ringkasan 4 keg litbang 2013 balai kim

99
2013 LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013 i 2434.001.107.B KAJIAN EFEKTIFITAS PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA

Upload: yudha-pracastino-heston

Post on 28-Nov-2015

86 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

LAPORAN AKHIR

TAHUN ANGGARAN 2013

i

2434.001.107.B

KAJIAN EFEKTIFITAS PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU MENDUKUNG

PEMBANGUNAN KOTA

Page 2: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

mengamanatkan perwujudan kualitas penataan ruang wilayah nasional,

provinsi, dan kabupaten/ yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan

untuk kesejahteraan masyarakat, melalui penyediaan Ruang Terbuka Hijau

(RTH) 30%. Terkait dengan amanat Undang-undang tersebut Kementerian

Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang menginisiasi

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang merupakan program untuk

meningkatkan dan memberikan jaminan keberlanjutan kualitas ruang kota yang

baik, serta tanggap perubahan iklim.

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) meliputi 8 atribut Kota Hijau,

yang meliputi Green Community terkait peningkatan kepekaan, kepedulian dan

peran aktif masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut Kota Hijau, Green

Planning and Design terkait perencanaan dan perancangan yang sensitif

terhadap agenda hijau, Green Open Space terkait perwujudan kualitas dan

kuantitas jejaring RTH Perkotaan, Green Waste terkait penerapan prinsip 3R

yaitu mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan

meningkatkan nilai tambah, Green Transportation terkait pengembangan sistem

transportasi yang berkelanjutan, Green Water terkait peningkatan efisiensi

pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air, Green Energy terkait

pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan, dan Green

Building terkait penerapan bangunan ramah lingkungan (hemat air, energi,

struktur).

Pelaksanaan P2KH dilakukan dengan mekanisme yaitu Pemerintah Pusat

melalu Direktorat Jenderal Penataan Ruang memfasilitasi Pemerintah Daerah

yang sudah menyusun RAKH, dalam bentuk kegiatan non fisik meliputi kegiatan

sosialisasi P2KH, menyiapkan peta hijau kota, serta penyusunan master plan

RTH Kota/Kabupaten.

ii

Page 3: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Keberhasilan penerapan Program Pengembangan Kota Hijau, dapat mulai

diketahui dari tahap awal motivasi Kota/Kabupaten dalam melakukan inisiasi

program. Hal ini dapat ditandai dengan adanya komitmen, sinkronisasi program,

penataan kelembagaan dan hal lain yang menunjukkan motivasi yang benar

dalam pengejawantahan program. Keberhasilan program juga perlu ditelusur

dengan menggunakan indikator yang dapat terukur, valid, terpercaya, dan dapat

diterapkan diberbagai tempat dan situasi. Ukuran keberhasilan kota hijau sudah

ada di negara lain, namun ukuran tersebut belum tentu pas jika dipakai di

Indonesia.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui motivasi dan ukuran keberhasilan

penerapan RAKH, misalnya terhadap penurunan angka kriminalitas, penurunan

angka orang sakit, kenaikkan angka kesehatan, kenaikkan produktivitas dan hal

lain terkait program pemerintah pro poor, pro job, pro growth dan pro

environment.

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Bagaimana efektifitas penerapan Program Pengembangan Kota Hijau

(P2KH) dalam pembangunan perkotaan?

C. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud Umum:

Untuk mengetahui efektifitas keberhasilan penerapan dan pelaksanaan Program

Pengembangan Kota Hijau dalam pembangunan perkotaan.

Maksud Khusus:

1. Mendeskripsikan capaian kegiatan P2KH yang tercantum dalam RAKH

tiap kota/kabupaten berdasarkan atribut kota hijau yang meliputi Green

Planning and Design, Green Open Space, dan Green Community.

2. Mendeskripsikan presepsi masyarakat sebelum dan sesudah adanya

program P2KH melalui uji statistic

3. Mendeskripsikan manfaat yang didapatkan dari program P2KH melalui

valuasi ekonomi

iii

Page 4: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

4. Mengukur motivasi pemerintah daerah terhadap adanya program P2KH

Tujuan penelitian adalah tersusunnya Naskah Ilmiah Kajian Efektifitas Program

Pengembangan Kota Hijau Mendukung Pembangunan Kota

D. KELUARAN

Indikator Keluaran

Indikator Keluaran dari penelitian ini adalah berupa 1 (satu) naskah ilmiah

tentang Efektifitas Program Pengembangan Kota Hijau Mendukung

pembangunan Kota.

E. LOKASI

Penelitian ini mengambil lokasi di kota Tasikmalaya (Prop. Jawa Barat),

kota Bukit Tinggi (Prop. Sumatera Barat), Kota Jogjakarta (DIY) dan

kota Badung (Prop. Bali).

Gambar I.1. Lokasi Penelitian Kota Hijau

Tabel I.1. Justifikasi Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian Justifikasi LokasiTasikmalaya (Prop.Jawa Barat) Sebelum pelaksanaan P2KH minim RTH,

kemudian Pemkab berkomitmen menambah RTH

iv

Page 5: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Bukittinggi (Prop. Sumatera Barat) Pemkot berkomitmen menyediakan RTH 30%

Badung (Prop. Bali) Pemkab berkomitmen menyediakan RTH sd.59%

Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta)

Peringkat baik dalam pelaksanaan program

F. MANFAAT

Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya informasi dari efektifitas

penerapan dan pelaksanaan Program Pengembangan Kota Hijau terhadap

penataan ruang suatu daerah dalam lingkup perkotaan.

Selain itu dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi

Direktorat Jenderal Penataan Ruang dan Pemerintah Daerah untuk mengetahui

efektifitas pelaksanaan Rencana Aksi Kota Hijau terhadap penataan ruang suatu

daerah dalam lingkup perkotaan.

BAB III METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

menggunakan metode campuran (kuantitatif dan kualitatif). Dimana pendekatan

kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan efektifitas implementasi P2KH

dalam pembangunan perkotaan yang didukung dengan data-data kuantitatif

untuk mengetahui indikator tingkat efektifitas P2KH.

Untuk melihat implementasi dari program maka digunakan checklist

index. Sedangkan untuk membuktikan efektifitas penerapan Program

Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terhadap pembangunan perkotaan, maka

dilakukan uji normalisitas dengan uji t data berpasangan untuk melihat

persepsi masyarakat yang mendapat program dan yang tidak mendapat

program dan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah adanya program. Selain

hal tersebut, maka juga dilakukan valuasi sosekling manfaat dengan adanya

program tersebut.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian penulusuran, yaitu

untuk menelusuri jejak dari alokasi anggaran yang diberikan sebagai stimulasi

v

Page 6: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

Manfaat program

Proses penyesuaian

dengan APBD

Hasil implementasi

program

DAKkota hijau

Sumber daya: 6M, yaitu men, money, materials, machines,

method, dan markets

2013

P2KH ke Kota/Kabupaten. Program memberikan dana 1,5 milyar yang dapat

dicari ke arah mana saja alokasi program kota hijau diterapkan dalam

pembangunan kota.

Jika digambarkan alur, dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar III.1. Alur Program

B. OPERASIONALISASI KONSEP

Operasionalisasi konsep pengukuran kinerja sebagaimana diuraikan

dalam bagian sebelumnya dilakukan dengan menetapkan indicator-indikator

yang mampu mengidentifikasi besaran Input, Output, Outcome, Benefit dan

Impact.

Penetapan indicator dilakukan dengan memperhatikan cakupan P2KH

yang meliputi green planning and design, open space, waste, transportation,

water, energy, building, community dengan indikator kesejahteraan kota

sebagaimana ditetapkan dalam UN Habitat. Dokumen-dokumen tersebut telah

diimplementasikan dalam berbagai rencana kebijakan pemerintah yang

tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Anggaran Pembangunan dan

Belanja Daerah (RAPBD), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), Rencana

Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), serta dokumen yang khusus mengatur

mengenai rencana implementasi P2KH seperti Peraturan Daerah mengenai

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Keseluruhan dokumen kebijakan tersebut

vi

Page 7: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

diharapkan akan mencapai sasaran yaitu kebijakan yang pro poor, pro job, pro

growth dan pro environment.

Dalam kajian ini, cakupan P2KH dibatasi pada capaian pada green

planning and design, green open space dan green community. Indikator-indikator

yang diusulkan untuk setiap tahapan program meliputi:

1) Indikator Input, meliputi: anggaran dalam APBD, pihak yang dilibatkan

(SDM),

2) Indikator Proses, meliputi:

Indikator ProsesInisiasi

a. Sosialisasi/ Kampanye Kota Hijaub. Fasilitasi Penyusunan RAKHc. Penandatangan Komitmen terhadap RAKH

Implementasia. Fasilitasi Penyusunan Masterplan RTHb. Fasilitasi Penyusunan Peta Komunikasi Hijauc. Fasilitasi Pembentukan Green Communityd. Fasilitasi Penyusunan DED percontohan Taman Kota Hijaue. Fasilitasi Percontohan Taman Kota Hijau

Replikasi/ Up-Scalinga. Fasilitasi Penyempurnaan RAKHb. Fasilitasi Green Communityc. Fasilitasi Penyusunan DEDd. Fasilitasi Percontohan Taman Kota Hijau

Institusionalisasi Lintas Sektora. Urban Climate Planb. Pemantapan Perwujudan Kota Hijau pada KSN

o KSN Perkotaan,o Kebun Raya/ RTH Perkotaan Strategis,o Bantaran Sungai Nasional

Sumber: Presentasi Ditjen Tata Ruang, 2013

3) Indikator Output, meliputi: Keberadaan Dokumen Tata Ruang/ Masterplan

Kota Hijau, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) , Keberadaan Green

Community.

1) Keberadaan Dokumen/Masterplan Kota Hijau,

No Jenis Dokumen Tata Ruang/ Masterplan Kota Hijau

1. Rencana Tata Ruanga. RTRWK

vii

Page 8: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

b. RUTRKc. RDTRK

2. Rencana Pembangunan Berjangkaa. RPJPb. RPJM

3. Peraturan Daeraha. Perda tentang airb. Perda tentang RTHc. Perda tentang pengelolaan sampah/limbahd. Perda tentang green buildinge. Perda tentang lahanf. Perda tentang pengadaan transportasi ramah lingkungang. Perda tentang pembentukkan komunitas hijau

2) Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

No Jenis RTH Publik RTH Privat1. RTH Pekarangan

a. Pekarangan Rumah Tinggal Vb. Halaman Perkantoran, pertokoan,

dan tempat usahaV

c. Taman atap bangunan V2. RTH Taman dan Hutan Kota

a. Taman RT V Vb. Taman RW V Vc. Taman Kelurahan V Vd. Taman Kecamatan V Ve. Taman Kota V Vf. Hutan Kota V Vg. Sabuk Hijau (Green belt) V V

3. RTH Jalur Hijau Jalana. Pulau jalan dan median jalan V Vb. Jalur pejalan kaki V Vc. Ruang dibawah jalan layang V

4. RTH Fungsi Tertentua. RTH sempadan rel kereta api Vb. Jalur hijau jaringan listrik tegangan

tinggiV

c. RTH sempadan sungai Vd. RTH sempdadan pantai Ve. RTH pengamanan sumber air baku/

mata airV

f. Pemakaman V

3) Keberadaan Green Community

No Komunitas Hijau (Green Community)1. Komunitas yang diinisasi Pemerintah

Lingkup RT/RW

viii

Page 9: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Lingkup Desa/ KelurahanLingkup KecamatanLingkup Kota/ Daerah

2. Komunitas yang diinisasi Masyarakat/ SwadayaLingkup RT/RWLingkup Desa/ KelurahanLingkup KecamatanLingkup Kota/ Daerah

4) Indikator Outcome, meliputi: penurunan polusi udara, penurunan polusi

air, penurunan polusi tanah, peningkatan kegiatan sosial masyarakat

(keberadaan klub olahraga, arisan),

5) Indikator Benefit, meliputi: peningkatan kualitas kesehatan (penurunan

penderita ISPA, diare, penyakit kulit), penurunan tingkat kriminalitas.

Pencarian data kondisi kabupaten atau kota sebelum dan sesudah P2KH

antara lain Data Kualitas Air, Data Kualitas Udara, Data Volume Sampah, data

Distribusi Ruang Terbuka Hijau Publik dan Privat. Diperlukan pula dokumen-

dokumen rencana atau program yang mendukung Kota Hijau maupun dokumen

laporan pelaksaanaan program tersebut. Selain itu dibutuhkan pula peta-peta

tematik yang mendukung data-data statistik diatas misalnya peta tutupan hijau

kota.

C. UNIT ANALISIS, POPULASI, DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah kota/kabupaten peserta P2KH yang

memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: Pemenang PKPD PU (sejak 2008);

Telah memiliki Perda RTRW yang telah disesuaikan dengan UUPR No 26 Tahun

2007; Telah mendapat persetujuan substansi RTRW dari Menteri PU; dan

Diperkirakan akan memperoleh persetujuan substansi RTRW dari Menteri PU

(sebelum 30 September 2011). Sedangkan populasi untuk melihat efektifitas

program adalah masyarakat yang mendapat program P2KH dan yang tidak

mendapat program P2KH.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah kota/kabupaten yang

berkomitmen untuk menambah ruang terbuka hijau (RTH) dan menerapkan

secara bertahap standar lingkungan kota hijau (8 atribut kota hijau) yang

ix

Page 10: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

diinisiasi oleh P2KH. Sedangkan unit analisis untuk melihat efektifitas adalah

masyarakat penerima program dan non penerima program.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

1. Pembuatan Skala Prioritas.

a. Perolehan data dari DJPR dan Pemkab/Kota setempat peruntukan/

implementasi dana stimulan Kota Hijau

(1) Pencarian data kondisi kab/ kota sebelum dan sesudah P2KH

(2) Ekonomi perkotaan: jumlah penduduk, kepadatan penduduk,

jumlah aktifitas ekonomi, besaran aktifitas ekonomi (PDRB per

sektor), pertumbuhan ekonomi, besaran eksternalitas negatif akibat

aktifitas sosial ekonomi (kajian literatur),

(3) Lingkungan perkotaan: ketersediaan RTH, jalur hijau, kerentanan

bencana,

b. Melakukan pemetaan kondisi

c. Mengukur efektifitas penerapan

2. Pengumpulan Data (Kuesioner, wawancara, FGD)

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data

(informan) yang merupakan kompilasi dari hasil konsultasi ke Direktorat

Jenderal Penataan Ruang, FGD, wawancara mendalam maupun Pengamatan.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber

lain yang ada hubungannya dengan rekomendasi.

3. Analisis Data terkait (model/software)

Analisis data sekunder dengan menggunakan data Potensi Desa sebelum dan

penerapan P2KH.

4. Penarikan kesimpulan

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Untuk pendekatan kualitatif, digunakan check list index. Sedangkan untuk

pendekatan kuantitatif digunakan dengan valuasi ekonomi (pendekatan ATP

serta produktivitas asset), Pengukuran motivasi dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh

x

Page 11: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

melalui skala motivasi kerja yang berfokus pada goal-setting dan goal-

commitment serta efikasi diri. Analisis data deskriptif akan dilakukan untuk

memetakan kategorisasi dari level motivasi kerja serta efikasi diri responden.

Sementara data kualitatif dalam penelitian ini hanya bersifat data sekunder,

diperoleh melalui wawancara. Analisis data kualitatif dilakukan melalui koding

dan tematisasi dari jawaban responden.

Untuk pendekatan kuantitatif lainnya adalah dengan menggunakan uji

normalitas dengan uji t untuk melihat apakah ada perbedaan persepsi antara

masyarakat yang mendapat program (kondisi sebelum dan sesudah)

Uji t (t-test) merupakan prosedur pengujian parametrik rata-rata dua

kelompok data, baik untuk kelompok data terkait maupun dua kelompok bebas.

Untuk jumlah data yang sedikit maka perlu dilakukan uji normalitas untuk

memenuhi syarat dari sebaran datanya.

Umumnya pada uji t dua kelompok bebas, yang perlu diperhatikan selain

normalitas data juga kehomogenan varian. Kehomogenan data digunakan untuk

menentukan jenis persamaan uji t yang akan digunakan pada kasus penelitian-

penelitian yang ada tersebut

1. Persamaan berikut ini digunakan jika variansi data antara dua kelompok

sampel sama.

Dengan perhitungan derajat bebas:

2. Persamaan berikut ini digunakan jika variansi data antara dua kelompok

sampel berbeda.

xi

Page 12: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Dengan perhitungan derajat bebas (degree of freedom)

F. LINGKUP DAN TAHAPAN PENELITIAN

1. Lingkup

Check list index untuk melihat output program

Kuesioner

Validasi instrumen

Uji statistik (uji normalitas uji t)

Analisis valuasi ekonomi

Analisis motivasi pemangku kepentingan (Pemerintah Daerah

penerima Program P2KH)

Rumusan naskah ilmiah efektifitas program pengembangan kota Hijau

2. Tahapan

Tahapan Penelitian ini adalah, melakukan:

Penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan data dan informasi

pada survei pendahuluan dan lapangan melalui angket (kuesioner),

wawancara, diskusi kelompok fokus, observasi, studi dokumentasi atau

kombinasi diantaranya. Setelah ditemukan data penelitian maka dilakukan

analisis sebagai berikut:

a. Analisis kualitatif yang dapat digunakan antara lain: Analisis tematik

(thematic analysis), atau Analisis isi (Content Analysis), atau Analisis

xii

Page 13: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Wacana (discourse analysis), atau Analisis Semiotik (Semiotic

Analysis), atau Analisis Kebijakan.

b. Analisis statistik dengan melakukan uji normalitas (uji-t)

c. Analisis valuasi sosial, ekonomi,dan lingkungan

d. Analisis psikologi mengenai motivasi pemerintah daerah terhadap

adanya program P2KH

BAB V KESIMPULAN

Dari hasil analisis data yang diolah maka didapatkan rekapitulasi hasil analisis sebagai berikut:

1. Kabupaten Badung

2. Kota Bukitinggi

3. Kota Yogyakarta

4. Kota Tasikmalaya

xiii

Page 14: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Rekapitulasi Hasil analisis

Kota Badung Bukittinggi

Yogyakarta Tasikmalaya

Skor Efikasi Diri 43,00 43,00 41,00 42,00

Skor Goal setting and commitment 54,00 53,00 47,00 50,00

Skor Total (motivasi) 97,00 96,00 88,00 92,00

Skor Konversi 77,00 76,00 70,00 73,00

Bobot (25%) 19,25 19,00 17,50 18,25

Skor Check List Index 0,78 0,71 0,81 0,72

Skor Konversi 78,00 71,00 81,00 72,00

Bobot (25%) 19,50 17,75 20,25 18,00

Perbedaan Persepsi 0,00 0,00 0,00 0,00

Konversi 100,00 ---- 100,00 100,00

Bobot (25%) 25,00 ---- 25,00 25,00

Valuasi 3,24 ---- 5,29 1,70

Konversi 57,96 ---- 100,00 30,41

Bobot (25%) 15,00 ----- 25,00 7,60

Skor Agregat 78,75 36,75 87,75 68,85

Badung Bukittinggi Yogyakarta Tasikmalaya

xiv

Page 15: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Nilai 78,75 36,75 87,75 68,85

Kategori Tinggi Kurang Tinggi Cukup

Kesimpulan Hasil Studi adalah sebagai berikut :

1. Terkait checklist index, Kota Yogyakarta, Badung, Tasikmalaya, dan

Bukittinggi memiliki skor yang tinggi. Peringkat tertinggi adalah Kota

Yogyakarta dan terendah adalah Bukittinggi.

2. Untuk motivasi dan efikasi, tampak bahwa efikasi diri dan motivasi tim

pelaksana P2KH berada pada level yang memadai untuk melaksanakan tugas.

Kondisi ini dapat berkembang ke arah yang lebih baik mana kala adanya

target yang jelas, pemahaman yang lebih komprehensif mengenai P2KH serta

dukungan yang cukup dari pimpinan daerah dan komunitas/masyarakat.

3. Untuk valuasi, Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) melalui

pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa Taman Kota, telah

memberikan manfaat kepada masyarakat luas, baik berupa manfaat ekologis

maupun manfaat ekonomis. Manfaat ekologis dan manfaat ekonomis Taman

Kota ini ditunjukkan oleh kesediaaan membayar (willingness to pay) yang

sangat tinggi dari masyarakat, baik dalam bentuk in kind maupun in cash

contribution. Lebih dari itu, keberadaan Taman Kota ternyata telah layak

secara ekonomi (berdasarkan kriteria investasi) karena memiliki rasio

manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio) yang lebih besar daripada satu (1).

Kota Jogjakarta, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Badung mempunyai

indicator Benefit Cost Ratio >1.

4. Terkait perbedaan sebelum dan sesudah adanya Taman, berdasarkan

intensitas kunjungan ada kenaikan dari 0-2 kali per minggu menjadi >4 kali

per minggu dengan durasi kunjungan rata-rata 1 jam tiap kali kunjungan.

Berdasarkan aspek kebersihan, keamanan, dan kenyamanan menggunakan

penghitungan program SPSS 17 output nilai Sig = 0.000, karena angka

tersebut kurang dari 0.05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan

xv

Page 16: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

adanya perbedaan nyata pada ketiga aspek tersebut pada saat sebelum dan

sesudah adanya taman P2KH.

5. Dalam nilai agregat efektifitas, Kota Jogjakarta dan Badung masuk dalam

kategori tinggi. Tasikmalaya kategori sedang dan Bukittinggi kategori kurang.

xvi

Page 17: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

DAFTAR PUSTAKA

BLH Kota Jogjakarta, 2013, Pedoman Menuju Kampung Hijau Kota Yogyakarta

BPS Kota Jogjakarta, Kota Jogjakarta dalam Angka 2012

BPS Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya dalam Angka,2012

BPS Kabupaten Badung, Kabupaten Badung dalam Angka 2012

BPS Kota Bukittinggi, Kota Bukittinggi dalam Angka 2012

Ditjen Penataan Ruang PU, 2012, Panduan Kegiatan P2KH 2012

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/ 2008 tentang Ruang Terbuka Hijau

Pemerintah Kota Jogjakarta, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kota Jogjakarta,

Pemerintah Kota Bukittinggi, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kota Bukittinggi

Pemerintah Kabupaten Badung, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten Badung

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten

Tasikmalaya

Bandura, A . ()1982. Self Efficacy Mechanism in Human Agency. American

Psychologist: Prentice-Hall.

Basri, A. F. M., & Rivai, V. (2005). Perfomance Appraisal. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Greenberg, J., & Baron, R. A., (2003). Behavior in Organizations (8th edition). Upper

Saddle River, New Jersey: Prentice Hall

Hasibuan, M. S. P. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi

Aksara

Locke, E. A., &Latham, G. P. (1990). A Theory of Goal Setting and Task Performance.

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.

Mitchell, T.R., & Daniels, D. (2003). Motivation in Handbook of Psychology, Vol. 12.

Industrial Organizational Psychology, ed. W.C. Borman, D.R. Ilgen, R.J. Klimoski,

pp. 225–54. New York: Wiley.

Moleong, L. J. (2005). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

xvii

Page 18: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Seijts, G.H., Latham, G.P., Tasa, K., & Latham, B.W. (2004). “Goal Setting and Goal

Orientation : An Integration of Two Different Yet Related Literature”, Academy

of Management Journal, 47 (2), 227-239

Stoner, J. A. F. (1986). Manajemen (Jilid II). Jakarta : Erlangga

xviii

Page 19: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

2334.001.001.107.C

Kajian Optimalisasi Penghunian Rumah Susun Sewa

xix

Page 20: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

BAB IPENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Renstra Kementerian Pekerjaan Umum mengamanatkan percepatan

pembangunan perumahan sebagai upaya untuk mengatasi backlog perumahan yang

saat ini mencapai 13,2 juta unit. Backlog tersebut merupakan akibat dari terjadinya

penambahan kebutuhan rumah yang rata-rata berjumlah sekitar 820.000 unit per

tahun (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010). Dalam rangka mengatasi

permasalahan tersebut pemerintah melaksanakan berbagai program percepatan

pembangunan rumah.

Pembangunan rumah susun umum merupakan salah satu solusi yang diambil

oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan backlog perumahan di kota-kota

besar, di mana ketersediaan lahan sangat terbatas. Rumah susun umum tersebut

terdiri dari rumah susun umum sewa dan rumah susun umum milik. Rumah susun

umum sewa ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak

memiliki kemampuan membeli rumah. Kebijakan tersebut sangat sesuai dengan

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia

(MP3KI) dan Millenium Development Goals (MDGs). Dalam klaster IV MP3KI,

pemerintah menetapkan kebijakan program rumah sangat murah. Sementara terkait

MDGs, kebijakan pembangunan rumah susun umum sewa merupakan salah satu

dukungan untuk mencapai tujuan yang pertama, yaitu memberantas kemiskinan dan

kelaparan ekstrem.

Pembangunan rumah susun semakin marak setelah pemerintah

mencanangkan program ‘1000 towers’ pada tahun 2007. Sejak program tersebut

dimulai, terdapat 138 twin blocks yang terbangun (Marpaung, 2012). Dalam

mengoptimalkan penghunian, pentarifan dapat dipandang sebagai sebuah strategi

optimalisasi dalam penghunian rumah susun. Pentarifan memiliki 2 (dua) fungsi

yaitu sebagai sarana dalam mewujudkan pemeliharaan rumah susun yang baik dan

sebagai sebuah alat untuk menarik calon penghuni untuk segera menghuni. 2 fungsi

20

Page 21: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

ini juga saling berhubungan dimana ika terapkan dengan pemeliharaan yang baik

maka akan menarik calon penghuni untuk segera menghuni rusun.

Tarif Rumah Susun Sewa seyogyanya berfungsi sebagai sarana untuk

meningkatkan Operasi dan Pemeliharaan Rumah Susun Sewa. Pada sisi lain, tarif

rumah susun sewa bisa menjadi daya tarik bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

untuk pindah dari kawasan kumuh ke rumah susun sewa. Fenomena di lapangan

menunjukkan banyak rusun yang sudah terbangun masih belum dihuni, tarif sewa

rusun yang tidak mencukupi biaya operasi-pemeliharaan dan sebagian masyarakat

masih enggan untuk pindah ke rumah susun. Studi ini bertujuan membuat model

formulasi tarif rumah susun sewa yang affordable, memotivasi masyarakat sasaran

untuk pindah dan mempertahankan tingkat pelayanan.

Berdasar permasalahan ini, kajian ini ingin melihat bagaimana formulasi/skema

pentarifan rumah susun sewa berdasarkan biaya operasi/ pemeliharaan. Hasil dari

penelitian pada nantinya ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Direktorat Jenderal

Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum serta Pemerintah daerah.

I.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan pada latar

belakang, maka dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a) Faktor-faktor atau hal apa sajakah yang perlu dipertimbangkan untuk

mengoptimalkan tingkat penghunian rumah susun umum sewa menurut

pandangan/persepsi penghuni?

b) Sebagai alat untuk mendukung proses pengambilan keputusan/kebijakan dalam

menentukan besaran tarif sewa, model formulasi tarif sewa yang bagaimanakah

yang paling tepat untuk diaplikasikan di masing-masing daerah/rumah susun

umum sewa?

I.3. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk mengoptimalkan fungsi rumah susun umum

sewa di setiap daerah dengan menggunakan kebijakan tarif sewa sebagai alat yang

dapat menarik minat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk

memanfaatkan fasilitas rumah susun umum sewa yang telah tersedia sebagai tempat

21

Page 22: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

hunian.

Sedangkan sasaran penelitian apabila mengacu pada kedua pertanyaan

penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Mengetahui faktor-faktor/ atau hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk

mengoptimalkan tingkat penghunian rusun menurut pandangan penghuni di

keempat rusun lokasi objek studi.

b) Menghasilkan sebuah model formulasi tarif sewa rumah susun umum sewa yang

aplikatif sebagai alat pendukung dalam proses pengambilan keputusan terkait

besaran tarif sewa di masing-masing rusun.

I.4. KELUARAN

I.4.1. Indikator Keluaran

Indikator Keluaran dari penelitian ini adalah berupa 1 (satu) naskah ilmiah

tentang Strategi Penghunian Rusun Umum Sewa (melalui formulasi pentarifan) yang

berisi tentang hasil kajian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kurang

optimalnya fasilitas rusun yang tersedia bagi para MBR di setiap daerah lokasi objek

studi dan model formulasi tarif/simulasi pentarifan.

I.5. LOKASI KEGIATAN

Penelitian mengambil lokasi di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Kriteria

pemilihan lokasi dapat diamati pada tabel 1.1.

1.1. Kriteria Pemilihan Lokasi Objek Studi

22

Page 23: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

DAERAH NAMA RUSUN LOKASI RUSUN JUSTIFIKASI PEMILIHAN

Jakarta dan Jawa Barat

Rusun Penjaringan (Cipta Karya)

Jakarta Utara Manajemen pengelolaan rusunnya baik dan ada subsidi pemeliharaan dari Pemerintah Provinsi/ kota setempatRusun Parung Panjang Kab. Bogor

Jawa Timur Rusun Penjaringan II Surabaya Pengelolaan rusun yang baik dan sudah ada subsidi

Rusun Pucang Sidoarjo Pengelolaan rusun yang baik dan sudah tidak ada subsidi dari Pemkab

I.6. MANFAAT PENELITIAN Kajian mengenai strategi penghunian rumah susun memiliki beberapa

manfaat sebagai berikut:

a. Output penelitian dapat menjadi sebuah pedoman atau acuan dalam proses

pentarifan rusun sewa pada masa yang akan datang yang direkomendasikan

kepada pihak Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum

serta Pemerintah Daerah.

b. Output penelitian dapat menjadi sebuah pedoman atau acuan dalam proses

menentukan kebijakan bagi pemerintah daerah maupun instansi terkait dengan

pentarifan rusun.

c. Outcome penelitian diharapkan dapat dipublikasikan/disebarluaskan ke seluruh

kalangan pemerintahan, kalangan akademik dan masyarakat umum dalam

bentuk artikel jurnal ilmiah guna memperkaya wawasan/pemahaman mengenai

pentarifan rusun yang baik dan berkualitas.

METODE PENELITIAN

III.1. PENDEKATAN PENELITIANPenelitian menggunakan pendekatan/metode kuantitatif-kualitatif sebagai

sebuah metode campuran (mix-methods) yang akan diarahkan pada upaya untuk

mengungkap berbagai faktor yang mengakibatkan kurang optimalnya pemanfaatan

rusun oleh para MBR serta untuk menemukan sebuah model formulasi tarif sewa

23

Page 24: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

yang mendukung proses pengambilan keputusan dalam menentukan besaran tarif

sewa oleh pengelola Rusun.

Secara terinci, pendekatan kualitatif digunakan untuk menjelaskan berbagai

permasalahan rusun termasuk faktor-faktor yang mengakibatkan kurang optimalnya

pemanfaatan fasilitas rusun oleh para MBR di setiap daerah/lokasi penelitian,

sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk tujuan sebagai berikut:

a) menentukan besaran tarif sewa yang paling sesuai untuk diterapkan di keempat

rusun sebagai lokasi objek studi berdasarkan pada:

kemampuan finansial kelompok sasaran penghuni rusun umum sewa (ability

to pay/ATP) dan keinginan membayar (willingness to pay/WTP).

lokasi rusun.

prosentase KHL.

eligabilitas sebagai payung hukum dalam menentukan sasaran rusun dan

kriteria MBR.

furnish.

community development (program-program pengembangan masyarakat)

b) menghitung berbagai besaran biaya tarif sewa yang dapat diberlakukan di setiap

rusun dengan mempertimbangan:

berbagai jenis komponen biaya dalam aspek pemeliharaan dan perawatan

gedung/bangunan,

besaran KHL di setiap daerah/lokasi rusun,

asuransi-pajak,

tarif impas operasional dan

besaran biaya subsidi yang dapat ditanggung oleh Pemerintah Daerah.

III.2. OPERASIONALISASI KONSEPPencarian data dilakukan pertama di kebijakan, bagaimana kebijakan

pemerintah pusat (Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya,

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian

Koperasi dan UKM) dan Pemerintah daerah. Diperlukan juga dokumen-dokumen as-

built drawing, sarana prasarana rusun, komponen biaya- tariff, data KHL masing-

masing daerah, community development. Hal ini diperlukan guna menghitung

kebutuhan pemeliharaan- perawatan bangunan rusun tersebut. Setelah itu dapat

24

Page 25: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

dilakukan survey kepada penghuni untuk menghitung besaran ATP dan WTP serta 3

bulan gratis sewa rumah susun.

Rumus perhitungan tarif sewa dasar rusunawa dihasilkan sebagai sebuah

produk kajian yang tidak hanya didasarkan pada pertimbangan teknik saja namun

juga didasarkan pada pertimbangan humanistik. Karakteristik penghuni rusunawa,

nilai-nilai sosial yang diusung dalam proyek pembangunan rusunawa dan visi

rusunawa untuk menyediakan rumah sederhana yang layak huni dan terjangkau

oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) merupakan aspek-aspek penting

yang harus terlebih dahulu digali. Dengan demikian, model rumus perhitungan tarif

sewa dapat menjadi sebuah pedoman/acuan/standar yang layak untuk melakukan

perhitungan tarif sewa bagi setiap rusunawa. Pada dasarnya, karakteristik

masyarakat penghuni rusunawa di setiap daerah penelitian bersifat khas karena

demografi penduduk dan kondisi politik daerah, ekonomi dan sosial budaya

setempat yang saling berbeda.

III.3. LOKASI, POPULASI, UNIT ANALISIS DAN SAMPEL

Lokasi penelitian adalah di Jabodetabek (DKI Jakarta, Jawa Barat) dan

Surabaya, Sidoarjo (Jawa Timur). Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah

rumah susun setempat serta kelompok penghuni sasaran rusun sewa. Sedangkan

unit analisis dalam penelitian ini rumah susun setempat dan penghuni. Kriteria

sampel adalah sebagai berikut :

Untuk Rusun Umum Sewa :

a. Rumah susun adalah rumah susun bantuan dari Ditjen Cipta Karya Kementerian

Pekerjaan Umum

b. Umur rusun tersebut sudah > 2 tahun

c. Rusun tersebut sudah diserahterimakan dari Pusat kepada daerah

Untuk penghuni Rusun Umum Sewa :

a. Kepala Keluarga, menghuni bersama keluarga

25

Page 26: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

b. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang masuk kategori miskin

Penerima BLT dan Non-penerima BLT sesuai indikator BPS

c. Menghuni rusun bantuan Ditjen Cipta Karya

d. Sudah tinggal di rusun > 2 tahun

e. Tidak pernah menunggak pembayaran sewa

Menurut Riduwan (2005), jumlah dan ukuran sampel dapat dihitung

berdasarkan Rumus Slovin sebagai berikut.

N = n/N(d)2 + 1……………………………………………………………………………………………..(3.1)

Keterangan : n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.

Gambaran umum mengenai kemampuan dan keinginan membayar,

karakteristik latar belakang dan persepsi penghuni terhadap rusunawa dirangkum

melalui metode wawancara dan questionnaire yang didistribusikan kepada setiap

penghuni rusunawa yang disasar sebagai objek penelitian. Sebagaimana dijelaskan

bahwa objek penelitian mencakup 4 (empat) kota besar di Indonesia dengan

kompleksitas karakteristik penghuni yang khas.

Tabel 3.1. Objek Kajian Beberapa Rusunawa di Kota Besar di Indonesia dengan Distribusi Jumlah Responden

Daerah/Kota

Rusunawa Jumlah Responden(orang)

Surabaya Penjaringan Sari I 60Penjaringan Sari II 62

Sidoarjo Rusunawa III Sidoarjo Pucang Sidoarjo

30

Rusunawa IV Sidoarjo Bulu Sidokare Sidoarjo

40

Rusunawa V Sidoarjo Ngelom Sidoarjo

70

26

Page 27: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Jakarta Rusunawa VI Jakarta 109Bogor Rusunawa VII Bogor 122Total responden di seluruh rusunawa objek kajian

493

Sumber: Peneliti, 2013

Jumlah responden yang ditargetkan dalam setiap rusunawa adalah antara 30

orang sampai dengan 100 orang dan sangat tergantung pada tingkat atau jumlah

penghuni di masing-masing rusunawa. Dalam praktiknya, setiap rusunawa memiliki

kondisi tingkat kepenghunian yang berbeda, sebagian telah memiliki jumlah

penghuni lebih dari ½ total unit kamar yang tersedia namun terdapat pula rusunawa

yang jumlah penghuninya hanya mencapai kurang dari 1/3 total unit kamar yang

tersedia. Mengingat kondisi tingkat hunian setiap rusunawa yang saling berbeda,

maka diatur setidaknya jumlah responden di setiap rusunawa harus dapat

memenuhi minimal 1/3 dari jumlah total hunian dari masing-masing rusunawa

dengan asumsi bahwa 1/3 dari jumlah total hunian dapat mewakili karakteristik

penghuni di rusunawa tersebut.

Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka diperlukan metode dan

prosedur untuk mengumpulkan dan analisis data. Variabel dan Indikator dapat

dijelaskan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2. Tujuan Riset, Variabel, dan Indikator

Tujuan riset Variabel Indikator Analisis

Tarif Sewa Rusun

Affordable ATP ATP : Income/ pengeluaranCheking validasi WTP dari KHL

CVM

Subsidi Kapasitas fiskal daerah

Rata- rata prosentase

KHL Prosentase dari komponen perumahan dari KHL

Rata- rata prosentase nasional

Eligibilitas BKKBN PNPM

Klasifikasi penerima

27

Page 28: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

TKPKN/D (Daftar BLT)

manfaat

Pelayanan Operasional dan Pemeliharaan

Biaya Prakonstruksi

Biaya Konstruksi

Biaya pengawasan

Biaya OP

Rata- rata prosentase

Sinking Fund Prosentase terhadap investasi

Rata- rata prosentase nasional

Motivasi Penghuni menempati Rusun

Lokasi CBD (11,2) Urban (8) Peri Urban (4) Rural (0)

Rata- rata Prosentase komponen transportasi terhadap KHL berdasarkan kuartil

1. Tahapan Pengumpulan Data

Data penelitian dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

a) Data Primer

Data primer diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada para

penghuni Rusun sebagai responden, wwawancara dengan pengelola rusun

dan aparatur pemerintah daerah dan kota, serta berdasarkan observasi/

pengamatan langsung terhadap kondisi dan operasionalisasi rusun sewa di

ketiga lokasi objek studi yang mencakup Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat,

dan DKI Jakarta.

b) Data Sekunder

Data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian bersumber dari

berbagai dokumen yang terkait dengan perencanaan dan pembangunan

rusun sewa dari setiap Dinas Cipta Karya di tingkat provinsi, teori terkait

dengan aspek pemeliharaan, perawatan dan penggantian komponen gedung

dari berbagai sumber literatus/pustaka termasuk dokumen KHL (Kebutuhan

Hidup Layak) Kabupaten/Kota dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Disnakertrans), dokumen prosentase komponen perumahan pada KHL

daerah setempat, dokumen mengenai karakteristik penduduk dan daerah

yang bersumber dari dokumen Daerah dalam Angka dari BPS, standar SBU

28

Page 29: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Kementerian Keuangan dan berbagai literatur yang terkait dengan kebijakan

tarif sewa yang berlaku di berbagai rusun di manca negara.

Berdasarkan pada jenis data yang dibutuhkan, maka teknik pengumpulan

data dapat dilakukan dengan langkah-langkash sebagai berkut:

a) Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan teknik:

Observasi/ Pengamatan Langsung

Observasi lapangan dilakukan kepada rusun dan wawancara kepada para

stakeholders rusun setempat (UPTD/ Pengelola dan Penghuni)

Kuesioner

Kuesioner dilakukan untuk mengakomodir contingent valuation survey

untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan kelompok penghuni

rusun dalam membayar tariff sewa serta mengetahui keinginan

masyarakat dalam membayar tariff sewa rusun.

b) Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara penelusuran data

kepada pihak- pihak terkait di lapangan, termasuk dengan melakukan studi

pustaka/literature yang berkaitan dengan upaya optimalisasi rusun melalui

kebijakan tarif sewa dan kriteria pertimbangan dalam membuat sebuah

model formulasi/perhitungan tarif sewa rusun.

2. Tahapan Analisis

Analisis merupakan tahapan yang paling krusial dalam kegiatan penelitian

karena di dalamnya melibatkan proses olah pikir untuk memecahkan seluruh

permasalahan penelitian berdasarkan metodologi penelitian yang telah

ditentukan. Tahapan analisis dalam penelitian Kajian Optimalisasi Rumah Susun

Umum Sewa dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi hal-hal yang menjadi daya tarik masing-masing rusun

menurut pandangan/persepsi penghuni sehingga akhirnya fungsi hunian

pada fasilitas rusun dapat berfungsi optimal. Hasil identifikasi diperoleh

dengan menghitung majoritas atau kecenderungan pilihan jawaban para

responden terhadap alternatif jawaban yang tersedia di dalam kuesioner.

Tujuan identifikasi adalah untuk mengetahui/mengidentifikasi faktor-faktor

yang dinilai sebagai daya tarik utama rusun bagi para MBR sehingga

29

Page 30: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

dapat menjadi acuan bagi Pemerintah untuk mengoptimalkan tingkat

penghunian rusun di masa yang akan datang oleh para MBR.

b) Melakukan estimasi perhitungan terhadap besaran biaya yang sesungguhnya

dibutuhkan oleh masing-masing rusun untuk menjalankan kegiatan

administrasi/operasionalisasi rusun dan pemeliharaan gedung. Komponen

biaya gedung atau rusun mencakup biaya prakonstruksi, biaya konstruksi,

biaya pengawasan termasuk biaya OP. Tujuan perhitungan adalah

memperoleh gambaran mengenai besaran biaya/tarif sewa rusun yang

sesungguhnya harus dibayar oleh penghuni atau yang harus ditanggung

oleh Pemerintah setempat.

c) Melakukan komparasi (perbandingan) antara jumlah pendapatan dengan

jumlah pengeluaran rutin para penghuni masing-masing rusun setiap bulan

di setiap lokasi objek studi (Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta). Tujuan

komparasi adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi

keuangan/perekonomian masing-masing penghuni rusun sekaligus

untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar tarif sewa rusun

(ability to pay/ATP) yang sesungguhnya oleh para penghuni di setiap lokasi

objek studi.

d) Menghitung rata-rata kemampuan membayar (ATP) seluruh penghuni

masing-masing rusun di setiap lokasi berdasarkan pada tipe unit hunian.

Tujuan perhitungan adalah untuk mengetahui kemampuan rata-rata

seluruh penghuni di masing-masing rusun dalam membayar tarif sewa

berdasarkan tipe unit hunian.

e) Mengidentifikasi berbagai komponen hidup layak dengan standar minimal

berdasarkan pada KHL yang berlaku di masing-masing daerah khususnya

yang berkaitan dengan komponen perumahan.

f) Melakukan komparasi antara standar hidup layak hunian menurut aturan

Daerah (dalam bentuk KHL kabupaten atau kotamadya) dengan jumlah

pengeluaran rutin penghuni untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.

Tujuan komparasi adalah untuk menilai ada atau tidaknya kesenjangan

(gap) antara standar hidup layak yang ideal di masing-masing daerah

dengan kondisi real masyarakat penghuni rusun. Hasil komparasi akan

memberikan gambaran mengenai kondisi/kualitas hidup penghuni rusun,

30

Page 31: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

apakah telah memenuhi standar hidup layak minimal atau belum. Selain itu,

hasil komparasi bermanfaat untuk menentukan besaran tarif sewa yang

akan ditanggung/dibebankan kepada penghuni sekaligus besaran

subsidi yang harus diberikan oleh Pemerintah Daerah/Kota sehingga

standar hidup layak penghuni di masing-masing rusun dapat terpenuhi.

g) Menghitung besaran kemampuan masing-masing daerah kabupaten atau

kotamadya dalam memberikan subsidi terhadap biaya tarif sewa rusun

berdasarkan pada data kapasitas fiskal masing-masing daerah kabupaten

atau kotamadaya. Besaran subsidi yang diberikan oleh Pemerintah

tergantung pada besaran tarif sewa yang mampu dibayar oleh penghuni

rusun. demikian sebaliknya, besaran tarif sewa tergantung pada inisiatif

Pemeintah Daerah dalam memberikan subsidi pada masing-masing rusun.

h) Mengidentifikasi tingkat keinginan/kemauan membayar penghuni rusun di

ketiga lokasi objek studi (Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta)

berdasarkan pada perhitungan kuesioner terhadap jawaban penghuni rusun

dalam aspek Willingness to Pay (WTP). Tujuan identifikasi adalah untuk

memperoleh gambaran mengenai motivasi dan tingkat kesadaran

penghuni rusun dalam membayar tarif sewa rusun.

3. Tahapan Kesimpulan

Kesimpulan merupakan tahap akhir penelitian yang diperoleh sebagai

jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang mencakup pada permasalahan

optimalisasi penghunian rumah susun umum sewa dan model formulasi tarif

sewa rusun yang paling ideal untuk diaplikasikan. Berdasarkan hasil analisis,

kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu:

a) Faktor-faktor yang dinilai menjadi daya tarik utama rusun bagi para MBR

sehingga dapat menjadi acuan bagi Pemerintah untuk mengoptimalkan

tingkat penghunian rusun di masa yang akan datang.

b) Besaran biaya/tarif sewa rusun yang sesungguhnya harus dibayar oleh

penghuni atau yang harus ditanggung oleh Pemerintah setempat.

c) Kondisi keuangan/perekonomian masing-masing penghuni rusun sekaligus

untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar tarif sewa rusun (ability to

pay/ATP) yang sesungguhnya oleh para penghuni di setiap lokasi objek studi.

31

Page 32: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

d) Gambaran mengenai kemampuan rata-rata seluruh penghuni di masing-

masing rusun dalam membayar tarif sewa berdasarkan tipe unit hunian.

e) Berbagai komponen hidup layak dengan standar minimal berdasarkan pada

KHL yang berlaku di masing-masing daerah khususnya yang berkaitan

dengan komponen perumahan.

f) Gambaran mengenai tingkat kesenjangan (gap) antara standar hidup layak

yang ideal di masing-masing daerah dengan kondisi real masyarakat

penghuni rusun. Hasil komparasi bermanfaat untuk menentukan besaran

tarif sewa yang akan ditanggung/dibebankan kepada penghuni rusun

sekaligus besaran subsidi yang harus diberikan oleh Pemerintah

Daerah/Kota sehingga standar hidup layak penghuni di masing-masing rusun

dapat terpenuhi.

g) Besaran kemampuan masing-masing daerah kabupaten atau kotamadya

dalam memberikan subsidi terhadap biaya tarif sewa rusun berdasarkan

pada data kapasitas fiskal masing-masing daerah kabupaten atau

kotamadaya.

h) Gambaran mengenai motivasi dan tingkat kesadaran penghuni rusun dalam

membayar tarif sewa rusun berdasarkan pada perhitungan terhadap jawaban

responden terkait dengan aspek Willingness to Pay (WTP).

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Model perhitungan tariff rusunawa ini terbukti mengakomodasi kemampuan

bayar (affordabilitas) penghuni rusunawa berdasarkan KHL dan faktor lokasi

rusunawa.

Model perhitungan tariff rusunawa ini mendorong peningkatan kualitas

pelayanan rusunawa dengan mengakomodasi biaya OP dan memasukkan

sinking fund untuk perawatan jangka panjang.

Model perhitungan tariff rusunawa ini mendorong calon penghuni untuk

pindah ke rusunawa dengan daya tarik tarif sesuai tingkat kemampuan dan

faktor lokasi rusunawa yang diperhitungkan sebagai akses menuju pusat

ekonomi dan pelayanan social.

32

Page 33: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Secara teknis model perhitungan tariff rusunawa ini memiliki beberapa

keunggulan jika dibandingkan dengan metode perhitungan konvensional :

o Mengakomodasi tiga aspek sekaligus dalam satu formula ; affordabilitas,

tingkat pelayanan dan memotivasi pindah calon penghuni,

o Berbiaya murah karena memanfaatkan berbagai data yang telah tersedia

oleh berbagai instansi pemerintah dan pemerintah daerah sehingga tidak

memerlukan survey lapangan yang panjang,

o Mudah diaplikasikan karena dari formula dan simulasi perhitungan bisa

dikembangkan menjadi software aplikasi yang user friendly,

o Memperhitungkan kapasitas fiskal daerah sehingga dapat menyesuaikan

dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota

Model perhitungan tariff rusun memiliki langkah- langkah merumuskan dan

menetapkan indikator affordabilitas, motivasi, dan mempertahankan servis,

mengumpulkan data sekunder dan primer (observasi) memilih tipe

perawatan/ renovasi, memperhitungkan tarif berdasarkan OP, menetapkan

prosentase subsidi SF dan OM dari Pemerintah Daerah, menetapkan ATP dari

KHL dan lokasi, melihat gap kapasitas fiskal, mentapkan tariff RoI, Tarif

subsidi final .

Untuk kesanggupan Membayar sewa (ATP dari KHL dan Lokasi, dari model

ini Penghuni rumah susun sewa di Sidoarjo mempunyai kesanggupan

membayar Rp.258.000,- dan Penghuni rumah susun sewa di Bogor sanggup

untuk membayar sebesar  Rp. 256.000. Sedangkan ability to pay KHL dari

model di Sidoarjo adalah sebesar Rp.258.000,-. Tarif eksisting di lapangan

adalah sebesar Rp.250.000,- Sedangkan dari Bogor diperoleh hasil Tarif

Subsidi Final dari model ini Rp.256.000,-. Sedangkan ability to pay KHL dari

model adalah sebesar Rp.227.000,-. Tarif eksisting di lapangan adalah

sebesar Rp.250.000,-.

Model perhitungan ini sudah cukup sensitif diterapkan di Kabupaten

Sidoarjo, sedangkan di Bogor terdapat sedikit kesenjangan antara model dan

riil di lapangan.

33

Page 34: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

V.1. SARAN

Model ini perlu diujicobakan terhadap daerah- daerah yang lain yang

memiliki tingkat heterogenitas penghuni rusunawa yang lebih kompleks.

Model ini perlu dikembangkan dalam bentuk software aplikasi yang dapat

dioperasikan oleh para pemangku kepentingan terkait.

34

Page 35: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kota Bogor, Kota Bogor dalam Angka 2012

BPS Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Utara dalam Angka,2012

BPS Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya dalam Angka 2012

BPS Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo dalam Angka 2012

Dinas Cipta Karya, Kajian Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun Sidoarjo,2010

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.18/ 2007 tentang Petunjuk Perhitungan Tarif Rumah Susun yang dibiayai APBN/APBNP

Pedoman Pengelolaan Rumah Susun, Depkimpraswil,2007

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.3/2007 tentang Rumah Susun

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak

Suharyadi, 2012 kemiskinan di Indonesia : Definisi, Pengukuran dan Karakteristik disampaikan pada Workshop ARG- Kemiskinan dan Pengukurannya

Trihandoko,2012, Modul Pengembangan Komunitas, disampaikan pada acara Workshop Pengelola Rusun Batam

Undang- Undang No.20/ 2011 tentang Rumah Susun

Undang- Undang No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Akses internet :

http://portal.hud.gov/hudportal/HUD?src=/program_offices/public_indian_housing/programs/hcv/forms/guidebook diakses pada 14 April 2013 http://www.bchousing.org/Options/Rental_market/RAP/Calculator diakses pada 6 Mei 2013

http://vosdroits.service-public.fr/F12006.xhtml diakses pada 20 Februari 2013

35

2434.001.107.A

Page 36: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

BAB I

36

LAPORAN AKHIR KAJIAN KUANTIFIKASI NILAI EKONOMI

LINGKUNGAN DAN SOSIAL PRODUK TEKNOLOGI PERMUKIMANTAHUN ANGGARAN 2013

Page 37: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penerapan dan pengembangan teknologi hasil litbang merupakan salah satu

tugas utama dari sebuah badan penelitian dan pengembangan. Hal ini seperti yang

disebutkan dalam UU No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mana

mendefinisikan kegiatan litbang terdiri dari penelitian, pengembangan, pengujian,

penyiapan SPM, penerapan, perekayasaan, inovasi, difusi teknologi, alih teknologi,

pengkajian, pelayanan teknis dan informasi serta penyelenggaraan labolatorium

lapangan.

Balitbang Kementerian Pekerjaan umum sebagai unit kerja yang memiliki peran

dalam pengembangan teknologi terkait infrastruktur memiliki empat Pusat Litbang

Teknis dan satu pusat litbang yang menangani aspek sosial ekonomi lingkungan

(Puslitbang Sosekling). Pengembangan teknologi dalam reorientasi Tusi Puslitbang

Sosekling, terdapat pada Sistem Inovasi Teknologi Hasil Litbang Kemen PU yang terdiri

dari 5 tahapan screening yaitu seleksi gagasan, uji labolatorium, uji skala penuh dan

valuasi, launching dan pasca launching. Pusat Litbang Teknis berperan pada 4 tahapan

di awal. Puslitbang Sosekling berperan pada tahapan terakhir, yaitu pasca launching

setelah puslitbang teknis dan mitra kolaborasi.

Teknologi yang dihasilkan Puslitbang Permukiman sebagai bagian dari teknologi

Balitbang PU mempunyai varian produk antara lain sebagai berikut : Biority, HOSE

(honai sehat), Mobile Unit, Model MCK plus, Pengembangan Bambu Komposit,

pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem Sanita, dll. Puslitbang Permukiman

selama ini berdiri sebagai pencipta teknologi yang tidak berorientasi pada keuntungan

usaha (non profit). Kondisi ini menyebabkan orientasi dari penemuan teknologi hanya

sebatas pada sisi teknis teknologi. Puslitbang Permukiman melakukan kerjasama

dengan direktorat teknis, perusahaan, perorangan, UKM, Pemerintah Daerah untuk

mengembangkan dan mendiseminasikan produk mereka. Nilai keuntungan ekonomis

dari teknologi tersebut, hanya diperoleh pihak yang melakukan kerjasama dengan

Puslitbang permukiman. Puslitbang Permukiman itu sendiri belum dapat

memanfaatkan hak royalti dari setiap penjualan produk teknologi tersebut. Hal ini

37

Page 38: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

disebabkan belum terimplementasikannya Permen PU terkait royalti. Jika Permen PU

tersebut dapat dilaksanakan maka peneliti juga akan memikirkan keuntungan ekonomis

dari teknologi yang diciptakannya.

Puslitbang Permukiman yang berorientasi pada aspek teknis teknologi kurang

dapat melihat aspek ekonomi juga sosial dan lingkungan. Interaksi dengan masyarakat

dan lingkungan dalam pengembangan dan diseminasi teknologi terjadi sebagian besar

dengan autonomos. Peran Puslitbang Sosekling diharapkan muncul untuk

menjembatani kebutuhan manfaat ekonomi dari teknologi, memastikan keberhasilan

interaksi teknologi dengan masyarakat dan lingkungan.

Berdasarkan identifikasi kegiatan advis teknis bidang perumahan dan

permukiman yang telah dilakukan oleh Puslitbang Permukiman, terdapat asumsi

sebagai berikut (pu.go.id) :

1. Masih belum optimalnya kinerja prasarana dan sarana permukiman yang telah

dibangun, yang disebabkan oleh perencanaan, pembangunan dan

pemeliharaannya belum menerapkan SPM secara benar;

2. Teknologi hasil Litbang Bidang Permukiman belum banyak diaplikasikan di

masyarakat;

3. Berdasarkan laporan akhir kegiatan “Aplikasi SPM dalam Pembangunan

Infrastruktur Perumahan dan Permukiman” bahwa 30,6 - 60,5 % responden

menyatakan kurang diterapkannya SPM/SNI disebabkan kekurang jelasan

materi.

Asumsi di atas terutama pada poin kedua, menunjukkan perlunya strategi

aplikasi teknologi permukiman di masyarakat dengan memperhatikan kelayakan

sosekling dan teknis. Salah satunya adalah dengan menyusun sebuah konsep

perencanaan usaha (business plan) sebelum sebuah TTG diaplikasikan di masyarakat.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimana membuat dokumen perencanaan usaha (business plan) terkait

pengembangan dan penyebaran teknologi yang memiliki nilai keuntungan

ekonomis?

38

Page 39: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

2. Bagaimana dapat memberikan ukuran keberlanjutan investasi pengembangan

usaha dari teknologi yang dihasilkan oleh Puslitbang Permukiman?

3. Bagaimana menyusun konsep kuantifikasi teknologi permukiman dari aspek

sosekling?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini adalah menyusun dokumen perancanaan usaha (business

plan) terkait pengembangan dan penyebaran teknologi bidang permukiman dan

mengukur keberlanjutan investasi pengembangan usaha dari teknologi yang dihasilkan

oleh Puslitbang Permukiman .

Tujuan penelitian ini adalah merumuskan naskah kebijakan tekait

pengembangan dan penyebaran teknologi permukiman berdasarkan dokumen

perencanaan usaha (business plan).

1.4. Keluaran

Keluaran dari kegiatan ini adalah satu buah naskah kebijakan tentang

perencanaan usaha (business plan) terkait pengembangan dan penyebaran teknologi

bidang permukiman.

1.5. Manfaat

Hasil penelitian ini berupa naskah kebijakan yang bermanfaat bagi para

stakeholders yang terlibat dalam pemanfaatan TTG tersebut, terutama Puslitbang

Permukiman sebagai pemilik TTG. Naskah tersebut akan memberikan panduan kepada

Puslitbang Permukiman dalam proses penyebar luasan TTG permukiman serta sebagai

panduan dalam proses memasyarakatkan TTG permukiman.

1.6. Lokasi

Kegiatan ini dilakukan di Propinsi Jawa Barat dan D.K.I Jakarta. Pemilihan lokasi

tersebut karena lokasi labolatorium pembuatan teknologi dan pelaksanaan uji

teknologi berada diwilayah tersebut.

39

Page 40: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

Masalah Daftar pemilik, mediator dan pengguna TTG

Penyampaian Masalah

Setiap aktor memberikan jawaban atau rekomendasi

Tim peneliti mengumpulkan pendapat aktor kemudian mendistribusi kembali ke

aktor tersebut

Tukar menukar informasi di antara

aktor

Pemilik teknologi memberikan komentar atas pendapat pemilik teknologi yang lain.

Dimungkinkan muncul jawaban lain.

Tidak ada konsesus

Diambil keputusan Ada konsesus Solusi

2013

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan analisis

kualitatif yang didukung data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dipilih untuk menggali

secara mendalam mengenai indikator kelayakan dan keberterimaan teknologi dari

aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan data kuantitatif digunakan dalam

menyusun konsep kuantifikasi teknologi permukiman dari aspek sosekling.

Analisis dilakukan terhadap data berdasarkan logika induktif. Analisis akan

bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu yang akan diperoleh di

lapangan kearah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan muncul lewat analisis

data berdasarkan teori yang digunakan.

3.2. Kriteria Pemilihan Lokasi Ujicoba

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta. Lokasi

tersebut dipilih dengan alasan merupakan tempat labolatorium dari penciptaan

teknologi dan penerapan uji coba dilakukan.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Langkah pengumpulan data dan analisis terkait keberterimaan, kelayakan dan

kuantifikasi TTG:

40

Page 41: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Gambar 1. Metode pengumpulan data

Masalah terkait kelayakan, keberterimaan dan kuantifikasi TTG permukiman

yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, dijabarkan ke dalam definisi

konseptual dan definisi operasional. Definisi operasional diterjemahkan

dalam panduan penggalian data yang dapat berbentuk pertanyaan

wawancara ataupun kuesioner.

Tim peneliti melakukan rekapitulasi pemilik TTG permukiman beserta

produk yang dihasilkan, mediator difusi TTG dan konsumen pengguna TTG.

Penyampaian Masalah, masalah yang disampaikan adalah keinginan dari

pemilik TTG, yang dibandingkan dengan kenyataan dari hasil difusi TTG.

Metode penggalian masalah adalah kombinasi antara wawancara terstruktur

dan bebas.

Setiap aktor memberikan jawaban atau rekomendasi. Setiap pemilik TTG

memberikan masukan terkait dengan masalah difusi yang dihadapi oleh

Puslitbang Permukiman, terkait penggunaan Teknologi di masyarakat.

Tim peneliti mengumpulkan pendapat aktor kemudian mendistribusi

kembali ke aktor tersebut. Pendapat dari masing-masing peneliti ditampung

untuk kemudian dikembalikan kepada peneliti tersebut.

Terjadi tukar menukar informasi di antara aktor pemilik TTG.

Pemilik teknologi memberikan komentar atas pendapat pemilik teknologi

yang lain. Dimungkinkan muncul jawaban lain.

Diambil keputusan terkait dengan tiga instrumen (kelayakan, keberterimaan

dan kuantifikasi) dengan menggunakan teknik content analysis.

Dari hasil keputusan dicarikan apakah ada/ tidak konsesus

Sehingga dapat dimunculkan solusi terbaik

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah data

yang diperoleh secara langsung dari sumber data (informan) yang merupakan

kompilasi dari hasil konsultasi publik, FGD, wawancara mendalam maupun

pengamatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber

lain yang ada hubungannya dengan penyempurnaan kriteria sebagai bahan pelengkap

dan pendukung penyempurnaan kriteria. Cara utama yang akan digunakan untuk

pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam

41

Page 42: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

(depth interview) kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi yang

berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini dan focus group discussion (FGD).

Di samping itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan observasi

lapangan dan telaah terhadap dokumen-dokumen sekunder (studi literatur).

1. Wawancara Mendalam (depth interview), yaitu teknik pengumpulan data

yang dilakukan melalui tatap muka dan bercakap-cakap antara pengumpul

data dengan pemberi informasi. Wawancara dilakukan baik secara langsung

maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman wawancara yang

telah disusun. Pedoman wawancara berisi daftar pertanyaan yang

mengarahkan pembicaraan pada data yang dibutuhkan. Wawancara

mendalam dilakukan terhadap informan kunci, yaitu orang-orang tertentu

yang dianggap sangat mengerti dan memahami permasalahan dalam konteks

penelitian ini. Informan kunci tersebut adalah pihak pemilik teknologi,

penciptanya dan user yang menggunakan teknologi tersebut.

2. Diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion), yaitu mengumpulkan

para informan dan tim peneliti dalam satu acara diskusi untuk menggali data

dan informasi kualitatif. Pada kegiatan ini, salah satu anggota tim bertindak

sebagai moderator dan beberapa anggota tim yang lain berperan sebagai

pencatat proses/ hasil diskusi, baik dalam bentuk tulisan maupun rekaman

suara atau audiovisual. Peserta diskusi adalah seluruh informan kunci dalam

penelitian. Diskusi dilaksanakan di tempat dan waktu yang nyaman,

sehingga memberikan keleluasaan bagi informan kunci untuk

menyampaikan permasalahan, pemikiran, dan tanggapannya terhadap

pendapat peserta lain. Moderator mengarahkan diskusi dengan topik diskusi

dan daftar pertanyaan. Pencatat proses diskusi dilengkapi dengan alat tulis,

laptop, alat perekam suara dan alat perekam audiovisual.

Alasan dipilihnya diskusi kelompok terarah adalah untuk:

Memberi kesempatan kepada peserta saling berinteraksi untuk

mengungkapkan informasi yang tersembunyi yang mungkin tidak

diperoleh dengan wawancara mendalam

Memberi kesempatan peserta mengungkapkan wawasannya mengenai

persepsi, kondisi dan harapan terhadap teknologi tersebut.

Mewawancarai sejumlah orang dalam waktu yang terbatas;

42

Page 43: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Mengumpulkan data secara lebih efektif dan efisien.

Meskipun demikian, metode ini juga memiliki resiko yaitu peserta merasa

kurang nyaman dan aman untuk menyampaikan pendapatnya karena

dikhawatirkan beresiko konflik dengan peserta lain. Hal ini dapat terjadi bila

peserta yang hadir tidak dalam kedudukan yang setara, misalnya atasan dan

bawahan. Untuk mengantisipasi resiko tersebut, metode FGD harus

diimbangi dengan wawancara mendalam untuk menggali data yang sifatnya

lebih kontradiktif dengan stakeholder lain.

3. Pengamatan (observasi) lapangan, yaitu teknik pengumpulan data melalui

pengamatan langsung kepada obyek penelitian. Menurut Soeratno & Lincolin

Arsyad (1993), pengamatan atau observasi merupakan “cara pengumpulan

data dengan jalan melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik”.

Teknik observasi biasanya dilakukan bersamaan dengan teknik lain untuk

mengamati keadaan fisik, lokasi atau daerah penelitian secara sepintas lalu

(on the spot) dan dengan melakukan pencatatan seperlunya. Observasi

dilakukan dengan mengamati potensi bahan baku, potensi sumber daya

manusia sebagai podusen, potensi keberlanjutan bahan baku, proses

pengenalan teknologi, proses dan pelatihan dalam alih teknologi.

4. Studi kepustakaan, yaitu menelaah berbagai rujukan konseptual dan teoritis

bagi keseluruhan proses kegiatan, mulai dari perencanaan, pengumpulan

data, dan analisis data, diharapkan diperoleh melalui studi kepustakaan, agar

kesahihan hasil kegiatan dapat dipertanggungjawabkan. Studi kepustakaaan

juga dilakukan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku yang terkait

dengan mekanisme difusi TTG serta potensi dan kebijakan pengembangan

teknologi tersebut.

3.4. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan kegiatan,

yaitu tahap identifikasi (sesuai dengan kondisi & karakteristik data lapangan);

kategorisasi (pengelompokkan data lapangan); interpretasi (menterjemahkan setiap

hasil pengelompokkan menjadi sebuah pernyataan), dan penarikan kesimpulan

(Neuman, 1997).

Penjelasan prosedur analisis data adalah sebagai berikut :

43

Page 44: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Tahap Identifikasi

Data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur, observasi

lapangan, wawancara mendalam, dan FGD diidentifikasi berdasarkan pokok-

pokok permasalahannya. Pada tahap ini dilakukan screening terutama terhadap

data yang tidak relevan/kurang sesuai dengan kebutuhan.

Tahap Kategorisasi

Diterapkan pada saat data yang sudah teridentifikasi, kemudian dikelompok-

kelompokkan antara satu dengan yang lain sehingga diperoleh kelompok-

kelompok data yang menjadi satuan analisis.

Tahap Interpretasi

Diterapkan ketika data yang sudah dikategorisasi kemudian dilakukan pengaitan

antara satu dengan lain untuk selanjutnya dilakukan interpretasi (penafsiran).

Dalam penelitian ini data- data yang sudah di kategorisasikan dimaknai sebagai

alat untuk menarik kesimpulan

Tahap Penarikan Kesimpulan

Digunakan ketika data yang sudah diinterpretasi, kemudian dilakukan penarikan

kesimpulan dari arah kebijakan dan strategi pengembangan sebagai

acuan/rekomendasi untuk merumuskan alternatif solusi dari indikator yang ada

mengacu pada realitas dan interpretasi di lokasi penelitian.

3.5. Strategi Validasi Temuan Penelitian

Penelitian kualitatif dipandang oleh beberapa pihak sebagai penelitian yang

subjektif karena sangat dipengaruhi oleh latar belakang dan kapasitas para penelitinya.

Oleh karena itu, perlu adanya strategi untuk menjaga agar data dan hasil analisis yang

dituliskan sebagai dasar pembuatan kebijakan tetap valid. Penelitian ini menerapkan

strategi validasi berlapis, mengingat pentingnya hasil penelitian ini bagi banyak

stakeholders. Strategi tersebut adalah:

Teknik triangulasi

Validasi data dilakukan dengan teknik triangulasi, di mana penelitian kualitatif

yang menggunakan data kualitatif dilengkapi dengan data kuantitatif sebagai

pendukung dan alat untuk memvalidasi temuan penelitian dan hasil analisis.

Focus Group Discussion (FGD)

44

Page 45: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Data dan hasil analisis juga akan divalidasi dengan cara pengecekan silang

dengan para pemangku kepentingan yang terkait. Pengecekan silang dilakukan

dengan metode Focus Group Discussion (FGD) di masing-masing lokasi penelitian.

Dalam FGD pengecekan silang ini, masing-masing pemangku kepentingan dapat

memberikan tanggapan dan mengoreksi data dan analisis yang dihasilkan dari

data tersebut.

Pelibatan narasumber dan pakar

Narasumber dan pakar dilibatkan dalam penelitian ini sebagai reviewer utama

terkait substansi, termasuk data dan hasil analisis. Pada setiap tahap penulisan

laporan, narasumber dan pakar akan memberikan masukan dan koreksi sesuai

dengan bidang keahlian masing-masing.

Review oleh peneliti-peneliti senior dan penentu kebijakan di Puslitbang

Sosekling dalam pembahasan laporan penelitian

Pada setiap tahap pelaporan, hasil penelitian akan dipresentasikan kepada para

peneliti senior dan penentu kebijakan di lingkungan Puslitbang Sosekling untuk

mendapatkan masukan lisan. Lebih lanjut buku laporan akan dibagikan pada

para pejabat untuk mendapatkan masukan tertulis.

3.6. Penarikan sampel

Kegiatan Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi Lingkungan dan Sosial Produk

Teknologi Permukiman, melibatkan populasi yang terdiri dari empat aktor sesuai

dengan siklus kegiatan difusi TTG (berdasarkan hasil penelitian Balai Litbang Sosekling

Bidang Permukiman, 2012, yang berjudul Difusi Teknologi Tepat Guna Bambu Laminasi

dan Bebak Laminasi) yaitu Pemilik TTG, Produsen, Mediator dan Konsumen.

Pemilik TTG dalam penelitian ini adalah Puslitbang Permukiman, unit analisis

adalah peneliti penemu TTG tertentu. TTG dapat Biority, HOSE (honai sehat), Mobile

Unit, Model MCK plus, Pengembangan Bambu Komposit, pengolahan air limbah rumah

tangga dengan sistem Sanita, RISHA, RIKA, Biofil, Biotur dan produk TTG Permukiman

yang lain.

Produsen TTG dapat berupa pelaku industri, baik yang memiliki kualifikasi

industri besar sampai kecil maupun rumah tangga. Jenis produksi TTG Permukiman

yang sudah memiliki kualifikasi industri besar contohnya adalah produk Biofil. Jenis

produksi TTG permukiman yang memiliki kualifikasi industri kecil contohnya adalah

45

Page 46: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

RISHA. Jenis produksi TTG permukiman yang memiliki kualifikasi industri rumah

tangga adalah komposter.

Mediator TTG Permukiman paling tidak dibagi menjadi Pemerintah, Pemerintah

Provinsi dan Kota atau Kabupaten, dunia usaha serta masyarakat luas. Mediator TTG

Permukiman diproyeksikan sesuai dengan keterangan dari pemilik TTG yang telah

melakukan upaya difusi TTG.

Konsumen TTG Permukiman merupakan pihak penerima manfaat akhir dari

keberadaan produk. Dalam hal ini dapat berbentuk perorangan atau keluarga,

komunitas masyarakat dan juga instusi organisasi atau kewilayahan.

Sumber: Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman, 2012

Gambar 2. Pemilihan sampel kajian

Sampel penelitian kualitatif diambil dengan metode purposive. Sampel yang

diambil akan dianggap cukup, apabila data atau informasi yang disampaikan telah sama,

sehingga menghindari keterangan yang berulang.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari kegiatan Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi dan Sosial Produk

Teknologi Permukiman ini adalah sebagai berikut :

46

Page 47: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

1. Kebutuhan proker untuk survey kebutuhan teknologi di ditjen

Selama ini, program/kegiatan banyak yang merupakan instruksi dari

atasan, sedikit ruang inisiatif peneliti, sehingga peneliti dalam posisi yang

sulit untuk menyeleksi teknologi yang akan diriset.

2. Keberterimaan paradigma baru

Bussiness plan dipahami sebagai sebuah kebutuhan untuk membantu

peneliti mencapai tidak hanya output tetapi juga outcome tetapi juga

mempertinggi hasil dari investasi puskim. Juga dipakai untuk

memprioritaskan program.

3. Hubungan antara proses riset dan kedalaman bussiness plan (sistem

inovasi balitbang)

Perlu dikaitkan proses riset di puslitbang ABC (penetapan judul, uji lab, uji

lapangan, launching, evaluasi), dengan kebutuhan dan kedalaman

bussiness plan. Dan hal ini terintegrasi dalam sebuah sistem.

4. Fungsi bussiness plan

a. Integrasi pemikiran dan mensistematisasi gagasan dan upaya peneliti

untuk mengembangkan pasar dari teknologi yang diteliti.

b. Media komunikasi yang mampu menjembatani semua stakeholder

(pemerintah, swasta, pemda dan komunitas).

c. Value for money investasi 100 juta kembali 200 juta

d. Komersialisasi khususnya sebelum dilakukan launching.

e. Membantu peneliti mencapai tidak hanya output, tetapi juga outcome

5. Pembagian peran

a. Puslitbang sosekling dan puslitbang ABC, terkait bussiness plan dan

follow up bussiness plan.

b. Pembagian peran antara bidang proker (kerjasama) dengan peneliti

c. Pembagian peran antara peneliti dengan mitra usahanya

6. Complete bussiness plan dilengkapi dengan panduan pengisian

a. Ringkasan eksekutif: penerima manfaat (user), kebutuhan, benefit,

masalah yang ditimbulkan, keunikan

b. Deskripsi Perusahaan

c. Target Pasar

d. Kompetisi

47

Page 48: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

e. Strategi Pemasarandan Penjualan

f. Operasional Bisnis

g. Struktur Manajemen

h. Perkembangan Bisnis Ke Depan

i. Finansial

7. Quick bussiness plan

Cara pandang dari respon, bukan waktu pengisian,

8. Evaluasi bussiness plan

Perlu formalisasi bussiness plan, untuk itu diperlukan sebuah format

penilaian kelayakan bussiness plan. Termasuk siapa yang melakukan dan

menandatangani bussiness plan.

9. Otomasi (software)

User friendly, spreadsheet, otomasi kelayakan

10. Kompetensi peneliti untuk menyusun bussiness plan

Bagaimana membantu peneliti untuk menyusun bussiness plan

(peningkatan kompetensi atau outsourcing)

6.2. Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi

dan Sosial Produk Teknologi Permukiman ini adalah sebagai berikut :

1. Pengadaan pelatihan penyusunan businessplan untuk peneliti di

lingkungan Puslitbang Permukiman

2. Penyusunan regulasi agar setiap peniliti dengan produk yang bernilai

ekonomis wajib menyertakan produknya dengan businessplan

3. Perlu pembuatan software untuk menyusun businessplan dengan mudah

khusus untuk peneliti di Puslitbang Permukiman

48

Page 49: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Laporan Akhir

TAHUN ANGGARAN 2013

49

Peningkatan Kapasitas Adaptasi Masyarakat Daerah Rentan Air

Minum dan Sanitasi terkait Dampak Perubahan Iklim

Page 50: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangKenaikan suhu menyebabkan frekuensi pemanasan ekstrim semakin

meningkat dengan pertumbuhan populasi mengakibatkan pertambahan kebutuhan

akan air, beberapa tempat di dunia menjadi lebih kering dalam beberapa musim,

jika pola ini berlanjut, keterbatasan sumber air akan semakin parah.

Perubahan iklim terkait perubahan presipitasi dan tinggi muka air laut dan

menyebabkan kualitas dan pengolahan air di perkotaan, intrusi air garam, dapat

terjadi lebih sering terjadi dan mengkontaminasi air tanah dan permukaan hal ini

dapat mengurangi suplai air minum dan menyebarkan polutan berbahaya melalui

sistem pengelolaan air.

Panas yang ditimbulkan bangunan dan jalan menyebabkan pemanasan kota

di pulau, pemanasan ini menyebabkan peningkatan suhu di air sungai dan telaga.

Dapat meningkatkan polusi air termasuk polusi suhu yang meningkatkan jumlah

algal dan bakteri dan jamur yang terkandung di dalam air. Hal ini yang

meningkatkan biaya menyediakan air bersih siap minum.

Dampak perubahan iklim pada kehidupan juga tergantung pada lokasi

geografis peri kehidupan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya perbedaan tingkat

kerentanan perubahan iklim yang dihadapi masyarakat yang tinggal di berbagai

konteks kehidupan pada lokasi spesifik.

Resiko yang harus dikurangai dengan adaptasi dapat secara langsung,

seperti bahaya banjir yang besar atau lebih sering, intensitas dan atau badai yang

lebih sering dari gelombang panas; dampak tidak langsung seperti efek negatif dari

perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan atau suplai makanan (dan hanya)

akses pada kebutuhan air pada kebutuhan konsumsi untuk air minum dan sanitasi.

50

Page 51: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Kovats S, dkk, 2008 menyebutkan Iklim merupakan penentu utama ketersediaan

air. Ketersediaan air tergantung pada waktu dan volume curah hujan. Beban

penyakit saat ini sebagai akibat dari kurangnya akses terhadap air dan sanitasi

telah lama diakui, khususnya tingkat kematian bayi yang sangat tinggi dari di

daerah perkotaan. Dalam kajian yang sama disebutkan, Aspek sosial dan ekonomi

terkait kurangnya akses ke peningkatan air di tingkat rumah tangga. Kota-kota di

beberapa negara berpenghasilan rendah telah mengalami kegagalan dalam

menyediakan pasokan air karena peristiwa kekeringan ekstrim. Akses terhadap air

di dalam kota tidak merata, dan setiap penurunan pasokan cenderung memiliki

dampak yang lebih besar pada populasi miskin. Perubahan iklim dapat

mempengaruhi pasokan air untuk populasi di kota-kota melalui berbagai

mekanisme.

Hasil Penelitian Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman di Tahun

Anggaran 2012, menghasilkan rumusan penghitungan kemampuan adaptasi di

berbagai tingkat entitas masyarakat. Kapasitas adaptasi yang dimiliki dapat diukur,

dan perlu kemudian untuk ditingkatkan. Perhatian perlu dilihat terutama di daerah

yang memiliki tingkat kerentanan air dan sanitasi yang terkait perubahan iklim.

B. Pertanyaan Penelitian Apakah model dapat berlaku di tempat lain, dengan karakter masyarakat dan

sektor yang berbeda (air minum dan sanitasi)?

Apakah model sudah cukup lengkap menggambarkan perubahan iklim dan

kesiapan masyarakat?

C. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian adalah untuk menguji kesesuaian komponen model

kesiapan Adaptasi Perubahan Iklim oleh Masyarakat.

Tujuan penelitian adalah tersusunnya Model kesiapan Adaptasi Perubahan

Iklim oleh Masyarakat dalam sektor Air Minum yang merupakan dasar untuk

penyusunan strategi adaptasi.

D. KeluaranKeluaran yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah 1 (satu) buah Model

kesiapan Adaptasi Perubahan Iklim oleh Masyarakat dalam sektor Air Minum yang

51

Page 52: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

berisi tentang faktor-faktor determinan dan interaksi faktor tersebut untuk

menghasilkan masyarakat yang diharapkan siap beradaptasi.

E. Lokasi Lokasi dipilih dengan menggunakan dasar peta kerentanan kekeringan yang

dikeluarkan oleh World Bank, dengan memperhatikan kriteria pemilihan lokasi

penelitian tahun 2012. Lokasi penelitian adalah di Serang, Jawa Tengah dan

Sulawesi Selatan.

F. ManfaatPenelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Dirjen Cipta Karya,

Puslitbang Permukiman dan Pemerintah Daerah untuk mengukur tingkat

kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim sektor air minum dan sanitasi.

52

Page 53: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

BAB III METODE PENELITIAN

Kerangka Pikir

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

Pendekatan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan penggabungan teori dasar terkait

kesiapan masyarakat dan kerentanan perubahan iklim. Teori terkait kesiapan membagi

kelompok populasi menjadi 3 tataran, yaitu individu/keluarga, komunitas dan

lembaga/institusi. Teori terkait kerentanan perubahan iklim membagi kelompok

indikator menjadi 3 bagian, yaitu kapasitas adaptasi, paparan dan sensitifitas. Model

dikembangkan untuk dapat menemukan tingkat kesiapan dan kerentanan dari wilayah

yang diukur. Dari perbandingan wilayah yang diukur, ditemukan hasil tingkat kapasitas

adaptasi di wilayah yang tidak mengalami kelangkaan air adalah rendah, demikian

sebaliknya di daerah yang mengalami kelangkaan air. Tingkat paparan di wilayah

penelitian cenderung mengarah ke rentan, dan tingkat sensitifitas lebih ditentukan ada-

tidaknya kesepakatan institusional, terkait program-program air bersih. Pada tahun

pertama penelitian telah menemukan koefisien regresi estimasi masing-masing

variabel. Koefisien digunakan untuk membangun indeks dari kapasitas adaptasi di

53

Skala indeks

Keandalan ValiditasKemampuan Generalisasi

Pengujian/ Uji ulang

Bentuk Alternatif Konsistensi internal

Kandungan KriteriaKonsep

Kovergen Diskriminan Nomologi

Perumusan masalah Penelitian kualitatif Analisis tematik Faktor determinan

Instrumen kesiapan masyarakatPenelitian kuantitatif

Instrumen adaptasi perubahan iklim sektor air minum

Uji model

Penelitian 2012

Page 54: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

Data dan analisis pemrograman

Menjalankan model

Kirim hasil ke manajemen

validasi verifikasi

validasi

Model kredibel terbentuk

System nyata Model konseptual Program simulasi

Hasil benar tersedia

Implementasi hasil

2013

wilayah penelitian. Dengan menggunakan data regresi, indeks merupakan alat prediksi

yang baik untuk penilaian kerentanan perubahan iklim, dapat juga digunakan sebagai

alat ukur bagi variabel determinan dari sensitifitas dan kerentanan. Pada tahun kedua

dilaksanakan uji model dengan mengujikan model di wilayah lain dengan karakter

serupa, dan menambahkan sektor sanitasi untuk validitas model.

VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL KESIAPAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI

PERUBAHAN IKLIM AKIBAT PEMANASAN GLOBAL

Validasi adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau

abstraksi, merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata? (Hoover dan

Perry, 1989); validasi adalah penentuan apakah mode konseptual simulasi (sebagai

tandingan program komputer) adalah representasi akurat dari sistem nyata yang

sedang dimodelkan (Law dan Kelton, 1991).

Gambar 3. Relasi verifikasi, validasi dan pembentukan model kredibelAturan Verifikasi Dan Validasi Dalam Simulasi

Ketika membangun model simulasi sistem nyata, kita harus melewati beberapa

tahapan atau level pemodelan. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1, pertama kita

harus membangun model konseptual yang memuat elemen sistem nyata. Dari model

konseptual ini kita membangun model logika yang memuat relasi logis antara elemen

sistem juga variabel eksogenus yang mempengaruhi sistem. Model kedua ini sering

disebut sebagai model diagram alur. Menggunakan model diagram alur, lalu

dikembangkan program komputer, yang disebut juga sebagai model simulasi, yang akan

mengeksekusi model diagram alur.

54

Page 55: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Pengembangan model simulasi merupakan proses iteratif dengan beberapa

perubahan kecil pada setiap tahap. Dasar iterasi antara model yang berbeda adalah

kesuksesan atau kegagalan ketika verifikasi dan validasi setiap model. Ketika validasi

model dilakukan, kita mengembangkan representasi kredibel sistem nyata, ketika

verifikasi dilakukan kita memeriksa apakah logika model diimplementasikan dengan

benar atau tidak. Karena verifikasi dan validasi berbeda, teknik yang digunakan untuk

yang satu tidak selalu bermanfaat untuk yang lain.

Baik untuk verifikasi atau validasi model, kita harus membangun sekumpulan

kriteria untuk menilai apakah diagram alur model dan logika internal adalah benar dan

apakah model konseptual representasi valid dari sistem nyata. Bersamaan dengan

kriteria evaluasi model, kita harus spesifikasikan siapa yang akan mengaplikasikan

kriteria dan menilai seberapa dekat kriteria itu memenuhi apa yang sebenarnya.

Tabel 2. Hal yang harus diperhatikan dalam verifikasi dan validasiModel Verifikasi Validasi

Konseptual Apakah model mengandung semua elemen, kejadian dan relasi yang sesuai?Apakah model dapat menjawab pertanyaan pemodelan?

Logika

Apakah kejadian direpresentasikan dengan benar?

Apakah mode memuat semua kejadian yang ada pada model konseptual?

Apakah rumus matematika dan relasi benar?Apakah ukuran statistik dirumuskan dengan benar?

Apakah model memuat semua relasi yang ada dalam model konseptual?

Komputeratau simulasi

Apakah kode komputer memuat semua aspek mode logika?

Apakah model komputer merupakan representasi valid dari sistem nyata?

Apakah statistik dan rumus dihitung dengan benar?

Dapatkah model komputer menduplikasi kinerja sistem nyata?

Apakah model mengandung kesalahan pengkodean?

Apakah output model komputer mempunyai kredibilitas dengan ahli sistem dan pembuat keputusan?

Sumber : http://ocw.gunadarma.ac.id/course/industrial-technology/informatics-engineering-s1/pemodelan-dan-simulasi/verifikasi-dan-validasi-sistem-pemodelan

Praktisi simulasi harus dapat menentukan aspek apa saja, dari system yang

kompleks, yang perlu disertakan dalam model simulasi. Petunjuk umum dalam

menetukan tingkat kedetailan yang diperlukan dalam model simulasi:

1. Mendefinisikan variable

2. Mengilangkan model-model tidak valid secara universal

3. Memanfaatkan ‘pakar’ dalam analisis sensitivitas untuk membantu

menentukan level deteil model

55

Page 56: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Berikut adalah rincian langkah-langkah dalam verifikasi dan validasi model

1. Validasi Model Konseptual

Validasi model konseptual adalah proses pembentukan abstraksi relevan

sistem nyata terhadap pertanyaan model simulasi yang diharapkan akan dijawab.

Tidak ada metode standar untuk validasi model konseptual, kita hanya akan melihat

beberapa metode yang berguna untuk validasi. Pada umunya model konseptual tidak

dapat memasukkan semua detil sistem nyata, melainkan hanya elemen yang relevan

dengan pertanyaan yang diharapkan akan dijawab. Dalam pembuatan model

konseptual, semua kejadian, fasilitas, peralatan, aturan operasi, variabel status,

variabel keputusan dan ukuran kinerja harus jelas diidentifikasikan dan akan

menjadi bagian dari model simulasi. Kita juga harus mengidentifikasikan dengan

jelas semua elemen yang tidak akan dimasukkan dalam model simulasi. Analis

simulasi, pengambil keputusan dan manajer harus bergabung untuk memutuskan

berapa banyak sistem nyata harus dimasukkan untuk menghasilkan representasi

valid sistem nyata.

Berikut adalah model konseptual yang dilakukan oleh tim peneliti untuk

memasukan elemen yang relevan (system nyata) dengan mengidentifikasikan secara

jelas semua elemen sehingga menghasilkan representasi valid system nyata.

56

Page 57: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

Mulai

Studi Pustaka Penetuan Tingkat Kesiapan Masyarakat

KUALITATIF (Studi Kasus)

Analisis Tematik

Primer

MENGGALI INFORMASI

Sekunder

Tahap 1: Mengidentifikasi Teori

Kesiapan dengan Catatan Lapangan

Tahap 2: Memberikan Codding pada Topik-

Topik Pembicaran Penting

Tahap 3: Melakukan Verifikasi

Tahap 4: Membaca kepustakaan yang terkait

dengan masalah dan konteks penelitian.

2013

Gambar 4. Tahapan Pembuatan Model Konseptual

Dua filosofi yang digunakan untuk memutuskan berapa banyak sistem nyata harus

dimasukkan dalam model simulasi:

a. Masukkan semua aspek sistem yang dapat mempengaruhi perilaku sistem dan

menyederhanakan model begitu dapat memahami elemen relevan sistem.

b. mulai dengan model sederhana sistem dan biarkan model berkembang semakin

kompleks sejalan degan semakin jelasnya eleme-elemen sistem yang harus

dimasukkan dalam model untuk menjawab pertanyaan.

Kita juga percaya bahwa filosofi berikut ini juga perlu diikuti :

c. Keluarkan usaha dan waktu yang lebih banyak dengan mereka yang lebih

memahami sistem nyata, identifikasikan semua elemen yang akan memberikan

dampak signifikan akan jawaban pertanyaan model yang diharapkan akan

dijawab.

Hasil yang diperoleh dibuat dalam 2 model konseptual, yaitu:

a. Adaptive capacity refers to the ability to anticipate and transform structure, functioning, or organization to better survive hazards (Saldaña-Zorrilla, 2007). 1) Kesiapan Individu

No Konstrak Penelitian Dimensi Konstrak1 Karakteristik responden Usia

Jenis Kelamin

57

HASIL 1:MENGHASILKAN FAKTOR DETERMINANT (TEMA) YANG DIDUGA MEMPENGARUHI

KESIAPAN MASYARAKAT

Page 58: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

PendidikanPekerjaanPendapatan

2 Pengetahuan Pengetahuan tentang kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

3 Kesiapan sikap Dukungan responden untuk memberi respon positif atau negatif terhadap kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

4 Kesiapan perilaku masyarakat dalam penggunaan air sehari-hari

Jumlah dan jenis air yang dimiliki keluargaKetersediaan sumber air yang dimiliki keluargaKesediaan mengeluarkan biaya untuk berganti sumber air yang lebih baikKesediaan membayar untuk mendapatkan sumber airKesediaan mengeluarkan biaya untuk merawat instalasi sumber air secara rutinPerubahan sumber air berdasarkan musim

5 Status penyakait karena masalah air

Kondisi dimana ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit karena masalah air

6 Kesiapan perilaku masyarakat dalam penggunaan air saat musim langka air

Terjadinya perubahan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumber airTerjadinya pembatasan penggunaan air saat musim langka airTerjadi kebiasaan menyimpan airPenambahan pengeluaran biayaPersiapan menghadapi perubahan musim langka airMengurangi kegiatan saat musim langka airMunculnya konflik saat musim langka airMenderita sakit

7 Perilaku pemanfaatan air untuk usaha

Kebiasaan atau perbuatan masyarakat terkait dengan pemanfaatan air dalam kehidupan keluarga untuk meningkatkan status sosial ekonomi

2) Kesiapan Komunitas

No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak1 Karakteristik responden Usia

Jenis KelaminPendidikanPekerjaanPendapatanKedudukan tokoh dan lamanya menjabat di Masyarakat

2 Kearifan lokal Pengetahuan lokalMempunyai dan Menjalankan Keterampilan dan Kearifan LokalMengetahui dan Menggunakan Sumber Air Alami Mempunyai dan Mematuhi Peran Sosial

3 Pengelolaan air pada musim langka air

Perubahan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Sumber AirPerbedaan Cara Memperoleh Air Upaya Mengatasi Kelangkaan AirUpaya Untuk Aspek Pengelolaan (Tata Atur)

4 Keterlibatan komunitas dalam organisasi

Terlibat dalam Pembuatan Sarana Fasilitas UmumKeinginan Membayar terhadap Out Put ProyekTerlibat dalam Pemeliharaan Fisik

5 Kepemimpinan Mempunyai VisiCara Memilih Pemimpin Cara Memilih Pengurus Cara Mendelegasikan Tugas Kepada Anggota Cara Pengambilan Keputusan Cara Berinteraksi dengan Anggota Melakukan Evaluasi Melakukan Monitoring

6 Keberadaan organisasi Penunjukkan Pengurus OrganisasiAdanya Aturan Untuk Masyarakat dalam PABAdanya Pemeliharaan Rutin Sarana Air BersihAdanya Struktur OrganisasiMembuat AD/ART

3) Kesiapan Kelembagaan

No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak1 Jaringan Upaya dari suatu lembaga di masyarakat untuk menjalin hubungan kerjasama dengan

lembaga lain

58

Page 59: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

2 Ketersediaan informasi Banyaknya informasi yang diperoleh lembaga dalam 6 bulan terakhir Menyampaikan informasi kepada warga dan mudah untuk dijangkau

3 Saluran/ channel komunikasi

Banyaknya saluran komunikasi yang ada di masyarakatPenanganan terhadap pengaduan memuaskan

4 Kesepakatan program dan dukungan kebijakan tentang penyediaan air bersih

Mengikuti musyawarahMempunyai catatan kesepakatanMencari pendanaanMemiliki rencana pembangunan air bersih tertulisMasyarakat mengetahui program-program air bersih kelompokMasyarakat mengetahui program-program air bersih pemerintahPemerintah melakukan pembinaanMempunyai kepercayaan terhadap pemerintah daerah tentang PABPuas terhadap pelayanan PAB pemerintah Bersedia mematuhi kebijakan pemerintah terkait air bersih di daerah

5 Manfaat Semua KK telah memanfaatkan sumber air bersih komunalLayanan sumber air bersih komunal dapat terjangkau sepanjang tahunKeinginan dan kelancaran membayar masyarakat terhadap output fasilitas komunalAdanya usaha untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih

b. The propensity or predisposition to be adversely affected. Vulnerability is a function of the character, magnitude, and rate of climate change and variation to which a system is exposed, its sensitivity, and its adaptive capacity” (IPCC, 2007c, p. 883).1) Variabel yang dapat mempengaruhi tingkat paparan subjek dari

variabilitas iklim atau aset yang dapat terdampak bencana perubahan

iklim

No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak1 Kesiapan perilaku

masyarakat dalam penggunaan air saat musim langka air

Terjadinya perubahan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumber airTerjadinya pembatasan penggunaan air saat musim langka airTerjadi kebiasaan menyimpan airPenambahan pengeluaran biayaPersiapan menghadapi perubahan musim langka airMengurangi kegiatan saat musim langka airMunculnya konflik saat musim langka airMenderita sakit

2 Pengelolaan air pada musim langka air

Perubahan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Sumber AirPerbedaan Cara Memperoleh Air Upaya Mengatasi Kelangkaan AirUpaya Untuk Aspek Pengelolaan (Tata Atur)

2) Variabel yang dapat mempengaruhi tingkat sensitivitas yang terkait dengan perubahan ketersediaan air minum

No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak1 Kesiapan perilaku

masyarakat dalam penggunaan air sehari-hari

Jumlah dan jenis air yang dimiliki keluargaKetersediaan sumber air yang dimiliki keluargaKesediaan mengeluarkan biaya untuk berganti sumber air yang lebih baikKesediaan membayar untuk mendapatkan sumber airKesediaan mengeluarkan biaya untuk merawat instalasi sumber air secara rutinPerubahan sumber air berdasarkan musim

2 Status penyakait karena masalah air

Kondisi dimana ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit karena masalah air

3 Perilaku pemanfaatan air untuk usaha

Kebiasaan atau perbuatan masyarakat terkait dengan pemanfaatan air dalam kehidupan keluarga untuk meningkatkan status sosial ekonomi

4 Kesepakatan program dan dukungan kebijakan tentang penyediaan air bersih

Mengikuti musyawarahMempunyai catatan kesepakatanMencari pendanaanMemiliki rencana pembangunan air bersih tertulisMasyarakat mengetahui program-program air bersih kelompokMasyarakat mengetahui program-program air bersih pemerintah

59

Page 60: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Pemerintah melakukan pembinaanMempunyai kepercayaan terhadap pemerintah daerah tentang PABPuas terhadap pelayanan PAB pemerintah Bersedia mematuhi kebijakan pemerintah terkait air bersih di daerah

5 Manfaat Semua KK telah memanfaatkan sumber air bersih komunalLayanan sumber air bersih komunal dapat terjangkau sepanjang tahunKeinginan dan kelancaran membayar masyarakat terhadap output fasilitas komunalAdanya usaha untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih

3) Variabel yang dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi menghadapi perubahan iklim (Data adaptif kapasitis)

No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak1 Karakteristik responden Usia

Jenis KelaminPendidikan

PekerjaanPendapatan

2 Pengetahuan Pengetahuan tentang kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

3 Kesiapan sikap Dukungan responden untuk memberi respon positif atau negatif terhadap kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

4 Kearifan lokal Pengetahuan lokalMempunyai dan Menjalankan Keterampilan dan Kearifan LokalMengetahui dan Menggunakan Sumber Air Alami Mempunyai dan Mematuhi Peran Sosial

5 Keterlibatan komunitas dalam organisasi

Terlibat dalam Pembuatan Sarana Fasilitas UmumKeinginan Membayar terhadap Out Put ProyekTerlibat dalam Pemeliharaan Fisik

6 Kepemimpinan Mempunyai VisiCara Memilih Pemimpin Cara Memilih Pengurus Cara Mendelegasikan Tugas Kepada Anggota Cara Pengambilan Keputusan Cara Berinteraksi dengan Anggota Melakukan Evaluasi Melakukan Monitoring

7 Keberadaan organisasi Penunjukkan Pengurus OrganisasiAdanya Aturan Untuk Masyarakat dalam PABAdanya Pemeliharaan Rutin Sarana Air BersihAdanya Struktur OrganisasiMembuat AD/ART

8 Jaringan Upaya dari suatu lembaga di masyarakat untuk menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga lain

9 Ketersediaan informasi Banyaknya informasi yang diperoleh lembaga dalam 6 bulan terakhir

Menyampaikan informasi kepada warga dan mudah untuk dijangkau10 Saluran/ channel

komunikasiBanyaknya saluran komunikasi yang ada di masyarakatPenanganan terhadap pengaduan memuaskan

2. Verifikasi dan Validasi Model Logis

Bentuk model logis tergantung dari bahasa pemrograman yang akan

digunakan. Jika model konseptual sudah dibangun dengan baik, verifikasi model

konseptual bukan pekerjaan kompleks. Ada beberapa upaya yang telah dijalankan

agar model logis dapat merepresentasikan model konseptual. Salah satu

pendekatan yang digunakan untuk verifikasi model logis adalah dengan fokus pada:

60

Page 61: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

a. Kejadian dalam model diproses dengan benar

b. Rumus matematika dan relasi dalam model dapat dikatakan valid

c. Statistik dan ukuran adaptasi diukur dengan benar

3. Verifikasi dan Validasi Pemrosesan Kejadian

a. Validasi bahwa model logis mengandung semua kejadian dalam model

konseptual

b. Verifikasi hubungan di antara kejadian

c. Verifikasi bahwa model logis memproses kejadian secara simultan dengan

urutan benar.

d. Verifikasi bahwa semua variabel status yang berubah karena terjadinya suatu

kejadian diperbaiki dengan benar.

DIAGRAM JALUR YANG DIHASILKAN UNTUK MODEL KESIAPAN INDIVIDU

61

Pendidikanx1

Pendapatanx2

Pengetahuany1

Sikap

y2

x3

x4Perilaku Perubahan Iklim

y3

Y4Perilaku Penggunaan Air Sehari-hari

x5

x6

GK: 0,031, P:0,100, K: 0,176

GK: 0,001, P: 0,003, K: 0,000GK: 0,209, P: 0,105, K: 0,113

GK: 0,298, P: 0,107, K: 0,159

GK: 0,019, P:0,107, K: 0,519

Page 62: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Gambar 5. Diagram Jalur Yang Dihasilkan Untuk Model Kesiapan Individu

DIAGRAM JALUR YANG DIHASILKAN UNTUK MODEL KESIAPAN KOMUNITAS DAN KELEMBAGAAN

62

y5 Perilaku Saat Musim Langka Air

x7

Perilaku Pemanfaatan Air

Y7y6

Sakit Karena Masalah Air

GK: 0,187, K: 0,337

GK: 0,000, K: 0,000

GK: 0894, P:0,954, K: 0,894

GK:0.842, P:0,024, K: 0,842

KESIAPAN INDIVIDU0,600

25.0 Pengetahuan tentang Perubahan Iklim + 25.4 Sikap tentang Perubahan Iklim + 24.6 Perilaku tentang Perubahan Iklim + 24.9

Perilaku tentang Penggunaan Air Sehari-Hari

x1

x2

Kearifan

Kepemimpina

y1

y4

Pengelolaan Air Saat Musim Langka

Ketersediaan Organisasi

KESIAPAN KOMUNITAS

x2

GK: 0,005, K: 0,062

GK: 0,003, K: 0,004

y2

y3

GK: 0,157, K: 0,053, P: 0,048

7.6 Kepemimpinan + 12.3 Kearifaan Lokal + 19.0 Community Action Plan

Kelayakan Model1. R-Square: 0,600

(Kemampuan Prediksi Baik)2. Cooefisien Indeks: 0,000

(Variabel Layak)3. Asusmsi Eksistensi: Mean:

0,000, Sd: 0,28306 (Terpenuhi)

4. Asumsi Independensi: DW: 1,870 (Terpenuhi)

5. Asusmsi Normalitas: Terpenuhi

6. Nilia VIF < 10 (telah terjadi collinearity)

Page 63: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

Gambar 6. Diagram Jalur Yang Dihasilkan Untuk Model Kesiapan Komunitas dan Kelembagaan

Pengembangan model penilaian ini mengikuti prosedur pengembangan yang

diajukan Thiaragajan, Semmel & Semmel (1974: 35) dalam Mulyani (2012) yang dikenal

dengan Four-D model. Tahapan dalam Four-D model meliputi empat tahap yaitu: define,

design, develop, dan desseminate. Rancangan model dalam penelitian ini hanya

meliputi tiga tahap. Untuk memperoleh data yang terpercaya diperlukan instrumen

yang valid dan reliabel. Guna memenuhi hal tersebut, instrumen yang sudah

dikembangkan tersebut perlu diuji validitas konstruknya. Secara teoretis, uji validitas

konstruk sudah dilakukan dalam proses pengembangan instrumen, yaitu dengan

mengembangkan definisi operasional berdasarkan teori sampai dengan penulisan kisi-

kisi dan instrumen penelitian. Namun demikian, guna memenuhi validitas konstruk

63

x1

x2

Jaringan

Ketersediaan Informasi y1

Ketersediaan Channel Komunikasi

KESIAPAN KELEMBAGAAN

y5

Keterlibatan Komunitas

GK: 0,001, K: 0,007, P: 0,056

GK: 0,863, K: 0,933

GK: 0,001, K: 0,007, P: 0,056

Kesepakatan Program

GK: 0,051, P: 0,032, K:0,056

GK: 0,335, K: 0,452, P: 0,114

x2

13.5 Kesepakatan Program + 15.1 Jaringan + 13.1 Channel + 13.2 Ketersediaan Informasi.

Kelayakan Model: (1) R-Square: 0,946 (Kemampuan Prediksi Baik), (2) Cooefisien Indeks: 0,000 (Variabel Layak), (3) Asusmsi Eksistensi: Mean: 0,000, Sd: 3.89783 (Terpenuhi), (4) Aumsi Independensi: DW: 1,561 (Terpenuhi), (5) Asumsi Normalitas: Terpenuhi, (6) Nilai VIF < 10 (telah terjadi collinearity)

Page 64: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

secara empiris, untuk keperluan analisis tersebut langkah-langkah yang perlu dilakukan

adalah sebagai berikut:

a. Pengujian kenormalan data. Hasil analisis uji normalitas menunjukkan bahwa nilai

signifikansi (p) dari uji Kolmogorv-Smirnov untuk semua variabel lebih dari 0,05.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki data yang

berdistribusi normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa derajat bebasnya adalah

115 yang, artinya over identified. Oleh karena itu, model ini telah memenuhi syarat

untuk dilakukan pengujian lebih lanjut.

b. Penilaian fit model. Hasil Uji Model Penilaian Komprehensif Berbasis Adaptasi

Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim perlu melakukan penafsiran terhadap

parameter yang ditemuka. Untuk menentukan fit tidaknya model digunakan

criteria:

1) Seleksi Variabel

Variabel yang dapat masuk model multivariate adalah variable yang analisis

bivariatenya mempunyai nilai p-value < 0,25. Hasil analisis multivariate

sebagai berikut:

2) Uji Asumsi

Agar persamaan garis yang digunakan untuk memprediksi menghasilkan

angka yang valid, maka persamaan yang dihasilkan harus memenuhi asumsi-

asumsi yang dipersyaratkan dalam uji regresi linear ganda, yaitu:

a) Asumsi eksistensi (variable random)

Untuk tiap nilai variable X (variable independent), variable Y (variable

dependent) adalah variable random yang mempunyai nilai mean dan

varian tertentu. Cara mengetahui asumsi eksistensi dengan cara

melakukan analisis dekripstif variable residual dari model, apabila

residual menunjukkan adanya mean mendekati nilai nol dan ada sebaran

(varian atau standar deviasi) maka asumsi eksistensi terpenuhi. Hasil

analisis:

b) Asumsi Independensi

Suatu keadaan dimana masing-masing nilai Y bebas satu sama lain. Jadi

nilai dari tiap-tiap individu saling berdiri sendiri. Tidak diperbolehkan

64

Page 65: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

Data Output Model Data Output Simulasi

SimulasiModel 2012

Data Input Sistem Secara historis Data Input Sistem Secara Historis

Perbandingan

2013

nilai observasi yang berbeda yang diukur dari satu individu diukur dua

kali. Untuk mengetahui asumsi ini dilakukan dengan cara mengeluarkan

uji Durbin Watson, bila nilai Durbin -2 s.d +2 berarti asumsi independensi

terpenuhi, sebaliknya bilai nilai Durbin <-2 atau > +2 berarti asumsi tidak

terpenuhi.

c) Asumsi Normalitas

Variabel Y mempunyai distribusi normal untuk setiap pengamatan

variable X. dapat diketahui dari Normal P-P Plot Residual, bila data

menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,

maka model garis regresi memenuhi asumsi model regresi tidak

memenuhi asumsi normalitas

d) Diagnostik Multicollinearity

Dalam regesi linier tidak boleh sesama variable independent berkorelasi

secara kuat (multicollinearity). Untuk mendeteksi collinearity dapat

diketahui dari nilai VIF (variance inflation factor), bila nilai VIF lebih dari

10 maka mengindikasi telah terjadi collinearity

c. Menentukan seberapa representatif output Simulasi Prosedur Statistik untuk

membandingkan data output dari observasi dunia nyata dan simulasi:

1) Korelasi pendekatan inspeksi :

Gambar 7. Korelasi Pendekatan Inspeksi2) Pendekatan pendugaan selang kepercayaan berdasarkan data independen

3) Pendekatan Time Series

Setelah model diverifikasi, selanjutnya kita harus menentukan apakah output

simulasi akurat, dan karenanya valid, sebagai representasi sistem nyata.

Validasi model simulasi dilakukan dengan partisipasi analis, pengambil

keputusan dan manajer sistem. Uji validasi model adalah apakah pengambil

65

Page 66: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

keputusan dapat mempercayai model yang digunakan sebagai bagian dari

proses pengambilan keputusan.

A. Populasi dan Sampel1. Definisi populasi:

a. Penelitian Kualitatif: populasi untuk mengetahui kesiapan masyarakat

diwakili oleh: kepala wilayah, pengurus LSM yang bergerak di bidang air,

b. Penelitian Kuantitatif: populasi untuk mengetahui kesiapan adaptasi

masyarakat diwakili oleh pengurus RT, RW dan pengurus KSM dengan

pertimbangan bahwa mereka merupakan subyek sekaligus obyek utama

dalam implementasi model adaptasi yang dapat menjadi penggerak bagi

seluruh warga di wilayah tersebut. Populasi ini juga dipandang memiliki

informasi banyak, strategis dan mendalam tentang proses sosial dan kultural

yang terjadi dalam suatu komunitas, tentang fenomena yang diteliti.

2. Jumlah sampel

a. Penelitian ini untuk mendapatkan masukan terhadap suatu instrument yang

sudah dibuat untuk mengetahui sinkronisasi masalah yang akan digali dengan

kondisi wilayah dan komunitas di daerah tersebut. Jenis penelitian yang akan

digunakan adalah kaulitatif, maka tidak mempersoalkan jumlah sampel,

informan bisa sedikit atau banyak tergantung dari tepat atau tidaknya

pemilihan informan kunci dan kompleksitas serta keragaman fenomena yang

diteliti. Dalam mengumpulkan data, jumlah sampel yang digunakan adalah

rentang antara 4-10 informan dengan melihat apakah data sudah

tersaturasi, apabila sampel kurang dari 10 sudah mencapai titik saturasi maka

peneliti menghentikan pencarian sampel. Dengan memperhatikan kecakupan

data dan disesuaikan dengan kemampuan peneliti (Moleong, 2004).

Walaupun demikian, peneliti tetap mengoptimalkan informan sebagai

obyek penelitian untuk menggali data.

b. Penelitian untuk menerapkan (uji coba) model tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam beradaptasi menghadapi

perubahan ketersediaan sumber air minum di perkotaan yang sudah

dihasilkan pada kajian TA 2012, sehingga dapat dijadikan sebagai model

untuk mengukur kerentanan masyarakat terhadap air minum dan sanitasi

66

Page 67: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

oleh Ditjen Cipta Karya untuk melengkapi kebijakan RAN MAPI Bidang Cipta

Karya. Penelitian kuantitatif akan menggunakan sampel dari tokoh

masyarakat untuk menilai kesiapan komunitas dan kepala keluarga untuk

menilai kesiapan individu. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian

ini agar dapat mewakili populasi adalah dengan purposive sampel yaitu

dalam memilih sampel dari populasi dilakukan secara tidak acak dan

didasarkan dalam suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya

(Moleong, 2004).

(1) Kriteria untuk memilih tokoh masyarakat di tingkat RT dan RW

ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut, yaitu

a) Salah satu Pengurus wilayah tingkat RT sampai RW dengan masa

jabatan minimal 1 tahun

b) Bertempat tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menjadi subjek

penelitian.

c) Berusia minimal 20 tahun.

Besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini akan

menyesuaikan dari jumlah RT dan RW yang ada di lokasi penelitian

(2) Kriteria untuk memilih kepala keluarga ditetapkan berdasarkan kriteria

inklusi, yaitu:

a) Salah satu anggota keluarga yang dianggap dapat mewakili

b) Bertempat tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menjadi subjek

penelitian.

c) Berusia minimal 20 tahun.

Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah orang

yang menderita sakit karena air (water borne disease) dan berasal dari

wilayah yang mengalami musim langkah air (P1*) sebesar 0,14,

dibandingkan dengan jumlah orang yang menderita sakit karena air

(water borne disease) namun berasal dari wilayah yang tidak

mengalami musim langkah air (P2*) sebesar 0.04. Nilai ini mengacu

pada hasil penelitian sebelumnya tahun 2012 dari yudha, dkk tentang

“faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam

beradaptasi menghadapi perubahan ketersediaan sumber air minum di

67

Page 68: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

perkotaan”. Penentuan besar sampel ini menggunakan kekuatan uji (1-

β ¿ = 90% dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05.

Besar Sampel: penggunaan besar sampel dalam penelitian ini

menggunakan rumus Hypothesis Test for Two Population Proportion

(two sided test) dengan rancangan cross sectional, sebagai berikut

(sumber: lameshow et al., 1997)

n=¿¿¿¿Berdasarkan perhitungan besar sampel diatas, maka jumlah sampel

yang akan diteliti sebanyak 171 rumah, namun untuk mengantisipasi

angka drop out ditambahkan 10%, sehingga menjadi masing-masing

189 rumah di tiga lokasi penelitian

c. Untuk menerapkan (uji coba) model tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam beradaptasi menghadapi

perubahan ketersediaan sumber air minum di perkotaan menggunakan teknik

quota sampling. Teknik ini dilakukan dengan menentukan sampel dengan

jumlah tertentu dan menurut Faisal (1995) sesuai untuk pengumpulan data

tentang pendapat umum, seperti tujuan studi ini untuk mengetahui persepsi

dan kesediaan masyarakat terhadap implementasi model adaptasi. Analisis

didasarkan pada unit rumah tangga dengan mempertimbangkan perbedaan

karakteristik wilayah.

B. Kriteria Pemilihan Lokasi penelitian kecamatan ditetapkan berdasarkan 4 kriteria, sesuai dengan

karaktersitik pemilihan lokasi pada penelitian sebelumnya, yaitu:

1. Masyarakat Miskin Perkotaan

2. Kepadatan penduduk tinggi

3. Ada intervensi dari pihak lain (program bantuan terkait dengan

pengelolaan air)

4. Wilayah dengan kelimpahan air dan wilayah dengan kekurangan air

C. Metode Pengumpulan DataData dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut

68

Page 69: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

1. Studi Literatur.

Studi literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai data sekunder

dari berbagai sumber (buku, jurnal, majalah, peta, surat kabar, dokumen,

laporan penelitian, sumber data dari internet, dll.)

2. Wawancara mendalam.

Wawancara dilakukan secara mendalam dalam suasana yang tenang, situasi

yang akrab, tidak harus formal dan upayakan menumbuhkan kepercayaan

informan kepada pewawancara. Wawancara dapat dimulai dari hal-hal yang

ringan (perkenalan), tidak sensitif, dan tidak harus berurutan sehingga

informan tidak keberatan menjawabnya. Wawancara dapat dilakukan lebih dari

satu kali sesuai dengan waktu luang informan.

Adapun tahapan dalam melakukan wawancara secara mendalam:

a. Identifikasi partisipan/ informan sesuai prosedur sampling yang dipilih

sebelumnya.

b. Tentukan informasi bermanfaat apa yang relevan.

c. Tentukan apakah wawancara bersifat individual atau kelompok terfokus.

d. Persiapkan alat perekam yang sesuai jika memungkinkan. Alat perekam

perlu dicek kondisinya seperti baterei, kualitas suara, dan lain-lain.

e. Menyusun panduan wawancara dan sediakan ruang yang cukup di antara

pertanyaan untuk mencatat respons terhadap komentar

partisipan/informan.

f. Tentukan tempat untuk melakukan wawancara.

g. Selama melakukan wawancara tetap mengacu kepada panduan wawancara

3. Penyebaran kuisioner

Kuisioner disebarkan kepada sejumlah responden dengan menentukan jumlah

sampel yang dibutuhkan (representatif dari suatu populasi yang akan

dipetakan). Penentuan jumlah sampel sebaiknya mempertimbangkan

homogenitas dan heterogenitas populasi.

4. Observasi lapangan

Observasi lapangan dilakukan melalui pengamatan langsung di lokasi yang

akan dipetakan. Dalam observasi lapangan pelaksana didampingi oleh wakil

masyarakat bersama dengan profesional yang menguasai tentang pengelolaan

lingkungan.

69

Page 70: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

BAB VI. KESIMPULAN

Pada variabel kapasitas adaptif di tingkat kelembagaan dapat dilakukan upaya

meningkatkan kemanfaatan dan fungsi organisasi di masyarakat, dan mengaktifkan

ketersediaan informasi dalam sebuah organisasi kemasyarakatan.

Di tingkat komunitas dapat diupayakan meningkatkan kearifan lokal, dan

keterlibatan komunitas di masyarakat.

Di tingkat individu yang perlu mendapat perhatian adalah meningkatkan

pendapatan dan pekerjaan.

Pada variabel paparan di tingkat komunitas dan individu prioritas dapat

diberikan pada paparan terhadap musim langka air mengakibatkan masyarakat sulit

beradaptasi dengan perubahan iklim

Sensitivitas di tingkat komunitas terkait masyarakat yang kurang sensitif saat

mengoptimalkan manfaat dari fasilitas komunal di suatu wilayah.

Upaya yang dapat dilakukan terkait dengan kesiapan komunitas adalah sebagai

berikut: (1) meningkatkan pengetahuan dan persepsi masyarakat tentang perubahan

iklim, dengan penyebaran informasi. (2) mengupayakan dan memperkuat resiliensi

mereka dalam menghadapi perubahan iklim, melalui praktik-praktik yang bijak dalam

menggunakan air baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas. (3) meningkatkan

adaptasi masyarakat saat terjadi musim langka air baik di tingkat rumah tangga

maupun di komunitas melalui aturan dan kebijakan. (4) menumbuhkan kembali

kearifan lokal dan pengetahuan tradisional masyarakat yang dinamis melalui

peningkatan kontrol dan peran sosial dalam pengelolaan air bersih di masyarakat. (5)

meningkatkan teknik dan seni kepemimpinan dalam organisasi akan sangat

menentukan keberlanjutan dari suatu organisasi, seperti misalnya pemilihan pengurus

organisasi, komunikasi dengan pengurus , pengambilan keputusan, monitoring dan

evaluasi. (6) meningkatkan keterlibatan komunitas dalam suatu organisasi dan

program-program pembangunan fasilitas komunal agar suatu organisasi dan program

dapat beroperasi secara lebih responsif dalam suatu komunitas. (7) organisasi maupun

lembaga harus dapat memberikan ruang informasi yang cukup bagi masyarakat tentang

pengelolaan air bersih. (8) mengembangkan jaringan kerjasama dengan lembaga lain

tentang pengelolaan air bersih. (9) meningkatkan kesepakatan program dan dukungan

70

Page 71: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

kebijakan melalui keterlibatan organisasi masyarakat dalam program-program

pemerintah terkait pengelolaan air bersih.

Rekomendasi

Pada variabel kapasitas adaptif perlu ada peningkatan batas pencapaian nilai di

masyarakat untuk indikator kearifan lokal, keberadaan organisasi, keterlibatan

komunitas dan jaringan. Terkait dengan paparan perlu ada peningkatan batas

pencapaian nilai untuk indikator pengelolaan air saat musim langka air di masyarakat

dan individu. Nilai –nilai Sensitifitas terkait hasil penilitian menunjukkan perlunya ada

peningkatan batas pencapaian nilai untuk indikator pengelolaan air di masyarakat dan

individu saat musim langka air.

Terkait dengan rekomendasi yang ditemukan maka dapat diusulkan program

pembangunan terkait seperti advis perubahan iklim, hibah stimulan alat (Teknologi

Tepat Guna), penyusunan pedoman/ manual terkait air minum-masyarakat dan

perubahan iklim, dan program terkait pemberdayaan masyarakat.

71

Page 72: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta. Faisal,Sanafiah, (1995). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta, Raja Grafindo

Persada.Iglesias A., Moneo M., López-Francos A., (2007). Methods for evaluating social

vulnerability to drought [Part 1. Components of drought planning. 1.3. Methodological component] Drought management guidelines technical annex. Zaragoza : CIHEAM /ECMEDA Water. p. 1 2 9 -1 33

Iglesias A., Mougou R. and Moneo M. (2007a). Adaptation of Mediterranean agriculture to climate change. In: Key vulnerable regions and climate change, Battaglini, A. (ed), European Climate Forum, Germany.

Brenkert, A. and Malone, E. (2005). Modeling Vulnerability and Resilience to Climate Change: A Case Study of India and Indian States. Climatic Change, 72(1-2): 57-102.

Ionescu, C., Klein, R.J.T., Hinkel, J., Kumar, K.S.K. and Klein, R. (2007). Towards a formal framework of vulnerability to climate change. Environmental Modeling and Assessment (Submitted).

Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Moneo, M. (2007). Agricultural vulnerability of drought: A comparative study in Morocco and Spain. MSc Thesis, IAMZ-CIHEAM, Zaragoza.

Mulyani, Endang. (2012). Pengembangan Model Penilaian Komprehensif Berbasis Proyek Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi di SMK, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Fakultas Ekonomi UNY, Yogyakarta

Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismail, Sofyan, (2002). Dasar-dasar Metodologi Klinis Edisi ke 2. Penerbit CV. Sagung Seto, Jakarta.

Yohe, G., Malone, E., Brenkert, A., Schlesinger, M., Meij, H. and Xing, X. (2006). Global Distributions of Vulnerability to Climate Change. Integrated Assessment Journal, 6 (3): 35-44.

Yohe, G. and Tol, R.S.J. (2002). Indicators for social and economic coping capacity: Moving toward a working definition of adaptive capacity. Global Environmental Change, 12 (2002): 25-40.

Website: http://ocw.gunadarma.ac.idhttp://sanitasimakassar.blogspot.com/

Buku Laporan: Data Kependudukan Kabupaten Serang Data PDAM Kabupaten Serang Surakarta Dalam Angka 2010 PDAM Kota Surakarta, 2011 Profil Kemiskinan Kota Surakarta Tahun 2011 : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta

72

Page 73: Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

2013

73