web viewasap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan ... bahan yang memberikan penjelasan...
TRANSCRIPT
PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS DALAM
MEMANFAATKAN PAJAK INDUSTRI ROKOK UNTUK PENYEDIAAN
TEMPAT KHUSUS MEROKOK DI RUANG PUBLIK BAGI
MASYARAKAT
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata Satu (S-1)
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
oleh
Muhammad Arif Riyan
8111409249
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
FAKULTAS HUKUM (FH)Alamat : Gedung C4, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
Telp/Fax (024) 8507891, website : fh.unnes.ac.id
PROPOSAL SKRIPSI
Nama : Muhammad Arif Riyan
Nim : 8111409249
Prodi : Ilmu Hukum, S1
Fakultas: Hukum
A. JUDUL SKRIPSI
PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS DALAM
MEMANFAATKAN PAJAK INDUSTRI ROKOK UNTUK PENYEDIAAN
TEMPAT KHUSUS MEROKOK DI RUANG PUBLIK BAGI
MASYARAKAT
B. LATAR BELAKANG
Kudus sebagai salah satu Kabupaten terbesar yang memproduksi rokok di
Indonesia diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dapat
mengimbanginya dengan menyediakan tempat khusus merokok dari pungutan
hasil dana bagi hasil rokok yang ada di Kabupaten Kudus. Pada Periode tahun
anggaran 2008 Kudus memperoleh dana bagi hasil rokok sebesar Rp.
17.207.191.000 (Bappeda Kudus). Dengan banyaknya pungutan dana bagi hasil
1
rokok yang telah masuk dalam kas daerah tersebut diharapkan dapat pula
memberikan pelayanan yang sepadan untuk dapat mengurangi dan mengatasi
dampak yang di timbulkan dari rokok tersebut sehingga tempat khusus merokok
dirasa sangat dibutuhkan bagi masyarakat khususnya yang berada di tempat-
tempat umum.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa salah satu kebiasaan masyarakat saat ini
yang dapat ditemui hampir di setiap kalangan masyarakat adalah perilaku
merokok. Rokok tidaklah suatu hal yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik
itu laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Orang merokok mudah
ditemui, seperti di rumah, kantor, cafe, tempat-tempat umum, di dalam kendaraan,
bahkan hingga di sekolah-sekolah (Redaksi Plus, 2010).
Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia. Adapun penyebab kematian utama para perokok tersebut adalah kanker,
penyakit jantung, paru-paru, dan stroke (Fawzani & Triratnawati, 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di
dunia Dari data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga setelah China dan India
pada sepuluh negara perokok terbesar dunia. Jumlah perokok Indonesia mencapai
65 juta penduduk. Sementara itu China mencapai 390 juta perokok dan India 144
juta perokok (Endrawanch, 2009).
Tidak mengherankan jika pada hari Selasa 17 April 2012 di Jakarta,
Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara Nomor 57/PUU-IX/2011 terkait
dengan Pasal 115 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
2
Kesehatan Putusan tersebut sebagai berikut “Khusus bagi tempat kerja, tempat
umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok”
menjadi berbunyi “Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya
menyediakan tempat khusus untuk merokok”.
Mahkamah konstitusi dalam amar putusannya menyatakan kata “dapat”
dihapus dalam Penjelasan Pasal 115 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan. Akibatnya, pada tempat kerja, tempat umum, dan tempat
lainnya wajib disediakan Tempat Khusus Merokok (Putusan Nomor
57/PUU-IX/2011, 17 April 2012).
Dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi beranggapan bahwa
pengaturan yang demikian sudah tepat mengingat pentingnya perlindungan dan
merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada masyarakat dan
lingkungannya, sebelumnya ketentuan Pasal tersebut didalam penjelasannya
terdapat kata “dapat” yang berarti pemerintah boleh mengadakan atau boleh pula
tidak mengadakan “tempat khusus untuk merokok” (Laporan Kinerja Mahkamah
Konstitusi, 2012). menurut Hamdan Zoelva salah satu Hakim Mahkamah
Konstitusi (Tempo, 2012) hal itu akan dapat menghilangkan kesempatan bagi para
perokok untuk merokok manakala pemerintah dalam implementasinya benar-
benar tidak mengadakan “tempat khusus untuk merokok di tempat kerja, tempat
umum dan di tempat lainnya.
Sebagaimana diketahui bahwa pengujian Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Pasal 115 ayat 1 tentang Kesehatan diajukan oleh Enryo Oktavian
(Karyawan Swasta), Abhisam Demosa makahekum (Karyawan Swasta) dan Irwan
3
Sofwan (Pelajar/Mahasiswa) (Bisnis Indonesia, 2012). Para pemohon ini menguji
penjelasan Pasal 115 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 khususnya
tentang Kesehatan yang mengatur tempat-tempat yang dinyatakan sebagai
kawasan tanpa asap rokok.
Pasal 115 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan itu menyebutkan kawasan tanpa rokok yakni :
a) Fasilitas Pelayanan Kesehatan
b) Tempat Proses Belajar Mengajar
c) Tempat Anak Bermain
d) Tempat Ibadah
e) Angkutan Umum
f) Tempat Kerja
g) dan Tempat Umum Lainnya.
Penetapan kawasan tanpa rokok itu wajib dilakukan oleh pemerintah
daerah, penjelasan kata “dapat” dalam pasal itu dihapus karena bertentangan
dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” dan
Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Sehingga nantinya ada hak atau
4
perlindungan bagi setiap masyarakat dan tidak menimbulkan kerugian bagi
masyarakat.
Dengan diputuskannya Perkara Nomor 57/PUU-IX/2011 oleh Mahkamah
Konstitusi tersebut, maka Kudus sebagai salah satu Kabupaten terbesar yang
memproduksi rokok dapat melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi itu
dijalankan dengan sebagaimana mestinya dan sebaik mungkin oleh Pemerintah
kabupaten Kudus, Hal ini merupakan kepentingan bersama dan untuk
kesejahteraan masyarakat Kudus nantinya dan dengan melihat kondisi ini
sehingga penulis ingin lebih mendalami karena penulis belum melihat adanya
upaya lebih dari Pemerintah Kabupaten Kudus untuk menyediakan Tempat
Khusus Merokok diberbagai ruang publik yang semestinya ada dan disediakan
seperti : Tempat Fasilitas Kesehatan, Tempat Proses Belajar Mengajar, Tempat
Anak Bermain, Tempat Ibadah, Angkutan Umum, Tempat Kerja dan Tempat
Umum Lainnya sebagaimana dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, maka
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan ini guna dapat
menemukan fakta yang ada dilapangan sebagai masukan dan juga evaluasi bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus nantinya.
5
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana Trend (5th) Perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Dana
Bagi Hasil Cukai Tembakau di Kabupaten Kudus dari Pajak Industri Rokok ?
2) Bagaimakah Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dalam memanfaatkan
Pajak Industri Rokok untuk Penyediaan Tempat Khusus Merokok di Ruang
Publik bagi Masyarakat ?
3) Apa Saja Kendala yang Dihadapi Pemerintah Daerah di Kabupaten Kudus
dalam Menyediakan Tempat Khusus Merokok ?
D. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Untuk Mengetahui Bagaimana Trend (5th) Perolehan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Kabupaten Kudus dari Pajak
Industri Rokok.
2) Untuk Mengetahui Bagaimakah Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus
dalam memanfaatkan Pajak Industri Rokok untuk Penyediaan Tempat Khusus
Merokok di Ruang Publik bagi Masyarakat.
3) Untuk Mengetahui Apa Saja Kendala yang Dihadapi Pemerintah Daerah di
Kabupaten Kudus dalam Menyediakan Tempat Khusus Merokok.
6
E. MANFAAT PENULISAN
Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan teoritis
Untuk menambah pengetahuan bagi peningkatan dan perkembangan ilmu
hokum khususnya di Bidang Hukum Tata Negara mengenai Tempat Khusus
Merokok di Ruang Publik.
2. Kegunaan praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
banyak pihak terkait Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus Dalam
Memanfaatkan Pajak Industri Rokok Untuk Penyediaan Tempat Khusus
Merokok di Ruang Publik Bagi Masyarakat dan dapat mengetahui sejauh
mana penulis dapat menerapkan ilmu yang dimilikinya.
F. LANDASAN TEORI
1. Peran Daerah dalam Penyediaan tempat Khusus Merokok
a. Peran Pemerintah Daerah
Urgensi akuntabilitas publik makin terasa dalam era reformasi saat ini,
dimana tuntutan adanya pertanggungjawaban pengelolaan pemerintahan
khususnya dari kepala daerah sebagai pengelola pemerintahan makin
diperlukan, oleh karena itu, kepala daerah harus dapat memberikan
akuntabilitas publik, dimana melalui penerapan publik akuntabilitas publik
masyarakat akan mengetahui sejauh mana kepala daerah mampu mengemban
misinya (Kaloh, 2009).
7
Peran dalam hal ini Pemerintah Daerah mampu menetapkan kawasan
tanpa rokok diwilayahnya, termasuk antara lain, di tempat kerja, di tempat
umum, dan di tempat lainnya sebagaimana menurut ketentuan Pasal 115
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (Laporan kineja
Mahkamah konstitusi, 2012).
Akuntabilitas publik kepala daerah adalah kewajiban kepala daerah untuk
menjawab/menerangkan kinerja/tindakannya kepada masyarakat yang
memiliki hak untuk meminta jawaban/keterangan. Dalam hubungan ini
masyarakat di letakkan pada kedudukannya yang sebenarnya, yaitu sebagai
pemilik pemerintahan (People Own Goverment) (Kaloh, 2009).
Dalam memberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan publik
harus memperhatikan asas pelayanan publik (Mahmudi, 2007), yaitu :
1) Transparasi
Pemberian pelayanan publik harus bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
2) Akuntabilitas
Pelayana publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8
3) Kondisional
Pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada
prinsip efisiensi dan efektivitas.
4) Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5) Tidak Diskriminatif (Kesamaan Hak)
Pemberian pelayanan publik tidak boleh bersifat diskriminatif, dalam arti
tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, status sosial dan
ekonomi.
6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayana publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing.
Selain beberapa asas pelayanan publik yang harus dipenuhi, instansi penyedia
pelayanan publik dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan prinsip-
prinsip pelayanan publik (Mahmudi, 2007) Prinsip pelayanan publik itu antara
lain :
9
a) Kesederhanaan Prosedur
Prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak berbelit-belit, bahagiakan
masyarakat dan jangan ditakut-takuti.
b) Kejelasan
Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik,
kejelasan penting bagi masyarakat untuk menghindari terjadinya berbagai
penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik percaloan
dan pungutan liar diluar ketentuan yang ditetapkan.
c) Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan daolam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses
pelayanan diselesaikan.
d) Akurasi Produk Pelayanan Publik
Produk pelayana publik yang diberikan kepada masyarakat harus akurat,
benar, tepat, dan sah.
e) Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi informasi
dan komunikasi.
10
f) Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum tidak boleh terjadi intimidasi atau tekanan kepada masyarakat
dalam pemberian pelayanan.
g) Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
h) Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
komunikasi dan informatika.
i) Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).
j) Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti pakir, toilet, tempat ibadah,
dan sebagainya.
11
b. Hubungan Pemerintah Daerah dengan Industri Rokok
Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus, industri rokok kretek merupakan
sumber pendapatan yang sangat penting bahkan pada periode tahun anggaran
2008 Kabupaten Kudus memperoleh dana bagi hasil rokok sebesar Rp.
17.207.191.000 (Bappeda Kudus). Serta dalam hal pembangunan bukan hanya
didalam daerah tetapi juga untuk negara diantaranya :
1) Bidang Ekonomi
a) Lapangan Pekerjaan yang besar
Sejarah mencatat pada tahun 1938 saja perusahaan rokok cap Bal Tiga milik
Nitisemito mampu menyerap 10.000 pekerja dan memperoduksi 10 juta
batang rokok perhari. Subangun (1993:XXVI) mencatat pada tahun 1991 saja
perusahaan rokok di indonesia telah mempekerjakan sekitar 148 ribu orang
karyawan. Pada tahun 2006 tenaga kerja dari hulu sampai ke hilir mencapai
sekitar 10 juta tenaga kerja (Suara Surabaya, 07/06/2007).
b) Cukai tembakau sebagai pemasukan kas negara
Cukai tembakau dikenal di Indonesia sejak tahun 1933 dan merupakan tiang
penyangga kas pemerintah Hindia-Belanda pada waktu itu. Pada era pasca
perang kemerdekaan dimana keadaan ekonomi sangat buruk hingga pada
tahun 1950 pemerintah Indonesia mengadakan devaluasi, cukai tembakau
punya andil besar dalam mempertahankan kelangsungan perekonomian
pemerintah Indonesia. Dari tahun itu hingga tahun-tahun selanjutnya,
12
pemasukan cukai tembakau terus beranjak naik, bahkan melesat terus diikuti
bertambahnya jumlah produksi. Dilansir dari (Kompas Cyber Media, 20
November 2006), penerimaan cukai pada tahun 2007 ditargetkan Rp. 42
triliun atau meningkat dibandingkan pada tahun 2006 yang sebesar Rp. 38,4
triliun. Bisa dibayangkan berapa banyak bidang yang bisa didanai pemerintah
dari pemasukan cukai tembakau itu.
c) Devisa Ekspor
Subangun (1993:XVII), menyebutkan jika devisa ekspor yang disetorkan
industri rokok nasional tahun 1991 mencapai sekitar 176,1 miliar rupiah.
Sedangkan pajak tak langsung yang disetorkan industri rokok nasional pada
tahun 1989 saja mencapai 1,9 miliar rupiah. Dari data Depperind, Devisa
ekspor yang disetorkan industri rokok nasional pada tahun 2006 sejumlah 1,9
triliun. Kesemuanya itu adalah angka yang cukup signifikan bagi biaya
pembangunan indonesia.
d) Tingkat Kesejahteraan Petani
Pengusahaan perkebunan tembakau juga memberikan kemungkinan cukup
tinggi bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan para petani,
sekalipun kesemuanya itu masih tergantung pada perkembangan harga yang
diterima petani dari konsumennya, baik industri rokok maupun para eksportir
tembakau. Data dari Depperind, harga tembakau kualitas terbaik pada tahun
2004 hingga tahun 2005 masih sekitar Rp. 60.000- Rp 70.000 per kilogram.
Sementara itu, untuk kualitas menengah Rp. 25.000- Rp 30.000 per kilogram.
13
Pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 300.000 per kilogram untuk kualitas
terbaik (kelas 1). Adapun tembakau tingkat menengah atau kelas A sampai D
antara Rp 30.000 dan Rp. 40.000 per kilogram.
2) Bidang Pendidikan
Perusahaan-perusahaan rokok besar di Indonesia menyediakan sejumlah
anggaran tertentu untuk penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, seni dan
budaya. Banyaknya penelitian dan pengembangan dalam iptek yang disponsori
dan didanai oleh beberapa perusahaan rokok besar di Indonesia. Tak sedikit
beasiswa ataupun bantuan belajar yang diberikan oleh perusahaan rokok kepada
pelajar berprestasi ataupun yang tak mampu hingga mereka bisa melanjutkan
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
3) Bidang Sarana dan Prasarana Fisik
Perusahaan-perusahaan rokok besar di Indonesia juga menyediakan anggaran
dana yang termanifestasikan dalam pembangunan sarana olahraga, gedung
keseniaan, pengaspalan jalan, sampai pembangunan tempat ibadah.
4) Bidang Kesejahteraan Sosial
Perusahaan rokok besar di Indonesia menyediakan anggaran dana yang
termanifestasikan sebagai contoh dalam rehabilitasi Rumah Sakit Umum dan
penghijauan kota.
14
c. Hak Masyarakat Terhadap Kesehatan di Ruang Publik
Kesehatan merupakatan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka
kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh Undang-
Undang Dasar. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar
untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan kesehatan
pada dasarnya merupakan investasi sumber daya manusia untuk mencapai
masyarakat yang sejahtera (welfare society).
Jika penyediaan tempat khusus merokok dipandang sebagai upaya sadar
untuk memperbaiki kualitas kehidupan rakyat, maka partisipasi publik merupakan
salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan sehingga kegiatan penyediaan
tempat khusus merokok benar-benar dapat terlaksana dengan baik (Jurnal Ham
Komisi Nasional, 2005, Vol 3).
Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesehatan memiliki keterkaitan yang
erat dengan tingkat kemiskinan. Sementara, tingkat kemiskinan akan terkait
dengan tingkat kesejahteraan. Keterkaitan tingkat kesehatan dengan kemiskinan
dapat dilihat pada siklus lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty)
(Mahmudi, 2007).
Sejalan dengan Ian Browlie, adalah Paul Sreghart yang telah mengidentifikasi
sedikitnya 6 (enam) golongan hak-hak kolektif , hak-hak tersebut antara lain :
a) Hak atas penentuan nasib sendiri
15
b) Hak atas perdamaian dan keamanan Nasional
c) Hak atas pembangunan
d) Hak atas lingkungan (HAL)
Hak atas lingkungan sangat terkait dengan hak kolektif masyarakat kolektif
masyarakat sebagai pencapaian kualitas hidup tertinggi manusia (Jurnal Ham
Komisi Nasional, 2005, Vol 3).
Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu terjadinya
kemiskian. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah akan menyebabkan tingkat produktivitas rendah. Tingkat produktivitas
yang rendah menyebabkan pendapatan rendah. Pendapatan yang rendah
menyebabkan terjadinya kemiskinan. Kemiskinan itu selanjutnya menyebabkan
seseorang biaya pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Oleh karena itu
kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan masyarakat yang hendak
diwujudkan pemerintah, maka kesehatan harus menjadi perhatian utama
pemerintah sebagai penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah harus
menjamin hak masyarakat untuk sehat (right for healt) dengan memberikan
pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai, terjangkau, dan berkualitas
(Mahmudi, 2007).
16
2. Tinjauan Umum Rokok
a. Kandungan Racun Pada Rokok
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan
yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Kandungan racun pada rokok itu
antara lain:
1.Tar
Tar terbentuk selama pemanasan tembakau. Tar merupakan kumpulan
berbagai zat kimia yang berasal dari daun tembakau sendiri, maupun yang
ditambahkan dalam proses pertanian dan industri sigaret. Tar adalah hidrokarbon
aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok, tergolong dalam zat karsinogen,
yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker. Kadar tar yang terkandung dalam
asap rokok inilah yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker
(Henningfield, 1995).
2. Nikotin
Nikotin adalah alkolid toksis yang terdapat dalam tembakau. Sebatang
rokok umumnya berisi 1-3 mg nikotin. Nikotin diserap melalui paru-paru dan
kecepatan absorpsinya hampir sama dengan masuknya nikotin secara intravena.
Nikotin masuk ke dalam otak dengan cepat dalam waktu kurang lebih 10 detik.
Dapat melewati barrier diotak dan diedarkan keseluruh bagian otak, kemudian
menurun secara cepat, setelah beredar keseluruh bagian tubuh dalam waktu 15-20
menit pada waktu penghisapan terakhir. Efek bifasik dari nikotin pada dosis
17
rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi. Tetapi pada dosis
tinggi yang menyebabkan blokade gangbionik setelah eksitasi sepintas
(Henningfield,1995).
3. Karbon Monoksida
Karbon Monoksida merupakan gas beracun yang tidak berwarna.
Kandungannya di dalam asap rokok 2-6%. Karbon monoksida pada paru-paru
mempunyai daya pengikat dengan hemoglobin sekitar 200 kali lebih kuat dari
pada daya ikat oksigen dengan hemoglobin. dan akibatnya sel darah merah akan
kekurangan oksigen, yang akhirnya sel tubuh akan kekurangan oksigen.
Pengurangan oksigen jangka panjang dapat mengakibatkan pembuluh darah akan
terganggu karena menyempit dan mengeras. Bila menyerang pembuluh darah
jantung, maka akan terjadi serangan jantung (Henningfield, 1995).
b. Asap Rokok
Dalam asap rokok yang membara karena dihisap, tembakau terbakar kurang
sempurna sehingga menghasilkan CO, Tar dan Nikotin tersebut berpengaruh
terhadap syaraf yang menyebabkan (Yuniarti, 2009) :
a) Gelisah, Tangan Gemetar (Tremor).
b) Cita Rasa/Selera Makan Berkurang.
c) Ibu-ibu Hamil yang Merokok dapat Kemungkinan Keguguran
Kandungannya.
18
Asap rokok juga dapat menyebabkan berbagai macam penyakit antara lain :
a) Kanker paru-paru
b) Penyakit hati
c) Hipertensi
d) Stroke
e) Kanker mulut
f) Kanker Pangkreas
g) Kanker kantung kemih
h) Penyakit ginjal,dsb
3. Tinjauan Umum Keuangan Daerah
a. Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan
Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Pasal 154 menentukan Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah Selanjutnya disebut PAD, yaitu :
a) Hasil Pajak Daerah
b) Hasil Retribusi Daerah
c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Antara lain Bagian
Laba dari BUMD dan Hasil Kerja Sama dari Pihak Ketiga.
19
d) Lain-lain PAD yang sah, Antara lain Penerimaan Daerah diluar pajak dan
Retribusi Daerah Seperti Jasa Giro dan Hasil Penjualan Aset Daerah.
2) Dana Perimbangan Adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi.
3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Antara Lain Hibah dan Dana Darurat
dari Pemerintah.
Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang
pelaksanaan didaerah diatur lebih lanjut dengan Perda. Pemerintah daerah
dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah
ditetapkan undang-undang.
Dana perimbanagan dalam Pasal 157 huruf b terdiri atas :
1) Dana Bagi Hasil, Pasal 159 huruf a bersumber dari Pajak dan sumber Daya
Alam.
a) Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak yaitu :
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan,
perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan,
perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
c. Pajak Penghasilan (PPh) yaitu dari Wajib Pajak Pribadi dalam Negeri.
20
b) Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam yaitu :
a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan
(IHPH), Provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang
dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
b. Penerimaan pertambanagan umum yang berasal dari penerimaan iuran
tetap (landernt) dan penerimaan iuran ekplorasi dan iuran ekploitasi
(royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari
penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan
hasil perikanan.
d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah
yang bersangkutan.
e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah
yang bersangkutan.
f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan
setoran bagian pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang
dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
2) Dana Alokasi Umum
Pasal 159 huruf b dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari
pendapatan dalam negari neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu
21
daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek
pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang formula dan penghitungan DAUnya ditetapkan sesuai undang-
undang. (Pasal 161 ayat 1-2 UU No. 32 Tahun 2004).
3) Dana Alokasi Khusus
1) Dana Alokasi Khusus (DAK) daam Pasal 159 huruf c dialokasikan dari
APBN kepada Daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan
desentralisasi untuk :
a) Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar
prioritas nasional.
b) Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
2) Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan dengan
Gubernur.
3) Penyusunan kegiatan khusus dilakukan setelah dikoordinasikan oleh
daerah yang bersangkutan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
22
Lain-lain pendapatan pajak daerah dalam Pasal 156 huruf c
merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan Dana
Perimbanagan yang terdiri atas :
a) Hibah, Merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/jasa yang
berasal dari Pemerintah, Masyarakat, dan badan usaha dalam negeri
atau luar negeri.
b) Dana Darurat, Merupakan bantuan Pemerintah dari APBN kepada
Pemerintah Daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang
diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD.
Penjelasan Pasal 164 UU Nomor 32 Tahun 2004 dalam ayat (3) yang
dimaksud dengan “peristiwa tertentu” antara lain bancana alam.
c) Lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. (Sarman, 2012)
b. Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD)
Pasal 179 menguraikan APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan
daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Pasal 180 menyatakan :
a) Kepala Daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan prioritas
dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran
satuan kerja perangkat daerah.
23
b) Berdasarkan Prioritas dan Plafon anggaran kepala satuan kerja perangkat
daerah menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah
dengan pendekatan berdasarkan presentasi kerja yang dicapai.
c) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah disampaikan
kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan
rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.
Penjelasan pasal 180 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dalam ayat (3) yang dimaksud dengan Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah yaitu pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah mengelola
Keuangan Daerah yang memiliki tugas meliputi : menyusun dan melaksanakan
kebijakan pengelolaan APBD, menyusun rancangan APBD dan rancangan
perubahan APBD, mengelola akuntansi, menyusun laporan keuangan daerah
dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 181 mengemukakan :
a) Kepala Daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk
memperoleh persetujuan bersama.
b) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibahas pemerintah
daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD serta prioritas
dan plafon anggaran.
24
c) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
d) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), kepala
daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat
daerah. Pasal 182 mengemukakan, tata cara penyusunan rencana kerja dan
anggaran satuan kerja perangkat daerah serta tata cara penyusunan dokumen
pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah diatur dalam Perda yang
berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (Sarman, 2012)
G. Kerangka Berfikir
Pajak industri rokok merupakan sektor pendapatan yang paling penting
dalam Pembangunan Daerah termasuk untuk membangun tempat khusus
merokok. Namun dalam memanfaatkan pajak industri rokok pemerintah daerah
juga harus menyediakan tempat khusus merokok sebagai cara untuk mengatasi
maraknya asap rokok bagi perokok yang sembarangan merokok di tempat publik
yang sangat mengganggu masyarakat, baik dari masyarakat yang telah dewasa
maupun anak-anak, didalam Pasal 115 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan yang berbunyi semula “Khusus bagi tempat kerja, tempat
umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok”
menjadi berbunyi “Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya
menyediakan tempat khusus untuk merokok” yang semula boleh menyediakan
25
atau tidak tempat khusus merokok kini Pemerintah Daerah wajib menetapkan
kawasan tanpa rokok diwilayahnya, ternasuk antara lain : fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,tempat ibadah,
ditempat kerja, di tempat umum dan ditempat kerja lainnya yang telah
ditetapkan.Sehingga mendapatkan gambaran peran pemerintah daerah dalam
penyediaan tempat khusus merokok sesuai dengan perintah undang-undang yang
berlaku.
Kerangka Pemikiran :
............. .......
26
MEMBAYAR
PAJAK
INDUSTRI ROKOK
DIREKTORAT JENDERAL BEA
DAN CUKAI
PEMERINTAH DAERAH
RUANG PUBLIKHAMBATAN
UPAYA
TEMPAT KHUSUS
MEROKOK
TEMPAT UMUM
TEMPAT BERIBADAH
TEMPAT ANAK BERMAIN
PROSES BELAJAR
MENGAJAR
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
TEMPAT KERJA
REKOMENDASI
MODEL KEBIJAKAN RUANG PUBLIK
YANG SEHAT BAGI MASYARAKAT
H. Metode Penelitian
Dalam Metode Penelitian Hukum itu pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada suatu metode, sistematika dan pemikiran
tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu, maka juga diadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul
dalam gejala yang bersangkutan (Sarjono, 2011).
Sarjono melihat bahwa penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang
di terapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi
induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti etodologi penelitian yang dipergunakan
berbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Akan tetapi, setiap
ilmu pengetahuan mempunyai identitas masing-masing, sehingga pasti akan ada
berbagai perbedaan. Suatu penelitian psikologis, umpamanya, mempunyai
perbedaan tertentu dengan penelitian yuridis ataupun penelitian sosiologis, dan
seterusnya. Metodologi yang lazim dipergunakan dalam psikologis, misalnya, tak
dapat dipaksakan secara menyeluruh untuk diterapkan dalam penelitian hukum,
walaupun data psikologi juga penting bagi perkembangan ilmu hukum danb
teknologinya (Sarjono, 2011).
27
1. Jenis penelitian
Jenis-jenis penelitian dibedakan berdasarkan jenis data yang
diperlukan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu penelitian primer dan
penelitian sekunder (Jonathan, 2006).
a) Penelitian Primer
Pada penelitian primer membutuhkan data atau informasi dari sumber
pertama, biasanya kita sebut dengan responden.
b) Penelitian sekunder
Penelitian sekunder menggunakan bahan yang bukan dari sumber pertama
sebagai sarana memperoleh informasi untuk menjawab masalah yang
diteliti.
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian primer yang dikenal
dengan penelitian yang menggunakan data wawancara sebagai sumber
utamanya dan biasanya oleh para peneliti yang menganut paham pendekatan
kualitatif.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Denzin dan
Lincoln dalam bukunya menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasa
dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.
Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal
itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk
28
menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik
individu maupun sekelompok orang (Moeleong, 2010)
Menurut Jane Richie, penelitia kualitatif adalah upaya untuk menyajikan
dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku,
persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Peranan penting dari
apa yang seharusnya diteliti yaitu konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan
tentang manusia yang diteliti.
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan yang selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain
(Moleong, 2005).
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer
Data primer dilakukan dengan wawancara bebas terpimpin yaitu
dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai
pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi-variasi pertanyaan
yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.
1) Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi, kondisi, latar belakang penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan adalah Kepala Bappeda Kabupaten
Kudus, Kepala Direktorat Bea dan Cukai Kabupaten Kudus dan Kepala
Dinas Kabupaten Kudus.
29
2) Responden
Responden merupakan sumber data yang berupa orang. sehingga dari
beberapa responden diharapkan dapat terungkap kata-kata atau tindakan
orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama.
2. Data sekunder
Data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan untuk
mendapatkan landasan teoritis berupa penadapat-pendapat atau tulisan-
tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk
memperoleh informasi baik dalam ketentuan formal maupun data melalui
naskah resmi yang ada.
Sumber data yang dipergunakan terdiri dari :
a) Bahan Hukum Primer
Bahan penelitian yang berasal dari peraturan perUndang Undangan
yang berkaitan dengan penulisan yang dilakukan.
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer
seperti buku-buku dan literatur-literatur yang ada hubungannya
dengan penulisan.
c) Bahan Hukum Tersier atau Bahan Hukum Penunjang
Bahan hukum yang memberikan informasi dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum.
30
3. Keabsahan Data
Yang di maksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan
harus memenuhi (Meolong, 2010) :
1) Mendemonstrasikan nilai yang benar
2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan
3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi
dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-
keputusannya.
Keabsahan data diterapkan dalam rangka membuktikan temuan hasil
lapangan dengan kenyataan yang diteliti di lapangan. Keabsahan data
dilakukan dengan meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik triangulasi.
Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2005).
Untuk memperoleh validasi data, peneliti menggunakan teknik
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. Teknik triangulasi yang dilakukan adalah membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif.
Hal ini dapat dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data wawancara.
31
2) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4) Membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang
berkaitan.
4. Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005).
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu pembahasan yang dilakukan
dengan cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian
lapangan serta menafsirkan dan mendiskusikan data-data primer yang telah
diperoleh dan diolah sebagai suatu yang utuh. Penelitian kepustakaan yang
dilakukan adalah membandingkan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan,
dan buku referensi, serta data yang diperoleh, kemudian dianalisis secara
kualitatif yang akan memberikan gambaran menyeluruh tentang aspek hukum
yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian lapangan
dilakukan guna mendapatkan data primer yang dilakukakan dengan cara
32
1. Menentukan Masalah
2. Teknik Sampling
3. Menentukan Jenis Data
4. Menetukan Instrumen Pengambilan Data
5. Menentukan Metode Pengambilan Data
6. Menetukan Teknik Analisis
wawancara dengan pihak yang terkait dengan data yang diperoleh sehingga
mendapat gambaran lengkap mengenai objek permasalahan.
Kemudian data tersebut dianalisis secara kualitatif, dicari
pemecahannya dan ditarik kesimpulan, sehingga pada tahap akhir dapat
ditemukan hukum di dalam kenyataannya.
Model Desain Kualitatif
Penjelasan sebagai berikut:
1. Masalah dalam penelitian ini mengenai Trend (5th) Perolehan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Kabupaten
Kudus dari Pajak Industri Rokok, Peran Pemerintah Daerah Kabupaten
33
Kudus dalam memanfaatkan Pajak Industri Rokok untuk Penyediaan
Tempat Khusus Merokok di Ruang Publik bagi Masyarakat dan Kendala
yang Dihadapi Pemerintah Daerah di Kabupaten Kudus dalam
Menyediakan Tempat Khusus Merokok.
2. Teknik sampling yang digunakan adalah probabilitas sampling atau
random sampling dimaksudkan dalam penggunaan data dari sampel untuk
pengambilan kesimpulan dapat dipertanggung jawabkan. Jenis random
sampling yang digunakan adalah simple random sampling yang dilakukan
dengan cara random bilangan atau lotre populasi yang ada untuk diambil
sampelnya.
3. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yaitu terdiri
hasil wawancara dan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.
4. Instrumen pengambilan data menggunakan wawancara.
5. Metode pengambilan data dengan melakukan wawancara, studi
kepustakaan dan review dokumen.
6. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan cara
mengolah dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang
sistematik yang kemudian dibuktikan keabsahan data tersebut dengan
teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu.
34
I. DAFTAR PUSTAKA
a. Buku :Sukendro, Suryo. 2007. Filosofi Rokok. Yogyakarta : PINUS BOOK PUBLISHER.
Triswanto, Sugeng D. 2007. Stop Smoking. Yogyakarta : Progresif Books.
Brotodidiharjo, Santoso. 1984. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Jakarta : PT Eresco.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Bandung: Graha Ilmu.
Sunggono, Bambang. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Sarman, Mohammad T. M. 2012, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Penganti Undang-undang (PERPU), Cetakan ke dua, UMM Press, Malang, 2003, hal 11
Ellydar Chaidir, Negara Hukum, Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan Indonesia, Cetakan Pertama, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2007, hal 71
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi ’Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Cetakan Kedua, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal 246-247
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal 236
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundangundangan ‘Dasar-dasar dan Pembentukannya’, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hal 186
Jurnal HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2005, Vol 3
Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI (Negarawan), 5 Maret 2013
Jurnal Konstitusi (Membangun Konstitusionalitas Indonesia, Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi) Tahun 2006, Vol 3 Nomor 4
35
a. Dasar Hukum :
Undang-Undang Dasar 1945
Putusan MK Nomor 57/PUU-IX/2011 dalam Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Tembakau.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009, Poin 3.18, halaman 279
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009, Poin 3.18, halaman 282
b. Website
Fawzani & Triratnawati, (2005). Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat).Diakses pada tanggal 18 Desember 2012 dari http://www.wonosari.com/t7548-berhentimerokok-bisa-mengurangi-stresEndrawanch. (2009). 10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar di Dunia. Diakses pada tanggal 20 Desember 2012, dari http://www.lintasberita.com/Dunia/BeritaDunia/10_Negara_dengan_Jumlah_Perokok_Terbesar_di_Dunia
http://www.tempo.co/read/news/2012/04/17/063397816/Pemerintah-Wajib-Sediakan-Tempat-Khusus-Merokok diakses pada 20 Desember 2012 21.00.http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek pada 22 Desember 2012 10.15http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/12/02/09/lz4u6s-oow-rokok-kudus-diekspor-ke-30-negaradiakses pada 1 Januari 2013 10.00.http://www.balebengong.net/opini/2012/05/31/dilema-keputusan-mk-soal-rokok.htmldiakses pada 10 Januari 2013 10.00.
36