referensi boraks
DESCRIPTION
boraksTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988,
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam
makanan untuk maksud teknologi (temasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
(langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas
makanan tersebut (Budiyanto, 2001).
Umumnya beberapa bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam
pangan untuk memperbaiki tekstur, flavor, warna atau mempertahankan mutu.
Beberapa bahan kimia yang bersifat toksik (beracun) jika digunakan dalam
pangan akan menyebabkan penyakit atau bahkan kematian. Oleh karena itu,
dalam peraturan pangan dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya dalam
pangan (Cahyadi, 2006).
Dampak penggunaan bahan tambahan pangan dapat berakibat positif
maupun negatif bagi masyarakat. Kita memerlukan pangan yang aman untuk
dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan mampu bersaing dalam pasar global.
Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food
nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk
penggunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis sampel yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium
Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa
masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti
rhodamin B, boraks, formalin (Balai POM RI).
2.2 Boraks
2.2.1 Tinjauan kimia dan fisika
Boraks atau Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37. Rumus
molekul Na2B4O7.10H2O. Pemeriannya berupa hablur transparan tidak berwarna
atau serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein.
Pada waktu mekar di udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna
putih. Kelarutan boraks yaitu larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan
dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).
Gambar 1. Rumus struktur boraks
Boraks umumnya digunakan untuk mengawetkan kayu, penghambat
pergerakan kecoa (Bambang, 2008).
2.2.2 Penggunaan dan toksisitas
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan
bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh Staphylococcus aureus.
Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet
pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu
tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematosus, bahkan dapat
menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25
gram, sedangkan pada anak dosis 5-6 gram. Asam borat juga bersifat teratogenik
pada anak ayam. Absorpsinya melalui saluran cerna, sedangkan eksresinya yang
utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada pada otak, hati, dan ginjal
sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi melalui otak dan ginjal. Dilihat
dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan
dalam pangan (Cahyadi, 2006).
2.2.3 Absorbsi, distribusi dan eksresi
Boraks cepat diabsorpsi dari saluran pencernaan dan kulit yang luka.
Boraks tidak dapat diserap melalui kulit yang utuh. Eksresi terutama melalui
ginjal kira-kira 50% dari dosis yang diberikan dieksresi dalam waktu 24 jam.
Pada pemakaian yang lama, eksresinya melalui urin dicapai setelah 2 minggu.
Dalam jumlah relatif besar, boraks terlokalisasi di otak, hati dan ginjal (Katzung,
2004).
2.3 Titrasi Asam Basa
Titrasi adalah perlakuan terhadap suatu senyawa yang larut (titrat), dalam
suatu bejana yang sesuai, dengan larutan yang sesuai yang sudah dibakukan
(titran), dan titik akhir ditetapkan dengan instrumen atau secara visual
menggunakan bantuan indikator yang sesuai (Ditjen POM, 1979).
Titran ditambahkan dari buret yang dipilih sedemikian hingga sesuai
dengan kekuatannya (normalitas), dan volume yang ditambahkan adalah antara
30% dan 100% kapasitas buret. Titrasi dilakukan dengan cepat tetapi hati-hati,
Universitas Sumatera Utara
dan mendekati titik akhir titran ditambahkan tetes demi tetes dari buret agar tetes
terakhir yang ditambahkan tidak melewati titik akhir. Jumlah senyawa yang
dititrasi dapat dihitung dari volume dan faktor normalitas atau molaritas titran dan
faktor kesetaraan untuk senyawa, yang tertera pada masing-masing monografi
(Ditjen POM, 1995).
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya
alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam
dengan menggunakan baku basa (Rohman, 2007).
Larutan baku (standar) biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret.
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap disebut titrasi.
Tujuan titrasi, misalnya dari suatu larutan basa dengan larutan standar suatu asam,
adalah untuk menetapkan jumlah asam yang secara kimiawi tepat ekuivalen
dengan jumlah basa yang ada. Keadaan (atau saat) ini dicapai, disebut titik-
ekuivalen, titik-stoikiometri, atau titik-akhir teoritis; hasilnya adalah larutan air
dari garam bersangkutan. Bila asamnya, maupun basanya, merupakan elektrolit
kuat, larutan yang dihasilkan akan netral dan mempunyai pH 7, tetapi jika
asamnya atau basanya adalah elektrolit lemah, garam itu akan terhidrolisis sampai
derajat tertentu, dan larutan pada titik ekuivalen itu akan sedikit asam, atau sedikit
basa. pH tepat larutan pada titik ekuivalen, dapat dihitung dari tetapan ionisasi
Universitas Sumatera Utara
asam lemah atau basa lemah itu, dan konsentrasi larutan.. Untuk setiap titrasi yang
sesungguhnya, titik akhir yang benar akan ditandai oleh suatu nilai tertentu dari
konsentrasi ion hidrogen larutan itu, dimana nilai tersebut bergantung pada sifat
asam dan basa, dan konsentrasi larutan (Basset, 1994).
2.3.1 Titrasi Asam Lemah/Basa Kuat dan Basa Lemah/Asam Kuat
Pada penambahan asam kuat dan basa kuat bervolume kecil ke larutan
basa lemah atau asam lemah, pH meningkat atau menurun secara tepat sekitar 1
unit pH di bawah atau di atas nilai pKa asam atau basa (Watson, 2009).
2.3.2 Indikator
Metode yang sederhana dan paling mudah untuk penetapan titik
kesetaraan, yaitu titik pada saat reaksi analitik stokhiometri sempurna, dapat
ditetapkan dengan penggunaan indikator. Bahan kimia ini biasanya berwarna, dan
memberikan respon untuk berubah dalam kondisi larutan sebelum dan sesudah
titik kesetaraan dengan menunjukkan perubahan warna yang dapat dilihat secara
visual sebagai titik akhir dan merupakan perkiraan titik kesetaraan yang dapat
dipercaya (Ditjen POM, 1995).
Terdapat beberapa indikator penetralan atau indikator asam basa, yang
memiliki warna-warna yang berbeda bergantung pada konsentrasi ion hidrogen
dari larutan. Ciri-ciri khas utama dari indikator ini adalah bahwa perubahan dari
warna yang dominan asam menjadi warna yang dominan basa tidak mendadak
dan sekaligus, tetapi berjalan dalam suatu selang (interval) pH yang (biasanya
kira-kira dua satuan pH) yang dinamakan selang perubahan warna indikator.
Kedudukan selang perubahan warna pada skala pH berbeda-beda jauh untuk
indikator-indikator yang berbeda-beda (Basset, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Spektrofotometri Sinar Tampak
2.4.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering
digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya
tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk
daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah
inframerah dekat 780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 μm atau 4000-250
cm-1 (Ditjen POM, 1995).
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik
aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom
dengan elektron-n yang menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari
tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi.
Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit
yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Satiadarma, 2004).
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah
tampak disebut gugus kromofor dan hampir semua gugus ini mempunyai ikatan
tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π → π*, yang menyerap
pada panjang gelombang maksimum kecil dari 200 nm, misalnya pada >C=C<
dan –C ≡ C–. Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung
elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem
konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi
Universitas Sumatera Utara
menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang
lebih besar (Dachriyanus, 2004).
Gugus fungsi seperti –OH, -O, -NH2, -Cl, dan –OCH3 yang mempunyai
elektron-elektron valensi bukan ikatan (memberikan transisi n → π*) disebut
gugus auksokrom yang tidak dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak,
tetapi apabila gugus ini terikat pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran
panjang gelombang ke arah yang lebih besar (pergeseran batokromik) dengan
intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokromik adalah suatu pergeseran pita serapan
ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif
dimasukkan ke dalam molekul dam bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut
polar (Dachriyanus, 2004; Rohman, 2007).
Spektrofotometri sinar tampak adalah pengukuran absorbansi energi
cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu (Day,
2002). Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit
informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi
spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari
analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Darchriyanus,
2004; Rohman, 2007). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara
200-400 nm, dan sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm
(Darchriyanus, 2004; Ditjen POM, 1995).
Hukum Lambert-Beer (Beer’s Law) adalah hubungan linieritas antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit (Darchriyanus, 2004). Menurut
Rohman (2007) dan Day (2002), Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal
dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri sinar tampak:
a. Panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan
antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang
gelombang maksimal, yaitu :
• Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena
pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi
untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
• Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar
dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
• Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika
digunakan panjang gelombang maksimal.
b. Kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum Lamber-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi
merupakan garis lurus.
Universitas Sumatera Utara
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6.
Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut,
kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).
2.4.2 Penggunaan Spektofotometri Sinar Tampak
Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan analisis
kuantitatif.
1. Aspek Kualitatif
Metode spektroskopi UV-Vis dapat digunakan dalam analisis kualitatif,
tetapi hanya sebagai data sekunder atau pendukung, yaitu dengan cara
membandingkan spektrum baku pembanding dengan spetrum dari cuplikan yang
dianalisis (Mulya, 1995).
2. Aspek Kuantitatif
Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis
kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang
mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai
detektor. Parameter kekuatan energi radiasi yang diabsorpsi oleh molekul adalah
absorban (A) yang dalam batas konsentrasi tertentu nilainya sebanding dengan
banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis
kuantitatif. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak
dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila
ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat
disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Komponen Spektrofotometri
Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang
antara 350- 900 nm.
2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma maupun grating. Untuk
mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.
3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam
berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi
dalam daerah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran di daerah tampak,
kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran
pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas
mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang
sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan
lebih.
4. Detektor: berperanan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang.
5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat
listrik itu dapat dibaca.
6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik (Day and
Underwood, 1981).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Bakso
Bakso merupakan produk dari daging, baik daging sapi, ayam ikan
maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama
garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng
dengan berat 25-30 gr per butir (Widyaningsih, 2006).
2.5.1 Cara Pembuatan Bakso
Bakso dibuat dari daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati,
lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan
dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat adonan
bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan
pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-
15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang
kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan
tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-
20% berat daging (Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003).
2.6 Uji Validasi Metode
2.6.1 Akurasi
Akurasi ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku (the
method of standard additives), yakni ke dalam sampel bakso ditambahkan serbuk
kristal natrium tetraboraks bako sebanyak 1 g, kemudian dianalisis dengan
prosedur yang sama seperti pada sampel. Hasil dinyatakan dalam persen
perolehan kembali (% recovery). Persen perolehan kembali dihitung dengan
menggunakan rumus sbb:
Universitas Sumatera Utara
% Perolehan kembali %1 0 0* ×−
=A
AF
CCC
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan
larutan baku
CA = konsentrasi sampel awal
C∗A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan
2.6.2 Presisi
Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD (Relative
Standard Deviation) dengan rumus :
RSD =
Keterangan : RSD = Relative Standard Deviation
SD = Standard Deviation
X = Kadar Rata-rata Natrium Tetraboraks dalam Sampel
2.6.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan batas kuantitasi (Limit Of
Quantitation/LOQ) dihitung dari persamaan regresi kurva kalibrasi baku
pembanding. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : SD = Standard Deviation
LOD = Limit of Detection (Batas Deteksi)
%100xX
SD
2)( 2
−
−= ∑
nYiY
SD
SlopeSBxLOD 3
=Slope
SBxLOQ 10=
Universitas Sumatera Utara
LOQ = Limit of Quantitation (Batas Kuantitasi) (Harmita, 2004).
2.7 Analisa Data Secara Statistik
Rumus yang digunakan untuk menentukan Standart Deviasi yaitu :
SD =1
)( 2
−
−∑n
XXi
Data diterima jika thitung lebih kecil daripada ttabel pada interval kepercayaan 95%
dengan nilai α = 0,05. Rumus yang digunakan untuk menentukan t hitung yaitu :
t hitung = nSD
XXi/−
Keterangan : Xi = kadar natrium tetraboraks dalam satu perlakuan
X = kadar rata-rata natrium tetraboraks dalam sampel
n = jumlah perlakuan
SD = standard deviation
α = tingkat kepercayaan
Untuk menghitung rentang kadar natrium tetraboraks secara statistik dalam
sampel digunakan rumus:
Rentang Kadar Natrium Tetraboraks (μ) = X ± (t α/2,dk x nSD / )
Keterangan : SD = standard deviation
X = kadar rata-rata natrium tetraboraks dalam sampel
μ = rentang kadar natrium tetraboraks
n = jumlah perlakuan
t = harga t tabel sesuai dk (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara