rehabilitasi pada pasien jantung

51
REHABILITASI PADA PASIEN JANTUNG Angeles M. Flores dan Lenore R.Zohman Bagian ini akan mengulas mengenai teori dan praktek dari rehabilitasi pasien jantung dan beberapa aspek pada tes latihan yang penting untuk ahli psikiatri. Prinsip dari pengkondisian kardiovaskular diterapkan dalam klinik melalui beberapa program dan kegiatan. Beberapa penelitian terbaru mengungkap mengenai kegiatan atau latihan yang dilarang dilakukan pada pasien jantung. Bagaimana menilai perkembangan pasien pada program pelatihan juga diteliti lebih lanjut, termasuk bagaimana mengenali efek dari pelatihan perifer termasuk juga menentukan apakah latihan tersebut bermanfaat bagi miokardium. Rehabilitasi pasien pada kelompok khusus juga diperbincangkan, yaitu pada wanita, geraitri, pasien transplantasi jantung, dan orang-orang cacat dengan penyakit jantung. Karena berbagai kendala, maka dalam bab ini hanya akan mengulas secara singkat mengenai peranan dari staf dalam memfasilitasi keadaan fisiologik dan sosial pasien sebaik mungkin, dalam arti mendekati keadaan pasien ketika sehat. Bagian ini terbatas pada apakah dokter capat berperan dalam suatu program dan menentukan prognosis, serta mencegah masalah yang muncul saat ini dan selanjutnya. REHABILITASI JANTUNG : PERKEMBANGAN PENGETAHUAN

Upload: junita-indah-mayasari-siregar

Post on 02-Jan-2016

450 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

REHABILITASI PADA PASIEN JANTUNG

Angeles M. Flores dan Lenore R.Zohman

Bagian ini akan mengulas mengenai teori dan praktek dari rehabilitasi pasien jantung dan

beberapa aspek pada tes latihan yang penting untuk ahli psikiatri. Prinsip dari pengkondisian

kardiovaskular diterapkan dalam klinik melalui beberapa program dan kegiatan. Beberapa

penelitian terbaru mengungkap mengenai kegiatan atau latihan yang dilarang dilakukan pada

pasien jantung.

Bagaimana menilai perkembangan pasien pada program pelatihan juga diteliti lebih lanjut,

termasuk bagaimana mengenali efek dari pelatihan perifer termasuk juga menentukan apakah

latihan tersebut bermanfaat bagi miokardium. Rehabilitasi pasien pada kelompok khusus juga

diperbincangkan, yaitu pada wanita, geraitri, pasien transplantasi jantung, dan orang-orang cacat

dengan penyakit jantung.

Karena berbagai kendala, maka dalam bab ini hanya akan mengulas secara singkat

mengenai peranan dari staf dalam memfasilitasi keadaan fisiologik dan sosial pasien sebaik

mungkin, dalam arti mendekati keadaan pasien ketika sehat. Bagian ini terbatas pada apakah

dokter capat berperan dalam suatu program dan menentukan prognosis, serta mencegah masalah

yang muncul saat ini dan selanjutnya.

REHABILITASI JANTUNG : PERKEMBANGAN PENGETAHUAN

Rehabilitasi jantung merupakan suatu proses mengembalikan sebuah individu yang

mempunyai permasalahan jantung kepada tingkatan aktivitas maksimal yang dapat dicapai

dengan kapasitas fungsional jantung yang dimilikinya. Secara tradisional, program rehabilitasi

jantung ini terdiri dari pasien dengan penyakit arteri koroner dan pada saat ini mulai diikuti oleh

pasien dengan miokard infar akut (AMI).

Pada dua dekade terakhir, rehabilitasi jantung digunakan secara luas pada pasien dengan

berbagai tipe penyakit jantung seperti pada angioplasti koroner atau bedah jantung. Pasien

disarankan melakukan rehabilitasi setelah menerima operasi bypass arteri koroner (CABG),

penggantian katup jantung, dan transplantasi janntung. Umur dan kompleksitas pengobatan

bukanlah menjadi kendala yang berarti.

Page 2: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Pada tahun 1996-1997, The Cardiopulmonary Rehabilitation Program Directory yang

diterbitkan oleh American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation

(AACVPR) mendata mengenai 1191 program. Dari keseluruhan didapatkan, 511 program

rehabilitasi jantung, 584 program rehabilitasi jantung dan paru, serta sebesar 96 program

rehabilitasi paru. Directory of Exercise Programs for Cardiacs pertama kali diterbitkan pada

tahun 1970an sebagai hasil kolaborasi dari Presiden Council on Physical Fitness and Sport dan

American Heart Association. Menurutnya terdapat 83 program rehabilitasi jantung dengan tiga

program yang menyediakan pelayanan tambahan seperti tes fungsi paru dan manajemen diet.

PROGRAM PENGAWASAN : AHLI KARDIOLOGI DAN FISIATRIS

Program rehabilitasi jantung dapat diawasi oleh seorang ahli jantung maupun fisiatris.

Program yang tidak diawasi seharusnya dikonsultasikan pada kasus yang kompleks seperti

misalnya jika seorang fisiatis akan melakukan terapi secara langsung maka konsultasi kepada

ahli jantung diperlukan untuk mengetahui frekuensi terapi yang dibutuhkan, atau pada kasus

yang dapat menyebabkan permasalahn klinis sehingga diperlukan diagnosis yang mendalam.

Sebaliknya, jika ahli kardiologi akan menjalankan program sendiri, konsultasi kepada

fisiatris diperlukan jika pasien mempunyai masalah yang multisistem seperti pada stroke atau

penyakit obstruksi pada pembuluh darah ekstremitas bawah dengan tambahan penyakit arteri

koroner. Pada pasien baik pada stroke dan AMI baik pada stroke ketika serangan atau pasca

serangan ( 2% dari 750 kasus setelah serangan AMI) setelah 4 minggu dengan prevalensi

tertinggi sebesar 77% terjadi pada minggu pertama.

Pasien dengan penyakit obstruksi vaskuler pada ekstremitas bawah dan iskemik mioakrd

seringkali muncul pada pada tes kegiatan berat, sedangkan iskemik miokard dan infark

menimbulkan komplikasi tersering pada rekonstruksi bedah vaskuler. Pada amputasi ekstremitas

bawah, faktor yang menyebabkan komplikasi secara signifikan pada pasien ini adalah masalah

kardiopulmo.

Fisiatris akan mempertimbangkan program rehabilitasi jantung lengkap secara langsung

berdasarkan beberapa kriteria berikut :

1. Merekam dan menginterpretasikan 12 lead pada elektrokardiogram (ECGs)

Page 3: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

2. Menunjukkan dan menginterpretasikan ECG standar pada tes latihan berat, mengerti

mengenai teknik pencitraan inti dan interpretasinya meskipun tidak ditunjukkan secara

personal.

3. Pengawasan ECG pada latihan dengan telemeter on-line atau transtelefon.

4. Obat jantung seperti digitalis, beta adrenergik, dan calsium channel blocker, ACE

inhibitor, vasodilator koroner, obat antiaritmia, antikoagulan, dan obat yang menurunkan

kadar lipid termasuk dalam terapi maintenens.

5. Data yang berkaitan mengenai teknik, arti dan penerapan dari kateterasi jantung,

angiografi, ekokardiografi dengan tekanan, program stimulasi elektrik, dan pengawasan

Holter.

6. Ketidakmengertian mengenai konsep dari trombolisis, angioplasti koroner, stenting,

atherektomi, endarterektomi.

7. Keahlian dalam mengatur latihan untuk jantung, progres, dan folow up jangka panjang

( Aerobik sebaik latihan angkat beban)

8. Prosedur intervesi diet pada arti yang luas, yang memerlukan peranan ahli gizi dan

edukator diabetes.

9. Penilaian Keahlian : prosedur dan impilkasi dari beberapa evaluasi gangguan dan

kecacatan.

10. Segala sesuatu yang berhubungan erat dengan melibatkan terapis okupasi dan fisik,

pekerja sosial, konselor ahli, ahli psikologi, perawat, pada program ehabilitasi jantung

jika individu ini memungkinkan dilibatkan dalam program.

11. Bantuan dasar dan tambahan kehidupan.

12. Teknik komunikasi untuk menginformasikan kepada rekannya mengenai ekspektasi,

hasil, dan metode dari rehabilitasi jantung.

APAKAH REHABILITASI JANTUNG YANG DILAKUKAN DAPAT MEMBUAT

PASIEN MERASA MENJADI LEBIH BAIK?

Tujuan dari rehabilitasi jantung tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas fungsional

jantung, yang juga meningkatkan kualitas kehidupan, tetapi juga untuk mengontrol faktor resiko

koroner, dan meminimalisasi kekambuhan serta menurunkan morbiditas dan mortalitas. Baik

pada ringkasan ahli ataupun pendapat orang awam pada rehabiliasti jantung yang diterbitkan

Page 4: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

oleh National Heart, Lung, and Blood Institute yang bekerja sama dengan American

Assocoatiom of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation

Hasil yang paling jelas dari pelatihan ini adalah adanya efekyang menguntungkan pada

latihan toleransi. Meskipun hampir 100 pasien dilaporkan mendapatkan keuntungan subjektif

dari program latihan, termasuk peningkatan kesejahteraan dan rasa percaya diri, pengurangan

kelelahan, pengurangan angina,depresi yang berkurang, dan kualitas tidur yang lebih baik, proses

ini berkualitas, mahal, dan tanpa resiko.

Efek Pelatihan Perifer

Keuntungan objektif dari pelatihan pada pasien AMI diperoleh dari efek yang

menguntungkan pada pelatihan perifer dan miokardial. Adaptasi muskuloskeletal atau perifer

termasuk di dalamnya.

Peningkatan ektraksi oksigen berbeda dengan oksigenasi arterivenosa secara luas.

Muskuloskeletal akan mengambil oksigen yang memasuki pembuluh darah dan dibawa kembali

oleh vena menuju jantung. Jantung akan melakukan sedikit kerja untuk membawa oksigen yang

adekuat ke jaringan.

Peningkatan utilisasi oksigen dengan mengaktifkan otot dihasilkan dari peningkatan enzim

oksidatif pada otot yang dihasilkan pada pelatihan. Peningkatan konsumsi oksigen maksimal

dipengauhi oleh kapasitas kerja fisik. Penyerapan oksigen maksimal dapat ditingkatkan pada 11-

56% pasien AMI yang dilatih, dan 14 hingga 66% ketika pasien setelah transplantasi koroner

dilatih hingga 3 sampai 6 bulan. Konsumsi oksigen maksimal (VO2 max), merupakan

perkembangan terbesar. Meskipun pasien jantung tidak mempunyai kebutuhan khusus untuk

meningkatkan puncak kapasaitas, sebuah peningkatan kapasitas akan berpengaruh pada aktivitas

sehari-hari (ADL) yang dibawa pada puncak persentase yang lebih rendah. Daya tahan

meningkat dan kelelahan berkurang.

Kondisi pasien secara umumnya berubah secara lambat, mulai dari penurunan tekanan

darah dan penurunan produksi tekanan rata-rata ( denyut jantung x tekanan darah sistolik) setelah

pelatihan. Karena RPP merupakan indikator yang baik pada kebutuhan oksigen miokardial,

pelatihan fungsi pasien jantung dilakukan pada kebutuhan oksigen miokardial yang rendah,

Page 5: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

dengan alasan agar penderita mampu beradaptasi. Sehingga, seorang pasien angina mungkin

akan hidup di bawah ambang angina pada kehidupan sehari-harinya dan dapat menunjukkan

gambaran aktivitas yang pasti tanpa angina atau silent iskemik, yang diidentifikasi dengan

moitor Holter, yang tidak dapat dinilai sebelum pasien memulai program pelatihan mereka.

Pelatihan ini akan menghasilkan prekembangan simptomatik dengan beberapa mekanisme

menyerupai beta bloker. Hal-hal yang dilakukan di atas dapat dicapai sebagai hasil perbaikan

efisiensi muskoloskeletal.

Efek Latihan Miokard

Diantara 169 pasien yang diamati selama 7 tahun sebelum tahun 1976, beberapa subjek

dilatih melalui program rehabilitasi. Diantaranya sebanyak 85% menunjukkan efek lathian

perifer dan hanya 8,9% yang menunjukkan efek pelatihan miokardium. Kelompok terakhir

menunjukkan depresi ST yang menurun secara konsisten kurang dari 1,0 mm pada RPP yang

sama yang disebabkan karena depresi ST sebelum pelatihan, Keseluruhan pasien yang

menunjukkan depresi ST yang lebih rendah pada RPP yang sama akan dilatih kurang dari 2

tahun tanpa penyakit baru dan tanpa perubahan medikasi karena masing-masing perubahan

dihasilkan dalam beberapa penemuan.

Hal ini sukar dipahami sehingga banyak pencarian untuk mengkonfirmasi keuntungan

miokard yang berkelanjutan. Peningkatan fungsi kontraksi ventrikel ditunjukkan oleh Ehansi dan

teman-temannya ketika pasien jantung mendapatkan latihan dengan intesitas yang tinggi hingga

85%- 90% dengan denyut jantung rata-rata pada regimen pelatihan mereka. Froehlicher dan

kawannya, serta Jensen dan kawannya melaporkan suatu peningkatan fungsi ventrikel, dan

Sebrechtes dkk serta Goodman dan kawan-kawannya melaporkan peningkatan perfusi

miokardium pada thalium setelah pelatihan, tetapi hanya orang-orang tertentu yang dapat

menunjukkan stimulasi terhadap perkembangan pembuluh darah baru pada miokardium.

Pada binatang seperti anjing, monyet, dan babi, latihan tersebut memang meningkatkan

vaskularisasi miokardium dan memperbesar pembuluh darah utama. Penelitian yang dilakukan

oleh Kramsch dan kawan-kawannya dalam tujuan khsusus pada monyet yang ditempatkan pada

diet aterogenik dan kebutuhan untuk berlari pada treadmill menunjukkan penurunan

aterosklerosis koroner yang signifikan dan pelebaran arteri koroner daripada kelompok dengan

Page 6: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

diet aterogenik yang tidak dilatih. Meskipun sangat menarik, tetapi hasil ini tidak dapat

diterapkan di manusia, meskipun pengamatan patologik didapatkan pada laki-laki yang

melakukan kegiatan fisik berat sepanjang hidupnya akan menunjukkan pelebaran arteri koroner.

Gambar 54-1A dan B akan menunjukkan kerja beban, denyut jantung, tekanan darah, dan jumlah

iskemia EKG pada pasien yang tidak melakukan pelatihan (sebelum program), ketika dilatih

pada perifernya, dan ketika mulai menunjukkan efek pelatihan miokardium.

Gambar 54-1. A. B. Hasil yang menguntungkan pada perifer dan miokardium sebagai efek

dari latihan berdasarkan denyut jantung, tekanan darah, dan iskemi EKG.

Mortalitas dan Morbiditas

Percobaan individual secara random pada latihan rehabilitasi jantung setelah AMI tidak

menunjukkan penurunan kematian secara signifikan pada kelompok rehabilitasi jantung. Namun

demikian berdasarkan data yang didapat dari percobaan random dan dari beberapa metaanalisis,

terdapat sebuah keuntungan yang signifikan yang didapat pada setiap kematian pada periode 3

tahun terakhir setelah terjadinya infark. May dan kawan-kawan menunjukkan penurunan total

mortalitas sebesar 19% pada kelompok latihan. Shephard melaporkan sebuah penurunan sebesar

29% pada rata-rata kematian 3 tahun. Colins dan kawan-kawan mengestimasi penurunan sekitar

20%. Oldridge dan kawan-kawan melaporkan penurunan sebesar 24% pada keseluruhan kasus

mortalitas dan penurunan 25% pada kematian karena kardiovaskuler. Sedangkan O’Conor dan

kawan-kawan menemukan penurunan kematian sebesar 20% dari keseluruhan di kelompok

rehabilitasi jantung. Meskipun dilaporkan penurunan mortalitas, tetapi secara khusus dilaporkan

kematian mendadak selama tahun pertama setelah terjadi infark, yang tidak terdapat perbedaan

terjadinya infark berulang antara kelompok rehabilitasi dan kontrol. Van Hees dan kawan-kawan

pada kerjanya dan konsumsi oksigen puncak (VO2) setelah pelatihan fisik menemukan bahwa

penurunan kematian kardiovaskular lebih besar pada peningkatan puncak VO2 setelah latihan

fisik, meskipun nilai puncak dari VO2 lebih tinggi setelah latihan daripada sebelumnya. Hal ini

dibenarkan baik pada pasien post AMI maupun pasien post CABG.

Penurunan Faktor Resiko Penyakit Koroner

Penurunan faktor resiko penyakit koroner penting dalam memperlambat perkembangan

aterosklerosis koroner, sebagai tambahan penurunan yang berkelanjutan dari faktor resiko ini

Page 7: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

setelah dilakukan operasi bypass koroner yang akan membantu memperpanjang keutuhan dari

jahitan. Latihan yang dilakukan akan memacu penurunan berat badan, peningkatan HDL,

kolesterol, penurunan LDL, dan trigliserida, dan memberikan efek yang menguntunkan pada

tekanan darah serta meningkatkan utilisasi glukosa dan resistensi insulin. Pada hipertensi, latihan

fisik mempunyai efek yang menguntungkan dalam menurunkan baik tekanan sistolik maupun

tekanan diastolik, tetapi efek ini akan melibatkan latihan yang intensif dalam waktu yang singkat

dan hanya berlangsung beberapa bulan setelah latihan dihentikan.

REHABILITASI JANTUNG DAN PENGENDALIAN BIAYA

Sebuah program rehabilitasi jantung yang komprehensif akan melibatkan perawatan totak

pada pasien, meliputi beberapa aspek medis yang menyangkut kasus tersebut dan juga aspek

fisiologis, sosial, serta keahlian. Beberapa pendekatan tim untuk pasien jantung, dimulai pada

tahun 1960 dan 1970, tidak lagi sesuai untuk memotong anggaran kesehatan. Sayangnya, pada

departemen rehabilitasi medik yang mempunyai sebuah timu dengan tujuan utama rehabilitasi

dari ketidakmampuan yang terdiri dari dokter, perawat, terapis fisik dan okupasi, ahli diet, ahli

psikologi, pekerja sosial, ahli rehabilitasi keahlian) yang mempunyai kelompok yang sama dapat

menyediakan terapi dan panduan rehabilitasi jantung. Struktur multidisiplin pada praktek

rehabilitasi medis atau pelayanan yang sering didapat untuk menyediakan manajemen

komprehensif untuk pasien jantung tidak memungkinkan untuk diterapkan dalam melayani

pasien jantung yang mana tidak mampu melayani fungsi ganda.

Selanjutnya, karena rawat inap di rumah sakit sangat singkat maka rehabilitasi pasien

jantung hampir dan seringkali tidak didiskusikan ketika pasien masih dirawat di rumah sakit.

Latihan khusus dari fisiatris memerlukan pendekatan holistik untuk merawat seorang pasien dan

keluarganya dengan berbagai variasi anggota kelompok rehabilitasi, hal ini merupakan hal

penting untuk fisiatris yang memberikan pelayanan rehabilitasi jantung. Fisiatris seharusnya

berada di sana untuk menjawab beberapa pertanyaan, menjelaskan pelayanan yang diberikan,

menentukan tatalaksana dan informasi kepada ahli kardiologi yang tidak memperhatikan

keuntungan dari rehabilitasi jantung.

REHABILITASI JANTUNG PADA PASIEN

Page 8: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Di rumah sakit atau pelayanan privat, pasien akan memulai program dari pasien itu sendiri

dan mungkin gangguan maupun sakit lain yang didapat ketika berada di rumah sakit. Jika pasien

stabil dan mampu pada perawatan komprehensif beberapa hari terakhir, atau jika terdapat

penurunan fasilitas, rehabilitasi jantung dimulai dari edukasi dan aktivitas fisik yang progresif.

Pasien post AMI, post bedah jantung dan pasien yang mempunyai insufisiensi koroner akut tanpa

AMI. Ini adalah keuntungan yang paling sering ditemui, akan tetapi pada pasien yang menjalani

rawat inap dalam waktu yang lama akan menimbulkan berbagai komplikasi yang sukar

dikondisikan kembali.

Latihan diberikan dalam berbagai bentuk baik gerakan latihan progresif, dari pasiff hingga

gerakan aktif yang menggunakan beban seberat 1 hingga 2 pound atau kalistenik. Kalistenik

lebih baik digunakan karena melibatkan tidak hanya gerakan ekstremitas tetapi juga leher dan

badan, dan mereka akan menirukan gerakan yang digunakan untuk menjaga diri dan gerakan

dalam kehidupan sehari-hari. Kalistenik didesain oleh Karpovich dan Weiss dan dipaparkan

melalui gambaran sederhana yang mudah untuk diikuti oleh pasien. Kebutuhan energi pada

masing-masing latihan tertera, sehingga dapat diukur setelah latihan selesai dikerjakan.

Pergerakan seawal mungkin dilakuka sesegera mungkin pada pasien pasien yang keluar

dari ruangan ICU, dengan menggunakan ruangan pasien ataupun sepanjang koridor rumah sakit.

Latihan berjalan seawal mungkin dapat dimulai pada sebuah treadmil. Pergerakan dengan

treadmil dapat dimulai dari tingkatan 0% pada kecepatan 1 meter per jam selama 10-15 menit

hingga 3 meter per jam ketika daya tahan pasien mulai membaik. Latihan berjalan seawal

mungkin dengan treadmil seharusnya tidak menghasilkan denyut jantung diatas 70% dari

prediksi maksimum berdasarkan usia dan seharusnya tidak menunjukkan gejala , iskemi, atau

aritmia. Tekanan darah diukur setelah 3 menit pertama dan sebelum dilanjutkan pada kecepatan

yang lebih tinggi. Seharusnya tidak terjadi peningkatan tekanan darah lebih dari 20 mmHg pada

tingkatan ini dan latihan seharusnya tidak dilanjutkan jika tekanan darah mulai menurun.

Terapi okupasional dapat diberikan pada pasien saat ini sehingga sebuah program aktivitas

yang progresif akan mengalami perkembangan dari gerakan yang biasa dilakukan ketika

mengurusi diri sendiri dan pada kegiatan sehari-hari.

Page 9: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Selama masa perawatan, edukasi pasien berfokus pada anatomi dan fisiologi penyakit

jantung, tujuan pengobatan, akibat dari merokok, diet makanan sehat untuk jantung, proses

rehabilitasi dan tujuannya. Sesi inisial seharusnya dipersingkat (5 hingga 15 menit) dan

melibatkan keluarga jika memungkinkan. Kelompok pasien dapat dilanjutkan selama 30 hingga

50 menit jika interaksi antara pasien dan staf membantu. Pada sesi edukasi pasien yang biasanya

berhubungan dengan perawat dan asistennya yang ditunjukkan pada rehabilitasi medis (seperti

terapis, ahli latihan fisiologis, fisiatris, perawat, atau residen) juga ahli diet, pekerja sosial, dan

mungkim ahli psikologi.

Ketika tim rehabilitasi jantung tidak tersedia, fisiatris atau ahli kardiologi seharusnya

menyiapkan panduan yang dapat mengontrol faktor resiko yang mungkin terjadi. Kebiasaan ini

tidak dapat dilakukan melalui kontak pasien personal karena waktu yang tersedia antara ahli

fisiologi dalam menilai diet, teknik yang membantu pasien menghentikan merokok, konseling

seks, dan rekomendasi latihan spesifik sangat terbatas. Beberapa alternatif yang dapat diberikan

diantaranya adalah :

Berdasar pelayanan menyeluruh pada program pasien rehabilitasi jantung lokal. Daftar

tersebut tersedia pada American Heart Association.

Memantau diet yang dilakukan pasien dalam 3 hari ( 2 minggu dan akhir minggu pertama)

termasuk pada tipe dan porsi makanan yang dimakan, dan evaluasi ini dicatat terutama lemak.

Persentase lemak jenuh dan tak jenuh, dan kalori total. American Heart Association

merekomendasikan jumlah lemak seharusnya sebesar kurang dari 30% dari kalori total, dengan

lemak jenuh kurang dari 10%.

Berdasar pada pasien yang tercatat dalam catatan diet dengan pengalaman konseling, dan

tidak hanya ahli gizi. American Diets Association akan menyediakan nama-nama individu yang

berkualitas di daerah anda. Pembayar pihak ketiga umumnya tidak mengganti untuk konseling

gizi, tetapi evaluasi tunggal oleh ahli diet harus mempertimbangkan makanan pasien yang

mungkin terjangkau bahkan ketika konseling yang dilakukan tidak berkelanjutan. Program

komputer sesuai untuk analisis diet pada kantor atau rumah sakit.

Page 10: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Motivasi munculnya program penghentian merokok, mendorong hinpnotis, atau akupuntur.

Pengunyahan permen karet dan klonidin untuk mengurangi keinginan merokok dapat membantu

pada beberapa pasien.

Tes Penekanan pada Pasien

Tes tersebut merupakan tes yang sering dipraktekkan oleh seorang pengelola pada pasien,

yang mana memungkinkan diterapkan di pasien yang dapat dilakukan sendiri di luar rumah

seperti tes bertahap dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan menyetir.

Tes latihan ini dilakukan sebelum memasuki rumah sakit, dan khsusunya untuk membagi

resiko dan membantu terapi medis. Tes ini juga menyediakan panduan latihan untuk sehari-hari

tetapi tidak sesuai sebagai dasar dari resep karena tes ini tidak diproses dalam lever kerja yang

tinggi.

Tes ini biasanya dilakukan seawal mungkin, kurang lebih 5 atau 6 hari setelah serangan

jantung. Tes ini dapat berupa tes EKG atau sebuah tes thalium dan scan reperfusi. Level yang

dikehendaki disesuaikan berdasarkan pada hal-hal yang disebutkan berikut ini:

1. 70% dari prediksi denyut jantung maksimal (gambar 54-2)

2. Rata-rata denyut jantung 140 kali per menit atau 7 METs untuk pasien dibawah usia 40

tahun dan 130 kali per menit atau 5 METs untuk pasien berusia lebih dari atau sama

dengan 40 tahun. ( 1 MET : konsumsi oksigen pada saat istirahat yang bervariasi).

3. Pasien yang mendapatkan terapi beta bloker dapat dites dengan treadmil dengan

kecepatan 2,5 meter per jam, level 10% (6METs) pada protokol Kattus jika berusia

dibawah 50 tahun dan 2,0 meter per jam, level 10% (5 METs) jika berusia lebih dari

atau sama dengan 50 tahun. Kerja ini merepresentasikan kurang lebih 60% dari

konsumsi oksigen maksimal berdasarkan umur. 60% dari konsumsi oksigen maksimal

pada pasien yang tidak mendapat terapi beta bloker, dan kira- kira 70% konsumsi

oksigen maksimal pada pasien yang mendapatkan terapi beta bloker.

4. Tes yang terbatas pada gejala, lebih sering digunakan dibandingkan tes tekanan yang

diberikan sewaktu-waktu pada denyut jantung tertentu dan dengan beban tertentu, tes

ini dilakukan pada beberapa kelompok meskipun tidak biasa digunakan. Tes ini akan

Page 11: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

menunjukkan adanya depresi ST yang lebih besar atau angina dan keamanannya masih

membutuhkan penelitian lebih lanjut.

FASE KONVALESEN AWAL PADA REHABILITASI JANTUNG

Setelah keluar dari rumah sakit, latihan berjalan merupakan latihan yang disarankan karena

pasien dapat berjalan setiap hari baik di dalam mamupun di luar rumah, secara progresif latihan

berjalan dilakukan dengan durasi 15 hingga 30 menit, kemudian secara bertahap ditingkatkan

kecepatan berjalan hingga batas yang ditoleransi.

Diantara 4 dan 8 minggu setelah episode akut,di mana tergantung pada luasnya kerusakan

miokardium, usia pasien, urgensi dalam kembali bekerja, dan filosofi dari fisisian, maka pasien

seharusnya melakukan sebuah tes latihan untuk menghasilkan upaya maksimal dan memulai

sebuah program pengkondisian yang terencana untuk meningkatkan kapasitas fungsional

karidovaskular dan daya tahan tubuh.

Edukasi pasien selama periode ini secara langsung dilanjutkan dengan tambahan

modifikasi perilaku. Para perokok lanjutan yang mengembangkan gaya hidup yang sadar akan

kesehatan dan mematuhi program latihan reguler sehingga mampu untuk tidak merokok dan

selanjutnya akan berhenti merokok. Sebaliknya, program latihan sendiri tidak selalu

menunjukkan adanya keuntungan secara psikososial seperti menganai harga diri, percaya diri,

depresi dan aktivitas domestik. Hal ini penting untuk melibatkan anggota keluarga atau anggota

lain yang berperan dalam edukasi pasien karena kepatuhan dari perubahan perilaku dipengaruhi

oleh berbagai ekspektasi dari pihak-pihak yang berpengaruh. Konseling keluarga penting dalam

hal ini untuk mencegah kegagalan pengobatan pada pasien.

Sebagai akhir dari masa konvalesen, sebuah tes latihan fungsional akan dilakukan,

berlawanan dengan tipe tes diagnostik. Tes fungsional dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas

kerja fisik dan fungsi kardiovaskular, salah satu diagnosis yang perlu diketahui. Tes fungsional

akan menghasilkan upaya yang maksimal, dimana tes diagnostik akan dihentikaan setelah terjadi

depresi ST yang signifikan sebagai informasi diagnostik. Tes fungsional dilakukan dalam

pengobatan, dimana informasi diagnostik biasanya tersamarkan atau menjadi rancu karena

pengobatan. Hasil dari tes fungsional biasanya digunakan untuk membuat keputusan untuk

memperbolehkan pasien kembali bekerja, olahraga, dan aktivitas seksual. Tes fungsional jga

Page 12: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

berguna untuk menilai efek pengobatan, pengobatan yang sesuai, angioplasti, atau

revaskularisasi.

TES ELEKTROKARDIOGRAFI PADA LATIHAN BERAT

Tes Lima Pertanyaan

Sebelum melakukan sebuah tes tekanan pada seorang pasien , dokter seharusnya menjawab lima

pertanyaan berikut ini :

1. Modalitas manakah yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan perubahan latihan

pada pasien ini? Lingkaran? Treadmill? Ergometer lengan? Ergometer lengan-tungkai?

2. Pola latihan manakah (protokol) yang sehaursnya digunakan untuk pasien tertentu?

3. Apakah tes ini seharusnya dilakukan dengan submaskimal atau diproses secara

maksimal? Bagaimana saya mengenali upaya maksimal pada pasien ini? Apakah tes

submaksimal lebih aman dibandingkan tes maksimal?

4. Apakah terdapat kontraindikasi untuk menguji pasien ini? Kapankah pasien ini diuji,

apakah terdapat suatu kewaspadaan jika kontraindikasi terhadap tes ini dialnjutkan?

5. Apakah terdapat prosedur tambahan yang seharusnya saya tunjukkan sebagai bagian dari

tes tekanan ini untuk menjawab pertanyaan mengenai tes mana yang seharusnya

dilakukan.

Modalitas

Meskipun tes tekanan pada negara Skandinavia biasanya dilakukan dengan menggunakan

sebuah lingkaran, tetapi pada Amerika serikat tes ini lebih sering digunakan dengan

menggunakan treadmil. Namun demikian, ergometer lingkaran masih digunakan dan berguna

pada beberapa situasi. Individu yang mengalami gangguan keseimbangan dan cara berjalan

mungkin tidak dapat berjalan di treadmil tanpa menggunakan pegangan tangan, yang seringkali

tidak tersedia. Individu yang mengalami obesitas yang mempunyai berat ekstra mendekati batas

berat di treadmil (350 pound) dapat merusakkan peralatan. Pasien dengan claudicatio pada betis

akan berhenti ketika berjalan di treadmil karena mengalami nyeri pada tungkai sebelum terjadi

perubahan kardiovaskular yang adekuat, meskipun mereka dapat melakukan latihan pada sebuah

Page 13: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

lingkaran.Pasien yang cemas dan ketakutan akan melompat turun dari treadmil sehingga

seringkai terluka. Pada beberapa kasus, lingkaran ergometer menjadi pilihan yang lebih baik.

Dokter seharusnya tidak seharusnya memberi perkecualian kepada pasien-pasien yang

akan menggunakan teadmil. Sebuah percobaan yang sangat lambat dengan periode istirahat pada

treadmil lebih mudah dilakukan untuk seorang wanita tua berusia 85 tahun dibandingkan dengan

menggunakan lingkaran. Seseorang yang diamputasi dapat berjalan di treadmil asalkan dia

memiliki gerakan pergelangan kaki yang cukup untuk melalui ban berjalan dan memilih

kecepatan yang memungkinkan untuk dilakukan.

Lingkaran ergometer merupakan pilihan terbaik untuk menguji seseorang yang berencana

dilatih dengan lingkaran stastioner atau sepeda. Lingkaran merupakan pilihan terbaik jika

prosedur lain yang tersedia memilki gerakan dada yang terbatas ( seperti latihan ekokardiografi

atau radionuklida ventrikulografi yang ditunjukkan dengan baik supinasi maupun bersepeda

tegak). Tes pada pasien obesitas pada lingkaran membutuhkan tempat duduk yang lebih luas. Tes

pada pasien hemiplegi pada salah satu tungkai membutuhkan pedal yang aman bagi ekstremitas

yang mengalami paresis dan pasien yang mengalami gangguan keseimbangan tubuh dapat

diseimbangkan ketika duduk di lingkaran.

Lingkaran ergometer pada ekstremitas atas biasanya digunakan untuk pasien dengan

gangguan ekstremitas bawah, bagi mereka yang akan kembali bekerja menjadi tenaga manual

yang berat atau untuk pasien yang akan dilatih dengan ekstremitas atas mereka. Karena berenang

merupakan aktivitas utama yang menggunakan ekstremitas atas, maka sebenarnya ergometri

lengan yang diikatkan ketika berenang merupakan tes terbaik untuk para perenang.Terdapat

konflik yang dilaporkan apakah tes treadmil berguna sebagai dasar latihan pada perenang.

Ergometer lengan dan tungkai mempunyai keuntungan mendistribusikan beban yang

berlebihan kepada massa otot yang lebih besar.Tenaga yang diperlukan berkurang, dan pada

pasien angina dan gagal jantung dapat melakukan pekerjaan sebelum munculnya gejala pada

beberapa alat.

Gambar 54-3. Protokol tes tekanan, dengan penghitungan energi yang dikeluarkan,

dihubungkan dengan fungsi jantung.

Page 14: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Protokol

Tingkat tes latihan biasanya berhubungan dengan kebiasaan berkelanjutan tanpa periode

istirahat pada beberapa tingkatan. Masing-masing level kerja akan muncul setiap sedikitnya 3

menit sehingga sebuah level yang menetap akan dicapai pada setiap tingkatan. Untuk

mengkondisikan pasien, tes ini dapat dihentikan, dengan adanya sebuah fase istirahat pada

masing-masing tingkatan. Tes ini dihentikan atau dilakukan secara intermiten pada pasien

tertentu terutama berguna pada pasien tua yang dapat melakukan jumlah latihan yang

mengejutkan jika diberikan fase istirahat. Beberapa protokol dapat dilakukan secara intermiten.

Gambar 54-3 menjelaskan beberaoa protokol teradmil pada berbagai kecepatan, tingkatan

dan durasi masing-masing level. Bentuk ini ditunjukkan lapis demi lapis oleh level MET

ekuivalen sehingga sebuah tes yang dilakukan pada seorang pasien akan menunjukkan

perbandingan dengan protokol lain. Pada Pusat Kesehatan Montefiore, kami menggunakan tes

Bruce atau tes Kattus untuk individu yang kami duga akan menunjukkan sebuah hasil berupa

kapasitas yang baik sehingga latihan dapat diselesaikan lengkap kurang dari 15 menit.

Untuk pasien yang mempunyai beberapa tingkatan kecacatan, kami menggunakan versi

yang lebih lambat pada tes treadmil Kattus yang mana kemiringannya sebsar 10% dan

kecepatannya ditingkatkan sebesar 0,5 meter per jam setiap 3 menit. Kerja dilakukan bertingkat

yaitu 1,5 meter per jam pada level 10% ( 4 METs), 2,0 meter per jam pada 10 % ( 5 METs), 3,0

meter per jam pada 10 % (7METs), 3,5 meter per jam pada 10% ( 8 METs), dan 4,0 meter per

jam pada 10% (9 METs). Tes ini merupakan tes berjalan sepenuhnya sehingga rekaman EKG

yang didapat merupakan rekaman yang sangat berkualitas.

Pada akhir tes, pada keadaan penyakit koroner akut, sebuah alternatif untuk protokol

Kattus akan dimodifikasi menjadi protokol Bruce yang dimulai pada level 1,7 meter per jam di

treadmill dan meningkat 5% dari 1,7 meter per jam sebelum memasuki kecepatan dan tingkatan

protokol tradisional. Protokol yang direkomendasikan untuk level tes rendah merupakan salah

satu tes yang memulai sebuah pekerjaan pada tingkatan kerja berlevel rendah dan mempunyai

intensitas peningkatan secara bertahap. Protokol Naughton/Balke merupakan salah satu protokol

yang ditemukan dan digunakan di daerah Unit Pusat Rehabilitasi Medis dan Administrasi

Jantung. Tes tersebut dimulai pada 2 METs dan ditingkatkan daka 1-MET. Sebagai catatan awal,

Page 15: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

sebuah MET merupakan konsumsi oksigen istirahat multipel dengan pengitungan energi istirahat

yang diberikan berdasarkan unit ekuivalen pada 1 MET. Protokol lambat berguna untuk

pengkondisikan kembali atau pada individu yang lebih tua yang memulai sebuah program latihan

untuk pertama kali.

Maksimal atau Submaksimal

Tes untuk keadaan fisiologis maksimum dinilai dari denyut nadi, tekanan darah, atau

konsumsi oksigen, atau ketiganya untuk meningkatkan beban kerja. Latihan untuk level ini

biasanya mungkin diterapkan pada orang yang normal dan sehat atau pada atlet yang akan

mengikuti pertandingan olahraga. Pasien jantung biasanya terbatas pada penyakitnya atau

pengkondisian kembali sehingga keadaan fisiologis maksimum pada umunya jarang dicapai.

Pasien biasanya diuji untuk usaha puncak atau klinik maksimum, yang mana biasanya titik

gejala, atau iskemia signifikan, aritmia, atau respon hemodinamik abnormal. Pasien seharusnya

dimotivasi untuk melakukan latihan maksimum klinik lanjut bahkan jika mereka ingin

mencobanya.

Hal ini peting untuk mengetahui fungsi dan tes diagnostik untuk meyakinkan pasien untuk

setidaknya melakukan 85% dari denyut jantung maksimal yang diprediksikan, karena setengah

dari abnormalitas tersebut akan dihilangkan jika pasien tidak berubah pada level terendah ini.

Pasien pada denyut nadi yang rendah karena pengobatan (seperti beta bloker) seharusnya diuji

dengan beban kerja eksternal yang akan menimbulkan konsumsi oksigen sebesar 80% dari VO2

maksimum, yang mana kira-kira sama dengan 85% dari denyut jantung maksimal jika tidak ada

supresi pada denyut jantung.

Tes submaksimal biasanya digunakan untuk tes non fisik yang diterapkan pada orang-

orang sehat. Tes ini akan mencapai level selanjutnya ke tingkatan yang diharapkan pada sebuah

tempat senam tetapi di bawah denyut jantung maksimum rata-rata. Meskipun EKG dapat

digunakan pada tes ini untuk penghitungan denyut jantung yang akurat, tes ini tidak

diperbolehkan untuk mengintrepretasikan latihan EKG karena pada prakteknya dilakukan

dengan pengobatan atau tanpa pengobatan. Tes submaksimal biasanya berhenti dengan adanya

beberapa abnormalitas. Pada opini kami tes submaksimal umumnya tidak berguna pada pasien.

Statistik nasional pada morbiditas dan mortalitas dari tes penekanan sama dengan tes maksimal

Page 16: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

dan submaksimal, dimana satu orang meninggal dan terjadi penyakit jantung yang lebih serius

tiap 10.000 tes tekanan. Penyakit jantung ini meliputi MI yang tidak fatal, disaritmia serius,

sinkop, gagal nafas, dan lainnya.

Kontraindikasi

Sebuah kondisi klinis yang dapat diperburuk karena berbagai macam latihan merupakan

suatu kontraindikasi dilakukannya tes latihan fungsional. Kondisi jantung akut seperti AMI,

miokarditis dan perikarditis akut, dan angina yang tidak stabil merupakan kontraindikasi absolut

karena hal tersebut sangat berbahaya bagi AMI dan penyakit sistemik akut lainnya yang

berkontraindikasi baik. Gagal jantung stabil tidak berpengaruh. Hadirnya gagal jantung akut atau

perburukan dari gagal jantung kronik merupakan kontraindikasi dari tes. Stenosis aorta yang

buruk, hipertensi buruk yang tidak terkontrol, kardiomioptai obstruktif dengan riwayat sinkop

juga dipertimbangkan sebagai sebuah kontraindikasi.

Kadang-kadang kontraindikasi terrlihat sebagai bukan kontraindikasi. Contohnya,

meskipun hipertensi yang buruk merupakan suatu kontraindikasi pada tes tekanan, pada fasilitas

kami kami seringkali memulai sebuah tes dengan meningkatkan tekanan darah dasar pda waktu

istirahat (sepeti 250/115 mmHg) tanpa komlikasi lanjut. Pada beberapa pasien yang mengalami

hipertensi karena kecemasan pada awal test, tekanan darah akan sama atau menurun pada level

yang lebih sesuai selama satu, dua, atau tiga tingkatan tanpa diiringi tanda dari kegagalan

sirkulasi atau perubahan EKG yang abnormal, dan peningkatan kecemasan pada latihan.

Tabel 54-1. Kontraindikasi absolut dan relatif pada tes latihan.

Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relattif

Infark miokard akut atau perubahan terbaru

pada fase istirahat EKG

Angina aktif yang tidak stabil

Aritmia jantung yang serius

Peikarditis akut

Endokarditis

Stenosis aorta berat

Penyakit non kardiak yang kurang serius

Arterial signifikan atau hipertensi pulmonal

Takiaritmia atau bradiaritmia

Katup moderat atau penyakit jantung

miokardium

Efek obat atau abnormalitas elektrolit

Obstruksi koroner kiri utama atau

Page 17: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Disfungsi ventrikel kiri berat

Emboli pulmo akut atau Infark pulmo

Penyakit non kardiak akut atau serius

Gangguan atau cacat fisik yang memburuk

ekuivalennya

Hipertrofi kardiomiopati

Penyakit psikiatri

Tes tidak seharusnya diteruskan, namu demikian, jika selama awal level latihan terjadi

peningkatan tekanan lebih lanjut.

Kadangkala, tes ini akan menunjukkan sebuah kontraindikasi yang aman daripada pada

pasien yang tidak di tes. Pada pasien dengan stenosis aorta yang berat yang tidak memiliki

kelemahan atau sinkop an pasien yang dapat melakukan berbagai macam latihan, dapat

melakukan tes fungsional pada level yang aman.

Hal yang hampir sama, meskipun hipertropi kardiomiopati merupakan penyebab utama

kematian dalam latihan dan ditemukan pada sebagian besar kasus kematian yang tiba-tiba terjadi

pada atlet kompetisi yang muda, tidak semua hipertensi idiopatik stensosi subaortik (IHSS) akan

menyebabkan kematian. Meskipun ekokardiografi dapat menunjukkan adanya ketebalan septum

interventrikular yang abnormal, aliran yang tidak terobstruksi signifikan. Tes latihan dapat

mengukur kapasitas fungsional jika tidak terdapat kontraindikasi pada berbagai sitasi. Oleh

karena itu, dokter yang mengatasi pengobatan olahraga seharusnya paham mengenai IHSS

obstruktif yang signifikan dan menjadi murmur fngsional ataupun non fungsional pada keadaan

istirahat, murmur dapat menjadi karakteristik hanya pada auskultasi pasca latihan. Tes ini

menjadi abnormal pada orang muda yang asimptomatik, dan evaluasi jantung lanjutan. Hipertrofi

stenosis subaorta idiopatik dapat diduga terjadi ketika didapatkan gejala berupa nyeri dada,

dispnea ekersional, palpitasi, dan sinkop yang muncul pada orang muda, khsusunya ketika EKG

menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. Tes tekanan seharusnya menunggu hingga kerja jantung

lannya komplet pada beberapa kasus.

Meskipun aritmia pada atrium dan ventrikel yang cepat merupakan kontraindikasi dari tes

tekanan, adanya disaritmia pada saat istirahat bukan merupakan kontraindikasi tes tekanan.

Ekstrasistol atau ejeksi seringkali muncul pada keadaan lanjut. Sebuah periode panjang setelah

tes tekanan sangat penting, namun demikian karena adanya disaritmia di awal tes akan

Page 18: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

menyebabkan denyut jantung kembali lambat. Faktanya, pasien dengan dasar disaritmia, tes

tekanan penting sebelum latihan dilakukan untuk mengetahui apakah akan terjadi disaritmia.

Ketika disaritmia meningkat karena latihan pada koroner, premedikasi dengan nitrogliserin

sebelum tes tekanan dapat membantu apakah disaritmia dibutuhkan pada respon iskemik.

Masing-masing kriteria objektif dan subjektif dibutuhkan untuk mengakhiri sebua tes

latihan yang terdapat pada Tabel 54-2. Prinsip akhir dari tanda dan gejala utama dari iskemia

yang mengenai berbagai sistem organ seperti angina, aritmia, atau insufisiensi atau tanda dari

sirkulasi pada iskemi jantung, kelemahan atau kelumpuhan pada iskemia sistem saraf pusat, mual

atau muntah pada iskemia gastrointestinal, dan nyeri tungkai atau ketidaknyamanan pada

penyakit iskemi vaskular perifer. Keadaan lainnya umumnya tidak berbahaya tetapi akan

menunjukkan hasil tes yang akurat, termasuk munculnya abnormalitas konduksi atau takikardi

yang cepat, dengan diastol pendek, kegagalan pengisian koroner, dan menyebabkan iskemia

yang tidak berhubungan dengan penyakit obstruktif koroner.

Tes tekanan harus diketahui secara jelas oleh pasien (beberapa pasien mempunyai iskemia

diam) dan mencegah overinterpretasi dari penemuan yang tidak signifikan sebagai iskemia. Juga,

sinyal berbahaya dari kolaps sirkulasi perifer, seperti pucat, kulit dingin, atau penurunan tekanan

darah, yang umumnya tidak dialami oleh pasien. Sayangnya, penurunan tekanan darah tunggal

tidak diikuti oleh gejala dan tanda dan seharusnya diulang dan tes tidak akan dilanjutkan jika

terdapat penurunan yang terus menerus.

Tabel 54-2. Kriteria untuk menghentikan tes latihan

Klinis

Kelemahan, dispnea, atau keduanya, muncul setelah aktivitas berat dalam kehidupan sehari-hari.

Nyeri dada dari 3+ atau lebih berat

Gejala lain yang menginduksi kelemahan, ketidakstabilan, mual atau muntah

Ketidaknyamanan atau nyeri yang meningkat sebagai latihan yang berkelanjutan

Tanda dari insufisiensi sirkulasi perifer

Pucat

Kulit dingin

Page 19: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Penurunan tekanan darah

Perubahan EKG

Deviasi segmen ST pada latihan ( 3mm atau lebih)

Takikardi ventrikel

Presipitasi PVCs atau agravitasi dengan latihan (lebih dari 25% dari denyut jantung)

Takikardia supraventikel ektopik

Blok intrakardial yang tidak muncul pada fase istirahat

Pasien ingin berhenti

PVC : Kontraindikasi ventrikel prematur

Tes Tidak Terstandar

Terdapat empat tambahan tes tekanan fungsional yang memberikan informasi yang

berguna untuk merencanakan program latihan pada pasien, tes berjalan, tes latihan nitrogliserin,

dan pengawasan yang tidak terstandar. Pertama kali tiga tes kemampuan pasien dilakukan untuk

beradaptasi dengan latihan selanjutnya. Pengawasan yang tidak terstandar ditunjukkan ketika

pasien tidak dapat menunjukkan tes tekanan atau jika digunakan sebagai sebuah suplemen untuk

tes tekanan.

Jika pasien mempunyai riwayat angina dan dapat melanjutkan aktivitas tanpa angina

observasi tersebut dapat diverifikasi dengan tes berjalan. Latihan pasien pada treadmil hingga dia

menerima angina ringan tetapi konstan dan kemudian melanjutkan berjalan pada kecepatan dan

tingkatan yang sama selama angina. Pada 10 menit berjalan, penderita akan merasakan

ketidaknyamanan. Meskipun demikian penderita tersebut dapat mencapai pada tingkat yang

lebih tinggi tanpa angina. Jika angina berlanjut hingga 10 menit atau memburuk selama tes,

maka prosedur tersebut seharusnya dihentikan.

Tes usaha yang kedua hampir sama dengan tes berjalan. Latihan hingga angina yang

konstan dan ringan terjadi kemudian berhenti dan istirahat selama 10 hingga 15 menit. Tes itu

kemudian diulangi dan dilanjutkan ke level selanjutnya tanpa angina, hingga penderita

Page 20: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

menunjukkan kapasitas adaptasi. Berbagai upaya dilakukan untuk memprediksi pembukaan

lambat pembuluh darah kolaterl pada beberapa pasien tertentu.

Tes latihan nitrogliserin dapat memberikan informasi yang berguna bagi rehabilitasi

jantung. Jika terdapat tes lanjutan yang diakhiri karena perubahan angina atau iskemia ST,

seorang pasien akan dites kembali hingga terjadi angina yang ringan dan konstan. Selama

latihan, nitrogliserin dapat digunakan dan latihan dilanjutkan hingga 10 menit, sehingga angina

tidak memburuk. Jika terjadi depresi ST atau angina atau keduanya, pasien akan menuju ke level

yang lebih tinggi, nitrogliserin dapat diberikan sebelum kelas latihan, dan membuatnya

memungkinkan untuk pasien yang melakukan latihan diatas ambang angina selanjutnya.

Bukanlah hal penting untuk menghentikan latihan pada pasien untuk menambahkan nitrogliserin

pada situasi tes karena keadaan istirahat itu sendiri dapat menurunkan terjadinya angina.

Penggunaan nitrogliserin sebelum kelas latihan penting untuk mengkondisikan pasien dengan

angina pektoris, sehingga membuatnya mungkin untuk melakukan latihan pada intensitas yang

lebih tinggi untuk meningkatkan kekuatan dari otot perifer dan kemudian melanjutkan untuk

meningkatkan kemampuan dan tingkatan dari aktifitas fisik.

Pengawasan Tak Terstandar

Monitor Holter atau telemetri EKG dapat digunakan untuk mengevaluasi efek aktivitas

fisik yang berbeda dengan latihan yang digunakan pada standar tes latihan tekanan. Tipe ini

dinilai lebih berguna untuk mengevaluasi kebutuhan rehabilitasi fisik yang tidak memungkinkan

seperti hemiplegi, paraplegi, dan amputasi pada ekstremitas bawah. Pengawasan tak terstandar

juga dapat digunakan dengan mesin EKG yang disambungkan pada pasien dengan kabel dan

ditempelkan setelah aktivitas untuk evaluasi. Jika setelah latihan EKG membutuhkan waktu 10

detik setelah menyelesaikan latihan, maka hal tersebut akan menunjukkan temuan yang sama

jika dilakukan selama latihan. Penelitian terbaru dari rahabilitasi jantung berupa pelayanan

tentang pengawasan telemeter transtelepon.

TES TEKANAN PADA LATIHAN INTI

Dua teknik pencitraan inti yang digunakan pada tes tekanan adalah akuisisi multitingkat

(MUGA) dan scan talium. Scan MUGA atau peralatan ventrikulogran yang menjadi label pada

kantung darah dengan tentalikum 99 akan menjadi sebuah film. Penghitungan radioaktivitas

Page 21: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

dilakukan oleh komputer gamma yang dibungkus dalam komponen sistole dan daistole. Tes ini

biasanya digunakan untuk menilai disfungsi ventrikel kiri melalui evaluasi regional dan global

dengan frksi ejeksi dan gerakan. Area iskemia dan infark akan bekontraksi lebih lambat dengan

tekanan yang lebih rendah pada latihan daripada area normal (hipokinetik), tidak berkontraksi

keseluruhan ( akinetik) atau mungkin berdenyut (diskinetik). Fraksi ejeksi seharusnya meningkat

sedikitnya 5% dari latihan dibandingkan pada waktu istirahat.

Thallium 201 akan diinjeksikan melalui intravena pada puncak latihan treadmil melalui

hubungan kapiler mioakrdium dan mengalami akumulasi intraseluler pada dinding dari ventrikel

kiri pada area perfusi.

Untuk dokter yang menunjukkan tes fungsional EKG, terdapat indikasi waktu tertentu

untuk melakukan tes ini. Tes inti digunakan ketika EKG tidak dapat mengevaluasi iskemi pada

tingkatan yang terpercaya ( misal : pasien dengan abnormalitas konduksi atau digitalis, tes positif

pada pasien asimptomatik, hasil yang samar pada seorang pasien simptomatik). Tes inti tidak

lebih berguna daripada tes EKG ketika kapasitas latihan pada pasien terbatas, seperti pada pasien

cacat emntal atau pada gagal jantung kongestif dimana radiiosotop dapat memasuki paru-paru.

Akuisisi multitingkat tidak dapat ditunjukkan pada pasien dengan irama jantung yang iregular

karena peralatan EKG.

Pada pasien dengan gangguan neuromuskuletal yang mengalami keterbatasan latihan pada

ekstremitas bawah akan menghadirkan penyakit obstruksi arteri ketika terjadi klaudikatio yang

terbatas saat latihan, sebuah tes farmakologi dengan infus dipridamol, tanpa beberapa atau hanya

dengan latihan minimal yang dapat dilakukan. Latihan tersebut dapat dilakukan pada posisi

miring, duduk menggunakan pegangan tangan dengan dinamometer dan berjalan lambat.

Dipiridamol meningkatkan aliran darah miokardium dengan menginduksi dilatasi maksimal pada

koroner. Arteri kurang berdilatasi, menghasilkan sebuah fenomena dari obstruksi paten

pembuluh darah.

TES TEKANAN EKOKARDIOGRAFI

Penilaian tes ekokardiografi pada gerakan dinding ventrikel dan frkasi ejeksi saat istirahat

kadangkala diikuti dengan latihan lainnya untuk menginduksi dan mendeteksi iskemi

miokardium. Latihan eko dapat ditunjukkan baik dengan ergometer siklus atau treadmil. Atau

Page 22: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

ekokardiogram dapat diamati setelah infus dipridamol. Meskipun latihan eko secara tekniknya

lebih sukar dibandingkan dengan pencitraan inti, hal itu dapat mendeteksi abnormalitas dinding

karena iskemia.

KONDISI FISIK KARDIOVASKULAR

Setelah sebuah tes tekanan fungsional maksimal dilakukan pasien dapat mengikuti sebuah

program fisik dalam sebuah pengawasan dan supervisi, supervisi tetapi tidak termonitor, atau

penyetingan yang tak tersupervisi. Tidak semua pasien harus diterpi dengan menggunakan

pengawasan rehabilitasi jantung yangmahal oleh perawat, supervisor, dokter, dan terapis fisik,

bahkan sepertiganya membayar dengan tagihan tunggakan. Beberapa ahli kardiologi, ahli interna

dan keluarga dokter akan menganjurkan latiahan dan penilaian yang bagus.

Pengawasan Rehabilitasi, Supervisi Rehabilitasi atau Keduanya?

Laporan terbaru dari rehabilitasi jantung AACVPR dan National Institute of Health akan

menunjukkan mengenai keamanan dan efektivitas latihan rehabilitasi jantung yang tidak

disupervisi.

Tidak terdapat penelitian formal yang menunjukkan bahwa monitoring terhadap

rehabilitasi jantung lebih aman dibandingkan dengan yang tidak termonitor. Van Camp dan

Peterson meyakini bahwa program yang tidak termonitor mempunyai morbiditas dan mortalitas

yang sama . Pada komunitas Montefiore terdapat tiga orang yang diresusitasi dan satu

diantaranya meninggal di usia 25 tahun. Masih menjadi kontroversi apakah seorang pasien

membutuhkan sebuah supervisi, program monitor. Kami meyakini beberapa kandidat di bawah

ini untuk dimonitor :

1. Penderita yang mempunai penurunan fungsi ventrikel kiri yang buruk ( fraksi ejeksi

ventrikel kiri kurang dari 25% (LVEF)) setelah AMI berat

2. Individu yang memiliki iskemi selama EKG pada program latihan

3. Pasien angina atau hampir angina

4. Pasien yang kurang dari 6 bulan mengalami serangan jantung, angioplasti, atau bedah

jantung, khsusunya jika mereka memiliki komplikasi ketika dirawat di RS.

5. Pasien yang dikondisikan akan dilatih dalam intensitas tinggi.

Page 23: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

6. Pasien yang membutuhkan monitoring ekstra pada denyut jantung atau denyut jantung

yang tak dapat diukur.

7. Pasien yang mempunyai penyakit mayor dan disertai dengan masalah jantung ( diabetes,

amputasi karena stroke, dll).

8. Pasien yang memberikan pelayanan pada disiplin rehabilitasi jantung lainnya yang baik

Pasien yang mempunyai monitor program lengkap mungkin akan lebih baik, Namun

demikian pemulihan pasien jantung seharusnya tidak dilakukan seorang diri dalam sebuah

lingkungan dimana kira-kira tidak ada yang membantu ketika terjadi keadaan gawat,

Untuk pasien resiko rendah jantung koroner, pengobatan dapat dianjurkan dilakukan di

rumah dan tidak diawasi. Program ini meliputi petunjuk diet, penghentian merokok, dan terapi

penurunan lemak.

PRINSIP DARI PENGKONDISIAN KARDIOVASKULER

Latihan fisik dan latihan berulang berguna untuk meningkatkan kapasitas kerja fisik dan

menngkondisikan fisik, akan tetapi berhubungan dengan waktu kegiatan dilakukan. Untuk

mendapatkan keuntungan yang signifikan, seharusnya mengikuti empat prinsip dari

pengkondisian fisik di bawah ini :

1. Prinsip overload : sebuah latihan, dengan tambahan pengkondisian yang efektif, harus

dikerjakan pada level kerja yang lebih besar daripada yang bisanya dikerjakan oleh

seorang individu. Dapat diwujudkan dengan memanipulasi intensitas, durasi, dan

frekuensi latihan dengan intensitas merupakan komponen yang paling penting.

2. Prinsip spesifik : Masing-masing tipe latihan akan membawa tentang sebuah metabolik

spesifik dan adaptasi fisiologis yang menghasilkan sebuah efek latihan yang spesifik.

Kekuatan latihan menggunakan hasil latihan isometer pada sebuah peningkatan kekuatan

tetapi tidak meningkatkan daya tahan. Latihan aerobik merupakan salah satu tipe latihan

yang dapat meningkatkan daya tahan dan melatih memperbesar masa otot, latihan ini

dapat meningkatkan kapsitas fungsi kardiovaskular. Dari keseluruhan tipe latihan ini hal

yang penting adalah rehabilitasi untuk meningkatkan kemampuan melakukan pekerjaan

sehari-hari dan yang berhubungan dengan pekerjaan.

Page 24: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

3. Prinsip dari variasi individu : Latihan seharusnya dilakukan secara individu menurut

kapastias dan kebutuhan personal. Meskipun beberapa pasien jantung dapat melakukan

lari maraton seperti contohnya kapasitas fungsional pada sebagian besar pasien jantung

tidak mampu digunakan.

4. Prinsip reversibilitas : keuntungan dari efek latihan.

Latihan Pasca Angioplasti

Tidak didapatkan informasi yang akurat mengenai apakah latihan yang dilakukan baik

setelah percutaneous transluminal angioplasty, atherectomy, atau stenting dapat menurunkan

angka kejadian restenosis; meskipun demikian, toleransi latihan, meningkatkan ketidakpekaan

terhadap program latihan.

Latihan untuk Pasien Transplantasi Jantung

Latihan fisik yang tercantum dalam program rehabilitasi jantung pada pasien

transplantasi jantung diketahui bermanfaat, melalui adanya peningkatan kekuatan motorik perifer

dan kapasitas aerob. Tidak dilaporkan adanya pengaruh yang berlawanan terhadap hal tersebut.

Pada pasien transplantasi orthopedic, kami bekerja dengan jantung yang detaknya

berubah seiring dengan pengaturan humoral melalui perubahan dalam sirkulasi katekolamin.

Respon detak jantung terhadap latihan pada jantung yang lemah dibandingkan denan jantung

yang utuh menunjukkan peningkatan yang lebih lemah pada permulaan latihan, lebih rendah

pada level puncak, dan penurunan kembali yang lebih bertahap hingga level pre-exercise setelah

latihan dihentikan. Didapatkan pula left ventricular ejection, cardiac output, pengambilan

oksigen maksimal, dan ambang batas anaerob yang lebih rendah.

Ketika seorang pasien mendapatkan transplantasi jantung heterotopik (jantung yang sakit

tidak dikeluarkan dan jantung yang baru diposisikan paralel terhadap jantung yang sakit),

jantung transplantasi menunjukkan respon training yang serupa dengan yang ditunjukkan oleh

jantung yang sakit, sedangkan jantung yang diinervasi tetapi sakit yang tetap ada akan

menunjukkan bradikardi selama latihan dan penurunan ektopi ventrikuler.

Saat memberikan terapi untuk pasien-pasien seperti ini, detak jantung tidak

dipertimbangkan dalam mengawasi intensitas latihan. Sebagai gantinya, Borg RPE Scale dan

Page 25: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

pengukuran udara yang dihembuskan, khususnya pada ambang batas anaerob, diketahui lebih

berguna dalam menentukan tingkat intensitas latihan.

Pasien dengan Disfungsi Ventrikel Kiri Berat

LVEF yang terganggu merupakan konta indikasi untuk cardiac rehabilitation exercise

atas dasar asumsi bahwa pengerahan tenaga yang meningkat dapat menimbulkan gagal jantung

akut bahkan kematian. Selama satu decade terakhir, pendapat ini berubah seiring dengan

diadakannya penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa exercise stress testing dapat

dilakukan secara aman pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. Yang mengejutkan, kapasitas

fungsional pada pasien gagal jantung kemungkinan tidak berhubungan dengan resting left

ventricular ejection fraction. Kadang-kadang, pasien gagal jantung dapat mencapai kapasitas

kerja fisik yang setara dengan subyek yang menunjukkan resting ejection fractions yang normal.

Di antara pasien-pasien yang diuji oleh Tavazzi dkk., 21% dengan LVEFs atau kurang

dari 30% memiliki hemodinamik normal, dan 28% menunjukkan kapasitas 100watt. Pada pasien

dengan LVEF dengan 45%, didapatkan respon hemodinamik abnormal dalam 33%, dan 12%

hingga 37% memiliki kapasitas kerja yang lebih rendah yaitu 50 hingga 70 watt, lebih rendah

dibandingkan dengan mereka yang mengidap lower ejection fraction. Hal demikian

menunjukkan kapasitas kinerja di antara pasien dengan left ventricular dysfunction berhubungan

tidak hanya terhadap fungsi miokardial tetapi juga terhadap adaptasi perifer.menurut pengalaman

kami terhadap individu muda dan terlatih, kapasitas kerja dapat mencapai angka normal

meskipun ia memiliki LVEF antara 15-20%. Pada pasien dengan extensive anterior transmural

MI, ada kontroversi apakah pasien-pasien tersebut termasuk dalam kriteria inklusi, atau dalam

eksklusi, pada latihan awal sebelum tahap lengkap penyembuhan infark. Eksklusi dari laporan-

laporan sebelumnya dipengaruhi oleh data jangka panjang selanjutnya.

Untuk pasien-pasien tertentu dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat, yang secara

klinis terlihat stabil tanpa tanda-tanda gagal jantung akut, program penyesuaian dapat dilakukan

secara aman di bawah pengawasan yang aman. Meskipun efek latihan setelah pengkondisian

fisik kemungkinan tidak lebih terfokus dibandingkan miokardial, didapatkan heart rate pada fase

istirahat dan pada tingkat aktivitas sub-maksimal, peningkatan konsumsi oksigen dan performa

latihan yang meningkat, seperti pada pasien tanpa disfungsi ventrikel kiri. Rehabilitasi jantung

Page 26: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

juga dapat membantu pasien-pasien tersebut untuk kembali melakukan kegiatan yang produktif.

Pada individu-individu yang dirawat di rumah sakit dengan left ventricular dysfunction, penting

untuk melakukan evaluasi aktivitas pemeliharaan terhadap diri sendiri dan ADL lainnya dan

untuk memberikan latihan pada bagian-bagian yang kurang. Hal ini berguna dalam menentukan

rencana pemulangan pasien dan dapat menimbulkan perbedaan antara kembali ke rumah dan

ditempatkan di nursing home.

Rehabilitasi Jantung pada Wanita

Setiap tahun, sekitar 250.000 wanita meninggal akibat penyakit jantung koroner dan

100.000 akibat kelainan jantung lainnya. Penyakit jantung adalah penyebab kematian utama pada

wanita, dan penyakit jantung (38%) menimbulkan lebih banyak kematian pada wanita

dibandingkan dengan kanker payudara (4%). Angina memiliki kemungkinan lebih besar terjadi

pada wanita dibandingkan dengan MI, dan wanita memiliki kemungkinan yang lebih besar

menderita gagal jantung dan ruptur jantung dibandingkan laki-laki. Wanita cenderung tidak lagi

menderita angina setelah operasi bypass atau angioplasti. Kematian akibat operasi pada wanita

2,7 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Hasil rehabilitasi jantung pada wanita kurag

mendapatkan perhatian karena penelitian-penelitian mengenai hal ini biasanya dilakukan hanya

terhadap pria. Berikut adalah beberapa dari observasi yang relevan dalam menilai perbedaan

antara penyakit koroner pada pria dan wanita:

1. Gejala yang sebenarnya menunjukkan penyakit jantung cenderung ditangani dengan kurang

serius apabila terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga wanita mendapatkan

pemeriksaan yang lebih lambat dari yang seharusnya dan secara umum menjadi ’lebih sakit’

dibandingkan laki-laki dengan penyakit koroner. Hal ini dideskripsikan sebagai ”sex bias”

oleh Tobin (dkk)

2. Meskipun ada kemungkinan didapatkan hasil ’false positive’ pada ECG stress test pada

wanita dibandingkan pria, dan adanya payudara yang mempengaruhi thallium scan, tabel

probabilitas yang menunjukkan kecenderungan penyakit berdasarkan umur, jenis kelamin,

gejala, dan hal yang ditemukan pada ECG mengindikasikan bahwa uji stres masih berguna

bila dilakukan pada wanita.

3. Standar yang diterapkan untuk laki-laki mungkin tidak sesuai bila diterapkan pada wanita.

Sebagai contoh, jika ejection fraction pada MUGA menetap atau menurun pada latihan bila

Page 27: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

dibandingkan dengan pada saat istirahat pada laki-laki, hal ini dapat menjadi abnormal. 30%

wanita normal menunjukkan tidak adanya perubahan LVEF pada saat latihan.

4. Diet standar menurut American Heart Association untuk menurunkan kolesterol mungkin

kurang efektif bila diterapkan pada wanita dibandingkan laki-laki. Pada laki-laki, diet

tersebut menurunkan LDL 24% hingga 26% dan HDL 0% hingga 12%. Meskipun

mengalami penurunan LDL yang sama, pada wanita didapatkan penurunan HDL 16% - 20%.

5. Pada wanita, hubungan antara respon detak jantung dan ambang batas anaerob berbeda

dibandingkan laki-laki. Dalam penelitian Coplan dkk, pada 85% detak jantung yang

diprediksi maksimum, 73% laki-laki melampaui ambang batas anaerob, sedangkan pada

wanita hanya sekitar 44%. Oleh karena itu, bila target latihan ini telah ditentukan sekitar

70%-85% detak jantung maksimal, maka target tersebut hanya akan dapat dilampaui oleh

sebagian besar laki-laki, tetapi tidak ada sebagian besar wanita.

6. Wanita lebih cenderung berhenti dari program latihannya dibandingkan pria. Wanita yang

benar-benar berpartisipasi akan mencapai manfaat latihan yang setara dengan laki-laki.

Pengkondisian fisik juga dapat dilakukan dengan aktivitas-aktivitas yang dapat dinikmati

oleh wanita, seperti menari. Kegiatan-kegiatan rumah tangga sehari-hari juga dapat

dimanfaatkan sebagai aktivitas fisik untuk kesehatan kardiovaskular jika direncakan dengan

baik, mengacu pada format warm-up – stimulus – cool-down pada sesi latihan.

Pengkondisian Latihan pada Pasien Jantung yang Lebih Tua

Jumlah pasien yang berusia 65 tahun ke atas di Amerika meningkat dua kali lipat dalam

populasi. Golongan yang paling tua (85 tahun atau lebih) jumlahnya meningkat lebih cepat

(134)dengan perkiraan setengah dari golongan ini memiliki beberapa kelainan jantung.(135)

Proses penuaan diikuti oleh penurunan fungsi fisiologis yang bertahap dengan penurunan

fungsi yang lebih cepat pada sistem kardiovaskular dan kekuatan otot, mengingat adanya

perubahan kondisi akibat penurunan aktivitas fisik. Penurunan tersebut berkisar antara 25% atau

dapat kurang dengan tetap menjaga gaya hidup fisik yang aktif. Orang dengan usia lanjut yang

tidak lagi aktif dapat meningkatkan kapasitas aerobic dan kekuatan ototnya dengan latihan

(136,137), tetapi orang yang lebih tua memiliki derajat perkembangan yang lebih rendah ketika

mereka memulai latihan fisik pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan usia muda (138).

Page 28: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Pada pasien manula yang dirawat di rumah sakit, mobilisasi bertahap awal dinilai penting

untuk mencegah penurunan kondisi lebih lanjut. Semakin lemah pasien, makin ringan latihan

yang bisa diberikan untuk melihat ada tidaknya perkembangan. Seseorang dapat mulai latihan

dengan meningkatkan durasi dan frekuensi duduk, lalu melatih keseimbangan berdiri di samping

tempat tidur, diikuti dengan perpindahan secukupnya, dan meningkatkan kegiatan pemeliharaan

diri sendiri. Latihan terbaik untuk orang tua adalah dengan latihan berjalan.

Uji stres latihan dilakukan untuk memastikan kapasitas fungsional individu yang lebih

tua dinilai penting sebelum program latihan dilaksanakan. Pasien yang tidak memilikidaya tahan

yang cukup untuk melakukan uji treadmill terus-menerus dapat diuji dengan protokol yang

terputus-putus, atau dapat pula melakuakan uji dengan cycle ergometer. Penggunaan EKG

telemetric pada pasien saat berjalan dengan kecepatannya sendiri mungkin cukup sebagai uji

stres pra-latihan untuk individu dengan kondisi lemah. Ditemukan juga bahwa berjalan 600 kaki

membuat detak jantung pasien mencapai target zone untuk melakukan latihan, sebagaimana

ditentukan oleh uji treadmill pada pasien yang sama.(139)

Tidak adanya chest pain sebagai indikator iskemia tidak dapat diterapkan pada orang tua.

Dispneu dapat timbul sebagai tanda-tanda angina dibandingkan sebagai masalah pernapasan.

Pada orang tua yang berusia >70 tahun, lebih dari 70% menunjukkan hasil uji stres yang

abnormal, sering disertai silent ischemia.

Yang penting dilakukan khususnya pada pasien manula adalah latihan pemanasan untuk

meningkatkan fleksibilitas sendi dan meningkatkan ketangkasan. Mungkin lebih perlu untuk

lebih melatih ekstremitas bagian atas untuk menjaga kemampuan perpindahan dengan

menggunaan alat bantu, atau sekedar aktivitas memindahkan. Edukasi pasien tentang pentingnya

aktivitas fisik yang teratur juga diperlukan. Karena adanya penurunan kemampuan jantun dan

kemampuan ’berkeringat’, harus diperkirakan periode waktu istirahat di antara aktivitas fisik,

juga menghindari latihan dan kerja berat pada cuaca yang panas dan lembab.

Alat Pacu Jantung

Page 29: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Pasien dengan alat pacu jantung tidak dikecualikan dari program latihan jantung. Bila

diminta, saat alat pacu jantung masih sedang digunakan, setelah tingkat pacu terlampaui, prinsip

yang sama dapat diterapkan seperti pada pasien tanpa alat pacu, meskipun setelah satu periode

pacu, depresi segmen ST non iskemik dapat terjadi.

KELANJUTAN KEHIDUPAN NORMAL

Aktivitas Seksual

Kelanjutan aktivitas seksual adalah salah satu perhatian utama pada pasien yang pernah

mengalami penatalaksanaan koroner akut, baik operasi jantung atau MI. Ada dua uji tak

langsung yang dapat dilakukan. Yang pertama, uji ”two flight” dimana pasien dimonitor selama

menaiki dan menuruni dua tingkat tangga (140,141). Larsen dkk (142) merekomendasikan untuk

diawali dengan berjalan cepat beberapa menit sebelum menaiki tangga.

Petunjuk selanjutnya didaatkan dari uji stres. Jika pasien dapat melakukan level MET 5

sampai 6, ia memiliki kapasitas fisik untuk seks berdasarkan data bahwa sexual intercourse

antara pasangan paruh baya yang normal adalah sekitar MET 3-4, dan pencapaian orgasme

adalah pada MET 4-5. (143,144)

Aktivitas seksual pada pasangan yang lama menikah secara umum tidak mengakibatkan

detak jantung melampaui 117x/menit dan mungkin menimbulkan depresi atau iskemi ST yang

lebih ringan dibandingkan ADL lain: menonton acara olahraga yg menarik, menyetir, atau

bekerja di kantor.

Frohlicher dkk (146) menemukan bahwa meskipun pasien biasanya kembali pada

aktivitas seksualnya (sebaik menyetir dan kegiatan outdoor) dalam 12 minggu, lebih dari 50%

kembali melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dalam 3 minggu pasca MI akut. Drory dkk (147)

menemukan bahwa pada pasien jantung tanpa iskemia pada uji stres yang pulih tidak akan

mengalami iskemi selama intercourse (Holter), tetapi yang menunjukkan hasil iskemi positif

dapat mengalami iskemik atau detak jantung yang terlalu tinggi saat melakukan seks.

Latihan rehabilitasi jantung pasca MI dapat membuat aktivitas seksual terasa lebih

ringan. Helstein dan Friedman menunjukkan bahwa ada penurunan puncak detak jantung saat

koitus sekitar 5,5% setelah latihan (143,149). Penelitian lain menunjukkan pasien jantung yang

Page 30: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

terlatih penurunan frekuensi koitus yang lebih ringan dibandingkan pasien tak terlatih (143,150).

Pasien yang dilaporkan memiliki penurunan aktivitas seksual menunjukkan hasil latihan latihan

yang kurang.(151)

Kembali bekerja

Evaluasi untuk memastikan kapasitas kembali bekerja harus disertai pengukuran terhadap

status klinis pasien serta jenis pekerjaan. Klasifikasi fungsional cardiovaskular oleh New York

Heart Association and Canadian Cardiovascular Society, berhubungan dengan level

pengeluaran metabolik yang sesuai dengan pekerjaan yang diperbolehkan, berguna untuk

menyesuaikan kapasitas pasien dengan kebutuhan pekerjaan. (152,153)

Level kinerja yang ditunjukkan pada uji stres dapat dipergunakan untuk memperkirakan

pekerjaan mana yang terlalu berat untuk pasien. Di AS, pasien yang menunjukkan MET 7 atau

lebih tinggi tanpa keterbatasan atau respon abnormal dapat kembali pada hampir semua jenis

pekerjaan, kecuali dunia industri berat. Pasien yang menunjukka MET 5-6 dapat melakukan

pekerjaan yang menetap dan pekerjaan rumah sehari-hari, sementara pasien dengan MET 3-4

tidak sesuai untuk kembali ke pekerjaan. Program pengkondisian kardiovaskuler dapat menbantu

bila penyebab rendahnya pencapaian beban kerja adalah rendahnya level kebugaran fisik. Pasien

jantung dengan tingkat MET 5 atau lebih dapat meningkatkan kapasitasnya 15% hingga skitar

50% setelah 2 atau 3 bulan rekondisi.(154)

Agar dapat menyesuaikan status klinis pasien dan kapasitas fungsional kardiovakular

dengan keperluan perkerjaan, evaluasi berkelanjutan terhadap pekerjaan harus memasukkan

analisis detail pemakaian energi untuk berjalan, naik tangga, mengangkat, dan aktivitas yang

dilakukan dalam 8 jam pekerjaan. Kondisi lingkungan pekerjaan, pemakaian transportasi menuju

dan dari tempat bekerja, serta pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan setelah bekerja

harus dipertimbangkan.

Sayangnya, disamping perkiraan-perkiraan mengenai kapasitas kerja, beban kerja,

edukasi pasien, konseling, dan intervensi kebiasaan, masalah kembali bekerja tidak dapat

dikembangkan lebih lanjut karena melibatkan isu sosial dan peraturan. (18)

REHABILITASI PASIEN DISABILITAS FISIK DENGAN KOMPLIKASI JANTUNG

Page 31: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Kadang-kadang pasien dengan kelainan neuromuskuloskeletal, seperti hemiplegi atau

amputasi, dirujuk ke tempat pelayanan rehabilitasi dengan kelainan jantung akut yang baru

terjadi hampir bersamaan, pada saat, atau sesaat setelah gangguan fisik berlanjut. Hal ini

menunjukkan bahwa kedua keadaan tersebut dapat ditangani bersamaan sehingga proses

rehabilitasi dapat berjalan tanpa hambatan. Dipyridamole thalliumscan stress test yang

didiskusikan di bagian awal sangat membantu memastikan integritas sirkulasi koroner dan

miokardium sebelum memulai rehabilitasi.

Dua disabilitas fisik yang paling umum dikaitkan dengan coronary artery disease (CAD) adalah

stroke dan amputasi disvaskular ekstremitas bawah. Kapasitas jantung untuk merespon

kebutuhan fungsional metabolik dalam latihan perpindahan adalah permasalahan utama pada

pasien kelompok ini. Evaluasi awal dan permulaan latihan pergerakan biasanya adalah periode

penuh tekanan karena pasien cenderung cemas dan berada dalam fase paling inefisien. Bahkan,

pasien yang memperlihatkan tanda-tanda medis yang stabil mungkin tidak dapat mengimbangi

aktivtas fisik dalam level yang lebih tinggi. Memantau kinerja awal pasien dengan telemetri

EKG bisa menjadi sangat berguna dalam memandu jalannya terapi.

Pada amputasi kardial, sebelum memulai latihan pergerakan pre-prostetik, kapasitas

jantung untuk berjalan pada satu ekstremitas dapat diukur dengan ergometri extremitas atas.

Dengan mengetahui berat badannya, dapat menguji pasien untuk tahap pekerjaan spesifik (155).

Prosthetic ambulation, meskipun pada individu terlatih, adalah aktivitas fisik yang

menghabiskan banyak energi. Dibandingkan dengan pengeluaran energi rata-rata pada

pergerakan normal pada 3 MET, prosthetic ambulation memerlukan peningkatan 9%-28% pada

amputasi di bawah lutut unilateral, 40%-65% pada amputasi di atas lutut unilateral, 125% pada

pasien hemipelvectomy, dan 280% pada amputasi di atas lutut bilateral. (156-158). Klasifikasi

fungsional amputasi New York Heart Association membantu memperkirakan kapasitas

fungsional jantung dan kemampuan pasien untuk menggunakan kaki palsu (Tabel 54-6).

Terkecuali untuk beberapa amputasi di bawah lutut, pasien kelas III biasanya harus melakukan

pekerjaan di atas kursi roda, kelas II memiliki kapasitas untuk berjalan dengan kaki palsu,

kecuali pada pasien dengan amputasi di atas lutut, yang tergolong kelas I dan tergolong fit untuk

menggunakan kaki palsu.

Page 32: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

Pada pasien stroke, hemiplegi rawat jalan yang berlatih mandiri, dengan atau tanpa

orthosis ekstremitas atas, berjalan dengan kecepatan 40%-45% lebih lambat daripada individu

normal, sementara pengeluaran energi pada hemiplegic ambulation 50%-65% lebih tinggi.

Menggunakan tangga adalah kegiatan lain yang memiliki intensitas tinggi, sehingga

pengawasan diperlukan untuk memastikan keamanannya selama periode latihan dan untuk

pemulangan ke rumah. Aktivitas latihan rehabilitasi fisik lainnya yang memerlukan pengawasan

adalah penggunaan alat bantu gerak, aktivitas kursi roda, dan latihan penguatan ekstremitas atas.

Pengawasan juga dapat menjadi cara untuk meyakinkan seorang pasien bahwa pada amputasi

ekstremitas bawah tetap aman untuk melakukan latihan kaki palsu, atau bahwa latihan tersebut

dikontraindikasikan dan bahwa penggunaan kursi roda adalah yang terbaik menurut kapasitas

jantungnya.

Pengkondisian Kardiovaskular

Prinsip pelatihan dalam pengkondisian fisik bagi individu dengan kecacatan fisik sama

dengan yang diterapkan pada orang normal. Yang menjadi masalah adalah kinerja uji stres untuk

mengevaluasi kapasitas kardiovaskular fungsional awal individu tersebut.

Untuk individu dengan kecacatan tubuh bagian bawah tetapi ekstremitas atas normal,

hand-cranked cycle ergometer paling umum digunakan. Untuk pasien hemiparetik, cycle

ergometer ekstremitas bawah dapat digunakan dengan mengikatkan ekstremitas yang paresis

pada handlebars dan pedal kaki dan menurunkan intensitas kinerja dengan mengurangi resistensi

pada stiap tahap.

Modifikasi terhadap peralatan yang bervariasi atau penggunaan yang dapat disesuaikan

telah dapat digunakan dengan baik untuk uji toleransi latihan pada pasien dengan kecacatan,

seperti supine bicycle ergometer, modified arm-leg bicycle, dan kursi roda yang terhubung denga

cycle ergometer (160). Peralatan termodifikasi yang sama dapat digunakan pula untuk aktivitas

latihan.

Schwinn Air-Dyne arm-leg cycle merupakan alat uji latihan yang bermanfaat. Alat ini

juga dapat digunakan untuk individu dengan kelemahan ekstremitas bawah karena sebagian dari

Page 33: Rehabilitasi Pada Pasien Jantung

beban kerja terdistribusi ke ekstremitas atas, mengurangi intensitas kerja ekstremitas bawah

tanpa mengurangi total muatan kerja yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek latihan

kardiovaskular.

Adanya kecacatan fisik seharusnya tidak menjadi penghalang untuk melakkan rehabilitasi

pada pasien jantung. Fisioterapis dapat menggunakan uji stress tertentu dan dapat memodifikasi

peralatan pengkondisian kardiovaskular, menyesuaikannya untuk dapat mengakomodasi tipe

kecacatan fisik setiap pasien.