resume seminar gunung padang pada konferensi internasional gotrasawala

5
RESUME SEMINAR GUNUNG PADANG DI INTERNATIONAL CONFERENCE GOTRASAWALA 57 Desember 2013, Hotel Homann – Gd.Merdeka, Bandung Disparbud, Pemerintah Provinsi Jawa Barat Acara Seminar Internasional Gotrasawala, tgl 6 Desember 2013, dibuka oleh sambutan dari Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan dilanjutkan oleh Gubernur Jawa Barat. Bapak Gubernur mengungkapkan apresiasi dan optimismenya terhadap penelitian yang sudah dilakukan, khususnya oleh Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) dan menyatakan bahwa kontroversi pendapat tentang Gunung Padang tidak boleh menjadi penghalang, penelitian harus dilanjutkan sampai tuntas sehingga terang untuk semua pihak. Prof. Dr. Anthony Reid, sejarawan kenamaan dari Australian National University yang menjadi “general keynote speaker”, mengawali acara seminar dengan presentasi umum tentang sejarah Indonesia, khususnya Jawa Barat. Salah satu wacana menggelitik yang dikemukakan beliau adalah perihal ketiadaan fakta tentang keberadaan tinggalan budaya tinggi di tanah Jawa Barat, tidak seperti misalnya Candi Borobudur di Jawa Tengah, sehingga menurut beliau kebudayaan leluhur Jawa Barat dianggap “Low Culture”. Mudahmudahan apabila nanti keberadaan monumen agung yang masih terpendam di bawah Situs Gunung Padang sudah terungkap jelas maka budaya leluhur tanah Jawa Barat tidak lagi dianggap tertinggal. Gunung Padang menjadi tema utama acara seminar Gotrasawala yang perdana ini. Sehari sebelum seminar, pada tanggal 5 Desember 2013, diselenggarakan acara “Field Trip” atau ekskursi lapangan ke Situs Gunung Padang di Cianjur yang diikuti oleh semua peserta dari manca negara dan lokal. Seminar Gunung Padang pada tanggal 6 Desember, baru dimulai pada pukul 13:30 setelah rehat Sholat Jumat dan makan siang. Acara ini diisi oleh tiga pembicara utama, yaitu: Dr.Ir. Danny Hilman Natawidjaja, M.Sc (TTRM), Mr. Graham Hancock dari Inggris (UK) dan Prof.Dr. Robert Schoch dari Boston University USA. Mr. Hancock adalah peneliti terkenal dari U.K. yang banyak menulis buku tentang kebudayaan kuno dan situssitus megalitik besar di seluruh dunia. Prof. Schoch adalah ahli geologi yang juga banyak mengunjungi dan meneliti situssitus megalitik besar di dunia termasuk Piramid Giza dan Sphinx di Mesir dan Gobekli Tepe di Turki serta situssitus kontroversial seperti klaim Piramid di Bosnia dan bangunan megalitik besar yang tenggelam di dekat Pulau Yonaguni, perairan Okinawa, Jepang. Pembicara pertama, Dr. Natawidjaja, memaparkan metoda, data dan hasilhasil analisa penelitian TTRM di Gunung Padang secara cukup detil dan komprehensif selama sekitar satu seperampat jam. Dalam pemaparannya disampaikan bahwa penelitian di Gunung Padang adalah penelitian murni ilmiah yang komprehensif mengintegrasikan keahlian dan metoda dari berbagai disiplin keilmuan termasuk bidang arkeologi, geologi, geofisika, arsitektur dan kebudayaan. TTRM Khususnya memperkenalkan aplikasi metoda dan perangkat teknologi terkini untuk pemindaian struktur bawah permukaan di bidang ilmu kebumian, yaitu: teknik georadar (Ground Penetration Radar), teknik eksplorasi geolistrik (multichannel resistivity survey) dan teknik seismik tomografi. Berbagai penampang citra hasil pemindaian geofisika ini di‘kalibrasi’ jenis tanah/batuan penyusun setiap lapisanlapisannya oleh data sampel tanah/batuan dari hasil pemboran (“drill cores”). Dalam

Upload: erick-ridzky

Post on 07-Dec-2014

261 views

Category:

Education


8 download

DESCRIPTION

Prof. Dr. Anthony Reid, sejarawan kenamaan dari Australian National University yang menjadi “general keynote speaker”, mengawali acara seminar dengan presentasi umum tentang sejarah Indonesia, khususnya Jawa Barat. Salah satu wacana menggelitik yang dikemukakan beliau adalah perihal ketiadaan fakta tentang keberadaan tinggalan budaya tinggi di tanah Jawa Barat, tidak seperti misalnya Candi Borobudur di Jawa Tengah, sehingga menurut beliau kebudayaan leluhur Jawa Barat dianggap “Low Culture”. Mudah‐mudahan apabila nanti keberadaan monumen agung yang masih terpendam di bawah Situs Gunung Padang sudah terungkap jelas maka budaya leluhur tanah Jawa Barat tidak lagi dianggap tertinggal. Gunung Padang menjadi tema utama acara seminar Gotrasawala yang perdana ini. Sehari sebelum seminar, pada tanggal 5 Desember 2013, diselenggarakan acara “Field Trip” atau ekskursi lapangan ke Situs Gunung Padang di Cianjur yang diikuti oleh semua peserta dari manca negara dan lokal. Seminar Gunung Padang pada tanggal 6 Desember, baru dimulai pada pukul 13:30 setelah rehat Sholat Jumat dan makan siang. Acara ini diisi oleh tiga pembicara utama, yaitu: Dr. Ir. Danny Hilman Natawidjaja, M.Sc (TTRM), Mr. Graham Hancock dari Inggris (UK) dan Prof.Dr. Robert Schoch dari Boston University USA. Mr. Hancock adalah peneliti terkenal dari U.K. yang banyak menulis buku tentang kebudayaan kuno dan situs‐situs megalitik besar di seluruh dunia. Prof. Schoch adalah ahli geologi yang juga banyak mengunjungi dan meneliti situs‐situs megalitik besar di dunia termasuk Piramid Giza dan Sphinx di Mesir dan Gobekli Tepe di Turki serta situs‐situs kontroversial seperti klaim Piramid di Bosnia dan bangunan megalitik besar yang tenggelam di dekat Pulau Yonaguni, perairan Okinawa, Jepang.

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Seminar Gunung Padang pada Konferensi Internasional Gotrasawala

RESUME SEMINAR GUNUNG PADANG  

DI INTERNATIONAL CONFERENCE GOTRASAWALA  

5‐7 Desember 2013, Hotel Homann – Gd.Merdeka, Bandung 

Disparbud, Pemerintah Provinsi Jawa Barat 

 Acara Seminar  Internasional Gotrasawala,  tgl 6 Desember 2013, dibuka oleh  sambutan dari Wakil 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan dilanjutkan oleh Gubernur  Jawa Barat.   Bapak Gubernur 

mengungkapkan apresiasi dan optimismenya terhadap penelitian yang sudah dilakukan, khususnya 

oleh  Tim  Terpadu  Riset  Mandiri  (TTRM)  dan  menyatakan  bahwa  kontroversi  pendapat  tentang 

Gunung  Padang  tidak  boleh  menjadi  penghalang,  penelitian  harus  dilanjutkan  sampai  tuntas 

sehingga terang untuk semua pihak.   

Prof.  Dr.  Anthony  Reid,  sejarawan  kenamaan  dari  Australian  National  University  yang  menjadi 

“general  keynote  speaker”, mengawali  acara  seminar  dengan  presentasi  umum  tentang  sejarah 

Indonesia, khususnya Jawa Barat.   Salah satu wacana menggelitik yang dikemukakan beliau adalah 

perihal  ketiadaan  fakta  tentang  keberadaan  tinggalan  budaya  tinggi  di  tanah  Jawa  Barat,  tidak 

seperti misalnya  Candi  Borobudur  di  Jawa  Tengah,  sehingga menurut  beliau  kebudayaan  leluhur 

Jawa Barat dianggap “Low Culture”.   Mudah‐mudahan apabila nanti keberadaan monumen agung 

yang masih terpendam di bawah Situs Gunung Padang sudah terungkap  jelas maka budaya  leluhur 

tanah Jawa Barat tidak lagi dianggap tertinggal. 

Gunung Padang menjadi tema utama acara seminar Gotrasawala yang perdana ini.  Sehari sebelum 

seminar, pada tanggal 5 Desember 2013,  diselenggarakan acara “Field Trip” atau ekskursi lapangan 

ke  Situs Gunung Padang di Cianjur  yang diikuti oleh  semua peserta dari manca negara dan  lokal.   

Seminar Gunung  Padang  pada  tanggal  6 Desember, baru dimulai pada pukul  13:30  setelah  rehat 

Sholat Jumat dan makan siang.  Acara ini diisi oleh tiga pembicara utama, yaitu: Dr.Ir. Danny Hilman 

Natawidjaja, M.Sc  (TTRM), Mr. Graham Hancock dari  Inggris  (UK) dan Prof.Dr. Robert Schoch dari 

Boston University USA.   Mr. Hancock adalah peneliti  terkenal dari U.K. yang banyak menulis buku 

tentang kebudayaan kuno dan situs‐situs megalitik besar di seluruh dunia.  Prof. Schoch adalah ahli 

geologi  yang  juga banyak mengunjungi dan meneliti  situs‐situs megalitik besar di dunia  termasuk 

Piramid Giza dan Sphinx di Mesir dan Gobekli Tepe di Turki  serta    situs‐situs kontroversial  seperti 

klaim  Piramid  di  Bosnia  dan  bangunan megalitik  besar  yang  tenggelam  di  dekat  Pulau  Yonaguni, 

perairan Okinawa, Jepang.  

Pembicara pertama, Dr. Natawidjaja, memaparkan metoda, data dan hasil‐hasil analisa penelitian 

TTRM di Gunung Padang  secara cukup detil dan komprehensif selama sekitar satu seperampat jam. 

Dalam  pemaparannya  disampaikan  bahwa  penelitian  di  Gunung  Padang  adalah  penelitian murni 

ilmiah  yang  komprehensif mengintegrasikan  keahlian  dan metoda  dari  berbagai  disiplin  keilmuan 

termasuk  bidang  arkeologi,  geologi,  geofisika,  arsitektur  dan  kebudayaan.    TTRM  Khususnya  

memperkenalkan aplikasi metoda dan perangkat teknologi terkini untuk pemindaian struktur bawah 

permukaan  di  bidang  ilmu  kebumian,  yaitu:  teknik  georadar  (Ground  Penetration  Radar),  teknik 

eksplorasi  geolistrik  (multi‐channel  resistivity  survey)  dan  teknik  seismik  tomografi.    Berbagai 

penampang  citra  hasil  pemindaian  geofisika  ini  di‐‘kalibrasi’  jenis  tanah/batuan  penyusun  setiap 

lapisan‐lapisannya  oleh  data  sampel  tanah/batuan  dari  hasil  pemboran  (“drill  cores”).    Dalam 

Page 2: Resume Seminar Gunung Padang pada Konferensi Internasional Gotrasawala

presentasi, Dr.Eng. Bagus Endar,  anggauta TTRM  yang Ketua Himpunan Ahli Geofisika  Jawa Barat 

dan  juga  staf pengajar di Fisika Bumi  ITB, menjelaskan  studi  seismik  tomografi di Gunung Padang 

oleh  tim  yang  dipimpinnya.    Beliau  dengan  jelas  dan  tegas  menepis  tuduhan  miring  tentang 

penggunaan  dinamit  dalam  survey.    Yang  dipakai  untuk  “source”  sumber  bunyi  survey  tomografi 

adalah peledak kecil berbahan mercon dengan ukuran hanya 5 sentimeter.   Hasil survey tomografi 

konsisten  dengan  hasil  survey  geolistrik  dan  georadar  tentang  keberadaan  struktur  bangunan  di 

bawah permukaan.  Ir. Chaedar Saleh ikut berbicara  mewakili Bpk.Ir. Pon Purajatnika, ahli lanskap‐

arsitektur ITB yang banyak meneliti arsitektur sunda dan tinggalan purbakalanya, menguraikan aspek 

lanskap dan model arsitektur dari situs Gunung padang dari hail pemindaian geofisika.  Kemudian Dr. 

Undang  Darsa,  ahli  filologi  dan  budaya  Sunda  dari  Universitas  Pajajaran,    menguraikan 

pandangannya  yang  menarik  tentang  hasil  penelitian  Gunung  Padang  ditinjau  dari  sejarah  dan 

kebudayaan Sunda.  Beliau mengatakan bahwa pada penelitian tahap lanjutan nanti sangat penting 

untuk mempelajari  berbagai  simbol‐simbol  yang  banyak  terlihat  di  bebatuan  situs,  tentu  setelah 

terlebih  dahulu  dipisah‐pisahkan mana  yang  hasil  proses  alam  dan mana  yang  dibuat manusia.  

Singkatnya, hasil penelitian TTRM nyata serta  teruji secara  ilmiah; Semua metoda dan  teknik yang 

dipakai dalam penelitian sangat aman, tidak ada yang merusak  lingkungan apalagi situs.   Penelitian 

TTRM di Gunung Padang adalah penelitian yang dilakukan  secara  sukarela oleh para anggautanya 

tidak  didanai  oleh  pemerintah.   Dr.  Bagus  Endar   mengemukakan  bahwa  kegiatannya  di Gunung 

Padang adalah juga bagian dari kegiatan HAGI jabar dalam bakti dan pemasyarakatan  ilmu.   Semua 

kegiatan  penelitian  di  Gunung  Padang  dilakukan  sesuai  dengan  prosedur  dan  perizinan  yang 

semestinya. 

Dalam presentasi Dr. D.H. Natawidjaja menguraikan bahwa temuan‐temuan penting hasil penelitian 

adalah sebagai berikut: 1. Situs punden‐berundak yang terdiri dari susunan batu‐batu kolom andesit‐

basaltik  (“columnar  joint  rocks”)  tidak  hanya  sebatas  3  hektar  di  atas  bukit  (seperti  yang  sudah 

ditetapkan)    tapi menutupi  seluruh  badan  bukit  setinggi  100 meter  dengan  luasan mencapai  15 

hektar,  bahkan mungkin  lebih  besar  lagi;  2. Di  bawah  permukaan masih  ditemukan  lapisan  yang 

tersusun dari batu‐batu kolom sejenis sampai kedalaman 15 meteran yang juga dibuat oleh manusia 

(man‐made) bukan dalam posisi/kondisi alamiah; 3. Formasi batuan alamiah/geologi baru ditemukan 

(ditembus bor) pada kedalaman  sekitar 15 meter dari permukaan  situs berupa  tubuh batuan  lava 

basaltik masif yang tebalnya mencapai lebih dari 15 meter.  Namun geometri luar tubuh batuan lava  

terlihat seperti sudah dipahat atau dibentuk oleh manusia.   Didalam tubuh batuan  lava  ini  terlihat 

ada  lorong dan ruang   besar.   Lorong‐lorong dan ruang‐ruang di dalamnya kemungkinan besar juga 

sudah  dibentuk manusia  walaupun mungkin  saja  asalnya  berupa  gua  lava  alamiah.    Singkatnya, 

geologi  Gunung  Padang memang  sisa  komplek  gunung  api  purba  berumur  jutaan  tahun  (Zaman 

Tersier), asalnya berupa bukit lava alamiah yang terhampar di atas lapisan tufa gunung api; Namun 

bukit  lava  itu  sudah  dipermak  menjadi  semacam  bangunan  dan  dari  zaman  ke  zaman  secara 

bertahap ditutupi oleh  susunan batu‐batu  kolom berlapis‐lapis  sampai  setebal 15 meteran.   Yang 

lebih  mencengangkan  lagi  adalah  umur‐umur  dari  lapisan‐lapisan  situs  tersebut.    Berdasarkan  

analisa  umur  dengan metoda  karbon  dating  yang  dilakukan  di  Badan  Tenaga Atom  (BATAN)  dan 

BETA  Analytic  USA  yang  terakreditisasi  secara  internasional,  situs  yang  terlihat  di  permukaan 

didirikan di atas tanah yang berumur 2500 sampai 3500 tahunan (500‐1500 tahun SM).   Kemudian 

lapisan  bangunan  susunan  batu  kolom  kedua  di  bawahnya  setebal  2‐4  meteran  mempunyai 

campuran  tanah  dan  berdiri  di  atas  hamparan  pasir  kerikil  yang mempunyai  kandungan  karbon 

berumur 6700 sampai 7000  tahunan  (4700 sampai 5000  tahun SM).   Lapisan batu kolom ketiga di 

Page 3: Resume Seminar Gunung Padang pada Konferensi Internasional Gotrasawala

bawahnya ditemukan  tertimbun oleh  tanah urug  yang berumur  sekitar  10.000  tahun.    Kemudian 

umur karbon dari sisipan tanah pada lapisan ketiga ini berkisar dari 13.000 sampai 25.000 tahun lalu.  

Apabila  keberadaan bangunan dan umur‐umurnya nanti  sudah  lebih  lanjut diverifikasi  dan diakui 

dunia, maka situs Gunung Padang akan menjadi mahakarya agung tertua di dunia yang menjadi saksi 

dari perkembangan sejarah peradaban yang hilang.   

Di  bagian  akhir  presentasi  Dr. Natawidjaja menguraikan  tentang  temuan  di Gunung  Padang  dari 

kacamata  ilmu  pengetahuan  “mainstream”.    Dikemukakan  bahwa  pengetahuan  saat  ini  hanya 

mengakui bahwa perkembangan peradaban di dunia baru  terjadi  sejak  sekitar 10.000  tahun  lalu.  

Namun dilain pihak dunia  ilmiah  juga mengakui bahwa manusia modern  sudah ada di bumi  sejak 

sekitar 195.0000  tahun  lalu.   Artinya, dunia meyakini bahwa manusia  tetap dalam zaman primitif, 

hidup berburu dan tidur di hutan dan gua‐gua selama 185.000 tahun  lamanya; Tapi tiba‐tiba sejak 

10.000 tahun lalu tanpa sebab yang diketahui mendadak pintar.  Temuan konstruksi bangunan besar 

yang lebih tua dari 10.000 tahun seperti di Gunung Padang tentu kontradiktif dengan dogma ilmiah 

ini, namun kalau nanti sudah diakui  akan menjadi terobosan besar dalam dunia ilmu pengetahuan.  

Dr.  Natawidjaja menguraikan  bahwa    ‘kontradiktif’  ini  dapat  dijelaskan  oleh  konsep  baru,  yaitu 

bahwa perkembangan peradaban/kebudayaan di dunia  ini tidak menerus melainkan  ‘siklus’ artinya 

berkali‐kali  terputus atau hancur oleh berbagai bencana alam katastrofi  sehingga peradaban yang 

sudah maju  bisa  kembali menjadi  primitif  lagi  dan  kemudian  harus merangkak  lagi  untuk maju 

kembali.  Dengan kata lain sejarah awal perkembangan peradaban kita sejak 10.000 tahun lalu boleh 

jadi bukan satu‐satunya peradaban   tapi hanya siklus peradaban setelah terjadi bencana katastrofi 

ketika perioda “Younger Dryas” (12.900 – 11.600 tahun lalu)  di akhir Zaman Pleistosen.    

Mr.  Graham  Hancock  dan  Prof.  Robert  Schoch  dalam  presentasinya menyatakan  kekagumannya 

terhadap Gunung Padang dan  hasil penelitiannya.  Dua‐duanya menyatakan setuju dengan instruksi 

Bapak Gubernur Jawa Barat   bahwa   penelitian di Gunung Padang wajib dituntaskan dan didukung 

penuh  oleh  pemerintah  dan  masyarakat.    Ketika  kunjungan  ke  Gunung  Padang,  mereka  sudah  

berdiskusi  panjang  lebar  dengan  TTRM  di  lokasi.    Menurut  mereka  bukti‐bukti  ilmiah  dari 

keberadaan  struktur bangunan besar di bawah  situs  sangat meyakinkan.   Data umur hasil karbon 

dating  pun  konsisten  dan  “valid”  secara  ilmiah meskipun mereka menganjurkan  untuk  dilakukan 

penelitian  umur  yang  lebih  detil  lagi.   Mereka mengatakan  bahwa  Situs  Gunung  Padang  dapat 

menjadi situs cagar budaya yang terpenting di dunia, dan akan menjadi pusat perhatian dunia ilmiah 

sekaligus menjadi  tujuan  wisata manca  negara.   Mereka mengungkapkan  sangat  berterimakasih  

kepada panitia acara dan Pemerintah Provinsi  Jawa Barat karena sudah diundang datang sehingga 

berkesempatan melihat  sendiri  situs  Gunung  Padang  dan  hasil‐hasil mutakhir  dari  penelitiannya.  

Dengan  jujur  mereka  katakan  sangat  puas  karena  ternyata  lebih  baik  dari  yang  mereka  duga 

sebelumnya. 

Dalam seminar, baik Mr. Hancock dan Prof. Schoch, sama‐sama mempresentasikan fakta‐fakta dari 

berbagai  lokasi situs megalitik di seluruh dunia yang mendukung adanya peradaban maju sebelum 

10.000  tahun  lalu.   Diantaranya Mr. Hancock mempresentasikan  tentang  hasil  penelitian  di  Situs 

Gobekli Tepe di Turki.   Gobekli Tepe adalah situs megalitik besar yang asalnya  tertimbun  tanah di 

bawah  bukit, mirip  dengan  Gunung  Padang.    Bangunan  Gobekli  Tepe  ini  juga  berlapis‐lapis  dari 

zaman  ke  zaman.    Lapisan  yang  paling  tua  yang  sudah  dieskavasi  berumur  sekitar  11.600  tahun.  

Situs ini terdiri dari batu‐batu masif besar yang terukir sangat bagus membentuk lingkaran‐lingkaran. 

Singkatnya bangunan Gobekli  tepe  tidak mungkin dibuat oleh masyarakat berbudaya primitif  tapi 

Page 4: Resume Seminar Gunung Padang pada Konferensi Internasional Gotrasawala

sudah  berbudaya  tinggi.   Menariknya,  Situs  Gobekli  Tepe  juga  ditimbun  dengan  tanah  dan  batu 

dengan sengaja pada sekitar 9600 tahun lalu dengan alasan yang masih misterius, terutama karena 

pekerjaan menimbunnya sama sulitnya dibanding dengan membangunnya.  Inilah satu‐satunya situs 

bangunan kuno di dunia yang kisaran umurnya dapat disebandingkan dengan Situs Gunung Padang.  

Kemudian  Mr  Hancock  juga  mempresentasikan  penelitiannya  di  Situs  Nan  Madol  di  Kepulauan 

Mikronesia, di barat  Lautan Pacific.   Situs Nan Madol disusun dari batu‐batu kolom persis  seperti 

batuan penyusun situs Gunung Padang.  Menurut penelitian, Situs Nan Madol yang berada di atas air 

berumur sekitar Abad ke‐12 dan 13 Masehi, namun bangunan situs ini menurut penelitian Hancock 

menerus sampai jauh ke kedalaman lebih dari 40 meter di bawah air, sehingga patut dicurigai bahwa 

Nan Madol  ini  juga berlapis‐lapis seperti situs Gunung Padang dan boleh  jadi mulai dibangun sejak 

sebelum  10.000  tahun  ketika  permukaan  air  laut masih  sekitar  50 meter  di  bawah muka  airlaut 

sekarang.  Selanjutnya Graham menguraikan berbagai data dan argumen tentang kemungkinan ada 

peradaban maju  pada  zaman  es  tapi  punah  oleh  bencana  ketika  perioda  Younger  Dryas.  Beliau 

menguraikan hipotesa tumbukan meteor besar sekitar 12.900 tahun lalu (awal Younger Dryas) yang 

menyebabkan kepunahan peradaban manusia. Beliau  juga mengungkapkan tentang teka‐teki besar 

dari konfigurasi situs kuno, termasuk piramid di Mesir dan situs candi Angkor Wat di Kamboja, yang 

merepresentasikan  konfigurasi  matahari  dan  bintang‐bintang  ketika  akhir  Zaman  Pleistosen 

tersebut.  Apakah hal ini untuk mengabadikan ingatan tentang hancurnya peradaban di bumi dahulu 

kala? 

Presentasi  Profesor  Schoch  berjudul  “Antiquity  of  Civilization:  Rethinking  The  Paradigm”.    Beliau 

mempresentasikan  hasil  penelitiannya  di  situs  Sphinx  di  Piramid  Giza  Mesir.    Temuannya 

membuktikan bahwa  Sphinx dibangun pada masa  sebelum 7000  tahun  lalu,  jauh  sebelum  zaman 

kerajaan Mesir  (Firaun)  yang  pertama.    Perkiraan  umur  ini  didasarkan  pada  bukti  bahwa  bagian 

bawah Sphinx  tererosi  sangat  intensif oleh media air bukan angin,  sedangkan hal  ini hanya dapat 

terjadi  sebelum 7000  tahun  lalu ketika wilayah  ini masih merupakan dataran hijau.   Setelah 7000 

tahun wilayah  ini sudah menjadi gurun yang sangat kering sehingga mustahil terjadi erosi air yang 

demikian  intensif.    Penemuan  ini  sangat  kontroversial, walaupun banyak didukung oleh  para  ahli 

geologi namun ditentang keras oleh para ahli arkeologi, khususnya para egiptologist yang bersikukuh 

bahwa  Sphinx  dibangun  oleh  nenek  moyang  mereka,  Raja  Firaun.    Alasan  pertama  yang 

dikemukakan  adalah  karena  kepala  Sphinx  adalah  kepala  Raja  Mesir,  namun  alasan  ini  ditepis 

dengan  uraian  bahwa  proporsi  kepalanya  sangat  kecil  kalau  dibandingkan  dengan  badan  Sphinx 

sehingga kemungkinan besar sudah dipahat ulang oleh Raja Mesir dari bentuk aslinya yang mungkin 

sudah  rusak  parah.    Keberatan  berikutnya  yang  dikemukakan  oleh  para  arkeolog  adalah  karena 

sebelum  5000  tahun  lalu  tidak  dikenal  ada  peradaban maju  dalam  sejarah Mesir  dan  sekitarnya.  

Namun dengan ditemukannya  Situs Gobekli Tepe  yang berumur 11.600  tahun maka bantahan  ini 

sudah tidak relevan lagi.   

Prof.  Scoch  mengemukakan  bahwa  aplikasi  survey  pemindaian  bawah  permukaan  seperti  yang 

dilakukan oleh TTRM di Gunung Padang  lazim dilakukan di dunia.   Penelitian arkeologi di Gobekli 

Tepe  juga dipandu oleh  survey geofisika‐geologi bawah permukaan.   Beliau  sendiripun melakukan 

survey  Seismik di  lokasi  Sphinx.   Dari  survey  ini ditemukan ada  “chamber” atau  ruangan besar di 

bawah Sphinx yang diduga menyimpan informasi berharga tentang sejarah yang hilang.   Sayangnya 

beliau tidak diijinkan untuk meneruskan penelitiannya oleh Pemerintah Mesir sampai sekarang. 

Page 5: Resume Seminar Gunung Padang pada Konferensi Internasional Gotrasawala

Berikutnya  Prof.  Scoch  mengemukakan  teori  tentang  hancurnya  peradaban    Zaman  Es  karena 

bencana badai plasma matahari yang sangat dahsyat.  Cukup banyak penelitian ilmiah yang mengkaji 

tentang  bencana  badai matahari  yang  terjadi  pada  akhir  perioda  Younger  Dryas,  sekitar  11.600 

tahun lalu.  Keberadaan bangunan batu megalitik dengan ruang‐ruang di dalamnya dicurigai sebagai 

usaha manusia untuk tempat berlindung dari plasma badai matahari.  Selain itu ada banyak simbol‐

simbol  di  berbagai  situs megalitik,  termasuk manuskrip  pada  tablet  Rongorongo  di  Easter  Island, 

yang mengindikasikan bencana plasma matahari.  Gempuran badai plasma matahari ini diduga dapat 

melelehkan  es  secara  instan  sehingga  terjadi banjir besar  global.   Penghilangan massa es dengan 

tiba‐tiba  juga  dapat mengganggu  kesetimbangan  isostasi  bumi  sehingga memicu  banyak  letusan 

gunung api dan gempa‐gempa bumi. 

Ringkasnya, hasil seminar Gunung Padang pada acara Gotra Sawala adalah sebagai berikut: 

1. Hasil penelitian di Gunung Padang didukung data‐data ilmiah yang sangat kuat bahwa Situs 

Gunung  Padang  merupakan  bangunan  megalitik  pra‐sejarah  yang  luarbiasa,  besar  dan 

berlapis‐lapis  sampai  puluhan  meter  di  bawah  permukaannya.    Tidak  ada 

sanggahan/bantahan  ilmiah dari peserta  luar dan dalam negeri  terhadap  semua data dan 

analisa  yang  diuraikan.    Juga  tidak  ada  teknik  dan  metoda  yang  dianggap  menyalahi 

prosedur atau merusak (lingkungan) situs. 

2. Temuan baru di Gunung Padang adalah bukti yang mendukung bahwa  sejarah peradaban 

manusia tidak hanya sebatas 11‐10 ribu tahun lalu saja.  Hal ini menambah kuat fakta‐fakta 

yang  sudah  ditemukan  di  Sphinx,  Gobekli  Tepe,  Nan  Madol,  dan  lainnya  bahwa  ada 

peradaban maju pada Zaman Es.   Peradaban kuno  ini kemungkinan punah karena bencana 

katastrofi yang terjadi pada perioda Younger Dryas atau  fasa akhir Zaman Pleistosen.   Dua 

hipotesa  menarik  yang  dikemukakan  adalah  adanya  tumbukan  meteor  besar  dan  badai 

plasma matahari. 

3. Para  pembicara,  peserta,  dan  juga  Wamendikbud  serta  Gubernur  Jabar  mendukung 

penelitian di Gunung Padang dilanjutkan  sampai benar‐benar  tuntas  karena  Situs Gunung 

Padang berpotensi besar menjadi situs cagar budaya terpenting di dunia yang akan menjadi 

kebanggaan tanah Jawa Barat dan Indonesia.