ringkasan 30 nov 2011

11
 RINGKASAN Wilayah perbatasan antara Indonesia dan Filipina terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (SULUT ) tepatn ya di Kabupaten kepulauan Sangihe dan Kabupaten Talaud .Provi nsi SULUT mempunyai beberapa pulau terluar. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 Tenta ng Pengelolaan Pulau- Pulau Kecil Terlu ar, wilayah ters ebut mempu nyai Pulau- Pul au Kecil Terlua r seperti Pul au Bangki t, Pulau Manter awu ,Pul au Makale hi ,Pulau Kawaluso ,Pul au Kawio,Pu la u Marore ,Pul au Batu Bawaikang, Pul au Mi ang as Pul au Marampit,Pulau Intata,Pulau Kakorotan.Pulau Marore dan Pulau Miangas merupakan pulau yang  paling dekat dengan Filipina dan menjadi pintu masuk dan keluar wilayah Indonesia bagi warga  perbatasan kepulauan Sangihe dan Talaud. Kondi si geografi s dan kea daan cuaca menj adi kan ma syar akat per batasan sali ng  beri ntera ksi melalui Laut untuk memenuhi kebutuhanny a. Wilayah perbat asan terjadi kelua r masuknya orang dan barang dari Indonesia (dari kepulauan Sangihe dan Talaud) ke negara tetangga Filipina dan sebaliknya dari Filipina ke Indonesia yang dilakukan oleh para pelintas  batas sehingga terjadi perdagangan lintas batas. Perdagangan lintas batas menjadi permasalahan karena ada yang illegal, problematik fenomena perdaga ngan lintas batas illegal diawali dengan adanya pengaturan yang membatasi memba wa barang untuk keluar masuk wil ayah perbat asan yang nilai jumla h barang yang bisa dibawah dirasakan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan, melalui  Border Crossing Agreement (BCA)  pada tahun 1956. Perjanjian lintas bat as awalnya dibuat untuk warga negara yang berada secara tidak sah di daerah Republik Indonesia dan Filipina, kemudian perjanjian ini dituangkan dalam UU No. 77 tahun 1957 yan g pada pokoknya Unda ng- Undang ini mengat ur men gena i per lak uan war ga negaranya masing-masing di wilayah negara tetangga dan pengawasan terhadap para pelintas  batas (tentang imigrasi), pengaturan terakhir diatur dalam Kepres No.6 Tahun 1975 Tentang  Basic Agree ment On Economic And Techni cal Cooperat ion Between The Government Of The  Republic Of Indonesia And The Government Of The Republic Phil ippines . Pengat uran tersebut menjadi kan pratek perdaga ngan lintas batas ada yang legal dan ada yang ilegal di kepula uan Sang ihe dan Tal aud di Provinsi Sulawesi Uta ra, sehing ga praktik  perdagangan lintas batas ada yang tetap melewati imigrasi di  BCA dan ada yang tidak melalui

Upload: riza-diponegoro

Post on 14-Jul-2015

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 1/11

RINGKASAN

Wilayah perbatasan antara Indonesia dan Filipina terdapat di Provinsi Sulawesi Utara

(SULUT) tepatnya di Kabupaten kepulauan Sangihe dan Kabupaten Talaud .Provinsi SULUT

mempunyai beberapa pulau terluar. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 

78 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, wilayah tersebut mempunyai

Pulau-Pulau Kecil Terluar seperti Pulau Bangkit, Pulau Manterawu ,Pulau Makalehi ,Pulau

Kawaluso ,Pulau Kawio,Pulau Marore ,Pulau Batu Bawaikang,Pulau Miangas Pulau

Marampit,Pulau Intata,Pulau Kakorotan.Pulau Marore dan Pulau Miangas merupakan pulau yang

 paling dekat dengan Filipina dan menjadi pintu masuk dan keluar wilayah Indonesia bagi warga

 perbatasan kepulauan Sangihe dan Talaud.

Kondisi geografis dan keadaan cuaca menjadikan masyarakat perbatasan saling

  berinteraksi melalui Laut untuk memenuhi kebutuhannya. Wilayah perbatasan terjadi keluar 

masuknya orang dan barang dari Indonesia (dari kepulauan Sangihe dan Talaud) ke negara

tetangga Filipina dan sebaliknya dari Filipina ke Indonesia yang dilakukan oleh para pelintas

 batas sehingga terjadi perdagangan lintas batas.

Perdagangan lintas batas menjadi permasalahan karena ada yang illegal, problematik 

fenomena perdagangan lintas batas illegal diawali dengan adanya pengaturan yang membatasi

membawa barang untuk keluar masuk wilayah perbatasan yang nilai jumlah barang yang bisa

dibawah dirasakan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan, melalui

 Border Crossing Agreement (BCA) pada tahun 1956.

Perjanjian lintas batas awalnya dibuat untuk warga negara yang berada secara tidak sah

di daerah Republik Indonesia dan Filipina, kemudian perjanjian ini dituangkan dalam UU No. 77

tahun 1957 yang pada pokoknya Undang-Undang ini mengatur mengenai perlakuan warga

negaranya masing-masing di wilayah negara tetangga dan pengawasan terhadap para pelintas

 batas (tentang imigrasi), pengaturan terakhir diatur dalam Kepres No.6 Tahun 1975 Tentang

 Basic Agreement On Economic And Technical Cooperation Between The Government Of The Republic Of Indonesia And The Government Of The Republic Philippines.

Pengaturan tersebut menjadikan pratek perdagangan lintas batas ada yang legal dan ada

yang ilegal di kepulauan Sangihe dan Talaud di Provinsi Sulawesi Utara,sehingga praktik 

 perdagangan lintas batas ada yang tetap melewati imigrasi di BCA dan ada yang tidak melalui

Page 2: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 2/11

 jalur  BCA. Pratek perdagangan lintas batas cenderung lebih banyak yang ilegal dari pada yang

legal.

Praktik perdagangan lintas batas secara khusus bisa mendatangkan keuntungan bagi

masyarakat perbatasan, tetapi secara umum dapat menimbulkan permasalahan bagi negara,

antara lain penyelundupan barang, jalur perjalanan teroris, jalur lintas tenaga kerja

ilegal,pencurian ikan, perdagangan ikan ilegal, masuknya orang asing ke suatu pulau kemudian

terjadi perdagangan pulau, masalah perpajakan dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, Disertasi ini difokuskan kajianya pada praktek 

 perdagangan lintas batas dan pengaturan pada kelembagaannya di kepulauan Sangihe di pulau

Marore , Matutuang, Tinakareng, Kota Tahuna, Peta dan kepulauan Talaud di pulau Miangas,

Marampit, Karatung. Daerah ini terletak dalam Provinsi Sulawesi Utara dengan Ibu Kota

Manado. Kajian lebih mendalam dilakukan dalam rangka menemukan pengaturan ideal yang

merupakan reformulasi kebijakan perdagangan lintas batas untuk kesejahteraan masyarakat

 perbatasan.

Disertasi ini dengan perumusan permasalahan  pertama ; Mengapa terjadi perdagangan

lintas batas di perbatasan Indonesia dan Filipina di kepulauan Sangihe dan kepulauan Talaud di

Provinsi Sulawesi Utara? Kedua ;Mengapa pengaturan perdagangan lintas batas yang

dilaksanakan melalui  BCA   belum dapat mensejahterakan masyarakat perbatasan?

 Ketiga ;bagaimanakah reformulasi pengaturan perdagangan lintas batas yang dapat menjadidasar pengembangan daerah perbatasan dan mensejahterakan rakyat?

Secara spesifik Disertasi ini bertujuan  pertama; Mengkaji latar belakang terjadinya

  perdagangan lintas batas di perbatasan Indonesia dan Filipina, kedua; Mengkaji mengapa

 pengaturan perdagangan lintas batas yang selama ini diterapkan belum dapat mensejaterahkan

masyarakat perbatasan, ketiga; Menemukan pengaturan perdagangan lintas batas yang ideal bagi

 pengembangan daerah perbatasan yang mensejahterakan rakyat.

Manfaat Teoritis  pertama; Sebagai sumbangan pengembangan ilmu hukum yang

membahas mengenai perdagangan lintas batas. Dengan mengkaji peraturan yang mengatur 

 perdagangan lintas batas Indonesia dan Filipina, diharapkan manfaatnya untuk pengaturan lebih

lanjut yang memadai. Kedua; Sebagai masukan teoritik dalam rangka penyempurnaan peraturan

 perundang undangan yang mengatur perdagangan lintas batas. Ketiga; Sebagai masukan dalam

Page 3: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 3/11

rangka penyusunan kebijakan pengembangan ekonomi didaerah perbatasan dalam rangka

 penerapan paradigma outward looking  bagi pengembangan ekonomi didaerah perbatasan. 

Manfaat Praktis Disertasi ini diharapkan kegunaannya menjadi masukan untuk 

stakeholder untuk menjabarkan model pengaturan bagi pemerintah dan pelaku usaha dan

masyarakat untuk pembangunan wilayah perbatasan antara Indonesia dan Filipina yang dapat

menjamin kesejahteraan masyarakat .Selanjutnya penelitian ini diharapkan bisa menjadi

referensi kalau terjadi kasus yang sama mengenai perdagangan lintas batas dan masalah untuk 

mempertahankan pulau-pulau terluar dari wilayah Indonesia.

Adapun kerangka teoretik yang digunakan yaitu Teori Negara kesejahteraan, Teori

Sistem Hukum.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Sosio-legal approach,

dengan alasan tetap merupakan penelitian ilmu hukum dan kajiannya bersifat interdisipliner 

dengan melihat kajian hukum dan kajian bersifat non hukum,dengan tidak melihat hukum

sebagai gejala sosial. Penelitian ini adalah untuk menyelesaikan problem hukum dalam

masyarakat.

Metode Pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan narasumber yang sudah

ditentukan sebelumnya seperti petugas pos  Border Crossing Area, Camat Marore dan Miangas

sebagai Camat perbatasan khusus, Tokoh masyarakat, PNS dan nelayan pelaku perdagangan

lintas batas. Dengan cara wawancara mendalam dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak dapatdilakukan dengan pengamatan,dengan cara ini didapati informasi, petunjuk dan gambaran

menyangkut apa yang diinginkan oleh para narasumber.Studi observasi dengan cara mengamati

daerah objek penenelitian tempat terjadinya perdagangan lintas batas.Studi dokumenter berupa

dokumen  Border Crossing Agreement , peraturan yang terkait dengan perdagangan lintas batas

dan artikel-artikel yang berupa dokumen dari internet.

Lokasi Penelitian di daerah kabupaten kepulauan Sangihe di pulau Marore, Matutuang,

Tinakareng, Kota Tahuna, Peta dan kepulauan Talaud di pulau Miangas, Marampit, Karatung.

Daerah ini terletak dalam Provinsi Sulawesi Utara dengan Ibu Kota Manado dengan

 pertimbangan daerah tersebut menjadi pintu masuk dan jalur perdagangan lintas batas.

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, bahan hukum tersier serta data primer berupa data hasil wawancara dan

observasi dilapangan. Bahan hukum primer berupa perdagangan lintas batas seperti  Border 

Page 4: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 4/11

Crossing Agreement (BCA) pada tahun 1956 dan diatur dalam UU No. 77 tahun 1957 terakhir 

Kepres No.6 Tahun 1975,Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Undang Undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian,Perpres No.78 Tahun 2005, ,Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelola

Perbatasan,PP No 19 Tahun 2008 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2010-2014,Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

  Nasional (SPPN), Undang-Undang N0.17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang No.10 Tentang Kepabeanan,Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat

Perjalanan Republik Indonesia (SPRI), Undang-Undang No.43 Tahun 2008 Tentang Wilayah

 Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan

Ekonomi Khusus.

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokuman resmi seperti buku-buku teks,kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan

artikel-artikel yang berupa dokumen dari internet yang berkaitan dengan perbatasan negara dan

 perdagangan lintas batas untuk kesejahteraan masyarakat perbatasan. Bahan hukum tersier atau

  bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan

terhadap hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal

ilmiah, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum,

misalnya yang berasal dari bidang filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya yang dapatdipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini. Data Hasil

Wawancara dan Observasi Meliputi data tentang praktek-praktek perdagangan lintas batas, serta

interaksi masyarakat perbatasan sehubungan dengan perdagangan. Sumber data lainnya berupa

wawancara dengan pemerintah daerah setempat, tokoh masyarakat, pelaku jual beli barang hasil

 praktek perdagangan lintas batas.

  Narasumber penelitian ditentukan sebelumnya dengan menyebutkan alasan-

alasannya.Adapun yang dijadikan narasumber kunci seperti tokoh masyarakat, guru, nelayan

sekaligus sebagai pelaku lintas batas,pemilik toko, pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Sangihe

dan Kabupaten Talaud.Narasumber tersebut dianggap yang mengetahui permasalahan

didaerahnya khususnya mengenai perdagangan lintas.

Penelitian ini menggunakan Content Analysis (mengkaji isi dari komunikasi dan

informasi). Content Analysis ini dilakukan terhadap data dengan memperhatikan proses

Page 5: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 5/11

 perolehan data dan isi komunikasinya. Untuk keperluan analisis ini terlebih dahulu di susun

kriteria-kriteria yang mengacu pada tujuan utama disertasi. Setelah dilakukan uji Content 

 Analysis kemudian di lakukan interpretasi data, dari data-data yang sudah diolah, kemudian

disinkronkan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

Sesuai dengan permasalahan pertama hasil penelitian menunjukan perdagangan lintas

 batas di perbatasan Indonesia dan Filipina terjadi di Wilayah Perbatasan Negara di Provinsi

Sulawesi Utara di Kawasan Perbatasan Laut dan Pulau-pulau kecil Terluar Kabupaten Sangihe

dan Kabupaten Talaud,melalui pintu masuk Pulau Marore dan Pulau Miangas sebagai Pulau

Terluar dan Sebagai Wilayah  Border Crossing Area (BCA).Barang-barang hasil perdagangan

lintas batas beredar sampai ke seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Utara bahkan sampai ke

Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah.Perdagangan Lintas Batas sudah ada sejak 

dahulu sebelum Indonesia dan Filipina merdeka. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

  perdagangan lintas batas seperti kebutuhan ekonomi, budaya maritim dan interaksi warga

 perbatasan,serta menggunakan fasilitas   Family Visit dari  Border Crossing Agreement  (BCA)

dan melakukan pola perdagangan lintas batas melalui laut.Prosedur lintas batas berdasarkan

aturan harus melewati melalui pos  Border Crossing Area (BCA) di Pulau Miangas dan Pulau

Marore. Faktor selanjutnya ada kebiasaan masyarakat melakukan jual beli hasil laut dan

  pertanian ke Filipina. Para pelintas batas membawa barang-barang dagangan illegal dari

Filipina. Perkembangan kekinian perdagangan lintas batas sudah ada pemodal besar sehinggaterjadi pembawaan barang dagangan dalam jumlah besar.Selain perdagangan lintas batas di

 perbatasan terjadi tukar menukar mata uang untuk perdagangan.

Pengaturan perdagangan lintas batas tidak diatur dalam Undang-Undang Keimigrasian

maupun Undang-Undang Kepabeanan.Prosedur untuk melintas batas di  Border Crossing Area

hanya berdasarkan Perjanjian  Border Crossing Agreement .Nilai barang yang bisa dibawa oleh

 pelintas batas senilai $ 250 atau 500 peso.Untuk keadaan sekarang hal ini sudah tidak memadai

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan.

Praktek perdagangan lintas batas ada yang legal dan ada illegal,hasil penelitian

menunjukan praktek perdagangan lintas batas lebih banyak yang ilegal.Dalam perdagangan

lintas batas terdapat aturan yang tidak dipatuhi oleh para pelaku perdagangan lintas batas.

Dalam permasalahan kedua hasil penelitian menunjukan terdapat hambatan-hambatan

dalam implementasi pengaturan perdagangan lintas batas dalam kerangka kesejahteraan

Page 6: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 6/11

masyarakat perbatasan hal ini dikarenakan ada problematik wilayah perbatasan seperti

Keamanan di perbatasan yang tidak memadai, sehingga terjadi pencurian ikan warga perbatasan

yang dilakukan nelayan asing. Ada persoalan bantuan pemerintah untuk pemberdayaan

masyarakat akan tetapi dirasakan tidak memadai karena tidak berkelanjutan. Persoalan

diperparah dengan kondisi pertanian masyarakat perbatasan yang sangat minus.

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan lintas batas ilegal karena

kondisi sosial dan ekonomi warga perbatasan di filipina,pengaruh faktor cuaca terhadap

transportasi untuk kebutuhan ekonomi,pengaruh kelangkaan BBM terhadap transportasi,

komunikasi untuk interaksi warga di perbatasan,pendapatan petugas di perbatasan,keberadaan

 petugas di perbatasan, perhatian pemerintah daerah dan pusat yang tidak berkelanjutan,bantuan

  pemerintah yang menjadi beban masyarakat kebutuhan warga perbatasan yang serba

keterbatasan,hukum positif yang tidak mensejahterahkan sehingga terjadi pratek 

ilegal,penerapan kebijakan yang bersifat inward looking. 

Berdasarkan hasil penelitian sesuai permasalahan pertama dan kedua selanjutnya

mereformulasi pengaturan perdagangan lintas batas untuk pengembangan daerah perbatasan di

kabupaten sangihe dan kabupaten talaud Provinsi Sulawesi Utara dengan cara perubahan

kebijakan pengembangan daerah perbatasan dari paradigma  Inward Looking menjadi Outward 

 Looking di wilayah perbatasan.

Perubahan paradigma   Inward Looking menjadi Outward Looking di wilayah perbatasandengan perubahan status Border Crossing Area menjadi kawasan Border Crossing Trade Area.

Reformulasi kelembagaan dengan pengurangan hambatan birokrasi berupa pendayagunaan

  pembentukan kelembagaan badan nasional pengelola perbatasan serta mengoptimalkan

kelembagaan melalui kecamatan Khusus perbatasan. Reformulasi pengembangan ekonomi

wilayah perbatasan dari aspek ekonomi kesejahteraan di perbatasan dengan peningkatan iklim

investasi di daerah perbatasan.

Perlindungan terhadap hak tradisional masyarakat perbatasan dengan pedekatan

keamanan berupa kesejahteraan sosial.Untuk perdagangan dan keamanan di perbatasan dengan

menjaga keberadaan pulau terluar sebagai landasan perbatasan negara sehubungan luasnya area

 pedagangan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diambil kesimpulan sebagai

 berikut:Adanya Perdagangan lintas batas di kepulauan Sangihe dan Talaud yang dilakukan oleh

Page 7: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 7/11

 para pelintas dari Filipina dan sebaliknya dari Indonesia ke Filipina. Perdagangan lintas batas

sudah dilakukan sejak dahulu sampai terbentuknya Border Crossing Agreement (BCA) dan yang

areanya disebut Border Crossing Area (BCA).

Perdagangan lintas batas sejak dahulu relatif tidak mengalami perubahan karena

walaupun telah berlaku BCA, pada kenyataannya masyarakat masih cenderung mengabaikan

 pengaturan BCA karena dirasakan kurang atau tidak memberikan kesejahteraan.

Pengaturan perdagangan lintas batas dari BCA tidak mensejahterahkan karena belum

memenuhi keadilan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan seperti pengaturan

nilai jumlah barang yang bisa di bawah hanya $250 atau 500 Peso.

Adanya birokrasi yang berbelit-belit dan petugas yang melakukan praktek illegal serta

 jauhnya jarak untuk melakukan perdagangan dengan daerah Ibu kota Kabupaten dan Provinsi.

Belum diubahnya pengaturan perdagangan lintas batas sekarang ini mengakibatkan

menjauhkan tujuan Negara untuk mensejahterahkan masyarakat sesuai yang diamanatkan

Konstitusi.

Reformulasi pengaturan perdagangan lintas batas didasarkan pada paradigma outward 

looking  untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dengan melakukan reformulasi terhadap kelembagaan dengan

  pengurangan hambatan birokrasi, pengembangan ekonomi di perbatasan,memberikan

 perlindungan terhadap hak masyarakat perbatasan berupa pengakuan hak-hak tradisional warga  perbatasan,pengaturan keamanan untuk kesejahteraan dan perubahan status aturan  Border 

Crossing Area menjadi aturan berupa kawasan Border Crossing Trade Area.

Implikasi praktis dalam penelitian ini diperlukan suatu perubahan terhadap Pasal-Pasal

yang ada dalam perjanjian BCA untuk kepentingan sekarang,untuk kedepan harus ada aturan

yang relevan dengan keadaan sekarang ini. Aturan seperti  Border Crossing Area harus diganti

dengan Border Crossing Trade Area yang lebih luas lagi cakupannya untuk perdagangan.

Perlu adanya perubahan peraturan untuk menyejahterakan masyarakat perbatasan melalui

  pengaturan perdagangan lintas batas.Di sini harus ada penambahan kuota nilai transaksi

 perdagangan di perbatasan karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Sebagai

contoh nilai transaksi perdagangan tradisional di Kalimantan Timur, Papua dan Kepulauan Riau

sebesar 1.500 dolar AS,nilainya jauh dibanding di perbatasan kepulauan Sangihe danTalaud.

Page 8: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 8/11

Perlu dilaksanakan sistem pengelolaan wilayah perbatasan yang berbasis pengembangan

 bersama (Joint Development ) di beberapa wilayah perbatasan sehingga mengguntungkan

masyarakat perbatasan.

Perlu peningkatan koordinasi untuk mengatur pihak-pihak yang terkait dengan

 penanganan permasalahan di perbatasan.

Pemerintah perlu memberikan subsidi yang lebih besar untuk bahan bakar minyak untuk 

warga perbatasan. Para nelayan yang kehidupannya hanya bergantung pada hasil laut jangan

dikekangi pekerjaan dan area tangkapannya, karena mereka hanya untuk memenuhi

kebutuhannya.

Dinamika perdagangan lintas batas sebagai aset daerah tidak perlu dihilangkan karena itu

menunjukan adanya hubungan antara kedua negara dan hubungan emosional warga perbatasan.

Sebagai sumbangan Teoritik dalam rangka menemukan konsep hukum bagi pengaturan

 perdagangan lintas batas untuk kesejahteraan masyarakat perbatasan. 

Diperlukan petugas seperti Bea Cukai, Imigrasi dan aparat penegak hukum yang

mempunyai integritas yang tinggi untuk menjaga daerah perbatasan. Perlunya pengawasan yang

memadai untuk pulau-pulau terluar dan ditunjang oleh peralatan yang canggih untuk mengikuti

 perkembangan kejahatan di laut.

Tunjangan para petugas dan aparat di perbatasan harus ditingkatkan guna kesejahteraan

dan untuk meningkatkan kinerja mereka.Perlu dibentuknya kelembagaan yang terintegrasi khusus menangani perdagangan lintas

 batas.

Diperlukan penataan kelembagaan yang memadai guna menunjang ekonomi perbatasan.

Aturan-aturan yang tidak memadai diganti dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan

masyarakat perbatasan dan tidak meninggalkan pendekatan keamanan untuk menjaga kedaulatan

negara Republik Indonesia.

Kebijakan pengembangan ekonomi harus tepat sasaran jangan sampai hanya memanjakan

warga perbatasan tapi tidak menjadikan warga bisa mandiri.

Diperlukan pendataan pulau-pulau dan potensi sumber daya alamnya, karena masih

 banyak yang belum terdata.

 

Page 9: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 9/11

Implikasi teoritis berhubungan dengan kontribusi Disertasi bagi perkembangan teori-teori

tentang pengelolaan perbatasan, yaitu perlu adanya Reformulasi Pengaturan perdangangan lintas

 batas yang selama ini didasarkan pada paradigma inward looking dengan perubahan didasarkan

 pada paradigma outward looking untuk tujuan pendekatan keamanan yang mendukung persatuan

dan kesejahteraan masyarakat dengan menjadikan wilayah tersebut menjadi daerah perdagangan

 bebas yang tertuang dalam bentuk perubahan pengaturan tersebut dari model  Border Crossing 

 Area (BCA) menjadi Border Crossing Trade Area (BCTA) berdasarkan atas Landasan idiil dari

Pancasila, terutama sila ke III dan Ke V Pancasila, Landasan Operasional dari Pasal 33 UUD

1945 dan HAM Ekonomi,dengan Tujuan untuk Kesejahteraan Rakyat di Wilayah perbatasan,

 berdasarkan Paradigma Outward looking  dengan pendekatan Keamanan yang mendukung

 persatuan dan kesejahteraan dengan mengembang pola perdagangan bebas. Pengelolaan tersebut

menjadikan pelayanan perdagangan dalam satu atap dengan dasar prinsip penataan kelembagaan

  berupa pengurangan hambatan birokrasi, pengembangan ekonomi di perbatasan,memberikan

  perlindungan hak masyarakat perbatasan berupa pengakuan hak-hak tradisional warga

 perbatasan untuk keamanan untuk kesejahteraan.Perlindungan hak-hak tradisional masyarakat

seperti kebiasaan setempat yang bertujuan untuk menjalin hubungan kekerabatan dan ekonomi

secara tradisional, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara.

Implikasi praktis penelitian ini berkaitan pengelolaan perbatasan sehubungan dengan

 perdagangan lintas batas dengan pembentukan pelayanan satu atap dalam bentuk BCTA yaitu:

Bagi penyelenggara Negara untuk program-program-pengelolaan perbatasan untuk 

meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan di wilayah kepulauan Sagihe dan Talaud

dengan melakukan perubahan terhadap Pasal-Pasal yang ada dalam Border Crossing Agreement 

(BCA) untuk kepentingan sekarang. Ke depan harus ada aturan yang relevan dengan keadaan

sekarang ini, oleh karena itu Aturan seperti  Border Crossing Area harus diganti dengan Border 

Crossing Trade Area yang lebih luas lagi cakupannya untuk perdagangan, misalnya penghapusan

Page 10: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 10/11

  batas maksimal kuota nilai transaksi perdagangan dan volume barang yang dapat

diperdagangkan secara lintas batas, dan menggantikannya kewajiban membayar fiskal/pajak 

sesuai dengan nilai dan atau volume barang yang dibawa. Sebagai bahan banding nilai transaksi

 perdagangan tradisional di Kalimantan Timur, Papua dan Kepulauan Riau sebesar 1.500 dolar 

AS, nilai ini jauh dibanding di perbatasan kepulauan Sangihe danTalaud yang hanya 250 Dollar 

AS.

Melakukan sistem pengelolaan wilayah perbatasan yang berbasis pengembangan bersama

( Joint Development  ) di beberapa wilayah perbatasan sehingga mengguntungkan masyarakat

  perbatasan.Perlu peningkatan koordinasi untuk mengatur pihak-pihak yang terkait dengan

 penanganan permasalahan di perbatasan.Pemerintah perlu memberikan subsidi yang lebih besar 

untuk bahan bakar minyak untuk warga perbatasan. Para nelayan yang kehidupannya hanya

 bergantung pada hasil laut jangan dikekangi pekerjaan dan area tangkapannya, karena mereka

hanya untuk memenuhi kebutuhannya.

Dinamika perdagangan lintas batas sebagai aset daerah tidak perlu dihilangkan karena itu

menunjukan adanya hubungan baik dan hubungan emosional antara kedua negara warga

  perbatasan.Tunjangan para petugas dan aparat di perbatasan harus ditingkatkan guna

kesejahteraan dan untuk meningkatkan kinerja mereka.Perlu dibentuknya kelembagaan yang

terintegrasi khusus menangani perdagangan lintas batas dan pendataan pulau-pulau serta potensi

sumber daya alamnya, karena masih banyak yang belum terdata.Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk mengantarkan rakyat menjadi

 berdaya serta mandiri untuk mengurus serta mengatasi persoalan kehidupan dengan potensi lokal

yang dimilikinya pemberian perlindungan hak masyarakat perbatasan. Peluang pemberdayaan

masyarakat dengan memberikan keluasan praktik perdagangan bebas diwilayah Kepulauan

Sangihe dan Talaud dengan model BCTA. Semakin besar area perdagangan maka masyarakat

akan lebih besar perputaran perekonomiannya yang akan berdampak pada pendapatan untuk 

kesejahteraannya.

Dalam rangka mewujudkan perlindungan Hukum dari hak masyarakat perbatasan di

kepulauan Sangihe dan Talaud maka perlu memperhatikan perspektif tujuan hukum yaitu untuk 

kesejahteraan dan keadilan serta kepastian hukumnya, maka perlu adanya perubahan dalam

Border Crossing Agreement dengan melakuan perjanjian baru antara pemerintah Indonesia dan

Filipina dan dilanjuti menjadi Undang-Undang beserta Peraturan Pelaksanaanya.

Page 11: Ringkasan 30 Nov 2011

5/12/2018 Ringkasan 30 Nov 2011 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-30-nov-2011 11/11