refleksi sm2 hari agung asari

12
Hari Agung Asari 1106019041 Refleksi Relawan RSCM Dering alarm hand phone membuat ku terjaga dari tidur pada hari itu. Melihat agenda hari tersebut, tertulis disana “Relawan RSCM”. Bergegas aku mengambil air wudlu, shalat, kemudian mandi. Seperti biasa kegiatan Relawan RSCM adalah suatuprogram hasil kerja sama antara Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Di FK UI sendiri kegiatan tersebut merupakan bagian dari suatu mata kuliah pembelajaran yaitu EBP3KH. Pada modul tersebut diwajibkan setiap mahasiswa FK UI tingkat I sampai tingkat V untuk menjadi Relawan RSCM yang telah diatur jadwalnya disesuaikan dengan ketersediaan waktu luang pada masing-masing tingkat. Ketika menjadi relawan tersebut kita diharuskan membantu pasien-pasien yang berobat di RSCM, terutama yang kebingungan mencari lokasi di rumah sakit yang tergolong luas tersebut. Ketika menjadi relawan kita diharuskan mengenakan identitas tertentu yang menunjukan kita relawan resmi RSCM. Karena sudah bukan rahasia umum, bahwa sebenarnya di RSCM banyak orang- orang yang menawarkan diri untuk mengantar pasien ke suatu tempat yang hendak dia tuju, tapi pada akhirnya meminta imbalan berupa bayaran atas jasa yang telah diberikannya tersebut. Maka dari itu kami yang bertugas sebagai Relawan RSCM diberi identitas khusus berupa rompi putih yang bertuliskan “RSCM PEDULI” pada bagian belakang dan pada bagian

Upload: hari-agung-asari

Post on 24-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hari Agung Asari1106019041Refleksi Relawan RSCM

Dering alarm hand phone membuat ku terjaga dari tidur pada hari itu. Melihat agenda hari tersebut, tertulis disana Relawan RSCM. Bergegas aku mengambil air wudlu, shalat, kemudian mandi. Seperti biasa kegiatan Relawan RSCM adalah suatuprogram hasil kerja sama antara Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Di FK UI sendiri kegiatan tersebut merupakan bagian dari suatu mata kuliah pembelajaran yaitu EBP3KH. Pada modul tersebut diwajibkan setiap mahasiswa FK UI tingkat I sampai tingkat V untuk menjadi Relawan RSCM yang telah diatur jadwalnya disesuaikan dengan ketersediaan waktu luang pada masing-masing tingkat. Ketika menjadi relawan tersebut kita diharuskan membantu pasien-pasien yang berobat di RSCM, terutama yang kebingungan mencari lokasi di rumah sakit yang tergolong luas tersebut.Ketika menjadi relawan kita diharuskan mengenakan identitas tertentu yang menunjukan kita relawan resmi RSCM. Karena sudah bukan rahasia umum, bahwa sebenarnya di RSCM banyak orang-orang yang menawarkan diri untuk mengantar pasien ke suatu tempat yang hendak dia tuju, tapi pada akhirnya meminta imbalan berupa bayaran atas jasa yang telah diberikannya tersebut. Maka dari itu kami yang bertugas sebagai Relawan RSCM diberi identitas khusus berupa rompi putih yang bertuliskan RSCM PEDULI pada bagian belakang dan pada bagian depannya terpampang logo FK UI dan logo RSCM. Selain itu kami pun diberi sebuah pin berwarna pink agak tua yang sudah menjadi identitas umum pegawai RSCM.Pagi itu setelah selesai sarapan, aku bergegas berangkat ke kampus. Seperti biasa kami kelompok A sepakat berkumpul di dekat skil lab, di depan ruang BEM IKM FKUI. Menurut jadwal kegiatan relawan tersebut dimulai sejak pukul 08.00 10.00. Akan tetapi kami sepakat untuk berkumpul pukul 07.15 di skill lab tersebut, karena dikhawatirkan ada beberapa orang yang rumahnya jauh dari kampus datang agak telat. Setelah semuanya berkumpul, ketua rombongan mengecek kelengkapan anggota kelompok. Bergegas salah seorang dari kami mengambil rompi relawan beserta kelengkapannya di ruang BEM IKM FKUI dan bergegas menuju lobi bawah RSCM.Sesampainya disana, kami telah ditunggu oleh dua orang pegawai RSCM di ruangan informasi di pojok lobi bawah RSCM. Kami segera menandatangani absensi datang dan menyimpan tas serta berbagai peralatan lainnya yang idak terlalu dibutuhkan saat bertugas menjadi relawan. Kami biasanya hanya membawa bolpoin, taken plan dan form umpan balik pengunjung yang harus diisi oleh pengunjung yang kami beri pertolongan pada nya. Tetapi terkadang pasien yang sedang buru-buru enggan untuk mengisi kuisioner tersebut, maka kami yang mengisi dengan terlebih dahulu menanyakan semua pertanyaan yang ada di umpan balik tersebut.Seperti biasa juga, aku memilih bertugas bersama salah seorang teman ku Vizzi. Kami berdua biasanya bekierja di sekitar gedung A RSCM, dekat pintu masuk RSCM dari FKUI. Kami memilih tempat tersebut karena terlebih dahulu telah akrab dengan security disana yang senantiasa membantu kami juga dalam menjalani tugas sebagai relawan tersebut. Terkadang banyak pasien yang menanyakan tempat di RSCM kepada security yang bertugas disana. Security hanya menjelaskan lokasi yang ditanya tanpa mengantarkan pasien sampai ke tempat tujuan karena tuntutan pekerjaan mereka juga yang harus menjaga kondisi keamanan tempat kerjanya sehingga tidak mungkin untuk ditinggalkan. Maka dari itu biasanya kami lah yang menawarkan untuk mengantar pasien yang kebingungan tersebut ke tempat tujuannya.Pasien 1Saat kami sedang berbincang-bincang dengan pak Security yang berjaga di Gedung A. Tiba-tiba datang seorang bapak setengah baya menanyakan ruang rawat inap kamar 707. Itulah saatnya aku bekerja. Kata pak Security ruang rawat inap 707 tersebut berada di lantai 7. Bapak tersebut tidak bisa menuju sana menggunakan lift yang di lobi Gedung A karena masih belum masuk jam kunjungan, maka dari itu bapak tersebut harus menggunakan lift yang berada di lobi bawah gedung A, sambil lapor terlebih dahulu ke penjaga di sana.Setelah mendengar penjelasan tersebut kami langsung menuju lobi bawah untuk bisa naik ke lantai 7. Di jalan kami berbincang-bincang. Terlebih dahulu aku memperkenalkan diri dan menyebutkan bahwa aku sedang menjalani kegiatan sebagai relawan RSCM. Kegiatan tersebut adalah hasil kerjasama FKUI dengan RSCM untuk membantu pasien-pasien yang berobat di RSCM. Karena menurut berbagai laporan pasien-pasien sering mengalami kesulitan menemukan tempat yang di tuju di RSCM saking luasnya rumah sakit tersebut.Bapak tersebut sangat senang sekali dan menerima dengan senang hati bantuan ku. Tampak bapak tersebut membawa dua buah jinjingan kresek berwarna hitam, yang kemudian untuk meringankan bebannya aku bawa satu kreseknya tersebut. Ketika ku tanya perihal nama, Bapak tersebut bernama Bapak Agus, ia datang ke RSCM hendak menjenguk keluarganya yang sedang dirawat di ruang rawat inap kamar 707.Sesampainya di lobi bawah kami langsung menghampiri pos Security yang ada di sana, ternyata memang semua orang yang akan masuk ke Gedung A tersebut banyak menumpuk di sana. Terlihat mereka sedang menulis pada sebuah buku folio di pos Security tersebut. Pak Agus pun akhirnya ikut menulis pada buku tersebut. Terlihat beliau menuliskan nama, alamat dan kepentingan datang ke gedung A serta ruangan/ tempat yang dituju. Rupanya itu semua sebagai bentuk kewaspadaan pengamanan di gedung A. Sistem keamanan disana menginginkan semua orang yang besuk sebelum masuk jam besuk di tempat tersebut terdata dengan lengkap sebagai tindakan pencegahan apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan. Itu semua merupakan salah satu bentuk pelayanan gedung A untuk membuat pasien-pasiennya merasa aman dan nyaman berada di gedung tersebut.Selesai menuliskan identitas dan kepentingannya, Bapak Agus segera melanjutkan perjalanan menuju lift di lobi bawah tersebut. Saat itu lift cukup penuh juga karena ternyata banyak orang juga yang ingin berkunjung menemui anggota keluarganya ataupun sanak saudaranya yang sedang dirawat disana juga sepertinya. Ditambah lagi lift yang berfungsi untuk pengunjung sepertinya baru diaktifkan satu, sehingga setiap lift terbuka orang-orang berusaha untuk masuk ke dalamnya. Setelah beberapa saat kami berada di lift, sampailah kami di lantai 7. Tetapi ternyata tidak semudah yang dibayangkan, kami masih harus menyusuri satu per satu ruangan untuk menemukan kamar 707. Untung lah baru beberapa kamar yang kami susuri, ada seorang perawat yang bekerja disana kebetulan lewat. Aku pun bertanya letak ruang 707 kepada beliau. Setelah beliau menunjukan, kami pun langsung ke sana. Ternyata benar apa yang ditunjukan oleh perawat tersebut. Aku pun akhirnya izin pamit kepada Pak agus dan sebelum pamit aku meminta kesediaan Pak Agus untuk mengisi form umpan balik yang telah disediakan im modul empati. Pak Agus ternyata sangat terbantu dengan adanya relawan seperti aku. Dia mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah aku berikanPasien 2Selesai mengantarkan Pak Agus aku pun kembali ke pintu depan lobi utama gedung A. Ternyata teman ku tidak tampak di sana, setelah ku tanya pada pak Security ternyata dia sedang mengantarkan pasien yang lain yang juga menanyakan tempat ke pak Security tersebut. Kami pun lantas melanjutkan pembicaraan yang terpotong sewaktu pak Agus bertanya kamar 707. Tampaknya aku dan teman ku sudah mulai akrab dengan pak Security tersebut, setiap kami bertugas menjadi relawan, kami selalu memilih lobi utama Gedung A sebagai tempat bertugas. Maka setiap itu juga kami selalu bersama pak Security tersebut. Tetapi pernah suatu saat bukan bapak itu yang jaga di Gedung A sewaktu kami bertugas, melainkan temannya karena pak Security tersebut telah berganti shift dengan temannya itu.Beberapa saat kemudian temanku datang tetapi dengan seorang ibu yang tampak kebingungan, bahkan teman ku pun datang dengan wajah kebingungan. Ternyata setelah mendengar ceritanya Ibu tersebut meminta tolong pada teman ku itu untuk mengantarnya ke ruang operasi, tetapi temanku belum tahu ruang operasi itu dimana, akhirnya dia kembali ke Gedung A untuk bertanya kepada pak Security kenalan kami. Pak security pun menjelaskan dimana letak ruang operasi. Setelah pak Security menjelaskan aku pun akhirnya turut mendampingi teman ku mengantarkan Ibu tersebut ke ruang operasi.Karena aku belum kenalan dengan Ibu tersebut, aku pun lantas memperkenalkan diri. Ibu itu ternyata bernama ibu Nia. Dia hendak ke ruang operasi karena ada suatu kepentingan. Ibu itu tampak ditemani seorang gadis kecil yang terkesan malu-malu dengan kehadiran kami. Ketika sedang berjalan menuju ke kamar operasi, tiba-tiba ada seorang ibu yang bertanya basement gedung A. Aku pun berpisah di sana dengan teman ku hendak mengantarkan ibu kedua tersebut. Kebetulan aku biasa bertugas di Gedung A jadi aku tahu basement nya itu dimana. Seperti biasa aku memperkenalkan diri ke Ibu tersebut dan menjelaskan tugas ku sebagai seorang relawan RSCM. Ternyata ibu itu pun bertanya kepada ku karena melihat tulisan yang ada di bagian belakang rompi yang aku kenakan RELAWAN RSCM, makannya dia berani bertanya lokasi RSCM kepada ku. Aku pun sangat membenarkan tindakan sang Ibu, aku menyarankan beliau jangan sungkan meminta bantuan kepada siapa saja yang mengenakan rompi yang seperti aku kenakan saat itu. Aku jelaskan juga bahwa program relawan tersebut adalah kerjasama FK UI dengan RSCM dan yang bertugas sebagai relawan-relawan tersebut adalah mahasiswa FKUI. Aku pun berlanjut bertanya mengenai identitas sang Ibu. Ternyata Ibu itu bernama ibu Elsa dan hendak bertemu saudaranya di basement Gedung A. Ibu tersebut tampak agak terburu-buru, setelah aku tanya lebih lanjut ternyata dia mau membawa pakaian ganti untuk suaminya yang sedang dirawat di RSCM. Dia terburu-buru karena meninggalkan suaminya sendirian yang hanya ditemani seorang anak laki-lakinya yang masih berusia 12 tahun. Sesampainya di basement ternyata saudaranya sudah menunggu disana, Ibu Elsa pun langsung menghampirinya. Aku pun menunggu dia berbincang sesaat dengan saudaranya tersebut. Setelah dia selesai berbincang, aku pun meminta kesediaan beliau untuk mengisi form umpan balik pengunjung RSCM. Dia mengucapkan terimakasih karena telah membantu dia. Kami pun akhirnya berpisah di depan lobi utama Gedung A.Pasien 3Sudah tiga pasien yang aku antarkan, meskipun yang satu orang nya tidak sampai ke tempat tujuan. Menjadi seorang relawan memang mempunyai kesan tersendiri. Satu sisi harus rela, bolak-balik mengantar pasien dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi di sisi lain perasaan senang dan bangga pun muncul bisa membantu pasien-pasien yang berobat di RSCM. Meskipun kita belum menjadi dokter, setidaknya kita masih bisa membantu orang dengan profesi yang lain sebagai relawan.Sesampainya aku di gedung A, tenyata disana sudah ada teman ku yang sedang berdiri di pinggir pintu lobi gedung bersama pak Security. Aku duduk sebentar di kursi menja Security, hendak beristirahat sejenak setelah mengantarkan beberapa pasien ke tempat tujuannnya masing-masing. Sejenak aku melihat jam tangan waktu menunjukan pukul 09.05 aku punya waktu sekitar satu jam lagi sebelum kuliah dimulai.Aku pun bergegas berdiri kembali di depan pintu menunggu pasien selanjutnya yang membutuhkan bantuan ku. Tak lama kemudian datang lah seorang ibu yang nampak kebingungan mencari laboratorium. Ibu itu bertanya kepada pak Security. Pak security pun menyuruh kami mengantarkannnya. Sebelumnya pak Security memberi tahu kami terlebih dahulu letak laboratoriumnya dimana. Kami berdua pun segera menuju ke lokasi sasaran. Seperti yang sudah-sudah, di jalan kami memperkenalkan diri kepada ibu tersebut dan menjelaskan tugas kami sebagai relawan RSCM. Tetapi ditengah penjelasan tersebut ibu itu memotong pembicaraan kami dan bertanya. Kami memungut bayaran atau tidak nantinya. Kami pun menjawab dengan memberi keyakinan pada ibu tersebut bahwa kami memberikan bantuan grartis bahkan dilarang untuk menerima sepeser pun dari orang yang kami tolong. Ibu itu pun percaya terhadap ucapan kami. Akantetapi aku menjadi penasaran mengapa ibu tersebut bisa bertanya seperti tadi. Setelah aku tanya lebih jauh ternyata ibu tersebut pernah ditolong oleh seseorang yang mengaku relawan juga akan tetapi di akhir pertemuannnya dia meminta bayaran kepada ibu tersebut atas jasa yang telah diberikannya. Sejak saat itu ibu tersebut lebih selektif untuk meminta bantuan di lokasi rumah sakit tersebut. Kami pun memberikan penjelasan lebih jauh lagi mengenai program Relawan RSCM tersebut dan memberi tahu sang ibu ciri-ciri relawan RSCM yang resmi, sehingga apabila sang ibu menemui kesulitan mencari tempat di RSCM, sang ibu jangan sungkan untuk meminta pertolongan Relawan RSCM yang berciri-ciri seperti yang telah kami sebutkan.Kami pun tidak lupa menanyai identitas sang ibu, ternyata ibu tersebut bernama ibu Hatta ingin memeriksakan anaknya di laboratorium. Anaknya awalnya di rawat di salah satu rumah sakit di Jakarta, namun kemudian di rujuk ke RSCM oleh rumah sakit tersebut, karena tidak kunjung ditemukan apa penyebab sakit nya.Setelah kami tiba di tempat yang ditunjukan oleh pak Security kami bertemu dengan seorang pegawai RSCM, kemudian saya mencoba mengkonfirmasi apakah ini benar laboratorium sesuai dengan yang di jelaskan oleh pak Security atau bukan. Ternyata pegawai tersebut menyebutkan bahwa laboratorium yang dimaksud adalah Makmal. Sesaat aku teringat tentang Makmal Immunoendokrinologi yang berada di sudut lapangan multifungsi FK UI. Tentunya jarak Makmal dari tempat tersebut luimayan jauh dan kami kembali harus berjalan lagi. Tetapi kemudian pegawai lainnnya datang dan bertanya kepada kami hendak apa. Kemudian kami jelaskan lagi apa yang sedang kami lakukan. Ternyata benar laboratorium yang dimaksud adalah tempat tersebut, pegawai yang sebelumnya hanya kurang tahu saja.Kami berdua pun pamit kepada Ibu Hatta hendak bertugas kembali. Tidak lupa, kami pun meyodorkan kuisioner untuk diisi oleh Ibu Hatta sebagai umpan balik Pengunjung RSCM atas pelayanan yangkami berikan. Bu Hatta mengaku sangat terbantu dengan kehadiran kami dan kalau bisa lebih sering lagi menjadi relawan RSCM.Pasien 4 Selesai mengantarkan Ibu Hatta kami pun kembali pulang ke tempat bertugas yaitu gedung A. Tidak terasa sudah 4 orang yang kami bantu. Kami sepakat untuk menolong satu orang lagi sebelum kembali ke kampus untuk menjalani perkuliahan. Inginnya sih kami membantu lebih banyak orang, tetapi karena keterbatasan waktu apa boleh buat. Semakin lama memang kami semakin menikmati menjadi relawan. Kami masih ingat ketika pertama kali jadi relawan RSCM. Perasaan malu dan canggu berbaur menjadi satu. Apalagi kami pun belum mengenal sepenuhnya daerah RSCM tersebut. Akantetapi karena kami harus mampu melakukannya, kami pun melawan semua rasa malu tersebut, hingga akhirnya mampu berinteraksi leluasa dengan pasien tanpa dihantui rasa takut ataupun yang lainnya.Sesampainya kami di sana, ternyata pak Security sedang melayani seorang bapak yang bertanya tempat membeli popok bayi di sekitar RSCM tersebut. Pak Security menyarankan bapak tersebut pergi ke basemant gedung A, karena disana terdapat toko kecil yang menjual beberapa macam kebutuhan seperti sabun, sikat gigi, dll. Beliau pun meminta kami untuk mengantarkannya. Meskipun keringat masih bercucuran dengan senang hati kami bersedia mengantarkan bapak tersebut. Lagipula, basemant tidak begitu jauh dari lobi utama gedung A.Kami pun memperkenalkan diri kepada bapa tersebut dan menjelaskan sedang bertugas menjadi Relawan RSCM. Bapak tersebut tampak menerima dengan ramah bantuan kami. Kami pun mencoba menanyai identitas bapak tersebut. Ternyata bapak tersebut bernama Bapak Ismail Sembiring. Anakanya sedang sakit diare dan sudah 3 hari dirawat di RSCM. Bapak Ismail bermaksud membeli popok untuk anaknya tersebut yang sudah habis. Tetapi sudah cukup lama dia mencari tempat di lingkungan RSCM yang menjual popok namun tidak ada. Dia pun berharap di tempat yang ditunjukan oleh Security tadi bisa dia dapatkan popok bayi yang dia cari.Kami pun bergegas ke basement yang ditujukan oleh pak Security karena popok tersebut benar-benra dibutuhkan segera oleh anaknya pak Ismail. Sesampainya di toko yangcukup kecil tersebut, ternyata banyak orang yang sedang berbelanja juga di sana. Pak Ismail berusaha menyelip-nyelip ke kerumunan orang yang sedang berbelanja tersebut dan mencoba bertanya kepada pemilik toko apakah dia menjual popok bayi.Namun Ironis, ternyata di tempat itu pun tidak didapati adanya popok bayi dijual disana. Kami pun kembali bertanya kepada pak Security apakah ada tempat lainnya di sekitar RSCM yang barangkali menjual popok bayi. Pak Security menjawab tempat itu satu-satunya yang cukup besar. Apabila tidak ada di sana terpaksa harus membeli ke daerah Cikini.Sungguh ironis, popok bayi saja tidak ada di rumah sakit sebesar RSCM. Kami pun hendak mengantar pak Ismail ke Cikini untuk mencari popok tersebut. Namun beliau menolak, takutnya merepotkan kami berdua. Apa boleh buat, akhirnya beliau pamit bergegas pergi ke Cikini untuk membeli popok bayi tersebut sebab anaknya yang sedang sakit sudah menunggu cukup lama popok yang hendak dibeli oleh Pak Ismail tersebut. Kami pun mengusap dada, betapa ironisnya. Rumah sakit sebesar RSCM tidak mempunyai toko yang cukup besar yang menjual perlengkapan yang sekiranya dibutuhkan oleh pasien ataupun keluarganya selama tinggal disana. Mungkin hal itu bisa menjadi salah satu masukan juga bagi RSCM untuk meningkatkan kualitas pelayanannya kepada para pasien-pasiennya.