responsi kibril poliomyelitis, bells palsy, myelopathy, brainstem lesions
TRANSCRIPT
P EM B I M B I N GDR. EDDY ARIO KOENTJORO, SP .S
OLEHDEVI CHINTYA KUMALASARI
Poliomyelitis Bells Palsy
Myelopathy Brainstem Lesions
Poliomyelitis
Batasan :
Poliomielitis:penyakit dengan kelumpuhan oleh karena kerusakan kornu anterior sumsum tulang belakang akibat infeksi virus.
Etiologi :
Virus RNA kelompok Enterovirus dan famili Picorna virus.Ada 3 tipe yaitu: 1. Tipe 1 ( Brunhilde )
2. Tipe 2 ( Lansing ) 3. Tipe 3 ( Leon )
Patofisiologi :Virus tubuh melalui saluran orofaring, setelah
ditularkan melalui cara fekal-oral. Masa inkubasi antara 4 – 17 hari.
Virus yang tertelan akan menginfeksi tonsil orofaring, kelenjar limfe di leher & usus halus
virus menempel dan berkembang biak secara lokal pada usus, Payer’s patch ileum
menyebar pada monosit dan kelenjar limfosit
Viremia
biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya sakit ringan saja
Pada kasus yang menimbulkan paralysis, diduga virus mencapai system saraf secara langsung atau retrograde melalui saraf tepi atau saraf simpatik atau ganglion sensorik pada tempat virus bermultiplikasi.
Patologi :
Invasi virus akan menimbulkan reaksi inflamasi dengan kromatolisis substansia Nissl sel saraf. Perubahan ini diikuti dengan multiplikasi virus dalam SSP, yang berkembang dengan cepat sehingga terjadi disintegrasi nukleus hingga sel neuron mengalami nekrosis atau lisis. Atropi dan paralysis akan menetap bila neuron pada medulla spinalis yang masih baik, kurang dari 10 %.
Predileksi virus polio yaitu pada kornu anterior medulla spinalis, batang otak, serebelum, thalamus, hipotalamus dan area motorik korteks serebri.
Gambaran klinis :
1. Infeksi asimtomatik : biasanya dengan daya tahan tubuh yang kuat. ( 90 – 95 % )
2. Poliomielitis abortif : timbul gejala infeksi sistemik ringan seperti demam, lesu, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, radang tenggorokan, gangguan gastrointestinal, berlangsung selama 24 -48 jam. ( 4 % ).
3. Poliomielitis non paralitik : dapat terjadi 2 – 5 hari setelah penyembuhan Poliomielitis abortif, dengan gejala yang lebih berat. Ditandai dengan nyeri dan kaku pada otot-otot belakang leher, batang tubuh dan anggota gerak. Tanda rangsang meningen bisa positif .
4. Poliomielitis paralitik : manifestasinya sama dengan polio non paralitik ditambah dengan kelainan sekelompok otot atau lebih.
Sebelum terjadi paralysis, diawali dengan periode pre paralysis 1 – 2 hari, dengan keluhan Panas Sakit kepala Muntah Diare Nyeri tenggorokan dan otot.
Awitan kelumpuhan dapat terjadi sangat mendadak, berlangsung beberapa jam hingga terjadi kelumpuhan total pada satu atau lebih anggota gerak.
4 bentuk Poliomielitis tipe paralitik :
1. Tipe Spinal : kelumpuhan beberapa otot leher, abdomen, batang tubuh, diafragma, toraks dan ekstremitas.
2. Tipe Bulbar : dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan medulla spinalis dan dapat mengancam jiwa. Terjadi kelumpuhan saraf kranial ( IX, X, ggn menelan, disfoni ) dengan atau tanpa gangguan pusat pernafasan, otonom dan gangguan sirkulasi.
3. Tipe Bulbospinal : campuran gejala bentuk spinal dan bulbar
4. Tipe Ensefalitik : penderita irritable, disorientasi, somnolen sampai koma. Hal ini terjadi karena terserangnya bagian atas batang otak dan hipotalamus.
Komplikasi : Kelumpuhan,
parase & atrofi pada otot yang diserang
Kontraktur yang mengakibatkan terjadi talipes quino varus atau skoliosis
Subluksasi disebabkan kelumpuhan otot sekitar sendi
Diagnosis : Adanya kelemahan otot.Otot-otot tubuh terserang paling akhir.Reflek tendon dalam biasanya menurun/tidak ada sama
sekaliAtrofi otot mulai terlihat 3-5 mgg stlh paralisis dan mjd
lengkap dlm waktu 12-15 mgg, bersifat permanen.Gagguan fungsi otonom sesaat, biasanya ditandai dgn
retensi urin.Gangguan saraf kranial (poliomielitis bulbar). Dapat
mengenai saraf kranial IX dan X atau III.
Laboratorium :
LCS leukositosis dengan jumlah sel 10 – 200 sel / mm3, mulanya dominan PMN, setelah 72 jam dominan limfosit, protein sedikit meninggi, glukosa dan elektrolit normal.
Isolasi dan kultur virus polio dari tinja dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis.
Pemeriksan IgM spesifik polio virus di serum dan LCS
Indirect immunofluorescence microscopy dari kultur sel tinja
Penatalaksanaan :Belum ada pengobatan khusus yang dapat
menyembuhkan penyakit ini.Tirah baring total harus segera dilakukan pada
penderita yang di duga mengidap poliomyelitis, sebab aktivitas fisik pada stadium preparalitik akan meningkatkan resiko terjadinya paralysis yang berat.
Penderita poliomyelitis paralitik bentuk spinal posisi ekstremitas harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya kontraktur, lengan dan tangan dapat diberi split, sedang pada kaki dapat diberi papan pengganjal di telapak kaki agar selalu dalam posisi dorsofleksi.
Penatalaksanaan :
Fisioterapi segera dikerjakan setelah 2 hari bebas demam.
Bila terjadi gagal nafas, maka perlu respirator Pada paralysis bulbaris diperhatikan kebutuhan
cairan, adanya aspirasi, disfagi akan membutuhkan pemasangan sonde lambung.
Imunitas aktif didapat sesudah mangalami infeksi asimptomatik atau pemberian vaksin polio.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibu secara transplasental atau dengan pemberian gamaglobulin.
Antibiotik untuk mencegah komplikasi adanya infeksi traktus urinarius.
Prognosis :Tergantung berat ringannya kelumpuhan.Penderita dengan kelumpuhan ringan, pulih dengan
sempurna. Penderita polio spinal 50% akan sembuh sempurna, 25%
mengalami dissabilitas ringan, 25% mengalami dissabilitas serius dan permanen.
Pencegahan :mengisolasi penderitamemperbaiki lingkunganimunisasi polio
Pencegahan
Vaksin harus melawan 3 serotipe (trivalent) Vaksin diberi 4 kali pada umur 2 bulan,
4 bulan, 6 - 18 bulan, lalu 4 - 6 tahun (booster) Kalau “terlambat”, tidak perlu mulai lagi. Hanya teruskan jadwal.
OPV (oral) & eIPV (intramuscular) Dibiakkan pada sel-sel ginjal monyet. Mengandung neomycin & streptomycin
Virus hidup (OPV) dan vaksin inaktif (IPV)
IPV (inactivated PolioVaccine) campuran tiga strain poliovirus dari supernatan kultur jaringan di
inaktifkan dengan formalin ( 1:4000 for 6 days at 370) Strain yang digunakan adalah Mahoney type 1, MEFI type 2, Saucket
type 3. enhaced IPV (eIPV) diproduksi dengsn cara yang sama dengan molekul yang lebih besar sehingga lebih immunogenic.
Plotkin, Murdin, Vidor and Sutter, Cochi, Melnick in Vaccine, 2003
Live attenuated Poliovirus vaccine (OPV): Dibuat dengan memindah-mindah (passaging) virus polio liar
pada kultur jaringan sehingga mengalami mutasi dan kehilangan neurovirulence namun masih memiliki enterovirulency ( kemampuan kolonisasi dan berbiak dalam usus )
Perbedaan antara vaksin dan virus aslinya terletak pada mutasi daerah rawan nucleotide 480 dari tipe 1, 481 dari tipe 2 dan 472 for tipe 3.
Vaksinasi OPV (Oral Polio Vaccine)
Menempel pada PVR (poliovirus receptor), kolonisasi dan replikasi dalam usus, merangsang antibodi sekretori lokal (sIgA anti-polio) dan antibodi humoral
Antibodi lokal menghambat penempelan virus lain(termasuk VPL) dan antibodi humoral menetraliser virus yang akan masuk SSP.
Kemampuan replikasi dalam usus berakibat ekskresi virus keluar usus melalui tinja, tersebar ke lingkungan dan masuk ke tubuh kontak , mis saudara atau teman bermain, menghasilkan penyebaran efek komunitas.
Dua metode imunisasi OPV : Imunisasi rutin Imunisasi suplemen
Buku rujukan Eradikasi Polio di Indonesia
Imunisasi polio
Imunisasi rutin Menimbulkan kekebalan individu Menimbulkan herd-immunity,
cakupan diatas 80%
Imunisasi suplemen Memutus transmisi virus Harus serentak dalam area yang
luas
Bell’s Palsy
Definisi
Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.
Struktur Anatomi
Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut.
Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi.
Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun.
Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.
Akan tetapi, sekarang mulai diyakini bahwa HSV sebagai penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi.
Patofisiologi
Gejala Klinis
Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin, nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah.
Penegakan Diagnosis
Anamnesis:1. Nyeri post auricular.2. Aliran air mata.3. Perubahan rasa.4. Mata kering.5. Hyperacusis
Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium (tidak spesifik). Pemeriksaan radiologi.
Diagnosa Banding
Tumor otak yang menekan sarafKelumpuhan saraf wajahKerusakan saraf wajah karena
infeksi virusInfeksi telinga tengah
Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa:1. Agent antiviral -> Acyclovir2. Kortikosteroid -> Prednisone
Perawatan mata.Konsultasi:
1. Ahli neurologi2. Ahli penyakit mata3. Ahli otolaryngologi4. Ahli bedah
Komplikasi
Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis.
Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal).
Reinervasi yang salah dari saraf fasialis.
Prognosis
Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:1. Usia di atas 60 tahun.2. Paralisis komplit.3. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh.4. Nyeri pada bagian belakang telinga.5. Berkurangnya air mata.
Kesimpulan
Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.Penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi, yaitu otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obatan antiviral dan kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan.
Myelopathy
Definisi
Setiap gangguan fungsional atau perubahan patologis dalam medulla spinalis
Etiologi
V = Vascular I = Infeksi / inflamasiT = TraumaA = Autoimun M = Metabolic electrolic / EndokrinI = Iatrogenik / IdiopathicN = Neoplasma S = Seizure / Struktural / SikiatrisD = Degeneratif
Patofisiologi
Mielopati paling sering disebabkan stenosis dari tulang belakang terjadi penyempitan progresif dari kanal vertebrae, tempat medulla spinalis medulla spinalis dapat terjepit di dalam kanal yang mengecil.
Sebagai efeknya spinal cord dan nerve root akan mengalami kompresi dan terganggu fungsi normalnya.
PENILAIAN MYELOPATHY
Menurut sistem Nurick: Grade 0 terdapat tanda-tanda dan gejala dari keterlibatan
nerve root tetapi tanpa bukti spinal cord disease. Grade 1 terdapat tanda-tanda spinal cord disease tetapi
tidak terdapat kesulitan dalam berjalan. Grade 2 terdapat sedikit kesulitan dalam berjalan tetapi
tidak menghalangi pekerjaan dan aktivitas. Grade 3 kesulitan dalam berjalan lebih parah sehingga
memerlukan bantuan dan mulai mengganggu pekerjaan dan aktivitas.
Grade 4 hanya dapat berjalan jika dengan bantuan atau alat bantu.
Grade 5 hanya dapat terbaring di tempat tidur.
GEJALA KLINIS
Mielopati sulit untuk dideteksi karena perkembangannya yang lambat dan bertahap
Banyak penderita mielopati akan mulai mengalami kesulitan dalam melakukan hal-hal yang perlu banyak koordinasi
GEJALA KLINIS
Gejala dari kompresi yang terjadi : gejala sensorik (nyeri atau parestesi) gejala motorik (kelumpuhan) gejala otonom (gangguan respirasi, sirkulasi, miksi,
dan defekasi)
tergantung segmen yang mengalami kompresi
Gejala Klinis
1. Gejala motorik - setinggi segmen kelumpuhan LMN - dibawah segmen kelumpuhan UMN - servikal tetraparese/plegi - torakal/lumbal paraparese/plegi - sakral gangguan miksi dan defekasi, tanpa paraparese/plegi
2. Gejala sensorik Hipo/anestesi mulai setingi segmen yang terganggu kebawah
3. Gejala otonom Retensi urin dan inkontinensia alvi
GEJALA KLINIS
Gejala yg biasanya di rasakan pasien : riwayat sakit leher atau punggung yang panjang perubahan dalam koordinasi gerak kelemahan otot kesulitan melakukan aktivitas dan tugas yang
sebelumnya mudah
Diagnosis
1. Klinisa. Keluhan sensibilitas:
- bandingkan daerah yang (N) dengan yang sakit- tentukan batas atas lesi menentukan letak lesi
b. Keluhan motoris: gangguan tr piramidalis kelumpuhan spastik
c. Keluhan otonom
Diagnosis
2. Pemeriksaan Penunjang a. Foto X-ray kolumna vertebrae b. MRI c. Lab : - Hb, eritrosit
- alkali & acid fosfoterase - px spektrum protein
Terapi
Pada penderita mielopati dengan bukti kompresi pada spinal cord dan nerve root
dilakukan operasi (dekompresi) dengan hati-hati untuk membebaskan dari
kompresi.
Analgesic untuk nyeri yang dialami.
Brainstem Lesions
ANATOMI BATANG OTAK
Batang otak merupakan suatu struktur yang secara anatomi kompak, secara fungsional barmacam-macam, dan secara klinis penting
Bahkan suatu lesi tunggal yang relatif kecilpun hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus, atau jaras
Lesi yang dapat merusak batang otak: Vaskular (misalnya, perdarahan, iskemia oklusif) Tumor Trauma Proses degeneratif atau demielinasi
Brainstem
MesensefalonPons Medulla Oblongata
Anatomi Brainstem
MesensefalonBasis
Krus posterior Substansia nigra
Tegmentum Seluruh jaras ascenden + Sebagian jaras descenden Nukleus Ruber Inti NC. III dan IV
Tektum 2 pasang Kolikulu
Pedunkulus Serebelli Superior (Brakhium Konjungtivum)
Anatomi Brainstem
Pons Basis
Jaras kortikospinal Inti-inti pons Serabut pontoserebelaris
Tegmentum Inti NC. 6 dan 7 Jaras spinotalamikus tegmentalis sentralis tektospinalis, dan fasikulus longitudinal medialis
Anatomi Brainstem
Medulla OblongataJaras-jaras ascenden Jaras-jaras descenden Inti NC. 4,7,8,9,10 dan 12Pedunkulus serebelaris inferior
Brainstem lesionMesensefalon
Sindroma Weber Sindroma Benedik
Pons Sindroma basis pontis (Tengah) Sindroma basis pontis (Kaudal) / sindroma Millard-
Gubler Sindroma tegmentum pontis (Rostral) Sindroma tegmentum pontis (Kaudal)
Medulla oblongata Sindroma Med-Ob Medial/ sindroma Dejerine Sindroma Med-Ob Lateral/ sindroma Wallenberg
1.a) Sindroma Weber
Disebut juga hemiplegia okulomotorik alternan dan Sindrom pedunkularis
Lesi di otak tengah bagian basal, melibatkan saraf III dan bagian-bagian dari pedunkulus serebralis
1.a) Sindroma WeberParalisis nc. 3
Paralisis nc. 7
dan 12
Paralisis Spatik
Rigid, tremor,
parkinsonism
Substansia Nigra Akinesia (Parkinsonism)KShemiplegi spastik kontralateralKN Parese nc.7, 12 kontralateral KP distaksia kontralateralNC3paralisis nc.3 ipsilateral
1.b) Sindroma Benedik
Terletak didalam tegmentum dari otak tengah, mungkin merusak lemnikus medialis, nukleus ruber, dan saraf III dan nukleusnya dan traktus-traktus yang berhubungan
1.b) Sindroma Benedik
Hilang rasa raba, posisi, getarHiperkinesi
a
Lemnikus medialis hilang rasa raba, posisi, getar (kontralateral)Nukleus ruber hiperkinesia kontralateral (korea, atetosis)Substansia nigra akinesia kontralateral (parkinsonisme)N C 3 paralisis N 3 ipsilateral
2.a) Sindroma Basis Pontis (bag. tengah)
Distaksia
Paralisis Spastik
Anestesia
Paralisis Flaksid
NC5Hemifasial anestesia ipsilateral, paralisis flaksid otot kunyah ipsilateral Pedunkulus hemiataksia, asinergia ipsilateralKS hemiparesis spastik kontralateral Inti-inti pontis Distaksia ipsilateral
2.b) Sindroma basis pontis (bag. Kaudal)/ Sindroma Millard-Gubler
Paralisis Flaksid
Analgesia, termaneste
sia
Lemnikus medialis anestesia (raba, posisi, getar)Lemnikus lateral hipoakusiaInti N C 7 paralisis fasial perifer ipsilateralSpinotalamikus lateralis termanistesia tubuh kontralateral, analgesiaTr piramidalis hemiplegi spastik kontralateralN C 5 paralisis N 6 perifer ipsilateral
2.c) Sindroma Tegmentum Pontis (bag.rostral)
Analgesia, Termanest
esia
Anestesia (raba, posisi, getar)
Paralisis Flaksid
Tr spinotalamikus lateral analgesia dan termanestesia tubuh kontralateralN C 5 anestesia hemifasial (prinsipalis), analgesia term anestesia (tr spinal), paralisis flaksid otot kunyah ipsilateral (morius)Lemnikus medial anestesia (raba, posisi, getar)
2.d) Sindroma Tegmentum Pontis (bag.kaudal)
Paralisis
Flaksid
Analgesia, termanestesi
aAsinergi
a
NC 6 dan 7 paralisis ipsilateralSpinotalamikus lateral analgesia dan term anestesia kontralateralLemnikus medialis anestesia kontralateral (raba, posisi, getar)Tr spinoserebelaris asinergi dan term anestesia kontralateral
3.a) Sindroma medular medial/ Sindroma Dejerine
Biasanya mengenai piramis, sebagian atau seluruh lemnikus medialis, dan saraf XII
Jika unilateral, maka sindrom ini dikenal juga sebagai hemiplegia hipoglosus alternan. kelemahan saraf kranial ipsilateral paralisis tubuh kontralateral
Lesi dapat juga mengakibatkan defek bilateral
3.a) Sindroma medular medial/ Sindroma Dejerine
Anestesia(raba, posisi,
getar)
Paralisis Non
Spastik
Paralisis N XII
Tr piramidalis hemiplegi kontralateral non spasticLemnikus medialis anestesia (raba, posisi, getar)N C 12 paralisis perifer ipsilateral
3.b) Sindroma medular lateral / SindromaWallenberg
Melibatkan beberapa (atau semua) struktur didalam medula oblongata yang terbuka pada sisi dorsolateral pedunkulus serebelaris inferior nukleus vestibularis serabut atau nukleus dari saraf IX dan X nukleus dan traktus spinalis dari saraf V traktus spinotalamikus jaras simpatetik
3.b) Sindroma medular lateral / SindromaWallenberg
Ataksia &
Asinergia
Analgesia, termaneste
sia
Tr spinotalamikus lateral analgesia dan termanestesia kontralateralTr spinoserebelaris anterior ataksia, hipotonia ipsilateralLintasan simpatik sentral sindroma horner vasodilatasi ipsilateral hipohidrosisNistagmus, gangguan bicara, dan menelan
TERIMA KASIH