refrat difteri sari

Upload: sariswatina

Post on 09-Apr-2018

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    1/25

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 LATAR BELAKANG

    Difteri adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium

    diphtheria, suatu bakteri gram positif fakultatif anaerob. Hal ini ditandai dengan sakit

    tenggorokan, demam rendah, dan suatu pseudomembrane pada tonsil, faring, dan / atau rongga

    hidung. Difteri adalah penyakit menular yang menular melalui kontak fisik langsung atauterhirup droplet dari napas individu yang terinfeksi. Difteri umumnya telah diberantas di negara-

    negara industri dan beberapa negara berkembang.

    Pemeriksaan yang khas menunjukkan pseudomembran yang khas yang terdapat pada

    daerah diatas tonsil dan meluas ke struktur yang berdekatan. Membran tampak kotor dan

    berwarna putih yang dapat menyebabkan penyumbatan karena peradangan tonsil. Perdarahan

    dapat terjadi jika dilakukan pengangkatan membran.

    Diagnosa dibuat lebih awal dan penanganan dimulai segera ketika diketahui bahwa terjadiepidemic difteri. Sediaan apus nasofaring dan tonsil diperoleh dan diletakkan dalam medium

    transport yang kemudian dibiakkan pada agar MacConkey atau media Loeffler. Strain yang

    diduga kemudian diuji untuk toksigenitas. 1

    Penanganan penyakit terdiri dari dua fase : (1) Penggunaan antitoksin spesifik dan (2)

    eliminasi organisme penyebab dari orofaring. Sebelum antitoksin diberikan, sebaiknya dilakukan

    uji sensitivitas terhadap serum.

    Komplikasi dari difteri dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan membutuhkan

    trakeostomi. Kegagalan jantung dan paralisis otot dapat terjadi dan peradangan dapat menyebar

    ke telinga, menyebabkan otitis media dan juga dapat menyebar ke paru-paru menyebabkan

    pneumonia.

    1

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    2/25

    I.2. TUJUAN

    Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan pustaka dari difteri

    ini sehingga nantinya jika menemui kasus di tempat praktek dapat melakukan tata laksana yang

    baik mengenai penyakit tersebut dan penyakit lain pada telinga, hidung, dan tenggorok.

    2

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    3/25

    BAB II

    ANATOMI, FISIOLOGI TENGGOROKAN

    II.1. ANATOMI

    Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring

    dan laring.Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan

    dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.

    Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depan

    batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.Bibir dan pipi terutama

    disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion

    berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian

    dalam dan gigi adalah vestibulum oris.

    Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal prosesus

    nasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole, dibentuk oleh

    gabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang

    tetapi dapat terjadi kearah maksila depan.

    Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan terutama

    berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang korda

    timpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf

    glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari

    miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh

    sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus

    sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis. 2

    Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu

    kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di

    bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi

    vertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,

    ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring

    3

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    4/25

    dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah berhubungan dengan esophagus.

    Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian

    ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding farinf dibentuk oleh (dari dalam

    keluar) selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

    Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring ( hipofaring). 2

    Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior, kemudian

    bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka

    kearah depan kehidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap

    naso faring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang

    disebut fosa rosentmuler. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang menegangkan palatum

    dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini.

    Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalam

    kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila, arcus faring

    anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh

    otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua

    dipersarafi oleh pleksus faringeus. 2

    Vaskularisasi.

    Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior. 2

    Persarafan

    Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.

    Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis.

    Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar

    untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang

    n.glossofaringeus. 2

    Kelenjar Getah Bening

    Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran superior, media dan inferior.

    Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah beninhg

    4

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    5/25

    servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening Jugulodigastrik dan

    kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening

    servikal dalam bawah. 2

    Atap nasopharynx sesuai dengan dasar dari corpus ossis sphenoidalis yang mengandungsinus sphenoidalis. Batas depan dari nasopharynx adalah choana yang merupakan muara dari

    cavum nasi. Dinding belakangnya sesuai dengan vertebra sevikalis I dan II. Batas bawahnya

    dibentuk oleh palatum molle dan rongga nasofaring terpisah dari orofaring pada waktu menelan

    oleh kontraksi otot-otot palatum malle (m.tensor veli palatini dan m.levator veli palatini)

    bersama dengan m.constrictor faringis superior.

    Nasofaring relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan struktur seperti adenoid,

    jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan ressesus faring yang disebut fossa

    Rosenmuller. Kantong Rathke yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri.

    Torus tubarius merupakan suatu refleksi mukosa faring, di atas penonjolan kartilago tuba

    eustachius, koana, foramen jugulare yeng dilalui oleh n. Glosofaring, n.vagus, dan n.asecorius

    spinal saraf cranial dan v. jugularis intema, bagian atas petrosus os temporalis dan foramen

    laserum serta muara tuba eustachius. 2

    5

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    6/25

    Gambar 2: anatomi faring dan stuktur sekitarnya

    Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya

    adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus

    limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa Rosenmuller, di

    bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius .(2,4)

    Gambar 3: Cincin Waldeyer

    Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama

    dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu

    6

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    7/25

    segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun

    mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.

    Adenoid tidak mempunyai kriptus.

    Jaringan adenoid terdiri atas rangka jaringan ikat fibrosa, yang menunjang massa limfoid.

    Jaringan ini terisi pembuluh darah dan penbuluh limfe, sedangkan di beberapa tempat terdapat

    kelompok-kelompok kelenjar mukosa di dalam septa yang bermuara kearah permukaan. Kelenjar

    mukosa sering terdapat di dalam adenoid pada permukaan dasarnya. Ditengah-tengah jaringan

    ikat halus terdapat kumpulan sel-sel leukosit atau sel-sel limfoid , bergabung menjadi jaringan

    limfoid yang membentuk adenoid. (2)

    Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama

    ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fossa Rosenmuller dan

    orifisium tuba eustachius.

    Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai

    ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi

    Gambar 4 dan 5: adenoid dan letaknya

    Struktur anatomis yang penting dalam klinik :

    Pada dinding lateral nasofaring di belakang concha nasi inferior terdapat muara dari tuba

    auditiva yang disebut ostium tubae yang dibatasi di dorsal dan kranialnya oleh tonjolan yang

    disebabkan oleh m.levator veli palatini yang melekat pada cartilago tubae auditiva dan disebut

    torus tubarius atau levatorwurst. Pada bayi muara tuba ini terletak setinggi dasar cavum nasi

    sehingga selalu dilewati sekret hidung yang mengalir ke nasofaring karena itu mudah teejadi

    7

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    8/25

    infeksi telinga tengah melalui tuba ini pada bayi yang pilek .(2)

    Di dorsal torus tubarius terdapat lekukan ke lateral dari rongga nasofaring yang didebut fossa

    Rosenmuller (recessus faringeus), jaringan limfoid di sekitar muara tuba dan di fossa

    Rosenmuller ini disebut tonsil tubaria. Sering terjadi pendangkalan fossa ini olch pertumbuhan

    tumor ganas nasofaring . (2)

    Pada pertemuan antara atap dan dinding dorsal nasofaring terdapat adenoid (tonsillla faringeal)

    yang terdiri dari jaringan limfoid berbentuk lipatan-lipatan vertikal. (2)

    Pada bagian atas dari dinding dorsal ini kadang-kadang ada suatu cekungan atau kantong yang

    disebut bursa faringeal yang jinak meradang menyebabkan penyakit Thornwaldt (bursitis

    nasofaringeal) dengan gejala utama postnasal discharge. (2)

    II. 2 FISIOLOGI

    Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk

    artikulasi.

    Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan limfoid bersama

    dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi IgA sebagai bagian penting

    system pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman

    mikroorganisme dan molekul asing. 2

    8

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    9/25

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    III.1 DEFINISI

    Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Infeksi

    biasnya terdapat pada faring, laring, hidung, dan kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia dan

    telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala-gejala local dan sistemik, efek sistemik terutama karena

    eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat infeksi. 3

    Difteri didapat melalui kontak dengan karier atau seseorang yang sedang menderita difteri.

    Bakteri dapat disebarkan melalui tetesan air liur akibat batuk, bersin atau berbicara. Beberapa

    laporan menduga bahwa infeksi difteri pada kulit merupakan predisposisi kolonisasi pada saluran

    nafas.

    III.2 ETIOLOGI

    Penyebab difteri adalah Corynebacterium diphteriae ( basil Klebs-Loeffler) merupakan

    basil gram positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk batang

    pleomorfis. Organisme tersebut paling mudah ditemukan pada media yang mengandung

    penghambat tertentu yang menghambat pertumbuhan organism lain (telurit).koloni-koloni api

    corneybacterium diphteriae berwarna putih kelabu pada medium Loffler. Pada media telurit

    dapat dibedakan tiga tipe koloni:

    9

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    10/25

    a. Koloni nitis yang halus, bewarna hitam dan cembung

    b. Koloni gafis yang bewarna kelabu dan setengah kasar

    c. Koloni intemedius berukuran kecil,halus serta memiliki pusat bewarna hitam.

    Gambar Sel. Corynebacterium, penampilan ini disebabkan oleh adanya inklusi polifosfat

    yang disebut butiran metachromatic. Perhatikan juga susunan sel "karakteristik huruf Cina"

    Tidak semua orang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung

    pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah

    dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes schick.

    III.3 EPIDEMIOLOGI

    Difteri tersebar di seluruh dunia, tetapi insiden penyakit ini menurun secara mencolok serta

    pepenggunaan tosoid difteri secara meluas. Umumnya tetap terjadi pada individu-individu yang

    berusia kurang dari 15 tahun( yang tidak mendapatkan imunisasi primer ). Bagaimanapun , pada

    setiap insidens menurut usia tergantung pada kekebalan individu. Serangan difteri yang sering

    terjadi , mendukung konsep bahwa penyakit ini terjadi di kalangan penduduk miskin yang

    tinggal di tempat berdesakan dan memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan terbatas..Kematianumumnya terjaddi pada individu yang belum mendapatkan imunisasi.

    III.4 PATOFISIOLOGI

    Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di

    mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4

    10

    http://textbookofbacteriology.net/corynebacterium.jpg
  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    11/25

    jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula

    diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein

    bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide

    Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk

    memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi

    nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula

    dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi

    eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam

    tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat

    maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat

    menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak

    efektif, anoreksia sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas. 8

    III.5 MANIFESTASI KLINIS

    Tanda dan gejala difteri tergantung pada focus infeksi, status kekebalan dan apakah toksin

    yang dikeluarkanitu telah memasuki peredaran darah atau belum. Masa inkubasi difteri biasanya

    2-5 hari , walaupun dapat sngkat hanya satu hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu.

    Biasanya serangan penyakit agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan,

    panas yang tidak tinggi, berkisar antara 37,8 C 38,9C. Pada mulanya tenggorok hanyahiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi membrane putih/keabu-abuan. 3

    Dalam 24 jam membrane dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum molle, uvula. Mula-

    mula membrane tipis, putih dan berselaput yang segera menjadi tebal, abu-abu/hitam tergantung

    jumlah kapiler yang berdilatasi dan masuknya darah ke dalam eksudat. Membran mempunyai

    batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawahnya, shingga sukar diangkat sehingga jika

    diangkat secara paksa menimbulkan perdarahan. Jaringan yang tidak ada membrane biasanya

    tidak membengkak. Pada difteri sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-

    hari 5-6, walaupun antitoksin tidak diberikan. 3

    Gejala local dan sistemik secara bertahap menghilang dan membrane akan menghilang dan

    membrane akan menghilang. Bentuk difteri antara lain bentuk Bullneck atau malignant difteri.

    Bentuk ini timbul dengan gejala gejala yang lebih berat dan membrane secara cepat menutupi

    faring dan dapat menjalar ke hidung. Udema tonsil dan uvula dapat timbul, dapat disertai

    11

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    12/25

    nekrosis. Pembengkakan kelenjar leher, infiltrate ke dalam sel-sel jaringan leher, dari satu telinga

    ke telinga yang lain dan mengisi bagian bawah mandibula sehingga member gambaran bullneck. 3

    Gambaran klinik dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

    a. Gejala umum, kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,

    badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan.

    b. Gejala local, yang tamapak berupa tonsil yang membengkak ditutupi bercak putihkotor

    yang makin lama makin meluas, dan dapat menyumbat saluran nafas. Pseudomembran ini

    melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada

    perkembangan penyakit ini infeksi berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai sapi( bullneck ). Bila difteria mengenai

    hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang timbul berupa pilek, sekret yang

    keluar bercampur darah yang berasal dari pseudomembran dalam hidung. Biasanya

    penyakit ini akan meluas ke bagian tenggorak pada tonsil, faring dan laring.

    12

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    13/25

    c. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan

    kerusakan jaringan tubuh yaitu miokarditis, mengenai saraf cranial menyebabakan

    kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan. 4

    III.6 KLASIFIKASI

    Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :

    - Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala

    hanya nyeri menelan.

    - Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang

    rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.

    - Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi

    seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis(radang ginjal).

    Gambaran klinik tergantung pada lokasi anatomi yang dikenai. Beberapa tipe difteri

    berdasarkan lokasi anatomi adalah:

    1.Nasal diphtheria

    2.Tonsillar [faucial] diphtheria

    3.Pharyngeal diphtheria

    4.Laryngeal atau laryngotracheal diphtheriadan

    5.Nonrespiratory diphtheria. 7

    13

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    14/25

    Nasal diphtheria

    Gejala permulaan dari nasal diphtheria sukar dibedakan dari commoncold. Tanda

    karakteristik adalah dijumpai pengeluaran sekresi hidung tanpa diikuti gejala lain. Demam bila

    ada biasanya rendah.

    Pengeluaran sekresi hidung ini mula-mula serous, kemudian serosanguinous, pada

    beberapa kasus terjadi epistaksis. Pengeluaran sekresi ini bisa hanya berasal dari salah satu

    lubang hidung ataupun dari keduanya .Lama kelamaan sekresi hidung ini bisa menjadi

    mucopurulent dan dijumpai exkoriasi pada lobang hidung sebelah luar dan bibir bagian atas,

    terlihat seperti impetigo.

    Pengeluaran sekresi kadang mengaburkan tentang adanya membrane yang putih pada sekathidung. Karena absorpsi toxin yang jelek pada tempat lokasi, menyebabkan gejala hanya ringan

    tanpa adanya gejala yang menonjol. Pada penderita yang tidak diobati, pengeluaran sekresi akan

    berlangsung untuk beberapa hari sampai beberapa minggu, dan ini merupakan sumber penularan.

    Infeksi dapat diatasi secara cepat dengan pemberian antibiotika. 3

    14

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    15/25

    Tonsillar dan pharyngeal diphtheria

    Penyakit timbul secara perlahan dengan tanda-tanda, malas, anorexia, sakit tenggorokan,

    dan panas yang rendah. Dalam waktu 24 jam bercak eksudat atau membrane dijumpai pada

    daerah tonsil. Berikutnya terjadi perluasan membran, yang bervariasi dari hanya melibatkan

    sebagian dari tonsil sampai menjalar ke kedua tonsil, uvula, palatum molle dan dinding dari

    faring. Membran ini rapuh, lengket dan berwarna putih atau abu-abu, dan bila dijumpai

    perdarahan bisa berwarna hitam. Pengangkatan dari membrane akan mudah menimbulkan perdarahan.

    Terlibatnya tonsil dan faring ditandai dengan pembesaran kelenjar, cervical adenitis dan

    periadenitis. Pada kasus yang berat, pembengkakan jelas terlihat dan disebut dengan"bullneck".

    Berat ringannya penyakit tergantung pada berat tidaknya toxemia. Pada keadaan ini

    temperature bisa normal atau sedikit meninggi..

    15

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    16/25

    Pada kasus yang ringan, membrane akan lepas pada hari ke-7 sampai hari ke-10, dan

    penderita sembuh tanpa adanya gejala yang berarti, sedang pada kasus yang sangat berat,

    ditandai dengan gejala yang diakibatkan peningkatan toxemia, yaitu; kelemahan yang amat

    sangat, pucat sangat menonjol, nadi halus dan cepat,stupor, koma dan meninggal dalam 6-10

    hari. Pada keadaan penyakit yang sedang, penyembuhan terjadi secara perlahan dan biasanya

    sering diikuti dengan komplikasi miokarditis dan neuritis. 2

    Laryngeal diphtheria

    Laryngeal diphtheria lebih sering merupakan lanjutan dari pharyngeal diphtheria, jarang

    sekali dijumpai berdiri sendiri. Penyakit ditandai dengan adanya demam, suara serak dan batuk.

    Peningkatan penyumbatan jalan nafas oleh membrane menimbulkan gejala; inspiratory stridor,

    retraksi suprasternal, supra clavicular dan subcostal.

    Pada keadaan yang berat laryngeal diphtheria belanjut sampai ke percabangan

    tracheobronchial. Pada keadaan yang ringan, yang biasanya diakibatkan oleh pemberian

    antitoxin, saluran nafas tetap baik, dan membrane dikeluarkan dengan batuk pada hari ke- 6-10.

    Pada kasus yang sangatberat, dijumpai penyumbatan yang semakin berat, diikuti dengan adanya

    anoxia dan penderita terlihat sakit parah, sianose, kelemahan yang sangat, koma dan berakhir

    dengan kematian. Kematian yang mendadak bisa dijumpai pada kasus yang ringan yang

    disebabkan oleh karena penyumbatan yang tiba-tiba oleh bagian membrane yang lepas.

    Gambaran klinik dari laryngeal diphtheria, serupa dengan gambaran mekanikal obstruksi

    dari saluran nafas, yang biasanya disebabkan oleh membran, dan dijumpai kongesti, oedem,

    sedang tanda toxemia adalah minimal pada saat pemulaan terinfeksinya laring,hal ini disebabkan

    16

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    17/25

    karena absorpsi dari toxin sangat kecil sekali di daerah laring. Terlibatnya laring biasanya

    bersamaan dengan tonsil dan pharyngeal diphtheria, dengan kosekwensi gejala klinik adalah

    gambaran obstruksi dan toxemia yang berat,yang dijumpai secara serentak. 9

    Tipe difteri yang jarang

    Infeksi difteri sekali-sekali bisa mengenai tempat lain diluar tempat yang lazim [saluran

    pernafasan] yaitu pada kulit,conjunctiva, auricular dan vulvovaginal.

    Pada cutaneous diphtheria, kelainan yang terjadi adalah khas, berbentuk ulkus, dengan

    batas yang tegas, dan pada dasar ulkus dijumpai adanya membran.

    Pada conjunctival diphtheria, yangmula-mula terlibat adalah kelopak mata, dimana kelopak

    mata menjadi merah, cedem dan dijumpai membran.

    Terlibatnya liang telinga luar biasanya ditandai dengan keluarnya cairan yang purulent

    yang terus menerus. Sedang lesi vulvovaginal biasanya berbentuk ulkus yang mengelompok. 8

    III.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

    a. Schick test

    Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini tidak berguna untuk

    diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian. Untuk pemeriksaan inidigunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan intrakutan dalam bentuk larutan yang telah

    diencerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel

    pada bekas suntikan akan hilang setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer

    antitoksin yang rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah

    kecoklatan dalam 24 jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada

    17

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    18/25

    tempat suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang

    tinggi. Positif palsu dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin yang akan

    menghilang dalam 72 jam.

    Pemeriksaan laboratorium

    Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis

    polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat albumin

    ringan.

    Pemeriksaan Diagnostik

    Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis, penurunan

    jumlah eritrosit dan kadar albumin.

    Pada urine terdapat albuminuria ringan.

    PENULARAN

    Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah

    menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya

    terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain

    itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

    Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderita atau carrier; jarang sekali penularan

    melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan. 8

    III. 8 DIAGNOSIS

    Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium. Gejala

    klinik merupakan pegangan utama dalam menegakkan diagnosa, karena setiap keterlambatan

    dalam pengobatan akan menimbulkan resiko pada penderita. Secara klinik diagnose dapat

    ditegakkan dengan melihat adanya membrane yang tipis dan berwarna keabu-abuan, mirip

    seperti sarang laba-laba dan mudah berdarah bila diangkat. 8

    Diagnosa banding

    Nasal diphtheria , diagnosa banding adalah

    18

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    19/25

    Common cold

    Bila sekret yang dihasilkan serosanguinous atau purulent harus dibedakan dari:

    Benda asing dalam hidung

    Sinusistis

    Adenoiditis

    Congenital syphilis. 7

    Tonsillar atau dan pharyngeal diphtheria ,

    diagnosa banding adalah:

    Pharyngitisolehstreptococcus

    Pada keadaan ini biasanya diikuti dengan rasa sakit yang hebat pada saat menelan, temperature

    tubuh yang tinggi,dan membrane yang tidak lengket pada lesi.

    Infeksimononucleosis

    Biasanya diikuti lymphadenopathy dan splenomegali

    Blood dyscrasia

    Post tonsillectomy faucial membranous. 7

    Laryngeal diphtheria , diagnosa banding adalah:

    Spasmodik dan non spasmodik croup

    Acute epiglotitis Laryngo-tracheo bronchitis

    Aspirasi benda asing .

    Pharyngeal dan retropharyngeal abscess

    Laryngeal papiloma

    Hemangioma atau lymphangioma. 7

    III. 9 PENATALAKSANAAN

    ISOLASI dan KARANTINA

    19

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    20/25

    Penderita di isolasi sampai biakan negative tiga kali berturut-turut setelah masa akut

    terlampoi. Kontak penderita di isolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana:

    a. Biakan hidung dan tenggorok

    b. Seyogyanya dilakukan tes SCHICK (tes kerentanan terhadap diftery)

    c. Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati. 3

    Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid diftery.

    Bila kultur (-) / SCHICK test - : bebas isolasi.

    Bila kultur + / SCHICK test - : pengobatan karier

    Bila kultur + / SCHICK test + / gejala - : anti toksin diftery + penisilin

    Bila kultur - / SCHICK test + : toksoid (imunisasi aktif). 3

    PENGOBATAN

    1. Antibiotika

    Penicillin dapat digunakan bagi penderita yang tidak sensitif, bila penderita sensitif

    terhadap penicillin dapat digunakan erythromycin. Lama pemberian selama 7 hari, pada

    golongan erithromycin dapat digunakan selama 7 -10 hari.

    Penicillin prokain 100.000 IU/kgBB selama 10 hari. Maksimal 3 gram/hari.

    Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/hari selama 10 hari.

    Penggunaan antibiotika bukan bertujuan untuk membanteras toxin, ataupun membantu

    kerja antitoxin, tetapi untuk membunuh kuman penyebab, sehingga produksi toxin oleh kuman

    2. Antitoxin [ ADS]

    Selama infeksi toksin difteri ada 3 bentuk :

    1. Toksin bebas dalam darah

    2. Toksin bergabung dengan jaringan secara tidak erat

    3. Toksin bergabung erat dengan jaringan

    Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah 1 dan 2. yang bergabung erat, antitoksin tidak

    berefek. Secara ideal bila penderita tidak alergi, antitoksin sebaiknya diberikan secara intravena.

    Keuntungan pemberian antitoksin intravena :

    Peak level serum antitoksin dapat dicapai dalam waktu 30 menit, sedangkan secara IM

    dicapai dalam waktu 4 hari.

    20

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    21/25

    Antitoxin yang digunakan adalah yang berasal dari binatang, yaitu dari serum kuda.

    Sebelum digunakan harus terlebih dahulu dilakukan test.

    Test sensitivitas terhadap antitoxin serum kuda dilakukan dengan cara:

    0,1 ml dari antitoxin yang telah diencerkan 1:1000 dalam larutan garam, diberikan I.C. dan

    diteteskan pada mata. Reaksi dikatakan positif bila dalam waktu 20 menit dijumpai erythema

    dengan diameter > 10 mm pada bekas tempat suntikan, atau pada test mata dijumpai adanya

    conjunctivitis dan pengeluaran air mata.

    Bila hal ini dijumpai, pemberian dapat dilakukan dengan metoda desensitisasi, Salah satu cara

    yang digunakan adalah:

    1. 0,05 ml dari larutan pengenceran 1:20 diberi secara S.C.

    2. 0,1 ml dari larutan pengenceran 1:20 diberi secara S.C.

    3. 0,1 ml dari larutan pengenceran 1:10 diberi 5acara S.C.

    4. 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara S.C.

    5. 0,3 ml tanpa pengenceran diberi secara I.M.

    6. 0,5 ml tanpa pengenceran diberi secara I.M.

    7. 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara I.V.

    Bila tidak dijumpa ireaksi, sisa dari antitoxin dapat diberikan secara perlahan melalui infus.

    Bila dijumpai reaksi dari pemberian antitoxin, harus segera diobati dengan pemberian

    epinephrine [1:1000 ]secara I.V.

    1. Kortikosteroid

    Indikasi : Difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi bull neck)

    Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu.

    Deksametason 0,5-1 mg/kgBB/hari seca IV (terutama untuk toksemia)

    PENCEGAHAN

    1. Isolasi penderita

    Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan kuman difteri dua kali

    berturut-turut negatif.

    21

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    22/25

    2. Pencegahan terhadap kontak

    Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7 hari. Bila dalam pengamatan

    terdapat gejala-gejala maka penderita tersebut harus diobati. Bila tidak ada gejala klinis, maka

    diberi imunisasi terhadap difteri.

    3. Imunisasi

    Penurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian imunisasi. Imunisasi DPT

    diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan boster dilakukan pada usia 1 tahun dan 4 sampai

    6 tahun. Di indonesia imunisasi sesuai PPI dilakukan pada usaia 2, 3 dan 4 bulan dan boster

    dilakukan pada usia 1 2 tahun dan menjelang 5 tahun. Setelah vaksinasi I pada usia 2 bulan

    harus dilakukan vaksinasi ulang pada bulan berikutnya karena imunisasi yang didapat dengan

    satu kali vaksinasi tidak mempunyai kekebalan yang cukup proyektif. Dosis yang diberikan

    adalah 0,5 ml tiap kali pemberian. 9

    Test Kekebalan:

    Schick test: Menentukan kerentanan ( suseptibilitas) terhadap diftery. Tes dilakukan dengan

    menyuntikkan toksin diftery (dilemahkan) secara intra kutan bila tidak terdapat kekebalan anti

    toksik akan terjadi nekrosis jaringan sehingga tes menjadi positif. 3

    Moloney Test: Menentukan sensitifitas terhadap produk kuman diftery. Tes dilakukan dengan

    memberikan 0,1 ml larutan fluid diftery toksoid secara suntikan intra dermal. Reaksi positif bila

    dalam 24 jam timbul eritema > 10 mm. Ini berarti bahwa pernah terpapar pada basil difterisebelunnya sehingga terjadi reaksi hipersensitifitas.

    III. 10 KOMPLIKASI

    1. Miokarditis

    Biasanya timbul akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga perjalanan penyakit

    Pemeriksaan fisis : irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup, kadang-kadang

    ditemukan tanda-tanda payah jantung.

    22

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    23/25

    Gambaran EKG : depresi segmen ST, inversi gelombang T, blok AV, BBB, takikardi ventrikel,

    fibrilasi ventrikel dan perubahan interval QT.

    Lab : kadar enzim jantung meningkat (LDH, CPK, SGPT, SGOT)

    Rontgen : Jantung membesar bila terdapat gagal jantung

    2. Kolaps Perifer

    Terjadi pada akhri minggu I perjalanan penyakit

    Tanda-tanda kolaps perifer (renjatan) :

    a. Tekanan darah menurun (systole 80 mmHg)

    b. Teklanan nadi menurun (

    c. Kulit keabu-abuan, dingin dan basah.

    d. Anak gelisah. 5

    Jenis tindakan terhadap komplikasi :

    1. Tirah baring minimal 2 minggu

    2. Hindari kerja jantung yang berlebihan

    3. Kortikosteroid : dexametason 1 mg/kgBB/hari secara IV

    4. Digitalis diberikan secara hati-hati untuk mengatasi payah jantung

    5. Atasi renjatan yang timbul dengan :

    - Pemberian cairan IVFD (tergantung derajat renjatan)- Berikan obat-obat inotropik (+) : dopamine 5-20 kg/BB/menit per drips.

    - Permberian oksigen

    6. Bila perlu pasang pacemaker untuk mengatasi aritmia yang berat.

    PEMULANGAN PENDERITA

    a. Bila kelainan klinis dan fisis telah hilang

    b. Biakan 2 kali berturut-turut negatif (bila keadaan memungkinkan).

    c. EKG normal 3 kali berturut-turut.

    d. Tidak ada kesulitan dalam pemberian makanan dan defekasi

    e. Sebelum dipulangkan, penderita dan keluarganya yang serumah diberi vaksinasi dasar difteri

    dan booster. 4

    23

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    24/25

    III. 11 PROGNOSA

    Sebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai 30-50 %. Dengan adanya

    antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi 5-10% dan sering terjadi akibatmiokarditis.

    Prognosa tergantung pada :

    1. Usia penderita

    Makin rendah makin jelek prognosa. Kematian paling sering ditemukan pada anak-anak kurang

    dari 4 tahun dan terjadi sebagai akibat tercekik oleh membran difterik.

    2. Waktu pengobatan antitoksin

    Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin.

    3. Tipe klinis difteri

    Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%) menyusul tipe nasofaring (48,4%) dan

    faring (10,5%)

    4. Keadaan umum penderita

    Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik.

    Difteri yang disebabkan oleh strain gravis biasanya memberikan prognosis buruk. Semakin luas

    daerah yang diliputi membran difteri, semakin berat penyakit yang diderita. Difteri laring lebih

    mudah menimbulkan akibat fatal pada bayi atau pada penderita tanpa pemantauan pernafasan

    ketat. Terjadinya trombositopenia amegakariositik atau miokarditis yang disertai disosiasi

    atrioventrikuler menggambarkan prognosis yang lebih buruk. 5

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Adams, GL. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring . BOIES : Buku Ajar Penyakit

    THT. Edisi Enam. EGC: Jakarta.1997.

    2. Snell. Buku Ajar Anatomi Klinik Jilid I. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2001.

    3. http.www.pediatric.com diakses Minggu 7-11-2010 16.55.

    24

  • 8/8/2019 Refrat Difteri Sari

    25/25

    4. Soepardi E., Iskandar N. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, Leher . Edisi Kelima.

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004.

    5. http.www.medicastore.com. diakses Minggu 7-11-2010 16.30.

    6.http://www.salz-medicine.blogspot.com/2008/09/community-medicine_06.html diaksesMinggu 7-11-2010 17.17

    7. http://www.manipulative-people.com/on/diphtheria-symptoms.html diakses Minggu 7-

    11-2010 16.02

    8. http://nursing-resource.com/tag/mode-of-transmission-of-diphtheria/ diakses Minggu 7-

    11-2010 15.27

    http://www.salz-medicine.blogspot.com/2008/09/community-medicine_06.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010%2017.17http://www.salz-medicine.blogspot.com/2008/09/community-medicine_06.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010%2017.17http://www.manipulative-people.com/on/diphtheria-symptoms.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010http://www.manipulative-people.com/on/diphtheria-symptoms.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010http://nursing-resource.com/tag/mode-of-transmission-of-diphtheria/http://www.manipulative-people.com/on/diphtheria-symptoms.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010http://www.manipulative-people.com/on/diphtheria-symptoms.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010http://nursing-resource.com/tag/mode-of-transmission-of-diphtheria/http://www.salz-medicine.blogspot.com/2008/09/community-medicine_06.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010%2017.17http://www.salz-medicine.blogspot.com/2008/09/community-medicine_06.html%20diakses%20Minggu%207-11-2010%2017.17