refererat syok rev 1

72
BAB I PENDAHULUAN Syok adalah sindroma klinik yang mempunyai ciri-ciri: hipotensi, takikardi, kulit yang dingin pucat basah, cyanosis perifer, hiperventilasi, perubahan status mental dan penurunan pembentukan urin. Syok adalah suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna. Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya, syok dibagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok obstruktif dan syok distributif. Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik, penurunan nutrisi jaringan (otak, jantung, ginjal dan jaringan tubuh lainnya), penurunan nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume darah yang kembali ke jantung dan akhirnya akan lebih memperberat curah jantung. Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan penyebab syok, sangat penting menstabilkan aliran darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki. Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial pada pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh.

Upload: heron-titarsole

Post on 14-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

Page 1: Refererat Syok Rev 1

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah sindroma klinik yang mempunyai ciri-ciri: hipotensi, takikardi, kulit

yang dingin pucat basah, cyanosis perifer, hiperventilasi, perubahan status mental dan

penurunan pembentukan urin. Syok adalah suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.

Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya, syok dibagi menjadi syok

kardiogenik, syok hipovolemik, syok obstruktif dan syok distributif.

Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung.

Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik, penurunan

nutrisi jaringan (otak, jantung, ginjal dan jaringan tubuh lainnya), penurunan nutrisi vaskuler,

peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume darah yang kembali ke jantung dan

akhirnya akan lebih memperberat curah jantung.

Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan

kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan penyebab syok, sangat penting

menstabilkan aliran darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki. Terapi cairan seringkali

merupakan terapi inisial pada pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah,

sehingga diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh.

Page 2: Refererat Syok Rev 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi dalam mempertahankan perfusi yang

adekuat ke jaringan. Syok adalah suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila

Oxygen Delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi

kebutuhan Oxygen Consumption (VO2). 1,2

2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya syok antara lain :2

a. Kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang intravaskuler (syok hipovolemik).

b. kegagalan pompa jantung (syok kardiogenik).

c. Infeksi sistemik berat (syok septik).

d. Reaksi immune yang berlebihan (syok anafilaktik).

e. Reaksi vasovagal (syok neurogenik).

Penyebab syok juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:1,3

a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit jantung iskemik,

seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan (c) Gangguan irama

jantung.

b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan darah,

misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi:

cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak

(misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di

lumen usus).

c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a) Tamponade

jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.

d. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok

neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok anafilaksis; (d)

Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal

jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.

Tabel 1. Jenis-jenis Syok

Page 3: Refererat Syok Rev 1

Jenis Syok Penyebab

Hipovolemik 1. Perdarahan

2.Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)

3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lain-

lain

Kardiogenik 1. Aritmia

Bradikardi / takikardi

2.Gangguan fungsi miokard

Infark miokard akut, terutama infark ventrikelkanan

Penyakit jantung arteriosklerotik

Miokardiopati

3. Gangguan mekanis

Regurgitasi mitral/aorta

Rupture septum interventrikular

Aneurisma ventrikel massif

Obstruksi:

Out flow : stenosis atrium

Inflow : stenosis mitral, miksoma atriumkiri/thrombus

Obstruktif Tension Pneumothorax

Tamponade jantung

Emboli Paru

Septik 1.Infeksi bakteri gram negative,

Contoh: Eschericia coli, Klebsiella pneumonia, Enterobacter,

serratia,Proteus,

2.Kokus gram positif,

Contoh :Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus

Neurogenik Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan

spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau

paraplegia)

Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri hebat

Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi

Page 4: Refererat Syok Rev 1

Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi

jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingan mendadak

akibat gangguan emosional

Anafilaksis Antibiotic

Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,

ampoterisin B

Biologis

Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma

globulin

Makanan

Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting

Lain-lain

Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

2.3 Patofisiologi

Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.

b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan

kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem

vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung.

Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.

c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu

arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer

meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan

pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan

pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan

berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik

ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.

Page 5: Refererat Syok Rev 1

Gambar1. Patofisiologi Syok

Gambar 2.berbagai jenis umpan balik positif yang dapat berllanjut menjadi syok4

2.4 Tahapan Syok

Page 6: Refererat Syok Rev 1

Karenan sifat-sifat khas syok dapat berubah dalam berbagai derajat maka keadaan syok

akan melalui tiga tahapan :3,4

1. Tahap kompensasi / nonprogresif adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu

menjaga fungsi normalnya. Pada tahap ini, mekanisme kompensasi sirkulasi yang

normal pada akhirnya akan menimbulkan pemulihan sempurna tanpa di bantu terapi

dari luar.

2. Tahap dekompensasi / prgresif dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan

fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital

yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan

mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Pada tahap ini tanpa terapi, syok

semakin menjadi buruk sampai timbul kematian.

3. Tahap ireversibel /refrakter dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan

tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera

mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan

penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan

mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ

seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun

ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang

terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.

2.5 Terapi Syok Secara Umum

Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam jiwa dan

meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting

untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda

vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan

menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.5

1. Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran

ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi

oksigen lebih dari 95%.

2. Sirkulasi – kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,

memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan

dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat

Page 7: Refererat Syok Rev 1

perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang

diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan

internal.

3. Disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,

pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini

bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu

disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang

kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan

tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus

ditelanjangi dan diperiksa dari “ubun-ubun sampai ke jari kaki” sebagai bagian dari

mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Pemasangan kateter urin

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan

evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.

Akses Pembuluh Darah. Harus segera didapatkan akses ke sistem pembuluh darah. Ini

paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16

Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Lebih baik kateter pendek dan kaliber

besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah pembuluh darah

lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer,

maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena subclavia

dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi pada

vena safena di kaki, tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali

akses vena sentral di dalam situasi gawat darurat tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna

ataupun tidak sepenuhnya steril, karena itu bila keadaan penderita sudah memungkinkan,

maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi

untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral,

yaitu pneumotoraks atau hemotoraks.

Page 8: Refererat Syok Rev 1

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan

crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes

kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat

ini. Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena

jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya

pneumotoraks atau hemotoraks.5

Terapi Awal Cairan.Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan

ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler

dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan

intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah

pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun

cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini

bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik.5

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada

evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara

akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan

kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang

interstitial dan intraseluler. Ini dikenal dengan sebagai hukum “3 untuk 1”. Namun, lebih

penting untuk menilai respon penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan

oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi

perifer. Apabila pada waktu resusitasi jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau

mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian

ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk

syoknya. 5

2.6 Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik disebut juga sebagai syok preload yang ditandai dengan

menurunnya volume intravaskular, baik karena perdarahan maupun karena hilangnya cairan

tubuh.

Penurunan volume intravaskular ini menyebabkan penurunan volume intraventrikuler

kiri pada akhir diastol yang akhirnya menyebabkan berkurangnya kontraktilitas jantung dan

menurunnya curah jantung.

Syok hipovolemik disebabkan oleh:

Kehilangan darah, misalnya perdarahan;

Page 9: Refererat Syok Rev 1

Kehilangan plasma, misalnya luka bakar

Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang

banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan

cairan di lumen usus).

2.6.1 Syok Hipovolemik akibat Perdarahan

1. Syok ringan. Terjadi apabila pendarahan kurang dari 20% volume darah. Timbul

penurunan perfusi jaringan dan organ nonvital. Tidak terjadi perubahan kesadaran,

volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu)

terjadi asidosis metabolik.

2. Syok sedang. Sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap

iskemia waktu singkat (hati, usus dan ginjal). Sudah timbul oliguria (urin kurang dari

0,5 ml/kg berat badan/jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik.

3. Syok berat. Perfusi di dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat.

Mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ dan jantung. Sudah terjadi anuria

dan penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia

jantung (EKG abnormal , curah jantung turun). Perdarahan masif 50% atau lebih dari

volume darah dapat menyebabkan henti jantung. Pada stadium akhir tekanan darah

cepat menurun dan pasien jadi koma, lalu disusul nadi menjadi tidak teraba, megap-

megap dan akhirnya terjadi mati klinis (nadi tidak teraba, apneu). Henti jantung

karena syok hemoragik ialah disosiasi elektromekanik (kompleks gelombang EKG

masih ada, tetapi tidak teraba denyut nadi), fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada

pasien dengan penyakit jantung.

2.6.2 Patofisiologi

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah dengan vasokonstriksi progresif pada

kulit, otot dan sirkulasi viseral (dalam rongga perut) untuk menjamin arus darah ke ginjal,

jantung, dan otak. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut

adalah peningkatan denyut jantung sebagai usaha untuk menjaga curah jantung. Pelepasan

katekolamin endogen meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Hal ini akan

meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit

membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga

dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bardikinin, beta

endorfin, dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak

besar pada mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.

Page 10: Refererat Syok Rev 1

Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur

pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah di dalam sistem

vena, yang tidak banyak membantu memperbaiki tekanan sistemik. Cara yang paling efektif

dalam memulihkan curah jantung dan perfusi organ adalah dengan memperbaiki volumenya.

Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak adekuat tidak

mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi

energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik,

dimana metabolisme ini mengakibatkan pembentukan asam laktat dan kemudian berkembang

menjadi asidosis metabolik. Apabila syok terjadi berkepanjangan dan penyampaian substrat

untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphate) tidak memadai, maka membran sel tidak

dapat lagi mempertahankan intergritasnya dan gradien elektrik normal hilang. Berdasarkan

klasifikasi syok hemoragik, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi tepi pada organ yang dapat bertahan lama

terhadap iskemia ( kulit, lemak., otot, dan tulang). pH arteri masih normal.

2. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan

terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus dan ginjal), dan terjadi asidosis metabolik.

3. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis

metabolik berat dan mungkin pula terjadi asidosis respiratorik.

2.6.3 Gejala klinik

1. Syok ringan. Takikardia minimal. Hipotensi sedikit. Vasokonstriksi tepi ringan: kulit

dingin, pucat, basah. Urin normal/sedikit berkurang. Pasien mengeluh merasa dingin.

2. Syok sedang. Takikardia 100-120x/menit. Hipotensi: sistolik 90-100 mmHg.

Oliguria/anuria. Penderita merasa haus.

3. Syok berat. Takikardia < 120 x/menit. Hipotensi: sistolik<60 mmHg. Pucat sekali.

Anuria. Agitasi , kesadaran menurun.

Page 11: Refererat Syok Rev 1

Tabel 2. Gejala klinis syok hipovolemi6

Ringan (< 20% volume

darah)

Sedang (20-40% volume

darah)

Berat (>40% volume darah

Ekstremitas dingin

Waktu pengisian kapiler

meningkat

Diaporesis

Vena kolaps

cemas

Sama, ditambah :

Takikardia

Takipnea

Oliguria

Hipotensi ortostatik

Sama ditambah:

Hemodinamij tak stabil

Takikardia bergejala

Hipotensi

Perubahan kesadaran

Tabel 3. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan darah

Kehilangan darah

(% vol darah)

Denyut jantung

Tekanan sistolik

Tekanan nadi

Capillary refill

Respirasi

Urin

Status mental

Terapi cairan

< 750 cc

> 15%

< 100

Normal

Normal / ↑

Normal

14-20

> 30

Slightly

anxious

Kristaloid

750-1000 cc

15 – 30 %

> 100

Normal

Menurun

(+)

20 -30

20 -30

Mildly

anxious

kristaloid

1500-2000cc

20 – 40%

> 120

Menurun

Menurun

(+)

30 – 40

5 – 25

Anxious dan

confused

Kristaloid

dan darah

> 2000 cc

> 40%

> 140

Menurun

Menurun

(+)

< 35

Anuria

Confused

dan letargi

Kristaloid

dan darah

2.6.4 Terapi Syok Hipovolemik

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik

oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang

terlihat diantaranya perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan

yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera

limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Page 12: Refererat Syok Rev 1

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah

mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap

perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume

intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-

organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati,

dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-

aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam

pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi

hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.

Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah

menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular

hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial,

dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang.

Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi

cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. Infus cairan tetap

menjadi pilihan pertama dalam menangani pasien hamil. Bila telah jelas ada peningkatan isi

nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru,

terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

a.Umum

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk

diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita. Pulihnya tekanan

darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan

bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak

memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan

peredaran darah kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya

sukar ditentukan.

b.Produksi Urin

Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah

ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5

ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/ jam pada anak-anak dan 2 ml/kg/jam untuk bayi

(dibawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat jenis

Page 13: Refererat Syok Rev 1

yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut

ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik.

c.Keseimbangan Asam Basa

Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena

takhipnea. Alkalosis respiratorik seringkali disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam

tahap syok dini dan tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada

syok yang sudah lama, atau akibat syok berat. Asidosis metabolik terjadi karena metabolisme

anaerobik akibat perfusi jaringan yang kurang dan produksi asam laktat. Asidosis yang

persisten biasanya akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan darah terus menerus

dan pada penderita syok normotermik harus diobati dengan cairan, darah, dan

dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan perdarahan. Defisit basa yang

diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat berguna dalam memperkirakan beratnya defisit

perfusi yang akut. Jangan gunakan natrium bikarbonat secara rutin untuk mengobati asidosis

metabolik sekunder pada syok hipovolemik.

Keputusan Terapeutis Berdasarkan Respon Kepada Resusitasi Cairan Awal

Respon penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk menentukan

terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara berdasarkan evaluasi

awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah pengelolaannya berdasarkan respon

penderita pada resusitasi cairan awal.

Adalah penting untuk membedakan hemodinamis stabil dengan hemodinamis normal.

Penderita dengan hemodinamis stabil mungkin tetap ada takhikardi, takhipnea dan oligouri

dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih syok. Sebaliknya penderita dengan

hemodinamis normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang

memadai,

Pola respon yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok : respon cepat, respon

sementara dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.

A. Respon cepat

Penderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal dan tetap

hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat

sampai kecepatan maintanance. Penderita seperti ini biasanya kehilangan volume darah

minimum (kurang dari 20%). Untuk kelompok ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan

atau pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya dan crossmatch harus tetap dikerjakan.

Page 14: Refererat Syok Rev 1

Konsultasi dan evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena

intervensi operatif mungkin masih diperlukan.

B. Respon sementara (transient)

Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila

tetesan diperlambat, hemodinamik penderita menurun kembali karena kehilangan darah yang

masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah pada

kelompok ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respon terhadap pemberian

darah menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.

C. Respon minimal atau tanpa respon

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, ini

menandakan perlunya operasi sangat segera. Walaupun sangat jarang, namun harus tetap

diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio

miokard.

Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada kelompok ini.

Pemasangan CVP atau ekokardiografi emergensi dapat membantu membedakan kedua

kelompok ini.

Tabel 4 Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal

Respon cepat Respon sementara Tanpa respon

Tanda Vital Kembali ke normal Perbaikan

sementara, tensi

dan nadi kembali

turun

Tetap abnormal

Dugaan

kehilangan darah

Minimal (10-20%) Sedang, masih ada

(20 – 40%)

Berat ( > 40%)

Kebutuhan

kristaloid

Sedikit Banyak Banyak

Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera

Persiapan darah Type specific dan

crossmatch

Type specific Emergensi

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti

Kehadiran dini

ahli bedah

Perlu Perlu Perlu

Page 15: Refererat Syok Rev 1

2.7 Syok kardiogenik.

Syok kardiokgenik adalah suatu keadaan yang terjadi karena tidak cukupnya curah

jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital akibat difungsi otot jantung dengan

gambaran klinisnya7

- Tekanan sistol arteri < 80 mmHg,

- Produksi urin < 20ml/hr atau gangguan status mental.

- Tekanan pengisian ventrikel kiri >12 mmHg.

- Tekanan vena sentral lebih dari 10 mm H2O

2.7.1 Etiologi syok kardiogenik

Penyebab dan pencetus dari syok kardiogenik:7

a. Penyebab

1. Infark miokard akut

2. Gangguan mekanis akut : ruptur katup mitral atau katup aorta, defek

septum ventrikel akut

3. Bedah pintas kardiopulmonal

4. Payah jantung kongenstif : iskemia, hipertensi, kardiomiopati atau

penyakit katup jantung

b. Pencetus

1. Iskemia miokard atau infark

1. Anemia : takikardia atau bradiakardia

2. Infeksi : endokarditis, miokarditis atau infeksi di luar jantung

3. Emboli paru

4. Kelebihan cairan atau garam

5. Obat penekan miokard seperti penghambat beta

6. Lain-lain L kehamilanm tirotoksikosis, anemia , stres, hipertensi akut

2.7.2 Patofisiologi syok kardiogenik

Syok kardiogenik karena infark miokard akut biasanya terjadi bila kerusakan

otot jantung > 40 %, sedangkan angka kematian mencapai lebih dari 80%. Atau dapat

juga disebakan infark baru pada infark miokard lama. Karena kerusakan iskemik dan

nekrosis berjalan progresif, maka terjadi perburukan hemodinamik, yang berkembang

Page 16: Refererat Syok Rev 1

dalam waktu berberapa jam dan bisa sampai beberapa hari sejak mulainya tanda-tanda

infark miokard akut. Biasanya kadar enzim-enzim jantung akan meningkat.

Depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan penurunran curah jantung,

tekanan darah rendah, insufisensi koroner dan selajutnya terjadi penurunan

kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokontriksi

sistemik berkomooensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi

sebagai respon penurunan curah jantung6,7

Pada studi autopsi menunjukan syok kardiogenik dihubungkan dengan

kehilangan lebih dari 40% otot miokard ventrikel kiri yang akan

menyebabkan:

- Inhibisi langsung kontraktilitas miokard

- Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik

- Efek pada metabolisme glukosa

- Efek proinflamasi

- Penurunan responsivitas katekolamin

- Merangsang vasoditasi sitemikFaktor mekanis jantung Miopati (IMA)

Nekrosis miokard

Kerusakan otot jantung

Gangguan kontaktilitas miokardium

Disfungsi ventrikel kiri

Cardiac Output

Hipotensi

Aliran darah koroner

Perfusi jaringan

Syok kardiogenik

Page 17: Refererat Syok Rev 1

Gambar 3. Skema Patofisiologi syok kardiogenik

2.7.3 Gambaran klinis

Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik

tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri

dada akut, dan mungkin sudah memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya.

Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut, biasanya

terjadi dalam beberapa hari sampai minggu setelah onset infark tersebut. Umumnya

pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya terjadi gejala tiba-tiba yang menunjukan

edema paru akut bahkan henti jantung.6

Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau

merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien merasakan letargi

akibat kekurangan perfusi ke sistim saraf pusat.

Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan sistolik akan menurun

sampai kurang 90 mmHg, bahkan bisa turun hingga kurang 80 mmHg pada pasien

yang tidak mendapat pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya meningkat

akibat stimulasi simpatis, demikian pula frekuensi pernafasan yang biasanya

meningkat akibat kongesti di paru.

Pemeriksaan dada akan menunjukan ronki. Pasien dengan infark ventrikel kanan

atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurun studi sangat kecil

kemungkinnya menyebabkan kongesti paru.

Sistem kardiovaskular yang dapat di evaluasi seperti vena-vena dileher sering kali

meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien

kardiomiopati dilatas, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi

perikardial atau tamponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukan adanya

disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau septal

defek ventrikel, bunyi bising atau murmur yang timbu sangat membantu untuk

menentukan kelainan atau komplikai yang ada.6

Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukan beberapa tanda

antara lain: pembesaran hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi trikuspid atau

terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit diatasi. Pulsasi di perifer akan

menurun intensitasnya dan edema perifer dapat timbul pada gagal jantung kanan.

Page 18: Refererat Syok Rev 1

Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin, menunjukan adanya penurunan perfusi

ke jaringan.6

Menurut scheitdt dan kawan-kawan kriteria syok kardiogenik tekanan sistolik arteri

< 80 mmHg, produksi urin <20 ml/hari atau gangguan meental. Tekanan pengisian

ventrikel kiri >12 mmHg. Tekananan vena sentral lebih dari 10 mm H2O . keadaan

lain disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin seperti renjatan lain, yaitu

gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardia dan lain-lain.7

2.7.4 Terapi syok kardiogenik

Volume pengisian ventrikel kiri harus diptimalkan, dan pada keadaan tanpa adanya

bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 mL dapat dilakukan dalam

10 menit. Oksigen adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika

ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang berlangsung memicu

kegagalan otot pernafasan dan dapat dicegah dengan pemberian ventilasi mekanis.

Laporan adanya penurunan secara dramatis mortalitas syok kardiogenik dengan

melakukan revaskularisasi awla muncul pada akhir tahun 1980. Uji klinis secara acak

yang menguji superiotas dan generalisabilitas strategi revaskularisasi awal telah

dilakukan di USA yaitu SHOCK trial. Pada penelitian SHOCK dilaporkan peningkatan

survival 30 hari dari 46,7% menjadi 56% dengan strategi revaskularisasi awal, namun

perbedaan 9% absolut tidak bermakna (p=0,11). Pada pemantauan, perbedaan survival

pada strategi revaskularisasi awal menjadi lebih besar dan bermakna setelah 6 bulan

dan satu tahun untuk reduksi absolut. Manfaat revaskularisasi awal didapatkan pada

semua subkelompok kecuali pada usia lanjut(kuran 75 tahun).

Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik

Langkah I. Tindakan resusitasi segera

Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk definitif.

Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah sekuele

neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin dan noradrenalin (norepinefrin). Tergantung

pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri

rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat

dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi

pada keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.

Page 19: Refererat Syok Rev 1

Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum transportasi

jika fasilitas tersedia. Analisa gas darah dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan

memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi mekanis jika ada

indikasi. EKG harus dimonitor secara terus-menerus, dan peralatan defibrilator, obat

antiartimia amiodaraon dan lidokain harus tersedia ( 33% pasien revaskularisasi awal

SHOCK trial menjalani resusitasi kardiopulmoner, takikardi ventrikular menetap atau

fibrilasi ventrikel sebelum randomisasi).11

Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan ST elevasi jika antisipasi

ketelambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien dengan

tekanan darah sistolik kurang 100 mmHg yang mendapat rombolitik pada metaanalisis

FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo (95% CI 26 sampai 98, p <

0,001) meningkatkan tekanan darah dengan IABP pada keadaan ini dapat menfasilitasi

trombolisis dengan meningkatkan tekanan perfusi koroner. Pada syok kardiogenik

karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu katetrisasi, inhibitor glikoprotein

Iib/IIIa dapat diberikan.

Langkah 2. Menentukan secara dini anatomi koroner

Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal

dari kegagalan pompa iskemik yang dominan. Hipotensi diatasi segera dengan IABP.

Syok mempunyai ciri penyakit 2 pembuluh darah yang tinggi, penyakit left main, dan

penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat disfungsi ventrikel dan instabilitas

hemodinamik mempunyai korelasi dengan anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau

lesi koroner kanan jarang mempunyai manifestasi syok pada keadaan tanpa infark

ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokard sebelumnya

atau kardiomiopati.

Langkah 3. Melakukan revaskularisasi dini

Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemulihan modalitas

terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI dengan CABG pada

syok kardiogenik. Trial SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left

main atau penyakit 3 pembuluh besar. Laju mortalitas dirumah sakit dengan CABG

pada penelitian SHOCK dan registr adalah sama dengan outcome dengan PCI, wlaupun

lebih banyak penyakit arteri berat dan diabetes yaitu 2 kali pada pasien yang menjalani

CABG.

Page 20: Refererat Syok Rev 1

Rekomendasi PCI pada penyakit jantung koroner5

- Tanda objektif iskemik luas

- Oklusi total kronis

- Risiko operatif tinggi, termasuk ejeksi fraksi < 35%

- Unprotected left main tanpa opsi tindakan revaskularisasi lain.

- Stent rutin pada lesi pembuluh darah koroner asli

Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak dapat

dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. Pemberian vasopresor intravena baik untuk

meningkatkan inortropik dan memaksimalkan perfusi ke miokardium yang iskemik. Yang

perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri dapat berakibat peningkatan denyut

jantung yang pada akhirnya akan memperluas infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan

vasopresor di sini harus digunakan secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat

diberikan seperti: 9

- Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen

miokard, dosis yang digunakan 5-10 mcg/kg/min

- Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki efek

vasodilatasi sehingga dapat mengurangi preload dan afterload

- Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang refrakter,

obat ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis yang dapat

digunakan 0.5 mcg/kg/min

Preparat nitrat atau morfin digunakan untuk analgetik, tetapi perlu diingat bahwa

keduanya dapat mengakibatkan hipotensi sehingga jangan sampai memperparah keadaan

syok pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat membantu pasien dalam syok

kardiogenik secara mekanis yakni intraaortic balloon pump (IABP) bermanfaat terutama

pada syok kardiogenik yang sudah tidak dapat ditangani dengan obat-obatan. 9

Antiagregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg, 500 mg, dapat

menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Vasodilator yang juga dapat digunakan adalah

nitrogliserin IV yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos pembuluh darah sehingga

menurunkan resistensi perifer. 9

Page 21: Refererat Syok Rev 1

Tanda klinis: hipoperfusi, CHF, edema paru akut penyakit dasar yang paling mungkin

Edema paru akut hipovolemi Low Output: syok kardiogenik

Aritmia

Takikardi Bradikardi

Periksa tekanan darah

TDS> 100mmHg

TDS 70-100mmHg dan tanda syok (-)

TDS 70-100mmHg dan tanda syok (+)

TDS < 70mmHg dan tanda syok (+)

Nitrogliserin 10-20 mcg/menit IV Dobutamin 2-

20 mcg/menit IV

Dopamin 5- 15 mcg/kg IV

Norepinefrine 0,5- 30 mcg/menit IV

Pemberian:CairanTransfusi darahvasopressor

PemberianFurosemid IV 0,5-1 mg/kg

Morfin IV 2-4 mg

Oksigen bila perlu

Periksa tekanan darah

Tekanan darah sistole > 100mmHg atau tidak kurang dari 30 mmHg dari TDS sebelumnya

ACE-inhibitor golongan pendek misalnya: captopril 6,25 mg

Page 22: Refererat Syok Rev 1

Gambar 4. Skema penatalaksanaan syok kardiogenik6

2.8 Syok Obstruktif

Syok tipe ini sering terlihat pada:

Tamponade jantung

Pneumotoraks

Emboli paru.

2.9. Syok Distributif

Syok distributif adalah syok yang terjadi akibat berkurangnya tahanan pembuluh

darah perifer. Syok ini terjadi pada:

Syok neurogenik

Cedera medula spinalis atau batang otak

Syok anafilaksis

Obat-obatan

Syok septik

2.9.1 Syok Septik

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan

rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi

makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga

terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang

menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.

Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yang paling sering

digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons inflamasi

sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang sering disebut

sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :

a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)

b. Tachypneu (resp >20/menit)

c. Tachycardia (pulse >100/menit)

d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

e. 10% >cell imature

Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya sumber

infeksi yang jelas.Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai

Page 23: Refererat Syok Rev 1

dengan kegagalan organ multipel /Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure

(MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90

mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis ialah

berujung pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang

didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah

mendapat resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi jaringan.10

Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai dengan

hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya

hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg / dL) yang

tidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.11

Tabel 5. Perbedaan Sindrom Sepsis dan Syok Septik

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis

Sindroma sepsis Syok Septik

Takipneu, respirasi >20x/m

Takikardi >90x/m

Hipertermi >38C

Hipotermi <35,6C

Hipoksemia

Peningkatan laktat plasma

Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1

jam

Sindroma sepsis ditambah dengan

gejala:

Hipotensi 90 mmHg

Tensi menurun sampai 40 mmHg

daribaseline dalam waktu 1 jam

Tidak membaik dengan pemberian

cairan, sertapenyakit syok

hipovolemik, infarkmiokard dan

emboli pulmonal sudah disingkirkan

Page 24: Refererat Syok Rev 1

Gambar 5. Diagram hubungan SIRS, Sepsis dengan Infeksi12

Gambar 6. Kriteria Bones untuk Pengenalan Sepsis Berat12

Etiologi

Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik

dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya

disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari

infeksi lokal.

Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain

karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan

imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter

intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta

meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik.

Page 25: Refererat Syok Rev 1

Infeksi traktus repiratorius merupakan penyebab sepsis yang tersering diikuti infeksi

abdomen dan jaringan lunak. Setiap sistem organ memiliki patogen yang berbeda, seperti di

antaranya :13

Infeksi traktur repiratorius bawah yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25%

pasien, patogen yang umum

o Streptococcus pneumoniae

o Klebsiella pneumoniae

o Staphylococcus aureus

o Escherichia coli

o Legionella species

o Haemophilus species

o Anaerobes

o Gram-negative bacteria

o Fungi

Infeksi traktus urinarius yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25% pasien,

patogen yang umum :

o E coli

o Proteus species

o Klebsiella species

o Pseudomonas species

o Enterobacter species

o Serratia species

Infeksi jaringan lunak yang menyebabkan syok septik pada sekitar 15% pasien,

patogen yang umu :

o S aureus

o Staphylococcus epidermidis

o Streptococci

o Clostridia

o Gram-negative bacteria

o Anaerobes

Page 26: Refererat Syok Rev 1

Infeksi traktus gastro-intestinal yang menyebabkan syok septik pada 15% pasien,

patogen yang umum :

o E coli

o Streptococcus faecalis

o Bacteroides fragilis

o Acinetobacter species

o Pseudomonas species

o Enterobacter species

o Salmonella species

Infeksi saluran reproduktif laki-laki dan perempuan yang menyebabkan syok septik

pada sekitar 10% pasien, patogen yang umum :

o Neisseria gonorrhoeae

o Gram-negative bacteria

o Streptococci

o Anaerobes

Benda asing yang mengakibatkan infeksi berkontribusi 5% pada syok septik. S

aureus, S epidermidis, adan fungi/yeasts (eg, Candida species) merupakan patogen

yang umum.

Infeksi lain-lain menyebabkan 5% syok septik. Neiserriameningitidis merupakan

enyebab tersering pada golongan ini.

Patofisiologi syok septik

1. Pada stadium awal curah jantung meningkat, denyut jantung lebih cepat dan tekanan

arteri rata-rata turun. Kemudian perjalanannya bertambah progresif dengan penurunan

curah jantung, karena darah balik berkurang (terjadi bendungan darah dalam

mikrosirkulasi dan keluarnya cairan dari ruangan intravaskular karena permeabilitas

kapiler bertambah), yang ditandai dengan turunnya tekanan vena sentral.

2. Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah meningkat disebabkan oleh

sumbatan leukosit pada kapiler paru-paru. Pada pasien yang sudah syok paru-paru

ditandai dengan gejala gagal paru-paru progresif, PO2 arterial turun, hiperventilasi,

dispneu, batuk dan asidosis.

Page 27: Refererat Syok Rev 1

3. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi karena pemacuan proses pembekuan

akibat kerusakan endotel kapiler oleh infeksi bakteri.

Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada

bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam

plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh

hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam

sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein,

kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP

sehingga mempercepat ikatan dengan CD14. Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi

sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase

C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.

Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like

receptor-2 (TLR2).14

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid

(LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif

menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen

dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II

dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi

sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.14,15

Gambar 7. Skema Infeksi - Sepsis

Page 28: Refererat Syok Rev 1

Peran S itokin pada S epsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan

invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang

berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil,

monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma

seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal.

Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin

antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai

hormon.12,14

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting

adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai

antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel

meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek

prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic

growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1,

IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder

seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF),

peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti

histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem

komplemen.16

Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis

berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.17

Peran K omplemen pada S epsis

Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons

imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi.

Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik.

Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan

berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi

netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan

permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan.12

Page 29: Refererat Syok Rev 1

Peran NO pada S epsis

NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.

Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik

berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat

meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat

agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik

yang tidak responsif dengan vasopresor.1,5

Peran N etrofil pada S epsis

Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan

pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi

umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Walaupun

netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan

protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. Terdapat 2

studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi

sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien

dengan sepsis juga tidak efektif .13

Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan

kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler

dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.Selain itu, terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan

terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan

kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihatsebagai edema.Pada syok sepsis

hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena

ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman Berlanjutnya proses

inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang

dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan

kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke

organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai

faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial

depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada

eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.12

Page 30: Refererat Syok Rev 1

Gambar 8. Skema Syok Septik akibat Infeksi Kuman Gram Negatif

Page 31: Refererat Syok Rev 1

Gejala Klinis

Tabel 6. Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam Tubuh

Tabel 7. Kriteria Diagnosis / Tanda dan Temuan dalam Sepsis

Page 32: Refererat Syok Rev 1

Syok septik yang berat dapat berkemabang menjadi suatu sindrom gangguan / penurunan

fungsi organ multipel akibatnya hipoperfusi generalisata. Berikut adalah tanda-tanda kelainan

sistemik pada Multiple Organ Failure

Tabel 8. Tanda Multiple Organ Failure

Multiple Organ Failure

DIC

Respirotary Distress.Syndrome

Acute Renal Failure

Hepatobilier disfunction

Central Nervous System Disf.

FDP≥ 1:40 atau D-dimers ≥2,0 dengan

rendahnya platelet

Memanjangnya waktu:

- protrombin

- partial thromboplastin

- Perdarahan

Hipoksemia

Kreatinin > 2,0 ug/dl

Na. Urin 40 mmol/L

Kelainan prerenal sudah disingkirkan

Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)

Nilai alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua kali

Nilai normal

GCS < 15

Penatalaksanaan

Pasien sepsis wajib dinilai dan dievaluasi dengan menggunakan metode ABCDE

( Airway, Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :12

A = Airway assessment, maintenance and oxygen

B = Breathing and ventilation assessment

C = Circulation assessment, intravenous (IV) access and fluids

Page 33: Refererat Syok Rev 1

D = Disability: assess the neurological status and check the blood glucose

E = Exposure and environmental control

Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan

yang mencakup 3 proses, yaitu:

Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan

Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman

resusitasi lanjutan

Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi

Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya memperlambat ) onset dari

sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat sepsis sudah

dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan seperti oksigen aliran

tinggi, cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin.

Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi “Sepsis Six” yakni :12

Oksigen aliran tinggi

Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan metabolik tubuhsehingga

kebutuhan akan oksigen akan meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face

mask dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan di sekitar >= 94%

kecuali jika pasien memiliki riwayat hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask

biasanya tidak cocok untuk pemakaian jangka panjang, namun sangat penting dalam

fase resusitasi akut untuk memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk.

Kultur darah ( dan yang lainnya ).

Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik intravena. Kultur

darah diambil secara percutaneous dan sebelum meletakkan akses IV yang baru.

Kultur darah tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik speksturm luas pada fase

awal tetapi berpengaruh pada pemilihan antibiotik ketika patogen telah diidentifikasi.

Antibiotik spektrum luas secara intravena

Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan mengikuti langkah-langkah

berikut :

o Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.

o Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi

o Peraturan mengenai administrasi antibiotik.

Uji terapi cairan intravena.

Page 34: Refererat Syok Rev 1

Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien menunjukkan tanda-tanda

insufisiensi sirkulasi, uji terapi cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg

kristaloid sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat diulang dua kali,

hingga bolus total tiga kali. Bila pasien masih mengalami hipotensi, sebaiknya

dipasang Central Venous Catheter yang sekaligus dapat memonitor administrasi

vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.

Pengukuran hemoglobin dan laktat

Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum Arterial Blood Gas.

Akumulasi laktat menandakan respirasi anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian

terbaru menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda kaskade hipoperfusi

lanjut.

Monitor jumlah urin

Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin aliran cukup ke ginjal

dalam jumlah normal meski adanya perubahan tekanan darah. Pada sepsis, fungsi ini

terganggu sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke ginjal juga

menurun sehingga jumlah urin juga akan menurun. Urinary kateter dapat mengukur

jumlah produksi urin dari ginjal, sehingga membantu mengestimasi aliran darah

ginjal. Hal ini membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai prediktor dari gagal

ginjal. Pasien harus ditargetkan mencapai produksi urin normal. Dikatakan oliguria

bila produksi urin <0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten

menjadi tanda awal dari gagal ginjal. Anuria mengindikasikan bahwa ginjal telah

sepenuhnya mengalamai kegagalan, namun seringkali akibat terbloknya aliran urin di

kateter

Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal :

MAP > 65mmHg

Capillary Refill Time membaik

Akral menjadi lebih hangat

Produksi urin >0.5ml/kg/jam

Status mental yang membaik.

Menurunnya kadar laktat

Page 35: Refererat Syok Rev 1

Early Goal Directed Therapy

Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan untuk meningkatkan survival

pada pasien sepsis

Gambar 9. Early Goal Directed Therapy

Page 36: Refererat Syok Rev 1

Perbaikan hemodinamik.

Banyak pasien syok septikyang mengalami penurunan volume intravaskuler, sebagai

respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid

dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP

dipelihara antara 10-12 mmHg.

Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam.

Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam

pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi

oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan

resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai

hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (dosis 5-10μg/kg/menit sampai maksimal

20 μg/kg/menit). 18

Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau

tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis ini

gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 μg/

KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit,

tetapi di kombinasi dengan levarterenol (norepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor

masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor

lain (fenilefrin atau epinefrin).19

Page 37: Refererat Syok Rev 1

Pemakaian Antibiotik

Setelah diagnose sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana

sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak

perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman

masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan

gram negatif.

Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui

sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki

aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga

sumber sepsis.14 Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif,

penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem

memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat

akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.1 Pemberian

antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan indikasi :

Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui

Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni

Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen

(pseudomonas aureginosa, enterokokus)

Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data

mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi

kombinasi lebih baik daripada monoterapi.18

Terapi Suportif

Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan

penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera

dilakukan.

Terapi cairan

o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%

atau ringer laktat) maupun koloid.14,18

o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik

melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.

Page 38: Refererat Syok Rev 1

o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila

kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard

dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih

kontroversi antara 8-10 g/dL.

Vasopresor dan inotropik

Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian

cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan

mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg

atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin

>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine

0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat

digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit,

epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan

milrinone).12,14,

Bikarbonat

Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9

mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.14

Disfungsi renal

Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera

diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila

diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk

mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based

belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan

hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.12,14

Nutrisi

Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,

glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi

dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi

insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme

protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,

vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.12,14

Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan

mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin

Page 39: Refererat Syok Rev 1

untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada

kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.

Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam

praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.12,14

Gangguan koagulasi

Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan

DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di

sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas

antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus

menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,

berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan

dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.

Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan

dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik

menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa

syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.18

2.9.2 Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik merupakan suntikan atau

cara lain. Reaksi dapat berkembang menjadi suatu kegawatan berupa syok, gagal napas, henti

jantung, dan kematian mendadak.

Patofisiologi :

Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi anafilaktik sistemik berat. Terjadinya

syok dapat berlangsung dengan cepat. Kematian terjadi pada penderita berusia di atas 20

tahun. Sedangkan kematian pada anak biasanya disebabkan oleh edema laring. Kematian

pada usia dewasa biasanya merupakan kombinasi syok, edema laring, dan aritmia jantung.

Syok anafilaktik dapat kambuh 2-24 jam setelah kejadian pertama.

Obat-obat yang sering memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan antibiotik

penisilin, ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfanamid,

Page 40: Refererat Syok Rev 1

kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies. Alergi terhadap gigitan

serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zat radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah,

obat bius (prokain, lidokain), vitamin, heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut,

mangga, kentang, dll, juga dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.

Patofisiologi

Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap

alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem pernafasan

maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan IgE spesifik

terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat pada reseptor permukaan mastosit

dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige spesifik dan memicu

terjadinya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain

histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu

sintesis SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam

arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini

segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine (SRS-A) dan

prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus menyebabkan timbulnya

gejala pernafasan dan syok.

Gambar 10. Skema Patofisologi Syok Anafilatik

Page 41: Refererat Syok Rev 1

Gejala Klinis

1. Reaksi lokal : biasanya hanya urtikaria dan edema setempat, tidak fatal.

2. Reaksi sistemik : biasanya mengenai saluran napas bagian atas, system kardiovaskuler,

gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut dapat timbul segera atau 30 menit setelah

terpapar antigen.

a. Ringan : mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-gatal di kulit dan mukosa, bersin-

bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen.

b. Sedang : gejalanya lebih berat, selain gejala di atas, dapat pula terjadi bronkospasme,

edema laring, mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2 jam setelah terpapar antigen.

c. Berat : terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi tersebut

di atas hanya lebih berat yaitu bronkospasme, edema laring, stridor, napas sesak,

sianosis, henti jantung, disfagia, nyeri perut, diare, muntah-muntah, kejang, hipotensi,

aritmia jantung, syok, dan koma. Kematian disebabkan oleh edema laring dan aritmia

jantung.

Penatalaksanaan syok anafilaktik tergantung tingkat keparahan, namun yang

terpenting harus segera dilakukan evaluasi jalan napas, jantung dan respirasi. Bila ada henti

jantung paru, lakukan resusitasi jantung paru. Terapi awal diberikan setelah diagnosis

ditegakkan.

Untuk terapi awal, berikan adrenalin 1 : 1.000, 0,3 ml sampai maksimal 0,5 ml,

subkutan atau im, dapat diulang 2-3 kali dengan jarak 15 menit. Pasang torniket pada

proksimal dari suntikan infiltrasi dengan 0,1 – 0,2 adrenalin 1 : 1000. Lepaskan torniket

setiap 10-15 menit. Tempatkan pasien dalam posisi terlentang dengan elevasi ekstremitas

bawah (kecuali kalau pasien sesak). Awasi jalan napas pasien, periksa tanda-tanda vital tiap

15 menit. Bila efek terhadap adrenalin kurang, berikan difenhidramin hidroklorida, 1 mg/kg

BB sampai maksimal 50 mg im atau iv perlahan-lahan.

Bila terjadi hipotensi (tekanan sistolik < 90 mm Hg), segera berikan cairan iv yang

cukup. Bila tidak ada respon, berikan dopamin 400 µg (2 ampul) dalam cairan infus glukosa

5 % atau Ringer laktat atau NaCL 0,9% atau dekstran, untuk mempertahankan tekanan darah

sistolik 90-100 mmHg.

Bila terjadi bronkospasme persisten, berikan oksigen 4-6 liter/menit. Bila tidak terjadi

hipotensi, berikan aminofilin dosis 0,5-0,9 mg/kg BB/jam. Berikan aerosol ß-2 agonis tiap 2-

Page 42: Refererat Syok Rev 1

4 jam, misalnya 0,3 ml metaproterenol dalam larutan garam melalui nebulasi atau adrenalin

0,1-0,3 ml setiap 2 -4 jam.

Untuk mencegah relaps (reaksi fase lambat), berikan hidrokortison 7 – 10 mg/kg BB iv

lalu lanjutkan hdrokortison suntikan 5 mg/kg BB iv tiap 6 jam sampai 48-72 jam.

Awasi adanya edema laring, jika perlu dilakukan trakeostomi. Bila kondisi pasien

stabil, berikan terapi suportif dengan cairan selama beberapa hari, pasien harus diawasi

karena kemungkinan gejala berulang minimal selama 12-24 jam. Kematian dapat terjadi

dalam 24 jam pertama.

Gambar 11. Titik tangkap terapi pada syok anafilatik

2.9.3 Syok neurogenik

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang

mengakibatkan vasodilatasi menyeuruh di regio splanikus sehingga perdarahan otak

berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan leh suhu lingkungan yang panas, terkejut

takut atau nyeri. Syok neurogenik pada trauma terjadi karena hilangnya sympatic tone,

misalnya pada cedera tulang belakang atau yang sangat jarang cedera pada batang otak.

Hipotensi pada pasien dengan cedera tulang belakang disertai dengan oxygen delivery yang

cukup karena curah janting tinggi meskipun tekanan darahnya rendah.

Etiologi

Penyebabnya antara lain : 3

1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).

2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur

tulang.

Page 43: Refererat Syok Rev 1

3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.

4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Penderita merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Denyut nadi lambat, tetapi

umumnya cukup besar dan berisi. Setelah penderita dibaringkan, umunya keadaan membaik

spontan tanpa meninggalkan penyulit, kecuali jika terjadi cedera karena jatuh. 2

2.4.1 Patofisiologi

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam

syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi

pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam

efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan

darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena

peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang

bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi

ventrikel3

Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder

terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus

simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa

takikardi atau vasokonstriksi kulit6

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan

vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi

vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri3

Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang

memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh

darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional3

Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik

sfingter prekapiler dan menekan tonus vasomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stres emosi dan

ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang

menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.8

2.4.2 Manifestasi Klinis

Page 44: Refererat Syok Rev 1

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda

tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)

kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.

Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi

bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,

maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.8

2.4.3 Penatalaksanaan

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor seperti

fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter

prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat

tersebut

Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip A(airway) -

B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti dengan beberapa tindakan

berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap baik (life support), diantaranya:

a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).

b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan

masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan

endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk

menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang

berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan

menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.

c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan

kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara

cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral,

turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.

d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif

(adrenergik,agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan seperti ruptur lien)

1. Dopamin

Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa

dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.

2. Norepinefrin

Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor

terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam

Page 45: Refererat Syok Rev 1

menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak

sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik

karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap

jantung (palpitasi).Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal

kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan

kontraksi otot-otot uterus.

3. Epinefrin

Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme

cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya

terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien

tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan

vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik.

4. Dobutamin

Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac

output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

Obat DosisCardiac

Output

Tekanan

Darah

Resistensi

Pembuluh

Darah

Sistemik

Dopamin2,5-20

mcg/kg/menit+ + +

Norepinefrin0,05-2

mcg/kg/menit+ ++ ++

Epinefrin0,05-2

mcg/kg/menit++ ++ +

Fenilefrin2-10

mcg/kg/menit- ++ ++

Dobutamin2,5-10

mcg/kg/menit+ +/- -

Page 46: Refererat Syok Rev 1

Pasien-pasien yang diketahui atau diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi

sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat

membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan

BAB III

PENUTUP

Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang dapat terjadi saat tubuh tidak

mendapatkan aliran darah yang adekuat. Hal ini dapat merusak banyak organ. Syok

membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat.

Secara klinis syok ditandai dengan pucat, dingin, berkeringat, nadi lemah, hipotensi,

bertambahnya kecepatan pernafasan dan takikardi dengan penurunan tekanan darah sistemik

dengan tekanan sistole di bawah 70 mmHg, penurunan volume urine dan terjadinya iskemia

yang mengakibatkan turunnya perfusi jaringan

Syok dapat diklasifikasikan menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik yang dapat

disebabkan karena perdarahan dan dehidrasi, syok obstruktif, dan syok distributif yang

diantaranya terdiri dari syok anafilaktik dan syok septik.

Secara umum penatalaksanaan syok adalah dengan cara memperbaiki perfusi

jaringan, mencari penyebab, mengatasi penyebab, mengatasi komplikasi dan

mempertimbangkan terapi lanjutan.

Page 47: Refererat Syok Rev 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Maier, Ronald V. 2001. Shock. Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine

Volume I: 222-227. New York. Mc Graw Hill.

2. de Jong W, R Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran. EGC; 2004

3. Price Silvia A, Wilson Lorraine M. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses

Penyakit. Edisi 4. 283-295. Jakarta: EGC.

4. Guyton AC, Hall JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta ; 2008

5. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeons

Committee On Trauma. First Impression.

6. Noer HMS, Waspadi, Rachman AM. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi

ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Rilanto LI, Baraas F, Karo SK, Roebino PS.Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2003

8. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius.

9. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on the

Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment

10. British Journal of Anesthesia.Anesthesic Management in Patients With Severe Sepsis.

Available from : http://bja.oxfordjournals.org/content/105/6/ 734/T1. expansion.html

11. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah

Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18

12. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell – BMJ

books.

13. Michael R. Pinsky. Septic Shock. . Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/168402

Page 48: Refererat Syok Rev 1

14. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88.

15. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for

future treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com

16. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah

Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18.

17. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med

2003;348 (2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com

18. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving

sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit

Care Med 2004;32(3):858-72.

19. Aitkenhead A, Rotbotham D, Smith G. Textbook of Anaesthesia. 4 th ed. Churchil

Livingston. 2001.

20. Katzung, Bertam G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC. 2000.

Page 49: Refererat Syok Rev 1

BAGIAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS PATTIMURA MARET 2015

SYOK

Oleh:

Heron R.F. Titarsole

(NIM : 2009-83-033)

Pembimbing: dr. Ony, Sp. An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. HAULUSSY

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

Page 50: Refererat Syok Rev 1

AMBON