resepsi sastra film

14
RESEPSI SASTRA FILM “LASKAR PELANGI” SEBUAH KAJIAN RESEPSI SASTRA SINKRONIK PADA MASA BANGKITNYA PERFILMAN INDONESIA (TAHUN 2001 – 2009) Oleh: Marlina A. Pendahuluan Pemunculan film-film yang diangkat dari karya sastra belakangan ini semakin marak. Para pembaca karya sastra kini tak harus bersusah payah untuk menghabiskan waktu berjam-jam, berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk dapat melahap sebuah karya sastra sepeeti novel. Para sineas Indonesia dengan kemampuan dan kreativitasnya telah dapat mengembangkan dan memperkaya khasanah sastra Indonesia dengan cara menyajikan sebuah karya sastra dalam bentuk bacaan-dalam hal ini novel- menjadi sebuah film yang dikemas apik dan menarik bagi semua kalangan. Dalam sejarah perfilman di Indonesia tahun 2001 hingga saat ini, masyarakat Indonesia telah merasakan kebangkitan perfilman Indonesia dengan hadirnya film-film layar lebar yang tak henti diproduksi dan diputar di sinema-sinema. Namun demikian, tak banyak film yang secara langsung diangkat dari sebuah novel, khususnya untuk novel-novel Indonesia di masa sekarang ini. Sebut saja novel Ayat-Ayat Cinta karangan Habiburahman El- Shirazy yang sempat booming dan dikenal seantero masyarakat Indonesia, setelah sebelumnya beberapa novel

Upload: marliena-an

Post on 15-Jan-2015

2.435 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Resepsi sastra film

RESEPSI SASTRA FILM “LASKAR PELANGI”

SEBUAH KAJIAN RESEPSI SASTRA SINKRONIK PADA MASA

BANGKITNYA PERFILMAN INDONESIA (TAHUN 2001 – 2009)

Oleh: Marlina

A. Pendahuluan

Pemunculan film-film yang diangkat dari karya sastra

belakangan ini semakin marak. Para pembaca karya sastra kini tak

harus bersusah payah untuk menghabiskan waktu berjam-jam,

berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk dapat melahap

sebuah karya sastra sepeeti novel. Para sineas Indonesia dengan

kemampuan dan kreativitasnya telah dapat mengembangkan dan

memperkaya khasanah sastra Indonesia dengan cara menyajikan

sebuah karya sastra dalam bentuk bacaan-dalam hal ini novel-

menjadi sebuah film yang dikemas apik dan menarik bagi semua

kalangan.

Dalam sejarah perfilman di Indonesia tahun 2001 hingga saat

ini, masyarakat Indonesia telah merasakan kebangkitan perfilman

Indonesia dengan hadirnya film-film layar lebar yang tak henti

diproduksi dan diputar di sinema-sinema. Namun demikian, tak

banyak film yang secara langsung diangkat dari sebuah novel,

khususnya untuk novel-novel Indonesia di masa sekarang ini. Sebut

saja novel Ayat-Ayat Cinta karangan Habiburahman El-Shirazy

yang sempat booming dan dikenal seantero masyarakat Indonesia,

setelah sebelumnya beberapa novel remaja seperti Eifel I’m In Love

dan novel-novel dengan tema percintaan remaja diangkat menjadi

sebuah film.

Di antara novel-novel tersebut yang tak dapat dipungkiri

sebagai novel fenomenal sehingga diangkat menjadi film layer

lebar adalah novel “Laskar Pelangi” karangan Andrea Hirata,

seorang pengarang pendatang baru yang menggebrak dunia sastra

Indonesia. Andrea Hirata sebagai penulis baru menyajikan sebuah

Page 2: Resepsi sastra film

cerita dengan latar belakang kisah nyata menjadi sebuah bacaan

yang apik dan menggugah para pembacanya. Pendapat demi

pendapat positif dari berbagai profesi dapat dilihat dalam bagian

depan novel Laskar Pelangi.

Demikian pula halnya ketika novel tersebut diangkat menjadi

sebuah film, respons masyarakat saat itu bernada amat positif.

Para penikmat film Indonesia lebih banyak menyuarakan kepuasan

dengan film yang diangkat dari novel tersebut dan menjadikan

Andrea Hirata sebagai novelis populer Indonesia yang tidak bisa

dipandang sebelah mata lagi keberadaannya.

Larisnya film Laskar Pelangi di pasaran menjadi daya tarik

tersendiri bagi penulis untuk memberikan reaksi sebagai salah satu

penikmat karya sastra terhadap film tersebut. Mengingat

selanjutnya setelah atau sebelum Laskar Pelangi dipertontonkan

kepada masyarakat, film-film dengan tema yang sama sepanjang

kebangkitan perfilman Indonesia, baik yang diangkat dari novel

maupun yang memang murni berasal dari naskah film belum

ditemukan lagi hingga saat ini.

B. Pembahasan

1) Resepsi Sastra

Secara harfiah, resepsi sastra berasal dari kata recipere

(Latin) dan reception (Inggris) yang berarti penerimaan. (Kutha

Ratna, 2008: 165)

Resepsi atau penerimaan terhadap sebuah teks sastra

merupakan reaksi dari pihak pembaca terhadap sebuah karya

sastra, baik dalam bentuk reaksi langsung maupun reaksi tidak

langsung dengan menyelaraskan dengan pengertian, pengalaman,

serta penghayatannya (Luxemburg, 1992: 62)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa

yang dimaksud dengan resepsi sastra adalah reaksi yang diberikan

oleh pembaca terhadap sebuah karya berdasarkan adanya

pengertian-pengetahuan atau wawasan pembaca- dan

Page 3: Resepsi sastra film

menghubungkannya dengan pengalaman dan apa yang dihayati

oleh pembaca tersebut.

Dinyatakan juga oleh Luxemburg bahwa kegiatan resepsi

sastra merupakan kegiatan pembaca dalam mengkonkretkan

sebuah teks sastra-dalam hal ini bacaan- menjadi sebuah teks yang

dpat dimengerti dan dihayatinya. Hal ini seperti membuat sebuah

laporan setelah pembaca menikmati karya sastra.(Luxemburg,

1992: 79)

Resepsi sastra mengkaji hubungan antara sastra dengan

pembaca, khususnya dalam kehidupan praktis. Diibaratkan sebagai

retorika dalam khotbah atau pidato yang memberikan perhatian

pada sarana-sarana bahasa, resepsi sastra memberikan perhatian

pada tanggapan-tanggapan pembaca. (Kutha Ratna, 2008:164)

Namun demikian, resepsi sastra sendiri dalam artian yang

luas tidaklah sekadar pemberian respons pembaca terhadap karya

sastra melainkan pembaca dalam konteks ini dilihat sebagai

sebuah proses sejarah, yakni pembaca dalam periode tertentu.

(Kutha Ratna, 2008:165)

Berdasarkan pernyataan ersebut dapat dikatakan bahwa

dalam proses resepsi sastra, pembaca yang memberi respons atau

reaksi terhadap suatu karya sastra akan selalu menghubungkan

responsnya dengan kondisi ketika resepsi iu dilakukan. Sudah

barang tentu itu akan berhubungan dengan bidang kehidupan, baik

dari sosiologis, budaya, maupun psikologis masyarakat dalam suatu

masa.

Dalam penelitian sastra, resepsi sastra mengenal dua

bentuk, yakni resepsi sinkronik dan resepsi diakronik. Bila dalam

resepsi sinkronik karya sastra diteliti dalam hubungannya dengan

pembaca pada suatu masa tertentu (satu zaman-, maka dalam

resepsi sastra diakronik yang melibatkan pembaca sepanjang

sejarah waktu. (Kutha Ratna, 2008: 167)

Page 4: Resepsi sastra film

Dalam hal ini dijelaskan juga bahwa dalam resepsi sinkronik,

sekelompok pembaca memberikan tanggapan-misalnya secara

sosiologis maupun psikologis- terhadap sebuah karya sastra.

Tanggapan terhadap karya sastra melalui pendekatan

sosiologis adalah mengkaji hubungan yang hakiki antara karya

sastra dengan kehidupan sosial masyarakat. (Kutha Ratna,

2008:60). Hal ini merupakan sebuah pernyataan yang

menggambarkan bahwa sebuah karya sastra dalam penciptaannya

memiliki hubungan social dengan masyarakat pembaca.

Sementara itu, istilah psikologi sastra menurut Wellek dan

Waren memiliki empat kemungkinan pengertian antara lain: (1)

studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, (2)

studi proses kreatif, (3) studi hukum dan tipe-tipe psikologi yang

diterapkan pada karya sastra, dan (4) mempelajari dampak sastra

pada pembaca (psikologi pembaca). Keempat hal tersebut

merupakan kemungkinan yang dimungkinkan menjadi pembahasan

dalam psikologi sastra. (Wellek dan Waren, 1995:90)

2) Sinopsis Film ”Laskar Pelangi”

Tokoh aku dalam film ini adalah Ikal. Ikal memulai ceritanya

dengan menampilkan latar tahun 1974 di daerah Bangka Belitong

(Salah satu daerah di Indonesia). Bangka Belitong pada latar tahun

tersebut adalah sebuah daerah yang kaya di Indonesia. Daerah

tersebut terkenal dengan pertambangan timahnya. Namun

demikian, di tengah pandangan masyarakat yang menganggap

daerah tersebut sebagai daerah yang kaya, kehidupan

masyarakatnya tidaklah baik seperti seharusnya penduduk yang

hidup di daerah yang kaya.

Cerita berawal dari sebuah sekolah SDN Muhammadiyah

Gintong yang merupakan sekolah muhamaddiyah satu-satunya di

daerah Belitong. Sekolah itu terancam ditutup pemerintah bila

Page 5: Resepsi sastra film

pada tahun ajaran tersebut tidak mendapatkan sepuluh orang

siswa. Para orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah

tersebut adalah orang tua yang kondisi perekonomiannya miskin.

Rata-rata orang tua bekerja sebagai buruh PT PN Timah atau

nelayan.

Diceritakanlah seorang guru wanita bernama Ibu Muslimah

dan Bapak Harpan yang bersikukuh untuk mempertahankan

sekolah tersebut. Meski di awalnya kedua guru tersebut sudah

hampir putus asa menunggu kedatangan murid ke sepuluh,

akhirnya sekolah tersebut dapat memenuhi angka sepuluh untuk

jumlah murid dan itu berarti sekolah tersebut akan terus dibuka.

Berlanjut pada waktu lima tahun kemudian (tahun 1979),

sekolah tersebut tetap berjalan dengan sepuluh orang siswa yang

tak bertambah dari tahun ke tahun. Kondisi sekolah sangat buruk,

baik dari bangunan, fasilitas sekolah, maupun dari keuangannya.

Para guru yang mengajar, tidak mendapatkan penghasilan yang

layak, selayaknya guru-guru di sekolah lain.

Sekolah lain yang menjadi pembanding adalah sekolah milik

PN Timah yang kondisinya sangat bertolak belakang dengan SDN

Muhammadiyah Gintong. Sekolah PN Timah memiliki fasilitas yang

bagus dan ditonjolkan sebagai sekolah bagi kaum-kaum menengah

ke atas di Belitong.

Namun demikian, siswa-siswa yang belajar di SDN

Muhammadiyah tak pernah kehilangan semangat untuk belajar,

meskipun mereka dalam keterbatasan. Sepuluh siswa dalam

asuhan Ibu Muslimah tumbuh dengan kemampuan yang bervariasi.

Tokoh Lintang yang berasal dari keluarga miskin di pesisir pantai

adalah anak yang memiliki kecerdasan matematika sangat bagus.

Sementara itu, Mahar adalah anak yang mmeiliki kecerdasan

musikal yang sangat bagus. Demikian juga dengan siswa-siswa

lainnya selain mereka seperti Ikal, Kucai, Samson, Zahara, Akiong,

dan Harun salah satu siswa yang memiliki keterbelakangan mental.

Page 6: Resepsi sastra film

Siswa-siswa di SDN Muhammadiyah yang dididik dalam

kemiskinan dan kesulitan belajar menunjukkan kemampuan

mereka di hadapan masyarakat Belitong yang beranggapan bahwa

anak miskin tak perlu mengecap bangku sekolah. Mereka cukup

menjadi buruh membantu orang tua mereka bekerja. Dengan

kreativitas mereka, para siswa akhirnya dapat memenangkan

karnaval yang diadakan untuk sekolah-sekolah di Belitong. Mereka

berhasil mengalahkan juara bertahan SD PN Timah.

Pada bagian selanjutnya konflik pun terjadi dalam diri Ibu

Muslimah. Ibu Muslimah yang sempat kecewa setelah ditinggal

oleh rekan kerjanya Pak Bakrie yang memilih mengajar di sekolah

lain karena penghasilan yang didapatkannya tidak menentu.

Sementara itu, goncangan lain pun datang, rekan Ibu Muslimah

yang lain bapak Harpan, yang selama ini menjadi teman

seperjuangan Ibu Muslimah untuk mempertahankan keberadaan

SDN Muhammadiyah Gintong dipanggil sang Khalik. Hal tersebut

menyebabkan Ibu Muslimah goncang dan sedih karena merasa ak

berdaya jika harus berjuang sendirian.

Namun demikian, Ibu Muslimah tidak menyerah. Tawaran

yang selalu diajukan oleh Pak Mahmud (salah satu guru di SD PN

Timah) untuk mengajar di SD PN Timah tetap konsisiten ditolaknya

karena rasa cintanya yang mendalam terhadap SDN

Muhammadiyah dan siswa-siswanya. Eksistensi SDN

Muhammadiyah Gintong ditunjukkan dengan kemenangan mereka

dalam lomba cerdas cermat.

Kesuksesan siswa-siswa SDN Muhammadiyah dengan

menunjukkan eksistensi mereka di mata masyarakat Belitong

menjadikan sekolah tersebut diingat oleh masyarakat. Namun

begitu, di akhir cerita, tokoh Lintang sebagai anak yang cerdas tak

dapat melanjutkan sekolah hingga tamat karena harus

menggantikan ayahnya sebagai kepala keluarga setelah kematian

ayahnya. Lintang tak dapat menyelesaikan studinya di SDN

Muhammadiyah Gintong bersama rekan-rekannya yang lain.

Page 7: Resepsi sastra film

Sementara tokoh aku (Ikal) diceritakan kembali ke kampung

halamannya untuk bertemu sahabat-sahabatnya. Ikal berencana

untuk merantau di Paris, kota yang menjadi mimpi di masa kanak-

kanaknya. Kota yang menjadi impian Ikal untuk dapat mengenang

Ah Ling, gadis pujaannya sejak kecil. Pertemuan Lintang dan Ikal

saat telah menjadi dewasa menjadi akhir dari cerita film tersebut.

Lintang merasa bangga kepada Ikal dan berpesan agar anak-

anaknya mengikuti jejak Ikal sahabatnya.

3) Kajian Resepsi Sastra Sinkronik Film “Laskar Pelangi”

Tahun 2001 hingga saat ini, jika dilihat dari kondisi

masyarakat dan pendidikan di Indonesia, dapat dikatakan tak jauh

beda dengan yang digambarkan dalam film Laskar Pelangi.

Meskipun gambaran tersebut tidak terjadi di kota-kota besar,

kondisi tersebut masih dapat ditemukan di beberapa daerah

terpencil di Indonesia. Secara umum, kondisi tersebut memang

bukan pemandangan nyata yang dapat dilihat oleh setiap orang.

Namun, cobalah melihat kondisi di beberapa daerah terbelakang di

Indonesia, kondisi seperti itu masih dapat ditemukan.

Gambaran pendidikan Indonesia khususnya di daerah

Belitong yang disajikan dalam film Laskar Pelangi tentu akan

sangat memperihatinkan bagi para penontonnya. Kondisi anak-

anak miskin yang ingin mengecap pendidikan dalam keterbatasan

ekonomi menjadi sebuah pemandangan yang dapat disaksikan

hingga abad ini. Kemiskinan dan keterpurukan memaksa para

orang tua untuk mempekerjakan anak di bawah umur demi

membantu pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Pemandangan

itu pula yang ditonjolkan secara gamblang dalam film Laskar

Pelangi.

Kondisi kemiskinan masyarakat di Belitong yang kaya

menggambarkan ketidakmampuan pemerintah untuk mengolah

segala sumber daya yang dimiliki oleh bangsa ini. Gambaran

tersebut merupakan cerminan dari kondisi yang terjadi saat ini,

Page 8: Resepsi sastra film

bahwa kemiskinan masih dirasakan oleh sebagian besar

masyarakat Indonesia, padahal Indonesia adalah negara yang

mempunyai kekayaan sumber daya yang dapat dimanfaatkan.

Sayangnya, ketidakmampuan pemerintah dalam mengelolanya

menjadikan bangsa ini senantiasa menjadi bangsa yang

terbelakang dan terpuruk dalam kemiskinan turun temurun.

Pembandingan antara sekolah PN Timah dengan segala

fasilitas yang memadai di zamannya dengan sekolah SDN

Muhammadiyah Gintong yang terbatas merupakan gambaran nyata

bahwa siswa-siswa yang dididik dengan fasilitas yang lebih baik

menjamin akan memiliki kemampuan yang lebih pula. Bila dalam

film tersebut tokoh Lintang menjadi siswa yang dibandingkan,

maka dalam dunia nyata, mari lihat siswa-siswa yang berasal dari

sekolah-sekolah di desa dengan fasilitas yang terbatas, banyak

yang mampu menghasilkan karya-karya inovatifnya dalam bidang

sains dan teknologi.

Demikian pula dengan pendidikan agama yang diterapkan

begitu ketat di sekolah Muhammadiyah Gintong. Penerapan kaidah

agama seperti itu pada saat ini sangat dibutuhkan oleh para siswa

di masa perkembangan mereka. Siswa-siswa yang kurang

mendapat pendidikan agama baik di sekolah maupun di rumah

akan tumbuh sebagai manusia yang rapuh dan mudah terpengaruh.

Dalam berita-berita di televisi maupun di sura kabar, saat ini

banyak siswa atau pelajar-pelajar sudah berani melakukan tindak

kriminal. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya didikan agama

yang dibekalkan kepada mereka sehingga mereka tidak terkontrol.

Sementara fungsi agama adalah sebagai kontrol diri dan benteng

pengendalian diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

Tuhan.

Tokoh Pak Harpan yang mengabdi di SDN Muhammadiyah

hingga akhir hayatnya dan tokoh Ibu Muslimah yang tak menyerah

dengan segala halangan dan rintangan dalam mempertahankan

sekolah SDN Muhammadiyah merupakan suatu gambaran

Page 9: Resepsi sastra film

idealisme manusia yang masih kokoh dengan pengabdiannya

sebagai guru. Sosok kedua tokoh dalam film tersebut menunjukkan

betapa tingginya cita-cita para pendidik demi anak-anak didiknya.

Penghasilan yang tidak memadai dan adanya tawaran-tawaran

yang menggiurkan yang diberikan tak menjadikan kedua tokoh

tersebut berpaling dari niat awal mereka. Kekokohan hati Ibu

Muslimah dan Pak Harpan pada saat ini merupakan sebuah

pemandangan yang akan sulit ditemukan. Namun demikian, bukan

berarti tidak ada. Meskipun saat ini, dunia pendidikan tak lagi

murni menjadi dunia pengabdian bagi para guru, meskipun

idealisme-idealisme tersebut telah banyak terkikis, sosok-sosok

seperti Ibu Muslimah dan Pak Harpan masih bisa dijumpai.

Sementara tokoh Pak Bakri sebagai rekan Ibu Muslimah dan

Pak Harpan yang memilih meninggalkan sekolah Muhammadiyah

dan mengajar di tempat lain yang lebih menjanjikan secara materi

merupakan gambaran sebagian besar masyarakat Indonesia saat

ini. Materi dan jaminan kehidupan menjadi landasan utama bagi

banyak orang untuk bekerja. Secara manusiawi, kondisi tersebut

tentu sangat wajar dengan tuntutan kehidupan di saat ini.

Siswa-siswa di SDN Muhammadiyah yang memiliki

perbedaan kecerdasan, merupakan gambaran yang sesuai dengan

teori kecerdasan jamak yang dikemukakan oleh Howard Gardner.

Ibu Muslimah sebagai guru, menunjukkan perhatiannya terhadap

kecerdasan masing-masing siswanya sehingga tokoh Ibu Muslimah

memberikan ruang bagi para siswa untuk mengembangkan

kecerdasan mereka. Untuk saat ini, metode pembelajaran berbasis

kecerdasan jamak pun sudah banyak dikembangkan di Indonesia,

sehingga siswa-siswa dapat memiliki kesempatan untuk

mengembangkan bakatnya masing-masing.

Gambaran seorang Lintang yang tidak dapat melanjutkan

sekolah karena harus menjadi pengganti orang tua yang mencari

nafkah bagi adik-adiknya merupakan gambaran perjuangan

seorang anak yang memang tegar dan kuat. Pada saat ini, kondisi

Page 10: Resepsi sastra film

tersebut banyak juga terjadi pada anak-anak miskin di Indonesia

yang harus menggantikan orang tuanya yang telah tiada atau orang

tuanya yang tidak memiliki penghasilan yang mencukupi untuk

membiayai kehidupan keluarganya. Namun demikian, Lintang tak

kehilangan mimpinya. Meskipun dia tidak sempat menyelesaikan

pendidikannya, dia tetap bermimpi untuk memberikan kesempatan

pada anak-anaknya mencapai impiannya. Demikian pula dengan

para orang tua yang ada di masyarakat kita saat ini. Impian para

orang tua yang tak tercapai, kadang banyak dibebankan kepada

anak-anak mereka untuk mewujudkannya.

Terakhir adalah tokoh Ikal sebagai tokoh aku yang kembali

ke kampung halaman untuk menmui sahabatnya dan mengatakan

bahwa dirinya akan pergi ke Paris untuk mengejar mimpi di masa

kanak-kanaknya. Melalui tokoh Ikal, dapat dilihat bahwa mimpi

masa kanak-kanak ada kalanya bahkan banyak menjadi impian

indah yang terwujud di masa dewasa.

C. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pengkajian di atas dapat disimpulkan bahwa penulis

sebagai penonton film Laskar Pelangi memberikan respons atau

reaksi penerimaan setelah menonton film Laskar Pelangi. Bagi

penulis, film Laskar Pelangi merupakan gambaran yang masih

sama dengan kondisi kehidupan saat ini. Baik dari situasi sosial

masyarakat maupun dari segi budaya. Kisah yang disajikan dalam

film Laskar Pelangi adalah penggambaran yang masih dapat

ditemukan hingga saat ini. Dengan demikian, film Laskar Pelangi

dapat dijadikan sebagai cermin yang dapat menjadi alat untuk

semua orang bercermin tentang kehidupan dan pencarian solusi

untuk mengatasi segala keadaan yang dirasa perlu diperbaiki.

Selain itu, film ini dapat juga dijadikan kritik bagi idealisme-

idealisme manusia yang mulai terkikis untuk mengabdi sebagai

para pendidik.

Page 11: Resepsi sastra film

Daftar Pustaka

Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Jakarta: Bentang.

Luxemburg, Jan Van. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta:PT

Gramedia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian

Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Wellek, Rene dan Austin Waren. 1995. Teori Kesusasteraan.

Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.