resus-depresi dengan somatik

12
REFLEKSI KASUS GANGGUAN DEPRESIF DENGAN GEJALA SOMATIK Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Psikiatri di Puskesmas Sedayu 2 Yogyakarta Diajukan Kepada : Dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc, SpKJ Disusun Oleh : Hildani Rahma 20090310112

Upload: hildani-rahma

Post on 26-Sep-2015

2 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ilmu kedokteran jiwa

TRANSCRIPT

REFLEKSI KASUS

GANGGUAN DEPRESIF DENGAN GEJALA SOMATIK

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Psikiatri di Puskesmas Sedayu 2 Yogyakarta

Diajukan Kepada :

Dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc, SpKJ

Disusun Oleh :

Hildani Rahma

20090310112

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Rangkuman Kasus

Seorang pasien perempuan berinisial Bp. Y berusia 50 tahun datang sendiri ke poliklinik dengan keluhan nyeri ulu hati dan lemas sejak 3 hari yang lalu. Pasien merasakan keluhan ini kurang lebih 3-4 kali per bulan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku selain merasakan nyeri ulu hati dan mual, ia juga merasa kepala nya sering cekot-cekot, mual, muntah, diare, mudah cemas, bingung, gelisah, ragu-ragu dan sulit berkonsentrasi. Pasien mengira segala keluhan yang timbul ini akibat keracunan makanan. 2 bulan lalu pasien kehilangan pekerjaannya sebagai guru kontrak. Semenjak saat itu pasien merasa bersalah pada istri dan kedua anaknya karena tidak berpenghasilan lagi. Semenjak kejadian itu, istri pasien menjadi sumber penghasilan keluarga. Istri pasien membuka toko kelontong di rumahnya. Pasien juga sering sulit tidur, ingin menangis, mudah lelah, merasa malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan nafsu makannya berkurang, namun pasien menyangkal adanya perasaan ingin mati, ingin bunuh diri. Pasien mengemukakan lebih sering merasakan sedih karena harus melihat istri nya bekerja untuk menghidupi keluarga. Pasien juga menyangkal adanya pikiran berulang-ulang, pikirannya dikendalikan orang lain, pikirannya dapat diketahui orang lain, merasa dikendalikan kekuatan dari luar dirinya. Pasien tidak pernah mendengarkan suara-suara tanpa wujud, bayangan-bayangan yang tidak dapat dilihat orang lain selain dirinya, maupun bau-bau tertentu. Pasien selama ini belum pernah memeriksakan keluhan ini ke psikiatri dan belum pernah mendapatkan terapi.

Pemeriksaan fisik dilakukan dan didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, TD : 100/70 mmHg, N : 76 x / menit , RR : 16 x / menit , t : 36,8 C. Dari pemeriksaan psikiatri orientasi pasien OTWS baik, sikap kooperatif, tingkah laku normoaktif, roman muka normomimik, afek normoafek, bentuk pikir realistik, isi pikir tidak ditemukan waham kendali pikir, waham siar pikir, waham sedot pikir, waham magic mistik, waham curiga, waham kebesaran dan waham sisip pikir, progresi pikir kualitatif: tidak ada kelainan, kuantitatif: cukup bicara, halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada, hubungan jiwa mudah, perhatian mudah ditarik mudah dicantum, dan insight derajat 5 (pasien sadar dirinya sakit dan perlu pengobatan). Didapatkan sindrom anxietas berupa kecemasan (mudah cemas, bingung, ragu-ragu, sulit konsentrasi), ketegangan motorik (gelisah dan sakit kepala), dan overaktivitas otonomik (keluhan lambung); sindrom depresi, seperti mudah lelah, merasa malas untuk melakukan aktivitas, sulit tidur, nafsu makan berkurang dan ada perasaan bersalah.

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan psikiatri maka dokter membuat diagnosis banding antara lain: episode depresif ringan dengan gejala somatik (F32.01) dan episode depresif sedang dengan gejala somatik (F32.11). Kemudian dokter membuat diagnosis kerja Axis I : episode depresif sedang dengan gejala somatik (F32.11), Axis II : Tidak ada diagnosis, Axis III : Tidak ada, Axis IV : Masalah keluarga, Axis V : 80-71 (gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll) dan kemudian memberikan terapi berupa amitriptilin 1x25 mg, diazepam 2 mg 1x2 mg dan terapi simtomatik.

Perasaan terhadap pengalaman

Terdapat beberapa pilihan terapi yang digunakan untuk mengatasi depresi dan cemas. Saya tertarik untuk mempelajari pilihan-pilihan tersebut dengan mempertimbangkan efek samping dan efektivitasnya.

Evaluasi

Mengapa dokter memberikan amitriptilin 1 x 25 mg dan diazepam 1x2 mg sebagai terapinya? Apakah sudah tepat? Apabila belum, bagaimana prosedur tatalaksana yang tepat untuk kasus kecemasan dan depresi? Bagaimana efek samping dan efektivitasnya?

Analisis

Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja dengan Menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di presinaps membran sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norepinefrin di susunan saraf pusat. Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga mempunyaiaktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat. Sediaan obat ini adalah 25 mg dengan dosis anjuran 75 150 mg/hari. Indikasi penggunaannya apabila ditemukan pada pasien kriteria diagnostik sindrom depresi, yaitu selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami rasa hati yang murung, hilang minat dan rasa senang, kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan dan juga disertai gejala-gejala : penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian, pengurangan rasa harga diri dan percaya diri, pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna lagi, pandangan suram dan pesimistik terhadap masa depan, gagasan atau tindakan mencederai diri/bunuh diri, gangguan tidur, dan pengurangan nafsu makan.

Efek samping yang dapat ditimbulkan obat anti depresi berupa sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll), efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi, dll), efek anti adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi), efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insonmia). Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberika dengan dosis yang sama.

Pemilihan obat Antidepresi sebaiknya mengikuti urutan(step care) (mengingat lama terapi dan efek samping):

Step 1: Gol. SSRI (Fluoxetin, Sertraline, dll)

Step 2: Gol. Trisiklik (Amitriptilin)

Step 3: Gol. Tetrasiklin (Maprotiline), Gol. Atipikal (Trazodone), Gol. MAOI Reversible (Maclobemide)

Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 2 jam pemberian oral. Waktu paruh bervariasi antara 20 50 jam sedang waktu paruh desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan fungsi hati. Dengan sediaan 2 5 mg dan dosis anjuran PO 10 30 mg/hari 2 3 x sehari atau parenteral 2 10 mg perhari setiap 3 - 4 jam < 10 kg/BB = 5 mg, < 10 kg/BB = 10 mg. Diazepam digunakan untuk pengelolaan gangguan kecemasan atau untuk bantuan jangka pendek gejala kecemasan. Diazepam juga dapat digunakan untuk meringankan agitasi, kegoyahan, dan halusinasi pada saat penarikan alkohol dan meringankan beberapa jenis kejang otot. Hal ini juga dapat digunakan untuk mengobati kejang, insomni

Mekanisme kerja obat anxietas golongan benzodiazepine bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce the inhibitory action of GABA-ergic neuron sehinggga hiperaktivitas tersebut di atas mereda. Efek samping yang dapat ditimbulkan berupa sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah), relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll), potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika oleh karena at therapeutic dose they have low re-inforcing propeties . Pada sindrom anxietas yang disebabkan faktor situasi eksternal pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan.

Pada kasus ini pemberian obat amitriptilin 1 x 25 mg dan diazepam 1x2 mg yang diberikan sebagai terapi pada pasien ini sudah tepat karena selain sebagai terapi kecemasan dan depresi, namun pemberian obat hanya 1 x 1 per hari penulis rasa kurang tepat karena tidak sesuai dosis anjuran dari pustaka yang ada yang menyebutkan pemberian amitriptilin antara 75 150 mg/hari dan diazepam 10 30 mg/hari 2 3 kali sehari. Pemberian obat kurang dari dosis anjuran akan menyebabkan kurangnya efek obat terhadap keluhan pasien.

Kesimpulan

Dilaporkan pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan dengan keluhan nyeri ulu hati dan lemas sejak 3 hari yang lalu. Pasien merasakan keluhan ini kurang lebih 3-4 kali per bulan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku selain merasakan nyeri ulu hati dan mual, ia juga merasa kepala nya sering cekot-cekot, mual, muntah, diare, mudah cemas, bingung, gelisah, ragu-ragu dan sulit berkonsentrasi, sulit tidur, ingin menangis, mudah lelah, merasa malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan nafsu makannya berkurang. Namun pasien menyangkal adanya perasaan ingin mati, atau ingin bunuh diri. Pasien mengemukakan lebih sering merasakan sedih ketimbang rasa cemasnya. Pemeriksaan fisik dan psikiatri dalam batas normal. Tidak ditemukan sindrom skizofrenia pada pasien, hanya ditemukan sindrom anxietas dan sindrom depresi. Telah diberikan pengobatan berupa amitriptilin 1x25 mg dan diazepam 1x2 mg. Pengobatan tersebut tepat dalam mengobati sindrom depresi dan anxietas pasien namun dosis pemberian kurang besar sehingga efek terapetik kurang.

Daftar PustakaDirektorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI.Maramis, Willy & Maramis Albert. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Pres.

Wahyudi, KT. Cermin Dunia Kedokteran : Vertigo. Volume 39 no. 10. Medical department, PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta. Indonesia. 2014.

Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication) Edisi Ketiga. Jakarta. 2001.

http://ria-riyanti.blogspot.com/2010/11/diazepam.html diakses 2 April 2015 pukul 5:22 WIB

2