revisi app kronik hal 17 slsai

26
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN Nama Mahasiswa : Richard Leonardo Tanda Tangan NIM : 11-2013-153 Dokter Pembimbing : dr. Diah SpB dr. Michael SpB dr. Rahmat SpB dr. Rino SpB I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. F 1

Upload: richard-leonardo

Post on 16-Jul-2015

358 views

Category:

Healthcare


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi app kronik hal 17 slsai

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama Mahasiswa : Richard Leonardo Tanda Tangan

NIM : 11-2013-153

Dokter Pembimbing : dr. Diah SpB

dr. Michael SpB

dr. Rahmat SpB

dr. Rino SpB

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. F

1

Page 2: Revisi app kronik hal 17 slsai

Umur : 17 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jl. Siaga II/28 001/003, Jakarta Pusat

II. ANAMNESA

Autoanamnesa : 7 September 2014

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah selama 2 bulan SMRS.

Keluhan tambahan : Mual, muntah, demam, sakit kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan nyeri perut kanan

bawah sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul, awalnya rasa sakit

dirasakan di daerah ulu hati kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Os

mengaku merasa mual dan muntah. Muntah 3x hari ini, isi cairan makanan,

volume ½ gelas aqua, tidak ada darah merah atau hitam. Os juga merasa demam

dan sakit kepala. Demam terus menerus, sempat turun saat minum obat

paracetamol, namun panas lagi. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

Riwayat Alergi Obat : Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos Mentis

2

Page 3: Revisi app kronik hal 17 slsai

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Berat Badan : 52 kg

Tinggi badan : 158 cm

Gizi : Baik (IMT : 20,82)

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 37,5˚ C

STATUS GENERALIS

Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata.

Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik

Telinga : secret (-), serumen -/-, nyeri tekan mastoid -/-

Hidung : septum deviasi (-),pernapasan cuping hidung (-),udem mukosa (-)

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thoraks :

Pulmo : Inspeksi : gerak napas simetris

Palpasi : vokal fremitus paru simetris dikedua

hemithoraks

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

3

Page 4: Revisi app kronik hal 17 slsai

Auskultasi : suara Napas vesikuler, Rhonki -/-,

Wheezing-/-

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

• Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

• Batas kiri jantung : ICS V 1 jari medial linea

midclavikularis sinistra

• Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Auskultasi : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop

(-)

Abdomen : Inspeksi : Abdomen datar, benjolan (-)

Palpasi : Nyeri tekan mcburney (+), defans

muskuler (-),

Perkusi : timpani (+) Shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : BU (+) normal.

Ekstremitas: Akral hangat, sianosis (-), Oedem (-)

Pemeriksaan khusus:

- Obturator sign (+)

- Psoas sign (+)

- Blumberg sign (-)

- Rovsing sign (-)

4

Page 5: Revisi app kronik hal 17 slsai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

(7 September 2014)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi umum

• Hemoglobin 13,6 g/dL 13– 18

• Leukosit 14.600/uL 4.000-10.000

• Eritrosit 4,74 juta 4,5 – 5,5

• Hematokrit 40,1 % 40 –50

• Trombosit 284.000/uL 150.000 – 450.000

Hematologi dan hemostatis

• BT 2 < 3 menit

• CT 12 < 15 menit

V. RESUME

Nn. F berusia 17 tahun datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan nyeri perut

kanan bawah sejak 2 bulan yang lalu, Mual (+), muntah (+), demam (+), sakit kepala (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan

24x/menit, suhu 37,50C, nyeri tekan McBurney (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 14.600/mm3

5

Page 6: Revisi app kronik hal 17 slsai

VI. DIAGNOSIS KERJA

Apendisitis kronik eksaserbasi akut

VII. DIAGNOSIS BANDING

• Apendisitis perforasi

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa : IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Ceftriakson 1x2 gram I.V

Inj Ondansetron 3x4 mg I.V

RL/12 jam

Non medikamentosa : Operatif (Apendisektomi)

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungtionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendahuluan

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam

sesungguhnya kurang tepat, karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak

6

Page 7: Revisi app kronik hal 17 slsai

diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks

memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.1

2. Anatomi

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran

3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian

distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis

pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan

apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum,

dibelakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis

ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang

mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis

berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar

umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa

kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan

mengalami gangren.1

Gambar no.1 Posisi apendiks

7

Page 8: Revisi app kronik hal 17 slsai

3. Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara

apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang

dihasilkan oleh GALT (Gut Asosiated Lymphoid of Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran

cerna, termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap

infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh

karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran

cerna dan di seluruh tubuh.1

4. Etiologi

Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.

Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Di samping

hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa

apendiks akibat parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran

kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan

mempermudah timbulnya apendisitis akut.1

5. Epidemiologi

Apendisitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara-negara barat.2

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang

dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens

pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens

pada lelaki lebih tinggi.1

8

Page 9: Revisi app kronik hal 17 slsai

6. Patofisiologi

a. Apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen.

b. Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia

jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami

penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan.

c. Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilikus dan

epigastrium, nausea dan muntah.

d. Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke lapisan

mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah

peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.

e. Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks

akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intra lumen terus meningkat terjadi perforasi

dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat dan menetap tinggi.

Tahapan peradangan apendisitis :

1. Apendisitis akut (sederhana, artinya tanpa perforasi)

2. Apendisitis akut perforasi (termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangrene dinding

apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi).3

Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan

dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi

proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga

terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di

dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika

tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang

dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan

9

Page 10: Revisi app kronik hal 17 slsai

sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.

Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ

ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.1

7. Manifestasi klinik

Gejala klinik apendisitis adalah :

a. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, muntah.

b. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan

c. Pireksia ringan

d. Pasien menjadi kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis.

e. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik McBurney.

f. Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal.

g. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.

h. Massa apendiks jika pasien datang terlambat.2

10

Page 11: Revisi app kronik hal 17 slsai

Gambar no.2 Manifestasi klinis apendisitis

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh terjadinya

peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda setempat, baik disertai

maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri

samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar

umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan

menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini,

nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga merupakan nyeri somatik

setempat dan merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien

mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak

begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum.

Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi

otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. Radang pada apendiks yang terletak di rongga

pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik

meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi

menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan

apendiks terhadap dinding kandung kemih. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik.

Pada awalnya, anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering

tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga

menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, apendisitis sering baru diketahui

setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada

waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut, gejalanya sering samar-

samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Hal ini perlu

dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada

11

Page 12: Revisi app kronik hal 17 slsai

kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak

dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di region lumbal kanan.1

8. Pemeriksaan

Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi,

mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 10C.

Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita

dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

periapendikuler. Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa

disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri

bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut rovsing. Pada apendisitis

retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada

apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan.

Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil karena itu perlu

dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri,

nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari

apendiks. Peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus

paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata. Pemeriksaan

colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya

pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji

obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji

psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau

fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan, ditahan. Bila apendiks yang meradang

menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator

digunakan untuk melihat bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator

12

Page 13: Revisi app kronik hal 17 slsai

internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul

pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.1

8.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik apendisitis, didapatkan :

a. Keadaan umum penderita benar-benar terlihat sakit.

b. Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh meninggi dan menetap

sekitar 400C atau lebih bila telah terjadi perforasi.

c. Dehidrasi ringan sampai berat bergantung pada derajat sakitnya. Dehidrasi berat pada

pesakit apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal disebabkan oleh kekurangan

masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus

(udem) dan rongga peritoneum.

d. Abdomen : Tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis

perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok dan nyeri tekan.

e. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis lokal

ataupun umum.3

f. Inspeksi : Pada appendisitis akut biasanya ditemukan distensi perut.

g. Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan terasa nyeri

(nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc

Burney). Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri

tekan perut kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari appendisitis).

Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang

disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah

dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg

(Blumberg Sign). Khusus untuk appendisitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendicitis

13

Page 14: Revisi app kronik hal 17 slsai

terdapat nyeri di titik Mc Burney, tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang

tipe Reccurent Appendicular Colic ditemukan nyeri tekan di apendiks.

h. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui letak apendiks yang meradang.

Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi

panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri.

Gambar no.3 Uji psoas sign

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang, kontak

dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada

apendicitis pelvika.

Gambar no.4 Uji obturator sign

i. Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan

pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12. Maka

14

Page 15: Revisi app kronik hal 17 slsai

kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendisitis pelvika

kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis appendisitis

masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada

perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang

masih muda sering mengalami gangguan yang mirip appendisitis. Keluhan itu berasal dari

genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan

observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat

dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang

meragukan.1

8.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang umum pada apendisitis adalah :

a. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hamper selalu leukositosis) dan

CRP (biasanya meningkat) sangat membantu.

b. Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk menyingkirkan

kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium).

c. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum

dilakukan apendisektomi pada wanita muda.

d. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.2

8.2.1 Pemeriksaan radiologi

a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit dan

pemeriksaan fisik meragukan.

15

Page 16: Revisi app kronik hal 17 slsai

b. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat

ileal atau caecal ileus.

c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit.

Foto polos pada apendisitis perforasi :

a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah

b. Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum

c. Garis lemak pra peritoneal menghilang

d. Skoliosis ke kanan

e. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralisis

usus-usus lokal di daerah proses infeksi.

Gambaran tersebut di atas seperti gambaran peritonitis pada umumnya, artinya dapat

disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila pada foto terlihat gambaran fekolit maka

gambaran seperti tersebut diatas patognomonik akibat apendisitis.

Laboratorium

Tabel no.1 pemeriksaan penunjang apendisitis

8.2.2 Pemeriksaan laboratorium

16

Page 17: Revisi app kronik hal 17 slsai

a. Pemeriksaan darah : leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari

13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak

menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis : terdapat pergeseran ke kiri.

b. Pemeriksaan urin : sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal

bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.3

• Sistem skor Alvarado

Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan

gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan

dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang

relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi

negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan

kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah

banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah

satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring

sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo

membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan

laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai

derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko

meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen

kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan

netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai

nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor

ini memberikan jumlah skor 10.

Skor Alvarado

Faktor Risiko Skoring

~ migrasi nyeri 1

17

Page 18: Revisi app kronik hal 17 slsai

~ nausea dan vomitus 1

~ anoreksia 1

Tanda

~ nyeri kuadran kanan bawah 2

~ nyeri lepas tekan 1

~ temperatur > 37,20C 1

Laboratorium

~ angka lekosit > 10.000 2

~ persentase netrofil > 75% 1

Total Skor 10

Tabel no.2 Skor Alvarado

Nilai :

< 4 kronis

4 – 7 ragu-observasi

> 7 akut

10. Etiologi

Neonatus

Penyebab apendisitis adalah penyakit hirscsprung, emboli akibat anomali jantung, NEC

(necrotizing enterocolitis) atau infark mesenterium.

18

Page 19: Revisi app kronik hal 17 slsai

Anak

Penyebab apendisitis adalah paling sering disebabkan oleh sumbatan cacing askaris.4

11. Diagnosis banding

Diagnosis banding untuk apendisitis adalah :

a. Limfadenitis mesenterika pada anak-anak.

b. Penyakit pelvis pada wanita (misalnya penyakit inflamasi pelvis, ISK, kehamilan ektopik,

rupture kista korpus luteum).

c. Lebih jarang : Penyakit Crohn, kolesistitis, perforasi ulkus duodenum, pneumonia kanan

bawah, torsio testis kanan, diabetes mellitus pada pasien yang lebih muda dan usia

pertengahan.

d. Jarang : perforasi karsinoma sekum, diverticulitis sigmoid, diverticulitis sekum pada

pasien yang lebih tua.2

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding :

1. Gastroenteritis. Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri.

Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya

hiperperistaltik. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan

apendisitis akut.

2. Demam dengue. Demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis.

Pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif pada rumple leede, trombositopenia,

dan peningkatan hematokrit.

19

Page 20: Revisi app kronik hal 17 slsai

3. Limfadenitis mesenterika. Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh

enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah

kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut

sebelah kanan.

4. Kelainan ovulasi. Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri

pada perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang

sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang

dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

5. Infeksi panggul. Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.

Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut

lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada

gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.

6. Kehamilan di luar kandungan. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan

keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar

rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis

dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri

dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

7. Kista ovarium terpuntir. Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan

teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok

rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan

diagnosis.

8. Endometriosis eksterna. Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di

tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena

tidak ada jalan ke luar.

9. Urolitiasis pielum/ureter kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang

menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering

ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit

20

Page 21: Revisi app kronik hal 17 slsai

tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri

kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria,

10. Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah

peradangan di perut, seperti diverticulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau

lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, diverticulitis kolon, obstruksi usus awal,

perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.1

12. Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya

pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu

diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan

tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka,

insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak

jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi

dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan

laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapt segera menentukan akan dilakukan operasi

atau tidak.1

12.1 Pembedahan

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai.

Suhu tubuh tidak melebihi 38 derajat, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam. Nadi di bawah

120/menit.

12.1.2 Teknik pembedahan

Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilikus. Sayatan Fowler Weier

lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat

diperlebar ke medial dengan memotong fasia dan otot rektus. Sebelum membuka peritoneum tepi

21

Page 22: Revisi app kronik hal 17 slsai

sayatan diamankan dengan kasa. Membuka peritoneum sedikit dahulu dan alat penghisap telah

disiapkan sedemikian rupa sehingga nanah dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi

sayatan-sayatan peritoneum diperlebar dan penghisapan nanah diteruskan. Appendiktomi

dikerjakan seperti biasa. Pencucian rongga peritoneum mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl

fisiologis sampai benar-benar bersih. Cairan yang dimasukkan terlihat jernih sewaktu diisap

kembali. Pengumpulan nanah biasa ditemukan di fossa apendiks, rongga pelvis, di bawah

diafragma dan diantara usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga

setelah peritoneum dan lapisan fasia yang menempel peritoneum dan sebagian otot di jahit.

Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat.

Pemasangan drain intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian rongga

peritoneum benar-benar bersih, drain tidak diperlukan. Lebih baik dicuci bersih tanpa drain

daripada dicuci kurang bersih dipasang drain.3

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)

Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati

titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan

dan umbilikus.5

Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal.

Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.6

Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal

atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.

22

Page 23: Revisi app kronik hal 17 slsai

Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.7

13. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada apendisitis adalah :

a. Infeksi luka.

Infeksi tetap merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca bedah apendisitis.

Meskipun infeksi dapat terjadi di banyak tempat. Lokasi pembedahan adalah tempat terjadinya

infeksi yang paling menonjol. Pengobatan abses intra-abdomen biasanya berupa drainase

perkutan dan antibiotik intravena yang memberikan hasil baik.2,8

b. Abses intraabdomen (pelvis, fosa iliaka kanan, subfrenikus)

c. Perlekatan

d. Aktinomikosis abdomen

e. Piemia porta.8

f. Obstruksi usus

g. Infertilitas

h. Risiko infertilitas tuba pada pasien perempuan pasca apendisitis tidak jelas.

i. Lain-lain

Pasien lanjut usia mempunyai angka komplikasi yang lebih tinggi.8

23

Page 24: Revisi app kronik hal 17 slsai

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa

yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Massa periapendikuler. Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa

periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran

pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.

Oleh karena itu, massa perpendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi

untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasinya masih mudah. Pada anak, dipersiapkan

operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan masa peripendikuler yang terpincang

dengan pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik

sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila

sudah tidak ada demam, massa perpendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh

pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses

apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan

teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adannya masa yang nyeri di region

illiaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler.

Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Crohn, dan amuboma. Perlu

juga disingkirkan kemungkinan akinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan

ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendiks. Kunci diagnosis biasa terletak pada

anamnesis yang khas. Apendiktomi dilakukan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang

telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman

aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan

apendiktomi. Pada anak kecil, wanita hamil dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif

tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. Bila sudah

terjadi abses, dianjurkan drainase saja, apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian.

Jika pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus

dilakukan apendiktomi.

24

Page 25: Revisi app kronik hal 17 slsai

Apendisitis perforata. Adanya fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil)

dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi

apendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60% faktor

yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar,

keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan

atherosklerosis. Insidens tertinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis,

anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan

kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum

berkembang. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan

demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi nyeri seluruh perut, dan perut menjadi tegang

dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan

pungtum maksimum di region iliaka kanan, peristaltis usus dapat menurun sampai menghilang

akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar

terlokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa

intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai abses. Ultrasonografi dapat

membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan

abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan

membantu membedakannya.

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif

dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum

pembedahan. Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan

pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah

serta pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini, mulai banyak dilaporkan pengelolaan

apendisitis perforasi secara laparoskopi apendiktomi. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat

dibilas dengan mudah. Hasil dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparatomi

terbuka, tetapi keuntungannya adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.

Karena terdapat kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, sebaiknya dilakukan pemasangan

penyalir subfasia. Kulit dibiarkan terbuka dan nantinya akan dijahit bila sudah dipastikan tidak

ada infeksi. Pemasangan penyalir intraperitoneal tidak perlu dilakukan pada anak karena justru

lebih sering menyebabkan komplikasi infeksi.1

25

Page 26: Revisi app kronik hal 17 slsai

14. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat, tingkat mortalitas dan morbiditas dari penyakit ini sangat

kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi

komplikasi.

15. Daftar pustaka

1. Sjamsuhidajat, de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2012.h.755-62.

2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga; 2006.h.106-7.

3. Reksoprodjo S. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FKUI: 1995.h.109-12.

4. http://kedokteranebook.blogspot.com/2013/09/apendisitis-akut-pada-anak-acute.html

5. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’ Surgical

Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.

6. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s Short Practice of

Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004.

7. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J Anat.

Soc. India 50(2) 170-178 (2001)

8. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Ilmu bedah sabiston. Edisi ke-

17. Jakarta: EGC; 2010.h.632-5.

26