ringkasan eksekutif -...

15
RINGKASAN EKSEKUTIF KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI INDONESIA 2018 Peneliti: Lisnawati, Achmad Sani Alhusain, Nidya Waras Sayekti, dan Masyithah Aulia Adhiem PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

Upload: duongtuong

Post on 02-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

RINGKASAN EKSEKUTIF

KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN

EKONOMI KELAUTAN DI INDONESIA

2018 Peneliti:

Lisnawati, Achmad Sani Alhusain, Nidya Waras Sayekti, dan Masyithah Aulia Adhiem

PUSAT PENELITIAN

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

Page 2: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

1

Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia dimana 70 persen luas

wilayahnya adalah lautan. Panjang pantai Indonesia mencapai 95.181 km2 dengan luas wilayah

laut 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km2 dan wilayah Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2. Potensi tersebut menempatkan Indonesia

sebagai negara yang dikaruniai sumber daya kelautan yang besar termasuk kekayaan

keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar.1

Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor perikanan berperan strategis dalam

memberikan sumbangan terhadap PDB Nasional.2 Meskipun secara makro ekonomi terjadi

peningkatan volume produksi, nilai ekspor, dan sumbangan bidang kelautan terhadap PDB

(Produk Domestik Bruto), namun kondisi sebagian besar (sekitar 70 persen) nelayan,

pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir masih terjebak dalam kemiskinan (Dahuri. R, 2004).

Dengan kata lain, pembangunan kelautan masa lalu menghasilkan ekonomi dualistik, sebagian

masyarakat bahari masih miskin dan hanya sebagian kecil yang makmur. Di sisi lain, kerusakan

lingkungan berupa overfishing (tangkap lebih), species extinction (kepunahan jenis), kerusakan

terumbu karang, degradasi hutan mangrove, pencemaran dan lainnya di berbagai kawasan

pesisir dan laut telah mencapai suatu tingkat yang mengancam kelestarian ekosistem laut.3

Berbagai peraturan perundangan di sektor kelautan telah dibuat pemerintah, seperti

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Peraturan Presiden No. 16 Tahun

2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Walaupun demikian, masih terdapat permasalahan

di sektor kelautan Indonesia dan menjadi fokus perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia

(DPR RI) khususnya Komisi IV, antara lain kebijakan penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API),

rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan, masalah impor hasil laut, dan rentannya sumber daya

laut dari ancaman pencurian ikan (illegal fishing).

Dengan dilatarbelakangi hal di atas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk

memetakan berbagai permasalahan dalam pembangunan ekonomi kelautan di Indonesia,

mengetahui implementasi berbagai kebijakan yang telah dibuat, dan menganalisis kebijakan

strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor kelautan

Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

berupaya menganalisis kebijakan strategis pembangunan ekonomi kelautan di Indonesia.

Dalam melakukan analisis, penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui wawancara bersama stakeholder yang berhubungan langsung dengan

masalah kelautan dan focus group discussion (diskusi kelompok terfokus) dengan Kementerian

1 Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2014, Badan Pusat Statistik, 2014, Hal. 3 2 Ibid, Hlm. 63-64. 3 Ibid, Hlm. 9-10.

Page 3: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

2

Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Keuangan, Indonesia Maritim Centre (IMC),

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Aliansi Nelayan Indonesia (ANI), Dinas Kelautan

dan Perikanan, Koperasi/perkumpulan nelayan, perbankan/lembaga keuangan, serta

akademisi.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari data Badan Pusat Statitik (BPS), literatur

(buku-buku referensi, jurnal), Sekretariat Komisi IV DPR RI dan Tim Penyusun Naskah

Akademik RUU Perikanan dalam bentuk bahan rapat/diskusi/seminar, surat kabar, majalah,

dan internet yang mempublikasikan mengenai pembangunan ekonomi kelautan di Indonesia.

Penelitian dilakukan untuk memberikan penekanan pada tujuan yang ingin dicapai, meski

terdapat keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. Jangka waktu penelitian yaitu 9 bulan yang

dibagi ke dalam beberapa tahapan (penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian di lapangan,

dan penyusunan laporan penelitian). Penelitian di lapangan dilakukan dengan mengunjungi dua

daerah yang telah dipilih sebagai objek penelitian.

Perkembangan dan Potensi Ekonomi Kelautan di Indonesia

Indonesia merupakan peringkat pertama sebagai negara dengan laut dan garis pantai

terpanjang di Asia Tenggara dan peringkat kedua di dunia setelah Kanada. Berdasarkan Data

KKP, Indonesia menghasilkan 10 persen pasokan ikan dunia, terdapat 76 persen spesies karang

dunia, dan 37 persen spesies terumbu karang.4 Jika dilihat dari keberadaan wilayah yang

berbatasan langsung dengan laut, terdapat 15,61 persen desa/kelurahan yang berada di tepi

laut, dimana lokasi terbanyak ada di Provinsi Riau.5

Kontribusi perikanan pada perekonomian Indonesia dapat dilihat dari kontribusi sektor

perikanan yang menjadi salah satu sektor yang turut menyumbang kenaikan PDB Indonesia di

tahun 2017 yaitu dengan memberikan kontribusi sebesar 13,14 persen terhadap total

perekonomian. Berdasarkan data dari KKP, nilai PDB Sektor Perikanan pada triwulan III tahun

2017 lebih tinggi dibandingkan PDB nasional dan PDB sektor pertanian, yaitu mencapai

Rp169.513,10 miliar, dengan kenaikan sebesar 6,79 persen dibandingkan tahun 2016.6

Kontribusi sektor perikanan juga tampak dari peningkatan nilai ekspor perikanan yang pada

4 Kementerian Kelautan dan Perikanan, Menuju Laut Laut Masa Depan Bangsa, http://kkp.go.id/wp-

content/uploads/2017/11/Booklet_3th-Capaian-Kinerja-KKP.pdf diakses 7 Februari 2018. 5 Badan Pusat Statistik, Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2017, Katalog Badan Pusat Statistik

Indonesia, 2017, Jakarta, hal. 4. 6 Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2018, Produktivitas Perikanan Indonesia, Paparan yang

disampaikan pada Forum Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Page 4: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

3

tahun 2016 berada di angka 3,78 miliar naik sebesar 8,12 persen di tahun 2017 menjadi 4,09

miliar.7

Selain potensi perikanan secara umum, laut Indonesia terkenal akan keanekaragaman

hayati dan keindahan pantai yang menjadi daya tarik wisata. Indonesia memiliki jumlah pulau

terbanyak di dunia yaitu 17.504 pulau.8 Kondisi tersebut memberikan keuntungan tersendiri

bagi Indonesia yaitu potensi sumber daya laut dan pesisir yang berlimpah.

Potensi kelautan dan perikanan Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor 50/Kepmen-KP/2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang

Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Republik Indonesia. Keputusan menteri tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah

daerah untuk dapat mengembangkan dan melakukan optimalisasi produksi perikanan,

khususnya perikanan tangkap, di wilayah perairan mereka. Potensi sektor maritim Indonesia

sangat besar, maka akan sangat disayangkan jika potensi ini tidak dapat dimanfaatkan

sepenuhnya.

Permasalahan Pembangunan Ekonomi Kelautan Indonesia

Dalam roadmap pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019, Kamar

Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kedaulatan dan Perikanan membuat peta

permasalahan dalam bidang kelautan dan perikanan, antara lain yaitu:9 1) Belum optimalnya

produksi perikanan budi daya nasional (ikan dan rumput laut) dan produksi perikanan tangkap

di ZEEI dan laut lepas sebagai sumber pangan perikanan; 2) Belum optimalnya pertumbuhan

PDB perikanan; 3) Belum terkelolanya pulau-pulau kecil sebagai kekuatan ekonomi; 4) Belum

optimalnya industri pengolahan perikanan, khususnya di kawasan Indonesia Bagian Timur; 5)

Ketersediaan BBM untuk nelayan dan pembudidayaan ikan; 6) Belum optimalnya pengawasan

UU fishing; 7) Peningkatan kawasan konversi laut nasional; 8) Peningkatan kapasitas SDM

kelautan dan perikanan; 9) Peningkatan iptek kelautan dan perikanan serta diseminasi

teknologi; dan 10) Peningkatan tata kelola pembangunan kelautan dan perikanan nasional.

Bidang kelautan dan perikanan memiliki permasalahan yang kompleks karena

keterkaitannya dengan banyak sektor dan juga sensitif terhadap interaksi terutama dengan

aspek lingkungan. Adanya tiga persoalan mendasar dalam dunia maritim Indonesia, yaitu

ketimpangan agraria kelautan, kerentanan pencurian ikan, dan ketimpangan infrastruktur.

7 KKP News, 2017, Nilai Ekspor Perikanan Indonesia Naik 8,12 Persen,

(http://news.kkp.go.id/index.php/nilai-ekspor-perikanan-indonesia-naik-812-persen/ diakses 13 Maret 2018).

8 Badan Pusat Statistik, Statistik Sumber Daya Laut 2017, 2018, Jakarta, hal. 3. 9 “Inilah Permasalahan Sektor Kelautan dan Perikanan Hasil Kajian Kadin”,

https://www.wartaekonomi.co.id/read35446/inilah-permasalahan-sektor-kelautan-dan-perikanan-hasil-kajian-kadin.html, diakses 14 September 2018.

Page 5: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

4

Kebijakan Strategis Pembangunan Ekonomi Kelautan Indonesia

Tujuan kebijakan ekonomi kelautan Indonesia dijelaskan dalam Peraturan Presiden No.

16 tahun 2017 yaitu menjadikan kelautan sebagai basis pembangunan ekonomi yang berbasis

pada sumber daya kelautan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui formulasi desain

program kelautan nasional disertai dengan kelengkapan instrumen fiskal, moneter, keuangan,

serta mobilisasi lintas sektor untuk mendukung pembangunan bidang kelautan.10 Perwujudan

dari Perpres tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia No. 45/Permen-KP/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 25/Permen-KP/2015 tentang Rencana

Strategis KKP Tahun 2015-2019. Selain itu, masih banyak lagi kebijakan yang dikeluarkan oleh

KKP dalam rangka meningkatkan ekonomi kelautan. Apabila diterjemahkan dalam bentuk

bagan, maka kebijakan kelautan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Perpres No. 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.

Selama kurun waktu tiga tahun menerapkan kebijakan-kebijakan tersebut, KKP telah

berhasil memperoleh pencapaian antara lain: (1) membongkar perdagangan manusia di Ambon

yang berkedok nelayan atau awak kapal asing; (2) menekan potensi kerugian daerah melalui

moratorium kapal eks-asing; (3) menaikkan produksi hasil tangkapan nelayan lokal dan

perdagangan ikan domestik.11 Kondisi perikanan saat ini menunjukkan bahwa sektor tersebut

merupakan salah satu aktifitas ekonomi yang sangat kompleks.12 Tantangan untuk memelihara

10 Op.Cit., Lampiran Presiden No. 16 Tahun 2017, hal. 26-27. 11 Kementerian Kelautan dan Perikanan, Loc.Cit. 12 Akhamd Fauzi & Suzyana, Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan: Aplikasi

Pendekatan RAPFISH, Jurnal Pesisir dan Lautan, Volume 4 No.3, 2002, Jakarta, hal. 43.

Page 6: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

5

sumberdaya sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan menjadi dua hal yang harus

dipertimbangkan secara bersamaan tanpa memberikan efek buruk pada salah satunya.

Kebijakan lain yang dibuat pemerintah dalam rangka menghadapi tantangan tersebut,

diantaranya yaitu moratorium perizinan bagi kapal eks-asing untuk memiliki izin di Indonesia,

penenggelaman kapal illegal, pelarangan bongkar muat kapal di laut, larangan penggunaan alat

tangkap yang merusak lingkungan, mengatur perlindungan HAM untuk nelayan, serta

meningkatkan transparansi pengelolaan kelautan dan perikanan. Kebijakan yang dituangkan

dalam bentuk aturan hukum dan program tersebut, tidak lain bertujuan untuk kedaulatan

perikanan dan kesejahteraan rakyat.

Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan strategis dalam rangka meningkatkan

perekonomian kelautan Indonesia. Namun demikian, terdapat beberapa kebijakan pemerintah

yang dianggap memberatkan, antara lain Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen

KKP) No. 56/2014 tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP

RI, Permen KKP No. 57/2014 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP RI (yang melarang alih

muat di tengah laut), Permen KKP No. 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan

Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di WPP RI, dan Peraturan Pemerintah No.75/2015 tentang

Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada KKP. Semestinya,

kebijakan yang ditetapkan pemerintah harus bersifat efektif dan memberikan manfaat, seperti

meningkatkan kesejahteraan rakyat, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan

pemerintah pusat dan daerah.13

Studi di Provinsi Banten

Pembangunan ekonomi kelautan di Banten masih ditopang oleh industri perikanan

tangkap dan perikanan budidaya. Rumah tangga perikanan tangkap di Banten pada tahun 2016

sebanyak 9.235 rumah tangga dengan produksi perikanan tangkap mencapai 53.266,14 Ton.

Luas areal budidaya perikanan di Banten pada tahun 2016 adalah 15.799,82 Ha yang tersebar di

8 kabupaten/kota pesisir. Jumlah rumah tangga perikanan budidaya pada tahun 2016 adalah

24.442 dengan nilai produksi perikanan budidaya mencapai 105.480,81 Ton.14

Jika dilihat dari lokasi geografisnya, Provinsi Banten dikelilingi oleh 3 wilayah

perikanan, yaitu Selat Sunda, Samudera Hindia, dan Laut Jawa. Berdasarkan Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan RI No. 50 tahun 2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang

Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Republik Indonesia, potensi ikan di perairan Banten mencapai lebih dari 1 juta ton yang

13 “Evaluasi Kebijakan KKP: JK Ingin Pastikan Semua Kebijakan Pemerintah Efektif”,

http://industri.bisnis.com/read/20160329/99/532563/javascript, diakses 14 September 2018. 14 BPS Banten, Provinsi Banten Dalam Angka 2017, Op.Cit., hal. 233-241

Page 7: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

6

terdiri dari ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster, kepiting, rajungan, dan

cumi-cumi. Komoditas unggulan Banten hingga saat ini adalah kekerangan, rumput laut, udang,

dan bandeng.

Berdasarkan hasil diskusi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten,

jumlah kapal di Provinsi Banten sampai saat ini mencapai 8.400 kapal dengan ukuran bervariasi

antara 5-30 GT. Hingga saat ini, baru setengah dari jumlah tersebut yang memiliki izin. Untuk

nelayan sendiri, banyak nelayan banten yang belum memiliki izin. Dari sekitar 4000 nelayan

yang terdata di Banten, baru sekitar 150 orang yang memiliki izin.

Implementasi Kebijakan Kelautan dan Perikanan di Provinsi Banten mengalami

beberapa kendala. Hambatan utama adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) untuk

mengimplementasikan kebijakan yang ada, seperti dalam hal penerbitan Surat Izin Melaut yang

dilayani oleh 2 (dua) orang petugas syahbandar, sedangkan jumlah yang mengajukan izin bisa

mencapai ribuan orang. Selain itu, sebelum dikeluarkannya izin melaut petugas harus

melakukan pengecekan kapal (cek fisik kapal). Dari ribuan kapal yang ada di Banten, hanya ada

5 (lima) orang petugas untuk melakukan cek fisik. Di sisi lain, lulusan sarjana

perikanan/kelautan masih sedikit di Banten. Umumnya, sarjana di Banten lulusan jurusan ilmu

agama Islam.

Masalah lain adalah ketika kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat sulit untuk

diterapkan di daerah. Sebagai contoh, ketika pemerintah daerah provinsi Banten akan

menetapkan rencana zonasi laut, ternyata berbenturan dengan kebijakan nasional yang akan

membuat suatu fasilitas di zona konservasi laut atau zona ekonomi laut. Banten memiliki

banyak kepentingan di zona lautnya, antara lain pertambangan, pipa gas bawah laut, pipa kabel

fiber optik bawah laut, dan zona perikanan tangkap. Dan hampir kesemuanya saling tumpang

tindih, sehingga dibutuhkan perencanaan yang matang melaksanakan semua kebijakan

tersebut.

Implementasi kebijakan sertifikasi nelayan terkendala dengan prasyarat yang masih

belum membumi, salah satunya adalah mengharuskan pendidikan minimal setingkat SMA,

sedangkan kondisi di lapangan banyak nelayan yang tidak bersekolah, atau hanya mengenyam

pendidikan dasar. Sertifikasi juga mensyaratkan keikutsertaan nelayan dalam diklat. Kondisi

tersebut dirasa menyulitkan karena itu berarti nelayan harus mengeluarkan biaya lebih untuk

transportasi ke lokasi diklat dan tidak dapat pergi melaut saat pelaksanaan diklat yang

mengakibatkan berkurangnya pendapatan. Pemerintah perlu mengkaji lebih lanjut terkait

sertifikasi nelayan karena sifatnya keahlian maka sebaiknya jam terbang menjadi salah satu

prasyarat yang lebih utama dibandingkan dengan pendidikan formal.

Kendala lain yang juga krusial adalah meningkatkan produksi perikanan tangkap untuk

dipasarkan di Banten. Hingga saat ini jumlah pelabuhan ikan yang memadai masih sangat

Page 8: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

7

terbatas di Banten (hanya ada 1, di Pandeglang). Hal tersebut menyebabkan banyak nelayan

yang memilih untuk bertransaksi di tengah laut sehingga transaksi tersebut tidak tercatat atau

mengirimkan hasil tangkapannya ke pelabuhan Muara Baru di provinsi DKI Jakarta. Sehingga

pasokan ikan Banten harus dikirim dari provinsi lain dan menyebabkan harga ikan menjadi

tinggi. Guna mengatasi hal tersebut, pemerintah provinsi akan menambah 2 pelabuhan ikan di

lokasi Binuangan dan Cituis yang dilengkapi dengan cold storage yang memadai. Pemerintah

sudah mengusulkan terdapat 34 rencana pembangunan pangkalan pendaratan ikan (PPI) baru

se Banten. Namun, baru sekitar 16 lokasi yang disetujui oleh pemerintah dan masuk sebagai

rencana induk pengembangan potensi perikanan di Banten.

Masalah lain yang juga penting adalah rendahnya perekonomian nelayan. Kondisi

ekonomi nelayan pada umumnya sangat dekat dengan krisis dan ketidakpastian. Ketika tiba

masa tidak bisa melaut maka nelayan akan dengan mudah masuk ke jurang kemiskinan. Pola

ekonomi nelayan yang masih banyak bergantung pada patron (juragan pemilik kapal) juga

mempengaruhi kondisi sosial ekonomi nelayan. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi kondisi

tersebut melalui asuransi nelayan masih belum banyak membantu karena prasyarat yang sulit

untuk dipenuhi oleh nelayan. Selain itu, proses klaim juga dirasakan rumit bagi kebanyakan

nelayan. Kebijakan lainnya terkait perbantuan pemberian kapal dengan ukuran lebih dari 10 GT

kepada nelayan dianggap tidak efisien. Hal tersebut dikarenakan banyak wilayah perairan yang

dangkal sehingga tidak memungkinkan untuk menambatkan kapal dengan ukuran besar.

Akibatnya banyak kapal-kapal perbantuan tersebut yang tidak terpakai.

Kebijakan pelarangan cantrang masih menjadi polemik di Banten. Kebijakan tersebut

memiliki waktu toleransi penggantian alat tangkap hingga akhir tahun 2017 namun hingga saat

ini masih banyak nelayan yang belum mengganti alat tangkapnya. Hal tersebut dikarenakan

cantrang masih merupakan salah satu alat tangkap yang cukup efisien untuk beberapa jenis

ikan dan sosialisasi penerapan kebijakan belum berjalan dengan baik. Kebijakan lain yang juga

masih belum diterapkan dengan baik adalah penarikan rumpon milik nelayan. Masih banyak

rumpon yang lokasinya tidak diinfokan kepada pihak berwenang karena belum didukung oleh

pencabutan Peraturan Menteri yang sebelumnya membolehkan rumpon.

Studi di Provinsi Jawa Barat

Bidang perikanan merupakan salah satu penyumbang PDRB di Jawa Barat. Berdasarkan

data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, terjadi kenaikan

jumlah produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya sejak tahun 2013 hingga tahun

2017.15 Jumlah produksi perikanan budidaya mencapai 1.141.748,52 ton dengan rata-rata

kenaikan per tahun adalah 5,2 persen per tahun. Produksi perikanan tangkap di tahun 2017

15 BPS Provinsi Jawa Barat, Jawa Barat Dalam Angka 2017, 2018, hal. 327-340

Page 9: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

8

mencapai 265.641,51 ton dengan rata-rata kenaikan 5,7 persen per tahun. Jumlah nelayan

perairan laut adalah 97.964 orang dan nelayan perairan umum daratan mencapai 30.077

dengan nilai tukar nelayan Jawa Barat di tahun 2017 cukup tinggi, mencapai 113,17.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan berbagai

implementasi kebijakan, antara lain: peningkatan pengelolaan SDKP; pengembangan perikanan

budidaya; pengembangan perikanan tangkap; pengolahan dan pemasaran hasil perikanan;

pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir; revitalisasi ekosistem peraiaran umum;

pengembangan teknologi kelautan dan perikanan; peningkatan kapasitas SDM KP; serta

peningkatan sarana dan prasarana KP.16 Dalam upayanya meningkatkan perekonomian

kelautan dan perikanan, Dinas juga bekerjasama dengan berbagai pihak, diantaranya adalah

para akademisi di bidang perikanan dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi

Jawa Barat.

Permasalahan terkait perikanan dan kelautan di Jawa Barat adalah sebagai berikut:

a. Kelautan merupakan sumberdaya alam yang bersifat open source, sehingga pengelolaannya

memerlukan collective action dalam bingkai kelembagaan yang difahami, diterima, dan

dilaksanakan bersama.

b. Kebijakan kelautan juga masih belum bersinergi sehingga masih banyak terjadi perbedaan

definsi dan klasifikasi terkait bidang-bidang kelautan dan perikanan yang mengakibatkan

sulitnya penerapan kebijakan tersebut. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat juga

seringkali cepat berubah sehingga pemerintah daerah/provinsi tidak cukup waktu untuk

melakukan sosialisasi kepada nelayan mengingat jumlah nelayan di daerah sangat banyak

dan tersebar sedangkan SDM yang dimiliki oleh dinas sangat terbatas.

c. Struktur armada penangkapan yang didominasi oleh KAPI kecil sehingga belum dapat

mengoptimalkan potensi KP terutama pada zona II, III dan ZEE. Hal tersebut berdampak

pada masih tingginya perampokan di tengah laut yang tidak jarang memakan korban jiwa

para nelayan.

d. Ketimpangan pemanfaatan potensi SDKP dimana di Pantura terjadi over fishing sementara di

wilayah pantai selatan belum termanfaatkan secara optimal.

e. Belum adanya skema penguatan investasi dan permodalan yang sounding kepada kultur

usaha penangkapan ikan dan sosioekonomi masyarakat pesisir (nelayan)

f. Belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan kelautan dan perikanan, baik

antar pemerintah maupun antara pemerintah dan privat.

16 Ibid.

Page 10: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

9

g. Kondisi infrastruktur belum memadai, terutama pelabuhan-pelabuhan dan tempat

pelelangan ikan. Akibatnya banyak kapal nelayan yang terpaksa didaratkan di Muara Angke

dan Cilacap.

h. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM, baik SDM Dinas/lembaga pemerintah maupun SDM

nelayan sebagai pelaku ekonomi.

i. Belum selarasnya kebijakan pemanfaatan ruang dengan upaya pengembangan sektor

kelautan dan perikanan.

j. Belum optimalnya dukungan sektor lainnya dalam pengembangan budidaya dan

penangkapan ikan, terutama yang berkaitan dengan permodalan dan teknologi aplikatif.

k. Rendahnya dukungan anggaran baik yang berasal dari APBN maupun APBD. Sebagai

perbandingan, porsi APBD untuk Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi Jawa Timur

adalah 10 persen, sedangkan di Jawa Barat hanya 0,7 persen.

l. Variabilitas iklim sebagai akibat dari global warming yang berpengaruh kepada musim,

cuaca, ruaya dan musim ikan yang tidak terprediksi. Perubahan iklim juga diprediksi

mengakibatkan migrasi ikan dari perairan tropis ke perairan subtropis dalam jangka

panjang.

m. Degradasi lingkungan baik itu yang dikarenakan pencemaran dan kerusakan ekosistem

perairannya sendiri maupun pencemaran dan kerusakan di inland yang berpengaruh kepada

wilayah perairan

n. Perizinan masih dirasa menyulitkan. Adanya rencana penerapan OSS (one single submission)

menyebabkan seluruh kegiatan penerbitan dokumen-dokumen perizinan melaut ditunda

sementara dan berdampak pada tidak adanya penghasilan bagi nelayan akibat tidak bisa

melaut (tanpa izin melaut tersebut).

o. Perizinan PAS KECIL (untuk kapal di bawah 6 GT) yang sebelumnya merupakan kewenangan

Kabupaten/Kota, saat ini ditarik menjadi kewenangan Pusat yang menyebabkan izin

tersebut semakin sulit didapat karena adanya persyaratan-persyaratan yang dirasa

menyusahkan, misalnya: Pembuat kapal harus menandatangani surat (Sedangkan banyak

pembuat kapal adalah perorangan); pengukuran ulang setiap kali buat kapal baru; butuh

waktu lama untuk menerbitkan izin tersebut; kurangnya sosialisasi. Perlu diambil contoh

dari Jepang, untuk kapal nelayan kecil dengan kapal nelayan niaga dipisahkan perizinannya

sehingga memudahkan nelayan.

p. Belum adanya penetapan harga ikan menyebabkan banyaknya tengkulak.

q. Kapal nelayan (gross akte/ buku kapal) tidak dapat diagunkan untuk modal sehingga

menyulitkan nelayan untuk mendapat tambahan modal bagi usahanya.

Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain yaitu:

melakukan zonasi di Provinsi Jawa Barat untuk mengatasi berkurangnya hasil tangkapan;

Page 11: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

10

manajemen perencanaan wilayah perikanan, yaitu dengan menjaga kawasan konservasi;

membuat apartemen ikan di wilayah konservasi; dan melakukan pemetaan ikan di suatu

wilayah. Kebijakan Penenggelaman kapal asing ilegal cukup memberikan dampak bagi hasil

tangkapan nelayan, khususnya nelayan buruh. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya

menggunakan kapal dengan ukuran maksimal 150 GT, sedangkan kapal asing menggunakan

kapal dengan ukuran di atas 200 GT sehingga mampu menangkap ikan di lokasi yang lebih jauh

dengan jumlah lebih banyak.

Terkait pemberian bantuan kepada nelayan, bantuan tersebut harus bersifat spesifik

lokal dengan memperhatikan wilayah tangkapan serta adat istiadat daerah tersebut. Tidak bisa

dilakukan generalisasi terhadap pemberian bantuan terutama pemberian kapal. Bantuan kapal

juga seharusnya dilengkapi dengan teknologi dan didahului dengan transfer teknologi antara

para ahli dengan nelayan untuk memaksimalkan penggunaan teknologi kapal. Cara tersebut

akan berdampak pada peningkatan kemampuan nelayan dalam mencari dan menangkap ikan.

Cantrang sebagai salah satu alat tangkap yang paling menguntungkan bagi nelayan pada

awalnya merupakan solusi atas pelarangan trawl. Namun dengan adanya pelarangan cantrang

maka perlu ada sosialisasi yang lebih menyeluruh mengenai alat tangkap pengganti. Adanya

daerah yang diperbolehkan menggunakan cantrang juga menjadi kebijakan tersebut terasa

kurang adil. Pemerintah harus menentukan sikap yang sama atas penggunaan cantrang.

Cantrang sebaiknya bukan dilarang, namun diatur penggunaannya.

Hingga saat ini belum ada pola mata pencaharian alternatif ketika bukan musim

berlayar bagi nelayan, meskipun sudah ada pembinaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan dan

Kementerian Perindustrian namun masih perlu ada kajian diversifikasi usaha. Penekanan

diberikan pada mata pencaharian alternatif yang bidangnya masih serupa dengan nelayan

sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk mempelajari bidang yang baru. Permodalan

sebagai bagian dari peningkatan perekonomian juga menjadi hal yang penting. Perlu ada

koordinasi berbagai pihak agar nelayan bisa menggunakan kapal sebagai aset yang diagunkan.

Perlindungan ekonomi bagi nelayan yang saat ini sudah dilakukan adalah asuransi bagi

nelayan dengan premi sekitar Rp175.000/tahun dimana premi awal dibantu oleh pemerintah.

Namun yang menjadi kendala adalah ketika harus melanjutkan premi tersebut banyak nelayan

yang masih belum mampu. Peningkatan perekonomian juga telah diupayakan oleh HNSI Jawa

Barat dengan adanya rencana koperasi bagi nelayan. Melalui koperasi tersebut diharapkan

memudahkan akses bagi nelayan untuk permodalan, khususnya dengan menggunakan asset

yang mereka miliki, seperti kapal.

Terkait pelaksanaan kebijakan di tingkat provinsi, Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Barat masih perlu didukung dengan penambahan jumlah SDM, khususnya

Pegawai Negeri Sipil. Jumlah PNS Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat sebanyak 233

Page 12: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

11

pegawai, sedangkan jumlah ideal yang dibutuhkan 474 pegawai. Saat ini Dinas masih

diperbantukan dengan 209 orang tenaga harian lepas yang bekerja di banyak unit atau cabang

dinas, namun kondisi tersebut masih dirasa kurang dalam menghadapi persoalan kelautan dan

perikanan di Jawa Barat. Kerjasama sudah dilakukan antara Dinas dengan akademisi dan juga

perwakilan para nelayan melalui HNSI. Namun hingga saat ini, keterlibatan HNSI masih belum

terlalu jauh sedangkan para nelayan merasa keterwakilan mereka seharusnya dilibatkan dalam

pengambilan kebijakan.

Kesimpulan

Indonesia memiliki wilayah perairan lebih dari 70 persen dengan luas wilayah laut lebih

dari 6,3 juta km2 yang menjadikan Indonesia peringkat pertama sebagai negara dengan laut dan

garis pantai terpanjang (95.181 Km) di Asia Tenggara dan peringkat kedua di dunia. Kondisi

tersebut memberikan potensi sumber daya laut dan pesisir yang berlimpah. Letak geografis

Indonesia pun memiliki menempatkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam konteks

perdagangan global (the global supply chain system) yang menghubungkan kawasan Asia-Pasifik

dengan Australia. Pembangunan di sektor kelautan telah berhasil meningkatkan Nilai Tukar

Nelayan (NTN), nilai ekspor sektor perikanan, dan meningkatkan konsumsi ikan di Indonesia.

Pertumbuhan PDB sektor perikanan tahun 2014-2017 juga selalu di atas PDB Nasional dan PDB

Sektor Pertanian. Sampai dengan Triwulan III tahun 2017, pertumbuhan nilai PDB sektor

perikanan sebesar 6,79 persen dengan nilai sebesar Rp169.513,10 miliar.

Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi kelautan di Indonesia, tentunya tak luput

dari berbagai permasalahan yang timbul. Beberapa permasalahan tersebut antara lain:

keterbatasan SDM, menurunnya jumlah nelayan, overfishing, praktik-praktik Illegal, Unregulated

and Unreported (IUU) Fishing yang terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia (WPPNRI), baik oleh kapal perikanan Indonesia (KII) maupun oleh kapal perikanan

asing (KIA) menyebabkan kerugian baik dari aspek sosial, ekologi/lingkungan, maupun

ekonomi. Dalam pengembangan perikanan budidaya, masih dihadapkan pada permasalahan

implementasi kebijakan tata ruang dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Selain itu, masih rendahnya produktivitas dan daya saing usaha kelautan dan perikanan yang

disebabkan oleh belum optimalnya integrasi sistem produksi di hulu dan hilir, serta masih

terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana.

Berbagai kebijakan telah dibuat oleh pemerintah dalam meningkatkan perekonomian

kelautan Indonesia, diantaranya moratorium perizinan bagi kapal eks-asing untuk memiliki izin

di Indonesia, penenggelaman kapal illegal, pelarangan bongkar muat kapal di laut, larangan

penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan, mengatur perlindungan HAM untuk

nelayan, serta meningkatkan transparansi pengelolaan kelautan dan perikanan. Namun

Page 13: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

12

demikian, terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan, antara lain

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) No. 56/2014 tentang Penghentian

Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP RI, Permen KKP No. 57/2014 tentang

Usaha Perikanan Tangkap di WPP RI (yang melarang alih muat di tengah laut), Permen KKP No.

2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di

WPP RI, dan Peraturan Pemerintah No.75/2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak yang berlaku pada KKP.

Konsep negara kepulauan sangat besar manfaatnya bagi Indonesia, karena dapat

menjadikan laut sebagai penyatu pulau-pulau serta memperluas wilayah perairan kita. Sumber

daya kelautan Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia,

dengan berbagai potensi sumber daya ikan tangkap laut, potensi perikanan budidaya dan

potensi budidaya laut lainnya. Hasil pembangunan kelautan dan perikanan telah dapat

meningkatkan PDB perikanan, selain itu juga dapat meningkatkan produksi perikanan, tingkat

konsumsi ikan, produk olahan dan surplus produksi garam. Luas kawasan konservasi juga

meningkat tajam, begitu juga pengelolaan pulau-pulau kecil dan pengawasan. Keberhasilan

pembangunan perikanan tersebut tercapai berkat program-program kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah pusat berkerjasama dengan pemerintah daerah. Kebijakan pembangunan ke depan

diharapkan lebih kepada kebijakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development) dengan mempertimbangkan konsep negara kepulauan dan potensi kelautan yang

besar

Saran

Kebijakan yang dituangkan oleh pemerintah baik dalam bentuk aturan hukum maupun

program harus bersifat efektif dan memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan

rakyat, menciptakan ekonomi baru, mendukung keberlangsungan ekosistem, dan menjaga

kedaulatan kelautan dan perikanan Indonesia. Untuk itu, berbagai kebijakan yang sudah ada

harus dapat dipetakan menjadi tiga, yaitu: increasing in production and productivity; increasing

in price; dan decreasing in cost.

Sinkronisasi kebijakan juga perlu dilakukan pemerintah, baik antar pemerintah pusat

maupun antara pemerintah pusat dengan daerah dan swasta. Sinergi juga diperlukan antar

kementerian dan lembaga dalam menetapkan kebijakan sehingga permasalahan yang terjadi

dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi kelautan di Indonesia dapat segera terselesaikan.

Sinkronisasi kebijakan merupakan salah satu faktor penting bagi peningkatan perekonomian di

bidang kelautan dan perikanan. Berbagai kebijakan yang sudah ada harus dapat dipetakan

menjadi tiga, yaitu: increasing in production and productivity; increasing in price; dan decreasing

in cost. Kebijakan perikanan dan kelautan yang akan diambil harus menciptakan ekonomi baru;

Page 14: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

13

menyejahterakan masyarakat khususnya masyarakat pesisir; dan mendukung keberlangsungan

ekosistem.

Page 15: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · strategis pembangunan ekonomi kelautan yang dibutuhkan bagi penguatan sektor

14

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2014. Jakarta, 2014.

Badan Pusat Statistik. Statistik Sumber Daya Laut 2017. Jakarta, 2018.

Badan Pusat Statistik. Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2017. Katalog Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta: 2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat Dalam Angka 2017. Bandung, 2018.

Fauzi, Akhamd & Suzyana, Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan: Aplikasi Pendekatan RAPFISH, Jurnal Pesisir dan Lautan, Volume 4 No.3, 2002, Jakarta.

“Evaluasi Kebijakan KKP: JK Ingin Pastikan Semua Kebijakan Pemerintah Efektif”, (http://industri.bisnis.com/read/20160329/99/532563/javascript, diakses 14 September 2018).

“Inilah Permasalahan Sektor Kelautan dan Perikanan Hasil Kajian Kadin”, (https://www.wartaekonomi.co.id/read35446/inilah-permasalahan-sektor-kelautan-dan-perikanan-hasil-kajian-kadin.html, diakses 14 September 2018).

Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Menuju Laut Laut Masa Depan Bangsa”, (http://kkp.go.id/wp-content/uploads/2017/11/Booklet_3th-Capaian-Kinerja-KKP.pdf, diakses 7 Februari 2018).

Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Produktivitas Perikanan Indonesia”, Paparan yang disampaikan pada Forum Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2018.

KKP News, 2017, Nilai Ekspor Perikanan Indonesia Naik 8,12 Persen, (http://news.kkp.go.id/index.php/nilai-ekspor-perikanan-indonesia-naik-812-persen/ diakses 13 Maret 2018).