refleksi kasus cpap

13
REFLEKSI KASUS CPAP Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo Diajukan Kepada: dr. Heru Wahyono Sp. A Disusun Oleh: Sitta Grewo Liandar 20100310017 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

Upload: sittaaa16

Post on 08-Nov-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anak

TRANSCRIPT

REFLEKSI KASUSCPAPDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada:dr. Heru Wahyono Sp. ADisusun Oleh:Sitta Grewo Liandar20100310017

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2015

REFLEKSI KASUSTES ALERGI PADA ANAKDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada:dr. Heru Wahyono Sp. ADisusun Oleh:Sitta Grewo Liandar20100310017

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2015

PendahuluanAlergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi. Namun, sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik, kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-supresor dan defisensi IgA.Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara berlebihan.2. Alergi obat : reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat tertentu.3. Dermatitis kontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat kimia, atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.Manifestasi klinik alergi paling sering tampak melalui 3 organ sasaran, yaitu saluran nafas, gastrointestinal dan kulit.Etiologi Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.3. Faktor genetik.4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai jenis makanan dan zat lain.PatofisiologiGejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada permukaan mastosit atau basophil bereaksi dengan alergen yang sesuai. Interaksi antara alergen dengan IgE yang menyebabkan ikat-silang antara 2 reseptor-Fc mengakibatkan degranulasi sel dan penglepasan substansi-substansi tertentu misalnya histamin, vasoactive amine, prostaglandin, tromboksan, bradikinin. Degranulasi dapat terjadi kalau terbentuk ikat-silang akibat reaksi antara IgE pada permukaan sel dengan anti-IgE.Histamin melebarkan dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta merangsang kontraksi otot polos dan kelenjar eksokrin. Di saluran nafas, histamin merangsang kontraksi otot polos sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas dan menyebabkan membran saluran nafas membengkak serta merangsang ekskresi lendir pekat secara berlebihan. Hal ini mengakibatkan saluran nafas tersumbat, sehingga terjadi asma, sedangkan pada kulit, histamin menimbulkan benjolan (urtikaria) yang berwarna merah (eritema) dan gatal karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Pada gastrointestinal, histamine menimbulkan reflek muntah dan diare.Manifestasi Klinis- Asma.- Urtikaria.- Diare dan kram abdomen- Muntah-muntah.- Dermatitis atopicReaksi Hipersensitivitas- Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.- Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.- Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu.- Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen.- Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8+ (Baratawidjaja, 2006).Jenis HipersensitivitasTipe IHipersensitivitas cepatIgESel mast dan mediatornya (amin vasoaktif, mediator lipid, dan sitokin)Tipe IIReaksi melalui antibodyIgM, IgG terhadap permukaan sel atau matriks antigen ekstraselulerOpsonisasi & fagositosis selPengerahan leukosit (neutrofil, makrofag) atas pengaruh komplemen dan FcRKelainan fungsi seluler (misal dalam sinyal reseptor hormone)Tipe IIIKompleks imunKompleks imun (antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG)Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-RTipe IV (melalui sel T)Tipe IVaTipe IVbCD4+ : DTHCD8+ : CTLAktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokinMembunuh sel sasaran direk, inflamasi atas pengaruh sitokinMekanisme Alergi Hipersensitivitas Tipe IHipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik seperti demam hay). Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:- Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil.- Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.- Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik (Baratawidjaja, 2006).- Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukan toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit.- Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti, 2007).- Gejala yang timbul pada hipersensitivitas tipe I disebabkan adanya substansi aktif (mediator) yang dihasilkan oleh sel mediator, yaitu sel basofil dan mastosit.

Mediator jenis pertama- Meliputi histamin dan faktor kemotaktik.Histamin meyebabkan bentol dan warna kemerahan pada kulit, perangsangan saraf sensorik, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos.- Faktor kemotaktik. Dibedakan menjadi ECF-A (eosinophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel neutrofilMediator jenis kedua- Dihasilkan melalui pelepasan asam arakidonik dari molekul-molekul fosfolipid membrannya. Asam arakidonik ialah substrat 2 macam enzim, yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase.- Aktivasi enzim sikloksigenase akan menghasilkan bahan-bahan prostaglandin dan tromboxan yang sebagian dapat menyebabkan reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah.- Aktivasi lipoksigenase diantaranya akan menghasilkan kelompok lekotrien. Lekotrien C, D, E sebelum dikenal ciri-cirinya dinamakan SRS-A (Slow reactive substance of anaphylaxis) karena lambatnya pengaruh terhadap kontraksi otot polos dibandingkan dengan histamin.Mediator jenis ketigaDilepaskan melalui degranulasi seperti jenis pertama, yang mencakup (1) heparin, (2) kemotripsin/tripsin (3) IF-A Sangat diharapkan agar terhindar dari alergi dilakukan dengan menghindari penyebab dari alergi misalnya meghindari alergen seperti debu dan makan-makanan yang membuat individu alergi.Ada beberapa macam tes alergi, yaitu : 1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.Syarat tes ini : Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin (obat anti alergi) selama 3 7 hari, tergantung jenis obatnya. Umur yang di anjurkan 4 50 tahun. 2. Patch Tes (Tes Tempel).Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit.Syarat tes ini : Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan. 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam.Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.4. Skin Test (Tes kulit).Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal. 5. Tes Provokasi.Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 30 menit.Dalam satu hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe lambat.Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.Semua tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus benar, dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.

DAFTAR PUSTAKAKresno, Siti Boedina. 1996. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.Subowo. 2010. Imunologi Klinik, Ed. 2. Jakarta : Sagung Seto.

Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.