ringkasan getah kayu pohon angsana

Download RINGKASAN GETAH KAYU POHON ANGSANA

If you can't read please download the document

Upload: jk

Post on 30-Jun-2015

751 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

RINGKASAN GETAH KAYU POHON ANGSANA (Pterocarpus indicus) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN CENDAWAN PENYEBAB SARIAWAN (Candida albicans)

Stomatitis aphtosa atau biasa disebut sariawan merupakan penyakit yang umum diderita oleh kebanyakan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan parasit Candida albicans yang aktif tumbuh ketika daya tahan tubuh manusia menurun dan menyebabkan peradangan pada daerah mulut. Obat sariawan pun beraneka ragam dari yang sering digunakan adalah anti histamin, steroid, anti jamur, anti bakteri, vitamin C. Obat-obatan untuk sariawan yang dijual bebas di pasaran mengandung zat tertentu, antara lain: Povidon Iodida, Heksetidin, Mikonazol, Dekualinum, Gentian Violet. Zat-zat tersebut sangat bermanfaat namun memiliki efek samping dan mengeluarkan biaya yang besar. Obat tradisional kembali populer sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit disamping harganya terjangkau, tanpa efek samping juga khasiatnya cukup menjanjikan. Salah satu tanaman obat tersebut adalah Pterocarpus indicus atau tanaman angsana. Tanaman ini memiliki khasiat menyembuhkan berbagai penyakit, mulai obat untuk kulit, penyembuhan luka dan bisul, termasuk diantaranya sebagai obat untuk penyembuhan stomatitis aphthous atau sariawan yang masih belum diketahui orang banyak. Kulit kayu Angsana memiliki getah atau kino yang memiliki komposisi asam kinotanat dengan zat warna merah, serta terdapat zat saponin yang mengandung banyak protein. Komponen pada getah tersebut merupakan bahan aktif yang mampu menghambat dan menghentikan pertumbuhan cendawan parasit penyebab sariawan.

Tujuan

Mengetahui keefektifan getah tanaman angsana sebagai obat alami untuk menyembuhkan stomatitis aphtosa atau sariawan pada manusia.

Manfaat

a. Memberikan wawasan kepada masyarakat secara umum

b. Mengetahui obat alami yang aman dan efektif untuk menyembuhkan sariawan pada manusia

Rumusan masalah

Rumusan masalah yang menjadi fokus tulisan ini adalah a. sariawan yang merupakan penyakit kelainan mulut yang paling sering ditemukan (sekitar 10% dari populasi menderita penyakit ini). b. tingkat keefektifan getah tanaman angsana dalam menyembuhkan sariawan. c. kandungan yang terdapat pada getah tanaman angsana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sariawan

Stomatitis aphtosa atau sariwan adalah lesi pada mukosa mulut yang umum terjadi pada setiap orang, hampir dapat dipastikan bahwa setiap orang pernah menderita lesi ini di mukosa mulutnya. Biasanya dapat muncul secara berulang baik sebagai ulkus tunggal ataupun ulkus yang lebih dari satu, sering terjadi pada mukosa mulut yang tidak berkeratin, pada palatum lunak, mukosa bulkal, dasar mulut dan lidah. Etiologi Stomatitis Aphthous belum dapat ditentukan secara pasti penyebab stomatitis ini tetapi mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang melibatkan kondisi sistemik, likal, mikroba dan genetik (Field dan Longman, 2003) penyebab lain yang mungkin dapat menyebabkan stomatitis aphtous ini adalah trauma, stress, hormonal definisi faktor hematologis seperti kekurangan zat besi, asam foat, vitamin B12 danakibat dari abnormalitas imunologi (Greenberg & Glick, 2003). Walaupun stomatitis ini bersifat self limited atau dapat sembuh dengan sendirinya, akan tetapi kehadirannya sangat menganggu pada saat proses pengunyahan, bicara dan bahkan menganggu kegiatan membersihkan rongga mulut. Terapai Stomatitis Aphthous, obat-obat yang sering digunakan untuk terapi stomatitis aphtous ini adalah obat analgesik untuk mengurangi rasa sakit, agen antiseptik untuk mengurangi indeksi sekunder, antibody topical untuk menghilangkan berbagai gejala yang tunbul akibat infeksi sekunder, kemudian steroid topical sebagai inflamasi (Field and Longman,2003). Hingga kini, penyebab dari sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa diantaranya adalah:

Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah. Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi. Stress Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan. Dalam satu penelitian yang melibatkan 1303 anak dari 530 keluarga, didapati adanya kerentanan yang lebih meningkat terhadap SAR pada anak-anak yang orang tuanya adalah penderita SAR. Pasien yang memiliki orang tua penderita SAR beresiko hingga 90 % untuk terkena SAR juga, sedangkan pasien yang orang tuanya tidak pernah terkena SAR hanya beresiko 20 %. Lebih jauh lagi, human leukocyte antigen (HLA) yang spesifik secara genetik ternyata teridentifikasi pada pasien SAR, terutama pada kelompok etnis tertentu. Ada juga penelitian yang mengkaitkan SAR minor dengan faktor genetik yang berkaitan dengan fungsi imun terutama gen yang mengendalikan pelepasan Interleukin (IL)-1B dan IL-6. Defisiensi hematologi terutama serum besi, folat, atau vitamin B12juga banyak dikaitkan sebagai faktor etiologis dari pasien SAR. Salah satu penelitian melaporkan keadaan klinis yang membaik hingga 75 % pada pasien SAR saat defisiensi hematologis yang dideritanya terdeteksi dan dilakukan terapi. Faktor lainnya yang dikaitkan dengan SAR diantaranya adalah kecemasan dan stress psikologis yang sering terjadi. Perubahan hormon seperti menstruasi, trauma pada jaringan mukosa seperti sering tergigit secara tidak sengaja, dan alergi makanan juga dilaporkan sebagai faktor resiko terjadinya SAR. Perawatan SAR sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah selflimiting. Obat-obatan untuk mengatasi SAR diberikan sesuai dengan tingkat

keparahan lesi. Untuk kasus ringan, jenisnya bisa berupa obat salep yang berfungsi sebagai topical coating agent yang melindungi lesi dari gesekan dalam rongga mulut saat berfungsi dan melindungi agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam atau pedas. Selain itu ada juga salep yang berisi anestesi topikal untuk mengurangi rasa perih. Obat topikal adalah obat yang diberikan langsung pada daerah yang terkena (bersifat lokal). Pada kasus yang sedang hingga berat, dapat diberikan salep yang mengandung topikal steroid. Dan pada penderita yang tidak berespon terhadap obat-obatan topikal dapat diberikan obat-obatan sistemik. Penggunaan obat kumur chlorhexidine dapat membantu mempercepat penyembuhan SAR. Namun penggunaan obat ini secara jangka panjang dapat menyebabkan perubahan warna gigi menjadi kecoklatan. Obatobatan tersebut didapat dengan resep dokter. Meskipun penyakit ini terbilang ringan, ada baiknya bila ditangani oleh dokter gigi spesialis penyakit mulut (drg. Sp.PM) Pencegahan 1. Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan kualitas tidur minimal 8 jam sehari. Tidur yang berkualitas bukan hanya dilihat dari lamanya waktu tidur. Tidur dalam kondisi banyak beban pikiran atau stress dapat menurunkan kualitas tidur. 2. Perbaiki pola makan. Pola makan dan diet yang sehat tidak hanya akan mencegah sariawan namun juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Perbanyak sayuran hijau dan buah yang kaya akan asam folat, vitamin B-12 dan zat besi. Bila sedang menderita SAR, hindari makanan yang pedas dan asam. 3. Jaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.

Candida albicans

Dalam klasifikasinya, mikroorganisme yang sering disebut sebagai jamur ini tergolong dalam divisi Thalophyta dengan kelas Eumycetes dan anak kelas Deuteromycetes. Jamur ini dalam klasifikasinya lebih lanjut termasuk dalam

bangsa Moniales dan suku Cryptoceae serta anak suku Candidiaceae, lebih spesifik lagi jamur ini masuk dalam marga Candida albicans (Dacie 1973). Candida albicans mempunyai kondisi morfologi sebagai sediaan mikroskopik eksudat yang tampak seperti ragi, gram positif, ukurannya 2-3 x 4-6 mm dan sel-sel yang memanjang menyerupai hifa. Pada agar sabouroud yang dieramkan pada suhu kamar selama 24 jam, terbentuk koloni berwarna krem yang mempunyai bau seperti ragi. Pertumbuhan permukaan terdiri atas sel-sel bertunas lonjong. Pertumbuhan di bawahnya terdiri atas pseudomiselium. Ini teridiri atas pseudohifa yang membentuk blastokonidia pada nodus-nodus dan juga terdapat kalmidokonidia pada ujungnya. Dua tes morfologi sederhana yang membedakan C. albicans yang paling patogen dari spesies Candida lainnya yaitu setelah inkubasi dalam serum selama sekitar 90 menit pada suhu 37C, sel-sel ragi C. albicans akan mulai membentuk hifa sejati atau tabung benih dan pada media yang kekurangan nutrisi C. albicans menghasilkan klamidospora bulat dan besar. Candida albicans meragikan glukosa dan maltosa, menghasilkan asam dari sukrosa dan tidak bereaksi dengan laktosa. Peragian karbohidrat ini, bersama dengan sifat-sifat koloni dan morfologi membedakan Candida albicans dari Candida lainnya (Jawets 1982). Sumber utama infeksi Candida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien dengan sistem imun yang menerun. Spesifikasi dari Candida albicans adalah sebagai jamur opurtunis yaitu jamur yang hanya dapat menimbulkan penyakit pada organisme yang mekanisme pertahanannya terganggu dengan menginfeksi salah satu atau semua organ tubuh. Infeksi dapat terjadi pada mulut : infeksi mulut (sariawan), terutama pada bayi yang terjadi pada selaput lendir pipi dan tampak bercak-bercak putih yang sebagian terdiri dari pseudomiselium dan epitel yang terkelupas dan disertai erosi minimal dari selaput lendir. Selain itu jamur ini mengaikabatkan vulvovaginatis yang menyerupai sariawan, tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat dan pengeluaran sekret. Pada kulit mengaikabatkan infeksi terutama pada bagian-bagian tubuh yang bahas dan hangat seperti ketiak, lipatan paha skortum atau lipatan-lipatan di bawah payudara. Daerah-daerah ini menjadi merah dan mengeluarkan cairan dan dapat membentuk vesikel.

Infeksi C.albicans dapat terjadi dan berlangsung secara endogen

dan

eksogen atau kontak langsung. Infeksi endogen lebih sering terjadi kerena C. albicans hidup sprofit dalam saluran pencernaan. Infeksi eksogen atau kontak langsung dapat terjadi apabila sel-sel ragi menempeel pada kulit ataupun selaput lendir, sehingga dapat menyebabkan kelainan-kelainan pada kulit tersebut. Misalnya, vaginitis, balanitis, dan candidiasis interdigitalis (Siregar 1995). Candida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18 dan penyakit yang disebabkannya lazim dihubungkan dengan higiene yang tidak baik . Candida dapat hidup sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan pada berbagai permukaan tubuh manusia atau hewan padaberbagai permukaan tubuh manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu, Candida menjadi patogen dan menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis atau kandidosis ( Jawetz et al. 1996). Candida mempunyai morfologi bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6 . Khamir ini meperbanyak diri dengan membentuk tunas yang disebut sebagai blastopora dan blastopora ini akan terus membentuk hifa semu ( Kreger van Rij 1984). Spesies spesies Candida adalah khamir imperfecti ( tidak memiliki bentuk seksual), tergolong dalam famili Cryptococcacea, ordo Cryptococcales, kelas Blastomycetes, dan divisi fungi imperfecti (Rinaldi 1993). Spesies Candida tumbuh dalam media kultur aerobik, dengan Ph 2,5-7,5 dan pada suhu 20-38 0 C (Odda 1998). Dalam medium padat seperti agar Sabouraud dektrosa, Candida membentuk koloni bulat dengan permukaan timbul, halus dan licin. Koloni yang telah tua seringkali berlipat-lipat. Ukuran koloni bergantung pada umurnya. Koloni Cnadida berwarna putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape (Suprihatin 1982; Rippon 1988). Virulensi dari Candida albicans ditentukan oleh kemampuannya melekat pada sel inang (Sobel et al. 1984; De Bernadis et al. 1993). Spesies C. albicans dengan virulensi tertinggi mempunyai kemampuan melekat terbaik dibandingkan dengan spesies patogen lain yang kurang virulen seperti C. tropicalis dan Cparapsilosis (Ghanoum dan Abu-Elteen 1990; Calderone et al. 1994). Adesin berperan dalam proses perlekatan C. albicans pada sel inang. Faktor yang berperan sebagai adesin antara lain mannan, khitin dan mannoprotein yang terdapat dalam dinding sel C. albicans (Marot-Leblond dan Segal 1992; Miyakawa et al. 1992; Calderone et al. 1994). Perlekatan C. albicans

dapat dilakukan baik oleh bentuk blastokonidia maupun germ tube, tetapi germ tube mempunyai kemampuan melekat 50 kali lebih besar (Ghannoum dan AbuElteen 1990). Salah satu faktor virulensi Candida yang penting adalah dinding sel. Dinding sel erupkan bagian yang berinteraksi langsung dengan antigen presenting cell (APC). Dinding sel Candida mengandung mannan, khitin dan mannoprotein yang bersifat imunosupresif terhadap APC (Chaffin et al. 1998; Ghannoum 2000). Kemampuan Candida berubah dari bentuk khamir menjadi pseudohifa merupakan salah satu faktor virulensi. Bentuk pseudohifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk khamir karena ukurannya yang lebih besar sehingga lebih sulit difagositosis. Perubahan bentuk dari kahmir menjadi pseudohifa yang lebih invasif antara lain dipengaruhi tanggap kebal berperantara sel (immunitas seluler) inang. Interferon(IFN) yang dihasilkan oleh sel T dapat

menghambat perubahan dari bentuk sel khamir menjadi bentuk pseudohifa (Ghannoum 2000; Vazquez-Torres dan Balish 1997).

Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus)

Pterocarpus indicus adalah salah satu spesies alami yang berasal dari Asia tenggara, Kamboja, Cina bagian utara, Timor timur, Indonesia, Malaysia, Papua nugini, Filipina, Thailand hingga Vietnam. Tanaman ini merupakan jenis tanaman pohon deciduous, yang tmbuh dengan ketinggian 30-40 m dengan diameter batang hingga lebih dari 2 meter. Daun berukuran 12-22 cm, berbentuk pinnatus, dengan 5-11 lembar anak daun. Bunga dihasilkan di dalam panikula dengan panjang 6-13 cm yang terdiri dari sejumlah tertentu bunga, musim bunga sekitar bulan Februari hingga bulan Mei. Warna petal kuning oranye dan wangi (Joker 2002). Sistematika tanaman angsana adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Bangsa : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliophyta : Fabales

Suku Marga Jenis

: Fabaceae : Pterocarpus : Pterocarpus indicus Tanaman angsana (bahasa Indonesia Sono atau Sana Kembang)

merupakan tanaman habitus pohon dengan tinggi 10-40 m. Ujung ranting berambut. Kelopak berbentuk lonceng sampai berbentuk tabung, bergigi 5, tinggi 7 mm. Mahkota berwarna kuning oranye. Daun mahkota berkuku, berbentuk lingkaran,berlipat, melengkung. Polongan bertangkai di atas sisa kelopak, hamper bulat lingkaran, dengan paruh di samping, pipih sekali, sekitarnya bersayap, tidak membuka, dengan diameter 5 cm, pada sisi lebar dengan ibu tangkai daun yang tebal. Biji kebanyakan satu. Pohon ini kerap kali ditanam (Steenis 2006).

. Selain itu kulit batang Angsana ini berkhasiat sebagai obat sariawan, obat mencret dan obat bisul sedangkan daun Angsana dapat digunakan sebagai obat infeksi kulit akibat jamur dan penurunan kadar gula darah. Berdasarkan Penelitian Hayati, 1990. Jurusan Farmasi, FMIPA USU yang melakukan penelitian pengaruh infus daun Angsana terhadap penurunan kadar gula darah kelinci dibandingkan dengan tolbutamid. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata infus daun Angsana 5 ml, 10% dan 20Io secara oral menurunkan kadar gula darah kelinci. Pengaruh infus 10% tidak ada beda dengan 50 mg/kg bb tolbutamid, sedangkan penurunan oleh infus 20% lebih besar daripada pengaruh oleh tolbutalmid. Kulit kayu Angsana memiliki getah atau kino yang memiliki komposisi asam kinotanat dengan zat warna merah, serta terdapat zat saponin yang mengandung banyak protein ( www.iptek.net.id)