ringkasan jurnal

Upload: putri-nuurunnisa

Post on 01-Mar-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Ringkasan JurnalKasus 1

Applying the transtheoretical model to investigate behavioural change in type 2 diabetic patientsTujuan dari artikel ini adalah untuk mencari tahu faktor-faktor kunci yang meningkatkan perubahan perilaku pada penderita diabetes dengan menggunakan model promosi kesehatan Transtheoritical model.

Transtheoretical model adalah model yang dapat diterapkan dalam intervensi untuk mengkaji perubahan perilaku pada penderita diabetes, seperti masalah kesehatan yang terdapat pada kasus 1 yaitu diabetes mellitus. Karakteristik model ini adalah memandang perubahan perilaku itu sebagai suatu proses yang dinamis. Perilaku yang menjadi penyebab dari masalah kesehatan diabetes mellitus pada kasus 1 tersebut bisa disebabkan karena kurangnya manajemen diri penderita diabetes terhadap perilaku monitoring kadar gula darah, perilaku olahraga rutin dan perilaku kontrol terhadap asupan makanannya.

Kebanyakan penelitian sebelumnya yang telah menerapkan transtheoritical model pada penderita diabetes telah menunjukan efek positif yaitu meningkatnya frekuensi self-monitoring kadar gula darah yang menerima intervensi berdasarkan transtheoritical model. Ada peningkatan signifikan pada perilaku pasien diabetes seperti meningkatnya kebiasaan berolahraga, meningkatnya perilaku pemilihan makanan dan ada penurunan signifikan pada kadar HbA1C pada tahap perubahan perilaku akhir dibandingkan saat awal tahap perubahan perilaku. Untuk mendapatkan manajemen diri yang efektif pada penderita diabetes, diperlukan penentuan prioritas untuk implementasinya dan mengembangkan strategi yang efektif dengan menidentifikasi lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi tahap-tahap perubahan perilaku.Penelitian ini mengkombinasikan konsep teori sosial kognitif dan transtheorical model untuk mencari tahu faktor-faktor kunci pada perubahan perilaku pada penderita diabetes.Subjek penelitian dipilih dari pasien rawat jalan penderita diabetes tipe 2 yang mengunjungi Department of Metabolism of a regional teaching hospital di Kota Hsinchu , Taiwan, selama satu tahun atau lebih.

Data diperoleh dari pengisian kuesioner dan kadar HbA1C. Isi kuesioner meliputi karakteristik pasien, kepatuhan, tahap perubahan perilaku, dukungan sosial dan self-efficacy. Kelima tahap perubahan dievaluasi berdaarkan Prochaska and Diclemente yang mengusulkan transtheoretical model.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa manajemen rutin diabetes merupakan faktor kunci yang mempengaruhi tahap-tahap perubahan perilaku, perubahan pada pemantauan kadar gula darah , olahraga rutin, kontrol asupan makanan. Keberhasilan manajemen rutin lebih tinggi pada tahap perubahan perilaku lain daripada pada tahap pre-kontemplasi. Dukungan sosial, self-efficacy dan kepatuhan berbeda pada tiap tahap perubahan perilaku. Terutama self-efficacy yang menunjukan peningkatan yang bertahap pada setiap tahapnya. Kadar HbA1C pada tahap kontemplasi/persiapan(preparation) lebih tinggi dibandingkan dengan tahap lainnya. Kepatuhan dan tidak adanya pengaruh negatif dari keluarga atau teman berkorelasi negatif dengan kadar HbA1C.Manajemen rutin pada penderita diabetes adalah faktor kunci pada perubahan perilaku, manajemen perilaku tersebut memiliki korelasi positif dengan kepatuhan dan dipengaruhi secara positif oleh dukungan sosial. Perubahan perilaku pada pemantauan kadar glukosa dipengaruhi oleh faktor perawatan diri yang diperkuat juga dengan adanya dukungan emosional. Perubahan perilaku olahraga rutin juga dipengaruhi oleh adanya faktor keinginan untuk berolahraga dan diperkuat dengan tidak adanya pengaruh negatif dari keluarga. Perubahan perilaku dalam kontrol asupan makanan juga dipengaruhi oleh manajemen diet yang diperkuat dengan tidak adanya pengaruh negatif dari lingkungan dan adanya hubungan saling membantu. Perubahan perilaku akan berbeda pada setiap individu. Penelitian ini menunjukan bahwa dukungan sosial (kecuali monitoring kadar glukosa darah) dan self-efficacy secara signifikan lebih tinggi pada tahap action dan tahap maintenance daripada pada tahap pre-kontemplasi dan kontemplasi. Kepatuhan secara signifikan lebih tinggi pada tahap maintenance dan kontemplasi. Beberap peneliti juga melaporkan adanya hasil positif dengan menerapkan transtheoritical model untuk merubah perilaku pada penderita diabetes. Tahapan pada perubahan perilaku bisa menjadi prediktor yang baik pada perilaku perawatan diabetes untuk digunakan dalam program pencegahan.Pada penelitian ini, dukungan sosial, self efficacy dan kepatuhan ditunjukkan berbeda pada setiap tahap perubahan perilaku. Manajemen rutin merupakan faktor kunci dalam mempertahanan perubahan perilaku, yang mempunyai korelasi positif dengan kepatuhan dan dipengaruhi secara positif dengan dukungan sosial. Oleh karena itu, strategi perubahan perilaku seharusnya bergantung pada tahap perubahan perilaku setiap individu untuk memahami permintaan setiap individu secara mendalam dan kebutuhan untuk hubungan sosial diperlukan untuk mengembngkan penyesuaian rencana manajemen diri. Terlebih lagi, penguatan pada edukasi sosial dari dukungan positif pada penderita diabetes, membangun lingkungan yang mendukung dn bersahabat untuk penderita diabetes (menghindari pengaruh negtif dari lingkungan), dan membentuk sistem dukungan untuk meningkatkan kepercayaan diri penderiata dibetes dalam melakukan menajemen rutin dan menciptakan keseimbangan gaya hidup penderita diabetes yang mungkin dapat menjadi cara untuk mencapai perubahan perilaku yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kontrol gula darah yang lebih baik.Dalam kasus 1 mengenai perilaku kesehatan dan promosi kesehatan terdapat masalah kesehatan penyakit kronis salah satunya adalah diabetes mellitus, sesuai dengan jurnal diatas dalam merubah perilaku dalam kasus terutama diabetes bisa dilakukan dengan menggunakan transtheoritical model sehingga strategi perubahan perilaku dapat disesuaikan sesuai dengan tahapan perubahan setiap individu. Selain itu perawat juga harus memperhatikan adanya dukungan sosial dan lingkungan yang mendukung bagi penderita diabetes agar tidak adanya pengaruh negatif yang ditimbulkan keluarga penderita diabetes. Beberapa perilaku yang dapat diubah meliputi kontrol gula darah, olahraga rutin dan kontrol asupan makanan sehingga penderita dibetes dapat melakukan manajemen rutin terhadap perawatan dirinya.

Family Stress and Parental Responses to Childrens NegatifEmotions: Tests of the Spillover, Crossover, and CompensatoryHypothesesJurnal ini meneliti hubungan antara 4 sumber stress keluarga seperti ketidakpuasan marital, kekacauan di rumah, gejala depresi orang tua dan ketidakpuasan peran kerja dengan respon orangtua terhadap emosi negatif pada anak-anaknya.

Koping dengan emosi negatif, seperti kesedihan, kemarahan atau ketakutan, merupakan tugas yang perkembangannya lebih sulit daripada koping dengan emosi positif. Sampai anak mempelajari cara untuk melakukan koping dan mengatur perasaan negatifnya, sangat penting bagi orangtua untuk mendampingi anak dalam mengatasi masalah ini.

Setiap orangtua memiliki cara yang berbeda dalam merespon emosi negatif anaknya, respon orangtua tersebut dapat berupa respon yang suportif maupun yang non suportif. Respon suportif orangtua itu dapat berupa dukungan pada anak untuk mengungkapkan perasaannya atau membantu anak mengerti dan dapat melakukan koping disaat ada situasi yang memancing emosinya. Respon non suportif seperti membatasi anak untuk mengungkapkan perasaannya, menghukum anak, atau menjadi tertekan dengan kehadiran anak, mengatakan hal yang negatif yang tidak pantas pada anak.

Semua keluarga pasti pernah mengalami stress dari waktu ke waktu. Sehingga dalam penelitian ini diidentifikasi sumber stress keluarga yang paling sering terjadi dan menguji hubungan stressor dengan respon orangtua pada emosi negatif anak.

Partisipan dalam penelitian ini adalah anak dan keluarga yang diambil dari pusat daycare anak, the County Health Department dan the local Women, Infants, and Children (WIC) program.Anak diberikan tugas yang bermacam-macam, sedangkan ibu diberikan kuesioner dan diobservasi interaksinya dengan anaknya. Pada kunjungan kedua, ibu dan anggota keluarga lain di rumah diberikan kuesioner.

Penelitian ini menunjukan bahwa stress keluarga berhubungan dengan cara orangtua mensosialisaikan emosi anak mereka, Lebih banyak stress yang keluarga alami, maka orang tua akan semakin menjadi kurang suportif dan tekhnik orangtua mengajarkan anak tenang emosi akan menjadi semakin non suportif. Perbedaan jenis kelamin pada orangtua juga bukan hanya mempengaruhi respon mereka pada emosi negatif anak, tapi juga menunjukan bagaimana macam-macam stress keluarga berhubungan dengan pola asuh orangtua.

Perbedaan gender orangtua akan membedakan cara ayah atau ibu menunjuan dukungan emosionalnya pada anak. Ibu akan menunjukan dukungannya saat anak mengalami tekanan. Untuk ibu, persepsinya terhadap kekacauan di dalam rumah berhubungan baik dengan respon suportif maupun non suportif. Ibu yang menganggap bahwa lingkungan rumahnya kacau, maka kesabaran dan perhatian dan interaksi terhadap anaknya akan menurun, dan akan menunjukan sikap yang lebih negatif. Respon ini mungkin berhubungan dengan tekanan sosial pada ibu yang harus bertanggung jawab mempertahankan keutuhan di dalam rumah.Ketidakpuasan kerja tidak berhubungan dengan respon orangtua. Orangtua akan berusaha memisahkan stress kerja mereka dari kehidupan rumah tangga.Ketidakpuasan marital berhubungan dengan respon orangtua, menekankan pentingnya kualitas pernikahan untuk pola asuh orangtua

Saat ibu dan ayah mengalami gejala depresi, pasangan mereka akan lebih suportif kepada anak. Orangtua tanpa gejala depresi akan mampu untuk mendeteksi kemungkinan adanya efek negatif dari gejala yang dialami pasangan mereka. Itulah yang memicu meningkatnya perhatian dan sensitivitas pada anak.

Orangtua memegang peran utama dalam mengajarkan anak tentang perasaan, pengaturan dan pengalaman tentang emosi. Dengan mengidentifikasi konteks keluarga yang dapat menganggu emosi positif dalam bersosialisasi, perawat dapat mengidentifikasi keluarga yang rentan mengalami stress dan mendukung mereka untuk lebih memperhatikan pesan emosional dari anak mereka agar bisa menggunakan strategi sosialisasi emosi yang positif. Dengan cara ini, kita bisa membantu orangtua untuk memahami dan dapat meminimalkan dampak stress keluarga pada perkembangan anak.

Dalam kasus 2 dikatakan bahwa keluarga tersebut mengalami stress marital dan anak dalam keluarga tersebut sering bolos sekolah hal tersebut mungkin merupakan emosi negatif anak terhadap masalah yang dihadapi dalam keluarganya. Respon orangtua terhadap emosi negatif anaknya tersebut juga mungkin merupakan respon yang non suportif dikarenakan banyaknya stress keluarga yang keluarga ini alami. Masalah dalam keluarga ini bersumber dari ketidakpuasan marital dan kekacauan yang terjadi di rumah membentuk pola asuh yang tidak tepat dari Tna. A dan Ny.B , sehingga menyebabkan menurunnya kesabaran, perhatian juga interaksi Tn. A dan Ny. B kepada anak-anaknya. Perawat Y dapat mengidentifikasi masalah penyebab stress keluarga tersebut dan berusaha untuk membantu meningkatkan koping positif keluarga dan mengarahkan respon orangtua agar lebih suportif terhadap emosi negatif yang anak ekspresikan.