psikologi jungian, film, sastrarepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf ·...

379

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

63 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

Page 1: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi
Page 2: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

Anas Ahmadi

PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRA

Archetype, Anima/ Animus, Ekstrovert/Introvert

Page 3: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

ii Psikologi Jungian, Film, Sastra

PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRA

PenulisAnas Ahmadi

EditorNuria Reny

Desain SampulGalang M. Damar Sejati

Lay outAlek Subairi

Sanksi Pelanggaran Pasal 27 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak cipta

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Cetakan pertama, April 2019PenerbitTemaliteraAnggota IKAPI (201/JTI/2018)Jln. Palem Kartika 1-03 Perum Japan AsriSooko, MojokertoWeb: temalitera.com, email: [email protected]. 085231586507

xii + 366 halaman, 15 x 23 cmISBN: 978-602-0769-48-6

Archetype, Anima/ Animus, Ekstrovert/introvert

Page 4: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

iiiPsikologi Jungian, Film, Sastra

“Anima inter bona et mala sita”(soul placed between good and evil)

(Jung, 1963:6).

Page 5: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi
Page 6: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

vPsikologi Jungian, Film, Sastra

KATA PENGANTAR

B Anima/

sampai Psikologi Sastra (2015). Tentunya, dunia psikologi

secara tidak sadar memengaruhi pemikiran penulis untuk

menulis tentang psikologi.

Dalam relevansinya dengan psikologi, deretan tokoh

psikoanalisis, Freud, Jung, Fromm, Anna Freud, Karen

Horney, Adler, dan Erikson (psikoanalisis klasik), Jung

tampaknya lebih estetis dari segi pemikiran. Keestetisan

uku monograf yang berjudul Psikologi Jungian, Film,

Sastra: Archetype, Animus, Ekstrovert/Introvert

merupakan hasil ekstraksi pikiran penulis tentang Psikologi

Jungian. Buku ini merupakan mozaik pemikiran penulis

–tentang psikologi kepribadian-- yang sejak lama masih

berkelijatan di imaji. Jika ditelusur secara historis, tulisan-

tulisan tentang psikologi sudah pernah penulis lahirkan,

mulai dari Psikologi Berbicara (2012), Psikologi Menulis (2015),

Page 7: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

vi Psikologi Jungian, Film, Sastra

tersebut bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu

yang rumit, circulus, dan unpredictable sehingga tidak

semua orang menyukai pemikiran Jung yang mistis,

teleologis, telepatis, occultis, dan simbolis. Namun, di

situlah sisi keestetisan psikologi Jungian. Jung, dengan

pandangan-pandangannya, berusaha membongkar ar-

che ty pe yang konon sudah hilang ditelan masa, tetapi dia

menye butnya dengan rhizoma, muncul dan tenggelam,

datang dan pergi.

Psikologi atau dikenal juga dengan studi psikologi

di era kekinian semakin marak seiring dengan kesadaran

psikologis masyarakat modern tentang pentingnya

pemahaman terhadap (1) psikologi manusia dengan dirinya

sendiri; (2) psikologi manusia dengan orang lain; (3) psikologi

manusia dengan masyarakat; (4) psikologi manusia dengan

lingkungan, dan (5) psikologi manusia dengan Tuhan.

Manusia modern sebagai homo sapiens, homo ludens,

homo esperans, dan homo socius, tentunya memang

membutuhkan pemahaman diri yang mendalam dan

fi losofi s. Karena itu, tidak salah jika Socrates mengatakan

Gnoti Seaton, kenalilah dirimu. Mempelajari psikologi

ibarat menelusuri jalan panjang tak bertepi yang semakin

lama semakin mengecil, menggelap, tetapi semakin lama

semakin mengasyikkan.

Page 8: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

viiPsikologi Jungian, Film, Sastra

Buku monograf ini terbagi menjadi (1) pendahuluan,

di dalamnya memaparkan historisme psikologi Jungian; (2)

jung, kehidupan, dan karyanya, di dalamnya memaparkan

kehidupan Jung sebagai seorang anak, pemuda,

mahasiswa, dosen, suami, psikolog, dan karya-karyanya; (3)

archetype, di dalamnya dipaparkan teori archetype dalam

hubungannya dengan konteks fi lm, sastra, dan agama; (4)

anima/animus, di dalamnya dipaparkan teori anima/animus

dan dikaitkan dengan konteks fi lm dan sastra; (5) tipe

kepribadian, ekstrovert, introvert, di dalamnya dipaparka

karakteristik tipikal manusia yang terbuka dan yang

tertutup; (6) simbolisme mimpi, di dalamnya dipaparkan

teori mimpi dan metodologi dalam studi mimpi; (7) Jung

dan fi lm, di dalamnya di paparkan psikologi Jungian dalam

konteks studi fi lm; (8) Jung dan sastra di dalamnya di

paparkan psikologi Jungian dalam konteks studi sastra; (9)

penutup, di dalamnya dipaparkan tentang psikologi Jungian

menatap masa depan.

Buku ini diharapkan mampu memberikan kontribusi

yang substansial, baik secara teoretis maupun metodologis

untuk perkembangan studi psikologi sastra. Tentunya,

buku ini bisa digunakan oleh (1) mahasiswa bidang: bahasa,

sastra, fi lm, (2) guru, (2) dosen, ataupun (3) praktisi yang

konsern pada bidang psikologi, sastra, dan fi lm. Sebagai

Page 9: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

viii Psikologi Jungian, Film, Sastra

sebuah tulisan tentunya celah masih berjumpalitan di sana-

sini. Untuk itu, kritik konstruktif senantiasa dinantikan oleh

penulis di [email protected]

Surabaya, 2019

Penyusun

Page 10: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

ixPsikologi Jungian, Film, Sastra

DAFTAR ISI

MOTTO ............................................................................ iiiKATA PENGANTAR ..............................................................vDAFTAR ISI ........................................................................ ixDAFTAR TABEL ...................................................................xDAFTAR GAMBAR ............................................................ xi

1. PENDAHULUAN: JUNG SEBUAH JALAN AWAL .............32. JUNG, KEHIDUPAN, DAN KARYANYA .........................353. ARCHETYPE ...............................................................894. ANIMA/ANIMUS .....................................................1255. EKSTROVERT/INTROVERT ........................................1416. SIMBOLISME MIMPI ...............................................1557. JUNG DAN FILM ......................................................1778. JUNG DAN SASTRA ..................................................2599. PENUTUP: PSIKOLOGI JUNGIAN MENATAP MASA DEPAN ..........................................309

DAFTAR RUJUKAN

............................................................................347

..........................................................322GLOSARIUM............... ...................................................343INDEX BIOGRAFI PENULIS........................................................352

Page 11: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

x Psikologi Jungian, Film, Sastra

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Karya dalam Bentuk Buku Mandiri ................ 68

Tabel 2 : Time line Jung ............................................... 86

Tabel 3 : Postulat Tipe Kepribadian Jung ....................150

Tabel 4 : Perbandingan Film A Dangerous Method (2011)

dan The Soul Keeper (2002) ...........................227

Page 12: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

xiPsikologi Jungian, Film, Sastra

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Jung pada usia muda ..................................5

Gambar 2 : Jung pada usia tua ...................................27

Gambar 3 : Jung bersama istri ( Emma Rauscenbach) dan anak-anaknya ....................................51

Gambar 4 : Sabina Spielrein .......................................81

Gambar 5 : Archetype great mother ........................ 105

Gambar 6 : Archetype spirit ..................................... 110

Gambar 7 : Ibu dan spirit .......................................... 112

Gambar 8 : Quan Yin di kuil Buddhisme, Tiongkok ... 130

Gambar 9 : Tokoh Kevin Wendell Crumb dengan 12 kepribadian ...........................146

Gambar 10 : Website resmi MBTI ............................... 153

Gambar 11 : Jung memberikan terapi kepada klien ...194

Gambar 12 : Diskusi Jung dengan Sabina Spielrien di Sebuah Kapal .......................199

Gambar 13 : Jung yang berdiskusi dengan Freud .......209

Gambar 14 : Keluarga Sabina Spielrein yang datang ke Zurich ....................................212

Gambar 15 : Jung dan Sabina Spielrein sedang

berdialog ...............................................216

Page 13: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

xii Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar 16 : Jung memulai terapi dengan Sabina Spielrein .....................................218

Gambar 17 : Jung dan Sabina Spielrein di tempat makan.................................... 222

Gambar 18 : Sabina Spielrein yang akan dieksekusi oleh tentara Nazi ..................224

Gambar 19 : Mr. Saito dan Dom Cobb yang berada dalam mimpi .............................. 233

Gambar 20 : Totem yang digunakan sebagai penanda mimpi ...................................... 235

Gambar 21 : Dom Cobb yang mendiskusikan inception ...............................................236

Gambar 22 : Dom Cobb yang berdialog dengan temannya ..................................239

Gambar 23 : Dom Cobb, kawan-kawan, dan skenario yang di luar rencana .........243

Gambar 24 : Dom Cobb dan kawan-kawan menyoal limbo .......................................245

Gambar 25 : Dom Cobb bertemu istrinya di mimpi tingkat ketiga ........................................248

Gambar 26 : Mr. Saito yang menjadi tua .................... 257

Gambar 27 : Proses perkembangan kehidupan manusia ................................................. 317

Page 14: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRA

Archetype, Anima/ Animus, Ekstrovert/Introvert

Page 15: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi
Page 16: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

3Psikologi Jungian, Film, Sastra

1PENDAHULUAN:

JUNG SEBUAH JALAN AWAL

Nama besar dalam psikologi dunia terutama psikologi

ketidaksadaran tidak lepas dari nama seorang

pemuda yang berasal dari Swiss, Carl Gustav Jung (1875-

1961). Sebuah jalan awal untuk seorang pemuda yang

konon mampu menggerakkan geliat energi psikologi yang

berkesadaran menuju sebuah kebaruan yang bernama

psikologi ketidaksadaran –dengan seniornya ( Sigmund

Freud) yang dianggap pula sebagai bapak ‘akademis’

yang memberikan pengaruh besar pada dirinya. Jung

(sebutan yang terkenal di buku-buku, jurnal, dan diskusi

psikologi) nama tersebut sampai sekarang masih bergaung

dan memberikan pengaruh besar dalam dunia psikiatri,

Page 17: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

4 Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologi, dan psikoterapi. Dalam konteks yang lebih makro, nama Jung merasuki dunia spiritual, seksologi, maskulinitas, feminitas, sosial, budaya, dan bahkan dunia kerja. Riset yang dilakukan oleh Cohen (2015:4) menunjukkan bahwa Jung sebagai seorang terapis dan psikolog telah menangani ratusan kasus psikologis. Riset Cohen tersebut menunjukkan bahwa Jung merupakan seorang terapis dan psikolog yang handal dalam menangani masalah psikologis.

Nama besar Jung memang disandingkan dengan nama besar Freud –yang merupakan pendiri dan pelopor psikoanalisis di Jerman [Eropa] dan berkembang sampai saat ini—sebagai seniornya. Pertemuan Jung dan Freud membuahkan hasil yang besar, yakni adanya kesatupaduan dalam menumbuhkembangkan psikoanalisis di Jerman pada masa itu. Mulanya, Jung muda sebagai seorang psikolog dan psikiatri, memang sangat simpati dan apresiatif pada Freud dengan pemikiran-pemikirannya yang membuka dunia baru dalam wilayah psikologi ( Jung, 1912). Kesimpatian dan keapresiasian tersebut muncul dalam diri Jung sebab dia merasakan bahwa Freud adalah sosok pembaharu dalam psikologi modern yang selama ini cenderung berada dalam bayang-banyak kesadaran dan tidak pernah melewati batas kesadaran, yakni ketidaksadaran. Freud sebagai seorang psikiatri sekaligus psikolog lebih banyak mendalami psikologi ketidaksadaran dan Jung tampaknya kagum

Page 18: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

5Psikologi Jungian, Film, Sastra

dengan psikologi ketidaksadaran yang dikembangkan oleh Freud tersebut. Dalam surat menyuratnya dengan Freud, Jung (1912; McGuire, 1974) seringkali mendiskusikan klien dan pemikirannya tentang dunia psikiatri. Melalui surat-surat tersebut Jung menunjukkan rasa hormat kepada Freud sebagai seniornya di bidang psikiatri. Jung (1959:144) juga menunjukkan sikap apresiatif terhadap Freud dalam kaitannya dengan penyusunan biografi Freud yang ditulis oleh Ernest Jones. Jung muda kala itu memang sangat obsesif dengan dunia ketidaksadaran terutama yang berhubungan dengan psikologi yang sedang digelutinya. Dalam pandangannya, dunia ketidaksadaran merupakan sesuatu yang besar, sedangkan dunia kesadaran merupakan

sesuatu yang kecil dan berada di permukaan.

Gambar 1: Jung pada usia muda(Sumber: http://www.jungsocietymelbourne.com/carl-gustav-jung)

Page 19: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

6 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Pada masa kejayaan psikoanalisis, muncul pula nama-

nama besar psikoanalisis yang lain, misalnya Erich Fromm

yang banyak berbicara tentang fi lsafat, psikologi, dan sosial.

Karena itu, ia dianggap sebagai seorang psikolog yang lebih

dekat pada pandangan yang fi losofi s. Begitu juga dengan

nama Adler yang lebih banyak mendiskusikan masalah

psikologi dengan ke-diri-an sehingga dia dikenal dengan

studi tentang psikoanalisis yang fokus pada psikologi

individual.

Sikap apresiatif terhadap Freud memang benar-benar

ditunjukkan oleh Jung dalam bentuk diskusi dan surat-surat

kepada Freud. Ketika menghadapi pasien, seringkali Jung

berkonsultasi dengan Freud. Hal itulah yang menyebabkan

Jung sangat disayang oleh Freud. Bahkan, karena

pemikirannya yang brilian, Freud sampai mengangkat

Jung sebagai Presiden Psikoanalisis. Dalam perkembangan

selanjutnya, sebagai seorang anak, Jung memiliki pemikiran

yang berbeda dengan bapaknya, Freud. Karena itu,

beberapa pemikiran Jung berseberangan dengan pemikiran

Freud terutama mengenai ketidaksadaran. Masa inilah

yang dianggap sebagai masa kontra ( Jung, 1961) yang

membuat perpecahan antara Freud dan Jung. Keduanya,

mulai menunjukkan kekuatan pikiran masing-masing dalam

kaitannya dengan psikologi.

Page 20: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

7Psikologi Jungian, Film, Sastra

Freud sebagai psikoanalis lebih mengedepankan

pandangan bahwa manusia lebih banyak didorong oleh

pulsi libido. Karena itu dia dianggap sebagai psikoanalis

yang mengarah pada panseksisme, sedangkan Jung

memandang bahwa manusia didorong oleh energi kreatif.

Jung sebagai psikoanalis lebih berpandangan optimistis

dalam memandang manusia, baik masa lalu, masa

sekarang, ataupun masa depan. Pandangan tersebut sangat

berbeda dengan pandangan Freud yang lebih determinis

dalam memandang kehidupan manusia. hal inilah yang

menyebabkan Freud lebih banyak memandang masa lalu

untuk memandang masa kini dan masa depan. Pandangan

Freud tersebut lebih banyak mengandalkan eksperimentasi

yang mengarah pada pandangan determinis dan agnostis

dalam memandang manusia. Jika Freud melahirkan ke ti -

dak sa daran individual, Jung (1968:v) melahirkan “collec-

tive unconscious,”a source of energy and insight in the

depth of the human psyche which has operated in and

through man from theearliest periods of which we have

records”. Ketidaksadaran kolektif dalam pandangan Jung

tersebut didasarkan pada archetype yang muncul dalam

spiritualisme, mitologi, ataupun seni.

Sebagai seorang psikolog, psikiatri, dan dosen bidang

psikiatri, Jung pun banyak mendapatkan berbagai julukan

Page 21: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

8 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dari orang-orang yang pro pada dirinya ataupun orang yang

kontra pada dirinya. Lihat saja, sebutan “occultist, scientist,

prophet, charlatan, philosopher, racist, guru, anti-semite,

liberator of women, misogynist, Freudian apostate, gnostic,

post-modernist, polygamist, healer, poet, con-artist,

psychiatrist, and anti-psychiatrist” (Samdhasani, 2003:1);

“deep psychotherapy” (Douglas, 2010), “great creative

thinkers” (Cervone & Pervin, 2013). Sebutan tersebut

dilabelkan pada Jung tersebut dimunculkan dalam konteks

yang positif –tentunya yang menggunakan konsep positif

adalah yang pro Jungian. Dalam konteks kontra, orang-

orang yang mengkritik Jung menggunakan bahasa yang

sama dengan orang-orang yang pro Jungian, tetapi mereka

melihatnya dari konsep yang pesimistis. Keduanya, baik

pro maupun yang kontra memang merupakan sebuah titik

keseimbangan, ibarat yin yang dalam fi losofi China.

Jung sebagai seorang psikolog dikenal sebagai sosok

yang mendalam ketika menuangkan ide-idenya dalam

bentuk tulisan. Karena itu, beberapa pandangannya agak

sulit diikuti oleh para pembaca, terutama pembaca psikologi

Jungian pada tahap pemula. Diakui atau tidak, memang

tulisan-tulisan Jung yang banyak berserakan tentang istilah-

istilah yang berkait dengan bidang yang nonpsikologi,

misal saja istilah numinous, archetype, oposisi, persona,

Page 22: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

9Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang merupakan diksi dalam wilayah fi lsafat, spiritual, dan

antropologi. Samdhasani (1961:xv) memang memberikan

gambaran konkret bahwa Jung memadupadankan ilmu

psikologi yang berkait dengan mitologi dan agama dengan

konteks antropologi. Hal tersebut menunjukkan tingkat

akademis Jung yang memang suka membaca. Tentunya,

dalam hal ini tidak jauh dari karakter introvertnya yang

membuat dirinya menjadi penyuka buku bacaan.

Sebagai seorang psikolog, Jung terinspirasi oleh

pemikir-pemikir besar dunia, misalnya Imanuel Kant,

Nietszche, dan Scopenhauer. Berkait dengan Scopenhauer,

Jung (1989:4-5) mengakui bahwa adalah mahasiswa

kedokteran yang menyukai dunia fi lsafat dia banyak belajar

pada Scopenhauer tentang fi losofi kehidupan “it happens

in the creative will to make the world”. Dalam perjalanan

akademik dan eksperimental yang berkait dengan psikologi

dan psikoterapi, pengaruh yang paling besar dalam pemikiran

Jung adalah Sigmund Freud dan Eugen Bleuleur. Sosok

Eugen Bleuleur adalah profesor dan sekaligus promotor

Jung sewaktu dia mengambil studi doktor dengan judul

disertasi “On the Psychology and Pathology of So-Called

Occult Phenomena” (1902). Beberapa waktu kemudian,

disertasi Jung tersebut diterbitkan dalam bentuk buku

dengan judul Psychology and Occult (1966) yang diterbitkan

Page 23: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

10 Psikologi Jungian, Film, Sastra

oleh publisher Routledge. Sebagai seorang promotor,

Profesor Eugen Bleuleur juga menjadikan Jung sebagai

kolega dalam menangani psikoterapi. Kebetulan, Eugen

Bleuleur memang memiliki tempat praktik psikoterapi.

Pada masa-masa gemilang ini, Jung mempraktikkan

studi eksperimental yang berkait dengan asosiasi kata.

Jung

terinspirasi oleh Eeugen Bleuler yang sudah mengumpulkan

165 asosiasi kata yang digunakan untuk mengenali orang-

orang yang normal ataupun yang abnormal dalam kaitannya

dengan masalah kejiwaan. Dalam pandangan Jung (1981:16),

asosiasi yang dikembangkan oleh Eeugen Bleuler tersebut

masih kurang optimal dalam pemilahan orang yang

kategori normal dan abnormal. Untuk itu, Jung berusaha

mengembangkan asosiasi kata tersebut menjadi lebih

kompleks dan lebih utuh sehingga eksperimentasi tentang

asosiasi tersebut memudahkan seorang psikiater dalam

melakukan pemilihan seseorang yang terkategorikan normal

ataupun abnormal. Selain itu, melalui eksperimentasi asosiasi

kata tersebut diharapkan pasien lebih mudah disembuhkan.

Jung mengembangkan metode eksperimentasi asosiasi

kata tersebut dibantu oleh paseinnya yang bernama Sabina

Jung

berusaha mengembangkan asosiasi kata dalam hubungan

dengan orang-orang yang terkena gangguan psikologis,

misalnya schizophrenia, psikosis, ataupun histeria.

Page 24: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

11Psikologi Jungian, Film, Sastra

Nikolayevna Spielrein. Sosok Sabina Nikolayevna Spielrein

adalah seorang pasien perempuan yang masih muda dan dia

bisa diajak bekerja sama oleh Jung untuk mengembangkan

riset yang sedang dilakukannya. Dalam A Dangerous Method

(2011), digambarkan sosok tokoh Jung yang memunculkan

kata, sedangkan pasiennya yang memberikan jawaban.

00:12:07,433 --> 00:12:08,307Kotak.

18300:12:08,308 --> 00:12:09,767Tempat tidur.

18400:12:10,868 --> 00:12:12,103Uang.

00:12:12,145 --> 00:12:13,396Bank.

00:12:30,670 --> 00:12:31,663Seks.

00:12:31,704 --> 00:12:32,789Uh...

00:12:38,128 --> 00:12:39,004Bunga.

00:12:42,874 --> 00:12:43,841Muda.

Page 25: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

12 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jawaban dari sang pasien tersebut dianalisis dan

disesuaikan dengan konteks yang permasalahan sang

pasein. Dalam fi lm itu, sang pasien mengalami masalah

dengan keluarganya. Karena itu, dia diterapi di klinik yang

diketuai oleh Eugen Bleuleur. Jung dengan metode asosiasi

kata tersebut akhirnya menemukan jawaban bahwa

masalah yang dihadapi oleh si pasien tersebut disebabkan

oleh sang suami. Untuk itu, sebagai seorang terapis harus

mampu memberikan solusi terkait dengan masalah

tersebut. Asosiasi kata yang dikembangkan oleh Jung

tersebut dianggap sebagai rintisan dan pengembangan dari

Jung, tetapi awal dasar yang memunculkan asosiasi kata

tersebut diduga merupakan ide dari Eugen Bleuleur dan juga

atas masukan dari koleganya, Freud. Dalam perkembangan

selanjutnya, memang Jung yang lebih dikenal dengan

metode asosiasi kata tersebut.

Kerr (2011) menunjukkan bahwa Jung bekerja di tempat

praktik Eugen Bleuleur dan di tempat tersebut Eugen Bleuleur

adalah direkturnya. Di sanalah Jung merawat perempuan

yang bernama Sabina Nikolayevna Spielrein –seorang

perempuan muda yang terkena histeria— yang dalam

perkembangan selanjutnya Sabina Nikolayevna Spielrein

menjadi mahasiswa Jung dalam studi psikiatri. Melalui

kedekatan kerja dan kedekatan akademik inilah Jung semakin

Page 26: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

13Psikologi Jungian, Film, Sastra

meningkat ilmu dan juga pengalaman eksperimentasinya

tentang psikologi dan psikiatri. Selain itu, Jung juga banyak

belajar dari kakek moyangnya, Goethe yang turut serta dalam

penginspirasian Jung untuk melahirkan karya-karyanya. Jung

merasakan bahwa kepandaiannya juga tidak lepas dari kakek

moyangnya tersebut.

Jung sebagai seorang psikolog juga menyentuh dunia

fi lsafat. Beberapa peneliti psikologi Jungian, misal Falzeder

(2016), Lowinsky (2012), Mills (2013; 2014), Willeford (1992)

menggambarkan bahwa Jung adalah sosok psikolog yang

juga berbicara tentang metafi sika, superpersonal, dan

fi lsafat. Pemikiran Jung memang dipengaruhi oleh Immauel

Kant, fi lsafat China, ataupun yang lainnya, terutama yang

berkait dengan pemikiran fi losofi s klasik, misal saja tentang

dewa-dewi, dan agama. Hal tersebut terbukti dalam

beberapa karyanya yang memang tidak lepas dari pemikiran

fi losofi s dan masalah religiusitas yang bersifat metafi sika.

Jung, Freud, dan Fromm: Tokoh Utama dalam Psikoanalisis

Nama besar Jung masuk dalam psikoanalisis. Nama

besar psikoanalisis tidak lepas dari nama Jung, Freud,

dan Fromm. Ketiganya, adalah tokoh utama dalam psiko-

analisis. Merekalah yang membesarkan psikoanalisis,

Page 27: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

14 Psikologi Jungian, Film, Sastra

baik di dalam negeri maupun di luar negeri, baik di

barat dan di timur. Meskipun demikian, nama tokoh

psikoanalisis, misalnya Anna Freud, Karen Horney, Adler,

dan Erikson, tidak bisa dilupakan juga kontribusinya dalam

perkembangan psikoanalisis dunia. Namun, dalam paparan

ini, lebih diketengahkan paparan tentang pemikiran

psikoanalisis Freudian dan Frommian dalam psikoanalisis

yang memiliki kedekatan pemikiran dengan Jung. Para

psikoanalisis tersebut memiliki konsep yang berbeda

dalam psikoanalisis. Tentunya, hal tersebut merupakan

kategori yang wajar sebab mereka memiki latarbelakang

keilmuan dan minat yang berbeda. Karena itu, mereka juga

melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbeda. Berikut

tokoh psikoanalisis dan pemikirannya.

Sigmund Freud. Sebagai seorang psikoanalisis, Freud

merupakan tokoh pendiri dan sekaligus tokoh utama

dalam psikoanalisis. Dia dianggap sebagai tokoh dalam

psikoanalisis klasik yang memperkenalkan psikoanalisis

sebagai psikologi yang lebih mengarahpandangkan pada

terapi wicara. Sebagai seorang psikoanalisis yang ortodoks,

Freud banyak memunculkan pemikiran-pemikiran yang

kontro versial. Meskipun demikian, pemikirannya merupa-

kan pemikiran yang banyak merasuki pemikiran-pemikiran

para psikoanalisis lainnya.

Page 28: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

15Psikologi Jungian, Film, Sastra

Freud (1901) memunculkan pandangannnya yang

berkait dengan psikopatologi. Buku yang berjudul Psychopa-

thology of Everyday Life merupakan hasil kerja Freud dalam

kaitannya dengan psikopatologi. Freud menggambarkan

karakteristik orang-orang yang mengalami gangguan

mental, yakni histeria dan kompulsif-neorosis. Studi

yang dilakukan Freud ini tidak lepas juga dari pandangan

beberapa tim yang menjadi grup dalam psikoanalisis,

misalnya Sabina Spielrein. Suatu kebetulan juga bahwa

pada masa lalu, Sabina Spielrein merupakan orang yang

mengalami histeria. Dalam memperkuat dan mempertajam

psikoanalisis Freud (1914) menerbitkan buku The History of

the Psychoanalytic Movement. Dalam buku tersebut Freud

benar-benar menyebut bahwa dirinya adalah pencetus

psikoanalisis dan penggagas psikoanalisis. Karena itu, Freud

(1914:1) menyatakan “For psychoanalysis is my creation; for

ten years I was the only one occupied with it….”

Freud (1910) memunculkan teori yang memperkuat

psikoanalisis, misalnya teori tahapan kepribadian, teori

struktur kepribadian, teori seksual ( Freud, 1920), instink

kema tian dan instink kehidupan, dan mekanisme pertaha-

nan ego. Dalam pandangan Freud, manusia sebagai sosok

yang di do rong oleh energi alam bawah sadar, memiliki

meka nis me pertahanan ego. Mekanisme pertahanan

Page 29: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

16 Psikologi Jungian, Film, Sastra

ego tersebut disebabkan oleh adanya pemertahanan diri

ketika ada sesuatu yang kurang menyenangkan muncul/

menyerang diri seseorang. Mekanisme pertahanan ego

dalam pandangan Freud, di antaranya rasionalisasi,

proyeksi, kompensasi.

Freud (1955) memunculkan teori mimpi. Dalam teori

mimpi tersebut, Freud mengidentifi kasi historisme mimpi

mulai zaman pra-sejarah, zaman Dewa-Dewi, zaman

kenabian, sampai dengan zaman modern. Ia mengutip

beberapa mimpi- mimpi yang terdapat dalam kitab suci

dan dikaitkan dengan mimpi- mimpi yang ada pada masa

sekarang ini. Freud juga menunjukkan karakteristik mimpi,

jenis-jenis mimpi dan juga metodologi mimpi. Sebagai

seorang psikoanalis yang lebih memfokuskan pada

eksperimentasi, Freud juga menunjukkan bukti riset yang

telah dilakukannya dalam kaitannya dengan studi mimpi.

Fromm adalah tokoh dalam psikoanalisis yang kuat

dalam perspektif fi lsafat dan masalah-masalah sosial.

Karena itu, dia dianggap sebagai seorang psikoanalis

yang mengarah pada fi lsafat dan psikologi sosial. Kajian-

kajiannya memang mengarah pada wilayah fi lsafat dan

sosial. Pemikiran Fromm (1947, 1954, 1964, 1966, 1968,1973)

yang berkait dengan psikoanalisis yang mengarah pada

konteks sosial mengarah pada konteks berikut (1) manusia

Page 30: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

17Psikologi Jungian, Film, Sastra

dalam hubungannya dengan diri sendiri, agresi, kompulsif,

sadism, masochism; (2) manusia dalam hubungannya

dengan manusia yang lain, alienasi, hubungan relasional ;

dan (3) manusia dalam hubungannya dengan lingkungan,

biophilia dan necrophilia. Fromm adalah sosok yang

memfi lsuf sehingga bahasa dalam pemikirannya banyak

yang menggunakan bahasa-bahasa fi losofi s, idealis, dan

membaca masa depan. Ia sebagai seorang psikolog agak

terpengaruh pemikirannya Marx tentang alienasi. Karena

itu, Fromm dianggap agak Marxian. Meskipun demikian, dia

masih menunjukkan optimisme dalam kehidupan sehingga

dia memunculkan the art of loving, sebuah pemikiran

tentang teori cinta.

Sekolah/Perguruan Tinggi yang Konsentrasi pada

Psikologi Jungian

Nama Jung tidak hanya terkenal dalam konteks

psikologi, tetapi terkenal juga dalam konteks sekolah/

perguruan tinggi. Sekolah/perguruan tinggi yang membuka

kelas/program untuk psikologi Jungian tersebar di berbagai

negara di seluruh dunia. Sekolah/perguruan tinggi/institut

tersebut menawarkan studi S1, S2, ataupun S3. Dengan

demikian, psikologi Jungian tidak hanya diakui di level

S1 saja, melainkan sampai pada level S2 dan S3. Hal ini

Page 31: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

18 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mengindikasikan bahwa psikologi Jungian merupakan

psikologi yang diminati di berbagai negara. Sekolah/

perguruan tinggi yang berkonsentrasi pada psikologi

Jungian, misalnya sebagai berikut.

Pertama, International School of Analytical Psychology

Zurich, yang terdapat di Stampfenbachstrasse 115 CH-8006

Zürich, Jerman. Lembaga ini didirikan oleh Carl Gustav

Jung. Lembaga ini memiliki konsentrasi pada terapi Jungian

dan konseling yang menggunakan psikologi Jungian yang

dikaitkan dengan pendidikan. Dengan demikian, psikologi

Jungian tidak hanya berbicara di konteks psikologi, tetapi

juga berkait di konteks dengan pendidikan juga sehingga

lebih komprehensif antara pendidikan dan psikologi.

Kedua, Pasifi ca Graduate Institute, Lambert, Santa

Barbara, CA, (https://www.pacifi ca.edu/) merupakan insti-

tut yang menawarkan kajian psikologi untuk S2 dan S3,

di antaranya adalah Jungian dan Archetypal Studies (MA/

Ph.D.), Mythological Studies (MA/Ph.D.). Pasifi ca Graduate

Institute, Lambert, Santa Barbara, CA, merupakan institut

yang sangat kuat dalam menawarkan kajian-kajian tentang

psikologi Jungian, beberapa judul dari hasil penelitian tesis/

disertasi yang berkait dengan psikologi Jungian diterbitkan

pula oleh institut ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa

sebagai sebuah institut yang memfokuskan kajian pada

Page 32: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

19Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologi Jungian, Pasifi ca Graduate Institute tidak hanya

konsern pada bidang penelitian saja, tetapi juga konsern

pada bidang publikasi tesis/disertasi. Dengan demikian,

nama Pasifi ca Graduate Institute menjadi lebih kuat sebab

menguatkan psikologi Jungian dari dua sisi, penelitian dan

publikasi hasil penelitian.

Studi tentang psikologi Jungian di Pasifi ca Graduate

Institute, Lambert, Santa Barbara, CA tersebut berkait

dengan konteks (1) mempelajari dan mendalami psikologi

Jungian secara kritis dalam kaitannya dengan studi: mimpi,

penyembuhan jiwa, mistisisme, fi lm, sastra, ekologi,

agama, kreativitas, transformasi pribadi, individuasi,

pengembangan kesadaran , dan lainnya; (2) mempertajam

dan memperdalam pemikiran tentang studi imajinal,

simbolik, mistis, kritis, teoretis, dan arketipal; (3) mengasah

kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam kaitannya

dengan penulisan, dan publikasi hasil penelitian, baik bentuk

jurnal ataupun buku. Dengan demikian, mahasiswa yang

menembuh studi di tempat tersebut tidak hanya memahami

konteks teoretis dalam kepenulisan, tetapi mereka juga

memahami konteks praktis dalam hal kepenulisan.

Ketiga, CG Jung Institute Chicago, 53 W Jackson

Blvd, Ste 438, Chicago, IL 60604. Institut ini menawarkan

Jungian Psychotherapy Program (JPP) dan Jungian Studies

Page 33: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

20 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Program (JSP). Program inilah yang dikaitkan dengan

perspektif psikologi Jungian. Selain itu, tempat tersebut

menawarkan terapi model Jungian. Sekolah/perguruan

tinggi tersebut tidak hanya melahirkan Jungian baru dari

perspektif psikologi, tetapi juga melahirkan Jungian baru

dalam perspektif terapi dan konseling. Diakui atau tidak,

perkembangan psikologi saat ini memang bersanding

dengan konseling. Keduanya, psikologi dan konseling, saat

ini memang menjadi tren di dunia.

Seiring dengan perkembangan zaman, terapi dan

konseling memang menaik dan mulai banyak diminati

berbagai penjuru negara terutama negara yang berkembang

dan negara maju yang lebih konsern dan ingin menguatkan

bisa terapi dan konseling. Diakui atau tidak, kebutuhan terapis

dan konseling semakin lama semakin meningkat sebab

dengan perkembangan modernitas yang tanpa batas ini

membuat manusia modern lebih cepat stress dan mengalami

gangguan psikologis. Karena itu, mereka membutuhkan

terapis dan konselor untuk mendampinginya.

Pemikiran Jung memang dalam, problematik,

ambiguistik, mistik, dan saintik. Karena itu, bagi sebagian

orang hal tersebut membingungkan. Tapi, di sisi yang

lain, hal tersebut merupakan sebuah komplektisitas

sebuah pemikiran yang benar-benar mendalam. Bertolak

Page 34: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

21Psikologi Jungian, Film, Sastra

dari karakter pemikiran Jung yang demikian komplikatif

tersebut tidak semua orang suka membaca dan bahkan

untuk mengikuti pemikiran Jung dalam kaitannya dengan

konteks psikologi yang konon mistisis dan teleologis.

Ada sebuah pengalaman individual seorang dosen

yang ingin mengajarkan studi Jungian. Dosen tersebut

bernama Tacey. Ternyata, ia kurang begitu diminati, bukan

si Tacey-nya, tetapi psikologi Jungian-nya. Tacey (2007:56)

mengisahkan bahwa ketika dia mencoba menawarkan

psikologi Jungian di tempatnya mengajar, tetapi ada

beberapa hal yang dilematis. Menurut orang-orang fi lsafat,

pemikiran Jung bukanlah fi lsafat melainkan empirisme.

Menurut orang-orang empirisme, pemikiran Jung intuitif.

Menurut orang-orang psikologi, pemikiran Jung lebih ke

agama. Menurut orang-orang agama, pemikiran Jung lebih

ke sains. Akhirnya, hanya satu pintu terakhirnya, yakni studi

Jungian bisa masuk dalam kritik sastra. Hal ini menunjukkan

bahwa psikologi Jungian pada masa itu hanya berterima

(dan sangat kuat) pada bidang sastra, meski pada bidang

yang lain juga bisa masuk.

Jika dipandang dari perspektif yang lebih mendalam,

pengalaman Tacey sebagai seorang tersebut menunjukkan

bahwa Jung tidak hanya dikenal dalam bidang psikologi

saja, melainkan dikenal juga dalam bidang yang lain,

Page 35: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

22 Psikologi Jungian, Film, Sastra

yakni fi lsafat, agama, sains, dan juga sastra. Hal tersebut

menunjukkan kedalaman dan kemampuan Jung untuk

masuk ke dalam ilmu-ilmu tersebut. Memang tidak bisa

dipungkiri bahwa Jung suka belajar tentang wilayah yang

humaniora, misal psikologi, fi lsafat, dan agama. Karena itu

juga, pemikiran-pemikirannya banyak yang terpengaruh

oleh bidang-bidang tersebut dan akhirnya dia juga bisa

masuk ke dalam bidang tersebut.

Jurnal tentang Psikologi Jungian

Sebagai sebuah aliran psikologi jalur utama, baik

di tempat kelahirannya, Jerman (Eropa) atau bahkan di

wilayah yang lain, Amerika dan Jepang, Douglas (2010)

menunjukkan perkembangan yang signifi kan dalam studi

psikologi Jungian. Menurutnya, psikologi Jungian semakin

menggeliat dan ramai di berbagai negara. Pada tahun

2019, Association for Analytical Psychology memberikan

2929 sertifi kat pada member di 45 negara yang tersebar di

belahan dunia, 51 masyarakat profesional bidang psikologi

Jungian. Hal tersebut menunjukkan bahwa minat terhadap

psikologi Jungian semakin menguat sebab psikologi Jungian

merupakan psikologi jalur utama. Dari segi masyarakat

profesional yang mendalami psikologi Jungian, muncul

jurnal-jurnal berikut. Journal of Analytical Psychology

Page 36: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

23Psikologi Jungian, Film, Sastra

(Inggris) Jung Journal: Culture and Psyche (San Fransisco);

Psychological Perspectives (Los Angeles Institute) Journal

of Jungian Theory and Practice (New York Institute); Chiron

(Chicago’s series of monographs on clinical practice); Spring;

Cahiers de Psychologie Jungienne (Paris); Zeitschrift fürm

Analytische Psychologie (Berlin); dan La Rivista di Psicologia

Analitica (Roma). Kesemua bidang tersebut berkonsentrasi

pada psikologi Jungian, baik konteks teoretis, metodologis,

ataupun praktis. Jurnal yang bertemakan tentang psikologi

Jungian merupakan jurnal internasional yang reputatif.

Dengan demikian, hal tersebut sangat membanggakan

sebab Jung tidak hanya dikenal dan dikenang dari segi karya

dan psikologi yang kuat, tetapi dikenal dan dikenang juga

dalam kaitannya dengan perkembangan psikologi kekinian

yang lebih banyak mengarah pada studi interdisipliner dan

multidipliner. Adanya jurnal yang banyak membicarakan

psikologi Jungian juga menunjukkan bahwa eksistensi

psikologi Jungian sampai sekarang benar-benar masih

bertahan bahkan menguat.

Psikologi Jungian memang saling bertalian dengan

psikologi Freudian. Hanya saja, psikologi Jungian dan

psikologi Freudian sama-sama memiliki penganut yang

berbeda. Para penganut psikologi Jungian merupakan

penganut psikoanalisis yang mengarahkan kajiannya

Page 37: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

24 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pada bidang-bidang archetype, anima/animus, shadow,

mimpi, ataupun ketidaksadaran kolektif. Adapun psikologi

Freudian lebih mengandalkan dan mengedepankan

ketidaksadaran individual, insting kehidupan dan insting

kematian, seksisme dan mimpi. Keduanya, jika digali lebih

dalam memang bersumber pada satu core yang sama, yakni

psikologi ketidaksadaran.

Perkembangan psikologi Jungian memang sangat kuat

pada saat ini dan pengaruhnya besar dalam bidang psikologi

ataupun psikiatri. Perkembangan tersebut didukung oleh

menguatnya pandangan masyarakat terhadap psikologi

dan meningkatnya studi psikologi di dunia. Meskipun

demikian, pada mulanya, psikologi Jungian merupakan

psikologi yang kurang diminati di kawasan barat, terutama

Amerika. Begitu pula dengan psikoanalisis Freudian. Hal

tersebut disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

Pertama, psikologi yang ditawarkan dan dikembangkan

oleh Freud dan Jung merupakan psikologi yang mengede-

pankan alam ketidaksadaran yang mengendalikan manusia

dalam melakukan tindakan. Psikologi yang mengedepankan

alam ketidaksadaran merupakan psikologi yang kurang

berterima bagi masyarakat barat yang mengandalkan rasio

dan keilmiahan. Pada masa masa itu, masa tahun 1910-an

masih belum kuat yang namanya psikologi ketidaksadaran

Page 38: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

25Psikologi Jungian, Film, Sastra

memang tidak begitu marak dan tidak begitu dikenal oleh

masyarakat. Karena itu, ketika masyarakat menemukan

psikologi yang berbicara tentang alam ketidaksadaran.

Diakui atau tidak, psikologi Jungian memang lebih

mengarah pada mistisisme, occultisme, dan teleologisme

tersebut membuat alam berpikir barat sulit menerimanya

sehingga psikologi ini lama masuknya ke barat pada awal

kemunculannya –meskipun sudah berkembang pesat di

wilayah Eropa. Hal ini menyebabkan psikologi Jungian

memang benar-benar tertinggal di dunia barat. Bahkan,

gaungnya memang kurang terdengar sebab orang yang

menawarkan dan membawa pengaruh psikologi Jungian

ke barat juga sangat minim –tentunya keminiman tersebut

berdasarkan pada masa itu—didiskusikan, diteliti, dan

didiseminasikan. Meskipun demikian, psikologi Jungian di

barat saat ini sudah ramai diperbincangkan, didiskusikan,

dan dijadikan sebagai studi ataupun terapi.

sains. Kerlinger (1990) menunjukkan

bahwa dalam konteks ilmu pengetahuan, kekuatannya

Kedua, barat dengan paham rasionalitasnya lebih banyak

mengandalkan psikologi kesadaran. Psikologi kesadaran

adalah psikologi yang secara keilmiahan sangat terukur

sebab berdasarkan pada perilaku dan empirisme sehingga

kadar keilmiahannya dapat dipertanggungjawabkan

dalam perspektif

Page 39: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

26 Psikologi Jungian, Film, Sastra

terletak pada sisi sistematis, metodologis, dan bisa dikaji

secara empiris. Selain itu, terlepas dari masalah politis-

akademik, gelombang psikoanalisis ataupun psikologi

Jungian memang dimulai dari Eropa dan bukan dari

Amerika sehingga gaung psikologi Jungian pada awal-

awal perkembangannya memang masih sulit berterima

di barat. Tentunya, hal tersebut bisa dimaklumi sebab

pada masa lalu akses keilmuan dan sains memang tidak

semudah dan tidak sepesat sekarang sehingga hal tersebut

menyebabkan perkembagan suatu ilmu pengetahuan tidak

berjalan dengan cepat seperti sekarang yang seolah ‘berlari’

maraton atau seperti dunia yang dilipat.

Kedua hal tersebut mengimplikasikan bahwa psikologi

Jungian di barat memang pada mulanya berat untuk

bersanding dengan psikologi yang lain yang terdapat di

barat sebab barat lebih mengandalkan metodologi yang

berdasarkan pada eksperimentasi, empirisme, dan juga

kevaliditasan yang tinggi. Dengan demikian, segala ilmu

pengetahuan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah

dan keilmiahan tersebut akan tampak ketika diujicoba

oleh orang banyak. Dalam pandangan orang saintifi ks,

ilmu yang memenuhi standar ilmu pengetahuan adalah

penggeneralisasian. Tatkala suatu pengetahuan tersebut

diujicoba menjadi ilmu pengetahuan, ujicoba tersebut

Page 40: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

27Psikologi Jungian, Film, Sastra

harus mampu muncul dalam konteks generalisasi. Jika yang

muncul lebih banyak unsur subjektivitas, falsifi kasi, ataupun

Namun, sesuatu dengan hukum survavilitas, kekuatan

yang besar akan mengalahkan kekuatan yang kecil dan

itulah homo homini lupus, yang kuat akan mengalahkan

yang lemah. Begitu juga dengan dunia pemikiran dan dunia

ilmu pengetahuan, ada yang tumbuh-kembang dan ada pula

yang timbul-tenggelam. Psikologi Jungian lama-kelamaan

tumbuh dan berkembang di barat dan sampai akhirnya

berterima sebagai bagian dari psikologi dan psikiatri yang

masuk jalur utama dan bukan merupakan mumbo jumbo.

Gambar 2: Jung pada usia tua(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=xK2Uv-82z_M)

fabrikasi dalam pengujicobaan tersebut, ilmu pengetahuan

kurang kuat bahkan disebut tidak kuat.

Page 41: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

28 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung sebagai sosok psikolog muda yang kreatif, inovatif, dan sedikit sensitif ternyata membawa pemikirannya lebih jauh lagi ke depan. Karena itu, ketika Jung menginjak usia kematangan sekitar 40-an ke atas, dia semakin menunjukkan dengan jelas bahwa psikologi yang dipelajarinya tidak lepas dari konteks teleologis, membaca masa depan yang masih menjadi misteri. Pemikiran Jung yang demikian itu, dianggap oleh sebagian orang kurang akademik sebab terkesan mistis dan bersifat tahayul. Namun, bagi kalangan yang pro-Jungian, tentunya pandangan Jung tersebut dianggap sebagai sebuah warna baru dalam dunia psikologi ketidaksadaran.

Warna baru yang dimunculkan oleh Jung dalam psikologi memang berbeda dengan warna yang lain dalam psikologi. Karena itu, Jung sebagai seorang psikolog memi-liki kelebihan dan kekuatan dalam menarasikan psiko-logi dengan konteks-relevansi intuisi dan spiritualistis-mistis (Ellis, 2018; Dourley, 2015; Robertson, 2002; Senn, 1989). Hal itulah yang membuat pemikiran Jung mampu membangkitkan pemikiran orang lain di bidang psikologi yang selama ini tampaknya tidak mau ataupun tidak berani menjamah wilayah yang terra incognito tersebut.

Selama ini, sebagaimana diketahui bersama, psikologi lebih banyak mengandalkan konteks kesadaran. Namun, dalam pandangan Jung yang memang membawahi

Page 42: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

29Psikologi Jungian, Film, Sastra

pemikiran psikoanalisis, ia mencoba memberikan warna baru dengan memunculkan psikologi ketidaksadaran sebab lawan tanding dari psikologi yang berkesadaran. Tidak hanya itu, Jung menambahkan psikologi yang lebih dalam lagi, yakni psikologi spiritual, sebuah psikologi yang berbicara tentang keberkaitan antara psikologi, agama, dan mistisisme. Pemikiran yang demikian jika digali secara fi losofi s lebih dekat dengan wilayah kajian studi agama daripada psikologi. Meskipun demikian, akar dari studi agama dalam pandangan Jung bermula dari psikologi sehingga induk dari kajian terhadap pemikiran Jung lebih mengarah dan tetap pada fokus psikologi. Pemikiran-pemikiran tentang psikologi, agama, dan mistisisme ternyata saat ini ramai didiskusikan sebab ketiganya memang merupakan satu kesatuan yang bukan merupakan fragmentaria.

Tahapan Perkembangan Manusia

Jung seperti halnya psikolog yang lainnya, misal Freud, Adler, dan Erikson, memunculkan pembagian dalam tahapan perkembangan kepribadian manusia. Tahapan perkembangan kepribadian dalam konteks psikologi berkaitan dengan realisasi diri manusia dalam melalui tahapan kehidupan mulai dari bayi sampai dengan usia senja. Proses perkembangan kepribadian tersebut tidak lepas dari

Page 43: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

30 Psikologi Jungian, Film, Sastra

adanya distorsi-distorsi dalam kehidupan sehingga dalam menjalankan proses perkembangan tersebut manusia ada yang mengalami perkembangan kepribadian secara normal dan ada juga yang kurang normal sebab terkait dengan konteks pribadi dan juga lingkungan.

Jung (Feist & Feist, 2009) membagi tahapan perkem-bangan manusia menjadi (1) masa kanak-kanak, (2) masa remaja, (3) masa dewasa, (4) masa paruh baya, dan (5) masa tua. Masa perkembangan tersebut dalam pandangan Jung diibaratkan seperti matahari. Dalam konteks kehi dupan keseharian, manusia pada awalnya ibarat masih matahari di ufuk timur dan kagori matahari pagi. Dalam kehidupan perkembangan dewasa, manusia memasuki masa matahari siang. Pada masa ini, kekuatan manusia memang berada pada puncak-puncaknya. Manusia pada masa ini adalah manusia yang mencapai usia kematangan jiwa. Karena itu, mereka akan menjadi manusia yang benar-benar memahami dirinya.

Ketika mencapai usia dewasa, Jung memunculkan istilah individuasi. Istilah ini untuk menunjukkan kema ta-ngan diri manusia dalam prosesi kehidupan (Feist & Feist, 2009). Manusia sebagai ‘the real man’, muncul pada masa ini. Sebuah masa ketika manusia dihadapkan pada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Beberapa kasus terjadi manusia di masa dewasa, banyak dikejar dan dibayang-bayangi oleh

Page 44: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

31Psikologi Jungian, Film, Sastra

masa lalu mereka yang penuh dengan kejayaan, tetapi di masa kini mereka mengalami penurunan. Bayang-bayang masa lalu tersebut membuat mereka menjadi manusia yang ketakutan dengan diri mereka sendiri, sebuah ketakutan yang paling menakutkan sebab takut dengan diri sendiri, bukan takut dengan orang lain. Sebagai manusia yang memahami dirinya sendiri, dia harus mampu mengalahkan bayangan masa lalunya dan menatap masa depan yang lebih pasti dan lebih real sebab masa depanlah yang akan dihadapi manusia, bukan masa lalu.

Miller (2004:xi) menyebut individuasi dengan “the transcendent function is the core of Carl Jung’s theory of psychological growth and the heart of what he called “individuation”. Karena itu, seseorang yang mampu melalui tahapan dan mencapai tahapan individuasi ini merupakan orang-orang yang sudah tercerahkan dan mencapai tahapan iluminasi dan menjadi manusia yang wholeness, memiliki kesatuan jiwa dengan ketubuhan. Diakui atau tidak, tidak banyak manusia yang mencapai individuasi dengan baik. Kebanyakan, malah semakin gagal memahami dirinya sendiri sehingga kehilangan jati diri dalam konteks psikologis.

Dalam pandangan Jung (1956:265), individuasi yang terdapat dalam diri manusia memang berbeda-beda sebab manusia memiliki alam pikir psikologis yang berbeda.

Page 45: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

32 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Manusia sebagai sosok yang unik tidak bisa disamakan secara psikologis, tetapi dalam alam ketidaksadarannya, mereka memiliki kemiripan dalam hal individuasi tersebut. Kemiripan tersebut disebabkan manusia memiliki archetype yang sama dalam derajat yang berbeda –tentunya dalam hal pemikiran tentang kematangan jiwa—sehingga setiap orang jika diamati secara seksama memunculkan karakteristik yang tidak jauh beda.

Pada masa ini, seseorang sudah mampu mengenali dirinya sendiri dengan baik, manusia yang sudah mampu mereduksi hasrat-hasrat persona yang masuk dalam shadow yang akan membawa pada jurang kegelapan manusia. Jika seseorang tidak mampu menarik dirinya dari kegelapan yang dalam, ia akan terjebak dalam kegelapan tersebut dan tidak akan bisa kembali menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang gelap adalah manusia yang tidak bisa membenahi dirinya dan tidak bisa menyadarkan dirinya sendiri untuk menjadi manusia yang lebih baik. Padahal, pada masa kedewasaan ini, manusia bisa mengendalikan diri dan mengendalikan elemen-elemen yang terdapat dalam dirinya sehingga dia menjadi manusia yang real bukan unreal.

Dalam konteks manusia modern, pemahaman tentang kedirian yang disebut juga dengan self dalam psikologi Jungian memang membutuhkan pemahaman

Page 46: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

33Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang mendalam. Manusia yang sudah mampu mengenali diri, mengendalikan diri, dan mengevaluasi dirinya akan menjadi manusia yang individuasi dan mencapai titik mandala. Secara h istoris, istilah mandala diadaptasi dari Budhisme yang berkait dengan sesuatu yang melingkar, konsep tersebut hampir sama dengan yin dan yang ataupun konsep ouroboros. Mandala merupakan titik puncak dari kehidupan manusia.

Menurut Miller (2005), mandala dalam konteks psiko-terapi memang diujicobakan oleh Jung dalam mene rapi kliennya. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa juga mampu memunculkan mandala. Konsep mandala dalam diri orang yang mengalami gangguan jiwa berbeda dengan mandala yang berada dalam diri manusia yang normal. Dalam diri manusia yang mengalami gangguan jiwa mereka memiliki konsep dalam diri tentang mandala dan konsep tersebut bisa muncul dalam bentuk karya seni, gambar ataupun tulisan. Untuk itu, Jung menggunakan seni yang dikaitkan dengan konteks psikoterapi sehingga membuat pasien lebih merasa nyaman dengan terapi-seni. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep tentang mandala tersebut masuk dalam wilayah transpersonal psikologi yang dalam masa modern ini juga ramai diperbincangkan.

Page 47: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

34 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Manuskrip: Surat-surat Jung kepada Freud(Sumber: The Freud/ Jung Letters [McGuire, 1974])

Page 48: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

35Psikologi Jungian, Film, Sastra

2JUNG, KEHIDUPAN,

DAN KARYANYA

Rujukan yang dianggap sebagai semiautobiografi

ataupun biografi tentang Carl Gustav Jung pernah

ditulis Carl Gustav Jung (rentang tahun 1957-1961)

dengan judul Memories, Dream, Reflections (1961).

Buku ini merupakan buku yang ditulis oleh Jung di

masa tuanya –waktu itu ia berusia sekitar 82 tahun--

dan buku tersebut terbit setelah dia meninggal dunia.

Dalam proses menulis buku tersebut, Jung dibantu oleh

asistennya yang bernama Aniela Jaffé, dia adalah sosok

asisten yang sangat setia dan sabar pada Jung terutama

menyelesaikan tugas-tugas yang berkait dengan dunia

tulis-menulis.

Page 49: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

36 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jika dikaitkan dengan psikoanalisis, Jung memiliki

semibiografi yang berjudul Memories, Dream, Reflections

(1961), sedangkan senior/guru/mentornya yang bernama

Freud juga memiliki biografi yang ditulis oleh Ernest

Jones, yakni The Life and Work of Sigmund Freud (1967),

The Complete Correspondence of Sigmund Freud and Ernest

Jones (1993) yang berbicara tentang korespondensi

antara Freud dan Ernest Jones. Bedanya, biografi yang

ditulis oleh Jung lebih dominan karya Jung –sehingga

disebut dengan semiotobiografi--, sedangkan untuk

biografi Freud lebih dominan ditulis oleh Ernest Jones.

Kedua biografi tersebut, baik tentang Jung ataupun

tentang Freud, sama-sama memiliki celah di dalamnya.

Dalam The Life and Work of Sigmund Freud (1967),

sang penulis biografi menunjukkan bahwa penulisan

biografi tentang

biografi

memang memaparkan secara terbuka bahwa apa yang

ditulis di dalam buku biografi tentang Freud tersebut

belum tentu benar adanya sebab

biografi tersebut diterbitkan secara

terbuka untuk khalayak luas. Diakui atau tidak, Freud

dan juga keluarganya merasa kurang suka jika masalah

Freud masih memiliki celah, ada

kekurangan, distorsi, ataupun hal yang lainnya. Dalam

hal ini, Jones (1967) sebagai sang penulis

Freud juga kurang

setuju ketika buku

Page 50: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

37Psikologi Jungian, Film, Sastra

privasi diangkat ke ruang publik. Karena itulah, Jones

mengungkapkan bahwa biografi yang dia tulis bukanlah

biografi yang populer, tetapi lebih tepatnya biografi

yang berisikan pemikiran Freud. Dengan demikian,

biografi tersebut lebih mengarah apda tataran yang

akademik daripada tataran yang mengungkap masalah

privasi Freud dalam kehidupan kesehariannya. Terlepas

dari apapun yang terjadi, usaha menerbitkan biografi

ataupun autobiografi merupakan hal yang berat sebab

hal tersebut seperti mengumpulkan mozaik-mozaik kecil

layaknya sejarah yang tercecer untuk menjadi sebuah

karya yang bermartabat dan berkontribusi bagi dunia

ilmu pengetahuan.

Salah satu bagian dalam biografi Freud memang ada

yang dianggap sensitif. Dalam biografi tersebut, Jones

(1967) menunjukkan bahwa dalam melakukan terapi

penyembuhan kepada klien. Freud menggunakan terapi

kokain. Dalam biografi tersebut Jones memang mengutip

penjelasan dari Freud terkait dengan penggunaan kokain

kepada kliennya. Tentunya, dalam hal ini secara etika tidak

diperkenankan. Freud juga merasa bersalah terhadap

dirinya sendiri sebab dia merasa telah menggunakan

jalan yang salah dalam melakukan pengobatan kepada

klien dengan menggunakan kokain. Hal inilah yang

Page 51: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

38 Psikologi Jungian, Film, Sastra

tampaknya kurang begitu diminati oleh Freud sebab

mengungkapkan Freud yang terkesan melegalkan

narkoba dalam melakukan terapi penyembuhan kepada

klien terlepas dari argumentasi rasional apapun.

Taylor (2007) menandai bahwa pemikiran Jung

yang tertuang dalam buku berjudul Memories, Dream,

Reflections (1961) sebenarnya terinspirasi oleh pemikiran

Imanuel Kant yang berjudul Dreams of a Spirit-seer

(1900). Salah satu hal yang tampak kelihatan terpegaruh

adalah dalam kaitannya dengan masalah after the death.

Dalam pandangan Kant (1900), setelah seseorang mati,

jiwa (anima) masih tetap ada dalam diri, tetapi dia

sudah meninggalkan raga. Tentunya, Jung dan Kant,

merupakan seorang yang memegang konsep religiusitas.

Karena itu, mereka berpandangan bahwa kehidupan

setelah kematian memang ada sebab itu oleh Tuhan

diciptakan surga dan neraka sebagai tempat yang kekal

bagi manusia. Manusia tidak akan bisa lari dari kematian

dan memang mereka sebagai makhluk yang memiliki

jiwa akan menuju ke dunia setelah kematian.

Sebagaimana otobiografi ataupun biografi yang

beredar di masyarakat, Jaffé (1961) menjelaskan bahwa

biografi Jung bukanlah sebuah biografi yang dianggap

sebagai rujukan komprehensif, tetapi rujukan yang

Page 52: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

39Psikologi Jungian, Film, Sastra

bersifat restropektif tentang perjalanan kehidupan

Jung mulai dari kecil, remaja, dewasa, sampai masa

tuanya. Penjelasan Jaffé tersebut menunjukkan secara

implisit bahwa biografi Jung ataupun biografi yang lain

yang berbicara tentang alur kehidupan dan alur pemikiran

seseorang tentunya memiliki ‘celah’ yang memang dengan

sengaja ditenggelamkan demi sesuatu hal yang tentunya

bersifat positif. Tanpa berpretensi apapun, biografi dalam

paparan ini hampir sama dengan apa yang diungkapkan

oleh Jaffé,

Carl Gustav Jung (dikenal dengan sebutan Jung) lahir

di Kesswil, Switzerland, Swiss, 26 Juli 1875 dan meninggal

pada 6 Juni 1961 (usia 85). Ia lahir dari pasangan suami

istri yang bernama Paul Achilles Jung (seorang pastur

dari Protestan) dan Emilie Preiswerk. Jung merupakan

anak dari keluarga yang terkategorikan berada. Hidup

dan kehidupan Jung merupakan sebuah realisasi dan

konkretisasi dari manifestasi alam bawah sadarnya. Ia

memang lebih banyak mengungkapkan bahwa pemikiran-

pemikirannya pun tidak lepas dari alam bawah sadar.

Karena itu, Jung banyak memunculkan pemikiran tentang

psikologi yang berhubungan dengan alam bawah sadar dan

ketidaksadaran. Kehidupan manusia yang banyak dirasuki

biografi yang bersifat restrospektif, bukan

yang mengarah pada justifikatif.

Page 53: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

40 Psikologi Jungian, Film, Sastra

oleh pengalaman-pengalaman bawah sadar tersebut tidak

lepas dari mitologi (cerita rakyat).

Bishop (2014:22) menuliskan bahwa Jung adalah

keturunan dari Goethe (1749-1832) –seorang sastrawan

Jerman yang terkenal dengan novelnya Faust. Jika ditelusuri

secara garis keturunan Goethe merupakan kakek moyang

Carl Gustav Jung. Hal itu menunjukkan bahwa secara garis

keturunan Jung memiliki bakat alam dalam kaitannya

dengan seni terutama sastra. Karena itu, Jung juga menulis

tentang psikologi yang berkait dengan masalah kesastraan

dan mitologi. Minat itulah yang tidak lepas dari pengaruh

kakek buyutnya, Goethe.

Masa Pagi: Kehidupan Kanak-kanak

Kehidupan Jung kecil sampai beranjak remaja tidak

lepas dari bayang-bayang introversi. Karena itu, McLynn

mendeskripsikan Jung tidak lepas dari tipikal yang

suka bertahayul, xenophobia, dan introvert (McLynn,

2014:1). Karakter Jung yang demikian, menurut Hyde &

McGuinness (2004) tidak lepas dari konteks psike individu

yang melankolis. Kemelankolisannya tersebut tampak

dalam kehidupan kesehariannya dia. Ia memang tipe

anak yang suka berkhayal, bermimpi, memiliki ketakutan-

Page 54: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

41Psikologi Jungian, Film, Sastra

ketakutan kepada dunia luar sehingga hal tersebut semakin

membuat dirinya menjadi seorang anak yang pendiam dan

cenderung menutup diri dalam pergaulan di luar. Hal itulah

yang tampaknya memperkuat dirinya sebagai sosok yang

introvert dan melankolis dalam menghadapi kehidupan.

Dari sisi keluarga, baik ayah dan ibu, Jung tampaknya

agak jauh dengan sosok ayahnya. Mungkin karena kesibukan

ayahnya dalam bekerja. Namun, ia lebih dekat dengan

ibunya. Dalam kehidupan keseharian, sang ibu memiliki

dua karakter, yakni kadang muncul dengan sisi yang hangat

(warm) dan kadang muncul dalam sisi yang buruk (terrible)

sehingga membuat Jung melahirkan kehidupan pagi dan

kehidupan malam. Sang ibu ketika pagi merupakan sosok

yang baik, sedangkan ketika malam sang ibu menjadi sosok

yang buruk (Douglas, 2010:118). Ibu Jung tersebut diduga

mengalami gangguan psikologis, ia mengalami fantasi

bertemu dengan orang-orang mati. Karena itu, Casement

(2001:4) menunjukkan bahwa ibunya Jung memang pernah

masuk di rumah sakit jiwa selama berbulan-bulan karena

penyakit yang dideritanya. Hal tersebut membuat Jung

kecil merasa dalam kesendirian dan kesepian. Ia sempat

merasakan bahwa orang tuanya terkesan meninggalkan

dirinya sebab orang tuanya sibuk dengan masalahnya

sendiri. Pengalaman masa kecil ini merupakan masa yang

Page 55: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

42 Psikologi Jungian, Film, Sastra

tidak terlupa dalam diri Jung kecil sebab dia merasa masa-

masa dekat dengan ibunya sempat hilang. Hilangnya masa

bahagia dengan ibunya tersebut memang disebabkan

oleh faktor gangguan psikologis yang melanda ibunya,

bukan karena faktor yang lainnya. Namun, kelak pada usia

remaja, ia menjadikan pengalaman individualnya di masa

kecil ini sebagai pondasi untuk menulis disertasi tentang

occultism yang sebenarnya secara archetypis tidak lepas

dari historisme yang pernah dia alami pada masa kecil.

Pernah pada masa kecil Jung mengisahkan bahwa dirinya

pernah Ia disakiti oleh temannya, dipukul dan membuatnya

cidera (Kerr, 2011). Cidera tersebut mengakibatkan dirinya

tidak bisa masuk sekolah seperti biasanya dalam beberapa

waktu. Cidera yang dialami oleh dirinya tersebut membuat

dia mengalami neurosis yang kelak di kemudian waktu

tatkala dia menginjak dewasa, baru dipahami neurosis yang

terdapat dalam dirinya tersebut ( Jung, 1989). Karakter

Jung yang memang introvert dan melancholis tampaknya

memperparah neurosis yang terdapat dalam dirinya ketika

dia masih kanak-kanak. Karena itu, ketika besar pun, Jung

masih teringat dengan masa lalunya yang berkait dengan

neurosis tersebut. Untungnya, dia mampu menyembuhkan

neurosis yang menjangkiti dirinya. Ternyata, tidak hanya

Jung saja yang mengalami masalah psikologis ketika masih

Page 56: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

43Psikologi Jungian, Film, Sastra

kanak-kanak, psikolog yang lainnya, misal Erik H. Erikson,

yang mengalami depresi dan konfl ik batin dalam dirinya.

Namun, dia mampu memanfaatkan depresi dan konfl ik

batin yang menjangkiti dirinya dan menjadikannya sebagai

katalis. Ketika dewasa, dia pun akhirnya menjadi psikoanalis

dan bergabung dengan aliran Freudian. Begitu pula dengan

Jung, dia bisa menyembuhkan masalah psikologis yang

terdapat dalam dirinya sehingga ia bisa menjadi psikolog

yang handal pada zaman kejayaan psikoanalisis dan ia

memang sampai sekarang gaungnya masih menggema ke

mana-mana.

Pada masa kanak-kanak ini, Jung menuliskan bahwa

ia mengalami beberapa mimpi yang diingat sampai dia

beranjak dewasa. Mulanya, ketika ia masih kanak-kanak, ia

bingung dengan mimpi-mimpinya yang tidak bisa dipahami

dan tidak bisa diterjemahkan oleh dirinya. Ia juga bingung

sebab tidak ada orang yang bisa diajak untuk berdiskusi

tentang mimpi- mimpi yang selalu berkelijatan dalam

pikirannya. Jung (1961) mengisahkan bahwa sewaktu dirinya

berusia 4 tahunan ia pernah bermimpi tentang tentang batu,

singgasana, dan pohon yang sangat besar. Mimpi tersebut

sangatlah mengganggu Jung kecil. Ia sangat ketakutan

sehingga di hari-hari berikutnya ia pun kesulitan tidur

sebab merasa dihantui oleh mimpi tersebut. Mimpi yang

Page 57: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

44 Psikologi Jungian, Film, Sastra

baginya menakutkan dan buruk tersebut dirahasiakannya

kepada siapapun. Ia takut jika menceritakan mimpi tersebut

kepada orang lain, bisa jadi mimpi tersebut akan menguak

siapa sebenarnya Jung yang real. Pada masa itu, Jung

adalah anak yang introvert dan sensitif sehingga ia kurang

begitu suka mendiskusikan masalah pribadinya kepada

orang lain. Jung dalam masa-masa ini memang berada

pada masa kebimbangan dalam kaitannya dengan masalah

mimpi- mimpi yang harus digelutinya sendiri dan harus

dipikirkannya sendiri dalam-dalam.

Barulah ketika dia beranjak dewasa dia membukanya

dan menuliskannya dalam autobiografi nya, Memories,

Dreams, Refl ections (1961). Jung pun juga baru memahami

bahwa apa yang dimimpikannya di masa lalu adalah

mimpi tentang phalus, sebuah simbol laki-laki. Kekuatan

mimpi Jung yang dianggap sebagai sesuatu yang memiliki

simbolisme ini ternyata berkait juga dengan kekuatan

Jung yang dalam hal pelihatan. Jung sebagai psikolog

yang occultism, memercayai bahwa pelihatan adalah

kinerja dari psike alam bawah sadar manusia. Sebagai

manusia yang banyak didorong oleh energi bawah sadar,

manusia juga memiliki kekuatan pelihatan. Tentunya,

dalam hal ini, pelihatan yang muncul dalam diri seseorang

tersebut memiliki keberbedaan yang disebabkan oleh (1)

Page 58: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

45Psikologi Jungian, Film, Sastra

kemampuan dalam melakukan pelihatan yang dialaminya

dan (2) kemampuan dalam menafsirkan pelihatan tersebut.

Dengan demikian, pelihatan seseorang tersebut tidak lepas

dari simbol-simbol yang harus dipecahkan dan ditafsirkan

oleh sang pelihat. Melalui tafsir dari simbol-simbol tersebut

seorang pelihat bisa melihat ‘apa yang sebenarnya’ dari

esensi simbol yang muncul dalam pelihatan tersebut. Di

samping itu, seorang pelihat harus benar-benar mampu

melihat apakah yang dilihatnya itu adalah suatu pelihatan

yang dianggap sebagai sebuah tanda (sign) yang memiliki

makna bagi kehidupan manusia sebab pemahaman

terhadap tanda dalam pelihatan sangat diperlukan agar

manusia bisa menjadi manusia yang lebih baik, bukan

menjadi manusia yang lebih buruk.

Pemikiran Jung yang berkait dengan pelihatan ini

pada akhirnya membuat dirinya lebih dekat dengan istilah

cenayang, dukun, saman, ataupun peramal. Beberapa

peneliti, misalnya Senn (1989), Keith (1976), Richter (2018)

menyatakan bahwa psikologi Jungian memang tidak lepas

dari dunia supranatural. Karena itu, di dalam psikologi

didiskusikan masalah manusia dengan dunia yang lain, misal

saja yang berkait dengan roh, kematian, ataupun ramalan.

Pemikiran Jung yang berkait dengan pelihatan ini juga

dihubungkaitkan dengan telepati manusia. Dalam kaitannya

Page 59: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

46 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dengan pemikiran tentang telepati dan mistis, Freud

sebagai senior dan mentornya merasa kurang sependapat

dengan Jung sebab masalah telepati sebenarnya bukan

wilayah kajian dalam psikoanalisis. Namun, Jung dengan

pemikirannya yang masih muda dan masih bersemangat, ia

ingin menunjukkan bahwa ide yang dipikirkannya itu adalah

sebuah pemikiran yang benar dan bukan pemikiran yang

mengada-ada sehingga menyebabkan sebuah sesat pikir

dalam psikologi.

Masa Kuliah

Jung secara pribadi mengungkapkan bahwa dirinya

merasa bahwa keluarganya dari sisi fi nansial tidak begitu

mewah. Karena itu, dia ingin berkuliah di kampus yang

menurutnya sesuai dengan fi nansial keluarga. Tampaknya,

Jung tidak ingin membebani orang tuanya, terutama sang

ayah. Namun, sang ayahlah yang tampaknya ingin anaknya

berkuliah di tempat yang prestisius dan mahal (dalam hal

ini versi Jung), Universitas Basel. Di kampus itu, ternyata

sang ayah meminta keringanan untuk biaya kuliah dan

ternyata keringanan tersebut diterima oleh pihak kampus.

Tentunya, hal ini membuat Jung merasa bahagia dan juga

malu ( Jung, 1989) ketika hal tersebut terjadi. Kebahagiaan

tersebut muncul ketika dia diterima di Universitas Basel dan

Page 60: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

47Psikologi Jungian, Film, Sastra

rasa malu tersebut muncul ketika orang tunya meminta

keringanan biaya di Universitas Basel. Meskipun demikian,

Jung sangat bangga dengan orang tua terutama ayahnya

yang rela berjuang agar anaknya bisa studi di kampus yang

bergengsi tersebut. Dengan berbekal semangat dan serta

motivasi dari keluarga, akhirnya Jung memang berkuliah di

Universitas Basel.

Sebagai seorang pelajar, Jung mengakui bahwa dirinya

adalah anak yang kurang menyenangkan bagi orang lain.

Rasa tersebut disebabkan dirinya yang memang cenderung

introvert sehingga menjustifi kasi bahwa dirinya kurang

menyenangkan bagi orang lain. Tidak hanya itu, dia juga

merasa bahwa dirinya adalah sosok yang temperamen dan

tidak mampu mengendalikan diri. Namun, di lain pihak,

dia mengungkapkan bahwa dirinya adalah pelajar yang

hebat yang memiliki ambisi-ambisi besar ( Jung, 1989).

Karakterisasi Jung tersebut memang menunjukkan bahwa

dia adalah tipe manusia yang kurang begitu terbuka pada

dunia luar. Masa- masa kuliah memang merupakan masa

Jung yang lebih dominan dengan keintrovertannya. Ia masih

terbawa dengan karakter kanak-kanak yang dibawanya.

Namun, pada masa kuliah ini Jung mulai memunculkan

optimisme dalam studi karena dia merasa bahwa dirinya

memiliki ambisi untuk menjadi orang yang kreatif.

Page 61: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

48 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Masa Perkembangan Pemikiran dan Mengajar

Jung dianggap sebagai sosok pioner bidang psikiatri yang pemikirannya memunculkan banyak pengaruh pada berbagai spektrum, pengobatan/terapi, psikologi, religi, antropologi, sosiologi, sastra (Stephenson, 2016), seni, sains-humaniora (Dunne, 2015:1) yang mengarah pada mistisisme (Stein, 2015). Pemikiran Jung yang banyak memberikan pengaruh dalam berbagai disiplin ilmu tersebut disebabkan kemampuan Jung yang tidak hanya mengarah pada psikologi saja, tetapi bidang yang lainnya. Dengan begitu, psikologi yang dikembangkan oleh Jung dirasuki oleh pemikiran dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain sehingga memperkaya pandangannya tentang psikologi dan psikiatri. Hal tersebut dibuktikan dengan pemikirannya yang berkait dengan bidang-bidang tersebut, misal dalam konteks psikologi dan sastra, Jung (1966) menulis Spirit in Man, Art, and Literature.

Kehebatan Jung sebagai seorang psikolog dan psikiatris yang mendunia memang tidak lepas dari kritikan. Salah satu analis Jungian, Spiegelman (2007:66) menunjukkan bahwa banyak orang yang mengkritik keberadaan Jung sebagai psikolog yang anti-Semit, occultism, rasism, dan misoginism. Pascameninggalnya Jung dan orang-orang dekatnya Jung –yang turut mengembangkan Psikologi Jungian, misalnya C.

A. Meier and Marie-Louise von Franz—tampak jelas bahwa

Page 62: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

49Psikologi Jungian, Film, Sastra

orang beranggapan dan mengkritik tajam bahwa kekuatan

psikologi Jungian sebenarnya dipertanyakan kesahihannya.

Para praktisi bidang psikologi dan bidang psikiatri

mempertanyakan studi yang dilakukan oleh Jung sebab

dalam pandangan mereka psikologi Jungian merupakan

psikologi yang lebih mengarah pada hal yang occultism dan

beberapa kasus pemikiran Jung sulit diinterpretasikan sebab

menggunakan bahasa yang ‘seolah-olah’ hanya mampu

dipahami oleh Jung itu sendiri. Diakui atau tidak bahasa

yang digunakan oleh Jung dalam buku, seminar, ataupun

artikel yang ditulisnya menggunakan bahasa-bahasa yang

banyak memunculkan perlambangan, baik konteks spiritual,

antropologi, dan fi losofi . Hal inilah yang agak memberatkan

bagi peneliti psikologi terutama peneliti psikologi yang

masih pemula –dengan segala keterbatasan pemahamannya

tentang simbolisme yang terdapat dalam konteks fi lsafat,

psikologi, dan antropologi—dengan ilmu yang pemula juga.

Dalam konteks psikologi yang mengarah pada

ketidaksadaran (yang dalam perjalanannya lebih dikenal

dengan psikoanalisis) Jung, Freud, dan Adler adalah tokoh

yang berpengaruh dalam psikoanalisis. Ketiga orang tersebut

merupakan tokoh generasi pertama dalam pergerakan

psikoanalisis yang memiliki pengaruh besar di Jerman

(Shamdasani, 2018) dan memberikan dampak yang besar

Page 63: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

50 Psikologi Jungian, Film, Sastra

bagi perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai negara di

dunia. Gelombang psikoanalisis memang besar pada masa

Freud, Jung, dan Fromm dan gelombangnya tersebut sampai

ke Amerika. Sampai saat ini, gelombang psikoanalisis sebagai

salah satu psikologi arus utama masih kuat dan bertahan dan

bahkan tumbuh kembang di berbagai negara. Meskipun

demikian, tidak dinafi kkan adanya gelombang feminisme

yang dimunculkan oleh perempuan psikoanalis, misalnya

Anna Freud, Karen Horney, dan Sabina Spielrein.

Tahun 1903 Jung menikah dengan seorang perempuan

yang bernama Emma Rauscenbach. Melalui pernikahannya

dengan Emma Rauscenbach tersebut, Jung dikaruniai

lima anak, empat perempuan dan satu laki-laki. Kelima

anak tersebut bernama (1) Gathe Niehus, (2) Franz Jung-

Merker, (3) Gret Baumann, (4) Helene Hoerni, dan (5)

Marianne Niehus (Krapp, 2015). Sosok Emma Rauscenbach

adalah perempuan dari keluarga kaya raya sehingga hal

tersebut membuat taraf kehidupan Jung dan keluarganya

menjadi meningkat dari sisi fi nansial. Dalam kehidupan

keseharian, sosok Emma Rauscenbach merupakan istri

yang baik dan memiliki kemampuan intelektual di bidang

psikologi yang bagus sebab dia turut membantu Jung dalam

mengembangkan psikologi Jungian. Ia menulis buku, Anima

dan Animus (1985) dan The Grail Legend (1998). Buku-buku

Page 64: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

51Psikologi Jungian, Film, Sastra

karya Emma Jung itu turut mengiringi kekuatan psikologi Jungian di kancah psikologi internasional.

Kehidupan Jung pada masa pernikahan memang merupakan masa tumbuh kembang dari sisi fi nansial. Hal itu diperkuat oleh paparan Nelson-Jones (2006) yang menyebutkan bahwa Undang-undang yang terdapat di Swiss, Jerman –pada masa itu— menjelaskan dan memberikan kemudahan kepada para suami untuk memiliki akses penuh pada fi nansial istri dan bisa menggunakan semuanya tanpa harus diketahui oleh disyahkan oleh istri sebagai pemilik utama kekayaan tersebut. Seorang suami benar-benar diberi kekuatan dan hegemoni dalam hal kehidupan rumah tangga. Meskipun demikian, Jung masih tetap berusaha mandiri

dengan bekerja sebagai psikiatri dan dosen di universitas.

Gambar 3: Jung bersama istri ( Emma Rauscenbach) dan anak-anaknya(Sumber: Carl Jung [Bishop, 2014])

Page 65: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

52 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Rentang tahun 1904-1910 Jung dilanda masalah etika

profesi. Praktisi yang pro-Jungian mengungkapkan bahwa

Jung tidak melakukan kesalahan ketika menangani Sabina

Nikolayevna Spielrein1. Misal saja, tulisan Lothane (2003:191)

yang menegaskan bahwa Jung memang sebenarnya tidak

melakukan tindakan nonetik ketika melakukan terapi

kepada Sabina Nikolayevna Spielrein (Сабина Николаевна

Шпильрейн). Ia menunjukkan bahwa tindakan yang

dilakukan oleh Jung kepada kliennya tersebut merupakan

bentuk yang wajar antara seorang terapis dengan kliennya

dalam rangka upaya penyembuhan. Namun, kalangan yang

berbeda menunjukkan bahwa Jung memang melanggar

etika profesi dalam hubungannya dengan klien yang

bernama Sabina Nikolayevna Spielrein tersebut.

Dalam konteks pro dan kontra tentang Sabina

Nikolayevna Spielrein, penulis tidak berusaha menelusuri

lebih jauh tentang hubungan Jung dengan Sabina

Nikolayevna Spielrein tersebut sebab biografi ini lebih

mengarah pada restropektif. Dengan begitu, pembaca

yang ingin menelaah lebih jauh tentang perjalanan Jung

dan Sabina Nikolayevna Spielrein bisa mencari rujukan

1 Ia adalah sosok perempuan psikoanalisis yang berasal dari Rusia. Sebagai pasien yang terkena histeria, Sabina Nikolayevna Spielrein juga mahasiswa yang dibimbing oleh Jung dan Freud. Dalam perkembangan selanjutnya, Sabina Nikolayevna Spielrein bisa mengatasi masalah psikologisnya dan menjadi psikoanalis.

Page 66: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

53Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang lain. Dalam konteks restropektif, Sabina Nikolayevna

Spielrein sebagai klien Jung sebenarnya sudah memberikan

kontribusi yang sangat baik dalam psikoanalisis. Sabina

Nikolayevna Spielrein mampu menjadi seorang perempuan

psikoanalisis. Diakui atau tidak, selama ini memang

psikoanalisis lebih banyak digawangi oleh kaum laki-laki,

misal saja, Freud, Jung, Adler, Fromm, Erikson, ataupun

psiko logi neo-Freudian, misalnya Lacan. Adapun psiko-

analisis yang digawangi perempuan memang sangat sedikit,

yakni Anna Freud2, Karen Horney, dan Sabina Nikolayevna

Spielrein3. Para perempuan inilah yang membawa nama

besar psikoanalisis di mata perempuan.

Menurut studi yang ditulis oleh Graf-Nold (2005),

Jung mulai aktif mengajar di perguruan tinggi (lagi) sekitar

2 Anna Freud merupakan anak biologis Sigmund Freud yang turut serta menumbuhkembangkan psikoanalisis di Wina, Jerman. Salah satu tokoh yang menjadi tim dalam psikoanalisis yang dipegang oleh Anna Freud adalah Erik H Erikson. Ia banyak berguru kepada Anna Freud dan kelak dikemudian waktu ia (Erik H Erikson) akhirnya menjadi terapis psikoanalisis dan bergabung dengan timnya Anna Freud.

3 Sabina Nikolayevna Spielrein adalah psikoanalisis yang terkenal di Rusia. Mulanya memang dia adalah klien Jung dalam terapi, tetapi dalam perjalanan kehidupannya, dia menikah dengan orang Rusia (dan ia mengikuti suaminya tersebut). Di Rusia, Sabina Nikolayevna Spielrein membuka terapi psikoanalisis. Sabina Nikolayevna Spielrein juga pernah bekerja sama dengan Jean Piaget dalam konteks psikologi. Ia pun dikenal sebagai sosok perempuan psikoanalisis yang memunculkan teori tentang hasrat kematian. Sebagai psikoanalis, ia melahirkan buku, misalnya The Essential Writing of Sabina Spielrein (2018).

Page 67: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

54 Psikologi Jungian, Film, Sastra

tahun 1933. Jung pada waktu itu menjadi dosen di Institut

Teknologi Federal Swiss (ETH) yang terdapat di Zurich.

Kuliah perdana dalam bidang psikologi tersebut diberi judul

“Modern Psychology” as part of the “General Division”.

Dalam perkembangan selanjutnya, Jung sebagai seorang

dosen diangkat menjadi profesor di ETH pada tahun 1935

dan ia mengajar di kampus tersebut sampai tahun 1941.

Sebelumnya, Shamdasani (2005a) menunjukkan bahwa Jung

sudah pernah mengajar di perguruan tinggi. Sekitar tahun

1914, Jung memang sudah pernah menjadi dosen yang

mengajar di Universitas Zurich (di bidang medis). Pada waktu

itu, ia memang mengundurkan diri dengan alasan tertentu.

Karena itu, ketika tahun 1933 dia mengajar lagi, hal tersebut

menunjukkan eksistensinya di perguruan tinggi setelah ia

vacum dari dunia perguruan tinggi beberapa tahun.

Pada 30 Juli dan 6 Agustus 1938 Jung mengikuti seminar

Tenth International Medical Congress for Psychotherapy

di Oxford. Dalam acara tersebut, Jung mengungkapkan

salah satu point penting yang berkait dengan bagaimana

Masyarakat Psikoterapi Swiss bisa menggunakan analisis

psik ologi (psychological analysis) dalam melakukan terapi

(Sham sadani, 2005b). Jung mendapatkan banyak apre-

siasi terkait dengan pemikirannya tentang psikoterapi

yang dikaitkan dengan konteks psikologi analitik yang

Page 68: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

55Psikologi Jungian, Film, Sastra

dikembangkannya. Munculnya psikologi analitik tersebut

sebagai bentuk perpecahan dari psikonalisis yang semula ia

ikut dalam jalur utama psikoanalisis. Namun, sebagaimana

diketahui bersama bahwa Jung tidak bisa lepas dari jalur

utama psikoanalisis sebab dia juga turut membesarkan

nama psikoanalisis dan dia juga pernah menjadi anak

emasnya Freud dalam bidang psikoanalisis.

Masa Inkubasi dan Katalis

Masa inkubasi adalah perspektif fi lsafat dan

spiritual adalah masa ketika seseorang mengalami suatu

permeditasian/hening untuk mendapatkan sesuatu yang

lebih baik yang berkait dengan nominous ataupun iluminatif.

Masa inkubasi inilah masa ketenangan seseorang dalam

menemukan jati diri. Dalam konteks biologi dan kesehatan,

masa inkubasi berkait dengan masa awal sampai dengan

masa munculnya suatu penyakit. Dalam konteks psikologis,

masa ini adalah masa ketika Jung mengalami “kebuntuan

intelektual” atau stagnasi akademik sebab ia sulit dalam

melahirkan tulisan. Hal ini terjadi ketika Jung mengalami

perpecahan dengan Freud dalam kaitannya dengan

pandangan tentang psikologi, terutama berkait dengan

psikologi ketidaksadaran. Namun, masa kesulitan ini

Page 69: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

56 Psikologi Jungian, Film, Sastra

ibarat sebuah proses menuju ke proses intelektualitas dan

kreativitas yang tinggi. Ibaratnya, ketika seseorang ketika

mengalami proses stagnasi intelektual, sebenarnya tahapan

ini merupakan proses pengendapan pemikiran sehingga

pada masa selanjutnya seseorang mampu melahirkan

sebuah karya akademik maupun nonakademik.

Moura (2005) mencatat bahwa masa konfrontasi antara

Jung dan Freud terjadi pada rentang tahun 1906 and 1913.

Pada masa ini memang Jung mulai menunjukkan pemikiran-

pemikiran yang berbeda dengan pemikiran Freud. Sebagai

seorang senior, Freud juga merasa kurang setuju dengan

pandangan-pandangan Jung tentang alam ketidaksadaran.

Meskipun demikian, mulanya, keduanya sangat akrab dalam

hubungan kolegial dan saling mendukung dalam menguatkan

pemikiran-pemikirannya. Artinya, Jung mendukung pemiki-

ran Freud tentang psikologi ketidaksadaran dengan berbagai

postulat yang dia munculkan. Begitu juga dengan Freud

juga mendukung pemikiran Jung berkait dengan psikologi

ketidaksadaran –tentang occultism, agama, spiritualisme,

ataupun mitologi yang sebenarnya agak mengarah pada

dunia mistisisme— yang terdapat dalam diri manusia.

Jung kurang begitu menerima pandangan Freud bahwa

manusia didorong oleh energi libido yang menyebabkan

manusia lebih cenderung didorong oleh hasrat seksual dalam

Page 70: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

57Psikologi Jungian, Film, Sastra

alam bawah sadarnya. Perpecahan Jung dan Freud tersebut

akhirnya dibukukan Jung Contra Freud. The Collected Works

of C.G. Jung Volume 4, Part 2 ( Jung, 1961). Perpecahan ini

memang di sisi lain membuat Jung mengalami kebuntuan

intelektual, tetapi pada sisi lain, Jung mampu berdiri sendiri

tanpa berada di bawah bayang-bayang Freud. Meskipun

demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran Jung

banyak dipengaruhi oleh pemikiran Freud yang dalam

hal ini sebagai guru ataupun kolega dalam bekerja untuk

mengembangkan psikoanalisis. Namun, ada juga pandangan

yang menunjukkan bahwa Jung mengalami konfrontasi

dengan Freud karena adanya Sabina Spielrein. Munculnya

perempuan muda di antara mereka berdua, Jung dan Freud,

ternyata membuahkan masalah yang besar sebab Jung

diduga melakukan tindakan yang melanggar etika.

Jung menyadari bahwa pandangan-pandangan Freud

sudah mulai semakin surut pengaruhnya dalam dirinya.

Ia benar-benar merasakan hal tersebut. Namun, sebagai

seorang murid yang sekaligus sebagai seorang kolega, Jung

tetap merasakan dan mengakui bahwa sosok Freud adalah

sosok yang kuat dan superior ( Jung, 1969) sehingga dia sulit

untuk memadamkan itu. Pada masa-masa kontra ini, Jung

memang mulai memberikan kritikan-kritikan terhadap

pandangan Freud yang tidak relevan dengan pemikirannya.

Page 71: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

58 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Freud sebagai seorang psikolog dan senior tentunya merasa

bahwa apa yang menjadi pikiran Jung tidaklah sesuai

dengan apa yang dia pikirkan dan apa yang dia cita-citakan

untuk masa depan psikoanalisis yang lebih baik.

Jung sebagai seorang yang memiliki tipikal introvert

memang merasa depresi secara psikologi sebab dia yang

biasanya berdiskusi dengan Freud terkait masalah psikologi.

Ia merasakan hal yang berbeda ketika tidak ada Freud sebagai

teman diskusi akademik. Diakui atau tidak, rasa kesepian

memang menjangkiti Jung. Ditambah lagi, dia juga keluar dari

asosiasi psikoanalisis yang didirikan oleh Freud. Jung merasa

benar-benar tidak bisa melakukan kegiatan intelektual pada

masa itu. Namun, setelah pasca inkubasi tersebut, Jung bisa

menulis satu buku yang berjudul Psychological Types ( Jung,

1921). Dalam buku tersebut Jung memunculkan dua tipe

kepribadian dasar, yakni ekstrovert dan introvert. Pandangan

Jung tersebut sebenarnya tidak lepas dari eksperimentasi

dirinya yang berkait dengan introversi dan dia memunculkan

oposisi dari introversi, yakni ekstroversi.

Agama dan Spiritualitas

Jung adalah seorang anak yang terlahir dari kalangan

agamis. Ia adalah anak seorang pastur dari Protestan.

Page 72: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

59Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dengan begitu, dia sudah dibekali agama dan keyakinan

yang kuat dari keluarganya. Hal tersebut memang benar-

benar dibuktikan oleh dirinya sendiri bahwa dia memang

seorang yang agamis dan memiliki kepercayaan pada ranah

spiritualisme. Sebagai seorang psikolog, sejak kecil dia

sudah banyak belajar membaca tentang bidang kesastraan,

drama,sejarah, ataupun ilmiah. Baginya, membaca buku

adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Tidak hanya

itu, ia juga suka membaca kitab-kitab suci. Karena itu,

dengan tegas Jung mengungkapkan bahwa dirinya adalah

penganut Kristiani yang patuh.

Keyakinan Jung yang sangat kuat memang ditampakkan

secara eksplisit dalam pemikirannya. Misal saja, Jung (1961)

menegaskan bahwa dia kurang begitu menyukai orang-

orang yang terkesan mengabaikan Tuhan karena masalah

ilmu pengetahuan, agnostik. Dalam pandangan Jung,

Tuhan sebagai zat yang tertinggi memang nyata adanya

dan bukanlah sesuatu yang tidak nyata. Memahami Tuhan

memang harus menggunakan pemahaman yang benar-

benar religius agar manusia bisa menemukan Tuhan.

Keyakinan Jung ini mengimplikasikan bahwa dia menya-

yangkan pemikir yang tampaknya mengabaikan eksistensi

Tuhan. Pemikiran-pemikiran Jung tentang ketuhanan

pada akhirnya memang banyak memengaruhi pandangan

Page 73: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

60 Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologis sehingga dia mendapatkan sebutan sebagai

psikolog yang beraliran mistisisme dan spiritualisme

(Zemmelman, 2012). Sampai saat ini pun, sebutan untuk

Jung sebagai psikolog mistisisme dan spiritualisme tidak

pernah luntur sebab memang kemampuannya dalam

menulis psikologi dan spiritualisme yang masih merupakan

karya besar sampai sekarang.

Pandangan Jung tentang agama dan spiritualisme tidak

hanya berhenti sampai pada tahap keyakinan dan tindakan

dalam melakukan spiritualisme, Jung juga menuangkan

pemikirannya yang berkait dengan spiritualisme. Tulisan

Jung yang berkait dengan agama dan spiritualisme, yakni

Psychology and Religion: West and East ( Jung, 1958). Dalam

buku tersebut Jung membicarakan historisme spiritualisme

dunia, baik barat dan timur. Mulanya, ia memaparkan

agama Kristiani (dan agama sebelum itu, Mesir dan Yunani).

Dalam konteks ketimuran, Jung membicarakan agama

di Tibet, di India (Brahman), I Ching (orang tua bijak dari

China [Biksu Budha]), dan Zen di Jepang. Selain itu, Jung

juga menulis Psychology and Alchemy (1968). Dalam buku

tersebut Jung (1968) berbicara tentang agama Kristiani dan

hubungannya dengan alchemy. Kedua buku tersebut sangat

kental berbicara tentang psikologi, religi, dan spiritualitas.

Kekuatan tersebut didukung oleh pengalaman empiris

Page 74: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

61Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung yang memang seorang yang kuat dalam memegang

agamanya sehingga memengaruhi pemikiran tentang

psikologi yang peloporinya. Jung juga menulis spiritualisme

dalam kaitannya dengan fi lsafat zen (aliran fi lsafat yang

terdapat di Jepang) dengan Suzuki DT.

Pandangan Jung tentang psikologi yang dihubungkait-

kan dengan agama, menurut Kay (1997:6), membuat Jung

menjadi sosok yang menawarkan sebuah alternatif dalam

interpretasi simbol agama. Simbol-simbol agama sebagai

sebuah simbol yang memiliki ‘kedalaman’ perlu untuk

direinterpretasi untuk menemukan makna yang terkandung

di dalamnya. Dengan demikian, simbol-simbol dalam agama

perlu diredefi nisi, reinterpretasi, dan rekonseptualisasi.

Beberapa penulis, misalnya Segal (2018), Dourley

(1995), Gaist (2014) menunjukkan bahwa Jung sebagai

psikolog memiliki pemahaman tingkat tinggi yang berhubu-

ngan dengan keilahian dan kemanusiaan. Pandangan Jung

yang mengolaborasikan hubungan antara psikologi dan

aga ma secara universal merupakan sebuah pemikiran yang

rumit, dalam, sekaligus refl ektif. Hal inilah yang menyebab-

kan tidak semua orang mampu memahami dan mengikuti

alur berpikir Jung dalam kaitannya psikologi dan agama

yang me miliki energi-energi kekuatan yang dialami dalam

diri manusia dan agama. Bentuk transendensi dan imanensi

Page 75: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

62 Psikologi Jungian, Film, Sastra

manusia dalam kaitannya dengan psikologi ketidaksadaran

yang terepresentasikan dalam archetype. Dengan begitu,

manusia mau tidak mau akan sadar secara psikologis bahwa

mereka sebagai makhluk akan menuju pada keilahian.

Mereka adalah makhluk yang memiliki psike-spiritualitas.

Masa Sore: Sebuah Pelihatan

Masa sore (meminjam istilah Jung dalam kaitannya

dengan psikologi sore) dalam kehidupan semua manusia

hampir sama, yakni masa mendekati kematian, masa

menjelang ajal datang menjemput, dan masa seseorang

sudah mulai menua. Tentunya, masa tersebut adalah masa

bagi manusia yang hidup dengan usia normal sehingga dia

bisa mencapai masa sore. Ketika mengalami sakit jantung

dan tampaknya agak parah, Jung merasakan sesuatu yang

berbeda. Dalam koridor fi losofi s inilah yang disebut dengan

pelihatan. Karena itu dia menggungkapkan “the images

were so tremendous that I myself concluded that I was close

to death” ( Jung, 1989:289). Melalui pelihatannya, Jung

merasa bahwa dirinya dekat dengan kematian.

Seseorang yang mengalami sakit parah memang

biasanya mengalami fantasi yang luar biasa. Penyebab

muncul nya fantasi tersebut disebabkan oleh fungsi otak

Page 76: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

63Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang terganggu karena efek sakit sehingga tidak bisa

melakukan kinerja yang normal. Karena itu, Jung juga

merasakan hal yang demikian. Ia seolah-olah bisa melihat

dunia beserta isinya. Dia merasakan bahwa dirinya seolah-

olah terbang melayang ke udara dan melihat semuanya.

Pada suatu titik, Jung merasa bahwa apa yang dia lihat akan

menjadi kenyataan. Salah satu dokter yang merawat dirinya

–dalam pelihatan yang dialaminya—akan meninggal dunia.

Ketika mengetahui hal tersebut Jung segera menceritakan

kepada dokter yang bersangkutan. Namun, sang dokter

tampaknya tidak menggubrisnya sebab kematian mungkin

bukanlah hal yang patut diperbincangkan. Apalagi

perbincangan tersebut berkait dengan pasien dan dokter.

Kenyataan pun terjadi, sang dokter dalam pelihatan Jung

tersebut akhirnya meninggal beberapa waktu kemudian

( Jung, 1989). Pelihatan Jung ini menunjukkan bahwa

dalam konteks psikologi- spiritual, sesuatu yang kasat mata

ternyata bisa dilogikakan dalam perspektif sains. Namun,

dalam pandangan orang-orang yang mengandalkan logika,

tentunya apa yang dipaparkan oleh Jung tersebut tentunya

masih perlu diuji lagi kebenarannya.

Sebelum kematian istrinya, Jung juga mengalami

pelihatan yang berkait dengan kematian istrinya tersebut.

Ia bermimpi bahwa istrinya menjadi sosok perempuan yang

Page 77: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

64 Psikologi Jungian, Film, Sastra

masih muda. Sang istri menggunakan pakaian yang bagus

dan serasi. Wajahnya menampakkan aura bahagia dan

tidak tebersit rasa-rasa yang tidak bahagia ( Jung, 1989).

Pelihatan Jung itu pun benar-benar terjadi bahwa sang

istri tercinta pada akhirnya meninggalkan dirinya dalam

kesendirian di dunia ini. Sampai pada usia senja dan sampai

meninggal dunia, Jung masih menyendiri sehingga ia pun

mendapatkan julukan “orang tua bijak dari Wina”. Ia masih

mengenang memori bersama dengan istri tercintanya,

Emma Jung.

Karya-karya Jung

Jung sebagai seorang psikolog merupakan sosok yang

kreatif dan produktif dalam menulis. Karya-karya Jung

mulanya berbahasa Jerman. Kemudian, dalam rangka

memperkuat pengaruh keilmuan psikologi, karya-karyanya

haruslah diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Akhirnya,

banyak karya-karya Jung tersebut diterjemahkan ke dalam

bahasa Inggris. Penerjemahan terhadap karya Jung yang

dilakukan secara besar-besaran tersebut dilakukan agar

pikiran-pikiran Jung tentang psikologi tidak hanya terkenal

di Eropa, tetapi terkenal juga di wilayah Amerika. Tidak

hanya itu, sebagaimana diketahui bersama bahwa bahasa

Page 78: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

65Psikologi Jungian, Film, Sastra

Inggris merupakan bahasa internasional yang benar-benar

bahasa internasional. Dengan demikian, untuk menembus

pangsa pasar akademik dunia, pemikiran-pemikiran

tersebut harus bisa diterjemahkan dalam bahasa Inggris.

Bahkan, terdapat ungkapan dalam dunia ilmu pengetahuan,

pemikiran yang tidak diterjemahkan dalam bahasa Inggris

akan sulit berkembang sebab bahasa Inggris merupakan

bahasa internasional yang mendunia.

Karya-karya Jung yang berbahasa Jerman diterjemahkan

dalam bahasa Inggris berdasarkan rekomendasi dari Jung.

Orang-orang yang menerjemahkan karyanya Jung diharap-

kan mampu menelusuri dan menyelami karya Jung secara

mendalam. Jika sang penerjemah bisa memahami dan

menyelami karya Jung secara mendalam, diharapkan tidak

terjadi misunderstanding. Untuk itu, orang-orang yang

menerjemahkan karya Jung merupakan orang yang benar-

benar pilihan dari segi keilmuan sehingga penerjemahan

bisa sesuai dengan yang diinginkan oleh sang penulis buku

aslinya.

Shamdasani (2007:174) mencatat bahwa Jung pernah

mengungkapkan kepada tim penerjemah bukunya bahwa

bahasa yang ditulisnya (oleh Jung) merupakan bahasa

psikologi, tetapi bahasanya lebih menyastra. Dengan

demikian, Jung merekomendasikan agar sang penerjemah

Page 79: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

66 Psikologi Jungian, Film, Sastra

–dalam hal ini Richard Hull—memiliki kapasitas dalam

menerjemahkan secara mendalam dan komprehensif,

memahami dunia psikiatri, dan mampu menerjemahkan

dengan menggunakan bahasa yang ambiguistis, samar,

dan mendalam sehingga muncul kesan estetisnya daripada

kesan ilmiah. Karya-karya Jung dalam perkembangan

selanjutnya memang lebih banyak diterjemahkan oleh

Richard Hull. Jung pun tampaknya memang merasa

cocok dan nyaman menggunakan Richard Hull sebagai

penerjemah bukunya. Hal tersebut tampak dari puluhan

bukunya yang menggunakan terjemahan dari Richard Hull,

buku tersebut misalnya Psychology and Religion:West and

East (1953) yang dieditori oleh Sir Herbert Read, Michael

Fordham, dan Gerhard Adler; Psychiatric Studies (1970)

yang diterjemahkan oleh Richard Hull dari bahasa Jerman

ke dalam Bahasa Inggris.

Sepanjang amatan penulis, Jung merupakan penulis

yang kreatif dan produktif. Berikut beberapa karya-

karya Jung, baik yang dalam bentuk menulis pribadi

ataupun dalam bentuk menulis kolektif. Perlu diketahui

bahwa buku-buku Jung sebenarnya terbagi menjadi lima

kategorial, yakni (1) buku yang merupakan hasil seminar-

seminar/catatan/manuskrip Jung yang di kemudian hari

dibukukan (buku ini disebut juga dengan collected works

Page 80: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

67Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang dikumpulkan/ditulis oleh Jung [diterbitkan secara

penuh oleh Bolingen Series dan Princeton University

Press); (2) buku yang merupakan hasil dari disertasi yang

ditulis oleh Jung; (3) buku yang ditulis oleh Jung secara

pribadi; (4) buku yang ditulis oleh Jung, tetapi di dalamnya

juga digabung dengan beberapa tulisan karya orang

lain, hal tersebut tampak pada Man and His Symbols; (5)

buku yang ditulis dari interviu, misal saja Jung Speaking:

Interviews and Encounters (1977); dan (6) surat-menyurat

yang ditulis oleh Jung kepada Freud ataupun koleganya

yang lain,misalnya Sabina Spielrein. Surat-menyurat

yang masih dalam bentuk manuskrip dikumpulkan dan

diarsip oleh asistennya Jung dan surat menyurat tersebut

diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Jung Letters

Volume 1. 1906-1950 dan Jung Letters Volume 2. 1951-1961

yang diterbitkan oleh publisher Routledge. Surat Jung

kepada Sabina Spielrein memang jarang didiskusikan.

Baru-baru ini marak dimunculkan dan didiskusikan

surat Jung dan Sabina Spielrein setelah Sabina Spielrein

meninggal dunia. Buku biografi Jung yang ditulis oleh Jung

dan dibantu oleh asistennya, merupakan buku yang ditulis

ketika Jung mendekati kematiannya. Secara teperinci,

karya-karya Jung terpapar sebagai berikut.

Page 81: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

68 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Tabel 1: Karya dalam Bentuk Buku Mandiri

1912 Jung Letters Volume 1. 1906-1950. London: Routledge.

1933 Modern Man in Search of a Soul

1934 Archetypes and the Collective Unconscious. London: Roudletge.

1938 Psychology and Religion

1959 Jung Letters Volume 2. 1951-1961. London: Routledge.

1921 Psychological Types. In Collected Works (Volume. 6, R. F. C. Hull, Trans.). Princeton, NJ: Princeton University Press.

1951 Aion: Researches into the Phenomenology of the Self

1952 Symbols of Transformation (revised edition of Psychology of the Unconscious)

1952 Synchronicity: An Acausal Connecting Principle

1953 Four Archetypes Mother, Rebirth, Spirit, Trickster. London: Roudletge.

1954 Answer to Job

1955 Mysterium Coniunctionis: An Inquiry into the Separation and Synthesis of Psychic Opposites in Alchemy

1957 Animus and Anima

1961 Memories, Dreams, Refl ections. New York:Vintage Books.

Page 82: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

69Psikologi Jungian, Film, Sastra

1961 Introduction to Jungian Psychology: Notes of the Seminar on Analytical Psychology Given in 1925. Princeton: Princeton University.

1961 Psychology and Religion: West and East. New York: Pantheon Books.

1963 Analytical Psychology: Its Theory and Practice

1964 Man and His Symbols. New York: Anchor Press Books.

1966 Spirit in Man, Art, and Literature: Collected Works Vol. 15. Princeton: Princeton University Press.

1966 Pyschology and Occult. London: Routledge.

1968 Psychology and Alchemy. Collected Works Volume 12. Princeton: Princeton University Press.

1977 CG Jung Speaking: Interviews and Encounters. Princeton: Princeton University Press.

1989 Jung Contra Freud. The Collected Works of C.G. Jung Volume 4, Part 2. Princeton: Princeton University Press.

Buku yang ditulis dengan Orang Lain

1969 Essays on A Science of Mythology: The Myth of the Divine Child and the Mysteries of Eleusis. New York: Pantheon Books (ditulis oleh Jung, Carl G. & Kerenyi, C)

1964 Man and His Symbols. New York: Anchor Press Books (ditulis oleh Jung, dkk).

Sumber: diolah dari berbagai referensi

Page 83: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

70 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Data tersebut diolah dan dikompilasi dari berbagai

sumber. Buku yang ditulis Jung memang beberapa

muncul pascakematiannya. Buku-buku yang diterbitkan

pascakematian Jung merupakan upaya dari sahabat,

publisher, dan donatur yang memiliki konsern pada psikologi

Jungian.

Narasi Pascakematian

Stephens (2016) memperkuat pemikiran Jung tentang

konsepsi kematian. Dalam studi yang dilakukan oleh

Stephens tersebut Jung sudah menunjukkan narasi yang

berkait dengan kematian yang muncul dalam mimpi-

mimpinya. Munculnya mimpi tentang kematian: bertemu

dengan orang mati, berbicara dengan orang mati, ataupun

melihat orang mati, dalam kehidupan Jung muncul rentang

1911–1912. Hal tersebut menjadi penanda fase kehidupan

Jung dalam kaitannya dengan konteks ketidaksadaran

dalam kaitannya dengan kematian.

Menyoal kematian, Jung memang sejak kecil sudah

mengalami banyak eksperimentasi dengan fakta kematian.

Hall & Norbdby (1973) memberikan gambaran yang jelas

bahwa pada masa kecil Jung sudah sering bergesekan dengan

fakta kematian, mulai dari fakta kematian nelayan yang

tenggelam, orang yang mati karena banjir, dan kemuraman-

Page 84: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

71Psikologi Jungian, Film, Sastra

kemuraman dari keluarga yang ditinggalkan. Imaji tentang

kematian sangat kuat dalam diri Jung sebab dia adalah sosok

anak yang introvert pada masa itu. Kejadian-kejadian yang

berkait dengan kematian yang dekat dengan dirinya tersebut

di masa tua, memperkuat dirinya untuk berbicara tentang

kematian dan pascakematian. Tentunya, tema tentang

kematian tersebut sudah digalinya pada masa kecilnya dulu

dan ia memunculkannya dalam bentuk pemikiran pada

masa tuanya. Dalam konteks memori individual, manusia

yang berusia dewasa akan mengenang memori masa lalu

yang belum terpecahkan. Memori masa lalu yang belum

terpecahkan tersebut disebabkan adanya perbedaan pemiki-

ran antara usia kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Karena itu,

ketika mereka berusia dewasa, terkadang kembali ke masa

lalu untuk mengenang memori-memori yang belum sempat

terpecahkan ketika mereka berusia kanak-kanak.

Jung ( 1999:12) menjelaskan kematian itu simpel

sebab maknanya adalah sesuatu yang selesai. Namun,

fakta nya kematian tidaklah sesedehana itu. Sebagaimana

diketahui bersama bahwa banyak orang yang panik dan

takut dengan kematian. Mereka takut jika meninggal dunia

dan meninggalkan dunia ini. Padahal, kematian itu adalah

sebuah kepastian sebab manusia yang pernah dihidupkan,

pasti mereka akan dimatikan. Hal itu juga sudah menjadi

Page 85: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

72 Psikologi Jungian, Film, Sastra

hukum alam dalam konteks ketuhanan ataupun dalam

konteks ekologis.

Dalam konteks ketuhanan, manusia diciptakan,

dilahirkan, hidup di muka bumi, selanjutnya adalah menuju

pada kematian. Semua orang tidak bisa lari dari kematian.

Menjadi mati itu adalah kepastian sehingga manusia

diharapkan bisa berdamai dengan kematian. Ketika mereka

dekat dengan kematian, bukanlah ketakutan yang mereka

munculkan dalam diri, tetapi sebuah kebahagian jiwa.

Namun, hal tersebut sangat tidak mudah sebab untuk

menjadi manusia yang mampu berdamai dengan kematian

memang sulit. Tak ada kisah dan juga tidak pernah ada orang

yang kembali dari kematian dan orang tersebut bercerita pada

manusia yang masih hidup tentang bagaimana kehidupan

yang ada di alam kematian sana. Karena itulah, manusia-

manusia yang belum mampu berdamai dengan kematian

akan merasa selalu dikejar-kejar oleh bayangan kematian.

Dalam fi lm Final Destination (2000, 2003, 2006, 2009,

2011) menunjukkan dan mengisahkan tentang remaja yang

berusaha lari dari takdir yang disebut dengan kematian.

Mereka yang mendapatkan tanda kematian berusaha lari

dari kematian agar mereka bisa terselamatkan dari maut

yang akan merenggutnya. Untuk itu, remaja-remaja yang

sudah mengetahui tanda kematian yang akan datang

Page 86: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

73Psikologi Jungian, Film, Sastra

padanya, ia melarikan diri sejauh-jauhnya agar malaikat

maut tidak datang menjemputnya. Namun, sejauh apapun

manusia akan lari dari kematian, tetapi saja sang maut akan

menjemput sebab mati itu merupakan sebuah kepastian

yang memang tidak pasti, tetapi pasti dalam ketidakpastian.

Seseorang tidak tahu pasti dia kapan akan mati, di mana

dia akan mati, dan faktor apakah yang menyebabkan

kematiannya, mereka tidak akan pernah tahu sebab hal itu

adalah misteri yang tidak akan pernah terpecahkan oleh

umat manusia.

Buku semiautobiografi Jung memang ditulis ketika

dia berusia senja. Bahkan, setelah merampungkan semi-

auto bio grafi tersebut tidak seberapa lama Jung meninggal

dunia dengan usia 85 tahun. Pada bagian terakhir buku

Memories, Dreams, and Refl ection (1961) tersebut

memunculkan narasi pascakematian. Sebuah tema yang

jarang ditulis/dibicarakan oleh kalangan psikolog. Namun,

hal tersebut tidak berlaku bagi Jung sebab dia adalah

sosok psikolog- spiritual. Dengan demikian, hal yang

berkait dengan masalah supranatural, kematian, ataupun

bahkan pascakematian bukanlah hal yang tabu untuk

diperbincangkan dan ditulis oleh Jung. Pandangan Jung

tentang kematian dan pascakematian sebenarnya tidak

lepas dari pengaruh fi lsafat dan spiritualisme, misal saja

Page 87: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

74 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pandangan spiritualisme Budhisme yang di dalamnya –di

antaranya—berkaitan dengan kehidupan setelah kematian

atau yang dikenal dengan reinkarnasi. Dalam konteks ajaran

agama langit, misalnya Islam dan Kristen, di dalamnya juga

berkait dengan kehidupan setelah kematian, yakni adanya

surga dan neraka. Setelah manusia mati, mereka akan

menemukan surga atau neraka sebagai balasan perbuatan

mereka di masa lalu, masa sebelum kematian. Orang-orang

yang masuk surga adalah orang yang memiliki perilaku

baik dan menjalankan perintah Tuhan serta menjauhi

larangan-larangannya. Adapun orang yang masuk neraka

adalah orang yang tidak mau menjalankan perintah Tuhan

dan melanggar larangan-larangan Tuhan sehingga mereka

akan masuk ke dalam neraka. Surga adalah tempat yang

menyenangkan sebab surga merupakan tempat orang yang

baik-baik. Adapun neraka adalah tempat yang menyakitkan

sebab neraka adalah tempat orang yang jahat.

Untuk menulis narasi tentang kematian ataupun

pascakematian memang membutuhkan kekuatan yang

luar biasa sebab tidak semua orang bisa seperti itu. Menulis

tentang narasi kematian ataupun pascakematian agak

ditakuti sebab ada mitos bahwa orang yang menuliskan

narasi tentang kematian adalah orang yang dekat dengan

kematian. Tentunya, dalam logika berpikir, hal tersebut

Page 88: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

75Psikologi Jungian, Film, Sastra

tidak berterima sebab psikologi kematian berbicara tentang

kematian dan penulisnya juga bukanlah orang-orang

yang dekat dengan kematian. Memang, ada fakta bahwa

seseorang yang menulis tentang kematian adalah orang-

orang yang memang sebenarnya sudah dibayang-bayangi

oleh kematian. Tahun 2015 saya pernah menulis artikel

“Sastra dan Jiwa-jiwa yang Terbungkam: Memahami Cerpen

dan Puisi Ayu Meita Silviana” (Ahmadi, 2013). Dalam artikel

tersebut saya menceritakan seorang perempuan yang

menulis cerpen dan puisi yang berkait dengan diksi-diksi

kematian. Tentunya, cerpen dan puisinya tersebut tidak

hanya sekali saja –yang berkait dengan kematian—tetapi

ia memunculkannya beberapa kali dalam penggunaan diksi

kematian //genjer-genjer neng kedokan pating keleler//

diksi tersebut berkait dengan sebuah lagu di era tahun

1965-an. Lagu itu, konon, didendangkan pada zaman PKI

untuk mengiringi kematian. Bulu kuduk rasanya merinding

jika mendengar lagu itu. Tampaknya, sang tokoh mulai

menikmati dendang-dendang kematian. Ah, sebuah langkah

awal untuk mati, mendengarkan dan mendendangkan

lagu kematian. Gairah kematian itu semakin menguat dan

menguat. Ia pun mencoba beraudiensi dengan sang maut. Ia

sudah mulai bermain-main dengan sang malaikat pencabut

nyawa yang siap siaga untuk menebas lehernya. Dalam

Page 89: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

76 Psikologi Jungian, Film, Sastra

imajinya, sang tokoh, membangun rumah mungil yang

ubinnya dari pahatannya sendiri. Ini adalah rumah kematian,

nisan dan makam. Sebuah rumah mungil yang diidamkan

sang tokoh. Ia ingin tinggal di sana, mengadu, pada sang

khalik. Ternyata, Ayu Meitha (sang penulis fi ksi) tersebut

benar-benar meninggal di tahun itu. Dalam pandangan

psikologi Jungian, apa yang dialami oleh Ayu Meitha

tentang kematian merupakan pelihatan dirinya tentang

bayang-bayang kematian. Ia sudah mulai dekat dengan

bayang-bayang kematian. Terkadang, dalam pandangan

orang-orang yang percaya pada konteks mistisisme dan

occultisme, seseorang yang dekat dengan kematian akan

diberi pelihatan tentang bayang-bayang kematian yang

sudah mendekatinya. Dalam hal ini, tidak semua orang

mampu memahami pelihatan yang dialaminya sebab

pelihatan tersebut bisa berkait dengan fenomena alam

yang tidak biasa ataupun berkait dengan simbol tertentu

yang tiba-tiba muncul sebagai sebuah pertanda tentang

dekatnya sebuah kematian.

Berkait dengan pelihatan dan bayang-bayang kema-

tian, suatu ketika Jung bermimpi tentang kuburan dan ada

bayangan yang mirip dengan istrinya. Ia pun terjaga dari

mimpinya dan melihat jam yang menunjukkan pukul 3 dini

hari. Itu adalah sebuah mimpi yang aneh. Keesokan harinya,

Page 90: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

77Psikologi Jungian, Film, Sastra

ternyata, keponakan istrinya Jung meninggal dunia (Jung,

1961). Bertolak dari hal tersebut Jung ingin menunjukkan

bahwa Jung melihat bayang-bayang kematian dan orang

yang mampu melihat bayang-bayang kematian adalah

orang yang memiliki kedekatan dengan kematian.

Seseorang menuju usia senja memang mau tidak

mau memiliki kedekatan dengan kematian. Begitu pula

dengan Jung yang merupakan psikolog dengan pandangan

spiritualnya. Ketika dia berusia senja, ia berusaha membim-

bing dirinya untuk menuju alam selanjutnya, yakni alam

setelah kematian (Jung, 1961). Alam kematian adalah

alam kebangkitan setelah kita meninggal di alam yang

fana. Orang-orang yang menganut pandangan ateis tidak

akan berpandangan demikian sebab orang yang ateisme

berpandangan tidak ada dunia setelah kematian sebab

mereka percaya bahwa Tuhan sebagai zat yang paling tinggi

tidak ada di muka bumi ini.

Jung dan Sisi Lain

Sisi lain Jung memang tidak lepas apa yang disebutnya

sendiri dengan istilah shadow. Sama seperti manusia pada

umumnya, setiap manusia pasti memiliki sisi gelap. Tentunya,

sisi gelap tersebut tidak lepas dari kontekstualisasi manusia

Page 91: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

78 Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang memiliki oposit-dualistik yang menjadi manusia

sebagai sosok yang berdiri pada wilayah archetypis yang

dualitis. Jung memang terkenal sebagai seorang psikolog

yang membesarkan nama psikoanalisis, psikoanalitik, dan

psikologi Jungian. Namun, di sisi lain, dia juga memunculkan

sisi yang lain tentang dirinya yang merupakan bagian dari

dirinya.

Jung dalam perjalanan karier akademiknya sebagai

seorang psikolog sekaligus sebagai seorang dosen memang

sempat tersandung masalah aff air dengan kliennya yang

bernama Sabina Spielrein. Seorang perempuan yang berasal

dari Rusia yang mengalami histeria. Dalam perkembangan

terapi yang dilakukan oleh Jung – dalam konteks ini Jung

berkonsultasi pada Bleuler dan Freud— ternyata Sabina

Spielrein bisa sembuh dan dia menjadi mahasiswanya

bahkan bimbingannya Jung dan Prof. Bleuler dalam menulis

disertasi. Sosok Sabina Spielrein dalam dunia psikoanalisis

sebenarnya kuat, tetapi terlepas dari konteks patriarkhi,

sampai sekarang data yang berusaha merilis perjalanan

hidup Sabina Spielrein masih minim, salah satunya adalah

yang dikumpulkan oleh Allain-Dupr´e (2004) tentang

biografi Sabina Spielrein dan Kerr (2011) yang berbicara

tentang hubungan Jung, Freud, dan Sabina Spielrein, dan

yang terakhir buku tentang pemikiran Sabina Spielrein

Page 92: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

79Psikologi Jungian, Film, Sastra

(2018) The Essential Writing of Sabina Spielrein: Pioneer of

Psychonalysis yang diterbitkan oleh Routledge.

Tulisan Kerr (2011) menunjukkan sebuah fakta baru

tentang kisah perjalanan hidup antara Jung, Sabina Spielrein,

dan Freud. Kisah tersebut berkait dengan aff air antara

Jung dan Sabina Spielrein. Namun, bagi para pendukung

Jung, tulisan Kerr bukanlah tulisan yang mengarah pada

fakta-fakta yang kuat, tetapi lebih mengarah pada narasi.

Keduanya, baik pihak yang pro-Jungian dan kontra-Jungian

sama-sama memiliki fakta yang dipegang dalam kaitannya

dengan Jung dan Sabina yang masih kontroversial tersebut.

Tulisan yang mendiskusikan hubungan Jung dengan

Sabina, misalnya Launer (2015), menulis secara teperinci

dan detil tentang hubungan keduanya. Launer mencoba

menelusuri tulisan-tulisan yang berkait dengan hubungan

antara Jung dan Sabina Spielrein. Pada tahap selanjutnya,

ia menggali lebih dalam informasi dari data-data diari dan

catatan-catatan lain yang ditulis oleh Sabina Spielrein.

Berdasar dari data-data tersebut Launer menunjukkan

dengan gaya kritis-refl ektif di mana posisi Jung pada waktu

itu berperan sebagai seorang terapis dan di mana posisi

Sabina Spielrein yang berperan sebagai seorang klien.

Lothane (1996) menunjukkan bahwa Sabina Spiel-

rein adalah seorang pasien yang berasal dari Rusia (usia

Page 93: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

80 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pada waktu itu 20 tahun) yang mengidap histeria karena

kekerasan dan perlakuan orang tua (sang ayah) kepada

anak-anaknya. Perpecahan Jung dan Freud konon salah

satu di antaranya tidak lepas juga dari nama Sabina

Spielrein. Salah satu kutipan Lothane (1996:207) tentang

Jung adalah “a cure by love”. Hal ini menunjukkan bahwa

Jung pada

sebagai seorang terapis memunculkan terobosan baru

bahwa ia menggunakan metode yang lebih baik dan tidak

kejam, yakni dengan metode terapi wicara. Melalui metode

tersebut diharapkan pasien tidak lagi merasa tersakiti

ataupun merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan

oleh terapis pada pasiennya.

Sebagaimana diketahui bersama, pada masa lalu,

terapis memang menggunakan metode yang dianggap

sadis untuk ukuran etika sekarang ini dalam hubungannya

untuk menyembuhkan pasien, misal saja mulai dari teknik

perendaman dalam bak air sampai dengan diguyur dengan

air dingin. Hal itu, dalam perkembangan psikiatri sekarang

dianggap kurang manusiawi sebab tidak memperlakukan

manusia sebagaimana manusia yang lain, meskipun mereka

adalah orang yang mengalami gangguan secara psikologis.

waktu terjadinya peristiwa tersebut ingin

menunjukkan bahwa penyembuhan dalam terapi tidak

mengandalkan hal-hal yang terkesan kejam dan sadis. Jung

Page 94: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

81Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar 4: Sabina SpielreinSumber: https://www.freud-museum.at/

de/veranstaltung/Russian

Beberapa temuan yang kritis-mendalam, misalnya

tulisan Skea (2006), secara komprehensif menunjukkan

data eksplisit bahwa pemikiran Sabina Spielrein tentang

psikoanalisis yang dimasukkan dalam karya Jung dan Freud,

sama sekali tidak diberikan kontribusi. Artinya, Sabina

Page 95: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

82 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Spielrein yang waktu itu memang pada mulanya sakit

dan kemudian bisa disembuhkan. Dalam perkembangan

selanjutnya, Sabina Spielrein ternyata bisa mengikuti jalan

pemikiran Jung dan Freud terkait dengan psikoanalisis.

Bahkan, Skea mengungkap jika pemikiran Sabina Spielrein

yang cemerlang tentang psikoanalisis agak diabaikan

oleh Jung dan Freud. Untuk Jung, pemikiran tentang

ketidaksadaran kolektif juga tidak lepas dari pandangan

Sabina Spielrein. Untuk Freud, pemikiran tentang instink

kematian sama sekali tidak memasukkan kontribusi Sabina

Spielrein. Pemikiran Sabina Spielrein dalam diskusi tentang

teori agresi dan teori kematian sama sekali tidak muncul

dalam karya-karya Freud. Pandangan Lothane (2016)

tentang Jung dan Sabina Spielrein semakin dipertajam

dan semakin berkembang. Lothane menunjukkan tentang

adanya fakta biografi s bahwa masalah Jung dan Sabina

Spielrein terbagi menjadi data yang bersifat fakta dan fi ksi.

Karena itu, data-data yang berserak dan muncul dalam

masyarakat tersebut bergantung pada interpretasi teks

sang pembaca dalam memahami konteks tentang Jung

dan Spielrein. Untuk itu, dalam paparan di sini, semuanya

dikembalikan kepada sang pembaca dalam memaknai sisi

lain Jung.

Page 96: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

83Psikologi Jungian, Film, Sastra

Pemikir yang Memengaruhi Jung

Jung sebagai seorang psikolog yang kategori kreatif

banyak mempelajari bidang ilmu yang di luar wilayahnya.

Karena itu, Jung juga banyak terpengaruh oleh pemikiran-

pemikiran dari para pendahulunya ataupun pengaruh dari

pemikir yang muncul pada zamannya. Tentunya, dalam

konteks ini, istilah keterpengaruhan merupakan hal yang

wajar dan bukan dianggap sebagai epigoner ataupun bahkan

plagiasi. Pemikiran Jung yang terasuki oleh pemikiran-

pemikiran dari pemikir yang lain merupakan sebuah sisi

kreativitas yang lebih meningkatkan mutu pemikiran Jung

dalam melahirkan pemikiran di bidang psikologi. Berikut

pemikir/pemikiran yang memengaruhi pemikiran Jung

dalam melahirkan psikologi Jungian.

Pemikiran Imanuel Kant. Pemikiran Kant (1900) me me-

nga ruhi Jung dalam ide-idenya tentang mimpi. Jung banyak

terinspirasi tentang ide-ide yang berkait dengan mimpi,

kematian, dan alam bawah sadar. Pikiran Jung tentang

archetype yang berkait dengan ide dasar yang instinktif

tidak lepas pula dari pandangan Imanuel Kant.

Pemikiran Levi-Strauss. Pemikiran Levi-Strauss (1963)

yang banyak menginspirasi dan memengaruhi dalam

kaitannya dengan konteks oposisi biner. Dalam pandangan

Page 97: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

84 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung, istilah oposisi biner dikaitkan dengan pandangan

tentang anima/animus. Anima/animus merupakan jiwa

yang terdapat dalam diri manusia. Seorang perempuan

memiliki anima untuk memahami laki-laki, seorang laki-laki

memiki animus untuk memahami perempuan. Keduanya,

merupakan sebuah oposisi. Jika Levi-Strauss mengarahkan

pandangannya yang berkait dengan oposisi biner pada

konteks budaya, Jung mengarahkan oposisi biner pada

konteks psikologi.

Pemikiran Freud. Pemikiran Freud ( 1955) merupakan

pemikiran yang paling banyak memengaruhi pemikiran Jung

dalam mengembangkan psikoanalis versi Jung ( yang dalam

perkembangannya dikenal dengan psikoanalitis/ psikologi

Jungian). Pemikiran Jung yang terpengaruh oleh pemikiran

Freud adalah sebagai berikut.

Pemikiran tentang ketidaksadaran individual (versi

Freud) dan Jung memunculkan ketidaksadaran kolektif.

Pemikiran tentang instink kematian dalam pandangan

Freud dan Jung memunculkan pandangan tentang

kehidupan setelah kematian. Instink kematian dalam

pandangan Freud muncul ketika seseorang memiliki hasrat

kematian karena sesuatu masalah dalam kehidupan. Jung

tidak begitu menguatkan masalah instink kematian, tetapi

dia menguatkan pemikiran tentang kehidupan setelah

Page 98: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

85Psikologi Jungian, Film, Sastra

kematian. Perbedaan pandangan antara Freud dan Jung

tersebut disebabkan oleh aliran Freud yang agnostik dan

Jung adalah sosok yang gnostik.

Pemikiran Freud tentang psikoanalisis yang didorong

oleh energi libidinal tidak sepenuhnya diikuti oleh Jung.

Dalam kaitannya dengan ini, Jung malah bertentangan

dengan Freud. Jung mengungkapkan bahwa energi libidinal

dalam diri manusia akan mendorong manusia ke arah

yang kreatif. Perbedaan pandangan ini merupakan salah

satu pemicu terjadinya konfrontasi intelektual antara Jung

dan Freud. Jung memang banyak terpengaruh sebab dia

memang berguru kepada Freud tentang psikoanalisis dan

psikologi. Jung menganggap Freud sebagai guru dan juga

mentor dalam terapi. Ketika menyembuhkan klien yang

terkena masalah psikologis, Jung lebih banyak konsultasi

kepada Freud.

Dalam konteks teori mimpi Jungian, Jung juga

banyak terinspirasi oleh pemikirannya Freud. Karena itu,

ia sangat simpati dan apresiatif terhadap karyanya Freud

The Interpretation of Dreams (1955), yang diakui atau tidak

merupakan buku yang berbobot dalam memaparkan hakikat,

teori, metode, dan implementasi. Jung merasa sejalan

dengan pemikiran Freud dalam memandang mimpi. Dalam

pandangan Freud, mimpi merupakan hasil dari pemikiran alam

Page 99: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

86 Psikologi Jungian, Film, Sastra

bawah sadar. Begitu juga dengan Jung, mimpi merupakan hasil

konkretisasi dari alam bawah sadar. Mimpi juga penuh dengan

simbolisme-simbolisme dan harus bisa dimaknai secara tepat

sesuai dengan konteksnya. Jung pun menulis buku tentang

mimpi yang berjudul Memories, Dreams, Refl ections (1961)

yang di dalamnya salah satu babnya membahas tentang

mimpi. Namun, kekuatan tentang menulis mimpi yang ditulis

oleh Jung masih kalah dengan kekuatan menulis tentang

mimpi yang ditulis oleh Freud.

Time Line Jung

Jung merupakan sosok yang melegenda dalam dunia

psikologi, baik di wilayah Eropa, Asia, ataupun Amerika.

Sebagai seorang psikolog, ia adalah sosok psikolog

yang berumur panjang. Time line Jung sebagai seorang

akademisi, psikiatri, dan psikolog terpapar sebagai berikut.

Tabel 2: Time line Jung

Tahun Keterangan 1875 Jung lahir di Keswill, Swiss, Jerman

1895-1900 Jung mengikuti pelatihan medis di Universitas Basel

1896 Kematian ayahnya

Page 100: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

87Psikologi Jungian, Film, Sastra

1900 Jung jadi psikiatris di Rumah Sakit Univer sitas Psikiatri Klinik Zürich di bawah arahan Prof. Eugen Bleuler {1857-1939}

1901-1902 Jung bersama Pierre Janet di Paris untuk studi psikopatologi teoretis

1902Disertasi Jung berjudul “On the Psychology and Pathology of So-Called Occult Pheno-mena” diterbitkan

1903Pernikahan Jung dengan Emma Raus chen-bach {1882-1955}

1904Kelahiran anak pertamanya, Agathe Regina Niehus- Jung dan berteman dengan Sabina Spielrein {1885-1942}

1905-1909Menempati jabatan dokter staf senior dan dosen di Universitas Zürich

1906Memulai korespondensi dengan Sigmund Freud (1856-1939) dan kelahiran anak kedua Anna Margaretha

1907 Menemui Sigmund Freud di Wina

1908Kelahiran anak ketiganya, Franz Karl Jung-Merker

1909Pindah ke Küsnacht, dekat Zürich, dan meng-ab d ikan dirinya untuk praktik pribadi

1910Presiden pertama Asosiasi Psikoanalisis In-ter na sional; Kelahiran anak keempatnya, Marianne Niehus- Jung

Page 101: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

88 Psikologi Jungian, Film, Sastra

1914Mengundurkan diri sebagai presiden Asosiasi Psikoanalisis Internasional; Kelahiran anak kelimanya, Helene Hoerni- Jung

1916

Pendirian Klub Psikologi Zürich; deskripsi imajinasi aktif, dan penggunaan istilah ketidaksadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif, individuasi, animus / anima, persona;Memulai studi tentang tulisan-tulisan Gnostik

1920 Perjalanan ke Afrika Utara (Aljazair dan Tunisia)

1923 Kematian ibunya;mulai membangun menara di Bollingen di pantai Cekungan Obersee di Danau Zürich

1924-1925 Perjalanan Jung ke Amerika Serikat

1925-1926Perjalanan Jung ke Afrika Timur (Kenya, Uganda, dan Nil)

1935 Jung diangkat sebagai profesor di ETH Zürich

1942Mengundurkan diri dari jabatan sebagai profesor di ETH Zürich

1948 Inagurasi CG Jung Institut di Zurich1955 Istri Jung, Emma meninggal dunia

1957 Jung dan Aniela Jaff é menulis Memories, Dreams, Refl ections

1961 Jung menyelesaikan bukunya Approaching the Unconscious dan meninggal pada tahun ini juga.

(Sumber:https://speakingofj ung.com/jung,https://www.carl-jung.net/timeline.html, http://oaks.nvg.org/jung-timeline.html#r) 3

Page 102: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

89Psikologi Jungian, Film, Sastra

3ARCHETYPE

Archetype adalah pemikiran Jung yang paling banyak

dikenal oleh para peneliti psikologi. Sebagai sebuah

teori, archetype Jungian tidak hanya digunakan dalam

perspektif monodisipliner, tetapi archetype juga digunakan

dalam konteks yang interdisipliner. Karena itu, archetype

bisa muncul dalam konteks yang hibridatif, masuk dalam

berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dalam kaitannya

dengan archetype, Jung memang puluhan tahun

mengaitkan

hal psikologis dengan

archetype.

bekerja

untuk mencari dan menemukenali sisi-sisi yang kurang

dari teori archtype yang dibangunnya dengan harapan agar

teorinya menjadi kokoh. Jung memang banyak

archetype sebab hampir semua ide

tidak lepas dari

Page 103: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

90 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung (1969:154)menyebut archetype dengan pemak-

naan “primordial images”. Disebut dengan primordial

images sebab archetype merupakan ciri dasariah yang

muncul dalam mimpi, agama, dan juga mitologi. Selain

muncul dalam segmentasi tersebut archetype juga bisa

muncul dalam perfi lman. Munculnya archetype dalam

perfi lman sebenarnya tidak lepas dari proyeksi sang penulis

fi lm dalam melahirkan fi lm tersebut. Meskipun di fi lm,

archetype bisa muncul sebab narasi dalam fi lm tersebut

ditulis berdasarkan ide yang terkadang muncul dalam

alam bawah sadar manusia sehingga jika dikaitkan dengan

pandangan Levi-Strauss, alam bawah sadar yang muncul

secara archetypis dan tercecer bisa terpolakan dengan baik

sebab alam sebenarnya sudah memiliki pola yang teratur.

Hanya saja pola tersebut membutuhkan interpretasi dari

manusia agar bisa membaca pola alam tersebut dengan

baik dan tepat.

mengidenfi kasikan bahwa

archetype

bisa ditemukan pada folklor –dalam konteks ini foklor bisa

berkait dengan mitologi, cerita rakyat, puisi rakyat, ataupun

lagu rakyat-- primitif yang terdapat di Mesir, Yunani, ataupun

di Meksiko kuno. Tidak hanya itu, struktur archetype bisa

Jung (1960) archetype

merupakan sebuah struktur sebab memiliki fungsi yang

berpola instinktif dari lingkungan/konteks. Struktur

Page 104: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

91Psikologi Jungian, Film, Sastra

muncul juga dalam bentuk khayali, imajinasi, dan juga mimpi-

mimpi purba yang terpendalam dalam soulnya manusia masa

lalu yang timbul juga pada masa modern seperti sekarang ini.

Jung sebagai seorang psikolog memang agak condong pada

sesuatu yang berkait dengan imajinasi dan fantasi. Karena

itu, ketika berbicara tentang archetype pun, hal tersebut

tidak lepas juga dari konteks imajinasi.

Archetype sebagai bentuk yang mengalami perulangan

dari masa ke masa sebenarnya memang tidak lepas dari

pemikiran manusia. Sebagai makhuk yang memiliki

kemampuan dalam bersimbolisme, manusia memunculkan

simbol-simbol yang diduga muncul dari pemikiran-pemikiran

yang primordial. Pemikiran tersebut tidak akan pernah

hilang sebab bersifat simultan dan akan tetap ada selama

masih ada ide-ide tentang sesuatu. Archetype muncul

dalam konteks perulangan sebab pada dasarnya manusia

zaman dahulu dengan manusia zaman sekarang memiliki

kesamaan dalam hal idea. Simbolisme yang muncul dalam

bentuk archetype memang tidak boleh diinterpretasikan

sampai di situ saja. Namun, dalam hal penginterpretasian,

seorang ahli psikologi harus mampu mengaitkan archetype

dengan konteks masa lalu dan konteks masa sekarang.

Harapannya, jika seseorang mampu mengaitkan masa lalu

dan masa sekarang dalam perspektif psikologis terutama

Page 105: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

92 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dalam memandang archetype, akan ditemukan ciri asali

yang hubungannya dengan pikiran yang primordial.

Pandangan tentang primordial dalam psikologi memang

bukanlah hal yang mudah sebab berkait juga dengan alam

ketidaksadaran. Banyak orang yang menyangkal kekuatan

dan kekokohan istilah primordialisme dalam psikologi

Jungian sebab dalam mengungkapkan hal yang ilmiah,

seseorang harus berpijak pada hal yang ilmiah pula.

Pemikiran Jung tentang archetype banyak muncul

pada buku Archetypes and the Collective Unconscious (1934)

dan Four Archetypes Mother, Rebirth, Spirit, Trickster (1953).

Jung memang lebih banyak mencurahkan pembahasan

tentang archetype sebab bahasan tersebut tidak lepas dari

disertasinya yang berkait dengan psikologi dan occultism “The

Psychology and Pathology of So Called Occult Phenomena”

(1902) yang diterbitkan menjadi buku Psychology and the

Occult (1982). Archetype dalam pandangan Jung sebenarnya

merupakan

pribadi yang instinktif

tersebut terkategorikan sebagai instinksi primordial yang

muncul dalam bentuk ketidaksadaran kolektif (collectives

uncounsciousness) manusia. Dengan demikian, archetype

memiliki sifat-sifat yang arketipis dan yang muncul bisa

berkait dengan hal yang bersifat nominous. Untuk menggali

jejak-jejak pengalaman pribadi yang bersifat

instinktif (Jung,1961). Pengalaman

Page 106: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

93Psikologi Jungian, Film, Sastra

archetype yang terserak dalam mitologi,

archetype.

mempromosikan archetype dalam artikelnya “Instinct

and the Unconscious” (1919) yang dimunculkan dalam

sebuah Simposium yang dipresentasikan pada Pertemuan

Bersama British Psychological Society, Aristotelian Society

dan the Mind Association, di London, 12 Juli 1919. Pada

tahun-tahun berikutnya, sebagaimana dipaparkan Graf-

Nold (2005) bahwa Jung sebagao sosok psikolog sekaligus

psikiatri mulai menguatkan dan mengembangkan teori

archetype (dan juga tipologi serta individuasi) pada tahun

1933. Jung memang bekerja maksimal untuk archetype dan

hal tersebut terbukti dengan menguatnya teori archetype.

Ketiga teori tersebut dianggap sebagai konsep utama yang

terdapat dalam psikologi Jungian. Meskipun demikian,

teori yang lain tentang anima dan animus juga merupakan

bagian yang tidak terlupakan dari psikologi Jungian sebab

anima dan animus juga tidak lepas dari alam ketidaksadaran

kolektif. Begitu juga dengan archetype, sebagai sebuah

komponen yang tidak lepas ketidaksadaran kolektif manusia

purba ataupun manusia modern seperti sekarang ini.

mimpi, imajinasi,

ataupun dalam samanisme, seseorang memang memerlukan

tingkat interpretasi yang lebih dalam agar tidak gagal dalam

menginterpretasikan

Menurut Stevens (2006), Jung memperkenalkan

dan

Page 107: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

94 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung menjelaskan bahwa munculnya konsep archetype

sudah sejak lama ada. Bahkan, konsep tersebut sudah

muncul pada masa Yunani Kuno. Dalam konteks ini, misal

saja, archetype berkait dengan prototipe semua cahaya

yang berkait dengan ketuhanan. Dalam konteks yang lain,

archetype bisa muncul dalam mitologi, dongeng, mimpi,

nya. Selama ini,

--pada masa Jung masih aktif dalam mengem bang kan

psikologi yang archetypian—memang belum ada psikolog

lain yang memperbincangkan ataupun mendiskusikan

pemikiran tentang archetype. Freud sebagai mentor dan

juga guru psikoanalisisnya, juga tidak pernah menyinggng-

nyinggung istilah archetype dalam tulisan-tulisannya.

Begitu juga dengan koleganya Jung –yang sesama tokoh

besar psikoanalisis--, misalnya Fromm dan Adler, juga tidak

mendiskusikan archetype secara panjang lebar. Karena itu,

dalam psikoanalisis, Jung memang sebagai pelopor dalam

yang muncul dalam ketidaksadaran kolektif yang muncul

dalam berbagai tempat/wilayah (Jung, 1953; 1981).

Pandangan Jung bahwa archetype sudah muncul sejak

lama sebab archetype merupakan pemikiran dan idea-idea

yang memurba dan dalam hal ini disebut dengan archaik.

Archetype memiliki karakter yang kadang manifest ataupun

laten sehingga membutuhkan interpretasi dalam pembong-

karan makna yang terkandung di dalam

Page 108: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

95Psikologi Jungian, Film, Sastra

pemunculan dan pengembangan teori archetype yang

masuk di wilayah psikologi.

Tokoh psikoanalisis memang memiliki keunikan

tersendiri dalam pemikirannya sehingga meskipun mereka

memiliki satu arus utama dalam kaitannya dengan konteks

psikoanalisis, tetapi mereka memiliki keunikan dalam

pemikiran untuk memunculkan penciri yang berbeda.

Dengan begitu, pemikir-pemikir dalam psikoanalisis

tidak akan bertumbukan secara pemikiran sebab mereka

memiliki wilayah tersendiri dalam hal orisinalitas ide. Dalam

kaitannya dengan archetype, perlu diketahui bersama

bahwa istilah archetype memang bukan dimunculkan kali

pertama oleh Jung, tetapi Jung sebagai seorang psikolog,

dialah yang mengembangkan dan membesarkan teori

archetype hingga terkenal ke penjuru dunia bahkan sampai

sekarang pun akhirnya banyak bermunculan buku-buku

tentang archetype dan juga studi ilmiah tentang archetype.

Archetype adalah teori Jung yang paling banyak

pengaruhnya pada disiplin ilmu yang lain, misalnya

antropologi, religi (Leeming, 2014), sosiologi, seni (rupa/

desain) (Hunter, 2008), ataupun sastra (Zimmerman, 2016;

Ahmadi, 2015; Rowland, 1999). Jika ditelusur secara historis,

sebagai seorang pembaca yang handal, Jung memang

suka membaca buku-buku tentang fi lsafat, psikologi,

Page 109: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

96 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dan antropologi. Salah satunya adalah pemikiran fi lsuf Immanuel Kant. Palmquist (2015:178) mengungkapkan bahwa Jung terinspirasi pemikiran Imanuel Kant tentang archetype sebab dia (Jung) membaca karya-karya Immanuel Kant. Dalam pandangan Imanuel Kant, archetype memiliki makna ide yang individual yang terdapat dalam diri manusia.

Archetype merupakan sebuah pola dasar yang dikre-asi k an mulai zaman dahulu dan memiliki konten yang unik di dalam budaya tertentu, seni tertentu, dan mimpi tertentu (Hollis, 2000:5). Archetype tersebut dianggap unik sebab sebagai ciri primordial memiliki persamaan meski pun di tempat yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa alam berpikir manusia sejak zaman dahulu sampai dengan zaman sekarang tidak jauh berbeda. Hal inilah yang membuat Jung berpandangan bahwa manusia zaman dahulu dengan manusia dengan zaman modern seperti sekarang ini merupakan sosok individu yang memiliki psike ketidakdadaran kolektif mirip. Dengan demikian, jejak masa lalu dalam pandangan Jung sangatlah berarti sebab berkait dengan archetype yang muncul di dalam berbagai budaya yang terdapat di berbagai negara di dunia.

Pandangan yang berkait dengan jejak masa lalu dalam alam berpikir Jung agak berbeda dengan pandangan jejak masa lalu dalam pandangan Freud. Dalam pandangan Freud, jejak masa lalu yang berkait dengan kegagalan perampungan tahapan kepribadian akan berakibat tidak

Page 110: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

97Psikologi Jungian, Film, Sastra

baik bagi perkembangan psikologis manusia di masa yang akan datang. Karena itu, Freud sebagai seorang psikolog lebih pesimistis dalam memandang masa lalu, sedangkan Jung lebih optimistis dalam memandang masa depan. Dengan demikian, kedua psikolog tersebut, meskipun memiliki mazhab yang sama dalam psikoanalisis, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang sangat kuat terutama dalam memandang psike manusia.

Franz 4(1997, 1999) mendukung pemikiran Jung tentang archetype yang diarahkan ke studi dongeng. Karena itu, dia (Franz) melakukan studi terhadap dongeng di berbagai negara, yakni Perancis, China, Denmark, Spanyol, Africa, dan Jerman. Franz menunjukkan bahwa dongeng purba yang terdapat di berbagai negara sebenarnya memiliki keunikan sebagai bentuk archetype. Tentunya, dalam hal ini keunikan tersebut berkait dengan ciri arkaistis yang terdapat dalam

dongeng yang merupakan manifestasi alam ketidaksadaran

kolektif psike manusia. Franz (1980) juga menunjukkan

bahwa penebusan (redemption) dalam dongeng sebenarnya

juga tidak lepas dari archetype yang memurba.

4 Maria-Louise von Franz adalah penganut psikoanalisis dan merupakan teman akrab Carl Gustav Jung dalam mengembangkan psikoanalisis Jungian (atau yang lebih dikenal dengan psikologi Jungian). Karena itu, dia juga menulis buku yang bertalian dengan psikologi Jungian, misalnya The Psychological Meaning of Redemption Motifs in Fairy Tales (1980); On Divination and Synchronicity: The Psychology of Meaningful Chance (1980); Alchemy: An Introduction to the Symbolism and the Psychology (1981)

Page 111: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

98 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dalam rangka memperkuat dan mempertajam pemikir -

an tentang archetype, Jung memang memperbanyak dan

memperdalam literatur yang berkait dengan spiritualis -

me dan juga mitologi. Literatur yang berkait dengan

spiritualisme dan mitologi merupakan representasi alam

ketidaksadaran kolektif yang muncul secara spontan yang

diarahkan pada alam kesadaran kolektif (Jung, 1981). Istri

Jung juga turut memperkuat pemikiran Jung tentang

archetype, Jung (1985:6) menunjukkan bahwa spiritualisme

dan mitologi pada hakikatnya memiliki kemiripan satu sama

lainnya. Kemiripan tersebut tidak lepas dari ketidaksadaran

kolektif psike manusia.

Dunia spiritualisme bukanlah dunia yang mudah

dipelajari sebab dunia spiritualisme adalah dunia yang tidak

semua orang mampu menginterpretasikannya. Seseorang

bisa menginterpretasikan artchetype yang terdapat dalam

dunia spiritualisme sebab archetype tersebut memiliki ciri

archaik yang sama dengan yang lainnya (dalam derajat yang

berbeda). Hal tersebut mengimplikasikan bahwa interpretasi

terhadap archetype yang terdapat dalam dunia spiritualisme

memang membutuhkan interpretasi yang lebih dalam.

Interpretasi yang lebih dalam tersebut akan menghasilkan

temuan yang tepat untuk archetype sehingga makna asali

dari archetype tersebut bisa muncul dengan tepat.

Page 112: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

99Psikologi Jungian, Film, Sastra

Archetype sebagai sesuatu yang archaik dan merupa kan

konkretisasi dari ketidaksadaran kolektif terkadang mengalami

fusi. Hal ini yang mengakibatkan bahwa archetype orang tua

bijak dan pahlawan berfusi sehingga memunculkan dualisme

dalam satu psyche (Hall & Linzey, 1978). Archetype memiliki

fungsi untuk kompensasi dan memberikan perbaikan pada

alam kesadaran manusia (Jung & Kerenyi, 1969). Archetype

tersebut pada akhirnya tidak bisa dijadikan patokan bahwa

archetype memiliki karakter dan tipikalitas tunggal dalam

suatu psike, tetapi bisa jadi menjadi karakter yang dualistis

karena adanya fusi dalam archetype yang muncul. Archetype

yang model fusi tersebut hampir mirip dengan archetype

yang lainnya, ia bisa muncul dalam neurosis, upacara-upacara,

mistisisme, karya seni, spiritualitas, mitologi, dan juga mimpi.

Archetype itu akan muncul secara berulang, tetapi dalam

derajat yang berbeda. Derajat perbedaan tersebut disebabkan

adanya alam budaya yang berbeda, waktu yang berbeda,

dan juga kondisi lingku ngan yang berbeda. Hal itu akan

mengakibatkan archetype terse but memiliki kemiripan, tetapi

berbeda secara kedera jatan.

Archetype memiliki ciri dasar dalam pemunculannya

sehingga karakterisasi archetype tersebut bersifat monoar-

chetype, misal saja ayah, ibu, Tuhan, iblis, malaikat. Namun,

adapula kategori multiarchetype atau disebut pula dengan

Page 113: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

100 Psikologi Jungian, Film, Sastra

hibridarchetype. Model yang bersifat hibrid tersebut

disebabkan oleh adanya pemikiran yang kompleks sehingga

melahirkan komplektisitas. Dalam archetype yang hibrid

memunculkan karakterisasi sosok yang memiliki dualitas

dalam satu idea. Tentunya, hal ini sangat jarang muncul

sebab pemikiran yang kompleks dalam kaitannya dengan

archetype memang tidak begitu kuat dimunculkan oleh

Jung. Tampaknya, Jung lebih banyak memunculkan dan

menguatkan karakter archetype yang bersifat monotipe

sehingga karakter tersebut memudahkan peneliti ataupun

orang yang belajar tentang archetype. Namun, untuk

mengatasi adanya kemunculan dualtipe, Jung memunculkan

juga tipe hibrid dalam archetype sebab adanya dualtipe

tersebut tidak bisa dipungkiri juga dalam ciri dasar yang

archaistis. Begitu juga dengan kehidupan yang berada di alam

real, monotipe memang banyak ditemukan dalam kehidupan

keseharian, tetapi dualtipe juga akan muncul seiring dengan

perkembangan zaman yang meminta dan memaksa manusia

untuk menjadi karakter dualtipe ataupun bahkan tripletipe.

Archetype lebih kuat muncul dalam monotipe di antaranya

juga disebabkan oleh karakterisasi idea yang muncul pada

zaman dahulu dan tang tertemukan di mitologi memang

lebih banyak memunculkan monotipe daripada dualtipe. Hal

inilah yang tampaknya turut memengaruhi pemikiran Jung

dalam melahirkan monotipe.

Page 114: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

101Psikologi Jungian, Film, Sastra

Ibu Agung (Great Mother)

Archetype Ibu Agung (Great Mother) merupakan archetype

yang masuk dalam wilayah studi agama dan berhubungan

juga dengan

memang lebih banyak ditemukan dalam literatur spiritual

ataupun dalam konteks mitologi sebab karakter dan imaji

tentang Ibu Agung memang lebih mengarah pada pemaknaan

yang bertalian dengan pemikiran orang-orang yang agamis

dan/atau keyakinan. Sebagai sebuah archetype, Ibu Agung

memiliki ciri prototipe dan memiliki ciri derivatif yang terdapat

dalam ketidaksadaran kolektif (collective uncounsciousness).

Untuk archetype kategori prototipe muncul secara terbatas.

Adapun ciri derivatif dalam archetype Ibu Agung tidak terbatas jumlahnya. Jung menandai bahwa ciri Ibu Agung sebagai prototipe ataupun derivatifnya memang memiliki kemiripan di berbagai wilayah sebab kemiripan tersebut tidak lepas dari ketidaksadaran kolektif.

Archetype Ibu Agung memiliki varian yang banyak sebagai bentuk derivasinya, tentunya dalam hal ini berkait dengan tipikal ibu yang manifest ataupun ibu yang laten.

5 Pemikiran Jung tentang archetype Ibu Agung memang lebih banyak dipengaruhi oleh keyakinannya sebagai seorang yang lebih mengarah pada agama dan lebih mengarahkan psikologinya pada psikologi spiritualisme. Sebagaimana diketahui, Jung banyak mempelajari literature tentang spiritualisme dan occultism. Hal itu banyak memengaruhi cara pandangnya dalam mewujudkan narasi tentang archetype.

mitologi para dewi (Jung, 1953). Ibu Agung5

Page 115: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

102 Psikologi Jungian, Film, Sastra

bahwa archetype ibu yang muncul sebagai ciri dasar, misalnya archetype ibu, archetype nenek, archetype ibu tiri, dan archetype ibu mertua. Selain itu, ada pula ibu yang merupakan archetype dari bagian yang lainnya, tetapi masih memiliki relevansi dan pertalian dengan pola dasar, yakni ibu pengasuh, ibu suri, ataupun ibu yang berkait dengan nenek moyang. Archetype ibu dalam konteks mitologi -- kedewian, bisa muncul pada dewi-dewi, misalnya Demeter, Persephone, atau juga Bunda Maria, Shopia, ibu yang berada di surga.

tentang sosok Ibu agung ataupun dalam hal ini Jung lebih sering menggunakan kata ibu, --meskipun dia lebih menekankan pada kunci utama Ibu Agung—memiliki hubungan dengan alam. Archetype ibu yang digambarkan oleh Jung dalam bentuk yang laten merupakan asosiasi dari alam yang memiliki karakterisasi sosok ibu sebagai manusia yang bisa memberikan kehidupan, kelahiran, dan juga kebaruan. Karena itu, fenomena alam yang memiliki keberkaitan dengan kehidupan merupakan simbolisme seorang ibu. Archetype yang merupakan asosiasi dari ibu tidak hanya yang memiliki karakter yang positif, tetapi karakter yang negatif juga merupakan archetype ibu, misalnya Medusa. Simbolisme

Jung (1953) menegaskan

Archetype Ibu Agung juga bisa diasosiasikan dalam bentuk simbolisme kesuburan, kebun, ladang yang di bajak, sawah, mata air, sumur yang dalam, lotus, yoni, ataupun bejana (Jung, 1953). Asosiasi

Page 116: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

103Psikologi Jungian, Film, Sastra

ibu dapat muncul juga dalam konteks yang berkebalikan dengan simbol ibu yang positif. Pada masa lampau dan masa sekarang simbolisme tentang ibu sebagai manifestasi yang positif akan bertentangan dengan simbolisme ibu sebagai manifestasi yang negatif. Meskipun demikian, dalam mitologi yang terdapat pada masyarakat masa lampau menunjukkan bahwa bentuk-bentuk postif ataupun negatif terkadang saling menguatkan. Dengan demikian, pada satu sisi kadang simbol ibu yang positif yang menang dan terkadang simbol ibu yang negatif yang menang. Sebaliknya, hal tersebut terjadi dalam bentuk perulangan.

Archetype Ibu Agung sebenarnya tidak hanya muncul dalam konteks agama ataupun para dewi (dalam masyarakat penganut dewa/dewi, misalnya Yunani), tetapi archetype tersebut bisa muncul dalam konteks yang lain, misalnya dalam mimpi, sastra modern, ataupun fi lm. Jika pada mulanya Jung membatasi adanya archetype sebagai prototipe ataupun derivatif, pada era modern ini sebenarnya archetype tersebut bisa bergeser, berubah, ataupun mengalami transformasi. Namun, sekali lagi, dalam pandangan Jung, perubahan, pergeseran, ataupun transformasi tersebut tidaklah dianggap sebagai sebuah perubahan, tetapi dikaitkan dengan masalah derajat wilayah dan perkembangan zaman. Karena itu, manusia masa lalu dan manusia masa sekarang sebenarnya memiliki kemiripan dalam hal ketidaksadaran kolektif yang bersemayam dalam

Page 117: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

104 Psikologi Jungian, Film, Sastra

diri manusia. ketidak sadaran kolektif itulah yang tidak akan pernah hilang ataupun musnah. Memang, ketidaksadaran itu sesekali bisa tidak muncul, tetapi ketidakmunculan tersebut bersifat temporal. Ketika ada spirit yang membuat ketidaksadaran tersebut bangun, ketidaksadaran tersebut memunculkan archetype yang sempat ‘tidur’.

Dalam konteks spiritualisme, sosok Ibu Agung muncul pada nama-nama Dewi dalam Mitologi Yunani Kuno, misalnya Athena, Hestia, Artemis, Hecate, Hera, Aphrodite, dan Psyche. Riset tentang archetype Ibu Agung pernah dilakukan Bolen (2004) dengan menggunakan perspektif psikologi Jungian yang difokuskan pada archetype. Bolen meneliti tentang mitologi dewi-dewi Yunani Kuno. Berdasarkan riset yang dilakukannya, Bolen menunjukkan bahwa archetype mitologi Dewi Yunani Kuno memunculkan temuan sebagai berikut: dewi yang perawan (Dewi Artemis, Dewi Athena, Dewi Hestia; dewi yang rentan dengan masalah: Dewi Hera, Dewi Persephone, Dewi Demeter). Bolen tidak hanya berbicara tentang kategorialisasi para dewi, terapi dia juga mengklasifi kasikan karakter para dewi tersebut dalam bentuk penabelan sehingga memudahkan pembaca untuk memahami para dewi beserta archetype yang muncul. Riset yang dilakukan oleh tersebut turut memperkuat dan mendukung psikologi Jungian yang lebih

diarahkan pada studi archetype.

Page 118: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

105Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar 5: Archetype great motherSumber: https://www.pinterest.de/pin/416090453052573956/

Eksplanasi Jung tentang archetype Ibu Agung sangat

kaya dan eksploratif. Dalam tulisan ini hanya dibatasi sampai

pada eksplanasi archetype Ibu Agung yang banyak digunakan

dan diperbincangkan oleh para peneliti bidang psikologi,

Page 119: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

106 Psikologi Jungian, Film, Sastra

antropologi, ataupun bidang kesastraan. Pembatasan

archetype Ibu Agung ini juga didasari pada pemunculan

archetype Ibu Agung dalam wilayah seni dan sastra. Carter &

Seifert (2013) menggarisbawahi bahwa archetype ibu agung

memiliki karakterisasi cinta yang nirbatas dalam kehidupan.

Pandangan tersebut mengindikasikan bahwa Ibu Agung

memang dikategorialisasikan dalam dewi ataupun sosok yang

dimuliakan sehingga karakter mereka adalah karakter baik.

Dalam konteks kesekarangan, munculnya tokoh won-

der women, catwomen, merupakan salah satu represen tasi

dari adanya archetype ibu agung, ibu, yang sebenarnya

sudah ada pada zaman dahulu kala. Archetype tersebut

akan timbul dalam suatu masa dan akan tenggelam dalam

suatu masa yang lain sebab pemunculan tersebut tentang

dalam lingkungan (istilah lingkungan di sini dikaitkan

dengan konteks sosial- budaya suatu masyarakat).

Pandangan tentang karakter ibu agung yang memiliki

cinta nirbatas tersebut memiliki kemiripan pandangan

Fromm dalam kaitannya dengan cinta yang dimiliki oleh

ibu. Seorang ibu dalam pandangan Fromm (1956) memiliki

cinta yang nirbatas. Sebagai seorang ibu, ia memiliki cinta

tanpa syarat. Cinta inilah yang membedakan cinta yang

dimiliki oleh ayah. Cinta yang dimiliki oleh ayah adalah yang

bersyarat.

Page 120: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

107Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kelahiran Kembali (Rebirth)

Kelahiran kembali secara harafi ah memiliki makna

sesuatu yang dilahirkan/dimunculkan kembali ke dunia.

Kelahiran kembali banyak ditemui dalam studi spiritualisme

Hinduisme dan juga Budhisme. Dalam konteks hinduisme

dan Budhisme, kelahiran kembali dikenal dengan istilah

reinkarnasi. Mitologi spiritual banyak menggambarkan

bahwa reinkarnasi bisa dalam bentuk yang lain dari wujud

yang semula. Film White Snake Legend (1990) yang tayang

di Indonesia merupakan saah satu bentuk fi lm yang berkait

dengan reinkarnasi. Film tersebut menarasikan ular putih dan

ular hijau yang bereinkarnasi menjadi manusia. Keduanya,

adalah ular yang bertapa selama ribuan tahun sehingga

mereka bisa bereinkarnasi menjadi manusia. Sebagai

manusia yang sebenarnya bukan manusia atau istilahnya

siluman, ular hijau dan ular putih tersebut berusaha menjadi

manusia yang baik untuk menebus kesalahan dan kejahatan

mereka di masa lalu. Namun, dalam catatan legenda tentang

ular putih dan ular hijau, mereka melakukan reinkarnasi

menjadi manusia yang dikategorikan siluman dan menjadi

siluman yang mengganggu manusia.

Kelahiran kembali dalam pandangan Jung bukanlah

sesuatu yang memiliki makna yang stagnan. Namun, kelahiran

kembali dalam pandangan psikologi Jungian memiliki

Page 121: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

108 Psikologi Jungian, Film, Sastra

makna yang dinamis. Dengan begitu, makna simbolis yang

terdapat dalam berbagai ketidaksadaran kolektif ( mitologi,

spiritualisme, dan mimpi) memiliki keberagaman interpretasi.

Sampai sejauh ini, konsep kelahiran kembali dalam pandangan

Jung lebih banyak dipengaruhi oleh dunia spiritualisme yang

digelutinya sejak dia kecil. Hal inilah yang membuat penganut

psikologi Jungian generasi ketiga merevisi beberapa hal yang

berkait dengan konsep dan pandangan Jung yang dianggap

kurang kontekstual dengan dunia kesekarangan.

Jung memunculkan lima hal utama yang berkait

dengan kelahiran kembali, yakni sebagai berikut. Pertama,

metem psychosis, kelahiran kembali yang berkait dengan

utama yang dimunculkan oleh Jung tersebut lebih

banyak bersandarkan pada konteks spiritualitas.

transmigrasi jiwa. Kedua, reincarnation, kelahiran kembali

yang berhubungan dengan kontinuitas jiwa. Ketiga,

resurrection, kebangkitan, kelahiran kembali yang berhubu-

ngan dengan pembentukan kembali manusia yang telah mati

melalui transmutasi ataupun transformasi. Keempat, rebirth-

renovatio, kelahiran kembali yang berhubungan dengan

kebaruan. Kelima, participation in the process of transfor-

mation (partisipasi dalam proses transformasi), kelahiran

kembali yang berkait dengan keikutsertaan dalam kelahiran

kembali, tetapi tidak secara langsung (Jung, 1953).

Kelima hal

Page 122: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

109Psikologi Jungian, Film, Sastra

Spirit

Spirit6 dalam ungkapan Jung, merupakan sesuatu

yang membutuhkan upaya yang sangat besar dalam

pendefi nisian dan pemaknaannya. Spirit merupakan

sesuatu yang berbeda dari sesuatu yang lain. Dalam hal ini,

yang menduduki level universal adalah Tuhan (Jung, 1953).

Dalam konteks yang lebih makro, spirit dihubungkaitkan

dengan roh ‘sesuatu yang tidak terlihat’, baik hantu, orang

mati, ataupun sesuatu yang gaib’. Dengan demikian, spirit

lebih banyak mengarah pada hal yang kasat mata.

Pandangan Jung tentang spirit jika ditelusuri lebih

dalam memang memiliki kesamaan dalam pandangan

folklorian. Sejauh ini, kajian yang banyak melakukan studi

pada spirit adalah folklor yang secara spesifi k masuk dalam

studi. Watts (2007) memberikan batasan bahwa ghostlore

merupakan studi dalam folklor yang menelaah dunia

perhantuan dalam konteks lampau, sekarang, ataupun masa

yang akan datang. Spirit dalam hal ini sesuatu yang tidak

terlihat pada hakikatnya adalah roh yang termanifestasikan

dalam simbolisme suara, kelebatan, mimpi, ataupun

meminjam tubuh manusia. Spirit memang muncul dengan 6 Penggunaan kata ‘spirit’ di sini tentang digunakan spirit oleh penulis

dengan catatan bahwa spirit memiliki makna psikologi Jungian dan tidak diterjemahkan dalam kata ‘roh’ sebagai pengganti spirit. Meskipun demikian, sesekali dalam paparan buku ini bentuk ‘spirit’ dan bentuk ’roh’ akan muncul secara bersamaan.

Page 123: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

110 Psikologi Jungian, Film, Sastra

karakterisasi yang berbeda sehingga setiap orang juga

memberikan pemaknaan yang berbeda dalam relevansinya

dengan spirit. Masyarakat intelektual sebagaimana

kalangan barat kurang begitu memercayai spirit sebab

pemunculan spirit dalam kehidupan keseharian tidak

bisa dipertanggungjawabkan secara logika. Masyarakat

intelektual lebih mengedepankan rasio dan akal. Karena itu,

spirit yang muncul di luar batas kontruksi pikiran manusia

tidak begitu disukai oleh masyarakat intelektual sebab

dianggap sebagai sesuatu yang irrasional.

Gambar 6: Archetype spiritSumber: Film Insidious: The Last Key (2018)

Dalam kaitannya dengan memandang spirit, masya rakat

intelektual berpandangan bahwa spirit merupakan persepsi

Page 124: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

111Psikologi Jungian, Film, Sastra

dan bahkan halusinasi dari seseorang yang mengalami deviasi

pikiran. karena itu, seseorang yang mengalami pertemuan

dengan spirit ataupun seseorang yang memang bertemu

dengan hal yang berkait dengan kespiritan memang lebih

banyak dialami oleh orang-orang yang mengalami gangguan

psikologis. Orang-orang yang mengalami malpersepsi akan

memunculkan persepsi lain tentang persepsi yang dialami

sehingga hal itulah yang menyebabkan seseorang bisa

bertemu dengan hantu berdiskusi dengan hantu atau bahkan

disakiti oleh hantu. Ada penelitian yang menunjukkan

bahwa seseorang yang bertemu dengan spirit (hantu)

bukan disebabkan dia memang bertemu dengan hantu,

tetapi karena alam pikirannya sedang terganggu sehingga

muncullan hantu dalam pikiran-pikirannya. Banyak dugaan

terutama orang-orang dari kalangan intelektual, orang-orang

yang sering bertemu hantu adalah orang yang memang

terganggu persepsinya.

Bertolah dari spirit yang ditengarai disebabkan oleh

persepsi seseorang yang keliru dalam memunculkan

persepsi. Namun, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa

fi lm-fi lm yang berkait dengan hantu sampai sekarang masih

banyak dan masih laris manis. Film yang berkait dengan

spirit misalnya, Insidious yang muncul sampai beberapa

sekuel, Insidious (2010), Insidious (2013), Insidious (2015),

Page 125: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

112 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar 7: Ibu dan spiritSumber: Film Insidious (2010)

Seseorang yang terlalu modern memang menjadi dunia

yang irrasional sebab tidak bisa dipertanggungjawabkan

keilmiahannya, baik secara teoretis maupun metodologis.

Namun, di sisi lain, mereka merindui sisi yang hilang itu,

Last keys (2018). Film ini merupakan kategori fi lm

yang bertemakan supranatural yang mengisahkan

perjalanan seorang laki-laki yang masuk ke dalam

dunia yang lain. Namun, laki-laki yang masuk ke

dalam dunia yang lain tersebut tidak memahami

bahwa dirinya masuk dalam dunia yang lain sebab

masuknya dia ke dalam dunia yang lain itu terjadi pada

masa kecilnya dan dia baru memahami itu ketika dia

dewasa.

Page 126: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

113Psikologi Jungian, Film, Sastra

yakni sisi tentang manusia yang merindui dunia irrasional.

Melalui dunia itulah manusia bisa berekreasi ke alam

yang irrasional sebagai penyembuh dari lelah karena

menggunakan pikiran-pikiran rasional.

Spirit dalam psikologi Jungian memang lebih mengarah

pada dunia spiritualisme yang tentunya tidak lepas pula dari

masa kanak-kanak Jung yang banyak bertemu dengan dunia

spiritualisme baik dalam konteks kehidupan keseharian

ataupun mimpi-mimpinya.

Dalam konteks sastra ataupun mitologi, spirit muncul

dalam bentuk mimpi yang berkait dengan orang tua yang

muncul dalam mimpi seorang pahlawan. Spirit dalam

manifestasi orang tua tersebut memiliki kemampuan dalam

kaitannya dengan memberikan pertolongan kepada sang

tokoh (Jung, 1969). Hal ini menunjukkan bahwa orang tua

yang muncul tersebut merupakan archetype orang tua

bijak yang menjadi sebuah spirit. Beberapa fi lm, misalnya

saja How to Train Your Dragon (2019)7 menarasikan tokoh

laki-laki muda sang penunggang naga. Namun, dalam

suatu peristiwa naga hitam yang dimilikinya menghilang

7 Film ini merupakan fi lm ketiga dari sekuel pertama yang berjudul How to Train Your Dragon 1 yang rilis pada tahun 2010 dan sekuel kedua berjudul How to Train Your Dragon 2 yang rilis pada tahun 2014. Film ini didasarkan pada novel anak How to Train Your Dragon karya Cressida Cowell.

Page 127: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

114 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sebab dia (sang naga hitam) bertemu dengan pasangannya

naga putih. Ketika sang tokoh berada dalam kesedihan

sebab tidak mampu menghadapi musuh yang kuat tanpa

memiliki tunggangan naga hitam, spirit orang tua muncul

dalam imajinya. Spirit inilah yang menjadi energi si tokoh

untuk mampu mandiri menjadi sosok pria muda yang tidak

hanya mengandalkan kemampuan naga tunggangannya

saja, tetapi ia juga bisa berdiri sendiri tanpa naga tersebut.

Ternyata, apa yang dilakukan oleh sang tokoh itu benar-

benar menjadikan kekuatan buat dirinya sehingga dia

memang menjadi sosok laki-laki yang sebenarnya tanpa

pertolongan dari sang naga pun dia mampu mengatasi

sendiri. Itulah sebuah jiwa kepemimpinan. Mereka, sang

pemimpin, harus mampu mengatasi masalahnya sendiri

terlebih dahulu kemudian mengatasi masalah orang lain.

Tentunya, hal tersebut memang merupakan rumus yang

utama, seseorang yang mampu mengatasi diri sendiri,

secara tidak langsung akan mampu mengatasi masalah

dari anggota ataupun anak buah yang dipimpinnya. Jika

seseorang menjadi pemimpin padahal dirinya tidak mampu

mengatasi masalahnya sendiri, hal tersebut menjadi sebuah

stigma yang kurang bagus. Ibaratnya, ingin memimpin

masyarakat yang jumlahnya banyak dengan harapan

memperbaiki pemerintahan, tetapi dirinya sendiri tidak

mampu dia kendalikan ataupun ditata terlebih dahulu.

Page 128: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

115Psikologi Jungian, Film, Sastra

Karena itu, sampai muncul istilah sebelum memperbaiki

orang lain, perbaikilah diri sendiri terlebih dahulu. Meskipun

demikian, tidak semua orang melakukan demikian sebab

setiap kehidupan manusia memiliki masalah yang berbeda-

beda, mereka bisa memimpin masyarakat, tetapi tidak

mampu memimpin keluarga. Ada yang mampu memimpin

keluarga, tetapi tidak mampu memimpin masyarakat.

Bahkan, ada yang hanya mampu memimpin diri sendiri.

Tapi, itu masih lebih baik daripada orang yang tidak mampu

untuk memimpin diri sendiri. Artinya, orang tersebut tidak

mampu mengendalikan diri sendiri.

Shadow

Shadow adalah sisi gelap manusia bersumber dari

archetype yang bersifat alamiah, naluriah, dan instinktif

kebinatangan yang berdiam dalam diri manusia melalui

sebuah proses pentransformasian (Jung, 1948) yang sangat

panjang. Karena berkait dengan sisi gelap, Carter & Seifert

(2013) menegaskan bahwa shadow dalam pandangan

Jung –sebagai sebuah archetype-- merupakan sisi terburuk

manusia sebab berkait dengan instinksi purba yang

sebenarnya dalam konteks idea masih sangat jauh dari

konsep tertinggi. Dalam artian, shadow adalah sesuatu

yang negatif yang terdapat dalam diri manusia. Manusia

Page 129: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

116 Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang mengikuti jalan shadow berarti dia menuju pada jalan kegelapan. Nelson-Jones (2006) memberikan batasan bahwa shadow merupakan hasrat instinktif manusia yang archaik yang tidak lepas dari hasrat kebinatangan.

Shadow sebagai bagian dari

archetype, shadow memang lebih banyak mengarah pada hal yang cenderung berorientasi negatif yang mendorong manusia sebagai pemilik archetype tersebut untuk melakukan tindakan yang negatif pula. Namun, kecenderungan yang masih orientatif tersebut tidak sepenuhnya menunjukkan bahwa shadow mengarah pada hal yang negatif. Jika energi shadow sebagai archetype itu mampu diarahkan pada energi yang positif, shadow akan melahirkan hal yang positif pula.

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, shadow sebagai sebuah archetype dianggap sebagai sesuatu yang melanggar etika. Hal ini berlandaskan pada fakta jika shadow tersebut mengarah pada energi yang negatif sehingga dalam hal ini, shadow yang (1) mengarahkan energi yang ke luar diri dan (2) mengarahkan energi ke dalam diri akan memberikan dampak yang merugikan bagi individu

ataupun kolektif. Seseorang yang sangat kuat ditopang

archetype yang terdapat di berbagai wilayah bisa muncul dalam bentuk “iri (envy), agresi (aggression), serakah (greed), kemalasan (laziness), dan kecemburuan (jealousy)” (Casement, 2006). Sebagai sebuah

Page 130: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

117Psikologi Jungian, Film, Sastra

oleh archetype shadow akan cenderung mendrobrak

tatanan etika yang terdapat dalam masyarakat sebab dia

lebih mengedepankan energi shadow-nya sebagai energi

yang kuat dalam diri yang mendorongnya untuk melakukan

pikiran dan tindakan yang mengarah pada fi losofi estetis

saja, bukan etis, ataupun spiritualistis.

Simbol archetype yang berkait dengan shadow muncul

dalam manifestasi ular, monster, iblis, ataupun penjahat.

Jika dihubungkaitkan dengan simbolisme dalam mimpi,

seseorang yang memimpikan shadow yang mengarah

pada sisi gelap dan sisi kejahatan, sebenarnya hal tersebut

merupakan representasi dari dirinya sendiri. Si pemimpi

yang memimpikan mimpi simbolik tersebut sedang

bertarung dengan shadow yang terdapat dalam dirinya

sendiri. Pertarungan antara shadow dengan tokoh pahlawan

merupakan sebuah pergulatan diri untuk menerapi secara

individual diri sendiri agar bisa menjadi lebih baik.

bahwa archetype tentang

shadow adalah archetype yang merupakan elemen yang

bersifat negatif yang terdapat dalam alam ketidaksadaran

kolektif. Shadow sebagai archetype pada akhirnya

merupakan elemen yang merugikan bagi manusia sebab

archetype tersebut merupakan bayang-bayang kegelapan.

Bayang-bayang yang memiliki dan memunculkan energi

Jung (1959) menunjukkan

Page 131: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

118 Psikologi Jungian, Film, Sastra

nonpositif dalam kepribadian manusia. Namun, dalam konteks dialektikal, archetype shadow juga dibutuhkan dalam kaitannya dengan penyeimbang archetype lainnya.

penipu banyak muncul dalam mitologi dan cerita rakyat sebab penipu merupakan karakter yang berada di antara dua oposisi, yakni tokoh yang baik dan tokoh yang buruk. Penipu yang muncul dalam mitologi merupakan keseimbangan dalam sebuah mitologi. Begitu juga dalam kehidupan, penipu juga muncul di antara kebaikan dan keburukan. Penipu pada suatu ketika akan berwajah baik sebab dia menginginkan sesuatu dan penipu akan berwajah buruk sebab dia juga menginginkan sesuatu. Dalam Mahabaratha, sosok yang menjadi penipu –dalam konteks antropologi stukturalnya Levi-Strauss hal itu disebut dengan tokoh liminal sebab dia berada di tengah, tetapi dia adalah sosok yang bukan menjadi mediator, tetapi provokator. Tokoh jenis ini diwakili oleh Sengkuni –sosok yang menimbulkan prahara antara keluarga Kurawa dan keluarga Pandawa yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya peperangan di antara keluarga besar tersebut. Pada akhirnya juga, Sengkuni sebagai sosok

penipu akhirnya mati di tangan Pandawa.

Penipu

Archetype penipu bisa ditemukan dalam mitologi dan cerita rakyat (Jung, 1953). Archetype

Page 132: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

119Psikologi Jungian, Film, Sastra

Munculnya karakter penipu dalam mitologi, sastra,

ataupun dalam cerita rakyat sebenarnya tidak lepas dari

diri manusia. Sebagai individu, manusia juga memiliki

instink penipu. Dalam konteks ini, modulasi yang aneh

dan memang muncul dalam mitologi yang sebenarnya

merupakan representasi jati diri manusia purba dan/

atau manusia modern. Dalam kehidupan real, manusia

juga memiliki sifat sebagai penipu. Munculnya sifat

penipu tersebut disebabkan oleh faktor berikut. Pertama,

keinginan untuk menjadi pejabat/penguasa. Seseorang

yang menginginkan kekuasaan –dalam hal ini konteks

yang negatif—akan melakukan orientasi destruktif. Ia

akan menjadi manusia penipu sebab dia ingin menjadi

penguasa dengan melakukan berbagai cara. Jika seseorang

melakukan penipuan tersebut ia berharap bisa menjadi

penguasa. Meskipun belum tentu orang tersebut bisa

menjadi penguasa karena kemampuan menipunya. Kedua,

seseorang yang terpepet. Ketika seseorang dalam kondisi

terpepet, ia akan cenderung melakukan penipuan –dalam

konteks ini penipuan yang dijadikan landasan utama

adalah penipuan demi kepentingan pribadi, bukan untuk

kepentingan orang banyak. Diakui atau tidak, seseorang

yang terpepet dalam suatu masalah, akan cenderung

mengeluarkan mekanisme pertahanan diri dengan harapan

Page 133: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

120 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mampu menjaga dirinya dari ‘muka’ yang dipermalukan

ataupun dirugikan. Ketiga, penipu yang muncul karena

keadaan. Ada seorang penipu yang menjadi penipu karena

keadaan lingkungan yang terdapat dis sekitarnya, mulanya

ia adalah orang yang baik-baik saja, tetapi karena lingkungan

yang membentuk dirinya, akhirnya dia menjadi seorang

penipu. Keempat, penipu yang memang jejak masa lalunya

adalah penipu. Dalam pandangan Freudian yang mengarah

pada determinisme. Orang-orang yang kehidupan masa

lalunya buruk, kehidupan masa sekarangnya tidak jauh

beda dengan hal tersebut.

Dalam konteks perfi lman juga demikian adanya,

tokoh penipu akan selalu dimunculkan sebagai penguat

fi lm. Dalam fi lm kategori pembunuhan, misteri, ataupun

detektif, sosok penipu sangat dibutuhkan untuk menarik

dan menguatkan jalannya cerita dalam fi lm tersebut. Jika

tidak ada penipu, fi lm tersebut kurang kuat sebab tanpa

adanya penipu fi lm menjadi hambar dan kurang estetis.

Di tambah lagi, jika ternyata sosok yang penipu tersebut

sebenarnya bukanlah penipu pada awalnya. Namun, dalam

perjalanan, tokoh tersebut menjadi penipu. Hal tersebut

tentu akan menggiring penonton untuk semakin menikmati

fi lm tersebut.

Page 134: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

121Psikologi Jungian, Film, Sastra

Persona

Persona adalah wajah seseorang yang dimunculkan dalam konteks publik/umum (Douglas, 2010). Secara harafi ah, persona dikaitkan dengan topeng. Seorang manusia sebagai sosok individual akan menggunakan topeng dalam kehidupan keseharian yang berkait dengan masyarakat. Melalui topeng yang digunakan, seseorang bisa menutupi dirinya agar diri yang asli tidak terlihat dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang tidak menggunakan topeng sama sekali dalam kehidupan bermasyarakat juga tidak sepenuhnya benar sebab dia membuka apa saja yang berkait dengan dirinya sebab tidak semuanya harus dibuka dalam kaitannya dengan masalah privasi kehidupan. Dengan demikian, persona dalam diri manusia yang sebenarnya merupakan salah satu representasi ketidaksadaran individual dan ketidaksadaran kolektif memiliki sisi elemen positif dan juga sisi elemen yang negatif.

Persona dalam konteks psikologi Jungian berkait dengan muka seseorang dalam hal ini secara spesifi k mengarah pada muka psikologis. Seseorang yang menggunakan muka baik di konteks publik merupakan muka publik yang diketahui oleh masyarakat. Adapun muka pribadi tidak dimunculkan. Tentunya, dalam hal ini muka pribadi tidak dimunculkan dalam konteks publik sebab yang ditakutkan adalah mukanya akan tercemar oleh hal yang

Page 135: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

122 Psikologi Jungian, Film, Sastra

bersifat sensitif. Kesensitifan dalam tiap budaya memiliki etika yang berbeda-beda dengan demikian, kesensitifan di negara barat akan berbeda dengan masalah kesensitifan yang berada di negara timur. Tentunya, hal tersebut merupakan sesuatu yang lumrah sebab setiap budaya memiliki tradisi dan kepercayaan yang berbeda-beda.

St udi-studi tentang Archetype: Dulu dan Sekarang

Teori tentang archetype merupakan teori yang banyak digunakan oleh para peneliti bidang psikologi, terutama yang menjadi penganut psikologi Jungian. Penelitian ten-tang archetype yang menggunakan perspektif Jungian masuk dalam ranah sastra, budaya, dan agama. Berikut peneliti yang menggunakan perspektif archetype.

Khenu (2013) meneliti musik dan agama yang dikait kan dengan rasa dan sensibilitas jiwa manusia. Khenu menun-jukkan bahwa musik dan agama sebenarnya memiliki keberkaitan. Ia menunjukkan bahwa dalam musik dan agama zaman dahulu dan zaman sekarang memiliki pola archetypes yang sama sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa dalam konteks primordial psike tidak ada perubahan yang esensial sebab pada dasarnya alam berpikir manusia memiliki kemiripan. Hanya saja, kemiripan tersebut akan memiliki perbedaan dalam kaitannya dengan masalah derajat kewaktuan.

Page 136: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

123Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jacoby (2006) menelaah hasrat kerinduan pada surga dalam kaitannya dengan orang-orang yang hidup di dunia. Dalam hal ini, tentunya merupakan impian semua orang (terutama orang-orang yang menganut agama) untuk bisa masuk dalam surga yang dirindukan. Mereka sangat merindukan surga sebab surga adalah tempat yang paling indah dan merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia. Studi ini merupakan studi psikologi, fi lsafat, religi, dan antropologi sebab mengaji wilayah manusia dalam kaitannya dengan surga. Jacoby menunjukkan bahwa di kitab suci (Bible) ditunjukkan surga yang dirindukan oleh manusia. Surga inilah yang dianggap sebagai archetype dalam konteks religiusitas.

Sebenarnya, dalam konteks agama besar dunia, surga memang benar-benar dirindukan. Karena itu, banyak manusia yang berlomba-lomba untuk menuju ke surga tersebut. Manusia yang religius dan agamis akan berusaha menjauhi larangan Tuhan dan melaksanakan perintahnya. Hal itu merupakan sebuah bukti sebagai seorang manusia yang agamis. Meskipun demikian, belum menjadi suatu ukuran bahwa seseorang yang agamis akan masuk surga dengan mudah sebab bisa jadi dia menjadi agamis karena sebatas kulit saja. Tidak hanya itu, orang-orang yang agamanya biasa-biasa saja juga merindukan surga sebab surga merupakan milik bersama bukan miliki perseorangan.

Page 137: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

124 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Adapun neraka merupakan hal yang tidak dimimpikan oleh semua orang sebab manusia memang merindukan surga, bukan merindukan neraka.

Studi archetype memang bukanlah menjadi klaim bagi psikologi Jungian saja, melainkan bagi masyarakat pecinta riset dalam konteks yang lain. Karena itu, kajian-kajian dalam konteks antropologi juga bisa menggunakan archetype dalam kaitannya dengan budaya. pemahaman ini juga tidak lepas dari studi masa kini yang berhubungan dengan rekoneksi dalam ilmu pengetahuan. Saat ini, ilmu pengetahuan bersanding dengan ilmu pengetahuan yang lain dalam rangka mengatasi masalah kompleksitas kehidupan dan menjawab tantangan global yang semakin lama semakin kompleks. Ilmu pengetahuan sebagai ujung tombak untuk memecahkan masalah dalam kehidupan memang harus mampu bertransformasi dan berkawin silang dengan ilmu pengetahuan yang lain agar kuat dalam menghasilkan temuan yang lebih jenis dan benar-benar genuine yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia, bukan masyarakat lokal. Karena itu, psikologi Jungian dalam kaitannya dengan archetype bisa dikoneksikan dengan teori-teori yang lain sebagai bentuk dari tranformasi ilmu pengetahuan yang saat ini sedang ramai memperbincangkan

studi interdisipliner, multidisipliner, dan trandisipliner.

Page 138: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

125Psikologi Jungian, Film, Sastra

4ANIMA/ANIMUS

Dalam psikologi Jungian terdapat istilah yang

bersinggungan, yakni anima yang berkait dengan jiwa

(soul) dan anima yang berkait dengan archetype manusia.

Secara historis, istilah anima berasal dari bahasa Latin yang

bermakna jiwa, kehidupan. Anima dalam konteks ini sebagai

jiwa merupakan sesuatu yang murni dan numinous. Karena

itu, “anima inter bona et mala sita”(soul placed between

good and evil) (Jung, 1963:6). Anima memang berdiri di

antara keduanya, good dan evil sebab untuk menjadi jiwa

yang baik manusia berarti memiliki jiwa kategori malaikat

yang bersih dan suci. Adapun untuk menjadi manusia yang

berjiwa jahat, mereka bisa menjadi setan yang memiliki

Page 139: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

126 Psikologi Jungian, Film, Sastra

karakter jahat dan merusak. Manusia memang bukan keduanya, sebab malaikat dan setan merupakan sebuah sisi ekstrim yang sama-sama memiliki karakter penguat dalam konteks sebagai sang perusak dan sang pembangun, konstruktif dan destruktif.

Manusia yang memiliki karakter jahat, mereka akan dianggap seperti setan, sedangkan manusia yang memiliki karakter baik akan dianggap seperti malaikat. Namun, yang lebih baik adalah manusia yang bisa menyeimbangkan keduanya sebab manusia memang bukanlah keduanya. Manusia adalah makhluk yang memiliki keunikan yang luar biasa dibandingkan makhluk Tuhan yang lainnya. Tentunya, inilah yang dianggap sebagai anugerah manusia sebagai makhluk yang memiliki anima (jiwa) yang bisa digunakan untuk memahami dan mengenali manusia yang lain di muka bumi ini.

Anima dalam diri manusia berkiblat pada alam sebab alam sudah menawarkan segalanya berkait dengan oposisi. Terbentuknya oposisi tersebut muncul mulai sejak zaman dahulu kala dan tidak diketahui secara pasti kapan awal munculnya dalam kehidupan sejarah manusia. Melalui

secara gamblang bahwa di muka bumi ini sudah muncul yang namanya oposisi sebagai bentuk

tandingan dalam segala segmentasi kehidupan.

oposisi inilah alam dan manusia bisa hidup. Jung (1963) menunjukkan

Page 140: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

127Psikologi Jungian, Film, Sastra

for instance the opposites are humidum (moist)/siccum (dry), frigidum (cold) j calidum (warm), superiora (upper, higher) / inferiora (lower), spiritus-anima (spirit-soul)/corpus(body), coelum (heaven) / terra (earth), ignis (fi re) / aqua (water), bright/dark, agens (active)/patiens (passive), volatile (volatile, gaseous)/fi xum (solid), pretiosum (precious, costly; also carum, dear) / vile (cheap, common), bonum (good)/malum (evil), manifestum (open) / occultum (occult; also celatum, hidden), oriens (East) J occidens (West), vivum (living) / mortuum (dead, inert), masculus (masculine) / foemina (feminine), Sol /Luna.

(Jung, 1963:3).

Melalui kutipan tersebut Jung ingin menunjukkan

bahwa oposisi tersebut dipetik dari alam. Artinya, alam

sebagai sebuah makrokosmos sudah menyediakan bentuk

oposisi sebagai manifestasi dari archetype. Alam tempat

manusia tinggal jika digali sangat banyak memunculkan

opposite. Tentunya, penggalian bentuk-bentuk oposisi

tersebut membutuhkan ketajaman dalam berpikir, waktu,

dan tenaga. Sangatlah berat jika seseorang ingin menggali

tentang oposisi yang terdapat di alam semesta tanpa

melakukan studi eksperimentasi, perenungan, inkubasi,

dan juga verifi kasi. Untuk itu, orang-orang yang konsern

ke wilayah tersebut sangat jarang dengan alasan studi ke

wilayah archetype merupakan studi yang incognito.

Page 141: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

128 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Anima dan animus dalam konteks psikologi ketidaksadaran merupakan bagian dari archetype. Anima sebagai elemen perempuan yang terdapat dalam diri laki-laki bisa digunakan untuk memahami sisi feminim dalam diri. Melalui pemahaman yang mendalam tentang sisi feminim dalam diri laki-laki, laki-laki bisa memahami perempuan melalui bantuan elemen lain yang terdapat dalam diri. Sebaliknya, ketika seorang perempuan memahami seorang laki-laki, dia akan memanfaatkan animus yang terdapat dalam dirinya. Melalui animus tersebut seorang perempuan bisa memahami laki-laki melalui sisi maskulinitas yang dimilikinya. Melalui keduanya, baik anima ataupun animus, psike manusia bisa menjadi lebih baik sebab mereka bisa mengenali dan mengendalikan dirinya terkait dengan interaksi dengan individu yang lain.

Istilah anima dan animus ini dikenal juga dengan “the syzygy, lying in the unconscious” (Casement, 2001:87). Anima dan animus dalam diri manusia sudah dimiliki sejak dulu kala. Namun, tidak semua orang menyadari sebab anima dan animus merupakan pikiran bawah sadar manusia dalam memahami manusia yang lain. Karena itu, anima dan animus merupakan proyeksi diri dari diri masing-masing pribadi. Dengan demikian, seseorang dengan kemampuan animanya sebenarnya ingin mengenali dirinya sendiri melalui sebuah

Anima ialah elemen perempuan yang terdapat dalam diri laki-laki, sedangkan animus ialah elemen laki-laki yang terdapat dalam diri perempuan (Jung, 1961:177).

Page 142: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

129Psikologi Jungian, Film, Sastra

Pandangan Jung tentang anima dan animus

Anima dan animus merupakan dualitas dalam satu diri manusia, baik manusia yang memurba ataupun manusia modern. Pria dengan elemen animusnya dan wanita

dengan elemen animanya akan berusaha menjadi pribadi

yang lebih memahami diri sendiri dan diri orang lain. Ia lebih

banyak mengambil konteks spiritualitas yang dikaitkan

dengan anima dan animus sebab Jung memang lebih banyak

proyeksi. Jika pemahaman tentang proyeksi tersebut baik, ia akan mampu menemukan dirinya yang ber-anima ataupun ber-animus. Melalui penemuan inilah seseorang membawa dirinya menuju jalan yang lebih baik atas pertolongan dari anima dan animus yang terdapat dalam diri masing-masing individu. Tentunya, seorang manusia yang tersadarkan dengan anima dan animus yang terdapat dalam dirinya, dia akan berusaha untuk memperbaiki dirinya. Namun, ada juga seseorang yang sudah menemukan dirinya dan memahami dirinya, tetapi tidak mau mengubah dirinya sehingga hal tersebut mengakibatkan tidak terjadinya transformasi pada diri. Sebenarnya, orang yang sudah bisa memahami dirinya dengan anima dan animus yang berada dalam dirinya, sudah tentu akan membuat mereka lebih mudah untuk memahami dan mengenali orang lain sehingga mereka tidak melakukan hal yang melanggar etika ataupun secara psikologis tidak membawa perkembangan yang positif untuk diri sendiri.

jika ditelusuri lebih dalam memiliki relevansi dengan dunia spiritualitas.

Page 143: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

130 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mempelajari dunia spiritualitas ketika dia masih kecil dan hal

itu terus dikembangkannya hingga dia dewasa.

Dalam spiritualisme Budhisme, sosok Quan Yin bisa

direpresentasikan dan dimanifestasikan dalam wujud

perempuan ataupun bisa bermanifestasi menjadi pria.

Dalam konteks ini, Quan Yin bisa melampaui apa yang

terdapat dalam kontruksi psikologis manusia. Ia adalah sosok

yang bisa melahirkan anima dan animus. Karena itu, dalam

pandangan masyarakat yang menganut Quan Yin, mereka

tidak menggunakan istilah perempuan atau laki-laki ataupun

dewa atau dewi dalam penyebutan untuk Quan Yin.

Gambar 8: Quan Yin di kuil Buddhisme, Tiongkok(Sumber: Dokumentasi Anas Ahmadi)

Page 144: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

131Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dalam beberapa mitologi, Quan Yin dikisahkan

sebagai sosok perempuan yang bisa menjadi dewi. Namun,

dalam manifestasinya sebagai seorang dewi, Quan Yin

juga bisa mengalami bertransformasi wujud menjadi pria

(Idema, 2008; Levine, 2013). Hal tersebut menunjukkan

bahwa sebenarnya dalam ranah spiritualisme pada masa

lampau manusia sudah mengenal dan memahami anima

dan animus. Hanya saja, dalam pengenalan terhadap

anima dan animus tersebut manusia pada masa lampu

belum banyak memikirkan apa yang mereka ‘tindakkan’

dalam simbolisme-simbolisme yang berkait dengan

ketidaksadaran kolektif. Dalam pandangan orang-orang

yang menganut agama Budha, sosok Quan Yin merupakan

sosok Dewi yang memang bisa berantromorf menjadi

dewa. Hal itu menunjukkan bahwa Quan Yin memiliki

kekuatan yang luar biasa. Masyarakat pada masa primitif

memang sudah menemukan dan memahami apa itu

simbolisme dan mereka banyak membuat karya yang di

dalamnya mengandung simbol-simbol tertentu. Dalam

hal ini, simbol-simbol pada masa lalu masih sederhana

sebab berkait dengan pengetahuan masa lalu yang

juga masih sederhana. Meskipun demikian, simbol-

simbol sederhana pada masa lalu sampai sekarang pun

simbolisme tersebut masih ada dan muncul di kehidupan

Page 145: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

132 Psikologi Jungian, Film, Sastra

manusia modern. Manusia pada masa lalu dengan manusia

pada masa sekarang memiliki keberbedaan derajat dan

waktu dalam memikirkan dan menafsirkan simbolisme.

Hal tersebutlah yang menciptakan keberbedaan dalam

masalah pemaknaan simbolisme.

Yin dan yang juga menjadi simbol purba yang archaik

dalam kaitannya dengan hitam dan putih. Yin dan yang

disimbolkan warna hitam dan warna putih dalam satu

lingkaran. Keduanya, baik hitam dan putih memiliki batas

tegas, tetapi batas tersebut akan melebur menjadi satu

sebagai bentuk keseimbangan. Karena itu, dalam anima

dan animusnya-Jung, keduanya, sama-sama muncul dalam

bentuk yang berbeda untuk memunculkan keseimbangan

alam psike manusia. alam psike manusia tersebut sangatlah

purba, tetapi dalam kepurbaan tersebut bisa ditarik hal yang

paling archaik yakni yin dan yang, konsep pertemuan hitam

dan putih. Simbol yin dan yang merupakan simbol archaik

yang bisa digunakan manusia untuk membangkitkan

energi positif dan kreatif yang terdapat dalam diri mereka.

Sampai saat ini pun, simbol yin dan yang banyak dipercayai

dan digunakan oleh masyarakat modern sebagai sebuah

simbol kekuatan dan keseimbangan. Simbol yin dan yang

tersebut bisa digunakan dan dimunculkan dalam bentuk

seni, gambar, desain, ataupun dalam bentuk puisi.

Page 146: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

133Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar: Yin dan yang(Sumber: Karya Ardiansyah Putra Annur [2019])

Anima dan animus tidak hanya termanifestasikan

dalam spiritualisme saja. Munculnya anima dan animus

bisa termanifestasikan melalui mimpi. Sebagai bentuk

pemenuhan pulsi ketidaksadaran kolektif, mimpi menawar-

kan ‘jalan’ bagi manusia untuk memahami dirinya. Dalam hal

ini, muncullah anima dan animus yang merupakan elemen

Page 147: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

134 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pembantu untuk merampungkan masalah psike yang belum

ataupun kurang terpecahkan dalam dunia realitas. Lebih

jauh, Kas (2006:65) menandaskan bahwa anima dan animus

memiliki fungsi untuk “vitality, creativity, and fl exibility”.

Tidak hanya itu, anima dan animus juga merupakan

konektivitas antara psike dan alam ketidaksadaran.

Anima dan animus merupakan bagian kecil dari

archetype yang terdapat dalam alam ketidasadaran

kolektif. Sama seperti halnya archetype yang lainnya, anima

dan animus tidak lepas dari ciri elemen yang memurba dan

ber sifat archaik. Pada masa lampau, manusia sebenarnya

sudah memahami anima dan animus dalam diri mereka,

sebagai bentuk dari alam ketidaksadaran. Namun, pemaha -

man tentang simbolisme dalam anima dan animus manusia

pada zaman lampau terkadang masih terlewatkan. Pada

masa lampu manusia lebih cenderung mengandalkan

konteks kefi sikan. Artinya, manusia lebih mengedepankan

tinda kan-tindakan yang bersifat spiritual ataupun nonspiri-

tual. Adapun pemahaman tentang simbolisme-simbolisme

yang arkhaik masih kurang diperhatikan pada masa lampau.

Jung (1961) secara eksplisit mencontohkan bahwa

anima dan animus juga bisa muncul dalam konteks perfi lman

dan juga dalam konteks sastra. Secara sadar ataupun tidak

sadar, tokoh dalam fi lm dan sastra memunculkan anima

Page 148: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

135Psikologi Jungian, Film, Sastra

dan animusnya. Dalam konteks fi lm, Jung merujuk (salah

satunya) fi lm Ugetsu Monogatari (1953)8. Film kategori

fantasi romantik dan kisah hantu tersebut mengisahkan

tokoh Genjuro yang bertemu dengan perempuan hantu.

Berkait dengan konteks anima, fi lm tersebut memunculkan

sisi anima yang bersifat destruktif. Sisi kedestruktifan

tersebut disebabkan oleh karakter jahat yang muncul

dalam diri tokoh perempuan yang berusaha memengaruhi

(secara psikologis ke arah yang nonetik) tokoh utama.

Dalam kaitannya dengan sastra, Jung memunculkan

Madame Bovary (1856)9 karya Gustave Flaubert. Dalam

novel tersebut, Jung menunjukkan bahwa ada anima

proyektif yang muncul dalam diri tokoh perempuan. Tokoh

perempuan dalam novel tersebut dimanifestasikan sebagai

sosok perempuan yang memiliki hasrat seksual yang tinggi

sehingga dia menyukai banyak laki-laki.

Jung sebagai seorang psikolog ternyata tidak hanya

mengamati dunia perilaku saja, melainkan dia juga

mengamati dan mempelajari dunia perfi lman. Untuk itu,

Jung menggunakan fi lm sebagai bentuk konkretisasi dari 8 Film Ugetsu Monogatari (1953) diangkat dari dongeng Jepang yang

ditulis oleh Akira Ueda yang terbit kali pertama tahun 1776 dengan judul yang sama Ugetsu Monogatari. Film ini mengisahkan perjalanan hidup seorang pria yang sudah berkeluarga. Dalam perjalanan hidupnya, dia hantui oleh seorang perempuan hantu.

9 Novel Madame Bovary (1856) karya Gustave Flaubert pernah diangkat perfi lman dengan judul yang sama Madame Bovary (2014).

Page 149: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

136 Psikologi Jungian, Film, Sastra

perilaku manusia yang muncul dalam kehidupan keseharian.

Memang, fi lm tidak bisa merepresentasikan kehidupan

secara utuh. Namun, fi lm merupakan manifestasi dari

imaji manusia yang dikonretisasikan melalui sebuah ide

kreatif yang berbentuk fi lm. Di dalamnya, sejauh-jauhnya

seorang scriptor berlari menjauh, tetapi saja napas

ketidaksadarannya muncul dalam fi lm tersebut dalam

bentuk mekanisme pertahanan ego.

Dalam kaitannya dengan masalah anima dan animus,

seorang pria dilahirkan ke muka bumi ini tidak hanya

memiliki sisi maskulinitas saja dalam kehidupannya, tetapi

dia juga memiliki sisi feminitas (Karaban, 1992:39). Begitu

juga dengan perempuan, mereka dilahirkan di muka bumi

ini tidak hanya memiliki sisi feminitas saja, melainkan dia

juga memiliki sisi maskulinitas. Pandangan Jung tentang

anima dan animus ini sebenarnya memiliki pertalian dengan

pandangan Lévi-Strauss10 (1963) tentang oposisi biner.

Dalam pandangan Lévi-Strauss, segala sesuatu di dunia

memiliki elemen-elemen yang bersifat oposisi biner (saling

bertolak belakang), baik diadik, triadik, kwardik, ataupun

10 Levi-Strauss merupakan antropolog yang dikenal dengan konsep oposisi biner dalam memahami konteks budaya suatu masyarakat. Dalam pandangan Levi-Strauss, suku, desa, ataupun masyarakat memiliki oposisi, baik oposisi kategori mutlak ataupun oposisi kategori biasa. Untuk memahami oposisi tersebut seorang peneliti harus mampu membongkar simbol yang terdapat di masyarakat.

Page 150: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

137Psikologi Jungian, Film, Sastra

pentadik. Oposisi biner tersebut bisa berkembang semakin

banyak seiring dengan kemampuan interpretasi manusia

dalam memahami simbol-simbol yang dimunculkan oleh

alam. Sebagai kesatuan yang makrokosmos, simbol-simbol

alam sangat banyak dan berserak sehingga dibutuhkan

pemahaman dan pembongkaran terhadap simbol-simbol

tersebut. Manusia yang kemampuan interpretatifnya

bagus, akan bagus pula dalam menafsirkan simbol-simbol

yang terdapat di alam raya ini.

Oposisi biner yang muncul di dalam sebuah budaya

yang terdapat dalam suatu masyarakat sebenarnya tidak

lepas dari ketidaksadaran manusia. Secara tidak sadar,

manusia hidup berdampingan dengan oposisi dan oposisi

biner tersebut jika dihubungkaitkan dengan perspektif

Jungian tidaklah lepas dari konteks archetype. Manusia tidak

tahu asal-muasal munculnya oposisi biner yang bersifat

diadik, triadik, kwardik, dan pentadik. Dalam konteks yang

spiritual, munculnya oposisi tersebut merupakan archetype

yang ‘prime’ yang bersifat keilahian. Dengan demikian,

munculnya oposisi yang paling dasar sebenarnya tidak

lepas dari konteks agama. Pemikiran Jung yang demikian

kuatnya dalam psikologi dan agama tersebut akhirnya

memunculkan warna baru bahwa psikologi dan agama

sebenarnya bertalian sebab keduanya memang tidak bisa

Page 151: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

138 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dipisahkan. Psikologi yang berbicara tentang perilaku dan

agama yang berbicara juga tentang perilaku manusia yang

ber-Tuhan.

Pada tataran yang lebih rendah, opisisi biner ditemukan

dalam jumlah yang rendah pula. Adapun pada tataran yang

lebih tinggi, oposisi biner juga ditemukan dalam bentuk

yang lebih tinggi pula. Temuan tentang oposisi biner yang

mendalam atau tidak dalam konteks antropologi sangat

tergantung kepada peneliti sebagai eksekutor dalam

menginterpretasi data-data yang berkait dengan ke-

antropologi-an. Elemen yang oposisi biner (baik dalam

bidang antropologi antaupun psikologi) tersebut memang

secara alamiah ada di dunia sebagai suatu elemen yang

saling menguatkan. Dalam konteks kemasalaluan, untuk

tingkatan dewa pun ternyata juga memunculkan oposisi

biner sebagai penyeimbang. Dewa langit beroposisi

dengan dewa bumi, dewa air akan beroposisi dengan

dewa api, dewi beroposisi dengan dewa. Kesemua opisisi

tersebut memang akan selalu bergesekan sehingga bisa

menghasilkan mediasi dalam kehidupan. Mediasi kehidupan

inilah yang dibutuhkan manusia agar mereka bisa langgeng

dalam kehidupan di muka bumi ini.

Pandangan Lévi-Strauss tersebut banyak memengaruhi

bidang yang lain, misalnya psikologi dan sastra. Dalam

Page 152: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

139Psikologi Jungian, Film, Sastra

konteks psikologi, tampaknya Jung adalah sosok yang

memang menyukai dan ia juga terpengaruh oleh pemikiran

Lévi-Strauss dalain kaitannya dengan elemen oposisi

biner. Memang, keduanya, baik Jung ataupun Lévi-Strauss

memiliki pemikiran yang hampir sama dalam kaitannya

dengan masalah ketidaksadaran kolektif. Jung lebih

mengarahkan pada ketidaksadaran kolektif dalam konteks

psikologis, sedangkan Lévi-Strauss lebih mengarahkan

pada ketidaksadaran kolektif dalam konteks antropologis.

Ia meneliti budaya masyarakat pedesaan yang memiliki

oposisi dengan masyarakat pedesaan yang lainnya. Begitu

juga dengan kondisi geografi s. Lévi-Strauss menguatkan

bahwa kondisi geografi s dalam suatu masyarakat tertentu

memiliki oposisi biner. Karena itu, ada letak geografi s

yang di pegunungan, di pebukitan, di lereng, di darat, dan

di tepian pantai, dan di laut. Hal tersebut menunjukkan

keberbedaan yang disebut dengan oposisi dalam kaitannya

dengan

Anima tersebut

muncul dan beriringan dengan animus sebagai bentuk

penyeimbangnya. Munculnya anima tersebut bisa dalam

bentuk karakterisasi yang kontruktif maupun karakteristik

budaya suatu masyarakat tertentu.

Tipikal anima bisa muncul dalam bentuk elemen ibu,

cinta, istri (Jamalinesari, 2015) ataupun yang memiliki

kemiripan dengan elemen keibuan tersebut.

Page 153: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

140 Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang destruktif. Keduanya, sebenarnya muncul untuk saling

mengisi dan saling menguatkan sebagai bentuk dari adanya

keseimbangan alam. Dalam konteks keseimbangan,

memang dibutuhkan adanya sisi gelap dan sisi terang untuk

memunculkan ‘kesejajaran’ dalam kehidupan. Keduanya,

tidak akan bermakna jika tidak ada lawannya. Kegelapan

tidak akan bermakna kegelapan jika tidak ada terang.

Sebaliknya, terang juga tidak akan menjadi hal yang terang

jika tidak ada kegelapan. Kesemuanya memang saling

membutuhkan untuk saling memberikan pengaruh dan

memengaruhi dan saling memberikan kontribusi.

Page 154: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

141Psikologi Jungian, Film, Sastra

5EKSTROVERT/INTROVERT

Sejak zaman dahulu kala, manusia sudah berusaha

membagi dan mencari karakteristik manusia melalui

perspektif fi lsafat ataupun psikologi. Manusia dengan

hasrat yang instinktif dalam kaitannya dengan diri (self)

tidak pernah berhenti untuk digali dan ditemukan. Manusia

selalu mencari dirinya dalam kesejatian yang sejati-

sejatinya. Manusia berusaha memahami siapa dirinya yang

sebenarnya. Untuk itu, berbagai eksperimentasi, metode,

dan pengalaman-pengalaman diperas dan diekstraksikan

untuk menemukan kesejatian. Manusia memang sosok

makhluk yang kata Sartre (2002) sebagai sosok yang “etre-

pour-soi”, manusia yang mengada di muka bumi sehingga

Page 155: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

142 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dalam kaitannya dengan karakterisasi kepribadian,

pada masa lalu, ada nama besar yang turut menyumbangkan

penggolongan dalam psikologi, misalnya (1) Galen yang

memunculkan empat tipe manusia: sanguine, phlegmatic,

choleric, dan melancholic; (2) Hippocrates yang memun-

culkan tipe manusia: air, water, fi re, dan earth (Jung, 1921).

Pemikiran para pendahulu tersebut menginspirasi Jung

dalam memunculkan tipe kepribadian. Dalam konteks tipe

kepribadian, Jung sebenarnya mengaca pada dirinya sendiri

yang pada mulanya dia merasa adalah sosok introvert.

Keintrovertannya tersebut dia rasakan ketika dia masih usia

kanak-kanak. Bertolak dari hal itulah, Jung sedikit-demi

sedikit menguatkan tipe kepribadian dalam psikologi.

Pemikiran tentang tipe kepribadian sebelum Jung, pada

masa Jung, dan masa pasca-Jung juga muncul beberapa.

Namun, dalam konteks psikologi kepribadian, karakter tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert yang dimunculkan

manusia tidak akan pernah berhenti mencari dirinya.

Manusia akan selalu berusaha menemukan dirinya dan

tidak akan pernah puas dengan dirinya. Jika manusia puas

dengan dirinya, dia hanya sebatas “etre-en-soi”, manusia

yang hanya mengandalkan ke-ada-annya saja dan tidak

ingin melakukan pencarian dalam rangka menemukan jati

diri yang sejati.

Page 156: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

143Psikologi Jungian, Film, Sastra

oleh Jung sangat dikenal bahkan sampai digunakan sebagai

alat tes untuk masuk dalam perusahaan/akademik. Hal itu

menunjukkan bahwa tipe kepribadian yang ditawarkan oleh

Jung merupakan tipe kepribadian yang masih relevan dengan

perkembangan zaman. Namun, dalam perkembangan

zaman yang kekinian tersebut beberapa pandangan Jung

yang terkait dengan studi psikologi memunculkan dua

model, yakni model yang tetap mengikuti pandangan Jung

yang terdahulu sehingga dianggap sebagai psikologi Jungian

klasik dan model yang kedua adalah psikologi Jungian yang

diadaptasi dan mengikuti pandangan pemikiran yang relevan

dengan kesekarangan. Pandangan ini yang disebut dengan

psikologi Jungian modern. Keduanya, memang sama-

sama memiliki alasan pemikiran yang kuat dan fi losofi s

sehingga keduanya sampai sekarang masih bertahan dengan

kekuatannya masing-masing dan membangun komunitas

dengan sesama pandangan tersebut.

Jung (1921) mengungkapkan bahwa karakter meru pa-

kan bentuk dasar manusia. Karakteristik dari tipe kepriba-

dian manusia adalah sesuatu yang sudah melekat dalam diri

sehingga seseorang sulit untuk lepas dari hal itu. Karena itu,

pada zaman dahulu, seseorang yang memiliki karakteristik

pemurung, akan cenderung menjadi pemurung selamanya.

Jika pada suatu ketika dia tidak murung, hal tersebut

Page 157: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

144 Psikologi Jungian, Film, Sastra

bukanlah sebuah indikasi bahwa dia sudah lepas dari

karakter murungnya. Itulah yang disebut oleh Jung dengan

sesuatu yang sudah tetap dalam diri manusia. karena itu, ada

sebuah anggapan bahwa seseorang yang memiliki karakter

temperamental akan sulit menjadi karakter yang baik dan

sabar sebab karakter tersebut sudah menjadi bagian dari

dirinya. Begitu juga dengan seseorang yang memiliki karakter

ceria, dia juga akan sulit menjadi karakter pemurung. Jika

sudatu ketika orang yang memiliki karakter ceria tersebut

murung, hal tersebut bukan menjadi sebuah acuan bahwa

dirinya adalah sosok yang murung atau dia berubah menjadi

sosok yang pemurung. Namun, dalam beberapa kasus yang

langka, memang tidak menutup kemungkinan seseorang

yang bertipe pemurung akhirnya berubah menjadi orang

yang bertipe ceria. Hal itu tentunya disebabkan oleh banyak

faktor yang sangat kuat sehingga bisa mengubah karakter

awal yang terdapat dalam diri orang tersebut.

Tipe kepribadian utama dalam pandangan Jung (1921)

ada dua, yakni ekstrovert dan introvert. Tipe orang yang

ekstrovert memiliki ciri mengarahkan energinya keluar diri,

sedangkan introvert mengarahkan energinya ke dalam diri.

Orang yang memiliki kepribadian ekstrovert cenderung

terbuka terhadap lingkungan di sekitarnya, sedangkan orang

yang introvert cenderung tertutup terhadap lingkungan

Page 158: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

145Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang terdapat di sekitarnya. Keduanya, baik ekstrovert

maupun introvert tidak membicarakan kepribadian yang

paling baik ataupun kepribadian yang paling tepat, tetapi

hanya menemukenali karakter orang-orang yang memiliki

keunikan dengan tipikal masing-masing. Dengan demikian,

seseorang yang memiliki tipikal ekstrovert tidak lebih baik

ataupun lebih sukses dibandingkan dengan seseorang yang

memiliki tipikal introvert.

Dalam kaitannya dengan tipe kepribadian, seseorang

yang memiliki tipe kepribadian ganda tidaklah masuk dalam

kategori ekstrovert ataupun introvert. Dalam psikologi,

orang yang memiliki kepribadian ganda tersebut dengan

istilah Dissociative Identity Disorder (DID). Orang yang

dengan tipe DID disebabkan oleh faktor keterpecahbelahan

identitas. Hal itulah yang menyebabkan karakternya

menjadi multipersonality. Film Split (2017) merupakan

fi lm yang mengisahkan seorang laki-laki yang mengalami

12 kepribadian (diperankan oleh Kevin Wendell Crumb).

Ia adalah sosok yang laki-laki yang bisa menjadi karakter

sabar, baik, jahat, dan kejam dalam sepersekian menit.

Karakter seperti ini sangat langka dalam konteks psikologi

sebab orang yang memiliki keterpecahbelahan identitas

memang jarang ditemukan. Karakter yang seperti ini

sangat berbahaya jika tidak tertangani dengan baik sebab

Page 159: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

146 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dia sebagai sang pelaku terkadang tidak memahami yang

mana dirinya yang sebenarnya sebab dia memiliki banyak

karakter kepribadian.

Gambar 9: Tokoh Kevin Wendell Crumb dengan 12 kepribadian(Sumber: Film Split, 2017)

Dari kedua sikap yang ekstrovert dan introvert tersebut

Jung memunculkan empat fungsi sebagai penopangnya.

Empat fungsi tersebut, yakni pemikir (thingking), perasa

(feeling), sensasi (sensation), intuisi (intuition) (Jung,

1921). Setiap orang tidak ada yang memiliki kepribadian

tunggal yang kuat dalam kaitannya dengan ekstroversi dan

introversi. Seseorang hanya dominan dengan salah satu

tipe, yakni introvert ataupun ekstrovert. Melalui ekstroversi

dan introversi tersebut seseorang akan dibantu oleh empat

fungsi sikap yakni (thingking), perasa (feeling), sensasi

Page 160: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

147Psikologi Jungian, Film, Sastra

(sensation), intuisi (intuition) yang akan membuat mereka

menjadi manusia yang lebih baik dan seimbang dalam

menjalani kehidupan.

Ekstrovert memiliki tipikal yang berkecenderungan

suka travelling, menyukai orang baru, melihat tempat-

tempat yang baru. Sosok ekstrovert adalah manusia

yang memiliki tipikal petualangan yang unik, khas, dan

menarik. Kehidupannya terbuka dan penuh keramahan.

Adapun

ekstrovert terkadang tidak sepenuhnya ekstrovert sebab

dia juga memiliki sisi lain yang berada dalam dirinya. Begitu

juga orang yang bertipe introvert, mereka juga kadang

tidak sepenuhnya berkarakter introvert sebab memiliki sisi

lain yang terdapat dalam dirinya.

Dalam kaitannya dengan masalah kekuasaan, manusia

yang bertipe ekstrovert akan mengarahkan kekuatan

energinya keluar (outwards), sedangkan untuk manusia

yang bertipe

introvert adalah sosok yang bertipikal konservatif,

suka memiliki teman yang akrab, memiliki rutinitas,

dan cenderung memiliki kemandirian (Sharp, 1987).

Tipe-tipe tersebut memiliki orientasi yang berbeda dan

kadang skala preferensinya juga berbeda, seseorang yang

introvert akan mengarahkan kekuatan

energinya ke dalam (inwards) (Odajnyk, 2012). Seorang

penguasa yang mengarahkan energinya ke luar, dia akan

Page 161: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

148 Psikologi Jungian, Film, Sastra

cenderung menjadi agresor sebab dia lebih suka melakukan

ekspansi. Kekuatan menghegemoni seorang penguasa yang

ekstrovert juga lebih besar sebab dia memiliki kekuatan

untuk melakukan lobi yang besar pula. Berbeda halnya

dengan seorang penguasa yang mengarahkan energinya ke

dalam, ia akan lebih banyak bekerja dengan menggunakan

energinya untuk mengoptimalkan kekuatan yang terdapat

di dalam. Ia tidak begitu banyak menggunakan energi untuk

menghegemoni anak buahnya.

Jung (1921) mengusulkan bahwa seseorang yang

bertipologi ekstrovert ataupun introvert tidak lepas dari

energi libidonya. Seseorang yang ekstrovert berarti

mengarahkan energi libidonya keluar, sedangkan seseorang

yang introvert mengarahkan energi libidonya ke dalam.

Keduanya, baik tipe ekstrovert dan ekstrovert bukanlah tipe

yang baik ataupun yang buruk, melainkan sebuah tipe yang

berkait dengan karakter yang mengeksplosifk an energi ke

dalam ataupun ke luar. Dalam hubungannya dengan orang

yang mengidap schizoprenia, Jung menunjukkan bahwa

orang yang mengalami halusinasi tampak pula dari karakter

yang melekat pada dirinya. Seseorang yang bertipe

ekstrovert akan memunculkan halusinasi yang berasal dari

luar dirinya, sedangkan seseorang yang bertipe introvert

akan memunculkan halusinasi yang berasal dari dalam

Page 162: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

149Psikologi Jungian, Film, Sastra

dirinya. Pandangan Jung tersebut rasional sebab dalam

mimpi- mimpi orang-orang yang mengalami schizoprenia,

antara yang ekstrovert dan introvert akan berbeda.

Ekstrovert suka bepergian, bertemu orang baru,

melihat tempat baru. Mereka adalah petualang yang

khas, kehidupan pesta, terbuka dan ramah. Introvert pada

dasarnya konservatif, lebih menyukai lingkungan rumah

yang akrab, masa intim dengan beberapa teman dekat.

Sebagai tambahan, introvert adalah suka dalam rutinitas,

tidak begitu suka dengan kebaruan, dan dapat diprediksi.

Sebaliknya, introvert, yang cenderung lebih mandiri

daripada ekstrovert, mungkin menggambarkan yang

terakhir itu sebagai kegembiraan, sesuatu yang dangkal. Hal

ini menunjukkan bahwa kedua tipe tidak berbicara tentang

masalah konteks benar dan salah dalam diri manusia, tetapi

lebih sebagai elemen yang mendorong dan mengawal

manusia dalam menjalani kehidupan.

Dalam perkembangan kekinian, tipe kepribadian Jung

diadaptasi oleh peneliti yang lain, misal saja Wilde (2011)

yang memunculkan postulat dalam kaitannya dengan tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert. Wilde memunculkan

tiga postulat, yakni (1) pembagian ekstroversi dan introversi;

(2) fungsi tipe ekstroversi dan introversi; dan (3) persepsi

dan domain penelitian. Untuk kategori postulat yang

Page 163: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

150 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pertama, Wilde membagi kategori ekstroversi pada wilayah

kiri dengan karakter: sociable, expressive, groups, listening,

talkative, sedangkan introversi pada sebelah kanan dengan

karakter: reserved, contained, individuals, (i) reading, dan

(i) quiet. Jika divisualisasikan, gambaran tersebut tampak

pada tabel berikut.

Tabel 3: Postulat Tipe Kepribadian Jung

EI1 You are more (e) sociable (i) reservedEI2 You are more (e) expressive (i) containedEI3 You prefer (e) groups (i) individualsEI4 You learn better by: (e) listening (i) readingEI5 You are more: (e) talkative (i) quiet

Sumber: Wilde ( 2011) Jung’s Qualitative Personality Theory. London: Springer.

Postulat yang dimunculkan oleh Wilde tersebut hampir

sama dengan model yang dibuat oleh Myers-Briggs Type

Indicator (MBTI). Meskipun demikian, keduanya memiliki

perbedaan dari segi penggunaan istilah postulat.

Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)

Seorang ibu dan seorang anak perempuan -- Katharine

Cook Briggs dan Isabel Myers-- yang mendalami tipe

kpribadian Jung membuat tes kepribadian kepribadian

Page 164: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

151Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang diberi nama Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Tes

ini merupakan pengembangan dari kepribadian Jung tentang

ekstroversi dan introversi. Sebagai sebuah tes psikologi, tes

ini merupakan tes yang banyak digunakan dalam konteks

perusahaan ataupun untuk menerima pegawai sebab tes MBTI

tersebut lebih mengarah pada memahami karakter atau sikap

seseorang yang berhubungan dengan pekerjaan. Sampai

sejauh ini, memang tes kepribadian dianggap sebagai sebuah

kata kunci dalam memberikan justifi kasi seseorang layak atau

tidak diterima sebagai mahasiswa, dosen, pekerja, ataupun naik

jabatan. Padahal, kesemua itu hanyalah sebagian kecil saja dari

pemahaman seseorang terhadap si klien yang dites. Artinya,

alat tes kepribadian hanya menunjukkan sebagian kecil saja

tentang kemampuan seseorang ataupun karakter seseorang.

Jika merujuk pada pandangan Freudian, karakter manusia itu

hanya sebagian kecil yang terlihat, sedangkan bagian besarnya

tidak terlihat sebab berada di alam bawah sadar. Alam bawah

sadar itulah yang paling besar pengaruhnya dalam kehidupan

manusia.

Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) muncul sekitar

tahun 1940-an dan tipe kepribadian tersebut dikembangkan

dan diperbaiki selama bertahun-tahun oleh si pemiliknya

--Katharine Cook Briggs dan Isabel Myers-- sehingga menjadi

tes kepribadian yang lebih kokoh. Dalam perkembangannya

Page 165: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

152 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sekarang, Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) telah menjadi

merek dagang terdaftar yang berkait dengan tes psikologi

(Tieger et al., 1992). Hal ini mengindikasikan bahwa

penggunaan tes Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) harus

mendapatkan izin dari pihak yang memiliki merek dagang

tersebut. Meskipun demikian, tes yang menggunakan Myers-

Briggs Type Indicator (MBTI) juga ada yang tidak berbayar –

tersedia secara gratis di website. Hal itulah yang memudahkan

seseorang dalam mengenali kepribadiannya sendiri tanpa

harus datang ke tempat tes kepribadian ataupun merogoh

uang untuk tes kepribadian.

Bidang yang terdapat dalam MBTI ditrainer oleh orang-

orang yang memiliki keahlian di bidang psikologi. Adapun

bidang yang dimunculkan dalam MBTI berkait dengan

ranah berikut

Sumber daya manusia

Pengembangan organisasi

Konsultasi manajemen

Pembinaan pribadi

Pengembangan kepemimpinan

Membangun tim

Pendidikan dan pembelajaran

Konseling untuk individu dan keluarga

Page 166: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

153Psikologi Jungian, Film, Sastra

G ambar 10: Website resmi MBTI(Sumber: https://mbtitraininginstitute.myersbriggs.org/about-us/)

Sebagai sebuah lembaga psikologi yang memiliki

lisensi untuk tes kepribadian, MBTI termasuk lembaga

yang profesional dan harga untuk tes pun juga kategori

profesional. Lembaga ini banyak digunakan di beberapa

negara besar, di antaranya Amerika dan Eropa. Pada web

resmi MBTI, harga untuk tes MBTI mencapai 2295 USD.

Harga yang dibanderol tersebut terkategorikan harga kelas

premium untuk sebuah tes psikologi. Karena itu, tidak

semua orang yang bersedia ikut untuk tes MBTI sebab harga

tes yang dipatok oleh MBTI sangat mahal jika dibandingkan

dengan tes psikologi yang lain. Namun, MBTI sebagai sebuah

lembaga yang menyelenggarakan tes kepribadian memang

Page 167: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

154 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mempunyai kelebihan dalam kaitannya dengan tes masuk

untuk pegawai di sebuah perusahaan dan perusahaan pun

sangat membutuhkan tes tersebut untuk memahami dan

mengenali pegawai.

Page 168: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

155Psikologi Jungian, Film, Sastra

6SIMBOLISME MIMPI

“The dream is a natural phenomenon” (Jung, 2006:8).

Pernyataan Jung sejak awal sudah menunjukkan dengan

tegas bahwa mimpi adalah sesuatu yang alamiah. Mimpi

merupakan produksi dari kegiatan ketika manusia tidur.

Dalam tidur, manusia cenderung bermimpi. Bahkan, boleh

dibilang ketika manusia tidur pasti bermimpi. Hanya saja,

mimpi tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda

sehingga kadang mimpi sulit diingat ataupun dipanggil lagi.

Sampai saat ini mimpi masih menjadi misteri bagi sebagaian

orang sebab mimpi memang memliki simbol-simbol yang

terkadang masih belum bisa dipecahkan. Berkait dengan

mimpi, secara umum, dalam kaitannya dengan masalah

ingatan, mimpi terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut.

Page 169: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

156 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Pertama, mimpi yang utuh. Mimpi yang muncul dalam

tidur seseorang dan mimpi tersebut bisa dipanggil secara

utuh. Mimpi kategori ini merupakan mimpi yang mudah

dipahami dan mudah dikenali sehingga sang pemimpi bisa

mengingat mimpi tersebut secara utuh ketika dia sadar

dalam mimpi. Dalam mimpi tersebut sang pemimpi bisa

mengisahkan mulai dari awal mimpi, peristiwa yang terjadi

dalam mimpi dan akhir mimpi. Seorang yang mengalami

mimpi tentang perjalanan ke luar negeri, ia akan ingat

dengan detil kisah perjalanannya, mulai dari dia berangkat

menuju bandara, menggunakan pesawat yang berjenis air

bus dengan merek tertentu. Dalam perjalanan udara pun dia

masih ingat bahwa dirinya bercengkerama dengan seorang

pria tua memberikan informasi tentang negara yang akan

dikunjunginya. Setelah sampai di negara yang dituju, ia pun

juga masih ingat bahwa tiba di negara tersebut pukul 01

dini hari dan dalam kondisi cuaca yang kurang bersahabat.

Hujan dan badai disertai angin kencang. Dengan demikian,

mimpi yang muncul dan mimpi yang dikisahkan oleh sang

pemimpi tersebut dimunculkan secara utuh.

Kedua, mimpi yang fragmentaris. Mimpi ini merupakan

mimpi yang muncul secara utuh dalam tidurnya seseorang.

Namun, mimpi tersebut hanya bisa dikenali dan dipanggil

dalam bentuk parsial. Mimpi ini memang muncul dan

Page 170: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

157Psikologi Jungian, Film, Sastra

hanya dipahami oleh sang pemimpi hanya dalam bentuk

potongan-potongan saja sebab dia (sang pemimpi) tidak

mampu memanggil mimpi tersebut secara utuh. Banyak

faktor yang menyebabkan hilangnya fragmen dalam mimpi

tersebut, salah satu di antaranya adalah berkait dengan

isi cerita tersebut yang terlalu pendek sehingga ketika

dipanggil yang muncul hanya parsial saja dan sang pemimpi

tidak bisa memanggil lagi sebab selain terlalu pendek bisa

jadi mimpi tersebut tertindas oleh pikiran-pikiran yang

lain. Dalam kaitannya dengan mimpi ini, seorang pemimpi

mungkin hanya mampu mengingat bahwa dia sedang

berjalan di sebuah tempat yang sepi dan dia menyendiri.

Namun, untuk mengetahui ada apa dia di tempat yang sepi

itu dan mengapa dia ada disitu tidak bisa dijawab melalui

mimpi tersebut.

Ketiga, mimpi yang tidak bisa dipanggil. Mimpi jenis ini

merupakan mimpi yang benar-benar sedikit sekali sehingga

sulit untuk dipanggil. Potongan mimpi yang terdapat dalam

diri sang pemimpi sangat kecil, tipis, dan tidak bermakna

sehingga sulit untuk dipanggil muncul ke permukaan.

Bahkan, tidak hanya itu, sang pemimpi tidak mampu

mengingat-ingat isi mimpi tersebut. Meskipun, sebenarnya

dia ingat bahwa ia sebenarnya mengalami mimpi dalam

tidurnya. Namun, untuk memanggil mimpi- mimpi tersebut

Page 171: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

158 Psikologi Jungian, Film, Sastra

agar muncul ke permukaan sulit dilakukan. Seseorang yang

terbangun dari tidur merasa bahwa dia bermimpi, tetapi dia

tidak mampu memanggil mimpinya. Jika bisa, terkadang

yang muncul hanya mozaik mimpi, misalnya jatuh, jalan,

lari, tetapi mimpi tentang hal itu tidak bisa diperjelas jatuh

di mana dan apa yang menyebabkan kejatuhan tersebut.

Begitu juga dengan jalan, sang pemimpi sulit menunjukkan

dan mengenali di mana posisi jalan tersebut atau dia berjalan

dengan siapa waktu berjalan tersebut dan waktu itu dia

berjalan pada kondisi siang hari, malam hari, atau sore hari.

Pada era modern seperti sekarang ini, manusia

sudah tidak begitu memercayai lagi mimpi. Mereka lebih

mengandalkan keilmiahan dan kelogikaan yang terdapat

dalam diri. Karena itu, manusia modern dianggap sebagai

manusia yang mengandalkan rasionalitas. Manusia yang

menuhankan logika. Namun, dibalik manusia modern

seperti sekarang ini kepercayaan terhadap mimpi masih

kuat dan melekat dalam diri manusia modern, tetapi cara

berpikir mereka masih kategori awam. Makna awam

di sini adalah cara berpikir tentang mimpi yang masih

kategori awan. Mereka adalah manusia modern yang masih

memercayai mistisisme, spiritualisme, dan dukunisme.

Dengan demikian, mereka masih memercayai ritual-ritual

yang dilakukan oleh para spiritual, mistisis, ataupun dukun.

Page 172: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

159Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dalam pandangan mereka, para spiritual, dukun, ataupun

cenayang adalah sosok yang masih mampu melihat mimpi

dengan jernih. Merekalah yang mampu memecahkan

simbol-simbol mimpi dengan benar sebab mereka memiliki

kedekatan dengan ruh atau bahkan Tuhan.

Lihat saja, seseorang habis bermimpi sesuatu yang

dianggapnya jahat atau berbahaya, misal berkait dengan

masalah suami, keluarga, atau harta benda. Sang pemimpi

itu akan datang ke guru spiritual11. Mereka (si klien yang

bermimpi) akan mendatangi guru spiritual dan bertanya

(lebih dalam lagi bahasanya meminta petunjuk) tentang

persoalan mimpi yang dialaminya. Sang guru spiritual

dengan kemampuannya akan melakukan ritual berupa

pemujaan ataupun pengorbanan. Melalui pemujaan dan

pengorbanan tersebut sang guru spiritual akan ditampakkan

bagaimana tafsir dari simbolisme mimpi yang dialami sang

klien. Entah benar ataupun salah dalam konteks interpretasi

mimpi, sampai sekarang masih ada orang yang menaruh

kepercayaan tafsir mimpinya kepada guru spiritual.

Mimpi bagi sebagian orang memang tidak memiliki arti

sebab mimpi dianggap sebagai ‘sesuatu yang nirmaknawi’.

11 Guru spiritual adalah sosok guru yang dianggap mampu dan mumpuni di bidang spiritualitas. Untuk kategori guru spiritual ini sebenarnya bisa dipilah menjadi dua, yakni guru spiritual kategori agama dan guru spiritual kategori dukun.

Page 173: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

160 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kenirmaknawian tersebut disebabkan mimpi tidak memiliki

fungsi untuk manusia, baik fungsi dalam konteks terapi

ataupun fungsi dalam konteks budaya. Karena itu, ada pula

anggapa bahwa mimpi adalah bunga tidur. Jika dianggap

sebagai bunga tidur, mimpi memang tidak memiliki apa-

apa selain hanya untuk memperindah seseorang ketika

mereka sedang tidur. Mimpi yang penuh misteri tersebut

menjadi perhatian bagi kalangan psikolog.

Mimpi dalam masyarakat Tiongkok klasik (sekitar 4 SM)

berkait dengan representasi hubungan kausalitas. Seseorang

yang bermimpi sebenarnya mendapatkan sebuah tanda,

peringatan tentang sesuatu, entah yang berkait dengan

kebaikan, kejahatan, keburukan, ataupun yang berkait

dengan hal yang lainnya (Li, 1999:17). Gambaran tersebut

menunjukkan bahwa mimpi dipenuhi oleh simbol-simbol

dan memang sang pemimpi harus mampu menafsirkannya

agar bisa memahami mimpi tersebut dengan baik.

Mimpi Konteks Agama

Mimpi dan simbolisme mimpi banyak dijumpai dalam

kehidupan keseharian. Mimpi dan simbolisme mimpi juga

muncul dalam konteks agama. Dalam konteks agama,

mimpi memiliki simbolisme sebagai tanda wahyu kenabian,

Page 174: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

161Psikologi Jungian, Film, Sastra

tanda tentang masa depan, teguran (datangnya dari Tuhan)

terkait dengan sesuatu, ataupun tanda akan terjadinya

sesuatu. Mimpi- mimpi tersebut merupakan mimpi yang

memang susbtansial sebab orang yang mendapatkan

mimpi adalah orang-orang yang terpilih. Dalam konteks

yang lain, mimpi dalam kaitannya dengan agama bisa

jadi merupakan mimpi yang berasal dari setan. Karena

itu, seorang pemimpi harus mampu menafsirkan mimpi

tersebut. Jika mereka tidak mampu menerjemahkan,

menginterpretasikan, mereka memerlukan penafsir mimpi.

Dengan demikian, diharapkan simbolisme mimpi tersebut

bisa terjawab dengan bagus dan tidak menyesatkan.

Nuruddin (2016) menjelaskan secara spefi sik bahwa

dalam konteks agama Islam, mimpi dalam pandangan

ulama terkategorikan menjadi dua, yakni mimpi yang

jelas dan mimpi yang kosong. Mimpi yang jelas adalah

mimpi yang memang benar-benar berkait dengan wahyu

keilahian, sedangkan mimpi yang kosong adalah mimpi

yang tidak ada kaitannya dengan konteks ataupun yang

lain. Selain itu, mimpi juga muncul dua kategori dalam

kaitannya dengan masalah nilai, yakni mimpi yang benar

dan mimpi yang salah. Mimpi yang benar merupakan

mimpi yang memang datangnya dari orang-orang terpilih

(nabi, sahabat, ulama), sedangkan mimpi yang bohong

Page 175: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

162 Psikologi Jungian, Film, Sastra

adalah mimpi yang muncul dari dukun ataupun cenayang.

Para dukun ataupun cenayang memunculkan tafsir mimpi

(takwil) dalam kaitannya dengan persekutuan dengan setan

sehingga mimpi tersebut dianggap mimpi yang kategori

bohong.

Mimpi dalam konteks agama memang berbeda dengan

mimpi yang dalam konteks biasa. Mimpi dalam konteks

agama lebih kompleks dan lebih sensitif sebab berkait

dengan masalah keagamaan. Karena itu, sang penafsir

mimpi dalam mimpi agama harus berhati-hati dalam

menafsirkan mimpi agama sebab berkait dengan masalah

tafsir keilahian.

Mimpi dan Psikoanalisis

Pandangan tentang mimpi yang paling terkenal selama

ini adalah tulisannya Freud ( 1955) tentang interpretasi

mimpi. Dalam buku tersebut, Freud dengan tangkas dan jeli

memaparkan apa yang disebut dengan mimpi, karakterisasi

mimpi, teori mimpi, cara kerja mimpi, dan metodologi

mimpi. Freud juga menunjukkan dengan tegas simbolisme-

simbolisme yang muncul dalam mimpi. Sebagai psikolog

yang lebih tendens pada konsepsi seksisme, Freud lebih

mengedepankan simbolisme-simbolisme yang berkait

Page 176: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

163Psikologi Jungian, Film, Sastra

dengan seksisme. Pandangan Freud tersebut memunculkan

kubu yang pro-Freudian (yang mendukung pemikiran

Freud dalam kaitannya dengan panseksisme) dan kubu

yang kontra-Freudian (yang tidak mendukung pemikiran

Freud dalam kaitannya dengan panseksisme). Mimpi-

mimpi dalam pandangan Freud adalah mimpi yang muncul

dalam orang-orang yang mengalami neurosis lebih banyak

memunculkan fenomena represi ataupun sublimasi yang

terkait dengan masalah seksual.

Mimpi dalam pandangan Freud ( 1955) sebenarnya tidak

lepas drai genealogi mimpi- mimpi purba. Freud banyak

mengutip mimpi dan simbolisme mimpi keagamaan dan

dikaitkan dengan mimpi konteks kontemporer. Tidak hanya

itu, Freud juga mengaitkan dengan mimpi yang terdapat

dalam mitologi kuno. Sumber mimpi utama yang digunakan

oleh Freud memang tidak bisa lepas dari keduanya, mimpi

dalam kitab suci keagamaan dan mimpi yang terdapat

dalam mitologi sebab keduanya dianggap sebagai sumber

yang memiliki otoritas.

Freud sebagai psikolog yang memunculkan psikologi

mimpi dan dia dianggap sebagai sosok yang mengawali

keberkaitan psikologi dan mimpi. Meskipun demikian,

jauh sebelum itu, rujukan tentang mimpi sudah pernah

ditulis oleh Andrew Lang –seorang antropolog yang sangat

Page 177: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

164 Psikologi Jungian, Film, Sastra

aktif dalam melakukan riset dan publikasi sehingga ia

menghasilkan puluhan buku tentang antropologi dan juga

buku yang berkait dengan folklore/cerita rakyat yang sampai

saat ini karya-karya tersebut masih melegenda-- (1897) The

Book of Dreams and Ghosts. Dalam buku tersebut, Lang

(1897) sebagai sosok antropolog menjelaskan bahwa tidur

itu sealami bangun tidur. Artinya, dalam mimpi seseorang

bisa melakukan apa saja sebab mimpi merupakan dunia lain

yang berada dalam alam ketidaksadaran fi sik, tetapi berada

dalam alam kesadaran psikis. Karena itu, seseorang yang

bermimpi dikejar oleh sesuatu yang menakutkan, ia akan

cenderung berlari sebab naluri manusia yang ketakutan

menunjukkan bahwa mereka akan berlari. Dalam kaitannya

dengan budaya, pikiran yang muncul dalam mimpi tentu

dibentuk oleh budaya yang terdapat dalam masyarakat

tersebut.

Seseorang yang berasal dari Indonesia tidak akan

pernah memimpikan hal yang berkait dengan Eropa, misal

Jerman. Tentunya, dalam konteks ini seseorang tersebut

tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang apa itu

negara Jerman. Dengan demikian, memori yang terdapat

dalam otaknya tidak akan pernah bisa memunculkan budaya

Jerman dalam mimpinya sebab pikirannya memang tidak

pernah menginput materi tentang budaya Jerman. Begitu

Page 178: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

165Psikologi Jungian, Film, Sastra

juga sebaliknya, orang yang tidak pernah ke kutub dan tidak

mengetahui budaya kutub akan sulit memimpikan sesuatu

tentang kutub sebab dia tidak pernah mendapatkan asupan

materi tentang kutub, baik secara empiris maupun secara

informasi pengetahuan yang diperolehnya dari rujukan,

media, ataupun diskusi dengan orang lain.

Selain teori mimpi yang dimunculkan oleh Freud, buku-

buku yang berbicara tentang mimpi juga sudah ada pada

masa-masa Freud dan Jung, salah satunya adalah tulisannya

Nicoll (1917) yang mengetengahkan keberkaitan antara

psikologi dan mimpi. Dalam pandangan Nicoll, psikoterapi

bisa menggunakan medium mimpi sebagai sarana terapi

bagi orang-orang yang mengalami neurosis. Pandangan

Nicoll ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Freud dan

Jung bahwa mimpi bisa digunakan sebagai sarana untuk

menemukenali masalah psike yang terdapat dalam diri

manusia.

Pandangan Freud tentang mimpi tersebut mengins-

pira si pemikiran Jung dalam melahirkan pandangan ten-

tang mimpi. Jung memang sangat kagum pada karya

Freud yang secara detil dan komprehensif menggali mimpi

dan mengolahnya menjadi kajian yang bersifat ilmiah.

Kega guman Jung terhadap buku tentang mimpi tersebut

ditunjukkan melalui diskusi dan juga surat-menyurat yang

Page 179: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

166 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dilakukan oleh Jung dan Freud selama beberapa tahun.

Kekaguman Jung terhadap Freud dalam hubungannya

dengan mimpi yang ternyata dijadikan sebagai jalur

utama oleh Jung adalah konsep tentang ketidaksadaran

yang muncul dalam mimpi. Namun, perbedaannya adalah

Jung tidak bersepakat dengan pandangan Freud bahwa

mimpi sebagai bentuk dari alam ketidaksadaran yang

lebih banyak didorong oleh elemen yang mengarah pada

hasrat seksisme. Jung berpandangan lebih positif bahwa

mimpi merupakan sarana bagi manusia untuk mengenali

dan menyembuhkan dirinya melalui mimpi- mimpi yang

dipecahkan melalui simbol-simbol. Tentunya, dalam

konteks ini, penginterpretasian mimpi tidak hanya bersifat

fragmentaris, tetapi harus bersifat simultan dan holistis

sehingga bisa ditemukenali simbolisme mimpi yang lebih

relevan.

Jika merujuk pada pandangan Ackroyd (1993), psikologi

mimpi tidak lepas dari nama besar Freud, Jung, dan psikologi

gestalt. Dalam konteks psikologi gestalt, mimpi tidak seperti

pandangan psikoanalisis Freudian ataupun Jungian yang

dimodelkan dengan klien mengisahkan mimpinya pada

sang terapis dan dokter membantu menginterpretasikan

simbol-simbol mimpi tersebut untuk digunakan sebagai

penyembuhan (healer). Dalam gestalt, mimpi dianggap

Page 180: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

167Psikologi Jungian, Film, Sastra

sebagai sebuah jalan menuju integrasi diri. Dengan begitu,

sang pemimpi diajak untuk membangunkan/membangkitkan

kembali mimpinya.

Dalam peradaban barat, diakui atau tidak, buku

interpretasi mimpi yang melegenda memang hanya ada

dua, yakni Freud dan Jung. Keduanya memang memberikan

pengaruh besar kepada dunia barat dan juga berbagai

negara di seluruh dunia (Shamdasani, 2003:100). Hal

tersebut menunjukkan bahwa kekuatan pemikiran Freud

dan Jung sangat kuat sebab keduanya memang berbicara

tentang alam ketidaksadaran yang terkadang muncul dalam

mimpi. Tidak hanya itu, mimpi- mimpi yang terdapat dalam

diri orang-orang yang mengalami neurosis bisa digunakan

sebagai bahan psikoterapi untuk penyembuhan klien.

Dalam pandangan Jung (1961) mimpi merupakan

suatu energi yang muncul tidak dari dalam diri manusia

itu sendiri, melainkan muncul dari alam yang di dalamnya

memiliki unsur positif dan negatif. Unsur-unsur tersebut

tentunya tidak lepas dari ruh yang memiliki tipikal kebaikan

dan kejahatan. Untuk memahami dunia mimpi yang dalam

tersebut manusia harus mampu mengenali mitologi, fabel,

dan spiritualisme yang di dalamnya memang berbicara

tentang sesuatu yang dalam dan fi losofi s. Bersepakat

atau tidak, manusia modern saat ini memang harus belajar

Page 181: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

168 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pada manusia primitif di zaman lampau sebab banyak

simbol-simbol yang belum terpecahkan pada masa kini.

Pemecahan simbol-simbol tersebut bisa dipecahkan dengan

pemahaman terhadap mitologi dan kehidupan manusia

primitif pada zaman lampau.

Catatan terapi yang berhubungan dengan mimpi

dalam psikologi Jungian tidak jauh dari neurosis. Orang-

orang yang mengalami neurosis bisa diterapi dengan

mengisahkan mimpinya kepada sang terapis. Sebagai

seorang terapis, Jung telah melakukan beberapa terapi

mimpi orang-orang yang mengalami neurosis. Jung (1961)

mengisahkan salah seorang kliennya yang mengalami

mimpi yang berulang. Mimpi yang dialami oleh klien adalah

mimpi yang menggambarkan bahwa sang klien berada di

sebuah tempat yang tinggi. Di tempat yang tinggi tersebut

dia bisa memandang berbagai keindahan alam, mulai dari

hutan, sungai, dan danau. Ia ingin menujuk ke sana, tetapi

seolah-olah ada kekuatan besar yang menahannya. Karena

memiliki kekuatan dan keinginan besar, si klien berusaha

menuju ke danau yang diingin. Namun, hawa dan udara

yang tidak bersahabat menghalangi dirinya untuk mencapai

danau tersebut.

Melalui mimpi tersebut Jung menunjukkan bahwa

mimpi yang dialami kliennya tersebut memiliki pertalian

Page 182: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

169Psikologi Jungian, Film, Sastra

dengan kondisi spiritual sang klien. Klien itu adalah seorang

teolog yang berusahan memperdalam spiritualitasnya.

Namun, dia masih ketakutan dengan beberapa hal

yang menghalangi cara berpikirnya dalam relevansinya

dengan masalah agama. Ia merasa terkungkung dengan

dogma yang terdapat di dalam agama yang dianutnya.

Ia merasakan bahwa ada sekat dan batas yang berkait

dengan dogma dan keinginannya sebagai seorang teolog

(Jung, 1961). Mimpi- mimpi yang disajikan dalam terapi

yang dilakukan oleh Jung lebih banyak mengisahkan

mimpi yang berkait dengan konteks spiritual klien.

Tampaknya, hal tersebut dipengaruhi oleh tipikal Jung

yang memang lebih mengedepankan psikologi spiritul

dan karena dia juga sosok psikolog yang lebih ‘bernada’

occultism. Dengan begitu, narasi tentang mimpi- mimpi

Jung banyak dimunculkan dalam (Jung, 1964) Memories,

Dreams, Refl ections, Jung (1964) Man and his Symbols;

(Jung, 1934) Archetypes and the Collective Unconscious.

Hal ini menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi

dibandingkan dengan mimpi yang paparkan oleh Freud.

Mimpi- mimpi yang dialami oleh kliennya Freud lebih

banyak yang berkait dengan masalah simbolisme seksual.

Pandangan Jung tentang simbolisme mimpi memang

tidak sebanyak dan sekompleks pandangan Freud tentang

Page 183: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

170 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mimpi. Jung memunculkan pandangan- pandangan tentang

simbolisme mimpi dan juga terapi mimpi yang memang

menjadi pengalaman individualnya dalam melakukan

terapi pada klien-kliennya. Sampai akhir kematiannya,

Jung memang tidak pernah menuliskan manuskrip tentang

simbolisme mimpi ataupun psikologi mimpi dalam satu

monograf. Ia menulis mimpi dalam bentuk segmentasi yang

tersebut dalam berbagai tulisannya. Namun, apapun yang

terjadi Jung tetap memberikan sumbangan besar dalam

perkembangan studi mimpi yang sampai saat ini digunakan

dalam studi psikologi kontemporer.

Mimpi dalam pandangan Jung merupakan sebuah

kompensasi. Mimpi merupakan suatu proses psikologis yang

mengatur kompensasi dalam diri manusia. Kompensasi

dalam mimpi tersebut terbagi menjadi tiga. Pertama,

mimpi yang merupakan distorsi dari ego si pemimpi. Mimpi

tersebut mendistorsi hasrat ego menjadi sesuatu yang

tereduksi. Kedua, mimpi yang merupakan representasi

ego. Ketiga mimpi yang berkait dengan archetype yang

bertalian dengan individuasi (Hall, 1983:24). Kategorialisasi

mimpi itu merupakan urutan bahwa semakin dalam mimpi,

akan semakin misterius pula simbolisme yang terdapat di

dalamnya.

Page 184: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

171Psikologi Jungian, Film, Sastra

Pendekatan Mimpi Model Jungian

Guna memahami simbolisme mimpi yang berkait

dengan imaji, ornament, ataupun animasi dibutuhkan

cara untuk menghampirinya. Penghampiran simbolisme

mimpi dalam perspektif psikologi Jungian memiliki tiga

tahapan, yakni (1) pemahaman yang jelas dan detil tentang

mimpi; (2) pengumpulan asosiasi dan amplifi kasi yang

menduduki tiga level, personal, kultural, dan arketipal; dan

(3) penempatan

mimpi harus mampu memahami

situasi kehidupan sang pemimpi. Untuk memahami konteks

kehidupan sang pemimpi tersebut sehingga tidak terjadi

misunderstanding.

Ketangkasan dan ketepatan seorang analis dan terapis

dalam memaknai mimpi sangatlah diperlukan karena data

mimpi yang terserak terkadang memerlukan interpretasi

lebih dalam. Mimpi- mimpi yang terserak tersebut

membutuhkan kedalaman dan ketangkasan dalam menata

mozaik-mozaik yang terserak sehingga menjadi gambaran

utuh yang mampu merepresentasikan makna mimpi dari

mimpi yang disesuaikan dengan konteks

situasi dan kondisi sang pemimpi dan juga dikaitkan dengan

proses individuasinya (Hall, 1983). Tahapan dalam

memahami simbolisme tersebut sangat penting sebab

sangat berpengaruh dalam interpretasi penelitian. Tidak

hanya itu, seorang peneliti

Page 185: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

172 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sang klien. Mimpi orang yang normal dan mimpi orang

yang tidak normal memiliki asosiasi dan kompensasi

yang berbeda. Seseorang yang mengalami neurosis akan

mengalami mimpi yang cenderung berulang, mimpi

yang berkait dengan pengejaran, dan mimpi- mimpi yang

menakutkan. Hal tersebut memang disebabkan oleh alam

berpikirnya yang mengalami gangguan sehingga gangguan

alam berpikir tersebut akan masuk dalam alam bawah sadar

dan alam bawah sadar tersebut akan muncul dalam mimpi.

Munculnya mimpi tersebut merupakan bentuk kompensasi

dari neurosis yang dialami oleh sang klien. Pengalaman

dan jam terbang seorang terapis akan menentukan pula

kemampuan terapis dalam memecahkan simbolisme-

simbolisme mimpi yang dialami oleh si klien.

Dalam mimpi terdapat beberapa karakter yang

muncul, yakni mimpi yang berhubungan dengan depresi,

mimpi yang berhubungan dengan kecemasan, mimip yang

berhubungan dengan psikosis, mimpi yang berhubungan

dengan masalah fi sik (Hall, 1983). Mimpi- mimpi tersebut

memiliki karakteristik yang berbeda dengan mimpi orang

yang normal. Karena itu, sang pemimpi juga harus mampu

menceritakan latar belakang dan konteks sosial cerita

yang berkait dengan mimpi yang dialaminya. Melalui

pengenalan mimpi tersebut sang terapis akan lebih mudah

Page 186: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

173Psikologi Jungian, Film, Sastra

untuk mengenali dan menganalisis simbol-simbol mimpi

dari sang klien.

Ketika seorang terapis mimpi menggali mimpi sang klien,

sang terapis harus mampu menggali dan menautkannya

dengan konteks yang lain yang memiliki relevansi dengan

konteks mimpi. Hal tersebut sangat diperlukan sebab

beberapa kasus terjadi terutama pada mimpi anak-anak

yang kurang kuat dalam memanggil mimpinya. Ketika

pasien kurang baik dalam memanggil mimpinya, akan terjadi

kesalahan fatal dalam penafsiran terhadap mimpi. Tentunya,

kesalahan fatal tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya

disebabkan oleh si penafsir mimpi, tetapi disebabkan juga

oleh sang klien yang ternyata mengalami kegagalan dalam

memanggil mimpi secara utuh dan secara jelas. Perlu

diketahui juga bahwa seorang psikolog sebagai terapis yang

diharapkan mampu menyembuhkan klien, tetapi mereka

juga manusia sehingga hal tersebut tidak akan sepenuhnya

benar sebab mereka juga manusia yang berusaha mencari

kebenaran dalam penafsiran. Namun, terkadang mereka

gagal dalam menafsirkan. Hal ini sama dengan seorang

psikolog yang menggunakan terapi tertentu kepada klien

ternyata si klien tidak semakin sembuh, tetapi semakin parah.

Mimpi memiliki motif-motif yang jika digeneralisasikan

memiliki kesamaan. Motif dalam mimpi tidak ada lepas

Page 187: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

174 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dari adanya kontekstualisasi dari mimpi yang dimimpikan

oleh sang pemimpi. Karena itu, motif mimpi yang umum

bisa dikenali oleh manusia sebab tidak lepas dari konteks

kehidupan mereka. Di tangan seorang terapis yang handal

dan mumpuni, potongan mimpi yang tidak lengkap

ataupun mimpi fragmentaris yang konon nirmaknawi, bisa

digunakan untuk menginterpretasikan mimpi- mimpi yang

fragmentaris lainnya. Dengan demikian, seorang terapis

harus mampu menyatukan lubang-lubang puzzle yang

belum lengkap sehingga menjadi puzzle yang utuh dan

memiliki makna.

Motif mimpi yang sering muncul, antara lain mimpi yang

berkait dengan (1) incest – mimpi yang berhubungan dengan

perkawinan sedarah/hubungan sedarah (ayah dengan anak

ataupun ibu dengan anak; (2) duka – mimpi yang di dalamnya

berhubungan dengan kematian seseorang sehingga sang

pemimpi bisa melihatnya dalam mimpinya; (3) rumah –

merupakan mimpi yang berhubungan dengan kondisi jiwa

seseorang; (4) kendaraan –merupakan mimpi yang berkait

dengan transformasi jiwa/perjalanan jiwa seseorang dalam

menemukan dirinya atau bisa jadi berkait dengan struktur

ego; (5) narkoba dan alkohol –merupakan mimpi yang

berkaitan dengan seseorang yang terlibat/menjadi pecandu

narkoba ataupun alkohol; (6) kematian –merupakan mimpi

Page 188: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

175Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang berkaitan dengan kematian, tetapi kematian di sini

jarang terjadi sebagai bentuk mimpi yang aktual/sebenarnya,

mimpi kematian merupakan simbol transformasi archetype

seseorang ketika mengalami perubahan; (7) ular –

merupakan mimpi yang memiliki simbol kemiripan dengan

phallus sehingga bisa jadi memiliki keberkaitan dengan

maskulinitas. Namun, bisa jadi simbolisme ular tersebut

berkait dengan keotonoman ataupun penyembuhan (Hall,

1983). Karakterisasi motif mimpi tersebut merupakan sebuah

kriterium standar yang banyak muncul dalam konteks sosial-

budaya. Karena itu, tidak menutup kemungkinan adanya

motif-motif lain dalam mimpi yang memiliki relevansi dengan

konteks sang pemimpi.

Guna mempermudah seseorang dalam menginter-

pretasi alternatif

contoh metode penganalisisan mimpi dengan tahapan

berikut (1) locale –berkait dengan tempat, waktu, dan

dramatik persona; (2) exposition –berkait dengan ilustrasi/

pemaparan masalah; (3) peripateia –berkait dengan ilustrasi

transformatif; dan (4) lisis –berkait dengan hasil mimpi dan

interpretasi terhadap mimpi, kompensasi mimpi. Metode

mimpi yang dimunculkan Jung bukanlah metode mimpi

yang paten dan tidak bisa diubah. Ia hanya menawarkan

sebuah alternatif dalam pendekatan sebuah mimpi.

mimpi, Jung (2006) memberikan

Page 189: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

176 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Terkadang, oleh para pengguna analisis mimpi, mereka

menggunakan sepenuhnya apa yang dipaparkan oleh Jung

sebab hal tersebut dianggap sebagai pemikiran Jung yang

orisinal dan pakem. Karena itu, mereka sebagai analis

mimpi tidak mau keluar dari apa yang ditawarkan oleh Jung.

Page 190: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

177Psikologi Jungian, Film, Sastra

7 JUNG DAN FILM

Pemikiran Jung tidak hanya memengaruhi bidang

spiritual, antropologi, sastra, tetapi juga masuk dalam

studi fi lm (Fredericson, 1980; Hauke & Alister, 2001; Hauke &

Luke, 2011; Rountree, 2007; Rockefeller, 1994) ). Film yang

merupakan hasil dari proses kreatif tidak lepas dari konteks

psikologis. Karena itu, psikologi Jungian bisa dimasukkan

dalam konteks studi perfi lman. Dalam perfi lman, psikologi

bisa muncul melalui tiga hal, yakni sebagai berikut.

Pertama, psikologi penulis/sutradara. Dalam konteks

ini, studi psikologi dihubungkaitkan dengan psikologi sang

penulis/sutradara fi lm. Seperti halnya karya kreatif lainnya

–dalam hal ini fi lm dianggap seperti karya sastra-- fi lm tidak

Page 191: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

178 Psikologi Jungian, Film, Sastra

lepas dari sang pengarang yang melahirkan fi lm tersebut.

Dalam fi lm, karakterisasi tokoh yang dimunculkan tidak

lepas dari psikologi sang pengarang sebagai sosok yang

melahirkan karya kreatif tersebut. Pemunculan psikologi

dalam fi lm tersebut bisa dalam bentuk yang real, sublimasi,

ataupun dalam bentuk kompensasi. Dalam pandangan

Freudian klasik, manusia yang memunculkan sesuatu

melalui sesuatu yang lain sebenarnya tidak lepas dari

sang pengarang/penulis. Seorang penulis/sutradara yang

menyukai tema-tema psikologis akan cenderung memilih

menggarap fi lm yang bertemakan psikologis. Tentunya,

dalam konteks ini sang penulis merupakan penulis yang

memiliki idealisme dalam kaitannya dengan perfi lman yang

berkait dengan psikologis.

Kedua, psikologi dalam fi lm. Psikologi dalam fi lm pada

hakikatnya berkait dengan unsur psikologis yang muncul

dalam fi lm. Munculnya unsur psikologis dalam fi lm tampak

dalam segmentasi (1) monolog sang tokoh dalam fi lm.

Monolog dalam fi lm tersebut bisa muncul dalam suasana

senang, sedih, rindu, gembira, ataupun gila. Dalam fi lm A

Beautiful Mind (2001), monolog muncul dalam diri tokoh

utama yang bernama John Nash. Ia sering bermonolog

dan monolog tersebut merupakan halusinasi dari dalam

dirinya sendiri. Karena itu, monolog yang dia munculkan

Page 192: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

179Psikologi Jungian, Film, Sastra

merepresentasikan dirinya yang mengidap skizofrenia.

Seseorang yang melakukan monolog dengan preferensi

yang tinggi dalam kehidupan keseharian memang

merupakan hal yang tidak wajar sebab dalam konteks orang

yang mengalami schizophrenia, monolog dalam diri muncul

sebab orang tersebut mengalami ilusi dan delusi.

Psikologi dalam konteks teks/monolog/dialog dalam

fi lm merupakan studi yang paling banyak dilakukan

oleh peneliti. Faktor yang melatarbelakangi maraknya

penelitian yang berkait dengan studi psikologi dalam fi lm

ini di antaranya adalah kemudahan dalam mengambil

data. Ketika seseorang menonton fi lm, pada saat itu juga

dia bisa melakukan identifi kasi, klasifi kasi, dan reduksi

data penelitian. Hal ini merupakan kemudahan tersendiri

yang bisa dilakukan oleh peneliti dalam menngolah data

berdasarkan teks/monolog/dialog dalam fi lm.

Ketiga, psikologi penonton fi lm. Psikologi penonton

fi lm pada hakikatnya berkait dengan kondisi psikologis

sang penonton fi lm pada saat menonton fi lm ataupun

pascamenonton fi lm. Kondisi psikologis tersebut berkait

dengan apa yang dirasakan oleh sang penonton ketika

menonton fi lm tertentu. Dalam fi lm Happy Death Day 2 U

(2019), fi lm yang mengisahkan tentang seorang perempuan

yang dikejar oleh kematian, berusaha menemukan jalan agar

Page 193: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

180 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dia tidak mengalami kematian. Dalam fi lm tersebut, sang

tokoh utama tersebut berusaha menemukan jalan untuk

kehidupan sebab ia terjebak dalam masa lalunya. Untuk

kembali dalam ke masa depan, ia harus mampu melakukan

tindakan bunuh diri agar dia bisa kembali ke dunia masa

depan. Ketika menonton fi lm tersebut, penonton seolah-

olah merasakan bagaimana rasanya seorang perempuan

yang dikejar-kejar oleh kematian.

Perasaan ketakutan dan marah menghinggapi penon-

ton fi lm tersebut. Hal itulah yang menjadi salah satu kajian

dalam psikologi penonton. Kajian psikologi penonton tidak

begitu ramai diperbincangkan dalam konteks perfi lman.

Setidak nya, salah satu penyebab utamanya adalah infor-

man yang terkait dengan fi lm tersebut. Seorang peneliti

psikologi penonton harus memahami, mengenali, dan

memiliki kedekatan dengan informan terkait dengan fi lm

yang akan dijadikan bahan penelitian. Untuk itu, butuh

waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar dalam melahirkan

kajian psikologi penonton.

Selain itu, fi lm sebenarnya secara tidak langsung

memi liki peta penonton. Dalam hal ini, seseorang yang

masih remaja secara psikologis akan mencari fi lm yang

sesuai dengan psikologi dirinya. Dengan begitu, ia akan

menikmati fi lm yang ia tonton. Misal saja, remaja yang suka

Page 194: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

181Psikologi Jungian, Film, Sastra

dengan romantisme akan menyukai fi lm-fi lm romantisme,

misal Titanic yang mengisahkan percintaan antara seorang

perempuan dari kalangan bangsawan dengan laki-laki

yang berasal dari kalangan biasa. Dalam perjalanan kisah

cinta mereka, ternyata perjalanan cinta mereka terpisah

oleh kematian. Kapal pesiar yang mereka naiki ternyata

tenggelam dan sang laki-laki meninggal dunia, sedangkan

si tokoh perempuan terselamatkan. Untuk perfi lman anak-

anak, mereka akan menyukai fi lm yang berkait dengan

masalah anak-anak, misalnya animasi ataupun fi lm kartun.

Itulah psikologi fi lm untuk anak-anak. Untuk anak-anak,

fi lm How to Train Your Dragon (2019), tentunya disukai oleh

anak-anak sebab psikologi anak-anak memang menyukai

fi lm yang bertemakan dengan fantasi, imajinasi, dan juga

animasi. How to Train Your Dragon merupakan fi lm anak

yang digemari oleh anak-anak sebab selain fi lmnya bagus

dan animatif, fi lm tersebut mengisahkan seorang anak pria

yang menunggangi naga hitam. Dalam fi lm tersebut sang

naga hitam meninggalkan tokoh utama sebab dia bertemu

dengan sang naga putih. Naga hitam merupakan naga

jantan, sedangkan naga putih merupakan naga betina.

Interpretasi dalam studi psikologi perfi lman tentunya

bukan hal yang mudah. Seorang peneliti tidka boleh

terjebak pada teori tertentu dan fanatik pada teori tertentu

Page 195: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

182 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sehingga semua data fi lm diarahkan dengan menggunakan

pendekatan psikologi tertentu, misalnya, seseorang yang

sudah fanatik denngan psikologi Freudian, semua fi lm

dianalisis dengan perspektif psikologi Freudian. Padahal,

tidak semua fi lm bisa ‘match’ jika dikaji melalui perspektif

psikologi Freudian. Karena itu, dalam studi psikologi fi lm

ada hal yang sebaiknya diikuti oleh peneliti, terutama

peneliti yang masih tahapan pemula, yakni sebagai berikut.

Pertama, pemahaman tentang ilmu psikologi. Seorang

peneliti psikologi dan fi lm harus mengenali, memahami, dan

menguasai (1) teori-teori yang terdapat dalam psikologi; (2)

cara aplikasi/teknik penerapan psikologi tersebut (3) dan

jenis psikologi; psikologi klinis, psikologi agama, psikologi

antropologi, psikologi anak-anak, psikologi abnormal,

psikologi kepribadian, psikologi maskulinitas, psikologi

massa, psikologi sosial, psikologi feminisme, psikologi

posmodernisme. Melalui pemahaman yang mendalam

tentang psikologi tersebut, seorang peneliti bisa menggali

lebih dalam tentang isi fi lm jika dikaitkan dengan masalah

psikologis.

Kedua, ketajaman dalam menganalisis. Seorang

peneliti harus memiliki ‘mata analisis’ yang tajam agar hasil

analisis yang dilakukannya sesuai dengan yang diharapkan.

Seorang peneliti bisa melakukan analisis dengan model

Page 196: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

183Psikologi Jungian, Film, Sastra

verifi katif, yakni melakukan perulangan pada hasil analisis

dalam rangka mempertajam analisis. Ketika hasil analisis

diverifi kasi secara berulang-ulang, hasil analisis tersebut akan

menjadi lebih baik. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan

bahwa seseorang yang melakukan verifi kasi penelitian

harus benar-benar melakukan verifi kasi dan ada perubahan

yang signifi kan dalam penelitian. Dengan demikian, hasil

penelitian bisa menjadi lebih baik dan lebih tajam.

Ketiga, jam terbang penelitian yang simultan. Untuk

menjadi seorang peneliti yang bagus dan mendalam tidak

hanya berbicara tentang hasil saja, melainkan juga berbicara

tentang proses. Seorang peneliti yang handal akan selalu

berproses dan berproses untuk melahirkan karya bidang

psikologi dan fi lm. Semakin banyak dan semakin sering dia

melakukan penelitian, kemampuan dan ketangkasan dalam

melakukan penelitian menjadi lebih baik dan lebih bagus.

Seorang peneliti harus selalu mengasah kemampuannya

dalam melakukan penelitian agar ilmunya tidak hilang.

Ibaratnya, semakin sering seseorang mengasah pedang,

akan pedang tersebut semakin lama akan semakin tajam.

Pedang yang semakin tajam tersebut tentunya akan

membuat mudah si pengguna tatkala akan menggunakan

pedang tersebut untuk menebas pohon ataupun menebas

musuhnya. Jika tidak diasah dengan baik, pedang tersebut

Page 197: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

184 Psikologi Jungian, Film, Sastra

akan menyusahkan si pemilikinya. Ketika pedang digunakan

untuk menebas musuh, belum tentu musuh akan terbunuh

sebab pedang yang digunakan untuk menebas musuh

tersebut tidak tajam. Selain itu, hal utama yang perlu

diperhatikan dalam mengasah adalah cara mengasah yang

benar. Jangan sampai, seseorang mengasah pedang, tetapi

tidak memahami dan tidak menguasai cara mengasah

yang benar. Memang, kadang dijumpai seseorang yang

sudah melakukan penelitian yang banyak dan sering,

tetapi ternyata penelitiannya tersebut hanya itu-itu saja.

Hal tersebut memang tidak sebabkan minimnya jam

terbang, tetapi disebabkan minimnya kemampuan dalam

menajamkan analisis.

Keempat, mentoring pada yang memiliki otoritas.

Ketika seseorang sudah melakukan eksplorasi penelitian

terkait dengan asupan gizi dalam psikologi, penajaman

penelitian, peningkatan jam terbang penelitian,

tetapi seorang peneliti tidak boleh lupa bahwa ia juga

membutuhkan mentoring dari sang otoritas. Artinya,

seorang peneliti harus memiliki guru akademik yang bisa

mengarahkan hasil penelitiannya menjadi tulisan yang lebih

baik. Seorang mentor, supervisor, pembimbing, tentunya

memiliki kapabilitas dalam bidang penelitian. Untuk itu,

seorang peneliti harus mampu memilah dan memilih

Page 198: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

185Psikologi Jungian, Film, Sastra

seorang mentor yang benar-benar memiliki otoritas. Jika

seseorang melakukan kekeliruan dalam memilih otoritas,

ia akan mendapatkan masukan yang sedikit bahkan lebih

parah lagi ia akan mendapatkan masukan yang sebenarnya

masuk dalam ‘kekeliruan intelektual’ atau lebih parah lagi

disebut dengan ‘sesat intelektualitas’.

Kelima, praktik dan pengomunikasian hasil. Seorang

peneliti tidak hanya belajar memahami, menguasai,

menulis, tetapi juga harus mampu mempraktikkan dan

mengomunikasikan hasil penelitian. Seseorang yang sudah

mampu menghasilkan karya berkait dengan penelitian

psikologi dan fi lm, ia harus mampu mengomunikasikannya

kepada orang lain. Jika ia mampu mengomunikasikan hasil

penelitian, ia akan menjadi lebih convidence dan lebih

mantap dalam mengapresiasikan, mempresentasikan,

dan berargumentasi mengenai hasil penelitian yang

dilakukannya. Dalam konteks riset, tahapan yang paling

akhir dan paling utama adalah tahapan pengomunikasian

hasil. Tahapan pengomunikasian hasil tersebut disebut pula

dengan tahapan diseminasi. Tahap diseminasi merupakan

tahapan ketika seseorang mengomunikasikan hasil

penelitian kepada khalayak luas. Hal tersebut dilakukan

agar hasil penelitian tersebut dikenali dan bisa memberikan

kontribusi bagi masyarakat luas.

Page 199: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

186 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kelima faktor tersebut bukanlah hal yang utama

dalam kaitannya dengan studi psikologi dan fi lm. Kelima

hal tersebut merupakan alternatif dalam kaitannya dengan

cara untuk memantapkan penelitian tentang psikologi dan

fi lm. Jika seseorang sudah bisa melakukan kelima tahapan

tersebut, ia akan bisa lebih mudah dalam melakukan

penelitian konteks psikologi dan fi lm. Tentunya, setiap

orang memiliki kemampuan sendiri dalam mengikuti kelima

faktor tersebut.

Film memang bukan dunia real tempat manusia

hidup. Film memiliki logika sendiri dalam kaitannya dengan

menghidupkan logika-logika baru di dalamnya. Namun,

fi lm sebagai hasil proses kreatif sang penulis tentu tidak

lepas dari logika-logika psikologi sebab sang penulis dalam

menuangkan ide juga menggunakan psikologi, tentunya

psikologi akan masuk dalam naskah fi lm tersebut. Film

itu sendiri memiliki karakter yang berbeda-beda dalam

pemunculannya. Jika dikaitkan dengan kategorialisasi

fi lm: drama, komedi, perang, action, romantisme, fantasi,

kriminal, noir, sci-fi , dokumenter, ataupun animasi. Tentunya,

ka rak te ri sasi dalam fi lm-fi lm tersebut akan berbeda isinya

sebab disesuaikan dengan konteks perfi lman tersebut.

Untuk kategori komedi, tentu karakterisasi psikolo-

gis yang diangkat ringan sebab para penontonnya

Page 200: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

187Psikologi Jungian, Film, Sastra

menginginkan bacaan yang ringan pula sehingga mereka

bisa tertawa dan terhibur dengan karakterisasi tokoh

yang terdapat dalam fi lm tersebut –yang muncul dalam

model konyol, lucu, dan kadang menyakitkan sang tokoh—

sehingga konteks psikologis digunakan model yang menarik

dan memotivasi seseorang untuk tertawa. Film kategori ini

memang tidak menguras pikiran sebab memang kategori

komedi, bahasa dan isi yang dimunculkan di dalamnya

dibuat ringan sehingga penonton bisa mengikutinya dengan

mudah tanpa harus menguras energi psikologi.

Jika ingin menonton fi lm yang karakterisasi psikologinya

dalam, seseorang bisa memilih kategori drama yang di

dalamnya memang berusaha mengandalkan karakterisasi

psikologis. Dalam drama tersebut masih terdapat

subgenre yang berkait dengan: drama romantisme, drama

pembunuhan, drama komedi, drama politik, ataupun drama

perang. Film drama tersebut kadang membosankan sebab

yang dikuatkan adalah dialog-dialog dalam fi lm tersebut

sehingga penonton yang mengandalkan kekuatan fi sik,

misal perang, silat, tanding, ataupun duel , akan mengalami

kebosanan ketika menonton fi lm yang model demikian.

Karena itu, setiap penonton memang memiliki kecintaan

terhadap genre fi lm yang dia sukai. Dengan demikian, fi lm

dengan sendirinya akan menarik penonton yang sesuai

Page 201: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

188 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dengan karakter genre fi lm tersebut sehingga sangat

jarang seorang penonton fi lm action, tetapi dia menonton

fi lm drama. Sungguh hal tersebut membutuhkan kesabaran

tingkat tinggi sebab di fi lm action yang diandalkan adalah

laga, sedangkan drama yang diandalkan adalah dialog.

Sebuah jalan yang sulit dipertemukan, meskipun bisa-bisa

saja dipertemukan.

Dalam kaitannya dengan psikogi dan fi lm, dalam

subbab ini dipaparkan Jung dan fi lm berkait dengan fi lm

yang di dalamnya berkaitan dengan kehidupan Jung selama

ia muda. Dua fi lm yang digunakan dalam paparan bab ini

adalah A Dangerous Method (2011) dan fi lm The Soul Keeper

(2002).Kedua fi lm tersebut dipilih sebab merepresentasikan

kehidupan Jung pada masa muda dalam hubungannya

dengan seorang pasien yang bernama Sabina Spielrein.

Pemilihan fi lm tersebut tidak berkait dengan konteks benar

ataupun salah dalam kaitannya dokumenter Jung dan

Sabina, tetapi karena fi lm tersebut berkait dengan Jung.

Film dan Studi Jungian

Penelitian tentang fi lm perspektif Jungian bukanlah

hal baru. Film san psikologi merupakan sebuah fakta

empiris bahwa keduanya memang sulit dipisahkan.

Page 202: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

189Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dengan demikian, studi Jungian dalam perspektif

perfi lman merupakan hal yang menarik dan unik sebab

mengaitkan fi lm dengan konteks psikologi ketidaksadaran.

Berikut peneliti yang pernah melakukan penelitian fi lm

menggunakan perspektif psikologi Jungian.

Palmer (2013) yang meneliti fi lm The King’s Speech,

melalui perspektif psikologi Jungian. Ia menunjukkan bahwa

pangeran Albert yang mengalami kegagapan (suttering)

dalam berbicara tidak hanya disebabkan oleh semata-mata

faktor fi sik dan faktor psikologis. Namun, jika ditelusuri

lebih dalam, sang pangeran Albert memang memiliki

masalah dengan bayangan masa kecilnya. Hal inilah

yang perlu ditelusuri sebab dalam konteks psikoanalisis

yang berpegang pada determinis, memandang masa

lalu memiliki dampak pada kehidupan manusia di masa

yang akan datang. Sang pangeran kesulitan berbicara,

tetapi ketika dia marah, energinya tereksplosifk an dan

dia bisa berbicara dengan lancar. Karena itu, sang mentor

meminta agar pangeran harus bisa berbicara yang all out

sehingga semua energi dalam dirinya bisa muncul dan dia

bisa berbicara dengan lancar tanpa ada hambatan. Film

The King’s Speech ini akhirnya ber-ending bahagia dengan

penuh kemenangan sebab sang tokoh, yakni Pangeran

Albert sudah mampu berbicara dengan lancar.

Page 203: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

190 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Merritt, Merritt, & Lu, Kevin (2018) meneliti film

Hunger Games menggunakan pendekatan psikologi Jungian

dengan perspektif archetype. Ketiga peneliti tersebut

menunjukkan bahwa Hunger Games sebagai sebuah fi lm

merepresentasikan simbolisme kehidupan masa lalu yang

ada hubungannya dengan kehidupan masa kekinian. Karena

itu, sebenarnya fi lm Hunger Games tersebut merupakan

simbolisme dari kepemimpinan sekarang. Dalam konteks

ini, sang peneliti mengaitkan Hunger Games dengan

simbolisme ketidakpuasan terhadap pemerintahan Bush.

Cooper (2019) meneliti tentang fi lm Les Enfants du

Paradis [Children of Paradise]. Penelitian yang dilakukan

oleh Cooper menggunakan anima/animus Jungian. Untuk

memperdalam analisis, peneliti tidak hanya mengarah

pada Jungian saja, ia juga mengolaborasikannya dengan

dengan pandangan Lacan yang berkait dengan pandangan

neo-Freudian. Ia menunjukkan bahwa fi lm Les Enfants du

Paradis [Children of Paradise] merupakan fi lm yang berbicara

tentang psikoseksual. Cooper menunjukkan bahwa anima,

surialisme, dan wanita yang harus mampu mengalahkan

proyeksi laki-laki agar mereka bisa hidup bahagia dan bebas.

Iaccino (1998) melakukan riset tentang psikologi Jungian dengan menggunakan studi arketipal pada fi lm-fi lm yang science-fi ction. Film yang digunakan, yakni The Star Wars,

Page 204: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

191Psikologi Jungian, Film, Sastra

Planet of the Apes, Superman, Batman, Indiana Jones, The Higlanders. Iaccino mengaitkan fi lm-fi lm tersebut dalam hubungannya dengan archetype yang kait dengan heroisme, orang tua, dan juga perjalanan. Iaccino membandingkan juga karakter fi lm-fi lm setting zaman dulu dengan fi lm zaman sekarang dalam kaitannya dengan archtype. Tidak hanya dari fi lm yang diangkat ke layar lebar, Iaccino juga menelaah fi lm yang muncul di televisi, salah satunya adalah Hulk, manusia raksasa hijau. Dalam konteks ini, Iaccino berbicara tentang shadow yang terdapat dalam diri sang tokoh dalam Hulk tersebut.

Penelitian tentang Jung dan fi lm memang tidak sebanyak kajian sosial yang dikaitkan dengan fi lm. Diakui atau tidak, kajian fi lm dan psikologi memang kalah ramai dengan kajian fi lm dan sosiologi ataupun antropologi. Tentunya, tinjauan tersebut berdasarkan pada kecenderungan kajian fi lm yang saat ini marak diperbincangkan. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan minimnya studi fi lm yang dikaitkan dengan perspektif psikologi.

Pertama, studi psikologi tidak begitu jauh berbeda dengan studi fi lsafat. Meskipun demikian, studi fi lsafat lebih sedikit lagi peminatnya. Faktor penyebabnya adalah studi psikologi –begitu juga dengan studi fi lsafat—merupakan

studi pemikiran, yakni sebuah studi yang berbicara tentang

dunia dalam manusia, baik yang berbicara tentang alam

Page 205: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

192 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sadar maupun alam bawah sadar. Beberapa kecenderungan manusia, lebih suka memilih studi yang tidak begitu berat. Suatu ketika, tatkala saya mengajar matakuliah Filsafat Ilmu, dari 40 mahasiswa yang memprogram matakuliah tersebut hanya 10% saja yang menyukai studi fi lsafat. Ketika saya kaitkan dengan psikologi, yang respek terhadap psikologi hanya 20%. Hal tersebut disebabkan oleh asumsi bahwa belajar psikologi sangat rumit sebab berbicara tentang kejiwaan. Begitu pula dengan mahasiswa saya pemprogram matakuliah Psikologi Sastra, peminatnya juga sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa materi tentang psikologi tampaknya dihindari oleh sebagaian orang dengan alasan bahwa studi psikologi adalah studi yang berat.

Kedua, literatur tentang psikologi dalam kaitannya dengan konteks perfi lman tidak sebanyak kajian yang lainnya, misal sosiologi ataupun antropologi. Karena itu, para calon peneliti merasa kesulitan untuk melakukan penelitian yang terkait dengan fi lm dan psikologi. Meskipun demikian, hal tersebut bukanlah alasan bahwa minimnya suatu penelitian disebabkan oleh kurangnya literatur. Kebanyakan, minimnya suatu penelitian disebabkan oleh kurangnya minat penelitian di bidang itu.

Ketiga, adanya asumsi bahwa studi konteks psikologi tidak semarak dan tidak semenguntungkan studi yang lainnya. Hal tersebut mengakibatkan studi psikologi dan

Page 206: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

193Psikologi Jungian, Film, Sastra

fi lm tidak sebegitu ramai dan marak seperti studi yang lainnya. Asumsi tersebut memang kuat jika didasarkan pada fakta bahwa publisher yang memberikan ruang untuk studi psikologi tidak semarak dengan studi yang lebih populer, misal sosial science ataupun antropologi yang memang banyak peminatnya dibandingkan dengan studi psikologi. Hal itu juga memengaruhi adanya seminar-seminar yang dihelat dalam kaitannya dengan konteks fi lm dan psikologi sebab pihak penyelenggara seminar tidak mau rugi ketika

mengadakan kegiatan tersebut.

Jung dan Film A Dangerous Method (2011)

A Dangerous Method (2011) merupakan fi lm dokumen-

ter yang mengisahkan Jung dan kliennya. Ia adalah seorang

klien yang mengalami histeria. Film ini merupakan fi lm

yang oleh sebagian praktisi di bidang psikologi sebagai

fi lm dokumenter pada umumnya. Namun, pada sisi lain,

fi lm tersebut merupakan fi lm yang hanya merupakan

narasi dari kehidupan Jung yang diangkat dari sebuah

buku. Karena itu, masalah kebenaran yang terdapat dalam

fi lm tersebut masih pro dan kontra sebab secara historis

biografi Jung sampai sekarang masih dinamis. Artinya, data

tentang kehidupan Jung yang ditulis oleh penulis ( biografi /

peneliti) mengalami perubahan dan kadang bertentangan

Page 207: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

194 Psikologi Jungian, Film, Sastra

antara satu dan yang lainnya. Namun, satu hal yang bisa

digarisbawahi bahwa Jung adalah seorang psikolog yang

tidak diragukan kontribusinya dalam dunia psikologi dunia.

Film A Dangerous Method (2011) pada tahap awal

dibuka dengan narasi Jung yang memberikan terapi pada

kliennya yang bernama Sabina Spielrein yang merupakan

sosok perempuan yang mengalami histeria yang salah satu

penyebabnya adalah adanya trauma masa lalu. Histeria

yang muncul dalam diri klien tersebut salah satunya adalah

bentuk ketidakmampuan mengendalikan tuturan. Untuk

itulah, Jung memberikan terapi pada perempuan klien

tersebut. Gambaran tersebut tampak pada adegan berikut.

Gambar 11: Jung memberikan terapi kepada klien(Sumber: A Dangerous Method, 2011)

Page 208: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

195Psikologi Jungian, Film, Sastra

Adegan tersebut terjadi ketika Jung memberikan terapi psikoanalisis kepada kliennya. Jung menggunakan metode terapi wicara dengan kliennya. Ia berusaha menggali pulsi ketidaksadaran individual ataupun pulsi ketidaksadaran kolektif dari kliennya. Sabina Spielrien, sang klien memiliki masalah traumatis dengan masa lalunya. Ia pernah mengalami masalah psikologis dengan orang tuanya. Karena itulah, dia mengalami histeria yang ditandai dengan ketidakmampuannya dalam mengendalikan diri ketika ia berbicara dengan orang lain. Pada masa itu, seseorang yang mengalami histeria dianggap sebagai orang yang kerasukan setan sebab salah satu tanda dari orang yang terkena histeria adalah orang yang berbicara ngelantur dan tidak jelas. Padahal, dalam konteks kejadian ini, orang tersebut bukan karena dirasuki oleh setan melainkan karena ada gangguan psikologis dalam dirinya dan salah satunya bisa disembuhkan dengan terapi psikoanalisis.

Diskusi dan terapi wicara Jung dengan Sabina Spielrien dilakukan secara simultan dan bertahap. Sabina Spielrien yang terkena histeria, memang menginginkan Jung agar menjadi terapis untuk mennyembuhkan dirinya dari kejaran trauma masa lalu yang menyebabkan dirinya mengalami histeria. Hal tersebut tentunya dengan persetujuan kedua belah pihak. Gambaran tersebut tampak pada penggalan

dialog berikut.

Page 209: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

196 Psikologi Jungian, Film, Sastra

00:02:06,846 --> 00:02:08,167Saya yang merawatmu kemarin.

00:02:11,512 --> 00:02:12,419Aku tidak...

00:02:13,452 --> 00:02:15,849Aku tidak...tidak marah , kau tahu.

00:02:19,647 --> 00:02:21,423Biarkan saya jelaskan apa yang ada dipikiran saya.

00:03:26,794 --> 00:03:31,750Semacam, Aku tak bisa melihatnya dan ini membuatku merasa ingin muntah.

00:03:31,790 --> 00:03:36,498Aku mulai berkeringat,Keringat dingin.

Penggalan dialog antara Jung dan Sabina Spielrien

menunjukkan hubungan yang akrab dan menyenangkan.

Hal itu memang dilakukan oleh seorang terapis psikoanalis

ketika menggali masalah trauma ataupun masalah

ketidaksadaran yang terdapat dalam diri sang klien. Hal

tersebut dilakukan agar seorang klien bisa menceritakan

apa-apa yang selama ini dipendamnya secara mendalam.

Page 210: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

197Psikologi Jungian, Film, Sastra

Melalui terapi yang bersifat akrab dan menenangkan

tersebut, seorang klien akan dengan mudah mengeksplorasi

masalah individualnya dengan tanpa hambatan. Jung

sebagai seorang terapis menyilakan si klien Sabina Spielrien

mencoba berdamai dengan masalah yang terdapat dalam

dirinya. Ia pun memberikan solusi-solusi atau yang disebut

dengan treatment psikologis guna penyembuhan si klien.

Dialog tersebut muncul ketika Jung menanyai bagai-

ma na tanggapan Sabina Spielrein tentang dirinya sendiri.

Sabina Spielrein sangat tidak suka dan muak jika melihat

ayahnya sendiri. Menurutnya, sang ayah adalah sosok

yang pemarah, temperamental, dan melecehkan Sabina

Spielrein . Hal itulah yang membuat Sabina Spielrein sema-

kin traumatis dengan masa lalunya yang menurutnya kelam

dan membuat dirinya ketakutan dengan masa lalu itu.

Melalui dialog-dialog yang dilakukan secara simultan

tersebut tekanan yang berada dalam diri sang klien diharap-

kan akan berangsur-angsur menurun. Dengan demikian, si

klien akan merasa lebih lega sebab bisa mengeluarkan uneg-

uneg yang masuk dalam alam bawah sadar yang selama ini

dipendamnya begitu lama. Dalam kasus Sabina Spielrien,

ia merasa dilecehkan secara seksual oleh orang ayahnya

semasa ia kecil. Hal tersebut menjadi masalah traumatis

dalam dirinya. Ia tidak berani bercerita kepada siapa-siapa.

Page 211: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

198 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jika ia bercerita kepada orang lain, ia akan merasa malu

dan takut jika cerita individualnya tersebut diceritakan

kepada orang lain. Rasa malu dan menyakitkan yang

dipendam semakin lama tersebut mengakibatkan dirinya

mengalami gangguan psikologis. Untuk itu, dalam konteks

psikoanalisis, masalah yang terpendam dan terepresi

tersebut harus dipanggil lagi dan kemudian dikeluarkan

melalui terapi wicara.

00:32:17,530 --> 00:32:20,982Menurutmu apakah mungkin aku bisas menjadi psikiater?00:32:22,608 --> 00:32:24,018Aku tahu kau bisa.

00:32:24,844 --> 00:32:27,754Aku tak mendengar apapun kecuali reputasi baikmu dalam pekerjaan di universitas.

00:32:28,873 --> 00:32:31,050Kau benar-benar orang yang kita butuhkan.

Dalam perjalanan terapi yang berjalan secara simultan,

Jung dan Sabina Spielrien merasakan hal yang berbeda.

Tampaknya, keduanya saling memendam rasa suka. Terapi

yang dilakukan pun tidak hanya di dalam ruangan, tetapi

bisa juga di luar ruangan. Dalam perkembangan selanjutnya,

Page 212: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

199Psikologi Jungian, Film, Sastra

keduanya berdiskusi di sebuah kapal. Berdasarkan pada

dialog tersebut, Sabina Spielrien menanyakan apakah

dirinya bisa menjadi seorang psikiater –pertanyaan tersebut

ditujukan kepada Jung sebagai seorang doktor yang sekaligus

pembimbing mahasiswa doktoral. Jung pun mengungkapkan

bahwa Sabina Spielrien adalah seorang perempuan yang

sangat cocok dan bagus untuk menjadi seorang psikiater.

Memang, pada tahap selanjutnya Jung adalah pembimbing

Sabina Spielrien dalam pengerjaan disertasi.

Gambar 12: Diskusi Jung dengan Sabina Spielrien di Sebuah Kapal(Sumber: A Dangerous Method, 2011)

Hubungan Jung dengan Sabina Spielrien yang semakin

lama semakin akrab dan dalam ternyata tidak hanya di

konteks hubungan terapis-pasien, tetapi lebih dari itu.

Page 213: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

200 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Keduanya, ternyata menjalin hubungan asmara. Jalinan

hubungan asmara yang dilakukan Jung dan Sabina Spielrien

merupakan hal yang masih pro dan kontra.

Beberapa penulis, misalnya Covington (2003:1)

menun juk kan secara eksplisit bahwa “Sabina Spielrein

is perhaps best known for her love aff air with Carl Jung”.

Covington sebenarnya menunjukkan bahwa dirinya juga

mengikuti fakta-fakta yang ada jika Jung memang terlibat

hubungan asmara dengan Sabina Spielrein. Covington

juga menunjukkan bahwa hubungan asmara tersebut

tidak hanya berhenti pada titik itu, tetapi mengarah juga

pada konteks yang akademik. Jung dan Spielrein akhirnya

menjadi orang yang memperkuat studi psikoanalisis,

terutama psikoanalisis yang dimunculkan oleh Jung dengan

nama psikoanalitik –yang kelak di kemudian hari lebih

dikenal dengan nama psikologi Jungian. Begitu juga dengan

Cremerius (2003:64). Ia mengungkapkan bahwa percintaan

antara Jung dan Sabina “It is a terrible story” . Aff air di

antara keduanya ini dianggap sebagai kisah yang terlupakan

(forgotten). Ini adalah kisah tragis dan buruk sebab terjadi

antara seorang pasien dan terapis. Sigmund Freud dalam

konteks kejadian ini merupakan pihak ketiga yang muncul

sebagai mediator. Dalam konteks ini, Cremerius terlihat

sebagai sosok yang kritis. Ia menginterpretasikan bahwa

Page 214: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

201Psikologi Jungian, Film, Sastra

tindakan yang dilakukan oleh Jung dan Sabina tersebut

merupakan tindakan yang melanggar etika dan disebut

dengan istilah “professional blunder” sebab keduanya,

sama-sama bersalah dalam aff air. Memang, bersepakat

atau tidak, dalam konteks etika, seorang terapis tetap

harus memegang teguh etika terapis yang dipegangnya.

Tidaklah etis jika seorang terapis menjalin aff air dengan

kliennya dengan alasan pengobatan dan alasan yang

lainnya. Di tambah lagi, waktu itu, Jung sebagai seorang

terapis sudah memiliki istri. Hal itulah yang semakin

membuat masalah Jung dan Sabina Spielrein menjadi

tambah buruk dan tragis dalam dunia terapi psikoanalisis.

Tentunya, pandangan Cremerius tersebut tidak lepas juga

dari kacamata perempuan yang tidak suka melihat seorang

terapis ‘memanfaatkan’ kepentingan individualnya dengan

alasan tertentu.

Minder (2003:137) menunjukkan bahwa aff air yang

terjadi antara Jung dan Sabina Spielrein sudah diketahui

orang tuanya. Namun, Jung sebagai seorang psikolog

yang memang menjalin hubungan dengan Sabina Spielrein

tampaknya kesulitan untuk memutus jalinan asmara

tersebut. Diduga, Jung sebagai terapis memang sengaja

tidak melepaskan hubungan aff airnya dengan Sabina

Spielrein. Hal itu tampak dari surat orang tua Sabina

Page 215: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

202 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Spielrein yang tidak diserahkan kepada Freud. Surat

tersebut diduga berisikan keinginan orang tua (dalam

hal ini ibunya) agar anaknya, Sabina Spielrein, tidak lagi

dirawat oleh Jung. Bersepakat atau tidak, Sigmund Freud

juga sudah memberikan diskusi dan arahan kepada Jung

dan juga Sabina Spielrein dalam kaitannya dengan masalah

aff air tersebut. Karena itu, dalam tragedi ini, ada tiga nama

besar yakni Jung, Freud, dan Sabina Spielrein.

Kembali pada konteks fi lm A Dangerous Method,

hubungan aff air antara Jung dengan Sabina Spielrein juga

ditampilkan secara eksplisit. Mulanya, memang Jung biasa

saja dalam melakukan terapi kepada Sabina Spielrein.

Namun, lama-kelamaan terapi tersebut membuahkan hasil

yang disebut dengan aff air. Hubungan Jung dan Sabina

Spielrein tersebut terdengar oleh umum, suatu ketika, ia pun

dikritik dan disindir oleh temannya yang kebetulan menjadi

sesama terapis. Gambaran sindiran tersebut tampak pada

narasi berikut.

00:35:40,049 --> 00:35:41,419Misalkan saja kau ingin mencumbu mereka?

Dialog tersebut terjadi ketika Otto, teman Jung,

mengunjungi dirinya dan berdiskusi tentang masalah

Page 216: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

203Psikologi Jungian, Film, Sastra

pasien. Otto dengan secara terang-terangan menyindir

Jung bahwa terapi yang terlalu nyaman akan bisa membuat

seorang terapis mencumbu klien. Tentunya, dalam hal ini

didasarkan pada rasionalitas adanya hubungan relasional

yang terarah antara terapis dan klien. Namun, Jung dengan

tegas mengungkapkan bahwa dirinya tidak akan melakukan

hal yang tidak etis dengan melakukan hubungan seksual

dengan klien. Gambaran tersebut tampak pada narasi

berikut.

00:36:41,728 --> 00:36:44,295Jadi kau tak pernah tidur dengan pasienmu?

00:36:45,814 --> 00:36:46,798Tentu tidak.

Jung mengungkapkan bahwa dirinya tidak melaku-

kan hubungan seksual dengan perempuan yang dijadi-

kan kliennya. Tentunya, dalam hal ini Jung berusaha

menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang terapis yang

profesional, bukan seorang terapis yang sembrono dalam

melakukan treatment terapi kepada kliennya. Namun,

ketika kisah aff air antara Jung dan Sabina semakin

berkembang, Freud juuga turun tangan dan memberikan

masukan kepada Jung agar tidak terjebak asmara dengan

Page 217: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

204 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pasien. Jika ia terjebak aff air dengan pasien tentunya hal

tersebut merupakan indikasi yang tidak bagus sebab Jung

adalah seorang psikiater yang ternama. Hal tersebut akan

menjatuhkan reputasinya sebagai seorang psikiater muda.

Jung pun melakukan tindakan kompensasif dalam rangka

melindungi dirinya dari masalah aff air tersebut. Karena itu,

dia segera menemui Sabina Spielrein dan mengungkapkan

bahwa dia harus mampu menjaga diri agar tidak terjebak

pada sesuatu hal yang tidak etis.

00:55:56,545 --> 00:55:59,533Cobalah untuk mengingat cinta dan pasien yang aku tunjukkan padamu saat kau sakit.00:55:59,534 --> 00:56:01,375- Itulah yang aku butuhkan darimu sekarang.- Tentu saja.

00:56:01,780 --> 00:56:03,224Kau selalu memilikinya.

00:56:03,265 --> 00:56:06,188- Oh, Tolong jangan pergi.- Aku harus.

Melalui narasi fi lm tersebut tampak bahwa Junglah

yang berusaha menghindar dari aff air yang sudah

terbangun antara dirinya dan Sabina. Namun, Sabina

Page 218: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

205Psikologi Jungian, Film, Sastra

Speilrein yang terlihat dan terkesan tidak mau ditinggalkan

oleh Jung. Sabina Speilrein sebenarnya merasa nyaman

ketika dirinya berada dekat dengan Jung. Karena itu,

ketika Jung memutuskan untuk menyelesaikan masalah

aff air tersebut dengan cepat, tetapi Sabina Speilrein

malah ingin melanjutkan kisah aff air yang terjadi di antara

mereka berdua. Namun, dalam lubuk hati yang paling

dalam, Jung sebenarnya sulit untuk meninggalkan Sabina

Speilrein. Karena itu, dirinya merasa dalam dilema yang

berkepanjangan. Di satu sisi dia merasa menyukai Sabina

Speilrein, di satu sisi yang lain, hal tersebut melanggar etika

sebab dia sudah memiliki istri, Emma Rauschenbach.

Dalam perkembangan keilmuan Jung di bidang

psikoanalisis, dia tidak serta merta mengikuti pemikiran

penda hulunya, Sigmund Freud. Salah satunya adalah pemi-

ki ran tentang bahwa manusia yang kehidupannya didorong

oleh hasrat seksual. Freud sebagai seorang psikolog lebih

mengarah pada kajian yang eksperimentatif. Dengan demi-

kian, pemikirannya lebih banyak ditopang pada pengalaman

empiris daripada penelitian yang bersifat eksploratif.

Gambaran tersebut tampak pada narasi berikut.

00:37:44,142 --> 00:37:47,587Menurutku obsesi Freud pada seks mungkin karena ada banyak…

Page 219: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

206 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung menunjukkan bahwa dirinya memang memp-unyai pemikiran yang berseberangan dengan Freud masalah wanita dan seks. Dalam pandangan Freud, manusia memiliki pulsi instinktif yang sangat kuat yaitu energi libidinal yang mendorong manusia untuk melakukan apa saja yang diinginkan dalam konteks itu. Jung sebagai seorang psikoanalis muda lebih cenderung mengungkapkan bahwa manusia lebih banyak ditopang oleh kekuatan alam bawah sadar yang berkait dengan ketidaksadaran kolektif. Dalam alam ketidaksadaran kolektif tersebut manusia akan memperbaiki dirinya sendiri melalui penemuan jati diri yang disebut Jung sebagai individuasi.

Jung memiliki pikiran tersendiri dalam kaitannya dengan pe rempuan. Jung mengungkapkan bahwa dirinya ber pandangan jika manusia itu memiliki dua sisi. Seoarang laki-laki memiliki sisi perempuan, sedangkan seorang perempuan memiliki sisi laki-laki. Hal tersebut muncul sebab manusia memang dianugerahi dua sisi. Dua sisi tersebut digunakan untuk menjadikan manusia sebagai sosok pribadi yang bisa mengenal diri sendiri dan diri orang lain dengan sebaik-baiknya. Itulah yang disebut Jung dengan anima dan animus.

00:40:15,938 --> 00:40:18,033Pernahkah kau berpikir bahwa ada sisi laki-laki pada setiap wanita...

Page 220: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

207Psikologi Jungian, Film, Sastra

Istilah anima dan animus yang dimunculkan oleh

Jung menjadi terkenal dan dianggap sebagai teori yang

dimunculkan oleh Jung. Anima adalah sisi laki- laki yang

terdapat dalam diri perempuan, sedangkan animus adalah

sisi perempuan yang terdapat dalam diri laki-laki. Keduanya,

akan saling mencocokkan dan saling memberikan

pemahaman tentang psikologi perempuan dan psikologi

laki-laki.

Dalam perkembangan selanjutnya, Sabina Spielrien

menjadi anak bimbing Jung untuk disertasi yang ditulisnya.

Sabina Spielrien menulis disertasi tentang “On the

Psychological Content of a Case Schizophrenia (Dementia

Praecox) (1911)” yang pada tahap berikutnya –pada masa

sekarang ini-- dibukukan dengan judul The Essential Writing

of Sabina Spielrein ( Spielrein, 2019). Buku tersebut berbicara

tentang praktik psikoanalisis yang dilakukan oleh Spielrein

kepada para kliennya. Ia mengutip data-data penelitian

ketika dia melakukan terapi wicara dengan klien-kliennya.

Pandangan Jung sebagai seorang psikoanalis semakin

berkembang dan memang benar-benar menunjukkan arah

yang berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh Freud.

Jung memiliki pandangan yang berkait dengan psikologi

mistis yang digelutinya termasuk yang dijadikan sebagai

bahan dalam disertasinya. Namun, Freud sebagai sang

Page 221: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

208 Psikologi Jungian, Film, Sastra

guru, mentor, dan juga teman diskusi, ternyat tidak begitu

sepemahaman dengan Jung. Hal itulah yang membuat

keduanya mulai renggang. Gambaran Jung dan Freud yang

mendiskusikan tentang perbedaan pemikiran tersebut

tampak pada kutipan berikut.

00:52:45,494 --> 00:52:48,557Kita tak bisa hanya berkeliaran di daerah spekulatif.

1000:52:48,600 --> 00:52:53,199Telepati, Sampul buku yang bisa menyanyi, peri yang berada di dasar taman.

00:52:53,636 --> 00:52:54,836Itu takkan berhasil.

Narasi tersebut menunjukkan betapa tidak setuju

Freud dengan pemikiran Jung tentang psikologi yang

mengarah pada dunia spekulatif. Dunia yang berbicara

tentang mistisisme dan hal yang mengarah pada konteks

tahayu. Namun, Jung sebagai seorang psikolog yang

memiliki pemikiran yang berbeda dengan Freud, dia

tetap memang teguh apa yang dipikirkannya. Ia ingin

menunjukkan bahwa psikologi tidak hanya berbicara dalam

konteks kesadaran, ketidaksadaran, tetapi juga dalam

konteks yang mistis sebab kemistisan tersebut sebenarnya

bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Page 222: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

209Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar 13: Jung yang berdiskusi dengan Freud ( Sumber: A Dangerous Method, 2011)

Perjalanan pemikiran Jung dalam psikoanalisis ternya-

ta memang tidak berjalan dengan mulus sebab dalam

beberapa tahun kemudian, Jung memutuskan untuk

keluar dari psikoanalisis. Jung selanjutnya mendirikan

psikoanalitik yang merupakan varian baru dari psikoanalisis.

Namun, Jung sebenarnya tidak mengungkapkan bahwa

psikoanalitik merupakan varian baru dari psikoanalisis.

Hanya saja, pandangan dalam psikoanalitik memang

tidak jauh beda dengan psikoanalisis. Karena itu, sebagian

pengikutnya menyebut dengan istilah psikologi Jungian.

Ketika terjadi konfl ik intelektualitas dengan Freud, Jung

merasa dirinya dalam depresi. Ia merasa bahwa dirinya

tidak bisa melakukan apa-apa. Ia mengalami kebuntulan

Page 223: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

210 Psikologi Jungian, Film, Sastra

intelektual dalam menulis dan melakukan kegiatannya dalam hal psikoterapi. Pada masa ini, Jung juga sudah berpisah dengan Sabina Speilrein.

Berdasarkan paparan Sabina Speilrein, ia sudah menikah dengan seorang laki-laki yang berasal dari Rusia. Ketika dalam masa depresi, istri Jung, Emma, menemui Sabina Speilrein. Ia mengungkapkan bahwa Jung saat itu dalam kondisi yang kurang stabil secara psikologis. Karena itu, ia berharap Sabina Speilrein berkenan menemui Jung agar bisa memberikan masukan kepada Jung yang sedang

dilanda masalah psikologis. Gambaran tersebut tampak

pada paparan berikut.

01:26:17,062 --> 01:26:18,273Jadi kau sudah menikah.

01:26:20,165 --> 01:26:21,091Ya.

01:26:23,396 --> 01:26:24,717Dia seorang dokter?

01:26:26,914 --> 01:26:28,944Ya.Namanya Pavel Scheftel.01:26:31,292 --> 01:26:32,217Orang Rusia.

01:26:40,483 --> 01:26:41,632Seperti apa dia?

Page 224: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

211Psikologi Jungian, Film, Sastra

01:26:44,120 --> 01:26:45,025Mirip.

Sabina Spielrein akhirnya bersedia menemui Jung. Pertemuan keduanya pun berlangsung dengan biasa saja sebab keduanya saat itu sudah berkeluarga dan Sabina Speilrein dalam kondisi hamil. Sabina Speilrein menjelaskan secara gamblang tentang siapa suaminya, sosok laki-laki yang berasal dari Rusia dan secara tidak langsung memang memiliki kemiripan dengan Jung. Pada akhir fi lm ini dinarasikan bahwa Sabina Speilrein pada akhirnya menuju ke Rusia hidup dengan suaminya di sana. Film ini merupakan fi lm dokumenter yang menggambarkan perjalanan kehidupan Jung dalam perspektif intelektual dan asmaranya. Terlepas dari konteks apapun, fi lm ini ingin menunjukkan bahwa seorang psikolog yang ternama pun bisa mengalami masalah psikologis dan masalah aff air. Karena itu, tidak salah jika fi lm ini diberi nama sesuai dengan judul bukunya, A Dangerous Method.

Jung dan The Soul Keeper ( 2002)

Film The Soul Keeper (2002) merupakan fi lm roman-tisme yang mengisahkan romantisme Jung dan Sabina Speilrein. Jung adalah seorang psikiater dan Sabina Speilrein adalah kliennya. Film ini berdurasi pendek hanya

Page 225: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

212 Psikologi Jungian, Film, Sastra

90 menit. The Soul Keeper merupakan fi lm yang tidak jauh beda dengan A Dangerous Method (2011). Keduanya, sama-sama mengisahkan hubungan romantisme antara Jung dan Sabina Speilrein. Namun, perbedaannya, fi lm The Soul Keeper (2002) digarap secara biasa saja jika dibandingkan dengan fi lm A Dangerous Method (2011) yang digarap dengan lebih baik dan lebih intelektual sebab banyak memunculkan dan mengutip pemikiran-pemikiran tokoh psikoanalisis, yakni Jung, Freud, dan juga Sabina Speilrein. Dalam adegan awal fi lm tersebut dinarasikan bahwa keluarga dari Sabina Speilrein mendatangi Jung.

Gambar 14: Keluarga Sabina Spielrein yang datang ke Zurich(Sumber: The Soul Keeper, 2002)

Keluarga Sabina Spielrein menceritakan bahwa Sabina

Spielrein mengalami histeria semenjak adiknya meninggal

Page 226: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

213Psikologi Jungian, Film, Sastra

dunia. Meskipun demikian, pada mulanya Sabina Spielrein

sudah mengalami histeria dan histeria yang menjangkiti

Sabina Spielrein semakin lama semakin menguat ketika

adiknya meninggal dunia. Orang tua Sabina Spielrein

tampaknya tidak mampu mengatasi masalah yang mendera

Sabina Spielrein yang konon semakin lama semakin

memburuk. Untuk itu, keluarganya datang dari Russia

menuju ke Jerman, Zurich, untuk menyembuhkan anaknya

tersebut dari histeria. Narasi tersebut tampak pada dialog

berikut.

00: 02: 10,760 -> 00: 02: 13,069Kami benar-benar tidak tahuapa yang harus dilakukan, Profesor.

00: 02: 13.240 -> 00: 02: 15.435Dia sudah seperti iniselama setahun sekarang ...

00: 02: 15.640 -> 00: 02: 19.110... Sejak adik perempuannya,Irina, meninggal karena pneumonia.

00: 02: 19.520 -> 00: 02: 21.397Dia semakin buruk setiap hari.

Perilaku dan kondisi psikologis Sabina Spielrein

memang tidak terkendali dan menunjukkan bahwa dia tidak

Page 227: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

214 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mampu mengontrol kemampuan berbicaranya. Ia berbicara

yang di luar bahasa yang biasa atau dalam psikologi

dianggap sebagai bahasa yang neologisme. Seseorang yang

mengalami histeria akan mengeluarkan bahasa-bahasa

yang terkadang tidak dipahami oleh orang lain. Hal tersebut

disebabkan orang yang mengalami histeria tidak mampu

mengontrol kemampuan berbahasanya. Ia memang bisa

berbicara dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, tetapi

ia tidak bisa mengendalikan bahasa yang secara tiba-tiba

muncul dari alam pikirannya yang tidak terkendali.

Adegan yang muncul dalam fi lm The Soul Keeper pada

segmen keluarga yang datang pada Jung tidak muncul

dalam A Dangerous Method. Karena itu, adegan ini lebih detil

dalam mengisahkan perjalanan Sabina Spielrein dari Rusia

menuju ke Jerman dalam rangka penyembuhan dirinya

yang mengidap histeria. Ketika diwawancarai Jung dalam

kaitannya dengan terapi, Sabina Spielrein mengungkapkan

kata-kata yang merupakan representasi dari histerianya.

Gambaran tersebut tampak pada kutipan berikut.

00: 05: 25.400 -> 00: 05: 28.073Profesor Bleuler telah menempatkan sayayang bertanggung jawab atas kasus Anda.

00: 05: 33.680 -> 00: 05: 34.635Tidak, dengan lembut.

Page 228: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

215Psikologi Jungian, Film, Sastra

00: 05: 38.960 -> 00: 05: 40.757Pergi! Biarkan aku mati!

00: 05: 46.600 -> 00: 05: 47.430Tinggalkan saya.

00: 06: 00.640 -> 00: 06: 05.191- Mengapa kamu ingin mati?- Karena aku jahat!

00: 06: 06.600 -> 00: 06: 08.192Itu hampir tidak cukup alasan.

Narasi dialog antara Jung dan Sabina Spielrein

menunjukkan bahwa Sabina Spielrein merasa bahwa dirinya

tidak nyaman hidup. Ia ingin mati. Ia ingin melakukan tindak

bunuh diri. Memang, waktu itu, sebagai seorang perempuan

yang agak rentan, Sabina Spielrein, mencoba melakukan

bunuh diri dengan cara melukai dirinya sendiri. Sabina

Spielrein merasa dirinya bukan perempuan yang baik-baik.

Ia mengungkapkan itu pada Jung –dalam konteks ini dia

adalah dokter yang diminta oleh sang direktur, Bleuler,

untuk menangani Sabina Spielrein-- dan menganggap Jung

sebagai seorang laki- laki yang baik-baik.

Adegan dalam fi lm tersebut menunjukkan bahwa

Sabina Spielrein berbicara dengan kondisi ketakutan. Jung

Page 229: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

216 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mengungkapkan bahwa dirinya adalah dokter yang akan

menanganinya. Karena itu, Sabina Spielrein tidaklah boleh

merasa takut kepada Jung sebab Jung adalah terapisnya

yang akan berusaha dengan segala upaya agar Sabina

Speilrein bisa sembuh dari penyakit yang diidapnya tersebut.

Namun, Sabina Speilrein seolah-olah takut berbicara

dengan Jung yang dianggapnya sebagai orang yang masih

baru ‘orang asing’ dalam kehidupan kesehariannya.

Gambar 15: Jung dan Sabina Spielrein sedang berdialog (Sumber: The Soul Keeper, 2002)

Jung sebagai seorang doktor dan dokter muda dalam

dunia terapi ingin memunculkan metode baru dalam hal

terapi. Karena itu, ketika dia diperintahkan oleh direktur

rumah sakit untuk menangani Sabina Speilrein, ia ingin

Page 230: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

217Psikologi Jungian, Film, Sastra

memunculkan metode tersebut. Sebuah metode yang digunakan untuk menerapi pasien dengan menggunakan terapi wicara. Terapi ini sebenarnya merupakan konsep utama dari psikoanalisis yang dikembangkan dan dipelopori oleh Sigmund Freud. Karena itu, Jung sebagai teman kolegial Freud, juga mengembangkan terapi tersebut. Terapi itu dikenal dan disebut dengan psikoanalisis. Dalam perkembangan selanjutnya, psikoanalisis masuk dalam psikologi kepribadian, psikologi klinis. Psikologi yang berbicara tentang masalah psikologi dalam, jiwa dan

masalah kejiwaan (kompleks, waham, delusi, ilusi).

00: 06: 19.760 -> 00: 06: 22.069Saya ingin mencobaperawatan baru dengan Anda.

00: 06: 22.280 -> 00: 06: 24.430Tidak ada yang dipaksakan.Tidak ada pancuran air dingin ...

00: 06: 24.680 -> 00: 06: 26.875... tidak membelenggumu ke tempat tidur.

00: 06: 27.760 -> 00: 06: 30.479Ini pada dasarnya terdirimembiarkan Anda berbicara.

00: 06: 31.000 -> 00: 06: 35.039Apa pun yang muncul di kepala Anda.Anda berbicara, saya mendengarkan.

Page 231: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

218 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Jung sebagai

seorang terapis tidak ingin memunculkan model terapi

yang dianggapnya kejam dan sadis. Beberapa contoh hal

yang dianggap kurang etis dan sadis dalam terapi, misalnya,

pasien yang diguyur dengan air dingin, pasien yang diikat

ketika dia meronta dan marah-marah, ataupun pasien

yang dimasukkan dalam kamar yang kecil. Jung berusaha

menghilangkan semua metode-metode dalam terapi yang

demikian sebab baginya terapi tersebut menyakitkan. Ia

akan menerapi klien dengan model yang membiarkan

pasien berbicara tentang masalah yang dialaminya.

Gambar 16: Jung memulai terapi dengan Sabina Spielrein(Sumber: The Soul Keeper, 2002)

Page 232: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

219Psikologi Jungian, Film, Sastra

Usaha Jung dalam menerapi Sabina Spielrein tidaklah

sia-sia. Sabina Spielrein mengalami perkembangan yang luar

biasa dalam masa-masa pemberian terapi dan penyembuhan.

Sabina Spielrein berangsur-angsur bisa mengendalikan

dirinya dari histeria yang dialaminya. Perlahan, dengan

menggunakan terapi wicara, Sabina Spielrein mulai

men ce ri takan masalah yang terdapat dalam dirinya. Ia

mengungkapkan kisah individualnya yang selama ini tidak ia

ceritakan kepada siapapun. Ia sangat malu jika menceritakan

hal tersebut. Namun, kepada Jung, ia menceritakan hal

tersebut sebab ia sudah merasa nyaman dekat dengan Jung.

Gambaran tersebut tampak pada narasi berikut.

00: 23: 32.600 -> 00: 23: 35.319... dengan satu atau lain cara,melibatkan unsur cinta.

00: 23: 35.480 -> 00: 23: 38.074Bisakah saya memberi tahu Andasalah satu rahasiaku, kalau begitu?

00: 23: 40.600 -> 00: 23: 43.273Terkadang, saat aku sendirian ...

00: 23: 46,440 -> 00: 23: 47,759... aku menyentuh diriku sendiri.

Page 233: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

220 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dalam suatu adegan makan, Sabina Spielrein mengi-

sah kan bahwa dirinya suka menyentuh dirinya sendiri.

Tentunya, dalam konteks ini dia melakukan dan menuruti

hasrat libidis yang terdapat dalam dirinya. Sejalan dengan

pandangan Freud bahwa hasrat libidis merupakan hasrat

yang berada dalam alam bawah sadar dan suatu saat

akan keluar dalam bentuk yang ‘sebenarnya’ ataupun

dalam bentuk yang lain. Sabina Spielrein merasa malu

mengungkapkan hal tersebut kepada Jung sebab Jung

adalah dokternya. Dalam konteks psikologis, seseorang

yang merasa bahwa dirinya bersalah akan merasa malu

akan hal dilakukannya. Hal tersebut disebabkan kuatnya

etika yang terdapat dalam diri personal tersebut sehingga

dia merasakan rasa bersalah yang sangat besar dan rasa

bersalah tersebut akan berkepanjangan. Rasa bersalah

tersebut akan semakin menumpuk dan menumpuk. Ketika

semakin menumpuk dan tidak terbendung lagi, seseorang

akan mengalami depresi dengan masalah yang menumpuk

tersebut. Untuk itu, dibutuhkan sarana untuk menyalurkan

jiwa yang berada dalam masalah tersebut.

Dalam beberapa kasus yang terjadi di lapangan, seorang

klien rata-rata malu untuk mengungkapkan masalah

pribadinya kepada orang lain. Ketika seseorang malu untuk

mengungkapkan masalah individunya kepada orang lain,

Page 234: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

221Psikologi Jungian, Film, Sastra

masalah tersebut akan semakin menguat dan semakin

banyak terpendam dalam alam bawah sadarnya. Hal

tersebut sangat kuat terjadi sebab seseorang yang memiliki

masalah individual akan berusaha memendamnya ke alam

bawah sadar dengan menggunakan alam sadar yang masih

bisa dikuasai dan dikendalikan oleh pikiran. Dengan begitu,

seseorang memang bisa memendam, melupakan, dan

menutupi masalah individualnya yang menurut pandangan

pribadi tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Namun,

lama-kelamaan akan terjadi apa yang disebut dengan

eksplosif jiwa, seseorang yang sudah tidak kuat menahan

gelombang dari alam bawah sadar yang berkecamuk

dan siap untuk muncul ke permukaan. Dalam pandangan

taoime, hal seperti ini diibaratkan seperti seseorang yang

memendamkan bola ke dalam air. Bola yang di dalamnya

terisi udara tersebut, ketika semakin ditekan ke dalam air,

akan semakin kuat tekanannya. Dengan begitu, ketika bola

tersebut dilepaskan, bola tersebut akan meloncat keluar

dari air dengan tenaga yang dimunculkan dari air tersebut.

Seperti itulah fi losofi jiwa. Jika semakin ditekan, semakin

lama jiwa tersebut menumbuk dan akan meledak seperti

bom waktu. Bom waktu dalam konteks ini, jika belum

meledak, semakin lama semakin besar dan semakin kuat

daya eksplosifnya.

Page 235: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

222 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Sabina Spielrein sebagai pasien dari Jung tampaknya

dia tidak begitu sungkan sebab Jung memberikan terapi

yang bersifat wicara dan bukan terapi yang menyakitkan.

Jung sebagai seorang psikiater juga menunjukkan

tanggapan yang tidak serta merta menghakimi bahwa apa

yang dilakukan oleh Sabina Spielrein merupakan tindakan

yang salah dalam perspektif etika ataupun dalam perspektif

psikologis.

Gambar 17: Jung dan Sabina Spielrein di tempat makan(Sumber: The Soul Keeper, 2002)

Mereka berdua, Jung dan Sabina Spielrein, ternyata

menjalin aff air. Namun, dalam perjalanan aff air dilakukan

oleh keduanya, Jung merasa bahwa apa yang dilakukanny

adalah perbuatan yang salah sebab dia adalah seorang

Page 236: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

223Psikologi Jungian, Film, Sastra

terapis dan Sabina Spielrein merupakan kliennya yang harus

disembuhkan. Sebagai seorang yang masih memegang

teguh agama dan juga sebagai seorang psikiater yang

memegang etika profesi, tentunya Jung sebagai orang

yang terlibat dengan masalah tersebut merasa benar-benar

bersalah. Karena itu, ia benar-benar ingin menjauhi Sabina

Spielrein dan ingin menghilangkannya dalam ingatannya.

Namun, apa yang ingin dilakukannya tersebut bukanlah yang

mudah sebab dia harus menghilangkan dan memendam

memorinya tentang Sabina Spielrein dalam alam sadar dan

alam bawah sadarnya. Ternyata, hal tersebut sulit dilakukan.

Keduanya, sama-sama saling menyukai sehingga keduanya

juga sulit untuk melepaskan dari hal tersebut. Gambaran

tersebut tampak pada penggalan dialog fi lm berikut.

00: 33: 50.400 -> 00: 33: 51.310Waktunya habis.

00: 34: 07.240 -> 00: 34: 09.993- Maafk an aku. Maafk an aku.- Untuk apa?

00: 34: 13.920 -> 00: 34: 16.514Kadang-kadangSaya tidak bisa mengendalikan diri.

Page 237: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

224 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung sebagai seorang psikiater merasa bahwa dirinya

adalah sosok yang paling bersalah dalam kejadian aff air

tersebut. Romantisme yang dilakukannya dengan Sabina

Spielrein bukanlah romantisme yang biasa sebab romantisme

ini terjadi antara terapis dan pasien. Setelah selesai terapi

dengan Jung, Sabina Spielrein berpisah dengannya dan

ia menikah dengan laki-laki yang berasal dari Rusia dan

Sabina Spielrein mendapatkan gelar doktor. Sabina Spielrein

selanjutnya tinggal di Rusia bersama suaminya. Di sana, pada

masa itu masih ramai Nazi. Pada masa ini, banyak orang yang

dibunuh, termasuk Sabina Spielrein. Ketika ia ditangkap oleh

Nazi, ia pun masih mengenang Jung dalam dirinya. Gambaran

tersebut tampak pada adegan berikut.

Gambar 18: Sabina Spielrein yang akan dieksekusi oleh tentara Nazi(Sumber: The Soul Keeper, 2002)

Page 238: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

225Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambaran pada masa itu memang mencekam sebab

tentara Nazi memang merajai dan menguasai negara.

Mereka, para tentara Nazi dengan segala kekuatannya,

tidak akan segan-segan membunuh orang-orang yang tidak

sepemikiran dengan idelologi. Karena itu, pada masa itu

banyak orang yang tidak berdosa dibunuh, termasuk orang-

orang yang berasal dari golongan Yahudi. Pada masa ini, Nazi

sangat terkenal dengan holocaust, pembantaian membuat

jutaan jiwa manusia yang tidak bersalah melayang. Banyak

orang yang dijadikan tenaga kerja paksa di kamp konsentasi.

Mereka dipaksa bekerja tanpa diperhatikan asupan gizinya

sehingga banyak yang mengalami malagizi dan meninggal

dunia. Untuk orang-orang yang sudah tidak produktif,

mereka dibawa ke kamp pemusnahan, dimasukkan ke

dalam ruangan gas dan di bakar di dalamnya. Dalam fi lm

The Boy in the Striped Pajamas (2008) kamp pemusnahan

itu memiliki sebuah tempat khusus yang berasal dari besi.

Para tahanan diminta mandi terlebih dahulu agar bersih.

Kemudian, secara bersama-sama, mereka digiring tempat

pembakaran tersebut. Ketika mereka masuk dalam ruang

besi tersebut. Pintu pun ditutup rapat-rapat. Kemudian,

dari atas ruangan tersebut dituangkan minyak dan selang

beberapa detik kemudian api pun menjalar di dalam

ruangan tersebut dan semua orang terbakar-terpanggang

Page 239: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

226 Psikologi Jungian, Film, Sastra

di dalamnya. Ini adalah salah satu kekejaman Nazi dalam

melakukan pemusnahan manusia secara kolektif. Mereka

membakar orang-orang yang dianggap sudah tidak layak

ataupun orang-orang yang dianggap membahayakan Nazi.

Ketika Sabina Spielrein menjelang ajal, ia benar-benar

masih teringat dan terkenang dengan Jung sampai dia

mengungkapkan “ When I am dead, I want Dr. Jung to have

my head”. Ketika prosesi pembunuhan terhadap Sabina

Spielrein, Jung –yang waktu itu berada di tempat yang lain-

- merasakan sesuatu yang berbeda yang dianggap sebuah

pelihatan. Kala itu, ia sedang tidur dan ia tiba-tiba terbangun

dan mendengar sebuah tembakan. Padahal, mereka berada

di tempat yang berbeda. Namun, Jung bisa merasakan hal

tersebut. Ia merasakan ada sesuatu yang terjadi. Inilah yang

menurut Jung dianggap sebagai psikologi mistisisme, sebuah

telepati yang muncul ketika empati disstres.

Perbandingan A Dangerous Method (2011) dan fi lm The

Soul Keeper (2002)

Kedua fi lm, yakni A Dangerous Method (2011) dan

fi lm The Soul Keeper (2002) sama-sama merupakan fi lm

semidokumenter yang mengisahkan kehidupan Jung dan

Sabina Spielrein. Kedua fi lm tersebut mendapatkan apresiasi

dari orang-orang yang memiliki konsern kepada dunia

Page 240: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

227Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologi, terutama yang mengarah pada psikologi Jungian. Selama ini, fi lm yang digarap oleh masyarakat fi lm memang lebih banyak mengandalkan dan memilih fi lm yang memang populer dan memiki daya jual di masyarakat dunia. Jika tidak, produksi perfi lman akan gulung tikar sebab sebagaimana sebuah prediksi klasik bahwa fi lm yang menayangkan idea akan cenderung dikalahkan oleh fi lm yang menawarkan kepopuleran. Hal tersebut memang diakui tepat sebab tidak bisa dipungkiri bahwa orang yang konsern pada dunia fi losofi s tentunya sedikit jika dibandingkan dengan orang yang konsern pada dunia sosial- budaya. Hal tersebut memang sudah menjadi fakta umum.

Jika ditelusuri lebih dalam, kedua fi lm tersebut A Dangerous Method (2011) dan fi lm The Soul Keeper (2002, memiliki persamaan dan perbedaan. Untuk mempermudah, persamaan dan perbedaan tersebut dimunculkan dalam

bentuk tabel berikut.

Tabel 4: Perbandingan Film A Dangerous Method (2011) dan

The Soul Keeper (2002)

Kategori A Dangerous Method (2011)

The Soul Keeper (2002)

Tokoh utama Jung Sabina SpeilreinAdegan pembuka Sabina Speilrein

yang dibawa menemui Jung

Sabina Speilrein yang dibawa ke rumah sakit di Zurich

Page 241: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

228 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Penarasian Lebih banyak bercerita tentang kehidupan Jung dan Sabina Speilrein

Bercerita tentang kehidupan Sabina Speilrein mulai dari awal sampai akhir (dibunuh Nazi)

Proses terapi psikoanalisis (yang dilakukan Jung)

Tidak begitu dikuatkan

Sangat dikuatkan dan menunjukkan perbedaan dengan terapi model klasik

Sosok Freud Sangat kuat dimunculkan

Kurang begitu kuat dalam pemunculannya

Keluarga Jung Dimunculkan dengan kuat

Dimunculkan secara biasa saja

Adegan penutup Jung bertemu dengan Sabina Speilrein yang sudah menikah dengan laki-laki dari Rusia

Sabina Speilrein yang ditembak mati oleh tentara Nazi

Tema Romantisme Romantisme Gaya penceritaan Film digarap

dengan lebih baik sebab lebih kuat dalam memunculkan pemikiran tokoh dalam kaitannya dengan psikologi

Film digarap kurang optimal dalam kaitannya dengan memunculkan pemikiran yang berkait dengan masalah psikologi

Page 242: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

229Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kedua fi lm semidokumenter tersebut menunjukkan persamaan dalam kaitannya dengan masalah romantisme antara Jung dan Sabina Speilrein yang dianggap sebagai kesalahan intelektual dan kesalahan profesional dalam dunia psikologi, terutama psikoanalisis. Namun, bagi sebagian kalangan akademis yang pro-Jungian berusaha --menguak, mengungkap, dan mengeksplorasi fakta-fakta empiris-- menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang sekiranya tidak dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan nama baik Jung yang telah banyak berkiprah di dunia psikoanalisis. Tentunya, nama besar seseorang akan lebih mudah jatuh ketika tersandung dengan sesuatu yang kurang bagus. Namun, dalam pepatah lama diungkapkan “semakin tinggi pohon, akan semakin besar angin yang akan meniupnya.”

Jika ditinjau dari segi perbedaan, kedua fi lm tersebut memiliki sudut pandang yang berbeda. Dalam fi lm A Dangerous Method (2011), gaya penceritaan lebih mengarah pada narasi Jung dalam menjalani kehidupan pada saat ia masih muda. Jung sebagai seorang psikoanalis muda, banyak memunculkan terobosan dalam kaitannya dengan psikologi. Ia memang sosok yang kreatif dan inovatif dalam memunculkan ide-ide yang cemerlang. Karena itu, Freud

sebagai senior dalam bidang psikoanalisis sangat bangga

kepadanya –sebab dia melihat Jung adalah sosok yang

Page 243: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

230 Psikologi Jungian, Film, Sastra

visioner dan mampu mengembangkan psikoanalisis di

masa yang akan datang dengan baik dan lebih bermartabat

di mata dunia-- dan bahkan mengangkat Jung sebagai

putra mahkotanya dalam psikoanalisis. Jung beranggapan

bahwa Freud merupakan bapak akademiknya yang turut

menyukseskan dirinya dalam mengembangkan pemikiran

tentang psikoanalisis yang dikembangkannya. Namun,

dalam perkembangan pemikiran, Jung pada akhirnya

memang harus berpisah dengan Freud karena masalah beda

pandangan. Keduanya, baik Jung dan Freud, memutuskan

untuk tidak berdiskusi tentang konteks psikoanalisis

sebab mereka ternyata sama-sama memiliki mazhab yang

berbeda dalam memandang alam bawah sadar manusia.

Dalam The Soul Keeper (2002), kesan pemunculan teori

dan pandangan Jung ataupun Freud tentang psikoanalisis

kurang begitu ditampilkan dengan baik sebab yang lebih

banyak difokuskan adalah penceritaan tentang Sabina

Spielrein secara mendetil dan mendalam. Sisi inilah yang

lebih banyak dibidik dalam fi lm A Dangerous Method agar

memiliki sisi keberbedaan –meskipun fi lm ini lebih didasarkan

pada buku-- dengan The Soul Keeper. Dengan demikian,

kedua fi lm tersebut sama-sama memiliki kekuatan dan gaya

penceritaan yang berbeda sehingga mampu menarik pangsa

pasar yang berbeda pula.

Page 244: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

231Psikologi Jungian, Film, Sastra

Mimpi, Realita, dan Inception (2010)

Jika di dunia bisa kita temukan mimpi, dalam dunia

fi lm pun kita juga bisa menemukan mimpi. Sebuah alam

yang muncul dari alam bawah sadar manusia adalah alam

mimpi. Film yang berbicara tentang mimpi tentunya

banyak dan tentunya juga menarik, tetapi sampai sekarang

tampaknya belum ada yang semenarik Inception. Film

Inception (2010) adalah fi lm yang berdurasi panjang sebab

148 menit (sekitar 2:28). Film ini dianggap sebagai fi lm

yang kategori science-fi ction yang berat sebab selain durasi

fi lmnya panjang, fi lm ini juga membutuhkan keseriusan

dalam menonton dan menikmatinya. Jika tidak, segmen

fi lm yang terlewatkan akan membuat penonton kehilangan

alur fi lm yang meloncat-loncat tersebut. Ibaratnya, jika kita

menonton fi lm ini dan kita tinggalkan sejenak untuk ke

kamar kecil ataupun membuat kopi di dapur, tentunya kita

akan kehilangan beberapa sekuen dalam fi lm tersebut.

Film Inception sebagai sebuah fi lm yang bergenre

science-fi ction tersebut benar-benar membuktikan ke kua-

tan nya sebagai fi lm yang bermutu secara internasio nal, hal

tersebut tampak dari empat penghargaan yang diperolenya,

yakni (1) best picture, (2) best original screenplay, (3) best

art direction, dan (4) best original score. Bahkan, fi lm

Inception ini juga tembus box offi ce.

Page 245: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

232 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Film ini mengangkat tema tentang mimpi dalam

mimpi. Dalam fi lm ini, sang tokoh utama Dom Cobb,

seorang pencuri kelas kakap. Dalam konteks ini, Dom

Cobb adalah pencuri yang bisa masuk dalam dunia mimpi

seseorang. Karena itu, dia merupakan penjahat yang

model baru dalam melakukan pencurian. Ia menawarkan

model tersebut kepada seseorang yang bernama Mr. Saito.

Gambaran tersebut tampak pada penggalan dialog berikut.

00:14:19,316 --> 00:14:23,444Mimpi di dalam mimpi, ya?Aku terkesan.

00:14:24,697 --> 00:14:28,199Tapi dalam mimpi saya, Kau bermain dengan aturan saya.

00:14:28,367 --> 00:14:30,618Ah, ya, tapi Anda lihat, Mr Saito ...

Dom Cobb sebagai seorang muda yang memiliki

idealisme menjelaskan bahwa apa yang dilihat oleh Mr.

Saito adalah mimpi. Melalui mimpi tersebut seseorang bisa

mencuri sesuatu melalui alam pikirannya. Agar sang klien

percaya, Dom Cobb mengujicobakannya kepada Mr. Saito

dan ternyata Mr. Saito apresiatif dan terkesan dengan teknik

masuk ke dalam dunia mimpi yang ditawarkan oleh Dom

Cobb. Namun, Mr. Saito meminta lebih dari hal tersebut.

Page 246: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

233Psikologi Jungian, Film, Sastra

Mr. Saito menginginkan agar Dom Cobb tidak hanya

masuk dalam mimpi orang lain saja, melainkan masuk dan

juga menanamkan pikiran pada orang lain. memang, hal

tersebut bukanlah hal yang mudah sebab untuk masuk ke

dalam mimpi orang lain saja sudah membutuhkan banyak

strategi, ditambah lagi dengan menanamkan pikiran orang

lain dengan cara masuk ke dalam mimpi orang yang akan

dijadikan sebagai korban yang pikirannya ditanami pikiran

yang lain.

Gambar 19: Mr. Saito dan Dom Cobb yang berada dalam mimpi(Sumber: Inception, 2010)

Mimpi yang muncul ketika tidur memang merupakan

hal yang berada dalam alam bawah sadar. Namun, dalam

konteks psikoanalisis, mimpi sebenarnya merupakan alam

Page 247: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

234 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sadar manusia. Seseorang yang sedang bermimpi, dalam

pandangan masyarakat awam, dianggap tidak sadar sebab

yang bersangkutan sedang tidur dan orang yang tidur tidak

bisa merasakan apa-apa dan tidak bisa melakukan apa-

apa. Namun, dalam pandangan psikoanalisis, seseorang

yang bermimpi tersebut sadar dengan rasioanalisasi (1)

seseo rang yang bermimpi dikejar-kejar oleh anjing, ia akan

berusaha melarikan diri dari kejaran anjing tersebut atau pun

dia akan menghajar anjing tersebut sampai mati; (2) seseo-

rang yang bermimpi bisa mengendalikan mimpinya. Ketika

dia bermimpi sesuatu yang tidak menyenangkan, ia akan

berusaha melakukan kompensasi menuju jalan yang menye-

nang kan; dan (3) ketika seseorang bermimpi, dia masih bisa

merekam dan menceritakan mimpinya dengan detil (catatan:

beberapa kasus tertentu memang ada orang yang merasa

bahwa dia bermimpi, tetapi dia tidak mampu menjelaskan

ataupun menceritakan mimpinya kepada orang lain).

Cara masuk dalam alam mimpi ternyata sangat

menarik. Untuk memahami bahwa seseorang sedang dalam

mimpi ataukah berada dalam alam nyata, dia menggunakan

sebuah alat yang mirip gasing (dalam konteks ini disebut

dengan totem). Alat tersebut memiliki kekuatan sebagai

penanda bahwa seseorang pada kondisi itu sedang berada

di alam realitas ataupun berada di alam mimpi.

Page 248: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

235Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jika totem tersebut diputar, sang pemimpi akan

segera tahu bahwa dirinya sedang dalam posisi di mimpi

ataukah di alam realitas. Jika dia berada di alam realitas,

sang pemimpi tersebut tidak akan mengalami perubahan

tempat. Artinya, dia tidak dalam kondisi berada di suatu

tempat tertentu. Adapun ketika seorang pemimpi berada di

dunia realitas, tetapi ia ingin memahami benarkah ia berada

di dunia realitas ataukah berada di di dalam dunia realitas

yang terdapat dalam dunia mimpi, ia tinggal menggunakan

totem tersebut. Jika tidak mengalami perubahan berarti

dia berada di dunia realitas yang benar-benar realitas dan

bukan berada dalam dunia relitas yang berada dalam mimpi.

Berikut visualisasi dari totem yang digunakan sebagai alat

untuk memahami apakah seseorang bermimpi atau tidak.

Gambar 20: Totem yang digunakan sebagai penanda mimpi(Sumber: Inception, 2010)

Page 249: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

236 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Alat yang berupa gasing tersebut (catatan: selanjutnya disebut dengan totem) tidak boleh dilupakan ataupun hilang sebab alat tersebut sangat penting. Dalam kondisi apapun, alat tersebut harus dijaga dengan aman dan di simpan ditempat yang benar-benar aman, di dalam saku, di kotak, ataupun di dalam dompet. Sang pemimpi dan alat itu tidak boleh jauh sebab jika jauh nanti alat tersebut mudah hilang. Jika alat tersebut hilang, seseorang yang sedang masuk dalam dunia mimpi akan kesulitan kembali ke dalam alam real. Dalam jangka waktu yang lama, orang yang masuk dalam mimpi dan jika ia tidak sadar tatkala berada dalam mimpi, mau tidak mau dia akan tersesat dalam mimpi dan menjadi mimpi yang tak bertepi. Jika sudah demikian, seseorang yang masuk dalam mimpi itu akan sangat sulit kembali ke alam nyata.

Gambar 21: Dom Cobb yang mendiskusikan inception(Sumber: Inception, 2010)

Page 250: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

237Psikologi Jungian, Film, Sastra

Tawaran Dom Cobb yang ditunjukkan kepada Mr. Saito yang berkait masuk ke alam mimpi. Mr. Saito lebih menginginkan menanamkan sesuatu di pikiran orang lain. Melalui penanaman pikiran kepada orang lain tersebut masuk dalam mimpi, itulah yang disebut dengan inception. Penanaman pikiran dengan pikiran tersebut memang belum pernah dilakukan oleh Dom Cobb sebab hal tersebut sulit untuk dilakukan, meskipun bisa dilakukan. Mr. Saito ingin agar Dom Cobb masuk dalam pikiran Fischer dan memberikan pikiran-pikiran yang lain. gambaran tersebut tampak pada penggalan narasi berikut.

00:47:35,435 --> 00:47:38,688

Dan menyarankan konsep-konsep

ke pikiran sadar Fischer.

00:47:38,855 --> 00:47:40,690

Kemudian, ketika kita membawanya ke

tingkat yang lebih ...

00:47:40,857 --> 00:47:44,360

... proyeksi Browning sendiri yang

harus memberi makan untuk kembali kepadanya.

00:47:44,528 --> 00:47:46,445

Jadi dia memberi dirinya sendiri ide.

Page 251: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

238 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dom Cobb dan kawan-kawan berusaha merancang

strategi dalam kaitannya masuk ke dalam pikiran orang

lain. Untuk masuk ke dalam pikiran orang lain tersebut

melalui tiga tahapan mimpi. Tingkatan dalam mimpi

tersebut memiliki tahapan dan durasi yang berbeda. Dom

Cobb menjelaskan bahwa tingkatan pertama dalam mimpi

berdurasi selama seminggu. Enam bulan di tingkatan

kedua. Adapun durasi untuk mimpi tingkatan ketiga sangat

lama, yakni 10 tahun.

Kawan-kawannya Dom Cobb merasa keberatan

ketika berbicara tentang mimpi tingkat ketiga. Mereka

berpandangan ketika menuju ke mimpi ke tingkat ketiga

tentu penuh dengan risiko yang tinggi dan harus disertai

dengan kemauan yang kuat. Seseorang yang menuju ke

tingkat mimpi yang ketiga harus mampu mempersiapkan

diri untuk menjelajahi mimpi selama sepuluh tahun

dengan catatan itupun mereka belum tentu bisa kembali

ke alam realitas. Hal itulah yang tampaknya membuat

teman Dom Cobb merasa canggung untuk masuk ke

dalam mimpi tingkat ketiga –seandainya mereka ternyata

terpaksa masuk ke dalam mimpi ketiga tersebut-- yang

sangat berat.

Page 252: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

239Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar 22: Dom Cobb yang berdialog dengan temannya(Sumber: Inception, 2010)

Diskusi tentang mimpi pun semakin mendalam, tim

Dom Cobb pemikiran futuristiknya mampu menata dan

memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan

datang. Mereka sudah memikirkan bagaimana caranya

masuk dalam mimpi yang berlapis-lapis. Namun, yang

menjadi masalah utama adalah siapa yang mau masuk

ke dalam mimpi yang ketiga, mimpi yang memiliki durasi

selama 10 tahun. Durasi tersebut bukanlah durasi yang

cepat dalam kehidupan keseharian. Namun, sebagai tim

yang solid mereka berusaha agar tetap bisa melakukan

agenda untuk masuk ke dalam mimpi yang memang sudah

menjadi rencana mereka. Dom Cobb menunjukkan bahwa

Page 253: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

240 Psikologi Jungian, Film, Sastra

salah satu cara jitu untuk mengembalikan seseorang yang

masuk dalam mimpi tahap ketiga, harus ada hentakan

yang kuat. Sebuah hentakan yang mampu menembus

tiga tahapan mimpi. Hentakan tersebut tentunya haruslah

hentakan yang kuat sebab harus mampu melampaui ketiga

mimpi. Gambaran tersebut tampak pada penggalan narasi

berikut.

00:52:19,094 --> 00:52:21,762Ini minggu, tingkat pertama ke bawah.

00:52:22,472 --> 00:52:25,307Enam bulan tingkat kedua ke bawah,dan tingkat ketiga ...

00:52:25,475 --> 00:52:26,892Itu 10 tahun.

00:52:29,562 --> 00:52:31,730Siapa yang ingin terjebakdalam mimpi selama 10 tahun?

Berdasarkan narasi tersebut tampak bahwa mimpi

tahap ketiga tampaknya merupakan mimpi yang

menakutkan sebab mimpi tersebut sangat dalam dan

sangat lama untuk dilalui oleh seseorang. Jika saat ini dia

masuk dalam mimpi berusia 50 tahun, ia akan keluar dari

dalam mimpi tersebut pada usia 60 tahun. Tentunya, dalam

Page 254: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

241Psikologi Jungian, Film, Sastra

masa tunggu selama 10 tahun tersebut akan muncul suatu

masalah, yakni bagaimana d engan kondisi fi sik dan psikis

orang tersebut. Kondisi fi sik dan psikis harus bisa dijaga

dengan baik sebab jika tidak, akan menjadi masalah besar.

Munculnya masalah tersebut tatkala seseorang yang

kembali dari mimpi ternyata fi siknya sudah rusak sehingga

ia sulit untuk kembali lagi ke fi siknya tersebut. Untuk

mengatasi hal tersebut, kawan Dom Cobb memberikan

solusi yang jitu,yakni memberikan obat penenang yang

banyak dan juga obat penunjang kesehatan. Hal tersebut

dilakukan jika mereka terpaksa masuk dalam mimpi

tahap ketiga, mereka tidak akan mudah terbangun sebab

mengonsumsi banyak obat-obatan penenang. Selain itu,

untuk menjaga fi sik, mereka mengonsumsi obat penunjang

kesehatan.

Dalam perjalanan mimpi tahap pertama yang diujicoba

oleh Dom Cobb, ternyata dia bisa menemui istrinya –yang

sudah meninggal sejak lama-- dalam mimpi tersebut.

Tentunya, Dom Cobb sangat senang sebab dia bisa

menemui istri tercinta yang sudah lama meninggal. Ia

memang benar-benar merasa kehilangan ketika istrinya

meninggal dunia dan Dom Cobb sangat bahagia ketika

dia bisa bertemu dengan istrinya tersebut. Namun, yang

menjadi masalah adalah istrinya ingin mengikuti dirinya

Page 255: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

242 Psikologi Jungian, Film, Sastra

keluar dari mimpi. Dom Cobb dalam hal ini mengalami

dilema yang berkepanjangan. Hatinya berada di antara dua

sisi. Pada satu sisi, Dom Cobb ingin tetap bersama istrinya

di dunia mimpi. Pada sisi yang lain, dia ingin tetap hidup di

dunia sebab di dunia itu kedua anaknya yang masih kecil

menunggu dirinya kembali dari perjalanan jauh dalam

rangka mencari jawaban tentang kematian sang istri.

Tim Dom Cobb pun akhirnya mencoba mempraktikkan

masuk ke dunia mimpi lawannya, Fischer. Cara yang

dilakukannya sangat jitu, mereka memesan pesawat yang

kebetulan pesawat tersebut ditumpangi oleh Fischer.

Melalui bantuan Mr, Saito, maskapai pesawat tersebut

dibeli olehnya langsung. Dengan demikian, di pesawat, Dom

Cobb dan kawan-kawan bisa melakukan aksinya dengan

leluasa tanpa harus takut diketahui oleh si Fischer ataupun

juga bodyguardnya (pada waktu naik pesawat ternyata

Fischer hanya sendirian). Di pesawat tersebut, Dom Cobb

dan kawan-kawan mulai beraksi untuk masuk ke dalam

mimpi Fische. Langkah awalnya, mereka membius Fischer

dan memasang peralatan –ditempelkan ke tangan Fischer--

yang digunakan untuk masuk ke dunia mimpi. Merekapun

masuk dalam dunia mimpi secara bersama-sama. Namun,

dalam dunia mimpi mereka bersama Fischer, ternyata ada

hal yang muncul di luar dugaan.

Page 256: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

243Psikologi Jungian, Film, Sastra

Di tengah jalan, mereka (Dom Cobb dan kawan-kawan)

memang bisa menyandera Fischer, tetapi langkah tersebut

tiba-tiba berantakan gara-gara ada kereta yang muncul di

tengah jalan. Tentu saja, kereta yang berjalan dengan cepat

tersebut di luar dugaan Dom Cobb dan kawan-kawan.

Mereka tidak menyangka bahwa ada kereta di tengah

jalan yang menabrak mereka. Tidak hanya itu, mereka

juga diserang oleh kelompok yang tidak dikenal. Kelompok

tersebut bersenjata lengkap dan menyerang Dom Cobb dan

kawan-kawan dengan cara yang membabi buta. Hal inilah

yang membuat mereka bingung sebab tidak sesuai dengan

skenario di awal sewaktu akan masuk ke dalam mimpi.

Gambar 23: Dom Cobb, kawan-kawan, dan skenario yang di luar rencana

(Sumber: Inception, 2010)

Page 257: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

244 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Mereka sangat bingung ketika rencana masuk dalam mimpi Fischer tersebut sudah diketahui oleh si musuhnya. Tentunya, dalam hal ini mereka baru memahami bahwa kemungkinan Fischer memiliki ekstraktor yang mampu menangkal ataupun melawan seseorang yang ingin masuk dalam pikirannya. Namun, hal tersebut baru diketahui oleh Dom Cobb dan kawan-kawan ketika mereka masuk dalam mimpi. Dalam kondisi yang seperti itu, Mr. Saito mengalami pendarahan dan sekarat. Hal itu membuat Dom Cobb dan kawan-kawan semakin bingung sebab untuk menyelamatkan Mr. Saito bukanlah perkara mudah karena mereka ada dalam dunia mimpi. Gambaran tersebut tampak pada narasi berikut.

01:07:47,980 --> 01:07:49,747Lalu kenapa kami disergap?

01:07:49,815 --> 01:07:52,233Mereka bukan proyeksi normal.Mereka sudah dilatih, demi Allah.

01:07:54,320 --> 01:07:55,945- Bagaimana ia bisa dilatih?- Fischer memiliki extractor ...

01:07:56,113 --> 01:08:00,325... Mengajarkan alam bawah sadarnya untuk membela diri,sehingga alam bawah sadarnya adalah militer.

01:08:00,492 --> 01:08:02,118Ini seharusnya ditunjukkan dalam penelitian

Page 258: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

245Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dom Cobb dan kawan-kawan merasa bahwa prediksi mereka meleset dari dugaan. Mereka ternyata tidak mengetahui bahwa lawannya adalah sosok yang tanggunh. Lawan yang sudah mempersiapkan diri ketika dia akan didatangi musuh melalui alam bawah sadarnya. Tentunya, hal tersebut mengagetkan Dom Cobb dan kawan-kawan. Karena itu, Dom Cobb sangat marah kepada temannya yang tidak memantau lebih dalam mengenai kehidupan Fischer sebelumnya agar tidak terjadi kegagalan kelak di kemudian hari. Ketika mereka mendapati Mr. Saito terluka parah, mereka-- Dom Cobb dan kawan-kawan—ingin kembali ke alam nyata, alam real yang bukan tempat mimpi. Namun, untuk kembali ke dunia real bukanlah perkara yang mudah sebab mereka ternyata diberi obat penenang yang terlalu tinggi dosisnya. Dengan demikian, untuk kembali ke alam

real dibutuhkan tenaga yang begitu kuat.

Gambar 24: Dom Cobb dan kawan-kawan menyoal limbo(Sumber: Inception, 2010)

Page 259: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

246 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Perjalanan mimpi mereka ternyata tidak hanya masuk

pada tahapan mimpi kedua. Mereka ingin masuk pada

tahapan mimpi yang ketiga sebab mereka ingin bisa benar-

benar masuk dalam pikiran Fischer. Namun, sama seperti

halnya dalam mimpi yang pertama dan mimpi yang kedua,

mereka dikejar oleh orang-orang yang muncul sebagai

proyeksi dari Fischer yang dianggap sebagai ekstraktor.

Orang-orang inilah yang menyerang perjalanan Dom Cobb

dan kawan-kawan dalam mimpi mereka. Perjalanan dalam

mimpi mereka tidaklah semudah yang dibayangkan sebab

banyak elemen yang tiba-tiba muncul dalam mimpi yang

sebenarnya sudah diprediksi oleh mereka.

Dalam mimpi yang ketiga, tokoh Dom Cobb ternyata

bertemu lagi dengan istrinya yang sudah meninggal dunia.

Sang istri, Mal namanya, mengajak dia untuk hidup di

dunia mimpi tersebut. Sang istri mengungkapkan bahwa

inilah kehidupan yang sebenarnya, sebuah kehidupan

yang real dan bukan kehidupan yang unreal. Namun, Dom

Cobb sadar bahwa dirinya tidak mungkin melakukan hal

tersebut. Ia tahu bahwa yang berkata pada dirinya adalah

bayangan istrinya yang ada di masa lalu dan bukan istrinya

yang ada di masa yang sekarang sebab istrinya sudah

meninggal dunia.

Page 260: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

247Psikologi Jungian, Film, Sastra

02:08:08,221 --> 02:08:10,999... Saya tidak bisa membayangkanmudengan semua kompleksitas yang ada ...

02:08:11,099 --> 02:08:13,643... Semua kesempurnaan Anda,semua ketidaksempurnaan Anda.

02:08:14,770 --> 02:08:15,770- Kau baik-baik saja?- Ya.

02:08:15,937 --> 02:08:17,772Lihatlah dirimu.

02:08:19,024 --> 02:08:23,944Kau hanya naungan.Kau hanya bayangan dari istri saya yang sebenarnya.

Dom Cobb memang mengakui bahwa dirinya sangat

cinta kepada istrinya. Ia sangat sedih ketika ditinggal oleh

istrinya mati –dengan cara yang tragis, yakni bunuh diri,

meskipun dalam pandangan istrinya kematian itu adalah

untuk menemukan dunia yang real, bukan berada dalam

dunia mimpi—dan ia merasa yang paling bertanggung

jawab atas kematian istrinya. Dom Cobb sama sekali tidak

menduga bahwa istrinya berani melakukan bunuh diri

sebab berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog, istrinya

Page 261: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

248 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dalam kondisi yang sehat jiwanya dan tidak ada masalah

dengan konteks pikiran. Namun, malapetaka tetap terjadi,

sang istri bunuh diri tepat di depan matanya Dom Cobb dan

lebih parah lagi bunuh diri tersebut dilakukan ketika mereka

berdua memperingati hari ulang tahun pernikahan.

Gambar 25: Dom Cobb bertemu istrinya di mimpi tingkat ketiga(Sumber: Inception, 2010)

Dom Cobb sebenarnya merasa senang dan nyaman

ketika bertemu istrinya. Sebagai seorang suami, ia merasa

bersalah membiarkan sang istri bunuh diri –sewaktu berada

dalam dunia nyata—dan ia tidak mampu menolongnya.

Karena itu, Dom Cobb berusaha mencari jalan untuk

menemui istrinya, salah satunya adalah melalui jalan masuk

ke dalam mimpi. Dalam pandangan Jung (1961), seseorang

Page 262: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

249Psikologi Jungian, Film, Sastra

memang bisa bertemu seseorang yang lain dalam mimpinya.

Hal tersebut merupakan wilayah dalam alam ketidaksadaran

kolektif manusia. Jung menunjukkan bahwa ketika dia

mengalami sakit parah, dirinya bermimpi bahwa dia

bertemu dengan sosok istrinya (catatan: istrinya Jung sudah

meninggal). Dalam mimpinya tersebut Jung melihat bahwa

istrinya berparas sederhana dan biasa saja. Jung percaya

bahwa yang dilihat dalam mimpinya tersebut adalah istrinya.

Selang beberapa waktu kemudian, Jung tutup usia. Hal ini

menunjukkan bahwa mimpi memang bisa membuka jalan

seseorang untuk bertemu dengan orang lain yang terdapat

dalam mimpi tersebut. Hanya saja, pertemuan dalam mimpi

tersebut bisa muncul dalam bentuk mimpi yang kategori

laten dan mimpi yang kategori manifest.

Pertama, mimpi laten. Mimpi laten (Freud, 1955) ialah

mimpi yang tidak terlihat secara kasat mata. Dalam hal ini,

mimpi yang muncul banyak dibalut dengan simbolisme-

simbolisme, baik simbolisme yang kontemporer ataupun

simbolisme yang archaik. Untuk itu, seorang pemimpi

harus mampu menginterpretasikan mimpi dengan bagus

berdasarkan simbolisme-simbolisme tersebut. Begitu juga

seorang interpreter, mereka juga harus mampu mengaitkan

simbolisme dengan konteks mimpi sang pemimpi. Hal

tersebut sangat penting untuk dilakukan agar tidak terjadi

Page 263: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

250 Psikologi Jungian, Film, Sastra

kesalahan interpretasi simbol-simbol mimpi. Jika terjadi

kesalahan dalam penafsiran simbol mimpi, hal tersebut

akan berakibat fatal.

Tafsir simbolisme yang archaik memang lebih berat

dan sulit sebab seseorang –dalam hal ini adalah sang

interpreter—harus memahami simbolisme yang berada

dalam kitab suci, mitologi, ataupun bahkan data-data yang

muncul pada masa prasejarah. Hal tersebut sangat penting

sebab seseorang bisa memahami simbolisme archaik dari

data-data tersebut. Pemahaman yang komprehensif tentang

simbolisme yang archaik lebih mudah dan memudahkan

sang interpreter dalam memaknai simbolisme daripada

yang kurang memahami teks-teks kuno dalam kaitannya

dengan simbolisme. Karea itu, Freud ( 1955) menunjukkan

bahwa simbolisme yang muncul dalam mimpi dalam konteks

modern terkadang tidak lepas dari simbolisme-simbolisme

yang archaik. Hal ini mengisyaratkan bahwa sang pemimpi

tidak mungkin bisa memunculkan simbolisme yang archaik

jika dia tidak mempelajari kitab-kitab kuno ataupun tentang

mitologi- mitologi yang terdapat pada masyarakat masa

lampau.

Dalam sebuah mitologi Yunani, Oedipus Rex,

mengisahkan seorang anak (Oedipus) yang membunuh

ayahnya sendiri (seorang raja Thebe, Lailos). Kesalahan

Page 264: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

251Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang muncul dalam tragedi pembunuhan ini adalah adanya

salah interpretasi terhadap ramalan yang dimunculkan

oleh Oracle Delphi. Berdasarkan pelihatan Oracle Delphi,

ditunjukkan bahwa Oedipus kelak akan membunuh

ayahnya sendiri. Dalam konteks ini, pelihatan/terawangan/

ramalan, hampir sama dengan dunia mimpi, di dalamnya

banyak simbolisme-simbolisme yang harus ditafsirkan

dengan tepat sebab ketidaktepatan dalam menafsirkan

akan berakibat malapetaka. Hal itupun terjadi pada kisah

Oedipus Rex, ia pada akhirnya membunuh ayahnya sendiri.

Padahal, dia sudah berusaha melarikan diri dan menjauh

dari orang tuanya. Dalam kisah ini, Oedipus memang

dibuang oleh ayah aslinya dan dia ditemukan oleh seorang

bapak. Ketika Oedipus besar, ia tidak tahu bahwa ayah yang

dianggap sebagai orang tua kandung adalah ayah tirinya.

Karena itu, ketika dia berusaha menjauhi orang tua aslinya

(padahal ayah tiri) agar dia tidak membunuh ayahnya, tetapi

dia malah bertemu dengan seorang raja yang ternyata raja

tersebut ayah kandungnya sendiri. Ia pun pada akhirnya

membunuh ayah kandungnya tersebut. Itulah sebuah

kegagalan dalam menafsirkan simbol-simbol yang muncul

dalam pelihatan ataupun dalam mimpi yang laten.

Dalam konteks mimpi yang laten, terkadang tidak hanya

dibaluti oleh banyaknya simbol yang samar-samar, tetapi

Page 265: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

252 Psikologi Jungian, Film, Sastra

juga munculnya mimpi laten yang bersifat distorsi. Istilah

distorsi pada hakikatnya berkait dengan penyimpangan

mimpi, seseorang yang bermimpi bertemu dengan orang

yang dicintainya, bisa jadi dalam alam kenyataan ia gagal

bertemu dengan orang yang dicintainya. Dengan demikian,

seseorang yang menafsirkan mimpi harus mampu mencoba

mendistorsi mimpi- mimpi tersebut. Pada beberapa kasus

mimpi yang berkait dengan judi, para pejudi berusaha

membolak-balik karakter yang muncul dalam mimpi, misal

saja seseorang yang bermimpi tentang membunuh kadal,

digigit kadal, kadal masuk rumah. Mimpi tentang kadal

dalam perjudian tersebut bisa muncul dengan angka 40,

60. Namun, angka togel tersebut bisa dibalik sebab angka

dalam mimpi tersebut bersifat distorsi. Penggunaan distorsi

tersebut tidak selamanya benar sebab pendistorsian

tersebut bisa muncul secara tepat dan tidak tepat.

Mimpi yang terlalu banyak simbolisme, mimpi aneh,

mimpi yang menakutkan, jika preferensinya tinggi, bisa

jadi disebabkan bukan karena isi mimpi, melainkan karena

isi pikiran. seseorang yang jiwanya dalam masalah atau

mengalami gangguan jiwa, isi pikirannya cenderung

memunculkan hal yang aneh-aneh. Hal yang aneh-aneh

tersebut akan muncul dalam mimpi mereka. Karena itu,

seseorang yang mengalami schizhoprenia, akan mengalami

Page 266: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

253Psikologi Jungian, Film, Sastra

mimpi yang didatang hantu jahat, orang yang sangat besar

dan menakutkan, mimpi dikejar-kejar orang yang tidak

dikenal, mimpi dipukuli oleh orang yang tidak dikenal.

Mimpi- mimpi tersebut sebenarnya merupakan representasi

dari pikiran sang pemimpi yang sebenarnya terganggu oleh

masalah alam berpikir. Karena itu, dalam konteks ini, yang

harus menafsirkan mimpi adalah sang terapis mimpi. Melalui

mimpi- mimpi tersebut sang terapis bisa menyembuhkan

seseorang yang sedang mengidap schizophrenia.

Kedua, mimpi manifest, mimpi yang manifest (Freud,

1955) berarti mimpi yang benar-benar sesuai dengan

realitas kejadian yang ada dalam kehidupan real, misal saja

seseorang yang bermimpi bertemu dengan orang yang

sangat dibencinya, ternyata dalam kehidupan yang nyata,

orang tersebut benar-benar bertemu dengan orang yang

dibencinya. Kejadiannya pun terkadang sama tempat, sama

waktu, dan sama suasana. Mimpi yang jenis kedua ini lebih

mudah ditafsirkan sebab tidak banyak simbol yang muncul

di dalamnya. Dengan begitu, kemungkinan terjadi salah

tafsir terhadap mimpi tersebut sangat jarang. Mimpi bagi

orang-orang yang normal biasanya lebih cenderung muncul

dalam bentuk yang biasa-biasa saja dan tidak aneh sebab

mimpi juga bisa dipengaruhi oleh alam berpikir seseorang.

Seseorang yang jiwanya dalam kondisi normal dan stabil,

Page 267: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

254 Psikologi Jungian, Film, Sastra

akan memunculkan mimpi yang normal dan stabil juga,

tetapi seseorang yang jiwanya tidak stabil, sulit untuk

memunculkan mimpi yang normal dan stabil.

Dalam pandangan Jung (1961) mimpi- mimpi yang

muncul sebenarnya bisa menjadi penyembuh dalam diri

manusia. Karena itu, ketika ada masalah, terkadang mimpi

akan menun tun manusia untuk menemui jalan pencerahan,

sebuah jalan mediator untuk menuju sebuah resolusi dalam

sebuah masalah. Karena itu, Jung tidak begitu mendukung

panda ngan Freud bahwa mimpi lebih cenderung ditopang

oleh simbolisme-simbolisme yang seksisme. Jung lebih

berpandangan bahwa mimpi merupakan sebuah proses trans-

for masi diri untuk menjadi manusia yang lebih baik sela ma dia

bisa menginterpretasikan mimpi tersebut dengan baik.

Kembali pada fi lm Inception (2010), setelah mereka

–Dom Cobb dan kawan-kawan—berhasil memengaruhi

pikiran Fischer, mereka kembali ke alam real dengan

menggunakan hentakan yang kuat. Dom Cobb, dengan

berat hati meninggalkan istrinya, Mal, yang berada dalam

mimpi tingkat ketiga. Sebenarnya ia sangat menyukai

istrinya, namun satu hal yang berada dalam pikirannya

bahwa istrinya adalah proyeksi diri saja dan bukanlah istrinya

yang sebenarnya. Di alam real, dia masih mempunyai dua

anak yang masih menunggunya. Karena itu, Dom Cobb

Page 268: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

255Psikologi Jungian, Film, Sastra

mencoba kembali ke alam real demi anak-anaknya yang

sangat dicintainya. Tentunya, untuk kembali ke alam real

tersebut membutuhkan kekuatan yang sangat besar sebab

dia akan meninggalkan istrinya yang berada di alam mimpi

tingkat yang ketiga.

Sebelum menuju ke alam real, Dom Cobb mencoba

menemui Mr. Saito. Padahal, teman-temannya Dom Cobb

sudah keluar dari mimpi tahap ketiga. Mereka sudah menuju

ke mimpi tahap kedua –yang pada waktu itu kondisinya

mereka jatuh di sungai bersama dengan Fischer dan Peter

(pamannya Fischer). Mereka mempertanyakan mengapa

Dom Cobb tidak ikut keluar dari mobil yang tenggelam.

Ternyata, Dom Cobb masih mencari Mr. Saito, bukan mencari

istrinya sebab Dom Cobb sudah mampu mengendalikan

alam pikirannya. Dalam perjalanannya tersebut, Dom Cobb

memang benar-benar bertemu dengan Mr. Saito dan pada

waktu itu Mr. Saito sudah tua. Dalam pertemuan itu, Mr. Saito

pun sudah mulai melupa tentang kejadian yang terjadi di

masa mudanya. Diskusipun terjadi di antara mereka berdua.

02:16:33,393 --> 02:16:35,769<i>Sesuatu yang pernah Anda tahu.</i>

02:16:38,606 --> 02:16:40,858>”Bahwa dunia ini tidak nyata”

Page 269: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

256 Psikologi Jungian, Film, Sastra

02:16:45,780 --> 02:16:50,284Untuk meyakinkan saya untuk menghormatipengaturan kita?

02:16:51,119 --> 02:16:53,871Untuk melakukan lompatan kepercayaan, ya?

02:16:59,961 --> 02:17:01,295<b>Kembalilah ...</b>

02:17:03,840 --> 02:17:07,217<i>... Sehingga kita dapatmuda bersama lagi.</i>

Dom Coob menunjukkan kenangan lama mereka

berdua bahwa semasa muda mereka pernah mendiskusikan

tentang kesepakatan di antara mereka. Sebuah kesepakatan

untuk menjadi muda lagi dalam sebuah pertemuan di

tempat yang real, bukan di tempat yang namanya alam

mimpi sebab mimpi bukanlah tempat yang real bagi

kehidupan manusia. Mimpi adalah tempat bersemayamnya

alam bawah sadar manusia yang penuh dengan simbolisme-

simbolisme. Mimpi itu akan selalu ada dan selalu bermain di

dalam alam pikiran bawah sadar manusia. Untuk itu, Dom

Coob menemui Mr. Saito tua dan mengajaknya kembali ke

dunia yang real, bukan dunia mimpi.

Page 270: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

257Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambar 26: Mr. Saito yang menjadi tua(Sumber: Inception, 2010)

Film Inception tersebut memang sangat kuat berbicara

tentang mimpi dan memang mengandalkan alur fi lm dari

kekuatan mimpi. Film ini mulai dari awal sampai akhir lebih

banyak berbicara tentang alam mimpi. Sebuah lompatan

tentang mimpi dalam mimpi dalam mimpi dan kembali dari

mimpi menuju alam real. Kekuatan mimpi sangat besar

dalam fi lm ini sehingga mimpi dikaitkan dengan inception,

penanaman pikiran dengan pikiran.

Jika d isimpulkan, fi lm Inception tersebut memunculkan

tiga hal utama tentang mimpi. Pertama, mimpi sebagai

kerja dari alam bawah sadar memiliki tingkatan yang

disebut dengan tahapan dalam mimpi, meliputi tahapan

Page 271: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

258 Psikologi Jungian, Film, Sastra

pertama, tahapan kedua, dan tahapan ketiga. Ketiga

tahapan tersebut miliki durasi yang berbeda, semakin

dalam tahapan mimpi, akan semakin lama. Kedua, mimpi

bisa dimasuki melalui alam pikiran dan untuk masuk

dalam mimpi menggunakan alat, selanjutnya untuk

kembali ke alam real si pemimpi tersebut menggunakan

totem. Keempat, mimpi yang terdapat dalam alam bawah

sadar bisa dikendalikan oleh manusia sebab mimpi juga

merupakan alam pikiran manusia. Dengan demikian, mimpi

tersebut bisa dikendalikan oleh manusia.

Page 272: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

259Psikologi Jungian, Film, Sastra

8JUNG DAN SASTRA

Sebagai seorang psikolog, Jung tidak melupakan wilayah

kajian yang lain, yakni wilayah sastra. Jung memandang

sastra sebagai teks yang di dalamnya memunculkan jiwa

di dalamnya. Melalui sastra, seseorang bisa belajar dan

menggali kearifan, kehidupan, archetype, ataupun hal yang

berkait dengan masalah psikologis lainnya. Karena itu,

Jung dalam perspektif sastra: melalui pandangan masa lalu

atau yang disebut dengan mite dianggap sebagai sebuah

pemikiran yang tidak akan lekang oleh masa sebab di

dalamnya mengandung archtype yang bersifat archaistik.

Mite tersebut masih akan relevan dengan zaman sekarang

sebab mite merupakan hasil dari pemikiran manusia yang

Page 273: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

260 Psikologi Jungian, Film, Sastra

‘memurba’. Dalam konteks sastra kontemporer, Jung (1961,

1981) menyukai bacaan- bacaan sastra dari pengarang yang

terkenal pada masa itu, yakni Goethe, Gustave Flaubert,

Dante, dan Nietzche. Sosok Goethe sebagai seorang

pengarang sangat disukai oleh Jung sebab Goethe adalah

kakek buyutnya. Jung (1961) membaca karya Goethe, Faust.

Seorang penganut

menyukai bacaan kesastraan. Untuk itu, Jung mene-

laah bidang kesastraan dan memberikan contoh psikologi

yang dikaitkan dengan sastra. Tacey (2007) menunjukkan

bahwa studi psikologi Jungian bisa digunakan untuk meneliti

karya sastra. Begitu juga dengan Rowland (1999), Fike (2014)

semakin memperkuat fakta bahwa studi psikologi Jungian

bisa digunakan dalam konteks kesastraan terutama sastra

kontemporer. Adapun Leigh (2015), Gill (2019) menelaah

sastra dengan perspektif psikologi Jungian dengan fokus

utama archetypal. Studi yang dilakukan oleh peneliti sastra

tersebut menunjukkan bahwa psikologi Jungian memang

bisa digunakan untuk meneliti sastra, baik perspektif penulis/

pengarang; perspektif karya; dan perspektif pembaca.

Berdasarkan paparan tentang Jung dalam konteks sastra

tampak bahwa (1) Jung memang merupakan seorang psikolog

yang sekaligus menyukai bidang kesastraan sehingga ilmu

psikologi Jungian, von Franz

(1980) menegaskan bahwa Jung sebagai psikolog

memang

Page 274: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

261Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologinya dikombinasikan dengan ilmu sastra dan Jung

memang menggunakan (beberapa) data sastra untuk bidang

psikologi yang dikembangkannya tersebut. Hal tersebut

mempermudah Jung dalam menjelaskan fakta-fakta psiko-

logis sebab sastra juga tidak lepas dari fakta psikologis

kemanusiaan; (2) berdasarkan riset yang dilakukan oleh

para psikolog yang propsikologi Jungian, mereka memang

melakukan riset dengan menggunakan data sastra. Hasilnya,

para peneliti tersebut bisa menemukan hal lain dalam

kaitannya dengan psikologi Jungian yang digunakan dalam

karya sastra. Mereka –para penganut psikologi Jungian—

percaya bahwa studi psikologi Jungian bisa dilakukan dengan

menggunakan data sastra dan hal tersebut juga telah diuji

oleh Jung ketika menggunakan data sastra . Melalui studi

yang dilakukan dengan menggunakan data sastra, hal

tersebut semakin menunjukkan pula bahwa sastra memang

kaya akan jiwa manusia, baik sebagai eksplorasi ataupun

sebagai narasi tentang jiwa manusia; dan (3) menunjukkan

adanya hubungan timbal-balik antara psikologi dan sastra

dan sastra dengan psikologi sebab keduanya merupakan

studi yang juga membicarakan jiwa manusia.

Diakui atau tidak, tidak banyak seorang psikolog

yang memang menyukai sastra dan mengaitkan sastra

dengan studi psikologi yang digelutinya. Jung sebagai

Page 275: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

262 Psikologi Jungian, Film, Sastra

seorang psikolog merupakan satu di antara sekian banyak

psikolog yang mau menggeluti dunia sastra dan mengim-

plimen tasikan teori psikologi dengan sastra. Sebagaimana

diketahui bersama, psikolog yang lainnya, --sesama

psikoanalisis--, misalnya Freud, Anna Freud, Fromm, dan

Adler, tidak begitu banyak mengaitkan teori psikologinya

dengan konteks kesastraan.

Para tokoh psikoanalisis yang lainnya, berdasarkan

amatan penulis, memang kurang dieksplorasi tentang

diskusi ilmiah yang mengaitkan psikologi dengan sastra.

Hal tersebut sangat wajar dan maklum sebab kecintaan

terhadap sastra tidaklah dipaksakan. Karena itu, muncullah

pepatah yang berbunyi “de gustibus non est disputandum”

yang bermakna bahwa tak ada yang patut diperdebatkan

jika menyangkut masalah selera. Memang demikianlah

adanya, seorang psikolog yang menyukai sastra, biarlah

dia menyukai sastra sedangkan psikolog yang menyukai

nonsastra, biarlah dia menyukai hal tersebut sebab

keberbedaan dalam keilmuan merupakan suatu keindahan

tersendiri dalam kehidupan. Jika dalam kehidupan ini

sama saja antara yang satu dengan yang lainnya, tentunya

kehidupan ini menjadi tidak asyik dan tidak menyenangkan.

Tampaknya, pengaitan antara sastra dan psikologi dan

pengaitan psikologi dengan sastra tidak lepas dari minat

Page 276: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

263Psikologi Jungian, Film, Sastra

seseorang. Siapapun itu, ketika minat sastranya tinggi, mau

tidak mau dia akan mempertahankan dan mengaitkannya

dengan bidang keilmuan yang lain selama hal tersebut masih

relevan dan masih memiliki ketepatan dalam berlogika. Hal

itulah yang dipegang oleh Jung sebagai seorang psikolog

yang menaruh minat pada bidang kesastraan.

Adanya keberkaitan dan antara sastra dan psikologi

dan psikologi dengan sastra hal ini tentunya merupakan

angin segar bagi para pecinta sastra, baik yang teoretis,

akademis, maupun praktis. Melalui sastra yang merupakan

hasil proses kreatif sang pengarang, seorang pembaca bisa

menggali lebih dalam apa yang terdapat di dalamnya.

Sebuah penggalian tentang dunia yang berbicara tentang

psike manusia. Seorang sastrawan dalam melahirkan karya

sastra tidaklah lepas dari psikologi. Dalam hal itu, seorang

pengarang muncul dalam tiga kategorial, yakni sebagai

berikut.

Pertama, seorang pengarang yang memahami dan

menguasai ilmu psikologi. Pengarang jenis ini merupakan

pengarang yang multitalenta sebab dia bisa mempelajari,

memahami, dan menguasai ilmu psikologi, baik secara

ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Pengarang jenis

ini sangatlah jarang sebab untuk mampu memahami dan

menguasai dua wilayah keilmuan merupakan hal yang berat

Page 277: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

264 Psikologi Jungian, Film, Sastra

dan tidak semua orang bisa menguasainya dengan baik.

Sastrawan jenis ini akan sangat baik dalam menarasikan

konteks psikologi yang muncul dalam karya sastra yang

dibuatnya sebab dia memang memahami dan menguasai

ilmu psikologi. Karakter tokoh dalam sastra juga akan

tampak lebih hidup sebab secara psikologis sang tokoh

sudah dinarasikan seperti manusia yang memiliki jiwa.

Selain itu, sastrawan kategori ini merupakan sastrawan

yang secara sadar memunculkan ilmu psikologi dalam

karya sastra. Untuk pembaca, sastra jenis ini sangat bagus

dipelajari terutama bagi pembaca yang menginginkan

mempelajari psikologi melalui jalur kesastraan. Jika

mempelajari psikologi melalui jalur murni, artinya belajar

psikologi dengan teks-teks psikologi, tentunya rasanya

menjadi kering dan kaku. Image ini muncul disebabkan

bidang keilmuan yang berbeda, tetapi bagi orang yang

memang memiliki bakat dan penyuka psikologi, tentunya

kering dan kaku merupakan sesuatu yang menyenangkan

sebab orisinal. Namun, dalam konteks dunia sastra,

seseorang akan merasa lebih estetis ketika membaca

perpaduan antara sastra dan psikologi yang diramu dan

diracik menjadi satu narasi.

Guna memahami konteks ini, seorang pembaca sastra

juga harus memiliki bekal keilmuan yang berkait dengan

Page 278: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

265Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologi. Hal ini sangat perlu dan sangat dibutuhkan guna

menguatkan interpretasi seseorang dalam melahirkan

interpretasi psikologis yang tepat terhadap karya sastra.

Jika sang pembaca sastra kurang kuat dalam memahami

bidang keilmuan psikologi, ia akan terseok-seok dalam

memahami psikologi yang terdapat dalam karya sastra

tersebut. Bahkan, yang lebih parah lagi adalah ketika sang

pembaca mengungkapkan ia tidak mendapatkan apa-

apa dari apa yang dipelajarinya. Tentunya, fi losofi yang

digunakan “hanya orang yang tidak tahu apa-apa yang

mampu mengatakan bahwa ia tidak mendapatkan apa-

apa dari sesuatu yang dibacanya”. Hal itu, menunjukkan

kadar kemampuan seseorang dalam menafsirkan sesuatu

sehingga dirinya mengatakan dia tidak mendapatkan apa-

apa. Padahal, apa yang dibacanya tersebut sangat berbobot

dan bagus.

Kedua, sastrawan yang memunculkan psikologi di

dalam karya sastra secara parsial. Artinya, sastrawan dalam

konteks ini adalah sastrawan yang memahami psikologi,

tetapi hanya konteks yang umum saja. Dengan begitu,

pemahaman tentang psikologi masih di permukaan.

Meskipun demikian, sang sastrawan menyisipkan

psikologi dalam sastranya sehingga sastra tersebut masih

memunculkan kekuatan psikologinya. Tentunya, dalam hal

Page 279: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

266 Psikologi Jungian, Film, Sastra

ini, sang pembaca bisa mengambil ilmu psikologi dari sastra

yang ditulis oleh sastrawan tersebut. Namun, sang pembaca

juga harus mampu mengenali dan memahami latarbelakang

sastrawan tersebut dalam kaitannya dengan psikologi yang

dianut oleh sang sastrawan. Sastrawan yang melahirkan

sastra kategori ini memang kadar sadar ataupun tidak sadar

memasukkan ilmu psikologi tertentu dalam karyanya. Untuk

kategori ini, psikologi sastra masuk kategori kedua dari

segi isi. Meskipun demikian, ketika kekuatan psikologinya

kategori umum, tetapi karya sastranya bagus, tetap saja

karya sastra yang dilahirkan tersebut bagus sebab psikologi

hanyalah pemanis saja dalam sastra.

Ketiga, sastrawan yang kurang memahami ilmu

psikologi. Sastrawan kategori ini merupakan sastrawan

yang memang memiliki keahlian dalam menulis sastra.

Sastrawan yang memang memiliki bakat dalam kaitannya

dengan melahirkan karya sastra. Namun, beberapa kasus

yang terjadi menunjukkan bahwa sastrawan kategori

ini secara akademis jenjang pendidikannya tidak tinggi

sehingga pemahaman tentang ilmu psikologi tidak

mendalam. Bahkan, jika boleh mengatakan sastrawan

tersebut tidak mempelajari ilmu psikologi. Meskipun

demikian, sastrawan kategori ini memiliki kelebihan

kaitannya dengan orisinalitas.

Page 280: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

267Psikologi Jungian, Film, Sastra

Sastrawan jenis ketiga ini bisa menulis dengan orisinal

karakter tokoh yang terdapat di dalamnya. Jika merujuk

pada archetype, manusia memiliki pikiran yang sama dalam

derajat yang berbeda. Dengan demikian, sastrawan kategori

ini memang tidak memunculkan ilmu psikologi di dalam

karya sastranya. Namun, ia secara tidak sadar memang

memunculkan ilmu psikologi di dalamnya. Tentunya, mun-

cul nya ilmu psikologi tersebut bukan disebabkan sang

sastrawan mempelajari ilmu psikologi, tetapi lebih pada

kemampuannya dalam memunculkan ilmu psikologi yang

muncul secara tidak sadar dari dalam dirinya. Tipe-tipe

sastrawan seperti ini merupakan sastrawan yang memiliki

kekhasan tersendiri sebab bahasa menggunakan bahasa

yang orisinal dari kehidupan keseharian dan pengalaman

empiris yang telah mereka lalui.

Sastrawan memiliki strategi tersendiri dalam memba-

ngun psikologi tokoh dalam karya sastra. seorang sastrawan

yang mumpuni di bidang keilmuan psikologi bukan berar-

ti dia akan bagus dalam melahirkan karya sastra. begitu

juga seorang sastrawan yang kurang mumpuni dalam

memahami psikologi, berarti kurang bagus dalam memun-

culkan karya sastra yang dilahirkannya. Semuanya, baik

yang ahli psikologi dan yang tidak ahli psikologi sama-

sama memiliki kemampuan dalam melahirkan karya sastra.

Page 281: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

268 Psikologi Jungian, Film, Sastra

hanya saja, yang menjadi penentu adalah masyarakat

pembaca. Di tangan merekalah karya sastra yang dilahirkan

oleh sang pengarang dikritik, nikmati, dan dinilai apakah

sastra ini merupakan sastra kanon ataupun yang bukan

sastra kanon. Namun, satu hal yang paling penting adalah

melahirkan karya sastra adalah sebuah ungkapan jiwa dan

pengungkapan jiwa itu adalah ilmu psikologi dalam bentuk

yang lain.

Sastra bisa digunakan sebagai mitra dialog (partner of

a dialogue) dalam kaitannya dengan psikologi (Jauregue,

2017:1169). Pemikiran Jauregue tersebut tidak lepas dari

pandangan psikoanalisis bahwa sastra dan psikologi memang

memiliki keberkaitan. Tentunya, keberkaitan tersebut harus

mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah agar terbukti

benar-benar sebagai ilmu pengetahuan yang kokoh. Selama

ini, studi psikoanalis –dalam pandangan orang-orang yang

beraliran psikologi kesadaran—dianggap sebagai psikologi

yang kurang mampu mempertanggungjawabkan kadar

keilmiahannya sebab menggunakan kajian yang fokusnya

pada alam ketidaksadaran. Padahal, alam ketidaksadaran

tersebut sulit untuk diukur dengan menggunakan skala

keilmuan yang mengandalkan adanya fakta empiris. Jika

fakta empiris tersebut sulit dimunculkan dan ditampakkan

sebagai penguat keterandalan suatu ilmu pengetahuan,

Page 282: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

269Psikologi Jungian, Film, Sastra

ilmu pengetahuan tersebut akan sulit berterima di kalangan masyarakat luas.

Diakui atau tidak, masyarakat saat ini lebih mengandal-kan keilmiahan dalam berbagai ilmu pengetahuan. Jika tidak mampu memunculkan hal tersebut, mau tidak mau ilmu tersebut akan tenggelam dengan sendirinya sebab digerus oleh perkembangan keilmuan yang semakin lama semakin menuntut keilmiahan, keempirisan, dan kegeneralisasian. Studi psikologi dalam sastra memang memunculkan pro dan kontra sebab sastra sebagai teks kreatif tentunya agak sulit digunakan sebagai data empiris dalam kaitannya dengan psikologi. Hal itu wajar sebab memang sastra dilahirkan dalam rangka proses kreatif sang pengarang dan tidak ada tendensi dalam kaitannya dengan masalah psikologis, meskipun memang ada riak tendensi psikologis. Berkait dengan kontroversi psikologi dalam studi sastra, Santos et al. (2018:767) mengemukakan bahwa logika dalam psikologi bertentangan dengan kesastraan (opposite to literature). Logika dalam psikologi tersebut tidak bisa dikaitkan dengan logika dalam sastra sebab keduanya sebagai disiplin ilmu memiliki logika yang berbeda dalam keilmuan dan penerapannya. Logika yang berbeda tersebut tidak bisa disandingkan, tetapi di dalamnya bisa dikaitkan dan

diselaraskan sehingga bisa memunculkan keberhubungan

yang saling berkaitan antara satu dan lainnya.

Page 283: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

270 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Melalui kajian psikologi sastra yang sudah marak saat

ini –meski tidak semarak bidang keilmuan yang lainnya--,

studi tentang sastra tidak hanya berorientasu di konteks

sosiologi ataupun antropologi tetapi juga mengarah pada

bidang yang psikologi. Dengan begitu, kekuatan studi

psikologi sastra bisa sejajar dengan studi sosiologi sastra

yang terdapat dalam konteks kritik sastra. Semoga para

peminat dan pendukung psikologi sastra berjuang agar

studi psikologi sastra masih kuat dan makin lama harus

lebih kuat.

Studi Sastra dan Cerita Rakyat dan Psikologi Jungian

Studi sastra dan cerita rakyat yang berkait dengan

psikologi Jungian bukanlah sebuah studi yang baru. Studi

kategori psikologi Jungian dalam konteks sastra dan cerita

rakyat cenderung mengarah pada studi archetype. Salah

satu hal yang paling mendasari mengapa studi sastra

dan cerita rakyat lebih mengarah pada archetype sebab

archetype merupakan teori Jungyang dianggap sebagai

teori yang paling kokoh dan paling orisinal. Faktanya, Jung

memang banyak bergelut dengan teori archetype selama

puluhan tahun agar archetype benar-benar menjadi teori

yang teori.

Page 284: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

271Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jika ditelusuri lebih dalam, studi psikologi Jungian

memang banyak terasuki oleh pemikiran Jung tentang

archetype, misal saja dalam simbolisme mimpi dan anima/

animus. Kesemuanya tidak lepas dari diskusi tentang

archetype. Untuk menemukenali archetype yang se benar-

nya tidak lepas dari ketidaksadaran kolektif manusia, lebih

mudah mendapatkannya dari sumber data mitologi sebab

sumber data tersebut sampai sekarang masih ada dan masih

konkret. Hal itu tampaknya juga dijadikan pedoman bagi

para psikolog untuk menemukan archetype. Studi sastra

dan cerita rakyat yang berkait dengan psikologi Jungian

sudah pernah dilakukan oleh peneliti berikut (catatan: data

sementara yang dilakukan oleh penulis sampai tahun 2019).

Neumann (1963) memperdalam studi archetype

Jungian dengan menelaah mitologi Yunani kuno. Ia menggali

mito logi Yunani kuno dan dihubungkaitkan dengan konteks

pattern of archetype. Neumann menunjukkan bahwa

struktur dalam dewi yang terdapat dalam mitologi Yunani

kuno sebenarnya terpolakan dan memiliki simbolisme-

simbol isme yang memerlukan pemaknaan secara men-

dalam. Merujuk pada pandangan Jung, archetype dalam

mitologi salah satunya adalah dewi. Karena itu, Neumann

lebih mengarahkan pada dewi yang terdapat dalam mitologi

Yunani. Neumann menemukan bahwa dewi dalam Yunani

Page 285: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

272 Psikologi Jungian, Film, Sastra

kuno muncul dalam tipikal perusak-pembangun, baik-jahat,

bumi-langit.

Studi yang dilakukan oleh Neumann (1963) tersebut

sangat bagus dan detil dalam menggali data sebab dia

menunjukkan paparan hasil analisis yang berkait dengan

dewa-dewi pada bagian lampiran. Hal tersebut sangat

memu dahkan pembaca untuk memahami bagaimana

struktur pola archetype dewa-dewi Yunani jika meng-

gunakan pandangan psikologi Jungian yang difokuskan

pada archetype. Neumann juga sangat mengenali dan

mema hami data naratif tentang para dewa-dewi sehingga

hal tersebut memudahkan dirinya dalam memaparkan

archetype tentang dewa-dewi Yunani.

Von Franz (1997) menggali archetype dari cerita rakyat

yang terdapat di berbagai negara. Sebagai seorang penganut

psikologi Jungian, ia menunjukkan secara komprehensif

cerita rakyat dunia yang memiliki pola archetypes. Studi

ter sebut merupakan hasil interpretasinya selama bertahun-

tahun dalam kaitannya dengan archetype. Hasil penelitian

tentang archetype dan cerita rakyat tersebut dirangkum

dari serangkaian kuliah Von Franz pada tahun 1974 di C.G.

Jung Institut di Zürich dan kemudian dibukukan menjadi

buku yang berkait dengan archtype.

Page 286: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

273Psikologi Jungian, Film, Sastra

Ahmadi (2011) meneliti tentang cerita rakyat Pulau

Raas, Madura dengan menggunakan psikologi Jungian. Ia

menggunakan teori archetype yang biasanya secara umum

digunakan dalam penelitian cerita rakyat, yakni (1) tokoh,

(2) perjalanan, (3) peristiwa, dan (4) imaji. Ia melakukan

penelitian dengan studi etnografi s untuk mendapatkan

data tentang cerita rakyat sehingga data yang diperolehnya

berupa data sastra lisan yang ditransliterasikan dan

kemudian ditranskripsikan. Berdasarkan hasil penelitian,

Ahmadi menunjukkan bahwa cerita rakyat Pulau Raas

sebagai hasil pemikiran primordial memiliki archeytpe

yang sama. Kesamaan dengan yang cerita rakyat yang

lainnya tersebut disebabkan karena keterpengaruhan dan

juga karena disebabkan adanya idea yang sama dalam

archetype.

Ahmadi (2017) meneliti tentang cerita rakyat Jerman

dengan menggunakan perspektif psikologi Jungian. Pene-

litian tersebut menggunakan pendekatan psikologi kuali tatif

dengan sumber data cerita rakyat Jerman. Teori yang digu-

na kan yakni archetype Jungian dan sakralitas-profanitas

Mircae. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan

archetype Jungian, cerita rakyat Jerman memunculkan

perem puan yang bertipikal sakral dan bertipikal profan.

Munculnya sakralitas dan profanitas dalam diri perempuan

Page 287: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

274 Psikologi Jungian, Film, Sastra

tersebut tidak lepas dari archetype manusia yang muncul

secara primodial dalam diri manusia.

Studi yang dilakukan oleh Ahmadi tersebut agak

berbeda dengan studi yang dilakukan dengan studi yang

dilakukannya ketika menggunakan psikologi Jungian untuk

menganalisis data cerita rakyat. Dalam kaitannya dengan

cerita rakyat Jerman, dia menggunakan data teks tulis cerita

rakyat Jerman yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia. Begitu juga dengan sudut pandang penelitiannya,

dalam mendekati cerita rakyat Jerman digunakan konsep

sakral dan profan Mircea sehingga hasil penelitian tidak

hanya berbicara tentang archetype yang berkait dengan

tipe perempuan, tetapi juga dikaitkan dengan sakral dan

profan dengan harapan hasil temuan lebih komprehensif.

Jung, Archetype, dan Sastra Kontemporer

Psikologi Jungian tidak hanya bisa dan masuk

dalam studi sastra klasik ataupun cerita rakyat. Psikologi

Jungian juga bisa digunakan dalam studi terhadap

sastra kontemporer. Sastra kontemporer sebagaimana

sastra klasik juga menarasikan hal yang berkait dengan

masalah psikologi, terutama yang muncul melalui tokoh-

tokoh yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Tidak

Page 288: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

275Psikologi Jungian, Film, Sastra

hanya itu, sang pengarang yang melahirkan karya sastra

tersebut tidak lepas juga dari unsur penelitian. Bahkan,

sang pembaca juga. Dengan demikian, seorang pembaca.

Dengan demikian, dalam studi sastra kontemporer, sang

peneliti bisa menelaah lebih dalam dan lebih kompleks

sebab sekarang ini masalah kejiwaan semakin kompleks

dengan meningkatnya kompleksitas kehidupan manusia

modern.

Salah satu novel yang saya sukai adalah Musashi karya

Eiji Yoshikawa. Novel ini merupakan novel yang legendaris

sebab di pengantarnya dipaparkan bahwa novel Musashi

terjual lebih dari jumlah penduduk Jepang pada masa itu.

Hal ini menunjukkan bahwa novel tersebut sangat laris

manis dan memang benar-benar disukai oleh masyarakat.

Ketika saya membaca novel tersebut (tentunya yang sudah

terjemahan dalam bahasa Indonesia) ada hal yang menarik,

yakni sebagai berikut.

Pertama, segi gaya penceritaan yang enak, renyah,

dan mengalir. Tapi, sang pengarang sebagai sosok penulis

yang sudah mumpuni, tetap tidak meninggalkan kesan

estetis sebagai bentuk penciri dari sastra. Sang pengarang,

dalam hal ini Eiji Yoshikawa, menggunakan bahasa yang

memang enak didengar, dibaca, dan dirasakan. Karena

itu, bahasanya menjadi mengalir. Tampaknya, dia bukan

Page 289: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

276 Psikologi Jungian, Film, Sastra

seorang pengarang yang suka menggunakan bahasa yang penuh dengan simbolisme.

Kedua, narasi di dalam novel tersebut dibuat sederhana, tetapi pembaca seolah diajak tersedot ke dalamnya sehingga pembaca sulit berhenti. Jika dikaitkan dengan istilah sekarang, pembaca seolah tersihir untuk selalu membaca dan membaca buku tersebut. Saya pun demikian, novel yang tebalnya 1247 halaman tersebut akhirnya habis terbaca dalam jangka waktu dua minggu. Ketika narasi menggunakan bahasa yang sederhana, kalangan remaja, dewasa, ataupun tua akan mudah dan senang mengikuti jalan cerita novel tersebut mulai dari awal sampai akhir.

Ketiga, sang penerjemah yang bernama Koesalah S. Toer tampaknya lihai dalam menerjemahkan sehingga bahasa yang digunakan masih nyaman. Terkadang, karya yang besar ketika diterjemahkan oleh seseorang yang kurang ahli dalam menafsirkan teks kategori kesastraan, esensi dari sastra tersebut akan hilang sebab sang penerjemah kurang mampu menangkap makna bahasa sastra tersebut secara tepat. Memang, dalam seni translasi, yang menjadi kendala adalah pemahaman bahasa seorang penerjemah. Untuk itu, seorang penerjemah bidang kesastraan, harus mampu memahami bidang kesastraan agar tidak terjadi salah interpretasi dan salah dalam penerjemahan, terutama

untuk makna-makna yang kurang akrab didengar.

Page 290: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

277Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kelima, tema yang digarap oleh sang pengarang berkait dengan seni pedang, tetapi di dalamnya dibalut dengan kisah cinta dan perjalanan fi lsafat zen. Perpaduan tentang pedang, cinta, dan fi lsafat ini ternyata diramu dengan bagus oleh sang pengarang sehingga novel yang tebal tersebut tidak membosankan di mata pembaca. Tentunya, tidak membosankan dalam pikiran dan imaji pembaca yang seolah diajak menyelami kehidupan dalam novel tersebut.

Sebagai novel yang bersekuel panjang, novel Musashi memunculkan archetype orang tua yang muncul sebagai berikut. Orang tua yang berkarakter kuat dan tangguh. Karakter ini muncul pada sosok yang bernama Osugi, ia merupakan seorang ibu yang berusia sekitar hampir 60-an tahun. Sebagai seorang ibu, dia digambarkan sebagai sosok yang kuat dan tangguh dalam memimpin kehidupan keluarga. Gambaran tersebut tampak pada kutipan berikut.

Di musim tanam ia mencangkul ladang, dan sesudah panen. la menebah butir-butirnya dengan menginjak-injaknya. Kalau senja memaksanya berhenti bekerja, ada saja yang dapat ditemukannya untuk disandangkan ke punggungnya yang bungkuk dan diangkutnya pulang ke rumah (Yoshikawa, 2001).

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa tokoh Osugi

sebagai seorang ibu benar-benar merupakan sosok yang

tangguh dalam kehidupan keseharian, ia kuat untuk //

Page 291: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

278 Psikologi Jungian, Film, Sastra

mencangkul ladang dan memanen// sehingga hal tersebut

merupakan representasi dari seorang perempuan yang

luar biasa. Tidak hanya itu, jika pagi dia ke ladang, ketika

malam “ia dapat ditemui sedang mengurus ulat sutranya”

(Yoshikawa, 2001). Osugi sebagai sosok ibu bukanlah ibu

yang biasa-biasa saja, melainkan ibu yang luar biasa dalam

cara kerja dan cara bertindak. Ia sulit untuk berhenti bekerja

sebab hal tersebut sudah mejadi kebiasaanya dalam hidup.

Bekerja, bekerja, dan bekerja. Ia bekerja mulai dari pagi

sampai dengan malam dan dia juga tidak mengenal rasa

lelah sedikitpun. Di sisi lain, sebagai seorang ibu, ia adalah

sosok yang sangat sayang kepada anaknya, Matahachi.

Ketika selesai perang, ia mencari temannya Matahachi,

Takezo namanya. Osugi berpikir bahwa ketika Takezo

pulang dari perang di Sekigahara dalam kondisi selamat,

tentunya juga Matahachi juga akan pulang dengan kondisi

selamat pula sebab keduanya merupakan teman akrab

sehingga tidak mungkin Takezo akan meninggalkan

Matahachi di medan laga sendirian. Bahkan lebih parah lagi,

membiarkan Matahachi terbunuh di medan laga. Ketika

bertemu dengan Takezo, ia pun menanyakan di manakah

posisi Matahachi saat itu. Takezo pun menjelaskan bahwa

Matahachi melarikan diri dalam perang. Karena itu, dia tidak

bisa bertemu dengan Matahachi. Ketika mengetahui bahwa

Mathachi tidak ada dalam perang dan Matahachi melarikan

Page 292: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

279Psikologi Jungian, Film, Sastra

diri, Osugi merasa bahwa Takezolah yang meninggalkan

Matahachi sendirian di medan perang. Ia sangat kasihan

kepada Matahachi. Perasaan yang demikian merupakan

perasaan sayang yang dimunculkan oleh seorang ibu

kepada anaknya.

Dalam pandangan Fromm (1998), cinta seorang

ibu merupakan cinta tanpa syarat. Cinta tanpa syarat

adalah cinta yang tidak meminta apa-apa. Cinta yang

tidak meminta imbalan kepada anaknya. Cinta yang tidak

menginginkan balas budi dari orang yang paling dia cinta.

Cinta kategori ini merupakan cinta yang berat sebab cinta

tersebut membutuhkan kekuatan dan pengorbanan yang

besar dan energi yang besar pula.

Cinta tanpa syarat adalah s ebuah cinta yang memang

sangat besar pengorbanannya untuk orang lain sebab

yang cinta tanpa syarakat adalh cinta yang tidak memiliki

syarat apa-apa dalam mencinta. Tidak semua ibu mampu

memunculkan cinta tanpa syarat, tetapi kebanyakan

seorang ibu memang memiliki cinta tanpa syarat. Bahkan,

seorang perempuan (meskipun bukan ibu) memang memiliki

cinta tanpa syarat. Karena itu, dalam pepatah Inggris ada

ungkapan perempuan itu “give and forgive” dan laki-laki

itu “get and forget”. Pepatah Inggris tersebut menunjukkan

secara eksplisit bahwa perempuan memang benar-benar

Page 293: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

280 Psikologi Jungian, Film, Sastra

merupakan sosok yang memiliki kekuatan dalam masalah

cinta yang sejati. Cinta yang tidak mengharapkan imbalan

ataupun balas budi dari orang yang dicintainya. Sungguh

hal tersebut merupakan sebuah cinta yang sulit dilakukan

sebab membutuhkan kekuatan dan kesabaran yang luar

biasa.

Di balik sisi kekuatan dan cinta, tokoh Osugi merupakan

sosok yang pemarah. Ia sangat marah dengan Takezo dan

Osugi ingin membunuhnya. Padahal, jika ditinjau dari segi

fi sik, Osugi sudah tua sedangkan Takezo masih muda dan

hebat dalam bermain pedang. Namun, terkadang kekuatan

kemarahan akan mengalahkan segalanya. Seseorang yang

sedang marah memiliki energi yang sangat besar sehingga

dia bisa meledak-ledak dan lupa segalanya, termasuk kondisi

tentang kekuatan dirinya. Manusia terkadang lupa dengan

kemampuan dirinya sehingga hal tersebut membuat dirinya

seolah-olah kuat padahal yang sebenarnya mereka lemah

dari sisi fi sik. Ketika rencana membunuh Takezo dengan

model face to face gagal. Ia pun meminta bantuan orang

lain. Osugi meminta bantuan orang-orang yang tidak

suka dengan Takezo agar Takezo ditangkap dan dibunuh.

Cara yang dilakukannya merupakan cara yang licik sebab

dia menjebak Takezo untuk datang ke rumahnya dan ajak

makan-makan. Kemudian, Takezo diminta untuk mandi

Page 294: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

281Psikologi Jungian, Film, Sastra

agar tubuhnya bersih. Dalam kondisi itu, pasukan yang siap

menyerang Takezo sudah mengepung kamar mandi.

“Lekas sana ke kamar mandi,” desak Osugi dengan nada seorang nenek. “Bahaya sekali berdiri di sini orang bisa melihatmu. Akan kuambilkan kimono dan pakaian dalam Matahachi untukmu. Sekarang tenang-tenang saja dan mandilah yang baik.” (Yoshikawa, 2001)

Berdasarkan kutipan tersebut Takezo memang benar-benar diperlakukan secara baik oleh Osugi. Namun, sikap baik yang dilakukan oleh Osugi tersebut bukanlah sikap yang baik sesungguhnya. Karena itu, Takezo pun tidak merasa dijebak sebab dia menafsirkan bahwa sang nenek tersebut perpikiran dan bersikap benar-benar baik. Dalam konteks fi lsafat kritis seorang harus mampu menggunakan konsep “saya percaya jika saya tidak percaya dan saya percaya dalam ketidakpercayaan saya”. Itu adalah konsep orang yang berpikir kritis sehingga mereka tidak mudah ditipu orang dan tidak mudah percaya dengan omongan orang lain. Pandangan tersebut akan membuat orang tidak akan tersesat dan mudah dijebak oleh orang lain.

Si ibu yang bernama Osugi tersebut dalam konteks psikologi Jungian merupakan archetype perempuan. Archetype tersebut muncul dalam representasi kuat,

sayang, dan pemarah. Dalam pandangan Jung (1953),

Page 295: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

282 Psikologi Jungian, Film, Sastra

archetype seorang ibu muncul dalam berbagai segmentasi

sehingga karakter yang dimunculkan juga memiliki keber -

bedaan. Namun, secara genealogis, karakterisasi itu

bersifat archetype sehingga akan muncul dan mengalami

perulangan pada masa yang mendatang.

Sifat yang berulang diistilahkan dengan ouroboros.

Dalam konteks kefi lsafatan, istilah ouroboros dikaitkan

dengan fi losofi bahwa dalam semua kehidupan, segala

sesuatu akan mengalami perulangan. Munculnya dan

adanya perulangan tersebut disimbolkan dengan ular yang

menggigit ekornya sendiri dalam kondisi melingkar. Hal itu

memang merupakan fi losofi hidup bahwa hidup merupakan

sebuah perputaran pemikiran. Seseorang yang perpikiran

tentang bagaimana cara terbang yang muncul pada 10 ribu

tahun yang lalu akan muncul lagi sekarang, tetapi dengan

cara dan karakter yang berbeda sebab zaman dan pemikiran

manusia sudah mengalami perkembangan. Jika pada zaman

dahulu, manusia terbang dengan menggunakan payung

terbang yang bertenagakan angin, sedangkan manusia

sekarang menggunakan balon terbang yang menggunakan

tenaga gas. Kekuatan alam berpikir yang demikian memang

sama seperti masa lalu sebab pikiran merupakan sesuatu

yang archetype dan akan selalu mengalami perulangan

dalam berbagai masa bahkan sampai akhir zaman.

Page 296: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

283Psikologi Jungian, Film, Sastra

Tokoh Osugi dalam Musashi merepresentasikan

archetype yang dualtipe sehingga dia tidak berdiri pada satu

titik elemen. Osugi sebagai representasi dari perempuan

menunjukkan elemen yang positif dan elemen yang negatif.

Elemen dalam diri perempuan yang bernama Osugi memang

tidak menunjukkan kekuatan satu elemen saja, tetapi

menunjukkan lebih dari satu elemen. Munculnya elemen

yang positif dan negatif dalam diri perempuan merupakan

archetype sebab elemen tersebut akan muncul dan

tenggelam seiring dengan perubahan waktu. Pemunculan

dan penenggelaman elemen tersebut bergantung pada

archetype tersebut muncul dan disimbolkan.

Perempuan itu bilang, tidak cukup membunuhnya seketika, kita harus menyiksanya dulu (Yoshikawa, 2001)

Osugi sebagai seorang ibu ternyata memang benar-

benar memunculkan naluri kejahatannya. Ia sebagai seorang

ibu sangat tidak terima ketika Matahachi yang ditinggalkan

oleh Takezo di medan perang dan mengakibatkan

Matahachi terbunuh di medan perang tersebut sedangkan

Takezo sampai sekarang masih hidup dan masih kuat seperti

sediakala. Bahkan, sekarang Takezo semakin brutal dalam

membunuh orang-orang yang dianggap sebagai lawan

tandingnya. Ketika Takezo tertangkap oleh Takuan, banyak

Page 297: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

284 Psikologi Jungian, Film, Sastra

orang yang berdatangan untuk menyaksikan hal tersebut

dan salah satunya adalah Osugi. Waktu itu, Osugi sangat

ingin agar Takezo dibunuh saja sebab gara-gara Takezolah

anaka kesayangannya yang bernama Matahachi meninggal

dunia di medan perang. Gambaran tersebut tampak pada

kutipan berikut.

Perempuan itu bilang, tidak cukup membunuhnya seketika, kita harus menyiksanya dulu (Yoshikawa, 2001)

Gambaran tersebut menunjukkan betapa jahatnya

seorang ibu terhadap orang lain. Hal itu memang menun-

jukkan karakter archetype ibu sebagai sebuah elemen

yang negatif sebab dia ingin membunuh orang lain. Dalam

konteks ini, dia ingin membunuh bukan karena kebaikan,

melainkan karena dia ingin membalas dendam. Situasi ini

menunjukkan bahwa elemen negatif seorang ibu tersebut

sangat kuat disebabkan rasa cinta dan rasa sayang yang

terlalu tinggi kepada anaknya. Energi itulah yang muncul

dalam dirinya sehingga dalam konteks psikologi Jungian

dianggap sebagai dualtipe yang sebenarnya bersumber

pada monotipe.

Selain archetype ibu yang direpresentasikan melalui

tokoh Osugi, dalam Musashi juga memunculkan archetype

orang tua bijak. Archetype orang tua bijak banyak muncul

Page 298: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

285Psikologi Jungian, Film, Sastra

dan berulang dalam mitologi sebab karakterisasi ini

memang secara fakta banyak mitologi yang memunculkan

orang tua. Dalam mitologi, orang tua bijaksana muncul

dalam bentuk segmentasi sebagai berikut.

Pertama, orang tua yang bijaksana dalam mitologi

yang muncul dalam bentuk orang tua yang membantu

tokoh utama ketika dalam masalah. Orang tua bijaksana

ini biasanya memberikan pertolongan kepada tokoh utama

yang pada awalnya dia sangat membutuhkan bantuan

tersebut. Bantuan yang dimunculkan oleh orang tua yang

bijak bisa berupa pemberian ilmu kepada tokoh utama. Ilmu

tersebut diberikan dengan cara pelatihan-pelatihan yang

diberikan kepada sang tokoh utama. Dalam Harry Potter,

dikisahkan bahwa sosok Dombledore adalah sosok orang

tua yang bijak. Beliau merupakan sosok yang bijak sebab

tidak mau menunjukkan keberpihakan ketika Harry Potter

–sebagai tokoh utama—mendapatkan serangan dari musuh-

musuhnya. Namun, di balik itu, Dombledore memang tetap

mendukung dan membantu Harry Potter. Dombledore lah

yang mengusahakan agar Harry Potter bisa menjadi seorang

penyihir yang sukses dan hebat. Dombledore sebagai seorang

yang bijak sangat paham bahwa Harry Potter dalam bahaya

sebab dia tidak lepas dari bayang-bayang Lord Voldermort.

Sang musuh, Lord Voldemort ini hanya bisa dibunuh oleh

Page 299: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

286 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Harry Potter. Dalam fi lm Teenage Ninja Turtle, muncul sosok orang tua yang muncul dalam bentuk tikus tua. Sebagai seekor tikus tua, dia memberikan wejangan-wejangan dan petuah kepada para kura-kura ninja. Melalui petuah tersebut para kura-kura ninja bisa berjalan dengan baik sebab mereka mendapatkan nasihat dari orang tua yang bijak dalam hal ini dipresentasikan oleh seekor tikus tua.

Kedua, archetype orang tua bijak yang memberikan alat dan/atau senjata. Dalam mitologi banyak dimunculkan orang tua bijak yang memberikan senjata kepada tokoh utama. Orang tua bijak tersebut memberikan senjata agar sang tokoh utama bisa mengalahkan musuhnya. Orang tua bijak tersebut memberikan senjata tersebut dengan persyararatan tertentu dan ada juga yang memberikan senjata tanpa peralatan tertentu. Pemberian senjata tersebut bisa diberikan langsung kepada tokoh utama ataupun melalui perantara.

Ketiga, pemberian kendaraan/tunggangan. Dalam konteks mitologi, archetype orang tua bija tidak hanya memberikan senjata, tetapi ada yang memberikan sarana transportasi. Tentu saja, pada masa kemitologian, sarana transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam melakukan perjalanan terutama perjalana jauh. Karena itu, orang tua bijak biasanya

memberikan kendaraan/tunggangan yang memudahkan

Page 300: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

287Psikologi Jungian, Film, Sastra

tokoh utama dalam melakukan perjalanan. Kendaraan/

tunggangan biasanya kuda, burung raksasa, dan naga.

Dalam mitologi Yunani kuno, Unicorn merupakan salah

satu tunggangan yang digunakan oleh tokoh utama dalam

melaksanakan tugas untuk membasmi kejahatan.

Archetype orang tua bijak tersebut bernama Takuan.

Dalam novel tersebut sosok tokoh yang bernama Takuan,

seorang kakek yang bijaksana. Kebijaksanaan seorang

kakek tersebut tampak dari pemikiran dan perilakunya yang

muncul dalam kehidupan keseharian. Ia tidaklah menjadi

orang tua yang sombong dan congkak. Takuan sebagai

orang tua yang bijaksana terepresentasikan dalam bentuk

sosok welas asih, tidak sombong, dan baik hati. Sosok

ketidaksombongan tersebut ditampakkan ketika dia bisa

menangkap Takezo, seorang ronin yang kuat dan ugal-

ugalan dalam bertanding melawan musuhnya. Ia memang

sudah bisa menangkap Takezo, tetapi dia mengungkapkan

bahwa dirinya bukanlah yang menangkap Takezo, melainkan

alam yang menangkapnya. Gambaran tersebut tampak pada

kutipan berikut.

“Bukan aku yang berjasa atas penangkapan Takezo. Bukan aku yang melaksanakannya, tapi hukum alam. Orang yang melanggar hukum alam akhirnya akan kalah. Hukum itulah yang harus kalian hormati.” (Yoshikawa, 2001)

Page 301: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

288 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Gambaran tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa

orang tua yang bernama Takuan tersebut bukanlah orang tua

yang sombong ketika dia dapat melakukan sesuatu dengan

baik. Dia sebagai orang tua menunjukkan karakter yang

rendah hati. Masyarakat sangat ketakutan dengan adanya

Takezo yang berkeliaran dan dianggap akan membunuh

orang yang tidak disukainya. Padahal, Takezo hanya akan

membunuh orang-orang yang memang bertanding dengan

dirinya dan mati secara terhormat di medan laga. Tentunya,

hal tersebut sangat berbeda dengan pembunuh berdarah

dingin yang membunuh siapa yang berada didekatnya.

Takuan sebagai orang tua yang bijak memahami hal

tersebut. Takuan bukanlah karakter yang seperti orang-

orang pikirkan. Ketika dapat melakukan sesuatu yang besar,

dia tidak menjadi besar kepala dan lupa diri. Sebelum Takuan

memang mengungkapkan bahwa dirinya akan menangkap

Takezo, seorang diri. Dia akan menangkap Takezo dengan

tangan kosong dan tidak meminta bantuan orang lain. Waktu

itu, orang-orang desa banyak yang menertawakannya

sebab siapa yang akan percaya dengan kemampuan Takuan

yang sudah tua untuk menangkap Takezo yang masih

muda, liar, dan brutal. Memang, diakui atau tidak, siapa

yang akan percaya dengan omongan Takuan sebab secara

logika pastilah tidak logis untuk melakukan hal itu. Ketika

Page 302: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

289Psikologi Jungian, Film, Sastra

Takuan ternyata mampu menangkap Takezo seorang diri,

Takuan tidak menyombongkan diri bahwa dirinya ternyata

mampu membuktikan apa yang dia omongkan.

Perilaku Takuan tidak hanya muncul dalam konteks

tidak sombong saja, tetapi ia juga sosok yang welas asih dan

sangat sabar dalam menghadapi permasalahan. Gambaran

tersebut tampak pada saat dia mampu menangkap Takezo

dengan tangan kosong. Ketika banyak orang yang ingin

menyaksikan agar Takezo disiksa dan selanjutnya dibunuh,

dia sama sekali tidak sepakat dengan hal tersebut. Hal itu

menunjukkan kadar kewelasasihannya terhadap orang lain,

meskipun orang lain tersebut dianggap membahayakan

nyawa orang banyak sebab pada waktu itu Takezo dianggap

sebagai orang yang brutal dalam membunuh siapa saja yang

dianggap musuh tandingnya. Takuan tidak membunuh

ataupun mengajak orang-orang desa untuk membunuh

Takezo yang konon katanya brutal. Ia hanya menghukum

Takezo yang diikat di pohon Kriptomeria yang sangat besar.

Itulah hukuman yang diberikan Takuan kepada Takezo.

Tidak ada penyiksaan, pemukulan, ataupun hal lain yang

menyakiti Takezo ketika dia diikat di Kriptomeria yang

sudah tua itu.

Takuan sebagai seorang Budhisme adalah sosok

yang penyabar. Ketika Takezo dihukum di Kriptomeria tua

Page 303: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

290 Psikologi Jungian, Film, Sastra

tersebut sebenarnya niatnya adalah untuk menurunkan hasrat kebinatangan yang ada dalam diri Takezo. Ia adalah sosok yang mengandalkan pikiran, kekuatan, dan tenaga. Padahal, dalam kehidupan di dunia ini ada satu hal yang lebih kuat, yaitu alam. Takuan ingin menunjukkan bahwa kekuatan Takezo yang sangat besar akan hilang ketika dia diikat di Kriptomeria tua dan si Takezo akan diterjang badai siang-malam, tentunya tidak seberapa lama tenaganya akan habis. Itulah kekuatan alam yang mengalahkan kekuatan manusia. Sosok manusia hanya merupakan sebagian kecil saja dari alam yang sangat besar. Dalam konteks fi losofi s, inilah yang disebut dengan mikrokosmos dan makrokosmos. Keberaturan dalam konteks yang kecil ataupun kehidupan dalam konteks besar yang dianggap sebagai kesemestaan. Manusia memang tidak boleh lupa bahwa ada kekuatan lain yang sangat besar dibandingkan dengan manusia, yaitu alam. Sebagai sebuah energi yang sangat besar, manusia tidak akan pernah mampu mengalahkan alam, sampai kapanpun. Hal tersebut disebabkan manusia adalah bagian kecil dari alam dan bukan sebaliknya alam adalah bagian kecil dari manusia. Manusia memang tidak diajari untuk untuk saja kepada alam, tetapi bagaimana cara mengendalikan alam. Jika mengendalikan alam, manusia tentu masih bisa sebab alam memiliki jalan sendiri untuk

hidup. Karena itu, manusia bisa menggunakannya untuk

membantu prosesi kehidupannya di dunia.

Page 304: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

291Psikologi Jungian, Film, Sastra

“Kau memang betul-betul kuat, Takezo! Seluruh pohon bergoyang. Tapi maaf saja, tidak kulihat tanah bergetar. Susahnya, kenyataannya kamu itu lemah. Kemarahanmu itu tidak lebih dari kedengkian pribadi. Kemarahan lelaki sejati adalah ungkapan kemarahan moral. Kemarahan karena tetek-bengek emosional yang tak ada artinya adalah untuk perempuan, bukan lelaki.” (Yoshikawa, 2001)

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Takezo

sebagai seorang laki-laki yang perkasa tidak akan mampu

melawan dan mengalahkan alam. Semakin dia meronta dan

membabi buta untuk mengalahkan alam, dia akan semakin

dikalahkan oleh alam. Itulah kekuatan alam yang sebenarnya

kekuatan yang luar biasa besarnya sehingga kekuatannya

manusia tidak dapat mengalahkan alam. Takuan sebagai

seorang biksu Budha hanya menunjukkan kewelasasihan

bahwa manusia tidaklah boleh melawan alam sebab hal

tersebut merupakan hal yang sangat percuma dan tentu

hanya akan menghabiskan tenaga sebab tenaga manusia

hanyalah ujung jari jika dikaitkan dengan kekuatan alam

yang mahadahsyat.

Yang dapat kulakukan hanyalah memberikan nasihat padamu. Hadapilah maut dengan berani dan tenang. Ucapkan doa dan berharaplah ada orang yang mau mendengarkan. Dan demi nenek moyangmu, Takezo, matilah dengan layak, dengan wajah damai!” (Yoshikawa, 2001)

Page 305: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

292 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Takuan sebagai seorang laki-laki tua bijak memberikan

petuahnya kepada Takezo. Dalam situasi ini, Takezo

semakin lama semakin melemah sebab kekuatannya

semakin lama semakin berkurang seiring dengan tubuhnya

yang diikat di Kriptomeria tua. Takuan menjelaskan dengan

welas asih bahwa janganlah pernah takut dengan sesuatu

apapun, terutama dengan kematian. Hadapilah semuanya

dengan ketenangan jiwa walaupun pada saat itu kita akan

meninggal dunia. Hal tersebut berkait dengan fi losofi

kehidupan orang-orang yang mengikuti fi lsafat Budhisme

bahwa segala sesuatu itu memiliki jalannya sendiri. Karena

itu, sebagai manusia harus siap dengan segala sesuatu

tersebut. Begitu juga ketika seseorang mendekati kematian

atau yang disebut juga dengna istilah sudah dibayang-

bayangi oleh kematian, manusia tersebut sudah harus siap

sedia dengan penuh kedamaian untuk menghadapinya.

Manusia tidak bisa melawan kematian sebab kematian

pasti akan datang, pasti akan menjemput manusia karena

kematian adalah suatu hal yang pasti dalam ketidakpastian.

Manusia tidak bisa mengejar kematian sebab kematian

itu sudah memiliki jalannya sendiri. Kematian dalam

pandangan fi lsafat dianggap sebagai sesuatu yang di luar

konstruksi pikiran manusia sehingga manusia tidak mampu

mengonstruksinya dan memikirnya sebab itu di luar

batas pemikiran manusia. Jika sudah tiba jalan kematian

Page 306: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

293Psikologi Jungian, Film, Sastra

tersebut datang, tidak ada satupun manusia yang bisa

mengelaknya. Itulah jalan kematian. Takezo dalam situasi

ini memang takut mati. Padahal, pada mulanya dia lebih

memilih mati daripada dia harus hidup dan diikat di bawah

pohon Kriptomeria tua dan disaksikan oleh banyak orang.

Tentunya, hal tersebut membuat dirinya malu. Namun,

sebagai seorang ronin yang brutal dan ganas, dia lebih

memilih mati daripada dipermalukan oleh orang-orang

desa yang memiliki dendam kepadanya.

Petikan-petikan ajaran Takuan pun melintas dalam kepalanya, “Belajarlah takut pada apa yang menakutkan.... Kekuatan yang kasar dalam permainan anak-anak, kekuatan binatang yang tak berakal.... Punyailah kekuatan prajurit sejati... keberanian yang nyata.... Hidup itu berharga.” (Yoshikawa, 2001)

Petuah yang dimunculkan oleh Takuan kepada

Takezo merupakan ilmu kesejatian. Dalam konteks ini,

sama seperti seorang guru yang memberikan ilmu kepada

muridnya.. Hanya saja, dalam kisah ini, Takuan tidak

seperti guru formal yang memberikan ilmu secara formal

kepada Takezo. Takuan hanya memberikan petuah-petuah

yang fi losofi s terhadap Takezo. Petuah tersebut berkait

dengan kehidupan kesejatian. Dengan demikian, ilmu

yang diberikan kepada Takezo bukan ilmu perkuliahan

yang diberikan dengan konsep yang tertata dan sistematis

Page 307: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

294 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sehingga memudahkan mahasiswanya untuk belajar ilmu

pengetahuan dan selanjutnya menerapkan menjadi ilmu

yang lebih baik dan berguna untuk masyarakat.

Takezo sebagai orang yang memiliki pemikiran yang

baik ternyata mampu menangkap petuah yang baik

dari Takuan. Sebagai seorang murid yang tidak dilantik

secara formal, dia masih ingat ungkapan Takuan tersebut.

Memang, menjadi manusia harus memiliki keberanian,

kesejatian, dan kedamaian dalam diri. Menjadi manusia

tidak hanya cukup dengan menjadi sosok yang kuat dan

perkasa saja, tetapi harus mampu menghadapi segala

masalah yang ada di depannyannya. Tidak hanya itu,

manusia juga harus mampu berdamai dengan dirinya sebab

jika manusia tidak mampu berdamai dengan dirinya, dia

akan menjadi manusia yang tidak akan merasa bahagia

sebab tidak mampu menaklukkan dirinya sendiri. Ketika

Takezo melarikan diri dari Kriptomeria tua –atas bantuan

dari Otsu, perempuan yang merasa bersalah pada Takezo

sebab ikut menangkap Takezo waktu pertama—namun

dalam pelariannya Takezo tetap tertangkap lagi. Namun,

kali ini Takezo tidak lagi ditaruh di pohon Kriptomeria tua.

Ia di penjara. Namun,dalam pemenjaraan tersebut Takezo

belajar memahami kehidupan. Ia membaca buku-buku

tentang Zen dan berusaha memaknai kehidupan yang saat

Page 308: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

295Psikologi Jungian, Film, Sastra

ini sedang dia lalui. Karena itu, dia banyak mendapatkan

pelajaran dari hidupnya tersebut, meskipun dia di penjara.

Penjara memang suatu tempat yang menakutkan

dan menyakitkan bagi seorang pesakitan. Artinya, penjara

adalah ruangan yang mengkungkung manusia sebab dia

telah melakukan kesalahan sehingga dia harus di penjara

sebagai ganti dari kesalahannya tersebut. Namun, di sisi

lain, penjara merupakan tempat agar manusia tersebut

mau sadar dan mau memperbaiki dirinya atas segala

kesalahannya yang dilakukan pada masa lalu. Manusia yang

bijak akan belajar dari kesalahan-kesalahannya di masa lalu

dan berusaha menjadi orang yang baik. Dengan demikian,

penjara adalah sebuah tempat yang katalis bagi manusia,

tempat melakukan transformasi pikiran dari pikiran-

pikiran yang brutal dan liar sehingga menjadi manusia yang

baik dan bijak. Namun, fakta di lapangan yang diketahui

bersama, banyak orang yang keluar masuk penjara tetapi

tidak tercerahkan alam berpikirnya sehingga dia tetap saja

menjadi penjahat meskipun sudah keluar-masuk penjara.

Archetype kesabaran yang muncul dalam diri orang

tua yang bernama Takuan memang membawa dalam

yang positif bagi manusia yang lain. kepositifan tersebut

tampak pada segmentasi ketika Takuan bisa menangkap

Takezo dengan tangan kosong. Hal itu tentulah bukanlah

Page 309: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

296 Psikologi Jungian, Film, Sastra

hal yang mudah sebab butuh kekuatan kesabaran tingkat

dewa dalam menundukkan kekuatan yang besar dan brutal.

Ternyata, Takuan memang benar-benar bisa menangkap

Takezo dengan tangan kosong. Kedua, kesabaran yang

dimunculkan oleh Takuan tidak hanya membuat Takezo

sebagai seorang ronin yang brutal tertangkap, tetapi juga

membuat Takezo akhirnya menjadi seorang laki-laki yang

mampu memahami kesejatian. Ia menjadi manusia yang

mampu mengendalikan pikirannya dan mampu berdamai

dengan dirinya sendiri sehingga sebagai manusia dia tidak

takut dengan apapun sebab ketakutan yang harus dipahami,

dipelajari, dikendalikan adalah ketakutan yang terdapat

dalam diri manusia itu sendiri. Untuk itu, Takezo belajar

mengenali, memahami, menguasai, dan mengenalikan

hawa nafsu yang terdapat dalam dirinya. Hawa nafsu adalah

bagian hitam dari dalam diri yang merupakan lawan dari

kesabaran. Seseorang yang tidak mampu mengendalikan

hawa nafsu adalah orang yang tidak memiliki kesabaran

tingkat dewa dalam mengendalikan dirinya sehingga dia

menjadi orang yang ceroboh dan sembrono. Kita sering

melihat fakta yang berkait dengan kecerobohan tersebut

di dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang lebih

mengandalkan hawa nafsu memang kuat dalam segala

hal sebab dia didorong oleh energi instinktif yang terdapat

Page 310: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

297Psikologi Jungian, Film, Sastra

dalam dirinya. Energi tersebut sangat kuat sebab tidak ada

yang mampu membendung energi instinktif yang primitif

dalam diri. Namun, kelemahan utama dari energi yang

instinktif tersebut adalah ketidak mampuan mengendalikan

diri sehingga dia mudah terjerumus ke dalam kesalahan,

keteledoran, kesembronoan, dan ketidaktelitian. Karena

itu, banyak orang yang memang mengandalkan kekuatan

dari hawa nafsu akhirnya kalah oleh orang lain yang

mengandalkan kesabaran. Kesabaran dalam diri memang

biasanya diikuti oleh adanya unsur religiusitas dalam diri

manusia. Sosok manusia yang memiliki religiusitas tinggi

biasanya dibarengi dengan adanya kesabaran tingkat tinggi

pula. Itu memang sebuah keseimbangan bahwa kesabaran

akan berbanding lurus dengan kereligiusitasan seseorang.

Dalam Harry Potter dan Batu Bertuah (1997) archetype

orang tua bijak muncul pada sosok Albus Dombledore

–seorang kepala sekolah ilmu sihir yang digambarkan

berjanggut panjang, berpeci penyihir, menggunakan

tongkat, dan memiliki tubuh/perawakan yang tinggi. Ia

adalah sosok orang tua yang bijak sebab ketika menjadi

seorang penyihir dialah yang mengalahkan penyihir hitam

dan dia tidak mau bergabung dengan penyihir hitam –

yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti orang lain.

Gambaran tersebut tampak pada kutipan berikut.

Page 311: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

298 Psikologi Jungian, Film, Sastra

‘Profesor Dumbledore khususnya terkenal karena berhasil mengalahkan penyihir aliran hitam Grindelwald pada tahun 1945, penemuannya untuk dua belas kegunaan darah naga, dan karyanya di bidang alkimia yang dikerjakannya bersama mitranya, Nicolas Flamel!” (Rowling, 1997).

Sungguh luar biasa bahwa Dumbledore bisa me-

nga lah kan aliran hitam yang terdapat di tempatnya,

Grindelwald. Di tempatnya tersebut memang terdapat

dualisme kepemimpinan, yakni aliran putih dan aliran

hitam. Keduanya, sama-sama duduk di pemerintahan dan

keduanya juga sama-sama memiliki murid-murid yang

dianggap sebagai penganut alirannya masing-masing.

Dengan demikian, murid yang mengikuti aliran hitam akan

diajari oleh pemimpin yang beraliran hitam dan murid

yang beraliran putih akan ikut pemimpin yang beraliran

putih. Hal itu memang sesuai dengan pepatah “orang

yang beraliran putih akan bergabung dengan orang yang

beraliran putih lainnya, sedangkan orang yang beraliran

hitam akan bergabung dengan orang yang beraliran hitam

lainnya”. Hal tersebut sudah menjadi ketentuan alam dan

dalam konteks psikologi Taoisme berkait dengan yin dan

yang. Keduanya, akan saling bersaing dan berkompetisi

untuk saling mendapatkan kekuatan dalam menjaga

keseimbangan alam.

Page 312: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

299Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dombledore sebagai seorang penyihir digambarkan

sebagai sosok penyihir yang baik. Ia adalah sosok yang

memiliki archetype orang tua bijak. Dalam novel Harry

Potter dan Batu Bertuah tersebut, Dombledore melindungin

Harry Potter –seorang anak yatim piatu yang ikut di sekolah

ilmu penyihir. Dombledore melindungi Harry Potter dari

musuhnya yang paling kuat dan memiliki ilmu sihir hitam,

Voldemort. Dialah yang menginginkan Harry Potter sebab

hanya melalui dialah Voldemort bisa terbunuh. Namun,

ketika ada Dombledore di sisinya Harry Potter, Voldemort

tidak akan berani mendekat sebab kekuatan Dombledore

sangat kuat dalam hal ilmu sihir. Ketika Harry Potter

sangat ketakutan dengan adanya Voldemort yang akan

membunuhnya, Dombledore memberikan petuah agar dia

tidak takut dengan sesuatu apapun sebab hal tersebut akan

merugikan dirinya sendiri. Gambaran tersebut tampak pada

kutipan berikut.

“Panggil dia Voldemort, Harry. Selalu gunakan nama yang benar untuk apa saja. Ketakutan akan nama memperbesar ketakutan akan benda itu sendiri.” (Rowling, 1997).

Harry Potter sebagai seorang anak yang masih remaja

sangatlah takut dengan isu yang berkumandang bahwa

Voldemort adalah sosok yang disebut dengan Anda-

Page 313: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

300 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Tahu-Siapa. Sosok yang paling menakutkan dan memiliki

kekuatan aura yang sangat jahat di dalamnya. Namun,

Dombledore menegaskan bahwa untuk menjadi manusia

yang kuat tidak boleh takut dengan ketakutan sebab

ketakutan yang terdapat dalam diri sendiri akan membuat

manusia takut dengan yang lain. Dalam konteks ini, hanya

untuk menyebutkan namanya saja, Harry Potter sangat

ketakutan sebab dia merasa bahwa Voldemort sangat kuat

sedangkan dirinya adalah anak yang masih belia dan takkan

mampu menghadapi Voldemort yang begitu kuat.

Dombledore sebagai orang tua yang bijaksana tidak

hanya memberikan petuah bijak kepada Harry Potter yang

dalam kondisi labil terutama masalah orang tuanya. Dalam

penjelasan Voldemort, sang ibu konon mau membunuh

Harry Potter. Karena itu, Voldemort membunuh ibunya

Harry Potter dengan alasan ingin menyelamatkan Harry

Potter. Namun, Dombledore sebagai orang tua yang

bijaksana menunjukkan bahwa ibunya adalah sosok orang

yang sangat mencintai Harry Potter. Bukti bahwa dia sangat

cinta kepada Harry Potter adalah bekas luka yang terdapat di

tubuhnya –itu adalah berian dari sang ibu—untuk melindungi

dirinya dari bahaya dan kejahatan Voldemort. Berkat

penjelasan itulah, Harry Potter akhirnya bisa memahami

bayang-bayang yang selama ini membayangi dirinya dalam

Page 314: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

301Psikologi Jungian, Film, Sastra

kaitannya dengan siapa sang ibu dan Voldemort yang selalu

muncul dalam bayang-bayang dirinya.

Dombledore memberikan sebuah jubah gaib kepada

Harry Potter. Jubah gaib tersebut bisa digunakan untuk

menghilang dan menyelinap ketika seseorang terdesak

untuk keluar ataupun pergi ke suatu ruangan tertentu dengan

harapan tanpa terlihat oleh orang lain. Pemberian jubah

gaib tersebut merupakan archetype dari orang tua yang

bijak berkait dengan senjata ataupun alat tertentu yang bisa

membantu tokoh utama dalam melakukan suatu tindakan,

perlawanan, ataupun perjalanan. Dengan menggunakan

alat tersebut ternyata memang benar-benar membantu

Harry Potter untuk menyelinap dan keluar dari ruangan

tanpa di ketahui oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Dengan begitu, secara hukum yang terdapat di sekolah sihir,

Harry Potter tidak melanggar undang-undang ketika dia

menyelinap ketika jam tidur sebab dia tidak kelihatan oleh

kasat mata. Jubah yang diberikan Dumbledore kepada Harry

Potter merupakan peninggalan dari ayahnya Harry Potter.

Dulu, jubah tersebut digunakan untuk menyelinap ke dapur

oleh ayahnya, untuk mencari makan. Harry Potter sangat

senang dengan jubah yang dia miliki tersebut sebab dengan

jubah itu dia bisa keluar-masuk dengan mudah dan tanpa

diketahui oleh orang-orang yang berada di sekolah penyihir.

Page 315: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

302 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Dalam Harry Potter and the Chamber of Secrets

(Rowling, 2000) archetype orang tua yang bijak dimunculkan

lagi dalam sosok yang dimanifestasikan oleh Albus

Dumbledore. Ia adalah sosok orang tua yang bijak, sabar,

dan mampu mengendalikan diri. Ia adalah sosok kepala

sekolah yang disegani dan ditakuti oleh anak buahnya

dan juga lawannnya yang terkuat, Voldemort. Keduanya,

Dumbledore dan Voldemort sebenarnya merupakan

archetype yang oposit sebab keduanya merupakan jalan

hukum yang saling berseberangan. Dumbledore adalah

orang yang sangat kuat dengan ilmu sihir putihnya dan

Voldemort adalah orang yang sangat kuat dengan ilmu

sihir hitamnya. Dengan demikian, keduanya memiliki

kekuatan masing-masing dan memiliki mazhab masing-

masing. Namun, keberbedaan di antara keduanya tersebut

bisa membuat kisah Harry Potter tersebut berjalan dengan

baik. Dalam logika makrokosmos, kebaikan dan kejahatan

akan saling berperang untuk menjalankan ekosistemnya

masing-masing. Keduanya, ibarat sebuah kutukan yang

tidak akan pernah hilang sampai akhir zaman. Jika tidak

ada hitam, kehidupan akan menjadi sesuatu yang hambar

dan tidak akan menjadi kehidupan sebab hanya satu warna

saja dalam kehidupan sehingga tidak ada motivasi ataupun

keinginan yang muncul dalam diri manusia dalam kaitannya

Page 316: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

303Psikologi Jungian, Film, Sastra

membangun sebab mereka merasa tidak ada musuh sama sekali. Karena itu, muncul pepatah yang menyatakan bahwa “dibutuhkan musuh untuk membutuhkan pertahanan yang kuat”. Dalam kehidupan juga demikian, manusia membutuhkan musuh dari luar agar mereka kuat untuk bersaing secara kompetitif. Jika tidak ada musuh dari luar, mereka akan lemah sebab tidak ada pikiran ataupun energi untuk memperkuat diri mereka. Namun, jika lawan dari luar terlalu besar juga berbahaya dan membuat mereka diserang dengan mudah sebab musuhnya terlalu kuat.

Archetype dalam Harry Potter and the Chamber of Secrets (Rowling, 2000) juga muncul dalam bentuk yang lain, yakni archetype tentang phoenix. Dalam mitologi Mesir, phoenix adalah binatang yang tidak pernah bisa mati sebab setelah dia mati, dia akan dilahirkan kembali. Tulisan Clark (1959:245) menunjukkan bahwa Phoenix merupakan mitologi yang berasal dari Mesir. Phoenix merupakan simbolisme dari infi nitas, kelahiran, dan kematian. Dengan demikian, phoenix sebagai binatang melambangkan kehidupan yang akan selalu berjalan dan berputar dan juga kematian yang akan selalu berjalan dan berputar. Itulah sebuah fenomena dari archetype yang tidak akan pernah berhenti dan selesai sebab dunia juga belum berhenti.

Gambaran tentang Phoenix yang terdapat dalam Harry

Potter tampak pada kutipan berikut.

Page 317: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

304 Psikologi Jungian, Film, Sastra

“Fawkes itu phoenix, Harry. Burung phoenix terbakar kalau sudah waktunya mati dan dilahirkan kembali dari abunya. Lihat dia...” (Rowling, 2000)

Mitologi tentang burung keabadian memang muncul

juga dalam mitologi yang lainnya, tetapi mitologi Phoenix

yang berasal dari Mesir dianggap sebagai archetype

dari munculnya archetype lainnya yang berkait dengan

burung keabadian yang muncul saat ini. Dalam mitologi

Mesir, Mckenzie (1907:50) menjelaskan bahwa Phoenix

digambarkan sebagai burung yang sangat indah dan estetis.

Karena itu, burung ini dianggap burung keabadian sehingga

dia juga memiliki keindahan yang abadi, sayap dan bulunya

berwarna emas sehingga burung ini tampil dengan karakter

estetis dan memesona. Burung jenis ini akan hidup-mati-

hidup lagi seiring dengan perputaran dirinya. Ketika dia

akan mati, bulunya akan rontok secara perlahan dan

lama kelamaan dia akan meninggal dunia ketika terpapar

matahari dan dia akan menjadi abu. Setelah menjadi abu,

dia akan dilahirkan kembali menjadi burung baru dengan

jenis yang sama.

Fenomena mitologi ini masuk juga dalam ajaran Budha

yang berkait dengan konteks reinkarnasi. Dalam reinkarnasi,

ada makhluk yang bisa bereinkarnasi menjadi lebih baik, ada

Page 318: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

305Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang bereinkarnasi menjadi lebih buruk, tetapi ada juga yang

tidak bisa bereinkarnasi. Dalam ajaran Budhisme, reinkarnasi

bisa terjadi dari manusia yang bereinkarnasi menjadi makhluk

lainnya, tetapi bisa juga mahkluk lainnya bereinkarnasi

menjadi manusia. Setiap reinkarnasi yang terjadi tentu tidak

lepas dari masa lalu yang dilakukan oleh makhluk tersebut.

Dalam fi lm White Snake Legend, siluman ular bertapa

selama ribuan tahun dan berupaya untuk menjadi manusia.

Upaya tersebut dilakukan agar mereka bisa menebus

kejahatan mereka di masa lalu yang banyak mengganggu

kehidupan manusia. Sebagai siluman yang suka

mengganggu, tentunya mereka tidak akan bisa menjadi

manusia biasa. Namun, karena mereka adalah sosok

siluman yang insyaf dan berusahan menjadi makhluk yang

baik, mereka pun pada akhirnya bisa menjadi manusia,

tetapi dengan masa bertapa yang lama sampai ribuan tahun

demi bisa bereinkarnasi menjadi manusia. Ketika menjadi

manusia pun mereka tidak bisa menjadi manusia yang

seratus persen manusia sebab mereka akan bisa kembali

berubah menjadi siluman sebab pada dasarnya mereka

adalah siluman yang menjelma menjadi manusia karena

mereka mampu bertapa selama ribuan tahun.

Dalam sastra konteks cerita rakyat Indonesia, archetype

perempuan siluman (di barat lebih banyak dikenal dengan

Page 319: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

306 Psikologi Jungian, Film, Sastra

istilah penyihir [witch]). Istilah siluman dan penyihir memang

bersinggungan dan sebagaimana yang dipaparkan oleh Jung

(1953) bahwa elemen dalam archetype bisa muncul dalam

bentuk elemen postif ataupun elemen negatif. Terkadang,

ada pula elemen yang bersifat gabungan dari keduanya

sebagai bentuk dari dualtipe. Namun, karakterisasi dualtipe

tersebut jarang muncul dalam kaitannya dengan archetype.

Di Indonesia, muncul cerita rakyat yang kemudian ada

yang diangkat ke televisi. Legenda tentang Nyi Roro kidul

merupakan legenda tentang seorang perempuan penunggu

yang berada di pantai selatan. Dalam pandangan masyarakat

pendukungnya, Nyi Roro Kidul adalah penunggu pantai

selatan. Nyi Roro Kidul digambarkan sebagai seorang yang

sangat cantik dengan menggunakan pakaian hijau laut –

yang menjadi mitos bahwa beberapa masyarakat daerah

pesisir laut Selatan agar tidak menggunakan warnah baju

hijau laut sebab warna tersebut merupakan kesukaan

Nyi Roro Kidul— pakaian warna tersebut konon sering

digunakan oleh Nyi Roro Kidul. Di sisi lain, nama Nyi Roro

Kidul dikaitkan juga dengan nama Nyi Blorong. Dalam cerita

rakyat Indonesia, kedua nama tersebut populer dan ada

yang beranggapan keduanya adalah satu bentuk. Dengan

demikian, Nyi Roro Kidul adalah nama lain dari Nyi Blorong.

Jika dikaitkan dengan archetype, mitologi Yunani kuno juga

Page 320: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

307Psikologi Jungian, Film, Sastra

memiliki Dewa penunggu laut yang bernama Poseidon.

Dewa ini merupakan dewa yang menjadi raja di lautan. ia

digambarkan dengan menggunakan trisula sebagai senjata

utamanya dalam berperang.

Di Jerman, archetype tentang penyihir muncul

dalam karya-karya yang dikumpulkan dan ditulis oleh

Grimm bersaudara tentang cerita rakyat Jerman (Grimm

& Grimm, 2003) yang saat ini sudah terkenal mendunia

dan banyak diadaptasi dalam layar lebar. Dalam “Cerita

Rapunzel” dalam cerita rakyat Jerman tersebut, dikisahkan

bahwa seorang penyihir yang mengambil seorang anak

perempuan dan dipeliharanya di sebuah menara yang

tinggi. Perempuan penyihir tersebut sengaja memisahkan

kehidupan sang keluarga dengan Rapunzel. Begitu juga

dengan “Cerita Hanzel and Gretel” yang mengisahkan dua

orang anak yang dibuang oleh ibu tirinya ke hutan. Mulanya,

keduanya bisa pulang sebab mereka menggunakan tanda

kerikil yang disebar selama mereka melakukan perjalanan

ke hutan. Namun, ketika mereka dibuang lagi oleh ibunya

ke hutan mereka tidak bisa melakukan apa-apa sebab jejak

yang mereka tinggalkan (menggunakan kue) ternayata

telah hilang sebab dimakan oleh binatang. Mereka pun

sedih bukan main sebab tidak bisa kembali ke rumah.

Namun, dalam kesedihan tersebut mereka senang sebab

Page 321: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

308 Psikologi Jungian, Film, Sastra

di hutan mereka bertemu dengan seorang nenek yang

mau menolong mereka. Ternyata, sebuah kebaikan belum

tentulah kebaikan, nenek tersebut adalah sosok penyihir

yang ingin memakan mereka. Dalam cerita tersebut,

tampak bahwa archetype perempuan penyihir merupakan

elemen negatif sebab dia tidak memberikan bantuan

kepada anak kecil yang tersesat melainkan ingin memakan

anak tersebut.

Penyihir memang memiliki elemen negatif dan elemen

positif. Namun, dalam konteks sastra ada juga yang

mengalami transformasi. Pentransformasian tersebut

memang disebabkan karena adanya perubahan jiwa dalam

diri seseorang. Orang yang mulanya jahat bisa berubah

menjadi manusia yang buruk. Kesemuanya tersebut

berkait dengan manusia ataupun pribadi masing-masing.

Dalam kaitannya dengan archetype, seorang penyihir bisa

mengalami transformasi ketika mereka memang mengalami

pencerahan jiwa. Namun, selama ini sangat jarang dibahas

adanya perubahan jiwa penyihir dari yang jahat menuju

baik ataupun sebaliknya dari yang baik menuju ke jahat.

Hal tersebut tidak bisa dipungkiri dan memang akan terjadi

tetapi jarang terjadi.

Page 322: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

309Psikologi Jungian, Film, Sastra

9PENUTUP: PSIKOLOGI JUNGIAN

MENATAP MASA DEPAN

Pemikiran Jung dalam konstelasi psikologi memang

tidak bisa dipungkiri. Kekuatan psikologi Jungian

dengan teori utamanya yang dikenal dengan archetype,

anima/animus, dan mimpi (Codorow, 2015), merupakan

peninggalan keilmuan yang sampai hari ini masih kokoh.

Sebagaimana diketahui bersama, hari ini dan kelak di masa

yang akan datang peminat psikologi akan semakin menaik.

Psikologi akan bersaing dengan ilmu humaniora lainnya,

yakni sosiologi dan antropologi. Tentunya, kita juga mahfum

bahwa menaiknya studi psikologi memang tidak sepesat

studi antropologi dan sosiologi sebab mempelajari psikologi

bukanlah hal yang mudah. Namun, tetap apresiasi untuk

Page 323: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

310 Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologi yang menaik dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa psikologi memang sudah menjadi ilmu yang akrab di pikiran para peneliti dan masyarakat. Menaiknya minat masyarakat terhadap psikologi di masa yang akan datang disebabkan oleh hal berikut.

Pertama, studi tentang psikologi semakin lama semakin

diminati sebab saat ini manusia mulai banyak yang merasa

jauh dengan dirinya sendiri. Mereka kehilangan jati diri.

Dalam pandangan Fromm (1947) inilah yang disebut dengan

alienasi, kemenyendirian di tengah keramaian. Manusia

modern saat ini memang ramai dalam sepi dan sepi dalam

keramaian. Kesepian dalam keramaian tersebut tampak

konkret ketika mereka bertemu dengan teman-teman di

sebuah perjamuan makan, misal di café ataupun restoran.

Namun, ketika mereka benar-benar bertemu di tempat

tersebut mereka tampaknya kurang menghargai pertemuan

tersebut sehingga mereka berselfi e dengan menggunakan

HP, mereka juga sibuk dengan HP masing-masing, dan

seolah-olah lupa bahwa yang ada di hadapannya adalah

teman yang diajak janian untuk bertemu dan berdiskusi.

Hal itu memang merupakan perilaku yang boleh dianggap

sepele, tetapi jika dibiarkan dalam jangka waktu yang

lama akhirnya bisa menjadi penyakit-alienatif. Karena itu,

mereka membutuhkan psikologi untuk memahami dirinya.

Page 324: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

311Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kedua, psikologi Jungian merupakan psikologi arus utama yang mengandalkan konsep ketidaksadaran kolektif. Jika pada masa jalan awal, psikologi ini kurang atau bahkan tidak diminati sebab melawan psikologi arus utama yang mengandalkan kesadaran. Kelak, psikologi kesadaran dan psikologi ketidaksadaran akan terus bersaing dan bertanding. Namun, percayalah bahwa ketidaksadaran merupakan sebuah energi yang paling besar dalam diri manusia. ketidaksadaran merupakan rizhomaid yang akan selalu muncul di kala masa-masa rizhoma itu muncul.

Ketika, maraknya studi interdisipliner yang merambah berbagai disiplin ilmu pengetahuan membuat psikologi semakin kuat sebab dia (sebagai ilmu psikologi) akan digandeng dan dikolaborasi dengan ilmu yang lain, misalnya ekologi –yang melahirkan studi ecopsychology—dan studi psikologi interdisipliner lainnya. Karena itu, kelak sangat tidak mengherankan jika psikologi Jungian bisa digunakan dalam berbagai studi yang selama ini mustahil untuk dijangkau oleh psikologi Jungian. Misal saja, psikologi Jungian tentu sudah akrab dalam konteks sastra dan fi lm, tetapi mungkin belum akrab di bidang matematik ataupun sains. Untuk itu, dalam hitungan bulan, psikologi Jungian bisa merambah ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Masa depan memang wilayah yang masuk dalam suatu ketidakpastian. Ilmu pengetahuan pun juga demikian.

Page 325: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

312 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Daya kompetitif ilmu pengetahuan di masa depan akan selalu dipertandingkan. Ilmu pengetahuan yang kuat akan tetap bertahan, sedangkan ilmu pengetahuan yang lemah akan jatuh dan tenggelam. Tentunya, dalam hal ini, psikologi Jungian akan mampu bertahan sebab psikologi merupakan dunia yang tidak akan pernah habis untuk digali. Psikologi Jungian akan mampu bertahan sampai kapanpun. Kebertahanan tersebut muncul dalam dua jalan, yakni jalan utama yang mampu menunjukkan bahwa

psikologi Jungian yang jalur hibridasi, psikologi Jungian akan masuk dalam psikologi-psikologi yang lain dan memunculkan karakteristik psikologi baru, tetapi roh utamanya masih tetap psikologi Jungian. Jika hal tersebut terjadi, psikologi Jungian akan semakin banyak pengikutnya sebab ada dua jalur, yakni (1) peneliti psikologi arus utama dan (2) peneliti psikologi arus populer.

Saat ini memang banyak penikmat bidang keilmuan yang muncul dari wilayah populer. Mereka memang memiliki skil yang biasa saja jika dibandingkan dengan orang-orang yang memang ahli di bidang psikologi. Tentunya, hal tersebut merupakan hal yang wajar mengingat mereka adalah seorang pecinta ilmu yang belajar dengan jalur otodidak ataupun ikut acara pertemuan yang berkait dengan bidang keilmuan tersebut. Jika diadu secara kompetensi, tentunya

psikologi Jungian masih ada dan bertahan. Jalan kedua adalah jalan hibridatif. Kelak, akan bermunculan juga

Page 326: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

313Psikologi Jungian, Film, Sastra

kategori kedua tersebut akan kalah jauh dengan bidang keahlian psikologi yang memang belajar di bidangnya.

Masa Depan yang tak Bermasa Depan: Sebuah Persepsi

Jika memandang dengan perspektif teleologis, manusia yang sekarang bisa melihat bahwa dunia yang di depan sebagai masa depan merupakan masa depan yang tak bermasa depan. Manusia memang bisa melewati masa lalu, menuju masa kini, dan selanjutnya menuju ke masa depan. Namun, manusia tidak bisa lepas dari apa yang disebut oleh fi lsafat zen sebagai “kesepertian”. Dalam pandangan fi lsafat zen, kesepertian berkait dengan sesuatu yang bersifat seperti. Jadi, pada hakikatnya sesuatu itu bukanlah hal yang asali, melainkan hanya kesepertian saja. Seperti halnya ketika seseorang melihat esok sebagai masa depan. Namun, ketika orang tersebut beranjak menuju esok sebagai hari ini, masa depan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Ketika hari ini dilalui, hari ini pun akan hilang dan menjadi kemarin. Tentunya, hari ini berubah menjadi kemarin sebagai sesuatu yang lampau. Dengan begitu, kemarin, hari ini, dan masa depan hanyalah sebuah persepsi. Sebuah persepi tentang pemikiran yang disebut dengan kesepertian.

Dalam konteks psikologi Jungian, sebuah masa depan

memang masih jauh dan memunculkan hal-hal yang

Page 327: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

314 Psikologi Jungian, Film, Sastra

penuh dengan modernisme. Namun, jangan salah bahwa

pemikiran manusia yang penuh dengan modernisme

tersebut tidak lepas dari pemikiran manusia masa lalu yang

kelak akan muncul di masa yang akan datang dan pemikiran

masa yang akan datang yang sebenarnya bersumber dari

masa lalu. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan oleh

archetype yang muncul dalam diri manusia. Archetype

yang akan selalu muncul dari zaman ke zaman dengan

karakterisasi yang berbeda dalam derajat yang berbeda

pula. Namun, tetap saja optimisme bahwa manusia akan

mengalami perubahan itu pasti dan harus sebab pepatah

mengatakan “dunia ini akan tetap dalam perubahan dan

perubahan akan tetap dalam ketetapan”.

Merindui Masa Lalu

Manusia yang berada di masa kini, tidak akan pernah

lepas dari kemerinduan masa lalu. Manusia masa kini akan

memiliki memori kolektif ataupun memori individual yang

tidak akan terlupakan dalam dirinya. Memori tersebut

hanya tenggelam saja dalam pikiran manusia yang memiliki

banyak kompleksitas. Namun, satu hal yang pasti bahwa

memori itu beberapa akan tertanam dengan kuat di dalam

ingatan dan tidak akan pernah bisa hilang sebab sudah tertanam jauh dalam core pikiran manusia.

Page 328: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

315Psikologi Jungian, Film, Sastra

Manusia memang bisa melupakan pikiran-pikiran yang tidak disukainya ke dalam pikiran yang terdalam. Namun, dalam konteks yang fi losofi s, manusia menenggelamkan pikiran dan menghilangkan pikiran juga dengan pikiran sehingga hal tersebut sulit untuk dilakukan. Untuk itu, manusia memang tidka bisa melawan pikiran. Semakin kuat pikiran untuk melupakan, akan semakin kuat pula pikiran untuk mengingatnya sebab pikiran tersebut sama-sama bekerja untuk membangun dan menenggelamkan dalam satu waktu. Manusia sebagai sang pemilik sah pikiran hanya mampu mengendalikan alam pikirannya. Dengan begitu, dia sebagai manusia bisa mengarahkan pikirannnya untuk diajak ke mana, tetapi untuk mengalahkan dan melawan pikiran dengan pikiran, manusia tampaknya kesulitan.

Kehidupan manusia yang saat ini dalam kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan, akan sesekali muncul dan tebersit keinginan untuk mengingat masa lalu yang penuh dengan kesedihan, kesengsaraan, dan ketidakbahagiaan. Itulah ciri dari pemikiran yang tidak bisa dibendung oleh keinginan manusia. Ketika dia sedang dalam kondisi dan masa kekinian, ia akan merindui masa lalu yang waktu itu dia belum bahagia dan penuh kesengsaraan. Memori

individual memang tidak hanya berkait dengan konteks

kebahagiaan saja, melainkan juga berkait dengan konteks ketidakbahagiaan. Hal itu menandakan bahwa manusia tidak hanya merindui kebahagiaan, tetapi dia juga

Page 329: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

316 Psikologi Jungian, Film, Sastra

merindui ketidakbahagiaan. Tentunya, dalam konteks ini ketidakbahagiaan adalah sebuah kisah masa lalu dan masa kesekarangan adalah kebahagiaan.

Banyak fakta yang kita ditemui di lapangan bahwa orang-orang memang masih mengenang masa lalu. Itulah kehidupan dalam pandangan ouroboros, sesuatu yang akan berputar dan berputar lagi. Dari awal menuju akhir dan dari akhir akan kembali menuju awal. Sebuah perputaran yang tidak akan berhenti berputar. Kita kadang menemui seseorang yang mengingat kepedihan masa lalu, misal saja ada teman saja yang dulu semasa kuliah S-1 lulus di masa ambang kritis. Ia sebagai seorang mahasiswa tampaknya sudah berjuang mati-matian untuk bimbingan, menemui sang dosen, termasuk diskusi dengan sang dosen tentang esensi dari skripsinya. Menurutnya, dia sudah berdarah-darah untuk bimbingan. Namun, mengapa dia tidak selesai-selesai, rasanya dia ingin saja melarikan diri alisan dropout. Namun, dia masih berusaha bertahan. Dia berjanji pada dirinya tidak akan pulang sebelum dirinya selesai skripsi. Sungguh luar biasa keinginannya itu, dia memang benar-benar tidak pulang ke rumah ketika hari raya, meski orang tuanya memohon pada dirinya agar dia pulang. Namun, sekali lagi dia pantang pulang jika belum selesai skripsi. Sungguh luar biasa, hasilnya, semester injury time, dia bisa merampungkan skripsinya dan lulus. Kini, dia menjadi

Page 330: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

317Psikologi Jungian, Film, Sastra

seorang guru di sebuah sekolah bergengsi di Malang, tapi dia masih terkenang dengan memori masa lalunya itu.

Dalam pandangan psikologi Jungian, memori individual merupakan archetype yang akan bertahan sampai kapanpun sebab memori tersebut akan memfosil dalam diri. Kelak, dalam kaitannya dengan apa yang dikisahkan oleh si teman saya tadi, akan terulang kembali dan muncul kembali dalam derajat yang berbeda. Tentunya, di kampus yang berbeda juga akan terjadi hal yang demikian sebab itulah archetype yang konon akan selalu bersemayam dalam kehidupan

manusia, dalam sebuah bingkai besar yang namanya jiwa.

Gambar 27: Proses perkembangan kehidupan manusia(Sumber: Karya Athaya Putri Annur, 2019)

Page 331: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

318 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Manusia yang merindui masa lalu memang tidak salah

sebab kadang masa lalu adalah masa yang menyenangkan,

sedangkan masa kini adalah masa yang tidak menyenangkan.

Namun, manusia sebagai sosok yang menuju pada konsep

individuasi haruslah mampu menuju pada masa puncak diri

yang disebut sebagai individuasi. Ketika manusia menuju

pada tahapan tua, itu adalah sebuah kepastian sebab

mulanya manusia berasal dari tidak ada dan dimunculkan

ke muka bumi dalam bentuk bayi. Selanjutnya, mengalami

perkembangan: bayi, anak-anak, remaja, dewasa, paruh

baya, dan tua. Selanjutnya adalah kematian. Kesemuanya

itu, adalah tahapan yang normal untuk manusia sebab ada

juga yang tidak melalui tahapan itu, misal saja pada usia

masih kecil sudah meninggal karena suatu sebab tertentu

dan dalam konteks religiusitas kematian itu memang sudah

menjadi takdir Tuhan.

Kritisi Pemikiran Jung dalam Perspektif Kontemporer

Sebagai sebuah pemikiran dalam konteks psikologis,

tentunya sama dengan pemikiran yang lain, ada sisi yang

perlu dikritisi dan memang ada celahnya. Pandangan Jung

sebagai sebuah hasil pemikiran dari manusia, tentunya

tidak lepas drai kritik dan pujian. Disitulah letak kekuatan

keilmuan. Pada satu sisi diikuti, sedangkan pada satu sisi

Page 332: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

319Psikologi Jungian, Film, Sastra

yang lain ditentang dan dikritisi. Kritisi pemikiran Jung dalam

perspektif psikologi kontemporer adalah sebagai berikut.

Pertama, dalam konteks kesekarangan, pandangan

Jung yang teleologis, mistis dan occultis, tidak semua

orang mendukung pemikiran tersebut. Terutama, untuk

orang-orang yang mengandalkan ilmu pengetahuan yang

secara sistematis dan metodologis bisa diuji secara empiris

kebenarannya. Tentunya, semua mahfum bahwa dalam

menginterpretasikan mimpi- mimpi yang berkait dengan

simbolisme yang archaik ada beberapa hal yang tidak

mampu dipaparkan secara sistematis dan metodologis.

Ketika Jung bisa memaparkan secara sistematis dan

metodologis, pandangan yang berbeda menunjukkan

bahwa apa yang dilakukan Jung tersebut tidak jauh

berbeda dengan pandangan Levi-Strauss. Sebagai seorang

antropolog, Levi-Strauss lebih banyak meneliti data-data

tentang budaya masyarakat tertentu dan dikait dengan

konteks antropologi. Levi-Strauss juga menggunakan

data-data yang berasal dari mitologi dan dihubungkaitkan

dengan antropologi yang sedang dikembangkannya, yakni

struktural antropologi. Data yang digunakan oleh Jung

dan Levi-Strauss tampaknya merupakan data yang terpilih

sengaja terkesan data tersebut memang dipilih oleh sang

peneliti.

Page 333: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

320 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kedua, studi psikologi Jungian merupakan studi

psikologi yang membutuhkan kemampuan ekstra

dalam memahami teks-teks yang archetypis. Artinya,

seorang psikolog yang tidak mendalami dunia psikologi

Jungian secara mendalam akan mengalami kesulitan jika

menafsirkan teks ataupun mitologi yang berkait dengan

psikologi Jungian. Hal itu terjadi sebab analisis psikologi

Jungian hampir sama dengan apa yang dilakukan Levi-

Strauss, sebuah penelitian yang berada dalam rimba

belantara sebab memerlukan penggalian yang lebih dalam.

Jika tidak, yang ditemukan hanyalah permukaan.

Ketiga, psikologi Jungian memiliki perbedaan dengan

psikologi Freudian. Hal ini membuat kubu pemikiran

psikoanalisis sebagai psikologi arus utama yang berbicara

tentang ketidaksadaran individual ataupun tentang keti-

dak sadaran kolektif terpecahbelah. Kedua kubu tersebut

ten tunya memunculkan pro dan kontra secara akademis.

Meskipun demikian, adanya pro dan kontra dalam

konteks akademis merupakan hal yang bagus sebab untuk

memunculkan sebuah keilmuan yang semakin kokoh

haruslah melalui tahapan kritikan tajam, tetapi konstruktif.

Arus kontroversi dalam psikologi Jungian juga tidak

terelakkan. Psikologi Jungian yang tradisional dan psikologi

Jungian yang modern selalu menunjukkan kekuatan masing-

Page 334: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

321Psikologi Jungian, Film, Sastra

masing dan kelebihan masing-masing mazhab. Psikologi

Jungian mazhab tradisional lebih mengedepankan pakem,

sedangkan psikologi Jungian modern lebih mengedepankan

pengem bangan pemikiran yang kolaboratif dan inter disip-

liner-multidisipliner-transdisipliner. Dalam perkem bangan

psikologi yang kekinian, semua para penganut psikologi

dengan ideologinya masing-masing memiliki kekuatan

masing-masing sehingga mereka sama-sama memperkuat

diri agar psikologi yang dianut oleh mereka tetap bertahan

dan bila perlu semakin berjaya. N amun, apapun yang

terjadi, psikologi Jungian adalah buah pemikiran psikologi

abad modern yang tidak terlupakan.

Page 335: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

322 Psikologi Jungian, Film, Sastra

DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi, Anas. 2013. “Sastra dan Jiwa-jiwa yang Terbung-

kam: Memahami Cerpen dan Puisi Ayu Meita

Silviana”. Radar Bojonegoro.

Ahmadi, Anas. 2015. Psikologi Sastra. Surabaya: Unesa

Press.

Ahmadi, Anas. 2017. Cerita Rakyat Jerman Perspektif

Psikologi Jungian. Toto Buang, 4 (2) 147-149

Allain-Dupr´e, B. 2004. ‘Sabina Spielrein: a bibliography’.

Journal of Analytical Psychology, 49, 421–33, https://

doi.org/10.1111/j.1465-5922.2004.00469.x

Bell, Robert E. 1991. Women of Classical Mythology.

California: Santa Barbara.

Ahmadi, Anas. 2011. Cerita Rakyat Pulau Raas dalam

Psikoanalisis Carl G. Jung. Konteks Manusia,

Kebudayaan, dan Politik, 24 (2): 109-116

Page 336: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

323Psikologi Jungian, Film, Sastra

Bishop, Paul. 2008. Analytical Psychology and German

Classical Aesthetics: Goethe, Schiller, and JungVolume

1 The Development of the Personality. London:

Routledge.

Bishop, Paul. 2014. Carl Jung. London: Reaktion Books, Ltd.

Bolen, Shinoda. 2004. Goddesses in Every Women:

Powerful Archetypes in Women’s Lives. California:

Harpercollins.

Botterill, George & Carruthers, Peter. 1999. The Philosophy

of Psychology. Cambridge: Cambridge University.

Bletzer, Keith V. (2012) Castaneda›s Shaman Don

Juan: ‘Sorcerer’ Or Literary Vehicle?, Journal of

Psychedelic Drugs, 8:4, 327-329, DOI: 10.1080/

02791072.1976.10471858

Blum, Jason. 2010. Insidious. Canada: Blumhouse

Productions.

Blum, Jason. 2018. Insidious: The Last Key. California:

Universal Pictures.

Carter, Kenneth & Seifert, Colleen, M. 2013. Learn

Psychology. Burlington: Jones and Bartlett, LLC.

Codorow, Joan. 2015. Encountering Jung: On Active

Imagination. New Jersey: Princeton.

Page 337: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

324 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Cooper, Carol. 2019. The Sexual “Other” in Children of

Paradise. Jung Journal, 13 (1):35-48, DOI: 10.1080/

19342039.2019.1560793

Casement, Ann. 2001. Carl Gustav Jung. London: Sage

Publications.

Casement, Ann. 2006. The Shadow. In Renos K. Papa-

dopoulos. (Ed), The Handbook of Jungian Psychology

Theory, Practice And Applications. Pp. 94-112. New

York: Routledge.

Cervone, Deniel & Pervin, Lawrence A. 2013. Personality:

Theory and Research. New York: Wiley.

Cohen, Betsy. 2015. Dr. Jung and His Patients, Jung

Journal, 9(2): 34-49, DOI: 10.1080/ 19342039. 2015.

1021231

Covington, Coline. 2003. Introduction. In Coline Covington

and Barbara Wharton (Eds). Sabina Spielrein Forgot-

ten Pioneer of Psychoanalysis, pp. 1-14. London:

Routledge.

Cremerius, Johannes. 2003. Foreword to Carotenuto’s

Tagebuch einer heimlichen Symmetrie. In Coline

Coving ton and Barbara Wharton (Eds). Sabina

Spielrein Forgotten Pioneer of Psychoanalysis, pp.

64-81. London: Routledge.

Page 338: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

325Psikologi Jungian, Film, Sastra

Cronenberg, David. 2011. A Dangerous Method. Story by

Christopher Hampton, John Kerr. Hanway Films.

Clark, R.T.R. 1959. Myth and Symbol: In Ancient Egypt.

London: Thames & Hudson.

Douglas, Claire. 2010. Analytical Psychotherapy. In

Raymond J. Corsini & Danny Wedding (Eds), Current

Psychotherapies. Pp, 113-145. Belmont, CA: Brooks/

Cole.

Dourley, John P. 2015. Jung, a Mystical Aesthetic, and

Abstract art. International Journal of Jungian Studies, 7

(1):4-18, DOI: 10.1080/19409052.2014.924687

Dourley, John P. 1995 The Religious Significance of Jung›s

Psychology. The International Journal for the

Psychology of Religion, 5 (2): 73-89, DOI: 10.1207/

s15327582ijpr0502_1

Dunne, Claire. 2015. Carl Jung: Wounded Healer of the Soul

(An Illustrated Biography. London:Watkind Media

Ltd.

Ellis, Sian. 2018. Jung and intuition: On the Centrality and

Variety of Forms of Intuition in Jung and Post-

Jungians. Psychodynamic Practice, DOI: 10.1080/

14753634.2018.1536559

Page 339: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

326 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Faenza, Roberto. 2002. The Soul Keeper. Moscow: Medusa.

Fike, Matthew A. 2014. The One Mind: CG Jung and the

Literary Criticism. London: Routledge.

Gaist, Byron. 2014. The Darkening Spirit: Jung, Spirituality,

Religion. International Journal of Jungian Studies,6

(2): 168-170, DOI: 10.1080/19409052.2013.874099

Falzeder, Ernst. 2016. Types of Truth. Jung Journal, 10

(3): 14-30, DOI: 10.1080/19342039.2016.1191110

Feist, Jess & Feist Gregory J. 2009. Theory of Personality.

New York: Mc Grawhill: New York.

Fredericksen, Don. 1980. Two Aspects of A Jungian

Perspective Upon Film: Jung and Freud; The

Psychology of Types. Journal of The University Film

Association, 32 (1,2):49-57.

Freud, Sigmund. 1901. Psychopathology of Everyday Life.

New York: Nervous and Mental Disease Pub. Co.

Freud, Sigmund. 1910. The Origin and Development of

Psychoanalysis. New York: Nervous and Mental

Disease Pub. Co.

Freud, Sigmund. 1914. The History of the Psychoanalytic

Movement. New York: Nervous and Mental Disease

Pub. Co.

Page 340: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

327Psikologi Jungian, Film, Sastra

Freud, Sigmund. 1920. Three Contributions to the Theory of

Sex. New York: Nervous and Mental Disease Pub. Co.

Freud, Sigmund. 1955. The Interpretation of Dreams. New

York: Basic Books.

Freud, Sigmund & Jones, Ernest. 1993. The Complete

Correspondence of Sigmund Freud and Ernest Jones.

London: Harvard University.

Fromm, Erich. 1947. Man for Him Self. London: Routledge.

Fromm, Erich. 1954. The Fear of Freedom.London: Routledge.

Fromm, Erich. 1955. The Sane Society. New York: Holt,

Rinehart, & Winston.

Fromm, Erich. 1964. The Heart of Man. New York: Harper &

Row.

Fromm, Erich. 1966. Marx’s Concept of Man. New York:

Continuum.

Fromm, Erich. 1968. Revolution of Hope:Toward of Humanized

Tecnology. New York: Harper & Row Publishers.

Fromm, Erich. 1973. The Anatomy of Destructiveness. New

York: Holt, Rinehart, & Winston.

Fromm, Erich. 1998. The Art of Loving. Korea: Choun

Publishing.

Page 341: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

328 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Franz, Marie-Louise von. 1997. Archetypal Patterns in Fairy Tales Studies in Jungian Psychology: By Jungian Analysts. Canada: Inner City Books.

Franz, Marie-Louise von. 1980. The Psychological Meaning of Redemption Motifs in Fairytales. Canada: Inner City Books.

Franz, Marie-Louise von. 1999. Archetypal Dimensions of the Psyche. Boston: Shambhala Publications, Inc.

Freeman, Jhon. 1964. Introduction. In Carl Gustav Jung (Ed), Man and His Symbols, pp 9-17. New York: Anchor Press Books.

Fromm, Erich. 1956. The Art of Loving. New York: Harper & Row, Publisher Inc.

Graf-Nold, A. 2005. Jung’s Lectures at the Swiss Federal Institute of Technology (ETH): Collating the Text of the Course “Modern Psychology”. Jung History: A Semi-Annual Publication of the Philemon Foundation, 1(1):12-14.

Gill, G. R. 2019. Archetypal Criticism: Jung and Frey. In D. H. Richter (Ed.). A Companion to Literary Theory, pp. 397-407. John Wiley & Sons Ltd.

Grimm, Jacob & Grimm, Wilhelm. 2003. Grimm’s Fairly Tales.

New York: Barnes & Noble Classics.

Page 342: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

329Psikologi Jungian, Film, Sastra

Hall, Calvin S. & Nordby,Vernon J. 1973. A Primer of Jungian

Psychology. New Yor: Mentor.

Hall, Calvin S. & Linzey, Gardner. 1993. Teori-teori

Psikodinamik Klinis. Terjemahan oleh Yustinus.

Yogyakarta: Kanisius.

Hauke, Cristopher & Alister, Ian (Ed). 2001. Jung and Film:

Post Jungian Takes on the Moving Images. London:

Routledge.

Hauke, Christopher and Hockley, Luke (Ed). 2011. Jung &

Film II: New Post Jungian and Refl ections on Film.

London: Routledge.

Hollis, James. 2000. The Archetypal Imagination. Texas:

Texas University Press.

Hunter, Alan G. 2008. The Six Archetypes of Love: From

Orphan to Magician. Scotland: Findhorn Press.

Hyde, Maggie & McGuinness, Michael. 2004. Introducing

Jung: A Graphic Guide. London: Icon Books Ltd.

Iaccino, James. 1998. Jungian Refl ections Within the Cinema: A

Psychological Analysis of Sci-Fi and Fantasy Archetypes.

London: Greenwood Publishing Group, Inc.

Idema, W. 2008. Two Precious Scroll Narrative of Guanyin

and her Acoltyes. Honolulu: Kuroda Institute Book.

Page 343: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

330 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jacoby, Mario. 2006. Longing For Paradise: Psychological

Perspectives On an Archetype. Canada: Innercity

Books.

Jaff eé, Aniella. 1961. Introduction. In Memories, Dreams,

Refl ections, pp v-viii. New York:Vintage Books.

Jamalinesari, Ali. 2015. Anima/ Animus and Wise Old Man

in Six Characters in Search of an Author. Advances

in Language and Literary Studies, 6 (3):34-36, http://

dx.doi.org/10.7575/aiac.alls.v.6n.3p.33.

Jauregui, Inmaculada. 2002. Psychology and Literature:

The Question of Reading Otherwise. The

International Journal of Psychoanalysis, 83 (5):1169-

1180, DOI: 10.1516/842E-00L2-PRJX-E26R.

Jones, Ernest. 1967. The Life and Work of Sigmund Freud.

London: Hogan Press.

Jung, Carl G. 1912. Jung Letters Volume 1. 1906-1950.

London: Routledge.

Jung, Carl G. 1959. Jung Letters Volume 2. 1951-1961.

London: Routledge.

Jung, Carl G. 1921. Psychological Types. In Collected Works

(Volume. 6, R. F. C. Hull, Trans.). Princeton, NJ:

Princeton University Press.

Page 344: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

331Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung, Carl G. 1948. Shadow. In Collected Works Volume 9

part 2 Princeton: Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1953. Four Archetypes Mother, Rebirth, Spirit,

Trickster. London: Roudletge.

Jung, Carl G. 1961. Memories, Dreams, Refl ections. New

York:Vintage Books.

Jung, Carl G. 1964. Man and His Symbols. New York: Anchor

Press Books.

Jung, Carl G. 1966. Spirit in Man, Art, and Literature: Collected

Works Vol. 15. Princeton: Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1966. Pyschology and Occult. London:

Routledge.

Jung, Carl G. 1968. Psychology and Alchemy. Collected

Works Vol. 12. Princeton: Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1934. Archetypes and the Collective Unconscious.

London: Roudletge.

Jung, Carl G. 1956. Symbols of Transformation: An Analysis

of the Prelude to A Case of Schizophrenia. Princeton:

Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1958. Psychology and Religion: West and East.

New York: Pantheon Books.

Page 345: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

332 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung, Carl G. 1960. Psychogenesis of Mental Diseases. Princeton: Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1961. Jung Contra Freud. The Collected Works of C.G. Jung Volume 4, Part 2. Princeton: Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1963. Mysterium Coniunctionis: An Inquiry Into The Separation And Synthesis of Psychic Opposites In Alchemy. Princeton: Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1969. Structure & Dynamics of the Psyche. Princeton: Princeton University.

Jung, Carl G. 1977.CG Jung Speaking: Interviews and Encounters. Princeton: Princeton University Press.

Jung, Carl G. 1989. Introduction to Jungian Psychology: Notes of the Seminar on Analytical Psychology Given in 1925. Princeton: Princeton University.

Jung, Carl G. & Kerenyi, C. 1969. Essays on A Science of Mythology: The Myth of the Divine Child and the Mysteries of Eleusis. New York: Pantheon Books.

Jung, Carl G. 2006. On the Method of Dream Interpretation. Jung History: A Semi-Annual Publication of the Philemon Foundation, 2 (1):8-28.

Jung, Carl G. 1981. Experimental Researches. London:

Routledge.

Page 346: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

333Psikologi Jungian, Film, Sastra

Jung, Carl G. 1999. Jung: On the Death and Immortality.

Princeton: Princeton University.

Jung, Emma. 1985. Animus E Anima. Saulo Paulo: Editoria

Cultrix, Ltda.

Leigh, David J. 2015. Carl Jung’s Archetypal Psychology,

Literature, and Ultimate Meaning. URAM, 34, 1-2.

Lowinsky, Naomi Ruth. 2012. The Rabbi, the Goddess,

and Jung. Jung Journal, 6 (1):85-103, DOI: 10.1525/

jung.2012.6.1.85

Karaban, Roslyn A. 1992. Jung’s Concept of the

Anima/ Animus: Enlightening or Frightening.

Pastoral Psycho logy, 41 (1): 39-44.

Kant, Immanuel. 1900. Dreams of a Spirit-Seer. New York:

McMilan.

Kay, William, K. 1997. Jung and World Religions. Journal of

Beliefs and Values, 18 (1):109-112 .

Kast, Verena. 2006. Anima/ Animus. In Renos K. Papado-

poulos (Ed), The Handbook of Jungian Psychology:

Theory, Practice and Applications, pp. 113-129.

London: Routledge.

Kerr, Jhon. 2011. A Dangerous Method: The Story of Freud,

Jung, and Sabina Spielrein. New York: Vintage Books.

Page 347: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

334 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Kerlinger, Freed N. 1990. Asas-asas Penelitian Behavioral.

Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang.

Yogyakarta: UGM Press.

Krapp, Kristine. 2015. A Study Guide for Psychologists and

Their Theories for Students: Carl Jung. Farmington

Hills: Gale.

Lang, Andrew. 1897. The Book of Dreams and Ghosts.

London Longmann.

Launer, John. 2015. Carl Jung’s relationship with Sabina

Spielrein: a reassessment. International Journal

of Jungian Studies, 7 (3):179-193, DOI: 10.1080/

19409052.2015.1050597

Leeming, David A. 2014. Encyclopedia of Psychology and

Religion. Second Edition. London: Springer.

Levi-Strauss, Claude. 1963. Structural Anthropology. New

York: Basic Book.

Levine, S. 2013. Becoming Kuan Yin: The Evolution of

Compassion. San Fransico: Weisser Books.

Lothane, Zvi (1996) In Defense of Sabina Spielrein. Inter-

na tional Forum of Psychoanalysis, 5 (3): 203-

217, DOI: 10.1080/08037069608412741

Page 348: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

335Psikologi Jungian, Film, Sastra

Lothane, Henry Zvi. 2016. Sabina Spielrein’s Siegfried

and Other Myths: Facts Versus Fictions.

International Forum of Psychoanalysis, 25 (1):40-

49, DOI: 10.1080/0803706X.2015.1111523

Li, Wai-Yee. 1999.Dreams of Interpretation in Early

Chinese Historical and Philosophical Writings.

David Shulman and Guy G. Stroumsa (Eds). Dream

Cultures: Explorations in the Comparative History of

Dreaming, pp. 17-42. New York: Oxford.

McLynn, Frank. 2014. Carl Gustav Jung. New York: St Martins

Press.

Merritt, Frazer, Merritt, Dennis & Lu, Kevin. 2018. A Jungian

Interpretation of The Hunger Games. Jung Journal, 12

(3): 26-44, DOI: 10.1080/19342039.2018.1478558

Minder, Bernard. 2003. A Document. Jung to Freud 1905: A

Report on Sabina Spielrein. In Coline Covington and

Barbara Wharton (Eds). Sabina Spielrein Forgotten

Pioneer of Psychoanalysis, pp. Pp. 137:142. London:

Routledge.

Miller, David. 2005. Mandala Symbolism in Psychotherapy: The

Potential Utility of the Lowenfeld Mosaic Technique

For Enhancing t he Individuation Process. The Journal of

Transpersonal Psychology, 37 (2):164-177.

Page 349: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

336 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Miller, Jeff rey C. 2004. The Transcendent Function : Jung’s

Model of Psychological Growth Through Dialogue

with the Unconscious. New York: State University Of

New York Press.

Mills, Jon. 2013. Jung›s metaphysics. International Journal

of Jungian Studies, 5 (1): 19-43, DOI: 10.1080/

19409052.2012.671182

Mills, Jon. 2014. Jung as Philosopher: Archetypes, the

Psychoid Factor, and the Question of the Super-

natural. International Journal of Jungian Studies, 6

(3):227-242, DOI: 10.1080/ 19409052. 2014.921226

Millon, Irving B. 2003. Evolution: A Generative Source For

Conceptualizing The Attributes of Personality. In

Theodore Millon & Melvin J. Lerner (Eds), Handbook

of Psycholog: Personality and Social Psychology, Pp.

3-30. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

McGuire, William. 1974. The Freud Jung/Letters. Princeton:

Princeton University Press.

Moura, Vicente. 2005. Some Critical Issues About Jungian

Analysis. Jung History, 1 (2):22-25.

Nelson-Jones, Richard. 2006. Theory and Practice of

Counselling and Therapy. California: Sage Publi-

cations, Inc.

Page 350: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

337Psikologi Jungian, Film, Sastra

Mackenzie, Donald. 1907. With Historical Narrative, Notes

on Race Problems, Comparative Beliefs, etc. London:

Gresham Publishing.

Neumann, Erik.1963. The Great Mother. New York:

Princenton.

Nurudin, Habibullah. 2016. Mimpi dalam Islam: Perspektif

Psikologi Islam. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta:

UIN Kalijaga.

Odajnyk, V. Walter. 2012. Archetype and Character Power,

Eros, Spirit, and Matter Personality Types. London:

Palgrave McMillan.

Palmer, James. 2012. The King’s Speech. Jung Journal, 6

(2):68-85, DOI: 10.1525/jung.2012.6.2.68

Palmquist, Stephen. 2005. Fondasi Psikologi Perkembangan:

Menyelami Mimpi, Mencapai Kematangan Diri.

Diterjemahkan oleh Muhammad Sodiq. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Rountree, Cathleen. 2007. Cinema Culture and Psyche. Jung

Journal, 1(3): 81-83, DOI: 10.1525/jung.2007.1.3.81

Rockefeller, Kirwan. 1994. Film and dream imagery in

personal mythology. The Humanistic Psychologist,22

(2): 182-202, DOI: 10.1080/08873267.1994.9976946

Page 351: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

338 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Robertson, Robin.2002) Stairway to Heaven: Jung and

Neoplatonism. Psychological Perspectives, 44 (1): 80-

95, DOI: 10.1080/00332920208402883

Rowland, Susan. 1999. C. G. Jung and Literary Theory:The

Challenge from Fiction. London: Palgrave Mcmillan.

Rowling, J.K. 1997. Harry Potter dan Batu Bertuah.

Terjemahan. Jakarta: Gramedia.

Rowling, J.K. 2000. Harry Potter and the Camber of Secrets.

Terjemahan. Jakarta: Gramedia.

Richter, Claudia. 2018. Self-Refl ection and Projection

in Jungian ‘Spirituality’: Carl Gustav Jung’s

Encounter with India and His Critique of Indian Psy-

Sciences. South Asian History and Culture, 9 (3):323-

339, DOI: 10.1080/19472498.2018.1488363

Sartre, J.P. 2002. Eksistensialisme dan Humanisme. Terje-

mahan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santos, Rosemary Conceição et al. 2018. Psicologia da

Literatura e Psicologia na Literatura. Trends in

Psychology/Temas em Psicologia, 26 (2): 767-780.

Segal, Robert A. 2018. Merkur on Jung on ethics, mysticism, and

religion. International Journal of Jungian Studies, 10

(2): 147-154, DOI: 10.1080/19409052.2018.1446505

Page 352: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

339Psikologi Jungian, Film, Sastra

Senn, Harry A. 1989 Jungian Shamanism. Journal of

Psychoactive Drugs, 21(1): 113-121, DOI: 10.1080/

02791072.1989.10472148

Skea, Brian R. 2006. Sabina Spielrein: out from the Shadow

of Jung and Freud.

Journal of Analytical Psychology, 51, 527–552, doi.

org/10.1111/j.1468-5922.2006.00496.x

Spielrein, Sabina. 2018. The Essential Writing of Sabina

Spielrein: Pioneer of Psychonalysis. London: Routledge.

Shamdasani, Sonu. 1961. Introduction: Jung, New York,

1912. In Jung Contra Freud: The 1912 New York

Lectures on the Theory of Psychoanalysis. pp. vii-xxi.

London: Routledge.

Shamdasani, Sonu. 2005a. Modern Psychology, Jung

History: A Semi-Annual Publication of the Philemon

Foundation, 1 (1):10-14.

Shamdasani, Sonu. 2005b. From the Uncollected Jung:

Jung In Oxford, 1938, Jung History: A Semi-Annual

Publication of the Philemon Foundation, 1 (1):5-7.

Shamdasani, Sonu. 2007. The incomplete works of Jung.

In Ann Casement (Ed), WHO OWNS JUNG? pp.173-

188. London:Karnac Books Ltd.

Page 353: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

340 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Shamdasani, Sonu. 2018. Jung Stripped Bare: By His Biographers, Even. London: Taylor & Francis.

Stevens, Anthony. 2006. The Archetypes. In Renos K. Papadopoulos (Ed), The Handbook of Jungian Psy-cho logy: Theory, Practice and Applications, pp. 74-93. London: Routledge.

Stephens, Stephani (2016) Active imagination and the dead, International Journal of Jungian Studies, 8:1, 46-59, DOI: 10.1080/19409052.2015.1111842

Stephenson, Craig E. 2016. W. H. Auden’s Use of Jung’s Typology. Jung

Journal, 10(3): 31-51, http://dx.doi.org/10.1080/19342039.2016.1191910

Schultz, Duane P. & Schultz, Sydney E. 2011. History of Modern Psychology. California: Wadsworth.

Sharp, Daryl. 1987. Personality types: Jung’s model of typology. Toronto:Inner City Books.

Singh, Khenu. 2013. The Unstruck Sound: Archetypes of Rhythm and Emotion in Indian Alchemy and Jungian Analysis. Jung Journal, 7(2):35-61, DOI: 10.1080/ 19342039.2013.787887

Spiegelman, J. Marvin. 2007. On the Mortifi catio of Jungian Psychology. Jung Journal: Culture & Psyche, 1(2): 65-

79, http://dx.doi.org/10.1525/jung.2007.1.2.65.

Page 354: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

341Psikologi Jungian, Film, Sastra

Stein, Leslie. 2015. Jung and Divine Self-Revelation. Jung

Journal: Culture &

Psyche, 9:1, 18-30, http://dx.doi.org/10.1080/19342039.2015.988061

Taylor, Eugene. 2007. Jung On Swedenborg, Redivivus. Jung History, 2 (2):27-32.

Tacey, David. 2007. The challenge of teaching Jung in the university. In In Ann Casement (Ed), Who Owns Jung? pp.53-74. London:Karnac Books Ltd.

Tieger, Paul D., et al. 1992. Do What You Are. New York: Little, Brown, and Company.

Von Franz, Marie-Louise. (1980). Analytical Psychology and Literary Criticism. New Literary History, 12(1), 119-126. doi:10.2307/468809.

Von Franz, Marie-Louise. 1997. Archetypal Patterns in Fairly Tales. Canada: City Book.

Watts, S.L. 2007. Encyclopedia American Folklore. USA:Infobase Publishing.

Whan, Michael. 2006. Figures of Time And Meaning In Jung’s Interpretation Of Dreams, Jung History: A Semi-Annual Publication of the Philemon Foundation, 2 (1):4-7.

Willeford, William (1992) Jung as Philosopher, The San

Francisco Jung Institute Library Journal, 11:1, 57-

67,DOI: 10.1525/jung.1.1992.11.1.57

Page 355: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

342 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Wilde, D. J. 2011. Jung’s Personality Theory Quantifi ed. London: Springer.

Yoshikawa, Eiji. 2001. Musashi. Terjemahan. Jakarta: Gramedia.

Zemmelman, Steve. (2012) C. G. Jung and the Jewish Soul. Jung Journal:

Culture & Psyche, 6:1, 104-123, http://dx.doi.org/10.1525/jung.2012.6.1.104.

Zimmerman, Shadow. 2016. The Anima In Theatre: Animating A Jungian Concept For Devisers, Directors, And Actors. Thesis Unpublished. Califo r-nia: University Of California.

Rujukan Website

https://mbtitraininginstitute.myersbriggs.org, diakses 20 Februari 2019

http://philemonfoundation.org, diakses 21 Februari 2019

https://speakingofj ung.com/jung, diakses 22 Februari 2019

https://www.carl-jung.net/timeline.html. diakses 23 Februari 2019

http://oaks.nvg.org/jung-timeline.html#r, diakses 24 Februari 2019

https://www.freud-museum.at/de/veranstaltung/Russian_ , diakses 25 Februari 2019.

Page 356: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

343Psikologi Jungian, Film, Sastra

GLOSARIUM

anima : jiwa laki-laki yang terdapat dalam diri perempuan

animus : jiwa perempuan yang terdapat dalam diri laki-laki

archetype : ciri primordial yang dasariah

agoraphobia : ketakutan pada kerumunan

acrophobia : ketakutan pada ketinggian

biophilia : hasrat yang membangun jiwa, positif, realistis

necrophilia : hasrat yang merusak jiwa, negatif, unrealistis

daimyo : keluarga terhormat/bangsawan di masa ke-samurai-an jepang

borjuis : kalangan/kelompok majikan yang memiliki otoritas menguasai perusahaan

ekstrovert : kepribadian yang bersifat terbuka

introvert : kepribadian yang bersifat tertutup

proletar : kalangan/kelompok buruh yang tidak memiliki otoritas

Page 357: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

344 Psikologi Jungian, Film, Sastra

sadistis : perilaku menyimpang yang ditandai dengan rasa senang ketika menyakiti secara fi sik dan psikis lawan jenis (biasanya dalam konteks seksual)

masochis : perilaku menyimpang yang ditandai dengan rasa senang disakiti menyakiti secara fi sik dan psikis lawan jenis (biasanya dalam konteks seksual)

mistisisme : hal yang berkait dengan konteks mitical, gaib, supranatural

mesias : sosok yang dianggap sebagai juru selamat

sublimasi : salah satu bentuk mekanisme pertahanan ego yang dimunculkan dalam bentuk yang lain, misalnya seseorang yang sabar, disublimasikan dalam sastra dalam bentuk tokoh yang pemarah

neurosis : kecemasan yang berlebihan

nominous : sesuatu yang bersifat keilahian, kitab suci, kesakralan

demonologi : seseorang yang dianggap dirasuki setan/iblis; ilmu pengetahuan/studi tentang setan/iblis

proyeksi : mekanisme pertahanan ego yang berkait dengan pelimpahan pada objek yang lain

Page 358: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

345Psikologi Jungian, Film, Sastra

asosiasi kata : metode psikoterapi yang dikembangkan Jung dengan menggunakan kata-kata

pnigophobia : ketakutan menulis

bizzar : aneh, janggal

parathimi : apa yang seharusnya membuat penderita merasa senang dan gembira malah muncul sebaliknya

paramimi : penderita merasa senang tetapi ia menangis

phallus : lambang yang diasosiasikan seperti kelamin laki-laki

opresi : penindasan/penekanan terhadap seseorang

ekspulsif : hasrat yang tidak terkendali yang meng-arah ke luar diri

ronin : samurai yang berkelana dan tidak memiliki daimyo (Jepang)

impulsif : hasrat yang tidak terkendali yang meng-arah ke dalam diri

grimas : mimik yang aneh dan berulang

katalepsi : mempertahankan tubuh yang kaku

oedipus kompleks : hasrat seorang anak laki-laki yang mencintai

ibunya

elektra compleks : hasrat seorang anak perempuan yang

mencintai ayahnya

Page 359: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

346 Psikologi Jungian, Film, Sastra

jonah kompleks : hasrat ketakutan untuk sukses

cassandrakompleks : hasrat ketakutan akan bayangan masa depan

mumbo jumbo : omong kosong yang tidak ada artinya

oculltisme : kepercayaan terhadap sesuatu yang gaib, mistis

mimpi : kinerja alam bawah sadar ketika orang sedang dalam kondisi tidur

mimpi laten : mimpi yang berhubungan dengan konteks yang real dan lebih mudah ditafsirkan

mimpi manifest : mimpi yang berhubungan dengan konteks

yang unreal dan sulit ditafsirkan

masa pagi : masa kehidupan untuk anak-anak

masa siang : masa kehidupan untuk orang dewasa

masa senja : masa kehidupan untuk paruh baya dan tua

psikologi Jungian klasik : penganut psikologi Jungian yang mengikuti

pakem Jung

psikologi Jungan modern : penganut psikologi Jungian yang mengem-

bangkan pemikiran Jung

Page 360: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

347Psikologi Jungian, Film, Sastra

AAdler iii, 6, 14, 29, 49, 53,

66, 94, 262agama iv, 9, 13, 19, 21, 22,

29, 56, 59, 60, 61, 74, 90, 101, 103, 122, 123, 131, 137, 138, 159, 160, 161, 162, 169, 182, 223

agresi 17, 82, 116Anima i, iii, 1, 50, 68, 84,

125, 126, 128, 129, 133, 134, 139, 207, 330, 333, 342

Animus i, iii, 1, 50, 68, 330, 333

Anna Freud iii, 14, 50, 53, 262

archetype iv, 7, 8, 24, 32, 62, 83, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 113, 115, 116,

117, 118, 122, 123, 124, 125, 127, 128, 134, 137, 170, 175, 190, 191, 259, 267, 270, 271, 272, 273, 274, 277, 281, 282, 283, 284, 286, 297, 299, 301, 302, 303, 304, 305, 306, 307, 308, 309, 314, 317, 343

Bbiografi 5, 35, 36, 37, 38, 39,

52, 67, 78, 193budaya 4, 84, 96, 99, 106,

122, 124, 136, 137, 139, 160, 164, 165, 175, 227, 319

CCarl Gustav Jung 3, 35, 39,

40, 97, 324, 328, 335, 338

INDEX

Page 361: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

348 Psikologi Jungian, Film, Sastra

Eekstrovert v, 58, 142, 144,

145, 146, 147, 148, 149, 343

Emma Rauscenbach ix, 50, 51

empiris 26, 60, 165, 188, 205, 229, 267, 268, 269, 319

Erikson iii, 14, 29, 43, 53Ernest Jones 5, 36, 327Eugen Bleuleur 9, 10, 12

Ffabrikasi 27falsifi kasi 27feminitas 4, 136fi lsafat 6, 9, 13, 16, 21, 22,

49, 55, 61, 73, 95, 123, 141, 191, 192, 277, 281, 292, 313

Freud iii, ix, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 24, 29, 34, 36, 37, 38, 46, 49, 50, 52, 53, 55, 56, 57, 58, 67, 69, 78, 79, 80, 81, 82, 84, 85, 86, 87, 94, 96, 97, 162, 163, 165, 166, 167, 169,

200, 202, 203, 205, 206, 207, 208, 209, 212, 217, 220, 228, 229, 230, 249, 250, 253, 254, 262, 326, 327, 330, 332, 333, 335, 336, 339

Fromm iii, 6, 13, 16, 17, 50, 53, 94, 106, 262, 279, 310, 327, 328

GGoethe 13, 40, 260, 323

IImanuel Kant 9, 38, 83, 96interdisipliner 23, 89, 124,

311, 321introvert v, 40, 41, 42, 44,

47, 58, 71, 142, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 343

JJung iii, iv, v, viii, ix, x, 3, 4,

5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35,

Page 362: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

349Psikologi Jungian, Film, Sastra

36, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 73, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 105, 107, 108, 109, 113, 115, 117, 118, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 132, 134, 135, 136, 137, 139, 142, 143, 144, 146, 148, 149, 150, 151, 155, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 175, 176, 177, 188, 191, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 214, 215, 216, 217, 218, 219, 220, 222, 223, 224, 226, 227, 228, 229, 230, 249, 254, 259, 260, 261, 262, 263, 270, 271, 272,

274, 282, 306, 309, 318, 319, 322, 323, 324, 325, 326, 328, 329, 330, 331, 332, 333, 334, 335, 336, 337, 338, 339, 340, 341, 342, 345, 346

KKaren Horney iii, 14, 50, 53Kematian 86, 88, 292kompulsif 15, 17

LLacan 53, 190

MMandala 33, 335Marie-Louise von Franz 48maskulinitas 4, 128, 136,

175, 182masochism 17Mekanisme pertahanan ego

16melankolis 40, 41metodologi mimpi 16, 162mimpi v, x, 16, 19, 24, 43,

44, 70, 76, 83, 85, 86, 90, 91, 93, 94, 96, 99, 103, 108, 109, 113, 117,

Page 363: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

350 Psikologi Jungian, Film, Sastra

133, 149, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 231, 232, 233, 234, 235, 236, 237, 238, 239, 240, 241, 242, 243, 244, 245, 246, 247, 248, 249, 250, 251, 252, 253, 254, 255, 256, 257, 258, 271, 309, 319, 346

mistisisme 19, 25, 29, 48, 56, 60, 76, 99, 158, 208, 226, 344

mitologi 7, 9, 40, 56, 90, 93, 94, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 108, 113, 118, 119, 131, 163, 167, 168, 250, 271, 285, 286, 287, 303, 304, 306, 319, 320

multidipliner 23

Nneurosis 42, 99, 163, 165,

167, 168, 172, 344Nietszche 9numinous 8, 125

Ooccultisme 25, 76oposisi 8, 58, 83, 84, 118,

126, 127, 136, 137, 138, 139

PPelihatan 62, 63, 64persona 8, 32, 88, 121, 175pro-Jungian 28, 52, 79, 229Psikiatri 87Psikoanalisis 6, 13, 87, 88,

162, 322psikologi arus utama 50,

311, 312, 320psikologi Freudian 23, 24,

182, 320psikologi Jungian iii, iv, v, 8,

17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 32, 45, 49, 50, 51, 70, 76, 78, 83, 84, 92, 93, 97, 104, 107, 108, 109, 113, 121, 122, 124, 125, 143, 168, 171, 177, 189, 190, 200, 209, 227, 260, 261, 270, 271, 272, 273, 274, 281, 284, 309, 311, 312, 313, 317, 320, 321, 346

Page 364: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

351Psikologi Jungian, Film, Sastra

psikologi ketidaksadaran 3, 4, 5, 24, 25, 28, 29, 55, 56, 62, 128, 189, 311

SSabina Nikolayevna Spielrein

10, 11, 12, 52, 53sadism 17sains 21, 22, 25, 26, 48, 63,

311sastra iv, v, 19, 21, 22, 40,

48, 95, 103, 106, 113, 119, 122, 134, 135, 138, 177, 259, 260, 261, 262, 263, 264, 265, 266, 267, 268, 269, 270, 271, 273, 274, 275, 276, 305, 308, 311, 344

Scopenhauer 9seksologi 4semibiografi 36Shadow 115, 116, 117, 324,

331, 339, 342Sigmund Freud 3, 9, 14, 36,

53, 87, 200, 202, 205, 217, 327, 330

Simbolisme 91, 102sosial 4, 6, 16, 17, 106, 172,

175, 182, 191, 193, 227Spielrein ix, x, 11, 12, 15, 50,

52, 53, 57, 67, 78, 79, 80, 81, 82, 87, 188, 197, 200, 201, 202, 204, 207, 211, 212, 213, 214, 215, 216, 218, 219, 220, 222, 223, 224, 226, 230, 322, 324, 333, 334, 335, 339

spiritual 4, 9, 29, 49, 55, 63, 73, 101, 107, 134, 137, 158, 159, 169, 177

subjektivitas 27

Tteleologisme 25teori mimpi v, 16, 85, 162,

165terra incognito 28

Page 365: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

Nama : Anas Ahmadi, S.Pd.,M.Pd. NIP/NIDN : 198005112008121001/0011058005Pangkat/Golongan : IIId/Penata Tk.1Jabatan Fungsional : LektorORCID ID : orcid.org/0000-0003-2583-2703Scopus ID : 57201349400Sinta ID : 5991463TTL : Sidoarjo, 11 Mei 1980NPWP : 25.514.077.4-617.000Pekerjaan : Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia,

Universitas Negeri SurabayaAlamat Rumah : Perum. Kota Baru Driyorejo, Granit

Kumala I/12, GresikAlamat Kantor : Jur. Bahasa dan Sastra Indonesia,

FBS, Univ. Negeri SurabayaTelepon/e-mail : 081357827429/anasahmadi@unesa.

ac.idStatus : MenikahAgama : IslamPendidikan terakhir : S-3 di Universitas Negeri Malang (UM)

352 Psikologi Jungian, Film, Sastra

ANAS AHMADI
Typewritten text
ANAS AHMADI
Typewritten text
BIOGRAFI PENULIS
Page 366: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

Pengalaman Pendidikan2015—2018 S-3 Pendidikan Bahasa Indonesia,

Universitas Negeri Malang2004—2006 S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra,

Universitas Negeri Surabaya2000—2004 S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Universitas Negeri Surabaya2013—2014 Short Course Bahasa Mandarin, Huaqiao

University, Cina2007—2009 Short Course Pend. Bahasa Indonesia,

Universitas Pendidikan Indonesia

Pengalaman Penelitian2018 Tipikal Manusia Biofi lia dan Nekrofi lia dalam

Novel Indonesia:PerspektifEcopsychologi (Hibah Penelitian Disertasi Doktor)

2017 Pengembangan Creative Writing Berbasis Integrative Writing Model (IWM) Berbantuan Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) untuk Menunjang Literacy Competence dan Mendukung Millenium Development Goals (MDGs). Penelitian Produl Terapan (DRPM).

2017 Pengembangan Keterampilan Menulis Berbasis Psycho writing untuk Menunjang Literacy Competence tahun ke-2. Hibah Kompetensi (DRPM).

2016 Pengembangan Keterampilan Menulis Berbasis Psychowriting untuk Menunjang Literacy Compe-tence. Hibah Kompetensi (DRPM).

Psikologi Jungian, Film, Sastra 353

Page 367: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

354 Psikologi Jungian, Film, Sastra

2015 Pengembangan RPP Bahasa Indonesia yang Efektif dan Efi sien. Hibah Kompetensi (DP2M).

2015 Ecopsychology dalam Cerpen Indonesia. Swadana Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Swadana FBS Unesa/

2014 Perkembangan Prosa Fiksi Jawa. Fundamental (DP2M)

2013 Pengembangan Buku Cerita Rakyat Berbasis Budaya Lokal Madura. Hibah Bersaing (DP2M).

2012 Konstruksi Perempuan dalam Cerita Rakyat.Swadana Fakultas Bahasa dan Seni.

2011 Pengembangan Sastra Lisan Pulau Raas sebagai Mediasi Kolektif. Hibah Bersaing (DP2M)

2011 Pengembangan Kurikulum Prototipe Prodi Pendidik-an Bahasa dan Sastra. Stranas (DP2M)

2010 Representasi Nilai Budaya dan Fungsi dalam Cerita Rakyat di Pulau Mandangin (tahap II). Fundamental (DP2M)

2009 Representasi Nilai Budaya dan Fungsi dalam Cerita Rakyat di Pulau Mandangin (tahap I). Fundamental (DP2M)

2008 Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia. Puslibang-jaknov.

2004 Eksistensialisme tokoh Utama dalam Novel Olenka. Penelitian Kreativitas Mahasiswa.

Page 368: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

355Psikologi Jungian, Film, Sastra

Pengalaman Menulis Artikel di Jurnal2019 Ecopsychology and Psychology of Literature:

Concretization of Human Biophilia That Loves the Environment in Two Indonesian Novels. The International Journal of Literary Humanities Volume 17, Issue 1

2019 The Use Of Sinta (Science and Technology Index) Data base to Map the Development Of Literature Study In Indonesia. International Journal of Mechani-cal Engi neering and Technology (IJMET), 10 (2):918-923

2018 Indonesian Literature, Trans-species, Posthumanism Aesthetic:Interpreting

Novel O,Animal Studies Perspective. Theory and Practise in Language studies, v 2no 8:257-265.

2017 Film, Literature, and Education: Trace of Eco-psy chology Research in Indonesia. Advances in Language and Literary Studies, 8(4):136-140

2017 Indonesian Short Story, Perspective Environnmental Psychology. Asian of Jurnal Humanity, Art and Literature, 42 (2):55—58

2017 Pertarungan Maskulinitas dan Feminitas dalam Cerpen Indonesia Mutakhir.Bebasan 4 (1):38—47

2017 Prototipe Integrative Writing Model (IWM) Berbasis Psychowriting MBTI dalam Pembelajaran Menulis. Inovasi, 11 (1):11--21

Page 369: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

356 Psikologi Jungian, Film, Sastra

2017 Maskulinitas dalam Sastra Tiongkok. Jurnal MKP (akreditasi dikti)

2016 Archetype Dongeng Jerman: Kajian Psikoanalisis Jungian. Jurnal Toto Buang (4/2).

2015 Perempuan dalam Sastra Lisan di Pulau Raas: Kajian Gender. JurnalBahasa dan Seni (terakreditasi B Dikti), 43 (1): 57—65.

2015 Perempuan Pembunuh Tuhan dalam Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin MD: Perspektif Feminis Eksistensialis. Jurnal Lentera, 11 (2): 15—28.

2014 Perempuan Agresif dan Opresif dalam Antologi Cerpen Kompas 2012: Tinjauan Psikologi Gender. Jurnal Lentera, 10 (1): 65—74.

2014 Kuan Im di Kuil Budaya Tiongkok Selatan.Jurnal Urna, 3 (1): 98—108.

2012 Selamat Datang Pentafonik Seni. Jurnal Urna, 1 (1): 205—207.

2011 Cerita Rakyat Pulau Raas dalam Konteks Psikoanalisis Carl G. Jung.Jurnal Manusia, Kebudayaan, dan Politik (terakreditasi B Dikti), 24 (2): 109—116.

2011 Representasi Ketimpangan Gender dalamCerita Rakyat Indonesia.Jurnal Sastra dan Seni, 3 (1): 19—26.

2010 Cerita Rakyat Pulau Mandangin: Kajian Struktural-Antro pologi C. Levis-Strauss. Jurnal Manusia, Kebuda-yaan, dan Politik (terakreditasi B Dikti), 24 (4): 304—311.

Page 370: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

357Psikologi Jungian, Film, Sastra

2010 Filsafat Zen dalam Musashi Karya Eiji Yoshikawa. Jurnal Frase, 9 (1): 10—15.

2009 Legenda Kera Sakti dari Cina: Kajian Psikoanalisis C.G. Jung. Jurnal Sastra dan Seni, 1 (1): 77—86.

2009 Melejitkan Pembelajaran Menulis melalui Strategi Bersafari. Jurnal Pelangi, 3 (1): 30—40.

2006 Memahami Arketipe Anima-Animus Manusia Jepang Melalui Novel Musashi Karya Eiji Yoshikawa.Jurnal Prasasti, 17 (1):39—48.

2004 Perbandingan Eksistensialisme Tokoh Utama dalam Olenka dan The Age of Reason. Jurnal Prasasti (terakreditasi B Dikti, 54: 287—301.

Pengalaman Menulis Artikel di Media2019 Politik, Megalomania, dan Demonologi. Jawa Pos

(25/01/2019)2018 Mempromosikan Ecopsychology di Indonesia. Jawa

Pos (04/11/2018)2018 Korupsifi lia: Fiksi dan Fakta. Duta Masyarakat

(19/05/2018)2018 Hate Speech dan Matinya Etika Bahasa. Jawa Pos

(10/10/2018)2017 Penerbit Indie, Penerbit Bajakan, dan Sastra: Catatan

Super Pendek. Widyawara (No 10, Th. XXXIII)2017 Sastra Hijau, Sastra Biru, “Blue Cultural Studies” dan

Psychoteraphy. Majalah Widyawara (8/XXXII, 18—20)

Page 371: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

358 Psikologi Jungian, Film, Sastra

2017 Melawan Alienasi Lingkungan. Jawa Pos, 3 Februari.2016 Mendamba Sosok Pendidik Humanis di Indonesia:

Perspektif Psikologi Maslow dan Roger. Unesa, 99/17, 30—32.

2016 Etika, Plagiarisme, dan Perguruan Tinggi di Indonesia. Unesa,100, 17, hlm 22--25

2016 Tanding Tuturan Jokowi-Sby tentang Ahok.Jawa Pos,19 November

2016 Menguji Superioritas Bahasa Indonesia?Radar Bojonegoro, 14 Oktober.

2016 “Keterbukaan” dan Dinamisasi Bahasa Indonesia.Jawa Pos, 7 Oktober.

2015 Film Anak, Ecopsychology, dan Kita. Harian Radar Bojonegoro.

2015 Local Knowledge Sidoarjo. Jawa Pos.2015 Perempuan, Sastra, dan Kebangkitan Masokisme.

Majalah Widayawara.2014 Ludah Muncrat (cerpen). Radar Bojonegoro.2014 Air Mata Kupu-kupu (cerpen). Radar Bojonegoro.2014 Sejumput Budaya dari Tiongkok.Majalah Unesa.2013 Mahasiswa dan Glamorista. Harian Radar Surabaya.2012 Perempuan Buruh, Kebisuan Purba, dan Efek

Plasebo. Harian Duta Masyarakat.2012 Indonesia, Guncangan Besar, dan Titik Balik Per-

adaban. Harian Duta Masyarakat.2012 Problematika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Majalah

Unesa.

Page 372: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

359Psikologi Jungian, Film, Sastra

2011 Sastra dan Jiwa-jiwa yang Terbungkam. Harian Radar Bojonegoro.

2011 Ramadan, Pasar, dan Psikologi Masyarakat. Harian Radar Bojonegoro.

2008 Pembelajaran Humanisme. Harian Surya.

Pengalaman Menulis Artikel yang dibukukan (Antologi Bersama)2017 Wajah Laut dalam Sastra Indonesia, Perspektif Blue

Cultural Studies. Dalam Ali Mustofa (Ed). Menulis dan Memprovokasi. Surabaya: Delima.

2017 Sastra, Auto-Etnografi , dan Etnografi . Dalam Endras-wara (Ed). Sastra Etnografi . Yogyakarta: Morfolingua.

2013 Legenda Hantu Kampus di Surabaya: Kajian Folklor Hantu Kontemporer. Dalam S. Endraswara (Ed.), Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi (hlm. 229—241).Yogyakarta: Ombak.

2011 Pendidikan karakter, Personal Branding, dan Entrepreneurship. Dalam Syirikit Syah dan Martadi (Eds.), Bunga Rampai Pendidikan Karakter (hlm. 206—216). Surabaya: Unesapress.

Pengalaman Menulis Buku (Individual)2018 Ekofi ksi Indonesia dalam Perspektif Ecopsychology.

Gresik: Graniti.2018 Ecopsychology dalam Studi Sastra. Gresik: Graniti.

Page 373: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

360 Psikologi Jungian, Film, Sastra

2017 Ecopsychology Studies in Indonesia. Baubassin, Jerman: Lambert Publishing.

2017 Orang Kiri dalam Buku Tempo. Gresik: Graniti.2015 Psikologi Menulis. Yogyakarta: Ombak. 2015 Psikologi Sastra. Surabaya: Unesapress. 2013 Psikologi Berbicara. Surabaya: Grafi ka. 2013 Kajian Budaya. Surabaya: Unesapress. 2012 Sastra dan Filsafat. Surabaya: Unesapress.2012 Sastra Lisan dan Psikologi. Surabaya: Unesapress. 2011 Budaya Masyarakat Kepulauan. Surabaya: Unesapress.2011 Menyusur Mandangin. Surabaya: Akedemos. 2010 Sastra Multiperspektif. Surabaya: FBS Press.

Pengalaman Menulis Buku (Kolektif)2018 Plagiasi: Hakikat, Jenis,dan Cara Pencegahannya.

Gresik: Graniti. 2018 Cerita Anak Islami Berbasis Traditional Ecological

Knowledge. Gresik: Graniti.2018 Menulis Kreatif: Teori dan Praktik. Gresik: Graniti.2017 Pengembangan Creative Writing Berbasis MBTI.

Gresik: Graniti.2017 Pengembangan Keterampilan Menulis Berbasis

Psychowriting. Gresik: Graniti.2017 Pengembangan Cerita Anak Berbasis Ecological

Knowledge. Gresik: Graniti.2016 Bahasa Indonesia Keilmuan. Surabaya: Madril

Publishing.

Page 374: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

361Psikologi Jungian, Film, Sastra

2016 Strategi Menulis Berbasis Psychowriting. Surabaya: Unesapress.

2016 Pengembangan RPP yang Efektif dan Efi sien bagi Guru SMP. Surabaya: Revka.

2016 Menulis Ilmiah: Buku Ajar MPK Bahasa Indonesia (revisi). Surabaya: Unesapress.

2012 Indahnya jadi Pemula. Surabaya: Freshmedia. 2008 Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia. Surabaya:

Unesapress.

Pengalaman Menulis Artikel yang Dipresentasikan2018 Eff ectiveness Learning of Critical Reading Using

Susiso Model. Seminar Internasional, Solok. 2018 Sikap Pengarang Terhadap Lingkungan dalam Novel

Indonesia.Seminar Nasional, Surabaya.2018 Pendekatan Interdisipliner dalam Konteks Kepenu-

lisan. Seminar Nasional, Surabaya.2018 Writing Development and Psychowriting. Seminar

Internasional, Malaysia.2018 Integrative Writing Model (IWM), Psychowriting,

Myers-Briggs Type Indicators (MBTI), and Writing. Seminar Internasional, Malang.

2018 Promoting the Environment to Children through Animated Movie: An Alternative to Growing Love to the Environment.Seminar Internasional, Surabaya.

Page 375: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

362 Psikologi Jungian, Film, Sastra

2017 Sastra Lisan Madura (Sebuah Tinjauan Psikologis Terhadap Sastra Lisan Madura).Seminar Nasional, Madura.

2017 Development of short Indonesian lesson plan to improve teacher performance. Seminar Interna-sional, Surabaya.

2016 Ecopsychology, Green Literature, Nature. Konfe-rensi Internasional HISKI di Yogyakarta.

2016 Psikologi Menulis, Psikologi Kepribadian, dan Strategi Menulis. Seminar Nasional Paramasastra, 30 Juli di Universitas Negeri Surabaya.

2016 Ecological Knowledge. Seminar Nasional Bahasa Konteks Etika dan Logika, 11 Juni di Universitas Negeri Malang.

2015 Literature Research in Indonesia, Ecopsychology Perspective. International Conference on Educa-tional Research and Development (ICERD) tanggal 5 Desember di Unesa, Surabaya.

2015 Literasi Ecopsychology: Film dan Sastra. Seminar Nasional Literasi, 19 Oktober di Unesa.

2015 Cerita Rakyat Indonesia Perspektif Ecopsychology.Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Industri Kreatif, 13 Desember di Universitas Negeri Malang.

2015 Sastra Indonesia dan Kriminologi.Seminar Nasional Sastra (Senasi I), 13 Mei di Unesa.

2014 Lanskap Ekofeminisme dalam Sastra Indonesia.Seminar Nasional Paramasastra, 1 November di Unesa.

2014 Literasi Hantu Sungai di Jawa Timur.Seminar Nasional Literasi, 19 Oktober di Unesa.

Page 376: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

363Psikologi Jungian, Film, Sastra

2013 Urban Legends di Indonesia, Folklor Kontemporer, dan Psikoanalisis. Konferensi Internasional Folklor Asia, 11—13 Maret di Yogyakarta.

2013 Archetype Perempuan, Dongeng Jerman, dan Psikoanalisis. Seminar Nasional Perempuan di Era Globalisasi, 20 April di Unesa.

2012 Menyadap Kearifan Filsafat Cina melalui Sastranya.Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Budaya Mandarin, 15 Oktober di Unesa.

2012 Teacher, Personal Branding, and Networking. Seminar Internasional Sang Guru, 20 November di Unesa.

2012 Also Sprach Appettitus: Menilik Lompatan Budaya Korea di Indonesia. Seminar Internasional, 16 Juli di Unesa.

2012 Representasi Demonologis Perempuan dalam Cerita Rakyat Empat Negara: Kajian Psikologi Gender. Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (Senabastra) 16 Juni di Unijoyo.

2012 Sastra Lisan Pulau Mandangin, Gairah Kematian, dan Kesetiaan Perempuan. Seminar Internasional Bahasa Ibu, 19—21 Juni di Balai Bahasa Bandung.

2011 Pembelajaran Sastra Lisan Jawa sebagai Alternatif Pembentukan Karakter. Kongres Bahasa Jawa V, 27—29 November di JW Marriot, Surabaya.

2011 Maduresse Local Knowledge and Character Education. International Colloqium, 18—19 Mei di UMM, Malang.

2011 Konstruksi Psikologis dan Demonologis Perempuan Siluman: Menyingkap Cerita Rakyat Cina. Seminar Nasional Bahasa Mandarin, 29 Oktober di Unesa.

Page 377: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

364 Psikologi Jungian, Film, Sastra

2011 Representasi Pendidikan Karakter dalam cerita Rakyat.Seminar Internasional Bahasa dan Sastra, 18—19 Januari di STKIP PGRI Ngawi.

2011 Pembelajaran Folklor sebagai Alternatif Pendidikan Karakter. Seminar Nasional Pendidikan Karakter, 19 Januari di UM Surabaya.

2010 Revitalisasi Sastra Lisan Madura di Pulau Raas. Seminar Internasional Bahasa Ibu, 11—13 Februari di Udayana, Bali.

2010 Problematika Bahasa, Sastra, dan Budaya Lokal di Indonesia. Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia, 25 November di Unesa.

2010 Anjangsana Filosofi s ke Padang Filsafat Sastra.Seminar Regional Filsafat dan Sastra, 20 Desember di Unesa.

2010 Wajah Perempuan Skizofrenia dalam Cerpen Indonesia.Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia, 10 Oktober di Unesa.

2009 Melejitkan Kemampuan Menulis. Seminar Jurnalis-tik, 10 Desember di Univ Muhammadiyah, Sidoarjo.

Pengalaman Editor Buku 2017 Penggunaan Media Flash Point untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Laju Reaksi pada Peserta Didik Kelas XI MIIA-2. Gresik: Graniti.

2015 Porodisa di Talaud. Surabaya: Unesapress.

Page 378: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

365Psikologi Jungian, Film, Sastra

2014 Mohon Maaf, masih Compang-Camping: Catatan Rektor Unesa. Surabaya: Unesapress.

2014 Dialektika Konstruksi Langen Tayub dalam Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat. Surabaya: Jaudarpress.

2012 Indahnya jadi Pemula. Surabaya: Freshmedia.2011 Menulis Ilmiah. Surabaya: Unesapress.

Keanggotaan Profesi2016 Himpunan Sarjana Kesusastraaan (HISKI). 2016 Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Pengabdian/Pelatihan pada Masyarakat2019 Pelatihan Menulis untuk Mahasiswa PLS, Unesa2018 Pelatihan Menulis bagi Siswa SMP 1 Gresik2017 Pelatihan Menulis bagi Guru Bahasa Indonesia

MGMP Sidoarjo2017 Pelatihan Menulis Proposal Penelitian Edisi XI di

Akfar Surabaya. 2016 Pelatihan Menulis Cerpen bagi Siswa SMK

Pariwisata, Surabaya.2015 Pelatihan Menulis Cerpen bagi Siswa SMP se-

Surabaya Selatan.2015 Pelatihan Menulis Perspektif Psikologis di MTsN 2

Surabaya.2015 Pelatihan Menulis Karya Ilmiah bagi Guru TK Mutiara

Hati Kab.Gresik.

Page 379: PSIKOLOGI JUNGIAN, FILM, SASTRArepository.unesa.ac.id/sysop/files/2020-03-27_buku3 anas.pdf · 2020. 3. 27. · Psikologi Jungian, Film, Sastra v KATA PENGANTAR B Anima/ sampai Psikologi

366 Psikologi Jungian, Film, Sastra

2014 Pelatihan Menulis Berbasis K-13 di SD Insan Mulia, Gresik.

2014 Pelatihan Menulis Berbasis Saintifi k bagi Guru SMP, Gresik.

2012 Pelatihan Menulis Deskripsi bagi Guru SD di Pulau Bawean, Gresik.

2011 Pelatihan Menulis Strategi Bersafari bagi Guru SD di Pulau Bawean, Gresik.

Pengalaman Mengajar2008—sekarang Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Universitas Negeri Surabaya2014—sekarang Poltekkes Surabaya2011—2012 Akademi Farmasi Surabaya2010—2011 IAIN Surabaya2006—2010 IKIP Widyadarma Surabaya2006—2015 STKIP PGRI Sampang2006—2015 Universitas Terbuka (UT)2004—2008 Universitas Dr. Sutomo2007—2009 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

(Umsida)2004—2005 SMP Muhammadiyah Sidoarjo2004—2004 SD Al Azhar Surabaya 2004—2006 LBB IPIEMS Surabaya2003—2004 LBB Prisma Sidoarjo