resume buku ilmu negara bab vii

9
BAB VII NEGARA DAN BANGSA 1. Pengertian Bangsa Persoalan bangsa menjadi semakin penting artinya dalam Ilmu Negara modern. Ha terutama disebabkan karena menjadi bertambah luasnya pengeruh asas nasionalitas. Ilmu Negara pada saat ini tidak lagi membatasi arti BANGSA dalam arti sekumpu manusia ang terikat dalam ikatan Negara ataupun ada di bawah satu pemerintah. Bukan (organisasi kewibawaan yang menjadi ukuran!"riteria ntuk menentukan satu bangsa# m bangsalah yang menjadi ukuran untuk menentukan organ. Bukti mengenai ini dapat dil penamaan organisasi antar Negara tidak dinamakan $S%&I'A N%GA&A)N%GA&A (S*+I% % ,%S % A S melainkan P%&S%&I'A AN BANGSA)BANGSA (S*+I% % ,%S NA I*NS-. Pada perjanjian ersailles asas nasionalitas ini telah disepakati. Negara har atas bangsa. Negara hendaklah merupakan bangsa yang disusun dalam suatu organisasi! Dr. Friederich Hertz telah mengemukakan tentang NA I% dalam "eramahnya yan berjudul $ wesn und warden der nation,” kesadaran bernegara dari suatu natie mengandung empat unsur. /nsur)unsur tersebut adalah0 1. Hasrat untuk men"apai kesatuan bangsa2 3. Hasrat untuk men"apai kemerdekaan bangsa2 4. Hasrat untuk men"apai keaslian bangsa2 5. Hasrat untuk men"apai kehormatan bangsa. ,alam bahasa Belanda kata volk memunyai beberapa arti0 1. olk dalam arti rakyat jelata ) sebagai lawan dari golongan elite2 3. olk dalam arti rakyat umum ) sebagai lawan dari pemerintah2 4. olk dalam arti rakyat yang tergabung dalam satu organisasi Negara 6 sebagai rakyat lain yang tergabung dalam organisasi Negara lainnya. Sebutan yang terakhir ini dipergunakan untuk membedakan bangsa!rakyat dengan rakyat yang lainnya# misalnya bangsa Inggris# bangsa Belanda# bangsa Peran"i lain. ,emikianlah kita dapat menarik kesimpulan bahwa ketiga pengeritik *7' tadi t dipergunakan ukuran yang berlainan antara satu dengan yang lainnya.

Upload: putragie225

Post on 07-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

BAB VIINEGARA DAN BANGSA1. Pengertian BangsaPersoalan bangsa menjadi semakin penting artinya dalam Ilmu Negara modern. Hali ini terutama disebabkan karena menjadi bertambah luasnya pengeruh asas nasionalitas.Ilmu Negara pada saat ini tidak lagi membatasi arti BANGSA dalam arti sekumpulan manusia ang terikat dalam ikatan Negara ataupun ada di bawah satu pemerintah. Bukan organ (organisasi kewibawaan) yang menjadi ukuran/criteria ntuk menentukan satu bangsa, melainkan bangsalah yang menjadi ukuran untuk menentukan organ. Bukti mengenai ini dapat dilihat dalam penamaan organisasi antar Negara tidak dinamakan SERIKAT NEGARA-NEGARA (SOCIETE DES ETATS) melainkan PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (SOCIETE DES NATIONS).Pada perjanjian Versailles asas nasionalitas ini telah disepakati. Negara harus berdasarkan atas bangsa. Negara hendaklah merupakan bangsa yang disusun dalam suatu organisasi/Negara.Dr. Friederich Hertz telah mengemukakan tentang NATIE dalam ceramahnya yang berjudul wesn und warden der nation, kesadaran bernegara dari suatu natie mengandung empat unsur.Unsur-unsur tersebut adalah:1. Hasrat untuk mencapai kesatuan bangsa;2. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan bangsa;3. Hasrat untuk mencapai keaslian bangsa;4. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.Dalam bahasa Belanda kata volk memunyai beberapa arti:1. Volk dalam arti rakyat jelata - sebagai lawan dari golongan elite;2. Volk dalam arti rakyat umum - sebagai lawan dari pemerintah;3. Volk dalam arti rakyat yang tergabung dalam satu organisasi Negara sebagai lawan dari rakyat lain yang tergabung dalam organisasi Negara lainnya.Sebutan yang terakhir ini dipergunakan untuk membedakan bangsa/rakyat yang satu dengan rakyat yang lainnya, misalnya bangsa Inggris, bangsa Belanda, bangsa Perancis dan lain-lain.Demikianlah kita dapat menarik kesimpulan bahwa ketiga pengeritik VOLK tadi telah dipergunakan ukuran yang berlainan antara satu dengan yang lainnya.Volk dalam arti yang pertama telah menggunakan ukuran keadaan ekonomi dan social, seingga artinya menjadi segolongan manusia yang hidup dalam tingkat ekonomi dan social yang sama.Volk dalam arti yang kedua ialah seluruh kaula Negara, disini dipergunakan ukuran jabatan, yang diperintah dan memerintah.Volk dalam arti yan ketiga ialah segolongan manusia yang terikat dalam persamaan nasib dalam rangka hubungannya dengan daerah tertentu, yaitu tanah air.Volk dalam pengertian yang ketiga inilah yang akan dibahas dalam ilmu Negara.Rothenbucher: bangsa adalah segolongan manusia yang mempunyai perasaan termasuk dalam golongan yang sama (GEFUHLGEMEINSCHAFT). Jadi unsur yang dipergunakan untuk menentukan bangsa ialah adanya perasaan termasuk golongan yang sama(gefuhlgemeinscchaft). Kesadaran dianggap tidak perlu ada untuk menentukan bangsa. Bangsa sudah ada sebelum kesadaran itu ada.Kranenburg tidak sependapat dengan paham ini, meskipun pangkal haluannya sudah dianggpnya benar. Memanglah benar bahwa tidak setiap individu mempunai cuup kesadaran untuk hidup bersama dalam satu bangsa. Tetapi satu sifat khas dari bangsa (yang telah disepakati dalam hidup bernegara) ialah setiap individu anggota masyarakat pada umumnya sadar berkeinginan untuk mengorganisir secara merdeka, sadar akan perasaan seia-sekata dan sadar akan keberatannya untuk hidup bersama dengan golongan lain dalam satu organisasi/Negara.KesimpulanBANGSA ADALAH SEGOLONGAN MANUSIA YANG MEMPUNYAI PERSAMAAN-PERSAMAAN NASIB, PERASAAN NASIB YANG SAMA DAN MEMPUNYAI KESADARAN UNTUK BERNEGARA. Kenyataan telah menunjukkan buktinya, penduduk Italia Utara yang pada permulaan dan pertengahan abad ke-19 hidup di bawah kekuasaan Austria, dan dianggp sebagai warganegara Austria. Mereka ini sadar bahwa hal tersebut tidak dikehendaknya, jadi bukanlah atas kehendak mereka dimasukkan ke dalam kewarganegaraan Austria. Mereka secara sadar menghendaki hidup bersama dengan orang sebangsa, yaitu orang Italia dalam sat Negara.Penduduk Polandia yang sebagian hidup di bawah pemerintah Austria, sebagian di bawah Prusia dan sebagian lagi dibawah Rusia. Mereke ini sadar tidak menghendaki keadaan yang demikian ini. Yang secara sadar mereka inginkan ialah hidup bersama di bawah Negara Poladia.Menurut KRANENBURG justru kesadaran inilah yang telah menyebabkan segolongan manusia/bangsa menjadi berani untuk mengorbankan harta bahkan kalau perlu jiwanya untuk mencapai cita-cita yang mereka sadarai sepenuhya, yatu keinginan untuk menjadi satu bangsa yang hidup dalam lingkungansatu Negara/organisasi yang mereka anut sendiri. Jadi tidak benar kalau kesadaran itu dianggap sebagai hal yang tidak penting dalam membentuk bangsa, seperti dikatakan oleh ROTHEN-BUCHER.Walaupun demikian, hendaklah jangan dilupakan bahwa sesungguhnya kita tidak dapat menentukan, bilamanakah sebenarnya kesadaran itu timbul, bilamanakah kehendak-kehendak itu terjadi? Misalnya, dalam hal terbentuknya BANGSA AMERIKA, memangkah benar bahwa DECLARATION OF INDEPENDENCE dapat dianggap sebagai saat kelahiran bangsa Amerika, akan tetapi kesadaran akan kehendak untuk menjadi bangsa Amerika sudah lama ada sebelumnya bangsa tersebut lahir. Declaration hanyalah merupakan bentuk uarnya saja, sedangkan isinya sudah terlebih dahulu ada.Demikian juga halnya dengan terjadinya bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hanyalah merupakan bentuk luar (formeel) yang dipergunakan untuk menyatakan bangsa Indonesia, sedangkan dan kehendak akan adanya bangsa Indonesia sudah ada sebelumnya. Sperti kita ketahui ahwa Proklamasi itu dikeluarkan atas nama/wakil-wakil bangsa Indonesia. Jadi pada saat itu bangsa Indonesia sudah ada, tepatnya sudah ada sebelum saat proklamasi itu.Apakah yang menebabkan timbulnya kesadaran untuk hidup bernegara/berbangsa itu?Ernest Renan mengatakan, kesadaran bersama dapat mengadakan hal-hal yang luar biasa. Kesadaran dari sekelompok manusia dapat mewujudkan tindakan-tindakan yang hebat dari kelompok tadi. Dalam hal pembentukan suatu bangsa yaitu kesadaran bersama untuk bersatu (le des sir derte ensemble). Jadi kesadaran bersama akan bersatu dapat menciptakan terbentuknya bangsa.Kranenburg dalam kritik mengatakan, memenang benar kesadaran bersama akan kehendak bersatu merupakan faktor psichis yang penting yang menyebabkan terbentukna suatu bangsa, tetapi disamping faktor tersebut masih ada faktor-faktor lainnya yang memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dengan faktor psichis tadi, misalnya saja peneritaan bersama, persamaan nasib, ancaman bahaya yang sama, semuanya itu merupakan faktor-faktor yang turut serta menentukan terbentuknya bangsa.Meski demikian bagi setiap bangsa ada kejadian-kejadian, sejarah suatu bangsa, bahkan faktanya terpaku abadi dalam kesadaran bangsa atau golongan yang akan merupakan kesaran nasional yang akan memberikan corak tertentu terhadap cara berpikir dan tujuan bangsa. Misalnya: kekejaman raja yang absout di negeri Belanda telah mencetuskan suatu revolusi pada abad ke-14 yang menentang kekuasaan raja: rakyat Belanda menghendaki kebebasan dalam berbagai hal termasuk kebebasan beragama. Mereka tidak mau dipaksa/diwajibkan memeluk agama yang sama dengan agama pegnuasa. Kekangan, penindasan terhadap rakyat Belanda yang begitu mendalam dirasakan, telah memberikan corak terhadap sifat bangsa tersebut.Demikian pula hanyla dengan raja Inggris yang absolute telah menjadikan salah satu sebab lahirna Magna Chatra (Piagam Hak Asasi), perubahan konstitusional yang melahirkan kebebasan yang melembaga dalam kehidupan bangsa Inggris.Pengalaman bangsa Perancis tentang revolusinya yang membawa akibat-akibat yang luar biasa. Kehebatan pahlawan-pahlawan seperti Napoleon, Jeanne Darc, keahliannya berperang dan dalam bidang legislative telah menjadikan bangsa Perancis suatu bangsa yang kuat dalam bidang kemiliteran dan administrasi Negara.Jelaslaj sudah bahwa cita-cita bersama, kehendak bersama dan pengalaman bersama yang pahit telah membentuk kesadaran bersama untuk menjadi suatu bangsa.Terbentuknya suatu bangsa adalah merupakan suatu peristiwa psichologis dan tidaklah dapat dibenarkan pendapat yang menganggap terbentuknya bansa karena persamaan keturunan ataupun persamaan darah.Hendaklah diingat bahwa dalam hal ini bangsa merupakan terjemahan dari natie, bukan rasa tau volk. Jika asas keturunan dianggp sebagai faktor yang membentuk bangsa, maka akibatnya di dunia ini tidak akan kita temui satu bangsa pu tidak akan aka nada bangsa. Bukankah hampir semua manusia di dunia ini telah mengandung di tubuhna darah atau keturunan yang telah bercampur-baur satu sama lain. Percampuran itu terjadi baik karena perpindahan penduduk, penjajahan ataupun penaklukan oleh sekelompok yang satu terhadap kelompok yang lainnya. Lihat saja buktinya dengan yang dikenal sekarang sebagai bangsa Amerika, terdiri dari berbagai suku atau keturunan, berbagai ras dan berbagai volk. Walaupun demikian bangsa amerika tetap merupakan kesatuan yang kuat dengan perasaan kesadaran bangsa/Negara yang kuat.Teori ras/keturunan tidak lagi dapat dipergunakan dalam hal pembentukan bangsa, teori ini hanya berpengaruh dalam hal superioritas daripada ras. Walaupun demikian hal yang terakhir ini pun ditolak juga oleh KRANENBURG, ia mengatakan bahwa superioritas dari suatu ras bukanlah disebabkan oleh karena keturunan, melainkan sesuatu hal yang umum atau hal biasa saja. Seseorang atau sekelompok orang yang tergabung dalam satu organisasi selalu akan menganggap atau berpendapat bahwa organisasinyalah yang nomor satu di dnia lebih unggul daripada yang lain.Perkembangan kesadaran bernegara (perasaan satu bangsa) dalam tahap lebih lanjut dimana persatuan telah kuat, akan menolak penyisipan oleh golongan atau bangsa/suku lain dan akan dianggap membahayakan terhadap kesatuan bangsa. Misalnya: bangsa Rusia, Austria, dan Prusia tidak dapat lagi mengasimilir/menerima Poladia ke dalam bangsa mereka, meski wilayah bangsa Polandia menjadi daerah jajahan Negara-negara tersebut.Dalam hal terbentuknya bangsa tidaklah dapat dilupakan sejarah pahit, penderitaan suatu bangsa yang kemudian akan memberikan halauan atau tujuan bagi bangsa, dan yang akan melahirkan mythos yang membakar semangat rakyat untuk mencapai suat tujuan. Dalam hal ini dapat dilihat contoh dari kata-kata AMANAT PENDERITAAN RAKAT yang menjadi pendorong agar pembangunan segera dilaksanakan di Indonesia. Mithos Imperium Romawi sebagai suatukerajaan yang meliputi seluruh dulia, mithos bangsa Jerman (Aria) sebagai suatu bangsa yang gagah berani akan memerintah dunia. Deutsland Uber alles. Kedua mythos ini telah menyebabkan malapetaka terhadap bangsanya sendiri dan juga merusak bangsa lain, kerukunan hidup antar bangsa menjadi terganggu ketenangannya.2. Watak BangsaMithos dan hal yang fantastis ternyata berpengaruh dalam hidup suatu bangsa. Dan hal ini berlainan bagi setiap bangsa. Watak bangsa (karakter) dianggap mempunyai hubungan dengan susunan Negara dan cara kerja suatu bangsa.Sebagaimana halnya watak setiap orang yang hidup dalam suatu pergaulan hidup (kelompok) aka turut mempengaruhi susunan, tata tertib pergaulan hidup kelompoknya, demikian pula halnya dengan watak bangsa. Watak bangsa merupakan faktor yang turut menentukan susunan lembaga Negara dan cara kerja bangsa.ARISTOTELES mengatakan bahwa terdapat hubungan sebab dan akibat watak bangsa dengan susunan lembaga Negara dan cara bekerja suatu bangsa. Susunan kerajaan bangsa yang satu akan berlainan dengan susunan kerajaan bangsa yang lainnya dan hal ini disebabkan oleh watak bangsa tadi yang berlainan. Demikianlah kita melihat selalu terdapat tyrani yang turun temurun pada bangsa Barbar, karena menurut Aristoteles orang Barbar lebih bersifa budak, lebih mudah diperintah jika dibandingkan dengan orang Hellas. Demikian pula ia menganggap orang Asia tahan akan penjajahan disbandingkan dengan orang Eropa.Berikut ini kita kemukakan pendapat sarjana yang bernama Heymans yang mengatakan, orang choleris yang mempunyai sifat emosional, gugup, dan sentimental mempunyai keinginan yang kecil saja untuk turut campur dalam urusan duniawi, lebih suka menuruti kata hatinya. Orang-orang seperti ini umumnya malas dan lebih mudah untuk diperintah/dijajah. Sebaliknya orang-orang flegmatis lebih mempunyai inisiatif untuk berbuat, lebih giat, berani dan tekun dengan keasyikannya berpikir.Paham-paham yang seperti ini juga masih dijumpai pada sarjana-sarjana modern seperti yang berikut ini.Bryce, dalam bukunya Studies in History and Jurisprudence Bagian 1 halaman 49 tentang The Roma Empire and British Empire in India mengatakan, kelanggengan dan kelangsungan kedua kerajaan tersebut di atas adalah disebabkan oleh faktor watak bangsa yang dimilikinya. Bangsa Inggris mempunyai kemauan dan keuletan yang kuat (secara psichologi disebutkan sebagai mempunyai pengaruh fungsi skunder yang kuat). Pada bangsa ini tidak ada watak emosional yang menimbulkan fantasi yang mengakibatkan keputusan diambil secara tidak dipikirkan masak-masak. Bangsa ini akan membuat keputusan secara tenang dan terkendalikan. Dalam hal ini Kranenburg menambahkan bahwa keberhasilan bangsa Inggris bukanlah karena faktor tersebut di atas saja, tetapi juga ditambahkannya dengan faktor. Menarik pula pendapat DR. Elias Hurwicz tentang PSICHOLOGI BANGSA, yaitu tentang cirri-ciri pelbagai bangsa, Ia menganggap psichologi bangsa sebagai suatu cabang ilmu dari ilmu psichologi umum dan disebutkan sebagai psichologi khusus. Hanya sayang ucapan ini hanya merupakan cita-cita saja, belum dibuatnya suatu penelitian dan pembahasan tentang hal ini.Hurwicz membandingkan watak bangsa Inggris dengan watak bangsa Rusia. Bangsa Inggris menurut pendapatnya lebih menunjukkan ciri-ciri flegmatis, bangsa ini lebih giat, tekun dan tidak emosional. Bangsa Rusia lebih menunjukkan adanya sifat choleris yaitu: malas, gugup, emosional, urang giat dan kurang tekun.Kranenburg tidak setuju dengan paham ini. Ia memperingatkan bahwa paham tersebut di atas masih perlu diteliti lebih seksama. Penelitian dan pengujian secara ilmiah yang dilakukan seama ini dapat dikatakan masih belum ada sama sekali, atau setidak-tidaknya belum dilakukan penelitian secara menyeluruh dan belum menghasilkan analisa yang memuaskan.Demikian pula halnya tentang hubungan sebab dan akibat antara watak bangsa dengan susunan Negara dan cara kerja bangsa , teori ini pun belum dapat meyakinkan. Dalam kritik selanjutnya ia mengatakan bahwa, meskipun ada kemungkinan faktor-faktor emosi, kegiatan dan ketenagan mempunyai pengaruh terhadap watak bangsa, tetapi hendaklah faktor-faktor tersebut jangan dianggap sebagai faktor yang berpengaruh secara mutlak. Paling bisa hanyalah dapat dianggap sebagai faktor yang berpengaruh secara relative saja. Hal yang terakhir ini dikemukakan karena ia melihat kemungkinan adanya pengaruh watak bangsa terhadap jenis-jenis pekerjaan tertentu/khusus. Contoh berikut ini akan membuktikan hal tersebut.Bangsa yang berwatak gugul, emosional dianggap lebih cocok untuk pekerjaan-pekerjaan dalam lapangan kesenian, artistic, karena bangsa ini dapat lebih banyak berfantsi, emosionalitas yang besar yang dapat menciptakan dan merasakan bahwa diantara seniman-seniman ternama terdapat banyak sekali orang jenis ini, misalnya Lord Byron, Edward Dowes Dekker dan Frederik van Eeden.Bangsa flegmatis yang giat, sabar dan tekun lebih sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan dalam lapangan industry, pertanian dan ilmu pengetahuan, karena di sini diperlukan lebih banyak ketekunan, kesabaran dan ketenangan. Contohnya orang flegmatis yang ternama ialah: John Locke, E.Kant, David Hume, John Stuart Mill, Franklin dan lain-lain.Bertentangan dengan hal tersebut di atas kranenburg mengemukakan contoh yang sebaliknya yaitu J.J. Rousseau orang choleris, penggugup, emosional, bukankah ia telah menciptakan suatu karya ilmiah yang besar dalam lapangan ilmu Negara Contrat Social yang termasyhur itu?Relativitas berlaku pula terhadap watak bangsa, jika kita mengatakan bahwa bangsa Rusia termasuk bangsa yang choleris maka hal ini tidaklah berarti bahwa setiap orang Rusia bersiffat flagmatis. Demikian pula kalau kta mengatakan bangsa Inggris flegmatis, maka diantara orang Inggris pun terdapat orang choleris, misalnya Lord Byron seniman Inggris yang termasyhur, ternyara mempunyai sifat choleris. Jadi perbedaan watak bangsa itu tidak berlaku secara mutlak, melainkan secara relative. Oleh karena itu maka suatu bangsa akan dianggap sebagai bangsa choleris bilamana sebagian besar dari bangsa itu menunjukkan sfat-sifat choleris. Artinya buka atau tidak seluruh bangsa tersebut bersifat choleris.Pengaruh watak bangsa terhadap susunan Negara dan cara kerja bangsa pun tidak disetujui sepenuhnya oleh kranenburg, katanya, baik bangsa Inggris yang flegmatis maupun Rusia yang choleris masing-masing telah sukses dalam menjaga kelangsungan hidup imperiumnya tidaklah disebabkan semata-mata karena watak bangsa, keduanya mempergunakan cara-cara yang berlainan.Bangsa Rusia berhasil mempertahankan kelangsungan negaranya karena bangsa ini mudah berasimilasi dengan bangsa-bangsa yang ditaklukannya, mereka lebih cepat mengikutsertakan bangsa jajahannya dalam urusan kenegaraan.Berlainan dengan cara yang ditempuh oleh bangsa Inggris. Bangsa ini senantiasa menjaga dirinya untuk tidak bercampur dengan bangsa yang dijajahnya. Pemerintahan tetap dipegang oleh orang-orang Inggris, kalau hal itu tidak mungkin, maka dilakukanlah politik dominasi dengan cara dijaga dan keadilan ditegakkan tanpa berat sebelah (secara objektif).Disamping teori-teori yang telah disebutkan tadi, Hurwicz juga mengemukakan teori yang menganggap bahwa faktor geografi (alam) mempunyai juga pengaruh terhadap watak bangsa. Ia mengutip Emile Bounty yang mengatakan, bahwa terdapa hubungan antara watak bangsa Rusia dengan keadaan geografinya. Musim dingin yang selalu berlangsung lama di Rusia, sehingga orang harus menunda lama pekerjaannya, mengakibatkan orang jadi malas. Keadaan iklim yang tidak mudah ditaklukan ini menjadi orang lebih terampil tetapi cepat pula menurunkan semangat.Di daerah berhawa panas dan udara kering akan menyebabkan orang selalu diliputi perasaan tegang, gerakan-gerakan refleks mudah dilakukan, di daerah ini lebih banyak dihasilkan lukisan-lukisan yang beraneka ragam coraknya. Dorongan untuk berkata-kata secara riuh, ramai dan riang lebing terasa. Sedangkan daerah yang berhawa dingin, keadaan cuaca biasanya menghambat pancaindera, dan keadaan ini telah menghambat jalannya perasaan kedalam dan sebaliknya telah menghasilkan kehendak-kehendak yang menghasilkan wajah-wajah intelek yang kurang berperasaan seni.Paham ini pun sepenuhnya diterima oleh KRANENBURG. Ia menganggap teori hubungan antar faktor geografi dengan watak bangsa masih sebagai suatu hipotesa yang harus diuji keenarannya dengan penelitian yang seksama. Sebaliknya ia menunjuk bukti di bawah ini sebagai hal yang bertentangan dengan teori tadi. Bangsa Romawi dan bangsa Italia adalah kedua bangsa yang diam di daerah yang sama, tetapi watak kedua bangsa tersebut berlainan satu dengan yang lain. Demikian pula orang Irlandia dan Inggris juga diam di wilayah yang sama, tetapi watak kedua bangsa inipun berlainan. Dengan kedua bukti ini sudah kita lihat bahwa teori tersebut di atas belumlah dapat dibenarkan.Hak-hak Golongan MinoritasPerubahan yang besar tentang arti BANGSA telah menimbulkan persoalan dalam lapangan hukum positif dan juga Hukum antar Tata Hukum. Pada masa orang menggunakan criteria Negara sebagai organisai kewibawaan, persoalannya belum dijumpai. Persoalan mulai timbul pada saat orang menggunakan asas kebangsaan (nationalooteit) sebagai ukuran. Sampai di manakah batas Negara, apakah ia terus mengikuti sejauh di mana bangsa itu diam? Sebgai batas dimaksudkan juga batas berlakunya hukum dari suatu Negara. Sejauh manakah hukum positif suatu Negara mengikat bangsa yang berbeda bahasa, agama, kebudayaan, maupun bangsanya yang berlainan dengan bangsa sejumlah besar orang dalam Negara yang bersangkutan.Dari sejauh diketahui adanya penaklukan-penaklukan oleh bangsa yang satu terhadap bangsa yang lainnya. Maka timbulah persoalan hukum dalam Negara di mana terdapat yang dijajah dan penjajah yang keduanya berlainan bangsa. Pada masa orang mempergunakan criteria organisasi kewibawaan terhadap Negara, hal ini tidak susah untuk dipecahkan, kedua bangsa tadi ditaruh/diperintah di bawah hukum yang sama, dan keduanya dianggap sebagai kaula Negara. Disamping hal seperti tersebut diatas juga dijumpai daerah-daerah khusus (enclave) ang didiami oleh bangsa yang berlainan yang ada dalam wilayah satu Negara.Dalam prakteknya masalaj ini ternyata menimbulkan banyak kesulitan, seperti yang terlihat dalam monarchi Austria-Hungaria yang terdiri dari banyak bangsa. Kesulitan yang ditimbulkan bukan saja dalam bidang politik tetapi juga dalam bidang hukum.Apabila asas kebangsaan dijadikan dasar ukuran Negara, maka bagaimanakah kedudukan bangsa yang jumlahnya jauh lebih kecil (minoritas) jika dibandingkan dengan jumlah bangsa lainnya yang jauh lebih besar (mayoritas) yang hidup bersama-sama dalam satu wilayah Negara?Jika kita berpegang pada asas kebangsaan, maka kita juga akan mengakui daerah yang didiami oleh bangsa yang berlainan itu sebagai suatu daerah dari lain Negara, jika demikian halnya maka akan terdapat Negara dalam Negara (ini jelas tidak mungkin karena bertentangan dengan hukum dan keinginan Negara yang bersangkutan). Jika tidak apakah hak-hak bangsa minoritas ini akan disamakan atau dijamin seperti kaula Negara lainnya ( yang berjumlah jauh lebih besar)?Oleh karena itu maka dianggap perlu untuk mengatur masalah golongan minoritas ini sebaiknya. Hal ini dapat dilihat dalam perjanjian Versailles seperti tersebut di bawah ini: Pasal 86: Negara chekoslowakia memberikan jaminan kepada penduduknya yang berlainan bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa dari golongan minoritas. Pasal 93: Polandia mempunyai kewajiban untuk memberikan jaminan/perlindungan hak-hak golongan minoritas yang hidup diwilayah negaranya.Demikianlah kita lihat bahwa kepada golongan bangsa minoritas ini diberikan jaminan semacam autonomi untuk mengurus kepentingannya sendiri, misalnya urusan agama, urusan kebudayaannya, urusannya pendidikan dan pengajarannya. Jadi diberikan semacam hak desentralisasi kultural.Hal-hal yang telah disebutkan diatas (pengaturan hak-hak golongan minoritas) ternyata juga menimbulkan persoalan hukum, hukum yang manakah yang mengatur hak-hak golongan ini? Apakan diatur oleh Hukum internasional? Bukankah perjanjian Versailles telah memberikan jaminan, ataukah dianggap perlu perserikatan bangsa-bangsa mengatur hal ini?Memang dalam kenyataannya masalah ini cukum menimbulkan keresahan bagi semua pihak. Apabila pengaturan ini diserahkan kepada masing-masing Negara, jadi diatur oleh hukum positif Negara, maka dalam hal ini golongan bangsa minoritas merasa khawatir akan jaminan hak-haknya tersebut. Bukankah selalu ada kemungkinan bahwa kekuasaan kehakiman tidak berlaku adil atau objektif karena dipengaruhi oleh pemerintah? Demikian pula jika perjuangan dilakukan lewat parlemen, ini pun mempunyai sedikit kemungkinannya untuk berhasil, karena jumlah wakit golongan minoritas diparlemen sedikit sekali. Sebaliknya, andaikata hal ini diatur secara mondial oleh persirikatan bangsa-bangsa. Maka Negara yang bersangkutan akan merasa bahwa kedaulatan negaranya telah dilanggar. (Negara-negara) menjaid anggota PBB bukanlah berarti menyerahkan kedaulatannya kepada PBB. Lagi pula PBB bukanlah satu super Negara.Terlepas dari siapa yang akan mengaturnya, maka memanglah dianggap perlu untuk mengatur hak-hak golongan minoritas ini demi ketentraman hidup bersama di dunia.Menurut Kranenburg sebaiknya Negara-negara yang bersangkutan itu sendiri yang mengatur masala minoritas ini dengan hukum positif Negara masing-masing dengan cara memberikan kesempatan kepada golongan minoritas ini untuk mengatur kepentingan sendiri. Memangah tidak dapat disangkal bahwa membuat peraturannya (Undang-Undang) saja bukan sedikit rintangan yang harus ditempuh. Ingat saja misalnya negeri Belanda cukup direpotkan dalam menelurkan pasal 201 Undang-Undang Dasar demikian pula pelaksanaannya dalam Undang-Undang Pendidikan Dasar/rendah tahun 1920. Meskipun sukar tetapi hal itu tidaklah berarti tidak mungkin. Demikianlah hendaknya cara pengaturannya sehingga dimungkinkan tercapai baik tujuan Negara yang bersangkutan, maupun tujuan oraganisasi internasional (PBB). Yaitu hidup aman kesentosaan dan kerukunan internasional di dunia ini.