resensi novel
TRANSCRIPT
Resensi Novel
Identitas Buku
Judul : Lontara Rindu
Penulis : S. Gegge Mappangewa
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2012
Ukuran Buku : 13.5 cm x 20.5 cm
Halaman : viii + 342 Halaman
ISBN : 987-602-7595-01-9
Harga Buku : Rp. 30.000
Pembukaan
S.Gegge Mappangewa lahir di Sidenreng Rappang, 31 Desember 1974. Suami dari
Nuvida Raf ini adalah alumni Universitas Muslim Indonesia, Fakultas Teknik Jurusan Mesin,
Makassar.
Selama ini, ketika kita berbicara atau merasakan rindu, secara alami perasaan itu
ditujukan pada seorang kekasih. Namun, saat membaca bab demi bab novel Lontara Rindu
karya S. Gengge Mappangewa ini, kita akan sadar, rindu bukanlah perasaan yang mutlak
diperuntukkan kepada kekasih.
Novel peraih penghargaan terbaik pertama “Lomba Novel Republika 2011″ ini
mengisahkan kerinduan mendalam seorang anak yang terpisah dengan ayah, dan saudara
kembarnya. Suatu kisah yang mengharukan, dengan mengambil setting lokasi di Sulawesi
Selatan, daerah asal sang penulis.
Sinopsis
Vito dibesarkan ibunya bersama kakeknya di desa. Seperti anak-anak lainnya di
desanya, Vito sekolah di SMP dekat dengan rumahnya. Pak Amin, salah satu guru di
sekolahnya mempunyai kedekatan dengan murid-muridnya. Namun, Pak Amin dianggap
menyebarkan fanatisme agama pada siswanya. Dia dan kesembilan siswanya harus dipisah.
Vito adalah anak yang terluka dan ketika memasuki usiaSMP ia kerap bertanya
mengapa sang ayah meninggalkannya? Tapi pertanyaan itu tidak bernah ter ucap kepada ibu
dan kakeknya . Vito dan vino, dua anak kembar yang terpaksa harus berpisah karena
perceraian orang tuanya.
Ayah vito pergi ketika vito masih kecil, beda keyakinan membuat kakek vito tak bisa
menerima ayahnya, sehingga Ibunya dulu harus mengorbankan kehormatan keluarga, kabur
dari rumah demi ayah vito itu.
Di ujung januari, di tetapkan sebagai hari raya Tolotang yang akan di gelar di
perrinyameng. Karena itulah Vito berada di tempat itu untuk mencari ayah dan saudara
kembarnya setelah mita izin kepada Ibu danKakeknya walaupun dengan berat hati Ibu dan
Kakenya mengizinkan vito untuk pergi ke tempat itu, namun kepergian vito ke perrinyameng
itu hanya sia-sia Ayah dan saudara kembarnya itu tidak hadir pada acara tersebut.
Setelah melaksanakan solat maghrib Vito berangkat untuk menemui Ayahnya
bersama orang suruhan ayahnya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada ibunya .vito dan
orng suruhan ayahnya punberangkat menuju pelabuhan untuk menyebrang ke sarinda tempat
Ayah Vito.
Setibanya vito di kediaman ayahnya vito bertemu dengan vino saudara kembar yang
selama enam tahu tidak berjumpa dan mereka berpelukan melepas rindu, Vino menceritakan
bahwa ayahnya itu sudah menikah lagi dengan seorang wanita yang ber agama islam dan ayah
dan vino pun masuk islam, Vito berjalan pelan dengan hati teriris ketika melihat ayahnya
yang sedang berbaring di tempat tidur yang semakin hari semakin mengering hanya bau infus
yang tercium, vito meraih tangan ayahnya di cium tangan itu dan kecupan itu berpindah ke
kening dan pipi ayahnya di situlah air matanya tumpah.
Hari ke tiga bersama ayahnya membuat Vito tak tenang mengingat mamanya vito
harus pulang, Vino pun kecewa dengan keputusan vito , vitopun kekamar ayahnya untuk
pamit pada ayahnya yang berbaring kaku tak sadarkan diri itu. Menurutnya, ada vino disini
yang menjaga ayahnya. Sedangkan dia akan pulang untuk mamanya dan ber janji untuk
datang kembali setelah mendapat izin dari mamanya.
Tema
“kerinduan mendalam seorang anak yang terpisah dengan ayah, dan saudara kembarnya“
Alur
Alur cerita di novel ini maju mundur. Saat sedang menikmati kelucuan dan rasa
penasaran Vito mengenai sosok ayahnya, anda akan dibawa si penulis ke masa dimana ayah
dan ibunya bertemu pertama kali. Di Lontara 4 pertemuan itu dikisahkan, suatu hari pada
tahun 1996 di Pangkajene. Saat itu Ilham, nama ayah Vito, sedang kehabisan angkot.
Mahasiswa Universitas Hasanudin itu bertemu Halimah, Ibu Vito, seorang gadis pemalu.
Pertemuan selanjutnya dihadirkan di halaman 9. Ilham kembali bertemu dengan
Halimah. Di sinilah bunga-bunga cinta antara keduanya mulai tumbuh. Ilham bahkan
meminta Halimah untuk menunggunya hingga ia menamatkan kuliahnya. Dan yang paling
menyentuh, ia berani meminta Halimah untuk menyiapkan janur kuning saat ia datang
kembali menemui Halimah.
Di halaman 9 ini juga dikisahkan, penolakan ayah Halimah terhadap sosok Ilham.
Alasannya karena Ilham tak pernah sekalipun tampak batang hidungnya di masjid. Semenjak
itulah keantipatian kakek Vito terhadap ayahnya dimulai. Dia pun menjodohkan Ibunya
dengan pria lain bernama Azis yang tak lain sepupu Ibunya.
Bahasa
Bahasa yang dipakainya jenaka, ringan, sejalan dengan isi cerita yang didominasi nada
jenaka. Dusta, kesedihan, ketakutan, kebahagiaan, harapan yang gagal pun disampaikan
dengan suka cita yang mengundang tawa. Kemarahan mamanya Vito, alih-alih menggunakan
kata "pukul", penulis malah memilih mufradat "smash". Bahasa-bahasa yang dipilih
menunjukkan kesan natural, sebagaimana yang biasa terjadi di lingkungan masyarakat yang
mengenyam pendidikan berbahasa Inggris. Hal itu terlihat pada penggunaan kata "start",
"field trip", dan sejumlah vokabuler bahasa Inggris sehari-hari lainnya.
Namun demikian, ada sejumlah diksi yang terasa tanggung atau biasa saja. Padahal,
untuk menggugah imajinasi pembaca, diksi-diksi itu bisa diganti dengan kata yang berbeda
untuk membuat situasi lebih dramatis dan mendorong imajinasi pembaca secara lebih kuat.
Misalnya: "Tapi bukan hanya Pak Amin, seluruh siswa ikut berlari untuk menyaksikan
kejadian yang membuat orang berkumpul di sana." Diganti dengan “Tapi bukan hanya Pak
Amin. Seluruh siswa kelas tujuh serempak lari ke arah yang sama, yang menyedot kerumunan
warga."
Tokoh
Vito adalah tokoh pusat cerita ini, yang bisa hadir sebagaimana Vito di novel itu
karena tokoh-tokoh pendukung Halimah, Ilham, Kakek, dan Pak Amin, dan teman-teman
kelasnya.
Tokoh-tokohnya tidak digambarkan bulat, di mana seseorang yang baik akan terus
baik dari awal sampai akhir, tetapi digambarkan hitam-putih, bahkan abu-abu. Ilham yang
dulunya pengecut, di akhir hayatnya digambarkan menjadi orang baik dan menyesali
perbuatannya masa lalu. Pak Japareng yang dulunya baik, berulah ingin menjadi penjual
ballo’ karena tergiur uang yang banyak. Halimah yang dulunya taat orang tua, digambarkan
membangkang, dan kembali menjadi muslim yang baik lagi. Vito yang aslinya baik,
penyayang orang tua, tetapi karena sedang galau, dia banyak berulah dan sering mengarang
cerita bohong.
Setting
Setting lokasi utama novel ini adalah tanah Adat Bugis. Setting sejarah dan setting
budayanya adalah asal mula Adat istiadat Bugis terbentuk dan terbukukan dalam lontara,
dihadirkan dalam bentuk kisah Nenek Mallomo, sehingga menjadi adat yang dipatuhi sampai
saat ini. Sedikit atau banyak novel ini juga menampilkan setting psikologis yang
menggambarkan pergumulan di batin Vito.
Setting waktunya adalah trimester ketiga tahun 2011.
Sudut pandang
Secara garis besar, narator tahu segalanya. Sudut pandang yang dominan adalah sudut
pandang mata dewa di mana narator tahu semua hal tentang alur cerita semua tokoh.
Kelebihan
Novel Lontara Rindu ini mengajarkan kita tentang rindu. Bagaimana rindu bisa
memberikan keberanian pada seorang anak yang baru berusia 13 tahun untuk melakukan
pencarian ayah kandung dan saudara kembarnya.
novel ini memberikan makna positif bagi kehidupan.
Alur cerita yang maju mundur benar-benar membuat penasaran, apakah impian Vito
untuk bertemu dengan Ayah dan Vino jadi kenyataan. Dan semuanya terkuak di Halaman
33.
Kekurangan
Alur maju mundur yang digunakan si penulis agak membingungkan. Karena di saat
sedang menikmati keceriaan Vito, tiba-tiba disela oleh kisah pertemuan orangtua Vito di
masa lalu.
cerita-cerita tentang keseharian Vito dirasakan terlalu lama. Sementara kisah pencarian
sosok ayahnya hanya dihadirkan di lontara terakhir.
Penulis banyak menggunakan bahasa daerah Sulawesi sehingga kurang dimengerti oleh
pembacanya
Saran
Novel ini sangat baik untuk dikaji, baik kalangan guru, orang tua, bahkan remaja
untuk hiburan ataupun petik pelajaran-pelajaran berharga. Menutup kata-kata yang kuat
teringat dari Profesor Herman, “Bacalah sastra, supaya arif.” Untuk kearifan novel ini akan
memberi warna.
Kesimpulan
Dari Novel Lontara Rindu, karya S Gegge Mappangewa dapat disimpulkan bahwa
cerita yang sarat dengan pesan dan hikmah di setiap kejadian menjadi karakteristik novel.
Begitu yang disuguhkan oleh Novel Lontara Rindu, pada ceritanya banyak sekali hal hal yang
dapat diteladani, selain itu tidak semua cerita berakhir dengan kebahagian, karena kebahagian
datang dari hal yang ada disekitar kita.Dikarenakan, ini adalah sebuah novel yang bisa saja
penulisnya akhiri dengan keadaan yang semuanya serba sempurna tapi tidak dengan novel ini.
Kebahagiaan itu sendiri berkumpul dalam akhir yang bisa dimaknai dengan hikmah.
Cerita yang disampaikan Penulis dengan gaya emosional berhasil membuat haru,
bahkan tersenyum dan tertawa, menumbuhkan semangat-semangat baru dengan membaca
beberapa dialog inspiratif yang ada dalam cerita di dalamnya. Penggunaan beberapa kalimat
dengan bahasa daerah yang disertai arti dan maknanya, menjadi nilai positif sebagai
pembaruan dan keintelektualan Sang Penulis untuk memperkenalkan adat dan budaya yang
ada dalam novel ini.
RESENSI NOVEL
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : RICA
KELAS : XI IPS 4
SMAN 1 TEMBILAHAN HULU
T.P 2012/2013