ringkasan disertasi untuk wisuda 24 oktober...

12
1 DISERTASI RINGKASAN PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI COCOFOAM DARI SERABUT KELAPA DENGAN KOMPON LATEKS YANG DIVULKANISASI I Dewe Ketut Anom 1 * 1 Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta * [email protected] PENDAHULUAN Penggunaan dan pemanfaatan polimer bahan alam serabut kelapa dan lateks dewasa ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan bahan tersebut yang semakin meluas mulai dari kegiatan rumah tangga sampai sektor industri skala kecil dan menengah. Hal ini disebabkan karena polimer bahan alam dapat terdegradasi di alam, mudah didaur kembali, dan dapat terbarukan. Perkembangan ini ditopang oleh kondisi alam Indonesia yang kaya akan bahan-bahan serat alam, seperti kapas, kapuk, goni, sisal, kenaf, pisang, kelapa, sawit, rami kasar dan rami halus (Boimau, 2010). Serabut kelapa dan lateks adalah polimer bahan alam, dan apabila keduanya dikombinasikan akan menghasilkan produk baru yang disebut cocofoam. Cocofoam adalah komposit yang mempunyai kelenturan dan kepegasan yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan produk alternatif lain dari busa karet alam maupun busa sintetis. Keunggulan cocofoam dibandingkan dengan busa sintetis adalah relatif sejuk dan dingin karena terbuat dari bahan alami dengan pori yang lebih besar. Perkembangan tekonologi

Upload: lyduong

Post on 08-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

DISERTASI

RINGKASAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI COCOFOAMDARI SERABUT KELAPA DENGAN KOMPON LATEKS

YANG DIVULKANISASI

I Dewe Ketut Anom1*

1Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

*[email protected]

PENDAHULUAN

Penggunaan dan pemanfaatan polimer bahan alam serabut kelapa dan

lateks dewasa ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan

bahan tersebut yang semakin meluas mulai dari kegiatan rumah tangga sampai

sektor industri skala kecil dan menengah. Hal ini disebabkan karena polimer

bahan alam dapat terdegradasi di alam, mudah didaur kembali, dan dapat

terbarukan. Perkembangan ini ditopang oleh kondisi alam Indonesia yang kaya

akan bahan-bahan serat alam, seperti kapas, kapuk, goni, sisal, kenaf, pisang,

kelapa, sawit, rami kasar dan rami halus (Boimau, 2010).

Serabut kelapa dan lateks adalah polimer bahan alam, dan apabila

keduanya dikombinasikan akan menghasilkan produk baru yang disebut

cocofoam. Cocofoam adalah komposit yang mempunyai kelenturan dan

kepegasan yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan produk

alternatif lain dari busa karet alam maupun busa sintetis. Keunggulan cocofoam

dibandingkan dengan busa sintetis adalah relatif sejuk dan dingin karena terbuat

dari bahan alami dengan pori yang lebih besar. Perkembangan tekonologi

2

komposit saat ini sudah berkembang sangat pesat. Pergeseran tren teknologi ini

dilandasi oleh sifat komposit berpenguat serat alam lebih ramah lingkungan

dibandingkan komposit berpenguat serat sintetik, disamping itu serat alam

memiliki kelebihan diantaranya densitas rendah, murah, dan dapat diuarikan

secara biologi (Diharjo, 2006; Li dkk., 2007). Bahan penguat merupakan suatu

material yang mempunyai sifat fisik yang membuat kekuatan komposit

bertambah. Bahan yang biasa digunakan sebagai penguat adalah serat alami dan

serat sintetis (Hadiyawarman dkk., 2008). Sampai saat serabut kelapa banyak

digunakan dalam pembuatan geotekstil, jok mobil, genteng, karpet, papan dan

produk-produk kerajinan industri rumah tangga (Sudarsono dkk., 2010; Mahmud

dan Ferry, 2005; Arbintarso, 2009).

Serabut kelapa merupakan salah satu material serat alam yang dapat

digunakan sebagai serat alternatif dalam pembuatan komposit. Potensi serabut

kelapa berpeluang besar untuk dikembangkan menjadi produk komposit yang

dapat dikomersialkan, mengingat Indonesia memiliki bahan baku serabut kelapa

yang melimpah. Dari produksi buah kelapa di Indonesia rata-rata 15,5 milyar

butir/tahun, dapat diperoleh 1,8 juta ton serat sabut kelapa. Potensi ketersediaan

bahan baku yang jumlahnya cukup besar ini belum dimanfaatkan secara optimal

untuk dikembangkan menjadi produk-produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi

(Mahmud dan Ferry, 2005; Arbintarso, 2009).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka penelitian ini

dilakukan, dan bertujuan untuk membuat suatu komposit bahan alam atau

cocofoam dari campuran serabut kelapa dengan kompon lateks. Serabut kelapa

digunakan sebagai bahan pengisi atau penguat, sedangkan kompon lateks

berfungsi sebagai matrik untuk mengikat serabut. Data hasil penelitian ini

diharapkan dapat diaplikasikan dalam pembuatan cocofoam skala industri kecil

dan menengah, mengingat ketersediaan bahan baku serabut kelapa di Indonesia

sangat melimpah.

3

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan baku adalah serabut kelapa diperoleh dari PT Tropica Nucifera

Industry Bantul Yogyakarta dan lateks cair cap jempol dari Toko Liman

Malioboro Yogyakarta. Kalium oleat, kalium hidroksida, seng-dietil-

dithiokarbamat (ZDEC), seng-merkaptobenzothiazol (ZMBT), seng oksida (ZnO),

butil hidroksitoluena (BHT), dan belerang (S), semua zat berkualitas teknis

diperoleh dari PT Bratako Yogyakarta.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini disamping peralatan gelas

standar, dipergunakan pula peralatan: piknometer, timbangan analitik AND GR-

200 SER.14214919 Japan, pengaduk magnet, oven Memmert 854 Schwabach

Tel.09122/4031 0-24 h. 220oC Western Germany, Jeol JSM – 6360LA Analytical

Scanning Electron Microscope, Tokyo Testing Machine MF6 Co. LTD Tokyo-

Japan, cetakan, 1 set kompresor.

Prosedur

Persiapan serabut kelapa

Serabut kelapa dibersihkan dari kotoran dan debu sehingga diperoleh

serabut yang bersih. Selanjutnya serabut lurus dicuci dengan air, kemudian

dijemur di bawah sinar matahari. Serabut lurus segera dipintal atau digulung,

kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 95-100oC selama kurang lebih 6

jam. Pintalan dikeluarkan dari dalam oven kemudian didinginkan pada suhu

kamar selama 2-3 hari. Pintalan serabut yang telah didinginkan segera dibuka

untuk mendapatkan serabut berbentuk spiral. Serabut kelapa telah siap untuk

digunakan sebagai sampel penelitian.

Pembuatan kompon lateks

Lateks yang digunakan adalah lateks cair yang sudah bersih sehingga tidak

perlu melakukan proses penyaringan untuk menghilangkan partikel-partikel

4

pengotor seperti debu dan pasir. Bahan-bahan kimia dilarutkan ke dalam lateks

cair dengan komposisi sebagai berikut: 100 gram lateks cair, 2 gram larutan

kalium oleat 20%, 3 gram larutan KOH 10%, 2 gram larutan ZDEC 50%, 2 gram

larutan ZMBT 50%, 4 gram larutan ZnO 50%, 1 gram larutan BHT 50%, dan 3

gram larutan belerang 50%. Campuran kompon lateks diaduk dengan

menggunakan pengaduk magnet selama 30 menit. Pengadukan campuran kompon

lateks dihentikan, kemudian didiamkan selama 2 hari dan setelah itu kompon siap

untuk digunakan.

Pembuatan cocofoam

Serabut kelapa ditebar merata pada cetakan kayu berukuran (p×l×t,

24×15×5 cm). Serabut kelapa ditata sebaik mungkin di dalam cetakan. Permukaan

serabut disemprot secara merata dengan bahan kompon lateks, jarak antara

permukaan serat dan nozzle sprayer kurang lebih 20 cm. Untuk penyemprotan

awal jumlah kompon lateks kurang lebih 1/3 dosis dari total kompon yang

digunakan. Campuran serabut dengan kompon lateks diawali dengan pemanasan

dalam oven pada temperatur 80-90oC selama 15-20 menit. Cocofoam dikeluarkan

dari oven dan didinginkan selama beberapa menit, kemudian disemprot lagi

dengan sisa kompon 2/3 dosis, jarak nozzle sprayer kurang lebih 5 cm di atas

permukaan cocofoam. Cocofoam dipres hingga ketebalam 5 cm. Cocofoam

dikeluarkan dari cetakan kemudian divulkanisasi lagi di dalam oven pada

temperatur 80oC selama 8 jam. Cocofoam diangkat dan dikeluarkan untuk

dirapikan dan selanjutnya diberi kode CF5-1. Proses pembuatan cocofoam CF5-2

mengikuti langkah-langkah pembuatan cocofoam CF5-1. Pengujian sifat-sifat

fisika dan mekanik cocofoam meliputi berat jenis, bending, Analisis struktur

mikro (SEM) dan analisis termal (DTA/TGA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan rasio berat serabut

kelapa dengan kompon lateks yang dicetak pada volume tetap menghasilkan berat

jenis semakin tinggi. Rasio serabut kelapa-kompon lateks (b/b) adalah: 10/25

5

(CF5-1) dan 20/55 (CF5-2) dengan nilai berat jenis (g/cm3) yaitu 0,6032 dan

0,6920. Cocofoam dengan nilai berat jenis 0,6032−0,6920 (g/cm3) termasuk

cocofoam yang memiliki berat jenis tinggi. Perbedaan nilai berat jenis cocofoam

ini disebabkan karena rasio berat serabut dan kompon lateks yang digunakan

semakin besar sedangkan volume cocofoam tetap, sehingga kerapatan atau berat

jenis cocofoam semakin meningkat. Berat jenis serat yang berbeda walaupun

berasal dari bahan yang sama yaitu serat lignosellulosa sangat berpengaruh

terhadap berat jenis suatu bahan setengah jadi, setiap bahan menggunakan matriks

yang sama sehingga perbedaan berat jenis yang dihasilkan adalah hasil daripada

pengaruh serat-serat yang digunakan serta pengaruh terhadap penyerapan antara

matriks dengan serat dan adanya rongga udara (Maulida, 2008). Beberapa peneliti

telah melakukan penelitian busa karet, ternyata busa karet dengan bahan baku

karet alam memiliki berat jenis 0,2 sampai dengan 0,4 g/cm3 dan nilai kompresi di

atas 25%. Hasil penelitian ini diangggap belum memenuhi syarat sebagai busa

karet teknik karena busa karet alam diharapkan memiliki berat jenis lebih kecil 0,2

dan nilai kompresi maksimun 25%. Struktur mikro dengan sifat-sifat lebih dekat

pada polimer-polimer berpori seperti busa densitas tinggi mempunyai berat jenis

relatif dalam range 0,4−0,8 (Anggaravidya, 2008; Mills, 2007; Najib, 2009; Lee

dan Choi, 2007).

Kompresi merupakan salah satu parameter uji elastisitas atau kelenturan

suatu produk cocofoam. Elastisitas adalah sifat suatu bahan untuk dapat kembali

ke bentuk semula setelah mengalami pembebanan. Beban yang digunakan pada

pengujian kompresi adalah beban tetap atau beban statis dalam jangka waktu yang

telah ditentukan. Variasi tekanan akan memberikan pengaruh terhadap kekuatan

bending yaitu dengan meningkatnya tekanan kompaksi akan meningkatkan

kekuatan bending (Rusianto dan Setyana, 2005). Hasil pengujian kompresi tetap

50% dan 80% yang dilakukan terhadap perubahan ketebalan setiap jenis

cocofoam disajikan pada Gambar 1.

Hasil uji kompresi tetap 50% yang disajikan pada Gambar 1, menunjukkan

bahwa nilai kompresi CF5-1 dan CF5-2 berkisar antara 5,93% sampai dengan

10,67%, sedangkan nilai kompresi CF5-2 berkisar antara 4,13% sampai dengan

6

8,23%. Rata-rata nilai kompresi CF5-2 lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai

kompresi CF5-1. Makin kecil nilai kompresi maka cocofoam tersebut semakin

alastis. Hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi rasio serabut dan kompon

lateks yang digunakan maka kerapatan atau berat jenis cocofoam semakin besar

dan serabut yang berfungsi sebagai penguat semakin banyak sehingga kekuatan

cocofoam menahan beban semakin kuat.

Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu kompresi dengan perubahannilai kompresi cocofoam pada kompresi tetap 50% dan 80%

Nilai kompresi CF5-1 pada kompresi tetap 80% pada Gambar 1 berkisar

antara 11,53% sampai dengan 19,20% sedangkan nilai kompresi CF5-2 berkisar

antara 8,93% sampai dengan 17,87%. Penambahan kompresi dari 50% hingga

80% menyebabkan nilai kompresi CF5-1 dan CF5-2 semakin besar, atau

cocofoam mengalami penurunan kekuatan dan ketebalan sesuai dengan lamanya

kompresi dan beban yang diberikan.

Dari grafik hubungan antara waktu kompresi dengan perubahan nilai

kompresi cocofoam dapat dijelaskan bahwa, pengujian kompresi tetap 50% dan

80% dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik yang ekstrim dan bertujuan untuk

memprediksi pemakaian cocofoam dalam jangka waktu yang lama. Apabila

5.937.07

7.93

10.67

4.13 4.67

7.338.23

11.5312.53

13.6

19.2

8.9310

11.93

17.87

0

4

8

12

16

20

0 1 2 3 4 5

Nil

ai

ko

mp

resi

(%)

Waktu (jam)

CF5-1 Kom.50% CF5-2 Kom.50% CF5-1 Kom.80% CF5-2 Kom-80%

kompresi dinaikkan maka rongga

rapat sehingga volume cocofoam menjadi semakin kecil dan kerapatan cocofoam

menjadi lebih besar. Perubahan tebal cocofoam adalah perubahan bentuk partikel

karena tekanan beban yang terjadi se

akan kembali ke bentuk semula ketika tidak diberi beban. Kekuatan kompresi

adalah kebalikan dari kekuatan tarik, yang merupakan ukuran sampai dimana

suatu sampel bisa ditekan sebelum rusak

Berdasarkan nilai kompresi maka cocofoam CF5

ke dalam produk dengan

kompresi lebih kecil dari nilai kompresi busa karet yang dibutuhkan dalam

industri. Makin kecil n

semakin elastis dan kuat.

produk-produk busa karet yang tahan terhadap suhu tinggi (±100

memiliki nilai kompresi

pembusaan mekanis lateks atau karet cair, kemudian polimer diikat silang dalam

keaadaan memuai (Anggaravidya, 2008

Berdasarkan analisis SEM, m

dengan kompon lateks

pada Gambar 2a dan 2b

(2a, CF5

Gambar 2. Micrograph SEM cocofoam :lateks 10/25 dan

7

naikkan maka rongga-rongga yang ada dalam cocofoam akan semakin

rapat sehingga volume cocofoam menjadi semakin kecil dan kerapatan cocofoam

menjadi lebih besar. Perubahan tebal cocofoam adalah perubahan bentuk partikel

karena tekanan beban yang terjadi secara temporer selama diberi beban berat dan

bentuk semula ketika tidak diberi beban. Kekuatan kompresi

adalah kebalikan dari kekuatan tarik, yang merupakan ukuran sampai dimana

suatu sampel bisa ditekan sebelum rusak (Stevens dan Sopyan

Berdasarkan nilai kompresi maka cocofoam CF5-1 dan CF5-2 dapat digolongkan

dengan tingkat elastisitas yang baik karena mempunyai nilai

lebih kecil dari nilai kompresi busa karet yang dibutuhkan dalam

Makin kecil nilai kompresi maka cocofoam yang dihasilkan akan

semakin elastis dan kuat. Produk busa karet yang dibutuhkan industri adalah

produk busa karet yang tahan terhadap suhu tinggi (±100

kompresi yang baik, maksimum 25%. Busa karet terbentuk oleh

pembusaan mekanis lateks atau karet cair, kemudian polimer diikat silang dalam

Anggaravidya, 2008; Feldman dan Hartomo, 1995

Berdasarkan analisis SEM, morfologi cocofoam campuran serabut kelapa

lateks pada rasio 10/25 (CF5-1) dan 20/55 (CF5

pada Gambar 2a dan 2b.

(2a, CF5-1) (2b, CF5-2)

Micrograph SEM cocofoam : (2a) rasio serabut kelapa/komponlateks 10/25 dan (2b) rasio serabut kelapa/kompon lateks 20/55

rongga yang ada dalam cocofoam akan semakin

rapat sehingga volume cocofoam menjadi semakin kecil dan kerapatan cocofoam

menjadi lebih besar. Perubahan tebal cocofoam adalah perubahan bentuk partikel

cara temporer selama diberi beban berat dan

bentuk semula ketika tidak diberi beban. Kekuatan kompresi

adalah kebalikan dari kekuatan tarik, yang merupakan ukuran sampai dimana

dan Sopyan, 2007).

2 dapat digolongkan

tingkat elastisitas yang baik karena mempunyai nilai

lebih kecil dari nilai kompresi busa karet yang dibutuhkan dalam

cocofoam yang dihasilkan akan

roduk busa karet yang dibutuhkan industri adalah

produk busa karet yang tahan terhadap suhu tinggi (±100oC) serta

Busa karet terbentuk oleh

pembusaan mekanis lateks atau karet cair, kemudian polimer diikat silang dalam

Hartomo, 1995).

ologi cocofoam campuran serabut kelapa

1) dan 20/55 (CF5-2) ditunjukkan

2)

rasio serabut kelapa/komponrasio serabut kelapa/kompon lateks 20/55

8

Morfologi permukaan cocofoam CF5-1 dan CF5-2 pada Gambar (2a, 2b)

menunjukkan bahwa kompon lateks tidak menyebar secara merata pada

permukaan cocofoam sehingga terlihat ketebalan lateks yang membungkus dan

mengikat antar serabut tidak sama. Adanya pori atau ukuran rongga yang terlihat

tidak kompak atau tidak seragam disebabkan oleh ukuran panjang serabut yang

berbeda dan rongga serabut yang berbentuk spiral tidak sama. Perbedaan

kerapatan atau berat jenis cocofoam CF5-1 dan CF5-2 tidak menunjukkan adanya

perbedaan morfologi yang berarti karena serabut dan kompon lateks yang

terperangkap dalam cocofoam tidak terdistribusi secara merata sehingga struktur

mikro CF5-1 dan CF5-2 terlihat hampir sama

Analisis Termal

Pengukuran termal dilakukan dengan TGA/DTA dan diperoleh hasil

seperti terlihat pada Gambar 3a untuk sampel CF5-1, Gambar 3b untuk sampel

CF5-2. Gambar 3a adalah pengukuran TGA/DTA untuk cocofoam CF5-1 dengan

rasio berat serabut kelapa-kompon lateks 10/25.

(3b, CF5-2 )(3a, CF5-1 )

Gambar 3. Kurva TGAdan DTA cocofoam : (3a) rasio serabut kelapa/komponlateks 10/25 dan (3b) rasio serabut kelapa/kompon lateks 20/55

9

Kurva TGA menunjukkan bahwa sifat termal cocofoam yang terbuat dari

serabut kelapa dengan kompon lateks dipengaruhi oleh sifat termal kompon

lateks. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya kurva TGA pada temperatur

275oC, artinya bahwa penggunaan cocofoam dibatasi oleh kompon lateks sebagai

matrik. Bila kurva TGA cocofoam diperhatikan dengan seksama, terlihat bahwa

kurva penurunan massa cocofoam terjadi mulai sekitar temperatur 90oC sampai

dengan 275oC, artinya kompon lateks yang ada di dalam cocofoam sedang

mengalami degradasi walaupun perubahnnya kecil.

Kurva DTA memperlihatkan adanya tiga puncak endotermis. Puncak

endotermis pertama berasal dari penguapan pelarut yang terjadi pada temperatur

275oC. Puncak endotermis kedua kemungkinan berasal dari penguapan bahan

aditif yang digunakan dan terjadi pada temperatur 380oC. Sedangkan puncak

endotermis ketiga kemungkinan berasal dari penguapan lateks yang terjebak di

dalam cocofoam dan terjadi pada temperatur 500oC. Kurva DTA menunjukkan

bahwa puncak endotermis CF5-1 semakin tajam karena kompon lateks yang

terjebak dalam cocofoam jumlahnya berkurang, sedangkan luas puncak semakin

besar menggambarkan jumlah serabut dalam cocofoam semakin banyak sehingga

penguapan memerlukan energi yang semakin besar.

Gambar 3b adalah hasil pengukuran TGA/DTA untuk cocofoam CF5-2

dengan rasio berat serabut kelapa-kompon lateks 20/55. Kurva TGA menunjukkan

bahwa sifat termal cocofoam yang terbuat dari serabut kelapa dengan kompon

lateks dipengaruhi oleh sifat termal kompon lateks. Pada kurva TGA CF5-1

maupun CF5-2 terlihat bahwa kemiringa kurva dimuai pada terperatur sekitar

90oC sampai dengan 250oC, artinya kompon lateks mulai mengalami degradasi

walaupum perubahannya kecil namun data ini menjadi sangat berarti apabila

membuat komposit melalui proses vulkanisasi lateks. Berdasarkan data yang

diperoleh Sudirman dkk. (2000) kurva DTA menunjukkan karet alam meleleh

pada temperatur 181,17oC, artinya proses penggembungan (swelling) karet alam

melalui pemanasan terjadi secara optimal pada suhu 181,17oC. Dari kurva DTA

CF5-2 diperoleh tiga puncak endotermis yaitu : pertama puncak endotermis pada

temperatur 300oC kemungkinan adalah penguapan pelarut yang digunakan pada

10

proses pembuatan cocofoam. Puncak endotermis kedua pada temperatur 385oC

kemungkinan penguapan bahan aditif yang ditambahkan pada pembuatan

cocofoam. Sedangkan puncak endotermis ketiga pada temperatur 480oC

kemungkinan penguapan dari lateks yang terjebak di dalam cocofoam. Dari

analisis termal yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa pembuatan cocofoam

sangat ditentukan oleh sifat kompon lateks yang digunakan, artinya kekuatan dan

kelenturan cocofoam semakin menurun karena disebabkan oleh terjadinya

terdegradasi pada temperatur sekitar 90oC, dan cocofoam akan rusak serta tidak

dapat digunakan lagi pada temperatur 181,17oC.

KESIMPULAN

Pada volume tetap, peningkatan rasio campuran serabut kelapa dengan

kompon lateks yang divulkanisasi dapat menghasilkan cocofoam dengan berat

jenis semakin besar yaitu : cocofoam dengan rasio 10/25 (CF5-1) mempunyai

nilai berat jenis = 0,6032 g/cm3 dan rasio 20/55 (CF5-2) dengan nilai berat jenis

= 0,6920 g/cm3. Hasil pengujian kompresi tetap 50% dan 80% menunjukkan

bahwa rata-rata nilai kompresi cocofoam lebih kecil dari nilai kompresi busa karet

alam (maksimun 25%), artinya bahwa cocofoam yang dihasilkan mempunyai sifat

kelenturan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kelenturan busa karet alam.

Perbedaan kerapatan atau berat jenis cocofoam CF5-1 dan CF5-2 tidak

memperlihatkan perbedaan struktur mikro yang berarti karena serabut dan

kompon lateks yang tercampur dalam cocofoam tidak terdistribusi secara merata

sehingga morfologi CF5-1 dan CF5-2 terlihat hampir sama. Dari analisis termal

yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa pembuatan cocofoam sangat

ditentukan oleh sifat kompon lateks yang digunakan, artinya cocofoam mulai

terdegradasi pada temperatur sekitar 90oC, dan akan rusak serta tidak dapat

digunakan lagi setelah kompon lateks dipanaskan hingga mencapai temperatur

181,17

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Boimau, K., 2010, Pengaruh Fraksi Volume dan Panjang Serat TerhadapSifat Bending Komposit Poliester yang Diperkuat Serat Batang Pisang,Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9, Palembang 13-15 Oktober 2010.

2. Diharjo, K., 2006, Pengaruh Perlakuan Alkali terhadap Sifat Tarik BahanKomposit Serat Rami-Polyester, Jurnal Teknik Mesin, 8, 1, 8-13.

3. Hadiyawarman, Rijal, A., Nuryadin B. W., Abdullah M., dan Khairurrijal,2008, Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat, Ringan danTransparan Menggunakan Metode Simple Mixing, Jurnal Nanosains &Nanoteknologi, 1, 1, 14-21.

4. Sudarsono, Rusianto, T., dan Suryadi Y., 2010, Pembuatan Papan PartikelBerbahan Baku Sabut Kelapa dengan Bahan Pengikat Alami (Lem Kopal),Jurnal Teknologi, 3, 1, 22-32.

5. Mahmud, Z. dan Ferry Y., 2005, Prospek Pengolahan Hasil Samping BuahKelapa. Jurnal Perspektif, 4, 2, 55-63.

6. Arbintarso, E. S., 2009, Tinjauan Kekuatan Lengkung Papan Serat SabutKelapa Sebagai Bahan Teknik, Jurnal Teknologi, 2, 1, 53-60

7. Maulida, 2008, Pembuatan Komposit Termoplastik Berdasarkan SeratKelapa Sawit dengan Kaedah Pragpreg, Jurnal Penelitian Rekayasa, 1, 2,74-79

8. Anggaravidya, M., 2008, Pengaruh Jenis Blowing Agent Terhadap SifatFisik Busa Karet, M.P.I., 2, 3, 277-283

9. Mills, N. J., 2007, Polymer Foam Handbook : Engineering andBiomechanics Applications and Design Guide, Butterworth- Heinemann :Elsevier, burlington.

10. Najib, N. N., Ariff, Z. M., Manan, N. A., Bukar, A. A., and Sipaut, C. S.,2009, Effect of Blowing Agent Concentration on Cell Morphology andImpact Properties of Natural Rubber Foam, Journal of Physical Science,20, 1, 13-25

12

11. Rusianto, T., dan Setyana, L. D., 2005, Pengaruh Kadar TiO2 TerhadapKekuatan Bending Komposit Serbuk Al/TiO2, Jurnal Teknik Mesin, 7, 1,28-34

12. Li, X., Lope, G., Tabil, and Panigrahi, S., 2007, Chemical Treatments ofNatural Fiber for Use in Natural Fiber-Reinforced Composites : A Review,Journal Polym Environ, 15, 25-33

13. Lee, E. K., and Choi, S, Y., 2007, Preparation and Characterization ofNatural Rubber Foams : Effects of Foaming Temperature and CarbonBlack Content, Journal Chem. Eng., 24, 6, 1070-1075

14. Feldman, D., dan Hartomo, A. J., 1995, Bahan Polimer KonstruksiBangunan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

15. Stevens, M. P., dan Sopyan L., 2007, Kimia Polimer, Pradnya Paramita,Jakarta.

16. Sudirman, Ridwan, Mujamilah, dan Trijono, W., 2000, Analisis Termaldan Struktur Mikro Magnet Komposit Berbasis Heksaferit dengan MatriksKaret Alam, Jurnal Sains Material Indonesia, 2, 1, 13-17.