referat paru
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti
faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK yaitu semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran
udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan.
Data yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) mengemukakan
bahwa pada tahun 2010 PPOK telah menempati peringkat keempat sebagai penyakit
penyebab kematian di dunia. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan
prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok
karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok. Hubungan antara rokok
dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang
dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang
ditimbulkan akan lebih besar. Dengan meningkatnya pencemaran udara oleh kendaraan
bermotor maupun industri juga dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya PPOK.1
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, PPOK dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2
(PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat). Penderita PPOK
akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang
produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala.
Baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.1,2
Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah
diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot
yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan
interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.3
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding
dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan
volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan
atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara
dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.3
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial
oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan
fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran
udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus
yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama
0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibrosis paru, udara dapat menebal
dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu
berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung
terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.
2.2 Sistem Pertahanan Paru
Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan
terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana
mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan
humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi
atas:
1. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
- Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
- Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru
- Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula
di keluarkan bersama sekresi.
2. Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh
silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung
pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin
terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.
3. Sekresi Humoral Lokal
zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
- Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
- Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik
- Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam
membunuh virus.
- Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi
virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.
4. Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan
kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit
berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
- Gerakan mukosiliar.
- Faktor humoral lokal.
- Reaksi sel.
- Virulensi dari kuman yang masuk.
- Reaksi imunologis yang terjadi.
- Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti
alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.
2.3. Sistem Pernafasan
2.3.1. Pengertian Pernafasan
Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
2.3.2. Fungsi Pernafasan
Fungsi pernafasan adalah
1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)
untuk mengadakan pembakaran.
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh
tubuh).
3. dan melembabkan udara
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus
paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal
balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler
dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang terhirup paru-paru
merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan
kerja.
Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu :
1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.
2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
3. Transportasi gas melalui darah.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut
pernapasan seluler.
2.3.3. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :
1. Inspirasi (menarik napas)
2. Ekspirasi (menghembus napas)
Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal(intra
alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar
antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli
dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi
disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.
Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal
lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru.
Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil
akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru.
Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi
biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3 mmHg.
Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah menguap
dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah
masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila
berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan
tersebut ke dalam paru-paru.
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring
(penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat menyebabkan
bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap
paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme
yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau.
Patofisiologi PPOK
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa
perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume
ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP).1
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran
napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respons inflamasi abnormal ini
menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema, dan
mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil.
Perubahan patologis menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara
yang bersifat progresif. Pada pasien PPOK yang tidak mempunyai riwayat merokok,
penyebab respons inflamasi belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres
oksidatif dan kelebihan proteinase.2
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang melibatkan neutrofil,
makrofag dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan
sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru-paru.2-4
Tabel 1.Sel Inflamasi pada PPOK2,3
Sel inflamasi pada PPOK
Neutrofil
Meningkat dalam sputum perokok. Peningkatan
neutrofil pada PPOK sesuai dengan beratnya
penyakit. Neutrofil berhubungan dengan
hipersekresi dan pelepasan protesae.
Makrofag
Banyak di temukan di lumen saluran nafas,
parenkim paru dan cairan bronchoalveolar lavage
(BAL). berasal dari monosit yang mengalami
diferensiasi di jaringan paru. Makrofag
meningkatkan mediator inflamasi dan protease pada
pasien PPOK sebagai respon terhadap asap rokok
dan menunjukan fagositosis yang tidak sempurna.
Limfosit T
Sel CD4 dan CD8 meningkat pada dinding saluran
nafas dan parenkim paru, dimana peningkatan CD8
lebih besar dari CD4
Limfosit B
Meningkat dalam saluran nafas perifer dan folikel
limfoid sebagai respon terhadap kolonisasi kuman
dan infeksi saluran nafas
Eosinofil Meningkat di dalam sputum dan dinding saluran
nafas selama eksaserbasi.
Sel epitelMungkin di aktifkan oleh asap rokok sehingga
menghasilkan mediator inflamasi4
Mediator inflamasi dalam PPOK
Faktor kemotaktik
o Lipid mediator: leukotriene B4
(LTB4) menarik neutrofil dan
limfosit T
o Kemokin : IL-8 menarik neutrofil
dan monosit
Sitokin pro-inflamasi
TNF-α, IL-1β dan IL-6 memperkuat proses
inflamasi dan berkontribusi terhadap efek sistemik
PPOK.
Faktor pertumbuhanTGF-β dapat menyebabkan fibrosis pada saluran
nafas perifer.2
Stres oksidatif menjadi mekanisme penting dalam PPOK. Biomarker stres oksidatif
(peroksida hidrogen, 8-isoprostan) meningkat dalam sputum. Stress oksidatif memiliki
beberapa konsekuensi yang merugikan di paru, termasuk aktifitas inflamasi, naktivasi,
anti protease, stimulasi sekresi mucus dan stimulasi eksudasi plasma meningkat.2,3
Protease dan antiprotease pada PPOK
Tabel 2. Macam-macam Protease dan Antiprotease pada PPOK2,3
Peningkatan Protease Penurunan Antiprotease
Serin protease
Neutrofil elastase
Cathepsin G
Proteinase 3
α-1 antitrypsin
α-1 antichymotripsin
sekretori leukoprotease inhibitor elafin
Sistein proteinase
B Cathepsins, K, L, S Cystatins
Matrix metaloproteinase (MMPs)
MMP-8, MMP-9, MMP-12 Tissue inhibitor of MMP 1-4 (TIMP 1-
4)
Ketidakseimbangan protease-anti protease
Protease memecah komponen jaringan ikat dan anti-protease yang melindungi komponen
tersebut. Beberapa protease, berasal dari sel inflamasi dan sel epitel yang meningkat pada
pasien PPOK. Proteasae-mediated perusak elastin, yang merupakan komponen jaringan
ikat utama parenkim paru, adalah gambaran penting pada emfisema dan bersifat
ireversibel.2,3
Perubahan patologis pada PPOK
Tabel 3.Perubahan Patologis pada PPOK2
Saluran napas
proksimal
sel inflamasi : makrofag , limfosit T CD8
( sitotoksik) , sedikit neutrofil atau eosinofil.
Perubahan : sel goblet , pembesaran kelenjar sub
mukosa ( keduanya menyebabkan hipersekresi)
metaplasia sel epitel skuamosa
Saluran napas periferSel inflamasi: makrofag , limfosit T ( CD8 > CD4 )
, limfosit B , folikel limfoid, fibroblas , sedikit
neutrofil atau eosinofil
Parenkim paru Sel inflamasi : makrofag , limfosit T CD8
Perubahan struktur : kerusakan dinding alveoulus,
apoptosis sel epitel dan endotel
Pembuluh darah paru Sel inflamasi : makrofag , limfosit T
perubahan struktur : penebalan intima, disfungsi
sel endotel, penebalan sel otot polos ( hipertensi
pulmonal )
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai di saluran napas besar, saluran napas
kecil, parenkim paru dan vaskular pulmoner. Sel inflamasi menginfiltrasi permukaan
epitel saluran napas sentral, mengakibatkan perubahan epitel menjadi squamous
metaplasia. Terjadi pembesaran kelenjar mukus dan peningkatan sel goblet. Perubahan
tersebut mengakibatkan terjadi hipersekresi mukus. Perubahan pada saluran napas kecil
akibat inflamasi menyebabkan airway remodelling sehingga menyempitkan lumen
saluran napas yang nonreversibel.2
Pada PPOK dinding antara sakus alveoli kehilangan kemampuannya untuk meregang dan
mengempis. Adanya kerusakan jaringan penyokong dan serabut elastin akan
meningkatkan compliance jaringan dan mengurangi elastisitas pada ekspirasi. Elastisitas
dari jaringan paru yang menghilang, akan menyebabkan peningkatan volume residu,
volume gas total, penurunan kapasitas inspirasi, hiperinflasi paru dan udara yang
terperangkap dalam sakus alveoli (gas trapping ) yang mengganggu pertukaran oksigen
dan karbondioksida dan menyebabkan auto PEEP (Positive End Expiratory Pressure).
Hal ini juga mengakibatkan terjadinya obstruksi dari aliran udara. Jadi pada PPOK
adanya obstruksi saluran napas selain disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil
juga akibat destruksi alveoli dimana terjadi airtrapping dan hiperinflasi.2
Berbagai perubahan patologis yang terjadi pada PPOK menyebabkan hipersekresi mukus
dan disfungsi silia mengakibatkan batuk kronik dan produksi sputum. Gejala ini dapat
berlangsung bertahun- tahun sebelum timbul gejala lainnya ataupun gangguan fisiologis.
Limitasi aliran napas ireversibel yang diukur dengan spirometri merupakan perubahan
fisiologis utama pada PPOK. Destruksi dinding alveoli akan menyebabkan gangguan
patensi saluran napas kecil, namun hal ini hanya memegang peranan kecil pada
patofisiologi PPOK.2
Pada PPOK stadium lanjut, terjadi obstruksi saluran napas perifer dan kelainan pembuluh
darah paru yang akan menyebabkan gangguan pertukaran gas sehingga terjadi
hipoksemia dan akhirnya hiperkapnia. Komplikasi kardiovaskuler PPOK berupa
hipertensi pulmoner dan kor pulmonal merupakan hal yang dihubungkan dengan
prognosis yang buruk. Obstruksi jalan napas merupakan yang paling menonjol dan paling
sukar ditanggulangi oleh karena umumnya menunjukkan tingkat perjalanan penyakit
yang lanjut, irreversibel dan progresif. Penekanan terapi terhadap obstruksi jalan napas
merupakan masalah pengobatan yang terpenting, oleh sebab itu mekanisme obstruksi
jalan napas pada PPOK perlu dipahami secara baik .2
Mekanisme obstruksi saluran napas adalah obstruksi oleh sekret pada saluran napas
akibat produksi sekret yang berlebihan disertai penebalan kelenjar-kelenjar, submukosa,
secara potensial merupakan komponen obstruksi saluran napas yang reversibel. Reaksi
oksidasi stress dari asap rokok atau dari sel inflamasi memiliki beberapa efek antara lain :
menurunkan aktivitas dari antiprotease, mengaktivasi Nuklear factor kB, meningkatkan
sekresi sitokin IL8, meningkatkan produksi TNFα, meningkatkan isoprotanase yang
berperan dalam bronkokontriksi dan kebocoran plasma dan efek langsung terhadap
saluran napas (bronkokontriksi).2,4
Yang menjadi dasar dari patogenesis PPOK adalah sejauh mana host respon (respon
pejamu) dari seorang perokok terhadap faktor pajanan asap rokok. Apakah terjadi
amplifikasi dari respon inflamasi, stress oksidasi atau proteinase yang dapat
menyebabkan kerusakan pada PPOK atau tidak terjadi amplifikasi sehingga antioksidan
dan antiproteinase dapat berperan menghambat terjadinya PPOK.2
Patogenesis PPOK sangatlah kompleks, dan hingga mekanisme yang terlibat menjadi
lebih jelas pun masih sulit dipahami mengapa hanya 20% dari perokok yang berkembang
menjadi PPOK. Seorang perokok pasif dapat berkembang menjadi penderita PPOK,
tetapi seorang perokok aktif berat tidak menjadi penderita PPOK. Walaupun kemajuan
sudah dibuat dalam memahami patogenesis PPOK, namun masih belum jelas mengapa
hanya sedikit perokok yang berkembang menjadi PPOK. Yang menjadi dasar dari
patogenesis PPOK adalah respon dari host atau pejamu (perokok) terhadap faktor risiko
dari lingkungan (asap rokok). Efek utama dari respon ini telah digambarkan sebagai
inflamasi yang abnormal, walaupun berbagai mekanisme lain yang terlibat masih belum
jelas .3
Secara skematik patogenesis PPOK diilustrasikan seperti pada gambar 2 bahwa:
asap rokok dan host respon mempunyai peranan yang sama terhadap kejadian
stress oksidatif, inflamasi, kerusakan jaringan dan remodeling.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011. Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
3. Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi
2. Jakarta: EGC, 410-460.
4. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_207Faktor%20Genetik%20Penyakit
%20Paru%20Obstruktif%20Kronik.pdf
5. http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/jri-01-07/jurnal-6.html