rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

144
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indu stri tekstil masih merupakan tulang punggung ekspor nasional, walaupun setelah krisis moneter nilai ekspor tekstil sempat mengalami penurunan. Memasuki tahun 2011 sedikit demi sedikit terjadi peningkatan ekspor tekstil, baik dalam bentuk kain maupun bentuk pakaian jadi seperti garmen. Asosiasi Pertekstilan Indonesia memproyeksikan nilai ekspor produk pakaian jadi hingga akhir 2011 mencapai US$ 13 miliar atau tumbuh 20% dibanding realisasi tahun 2010 sebesar US$ 10,83 miliar. Industri tekstil diharapkan mampu memberikan nilai positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Perkembangan industri pencelupan, sablon dan konveksi, untuk memenuhi kebutuhan tekstil wisatawan di Bali dan di Kota Denpasar khususnya sangat pesat dan telah mampu menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan ekspor produk Bali. Ekspor tekstil dalam bentuk pakaian jadi tahun 2012 dari Bali senilai 82.026.850 dolar AS, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2011 yakni, senilai 74.195.573 dolar AS (Disperindag Bali, 2013). Manajeman sektor industri tekstil yang tidak dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air dan lahan pertanian disekitarnya. Lahan pertanian yang tercemar limbah cair tekstil di Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung mengandung logam

Upload: truonghuong

Post on 31-Dec-2016

250 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indu stri tekstil masih merupakan tulang punggung ekspor nasional,

walaupun setelah krisis moneter nilai ekspor tekstil sempat mengalami penurunan.

Memasuki tahun 2011 sedikit demi sedikit terjadi peningkatan ekspor tekstil, baik

dalam bentuk kain maupun bentuk pakaian jadi seperti garmen. Asosiasi Pertekstilan

Indonesia memproyeksikan nilai ekspor produk pakaian jadi hingga akhir 2011

mencapai US$ 13 miliar atau tumbuh 20% dibanding realisasi tahun 2010 sebesar

US$ 10,83 miliar. Industri tekstil diharapkan mampu memberikan nilai positif

terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Perkembangan industri pencelupan, sablon dan konveksi, untuk memenuhi

kebutuhan tekstil wisatawan di Bali dan di Kota Denpasar khususnya sangat pesat

dan telah mampu menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan ekspor produk

Bali. Ekspor tekstil dalam bentuk pakaian jadi tahun 2012 dari Bali senilai

82.026.850 dolar AS, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2011 yakni,

senilai 74.195.573 dolar AS (Disperindag Bali, 2013).

Manajeman sektor industri tekstil yang tidak dilengkapi dengan instalasi

pengolahan air limbah berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan terutama

pencemaran air dan lahan pertanian disekitarnya. Lahan pertanian yang tercemar

limbah cair tekstil di Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung mengandung logam

Page 2: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

2

berat Pb 15,04 ppm, Cd 0,13 ppm, Cr 19,30 ppm, dan Cu 58,0 ppm (Kurnia dkk.,

2004). Kondisi ini hampir mirip dengan lahan yang tercemar limbah cair garmen,

yang ada di Denpasar(Lampiran 1). Kondisi tersebut disebabkan karena industri

garmen menampung limbah cairnya dalam bak penampung kemudian dibuang

kebadan-badan air saluran irigasi atau ke sungai sehingga dapat menimbulkan

pencemaran. Dampak yang terjadi adalah degradasi lahan berupa menurunnya

kualitas dan kuantitas hasil pertanian, serta akumulasi logam berat dalam air dan

tanah yang berasal dari buangan limbah cair garmen. Logam berat yang terkandung

dalam limbah cair garmen, bila diserap oleh tanaman dapat mengganggu proses

fisiologi tanaman yang tumbuh disana.

Berdasarkan pendekatan GLASOD (Global Assesment Of Soil Degradation),

degradasi lahan disebabkan oleh 5 faktor yaitu: (1) deforestasi, (2) overgrazing, (3)

aktivitas pertanian, (4) eksploitasi vegetasi secara berlebihan dan (5) aktivitas bio-

industri dan industry. Degradasi tanah dapat menyebabkan kerusakan tanah.

Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama

yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat

terjadi karena proses pencemaran tanah, akumulasi garam-garam (salinisasi),

tercemar logam berat dari limbah garmen, tercemar senyawa-senyawa organik dan

xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak (Djajakirana, 2001).

Pengelolaan tanah merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai

hasil yang optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan tanah harus diupayakan tanpa

menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun menurunkan kualitas tanah,

Page 3: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

3

yang diarahkan pada perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang optimum

bagi tanaman. Interaksi antara komponen-komponen biotik dan abiotik tanah pada

lahan memberikan keseimbangan yang optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah,

yang menjamin keberlangsungan produktivitas lahan, dan keberhasilan usaha tani.

Melalui sistem tersebut diharapkan akan terbentuk agroekosistem yang stabil dengan

input yang minimum, tetapi dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman

tanpa menurunkan kualitas lingkungan.

Berdasarkan data BPS Kota Denpasar (2013) terdapat lahan sawah pertanian

seluas 2,597 ha, dengan jumlah subak sebanyak 41 buah. Areal subak yang lahannya

tercemar limbah cair garmen yang berasal dari pencelupan, sablon dan konveksi

terbanyak berada di Kecamatan Denpasar Selatan, yang meliputi subak Kerdung 215

ha, subak Kepaon 119 ha dan subak Cuculan 99 ha. Hasil penelitian pendahuluan

menunjukan bahwa limbah cair garmen yang mencemari lahan pertanian di Kota

Denpasar mengandung logam berat seperti Cu, Pb, Cd dan Cr, dengan konsentrasi

logam Cr nilainya berada di atas ambang pencemaran dan C organik serta N Total

rendah (Lampiran 1). Apabila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan

mengakumulasi unsur dan senyawa yang berbahaya, yang dapat menimbulkan

dampak negatif bagi yang mengkonsumsi produk tersebut.

Budidaya tanaman jagung di tanah sawah Kota Denpasar Selatan tidak sesuai

dengan potensi dan kesesuaiannya, dan tercemarnya air irigasi oleh limbah cair

garmen. Pada tahun 2011 luas panen tanaman jagung 309 ha, dengan produksi

jagung sebesar 5,935 ton ha-1. Tahun 2012 luas panen dan produksinya tetap sebesar

Page 4: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

4

5,935 ton ha-1. Tanaman jagung yang ada di Denpasar selatan sebagian besar ditanam

pada lahan yang tercemar limbah cair garmen (Dinas Pertanian Kota Denpasar,

2013).

Salah satu solusi untuk mengatasi dan merehabilitasi lahan sawah yang

tercemar limbah cair garmen tersebut dengan memanfaatkan potensi bahan organik

seperti biochar. Penambahan biochar sebagai pembenah tanah yang berasal dari hasil

pembakaran limbah produk pertanian dengan oksigen terbatas, ternyata memiliki

potensi yang baik sebagai bahan pembenah tanah, karena C organik masih tetap

bertahan di dalam karbon hitam dan mempunyai pengaruh jangka panjang dalam

mengkhelat unsur logam (Ferizal dkk, 2011). Pernyataan tersebut didukung dari hasil

penelitian Chan et al., 2007 menunjukkan bahwa aplikasi biochar dapat

meningkatkan C organik tanah, pH tanah, struktur tanah, KTK tanah, dan kapasitas

penyimpanan air tanah. Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukkan aplikasi

biochar pada tanah mampu meningkatkan hasil tanaman jagung, kacang tunggak, dan

kacang tanah (Yamato et al., 2006), hasil tanaman kedelai (Tagoe et al., 2008), hasil

padi di dataran tinggi (Asai et al., 2009) dan hasil tanaman padi pada tanah sulfat

masam (Masulili, 2010).

Penambahan bahan organik dan tindakan daur ulang memberikan keuntungan

besar. Senyawa khas yang mampu berperan dalam pembentukan senyawa kompleks

dan pertukaran ion pada bahan organik adalah adanya gugus fungsional seperti

karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), karbonil (=C=O), metoksil (-OCH3), dan amino

(-NH2). Salah satu bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk bahan biochar

Page 5: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

5

adalah limbah sekam padi dan limbah kotoran ayam yang ketersediaanya cukup

banyak dan bersifat lokal. Biochar sekam padi dan biochar kotoran ayam memiliki

karakteristik fisik dan kimia yang berbeda yang memungkinkan dapat memperbaiki

sifat tanah yang terdegradasi limbah cair garmen.

Informasi penelitian tentang karakteristik biochar dan bahan organik serta

pengaruhnya terhadap sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang

terdegradasi limbah cair garmen belum pernah dilakukan, oleh karena itu penelitian

ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan sebagai dasar perbaikan karakteristik

tanah yang tercemar limbah cair garmen.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas hal-hal yang menjadi masalah utama

dalam rehabilitasi lahan sawah yang tercemar oleh limbah cair garmen dalam

pengembangan pertanaman jagung adalah adanya pengaruh negatif terhadap sifat-

sifat tanah dan tanaman. Dengan demikian masalah yang dapat diidentifikasi dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang

tercemar limbah cair garmen dengan yang tidak tercemar?

2. Bagaimanakah potensi biochar dan bahan organik terhadap perbaikan sifat

tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah

cair garmen?

Page 6: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

6

3. Berapakah dosis optimum biochar dan bahan organik untuk menurunkan

konsentrasi logam berat yang tersedia di dalam tanah, yang dapat

meningkatkan hasil jagung secara maksimal?

4. Apakah pemberian biochar dan bahan organik dapat meningkatkan kualitas

tanah dan hasil jagung pada tanah sawah yang terdegradasi logam berat dari

limbah cair garmen?

5. Bagaimanakah formulasi kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan

organik yang tepat di lapangan untuk merehabilitasi tanah sawah yang

terdegradasi oleh logam berat yang berasal dari limbah cair garmen?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji potensi pemberian

biochar dan bahan organik dalam meminimalisasi logam berat di dalam tanah sawah

dan tanaman jagung akibat pencemaran limbah cair garmen.

1.3.2 Tujuan khusus

Secara rinci tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tercemar

limbah cair garmen dengan yang tidak tercemar.

2. Mengetahui potensi biochar dan bahan organik terhadap perbaikan sifat tanah

dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair

garmen.

Page 7: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

7

3. Menentukan dosis optimum biochar dan bahan organik yang dapat menurunkan

ketersediaan logam berat di dalam tanah, untuk mendapatkan hasil biji jagung

yang maksimum.

4. Mengetahui peningkatan kualitas tanah dan hasil biji jagung pada tanah sawah

yang terdegradasi logam berat dari limbah cair garmen akibat pemberian biochar

dan bahan organik.

5. Mengetahui formulasi kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik yang

tepat di lapangan, untuk merehabilitasi tanah sawah yang terdegradasi logam

berat dari limbah cair garmen.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Segi ilmiah, dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang peranan bahan

organik dan biochar dalam melakukan tindakan remediasi lahan pertanian yang

terkontaminasi logam berat.

2. Sebagai salah satu teknologi yang bisa diaplikasikan untuk merehabilitasi lahan

yang terdegradasi limbah cair garmen yang mengandung logam berat Cu, Pb, Cd

dan Cr.

3. Secara praktis, sebagai bahan dalam mempertimbangkan pemanfaatan dan

pengelolaan limbah organik menjadi biochar, sebagai bahan pembenah tanah yang

ramah lingkungan untuk meningkatkan kualitas tanah dan hasil tanaman.

Page 8: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

8

4. Hasil penelitian ini berimplikasi pada pengambil kebijakan, untuk melindungi

lahan-lahan pertanian terhadap paparan pencemaran limbah cair garmen.

Page 9: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lahan Sawah Terdegradasi dan Permasalahannya

Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman mempunyai arti penting untuk

kegiatan pertanian. Tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman akan mengandung

unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang cukup dan seimbang agar

dapat tumbuh secara maksimal dan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Untuk

itu diperlukan adanya kualitas tanah yang baik yaitu kemampuan tanah untuk

berfungsi pada berbagai batas ekosistem dalam mendukung produktivitas biologi,

mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, hewan,

dan manusia (Doran dan Parkin, 1994).

Apakah kondisi suatu tanah sudah terdegradasi atau belum dapat diketahui

dari keadaan sifat-sifat tanah yang menjadi parameter tanah terdegradasi. Hasil

penelitian Sudirman dan Vadari, (2000) menyimpulkan bahwa kandungan bahan

organik, fosfor, ketebalan tanah lapisan atas, dan penampang tanah (solum)

merupakan parameter-parameter degradasi tanah. Selain itu menurut Soil Horizons

(2000), pH, P-tersedia, C-organik, N, Kapasitas Tukar Kation, ketebalan topsoil,

berat isi dan pori aerasi merupakan parameter degradasi tanah. Masalah degradasi

sifat-sifat tanah dirasakan makin begitu penting belakangan ini. Degradasi tanah

biasanya dievaluasi dari sifat fisik dan kimia tanah.

Page 10: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

10

Tanah yang terdegradasi akan mempunyai sifat yang tidak mendukung

pertumbuhan tanaman. Tanah yang terdegradasi akan kehilangan lapisan atas tanah,

hilangnya unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, berubahnya struktur tanah, dan

juga berkurangnya kadar C- organik. Selain dari ciri-ciri tersebut yang dapat dikenali

pada tanah/lahan yang terdegradasi juga dapat dikenali dengan menggunakan

tanaman karena tanaman biasanya tidak tumbuh dengan baik. Tanaman akan

mempunyai keragaan tersendiri apabila ditanam pada tanah yang terjadi penurunan

sifat fisik, kimia, dan biologi. Selain itu parameter yang bisa dipakai untuk

mengevaluasi tingkat degradasi tanah adalah penurunan kejenuhan basa (KB),

penurunan P2O5 tersedia, peningkatan Bobot Isi (BI), penurunan permeabilitas tanah,

dan penurunan C-organik (FAO, 1979; Lanya, 1996). Penurunan KB dan P2O5

merupakan indikator degradasi kimia. Peningkatan bobot isi dan penurunan

permeabilitas tanah merupakan indikator degradasi fisika. Sedangkan penurunan C-

organik merupakan indikator degradasi biologi. Dengan demikian tanaman dapat

digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi tanah yang terdegradasi. Degradasi

tanah adalah suatu proses kemunduran atau kerusakan tanah yang disebabkan oleh

kegiatan manusia atau penyebab lain, yang mengakibatkan penurunan produktivitas

tanah (pada saat ini dan/atau di masa yang akan datang) dalam mendukung kehidupan

makhluk hidup (Kurnia dkk., 2005).

Karakteristik sifat tanah mempunyai pengaruh dalam pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Karakteristik tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman

sepatutnya dipertahankan, salah satunya dengan tindakan konservasi tanah untuk

Page 11: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

11

mencegah kerusakan tanah/degradasi tanah. Tanah yang terdegradasi selain

berdampak tidak mendukung pertumbuhan tanaman, dan akan kehilangan lapisan atas

tanah yang berdampak pula pada hilangnya unsur-unsur hara yang dibutuhkan

tanaman, berubahnya struktur tanah, dan juga berkurangnya kadar C- organik. Selain

dari ciri-ciri tersebut pada tanah/lahan yang terdegradasi berat, juga dapat dikenali

dengan menggunakan tanaman karena tanaman biasanya tidak tumbuh baik.

Tanaman akan mempunyai keragaan tersendiri apabila ditanam pada tanah yang

terjadi penurunan sifat fisik, kimia, dan biologi. Dengan demikian tanaman dapat

digunakan sebagai indikator tingkat degradasi tanah.

Definisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah,

namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah

apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut

FAO, 1979 adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan

tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Definisi

tersebut menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan

dengan pertanian (Firmansyah, 2003).

Kemorosotan atau degradasi lahan sering dikaitkan dengan pemanfaatan lahan

yang tidak mengikuti aspek keseimbangan input dan output. Input berkaitan dengan

perbaikan tanah atau penyuburan dan pemupukan pada kegiatan budidaya. Sedangkan

output dikaitkan dengan serapan hara oleh tanaman dan kemungkinan tercucinya hara

melalui mekanisme erosi. Fenomena degradasi lahan tidak hanya terdapat pada

kawasan lahan yang ada aktivitas budidaya pertanian, lebih kontras terjadi pada

Page 12: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

12

tanah-tanah terlantar. Indikator degradasi lahan dapat ditunjukkan dengan gejala

pertumbuhan tanaman yang kurang baik atau tumbuhnya semak-belukar/alang-alang

di atas tanah tersebut.

Selama ini degradasi lahan banyak terdapat pada kawasan marginal, yaitu

tanahnya berupa lahan kering dan petaninya juga mempunyai tingkat status ekonomi

yang rendah. Dengan input usaha tani dan teknologi pengelolaan lahan kering yang

rendah, marginalisasi lahan terus akan terjadi yang pada akhirnya mengakibatkan

lahan berkecenderungan makin terdegradasi baik fisik maupun kimia. Pada lahan

yang berlereng proses degradasi tanah akan cepat terjadi karena adanya erosi. Erosi

akan membawa lapisan permukaan tanah yang relatif lebih subur ke tempat lain, yang

akan mengakibatkan pemiskinan unsur hara dan menurunkan kualitas sifat fisik dan

kimia tanah dan akibatnya tanah menjadi rusak atau terdegradasi. Kerusakan kimia

tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garam-garam

(salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik dan

xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi.

Perubahan penggunaan lahan yang dilakukan di daerah aliran sungai bagian

hulu seperti aktivitas pertanian, pertambangan, industri garmen tidak hanya akan

berdampak pada sekitar tempat kegiatan berlangsung, tetapi juga akan berdampak

pada daerah hilir di antaranya dalam bentuk perubahan/fluktuasi debit dan transpor

sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air. Dewasa ini sektor industri

garmen berkembang cukup pesat, namun disertai dampak negatif yang cukup berat,

yaitu terjadinya deposit buangan limbah industri yang tidak terkontrol. Hal ini

Page 13: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

13

menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang sangat menghawatirkan

diantaranya adalah pencemaran terhadap sumber daya air dan lahan pertanian.

Dampak lebih jauh dapat menyebabkan kerusakan tanah secara fisik, kimia dan

biologis, dan pada akhirnya menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Salah

satu dampak industrialsasi adalah terjadinya akumulasi logam berat dalam badan air

dan tanah yang berasal dari buangan indusrti. Limbah industri garmen umumnya

mengandung senyawa logam berat di antaranya timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga

(Cu), dan krom (Cr). Logam berat dalam tanah bukan hanya meracuni tanaman dan

organisme juga dapat berimplikasi pada pencemaran lingkungan.

2.2 Karakteristik Logam Berat Berbahaya

Salah satu faktor pencemaran tanah yang paling penting adalah limbah logam

berat. Logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan krom (Cr) adalah

contoh beberapa logam berat yang ada pada limbah garmen berupa kontaminan yang

berasal dari luar tanah dan sangat perlu diperhatikan, karena berhubungan erat

dengan kesehatan manusia, pertanian dan ekotoksikologinya (Alloway, 1995).

Beberapa logam berat yang bersifat toksik antara lain As, Cd, Cu, Pb, Hg, Ni, dan

Zn. Menurut Darmono (1995) urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah

adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn. Logam berat secara alamiah akan

terus menerus berada di alam, karena tidak mengalami transformasi (persistent),

sehingga menyimpan potensi peracunan yang laten.

Page 14: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

14

Limbah berbahaya yang sering digunakan dalam industri tekstil adalah krom

yang merupakan salah satu logam berat. Apabila limbah industri tekstil yang

mengandung krom dibuang langsung ke dalam lingkungan tanpa melalui pengolahan

lebih dahulu, berakibat menambah jumlah ion logam pada air lingkungan. Kandungan

krom dalam air minum dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia yang

tertumpuk di ginjal. Selain itu kadar COD yang tinggi di perairan mengindikasikan

bahwa perairan itu tercemar oleh bahan-bahan organik nonbiodegradable. Hal ini

ada kaitannya dengan tingginya kandungan surfaktan pada limbah tersebut.

Sedangkan nilai Zat Padat Tersuspensi (TSS) mencerminkan padatan yang

menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap, serta dapat

menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.

Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak terpapar logam berat

dalam jumlah dan tingkat yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar

dimana tingkat polusi oleh asap pabrik dan asap buangan kendaraan bermotor serta

limbah telah mencapai tingkat yang sangat tinggi sehingga berdampak buruk terhadap

kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Ada beberapa logam berat pada limbah

garmen yang dibuang ke saluaran irigasi yang berbahaya bila kadarnya dalam tubuh

melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Adapun jenis dari logam berat tersebut

yaitu:

1. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun,

batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah

Page 15: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

15

ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-

1000 ppm) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan

pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi

(Charlene, 2004).

Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu di daun, batang,

akar, dan akar umbi-umbian (bawang merah). Akumulasi tertinggi Pb dalam akar

dibuktikan oleh Kohar (2005) melalui studi kandungan Pb dalam tanaman kangkung.

Pada tanaman kangkung yang berumur 6 minggu, Pb terdapat dalam akar sebanyak

3,360 ppm sampel dan di bagian lain dari tanaman terdapat kandungan Pb sebesar

2,090 ppm sampel. Sedangkan pada tanaman kangkung yang berumur 3 minggu,

kandungan Pb nya dalam akar adalah 1,860 ppm sampel dalam bagian lain dari

tanaman sebesar 1,130 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa perjalanan Pb pada

tanaman kangkung lebih banyak terdapat pada bagian akar. Selain itu, kandungan Pb

dalam tanaman kangkung yang berumur 3 minggu baik di akar maupun di bagian lain

tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan 2 ppm, sehingga dianjurkan untuk

memanen kangkung pada umur tidak lebih dari 3 minggu.

Kadar unsur Pb yang tersedia dalam tanah sangat rendah, tetapi dibutuhkan

tanaman dalam jumlah sangat sedikit, sama halnya dengan kebutuhan unsur mikro

lainnya. Hasil analisis jaringan tanaman (rerumputan) pada masa pertumbuhan aktif

menunjukkan bahwa kandungan Pb berkisar dari 0,300–1,500 ppm bahan kering.

Beberapa jenis rerumputan tertentu toleran terhadap Pb tersedia berlebihan dalam

tanah, dimana batas kritis logam Pb dalam tanaman 50- 300 ppm (Alloway, 1995).

Page 16: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

16

Konsentrasi Pb di dalam tanah rata-rata adalah 16 ppm, tetapi pada daerah-

daerah tertentu dapat mencapai beberapa ribu ppm. Konsentrasi Pb di udara lebih

rendah dibandingkan dengan di tanah karena nilai tekanan uapnya rendah.

Konsentrasi Pb di udara, di daerah perkotaan mencapai 5 sampai 50 kali daripada di

daerah pedesaan. Pencemaran Pb terbesar berasal dari hasil pembakaran bensin yang

menghasilkan komponen-komponen Pb terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO.

Pencemaran Pb di air dapat berasal dari komponen-komponen Pb di udara yang

terlarut ataupun tidak larut di dalam air seperti PbCO3 (Kvesitadze et al ., 2006)

Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan

kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan

terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika

logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb

oleh akar tanaman. Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan

pH tanah, serta KTK (Kapasitas Tukar Kation). Tanaman dapat menyerap logam Pb

pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah

rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa

ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu

menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman.

Menurut Supardi (1983), timbal tidak akan larut ke dalam tanah jika tanah

tidak terlalu masam. Tingginya tingkat keasaman dapat diatasi dengan pengapuran.

Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal dan penyerapannya oleh tanaman.

Timbal akan diendapkan sebagai hidroksida, fosfat dan karbonat. Ion-ion Ca2+

Page 17: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

17

bersaing dengan timbal untuk menempati tempat - tempat pertukaran pada akar dan

permukaan tanah.

Onggo (2009) berpendapat bahwa timbal (Pb) yang berasal dari polusi

udara/atmosfer umumnya berbentuk partikel debu yang bila sampai pada tanaman,

akan tinggal di permukaan tanaman tersebut. Awan dan hujan dapat menyebabkan

timbal menjadi bentuk terlarut dan dapat masuk ke dalam tanaman lewat stomata

yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan mengkontaminasi bahan pangan

dan pakan. Polusi udara oleh Pb terutama sekali bersumber dari buangan asap

kendaraan bermotor. Logam–logam ini merupakan sisa-sisa pembakaran yang terjadi

antara bahan bakar dengan mesin kendaraan. Keberadaan Pb dalam bahan bakar

kendaraan bermotor berfungsi sebagai zat anti ketukan. Melalui buangan mesin

kendaraan tersebut unsur Pb terlepas ke udara. Sebagian di antaranya akan

membentuk partikulat di udara bebas dengan unsur–unsur lain, sedangkan sebagian

lainnya akan menempel dan diserap oleh daun tumbuh–tumbuhan yang ada di

sepanjang jalan.

2. Kadmium (Cd)

Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku sebesar 0,100–0,300 ppm, pada

batuan metamorfik sekitar 0,100–1 ppm Cd, sedangkan pada bebatuan sedimen

mengandung sekitar 0,300–11 ppm. Pada umumnya kandungan dalam tanah (tanah

berasal dari hasil proses pelapukan dari bebatuan) 1,0 ppm atau lebih rendah . Unsur

Cd dan Zn memiliki sifat kimia yang hampir serupa, hanya fungsinya dalam tubuh

tanaman dan hewan berbeda. Kadar Cd dalam jaringan tanaman berkisar 0,100–1

Page 18: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

18

ppm (Alloway, 1995). Akumulasi Cd berlebihan dalam tanah dapat terjadi dari

bahan-bahan lain, sebaliknya memberikan efek merugikan pada pertumbuhan

tanaman, karena mengurangi penyerapan nitrat dan menghambat aktivitas enzim

nitrat reduktase (Szymczyk & Zalewski, 2003). Batas kritis logam Cd dalam tanaman

5-30 ppm (Alloway, 1995).

Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi-fraksi tanah

yang bersifat dapat mengikat ion Cd. Dengan peningkatan pH, kadar Cd dalam fase

larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks adsorpsi

dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Racio et al. (1993) mengatakan terjadi

pengurangan panjang akar dan pucuk sekitar 45% dan 35% pada tanaman jagung

yang ditanam pada media yang mengandung ion Cd (II) 28,1 ppm dan ion Cd (II)

11,2 ppm pada umur tanaman 18 hari. Kontribusi Cd dari deposit atmosfir pada

umumnya terjadi di wilayah-wilayah industri yang menggunakan bahan bakar

batubara dan minyak serta buangan limbah. Penambahan Cd pada tanah terjadi

melalui penggunaan pupuk fosfat, pupuk kandang, dari buangan industri yang

menggunakan bahan bakar batubara dan minyak, buangan incenerator (tanur) dan

sewage sludge (Alloway, 1995). Selain itu peningkatan Cd dapat terjadi melalui

penggunaan pupuk fosfat yang kadarnya sangat bervariasi tergantung dari jenis

batuan fosfat (fosforit) sebagai bahan industri pupuk fosfat.

Cd memiliki sifat kimia yang hampir sama dengan Zn terutama dalam proses

penyerapan oleh tanaman dan tanah. Namun Cd lebih bersifat racun yang dapat

mengganggu aktivitas enzim. Kadar Cd yang berlebihan dalam makanan dapat

Page 19: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

19

merusak fungsi ginjal sehingga mengganggu metabolism Ca dan P, serta

menimbulkan penyakit tulang (Mengel dan Kirkby, 2001).

3. Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) ,merupakan salah satu jenis unsur-unsur mikro yang,

bersumber dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam

bebatuan. Kebanyakan Cu-mineral dalam bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih

mudah larut dari pada Cu-tanah. Cu-tanah adalah Cu++ yang terikat oleh matriks

tanah yang terdiri dari kompleks liat dan humus atau senyawa-senyawa organik yang

berasal dari reaksi perombakan bahan organik. Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap

semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 60 ppm. Konsentrasi yang aman

bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada

konsentrasi di atas 20 ppm. Logam Cu berpotensi toksik terhadap tanaman dan

berbahaya bagi manusia karena bersifat karsinogenik (Notodarmojo, 2005).

Kondisi pH tanah sangat berperan dalam mengontrol sifat-sifat kimia logam

dan proses lainnya di dalam tanah. Tingkat ketersediaan logam berat tergantung pada

pH lingkungan dimana logam tersebut berada. Penambahan Cu ke tanah melalui

polusi dapat terjadi pada industri-industri tembaga, pembakaran batubara,

pembakaran kayu, minyak bumi, dan buangan di area pemukiman/perkotaan seperti

limbah garmen. Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan

mejadi pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kondisi kritis dalam

tanah berkisar 60-125 ppm, dan dalam jaringan tanaman 5-60 ppm Cu. Pada kondisi

Page 20: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

20

kritis pertumbuhan tanaman mulai terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Alloway,

1995).

Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena

penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh

proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tembaga tersebut

dalam bahan pangan (Charlene, 2004). Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM)

RI No. 0375/B/SK/VII/89 telah menetapkan ambang batas maksimum cemaran

logam berat yang aman untuk dikonsumsi yaitu 2,280-10 ppm untuk logam Cu,

0,110-7,680 ppm untuk logam Pb dan 0,010-0,100 ppm untuk logam Cd.

Ion Cu++ dapat menjadi stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi

hidrolisis, pembentukan kompleks anorganik, dan kompleks organik. Adsorpsi atau

fiksasi Cu++ pada berbagai jenis mineral liat dan kemampuan fiksasi ini berbeda pada

masing-masing mineral liat. Unsur Cu++ terikat lebih kuat pada bahan organik

dibandingkan dengan unsur mikro lainnya.

4. Krom (Cr)

Krom adalah logam berbentuk kristal dan berwarna putih bening yang

dilambangkan dengan “Cr”, mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat atom

51,996. Kegiatan industri yang dapat menyebabkan adanya krom di dalam

lingkungan antara lain industri cat, baja, tekstil, kulit, semen, keramik, dan kertas.

Limbah berbahaya yang sering digunakan dalam industri tekstil adalah krom yang

merupakan salah satu logam berat. Apabila limbah industri tekstil yang mengandung

Page 21: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

21

krom dibuang langsung ke dalam lingkungan tanpa melalui pengolahan lebih dahulu,

berakibat menambah jumlah ion logam pada air lingkungan (Khairani, dkk., 2007).

Senyawa kromium yang stabil adalah senyawa-senyawa dari kromium

valensi III dan VI. Senyawa Cr (VI) adalah senyawa yang paling toksik, yang pada

umumnya membentuk senyawa dengan oksigen sebagai kromat (CrO42-) dan

dikromat (Cr2O72-). Kromium (III) kurang toksik dan pada umumnya berikatan

dengan bahan organik dalam tanah dan lingkungan perairan. Pengaruh kontaminasi

kromium dalam fisiologi tumbuh-tumbuhan bergantung pada spesies tanaman dan

logamnya yang berperanan terhadap mobilisasi Cr, termasuk penyerapan dan

keracunan pada sistem tumbuhan (Panda & Choudhury, 2005).

Toksisitas Cr dan senyawa-senyawanya pada tumbuhan sangat tinggi yang

dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Barcelo et al. (1986), yang

menyatakan bahwa Cr telah menurunkan potensial air, meningkatkan kecepatan

respirasi, mengurangi difusi pada tanaman buncis dan bunga matahari. Juga

menemukan adanya korelasi yang tinggi antara warna klorofil pada penyerapan Fe

dan Zn pada tanaman yang mengandung Cr. Batas kritis logam Cr dalam tanaman 5-

30 ppm (Alloway, 1995).

Kromium (VI) lebih mudah diserap dari pada krom (III), begitu juga senyawa

kromium organik lebih mudah diserap dibanding senyawa kromium anorganik,

karena kelarutan senyawanya dalam sistem gastrointestinal sangat cepat. Kurang

lebih 1 % Cr (III) anorganik dan sekitar 10 % Cr (VI) anorganik ditemukan dalam

tubuh manusia dan hewan, karena Cr (VI) lebih mudah menembus membran sel. Jika

Page 22: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

22

konsentrasi krom dalam tubuh sudah melampui ambang batas maka akan

menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti borok krom pada kuku dan tulang

jari. Serta akibat lain yang sering ditemukan adalah terjadinya iritasi pada paru-paru

yang pada akhirnya akan menyebabkan polip (Drew et al., 2006).

2.3 Pencemaran Logam Berat Pada Lahan

Pencemaran bukan hanya dapat terjadi secara insitu, yakni pada areal dimana

budidaya dilakukan, namun berpeluang besar untuk menyebar ke daerah hilir.

Adanya keterkaitan melalui daur hidrologi menyebabkan adanya pengaruh yang

sangat besar dari daerah hulu terhadap daerah hilir. Perubahan penggunaan lahan

yang dilakukan di daerah aliran sungai bagian hulu seperti aktivitas pertanian,

pertambangan, industri tidak hanya akan berdampak pada sekitar tempat kegiatan

berlangsung, tetapi juga akan berdampak pada daerah hilir di antaranya dalam bentuk

perubahan/fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem

aliran air.

Dalam hubungannya dengan pencemaran, aliran air mempunyai peranan yang

sangat penting karena aliran air baik dalam bentuk aliran permukaan (surface run off)

maupun aliran bawah permukaan (subsurface run off) merupakan agen utama

pengangkutan, pemindahan, dan penyebaran bahan-bahan pencemar. Oleh karena itu,

pencemaran pada suatu agroekosistem selain ditentukan oleh jumlah bahan pencemar,

juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar persen air yang jatuh dalam

agroekosistem yang berubah menjadi aliran permukaan dan berperan sebagai agen

Page 23: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

23

pembawa bahan-bahan pencemar. Tanah atau sedimen yang terbawa oleh aliran

permukaan juga merupakan agen utama pembawa dan penyebar bahan-bahan

pencemar pada agroekosistem.

Salah satu dampak yang diakibatkan oleh pembuangan limbah industri

garmen ke saluran irigasi adalah tingginya kandungan logam seperti Cu (tembaga),

Pb (timah hitam), Cr (khromium), Cd (kadmium), Hg (air raksa). Jenis-jenis logam

berat tersebut merupakan unsur-unsur yang digunakan dalam proses produksi tekstil.

Kadar yang berlebihan dari keempat unsur tersebut, baik secara sendiri maupun

bersama-sama dapat meracun tanaman tingkat tinggi. Bahkan dapat meracuni bakteri-

bakteri yang bermanfaat dalam tanah, seperti bakteri rhizobium yang terdapat pada

akar tanaman leguminosa. Menurut Sudirja (1998) konsentrasi Pb di lahan Desa

Jelekong Kecamatan Rancaekek adalah 16,080 ppm, merupakan konsentarasi yang

dapat menurunkan hasil gabah kultivar IR64. Sementara berdasarkan hasil analisis

tanah kandungan Pb tanah semakin meningkat yaitu 39,610 ppm (Suryatmana dkk.,

2001).Tingginya konsentrasi Pb yang terdapat pada lahan pertanian dapat diserap

tanaman dalam jumlah yang berlebihan dan berbahaya untuk dikonsumsi.

Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia

masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi

karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial,

penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-

permukaan, zat kimia, atau limbah, air limbah dari tempat penimbunan sampah serta

limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat. Jika

Page 24: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

24

suatu zat berbahaya telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap,

tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam

tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah

tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat

mencemari air tanah dan udara di atasnya.

Penggunaan logam berat dan senyawa anorganik secara intensif di

dalam industri telah menimbulkan kontaminasi di tanah dan air. Berdasarkan

sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis

pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu

sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat

menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain

sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun,

di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan

dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g

per cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, Sebagian logam berat seperti

timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang

berbahaya. Menurut Subowo et al. (1999) adanya akumulasi logam berat yang

berlebihan pada tanah pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi

lingkungan tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam

berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya

membahayakan kesehatan manusia bila hasil tersebut dikonsumsi.

Page 25: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

25

Dampak pencemaran logam berat dapat ditekan bila logam tersebut berada

dalam bentuk tidak tersedia. Serapan logam berat oleh tanaman dapat diturunkan

dengan menambahkan bahan organik yang akan mengkhelat logam (Brown et al.,

2004), dengan menghindari kondisi tergenang (Kurniawansyah et al., 2001), dan

dengan meningkatkan pH tanah (Sukreeyapongse et al., 2002).

Kemasaman tanah (pH) berperan dalam mengontrol sifat-sifat kimia logam

dan proses lainnya didalam tanah. Tingkat ketersediaan logam berat tergantung pada

pH lingkungan dimana logam tersebut berada. Pada pH rendah ketersediaan beberapa

logam berat meningkat. Terserapnya logam berat timbal (Pb) dan kadnium (Cd) ke

tanaman di pengaruhi oleh pH tanah yang rendah dan KTK tanah yang rendah.

Supardi (1983) menjelaskan bahwa Pb dan Cd tidak akan larut ke dalam tanah jika

tanah tidak terlalu masam.

2.4 Peranan Biochar Terhadap Sifat Tanah

Salah satu cara menurunkan sifat toksik yang ditimbulkan dari logam Al yang

dapat dipertukarkan pada tanah masam adalah dengan penambahan arang pirolisis

yang lebih dikenal sebagai biochar (Lehman & Joseph, 2009). Aplikasi biochar ke

tanah pertanian memberikan manfaat agronomis yang nyata, namun hasil ini tidak

universal, karena dari berbagai hasil penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda.

Hal ini disebabkan oleh sifat biochar yang berbeda, tergantung dari bahan dasarnya,

sehingga terjadi interaksi yang beragam antara biochar dengan tipe tanah. Karena itu

masih diperlukan penelitian untuk pengembangan pemanfaatan biochar secara umum.

Page 26: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

26

Mengingat limbah pertanian yang digunakan sebagai bahan baku biochar

berasal dari limbah pertanian yang cukup beragam, maka sifat kimia dan fisik biochar

yang dihasilkan berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Glaser et al., 2002;

Ogawa et al., 2006), menyatakan kualitas sifat kimia dan fisik biochar ditentukan

oleh jenis bahan baku, metode karbonisasi, dan bentuk biochar yang dihasilkan

(padat, serbuk, dan karbon aktif).

Di Indonesia potensi penggunaan biochar cukup besar, mengingat bahan

bakunya seperti residu kayu, tempurung kelapa, sekam padi, tandan kelapa sawit,

tongkol jagung, kulit kacang-kacangan dan bahan organik daur ulang lainnya mudah

didapatkan dan potensinya cukup banyak seperti kotoran ayam dan sekam padi.

Penambahan biochar pada lapisan tanah pertanian akan memberikan manfaat yang

cukup besar antara lain dapat memperbaiki struktur tanah, menahan air dan tanah dari

erosi karena luas permukaannya lebih besar, memperkaya karbon organik dalam

tanah, meningkatkan pH tanah sehingga secara tidak langsung meningkatkan

produksi tanaman (Ismail dkk., 2011). Hal ini juga didukung dari hasil penelitian

Chan et al. (2007) menunjukkan aplikasi biochar dapat meningkatkan C organik

tanah, pH tanah, struktur tanah, KTK tanah, dan kapasitas penyimpanan air tanah.

Beberapa hasil penelitian tentang penggunaan biochar, menunjukkan juga terjadi

peningkatan hasil tanaman jagung, kacang tunggak, dan kacang tanah (Yamato et al.,

2006), pada tanaman kedelai (Tagoe et al., 2008) ,pada tanaman padi di dataran

tinggi (Asai et al., 2009) dan padi pada tanah sulfat masam (Masulili, 2010).

Page 27: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

27

Peningkatan produksi tanaman jagung di tanah Ultisol tidak cukup hanya

dengan memberikan pupuk sebagai sumber hara karena pupuk tersebut tidak akan

efektif bila pH tanah masih dibawah 4,5. Pemberian biochar dari limbah sagu dengan

takaran 6 ton ha-1 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah

Ultisol, serta mengandung karbon, bahan organik dan rasio CN yang tinggi. Sehingga

biochar limbah sagu dapat dijadikan sebagai pembenah tanah karena memiliki sifat

ameliorasi yang baik (Latuponu, 2010 ).

Hasil penelitian Nurida dkk. (2010) mendapatkan limbah pertanian tempurung

kelapa sawit, kulit buah kakao, dan sekam padi menghasilkan arang yang paling

tinggi bila lama pembakarannya 3,5 jam kecuali untuk tempurung sawit dalam waktu

1 jam dengan suhu 2500-3000 C. Kemampuan meretensi air paling tinggi dicapai pada

arang tempurung kelapa dan tempurung sawit dengan lama pembakaran 1 jam serta

pembakaran 3,5 jam untuk arang kulit kakao dan sekam padi. Kadar C organik, unsur

hara makro terendah pada arang tempurung kelapa baik yang pada pembakaran 1 jam,

2 jam, maupun 3,5 jam.

Hasil penelitian Chan et al. (2008) mendapatkan pembuatan biochar dari

serasa unggas sebagai amandemen tanah dengan suhu 4500 C lebih efektif dari suhu

5000 C baik terhadap peningkatan C, N, P, serta pH tanah, akan tetapi terjadi

pengurangan kekuatan tanah dengan peningkatan pemberian dosis biochar. Terjadi

peningkatan berat kering lobak 42% pada pemberian biochar 10 ton ha-1

dibandingkan dengan tanpa biochar dan 96% pada pemberian biochar 50 ton ha-1

dibandingkan dengan pemberian 10 ton ha-1. Yamato et al. (2006) dan Liang et al.

Page 28: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

28

(2006) menyatakan bahwa penggunaan biochar dapat meningkatkan pH tanah, Ca,

kejenuhan basa, KTK, dan mengurangi kejenuhan Al 3+.

Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan biochar sebagai

amandemen tanah mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang

selanjutnya dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil antara lain:

1. Penggunaan biochar dapat meningkatkan produktivitas tanah melalui perbaikan

sifat kimia, fisika, dan biologi tanah (Glaser et al., 2002 ; Chan et al., 2007).

2. Penggunaan biochar dapat meningkatkan pH tanah dan meningkatkan KTK tanah

(Liang et al., 2006 ; Yamato et al., 2006).

3. Penggunaan biochar dapat meningkatkan perbaikan struktur tanah, peningkatan

kapasitas penyimpanan air tanah dan penurunan kekuatan tanah (Chan et al.,

2007).

4. Penggunaan biochar dapat meningkatkan fiksasi nitrogen pada tanaman polong,

memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman (Rondon et al.,

2007).

5. Penggunaan biochar dari kayu acasia dapat meningkatkan hasil tanaman jagung,

kacang tunggak, dan kacang tanah (Yamato et al., 2006).

Chan et al. (2007) menyatakan bahwa penambahan biochar dapat

memperbaiki sifat fisik tanah seperti peningkatan agregasi tanah, kapasitas

pengikatan air, dan pengurangan kekuatan tanah begitu juga sifat kimianya seperti

peningkatan pH, C, Na, K, Ca, Mg, KTK, dan P tersedia sedangkan Al yang dapat

ditukar menurun. Selanjutnya Novak et al. (2009) menyatakan pula bahwa

Page 29: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

29

penggunaan biochar dalam tanah masam di Amerika Serikat bisa meningkatkan pH

tanah, C organik tanah, Mn dan Ca serta mengurangi S dan Zn di tanah berpasir.

Hasil penelitian Masulili (2010) menyatakan terdapat pengaruh yang berbeda

dari masing-masing dosis biochar sekam padi terhadap peningkatan sifat tanah sulfat

masam sungai Kakap Kalimantan Barat. Dosis biochar sekam padi pada kisaran 8 ton

ha-1 – 12 ton ha-1 memberikan pengaruh yang baik terhadap peningkatan sifat tanah,

yang ditandai oleh adanya peningkatan pH tanah, C organik, P-tersedia, KTK,

porositas tanah, dan penurunan BI tanah, kekuatan tanah dan Al-dd. Pertumbuhan dan

hasil tanaman padi terbaik diperoleh pada amandemen biochar sekam padi dengan

dosis 12 ton ha-1. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara berat gabah dengan

pH, C-organik, P-tersedia, Al-dd, KTK, pori tanah, kekuatan tanah, dan nyata dengan

BI tanah.

2.5 Peranan Bahan Organik Terhadap Sifat Tanah

Pupuk kompos saat ini banyak dicari dan digunakan oleh petani baik untuk

budidaya tanaman semusim maupun budidaya tanaman tahunan, tetapi sering kali

petani menganggap bahwa pupuk kompos hanya berasal dari kotoran hewan. Padahal

bahan yang dapat digunakan sangat banyak dan tersedia di lingkungan sekitar seperti

daun-daunan, jeram i, sekam dan sampah pasar maupun rumah tangga yang

bersumber dari sektor pertanian. Buruknya pola penanganan produk pangan mulai

dari panen, transportasi, pasar, hingga rumah tangga menyebabkan sebagian besar

produk tersebut menjadi limbah. Produksi limbah pasar maupun rumah tangga dari

Page 30: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

30

tahun ke tahun terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Limbah organik tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pupuk

organik, karena memiliki kandungan nutrien yang cukup tinggi, selain unsur hara

makro dan mikro.

Proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos, diperlukan bahan-bahan

dekomposer, salah satu dekomposer yang mudah didapat di sekitar kita adalah MOL

(Mikro Organisme Lokal). Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang

berbahan dari sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur

hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai

perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengedalian

hama dan penyakit tanaman.

Pemanfaatan kompos dari limbah pasar maupun rumah tangga adalah langkah

strategic recycle atau pemanfatan kembali limbah yang terbuang. Hasil analisis

kompos limbah pasar menujukkan bahwa jumlah kandungan hara N tersedia 1,210%,

P tersedia 763,980 ppm dan K tersedia 178,880 ppm serta kandungan bahan organik

29,130% (Prihandarini , 2004).

Kemampuan tanah untuk menyuplai nutrisi, menyimpan air, melepas gas

green house, memodifikasi polutan, dan mengatasi degradasi fisik serta memproduksi

tanaman dalam kerangka pengelolaan berkelanjutan sangatlah dipengaruhi oleh

kualitas dan kuantitas bahan organik yang dikandungnya. Sifat-sifat organik tersebut

juga dipengaruhi oleh kualitas dari bahan tanah itu sendiri (Rees et al., 2001)

Page 31: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

31

Interaksi bahan organik dengan mineral tanah bila dipandang dari segi fisik

tanah mampu meningkatkan agregasi ini berarti mampu memperbaiki porositas tanah,

sehingga tanah dapat menyimpan lengas dalam bentuk tersedia. Peningkatan pasiran

pori mikro pada tanah dan penggemburan tanah yang mampat akan berakibat

terhadap kemampuan tanah untuk mengikat air (Afany, 2003).

Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi

menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat dan asam fulvat, yang memiliki

peran penting dalam granulasi tanah yang telah mengalami pemadatan, sehingga

tanah menjadi sarang. Hasil dekomposisi secara langsung adalah dapat melepaskan

berbagai unsur hara yang diperlukan bagi tanaman seperti N, P, K, S, Ca dan Mg

yang sebelumnya terikat dalam bahan tersebut. Secara tidak langsung dapat

meningkatkan nilai pH tanah dan P tersedia, karena asam-asam organik hasil hasil

dekomposisi dapat bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn dan larut melalui proses

kohelasi membentuk senyawa logam organik. Hasil penelitian Jufri (1999)

melaporkan bahwa penambahan bahan organik mampu menekan 16,600% hingga

27,700% Al.dd dan diikuti oleh peningkatan ketersediaan P.

Hasil penelitian Minardi (2006) menemukan asam fulvat mempunyai peran

yang lebih besar dari asam humat dalam pelepasan unsur fosfat (P) dalam tanah. Hal

ini disebabkan oleh mobilitas asam humat lebih rendah yang diikuti oleh berat

molekul yang rendah dan tingkat kemasaman total yang lebih besar. Dimana sifat ini

akan menentukan kemampuan untuk membentuk kompleks dengan kation-kation

yang dalam tanah,termasuk pembentukan kompleks dengan logam.

Page 32: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

32

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Limbah industri garmen umumnya mengandung senyawa logam berat seperti

timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan kromium (Cr). Logam berat yang

terdapat pada limbah cair garmen yang dibuang langsung ke saluran irigasi, dapat

mempengaruhi kualitas tanah dan produk pertanian yang dihasilkan. Akumulasi

logam berat seperti Pb, Cu, Cd, dan Cr yang berasal dari limbah cair garmen pada

lahan pertanian akan dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman di lapangan.

Kondisi tersebut disebabkan oleh logam berat Pb, Cd, dan Cr tidak mempunyai peran

di dalam proses fisiologi tanaman, sehingga bila konsentrasinya berada di atas

ambang batas dan diserap oleh tanaman dapat menurunkan kualitas hasil tanaman.

Kemampuan tanah untuk menyuplai nutrisi, menyimpan air, memodifikasi

polutan dan tahan terhadap degradasi sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan

organik yang ada dalam tanah. Untuk mempertahankan kandungan bahan organik

lebih dari 2 % membutuhkan masukan bahan organik sekitar 8-9 ton ha-1 tahun-1,

sedangkan sisa panen yang dikembalikan ke tanah pertanian umumnya rata-rata

hanya sebesar 4-5 ton ha-1 sehingga masih diperlukan tambahan bahan organik dari

luar (Harriah dkk., 2002). Serapan logam berat oleh tanaman dapat diturunkan

dengan menambahkan bahan organik, karena bahan organik mempunyai gugus

fungsional yang mampu mengkhelat logam berat (Brown et al., 2004).

Page 33: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

33

Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah,

serta KTK (Kapasitas Tukar Kation). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat

kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah rendah. Pada

keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang

bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat

keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Allowy, 1995).

Menurut Supardi (1983) timbal tidak akan larut ke dalam tanah jika tanah

tidak terlalu masam. Tingginya tingkat keasaman dapat diatasi dengan pengapuran.

Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal dan penyerapannya oleh tanaman.

Timbal akan diendapkan sebagai hidroksida, fosfat dan karbonat. Ion-ion Ca2+

bersaing dengan timbal untuk menempati tempat - tempat petukaran pada akar dan

permukaan tanah.

Bahan organik merupakan campuran beraneka ragam senyawa organik dari

bermacam-macam jenis bahan asal, sehingga interaksi bahan organik dengan mineral

tanah akan dapat memberikan efek jangka panjang dan efek jangka pendek terhadap

peningkatan agregasi tanah. Penambahan bahan organik dan tindakan daur ulang

memberikan keuntungan besar, karena secara keseluruhan akan dapat memperbaiki

sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Senyawa khas yang mampu berperan dalam

pembentukan senyawa kompleks dan pertukaran ion pada bahan organik adalah

adanya gugus fungsional seperti karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), karbonil

(=C=O), metoksil (-OCH3), dan amino (-NH2).

Page 34: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

34

Biochar yang berasal dari pembakaran limbah bahan organik secara tidak

sempurna dengan oksigen terbatas, mempunyai potensi sebagai pembenah tanah.

Biochar memiliki struktur karbon organik yang bersifat rekalsitran dengan kandungan

karbon yang tinggi , luas permukaan yang tinggi per satuan luas, memiliki kapasitas

tukar kation yang tinggi dan dapat mengkhelat logam-logam berat yang berada dalam

tanah. Terutama logam berat yang tadinya larut dalam tanah menjadi terikat oleh

biochar, sehingga tanaman tidak keracunan (Brown et al., 2004).

Masukan bahan pembenah berupa biochar ke dalam tanah, sangat dipengaruhi

oleh komposisi dan karakteristik dari biochar itu sendiri. Sifat fisika kimia yang khas

dari biochar selain memiliki struktur kristalin juga memiliki struktur aromatik yang

didominasi oleh hetero atom pada cincin aromatiknya seperti H, O, N, P, dan S.

Sehingga bila biochar ini diaplikasikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisika,

kimia sekaligus sifat biologi tanah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan

kemampuan retensi unsur hara dan air tanah (Glaser et al., 2002; Chan et al., 2007).

Semua kerangka pikir di atas mendasari pemikiran bahwa untuk mengatasi

kendala-kendala pada tanah sawah terdegradasi limbah cair garmen, maka

penambahan biochar dan bahan organik diharapkan dapat meningkatkan

produktivitas lahan sehingga mampu menunjang pertumbuhan dan meningkatkan

kualitas tanah dan produksi tanaman (Gambar 3.1)

Page 35: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

35

Kombinasi

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Limbah industri garmen

Lahan sawah teradegradasikimia (mengandung logamberat Cu, Cr, Pb dan Cd. Yangmelebihi ambang batas Cr

Tanaman keracunan logam berat

Management bahan Organik

Biochar Bahan organik

Efek jangka panjang Efek jangka pendek

Tanah sehat

Kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman jagungmenjadi lebih baik

Lahan sawah

Penurunan logam berattersedia

Dampak

Masuk

Asumsi

Alternatif solusi

Rehabilitasi

Rekalsitran Terdekomposisi

Page 36: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

36

3.2 Konsep

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir tersebut di atas maka dapat

diajukan beberapa konsep untuk dibuktikan. Konsep pertama, jika tanah pertanian

tercemar limbah garmen yang disinyalir mengandung banyak logam berat dan zat-zat

kimia berbahaya lainnya ditambahkan bahan organik dan atau biocharnya, tanah

pertanian tersebut akan dapat ditingkatkan sifat fisik, kimia dan biologisnya. Konsep

kedua, jika tanah pertanian yang telah tercemar diperbaiki sifat-sifatnya dengan

penambahan bahan organik dan atau biochar dari bahan organik itu ditanami tanaman

tertentu misalnya jagung, maka penambahan bahan organik dan atau biocharnya

dengan dosis optimum akan memberikan hasil tanaman yang maksimum. Konsep

ketiga, jika tiap-tiap jenis bahan organik (misalnya kotoran ayam dan sekam padi)

dan biocharnya masing-masing (biochar kotoran ayam dan biochar sekam padi)

memiliki sifat-sifat pembenah tanah yang berbeda, sehingga akan memiliki

kemampuan memperbaiki tanah pertanian tercemar akan berbeda pula, maka tiap

pemberian jenis-jenis bahan organik dan atau biocharnya akan memberikan hasil

pertanian yang berbeda pula. Konsep keempat, jika campuran bahan organik pada

dosis optimumnya dengan biochar dari bahan organik itu juga pada dosis

optimumnya dipergunakan untuk memperbaiki tanah pertanian yang tercemar limbah

garmen yang mengandung logam-logam berat dan bahan cemaran berbahaya lainnya,

maka akan mampu memperbaiki sifat-sifat tanah pertanian tersebut secara optimum

sehingga memberikan hasil tanaman yang maksimum.

Page 37: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

37

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Kualitas lahan dan produksimeningkat

Permasalahan :Lahan terdegradasi kimia

Indikator :1. P2O5 rendah2. KB rendah3. pH rendah4. KTK rendah5. Logam berat tinggi

Rehabilitasi

Bahan organikSifat : Mudah terdekomposisi Mineralisasi Bersifat jangka pendek Pengkhelat Mengandung gugus fungsional Mengandung asam malatFungsi : Peningkatan kandungan C Memperbaiki Produktivitas tanah Menyuplai hara tanaman Menyokong siklus nutrisi Menahan pupuk mineral

BiocharSifat : Rekalsitran Ameliorasi yang baik Persisten Pengkhelat Permukaan luas Mengandung 50% karbon Mengandung gugu fungsional Bersifat jangka panjangFungsi : Retensi unsur hara Meningkatkan pH Meningkatkan KTK Menekan Reaktivitas logam

Analisis sifat kimia tanah

Tanah sehat(Fisik, kimia, biologi mendukung)

Teori :1. Kesuburan2. Kimia3. Lingkungan4. Bahan Organik5. Rehabilitasi dan Degredasi

Teori :1. Kesuburan2. Kimia3. Lingkungan4. Biochar5. Rehabilitasidan Degradasi

Tanah + Bahan organik + Biochar

Page 38: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

38

Keempat konsep yang dirumuskan tersebut didukung oleh kajian teoritis dan

fakta empiris yang diuraikan dalam beberapa paragrap berikut ini dan dapat

diformulasikan dalam Gambar 3.2.

Biochar sebagai bahan pembenah tanah yang memiliki komposisi kimia yang

heterogen dan kompleks memiliki kontribusi besar dalam hal peningkatan karbon,

meningkatkan retensi unsur hara dan air serta meningkatkan pH tanah, mengurangi

kejenuhan unsur Al, Fe, dan mengkhelat logam berat lainnya yang bersifat racun bagi

tanaman. Dipandang dari fisik tanah, secara tidak langsung interaksi bahan organik

dengan bahan mineral tanah mampu meningkatkan agregasi, ini berarti mampu

memperbaiki porositas tanah sehingga memperbaiki kemampuan tanah dalam

menyimpan lengas dalam bentuk tersediakan dan kemampuan tanah mengikat air

(Yamato et al., 2006 ; Liang et al., 2006).

Asam humat dan asam fulvat merupakan bagian yang mempunyai peran yang

besar dalam reaksi kimia dari bahan organik. Dimana asam humat memiliki gugus

fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga asam

humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam. Soepardi

(1983) menyatakan bahwa adanya senyawa organik yang cukup memungkinkan

terjadinya khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan kation logam seperti

besi (Fe), mangan (Mn), dan alumunium (Al). Dampak dari terbentuknya khelat

logam seperti antara senyawa organik dengan logam Fe dan Al dalam tanah akan

mengurangi pengikatan fosfat oleh oksida maupun lempung silikat sehingga P

Page 39: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

39

menjadi lebih tersedia. Selain itu terbentuknya khelat akan meyebabkan ketersedian

logam dalam dalam tanah akan menurun.

Proses terjadinya pengkhelatan atau ikatan kompleks antara logam dengan

gugus fungsional yang ada pada bahan organik meningkat dengan bertambahnya

kandungan bahan organik dalam tanah sampai pada batas tertentu. Pada dosis bahan

organik yang optimum akan diperoleh peningkatan kapasitas tukar kation dan retensi

unsur hara yang maksimum. Disamping itu pada bahan organik terdapat asam humat

dan fulfat yang merupakan substansi yang terbesar jumlahnya yang kaya akan gugus

fungsional seperti karboksil, hidroksil, hidroksil fenolik, hidroksil alkohilik, dan

amina, dimana gugus karboksil mampu mengikat kation-kation, sehingga tanah yang

mengandung bahan organik tinggi mempunyai kemampuan mengikat kation cukup

tinggi yang ditunjukkan oleh tingginya nilai KTK tanah.

Mengingat limbah pertanian yang digunakan sebagai bahan baku biochar

berasal dari limbah pertanian yang cukup beragam, maka sifat kimia dan fisik biochar

yang dihasilkan juga berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Glaser et al.,

2002; Ogawa et al., 2006), menyatakan kualitas sifat kimia dan fisik biochar

ditentukan oleh jenis bahan baku, metode karbonisasi, dan bentuk biochar yang

dihasilkan (padat, serbuk, dan karbon aktif). Hasil penelitian Chan et al. (2008)

mendapatkan pembuatan biochar dari serasah unggas sebagai amandemen tanah

dengan suhu 4500 C lebih efektif dari suhu 5000 C baik terhadap peningkatan C, N, P,

serta pH tanah, akan tetapi terjadi pengurangan kekuatan tanah dengan peningkatan

pemberian dosis biochar.

Page 40: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

40

Penambahan bahan organik berupa biochar sekam padi pada lahan sawah

sulfat masam dengan dosis 12 ton ha-1 memberikan pengaruh yang baik terhadap

peningkatan sifat tanah yang ditandai dengan adanya peningkatan pH tanah, C

organik, KTK, porositas tanah, dan peningkatan bobot isi (Massulili, 2010).

Sedangkan menurut hasil penelitian Sumanto dan Suardi (2010) menyatakan

pemberian kombinasi pupuk organik kotoran ayam 1,5 ton ha-1 + 1 ton ha-1 pupuk

organik kotoran sapi pada tanaman jagung dilahan kering memberikan hasil biji

kering tertinggi dibandingkan secara tunggal dengan dosis 2,5 ton ha-1.

3.3 Hipotesis

Berdasarkan permasalahannya, kajian pustaka, kerangka berpikir dan konsep

yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang tidak tercemar limbah

cair garmen kualitasnya lebih baik dari yang tercemar.

2. Biochar dan bahan organik memiliki potensi yang berbeda dalam

memperbaikki sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang

terdegradasi limbah cair garmen.

3. Dosis optimum biochar dan bahan organik yang berada diantara 9 ton ha-1 -

10 ton ha-1 dapat menurunkan ketersediaan logam berat di dalam tanah, dan

meningkatkan hasil biji jagung sampai maksimum.

4. Biochar sekam padi dapat meningkatkan kualitas tanah dan hasil tanaman

jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen.

Page 41: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

41

5. Formulasi kombinasi dosis biochar sekam padi 9,280 ton ha-1 dengan dosis

kotoran ayam 8,544 ton ha-1 dapat memperbaikki sifat tanah dan pertumbuhan

tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen.

Page 42: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

42

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jawaban dari beberapa pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah

dapat ditemukan melalui proses penelitian sebagai berikut :

Percobaan 1 (Laboratorium). Penelitian pendahuluan yang meliputi: analisis limbah

cair garmen, dan analisis karakteristik sifat tanah yang tercemar dengan yang tidak

tercemar, untuk menjawab hipotesis 1.

Percobaan 2 (Rumah Kaca). Penelitian potensi dan penentuan dosis optimum dari

biochar dan bahan organik untuk menjawab hipotesis 2 , 3, dan 4 yang meliputi :

a. Analisis karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif dan kualitatif.

b. Pengaruh dosis biochar dan bahan organik terhadap sifat tanah dan pertumbuhan

tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi limbah cair garmen, dan

pelaksanaan inkubasi tanah sesuai dengan perlakuan.

Percobaan 3 (Lapangan). Penelitian aplikasi kombinasi dosis optimum dengan

setengah optimum dari masing-masing bahan organik di lapangan, untuk menguji

hipotesis 5. Penelitian pengaruh dosis biochar dan bahan organik terhadap sifat tanah

selama inkubasi dan pertumbuhan tanaman jagung pada lahan yang terdegradasi

limbah cair garmen, dilaksanakan percobaan rumah kaca menggunakan rancangan

dasar RAL (Rancangan Acak Lengkap) pola petak terbagi dengan jenis bahan organik

Page 43: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

43

sebagai petak utama dan dosis bahan organik sebagai anak petak. Jenis bahan organik

yang terdiri dari 4 jenis yaitu :

O1 = Kotoran ayam

O2 = Sekam padi

O3 = Biochar kotoran ayam

O4 = Biochar sekam padi

Dosis bahan organik terdiri atas 5 level yaitu :

D0 = Kontrol

D1 = 3 ton ha-1 ( 18 g pot-1 )

D2 = 6 ton ha-1 ( 36 g pot-1 )

D3 = 9 ton ha-1 ( 54 g pot-1 )

D4 =12 ton ha-1 ( 72 g pot-1 )

Percobaan ini diulang 3 kali sehingga terdapat 60 perlakuan, jarak antar perlakuan 0,5

m dan antar ulangan 1 m (Gambar 4.1). Bentuk matrik perlakuan seperti Tabel 4.1

Proses inkubasi dilakukan dengan memasukan 3 kg tanah yang tercemar limbah cair

garmen, yang sudah kering udara disaring dengan ayakan < 2 mm ke dalam polybag.

Selanjutnya ditambahkan biochar dan bahan organik sesuai perlakuan, dan air bebas

ion sampai mencapai kapasitas lapang. Proses inkubasi dilakukan selama 35 hari dan

setiap minggu dilakukan analisis ketersediaan logam berat dalam tanah.

Percobaan 3 yang dilaksanakan di lapangan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan pola faktorial, dimana dosis biochar (faktor I) dan dosis

bahan organik (faktor II).

Page 44: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

44

Tabel 4.1Matrik Perlakuan

Dosis Jenis Bahan OrganikO1 O2 O3 O4

D0

D1

D2

D3

D4

O1D0

O1D1

O1D2

O1D3

O1D4

O2D0

O2D1

O2D2

O2D3

O2D4

O3D0

O3D1

O3D2

O3D3

O3D4

O4D0

O4D1

O4D2

O4D3

O4D4

Semua perlakuan diulang 3 kali, dengan ukuran petak perlakuan 3 m x 3 m dengan

tinggi bedeng 10 cm dan jarak antara petak perlakuan 0,500 m dan antar ulangan 1 m

(Gambar 4).

Adapun dosis biochar yang diteliti

B1 = Dosis biochar kotoran ayam optimum( 9,930 ton ha -1)

B2 = Dosis biochar sekam padi optimum ( 9,280 ton ha -1)

B3 = ½ dosis biochar kotoran ayam optimum( 4,965 ton ha -1) + ½ dosis biochar

sekam padi optimum( 4,640 ton ha -1)

Sedangkan dosis bahan organik yang diteliti

K1 = Dosis kotoran ayam optimum( 8,544 ton ha -1)

K2 = Dosis sekam padi optimum( 10,275 ton ha -1)

K3 = ½ dosis kotoran ayam optimum (4,272 ton ha -1) + ½ dosis sekam padi

optimum( 5,137 ton ha -1)

Page 45: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

45

I O1 III O2 II O3

O3 O4 O4

O2 O1 O2

O4 O3 O1

Gambar 4.1 Denah Percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) PolaPetak Terbagi (Split Plot Design) di Rumah Kaca

I II III

Gambar 4.2 Denah Percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) PolaFaktorial di Lapangan

D0 D2 D4 D3 D1

D4 D0 D1 D2 D3

D0 D4 D3 D1 D2

D1 D2 D4 D3 D0

D4 D0 D1 D2 D3

D0 D2 D4 D3 D1

D0 D4 D3 D1 D2

D1 D2 D4 D3 D0

D0 D2 D4 D3 D1

D4 D0 D1 D2 D3

D1 D2 D4 D3 D0

D0 D4 D3 D1 D2

B1K1

B1K2

B1K3

B2K1

B2K2

B2K3

B3K1

B3K2

B3K3

B2K2

B1K3

B2K1

B1K1

B2K3

B3K1

B3K2

B3K3

B1K2

B3K3

B1K2

B2K1

B2K3

B1K3

B3K1

B3K2

B1K1

B2K2

Page 46: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

46

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium, di rumah kaca dan di lapangan.

Sebelum penelitian ini dilakukan terlebih dulu dilaksanakan observasi lapangan untuk

penjajagan sebaran tempat garmen, pengambilan limbah cair garmen yang

mencemari lahan pertanian, pengumpulan data sekunder (curah hujan dan data

subak), pembuatan peta lokasi dan pengumpulan bahan baku untuk pembuatan

biochar. Penelitian di laboratorium menyangkut analisis tanah, analisis kuantitatif

karakteristik biochar sekam padi, biochar kotoran ayam, sekam padi dan kotoran

ayam, dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas

Udayana. Sedangkan analisis kualitatifnya dilaksanakan di Laboratorium MIPA

bersama. Analisis total mikroba di Laboratorium Mikrobiologi MIPA. Analisis SEM

(Scaning Electrone Microscope) di Laboratorium Teknik Sipil dan analisis logam

berat dilaksanakan di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Percobaan

pot dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian UNUD dari tanggal 2 April sampai

7 juli 2013.

Pelaksanaan kegiatan pecobaan lapangan dimulai dari tanggal 25 Agustus

2013 sampai tanggal 10 Nopember 2013 pada lahan sawah yang terdegradasi limbah

cair garmen yang berlokasi di Subak Cuculan Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar

Selatan (Gambar 4.3).

Page 47: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

47

Gambar 4.3 Peta Lokasi Percobaan

Page 48: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

48

4.3 Variabel dan Pengukuran

Adapun jenis-jenis variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini, untuk menguji

hipotesis yang diajukan meliputi variabel tanah, variabel tanaman, variabel

karakteristik biochar, bahan organik secara kuantitatif dan kualitatif. Variabel tanah

mencakup parameter sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Variabel kualitatif FT-IR,

dan SEM. Variabel tanaman mencakup parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat

basah total tanaman, berat kering oven total tanaman, hasil biji basah jagung per pot,

hasil biji basah jagung per ubinan dan hasil biji basah jagung per hektar.

4.3.1 Variabel tanah

Parameter sifat fisik tanah meliputi:

a. Tekstur tanah yang penetapannya menggunakan metode pipet. Dasar penetapan

sebagai berikut: bahan organik dioksidasi dengan H2O2 dan garam garam yang

mudah larut dihilangkan dari tanah dengan HCl sambil dipanaskan. Bahan yang

tersisa adalah mineral yang terdiri atas pasir, debu dan liat. Pasir dapat dipisahkan

dengan cara pengayakan basah, sedangkan debu dan liat dipisahkan dengan cara

pengendapan.

b. Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu presentase volume air

terhadap volume tanah. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan

sejumlah tanah basah dikering ovenkan dalam oven pada suhu 1050C untuk waktu

tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang

Page 49: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

49

terkandung dalam tanah tersebut. Kadar air tanah (%) bisa didapat dengan

perhitungan menggunakan metode gravimetric dengan rumus

u =Ba-Bk

Bkx 100 %

Keterangan : u : Kadar air (%)

Ba : Berat tanah awal,

BK : Berat tanah kering mutlak (1050C)

c. Berat volume tanah (Bulk density) merupakan perbandingan berat tanah dengan

volume total tanah. Berat volume tanah juga merupakan salah satu indikator

kepadatan tanah , yang mempengaruhi porositas tanah, pergerakan air, peredaran

udara dan pergerakan akar tanaman. Besar kecilnya nilai berat volume tanah

dipengaruhi oleh berat jenis partikel, susunan partikel dan variasi kandungan

bahan organik. Berat volume tanah (g cm-3) diperoleh dengan metode

perhitungan menggunakan metode ring sampel dengan rumus:

BV =BK

vt

Keterangan : BV : berat volume (bulk density) dalam g cm-3

BK : berat tanah kering mutlak,

vt : volume tanah dalam ring

d. Porositas atau ruang pori tanah adalah volume seluruh pori-pori dalam suatu

volume tanah utuh, yang dinyatakan dalam persen. Porositas tanah menunjukan

kemampuan tanah dalam menyerap air dan ini tergantung dari kepadatan tanah,

semakin padat tanah semakin sulit menyerap air. Semakin dalam tanah nilai

Page 50: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

50

porositas semakin kecil. Porositas total tanah (%) diperoleh dengan perhitungan

menggunakan metode gravimetric dengan rumus:

Porositas = 1-BV

Bjx 100 %

Keterangan : BV : berat volume tanah (g cm-3)

Bj: berat jenis tanah

e. Berat jenis tanah dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara berat isi butir

tanah dengan berat isi air. Nilai dari pada berat isi butir tanah adalah

perbandingan antara berat butir tanah dengan volumenya. Sedangkan berat isi air

adalah perbandingan antara berat air dengan volume airnya, biasanya mendekati

nilai 1 g cm-3.

Berat jenis suatu massa tanah (Bj) dapat dihitung dengan rumus :

Berat Jenis Tanah (g cm-3) =(W2-W1)( ) ( )

W1 = Berat piknometer

W2 = Berat piknometer + bahan kering

W3 = Berat piknometer + bahan kering + air

W4 = Berat piknometer + air

Parameter sifat kimia tanah meliputi :

a. DHL besarnya nilai daya hantar listrik mencerminkan kadar garam yang terlarut

dalam satuan mmhos cm-1. Peningkatan konsentrasi garam yang terlarut akan

Page 51: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

51

menaikkan nilai DHL larutan yang diukur oleh alat menggunakan elektrode

platina yang disebut konduktimeter.

b. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang dinyatakan

sebagai –log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial larutan yang

diukur, oleh alat dan dikonversi dalam skala pH.

pH tanah yang pengukurannya menggunakan alat pH meter

pH = 10 log ( )c. P tersedia (ppm) yang analisis/pengukuran menggunakan metode Bray-1

Dasar penetapan Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa

Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray

akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe & Al dan membebaskan ion PO4-.

Pengekstrak ini digunakan pada tanah dengan pH agak masam sampai netral.

P tersedia (ppm) = P dalam larutan (ppm) x15

1,5x

10

5x

100 + KA

100

d. K tersedia (ppm) yang analisis/pengukuran menggunakan metode Bray-1

K tersedia (ppm) = Kadar K dalam larutan (ppm) x fp x100

5x

100 + KA

100

e. N total (%) yang analisis/pengukuran menggunakan metode Kjedhall

Dasar penetapan senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan

asam sulfat pekat dengan katalis campuran selen membentuk (NH4)2SO4. Kadar

amonium dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan cara destilasi atau

spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak dibasakan dengan penambahan

Page 52: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

52

larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat oleh asam borat dan

dititar dengan larutan baku H2SO4

N total (%) = (ml contoh – ml blanko) x N H2SO4 x 1,4

f. KTK (me /100 g) yang analisis/pengukuran menggunakan pengekstrak NH4OAc

Dasar penetapan koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif,

sehingga dapat menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca2+,

Mg2+, K+ dan Na+) dalam kompleks jerapan tanah ditukar dengan kation NH4 dari

pengekstrak dan dapat diukur. Untuk penetapan KTK tanah, kelebihan kation

penukar dicuci dengan etanol 96%. NH4 yang terjerap diganti dengan kation Na+

dari larutanNaCl, sehingga dapat diukur sebagai KTK.

KTK (me 100 g-1) =ml blanko –ml contoh × N.NaOH

Bobot contoh tanah pada 105℃ x 100

g. KB (%) yang analisis/pengukuran menggunakan pengekstrak NH4OAc

Sebagian besar kation-kation yang dijerap koloid tanah adalah kation-kation

basa,antara lain Ca2+, Mg2+, K+ dan NH4+. Bnyak sedikitnya tempat yang

diduduki oleh kation-kation pada daerah jerapan menggambarkan kejenuhan

basa(KB).

KB (%) =ml blanko –ml contoh × N . NaOH×

10025

×100

B..contoh

KTKx 100

h. Ketersediaan logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr di dalam tanah menggunakan

pengekstrak EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat). Dasar penetapan pengekstrak

EDTA dapat melarutkan ion-ion logam dalam bentuk senyawa khelat. Pada pH

Page 53: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

53

7,3 larutan EDTA memiliki daya khelat paling kuat untuk mengekstrak besi dan

logam-logam lainnya.. Selanjutnya konsentrasi logam berat dianalisis dengan

AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometer ).

Parameter sifat biologi tanah meliputi :

a. C- organik tanah (%) yang analisis/perhitungan menggunakan metode Walkley

dan Black. Dasar penetapan karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi

Cr6+ yang berwarna jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana

asam. Intensitas warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon.

C =( ) x 10 x x 100%

b. Total mikroba tanah (CFU g-1) menggunakan metode Planthing Method

4.3.2 Variabel tanaman

a. Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman dari

atas permukaan tanah sampai ujung titik tumbuh dimulai dari umur dua minggu

setelah tanam dengan interval dua minggu sampai tinggi tanaman maksimum.

b. Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang telah

terbuka penuh dan berwarna hijau dengan interval dua minggu sejak tanam

sampai menjelang panen.

Page 54: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

54

c. Berat basah total tanaman (g)

Pengamatan dilakukan sekali pada saat panen dengan menimbang seluruh bagian

tanaman yang terdiri dari akar, batang, daun, dan tongkol.

d. Berat kering oven total tanaman (g)

Pengamatan dilakukan sekali setelah panen dengan mengoven 100 g berat basah

total tanaman kemudian nilai dari berat kering oven ini dikonversikan ke berat

basah total tanaman.

e. Berat biji basah per pot (g)

Pengamatan dilakukan sekali setelah panen, dengan menimbang seluruh biji hasil

panen dari tanaman yang ada di pot.

f. Berat basah biji per ubinan (kg)

Perhitungan dilakukan sekali yaitu pada saat panen, dengan cara menimbang

seluruh berat basah biji pada tanaman yang ada di ubinan.

g. Berat basah biji per hektar (ton)

Perhitungannya dengan cara mengkonversi berat basah biji per ubinan ke hektar

h. Kandungan logam berat total Pb, Cu, Cd, dan Cr pada biji dan brangkasan jagung

menggunakan metode pengabuan basah, dengan menggunakan HNO3 dan

H2SO4. Ekstraknya dianalisis dengan alat AAS.

Page 55: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

55

4.3.3 Variabel karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif dan

kualitatif

Parameter karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif, yang

diamati hampir sama dengan parameter tanah. Karakterisasi secara kualitatif dengan

analisis spectrum FT-IR (Forier Transform Infra Red) Spectometry, untuk

mendapatkan gambaran secara kualitatif dari gugus fungsi serta nama gugusnya,

dengan cara menghaluskan bahan yang akan dianalisis menjadi polder,kemudian

ditambahkan senyawa KBr dengan perbandingan 1:3, dan campuran diaduk sampai

homogen. Kemudian dicetak/pres menjadi pellet padat yang tipis,lalu dianalisis

sepektrum senyawa aromatiknya dengan memasukkan ke dalam Spekktrometer Infra

merah. Perbedaan morphologi dan struktur mikro permukaan dari biochar sekam

padi dan biochar kotoran ayam dianalisis dengan menggunakan SEM (Scaning

Electrone Microscope).

4.4 Prosedur Penelitian

Pertanyaan yang dibangun dalam rumusan masalah dijawab dengan

melakukan penelitian. Sedangkan untuk menjamin reliabilitas dan validitas data yang

diperoleh maka dilaksanakan prosedur penelitian pada setiap kegiatan. Adapun

lingkup kegiatan penelitian terbagi menjadi 4 bagian, meliputi: observasi lapangan,uji

laboratorium,uji sekala rumah kaca, dan uji sekala lapangan. Bagan alir dari

penelitian ini seperti pada Gambar 4.4 .

Page 56: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

56

Gambar 4.4 Kerangka Operasional Penelitian

Observasilapangan

Uji skala lapanganUji skala rumahkaca

Uji laboratorium

1. Penelusuranlokasi danpenyiapan lokasi.

2. Pengumpulan dataskunder.

3. Pengambilancontoh tanah danlimbah cairgarmen.

4. Pengambilanbahan organik danbiochar.

1. Analisis awaltanah dan limbahcair garmen.

2. Analisiskuantitatif dankualitatif biochardan bahanorganik.

3. Inkubasi tanahsesuai perlakuan

4. Analisisketersediaanlogam berat padatanah.

1. Penelitian potensidan dosisuptimum daribiochar dan bahanorganik.

1. Aplikasi kombinasidosis optimumdengan setengahoptimum daribiochar dan bahanorganik.

HASIL1. Karakteristik

limbah cair, tanahtercemar dan tidaktercemar.

2. Karakteristikkuatitatif dankualitatif biochardan bahan organik

3. Konsentrasiketersediaan logamCd,Cu,Pb dan Cr ditanah

HASIL1. Kombinasi terbaik antara

Biochar dan bahanorganik..

2. Ketersediaan logam beratCu, , Pb, Cd. Dan Crditanah.

3. Konsentrasi total logamCu, Pb, Cd, dan Cr di bijidan brangkasan jagung.

4. Sifat fisika, kimia danbiologi tanah.

5. Hasil biji Jagung.

HASIL1. Dosis optimum biochar

dan bahan organik.2. Ketersediiaan logam

Cu, Pb, Cd, dan Cr ditanah.

3. Konsentrasi totallogam Cu, Pb, Cd, danCr di biji danbrangkasan jagung.

4. Sifat fisika, kimia danbiologi tanah.

5. Hasil biji Jagung.

Analisislaboratorium

Analisislaboratorium

Rekomendasi pemanfaatan biochar untuk merehabilitasi lahan terdegradasikimia

HASIL

1. Sampeltanah

2. Jenisbahanorganik

Page 57: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

57

4.4.1 Observasi lapangan

Kegiatan observasi lapangan dilaksanakan untuk mendapatkan data-_data

sekunder yang ada hubungannya dengan kegiatan penelitian selanjutnya. Adapun data

sekunder yang dicari meliputi data curah hujan, jumlah subak, Luas lahan pertanian

di kota Denpasar, penggunaan lahan, produksi jagung per tahun dan peta lokasi

penelitian. Selain itu juga dilakukan kegiatan pengambilan sampel tanah yang

tercemar limbah cair garmen dan yang tidak tercemar, pengambilan limbah cair

garmen yang masuk kesaluran irigasi, penyiapan bahan organik untuk biochar dan

pembuatan biochar sekam padi dan biochar kotoran ayam.

Proses pembuatan biochar mengacu pada proses pembuatan biochar menurut

Taylor & Mason . (2010) yang dimodifikasi. Kedua jenis biochar ini dibuat

menggunakan alat tungku sederhana dan drum pertamina yang tertutup dengan

diameter dalam 56 cm dan tinggi 42 cm. Kotoran ayam dikering anginkan selama 7

hari di atas lantai gudang hingga mencapai kadar air 15%. Selama proses

pengeringan bahan diadakan sortasi dengan pengayakan dengan diameter ayakan 4

cm, untuk mendapatkan ukuran yang sama, sehingga dalam proses pemanasan

mendapatkan pemanasan yang seragam.

Kotoran ayam yang sudah siap, di timbang 15 kg kemudian dimasukkan ke

drum dan dipanaskan di atas tungku dengan menggunakan kayu bakar dan serabut

kelapa (bahan bakar masyarakat setempat). Pemanasan dilakukan sampai terbentuk

arang aktif yang memakan waktu lebih kurang 5 jam dan setiap 1 jam dilakukan

Page 58: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

58

pengukuran suhu, dimana rata-rata suhu pemanasan 255 0 C. Proses ini menghasilkan

rendemen biochar kotoran ayam 60 %.

Biochar sekam padi, juga berupa arang yang proses pembuatannya sama dengan

biochar kotoran ayam, akan tetapi disini tidak dilakukan proses sortasi bahan baku

biochar, melainkan hanya dicek kadar airnya agar mendekati 12 %. Pemanasan juga

dilakukan sampai terbentuk arang aktif yang memakan waktu juga lebih kurang 5 jam

dengan suhu yang sama. Dari proses ini dihasilkan rendemen biochar sekam padi

sebesar 70%.

4.4.2 Uji laboratorium

Sampel tanah, limbah cair garmen, bahan organik dan biochar yang diambil

dari lapangan dilakukan analisis kuantitatif awal, untuk melihat karakteristik awal

dari masing-masing sampel tersebut. Untuk sampel tanah dan limbah cair garmen

dilakukan analisis di Lab Tanah Fakultas Pertanian UNUD dan di Lab Analitik

UNUD. Adapun jenis parameter yang di analisis dari kedua jenis sampel ini seperti

pada Tabel 1.1. Sedangkan untuk sampel biochar dan bahan organik dilakukan

analisis kuantitatif dan kualitatif di Lab MIPA bersama UNUD dan Lab Teknik Sipil

UNUD untuk analisis SEM ( Scanning Electron Microscope ) dari biochar.

4.4.3 Uji skala rumah kaca

Potensi dan dosis optimum dari biochar dan bahan organik didapat dengan

melakukan kegiatan penelitian di rumah kaca. Sebelumnya dilakukan pengambilan

contoh tanah dari lahan sawah yang air irigasinya setiap hari tercemar limbah cair

Page 59: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

59

garmen dengan kedalaman 15-20 cm. Yang berlokasi di subak Cuculan, Denpasar

Selatan, kemudian dilakukan proses inkubasi selama 1 bulan, yang mana proses

pelaksanaanya dimulai dari pengambilan tanah yang tercemar limbah cair garmen,

yang sudah kering udara disaring dengan ayakan < 2 mm. Tanah kemudian

dimasukkan ke polybag sebanyak 3 kg ditambahkan air bebas ion sampai mencapai

kapasitas lapang, dan terakhir memasukkan biochar dan bahan organik sesuai dengan

dosis perlakuan.

Setiap seminggu dilakukan analisis ketersediaan logam berat Pb, Cu, Cd, dan

Cr sebanyak 4 kali sampai umur 28 hari. Selanjutnya setelah inkubasi 30 hari

dilanjutkan dengan kegiatan penanaman benih jagung manis varietas bonanza F1

yang telah direndam selama 1 jam pada pot sesuai dengan perlakuan penelitian.

Judul penelitian yang dilaksanakan di rumah kaca adalah Pengaruh Dosis Biochar dan

Bahan Organik Terhadap Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Lahan

Yang Terdegradasi Limbah Cair Garmen. Dari penelitian ini luaran atau hasil yang

diharapkan setelah dilakukan analisis laboratorium dan uji statistika, adalah dosis

optimum dari masing-masing biochar dan bahan organik, sifat tanah yang semakin

baik, ketersediaan logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr di tanah terendah, konsentrasi total

logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr di biji dan brangkasan jagung terendah, dan hasil biji

jagung per pot tertinggi.

Page 60: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

60

4.4.4 Uji skala lapangan

Bentuk formulasi kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik yang

terbaik di lapangan diperoleh setelah dilakukan penelitian Aplikasi kombinasi dosis

optimum dengan dosis setengah optimum dari masing –masing biochar dan bahan

organik. Adapun persedur pelaksanaan kegiatan penelitian ini di lapangan sesuai

dengan apa yang telah di paparkan pada bab metode penelitian. Setelah dilakukan

analisis laboratorium dan uji statistika terhadap data penelitian yang diamati, luaran

yang diharapkan adalah: sifat tanah yang semakin baik, formulasi kombinasi dosis

biochar dengan dosis bahan organik terbaik, ketersediaan logam berat Cu, Pb, Cd,

dan Cr di tanah terendah, konsentrasi total logam berat Cu, Pb, Cd, dan Cr di biji dan

brangkasan jagung terendah, dan hasil biji jagung per ubinan dan per hektar tertinggi.

4.6 Analisis Data

Analisis data terhadap variabel yang diuji dilakukan analisis sidik ragam

(Analysis of Variance, ANOVA) sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila

terdapat pengaruh interaksi yang nyata terhadap variabel yang diamati maka

dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan,s dengan tingkat kesalahan 5%, begitu

juga jika hanya pengaruh faktor tunggal yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji

jarak berganda Duncan,s taraf nyata 5%. Untuk mengetahui dosis optimum dari

biochar dan bahan organaik dilakukan analisis regresi . Semua analisis di atas

menggunakan program Costat dan pembuatan grafik menggunakan software Excel.

Page 61: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

61

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Potensi dan Penentuan Dosis Optimum dari Masing-Masing Bahan Organik

5.1.1 Karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi dari tanah sebelum perlakuan

Sampel tanah yang dianalisis sifat fisik, kimia dan biologi tanah diambil

dengan kedalaman 15 – 20 cm dari dua tempat yang berbeda. Tanah yang tidak

tercemar diambil di daerah hulu di Subak Kedua Denpasar Utara, dan yang tercemar

di Subak Cuculan Denpasar Selatan. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 5.1.

Hasil analisis pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari sifat kimia (konsentrasi total

logam berat seperti Cu, Pb, Cd dan Cr) lebih tinggi pada tanah tercemar dibandingkan

dengan tanah yang tidak tercemar. Nilai P tersedia, K tersedia dan pH lebih tinggi

pada tanah tercemar dibandingkan dengan yang tidak tercemar. Sedangkan nilai KTK

dan KB pada tanah yang tidak tercemar lebih tinggi dari tanah yang tercemar, dan N

total sama-sama rendah. Begitu juga dari sifat fisik terlihat tanah yang tidak tercemar

permiabilitas lebih cepat, kandungan air kapasiatas lapang dan nilai bobot isi lebih

tinggi dibandingkan dengan tanah tercemar. Kalau dilihat dari tekstur, tanah

tercemar bertekstur lempung dan yang tidak tercemar bertekstur lempung berdebu.

Hasil analisis sifat biologi tanah menunjukkan C- organiknya sama-sama sangat

rendah.

Page 62: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

62

Tabel 5.1

Beberapa Karaterisktik Fisik, Kimia dan Biologi Antara Tanah yang TercemarLimbah Cair Garmen dengan yang Tidak Tercemar

TanahYang Tercemar Yang Tidak Tercemar

Sifat KimiapH H 2O 6,800 5,700P Bray-1 (tersedia ppm) 101,020 26,600K Bray-1 (tersedia ppm) 325,350 212,550KTK (me/100g) 25,830 33,540KB (%) 93,690 97,300Cu (ppm) 36,588 20,286Pb (ppm) 33,358 25,827Cd (ppm) 0,732 0,698Cr (ppm) 3,919 2,010N total (%) 0,140 0,100DHL (mmhos/cm) 3,970 5,780

Sifat FisikKadar Air Tanah KU (%) 16,340 13,310Kadar Air Tanah KL (%) 30,680 32,330Permeabilitas 5,301 18,028Bobot Isi (g/cm3) 1,187 1,181Tekstur Lempung lempung berdebu

Pasir (%) 48,800 24,460Debu (%) 39.770 50,360Liat (%) 11.440 25,180

Sifat BiologiC- Organik (%) 0.450 0.440

5.1.2 Karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif dan

kualitatif

5.1.2.1 Karakteristik biochar dan bahan organik secara kuantitatif

Hasil analisis laboratorium karakteristik awal biochar dan bahan organik

secara kuantitatif seperti tertera pada Tabel 5. 2 menunjukkan nilai Kapasitas Tukar

Kation (KTK) pada biochar kotoran ayam lebih tinggi dari biochar sekam padi.

Page 63: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

63

Biochar sekam padi memiliki pH 8,110, kandungan K total 37,220% , dan K tersedia

900,700 ppm yang relatif lebih. tinggi dari biochar kotoran ayam, kecuali pada bahan

organik kotoran ayam. Sedangkan kandungan Ca 63,830% yang juga relatif lebih

tinggi terdapat pada sekam padi. Kandungan N total dalam kotoran ayam diperoleh

0,260%, dan setelah dijadikan biochar kotoran ayam, terjadi penurunan kandungan N

menjadi 0,170%, begitu juga kandungan N total sekam padi setelah dijadikan biochar

mengalami penurunan dari 0,350% menjadi 0,230%. Kandungan Ca dari sekam padi

63,830% turun menjadi 61,150% setelah dijadikan biochar. Kandungan unsur Mg

hanya terdapat pada biochar kotoran ayam sebanyak 3,080%.

Tabel 5.2Karakteristik Beberapa Bahan Organik

KarakteristikKotoranAyam Sekam Padi

BiocharKotoran ayam

Biochar SekamPadi

Kadar air (%) 15,970 11,560 8,410 7,090Berat jenis(g cm3) − − 0,950 0,820DHL (mmhos cm-1) 50,200 − 7,760 59pH 8 − 7,2 8,110N Total (%) 0,260 0,350 0,170 0,230P tersedia (ppm) 1071,780 − 743,120 583,59K tersedia (ppm) 1151,250 − 773,630 900,700KTK (me 100 g-1) − − 29,270 20,780KB (%) − − 198,520 115,460K (%) 14,260 18,370 11,950 37,220Ca ( % ) 54,500 63,830 59,380 61,150Mg ( % ) − − 3.080 −Na ( % ) 15,830 17,780 15,140 34,030Si (%) 4,850 - 2,780 -C- organik ( % ) 24,850 43,770 25,340 20,860

Kandungan Si pada sekam padi dan biocharnya tidak dapat dideteksi dengan metode

analisis ini padahal sekam padi termasuk bagian tanaman yang mengandung silikon

Page 64: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

64

tinggi demikian juga biocharnya, seperti yang dilaporkan oleh Karyasa (2012)

biochar (abu hitam) sekam padi mengandung 31,200%.

5.1.2.2 Karakteristik biochar dan bahan organik secara kualitatif

Analisis Spektrum FT-IR dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara

kualitatif dari derajad aromatik dan nama gugus fungsional yang terkandung pada

kotoran ayam, sekam padi, biochar kotoran ayam dan biochar sekam padi.

Berdasarkan standar serapan khas spectrum FT-IR menurut Skoog et al. , 1998, maka

hasil analisisnya serapan dari biochar dan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 5.3

dan Gambar 5.1, 5.2, 5,3,dan 5. 4.

Tabel 5.3Daerah Gugus Fungsi dan Daerah Serapan Hasil Analisis FT-IR

DaerahSerapan(cm-1)

GugusFungsi

NamaGugusFungsi

Daerah Serapan (cm-1)

KotoranAyam

BiocharKotoranAyam

SekamPadi

BiocharSekamPadi

2850-2970C−H Alkana

2930,960 2875,990 - -1340-1470 1431,240 1388,810 - -3010-3095

C−H Alkena- - - -

675-995 - 667,400 808,210 804,320

3010-3100C−H Aromatic

- - - -690-900 - 667,400 808,210 804,3203300 C−H Alkuna 3291,670 - - -1610-1680 C=C Alkena - - 1609,670 -

1500-1600 C=C Aromatic 1544,080 -1514,1201550,770

1050-1300 C−O

Alcohol 1096,580 1283,680 1206,530 1172,720EterAsamKarboksil

atEster

Page 65: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

65

Lanjutan.

DaerahSerapan(cm-1)

GugusFungsi

Nama GugusFungsi

Daerah Serapan (cm-1)

KotoranAyam

BiocharKotoranAyam

SekamPadi

BiocharSekamPadi

1690-1760C=O Aldehida - - 1707,080 1699,290

KetonAsamKarboksilatEster

3590-3650

3200-3600

O−HFenol,Monomeralcohol

- - - -

Alkoholikatanhidrogen fenolMonomer

3500 -3650

2500-2700

3300-3500

O−H AsamKarboksilat

3291,670 3407,400 3441,1603392,7903554,810

Ikatanhydrogenasamkarboksilat

N−H Amina,amida - 3407,400 3441,160 3392,7901180-1360 C−N Amina, - 1283,680 1206,530 -1500-15701300-1370

-NO2 Nitro 1431,2401388,8101544,080

- 1550,770

Analisis spektrum infra merah pada bahan kotoran ayam dan biochar kotoran

ayam menunjukan adanya beberapa gugus fungsi. Spektrum hasil analisis FT-IR

pada kotoran ayam dan bichar kotoran ayam menunjukan adanya perbedaan yang

signifikan (Gambar 5.1 dan 5.2). Secara kualitatif analisis spektra (FT-IR) untuk

bahan organik kotoran ayam dan biochar kotoran ayam seperti tertera pada Gambar 5.

1 dan 5 2, dapat diidentifikasi pada kotoran ayam adanya beberapa gugus fungsi yaitu

serapan di pita uluran 3291,670 cm-1 dengan gugus fungsi (O−H) yang kemungkinan

dimiliki oleh senyawa alkohol, ikatan hidrogen, atau fenol; di serapan pita uluran

Page 66: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

66

2930,600 cm-1 dengan gugus fungsi (C−H) yang umumnya dimiliki oleh senyawa

alkana; di serapan pita uluran 2519,140 cm-1 dengan gugus fungsi(O−H) yang

kemungkinan dimiliki oleh senyawa dengan ikatan hidrogen, dan atau asam

karboksilat; di serapan pita uluran 1654,030 cm-1 dengan gugus fungsi (C=C) yang

umumnya dimiliki oleh senyawa alkena; di serapan pita uluran 1431,240 cm-1 dengan

gugus fungsi (C-H) yang umumnya dimiliki oleh alkana.

Gambar 5.1 Spektrum (FT-IR) Bahan Organik Kotoran Ayam

Pada biochar kotoran ayam, hasil spectra FT-IR mengidentifikasi adanya

ikatan N-H pada serapan di pita uluran 3407,400 cm-1 yang kemungkinan dimiliki

oleh senyawa amina atau amida; diserapan pita uluran 2875,990 cm -1 dengan gugus

fungsi (C−H) dengan tipe senyawa alkana; diserapan pita uluran 2514,320 cm-1

dengan gugus fungsi (O−H) dengan tipe senyawa ikatan hidrogen asam karboksilat;

Tra

nsm

itas

ipe

rsen

Bilangangelombang

Page 67: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

67

di serapan pita uluran 1544,080 cm-1 dengan gugus fungsi (C=C) yang umumnya

dimiliki oleh senyawa yang mengandung cincin aromatik yaitu cincin ikatan -C=C-

yang berselang-seling sehingga terjadi delokalisasi elektron; di serapan pita uluran

1615.450 cm-1 dengan gugus (C=C) yang dimiliki oleh senyawa alkena; di serapan

pita uluran 1388,810 cm-1 dengan gugus fungsi (C−H) yang umumnya dimiliki oleh

senyawa alkana; di serapan pita uluran 1283,680 cm-1 dengan gugus fungsi (C−N)

yang umumnya dimiliki oleh senyawa amina atau amida.

Gambar 5.2 Spektrum (FT-IR) Biochar Kotoran Ayam

Berdasarkan analisis spectra FT-IR kotoran ayam dan biochar kotoran ayam,

terjadinya pirolisis atau pembakaran mengakibatkan teroksidasinya gugus-gugus -C-

H, -N-H, dan -O-H menjadi -C=O, -C-N-, dan -C=C- aromatik (delokalisasi). Adanya

ikatan yang mengandung cincin dengan gugus -C=C- aromatik menunjukkan telah

terjadinya proses karbonasi atau grafitisasi (pelepasan molekul air pada senyawa-

Tra

nsm

itas

ipe

rsen

Bilangangelombang

Page 68: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

68

senyawa karbohidrat menjadi rantai karbon yang mengandung C-C dan C=C selang-

seling) sehingga mempengaruhi sifat-sifat kimia berkaitan dengan kemampuannya

mengikat ion-ion logam berat.

Analisis spektrum infra merah pada bahan organik sekam padi dan biochar

sekam padi menunjukan adanya indikasi perubahan beberapa gugus fungsi akibat

pirolisis sekam padi menjadi biochar sekam padi (Gambar 5.3 dan 5. 4). Serapan pita

uluran pada 3441,160 cm-1 diidentifikasi sebagai gugus fungsi (-N−H) yang dimiliki

oleh senyawa amina dan atau amida; serapan pita uluran pada 1707,080 cm-1

diidentifikasi sebagai gugus fungsi (-C=O) yang kemungkinan dimiliki oleh senyawa

aldehid, keton, asam karboksilat, atau ester; serapan pita uluran pada 1503,580 cm-1

diidentifikasi sebagai gugus fungsi(-C=C-) yang kemungkinan dimiliki oleh senyawa

karbon dengan cincin aromatik (cincin dengan ikatan C-C dan C=C berselang-seling);

serapan pita uluran pada 1206,530 cm-1 dengan gugus fungsi (-C−N-) kemungkinan

dimiliki oleh senyawa senyawa amina dan atau amida; serapan pita uluran pada

808,210 cm-1 dengan gugus fungsi (-C−H) umumnya dimiliki oleh senyawa alkana.

Pada biochar sekam padi teridentifikasi adanya serapan pita uluran pada 3554,810

cm-1 yang diidentifikasi sebagai gugus fungsi (-O−H) senyawa ikatan hidrogen dari

fenol; serapan pita uluran pada 3392,790 cm-1 dengan gugus fungsi (-N-H) dari

senyawa amina, amida; serapan pita uluran pada 2223,920 cm-1 dengan gugus fungsi

(-C≡N) dari senyawa nitrit; diserapan pita uluran 1699,290 cm-1 dengan gugus fungsi

(-C=O) tipe senyawa aldehid, keton, asam karboksilat, ester; serapan pita uluran

1550,770 cm-1 dengan gugus fungsi (-C=C-) diidentifikasi adanya senyawa karbon

Page 69: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

69

dengan cincin aromatik (yaitu cincin yang memiliki ikatan C-C dan C=C selang-

seling); serapan pita uluran pada 964,410 cm-1, dan 804,320 cm-1 dengan gugus

fungsi (-C−H) dari senyawa alkena.

Kalau menggunakan rujukan lain, serapan pada kisaran 900 – 1000 cm-1 yang

muncul pada spectra FT-IR biochar menunjukkan adanya ikatan Si-O-Si

(Simanjuntak, et al. 2012). Demikian juga serapan pada kisaran 800 – 900 cm-1 yang

muncul pada spectra FT-IR sekam padi dan biochar sekam padi diidentifikasi adanya

ikatan Si-O-C (Simanjuntak et al., 2012) pada kedua bahan organik tersebut. Dengan

demikian, sekam padi dan biochar sekam padi mengandung silikon dalam bentuk Si-

O-C ataupun Si-O-C.

Gambar 5. 3 Spektrum (FT-IR) Bahan Organik Sekam Padi

Tra

nsm

itas

ipe

rsen

Bilangangelombang

Page 70: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

70

Gambar 5. 4 Spektrum (FT-IR) Biochar Sekam Padi

Hasil analisis karakterisasi dari biochar kotoran ayam dengan biochar sekam

padi lewat photo SEM dengan berbagai pembesaran diperoleh perbedaan bentuk

morfologi dan struktur mikro (Gambar 5.5 dan 5.6). Hasil karakterisasi biochar

kotoran ayam lewat foto SEM dengan pembesaran 2000 kali bentuk morfologinya

banyak terlihat pori-pori terbuka dengan butiran yang bentuk dan ukuran yang tidak

beraturan akan tetapi pori-porinya lebih kecil dari biochar sekam padi dalam ukuran

luas yang sama yaitu 10 µm. Struktur mikro biochar sekam padi tampak butiran-

butiran tersusun rapi dan homogeny dengan kerangka yang stabil sedangkan struktur

mikro biochar kotoran ayam kerangkanya kelihatan lebih tidak beraturan dan rapuh

(labil). Bedasarkan bentuk dan ukuran pori-porinya, biochar kotoran ayam memiliki

daya daya absorbsi lebih kecil dibandingkan dengan biochar sekam padi.

Tra

nsm

itas

ipe

rsen

Bilangangelombang

Page 71: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

71

(a) 500x (b) 1000x (c) 2000x

Gambar 5.5 Foto SEM Biochar Sekam Padi dengan Pembesaran 500 sampaidengan 2000x

(a) 500x (b) 1000x (c) 2000x

Gambar 5.6 Foto SEM Biochar Kotoran Ayam dengan Pembesaran 500 sampai

dengan 2000x

5.1.3 Karateristik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah setelah perlakuan

5.1.3.1 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap ketersediaan logam berat

selama inkubasi

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam padi (O2),

biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam

berat Pb dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan

Page 72: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

72

organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Pb

dalam tanah semakin menurun, dimana dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai

ketersediaan logam yang paling rendah ,dan tertinggi pada dosis 3 ton ha-1 (Gambar

5.7).

Gambar 5.7 Ketersediaan Logam Pb Akibat Dosis Bahan Organik

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam padi (O2),

biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam

berat Cd dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan

organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Cd

012345678

0 10 20 30

Kete

rsed

ian

Loga

m (m

g/kg

)

Waktu inkubasi (hari)

Kotoran Ayam

O1D0

O1D1

O1D2

O1D3

O1D4

012345678

0 10 20 30

Kete

rsed

ian

Loga

m (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (hari)

Sekam Padi

O2D0

O2D1

O2D2

O2D3

O2D4

012345678

0 10 20 30Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (hari)

Biochar Kotoran Ayam

O3D0

O3D1

O3D2

O3D3

O3D4

012345678

0 10 20 30

Kete

rsed

ian

loga

m (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (hari)

Biochar Sekam Padi

O4D0

O4D1

O4D2

O4D3

O4D4

Page 73: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

73

dalam tanah semakin menurun, dimana dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai

ketersediaan logam yang paling rendah ,dan tertinggi pada dosis 3 ton ha-1 (Gambar

5.8).

Gambar 5.8 Ketersediaan Logam Cd Akibat Dosis Bahan Organik

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam Padi (O2),

biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam

berat Cu dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan

organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Cu

dalam tanah semakin menurun, dimana dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai

00,05

0,10,15

0,20,25

0,30,35

0 10 20 30Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (Hari)

Kotoran Ayam

O1D0

O1D1

O1D2

O1D3

O1D40

0,050,1

0,150,2

0,250,3

0,35

0 10 20 30Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kg

)Waktu Inkubasi (Hari)

Sekam Padi

O2D0

O2D1

O2D2

O2D3

O2D4

00,05

0,10,15

0,20,25

0,30,35

0 10 20 30Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (Hari)

Biochar Kotoran Ayam

O3D0

O3D1

O3D2

O3D3

O3D4

00,05

0,10,15

0,20,25

0,30,35

0 10 20 30

Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (Hari)

Biochar Sekam Padi

O4D0

O4D1

O4D2

O4D3

O4D4

Page 74: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

74

ketersediaan logam yang paling rendah, dan tertinggi pada dosis 3 ton ha-1 (Gambar

5.9).

Gambar 5.9 Ketersediaan Logam Cu Akibat Dosis Bahan Organik

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik kotoran ayam (O1), sekam padi (O2),

biochar kotoran ayam (O3) dan Biochar sekam padi (O4), terhadap ketersedian logam

berat Cr dalam tanah selama inkubasi menunjukkan semakin tinggi dosis bahan

organik yang diikuti dengan semakin lama masa inkubasi ketersedian logam berat Cr

dalam tanah semakin menurun, dimana dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai

0

5

10

15

20

25

30

0 10 20 30Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kg

)

Waktu inkubasi (hari)

Kotoran Ayam

O1D0

O1D1

O1D2

O1D3

O1D4

0

5

10

15

20

25

30

0 10 20 30Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kq

)

Waktu Inkubasi (hari)

Sekam Padi

O2D0

O2D1

O2D2

O2D3

O2D4

0

5

10

15

20

25

30

0 10 20 30

Kete

rsed

ian

Loga

m (m

g/kq

)

Waktu Inkubasi (hari)

Biochar Kotoran Ayam

O3D0

O3D1

O3D2

O3D3

O3D4

0

5

10

15

20

25

30

0 10 20 30

Kete

rsed

ian

Loga

m (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (hari)

Biochar Sekam Padi

O4D0

O4D1

O4D2

O4D3

O4D4

Page 75: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

75

ketersediaan logam yang paling rendah, dan tertinggi pada dosis 3 ton ha (Gambar

5.10).

Gambar 5.10 Ketersediaan Logam Cr Akibat Dosis Bahan Organik

5.1.3.2 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap sifat fisik tanah

Hasil analisis karakteristik sifat fisik tanah akibat perlakuan,terjadi interaksi

yang sangat nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, kecuali pada parameter

kadar air tanah. Semakin tinggi dosis bahan organik nilai parameter BV pada

masing-masing jenis bahan organik semakin kecil, sedangkan nilai parameter

porositas total semakin besar. Nilai BV 0,811 g cm-3 terendah dan nilai porositas total

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0 10 20 30Kete

rsed

iaan

Log

am (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (hari)

Kotoran Ayam

O1D0

O1D1

O1D2

O1D3

O1D4

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0 10 20 30

Kete

rsed

eian

Loga

m (m

g/kg

)Waktu Inkubasi (hari)

Sekam Padi

O2D0

O2D1

O2D2

O2D3

O2D4

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0 10 20 30Kete

rsed

ian

Loga

m (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (hari)

Biochar Kotoran Ayam

O3D0

O3D1

O3D2

O3D3

O3D4

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0 10 20 30

Kete

rsed

ian

Loga

m (m

g/kg

)

Waktu Inkubasi (hari)

Biochar Sekam Padi

O4D0

O4D1

O4D2

O4D3

O4D4

Page 76: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

76

Tabel 5.4Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Organik dengan Dosis Bahan Organik

terhadap Beberapa Parameter Sifat Fisik Tanah Inkubasi 35 hari

BV (g cm-3)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

1.050 a

0.956 b

0.940 c

0.892 g

0.877 h

1.050 a

0.960 b

0.925 d

0.912 e

0.829 j

1.050 a

0.924 d

0.881 h

0.851 i

0.819 k

1.050 a

0.953 b

0.916 e

0.910 b

0.811 l

BJ (g cm-3)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

2.152 j

2.558 d

2.635 c

2.650 c

2.762 a

2.152 j

2.390 g

2.686 b

2.706 b

2.739 a

2.152 j

2.205 i

2.405 g

2.456 b

2.505 e

2.152 j

2.337 h

2.480 b

2.502 e

2.702 b

Porositas total (%)

Dosis(ton ha-1)

Jenis bahan organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam padi0369

12

51.208 k

62.589 h

64.309 b

66.353 d

68.223 b

51.208 k

59.831 i

65.552 e

66.358 d

68.735 b

51.208 k

55.659 j

63.611 g

65.349 e

67.300 c

51.208 k

59.210 i

62.355 h

63.389 g

69.824 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata padataraf uji Duncan’s 5%

69,824% tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan

dosis 12 ton ha-1. Sedangkan nilai BV tertinggi pada perlakuan kombinasi kontrol

sebesar 1,050 g cm-3 dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan yang

lainnnya. Semakin tinggi nilai BV maka nilai porositas total tanah semakin kecil,

Page 77: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

77

begitu sebaliknya semakin kecil nilai BV maka nilai porositas total tanah semakin

besar (Tabel 5.4).

Hasil analisis pengaruh perlakuan jenis bahan organik dan dosis bahan organik

menunjukan pengaruh yang nyata, dimana nilai kadar air tanah tertinggi sebesar

17,020% diproleh pada jenis bahan organik biochar sekam padi dan berbeda nyata

dengan jenis bahan organik lainnya. Sedangkan pada perlakuan dosis bahan organik

nilai tertinggi sebesar 18,045% diperoleh pada dosis 12 ton ha-1 , dan terendah pada

tanpa dosis( kontrol ).

Tabel 5.5Pengaruh Perlakuan Jenis Bahan Organik dan Dosis Bahan Organik terhadapParameter Kadar Air Tanah, C Organik Inkubasi 35 hari dan Jumlah Daun

Pertanaman

Perlakuan Kadar Air Tanah (%) C- Organik (%)Jumlah Daun

(helai)

Jenis Bahan Organik

Kotoran ayamSekam padiBiochar kotoran ayamBiochar sekam padi

15,496 b

15,479 b

15,238 b

17,020 a

2,714 b

2,730 b

2,894 a

2,922 a

13,300 a

13,130 a

13,100 a

13,430 a

Dosis (ton ha-1)0369

12

11,230 c

11,629 c

15,698 b

16,440 b

18,045 a

2,260 d

2,658 c

2,914 b

2,915 b

3,239 a

11,950 e

12,540 d

13,250 c

13,910 b

14,540 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada ujiduncan’s taraf 5%.

Begitu juga perlakuan jenis bahan organik dan dosis bahan organik berpengaruh

nyata terhadap C- organik tanah,dimana nilai tertinggi diperoleh pada jenis bahan

organik sekam padi sebesar 2,922 %, tapi tidak berbeda nyata dengan nilai pada

Page 78: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

78

biochar kotoran ayam. Sedangkan pada perlakuan dosis nilai tertinggi diperoleh pada

dosis bahan organik 12 ton ha-1 sebesar 3,239 % dan terendah pada kontrol (Tabel

5.5).

Gambar 5.11 Hubungan BV dan Porositas Pada Berbagai Perlakuan

Gambar 5.11 menunjukkan pola hubungan antara bobot isi (BV) dan porositas

total tanah pada berbagai perlakuan kombinasi, dimana semakin tinggi nilai bobot isi

maka nilai porositas total tanah semakin kecil begitu sebaliknya.

5.1.3.3 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap sifak kimia tanah

Hasil analisis karakteristik sifat kimia tanah akibat perlakuan terjadi interaksi

yang sangat nyata terhadap beberapa parameter yang diamati, kecuali pada parameter

DHL, pH, N total, dan KB interaksinya tidak nyata. Semakin tinggi dosis bahan

organik nilai parameter P tersedia, KTK, dan K tersedia pada masing-masing jenis

bahan organik nilainya semakin tinggi. Perlakuan kombinasi biochar sekam padi

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

O1D

0

O1D

1

O1D

2

O1D

3

O1D

4

O2D

0

O2D

1

O2D

2

O2D

3

O2D

4

O3D

0

O3D

1

O3D

2

O3D

3

O3D

4

O4D

0

O4D

1

O4D

2

O4D

3

O4D

4

Porositas total Tanah (%)

BV (g

/cm

)

HUBUNGAN BV DAN POROSITAS TERHADAP BERBAGAI PERLAKUAN

BV

Porositas

Page 79: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

79

dengan dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai P tersedia sebesar 290,850 ppm, dan K

tersedia sebesar 184,700 ppm dan KTK sebesar 31,550 me/100g yang paling tinggi

dibandingkan dengan perlakuan yang lainnnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 (Tabel 5.6).

Tabel 5.6Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Organik dengan Dosis Bahan Organik

terhadap Beberapa Parameter Sifat Kimia Tanah Inkubasi 35 hari

P tersedia (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

150,530 f

185,340 de

205,300 cd

231,240 bc

256,260 b

150,530 f

154,320 ef

159,250 ef

161,990 ef

172,48 def

150,530 f

173,940 def

226,810 bc

245, 260 b

289,380 a

150,530 f

162,460 ef

182,570 def

173,340 def

290,850 a

KTK (me/100g)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

25,830 f

27,850 de

26,670 ef

30,260 abc

30,550 ab

25,830 f

28,810 bcd

29,080 bcd

29,530 bcd

29,350 bcd

25,830 f

26,890 ef

27,790 de

28,540 cde

30,600 b

25,830 f

28,960 bcd

30,390 abc

30,780 ab

31,550 a

K tersedia (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

134,000 de

114,560 bc

147,970 bcd

156,430 b

164,700 b

134,000 de

112,030 f

139,700 cd

136,350 cde

143,920 cd

134,000 de

143,290 cd

138,250 cde

173,470 b

178,730 a

134,000 de

125,510 e

138,640 cde

142,740 cd

184,700 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%

Jenis bahan organik berpengaruh nyata terhadap parameter DHL dan pH,

serta tidak nyata pada parameter N total, KB, dan Pb tersedia di tanah. Sedangkan

Page 80: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

80

dosis bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap parameter DHL, pH, N total ,

KB, dan Pb tersedia di tanah. Semakin tinggi dosis bahan organik nilai pH, N total

dan KB semakin besar dan berbeda nyata dengan kontrol. Sebaliknya semakin tinggi

dosis bahan organik, nilai ketersediaan Pb semakin kecil (Tabel 5.7).

Tabel 5.7Pengaruh Perlakuan Jenis Bahan Organik dan Dosis Bahan Organik terhadap

Beberapa Parameter Sifat Kimia Tanah Inkubasi 35 hari

Perlakuan

Sifat Kimia TanahDHL

(mmhoscm-1)

pH N Total (%) KB (%) Pb Tersedia(ppm)

Jenis Bahan Organik

Kotoran ayamSekam padiBiochar kotoran ayamBiochar sekam padi

4,844 ab

4,064 b

5,352a

4,546b

6,700 b

6,706 b

6,793 a

6,793 a

0,140 a

0,134 a

0,138 a

0,136 a

95,324 a

95,308 a

95,716 a

95,552 a

3,346 a

3,412 a

3,253 a

3,354 a

Dosis (ton ha-1)0369

12

5,620a

4,008c

4,395bc

4,490bc

4,994ab

6,700 b

6,708 b

6,775 ab

6,766 ab

6,791 a

0,120 b

0,137 a

0,140 a

0,144 a

0,144 a

93,69 0 c

94,615 d

95,234 c

96,360 b

97,478 a

3,650 a

3,450 b

3,320 c

3,205 d

3,079 e

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada ujiDuncan’s taraf 5%

Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik

memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap ketersediaan logam Cd, Cr, dan

Cu, sedangkan pada logam Pb interaksinya tidak nyata. Semakin tinggi dosis bahan

organik pada masing-masing jenis bahan organik, maka ketersediaan logam berat Cd,

Cr, dan Cu pada masing-masing jenis bahan organik menurun secara nyata. Bila

dibandingkan dengan konsentrasi pada perlakuan kontrol sudah terjadi penurunan

konsentrasi dengan meningkatnya dosis bahan organik. Nilai ketersediaan logam Cd

Page 81: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

81

0,139 ppm terendah ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi kotoran ayam dengan

dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain.

Tabel 5.8Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Konsentrasi

Ketersediaan Beberapa Logam Berat pada Tanah Inkubasi 35 hari

Cd (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar

Kotoran AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

0,298 a

0,149 ij

0,148 ij

0,142 ij

0,139 k

0,298 a

0,164 fg

0,160 gh

0,154 hi

0,146 ij

0,298 a

0,182 cd

0,175 de

0,17 0 ef

0,164 fg

0,298 a

0,190 ab

0,186 bc

0,176 de

0,169 ef

Cr (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar

Kotoran AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

0,595 a

0,060 b

0,057 b

0,048 c

0,038 d

0,595 a

0,060 b

0,057 b

0,048 c

0,038 d

0,595 a

0,037 de

0,029 efgh

0,022 hijk

0,018 ijk

0,595 a

0,02 7 fghi

0,018 ijk

0,016 jk

0,013 k

Cu (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan OrganikKotoranAyam

Sekam PadiBiochar

Kotoran AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

26,925 a

15,466 bc

15,36 6 bcd

14,636 cde

14,286 ef

26,925 a

14,173 ef

13,89 3 ef

13,640 f

13,553 f

26,925 a

13,666 f

13,400 f

12,593 g

12,120 g

26,925 a

13,493 f

14,686 cde

14,566 de

13,493 f

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf ujiDuncan’s 5%

Nilai ketersediaan logam Cr 0,013 ppm terendah diperoleh pada perlakuan

kombinasi jenis bahan organik biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1, akan

tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan

dosis 12 ton ha-1 yang nilainya 0,018 ppm. Sedangkan nilai ketersediaan logam Cu

Page 82: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

82

terrendah sebesar 12,120 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar kotoran

ayam dengan dosis 12 ton ha-1 , tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan biochar

kotoran ayam dosis 9 ton ha-1 (Tabel 5.8).

Gambar 5.12 menunjukkan pola hubungan antara KTK dengan ketersediaan

logam berat Pb dan Cu pada berbagai perlakuan kombinasi, dimana semakin tinggi

nilai KTK maka nilai ketersediaan semakin kecil begitu sebaliknya.

Gambar 5.12 Hubungan KTK dengan ketersediaan logam Pb dan Cu di tanahpada berbagai perlakuan

Gambar 5.13 menunjukkan pola hubungan antara KTK dengan ketersediaan

logam berat Cd dan Cr pada berbagai perlakuan kombinasi, dimana semakin tinggi

nilai KTK maka nilai ketersediaan logam Cd dan Cr semakin kecil begitu sebaliknya

semakin kecil nilai KTK maka nilai ketersedian logam Cd dan Cr semakin besar

dalam tanah.

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

5

10

15

20

25

30

35

O1D

0O

1D1

O1D

2O

1D3

O1D

4O

2D0

O2D

1O

2D2

O2D

3O

2D4

O3D

0O

3D1

O3D

2O

3D3

O3D

4O

4D0

O4D

1O

4D2

O4D

3O

4D4

Konsentrasi Logam di Tanah (m

g kg-1)

KTK

(me

/100

g)

KTK Tersedia di Tanah

Pb Tersedia Tanah

Cu Tersedia di Tanah

Page 83: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

83

Gambar 5.13 Hubungan KTK dengan Ketersediaan Logam Cd dan Cr diTanah

5.1.3.4 Pengaruh dosis biochar dan dosis bahan organik terhadap sifat biologi tanah

Hasil analisis karakteristik sifat biologi tanah akibat perlakuan menunjukan

interaksi yang tidak nyata untuk parameter C- organik. Sedangkan pengaruh

perlakuan jenis bahan organik dan dosis bahan organik menunjukkan pengaruh yang

nyata. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis bahan organik 12 ton ha-1

sebesar 3,239 %. Sedangkan pada perlakuan jenis bahan organik nilai tertinggi

diperoleh pada perlakuan jenis bahan organik biochar sekam padi sebesar 2,922%,

tapi tidak berbeda nyata dengan nilai 2,894 % pada perlakuan biochar kotoran ayam

(Tabel 5.5).

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0

5

10

15

20

25

30

35

O1D

0O

1D1

O1D

2O

1D3

O1D

4O

2D0

O2D

1O

2D2

O2D

3O

2D4

O3D

0O

3D1

O3D

2O

3D3

O3D

4O

4D0

O4D

1O

4D2

O4D

3O

4D4

Konsentrasi Logam di Tanah (m

g kg-1)

KTK

(me

/100

g-)

KTK

CD Tersedia di Tanah

Cr Tersedia di Tanah

Page 84: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

84

Tabel 5.9Jumlah Total Bakteri dan Total Jamur Akibat Pengaruh Dosis dan Jenis Bahan

Organik Inkubasi 35 hari

No Perlakuan Total JamurCFU g-1

Total BakteriCFU g-1

1 Kotoran ayam dosis 0 ton ha-1 (O1D0) 64 x 102 57 x 105

2 Kotoran ayam dosis 3 ton ha-1 (O1D1) 79 x 102 204 x 105

3 Kotoran ayam dosis 6 ton ha-1 (O1D2) 11 x 103 240 x 105

4 Kotoran ayam dosis 9 ton ha-1 (O1D3) 13,5 x 103 264 x 105

5 Kotoran ayam dosis 12 ton ha-1 (O1D4) 14,5 x 103 268 x 105

6 Sekam padi dosis 0 ton ha-1 (O2D0) 64 x 102 57 x 105

7 Sekam padi dosis 3 ton ha-1 (O2D1) 12 x 103 55,4 x 105

8 Sekam padi dosis 6 ton ha-1 (O2D2) 18,5 x 103 60,8 x 105

9 Sekam padi dosis 9 ton ha-1 (O2D3) 19,6 x 103 70,4 x 105

10 Sekam padi dosis 12 ton ha-1 (O2D4) 25,8 x 103 160 x 105

11 Biochar kotoran ayam dosis 0 ton ha-1 (O3D0) 64 x 102 57 x 105

12 Biochar kotoran ayam dosis 3 ton ha-1 (O3D1) 88 x 102 75,4 x 105

13 Biochar kotoran ayam dosis 6 ton ha-1 (O3D2) 11,2 x 103 20 x 106

14 Biochar kotoran ayam dosis 9 ton ha-1 (O3D3) 12,9 x 103 34,8 x 106

15 Biochar kotoran ayam dosis 12 ton ha-1 (O3D4) 13 x 103 36 x 106

16 Biochar sekam padi dosis 0 ton ha-1 (O4D0) 64 x 102 57 x 105

17 Biochar sekam padi dosis 3 ton ha-1 (O4D1) 99 x 102 74,2 x 105

18 Biochar sekam padi dosis 6 ton ha-1 (O4D2) 12,5 x 103 119,9 x 105

19 Biochar sekam padi dosis 9 ton ha-1 (O4D3) 21 x 103 212 x 105

20 Biochar sekam padi dosis 12 ton ha-1 (O4D4) 21.5 x 103 40 x 106

Hasil perhitungan jumlah total bakteri dan total jamur pada Tabel 5.9

diperoleh semakin tinggi dosis pada masing-masing jenis bahan organik, total bakteri

dan total jamur pada tanah semakin besar,begitu sebaliknya. Jumlah total jamur

tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi sekam padi dengan dosis 12 to ha-1

sebesar 25 x 10 3 CFU g-1 dan terendah pada perlakuan kontrol sebesar 64 x 102 CFU

g-1. Sedangkan total bakteri yang tertinggi dalam tanah diperoleh pada perlakuan

kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 sebesar 40 x 106 CFU g-1

dan terendah pada perlakuan kontrol sebesar 57 x 105 CFU g-1 (Tabel 5.9) dan

(Gambar 5.14)

Page 85: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

85

57 x 105 CFU g-1 (Kontrol) 40 x 106 CFU g-1 (O4D4)

64 x 102 CFU g-1 (Kontrol) 25,8 x 103 CFU g-1 (O2D4)

Gambar 5.14 Jumlah Total Bakteri (a) dan Total Jamur (b)

5.1.4 Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman jagung

Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik

memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap berat basah brangkasan

pertanaman, berat kering oven brangkasan per tanaman, tinggi tanaman maksimum,

dan berat biji per pot, sedangkan pada parameter jumlah daun interaksinya tidak

nyata. Peningkatan dosis dari masing-masing bahan organik sampai dosis 9 ton ha-1

secara nyata dapat meningkatkan nilai berat biji per pot, berat basah brangkasan per

a.

b.

Page 86: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

86

tanaman, berat kering oven brangkasan pertanaman, dan tinggi tanaman maksimum,

pada masing-masing jenis bahan organik dan mengalami penurunan bila dosisnya

dinaikan sampai 12 ton ha-1 (Tabel 5.10).

Perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 9 ton ha-1

memberikan nilai berat biji per pot sebesar 515,003 g, berat basah total brangkasan

pertanaman sebesar 411,800 g, berat kering oven total brangkasan sebesar 143,546 g

dan tinggi tanaman sebesar 252,183 cm berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi

yg lainya, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi biochar se

dengan dosiskam padi 9 ton ha-1 yang nilainya 555,800 g untuk berat biji perpot.

begitu juga dengan berat kering oven brangkasan sebesar 134,458 g pada perlakuan

kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 6 ton ha-1 tidak berbeda nyata. Nilai

tinggi tanaman sebesar 253,183 cm pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam

dengan dosis 12 ton ha-1 tidak berbeda nyata dengan dosis 9 ton ha-1 dan 6 ton ha-1

serta dengan nilai 250,333 cm pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan

dosis 12 ton ha-1, dan berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi lainnya.

Perlakuan jenis bahan organik memberikan pengaruh yang tidak nyata

terhadap parameter jumlah daun per tanaman. Sedangkan pengaruh perlakuan dosis

bahan organik memberikan pengaruh yang sangat nyata, dimana nilai tertinggi

diperoleh pada perlakuan dosis 12 ton ha-1 sebesar 14,540 helai dan terkecil pada

perlakuan kontrol sebesar 11,950 helai (Tabel 5.5).

Page 87: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

87

Tabel 5.10Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Beberapa

Parameter Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung

Berat biji per pot (g)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam padiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

300,800 h

391,800 efg

411,500 def

457,200 cd

415,700 def

300,800 h

376,800 fg

353,666 g

455,200 cd

401,200 def

300,800 h

410,700 def

444,300 cde

515,033 ab

482,400 bc

482,400 bc

411,500 def

447,000 cde

555,800 a

474,300 bc

Berat basah brangkasan per tanaman (g)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

286,200 j

324,966 cdefg

318,450 efghi

339,466 cdef

314,66 6 efghij

287,533 ij

288,083 ij

306,633 ghij

344,216 cde

310,500 fghij

294,866 ghij

320,333 efgh

384,166 b

411,800 a

352,683 cd

292,200 hij

296,850 ghij

322,466 defgh

353,716 c

338,51 6 cdef

Berat kering oven brangkasan per tanaman (g)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

100,360 fg

113,738 bcde

106,220 efg

120,946 bc

110,191 cdef

94,630 g

100,828 fg

107,380 def

120,480 bc

108,674 def

103,897 efg

112,783 bcde

134,458 a

143,546 a

123,439 b

102,269 efg

103,897 efg

112,863 bcde

123,800 b

118,480 bcd

Tinggi tanaman maksimum (cm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

215,166 h

227,500 g

231,33 3 efg

236,333 cde

24,000 bcd

219,833 h

233,33 3 efg

235,000 ef

235,833 de

244,500 b

219,166 h

241,733 bc

250,050 a

252,18 3 a

253,183 a

215,166 h

229,833 fg

232,500 efg

236,166 cde

250,333 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%

Page 88: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

88

5.1.5 Total logam berat pada biji jagung

Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik

memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap konsentrasi total logam berat Pb,

Cd, Cu, dan Cr pada biji jagung. Peningkatan dosis bahan organik pada masing-

masing jenis bahan organik menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi total

logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr pada biji jagung. Terjadi penurunan nilai konsentrasi

total pada perlakuan biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 sebesar 58,040%

pada logam Pb; 47,300% pada logam Cd; 62,910% pada logam Cu dan 66,610% pada

logam Cr, bila dibandingkan dengan nilai pada kontrol. Menurut BPOM 1989 nilai

ambang batas logam Pb (0,110-7,680 ppm), Logam Cd (0,010-0,100 ppm), dan

logam Cu (2,280-10 ppm). Konsentrasi total logam Pb dan Cd pada biji jagung

masih berada di atas ambang kritis kreteria BPOM 1989, sedangkan untuk logam Cu

sudah berada di bawah ambang kritis (Tabel 5.11). Nilai konsentrasi total logam Pb

20,766 ppm terrendah ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi biochar sekam padi

dengan dosis 12 ton ha-1, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai Pb pada

perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 9 ton ha-1 dan 12 ton ha-1.

Nilai konsentrasi total terrendah untuk logam Cd diperoleh pada perlakuan kombinasi

biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha -1 sebesar 2,844 ppm dan berbeda nyata

dengan perlakuan yang lainnya.

Page 89: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

89

Tabel 5.11Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Konsentrasi

Total Beberapa Logam Berat pada Biji Jagung

Pb (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

49,500 a

38,983 bc

35,783 cd

32,583 cde

31,886 de

49,500 a

48,783 a

47,550 a

45,383 ab

43,250 ab

49,500 a

27,316 ef

31,886 de

21,973 f

21,216 f

49,500 a

34,133 cde

30,616 de

27,450 ef

20,766 f

Cd ( ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

5,397 a

4,763 bcd

4,430 cde

4,566 cde

3,730 fg

5,397 a

5,164 ab

5,008 abc

4,893 abcd

4,739 cde

5,397 a

5,198 ab

4,439 cde

4,123 ef

3,340 fg

5,397 a

4,369 de

3,544 gh

3,061 hi

2.844 i

Cu (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar Sekam

Padi0369

12

1,680 a

1,613 a

1,543 a

1,336 b

1,043 cde

1,680 a

1,583 a

1,326 b

1,193 bc

0,930 de

1,680 a

1,229 bc

1,107 cd

0,901 de

0,680 fg

1,680 a

1,346 b

1,073 cde

0,860 ef

0,623 g

Cr (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam padiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

2,360 a

2,163 ab

1,988 bc

1,799 cde

1,620 de

2,360 a

2,196 ab

2,014 abc

1,491 ef

0,980 gh

2,360 a

1,897 bcd

1,688 cde

1,573 def

1,276 fg

2,360 a

1,473 ef

1,275 fg

1,035 gh

0,788 h

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%

Page 90: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

90

Nilai konsentrasi total logam Cu terendah sebesar 0,623 ppm diperoleh pada

perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata

dengan perlakuan lainnnya akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai 0,680 ppm

pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1.

Nilai konsentrasi total logam Cr terrendah sebesar 0,788 ppm diperoleh pada

perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata

dengan perlakuan lainnya akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai 1,035 ppm

pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 9 ton ha-1 .

5.1.6 Total logam berat pada brangkasan jagung

Pengaruh perlakuan jenis bahan organik dengan dosis bahan organik

memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap total logam berat Pb, Cd, Cu, dan

Cr pada brangkasan jagung. Peningkatan dosis bahan organik pada masing-masing

jenis bahan organik secara nyata dapat menurunkan konsentrasi logam berat total Pb,

Cd, Cu, dan Cr pada brangkasan tanaman jagung pada masing-masing jenis bahan

organik. Terjadi penurunan nilai konsentrasi pada perlakuan biochar sekam padi

dengan dosis 12 ton ha-1 sebesar 57,270% pada logam Pb; 61,490% pada logam Cd;

77,040% pada logam Cu dan 84,380% pada logam Cr, bila dibandingkan dengan

kontrol (Tabel 5.12). Konsentrasi logam berat Pb terendah sebesr 15,903 ppm

diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1

dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi kotoran ayam, sekam padi dan

biochar kotoran ayam dosis 12 ton ha-1.

Page 91: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

91

Tabel 5.12Pengaruh Interaksi Dosis dengan Jenis Bahan Organik terhadap Konsentrasi

Total beberapa Logam Berat pada Brangkasan

Pb (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

37,225 a

32,136 ab

30,239 bc

25,216 cdef

19,111 fgh

37,225 a

31,882 ab

27,365 becd

23,822 dgef

18,867 gh

37,225 a

28,145 bcd

24,916 cdefg

21,736 efgh

16,571 h

37,225 a

24,708 cdefg

23,561 defg

20,471 fgh

15,903 h

Cd (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

3,877 a

3,860 a

3,673 a

2,879 bc

2,589 bcde

3,877 a

3,010 b

2,710 bcd

2,403 cdef

1,936 fgh

3,877 a

2,650 bcde

2,400 cdef

2,150 efg

1,796 gh

3,877 a

2,770 bcd

2,283 defg

2,043 fg

1,493 h

Cu (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

57,710 a

52,450 a

35,626 cd

28,843 e

21,803 f

57,710 a

42,423 b

35,680 cd

33,870 cde

30,156 de

57,710 a

37,610 bc

33,770 cde

22,960 f

15,753 g

57,710 a

29,346 e

23,373 f

16,596 g

13,246 g

Cr (ppm)

Dosis(ton ha-1)

Jenis Bahan Organik

Kotoran Ayam Sekam PadiBiochar Kotoran

AyamBiochar

Sekam Padi0369

12

9,661 a

5,444 b

4,836 bc

4,348 cd

3,911 de

9,661 a

4,428 cd

3,586 ef

3,083 fg

2,771 g

9,661 a

4,936 bc

4,409 cd

3,898 de

3,083 fg

9,661 a

3,880 de

3,503 ef

2,756 g

1,509 h

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%

Page 92: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

92

Konsentrasi logam berat Cd terendah sebesar 1,493 ppm diperoleh pada perlakuan

kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan

perlakuan kombinasi yang lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan

kombinasi sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 yang nilainya 1,936 ppm, dan nilai

1,796 ppm pada perlakuan kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1

Konsentrasi logam berat Cu terendah sebesar 13,246 ppm diperoleh pada

perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1, dan berbeda nyata

dengan kombinasi lainnya tetapi tidak berbeda nyata dengan kombinasi biochar

sekam padi dengan dosis 9 ton ha-1 dengan nilai 16, 596 ppm. Konsentrasi logam

berat Cr terendah sebesar 1,509 ppm diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar

sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi

lainnya. Menurut Allowy (1995) ambang batas total logam berat pada tanaman:

logam Pb (5-300 ppm), logam Cd (5-30 ppm), dan logam Cu (20-100 ppm).

Konsentrasi total logam berat Pb, Cd, dan Cu, pada brangkasan tanaman jagung

sudah berada di bawah ambang batas .

5.2 Pengaruh Kombinasi Dosis Biochar dengan Dosis Bahan Organik Terhadap

Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Lahan Terdegradasi

Limbah Cair Garmen

5.2.1 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap

sifat fisik tanah

Page 93: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

93

Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik

memberikan interaksi yang sangat nyata pada beberapa parameter sifat fisik tanah

seperti ,kadar air tanah, Berat Jenis (BJ), BV dan Porositas total.

Tabel 5.13Pengaruh Interaksi Dosis biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap

Beberapa Parameter Sifat Fisik Tanah Inkubasi 35 hari

Kadar Air Tanah(%)Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

17,137 b

18,399 a

15,294 d

15,196 d

15,144 d

15,091 d

14,210 e

16,560 c

16,541 c

BJ (g cm-3)Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

2,592 b

2,818 a

2,556 b

2,508 b

2,549 b

2,473 b

2,171 c

2,498 b

2,570 b

BV(g cm-3)Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

1,030 bc

1,013 c

1,082 ab

1,083 ab

1,044 bc

1,057 bc

1,128 a

1,077 ab

1,048 bc

Porositas Total (%)Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

60,277 b

64,042 a

57,665 cd

56,780 d

59,213 bc

56,780 d

48,004 c

56,877 d

59,080 bc

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayamB2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padiB3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padiK1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayamK2 = 10,375 ton ha-1 sekam padiK3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi

Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-masing dosis bahan organik

memberikan nilai yang berbeda untuk parameter BJ, BV, dan porositas total. Begitu

Page 94: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

94

juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masing-masing dosis biochar

memberikan nilai yang berbeda untuk parameter BJ, BV, dan porositas total (Tabel

5.13).

Hasil uji statistika pada Tabel 5.13 menunjukan bahwa perlakuan kombinasi

biochar sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) memberikan

nilai terendah untuk parameter BV sebesar 1,013 g cm-3 dan tertinggi untuk

parameter kadar air, BJ dan porositas total dengan nilai sebesar 18,399 % untuk

kadar air, 2,818 g cm-3 untuk BJ dan 64,042% untuk porositas total. Terjadi

penurunan nilai BV sebesar 1,650% dan peningkatan nilai porositas total tanah

sebesar 6,340% bila dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan

pengaruh perlakuan kombinasi yang lainnya beragam pada msing-masing parameter

sifat fisik tanah (Tabel 5.13).

5.2.2 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap

sifat kimia dan biologi tanah

Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik

menunjukan interaksi yang sangat nyata terhadap parameter sifat kimia seperti DHL,

K tersedia, dan P tersedia, sedangkan pada parameter pH, KTK, KB, dan N total

interaksinya tidak nyata. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-masing dosis

bahan organik memberikan nilai yang berbeda untuk parameter DHL, K tersedia, dan

P tersedia. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masing-masing

Page 95: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

95

dosis biochar memberikan nilai yang berbeda untuk parameter DHL, K tersedia, dan

P tersedia.

Tabel 5.14Pengaruh Interaksi Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap Sifat

Kimia dan Biologi Tanah Inkubasi 35 hari

Sifat KimiaDHL (mmhos cm-1)

DosisBiochar

Dosis Bahan organicK1 K2 K3

B1B2B3

13,150 a

1,196 c

12,523 a

5,643 b

3,920 bc

4,253 bc

3,996 bc

5,660 b

4,973 b

K tersedia (ppm)Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

607,200 a

777,246 a

342,283 b

304,043 b

187,470 b

232,513 b

268,576 b

324,243 b

244,190 b

P tersedia (ppm)Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

176,356 b

406,136 a

128,593 bc

246,956 b

133,336 bc

200,340 b

42,046 c

215,570 b

146,360 bc

Sifat BiologiC-organik (%)

Dosisbiochar

Dosis bahan organicK1 K2 K3

B1B2B3

4,140 b

4,586 a

3,803 bc

3,576 c

3,450 c

3,530 c

3,873 bc

3,443 c

3,820 bc

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayamB2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padiB3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padiK1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayamK2 = 10,375 ton ha-1 sekam padiK3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi

Perlakuan kombinasi B2K1 memberikan nilai K tersedia dan P tersedia paling

tinggi yaitu 777, 246 ppm untuk K tersedia dan 406,136 ppm untuk P tersedia.

Page 96: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

96

Terjadi peningkatan nilai 28% pada K tersedia dan 13,250% pada P tersedia, bila

dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan untuk parameter DHL

pada perlakuan kombinasi B2K1 nilainya terendah sebesar 1,196 mmhos cm-1

(Tabel 5.14)

Pengaruh perlakuan dosis biochar memberikan interaksi yang sangat nyata

terhadap parameter C- organik. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-

masing dosis bahan organik memberikan nilai yang berbeda untuk parameter C

organik tanah. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masing-

masing dosis biochar memberikan nilai yang berbeda untuk parameter C- organik

tanah, dimana nilai C- organik tanah tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi

B2K1 sebesar 4,586 %. Terjadi peningkatan 10,770% bila dibandingkan dengan nilai

pada perlakuan B1K1 (Tabel 5.14).

Perlakuan dosis biochar berpengaruh tidak nyata terhadap parameter sifat

kimia tanah seperti pH, KTK, dan KB, sedangkan pada parameter N total

pengaruhnya nyata. Nilai N total tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis optimum

biochar kotoran ayam 9,930 ton ha-1( B1 ) dengan nilai 0,196 %, dan tidak berbeda

nyata dengan nilai 0,183 % pada perlakuan B2(9,28 ton ha-1). Begitu juga pengaruh

perlakuan dosis bahan organik berpengaruh nyata pada parameter pH dan KTK,

sedangkan pada parameter KB , dan N total pengaruhnya tidak nyata (Tabel 5.15)

Page 97: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

97

Tabel 5.15Pengaruh Perlakuan Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap

Beberapa Parameter Sifat Kimia Tanah Setelah Inkubasi 35 hari

PerlakuanSifat Kimia

pH KTK(me/100g) KB(%) N total(%)Dosis BiocharB1 6,500 a 36,593 a 80,671 a 0,196 a

B2 6,533 a 35,855 a 85,316 a 0,183 ab

B3 6,500 a 35,627 a 84,547 a 0,168 b

Dosis Bahan OrganikK1 6,588 a 35,168 b 87,326 a 0,174 a

K2 6,466 b 36,713 a 83,980 a 0,196 a

K3 6,477 b 36,194 ab 79,228 a 0,177 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf ujiDuncan’s 5

B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayamB2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padiB3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padiK1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayamK2 = 10,375 ton ha-1 sekam padiK3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi

5.2.3 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap

ketersedian logam berat di tanah

Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dan dosis bahan organik

memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap ketersediaan logam Pb, Cu, Cd,dan

Cr di dalam tanah. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada masing-masing dosis

bahan organik memberikan nilai yang berbeda terhadap ketersediaan logam berat Pb,

Cu, Cd, dan Cr di dalam tanah. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik

pada masing-masing dosis biochar memberikan nilai yang berbeda terhadap

ketersediaan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Cr di dalam tanah (Tabel 5.16).

Page 98: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

98

Tabel 5.16Pengaruh Interaksi Kombinasi Dosis Biochar dengan Dosis Bahan Organik

Terhadap Ketersediaan Logam Berat di Tanah Masa Inkubasi 35 hari

Pb ( ppm)Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

2,557 bc

2,206 d

2,384 cd

2,538 bc

2,577 bc

2,666 b

2,225 d

2,579 bc

2,974 a

Cu (ppm )Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

17,534 b

15,269 c

17,324 b

16,660 c

17,558 b

17,352 b

15,565 d

18,254 a

17,538 b

Cr ( ppm )Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

0,235 bc

0,175 d

0,222 bcd

0,325 a

0,216 bcd

0,342 a

0,252 b

0,192 cd

0,186 d

Cd ( ppm )Dosis

BiocharDosis Bahan Organik

K1 K2 K3B1B2B3

0,092 ab

0,078 c

0,095 ab

0,087 bc

0,085 bc

0,091 abc

0,101 a

0,102 a

0,103 ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayamB2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padiB3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padiK1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayamK2 = 10,375 ton ha-1 sekam padiK3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi

Hasil uji statistika yang ditunjukan pada Tabel 5.16 nilai ketersediaan logam

berat Pb, Cu, Cr, dan Cd terendah ditunjukan oleh perlakuan kombinasi biochar

sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) yaitu untuk logam Pb

nilainya sebesar 2,206 ppm, Cu sebesar 15,269 ppm, Cr sebesar 0,175 ppm, dan Cd

sebesar 0,078 ppm. Terjadi penurunan sebesar 13,720% pada logam Pb; 12,910%

Page 99: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

99

pada logam Cu; 25,530% pada logam Cr dan 15,210% pada logam Cd, bila

dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan nilai tertinggi dari

masing-masing logam berat terdapat pada perlakuan kombinasi yang berbeda,

tergantung dari jenis logam beratnya.

5.2.4 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung

Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik

terhadap parameter pertumbuhan dan hasil tanaman jagung menunjukkan interaksi

yang tidak nyata.

Tabel 5.17Pengaruh Perlakuan Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap

Beberapa Parameter Pertumbuhan Tanaman Jagung

Perlakuan

Parameter PertumbuhanTinggi

TanamanMaksimum

(cm)

Jumlah DaunMaksimum

(helai)

Berat BasahTotal

Brangkasanper ubinan

(kg)

Berat KeringOven Total

Brangkasan perubinan (kg)

Dosis BiocharB1 211,00 a 12,000 a 29,356 a 9,672 a

B2 205,444 a 11,555 a 24,959 b 8,176 ab

B3 207,722 a 11,500 a 24,989 b 7,073 b

Dosis Bahan OrganikK1 209,500 a 11,666 a 26,632 a 8,164 a

K2 204,555 a 11,500 a 26,277 a 8,618 a

K3 210,111 a 11,888 a 26,392 a 8,140 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf ujiDuncan’s 5%

B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayamB2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padiB3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padiK1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayamK2 = 10,375 ton ha-1 sekam padiK3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi

Page 100: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

100

Tabel 5.18Pengaruh Perlakuan Dosis Biochar dan Dosis Bahan Organik terhadap

Beberapa Parameter Hasil Tanaman Jagung

Perlakuan

Parameter Hasil

Berat Basah Biji perubinan (kg)

Berat Basah Biji per hektar(ton)

Dosis BiocharB1 4,290 a 16,990 a

B2 3,502 a 13,899 a

B3 4,142 a 16,393 a

Dosis Bahan OrganikK1 3,914 a 15,534 a

K2 4,180 a 16,546 a

K3 3,840 a 15,204 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf ujiDuncan’s 5 %.

B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayamB2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padiB3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padiK1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayamK2 = 10,375 ton ha-1 sekam padiK3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi

Begitu juga pengaruh masing-masing faktor dari dosis biochar maupun dosis

bahan organik memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter

pertumbuhan dan hasil, kecuali pada parameter berat basah total brangkasan per

ubinan dan berat kering oven total brangkasan per ubinan dosis biochar memberikan

pengaruh yang nyata (Tabel 5.17 dan 5.18).

5.2.5 Pengaruh kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap

konsentrasi total logam berat pada biji jagung dan brangkasan

Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik

memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap konsentrasi logam berat total Cu

dan Pb pada biji jagung dan brangkasan. Sedangkan pada logam berat Cd dan Cr

Page 101: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

101

tidak teridentifikasi kecuali konsentrasi logam berat Cd pada brangkasan

menunjukkan interaksi yang sangat nyata. Pengaruh perlakuan dosis biochar pada

masing-masing dosis bahan organik memberikan nilai yang berbeda terhadap

konsentrasi total logam berat Pb dan Cu pada biji jagung, serta logam Pb, Cu dan Cd

pada brangkasan. Begitu juga pengaruh perlakuan dosis bahan organik pada masing-

masing dosis biochar memberikan nilai yang berbeda terhadap konsentrasi total

logam berat Pb dan Cu pada biji jagung, serta logam Pb, Cu dan Cd pada brangkasan.

(Tabel 5.19).

Nilai konsentrasi total logam berat Pb dan Cu terendah pada biji jagung

diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran

ayam optimum (B2K1) yaitu untuk logam berat Pb sebesar 5,083 ppm dan 2,397

ppm untuk logam berat Cu. Terjadi penurunan 3,500% pada logam Pb dan 47,490%

pada logam Cu bila dibandingkan dengan perlakuan B1K1. Begitu juga pada

brangkasan jagung nilai konsentrasi total logam berat Pb, Cu, dan Cd terendah

diperoleh pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum dengan kotoran

ayam optimum (B2K1) yaitu untuk logam berat Pb sebesar 12,594 ppm , logam berat

Cu sebesar 6,023 ppm dan logam berat Cd sebesar 0,638 ppm. Terjadi penurunan

74,950% pada logam Pb; 69,810% pada logam Cu dan 17,140% pada logam Cd bila

dibandingkan dengan nilai pada perlakuan B1K1. Sedangkan nilai konsentrasi total

tertinggi dari masing-masing logam berat baik pada biji maupun brangkasan berada

pada perlakuan kombinasi yang berbeda tergantung dari jenis logam beratnya (Tabel

5.19).

Page 102: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

102

Tabel 5.19Pengaruh Interaksi Kombinasi Dosis Biochar dengan Dosis Bahan Organikterhadap Konsentrasi Total Logam Berat pada Biji Jagung dan Brangkasan

Pb (ppm) Pada BijiDosis

biocharDosis bahan organik

K1 K2 K3B1B2B3

6,643 e

5,083 e

28,903 d

6,843 e

32,983 c

36,460 b

6,566 e

34,766 bc

46,823 a

Cu (ppm) Pada BijiDosis

biocharDosis bahan organik

K1 K2 K3B1B2B3

4,565 b

2,397 c

5,312 b

28,953 a

4,188 b

3,830 bc

3,830 bc

3,903 bc

2, 397 c

Pb (ppm) Pada BrangkasanDosis

biocharDosis bahan organik

K1 K2 K3B1B2B3

50,277 a

12,594 c

46,662 ab

47,792 a

45,858 ab

51,183 a

15,186 c

41,635 b

48, 693 a

Cu (ppm) Pada BrangkasanDosis

biocharDosis bahan organik

K1 K2 K3B1B2B3

19,953e

6,023 g

35,730c

53,166b

24,033d

50,513b

16,280f

37,266c

68,153a

Cd (ppm) Pada BrangkasanDosis

biocharDosis bahan organik

K1 K2 K3B1B2B3

0,770 d

0,638 d

3,533 ab

0,846 d

0,842 c

3,819 a

0,804 d

3,179 bc

3,660 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan’s 5%B1 = 9,930 ton ha-1 biochar kotoran ayamB2 = 9,280 ton ha-1 biochar sekam padiB3 = 4,965 ton ha-1 biochar kotoran ayam + 4,640 ton ha-1 biochar sekam padiK1 = 8,544 ton ha-1 kotoran ayamK2 = 10,375 ton ha-1 sekam padiK3 = 4,272 ton ha-1 kotoran ayam + 5,137 ton ha-1 sekam padi

Nilai ambang kritis untuk logam berat pada biji jagung menurut BPOM

((1979) adalah: logam Pb(0,110-7,680 ppm), logam Cu( 2,280-10 ppm), sedangkan

Page 103: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

103

untuk logam Cr dan Cd kreterianya belum ditentukan . Jadi nilai konsentrasi logam

berat Pb dan Cu pada biji jagung pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi

optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1) sudah berada di bawah ambang

batas dari kreteria yang ditetapkan oleh BPOM (1989).

Menurut Alloway (1995) nilai ambang batas logam pada brangkasan adalah :

logam Cu ( 20-100 ppm), Pb (5-300 ppm), Cr (5-30 ppm), sedangkan untuk logam

Cd nilainya belum ditentukan. Jadi nilai konsentrasi logam berat Pb , Cu, dan Cd

pada brangkasan jagung pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi optimum

dengan kotoran ayam optimum (B2K1) sudah berada di bawah ambang batas dari

kreteria yang ditetapkan oleh Allowy (1995).

Page 104: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

104

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian di Rumah Kaca dan di Lapangan

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab V dapat

ditarik benang merah pembuktian secara empiris konsep yang telah dikontruksi dan

telah terujinya semua hipotesis yang diajukan pada Bab III. Beberapa hal menarik

yang dibahas pada paragraf-paragraf selanjutnya adalah perbedaan karakteristik

bahan organik dan biocharnya yang mempengaruhi perbedaan daya benahnya

terhadap tanah pertanian yang tercemar limbah cair garmen, perbedaan dosis bahan

organik dan atau biochar yang ditambahkan mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah

sehingga terjadi perbedaan hasil tanaman jagung yang ditanami pada lahan pertanian

yang diremediasi tersebut, dan interaksi antara jenis bahan organik dan biocharnya

dengan dosis-dosisnya dalam mempengaruhi daya benah lahan pertanian yang

tercemar limbah cair garmen sehingga terjadi perbedaan kuantitas dan kualitas jagung

yang dihasilkan.

Perbedaan karakteristik bahan organik dan biocharnya disebabkan oleh

adanya reaksi pirolisis bahan organik menjadi biocharnya. Proses pirolisis dari bahan

organik kotoran ayam menjadi biochar kotoran ayam, setelah dianalisis FT-IR

teridentifikasi adanya gugus fungsional baru yaitu gugus –C=C- dari cincin karbon

aromatik, gugus -C=O dari senyawa alkehid, keton dan atau karboksilat, dan gugus-

gugus -C−N- dan –N-H dari senyawa amina dan atau amida. Begitu juga ketika

Page 105: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

105

sekam padi diubah menjadi biochar, terbentuk gugus-gugus fungsional –C=C- dari

cincin karbon-karbon aromatic, gugus nitro (-NO2), nitrida (-C≡N), dan karboksilat

atau eter (-C=O). Hal ini menunjukkan terjadinya proses oksidasi dan karbonisasi.

Oksidasi adalah peningkatan bilangan oksidasi dari atom-atom penyusun suatu

senyawa akibat adanya reaksi pembakaran atau terbentuknya senyawa-senyawa yang

mengandung atom oksigen akibat pembakaran. Sedangkan karbonasi adalah reaksi

hilangnya gugus-gugus penyusun molekul air dari senyawa karbohidrat menjadi

senyawa karbon tanpa gugus –C-H dan C-OH menjadi gugus-gugus -C-C- dan –

C=C-. Munculnya gugus fungsional yang menyebabkan terjadinya cincin aromatik

yaitu cincin karbon dengan ikatan C-C dan C=C yang berselang-seling

mengakibatkan terjadinya delokalisasi elektron sehingga terbentuk awan elektron.

Adanya awan electron ini menyebabkan partikel-partikel penyusun biochar

bermuatan negatif dan memiliki derajat aromatisitas yang lebih tinggi sehingga

memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengikat ion-ion elektrofilik seperti

ion-ion logam berat. Pirolisis dalam pembuatan biochar juga menyebabkan komposisi

karbon organik menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelum dibuat biochar.

Kandungan karbon organik yang lebih tinggi dan sifat-sifat aromatisasi dari cincin-

cincin karbon yang ada pada biochar menyebankan biochar memiliki kemampuan

pembenah tanah yang lebih baik dibandingkan bahan organik. Hal ini didukung oleh

hasil penelitian Novak et al. (2009) yang menemukan aplikasi biochar pada tanah

masam di US selatan dapat meningkatkan pH tanah, C organik, unsur Mn, dan Ca

serta dapat menurunkan kandungan S dan Zn. Dengan demikian, hasil penelitian ini

Page 106: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

106

membuktikan konsep yang telah dikonstruksi sebelumnya yang menjadi temuan baru

penelitian ini yaitu perbedaan karakteristik bahan organik dan biocharnya

menyebabkan perbedaan daya benah terhadap tanah tercemar limbah garmen.

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap beberapa parameter sifat

fisik tanah yang tercemar limbah cair garmen memberikan interaksi yang sangat

nyata. Hasil uji statistika pada Tabel 5.4 menunjukkan nilai bobot isi terendah

sebesar 0,811 g cm-3 dan nilai porositas tertinggi sebesar 69,824% diperoleh pada

perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 to ha-1 dan berbeda nyata

dibandingkan dengan kontrol (tanpa dosis). Penurunan nilai bobot isi ini terjadi

disebabkan oleh adanya pembentukan agregat tanah, pada perlakuan kombinasi

biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Selain itu hal ini juga didukung oleh

adanya senyawa cincin aromatis (C=C) yang tinggi pada biochar sekam padi,

sebagaimana yang ditunjukan oleh hasil analisis FT-IR pada Gambar 5.4 pada

serapan gelombang 1550,70 cm-1 dan gugus karboksilat (O−H) pada serapan

gelombang 3392,79 cm-1 dan 3554, 81 cm-1 yang mana kedua gugus fungsi ini

mendukung terbentuknya agregasi tanah. Pembentukan agregasi tanah ini menurut

Glaser et al. 2000 terbentuk akibat adanya organo mineral yang ada di ujung

kerangka aromatis dari biochar yang membentuk gugus karboksilat. Penurunan nilai

bobot isi dan naiknya porositas tanah pada tanah yg diberi biochar sekam padi,

berkaitan juga dengan tingginya luas permukaan biochar sekam padi dibandingkan

dengan bahan organik lainnya hal ini sesuai dengan hasil analisis foto SEM dengan

pembesaran 2000x seperti pada Gambar 5.5. Hal ini didukung juga oleh hasil

Page 107: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

107

penelitian Pohan (2002) menemukan luas permukaan biochar sekam padi seluas

2000 m2g-1. Begitu juga menurut This and Rillig (2009) menyatakan biochar sering

dipakai sebagai absorben karena memiliki luas permukaan yang besar, bahkan

beberapa ribu kali lipat lebih besar dari sumber bahan sorben lainnya. Selain itu juga

sorben karbon seperti biochar telah terbukti memiliki afinitas yang sangat tinggi

(Lohmann et al., 2005; Brandli et al ., 2008).

Pola hubungan antara bobot isi dengan porositas tanah pada berbagai

perlakuan kombinasi berbagai jenis bahan organik dengan dosis, menunjukkan

semakin tinggi nilai bobot isi maka nilai porositas total tanah semakin rendah

(Gambar 5.11) hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan C organik di dalam

tanah akibat perlakuan jenis bahan organik dengan dosis. Bahan organik yang

diberikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi yang menghasilkan asam-

asam organik yang memiliki peranan penting dalam granulasi tanah yang telah

mengalami pemadatan, sehingga tanah menjadi sarang. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa kandungan C organik tertinggi sebesar 2,922%

diperoleh pada perlakuan biochar sekam padi dan tidak berbeda nyata dengan nilai

2,894% yang diperoleh pada biochar kotoran ayam (Tabel 5.5).

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap beberapa parameter sifat

kimia tanah yang tercemar limbah cair garmen memberikan interaksi yang sangat-

sangat nyata. Nilai dari parameter P tersedia sebesar 290,850 ppm, KTK sebesar

30,60 me/100g, K tersedia sebesar 178,730 ppm, diperoleh pada perlakuan kombinasi

biochar kotoran ayam dengan dosis 12 ton ha-1 dan tidak berbeda nyata dengan nilai

Page 108: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

108

pada perlakuan kombinasi biochar sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Hal ini

terjadi karena biochar sekam padi memiliki kemampuan meningkatkan pH tanah

sehingga nilai KTK yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

lainnya yang pada akhirnya akan dapat menjerap logam berat Cd, Cr, dan Cu

sehingga ketersediaanya dalam tanah menjadi lebih kecil dengan semakin

meningkatnya dosis biochar yang diberikan. Hal ini juga didukung dari hasil

penelitian yang menunjukkan ketersediaan logam Pb, Cd, Cu , dan Cr yang semakin

menurun dengan semakin lamanya masa inkubasi biochar dalam tanah. Selain itu

naiknya nilai KTK pada biochar sekam padi, karena munculnya muatan negatif dari

kelompok asam karboksilat (C−O) pada daerah serapan 1085,920 cm-1 dan 1172,720

cm-1 dari hasil analisis FT-IR (Gambar 5.4). Hasil penelitian tentang peningkatan

nilai KTK di tanah dengan penambahan biochar juga ditemukan oleh Chan et al

(2007). Disamping itu biochar sekam padi memiliki rangkaian aromatik yang tinggi

yang dapat membentuk organo kompleks dengan Cd, Cr dan Cu. Senyawa komplek

terbentuk dari reaksi antara ion logam dengan ligan organik, dimana ion logam atau

kation sebagai penerima pasangan elektron sekaligus bertindak sebagai atom pusat,

sedangkan ligan organik adalah penyumbang pasangan elektron. Dimana, menurut

Chen et al .,2003 merumuskan L + S = LS dimana L = logam, S = Senyawa

pengkhelat, dan LS = komplek logam senyawa pengkhelat. Menurut Fessenden &

Fessenden (1994) senyawa aromatik mempunyai awan siklik yang terdiri dari

elektron π yang terdelokalisasi pada sisi atas dan bawah bidang datar molekulnya.

Sejalan dengan hasil di atas Yamato et al. (2006) menemukan penambahan biochar

Page 109: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

109

kulit kayu Acacia mangium ke tanah menyebabkan terjadi peningkatan nilai pH, N

total, P tersedia, dan nilai KTK. Sedangkan menurut Lehman dan Joseph (2009)

menemukan aplikasi biochar yang berulang-ulang dalam tanah akan mampu

mengurangi akumulasi logam berat pada tanah.

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap sifat biologi tanah untuk

parameter C organik menunjukkan interaksi yang tidak nyata sedangkan pengaruh

jenis dan dosis bahan organik memberikan pengaruh nyata sampai sangat-sangat

nyata. Nilai C organik tertinggi sebesar 2,922% diperoleh pada biochar sekam padi,

akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai 2,984% yang diperoleh pada biochar

kotoran ayam dan terrendah sebesar 2,714% pada kotoran ayam. Sedangkan

perlakuan dosis 12 ton ha-1 memberikan nilai tertinggi sebesar 3,329% dan terrendah

pada kontrol sebesar 2,260%. Tingginya nilai C organik pada biochar sekam padi,

berkaitan dengan adanya sifat rekalsitran dari C dalam biochar sekam padi sebagai

akibat meningkatnya derajat aromatik yang dimiliki oleh biochar sekam padi.

Menurut Stephen (2004) senyawa aromatik adalah senyawa yang memiliki struktur

cincin dan ikatan rangkap C, bersifat stabil dan tahan degradasi. Hal ini didukung

oleh hasil analisis FT-IR biochar sekam padi, gugus fungsi cincin aromatik (C = C)

muncul pada daerah serapan 1514,120 cm-1 dan 1550,770 cm-1 (Gambar 5.4).

Tingginya nilai C organik pada biochar sekam padi diikuti pula dengan tingginya

nilai total bakteri yaitu sebesar 40x106 CFU g-1 pada perlakuan kombinasi biochar

sekam padi dengan dosis 12 ton ha-1. Hal ini didukung oleh hasil penelitian

Karboulewsky et al. (2002) menyatakan terjadi peningkatan populasi bakteri

Page 110: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

110

Azotobacter sp dan bakteri lainnya dalam rhizosfer pada tanah yang tercemar logam

berat, dengan meningkatnya kandungan bahan organik yang menyediakan sumber

karbon. Selanjutnya Shilev et al. (2000) menemukan toleransi bakteri rhizosfer akan

menurun pada konsentrasi logam Pb 500-1500 ppm, Cd 5-100 ppm, Zn 20-150 ppm

dan Cu 200-750 ppm.

Pengaruh dosis dan jenis bahan organik terhadap beberapa parameter

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung menunjukkan interaksi yang sangat nyata

sampai sangat-sangat nyata . Nilai tertinggi dari parameter berat basah total tanaman

per tanaman sebesar 411,800 g, berat kering oven total tanaman sebesar 143,546 g

dan tinggi tanaman maksimum sebesar 252,183 cm diperoleh pada perlakuan

kombinasi biochar kotoran ayam dengan dosis 9 ton ha-1 dan terendah pada kontrol

(tanpa dosis bahan organik). Begitu juga konsentrasi total logam berat Cu, Pb,dan Cd

masih berada di bawah ambang batas menurut Allowy (1995). Hal ini dapat

dijelaskan bahwa banyak faktor yang mendukung terjadinya peningkatan nilai

parameter pertumbuhan tanaman jagung dimana faktor ini bisa berkembang secara

individu ataupun simultan. Peningkatan nilai parameter sifat kimia tanah dan fisik

tanah seperti nilai P tersedia, KTK, K tersedia dan Porositas total tanah serta

menurunnya nilai ketersediaan logam berat seperti Pb, Cu, Cd, dan Cr akan

memungkinkan terjadinya peningkatan aktivitas biologi tanah dan dekomposisi bahan

organik yang meningkat pula. Ini terbukti dari hasil penelitian jumlah total bakteri

dan total jamur meningkat dengan meningkatnya jumlah dosis bahan organik yang

diberikan. Selanjutnya kation-kation hasil pelepasan dekomposisi seperti NH4+ dapat

Page 111: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

111

dijerap oleh biochar, sehingga proses nitrifikasi terhambat dan kehilangan NO3-

menurun. Disisi lain terjadinya penurunan kelarutan logam berat pada tanah akan

dapat melepaskan P yang terjerap dengan meningkatnya nilai pH tanah, sehingga P

tersedia menjadi tinggi. Terjerapnya logam berat Pb dan Cd ke tanaman dipengaruhi

oleh pH tanah yang rendah dan KTK tanah yang rendah (Brown et al., 2004;

Sukreeyapongse et al., 2002). Sedangkan hasil penelitian Liang et al. (2006)

menemukan terjadinya peningkatan nilai KTK akibat pemberian biochar dapat terjadi

melalui 2 mekanisme yaitu karena adanya luas permukaan yang lebih tinggi dari

biochar untuk penjerapan kation dan adanya kepadatan muatan yang lebih tinggi pada

biochar yang menyebabkan meningkatnya derajat oksidasi. Begitu juga hasil

penelitian Glaser et al. (2002) menemukan oksidasi dari C aromatik dan

pembentukan kelompok karboksil pada biochar merupakan faktor utama yang

menyebabkan nilai KTK yang tinggi. Fenomena diatas mengindikasikan bahwa

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada lahan yang tercemar limbah cair garmen

dapat ditingkatkan dengan pemberian dosis optimum. Dari hasil analisis statistika

didapatkan dosis optimum dari kotoran ayam adalah 51,264 g per pot atau 8,544 ton

ha-1, dengan persamaan regresi Y = 302,217 + 5,434 D – 0,053 D2 , dengan nilai R2 =

0,880 dan hasil maksimum 441,502 g per pot atau 15,767 ton ha-1. Dosis optimum

biochar kotoran ayam adalah sebesar 59,630 g per pot atau 9,930 ton ha-1, dengan

persamaan regresi Y = 299,902 + 6,798 D – 0,057 D2 , dengan nilai R2 = 0,790 dan

hasil maksimum 502,589 g per pot atau 17,949 ton ha-1. Dosis optimum sekam padi

61,650 g per pot atau 10,275 ton ha-1 dengan persamaan regresi Y = 302,360 + 3,699

Page 112: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

112

D – 0,030 D2 , dengan nilai R2 = 0,830 dan hasil maksimum 416,380 g per pot atau

14,870 ton ha-1. Dosis optimum biochar sekam padi adalah 55,720 g per pot atau

9,280 ton ha-1 , dengan persamaan regresi Y = 295,120 + 7,689 D - 0,069 D2, dengan

nilai R2 = 0,810 dan hasil maksimum 509,325 g per pot atau 18,190 ton ha-1.

Walaupun pada dosis 12 ton ha-1 biochar sekam padi memberikan nilai

konsentrasi total logam berat pada biji terendah dibandingkan dengan perlakuan yang

lainnya, akan tetapi konsentrasi logam berat Pb dan Cd masih berada di atas ambang

batas menurut kreteria BPOM 1989. Sedangkan untuk logam Cu sudah berada di

bawah ambang batas BPOM. Hal ini mungkin disebabkan oleh letak tempat

penelitian dekat dengan jalan raya, sehingga gas buang kendaraan bermotor yang

mengandung partikel kecil logam Pb dan Cd akan terbawa angin dan diserap olah

tanaman kemudian ditransfer ke biji.

Dari beberapa paragrap di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan dosis

bahan organik dan atau biochar yang ditambahkan mempengaruhi sifat fisik, kimia,

dan biologi tanah sehingga terjadi perbedaan hasil tanaman jagung yang ditanami

pada lahan pertanian yang diremediasi tersebut.

Pengaruh interaksi dosis biochar dengan dosis bahan organik terhadap beberapa

parameter sifat fisik tanah selama inkubasi 35 hari di percobaan lapangan,

memberikan interaksi yang sangat nyata. Hasil uji statistika pada Tabel 5.13 nilai

bobot isi terendah sebesar 1,013 g cm-3 ,berat jenis tertinggi sebesar 2,818 g cm-3,

nilai kadar air tanah tertinggi sebesar 18,399% dan nilai porositas total tertinggi

sebesar 64,042% diperoleh pada perlakukan kombinasi B2K1 dan berbeda dengan

Page 113: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

113

perlakukan kombinasi lainya. Porositas total tanah terendah sebesar 48,004%

diperoleh pada perlakuan kombinasi B1K3. Pola hubungan antara bobot isi dengan

porositas total tanah menunjukan semakin tinggi nilai bobot isi, maka nilai porositas

total semakin rendah, begitu sebaliknya.

Turunnya nilai bobot isi dan naiknya porositas total tanah pada perlakuan

kombinasi B2K1 disebabkan kandungan C pada perlakuan B2K1 memberikan nilai

peningkatan C organik yang tinggi juga. Menurut hasil penelitian Glacer et al.

(2003) dan Hammmond et al. (2007) menemukan biochar yang mengandung

senyawa aromatik yang bersifat rekalsitran mampu mempertahankan stabilitas C

dalam tanah dan ber umur lama. Begitu juga dari hasil penelitian yang diperoleh

dapat dikemukakan kemungkinan, mekanisme penurunan bobot isi akibat pemberian

biochar sekam padi terjadi karena adanya potensi ke aromatikan biochar sekam padi

yang tinggi, yang dapat membentuk kompleks organomineral, sehingga

meningkatkan terjadinya aregasi tanah. Begitu juga adanya luas permukaan yang

tinggi dari biochar sekam padi akan berdampak terhadap penurunan bobot isi dan

meningkatkan porositas tanah. Wolf (2008) menemukan mekanisme yang

menyebabkan naiknya nilai sifat fisik tanah adalah adanya asam organik yang dapat

membentuk kompleks organomineral sehingga terjadi agregasi tanah serta adanya

komponen fungsional dari bahan organik yang di tambahkan ke tanah.

Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi

memiliki peran penting dalam granulasi tanah yang mengalami pemadatan sehingga

tanah menjadi sarang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afany (2003)

Page 114: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

114

mengatakan penambahan kadar asam humat pada tanah Entisol mampu meningkatkan

porositas total tanah yang semakin tinggi. Selain itu juga berdasarkan hasil analisis

awal dari tanah tempat penelitian, penyusunnan tekstur tanahnya didominasi oleh

fraksi pasir sebesar 48,800 %, debu 39,770% dan liat 11,440%, sehingga ruang pori

makronya lebih banyak. Begitu juga didukung dari hasil penelitian rumah kaca

didapatkan total mikroba yang ada pada tanah yang diberikan biochar sekam padi

lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang diberi biochar kotoran ayam dan bahan

organik lainnya (Tabel 5.9). Dimana mikroba memegang peranan aktif dalam

transformasi yang menyebabkan perubahan utama dalam sifat fisik tanah seperti

bobot isi, permeabilitas dan porositas total tanah.

Pengaruh perlakuan kombinasi dosis biochar dengan dosis bahan organik

menunjukkan interaksi yang sangat nyata terhadap sifat kimia tanah pada parameter

DHL, P tersedia dan K tersedia. Hasil uji statistik dari Tabel 5.14 menunjukkan P

tersedia dan K tersedia tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi B2K1 dengan

nilai 777,246 ppm untuk P tersedia dan 406,136 ppm untuk K tersedia. Peningkatan

nilai P tersedia dan K tersedia ini terjadi sebagai akibat dari pada perlakuan B2K1

yang menggunakan dosis optimum dari biochar sekam padi dengan dosis optimum

kotoran ayam, dimana berdasarkan analisis awal kandungan P dan K tersedia pada

biochar sekam padi sebesar 583,590 ppm untuk P tersedia dan 900,700 ppm untuk K

tersedia. Begitu juga untuk hasil analsis kotoran ayam nilai P tersedia diperoleh

sebesar 1071,780 ppm dan K tersedia sebesar 1151,250 ppm. Jadi P dan K yang

dapat dilepas melalui organo komplek pada ujung-ujung aromatik dari biochar sekam

Page 115: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

115

padi dan gugus fungsional dari asam organik. Hasil dekomposisi kotoran ayam akan

dapat meningkatkan nilai P tersedia dan K tersedia dalam tanah. Kadar bahan organik

yang meningkat akan diikuti dengan peningkatan nilai kapasitas tukar kation atau

(KTK) dan fraksi organik. Hal ini disebabkan karena pada tanah yang mengandung

bahan organik umumnya mengandung koloid organik yang mampu mengikat kation-

kation. Hal ini juga terbukti dari tingginya nilai KTK pada tanah yang diberi

perlakuan biochar sekam padi maupun kotoran ayam (Tabel 5.6). Dimana menurut

Glaser et al. (2002) rangkaian aromatik biochar memiliki peranan besar terhadap

penurunan aktifitas logam dan peningkatan nilai KTK yang berkelanjutan. Soepardi

(1983) menyatakan bahwa adanya senyawa organik yang cukup tinggi

memungkinkan terjadinya Khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan

kation logam seperti Fe, Mn, dan Al. Sebagai dampak dari terbentuknya khelat logam

ini akan mengurangi pengikatan fosfat oleh oksida maupun lempung silikat sehingga

P menjadi lebih tersedia. Adapun bentuk reaksinya menurut Masulili (2010) dapat

digambarkan sebagai berikut :

Al(Fe)(H2O)3(OH)2H2PO4 + Khelat PO42- (larut) + Kompleks Al-Fe-Khelat.

Dimana menurut Minardi (2006) ikatan ini menandakan terjadinya interaksi antara

logam dengan asam organik yang lebih dikenal dengan pengkhelatan.

Hasil analisis spektrum FT-IR dari biochar sekam padi secara kualitatif

menunjukkan adanya peningkatan derajat aromatis dari biochar sekam padi yang

terdapat pada gugus fungsi C = C pada daerah serapan 1514,120 cm-1 dan daerah

serapan 1550,770 cm-1 (Gambar 5.4). Dimana menurut Bourke et al. (2007) dalam

Page 116: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

116

Veraeijen et al. (2010) pola struktur dari biochar yang mengandung oksigen dan

radikal bebas karbon baik dalam ikatan tunggal maupun rangkap seperti pada Gambar

6.1 di bawah ini .

Gambar 6.1 Struktur Aromatik Biochar (diambil dari Bourke et al.(2007) dalam Verheijen et al. (2010)

Hasil uji statistika yang ditunjukkan pada Tabel 5.16 nilai ketersediaan logam

berat Pb, Cu, dan Cr terendah di tanah ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi dosis

biochar sekam padi optimum dengan dosis kotoran ayam optimum (B2K1) dengan

nilai 2,206 ppm untuk logam Pb, 15,269 ppm untuk logam Cu dan 0,175 ppm untuk

logam Cr sedangkan untuk ketersediaan logam Cd di dalam tanah tidak berbeda

nyata. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya proses pengkhelatan atau ikatan

kompleks antara logam dengan biochar lewat ujug aromatik dan ikatan kompleks

logam dengan bahan organik kotoran ayam lewat asam humat dan fulfat yang

dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik. Bukti lain dari adanya

pengkhelatan yaitu hasil penelitian dari Ariyanto dkk. (2005) yang menemukan

Page 117: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

117

bahwa hasil analisis kandungan logam Cr menurun dalam tanah diikuti dengan

bertambah tingginya bahan organik dalam tanah.

Hasil penelitian pada Tabel 5.15 menunjukan nilai pH tanah tertinggi

ditunjukkan oleh perlakuan K1 (dosis kotoran ayam optimum) sebesar 6,588 dan

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena proses

dekomposisi bahan organik akan menyebabkan terjadinya reaksi pertukaran ligan

antara anion-anion organik berupa asam humat dan fulfat terhadap –OH bebas.

Pertukaran ini akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi –OH dalam larutan tanah

sehingga nilai pH H2O meningkat hal ini sesuai dengan hasi penelitian Minardi

(2006) yang menemukan peningkatan nilai pH dalam tanah akan menyebabkan

menurunnya aktifitas logam-logam dalam tanah.

Terjadinya peningkatan nilai N total pada tanah pada perlakuan B1 (biochar

kotoran ayam) dibandingkan dengan nilai N total pada perlakuan B2 dan B3

disebabkan oleh lebih tingginya nilai kandungan N total awal pada biochar kotoran

ayam dibandingkan dengan N total awal biochar sekam padi (Tabel 5.2).

Hasil penelitian di lapangan meunjukkan pengaruh kombinasi dosis biochar

dengan dosis bahan organik memberikan interaksi yang sangat nyata terhadap nilai C-

organik tanah. Kandungan nilai C- organik tanah akibat perlakuan kombinasi berkisar

antara 3,400 – 4,500 % dengan nilai tertinggi diperoleh sebesar 4,586 % pada

perlakuan kombinasi B2K1. Masukan pembenah tanah berupa dosis biochar sekam

padi optimum dan dosis kotoran ayam optimum (B2K1) ternyata mampu

menciptakan tanah yang gembur dan subur, dimana kegemburan tanah ini erat sekali

Page 118: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

118

hubungannnya dengan kandungan total karbon (C). Secara umum menurut Hariah

dkk. (2002) mengatakan kandungan total karbon pada tanah gembur berkisar antara

3-4%, dan hal ini dapat dipertahankan apabila diberikan masukan pembenah tanah

berupa bahan organik berkisar antara 8-9 ton ha-1.

Meskipun hasil analisis C organik sekam padi lebih rendah dari biochar

kotoran ayam (Tabel 5.2) namun dalam hasil penelitian di rumah kaca dan hasil

penelitian di lapangan kombinasi dosis biochar sekam padi ini dengan kotoran ayam

optimum memeberikan nilai C- organik tanah yang tertinggi. Hal ini mungkin

disebabkan oleh adanya masukan C- organik dari kotoran ayam sebesar 24,850%.

Semua hal di atas mengindikasikan adanya sifat rekalsitran C organik dalam biochar

sekam padi sebagai akibat dari tingginya derajat aromatisitas dari biochar sekam padi

(Gambar 5.4). Hal ini didukung oleh penelitian Scamid and Noack (2000)

mendapatkan hasil penelitian bahwa biochar yang diperoleh dari hasil pembakaran

secara pirolisis mengandung senyawa C aromatis yang tinggi. Sedangkan hasil

penelitian Glasser et al. (1998) menyatakan terjadinya peningkatan derajat

aromatisitas dari biochar bila suhu pembakarannnya dinaikan dan waktu pembakaran

ditingkatkan. Hasil penelitian Steiner et al. (2007) menyatakan biochar memiliki daya

tahan yang tinggi terhadap dekomposisi mikrobial dan dapat menjamin kesuburan

tanah dalam jangka panjang.

Hasil penelitian pada Tabel 5.17 menunjukkan pengaruh perlakuan dosis

biochar dan dosis bahan organik terhadap beberapa parameter pertumbuhan dan hasil

tanaman jagung memberikan interaksi yang tidak nyata, begitu juga pengaruh

Page 119: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

119

masing-masing faktornya kecuali pada parameter berat basah total per ubinan dan

berat kering oven total per ubinan pengaruh dosis biochar nyata. Nilai berat kering

oven total brangkasan per ubinan tertinggi sebesar 9,672 kg diperoleh pada dosis A1

akan tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai pada perlakuan dosis B2 sebesar 8,176

kg hal ini mungkin disebabkan dosis ke dua jenis biochar ini adalah dosis optimum

yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dari pengaruh

degradasi limbah cair garmen.

Kemampuan biochar sekam padi maupun biochar kotoran ayam dalam

meningkatkan sifat fisik dan kimia tanah, sangat terkait dengan karakteristik yang

dimiliki dari ke dua biochar tersebut. Ketika biochar sekam padi dan biochar kotoran

ayam ditambahkan ke dalam tanah, ternyata mampu meningkatkan porositas, P

tersedia, K tersedia, KTK, kadar air tanah dan menurunkan nilai bobot isi (Tabel 5.4

dan Tabel 5.6) peningkatan sifat tanah ini dapat berpengaruh, baik secara individu

maupun bersama-sama terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung.

Menurunnnya nilai konsentrasi total logam berat Pb dan Cu pada biji serta

logam Pb, Cu, Cd pada brangkasan pada perlakuan kombinasi B2K1 mungkin

disebabkan oleh adanya peningkatan sifat tanah akibat pemberian kombinasi biochar

sekam padi optimum dengan kotoran ayam optimum (B2K1). Menurut Glaser et al.

(2000) pemberian biochar ke dalam tanah akan mampu membentuk kompleks organo

mineral dalam tanah dan mampu memberikan sumbangan terhadap tambahan nutrisi

dalam tanah. Potensi pembentukan kompleks organo mineral ini terjadi, karena

biochar sekam padi memiliki struktur gugus fungsional aromatik pada daerah serapan

Page 120: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

120

1541,120 cm -1 dan 1550,770 cm -1 (Tabel 5.3) yang memungkinkan terjadinya

pengikatan logam Pb, Cu, dan Cd yang larut dalam tanah, melalui mekanisme ikatan

gugus fungsional pada ujung struktur aromatiknya. Sehingga ketersediaan ke tiga

unsur ini untuk tanaman menurun.

Kondisi pembakaran mempengaruhi derajat aromatis dari biochar dan

sekaligus juga dapat berpengaruh terhadap karakteristik penyerapan biochar. Dimana

hasil penelitian Glaser et al. (1998) peningkatan derajat aromatis biochar selain

dipegaruhi oleh suhu pembakaran juga dipengaruhi oleh lama waktu pembakaran.

Menurut Glaser et al. (2002) pada ujung kerangka aromatis juga terbentuk

gugus karboksilat yang berfungsi dalam pembentukan kompleks organo minral

maupun peningkatan nilai KTK yang berkelanjutan. Hasil analisis FT-IR dari biochar

sekam padi gugus aromatik muncul pada daerah serapan 1514,120 cm1 dan 1550,770

cm-1 serta gugus karboksilat mumcul pada serapan 1699,290 cm-1 (Gambar 5.4).

Terserapnya logam berat Pb, dan Cd ke tanaman dipengaruhi oleh pH tanah

yang rendah dan KTK yang rendah. Logam Pb dan Cd tidak akan larut kedalam

tanaman jika tanah tidak terlalu masam (Supardi, 1983). Secara alami tanah

mengandung logan Pb dan Cd dengan konsentrasi 20-42 ppm, dimana ini tergantung

dari batuan induk, cara terentuknya tanah, dan translokasi logam berat di tanah

(Alloway, 1995). Namun logm Pb dan Cd adalah logam berat yang secara fisiologis

tidak diperlukan oleh tanaman. Faktor yang mengendalikan akumulai Pb, dan Cd

ditanaman adalah konsentrasi dilarutan tanah, pergerakan logam dari tanah ke

permukaan akar dan translokasi dari akar ke tajuk tanaman. Logam Cd bersifat lebih

Page 121: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

121

mobil didalam tanah, sehingga lebih mudah diserap oleh tanaman dibanding dengan

logam Pb (Alloway, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dibuktikan bahwa:

(1) tanah pertanian yang tercemar limbah garmen yang mengandung lebih banyak

logam berat dan zat-zat kimia berbahaya lainnya dibandingkan dengan tanah yang

tidak tercemar; (2) tanah pertanian yang tercemar ditambahkan bahan organik dan

atau biocharnya, tanah pertanian tersebut akan dapat ditingkatkan sifat fisik, kimia

dan biologisnya; (3) tanah pertanian tercemar yang telah diperbaiki sifat-sifatnya

dengan penambahan bahan organik dan atau biochar dari bahan organik itu, ditanami

tanaman jagung mengahsilkan hasil jagung yang lebih baik dibandingkan dengan

tidak diperbaiki dengan penambahan bahan organik dan atau biochar; (4)

penambahan bahan organik dan atau biocharnya dengan dosis optimum memberikan

hasil tanaman yang maksimum; (5) Tiap-tiap jenis bahan organik (dalam hal ini,

kotoran ayam dan sekam padi) dan biocharnya masing-masing (biochar kotoran ayam

dan biochar sekam padi) memiliki sifat-sifat pembenah tanah yang berbeda sehingga

akan memiliki kemampuan memperbaiki tanah pertanian tercemar akan berbeda pula,

maka pemberian jenis-jenis bahan organik dan atau biocharnya akan memberikan

hasil tanaman jagung yang berbeda pula; (6) campuran biochar sekam padi pada

dosis optimumnya dengan bahan organik kotoran ayam pada dosis optimumnya

mampu memperbaiki tanah pertanian yang tercemar limbah garmen yang

mengandung logam-logam berat dan bahan cemaran berbahaya lainnya sampai di

bawah ambang kritis, sehingga kualitas tanah dan hasil tanaman jagung menjadi baik.

Page 122: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

122

Temuan-temuan di atas berimplikasi pada penambahan khasanah ilmu

pengetahuan di bidang pertanian khususnya peran penambahan bahan organik dan

atau biochar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah pertanian yang

terpapar cemaran limbah garmen yang mengandung logam-logam berat. Namun

remidiasi tersebut perlu dengan dukungngan bukti-bukti emperis yang lebih

komprehensif. Di samping itu, temuan penelitian ini berimplikasi pada

pengembangan teknologi remediasi lahan pertanian yang lebih efektif, aman dan

lebih murah sehingga aplikasi teknologi ini memberikan jaminan hasil yang lebih

baik dan terjangkau bagi semua kalangan. Temuan penelitian ini juga berimplikasi

pada para pengambil kebijakan untuk menghasilkan kebijakan untuk melindungi

lahan-lahan pertanian terhadap paparan pencemaran dan kebijakan dalam melakukan

langkah-langkah membenahi lahan-lahan pertanian tersebut dengan menerapkan

teknologi pertanian yang lebih tepat dan terjangkau bagi petani.

6.2 Kebaruan Penelitian (Novelty)

Beberapa temuan baru yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu:

1. Biochar sekam padi dengan dosis optimum 9,28 ton ha-1 dapat memperbaiki

sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tercemar logam berat Cu, Pb, Cd,

dan Cr dari limbah cair garmen.

2. Formulasi dosis biochar sekam padi 9,28 ton ha -1 dikombinasikan dengan

dosis bahan organik kotoran ayam 8,544 ton ha-1 dapat memperbaiki kualitas

Page 123: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

123

tanah dan hasil tanaman jagung pada lahan yang tercemar logam berat Pb, Cd,

Cu, dan Cr sampai di bawah ambang batas.

Page 124: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

124

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Sifat kimia tanah yang tercemar limbah cair garmen konsentrasi total logam berat

Pb, Cu, Cd, dan Cr lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang tidak tercemar,

sedangkan sifat fisik dan biologinya hampir sama.

2. Biochar mempunyai potensi yang lebih baik dari bahan organik dalam

memperbaiki sifat tanah dan pertumbuhan tanaman jagung di lahan yang

terdegradasi limbah cair garmen.

3. Dosis optimum dari kotoran ayam adalah 51,264 g per pot atau 8,544 ton ha-1,

dengan hasil maksimum 441,502 g per pot atau 15,767 ton ha-1. Dosis optimum

biochar kotoran ayam adalah sebesar 59,630 g per pot atau 9,930 ton ha-1, dengan

hasil maksimum 502,589 g per pot atau 17,949 ton ha-1. Dosis optimum sekam

padi 61,650 g per pot atau 10,275 ton ha-1, dengan hasil maksimum 416,380 g per

pot atau 14,870 ton ha-1. Dosis optimum biochar sekam padi adalah 55,720 g per

pot atau 9,280 ton ha-1 , dengan hasil maksimum 509,325 g per pot atau 18,190

ton ha-1.

4. Biochar sekam padi dapat meningkatkan kualitas tanah dengan terjadi penurunan

bobot isi, naiknya porositas total tanah, KTK, P tersedia, K tersedia, total jamur,

total bakteri, dan penurunan ke tersedian logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr di

tanah. Konsentrasi total logam berat Pb dan Cd pada biji jagung masih melebihi

Page 125: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

125

konsentrasi ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM (1989). Sedangkan

konsentrasi logam berat Pb, Cd, dan Cu pada brangkasan sudah berada di bawah

ambang batas menurut kreteria Allowy (1995).

5. Formulasi kombinasi dosis biochar sekam padi 9,280 ton ha-1 dengan dosis

kotoran ayam dosis 8,544 ton ha-1 dapat memperbaiki sifat tanah. Terjadi

penurunan bobot isi, meningkatnya kadar air tanah, porositas total tanah, K

tersedia, P tersedia, dan C- organik. Begitu juga terjadi penurunan konsentrasi

ketersediaan logam berat pada tanah, konsentrasi total logam berat pada biji dan

brangkasan. Konsentrasi logam Pb, Cd, dan Cu pada biji dan brangkasan sudah

berada di bawah ambang batas.

7.2 Saran

1. Formulasi kombinasi biochar sekam padi dosis 9,280 ton ha-1 dengan kotoran

ayam dosis 8,544 ton ha-1 dapat digunakan sebagai pembenah tanah untuk

mengatasi kendala pencemaran logam berat Pb, Cd, Cu dan Cr pada lahan yang

tercemar limbah cair garmen.

2. Pemerintah diharapkan memberi bimbingan dan pengetahuan kepada pengusaha

garmen untuk tidak membuang limbah cairnya ke saluran irigasi. Selain itu

pemerintah juga perlu melakukan tindakan remediasi pada lahan pertanian yang

terkontaminasi logam berat.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak lokasi sampling

sehingga diperoleh sebaran kontaminasi logam berat pada lahan yang tercemar.

Page 126: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

126

DAFTAR PUSTAKA

Afany, M.R. 2003. Pengaruh Asam Humat Terhadap Karakteristik Lengas Regosol.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Agrivita, 25: 144-150.

Alloway, B.J. (editor). 1995. Heavy Metals in Soils. Blackie Academic &Professional. Glasgow : 206-223.

Asai, H., Samsom, B.K., Stephan, H.M., Songyikhangsuthor, K., Homma, K.,Kiyono, Y., Inoue, Y., Shiraiwa, T., & Horie, T. 2009.Biocharamandement Techniques for Upland Rice Production in NorthernLaos 1. Soil Physical Properties,Leaf SPAD and Grain Yield. Field CropsResearch, 111: 81-84.

Ariyanto, D.P. 2001. Pengaruh Jarak Buangan Air Limbah Industri di Daerah Jaten-Karanganyar Terhadap Kadar Cu dan Cr dalam Air dan Tanah PermukaanSaluran Air Pungkuk. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas SebelasMaret Surakarta. 39 hal.

Ariyanto, D.P., Indro W., Hery, W. 2005. Pengaruh Jarak Buangan Air LimbahIndustri di Daerah Jaten – Karanganyar Terhadap Kadar Chromium dalamAir dan Tanah Permukaan Saluran Air Pungkuk. Caraka Tani 5 (2) : 20-29

Barcelo, I., and Poschenrieder, C., Gunse, B. 1986. Water Relation of Chromium (VI)Treated Bush Bean Plants (phaseoulus vulgaris L. Ev. Contender) underBoth Normal and Water Stress Condition, J. Exp. Bot. 37: 178-182

Brandli, R.C., Hartnik, T., Henriksen, T., Cornelissen, G. 2008. Sorption of NativePolyaromatic Hydrocarbons (PAH) to Black Carbon and AmendedActivated Carbon in Soil. Chemosphere 73: 1805-1810.

Badan Pusat Statistik. 2013. Denpasar dalam Angka. Badan Pusat Statistik KotaDenpasar.

Brown, S., Chancy, R., Hallfrisch, J., Ryan, J.A., Berti, W.A. 2004. In SituTreatments to Reduce Phyto-and Bioavailability of Lead, Zinc, andCadmium. J. Environ Quo1, 33: 522-531.

Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I., Downie, D., & Joseph, S. 2007.Agronomic Values of Greenwaste Biochars as a Soil Amandments.Australian Journal of Soil Research, 45: 625-634.

Page 127: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

127

Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I., Downie, D., & Joseph, S. 2008. UsingPoultry Litter Biochars as Soil Amendment. Australian Journal of SoilResearch, 46: 437-444.

Charlene. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal(Pb) dan Cadmium(Cd) padaSayur-sayuran. Falsafah Sains.Program Pascasarjana/S3/Institut PertanianBogor.

Chen, Y.X. 2003. The Role of Cetric Acid on The Phitoremediation of Heavy MetalContaminated Soil. The journal of Chemosphere Research ,5: 5-12

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Pertama. PenerbitUniversitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta. 140p

Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya denganToksikologi Senyawa Logam. Pertama. Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta. 179p

Djajakirana, G. 2001. Kerusakan Tanah Sebagai Dampak Pembangunan Pertanian.Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Hortikultur. 2010. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian danHortikultura Kota Denpasar.

Direktur Jendral Badan Pengawasan Obat Makanan 1989. SK Dirjen BPOM No.0375/B/SK/VII/89. Direktur Jendral Badan Pengawasan Obat MakananJakarta.

Doran, J.W., & Parkin. 1994. Defining and Assessing Soil Quality in. Doran, J.W.,Coleman,. D.C., Bezdick, D.F., and Stewart, B.A., (eds). Defining SoilQuality for Sustainable Evironment. SSSA Special publication. SSSAMadison.

Drew, D., Ifeoma, D.I., Tucker, P. 2006. Chromium Toxicity, ATSDR PublicationNo. ATSDR-HE-CS-2001-2005.

Ferizal, M., Basri, A.B. 2011. Arang Hayati (Biochar) Sebagai Pembenah Tanah.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP) Aceh.

Firmansyah, M. A. 2003. Resiliensi Tanah Terdegradasi. Makalah pengantarfalsapah sain. IPB

Page 128: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

128

Food Agricultural Organization. 1979. Assessing Soil Degradation. Soil Bulletin .FAO.No.34 Rome

Glaser, B., Balashov, E., Haumaier L., Guggenberger G., & Zech W. 2000. BlackCarbon in Density Fractions of Anthropogenic Soil of the BrazilianAmazon Region. Organic Geochem, 31: 669 - 678

Glaser, B., Lehmann, J., & Zech, W. 2002. Ameliorating Physical and ChemicalProperties of Highly Weathered Soils in the Tropics With Charchoal: AReview. Biol Fertil Soils, 35: 219-230.

Hairiah, K., Widianto, Utami, S.R., Suprayogo, D., Sunaryo, Sitompul, S.M.,Lusiana, B., Mulia, R. Van Noordwijik, M., & Cadisch, G. 2002.Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. Intenational Centre forResearch in Agroforesty.Bulletin. Bogor.

Hanudin, E. 2004. Kimia tanah. Laboratorium Kimia Kesuburan Tanah. JurusanTanah Fakultas Pertanian UGM. Jogyakarta.

Hammond, D., Steege, H., & Van der Borg, K. 2007. Upland Soil Charcoal in TheWest Tropical Forests of Central Guyana. Biotropica, 39(2) : 153-160.

Jufri, J. 1999. Peningkatan Ketersediaan P Oleh Beberapa Macam Bahan OrganikPada Ultisol . (Tesis). Tidak di Pubblikasikan. Pascasarjana UniversitasBrawijaya. Malang.

Ismail, M., Basri, A.B. 2011. Pemanfaatan Biochar Untuk Perbaikan KualitasTanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP) Aceh.

Karyasa, I.W. 2012. Meta-Analisis Terhadap Material Berbasis Silika Terbarukandari Sekam Padi dan Pemetaan Biomassa Tropis Kaya Silikon. ProsidingSeminar Nasional MIPA II, Universitas Pendidikan Ganesha. Halaman147-153.

Karboulewsky, N., Dupouyet, S., Bonin, G. 2002. Environmental Risk of ApplyingSewage Sludge Compost to Vineyards Carbon Heavy Metals, Nitrogen,and Phosphorus Accumulation. J. Environ Qual 31:1552-1527.

Khairani, M., Azan, M., Sofian, K., Soleman, F. 2007. Penentuan KandunganUnsur Krom dalam Limbah Tekstil dengan Metode Analisis PengaktifanNeuron. Laboratorium Fisika Atom dan Inti. Jurusan Fisika FMIPA.Universitas Diponegoro Semarang. Berkala Fisika,10: 35-43

Page 129: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

129

Kohar, I., Poppy, H.H., dan Imelda, I.L. 2005. Studi Kandungan Logam Pb dalamTanaman Kangkung Umur 3 dan 6 Minggu yang Ditanam di Media yangMengandung Pb. Makara Sains, 9: 56-59

Kurniawansyah, M., Sudirman, Roechan, S., Emmyzar. 2001. Toleransi TanamanAkar Wangi (Verriverio iironioides L.) pada Tanah Tercemar Logam BeratPb dan Cd. J. Soirens, 2: 115-125.

Kurnia, U., Sudirman, Kusnadi, H. 2005. Rehabilitasi dan Reklamasi LahanTerdegradasi. hlm 147-182 dalam: Teknologi Pengelolaan Lahan KeringMenuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Kvesitadze, H., Khatisashvili., G., Sadunishvili, T., Ramsden, J.J. 2006.Biochemical Mechanism of Detoxification in Higer Plants: Basis ofPhytoremediation. Springer –Verlag Berlin Heidelberg. Germany. 262pages

Lanya, I. 1996. Evaluasi Kualitas dan Produktivitas Lahan Kering Terdegredasi diDaerah Transmigrasi WPP VII Rengat, Kabupaten Indragri Hulu, Riau.Tidak di Publikasikan PPs-IPB.

Latuponu, H. 2010. Pemanfaatan Limbah Sagu Sebagai Bahan Aktif Biochar UntukMeningkatkan Efisiensi Serapan Hara P Di Ultisol. Hibah DesertasiDoktor. Tidak di Publikasikan. Lembaga Penelitian dan Pengabdian padaMasyarakat. Universitas Gajah Mada.

Lehmann, J., Joseph, S. 2009. Biochar for Environmental Management. Earthscan,U.S.A

Liang, B., Lehmann, J., Kiyangi, D., Grossman, J.O., Neill, B., Skjemstad, J.O.,Thies, J., Luizao, F.J., Peterson, J., & Neves, E.G. 2006. Black CarbonIncreases Cation Exchange Capacity in Soil. Soil Sci. Soc. Am.,70: 1719-1730.

Lohmann, R., Macfarlane, J.K., Gschwend, P.M. 2005. Importance of black carbonto sorption of native PAHs, PCBs, and PCDDs in Boston and New York,Harbor sediments. Environmental Science & Technology 39: 141-148.

Masulili, A. 2010. Kajian Pemanfaatan Biochar Sekam Padi untuk MemperbaikiBeberapa sifat Tanah Sulfat Masam dan Pengaruhnya Terhadap

Page 130: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

130

Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza sativa L). (Desertasi). Tidak diPublikasikan. Pascasarajana Universitas Brawijaya Malang.

Mengel, K., & Kirkby, E.A. 2001. Prinsiples of Plant Nutrition. International PotashInstitute. Switzerland.

Minardi, 2006. Peran Asam Humat dan Fulvat dari Bahan Organik dalam Pelepasan PTerjerap pada Andisol. (Ringkasan Desertasi). Tidak di Publikasikan.Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang. 21 hal.

Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Media dan Air Media. Penerbit ITB.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1995. Logam Berat dalam Pertanian. Jurnal Manusiadan Lingkungan , 2 : 18-21.

Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian Lahan Sawah Tadah Hujan di Indonesia:Potensi, Prospek, Kendala dan Pengembangannya. Lokakarya EvaluasiPelaksanaan Proyek Pengembangan Palawija. Ilmu Tanah UniversitasGajahmada.

Novak, J.M., Bussecher, W.J., Laird, D.L., Ahmedna, M., Watts, D.W., & Niandou,M.A.S. 2009. Impact of Biochar Amendment on Fertility of a SoutheasternCoastal Plain. Soil. Soil Science, 174: 105-112.

Nurida, N.L., Dariah, A., dan Rahman, A. 2010. Kualitas Limbah pertanian SebagaiBahan Baku Pembenah Tanah Berupa Biochar untuk Rehabilitasi Lahan.Balai Tanah Litbang DEPTAN. Hal. 211-218.

Ogawa, M., Okimori, Y., and Takahashi, F. 2006. Carbon Sequestration byCarbonization of Biomass and Forestation :Three Case Studies Metigationand Adaptation Strategies for Global Change. J. Climate 11: 421-436.

Onggo, T.M. 2009. Pengaruh Konsentrasi Larutan Berbagai Senyawa Timbal (Pb)terhadap Kerusakan Tanaman, Hasil dan Beberapa Kriteria KualitasSayuran Daun Spinasia

Panda, S.K., and Choudhury. 2005. Chromium Stress in Plants. Braz. J. PlantPhysiol., 17(1): 95-102.

Pohan, 2002. Pengaruh suhu dan konsentrasi natriumhidroksida pada pembuatankarbon aktif dari sekam padi. Balai besar penelitian dan pengembanganhasil pertanian. Deperindag. Jakarta

Page 131: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

131

Prihandarini. 2004. Manajemen Sampah. Perpod. Jakarta.

Peraturan Gubernur Bali No.8 . Tahun 2007. Buku Mutu Lingkungan Hidup danKriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.

Rascio, N., Vecchia, F.D., Ferretti, M., Merio, L., and Ghisi, R. 1993. Some ofEffect of Cadmium on Maize Plants. Arch.environ. Contam Toxical. 25 :244-249

Rees, R.M., Ball, B.C., Campbell, C.D., Watson, C.A. 2001. Organic Matter theSustenance of Soil, in Rees, R.M et al.,(eds). Sustainable Management ofSoil Organic Matter. CABI Pulbl., Walingford, UK.: 1-5.

Rondon, M. A., Lehmann, J., Raminez, J., & Hurtado, M. 2007. Biological NitrogenFixation by Common Beans (Phaseolus vulgaris L.) I Creases with BiocharAdditions. Biology and Fertility of Soils,43: 699-708.

Shilev, S., Ruso, J., Puig, M.,. Benlloch, M., and Sancho, E.D. 2001. RhizosphericBacteria Promote Sunflower (Helianthus annuus L.). Plant Growth andTolerance to Heavy Metals. Minerva Biotecnologica 13(1): 37-39.

Stephen, M.D. 2004. High-Yield Organic Chemestry. Lippincott Williams andWilkins Inc., Philadelphia, U.S.A.

Skoog, D.A., Holler, F.J., Nieman, T.A. 1998. Principles of Instrumental Analysis.Ed ke- 5. Orlando: Hourcourt Brace.

Steiner, C., Teixeira, W., Lehman J., Nehls, T., Vasconselos de Macedo, J., Blum,W., & Zech, W. 2007. Long Term Effect Manure Charcoal and MineralFertilization on Crop Production and Fertility on a Highly WeatheredCentral Amazonia Upland Soil. Plant and soil, 291: 1-2.

Sumanto dan Suwardi, 2010. Efektifitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan AyamTerhadap Hasil Jagung di Lahan Kering. Prosiding Pekan SeraliaNasional. 2010.

Sharma, P., and Dubey, R.S. 2005. Lead Toxicity in Plants. Brazilian Journal ofPlant Physiology 17 (1): 35-52

Simanjuntak, W., Sembiring, S., dan Sebayang, K. 2012. Effect of PirolysisTemperatures on Composition and Electrical Conductivity of CarbosilPrepared from Rrice Husk. Indo. J. Chem. 12(2): 119-125.

Page 132: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

132

Singh, V. P., And Sovyanhadi, J. 1998. Kinetics of Phosphate Fixation in AcidSulfate Iron Toxic and Neutral Soils. Oryza. 35(2):95-105

Subowo, Mulyadi, Widodo, S., dan Nugraha, A. 1999. Status dan Penyebaran Pb,Cd, dan Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya.Prosiding. Bidang Kimia dan Bioteknologi Tanah, Puslittanak, Bogor.

Sudirja, R. 1998. Evaluasi Pengaruh Air buangan Tekstil terhadap Kualitas Air, danPertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa Linn), StudiKasus di daerah Pengairan Sungai Cikijing Kecamatan RancaekekKabupaten Bandung Jawa Barat. (Tesis) Tidak di Publikasikan. ProgramMagister Teknik Lingkungan.ITB.

Sudirman, dan Vadari, T. 2000. Pengaruh kekritisan lahan terhadap produksi padi dankacang tanah di Garut Selatan. Prosiding Kongres Nasional VII HITI:pemanfaatan sumberdaya tanah sesuai potensinya menuju keseimbanganlingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.Himpunan Tanah Indonesia. Bandung 2-4 November 1999. Hal: 411-417

Suryatmana, P., Mieke. R., Satiawati dan Rataseca, P. 2001. Peranan MikorhizaMikofer dan Bahan Organik Kascing dalam Translokasi Pb, SerapanFosfor Dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum Annum) Pada TanahTercemar Logam Berat. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,Universitas Pajajaran. Bandung

Sukreeyapongse, 0 . 2002. pH- Dependent Release of Cadmium Copper and Leadfrom Natural and Sludge Amended Soils. J. Environ Dual ,31: 1901-1909.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian InstitutPertanian Bogor. Bogor. 591p.

Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemestry. John Wiley and Son. New York.

Subandi, dan Manwan, I. 1990. Penelitian dan Teknologi Peningkatan ProduksiJagung di Indonesia. Laporan Khusus. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan. Bogor, 67 halaman.

Syekhfani. 1998. Hara Air Tanah Tanaman. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian.Universitas Brawijaya. Malang.

Page 133: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

133

Szymezyk, K., and Zalewski. 2003. Copper Zinc, and Cadmium Content in Liver andMuscles of Mallards and Other Hunting Fowl Spesies in Warnia andMazury in 1999 – 2000. J. Environ. 12 (3) : 382 – 386.

Schmidt, M.W.I., & Noack, A.G. 2000. Black Carbon in Soils and Sediments:Analysis Distribution Implications and Current Challenges. GlobalBiogeochem. Cycles 14: 777–79.

Taylor, P., Mason, J. 2010. Biochar Production Fundamentals, in: P. Taylor (Ed.),The Biochar Revolution: Transforming Agriculture and Environment,Global Publishing Group, Victoria, Australia. pp. 113-131

Thies, J.E., Rillig, M.C. 2009. Characteristics of Biochar: Biological Properties. In:Lehmann, J., Joseph, S. (Eds.), Biochar for Environmental Management.Earthscan, U.S.A.

Tagoe, S.O., Takasugu, Horiuchi, T., & Matsui, T. 2008. Effects of Carbonized andDried Chicken Manures on the Growth, Yield, and N Content of Soybean.Plant Soil, 306: 211-220.

Verheijen, F., Jeffry, S., Bastos, A.C., Van der Velde, M., & Diafas, I. 2010. BiocharApplication to Soils a Critical Scientific Review of Effects on SoilProperties,Processes and Functions. European Commission,Joint ResearchCenter Institute for Environment and Sustainability.

Wongso Atmojo, S. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah danUpaya Penglolaannya. Pidato Pengkuhan Guru Besar Ilmu KesuburanTanah .Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Woolf, D. 2008. Biochar as a Soil Amendment: A Review of the EnvironmentalImplications.Available:http://orgprints.org/13268/01/Biochar_as_a_soil_amendment_ a_review.pdf

Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I.F., Anshori, S., & Ogawa, M. 2006. Effects ofThe Application of Charred Bark of Acacia manginum on The Yield ofMaize, Cowpea and Peanut, and Soil Chemical Properties in SouthSumatra, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition, 52: 489-495.

Yuwono, N.W. 2009. Membangun Kesuburan Tanah di Lahan Marginal. Jurnal IlmuTanah dan Lingkungan . 9 (2): 137-141.

Page 134: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

134

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis beberapa Parameter dari Limbah Cair Garmen danTanah yang Tercemar Limbah pada Lahan Sawah di KotaDenpasar

No ParameterLimbah cair

Garmen Batas Max.*Tanah TercemarLimbah garmen

Batas kisaranNilai

pencemaran**

1 Suhu (0C) 26,500 35 - -2 TDS (ppm) 3260 * 2000 - -3 TSS (ppm) 357,140* 60 - -4 pH 10,360* 6-9 6,800 -5 Pb 0,044 (ppm) 0,100(ppm) 33,358 ppm 2-200 ppm6 Cd 0,015 (ppm) 0,050 (ppm) 0,732 ppm 0,1-7 ppm7 Cu 129,950 (ppm)* 2 (ppm) 36,588 ppm 2-100 ppm8 Cr 0,575(ppm)* 0,100(ppm) 3,919 ppm** 2,5 ppm9 NH3 (ppm) 15,848* 5 - -10 Deterjen (ppm) 2,563 5 - -

11 COD (ppm) 109,440 150 - -12 NO2 (ppm) 0,978 1 - -13 PO4 (ppm) 17,040 - - -14 C Organik (%) - - 0,450 (SR) -15 N total (%) - - 0,140 (R) -16 P tersedia (%) - - 101,020 (ST) -17 KTK (me/100g) - - 25,830 (T) -18 KB (%) - - 93,690 (ST) -

Keterangan : Batas Max* = Baku mutu limbah cair industri tekstil (PeraturanGubernur Bali No.8 tahun 2007)

** = Menurut Soepardi (1983)SR = Sangat rendahR = RendahST = Sangat TinggiT = Tinggi

Page 135: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

135

Lampiran 2. Foto kegiatan penelitian

Foto 1. Lokasi Garmen

Foto 2. Lahan sawah tercemar limbah garmen

Page 136: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

136

Foto 3. Lahan sawah tercemar limbah garmen

Sekam padi Biochar sekam padi

Foto 4. Sekam padi dan biochar sekam padi

Kotoran ayam Biochar kotoran ayam

Foto 5. Kotoran ayam dan biochar kotoran ayam

Page 137: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

137

Foto 6. Proses Inkubasi Foto 7. Persiapan Tanaman

Foto 8. Pengukuran Tinggi Tanamanumur 2 minggu

Foto 9. Pemeliharaan Tanaman

Foto 10. Kunjungan Promotor danKopromotr

Foto 11. Total Brangkasan

Page 138: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

138

Foto 12. Total Brangkasan Foto 13. Tanaman yang TercemarLimbah Cair Garmen

Foto 14. Tanaman yang TercemarLimbah Cair Garmen

Foto 15. Kunjungan Kopromotor 2ke Lapangan.

Foto 16. Kunjungan Kopromotor 2ke Lapangan.

Page 139: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

139

Lampiran 3. Cr Total Pada Brangkasan (Percobaan Rumah Kaca)

PerlakuanUlangan

Total Rata-Rata

I II IIIO1D0 9.661 9.661 9.661 28.983 9.661O1D1 5.093 6.010 5.229 16.332 5.444O1D2 4.923 5.391 4.195 14.509 4.836333333O1D3 4.138 4.674 4.232 13.044 4.348O1D4 3.812 4.005 3.918 11.735 3.911666667O2D0 9.661 9.661 9.661 28.983 9.661O2D1 4.312 4.196 4.777 13.285 4.428333333O2D2 3.516 3.413 3.831 10.76 3.586666667

O2D3 3.212 2.623 3.415 9.25 3.083333333O2D4 2.97 2.228 3.117 8.315 2.771666667O3D0 9.661 9.661 9.661 28.983 9.661O3D1 5.400 5.023 4.387 14.81 4.936666667O3D2 4.256 4.729 4.244 13.229 4.409666667O3D3 3.401 4.203 4.091 11.695 3.898333333O3D4 2.033 3.362 3.856 9.251 3.083666667O4D0 9.661 9.661 9.661 28.983 9.661O4D1 3.478 3.932 4.232 11.642 3.880666667O4D2 3.370 3.463 3.678 10.511 3.503666667O4D3 2.966 2.264 3.039 8.269 2.756333333O4D4 1.69 1.039 1.798 4.527 1.509

Cr (mg kg-1)Dosis

(ton ha-1)Jenis bahan organik

O1 O2 O3 O40369

12

9,661 a

5,444 b

4,836 bc

4,348 cd

3,911 de

9,661 a

4,428 cd

3,586 ef

3,083 fg

2,771 g

9,661 a

4,936 bc

4,409 cd

3,898 de

3,083 fg

9,661 a

3,880 de

3,503 ef

2,756 g

1,509 h

Page 140: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

140

Lampiran 4. Hasil Analisis Costat Cr Total Pada Brangkasan

Page 141: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

141

Page 142: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

142

Lampiran 5. Kadar Air Tanah (Percobaan Lapangan)

Perlakuan Ulangan Total Rata-RataI II III

B1K1 17.463 17.025 16.925 51.413 17.13766667B1K2 15.215 15.425 14.950 45.59 15.19666667B1K3 14.040 14.225 14.365 42.63 14.21B2K1 18.413 18.560 18.225 55.198 18.39933333B2K2 15.413 15.205 14.725 45.343 15.11433333B2K3 16.825 16.625 16.230 49.68 16.56B3K1 15.483 15.425 14.975 45.883 15.29433333B3K2 15.025 15.035 15.225 45.285 15.091

B3K3 16.790 16.56 16.275 49.625 16.54166667

Kadar air tanah(%)Dosis

biocharDosis bahan organik

K1 K2 K3B1B2B3

17,137 b

18,399 a

15,294 d

15,196 d

15,114 d

15,091 d

14,210 e

16,560 c

16,541 c

Page 143: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

143

Lampiran 6. Hasil Analisis Costat Kadar Air Tanah

Page 144: rehabilitasi lahan terdegradasi limbah cair garmen dengan

144