referat kulit

10
MIKOSIS SUPERFISIALIS 1. DERMATOFITOSIS Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatifita termasuk kelas fungi imperfecti. Golongan ini mempunyai sifat mencernakan keratin (keratofilik). Termasuk dalam kelas Fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi anatominya. Tinea Kapitis , dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala, Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot, Tinea kruris, dermatofitosis pada genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah, Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan, Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas. 2. NON DERMATOFITOSIS Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar. Yang masuk ke dalam golongan ini adalah : ptiriasis versikolor, pitirosporum folikulitis, piedra, otomikosis, tinea nigra palmaris, dan keratomikosis. Perbedaan antara dermatofitosis dan nondermatofitosis adalah disebabkan karena letak infeksinya pada kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di dalam epidermidis mulai dari stratum komeum sampai stratum basalis, sedangkan golongan non-dermatofitosis hanya bagian superfisialis dari epidermidis. Hal ini disebabkan karena dermatofitosis 1

Upload: jne-eunhae

Post on 25-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Refarat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Kulit

MIKOSIS SUPERFISIALIS

1. DERMATOFITOSISDermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi

zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatifita termasuk kelas fungi imperfecti. Golongan ini mempunyai sifat mencernakan keratin (keratofilik). Termasuk dalam kelas Fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi anatominya. Tinea Kapitis , dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala, Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot, Tinea kruris, dermatofitosis pada genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah, Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan, Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas.

2. NON DERMATOFITOSISInfeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit

yang paling luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar. Yang masuk ke dalam golongan ini adalah : ptiriasis versikolor, pitirosporum folikulitis, piedra, otomikosis, tinea nigra palmaris, dan keratomikosis.

Perbedaan antara dermatofitosis dan nondermatofitosis adalah disebabkan karena letak infeksinya pada kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di dalam epidermidis mulai dari stratum komeum sampai stratum basalis, sedangkan golongan non-dermatofitosis hanya bagian superfisialis dari epidermidis. Hal ini disebabkan karena dermatofitosis mempunyai afinitas tehadap keratin yang terdapat pada epidermidis, rambut, kuku, sehingga infeksinya lebih dalam

Infeksi jamur dibagi menjadi 2 :- Infeksi superfisial (infeksi dermatofit dan infeksimukokutan)- Infeksi sistemik (infeksi jaringan dan organ yanglebih dalam)

Infeksi superfisial umumnya diterapi dengan preparat local (dermatologi), kadang dengan obat sistemik. Infeksi sistemik lebih sulit diobati, memerlukan terapi jangka panjang dan obat yang tersedia sering menyebabkan efek samping yang berat.

PENGOBATAN

A. Pengobatan Pencegahan :

1

Page 2: Referat Kulit

1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus dikeringkan betul dan diberi bedak pengering atau bedak anti jamur. 2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat. 3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis. 4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.

B. Terapi lokal :

Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot, telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.

1. Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus dirawat dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.

2. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.

3. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolotik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.

4. Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis misalnya dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi, bersamaan dengan terapi griseofulvin sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan yang bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.

C. Terapi sistemik

Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total setelah

2

Page 3: Referat Kulit

24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan.

Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x sehari , 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5 mg per kg berat badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat diberikan 2 x sehari dalam waktu 14 hari.

Obat-obat yang digunakan untuk infeksi jamur superfisial:

1. Griseofulvin

Griseofulvin menghambat mitosis jamur dengan berkaitan dengan mikrotubulus dan menghambat polimerisasi tubulin menjadi mikrotubulus. Griseofulvin tidak larut air.

- Obat diberikan per oral, dan hanya sekitar 50% dosis oral yang masuk ke sirkulasi.- Absorbsi meningkat bila diberikan bersama lemak.- Infeksi kulit dan rambut memerlukan terapi 4-6 minggu, kuku tangan sampai 6 bulan, dan kuku kaki memerlukan 1 tahun terapi.

Griseofulvin dimetabolisme di hati dengan dealkilasi dan metabolitnya yang inaktif diekskresi dalam urine sebagai glukuronid. Griseofulvin menghambat jamur dari spesies Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton. Griseofulvin biasanya hanya digunakan untuk mengobati infeksi dermatofit pada kulit, kuku atau rambut. Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet 125, 250, dan500 mg, dan suspensi 125 mg/ml. Dosis dewasa adalah 500-1000 mg/hari dosis

tunggal atau dosis terbagi. Untuk anak, dosisnya adalah 10 mg/kg BB/hari. Dewasa, pada umumnya 4 kali sehari 1 tablet sudah cukup. Untuk kasus tertentu mungkin diperlukan dosis awal yang lebih tinggi yaitu 8 tablet sehari. • Anak-anak, sehari 10 mg per kg berat badan. • Lama pengobatan dilakukan paling sedikit 4 minggu. Untuk kasus

tertentu misalnya infeksi kuku, pengobatan dapat berlangsung selama 6 - 12 bulan.

• Terapi dihentikan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah infeksi hilang.Efek Samping: • Efek samping bersifat ringan dan sementara, misalnya: sakit kepala, rasa

kering pada mulut, iritasi lambung dan rash kulit. • Reaksi hipersensitivitas: urtikaria, edema angioneurotik. Proteinuria,

hepatotoksisitas

2. Azol

Azol adalah kelompok obat sintesis dengan aktivitas spektrum yang luas. Obat yang masuk kelompok ini antara lain ketokonazol, ekonazol, kloritmazol,

3

Page 4: Referat Kulit

tiokonazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol. Pada jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14- -demetilase, enzim yang bertanggung jawab untukα sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor keluar dari sel jamur.

Ketokonazol

Obat ini mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Sporothrix spp, dan Paracoccidioides brasiliensis. Ketokonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Pada pemberian oral, obat ini diserap baik pada saluran cerna (75%), dan absorpsi meningkat pada pH asam. Dalam plasma, 84% ketokonazol berikatan dengan protein plasma terutama albumin, 15% berikatan dengan sel darah dan 1% dalam bentuk bebas. Ketokonazol dimetabolisme secara ekstensif oleh hati. Sebagian besar ketokonazol diekskresi bersama cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil yang keluar bersama urine. Diindikasikan pada Paracoccidioides brasiliensis, thrush (kandidiasis faringeal), kandidiasis mukokutan, dan dermatofit (termasuk yang resisten terhadap griseofulvin). Ketokonazol mungkin jangan dikombinasi dengan amfoterisin B karena ketokonazol mengganggu sintesis ergosterol.

Ketokonazol tersedia dalam bentuk tablet 200 mg, gel/krim 2%, dan scalp solution 20 mg/ml. Efek samping yang sering pada pemberian oral adalah mual dan muntah. Bahaya utama ketokonazol adalah toksisitas hati. Obat ini harus dihindari pada wanita hamil. Pada pemberian topikal, efek sampingnya bisa berupa iritasi, pruritus, dan rasa terbakar.

Mikonazol

Spektrum aktivitas antijamurnya hampir sama dengan ketokonazol, termasuk dermatofit. Mikonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Obat ini diindikasikan secara topikal untuk dermatofitosis dan kandidiasis. Mikonazol terdapat dalam sediaan krim 2%.

Klotrimazol, ekonazol, dan tiokonazol

Klotrimazol, ekonazol dan tiokonazol adalah obat antijamur azol yang digunakan hanya untuk penggunaan topikal. Obat-obat ini diindikasikan untuk dermatofitosis dan kandidiasis. Klotrimazol terdapat dalam bentuk sediaan krim atau solution 1% dan tablet vagina 100 dan 500 mg. Tiokonazol terdapat dalam sediaan krim 1%.

Itrakonazol

Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol, plus Aspergillus. Itrakonazol diberikan per oral, setelah diabsopsi akan mengalami

4

Page 5: Referat Kulit

metabolisme hati yang ekstensif. Obat ini diindikasikan untuk tinea, infeksi Candida mukokutan dan infeksi sistemik. Itrakonazol tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg. Indikasi:• Kandidiasis vulvovaginal, kandidiasis mulut. • Dermatofitosis (Tinea kruris, Tinea korporis, Tinea pedis, Tinea manus,

Tinea kapitis). • Pitiriasis versikolor. • Fungal keratitis

Dosis :• Kandisiasis vulvovaginal: 2 kapsul (200 mg) pagi dan 2 kapsul (200 mg)

malam hari selama 1 hari atau 2 kapsul (200 mg) perhari selama 3 hari. • Kandidiasis mulut: 1 kapsul (100 mg) perhari selama 15 hari. • Dermatofitosis: 1 kapsul (100 mg) perhari selama 2-4 minggu. • Pitiriasis pertikolor: 2 kapsul (200 mg) perhari selama 5 - 7 hari. • Fungal keratitis: 2 kapsul (200 mg)perhari selama 3 minggu. • Eliminasi itraconazole pada jaringan lebih lambat daripada dalam plasma,

maka efek klinik maupun mikologik yang optimal tercapai 2 - 4 minggu setelah pengobatan dihentikan.

• Untuk mendapatkan absorpsi maksimum, itraconazole harus diminum segera sesudah makan.

• Belum diketahui pengaruh dan efek sampingnya pada pemakaian lebih dari 1 bulan.Oleh karena itu itraconazole tidak dianjurkan digunakan lebih dari 1 bulan.

Efek Samping: • Insiden efek samping berkisar dari sekitar 7% pada pasien-pasien dengan

terapi jangka pendek sampai 17.7% pada pasien yang menggunakan Unitrac lebih lama dari 1 bulan. Efek samping kebanyakan bersifat sementara, dari ringan sampai sedang. Yang sering dilaporkan adalah gangguan gastrointestinal, pusing, pruritus dan sakit kepala.

Flukonazol

Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol. Flukonazol dapat diberikan per oral atau iv. Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral, dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein.Obat ini mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi obat pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku. Obat ini diindikasikan untuk infeksi sistemik dan kandidiasis mukokutan. Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan infus 2 mg/ml.

3. Nistatin

Nistatin adalah antibiotik makrolida polyene dari Streptomyces noursei. Struktur nistatin mirip dengan struktur amfoterisin B. Nistatin tidak diserap dari membran mukosa atau dari kulit. Obat ini terlalu toksik untuk pemberian parenteral. Bila diberikan per oral, absorpsinya sedikit sekali dan kemudian

5

Page 6: Referat Kulit

diekskresi melalui feses. Spektrum antijamurnya sebenarnya juga mencakup jamur-jamur sistemik, namun karena toksisitasnya, nistatin hanya digunakan untuk terapi infeksi Candida pada kulit, membran mukosa dan saluran cerna. Nistatin efektif untuk kandidiasis oral, kandidiasis vaginal dan esofagitis karena Candida. Nistatin terdapat dalam sediaan obat tetes/suspensi, tablet oral, tablet vagina, dan suppositoria

4. Terbinafin

Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin. Bersifat Fungisidal Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis, dan juga digunakan secara topical. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat squalen epoksidase, enzim yang diperlukan untuk mengkonversi squalen menjadi squalen epoksid. Terbinafin diberikan per oral, dan diabsorpsi baik dari saluran cerna, dengan kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 2 jam. Terbinafin sangat aktif terhadap dermatofit, dengan aktivitas lebih baik daripada itrakonazol. Obat ini diindikasikan pada jamur dan kuku. Tersedia dalam bentuk krim 1% dan tablet 250mg. Penggunaan terbinafin pada ibu menyusui sebaiknya dihindari. Efek samping terbinafin jarang terjadi, biasanya berupa gangguan saluran cerna, sakit kepala atau rash. Hepatotoksisitas, netropenia berat, Sindroma Stevens Johnson atau nekrolisis epidermal toksik dapat terjadi, namun sangat jarang.

Beberapa sediaan topikal lain :

Tolnaflat efektif untuk infeksi dermatofit, tetapi Candida tidak. Tolnoflat terdapat dalam sediaan krim 1%. Salep Whitfield kombinasi asam benzoat dan asam salisilat (2 : 1, biasanya 12% dan 6%). Biasanya digunakan untuk Tinea pedis. Asam undesilinat aktif terhadap dermatofit. Tersedia dalam bentuk salep/krim, kadang dikombinasi dengan asam benzoat dan asam salisilat.

- Haloprogin efektif terhadap dermatofit dan Candida.- Siklopiroksolamin efektif untuk infeksi dermatofitdan kandidiasis

kutan.666666

6

Page 7: Referat Kulit

DAFTAR PUSTAKA

1. Arnold, Odum, James.Andrew's :Desease of the skin, .8th ed ,London. WBSounders Co., 1989 : 347-349.

2. Balus, L: Grigoriu D : Pityriasis versicolor. CILAG-LTD 1982.

3. Budi mulja, U : Mikosis. Dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin, Jakarta FK UI. 1987 : 84-88

4. Emmons. CW , Binford. CH, Utz, JP & Kwon Chung: Medical Mycology, 3 rd ed. Philadelphia, Lea & Febiger. 1977

5. Jawetz, Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20, EGC Jakarta 1996.

6. Kenneth J. Ryan: Sherris Medical Micribiology .Pretice Hall International Inc , 1994.

7. Kuswadji : Dermatimikosis. Budimulja U, Sunoto, Tjokronegoro A . Penyakit Jamur, Jakarta FKUI. 1983

8. Rippon.J : Superfisialis Infections.in Medical Mycology, second ed Tokyo, WB saunders Co. 1988

9. Siregar.S: Penyakit Jamur Kulit. EGC Jakarta.1982

7