referat jiwa

15
PENDAHULUAN Ciri utama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang yang disetai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali- kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Seandainya ada gangguan fisik, maka gangguan tersebut tidak menjelaskan gejala atau distress dan preokupasi yang dikemukakan pasien. Meskipun onset dan kelanjutan dari gejala tadi mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa kehidupan yang tidakmenyenagkan ataupun konflik- konflik, pasien biasanya menolak upaya- upaya untuk membahas kemungkinan adana penyebab psikologis, yang dapat dicapai perihal kemungkinan penyebab gejala- gejalanya sering kali mengecewakan dan menimbulkan frusrasi pada kedua belah pihak, pasien maupun dokter. Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionic), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya unyuk menerima baha keluhannya adalah memang penyakit fisik dan bahawa perlu adanya pemeriksaan fisik lebih lanjut. 1

Upload: indradinatha

Post on 05-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Referat Jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Jiwa

PENDAHULUAN

Ciri utama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang yang

disetai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali- kali terbukti hasilnya

negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi

dasar keluhannya. Seandainya ada gangguan fisik, maka gangguan tersebut tidak menjelaskan

gejala atau distress dan preokupasi yang dikemukakan pasien. Meskipun onset dan kelanjutan

dari gejala tadi mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa kehidupan yang

tidakmenyenagkan ataupun konflik- konflik, pasien biasanya menolak upaya- upaya untuk

membahas kemungkinan adana penyebab psikologis, yang dapat dicapai perihal kemungkinan

penyebab gejala- gejalanya sering kali mengecewakan dan menimbulkan frusrasi pada kedua

belah pihak, pasien maupun dokter.

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionic), terutama

pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya unyuk menerima baha

keluhannya adalah memang penyakit fisik dan bahawa perlu adanya pemeriksaan fisik lebih lanjut.

1

Page 2: Referat Jiwa

HIPOKONDRIASIS

Definisi

Hipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut menderita, atau

yakin memiliki, penyakit berat. rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika sesorang salah

menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokonddiasis berasal dari istilah medis kuno

hipokondrium (“di bawah rusuk”) dan mencerminkan keluhan abdomen yang lazim ada pada

banyak pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis interpretasi yang tidak realistik atau tidak

akurat mengenai gejala atau sensasi fisik , walaupin tidak ada penyebab medis diketahui yang

ditemukan. Preokupasi pasien mengakibatkan distres yang signifikan pada mereka dan

mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan,

Epidemiologi

Satu sudi melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di populasi

klinik medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen. Laki- laki dan perempuan secara

setara dapat mengalami hipokondriasis. Walaupun awitan gejala dapat terjadi pada usia

berapapun, gangguan ini paling lazim timbul pada orang berusia 20 hingga 30 tahun. Sejumlah

bukti menunjukkan bahwa diagnosis hopokondriasis lebih lazim pada orang kulit hitam daripada

kulit putih, tetappi posisi sosial, tingkat edukasi, dan status perkawinan tidak tampak memengaruhi

diagnosis. Keluhan hipokondriak dulaporkan terjadi pada kira- kira 3% mahasiswa kedokteran

biasanya dalam 2 tahun pertama, tetapi umumnya terjadi sementara/ singkat.

Etiologi

Di dalam kritria diagnotstik hipokondriasis, DSM-IV-TR menunjukkan bahwa gejala mencerminkan

adanya kesalahan ineterpretasi gejala tubuh. Sejumlah inti data menunjukkan bahwa orang

dengan hiponkondriasis mempertkuat sensasi somatiknya, mereka memiliki ambang yang lebih

rrendah dan toleransi yang elbih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya orang normal

anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan hipokondriasis merasakannya sebagai nyeri

abdomen. Mereka dpat berfokus pada sensasi tubuh, salah menginterpretasi, dan menadi

waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah.

Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti dalam hal model pembelajaran sosial.

Gejala hipokondriasis dipandang sebagai permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit yang

diciptakan seseorang yang menghadapi masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dan

terlalu berat. Peranan sakit menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien menghindari

kewajiban yang tidka menyebangkan, menunda yanangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan

dari tugas dan kewajiban.

2

Page 3: Referat Jiwa

Teori ketiga mengenai hipokondriasis adalah bahwa hipokondriasis merupakan seuatu varian

gangguan jiwa lainnya, di antaranya yang paling sering adalah gangguan depresif dan ansietas.

Perkiraan 80% pasien hipokondriasis dapat memiliki gangguan ansietas atau depresif secara

bersamaan. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik hipokondriasis dapat menjadi subtipe

somatisasi gangguan lain ini.

Kelompok pemikiran psikodinamik mengahasilkan teori yang keempat. Menurut terori ini keinginan

agresif dan permusuhan terhadap orang lain diubah (melalui represi dan displacement) menjadi

keluhan fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari kekecewaan, penolakan, dan

kehilangan yang dialami di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan kemarahan mereka saat ini

dengan meminta tolong dan perhatian orang lain serta kemudian menolaknya karena dianggap

tidak efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan melawan rasa bersalah, rasa

keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga diri, serta tanda kepedulian diri yang berlebihan.

nyeri dan penderitaan somatik kemudian menjadi cara pertobatan atau penebusan (undoing) dan

dapat dialami sebagai hukuman yang panas untuk kekesalan di masa lalu (baik kenyataan atau

khayalan) serta untuk rasa berdosa dan kejahatan seseorang.

Diagnosis

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR mengahruskan pasien memiliki preokupasi dengan keyakinan yang

salah bahwa mereja mengalami penyakit berat dan keyakinan yang salah tersebut didasarkan

apda kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik, Keyakinan tersebut harus ada selama

sedikitnya 6 bulan, walaupun tanpa adanya temuan patologis pada pemeriksaan neurologis atau

medis. Kriteria diagnostik juga mengharuskan bahwa keyakinan tersebut tidak memiliki intensitas

waham (tidak tepat didiagnosis sebagai gangguan waham) dan bahwa kenyataa tersebut tidak

boleh teratas pada penderitaan menegani penampilan (lebih sesuai didiagnosis sebagai gangguan

dismorfik tubuh). Gejala hipokondriasis harus memiliki intensitas yang menyebabkan distres

enosional atau menganggap kemampuan pasien untuk berrfungsi di dalam area penting

kehidupan. Klinisi dapat merinci adanya tilikan buruk; pasien secara konsekuen tidak menyadari

bahwa kekhawatiran mereka mengenai penyakit berlebihan.

Untuk diagnosis pasti, kedua hal tersebut di bawah ini harus ada :

a. Keyakinan yang menetap perihal adanya sekurang- kurangnya satu penyakit fisik yang serius

yang melandasi keluhan atau keluhan- keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang

tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun preokupasi yang menetap

terhadap adanya defrmitas atau pweubahan bentuk penampakan.

b. Penolakan yang menetap dan tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari

beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi

keluhan- keluhannya.

3

Page 4: Referat Jiwa

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

A. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit

serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

B. Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan

penenteraman.

C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti pada gangguan

delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran yang terbatas tentang

penampilan, (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih balk oleh cangguan kecemasan umum,

gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, comas

Perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Gambaran Klinis

Pasien dengan hipokondriasis yakin kalau mereka mengalami penyakit berat yang belum

terdeteksi dan mereka tidak dapat dibujuk untuk berpikir sebaliknya. Mereka dapat

mempertahankan keyakinan bahwa mereka mengalami penyakit tertentu, seiring waktu berjalan,

mereka dapat mengubah keyakinan mereka pada penyakit lain. Pendirian mereka bertahan

walaupun hasil laboratorium negatif, perjalanan penyakit yang diduga dari waktu ke waktu hanya

bersifat ringan, dan penjelasan yang sesuai oleh dokter, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat

seperti pada waham. Hipokondriasis sering disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering timbul

bersaaan dengan gangguan ansietas serta gangguan depresif.

Walaupun DSM-IV-TR merinci bahwa gejala harus ada sedikitnya 6 bulan, keadaan hipokondriak

singkat dapat terjadi setelah adanya stres berat, paling sering adalah kematian atau penyakit berat

sesorang yang penting bagi pasien, atau suatu penyakit berat (mungkin mengancam nyawa) yang

telah sembuh tapi membuat pasien untuk sementara hipokondriak. Keadaan tersebut yang ada

kurang dai 6 bulan harus didagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan.

respons hipokondriak singkat terhadap stres eksternal umumnya membaik ketika stresnya hilang,

tetapi bisa menjadi kronis jika diperkuat oleh orang di dalam sistem sosial pasien atau oleh

profesional kesehatan.

4

Page 5: Referat Jiwa

Diagnosis Banding

Hipokondriasis harus dibedakan dengan keadaan medis non- psikiatri terutama gangguan yang

menunjukkan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit tersebut mencakup AIDS,

endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multipel penyakit degeneratif sistem saraf, systemic

lupus erythematosus, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas.

Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan somatisasi yaitu bahwa hipokondriasis menekankan

rasa takut memiliki suatu penyakit dan gangguan somatisasi menekankan kekhawatiran mengenai

banyak gejala. Pembedaan yang sangat adalah bahwa pasien dengan hipokondriasis biasanya

mengeluhkan lebih sedikit gejala daripada pasien dengan gangguan somatisasi. Gangguan

somatisasi biasanya memiliki awitan sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipoondriasis memiliki

awitan umur yang kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi lebih banyak berjenis

kelamin perempuam dibandingkan pada hipokondriasis, yang terdistribusi rata antara laki- laki dan

perempuan.

Hipokondriasis juga harus dibedakan dengan gangguan somatoform lain. Gangguan konversi

bersifat akut dan umunya singkat serta biasanya melibatkan suatu gejala, bukannya suatu

penyakit tertentu. ada atau tidaknya la belle indifference adalah ciri yang tidak meyakinkan untuk

membedakan kedua keadaan tersebut. Gangguan nyeri bersifat kronis, seperti hipokondriasis,

tetapi gejalanya terbatas pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh berharap

untuk tampak normal tetapi yakin bahwwa orang lain melihat mereka tidak demikian, sedangkan

pasien dengan hipokondriasis mencari perhatian untuk dugaan penyakit mereka. gejala

hipokondriasis juga bisa terjadi pada pasien dengan gangguan depresif dan gangguan ansietas.

Jika pasien memenuhi seluruh kriteria diagnositik hipokondirasis dan gangguan jiwa utama lain,

seperti gangguan depresif berat atau gangguan ansietas menyeluruh, pasien harus mendapatkan

kedua diagnosis, kecuali gejala hipokondriasisnya terjadi hanya sleama episode gangguan jiwa

lain Pasien dengan gangguan panik awalnya dapat mengeluh mereka terkena penyakit (contohnya

gangguan jantung) tetapi pertanyaan yang teliti selama anamnesis medis biasanya gejala klasik

gangguan panik. Keyakinan hipokondriak yang bersifat waham terhadi pada gangguan skizofrenia

dan gangguan psikotik lain, tetapi dapat dibedakan dengan hipokondriasis berdasarkan intensitas

waham, dan adanya gejala psikotik lain. Di samping itu, waham somatik pasien skizofrenik

enderung bizar, idiosinkratik, dan di luar lingkungan budaya.

Apabila gejala depresif sangat menonjol dan timbulnya lebih dahulu dari gagguan hipokondrik,

maka gangguan depresif mungkin merupakan gangguan primer.

Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan buatan dengan gejala fisik dan diberdakan dengan

malingering yaitu pasien dengan hipokondriasis benar- benar mengalami dan tidak membuat- buat

gejala yang mereka laporkan.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis

5

Page 6: Referat Jiwa

Perjalanan gangguan hipokondriasis biasanya episodik; episodenya berlangsung bulanan hingga

tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Mungkin terdapat hubungan

yang jelas antara eksaserbasi gejala hipokondriasis dan stresos psikososial. Walaupun studi

dengan hasil besar yang dislenggarakan dengan baik belum dilaporkan, kira- kria sepertiga hingga

setengah pasien dengan hipokondriasis akhirnya membaik secaa bermakna Prognosi yang baik

dikaitkan dengan status sosioekonomik yang tinggi, depresi atau ansietas yang responsif terhadap

kepribadian, dan tiak adanya keadaan medis nonpsikiatri terkait. Sebagian besar anak dengan

hipokondriasis membaik di amsa remaja akir atau masa dewasa awal.

Terapi

Pasien dengan hipokondriasis biasanya resisten terhadap terapi psikiatri, walaupun beberapa

pasien menerima terapi ini jika dilakukan dalam lingkup medis dan berfokus pada pengurangan

stres dan edukasi untuk menghadap penyakit kronis. Psikoterapi kelompok sering menguntungkan

bagi pasien seperti ini, sebagian karena psikoterapi kelompok memberikan dukungan sosial dan

interaksi sosial yang tampaknya mengurangi ansietasnya. Bentuk psikoterapi lain, seperti

psikotrapi berorientasi tilikan individual, terapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis dapt berguna

bagi pasien.

Pemeriksaan fisik yang terjadwal rutin sering beguna untuk meyakinkan pasien bahwa dokter tidak

mengabaikan mereka dan keluhan mereka dianggap serius. Meskipun demikian prosedur

diagnostik dan prosedur terapeutik yang invasif sebaiknya dilakukan dan prosedur terapeutik yang

invasif sebaiknya dilakukan jika bukti objektif mengahruskannya. Jika memungkinkan klinisi harus

berhenti menatalaksana temuan hasil pemeriksaan fisik yng tidak jelas atau kurang penting.

Farmakoterapi meringakan gejala hipokondriak hanya jika pasien memilki keadaan yang berspons

terhadap obat yang medasarinya, seperti gangguan ansietas atau gangguan depresif berat. Jika

hipokondriasis merupakan reaksi situasional yang singkat, klinisi harus membantu pasien

menghadapi stres tanpa mendukung perilaku penyakit dan manfaat peran sakit sebagai solusi

masalah mereka.

6

Page 7: Referat Jiwa

GANGGUAN KONVERSI

DSM-IV mendefinisikan gangguan konversi sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya

satu atau lebih gejala neurologis (contoh, paralisis, kebutaan, parestesia) yang tidak dapat

dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu, diagnosis

mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala.

EPIDEMIOLOGI

Satu survei masyarakat menemukan bahwa insidensi tahunan gangguan konversi adalah 22 per

100.000 orang. Rasio wanita terhadap pria pada pasien dewasa adalah 2 berbanding 1. Gangguan

konversi dapat memiliki awitan kapanpun dari amsa kanak hingga usia tua, tetapi paling lazim

pada masa remaja dan dewasa muda.

ETIOLOGI

FAKTOR PSIKOANALITIK

Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik intrapsikis bawah

sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Konflik adalah antara impuls instinktual

(contoh, agresif atau seksual) dan penghalangan terhadap ekspresinya.

FAKTOR BIOLOGIS

Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis dalam perkembangan

gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan awal telah menemukan hipometabolisme di

hemisfer dominan dan hipermetabolisme di hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan

komunikasi hemisferik di dalam penyebab gangguan konversi. Gejala mungkin disebabkan oleh

kesadaran kortikal yang berlebihan yang mematikan loop umpan balik negatif antara korteks

serebral dan formasi retikularis batang otak.

GAMBARAN KLINIS

Paralisis, kebutaan dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling sering. Gangguan

konversi mungkin paling sering berhubungan dengan gangguan kepribadian pasif-agresif,

dependen, antisosial, dan histrionik. Gejala gangguan kecemasan dan depresif sering kali

menyertai, dan pasien yang terkena dalam risiko untuk bunuh diri. Anastesia dan parestesia sering

ditemukan, khususnya pada anggota gerak. Satu gangguan gaya berjalan pada gangguan

konversi adalah astasia-abasia, yaitu gaya berjalan yang sangat ataksik dan sempoyongan yang

disertai oleh gerakan batang tubuh yang menyentak, iregular, kasar dan gerakan lengan yang

menggelepar dan bergelombang. Refleks tetap normal dan elektromiografi juga normal.

7

Page 8: Referat Jiwa

La Belle Indifference adalah perilaku ketidakpedulian pasien yang tidak sesuai terhadap gejala

yang serius, yaitu pasien tampak tidak perduli dengan apa yang menjadi gangguan utama. Pada

beberapa pasien ketidakacuhan yang tersamar dapat tidak ditemukan; hal ini juga terlihat

padapasien dengan penyakit medis serius yang memiliki perilaku menahan diri. Ada atau tidaknya

La Belle Indifference adlaah ukuran tidak akurat seoarng pasien memiliki gangguan konversi.

Pasien dengan gangguan konversi mungkin secara tidak sadar membentuk gejalanya pada

seseorang yang penting bagi mereka. Sebagai contoh, orang tua atau orang yang baru saja

meninggal mungkin berperan sebagai model untuk gangguan konversi. Keadaan ini sering terjadi

pada reaksi dukacita patologis dimana orang yang kehilangan memiliki gejala orang yang telah

meninggal.

DIAGNOSIS

DSM-IV membatasi diagnosis pada gejala yang mempengaruhi fungsi motorik dan sensoris

yang volunter yaitu, neurologis. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik tetapi yang memiliki

gejala non-neurologis (sebagai contoh, pseudokiesis) sekarang diklasifikasikan sebagai menderita

gangguan somatoform yang tidak ditentukan. Diagnosis gangguan konversi mengharuskan bahwa

klinisi menemukan suatu hubungan yang diperlukan dan penting antara penyebab gejala

neurologis dan faktor biologis, walaupun gejala tidak boleh diakibatkan oleh berpura-pura atau

gangguan buatan. Diagnosis gangguan konversi juga mengeluarkan gejala nyeri dan disfungsi

seksual dan gejala yang terjadi pada gangguan somatisasi.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik

yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal

atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau berpura-pura).

D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang dijelaskan sepenuhnya oleh

kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau

pengalaman yang diterima secara kultural.

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan

pemeriksaan medis.

8

Page 9: Referat Jiwa

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi

semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan

dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

TERAPI

Pemulihan gejala gangguan konversi biasanya spontan, walaupun pemulihan kemungkinan

dipermudah oleh terapi suportif berorientasi-tilikan atau terapi perilaku; ciri yang paling penting dari

terapi adalah hubungan terapeutik yang merawat dan menguasai. Pada pasien yang kebal

terhadap ide psikoterapi, dapat dianjurkan psikoterapi yang dipusatkan pada masalah stres dan

mengatasinya. Amobarbital dan lorazepam parenteral mungkin membantu dalam mendapatkan

informasi riwayat penyakit tambahan, khususnya jika baru saja dialami suatu peristiwa traumatik.

GANGGUAN SOMATOFORM YANG TIDAK TERINCI

Diagnosis DSM-IV tentang gangguan somtoform yang tidak terinci adalah tepat bagi pasien

yang datang dengan satu atau lebih keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh suatu kondisi

medis yang diketahui atau yang secara jelas melebihi keluhan yang diharapkan dari suatu kondisi

tapi tidak memenuuhi kriteria diagnostik untuk suatu gangguan somatoform spesifik. Gejala harus

telah ada sekurangnya 6 bulan dan menyebabkan penderitaan emosional yang parah bagi pasien

atau mengganggu fungsi sosial atau pekerjaan pasien.

Dua jenis pola gejala mungkin ditemukan pada pasien dengan gangguan somatoform yang

tidak didiferensiasi: gejala melibatkan sistem saraf otonomik dan gejala yang melibatkan sensasi

kelemahan atau kelelahan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Terinci

A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya, kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan

gastrointestinal atau saluran kemih)

B. Salah satu (1) atau (2)

(1) setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh

kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat

(misalnya, efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

(2) jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau

gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang

diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan

laboratorium.

9

Page 10: Referat Jiwa

C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih balk oleh gangguan mental lain (misalnya,

gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,

disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau

gangguan psikotik).

F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan

buatan atau berpura-pura).

GANGGUAN SOMATOFORM YANG TIDAK TERGOLONGKAN

Kategori untuk gangguan somatoform yang tidak ditentukan adalah suatu kategori sisa bagi

pasien yang mengarahkan suatu gangguan somatoform tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostik

spesifik untuk gangguan somatoform lain. Pasien mungkin memiliki suatu gejala yang tidak

ditemukan pada gangguan somatoform lain atau mungkin tidak pernah memenuhi kriteria enam

bulan dari gangguan somatoform lain.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Tergolongkan

Kategori ini termasuk gangguan dengan gejala somatoform yang tidak memenuhi kriteria

untuk gangguan somatoform spesifik. Contohnya adalah:

1. pseudokiesis: keyakinan palsu sedang hamil, yang disertai dengan tondo objektif

kehamilan, yang dapat berupa pembesaran perut (walaupun umbilikus tidak menjadi

menonjol), penurunan aliran menstruasi, amenore, sensasi subjektif gerakan janin, don

nyeri persalinan pada tanggal yang diperkirakan terjadinya persalinan. Perubahan

endokrin mungkin ditemukan tetapi sindrom tidak dapat dijelaskan oleh suatu kondisi

medis umum yang menyebabkan perubahan endokrin (misalnya, tumor yang

mensekresikan hormon).

2. suatu gangguan yang melibatkan gejala hipokondriakal nonpsikiatrik dengan lama kurang

dari enam bulan.

3. suatu gangguan yang melibatkan keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan (misalnya,

kelelahan atau kelemahan tubuh) dengan lama kurang dari enam bulan yang tidak karena

gangguan mental lain.

10

Page 11: Referat Jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di

indonesia III. Depkes RI: Jakarta; 1993.

2. Harold I. Kaplan, Benjamin I. Sadock, Jack A. Grebb. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan

Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Binarupa Aksara: Tangerang. 2010.

3. Willy F. Maramis, Albert A. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. 2009.

11