rembang jpkm 2004

17
BAB I PENDAHULUAN GBHN 1999-2004 menetapkan tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin. Arah Kebijakan pembangunan Kesehatan dalam GBHN 1999-2004 adalah : 1. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan lingkungan yang saling mendukung, dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia, dan 2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumberdaya manusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Upaya untuk menempatkan kesehatan sebagai bagian integral pembangunan nasional sangat arif, karena selain merupakan hak azazi yang fundamental, kesehatan yang merupakan pangkal kecerdasan, produktivitas, dan kesejahteraan manusia, merupakan penentu kualitas sumberdaya insani. Derajat kesehatan bersama-sama dengan taraf pendidikan dan daya beli masyarakat menjadi penentu index kualitas munusia (human development index/HDI). Oleh karena itu, kesehatan harus dimiliki dan menjadi hak fundamental setiap individu. Pemenuhan hak itu harus diperjuangkan dan dilindungi oleh negara. Karenanya pemeliharaan kesehatan juga menjadi kewajiban setiap warga negara. Pemerintah telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan yang berlandaskan paradigma sehat. Paradigma sehat merupakan cara pandang atau pola pikir yang melihat pentingnya menjaga kesehatan dan mencegah penyakit bukan hanya mengobati penyakit atau memulihkan kesehatan. Ini berarti perlu peningkatkan upaya promotif-preventif agar seimbang dengan upaya kuratif-rehabilitatif. Sejalan dengan itu, ditetapkan visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010 dengan 4 (empat) pilar strategi, yaitu terinsersinya wawasan kesehatan dalam derap pembangunan nasional, profesionalisme, JPKM dan desentralisasi. Itu berarti pada tahun 2010 seluruh wilayah Indonesia telah mencapai predikat sehat, didiami oleh penduduk berperilaku hidup sehat dalam lingkungan yang sehat dan terlindung pemeliharaan kesehatannya dengan JPKM. JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) seperti tercantum dalam UU No 23/1992 tentang Kesehatan, pada hakekatnya adalah upaya untuk mengatasi masalah pemeliharaan kesehatan berupa akses, pembiaya dan mutu pelayanan kesehatan. JPKM menjamin akses masyarakat terhadap kesehatan, mengefisiensikan pengeluaran masyarakat untuk kesehatan dan mengefektifkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), Pengembangkan JPKM merupakan salah satu kegiatan dari Program sumber Daya Kesehatan dalam lingkup Pembangunan Sosial dan Budaya, yaitu upaya pengembangan sistem pembiayaan paraupaya dalam pemeliharaan kesehatan . Sasaran dari kegiatan pengembangan JPKM adalah terjaminnya pemeliharaan kesehatan masyarakat melalui : 1. Meningkatnya persentase penduduk yang menjadi peserta pemeliharaan kesehatan dengan sistem pembiayaan praupaya, 2. Meningkatnya jumlah badan usaha yang menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan dengan sistem pembiayaan praupaya, 3. Tersedianya jaringan pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu, baik pemerintah maupun swasta , sesuai dengan kebutuhan sistem pembiayaan praupaya, 4. Meningkatnya jumlah unit jaringan pelayanan dokter keluarga sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan sistem pembiayaan praupaya yang menyelenggarakan pelayanan paripurna dan bermutu. Rencana Pengembangan JPKM Tahun 2000-2004 ini menguraikan tentang keadaan dan masalah dalam pengembangan JPKM sampai dewasa ini, kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh, program–program, indikasi kebutuhan sumberdaya serta rencana evaluasinya.

Upload: opi-nean

Post on 07-Dec-2014

25 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

GBHN 1999-2004 menetapkan tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesiayang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yangtinggi dan berdisiplin.

Arah Kebijakan pembangunan Kesehatan dalam GBHN 1999-2004 adalah :1. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan lingkungan yang saling mendukung, dengan pendekatan

paradigma sehat yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan,pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia, dan

2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumberdayamanusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yangdapat dijangkau oleh masyarakat.

Upaya untuk menempatkan kesehatan sebagai bagian integral pembangunan nasional sangat arif, karena selainmerupakan hak azazi yang fundamental, kesehatan yang merupakan pangkal kecerdasan, produktivitas, dankesejahteraan manusia, merupakan penentu kualitas sumberdaya insani. Derajat kesehatan bersama-sama dengantaraf pendidikan dan daya beli masyarakat menjadi penentu index kualitas munusia (human developmentindex/HDI). Oleh karena itu, kesehatan harus dimiliki dan menjadi hak fundamental setiap individu. Pemenuhan hakitu harus diperjuangkan dan dilindungi oleh negara. Karenanya pemeliharaan kesehatan juga menjadi kewajibansetiap warga negara.

Pemerintah telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan yang berlandaskanparadigma sehat. Paradigma sehat merupakan cara pandang atau pola pikir yang melihat pentingnya menjagakesehatan dan mencegah penyakit bukan hanya mengobati penyakit atau memulihkan kesehatan. Ini berarti perlupeningkatkan upaya promotif-preventif agar seimbang dengan upaya kuratif-rehabilitatif.

Sejalan dengan itu, ditetapkan visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010 dengan 4 (empat) pilarstrategi, yaitu terinsersinya wawasan kesehatan dalam derap pembangunan nasional, profesionalisme, JPKM dandesentralisasi. Itu berarti pada tahun 2010 seluruh wilayah Indonesia telah mencapai predikat sehat, didiami olehpenduduk berperilaku hidup sehat dalam lingkungan yang sehat dan terlindung pemeliharaan kesehatannya denganJPKM.

JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) seperti tercantum dalam UU No 23/1992 tentang Kesehatan,pada hakekatnya adalah upaya untuk mengatasi masalah pemeliharaan kesehatan berupa akses, pembiaya danmutu pelayanan kesehatan. JPKM menjamin akses masyarakat terhadap kesehatan, mengefisiensikan pengeluaranmasyarakat untuk kesehatan dan mengefektifkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Dalam undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), PengembangkanJPKM merupakan salah satu kegiatan dari Program sumber Daya Kesehatan dalam lingkup Pembangunan Sosial danBudaya, yaitu upaya pengembangan sistem pembiayaan paraupaya dalam pemeliharaan kesehatan .

Sasaran dari kegiatan pengembangan JPKM adalah terjaminnya pemeliharaan kesehatan masyarakat melalui :1. Meningkatnya persentase penduduk yang menjadi peserta pemeliharaan kesehatan dengan sistem pembiayaan

praupaya,2. Meningkatnya jumlah badan usaha yang menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan dengan sistem

pembiayaan praupaya,3. Tersedianya jaringan pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu, baik pemerintah maupun swasta , sesuai

dengan kebutuhan sistem pembiayaan praupaya,4. Meningkatnya jumlah unit jaringan pelayanan dokter keluarga sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan

sistem pembiayaan praupaya yang menyelenggarakan pelayanan paripurna dan bermutu.

Rencana Pengembangan JPKM Tahun 2000-2004 ini menguraikan tentang keadaan dan masalah dalampengembangan JPKM sampai dewasa ini, kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh, program–program,indikasi kebutuhan sumberdaya serta rencana evaluasinya.

BAB IILANDASAN HUKUM PENGEMBANGAN JPKM

Pengembangan JPKM di Indonesia berlandaskan pada Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,dimana tercantum hal-hal berikut :

♦ Pasal 1 ayat ( 15 ) : Jaminan Pemeliharaan kesehatan Masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraanpemeliharaan Kesehatan yang paripurna berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan, yangberkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya.

♦ Pasal 66 ayat ( 1 ) : pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatanmasyarakat sebagai cara yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yangpembiayaannya dilaksanakan secara praupaya, berasaskan usaha bersama kekeluargaan.

♦ Pasal 66 ayat ( 2 ) : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat merupakan cara penyelenggaraanpemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya, dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajatkesehatan, wajib dilaksanakan oleh setiap penyelenggara.

♦ Pasal 66 ayat ( 3 ) : Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan harus berbentuk badan hukum danmemiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif.

Dalam Operasionalisasinya, pengembangan JPKM didasarkan pada :

1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional ( PROPENAS ) tahun 2000-

2004.3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewennangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi

sebagai Daerah Otonom.4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 527/Menkes/Per/VII/1993 tentang Paket Pemeliharaan Kesehatan

Dalam Penyelenggaraan Program JPKM.5. Peraturan Menteri Kesehatan Ri Nomor : 571/Menkes/Per/VII/1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 568/Menkes/Per/VI/1996 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor : 571/Menkes/Per/VII/1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan PemeliharaanKesehatan Masyarakat.

7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 595/Menkes/SK/VII/1993 tentang Standar Pelayanan Medis.8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 150/Menkes/SK/II/1994 tentang Pembentukan Pookjatap Pembinaan

Dokter keluarga Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).9. Keputusan Menteri KesehatanRI Nomor : 378/Menkes/SK/IV/1995 tentang Penanggung jawab Pengembangan

dan Pembinaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di lingkungan DepartemeKesehatan.

10. Keputusan Meteri Kesehatan RI Nomor : 56/Menkes/SK/I/1996 tentang Pengembangan Dokter Keluarga DalamPenyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.

11. Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri kesehatan dan kesejahteraan sosial ri nomor : 485tahun 2000 dan Nomor : 1738/Menkes-Kesos/SKB/XII/2000 tentang Mobilisasi Dana Sosial Keagamaan UntukPemeliha-raan Kesehatan Masyarakat Fakir dan Miskin.

12. Surat keputusan bersama Menteri dalam Negeri RI dan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Nomor :400-048 dan Nomor :140/Menkes-Kesos/SKB/II/2001 tentang Sosialisasi Pembinaan Penyelenggaraan JaminanPemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).

13. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Nomor : 757/Menkes-Kesos/SK/VII/2001 tentangpembentukan Badan Pembina ( BAPIM ) penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat ( JPKM).

BAB IIIANALISA SITUASI DAN KECENDERUNGAN

A. PERKEMBANGAN

1. Keadaan Umum

Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000 (SP 2000) telah mencapai 203.456.005jiwa dengan tingkat pertumbuhan 1,35 % pertahun, jauh dibawah angka sebelumnya yang 1,98 % dengan101.814.435 jiwa penduduk laki-laki dan 101.641.570 jiwa penduduk perempuan dan sebesar 59,19 % tinggaldi pulau jawa. Kepadatan penduduk berkisar antara 946 sampai 12.628 orang/km2. Angkatan kerja berusiadiatas 15 tahun sebesar 89.824.023 orang.

Sedangkan Komposisi penduduk cenderung mengarah pada usia produktif yang lebih besar dibandingkan usiaanak dan penduduk muda. Pergeseran demografi penduduk mulai berubah dengan menurunnya angkakematian balita, meningkatnya Umur Harapan Hidup, mengakibatkan beban ganda pembangunan kesehatan,karena di satu sisi penyakit infeksi belum sepenuhnya tuntas dan disisi lain penyakit degeneratif sudahmenuntut perhatian dan penangan intensif. Beban ganda ini juga meningkatkan kebutuhan dana pemeliharaankesehatan.

2. Derajat Kesehatan

Umur Harapan Hidup meningkat secara nyata selama 30 tahun terakhir, dari 45 tahun pada tahun 1971menjadi 64 tahun pada tahun 1997. Ditinjau dari indikator Human Development Index (HDI), Indonesia masukpada urutan 109 dari 174 negara di dunia pada tahun 2000.

Sedangkan bila didasarkan penghitungan index komposit kinerja sistem kesehatan (world Health Report 2000),Indonesia menempati urutan ke 92 dari 191 negara, sedangkan untuk index keadilan dalam pembiayaankesehatan (fair financing, dihitung dari prosentase penduduk yang terlindung dengan jaminan kesehatanprabayar), Indonesia berada diurutan 154 dari 191 negara.

Angka Kematian Bayi (AKB) menurun dari 71 per 1000 pada tahun 1986 menjadi 41 per 1000 pada tahun 1997.Masih menjadi masalah besar adalah Angka Kematian Ibu (AKI), dimana selama kurun waktu 10 tahunpenurunannya tidak lebih dari 10 %. AKI dari 425 hanya menurun menjadi 373 per 100.000 kelahiran hiduppada periode 1990-1995.

Pola Penyakit utama ditandai oleh tingginya prevalensi penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran pernapasanakut (ISPA) serta meningkatnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner dan neoplasma. Polapenyakit itu umumnya sejalan dengan pergeseran pola demografi, dengan meningkatnya kelompok pendudukberusia lanjut.

3. Sumberdaya Kesehatan

Upaya mendekatkan pelayanan kesehatan sudah banyak dilakukan, antara lain ditandai oleh jumlah puskesmasyang sampai dengan tahun 1998 telah mencapai 7.602 buah dengan 1.783 buah diantaranya adalah puskesmasdengan tempat perawatan, yang ditunjang dengan 21.881 buah puskesmas pembantu dan 7.035 puskesmaskeliling. Ini berarti rata-rata rasio puskesmas terhadap penduduk adalah 1:35.500, dengan angka rasio terkecilberada pada propinsi Irian Jaya yakni 1 : 10.600 dan yang terbesar di Propinsi Jawa Tengah yaitu 1 : 35.971.

Sampai tahun 1999, terdapat 887 buah rumah sakit umum yaitu 339 buah (38,22%) Rumah Sakit UmumPemerintah (Depkes dan Pemda), 110 buah Rumah Sakit ABRI, 370 buah (41,71%) Rumah Sakit Umum Swastadan 68 buah (7,67 %) berstatus Departemen lain/BUMN, dengan jumlah tempat tidur sebanyak 105.783 buah.

Saat ini dari 339 buah Rumah Sakit pemerintah (RS Depkes dan Pemda) terdapat 4 (empat) klasifikasi : 4 buahRumah Sakit Kelas A dengan 3.856 TT, 59 buah RS kelas B dengan 21.151 TT, 225 buah RS kelas C dengan23.421 TT, dan 51 buah RS kelas D dengan 2.411 TT, RS kelas A terdapat di Propinsi Sumatera Utara. DKIJakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, sementara itu Rumah Sakit kelas B telah terdapat disemua propinsiDisamping Rumah Sakit Umum, terdapat pula rumah sakit khusus, yaitu 50 buah RS Jiwa dengan 7.863 TT, 24buah RS Kusta dengan 2.593 TT, 10 buah RS TB Paru dengan 761 TT, 10 RS Mata dengan 507 TT, 51 buah RSBersalin dengan 2.290 TT, dan 79 buah RS Khusus lainnya dengan 3.801 TT.

Sebagian besar dari 1.111 RS tersebut, yaitu 531 buah (47,8%) berada di pulau Jawa , 207 buah (24,9%)berada di Sumatera, 303 buah lainnya (27,3%) tersebar di Propinsi lainnya.

Secara nasional angka pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan pada tahun 1998 ditingkat dasar sebesar14,7%, tingkat dua dan tiga masing-masing sebesar 0,9% dan 0,02%. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatandan efisiensi pelayanan rumah sakit digunakan berbagai faktor, yang biasa dipergunakan adalah bed OccupancyRate (BOR), Avarage length of stay (Av LOS), Turn Over Internal (TOI). Tahun 1999, rata-rata BOR yangdicapai adalah 52,9 % (ideal 60-85%), dan TOI 4 hari (idealnya 1-3 hari). Dari angka-angka tersebut dapat

disimpulkan, bahwa tingkat pemanfaatan RS di Indonesia masih rendah karena BOR masih dibawah 60 %,begitu pula dengan tingkat efesiensi yang masih rendah (TOI=4 hari).

Dari data dan informasi diatas, secara kuantitas menggambarkan jumlah sarana pelayanan kesehatan baikPuskesmas maupun Rumah Sakit sudah cukup memadai, namun belum diikuti dengan pemberian pelayananyang baik dan berkualitas. Hal itu disebabkan oleh karena sebagian Puskesmas dan RS pemerintah itu masihada yang memberikan kesan kumuh dan seadanya, sehingga terbentuk opini pada masyarakat bahwaPuskesmas dan RS pemerintah hanya diperuntukkan bagi masyarakat berekonomi dan berstatus sosial rendah.

Pembangunan Kesehatan dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat. Peransertamasyarakat dalam berbagai upaya pembangunan kesehatan antara lain dapat dilihat dari Upaya Kesehatan Ber-sumberdaya Masyarakat (UKBM) yang berkembang dengan pesat baik dalam bentuk posyandu, Pos Obat Desa(POD) maupun Dana Sehat. Pada tahun 1999, rasio posyandu terhadap desa sudah melebihi 90%, artinyahampir setiap desa telah mempunyai sebuah posyandu yang berfungsi untuk mendekatkan pelayanankesehatan pada masyarakat. Dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), telah tersediapula 19.177 buah polindes atau 35% dari seluruh desa yang memerlukannya. Menurut klasifikasi mutunya, saatini terdapat 25.906 Kelompok Dana Sehat, dengan 5,4% masuk klasifikasi Dana Sehat Madya dan 2,8% masukklasifikasi Purnama, sedangkan sisanya tersebar pada klasifikasi Pratama 1,2,dan 3.

Sarana dan Pra Sarana Pelayanan kesehatan seperti POD, Polindes, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit, diisidengan penempatan berbagai jenis tenaga kesehatan. Sampai tahun 1999 telah ditempatkan 67.546 bidan didesa (BDD), sehingga hampir seluruh desa sudah memiliki bidan di desanya, meskipun belum sepenuhnyadidukung oleh berbagai fasilitas yang memadai.

Data rasio tenaga medis tahun 1998 menunjukan bahwa secara nasional untuk dokter ahli mencapai 4,65,Dokter umum, 9,28 dan dokter gigi 3,39 per 100.000 penduduk. Rasio dokter umum terhadap Puskesmassebesar 1:1.16, namun penyebaran tenaga medis tersebut tidak merata. Kepadatan dokter tertinggi berada dipropinsi DIY 31,28 per 100.000 penduduk dan terendah di Propinsi Kalbar 5,06 per 100.000 penduduk. RasioTT terhadap perawat yang bekerja di RS secara nasional 2,9 rasio terendah TT terhadap perawat berada padapropinsi Kalimatan Tengah (1,4) dan terbesar pada propinsi Maluku (8,8). Rasio Perawat terhadap Puskesmassecara nasional 4,93, terendah (0,38) berada pada Propinsi DI Aceh dan terbesar pada Propinsi SulawesiTengah (9,29).

WHO sebagai organisasi kesehatan dunia menganjurkan tiap negara anggotanya untuk mengalokasikan minimal5% dari produk dosmetik bruto (PDB) bagi pembangunan kesehatan. Sejauh ini alokasi dana untukpembangunan kesehatan Indonesia baru berkisar antara 2,5% sampai 3% dari PDB saja, padahal pada negaramaju sudah mencapai kisaran 7,9%. Dewasa ini, pembiayaan pemeliharaan kesehatan 30% bersumber daripemerintah dari 70% dari masyarakat. Yang bersumber pemerintah digunakan untuk subsidi di semua linipelayanan. Dari yang bersumber masyarakat, 75% berupa pembayaran tunai-individual terhadap jasa medik(out of pocket, fee for service), 16% berupa jaminan kesehatan prabayar dan 9% berupa pengeluaranperusahaan bagi pemeliharaan kesehatan karyawan. Keadaan ini menunjukkan bahwa potensi masyarakat yangsudah cukup besar dalam pembiayaan kesehatan belum efektif karena mayoritas berupa pembayaran tunai–individual yang tidak efesien bahkan berdampak pada semakin tingginya biaya pemeliharaan kesehatan. Hal inijuga disebabkan oleh posisi pasien yang lemah dalam menentukan pelayanan kesehatan yang diperlukannyakarena sangat tergantung pada keputusan pemberi pelayanan kesehatan (supply induced demand).

Gambaran keadaan seperti tersebut diatas mendorong pemerintah untuk mengembangkan suatu sistimpembiayaan dan pemeliharaan kesehatan secara berkeadilan (fair financing), yakni suatu sistim pembiyaan danpemeliharaan kesehatan secara efektif dan efisien yang dinamai Jaminan Pemeliharaan KesehatanMasyarakat (JPKM). Dalam JPKM, diwujudkan jaminan pemeliharaan kesehatan yang efektif-efisien dari danuntuk masyarakat berasaskan usaha bersama dan kekeluargaan; dimana terjadi subsidi-silang dari yang sehatkepada yang sakit, dari yang muda kepada yang tua/balita, sehingga menonjolkan azas gotong royong yangmerupakan budaya bangsa.

4. Perkembangan JPKM sampai tahun 2000

JPKM merupakan model jaminan kesehatan prabayar yang menyediakan paket pemeliharaan kesehatanparipurna (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dan berjenjang bagi pesertanya, dikelola oleh badan-badan penyelenggara yang mengontrak dan membayar praupaya pemberian pelayanan kesehatan.Sesuai dengan landasan hukum sebagaimana yang telah diuraikan terdahulu, saat ini pengembangan JPKMdiselenggarakan dengan ciri-ciri :

♦ Kepesertaan JPKM secara aktif/Sukarela (UU No.23/1992 tentang Kesehatan)

♦ Besaran premi yang dibayarkan oleh peserta adalah sama (flat) untuk suatu paket pemeliharaan kesehatanyang ditawarkan.

♦ Pengumpulan premi dilakukan oleh Badan Penyelenggara (Bapel-bapel JPKM) yakni badan hukum yangmemiliki izin operasional dan secara efisien-efektif melakukan pengelolaan biaya, pengelolaan kepesertaandan pengelolaan kepesertaan dan pengelolaan pemeliharaan kesehatan.

♦ Pemeliharaan Kesehatan yang diberikan kepada peserta bersifat paripurna dan berjenjang melibatkanpemberi pelayanan kesehatan (PPK) primer, sekunder dan tertier, guna memenuhi kebutuhan medik (rawatjalan, rawat inap, penunjang medik) dan kegawat-daruratan.

Azas Usaha bersama dan kekeluargaan menunjukkan adanya kebersamaan dan upaya saling menguntungkan(Win-Win) antara para pelaku JPKM yaitu :

♦ Peserta Yang membayar iuaran dimuka/prabayar dan memperoleh pemeliharaan kesehatan.♦ Badan penyelenggara (Bapel) yang efisien dalam mengelola dana iuran untuk pemeliharaan kesehatan

peserta.♦ Pemberian pelayanan kesehatan (PPK) yang memberi pelayanan bermutu sesuai standar dengan dibayar

praupaya, dan.♦ Badan pembina (Bapim) yakni aparat pemerintah/kesehatan yang membina mengembangkan dan

mendorong terselenggaranya JPKM yang efektif dalam rangka pemberian perlindungan pada masyarakat.

a. Pembiayaan JPKM

Susenas 1998 menunjukkan bahwa kemampuan membayar rumah–tangga untuk kesehatan per bulanadalah Rp.41.000,- sekitar 12,2% dari total pengeluaran rumah-tangga (dinilai sebagai Ability to Pay/ATP).Kemampuan membayar (Abilty to Pay/ATP) diperkirakan sebesar 2,5 kali kebutuhan biaya rawat jalan,namun hanya merupakan 7,2% dari kebutuhan rawat inap.

Susenas 2000 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan perbulan adalahRp.22.821,- yang dinilai sebagai kemauan membayar atau Willingness to Pay/WTP. Sedangkan untukkemampuan membayar (Abilty to Pay/ATP) diperhitungkan mencapai Rp.41.594,-. Kemampuan membayarpada dua tahun berurutan (1998-2000) hampir tidak berubah, sementara itu harga pelayanan kesehatanmeningkat tajam yang antara lain dipengaruhi oleh inflasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwakemampuan membayar untuk pelayanan kesehatan cenderung menurun.

Di samping kemauan/kemampuan membayar rumahtangga untuk biaya kesehatan, masih terdapatpermasalahan lain dalam pembiayaan kesehatan, antara lain masalah kekurang siapan PPK dalammenerima sistem pembayaran pra–upaya yang merupakan kendali biaya pelayanan kesehatan agar lebihefektif dan efisien. PPK menghadapi kesulitan dalam penentuan biaya pembayaran praupaya (prospectivepayment, a.l. sistim kapitasi) pelayanan kesehatan, Utamanya pada level pelayanan kesehatan rawat inap,terutama di rumah sakit.

b. Kepesertaan JPKM

Dewasa ini baru sekitar 16% penduduk Indonesia yang terlindungi kesehatannya dengan asuransi/Jaminankesehatan, Meskipun belum dikategorikan sebagai perlindungan kesehatan yang paripurna. Masih terdapatsekitar 84% penduduk yang belum terlindung pemeliharaan kesehatannya, dimana tercakup sekitar 23%penduduk miskin yang merupakan tanggungjawab pemerintah. Dengan demikian, terdapat 60% penduduksebagai potensi pasar yang belum memiliki jaminan kesehatan dan tersebar di seluruh negeri.

Sampai dengan Desember 2000, jumlah peserta JPKM adalah 822.023 jiwa, Dimana 374.754 merupakanpeserta dari Bapel JPKM yang telah ijin operasional dan 447.284 jiwa adalah peserta Prabapel PKM yangberada dalam pembinaan jajaran kesehatan untuk menjadi Bapel berijin. Kepesertaan yang masih rendah iniberkaitan dengan sifat kepesertaan aktif/sukarela, sehingga cenderung cuma menarik peserta beresikotinggi dan kurang mendorong terjadinya solidaritas sosial.

c. Sumberdaya JPKM

Dalam kurun waktu satu windu sejak UU No.23/1992 tentang kesehatan diterbitkan, telah terbentuklembaga-lembaga yang bertanggungjawab dalam pengembangan JPKM. Di antaranya adalah BadanPembina (Bapim) JPKM yang dibentuk pemerintah pusat dan daerah setempat baik propinsi maupunkabupaten/kota, dan Badan Penyelenggara (BAPEL) JPKM yang mendapat izin operasional dari MenteriKesehatan.

Di sisi lain, lembaga kesehatan yang berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) umumnyaadalah jaringan pelayanan kesehatan, yang walaupun sudah cukup merata keberadaannya, namun belumcukup sadar mutu dan sadar biaya sebagai PPK JPKM yang efektif dan efisien.

Perkembangan lembaga-lembaga tersebut secara rinci diuraikan sebagai berikut:

1) Badan Pembina (Bapim) JPKM

Bapim JPKM dibentuk di tingkat nasional, propinsi dan kab/kota berdasarkan pasal 66 ayat (1) UU No.23/1992 tentang kesehatan untuk melaksanakan fungsi pembinaan pengembangan dan pendoronganterhadap penyelenggaraan JPKM. Untuk tingkat nasional telah terbentuk direktorat khusus dibawahDirektorat jenderal kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan, yaitu Direktorat JPKM yang telah

dikukuhkan dengan surat keputusan Menteri Kesehatan nomor : 130/Menkes/SK/I/2000 tanggal 26Januari 2000.

Secara teknis operasional Direktorat JPKM bertanggung jawab penuh dalam pertumbuhan danperkembangan JPKM sebagaimana diamanatkan dalam PP 25 tahun 2000, yaitu lebih diarahkan padapengarahan dan pengaturan pelaksanaan JPKM. Namun karena begitu kompleksnyapermasalahan/urusan dalam pelaksanaan JPKM di masyarakat (antara lain melibatkan unsur-unsur laindi bidang pelayanan kesehatan untuk menghasilkan yankes bermutu dan efisien ; juga melibatkanfaktor-faktor perhitungan dasar pembiayaan kesehatan yang kompleks ; serta membutuhkan sense ofbusiness dari mitra kerja JPKM). maka masih terdapat banyak hal yang harus diselesaikan olehDirektorat JPKM dimasa depan untuk mendukung terselenggaranya jpkm secara optimal.

Sampai saat ini telah dikukuhkan 17 Bapim Propinsi (73,19%) dan sedang diproses SK 6 Bapim(26,09%) dengan total tenaga sebanyak 414 orang, dengan 110 (26,57%) orangtelah mengikutiorientasi–4 hari tentang JPKM. Sementara untuk Bapim JPKM kabupaten/kota baru terbentuk 127(39,2%) dari 324 kabupaten/kota yang ada, dan 51 Bapim (15,74%) sedang dalam prosespembentukannya. dari 120 Bapim yang melapor, terdapat tenaga Bpim kab/kota sebanyak 1.337 orang,dimana 510 orang (38,15%) diantaranya merupakan tenaga terlatih. Kondisi ini memberikan gambaran,bahwa para pembina JPKM baik di tingkat Propinsi maupun kabupaten/kota masih ditingkatkankuantitas dan kualitasnya, agar dapat berfungsi secara optimal. Hal ini amat diperlukan mengingat di

2) Bapel JPKM

Penyelenggaraan JPKM dilaksanakan oleh Badan Penyelenggaraan (Bapel), yang berfungsi untuk : (1)menyelenggarakan pemeliharan kesehatan yang paripurna, terstruktur, bermutu danberkesinambungan, (2) melakukan pengelolaan keuangan secara cermat, (3) melakukan pengolaankepesertaan, dan (4) melakuan pengelolaan sistem informasi manajemen JPKM.

Telah diberikan izin operasional kepada 21 badan usaha dan masih terdapat 5 badan usaha lainnya yangsedang dalam proses perizinan. Bapel berizin tersebut tersebar di kota-kota besar di Propinsi DKIJakarta , Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Riau. sedangkan 5 Bapel yang sedang mengajukanizin terdapat di propinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara dan lampungTerdapatpula 344 Pra-bapel dengan rincian 13 Pra-Bapel non JPSBK (3,77%) dan 331 pra-bapel JPSBK (96,22%),yang beroperasi berdasarkan ketetapan kepala kontor wilayah Departemen Kesehatan Propinsi masing-masing. Dari 344 pra-bapel itu tercatat 198 pra-bapel (57,56%) yang masih aktif dan 144 pra-bapel (41,87%) yang sudah tidak aktif lagi menyelenggarakan JPKM. Tercatat pula bahwa yang aktifmerupakan 51,19% dari 331 prabapel ex JPSBK,dan 92,30% dari 13 prabapel Non JPSBK. Pra-bapelJPSBK yang meloporkan tentang jumlah ketenagaannya 268 pra-bapel (80,97%) dengan tenaga 1.531orang dimana 940 orang (61,40%) merupakan tenaga terlatih. Sedangkan kondisi tenaga pra-bapel nonJPSBK dari 13 pra-bapel yang melapor tercatat 12 Orang (80,00 %) sebagai tenaga terlatih atau telahmemperoleh pelatihan tentang manajemen JPKM Bapel.

Gambaran ini menunjukkan bahwa badan-badan penyelenggara JPKM perlu makin ditumbuh-kembangkan. Kondisi tersebut berkaitan dengan terbatasnya SDM berkualitas, khususnya dengankemampuan manajemen. Kondisi lain yang mempengaruhi adalah keadaan dunia usaha yang masih lesudan belum tertarik sepenuhnya untuk mengambil peran dalam penyelenggaraan JPKM.

3) PPK

Secara keseluruhan sarana kesehatan yang tersedia pada jaringan pelayanan kesehatan telahdimanfaatkan, yaitu berupa jaringan PPK pemerintah/masyarakat/swsta mulai dari tingkat desa sampaikecamatan (Polindes, Pustu, Puskesmas), dan Rumah Sakit di Tingkat kabupaten/kota dan nasional.

Pada pengembangan JPKM ini PPK diajak ikut memikirkan dan bertanggung jawab atas biaya yang akandikeluarkan oleh peserta JPKM dalam pemeliharaan kesehatan. Dalam pelaksanaannya, masih terlihatkesenjangan nya masih terlihat kesenjangan dimana ada keengganan PPK untuk merubah perilakupembayaran jasa medik dari “ fee for service “ ke “ prospective payment “. keadaan ini didukung puladengan belum tersedianya alat/tool perhitungan pembayaran pra upaya (terutama untuk penderitarawat inap) yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu pihak rumah sakit (PPK) dan pihak Bapelsebagai penyelenggara manajemen JPKM. Kondisi seperti ini merupakan kendala dalampenyelenggaraan JPKM dengan cara pembayaran praupaya a.l. dengan kapitasi.

Guna memfasilitasi pelayanan kesehatan dalam JPKM diperlukan tenaga dokter dengan wawasan yanglebih berorientasi pada efesiensi pembiayaan dan mutu pemeliharaan kesehatan. Oleh karena itu dicarisuatu solusi/jalan keluar, yaitu dengan membentuk dokter keluarga melalui pelatihan maupunpendidikan dokter keluarga. Untuk menjaga mutu dan profesionalisme dokter keluarga, Depkes telahbermitra dengan Fakultas kedokteran dan kolege dokter keluarga Indonesia/IDI untuk melaksanakanpelatihan dokter keluarga. Telah dihasilkan lebih kurang 400 dokter keluarga. Klinik percontohan dokterkeluarga baru dikembangkan di 3 lokasi, yaitu di unair–Surabaya, UI jakarta, dan Undip Semarang,sedangkan USU dan UGM akan segera menyusul. Menilik kondisi ini jelas begwa untuk perkembanganJPKM ke depan masalah kesiapan PPKmerupakan permaslahan yang perlu segera ditangani secaraserius dan pelaksananya mutlak melibatkan pihak terkait lainnya.

4) Dukungan Situasi

Amandemen UUD 1945 Pasal 28–H dan Pasal 4 UU No 23/1992 menyatakan bahwa kesehatanmerupakan hak fundamental setiap individu. Selanjutnya dalam Pasal 5 UU No 23 Tahun 1992dinyatakan pula bahwa setiap orang berkewajibban untuk ikut serta dalam memelihara danmeningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungannya.

Lebih lanjut dalam pasal 66 ayat (1) diatur bahwa Pemerintah mengembangkan, membina dandorongan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai cara yang dijadikan landasan setiappenyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara pra-upaya,berasaskan usaha bersama dan kekeluargaan. Namun demikian dalam UU NO 23 Tahun 1992 inidinyatakan bahwa kepesertaan JPKM bersifat aktif, yang mengakibatkan hanya mereka yangmempunyai risiko sakit saja yang menjadi peserta JPKM, kurang mendorong solidaritas sosial untuksubsidi silang antara yang sehat kepada yang sakit. Untuk mengatasi hal ini, guna melindungi segenapmasyarakat dan mendorong solidaritas sosial dalam pembiayaan kesehatan, sedang diprosespenyusunan RUU tentang JPKM, dengan mencantumkan perubahan mendasar dalam penyelenggaraanJPKM yakni ketetapan bahwa seluruh penduduk berkewajiban menjadi peserta jJPKM.

d. Pemeliharaan Kesehatan Dalam JPKM

Pemeliharaan kesehatan dalam konsep JPKM adalah harkes paripurna , yaitu pemeliharaan kesehatan yangmeliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif melaluinpelayanan kesehatan berjenjang,yang melibatkan saransa pelayanan primer (rawat jalan 1), sekunder (rawat jalan spesialis) dan tersier(rawat inap spesialistik).

Bapel JPKM berijin telah menawarkan paket pelayanan kesehatan sampai rawat inap di rumah sakit.Sementara itu untuk pra-bapel JPKM, masih mengutamakan rawat jalan tingkat primer, umumnya dipuskesmas (layanan kesehatan milik pemerintah). Disisi lain, pengembangan dokter keluarga perlu salingmendukung dengan perkembangan Bapel JPKM guna menyiapkan jaringan PPK bagi peserta JPKM.

B. Masalah Dan Hambatan

1. Meskipun derajat kesehatan di Indonesia sudah membaik yang ditunjukkan dengan berbagai indikatorderajat kesehatan, namun mutu pelayanan yang belum memadai dan teracam oleh peningkatan biayakesehatan dan masalah akses ekonomi penduduk terhadap pelayanan kesehatan, dikhawatirkan dapatmenghambat peningkatan derajat kesehatan masyarakat selanjutnya.

2. Jumlah penduduk di Indonesia yang terlindung kesehatannya melalui jaminan pemeliharaan kesehatan pra-bayar masih sangat perbatas Keadaan ini antara lain disebabkan olrh masih kurangnya pengetahuan dankesadaran masyarakat untuk melindungi kesehatannya dengan cara pembayaran di muka, Pola kepesertaanaktif/sukarela merupakan ancaman terhadap bidang usaha JPKM, karena terjadinya “adverse selection“dimana hanya mereka yang berisiko tinggi yang ingin menjadi peserta JPKM. Masih belum pulihnya ekonomimasyarakat sebagai dampak dari krisis ekonomi, mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap premi JPKMjuga menjadi rendah. Adanya pengalaman yang kurang baik dari masyarakat yang menjadi peserta asuransikesehatan indemnitas menambah hambatan dalampengembangkanJPKM.

3. Subsidi Pemerintah terhadap pelayanan Kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah masihtinggi, yang ditujukkan dengan masih rendahnya Tarif pelayanan khususnya pada tingkat pelayanankesehatan dasar/puskesmas. Rendahnya tarif pelayanan kesehatan menjadi salah satu sebab pemeliharaankesehatan dengan sistem pembiayaan prabayar menjadi kurang menarik bagi masyarakat

4. Dukungan lintas program dan lintas sektoral dalam pengembangan JPKM belum intensif dan optimal.

5. Belum semua kabupaten/kota dan propinsi mengukuhkan Badan Pembina JPKM, dan Badan pembina yangsudah dikukuhkanpun belum semuanya dapat berfungsi secara optimal. keadaan ini disebabkan antara lainkarena masih kurangnya sumberdaya tenaga badan pembina JPKM, baik kuantitas maupun kualitasnya.

6. Badan Penyelenggara JPKM yang telah memiliki izin dari Manteri kesehatan masih terbatas, hal inidisebabkan karena dunia usaha belum begitu tertarik untuk menjadikan JPKM sebagai bidang usaha.Disamping itu badan itu badan usaha yang ingin mendirikan badan penyelenggara JPKM, kemampuannyadalam menyusun studi kelayakan, rencana usaha dan dalam menyediakan dana cadangan sangat terbatas,sehingga mengalami kesulitan dalam mengajukan izin operasional.

7. Pemberi pelayanan kesehatan (PPK) sebagai salah satu dari pelaku JPKM utamanya PPK rawat inap belumterbiasa dengan pembayaran praupaya dengan sistem kapitasi sebagai salah satu jurus dari 7 (tujuh) jurusJPKM. Keengganan ini disebabkan juga karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran PPK bahwa sistemkapitasi dimaksud mendorong untuk mengendalikan biaya tanpa mengorbankan mutu pelayanan kurangatau belum mampunya PPK menghitung dengan benar biaya (cost) pelayanan juga menjadi salah satuhambatan dalam penerapan pembayaran pra–upaya ini.

BAB IVKEBIJAKAN DAN LANGKAH-LANGKAH

Dalam Rencana pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010, telah ditetapkan Dasar dasarPembangunan kesehatan sebagai berikut :

1. PerikemanusiaanSetiap Upaya Kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan olehkeimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur danmemegang teguh etika profesi.

2. Pembrrdayaan dan kemandirianSetiap orang dan juga masyarakat bersama pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggung untukmemelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat berserta lingkungannya,Zsetiap upaya kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peranserta masyarakat. Pembangunankesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri sertabersendikan kepribadian bangsa.

3. Adil Dan MerataDalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatanyang setinggi-tingginya , tanpa memandang perbedaan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonominya.

4. Pengutamaan dan ManfaatPenyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu dan mengikuti perkembangan IPTEK, Harus lebihmengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan Kesehatan dan Pencegahan penyakit. Selain itu, Upayakesehatan harus dilaksanakan pula secara profesional, berhasilguna dan berdayaguna denganmempertimbangkan kebutuhan dan kondisi daerah. Upaya kesehatan diarahkan agar memberikan manfaatyang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan dengan penuhtanggung jawab sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Visi pembangunan kesehatan adalah Indonesia Sehat 2010 , yaitu masyarakat, bangsa dan negara yang ditandaidengan penduduk yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untukmenjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yangsetinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Untuk dapat mewujudkan visi Indonesi sehat 2010, telah ditetapkan 4 (empat) misi pembangunan kesehatan yaitu :(1) Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, (2) Mendorong kemandirian masyarakat untukhidup sehat, (3) Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau dan (4)Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

Selanjutnya dalam melaksanakan misi pembangunan kesehatan tersebut, telah ditetapkan juga strategipembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, yaitu : Pembangunan nasional diselenggarakan denganberwawasan kesehatan, profesionalisme, jaminan pemeliharaan kesehatan Masyarakat, dan Desentralisasi; denganmemperhatikan kondisi spesifik daerah dan berbagai tantangan yang ada saat ini dan dimasa depan antar lain krisisekonomi, perubahan dinamika kependudukan, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi, serta globalisasi dan demokratisasi.

A. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN JPKM 2000 – 2010

Sebagai salah satu pilar strategi pembangunan kesehatan menuju Indonesia, sehat 2010, maka pengembanganJPKM sampai dengan tahun 2010 diselenggarakan dengan visi, misi dan strategi sebagai berikut :

VISI :

Kepesertaan Sementara JPKM 2010Visi tersebut mengandung cita-cita bahwa tahun 2010 telah terwujud perlindungan kesehatan bagi seluruhpenduduk.

MISI :

1. Memantapkan institusi Badan Pembina JPKM di pusat , Propinsi dan kab/kota.2. Mendorong profesionalisme Badan Penyelenggara JPKM dalam melaksanakan trias manajemen keuangan ,

kepesertaan dan pemeliharaan kesehatan.3. Mendorong terbentuknya jaringan pelayanan kesehatan yang sadar mutu dan sadar biaya .4. Meningkatkan kepesertaan masyarakat dalam JPKM.

STRATEGI :

Untuk mewujudkan Visi dan misi JPKM , ditempuh beberapa strategi sebagai berikut :

1. Mengaktifkan jaringan komunikasi efektif lintas disiplin ilmu, lintas lembaga /lintas sektoral dan lintas program.

2. Mengembangkan sumberdaya manusia yang beriptek dan beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa.

3. Menggali , mengembangkan dan memanfaatkan potensi spesifik daerah .4. Menghimpun potensi yang dimiliki para pelaku JPKM ( Badan Pembina, Badan Penyelenggara, pemberian

Pelayanan kesehatan dan Peserta / masyarakat ) dalam asas kebersamaan dan saling.

B. Kebijakan Pengembangan JPKM 2000 – 2004

Sebagai tahapan dari rencana pengembangan sampai tahun 2010, dan memperhatikan dengan seksama keadaandan masalah sampai dewasa ini, maka rencana pengembangan JPKM 2000–2004 akan dilaksanakan sebagai berikut :

Tujuan

40% Penduduk telah terlindungi pemeliharaan kesehatannya sebagai peserta sistem pemeliharaan kesehatan denganpembayaran Pra-upaya.

Sasaran

a. Badan Pembina (BAPIM) JPKM telah terbentuk dan berfungsi dipusat dan semua propinsi serta kabupaten/kota.b. Setiap propinsi telah mempunyai minimal 1(satu) Badan Penyelenggara JPKM.c. 162 Kabupaten/kota telah memiliki Bapel berizin yang melaksanakan 7 (tujuh) jurus JPKM.d. 162 Kabupaten/kota telah memiliki jaringan PPK yang telah dikontrak Bapel, dengan minimal 5 PPK-I yang

menjalankan prinsip kedokteran keluarga, 4 PPK–II dan 1 PPK–III/rawat inap spesialostik.e. Telah terdapat 162 Unit jaringan dokter keluarga sebagai pemberi pelayanan kesehatan JPKM.f. Minimal 6 propinsi yang telah ditetapkan (DKI Jakrta, DI Yogyakarta, Bali, dan lampung, sebagai Riau serta

sebagian Kaltim) diarahkan untuk mencapai kepesertaan semesta.

Kebijakan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut diatas, akan ditempuh kebijakan sebagai berikut :

a. Menggali sumberdaya untuk optimasi tugas dan fungsi Bapim.b. Mendorong agar setiap penduduk menjadi peserta JPKM sebagai wujud keikutsertaannya dalam upaya

pemeliharaan kesehatan diri, keluarga dan lingkungan nya, serta meningkatkan potensi dana sehat yang adasebagai upaya untuk peningkatan kepesertaan JPKM.

c. Mendorong Kelompok-kelompok dana sehat menjadi Badan Penyelenggara JPKM.d. Meningkatkan sumberdaya tenaga yang akan berperan dalam pengembangan dan penyelenggaraan JPKM.e. Membangun jaringan pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi peserta JPKM.f. Mengembangkan dokter keluarga sebagai pemberi palayanan kesehatan utama dengan pelayanan kesehatan

paripurna.g. Mengembangkan sistem informasi manajemen JPKM sebagai upaya pemantapan sistem pengendalian,

pengawasan dan pembinaan JPKM.h. Mengembangkan kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat serta organisasi

profesi.i. Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang efesien dalam penggunaan sumberdaya kesehatan.

Langkah-Langkah

Untuk mencapai tujuan dan sasaran serta sesuai dengan kebijakan tersebut diatas, maka selama tahun 2000–2004dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pengembangan kepesertaan melalui sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat, utamanya para penentukebijakan, tokoh masyarakat, tokoh dunia Usaha, partai politik, lembaga serta kelompok masyarakat untukmeningkatkan kepesertaan JPKM.

b. Pengembangan Badan Penyelenggara JPKM melalui promosi kepada dunia usaha agar mengambil peran dalampengembangan JPKM.

c. Pengembangan Pemberi pelayanan kesehatan melalui promosi JPKM kepada jaringan pelayanan kesehatan agardapat meningkatkanmutu pelayanannya sebagai PPK–JPKM dan mau menerima pembayaran pra–upaya.

d. Pengembangan Dokter Keluarga sebagi PPK-JPKM Tingkat Primer untuk memberi pelayanan kesehatanparipurna yang menyeimbangkan upaya promotif-preventif dengan kuratif-rehabilitatif.

e. Pemantapan pembinaan dengan peningkatan wawasan petugas pembina di jajaran kesehatan dan sektorlainnya yang terkait : Utamanya pemerintah daerah melalui kerjasama lintas sektor untuk mendukung upayapeningkatan kepesertaan JPKM.

f. Peningkatan dukungan situasi dengan menyediakan semua sumberdaya pendukung bagi pengembangan JPKM.

BAB VPROGRAM - PROGRAM

Sesuai dengan masalah, Hambatan danpeluang yang dihadapi dalam pengembangan jaminan PemeliharaanKesehatan Masyarakat (JPKM) serta dengan memperhatikan tujuan, sasaran kebijakan dan langkah-langkah yangakan ditempuh, maka upaya pengembangan JPKM tahun 2000–2004 dilakukan melalui 3 (tiga) program, yaitu : (1)Program Pengembangan Kebijakan dan Pemantapan Manajemen JPKM, (2) Program Pengembangan Kemitraan danPromosi JPKM, dan (3) Program Peningkatan Sumber Daya JPKM.

A. Program Pengembangan Kebijakan dan Pemantapan Manajemen JPKM

Tujuan program ini adalah dihasilkannya kebijakan yang mendukung pengembangan JPKM secara optimal dalamupaya perlindungan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat dengan mutu yang terjamin dan biaya yangterkendali, serta meningkatnya dayaguna para pelaku JPKM dalam rangka menunjang pengembangan JPKM.

Sasaran Program ini adalah :

1. Tersusun dan terealisasinya Undang-Undang JPKM,2. Tersedianya dukungan kebijakan Pengembangan JPKM sesuai dengan kebutuhan dan tahapan perkembangan

JPKM.3. Semua propinsi dan kabupaten/kota telah mempunyai rencana strategi pembangunan kesehatan daerah yang

memuat upaya pengembangan JPKM.4. Badan Pembina JPKM telah dibentuk di pusat dan semua propinsi dan kabupaten/kota serta telah berfungsi

secara optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai pembina pengembangan dan pendorong JPKM.5. Semua Badan Penyelenggara JPKM berizin telah dapat melaksanakan trias manajemen, yang meliputi

manajemen keuangan, manajemen kepesertaan dan manajemen pemeliharaan kesehatan.6. Semua Pemberi Pelayanan kesehatan (PPK) yang dikontrak sudah dapat menyelenggarakan pemeliharaan

kesehatan paripurna dengan mutu yang terjamin dan biaya yang terkendali.7. Semua unit jaringan dokter keluarga yang terbentuk telah dapat menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan

paripurna sesuai dengan prinsip JPKM.8. Telah mantap dan dilaksanakan nya Sistem Informasi Manajemen JPKM.

Dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut diatas, akan ditempuh kebijakan pelaksanaan sebagai berikut :

1. Pengembangan kebijakan JPKM dilakukan sesuai dengan situasi dan kebutuhan pengembangan JPKM diberbagai tingkat administratif dan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin hasil penelitian danpengembangan kesehatan.

2. Pembinaan para pelaku JPKM dilaksanakan secara berhasilguna melalui berbagai forum pendidikan maupunpelatihan.

3. Pengembangan dan pemantapan sistem Informasi Manajemen JPKM dilakukan sebagai bagian dari sistemInfomasi kesehatan di berbagai jenjang administrasi.

Kegiatan Pokok Program ini adalah :

1. Pengkajian/Penelitian Pengembangan JPKM.2. Pengembangan kebijakan JPKM termasuk penyusunan peraturan perundang-undangan JPKM dan yang

berkaitan dengan JPKM.3. Penyusunan berbagai pedoman, petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis penyelenggaraan JPKM.4. Pelaksanakan perizinan, sertifikasi dan akreditasi penyelenggaraan JPKM.5. Pemantapan sistem Informasi Manajemen JPKM6. Pemantauan dan evaluasi hasil pengembangan JPKM disertai Pembinaan para pelaku JPKM dalam

melaksanakan fungsi tugasnya.

B. Program Kemitraan Dan Promasi JPKM

Tujuan program ini adalah meningkatnya pengetahuan , sikap dan prilaku individu, kerluarga dan masyarakat sertabadan usaha, pemberi pelayanan kesehatan, organisasi profesi, dan aparat pemerintah hingga menyadari manfaat,menerapkan dan menyebarkan JPKM sebagai bentuk upaya pemeliharaan kesehatan prabayar dengan mutu yangterjamin dan biaya yang terkendali.Sasaran program dikelompokkan menurut pelaku JPKM ( PPK, Bapel, Bapim & Aparat, Masyarakat), sebagai berikut :

1. Terwujudnya perilaku individu , keluarga dan masyarakat yang bersifat proaktif dalam memelihara kesehatandan meningkatkan derajat kesehatan nya dengan menjadi peserta jaminan pemelihara kesehatan masyrakat.

2. Terwujudnya kemitaraan yang serasi antara aparatur pemerintah, baik intra maupun lintas sektor di berbagijenjang administrasi pemerintah dengan dunia usaha, Lembaga swadaya masyarakat termasuk tokohmasyarakat, tokoh agama, serta oranisasi profesi dalam upaya pengembangan JPKM.

3. Meningkatnya jumlah badan Usaha yang menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

4. Meningkatnya jumlah sarana pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta yangmenyelenggarakan pemeliharaan kesehatan paripurna, bermutu dengan sistem pembayaran praupaya (secarakapitasi atau lainnya).

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut diatas, maka akan ditempuh kebijakan pelaksanaan sebagaibarikut:

1. Advokasi dalam pengembangkan JPKM ditujukan kepada para pengambil keputusan di berbagai tingkatadministratif dengan tujuan adanya dukungan kebijakan dalam pengembangan JPKM,

2. Promosi JPKM difokuskan pada kelompok sasarana dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukansecara edukatif persuasif dan praktis dengan membuka jalur komunikasi, menyediakan informasi danmelakukan edukasi.

3. Peningkatan jaringan kemitraan dengan berbagai instansi maupun kelompok, baik pemerintah maupun swastaserta organisasi profesi, yang dilaksanakan melalui forum komunikasi yang efektif dan efisien.

Kegiatan pokok program ini meliputi :

1. Penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi) bagi individu, keluarga dan masyarakat melalui berbagaibentuk penyebaran informasi.

2. Penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi ) dan advokasi bagi (1) pemberi pelayanan kesehatan, baikpemerintah maupun swasta, (2) dunia usaha, Utamanya yang berminat sebagai kelompok peserta JPKM danbergerak sebagai Badan Penyelenggara JPKM, (3) lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi danorganisasi kemasyarakatan serta partai politik, (4) aparatur pemerintah termasuk para pengambil keputusan,baik didalam maupun diluar sektor kesehatan.

3. Forum komunikasi (1) dunia usaha, terutamanya yang berminat bergerak sebagai kelompok pesrta teroganisirdan/atau Badan Penyelenggara JPKM (2) lembaga swadaya masyarakat organisasi profesi dan organisasikemasyarakatan serta partai politik (3) aparatur pemerintah termasuk para pengambil keputusan, baik didalammaupun diluar sektor kesehatan.

4. Kampanye program JPKM bagi Individu, keluarga dan masyarakat, serta aparatur pemerintah termasuk parapengambil keputusan ,baik didalam maupun diluar sektor kesehatan.

C. Program Peningkatan Sumberdaya JPKM.

Tujuan program ini adalah meningkatnya kinerja penyelenggaraan JPKM melalui dukungan tenaga pengelola yangahli dan terampil sesuai perkembangan ikmu pengetahuan dan teknologi serta penyedian sarana dan prasaranadalam upaya pengetmbangan JPKM.

Sasaran Program ini adalah :1. Minimal 4 (empat) orang anggota Badan Pembina JPKM di semua Propinsi dan Kabupaten/kota telah mendapat

pelatihan /pentaloka manajemen Badan Pembina JPKM.2. Semua Badan Penyelenggara JPKM berizin telah didukung minimal oleh 4 (empat) orang tenaga inti purnawaktu

profesional yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen keuangan, manajemenkepersetaan, manajemen pemeliharaan kesehatan.

3. Semua prabepal aktif dan berpotensi yang meningkatkan status nya menjadi Badan Penyelenggara JPKM, telahdidukung oleh tenaga pengelola yang terlatih dalam bidang manajemen keuangan, manajemen kepesertaandan manajamen pemeliharaan kesehatan.

4. Mengupayakan peningkatan Dana Sehat potenmsial menjadi JPKM.5. Semua pemberi pemeliharaan kesehatan yang telah dikontrak telah memiliki tenaga yang memiliki pengetahuan

dan terampila dalam kendali mutu dan kendali biaya pemeliharaan kesehatan.6. Semua Badan Pembina JPKM dipropinsi dan kabupaten/Kota telah memiliki ruang kerja sekretariat yang

didukung dengan peralatan perkontoran dan sarana/prasarana yang memadai.

Dalam mencapai tujuan dan sasarantersebut diatas, ditempuh kebijakan pelaksanaan sebagai berikut :

1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga pengelola JPKM dilakukan melalui pendidikan gelar maupunnon gelar, baik didalam maupun luar negeri serta berbagai pelatihan sesuai kebutuhan.

2. Pengadaan sarana dan prasarana kerja Badan Pembina JPKM di propinsi maupun di kabupaten/kota dilakukandengan memanfaatkan/mendayagunakan sarana dan prasarana sesuai dengan keputusan dan kemampuandaerah masing-masing.

Kegiatan pokok program ini adalah :1. Pendidikan dan pelatihan tenaga pengelola JPKM, baik pada Badan Pembina JPKM, Badan Penyelenggara

termasuk Prabapel yang berpotensi berkembang menjadi Bapel, dan pemberian pelayanan kesehatan sertadokter keluarga.

2. Pendidikan berjenjang bagi tenaga Badan Pembina JPKM di pelbagai aspek penyelenggaraan jaminanpemeliharaan kesehatan (“managed care“).

3. Pengadaan sarana dan prasarana kerja Badan Pembina JPKM di propinsi dan Kabupaten/kota.

BAB VIPENGORGANISASIAN DAN PENGGERAKAN PELAKSANAAN

Program-program yang direncanakan dalam rangka pengembangan JPKM tahun 2000–2004 seperti diuraikandimuka, harus digerakkan pelaksanananya untuk dapat mencapai tujuan pengembangan JPKM tahun 2004 yangtelah ditetapkan. Penggerakan pelaksanaan ini diperlukan agar rencana program dimaksud dapat diarahkan secaraberhasil dan berdaya–guna. kegiatan penggerakan ini meliputi pengorganisasian, Pemberdayaan masyarakat dandunia usaha, serta kerjasama intra dan lintas sektoral.

A. Pengorganisasian

Dalam upaya pengembangan JPKM terdapat 4 (empat) pelaku, yaitu : (1) Badan Pembina JPKM, (2) BadanPenyelenggara JPKM, (3) Pemberian Pelayanan Kesehatan/PPK, dan (4) Peserta JPKM.

Badan Pembina JPKM melakukan pembinaan, pengembangan dan pendorong dalam menciptakan iklim yangkondusif bagi penyelenggaraan JPKM. Badan Pembina JPKM dibentuk di berbagai tingkat administrasipemerintahan, yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah, baik dari jajaran kesehatan maupun sektor lainnya yangterkait. Fungsi pemerintah selaku Badan Pembina JPKM adalah melakukan pembinaan teknis terhadappenyelenggaraan JPKM melalui : (1) pengembangan insentif dan disinsentif untuk kepesertaan semesta JPKM,(2) pemantauan cakupan kepesertaan, kepuasan peserta, kepedulian Badan Penyelenggara dan atau PPKterhadap peserta dan derajat kesehatan peserta, (3) pengaturan jaminan perlindungan kesehatan bagikeluarga/fakir miskin, (4) penetapan mekanisme penentuan dan besarnya iuran, (5) penetapan prosedurpengumpulan iuran dan prosedur Penyerahannya kepada Badan Penyelenggara yang terpilih secara kompetitif,(6) pengawasan pemanfaatan iuran untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pemeliharaan kesehatan peserta,(7) akreditasi Badan Penyelenggara dan audit terhadap efisiensi kinerja /Badan Penyelenggara dalam melakukanmanajemen JPKM, dan (8) audit terhadap mutu jaringan pelayanan kesehatan dan akreditasi PPK.

Badan Penyelenggara JPKM harus berbadan hukum dan memenuhi persyaratan permodalan dan ketenagaanserta jaringan pelayanan kesehatan tertentu sebelum memperoleh izin operasional JPKM. Badan PenyelenggaraJPKM melakukan trias manajemen, yaitu manajemen keuangan, manajemen kepesertaan dan mabajemenpemeliharaan kesehatan dengan dukungan sistem informasi yang mantap.Dalam Penyelenggaraan JPKM iniditerapkan sejumlah metode untuk kendali dana, kendali mutu dan kendali atas pemenuhan kebutuhan peserta.

Pemberian pelayanan kesehatan (PPK) dikontrak oleh Badan Penyelenggara JPKM untuk menyelenggarakanpemeliharaan kesehatan bagi peserta JPKM, dengan pembayaran praupaya . Dengan pembayaran secara pra–upaya ini, PPK di dorong untuk merencanakan pelayanan kesehatan berdasarkan profil peserta dan efisiensi sertaprofesionalisme para penyelenggara pemeliharaan kesehatan di jalankan secara penuh dengan kesadaran tinggiatas biaya dan manfaatnya.

B. Pemberdayaan Masyarakat Dan Dunia Usaha

JPKM diarahkan untuk menjangkau sebanyak-banyak nya penduduk sehingga tercapai pemerataan, peningkatanmutu pelayanan kesehatan dan pengendalian biaya pemeliharaan kesehatan yang dikembangkan berdasarkanprinsip kemandirian, asas usaha bersama dan kekeluargaan.

Iklim yang kondusif bagi penyelenggaraan JPKM diwujudkan sedemikian rupa, agar upaya JPKM dapat menarikbagi dunia usaha untuk mengambil bagian dalam penyelenggaraan JPKM.

C. Kerja Intra Dan Lintas Sektoral

JPKM di jalankan dengan kerjasama intra dan Lintas sektor guna memciptakan Suasana/Iklim yang menunjangperan aktif masyarakat dan keterlibatan dunia usaha dalam pemeliharaan kesehatan, yang pelaksanaannyasejalan dengan peningkatan desentralisasi dengan titik berat pada tingkat kabupaten/kota.

Perwujudan kerjasama lintas sektor dalam pengembangan JPKM antara lain telah diatur dalam SKB MenteriAgama dan Menteri Kesehatan tentang Mobilisasi Dana Sosial keagamaan untuk Pemeliharaan KesehatanMasyarakat Fakir dan Miskin serta SKB Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Kesehatandan Kesejahteraan sosial tentang Sosialisasin dan Pembinaan Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan KesehatanMasyarakat (JPKM).

BAB VIIKEBUTUHAN SUMBERDAYA

Untuk penyelenggaraan Rencana Pembangan JPKM Tahun 2000–2004 sesuai dengan tujuan, sasaran dan program–program yang akan dilaksanakan, dibutuhkan sumberdaya yang memadai. Sumberdaya tersebut pada dasarnyaterdiri dari sumberdaya pembiayaan, tenaga, fasilitas, ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi. Sumberdayayang dibutuhkan ini dapat berasal dari pemerintah maupun masyarakat termasuk swasta.

Berikut ini dikemukakan kebutuhan sumberdaya pembiayaan dan sumberdaya tenaga.

A. Sumberdaya Pembiyaan

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pengembang JPKM pada tahun 2004 diperlukan dana yang bersumberdari pemerintah maupun masyarakat ternmasuk swasrta. Kemampuan pemerintah dewasa ini terbatas, olehkarenanya upaya penggalian potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangkan JPKM perlu digalakkan.

Kebutuhan dana untuk menyelenggarakan program-program pengembangan JPKM tahun 2000–2004 sperti dapatdilihat pada tabel 1.

B. Sumberdaya Tenaga

Dalam upaya pengembangan JPKM dibutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yangmemadai. Ketersediaan tenaga baik yang memiliki kemampuan pembinaan, Pengembangan dan pendoronganJPKM serta yang memiliki kemampuan penyelenggaraan JPKM sangat ditentukan oleh tersedianya tenaga yangterlatih dalam berbagai aspek penyelenggaraan JPKM.

Berikut ini adalah beberapa indikasi kebutuhan tenaga untuk menunjang upaya pengembangan JPKM sampaitahun 2000 :

1. Untuk mengemban tugas dan fungsi unit struktural di tingkat pusat, diperlukan dukungan 5 (lima) orang S3dalam bidang ekonomi kesehatan dan kesehatan masyarakat, 5 (lima) orang S2 bidang kesehatanmasyarakat, ekonomi/business administration, ekonomi kesehatan/asuransi, kajian administrasi rumah sakitdan komunikasi, dan 12 (dua belas) orang S-1 dalam bidang kesehatan, komunikasi, ekonomi kesehatan,hukum dan teknologi informasi.

2. Ditingkat propinsi dibutuhkan minimal 1 (satu) orang S2 ekonomi kesehatan, dan 1 (satu) orang S1 bidangasuransi kesehatan, untuk melaksanakan tugas dan fungsi struktural.

3. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi unit struktural di tingkat kabupaten/kota dibutuhkan masing-masingminimal seorang tenaga S-1 Kesehatan masyarakat dan D-III Asuransi Kesehatan.

Tabel 1 : Kebutuhan Pembiayaan Pengembangan JPKM NO PROGRAM KEGIATAN POKOK RENCANA PEMBIAYAAN

( Jutaan Rupiah )1 Pengembangan Kebijakan dan

Pemantapan Manajemen JPKMa. Pengajian Penelitian

pengembangan JPKMb. Pengembangan kebijakan

Penyusunan peraturanperundang-undanganJPKM

c. Penyusunan Pedoman ,Petunjuk Pelaksanaan ,petunjuk teknis JPKM

d. Perijinan , sertifikasi danakreditasiPenyelenggaraan JPKM

e. Pemantapan SIM JPKMf. Pemantauan dan Evaluasi

Pengembangan JPKM

2.465-

84.150--

1.885--

293--

22019.790

-Sub Total Program 1 108.803

2 Kemitraan dan Promosi a. Penyuluhan ( KIE ) danKampanye bagi Individu,keluarga dan masyarakatMelalui berbagai bentukinformasi

b. Penyuluhan dan advokasibagi PPK baik pemerintahmaupun swasta

c. Penyuluhan ( KIE),advokasi dan forumkomunikasi bagi duniausaha utamanya yangberminat menjadi Bapel

27.718----

3928--

3721----

JPKMd. Penyuluhan (KIE) ,

advokasi dan forumkomunikasi bagi LSM ,organisasi profesi danorganisasikemasyarakatan

e. Penyuluhan ( KIE )Advokasi dan forumkomunikasi bagi aparaturpemerintah termasukpara pengambilkeputusan pemerintahbaik didalam maupundiluar sektor kesehatan

-3.720

-----

12.936-------

Sub Total Program 2 52.0233 Peningkatan Sumberdaya

JPKMa. Pendidikan dan pelatihan

Tenaga Kerja PengelolaJPKM

b. Pengadaan Ruangsekretariat Bapim JPKMPropinsi dan Kabupaten /kota

c. Pengadaan Sarana Kerja /kantor Bapimt

31.404--

17.080---

12.402150

Sub Total Program 3 61.035TOTAL 221.862

4. Minimal 4 Orang anggota Badan Pembina JPKM di semua propinsi dan Kabupaten/ kota telah terlatih dalammanajemen Bapim JPKM.

5. Semua Badan Penyelenggara JPKM berizin telah didukung oleh 4 tenaga inti purna waktu yang memilikipengetahuan dan keterampilan dalam manajemen keuangan, manajemen kepesertaan , manajemenpemeliharaan kesehatan dan sistim informasi manajemen JPKM

6. Semua prabapel yang aktif dan berpontensi menjadi Bapel JPKM telah didukung pengelola yang terlatih dalambidang manajemen keuangan , manajemen kepesertaan dan manajemen pemeliharaan kesehatan.

7. Semua pemberi pelayanan yang telah dikontrak telah memiliki 2 ( dua ) tenaga yang memiliki pengetahuan danketrampilan dalam kendali mutu dan kendali biaya pemeliharaan kesdehatan.

Untuk memberikan gambaran tentang kebutuhan tenaga yang menyeluruh dalam program JPKM sampai tahun 2010,dapat dilihat dalam tabel –2

TABEL 2: RENCANA KEBUTUHAN TENAGA TAHUN 2010Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( JPKM)

LOKASI TUGASNO JENIS TENAGA JUMLAH PUSAT PROPINSI KAB/KOTA1 2 3 4 5 61 Strata – 3 ( S 3 )

- Ekonomi- Kesehatan Masyarakat

211

211

---

---

2 Strata – 2 ( S 2 )- Kesehatan Masyarakat- Kras- Ekonomi / Business Adm- Komunikasi- Ek. Kesehatan/ Asuransi- Adm Negara

96191019191910

8212111

88179

1718189

-------

3 Strata – 1 ( S ! )- Teknologi informasi- Kesehatan Masyarakat- Quality Assurance- EK/BA/EK KES- Hukum- Komunikasi

3047242121111111233

2229

7111121

182262626265226

2858215948484

1792202

4 Diploma – 3 ( d 3 )- Asuransi Kesehatan- Teknologi Informasi

334111233

---

---

334111223

BAB VIIIPEMANTAUAN DAN EVALUASI

Agar Rencana Pengembangan JPKM Tahun 2000–2004 ini rdapat betul-betul terarah, berhasilguna dan berdayaguna,diperlukan upaya pemantauan dan evaluasi yang sebaik-baiknya. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi ini akandilakukan :

1. Pertemuan Konsultasi yang dilaksanakan setiap tahun untuk mengetahui dan membahas kemajuan pelaksanaanpengembangan JPKM termasuk masalah dan hambatan yang dihadapi serta solusi dan tindak lanjutnya.Kegiatan ini didahului dengan kegiatan pemantauan/supervisi dan penyusunan laporannya sebagai bahanbahasan dalam pertemuan konsultasi tahunan program JPKM.

2. Evaluasi tengah periode rencana akan dilaksanakan pada tahun 2003. Mid–evaluasi ini dilaksanakan untukmengetahui sejauh mana kemajuan pelaksanaan rencana dan seberapa jauh proyeksi atau kemungkinanpencapaian tujuan sasaran pengembangan JPKM sampai akhir tahun 2004. Hasil evaluasi ini dapat digunakanpula sebagai bahan asupan untuk mengadakan reformulasi rencana pengembangan JPKM tahun 2000–2004dan sebagai dasar penyusunan rencana pengembangan JPKM tahun 2005–2009.

3. Evaluasi akhir pengembangan JPKM tahun 2000–2004 yang dilaksanakan pada tahun 2005. Hasil evaluasi akhirini dipergunakan untuk memantapkan rencana pengembangan JPKM tahun 2005–2009.

Dalam bab IV kebijakan dan langkah-langkah dan bab V Program-program telah dikemukakan beberapa indikatorkeberhasilan pengembangan JPKM tahun 2000–2004 Yaitu :

1. Meningkatnya presentase penduduk yang terlindungi pemeliharaan kesehatannya sebagai peserta sistemjaminan pemeliharaan kesehatan dengan pembayaran pra–upaya dari 16% pada tahun 2000 menjadi 40%pada tahun 2004.

2. Badan pembina JPKM telah terbentuk dan berfungsi di semua propinsi dan kabupaten/kota.3. Badan Penyelenggara JPKM telah terdapat di semua propinsi dan 162 kabupaten/Kota telah memiliki Badan

Penyelenggara JPKM berizin yang melaksanakan 7 (tujuh) jurus JPKM dan telah dapat melaksanakan triasmanajemen.

4. 162 Kabupaten/Kota telah memiliki jaringan pemberi pelayanan kesehatan yang telah di kontrak oleh BadanPenyelenggara JPKM , dengan minimal 5 PPK–I, 4 PPK–II dan 1 PPK–III/rawat inap spesialitik.

5. Semua Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang dikontrak sudah dapat menyelenggarakan pemeliharaankesehatan paripurna dengan mutu yang terjamin dan biaya yang terkendali.

6. Telah terdapat 162 unit jaringan dokter keluarga sebagai penyelenggara pemeliharaan kesehatan paripurnasesuai prinsip JPKM.

7. Minimal 6 propinsi yang telah ditetapkan (DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Lampung, Sebagaian Riau sertasebagian Kaltim) diarahkan untuk mencapai kepesertaan semesta.

8. Semua propinsi dan kabupaten/Kota telah mempunyai rencana strategi pembangunan kesehatan daerah yangmemuat upaya pengembangan JPKM.

9. Sistem Informasi Manajemen JPKM telah mantap dapat dilaksanakan oleh para pelaku JPKM.10. Setiap Badan Pembina JPKM propinsi dan kabupaten/kota telah memiliki 4 orang anggata yang terlatih dalam

manajemen Bapim JPKM.11. Semua Badan Penyelenggara JPKM berizin telah didukung oleh 4 (empat) tenaga purnawaktu dan profesional

dalam manajemen keuangan, manajemen kepesertaan, manajemen pemeliharaan kesehatan dan sisteminformasi manajemen JPKM.

12. Semua prabapel yang aktif dan berpotensi menjadi Badan Penyelenggara JPKM, telah didukung oleh tenagapengelola yang terlatih dalam bidang manajemen keuangan, manajemen kepesertaan dan manajemenpemeliharaan kesehatan.

Indikator keberhasilan pengembangan JPKM samapi tahun 2004 diatas adalah sasaran secara nasional. Daerah, baikpropinsi maupun kabupaten/kota diharapkan dapat menetapkan indikator keberhasilan pengembangan JPKM sampaitahun 2004 di wilayahnya masing-masing. Dalam hal menetapkan sasaran pengembangan JPKM di propinsi dankabupaten/kota agar memperhatikan dengan seksama pedoman penyusunan standar pelayanan minimal.

BAB IXPENUTUP

Renbana Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Tahun 2000–2004 ini merupakanpenjabaran dari Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun2000, Khususnya program Sumber Daya Kesehatan dalam lingkup pembangunan sosial–budaya.

Rencana Pengembangan JPKM ini merupakan pedoman yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam upayapengembangan JPKM untuk periode tahun 2000–2004 guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yangoptimal melalui kepesertaan masyarakat dalam jaminan pemeliharaan kesehatan prabayar menuju kepesertaansemesta pada tahun 2010.

Diharapkan dokumen perencanaan ini dapat dipergunakan oleh daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kotasebagai salah satu acuan dalam penyusunan Rencana Strategi Pembangunan Kesehatan di daerah denganmemperhatikan dengan seksama situasi dan kondisi di masing-masing wilayah.

Dalam perjalan waktu, masalah dan hambatan serta peluang dalam pengembangan JPKM akan berubah serta ilmupengetahuan dan teknologi akan terus berkembang, sehingga Rencana Pengembangan JPKM ini perlu ditinjau lagidimasa-masa mendatang dengan memperhatikan pula hasil mid–evaluasi pelaksanaan rencana ini.

Keberhasilan pelaksanaan pengembangan JPKM tahun 2000–2004 ini hanya akan dapat dicapai dengan kerjasamayang baik antara berbagai pihak, baik lintas sektor dan lintas program di lingkungan pemerintahan maupunkerjasama dengan masyarakat termasuk swasta dan dunias usaha.

Daftar Isi

Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………… 1Daftar Tabel ………………………………………………………………………………………………… II

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………… 1

BAB II LANDASAN HUKUM PENGEMBANG JPKM ………………………………………… 3

BAB III ANALISA SITUASI DAN KECENDERUNGAN ………………………………………… 5

A. PERKEMBANGAN …………………………………………………………………………… 51. Keadaan Umum2. Derajat Kesehatan3. Sumberdaya kesehatan4. Perkembangan JPKM samapai tahun 2000

B. MASALAH DAN HAMBATAN ………………………………………………………………… 12

C. PELUANG …………………………………………………………………………………………… 14

BAB IV KEBIJAKAN DAN LANGKAH_ LANGKAH ………………………………………………… 15

A. KEBIJAKAN PENGEMBAKAN JPKM 2000 – 2010 ………………………………… 16B. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN JPKM 2000 – 2004 …………………………………… 17

BAB V PROGRAM – PROGRAM ………………………………………………………………………… 19A. PROGRAM PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DAN

PEMANTAPAN MANAJEMEN JPKM…………………………………………………………… 19B. PROGRAM KEMITRAAN DAN PROMOSI …………………………………………………… 20C. PROGRAM PENINGKATAN SUMBERDAYA JPKM ………………………………………… 21

BAB VI PENGORAGANISASIAN DAN PENGGERAKAN PELAKSANAAN ……………………… 23A. PENGORGANISASIAN …………………………………………………………………………… 23B. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA ………………………………… 24C. KERJASAMA INTRA DAN LINTAS SEKTORAL …………………………………………… 24

BAB VII KEBUTUHAN SUMBERDAYA …………………………………………………………………… 25A. PEMBIAYAAN…………………………………………………………………………………………… 25B.TENAGA …………………………………………………………………………………………………… 25

BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI……………………………………………………………………… 27

BAB IX PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………… 30