resin komposit
TRANSCRIPT
Resin Komposit
Resin komposit merupakan bahan yang kompleks, yang terdiri atas tiga
komponen utama, yaitu: komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan
pengisi (filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan filler
yang disebut coupling agent. Oleh sebab itu, resin komposit dapat didefinisikan pula
sebagai material yang tersusun dari matriks organik dan partikel bahan pengisi
anorganik yang dihubungkan oleh coupling agent. Selain mengandung tiga
komponen utama tersebut, resin komposit juga mengandung pigmen warna agar resin
komposit dapat menyerupai warna struktur gigi dan inisiator serta aktivator untuk
mengaktifkan mekanisme pengerasan. Bowen (1960) memperkenalkan material resin
komposit yang mempunyai warna yang hampir menyerupai gigi asli, tetapi memiliki
kelemahan yaitu adanya kontraksi polimerisasi yang menyebabkan terjadinya
kehilangan kontak antara resin komposit dan dinding kavitas sehingga mengakibatkan
terbentuknya celah pada tepi restorasi. Sensi et al. (2004), tekanan pengerutan resin
komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan
kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu pengikatan terhadap dinding
kavitas, hal ini merupakaan salah satu penyebab utama terjadinya celah mikro.
Restorasi komposit yang baik secara klinis bergantung pada polimerisasi yang
sempurna. Duarte et al. (2009) menyatakan bahwa resin komposit berbasis
methacrylate mengalami pengerutan polimerisasi sebesar 2,3 – 3% sedangkan resin
komposit berbasis silorane hanya 0,9%. 32
Polimerisasi pada resin komposit menggunakan gugus radikal yang diperoleh
melalui aktivasi dengan cahaya (light-cured composite) atau senyawa kimia (self-
cured composite). Sistem pembentuk radikal bebas yang terkandung dalam resin
komposit yang diaktivasi cahaya terdiri atas molekul-molekul fotoaktivator
chomporoquinone dan inisiator benzoil peroksida. Bila kedua komponen ini tidak
disinari, maka keduanya tidak akan bereaksi. Sebaliknya, bila disinari dengan panjang
gelombang yang tepat akan merangsang fotoinisiator bereaksi dengan aktivator
benzoil peroksida membentuk radikal bebas. Resin komposit yang diaktivasi sinar
akan mengalami pengkerutan polimerisasi ke arah sumber sinar. Pengkerutan
polimerisasi berhubungan dengan c-factor (faktor konfigurasi). C-factor merupakan
perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan bebas. Semakin
luas permukaan terikat, kontraksi akan semakin besar.
Restorasi resin sangat mengharapkan perlekatan yang kuat dan dapat bertahan
lama pada jaringan gigi. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki
sifat fisik resin komposit terus berkembang terutama masalah kontraksi polimerisasi
resin komposit. Perbaikan dari resin komposit ini dilakukan dengan mengoptimalkan
bahan pengisi sedangkan bahan dasar matriks organiknya tetap sama. Hampir semua
resin komposit memiliki matriks resin dimethacrylates seperti Bis-GMA , TEGDMA,
atau UDMA yang umum digunakan dalam komposit gigi. Resin bis-GMA ini
mempunyai molekul yang tinggi dan masih terlalu kental untuk digunakan sebagai
monomer, oleh sebab itu ditambahkan monomer lain sebagai pengencer untuk
mengurangi kekentalannya. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan monomer
dimetakrilat. Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang
merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan
glisidil metakrilat.
Dari perbaikan yang telah dilakukan, penyembuhan masalah kontraksi
polimerisasi belum dapat dicapai. Strategi utama untuk mengatasi masalah kontraksi
polimerisasi difokuskan pada peningkatan bahan filler, sehingga mengurangi proporsi
dari resin methacrylate. Karena masalah penyusutan ini disebabkan oleh matriks
resin, semakin rendah proporsi resin dalam komposit semakin rendah penyusutan
yang terjadi. Oleh karena itu, dengan mengubah matriks resin komposit yang telah
ada akan dapat mengatasi masalah kontraksi polimerisasi.
Dalam usaha untuk mengatasi kelemahan dan meningkatkan adaptasi bahan
restorasi, suatu bahan restorasi resin komposit tipe baru telah dikembangkan yaitu 3
resin komposit berbasis silorane, terutama untuk mengatasi masalah pengerutan yang
mendukung perlekatan yang baik.Resin komposit berbasis silorane merupakan bahan
resin yang berbasis sistem monomer baru yang memiliki tekanan pengerutan lebih
rendah dan warna yang lebih stabil dibandingkan resin komposit berbasis
methacrylate. Hal ini disebabkan oleh matriks resin dan mekanisme kimia dari resin
komposit silorane yang berbeda dengan resin komposit methacrylate.
Tabel 1. KOMPOSISI RESIN KOMPOSIT SILORANE DAN METHACRYLATE
Matriks resin komposit berbasis silorane yaitu gabungan dari monomer
siloxane dan oxirane yang bersifat hydrophobic. Siloxane ini berasal dari kata silikon,
oksigen, dan alkana. Monomer silikon yang terkandung di dalam siloxane
menyebabkan resin silorane memiliki sifat hydrophobic. Oxirane telah banyak
digunakan dalam bidang teknis, terutama dalam hal yang memerlukan kekuatan
seperti pembuatan alat-alat olahraga, industri otomotif dan penerbangan. Monomer
oxirane ini dikenal karena kekuatannya, penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya
yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia. Gabungan dari kedua sifat
monomer ini yaitu siloxane dan oxirane yang menyebabkan resin silorane memiliki
sifat yang hydrophobic dan penyusutan yang rendah. Hal ini juga yang membedakan
resin silorane dengan resin methacrylate . Silorane memiliki partikel bahan pengisi
yang merupakan material anorganik yg ditambahkan pada matriks resin. Partikel
bahan pengisi pada komposit berbasis silorane adalah fine quartz partikel dan yttrium
flouride.
Salah satu komponen dari sistem inisiator resin komposit silorane adalah
camphorquinone yang dapat mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan spektrum
cahaya dari sumber cahaya konvensional polimerisasi gigi. Silorane dapat disinari
dengan halogen light curing maupun light-emitting diode (LED) light curing unit.
Proses polimerisasi menggunakan halogen light curing dengan panjang gelombang
400-500 nm dengan intesitas 500-1400 mW/cm 2 selama 40 detik. Proses
polimerisasi menggunakan light-emitting diode (LED) light curing unit dengan
panjang gelombang 430-480 nm dengan intesitas 500-1000 mW/cm2 selama 40 detik.
Berdasarkan ukuran partikel filler, silorane termasuk ke dalam kategori resin.
Dimana permukaan partikel dilapisi oleh silane yang diperlukan untuk memberikan
ikatan antara partikel pengisi dan matriks resin. Keuntungan dari penambahan
partikel bahan pengisi ini adalah dapat menguatkan matriks resin, mengurangi
penyusutan saat polimerisasi, mengurangi thermal ekspansi dan kontraksi,
meningkatkan viskositas, mengurangi resorbsi air serta meningkatkan radiopacity.
Selain bahan pengisi (filler), silorane juga memiliki sistem inisiator yang
salah satu komponennya adalah camphorquinone. Dimana sistem ini mengaktifkan
mekanisme pengerasan atau polimerisasi dan juga dapat meminimalkan stress pada
saat polimerisasi(Tabel 1). komposit microhybrid dengan bahan pengisi dasar
berukuran partikel 0,1-1 μm dikombinasikan dengan bahan pengisi mikro 3-5% berat.
Silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan monomer siloxane dan oxirane.
Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hydropobic dan oxirane sangat
dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya yang sangat baik
terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia. Weinmann et al (2005) menyatakan bahwa silorane merupakan bahan resin
berbasis sistem monomer baru yang sangat menjanjikan. Mekanisme untuk
mengurangi stress pada sistem ini diperoleh dengan terbukanya cincin oxirane selama
polimerisasi. Monomer saling terhubung dengan cara oxirane yang bentuknya seperti
cincin membuka, meluruskan dan memperluas monomer. Hasilnya volume hanya
sedikit berkurang, sedangkan resin methacrylate pada saat polimerisasi monomer
matriks resinnya berbentuk linear. Hal tersebut yang yang menyebabkan resin
silorane memiliki tingkat pengerutan lebih rendah (Gambar 1).
Gambar 1. Ikatan matriks resin silorane