resensi novel

9
Resensi Novel Identitas Buku Judul : Lontara Rindu Penulis : S. Gegge Mappangewa Penerbit : Republika Tahun terbit : 2012 Ukuran Buku : 13.5 cm x 20.5 cm Halaman : viii + 342 Halaman ISBN : 987-602-7595-01-9 Harga Buku : Rp. 30.000 Pembukaan S.Gegge Mappangewa lahir di Sidenreng Rappang, 31 Desember 1974. Suami dari Nuvida Raf ini adalah alumni Universitas Muslim Indonesia, Fakultas Teknik Jurusan Mesin, Makassar. Selama ini, ketika kita berbicara atau merasakan rindu, secara alami perasaan itu ditujukan pada seorang kekasih. Namun, saat membaca bab demi bab novel Lontara Rindu karya S. Gengge Mappangewa ini, kita akan sadar, rindu bukanlah perasaan yang mutlak diperuntukkan kepada kekasih. Novel peraih penghargaan terbaik pertama “Lomba Novel Republika 2011″ ini mengisahkan kerinduan mendalam seorang anak yang terpisah dengan ayah, dan saudara kembarnya. Suatu kisah yang mengharukan, dengan mengambil setting lokasi di Sulawesi Selatan, daerah asal sang penulis.

Upload: aerwant-lanut

Post on 06-Aug-2015

186 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resensi Novel

Resensi Novel

Identitas Buku 

Judul : Lontara Rindu

Penulis : S. Gegge Mappangewa

Penerbit : Republika

Tahun terbit : 2012

Ukuran Buku : 13.5 cm x 20.5 cm

Halaman :  viii + 342 Halaman

ISBN : 987-602-7595-01-9

Harga Buku : Rp. 30.000

Pembukaan

S.Gegge Mappangewa lahir di Sidenreng Rappang, 31 Desember 1974. Suami dari

Nuvida Raf ini adalah alumni Universitas Muslim Indonesia, Fakultas Teknik Jurusan Mesin,

Makassar.

Selama ini, ketika kita berbicara atau merasakan rindu, secara alami perasaan itu

ditujukan pada seorang kekasih. Namun, saat membaca bab demi bab novel Lontara Rindu

karya S. Gengge Mappangewa ini, kita akan sadar, rindu bukanlah perasaan yang mutlak

diperuntukkan kepada kekasih.

Novel peraih penghargaan terbaik pertama “Lomba Novel Republika 2011″ ini

mengisahkan kerinduan mendalam seorang anak yang terpisah dengan ayah, dan saudara

kembarnya. Suatu kisah yang mengharukan, dengan mengambil setting lokasi di Sulawesi

Selatan, daerah asal sang penulis.

Sinopsis

Vito dibesarkan ibunya bersama kakeknya di desa. Seperti anak-anak lainnya di

desanya, Vito sekolah di SMP dekat dengan rumahnya. Pak Amin, salah satu guru di

sekolahnya mempunyai kedekatan dengan murid-muridnya. Namun, Pak Amin dianggap

menyebarkan fanatisme agama pada siswanya. Dia dan kesembilan siswanya harus dipisah.

Page 2: Resensi Novel

Vito adalah anak yang terluka dan ketika memasuki usiaSMP ia kerap bertanya

mengapa sang ayah meninggalkannya? Tapi pertanyaan itu tidak bernah ter ucap kepada ibu

dan kakeknya . Vito dan vino, dua anak kembar yang terpaksa harus berpisah karena

perceraian orang tuanya.

Ayah vito pergi ketika vito masih kecil, beda keyakinan membuat kakek vito tak bisa

menerima ayahnya, sehingga Ibunya dulu harus mengorbankan kehormatan keluarga, kabur

dari rumah demi ayah vito itu.

Di ujung januari, di tetapkan sebagai hari raya Tolotang yang akan di gelar di

perrinyameng. Karena itulah Vito berada di tempat itu untuk mencari ayah dan saudara

kembarnya setelah mita izin kepada Ibu danKakeknya walaupun dengan berat hati Ibu dan

Kakenya mengizinkan vito untuk pergi ke tempat itu, namun kepergian vito ke perrinyameng

itu hanya sia-sia Ayah dan saudara kembarnya itu tidak hadir pada acara tersebut.

Setelah melaksanakan solat maghrib Vito berangkat untuk menemui Ayahnya

bersama orang suruhan ayahnya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada ibunya .vito dan

orng suruhan ayahnya punberangkat menuju pelabuhan untuk menyebrang ke sarinda tempat

Ayah Vito.

Setibanya vito di kediaman ayahnya vito bertemu dengan vino saudara kembar yang

selama enam tahu tidak berjumpa dan mereka berpelukan melepas rindu, Vino menceritakan

bahwa ayahnya itu sudah menikah lagi dengan seorang wanita yang ber agama islam dan ayah

dan vino pun masuk islam, Vito berjalan pelan dengan hati teriris ketika melihat ayahnya

yang sedang berbaring di tempat tidur yang semakin hari semakin mengering hanya bau infus

yang tercium, vito meraih tangan ayahnya di cium tangan itu dan kecupan itu berpindah ke

kening dan pipi ayahnya di situlah air matanya tumpah.

Hari ke tiga bersama ayahnya membuat Vito tak tenang mengingat mamanya vito

harus pulang, Vino pun kecewa dengan keputusan vito , vitopun kekamar ayahnya untuk

pamit pada ayahnya yang berbaring kaku tak sadarkan diri itu. Menurutnya, ada vino disini

yang menjaga ayahnya. Sedangkan dia akan pulang untuk mamanya dan ber janji untuk

datang kembali setelah mendapat izin dari mamanya.

Tema

“kerinduan mendalam seorang anak yang terpisah dengan ayah, dan saudara kembarnya“

Page 3: Resensi Novel

Alur

Alur cerita di novel ini maju mundur. Saat sedang menikmati kelucuan dan rasa

penasaran Vito mengenai sosok ayahnya, anda akan dibawa si penulis ke masa dimana ayah

dan ibunya bertemu pertama kali. Di Lontara 4 pertemuan itu dikisahkan, suatu hari pada

tahun 1996 di Pangkajene. Saat itu Ilham, nama ayah Vito, sedang kehabisan angkot.

Mahasiswa Universitas Hasanudin itu bertemu Halimah, Ibu Vito, seorang gadis pemalu.

Pertemuan selanjutnya dihadirkan di halaman 9. Ilham kembali bertemu dengan

Halimah. Di sinilah bunga-bunga cinta antara keduanya mulai tumbuh. Ilham bahkan

meminta Halimah untuk menunggunya hingga ia menamatkan kuliahnya. Dan yang paling

menyentuh, ia berani meminta Halimah untuk menyiapkan janur kuning saat ia datang

kembali menemui Halimah.

Di halaman 9 ini juga dikisahkan, penolakan ayah Halimah terhadap sosok Ilham.

Alasannya karena Ilham tak pernah sekalipun tampak batang hidungnya di masjid. Semenjak

itulah keantipatian kakek Vito terhadap ayahnya dimulai. Dia pun menjodohkan Ibunya

dengan pria lain bernama Azis yang tak lain sepupu Ibunya.

Bahasa

Bahasa yang dipakainya jenaka, ringan, sejalan dengan isi cerita yang didominasi nada

jenaka. Dusta, kesedihan, ketakutan, kebahagiaan, harapan yang gagal pun disampaikan

dengan suka cita yang mengundang tawa. Kemarahan mamanya Vito, alih-alih menggunakan

kata "pukul", penulis malah memilih mufradat "smash". Bahasa-bahasa yang dipilih

menunjukkan kesan natural, sebagaimana yang biasa terjadi di lingkungan masyarakat yang

mengenyam pendidikan berbahasa Inggris. Hal itu terlihat pada penggunaan kata "start",

"field trip", dan sejumlah vokabuler bahasa Inggris sehari-hari lainnya. 

Namun demikian, ada sejumlah diksi yang terasa tanggung atau biasa saja. Padahal,

untuk menggugah imajinasi pembaca, diksi-diksi itu bisa diganti dengan kata yang berbeda

untuk membuat situasi lebih dramatis dan mendorong imajinasi pembaca secara lebih kuat.

Misalnya: "Tapi bukan hanya Pak Amin, seluruh siswa ikut berlari untuk menyaksikan

kejadian yang membuat orang berkumpul di sana." Diganti dengan “Tapi bukan hanya Pak

Amin. Seluruh siswa kelas tujuh serempak lari ke arah yang sama, yang menyedot kerumunan

warga."

Page 4: Resensi Novel

Tokoh

Vito adalah tokoh pusat cerita ini, yang bisa hadir sebagaimana Vito di novel itu

karena tokoh-tokoh pendukung Halimah, Ilham, Kakek, dan Pak Amin, dan teman-teman

kelasnya. 

Tokoh-tokohnya tidak digambarkan bulat, di mana seseorang yang baik akan terus

baik dari awal sampai akhir, tetapi digambarkan hitam-putih, bahkan abu-abu. Ilham yang

dulunya pengecut, di akhir hayatnya digambarkan menjadi orang baik dan menyesali

perbuatannya masa lalu. Pak Japareng yang dulunya baik, berulah ingin menjadi penjual

ballo’ karena tergiur uang yang banyak. Halimah yang dulunya taat orang tua, digambarkan

membangkang, dan kembali menjadi muslim yang baik lagi. Vito yang aslinya baik,

penyayang orang tua, tetapi karena sedang galau, dia banyak berulah dan sering mengarang

cerita bohong. 

Setting

Setting lokasi utama novel ini adalah tanah Adat Bugis.  Setting sejarah dan setting

budayanya adalah asal mula Adat istiadat Bugis terbentuk dan terbukukan dalam lontara,

dihadirkan dalam bentuk kisah Nenek Mallomo, sehingga menjadi adat yang dipatuhi sampai

saat ini. Sedikit atau banyak novel ini juga menampilkan setting psikologis yang

menggambarkan pergumulan di batin Vito. 

Setting waktunya adalah trimester ketiga tahun 2011. 

Sudut pandang

Secara garis besar, narator tahu segalanya. Sudut pandang yang dominan adalah sudut

pandang mata dewa di mana narator tahu semua hal tentang alur cerita semua tokoh.  

Kelebihan

Novel Lontara Rindu ini mengajarkan kita tentang rindu. Bagaimana rindu bisa

memberikan keberanian pada seorang anak yang baru berusia 13 tahun untuk melakukan

pencarian ayah kandung dan saudara kembarnya.

novel ini memberikan makna positif bagi kehidupan.

Alur cerita yang maju mundur benar-benar membuat penasaran, apakah impian Vito

untuk bertemu dengan Ayah dan Vino jadi kenyataan. Dan semuanya terkuak di Halaman

33.

Page 5: Resensi Novel

Kekurangan

Alur maju mundur yang digunakan si penulis agak membingungkan. Karena di saat

sedang menikmati keceriaan Vito, tiba-tiba disela oleh kisah pertemuan orangtua Vito di

masa lalu.

cerita-cerita tentang keseharian Vito dirasakan terlalu lama. Sementara kisah pencarian

sosok ayahnya hanya dihadirkan di lontara terakhir.

Penulis banyak menggunakan bahasa daerah Sulawesi sehingga kurang dimengerti oleh

pembacanya

Saran

Novel ini sangat baik untuk dikaji, baik kalangan guru, orang tua, bahkan remaja

untuk hiburan ataupun petik pelajaran-pelajaran berharga. Menutup kata-kata yang kuat

teringat dari Profesor Herman, “Bacalah sastra, supaya arif.” Untuk kearifan novel ini akan

memberi warna.

Kesimpulan

Dari Novel Lontara Rindu, karya S Gegge Mappangewa dapat disimpulkan bahwa

cerita yang sarat dengan pesan dan hikmah di setiap kejadian menjadi karakteristik novel.

Begitu yang disuguhkan oleh Novel Lontara Rindu, pada ceritanya banyak sekali hal hal yang

dapat diteladani, selain itu tidak semua cerita berakhir dengan kebahagian, karena kebahagian

datang dari hal yang ada disekitar kita.Dikarenakan, ini adalah sebuah novel yang bisa saja

penulisnya akhiri dengan keadaan yang semuanya serba sempurna tapi tidak dengan novel ini.

Kebahagiaan itu sendiri berkumpul dalam akhir yang bisa dimaknai dengan hikmah.

Cerita yang disampaikan Penulis dengan gaya emosional berhasil membuat haru,

bahkan tersenyum dan tertawa, menumbuhkan semangat-semangat baru dengan membaca

beberapa dialog inspiratif yang ada dalam cerita di dalamnya. Penggunaan beberapa kalimat

dengan bahasa daerah yang disertai arti dan maknanya, menjadi nilai positif sebagai

pembaruan dan keintelektualan Sang Penulis untuk memperkenalkan adat dan budaya yang

ada dalam novel ini.

Page 6: Resensi Novel

RESENSI NOVEL

D

I

S

U

S

U

N

OLEH

NAMA : RICA

KELAS : XI IPS 4

SMAN 1 TEMBILAHAN HULU

T.P 2012/2013