalaha PP, dari Sarimalaha – Paceda PP, dari Sarimalaha – Gita PP, dari Dowora – Galala PP
Oba Utara, Tidore, Oba, Oba Tengah
APBD Dinas Perhubungan
2.3. Sumber daya air
a. penyusunan Masterplan air minum Pulau Tidore, Oba Utara
APBD PDAM, Dinas PU
b. Pengadaan studi mengenai Daerah Aliran Sungai dan kawasan resapan air untuk pengendalian banjir dan kekeringan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
c. Konservasi kawasan perbukitan dan hutan lindung, berfungsi untuk menyangga daerah resapan air hujan di masing – masing DAS sungai sebagai potensi air baku
Semua kecamatan APBD Dinas PU
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-13
keperluan air bersih
d. Penataan atau penanganan daerah hulu sungai melalui penghijauan dan pembuatan sumur resapan dikawasan hunian dan permukiman, berfungsi pula untuk pengendalian banjir
Semua kecamatan APBD Dinas PU
e. Penataan, pengaturan dan perlindungan sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air baku tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan terhadap pencemaran lingkungan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
f. Pengadaan pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan
Oba Tengah, Oba Selatan, Oba Utara, Oba
Investor PDAM
g. Peningkatan sistem pengolahan air bersih di masing – masing kawasan yang mempunyai potensi air baku untuk sumber air bersih
Semua kecamatan Investor PDAM
h. Penataan dan penanganan daerah zona kawasan pelayanan air bersih di daerah permukiman
Semua kecamatan Investor PDAM
i. Penataan dan pengaturan distribusi sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan khusus untuk industri
Oba Utara, Oba Tengah, Oba Tidore Selatan, Kec. Tidore
Investor PDAM
j. Mencari sumber air baru untuk menambah produksi air bersih PDAM
Semua kecamatan Investor PDAM
k. Pendayagunaan sungai sebagai sumber air Semua kecamatan Investor PDAM
l. Pengontrolan sistem produksi air bersih di tiap kawasan yang mempunyai potensi kebocoran dengan pemasangan water meter
Semua kecamatan Investor PDAM
m. Penggantian pipa – pipa distribusi lama yang tidak layak dan mengadakan pengecekan secara berkala
Semua kecamatan Investor PDAM
n. Peningkatan sistem pengelolaan dan pencatatan pembacaan water meter ke pelanggan
Semua kecamatan Investor PDAM
o. Penataan sistem adimnistrasi pengolahan air bersih Semua kecamatan Investor PDAM
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-14
p. studi potensi air tanah Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM
q. pengembangan sumber air baku Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM
r. pengembangan jaringan perpipaan Semua kecamatan APBD PDAM
s. pembangunan jaringan irigasi Oba, Oba Selatan APBN Kementerian PU
2.3. Telekomunikasi
a. pembangunan base tranceiver system (BTS Semua kecamatan Investor Dinas Perhubungan, PT TELKOM
b. pengembangan jaringan “Fixed Line” Semua kecamatan Investor PT TELKOM
c. Perluasan jaringan telepon hingga menjangkau daerah yang terisolir
Semua kecamatan APBD, investor
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM dan swasta
d. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel
Semua kecamatan APBD, investor
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM atau swasta
2.3. Energi/Listrik
a. Rencana pembangunan PLTU Noramaake di Desa Akedotilou
Oba Tengah Investor PLN
b. Perluasan jaringan listrik hingga menjangkau daerah daerah yang terisolir
Semua kecamatan terutama kecamatan Oba dan Oba Selatan
APBD PLN
c. Penambahan kapasitas produksi jaringan listrik agar mencukupi kebutuhan di masa mendatang
Semua kecamatan APBD PLN
d. Perawatan jaringan listrik yang sudah ada Semua kecamatan APBD PLN
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-15
e. Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi Akesahu
Pulau Tidore APBD PLN
f. Pengembangan sumber energi batu bara dekat dengan pelabuhan Rum
Rum (Kecamatan Tidore Utara)
APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
g. Studi pengembangan sumber energi alternatif biofuel dan mikrohidro
Kota Tidore Kepulauan
APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
h. Pembangunan sumber energi alternatif biofuel dari tanaman jarak dan kelapa dengan membangun genset
Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
i. Pembangunan sumber energi alternatif mikrohidro dengan membuat bendungan di sungai Payahe
Kecamatan Oba APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
2.4. Drainase
a. Penataan sistem drainase di areal permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU
b. Pengembangan sistem penghijauan kota daerah kawasan permukiman, juga meliputi membuat sistem resapan di kawasan permukiman
Semua kecamatan APBD Dinas PU
c. Penataan sistem drainase dan pengecekan berkala terhadap kondisi drainase
Semua kecamatan APBD Dinas PU
d. Mengendalikan sistem aliran buangan air hujan kawasan Semua kecamatan APBD Dinas PU
e. Konservasi kawasan perbukitan sungai (hulu sungai) dari masing – masing DAS
Semua kecamatan APBD Dinas PU
f. Penataan kawasan dataran sungai (hilir sungai) dari masing – masing DAS melalui normalisasi penampang sungai
Semua kecamatan APBD Dinas PU
g. Peraturan terhadap kawasan pesisir sungai melalui konservasi kawasan pesisir dan penyediaan fasilitas bangunan pesisir pantai untuk pengendalian pasang surut
Semua kecamatan APBD Dinas PU
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-16
h. Pengembangan dan peningkatan jaringan drainase Pada Ibukota kecamatan
i. Penyusunan Master Plan Drainase Kota Kementerian PU, BAPPEDA, Dinas PU
2.5. Persampahan
a. Penetapan lokasi dan kebutuhan lahan pembuangan akhir sampah sesuai dengan kriteria
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
b. Pengelolaan sampah yang dapat mereduksi timbunan sampah
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
c. Pembuatan sempadan kawasan TPA Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
d. Pembatasan budidaya dan atau permukiman baik yang baru maupun yang sudah ada di kawasan sempadan TPA
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
e. Pemanfaatan sampah pada TPA sebagai sumber energi biogas
Kecamatan Tidore dan Kecamatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-17
Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
2.6. Air Limbah
a. Pengembangan teknis pengelolaan air limbah domestik dengan sistem setempat (on site sanitation) dan sistem terpusat (off site sanitation) yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan
b. Sistem pengelolaan setempat diarahkan menjadi sistem komunal sehingga membantu mengurangi kerusakan lingkungan pada wilayah yang mulai padat penduduk
Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan
c. Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan dengan jaringan perpipaan dan IPAL
P. Tidore dan Kota Sofifi
APBD Dinas Kebersihan
d. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola air limbah
Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan
e. Penerapan sistem pengelolaan air limbah non domestik yang tidak mencemari lingkungan disesuaikan dengan karakteristik industri yang ada
Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore
APBD Dinas Kebersihan
f. Pengendalian dan monitoring dalam pengelolaan air limbah non domestik
Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore
APBD Dinas Kebersihan
2.7. Proteksi Kebakaran
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-18
a. Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
C PERWUJUDAN POLA RUANG WILAYAH
1 Kawasan Lindung
1.1. Kawasan Penyangga
a. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk hutan lindung
Semua kecamatan APBD Bappeda
b. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk daerah resapan air
Semua kecamatan APBD Bappeda
c. reboisasi lahan-lahan kritis di kawasan lindung
Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan
APBN, APBD
Dinas Kehutanan, Kementerian Kehutanan
d. penyusunan Masterplan kawasan wisata hutan raya
Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan
APBD Dinas Kehutanan
e. pengembangan Ruang Terbuka Hijau perkotaan
Semua Kecamatan APBD Dinas Tata Kota dan Kebersihan
1.2. Kawasan perlindungan setempat
a. Delineasi dan pengaturan kawasan sumber air baku
Semua kecamatan, kecuali Kec. Tidore Utara
APBD Bappeda
b. Delineasi dan pemantapan pengaturan kawasan sempadan sungai dan sempadan pantai
Semua kecamatan APBD Bappeda
c. Delineasi dan pemantapan kebijakan pengaturan pembangunan pada daerah kawasan bencana
Semua kecamatan APBD Bappeda
d. Pembuatan Jalur evakuasi tsunami Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas
e. Pembuatan Jalur evakuasi letusan gunungapi P. Tidore APBD PU, Kesbanglinmas
f. Pembuatan evacuation open space terpadu Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-19
g. Konservasi hutan lindung dan daerah resapan air
Semua kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup
1.3. Konservasi dan regenerasi kawasan mangrove
Semua Kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup
1.4. Konservasi kawasan taman nasional
a. Konservasi terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan rangkaian habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan, yang mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting di dalam hutan lindung Taman Nasional Aketajawe
Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan
b. Konservasi kawasan permukiman masyarakat adat Tugutil di dalam Taman Nasional Aketajawe
Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan, Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
1.5. Kawasan Cagar Budaya
a. Penataan kawasan permukiman bersejarah Gurabunga
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
b. Konservasi kawasan dan bangunan peninggalan bersejarah
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
c. Pembuatan Perda perlindungan kawasan permukiman bersejarah
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
d. Rehabilitasi atau restorasi kawasan permukiman bersejarah
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
2 Kawasan Budidaya
2.1. Kawasan permukiman
a. Pengembangan dan pemantapan fungsi permukiman transmigrasi eksisting
Kelurahan Koli, Kecamatan Oba
APBD Dinas PU, Disnakertrans
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-20
b. Studi kelayakan pemanfaatan/alih fungsi dari hutan menjadi permukiman transmigrasi
Kelurahan Koli-Kosa, Maidi, Lifofa
APBD Dinas PU, Disnakertrans
c. Penyediaan open space untuk taman bermain anak Semua kecamatan APBD Dinas PU
d. Penyuluhan rumah sehat Semua kecamatan APBD Dinas PU
e. Peningkatan sanitasi pada lingkungan perumahan Semua kecamatan APBD Dinas PU
f. Peningkatan sarana penerangan pada lingkungan perumahan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
g. Penyediaan Taman Bacaan kawasan permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU
2.2. Kawasan Pertanian/Perkebunan
a. Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan pala, kelapa, cengkeh.
Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan
APBD Dinas Pertanian, Disperindag
b. Pengembangan Pulau Tidore untuk urban farming Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.
APBD Dinas Pertanian, Disperindag
c. Pengembangan budidaya perikanan air tawar, payau dan laut
Oba APBD Dinas Perikanan dan Kelautan
d. Penyediaan prasarana untuk kegiatan perkebunan guna menunjang industri
Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan
APBD Dinas PU, Disperindag
2.3. Kawasan Industri
a. Pengembangan kawasan industri pertanian perkebunan
dan industri perikanan
Oba, Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.
APBD Disperindag
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-21
b. Pengembangan industri skala kecil dan menengah serta industri bersih
Oba, Tidore, APBD Disperindag
c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan industri
Semua kecamatan APBD Disperindag
d. penyusunan RDTR kawasan industri
Oba Utara APBD Bappeda, Disperindag
2.4. Kawasan Pariwisata
a. Pengembangan pariwisata bahari
P. Mare, P.Maitara, P.Woda
APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
b. Pengembangan pariwisata budaya
Keraton di Kec. Tidore Gurabunga di Kec. Tidore
APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
c. Pengembangan pariwisata sejarah
Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.
APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
d. Perencanaan P. Tidore sebagai resort Island Pulau Tidore APBD Bappeda
e. Pembangunan P. Tidore sebagai resort Island dengan melengkapi sarana amenities seperti pusat salon dan spa, pusat olahraga, taman bermain keluarga, lapangan golf, dan lainnya.
Pulau Tidore APBD, investor
Bappeda, Dinas PU, Dinas Pariwisata dan kebudayaan, swasta
f. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang
pariwisata
Semua kecamatan APBD, investor
Dinas Pariwisata dan kebudayaan, Dinas PU, swasta
g. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pariwisata
Semua kecamatan APBD Dinas pendidikan, Dinas Pariwisata dan kebudayaan
h. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk pengadaan jalur travel menuju Tidore Kepulauan
Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
Bab X Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal X-22
i. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk promosi lokasi wisata di Tidore Kepulauan
Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
j. penyusunan RDTR kawasan pariwisata
Tidore, Oba Utara, Oba Tengah,
APBD Bappeda, Dinas Pariwisata dan kebudayaan
2.5. Kawasan Komersial
a. penyusunan RDTR kawasan pusat bisnis
Oba Utara, Tidore, Tidore Utara
APBD, APBN
Bappeda, Dinas PU, Kementerian Perdagangan
b. Pengembangan pusat-pusat perdagangan
Semua kecamatan APBD, investor
Bappeda, Dinas PU, Disperindag, swasta
c. Penyediaan fasilitas perekonomian Bank dan lembaga keuangan lain
Semua kecamatan APBD, investor
Disperindag, swasta
d. Pengembangan dan pemantapan UKM berbasis pada
potensi unggulan daerah
Semua kecamatan APBD Dinas Perindustrian Perdaganan Koperasi dan UKM
2.6. Kawasan pertambangan
a. Studi potensi kawasan pertambangan
Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi
b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pertambangan
Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-1
Sebuah kegiatan penataan ruang harus selalu meliputi tiga hal yaitu proses
perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya. Pengendalian
pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang agar
pemanfaatan ruang dalam kurun berlakunya rencana sesuai dengan rencana tata ruang.
Mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang dijabarkan dalam bentuk ketentuan
umum pengaturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif dan
arahan sanksi.
11.1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan umum peraturan zonasi kota merupakan ketentuan-ketentuan
umum yang menjadi dasar dalam penyusunan peraturan zonasi yang berlaku pada tiap
blok yang perencanaannya dilakukan pada Rencana yang lebih rinci (RTR Kawasan
Strategis Kota maupun RDTR). Dalam ketentuan umum peraturan zonasi ini ditetapkan
adanya arahan peraturan zonasi, aturan variansi pemanfaatan ruang dan aturan
perubahan pemanfaatan ruang.
11.1.1 Arahan Peraturan Zonasi
Arahan peraturan zonasi memuat pengaturan dan pembatasan terhadap
peruntukan suatu kegiatan di atas atau di dalam suatu kawasan yang memiliki jenis
kegiatan berbeda. Secara garis besar, peraturan zonasi mengatur pemanfaatan ruang
dalam dua fungsi, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.
11.1.2 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Lindung
Ketentuan-ketentuan untuk kawasan lindung dengan melihat jenis-jenisnya
adalah sebagai berikut :
Bab XI KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG WILAYAH
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-2
(1) Di dalam kawasan lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahnya, yang terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan
kawasan resapan air, tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya dalam
bentuk apapun untuk kegiatan yang terkait dengan:
a. Kawasan hutan produksi terbatas;
b. Kawasan hutan produksi tetap;
c. Kawasan hutan produksi konversi;
d. Kawasan pertambangan;
e. Kawasan perindustrian;
f. Kawasan pariwisata;
g. Khusus untuk permukiman Komunitas Adat Terpencil (KAT) kegiatan
budidaya dapat diperkenankan sejauh tidak mengakibatkan dampak
terhadap kawasan lindung yang ada, dengan batasan maksimal sejauh
100 meter dari permukiman yang ada, yaitu untuk kegiatan yang terkait
dengan:
Kawasan tanaman tahunan/perkebunan;
Kawasan peternakan;
Kawasan perikanan;
Kawasan permukiman.
(2) Di dalam kawasan perlindungan setempat tidak diperkenankan adanya kegiatan
budidaya dalam bentuk apapun karena umumnya kawasan lindung ini memiliki
luasan yang tidak begitu besar serta keberadaannya hanya pada tempat-tempat
tertentu saja;
(3) Di dalam kawasan lindung suaka alam dan cagar budaya yang terdiri atas
kawasan suaka alam, pantai berhutan bakau, kawasan suaka alam laut, perairan
lainnya, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dan kawasan
cagar budaya tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya dalam bentuk
apapun kecuali kegiatan yang terkait dengan pariwisata dengan rekomendasi
proporsi luas daerah terbangun yang sangat kecil;
(4) Di dalam kawasan rawan bencana tidak diperkenankan adanya kegiatan
budidaya dalam bentuk apapun.
(5) Seluruh areal kawasan lindung akan dilindungi dan akan dipertahankan luas
serta fungsi daerah tersebut.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-3
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung,meliputi:
a. kegiatan yang dibolehkan, meliputi: usaha untuk menegakkan fungsi
hidrologis hutan lindung;
b. kegiatan yang dibolehkan dengan syarat, meliputi: bangunan yang terkait
lansung dengan pengelolan hutan lindung; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:usaha dan kegiatan bangunan
selain usaha untuk meningkatkan fungsi lindung.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf b, meliputi:
a. kegiatan yang dibolehkan, meliputi: kegiatan penghijauan untuk melindungi
fungsi sungai dan/atau pantai;
b. kegiatan yang dibolehkan dengan syarat; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi kegiatan budidaya yang berupa
bangunan permanen.
(8) Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sumber mata air bertujuan:
a. menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas air tidak berkurang;
b. menetapkan radius pengamanan sekitar sumber mata air sekurang-
kurangnya 200 meter dari sumber mata air kecuali bagi bangunan atau
kegiatan yang terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan sumber mata
air secara terkendali serta tidak mengganggu sumber mata air;
c. mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar sumber mata air;
d. mencegah kegiatan budidaya di sekitar sumber mata air yang dapat
mengganggu fungsi sumber mata air
(9) Penataan dan pengembangan kawasan sempadan sungai bertujuan:
a. melindungi kawasan sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu
dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai sunfai
serta mengamankan aliran sungai.
b. melindungi kawasan sungai dilakukan melalui:
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-4
1) pencegahan berkembangnya kegiatan budidaya di sepanjang sungai
yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik, dan
dasar sungai serta alirannya;
2) pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sungai;
3) pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di
sempadan sungai, di antaranya jalan inspeksi dan bangunan pengolah
air;
4) pengamanan daerah aliran sungai dari kegiatan terbangun dan
memfungsikan sebagai kawasan lindung; dan
5) pengaturan kawasan sempadan sungai
c. menetapkan kawasan sempadan sungai adalah:
1) Untuk sungai yang berada di luar kawasan permukiman sekurang-
kurangnya 50 m di kiri-kanan sungai bertanggul; dan
2) Untuk sungai yang berada di dalam kawasan permukiman sekurang-
kurangnya 20 m di kiri-kanan sungai tidak bertanggul, dan 3 m di kiri-
kanan sungai bertanggul, serta cukup untuk dibangun jalan inspeksi
sungai atau jalan lingkungan.
(10) Kawasan sempadan pantai dikembangkan untuk:
a. pemanfaatan wisata, kawasan permukiman nelayan, pelabuhan,
perikanan, industri dan komersial;
b. pengembangan kawasan pantai dilakukan dengan pengaturan Garis
Sempadan Pantai yang merupakan kawasan sepanjang tepi pantai, yang
berfungsi melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi pantai selebar 100 meter dari pantai (diukur dari garis
pantai pada saat titik pasang tertinggi ke arah darat) yang proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai dengan perkecualian daerah pantai
yang digunakan untuk pertahanan dan keamanan, kepentingan umum,
dan permukiman nelayan yang sudah ada;
c. perlindungan kawasan Pantai Pulau Mare dijadikan sebagai Kawasan
Konservasi spesifik Endemik lumba-lumba yang perlu dilindungi dan
dilestarikan.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-5
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf c, meliputi:
a. kegiatan yang dibolehkan, meliputi: ruang yang disediakan di dalam kota
untuk dijadikan taman;
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan dengan intensitas
tinggi; dan
c. bagi kegiatan yang sudah terlanjur ada diupayakan melalui kegiatan
penataan, pengendalian dan relokasi.
11.1.3 Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya
Berdasarkan klasifikasinya, tiap jenis kawasan budidaya yang ada mempunyai
karakteristik tersendiri dalam memanfaatkan ruang. Kawasan hutan produksi
merupakan kawasan yang juga berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi kawasan
lindung, sedangkan kawasan pertanian, perindustrian, permukiman, dan pertambangan
merupakan kawasan yang memanfaatkan ruang secara intensif. Sementara itu kawasan
pariwisata yang berorientasi pada objek wisata, bersifat lebih fleksibel dalam
pemanfaatan ruangnya, artinya di dalam kawasan tersebut dapat terjadi tumpang tindih
dengan kawasan lindung yang telah ditetapkan dengan tetap menjaga fungsi
lindungnya. Perbedaan karakteristik kawasan budidaya di atas menjadi bahan
pertimbangan bagi perumusan kebijakan pengembangan kawasan budidaya.
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya, meliputi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa;
c. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkantoran;
d. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri;
e. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata;
f. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka non hijau;
g. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana;
h. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi sektor informal;
dan
i. Ketentuan umum peraturan kawasan peruntukan lainnya.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-6
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan
a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
a) perumahan kepadatan rendah, meliputi rumah mewah, real estate,
luas lahan lebih dari 500 m2;
b) perumahan kepadatan sedang, meliputi rumah menengah dengan
luas lahan antara 120 – 500 m2;
c) perumahan kepadatan tinggi dengan luas lahan kurang dari 120 m2;
d) pelayanan kesehatan;
e) perguruan tinggi;
f) jasa dan perkantoran; dan
g) perdagangan eceran.
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:
a) kegiatan industri kecil/kerajinan yang tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan;
b) pergudangan;
c) pasar tradisional;
d) perdagangan grosir;
e) perbengkelan; dan
f) terminal, parkir dan prasarana umum.
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: industri menengah, besar
dan berat dengan tingkat pencemaran sedang hingga tinggi serta industri
yang menggunakan air baku.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi:
1. perumahan kepadatan tinggi
a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 80%;
b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;
c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum 20%;
d) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 1,6;
e) tinggi bangunan maksimum 2 lantai; dan
f) Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan
ditambah satu meter jika lebar Ruang Milik Jalan lebih dari 8 m.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-7
2. perumahan kepadatan sedang
a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 60%;
b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 60%;
c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum 40%;
d) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 1,6; dan
e) tinggi bangunan maksimum 4 lantai.
3. perumahan kepadatan rendah
a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 40%;
b) kepadatan bangunan 50 rumah/ha;
c) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 40%;
d) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 52%;
e) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 1,6; dan
f) tinggi bangunan maksimum 4 lantai.
c. Pengaturan yang ditetapkan untuk pengembangan kawasan permukiman dan
perumahan adalah:
1. Mendukung dan menyediakan pemenuhan rumah tinggal sesuai dengan
kebutuhan, baik kebutuhan rumah besar, menengah, dan kecil;
2. Mengupayakan peningkatan dan pemugaran perumahan yang kondisinya
kurang layak dengan program perbaikan perumahan dengan menyertakan
sumber dana masyarakat yang ada;
3. Menyediakan lokasi evakuasi penduduk apabila bencana alam terjadi;
4. Penataan dan perbaikan kembali lingkungan hidup kawasan permukiman
yang sudah tumbuh secara alami, seperti penataan dan revitalisasi
lingkungan, pengadaan jalan lingkungan, dan pengadaan sarana prasarana
permukiman;
5. Penyediaan sarana prasarana permukiman yang sesuai dengan kebutuhan
hidup penduduk setempat;
6. mengembangkan permukiman dengan konsep memiliki taman, ruang
terbuka, dan penghijauan yang cukup.
d. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan lindung rawan gempa, rawan banjir lahar dan sempadan sesar aktif
adalah:
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-8
1. Bangunan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebagai
bangunan tahan gempa;
2. Memiliki ketinggian tidak lebih dari dua lantai atau setinggi kurang lebih
12 (dua belas) meter diukur dari permukaan tanah hingga titik tertinggi
atap;
3. Lokasi permukiman harus memiliki akses yang cukup baik terhadap ruang
terbuka sebagai lokasi titik evakuasi darurat apabila gempa terjadi;
4. Pengembangan permukiman di kawasan lindung rawan banjir lahar harus
memperhatikan batasan kerawanan banjir lahar terhadap sungai;
5. Permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.
e. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan lindung sempadan mata air, sempadan sungai dan sempadan pantai
adalah:
1. pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung mata air
harus menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah
sempadan mata air;
2. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung sungai harus
menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan
sungai atau daerah aliran sungai;
3. Pengembangan kawasan permukiman pada kawasan lindung pantai harus
menaati batas-batas yang telah ditetapkan sebagai daerah sempadan
pantai;
4. permukiman dan perumahan yang telah ada dinyatakan status quo.
f. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah adalah:
a. Pengembangan permukiman di kawasan lindung cagar budaya dilakukan
dengan pengawasan ketat yang berarti bahwa laju pertumbuhan
permukiman dikontrol, dibatasi, dan harus sesuai dengan fungsi kawasan
sebagai kawasan cagar budaya;
b. Pertumbuhan selanjutnya bangunan rumah-rumah baru diupayakan
mengikuti guideline mengenai pengembangan kawasan wisata dan cagar
budaya setempat.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-9
g. Pengaturan yang ditetapkan pada kawasan permukiman dan perumahan di
kawasan transmigrasi adalah:
a. Luas total persil tanah yang terdiri dari pekarangan dan bangunan pada
kawasan transmigrasi sebesar 300-500 m2 dengan ketinggian maksimal 2
lantai (kurang lebih 12 meter);
b. Kawasan transmigrasi yang telah ada dapat berkembang menjadi kota
mandiri dengan perijinan dari Walikota;
c. Pengembangan untuk area cadangan permukiman transmigrasi dengan
memanfaatkan hutan harus melalui studi kelayakan terlebih dahulu dan
mendapatkan ijin dari Walikota.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan jasa,
meliputi:
a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
a) kawasan yang dikembangkan untuk kegiatan komersial dan jasa; dan
b) pertokoan, kawasan pertokoan, jasa komersial dan kegiatan bisnis
lainnya.
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: permukiman
dengan syarat-syarat tertentu.
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:
h) kegiatan industri; dan
i) kegiatan lainnya yang tidak berhubungan dengan kegiatan komersial
dan jasa.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi:
1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%;
4. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dapat diatas 5 lantai dengan persyaratan
tertentu; dan
5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-10
c. Di dalam kawasan budidaya jenis hutan produksi yang terdiri atas kawasan
hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan
produksi konversi, diperkenankan adanya kegiatan budidaya dengan
beberapa persyaratan sebagai berikut:
(a) Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah, diperkenankan sejauh 100
meter dari perkampungan penduduk asli yang mengusahakan kegiatan
terkait;
(b) Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering, diperkenankan sejauh 100
meter dari perkampungan penduduk asli yang mengusahakan kegiatan
terkait;
(c) Kawasan Peternakan, diperkenankan sejauh 100 meter dari
perkampungan penduduk asli yang mengusahakan kegiatan terkait;
(d) Kawasan Perikanan, diperkenankan 100 meter dari perkampungan
penduduk asli yang mengusahakan kegiatan terkait;
(e) Kawasan Pertambangan, diperkenankan apabila nilai ekonomi dari hasil
tambang yang ada lebih besar daripada nilai ekonomi hasil hutan dan
tidak merusak ekosistem lingkungan dari hulu sampai hilir;
(f) Kawasan Permukiman, diperkenankan namun khusus hanya untuk
permukiman perambah hutan atau permukiman transmigrasi yang
berbasis pada sub sektor kehutanan.
d. Di dalam kawasan budidaya pertanian yang terdiri atas Kawasan Tanaman
Pangan Lahan Basah, Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering, Kawasan
Tanaman Tahunan/Perkebunan, Kawasan Peternakan dan Kawasan
Perikanan tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya yang terkait
dengan:
(a) Kawasan hutan produksi;
(b) Kawasan pertambangan.
Kegiatan yang diperkenankan pada kawasan budidaya pertanian adalah yang
terkait dengan:
(a) Kawasan perindustrian dengan syarat khusus untuk industri yang
mengolah hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan;
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-11
(b) Kawasan permukiman dengan syarat khusus untuk permukiman
perdesaan dan permukiman transmigrasi.
e. Di dalam kawasan budidaya pertambangan, ada beberapa rekomendasi
untuk kegiatan budidaya yang diperkenankan atau tidak diperkenankan
adalah sebagai berikut:
(a) Kawasan hutan produksi, diperkenankan sejauh hanya mengambil sisa
hasil hutan sebelum lahan di bawahnya dieksploitasi untuk diambil
hasil tambangnya;
(b) Kawasan pertanian, tidak diperkenankan;
(c) Kawasan perindustrian, diperkenankan khusus untuk industri yang
mengolah hasil tambang yang dieksploitasi;
(d) Kawasan pariwisata, tidak diperkenankan;
(e) Kawasan permukiman, diperkenankan khusus untuk permukiman
karyawan perusahaan pertambangan.
f. Di dalam kawasan budidaya perindustrian, ada beberapa rekomendasi
untuk kegiatan budidaya yang diperkenankan atau tidak diperkenankan
adalah sebagai berikut:
(a) Kawasan hutan produksi, diperkenankan sejauh terkait dengan bahan
mentah yang diperlukan untuk proses industri;
(b) Kawasan pertanian tidak diperkenankan;
(c) Kawasan pertambangan, diperkenankan khusus untuk kawasan
industri ekstraktif;
(d) Kawasan pariwisata, tidak diperkenankan;
(e) Kawasan permukiman, diperkenankan khusus untuk permukiman
karyawan industri yang bersangkutan.
g. Di dalam kawasan budidaya pariwisata, tidak diperkenakan adanya kegiatan
budidaya lainnya selain kegiatan yang terkait dengan pariwisata itu sendiri;
h. Di dalam kawasan budidaya laut atau pesisir, kiranya perlu adanya suatu
pemikiran kepada kewenangan pengelolaan yang terdesentralisasi yang
dapat diberikan kepada masyarakat nelayan kecil atau kepada pemerintah
desa sehingga kontrol dan kelestarian kawasan pesisir dapat bermanfaat
pada masa-masa akan datang. Dalam melimpahkan wewenang pengelolaan
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-12
yang mengarah kepada desentralisasi pengambilan keputusan, antara lain
dapat dilakukan dengan cara:
(a) Diberinya hak-hak untuk memperoleh akses terhadap sumberdaya
perairan pesisir yang dapat dijamin untuk kepentingan individual para
nelayan, kelompok nelayan atau komunitas masyarakat nelayan;
(b) Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan dari
pemerintah pusat kepada kelompok masyarakat pesisir dan nelayan-
nelayan lokal;
(c) Dikembangkannya suatu zona pemungutan dan tangkapan yang
eksklusif atau yang disebut hak-hak pakai teritorial (teritorial use
rights), terutama ditujukan bagi sumberdaya perikanan biota bahari
berharga lainnya.
Ketiga kewenangan yang diberikan atau dilimpahkan diharapkan mampu
mengontrol kawasan pesisir terhadap kerusakan. Kawasan budidaya di
wilayah pesisir dan laut antara lain: pertanian tambak, budidaya laut,
industri, pemukiman, perhubungan laut dan pariwisata bahari.
Pengembangan kawasan budidaya laut harus memperhatikan dampak
terhadap lingkungan wilayah perairan laut dan pesisir. Selain itu
pengembangan kawasan budidaya di wilayah pesisir perlu
mempertimbangkan fungsi lindung wilayah pesisir. Untuk itu pendekatan
yang terpadu dan menyeluruh sangat dibutuhkan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkantoran, meliputi :
a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi : kegiatan yang dialokasikan untuk
kegiatan perkantoran swasta dan/ atau pemerintah;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi : kegiatan jasa lain
yang tidak menimbulkan ganguan, permukiman menegah dan/ atau atas,
kegiatan komersil; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi : kegiatan industri dan
kegiatan lainya yang tidak berhubungan dengan fungsi utama.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-13
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi :
1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 60%;
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 60%;
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 30%;
4. ketinggian bangunan dapat diatas 5 lantai dengan persyaratan tertentu;
dan
5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri, meliputi:
a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
a) bangunan industri, pergudangan;
b) perkantoran untuk kegiatan industri; dan
c) fungsi-fungsi lain dapat dikembangkan didalam kawasan khususnya
yang menjadi pendukung kegiatan industri yaitu, sarana penunjang
kawasan industri, komersial skala terbatas, permukikan khusus
karyawan, pergudangan.
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:
a) perumahan; dan
b) komersial.
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:kegiatan lain diluar
kepentingan kegiatan industri.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:.
1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 82%; dan
4. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-14
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan Pariwisata, meliputi:
a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
a) atraksi wisata;
b) bangunan pendukung kegiatan wisata;
c) kegiatan komersial pendukung fungsi wisata, kegiatan jasa
pariwisata; dan
d) ruang terbuka.
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:perdagangan dan
jasa secara terbatas; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi:kegiatan diluar kepentingan
kegiatan wisata.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:
1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 20%;
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 40%;
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 82%; dan
4. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka non hijau, meliputi
ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, dan yang tidak diperbolehkan, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
1. kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan air meliputi: kegiatan nelayan,
kegiatan transportasi air, kegiatan pariwisata air;
2. ruang terbuka; dan
3. kegiatan-kegiatan yang tidak mengganggu fungsi perairan.
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: tidak diperbolehkan melakukan
pembangunan apapun di kawasan ruang terbuka non-hijau.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana, meliputi:
a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-15
1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
a) fasilitas umum;
b) ruang terbuka; dan
c) kegiatan-kegiatan yang tidak mengganggu fungsi evakuasi.
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi:perdagangan dan
jasa secara terbatas; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan dengan intensitas
tinggi.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi;
1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%;
4. Koefesien lantai bangunan (KLB) dua lantai; dan
5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi sektor
informal, meliputi:
a. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
a) kegiatan-kegiatan perdagangan dan jasa skala kecil meliputi: kegiatan
perdagangan dan jasa;
b) fasilitas umum; dan
c) ruang terbuka.
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: kegiatan
perdagangan dan jasa skala menegah; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi : kegiatan perdagangan skala
besar, kegiatan industri dan kegiatan lainya yang tidak berkaitan dengan
kegiatan informal.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, meliputi;
1. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-16
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%;
4. Koefesien lantai bangunan (KLB) satu lantai; dan
5. Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
(9) Ketentuan umum peraturan kawasan peruntukan lainnya, meliputi:
a. kawasan pertanian
1. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat,
dan yang tidak diperbolehkan, meliputi:
a) kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
1) Kegiatan pertanian;
2) bangunan pendukung kegiatan pertanian;
3) perumahan kepadatan rendah; dan
4) ruang terbuka.
b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi : perumahan
kepadatan sedang; dan
c) kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan diluar
kepentingan kegiatan pertanian.
2. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:
a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 10%;
b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 20%;
c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 82%; dan
d) Garis Sempadan Bangunan (GSB) setengah Ruang Milik Jalan
ditambah satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
b. kawasan pelayanan umum
1. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
a) kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
1) kegiatan pelayanan sesuai dengan peruntukannya;
2) bangunan pendukung fungsi utama;
3) kegiatan komersial pendukung fungsi wisata, kegiatan jasa
pariwisata; dan
4) ruang terbuka.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-17
b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: kegiatan lain yang
tidak berhubungan dengan kegiatan utama; dan
c) kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan diluar
kepentingan kegiatan pelayanan.
2. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:
a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 60%;
b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;
c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%; dan
d) Garis Sempadan Bangunan(GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
c. kawasan pelabuhan
1. ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan
yang tidak diperbolehkan, meliputi:
a) kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
1) Kegiatan pelabuhan;
2) bangunan pendukung fungsi pelabuhan; dan
3) ruang terbuka;
b) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: kegiatan
komersial pendukung fungsi pelabuhan dengan skala terbatas; dan
c) kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi: kegiatan diluar
kepentingan kegiatan pelabuhan.
2. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang:
a) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) : maksimum 80%;
b) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 80%;
c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20%; dan
d) Garis Sempadan Bangunan (GSB) setengah Ruang Milik Jalan ditambah
satu meter jika lebar ruang milik jalan lebih dari 8 meter.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-18
11.1.4 Aturan Variansi Pemanfaatan Ruang
Variansi pemanfaatan ruang adalah kelonggaran/keluwesan yang diberikan
untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada pemanfaatan ruang tanpa
perubahan berarti (signifikan) dari peraturan zonasi yang ditetapkan. Peraturan pada
suatu zonasi kadangkala sulit dilaksanakan karena berbagai hal yang menghambat. Oleh
karena itu, perlu dipikirkan kelonggaran sampai pada batas tertentu yang diperkenankan
tanpa mengubah secara signifikan karakteristik pemanfaatan ruang yang ditetapkan
dalam peraturan zonasi.
Jenis variansi yang diperkenankan dalam pemanfaatan ruang antara lain :
(1) Minor variance dan non-conforming dimension
(a) Minor variance
Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk menghilangkan
kesulitan yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan.
(b) Non-conforming dimension
Kelonggaran atau pengurangan standar dari yang ditetapkan dalam
peraturan.
(2) Non-conforming use
Izin yang diberikan untuk melanjutkan penggunaan lahan yang telah ada pada
waktu peraturan zonasi ditetapkan dan tidak sesuai dengan peraturan zonasi.
Ketentuan ini dapat berdampak:
(a) Mengurangi keefektifan peraturan zoning;
(b) Mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
(3) Interim/temporary use
Izin penggunaan lahan sementara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu
sebelum pemanfaatan ruang final direalisasikan.
11.1.5 Aturan Perubahan Pemanfaatan Ruang
Perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan lahan yang berbeda dari
penggunaan lahan dan peraturannya yang ditetapkan dalam arahan peraturan zonasi.
Perubahan pemanfaatan lahan terdiri dari:
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-19
(1) Perubahan penggunaan lahan;
(2) Perubahan intensitas pemanfaatan lahan;
(3) Perubahan ketentuan prasarana dan sarana;
(4) Perubahan lainnya yang masih ditoleransi tanpa menyebabkan perubahan
keseluruhan peruntukan (rezoning).
Tujuan arahan aturan perubahan pemanfaatan ruang adalah untuk
mengkoordinasi fleksibilitas pemanfaatan ruang sehingga membuka peluang yang lebih
besar bagi pihak swasta dalam berpartisipasi dalam pembangunan, secara seimbang dan
tetap berorientasi pada usaha melindungi kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan bila:
(1) Terdapat kesalahan peta dan/atau informasi;
(2) Rencana yang disusun menyebabkan kerugian bagi masyarakat atau kelompok
masyarakat;
(3) Rencana yang disusun menghambat pertumbuhan perekonomian wilayah;
(4) Permohonan/usulan penggunaan lahan baru menjanjikan manfaat yang besar bagi
lingkungan.
Dasar Pertimbangan:
(1) Ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan
pertimbangan pelaku pasar;
(2) Berdasarkan pemikiran bahwa tidak semua perubahan pemanfaatan lahan akan
berdampak negatif bagi masyarakat;
(3) Kecenderungan memudahkan persoalan dengan cara mengesahkan/melegalkan
perubahan pemanfaatan lahan yang menyimpang dari rencana pada evaluasi
rencana berikutnya.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-20
Tabel 11. 1 Ketentuan Umum Zonasi
Pola Ruang Kota
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Penggunaan Bagi Kegiatan Intensitas bangunan
Prasarana Minimum
Ketentuan Khusus
Boleh Ber-
syarat Ter-
batas
Tidak Boleh/
Dilarang
KDB Maks.
KLB Maks
KDH Min.
Kawasan Rawan Gempa
/Sesar Aktif
Kawasan Rawan
Tsunami/Banjir
Kawasan Lindung
Rawan Banjir Lahar
Kawasan Cagar
Budaya
A. Kawasan Lindung (KL) 1. Sempadan radius 100m
dari sesar aktif
2. Budidaya dikecualikan
pada kegiatan eksisting
yang telah ada jika tidak memungkink
an untuk dipindahkan. 3. Bangunan
harus berstruktur
tahan gempa. 4. Disediakan jalur evakuasi
bencana.
1. Kawasan tsunami
merupakan seluruh
kawasan tepi pantai dengan
ketinggian kurang dari 5m.
2. Budidaya dikecualikan
pada kegiatan eksisting yang telah ada jika
tidak memungkinkan
untuk dipindahkan. 4. Disediakan jalur evakuasi bencana dan
sistem
1. Budidaya dikecualikan
pada kegiatan eksisting yang telah ada jika
tidak memungkinka
n untuk dipindahkan. 2. Disediakan jalur evakuasi bencana dan
sistem peringatan
dini. 3. Bangunan
harus berstruktur kuat untuk
menahan laju lahar.
1. Budidaya dikecualikan pada kegiatan eksisting
yang telah ada jika
tidak memungki
nkan untuk
dipindahkan serta kegiatan akademis
dan pariwisata.
2. Kegiatan diizinkan sebatas
1. KL yang berikan perlindungan kawasan
bawahannya: Hutan lindung, resapan air, taman Nasional
0% 0 100%
2. Kawasan Perlindungan Setempat: Sempadan danau,
sempadan sungai,
0% 0 100%
3. Cagar Budaya 40% 30%
4. Kawasan rawan bencana Prasarana evakuasi bencana.
B. Budidaya
1. Hutan Produksi (HP)
1a. HP tetap 0% 0 100%
1b. HP Terbatas 0% 0 100%
1c. HP Konversi 0% 0 100%
2. Pertanian
2a. Pert. Lahan basah 0% 0 30% Transportasi, irigasi, air bersih, drainase,
limbah. 2b. Pert. Lahan kering 0% 0 30%
2c.Pert.tahunan/ Perkebunan
0% 0 30%
2d. Peternakan 30% 1 30%
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-21
Pola Ruang Kota
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Penggunaan Bagi Kegiatan Intensitas bangunan
Prasarana Minimum
Ketentuan Khusus
Boleh Ber-
syarat Ter-
batas
Tidak Boleh/
Dilarang
KDB Maks.
KLB Maks
KDH Min.
Kawasan Rawan Gempa
/Sesar Aktif
Kawasan Rawan
Tsunami/Banjir
Kawasan Lindung
Rawan Banjir Lahar
Kawasan Cagar
Budaya
3. Kawasan Pertambangan peringatan dini. 5. Bangunan
harus berstruktur kuat untuk
menahan laju air.
tidak merusak
cagar budaya. 3. KDB
3a. Pertamb Gol. A (strategis)
0% 0 30% Transportasi
3b. Pertamb Gol. B (Vital) 0% 0 30%
3c. Pertamb Gol. C (lainnya) 0% 0 30%
4. Industri
4a. Peruntukan Industri 70% 3 30% Transportasi, listrik, telekomunikasi,
drainase, air bersih, persampahan,
limbah, evakuasi bencana.
4b. Kawasan Industri 70% 3 30%
5. Kawasan Pariwisata; 40% 3 30% Transportasi, pejalan kaki, listrik,
telekomunikasi, drainase, air bersih,
persampahan, limbah, evakuasi
bencana.
6. Permukiman
6a. Permukiman Perkotaan 50% 3 30% Transportasi, pejalan kaki, listrik,
telekomunikasi, drainase, air bersih,
6b. Permukiman Pedesaan 30% 3 30%
7. Kawasan Perdagangan dan jasa
50% 3 30%
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-22
Pola Ruang Kota
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Penggunaan Bagi Kegiatan Intensitas bangunan
Prasarana Minimum
Ketentuan Khusus
Boleh Ber-
syarat Ter-
batas
Tidak Boleh/
Dilarang
KDB Maks.
KLB Maks
KDH Min.
Kawasan Rawan Gempa
/Sesar Aktif
Kawasan Rawan
Tsunami/Banjir
Kawasan Lindung
Rawan Banjir Lahar
Kawasan Cagar
Budaya
persampahan, limbah, evakuasi
bencana.
8. Perikanan
8a. Perikanan laut 0% 0 30% Transportasi.
8b. Perikanan darat 0% 0 30% Transportasi.
C. Kawasan Sekitar Sistem Prasarana Nas, Prov, Kab
1. Sekitar Prasarana Transportasi
0% 0 30%
2. Sekitar Prasarana SDA 0% 0 100%
3. Sekitar Prasarana Energi 0% 0 100%
4. Sekitar Pras. Telekomunikasi 0% 0 100%
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-23
11.2 Kelembagaan Berwenang dalam Pengendalian
Aspek kelembagaan terkait secara integral dengan kegiatan penataan ruang
yang meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang.
Kompleksitas lintas kepentingan dalam proses kegiatan penataan ruang menuntut peran
unsur kelembagaan untuk turut terlibat agar dapat dicapai tujuan penataan ruang yang
efektif, transparan dan partisipatif. Karena itu dalam lingkup kegiatan penataan ruang
tersebut akan tersirat kepentingan unsur kelembagaan baik dalam tahap perencanaan,
pemanfaatan maupun pengendalian.
Sebagaimana dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Pemanfaatan Ruang,
penataan ruang pada hakekatnya adalah pengelolaan sumberdaya alam yang beraneka
raga di daratan, lautan dan di udara yang perlu dilakukan secara koordinasi dan terpadu
dengan sumberdaya manusia. Selain itu dalam naskah usulan perubahannya
dipertimbangkan mengenai semakin berkembangnya tingkat kesadaran dan
pemahaman masyarakat dalam hal tata ruang, yang berimplikasi pada pentingnya peran
partisipatif. Adanya penekanan konteks koordinasi dan fakta peningkatan kesadaran
masyarakat akan menuntut peningkatan peran dan penguatan kelembagaan dalam
penataan ruang.
Pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan mengenai lembaga
koordinasi penataan ruang, misalnya diatur dalam Keppres Nomor 62 Tahun 2000
tentang BKTRN (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional) yang ditindaklanjuti dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 yang telah dirubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi
Penataan Ruang Daerah yang memuat pentingnya pembentukan BKPRD di tingkat
daerah provinsi sebagai wadah koordinasi penataan ruang provinsi dan tingkat
Kabupaten/Kota.
Beberapa instansi yang secara langsung terkait dalam pengelolaan antara lain:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
2. Badan Pertanahan
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
5. Badan PM dan Pemdes. Kesbangpol dan Linmas
6. Badan Lingkungan Hidup
7. Dinas Sosnakertrans
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-24
8. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
9. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
10. Dinas Pemberdayaan Masyarakat
11. Kantor Penyuluhan dan Ketahanan Pangan
12. Dinas Pertanian dan Kehutanan
13. Dinas Pertambangan dan Energi
14. Dinas Perikanan dan Kelautan
15. Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM
16. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
17. Dinas Kesehatan
18. Dinas Pendapatan Daerah
19. PT Telkom
20. PT PLN
21. PDAM
22. PT Pelni
23. Kantor Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan
24. Kantor Kelurahan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan
Unsur kelembagaan di Kawasan Kota Tidore Kepulauan yang perlu di identifiikasi
meliputi :
a) Identifikasi Kelembagaan eksekutif :
Adalah lembaga-lembaga dalam struktur pemerintah kota yang terkait secara
langsung dengan proses penataan ruang, dalam hal ini adalah Badan atau Dinas.
Dinas merupakan lembaga eksekutif vertikal dalam pemerintahan kota,
sedangkan badan memiliki peran lembaga eksekutif vertikal dalam penataan
ruang.
Tabel 11. 2 Fungsi Bidang Pembangunan Kota Tidore Kepulauan
Bidang Pembangunan Fungsi
Bidang Perencanaan
Pembangunan
Koordinasi terhadap perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian ruang
Bidang Lingkungan Hidup Pengendalian dan pengawasan terhadap unsur-unsur yang
menyangkut lingkungan hidup dan kelestariannya
Bidang Perindustrian, Pemanfaatan ruang untuk kegiatan investasi dan
pemanfataan ruang kegiatan strategis investasi industri dan
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-25
Perdagangan, Koperasi dan UKM perdagangan
Bidang Pertanian dan Kehutanan Pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya pertanian
mencakup perkebunan, perternakan dan kehutanan
(pemanfaatan dan pengendalian ruang fungsi hutan)
Bidang Kelautan dan Perikanan Pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya perikanan
(pemanfaatan dan pengendalian ruang kelautan)
Bidang Kebudayaan dan
pariwisata
Pemanfaatan ruang strategis kegiatan pariwisata dan budaya
Bidang Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika
Pengendalian infrastruktur perhubungan dan komunikasi
Bidang PU, Perumahan, Tata
Ruang dan Kebersihan
Pemanfaatan ruang strategis kota dan pengendalian ruang.
Pemanfaatan ruang budidaya permukiman, prasarana dan
infrastruktur dan estetika-ekologi kota
Bidang Pertambangan dan
Energi
pemanfaatan ruang kegiatan strategis pertambangan dan
pengendalian ruang pertambangan
Badan Pertanahan Nasional Pengendalian Penggunaan Ruang
Biro Pusat Statistik Pendataan Pemanfaatan Ruang
b) Identifikasi Kelembagaan Legislatif
Lembaga legislatif yang dimaksud adalah Lembaga DPRD Kota Tidore
Kepulauan, dimana dalam struktur kelembagaannya terdapat komisi yang
terkait dengan tata ruang yakni komisi yang membidangi pembangunan.
Tabel 11. 3 Identifikasi Lembaga Legislatif
Lembaga Legislatif Identifikasi Lingkup Fungsi Utama
Komisi bidang Pembangunan Perwakilan konsultasi publik untuk legalitas
Peraturan Daerah tentang RTRW, RDTR, RTBL
dan rencana tata ruang lainnya.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-26
c) Identifikasi Kelembagaan Masyarakat
Kelembagaan masyarakat sebagai stakeholders seharusnya berperan cukup
penting dalam proses kegiatan pemanfaatan dan pengendalian ruang. Berbagai
lembaga terkait yang harus terlibat adalah lembaga-lembaga profesi masyarakat
yang menempati ruangan kawasan perkotaan secara signifikan, para kelompok
pemerhati lingkungan hidup, kelompok pemberdayaan masyarakat.
Tabel 11. 4 Identifikasi Lembaga Masyarakat
Lembaga Masyarakat Identifikasi Lingkup Fungsi utama
Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia
Pemanfataan ruang budidaya pertanian
LSM Lingkungan Hidup Pengendalian dan pemanfaatan ruang ekologis
Partisipasi masyarakat
Lembaga Masyarakat Identifikasi Lingkup Fungsi utama
LSM Perkotaan Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang perkotaan
Partisipasi masyarakat
LSM Lingkungan Budaya Pengendalian dan Pemanfaatan ruang budaya
Partisipasi masyarakat
d) Identifikasi Kelembagaan Sektor Swasta
Sektor swasta berperan strategis dalam hal pemanfaatan ruang ekonomi, karena
keterlibatannya membawa dampak peningkatan perekonomian kawasan-
kawasan tertentu. Sektor swasta /privat berperan dalam hal peningkatan
investasi untuk pemanfaatan ruang.
Tabel 11. 5 Identifikasi Lembaga Sektor Swasta
Lembaga Sektor Privat Identifikasi Lingkup Fungsi Utama
KADIN Daerah Pemanfaatan ruang kegiatan investasi
(jasa,perdagangan,industri)
PLN Penyediaan energi listrik
TELKOM Penyediaan layanan telekomunikasi
PDAM Penyediaan layanan air bersih
PELNI Penyediaan layanan kepelabuhanan
Tiga kelompok kelembagaan yakni lembaga pemerintah, lembaga masyarakat
dan lembaga privat secara terpadu harus terlibat dalam proses kegiatan penataan ruang
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-27
yang terdiri dari proses kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang.
Masing-masing kelompok kelembagaan melaksanakan peran dan fungsinya masing-
masing. Apabila proses keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dapat berlangsung
dengan efektif maka tujuan penataan ruang akan tercapai.
Tabel 11. 6 Peran dan Fungsi Lembaga/Instansi Dalam Kegiatan Penataan Ruang Kawasan Kota
Tidore Kepulauan
INSTANSI LINGKUP KEGIATAN PERENCANAAN
LINGKUP KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG
LINGKUP KEGIATAN PENGENDALIAN
RUANG
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Koordinasi perencanaan
Sosialisasi
Monitoring Pengarahan RPJM Pengarahan RTRW
Pelaksanaan pengendalian ruang agar sesuai dengan rencana pemanfaatan
Sosialisai untuk pengendalian pemanfaatan ruang
Bapedalda, Bawasda Masukan ruang fungsi lindung dan pengendalian dampak lingkungan
Pemantauan Perumusan aturan
pembatasan Pemanfataan Ruang Fungsi Lindung
Pemantauan, Pembinaan Ruang
Fungsi lindung Penetapan ambang
kualitas lingkungan
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
Masukan program/permintaan investasi
Masukan ruang potensi strategis perindustrian
Masukan program investasi perdagangan
Motivator pemanfaatan ruang investasi
Motivator pemanfaatan ruang strategis kegiatan perindustrian
Motivator pengembangan investasi perdagangan
Pembinaan Ruang Kegiatan Investasi
Pembinaan Ruang Kegiatan Industri
Pembinaan ruang berniali strategis ekonomi
Dinas PU, Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
Masukan program penataan tata ruang kota
Masukan program permukiman dan infrastruktur prasarana
Masukan program pengembangan sumber daya air
Pemanfaatan ruang strategis kota
Motivator kegiatan permukiman
Pelaksanaan pengembangan prasarana dasar perkotaan
Pelaksanaan pengembangan SDA
Pemberian rekomendasi tentang pendirian bangunan
Pembinaan Fungsi kota Permukiman Perkotaan
Pembinaan Prasarana Dasar
Pembinaan infrastruktur SDA
Dinas Pertanian dan Kehutanan
RTH RTH RTH
Dinas Kelautan dan Perikanan
Masukan program Pemanfaatan perikanan dan kelautan
Pemanfaatan perikanan dan kelautan
Pelestarian lingkungan pulau-pulau kecil, terumbu karang,
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-28
INSTANSI LINGKUP KEGIATAN PERENCANAAN
LINGKUP KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG
LINGKUP KEGIATAN PENGENDALIAN
RUANG
hutan bakau
Dinas Pertambangan dan Energi
RTH RTH Pemanfaatan daerah
pertambangan
Pelestarian lingkungan pertambangan
Dinas Sosnakertrans Masukan program penataan tata ruang kota
Masukan program permukiman dan infrastruktur prasarana transmigrasi
Pemanfaatan ruang strategis kota
Motivator kegiatan permukiman transmigrasi
Pembinaan masyarakat, tenaga kerja dan transmigrasi
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Masukan ruang pembinaan kawasan lindung budaya
Masukan ruang potensi pariwisata
Motivator pemanfaatan ruang kegiatan pariwisata
Masukan pemanfaatan ruang kawasan lindung budaya
Pembinaan Ruang Fungsi pariwisata
Pembinaan Ruang Fungsi kawasan Budaya
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Masukan program pengembangan transportasi darat dan udara
Pelaksanaan pengembanganm sistem transportasi darat dan udara
Pembinaan sistem transportasi darat dan udara
BPN Masukan eksisting pemanfaatan lahan
Peta-peta acuan/ baku
Pemanfaatauan dan pendataan status penguasaan dan pemanfaatan lahan
Pemantauan pendataan status penguasaan dan pemanfaatan lahan
BPS Masukan data statistik spasial untuk kawasan perkotaan
Pendataan Statistik Pemanfaatan dan Fungsi lahan Kawasan Perkotaan
Pendataan Statistik Pemanfaatan dan Fungsi lahan
PLN Masukan ketersediaan listrik dan peluang pengembangannya
Pelaksana pengembangan listrik
Pembinaan penggunaan energi listrik
TELKOM Masukan ketersediaan jaringan telekomunikasi
Pelaksana pengembangan jaringan telekomunikasi
Pembinaan penggunaan energi telekomunikasi
LSM Lingkungan dan Budaya
Masukan pemanfaatan fungsi ekologi dan budaya
Pemantauan pemanfaatan ruang
Pelaporan dan pengaduan pelanggaran fungsi lindung dan dampak lingkungan
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-29
11.3 Ketentuan Perizinan Pemanfaatan Ruang
Perizinan pemanfaatan ruang diartikan sebagai bentuk persetujuan atau
konfirmasi atas pemanfaatan ruang. Cakupan dari perizinan pemanfaatan ruang dari
RTRW Kota Tidore Kepulauan adalah perizinan yang berkaitan dengan lokasi, kualitas
ruang dan tata bangunan sesuai peraturan perundang-undangan, hukum adat dan
kebiasaan yang berlaku. Untuk mendayagunakan mekanisme perizinan ini Sebagai
bagian dari mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang maka setiap kegiatan
pemanfaatan ruang yang dimohonkan izin lokasinya perlu memperoleh konfirmasi
kesesuaiannya dengan RTRW Kota sehingga jenis kegiatan tersebut dengan arahan
rencana pola ruang pada RTRW dan peraturan zonasi.
11.3.1 Arahan Perizinan Pemanfaatan Ruang
Arahan yang digunakan dalam perizinan pemanfaatan ruang dijelaskan sebagai
berikut.
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh izin pemanfaatan
ruang.
(2) Pemberian izin bertujuan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi
ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
(3) Pemberian izin dilaksanakan secara adil dan transparan.
(4) Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh instansi,
badan/dinas sesuai dengan kewenangannya.
(5) Izin pemanfaatan ruang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk
dengan mengacu pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
(6) Jenis perizinan pemanfaatan ruang terdiri dari izin prinsip, izin lokasi, izin
perencanaan tapak dan izin mendirikan bangunan.
(7) Izin prinsip adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk kegiatan atas
tanah/lahan yang sudah dikuasai atau dimiliki dengan luas tanah/lahan di atas
5.000 m² dan/atau berdampak penting terhadap lingkungan dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang kota;
b. Kelayakan lingkungan hidup;
c. Dukungan strategis sarana dan prasarana;
d. Pertimbangan jangka panjang pengembangan kota;
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-30
e. Kelayakan usaha.
(8) Izin lokasi sekaligus berlaku sebagai izin prinsip bagi pemohon yang belum
menguasai atau memiliki tanah/lahan untuk kegiatan dengan luas diatas 5.000 m²
(lima ribu meter persegi) dengan mempertimbangkan permasalahan penguasaan
tanah di lokasi yang diajukan.
(9) Izin perencanaan tapak adalah izin rencana tata letak peruntukan dalam satu luasan
lahan beserta rencana fasilitas pendukungnya.
(10) Izin mendirikan bangunan adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh
walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam wilayah Kota Tidore Kepulauan.
(11) Setelah izin prinsip atau izin lokasi disetujui, pemohon tidak diperbolehkan
melakukan kegiatan fisik sebelum melengkapi persyaratan standar teknis dan kajian
dampak lingkungan serta mengajukan perijinan selanjutnya sesuai dengan jenis
kegiatan yang diajukan pada dinas atau instansi teknis yang terkait.
(12) Izin prinsip berlaku selama 12 (dua belas) bulan dan sesudahnya dapat
diperpanjang satu kali.
(13) Tata cara memperoleh izin lokasi dan atau izin prinsip diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Walikota.
11.3.2 Jenis Izin yang Terkait dengan RTRW Kota
Terdapat beberapa jenis izin yang terkait dengan RTRW Kota. Jenis-jenis izin dan
penjelasannya adalah sebagai berikut:
Izin prinsip, diberikan untuk rencana kegiatan pemanfaatan ruang;
Izin lokasi, diberikan untuk penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan ruang;
Izin peruntukkan penggunaan tanah, diberikan untuk perencanaan dan
pemanfaatan tanah;
Izin mendirikan bangunan, diberikan sebagai surat bukti untuk dapat
mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan rencana teknis
bangunan gedung yang disetujui.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-31
11.3.3 Arahan Insentif dan Disinsentif
Pembangunan dan pengembangan tatanan ruang Kota Tidore Kepulauan baik
dalam pengaturan zonasi sampai pada pedoman pelaksanaan pembangunan mengacu
pada rencana tata ruang yang berlaku. Dalam perkembangannya, penataan ruang
perkotaan di Kota Tidore Kepulauan diikuti dengan penerapan langkah insentif dan
disinsentif.
Perangkat insentif berfungsi sebagai perangsang terhadap bentukan dan
perkembangan tata ruang di wilayah perencanaan. Kebijaksanaan insentif pemanfaatan
ruang bertujuan untuk memberikan dukungan terhadap kegiatan yang sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah. Kebijakan insentif dilaksanakan dengan memberikan
kemudahan pelayanan perijinan, dukungan penyediaan prasarana dan sarana dan/atau
kebijakan-kebijakan lain yang dapat mendukung kelancaran dan kemudahan
pelaksanaan pembangunan.
Perangkat disinsentif berfungsi untuk membatasi pertumbuhan atau
menghambat kegiatan yang tidak sejalan dengan penataan ruang yang telah ditetapkan.
Kebijaksanaan disinsentif diberikan untuk mencegah, membatasi, atau mengurangi
perkembangan agar tidak terjadi kegiatan pemanfaatan ruang (pada kawasan lindung
maupun budidaya) yang tidak sesuai dengan RTRW Kota dan memberikan dampak
negatif kepada lingkungan dan masyarakat. Bentuk disinsentif yaitu disinsentif fiskal
berupa pengenaan pajak yang tinggi, dan disinsentif non fiskal berupa kewajiban
pemberian kompensasi, pensyaratan khusus dalam perizinan, kewajiban membayar
imbalan, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur, dan/atau
pemberian status tertentu dari Pemerintah.
Pemberian insentif dan disintensif didasarkan pada pertimbangan sebagai
berikut :
1. Perubahan tatanan ruang yang terjadi diupayakan tidak menyebabkan dampak
yang merugikan bagi pembangunan kota;
2. Pemberian insenstif dan disinsentif dilakukan dengan tidak mengurangi hak
asasi masyarakat sebagai individu dan warga negara yang berhak
mempertahankan hidupnya;
3. Partisipasi masyarakat menjadi aspek yang penting untuk bahan pertimbangan
dalam menentukan langkah insentif dan disinsentif.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-32
Tahap penerapan insentif dan disinsentif mengacu pada beberapa kriteria
sebagai berikut:
a) Kriteria Insentif
Termasuk dalam upaya insentif adalah upaya-upaya yang bersifat
mendorong pemanfaatan ruang di wilayah perencanaan sesuai dengan
arahan-arahan dalam RTR Kota Tidore Kepulauan. Langkah insentif yang
dapat diberikan untuk memacu perkembangan tatanan ruang wilayah
perencanaan agar sesuai dengan arahan tata ruang antara lain mengacu
pada prinsip sebagai berikut:
1) Dari segi administrasi, kemudahan perijinan diberikan bagi
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan tata ruang di wilayah
perencanaan;
2) Bantuan diberikan pada pemanfaatan ruang dan kegiatan-kegiatan di
dalamnya yang bersifat konservasi kawasan lindung;
3) Pembangunan yang dapat memberikan dampak positif pada
masyarakat perlu didukung dan dikembangkan;
4) Partisipasi stakeholder dalam pembangunan wilayah, khususnya
masyarakat dan pengembang perlu didorong.
b) Kriteria Disinsentif
Penerapan disinsentif diberikan pada penyimpangan pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan arahan penataan ruang yang telah ditetapkan
dalam Rencana Tata Ruang di Kota Tidore Kepulauan. Pemberian disinsentif
ini dapat dilakukan dengan cara mengacu pada prinsip sebagai berikut:
1) Upaya disinsentif dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi
masyarakat disekitarnya.
2) Upaya disinsentif sifatnya menghambat/membatasi pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
Pemberian insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan ruang di Kota Tidore
Kepulauan diarahkan sebagai berikut:
(1) Kebijakan insentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk memberikan rangsangan
terhadap kegiatan yang berada di kawasan pengembangan tertentu di kota.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-33
(2) Kebijakan disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk menegakkan kebijakan
tata ruang, pemerataan dan keseimbangan kawasan budidaya dan non budidaya,
struktur ruang dan garis–garis sempadan.
(3) Dalam pelaksanaan kebijakan insentif dan disinsentif, tidak megurangi dan
menghapuskan hak-hak penduduk sebagai warga negara dan tetap menghormati
hak-hak masyarakat yang melekat pada ruang.
(4) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, dikembangkan kebijakan insentif dan
disinsentif pemanfaatan ruang yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
(5) Penyusunan pengaturan, persyaratan teknis dan kebijakan insentif dan disinsentif
bagi pemanfaatan ruang dilakukan oleh instansi teknis yang berwenang dengan
berkonsultasi kepada instansi terkait.
(6) Mekanisme / kompensasi nilai kerugian, pajak tambahan dan bentuk insentif dan
disinsentif ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Monitoring (Pengawasan) dan Controlling (Pengendalian) secara terpadu dan
ketat dilakukan pada pemanfaatan ruang, khususnya di beberapa kawasan dengan
fungsi sebagai kawasan lindung di wilayah perencanaan, baik kawasan lindung
sempadan sungai, kawasan lindung banjir lahar, kawasan lindung rawan longsor,
kawasan lindung cagar budaya, dan kawasan lindung sesar. Penerapan upaya
disinsesntif dan insesntif dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1) Perangkat/mekanismenya, yaitu regulasi, keuangan, dan kepemilikan.
2) Obyek pengenaannya, yaitu guna lahan, pelayanan umum dan prasarana.
Adapun prosedur pengenaan insentif dan disinsentif antaa lain mengacu pada
beberapa prinsip sebagai berikut:
1) Hanya Pemerintah Daerah yang berhak memberikan dan memberlakukan
insentif dan disintensif terhadap pemanfaatan ruang maupun terhadap kegiatan
yang berlaku di dalamnya;
2) Penetapan upaya disinsentif dan insentif oleh Pemerintah Daerah pada suatu
kawasan tertentu dalam lingkup wilayah perencanaan maupun dalam Kota
Tidore Kepulauan dilakukan dengan mengacu pada rencana dan arahan
penataan ruang serta pada kriteria penetapan insetif dan disinsentif.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-34
3) Pemerintah Daerah berhak menetapkan jenis insentif dan disinsentif pada jenis
pemanfaatan ruang pada kawasan yang memerlukannya, khususnya kawasan
dengan fungsi sebagai kawasan lindung;
4) Penetapan langkah insentif dan disinsentif oleh Pemerintah Daerah dilakukan
pada saat permohonan pembangunan diajukan, baik oleh perorangan, kelompok
masyarakat maupun badan hukum.
Dengan mengacu pada prinsip yang ada, maka penetapan insenstif dan
disinsentif antara lain adalah sebagai berikut:
1) Upaya Insentif:
a. Pertumbuhan kawasan peruntukan perkotaan dan permukiman yang
merupakan kawasan tumbuh kembang cepat dapat dilakukan dengan
mengupayakan prioritas pengembangan sarana prasarana pendukung
kegiatan sebagai altarnatif pemacu pertumbuhan kawasan sesuai
dengan arahan penataan ruang.
b. Pengadaan jaringan sarana prasarana di bagian berbukit di wilayah
perencanaan perlu ditingkatkan untuk memacu perkembangan wilayah
setempat.
c. Pengembangan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan arahan dan
rencana penataan ruang pada blok kawasan pengembangan
peruntukkan terkait diberikan kemudahan dari segi ijin dan administrasi
sesuai dengan aturan dan arahan yang berlaku.
d. Pengembangan sistem transportasi yang mampu menjangkau seluruh
wilayah perencanaan sehingga memungkinkan terjadi pengembangan
wilayah secara merata.
2) Upaya Disinsentif:
a. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang tinggi dan tidak adanya
kemudahan pemberian ijin untuk pemanfaatan yang tidak sesuai dengan
arahan dan rencana penataan ruang wilayah perencanaan.
b. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang tinggi dan tidak adanya
kemudahan pemberian ijin bagi pembangunan lahan terbangun di
kawasan lindung.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-35
c. Sosialiasasi kawasan rawan bencana pada masyarakat umum untuk
menghambat pertumbuhan intensitas pemanfaatan ruang sebagai
kawasan permukiman dan perekonomian di kawasan terkait.
Jenis insentif dan disinsentif yang dikemukakan masih dapat dikembangkan lagi
lebih lanjut oleh pemerintah daerah melalui kesepakatan dengan pihak pembangun atau
pemanfaat lahan. Jenis insentif dan disinsentif tersebut juga dapat ditentukan kemudian
sesuai dengan ketentuan, regulasi/kebijakan, serta jenis pajak dan retribusi yang berlaku
di Kota Tidore Kepulauan.
11.4 Penertiban Pemanfaatan Ruang dan Arahan Sanksi
Penertiban pemanfaatan ruang adalah kegiatan untuk mengatasi permasalahan
yang diakibatkan pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Wujud dari penertiban ini adalah pemberian
sanksi bagi pelanggar pemanfaatan ruang. Bentuk-bentuk pelanggaran yang dapat
dikenakan sanksi adalah sebagai berikut:
(1) Sanksi dikenakan kepada orang atau badan yang melakukan:
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang wilayah kota,
yang dijelaskan dalam ketentuan umum peraturan zonasi dalam RTRW Kota;
b. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
RTRW Kota;
c. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
d. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
e. Pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
f. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
(2) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana terkait penataan ruang,
dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
Pemberian sanksi terhadap pelanggaran penataan ruang didasarkan atas besar
atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang, nilai
manfaat pemberian jenis sanksi yang diberikan untuk pelanggaran penataan ruang; dan
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-36
kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang. Jenis-jenis sanksi
yang diberikan adalah sebagai berikut.
a. Sanksi Administratif
Bentuk-bentuk sanksi administratif yang diberikan bagi pelanggar meliputi:
1. Peringatan tertulis;
2. Penghentian kegiatan sementara;
3. Penghentian sementara pelayanan umum;
4. Penutupan lokasi;
5. Pencabutan izin;
6. Pembatalan izin;
7. Pembongkaran bangunan;
8. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
9. Denda administratif.
Tindakan sanksi administratif perlu mempertimbangkan jenis pelanggaran rencana
tata ruang sebagai berikut:
1. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang;
Dalam kaitan ini bentuk sanksi yang dapat diterapkan antara lain adalah
peringatan, penghentian kegiatan dan pencabutan sementara izin yang telah
diterbitkan, dan pencabutan tetap izin yang diberikan.
2. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi intensitas pemanfaatan
ruang menyimpang;
Dalam kaitan ini bentuk sanksi yang dapat diterapkan adalah penghentian
kegiatan, atau pembatasan kegiatan pada luasan yang sesuai dengan rencana
yang ditetapkan;
3. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi bentuk pemanfaatan
ruang menyimpang.
Dalam kaitan ini sanksi yang dapat dilakukan adalah penghentian kegiatan dan
penyesuaian bentuk pemanfaatan ruang.
Arahan penerapan sanksi administratif dengan melihat bentuk-bentuk
pelanggaran terkait dengan izin sebelum dan setelah diberlakukannya RTRW Kota
dijabarkan sebagai berikut dalam tabel 14.7.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-37
Tabel 11. 7 Ketentuan Sanksi Pemanfaatan Ruang
Sesuai RTRW Tidak Sesuai RTRW
Telah ada sebelum RTRW ditetapkan
Berizin a) Dapat diteruskan sampai waktu yang ditentukan
b) Larangan melakukan perubahan fungsi kawasan.
Tidak Berizin a) Pelengkapan Izin b) Pengenaan Denda
a) Penghentian sementara/ tetap
b) Pemulihan fungsi
Setelah RTRW ditetapkan, ada persetujuan perubahan pemanfaatan ruang
Berizin a) Pengenaan denda b) Pengenaan biaya dampak
lingkungan
Tidak Berizin a) Pelengkapan Izin b) Pengenaan Denda
a) Perlengkapan izin b) Pengenaan denda c) Pengenaan biaya dampak
lingkungan
Setelah RTRW ditetapkan, tidak ada persetujuan perubahan pemanfaatan ruang
Berizin Tidak boleh terjadi,jika terjadi pencabutan izin
Tidak Berizin a) Pelengkapan Izin b) Pengenaan Denda
a) Pengenaan denda b) Pemulihan fungsi
c. Sanksi Pidana
Sanksi Pidana adalah sebagai berikut :
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96 diancam dengan kurungan pidana paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling tinggi 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Hasil penerimaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke
rekening Kas Umum Daerah
d. Penegakan Peraturan Daerah
Penegakan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai dengan kewenangannya, dan berkoordinasi dengan
Kepolisian Republik Indonesia, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-38
e. Penyidikan
(1). Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2). Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang
berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
dalam bidang penataan ruang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa
tindak pidana dalam bidang penataan ruang; d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti
dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara
Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil
melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan
hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara
Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses
penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
f. Pengawasan Pemanfaatan Ruang
Pengawasan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya pelaksanaan pembangunandan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah. Bentuk dari pengawasan pemanfaatan ruang adalah
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-39
berupa kegiatan pelaporan, pemantauan, dan evaluasi yang kesemuanya dilaksanakan
secara intensif dan terpadu.
11.4.1 Pelaporan dan Pemantauan terhadap Pemanfaatan Ruang
Pelaporan adalah kegiatan pengumpulan data atau informasi secara objektif
mengenai segala bentuk pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang yang sesuai
dengan RTRW maupun yang tidak sesuai.
Hasil dari pelaporan ditindaklanjuti dengan pemantauan, yaitu kegiatan
mengamati, mengawasi dan memeriksa secara cermat perubahan kualitas tata ruang
dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Kegiatan pemantauan ini didasarkan pada hasil pelaporan yang mencakup
kegiatan pengumpulan data dan informasi baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif tentang pemanfaatan ruang yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan
swasta serta perubahan-perubahan perwujudan tata ruang yang terjadi di lapangan.
Data/lnformasi disajikan dalam bentuk tabular dan sebaran geografis dari waktu ke
waktu (time series) yang terkait dalam pengembangan sistem informasi penataan ruang.
Pelaporan dan pemantauan pemanfaatan ruang perlu dilakukan secara
berkesinambungan sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai bahan masukan utama
dalam kegiatan evaluasi untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
11.4.2 Evaluasi dan Revisi terhadap RTRW
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota, kegiatan evaluasi atau
peninjauan kembali dilaksanakan dalam setiap 5 (lima) tahun sekali. Kegiatan evaluasi
dapat dilakukan kurang dari 5 (lima) tahun jika terjadi perubahan kebijakan dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah dan/atau terjadi dinamika internal
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan pemekaran wilayah yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan perlu tidaknya
dilakukan revisi atau penyempurnaan terhadap RTRW Kota.
Dalam kegiatan evaluasi dilakukan penilaian terhadap kinerja pelaksanaan
pemanfaatan ruang serta perbedaan wujud pemanfaatan ruang (fakta vs. rencana)
sehingga dapat diidentifikasi sejauhmana simpangan atau deviasi yang terjadi. Selain itu,
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-40
dalam kegiatan evaluasi perlu pula dipertimbangkan berbagai faktor pengaruh eksternal
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kota, antara lain :
1. Dinamika perkembangan kota yang sangat pesat;
2. Peraturan atau rujukan baru yang berkaitan dengan penataan ruang yang
berbeda dengan prosedur dan produk rencana tata ruang yang berlaku
sekarang,
3. Kebijaksanaan baru, baik yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, daerah
maupun sektor;
4. Perubahan orientasi atau paradigma baru dalam pembangunan kota.
Untuk dapat melakukan evaluasi atau menilai sejauh mana simpangan
pemanfaatan ruang terhadap rencana yang ditetapkan, perlu diperhatikan kriteria
bahwa pemanfaatan ruang kota dinyatakan sesuai atau tidak terjadi simpangan apabila
terpenuhi :
1. RTRW Kota telah ditetapkan sebagai peraturan daerah dan terdiseminasi ke
instansi perintah daerah dan masyarakat luas.
2. RTRW Kota benar-benar dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan pembangunan
yang memanfaatkan ruang sehingga RTRW merupakan dukumen resmi dalam
Rapat Koordinasi Pembangunan Daerah seperti halnya dokumen pembangunan
daerah lainnya seperti Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Program
Pembangunan Daerah (Propeda).
3. Struktur dan pola pemanfatan ruang yang diwujudkan bebar-benar sesuai
dengan arahan dalam RTRW.
4. RTRW Kota menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang rinci kawasan
di bawahnya.
5. RTRW Kota tidak menimbulkan konflik kepentingan antar sektor atau tumpang
tindih alokasi kegiatan sektor.
6. Pemanfaatan ruang atas dasar RTRW Kota tidak menimbulkan dampak yang
bermasalah pada masyarakat luas.
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-41
11.5 Hak, Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang
11.5.1 Hak Masyarakat dalam Penataan Ruang
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. Mengetahui rencana tata ruang;
b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
11.5.2 Kewajiban Masyarakat
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin berwenang;
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam;
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang perundangundangan
dinyatakan sebagai milik umum.
11.5.3 Peran Serta Masyarakat
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 menegaskan bahwa penyelenggaraan
penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran
masyarakat dalam penataan ruang dilakukan, antara lain, melalui:
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-42
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Secara konkrit, wujud peran serta masyarakat tersebut dijelaskan sebagai
berikut.
1. Peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana, penataan dan
pengesahan RTRW Kota, terdapat dalam proses dan tata cara baku
penyusunan RTRW Kota yang tertuang di dalam standar dan pedoman
Penyusunan RTRW Kota. Bentuk peran serta masyarakat yang terdapat
dalam penataan ruang wilayah kota adalah:
a) Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah
kota termasuk kawasan strategis yang ditetapkan;
b) Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan,
termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah
termasuk kawasan strategis;
c) Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang wilayah
kota termasuk kawasan strategis;
d) Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan wilayah
negara termasuk perencanaan tata ruang kawasan strategis;
e) Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang wilayah
kota termasuk kawasan strategis;
f) Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;
g) Bantuan tenaga ahli.
2. Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Kota Tidore
Kepulauan meliputi peran serta masyarakat dalam penyusunan program
pemanfaatan ruang, penyusunan program pembangunan dan
pembiayaan pemanfaatan ruang wilayah Kota, yang keseluruhannya
tercakup didalam proses dan tata cara baku pemanfaatan ruang. Hal ini
tertuang di dalam Pedoman Pemanfaatan RTRW ke dalam program
pembangunan sektoral dan daerah di wilayah Kota Tidore Kepulauan;
3. Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kota meliputi peran serta masyarakat dalam pengawasan dan pemberian
izin-izin prinsip pemanfaatan ruang, pelaporan, pemantauan dan evaluasi
pemanfaatan ruang wilayah Kota yang keseluruhannya tercakup dalam
Bab XI Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
Hal XI-43
proses dan tata cara baku pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
Hal ini tertuang di dalam Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Wilayah Kota.
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN VII : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN VIII : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
ACHMAD MAHIFA
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TIDORE KEPULAUAN 2013 - 1033
LAMPIRAN IX : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
TABEL INDIKASI PROGRAM UTAMA KOTA TIDORE KEPULAUAN
NO PROGRAM LOKASI WAKTU PELAKSANAAN SUMBER
DANA INSTANSI
PELAKSANA PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
A PROGRAM UMUM PENATAAN RUANG
1 Studi tentang batas wilayah adminsitratif Kota Tidore Kepulauan
1.1. Studi dan pelaksanaan pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU
1.2. Sosialisasi hasil pemetaan Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU
2 Penyusunan RDTR di Kota Tidore Kepulauan
2.1. Studi untuk perencanaan detail tata ruang pusat pengembangan Semua Ibukota Kecamatan
APBD Bappeda, Dinas PU
2.2. Studi untuk kawasan strategis Semua Ibukota Kecamatan
APBD Bappeda, Dinas PU
2.3. Penyusunan dan revisi RDTR di setiap ibukota kecamatan Semua Ibukota Kecamatan
APBD Bappeda, Dinas PU
3 Penyusunan RTBL
3.1. Penyusunan RTBL GIta-Payahe sebagai waterfront city Oba APBD Bappeda, Dinas PU
3.2. Penyusunan RTBL Sofifi dan Pulau TIdore sebagai waterfront city Oba Utara, Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur
APBD Bappeda, Dinas PU
3.3. Penyusunan RTBL ibukota kecamatan sebagai waterfront city Akelamo-Loleo, Maidi-Lifofa
APBD Bappeda, Dinas PU
3.4. Penyusunan RTBL kawasan lindung cagar budaya dan kawasan bersejarah
Kelurahan Gurabunga, Benteng Tahula, Kompleks makam raja-raja, Permukiman masyarakat adat terpencil Tugutil
APBD Bappeda, Dinas PU
LAMPIRAN X : PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN
NOMOR : 25
TANGGAL : 2013
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2013 - 2033
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
B PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG
1 Perwujudan Pusat Kegiatan
1.1. Perwujudan Pulau Tidore dan Sofifi sebagai pusat pelayanan hirarki I (Regional)
a. Penyediaan sarana administrasi pemerintahan provinsi Kota Sofifi APBD Dinas PU Provinsi
b. Pemantapan sarana administrasi pemerintahan kota Kecamatan Tidore APBD Dinas PU
c. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan sarana pendidikan tingkat perguruan tinggi
Kota Sofifi dan Kecamatan Tidore
APBD Dinas pendidikan
d. Peningkatan sarana kesehatan rumah sakit menjadi tipe B Oba Utara APBD Dinkes
e. Peningkatan/pemantapan sarana kesehatan rumah sakit umum tipe C
Kecamatan TIdore
f. Peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan Sofifi menjadi pelabuhan nasional
Oba Utara APBD, investor
Dinas PU, PT. PELNI
g. Pemantapan fungsi pelabuhan Goto sebagai pelabuhan peti kemas skala regional
Kecamatan Tidore APBD Dinas PU
h. Pemantapan fungsi pasar Sarimalaha sebagai pasar regional Kecamatan Tidore APBD Disperindag
i. Peningkatan fungsi terminal Sofifi sebagai teminal tipe B Oba Utara APBD Dinas PU
j. Peningkatan fungsi terminal Soasio sebagai terminal tipe C dan subterminal
Pulau Tidore APBD Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
k. Peningkatan fungsi Pelabuhan Pendaratan Ikan Kecamatan Tidore APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan
l. Pembangunan Pelabuhan pendaratan ikan Kecamatan Tidore Selatan
APBD Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan
m. Pengembangan industri agro Kecamatan Tidore Utara, Tidore Timur, Oba
APBD Disperindag, Dinas pertanian dan kehutanan, Dinas perikanan dan kelautan
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
n. Pengembangan industri bersih Kecamatan Tidore dan Tidore Selatan
APBD Disperindag
o. Pembangunan pasar dan ruko perdagangan skala kota dan pusat kerajinan
Kecamatan Tidore Selatan, Tidore Utara, Oba Utara
APBD Disperindag, Dinas PU
p. Pembangunan Gedung Gelanggang Olah raga Kecamatan Tidore APBD Bappeda, Dinas PU
1.2. Perwujudan Gita-Payahe sebagai pusat pelayanan hirarki II (Kota)
a. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai untuk mendukung industri perikanan
Kecamatan Oba APBD Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Disperindag, Dinas PU
b. Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Pelabuhan Gita, Kecamatan Oba
APBD Bappeda, Dinas Kelautan,
c. Pembangunan SMK Perikanan yang sekaligus menjadi tempat pengurusan sertifikat untuk nelayan
Oba APBD Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Perikanan dan Kelautan
d. Pembentukan kawasan industri agro dan industri pengolahan hasil perikanan
Oba APBD Bappeda, Dinas perikanan dan kelautan, Disperindag, Dinas PU
e. Penyediaan dan/atau pemantapan sarana pasar dan ruko perdagangan dan pusat showroom hasil industri agro
Payahe (Kecamatan Oba)
APBD Bappeda, Disperindag, Dinas PU
f. Penyediaan sarana kesehatan rumah sakit tipe D Oba APBD Bappeda, Dinkes
g. Pengembangan pelabuhan Gita sebagai pelabuhan skala regional dan penunjang industri
Oba APBD Bappeda, Disperindag, Dinas Perikanan dan Kelautan, dan Dinas
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
PU
h. Peningkatan dan perbaikan terminal tipe C yang ditempatkan dekat dengan pelabuhan
Oba APBD Dinas PU
1.3. Perwujudan ibukota-ibukota kecamatan sebagai pusat pelayanan hirarki III (Lokal)
a. Penyediaan/pemantapan sarana kesehatan Puskesmas Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Kesehatan
b. Penyediaan/pemantapan sarana pendidikan SMK dengan keterampilan khusus untuk menunjang bidang pertanian-perkebunan, perikanan, industri kecil dan menengah, dan pariwisata.
Semua kecamatan APBD Bappeda, Dinas PU, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
c. Penyediaan/pemantapan sarana perdagangan pasar kecamatan
Semua kecamatan APBD Bappeda, Disperindag
d. Penyediaan/pemantapan sarana ekonomi (bank, koperasi, dll)
Semua kecamatan terutama di Pulau Tidore, Kota Sofifi dan Kota Gita-Payahe
APBD, investor
Bappeda, Bank Daerah, pihak swasta
e. Penyediaan/pemantapan sarana dan pelayanan komunikasi dan jasa pengiriman barang
Semua Kecamatan APBD, investor
Bappeda, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT Pos dan Giro, swasta
f. Pemantapan fungsi pelabuhan Loleo sebagai pelabuhan lokal
Oba Tengah APBD Bappeda, Dinas PU
g. Pemantapan fungsi pelabuhan Rum sebagi pelabuhan lokal yang menjadi penunjang Pelabuhan Soasio
Tidore Utara APBD Dinas PU
2 Perwujudan Sistem Prasarana
2.1. Transportasi darat
a. Perbaikan jalan lingkar Pulau Tidore dengan menambah drainase, prasarana pejalan kaki selebar 2,5 m, serta RTH/Jalur Hijau, juga penerangan jalan
Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur
APBD Dinas PU
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
b. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Gamtufkange – Gurabunga – Jaya – Afa-afa – Mareku dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara
APBD Dinas PU
c. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Dowora – Kalaodi – Fabaharu – Ome dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
Tidore, TIdore Selatan, Tidore Utara, Tidore Timur
APBD Dinas PU
d. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang menghubungkan Jaya – Fabaharu dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
Tidore, Tidore Utara APBD Dinas PU
e. Pembangunan dan peningkatan jaringan Jalan atas penghubung dari Tuguiha – Tidore Timur dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 2,5m
TIdore Selatan, Tidore Timur
APBD Dinas PU
f. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Soasio - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Tidore APBD Dinas PU
g. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Gurabati - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Tidore Selatan APBD Dinas PU
h. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Rum - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Tidore Utara APBD Dinas PU
i. Perbaikan jaringan jalan yang menghubungkan Tosa - Ibukota Desa dengan perkerasan aspal, bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, penerangan jalan serta prasarana pejalan
Tidore Timur APBD Dinas PU
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
kaki selebar 1,5 m
j. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Trans Halmahera yaitu ruas jalan Payahe-Weda, Akelamo-Payahe, Sp. Dodinga-Akelamo dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 3 m
Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Oba Selatan
APBD Dinas PU
k. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Sofifi - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba Utara APBD Dinas PU
l. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Loleo - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba Tengah APBD Dinas PU
m. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Payahe - Lifofa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba, Oba Selatan APBD Dinas PU
n. Pengembangan dan peningkatan jaringan Payahe - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba APBD Dinas PU
o. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Lifofa - Ibukota Desa dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba Selatan APBD Dinas PU
p. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Guraping – Loleo – Yehu – Gilatua dengan dilengkapi bahu jalan, drainase, RTH/Jalur Hijau, serta penerangan jalan dan juga prasarana pejalan kaki selebar 1,5 m
Oba Utara, Oba Tengah, Oba
APBD Dinas PU
q. Pengaturan sistem trayek angkutan umum yang lebih baik serta pengaturan rute angkutan barang pada jalur khusus
Tidore, Tidore TImur, Oba Utara, Oba
APBD Dinas PU
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
yang tidak menghambat lalu lintas di pusat kota
r. Pengembangan sarana angkutan yang lebih efisien dan menjangkau ke semua kawasan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan kawasan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
s. Penyediaan prasarana sub terminal baru untuk memberikan pelayanan dalam bidang angkutan umum serta untuk mengakses pusat-pusat pertumbuhan baru
Tidore Selatan, Tidore Timur, Oba, Oba Tengah, Oba Selatan
APBD Dinas PU
t. Pembangunan halte yang mampu melayani penumpang untuk berganti moda atau pun berganti jurusan atau rute angkutan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
2.2. Transportasi Laut
a. pengembangan pelabuhan Soasio sebagai Pelabuhan Peti Kemas
Tidore APBN Kementerian Perhubungan
b. pengembangan armada kapal laut untuk melayani dari Sofifi - Sarimalaha PP, dari Sarimalaha – Paceda PP, dari Sarimalaha – Gita PP, dari Dowora – Galala PP
Oba Utara, Tidore, Oba, Oba Tengah
APBD Dinas Perhubungan
c. pengembangan armada kapal laut kapasitas besar dari Pelabuhan Soasio Kecamatan Tidore ke Weda Kabupaten Halmahera Tengah
Tidore APBD Dinas Perhubungan
2.3. Sumber daya air
a. penyusunan Masterplan air minum Pulau Tidore, Oba Utara
APBD PDAM, Dinas PU
b. Pengadaan studi mengenai Daerah Aliran Sungai dan kawasan resapan air untuk pengendalian banjir dan kekeringan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
c. Konservasi kawasan perbukitan dan hutan lindung, berfungsi untuk menyangga daerah resapan air hujan di masing – masing DAS sungai sebagai potensi air baku keperluan air bersih
Semua kecamatan APBD Dinas PU
d. Penataan atau penanganan daerah hulu sungai melalui penghijauan dan pembuatan sumur resapan dikawasan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
hunian dan permukiman, berfungsi pula untuk pengendalian banjir
e. Penataan, pengaturan dan perlindungan sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air baku tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan terhadap pencemaran lingkungan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
f. Pengadaan pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan Oba Tengah, Oba Selatan, Oba Utara, Oba
Investor PDAM
g. Peningkatan sistem pengolahan air bersih di masing – masing kawasan yang mempunyai potensi air baku untuk sumber air bersih
Semua kecamatan Investor PDAM
h. Penataan dan penanganan daerah zona kawasan pelayanan air bersih di daerah permukiman
Semua kecamatan Investor PDAM
i. Penataan dan pengaturan distribusi sumber – sumber air baku permukaan dan sumber air tanah dalam melalui penataan wilayah tata air kawasan khusus untuk industri
Oba Utara, Oba Tengah, Oba Tidore Selatan, Kec. Tidore
Investor PDAM
j. Mencari sumber air baru untuk menambah produksi air bersih PDAM
Semua kecamatan Investor PDAM
k. Pendayagunaan sungai sebagai sumber air Semua kecamatan Investor PDAM
l. Pengontrolan sistem produksi air bersih di tiap kawasan yang mempunyai potensi kebocoran dengan pemasangan water meter
Semua kecamatan Investor PDAM
m. Penggantian pipa – pipa distribusi lama yang tidak layak dan mengadakan pengecekan secara berkala
Semua kecamatan Investor PDAM
n. Peningkatan sistem pengelolaan dan pencatatan pembacaan water meter ke pelanggan
Semua kecamatan Investor PDAM
o. Penataan sistem adimnistrasi pengolahan air bersih Semua kecamatan Investor PDAM
p. studi potensi air tanah Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM
q. pengembangan sumber air baku Semua kecamatan APBD Dinas PU, PDAM
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
r. pengembangan jaringan perpipaan Semua kecamatan APBD PDAM
s. pembangunan jaringan irigasi Oba, Oba Selatan APBN Kementerian PU
2.3. Telekomunikasi
a. pembangunan base tranceiver system (BTS Semua kecamatan Investor Dinas Perhubungan, PT TELKOM
b. pengembangan jaringan “Fixed Line” Semua kecamatan Investor PT TELKOM
c. Perluasan jaringan telepon hingga menjangkau daerah yang terisolir
Semua kecamatan APBD, investor
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM dan swasta
d. Penambahan jaringan telepon melalui pelayanan jasa telepon nirkabel
Semua kecamatan APBD, investor
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, PT TELKOM atau swasta
2.3. Energi/Listrik
a. Rencana pembangunan PLTU Noramaake di Desa Akedotilou Oba Tengah Investor PLN
b. Perluasan jaringan listrik hingga menjangkau daerah daerah yang terisolir
Semua kecamatan terutama kecamatan Oba dan Oba Selatan
APBD PLN
c. Penambahan kapasitas produksi jaringan listrik agar mencukupi kebutuhan di masa mendatang
Semua kecamatan APBD PLN
d. Perawatan jaringan listrik yang sudah ada Semua kecamatan APBD PLN
e. Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi Akesahu
Pulau Tidore APBD PLN
f. Pengembangan sumber energi batu bara dekat dengan pelabuhan Rum
Rum (Kecamatan Tidore Utara)
APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
g. Studi pengembangan sumber energi alternatif biofuel dan mikrohidro
Kota Tidore Kepulauan APBD Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
h. Pembangunan sumber energi alternatif biofuel dari tanaman jarak dan kelapa dengan membangun genset
Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
i. Pembangunan sumber energi alternatif mikrohidro dengan membuat bendungan di sungai Payahe
Kecamatan Oba APBD Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi dan PLN
2.4. Drainase
a. Penataan sistem drainase di areal permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU
b. Pengembangan sistem penghijauan kota daerah kawasan permukiman, juga meliputi membuat sistem resapan di kawasan permukiman
Semua kecamatan APBD Dinas PU
c. Penataan sistem drainase dan pengecekan berkala terhadap kondisi drainase
Semua kecamatan APBD Dinas PU
d. Mengendalikan sistem aliran buangan air hujan kawasan Semua kecamatan APBD Dinas PU
e. Konservasi kawasan perbukitan sungai (hulu sungai) dari masing – masing DAS
Semua kecamatan APBD Dinas PU
f. Penataan kawasan dataran sungai (hilir sungai) dari masing – masing DAS melalui normalisasi penampang sungai
Semua kecamatan APBD Dinas PU
g. Peraturan terhadap kawasan pesisir sungai melalui konservasi kawasan pesisir dan penyediaan fasilitas bangunan pesisir pantai untuk pengendalian pasang surut
Semua kecamatan APBD Dinas PU
h. Pengembangan dan peningkatan jaringan drainase Pada Ibukota kecamatan
i. Penyusunan Master Plan Drainase Kota Kementerian PU, BAPPEDA, Dinas PU
2.5. Persampahan
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
a. Penetapan lokasi dan kebutuhan lahan pembuangan akhir sampah sesuai dengan kriteria
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
b. Pengelolaan sampah yang dapat mereduksi timbunan sampah
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
c. Pembuatan sempadan kawasan TPA Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
d. Pembatasan budidaya dan atau permukiman baik yang baru maupun yang sudah ada di kawasan sempadan TPA
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
e. Pemanfaatan sampah pada TPA sebagai sumber energi biogas
Kecamatan Tidore dan Kecamatan Tidore Utara; Kec. Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan
APBD Dinas Tata Ruang dan Kebersihan
2.6. Air Limbah
a. Pengembangan teknis pengelolaan air limbah domestik dengan sistem setempat (on site sanitation) dan sistem terpusat (off site sanitation) yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan
b. Sistem pengelolaan setempat diarahkan menjadi sistem komunal sehingga membantu mengurangi kerusakan
Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
lingkungan pada wilayah yang mulai padat penduduk
c. Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan dengan jaringan perpipaan dan IPAL
P. Tidore dan Kota Sofifi
APBD Dinas Kebersihan
d. Pembentukan institusi khusus dan peraturan yang mengatur serta mengelola air limbah
Semua kecamatan APBD Dinas Kebersihan
e. Penerapan sistem pengelolaan air limbah non domestik yang tidak mencemari lingkungan disesuaikan dengan karakteristik industri yang ada
Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore
APBD Dinas Kebersihan
f. Pengendalian dan monitoring dalam pengelolaan air limbah non domestik
Oba Utara, Oba Tengah, Oba, Tidore Selatan, Kec. Tidore
APBD Dinas Kebersihan
2.7. Proteksi Kebakaran
a. Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
C PERWUJUDAN POLA RUANG WILAYAH
1 Kawasan Lindung
1.1. Kawasan Penyangga
a. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk hutan lindung
Semua kecamatan APBD Bappeda
b. Delineasi dan pemantapan kebijakan perlindungan untuk daerah resapan air
Semua kecamatan APBD Bappeda
c. reboisasi lahan-lahan kritis di kawasan lindung
Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan
APBN, APBD
Dinas Kehutanan, Kementerian Kehutanan
d. penyusunan Masterplan kawasan wisata hutan raya
Oba, Oba Utara, Oba Tengah, Oba Selatan
APBD Dinas Kehutanan
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
e. pengembangan Ruang Terbuka Hijau perkotaan
Semua Kecamatan APBD Dinas Tata Kota dan Kebersihan
1.2. Kawasan perlindungan setempat
a. Delineasi dan pengaturan kawasan sumber air baku
Semua kecamatan, kecuali Kec. Tidore Utara
APBD Bappeda
b. Delineasi dan pemantapan pengaturan kawasan sempadan sungai dan sempadan pantai
Semua kecamatan APBD Bappeda
c. Delineasi dan pemantapan kebijakan pengaturan pembangunan pada daerah kawasan bencana
Semua kecamatan APBD Bappeda
d. Pembuatan Jalur evakuasi tsunami Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas
e. Pembuatan Jalur evakuasi letusan gunungapi P. Tidore APBD PU, Kesbanglinmas
f. Pembuatan evacuation open space terpadu Semua kecamatan APBD PU, Kesbanglinmas
g. Konservasi hutan lindung dan daerah resapan air
Semua kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup
1.3. Konservasi dan regenerasi kawasan mangrove
Semua Kecamatan APBD Dinas Lingkungan Hidup
1.4. Konservasi kawasan taman nasional
a. Konservasi terhadap perwakilan keanekaragaman ekosistem dan rangkaian habitat yang lengkap dari dataran rendah sampai pegunungan, yang mencakup perwakilan asli dari seluruh jenis habitat darat yang penting di dalam hutan lindung Taman Nasional Aketajawe
Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan
b. Konservasi kawasan permukiman masyarakat adat Tugutil di dalam Taman Nasional Aketajawe
Oba Utara APBN Balai Konservasi Sumberdaya Hutan, Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
1.5. Kawasan Cagar Budaya
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
a. Penataan kawasan permukiman bersejarah Gurabunga
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
b. Konservasi kawasan dan bangunan peninggalan bersejarah
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
c. Pembuatan Perda perlindungan kawasan permukiman bersejarah
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
d. Rehabilitasi atau restorasi kawasan permukiman bersejarah
Kecamatan Tidore APBD Dinas pariwisata dan kebudayaan
2 Kawasan Budidaya
2.1. Kawasan permukiman
a. Pengembangan dan pemantapan fungsi permukiman transmigrasi eksisting
Kelurahan Koli, Kecamatan Oba
APBD Dinas PU, Disnakertrans
b. Studi kelayakan pemanfaatan/alih fungsi dari hutan menjadi permukiman transmigrasi
Kelurahan Koli-Kosa, Maidi, Lifofa
APBD Dinas PU, Disnakertrans
c. Penyediaan open space untuk taman bermain anak Semua kecamatan APBD Dinas PU
d. Penyuluhan rumah sehat Semua kecamatan APBD Dinas PU
e. Peningkatan sanitasi pada lingkungan perumahan Semua kecamatan APBD Dinas PU
f. Peningkatan sarana penerangan pada lingkungan perumahan
Semua kecamatan APBD Dinas PU
g. Penyediaan Taman Bacaan kawasan permukiman Semua kecamatan APBD Dinas PU
2.2. Kawasan Pertanian/Perkebunan
a. Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan pala, kelapa, cengkeh.
Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan
APBD Dinas Pertanian, Disperindag
b. Pengembangan Pulau Tidore untuk urban farming Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.
APBD Dinas Pertanian, Disperindag
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
c. Pengembangan budidaya perikanan air tawar, payau dan laut
Oba APBD Dinas Perikanan dan Kelautan
d. Penyediaan prasarana untuk kegiatan perkebunan guna menunjang industri
Oba Otara, Oba Tengah, Oba, Oba selatan
APBD Dinas PU, Disperindag
2.3. Kawasan Industri
a. Pengembangan kawasan industri pertanian perkebunan dan
industri perikanan
Oba, Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.
APBD Disperindag
b. Pengembangan industri skala kecil dan menengah serta industri bersih
Oba, Tidore, APBD Disperindag
c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan industri
Semua kecamatan APBD Disperindag
d. penyusunan RDTR kawasan industri
Oba Utara APBD Bappeda, Disperindag
2.4. Kawasan Pariwisata
a. Pengembangan pariwisata bahari
P. Mare, P.Maitara, P.Woda
APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
b. Pengembangan pariwisata budaya
Keraton di Kec. Tidore Gurabunga di Kec. Tidore
APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
c. Pengembangan pariwisata sejarah
Tidore, Tidore Utara, Tidore Selatan, Tidore Timur.
APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
d. Perencanaan P. Tidore sebagai resort Island Pulau Tidore APBD Bappeda
e. Pembangunan P. Tidore sebagai resort Island dengan melengkapi sarana amenities seperti pusat salon dan spa, pusat olahraga, taman bermain keluarga, lapangan golf, dan lainnya.
Pulau Tidore APBD, investor
Bappeda, Dinas PU, Dinas Pariwisata dan kebudayaan, swasta
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
f. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pariwisata
Semua kecamatan APBD, investor
Dinas Pariwisata dan kebudayaan, Dinas PU, swasta
g. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan
ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pariwisata
Semua kecamatan APBD Dinas pendidikan, Dinas Pariwisata dan kebudayaan
h. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk pengadaan jalur travel menuju Tidore Kepulauan
Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
i. Pengadaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta untuk promosi lokasi wisata di Tidore Kepulauan
Semua kecamatan APBD Dinas Pariwisata dan kebudayaan
j. penyusunan RDTR kawasan pariwisata
Tidore, Oba Utara, Oba Tengah,
APBD Bappeda, Dinas Pariwisata dan kebudayaan
2.5. Kawasan Komersial
a. penyusunan RDTR kawasan pusat bisnis
Oba Utara, Tidore, Tidore Utara
APBD, APBN
Bappeda, Dinas PU, Kementerian Perdagangan
b. Pengembangan pusat-pusat perdagangan
Semua kecamatan APBD, investor
Bappeda, Dinas PU, Disperindag, swasta
c. Penyediaan fasilitas perekonomian Bank dan lembaga keuangan lain
Semua kecamatan APBD, investor
Disperindag, swasta
d. Pengembangan dan pemantapan UKM berbasis pada
potensi unggulan daerah
Semua kecamatan APBD Dinas Perindustrian Perdaganan Koperasi dan UKM
II Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, ACHMAD MAHIFA
2.6. Kawasan pertambangan
a. Studi potensi kawasan pertambangan
Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi
b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi yang mendukung kegiatan pertambangan
Semua kecamatan APBD Dinas Pertambangan dan Energi