refrat oab urologi

24

Click here to load reader

Upload: prabawa-yogaswara

Post on 15-Sep-2015

234 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

uro

TRANSCRIPT

REFRATOVERACTIVE BLADER

Pembimbing: dr. Tri Budi Sp.U

Disusun oleh:Prabawa YogaswaraG4A013085

SMF ILMU BEDAHRSUD PROF. MARGONO SOEKARJOFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2014 LEMBAR PENGESAHAN

REFRATOVERACTIVE BLADDER

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di Bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :Prabawa YogaswaraG4A013085

Pada tanggal, Oktober 2014

MengetahuiPembimbing,

dr. Tri Budi Sp.U

BAB IPENDAHULUAN

Overactive Bladder (OAB) adalah kelainan pada kandung kemih yang mengakibatkan penderitanya mengalami keinginan berkemih tidak tertahankan (urgensi), miksi yang sering dengan atau tanpa inkontinensia urin. Menurut The International Continence Society (ICS), buli-buli overaktif atau OAB (Overactive Bladder) didefinisikan sebagai keluhan urgensi yang disertai inkontinensia urgensi atau tanpa disertai dengan inkontinensia urgensi, yang biasanya diikuti dengan frekuensi pada siang hari dan nokturia, dan tanpa didapatkan infeksi ataupatologi yang lain pada buli-buli Prevalensi dan perjalanan penyakit tidak diteliti dengan baik sampai saat ini. Padasurvei melalui telepon pada 16.776 orang dewasa berusia 40 tahun atau lebih di Eropa, 16% laki-laki dan 17 % wanita dilaporkan mengalami sindroma sugestif dari overactivebladder . Prevalensinya sebesar 3 % pada pria berumur 40-44 tahun, 9 % pada wanita 40-44 tahun, 42 % pada pria 75 tahun atau lebih dan 31 % pada wanita 75 tahun atau lebih.Data yang hampir sama pada prevalensi overactive bladder dilaporkan di Amerika Serikat.Gejala OAB antara lain adalah adanya urgensi, frekuensi, nokturia, dapat disertai dengan atau tanpa adanya urge inkontinensia.Gejala-gejala tersebut menyebabkan penurunan kualitas hidup, diantaranya adalah terbatasnya aktivitas fisis, psikis, sosial, seksual, dan produktivitas kerja.14,5,6Terapi non farmakologis adalah pilihan pertama untuk pasien OAB. Yang terbaik adalah kombinasi dengan terapi farmakologis. Tindakan pembedahan hanya dilakukan jika terapi non farmakologis dan terapi farmakologis gagal. Dengan pengobatan tersebut diharapkan kualitas hidup penderita OAB dapat ditingkatkan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiOveractive Bladder adalah salah satu sindroma klinik yang merupakan salah satu bentuk dari kelainan overactive detrusor. Overactive detrusor adalah suatu keadaan dimana terjadi aktivitas atau kontraksi kandung kemih yang berlebihan yang meliputi Urgensi, dengan atau tanpa urgensi inkontenensia. Dan biasanya disertai dengan frekuensi dan nokturia (Abrams,2002)

B. Anatomi dan Fisiologi berkemihVesika urinaria adalah suatu kantong yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis di dalam cavitas pelvis, Dinding vesika urinaria terdiri dari 4 lapis : tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Tunika muskularis terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam adalah otot longitudinal, (2) ditengah merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot longitudinal. Lapisan otot ini akan menebal pada bagian leher untuk membentuk spinchter vesicae.

Gambar 1 : Gambar anatomi dan histologi Vesika Urinaria

Fungsi vesika urinaria adalah menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Normalnya vesika urinaria dapat menampung urin sebanyak 300-450 ml.Persarafan vesika urinaria meliputi Sistem saraf involunter yang mencakup sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis mengatur pengisian vesika urinaria dengan menghambat kontraksi muskulus detrusor vesika dan merangsang penutupan muskulus spinchter vesicae, sehingga memberikan rasa penuh, rasa terbakar, atau rasa kejang dan perasaan urgensi. Refleks detrusor dimulai saat tejadi kontraksi involunter dari otot vesika urinaria karena peregangan pada dinding. Refleks ini terjadi melalui serabut aferen dan eferen sistem parasimpatis. Refleks detrusor menjadi aktif bila vesika urinaria terisi lebih dari 100-150 cc urin. Sistem saraf parasimpatis menimbulkan keinginan untuk berkemih merangsang kontraksi muskulus detrusor vesika dan menghambat kerja muskulus spinchter vesicae. Sistem saraf somatik mengirim signal ke sfingter uretra eksterna untuk mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar.

C. Patofisilogi Overactive bladerPatofisiologi dari OAB ini belum sepenuhnya diketahui. Keadaan yang menjalaskannya adalah otot-otot kandung kemih menjadi lebih aktif dan berkontraksi diluar kehendak normal. Normalnya, otot kandung kemih (detrusor) relaksasi selama pengisian dan secara gradual akan teregang, kemudian kita akan merasa ingin berkemih ketika kandungkemih terisi setengah dari kapasitasnya. Kita dapat menahan sampai saat yangdiinginkan atau saat sampai di toilet.Pada orang dengan overactive bladder, kandung kemih tampaknya memberi impuls yang keliru terhadap otak. Kandung kemih merasa lebih penuh daripada kenyataannya Kandung kemih berkontraksi terlalu dini pada saat kandung kemih belum terlalu penuh dan pada saat yang tidak diinginkan. Keadaan ini menyebabkan keadaan tiba-tiba ingin berkemih dan menyebabkan sulit mengontrol kontraksi kandung kemih.Gejala OAB biasanya berhubungan dengan kontraksi involunter dari otot detrusor kandung kemih yang biasanya dikenal sebagai hiperaktivitas detrusor.Penyebab dari keadaan ini belum diketahui.Ada dua teori penyebab keadaan hiperaktivitas detrusor yang diusulkan yaitu : Teori miogenik (The myogenic theory) :Peningkatan eksitabilitas sel-sel otot detrusor menghasilkan peningkatantekanan involunter. Teori neurogenik (The neurogenic theory) :Diperkirakan ada kerusakan jalur inhibitor sentral atau sensitisasi afferent terminal perifer di dalam kandung kemih yang dapat unmask reflek-reflek berkemih primitif yang akan memicu overaktivitas detrusor.Dalam OAB, dipercaya adanya hiperaktivitas otot detrusor yang berakibat tidak terjadi penghambatan kontraksi dan keinginan untuk segera berkemih. Otot detrusor yang lemah akan mengakibatkan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan akan meningkatkan frekuensi berkemih akibat ketidakmampuan pengosongan kandung kemih yang sempurna.

D. GejalaGejala klinis gangguan OAB meliputi :1. UrgensiKeinginan yang sangat kuat untuk berkemih, yang sulit untuk ditunda.2. Inkontinensia urgensiKeluarnya urin secara tidak diinginkan yang sebelumnya didahului oleh Urgensi.3. FrekuensiTerlalu sering berkemih, dalam sehari > 8 kali4. Nokturia 5. Terbangun untuk berkemih pada malam hari > 1 kali

F. Diagnosis OAB(OverActive Bladder)a) Anamnesis :Di dalam menggali riwayat penyakit harus diperhatikan berbagai hal, Yakni : Berapa kali ia berkemih pada siang atau malam hari ? Setiap berapa lama (menit/jam) jarak antara berkemih ? Berapa lama ia dapat menunda berkemih setelah muncul keinginan berkemih (urge) datang ? Harus ditentukan kenapa ia seringkali harus berkemih, apakah karena timbulnya urgensi, atau hanya karena rasa tidak enak harus membuang urinnya, atau usaha untuk mencegah inkontinensia ? Jika terdapat inkontinensia, harus ditentukan jenisnya, apakah stress (terjadi pada saat batuk, bersin, merubah posisi dari duduk ke berdiri atau latihan), urge, atau campuran ? Apakah pasien menyadari celana dalamnya basah oleh urin ? Apakah memakai pempers (pembalut) ? apakah pempernya selalu basah penuh urin ? seberapa sering ia menggantinya ? Apakah ada kesulitan memulai berkemih ? apakah perlu mengedan dulu? Apakah pancaran urin lemah atau terputus-putus ? pernahkah mengalami retensi urin ? pada perempuan, pernahkah mengalami prolaps organ (vagina) ? nyeri daerah sakral, atau kesulitan defekasi ? Harus dicari kemungkinan adanya gejala neurologis (double vision, kelemahan otot, paralisis, gangguan koordinasi, tremor, rasa tebal) keadaan neurologis yang diketahui berefek pada vesica urinaria, antara lain cedera spinal, penyakit diskus lumbalis, mielodisplasia, diabetes, dan parkinson. Riwayat operasi vagina, pernah operasi inkontinensia urin, operasi desobstruksi uretra, atau pernah radiasi. Untuk mengetahui derajat keparahan OAB, pasien dapat mengisi kuesioner (sistem skoring) OAB yang dirancang oleh Homma.b) Pemeriksaan Fisik :Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi maupun neurologi yang dapat menyebabkan timbulnya gejala itu. Pemeriksaan dimulai dari mengamati cara berjalan dan sikap pasien saat masuk keruang periksa. Perlu diperiksa daerah abdomen dan pinggang. Colok dubur untuk mengetahui kelainan prostat. Dermatom sacral dievaluasi dengan memeriksa tonus sfingter ani, dan refleks bulbokavernosus.Beberapa ahli menyarankan pemeriksaan uroflometri (terutama pada pasien laki-laki), tetapi pemeriksaan urodinamika diindikasikan pada pasien yang gagal setelah terapi konservatif, atau bagi pasien yang memiliki sisa urin sangat banyak setelah miksi, kelainan uroflometri, atau pada kasus yang sulit dan tidak sederhana. Pemeriksaan fisik meliputi : Penilaian dasar panggul: wanita akan diminta untuk mengejan atau batuk selama pemeriksaan uretra untuk mengidentifikasi inkontinensia stress. Palpasi suprapubik untuk pembesaran kandung kencing dan massa. Pemeriksaan genital. Pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan rektal digital: pada pria untuk menilai ukuran dan konsistensi prostat.c) Pemerikssan penunjang :Sampel urin untuk memeriksa infeksi dan kadar glukosa.Sampel darah untuk memeriksa kadar gula darah dan infeksi (lekositosis), beberapa pemeriksaan penunjang khusus dilakukan dalam diagnosis OAB ini yang meliputi : Tes Urodinamik untuk melihat fungsi kandung kemih dan kemampuan pengosongannya secara tuntas.-Pengukuran residu urin. Bila pengosongan kandung kemih tidak komplit, residu urin yang ada akan dapat menimbulkan gejala overactive bladder Uroflowmetry.Untuk menentukan kecepatan dan volume urin yang keluar. CystometryUntuk mengukur tekanan kandung kemih selama pengisian.Prosedur ini dapat mengidentifikasi adanya kontraksi otot involunter yang dapat mengindikasikan tingkat tekanan dimana seseorang merasaingin berkemih dan dapat mengukur tekanan yang diperlukan untuk pengosongan kandung kemih.

ElectromyographyProsedur ini dapat mengkaji koordinasi dari impulssaraf di dalam otot kandung kemih dan sfingter uriner. Video urodinamik.Prosedur ini menggunakan X-ray atau gelombang ultrasonografi untuk mendapatkan gambar kandung kemih pada saat pengisian dan pengosongan. Tes ini biasanya dikombinasikan dengan cystometry. CystoscopyDigunakan untuk melihat abnormalitas pada traktus urinarius bawah misalnya batu saluran kemih atau tumor

G. PenatalaksananPenatalaksaan OAB meliputi perubahan gaya hidup, farmakologi, dan non farmakologi dimana pembagiannya sebagai berikut :a. Perubahan gaya hidupTerapi behavioral merupakan langkah pertama, tidak invasif, nontoksik, dan seringkali memberikan hasil yang cukup bagus. Terapi ini meliputi pemberian edukasi pasien tentang traktus urinarius, proses pengisian dan pengeluaran urin. Pencatatan miksi dengan catatan harian berkemih sangat berguna karena dapat membantu pasien mengerti dan kemudian mengatur kebiasannya dalam berkemih. Terapi perilaku mencakup pengaturan asupan cairan, pembatasan konsumsi makanan dan minuman yang mengandung kafein dan bladder training. Bladder training yang sering dianjurkan pada pasien inkontinensia, dapat mengajarkan cara untuk menghentikan miksi dan menunda perasaan ingin miksi yang tidak diinginkan. Perubahan-perubahan yang bisa mengedukasi pasien dengan OAB adalah sebagai berikut : Ke toilet Untuk pergi ke toilet dibuat semudah mungkin. Kafein.Kafein mempunyai efek diuretik. Terdapat didalam teh, kopi dancoklat kadang terdapat dalam obat pereda nyeri. Kafein merangsang kandung kemih, menimbulkan gejala overactive bladder Alkohol.Pada beberapa orang alkohol dapat memperburuk gejala overactive bladder apalagi bila dikombinasikan dengan kafein. Minum dalam jumlah yang cukup.Sehari kurang lebih 2 liter. Bladder training (kadang disebut 'bladder drill')Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperlambat peregangan kandungkemih sehingga dapat memperbesar volume kandung kemih. Pada saatyang sama akan mengurangi hiperaktivitas otot kandung kemih. Hal ini akan memakan waktu beberapa minggu, tujuannya untuk mengeluarkan urin hanya 5 6 kali dalam 24 jam. Selama mengerjakan Bladder training ini sebaiknya dicatat dalam buku harian sehingga dapat diketahui kemajuan yang dicapai. Setelah beberapa bulan akan didapatkan rasa ingin berkemih/ ke toilet yang normal. Bladder training mungkin merupakan hal yang sulit, tetapi akan lebih mudah dengan seiring berjalannya waktu dan dengan adanya dukungan dari dokter, perawat atau pelatih. Pastikan bahwa jumlah masukan cairan cukup selama melakukan Bladder training ini pada saat berusaha menahan, usahakan untuk menahan diri, misalnya : Duduk pada kursi yang keras. Berusaha menghitung mundur dari 100 Berusaha mengerjakan beberapa pelvic floor exercises Pelvic floor exercisesBanyak orang menderita campuran inkontinensia urgensi dan inkontinensia stress. Pelvic floor exercises adalah terapi utama dari inkontinensia stress. Terapi ini meliputi latihan untuk memperkuat otot-otot yang melingkupi bagian bawah kandung kemih, uterus dan rektum. Terapi ini meliputi menekan dasar pelvis ketika duduk dari berbaring ke berdiri. Masih belum jelas apakah pelvic floor exercises dapat membantu inkontinensia urgensi tanpa inkontinensia stress. Bagaimanapun juga pelvic floor exercises dapat membantu jika dilakukan bersama dengan bladder training.

Absorbent pads.Penderita menggunakan popok (absorbent pads) untuk melindungi pakaian dan bila tidak dapat menahan kencing.b. Farmakologi Antimuskarinik Obat-obat yang biasa digunakan adalah antimuskarinik yang biasa juga disebut antikolinergik. Yang termasuk golongan ini adalah : oxybutynin,tolterodine, trospium chloride, propiverine dan solifenacin. Obat-obat ini bekerjadengan cara memblok impuls saraf ke kandung kemih yang akan berakibat relaksasi otot kandung kemih dan akan meningkatkan kapasitas kandung kemih. Obat-obatan ini dapat memperbaiki gejala pada beberapa kasus. Perbaikan ini bervariasi pada setiap individu. Sebaiknya dicoba diberikan obat untuk satu bulan atau lebih, jika membantu maka obat dilanjutkan selama enam bulan atau lebih kemudian obat dihentikan dan dilihat bagaimana gejala yang ada tanpa minum obat. Efek samping obat ini sering terjadi tetapi hanya ringan dan dapat ditoleransi. Efek samping yang sering adalah mulut kering, mata kering, konstipasi, dan mata kabur. Imipraminesuatu antidepresan trisiklik dengan efek antikolinergik dan alfa-adrenergik. Mungkin mempunyai efek sentral terhadap refleks pengosongan kandung kemih sehingga direkomendasikan untuk inkontinensia campuran urgensi stres. Penggunaannya harus hati-hati karena efek samping hipotensi postural dan gangguan konduksi jantung. Darifanacin dan solifenacin antimuskarinik masa depan dengan aksiantagonis reseptor M3 selektif dan efek antikolinergik sistemik yang sedikit. Capsaicin dan resiniferatoxinsuatu agen intravesikal yang menjanjikan untuk mengatasi hiperrefleksia detrusor pada kandung kemih neurogenik.Riset tentang penggunaan calcium channel antagonists dan potassium-channel masih terbuka dan serotonin selektif dan nor-epinephrine re-uptake inhibitor.

Botulinum Toxin (Botox)ada beberapa subtype antigen toksin botulinumyang sudah dikenal yaitu : A, B, C1, D, E, F, dan G. Jenis A dan B digunakan di bidang urologi. Toksin botulinum beraksi dengan cara menghambat pelepasan acetylcholine dari ujung saraf kolinergik yang berinteraksi dengan kompleks protein yang digunakan untuk mengisi vesikel acetylcholineEfek dari toksin botulinum adalah menurunkan kontraksi otot dan atrofi otot pada tempat penyuntikan. Denervasi kimiawi ini bersifat reversible dan regenerasi axon akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3-6 bulan. Pemberian toksin botulinum dalam jumlah cukup akan menghambat pelepasan acetylcholine dan neurotransmitter yanglain. Molekul tidak dapat melewati sawar otak sehingga tidak mempunyai efek di SSP. Penggunaan toksin botulinum meningkat dengan cepat, digunakan untuk mengobati overaktivitas detrusor neurogenik dan idiopatik dengan cara penyuntikan

c. PembedahanNeuromodik adalah implantasi alat neuromodulator listrik yang berfungsi dalam merangsang saraf sakral, dan kemudian memodulasi vesica urinaria, sfingter, dan otot dasar panggul. Cara ini diindikasikan jika dengan pengobatan secara konservatif tidak memberikan hasil.Sistoplasti augmentasi diindikasikan pada inkontinensia urge yang derajat berat, dan refrakter dengan berbagai pengobatan. Volume vesica urinaria diperbesar dengan menambah dari segmen usus.

BAB IVKESIMPULAN

1. Overactive Bladder (OAB) adalah keadaan urgensi dengan atau tanpainkontinensia tipe urgensi, biasanya disertai dengan frekuensi dan nokturia, adalah beban berat bagi pasien dan penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia. Studiepidemiologi terbaru telah menghasilkan data tentang kejadian OAB dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup. 2. Overactive Bladder (OAB) bisa terjadi akibat kelainan miogenik ataupun neurogenik. Keadaan yang berpengaruh terhadap kelainan tersebut bisa sistemik atau keadaan yang terjadi pada traktus urinarius bagian bawah.3. Pengobatan OAB pada stadium awal akan meningkatkan kondisi pasien danmengurangi penggunaan sumber daya kesehatan. Tetapi keterlambatan diagnosaakan meningkatkan kegagalan terapi.Sebagian besar pasien lanjut usia dengan OAB akan efektif dikelola dengan kombinasi terapi nonfarmakologi dan farmakologi.4. Terapi OAB : Nonfarmakologi : diet, terapi tingkah laku, pelvic floor exercise, stimulasi elektrik dan akupuntur. Farmakologi :- Agen Antimuskarinik :- oxybutynin, tolterodine, trospium chloride, propiverine dansolifenacin.- Obat lain : toxin botulinum, Imipramine, Capsaicin, resiniferatoxin,estrogen, antagonis alfa adrenergik. Bedah :- Stimulasi nervus Sacralis.-Augmentation cystoplast

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., Mohammadi.,Masoud A., Davood., Zohreh, and Azam S. 2008. A Survey on 30 Mounth Electrical Burns in Shiraz University of Medical Sciences Burn Hospital. Burns. 34: 111-113Arif SK. 2010. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif: Terapi Cairan Pada LukaBakar Berat. Jakarta : PP IDSAI: 193-205.Boughman, DC; Joaan CH. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.Brashers, VL. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan & Manajemen. Jakarta : EGC.Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8., Jakarta: EGC.Bruce, Eugene. 2003. A Multicompanent Model of Cartoxyhemoglobyn and Carboxymyoglobin Responses to Inhalation of Carbon Monoxide. J Appl Physio95. 1235-1247Brunicardi, CF; Andersen Dana; Timothy RB, et al. 2006. Scwartzs Manual Of Surgery eight edition. McGraw Hill Profesional.Bums J, Phillips L. Bums. In: McCarthy J, Galiano R, Boutros S, editors Current Therapy in Plastic Surgery, Philadelphia: Saunders Elsevier. 2006. P 71-6.Eliastam, M. 1998. Penuntun Kegawatdaruratan Medis. Jakarta : EGC. Edlich, Richard F. 2014. Thermal Burns. Medscape. Avalable on URL : http://emedicine.medscape.com/article/1278244-overview#aw2aab6b8Fabia, Renata. 2013. Surgical Treatment of BurnsTreatment & Management. Medscape. Available on URL : http://reference.medscape.com/article/934173-treatment#a25Greg, McLatchie. Neil Borley and Joanna Chikwe. 2013. Oxford Handbook of : Clinical Surgery. United Kingdom. Oxford University Press Moenadjat,Y. 2009. Buku Panduan Luka Bakar Masalah dan Tatatalaksana - Edisi 4. Jakarta : Penerbit FKUI.Reksoprodjo, S. 2004.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: FKUIShehan H., Peter D., 2004. ABC of burns. BMJ 2004;328:13668 BMJ2004;328:155577Sjamsuhidajat, R dan De Jong, W. 2010.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGCSudjatmiko, G. 2011. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta: Yayasan KhasanahTortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth Edition. Asia: Wiley