referat penggunaan obat pada ibu hamil
DESCRIPTION
Referat Dokter Muda FK Univ. Hang TuahTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKehamilan merupakan suatu proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh
wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu
hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua
bagian unit tersebut (Anonim, 2006).
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama
kehamilan. Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau
gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan
obat dan suplemen pada saat periode organogenesis sedang berlangsung sehingga
terjadi resiko cacat janin lebih besar (Anonim, 2006).
Pemahaman yang mendalam terhadap penggunaan obat saat hamil sangat
penting bagi farmasis klinis yang diharapkan dapat memberikan pengaruh dalam
pelayanan kefarmasian untuk kelompok pasien tersebut (Aslam dkk, 2001).
Sekitar 35% wanita di Inggris minum obat sekurang–kurangnya sekali selama
hamil, meskipun hanya 6% minum suatu obat selama trimester pertama. Selain
suplemen besi dan vitamin serta obat–obat yang digunakan selama bersalin. Obat
yang paling banyak dipakai adalah analgetik non-narkotik, yang diminum oleh 12,9%
wanita; obat antibakteri, diminum oleh 10,3% wanita; dan antasida, 2 diminum oleh
7,4% wanita. Sebuah tinjuan tentang penelitian epidemiologi pada kehamilan di
Amerika Utara dan Eropa selama jangka waktu 25 tahun menemukan tingkat
penggunaan obat yang selalu tinggi (Rubin, 2000).
Menurut perkiraan, penggunaan obat–obatan selama kehamilan bertanggung
jawab atas gangguan perkembangan yang ada kalanya timbul pada bayi dan anak
kecil sampai usia 5 tahun. Keamanan suatu obat harus dibuktikan berdasarkan hasil
percobaan hewan sewaktu registrasi untuk mendapatkan izin peredarannya. Namun,
hasil eksperimen pada hewan tidak selalu boleh diekstrapolir kepada manusia.
Contoh yang terkenal dan berakibat buruk adalah peristiwa talidomida (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Peresepan obat pada wanita hamil menjadi pembicaraan luas setelah krisis
talidomid yang mengakibatkan penarikan obat tersebut pada tahun 1961. Kenyataan
1
bahwa obat dapat menembus sawar uri dan bisa menyebabkan efek yang
berbahaya pada janin sangat diperhatikan dalam pengobatan pada wanita hamil.
Banyak perusahaan obat yang ragu untuk menganjurkan penggunaan obatnya pada
ibu hamil dan sering memberikan pernyataan yang spesifik seperti “jangan
digunakan pada kehamilan kecuali bila manfaatnya melebihi resiko pengobatannya”.
Namun, pemberian obat sering kali diperlukan dan diperkirakan bahwa 90% wanita
pernah mendapat sekitar 3 atau 4 obat selama masa kehamilannya. Laporan lain
menyimpulkan bahwa sepertiganya wanita hamil mendapatkan sedikitnya satu seri
pengobatan yang baru (Aslam dkk, 2001).
Kategori keamanan obat pada kehamilan yang digunakan oleh United States
Food and Drug Administration (FDA) tidak mengimplikasikan adanya peningkatan
resiko mulai dari kategori A sampai X. Obat dikategorikan berdasarkan resiko
terjadinya efek samping terhadap sistem reproduksi dan perkembangan, serta
besarnya faktor resiko dibandingkan dengan besarnya manfaat terapeutik. Obat
dengan kategori D, X, dan C, mungkin memiliki faktor resiko yang sama besar, tetapi
berbeda dalam hal perbandingan besar resiko dan manfaat terapeutik (Anonim,
2007).
Perhatian yang besar perlu dilakukan dalam penggunaan obat pada wanita
hamil.Potensi penyebab bahaya pada janin dan bayi yang disusui harus
dipertimbangkan pada setiap bahan yang digunakan oleh ibu. Meskipun beberapa
obat terbukti menunjukkan efek teratogenik pada manusia, tidak ada obat yang
sama sekali aman pada masa awal kehamilan. Namun, dokter dan farmasi klinis
juga harus mempertimbangkan akibat yang mungkin terjadi bila penyakit kronis pada
wanita hamil tidak diobati, seperti misalnya epilepsi (Aslam dkk, 2001).
1.2 TujuanMelaksanakan pelayanan kefarmasian dan pengawasan keamanaan
penggunaan obat yang aman pada ibu hamil.
1.3 ManfaatUntuk menghindari terjadinya efek teratogenik pada janin yang dikandung
oleh ibu serta menghindari terjadinya kecacatan pada bayi saat lahir
2
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan 2.1.1 Proses kehamilan dibagi manjadi 3 trimester, yaitu:
1. Trimester pertama (0-12 minggu)
Periode ini merupakan waktu pembentukan sekaligus perkembangan
pesat dari semua sistem dan organ tubuh bayi. Berbagai gejala kehamilan
akan dating di trimester kehamilan pertama, misalnya pembesaran payudara,
sering buang air kecil, konstipasi, mual muntah, merasa lelah, sakit kepala,
pusing, emosional, dan peningkatan berat badan.
2. Trimester kedua (13-27 minggu)
Ini merupakan periode penyempurnaan sistem organ umum dan mulai
berfungsinya berbagai sistem organ dari janin. Sistem organ mulai
berkembang meliputi sistem sirkulasi, sistem respirasi, sistem gastrointestinal,
sistem saraf dan neuromuscular, sistem saraf khusus(indra), sistem
perkemihan dan sistem endokrin. Saat ini ibu akan mengalami perubahan
seperti perasaan lebih nyaman serta meningkatnya kebutuhan mempelajari
perkembangan dan pertumbuhan jainin, kadang tampak egosentris dan
berpusat pada diri sendiri (Yulikhah, 2006)
3. Trimester ketiga (28-40 minggu)
Periode ini merupakan penyempurnaan fungsi dari berbagai organ.Ciri
perkembangan akhir masa janin adalah perlambatan pertumbuhan kepala
relative terhadap pertumbuhan badan.Awal bulan ketiga ukuran kepala
merupakan separuh ukuran bokong (crown-rumph length, CRL).Pada bulan
kelima ukuran kepala relatif berkurang sepertiga dari CRL, sampai pada saat
lahir menjadi seperempat dari CRL.Penurunan ukuran kepala seiring dengan
pertumbuhan badan dan ekstremitas. Perubuhan tingkah laku pada ibu
seperti perasaan aneh smbrono, lebih pendiam, dan merefleksikan
pengalaman masa lalu.(Yulikhah, 2006)
3
2.1.2 Masalah yang sering terjadi pada kehamilan:1. Toksoplasmosis
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik disebabkan oleh
Toxoplasma gondii.Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita
hamil.Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama menyebabkan
20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin. Bila ibu terinfeksi
trimester ke 3 maka 65 % janin akan terinfeksi.
Beberapa cara pencegahan dapat dilakukan seperti memasak daging sampai
matang dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran
hewan ternak.
2. Sifilis
Penyakit ini disebabkan oleh Treponema pallidum.Penyakit ini dapat
ditularkan memlallui plasenta sepanjang masa kehamilan.Respon janin biasa
terjadi setelah pertengahan kedua kehamilan, dengan gejala
hepatosplenomegali, icterus, petheciae, meningoencephalitis, khorioretinitis,
dan lesi tulang.Infeksi ini juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat
badan rendah atau kematian.
Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan yaitu promosi kesehatan tentang
penyakit menular sexual.
3. HIV/AIDS
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus pada janin penularan terjadi
secara transplasenta, akibat pemaparan darah, dan secret cervix selama
persalinan.Kebanyakan bayi yang terinfeksi HIV menunjukan gejala pada saat
lahir. Pencegan bisa dilakukan dengan cara menghindari kontak sexual
dengan banyak pasangan dan screening darah lebih ketat.
4. Rubella (German Measles)
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella family Togaviridae dan genus
Rubivirus.Pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterine masa
inkubasi rata-rata 16-18 hari.Rubella hanya mengancam janin bila didapat
saat pertengahan pertama.Semakin awal ibu hamil terinfeksi rubella semakin
serius akibatnya pada bayi, yaitu kematian janin intrauterine, abortus spontan,
atau malformasi kongenital sebagian besar tubuh.
4
5. Herpes Simpleks (Herpervirus hominis)
Penyakit ini disebabkan oleh HSV (Herpes Simplex Virus) infeksi pada bayi
didapat secara perinatal diakibatkan persalinan lama sehingga virus naik
melalui mukosa yang sobek untuk menginfeksi janin gejala mulai timbul pada
minggu pertama kehidupan tetapi kadang pada minggu ke 2 atau 3.
Pencegahan bisa dilakukan dengan pendidikan kesehatan terutama kontak
dengan bahan infeksius, menggunakan kondom, dan menggunakan sarang
tangan dalam menangani kasus infeksius.
6. Toksoplasmosis
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik disebabkan oleh
Toxoplasma gondii.Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita
hamil.Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama menyebabkan
20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin. Bila ibu terinfeksi
trimester ke 3 maka 65 % janin akan terinfeksi.
Beberapa cara pencegahan dapat dilakukan seperti memasak daging sampai
matang dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran
hewan ternak.
7. Sifilis
Penyakit ini disebabkan oleh Treponema pallidum.Penyakit ini dapat
ditularkan memlallui plasenta sepanjang masa kehamilan.Respon janin biasa
terjadi setelah pertengahan kedua kehamilan, dengan gejala
hepatosplenomegali, icterus, petheciae, meningoencephalitis, khorioretinitis,
dan lesi tulang.Infeksi ini juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat
badan rendah atau kematian.
Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan yaitu promosi kesehatan tentang
penyakit menular sexual.
8. HIV/AIDS
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus pada janin penularan terjadi
secara transplasenta, akibat pemaparan darah, dan secret cervix selama
persalinan.Kebanyakan bayi yang terinfeksi HIV menunjukan gejala pada saat
lahir. Pencegan bisa dilakukan dengan cara menghindari kontak sexual
dengan banyak pasangan dan screening darah lebih ketat.
5
9. Rubella (German Measles)
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella family Togaviridae dan genus
Rubivirus.Pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterine masa
inkubasi rata-rata 16-18 hari.Rubella hanya mengancam janin bila didapat
saat pertengahan pertama.Semakin awal ibu hamil terinfeksi rubella semakin
serius akibatnya pada bayi, yaitu kematian janin intrauterine, abortus spontan,
atau malformasi kongenital sebagian besar tubuh.
10. Herpes Simpleks (Herpervirus hominis)
Penyakit ini disebabkan oleh HSV (Herpes Simplex Virus) infeksi pada bayi
didapat secara perinatal diakibatkan persalinan lama sehingga virus naik
melalui mukosa yang sobek untuk menginfeksi janin gejala mulai timbul pada
minggu pertama kehidupan tetapi kadang pada minggu ke 2 atau 3.
Pencegahan bisa dilakukan dengan pendidikan kesehatan terutama kontak
dengan bahan infeksius, menggunakan kondom, dan menggunakan sarang
tangan dalam menangani kasus infeksius.
2.2 Perubahan Farmakokinetika Obat Akibat Perubahan Maternal1. Absorbsi saluran cerna
Pada wanita hamil terjadi penurunan sekresi asam lambung (40%
dibandingkan wanita tidak hamil), dan peningkatan sekresi mucus, dimana
kombinasi keduanya menyebabkan peningkatan pH lambung dan kapaitas
buffer.(Nindya,S., 2001)
2. Absorbsi paru
Pada kehamilan terjadi peningkatan curah jantung, tidal volume, ventilasi,
dan aliran darah paru.Perubahan ini mengakibatkan peningkatan absorbsi
alveolar, sehingga perlu pertimbangan dalam memberikan obat inhalasi.
(Nindya,S., 2001)
3. Distribusi
Volume distribusi obat akan mengalami perubahan selama kehamilan
akibat peningkatan jumlah plasma hingga 50%. Peningkatan curah jantung
akan berakibat peningkatan aliran darah ginjal hingga 50% pada akhir
trimester 1, dan peningkatan aliran darah uterus yang mencapai
puncaknyapada aterm (36-42L/jam); 80% akan menuju plasenta dan 20%
6
akan mendarahi myometrium. Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi
penurunan kadar puncak obat (Cmax) dalam serum.(Nindya,S., 2001)
4. Pengikatan protein
Sesuai perjalanan kehamilan, volume plasma akan bertambah, tetapi tidak
diikuti dengan peningkatan produksi albumin, sehingga menimbulkan
hipoalbuminemia fisiologis yang mengakibatkan kadar obat bebas akan
meningkat. Hanya obat yang tidak terikat protein yang dapat melewati
membran.(Nindya,S., 2001)
5. Eliminasi oleh hati
Fungsi hati dalam kehamilan banyak dipengaruhi oleh kadar estrogen dan
progesterone yang tinggi. Pada beberapa obat, seperti phenytoin,
metabolisme hati meningkat mungkin akibat rangsangan pada aktivitas enzim
mikrosom hati yang disebabkan oleh hormone progesterone; sedangkan
obat-obat seperti teofilin dan kafein, eliminasi hati berkurang sebagai akibat
sekunder inhibisi kompetitif dari enzim oksidase mikrosom oleh estrogen dan
progesterone.(Nindya,S., 2001)
6. Eliminasi ginjal
Pada kehamilan terjadi peningkatan aliran plasma renal 25-50%. Obat-obat
yang dikeluarkan dalam bentuk utuh dalam urin seperti penisilin, digoxin, dan
lithium menunjukkan eliminasi dan konsentrasi serum steady state yang lebih
rendah.(Nindya,S., 2001)
2.3 Farmakodinamik pada kehamilanEfek obat pada jaringan reproduksi, uterus, dan kelenjar susu, pada
kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormone-hormon sesuai dengan fase
kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena kehamilan tidak
berubah, walau terjadi perubahan curah jantung dan aliran darah ginjal.Perubahan
tersebut kadang menyebabkan wanita hamil membutuhkan obat yang tidak
dibutuhkan pada saat tidak hamil.
2.4. Teratogen
Teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin
yang abnormal.Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘teratos’, yang
7
berarti monster, dan ‘genesis’ yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan
sebagai asalterjadinya monster atau proses gangguan proses pertumbuhan
yangmenghasilkan monster (Liana, 2014).
Banyak kejadian yang dikehendaki untuk perkembangan dari organisme baru
yang memiliki kesempatan besar dalam tindakan tersebut untuk menjadi suatu
kesalahan. Pada kenyataannya, kira-kira satu dari tiga kali keguguran embrio pada
manusia, sering tanpa diketahui oleh si Ibu bahwa dia sedang hamil. Perkembangan
abnormal yang lain tidak mencelakakan embrio tetapi kelainan tersebut akan
berakibat pada anak. Kelainanan perkembangan ada dua macam, yaitu: kelainan
genetik dan kelainan sejak lahir. Kelainan genetik dikarenakan titik mutasi atau
penyimpangan kromosom dan akibat dari tidak ada atau tidak tepatnya produk
genetik selama meiosis atau tahap perkembangan. Down syndrome hanyalah salah
satu dari banyak kelainan genetik. Kelainan sejak lahir tidak diwariskan melainkan
akibat dari faktor eksternal, disebut teratogen, yang mengganggu proses
perkembangan yang normal. Pada manusia, sebenarnya banyak zat yang dapat
dipindahkan dari sang ibu kepada keturunannya melalui plasenta, yaitu teratogen
potensial. Daftar dari teratogen yang diketahui dan dicurigai meliputi virus, termasuk
tipe yang menyebabkan kasus penyakit campak Jerman, alkohol, dan beberapa
obat, termasuk aspirin (Liana, 2014).
Teratogenesis adalah pembentukan cacat bawaan.Kelainan ini sudah
diketahui selama beberapa dasawarsa dan merupakan penyebab utama morbiditas
serta mortilitas pada bayi yang baru lahir.Setelah pembuahan, sel telur mengalami
proliferasi sel, diferensiasi sel, dan organogenesis. Embrio kemudian melewati suatu
metamorfosis dan periode perkembangan janin sebelum dilahirkan (Liana, 2014).
Ada sejumlah bahan yang/diduga bersifat teratogenik pada manusia dan
hewan, antara lain:
- Radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi).
- Infeksi cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis
dan toksoplasmosis.
- Ketidakseimbangan metabolisme, misalnya karena konsumsi alkohol selama
kehamilan, kretinisme endemic, diabetes, defisiensi asam folat, hipertermia,
fenilketonuria, reumatik dan penyakit jantung bawaan.
8
- Komponen kimia obat dan lingkungan seperti 13-cis-retinoic acid, isotretionin
(accutane), aminopterin, hormone androgenic, busulfan, kaptoril, enalapril,
dan sebagainya.
Kontak dengan komponen teratogenik bisa menyebabkan abnormalitas
struktural yang sangat beragam pada janin, seperti bibir sumbing, langit-langit mulut
belah, dysmelia, anencephaly dan penyimpangan pada ventricular septal (Liana,
2014)
2.4.1 Faktor-Faktor PenyebabTeratogen
Faktor yang menyebabkan cacat ada dua kelompok, yaitu faktor genetis dan
lingkungan.
Faktor genetis terdiri dari :
1) Mutasi, yakni perubahan pada susunan nukleotida gen (ADN). Mutasi
menimbulkan alel cacat, yang mungkin dominan atau resesif.
2) Aberasi, yakni perubahan pada susunan kromosom. Contoh cacat karena
ini adalah berbagai macam penyakit turunan sindroma.
Faktor lingkungan terdiri atas :
1) Infeksi, cacat dapat terjadi jika induk yang kena penyakit infeksi, terutama
oleh virus.
2) Obat, berbagai macam obat yang diminum ibu waktu hamil dapat
menimbulkan cacat pada janinnya.
3) Radiasi, ibu hamil yang diradiasi sinar-X , ada yang melahirkan bayi cacat
pada otak. Mineral radioaktif tanah sekeliling berhubungan erat dengan
lahir cacat bayi di daerah bersangkutan.
4) Defisiensi, ibu yang defisiensi vitamin atau hormon dapat menimbulkan
cacat pada janin yang sedang dikandung.
5) Emosi, sumbing atau langit-langit celah, kalau terjadi pada minggu ke-7
sampai 10 kehamilan orang, dapat disebabkan emosi ibu.emosi itu
mungkin lewat sistem hormon (Liana, 2014).
2.4.2 Mekanisme kerja teratogenKerentanan terhadap teratogen berbeda-beda menurut stadium
perkembangan saat paparan.Masa yang paling sensitif untuk menimbulkan cacat
9
lahir pada manusia adalah masa kehamilan minggu ketiga hingga
kedelapan.Masing-masing sistem organ mempunyai satu atau beberapa stadium
kerentanan.Manifestasi perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan
lamanya paparan terhadap suatu teratogen. Teratogen bekerja dengan cara spesifik
pada sel-sel dan jaringan ringan yang sedang berkembang untuk memulai
patogenesis yang abnormal. Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian,
malformasi, keterlambatan perkembangan, dan gangguan fungsi (Anonimus, 2003).
Beberapa obat yang memiliki efek teratogenik adalah (Tanama, 2014):
OBAT EFEK TERATOGENIK
Tetrasiklin Perubahan warna dan cacat gigi,
pertumbuhan tulang terhambat
Alkohol IQ rendah, sindrom janin alcohol
Obat antitiroid Janin gondok dan hipotiroid
Warfarin Hidung tertekan, cacat mata, cacat
tangan
Fenitoin Bibir sumbing, mikrosefalus
Karbamazepin Cacat saraf
Isotretinoin Cacat CNS
2.5 Mekanisme Transfer Obat melalui PlasentaObat – obatan yang diberikan kepada ibu hamil dapat menembus sawar
plasenta sebagaimana halnya dengan nutrisi yang dibutuhkan janin, dengan
demikian obat mempunyai potensi untuk menimbulkan efek pada
janin.Perbandingan konsentrasi obat dalam plasma ibu dan janin dapat member
gambaran pemaparan janin terhadap obat – obatan yang diberikan kepada ibunya.
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat –
obatan melalui plasenta sebagai berikut:
Tipe I
10
Obat – obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen ibu
dan janin, atau terjadi transfer lengkap dari obat tersebut. Yang dimaksud
dengan keseimbangan disini adalah tercapainya konsentrasi terapetik yang
sama secara simultan pada kompartemen ibu dan janin.
Tipe II
Obat – obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi
daripada konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan.
Hal ini mungkin terjadi karena transfer pengeluaran obat dari janin
berlangsung lebih lambat.
Tipe III
Obat – obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih rendah
daripada konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang tidak
lengkap.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta antara lain
adalah:
Berat molekul obat
Pada obat dengan berat molekul lebih dari 500D akan terjadi transfer tak
lengkap melewati plasenta.
PKa (pH saat 50% obat terionisasi)
Ikatan antara obat dengan protein plasma
Mekanisme transfer obat melalui plasenta dapat dengan cara difusi, baik aktif
maupun pasif, transport aktif, fagositosis, pinositosis, diskontinuitas
membrane dan gradient elektrokimiawi.
2.6 Penatalaksanaan Terapi saat Kehamilan Pemberian obat – obatan pada ibu hamil tidak boleh sembarangan.Perlu
adanya perhatian khusus terhadap pemberian obat-obatan untuk ibu hamil dan
meyusui. Jika sang ibu mengkonsumsi obat, hal tersebut bisa berdampak pada janin
yang dikandung atau pada bayi yang menyusui.
Untuk itu, ada beberapa kriteria obat untuk ibu hamil. Menurut FDA (Food Drug
Asociation), ada 5 kategori obat untuk ibu hamil, yaitu:
11
1. Kategori A
Obat – obatan yang masuk dalam kategori A ini merupakan obat – obatan
yang telah diteliti dengan baik namun gagal menunjukkan resiko ke janin
pada trimester pertama kehamilan dan tidak ada bukti resiko pada trimester
berikutnya. Dengan kata lain, obat – obatan yang masuk dalam kategori ini
aman untuk dikonsumsi si ibu dalam masa kehamilan (Fransiscus, 2012).
2. Kategori B
Obat – obat dalam kategori ini telah diuji pada hewan hamil dan bayinya
tidak menunjukkan adanya masalah yang berkaitan dengan obat yang
diberikan.Atau, pada penelitian terhadap hewan uji hamil yang diberikan obat
ada beberapa bayi yang memiliki masalah.Namun dalam penelitian yang
terkendali dengan baik terhadap manusia, wanita hamil yang menggunakan
obat dan bayinya tidak memiliki masalah yang berhubungan dengan
penggunaan obat (Fransiscus, 2012).
3. Kategori C
Pada kategori C ini, obat – obat yang diuji pada hewan hamil memiliki
beberapa bayi dengan masalah.Atau, tidak ada penelitian pada hewan yang
telah dilakukan dan belum ada penelitian yang memadai dan terkendali
dengan baik pada wanita hamil.Namun, potensi keuntungan dapat menjamin
penggunaan obat pada wanita hamil meskipun ada potensi resiko
penggunaan obat (Fransiscus, 2012).
4. Kategori D
Pada kategori ini, studi pada manusia dan laporan lain menunjukkan
bahwa wanita hamil yang menggunakan obat, beberapa bayi yang dilahirkan
memiliki masalah yang berkaitan dengan obat. Namun, dalam beberapa
situasi serius, obat mungkin masih membantu ibu dan bayi walaupun bisa
menyakiti mereka (Fransiscus, 2012).
5. Kategori X
Obat yang masuk dalam kategori ini merupakan obat – obatan yang tidak
boleh digunakan oleh wanita hamil.Studi atau laporan pada manusia atau
hewan menunjukkan bahwa ibu menggunakan obat selama kehamilan
membawa resiko yang sangat tinggi untuk perkembangan janin.Obat memiliki
resiko yang jelas lebih besar daripada manfaatnya (Fransiscus, 2012).
12
2.7 Contoh Efek Beberapa Obat sesuai Kategori Obat untuk KehamilanObat – Obat yang Kemungkinan Memberikan Efek pada Janin jika Diberikan
pada 3 Bulan Pertama Kehamilan
No. Obat Efek yang mungkin dapat terjadi pada bayi1. ACE Inhibitor Hipoplasia paru dan ginjal2. Anti epilepsy Defek pada jantung, wajah, dan angota gerak, dan
retardasi mental3. Obat-obat sitotoksik Defek multiple, aborsi, retardasi pertumbuhan dan
lahir mati4. Diethylstilbestrol Anomali genital pada bayi laki-laki dan perempuan,
adenokarsinoma5. Androgen Virilisasi pada bayi perempuan6. Estrogen Feminisasi pada bayi laki-laki7. Litium Defek kardiovaskular8. Misoprostol Moebius sekuens (paranalis nervus kranial 6 dan 7)9. Retinoid Defek pada telinga, kardiovaskular dan tulang serta
disfungsi system saraf pusat10. Talidomid Defek pada anggota gerak11. Wafarin Hipoplasia ani, khondroplasia punctata
Obat yang Kemungkinan Memberi Efek pada Janin jika Diberikan setelah 3 Bulan Pertama Kehamilan
No. Obat Efek yang mungkin terhadap bayi1. ACE inhibitor dan
reseptor angiostensin IIOligohidroamnion, retradarsi pertumbuhan, hypoplasia paru dan ginjal
2. Aminoglikosida Ketulian, kerusakkan vestibular3. Antiepilepsi Retradarsi pertumbuhan, kemungkinan autism4. Benzodiazepin Depresi respirasi neonates5. Antagonis beta
adrenoreseptorKemungkinan IUGR, hipoglikemi, bradikardi neonatal
6. Obat-obat sitotoksik IUGR, lahir mati7. Dietilstilbestrol Adenokarsinoma vagina8. Narkotika Depresi pernapasan bayi, gejala withdrawal
13
Bab 3PENUTUP
Kehamilan merupakan suatu proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh
wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu
hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua
bagian unit tersebut (Anonim, 2006).
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama
kehamilan. Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau
gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan
obat dan suplemen pada saat periode organogenesis sedang berlangsung sehingga
terjadi resiko cacat janin lebih besar (Anonim, 2006).
Pemahaman yang mendalam terhadap penggunaan obat saat hamil sangat
penting bagi farmasis klinis yang diharapkan dapat memberikan pengaruh dalam
pelayanan kefarmasian untuk kelompok pasien tersebut (Aslam dkk, 2001).
Menurut perkiraan, penggunaan obat–obatan selama kehamilan bertanggung
jawab atas gangguan perkembangan yang ada kalanya timbul pada bayi dan anak
kecil sampai usia 5 tahun. Keamanan suatu obat harus dibuktikan berdasarkan hasil
percobaan hewan sewaktu registrasi untuk mendapatkan izin peredarannya. Namun,
hasil eksperimen pada hewan tidak selalu boleh diekstrapolir kepada manusia.
Contoh yang terkenal dan berakibat buruk adalah peristiwa talidomida (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa kehamilan terdiri atas tiga
periode. periode tersebut adalah trimester pertama(periode pembentukan sekaligus
perkembangan pesat dari semua sistem dan organ bayi), trimester kedua(periode
penyempurnaan sistem organ umum dan mulai berfungsinya berbagai sistem organ
dari janin) dan trimester ketiga(penyempurnaan fungsi dari berbagai organ).
Masalah yang sering terjadi pada kehamilan ialah penyakit toksoplasmosis,sifilis, hiv
aids, german measles virus, herpesvirus hominis. Pada kehamilan juga terjadi
perubahan farmakokinetika obat akibat perubahan maternal seperti penurunan
sekresi asam lambung, peningkatan sekresi mucus sehingga menyebabkan
peningkatan pH lambung dan kapasitas buffer sehingga menyebabkan perubahan
14
absorbsi obat di saluran cerna. Masih banyak perubahan perubahan maternal yang
akhirnya pula berdampak pada absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.
Perubahan efek obat terhadap ibu hamil juga kerap terjadi. Beberapa obat
bahakn ada yang menyebabkan pertumbuhan yang abnormal pada janin. Obat ini
biasa disebut obat teratogen. Banyak kejadian dari administrasi obat yang
sebenarnya ditujukan untuk perkembangan janin tetapi akibatnya tidak seperti yang
diharapkan. Beberapa bahan diduga bersifat teratogenik atau menyebabkan
pembentukan cacat bawaan pada janin seperti radiasi ion, beberapa jenis infeksi,
ketidak seimbangan metabolisme dan komponen kimia obat dan lingkungan
(Liana, 2014).
Pemberian obat – obatan pada ibu hamil tidak boleh sembarangan.Perlu
adanya perhatian khusus terhadap pemberian obat-obatan untuk ibu hamil dan
meyusui. Jika sang ibu mengkonsumsi obat, hal tersebut bisa berdampak pada janin
yang dikandung atau pada bayi yang menyusui. Karena itulah FDA ( Food Drug
Association) telah menentukan beberapa kriteria obat untuk ibu hamil sesuai tingkat
keamanan obat tersebut terhadap ibu hamil. Kriteria tersebut tentu saja ditujukan
untuk keamanan ibu hamil dan janinnya agar terhindar dari bahaya bahan kimia dari
obat-obatan yang tidak diinginkan (Fransiscus, 2012)
Daftar Pustaka :
Liana, 2014. Makalah toksiologi teratogenik, Fakultas Farmasi Universitas Setia
Budi, Surakarta
Nindya,S., 2001, http://www.cerminduniakedokteran.com Perubahan Farmakokinetik Obat pada Wanita Hamil dan Implikasinya secara Klinik, diakses tanggal 10 Maret 2009
Sarwono,P., 2011, ilmu kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, pp. 67-80
Tanama, 2014.Penggunaan obat pada ibu hamil, ISTN.
Yulikhah, L., 2006, kehamilan: seri asuhan kebidanan,Jakarta,penerbit buku
kedokteran EGC,pp. 44-47
15