yusdeka duta, pengkhianat & rekonstruksi

100
Tabir, Pengkhianat, dan Rekonstruksi Oleh Yusdeka Dikompilasi oleh FIW

Upload: fitri-indra-wardhono

Post on 21-May-2015

522 views

Category:

Self Improvement


14 download

DESCRIPTION

Tulisan berikut ini merupakan buah karya dari Ustadz Yusdeka, penulis produktif dari milis “Dzikrullah” (https://groups.yahoo.com/group/dzikrullah) dan blog “Sikap Murid Dalam Berketuhanan Sedang Belajar Mendekat Kepada Dzat Yang Maha Dekat” (yusdeka.wordpress.com). Untuk keperluan pribadi, kami mengkompilasi tulisan-tulisan tersebut, baik berdasarkan abjad huruf pertama dari judul tulisan, maupun berdasarkan topik tertentu. Berikut ini adalah kumpulan tulisan dengan topik berjudul “Tabir, Pengkhianat, dan Rekonstruksi”. Dalam topik ini terdapat tulisan berjudul : - Iqraa ..., Membaca Tabir Menguak Takdir - Pengkhianat Tuhan - Rekonstruksi Pemahaman As Sunnah - Rekonstruksi Berfikir

TRANSCRIPT

Page 1: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

Tabir, Pengkhianat, dan Rekonstruksi

Oleh Yusdeka

Dikompilasi oleh FIW

Page 2: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

2

Kata Pengantar

Tulisan berikut ini merupakan buah karya dari Ustadz Yusdeka, penulis produktif dari milis

“Dzikrullah” (https://groups.yahoo.com/group/dzikrullah) dan blog “Sikap Murid Dalam

Berketuhanan Sedang Belajar Mendekat Kepada Dzat Yang Maha Dekat”

(yusdeka.wordpress.com). Untuk keperluan pribadi, kami mengkompilasi tulisan-tulisan

tersebut, baik berdasarkan abjad huruf pertama dari judul tulisan, maupun berdasarkan

topik tertentu. Berikut ini adalah kumpulan tulisan dengan topik berjudul “Tabir,

Pengkhianat, dan Rekonstruksi”.

Dalam pengkompilasian ini, kami berusaha untuk tidak menambah dengan kata-kata kami

sendiri. Yang kami lakukan adalah penyuntingan tampilan. Tujuan pengkompilasian ini tak

lain adalah agar memudahkan kami untuk membaca dan memahami tulisan-tulisan tersebut.

Hal ini disebabkan karena kebodohan kami untuk dapat memahami tulisan yang Ustadz

Yusdeka tulis. Untuk itu kami merasa perlu untuk menstrukturkan dan

mensistematisasikannya. Selain itu, kami menambahkan dengan uraian kesimpulan atas apa

yang menjadi materi pembahasan Ustadz Yusdeka.

Tulisan dari Ustadz Yusdeka demikian canggihnya, tidak heran jika disadari apa yang Ustadz

Yusdeka tulis pada hakekatnya adalah tulisan yang langsung digerakkan oleh Allah SWT

sendiri, sehingga kami terkadang menggap-menggap dalam membaca. Bahkan setelah

selesai membaca, kami terkadang bertanya-tanya, apa yang telah kami baca tadi, mengingat

kebodohan kami dalam hal yang ditulis tersebut.

Setelah pengkompilasian ini tercapai kami berpendapat alangkah sayangnya jika tulisan dari

Ustadz Yusdeka yang sudah dikompilasi tersebut hanya untuk kami konsumsi sendiri. Untuk

itu, dalam format PDF, kami menaruhnya di internet. Semoga dengan demikian semakin

banyak pihak yang dapat turut menikmati, dan harapan kami, dapat menemani Ustadz

Yusdeka untuk camping di pinggir surga.

(FIW)

Page 3: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

3

Daftar Isi

Artikel 1 : Iqraa ..., Membaca Tabir Menguak Takdir .............................................................. 5

Artikel 2 : Pengkhianat Tuhan .............................................................................................. 16

A. Pendahuluan .................................................................................................................. 16

B. Tugas Kita Apa ? ............................................................................................................. 16

C. Allah Pamer .................................................................................................................... 18

D. Sang Pengkhianat Tuhan ................................................................................................ 20

E. Ketidakpatuhan Kolektif ................................................................................................. 23

F. Kemungkinan Penyebabnya ........................................................................................... 24

G. Sejarah Hitam ................................................................................................................. 30

H. Kebingungan Spiritual .................................................................................................... 32

I. Makna Spiritualitas ........................................................................................................ 37

J. Kerancuan Sistematika Berfikir Yang Sangat Luar Biasa Juga Telah Terjadi

Dalam Memahami Sunnah (Al Qur’an dan Al Hadits). ................................................... 40

1. Kerancuan 1 Dalam memahami Al Qur’an .............................................................. 40

2. Kerancuan 2 Dalam memahami Al Qur’an .............................................................. 42

K. Ya, Pengembalian ! ........................................................................................................ 44

L. Menjadikan Agama Sebagai Kuda Tunggangan ............................................................. 50

Artikel 3 : Rekonstruksi Pemahaman As Sunnah ................................................................... 53

A. Pendahuluan .................................................................................................................. 53

B. Ketaklukan Muhammad SAW ........................................................................................ 54

C. Al Hadits Sudah Habis, Sedangkan As Sunnah adalah Abadi ......................................... 56

D. Mengupas Kulit Bawang Sejarah .................................................................................... 58

E. Titik Awal Pertikaian Hitam ............................................................................................ 59

F. Munculnya Golongan-Golongan .................................................................................... 63

G. Masa Pemangkasan As Sunnah ...................................................................................... 69

H. Kadaluarsanya TEKSTUAL Al Hadits ............................................................................... 71

I. Al Qur’an, Al Hadits dan Kitab Ulangan ......................................................................... 72

J. Lalu Bagaimana ? ........................................................................................................... 73

K. Sikap Berketuhanan ....................................................................................................... 73

Artikel 4 : Rekonstruksi Berfikir ............................................................................................ 77

A. Al Qur'an adalah Teropong Kauniah .............................................................................. 80

B. Teropong ........................................................................................................................ 82

C. Objek Teropongan .......................................................................................................... 84

D. Kesadaran Berketuhanan ............................................................................................... 85

E. Proses Mengamati ......................................................................................................... 86

F. Naluri Mengamati .......................................................................................................... 87

G. Alam Pengamatan .......................................................................................................... 88

H. Hasil Pengamatan........................................................................................................... 90

1. Kelompok Pertama : Orang Yang Berhenti di BENDA ............................................. 91

2. Kelompok Kedua : orang yang di samping : ............................................................ 92

3. Kelompok Ketiga : Orang Yang Tidak Melakukan Pengamatan Apa-

Apapun Di Dalam Hidupnya .................................................................................... 93

Page 4: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

4

I. Ulul Albab, Karakter Si Ahli Ekstasis ............................................................................... 97

Page 5: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

5

Artikel 1 :

Iqraa ..., Membaca Tabir Menguak Takdir1

Pelajaran membaca tabir tertua yang pernah dilakukan oleh manusia yang tercatat di dalam

kitab suci Al Qur'an adalah tatkala Qabil kebingungan untuk menguburkan saudaranya Habil

yang telah dibunuhnya karena rasa iri. Qabil iri Qurbannya tidak diterima oleh Allah,

sementara Qurban Habil diterima oleh Allah. Setelah Qabil membunuh saudaranya, dia

bingung melihat mayat saudaranya tergeletak dihadapannya. Mau diapakan mayat itu.

Namun Allah mengirim dua ekor burung gagak yang kemudian berkelahi satu sama lain.

Salah seekor dari burung itupun mati. Burung yang hidup lalu menggali sebuah lobang dan

menguburkan burung lain yang telah mati itu. Qabilpun mengambil pelajaran dari peristiwa

itu dan mengubur saudaranya pula setelah itu. (Lihat Al Maidah, 5 : 30-31).

Marilah dalam kesempatan ini saya ingin mengajak pembaca untuk mengembara sejenak

dalam proses membaca tabir yang sedemikian banyaknya di alam semesta ini. Apa

perbedaan dan persamaan yang kentara antara orang berketuhan yang hakiki dengan orang

yang tidak berketuhanan dalam membaca tabir-tabir itu. Siap-siaplah.

Di suatu pagi yang berkabut tipis, aku duduk di beranda belakang rumahku. Saat itu belum

ada gumpalan-gumpalan pikiran yang mengalir di dalam otakku. Mataku, telingaku, dan

hatiku juga masih bisa merasakan bekas-bekas kenikmatan tentang bagaimana seorang

hamba bertemu dengan Tuhan-nya semalaman dalam sebuah proses tidur yang nyaman.

Suasana itu ditambah lagi dengan masih berbekasnya rasa perjumpaanku dengan Tuhanku

dalam keadaan sadar saat Shalat Subuh tadi yang sungguh membahagiakan.

Sekilas kulihat tetes-tetes air yang diam bergerombol disehelai daun pisang, yang semalam

jatuh disikut angin kencang didepan rumahku. Tetes-tetes air itu diseruput dengan riang

gembira oleh sepasang burung kecil berbulu hijau diselingi warna jingga, merah dan putih

disana-sini. Indah sekali sapuan perpaduan warna ditubuh burung itu. Bulunya seperti diukir

dengan sangat teliti sampai ke helai-helai terkecilnya. Sang burung bernyanyi, berteriak,

berkicau bergantian seperti terkesima melihat datangnya usapan lembut cahaya matahari ke

bibir cakrawala.

Biasa saja sebenarnya apa yang kulihat dipagi hari itu. Seperti juga biasanya tarikan nafasku

selama ini. Tapi tidak dengan pagi itu.

Sepasang burung itu sepertinya ingin bertegur sapa denganku:

"Wahai Deka ..., kami tadi hanya seperti melayang turun dituntun angin mengarah ke tetes

air di daun pisang yang rontok ini. Kami juga tidak tahu apakah perut kami minta diisi

1 http://4part2.blogspot.com/2009/04/iqra-membaca-tabir-menguak-takdir.html

Page 6: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

6

dengan air atau tidak. Tiba-tiba saja paruh kami telah diarahkan ketetes-tetes air itu, dan

butir-butir air itupun seperti diisap oleh sebuah daya untuk memasuki tembolok kami melalui

paruh kami yang munggil ini ...".

Sementara aku hanya diam dan diam saja sambil mengamati tingkah dan nyanyian ceria sang

burung. Dalam diam, kucoba mengamati daya yang sedang bekerja itu dengan mataku,

namun daya itu tak tersentuh oleh retina mataku. Kucoba pula mendengarkan daya itu,

siapa tahu bisa kutangkap frekwensinya dengan telingaku. Tapi tak segetarpun daya itu bisa

kutangkap dengan gendang telingaku. Yang kudengar hanyalah desauan suara angin

menyapu lembut lembar-lembar daun pisang yang tumbuh subur dipojok rumahku.

Angin ? Benarkah ada desau suara angin ? Ternyata anginpun tidak bersuara sebenarnya.

Adanya desauan angin baru akan terdengar tatkala angin itu menyentuh sebuah tanda,

tanda angin. Misalnya lembaran daun yang digoyang oleh sang angin. Tandanya itu yang

digetarkan oleh sang angin, sehingga akupun berkata "Ooo, ada angin yang sedang bertiup."

Dan saat aku melihat ada dedaunan kering yang melayang-layang dan berputar-putar di

didekatku, akupun akan berkata "Oo, ada angin puting beliung yang sedang mengajak

dedaunan kering itu menari dan berdansa".

Ya, aku baru tahu ada angin ketika sang angin itu menyentuh tanda-tanda yang menandakan

sang angin ada. Awan, asap, dedaunan, adalah tanda (tabir) bahwa ada angin yang sedang

berkisar-kisar. Saat melihat awan yang sedang bergerak bergulung-gulung dengan cepat,

maka kesadaranku akan berkata "Ooo ..., ada angin yang sedang bertiup kencang di udara".

Gampang sekali kita meyadari adanya angin saat kita melihat tanda-tanda (tabir) angin.

Mudah sekali. Orang tak beragamapun akan bisa menyadari akan adanya sang angin dengan

sama mudahnya dengan orang yang beragama.

"Wahai Deka, akupun hanya sekedar diam saja. Ada daya yang sedang mengisar-ngisarku.

Ada daya yang sedang merembesiku, sehingga akupun seperti punya daya untuk

menggerakkan awan, asap, dan dedaunan itu", sang angin seakan mencoba memahamkan

diriku yang sepertinya mulai kehilangan arah pikirku.

Karena sepengetahuanku, angin itu terjadi hanyalah karena adanya perbedaan tekanan

udara di dua tempat yang berbeda, sehingga udara akan bergerak dari tempat yang

bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Ya ..., angin itu hanyalah peristiwa

alamiah biasa saja setahuku, sehingga akupun tidak paham saat aku membaca ayat di dalam

kitab Al Qur'an tentang bagaimana angin itu dikisar-kisarkan (watashriifirriyah) oleh Allah.

Al Baqarah (2 : 164)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,

bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang

Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati-

Page 7: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

7

nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang

dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan."

Al Jaatsiyah (45 : 5)

" . . . dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu

dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin

terdapat pula tanda-tanda bagi kaum yang berakal."

Puluhan kali sudah kubaca ayat-ayat di atas. Tapi saat membaca ayat itu, tidak terlintas

sedikitpun di dalam otakku tentang apa guna dari angin yang dikisar-kisarkan itu. Aku tidak

pernah memikirkan akan adanya daya yang sedang bekerja diperkisaran angin itu. Itu

sungguh tidak pernah kupikirkan. Akalku hilang, pikiranku buntu ketika aku membaca tanda-

tanda diperkisaran angin itu, sehingga tidak ada sesuatupun yang bisa kuhasilkan dari proses

membaca tulisan arab dari ayat-ayat Al Qur'an di atas dengan sangat lancar dan tartil. Tidak

ada hasilnya, kecuali hanya rasa senang bahwa aku sudah membaca Al Qur'an dan aku akan

diberi pahala oleh Allah. Hanya itu !

Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dilakukan orang-orang yang mencoba memikirkan

tentang perkisaran angin itu. Di perusahaan BOEING dan AIR BUS, sekumpulan orang

berhasil menemukan rahasia tentang perkisaran angin itu. Mereka mengerti dengan utuh

tentang bagaimana perilaku kisaran angin itu yang melewati lempengan logam yang

bentuknya seperti sayap burung, sehingga dari proses berfikir mereka tentang kisaran angin

itu lahirlah pesawat-pesawat terbang dengan berbagai bentuk, ukuran, dan penggunaannya.

Sungguh mereka adalah orang-orang yang berfikir dan orang-orang yang berakal seperti

yang diminta oleh ayat-ayat di atas, sehingga merekapun bisa melihat bahwa tidak

sedikitpun ada kesia-siaan dalam setiap perkisaran angin itu.

Mereka telah menjalankan ayat itu dengan sangat baik dan telaten, sementara aku dari dulu-

dulu masih saja menjadi seorang penyair yang melantunkan ayat-ayat itu dengan irama yang

sangat mendayu-dayu,

• ". . . watashriifirriyah, . . . watashriifirriyah, watashriifirriyah . . ."

• "Oh ... angin, betapa engkau berkisar-kisar di langit biru ...".

• "Perkisaran angin itu Allooh yang mengerakkan"

• "Dengan angin yang berkisar itu Allooh membantu penyerbukan tumbuhan".

• "Dari Allooh semuanya ..."

Fasih sekali aku mengungkapkannya.

Akan tetapi saat ditanya: "Ada apa dengan perkisaran angin itu ?", maka pikiranku langsung

jadi buntu, akalku langsung jadi beku, sehingga aku hanya bisa berkata: “Nggak tahu tuh !!!".

Persis seperti tidak tahunya seorang Aborigin, atau seorang Badui, atau seorang terasing di

Page 8: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

8

pedalaman Irian. Ternyata selama ini aku sungguh sudah sangat keterlaluan. Aku rutin

membaca huruf-huruf Al Qur'an, tapi tanpa aku mampu memikirkan dan menjalankan akalku

tentang apa-apa yang kubaca itu. Berpikir tentang anginpun aku tidak, sebagaimana juga

dengan ayat yang memerintahkanku memikirkan hal-hal yang lainnya ?? Aku hanya seperti

orang yang sedang ngelindur dalam tidur. Padahal aku tahu persis bahwa :

Ash Shaff (61 : 3)

"Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu

kerjakan (alami)".

Dalam pengaruh rasa bersalah itu, sang burung pun seperti berkata kembali kepadaku:

• "Wahai Deka, aku hanyalah tanda tentang adanya daya yang sedang menuntunku untuk

turun kedaun pisang layu itu, untuk kemudian daya itu mengarahkan paruhku ketetes-

tetes air yang sepertinya sudah ditahan pula agar bisa masuk ketembolokku. Daya itupun

sepertinya meneruskan butir-butir air itu masuk kedalam setiap sel tubuhku, sehingga

tubuhkupun menjadi sesegar embun pagi".

o "O ..., kalau begitu kau hanya diam saja wahai sang burung kecil ?".

• "Exactly deka ..., aku hanya diam. Daya itulah yang sibuk menggiringku ke sana kemari.

Daya itu melecutkan kepak sayapku. Daya itu mengisarkan angin agar aku bisa

membubung naik keangkasa raya. Daya itu juga menahan anak-anakku agar dia tidak

keluar dari sarangku. Daya itu Maha Sibuk mengaturku, dan anak-anakku. Aku hanya

seonggok tanah yang dialiri daya ...".

Tiba-tiba seekor kucing tetangga berwarna putih meloncat kedekat sang burung yang sedang

hinggap dibangkai daun pisang itu. Sang burungpun terkaget-kaget dan mencelat ke udara

laksana sehelai kapas yang tertiup badai. Kucing itupun ternyata sedang didorong pula oleh

daya yang sama dengan daya yang berkerja pada tubuh burung tadi.

Namun bagiku itu sudah cukup. Aku mulai tersenyum memandang sesuatu yang tak terlihat

oleh mata. Sesuatu yang tak terasa oleh kulit. Sesuatu yang tak terdengar oleh telinga.

Sesuatu yang tak terdefinisikan dengan kata-kata dan kalimat-kalimat. Sesuatu itu menjadi

sangat nyata karena ada tanda-tanda yang teruntai sedemikian banyaknya yang menandai

akan adanya Sesuatu Yang Sangat Hebat. Tanda itu membuat Sesuatu itu nyata. Tanda tadi

adalah tabir-Nya. Buat sejenak muncul kepahaman di dalam dadaku bahwa segala sesuatu

dialam semesta ini pastilah diatur oleh Satu Daya Tunggal Yang Maha Dahsyat. Karena

cakupannya adalah segala sesuatu, tak terkecuali apapun juga, maka Daya itu pastilah

meliputi segala sesuatu. Rasa-rasanya semua orang juga tahu tentang teori ini. Apalagi ahli

fisika tradisional maupun yang super modern, termasuk ahli astronomi terkini, mereka juga

tahu sekali akan adanya daya tunggal itu. Daya yang memegang alam semesta ini agar

Page 9: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

9

masing-masing benda langit bisa duduk diam di jalur edarnya yang sepertinya telah

ditentukan dengan sangat seksama dan akurat sekali. Daya itu bersifat sangat memaksa.

Tidak ada sesuatupun yang bisa keluar dari genggaman daya itu walau sekejap mata

sekalipun.

Selama puluhan tahun, para ahli fisika dan astronomi mencoba untuk mengetahui daya

tunggal macam apakah gerangan yang memegang alam semesta ini. Mereka ingin

melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri.. Mereka ingin melihat bukti tentang daya

itu melalui berbagai alat yang mereka ciptakan. Namun mereka tetaplah berada dalam

keraguan yang sangat panjang. Karena yang mereka temukan itu masih saja tanda-tanda

akan adanya daya tunggal itu. Mereka juga masih memecah belah daya itu menjadi

beberapa daya yang mereka sebut sebagai daya kuat, daya lemah, daya elektromagnetik,

dan daya grafitasi. Bahkan ada yang mencoba menggabungkan keempat daya itu dalam

teori daya superstring, dan entah apalagi nantinya. Akan tetapi, pembagian itu mereka

lakukan tetap saja hanya semata-mata karena melihat pengaruh daya itu pada tanda (tabir)

yang terlihat oleh mata atau logika mereka. Padahal dilihat dari tabir manapun juga pasti

akan ketemu tentang ada daya itu sebenarnya. Sedangkan tentang Dzat yang di balik tabir

itu, Sang Punya Daya, mereka tetap saja bingung untuk memahaminya, karena mereka

ngotot untuk ingin membuktikan Dzat itu dengan mata-kepala dan logika ilmiah yang

mereka punyai.

Akhirnya dalam kebingungan itu, mereka hanya bisa berkata:

"Ada Dark Energy dan Dark Materi yang menjadi The Biggest Mistery yang menyelimuti The

Universe. Alam semesta ini dimulai dari kegelapan materi dan energi.

Kemudian Ada BIG-BANG. Dari kegelapan itu ada Materi yang berpendar dengan kekuatan

yang amat dahsyat, dan ada pula Daya yang sangat amat dahsyatnya yang mengembangkan

materi itu dengan kecepatan yang juga sangat dahsyat sekali, sehingga terbentuklah awal

kehidupan. The Universe. Dan pada akhirnya semua akan kembali membeku dan menjadi

Dark Energy dan Dark Materi yang prosesnya sangat lama-lama-lama sekali". Ini khan Hadist

Qudsi dalam ungkapan bahasa orang yang tidak beriman kepada Allah saja sebenarnya.

Mereka juga sibuk mencari tanda tentang adanya Daya Sang Hidup yang menyelimuti segala

sesuatu. Mereka bisa temukan tanda Daya Sang Hidup itu dimateri yang terkecil yang

mereka namakan sebagai pembentuk dasar materi. Misalnya Daya Hidup itu terbaca ditabir

netron, proton, dan pada nama-nama tabir aneh lainnya seperti : muon, tauon, muon

neutrino, tauon neutrino, up quark, charm quark, top quark, down quark, strange quark,

bottom quark, antielectron, electron antineutrino, muon antineutrino, tauon antineutrino, up

antiquark, charm antiquark, top antiquark, down antiquark, strange antiquark, bottom

antiquark. Sungguh sibuk sekali mereka mengamati tabir-tabir itu tanpa mereka bisa "sadar"

Page 10: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

10

pada Yang Menabiri Diri-Nya dengan tabir-tabir yang seakan-akan bisa hidup dan bergerak

dengan sendirinya itu.

Kalau hanya sampai di proses membaca tabir seperti ini, siapa saja bisa melakukannya.

Beragama atau tidakkah dia, Islam atau tidakkah dia, pintar atau bodohkah dia, semua bisa

melakukannya. Semakin baik dan benar dia melakukan proses membaca tabir-tabir itu, maka

semakin banyak dan bernas pulalah pengajaran yang akan dia terima. Karena saat dia

memandang tabir itu pada hakekatnya dia tengah mendengarkan Sang Pemilik tabir itu

sedang bercakap-cakap kepadanya secara langsung. Namun banyak yang tidak sadar tentang

itu. Mereka mengira bahwa tabir-tabir itu hanya sekedar bereaksi atas apa yang mereka

perbuat terhadap tabir-tabir itu.

Misalnya, saat petani di Thailand sana berbicara dengan pohon mangga, durian, pepaya,

pisang dan buah-buahan lain dikebun-kebun mereka, maka sang pohonpun lalu

menjawabnya dengan cara mengeluarkan buah yang terbaik. Makanya semua orang bisa

kenal dengan pepaya bangkok, durian bangkok, pisang bangkok, bahkan ada juga ayam

bangkok. Namun kita jarang sekali mendengarkan adanya buah bogor (kecuali mungkin buah

talas). Padahal di Bogor itu ada universitas terkenal yang berkaitan erat dengan tumbuhan.

Tapi karena disana orang kebanyakan hanya menghafal bahasa latin dari berbagai tumbuh-

tumbuhan itu, tidak berbicara akrab dengan tumbuhan itu sendiri, maka mereka kalah jauh

dengan orang Thailand yang mau berbicara akrab dengan tumbuhan yang sama dengan yang

ditanam di Indonesia. Makanya negara sekaya raya ini, Indonesia, masih saja sangat

tergantung kepada buah-buahan import. Menyedihkan sekali sebenarnya. Rasulullah saja,

yang dulu pernah membaca di tabir KORMA, telah melahirkan korma yang masih terkenal

sampai saat ini, yaitu KORMA RASUL.

Begitu juga dengan berbagai ahli fikir di zaman keemasan Islam masa lalu, seperti Al Kindi, Al

Battani, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Al Gazhali, Ibnu Zuhr (Avenzoar), mereka telah

berhasil meninggalkan jejak yang sangat bernas atas hasil pembacaan mereka terhadap

tabir-tabir yang terhampar didapan mata mereka. Dari tabir-tabir itu mereka bisa membaca

tentang adanya alat irigasi, alat astronomi, kapal dagang, teknik jembatan, matematika, ilmu

kedokteran, dan sebagainya.

Namun setelah zaman keemasan itu, perilaku umat Islam sudah tidak sesuai lagi dengan

ajaran Islam :

• Kita mulai meninggalkan proses membaca tabir-tabir yang ada di setiap langkah

kehidupan mereka.

• Kita menanggap bahwa dunia ini, yang notabene adalah tabir-tabir Allah, merupakan

penghalang untuk kehidupan akhirat. Kita benar-benar anti kepada dunia ini. Kita telah

menjelma menjadi rahib-rahib dan pendeta-pendeta yang hanya ingin kehidupan akhirat

saja. Kita hanya ingin syurga nanti diakhirat sana. Dunia ini kita anggap sebagai permainan

Page 11: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

11

dan senda gurau belaka, tapi dengan pemahaman yang keliru tentang ayat Al Qur'an yang

bercerita tentang permaian dan senda gurau itu. Sebab, walaupun hanya permainan

belaka, tetap saja hidup iyu butuh uang, teknologi, dan metoda agar kita bisa melakukan

permainan itu.

Semua itu adalah hasil dari membaca tabir.

Karena Allah adalah Dzat yang setiap detik selalu ingin menunjukkan kemahahebatan-Nya

kepada umat manusia, dan itu tidak bisa tertahankan oleh siapapun juga, maka Allahpun

mencari otak dan dada umat manusia lain yang masih bisa terbuka untuk dilewati dan

dirembesi oleh kemahahebatan Allah itu. Karena umat Islam telah berubah menjadi orang

yang berperilaku seperti pendeta dan rahib, di mana kita menutup mata dan telinga kita dari

mendengarkan bicara Allah di tabir alam semesta, maka rembesan omongan Allah itupun

dialirkan secara deras sekali oleh Allah kepada otak orang-orang Eropa, Amerika, Jepang,

Cina, dan sebagainya.

Walau secara hukum syariat Islam mereka dianggap orang sebagai bangsa-bangsa yang

KAFIR, namun secara kehidupan mereka telah menjalankan sebagian besar dari syariat

Islam itu, minus pasal ibadahnya.

Dalam masa-masa umat Islam tertidur pulas itu, di mana Allah seakan-akan mengeluarkan

umat Islam dari cahaya menuju kegelapan, maka muncullah si pembaca tabir Allah di

belahan bumi sebelah Barat sana. Satu persatu tampillah mereka dengan apa yang mereka

sebut sebagai penemuan mereka. Ada Adelard, Bacon, Martin Luther, Calvin, Copernicus,

Kepler, Galileo, Newton, James Watt, Adam Smith, T.A Edison, Albert Einstein, dan banyak

lagi nama-nama lain yang masih hidup sampai saat ini seperti Hawkins yang sangat

fenomenal itu. Dari otak merekalah Allah menciptakan Dapur Tekan, Mesin Cetak, Teknik

Hidrolika, Mesin Uap dan mesin Pintal, Besi Lempengan, Baterai Listrik, Telegraph, Telepon,

Lampu Listrik, Wireless, Pesawat Terbang, TV, Komputer, Material Baru ..., dan jutaan

ciptaan lainnya. Sungguh :

. . . sekarang ini tiada hari tanpa penemuan baru di belahan bumi di mana manusianya

mau membuat otaknya menganga saat membaca tabir Allah yang tak terhitung

jumlahnya.

Sungguh mereka telah menjadi bagian dari utusan-utusan Allah bagi kemakmuran umat

manusia. Dari otak dan tangan mereka, Allah telah mengeluarkan umat manusia dari

kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, khususnya untuk kehidupan di alam dunia

ini. Karena mereka telah menjalankan ayat-ayat Allah (bukan membaca huruf seperti yang

sering kita lakukan) dengan maunya mereka mendengarkan Allah berbicara di tabir-tabir

yang sengaja diciptakan Allah untuk tempat-Nya berbicara.

Page 12: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

12

Sementara itu yang terjadi pada umat Islam, di samping kita lagi tertidur lelap yang panjang,

ada kesalahan lain yang kita lakukan. Kesalahan itu, yang terberat sebenarnya, adalah tanpa

kita sadari, kita juga mulai menjadi orang-orang yang MUSYRIK. Kemusyrikan itu bukanlah

karena kita tidak percaya lagi kepada Allah, bukan. Tapi kemusyrikan itu adalah karena kita

telah memecah belah agama Islam menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing

kelompok itu saling mengaku bahwa kelompok kitalah yang benar. Kita membagi-bagi Islam

menjadi agama kelompok-kelompok :

• Ada agama Islam ala kelompok Sunni atau Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dengan

berbagai pecahannya,

• Ada Islam ala kelompok Syiah juga dengan berbagai variannya,

• Ada Islam ala kelompok A zampai Z.

Dan anehnya setiap kelompok itu selalu "mengaji" hal-hal yang sama saja dari generasi ke

generasi :

• Kalau tidak tentang syurga, ya kajian tentang neraka.

• Kalau tidak tentang pahala, ya kajian masalah dosa.

• Kalau tidak tentang sunnah, ya kajian tentang bid'ah.

• Kalau tidak tentang iman, ya kajian tentang kafir.

• Kalau tidak tentang akhirat, ya tentang akhirat juga (kajian tentang dunianya sedikit sekali

sih).

Hal seperti itu dilakukan umat Islam selama berhari-hari dan bertahun-tahun, dari generasi

ke generasi.

Kalau hanya sekedar mengaji tentang hal-hal di atas yang dianggap sebagai mengaji agama,

ya nggak masalah sebenarnya. Tapi anehnya, setelah mengaji itu, malah tiap-tiap kelompok

pengaji itu mulai menyalah-nyalahkan kelompok lain, dan kita lalu menganggap bahwa

hanya kelompok kita sajalah yang benar.

Sejak masa Nabi Muhammad SAW hidup pun, sebenarnya bibit perpecahan seperti ini sudah

tercium oleh Nabi. Makanya Nabi mengingatkan bahwa: "Nanti umatku itu akan terpecah

belah menjadi 73 golongan, hanya 1 golonganlah yang benar, yang lainnya salah". Eh, malah

umat Islam sengaja memecah belah diri dengan mengaku bahwa yang satu yang benar itu

adalah kelompok kita sendiri. Padahal hadist di atas maknanya ya agar kita jangan berpecah

belah. Islam ya Islam saja. Tidak ada itu istilah Islam ala kelompok XYZ atau PQR. Jadi yang

satu yang benar itu adalah umat yang tidak memecah belah agama Islam menjadi kelompok-

kelompok Islam eksklusif. Karena :

. . . kalau memecah belah agama Islam menjadi kelompok-kelompok, dan kelompok-

kelompok itu berebut tentang kebenaran, ternyata menurut Allah sama nilainya dengan

orang yang menyekutukan Allah. Si Musyrik.

Page 13: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

13

Ar Rum (30 : 31)

"Manusia itu harus kembali kepada Allah dan bertakwalah kepada Allah, tegakkan shalat

dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang (MUSYRIKIN) mempersekutukan Allah."

Ar Rum (30 : 32)

". . . yaitu dari golongan-golongan, orang-orang yang memecah belah agama mereka, dan

mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan dan

membenarkan apa yang ada pada golongan mereka."

Aaaah kita umat Islam ini,

• Sudahlah pendahulu kita (dan mungkin juga kita sendiri) tidak mau lagi mendengarkan

Allah berbicara melalui wahyu yang akan selalu diturunkan Allah ke dalam dada setiap

manusia,

• Tidak mau pula mendengarkan Allah berbicara di tabir-tabir Allah yang berserakan

disetiap sudut ruang kehidupan ini, ditambah lagi dengan kita telah menjadi musyrik

tanpa kita sadari (karena kita memecah belah agama dan rebutan kebenaran),

maka akibatnya kitapun akhirnya ditidurpanjangkan oleh Allah.

Kita dibuat tidak sadar dalam keadaan hidup oleh Allah selama berabad-abad. Umat Islam

seperti berada dalam masa-masa hibernate mulai dari tahun 1200-an sampai dengan abad

ke 20, bahkan mungkin sampai sekarang ini, sehingga kitapun kemudian menjadi tabir Allah

tempat Allah berbicara kepada umat-umat sesudah kita tentang contoh orang-orang yang

tidak bersyukur. Sebab dengan melihat tabir Allah pada diri kita, sebenarnya saat itu Allah

sedang berbicara kepada orang lain tentang nestapa diri kita:

"Wahai hamba-Ku ..., lihatlah sebagian besar dari hamba-hamba-Ku itu. Lihatlah ...,

walaupun mereka mengaku beriman kepada-Ku, walaupun mereka mengaku telah

menjalankan segala ibadah kepada-Ku, walaupun mereka mengaku telah mengikuti contoh

dari Rasul-Ku sampai ke hal-hal terkecil sekalipun, walaupun mereka telah telah hafal ayat-

ayat-Ku yang kutaruh di kitab Al Qur'an dan hafal pula wejangan-wejangan Rasul-Ku

Muhammad SAW, akan tetapi saat mereka tidak mau membaca dan mendengarkan

pembicaraan-Ku yang Ku-tarok di berbagai tabir-Ku, maka mereka tetap saja akan menjadi

orang yang berada dalam kegelapan hidup ditengah-tengah kecemerlangan dunia yang

kuberikan kepada mereka untuk mereka kelola dengan baik. Mereka tidak mampu

menyandang predikat sebagai wakil-Ku, wali-Ku, kurir-Ku, agent-Ku, distributor-Ku untuk

menghantarkan rahmat-Ku bagi seluruh alam dan isinya.

Mereka malah akan menjadi bulan-bulanan, jadi bahan olok-olokan, menjadi contoh yang

sulit untuk ditiru oleh orang-orang yang mendambakan kesempurnaan.

Page 14: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

14

Kau lihatlah wahai hamba-Ku ..., ambillah mereka sebagai contoh dan pelajaran dari-Ku,

sebagai tabir-Ku tempat Aku mengalirkan kebodohan kedalam otak dan dada mereka..".

Wallahu a'lam.

Sementara :

. . . umat lain yang kita sebut sebagai orang yang tidak beragama Islam di Barat dan di

Timur Jauh sana, malah mereka seperti keteteran menerima curahan pencerahan dari

Allah tanpa henti di berbagai tabir-Nya.

Tiada hari tanpa penemuan baru yang mereka dapatkan. Ada teknologi baru, ada pendapat

baru, ada pemahaman baru, bahkan ada tabir-tabir baru yang mereka temukan dalam setiap

langkah yang mereka lalui.

Namun begitu, sayang sekali mereka tetap saja belum berada dalam kesempurnaan seperti

yang diinginkan oleh Allah, sehingga merekapun, tanpa mereka sadari, sebenarnya sedang

menjadi tabir Allah pula tempat di mana Allah berbicara kepada orang-orang yang mau

mendengarkan Allah berbicara kepadanya. Mereka ada tabir si Merugi. Karena dalam

kehebatan mereka membaca tabir, mereka sepertinya tetap berputar-putar berada dalam

cover yang menutup otak dan dada mereka untuk memahami Sang Punya Tabir. Mereka

tidak berhasil menyandang kualitas manusia yang Ulul Albab. Seorang manusia unggulan

yang menjadi tempat Allah menurunkan Rahmat-Nya buat alam semesta.

"Lihat dan dengarkan pulalah bicara-Ku ditabir-Ku yang lain. Tabir si tercover, si kafir.

Betapapun mereka berhasil membaca dan mendengarkan setiap pembicaraan-Ku ditabir-

tabir-Ku yang mereka iqraa (baca), berapapun mereka berhasil menguak rahasia-rahasia

pembicaraan-Ku di tabir-tabir-Ku itu, seberapapun mereka bisa menterjemahkan setiap

tabir-Ku menjadi temuan-temuan baru yang sungguh bermanfaat bagi kehidupan umat

manusia yang lainnya, namun sedikit sekali mereka yang berhasil menyibakkan tabir-tabir-

Ku itu untuk melihat Wajah-Ku., sehingga sedikit sekali di antara mereka yang bisa

tersungkur dan tersujud dihadapan-Ku. Sedikit sekali, kalau tidak mau dikatakan tidak ada,

di antara mereka ada yang mau berterima kasih atas kemurahan-Ku itu.

Kalaupun ada ungkapan terima kasih dari mulut mereka, namun arah kesadarannya tidak

tepat mengarah kewajah-Ku. Mereka malah berterima kasih kepada patung, kepada

berhala, kepada hamba-Ku (Al Masih Isa anak Maryam) yang dianggap mereka sebagai

Tuhan dan anak-Ku. Sungguh sayang sekali mereka bersikap begitu ...

Lebih sedikit lagi di antara mereka yang bersedia dada-Nya Kualiri dengan rasa iman yang

mencekam, rasa haru yang mencekam, rasa menghamba yang mencekam, rasa menyerah

yang mencengkeram. Bahkan rasa takut yang mencekam terhadap keadilan-Ku yang tak

Page 15: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

15

terperikan, juga tidak berhasil merembes kedalam hati mereka, sehingga mereka tetap saja

hanya jadi sekedar contoh tabir-Ku tentang orang-orang yang tercover dari Wajah-Ku.

Sungguh Aku sebenarnya telah menyiapkan semua tabir-Ku itu untuk tempat-Ku berbicara

kepada hamba-hamba-Ku yang Kupanggil sebagai ULUL ALBAB. Sungguh ...!"

Manusia macam apakah gerangan si Ulul Albab ini. Apakah dia manusia sesuci malaikat ?

Page 16: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

16

Artikel 2 :

Pengkhianat Tuhan2

A. Pendahuluan

Sebagai orang yang punya sikap belajar dan berketuhanan, maka diharapkan muncul

wacana pemikiran yang menyegarkan. Wacana ini tidak harus sepi, karena sebuah

wacana pada hakekatnya adalah sesuatu yang baru, sesuatu pemikiran yang tidak hanya

jadi pengekor pemikiran masa lalu, akan tetapi juga menggambarkan kebaruan bahkan

kemasadatangan ide. Karena pemikiran masa lalu bukanlah dikatakan sebuah wacana,

akan tetapi lebih kepada paparan sejarah saja. Jadi wacana ini seharusnya diisi dengan

pemikiran apa saja yang bisa melepaskan kita dari belenggu pemikiran masa lalu yang

sempit (kejumudan pemikiran) menuju pemikiran yang universal. Kita hidup saat ini,

dengan kondisi saat ini yang sungguh sangat kompleks.

B. Tugas Kita Apa ?

Tugas kita adalah bagaimana agar kita bisa TAKLUK (patuh, tunduk, ISLAM) terhadap

SUNNAH (kehendak hukum-hukum Tuhan, sunatullah) pada zaman kita sekarang ini,

sebagaimana takluk dan patuhnya Rasulullah terhadap kehendak alamiah (sunatullah) di

zaman Beliau. Artikel ini akan memuat secara berseri pengertian-pengertian tentang

ISLAM, SUNNAH, AL QUR’AN, sehingga mudah-mudahan akan mampu memberikan

gambaran UTUH tentang ajaran yang dengan susah payah ditegakkan oleh Rasulullah,

akan tetapi kita ternyata tidak mampu untuk memeliharanya.

Pertama saya ingin menyampaikan sebuah renungan panjang saya tentang Islam dari

masa ke masa. Bahwa yang ada di dunia Islam masa-masa lalu, bahkan juga untuk saat

ini, boleh dikatakan belum ada yang mampu untuk memberikan sebuah gambaran

UTUH tentang ISLAM. Karakter macam apa sebenarnya yang bisa mewakili kata ISLAM

itu. Aliran-aliran besar yang ada, sebut saja:

• Syiah;

• Ahlus-sunnah;

• Sufiah;

atau gerakan-gerakan pemikiran yang berkembang saat ini seperti:

• NU;

• Muhammadiah;

• Hizbut Tahrir;

• Salafi;

• Tarbiyah;

2 https://www.facebook.com/notes/kekuatan-zikir-doa/pengkhianat-tuhan/170561976307407

Page 17: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

17

• Jamaah Tablikh;

• LDII;

dan puluhan gerakan-gerakan pemikiran lainnya, masih sangat jauh untuk dikatakan

sebagai yang bisa mewakili KARAKTER ISLAMI yang diinginkan oleh Al Qur'an. Yang

muncul dan yang ada saat ini adalah gerakan-gerakan yang keberadaannya diawali

dengan pencomotan ayat Al Qur'an ataupun Al Hadits di sana sini, lalu comotan-

comotan itu dijadikan sebagai landasan untuk membentuk sebuah jamaah. Jadi yang

ada hanya sekedar :

. . . aliran atau praktek-praktek keagamaan yang DIWARNAI oleh potongan-

potongan ayat Al Qur’an dan Al Hadits.

Jadi Syiah bukanlah manifestasi dari ISLAM KAFFAH, begitu juga Sunni, dan Sufiah,

apalagi kalau hanya sekedar Hizbut Tahrir, Salafi, Tarbiyah, Jamaah Tablikh, LDII, NU,

dan Muhammadiah. Atau paling tidak :

. . . semua ajaran, aliran, atau sekte itu SECARA SENDIRI-SENDIRI belumlah pantas

untuk dikatakan sebagai manifestasi dari ISLAM secara KAFFAH.

Karena Islam itu begitu indah dan sederhana, dan mendunia, dan merahmati seluruh

alam semesta. Akan tetapi semenjak Rasulullah Muhammad SAW wafat sampai

sekarang, belum ada lagi generasi penerus Beliau yang mampu mewujudkan dan

membuktikan kesempurnaan Islam itu secara mendunia.

Di lain sisi, semuanya tahu akan keberadaan ayat yang menerangkan bahwa masuk ke

dalam ISLAM itu harus secara KAFFAH (keseluruhan, totalitas). Akan tetapi sayangnya

sampai saat ini di antara aliran-aliran yang ada itu belum ada yang mampu untuk

memberikan gambaran karakter ISLAM KAFFAH itu secara utuh pula. Akan tetapi saat

ditanya tentang bagaimana kaffah itu, maka jawabannya hanya nyaris berupa

gumaman, atau suara galau dengan bunyi tak sedap seperti kita sedang berada dalam

sebuah pasar tradisional. Suara tak sedap itu sebenarnya cukup mengganggu orang-

orang yang berada di dalam pasar itu sendiri, apalagi bagi orang luar yang tersasar

berada dalam lingkungan pasar itu. Kios-kios yang ada saling berlomba untuk menyetel

lagu sekeras mungkin dan dengan berbagai irama pula, yang katanya untuk menarik

pengunjung. Sungguh ramai, meriah sekali, namun sayangnya orang yang

seharian berada di dalam pasar itu, bahkan besar di pasar itu, tidak sadar bahwa mereka

sebenarnya sedang saling membuat bising dan ribut. Karena memang mereka sudah

bersatu dengan suara bising dan ribut itu. Karena mereka sendirilah sebenarnya sang

pembuat suasana tak nyaman itu.

Akan tetapi bagi orang-orang baru yang suatu saat tersasar ke pasar tradisional itu,

mungkin secara tidak sengaja, maka besok-besoknya mereka tidak akan respek lagi

Page 18: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

18

untuk masuk ke dalamnya, mereka akan menceritakan kepada teman-temannya bahwa

pasar tradisional di lokasi A sangat hiruk pikuk, ribut, bau, dan serba tidak teratur,

sehingga lama-lama melalui kabar berantai (media masa), akan muncul penilaian

masyarakat bahwa pasar tradisional itu adalah sebuah tempat yang tidak nyaman untuk

dimasuki, apalagi kalau di dalam pasar itu banyak berkeliaran orang yang suka

ngamukan. Akhirnya mereka meninggalkan pasar tradisional itu dan beralih memasuki

pasar yang lebih teratur, misalnya toserba M atau R.

Karakter seperti di pasar tradisional inilah mungkin yang paling tepat untuk

menggambarkan kondisi umat Islam yang ada pada saat ini.

C. Allah Pamer

Pada awalnya, lewat persaksian dan kesepakatan Manusia dengan Allah, Allah secara

khusus telah meminta komitmen manusia atas “kepemilikan” Allah terhadap si manusia:

“Bukankah Aku ini Tuhanmu ?”. Lalu dengan tergopoh-gopoh dan mantap si manusia

menjawabnya: “Benar ya Tuhan, saya bersaksi”. Sejak itulah sebenarnya si manusia siap

untuk menyandang predikat DUTA ISTIMEWA Tuhan dan siap pula untuk menjalan

tugasnya sebagai WAKIL TUHAN (khalifah) di tempat yang telah dipersiapkan, yaitu di

bumi berikut dengan alam semesta yang mengitarinya.

Setelah itu Allah pamer kepada Malaikat tentang Duta Istimewa-Nya ini:

“Hai para makaikat, ini lho Duta Istimewa Ku untuk Kujadikan sebagai WAKILKU

dalam memakmurkan, mengelola dunia”.

Dan Allah meminta kepada para malaikat untuk menghormat sujud kepada Sang Duta

Istimewa. Dengan melihat sosok duta ini, pada awalnya malaikat agak ragu dengan

kualitas Duta Istimewa ini, jangan-jangan Sang Duta berkhianat seperti berkhianatnya

Duta sebelumnya yang senang bersimbah darah satu sama lain. Sang Duta terdahulu

lebih sering mengumbar bencana ketimbang memakmurkan dan mengelola

lingkungannya. Akan tetapi keraguan malaikat ditepis dengan sentuhan lembut tetapi

tegas ke dalam wilayah pengertian malaikat:

“Aku lebih tahu apa-apa yang tidak kamu ketahui. ”.

Tiada lain yang dapat dilakukan oleh malaikat selain patuh dan tunduk kepada perintah

Tuhan. Malaikat dengan RELA lalu tunduk dan sujud kepada Adam, Sang Duta Istimewa.

Seiring dengan pengukuhan Adam Sang Duta Istimewa (manusia), untuk menyandang

Tugas kekhalifahan di muka bumi, maka Allah telah melengkapi sang manusia dengan

perangkat yang nyaris sama dengan milik Allah Sang Pengutus itu sendiri. Dengan

perangkat yang diberikan itu, sang manusia bisa mencipta, berkreasi, mengatur,

Page 19: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

19

mengolah, menumbuhkan, menghancurkan, mematikan, segala sesuatu yang berada

dalam objek kekhalifahannya. Di samping itu, perangkat melihat, mendengar, merasa,

dan mengetahui juga difasilitasi Allah kepada Sang Duta Istimewa dengan sangat meng-

agumkan dan dengan fungsi yang nyaris tidak terbatas pula. Dengan segala sifat,

tindakan, dan kemampuan yang difasilitasi itu, maka Sang Duta Istimewa mulai secara

gradual menciptakan kebudayaan demi kebudayaan yang berkembang dari tingkat yang

sangat sederhana sampai dengan tingkat yang sangat mengagumkan saat ini, dan

bahkan masih akan berlanjut untuk masa-masa yang akan datang.

Setidak-tidaknya ada sekian puluh sifat-sifat “Sang Presiden” yang bisa di sandang dan

dipakai pula oleh Sang Duta Istimewa. Semua sifat, laku dan pekerti itu sebenarnya

hanyalah sebagai mandat yang diberikan kepada Sang Duta Istimewa, dan untuk

sementara pula, untuk mewakili Sang Presiden di wilayah tempat mana dia dikirim.

Setiap saat Sang Duta harus melaporkan, mempertanggungjawabkan setiap pemakaian

sifat Presiden yang dia lakukan. Setiap saat dia harus lapor diri kepada Presiden atas

apa-apa yang telah dia perbuat, dia lakukan, dia hancurkan, dan sebagainya. Secara

regular Sang Duta harus berterima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan oleh

Presiden kepadanya. Secara kontinu, Sang Duta sudah sewajarnya membesarkan nama

Presiden yang memberinya kesempatan untuk mewakili Sang Presiden.

Berbilang zaman kemudian berlalu dengan cepat. Dan dengan cepat pula Sang Duta

Istimewa (seluruh manusia secara kolektif) mulai berkhianat terhadap Sang Presiden

yang mengangkatnya. Satu persatu sifat Sang Presiden mulai “diaku” oleh Sang Duta

Istimewa sebagai miliknya sendiri. Sifat-sifat Sang Presiden yang selalu menjaga dua sifat

yang berbeda berada dalam keseimbangan, misalnya panas dan dingin, baik dan buruk,

Im dan Yang, mulai di acak-acak oleh Sang Duta Istimewa. Padahal bagi sang pemilik

sifat itu sendiri, yaitu Presiden, ke-99 sifat itu berada dalam suasana dan kondisi yang

sangat-sangat seimbang. Keseimbangan inilah yang telah membuat alam semesta ini

selalu bergerak dan berkembang dalam keharmonian. Dan dengan nyata kemudian,

masa demi masa protes malaikat terhadap pengutusan duta istimewa dulu itu seperti

terbukti dengan sangat meyakinkan. Sang Duta Istimewa memang berkhianat. Sang

Duta Istimewa lalu lebih cocok dipanggil sebagai Sang Pengkhianat Tuhan, dibandingkan

dengan Khalifah Tuhan (duta istimewa Tuhan). Adalah sebuah hal yang logis saja kalau

Sang Pengkhianat lalu di hukum oleh Sang Pengutusnya. Dan siksa dan hukuman itulah

yang kini sedang dialami oleh hampir semua umat manusia, kecuali bagi duta-duta yang

tidak berkhianat.

1. Duta macam apakah yang tidak berkhianat itu,

2. Apa sebenarnya sumber dari pengkhianatan itu ?

3. Genderang pengkhianatan duta-duta istimewa Tuhan, yaitu manusia, berlanjut

dengan mulus tanpa hambatan. Tidakkah dengan pengkhianatan ini praduga

malaikat terbukti bahwa saat Allah memperkenalkan duta istimewa pertama-Nya

Page 20: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

20

yaitu Adam, nanti Sang Duta ini akan berkhianat dan melenceng dari tugas

kekhalifahan menjadi tugas pengkhianat dan penumpah darah ?

4. Gerangan apakah penyebabnya, sehingga Sang Duta-Duta Istimewa itu terjerumus

ke dalam jurang pengkhianatan itu ?

Untuk mencari akar penyebab pengkhianatan itu, maka mari kita bongkar dan urai point

demi point dengan santai saja !

D. Sang Pengkhianat Tuhan

Nah, dengan segala fasilitas yang sangat sempurna sebagaimana telah diuraikan pada

bagian sebelumnya, maka Sang Duta Istimewa mulai lupa, bahwa semua itu hanyalah

amanah yang dipinjamkan sementara kepada Sang Duta Istimewa. Yang namanya

amanah, ya nggak boleh diaku sebagai miliknya sendiri. Tetapi itulah :

1. Saat Sang Duta berhasil mencipta

dan berkreasi,

maka dia dengan angkuh mulai mengaku: “Ini

ciptaan dan kreasiku.”

2. Saat Sang Duta berhasil

mendapatkan sesuatu,

maka dia dengan jumawa mulai mengaku:

“Ini milikku.”

3. Saat Sang Duta merasa

terganggu,

maka dengan garang dia mulai meradang:

“Kau melawanku, maka kau ku hancurkan.”

4. Saat Sang Duta betah menikmati

kekuasaannya,

maka dia mulai berteriak angkuh: “Ini

kekuasaanku. ini kerajaanku, ini

perusahaanku.”

5. Saat Sang Duta mampu melihat,

mendengar dan mengetahui,

merasakan segala sesuatu,

maka dengan pongah dia mulai mengaku: “Ini

penglihatanku, ini pendengaranku, ini

pengetahuanku, ini perasaanku.”

Lengkap sudah pengakuan itu, semua diaku sebagai milik dari Sang Duta itu sendiri.

Padahal :

1. Hakikinya penciptaan dan kreatifitas itu adalah proses yang dilakukan oleh Sang

Pengutus, Allah, itu sendiri yang dialirkan-Nya melalui otak Sang Duta Istimewa,

2. Sebenarnya segala sesuatu itu adalah milik Sang Pengutus itu sendiri yang dialirkan-

Nya melalui otak Sang Duta Istimewa,

3. Seyogyanya segala kekuasaan, kerajaan, perusahaan adalah milik Sang Pengutus itu

sendiri yang dialirkan-Nya kepada otak dan diri Sang Duta Istimewa,

Page 21: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

21

4. Sebenar-benarnya segala penglihatan, pendengaran, tahu, dan perasaan adalah

kepunyaan Sang Pengutus yang dialirkan-Nya melalui otak, mata, telinga, dan dada

Sang Duta Istimewa.

Sebutlah apa saja yang bisa dinikmati oleh Sang Duta Istimewa, maka pada hakikatnya

semua itu adalah milik Sang Pengutus, Allah, yang dialirkan-Nya kepada diri (Nafs) Sang

Duta Istimewa. Jadi Sang Duta Istimewa hanyalah SEAKAN-AKAN, SEPERTINYA saja

memiliki semuanya itu. Karena dia memang hanyalah sebagai wakil, sebagai wali,

sebagai sarana bagi terlaksananya segala kreativitas dan keramaian yang diciptakan oleh

Sang Pengutus bagi setiap ciptaan dan kreasi-Nya.

Karena sebenarnya yang terjadi adalah, bahwa Allah mengalirkan segala sifat dan

pengetahuan-Nya ke dalam otak manusia untuk misalnya, menciptakan pesawat

terbang, kapal laut, pabrik baja, dan sebagainya. Allah bermain sepak bola, golf, dsb,

lewat aliran keinginan dan gerak ke dalam otak manusia.

Begitu juga untuk membangun, merangkai, menyusun, bahkan untuk menghancurkan

kebudayaan manusia melalui aliran tahu dan sifat-Nya ke dalam otak manusia itu

sendiri. Misalnya, Allah menghancurkan Irak, Afghanistan, Al Qaeda melalui aliran otak

Bush beserta konco-konconya, dan otak Saddam Husein, Hikmatiar, Osama Bin Laden

sendiri.

Allah menghancurkan penganut agama Islam pasca Rasulullah melalui otak Ali,

Usman, Aisyah, Umaiyyah, dan sahabat-sahabat lainnya serta umat Islam sendiri

dari dulu sampai sekarang.

Ungkapan ini sepintas seperti membingungkan, akan tetapi nanti pada bagian lain akan

dibahas lebih detail, bahwa :

. . . kehancuran umat Islam pasca Rasulullah adalah karena mereka tidak pernah

mau mengikuti maunya Al Qur’an dan Sunnah.

Padahal dengan semangat 45 semboyan umat Islam itu adalah “selalu berpedoman

kepada Al Qur’an dan Sunnah” itu sendiri. Nanti akan saya bahas pada bagian

berikutnya tentang sumber kekeliruan pemahaman yang sudah sangat kronis ini.

Mari kita kembali dulu kepada serba serbi Sang Pengkhianat Tuhan. Setelah duta istime-

wa (manusia) ini melakukan pengkhianatan kepada Tuhan, di mana Sang Duta sudah

tidak menyadari lagi, bahkan sudah tidak mampu lagi untuk mengembalikan

kesadarannya, bahwa apa-apa yang dia miliki sebenarnya (hakikinya) hanyalah :

a. gerak Tuhan,

b. pengetahuan Tuhan,

c. tahu Tuhan,

Page 22: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

22

d. milik Tuhan,

e. penciptaan Tuhan,

f. maupun penghancuran Tuhan,

melalui ALIRAN dari-Nya ke dalam otak manusia untuk membangun peradaban di dunia

ini, maka proses sunnah pun berlangsung tanpa bisa dihentikan lagi. Akibatnya, segala

sesuatu tindakan Sang Duta Istimewa lalu cenderung mengarah kepada pembentukan

suasana ketidakkeseimbangan dalam hukum-hukum Tuhan (sunnah) dan sebagai

konsekwensinya dia pasti terkena libasan dahsyat sunnah itu sendiri.

Maka jadilah manusia itu tidak mampu lagi memanfaatkan mandatnya untuk memakai

sifat-sifat Tuhan sebagai duta istimewa untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan

dirinya sendiri. Sifat-sifat dan tindakan-tindakan Tuhan yang seharusnya bisa membuat

keseimbangan antara :

a. penciptaan dan penghancuran,

b. penghukuman dan kasih sayang,

c. memelihara dan merusak,

d. menyempitkan dan melapangkan,

e. memuliakan dan menghinakan,

f. penyiksa dan pemaaf,

g. pemberi derita dan pemberi manfaat,

h. dan sebagainya,

lalu mengalir melalui otak manusia dalam suasana timpang dan tidak seimbang lagi.

Saat manusia berkuasa, misalnya, akan tetapi pada saat itu dia berada dalam posisi

pengkhianat kepada Tuhan, maka ketika itu dia akan cenderung hanya bisa menerima

aliran sifat dan tindakan Tuhan melalui otaknya yang mengarah kepada situasi :

a. penghancuran,

b. merusak,

c. menyempitkan,

d. menghinakan,

e. mematikan,

f. penyiksa,

g. pemberi derita,

h. dan perilaku negatif lainnya.

Sedangkan perilaku dan sifat-sifat sebaliknya yang positif seperti :

a. memelihara,

b. melapangkan,

c. memuliakan,

d. pemaaf,

e. pemberi manfaat,

Page 23: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

23

menjadi tenggelam ke dalam hati kecilnya yang terdalam. Hati kecilnya itu hanya bisa

megap-megap seperti kehabisan nafas dan tak mampu berbuat apa-apa untuk

membalik keadaan agar bisa menjadi mengarah kepada kebaikan.

Akibatnya adalah :

1. Saat dia berkuasa dalam

sebuah rumah tangga,

maka rumah tangga itu akan menjadi neraka kecil

dalam kehidupannya.

2. Saat dia berkuasa pada

sebuah perusahaan,

maka perusahaan itu akan runtuh dan tinggal

nama dalam beberapa waktu lagi.

3. Saat dia berkuasa pada

sebuah negara atau

wilayah,

maka wilayah itu akan bisa dipastikan menjadi

hancur dan menyedihkan bagi rakyat yang di

bawah perintahnya.

E. Ketidakpatuhan Kolektif

Di samping pengkhianatan kepada Tuhan dalam bentuk PENGAKUAN atas kepemilikan

Tuhan oleh Sang Duta Istimewa, masih ada lagi sebuah pengkhianatan lainnya dalam

bentuk :

. . . KETIDAKPATUHAN KOLEKTIF manusia atas SUNNAH atau hukum-hukum Tuhan

(sunnatullah).

Pengkhianatan dalam bentuk ketidakpatuhan kolektif ini lebih disebabkan oleh :

. . . gagalnya manusia memahami makna sunnatulah seperti apa adanya dan apa

yang seharusnya.

Kesalahan pemahahaman manusia ini lebih disebabkan oleh :

. . . paradigma berpikir yang keliru dalam mengartikan sunnah yang tercantum

dalam kitab-kitab suci yang diturunkan kepada manusia itu sendiri, sehingga sunnah

itu menjadi sempit dan kadaluarsa dimakan perputaran zaman.

Dalam agama Islam, misalnya, sunnah yang terkumpul dalam bentuk Al Qur’an dan Aal

Hadits, telah dipahami oleh hampir sebagian umat Islam sebagai dua sumber hukum

yang sangat tinggi tingkatannya sebagai pedoman bagi manusia dalam menjalankan

fungsi kekhalifahannya di muka bumi ini. Sampai di sini sebenarnya tidak ada yang salah.

Akan tetapi dalam pemahaman dan kenyataannya,

Page 24: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

24

. . . dari masa ke masa sunnah itu seperti TUMPUL dan tidak mampu menjawab

tantangan peradaban di zamannya.

Bahkan berbilang zaman, pemahaman sunnah itu seperti tidak mampu membangun

peradaban yang katanya “ya’luu walaa yu’laa alaihi” bahwa agama dan peradaban

Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya. Slogan manis ini hampir-

hampir saja menjadi ungkapan kosong yang tak terbukti (utopia) dalam kehidupan nyata

bagi pemeluknya. Jauhlah panggang dari api.

1. Kenapa bisa begini ?

2. Apakah Al Qur’an dan Al Hadits itu sudah tidak sesuai lagi dengan Sunnatullah ?

Astagfirullahal adhiem, ini tentu sebuah ungkapan yang mengerikan.

3. Akan tetapi, kalau tidak begitu kenapa hasilnya seperti tidak ada ?

F. Kemungkinan Penyebabnya

Dalam aliran pengertian dan informasi yang masuk ke dalam otak saya, ternyata sumber

semuanya itu adalah karena telah terjadinya kerancuan paradigma berfikir bagi

penganut agama Islam terhadap kedua sumber hukum tadi yaitu Al Qur’an dan Al Hadits

yang sudah sedemikian lamanya dan turun temurun serta diwariskan pula kekeliruan itu

dari waktu ke waktu. Artinya :

. . . telah terjadi ketidakpatuhan kolektif mayoritas umat Islam terhadap

pemahaman dan pelaksanaan sunnah yang mereka agung-agungkan sendiri itu.

Diantaranya adalah pemahaman-pemahaman tentang problematika kekinian

peradaban.

Umat selalu mau dibawa dan ditarik kembali menuju peradaban

sederhana kalau tidak mau dikatakan primitif di zaman Rasulullah,

sahabat, dan salafus shalih dahulu kala.

Kalau tidak ada contoh dari zaman-zaman Nabi dan salafus shalih tersebut, maka

sebuah senjata pamungkas yang menakutkan kemudian dikeluarkan: “Itu adalah BID’AH,

setiap BID’AH adalah sesat, dan setiap kesesatan imbalannya adalah NAARRRR

(NERAKA)”. Cerdas benar orang yang telah memelintir senjata yang sebenarnya

sederhana ini menjadi sebuah senjata pamungkas, sehingga perkembangan umat Islam

menjadi mandeg dalam segala hal, sehingga umat Islam lalu menjadi bulan-bulanan atas

ketakutan mereka sendiri untuk menjalankan kekinian yang sangat jauh berbeda dengan

zaman salafus shalih dulu itu.

Padahal makna BID’AH yang diganjar dengan neraka itu, kalau masih mau dipakai,

hanyalah sebatas yang berhubungan dengan ritual ibadah seperti shalat, haji, puasa,

Page 25: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

25

dan pada taraf tertentu adalah mengenai harta. Sedangkan untuk membangun sebuah

kebudayaan, maka boleh dikatakan semua asesorisnya adalah baru, BID’AH. Jadi untuk

membangun kebudayaan itu, maka boleh dikatakan semuanya adalah BID’AH, karena

nyaris semuanya tidak ada contohnya di zaman Nabi dan salafush shalih dulu.

Bagaimana mungkin sebuah BUDAYA (dengan segenap asesorisnya) di

zaman kosmopolitan seperti sekarang ini mau ditarik mundur menuju

peradaban sederhana di zaman Nabi dan salafush shalih itu ?

Kalaupun ada yang mengatakan itu bisa, maka hasil yang akan didapatkan adalah :

. . . sebuah peradaban yang menjadi tontonan orang banyak karena keanehannya.

Di samping itu,

. . . bagaimana mungkin budaya umat Islam yang berasal dari berbagai

bangsa dengan budaya dan peradaban yang berbeda mau dibawa dan

ditarik menjadi sebuah budaya berbau ARAB, misalnya keislaman

seseorang masih mau ditandai dengan atribut-atribut seperti memakai

gamis, bersorban, dengan tasbih di tangan, dan siwak menempel di

mulutnya pula.

Pada aliran-aliran tertentu malah, seorang ulama, Kyai Haji, ustadz akan merasa belum

afdhal kalau dia belum terlihat seperti figur WALI SONGO dalam sinetron di TV. Padahal

dulunya Abu Jahal, Abu Lahab, dan pembesar-pembesar Quraisy penentang Nabi juga

memakai gamis dan bersorban pula. Apa bedanya kalau begitu, kalau masih terpaku

dengan atribut lahiriah belaka ? Bahkan baju gamis yang dianggap sebagai ciri khas

kelompok-kelompok tertentu di Indonesia ini ternyata di Pakistan dan Afghanistan sana

juga dipakai oleh tukang sampah dan petani-petani untuk ke sawah.

Banyak lagilah kerancuan umat Islam dalam pemahaman kata BID’AH dan perubahan

kebudayaan ini, sehingga terlihat benar bahwa sebagian besar umat Islam lalu menjadi

serba salah, serba kikuk, serba terbata-bata, dan gagap budaya.

Tentang BID’AH ini, ada hal lain yang menarik, yaitu mengenai praktek-praktek yang

sangat lazim di masyarakat Indonesia, yang meliputi fenomena keparanormalan dengan

segala variannya :

a. Masyarakat awam boleh dikatakan sangat menikmati dan mempercayai sensasi-

sensasi mistis di dunia paranormal ini. TVpun berlomba-lomba menampilkan acara-

acara yang bagi penggemarnya selalu ditunggu-tunggu walaupun ulama dan da’i

Page 26: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

26

sampai serak berteriak-teriak di mimbar khotbah mengatakan bahwa semua itu

adalah BID’AH, SYIRIK, HARAM.

b. Cap BID’AH ini juga diberikan terhadap acara-acara budaya atau kebiasaan

masyarakat seperti ziarah kubur, pengobatan alternatif dengan segenap macamnya

(ulama mengkategorikannya sebagai perdukunan), kepercayaan tentang roh-roh

gentayangan, sihir, mantra-mantra, dan praktek-praktek lainnya yang

bersinggungan dengan praktek budaya dan praktek ibadah agama Budha dan

Hindu. Walaupun telah dimasyarakatkan oleh MUI (sebagai wakil formal ulama)

bahwa semua itu adalah BID’AH, akan tetapi tetap saja masyarakat umum secara

mayoritas mengakuinya, mempraktekkannya walau kadangkala dengan malu-malu

kucing, sehingga ada kesan bahwa loyalitas dan kepatuhan masyarakat terhadap

ulama sudah sangat lemah. Ulama berkata apa, umatnya prakteknya lain lagi.

c. Bahkan ada yang lebih aneh lagi, praktek dzikir ustadz Arifin Ilham, Aa Gym, ustadz

Haryono dan beberapa praktek serupa seperti dalam tasawuf (tarekat) juga ada

yang membid’ahkannya, sehingga yang bingung ya. umat sendiri, yang akhirnya

mereka rancu sendiri, nggak tahu mana yang benar.

Kenapa sampai begini ?

Jawabannya sangatlah sederhana, bahwa :

. . . umumnya masyarakat sudah tidak mampu lagi untuk merasakan

kelezatan cita rasa beragama. Tegasnya agama itu tidak ada rasanya

lagi.

Yang ada hanya :

a. Ketakutan demi ketakutan atas hukuman Tuhan akibat paradigma yang menjadikan

agama hanya sebatas kepatuhan terhadap perintah dan larangan Tuhan dan Nabi

(yang dalam khotbah-khotbah dijadikan sebagai definisi TAQWA).

b. Dan juga yang dicari dalam beragama itu pada umumnya hanyalah sebatas pahala

dan syurga, tetapi dimensinya untuk di akhirat nanti. Di dunia ini, ya utopia saja

sudah cukuplah. Dan biasanya orang-orang utopia inilah yang lebih banyak

bingungnya, lebih banyak menyalah-nyalahkan orang lain dengan semangat 45 pula.

Akibatnya :

. . . mana mungkin sebuah bentuk praktek agama yang hasilnya hanya sebatas

utopia bisa menggantikan suatu praktek budaya atau ritual keagamaan yang ada

RASA-nya ?

Tidak mungkinlah !

Page 27: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

27

Di tingkat rasa inilah sebenarnya para pemraktek ritual mistis keagamaan lebih banyak

berada (kalau tidak mau dikatakan semuanya), seperti : dzikir berjamaah, tasawuf,

paranormal dan fenomena sejenisnya. Praktek aliran SYI’AHpun berada di wilayah ini,

yaitu dengan menimbulkan rasa cinta yang sangat dalam dan pekat terhadap Ahlul Bait,

bahkan untuk generasi terkini masuk juga seorang Khomeini di dalamnya. Apalagi

pengagungan dan pemujaan berlebihan penganut Syi’ah ini terhadap Rasulullah,

sungguh menakjubkan sekali. Sampai-sampai pernah ada yang mencoba

MEMBANDINGKAN Muhammad SAW dengan Nabi yang lainnya dan kesimpulannya

adalah bahwa Nabi Muhammad is the best among them. Di samping itu, walaupun

misalnya penganut Syi’ah di Indonesia belum pernah bertemu dengan Ahlul Bait

ataupun dengan Imam Khomeini ini, penganutnya bisa menangis histeris walau hanya

dengan “mengingat-ngingat” atau membaca riwayat penderitaan, kegagahan, kegigihan

dan pemikiran beliau-beliau itu.

• Ada RASA di dalam kecintaan itu !

• Ada tangis di situ !

• Ada ekstasis di situ !

Sehingga para pencari rasa dalam beragama akan ketagihan untuk mendapatkan dan

mendapatkan lagi sensasi RASA itu. Kalau mereka sudah merasakan RASA itu, maka

pengamalnya akan mencarinya ke mana pun dan kapan pun agar rasa itu bisa muncul

lagi. Efek ketagihannya hampir sama dengan ketagihan orang terhadap rokok ataupun

narkotik. Dan akibatnya jadilah mereka penganut aliran yang terikat kuat dengan

alirannya itu. Dilarang-larang ? Woou mereka bisa membunuh orang yang melarangnya

itu !

• Fenomena apakah ini ?

• Apakah ini salah atau benar ?

Mari kita bahas sedikit lebih detail.

Rasa, tangis, histeris, dan bahkan bergemuruhnya dada serta bergetarnya tubuh,

ternyata barulah sebatas sensasi FISIK dan EMOSI saja. Untuk mendapatkannya maupun

efek serta pengaruh yang muncul bagi pemrakteknya hampir-hampir tidak ada bedanya

sama sekali di antara penganut agama-agama yang ada. Semua bisa merasakannya, tak

terkecuali orang atheis sekali pun.

Siapa pun yang berhasil menahan gejolak badai fikiran di otaknya dan menujukan

arah fikirnya hanya kepada suatu objek saja, maka dengan memberikan sedikit

sentuhan irama dan kata-kata yang menghiba-hiba ataupun yang membahagiakan,

maka hampir pasti orang itu akan menangis bahkan bisa sampai taraf histeris.

Emosional saja sebenarnya sifatnya. Akan tetapi sekarang :

Page 28: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

28

. . . baru sampai pada taraf menangis ini sudah diartikan oleh banyak orang sebagai

sebuah PERISTIWA SPIRITUAL.

Dan orang sudah bangga dengan itu !

a. Ooo, saya sudah bisa menangis dengan melakukan praktek dzikir ini-itu.

b. Aduh. hati saya menjadi damai setelah dzikir di tempat anu dan saya bisa menangis

di situ !

Selama rasa itu masih ada, maka selama itu pula orang itu akan merasa sangat

beragama, sangat merasa bertaqwa, merasa imannya sedang naik, dan merasa menjadi

orang baik.

But, sssttt. let me tell you a little secret.

Biasanya orang yang sedang menikmati sensasi rasa ini mukanya kelihatan KUYU, tidak

bersemangat, maunya duduk mojok dan bersunyi-sunyi diri (mirip Rabiah Al Adawiyah,

seorang sufi perempuan yang terkenal dengan kecintaan Beliau kepada Tuhan dan

menyebabkan Beliau selalu mengurung diri d ikamar dan menangis terus dan tidak mau

nikah seumur hidup Beliau). Dan. believe it or not,

. . . biasanya setelah itu, tak lama kemudian, rasa itu akan hilang kembali.

Akibat rasa ini kendor atau malah bisa hilang sama sekali, maka orang yang baru sampai

di wilayah rasa ini, akan merasakan imannya seperti sedang turun, ketaqwaannya

sedang di uji, sehingga dia akan kembali mencari rasa itu ke mana pun dan kapan pun.

Sensasi turun naiknya rasa ini kemudian dalam istilah agama disebut sebagai terbolak-

baliknya hati, atau turun naiknya iman yang lokasi keberadaannya adalah di dada. Istilah

populer untuk lokasi tempat terjadinya proses ini adalah QALBU (hati).

Makanya lalu muncul istilah-istilah seperti Manajemen Qalbu, pembersihan hati, dan

yang sejenisnya. Intinya adalah :

. . . bagaimana menjaga dan mengatur agar RASA tadi tidak lagi bolak balik.

Akan tetapi di sinilah muncul masalahnya, bagaimana kita akan bisa mengelola dan

mengatur sebuah SIFAT (QALBUN) yang memang telah disiapkan sejak awal oleh Allah

untuk terbolak-balik seperti itu, seperti telah disiapkannya sifat panas dan dingin, gelap

dan terang, tetapi tetap selalu berada dalam sebuah harmoni kehidupan.

Salahkah rasa ini ?

Cukupkah beragama itu hanya sampai pada sebatas pencapaian RASA itu saja ?

Lalu bagaimana ?

Page 29: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

29

Tidak ada yang salah dengan adanya sensasi RASA dalam beragama ini. Karena rasa itu

adalah sesuatu pengalaman yang sangat empiris, sama empirisnya dengan benda-benda

NYATA seperti air, tumbuhan, udara, dan sebagainya. Akan tetapi mungkin hanya sedikit

orang yang bisa menyadari bahwa dalam beragama tidak cukup hanya sebatas pada

pencarian RASA.

Rasa itu perlu, akan tetapi pada wilayah rasa ini pulalah tempatnya jebakan yang

sangat memabokkan penikmatnya.

Rasa itu adalah sebuah wilayah yang penuh dengan seribu macam jebakan yang sangat

mengganggu. Dengan rasa orang bisa mencintai “suatu objek” tempat mengalirnya rasa

cinta itu mulai dari :

• kadar yang sederhana seperti mencintai benda-benda seni, binatang peliharaan,

tumbuh-tumbuhan hias, sampai dengan

• kadar yang sangat pekat seperti mencintai anak, istri, suami, atau pacar.

Bahkan ada juga rasa cinta dengan kadar yang sungguh mengagumkan dan nyaris tanpa

reserve kepada objek cintanya seperti yang diperlihatkan oleh penganut Syi’ah dalam

mencintai Nabi Muhammad, dan Ali Bin Abi Thalib, Hasan, Husein, imam-imam Syi’ah,

termasuk Imam Ghaib Al Mahdi yang dipercayai oleh penganutnya masih exist sampai

dunia kiamat kelak untuk memberikan manfaat di balik hijab kepada umat manusia

seperti ungkapan berikut:

“Imam adalah inti dan jantung dunia wujud. Tanpa keberadaannya, dunia akan

hancur dan sirna. Oleh karena itu, keberadaan imam kendati ghaib adalah lazim dan

merupakan sebuah keharusan. Sebagaimana manusia dapat mengambil manfaat

dari matahari yang bersembunyi di balik awan, begitu juga manusia dapat

merasakan anugrah wujud ghaib beliau. Di samping itu, pada masa ghaib tidak

sedikit orang yang memiliki kebutuhan dan hajat yang terlaksana berkat uluran

tangan dari wujud Imam as. Begitu juga wujud Imam merupakan penyebab

tumbuhnya harapan manusia, sekaligus faktor penting dalam mensupport manusia

dalam pembersihan jiwa dan persiapan untuk kemunculan beliau as.” (SAL, Aqidah

Syiah, hal 102).

Dengan kadar cinta yang sangat luar biasa seperti ini, maka sudah tidak jelas lagi BEDA

ARAH OBJEK RASA CINTA antara :

a. mana yang cinta kepada ALLAH,

b. mana yang kepada Muhammad,

c. mana yang kepada Ahlul Bait, dan

d. mana yang kepada Imam Ghaib Al Mahdi.

Semuanya bersatu berpilin-pilin kusut dalam sebuah laku syariat yang dipraktekkan oleh

penganut aliran Syi’ah. Dan hari-hari para pencinta ini akan di isi dan dikendalikan oleh

Page 30: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

30

rasa cinta terhadap objek itu yang bagi orang lain mungkin terlihat aneh dan berlebih-

lebihan.

Pada bagian sebelumnya sudah diulas secara singkat tentang :

a. Ada pula orang, kelompok atau aliran yang mencoba mengalirkan rasa cintanya

hanya kepada ALLAH seperti yang diperlihatkan oleh sufi wanita Rabiah Al

Adawiyah. Dengan rasa cinta yang membara kepada Allah, maka sang sufi hanya

asyik masyuk dengan “pendekatannya” kepada Allah dan di lain pihak meninggalkan

fungsi kekhalifahannya untuk membangun dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

b. Dengan rasa pulalah orang bisa membenci, memusuhi, menyiksa, bahkan sampai

membunuh orang lain, serta menghancurkan sebuah kebudayaan atau bangsa. Saat

muncul sebongkah rasa tidak senang seseorang atau sekelompok orang atau aliran

terhadap orang lain karena orang lain itu menghalangi munculnya rasa enak dan

ekstasis pada dirinya melalui sebuah praktek agama atau kejiwaan, maka saat itu

pulalah sebuah power yang sangat dahsyat mulai diciptakan dan siap untuk

dimuntahkan kepada lawannya.

Dunia Islam sudah sangat kenyang dengan pengalaman membanjirnya darah merah

akibat penganut aliran-aliran atau sekte-sekte di dalam agama Islam saling terjebak

dengan sensasi RASA ini (nanti pada bagian tersendiri akan ditambah dengan uraian

terjebaknya aliran-aliran ini dalam INTELEKTUALITAS tentang pemahaman Al Qur’an dan

Al Hadits).

G. Sejarah Hitam

Awal sejarah hitam ini telah dimulai oleh sahabat-sahabat Nabi tak lama setelah

wafatnya Nabi. Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ai’syah, dan Mu’awiyah, adalah

sedikit nama dari ratusan bahkan ribuan nama-nama lainnya yang telah menorehkan

tinta merah dalam sejarah perjalanan Islam dengan terciptanya dua aliran utama

(mainstream) di dalam Islam yaitu :

• Ahlussunnah (Sunni) di satu sisi dan

• Syi’ah di sisi lainnya,

yang masing-masing mengklaim bahwa yang MURNI ISLAM itu HANYALAH kelompok

mereka. Masing-masing sisi mencap sisi lawannya sebagai KAFIR :

• Syi’ah menganggap penganut Sunni sebagai KAFIR, SESAT, TERLAKNAT, dan darah

pembelotnya pun halal untuk ditumpahkan (lihat. Mengapa saya ke luar dari Syiah,

hal X, Sayyid Husain Al Musawi).

• Di pihak lain, Sunni pun mencetak label KAFIR, SESAT kepada aliran Syi’ah ini dan

darahnya halal untuk ditumpahkan (lihat. Sikap Syi’ah terhadap Al Qur’an, hal 53,

Ahmad bin Abdullah Al-Hamdan).

Page 31: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

31

Dan yang sangat mengagumkan lagi, varian dari dua aliran besar inipun bermunculan

dengan pesat. Jumlahnya mungkin sampai ratusan varian yang membuat kebesaran

ISLAM, AL QUR’AN, Muhammad SAW, menjadi hanya sebatas pengertian pihak Sunni

saja, atau pihak Syi’ah saja, atau pengertian dari pihak varian aliran-aliran yang muncul

bak cendawan di musim hujan.

Karena Islam itu TELAH menjadi kecil terkotak-kotak dan tersayat-sayat,

maka ISLAM itu dengan cepat menjadi seperti lentera yang kehabisan

minyak, dan dengan mudah dikalahkan oleh bangsa-bangsa lainnya.

Islam telah terkapar tak berdaya akibat tingkah penganutnya sendiri.

Aneh bin ajaibnya, “semangat” penorehan tinta darah itu sepertinya mau dipertahankan

dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Saat inipun generasi penerus

penoreh tinta merah itu exist bergerak dengan sangat intens, dan tetap akan tetap

exist :

. . . selama tidak adanya niat di antara mereka untuk melakukan “REKONSTRUKSI

BERFIKIR” terhadap ISLAM itu sendiri.

Kalau begitu, adakah JALAN KELUAR (MAKHRAJA) dari dahsyatnya pengaruh JEBAKAN

RASA ini ? Jawabannya adalah, ADA !

Untuk bisa terbebas dari jebakan RASA ini, maka jalan satu-satunya adalah :

. . . dengan KELUAR dari WILAYAH RASA itu yang berada di DADA (SUDUR, QALB).

Wilayah dada ini adalah sebuah wilayah yang disebut juga TUNGKU PERAPIAN, TUNGKU

PENYIKSAAN, dan sekaligus juga adalah RUANGAN PEMBEKU buat manusia di dunia ini.

Di tungku inilah adanya :

• ruangan panas dan dingin,

• ruangan benci dan rindu,

• ruangan iman dan kufur,

yang akan selalu muncul silih berganti mendera setiap manusia.

Kalau tidak mau terjebak dalam ketidaktetapan sifat ini, maka ke luarlah dari sana.

Karena kalau hanya sekedar di manajemeni, dibersih-bersihkan, ditekan-tekan,

maka yang akan mucul selalu sebuah sifat yang terbolak-balik, suasana rasa yang

turun-naik antara baik dan buruk.

Suasana yang menyiksa diri sendiri

Page 32: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

32

H. Kebingungan Spiritual

Nah,

. . . perjalanan ke luar dari tungku perapian inilah yang disebut dengan peristiwa

SPIRITUALITAS, yaitu sebuah proses PERJALANAN (MI’RAJ) untuk menemukan

wilayah DIRI universal (muthmainnah) :

• “Diri yang tidak terpengaruh lagi oleh gejolak dan prahara tungku perapian.

• Diri yang selalu menerima pencerahan.

• Dan Diri itu lalu, selalu mengarah kepada sang Penciptanya”.

Diri dengan ciri seperti inilah yang disebut sebagai diri yang tenang,

• Diri yang tahu memanfaatkan tungku perapian itu untuk “memasak” dunia (tanpa

dia sendiri ikut terbakar di dalamnya), sehingga peradaban di dunia itu menjadi

berkembang dari waktu ke waktu dengan sangat menakjubkan.

• Akan tetapi Diri itu sekaligus juga bisa mendinginkan dan membekukan dunia (tanpa

dia ikut membeku di dalamnya).

Ya, diri yang tenang ini seperti terpisah dari prahara akibat panas dan dingin yang

berlebihan dari proses pembentukan peradaban itu, sehingga peradaban itu berubah

menjadi sebuah hidangan lezat untuk dinikmati. Sebuah peradaban yang tidak panas

dan tidak dingin, peradaban yang bisa mengalir membelah zaman membawa muatan

yang merupakan realitas dari PAHALA atau umpan balik buat sang DIRI itu di dunia ini,

saat ini juga.

Banyak orang yang masih bingung dengan istilah spiritualitas ini. Ada yang

menganggapnya hanya sekedar ucapan dan gerak anggota tubuh saja dalam sebuah

praktek ibadah dalam bingkai agama. Ada juga yang menganggapnya sebagai sebuah

peristiwa bertangis-tangisan akibat syahdunya lantunan do’a dan dzikir yang mendayu-

dayu. Bahkan ada yang mengangapnya sebagai hal yang baru dan tidak ada contohnya

di zaman Nabi (BID’AH). Padahal peristiwa spiritualitas ini tanpa disadari oleh mereka,

sebenarnya sedang terjadi pada diri manusia itu sendiri. Spiritualitas itu sedang mengalir

dalam diri manusia tanpa tertahankan sedikitpun, yaitu “proses kejadian manusia” dari

waktu ke waktu.

Manusia pada awalnya tiada, lalu ia diciptakan dari saripati tanah (unsur karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen, dll.) dalam bentuk air mani dan ovum yang dipersatukan,

lalu ada gerak tumbuh di dalam rahim, lalu dilahirkan, lalu tumbuh dari kecil menjadi

besar kemudian tua, lalu mati !

Page 33: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

33

Kalau digambarkan pergerakan itu kira-kira adalah sebagai berikut:

AKU

(punya kehendak)

GERAK TUNGGAL

(yang membawa kehendak : hidup, melihat, mendengar, merasa, tahu)

Ujung Materi

Unsur-Unsur, Partikel, Saripati Tanah

Diri (Nafs)

(punya tubuh, indra, otak)

SHIBGHATULLAH

Hidup

Melihat, Mendengar, Merasa, Berfikir

Tahu

(peran dan maqam tempat kembali)

Diri Yang Tenang (Nafsul Muthmainnah)

AKU (Allah)

Catatan :

Pemahaman REALITAS GERAK di atas muncul sebagai oleh-oleh 17 Ramadhan 1425 H jam 12:00 s / d 01:30, saat kami

mengadakan pelatihan dengan Pak Haji Slamet Utomo di lapangan Rajawali, Buperta Cibubur.

Page 34: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

34

Di sini ada sebuah “PERGERAKAN” yang tidak bisa ditahan oleh siapa pun dan oleh

apapun. GERAK (pada diagram di atas ditulis dengan huruf besar) itu menggerakkan

SUBSTANSI (pada diagram di atas ditulis dengan huruf besar & kecil) apapun yang selalu

hanya bisa ikut tanpa reserve atas apa-apa kemauan Sang Bergerak itu. Ya, substansi

apapun namanya, maka kalau kita perhatikan dengan hening, maka substansi itu

semata-mata nyata bersandar dan bergantung kepada “Gerak” itu. “Gerak” itu meliputi

segala sesuatu. Dan semua substansi itu bersandar dan bergantung kepada Sang

Bergerak secara kekal dan abadi. Pada tatanan manusia, maka substansi yang bersandar

kepada gerak kolosal yang abadi itu disebut juga sebagai Sang Nafs (diri Manusia).

Allah kemudian menerangkan lebih detail bahwa cikal bakalnya Sang Manusia (sang

NAFS) ini adalah dari saripati tanah yang kemudian dialiri “Gerak” yang di dalamnya

sudah terkandung “muatan” berupa HIDUP, MELIHAT, MENDENGAR, MERASA, TAHU.

Muatan gerak itu berguna bagi sang NAFS sebagai fasilitas atau sarana untuk melakukan

perannya sebagai KHALIFAH di muka bumi. Dalam istilah Al Qur’an mengalirnya GERAK

yang bermuatan hidup, melihat, mendengar, merasa, tahu ini kepada Sang Nafs disebut

juga dengan ditiupkan MIN-RUHI (RUH-KU) oleh ALLAH. Atau disebut juga Sang Nafs

telah mengalami celupan Allah (shibghatullah).

Gerak itu dengan telaten, tanpa henti, mengantar Sang Nafs melakukan perannya (amal)

sebagai Duta Istimewa Allah di alam dunia ini. Betapa tidak, untuk sekedar mengangkat

tangan saja, Sang Nafs tidak akan bisa jika “Gerak” itu ngambek mengaliri tangan si

manusia itu. Tidak dialiri “Gerak” di tangan itu dalam istilah manusianya disebut sebagi

“si lumpuh tangan”.

“Gerak” itu juga yang akan mengantarkan manusia melakukan peran sebagai Gatotkaca,

Bima, Presiden, rakyat jelata, petani, dan sejuta peran lainnya. Untuk menyadari

“Gerak” ini pada pribadi-pribadi yang diserahi peran itu, coba perhatikan aktivitas

sebuah pasar dari arah ketinggian. Misalnya berdirilah di balkon ITC MANGGA DUA.

Alihkanlah pandangan ke kerumunan manusia yang berada di lantai dasar balkon itu.

Perhatikanlah bagaimana ratusan Nafs seperti bergerak hilir mudik, kiri kanan, dengan

teratur, tidak bertubrukan satu dengan yang lainnya. Walaupun arah gerak itu tidak

sama, tetapi tidak terjadi tumbukan antar Nafs di lantai dasar itu. Sebenarnya yang

terjadi adalah Sang Nafs hanyalah DIGERAKKAN. Titik !

Gerak itu juga mengantarkan RASA kepada Sang Nafs tentang apa-apa yang mereka

lakukan, mereka lihat, mereka dengar, dan mereka ketahui. Dengan rasa itulah sang

Nafs punya indikator sebagai alat deteksi dini atas peran yang sedang di jalin oleh sang

Nafs dalam rantai kehidupan di dunia ini, sehingga dengan aliran rasa itu, sang Nafs bisa

melakukan “switching” seperlunya apabila GERAK itu mengalirkan rasa yang tidak enak

ke dalam dada sang Nafs. Tapi ada juga sang Nafs yang sudah TIDAK dialiri lagi dengan

Page 35: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

35

RASA ENAK oleh Sang GERAK itu. Dalam istilah agamanya, sang Nafs yang sudah tidak

punya indikator rasa ini disebut sebagai si Nafs yang rasanya mati, hatinya mati, hatinya

gelap, hatinya keras, dan sebagainya.

Gerak itu juga mengolah denyut jantung, membawa darah melalui pembuluh darah ke

seluruh sel tubuh. Gerak itu juga memasukkan nafas dan mengeluarkan nafas dari paru-

paru Sang Nafs. Gerak itu menumbuhkan dan mengganti sel-sel tubuh Sang Nafs yang

sudah rusak agar bisa berfungsi dengan baik. Gerak itu tiada henti dalam kesibukan

menyempurnakan Sang Nafs.

Ya, Sang Nafs tadi dihantar oleh Sang Gerak Kolosal itu untuk merangkai amal (peran)

dan menenun kehidupan tanpa henti-hentinya sampai Sang Nafs menemukan posisi

akhirnya (maqam) yang akan tidak berubah lagi. POSISI ABADI. Posisi akhir ini

seharusnya adalah pada posisi “Diri yang Universal” (Nafsul Muthmainnah). Karena

memang Sang Gerak itu selalu punya kecenderungan (gharizah) untuk mengantar Sang

Nafs mengarah kepada suasana Diri yang Universal seperti Universalnya suasana GERAK

KOLOSAL itu sendiri.

Akan tetapi dalam perjalanan menghantar Sang Nafs menemukan posisi akhirnya

(maqam) yang seharusnya universal, kadangkala GERAK itu seperti terhenti di tengah

jalan. Gerak itu adakalanya tertahan oleh kuatnya tarikan ketubuhan (hawa un Nafs)

dan berubah menjadi posisi yang rendah dan terkotak-kotak :

• Ada Nafs yang hanya sanggup mencapai suasana diri yang Ammarah,

• Ada yang sampai ke wilayah diri yang Lawwamah.

Semua pencapaian maqam ini sangat tergantung pada :

. . . seberapa jauh kita menyadari dan membiarkan Sang Gerak itu membawa diri

kita dari satu suasana ke suasana lain yang lebih universal.

Dalam istilah agamanya disebut sebagai :

. . . bertambah dan bertambahnya keimanan kita saat kita diperdengarkan dengan

ayat-ayat Tuhan.

Kalaulah Gerak itu hanya bisa menghantar Sang Nafs sampai ke suasana diri Ammarah

ataupun diri Lawwamah, suasana yang serba tidak menentu, di mana saat di posisi ini

Sang Nafs mengaku-ngaku atas perannya, lalu diri (sang Nafs) itu keburu dipindahkan ke

alam akhirat, maka hampir bisa dipastikan pula bahwa :

. . . suasana diri yang Ammarah ataupun Lawwamah itu akan terbawa ke alam

akhirat.

Page 36: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

36

Dan suasana tidak menentu itu pun akan dialirkan terus oleh Sang Gerak kepada sang

Nafs yang sudah berpindah alam ke alam akhirat itu. Dalam istilah agamanya Sang Nafs

DITARUH di tempat yang penuh siksa (neraka). Dan Gerak itu :

. . . mengalirkan rasa tersiksa yang tidak menentu tersebut secara Abadi kepada

Sang Nafs. KEKAL, SELAMA-LAMANYA. Hum fiha abada.

Akan tetapi sebaliknya, jika dalam menguntai kehidupan sewaktu di alam dunia Sang

Nafs berhasil mengikuti hantaran Sang Gerak sampai ntek, untuk menemukan posisinya

yang HAKIKI, yaitu posisi Diri Universal (Nafsul Muthmainnah), lalu dalam posisi diri

universal itu Sang Nafs dipindahkan oleh Sang Gerak ke kehidupan alam akhirat, maka

sungguh beruntunglah Sang Nafs itu. Karena pada suasana diri universal itu sudah tidak

ada lagi ketakutan dan kekhawatiran. Suasana diri yang berada di maqam yang tidak ada

takut dan khawatir ini disebut dalam istilah agamanya sebagai suasana SYURGAWI. Ya,

sang Nafs lalu dihantar oleh Sang GERAK meniti hari-harinya yang abadi untuk

merasakan suasana syurgawi. Sang Gerak itu menghantar Sang Nafs dalam mengarungi

suasana yang dia untai semasa sang Nafs hidup di alam dunia menjadi sebuah

kehidupan syurgawi selama-lamanya. ABADI, KEKAL. Hum fiha abada.

Tapi rentang waktu untuk menemukan posisi abadi ini sangatlah terbatas. Proses

menenun kehidupan ini hanya terjadi selama diri (Sang Nafs) yang terbuat dari saripati

tanah masih belum sempurna pembentukannya. Selama saripati tanah itu masih

disempurnakan di sana-sini, masih disembuhkan setelah sakit, masih diganti sel-selnya

yang rusak, masih diemplek-emplek oleh Sang Gerak menuju yang lebih sempurna, maka

hanya pada saat itulah kita punya kesempatan untuk merenda kehidupan kita menuju

posisi Diri Universal sebagai bekal untuk kehidupan abadi di akhirat. Karena kalau

saripati tanah itu sudah sempurna, sehingga tidak ada lagi yang perlu dipermak, tidak

perlu lagi sel-selnya yang rusak untuk diganti, maka saripati tanah itu sudah tidak

diperlukan lagi. Maka Sang Gerak itu mengambil kembali satu persatu aliran-aliran yang

pernah dialirkan Sang Gerak kepada Sang Nafs yang berupa saripati tanah itu. Sang

Gerak itu tidak lagi mengalirkan rasa melihat, rasa mendengar, rasa tahu, dan yang

terakhir rasa hidup kepada saripati tanah itu. Lalu sang Nafs secara kehidupan dunia

dikatakan MATI. Dan kemudian saripati tanah yang tadinya dibentuk dalam bentuk

tubuh manusia itu diurai melalui gerak pembusukan, pelelehan oleh Sang Gerak untuk

kembali menjadi unsur-unsur tanah.

Akan tetapi ada sebuah rahasia maha besar yang tersimpan dalam rentang waktu

menenun kehidupan selama hidup di dunia itu. Kita tidak tahu kapan Sang Gerak itu

memutuskan bahwa peran saripati tanah itu sudah sempurna dan lalu sang Gerak itu

akan berhenti mengalirkan aliran Melihat, Mendengar, Tahu, dan Hidup kepada saripati

tanah yang sedang merajut peran itu. Kita tidak tahu rahasia itu. Bisa jadi sepuluh tahun

Page 37: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

37

lagi, atau bisa juga besok, atau bahkan beberapa menit lagi peran saripati tanah itu

sudah dianggap sempurna oleh Sang Gerak, sehingga saripati tanah itu lalu dimatikan.

Dan dalam ketidaktahuan kita itulah kita harus berpacu dengan waktu untuk merenda

hari agar bisa mencapai posisi Diri yang Universal yang dampaknya akan abadi di

kehidupan akhirat nantinya. Sebuah perjudian hidup yang sangat besar sebenarnya

tengah kita jalani tanpa kita sadari.

Akankah kita lalai dalam perjudian hidup yang maha besar itu ?

Terpulang kepada kita saja sebenarnya.

Seiring dengan diambilnya Melihat, Mendengar, Tahu dan Hidup dari saripati tanah itu

oleh sang Gerak, maka sang Gerak itu lalu menghantar Sang Nafs untuk beralih alam

dari alam dunia menuju alam Akhirat. Bersamaan dengan transformasi kehidupan Sang

Nafs itu, maka Sang Gerak itu tetap mengalirkan Melihat, Mendengar, Tahu dan Hidup

itu kepada Sang Nafs yang sudah berubah bentuk menjadi “kupu-kupu akhirat”, sebuah

bentuk yang tidak sama dengan susunan saripati tanah seperti sebelumnya. Dan dalam

bentuk “kupu-kupu akhirat” inilah kehidupan yang sebenarnya baru dimulai untuk

sebuah kehidupan ABADI dalam suasana sesuai dengan pencapaian Sang Nafs selama

menenun kehidupan di alam dunia. “Sang kupu-kupu akhirat” ini tak lain dan tak bukan

adalah Sang Nafs juga dalam bentuk lain. Dan Sang Gerak itu tetap mengantarnya secara

ABADI pula.

I. Makna Spiritualitas

Spiritualitas tak lain dan tak bukan adalah adalah sebuah pergerakan kesadaran

(INGAT=DZIKIR) substansi manusia (NAFS = DIRI, JIWA) untuk patuh, tunduk, dan

takluk terhadap KEHENDAK ZAT yang merupakan SUMBER dari sebuah GERAK

KOLOSAL yang membentuk, menghidupkan, mematikan, menggerakkan, dan

mencerdaskannya selama waktu yang telah ditentukan untuknya.

Selama dalam proses kreatif, dari awal pembentukan sampai dia mati kembali, saat dia

diemplek-emplek, dirombak, lalu disempurnakan kembali, dan akhirnya dimatikan, maka

substansi Nafs itu harus disadarkan bahwa :

• Dirinya hanyalah bentuk qodrat Tuhan.

• Jantung adalah qodrat Tuhan.

• Tubuh adalah qodrat Tuhan.

• Sudur (dada) adalah qodrat Tuhan.

• Otak adalah qodrat Tuhan.

Page 38: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

38

Artinya semua atribut dari Nafs itu hanyalah tempat Tuhan berkreasi, tempat Tuhan

berbuat keramaian, tempat Tuhan menciptakan peradaban bagi kepentingan Nafs itu

sendiri.

Dengan munculnya kesadaran ingat (dzikir) pada Nafs (diri, jiwa) bahwa Sang Nafs itu

hanyalah bentuk dari qodrat Tuhan, maka saat itu pulalah Sang Nafs bisa mengikuti

sebuah Gerak Universal yang sangat KOLOSAL dengan tanpa hambatan bisa menemukan

jalan kembali kepada Pemiliknya. Dalam istilah agamanya Gerak Universal yang kolosal

itu disebut sebagai Sang MIN-RUHI (ruh-Ku) atau disebut juga RUH yang cenderung

membawa apapun untuk kembali mengarah kepada Sang Pemiliknya. Ya, Sang Ruh ini

tidak lagi tersangkut oleh “gravitasi sifat dan bawaan” Nafs (hawa un Nafs) atau tarikan

alam-alam rendah lainnya seperti jin, syetan, iblis, harta, tahta, dsb. Sang Ruh akhirnya

mampu saling berinteraksi dengan Sang Pemiliknya, yaitu AKU (Allah), sehingga

akibatnya Sang Nafs ikut menjadi objek yang menerima pencerahan demi pencerahan,

karena Sang Nafs itu sudah tidak punya pengakuan lagi. Hanya tinggal satu Aku yang

hakiki yang mengaku-ngaku, yaitu Aku (Allah).

Proses perjalanan kesadaran (INGAT) untuk TUNDUK, PATUH, dan TAKLUKnya NAFS

kepada kehendak (qodrat) Tuhan, dan proses KEMBALINYA MIN-RUHI kepada Sang

Pemiliknya setiap saat inilah yang disebut dengan peristiwa spiritual yang merupakan

FITRAH, atau SUNNAH (Sunatullah) bagi setiap makhluk ciptaan-Nya tak terkecuali bagi

manusia, Sang Duta Istimewa.

Jadi dalam proses spiritual itu ada 3 aktivitas besar yang terjadi berbarengan pada saat

yang sama:

a. Proses perjalanan kesadaran bahwa diri manusia, otak manusia hanyalah bentuk

qodrat (kehendak) Tuhan, maka kehendak Tuhan itu lalu menghadap (patuh,

takluk, tunduk) kepada Sunnah Tuhan (Sunnatullah).

b. Proses perjalanan kesadaran bahwa ruh manusia (atau kadang-kadang di sebut

juga oleh Pemiliknya dengan sebutan Aku, Bashirah = Yang Tahu) itu adalah Min-

Ruhi (Ruh-Ku), ruh milik Tuhan, ruh Tuhan, maka lalu ruh itu dengan kehendak

Tuhan kembali kepada Tuhan (Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun = Aku adalah milik

Tuhan, dan Akupun kepada Tuhanku Kembali)

c. Proses perjalanan rasa ingat Tuhan menghadap kembali kepada Tuhan.

Yusdeka tidak bisa membuat RASA INGAT.

• Qodrat Allah kembali kepada Allah !

• Min-Ruhi (Ruh milik Allah) kembali kepada Allah !

• Rasa ingat Allah kembali kepada Allah !

• Maka saat itu sirnalah nama-nama

• Lenyaplah pandangan dan pendengaran

Page 39: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

39

• SirnalahYusdeka

• TIADA LAGI PENGAKUAN !

• Sirna, sirna.

• Tiada, tiada.

• Lenyap, lenyap.

• KOSONG !

• Yang ada adalah Yang Ada,

• Yang Ada,

• YANG ADA !

• Yusdeka fana, tiada,

• dan yang ada hanyalah Yang ADA !

• Yang ADA adalah AKU yang bening yang lepas dari tarikan grafitasi NAFS dan

terhindar dari pengaruh Alam-alam RENDAH lainnya.

• Yang ADA adalah AKU yang bening dan jernih yang selalu mendapatkan NUR dan

BURHAN (pencerahan, enligthment) dari Tuhanku.

• AKU, AKU, AKU, AKU,

• INGSUN, INGSUN,

• SANG HIDUP,

• SANG TAHU,

• SANG MATA KEHIDUPAN,

Maka apabila AKU telah bernyata:

Al Anfaal (8 : 17)

"Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah

yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar,

tetapi Allahlah yang melempar."

Hadits Qudsy, HR Bukhari

"Maka Aku merupakan pendengaran yang ia gunakan, Aku merupakan penglihatan

yang ia gunakan, Aku merupakan tangan yang ia gunakan untuk menyerang, dan Aku

merupakan kaki yang ia gunakan untuk berjalan.”

Jadi SPIRITUALITAS adalah :

• Sebuah proses PEMBEBASAN AKU dari pengaruh hisapan dan jebakan gravitasi-

gravitasi NAFS (Hawa Un NAFS) yang berupa Pikiran dan Rasa, sehingga

• Sang NAFS secara otomatis juga akan terbebas dari tarikan alam-alam rendah

(jin, syetan, iblis, dan NAFS-NAFS lainnya).

Page 40: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

40

AKU lalu kembali kepada FITRAH-KU dengan menjadi substansi yang MERDEKA, yang

selalu mengarah, memancar kepada TUHAN-KU, sehingga AKU selalu mendapatkan

arahan dan pancaran NUR dari TUHAN-KU setiap saat. Sesuai dengan tugas-KU sebagai

Duta Istimewa, maka AKU lalu menjadi menjadi KUSIR atas NAFS-KU untuk mengelola

dan memakmurkan dunia ini sesuai dengan Sunnah Tuhan-Ku (sunatullah) !

Kalau tidak sampai mendapatkan AKU yang bening dan merdeka seperti ini, maka

posisi itu namanya adalah diri yang tersekat, tersasar, yang dalam istilah agama

disebut dengan SYIRIK !

Perilaku syirik inilah yang menjadikan manusia itu disebut sebagai PENGKHIANAT

TUHAN. Sang Duta Istimewa yang mbalelo terhadap Tuhan yang mengutusnya.

J. Kerancuan Sistematika Berfikir Yang Sangat Luar Biasa Juga Telah Terjadi Dalam

Memahami Sunnah (Al Qur’an dan Al Hadits).

1. Kerancuan 1 Dalam memahami Al Qur’an

Secara sistematis Al Qur’an telah menjadi sebuah kitab kosong yang hanya tinggal

sebatas dibaca, dihafal, dan dilombakan. Ada memang upaya dilakukan untuk

penafsiran ayat-ayatnya secara kontekstual, akan tetapi sayang tafsirannya itu :

• Masih terkesan ragu-ragu dan malu-malu dan

• Nyaris selalu dibawa mundur dan mundur ke alam budaya dan pengertian zaman

Salafus Shalih sekitar seribu tahunan yang lalu.

Padahal Al Qur’an itu adalah sebuah kunci pembuka sebuah gudang penyimpan

senjata pusaka yang sangat ampuh bagi bekal kehidupan umat manusia. Allah

menyatakan di dalam Al Qur’an bahwa ada senjata pusaka di sebuah gudang

penyimpanan rahasia yang diperuntukkan bagi umat Islam sebagai pewaris dan

penerima peta wasiat tempat penyimpanannya. Akan tetapi kunci itu secara tidak

sengaja ternyata telah dibuang oleh umat Islam dan telah beralih tangan kepada

umat yang tidak beragama Islam, sehingga mereka berhasil mendapatkan senjata

pusaka yang ternyata memang sangat ampuh untuk bekal mengelola dunia ini.

Bahkan sangat ampuh untuk menghadapi dan mengalahkan umat Islam itu sendiri.

Hal ini persis seperti kejadian dalam cerita silat Kho Ping Hoo, di mana seorang

Pendekar Sakti meninggalkan pusaka berupa sebuah kitab silat dan Pedang

Penakluk Naga. Di akhir hayatnya, Pendekar itu menyepi mencari jalan Tuhan di

dalam sebuah gua tersembunyi sampai matinya. Si Pendekar masih sempat

menuliskan sebuah pesan singkat (peta menuju Gua Rahasia itu) sebelum nafasnya

berhenti:

Page 41: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

41

“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan “Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan “Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan “Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan

peta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab dan peta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab dan peta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab dan peta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab dan

pedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu ini pedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu ini pedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu ini pedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu ini

tidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orang----orang yorang yorang yorang yang jahat, ang jahat, ang jahat, ang jahat,

sebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka dunia sebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka dunia sebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka dunia sebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka dunia

persilatan akpersilatan akpersilatan akpersilatan akan mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.””””

ttd.ttd.ttd.ttd.

Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.

Singkat kata, melalui sebuah peristiwa “kebetulan”, kitab dan pedang pusaka sakti

itu duluan jatuh ke tangan seseorang yang mempunyai karakter jahat dan angkara

murka. Tak lama kemudian tersiarlah kabar ke seantero negeri bahwa seorang

pendekar jahat telah turun gunung malang-melintang di dunia persilatan menebar

bencana.

Gua itu telah kosong, kitab dan senjata pusakanya telah berpindah ke tangan yang

salah. Walaupun suatu saat nanti ada pendekar baik-baik yang menemukan gua itu,

maka dia tidak akan menemukan apa-apa lagi. Tinggallah dunia persilatan yang

mayoritas berisikan orang-orang baik menjadi bulan-bulanan si pendekar jahat. Se-

mentara itu si pendekar baik hanya termangu menyadari keterlambatannya.

Untuk dapat mengalahkan ilmu si pendekar jahat yang sakti itu, maka diperlukan

pula kitab dan senjata pusaka lain yang seimbang. Butuh berbilang tahun kemudian

untuk munculnya seorang pendekar sakti yang baik sebagai lawan yang seimbang

bagi si pendekar jahat itu. Bahkan mungkin harus berganti generasi dulu baru dunia

persilatan untuk kembali aman dan damai !

Hal yang serupa juga terjadi dalam realitas perjalanan agama Islam. Pada awalnya

penyebarannya, umat Islam telah dibekali dengan sebuah peta yang akan

membawa penganutnya untuk menemukan sebuah pusaka untuk mengelola dan

memakmurkan dunia. Peta itu adalah Al Qur’an yang telah dengan baik dipakai oleh

Rasulullah Muhammad SAW untuk mendapatkan senjata pusaka yang cocok untuk

menghadapi segala problematika hidup di zaman Beliau. Akan tetapi berbilang

zaman kemudian, peta itu telah dipakai dan direalisasikan oleh orang lain, dan

mereka berhasil mendapatkan senjata pusaka yang sangat ampuh. Sedangkan bagi

umat Islam, yang tersisa tinggallah peta kosong yang nyaris tidak bermanfaat apa-

apa,

Page 42: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

42

. . . selain hanya untuk mendapatkan pahala dalam membaca dan

menghafalnya.

Ya, akibatnya, fungsi Al Qur’an yang tertinggal bagi umat Islam (dengan paradigma

berpikir seperti sekarang ini) boleh dikatakan hanyalah sebatas gudang yang sudah

kosong melompong. Isinya telah duluan diambil oleh umat non muslim. Dengan

senjata itu pulalah mereka mengalahkan dan mengebiri umat Islam hampir di

seluruh dunia. Tinggallah :

. . . umat Islam bisanya hanya sebatas meratapi nasib dan memaki-maki sana-

sini. Memaki Amerika, memaki Yahudi, memaki Barat !

Walaupun Barat telah menemukan senjata pusaka itu, akan tetapi ternyata Barat

tidak mampu memanfaatkan pusaka itu dengan utuh. Ada jurus-jurus dan amunisi

yang tertinggal. Dan yang tertinggal itu ternyata adalah bagian pamungkas dari

rangkaian ilmu dalam pusaka yang telah tercuri itu. Akibatnya Barat gagal

memanfaatkan pusaka itu untuk kemakmuran dunia. Alih-alih memakmurkan dunia,

malah Barat terperosok kepada penghancuran dunia dengan peradaban manusia di

dalamnya.

Lengkap sudah sarana untuk penghancuran peradaban manusia itu tersedia saat

ini :

• Di satu pihak umat Islam sudah tidak punya pusaka apa-apa lagi sebagai bekal

untuk membangun peradaban itu.

• Di pihak lain umat non muslim (baca Barat) berhasil mendapatkan pusaka itu,

akan tetapi sayangnya bagian terpenting dari pusaka itu yang berfungsi sebagai

sebagai langkah penutup atau langkah pamungkas malah mereka tinggalkan.

Yaa, beginilah dunia jadinya !

Apa bentuk senjata pusaka yang telah dicuri orang itu ? Nanti akan saya bahas lebih

dalam pada artikel “Rekonstruksi Berfikir” sub bagian “Al Qur'an Adalah Teropong

Kauniah”.

2. Kerancuan 2 Dalam memahami Al Qur’an

Kerancuan pemahaman Al Qur’an yang lainnya adalah dalam hal memahami

DUALITAS yang terkandung di dalam ayat-ayatnya. Dalam artikel “Menggabung

Kutub Dualitas”, saya sudah singgung secara cukup detail, bahwa di dalam Al Qur’an

seperti ada dua kutub sikap yang sepintas “kelihatannya” saling berlawanan

(bertentangan) bagi manusia dalam menjalani kehidupan ini, yaitu KUTUB

RASIONALIS dan KUTUB FATALIS. Kedua kutub ini difasilitasi keberadaannya oleh Al

Qur’an:

Page 43: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

43

Kutub RASIONALIS difasilitasi paling tidak oleh ayat berikut:

Ar Ra'du (13 : 11)

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat

menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia."

Kutub FATALIS diwakili secara umum oleh ayat berikut:

At Thalaaq (65 : 2-3)

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya

jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan

barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan

(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.

Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."

Nah, dengan paradigma kerancuan berfikir seperti sekarang ini, jarang sekali umat

Islam yang mampu menggabungkan kedua kutub tersebut menjadi sebuah harmoni

dalam kehidupan, seperti harmoninya panas dan dingin di permukaan bumi yang

telah menghasilkan angin, awan, dan hujan. Umumnya, orang hanya masuk ke

dalam sebuah kutub saja dan menafikan kutub yang lainnya.

Misalnya, orang yang hanya berada pada posisi kutub RASIONALIS, maka segala

sesuatunya yang mereka hadapi akan diukur dengan meteran RASIONAL atau

TIDAKnya. Namun sayangnya meteran yang dipakai untuk mengukur itu seringkali

adalah file yang tersimpan di dalam otaknya. Dan alat masukan datanya juga hanya

sebatas pada bacaan, melihat, dan mendengar atas objek yang sedang diamatinya.

Dalam posisi kutub ini ALLAH seperti berlepas tangan terhadap apa-apa yang akan

dicapai oleh manusia. Dari ayatnya, manusia di fasilitasi untuk mengembangkan diri

tanpa batas.

� “Kau rubah kehidupanmu sendiri.”

� “Kau tentukan masa depanmu sendiri.”

� “Aku tidak ikut-ikut untuk merancang masa depanmu.”

Luar biasa sekali fasilitas yang diberikan Tuhan ini, bahkan nyaris bisa membawa

orang untuk bersikap ATHEIS. Dan dengan fasilitas begitu bebasnya, telah lahir

berbagai pengetahuan tentang ke alaman seperti fisika, kimia, matematika, biologi,

ekonomi dan ilmu-ilmu lainnya. Semuanya ilmu itu ternyata memang bermanfaat

untuk mengantar peradaban manusia meniti zaman.

Page 44: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

44

Akan tetapi, karena mereka hanya mementingkan faktor rasionalitas belaka, tak

jarang yang terjadi adalah munculnya generasi yang pada satu sisi mereka memang

mampu menangkap bahasa Tuhan yang berada pada setiap ciptaan Tuhan, akan

tetapi di sisi lain mereka merasakan kekeringan RASA di dalam JIWAnya. Akibatnya

untuk mencari kekeringan JIWA itu, maka praktek-praktek mengasah dan

menghidupkan rasa itu sangatlah digandrungi mereka. Di Barat sana, yang

digandrungi orang dan berkembang dengan pesat saat ini adalah praktek-praktek

tasawuf, meditasi, psychic, psychology transpersonal/transcendental, yang tentu

saja dengan OBJEK FIKIR yang berbeda-beda pula.

Pembimbing kami pernah ajukan pertanyaan kepada seseorang dari Perancis, saat

dia datang ke Indonesia mencari tasawuf: “Kenapa anda ingin masuk ke tasawuf,

bukannya mencari Islam atau Kristen ? Jawabnya: “Saya nggak mau Islam, saya

nggak mau Kristen, karena dua-duanya suka berantem dan senang gontok-

gontokan.”. Duh kasihan sekali agama-agama ini!

Penyebab dari kekeringan jiwa ini kalau ditelusuri dari bunyi ayat Ar Ra’du 11 di

atas, maka bagi yang manusia yang arif akan dapat menangkap pokok

permasalahannya, yaitu karena sang manusia telah berkhianat terhadap Tuhan.

Manusia yang walaupun kelihatannya mampu sedemikian rupa untuk

mengembangkan peradaban dan pengetahuannya sampai “keujung ilmu”, mereka

ternyata kebanyakan lupa bahwa pada hakikinya (yang sebenarnya) Tuhanlah yang

merubah peradaban manusia. Tuhanlah yang menciptakan ilmu, Tuhanlah yang

berkreasi, Tuhanlah yang menata peradaban manusia itu.

Awal ayat di atas menyiratkan: “nanti Kuubah dan Kuikuti seperti apa maumu.” Ya,

pada hakekatnya Tuhanlah yang berkehendak, yang mengatur peradaban manusia

melalui “aliran tahu, aliran cerdas, aliran kuasa” yang menyusup mengisi sel-sel otak

manusia. Jadi HANYA KELIHATANNYA saja manusia itu bisa, manusia itu tahu,

manusia itu kuasa, dan sebagainya, padahal semua itu adalah fasilitas MILIK ALLAH

yang diberikan buat manusia untuk mengemban amanat sebagai Duta Istimewa

Tuhan di dunia ini.

Ya, masalahnya ternyata hanya sederhana saja. Sang Duta Istimewa telah lupa, lalai,

tidak ingat (nisyan) bahwa semua fasilitas itu harus didudukkan pada tempat yang

sebenarnya. Untuk dengan kerelelaan dan kesadaran penuh MENGEMBALIKANNYA

kembali kepada ALLAH.

K. Ya, Pengembalian !

Pada kutub yang berlawanan, yaitu kutub FATALIS, hal yang sebaliknya terjadi. Pada

kutub ini kalau dilihat secara sepintas seakan-akan sudah islami sekali :

Page 45: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

45

a. Sedikit-sedikit omongan yang ke luar dari mulut kaum fatalis ini adalah :

1) taqwa,

2) tawakkal,

3) beriman,

4) syurga,

5) ketinggian derajat Islam,

6) dan segudang yang baik-baik lainnya.

Semua disampaikan dengan sangat FASIH sekali, saking hafalnya.

b. Atribut Islam lain pun seperti melekat erat dengan kutub ini, misalnya kitab-:

1) kitab kuning,

2) kitab Arab gundul.

Konsep-konsep kenegaraan dan kepemimpinan islami pun muncul, walaupun pada

tatanan atau pola yang masih berupa ide-ide lama yang diberikan sedikit sentuhan

istilah-istilah terkini.

Akan tetapi pada kenyataannya, “jalan ke luar (makhraja) dari setiap permasalahan,

begitu juga pencukupan dari segala kebutuhan” seperti yang dijanjikan Tuhan dalam

surat At Thalaaq ayat 2-3 sepertinya masih jauh panggang dari api kalau tidak mau

dikatakan gagal total.

Walaupun nyaris tanpa hasil seperti tadi, namun masih ada hal-hal positif yang bisa

diambil sebagai keunggulan para pengamal kutub fatalis ini. Yaitu ketakutan mereka

akan neraka, siksa kubur, dan sekaligus juga harapan mereka yang sangat besar untuk

dapat mencicipi nikmat syurga dan melihat wajah Tuhan langsung nantinya di AKHIRAT,

telah membuat mereka bisa mampu bersikap, berperilaku dan bertindak sesuai dengan

karakter atau simbol-simbol kebaikan, walau dengan hati yang tertatih-tatih. Kerisauan

dan pertanyaan panjang akan ketiadaan hasil dalam wujud materi (pengetahuan dan

uang) itu kemudian berhasil mereka redam dengan memakai ayat:

At Thalaaq (65 : 2-3)

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan

ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan

barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan

(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.

Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."

Sekilas, bersandar kepada ayat ini kelihatan sangat Qur’ani sekali :

• Allah telah mengatur segala sesuatunya buat manusia, manusia tinggal bertakwa,

bertawakkal, beriman saja, dan hasilnya

• Allah yang akan menentukan segala sesuatunya buat si manusia.

Page 46: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

46

Akan tetapi :

. . . dengan hanya bersandar kepada ayat inilah kemudian yang memunculkan

KEJUMUDAN pemikiran di dalam mayoritas umat Islam. Umat Islam kehilangan

RASIONALITASNYA dalam kehidupan beragamanya. Yang muncul adalah sebuah

praktek agama dengan karakter penganutnya berpola fikir doktrinasi. Doktrin,

doktrin, dan doktrin, sehingga melahirkan generasi TAKLID terhadap buah karya

ulama-ulama terdahulu.

Dan ulama lalu jadi tersegmentasi menjadi hanya sekedar sekelompok orang yang hafal,

yang fasih dengan ayat-ayat Al Qur’an, Al Hadits, dan istilah-istilah agama lainnya.

Sedangkan mengenai tanda-tanda Tuhan yang bertebaran di alam semesta, di langit dan

di bumi,

. . . sang ulama fatalis ini hanya bisa terbengong-bengong tidak tahu apa

yang akan diucapkan. Sang ulama hanya berpuisi tentang alam semesta

itu.

• Oh langit, ada apakah gerangan yang ada padamu ?

• Oh bumi, kandungan apa yang ada diperutmu ?

• Oh waktu dhuha, alangkah indahnya kamu !

Yang ada hanya puisi, puisi, dan itu dilagukan dengan suara yang sangat mendayu-dayu.

Allah sendiri “bingung” menghadapi orang fatalis seperti ini. Allah berkali-kali

mengatakan, bahwa Dia menciptakan apa-apa yang ada di langit dan di bumi ini untuk

dikelola, untuk dimanfaatkan oleh manusia untuk kemakmuran mereka. Bahkan :

• Allah ingin menciptakan alat transportasi melalui otak manusia.

• Allah ingin menciptakan obat-obatan yang menyembuhkan melalui otak manusia.

• Allah ingin menciptakan peradaban demi peradaban melalui otak manusia.

• Allah menciptakan pesawat terbang dan kapal laut melalui otak manusia.

• Allah menciptakan bom atom melalui otak manusia.

Sama halnya dengan Allah menciptakan oksigen lewat fotosintesis dunia tumbuh-

tumbuhan. Begitulah seterusnya. Allah mencipta “KUN” dan dengan sebuah proses lalu

jadilah “FA YAKUN”.

Tapi sang manusia fatalis hanya bisa berperilaku dan bersikap :

• Saya cukup bertakwa saja.

• Saya cukup bertawakal saja.

• Saya cukup berdo’a saja.

Page 47: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

47

• Saya cukup sama dengan ulama-ulama dulu kala saja. Biar umat lain yang

menciptakan pesawat, obat-obatan, dan peradaban baru.

• Saya cukup zuhud saja.

• Saya cukup ikhlas saja.

• Saya cukup mencintai Tuhan saja.

• Saya tidak perlu dunia ini, saya adalah umat yang mementingkan kehidupan akhirat

saya saja, saya hanya ingin syurga saja !

Duh Gusti, yakin benar mereka bisa masuk ke syurga !

Lebih jauh lagi, bahkan Allah menciptakan manusia dengan perantara otak manusia.

Allah ciptakan rasa enak pada manusia saat mereka berhubungan antara suami-istri.

Rasa enak itu termemori di otak mereka, sehingga pada waktu-waktu tertentu memori

itu muncul kembali untuk dipuaskan kembali. Jadi Allah “bingung” melihat kalau ada

manusia yang tidak mau untuk menikah. Tapi. eiiiit tunggu dulu, ternyata dalam usaha

membantu Tuhan untuk menciptakan manusia inilah manusia fatalis dapat tersenyum

dengan sumringah. Karena mereka sangat hapal dengan ayat Al Qur’an bahwa mereka

boleh menikahi wanita sampai empat, sehingga mereka lalu dengan bangga mengatakan

bahwa mereka ikut sunnah Nabi, mereka ikut anjuran Al Qur’an. Ah, Anda ini !

Lengkap sudah fasilitas pengkhianatan duta istimewa Tuhan itu :

• Sudah berpecah dan saling hantam yang dimulai sejak tumbuhnya cikal bakal

peradaban Islam, yaitu dimulai oleh perselisihan mertua dengan menantu (Aisyah

dengan Ali bin Abi Thalib) yang kemudian ini membidani lahirnya perseteruan abadi

antara Mahzab Sunni dengan Mahzab Syi’ah.

• Kemudian ditambah lagi munculnya pengkristalan kutub RASIONALIS dan FATALIS di

zaman RUSYDI dan GHAZALI. Di mana RUSYDI boleh dikatakan sebagai bidan yang

melahirkan kutub RASIONALIS, sedangkan GHAZALI membidani lahirnya kutub

FATALIS. Di mana antar Mahzab besar, dan antar KUTUB di atas terjadi pertentangan

dan penyesatan antara para pihak yang terkristal itu.

Padahal melalui otak kedua orang inilah (RUSYDI dan GHAZALI) Tuhan berkreasi

untuk menempatkan tonggak pergerakan peradaban dunia, terutama pasca

pencerahan agung yang misterinya berhasil dikuak oleh Muhammad SAW. Pada

awalnya keduanya adalah pribadi-pribadi yang lengkap. Keduanya adalah manusia

rasionalis dan sekaligus juga fatalis. Keduanya berkembang sedemikian rupa,

sehingga pada suatu waktu di mana keduanya mulai dilanda oleh problema keakuan

masing-masing.

Page 48: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

48

Tahafut al

Falasifah

Sampai suatu saat Ghazali menghujat Rusydi melalui bukunya

yang terkenal Tahafut al Falasifah (kerancuan atas logika berfikir).

Tahafut al

Tahafut

Kemudian Rusydi pun membalasnya dengan tak kalah sengitnya

dalam Tahafut al Tahafut (kerancuan atas kerancuan).

Dan daya perseteruan kedua orang ini memancar sampai ke zaman sekarang ini, yang

kemudian bermuara dengan :

. . . pengharaman ijtihad (kebebasan berfikir rasional atas setiap problematika

kehidupan manusia) di wilayah Islam (timur).

Sejak itulah mulai zaman kejumudan pemikiran (fatalis) dalam perjalanan Islam mulai

ditanamkan.

Akibatnya, bangunan Islam yang kokoh yang pernah dibangun dengan susah payah oleh

Nabi Muhammad SAW, kemudian berubah menjadi sebuah bangunan yang di dalamnya

menyimpan bara api yang siap menyambar dan membakar orang-orang yang ada di

dalamnya, orang-orang yang kelihatannya saja sama tapi pada kenyataannya adalah

berbeda. Bangunan Islam jadinya seperti sebuah aliran air sungai yang kelihatannya saja

tenang, tapi ketenangan itu sanggup menyapu bersih apa-apa yang ada di atasnya tanpa

sisa.

Dalam perjalanannya :

a. Karakter Ghazalian (fatalis) ini kemudian menyebar ke belahan bumi bagian timur.

Dengan memanfaatkan DOKTRIN yang ketat terhadap pengikutnya, maka ciri-ciri

fatalis ini kemudian diadopsi dan dipakai oleh kedua mahzab besar (Sunni dan

Syiah) dalam mengembangkan sayap mereka. Jadi pada hakekatnya, Islam yang

diwakili oleh peradaban TIMUR itu, tidak lain dan tidak bukan adalah kelanjutan dari

pemikiran-pemikiran fatalis Al Ghazali yang kemudian disesuaikan dengan karakter

dari sub-usungan yang akan dipasarkan oleh penganutnya. Dalam hal ini

penyebaran agama Kristen juga sangat terpengaruh dengan karakter Ghazalian ini.

Hal ini disebabkan karena wilayah Timur memang sangat dekat keberadaannya

dengan peradaban yang lebih tua, yaitu peradaban Hindu, Budha dan Persia.

Peradaban tua ini kemudian ikut mewarnai penyebaran kebudayaan Islam ke arah

timur. Walaupun usungannya berbeda, tetap saja ada benang merah yang bisa

ditarik dengan karakter yang sama untuk masing-masing sub usungan itu, yaitu :

TAKLID BUTA, TERIKAT KUAT DENGAN DOKTRIN, dan manfaatnya untuk

membangun peradaban dunia pada zamannya nyaris tidak ada.

Page 49: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

49

b. Di lain pihak, karakter RUSYDIAN (rasionalis) berjaya memunculkan berbagai ilmu

pengetahuan dan filsafat di kota Cordoba, yang saat itu merupakan wilayah yang

begitu mencorong dengan peradaban Islam dan perkembangan teknologinya.

Sampai saatnya, kemudian peradaban Islam di Cordoba ini dihancurkan oleh umat

Kristen dalam peperangan demi peperangan. Buku-buku pengetahuan yang sangat

berharga, waktu itu diboyong habis ke pelosok-pelosok Eropa dari Cordoba oleh

pasukan Kristen sebagai pemenang perang. Cordoba lalu tinggal menjadi sejarah.

Hebatnya, untuk umat Islam, yang disisakan hanyalah kitab-kitab sastra Arab,

seperti kitab :

• ilmu balaghah,

• ilmu fiqih,

• ilmu nahu sharaf,

• ilmu tasawuf,

• ilmu hadits,

• ilmu tafsir Al Qur’an,

• dan sebagainya.

Umat Islam lalu sibuk atau disibukkan dengan sastra Arab itu yang kemudian

hanya pengetahuan sastra Arab inilah yang dianggap sebagai Islam, bahkan

sampai saat ini sekali pun masih seperti ini.

Hasilnya adalah sebuah bangunan Islam yang cenderung berkarakter FATALIS.

Masyarakat Eropa kemudian mengadopsi kejayaan kaum Rasionalis ini yang ujung-

ujungnya adalah terbukanya kunci-kunci pintu ilmu pengetahuan. Lalu bermunculanlah

penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, kedokteran, fisika, kimia, biologi,

kedokteran, ekonomi, dan tak terkecuali kebudayaan. Kunci-kunci ilmu inilah kemudian

yang merupakan cikal bakal yang melahirkan dan membawa peradaban Barat sampai

seperti saat sekarang ini. Sebuah peradaban yang berkarakter RASIONALIS. Tentang

kunci-kunci ilmu ini akan saya uraikan lebih dalam pada artikel “Rekonstruksi Berfikir”

sub bab “Al Qur'an Adalah Teropong Kauniah”.

Yang menarik adalah, bahwa kunci-kunci ilmu itu juga ternyata bersinggungan dengan

keyakinan gereja yang kalau dilihat karakter pengajarannya juga bersifat FATALIS. Gereja

pada umumnya juga memelihara doktrin-doktrin yang lebih sering bertentangan dengan

rasionalitas berfikir. Saat itu pernah terjadi “pengharaman” ilmu pengetahuan. Bahkan

terjadi juga pembunuhan terhadap ilmuan yang mempunyai pendapat yang

bertentangan dengan gereja. Persinggungan itu mencapai puncaknya tatkala kaum

rasionalis memproklamirkan posisi untuk memisahkan diri dari gereja. Pemisahan posisi

gereja (agama Kristen) dari ilmu pengetahuan dan teknologi (rasionalitas) itulah yang

Page 50: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

50

sekarang disebut sebagai gerakan SEKULERISASI. Jadi kaum sekuler itu adalah

sekelompok orang yang ke luar dari karakter ajaran gereja yang FATALIS dan

DOKTRINASI menuju kepada sebuah gerakan yang mengutamakan karakter RASIONAL

dan KEBEBASAN BERFIKIR dalam menyikapi peradaban. Dan ternyata gerakan sekuler ini

berhasil menancapkan peradaban modern sampai kepada kita saat ini.

Kalau dilihat dengan hati yang jernih, gerakan sekuler ini adalah sebuah pergerakan

orang untuk meninggalkan gereja menuju satu sisi karakter Islam yang dimotori oleh

RUSYDI, yaitu Rasional. Jadi Sekuler itu adalah sebuah gerakan ke luar dari gereja untuk

kembali kepada Islam ! Any comments ?

Dan perkembangan peradaban ISLAM mengarah ke mana ?

L. Menjadikan Agama Sebagai Kuda Tunggangan

Umat Islam dengan modal sastra Arab yang tersisa, kemudian seperti berjalan meniti

buih dalam menghadapi zaman demi zaman. Ratusan tahun kemudian (bahkan sampai

saat ini pun) cahaya Islam seperti padam, atau paling tidak seperti lampu teplok yang

kehabisan minyak :

• Umat Islam lebih sibuk dengan doktrin-doktrin fatalis yang muncul bak cendawan di

musim hujan.

• Perseteruan Aisyah dengan Ali bin Abi Thalib dengan doktrin semangat serba akhirat

dipelihara dengan gigih oleh kelompok-kelompok dan aliran-aliran yang terkristal

menjadi Sunni di satu sisi dan Syiah di sisi lainnya.

Walaupun sekilas terlihat berbeda, akan tetapi keduanya adalah bentuk yang sangat

mirip, kalau tidak mau dikatakan sama dan sebangun. Yaitu keduanya adalah penerus

karakter yang dibentuk oleh GhazaliI. Fatalis saja sebenarnya kedua aliran ini. Fatalis

dengan “objek fikir dan objek pemujaan” yang berbeda. Ya, hanya objek “mind binding”

nya saja yang berbeda :

• Sunni binding dengan objek “Al Qur’an dan As Sunnah”, sedangkan

• Syiah binding dengan objek “Al Qur’an dan Ahlul Bait”.

Kedua macam kalimat sakti ini kemudian sama-sama di klaim oleh masing-masing aliran

sebagai “pesan terakhir” Nabi Muhammad SAW sebelum beliau wafat.

Dari perbedaan dasar berpijak ini, kemudian lahirlah pertentangan “politik” antar Fatalis

itu sendiri. Ulasan tentang As Sunnah di satu sisi versus uraian tentang keistimewaan

Ahlul Bait di sisi lain begitu menggelorakan semangat pengusung Sunni dan Syiah ini.

Sampai-sampai Al Qur’an sendiri pun ikut jadi korban. Ya, Al Qur’an pun lalu ditafsirkan

sesuai dengan muatan usungan masing-masing, sehingga jadilah agama hanya sebagai

kuda tunggangan “politik” mereka. Duh, kasihan sekali Rasulullah. Jerih payah Beliau

mengaktualisasikan Al Qur’an selama hidupnya telah diacak-acak nggak keruan oleh

Page 51: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

51

penerus-penerus tongkat estafet kepemimpinan Beliau hanya dalam berbilang tahun

pasca kewafatan Beliau.

Dalam perjalannya, kemudian dari dua aliran mainstream Islam ini telah lahir ratusan

varian yang dinisbatkan kepada pencetusnya, misalnya:

a. Mu’tazilah dengan tidak kurang dari 12 aliran berbeda seperti washiliyyah,

hudzailiyyah, bisyriyyah, dsb.

b. Jabariyyah

c. Shifatiyyah

d. Khawarij

e. Murji’ah,

f. Sedangkan Syi’ah sendiri pecah menjadi tidak kurang dari 30 cabang, misalnya

Imamiyyah, Rizamiyyah, Ismailiyyah al waqifah, dsb.

g. Ahmadiyah,

h. Di zaman modern sekarang, terutama di Indonesia, varian aliran ini juga sangatlah

ramai. Hah, biarin sajalah.

Hampir 1400 tahun kemudian :

. . . yang tersisa bagi umat Islam maupun masyarakat dunia hanyalah buah yang

disemai semasa pertikaian Ali dan Aisyah berikut dengan pengikut-pengikut dan

penerus Beliau masing-masing itu. Namun sayangnya buah itu sudah berbau tidak

enak kalau tidak mau dikatakan “busuk”. Sedangkan jejak pohon kehidupan yang

menyiratkan rahmat bagi alam semesta yang ditanam oleh Rasulullah dengan susah

payah nyaris tidak berbentuk lagi.

Akibatnya :

. . . umat Islam yang bilangannya didengung-dengungkan berjumlah milyaran orang

itu benar-benar hanyalah berupa BUIH seperti yang pernah di ungkapkan oleh

Rasulullah. Buih yang tidak sanggup memberi manfaat bahkan untuk dirinya sendiri

sekali pun.

Ah, mana ada penemuan-penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat

bagi umat manusia yang terjadi di negara-negara Islam dari dulu sampai sekarang ini.

Yang ada hanyalah :

. . . nostalgia semu tentang keberhasilan pemikiran kaum Rusydian (Rasionalis) dulu

kala dalam meletakkan dasar-dasar pengetahuan modern yang dengan cerdik sudah

diambil alih oleh masyarakat Barat, bahkan oleh Cina sekali pun.

Padahal ilmu pengetahuan sebagai hasil dari pengamatan perilaku alam (sunatullah)

tempat manusia hidup ini adalah senjata pusaka pamungkas yang diperlukan manusia

Page 52: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

52

itu sendiri untuk memikul tanggung jawabnya sebagai khalifah, Sang Wakil Tuhan dalam

mengelola dunia. Namun senjata pamungkas itu disia-siakan oleh umat Islam itu sendiri,

sehingga entah sampai kapan ujungnya, umat Islam tak ubahnya hanya sebagai kerbau

dicocok hidungnya berhadapan dengan pihak Barat.

Namun untuk menghibur diri maka beberapa tahun yang lalu pemikir-pemikir Islam

mencetuskan slogan bahwa :

. . . abad sekarang adalah Abad Kebangkitan Islam.

Abad di mana Islam mulai menggeliat untuk bangkit merebut kembali “suasana”

kejayaan Islam tempo dulu. Tapi itulah, senjata pusaka untuk bekal kejayaan itu sudah

hilang dari tangan orang-orang Islam, dan beralih tangan kepada orang-orang yang tidak

beragama Islam, tapi anehnya mereka bersikap dan bertindak secara islami. Sedangkan

bagi orang-orang yang beragam Islam, bahkan kunci untuk masuk ke gudang pusaka itu

pun sudah dibuang entah ke mana. Memang kita itu ibarat “harapkan burung terbang

tinggi, punai ditangan dilepaskan pula.” Habislah sudah !

Page 53: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

53

Artikel 3 :

Rekonstruksi Pemahaman As Sunnah3

A. Pendahuluan

Hampir pada sebagian besar umat Islam saat ini, semboyan “Berdasarkan Al Qur’an dan

sunnah”. Dampaknya nyaris seperti semboyan yang sangat beken di zaman Pak Harto

dulu “Berdasarkan Pancasila dan UUD 45”, yaitu sama-sama seperti menjual lamunan.

Dampaknya ternyata hanyalah sebatas kepatuhan artificial dan dengan nuansa

keterpaksaan pula.

As Sunnah adalah sebuah potret yang memuat, cara bertindak atau perilaku

KEPATUHAN, KETAKLUKKAN, dan KETUNDUKAN seorang manusia istimewa terhadap

FITRAH atau KEHENDAK dari tubuhnya, masyarakatnya, dan zamannya. Manusia

istimewa itu adalah Rasulullah Muhammad SAW. Memang kalau dilihat sikap Beliau dan

perbuatan Beliau sekilas mata, seakan-akan Nabi Muhammad SAW lah yang TAKLUK

terhadap kehendak (fitrah) lingkungan di mana Beliau berada. Akan tetapi kalau

diperhatikan dengan jeli dan seksama, maka yang terjadi sebenarnya adalah

Muhammad SAW berhasil “membaca (iqra)” FITRAH umat manusia secara universal, lalu

Beliau (dengan dibimbing oleh Allah, karena Beliau selalu wa’tasimubillah, bergantung

kepada Allah) BERHASIL menundukkan kehendak (fitrah) dari lingkungan Beliau itu.

Bentuk dari ketaklukkan Beliau terhadap kehendak zaman ini secara garis besar bisa

dibagi menjadi 2 jenis:

a. TUTUR KATA (Qauliyah) Beliau tatkala “membaca” suasana demi suasana alam

semesta dan diri Beliau sendiri, baik untuk masa lalu sekarang dan yang akan

datang.

b. SIKAP, PERILAKU (Fi’liyah) Beliau terhadap keadaan demi keadaan yang Beliau

hadapi selama Beliau menjadi Rasul Allah.

c. KETETAPAN (Taqririyah) Rasulullah atas berbagai perkara.

Dari paling tidak tiga jenis ketaklukkan Nabi Muhammad SAW terhadap lingkungan

Beliau ini saja, orang lalu mencoba untuk membukukannya. Dan usaha membukukannya

baru dilakukan orang beberapa ratus tahun setelah Beliau wafat. Buku tentang UCAPAN

dan WEJANGAN Beliau, ataupun KATA-KATA PARA SAHABAT yang mengungkapkan

kesaksian mereka akan SIKAP, PERILAKU, dan KETETAPAN Nabi Muhammad SAW ini lalu

dikenal luas dengan nama Al Hadits.

3 https://groups.yahoo.com/neo/groups/dzikrullah/conversations/messages/511

Page 54: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

54

Tapi percaya atau tidak, kalaulah mau dituliskan semua Al Hadits itu untuk selama

rentang masa kenabian Beliau (sekitar 23 tahun), maka akan terkumpul Al Hadits dalam

jumlah jutaan. Ya. jutaan hadits. Nggak percaya ? Mari kita kira-kira sejenak.

Andaikan kita dekat Rasulullah, lalu kita amati, kita ikuti, kita catat seluruh kegiatan

Beliau menit per menit hanya dalam SATU HARI saja. Misalnya, tentang bagaimana

berbicara Beliau, duduk Beliau, tidur Beliau, menguap Beliau, melihat Beliau, perilaku

Beliau, ketawa Beliau, bercanda Beliau, makan Beliau, minum Beliau, berbicara dan

diam Beliau kepada sahabat-sahabat. Begitu juga tentang bagaimana ketetapan-

ketetapan Beliau. Berapa banyak Al Hadits itu yang akan terkumpul ?

Nah, kalau pengamatan itu dilakukan selama hidup Beliau, kira-kira berapa juta hadits

yang bisa dan harus terkumpul ? Lalu kira-kira berapa bagian pula yang tak bisa kita

kumpulkan dan tuliskan karena keterbatasan akses kita untuk selalu mengamati dan

mencatat apapun yang Beliau lakukan ? Semua tidak akan jauh dari angka jutaan !

B. Ketaklukan Muhammad SAW

Pada bagian berikut ini akan digambarkan bagaimana ketaklukkan Nabi Muhammad

terhadap FITRAH (Sunnah).

1. Suatu kali pernah kaum COVERED (terhijab) Quraish berencana untuk membunuh

Nabi Muhammad selagi beliau tidur di malam hari. Lalu dibuatlah rencana untuk

mengepung rumah Beliau. Berita pengepungan itu ternyata diketahui oleh Nabi

Muhammad, silahkan memaknai sendiri kata “diketahui” (bagaimana Beliau

mengetahuinya) sesuai dengan data yang ada di otak masing-masing.

Mengetahui bahwa kaum Quraish dengan jumlah yang besar akan mengepung

rumahnya, beliau TAKLUK terhadap keinginan tubuhnya. Bahwa tubuh Beliau

ternyata hanyalah terbuat dari bahan yang bisa berdarah-darah. Beliau sendirian

tidak mungkin mampu berhadapan dengan sekian puluh orang yang sedang kalap.

Karena Beliau hanyalah seorang manusia yang mempunyai kekuatan terbatas.

Mentang-mentang Beliau adalah seorang Rasul Allah, yang dijaga oleh Allah, Beliau

tidak mau gagah-gagahan menantang puluhan orang seperti yang pernah dilakukan

oleh Pasukan Berani Mati pembela GUS DUR beberapa waktu yang lalu. Yang Beliau

lakukan adalah Beliau bersembunyi di dalam gua bersama Abu Bakar. Lalu dalam

persembunyian Beliau itulah Allah menjaganya. Manusiawi dan fitrah sekali suasana

saat itu.

2. Saat terjadi perang UHUD. Rasulullah takluk terhadap kehendak alam peperangan.

Fitrahnya adalah bahwa orang yang berada di ketinggian akan punya keuntungan

yang sangat besar dibandingkan dengan orang yang berada di tempat rendah. Maka

Page 55: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

55

Beliau memerintahkan kepada pasukan panahnya untuk menempati posisi di tebing

bukit Uhud. Dan ternyata memang saat itu umat Islam berhasil memukul mundur

kaum Quraish dengan meninggalkan pampasan perang. Karena lupa diri melihat

pampasan perang di bawah sana, maka sahabat-sahabat yang berada di bukit Uhud

turun ke bawah untuk meramaikan perebutan harta di bawahnya. Dan kaum

Quraish melihat kekosongan pasukan penyerang di atas bukit itu, lalu mereka ganti

yang menduduki bukut Uhud. Dari atas bukit kaum Quraish menghujani pasukan

Rasulullah dengan anak panah, sehingga Rasulullah sempat terluka, dan puluhan

sahabat penghafal Al Qur’an juga syahid di sana. Artinya apa ?

Allah tidak peduli kepada siapa pun yang coba-coba berperilaku tidak sesuai

dengan FITRAH, walau saat itu ada Nabi sekali pun, walau di situ juga banyak

sahabat yang hafal Al Qur’an, akan tetapi apabila fitrah terlanggar, maka saat

itu juga Allah tidak mau merubah hukum-hukum yang telah di tetapkan-Nya

untuk dipatuhi oleh siapa pun.

Makanya saat perang Teluk I-II dengan agresi Amerika dan sekondan-sekondannya

menyerang Irak, maka Amerika dengan mudah mengalahkan bangsa Irak. Karena

Amerika tinggal menjatuhkan ribuan ton bom dari tempat ketinggian ke sasaran-

sasaran strategis Irak. Duaarrr, MATI. Begitu juga saat Alm. Syekh Yasin dari Hamas

Palestina dibunuh oleh Isreal, ya lewat serangan dari udara juga. MATI.

Walaupun di Irak banyak (kuburan) wali-wali Tuhan, banyak tempat suci, Tuhan

nggak peduli itu.

Bangsa Irak itu akan tetap jadi bulan-bulanan Amerika yang dari hari ke hari selalu

menyesuaikan kemampuannya dengan permintaan zaman, FITRAH.

3. Dalam masalah poligami, ketaklukan Nabi terhadap zaman Beliau juga tak kalah

indahnya. Sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab ketika itu untuk punya istri lebih

dari 15 orang. Budaya poligami itu sudah sangat mendarah daging bagi bangsa Arab

saat itu. Lalu turun ayat Al Qur’an yang memangkas poligami itu hanya sampai

empat saja. Tetapi dari makna ayat poligami itu ada suatu message yang tidak

semua orang yang bisa melihatnya. Message-nya adalah bahwa tujuan yang akan

dicapai nantinya adalah monogami, yaitu satu istri saja. Karena Al Qur’an sudah

memvonis duluan bahwa, “Kalian wahai kaum laki-laki TIDAK akan pernah bisa

berlaku Adil, walau kalian ingin sekali untuk adil itu.", padahal syarat poligami itu

disebutkan haruslah kalian itu bersikap adil.

Keberhasilan Rasulullah merubah sebuah budaya poligami dari punya puluhan istri

menjadi hanya empat orang istri saja sudah merupakan prestasi yang sangat hebat.

Kalaulah Nabi langsung diperintahkan untuk menuju monogami, maka ketika itu

Page 56: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

56

akan terjadi kekacauan budaya. Orang akan menjauh dari Nabi, karena yang

direkonstruksi Nabi ini adalah termasuk masalah yang enak-enak bagi kaum lelaki.

Begitulah indahnya Al Qur’an. Al Qur’an sampai kapan pun mengizinkan poligami,

bisa dengan dua, tiga, atau empat orang istri. Bahkan ada juga yang mengartikannya

menjadi poligami dengan 4+3+2+1, yaitu sembilan istri seperti yang dilakukan oleh

Nabi. Masalah Nabi beristri sembilan inipun telah jadi bahan pembicaraan dari dulu

sampai sekarang. Akan tetapi ya itulah FITRAH NABI. Sedangkan FITRAH peradaban

manusia akan berubah dari budaya poligami menuju kepada monogami saja. Dan

perubahan itu tengah terjadi di seluruh dunia.

Lalu ada yang berpoligami, ya biarkan saja. Mereka berarti menganggap diri mereka

bisa berlaku adil. Kalau mereka ternyata tidak adil, maka FITRAH lain akan

berbicara. Bisa saja rumah tangga mereka menjadi rumah neraka dunia. Ribut dan

cekcok terus, dan akhirnya suami menderita, istri menderita, anak menderita. Dan

bahkan akhirnya perceraian tidak terhindarkan lagi. Taruhlah ada yang berhasil

dengan poligaminya, empat istri dia punyai, tampak luarnya rukun-rukun pula. Akan

tetapi di hadapan masyarakat umum dia akan menjadi barang langka yang aneh, ya

jadi tontonan juga orang juga. “Kok bisa yah ?”, celetuk beberapa orang.

Lalu ada pula yang baru mampu bermonogami, ya biarkan jugalah mereka begitu.

Yang keliru adalah, lagaknya saja bisa bermonogami, akan tetapi dia sebenarnya

masih ngiler melihat wanita lain. Mereka sebenarnya ingin untuk poligami, akan

tetapi apalah daya kantong dan keberanian tidak ada. Kalau sudah begini fitrah lain

akan berkata pula, misalnya saja si suami menjadi sangat tersiksa dengan perilaku

ngilernya itu.

Ah, masalah poligami dan monogami hanyalah masalah sederhana saja yang

dibesar-besarkan orang. Ada yang pakai ngancam bahwa yang tidak poligami berarti

tidak ikut sunnah Nabi. Begitu juga yang monogami melecehkan pelaku poligami

dengan label si pengejar kepemuasan Nafsu seks. Bisa-bisanya berkesimpulan

begitu. Padahal monogami dan poligami itu dua-duanya sesuai dengan Al Qur’an.

Kalau begitu benang merahnya di mana ? Kembali ke FITRAH. Dan nantinya Akal lah

yang akan menjadi Sang Hakim bagi fitrah yang telah kita pilih. Nanti tentang Akal

Sang Hakim ini akan diulas pada bahasan tersendiri.

C. Al Hadits Sudah Habis, Sedangkan As Sunnah adalah Abadi

Kumpulan kitab-kitab hadits yang sampai kepada kita saat ini telah mengalami sejarah

kodifikasi yang sangat panjang dan ruwet. Di sini tidak akan dibahas bagaimana

ruwetnya dan siapa-siapa yang terlibat di dalamnya. Silahkan cari sendiri di buku-buku

lain tentang sejarah itu. Banyak sekali. Saya hanya akan membahasnya dari segi makna

Page 57: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

57

atas terpangkasnya jutaan hadits akibat dari pengelompokan hadits oleh Bukhari,

Muslim, Abu Daud, Turmidzi, dsb, dan juga hadits dari kelompok Syi’ah.

Sungguh beragam sekali kualitas hadits itu setelah dikotak-kotakkan berdasarkan

“periwayatannya”. Pada tingkatan yang dianggap baik ada yang mutawatir, ada yang

shahih, ada yang hasan. Sedangkan pada tingkatan yang kurang baik ada musalsal,

muqati', gharib, mu'an'an, matrub, masyhur, mudarraj, mu'allaq, dan banyak lagi kelas

hadits itu yang telah dibuat oleh “ahlinya”, tentu saja ada yang dikelompokan sebagai

hadits palsu. Dan dari beragamnya pemahaman Al Hadits inilah sebenarnya masalah

LATEN antar sesama umat Islam bertahan dari zaman ke zaman.

Begitu juga, SEGERA setelah Rasulullah wafat, maka muncullah konflik perebutan

kekuasaan kekhalifahan antara “pengikut dan pendukung” Ali Bin Abi Thalib di satu

pihak dengan kelompok sahabat-sahabat lainnya, misalnya dengan “para pendukung”

Abu Bakar Siddiq. Saat itu memang belum dikenal adanya sistem PEMILU seperti

sekarang ini. Dari konflik kekuasaan ini, lahir pulalah ribuan hadits yang sengaja

dipalsukan oleh para pendukung masing-masing kubu yang bertikai. Hadits-hadits palsu

itu apalagi kalau bukan untuk saling menjelekkan lawan politiknya dan saling memuji

akan keutamaan dan kebagusan kelompoknya sendiri. Pertikaian politik dan dampak

buruknya terhadap perkembangan (baca kemunduran) perjalanan peradaban Islam ini

akan dibahas dalam sub bab “Mengupas Kulit Bawang Sejarah”.

Yang menarik adalah, Rasulullah semasa hidupnya telah menjalankan FITRAH DIRI Beliau

sendiri dengan begitu enak dan bebasnya. Setiap permasalahan Beliau tuntaskan sesuai

dengan kondisi bangsa Arab saat itu. Setiap ada sahabat yang datang kepada Beliau

membawa masalah, lalu Beliau selesaikan masalah tersebut sesuai dengan tingkat

kecerdasan, keimanan, kekayaan, keilmuan sahabat tersebut. Saat Beliau berhadapan

dengan sebuah keadaan atau suasana baru, maka Beliau lalu bertindak dan takluk

terhadap keadaan baru itu, akan tetapi dengan ketaklukan yang mengikuti FITRAH.

Kalaulah dibuat sebuah FILM DOKUMENTER tentang menit ke menit dalam hidup Beliau,

maka film itu akan MENGALIR dengan enak, mulus, dan smooth. Film itu akan memuat

semua suka, duka, derita, bahagia Beliau selama memperkenalkan ISLAM, IMAN, IHSAN,

kepada bangsa ARAB yang sangat jahiliyah saat itu. Mengalirnya perbuatan dan

perkataan Beliau dengan sangat smooth inilah yang saya namakan sebagai As Sunnah

(sunatullah). Dan ESENSI dari As Sunnah ini akan ABADI sepanjang zaman, karena semua

memang merupakan FITRAH manusia itu sendiri. Dan ESENSI (KONTEKTUAL) dari As

Sunnah sebagai cara-cara Nabi takluk terhadap fitrah Beliau inilah yang ditinggalkan

oleh Rasulullah untuk diikuti oleh umat penerus Beliau di belakang hari, yaitu agar umat

di belakang Beliau juga TAKLUK terhadap fitrah mereka masing-masing.

Yang tak kalah luar biasanya cara Rasulullah dalam memotivasi umat adalah:

Page 58: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

58

1. Untuk hal-hal BURUK, sebelum kejadian buruk itu terjadi atau dilakukan oleh para

sahabatnya, Rasulullah seakan-akan menakut-nakuti mereka dengan hukuman yang

sangat keras, dengan dosa yang sangat besar. Akan tetapi tatkala keburukan itu

sudah atau terjadi juga, bisa lantaran kebodohan maupun ketidaktahuan mereka,

maka Rasulullah hanya menyuruh umat itu untuk bertobat, untuk minta ampun,

dan berbagai sikap pemaafan lainnya. Kalau tidak sangat terpaksa, Beliau tidak akan

menjatuhkan hukuman bagi yang berbuat buruk itu.

2. Sedangkan untuk hal-hal yang BAIK, Rasulullah seakan-akan mengiming-imingi umat

dengan pahala dan ganjaran yang sangat menggiurkan bagi umat untuk

melaksanakannya dan hukuman yang sangat keras bagi umat yang

meninggalkannya. Akan tetapi tatkala umat tidak mampu melaksanakan kebaikan

itu, maka Beliau juga menggembirakan umat dengan kata-kata pemaafan yang

sangat arif. Ya, sudah, Tuhan tidak akan menyusahkan umat di luar kemampuan

umat itu sendiri.

Sungguh Rasulullah itu adalah sebuah buku hidup yang sangat luar biasa.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.

D. Mengupas Kulit Bawang Sejarah

Di sini akan di bahas secara gamblang tapi ringan lapis demi lapis kulit bawang sejarah

tentang munculnya kelompok-kelompok dalam perjalanan sejarah Islam yang nantinya

akan berdampak pada kerancuan pemahaman Al Hadits. Mungkin kita selama ini

bingung terhadap kenapa begitu banyaknya aliran dan kelompok-kelompok yang ada

dalam ajaran Islam. Selama ini kita terombang ambing dengan klaim berbagai aliran dan

kelompok bahwa HANYA aliran atau kelompok merekalah YANG BENAR, dan yang di luar

kelompok mereka itu adalah SALAH, kafir, atau sesat. Luar biasanya lagi, setiap

kelompok itu seperti punya dasar yang sangat kuat dari berbagai Al Hadits.

Kondisi ini benar-benar membuat sebagian besar, sekali lagi hampir sebagian besar

umat Islam, tidak hanya di Indonesia tapi juga hampir di seluruh dunia seperti berada

dalam FASE KEBINGUNGAN, FASE MAMPET, bahkan sudah sampai pada tahap

FASE BERJALAN MUNDUR dalam menghadapi gejolak zaman yang sungguh dahsyat ini.

Jadinya umat Islam secara keseluruhan saat ini seperti ditertawakan orang, dilecehkan

orang.

Artikel ini akan mencoba mencari akar penyebab munculnya pertentangan demi

pertentangan itu. Setelah membaca artikel ini pembaca mungkin akan berada dalam

fase kebingungan, atau mungkin malah sebaliknya bisa menjadi insan yang mampu

mereposisi sikap diri dalam menghadapi parahnya sentimen anti kelompok seperti saat

Page 59: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

59

ini. It is up to you. By the way, ini adalah salah satu wujud dari belajar agama sambil

MIKIR.

Nanti kalau anda tahu akar sejarah ini, maka mungkin anda akan tertawa saja melihat

proses gilas-menggilas pemikiran dan perlakuan antar kelompok-kelompok ini. Sampai-

sampai tiap kelompok saling mengklaim bahwa syorga itu hanya milik kelompok mereka

saja. Bagi saya, biarin syorga itu mereka saling klaim sebagai hanya milik kelompok

mereka, ambilah tuh semua. Saya sih nanti cukup kemping saja di pinggir syorga.

E. Titik Awal Pertikaian Hitam

Kulit bawang terluar yang patut dikelupasi terlebih dahulu adalah waktu beberapa saat

setelah Rasulullah wafat. Kala itu, jasad Rasulullah SAW sudah terbujur kaku sekitar dua-

tiga hari di rumah Beliau. Abu Bakar, Umar, Usman, dan sahabat-sahabat lainnya ra,

masih sibuk di luar rumah membicarakan siapa yang akan menggantikan kedudukan

Nabi Muhammad SAW sebagai kepala pemerintahan. Perundingan dan lobi-lobi para

pihak masih terlalu alot untuk sebuah keputusan politik yang bisa diterima semua pihak.

Di dalam sana jenazah Rasulullah hanya ditunggui oleh Ali bin Abi Thalib ra. Sudah tiga

hari jenazah Beliau belum dikuburkan juga. Sedangkan Ali ra. tidak diikutsertakan dalam

pembicaraan politik tingkat tinggi itu. Akibatnya timbul ketidakpuasan dari pendukung

Ali ra.

Padahal dalam banyak hadits, Rasulullah SAW seakan-akan mengistimewakan Ali ra.

Misalnya disebut sebagai "pintu ilmu", gudang ilmu, yang selalu menggantikan Nabi

sebagai imam shalat jika Nabi berhalangan. Sungguh banyak keutamaan-keutamaan ini

diriwayatkan baik oleh kelompok Syiah maupun Ahlussunnah.

Lalu menurut kelompok Ali, keutamaan-keutamaan itu mengindikasikan bahwa Ali

pantas untuk memegang tampuk pemerintahan pengganti Rasulullah. Karena maksud

ini tidak kesampaian, maka akibatnya pendukung Ali menjadi sakit hati yang

berkepanjangan.

Singkat kata, keputusan politik jatuh bahwa Abu Bakar ra ditetapkan sebagai khalifah

pertama. Umar ra. menyambut estafet pemerintahan berikutnya. Masa-masa Abu Bakar

dan Umar Bin Khattab ra. tidak akan dibahas dulu. Saya akan mencoba melihat secara

kritis dan singkat kondisi politik saat pemerintahan Usman Bin Affan ra dan Ali bin Abi

Thalib ra.

Saat Usman ra. memerintah terjadilah kondisi di mana beberapa orang keluarga dekat

Usman diberikan kekuasaan di daerah-daerah lain yang berada dalam kekuasaan

Khalifah Usman ra. Sejenis KKN dalam pengangkatan pejabat pemerintahan mulai

merebak dan mendapat protes dari kelompok lainnya. Akibatnya lahir kelompok baru

penentang sistem pemerintahan Usman bin Affan ini. Kelompok ini terkenal dengan

Page 60: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

60

istilah kelompok "KHAWAARIJ". Kelompok ini melakukan oposisi yang keras terhadap

pemerintahan Usman.

Seiring dengan itu dari kubu Ali masih tertanam rasa "di-kudeta" atas tampuk kekuasaan

yang seharusnya jatuh ke tangan Ali. Puncaknya adalah terjadinya pembunuhan Usman

bin Affan yang dilakukan oleh anak angkat Ali bin Abi Thalib. Saat itu Usman sedang

shalat Lho ! Seorang sahabat dibunuh oleh anak angkat sahabatnya sendiri. Sungguh

kenyataan yang sulit bagi kita untuk tidak merasa malu.

Di lain pihak terjadi juga gesekan antara mertua dan menantu yaitu antara Aisyah

dengan Ali. Awalnya adalah saat suatu kali jatuh fitnah kepada Aisyah bahwa beliau

berselingkuh. Lalu Rasulullah minta pendapat kepada Ali. Dengan lantang Ali

menyarankan "CERAIKAN". Kata-kata ini didengar langsung oleh Ai'syah dan ini

membuat beliau juga memendam bara dendam kepada Ali. Puncak perseteruan mertua

dan menantu ini mencapai puncaknya saat mana onta yang sedang ditunggangi Aisyah

disembelih oleh pendukung Ali. Peristiwa ini melecut peperangan yang dikenal dengan

nama Perang Jamal (Perang Onta).

Kala itu terjadi sejarah perburuan Siti Ai’syah ra. dan rombongannya (di antaranya yang

terkenal adalah Abu Talhah, Zubair, Muawwiyah, Abu Sofyan, dan keluarga Usman)

terhadap Ali bin Abi Thalib ra. dan sahabat-sahabatnya di Irak sana. Kulit terluar ini

ditandai dengan terjadinya saling berbunuh-bunuhan secara besar-besaran antara

sesama kaum muslimin sendiri. Nantinya :

. . . ternyata di negara Irak itu sejak dari zaman dulu, zaman sahabat-sahabat

Rasulullah, bahkan sampai sekarang, sudah menjadi tempat ajang pembantaian

sesama manusia. Sesama umat yang bernabikan Muhammmad SAW, dan

bertuhankan Allah SWT.

Suatu ketika, rombongan Siti Ai’syah, Muawwiyah, Abu Sofyan, keluarga Ustman

berbondong-bondong datang hanya ingin untuk menuntut rasa keadilan Ali bin Abi

Thalib atas terbunuhnya Ustman bin Affan oleh Muhammad ibn Abi Bakr, anak angkat

Ali bin Abi Thalib sendiri. Khan keterlaluan itu. Bayangkan, sahabat beliau sendiri

dibiarkan dibunuh. Dessss, meninggal.

Singkat kata, setelah Ustman bin Affan terbunuh, kemudian Ali diangkat menjadi

khalifah. Dalam perjalanan pemerintahan Ali bin Abi Thalib, keluarga Ustman lalu

menuntut balas atas terbubuhnya Ustman beberapa waktu yang lalu. Keinginan yang

wajar saja sebenarnya. Secara otomatis keluarga ini ingin mencari keadilan dong;

“Tolong Ali, yang membunuh bapak saya agar diadili”. Setuju khan ? Karena memang

Ustman dibunuh oleh anak angkatnya Ali bin Abi Thalib. Tapi anehnya oleh Sayyidina Ali,

Page 61: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

61

anak angkat beliau itu diangkat menjadi Gubernur di Mesir. Bukannya diadili, ee. sang

pembunuh Ustman itu malah diangkat menjadi Gubernur.

Nguamuklah keluarga Ustman dan simpatisannya ketika itu. Inilah persoalan utama

kenapa keluarga Muawwiyah dan keluarga Ai’syah marah kepada Ali dan kelompok yang

mendukung beliau. Kemarahan kalangan Muawwiyah dan keluarga Usman yang tidak

bisa dibendung inilah nantinya yang akan memicu terjadinya sebuah pertempuran

sengit antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan penentang beliau. Lalu Ai’syah dan

rombongan beliau datang dengan sekian puluh ribu pasukan ke Irak untuk menyerang

Ali.

Terjadilah pertempuran yang sangat sengit di Shiffin, atau ada juga orang menyebutnya

dengan Perang Jamal (cammel). Duuaar, perang pun terjadi, darah mengalir menganak

sungai. Pasukan Ali tewas sekitar 5000 orang dan di pihak Ai’syah tewas sekitar 10.000

orang. Kalau dibandingkan skala penduduk sekarang dengan dulu itu, mati 15.000 orang

itu buuaanyaak sekali. Kalau sekarang mungkin padanannya yang mati itu adalah orang

sekota Cilegon di Banten sana. Yang mati itu manusia semua. Masak kalau itu dianggap

fitnah, mereka tidak “telpon-telponan” dulu : “Ali kenapa kamu begitu. ”Wong namanya

dengan mertua, ya mbok ya dengerin. Masak sih dua-duanya nggak sadar. Khan dua-

duanya bisa mikir; “Ini mau bunuh-bunuhan kita ini”. Dua-duanya bunuh-bunuhan ini !

Tapi itulah, semuanya ngotot. Lalu jedaaaaar, tewas.

Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan di Shiffin ini, tentara Ali dapat

menumpas mundur tentara “pembangkang”. Tetapi tangan kanan (kepercaya-

an) Muawiyah bernama Amr ibn ‘As dengan cara yang sangat licik menyatakan me-

nyerah dengan mengangkat Al Qur’an di atas kepalanya, sehingga pertempuran dihen-

tikan oleh Ali. Qurra’ yang di pihak Ali mendesak Ali untuk menerima tawaran untuk

berdamai, sehingga terbentuklah kesepakatan damai antara kedua belah pihak, sebagai

pengantara diangkat dua orang :

• ‘Amr ibn al ‘As dari pihak Muawwiyah dan

• Abu Musa Al Asy ‘ari dari pihak Ali.

Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr ibn al ‘As mengalahkan perasaan Abu Musa.

Sejarah mengatakan antara keduannya bersepakat untuk menjatuhkan kedua pemuka

yang bertentangan, Ali dan Muawwiyah. Namun kenyataannya dalam pengumuman

yang dibacakan oleh Abu Musa sebagai orang yang tertua, hanya Ali yang disepakati

untuk dijatuhkan. Bagaimana pun peristiwa ini merugikan bagi pihak Ali dan

menguntungkan Muawwiyah. Padahal Ali sebagai khalifah yang legal sedangkan

Muawwiyah hanyalah sebagai Gubernur.

Dengan adanya arbitrase ini kedudukan Muawwiyah naik menjadi khalifah yang tidak

resmi. Sedangkan Ali tetap mempertahankan kedudukannya sebagai khalifah, sehingga

Page 62: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

62

ia harus mati terbunuh tahun 661 M oleh Abdul Rahman Ibn Muljam, dari pihak Ali yang

kecewa atas keputusan yang dianggap salah. Ali dibunuh, ditikam, seeeet, tewas. Jadi

dulu itu, kalau marah itu dilanjutkan dengan membunuh orang. Kalau sekarang yaa

paling teriak-teriak di DPR. Kalau dulu itu malah nyembelih orang. Orang yang dinilai

salah itu disembelih. Apa ndak memiriskan hati itu !? Dengan terbunuhnya Ali bin Abi

Thalib ini, maka Muawwiyah tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bercokol sebagai

penguasa baru.

Persoalan-persoalan yang terjadi di lapangan politik sebagaimana digambarkan di atas

inilah yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi. Tim-

bullah siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Siapa yang salah dan siapa yang

benar. Siapa yang melakukan bid’ah dan khurafat. Kekacauan terjadi sepeninggal Ali.

Mereka-mereka saling mengkhianati dan gelap mata. Dan yang sangat luar biasa adalah,

mereka tidak lagi menghargai Rasulullah dengan membunuh cucunya yang paling

dicintainya, Hasan dan Husein, di padang Karbala.

Hasan-Husein (cucu Rasulullah) dipotong kepalanya oleh kelompok Mu’awiyah.

Mu’awiyah itu siapa ? Beliau dalam hadits adalah termasuk 10 besar sahabat yang

masuk syorga. Bingung lagi khan ?

Sahabat yang masuk 10 besar orang yang masuk syorga kok tega membunuh cucu

Rasulullah gitu Lho. Sang 10 besar masuk syurga kok mau membunuh saudaranya

sendiri.

Saya yang hanya ndak mau pakai celana “ngatung” ini saja, saya yang kadang-kadang

salaman dengan cewek saja, masih dihakimi orang telah melakukan ma’siat.

Oalah, cucu Nabi disembeleh pak.

Apa itu ndak disebut ma’siat pak ? Maka wajarlah kalau pendukung Ali (baca: kaum

Syiah) sangat membenci kelompok Muawwiyah, Usman dan Khawarij.

Lalu, kecintaan mereka (kaum Syiah) terhadap cucu Rasulullah dan Ahlul Bait mengubah

sistem politik dari bentuk kekhalifahan yang diprakarsai oleh Abu Bakar, menjadi sistem

Imamah. Kekacauan politik semakin meruncing tajam, sehingga muncul di sana-sini

kelompok-kelompok yang mengatasnamakan kebenaran untuk kepentingan politiknya.

Bahkan pada masa itu dikenal pengarang-pengarang hadits palsu untuk dijadikan dalil

menyesatkan lawannya. Karakter itu masih terasa sampai pada masa sekarang yang

berkembang menjadi saling menyesatkan antara golongan dan aliran.

Inilah awal pertentangan terpanas antara sesama pemeluk agama Islam sendiri. Kemu-

dian pertumpahan darah itu akan melahirkan saling tuding di antara keduanya. “Ali

salah", kata kelompok Aisyah. Dan tudingan itu dibalas pula oleh kelompok Ali: “Ai’syah

Page 63: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

63

yang salah”. Dan sejak saat itulah ditanamkan oleh para penerus Nabi itu pertentangan

demi pertentangan yang nantinya akan melahirkan pertentangan ALIRAN-ALIRAN dalam

Islam.

Nanti sejarah akan bercerita bahwa di antara kelompok-kelompok itu, jika satu kelom-

pok berkuasa maka kelompok oposannya seringkali "dihabisi". Dan ini terjadi silih ber-

ganti. Sampai sekarang pun begitu. Sebelum Dinasti Fahd memerintah, kelompok Ha-

baib masih bisa hidup di Arab Saudi. Akan tetapi secara perlahan para Habaib ini ter-

singkir dari Arab Saudi. Yang paling lawas adalah geliat politik pasca Saddam Husein di

Irak sana di mana sebentar lagi kita mungkin akan melihat kelompok Syi'ah mendesak

kelompok Sunni, atau mungkin sebaliknya (karena di sana sedang terjadi reposisi

masing-masing kelompok di bawah bayang-bayang provokasi dan hasutan Amerika dan

koleganya.

Kenapa saya harus membuka sejarah ini ? Ya, karena banyak sekali umat Islam saat ini

yang tidak mengetahui kenapa mereka harus saling menyalahkan. Mungkin sudah

banyak juga yang mengetahui sejarah ini, cuma belum bisa memetik pelajaran dari

sejarah perjalanan kelam tersebut. Kalau kita belajar agama tidak dari sejarah ini, kita

nggak akan pernah tahu apa persoalan yang sebenarnya, kenapa Syiah disalahkan,

kenapa Mu’tazilah disalahkan, kenapa ini, kenapa itu. Dan anehnya setiap aliran lain

dibilang KAFIR oleh kelompok lainnya. Jadi puncak penyebab masalahnya adalah dari

peperangan di atas.

F. Munculnya Golongan-Golongan

Nah, pada masa pertumpahan darah di atas, lalu ada kelompok yang tidak setuju

dengan pertempuran tadi itu, dari kelompok Ali sendiri. “Ali terlalu lemah”, kata

sebagian pasukan Ali. “Seharusnya Ali tidak memberikan konsesi-konsesi terhadap

Mu’awiyah”. Sebagai anak buah, mereka menuntut. Ini bak pertanyaan anak buah Gus

Dur, “Kenapa Gus Dur diam aja di kerjain Amin Rais, kalau begitu saya WALK OUT saja”.

Maka kelompok yang ke luar dari kelompok Ali ini kemudian disebut sebagai kelompok

Khawarij (walk out). Jadi dari zaman dulu sudah ada itu yang namanya walk out. Dalam

bahasa Arab namanya Khawarij. Kalau sekarang kasusnya mungkin sama dengan per-

pecahan internal sebuah partai. Bagi kelompok yang tidak sejalan lagi dengan kebijakan

partai yang ada, akan muncul sekelompok orang yang membentuk partai lain dengan

menambah berembel-embel reformasi di belakang nama partai yang lama. Misalnya,

PPP Reformasi, PDI Perjuangan, dan mungkin sebentar lagi Golkar Reformasi, dan

sebagainya.

Jadi, wajar saja kalau ada anggota kelompok kita yang tidak sejalan dengan kebijakan

kelompok itu sendiri. Andai kata saat itu kita ikut sebagai pelaku sejarah itu, dan kita

menjadi khawarij apa ya salah ? Dengan berpikir sebagai manusia biasa saja, jangan

Page 64: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

64

sebagai wali, karena wali itu berpikirnya sangat bening: “Kok sama mertua bisa hantam-

hantaman begitu lho ? ” Ya, sebagai manusia, apa kita akan ikut ke luar dari kelompok

Ali itu. Kalau saya sih rasanya akan ke luar. Tapi sama kelompok Ali, kelompok Khawarij

ini lalu dicap KAFIR. Hanya karena Khawarij ini ke luar dari barisan Ali. Maka sejak itu

lahir pulalah pengkafiran-pengkafiran yang ditujukan kepada lawan-lawan politik ma-

sing-masing bagi yang sedang berseteru tersebut. Misalnya, Kelompok Ali mengkafirkan

Ai’syah dan Khawarij. Begitupun sebaliknya. Gayungpun bersambut. Maka sejak itu pun

istilah kafir lalu berbunyi seperti suara tokek !

Lalu ada yang berfikir RASIONAL. Ali mereka anggap tidak salah. Ai’syah juga mereka

anggap tidak salah. Tapi dua-duanya itu tidak dianggap kafir oleh kelompok yang berfikir

rasional ini, walau saat itu sangat mudah muncul cap kafir bagi lawan sebuah kelompok

lainnya. Karena memang waktu itu sangat mudah terjadi saling pengkafiran. Namun

kelompok berfikir rasional ini hanya menganggap kedua kelompok itu, Ali di satu pihak

dan kelompok Aisyah di pihak lain, hanya telah melakukan suatu kesalahan saja yang

disebut dengan “asyii” (orang yang melakukan kesalahan). Artinya mereka menganggap

Ali dan Aisyah hanya mukmin yang punya salah. Kelompok yang berfikiran seperti ini lalu

disebut orang dengan nama MU’TAZILAH, RASIOANALIS. Artinya kelompok yang

menggunakan rasio, menggunakan pertimbangan yang rasional. Ada juga orang yang

menyebutnya dengan “AHLUL ‘ADLI”, kelompok yang adil, atau kalau sekarang mungkin

disebut “partai yang adil”.

Karena tidak berpihak seperti ini, maka oleh kelompok Ali, mereka dianggap KAFIR juga.

Kenapa mereka dianggap kafir oleh kelompok Ali ? Yaa, ini karena oleh Mu’tazilah, Ali

bin Abi Thalib dianggap punya kesalahan (maksiat). Padahal oleh kelompok Ali, Ali itu

dianggap Imam Suci, yaitu orang yang tidak pernah punya salah dan mempunyai derajat

MAKSUM (terpelihara dari dosa dan maksiat). Maka oleh pendukung Ali yang bilang

bahwa Ali adalah maksum ini, kaum Rasionalis (Mu’tazilah) ini lalu mereka cap kafir juga.

Padahal kaum Mu’tazilah ini lagi mikir-mikir, bahwa secara rasional saja Ali dan Ai’syah

ya salah, karena mereka saling membunuh orang banyak. Walaupun begitu, Ali maupun

Ai’syah tidak anggap kafir oleh kaum Rasionalis ini. Tapi oleh kelompok Ali yang tetap

mengklaim bahwa Ali itu suci, maupun oleh kelompok Aisyah yang juga menganggap

Aisyah itu suci, kelompok Rasionalis ini dianggap kafir pula. Padahal kalau direnung-

renungkan, dari mana tuh rumusnya ada orang yang saling berantam dan dua-duanya

merasa benar, dari mana hitungannya ? Paling tidak ya salah satu salah ? Ini pendapat

orang yang berpikiran rasional. Tapi yang berpikiran rasional begini tetap dianggap salah

dan kafir oleh pihak Ali maupun pihak Aisyah.

Lalu antara kelompok Ali maupun kelompok Aisyah ini sampai turun temurun saling

tidak mau menerima riwayat hadits dari pihak lawannya. Kelompok Ali tidak mau

Page 65: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

65

menerima hadits yang diriwayatkan oleh Ai’syah. Begitu juga kelompok Ai’syah juga

tidak mau menerima hadits yang datangnya dari Ali. Untuk membuktikannya :

. . . lihatlah kitab Riyadushshalihin, Bulughul Maram. Dalam kitab-kitab tersebut

hampir-hampir tidak ditemukan hadits yang diriwayatkan oleh Ali Bin Abi Thalib.

Begitu juga dalam kitab hadits yang dikumpulkan oleh pendukung Ali, sangat jarang

sekali bisa ditemukan hadits yang diriwayatkan oleh kelompok Aisyah.

Inilah awal terjadinya perpecahan hadits. Lalu hadits-hadits yang diriwayatkan dari Ali ini

dikumpulkan menjadi hadits kelompok Syiah. Makanya dalam hadits Syiah, misalnya,

masih ada kawin muth’ah (kawin kontrak). “Yuk kita kawin yuk, dua hari lalu udahan”,

ini namanya kawin kontrak. Kawin kontrak ini memang pernah terjadi di zaman

Rasulullah, akan tetapi sudah dinasakh (dihapuskan) di kemudian hari. Nah,

penghapusan kawin muth’ah ini hadistnya dipegang oleh Ai’syah. Kata Ai’syah, “Oo

muth’ah itu sudah dihapus ! Kelompok Ali menjawab: “No way, aku nggak pernah

dengar dari Rasulullah”. Begitulah ! Maka kemudian terjadilah keruwetan yang amat

sangat tentang riwayat meriwayatkan hadits ini.

Kelompok Khawarij lalu nggak mau pakai hadits, mereka hanya mau pakai Qur’an saja.

Mereka menganggap ruwet kalau pakai hadits, karena semua nggak bisa dipercaya.

Makanya kelompok Khawarij ini nggak mau shalat. “Pokoknya saya tauhid saja, saya

ikut Allah dan Muhammad saja, titik. Saya nggak mau riwayat-riwayatan hadits !” Nah,

ini Khawarij namanya.

Terjadilah perpecahan antara sesama umat Islam sendiri dengan sangat ekstrim. Dari

kelompok Aisyah lalu memunculkan cikal bakal bagi munculnya kelompok-kelompok

yang disebut dengan Bani Umayyah, sedangkan dari kelompok Ali sangat terkenal

dengan kelompok Bani Fatimiyah-nya. Dua kelompok besar ini bertempur tak habis-

habisnya dari zaman ke zaman. Saat kelompok Ali yang menang, maka muncullah

kerajaan Bani Fatimiyah. Lalu kelompok Bani Umayyah dikejar-kejar dan dibunuhi oleh

keluarga Bani Fatimiyah ini. Begitu pun sebaliknya. Saat Bani Umayyah yang menang,

maka Bani Fatimiyah pada gilirannya yang dikejar-kejar dan dibunuhi oleh kelompok

Bani Umayyah.

Pertempuran turun temurun dua Bani ini lalu telah memunculkan dua golongan besar

penganut Islam. Satu pihak dari Bani Umayyah melahirkan kelompok besar yang

sekarang dikenal dengan kelompok Sunni, Ahlussunah Wal Jamaah. Sedangkan dari

pihak Bani Fatimiyah melahirkan kelompok Syiah, atau kelompok yang mengikuti

keimaman Ahlul Bait. Demikianlah terjadi silih berganti peristiwa hantam menghantam

ini. Saat Saddam Husein yang berkuasa di Irak, maka kelompok Syiah diberangus seperti

halnya juga di Arab Saudi sekarang ini.

Page 66: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

66

Pertempuran dan perpecahan Sunni dan Syiah ini tidak berhenti di tanah Arab sana saja.

Bahkan sampai mengalir sampai ke tanah Jawa. Di Jawa perseteruan ini ditandai dengan

perselisihan antara Sunan Giri dan Sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo hampir saja berbunuh-

bunuhan dengan Sunan Giri, karena :

Sunan Kalijogo dianggap mengembangkan Syiah sedangkan Sunan Giri

mengembangkan Sunni.

Lalu muncullah Sunan Bonang sebagai penengah di antara keduanya. Perdamaian

keduanya ditandai dengan berdirinya Masjid Demak. Tiang tatal yang diikat-ikat di

Masjid Demak adalah perlambang dari proses perdamaian itu. Tiang Tatal itu seakan

bermakna bahwa “wala tafarraku, jangan bercerai berai”.

Maka setelah perdamaian antara Sunan Kalijogo dan Sunan Giri itu, maka :

. . . digabunglah aliran Syiah dan aliran Sunni itu menjadi seperti yang dipraktekkan

oleh orang-orang di NU sekarang ini.

• Makanya Gaya NU dalam pemerintahaannya adalah meniru Syiah, di mana umat

harus patuh kepada mullah, kepada Gus. Gus itu suci dan turun temurun pula.

• Akan tetapi fikih yang dipakai adalah dengan menggunakan fikih Sunni.

Ini sejarah. NU adalah salah satu contoh keberhasilan penyatuan konsep ibadah serta

imamah versi Syiah dengan fikih versi Sunni di bumi Nusantara ini !

Sebenarnya masih banyak lagi varian perpecahan dalam agama Islam sampai saat ini.

Tapi intinya perpecahan ini adalah akibat dari memahami hadits dan ajaran agama

lainnya yang kemudian dengan berhasil dan sukses dibawa menjadi konflik antar

golongan. Masing-masing golongan ini menjadi militan berkat faktor dan unsur-unsur

pengikat emosional yang mereka bina dan pertahankan sedemikian rupa.

Apakah semua Sahabat saya sama ratakan dalam artikel ini ? Ya ndak lah.

Banyak kok Sahabat yang mulia lainnya yang berbicara dan berbuat sesuai dengan Al

Qur’an dan Sunnah Nabi. Yang saya kritisi adalah ;

. . . kekisruhan dan kebingungan umat yang sampai ke kita sekarang ini yang masih

terasa akibat dari kekisruhan sejarah masa lalu perkembangan Islam.

Sejak zamannya sahabat-sahabat juga. Ini yang saya kelupasi ya tentu saja semampu

saya saja. Banyak Lho kekaguman saya kepada ajaran-ajaran Ali bin Abi thalib, dan ahlul

bait lainnya, maupun sahabat-sahabat besar lainnya.

Akan tetapi saya sepertinya agak sulit untuk menerima (dan saya juga tidak yakin ini

dikatakan oleh Imam Ali) bahwa :

Page 67: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

67

"Kami adalah pintu Allah. Jalan Allah hanya akan diketahui atau dikenal melalui kami."

(Pancaran Cahaya Shalat-Muhsin Qira'ati halaman 42).

Fungsi AVATAR seperti inilah yang menurut saya sangat bertentangan dengan Al Qur’an.

Karena misi Al Qur’an adalah untuk membabat habis, merevolusi perilaku manusia yang

BERSANDAR kepada selain Allah.

Saya sangat yakin bahwa ungkapan di atas hanyalah ciptaan orang-orang atau pengikut

Ali agar pengikut Ali punya suatu ALAT PEREKAT di antara mereka. Karena kalau

perekatnya adalah Nabi Muhammad saw, maka semua golongan akan menjadi sama.

Akan tetapi karena Rasulullah sudah dipegang lebih duluan oleh kelompok Aisyah dan

sahabat yang kemudian melahirkan golongan SUNNII, maka Kelompok Ali lalu membuat

perekat lainnya yaitu Ali dan ahlul bait lainnya (yang memang saat itu - mungkin juga

saat ini - sangat tertindas) yang kemudian melahirkan golongan SYI'AH. Dan masing-

masing kelompok ternyata saling menolak hadits dari lawannya.

Nah, saya tidak mau TERJEBAK oleh pertentangan kedua golongan ini. Lalu dua-duanya

saya kelupasi. Lalu saya perhatikan keduanya dengan tidak membinding diri kepada

keduanya. Hasilnya, Lho, Lho, kedua golongan ini muaranya ternyata Rasulullah juga.

Hadits-hadits yang dipakai dari Rasulullah juga. Lalu saya coba tinggalkan kedua

kelompok itu dan saya lihat wejangan demi wejangan Rasulullah saja. Dan saya sangat

terpesona. Ternyata :

. . . ajaran Rasulullah itu ya ajaran yang sampai ke golongan Sunni dan ajaran yang

sampai ke golongan Syi'ah YANG DIGABUNG menjadi SATU.

Di sinilah saya melihat kualitas Rasulllah yang sangat mengatasi siapa pun. Beliau sangat

cerdas, cemerlang, dan santun dalam membina umat Beliau. Saat ada yang bertanya

tentang hukum-hukum, maka beliau menjawabnya SESUAI dengan kapasitas si penanya.

Saat ada yang bertanya tentang ke dalaman spiritualitas, maka Rasulullahpun

menjawabnya SESUAI kualitas iman si penanya. Nah :

• Golongan SUNNI sekarang adalah golongan yang paling banyak mendapatkan dan

mengumpulkan wejangan Rasulullah yang bersifat HUKUM-HUKUM, sehingga

golongan ini lebih terpaku dengan hukum-hukum yang kemudian berkembang

menjadi berbagai pasal FIQIH dan hadits-hadits HUKUM lainnya. Akan tetapi

golongan ini AGAK TERBELAKANG dalam pemahaman tentang HAKIKAT SPIRITUAL

dari aspek HUKUM dan FIQIH yang mereka sangat mahir dan banyak tahu itu.

• Sedangkan golongan Syi'ah (terutama kepada Ali Bin Abi Thalib) adalah tempat di

mana Rasulullah BANYAK mewejang tentang ke dalaman MAKNA SPIRITUAL dari

Page 68: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

68

sebuah perilaku AGAMA. Dan dari golongan Syi'ah inilah nantinya munculnya akar

TASAWUF yang sekarang ini sudah sangat menyebar ke pelosok-pelosok dunia.

Akan tetapi dalam perjalanannya, KEDALAMAN SPIRITUAL ini juga dirusak oleh beberapa

perilaku para SUFI yang seakan-akan tidak perlu lagi dengan HUKUM dan FIQIH.

Walaupun begitu tetap ada segolongan orang yang teguh berpegang kepada ajaran Ali

Bin Abi Thalib sampai kepada JALUR AHLUL BAIT yang lainnya, golongan ini sekarang

dikenal sebagai penganut Mahdzab SYI'AH. Ya monggo-monggo aja.

Jadilah muncul keruwetan baru dalam perkembangan Islam. Walaupun begitu saya

punya sikap bahwa :

SEMUA YANG DICIPTAKAN ALLAH (termasuk kondisi umat yang seakan-akan

berpecah belah ini) ADALAH ADA MANFAATNYA.

Fir'aun bermanfaat untuk memelihara Musa sejak kecil, dan menempa Musa saat beliau

diangkat Allah menjadi Nabi, sehingga kualitas Nabi Musa benar-benar ditinggikan oleh

Allah. Begitu juga Abu Jahal, Abu Lahab, adalah person yang menempa diri Muhammad

SAW, sehingga beliau berhasil menjadi Rasul yang sangat ditinggikan derajatnya oleh

Allah.

Bahkan iblis pun bermanfaat bagi manusia untuk menempa diri manusia menjadi orang-

orang yang mukhlashin (berserah kepada Allah). Karena iblis dengan kesatria sudah

memberitahu bahwa si iblis tidak akan sanggup menggoda orang-orang yang berserah

diri kepada Allah. Jadi salah manusianya sendiri kalau masih bisa digoda oleh iblis, tidak

berserah diri sih.

Apalagi kalau hanya sekedar pertentangan dan perpecahan antar kelompok dan agama,

ada manfaatnya juga. Anggap saja tujuannya untuk saling berlomba-lomba mencari

kebaikan. Tinggal tiap-tiap golongan saling mencari metoda penyampaian usungannya

agar bisa diterima masyarakat luas. Tinggal nanti kita lihat siapa yang bermanfaat bagi

kemakmuran alam semesta ini. Kalau kita-kita tidak berhasil menciptakan kemakmuran

dan kelestarian di alam semesta ini, yaa paling alam semesta ini akan hancur dengan

sendirinya (sesuai dengan hukum-hukum Allah-sunatullah). Maka jadilah kiamat.

Nah, dalam perkembangan golongan-golongan ini ada yang menarik perhatian saya.

Begitu aspek hukum dan fiqih ini dibawa dan disebarkan di negara-negara yang tingkat

ilmu pengetahuan tentang ke alamannya sudah sangat maju, misalnya Amerika, Eropa,

Jepang, maka umumnya mereka jadi takut dan ada kecenderungan merekam untuk

menolaknya. Bahkan label teroris pun dengan ringan mereka lekatkan ke golongan yang

memegang hukum dan fiqih dengan ketat ini. Sebaliknya kalau hukum dan fiqih ini

dibawa kepada masyarakat yang tingkat ilmu pengetahuan alamnya masih rada-rada

terbelakang seperti Indonesia, sebagian besar negara Arab dan Afrika, maka aspek

Page 69: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

69

hukum dan fiqih ini SEPERTINYA bisa mereka terima. Akan tetapi EFEKNYA lebih banyak

kepada membuat ketakutan dan harapan. Efeknya lebih kepada LOGIKA KEKUATAN

(meminjam istilah seorang teman saya).

Bagi masyarakat "maju" di atas akan lain halnya kalau yang diperkenalkan ke mereka

adalah HAL / KONDISI ke dalaman SPRITUAL, misalnya seperti yang dibawa oleh

pengusung TAREKAT NAQSABANDI dan tarekat-tarekat besar lainnya, maka penerimaan

mereka lebih cepat. Seakan-akan untuk mengiyakan hadits Nabi, "Sesunggguhnya

kekayaan itu bukanlah kekayaan harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan

JIWA". Hadits ini USHLUB-nya adalah untuk orang-orang yang sudah KAYA dengan harta

dan dunia.

Nampaknya untuk bisa memahami hadits dengan baik, kita harus tahu juga masalah

ushlub (kondisi dan arah kelompok yang dituju oleh hadits itu) saat Rasulullah berbicara

tentang sesuatu. Kalau tidak tahu ushlub ini, maka kecenderungan kita adalah untuk

menganggap bahwa semua hadits itu adalah buat kita. Ujung-ujungnya kita bingung

sendiri. Kalau begitu boleh dong "membuang" hadits ?

Nah, Lho !

G. Masa Pemangkasan As Sunnah

Setelah As Sunnah Nabi SAW campur aduk, berantakan, dan banyaknya hadits palsu

yang beredar akibat pertentangan dan peperangan sesama umat Islam di atas, maka

kemudian muncul usaha dari Imam Buchari dan Iman-Iman lain untuk menyaring

Sunnah tsb. Artinya :

Dari JUTAAN SUNNAH, sebagian besar DIBUANG (bayangkan dibuang, dipangkas).

Ini tidak cocok. Ini tidak pas. Ini pembawanya dulu pernah bohong (padahal mungkin

saja setelah itu dia sadar dan tobat). Ini dari lawan politik kita, lalu buang saja.

Masih bagus kalau yang dibuang itu yang PALSU. Sekarang siapa yang bisa menjamin

bahwa yang dibuang itu tidak termasuk yang ASLI dari Rasulullah. ISI-nya bagaimana

kalau tidak seirama dengan Al Qur’an ? (mudah-mudahan ini nggak ada) ? "Hmm. Nggak

apa-apa, yang penting penyampainya bisa dipercaya kok". Seribu alasan, sehingga

sunnah dipotong dan tinggal menjadi SEKIAN RIBU HADITS. Dan ini yang kita bela habis-

habisan sekarang. Jadi boleh nggak kita membuang BEBERAPA hadits sekarang ini ?

Wong dulu juga dibuang-buang kok.

Masalahnya kemudian adalah, tatkala film dokumenter kehidupan Beliau itu dicoba

untuk ditulis dalam bentuk Al Hadits, apalagi setelah dipangkas menjadi hanya sekian

ribu hadits oleh Imam-Imam terkenal seperti Bukhari, Muslim, Turmidzi, Abu Daud, dan

Page 70: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

70

mungkin Ali bin Abi Thalib, sehingga sekarang Al Hadits yang tersisa tidak lebih dari

20.000 Hadits, dengan berbagai tingkatan lagi, maka saat itu pula umat Islam mulai

keteter untuk mengikutinya. Betapa tidak, sesuatu yang mengalir dengan indah, lalu di

coba untuk dipenggal di sana-sini menjadi Al Hadits, ya jadinya ya begini, As Sunnah itu

tidak utuh lagi.

Andaikan dulu saya punya uang JUTAAN rupiah, kemudian uang saya hilang entah ke

mana, dan yang tersisa hanyalah Rp 20.000 saja. Maka saat ditanya orang tentang uang

saya itu, maka jawaban saya adalah : “Uang saya sudah habis, hilang.” Karena 20.000

rupiah sangatlah tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan jutaan rupiah.

Nah, dari sinilah mulai munculnya problematika umat Islam itu. Dengan semboyan :

. . . berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Al Sunnah, akan tetapi As Sunnah yang

dimaksud itu ternyata hanya sebatas ribuan tulisan TEKSTUAL Al Hadits,

maka :

. . . umat Islam itu terlihat berjalan seperti orang sempoyongan, serba kikuk, serba

ragu, serba terbatas, serba mandeg dan seratus serba lainnya (tapi dengan motivasi

yang negatif).

Hal ini tak bedanya dengan melihat FILM KARTUN zaman “baheula”, di mana

gerakannya terpatah-patah dan tidak smooth. Ya lucu jadinya. Ibaratnya :

Umat Islam sekarang ini adalah seperti orang dari “suku pedalaman” di tengah-

tengah pandangan mata orang-orang kota.

Mereka jadi tontonan orang. Lucu sih.

Al Hadits yang tersisa saat ini juga bak ibarat sebuah Rumah Sempurna (RS) yang

terbakar nyaris habis ludes. Kemudian masyarakat mencoba bergotong royong mengais

puing-puing di bekas rumah tersebut. Tiba-tiba ada yang menemukan 'seujung' karpet

merah dipojokan. Tiba-tiba ada juga yang menemukan patahan daun jendela bekas

terbakar. Tiba-tiba ada juga yang lain menemukan bagian kecil, menemukan sebagian

ini, itu.dst. Dan kemudian masing-masing penemu itu saling berseru: “Ini asli dari Rumah

Sempurna itu lho”. Masing-masing mengatakan: “Yang lain itu palsu, karena bagian yang

lain itu ditemukan oleh si A yang terkenal pembohong.” Dan akhirnya kelompok-

kelompok manusia itu sibuk mengklaim bagian yang dia dapatkan yang berasal dari

Rumah Sempurna tadi. Padahal saat masih utuh, RS itu menjadi tempat yang sangat

ideal dan bisa dinikmati oleh semua orang. Orang miskin, orang kaya, orang rajin

beribadah, orang yang pemalas shalat malam sekali pun bisa merasakan manfaat dari

Rumah Sempurna tersebut

Page 71: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

71

H. Kadaluarsanya TEKSTUAL Al Hadits

Sebenarnya umat Islam sekarang ini, yang selalu bersemboyan bahwa kita adalah umat

yang mengikuti dan berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah SAW, sudah banyak yang

meninggalkan Al Hadits, karena sudah tidak cocok lagi dengan peradaban sekarang,

terutama hadits-hadits yang bersifat berhubungan dengan ciri ketubuhan (fisik)

Rasulullah. Beberapa contoh yang ringan-ringan saja akan saya berikan untuk pembuka

wacana, misalnya:

1. Beberapa gelintir umat Islam masih tetap dengan gigih mengiklankan tentang

TEKSTUAL Al Hadits mengenai keutamaan SIWAK. Akan tetapi di antara sekian ratus

juta umat Islam, yang masih tetap setia memakai SIWAK hanyalah dalam hitungan

ribuan orang saja, nggak ada artinya lah jumlah itu. Akan tetapi dengan melihat

KONTEKS dari Al Hadits tentang siwak itu, yaitu tentang keutamaan membersihkan

gigi, maka hampir seluruh manusia telah mengamalkan Al Hadits itu walau dengan

berbagai alat bantu yang berbeda dengan siwak.

Hadits tentang siwak itu lalu menjadi hadits yang kadaluarsa dan tinggal

sebagai sejarah dan kenangan saja.

2. Hadits tentang pentingnya mengajarkan anak dengan 3 keterampilan : berenang,

memanah, dan berkuda, juga mengalami hal yang sama. Hanya pengajaran

berenang lah yang masih sangat relevan dengan peradaban saat ini, sedangkan

pengajaran memanah dan berkuda hanya cocok untuk kegiatan yang

diperlombakan seperti di PON. Karena :

. . . peradaban memanah dan berkuda sekarang sudah digantikan dengan

peradaban yang memakai senapan dan kendaraan bermotor.

3. Al Hadits untuk memakai baju putih-putihpun tidak selalu bisa diamalkan di

sembarangan tempat dan waktu. Ada yang lucu saat terjadinya konflik di Ambon

dulu. Ketika itu ada sekelompok umat Islam yang datang ke sana dengan atribut

pakaian putih-putih lengkap dengan sorban dan topi hajinya. Saat terjadi

pertempuran sporadis, baik di hutan-hutan dan malam hari, maupun di dalam kota,

maka :

. . . pasukan putih-putih itu dengan mudah ditembaki lawan.

Karena siapa pun tahu bahwa fitrahnya pakaian dalam peperangan adalah dengan

memakai pakaian penyamaran (loreng-loreng).

4. Dalam peperangan juga, Nabi dulu berada di garis depan untuk memimpin perang

dan memberi semangat kepada pasukan muslimin. Akan tetapi sekarang ini,

Page 72: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

72

panglima perang hanya duduk-duduk di kantor, atau tidur-tiduran di rumah sambil

memberikan perintah lewat radio ! Nggak ngikut contoh Nabi lagi !

5. Ada juga orang-orang yang sangat getol mencirikan bahwa umat Islam itu

AFDALNYA pakai jubah, sorban, dan berjenggot. Tapi tahukah Anda bahwa Abu

Jahal, Abu Lahab dan kafir Quraish lain pun penampilannya begitu seperti wali-wali

dalam film sinetron di negara kita.

Banyak lagilah contoh-tontoh dari perilaku Nabi yang sudah tidak dipakai orang saat ini.

Apalagi perilaku sahabat-sahabat yang demikian beragamnya. Sekarang ini tidak ada

satu orang pun yang benar-benar telah mengikuti sahabat-sahabat Nabi, apalagi untuk

mengikuti apa-apa yang dicontohkan Nabi, mengikuti As Sunnah. Nggak lah ! Tapi kalau

hanya mencoba-coba untuk menyesuaikan diri dengan berbagai Al Hadits, yaa, sungguh

banyak sekali.

I. Al Qur’an, Al Hadits dan Kitab Ulangan

Pada kesempatan ini saya akan coba tayangkan sebuah masalah yang kejadiannya

adalah abadi, ada sepanjang masa, yaitu tentang perzinaan.

Dalam ayat Al Qur’an:

An Nuur (24 : 2)

"Perempuan yang berzina, dan lelaki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap orang dari

keduanya seratus kali dera."

Dalam Hadits Iman Buchari:

"Lelaki dan perempuan dewasa (muhsan / berkahwin) apabila berzina maka rejamlah

kedua-duanya sekaligus sebagai balasan dari pada Allah.

Begitu juga dengan hadits yang terkenal tentang pengakuan seorang wanita yang hamil

karena perzinahan, yang oleh Nabi ditunda pelaksanaan hukuman rajamnya setelah

anaknya lepas masa menyusu.

Dalam Kitab Ulangan PL-05 (22: 22 s / d 24):

22. Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami,

maka haruslah keduanya dibunuh mati; laki-laki yang telah tidur dengan

perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat

itu dari antara orang Israel.

23. Apabila ada seorang anak gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan -

jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia,

Page 73: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

73

24. maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan

kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia

tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa istri sesamanya

manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.

Saya cuma bertanya dengan segenap kerendahan hati saya. Hadits di atas apakah

mengikuti Al Qur’an atau mengikuti Kitab Ulangan ?

J. Lalu Bagaimana ?

Inilah perlunya tahu sejarah. Jadi kita bisa punya sikap dalam berfikir. Sumbernya dulu

dibongkar. Anda mau berbicara tentang hadits-hadits, ya di bongkar dulu sumbernya,

baru jalan ! Kalau nggak, nanti kita akan disuruh ngikutin hadits menurut pikiran orang

yang ngajarin kita itu nantinya.

Rasa-rasanya lengkap sudah kita meneropong dan mengelupasi tentang perkembangan

Al Hadits dari masa ke masa. Mungkin saja kemudian ada yang mulai meragukan Al

Hadits seperti yang banyak muncul di masyarakat sebelumnya, seperti kelompok

“Inkarussunnah”. Lalu ?

Kalau kita berhenti di sini, maka mungkin orang-orang yang inkarussunnah akan

bersorak mengiyakan bahwa Al Hadits sudah tidak bisa dipakai lagi sekarang. Akan

tetapi mari kita lanjutkan kebagian penutup yang akan memuat alternatif bersikap

terhadap kumpulan Al Hadits yang sampai kepada kita saat ini.

K. Sikap Berketuhanan

Ternyata Al Sunnah adalah sebuah realitas perjalanan panjang Rasulullah sehari-hari,

dari waktu ke waktu, dalam sikap berketuhanan. Realitas demi realitas ayat-ayat Al

Qur’an muncul dengan sangat mencengangkan yang kemudian Beliau sampaikan

kepada sahabat-sahabat Beliau. Dan sahabat-sahabat pun mampu mencerap realitas itu

dengan kualitas sami’na wa atho’na (tanpa reserve). Namun, sebuah pengajaran juga

bisa dipetik saat ini. Bahwa :

. . . siapa pun yang luput dari sikap berketuhanan, baik itu tingkatannya adalah

sahabat-sahabat Nabi, penerus Nabi berikutnya, sampai ke kita sekarang ini, maka

yang akan kita dapatkan adalah kesengsaraan dan kelemahan belaka bagi kita.

Bersikaplah dengan sikap berketuhanan, maka As Sunnah itu akan muncul dari dalam

diri kita sendiri. Maka berapa pun Al Hadits yang akan sampai kepada kita, kita akan

senyum-senyum saja melihat “muatan budaya duta istimewa Tuhan” di dalamnya.

Karena kalau kita tidak mempunyai sikap berketuhanan, maka As Sunnah lalu bisa

terpangkas menjadi ;

Page 74: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

74

• Al Hadits milik budaya Allussunnah,

• Al Hadits milik budaya Syi’ah,

• Al Hadits milik budaya golongan dan mahzab-mahzab tertentu.

Tidak, jangan begitu !

As Sunnah itu TIDAK akan pernah batal, rusak, atau masuk kelompok hadits berkualitas

jelek (tidak shahih) hanya gara-gara penyampainya dulunya diperkirakan suku

berbohong, atau perawinya diragukan. Tidak !

As Sunnah adalah sebuah muatan universal yang masing-masing kita sudah punya

dan tertanam di dalam dada kita.

Hanya kesombongan dan keangkuhan kita saja yang telah berhasil menutup As Sunnah

itu dari perilaku kita sehari-hari.

Sungguh Rasulullah telah mencontohkan bagaimana kita seharusnya bisa takluk

terhadap SUNATULLAH (hukum-hukum Allah) itu, yang dalam istilah agamanya adalah

BER-ISLAM. Dan tunduk kepada sunatullah dengan tanpa reserve telah dilabeli Allah

dengan istilah TAWAKKAL. Jadi :

. . . tawakkal adalah sebuah suasana di mana seseorang mewakilkan segala-galanya

kepada Tuhan dengan mengikuti aturan-aturan Tuhan yang telah ditetapkan Tuhan.

Aturan Tuhan itu, misalnya, bekerjalah, majulah, berdaganglah, intidzar-lah (jadi

pengamatlah), bertebaranlah di bumi, sekolahlah, jadi dokterlah, jadi sarjanalah,

bangunlah peradabanmu, carilah kekayaan, dsb. Karena di semua aturan Tuhan itu ada

sesuatu buat kita. Akan tetapi jangan lupa, mulailah semua itu “dengan dan atas nama

Tuhan”, akhirilah “dengan dan atas nama Tuhan” pula (dzikrullah). Jadi :

. . . tawakkal itu bukanlah suasana NRIMO, atau pasrah tanpa kita “DIGERAKKAN”

untuk melakukan sesuatu dan menghasilkan sesuatu bagi kita. Tawakkal itu

haruslah MENGHASILKAN sesuatu untuk dirinya sendiri maupun untuk rahmat bagi

semua orang.

At Thalaaq (65 : 3)

"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan

(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.

Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu".

Kalau dalam bahasa sekarang tawakkal itu mungkin bisa disebut dengan “melakukan

fungsi-fungsi sunatullah” yang di mana-mana orang pasti melakukannya walau dengan

kadar dan intensitas yang berbeda dari satu bangsa ke bangsa lainnya. Fungsi keseharian

Page 75: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

75

kita saja sebenarnya, misalnya, ber: a(khlak)-pol(litik)-ek(onomi)-sos(sosial)-bud(aya)-

pen(didikan) to say the least.

Nah, untuk hadits-hadits tentang “apoleksosbudpen” di atas, dalam pelaksanaannya

saya akan melihat dulu USLUB dari hadits itu. Gunanya adalah agar supaya saya tidak

terlalu “keberatan beban” yang tidak sesuai dengan kemampuan saya yang sangat

terbatas ini. Dari sekian banyak hadits tentang hal keseharian tersebut di atas, saya pilih

uslubnya yang cocok dengan saya saja. Karena kalau semua hadits itu saya “kekep”

untuk saya sendiri, maka saya akan menjadi orang yang schizoprenia, orang yang

berkepribadian ganda, yaitu walau otak saya bisa mengetahui dan menerima hadits ini

dan itu, tapi saya tidak punya daya apa-apa untuk menerapkannya dengan “enjoy”.

Di dalam hadits apoleksosbudpen ini, ada yang uslubnya untuk pengemis, untuk orang

kaya, untuk anak-anak, untuk pemimpin, untuk yang dipimpin, untuk pelajar, untuk

guru, untuk pedagang, untuk. berbagai kalangan dan usia yang berbeda. Walau pun

begitu, di antara semua kriteria itu, ada nilai-nilai universal yang tidak saja bisa diterima

oleh segenap umat Islam (tanpa peduli aliran dan sekte apa dia), akan tetapi juga oleh

umat Kristen, Hindu, Budha, Shinto, dan kepercayaan lainnya. Nah, nilai-nilai universal

itulah yang saya ambil. Sedangkan tekstual haditsnya hanya saja jadikan sebagai bahan

perbandingan bahwa “Oo, dulu itu begitu yaa.”.

Sedangkan untuk hadits-hadits apoleksusbudpen yang membawa perpecahan, yang

sektarian, yang eksklusif, yang membawa saya taklid dan menyebabkan kejumudan

fikiran, ya saya baca dengan memberinya tinta merah. Untuk saya jadikan hanya sebagai

pengetahuan saja, “Ooo. ada yah hadits yang begitu. ”.

Itu tentang Al Hadits,

. . . apalagi kalau hanya terhadap wejangan ulama salaf, non salaf, syi’ah, dan

ulama-ulama zaman sekarang, sikap kritis yang lebih seharusnya mulai kita

munculkan, agar umat Islam ini menjadi umat yang dewasa. Tidak lagi seperti umat

kekanak-kanakan yang suka rebutan permen.

Coba, umat yang mengakunya punya Tuhan yang sama, Nabi yang sama, eeee di antara

umat itu lalu saling memaki, atas nama Tuhan lagi, saling menyalahkan, saling meng-

kafirkan, malah ada yang saling mendo’akan agar lawannya dilaknat Tuhan. Huh, tidak-

kah itu hanya akibat HAWA UN NAFS (kecenderungan Nafs) manusia-manusia itu saja,

atau dalam istilah sekarangnya adalah EGO sang manusia, yang menguasai mereka ?

Sedangkan tentang Al Hadits, ataupun keterangan sahabat-sahabat dan ulama-ulama

lainnya tentang suasana IMAN, TAQWA, KHUSYU’, IHSAN, SABAR, IKLHAS, dan

sebagainya, berikut suasana lawannya seperti KAFIR, FUJUR, dsb, sikap kita seharusnya

lebih khas lagi. Yaitu, tidak ada satu orang pun yang punya wewenang untuk MENILAI

Page 76: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

76

langsung tentang semua itu kecuali HANYA ALLAH, dan RASULULLAH sewaktu Beliau

masih hidup. Selain itu, kalau ada yang mengaku tahu tentang semua itu, maka itu

hanyalah sekedar perkiraan-perkiraan saja. Maka perkiraan saya bisa saja berbeda

dengan perkiraan orang lain. Dan begitulah seterusnya. Perkiraan demi perkiraan itulah

yang telah melahirkan dinamika Islam dari hari ke hari. Perkembangan pengertian

tentang Islam ini terjadi melalui opini demi opini yang ditransfer di antara umat Islam itu

sendiri dari zaman ke zaman.

Nah, untuk itu bungkuslah keseharian kita itu dengan “baju ketuhanan dan sikap

berketuhanan”. Dan pada saatnya kita akan berjalan dengan muatan sunatullah (As

Sunnah) di muka bumi ini. Carilah “Baju Ketuhanan” itu ke mana pun dan kepada siapa

pun sampai dapat, agar kita bisa pula bersikap dengan “Sikap Berketuhanan” dengan

ENJOY.

Terakhir, janganlah “mempertuhankan” Al Hadits, karena Tuhan itu sangatlah

pencemburu. Kalau Tuhan sudah cemburu, maka akibatnya sungguh sangat fatal. Dia

langsung mengirim dan menaruh syaitan sebagi teman karib kita. Dan syaitan itulah

yang memotivasi kita untuk berbuat yang tidak baik. Dan kekuatan syaitan itu sungguh

tak tertandingi karena mereka juga memakai kekuatan Tuhan untuk menghasut kita itu.

Page 77: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

77

Artikel 4 :

Rekonstruksi Berfikir4

Dalam uraian yang lalu, kita telah bernostalgia sejenak tentang maju mundurnya peradaban

Islam akibat pengkhianatan umat Islam sendiri kepada Tuhan, terutama terhadap :

. . . fungsi kekhalifahan sang manusia yang tercerabut dari akar yang seharusnya, yaitu

hilangnya kesadaran pada diri sang khalifah untuk bertindak dengan dan atas nama

ALLAH yang telah mengutusnya dengan haq.

Pengkhianatan ini ternyata telah menimbulkan dampak balik yang sungguh merugikan dan

merepot sang khalifah itu sendiri.

Untuk bagian selanjutnya, akan saya uraikan secara sederhana alternatif perbaikan yang

mungkin bisa dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita semua, yaitu keberanian dari umat

Islam sendiri untuk melakukan rekonstruksi paradigma berfikir terhadap pokok-pokok

ajaran Islam yang telah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Perlunya

rekonstruksi paradigma berfikir itu adalah karena dalam perjalanannya, PEMAHAMAN umat

Islam terhadap pokok-pokok ajaran Islam itu ternyata telah melenceng jauh dari arah yang

diamanatkan oleh ajaran Islam itu sendiri. Pemahaman agama sepertinya tertinggal jauh

dengan permintaan dan kebutuhan ZAMAN. Karena memang agama sepertinya dengan

sengaja ingin dihentikan hanya sebatas pemahaman zaman ulama salaf yang sungguh sangat

sederhana kalau tidak mau dikatakan primitif.

Akibatnya maka yang muncul di tengah-tengah umat beragama adalah PARADOKS yang

sangat akut.

Saat ini agama nyaris tinggal seperti sebuah buku bacaan berupa NOVEL saja. Kita hanya

dibawa menerawang pada sebuah zaman yang katanya sangat indah semasa Nabi

Muhammad SAW, Sahabat, Tabiin, Tabit Tabiin, dan ulama-lama Salaf tempo dulu.

Bahwa pernah hidup dengan harmonis sekelompok orang di mana mereka senang kepada

Allah dan Allah juga senang kepada mereka. Bahwa. beliau-beliau yang mulia itu hidup

berdampingan panji-panji syariat Islam, bahwa, bahwa, indah sekali. Lalu kita dibuat sibuk

dengan NOVEL itu, membicarakannya kata demi kata, bahkan menghafal kata-katanya entah

untuk apa. Akan tetapi begitu kita memalingkan muka kita dari NOVEL itu dan melihat

kepada zaman kita sekarang, maka bayangan di dalam NOVEL itu seakan-akan hilang lenyap,

tak berbekas.

4 http://keluargaluwu.blogspot.com/2011/07/rekonstruksi-berpikir.html

Page 78: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

78

Padahal AGAMA itu memang ADA BARANGNYA, real sekali. Agama itu adalah ibarat kita

mendengar berita di TV. Saat pembawa berita berbicara tentang sebuah keindahan alam,

misalnya Pantai Anyer, maka beberapa detik kemudian kita diperlihatkan tentang detail dari

Pantai Anyer itu secara visual. Dan secara otomatis pusat perhatian kita lalu beralih dari

WAJAH si pembaca berita ataupun dari SPESIFIKASI pesawat TV-nya kepada REALITAS berita

yang dibacakan. Dan bagi yang tertarik tentu akan datang ke Pantai Anyer itu untuk

membuktikan keindahan pantai Anyer itu. Apalagi bagi yang sudah pernah ke Pantai Anyer

itu, dia hanya akan senyum-senyum saja. “Terbuktikan ?”, kata sebuah iklan. Karena

memang agama itu fungsinya adalah sebagai sebuah JENDELA untuk mengamati bahkan

menjadi sebuah PINTU untuk memasuki keindahan perilaku dan budaya manusia (bukan

kera).

Sayangnya adalah bahwa arah yang melenceng itu diprakarsai oleh orang-orang yang

mengerti atau pakar (hafal) tentang agama Islam, dan pada level yang sangat mengagumkan

juga telah menjalankan agama itu dengan sungguh bersemangat, misalnya ustadz, ulama,

dan para kyai. Akan tetapi dengan pengertian yang berkembang dan dipakai saat ini, tanpa

disadari,

. . . umat Islam itu telah membawa dirinya sendiri ke arah kejumudan pemikiran.

Kejumudan pemikiran ini berimbas pula ke dalam sistem pendidikan yang ada di masyarakat

kita. Masih sering saja muncul anggapan, bahwa sistem pendidikan yang berkembang saat

ini bukanlah dikatakan sistem pendidikan yang islami hanya karena di sekolah tersebut tidak

diajarkan (atau sedikit sekali) diajarkan tentang pendidikan agama atau syariat Islam,

sehingga lalu muncullah pemisahan pendidikan menjadi sekolah agama di satu sisi dan

sekolah umum di sisi lain. Universitas agama Islam dan sekolah-sekolah agama lainnya

seperti pesantren dan madrasah-madrasah sepertinya berada di jalur terpisah dengan lebih

memfokuskan perhatian kepada pendidikan agama.

Kemudian ada memang muncul sekolah yang bercirikan agama yang sangat kental, yang

biasanya disebut sebagai “sekolah plus” atau UNGGULAN, yang juga mengajarkan

pendidikan “umum” seperti di sekolah-sekolah negeri umumnya. Akan tetapi sayang

bedanya masih terbatas hanya pada tempel-an simbol-simbol agama saja. Misalnya siswanya

hanya sekedar lebih banyak hafal Al Qur’an dan Al Hadits, lebih terlihat rajin shalat, yang lalu

dikatakan lebih agamis dibandingkan dengan siswa di sekolah umum.

Kejumudan pemikiran ini jugalah nantinya yang :

. . . membuat para ahli seperti dokter, insinyur, ahli hukum, ahli akuntansi, ahli gizi, ahli

baja, ahli manajemen, dan ahli-ahli lainnya, yang dikategorikan orang saat ini sebagai

AHLI PENGETAHUAN UMUM merasa MINDER hanya karena mereka tidak banyak hafal

ayat-ayat Al Qur’an, Al Hadits dan terminologi keagamaan lainnya.

Page 79: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

79

Mereka tidak punya keberanian untuk menyadari bahwa :

. . . merekalah sebenarnya orang-orang yang sedang menjalankan Al Qur’an dan Al

Hadits tersebut. Walaupun mereka tidak hafal ayat Al Qur’an dan Al Hadits itu, tetapi

mereka sebenarnya adalah pengamal sejati dari ayat-ayat Al Qur’an itu.

Mereka adalah realitas orang-orang yang sedang mengamati ayat-ayat kauniah seperti yang

diperintahkan oleh Al Qur’an, sehingga mereka bisa menemukan bahwa Al Qur’an itu “ada

barangnya”, bahwa Al Qur’an itu bukanlah sekedar hanya teks dalam bahasa Arab (kauliyah)

yang :

• dihafal-hafal,

• dilagukan,

• dibicarakan saja.

Bahwa :

Al Qur’an itu ternyata adalah laksana sebuah TEROPONG untuk melihat sebuah realitas

(kauniah) TUHAN. Barang siapa yang mau menggunakan teropong itu akan

mendapatkan manfaat yang sungguh mencengangkan.

Oleh sebab itu perlu adanya Rekonstruksi Berfikir bagi umat Islam yang meliputi perubahan

pandangan atau paradigma terhadap Al Qur’an, As Sunnah, dan akal, sehingga diharapkan

pada akhirnya :

. . . bisa terbentuk karakater manusia baru yang dalam Al Qur’an disebut sebagai

karakter orang Islam yang utuh, yaitu karakter Orang Berakal.

Membaca alternatif apa-apa yang harus diubah ini, tentu saja akan ada saja pihak-pihak yang

kebakaran jenggot dibuatnya. Bahkan belum-belum sudah muncul pula cap pada saya

sebagai orang yang sesat, orang yang sok tahu, dan sebagainya. Ya, tidak apa-apa. Mari kita

urai satu persatu !

Yang saya maksud dengan rekonstruksi berfikir itu adalah sederhana saja, yaitu :

. . . dengan mengubah cara pandang terhadap Al Qur’an dan As Sunnah yang sudah

terkontaminasi sedemikian rupa menjadi cara pandang yang diingini oleh Al Qur’an dan

As Sunnah itu sendiri.

Jadi memandang Al Qur’an, As Sunnah, dan akal dengan Al Qur’an dan Sunnah itu sendiri.

Untuk melakukan rekonstruksi itu, maka perlu dilakukan peruntuhan konstruksi cara berfikir

lama yang ada saat ini, lalu dilakukan konstruksi ulang, sehingga menghasilkan bangunan

berfikir yang baru. Akan tetapi meruntuhkan paradigma berfikir lama itu alangkah sulitnya.

Page 80: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

80

Sungguh sulit, karena dalam prosesnya perlu menghapus sebagian atau bahkan mungkin

seluruh memori paradigma lama yang telah karatan tersimpan di dalam otak kita selama ini.

Mari kita coba perlahan-lahan saja.

A. Al Qur'an adalah Teropong Kauniah

Penghargaan dan penghormatan umat Islam terhadap Al Qur’an hampir-hampir saja

membuat umat Islam itu buta terhadap kandungan dan maksud diturunkannya Al

Qur’an itu oleh Allah. Yaa, kesan yang ada terhadap Al Qur’an yang tersisa sekarang ini

hanyalah:

1. Adanya orang-orang yang merasa bahwa hanya dialah yang punya hak untuk

menyampaikan kandungan Al Qur’an.

Bahwa Al Qur’an itu adalah sebuah kitab yang begitu sucinya, sehingga orang awam

tidak punya otoritas sedikit pun untuk menafsirkannya dan membahasnya sesuai

dengan konteks kezamanan dan pengetahuannya sendiri. Karena si awam dianggap

tidak punya :

• ilmu bahasa Arab,

• ilmu hadits,

• ilmu asbabun nuzul,

• ilmu, ilmu, dan segudang prasyarat lainnya,

sehingga kemudian muncullah fungsi mirip keavataran (guru suci) dalam agama

lain, yang dalam agama Islam disebut misalnya sebagai MUJTAHID, ULAMA, IMAM,

dsb, untuk dapat memahaminya, yaitu :

. . . adanya orang-orang yang merasa bahwa hanya dialah yang punya hak untuk

menyampaikan kandungan Al Qur’an. Orang lain tidak punya hak untuk

berbicara tentang pemahamannya sendiri terhadap Al Qur’an.

2. Wejangan kepada umat Islam dari pengajian ke pengajian hanya sekitar : Al Qur’an

itu kalau dihafalkan, diwiridkan membacanya secara teratur, maka :

• Allah akan menurunkan rahmatNya, dan

• Malaikat pun akan turun ikut menaungi halaqah-halaqah yang di dalamnya

diperdengarkan bacaan Al Qur’an.

Bahwa ayat-ayat Al Qur’an itu kalau dihafalkan, diwiridkan membacanya secara

teratur, maka :

• Allah akan menurunkan rahmatNya kepada kita, dan

• Malaikat pun akan turun ikut menaungi halaqah-halaqah yang di dalamnya

diperdengarkan bacaan Al Qur’an.

Page 81: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

81

Dari dulu itu saja yang diwejangkan kepada umat Islam dari pengajian ke pengajian.

Betul memang dengan membacanya dengan tartil akan menimbulkan efek

ketenangan ke dalam hati si pembaca atau yang mendengarkannya. Akan tetapi

efek tenang itu barulah sebagian sangat kecil dari manfaat Al Qur’an itu. Dan efek

tenang di hati ini sebenarnya hanyalah masalah psikologis biasa saja, sama seperti

mendengarkan musik yang enak di dengar. Kalau tidak percaya coba saja untuk

mendengarkan orang yang membaca Al Qur’an dengan nada yang sumbang, tajwid

tidak benar, kecepatan baca yang tidak teratur, maka saat itu juga yang muncul

bukannya efek tenang, malah sebaliknya. Yang muncul adalah rasa tidak enak, risih,

bahkan mungkin marah karena dia membaca ayat Al Qur’an dengan sembarangan.

3. Khalayak ramai yang sedikit sekali yang bisa menghafal atau bahkan untuk hanya

sekedar membaca Al Qur’an saja, menjadi generasi MINDER, yang tidak punya

semangat untuk merubah keadaan.

Keulamaan, kehebatan kualitas keagamaan seseorang seringkali ditandai dengan

seberapa banyak beliau hafal akan Al Qur’an dan Al Hadits. Ulama-ulama besar

seringkali digembar-gemborkan sudah hafal Al Qur’an pada umur di bawah 15

tahun dan hafal juga sekian ribu hadits pada usia yang relatif muda, sehingga beliau-

beliau itu lalu dianggap sebagai sosok yang berhak meneruskan perjuangan

Rasulullah SAW. Sedangkan Khalayak ramai yang sedikit sekali yang bisa menghafal

atau bahkan untuk hanya sekedar membaca Al Qur’an saja lalu menjadi generasi

MINDER, generasi seperti gerombolan yang tidak berketuhanan, yang tidak punya

semangat untuk merubah keadaan. Karena :

. . . kalau pemikiran khalayak itu berlawanan dengan pemikiran ulama sang

penerus Nabi, maka label sesat dan bahkan kafir akan menempel pada dirinya.

Label yang sungguh menakutkan banyak orang, sehingga :

. . . membuat orang menjadi apatis terhadap agama.

4. Mandegnya kualitas pemikiran intelektual Islam dibandingkan dengan kecepatan

kebutuhan perubahan ZAMAN.

Dan yang terpenting adalah adanya paradigma yang keliru tentang istilah MENGAJI

yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Selama ini kegiatan mengaji sangat

identik dengan sebuah kegiatan yang dilakukan :

• di dalam masjid,

• di dalam rumah, atau

• ruangan,

yang materinya adalah membahas :

Page 82: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

82

• kata perkata,

• kalimat per kalimat

tentang sebuah ayat Al Qur’an ataupun Al Hadits.

Pembahasannya itu juga lebih banyak merujuk kepada :

. . . bahasan yang sudah menjadi sejarah, karena isinya hanyalah sebuah

pemikiran ulama pengarang kitab yang sedang dibahas itu yang hidup beberapa

tahun, puluhan tahun, atau bahkan ratusan tahun yang lalu.

Kalau pun ada buku baru, maka esensinya tidak ada bedanya dengan buku-buku

lama itu. Hal ini lalu menyebabkan mandegnya kualitas pemikiran intelektual Islam

dibandingkan dengan kecepatan kebutuhan perubahan ZAMAN. Padahal Al Qur’an

itu mengisyaratkan adanya proses untuk mengkaji Al Qur’an sampai bisa

mendapatkan sesuatu yang memang sudah seharusnya di dapat pada setiap zaman

yang dilalui, bukan hanya sekedar kira-kira.

Dengan hanya memperhatikan empat perilaku pemahaman umat Islam terhadap Al

Qur’an ini, maka dalam kesempatan ini saya akan mencoba memberikan alternatif

perubahan dalam memahami makna Al Qur’an, yaitu saya mengajak umat beragama

Islam (bagi yang mau saja) atau pun umat beragama lain yang belum begitu memahami

untuk apa itu Al Qur’an diturunkannya buat umat Islam bahkan untuk umat manusia

secara keseluruhan, yaitu sebagai teropong kauniah.

Al Qur’an dengan lebih 6000 ayat-ayatnya adalah sebuah TEROPONG (alat

mematut) yang diwariskan oleh Rasulullah Muhammad SAW bagi seluruh umat

manusia untuk memandang ALAM SEMESTA dan DIRI MANUSIA itu sendiri. Dengan

teropong itu si manusia diajak untuk untuk masuk ke dalam suasana demi suasana

(keadaan demi keadaan) yang terdapat pada alam semesta dan diri manusia itu

yang merupakan tanda-tanda akan keberadaan Allah (ayat-ayat Allah), Tuhan

Semesta Alam, sampai pada akhirnya kita bisa “MELIHAT ALLAH (ra’aitullah)”

dalam setiap tanda-tanda-Nya itu.

Dalam uraian singkat fungsi Al Qur’an di atas, ada beberapa kata kunci yang akan kita

bahas lebih dalam, yaitu : Teropong, Alam Semesta dan Diri Manusia, Suasana (keadaan,

hal, kondisi), dan muaranya adalah “melihat” Allah (ra’aitullah) !

B. Teropong

Kalau Al Qur’an itu disebut sebagai TEROPONG, maka fungsinya hanyalah sebagai

sebuah ALAT BANTU MEMANDANG. Al Qur’an menerangkan Al Qur’an sendiri dengan

istilah bahwa dirinya adalah hidayah (petunjuk), pembeda, pemberi arah, pemotivasi

bagi manusia untuk melihat dan menyikapi segala sesuatu sesuatu yang bisa dipandang

Page 83: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

83

dan dirasakan. Jadi dapat dikatakan bahwa Al Qur’an itu adalah sebagai ALAT BANTU

saja sebenarnya. Namanya alat bantu, ya harus dipakai. Seperti halnya teropong, maka

dia akan bisa dipakai oleh siapa saja. Dan siapa pun yang memakainya, maka dia akan

mendapatkan manfaat karenanya.

Kekurangan kita umat Islam selama ini adalah, bahwa kita selama ini terlalu sibuk

dengan teropongnya, kita terlalu sibuk dengan ciri-ciri fisik dan malah sampai ke

detail yang sekecil-kecilnya dari teropong itu.

Umat Islam juga sibuk terus menggosok dan melap teropong itu takut ada debu, ada

karat, atau ada yang mengutak-atik keapikannya. Bahkan tidak sedikit pula kita selalu

menjajakan “klaim” bahwa ini teropong yang terbagus yang pernah ada, semua keadaan

BISA diamati dengannya, atau ini adalah teropong yang keasliannya sangat terjamin.

Begitulah,

. . . umat Islam itu dengan Al Qur’an seperti anak kecil yang diberi mainan baru,

buat sementara si anak kecil memang akan sibuk dengan mainan itu. Akan tetapi

beberapa waktu kemudian, kalau si anak tidak diberi tahu fungsi dari mainan itu,

sehingga dia tidak bisa menikmatinya, maka sudah dapat dipastikan mainan itu

akan dibuangnya.

Huh ! Lain halnya kalau si anak diberitahu fungsi alat tersebut, kemudian apa yang bisa

didapat, maka si anak akan asyik menikmati permainannya. Walaupun nanti akan bosan

juga jadinya, itu nggak jadi masalah, karena bosan atau tidak itu hanyalah masalah

ekstasisnya otak terhadap suatu keadaan atau suasana saja.

Dan Al Qur’an menjamin bahwa ekstasisnya otak (yang dalam istilah agama disebut

dengan iman) yang menyebabkan otak mengirim impuls getaran iman ke dada (sudur)

dan ke kulit / tubuh (julud) itu selalu bertambah setiap kita memakai ayat-ayatnya untuk

membidik suatu suasana atau keadaan ke suasana dan keadaan yang lain.

Bertambahnya ekstasis otak (iman) itu begitu NYATA dan EMPIRIS. Dalam surat Al Anfal

ayat 2, misalnya, Allah menjamin :

Al Anfal (8 : 2)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut

nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-

ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka

bertawakkal.”

Bagi orang yang berfikir, maka ayat tersebut akan dia jadikan sebagai sebuah teropong

untuk mengamati ciri-ciri orang beriman. Misalnya, kalau saya mengaku beriman lalu

Page 84: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

84

“getaran hati” saya sama saja tatkala saya menyebut nama Allah dengan menyebut

piring, gelas, dsb, maka saat itu juga saya akan buru-buru mempertanyakan

(melaporkan) suasana yang muncul itu:

“Duh Gusti. kenapa sensasi otak saya, dada saya, kulit saya saat menyebut nama-Mu

tidak sesuai dengan yang tertera di Manual Teropong Iman (Al Qur’an) ? Rasanya kok

seperti ada sebentuk selubung hijab, cover (kafir) yang menyelimuti otak, dada, dan

tubuh saya ?”.

Dan sampai ke manapun saya akan berusaha mencari “pengajaran” agar selubung itu

bisa terkuak sampai suasana yang saya jumpai PERSIS sama dengan yang tercantum di

manual teropong IMAN itu. USAHA YANG SAMA juga akan saya lakukan tatkala saya

membaca ayat-ayat Quliyah Allah, tapi saya TIDAK mendapatkan suasana KAUNIYAH

nya, iman saya TIDAK berkembang sedikitpun dibuatnya, MANDEG, sama saja seperti

tahun-tahun lalu, atau puluhan tahun yang lalu !

C. Objek Teropongan

Kemudian ke mana arah pandangan kita harus tertuju dalam meneropong juga tidak

usah kita bawa jauh-jauh, cukup di dekat kita saja, yaitu ALAM SEMESTA dan DIRI

MANUSIA itu sendiri. Ayat (manual) yang sangat populer yang akan saya jadikan sebagai

pedoman meneropong adalah:

Ali Imran (3 : 190-191)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan

siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang

mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka

memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,

tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah

kami dari siksa neraka.",

dan juga dalam ayat:

Adz Dzaariyaat (51 : 20-21)

"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan ?"

Pada empat ayat ini, Allah memberikan arahan-Nya HANYA bagi orang YANG BERFIKIR,

orang yang berakal, bukan buat orang yang jahil, ORANG YANG TERCOVER, orang yang

terselubung. Ayat ini merupakan sebuah teropong yang dipersiapkan oleh Allah Sang

Rabbul ‘Alamin untuk dipakai oleh sang berakal dalam menjalani kesehariannya.

Page 85: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

85

Ciri-ciri Sang Berakal ini menurut manual teropong itu haruslah utuh, yaitu:

1. Dimulai dengan KESADARAN BERKETUHANAN yang penuh (saat berdiri, duduk,

maupun saat leyeh-leyeh),

2. Melakukan proses PENGAMATAN terhadap suasana, keadaan, kondisi dan hal

yang berada pada objek ALAM SEMESTA dan DIRI MANUSIA,

3. MENYADARI bahwa objek pengamatan itu ternyata TIDAK SIA-SIA artinya ada

hasil, ada hal dan kondisi baru yang ditemukan dari proses pengamatan itu,

4. Ra’aiturabbi, “Melihat Tuhan” (kembali berada dalam kesadaran

berketuhanan) pada setiap objek dan derivatifnya yang ditemukan.

5. BERDO’A, agar temuan-temuan dalam pengamatan itu tidak menjadi SIKSA,

tidak menciptakan ANGKARA MURKA baru bagi manusia baik dalam skala kecil

maupun skala besar,

6. Dan proses itu BERGULIR TERUS pada objek-objek lain di ALAM SEMESTA dan

DIRI MANUSIA yang sungguh tak terhingga banyaknya.

Sekarang mari kita kupas perilaku sang berakal ini lebih dalam lagi, dan apa jadinya nanti

kalau proses berfikir ini tidak dilakukan secara utuh !

D. Kesadaran Berketuhanan

KESADARAN AWAL dari sebuah pengamatan atau kegiatan apapun adalah sangat

penting, karena kepada kesadaran awal itulah nantinya hasil dari pengamatan dan

kegiatan itu akan dinisbahkan atau dikembalikan. Kalau kesadaran awal itu adalah

berupa kekuasaaan, maka hasil kegiatan yang dilakukan juga akan dimanfaatkan untuk

pemenuhan permintaan kekuasaan itu. Begitu juga kalau kesadaran awalnya adalah

berupa kepentingan uang dan politik, maka segala hasil kegiatan dan pengamatan itu

juga akan dihambakan kepada uang dan politik itu.

Begitu pentingnya kesadaran awal ini, sehingga dalam ayat di atas kita diberi arahan

bahwa mulailah pengamatan itu dengan KESADARAN KETUHANAN, jangan kepada yang

lain, sekali-kali jangan kepada yang lain. Dan kesadaran ketuhanan itu juga tidak main-

main, kita diberitahu untuk mempunyai kesadaran itu setiap saat. Bukan hanya sekedar

menyebut “bismillahirrahmanirrahiim, aku memulai pekerjaan pengamatan ini bersama

Allah dan atas nama Allah”, lalu setelah mengucapkan lafaz itu kita lupa akan kesadaran

ketuhanannya. Artinya pada saat itu saya telah lupa kepada Tuhan walau pun baru

beberapa saat yang lalu saya masih menyebut nama-Nya.

Kemudian muncul pertanyaan,

. . . andaikan saya tidak bisa memelihara rasa ingat (kesadaran) kepada Tuhan ini

setiap saat apa ada yang keliru ?

Page 86: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

86

Jawabnya, ada dua kemungkinan penyebabnya :

• Saya yang salah secara teknis dalam melakukannya, sehingga saya tidak bisa

mendapatkan rasa ingat itu secara permanen.

• Bisa juga ayatnya sendiri yang keliru atau paling tidak ayatnya yang terlalu mengada-

ada. Lhaa, bagaimana caranya saya bisa mengamati alam semesta dan diri saya

sendiri lalu pada saat yang sama saya juga punya kesadaran (rasa ingat) kepada

Tuhan.

Nah, sekarang terserah anda masing-masing untuk menilai penyebabnya itu :

• Kalau anda memilih penyebabnya ada pada diri anda sendiri, tetapi anda tidak

berusaha untuk memperbaiki masalah teknis untuk mendapatkan ingat kepada

Tuhan itu secara permanen, maka anda berarti tidak mengikuti manual teropong

orang berakal.

• Dan kalau teropongnya tidak dipakai, maka suasana rasa ingat Tuhan pasti juga tidak

akan didapatkan, wong teropongnya tidak dipakai.

Akan tetapi kalau realitas rasa ingat permanen itu tidak berhasil anda dapatkan karena

ayatnya yang berlebih-lebihan atau keliru, beranikah anda mencoret ayat di atas ? Ayat

ini tidak cocok : CORET ! Hah ?!

E. Proses Mengamati

Proses mengamati hanyalah sebuah proses NETRAL yang sangat sederhana. Saking

sederhananya, maka siapa saja dapat melakukannya. Mengamati itu tidak tergantung

sedikit pun kepada agama, kepercayaan, mahzab, suku bangsa, tinggi rendahnya

pendirikan, ataupun jenis kelamin dari sang pengamat. Semua punya kesempatan dan

alat yang sama dalam mengamati sebuah suasana. Dan HASIL pengamatan itu juga

sangat NETRAL sekali. Mau digunakan untuk yang baik dan bermanfaat bagi umat

manusia, atau untuk menghancurkan umat manusia, ya. itu terserah kepada si pemakai

hasil pengamatan itu. Sederhana sekali.

Instrumen manusia yang dipakai untuk mengamati sesuatu itu juga tidak rumit-rumit.

Orang bisa mengamati dengan mata, dengan telinga, dengan kulit. Kalau anggota tubuh

itu tidak mampu mengamati, maka manusia akan berusaha membuat alat bantu. Lalu

bermunculanlah berbagai alat bantu yang bisa dipakai untuk mengamati, terus begitu

seperti tiada henti-hentinya. Ada hasil baru, ada alat bantu baru, ada benda baru yang

berasal dari penggabungan benda-benda lama. Continuous improvement is a reality to

occur.

Ada sedikit kekurangajaran yang dibuat oleh orang-orang yang telah melakukan proses

pengamatan ini di negara “sono”. Kekurangajaran ini ditujukan tentu saja untuk orang-

orang yang tidak mau mengamati, untuk orang-orang yang hanya membebek atas

Page 87: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

87

penemuan-penemuan si ahli amat itu, untuk orang-orang yang maunya hanya membaca

dari buku-buku tentang penemuan-penemuan orang dan mereka lalu terkagum-kagum

dengan penemuan itu. Kurang ajarnya adalah, proses mengamati yang sederhana ini lalu

dibuat mentereng dengan istilah-istilah, misalnya, Scientific Approach, Seven Tools,

Seven Habits, PKM, GKM. Ah bisa saja kau itu, yang kau lakukan ’khan hanya: “Ada

benda atau keadaan, lalu kau amati, kau catat, kau coba cari alternatif benda atau

suasana baru, dan kau dapatkan dan nikmati hasilnya." Itu saja kok repot-repot.

F. Naluri Mengamati

Kalau diperhati-perhatikan dengan seksama, kegiatan pengamatan itu hanya melibatkan

sedikit saja langkah yang diperlukan. Gunakanlah INDRA yang ada dan pada level

tertentu boleh juga dibantu dengan ALAT BANTU untuk mengamati. Akan tetapi sedikit

langkah itu ternyata memberikan hasil yang variatif sekali di antara bangsa-bangsa yang

ada. Dan apa gerangan penyebabnya ? Menurut pengamatan saya, variasi yang sangat

kentara antara hasil pengamatan DUNIA BARAT dengan bangsa-bangsa TIMUR (minus

Jepang, Korea, China, dan beberapa bangsa lainnya tapi tidak termasuk INDONESIA dan

bangsa-bangsa ARAB) adalah dalam hal NALURI MENGAMATI. Ya,

. . . Barat ternyata telah melatih diri mereka sedemikian rupa, sehingga mereka

mempunyai naluri mengamati yang sangat peka.

Ini ibarat pertandingan tinju. Senjata bagi petinju-petinju itu dari dulu sampai kapan pun

ya itu-itu saja. Ada pukulan jab, upper cut, swing, dsb. Ada menangkis, menghindar,

maju, dan mundur. Akan tetapi bagi seorang petinju yang mempunyai naluri bertinju

yang hebat, dengan teknik bertinju yang anak kecil pun tahu itu, bisa membuat mereka

menjadi petinju yang disegani oleh musuhnya. Karena dia memang punya NALURI untuk

bertinju.

Kalau diperluas sedikit lagi, di dalam perusahaan pun ilmu yang dipakai dari dulu-dulu

sampai masa yang akan datang pun ternyata hanya itu-itu saja. Yaitu :

• Bagaimana cost yang muncul dari setiap operasi perusahaan diusahakan untuk bisa

lebih kecil dari benefit, sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan.

• Karena perusahaan itu dioperasikan oleh manusia dengan memakai mesin-mesin,

maka orang yang berakal, seperti dimuat dalam ayat di atas, haruslah mempunyai

NALURI untuk bisa mengamati manusia dan mesin-mesin itu.

• Karena pada manusia dan mesin-mesin itu ada hukum-hukum yang tidak bisa

dilanggar sedikit pun, baik oleh sang manusia maupun oleh mesin-mesin itu. Hukum-

hukum pasti ini dalam istilah agamanya adalah SUNATULLAH, dalam istilah

sekulernya disebut dengan hukum-hukum alam. Misalnya, kalau pabrik sudah tua,

Page 88: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

88

maka kalau tidak dibangun pabrik yang baru, atau dilakukan revamping, maka dalam

hirupan sejuta bungkus rokok yang akan datang perusahaan itu PASTI akan tutup.

• Kalau karyawan di sebuah perusahaan sudah tua-tua, karena tidak ada regenerasi,

maka pada perusahaan itu akan muncul gap antar generasi. Contohnya, jika

perusahaan itu di manajemeni oleh generasi berumur di atas 40-an, kalau kemudian

dilakukan rekruitmen baru bagi generasi umur 20 s / d 24-an, maka akan terjadi

kesenjangan pola pikir yang akut antara pimpinan dan bawahan. Sang pimpinan pada

umur-umur 40-an lebih itu kalau tidak punya NALURI memimpin, maka umumnya

mereka akan bermain aman, alias tidak punya greget. Sementara karyawan baru

yang muda-muda tersebut cenderung akan mempunyai semangat lebih kental.

Maklum masih baru. Lalu yang terjadi ? Amatilah !

NALURI, ahh, istilah sederhana yang realitasnya sudah hampir punah di negara kita ini.

Masihkah kita punya waktu untuk melatih naluri ini :

• naluri memimpin,

• naluri membangun,

• naluri bersatu,

• naluri membahagiakan orang lain,

• naluri iman,

• naluri khusyu,

• naluri sabar,

• naluri ikhlas,

• naluri mengamati.

Sebagai pengganti dari naluri yang sedang bersemayam saat ini dalam diri kita yang

cenderung kepada serba perselisihan dan naluri-naluri negatif lainnya !

G. Alam Pengamatan

Sebagai objek dalam pengamatan ini, manual teropongnya menyebutkan bahwa yang

diamati itu adalah ALAM SEMESTA dan DIRI MANUSIA. Maka bagi orang yang berakal,

pengamatannya sudah pastilah akan tertuju kepada setiap apapun yang bisa di temukan

di Alam ini. Karena alam semesta ini memang diciptakan untuk dimanfaatkan oleh

manusia dengan sebaik-baiknya. Dan kalaulah ditulis hasil-hasil pengamatan itu, maka

seandainya air dari tujuh lautan dijadikan tinta, maka sampai habis air itu dipakai, tidak

akan selesai kita menulisnya. Perkembangan ilmu fisika, kimia, ekonomi, adalah sedikit

dari sekian banyak ilmu yang dihasilkan dari proses mengamati suasana di alam semesta

ini.

Diri manusia sebagai objek pengamatan, juga tak kalah menariknya. Berbagai cabang

ilmu kedokteran dan psikologi telah berkembang mengiringi pengamatan terhadap diri

Page 89: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

89

manusia itu. Padahal pengamatan itu kalau diringkas hanya dilakukan pada dua

substansi saja, yaitu NAFS (diri, jiwa) dan RUH. Yaaa, pada manusia itu ternyata hanya

dua substansi itulah yang saling berinteraksi. Pengamatan terhadap Nafs telah

melahirkan pengetahuan manusia yang sangat detail terhadap ketubuhan manusia,

mulai dari yang kasat mata seperti jantung, otak, sampai kepada yang berukuran mikro

seperti rantai DNA, biologi molekuler, dsb.

Pengetahuan tentang Nafs dengan segala sifat-sifat bawaannya ini juga telah melahirkan

ilmu psikologi baru, yaitu psikologi TRANSPERSONAL. Di dalam kajian psikologi modern,

psikologi transpersonal merupakan kekuatan ke empat dalam aliran psikologi setelah

PSIKOANALISA, BEHAVIORISME dan psikologi HUMANISTIK. Psikologi transpersonal

merupakan bentuk perkembangan ilmu psikologi yang tidak tersentuh oleh analisa para

ahli jiwa terdahulu, padahal kajian ini secara langsung banyak membicarakan wilayah

pusat (eksistensi dan aktivitas jiwa), bukan hanya gejala empirisnya saja.

Karl Jung dengan psikologi transpersonalnya telah banyak menyadarkan para

rohaniawan untuk melepaskan teori meditasi konvensional yang selama ini mereka

pakai. Dalam konsep Jung ini dikatakan bahwa: “Sang Aku (diri) mencari dan mengarah

(tertuju) kepada sang Aku yang kekal”. Konsep Jung ini yang paling bisa diterima, karena

jiwa memang tidak boleh dibatasi oleh benda-benda. Ruh harus lepas atau moksa

menuju wujud mutlak yang tidak terbatas.

Dasar spiritual agama-agama sebelum Islam yang dibawa para Nabi disebut agama

hanif, yaitu agama lurus yang mendasari arah spiritualnya kepada Zat yang mutlak, tidak

boleh menghambat ruhani atau mengikat jiwa seseorang kepada bentuk materi sebagai

alat konsentrasi. Jiwa yang terikat akan berada di wilayah yang paling rendah. Kondisi ini

tidak sesuai dengan fitrahnya yang memiliki kecenderungan untuk kembali kepada Yang

Maha Tak Terbatas, Tak Terjangkau, Tak Terdifinisikan. Dengan mengarahkan jiwa

kepada Zat Yang Maha Tak Terbatas, maka jiwa Anda akan merasakan seperti kembali

dan tidak terkungkung oleh benda-benda yang mengikatnya.

Ah, demikian banyak dan berkembangnya apa-apa yang bisa kita amati. Dan proses

mengamati alam semesta dan diri manusia inilah senjata maha hebat yang sebenarnya

telah diwariskan untuk para ulul albab, orang yang berfikir, yang koncinya pada awalnya

diserahkan kepada umat Islam. Akan tetapi ternyata konci penyimpanan senjata

pamungkas itu telah hilang dari tangan umat Islam. Konci itu telah jatuh ke tangan umat

non Islam. Sedangkan . . .

. . . umat Islam dari dulu sampai sekarang masih saja sibuk dengan masalah-masalah

saling KLAIM tentang legalitas agama seperti mahzab, fikih, syariat, hadits. Akan

tetapi mereka seperti DIBUAT LUPA akan maksud dari syariat, agama, fikih, dan

hadits itu.

Page 90: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

90

Antara satu golongan dengan golongan yang lain saling sibuk sendiri dengan klaim-klaim

kebenaran mereka. Mereka seperti dibutakan dengan peringatan ayat:

Ar Rum (30 : 31)

“Manusia itu harus kembali kepada Allah dan bertakwalah kepada Allah, tegakkan

shalat dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang (musyrikin) mempersekutukan

Allah.”

Ar Rum (30 : 32)

“yaitu dari golongan-golongan, orang-orang yang memecah belah agama mereka, dan

mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan dan

membenarkan apa yang ada pada golongan mereka”.

Sehingga umat Islam sekarang ini seperti umat yang terkena kutukan Tuhan karena

secara tidak disadari (karena memang hati mereka seperti sedang tertutup untuk

“melihat” kebenaran) mereka telah menjadi orang MUYSRIK di samping juga telah

menyia-nyiakan kunci senjata rahasia yang dahsyat sekali.

Suasana umat Islam sekarang ini tak ubahnya seperti “kerakap tumbuh di batu,

hidup segan mati tak mau”. Sunatullah saja yang terjadi sebenarnya !

Pesan dari ayat di atas sebenarnya sangatlah menakutkan.

Musyrik itu ternyata tidak hanya :

• Menduakan atau menyekutukan Tuhan dengan sesuatu apapun, akan tetapi juga

setaraf dengan

• Orang yang suka memecah belah agamanya menjadi golongan-golongan, sekte-

sekte, mahdzab-mahdzab, aliran-aliran, dan masing-masing golongan itu

mengklaim bahwa hanya mereka sajalah yang benar, yang lain adalah salah, atau

paling tidak keliru (eh sama saja ya.).

H. Hasil Pengamatan

Dari proses di atas, yang bisa dilakukan oleh manusia hanyalah sekedar mengamati,

mencatat, memfile, atau bisa juga sampai dengan mengkombinasikan, menambah,

mengurangi komposisi materi yang diobservasi. Lalu mengamati lagi, mencatat,

memfile, dan kemudian menggunakan hasil pengamatan itu untuk apa saja. Baik itu

digunakan untuk yang bermanfaat bagi umat manusia, maupun untuk yang merugikan

umat manusia itu sendiri. Terserah manusia saja. Begitulah seterusnya sampai akhir

zaman nantinya. Dari proses tanpa henti inilah lahir berbagai cabang ILMU

Page 91: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

91

PENGETAHUAN yang merupakan senjata rahasia paling ampuh yang disiapkan oleh

ALLAH bagi manusia untuk MEMENUHI KEHENDAK DARI ZAMAN yang dilaluinya.

Dan ilmu pengetahuan yang lahir itu sangatlah NETRAL sifatnya. Dia tidak tergantung

oleh agama, kepercayaan, suku, ataupun bangsa dari orang-orang yang menjalankan

ilmu pengetahuan itu. Salah satu sifatnya hanyalah bahwa dia akan meluluhlantakkan

orang-orang yang tidak tunduk kepada kehendak ilmu pengetahuan itu sendiri. Nah,

proses tunduk kepada kehendak zaman dan kehendak ilmu pengetahuan inilah yang

disebut sebagai FITRAH, atau dalam istilah lainnya adalah SUNATULLAH (hukum-hukum

Allah), atau dalam istilah netralnya adalah hukum-hukum alam.

Contohnya adalah saat agama Kristen dengan doktrin gerejanya di awal-awal

perkembangan ilmu pengetahuan mencoba menghalangi fitrah ilmu pengetahuan itu,

maka saat itu pulalah muncul penentangan terhadap doktrin gereja yang kemudian

melahirkan gerakan sekularisme. Jadi sekularisme itu hanyalah sebuah gerak FITRAH

ZAMAN dalam menghancurkan penghambat yang menghalangi laju perjalanannya.

Sekularisme ini akan menyelinap kapan saja dan ke dalam agama apa saja tatkala agama

tersebut tidak takluk terhadap fitrah zaman yang dilaluinya. Dia bisa muncul dalam

agama Islam, Hindu, Budha, dsb. Tak tertahankan gerak fitrah itu.

Sekularisme ini akan menjalar ke dalam suatu agama tatkala agama itu sudah tinggal

hanya sekedar pemahaman TEKSTUAL saja bagi umat pemeluknya. Karena fitrah itu

sendiri adalah sebuah KONTEKSTUAL yang sangat selaras dengan kebutuhan zaman

tempat dia berada. Dalam agama Islam, sekularisme ini muncul bak cendawan tumbuh

di musim hujan. Sekedar contoh di Indonesia ini, Ulil Absar Abdallah dengan Islam

Liberalnya, dan banyak nama lainnya yang mengusung wacana tentang Islam

kontekstual, seperti Cak Nurcholis Majid, Alwi Shihab, bahkan.

(Dalam lanjutan serial artikel ini akan saya bahas tentang betapa fitrahnya Rasulullah

dalam menyikapi zamannya. Beliau tunduk dan takluk terhadap kehendak zamannya.

Beliau takluk terhadap FITRAH di zamannya. Ketaklukan Beliau terhadap fitrah inilah

sebenarnya makna dari sunnah yang hakiki, bukan pada kalimat-kalimat haditsnya).

Yang menarik untuk dibahas adalah, bahwa dalam menyikapi hasil pengamatan

terhadap alam dan diri manusia itu, ternyata manusia terpecah menjadi beberapa

kelompok besar. Pengelompokan ini begitu nyata.

1. Kelompok Pertama : Orang Yang Berhenti di BENDA

Orang yang berhenti di BENDANYA, lalu mereka sadar bahwa: “Oooo, ternyata

BENDA ini ada manfaatnya yaa !”. Hanya sampai di situ. Walaupun dia berhasil

mendapatkan rahasia demi rahasia baru dari setiap benda yang dia amati, dia hanya

akan terhenti di benda tersebut. Saat dia mencoba mencari arah pengembalian dari

Page 92: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

92

hasil pengamatannya itu, dia tidak menemukannya. Dalam istilah agamanya dia

disebut “sedang tersesat” dari arah pengembalian yang seharusnya. Karena

memang arah pengembalian itu sangat tergantung dari KESADARAN AWAL saat dia

mulai melakukan proses ilmu pengetahuan itu.

2. Kelompok Kedua : orang yang di samping :

a. Berhasil menemukan manfaat dari benda yang diamati itu, dia juga

b. Berhasil menyadari akan keberadaan SESUATU yang merupakan tempat

bersandar dari benda itu

Orang yang di samping berhasil menemukan manfaat dari benda yang diamati itu,

dia juga berhasil menyadari akan keberadaan SESUATU yang merupakan tempat

bersandar dari benda itu, sehingga lalu dia mengembalikan (menyampaikan rasa

syukurnya) kepada “sesuatu” itu. Dalam istilah agamanya disebut bahwa dalam

melihat benda-benda, maka dia berhasil “melihat” sesuatu yang hakiki dari benda

itu. Dan untuk selanjutnya dia akan mengarahkan kesadarannya kepada yang hakiki

itu, atau disebutkan juga bahwa yang hakiki itulah yang sekarang menjadi OBJEK

FIKIRNYA.

Misalnya, tatkala dia memulai pengamatan itu dengan mengingat Tuhan (dzikr),

akan tetapi saat menyebut nama Tuhan itu objek fikirnya kepada Kristus (baik

berupa gambar ataupun patung, atau objek apa saja yang sesuai dengan karakter

Kristus), maka saat itu juga tempat pengembalian rasa syukur atas hasil

pengamatannya itu bisa dipastikan adalah kepada Kristus. Dia akan mengucapkan:

“Puji Tuhan, ternyata BENDA ini ada manfaatnya ! Akan tetapi objek syukurnya saat

itu masih terhenti di karakter ke-Kristus-an, sehingga Tuhan yang dia maksud itu

adalah Sang Kristus. Lalu dia akan memanfaatkan atau meng-eksploitasi hasil

pengamatan itu sebesar-besarnya untuk dan atas nama Kristus. Biasanya ilmu

pengetahuan itu juga lalu disandarkan pula untuk membenarkan akan kebenaran

agama Kristen ! Duarr, lahirlah sebuah ilmu, akan tetapi ilmu itu lalu dibingkai

dengan kotak ke-Kristen-an. Begitu pun hal yang sama juga bisa terjadi untuk

agama-agama lainnya, sebut saja Hindu, Budha, Yahudi, dsb.

Karena saya adalah salah satu dari penganut agama Islam, dan sedang merasa

tenggelam dalam kejumudan pemikiran Islam, maka yang agak menarik adalah

untuk membahas tentang apa yang terjadi dalam mayoritas umat beragama Islam

selama ini. Jadi saya juga tengah melakukan self-evaluation terhadap diri saya

sendiri.

Page 93: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

Umat Islam sejak rat

ALAM seperti Al Kind

lainnya, serta ahli-ahl

Bustami, An Nafiri, Z

Ya, umat Islam sudah

melaksanakan MAKSUD

ternyata telah tersungk

tidak melakukan apa-

3. Kelompok Ketiga : Oran

Dalam Hidupnya

Yaitu, dia bukan saja

BENDA yang terbentan

akan tetapi dia juga ti

SYUKUR atas manfaat

kesimpulan: “Oooo. bend

Islam juga TIDAK ber

memuja: “TUHAN, Subh

“ALAM DOA”: “. . . maka

dari api. Sebuah tragik

bisa begitu ? Ini menari

Pada langkah awalnya

clinguk nggak karuan. Y

Allah (dzikrullah, ra’aitu

at the present continuou

yang dituju, SESUATU

apapun), yaitu Allah.

Tapi yang dilakukan ole

selain Sang Laisa Kamistl

a. Ada yang asyik deng

perselisihan antar m

(aliran) Syiah dan Su

sederhana saja bisa

sangat akut di antar

kata ra'yu (pendapa

fikiran, mantiq, dsb

93

sejak ratusan tahun sepeninggalan ahli-ahli tentang pe

i Al Kindi, Rusydi, dan peletak dasar-dasar pengentahu

ahli tentang ketuhanan seperti Al Halaj, AL Junaid

Nafiri, Zun Nun, Abdul Qadir Jaelani, Al Ghazali, dsb, s

melakukan apa-apa lagi.

sudah tidak mendapatkan lagi pencerahan untuk m

MAKSUD HAKIKI dari surat Ali Imran ayat 190-191 di ata

tersungkur pada kenyataan bahwa kita masuk kepada k

-apa lagi ratusan tahun lamanya. Inilah kelompok

Orang Yang Tidak Melakukan Pengamatan Apa-

n saja menjadi orang yang tidak berhasil MELIHAT M

rbentang luas di alam semesta ini, bahkan di dalam d

a juga tidak berhasil memahami ALAMAT untuk mem

manfaat dari benda-benda itu. Umat Islam TIDAK

ooo. benda ini ada manfaatnya ya !”. Dan pada saat ya

berhasil mendapatkan ALAMAT YANG JELAS u

AN, SubhanaKA, Maha Suci ENGKAU !” Apalagi untu

“. . . maka peliharalah kami dari siksa neraka.", jauh se

h tragik hidup dan kenyataan yang sangat pahit mem

i menarik untuk dibahas !

awalnya saja, umat Islam sudah banyak yang ngahuleu

karuan. Yang diperintahkan adalah untuk “mengingat d

ra’aitullah) saat berdiri, duduk, maupun berbaring,

ontinuous tense, dengan OBJEK FIKIR sampai menemb

ESUATU yang Laisa Kamistlihi Syai’un (yang tidak s

ukan oleh umat Islam adalah kita saling sibuk dengan

sa Kamistlihi Syai’un :

syik dengan memelihara

n antar mahzab, seperti mahzab

ah dan Sunni. Kalimat atau kata

saja bisa jadi perdebatan yang

t di antara keduanya, misalnya

pendapat pribadi), logika, akal

, dsbnya.

ntang pengamatan

gentahuan modern

AL Junaid, Beyazid Al

li, dsb, sudah tidak

untuk memahami dan

91 di atas. Umat Islam

epada kelompok yang

lompok ketiga.

-Apapun Di

LIHAT MANFAAT dari

dalam dirinya sendiri,

tuk memberikan rasa

TIDAK berhasil pada

a saat yang sama umat

JELAS untuk tempat

lagi untuk sampai ke

jauh sekali panggang

ahit memang. Kenapa

ngahuleung, clingak-

gingat dan menyadari

rbaring, continuously,

menembus ke alamat

tidak sama dengan

dengan objek fikir lain

Page 94: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

b. Ada yang sibuk atau

segala kemulyaan, k

AHLUL BAIT ‘alaihissa

dilakukan oleh kaum

c. Ada yang sibuk dan

membahas Al Qur’a

ke hari, bahkan unt

d. Ada yang sibuk dan

berkomat-kamit, be

menangis, berdo’a,

Semua sibuk sendiri

fikirnya (atau syariatnya

Umat Islam hampir

berikutnya, yaitu untu

menemukan bekal b

Wong kita sibuk sendiri

Kita juga seperti lupa

sampai kepada tahapa

melihat Allah (ra’itullah

berdiri, saat duduk, ma

dari mahzab dan alira

kalimat-kalimat penyera

“Subhanallah,

Alhamdulillah,

Laa ilaha illallah, Alla

Laa haulaa wala q

raaju’uun”.

Seperti fasihnya kita me

milik Allah, harta saya m

jabatan saya milik Allah,

94

ibuk atau dibuat sibuk membela

ulyaan, keutamaan, dan atribut

alaihissalaam seperti yang

leh kaum Syi’ah.

ibuk dan dibuat sibuk untuk

Al Qur’an dan Al Hadits dari hari

kan untuk jangka puluhan tahun.

ibuk dan dibuat sibuk dengan

kamit, berwirid, berdzikir,

berdo’a, dsb.

sendiri-sendiri, atau bisa juga secara bergerombol d

yariatnya) masing-masing, sehingga :

hampir-hampir saja LUPA TOTAL untuk melangkah ke

aitu untuk mengamati ALAM SEMESTA dan DIRI KITA s

n bekal bagi kita dalam menaklukkan zaman di mana k

k sendiri !

rti lupa akan maqasidus syariah, maksud dari syariah

a tahapan REALITAS EMPIRIS untuk mengingat, me

ra’itullah) dalam setiap langkah dan tindakan kita,

uduk, maupun saat leyeh-leyeh tiduran. Padahal ham

an aliran apapun, kita sangat-sangat FASIH dalam

penyerahan, pengembalian, dan penghormatan sepert

llallah, Allahu Akbar,

a wala quwaata illa billahil adhiem, inna lillahi w

a kita mengucapkan kalimat-kalimat kefakiran, misalny

ta saya milik Allah, anak saya milik Allah, pekerjaan saya

ilik Allah, Ruh saya milik Allah.”

ombol dengan objek

ngkah ke langkah

RI KITA sendiri untuk

i mana kita hidup.

i syariah, yaitu untuk

gat, menyadari, dan

an kita, baik saat dia

hal hampir semuanya,

dalam mengucapkan

seperti:

lillahi wainnaa ilahi

misalnya: “semuanya

rjaan saya milik Allah,

Page 95: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

95

Namun sayangnya, karena kita sibuk dengan objek fikir selain Sang Laisa Kamistlihi

Syai’un, sehingga kita melenceng dari ALAMAT yang SEHARUSNYA (HAKIKI), yaitu

Allah, maka :

. . . prosesi penyerahan, pengembalian, dan penghormatan di atas tidak mampu

menimbulkan EKSTASISNYA JIWA kita, sehingga hasilnya nyaris tanpa

menimbulkan kesan yang mendalam dan inherent dalam langkah keseharian

kita.

Begitu juga dalam prosesi pengakuan kefakiran :

. . . tatkala Sang Pemilik mengambil kembali milik-Nya, maka tetap saja sulit

kita terima dengan RASA IKHLAS.

Bagaimana mau ekstasis dan ikhlas, wong alamatnya atau objek fikirnya masih

kepada segala sesuatu atau memori yang ada di otak masing-masing.

Ada memang gejala ekstasis yang di alami oleh sebagian kita dalam prosesi praktek

agama atau syariatnya gejalanya mirip sekali dengan ekstasisnya jiwa akibat

memandang Sang Laisa Kamistlihi Syai’un. Akan tetapi gejala ekstasisnya jiwa itu

lebih disebabkan oleh proses STIMULASI OTAK dengan memunculkan RASA yang

sangat INTENS :

a. Misalnya dengan memelihara dan meningkatkan rasa sedih yang dalam atas

penderitaan dan nestapa maupun penghormatan yang sangat dalam terhadap

Ahlul Bait ‘alaihis-salaam yang dilakukan oleh penganut mahzab Syi’ah.

b. Atau seperti pada penganut mahzab lainnya dengan cara memelihara :

1) Rasa penyesalan yang kental atas dosa-dosa yang telah kita lakukan,

2) Rasa harap yang amat sangat atas NIKMAT Tuhan, dan

3) Rasa takut yang sangat kuat atas ayat-ayat yang menerangkan tentang

SIKSA NERAKA,

sehingga mereka menangis terisak-isak.

Pada-hal semuanya itu hanyalah bentuk-bentuk berbeda dari berbagai teknik

stimulasi otak yang ada. Sederhana saja sebenarnya stimulasi otak itu.

Di samping itu, “timing” bagi suasana dzikir (kesadaran ingat) kepada Tuhan itu juga

menjadi begitu dangkal, yaitu cukup kita hanya sekedar mengucap di awal

pekerjaan, akan tetapi segera setelah itu kita tidak ingat (lupa) lagi kepada-Nya.

Padahal kita diperintahkan untuk ingat kepada-Nya secara terus menerus. Apalagi

untuk sampai kepada Ra’aiturabbi, Melihat Tuhan, bahkan sampai Bertemu Tuhan

pada setiap OBJEK dan DERIVATIVENYA yang ditemukan di alam semesta ini sudah

Page 96: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

96

melenceng jauh dari waktu sekarang dan berketerusan waktu ke waktu menjadi

hanya untuk waktu yang akan datang, yaitu nanti di akhirat saja.

Lengkap sudah kita umat Islam ini. ;

� sudahlah kita TIDAK mampu memelihara rasa ingat secara terus menerus kepada

Tuhan;

� ditambah lagi kita tidak sampainya kepada alamat atau objek fikir yang HAKIKI,

karena kita sibuk dengan objek fikir yang bukan Laisa Kamistlihi Syai’un;

� ditambah lagi kita tidak melakukan pengamatan apa-apa terhadap Alam Semesta dan

diri kita sendiri yang merupakan tanda-tanda (ayat-ayat) tentang eksistensi Tuhan;

� ditambah lagi kita tidak menemukan manfaat apa-apa dari objek pengamatan itu;

� ditambah lagi kita tidak menemukan “alamat” yang jelasnya untuk tempat kita

melantunkan penyerahan, pengembalian, dan penghormatan;

maka :

. . . beginilah umat Islam jadinya. Umat yang :

• menjadi objek cemoohan orang,

• menjadi umat yang minder,

• menjadi umat yang dilecehkan orang,

• menjadi umat yang sepertinya tidak mampu untuk bersyukur atas nikmat-nikmat

Tuhan yang dilimpahkan kepada kita.

Yaa, kita nampaknya sudah terlalu lama menjadi umat dengan SERIBU TIDAK ! Padahal

kita tahu persis bahwa kalau kita TIDAK bersyukur, maka “Inna ‘adzaabii lasyadiid, azab

yang pedih itu !”. Tahu persis kita tentang itu ! Bukankah ayat ini mengisyaratkan,

tatkala kita tidak bersyukur dengan pengetahuan dan ilmu kita, di sana ada azab yang

sangat pedih. Tatkala kita tidak bisa bersyukur dengan otak, mata, telinga, tangan, kaki,

dan anggota tubuh kita yang lain, di sana juga ada azab yang sangat pedih. Ya begitulah,

azab itu begitu dekatnya dengan umat Islam yang ternyata lebih banyak berkhianatnya

dari pada patuh (Islam) nya.

Ternyata Tuhan mewariskan Alam Semesta ini BUKANLAH untuk sembarangan orang.

• Bukan untuk orang yang tidak tahu posisi dalam “memandang SESUATU YANG

HAKIKI” saat awal kegiatan mereka, bukan untuk orang yang tidak mau mengamati

segala ciptaan-Nya.

• Bukan untuk orang yang tidak mampu menemukan manfaat dari proses

pengamatannya itu, sehingga tidak ada apa-apanya yang membuat dia takjub dan

ektasis.

Bukan, bukan untuk orang-orang dan generasi seperti itu. Akan tetapi Alam Semesta ini

DIA wariskan KHUSUS untuk para ULUL ALBAB yang ciri-ciri dan gambaran karakternya

Page 97: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

97

terpotret dengan TEROPONG Qalam Tuhan dalam surat Ali Imran ayat 190-191 seperti di

atas. Karakter itu harus utuh. Karena kalau ada karakter dan langkah yang kurang, maka

itu namanya bukanlah Sang Ulul Albab.

Ali Imran (3 : 190-191)

( 190 ) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam

dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

( 191 ) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam

keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci

Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Kalaulah Rahasia Alam Semesta ini jatuh ke tangan yang bukan Ulul Albab, maka

bencanalah yang akan muncul bagi umat manusia. Untuk Non Ulul Albab dengan kriteria

seperti dalam kelompok pertama dan kedua di atas, maka tingkah polah Amerika dan

konco-konconya adalah contoh real akibat buruknya bagi umat manusia. Sungguh

sangat-sangat berbahaya bagi peradaban manusia. Mereka dengan seenaknya saja

menggunakan rahasia alam semesta itu untuk membunuh dan mengumbar angkara

murka bagi sesama manusia di berbagai belahan dunia, walau dengan alasan yang

sangat sepele dan seperti dibuat-buat sekali pun. Walaupun begitu, mereka tetap saja

telah memberikan manfaat bagi berkembangnya peradaban ma-nusia !

Sedangkan untuk Non Ulul Albab dengan kriteria seperti dalam kelompok ke tiga di atas,

maka tingkah polah kita umat Islam sejak berbilang zaman yang lalu sampai sekarang,

mahzab apapun dia, adalah contoh nyata yang sungguh sulit untuk dipungkiri.

Begitu jumud, picik pikiran, terkotak-kotak, minder, dan

pintarnya hanya ngomong doang !

Ah malaslah ngomonginnya

I. Ulul Albab, Karakter Si Ahli Ekstasis

Tentang karakter Ulul Albab ini, kita batasi saja pembahasannya tentang suasana

ektasisnya jiwa bagi para sang Ulul Albab tersebut. Karena untuk masalah

pengamatannya sendiri terhadap alam semesta dan diri manusia, kita tinggal mengikuti

saja cara-cara yang sudah berkembang saat ini diberbagai belahan dunia.

Sebelumnya kita telah membahas tentang ekstasisnya jiwa akibat dari permainan

stimulasi otak, di mana permainan otak ini sudah sangat berkembang sampai ke taraf

yang menakjubkan. Akan tetapi kalau hanya sekedar sampai ke suasana penuh stimulus

ini, ternyata itu bukanlah suasana HAKIKI yang diharapkan oleh jiwa manusia. Karena

Page 98: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

98

yang muncul ternyata hanyalah ekstasis yang artificial yang tidak akan bertahan lama.

Nah, sekarang akan kita bahas suasana ekstasisnya jiwa jika dan hanya jika kita mampu

mengantarkan kesadaran kita untuk melakukan penyerahan, pengembalian,

penghormatan, dan pengakuan kefakiran kita langsung tertuju kepada Wujud Sang Laisa

Kamistlihi Syai’un, LURUS, HANIEF, TIDAK BERCABANG ! Maka saat itu juga :

Al Alaq (36 : 5)

“DIA akan mengajarkan kita apa-apa yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya”.

Yaa, saat itu juga kita diajarkan dan dibawa selangkah demi selangkah oleh Sang Laisa

Kamistlihi Syai’un untuk memandang, mengerti, dan memahami DIRINYA SENDIRI. Dan

langkah demi langkah itu akan memunculkan RASA EKSTASIS demi EKSTASIS dengan

intensitas yang terus meningkat, menggumpal memenuhi ruangan DADA kita.

Huuu, Huuu, Huuu, Hua !

Dia, Dia !

Dan saat jiwa mengalami ekstasis sempurna itulah waktu yang paling tepat bagi kita

untuk MEMULAI segala aktifitas yang menjadi tanggung jawab kita. Karena saat itu kita

bekerja atas nama dan bersama TUHAN. Lalu kita tinggal menyiapkan otak kita untuk

DIALIRI pengetahuan-Nya, kita tinggal menyiapkan mata kita untuk dialiri penglihatan-

Nya, kita tinggal menyiapkan telinga kita untuk dialiri pendengaran-Nya, kita tinggal

menyiapkan tangan dan kaki kita untuk dipakai oleh-Nya dalam mengelola, mencipta,

merombak, bahkan untuk menghancurkan dan kemudian menciptakan lagi suasana

yang baru sebagai fungsi kekhalifahan kita di dunia ini. Sebuah suasana yang sangat

BENING !

An Nahl (16 : 78)

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu

bersyukur.

Hadits Qudsy, HR Bukhari

"Maka Aku merupakan pendengaran yang ia gunakan, Aku merupakan penglihatan

yang ia gunakan, Aku merupakan tangan yang ia gunakan untuk menyerang, dan Aku

merupakan kaki yang ia gunakan untuk berjalan. ”

Al Anfaal (8 : 17)

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah

yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar,

Page 99: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

99

tetapi Allah-lah yang melempar."

Kalaulah tercapai posisi seperti ini, maka:

a. saat mengamati fenomena dan rahasia alam, apapun, kita akan mengamatinya

dengan rasa ekstasis, sehingga gelombang pencerahan dan ilham akan datang

kepada kita dengan menakjubkan,

b. saat merencana, kita merencana dengan rasa ekstasis, sehingga ada saja jalan ke

luar dari masalah yang kita hadapi muncul dengan mencengangkan,

c. saat bekerja, kita akan bekerja dengan jiwa ekstasis, sehingga kita bekerja seperti

dengan energi yang tidak habis-habisnya

d. saat memimpin, kita memimpin dengan rasa ekstasis, dan akan diterima pula oleh

yang orang-orang yang kita pimpin dengan rasa ekstasis pula, sehingga antara

pemimpin dan yang dipimpin terjalin sebuah jalinan rohani yang kuat,

e. Dan yang terpenting dari semua itu adalah, bahwa saat kita berhasil mengurai

rahasia benda-benda di alam semesta ini menjadi sebuah realitas, maka penemuan

itu akan kita gunakan untuk kemakmuran dan kemaslahatan orang banyak, dan saat

ini akan muncul rasa bahagia, rasa damai, rasa ekstasis,

f. Yaa, ekstasis demi ekstasis, serba ekstasis, tapi sekaligus ada hasilnya dalam bentuk

ilmu pengetahuan yang sangat penting sebagai senjata pamungkas yang dibutuhkan

dalam membangun peradaban umat manusia dari zaman ke zaman. Inilah rahasia

terpenting dari sang ULUL ALBAB.

Dengan cara yang sama seperti di atas, maka kita bisa mengupas dan mengkaji ayat-ayat

Al Qur’an yang lainnya dengan tak kalah gregetnya. Karena ayat Al Qur’an yang sekitar

6666 ayat itu HANYALAH sebuah POTRET UTUH dalam bentuk bahasa tulisan

(QAULIYAH) dari ALAM SEMESTA dan DIRI MANUSIA (KAUNIAH) yang berada dalam

LIPUTAN TUHAN !

Sungguh,

. . . jumlah 6666 ayat Al Qur’an itu tidak akan punya arti yang signifikan jika kita

tidak berhasil menemukan pasangan atau realitasnya di alam semesta ini dan pada

diri kita sendiri.

Dan pada ujung-ujungnya kita PASTI akan menemukan WUJUD yang Maha Meliputi

semuanya itu. Tatkala kita menemukan pada diri kita ada hal atau suasana yang

menurut POTRETNYA TIDAK sesuai dengan karakter Ulul Albab, artinya kita hanya

menemukan karakter negatif, ka-rakter orang tertutup (tercover, kafir), maka kita

tinggal minta pertolongan kepada Sang Maha Meliputi agar Dia membalik jiwa kita

(linashrifa) ke arah yang sebaliknya, agar dia membimbing kita (nastain, isti’anah)

dengan tangan-Nya. Begitu juga saat kita menemukan adanya karakter kita yang SESUAI

dengan POTRET Ulul Albab pada diri kita, maka kita tinggal bersyukur dan berterima

Page 100: Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

100

kasih kepada-Nya, dan pasti DIA akan menambah, menambah, dan menambah

nikmatnya buat kita. !

Sungguh, ALLAH ITU ZAT-NYA, DIRI-NYA, WUJUD-NYA, AKU-NYA Maha Meliputi segala

sesuatu, dari dulu, sekarang, dan yang akan datang, ABADI liputan-Nya itu.

Huu, Huuu, Huuu, Huu, Huu, Huu, Huu,

Ilahiii, Ilahiii, Ilahiii, Ilahiii, Ilahiii, Ilahiii, Ilahiii,

Subhanaka, Subhanaka, Subhanaka, Subhanaka, Subhanaka, Subhanaka,

Subhanaka !

Laa ilaha illa anta, Laa ilaha illa anta, Laa ilaha illa anta, Laa ilaha illa anta, Laa

ilaha illa anta, Laa ilaha illa anta, Laa ilaha illa anta, Laa ilaha illa anta !

Subhanallah,

Alhamdulillah,

Laa ilaha illallah,

Allahu Akbar,

Laa haulaa wala quwaata illa billahil adhiem,

Inna lillahi wainnaa ilahi raaju’uun,

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.