rencana perubahan tarif bbn-kb sebagai strategi...
TRANSCRIPT
1
KAJIAN
RENCANA PERUBAHAN TARIF BBN-KB SEBAGAI STRATEGI MENGURANGI
KEMACETAN JAKARTA
Bidang Perencanaan dan Pengembangan Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi DKI Jakarta melakukan perubahan tarif Pajak Kendaraan Bermotor yang
dikenakan secara progresif sejak bulan Mei tahun 2015. Berdasarkan Peraturan Daerah
No. 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2010 tentang
Pajak Kendaraan Bermotor, tarif yang dikenakan atas kepemilikan kendaraan bermotor
menurut Pasal 1 ayat (1)adalah sebesar 2% untuk kepemilikan kendaraan pertama, 2,5%
untuk kepemilikan kedua, 3% untuk kepemilikan ketiga, dan terus meningkat dengan
rentang 0,5% setiap penambahan kepemilikan hingga 10% untuk kepemilikan di atas
16kendaraan bermotor.
Penerapan kebijakan pajak progresif atas kepemilikan kendaraan bermotor sejatinya
ditujukan untuk mengurai kemacetan yang sering terjadi di wilayah DKI Jakarta. Namun
begitu, lebih dari setahun sejak diberlakukannya kebijakan tersebut, masyarakat
mengeluhkan kemacetan masih terus terjadi di berbagai ruas jalan di wilayah Provinsi DKI
Jakarta.
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik
sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1, rata-rata laju pertumbuhan kendaraan bermotor
setiap tahunnya adalah sebesar 7,52%. Sepanjang tahun 2016, sebanyak 384.728
kendaraan bermotor baru menambah sesaknya jalanan di ibukota.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor di Jakarta 2010-2016
NO JENIS 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2016 (%)
1 Sepeda Motor 4.198.148 4.442.669 5.132.543 5.593.771 6.046.137 6.410.307 6.747.289 74,29%
2 Mobil Penumpang 1.389.435 1.386.287 1.569.719 1.683.089 1.779.848 1.843.970 1.898.394 20,90%
3 Mobil Beban 275.625 288.906 330.865 354.971 371.913 378.759 370.323 4,08%
4 Alat Besar&Berat 33.798 36.661 46.513 54.188 60.928 64.028 65.786 0,72%
J U M L A H 5.897.006 6.154.523 7.079.640 7.686.019 8.258.826 8.697.064 9.081.792
4,37% 15,03% 8,57% 7,45% 5,31% 4,42% 7,52%
Sumber: Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Tahun 2016
3
Laju kepemilikan kendaraan bermotor yang cukup tinggi ini menyebabkan pada
akhirnya berujung pada kemacetan lalu lintas hingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi
dalam perekonomian.
1. Prasarana Jalan
Jakarta sebagai kota metropolitan mengalami permasalahan yang cukup rumit
dalam bidang transportasi. Jumlah penduduk yang banyak dengan daya beli yang
meningkat menyebabkan pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor cukup
tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan tambahan ratusan ribu kendaraan luar Jakarta
yang bergerak di Jakarta setiap hari. Sementara upaya penambahan panjang jalan
sering menghadapi kendala. Keadaan ini berakibat meningkatnya kepadatan lalu lintas
di jalan raya yang pada akhirnya menimbulkan titik-titik rawan kemacetan di
sejumlah tempat.
Mobilitas perekonomian, sangat bertumpu pada kehandalan dan tingkat pelayanan
jaringan transportasi jalan. Saat ini dan ke depan pembangunan infrastruktur semakin
dituntut untuk mampu mendukung pergerakan orang, barang, dan jasa dalam
kerangka perspektif pengembangan wilayah.
DKI Jakarta sebagai ibukota yang merupakan pusat perekonomian dan
pemerintahan, penambahan panjang jalan merupakan salah satu prioritas
pembangunan. Sepanjang kurun waktu 2010-2014, jumlah panjang jalan bertambah
sepanjang 89.801,42 meter atau dari 6.866.040,84 meter pada tahun 2010 menjadi
6.955.842,26 meter pada tahun 2014. Penambahan tersebut terdiri dari jenis jalan tol
sepanjang 250 meter, arteri primer sepanjang 5.229,50 meter, kolektor primer
sepanjang 4.700 meter, kolektor sekunder sepanjang 30.000 meter, dan kota
administrasi sepanjang 77.804,04 meter. Sedangkan untuk jenis jalan arteri sekunder
mengalami pengurangan sepanjang 28.182,12 meter.
Tabel 2 menunjukkan panjang jalan di wilayah Provinsi DKI Jakarta pada tahun
2014 adalah sepanjang 6.955.842,26 meter, dimana jenis terpanjang adalah jalan kota
administrasi sepanjang 5.117,26 km; diikuti jalan provinsi sepanjang 1.562,28 km
terdiri dari arteri sekunder dan kolektor sekunder masing-masing sepanjang 535,26
km dan 1.027,02 km; sedangkan jalan negara sepanjang 152,57 km terdiri dari arteri
4
primer dan kolektor primer masing-masing sepanjang 128,88 km, dan 23,69 km,
berikutnya yang terakhir jalan tol sepanjang 123,73 km.
Tabel 2. Panjang Jalan Menurut Jenisnya 2010-2014 (meter)
Tahun
Jenis Jalan
Tol Arteri Primer
Kolektor Primer
Arteri Sekunder
Kolektor Sekunder
Kota Administrasi
Jumlah
2010 123.481 123.653,0 18.994 563.438,81 997.019,87 5.039.454,16 6.866.040,84
2011 123.481 123.653,0 18.994 563.438,81 1.057.666,87 5.045.059,16 6.932.294,84
2012 123.731 128.882,5 23.694 535.25`6,69 1.027.019,87 5.117.258,20 6.955.842,26
2013 123.731 128.882,5 23.694 535.256,69 1.027.019,87 5.117.258,20 6.955.842,26
2014 123.731 128.882,5 23.694 535.256,69 1.027.019,87 5.117.258,20 6.955.842,26
Sumber: Statistik Transportasi DKI Jakarta 2015, BPS Provinsi DKI Jakarta
Upaya untuk membangun jalan seringkali terkendala dengan terbatasnya lahan
yang ada sehinggakemacetan di beberapa ruas jalan tidak terhindarkan terutama
disepanjangperempatan jalan maupun perlintasan kereta api. Salah satu alternatif
untuk mengatasi masalah tersebutadalah dengan pembangunan fly over dan under
pass di lahan sebidang. Berdasarkan data BPS tahun 2015, jumlah fly over di DKI
Jakarta saat ini telah mencapai 62 buah, sementara jumlah under pass ada 16 buah.
Dari fly over yang telah dibangun, JlNT Antasari-Blok M merupakan fly over terpanjang
dan yang terpendek di Kampung Rambutan dengan panjang hanya 121,80 meter.
Under pass terpanjang terdapat di Kebayoran lama Jakarta Selatan dengan panjang
1.800 meter sementara yang terpendek under pass Dukuh Atas dengan panjang 50,85
meter.
2. Laju Pertumbuhan Kendaraan Bermotor di Jakarta
Jumlah Kendaraan bermotor yang melintas jalan-jalan di ibukota Jakarta setiap
tahun selalu mengalami pertumbuhan, baik kendaraan penumpang maupun
kendaraan beban. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang cukup
tinggi di Jakarta.
Jumlah kendaraan bermotor, tidak termasuk kendaraan TNI dan Polri, yang
melintas di Jakarta pada tahun 2016 didominasi oleh Sepeda Motor sebesar 74,29%,
diikuti oleh Mobil Penumpang, termasuk bis dan angkutan umum lainnya, sebesar
20,90%, Mobil Beban sebesar 4,08%, dan Alat Besar dan Berat sebesar 0,72%.
5
Gambar 1. Prosentase Kendaraan Bermotor Provinsi DKI Jakarta 2016
Sumber: Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Tahun 2016
Peningkatan jumlah kendaraan yang cukup besar pada jenis sepeda motor
diperkirakan karena sepeda motor saat ini masih merupakan kendaraan yang paling
ekonomis. Selain itu proses kepemilikan sepeda motor juga sangat mudah. Sedangkan
tingginya kepemilikan pada jenis mobil penumpangdiperkirakan karena saat ini masih
sulit menikmati kendaraan umum yang aman, nyaman, mudah diakses, dan tepat
waktu, dengan harga yang relatif terjangkau.
Tabel 3. Data Penjualan Kendaraan Bermotor Roda 4 Tahun 2010-2016
TAHUN PENJUALAN NASIONAL
(Unit) PENUALAN DKI Jakarta
(Unit)
2010 764.710 197.905
2011 894.164 215.076
2012 1.116.230 251.275
2013 1.229.901 272.469
2014 1.208.028 246.094
2015 1.013.291 204.433
2016 1.050.000 204.433
Sumber: Gabungan Agen Tunggal Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Tahun 2016
Derasnyalaju penjualan kendaraan bermotor merupakan salah satu penyebab
kepadatan arus lalu lintas di DKI Jakarta. GAIKINDO sebagai organisasi yang menaungi
industri kendaraan bermotor roda 4 atau lebih, mencatat proporsi penjualan di DKI
74.29%
20.90%
4.08%
0.72%
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Beban
Alat Besar dan Berat
6
Jakarta rata-rata sebesar 22% dibandingkan pasar nasional. Sedangkan AISI sebagai
wadah organisasi industri sepeda motor mencatat penyerapan penjualan sepeda motor
DKI Jakarta mencapai 7,2% dari total pasar nasional.Berdasarkan data penjualan
kendaraan bermotor yang dikeluarkan oleh GAIKINDO dan AISI pada Tabel 3 dan Tabel
4, rata-rata ada lebih dari 200.000 kendaraan baru dan lebih dari 480.000 sepeda motor
baru membajiri jalan di ibukota setiap tahunnya.
Tabel 4. Data Penjualan Sepeda Motor Tahun 2010-2016
TAHUN PENJUALAN NASIONAL
(Unit) PENUALAN DKI Jakarta
(Unit)
2010 7.369.249 548.279
2011 8.012.540 546.456
2012 7.064.457 514.007
2013 7.743.879 554.897
2014 7.867.195 539.531
2015 6.200.000 458.319
2016 6.500.000 480.496
Sumber: Asosiasi Industri Sepedamotor Indoensia (AISI) Tahun 2016
Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki luas sekitar 661,52 km². Pada tahun
2014,luas jalan di Jakarta adalah 48,5km²sehingga rasio jalan di Jakarta hanya sebesar
7,33%. Angka ini masih jauh dari ideal, jika dibandingkan dengan Singapura yang
memiliki luas daratan hampir sama dengan DKI Jakarta, namun memiliki rasio jalan
mencapai 12%. Sedangkan di kota besar negara-negara lain, angka tersebut akan
semakin membesar, seperti Tokyo sebesar 20% dan London sebesar 25%.
Tabel 5. Panjang Jalan Menurut Pulau Besar dan Kewenangannya Tahun 2014
Provinsi Jalan
Nasional (km)
Jalan Provinsi
(km)
Jalan Kabupaten
(km)
Jalan Kota (km)
Panjang Jalan (km)
JAKARTA 276,31 1.562,28 0,00 5.117,26 6.955,84
Jawa 5.611,01 15.012,00 73.917,00 9.879,00 104.419,01
Sumatera 11.568,12 17.046,00 126.267,00 20.801,00 175.682,12
Bali & Nusa Tenggara 2.574,09 4.370,00 25.950,00 1.884,00 34.778,09
Kalimantan 6.363,64 5.154,00 41.064,00 4.381,00 56.962,64
Sulawesi 7.799,76 5.768,00 54.974,00 4.604,00 73.145,76
Maluku & Maluku Utara 1.578,54 3.164,00 8.948,00 978,00 14.668,54
Papua & Papua Barat 3.074,68 2.924,00 15.175,00 387,00 21.560,68
Indonesia 38.569,82 53.438,00 346.295,00 42.914,00 481.216,82
Sumber: Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015, Kementerian PUPR
7
Tabel 6. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kendaraan Bermotor 2014
Provinsi Luas Wilayah
(km2) Penduduk (ribu jiwa)
Jumlah Kbm (unit)
JAKARTA 661,52 10.075 8.258.826
Jawa 129.438,28 141.986 53.353.720
Sumatera 480.793,28 53.539,00 26.012.352,00
Bali&Nusa Tenggara 73.070,48 13.721,10 6.895.138,00
Kalimantan 544.150,07 14.751,40 8.194.335,00
Sulawesi 188.522,36 18.216,90 8.292.170,00
Maluku&Maluku Utara 78.896,53 2.743,30 649.966,00
Papua&Papua Barat 416.060,32 3.860,80 721.288,00
Indonesia 1.910.931,32 248.818,10 104.118.969
Sumber: Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015, Kementerian PUPR
Penanganan masalah kemacetan transportasi darat di Indonesia membutuhkan
dana minimal Rp 100 triliun, menurut Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Anggaran tersebut untuk meminimalisasi potensi kerugian finansial akibat kemacetan.
Anggaran tersebut digunakan untuk menciptakan moda transportasi yang terjangkau,
berkeadilan, dan berdampak minimal terhadap lingkungan.
3. Kerugian Ekonomi Akibat Permasalahan Kendaraan Bermotor
Permasalahan sistem transportasi dan kompleksitas lalu lintas yang sangat
tinggi merupakan permasalahan yang dihadapi oleh DKI Jakarta sejak 20 tahun yang
lalu. Kemacetan hampir terjadi di setiap ruas jalan utama. Terbatasnya lahan tidak
diimbangi oleh pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas bahwa
persoalan kota Jakarta yang paling besar 69,47% adalah kemacetan (Kompas, 17
Januari 2011). Kemacetan di ibukota DKI Jakarta tidak dapat dihindari, terutama pada
titik-titik persimpangan baik di jalan-jalan protokol hingga di jalan lingkungan.
Semakin hari, kemacetan di Jakarta semakin parah. Menurut sebuah penelitian,
kemacetan tersebut membuat masyarakat Jakarta mengalami kerugian hingga Rp 68
triliun per tahun (Forwapu, 20 Des 2012). Kemacetan ini mengakibatkan stres yang
tinggi pada pengguna jalan, meningkatnya polusi udara kota, hingga terganggunya
kegiatan bisnis.
8
Berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah DKI Jakarta untuk mengurai
kemacetan. Penertiban parkir liar dengan cara gembok ban, pembatasan kendaraan di
jalur-jalur protokol (kendaraan ganjil-genap, pelarangan sepeda motor melintas
beberapa ruas jalan), pembangunan jalur khusus bus (koridor-koridor busway),
hingga penerapan pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan bermotor.
B. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademis
Gambaran latar belakang permasalahan di atas menunjukkan bahwa
penanggulangan kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta melalui kebijakan pajak perlu
dilakukan. Untuk itu, tujuan dari kegiatan ini adalah pengajuan sebuah Rancangan
Peraturan Daerah tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang diharapkan menjadi
salah satu jawaban terhadap permasalahan kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta.
9
BAB II
PERPAJAKAN SEBAGAI INSTRUMEN KEBIJAKAN
A. Sistem Progresif Pajak Kendaraan Bermotor
Kebijakan transportasi sebagai kunci isu transportasi yang krusial ini tidak hanya
menjadi sesuatu yang butuh diukur saja tetapi bagaimana cara untuk mencegah kerugian-
kerugian akibat aktivitas transportasi tersebut semakin memburuk. Disinilah perlunya
intervensi pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang kompleks tersebut. Apalalagi di
Indonesia yang merupakan negara yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi. Seiring
bertambahnya penduduk dan GDP maka negara berkembang yang akan mendapatkan
dampak paling besar dari transportasi. Diramalkan pada akhir 2020 sepertiga dari total
mobil berada di negara berkembang. Intervensi pemerintah dapat melalui beberapa
kebijakan.
Salah satu hal penting yang dibutuhkan dalam memecahkan permasalahan
transportasi adalah, Jakarta perlu memiliki tata guna lahan yang efisien. Dengan demikian
maka pergerakan masyarakat untuk bekerja dan usaha pemenuhan kebutuhan lainnya
dapat dilakukan dalam suatu kawasan sekaligus dengan perjalanan yang lebih singkat
sehingga tidak boros energi. Kedua, penggunaan kendaraan pribadi dibatasai dengan
berbagai regulasi, larangan atau pajak yang mengikat sehingga membuat volume lalu
lintas tidak terus bertambah. Ketiga, peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan sarana
transportasi massal. Dalam hal ini pembangunan sarana dan prasarana transportasi umum
menjadi prioritas pembangunan. Pembangunan ini diharapkan menciptakan transportasi
umum yang aman, nyaman, murah,dan efisen sehingga masyarakat akan lebih memilih
menggunakan kendaraan umum daripada kendaraan pribadi.
DKI Jakarta telah merubah tarif pajak kendaraan bermotor yang berlaku sejak Bulan
Mei 2015.Hal ini tercantum dalam Perda No. 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor.Pajak ini
diterapkan secara progresif atas kepemilikan kendaraan pribadi baik roda dua atau lebih
maupun roda empat atau lebih dengan nama pemilik dan/atau alamat tempat tinggal yang
sama. Pajak progresif diberlakukan untuk memberikan prinsip keadilan dalam pengenaan
pajak. Secara tidak langsung, perolehan pajak ini digunakan untuk perbaikan sarana
transportasi dan pengembangan transportasi publik. Selain itu, kebijakan progresif ini
10
juga ditujukan untuk menahan laju pertumbuhan konsumsi kendaraan bermotor.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Perda No.2 Tahun 2015, dikatakan bahwa Tarif
Pajak Kendaraan Bermotor kepemilikan oleh orang pribadi ditetapkan sebagai berikut:
a. Pertama sebesar 2,00%;
b. Kedua sebesar 2,50%;
c. Ketiga sebesar 3,00%;
d. Keempat sebesar 3,50%;
e. Kelima sebesar 4,00%;
f. Keenam sebesar 4,50%;
g. Ketujuh sebesar 5,00%;
h. Kedelapan sebesar 5,50%;
i. Kesembilan sebesar 6,00%;
j. Kesepuluh sebesar 6,50%;
k. Kesebelas sebesar 7,00%;
l. Keduabelas sebesar 7,50%;
m. Ketigabelas sebesar 8,00%;
n. Keempatbelas sebesar 8,50%;
o. Kelimabelas sebesar 9,00%;
p. Keenambelas sebesar 9,50%; dan
q. Ketujuhbelas dan seterusnya sebesar 10,00%
B. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Definisi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pajak atas penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke
dalam badan usaha. BBN-KB dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu BBN-KB untuk
penyerahan pertama serta BBN-KB untuk penyerahan kedua dan selanjutnya. BBN-KB
penyerahan pertama dimaksudkan untuk kendaraan yang pertama kali didaftarkan milik
suatu pihak. Sedangkan penyerahan kedua dan selanjutnya dimaksudkan untuk kendaraan
yang sebelumnya telah dimiliki, lalu diserahkan kepemilikannya kepada pihak lain.
11
Selain PKB, pengendalian laju pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI Jakarta juga
dapat disiasati dengan penyesuaian tarif melalui perubahan Perda tentang Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor. Adapun tarif yang berlaku saat ini masih dapat ditingkatkan untuk
lebih mengoptimalkan pengendalian laju pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI
Jakarta. Tarif BBN-KB sesuai dengan Pasal 12 UU No. 28 Tahun 2009 ditetapkan paling
tinggi 20% untuk penyerahan pertama dan 1% untuk penyerahan kedua dan seterusnya.
Sedangkan tarif BBN-KB yang berlaku di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Pasal 7 Perda
No. 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah sebesar 10%
untuk penyerahan pertama dan 1% untuk penyerahan kedua dan seterusnya.
Perubahan tarif BBN-KB ini perlu dilakukan dengan bijaksana, mengingat kenaikan
tarif pajak akan meningkatkan beban masyarakat. Penentuan besaran tarif yang nantinya
diberlakukan diharapkan tidak berbalik menjadikan masyarakat enggan membayar pajak.
C. Pandangan Yuridis Terhadap Perubahan Tarif
1. Pasal 158 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
“Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan. dengan Undang-Undang yang
pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda”
2. Pasal 12 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
“Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah”
12
BAB III
PEMBAHASAN PERUBAHAN TARIF BBN-KB
A. Pemungutan PKB dan BBN-KB di Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan
Bermotor, sejak bulan Nopember 2010, tarif atas kepemilikan kendaraan bermotor
menurut Pasal 7 adalah sebesar 1,5% untuk kepemilikan kendaraan pertama, 2% untuk
kepemilikan kedua, 2,5% untuk kepemilikan ketiga, dan 4% untuk kepemilikan di atas 3
kendaraan bermotor. Tarif tersebut diubah di Bulan Mei 2015 melalui Perda No. 2 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak
Kendaraan Bermotor.Rentang tarif yang berlaku ada sebesar 2% untuk kepemilikan
pertama hingga 10% untuk kepemilikan di atas 16 kendaraan bermotor.
Pemberlakuan pajak progresif atas kepemilikan kendaraan bermotor pribadi secara
umum memberikan dampak pada penurunan laju pertumbuhan jumlah kendaraan
bermotor. Sebagaimana ditampilkan oleh Tabel 1, kendaraan bermotor pada tahun 2012
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 15,03% dibandingkan tahun
sebelumnya. Laju pertumbuhan ini mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya,
yaitu sebesar 8,57% pada tahun 2013, kembali turun menjadi 7,45% pada tahun 2014, dan
sebesar 5,31% pada tahun 2015, hingga akhirnya sebesar 4,42% sepanjang tahun 2016.
Selain itu, pemberlakuan tersebut meningkatkan kemampuan kas daerah melalui
penerimaan pajak. Rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan PKB sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 7, adalah sebesar 15%. Kenaikan tertinggi laju pertumbuhan realisasi
penerimaan PKB terjadi saat diberlakukannya perubahan tarif PKB, yaitu sebesar 22% di
tahun 2015 dan 18% di tahun 2016. Sementara, di saat bersamaan laju pertumbuhan
jumlah volume kendaraan bermotor berada di posisi terendah.
Tabel 7. Rencana dan Realisasi PKB dan BBN-KB 2012-2016
NO JENIS PAJAK 2012 2013 2014 2015 2016
1
PK
B RENCANA 4.150.000 4.400.000 5.150.000 6.050.000 7.050.000
REALISASI 4.106.968 4.605.206 4.979.111 6.090.201 7.143.530
2
BB
N-K
B
RENCANA 4.660.000 5.825.000 6.400.000 4.600.000 4.800.000
REALISASI 5.507.710 6.143.970 5.526.394 4.685.403 5.003.996
3 PERTUMBUHAN KBM 925.117 606.379 572.807 438.238 384.728
4 KBM BBN-KB I 765.282 827.366 785.625 662.752 658.560
Sumber: Data Olahan
13
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, sejak bulan Januari 2011, tarif atas penyerahan hak milik kendaraan
bermotor menurut Pasal 7 adalah sebesar 10% untuk penyerahan pertama dan 1% untuk
penyerahan selanjutnya.Tabel 7 memperlihatkan realisasi penerimaan BBN-KB selama 5
tahun terakhir yang cenderung stabil di angka 5 miliar. Realisasi tertinggi terjadi di tahun
2013 sebesar 6,1 miliar rupiah dan terendah di tahun 2015 sebesar 4,6 miliar rupiah. Dari
sisi volume kendaraan, pertumbuhan jumlah kendaraan per tahun terbanyak di tahun
2012 sejumlah 925 ribu kendaraan dan paling sedikit di tahun 2016 sejumlah 384 ribu
kendaraan. Namun angka tersebut sudah termasuk kendaraan baru dan kendaraan lama
yang mengalami mutasi keluar/masuk daerah. Jumlah kendaraan baru yang merupakan
penjualan baru ditunjukkan oleh jumlah kendaraan yang melakukan BBN-KB pertama.
Tambahan kendaraan baru dari sepanjang 5 tahun terakhir terbanyak di tahun 2013
sejumlah 827 ribu kendaraan dan paling sedikit di tahun 2016 sejumlah 658 ribu
kendaraan.
Perbedaan yang cukup besar antara pertumbuhan total kendaraan bermotor dengan
tambahan kendaraan baru menunjukkan besarnya mutasi kendaraan bermotor keluar
daerah. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena 2 hal, pertama ada kemungkinan wajib
pajak berusaha menghindari PKB yang tinggi akibat banyaknya kendaraan yang dimiliki.
Kedua ada kemungkinan terjadi pemutakhiran data sebagai akibat dari integrasi sistem
perpajakan dengan data kependudukan menyulitkan penggunaan KTP palsu. Integrasi
sistem ini memaksa pemilik kendaraan untuk menyesuaikan data kepemilikannya dengan
data kependudukan yang tercatat resmi.
Namun, hal yang lebih menarik untuk dilakukan pembahasan di sini adalah
tambahan kendaraan baru, atau penjualan kendaraan baru ternyata stabil di angka 650
ribu kendaraan hingga 750 ribu kendaraan. Hal ini menunjukkan adanya indikasi warga
Jakarta tidak mengurangi konsumsi kendaraan bermotor walaupun dikenakan pajak yang
tinggi. Artinya, warga Jakarta tidak takut terhadap pengenaan tarif progresif yang tinggi
atas kepemilikan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, angka penjualan kendaraan baru
di Ibukota tidak mengindikasikan ada perubahan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Prof. M. Ikhsan, SE., MA. di tahun 2014, bahwa pajak kendaraan yang tinggi tidak
akan menurunkan volume kendaraan bermotor.
Berkurangnya kemacetan hanyalah fungsi turunan dari kenaikan tarif Bea Balik
Kendaraan Bermotor. Tujuan utama kebijakan menaikkan tarif BBN-KB adalah untuk
mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap pembelian kendaraan bermotor di DKI
Jakarta. Jika pertumbuhan kendaraan baru dapat ditekan hingga titik tertentu, maka
volume kendaraan di jalanan Ibukota berangsur-angsur akan berkurang,sehingga
diharapkan kemacetan dapat lebih mudah dikontrol.
14
Resistensi masyarakat dapat dipastikan terjadi kelak ketika perubahan tarif BBN-KB
tersebut mulai berlaku.Prosentase kenaikan tarif BBN-KB terlihat tidak terlalu besar,
namun jika diakumulasikan dengan tarif PKB maka nilai pajak yang harus dibayarkan
ketika masyarakat akan membeli kendaraan bermotor yang baru dijual pertama kalin bisa
mencapai seperempat dari harga kendaraan yang dibeli tersebut. Salah satu pihak yang
paling besar terkena dampaknya adalah Asosiasi Pemegang Merk, yang mana harus
menjual kendaraan baru lebih mahal dari sebelumnya karena menanggung tambahan
pajak yang harus dibayar.Oleh karena itu penentuan besaran tarif perlu dipertimbangkan
secara cermat dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh.
B. Analisis Strategi Kenaikan Tarif BBN-KB
Besaran tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang berlaku di DKI Jakarta
masih dapat dinaikkan hingga 20%. Artinya, ada rentang antara 10% hingga 20%
kenaikkan BBN-KB yang perlu dianalisis dampak-dampaknya. Untuk memberikan
gambaran permasalahan, bagian ini mencoba menganalisis dampak kenaikkan BBN-KB
dengan menggunakan pendekatan SWOT. Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis
faktor-faktor internal dan eksternal dari Badan Pajak dan Retribusi Daerah terkait dengan
pelayanan pemungutan perpajakan di SAMSAT.
1. Strength
Analisis faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan dari BPRD dalam
melakukan pelayanan pemungutan perpajakan di SAMSAT.
a. Pendataan di SAMSAT sudah baik.
Registrasi dan identifikasi kepemilikan kendaraan bermotor merupakan
wewenang dari kepolisian. Data yang tersimpan pada pusat data kepolisian
terintegrasi dengan data yang tercatat di Dinas Komunikasi dan Statistik
Provinsi DKI Jakarta. Data kendaraan bermotor pada Dinas Komunikasi dan
Statistik tersebut sudah diintegrasikan dengan data kependudukan yang
tersimpan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta.
Data kependudukan yang bermasalah, dapat diverifikasi masyarakat di
tingkat kelurahan dan kecamatan.
b. Kantor Layanan tersebar dengan standar layanan prima
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan
Bermotor menjelaskan bahwa Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap yang
selanjutnya disebut Samsat adalah serangkaian kegiatan dalam
penyelenggaraan Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor,
pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
15
Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Kantor
Bersama Samsat. Secara sederhana, Kantor SAMSAT adalah kantor yang
melayani pendataan kendaraan bermotor milik masyarakat. Pelayanan
kesamsatan disediakan oleh 6 jenis kantor layanan sebagai berikut.
- Kantor SAMSAT, tersebar di 5 wilayah kota, yaitu Jl. Sudirman No. 55
Kecamatan Kebayoran Baru untuk wilayah selatan, Jl. D.I. Pandjaitan
Kecamatan Kebon Nanas untuk wilayah timur, Jl. Gunung Sahari
Kecamatan Sawah Besar untuk wilayah utara dan pusat, dan Jl. Daan
Mogot KM 14 Kecamatan Kebon Jeruk untuk wilayah barat.
- Gerai SAMSAT, berlokasi di pusat-pusat perbelanjaan yaitu Lippo Mall Puri
di Jl. Puri Indah Raya Kecamatan Kembangan, Mal Taman Palm di Jl. Kamal
Raya Kecamatan Cengkareng, Pusat Grosir Cililitan di Jl. Mayjen Soetoyo
Kecamatan Makasar, Mal Grand Cakung di Jl. Raya Bekasi Kecamatan
Cakung, Mal Artha Gading di Jl. Artha Gading Selatan Kecamatan Kelapa
Gading, Blok M Square di Jl. Melawai Raya Kecamatan Kebayoran Baru,
Gandaria City di Jl. KH. M. Syafii Hadzami Kecamatan Kebayoran Lama, dan
Thamrin City di Jl. KH. Mas Mansyur Kecamatan Tanah Abang.
- SAMSAT drivethru, dimana gerainya berlokasi di kantor-kantor SAMSAT.
- SAMSAT Terpadu 3 provinsi, melayani wajib pajak lintas provinsi yang
berlokasi di Jl. Danau TobaKota Tangerang Selatan, Jl. Raya Limo Kota
Depok, dan Jl. Perintis Kemerdekaan Kota Tangerang.
- SAMSAT Kecamatan, berlokasi di Kantor Kecamatan Kemayoran, Kantor
Kecamatan Pasar Minggu, Kantor Kecamatan Kebon Jeruk, Kantor
Kecamatan Pulogadung, dan Kantor Kecamatan Penjaringan.
- SAMSAT Keliling. menggunakan kendaraan khusus berbentuk bis yang
berlokasi di Area Lapangan Banteng, depan Lindeteves Trade Center di Jl.
Hayam Wuruk Kecamatan Taman Sari, depan Pos Polisi TMP di Jl.
Pahlawan Kalibata Kecamatan Pancoran, depan Graha Gepembri di Jl.
Boulevard Barat Kecamatan Kelapa Gading, dan depan Pasar Induk
Kramat Jati di Jl. Bogor Raya Kecamatan Pasar Rebo.
Kantor-kantor layanan tersebut tersebar di berbagai lokasi untuk
mempermudah masyarakat menjangkau lokasi-lokasi layanan. Jenis-jenis
layanan yang diberikan pun tidak hanya satu. Layanan yang disediakan
terintegrasi dari proses registrasi dan identifikasi kendaraan maupun pemilik,
perpajakan yang melekat pada kendaraan tersebut, hingga asuransi jiwa
untuk dana perlindungan kecelakan lalu lintas. Selain layanan yang
terintegrasi, kantor SAMSAT juga memiliki standar layanan yang sangat baik.
16
Seluruh Kantor SAMSAT telah memiliki sertifikat sistem manajemen mutu
yang memenuhi standar ISO 9001:2008.
c. Ketentuan dan sinergi dalam Kesamsatan
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor mengatur tentang
sinergi 3 instansi, yaitu Kepolisian, Pemda, dan Jasa Rahardja dalam melayani
pendataan kendaraan bermotor. Ketentuan ini membuka peluang kerja sama
antar instansi dalam optimalisasi pendataan dan pelayanan terkait kendaraan
bermotor.
2. Weakness
Faktor keterbatasan jumlah pegawai menjadi masalah internal yang merupakan
kelemahan pelayanan pemungutan perpajakan di SAMSAT.Integrasi sistem basis data
dan penggunaan teknologi dalam melayani wajib pajak masih seringkali menemukan
beberapa kendala, sehingga beberapa wajib pajak tidak terlayani sepenuhnya.
3. Opportunity
Usulan kebijakan kenaikan BBN-KB ini memunculkan peluang-peluang ekternal
yang perlu dikembangkan lebih lanjut.
a. Peningkatan Penerimaan Daerah.
Kenaikan BBN-KB secara langsung akan meningkatkan penerimaan pajak dari
BBN-KB dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan asumsi penjualan
yang stabil, maka penerimaan pajak diprediksi akan meningkat. Kenaikan tarif
akan berbanding lurus dengan kenaikan penerimaan, sehingga semakin tinggi
tarif yang ditetapkan akan semakin tinggi pula penerimaan pajaknya.
b. Mengontrol Kemacetan.
Dampak tidak langsung dari kenaikan BBN-KB yang dapat diharapkan adalah
pengendalian kemacetan. Masyarakat Jakarta umumnya sangat antusias atas
kehadiran kendaraan-kendaraan baru, terutama kendaraan yang
menawarkan teknologi terkini ataupun model terbaru. Hal ini dapat
dibuktikan dari besarnya antusiasme masyarakat terhadap pameran
otomotif. Bahkan di Jakarta, pameran otomotif skala nasional tidak hanya
digelar sekali, namun 2 kali yaitu IIMS dan GIIAS. Proses pengendalian
kemacetan tidak dapat terlepas dari pemberlakukan pajak progresif untuk
kepemilikan kendaraan bermotor yang telah terlebih dahulu dinaikkan.
Masyarakat yang ingin memiliki kendaraan baru akan menghitung tarif
progresif yang melekat. Jika kepemilikan kendaraan dirasakan terlalu
banyak, maka masyarakat akan berusaha menjualnya terlebih dahulu.
17
Sehingga secara umum masyarakat yang melakukan pembelian kendaraan
baru berharap pajak progresif yang dikenakan tidak terlalu tinggi.
Dampaknya kenaikan BBN-KB yang tepat tidak menyurutkan keinginan
masyarakat untuk memiliki kendaraan baru, namun volume kendaraan
bermotor secara total tidak meningkat terlalu tinggi.
4. Threat
Salah satu dampak langsung yang mungkin terjadi ketika tarif BBN-KB dinaikkan
adalah resistensi masyarakat. Masyarakat pada dasarnya tidak ingin membayar pajak
yang tinggi, bahkan jika memungkinkan pajak dihindari untuk dibayar.
Kenaikan tarif BBN-KB tidak saja menimbulkan peluang-peluang bagi BPRD
Provinsi DKI Jakarta. Namun dapat pula menimbulkan peluang bagi provinsi-provinsi
lain untuk menangkap masyarakat yang tidak rela membayar kenaikan BBN-KB
tersebut. Artinya, kenaikan tarif BBN-KB jika tidak dihitung dengan cermat dapat
menimbulkan kekhawatiran akan turunnya penerimaan BBN-KB secara total karena
masyarakat berusaha menghindari tingginya pokok pajak dengan melakukan
pembelian di provinsi sekitar yang menetapkan kebijakan tarif BBN-KB lebih rendah.
Tabel 8. Matriks SWOT
INTERNAL STRENGTH WEAKNESS
EKST
ERN
AL
1. Pendataan di SAMSAT sudah baik. 2. Kantor Layanan tersebar dengan
standar layanan prima. 3. Ketentuan dan sinergi dalam
kesamsatan.
Terbatasnya Sumber Daya Manusia dalam melayani wajib pajak.
OP
PO
RTU
NIT
Y 1. Peningkatan penerimaan daerah.
2. Mengontrol Kemacetan
1. Pembangunan fasilitas dan infrastruktur layanan, untuk lebih meningkatkan mutu layanan.
2. Perbaikan sarana dan prasarana Angkutan Publik.
Pengembangan Sistem e-SAMSAT.
THR
EAT
Hilangnya potensi penerimaan karena tarif BBN-KByang tinggi: a. tarif wilayah lain
lebih rendah; b. masyarakat enggan
membayar.
1. Sosialisasi melalui media dan penyediaan media informasi di SAMSAT
2. Razia bersama untuk menjaring kbm belum terdaftar
Melakukan koordinasi dengan badan pajak provinsi sekitar untuk menyeimbangkan Tarif BBN-KB
Sumber: Data Olahan
18
5. Strategi
Indentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal terkait dengan kebijakan
menaikkan BBN-KB disusun dalam sebuah Matriks SWOT. Matriks ini dibutuhkan untuk
menganalisis langkah-langkah alternatif yang dapat digunakan sebagai penunjang
keberhasilan kebijakan. Berdasarkankondisi pada saat ini, maka kemungkinan alternatif-
alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh BPRD dalam memanfaatkan kekuatan dan
peluang serta untuk mengantisipasi kelemahan serta ancaman yang ada dapat dilihat
pada Tabel 8.
a. Strategi SO
Ada 2 strategi yang dapat dilakukan dengan menggunakan kekuatan internal
untuk memanfaatkan peluang secara optimal. Pertama adalah
membangunfasilitas dan infrastruktur yang berfungsi untuk memudahkan
dan meningkatkan mutu layanan. Beberapa fasilitas dan infrastruktur yang
dapat ditingkatkan adalah sebagai berikut:
- Perbaikan ruang tunggu seperti toilet, AC, tempat duduk, dan layout
ruangan.
- Fasilitas tempat bermain untuk anak dan ruangan menyusui.
- Mesin antrian pengunjung.
- Penyediaan Call Center atau Pegawai Customer Service sebagai pusat
informasi kesamsatan khusus untuk melayani wajib pajak yang datang
bertanya.
- Email dan/atau sms blast informasi jatuh tempo dan tunggakan.
Kedua adalah melakukan peningkatan sarana dan prasarana angkutan publik.
Kontribusi BPRD terkait dengan peningkatan ini salah satunya dilakukan
dengan peraturan-peraturan terkait angkutan publik. Peraturan tersebut
dapat berupa perda yang mengatur tarif perpajakan untuk angkutan umum
atau dapat pula pergub yang mengatur besaran pengurangan pokok pajak
untuk angkutan umum. Selain itu, upaya peningkatan ini dapat dilakukan
secara tidak langsung, yaitu melalui perencanaan APBD. BPRD bekerja sama
dengan instansi-instansi terkait berusaha mewujudkan peningkatan sarana
dan prasarana angkutan publik, dapat berupa pengaturan kendaraan dan
pembangunan ERP, pengelolaan dan subsidi angkutan umum, perbaikan dan
pembangunan jalan raya, serta integrasi angkutan umum.
19
b. Strategi WO
Keterbatasan sumber daya manusia dapat dibantu dengan penggunaan
teknologi informasi terkini. Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk
memudahkan proses pembayaran adalah pembangunan e-SAMSAT. Sistem e-
SAMSAT merupakan sistem pembayaran digital tanpa membawa fisik uang.
Proses pembayaran dapat dilakukan dimana pun, seperti di kantor, di rumah,
di jalan, atau bahkan lintas provinsi, pulau, maupun lintas negara. Sistem ini
membutuhkan kerja sama dengan pihak bank sebagai pengelola keuangan,
dan pihak kepolisian sebagai instansi yang memiliki otorisasi legalitas
kendaraan bermotor. Pemanfaatan sistem e-SAMSAT akan mengurangi
mobilitas masyarakat ke kantor-kantor layanan SAMSAT, sehingga pegawai-
pegawai yang ada dapat melayani wajib pajak yang datang secara lebih optimal.
Sistem e-SAMSAT pada akhirnya diharapkan dapat mengoptimalkan layanan
terhadap wajib pajak, mempercepat proses layanan dan antrian, dan
mengurangi kesempatan untuk melakukan pungutan di luar ketentuan.
c. Strategi ST
Ada 2 strategi yang dapat dilakukan dengan menggunakan kekuatan internal
untuk menekan dampak ancaman seminimal mungkin. Pertama adalah
melakukan sosialisasi secara optimal melalui media masa, baik media cetak
maupun media elektronik. Sosialisasi ini dapat memanfaatkan kedekatan
Kepolisian dengan awak media untuk menyampaikan infromasi terkait
dengan manfaat dan fungsi BBN-KB. Selain itu, informasi tarif BBN-KB dapat
disampaikan di kantor-kantor layanan dalam bentuk media elektronik
maupun pamflet. Sarana dan prasarana media elektronik dapat disediakan
melalui mekanisme APBD maupun kerja sama dengan Jasa Rahardja.
Kedua adalah melakukan razia bersama untuk menjaring kendaraan bermotor
yang belum terdaftar. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini masih banyak
masyarakat yang berusaha menghindari pajak. Berbagai cara dilakukan
seperti menggunakan plat yang sama untuk beberapa kendaraan,
memasukkan data kerabat sebagai pemilik kendaraan, atau bahkan
menggunakan plat palsu. Mudahnya membuat plat di ‘pinggir jalan’ membuka
peluang masyarakat untuk mengelabui aparat terkait pendaftaran kendaraan
bermotornya. Pencanangan razia secara rutin diharapkan dapat menekan
keinginan masyarakat untuk memalsukan identitas kendaraannya.
20
d. Strategi WT
Ancaman terhadap kaburnya wajib pajak yang enggan melunasi kenaikan
pajak perlu diantisipasi dengan melakukan koordinasi bersama badan pajak
provinsi sekitar. Koordinasi ini tidak membutuhkan jumlah SDM yang banyak
karena dilakukan pada level pimpinan di tingkat regional. Koordinasi tingkat
regional ini bertujuan untuk menyampaikan pentingnya keseimbangan tarif
BBN-KB wilayah sekitar sebagai sumber pendapatan asli daerah. Tarif BBN-
KB antar wilayah yang timpang akan mengganggu penerimaan pajak bagi
wilayah dengan kebijakan tarif lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi, terutama
untuk kendaraan bermotor dengan harga yang tinggi, sehingga hitung-
hitungan ekonomi akan menjadi pertimbangan pembelian kendaraan. Pembeli
yang oportunis akan mencari kendaraan dengan biaya pajak lebih rendah. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara penjual meregistrasi kendaraan bermotor
atas nama perusahaan di wilayah yang memiliki tarif BBN-KB lebih rendah,
kemudian menjualnya kembali tanpa menggunakan kendaraan tersebut.
Sehingga kendaraan dijual mengikuti aturan perpajakan kendaraan bekas,
sedangkan kendaraan tersebut masih baru dan pembeli mendapatkan biaya
pajak yang lebih rendah karena membayar selisih pajak tarif BBN-KB
kendaraan baru dengan tarif BBN-KB kendaraan bekas.
D. Analisis Besaran Kenaikan Tarif BBN-KB
Sebagaimana diketahui, besaran tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang
berlaku di DKI Jakarta masih dapat dinaikkan hingga 20%. Besaran kenaikan perlu
dipertimbangkan dengan cermat, karena sebelumnya biaya-biaya yang berlaku di SAMSAT
telah mengalami kenaikan sejak tahun 2015. Kenaikan ini dimulai dengan perubahan tarif
PKB pada bulan Mei tahun 2015, dimana rentang tarif 1,5%-4% menjadi 2%-10%.
Selanjutnya pada bulan Juni 2016, Pemprov. DKI Jakarta meresmikan integrasi data
kependudukan dengan data kendaraan bermotor. Integrasi ini menyebabkan terjadinya
pemutakhiran data kependudukan dengan kepemilikan kendaraan bermotor,sehingga
banyak masyarakat yang terkena peningkatan tarif progresif yang cukup signifikan karena
anggota keluarga memiliki kendaraan pribadi. Hal ini merujuk pada pasal 7 Perda 8 Tahun
2010 dimana tarif PKB didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. Kemudian pada
awal tahun 2017, berdasarkan PP No. 60 Tahun 2016 tentang Tarif dan Jenis PNBP,
21
Kepolisian memberlakukan tarif baru PNBP terkait layanan kesamsatan dimana sebagian
besar layanan mengalami kenaikan, bahkan ada layanan yang awalnya gratis menjadi
berbayar.
Analisis kenaikan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 9, menggunakan data
penerimaan BBN-KB Provinsi DKI Jakarta sebagai dasar perhitungan. Perubahan tarif dari
10% menjadi 12,5% dapat meningkatkan penerimaan BBN-KB rata-rata sebesar 24,55%.
Perubahan tarif dari 10% menjadi 15% dapat meningkatkan penerimaan BBN-KB rata-
rata sebesar 49,10%. Sedangkan perubahan tarif dari 10% menjadi 20% diprediksi
meningkatkan penerimaan hampir 2 kali lipat, yaitu 98,21%. Namun demikian, jika
implementasi Perda dilakukan pada bulan Juli 2019 dengan kenaikan tariff BBN-KB
menjadi sebesar 12,5% hanya meningkatkan penerimaan BBN-KB sebesar 13,07%.
Sementara itu, dengan kenaikan tarif 15% meningkatkan penerimaan BBN-KB sebesar
26,13%, dan kenaikan tariff 20% meningkatkan penerimaan BBN-KB sebesar 52,27%.
Tabel 9. Perkiraan Penerimaan BBN-KB dengan Tarif Baru (Dalam Ribuan Rupiah)
Tarif 2016 2017 2018 2019* 2019**
10% 5.003.996.135 5.027.242.458 5.178.740.955 5.178.740.955 5.178.740.955
12,50% 6.218.296.783 6.245.200.005 6.473.426.194 6.473.426.194 5.855.429.351
24,27% 24,23% 25,00% 25,00% 13,07%
15% 7.432.597.432 7.463.157.552 7.768.111.433 7.768.111.433 6.532.117.748
48,53% 48,45% 50,00% 50,00% 26,13%
20% 9.861.198.729 9.899.072.646 10.357.481.910 10.357.481.910 7.885.494.540
97,07% 96,91% 100,00% 100,00% 52,27%
Jika Perda berlaku sejak bulan juli 2019
Sumber: Data Olahan
Keterangan: *Diasumsikan Perda mulai berlaku sejak Januari 2019 **Diasumsikan Perda mulai berlaku sejak Juli 2019
Salah satu isu yang muncul dan menjadi pertimbangan penting terkait dengan
kebijakan menaikkan BBN-KB adalah masalah keseimbangan tarif antar wilayah.
Kendaraan bermotor sebagai sebuah aset memiliki sifat yang dinamis. Hal ini merujuk
pada penggunanya yang mudah dipindahkan dari satu wilayah ke wilayah lainnya
termasuk kepemilikannya. Jika kenaikan tarif BBN-KB tidak diikuti dengan keseimbangan
tarif dengan wilayah sekitar, maka besar kemungkinan masyarakat akan “lari” dari
wilayah yang menetapkan tarif pajak tinggi ke wilayah yang mempunyai tarif pajak lebih
22
rendah. Hal ini merupakan kondisi umum yang terjadi, karena masyarakat memiliki
kecenderungan untuk membayar pajak yang lebih rendah. Kebijakan mengubah tarif BBN-
KB yang terlalu tinggi dibandingkan wilayah sekitar hanya akan membuat masyarakat
mencari cara menurunkan harga beli kendaraan baru melalui mekanisme pembayaran
pajak BBN-KB di wilayah dengan tingkat tarif yang lebih rendah.
Wilayah sekitar yang menjadi pertimbangan dalam analisis penentuan kenaikan tarif
BBN-KB adalah Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Pertimbangannya, pemindahan kendaraan dapat dilakukan dengan mudah dan murah
melalui jalan darat. Provinsi-provinsi di wilayah Kalimantan, Sumatera, atau pun pulau-
pulau lainya tidak menjadi pertimbangan mengingat tingginya biaya pemindahan
kendaraan baik melalui jalur udara maupun jalur laut.
Tabel 10. Tarif BBN-KB di Pulau Jawa
No BBN-KB
DKI Jakarta
Jawa Barat Banten Jawa
Tengah Yogyakarta
Jawa Timur
Perda No. 9 Tahun
2010
Perda No. 13 Tahun
2011
Perda No. 1 Tahun
2011
Perda No. 2 Tahun
2011
Pergub No. 85 Tahun
2013
Perda No. 9 Tahun
2010
1 Kendaraan Bermotor
- Penyerahan I 10% 10% 10% 12,5% 10% 10%
- Penyerahan II dst 1% 1% 1% 1% 0,1% 1%
2 Khusus alat-alat Berat
- Penyerahan I 0,75% 0,75% 0,75% 0,75% 3% 0,75%
- Penyerahan II dst 0,075% 0,075% 0% 0,075% 0,03% 0,075%
Sumber: Data Olahan
Pemprov. Jawa Timur menetapkan tarif BBN-KB untuk kepemilikan pertama melalui
Perda No. 9 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sebesar 15% berlaku sejak 1 Januari 2011.
Aturan terkait dengan tarif BBN-KB direvisi dengan Pergub No. 85 Tahun 2013 tentang
Penghitungan Dasar Pengenaan PKB dan BBN-KB Tahun 2013 dan Tahun 2014 dan
Pergub No. 77 Tahun 2014 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan PKB dan BBN-KB
Tahun 2014 dan Tahun 2015 dari 15% menjadi 10%. Tabel 10 di atas dapat memberikan
gambaran tentang adanya kekhawatiran Pemprov. Jawa Timur terkait dengan penerimaan
pajak dari BBN-KB ketika bulan Januari 2011 menetapkan kenaikan tarif BBN-KB.
23
Tabel 10. Tarif BBN-KB di Pulau Jawa
WILAYAH 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
Jakarta 4.200.000 4.582.085 4.660.000 5.507.710 5.825.000 6.143.970 6.400.000 5.526.394 4.600.000 4.694.809 4.800.000 5.003.996
Jawa Bar. 2.944.072 3.655.782 3.424.558 4.061.683 4.178.074 5.116.944 5.222.173 5.301.025 4.441.202 4.662.471 4.606.799 4.984.049
Jawa Teng. 1.787.000 1.957.340 2.351.190 2.583.208 2.881.647 3.178.411 3.532.000 3.214.153 4.815.000 2.889.000 3.672.000 2.877.756
Yogyakarta 252.978 287.596 322.685 348.064 432.004 553.833 454.437 461.683 403.991 411.908 420.260 513.794
Jawa Tim. 2.400.000 2.692.594 2.930.000 3.287.115 3.126.500 3.896.191 3.950.000 4.309.075 4.800.000 4.911.629 5.000.000 5.300.947
Sumber: Data Olahan
Hasil penerimaan BBN-KB wilayah regional dapat dilihat pada Tabel 11. Wilayah
regional dimaksud adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Secara
umum laju pertumbuhan penerimaan BBN-KB mengalami penurunan dimulai tahun 2014.
Hanya wilayah Jawa Timur yang terus mengalami pertumbuhan yang stabil, sedangkan
wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta mengalami perlambatan laju
pertumbuhan. Tarif BBN-KB wilayah regional adalah sebesar 10% kecuali wilayah
Yogyakarta sebesar 12,5%. Khusus wilayah Jawa Timur, pemprov. sempat menetapkan
tarif sebesar 15% namun direvisi menjadi 10%. Dapat dilihat bahwa penerimaan BBN-KB
wilayah regional relatif berimbang pertumbuhannya dengan rata-rata tarif sebesar 10%
dan tertinggi 12,5%. Hal tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk
menaikkan tarif BBN-KB tidak terlalu tinggi, sehingga penurunan atau perpindahan
penerimaan BBN-KB ke Provinsi sekitar Jakarta dapat dihindari.
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kemacetan lalu lintas adalah salah satu dari sekian banyak permasalahan yang ada di
DKI Jakarta. Hiruk pikuk dan lalu lalang kendaraan yang sangat padat membuat banyak
kerugian terjadi baik dari segi finansial, kesehatan maupun psikologis. Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah serius dalam menanggulangi kemacetan,
diantaranya dengan memberlakukan tarif progresif atas Pajak Kendaraan Bermotor.
Dampaknya mulai sedikit terasa dengan turunnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor.
Kebijakan tarif BBN-KB salah satunya berfungsi untuk mengoptimalkan
pengendalian kemacetan melalui pengendalian pertumbuhan kendaraan bermotor baru.
Besar kenaikan ini diharapakan tidak lebih dari 15% dengan pertimbangan sebagai
berikut :
a. Daerah-daerah penyangga Ibukota seperti Provinsi Banten dan Provinsi Jawa
Barat masing menggunakan tarif BBN-KB Baru sebesar 10%.
b. Berkaca dari Provinsi Jawa Timur yang menaikkan tarif BBN-KB Baru menjadi
15% pada tahun 2010 akan tetapi direvisi menjadi 10% pada tahun berikutnya
dikarenakan tenyata kebijakan menaikkan tarif BBN-KB Baru menjadi 15% tidak
meningkatkan penerimaan BBN-KB Baru secara signifikan.
c. Perlu dipertimbangkan meningkatnya pertumbuhan kendaraan baru di daerah-
daerah penyangga Jakarta, akan tetapi kendaraan-kendaraan tersebut tetap
membanjiri Ibukota Jakarta.
B. Saran
Perubahan tarif BBN-KB harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak terlalu
tinggi. Penting untuk menjaga keseimbangan tarif antar wilayah sekitar Jakarta untuk
mencegah beralihnya objek BBN-KB ke wilayah sekitar. Agar rencana kebijakan
perubahan tariff BBN-KB dapat berdampak positif terhadap penerimaan, beberapa
langkah kebijakan pendukung perlu dilakukan antara lain :
a. Sosialisasi yang intensif kepada para stakeholder khususnya asosiasi (GAIKINDO
dan AISI).
b. Meningkatkan pelayanan dan kemudahan memperoleh informasi khususnya PKB
dan BBN-KB.
c. Law Enforcement dilakukan secara berkala seperti razia bersama.
d. Segera diberlakukannya ERP, pemberlakuan NIK dan perbaikan sarana
transportasi umum.
25
Langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara bersinergi dengan instansi terkait
sehingga dapat berjalan efektif.
Akhirnya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran perencanaan dan kebijakan,
dibutuhkan komitmen pemerintah lintas sektor karena masalah kemacetan bukan hanya
ditimbulkan oleh manajemen transportasi dan angkutan umum yang buruk, tetapi lebih
merupakan masalah kota yang hanya dapat diselesaikan secara integral, komprehensif dan
holistik, demi terciptanya Jakarta sebagai ibu kota negara yang nyaman dan
menyenangkan.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Badan Pajak dan Retribusi Daerah
Wigat Prasetyo
NIP 196505311985031003