referat tht fisiologi penghidu (trigen)

13
FISIOLOGI PENGHIDU I. ANATOMI HIDUNG Hidung terdiri dari nasus exsternus (hidung luar) dan kavum nasi. a. Hidung luar Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian- bagiannya dari atas kebawah: pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior). 1 Hidung luar mempunyai ujung yang bebas, yang dilekatkan dari dahi melalui radiks nasi atau jembatan hidung. Lubang luar hidung adalah kedua nares lubang hidung. Setiap nares dibatasi dilateral oleh ala nasi dan dimedial oleh septum nasi. 2 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 1 Rangka hidung luar dibentuk diatas oleh os nasale, processus frontalis ossis maxilaries, dan pars nasalis ossis frontalis. Dibawah, rangka ini dibentuk oleh lempeng-lempeng tulang rawan yaitu kartilago nasi superior dan inferior, serta kartilago septum nasi. 2 1

Upload: awanda-herman

Post on 12-Apr-2016

52 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

ggc

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

FISIOLOGI PENGHIDU

I. ANATOMI HIDUNG

Hidung terdiri dari nasus exsternus (hidung luar) dan kavum nasi.

a. Hidung luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas

kebawah: pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak

hidung (tip), ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior).1 Hidung

luar mempunyai ujung yang bebas, yang dilekatkan dari dahi melalui radiks

nasi atau jembatan hidung. Lubang luar hidung adalah kedua nares lubang

hidung. Setiap nares dibatasi dilateral oleh ala nasi dan dimedial oleh septum

nasi.2

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk

melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.1 Rangka hidung luar dibentuk

diatas oleh os nasale, processus frontalis ossis maxilaries, dan pars nasalis

ossis frontalis. Dibawah, rangka ini dibentuk oleh lempeng-lempeng tulang

rawan yaitu kartilago nasi superior dan inferior, serta kartilago septum nasi.2

Gambar 1 : Rangka Hidung3

1

Page 2: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

Gambar 2: Tulang rawan hidung tampak bawah3

Gambar 3: Rangka hidung tampak lateral3

b. Kavum nasi

Kavum nasi terletak dari nares didepan sampai koana dibelakang. Rongga

ini dibagi oleh septum nasi atas belahan kiri dan kanan. Setiap belahan

mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial. Dinding medial

atau septum nasi adalah sekat osteokartilago yang ditutupi membrana mukosa.

Bagian atas dibentuk oleh lamina perpendicularis ossis ethmoidalis dan bagian

2

Page 3: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

posteriornya dibentuk oleh os vomer. Bagian anterior dibentuk oleh kartilago

septi. Septum ini jarang sekali terletak pada bidang median.

Membrana mukosa melapisi kavum nasi, kecuali vestibulum, yang dilapisi

oleh kulit yang telah mengalami modifikasi. Terdapat dua jenis membrana

mukosa, yaitu mukosa olfaktorius dan respiratorius. Membrana mukosa

olfaktorius melapisi permukaan atas konka nasalis superior dan recessus

sphenoethmoidalis, juga melapisi daerah septum nasi yang berdekatan dan

atap. Fungsinya adalah menerima rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini

mukosa memiliki sel-sel penghidu khusus. Akson sel-sel ini (serabut n.

olfaktorius) berjalan melalui lubang-lubang pada lamina cribrosa ossis

ethmoidalis dan berakhir pada bulbus olfaktorius. Permukaan membrana

mukosa tetap basah oleh sekret kelenjar serosa yang berjumlah banyak.

Membrana mukosa respiratorius melapisi bagian bawah kavum nasi.

Fungsinya adalah menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara

inspirasi. Proses menghangatkan terjadi oleh adanya pleksus venosus di dalam

jaringan submukosa. Proses melembabkan berasal dari banyaknya mukus yang

diproduksi oleh kelenjar-kelenjar dan sel-sel goblet. Partikel debu yang

terinspirasi akan menempel pada permukaan mukosa yang basah dan lengket.

Mukus yang tercemar ini terus menerus didorong ke belakang oleh kerja silia

dari sel silindris bersilia yang meliputi permukaan. Sampainya di faring mukus

ini ditelan.2

3

Page 4: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

Gambar 4: Kavum nasi3

II. MEKANISME PENGHIDU

a. Membrana olfaktorius

Membrana olfaktorius terletak dibagian superior disetiap lubang

hidung. Disebelah medial membrana olfaktorius terlipat kebawah

disepanjang permukaan septum superior, disebelah lateral terlipat diatas

turbinate superior dan bahkan diatas sebagian kecil dari permukaan atas

turbinate medial. Disetiap lubang membrana olfaktorium memiliki luas

permukaan sekitar 2,4 cm2.4

Membrana olfaktorius mengandung tiga jenis sel yaitu reseptor

olfaktorius, sel penunjang dan sel basal. Sel sel penunjang mengeluarkan

mukus yang melapisi saluran hidung. Sel sel basal adalah prekursor untuk

sel sel reseptor olfaktorius yang baru, yang diganti sekitar setiap dua

bulan. Tidak seperti reseptor indera lainnya, reseptor olfaktorius

merupakan ujung ujung neuron aferen khusus, bukan sel sel tersendiri.

Neuron keseluruhan, termasuk akson aferen menuju otak diganti. Sel-sel

ini adalah satu satunya neuron yang mengalami pembelahan sel.5,6

Sel-sel reseptor untuk sensasi penghidu adalah sel-sel olfaktorius. Sel-

sel ini merupakan sel saraf bipolar yang berasal dari sistem saraf pusat.

4

Page 5: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

Terdapat sekitar 100 juta sel seperti ini pada epitel olfaktorius yang

tersebar diantara sel-sel sustentakular. Ujung mukosa sel olfaktorius

membentuk tombol, yang dari tempat ini akan dikeluarkan 4 sampai 25

rambut olfaktorius disebut juga (silia olfaktorius), yang berdiameter 0,3

mikrometer dan panjangnya sampai 200 mikrometer, terproyeksi ke dalam

mukus yang melapisi permukaan dalam rongga hidung. Silia olfaktorius

terproyeksi ini akan membentuk alas yang padat pada mukus, dan ini

adalah silia yang akan bereaksi terhadap bau di udara, dan kemudian

merangsang sel-sel olfaktorius.4

b. Perangsangan sel-sel olfaktorius

Bagian sel olfaktorius yang memberi respon teradap rangsangan

kimia adalah silia olfaktorius. Substansi yang berbau, yang tercium saat

kontak dengan permukaan membrana olfaktorius, awalnya menyebar

secara difus ke dalam mukus yang menutupi silia. Selanjutnya akan

berikatan dengan protein reseptor di membrana setiap silium.4,7 Pada

perangsangan protein reseptor, subunit alfa akan memecahkan diri dari

protein-G dan segera mengaktivasi adenilet siklase, yang melekat pada

bagian dalam membrana siliar di dekat badan sel reseptor. Siklase yang

teraktivasi akan mengubah banyak molekul intraseluler adenosin trifosfat

menjadi adenosin monofosfat siklik (cAMP). cAMP ini akan mengaktivasi

protein membran lain di dekatnya, yaitu gerbang kanal ion natrium dan

memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir melewati membran

ke reseptor di dalam sitoplasma sel. Ion natrium akan meningkatkan

potensial listrik dengan arah positif di sisi dalam membrana sel, sehingga

meransang neuron olfaktorius dan menjalarkan potensial aksi ke dalam

sistem saraf pusat melalui nervus olfaktorius.4

Mekanisme aktivasi saraf-saraf olfaktorius merupakan mekanisme

yang melipat gandakan perangsangan, bahkan dari bau yang lemah

sekalipun. Untuk merangsang sel-sel olfaktorius selain mekanisme

kimiawi dasar masih terdapat beberapa faktor fisik yang mempengaruhi

derajat perangsangan. Pertama, hanya substansi yang dapat menguap yang

dapat tercium baunya. Kedua, subtansi yang merangsang tersebut paling

5

Page 6: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

sedikit harus larut dalam air, sehingga bau tersebut dapat melewati mukus

untuk mencapai silia olfaktorius. Ketiga, silia ini akan membantu bagi bau

yang paling sedikit larut dalam lemak, diduga karena konstituen lipid pada

silium itu sendiri merupakan penghalang yang lemah terhadap bau yang

tidak larut dalam lemak.4

Rangsangan bau menyebabkan depolarisasi pada membrana sel

olfaktorius, dengan menurunkan potensial negatif di dalam sel dari nilai

normal yakni -55 milivolt sampai -30 milivolt bahkan lebih rendah lagi,

sehingga mengubah voltase pada arah yang positif. Bersamaan dengan ini,

jumlah potensial aksi meningkat sampai 20 hingga 30 per detik yang

merupakan kecepatan yang tinggi untuk serabut saraf olfaktorius yang

berukuran kecil.4

Suatu bahan agar dapat dibaui harus cukup mudah menguap

menjadi gas sehingga sebagian molekulnya dapat masuk ke hidung dalam

udara yang dihirup dan juga harus mudah larut air sehingga dapat larut

dalam lapisan mukus yang melapisi mukosa olfaktorius. Molekul-molekul

harus dapat dilarutkan agar dapat dideteksi oleh reseptor penghidu.

Pengikatan suatu molekul odoriferosa ke tempat perlekatan khusus di silia

menyebabkan pembukaan saluran-saluran Na+ dan K+. Terjadi perpindahan

reseptor yang menyebabkan terbentuknya potensial aksi di serat aferen.

Frekuensi potensial aksi bergantung pada konsentrasi molekul-molekul zat

kimia yang terstimulasi.5

c. Penjalaran sinyal-sinyal penghidu ke dalam system saraf pusat

Serat-serat aferen berjalan melalui lubang-lubang halus di lempeng

tulang datar yang memisahkan mukosa olfaktorius di jaringan otak

diatasnya. Serat-serat tersebut segera bersinaps di bulbus olfaktorius, suatu

struktur saraf kompleks yang mengandung beberapa lapisan sel yang

berbeda-beda yang secara fungsional serupa dengan lapisan retina mata.

Serat-serat saraf yang keluar dari bulbus olfaktorius berjalan

melalui dua rute, yaitu:

1. Rute subkortikal

6

Page 7: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

Rute subkortikal terutama menuju ke daerah-daerah sistem limbik,

khususnya sisi medial bawah lobus temporalis (yang dianggap sebagai

korteks olfaktorius primer). Sampai saat ini rute subkortikal dianggap

sebagai satu-satunya jalur penghidu. Rute ini mencakup keterlibatan

hipotalamus, memungkinkan koordinasi erat antara reaksi penghidu dan

perilaku yang berkaitan dengan makan, kafein dan penentuan arah.

2. Rute thalamus-kortikal

Rute ini sama seperti indera lainnya untuk persepsi sadar dan

diskriminasi halus penghidu. Mekanisme fisiologis diskrminasi penghidu

masih belum dipahami. Manusia dapat membedakan puluhan ribu bau

yang berbeda-beda. Para peneliti beranggapan bahwa bau ini tergantung

pada kombinasi bau-bau primer, serupa dengan penglihatan warna dan

diskriminasi rasa. Tetapi belum ada kesepakatan mengenai berapa jumlah

bau primer atau apa bau-bau tersebut. Seorang peneliti baru-baru ini

menemukan gen-gen untuk lebih dari seratus jenis reseptor bau yang

berbeda-beda dimukosa penghidu. Jenis reseptor untuk diskriminasi bau

yang berjumlah sangat besar tersebut diduga diperlukan untuk merespon

terhadap berbagai bentuk dan ukuran molekul odoriferosa. Molekul-

molekul dengan bau serupa memiliki suatu konfigurasi tertentu yang sama,

bukan komposisi kimia yang serupa. Sehingga setiap jenis tempat

pengikatan reseptor diperkirakan memiliki bentuk dan ukuran tertentu

(kunci) yang cocok dengan konfigurasi bau primer tertentu (anak kunci).

Walaupun sangat peka dan sangat diskrminatif, sistem penghidu

juga sangat cepat beradaptasi. Kepekaan kita terhadap bau baru dengan

cepat menghilang setelah periode singkat pajanan terhadap bau tesebut,

walaupun sumber bau tetap ada. Penurunan kepekaan ini tidak melibatkan

reseptor, penurunan kepekaan ini melibatkan proses adaptasi di SSP.

Adaptasi bersifat spesifik untuk bau tertentu dan keanggapn terhadap bau

lain tetap tidak berubah. Baru-baru ini ditemukan sebuah enzim baru yang

berfungsi sebagai pembersih molekuler yang membersihkan molekul-

molekul odoriferosa, sehingga molekul-molekul tersebut tidak terus

7

Page 8: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

merangsang reseptor penghidu. Para peneliti berspekulasi bahwa enzim ini

memiki fungsi ganda, yaitu membersihkan mukosa olfaktorius dari

odoran-odoran lama dan mengubah zat-zat kimia yang mungkin berbahaya

menjadi molekul yang tidak membahayakan.5

Gambar 5: Hubungan neuron dalam sistem olfaktorius4

8

Page 9: Referat Tht Fisiologi Penghidu (Trigen)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Wardani RS. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, bashiruddin J, Restutu RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI; 2007. Hal. 118-122.

2. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. Hal 803-805.

3. Putz r, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22, Jilid 1. Jakarta: EGC; 2006. Hal 86-88

.4. Guyton AC, Hall JE. Textbook Of Medical Physiology. Edisi 11.

Philadelpia: Sauders Elsevier; 2006. P.667-670

5. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001. Hal 190-192.

6. Vhoksoor A. Olfactory System Anatomy. Medscape. Sept. 2013. [available from http://emedicine.medscape.com/article/835585-overview#aw2aab6b6].

7. Doty RL. The Olfactory System And its Disorders. Medscape. 2009 [available from http://www.medscape.com/viewarticle/588523_2].

9