retensi urin

20
TAMBAHAN KLASIFIKASI Retensi urin akut Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit karena sedikit2 nimbunnya. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter. Retensi urin kronik Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Misalnya lama-lama tidak bisa kencing. pada pembesaran prostat, pembesaran sedikit-sedikit, bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari. GAMBARAN KLINIS

Upload: si-sari-wisholic

Post on 18-Feb-2016

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

j/lk;l';l.;

TRANSCRIPT

Page 1: RETENSI URIN

TAMBAHAN

KLASIFIKASI

Retensi urin akut

Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan disertai

rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit

karena sedikit2 nimbunnya. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama

sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini

termasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera

dipasang kateter.

Retensi urin kronik

Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang disebabkan oleh

peningkatan volume residu urin yang bertahap. Misalnya lama-lama tidak bisa kencing.

pada pembesaran prostat, pembesaran sedikit-sedikit, bisa kencing sedikit tapi bukan

karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada

tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak

lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih

dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun

dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.

GAMBARAN KLINIS

Gejala retensi urin dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan pada pasien, yang

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan subyektif

Yaitu mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui

anamnesis yang sistematik. Dari pemeriksaan subyektif biasanya didapat

keluhan seperti nyeri suprapubik, mengejan karena rasa ingin kencing, serta

kandung kemih berasa penuh.

Dari hasil anamnesis biasanya diperoleh :

Tidak bisa kencing atau kencing menetes /sedikit-sedikit

Page 2: RETENSI URIN

Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah

Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas tulang

belakang.

Pada kasus kronis, keluhan uremia

2. Pemeriksaan obyektif

Yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk mencari data-data

yang objektif mengenai keadaan pasien. Dari pemeriksaan obyektif dengan

metode palpasi atau perkusi, biasanya ditemukan massa di daerah

suprasimfisis karena kandung kemih yang terisi penuh dari suatu retensi urin.

Inspeksi:

Penderita gelisah

Benjolan/massa perut bagian bawah

Tergantung penyebab : batu di meatus eksternum, pembengkakan

dengan/tanpa fistulae didaerah penis dan skrotum akibat striktura

uretra, perdarahan per uretra pada kerobekan akibat trauma.

Palpasi dan perkusi

Teraba benjolan/massa kistik-kenyal (undulasi) pada perut bagian

bawah.

Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis atau

menimbulkan perasaan ingin kencing yang sangat mengganggu.

Terdapat keredupan pada perkusi.

Dari palpasi dan perkusi dapat ditetapkan batas atas buli-buli yang penuh,

dikaitkan dengan jarak antara simfisis-umbilikus. Tergantung penyebabnya :

- teraba batu di uretra anterior sampai dengan meatus eksternum.

- teraba dengan keras (indurasi) dari uretra pada striktura yang panjang

- teraba pembesaran kelenjar prostat pada pemeriksaan colok dubur.

- teraba kelenjar prostat letaknya tinggi bila terdapat ruptur total uretra

posterior

3.1 PENANGANAN RETENSI URINE

Urin dapat dikeluarkan dengan cara Kateterisasi atau Sistostomi. Penanganan pada

retensi urin akut berupa : kateterisasi – bila gagal – dilakukan Sistostomi.

Page 3: RETENSI URIN

3.1.1. Kateterisasi

Kateterisasi Uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui uretra.

Tujuan Kateterisasi

Tindakan ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun untuk tujuan terapi.

Tindakan diagnosis antara lain adalah :

1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urin guna

pemeriksaan kultur urin.

2. Mengukur residu (sisa) urin yang dikerjakan sesaat setelah pasien selesai

miksi.

3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain :

Sistografi atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan

voiding cysto-urethrography (VCUG).

4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra vesika.

5. Untuk menilai produksi urin pada saat dan setelah operasi besar.

Indikasi kateterisasi :

1. Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik

yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan

darah) yang menyumbat uretra.

2. Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.

3. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada

operasi prostatektomi, vesikolitektomi.

4. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi

uretra.

5. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik

untuk buli-buli.

Kontraindikasi kateterisasi :

Ruptur uretra, ruptur buli-buli, bekuan darah pada buli-buli.

Page 4: RETENSI URIN

Macam-macam Kateter

Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat, pemakaian, sistem

retaining (pengunci), dan jumlah percabangan.

Ukuran Kateter

Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini

merupakan ukuran diameter luar kateter.

1 Cheriere (Ch) atau 1 French (Fr) = 0,33 milimeter atau

1 milimeter = 3 Fr

Jadi, kateter yang berukuran 18 Fr artinya diameter luar kateter itu adalah 6 mm.

Kateter yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai diameter

lumen yang sama karena adanya perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter

itu.

Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (lateks), lateks dengan

lapisan silikon (siliconized) dan silikon.

Bentuk Kateter

Straight catheter merupakan kateter yang terbuat dari karet (lateks), bentuknya

lurus dan tanpa ada percabangan. Contoh kateter jenis ini adalah kateter Robinson

dan kateter Nelaton.

Page 5: RETENSI URIN

Disadur dari Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman

230

Coude catheter yaitu kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Kateter ini

dipakai jika usaha kateterisasi dengan memakai kateter berujung lurus mengalami

hambatan yaitu pada saat kateter masuk ke uretra pars bulbosa yang berbentuk

huruf “S”, adanya hiperplasia prostat yang sangat besar, atau hambatan akibat

sklerosis leher buli-buli. Contoh jenis kateter ini adalah kateter Tiemann.

Tindakan Kateterisasi

Pada wanita

Pemasangan kateter pada wanita jarang menjumpai kesulitan karena uretra

wanita lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat mencari

muara uretra karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra

oleh tumor uretra / tumor vaginalis / serviks. Untuk itu mungkin perlu dilakukan

dilatasi dengan busi a boule terlebih dahulu.

Pada pria

Teknik kateterisasi pada pria adalah sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan desinfeksi pada penis dan daerah sekitarnya, daerah

genitalia dipersempit dengan kain steril.

Page 6: RETENSI URIN

2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin / jelly dimasukkan ke dalam

orifisium uretra eksterna.

3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah daerah sfingter

uretra eksterna akan terasa tahanan; pasien diperintahkan untuk mengambil

nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus

didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin dari

lubang kateter.

4. Kateter terus didorong masuk ke buli-buli hingga percabangan kateter

menyentuh meatus uretra eksterna.

5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.

6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung

(urinbag).

7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.

3.1.2. Kateterisasi Suprapubik

Kateterisasi Suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang

pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan mengeluarkan urin.

Kateterisasi suprapubik ini biasanya dikerjakan pada :

1. Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra.

2. Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra, misalkan pada

ruptur uretra atau dugaan adanya ruptur uretra.

3. Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.

4. Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR

Prostat.

Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi

terbuka atau dengan perkutan (trokar) sistostomi.

Sistostomi Trokar

Kontraindikasi Sistostomi Trokar : tumor buli-buli, hematuria yang belum jelas

penyebabnya, riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen / pelvis, buli-

Page 7: RETENSI URIN

buli yang ukurannya kecil (contracted bladder), atau pasien yang mempergunakan

alat prostesis pada abdomen sebelah bawah.

Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat trokar.

Disadur dari Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman

239

Alat-alat dan bahan yang digunakan :

1. Kain kasa steril.

2. Alat dan obat untuk desinfeksi (yodium povidon).

3. Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi.

4. Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah

diisi dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter.

5. Obat anestesi lokal.

6. Alat pembedahan minor, antara lain : pisau, jarum jahit kulit, benang sutra

(zeyde).

7. Alat trokar dari Campbel atau trokar konvensional.

Page 8: RETENSI URIN

8. Kateter Foley (ukuran tergantung alat trokar yang digunakan). Jika

mempergunakan alat trokar konvensional, harus disediakan kateter Naso-

gastrik(NG tube) no. 12.

9. Kantong penampung urine (urinebag).

Langkah-langkah Sistostomi Trokar :

1. Desinfeksi lapangan operasi.

2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.

3. Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan Lidokain 2% mulai dari kulit,

subkutis hingga ke fasia.

4. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling cembung +

1 cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia.

5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc

untuk memastikan tempat kedudukan buli-buli.

6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan

dari fasia dan otot-otot detrusor.

7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan

keluar urine memancar melalui sheath trokar.

8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk)

dan sheath dikeluarkan melalui buli-buli sedangkan bagian slot kateter

setengah lingkaran tetap ditinggalkan.

9. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran,

kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc. Setelah

balon dipastikan berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran

dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong

penampung urin (urinbag).

10. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi

ditutup dengan kain kasa steril.

Page 9: RETENSI URIN

Menusukkan alat trokar ke dalam buli-buli

Disadur dari Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman

241

Setelah yakin trokar masuk ke buli-buli, obturator dilepas dan hanya slot kateter

setengah lingkaran ditinggalkan

Disadur dari Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman

241

Page 10: RETENSI URIN

Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat pula digunakan alat trokar

konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini tidak dilengkapi

dengan slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang digunakan adalah NG

tube nomer 12 F. Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam buli-buli pangkalnya

harus dipotong untuk mengeluarkan alat trokar dari buli-buli.

Penyulit

Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah

pemasangan kateter sistotomi adalah :

1. Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat.

2. Mencederai rongga / organ peritoneum.

3. Menimbulkan perdarahan.

4. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik akan

menimbulkan infeksi, ekskrutasi kateter, timbul batu saluran kemih,

degenerasi maligna mukosa buli-buli, dan terjadi refluks vesiko-ureter.

Sistostomi Terbuka

Sistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontraindikasi pada tindakan

sistostomi trokar atau bila tidak tersedia alat trokar. Dianjurkan untuk melakukan

sistostomi terbuka jika terdapat jaringan sikatriks / bekas operasi di daerah

suprasimfisis, sehabis mengalami trauma di daerah panggul yang mencederai

uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang tidak mungkin

dilakukan tindakan per uretram. Tindakan ini sebaiknya dikerjakan dengan

memakai anestesi umum.

Tindakan

1. Desinfeksi seluruh lapangan operasi.

2. Mempersempit daerah operasi dengan kain steril.

3. Injeksi anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum.

4. Insisi vertikal pada garis tengah + 3-5 cm diantara pertengahan simfisis dan

umbilicus.

Page 11: RETENSI URIN

5. Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea alba yang

merupakan pertemuan fasia yang membungkus muskulus rektus kiri dan

kanan. Muskulus rektus kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat jaringan

lemak, buli-buli dan peritoneum. Buli-buli dapat dikenali karena warnanya

putih dan banyak terdapat pembuluh darah.

6. Jaringan lemak dan peritoneum disisihkan ke kranial untuk memudahkan

memegang buli-buli.

7. Dilakukan fiksasi pada buli-buli dengan benang pada 2 tempat.

8. Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara 2 tempat yang telah

difiksasi.

9. Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau tajam

hingga keluar urin, yang kemudian (jika perlu) diperlebar dengan klem. Urin

yang keluar dihisap dengan mesin penghisap.

10. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya : tumor, batu, adanya

perdarahan, muara ureter atau penyempitan leher buli-buli.

11. Pasang kateter Foley ukuran 20F-24F pada lokasi yang berbeda dengan luka

operasi.

12. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan sero-muskularis.

13. Ditinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis demi lapis.

Balon kateter dikembangkan dengan aquadest 10 cc dan difiksasikan ke kulit

dengan benang sutra.

3.2. KOMPLIKASI

Retensi urine dapat mengakibatkan :

a. Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan

didalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.

b. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen

akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter

dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.

c. Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan di

daerah uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit) tanpa

bisa ditahan oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan urin.

Keadaan ini disebut : inkontinensi paradoksa atau "overflow incontinence"

Page 12: RETENSI URIN

d. Tegangan dari dinding buli-buli terns meningkat sampai tercapai batas toleransi

dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga

kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan

kontraksi otot buli-buli akan menyusut.

e. Retensi urin merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK)

dan bila ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat yang serius seperti

pielonefritis, urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut.

Urin yang tertahan lama di dalam buli-buli, secepatnya harus dikeluarkan, karena

jika dibiarkan, akan menimbulkan masalah, seperti : mudah terjadi infeksi saluran

kemih, kontraksi otot buli-buli menjadi lemah, timbul hidroureter dan hidronefrosis

yang selanjutnya akan dapat menimbulkan gagal ginjal.

Akibat retensi urin kronis dapat terjadi : trabekulasi (serat-serat otot detrusor

menebal), sacculae (tekanan intravesika meningkat, selaput lendir diantara otot-otot

membesar), divertikel, infeksi, fistula, pembentukan batu, overflow incontinence.

Page 13: RETENSI URIN

Patofisiologi

Normalnya urine tersusun dari bahan organik dan an organik terlarut

Terjadinya presipitasi kristal

Membentuk inti baru

Mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain menjadi kristal

Menempel di saluran kemih Retensi kristal

Batu saluran kemih Obstruksi saluran kemih

Mengendapkan bahan lain sehingga batu menadi lebih besar

Kristal semakin besar, menyebabkan obstruksi

Urine terkumpul diatas

Stagnasi urine Rasa ingin BAK, Dilatasi pada bagian Retensi urine

tapi tidak lampias Hidroureter

Mikroorganisme

Otot berkontraksi melawan obstruksi

GANGGUAN ELIMINASI URINE

RETENSI URINARIUSGANGGUAN

RASA NYAMAN

RESIKO INFEKSI

Page 14: RETENSI URIN

DAFTAR PUSTAKA

Retensi Urin Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Widjoseno Gardjito Lab/UPF Ilmu Bedah FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Schwartz, Seymour I. 2009. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed 6. EGC Jakarta

Ganong. Review of medical Phisiologi. USA. McGraw-Hill companies. 2003