rekonstruksi bahan ajar: lembar kegiatan siswa...
TRANSCRIPT
REKONSTRUKSI BAHAN AJAR: LEMBAR KEGIATAN
SISWA BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING (CTL) DENGAN TEMA SURFAKTAN DARI
AMPAS TEBU
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Ai Fiyani
NIM 1113016200019
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ii
v
ABSTRAK
Ai Fiyani, “Rekonstruksi Bahan Ajar: Lembar Kegiatan Siswa Berbasis
Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Tema Surfaktan dari
Ampas Tebu”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Penelitian ini dilakukan untuk merekonstruksi bahan ajar berupa Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL). Metode
penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian dan pengembangan (Research
and Development) dengan menggunakan desain Model of Educational
Reconstruction (MER) yang terdiri dari beberapa tahap yaitu analisis struktur
konten, studi empiris, dan pengembangan desain. Diperoleh nilai CVI sebesar
0,72 yang berarti konten sangat baik untuk ditampilkan. LKS yang telah disusun
kemudian divalidasi oleh ahli berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) untuk mengetahui kelayakan sebuah bahan ajar. Berdasarkan hasil uji
coba kepada 40 orang siswa SMAN 1 Tangerang Selatan, diperoleh hasil
persentase meliputi aspek kelayakan isi sebesar 99,16%; aspek komponen
penyajian sebesar 97,5%; aspek bahasa sebesar 97,91%; aspek grafis sebesar
98,33%; dan aspek pendekatan kontekstual sebesar 96,7%.
Kata Kunci: Lembar Kegiatan Siswa (LKS), MER, Contextual Teaching and
Learning
vi
ABSTRACT
Ai Fiyani, “Reconstuction of Teaching Materials: Sheets of Student Activities
Based on Contextual Teaching and Learning (CTL) with the Theme of
Surfactant From Bagasse”. Thesis, Chemical Education Study Program,
Departement of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and
Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta,
2019.
This research was conducted to reconstruct teaching materials in the form of
Student Activity Sheets (LKS) based on Contextual Teaching and Learning (CTL).
The research method used is the Research and Development (R&D) method using
the model of Educational Reconstruction (MER) design, which consists of several
stages, namely content structure analysis, empirical studies, and design
development. The CVI value obtained is 0.72 which means the content is very
good to display. The compiled LKS was then validated by experts based on the
National Education Standards Agency (BSNP) to find out the feasibility of
teaching materials. Based on the results of the trial to 40 students of SMAN 1
Tangerang Selatan, the results of the percentage included the content feasibility
aspects of 99.16%; presentation component aspects of 97.5%; language aspects
by 97.91%; graphic aspects of 98.33%; and the aspect of the contextual approach
was 96.7%.
Keywords: Student Activity Sheets (LKS), MER, Contextual Teaching and
Learning
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat
dan salam senantiasa diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa perubahan dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan
kekayaan ilmu dan peradaban teknologi.
Skripsi ini adalah tugas akhir yang harus dikerjakan untuk memenuhi salah
satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan
Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan
akhir, sebab belajar sejatinya sesuatu yang tidak terbatas.
Skripsi ini terselesaikan dengan penuh dinamika; disertai tawa-tangis, juga
penyesalan karena menunda. Tapi Allah SWT begitu baik dengan mengirimkan
banyak pihak yang membantu, memberi dukungan, menyemangati dan senantiasa
memberikan energi positif pada Penulis dari semenjak menjadi mahasiswa hingga
mengiringi dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, tanpa mengurangi
rasa hormat, pada kesempatan ini secara tulus dari lubuk hati yang paling dalam,
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Burhanudin Milama, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Nanda Saridewi, M.Si selaku dosen pembimbing I yang selalu sabar dalam
membimbing, memberi arahan, masukan, dan meluangkan waktu untuk
Penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Dr. Siti Suryaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu sabar
dalam membimbing, memberi arahan, masukan, dan meluangkan waktu untuk
Penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
viii
5. Dedi Irwandi, M.Si., Dila Fairusi, M.Si., Dewi Murniati, M.Si., Evi Sapinatul
Bahriah, M.Pd., dan Buchori Muslim, M.Pd. selaku validator ahli materi dan
Luki Yunita, M.Pd selaku validator ahli Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang
telah memvalidasi instrumen penelitian penulis dan selaku validator.
6. Tonih Feronika, M.Pd selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan akademik selama perkuliahan.
7. Seluruh dosen Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang
bermanfaat kepada Penulis.
8. SMAN 87 Jakarta dan SMAN 1 Tangsel yang telah memberikan kesempatan
dan kepercayaan kepada Penulis untuk melakukan penelitian.
9. Hari Suharto, S.Pd selaku guru kimia SMAN 1 Tangsel yang telah
menyediakan waktu mengajarnya untuk Penulis melakukan penelitian.
10. Guru-guru mata pelajaran kimia di SMAN 87 Jakarta yang telah menyediakan
waktu mengajarnya untuk Penulis melakukan penelitian.
11. Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Ayah dan Mamah, dan semua keluarga
Penulis yang tiada henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang,
sama-sama berjuang, dan selalu ada untuk memberikan dukungan moral-
materi kepada Penulis.
12. Teman sepermainan: Ias, Dani, Basir, Yusup, Tika, Nanda, dan Hana. Terima
kasih telah menerima, menjadi teman baik selama di kampus hingga sekarang.
13. Teman-teman seperjuangan PPKT MA Jami’iyah Islamiyah. Terima kasih atas
kerjasama, dukungan dan canda tawa kalian selama PPKT yang telah dilewati
baik suka maupun duka.
14. Teman-teman Pendidikan Kimia angkatan 2013 yang saling memberikan
semangat dan dukungan kepada Penulis selama ini.
15. Unggul Kusumo Nugroho. Terima kasih karena telah memberi dukungan,
semangat, waktunya, serta energi positifnya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
16. Fajar Alamsyah, S.IP, terima kasih telah menjadi teman berdebat, teman
diskusi, teman cerita dalam perskripsian ini.
ix
17. Teman-teman IKRAMA. Terima kasih telah memberikan wadah kepada
Penulis untuk berkembang dalam perihal berorganisasi.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yag telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan keberkahan usia dan membalas
kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Selain itu Penulis memohon maaf apabila dalam
laporan ini terdapat kata-kata atau ucapan yang salah, baik yang disengaja
maupun tidak disengaja. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan serta pengetahuan pembaca. Aamiin.
Ciputat, 19 September 2019
Penulis
Ai Fiyani
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................ iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah .............................................................................. 4
D. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................. 7
A. Kajian Teori ........................................................................................... 7
1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ......................................................... 7
2. Model of Educational Reconstruction (MER) .................................. 12
3. Hakikat Sains dan Pendidikan Sains ............................................... 12
4. Contextual Teaching and Learning (CTL) ...................................... 14
xi
5. Surfaktan ........................................................................................ 18
6. Konten Pembelajaran Terkait Praktikum Surfaktan ......................... 20
B. Hasil Penelitian Relevan ....................................................................... 22
C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 26
A. Deskripsi Penelitian .............................................................................. 26
B. Metode dan Desain Penelitian .............................................................. 26
C. Alur Penelitian ..................................................................................... 28
D. Instrumen Penelitian ............................................................................. 29
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 29
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 30
1. Rekonstruksi Bahan Ajar ................................................................ 30
2. KI dan KD yang Berkaitan dengan Surfaktan .................................. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 37
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 37
1. Klarifikasi dan analisis konten sains ................................................ 37
2. Penelitian pada proses pembelajaran ................................................ 45
3. Desain dan evaluasi proses pembelajaran ......................................... 51
BAB V KESIMPULAN .................................................................................. 66
A. Kesimpulan .......................................................................................... 66
B. Saran .................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 67
LAMPIRAN .................................................................................................... 72
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram alur langkah-langkah penyusunan LKS ........................... 10
Gambar 2.2 Struktur Pembentukan Surfaktan ................................................... 19
Gambar 3.1 Model of Educational Reconstruction ........................................... 27
Gambar 3.2 Alur Penelitian .............................................................................. 28
Gambar 4.1 Bagan Alur Proses Pembuatan Surfaktan dari Ampas Tebu ........... 52
Gambar 4.2 Sampul Bahan Ajar ....................................................................... 53
Gambar 4.3 Kata Pengantar .............................................................................. 54
Gambar 4.4 Daftar Isi Bahan Ajar .................................................................... 54
Gambar 4.5 Materi Pendahuluan ...................................................................... 55
Gambar 4.6 Pemodelan (Modelling) ................................................................. 56
Gambar 4.7 Inkuiri ........................................................................................... 57
Gambar 4.8 Masyarakat Belajar dan Konstruktivisme ...................................... 58
Gambar 4.9 Bertanya ....................................................................................... 59
Gambar 4.10 Refleksi ...................................................................................... 59
Gambar 4.11 Penilaian Autentik ....................................................................... 60
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tujuan dan Alternatif Instrumen ....................................................... 29
Tabel 3.2 Pengumpulan Data ........................................................................... 29
Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Ahli ...................................................................... 30
Tabel 3.4 Nilai Minimum CVR dengan α 0,1 ................................................... 32
Tabel 3.5 Rubrik Penilaian Respon Siswa ........................................................ 33
Tabel 3.6 Indikator Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ............................. 34
Tabel 4.1 Analisis Kesesuaian Konsep Kimia terhadap Literatur ...................... 38
Tabel 4.2 Analisis Konsep Kimia yang Terkait dengan Surfaktan ...................... 40
Tabel 4.3 Penilaian CVR dan CVI ..................................................................... 43
Tabel 4.4. Hasil Analisis untuk Kategori 1 ........................................................ 46
Tabel 4.5. Hasil Analisis untuk Kategori 2 ........................................................ 48
Tabel 4.6. Hasil Analisis untuk Kategori 3 ........................................................ 49
Tabel 4.7. Hasil Analisis untuk Kategori 4 ........................................................ 50
Tabel 4.8 Hasil Validasi untuk LKS Berbasis Pendekatan CTL ......................... 61
Tabel 4.9 Saran Validasi terhadap LKS Berbasis Pendekatan CTL .................... 61
Tabel 4.10 Cuplikan LKS sebelum dan setelah direvisi ..................................... 62
Tabel 4.11 Hasil Respon Siswa terhadap LKS Berbasis Pendekatan CTL .......... 64
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian ......................................................... 72
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Validasi ................................................... 74
Lampiran 3. Lembar Validasi LKS ................................................................... 77
Lampiran 4. Hasil Validasi Konten dan Konteks .............................................. 84
Lampiran 5. Hasil Wawancara Guru dan Siswa ................................................ 96
Lampiran 6. Hasil Angket Siswa .................................................................... 112
Lampiran 7. Lembar Kegiatan Siswa Sebelum Revisi .................................... 122
Lampiran 8. Lembar Kegiatan Siswa Setelah Revisi ....................................... 136
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Angket Respon Siswa ..................................... 149
Lampiran 10. Dokumentasi ............................................................................ 150
Lampiran 11. Uji Referensi ............................................................................ 152
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana untuk memperoleh pengetahuan,
mengembangkan keterampilan, dan membentuk sikap. Manusia tanpa pendidikan
akan sulit mempertahankan eksistensinya di era modernisasi dan globalisasi.
Karena itu, pendidikan harus ditingkatkan dan dievaluasi secara berkala untuk
menyesuaikan dengan modernisasi dan globalisasi. Pendidikan di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam pasal 3 menyatakan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi individu beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen
pendidikan. Dalam peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas manusia dalam aspek batin, kognisi, afeksi, dan psikomotor (Trianto,
2010, hlm. 3).
Ilmu pengetahuan alam adalah sebuah pengetahuan ilmiah, yaitu
pengetahuan yang melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik,
sistematis, universal, dan tentatif. Pembelajaran IPA itu sendiri berfokus kepada
memberi pengalaman langsung yang tujuannya agar dapat memahami alam sekitar
secara ilmiah (Zulfiani, Feronika, dan Suartini, 2009, hlm. 46).
2
Dalam pembelajaran IPA, khususnya kimia lebih berfokus pada siswa agar
dapat mengkonstruksi pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Pemahaman
konsep tidak cukup hanya sekedar pemberian informasi dari guru, namun siswa
harus bisa mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman mereka dari pengetahuan
yang mereka miliki dengan informasi tambahan dari guru. Guru hanya
memberikan kemudahan untuk siswa menemukan dan menerapkan ide-ide mereka
sendiri (Trianto, 2010, hlm. 74).
Pembelajaran kimia yang baik adalah pembelajaran kimia yang
memberikan makna bagi siswa. Kebermaknaan ini terjadi jika siswa dapat
menghubungkan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya
(Rakhmawan, Setiabudi, dan Mudzakir, 2015). Namun pada kenyataannya pada
proses pembelajaran kimia, siswa kurang dapat menghubungkan pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya. Oleh sebab
itu perlu dievaluasi dan ditata ulang sehingga mampu memberikan makna bagi
siswa.
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari, kemudian dihubungkan dan dapat
diterapkan dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2008, hlm. 109). Model
pembelajaran CTL bertujuan untuk membantu siswa dalam berkarya,
mengaplikasikan pengetahuan dengan menghubungkan pelajaran dalam konteks
kehidupan nyata. Dalam pengaplikasiannya, dapat memberikan kesempatan
kepada siswa sebuah proses untuk menghasilkan karya sehingga siswa aktif dan
kreatif dalam memahami materi (Jamaluddin dan Asto, 2015).
Dalam proses pembelajaran, salah satu faktor yang secara langsung
bersinggungan dengan kegiatan pembelajaran siswa adalah keberadaan sumber
belajar siswa (Kurnia, Zulherman, dan Faturrohman, 2014). Salah satu sumber
belajar yang dapat digunakan adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
3
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan ringkasan materi dan soal-soal
yang harus dikerjakan oleh siswa. Dengan adanya LKS maka akan terjadi
interaksi yang efektif antara siswa dengan guru, sehingga dapat meningkatkan
aktivitas belajar (Arafah, Ridlo, dan Priyono, 2012). LKS yang dikembangkan
oleh guru mata pelajaran, dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik
siswanya sehingga membantu siswa dalam memahami materi dan
mengembangkan potensi dirinya. LKS yang memiliki tampilan menarik dan isi
yang kontekstual dapat memotivasi minat belajar siswa, sehingga diharapkan
membantu proses pembelajaran (Yuliza, Nurhadi, dan Nerita, 2013). Namun
faktanya, LKS yang beredar hanya berisi ringkasan materi pelajaran dari pokok
bahasan setiap topik yang akan dipelajari siswa dan berisi latihan soal (Mayasari,
Syamsurizal, dan Maison, 2015).
Buku pelajaran yang digunakan oleh guru dan siswa saat ini hanya berupa
LKS dan berupa buku pelajaran kimia yang sudah lama. Buku ajar yang beredar
selama ini hanya menekankan kepada konsep, konten, rumus-rumus, dan latihan
soal. Dan dari tampilan buku ajar yang digunakan kurang menarik sehingga
berdampak pada hasil belajar siswa (Nisa, Suryati, dan Dewi, 2015). Sedangkan
untuk konteks kimia yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari merupakan hal
yang penting untuk dipelajari. Contohnya detergen, detergen merupakan bahan
pembersih yang digunakan dalam kegiatan rumah tangga. Penggunaan detergen
merupakan aplikasi dari salah satu sifat koloid yaitu emulsifier. Detergen memiliki
bahan aktif yaitu surfaktan. Surfaktan (surface active agent) adalah suatu bahan
aktif yang ketika ditambahkan pada cairan dapat meningkatkan sifat penyebaran
atau pembasahan dengan cara menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya
air. Surfaktan banyak digunakan dalam industri antara lain sebagai corrosion
inhibitor, detergen, emulgator, dan hair conditioner (Saleh, Jumail, dan
Muhajirin, 2016).
Surfaktan dapat dibuat dari bahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan surfaktan
yaitu, surfaktan dari minyak jelantah (Naomi, Gaol dan Toha, 2013), surfaktan
4
dari ampas tebu (Furi dan Coniwanti, 2012), dan surfaktan dari tandan kosong
kelapa sawit (Rachim, Mirta, dan Mulyani, 2012). LKS yang digunakan harus
memiliki keterkaitan antara konten dan konteks sehingga siswa dapat mengetahui
hubungan materi kimia dalam kehidupan sehari-hari untuk memperoleh
pemahaman tentang alam sekitar.
Proses penggunaan LKS berbasis CTL dapat membuat siswa
mengkonstruksi pengetahuan melalui eksperimen (pengalaman langsung) untuk
menemukan, mengingat konsep dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian
mengenai Rekonstruksi Bahan Ajar: Pembuatan Lembar Kerja Siswa
“Surfaktan Organik Ampas Tebu” Berbasis Contextual Teaching and
Learning (CTL).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan dijelaskan diatas, maka bisa
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang digunakan kurang menarik,
bahasanya sulit dipahami, berisi teks dan sedikit gambar sehingga
siswa malas untuk membaca dan mengerjakannya.
2. LKS yang digunakan pada umumnya kurang menyajikan keterkaitan
antara konsep dan konteks sehingga siswa kesulitan untuk mengaitkan
antara konsep yang dipelajari dan cara mengaplikasikannya di
kehidupan sehari-hari.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih berfokus, maka dibuat batasan masalah sebagai berikut:
5
1. Bahan ajar yang direkonstruksi dalam bentuk LKS.
2. LKS yang dibuat berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL).
3. Materi dalam LKS berupa prosedur pembuatan surfaktan dari ampas tebu.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menetapkan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses rekonstruksi bahan ajar?
2. Bagaimana respon guru dan siswa terhadap bahan ajar dalam bentuk LKS
dengan tema surfaktan dari ampas tebu?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Merekonstruksi bahan ajar berbasis CTL dengan tema surfaktan dari
ampas tebu.
2. Mengetahui respon guru terhadap bahan ajar dalam bentuk LKS dengan
tema pembuatan surfaktan dari ampas tebu.
3. Mengetahui respon siswa terhadap bahan ajar dalam bentuk LKS dengan
tema pembuatan surfaktan dari ampas tebu.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Mengetahui proses pembuatan surfaktan dari ampas tebu, mengetahui
kandungan senyawa yang terdapat pada ampas tebu dan mampu
mengembangkan LKS yang Baik.
2. Bagi Guru / Dosen
Dapat mengaplikasikan Produk penelitian ini berupa prosedur percobaan
pembuatan surfaktan dari ampas padi sebagai penunjang praktikum.
6
3. Bagi Siswa
Dengan adanya LKS untuk praktikum yang memberikan pengalaman
belajar yang memungkinkan bagi siswa memiliki pola pikir sebagaimana
para ilmuwan sehingga lebih mudah untuk menemukan dan memahami
konsep kimia, serta merasakan pembelajaran yang bermakna terutama
dalam pembuatan surfaktan dari ampas tebu.
4. Bagi Masyarakat
Dapat membantu mencarikan solusi untuk pengolahan limbah ampas tebu
supaya tidak mencemari udara dan membuat udara berbahaya karena
polusi udara.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
a. Pengertian LKS
Lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah sebuah lembaran-
lembaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang berupa petunjuk, dan langkah-
langkah dalam mengerjakan tugas (Majid, 2011, hlm. 176).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mendefinisikan Lembar
Kegiatan Siswa adalah suatu bentuk lembar kerja yang yang berisi pedoman bagi
siswa untuk melakukan kegiatan terprogram (Trianto, 2011, hlm. 243). LKS
merupakan suatu bahan ajar yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk
pelaksanaan tugas yang mengacu pada kompetensi yang harus dicapai (Prastowo,
2011, hlm. 204).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa LKS adalah
suatu lembar kerja yang berisi tentang materi dan petunjuk pelaksanaan
pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa.
b. Tujuan dan Fungsi LKS
Dalam sebuah LKS memiliki tujuan dalam penyusunannya. Tujuan
penyusunan LKS dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:
8
1) Menyajikan sebuah bahan ajar yang memudahkan peserta didik, sehingga
peserta didik dapat berinteraksi dengan materi yang diberikan.
2) Menyajikan tugas-tugas yang dapat meningkatkan penguasaan peserta
didik terhadap materi yang diberikan.
3) Melatih kemandirian belajar peserta didik.
4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.
Dari beberapa tujuan yang disampaikan, dapat disimpulkan bahwa LKS
memiliki empat fungsi, yaitu:
1) LKS dapat digunakan sebagai bahan ajar yang dapat meningkatkan
keaktifan dari siswa.
2) LKS dapat digunakan sebagai bahan ajar yang dapat memudahkan siswa
dalam memahami materi pelajaran.
3) LKS dapat digunakan sebagai bahan ajar yang ringkas dan berisi tugas-
tugas untuk siswa berlatih.
4) LKS digunakan sebagai bahan ajar yang memudahkan pelaksanaan
pengajaran kepada siswa (Prastowo, 2011, hlm. 206).
c. Langkah-langkah Penyusunan LKS
Pembuatan LKS yang inovatif dan kreatif akan menciptakan proses
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Oleh karena itu, seorang pendidik
ataupun calon pendidik harus dapat menyiapkan dan membuat bahan ajar yang
inovatif. Dalam menyiapkannya sebuah bahan ajar, guru harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Karena LKS tersebut harus
memenuhi kriteria untuk mencapai sebuah kompetensi dasar yang dikuasai oleh
siswa.
Adapun langkah-langkah dalam menyusun LKS yaitu:
1) Tahap Persiapan
Menyiapkan lembar kerja siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah:
9
a) Melakukan Analisis Kurikulum
Langkah analisis kurikulum ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi
mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Dalam menentukan sebuah materi,
langkah analisis dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar,
serta materi yang diajarkan. Selanjutnya, harus mencermati kompetensi yang
dimiliki oleh peserta didik. Jika semua langkah tersebut telah dilakukan, maka
langkah berikutnya yaitu menyusun peta kebutuhan lembar kerja siswa.
b) Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang
harus ditulis serta melihat sekuensi atau urutan LKS nya.
c) Menentukan judul-judul LKS
Dalam menentukan judul LKS dapat dilihat dari kompetensi-kompetensi
dasar, materi pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Jika
judul-judul LKS telah ditentukan, maka langkah selanjutnya yaitu mulai
melakukan penulisan.
d) Penulisan LKS
Langkah-langkah dalam penulisan sebuah LKS adalah sebagai berikut:
merumuskan kompetensi dasar, menentukan alat penilaian, menyusun materi, dan
memperhatikan struktur LKS (Prastowo, 2011, hlm. 212).
2) Langkah-langkah Penulisan
Pertama, merumuskan kompetensi dasar. Dalam merumuskan kompetensi
dasar, dapat dilakukan dengan menurunkan rumusnya langsung dari kurikulum
yang berlaku. Contohnya, kompetensi dasar yang diturunkan dari kurikulum 2013.
Kedua, menentukan alat penilaian, dimana penilaiannya didasarkan pada
penguasaan kompetensi.
Ketiga, menyusun materi. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung,
yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi
dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil
penelitian, dan sebagainya.
10
Keempat, memperhatikan struktur LKS. Harus dipahami bahwa struktur
LKS terdiri dari enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa),
kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-
langkah kerja, serta penilaian. Ketika menulis LKS maka paling tidak keenam
komponen inti tersebut harus ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk
bagan alur sebagai berikut:
Gambar 2.1 Diagram Alur Langkah-langkah penyusunan LKS (Prastowo, 2011,
hlm. 212)
3) Langkah-langkah Mendesain LKS
LKS didesain untuk digunakan peserta didik secara mandiri. Pendidik
hanya berperan sebagai fasilitator, dan peserta didiklah yang berperan secara aktif
Analisis Kebutuhan
Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Menentukan Judul-judul LKS
Menulis LKS
Merumuskan KD
Menentukan alat penilaian
Menyusun Materi
Memperhatikan Struktur
Bahan Ajar
11
dalam mempelajari materi yang terdapat dalam LKS. Apabila desain yang dibuat
terlalu rumit bagi peserta didik, maka peserta didik akan kesulitan dalam
memahami materi. Batasan umum yang dapat dijadikan pedoman pada saat
menentukan desain LKS yaitu:
a) Ukuran
Menggunakan ukuran yang dapat mengakomodasi kebutuhan pembelajaran
yang telah diterapkan. Sehingga peserta didik memiliki cukup ruang untuk
membuat bagan.
b) Kepadatan Halaman
Halaman tidak terlalu dipadati dengan tulisan. Halaman yang terlalu padat
akan mengakibatkan siswa sulit memfokuskan perhatian.
c) Penomoran
Penomoran materi juga tidak boleh dilupakan dalam mendesain LKS. Dengan
adanya penomoran, dapat membantu peserta didik terutama bagi yang kesulitan
untuk menentukan judul.
d) Kejelasan
Yang dimaksud kejelasan ini adalah memastikan bahwa materi dan instruksi
yang diberikan dalam LKS dapat dengan jelas dibaca oleh peserta didik.
Selengkap apapun materi yang disiapkan, tetapi jika peserta didik tidak mampu
membacanya dengan jelas, maka LKS tidak akan memberi hasil yang maksimal
(Prastowo, 2011, hlm. 217).
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan LKS
Untuk mengembangkan LKS yang baik, ada empat langkah yang perlu
ditempuh, yaitu:
1. Tentukanlah tujuan pembelajaran yang akan di-breakdown ke dalam
LKS.
2. Pengumpulan materi
3. Menyusun elemen atau unsur-unsur LKS
4. Pemeriksaan dan penyempurnaan (Prastowo, 2014, hlm. 280-283).
12
2. Model of Educational Reconstruction (MER)
MER (Model of Educational Reconstruction) merupakan sebuah kerangka
metodologi yang dirancang dengan memiliki tujuan khusus menyediakan
kerangka teoritis yang menggali apakah suatu bidang ilmu tersebut berharga dan
memungkinkan untuk diajarkan (Duit, 2007).
MER adalah sebuah program riset yang bertujuan untuk mengklarifikasi
struktur konten ilmu tertentu. MER terdiri dari 3 komponen, yaitu: 1) Klarifikasi
dan analisis konten sains; 2) Penelitian pada proses pembelajaran; 3) Desain dan
evaluasi pada proses pembelajaran (Niebert dan Gropengiesser, 2013).
Klarifikasi dan analisis konten sains dilakukan dengan cara melakukan
analisis konten secara kualitatif dari berbagai sumber yang reliabel. Hal ini
bertujuan untuk mengklarifikasi suatu struktur konten sains spesifik sebagai
konstitusi dari konsep yang terkait dari sudut pandang pendidikan. Analisis kritis
diperlukan dalam tahap ini karena buku teks terkadang menyajikan pengetahuan
yang abstrak, sehingga sulit dipahami oleh siswa. Sedangkan penelitian terhadap
perspektif siswa bertujuan untuk pengembangan konsepsi sebelum pembelajaran
dan konsep itu sendiri. Untuk desain dan evaluasi pada proses pembelajaran
merujuk pada bahan ajar, situasi belajar, dan sekuensi pembelajaran (Duit,
Gropengieber, Komorek, Kattmann, dan Parchman dalam Jorde dan Dillon,
2012).
Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa MER bukan hanya
digunakan sebagai model rekonstruksi proses pembelajaran secara utuh,
melainkan juga dapat digunakan sebagai metodologi konstruksi alat-alat
pembelajaran yang spesifik. Seperti lembar kegiatan siswa (LKS).
3. Hakikat IPA dan Pendidikan IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dalam bahasa inggris yaitu
natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Jadi ilmu pengetahuan
alam (IPA) atau science disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu pengetahuan
alam ini mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini
(Samatowa, 2011, hlm. 3).
13
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan sebuah rumpun ilmu, yang
memiliki karakteristik yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual),
baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibat.
Hal-hal yang berkaitan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk, yang berupa
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, dan IPA sebagai
proses, yaitu kerja ilmiah (Wisudawati, Sulistyowati, 2017, hlm. 22).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains membahas tentang gejala-gejala
alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan
pengamatan yang dilakukan oleh manusia (Samatowa, 2011, hlm. 1).
Sistem pembelajaran IPA, terdiri atas komponen masukan pembelajaran,
proses pembelajaran, dan keluaran pembelajaran. Pembelajaran IPA adalah
interaksi antara komponen-komponen proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran IPA
terdiri atas tiga tahap, yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran (Wisudawati, 2017, hlm. 26).
Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah dapat menyadari
keterbatasan pengetahuan mereka, kemudian mereka memiliki rasa ingin tahu
untuk menggali pengetahuan mereka dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan mereka. Beberapa aspek penting yang dapat diperhatikan guru melalui
pembelajaran IPA adalah: (1) pentingnya memahami dan memiliki berbagai
konsepsi dan pengetahuan yang relevan dengan apa yang mereka pelajari, (2)
aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam, (3) kegiatan
bertanya, (4) mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan suatu
masalah (Samatowa, 2011, hlm. 10-11).
Dapat disimpulkan IPA memiliki empat unsur utama, yaitu:
a) Sikap: IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,
makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.
b) Proses: proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya
prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode ilmiah.
c) Produk: IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
14
d) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan
sehari-hari (Wisudawati, 2017, hlm. 24).
4. Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka (Sanjaya, 2008. hlm. 109).
CTL, suatu pendekatan yang melakukan kegiatan lebih daripada sekedar
memuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks keadaan mereka sendiri. CTL juga melibatkan para siswa dalam mencari
makna “konteks” itu sendiri (Johnson, 2011, hlm. 66).
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Contextual
Teaching and Learning adalah suatu pembelajaran yang menekankan pada proses
keterlibatan siswa dalam mencari hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Proses tersebut bertujuan untuk membuat siswa
menemukan pengetahuan secara kontekstual. Sehingga, makna kontekstual ini
diharapkan dapat menjadikan proses pembelajaran di sekolah lebih bermakna.
b. Komponen Utama Pembelajaran CTL
Pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen yang melandasi
proses pembelajaran efektif yaitu, konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik.
1) Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru
dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme,
15
pengetahuan itu berasal dari luar, akan tetapi dibangun atau disusun oleh diri
seseorang (Sanjaya, 2008, hlm. 118).
Konstruktivisme yang dikembangkan oleh J. Piaaget dalam bidang pendidikan
dikenal dengan nama konstruktivisme kognitif atau personal constructivism.
Konstruktivisme personal ini dikembangkan melalui eksperimen yang dilakukan
untuk mengetahui perkembangan pengetahuan anak, dengan jalan melakukan
wawancara dan mengobservasi kegiatan serta tingkah laku anak. Adanya
rekonstruksi dalam pengetahuan seseorang juga karena di samping berinteraksi
dengan lingkungan, kesiapan mental dan perkembangan kognitif ikut berperan
dalam mengkonstruksi ataupun merekonstruksi pengetahuan.
Adapun yang dikembangkan oleh Vygotsky dinamakan konstruktivisme sosial
karena menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan
sosialnya misalnya melalui diskusi dalam belajar kelompok dapat terjadi
rekonstruksi pengetahuan seseorang (Poedjiadi, 2010, hlm. 71).
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar mengkonstruksi
pengetahuannya melalui pengamatan dan pengalaman langsung kemudian
merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Inkuiri
Inkuiri merupakan istilah serapan dari bahasa Inggris “inquiri” yang berarti
penyelidikan, dan penelitian (Poedjiadi, 2010, hlm. 85). Inkuiri adalah proses
pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir
yang sistematis (Sanjaya, 2008, hlm. 119).
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan merupakan hasil
mengingat atau menghafal, tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Langkah-
langkah dalam melakukan kegiatan inkuiri terdiri dari merumuskan masalah,
mengamati atau melakukan observasi, menganalisis menyajikan hasil dalam
tulisan (gambar laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya), dan
mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya (Trianto, 2013, hlm. 114-115).
16
3) Bertanya
Bertanya bagi siswa bertujuan untuk menggali informasi, mengkonfirmasi apa
yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahuinya. Kegiatan bertanya berguna untuk menggali informasi tentang
kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, membangkitkan motivasi
siswa untuk belajar, menimbulkan rasa keingintahuan siswa terhadap sesuatu,
memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan membimbing siswa untuk
menemukan atau menyimpulkan sesuatu (Sanjaya, 2008, hlm. 120).
4) Masyarakat Belajar
Pembelajaran yang berhasil membutuhkan kerjasama karena tidak semua
permasalahan dapat dipecahkan seorang diri tetapi membutuhkan bantuan orang
lain. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama yang dilakukan baik dalam
kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara
alamiah.
5) Pemodelan (Modelling)
Modelling dalam pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa. Proses modeling
tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang
dianggap memiliki kemampuan (Sanjaya, 2008, hlm. 121).
6) Refleksi
Refleksi merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari
sebagai struktur pengetahuan yang baru dengan cara mengurutkan kembali
peristiwa pembelajaran yang telah dilalui (Trianto, 2013, hlm. 118).
Tahap akhir proses pembelajaran menggunakan CTL, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dikuasainya.
Guru mempersilahkan siswa secara bebas menafsirkan pengalamannya sendiri,
17
sehingga siswa dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajar (Sanjaya, 2008,
hlm. 122).
7) Penilaian otentik
Penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran merupakan bagian akhir dari
perencanaan maupun pelaksanaan proses pembelajaran guru. Penilaian autentik
ini dilakukan oleh guru dengan cara mengumpulkan informasi unntuk mengetahui
perkembangan belajar dan perubahan tingkah laku serta mengetahui apakah
proses belajar mengajar yang telah dilakukan memiliki nilai positif atau tidak
(Supardi, 2015. hlm. 24).
c. Karakterisitik CTL
Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki lima karakteristik
dalma proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, diantaranya:
1) Mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada, artinya pengetahuan yang
akan diperoleh siswa adalah pengetahuan utuh yang memiliki keterkaitan satu
sama lain dengan pengetahuan yang sudah dipelajari.
2) Memperoleh pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan
cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan memperlajari secara
keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3) Memiliki pemahaman dalam pengetahuan, artinya pengetahuan diperoleh
bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini.
4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman, artinya pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,
sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini
dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan
strategi (Sanjaya, 2008, hlm. 110).
18
5. Surfaktan
Surfaktan (Surface Active Agent) adalah zat seperti detergen yang
ditambahkan pada cairan untuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan
dengan menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air. Surfaktan
mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus lyophobic dan lyophilic.
Gugus lyophobic sedikit tertarik pada solven sedangkan gugus lyophilic tertarik
kuat pada solven.
a) Penggolongan Surfaktan
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan
yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. Penggunaan
surfaktan sendiri yaitu dapat sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan
pengemulsi (emulsifying agent), dan bahan pelarut (solubilizing agent).
b) Mekanisme Kerja Surfaktan
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan
ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh
kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya
terentang menjauhi permukaan air. surfaktan dapat membentuk misel (micells),
suatu molekul surfaktan mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul surfaktan bersifat hidrofobik dan larut
dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam
air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul surfaktan secara
keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air, tetapi dengan mudah akan
tersuspensi di dalam air.
c) Sifat Larutan yang Mengandung Surfaktan
Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan sifat fisik yang
mendadak pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang mendadak ini
disebabkan oleh pembentukan atau penggumpalan dari beberapa molekul
surfaktan menjadi satu yaitu pada konsentrasi kritik misel (CMC). Dengan
19
terbentuknya misel sifat larutan akan berubah secara mendadak, seperti tegangan
permukaan, viskositas, daya hantar listrik dan lain-lain.
d) Mekanisme Pembentukan Surfaktan
Mekanisme terbentuknya surfaktan diawali dengan mekanisme
terbentuknya lignosulfonate yang terjadi melalui dua reaksi, yaitu hidrolisis dan
sulfonasi. Hidrolisis merupakan reaksi pemecahan molekul lignin/lignosulfonat
menjadi molekul yang lebih kecil. Sulfonasi merupakan reaksi antara ion bisulfite
dengan molekul lignin. Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi lignin ini
termasuk reaksi irreversible dan bersifat endotermis. Suhu dan pH merupakan
faktor yang paling berpengaruh pada reaksi pembentukan lignosulfonate ini.
Semakin tinggi tingkat keasamannya maka laju hidrolisis akan semakin
meningkat dan semakin tinggi temperature laju reaksi akan semakin besar.
Pembentukan surfaktan (lignosulfonate) terjadi melalui reaksi sulfonasi
molekul lignin dengan bisulfit.
HSO3- + lignin –OH lignin –SO3
- + H2O
Gambar 2.2 Struktur Pembentukan Surfaktan
e) Kegunaan Surfaktan
Surfaktan sangat banyak kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam rumah tangga maupun di industri. Surfaktan banyak digunakan dalam
industri antara lain sebagai emulsifier, corrosion inhibition, foaming, detergency,
dan hair conditioning. Surfaktan digunakan sebagai bahan pencuci yang bersih
karena mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di
rumah sakit (Furi, Coniwati, 2012).
20
6. Konten Pembelajaran Terkait Praktikum Surfaktan
a. Berdasarkan kajian literatur
Surfaktan memuat konteks interdisiplin ilmu IPA (biologi, fisika, dan kimia)
yang dapat diajarkan kepada siswa.
b. Berdasarkan kajian konten-konteks surfaktan terhadap kurikulum
Berdasarkan penyesuaian prinsip kerja praktikum surfaktan terhadap
kurikulum 2013, maka konsep yang ditekankan adalah koloid.
Koloid
Koloid adalah sistem dispersi. Sistem dispersi atau sistem sebaran
adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa suatu zat terbagi halus dalam
zat lain. Zat yang terbagi atau didispersikan disebut fase terdispersi,
sedangkan zat yang digunakan untuk mendispersikan disebut fase pendispersi.
Fase pendispersi lebih dikenal sebagai medium pendispersi. Berdasarkan
perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi dibedakan atas
dispersi kasar, dispersi halus, dan dispersi molekuler.
Banyak hubungan antara sistem koloid dan proses-proses kehiduan di
sekitar kita. Manusia sangat erat hubungannya dengan berbagai macam sistem
koloid ini. Bahan makanan pokok yang kita makan, yaitu lemak, protein, dan
karbohidrat adalah partikel-partikel dalam ukuran koloid. Udara berdebu yang
kita hirup dan teh, kopi, cokelat, atau susu sapi yang kita minum sehari-hari
adalah sistem koloid.
Pembuatan berbagai produk industri, seperti cat, perekat, plastik,
tekstil, tinta, karet, semen, detergen, sabun, bahan makanan, insektisida, dan
keramik melibatkan sistem koloid. Berbagai macam kosmetik dan obat-obatan
dibuat atau diramu dalam bentuk koloid (Sumardjo, 2009, hlm. 535-536).
Surfaktan banyak digunakan dalam industri antara lain sebagai
corrosion inhibitor, detergent, emulgator, dan hair conditioner. Surfaktan
mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus lyophobic dan lyophilic.
Gugus lyophobic sedikit tertarik pada pelarut sedangkan gugus lyophilic
21
tertarik kuat pada pelarut. Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem koloid yang
fase terdispersi dan medium pendispersinya berupa cairan yang tidak dapat
bercampur. Misalnya benzene dalam air, minyak dalam air, dan air susu.
Mengingat kedua fase tidak dapat bercampur, keduanya akan segera memisah.
Untuk menjaga agar emulsi tersebut mantap atau stabil, perlu ditambahkan zat
ketiga yang disebut emulgator atau zat pengemulsi (emulsifying agent).
Beberapa bahan kimia alami dapat digunakan sebagai emulgator, seperti
gelatin, pectin, kuning telur, pasta kanji, kasein, albumin, gom arab, dan madu
alam. Bahan kimia sintetis, seperti sabun, detergen, kalsium butirat, CMC
(Carboxy Methyl Cellulose), metil selulosa, dan etanolamin juga dapat dipakai
untuk maksud yang sama.
Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas
terhadap kedua cairan yang membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial
atau tidak sama terhadap kedua cairan tersebut. Salah satu ujung emulgator
larut dalam cairan yang satu, sedangkan ujung yang lain hanya membentuk
lapisan tipis (selapis molekul) di sekeliling atau di atas permukaan cairan yang
lain (Sumardjo, 2009, hlm. 547).
22
A. Hasil Penelitian Relevan
1. Trievita Anna Furi dan Pamilia Coniwanti (2012) yang berjudul
Pengaruh Perbedaan Ukuran Partikel dari Ampas Tebu dan
Konsentrasi Natrium Bisulfit (NaHSO3) pada Proses Pembuatan
Surfaktan. Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan NaHSO3 maka yield surfaktan juga semakin besar
dan semakin kecil ukuran partikel ampas tebu, surfaktan yang
dihasilkan akan semakin besar.
2. Farham HM. Saleh, Andhika Dwi Cahaya Jumail dan Fajrul Muhajirin
(2016) dalam jurnalnya yang berjudul Pembuatan Surfaktan Sodium
Ligno Sulfonat dari Ampas Tebu. Hasil dari penelitian tersebut
diperoleh bahwa pada berbagai variable konsentrasi NaHSO3, semakin
lama waktu reaksi maka semakin besar pula kadar lignosulfonat yang
dihasilkan.
3. Eka Yusmaita (2013) yang judulnya yaitu Konstruksi Bahan Ajar Sel
Volta Berbasis Green Chemistry Education Untuk Membangun
Literasi Sains Siswa. Pada penelitiannya, bertujuan untuk
mendapatkan bahan ajar yang dapat digunakan untuk mencapai literasi
sains siswa SMA.
4. Ias Firdaus (2017) dengan judul Rekonstruksi Bahan Ajar “Lembar
Kegiatan Siswa dengan Tema Surfaktan dari Minyak Jelantah Berbasis
Literasi Sains” bertujuan untuk merekonstruksi bahan ajar untuk LKS
surfaktan dari minyak jelantah berbasis literasi sains. Dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa LKS dihasilkan dengan metode R&D dan
menggunakan model MER yang meliputi tiga tahapan yaitu klarifikasi
dan analisis konten, penelitian proses pembelajaran, dan evaluasi
proses pembelajaran.
5. Muhammad Basir Nasution (2019) dengan judul Rekonstruksi Bahan
Ajar: Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Berbasis Inkuiri Terbimbing
dengan Tema Surfaktan dari Kulit Kacang Tanah. Bertujuan untuk
merekonstruksi bahan ajar berupa LKS surfaktan dari kulit kacang
23
tanah berbasis inkuiri terbimbing. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa LKS yang dihasilkan menggunakan metode
ADDIE yaitu Analyze, Design, Develop, Implement, and Evaluation
dan menggunakan model MER (Model of Educational
Reconstruction).
6. Savitri dan Maryati (2015) dengan judul Rekonstruksi Bahan Ajar
Bermuatan View of Nature of Science untuk Pembelajaran IPA di SMP
bertujuan untuk menghasilkan dokumen kurikulum berupa bahan ajar
yang sesuai dengan perkembangan kognitif siswa.
7. Baiq Chairun Nisa, dkk. (2015) yang berjudul Pengembangan Bahan
Ajar KAPRA Berbasis Literasi Sains pada Materi Laju Reaksi Untuk
Kelas XI SMA/MA. Bertujuan untuk mengetahui bentuk dan
kelayakan bahan ajar KAPRA berbasis literasi sains. Model
pengembangan yang digunakan dalam penelitian adalah 4-D yang
terbatas pada tahap define, design, and develop, dan tidak sampai tahap
disseminate dengan beberapa penyesuaian berdasarkan kebutuhan.
8. M. Iqbal Jamaluddin dan I Gusti Putu Asto (2015) yang berjudul
Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Dasar
Menerapkan Macam-Macam Gerbang Dasar Rangkaian Logika.
Bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diberi model
pembelajaran CTL dengan model pembelajaran langsung. Metode
penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah
metode eksperimen. Rancangan penelitian ini berupa quasi
eksperimental design dengan desain Nonquivalent Control Group
Design.
9. Nur Azizah dan Ahmad Mudzakir (2015) dalam jurnalnya yang
berjudul Nature of Science in Instruction Materials of Science through
the Model of Educational Reconstruction. Dalam penelitiannya ini
bertujuan untuk mendapatkan prekonsepsi peserta didik dalam topik
material dan pemanfaatan dalam ilmu pengetahuan.
24
10. Sibylle Reinfried, dkk. (2015) dalam jurnalnya berjudul The Model of
Educational Reconstruction – a Powerful Strategy to Teach for
Conceptual Development in Physical Geography: The Case of Water
Spring. Dalam jurnalnya bertujuan untuk menggambarkan proses
desain pada lingkungan belajar dan menganalisis efektivitas
pembelajaran.
25
B. Kerangka Berpikir
Siswa sulit memahami
konsep kimia yang bersifat
abstrak, dan cenderung
menghafal.
Rekonstruksi Bahan Ajar: LKS
pada Pembuatan Surfaktan dari
Ampas Tebu Berbasis Contextual
Teaching and Learning
Kebutuhan bahan ajar kimia
berbasis pendekatan
kontekstual
LKS pada umumnya kurang
menarik. Hanya berisi soal-
soal yang harus dikerjakan.
MER
1. Klarifikasi dan analisis konten sains
2. Penelitian pada proses pembelajaran
3. Desain dan evaluasi proses
pembelajaran
Indikator CTL:
1. Modelling
2. Inkuiri
3. Masyarakat
belajar
4. Konstruktivisme
5. Bertanya
6. Refleksi
7. Penilaian otentik
Penyajian materi kimia
masih berpusat pada guru
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret-Mei 2017, penelitian
dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu kegiatan proses dan kegiatan
laboratorium. Penelitian pembuatan surfaktan dari ampas tebu mulai
dilaksanakan pada tanggal 12 Maret-28 April 2017 di Laboratorium
Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Pemilihan
Laboratorium Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
proses pembuatan surfaktan. Kemudian dilakukan uji coba terbatas untuk
respon siswa terhadap bahan ajar yang dilakukan di SMAN 1 Tangsel pada
bulan Mei 2018.
B. Metode dan Desain Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan Model of Educational
Reconstruction (MER) yang dikembangkan oleh Duit, dkk. dengan metode
penelitian menggunakan penelitian dan pengembangan (Research and
Development) untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan
produk tersebut. Salah satu ide dasar mengatakan bahwa struktur konten
dalam melakukan pengajaran dalam pembelajaran tidak dapat diambil secara
langsung dari struktur konten keilmuan, akan tetapi harus dibangun secara
khusus dengan memperhatikan tujuan pendidikan serta aspek kognitif dan
perspektif afektif siswa (Duit, 2007)
27
Gambar 3.1 Model of Education Reconstruction (Duit, 2007)
Pada Gambar 3.1 menjelaskan tiga komponen dari MER, yaitu: (1) Klarifikasi
dan analisis konten sains; (2) Penelitian pada proses pembelajaran; dan (3) Desain
dan evaluasi proses pembelajaran. Pengetahuan yang didapat pada salah satu
komponen dalam model rekonstruksi pendidikan mempengaruhi kemajuan dalam
dua komponen lainnya, karena siklus yang digunakan pada model ini adalah dapat
berulang (recursive). Desain penelitian ini diadopsi dari Model of Educational
Reconstruction (Duit, 2007).
(1)
Klarifikasi dan Analisis Konten Sains:
Perspektif Saintis:
1. Analisis konten terhadap perspektif saintis berupa review dan artikel penelitian
mengenai surfaktan.
2. Analisis konten sains terkait ilmu kimia
(2)
Penelitian pada Proses
Pembelajaran:
Studi empiris melalui pre-
konsepsi peserta didik dan
guru tentang surfaktan
(3)
Desain dan Evaluasi Proses
Pembelajaran:
Konstruksi kit praktikum
pembuatan surfaktan dan
prosedur praktikum pembuatan
surfaktan dari ampas tebu
28
C. Alur Penelitian
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.2
Gambar 3.2. Alur Penelitian
Pembuatan langkah-langkah percobaan pembuatan surfaktan
Pembuatan wacana
Analisis pra-konsepsi
siswa dan guru tentang
surfaktan
Analisis konten
konteks kimia terkait
surfaktan
Menyusun pedoman
wawancara
Menyusun lembar
validasi keterkaitan
konten dan konteks
Validasi
Rancangan LKS berbasis
Contextual Teaching and
Learning
Optimalisasi LKS berbasis
Contextual Teaching and
Learning
Menyusun angket
respon LKS
Angket
Angket
Validasi
Uji coba terbatas
Perancangan
Produksi
29
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan agar diperoleh data yang difokuskan untuk
menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Untuk memperoleh data yang
sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka digunakan instrumen penelitian.
Rincian dari instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Tujuan dan Alternatif Instrumen
Tujuan Penelitian Instrumen
Pandangan scientis
terhadap Surfaktan dan
hubungannya dengan
konsep sains kimia.
Lembar Analisis konten kimia terkait konteks
Surfaktan.
Lembar Analisis kesesuaian konten kimia
terhadap konteks Surfaktan.
Pre-konsepsi peserta didik
dan guru terhadap topik
Surfaktan
Pedoman wawancara prekonsepsi Surfaktan
yang digunakan untuk memperoleh pre-
konsepsi dan ketertarikan peserta didik
mengenai surfaktan.
Penunjang pedoman wawancara berupa
ilustrasi gambar surfaktan.
Rubrik penilaian prekonsepsi.
Validasi Bahan Ajar Lembar Validasi Bahan Ajar
Respon Bahan Ajar Angket respon siswa
E. Teknik Pengumpulan Data
Tabel 3.2. Pengumpulan Data
Tujuan Penelitian Teknik Perolehan Data
Pandangan saintis terhadap Surfaktan
dan hubungannya dengan konsep sains
kimia.
Melakukan validasi kesesuaian
konten dan konteks kimia yang
berkaitan dengan surfaktan.
Pre-konsepsi peserta didik dan guru
terhadap topik Surfaktan dan kaitanya
dengan konsep kimia SMA.
Melakukan wawancara prekonsepsi
surfaktan kepada guru dan siswa
Validasi Bahan Ajar Mendapatkan hasil validasi bahan
ajar (LKS) berdasarkan BSNP.
Respon Bahan Ajar Mendapatkan respon siswa terhadap
bahan ajar berbasis CTL dengan
memberikan angket kepada siswa.
30
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh pada hasil penelitian ini bertujuan untuk
menjawab 2 pertanyaan penelitian tentang: (1) Bagaimana proses
merekonstruksi bahan ajar dan (2) Bagaimana respon guru dan siswa terhadap
LKS berbasis CTL?
1. Rekonstruksi bahan ajar
Data diperoleh dari hasil analisis jurnal terkait Surfaktan dalam
konsep kimia sekolah. Data hasilnya tersebut kemudian dibuat dalam
bentuk struktur makro konten kimia terkait Surfaktan dan dijabarkan
dalam analisis konsep yang berhubungan dengan konteks Surfaktan dan
konten kimia terkait. Struktur makro dan analisis konsep tersebut
kemudian di validasi hingga dianggap sesuai dengan tujuan.
a. Kriteria penilaian hasil validasi
Data hasil para ahli yang diperoleh berupa tanda untuk valid (penting),
sesuai, tidak penting, dan tidak valid (tidak penting).
Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Ahli
Valid (penting) Sesuai, tidak penting Tidak Valid (tidak
penting)
3 2 1
b. Pemberian skor pada jawaban item dengan menggunakan CVR.
Setelah semua data sudah didapat, data tersebut diolah
1) Menghitung nilai CVR (conten validation ratio)
Menurut Lawshe (1975) Penskoran jawaban item
menggunakan CVR dengan rumus:
CVR = 𝑛𝑒−
𝑁
2𝑁
2
31
Keterangan:
ne = jumlah ahli yang menyatakan ya dan sesuai
N = total respon
Karakteristik penilaian CVR adalah sebagai berikut:
Ketika kurang dari setengah ahli yang menjawab “ya”, maka nilai CVR
akan negatif.
Ketika setengah ahli menjawab “ya” dan setengah lagi menjawab “tidak”
maka perolehan nilai CVR adalah 0.
Ketika seluruh ahli menjawab ”ya” maka perolehan nilai CVR adalah 1.
Ketika jumlah ahli yang menjawab “ya” lebih dari setengah maka nilai
CVR berkisaran antara 0-0,99.
2) Menghitung nilai CVI (conten validation index)
Setelah menghitung CVR, keseluruhan validitas indikator yang
dibuat dihitung melalui CVI (indeks validitas konten). Menurut Lawshe
(1975) secara sederhana, CVI merupakan rata-rata dari nilai CVR untuk
sub pertanyaan yang dijawab ‘ya’. Adapun rumus CVI adalah sebagai
berikut:
CVI = 𝐶𝑉𝑅
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑠𝑜𝑎𝑙
Hasil perhitungan CVR dan CVI adalah berupa rasio angka 0-1.
Sesuai tidaknya suatu unit yang divalidasi bergantung kepada tercapainya
nilai kritis CVR. Nilai CVI dikatakan bagus apabila nilai CVI melebihi
0,70 dan nilai CVI melebihi 0,80 lebih disukai (Gilbert dan Prion, 2016).
Tabel 3.4 Nilai Minimum CVR dengan α 0,1
Jumlah Validator Nilai Minimum
5 0,573
6 0,523
32
7 0,485
8 0,453
Berdasarkan tabel nilai kritis CVR yang telah dihitung ulang, jika jumlah
validatornya enam (α=0,10) (Wilson et.al., 2012), nilai kritis adalah 0,523.
Artinya hanya unit yang nilai CVR nya > 0,523 yang dinyatakan valid, sedangkan
unit yang lain memerlukan perbaikan.
Analisis ini memiliki tujuan untuk menjawab permasalahan kedua
mengenai Pre-konsepsi peserta didik dan guru terhadap surfaktan dan kaitanya
dengan konsep kimia SMA. Data yang dihasilkan di ambil melalui wawancara,
dan sampel yang dijadikan sebagai subjek wawancara adalah siswa dan guru
SMA. Hasil dari wawancara kemudian di sajikan dalam bentuk persentase dengan
menggunakan angket dan rumusnya. Berikut instrumen yang digunakan dalam
analisis prekonsepsi siswa dan guru adalah sebagai berikut:
a) Panduan Wawancara
Wawancara adalah salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara lisan baik individual maupun secara kelompok. Sebelum
melakukan wawancara, peneliti harus menyiapkan instrumen berupa
pedoman wawancara. Pedoman tersebut berisi sejumlah pertanyaan yang
berkenaan dengan fokus masalah yang dikaji dalam penelitian (Sukmadinata,
2013. hlm. 216).
Dalam penelitian ini, tujuan dari pembuatan panduan wawancara
yaitu untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan responden terhadap
Surfaktan dan ketertarikannya untuk menggunakan konteks Surfaktan dalam
bahan ajar di sekolah. Wawancara yang dilakukan mencangkup 5 kategori
pertanyaan yaitu kategori pengetahuan tentang konteks surfaktan, kategori
pengetahuan mengenai konten kimia terkait konteks surfaktan, kategori
pentingnya mengaitkan konteks surfaktan dalam pembelajaran kimia,
33
kategori urgensi adanya bahan ajar berupa praktikum berbasis konteks
surfaktan, dan kategori ketertarikan terhadap bahan ajar berbasis konteks
surfaktan di sekolah. Hasil dari wawancara ini kemudian dianalisis
berdasarkan jawaban responden terhadap rubrik yang telah dibuat.
b) Penunjang Wawancara
Penunjang wawancara dibuat dengan tujuan membantu proses
wawancara. Penunjang yang dimaksud berupa ilustrasi gambar. Ilustrasi
gambar yang digunakan diberikan berdasarkan fungsinya sebagai sarana
untuk memperjelas tujuan pertanyaan wawancara. Adapun ilustrasi gambar
yang dimaksud adalah struktur surfaktan.
c) Angket Siswa
Angket atau kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara tidak langsung. Angket tersebut berisi sejumlah pertanyaan
atau pernyataan yang harus dijawab oleh responden (Sukmadinata, 2013.
hlm. 219).
Angket ini dibuat berdasarkan kesesuaiannya terhadap tujuan
pertanyaan. Angket terdiri dari optional jawaban dan skor yang diberikan
terhadap jawaban responden tersebut, skor angket berada pada rentang 1
sampai dengan 2 dengan 1 adalah jawaban responden yang tidak
dikehendaki, 2 adalah skor untuk jawaban tepat ataupun sesuai tujuan
Tabel 3.5 Angket Penilaian Respon Siswa
1 2 3 4
SS
(Sangat Setuju)
S
(Setuju)
TS
(Tidak Setuju)
STS
(Sangat Tidak Setuju)
34
Persentase menggunakan statistik rata-rata
Persentase dibuat berdasarkan banyaknya responden yang mengikuti
kaidah rubrik yang telah dibuat dengan rumus:
% jawaban sesuai angket = Jumlah responden menjawab sesuai angket x 100%
Jumlah seluruh responden
Kemudian hasil penafsiran tersebut dianalisis secara statistik
deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
2. KI dan KD yang berkaitan dengan Surfaktan
KI dan KD yang digunakan pada bahan ajar konteks surfaktan berdasarkan
Permendikbud No. 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Indikator Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD)
3. Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni budaya,
dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
3.1 Menganalisis struktur dan sifat
senyawa hidrokarbon berdasarkan
kekhasan atom karbon dan
golongan senyawanya.
3.5 Membandingkan ikatan ion,
ikatan kovalen, ikatan kovalen
koordinasi, dan ikatan logam
serta kaitannya dengan sifat zat
3.6 Menganalisis kepolaran senyawa
3.8 Menganalisis struktur, tata nama,
sifat, dan kegunaan benzena dan
turunannya
3.9 Menganalisis struktur, tata nama,
sifat dan penggolongan
makromolekul
3.10 Menganalisis sifat larutan
berdasarkan konsep asam basa
35
dan/atau pH larutan.
3.14 Memprediksi terbentuknya
endapan dari suatu reaksi
berdasarkan prinsip kelarutan dan
data hasil kali kelarutan (Ksp)
3.15 Menganalisis peran koloid dalam
kehidupan berdasarkan sifat-
sifatnya.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji
dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
dan mampu menggunakan metode
sesuai kaidah keilmuan.
4.1 Mengolah dan menganalisis
struktur dan sifat senyawa
hidrokarbon berdasarkan
pemahaman kekhasan atom
karbon dan penggolongan
senyawanya.
4.5 Mengolah dan menganalisis
perbandingan proses
pembentukan ikatan ion, ikatan
kovalen, ikatan kovalen
koordinasi, dan ikatan logam
serta interaksi antar partikel
(atom, ion, molekul) materi dan
hubungannya dengan sifat fisik
materi.
4.6 Merancang, melakukan dan
menyimpulkan serta menyajikan
hasil percobaan kepolaran
senyawa
4.8 Menalar dan menganalisis
struktur, tatanama, sifat dan
kegunaan benzene dan
turunannya
4.9 Menalar dan menganalisis
struktur, tatanama, sifat dan
kegunaan makromolekul
(polimer, karbohidrat, dan
protein)
4.10 Mengajukan ide/gagasan tentang
penggunaan indikator yang
tepat untuk menentukan
keasaman asam/basa atau
36
titrasi asam/basa.
4.14 Mengolah dan menganalisis data
hasil percobaan untuk
memprediksi terbentuknya
endapan
4.15 Mengajukan ide/gagasan untuk
memodifikasi pembuatan koloid
berdasarkan pengalaman
membuat beberapa jenis koloid
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan dari tahapan MER yang meliputi: 1) Klarifikasi dan analisis
konten sains; 2) Penelitian pada proses pembelajaran; dan 3) desain dan
evaluasi proses pembelajaran. Berikut akan disajikan masing-masing hasil dari
tahapan penelitian yang sudah dilakukan.
1. Klarifikasi dan analisis konten sains
a. Pandangan saintis terhadap surfaktan dan hubungannya dengan konsep
sains kimia
Pada tahap ini yaitu dilakukan proses kajian terhadap literatur primer
(artikel jurnal), buku kimia (general chemistry dan kimia sekolah) dan
kurikulum yang berlaku, dan diperoleh sejumlah konsep-konsep kimia terkait
surfaktan seperti koloid, hidrokarbon, ikatan kimia, tegangan permukaan,
senyawa makromolekul, benzena dan turunannya, dan asam basa. Adapun
rekapitulasi konsep kimia dalam sufaktan dari tiga sumber tersebut disajikan
pada Tabel 4.1
38
Tabel 4.1. Analisis Kesesuaian Konsep Kimia terhadap Literatur
NO Konsep
Kimia
Arti
kel
Jurn
al
Buku
Univer
sitas
Buku
SMA
Kuriku
lum
Keterangan
1 Koloid Dari keempat literatur yang
digunakan, konsep sistem
koloid semuanya membahas
dari pengertian koloid, sifat
koloid, jenis koloid, cara
pembuatan koloid dan aplilasi
koloid dalam kehidupan
sehari-hari. Pada artikel jurnal
yang dianalisis, lebih besar
pembahasan koloid dalam
aplikasi dalam kehidupan
sehari-hari, seperti susu. Hal
ini didukung dengan
kompetensi dasar yang
terdapat dalam kurikulum,
yang lebih memusatkan pada
aplikasi koloid dalam
kehidupan sehari-hari
2 Hidrokar
bon
Kajian hidrokarbon pada
keempat literatur yang
digunakan sudah membahas
mengenai jenis - jenis
hidrokarbon, baik yang jenuh
maupun yang tidak jenuh.
3 Ikatan
Kimia
Kajian ikatan kimia ada pada
keempat literatur yang
digunakan, menjelaskan
tentang berbagai macam ikatan
yang terdapat pada reaksi
kimia. Baik ikatan ion,
kovalen, dan lain-lain.
4 Tegangan
Permuka
- - - Tidak ditemukan secara
spesifik konsep tegangan
39
an permukaan didalam buku
kimia SMA, general
chemistry, dan kurikulum.
Tegangan permukaan berada
pada materi fisika
5 Karbohid
rat
Pada buku kimia SMA
ditemukan karbohidrat akan
tetapi hanya dibahas secara
umum seperti sifat-sifat lipid
dan penggolongan lipid.
Sedangkan pada buku
universitas dijelaskan secara
rinci mengenai karbohidrat
dan bagian-bagiannya.
6 Kelarutan
(Polar
dan Non
Polar)
Pada keempat literatur yang
digunakan, pada konsep
kelarutan dijelaskan mengenai
senyawa kimia yang larut atau
tidak dalam air serta reaksi
kimia yang menandakan
senyawa tersebut larut atau
membentuk endapan.
7 Benzena
dan
Turunnna
nya
Pada ketiga literatur dijelaskan
berbagai jenis turunan benzena
dan reaksi-reaksi yang terjadi
didalam benzena. Sedangkan
pada literatur kurikulum
dijelaskan lebih aplikatif,
seperti manfaat dan contoh
benzena dan turunannya yang
berbahaya dan tidak berbahaya
9 Asam
Basa
Dari ketiga literatur yang
digunakan, kajian asam basa
yang digunakan yaitu
pembahasan mengenai titrasi
asam basa dengna
menggunakan indikator PP
(phenolftalein) dengan ciri
perubahan warna menjadi
merah muda pada titik
40
equivalen (titik akhir titrasi).
Sedangkan pada literatur
kurikulum dijelaskan untuk
menghitung pH dan
melakukan percobaan dengan
indikator alami
Dari hasil analisis konsep kimia mengenai surfaktan yang terkait dalam
literatur, didapatkan konten dan konteks kimia yang terkait dalam surfaktan.
Hasil analisis konten dan konteks tersebut pada umumnya para ahli
menyatakan setuju terhadap pernyataan yang diajukan, akan tetapi untuk
beberapa poin tertentu diberikan saran untuk diperbaiki kalimat, baik
penambahan dan pengurangan kalimat, maupun perubahan penempatan untuk
lebih baik diterapkan sebagai pengayaan. Adapun analisis konten dan konteks
kimia yang berkaitan dengan surfaktan tersebut disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2. Analisis Konsep Kimia yang Terkait dengan Surfaktan
NO Konten Konteks Keterkaitan Konteks dan Konten terhadap
Surfaktan
1 Koloid Surfaktan Surfaktan merupakan zat yang memiliki
sifat seperti detergen yaitu dapat
menurunkan tegangan permukaan cairan.
Surfaktan dan detergen merupakan
aplikasi dari konsep koloid yaitu
penerapan sifat koloid
(emulsifier/penstabil). Sifat emulsifier ini
terbentuk karena adanya dua gugus yang
berlainan yaitu hidrofilik dan hidrofobik.
2 Tegangan
Permukaan
Prinsip kerja
surfaktan
Prinsip Kerja daripada surfaktan adalah
menurunkan tegangan permukaan cairan,
terutama air. Ketika surfaktan
ditambahkan ke dalam air maka akan
memutuskan ikatan-ikatan hidrogen pada
permukaan air dengan cara bagian
41
hidrofilik mendekati air dan bagian
hidrofobiknya menjauhi air. Sehingga air
dan minyak yang awalnya terpisah bisa
menjadi homogen.
3 Hidrokarbon
Penyusun
Surfaktan
Suatu molekul surfaktan mengandung
suatu rantai hidrokarbon panjang plus
ujung ion. Bagian hidrokarbon dari
molekul surfaktan bersifat hidrofobik dan
larut dalam zat-zat non polar, sedangkan
ujung ion bersifat hidrofilik dan larut
dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul surfaktan
secara keseluruhan tidaklah benar-benar
larut dalam air, tetapi dengan mudah akan
tersuspensi di dalam air.
Lignin (Zat
yang
terkandung
dalam
surfaktan)
Struktur lignin adalah kompleks, acak,
dan penyusun utamanya dari senyawa
aromatis. Dalam struktur lignin terdapat
gugus fungsi yang mengikat rantai
hidrokarbon alifatik yang terdiri dari 2-3
karbon.
Surfaktan
Anionik
(Reaksi
Pembentukan
lignosulfonat)
Sebuah surfaktan terikat pada suatu anion
bagian alkilnya. Karakteristik hidrofobik
disebabkan karena adanya gugus ionik
yang cukup besar, yang biasanya berupa
gugus sulfonat atau sulfat
4 Kelarutan Polar dan Non
Polar (Cara
kerja surfaktan)
Ketika surfaktan dilarutkan dalam air,
maka terdiri atas dua bagian yaitu
hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam
air) yang bersifat polar dan hidrofobik
(tertarik pada atau larut dalam lemak dan
minyak) yang bersifat non polar.
Senyawa polar akan mudah larut dalam
polar, dan senyawa non polar akan larut
dalam non polar. Dalam pembuatan
surfaktan ini akan terbentuk misel, pada
42
bagian ekor (hidrofobik) akan larut dalam
non polar, dan bagian kepala (hidrofilik)
akan larut dalam senyawa polar.
5 Lipid Materi
penyusun
surfaktan
Lipid merupakan sekelompok senyawa
heterogen, meliputi lemak, minyak,
steroid dan senyawa lain yang terkait.
Umumnya lipid tidak larut dalam air dan
larut dalam pelarut non polar misalnya
eter dan kloroform.
Surfaktan terdiri dari misel-misel yang
memiliki dua sifat yaitu hidrofobik
(bagian ekor) dan hidrofilik (bagian
kepala). Pada bagian hidrofilik (kepala)
mengandung gugus fosfat, sedangkan
bagian hidrofobik (ekor) mengandung
lipid.
Ketika molekul surfaktan berada di dalam
air, gugus hidrofilik ditarik menuju
molekul air (molekul polar ditarik
molekul polar yang lain) sedangkan
bagian gugus hidrofobik menjauhi air.
6 Reaksi
Sulfonasi
Reaksi dalam
pembuatan
surfaktan dari
ampas tebu
Reaksi sulfonasi merupakan reaksi antara
ion bisulfit dengan molekul lignin. Reaksi
yang terjadi pada proses sulfonasi lignin
ini termasuk reaksi irreversible dan
bersifat endotermis. Proses sulfonasi pada
lignin bertujuan untuk mengubah sifat
hidrofilitas dari lignin yang tidak larut
dalam air dengan memasukkan gugus
sulfonat yang lebih polar dari gugus
hidroksil, sehingga akan meningkatkan
sifat hidrofilitasnya dan menjadikan
lignosulfonat. Suhu dan pH merupakan
faktor yang paling berpengaruh pada
reaksi pembentukan lignosulfonat. Reaksi
sulfonasi ini digunakan untuk
mereaksikan ampas tebu (lignin-OH)
43
dengan pereaksi sulfat (menggunakan
NaHSO3).
7 Asam Basa pH surfaktan pH adalah ukuran atau keadaan suatu zat
apakah termasuk asam atau basa. Pada
proses pembuatan surfaktan, kondisi pH
surfaktan dipastikan dalam kondisi basa
karena lignin akan bereaksi dengan
natrium yang akan menghasilkan
lignosulfonat.
Setelah dilakukan analisis konten-konteks yang terkait dengan surfaktan,
kemudian divalidasi oleh validator yang terdiri dari dosen Pendidikan Kimia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Untuk mengetahui nilai Conten Validation
Ratio (CVR) dan Conten Validation Isi (CVI), data yang divalidasi oleh validator
ahli dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Penilaian CVR dan CVI
NO Nomor
Pernyataan
Validator Jumlah
(poin
3)
Nilai CVR Nilai
CVI 1 2 3 4 5 6
1 1 3 3 3 3 3 3 6 1
0,72
2 2 2 3 3 3 3 3 5 0,67
3 3 2 3 3 3 3 3 5 0,67
4 4 3 3 3 3 3 2 5 0,67
5 5 3 3 3 2 3 2 4 0,33
6 6 3 3 3 3 3 3 6 1
7 7 3 3 3 3 3 3 6 1
8 8 3 3 3 3 3 2 5 0,67
9 9 2 3 3 3 3 2 4 0,33
44
10 10 3 3 3 3 3 3 6 1
11 11 3 3 3 3 3 1 5 0,67
Jumlah 11 Jumlah 8,01
Konsep kimia yang terkait dan dapat dibelajarkan melalui konteks
surfaktan yang kemudian divalidasi oleh para ahli (validator). Disajikan 11 item
konten dan dari 11 konten yang divalidasi, hanya 9 konten yang memenuhi syarat
setelah melalui proses perhitungan CVI, dan 2 konten tambahan revisi.
Berdasarkan pandangan ahli, hanya 9 konten yang memenuhi syarat perhitungan
CVR, CVR dari 6 orang validator memiliki nilai minimum sebesar 0,523.
Kemudian diperoleh nilai CVI sebesar 0,72, ini berarti konten yang sudah
disetujui memiliki kelayakan untuk ditampilkan. Nilai CVI merupakan nilai yang
menunjukkan nilai keabsahan keseluruhan item, hal ini sesuai dengan pendapat
yang menyatakan bahwa keseluruhan item dikatakan bagus yaitu memiliki nilai
CVI setidaknya melebihi 0,70 dan nilai CVI melebihi 0,80 lebih disukai (Gilbert
dan Prion, 2016).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ias Firdaus (2017) mengenai
rekonstruksi bahan ajar: pembuatan LKS dengan tema surfaktan dari minyak
jelantah berbasis literasi sains diperoleh nilai CVI sebesar 0,80 yang telah diuji
cobakan kepada 30 orang siswa. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Basir Nasution (2019) mengenai rekonstruksi bahan ajar: LKS
berbasis inkuiri terbimbing dengan tema surfaktan dari kulit kacang tanah
menghasilkan nilai CVI sebesar 0,85.
Rekonstruksi bahan ajar dilakukan dengan menggunakan model MER,
yang salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui pandangan saintis terhadap
suatu konten pembelajaran. Konten pembelajaran disusun dan divalidasi oleh ahli
guna mengetahui apakah konten sudah layak disisipkan pada bahan ajar yang
direkonstruksi. Kelayakan konten untuk disisipkan dapat dilihat berdasarkan nilai
45
CVI nya sebagaimana dijelaskan oleh Gilbert dan Prion. Setelah mendapat nilai
CVI yang memenuhi kriteria maka dilanjutkan dengan merekonstruksi bahan ajar.
2. Penelitian pada proses pembelajaran
a. Gambaran Prekonsepsi Siswa dan Guru terhadap Surfaktan dan Kaitannya
dengan Konsep Kimia SMA
Prekonsepsi guru dan siswa memberikan gambaran konsep awal yang
dimiliki sebelum diberikan pembelajaran mengenai konteks surfaktan. Pada
umumnya, prekonsepsi seseorang diperoleh dari pengalaman hidup dan
perjalanan pembelajaran yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan non formal dan
pengalaman hidup. Prekonsepsi yang dimiliki seseorang pada kenyataannya
bisa jadi tidak sesuai dengan konsep yang sebenarnya tentang suatu hal,
sehingga ini menyebabkan tiap individu memiliki prakonsepsi yang berbeda-
beda. Untuk mengetahui prekonsepsi baik dari siswa maupun guru dapat
dilakukan dengan cara wawancara yang dikaitkan dengan konteks yang akan
dibelajarkan (Laherto, 2012).
Wawancara prekonsepsi ini dilakukan terhadap 4 siswa kelas XI
program IPA dan 4 orang guru kimia. Untuk setiap subjek yang diwawancarai
menggunakan waktu sekitar 35-55 menit. Wawancara ini dilakukan untuk
mengetahui prekonsepsi guru dan siswa, wawancara prakonsepsi ini juga
merupakan komponen kedua dari MER yaitu bagian penelitian pengajaran dan
pembelajaran. Menurut Duit, dkk (1995) menjelaskan bahwa pemahaman
konsepsi siswa dan pemaparan tentang konten sains siswa harus
diperhitungkan dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Peneliti membuat enam kategori yang tertuang dalam panduan
wawancara dan penunjang wawancara, sedangkan analisis hasil wawancara
dilakukan berdasarkan rubrik wawancara. Adapun kategori wawancara yang
dimaksud adalah:
1) Kategori 1: pengetahuan tentang konteks surfaktan
2) Kategori 2: pengetahuan mengenai konten kimia terkait konteks surfaktan
46
3) Kategori 3: pentingnya mengaitkan konteks surfaktan dalam pembelajaran
kimia
4) Kategori 4: urgensi adanya bahan ajar berupa praktikum berbasis konteks
surfaktan
5) Kategori 5: ketertarikan terhadap bahan ajar berbasis konteks surfaktan di
sekolah
Penjabaran hasil wawancara prekonsepsi adalah sebagai berikut:
1) Kategori 1: Pengetahuan tentang konteks Surfaktan
Kategori pengetahuan tentang konteks surfaktan ini terdiri dari 8
pertanyaan yang berisi tentang pengetahuan siswa dan guru tentang
Surfaktan, dimulai dari pengetahuan tentang Koloid, benda yang
menggunakan aplikasi koloid, prinsip kerja koloid. Alur pertanyaan
dilanjutkan pada hubungan Koloid dengan Surfaktan, struktur Surfaktan,
pengetahuan umum tentang Surfaktan (prinsip kerja dan benda yang
menggunakan aplikasi Surfaktan). Pada tahap ini siswa dan guru
(selanjutnya disebut responden) diperlihatkan beberapa gambar dan video
tentang Surfaktan.
Tabel 4.4. Hasil Analisis untuk Kategori 1
NO Pertanyaan Respon
Guru Siswa
1 Apakah anda pernah mendengar
atau membaca tentang Koloid ?
100% pernah 100% pernah
2 Apa yang anda ketahui tentang
koloid
100% tahu 100% tahu
3 Apa anda tahu pengaplikasian
koloid dalam kehidupan sehari-
hari?
100% tahu 100% tahu
47
4 Apakah anda pernah mendengar
tentang surfaktan?
100% pernah 50% pernah
50% tidak pernah
5 Kalau iya, apa yang ada ketahui
tentang surfaktan?
100% tahu 50% tahu
50% tidak tahu
6 Apakah anda pernah melihat atau
pernah meminum sari tebu?
Kalau pernah, menurut anda
setelah diambil sarinya, ampas
tebu bisa digunakan kembali?
Atau dibuang?
75% tahu
25% tidak tahu
50% tahu
50% tidak tahu
7 Jika ampas tebu bisa digunakan
kembali, dapat digunakan
kembali untuk apa?
75% tahu
25% tidak tahu
75% tahu
25% tidak tahu
8 Apakah anda tahu bahwa ampas
tebu bisa digunakan untuk
pembuatan sabun?
100% tidak tahu 100% tidak tahu
2) Kategori 2: Pengetahuan mengenai konten kimia terkait konteks
surfaktan
Pada kategori kedua pertanyaan-pertanyaan diarahkan pada keterkaitan
antara Konsep kimia SMA terhadap konteks Surfaktan. Tahap awal dari
kategori ini yaitu berawal dari penggalian informasi tentang pengetahuan
responden mengenai bidang sains yang dapat diakomodasi Surfaktan,
kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan khusus pada bidang sains kimia
sekaitan dengan konsep apa saja yang dapat diakomodasi oleh Surfaktan.
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan pada kategori dua ini akan memberikan
informasi sejauh mana pengetahuan responden terhadap konsep yang ada pada
Surfaktan setelah diberikannya beberapa gambar, ilustrasi dan video pada
pertanyaan kategori sebelumnya. Berikut merupakan hasil analisis wawancara
48
pada kategori 2. Adapun hasil analisis konten kimia terkait konteks surfaktan
tersaji pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hasil Analisis untuk Kategori 2
NO Pertanyaan Respon
Guru Siswa
1
Menurut Anda,
bidang sains apa saja
(fisika, kimia,
biologi) yang terkait
dengan surfaktan?
100% benar 100% benar
2
Menurut Anda,
materi kimia apa
yang terkait dengan
surfaktan?
100% tahu 50% tahu
50% kurang
3) Kategori 3: Pentingnya mengaitkan konteks surfaktan dalam
pembelajaran kimia
Pada kategori ketiga pertanyaan-pertanyaan lebih mengarahkan responden
untuk menjawab manfaat dari konteks Surfaktan berdasarkan pandangan
mereka setelah mereka memperoleh informasi tentang, prinsip kerja, alat
dengan aplikasi Surfaktan, dan video pembuatannya. Pertanyaan ini adalah
pertanyaan arahan agar mampu melakukan analisis apakah dengan manfaat
tersebut konteks Surfaktan dapat dibelajarkan di sekolah.
Adapun tabel mengenai pentingnya mengaitkan konteks surfaktan dalam
pembelajaran kimia menurut responden disajikan pada Tabel 4.6.
49
Tabel 4.6. Hasil Analisis untuk Kategori 3
NO Pertanyaan Respon
Guru Siswa
1
Menurut Anda, apa manfaat
Anda mengetahui penerapan
materi kimia tersebut pada
surfaktan?
100% tahu 50% tahu
50% tidak
tahu
4) Kategori 4: Urgensi adanya bahan ajar berupa praktikum berbasis
konteks surfaktan
Pertanyaan pada kategori empat merupakan pendalaman dari informasi
yang ingin digali dari kategori tiga serta perluasan pandangan jika bahan ajar
dibuat dalam bentuk praktikum. Terdapat 3 pertanyaan yang menanyakan
pendapat responden tentang seberapa besar urgensi adanya bahan ajar berupa
praktikum berbasis konteks surfaktan dibelajarkan pada siswa.
Adapun data hasil analisis dalam bentuk tabel mengenai urgensi adanya
bahan ajar berupa praktikum surfaktan menurut responden disajikan pada Tabel
4.7.
50
Tabel 4.7. Hasil Analisis untuk Kategori 4
NO Pertanyaan Respon
Guru Siswa
1
Bagaimana pendapat Anda, jika
tema surfaktan diberikan kepada
siswa untuk membelajarkan materi
kimia SMA?
100% baik 100% sangat
baik
2
Bagaimana menurut Anda, jika
sumber belajar kimia di sekolah
menggunakan bahan ajar berupa
LKS untuk membelajarkan kimia?
Apakah menurut Anda penting?
100% positif 100% positif
3
Menurut Anda, apa kelebihan dan
kekurangan bahan ajar berupa
prosedur tersebut (seandainya
digunakan disekolah)
dibandingkan dengan buku
pelajaran kimia konvensional?
75% positif
baik
25% masih
kurang
75 % positif baik
25% kurang
5) Kategori 5: Ketertarikan terhadap lembar kegiatan siswa berbasis
konteks surfaktan di sekolah
Pada kategori lima ini pertanyaan diarahkan untuk tujuan memperoleh
informasi mengenai ketertarikan responden terhadap lembar kegiatan siswa
berbasis konteks surfaktan di sekolah. Ketertarikan ini diberikan dalam skala 1-5
dengan skala 1 menunjukan sangat tidak tertarik dan skala 5 menunjukan rasa
ketertarikan yang sangat tinggi untuk mengaplikasikan konteks surfaktan dalam
pembelajaran praktikum di sekolah.
51
3. Desain dan evaluasi proses pembelajaran
a. Pembuatan surfaktan dari ampas tebu
Pada proses pembuatan surfaktan dari ampas tebu dilakukan di
Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada bulan Maret
2017. Pada percobaan ini peneliti mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh
Furi dan Coniwati (2012) dan dilakukan modifikasi pada persentase Natrium
Bisulfit. Dicari kondisi optimum yang bagus untuk pembuatan surfaktan dari
ampas tebu, penelitian berfokus pada persentase Natrium Bisulfit yang
berbeda-beda konsentrasinya. Hasil modifikasi prosedur percobaan seperti
dibawah ini:
1) Alat dan Bahan
- Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi: Ampas tebu,
NaHSO3 30%, 35%, dan 39%, H2SO4 6M, air.
- Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: buret, motor
pengaduk, pemanas, penangas air, klem, statif, termometer, batang
pengaduk, penangas minyak, corong pisah, gelas kimia 500ml, gelas
kimia 100 ml, Gelas ukur 100 mL, spatula dan pengaduk, neraca
analitik, kaca arloji, pipet ukur dan bola karet, Pipet tetes, Hot Plate,
pH meter, stopwatch.
2) Cara Kerja
Cara kerja pembuatan surfaktan dari ampas tebu dijelaskan dibawah ini:
52
Gambar 4.1. Bagan Alur Proses Pembuatan Surfaktan dari Ampas Tebu
(Furi, 2012)
Uji Kelarutan
- Ambil 5 mL larutan hasil reaksi (larutan lignosulfonat) dengan
menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
- Tambahkan aquadest sebanyak 10 mL
- Amati apakah larutan lignosulfonat dapat larut dalam aquadest
Uji pH
- Ambil 5 mL larutan lignosulfonat dengan menggunakan pipet.
- Tambahkan aquadest sebanyak 10 mL kedalam tabung reaksi.
- Tentukan pH nya menggunakan kertas pH universal
b. Produk Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Kontekstual (CTL)
Produk akhir penelitian yaitu berupa LKS siswa berbasis CTL
kemudian dilakukan tahapan validasi dari para ahli (validator) yang terdiri dari
1 orang ahli. LKS tersebut memuat materi-materi yang disajikan secara runtut
Size Reducer
Screening
Reaktor
Filter
Serbuk ampas tebu
Ukuran partikel yang
diinginkan
Sebanyak 7 gram
Kondisi operasi:
T = 105 °C
pH = 4
waktu = 30 menit
Larutan bisulfit
sesuai variabel
dan H2SO4
Uji kelarutan
dan uji pH
53
dan sistematis yang didukung dengan gambar dan ilustrasi yang sesuai dengan
materi yang ada. Gambar yang disajikan dalam materi diharapkan mampu
memperjelas dan mempermudah siswa dalam memahami materi yang
disajikan, sehingga siswa mampu mengingatnya dengan baik. Hal ini juga
sejalan dengan pendapat peneliti yang menyatakan bahwa gambar yang
disajikan dalam bahan ajar akan memberikan efek positif pada hasil belajar,
sehingga siswa mudah untuk membaca dan memahaminya (Safitri, Zubaidah
dan Gofur. 2014). Aspek manfaat yang didapat LKS ini dapat mendukung
peran guru sebagai fasilitator. Fungsi bahan ajar mengubah peran pendidik
dari seorang pengajar menjadi seorang fasilitator (Prastowo, 2011. hlm. 24)
Produk bahan ajar yang sudah dibuat terdiri dari beberapa bagian, berikut
disajikan desain bahan ajar yang diproduksi:
1) Bagian Sampul Bahan Ajar (Cover)
Gambar 4.2 Sampul Bahan Ajar
Pada bagian sampul terdiri atas nama dan kelas, judul bahan ajar
yaitu lembar kegiatan siswa, materi yang digunakan yaitu surfaktan dari
ampas tebu, dan gambar-gambar alat-alat laboratorium.
54
2) Pendahuluan
a) Kata Pengantar
Gambar 4.3 Kata Pengantar
Pada kata pengantar berisi mengenai gambaran secara umum isi
bahan ajar, ucapan rasa syukur, dan ucapan terimakasih kepada pihak
yang sudah membantu.
b) Daftar Isi
Gambar 4.4 Daftar Isi Bahan Ajar
55
Bagian daftar isi berisi tentang konten yang ada didalam bahan
ajar, seperti materi dan letak halaman. Daftar isi ini membantu supaya
lebih mudah mencari konten yang diinginkan.
3) Bagian Materi
Pada bagian materi ini dibagi menjadi beberapa bagian, ada
materi pendahuluan, dan materi pendekatan CTL.
a) Materi Pendahuluan
Gambar 4.5 Materi Pendahuluan
Materi pendahuluan berupa pengertian surfaktan, mekanisme kerja surfaktan
dan kegunaan surfaktan dalam kehidupan sehari-hari.
b) Bagian Pendekatan CTL
Pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen yang melandasi proses
pembelajaran yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, dan penilaian otentik (Sanjaya, 2008).
56
Gambar 4.6 Pemodelan (Modelling)
Pada materi pendekatan CTL yang pertama yaitu Pemodelan (Modelling).
Modelling dalam pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa. Proses modeling
tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang
dianggap memiliki kemampuan (Sanjaya, 2008, hlm. 121).
Materi pendahuluan ini beisi suatu kasus yang berhubungan dengan materi
dan praktek yang akan dilakukan siswa. Sehingga menimbulkan rasa ingin tahu
dan minat siswa. Pada materi pemodelan ini berisi mengenai pengetahuan tentang
surfaktan.
57
Gambar 4.7 Inkuiri
Inkuiri merupakan istilah serapan dari bahasa Inggris “inquiri” yang berarti
penyelidikan, dan penelitian (Poedjiadi, 2010, hlm. 85). Inkuiri adalah proses
pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir
yang sistematis (Sanjaya, 2008, hlm. 119).
Berisi tentang permasalahan berupa pernyataan yang membuat siswa
memikirkan pertanyaan yang tepat dari permasalahan tersebut dan membantu
untuk penyusunan hipotesis kegiatan.
58
Gambar 4.8 Masyarakat belajar dan Konstruktivisme
Materi selanjutnya yaitu Masyarakat Belajar (Learning Community) dan
Konstruktivisme (Constructivism). Konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu berasal dari luar, akan
tetapi dibangun atau disusun oleh diri seseorang (Sanjaya, 2008, hlm. 118).
Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama yang dilakukan baik dalam
kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan.
Materi ini berisi kegiatan praktek dan diskusi LKS secara berkelompok dan
berisi kegiatan penyidikan untuk menguji hipotesis agar siswa dapat membangun
pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata.
59
Gambar 4.9 Bertanya
Materi selanjutnya yaitu bertanya (questioning). Bertanya bagi siswa
bertujuan untuk menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang telah diketahui,
dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya (Sanjaya, 2008.
Hlm. 120). Materi ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
praktikum berdasarkan hasil pengamatan. Kegiatan ini dapat membimbing siswa
untuk berdiskusi dan mengumpulkan materi.
Gambar 4.10 Refleksi
60
Refleksi merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari
sebagai struktur pengetahuan yang baru dengan cara mengurutkan kembali
peristiwa pembelajaran yang telah dilalui (Trianto, 2013, hlm. 118).
Materi ini berisi tentang kegiatan yang menghubungkan konsep yang telah
dipelajari dengan konteks. Dalam bagian ini berisi keterkaitan materi kimia dalam
pembuatan surfaktan.
Gambar 4.11 Penilaian Autentik
Penilaian autentik ini dilakukan oleh guru dengan cara mengumpulkan
informasi unntuk mengetahui perkembangan belajar dan perubahan tingkah laku
serta mengetahui apakah proses belajar mengajar yang telah dilakukan memiliki
nilai positif atau tidak (Supardi, 2015. hlm. 24). Materi ini berisi penilaian yang
dilakukan selama proses pembelajaran.
LKS ini kemudian divalidasi oleh para dosen Pendidikan Kimia Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Hasil validasi mendapatkan beberapa saran dan
perbaikan yang disajikan dalam Tabel 4.8.
61
Tabel 4.8 Hasil Validasi untuk LKS Berbasis Pendekatan CTL
NO Aspek Saran Validator
1 Kelayakan Isi Disesuaikan dengan kriteria pada
kontekstual
2 Teknik Penyajian -
3 Penilaian Bahasa Diperbaiki konsistensi penggunaan istilah
4 Kegrafisan LKS disesuaikan lebih menarik (ukuran
A5/B3)
Huruf yang digunakan terlalu besar
Tata letak belum konsisten
5 Pendekatan Kontekstual Usahakan sesuai dengan langkah dalam
pembelajaran kontekstual
Kemudian dilakukan revisi berdasarkan saran dan masukan oleh para
validator, revisi tersebut disajikan dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Saran Validasi terhadap LKS Berbasis Pendekatan CTL
NO Sebelum Revisi Setelah Revisi
1 Belum terdapat tujuan
pembelajaran
Menambahkan tujuan pembelajaan
2 Kurang konsisten dalam
penyajian
Mengubah tulisan dan ukuran tulisan
yang berbeda
3 Materi belum sesuai dengan
langkah pendekatan CTL
Menambahkan materi sesuai dengan
pendekatan CTL
Berikut merupakan cuplikan dari LKS sebelum dan setelah revisi
62
Tabel 4.10 Cuplikan LKS sebelum dan setelah direvisi
Sebelum revisi Setelah revisi
63
c. Angket siswa mengenai LKS pembuatan surfaktan dari ampas tebu
Setelah dilakukan validasi, kemudian dilakukan uji respon kepada para
siswa yang memiliki tujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap bahan ajar
yang ada.
64
Memperoleh respon siswa pada LKS merupakan tahap akhir dari penelitian ini.
Respon siswa merupakan sebuah data yang diperoleh dengan menggunakan
instrumen tertentu. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah
angket. Angket merupakan dafar pertanyaan yang diberikan pada orang lain yang
bersedia memberikan respon berupa informasi tentang suatu masalah, tanpa
merasa khawatir dengan informasi yang diberikan bila tidak sesuai dengan
kenyataan (Riduwan, 2013. Hlm. 71). LKS sebagai media yang digunakan dalam
pembelajaran harus benar-benar bisa membuat siswa memperoleh pengetahuan
yang ingin dicapai. Oleh karena itu, suatu LKS yang sudah dibuat perlu dinilai
guna mengetahui cocok atau tidaknya digunakan dalam pembelajaran. Respon
siswa terhadap LKS dapat diperoleh dengan angket berisi pernyataan-pernyataan
mengenai kelayakan isi, bahasa, kegrafisan, penyajian, dan konsep dari CTL.
Angket yang digunakan mempunyai empat pilihan jawaban yaitu, Sangat Setuju,
Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.
Bahan ajar ini diuji cobakan kepada 40 siswa kelas 11 IPA, angket ini
terdiri dari 30 butir pernyataan yang terbagi dalam 5 aspek, yaitu aspek cakupan
materi, Teknik penyajian, komponen Bahasa, Teknik penyajian, grafis, dan
pendekatan kontekstual. Berikut hasil respon siswa terhadap bahan ajar yang
disajikan dalam Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil Respon Siswa terhadap LKS Berbasis Pendekatan CTL
NO Aspek Skor Aspek Kriteria
1 Kelayakan Isi 99.167% Sangat Baik
2 Komponen Penyajian 97,5 % Sangat Baik
3 Komponen Bahasa 97.917% Sangat Baik
4 Grafis 98.333% Sangat Baik
5 Pendekatan Kontekstual 99.667% Sangat Baik
Setelah persentase jawaban tiap butir diperoleh, maka dicari rata-rata persentase
tiap aspek. Kemudian diperoleh rata-rata persentase respon siswa secara
65
keseluruhan. Nilai rata-rata dari 5 aspek yang dijadikan sebagai pernyataan
diperoleh data paling besar pada aspek pendekatan kontekstual dengan nilai
99,67%, dan yang paling rendah pada aspek komponen penyajian yaitu 97,5%.
Aspek tertinggi diproleh pada aspek pendekatan kontekstual, hampir seluruh
responden memberikan respon bahwa materi yang disajikan sudah sangat baik dan
sudah sesuai dengan tahapan-tahapan pada CTL, masing-masing butir dari aspek
memiliki respon yang sangat baik. Pada aspek komponen penyajian memiliki nilai
persentase paling rendah, hal ini karena pada aspek komponen penyajian dalam
penyajian LKS tersebut masih belum konsisten dan sebagian masih belum tertarik
dengan LKS yang disajikan dikarenakan sedikit sulit untuk dipahami.
Dari hasil analisis angket respon siswa, diperoleh rata-rata aspek secara
keseluruhan yaitu 97,91. Apabila hasil persentase antara 81-100% termasuk ke
dalam kriteria sangat baik (Riduwan, 2013. Hlm. 89). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa LKS berbasis CTL yang diuji cobakan termasuk ke dalam kategori sangat
baik.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Bahan ajar yang dihasilkan berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis
pendekatan kontekstual dengan tema surfaktan dari ampas tebu melalui
metode R&D dan model MER dengan 3 tahapan yaitu klarifikasi dan analisis
konten, penelitian pada proses pembelajaran, serta desain dan evaluasi pada
proses pembelajaran.
2. Berdasarkan hasil uji coba bahan ajar berupa LKS diperoleh bahan ajar
dengan kriteria sangat baik meliputi aspek kelayakan isi sebesar 99,16%;
aspek komponen penyajian sebesar 97,5%; aspek bahasa sebesar 97,91%;
aspek grafis sebesar 98,33%; dan aspek pendekatan kontekstual sebesar
99,7%.
B. Saran
1. Perlu dilakukan implementasi pada pembelajaran praktikum surfaktan yang
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan mencari alternatif penggunaan
NaHSO3 pada pembuatan surfaktan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Arafah, S., Ridlo, S., dan Priyono, B. (2012). Pengembangan LKS Berbasis
Berpikir Kritis pada Materi Animali. Unnes Journal of Biology Education,
1(1): 47-53
Azizah, N. dan Ahmad, M. (2015). Nature of Science in Instruction Materials of
Science through the Model of Educational Reconstruction. Proceedings of
International Seminar on Mathematics, Science, and Computer Science
Education. (MSCEIS 2015), doi: 10.1063/1.4941187
Duit, R. (2007). Science education research internationally. Conceptions, research
methods, domain research. Eurasia Journal of Matematics, Science and
Technology Education, 3(1): 3-15
Firdaus, I. (2017). Rekonstruksi Bahan Ajar: Lembar Kegiatan Siswa dengan
Tema Surfaktan dari Minyak Tanah Berbasis Literasi Sains. [Skripsi].
Jakarta: UIN Jakarta.
Furi, T. A. dan Coniwanti, P. (2012). Pengaruh Perbedaan Ukuran Partikel dari
Ampas Tebu dan Konsentrasi Natrium Bisulfit (NaHSO3) pada Proses
Pembuatan Surfaktan. Jurnal Teknik Kimia, 18(4): 49-58
Gilbert, G. dan Prion, S. (2016). Making Sense of Methods and Measurement:
Lawshe’s Content Validity Index. International Nursing Association for
Clinical Simulation and Learning, 12: 530-531
Hayat, B. dan Yusuf, S. (2011). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Jamaluddin, Iqbal, M., dan Asto, P. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Kompetensi Dasar Menerapkan Macam-macam Gerbang Dasar Rangkaian
Logika di SMK Negeri 7 Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro,
4(1): 73-79
68
Johnson, E. B. (2011). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Terj. Ibnu Setiawan). Bandung:
Kaifa.
Kurnia, F., Zulherman, dan Faturrohman, A. (2014). Analisis Bahan Ajar Fisika
SMA Kelas XI di Kecamatan Indralaya Utara Berdasarkan Kategori
Literasi Sains. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika, 1(1): 43-47
Laherto, A. (2012). Nanoscience education for scientific literacy: Opportunities
and challenges in secondary school and in out-of school setting.
[Disertasi]. Faculty of Science of the University of Helsinki
Lawshe. (1975). A quantitative approach to content validity. Personnel
Pshychology Inc, 28: 563-575
Majid, A. (2011). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mayasari, H., Syamsurizal, dan Maison. (2015). Pengembangan Lembar Kerja
Siswa (LKS) Berbasis Karakter Melalui Pendekatan Saintifik pada Materi
Fluida Statik untuk Sekolah Menengah Atas. Edu-sains, 4(2): 30-36
Naomi, P., Gaol, L., dan Toha, M. (2013). Pembuatan Sabun Lunak dari Minyak
Goreng Bekas ditinjau dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia,
19(2): 42-48
Nasional, P. K. (2007). Naskah Akademik Kajian Kurikulum Mata Pelajaran IPA.
Jakarta: Depdiknas.
Nasution, M. B. (2019). Rekonstruksi Bahan Ajar: Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Berbasis Inkuiri Terbimbing dengan Tema Surfaktan dari Kulit Kacang
Tanah. [Skripsi]. Jakarta: UIN Jakarta
Niebert, K., dan Gropengieser, H. (2013). The Model of Educational
Reconstruction: A Framework for the Design of Theory-based Content
Spesific Interventions. The Example of Climate Change. s10
69
Nisa, B. C., Suryati, dan Ayu Dewi, C. (n.d.). Pengembangan Bahan Ajar KAPRA
Berbasis Literasi Sains pada Materi Laju Reaksi untuk Kelas XI
SMA/MA. Jurnal Ilmiah Pendidikan Kimia "Hydrogen", 3(1): 228-234
Poedjiadi, A. (2010). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran
Kontekstual Berbasis Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prastowo, A. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
DIVA Press.
Prastowo, A. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Tematik: Tinjauan Teoretis dan
Praktik. Jakarta: PT Kencana
Purwanto, N. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rachim, F., Mirta, E., dan Toha, Y. (2012). Pembuatan Surfaktan Natrium
Lignosulfonat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Sulfonasi
Langsung. Jurnal Teknik Kimia, 18(1): 41-46
Rakhmawan, A., Setiabudi, A., dan Mudzakir, A. (2015). Perancangan
Pembelajaran Literasi Sains Berbasis Inkuiri pada Kegiatan Laboratorium.
Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA (JPPI), 1(1): 143-152
Reinfrieda, S., Aeschbacherb, Kienzlerc, P., dan Tempelmannd, S. (2015). The
Model of Educational Reconstruction – a Powerful Strategy to Teach for
Conceptual Development in Physical Geography: the Case of Water
Spring. International Research in Geographical and Environmental
Education, 24(3): 237-257
Riduwan. (2013). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta
Safitri, D., Zubaidah, S., dan Gofur, A. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Mata
Kuliah Biologi Sel pada Program Studi Pendidikan Biologi di Universitas
Nusantara PGRI Kediri. Bioedukasi, 7(2): 47-52
70
Saleh, Farham HM., Andika, D., dan Fajrul M. (2016). Pembuatan Surfaktan
Sodium Ligno Sulfonat dari Ampas Tebu. Teknoin. 22(2): 1-4
Samatowa, U. (2011). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Indeks.
Sanjaya, W. (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi Cet. III. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, W. (2010). Model Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan Edisi 1 Cetakan 7. Jakarta: Prenada Media Group.
Savitri, M. dan Maryati, M. (2015). Rekonstruksi Bahan Ajar Bermuatan View of
Nature of Science untuk Pembelajaran IPA di SMP (Sebuah Kajian
Teoritis). Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains.
ISBN: 978-602-19655-8-0: 405-408
Sukmadinata, N. S. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC
Supardi. (2015). Penilaian Autentik: Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan
Psikomotor Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Model, dan
Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Bumi Aksara.
Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan
Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Trianto. (2011). Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
71
Trianto. (2013). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Edisi 1 Cetakan 6. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Wilson, F.R., Pan, W. dan Schumsky, D.A. (2012). “Recalculation of the critical
values for lawshe’s content validity ratio”. AACE. Website:
http://mec.sagepub.com/content/45/3/197
Wisudawati, A. dan Sulistyowati, E. (2017). Metodologi Pembelajaran IPA.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Yuliza, M., Nurhadi, dan Nerita. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa
(LKS) Berbasis Kontekstual pada Materi Sistem Ekskresi untuk SMA.
Jurnal Pendidikan Mahasiswa Pendidikan Biologi, 2(2): 1-5
Zulfiani, Feronika, T., dan Suartini, K. (2009). Strategi Pembelajaran Sains.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
72
Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian
73
74
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Validasi
75
76
77
Lampiran 3. Lembar Validasi LKS
78
79
80
81
82
83
84
Lampiran 4. Hasil Validasi Konten dan Konteks
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
Lampiran 5. Hasil Wawancara Guru dan Siswa
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
Lampiran 6. Hasil Angket Siswa
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
Lampiran 7. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebelum direvisi
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
Lampiran 8. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) setelah direvisi
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Angket Respon Siswa
150
Lampiran 10. Dokumentasi
151
152
Lampiran 11. Uji Referensi
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162