referat radiology

Upload: rees-skaran

Post on 18-Jul-2015

341 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB 1 ANATOMI

1.1 Anatomi Kulit Kepala (Scalp) Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yang menutupi tulang tengkorak yaitu: 1. Skin atau kulit 2. Connective Tissue atau jaringan penyambung. 3. Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak. 4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. 5. Perikranium. Gambar 1. Anatomi Scalp normal

1.2 Anatomi Tulang Tengkorak Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari atap atau kalvarium dan basis atau dasar kranium. Kalvaria dibagian Temporal adalah tipis namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranium berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga ini1

berperan dalam cedera otak saat otak bergerak terhadap tulang tengkorak saat terjadi akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dibagi atas 3 fossa yaitu: fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Secara sederhana fossa anterior ditempati oleh lobus frontalis, fossa media oleh lobus temporalis dan fossa posterior ditempati oleh batang otak bagian bawah dan serebelum. Gambar 2. Tulang Kranium

Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu: dura mater, araknoid dan piamater. Dura mater adalah selaput yang keras terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium. Karena dura mater tidak melekat dengan selaput araknoid yang berada dibawahnya, maka terdapat ruangan/rongga yang potensial diantaranya yang disebut ruang subdural dimana perdarahan dapat terjadi dan berkumpul disana yang dinamakan perdarahan subdural. Pada cedera kepala, pembuluh-pembuluh darah vena yang berjalan pada permukaan otak yang menuju ke sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan sehingga menyebabkan perdarahan subdural. Pada beberapa tempat tertentu dura mater terbelah menjadi 2 lapis2

membentuk sinus-sinus venosa yang besar yang mengalirkan sebagian besar darah vena dari otak. Sinus Sagitalis Superior di garis tengah mengalirkan darah vena ke Sinus Transversus dan Sinus Sigmoideus. Sinus Sigmoideus sisi kanan umumnya lebih dominan. Robekan atau laserasi sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak diantara dura mater dengan tabula interna tengkorak, yaitu terletak pada ruang epidural. Patah tulang tengkorak didaerah dimana ada arteri tersebut dapat menyebabkan robekan pada arterinya sehingga menyebabkan Perdarahan Epidural. Pembulah darah meningea yang sering tercederai adalah Arteri Meningea Media yang berlokasi di fossa temporal (fossa media). Dibawah dura mater terdapat lapisan meningen kedua yaitu selaput araknoid yang tipis dan transparan.Lapisan ketiga meningen adalah pia mater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan pia mater dalam ruang subaraknoid. Perdarahan ke rongga ini disebut Perdarahan Subaraknoid yang sering disebabkan oleh cedera kepala. Gambar 3. Meningen

Otak Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan dura mater yang berada dibawah sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga pada 85%3

orang kidal. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontalis berperan dalam fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi yang dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietalis berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Pada orang-orang yang bekerja dengan tangan kanan dan sebagian besar orang kidal, lobus temporalis kirinyamengandung area-area yang bertanggung jawab untuk pusat penerimaan dan integrasi bicara. Lobus oksipitalis berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari Mesensefalon (midbrain), Pons dan Medula Oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistim aktivasi retikuler yang berbertanggung jawab atas kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang selanjutnya memanjang menjadi Medula Spinalis. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat. Namun demikian lesi-lesi di batang otak sering tidak tampak jelas pada CT Scan kepala. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior, serta berhubungan dengan medula spinalis, batang otak dan akhirnya dengan kedua hemisfer serebri.

Cairan Serebrospinalis Cairan serebro spinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus (yang berlokasi di atap-atap Ventrikel) dengan kecepatan produksi kira-kira 20 ml/jam. Caoran serebrospinalis ini mengalir dari dalam ventrikel lateralis baik kanan maupun kiri melalui Foramen Monro ke dalam Ventrikel III dan selanjutnya ke dalam Ventrikel IV melalui Akuaduktus Sylvii. Kemudian mengalir dari sistim ventrikel ini ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis lalu akan diserap ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang bermuara ke sinus sagitalis superior. Adanya perdarahan ke cairan serebrospinalis dapat menyumbat granulasio araknoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan

4

selanjutnya

menyebabkan

peningkatan

tekanan

intra

cranial

(hidrosefalus

komunikans paska trauma). Gambar 4. Cairan serebrospinalis

Tentorium Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior). Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dengan pons dan medula oblongata yang keberadaannya melalui suatu celah lebar tentorium serebeli yang disebut Insisura Tentorial. Nervus okulomotorius (saraf otak ke III) berjalan di sepanjang tepi tentorium, dan saraf ini dapat tertekan bila terjadi herniasi lobus temporalis yang umumnya diakibatkan oleh adanya masa supratentorial ataupun edema otak. Serabut-serabut parasimpatik yang berperan untuk melakukan konstriksi pupil mata berada pada permukaan nervus okulomotorius ini. Paralisis serabut-serabut

5

parasimpatis tersebut yang disebabkan oleh penekanan tadi akan mengakibatkan dilatasi pupil karena aktivitas serabut simpatik tidak terhambat. Bagian otak besar yang sering mengalami herniasi melalui insisura tentorial adalah bagian medial lobus temporalis yang disebut Girus Unkus. Herniasi Unkus juga menyebabkan penekanan terhadap traktus piramidalis di Mesensefalon. Traktus piramidalis atau traktus motorik ini menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan di level foramen magnum, sehingga penekanan pada traktus ini di level mesensefalon akan menghasilkan paresis otot-otot sisi tubuh kontralateral (hemiplegia

kontralateral). Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi unkal. Kadang-kadang lesi massa ini dapat mendorong bagian dari mesensefalon sisi kontralateral dari lesi massa tersebut, ke tepi tentorial serebelli sehingga menimbulkan Hemiplegia Ipsilateral dan Pupil Dilatasi Ipsilateral yang dikenal sebagai Sindrom Kernohans Notch.

6

BAB 11 FISIOLOGI

Tekanan Intrakranial (TIK) Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan menganggu perfusi otak dan akan memacu terjadinya Iskemia. Tekanan intrakranial normal pada saat istrahat adalah 10 mmHg. Tekanan intrakranial yang lebih dari 20 mmHg khususnya bila berkepanjangan dan sulit diturunkan akan menyebabkan hasil autkam yang buruk terhadap penderita.

Doktrin Monro-Kellie Adalah suatu konsep sederhana namun penting sekali dapat menerangkan pengertian dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume total intrakranial harus selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin mekar atau membesar. (Lihat Gambar 5, Doktrin Monro-Kellie dan Gambar 6, kurva volume-tekanan). Oleh karena itu segera setelah cedera kepala, suatu massa perdarahan dapat membesar sementara tekanan intrakranial masih tetap normal. Namun bila batas penggeseran cairan serebrospinal dan darah intravaskuler terlampaui maka tekanan intrakranial akan mendadak meningkat dengan cepat.

7

Gambar 5. doktrin monro-kellie kompensasi intrakranial terhadap massa yang berkembang

Doktrin Monro-Kellie : Kompensasi Intrakranial terhadap masa yang berkembang. Volume isi intrakranial akan selalu konstan. Bila terdapat penambahan masa seperti adanya hematoma akan menyebabkan tergesernya CSS dan darah vena keluar dari ruang intrakranial dengan volume yang sama, TIK akan tetap normal. Namun bila mekanisme kompensasi ini terlampaui maka kenaikan jumlah masa yang sedikit saja akan menyebabkan kenaikan TIK yang tajam, seperti tampak pada

Gambar 6, Kurva Volume-Tekanan.

Gambar 6. Kurva volume-tekanan

Kurva Volume-Tekanan: Isi intrakranial dapat mengkompensasi sejumlah masa baru intrakranial, seperti perdarahan subdural atau epidural sampai pada titik tertentu. Bila

8

volume masa perdarahan ini telah mencapai 100 150 ml, akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang sangat cepat dan akan menyebabkan penghentian aliran darah otak.

Aliran Darah ke Otak (ADO) Pada orang dewasa ADO kira-kira 50 55 mL/100 gr jaringan otak per menit. Pada anak-anak ADO lebih tinggi tergantung usianya. Pada umur 1 tahun menyerupai orang dewasa, tetapi pada usia 5 tahun aliran darah otaknya normal 90 ml/100 gr jaringan otak/ menit yang kemudian secara bertahap turun ke level seperti orang dewasa pada usia pertengahan atau akhir remaja.

Suatu cedera otak yang cukup adekuat dapat menyebabkan koma, dapat menyebabkan penurunan 50 % aliran darah otak pada 6 12 jam pertama paska trauma.Biasanya akan meningkat pada 2 3 hari berikutnya, namun pada pasienpasien yang tetap koma biasanya aliran darah otaknya tetap dibawah normal untuk beberapa hari bahkan beberapa minggu paska trauma.

Sekarang semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa tingkatan aliran darah otak yang begitu rendah tidak akan mencukupi kebutuhan metabolisme otak segera setelah cedera sehingga Iskemia serebri yang regional bahkan global sering terjadi. Sebagai tambahan, untuk mempertahankan ADO yang konstan, pembuluhpembuluh darah otak Prekapiler normal mempunyai kemampuan untuk berkonstriksi dan berdilatasi sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah Sistolik rata-rata antara 50 s/d 160 mmHg (Autorgulasi Tekanan). Pembuluh-pembuluh darah ini juga secara normal berkonstriksi dan dilatasi sebagai respon terhadap perubahan PO2 dan PCo2 darah (Autoregulasi Kimiawi). Cedera kepala yang berat dapat merusak kedua sistim autoregulasi ini. Sebagai konsekuensinya parenkim otak yang tercederai sangat rentan terhadap iskemia dan infark sebagai akibat penurunan hebat aliran darah otak sebagai akibat lesi cedera otak itu sendiri. Timbulnya iskemia awal ini sangat dipermudah oleh9

adanya Hipotensi, Hipoksia atau Hipokapnu/Hipokarbia, yang sangat mungkin terjadi secara Iatrogenik sebagai akibat Hiperventilasi berlebihan yang kita lakukan. Oleh karena itu semua upaya pertolongan harus ditujukan kepada perbaikan perfusi serebral dan perbaikan aliran darah otak dengan cara menurunkan tekanan intrakranial yang meningkat, mempertahankan volume intravaskuler normal, memelihara Tekanan darah Arteri Rata-rata (TAR) atau MAP (Mean Arterial Blood Pessure) yang normal dan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan Normokapnu(Normokarbia). Memelihara Tekanan Perfusi Otak (TPO) atau CPP (Cerbral Perfusion Pressure) = MAP (Mean Arteral Pressure Intra Cranial Pressure/ICP), pada level 60-70 mmHg sangat dianjurkan untuk memperbaiki aliran darah otak. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja serta terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang eksponensial maka perfusi otak akan sangat buruk terutama pada pasien-pasien yang mengalami hipotensi. Oleh sebab itu bila ada perdarahan intrakranial harus segera dievakuasi dan tekanan darah sistemik yang adekuat harus dipertahankan.

10

BAB 111 KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 cara deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan: (1) Mekanisme, (2) Berat-ringannya, (3) Morfologi.

3.1 Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Cedera Kepala Berdasarkan mekanismenya, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala penetrasi/tembus. Secara praktis cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala penetrasi/tembus disebabkan oleh peluru atau luka bacok.

3.2 Klasifikasi Berdasarkan Berat-ringannya Cedera Skor Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan sebagai pengukuran klinis yang objektif atas berat ringannya cedera kepala. Pasien-pasien yang dapat membuka matanya spontan, menuruti perintah dan berorientasi baik memiliki nilai GCS total 15, sedangkan pasien-pasien yang ekstremitasnya flaksid dan tidak dapat membuka mata dan berbicara memiliki nilai GCS 3. Skor GCS 8 atau kurang telah diterima luas sebagai keadaan Koma atau Cedera Otak Berat. Pasien cedera otak dengan skor GCS 9 sampai dengan 13 dikategorikan Moderate atau Cedera Otak Sedang dan GCS 14-15 dikategorikan sebagai Cedera Otak Ringan. Sebagai catatan penting, bila ditemukan adanya respon motorik yang asimetris/ berbeda kanan dan kiri, maka respon motorik yang terbaik nilainya yang dipakai dalam penilaian GCS sebab hal tersebut memberikan angka prediksi autkam yang lebih akurat. Namun kita harus mencatat respo motorik kedua ekstremitasnya.

11

3.3 Klasifikasi Berdasarkan Morfologi Fraktur Kranium Fraktur kranium dapat terjadi pada atap maupun dasar tengkorak, dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik Jendela Tulang (bone window) untuk mengidentifikasi garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan kita untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (Raccoon eyes sign), ekimosis retro aurikuler (Battles Sign), kebocoran cairan serbrospinal dari hidung (rhinorrhea) atau dari telinga (otorrhea) dan gangguan fungsi saraf kranialis VII (facialis) dan VIII (gangguan pendengaran) yang mungkin timbul segera atau beberapa hari paska trauma. Secara umum, perbaikan fungsi Nervus kranialis VII akan lebih baik pada kasus-kasus yang onset terjadinya gangguan lebih lambat (beberapa waktu kemudian paska trauma). Namun prognosis untuk perbaikan Nervus VIII sangat buruk. Fraktur dasar tengkorak yang melintang Kanalis Karotikus dapat mencederai Arter Karotis (diseksi, pseuoaneurisma ataupun trombosis) dan perlu

dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan Angiography serebral. Fraktur dasar tengkorak terbuka dapat menyebabkan terjadinya hubungan antara luka kulit Scalp dengan permukaan otak oleh karena sering dura mater mengalami robekan. Bila ditemukan adanya fraktur tulang tengkorak maka kita harus waspada, sebab artinya trauma yang terjadi cukup adekuat. Bila ditemukan fraktur linier pada kalvarianya akan meningkatkan resiko kemungkinan akan adanya perdarahan intrakranial yaitu 1 dari 400 pasien sedangkan bila penderita tersebut koma kemungkinan ditemukannya perdarahan intra-kranial menjadi 1 dari 20 kasus karena resiko adanya perdarahan intrakranial memang sudah lebih tinggi.

12

Lesi intrakranial Lesi ini diklasifikasi dalam lesi fokal dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Yang termasuk dalam lesi fokal yaitu perdarahan epidural, perdarahan subdural dan kontusio dan perdarahan intra serebral. Cedera otak diffus Mulai dari konkusi yang ringan dimana CT Scan kepalanya normal sampai cedera difus yang berat yaitu cedera iskemia-hipoksik berat. Pada konkusi, pasien kehilangan kesadaran sesaat dan dapat mengalami amnesia sebelum cedera maupun sesudah cedera. Cedera difus berat sering merupakan akibat dari hipoksia dan iskemia otak karena syok yang berkepanjangan atau apnu/gagal napas yang terjadi segera setelah kejadian cedera. Pada kasus-kasus seperti ini CT Scan awal dapat normal saja atau dapat juga otak tampak bengkak menyeluruh dimana batas normal antara substansia grisea/kelabu dan substasia alba/putih menghilang. Kadang-kadang, terutama pada pasien-pasien dengan kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi dapat terjadi bercak-bercak perdarahan pada hemisfer yang terutama berkonsentrasi di batas antara subtansia kelabu dengan substansia putih. Dahulu Cedera Akson Difus (Diffus Axonal Injury = DAI) digunakan sebagai istilah atau diagnosa untuk sindrom klinis cedera yang otak berat dengan hasil autkam yang sangat jelek. Namun penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa itu

adalah suatu gambaran mikroskopis yang dapat ditemukan di otak pada berbagai gejala klinis.

Perdarahan Epidural Perdarahan epidural relatif jarang kira-kira 0,5 % dari seluruh pasien cedera kepala dan 9 % diantaranya koma. Perdarahan ini berlokasi di luar dura mater, di bawah tulang tengkorak dan bentuknya biasanya bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau temporo-parietal yang disebabkan oleh robeknya a.meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi13

biasanya berasal dari pembuluh arteri, namun dapat juga terjadi karena rupturnya sinus venosus. Gambar 7. Perdarahan Epidural

Perdarahan subdural Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural (kira-kira 30 % dari cedera kepala berat) dan sering terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya melingkupi seluruh permukaan hemisfer otak dan selanjutnya kerusakan otak dibawahnya subdural biasanya lebih berat daripada perdarahan epidural. Gambar 8. Perdarahan subdural

14

Kontusio dan perdarahan intraserebral Kontusio serebri sering juga terjadi (20% 30% dari cedera otak berat) dan sebagian besar di lobus frontalis, parietalis, dan temporalis. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari kemudian lambat laun berkumpul dan bersatu membentuk perdarahan intra serebral yang akhirnya memerlukan tindakan operasi. Kejadian seperti ini mencapai sebanyak 20 % dan oleh karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT Scan kontrol pada 12 sampai 24 jam kemudian setelah CT Scan pertama. Gambar 9. Kontusio dan perdarahan akut di parietal kanan

Bedakan dengan perdarahan intra ventrikuler, Gambar 10. perdarahan intraventrikuler

15

Evaluasi CT Scan Kepala Diagnosis kelainan-kelainan pada CT Scan dapat sangat bervariasi dan halus sehingga sering tidak dikenal. Karena kompleksnya penilaian suatu CT Scan, maka diperlukan pembacaan segera oleh seorang ahli bedah saraf atau ahli radiologi. Tahap-tahap cara evaluasi CT Scan kepala yang berikut ini bertujuan terutama untuk memudahkan mengenal kelainan patologi yang mengancam jiwa penderita dalam waktu singkat. Harap diingat, pemeriksaan CT Scan kepala tidak boleh menunda tindakan resusitasi atau transfer penderita ke suatu pusat trauma.

Proses penilaian awal CT Scan kepala Yakinkan bahwa gambar CT Scan tersebut adalah betul milik penderita yang diperiksa. Perhatikan bahwa CT Scan harus dibuat tanpa kontras intra vena. Pergunakan gejala klinis penderita yang ditemukan untuk fokus mencari kelainan pada gambaran CT Scan dan sebaliknya pergunakan hasil penemuan patologis CT Scan untuk pemeriksaan klinis lebih lanjut pada penderita.

Kulit kepala Evaluasi bagian kulit kepala akan adanya suatu kontusio atau pembengkakan yang merupakan petunjuk tempat benturan/trauma.

Tengkorak Perhatikan adanya fraktur tengkorak Garis sutura, sambungan antara tulang-tulang kranium dapat menyerupai suatu fraktur. Fraktur tengkorak depresi (tebalnya tengkorak) yang memerlukan konsultasi bedah saraf.

16

Fraktur terbuka harus dikonsultasikan ke bedah saraf. Luka tembus peluru tampak menunjukkan gambaran jalannya pergerakan peluru dalam jaringan otak berupa jaringan berdensitas rendah.

Girus dan Sulkus Pelajari simetri girus dan sulkus antara kiri dan kanan. Bila terdapat keadaan asimetris agar dicatat sebagai diagnosis.

Hematoma subdural akut Yang khas adalah gambaran hiperdensitas yang menyelubungi dan menekan girus dan sulkus di hemisfer otak. Terletak di dalam rongga tengkorak. Dapat menyebabkan pergeseran ventrikel melewati garis tengah. Lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Dapat disertai dengan kontusio serebri dan hematoma intra serebral.

Perdarahan epidural akut Yang khas berbentuk lensa cembung bikonveks berdensitas tinggi Terletak di dalam bawah tulang tengkorak dan menekan girus dan sulkus di bawahnya. Dapat menyebabkan pergeseran ventrikel melewati garis tengah. Sering terletak di regio temporalis atau temporo-parietalis.

Hemisfer Serebri dan Serebeli Bandingkan kedua sisi hemisfer serebri dan serebeli, densitasnya dan Simetrinya. Hematoma intra serebral tampak sebagai area hiperdensitas. Kontusio serebri tampak sebagai area berbercak-bercak yang hiperdens.

17

Pada cedera aksonal difus (DAI) tampak gambaran CT Scan yang normal atau beberapa area kontusio serebri kecil yang tersebar dari beberapa area hipodensitas

Ventrikel Perhatikan ukuran dan simetri dari ventrikel. Lesi masa yang cukup bermakna akan menekan dan merubah bentuk ventrikel, terutama ventrikel lateralis. TIK yang cukup bermakna sering disertai dengan gambaran ukuran ventrikel yang menyempit. Perdarahan intra ventrikuler tampak sebagai regio-regio hiperdensitas (titik yang cerah) di dalam rongga ventrikel.

Pergeseran Pergeseran garis tengah dapat terjadi akibat suatu hematoma atau edema yang menekan septum pelusidum yang terletak diantara kedua ventrikel lateralis, bergeser menjauhi garis tengah. Garis tengah adalah garis yang menghubungkan krista Galli di anterior dan Inion yaitu proyeksi posterior puncak tentorium serebeli. Setelah mengukur jarak pergeseran antara septum pelusidum dan garis tengah maka untuk memperoleh nilai mutlaknya, dilakukan pencocokan dengan ukuran skala pada film CT Scan. Pergeseran lebih dari 5 mm merupakan petunjuk adanya lesi masa dan perlunya suatu tindakan pembedahan dekompresi.

Maksilofasial Periksa tulang-tulang wajah terhadap adanya krepitus akibat fraktur. Periksa sinus-sinus dan udara dalam sinus mastoideus akan adanya gambaran batas udara-air.

18

Fraktur tulang wajah, fraktur sinus, dan gambaran batas udara-air dalam sinus mastoideus merupakan indikasi suatu fraktur dasar tengkorak.

Empat ciri C pada hiperdensitas Ingat adanya 4 keadaan dengan C pada hiperdensitas: Contrast (Kontras). Clot (Bekuan darah). Cellularity (Tumor / Masa). Calsification (Kelenjar Pinealis, Plexus Choroideus).

19

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME., Moorhouse, MF., dan Geissler, AC. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3.EGC: Jakarta. Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC. Irwana, Olva. 2009. Cedera Kepala. http://downloads.ziddu.com/

downloadfiles/9060174/Belibis_A17Cedera_Kepala2.pdf, diakses tanggal 11 April 2011. Israr, yayan akhyar, dkk. 2009. http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/

9058623/Belibis_A17CederaKepalaFrakturKruris.pdf, diakses tanggal 11 April 2011. Medicastore. (2011). Cedera kepala, Medicastore.com, diakses tanggal 11 April 2011 . Moppett, IK. (2007). Traumatic brain injury: assessment, resuscitation and early management, Br J Anaesth, 99:18-31. Olson, DA. (2011). Head Injury, eMedicine.Medscape.com, akses tanggal 04 April 2011, . Price, SA., dan Wilson, LM. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 6 Volume 2. EGC: Jakarta. Tisdall, MM., dan Smith, M. (2007). Multimodal monitoring in traumatic brain injury: current status and future directions, Br J Anaesth, 99:61-67. Sjamsuhidajat, R., dan Jong, Wd., (Editor). (2005). Buku ajar ilmu bedah, Edisi 2. EGC: Jakarta.

20