referat jiwa kevin

39
REFERAT Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Sedativa dan Hipnotika Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Disusun Oleh : Kevin Ardiansyah 11-2013-265 Pembimbing : dr. Evalina Asnawi Sp. KJ 1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Upload: anonymous-qwse0yvwf

Post on 20-Nov-2015

41 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

enjoy it

TRANSCRIPT

REFERAT Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Sedativa dan Hipnotika

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Disusun Oleh :

Kevin Ardiansyah

11-2013-265

Pembimbing :

dr. Evalina Asnawi Sp. KJKEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA

Bab I

PendahuluanHipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati.Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-obatan yamg mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur.Obat yang dikaitkan dengan kelas gangguan terkait zat-zat ini adalah golongan benzodiazepine (cth; diazepam, flunitrazepam), barbiturate ( cth: sekobarbital) dan zat lir barbirturat yang meliputi metakualon ( dulu dikenal sebagai qualude dan meprobamat (equanil). Indikasi utama untuk obat-obatan ini adalah sebagai antiepileptic, relaksan otot, anestetik, dan ajuvan anestetik. Alkohol dan semua obat dari kelas ini memiliki toleransi silang, dan efek nya bersifat aditif. Ketergantungan fisik dan psikologis terjadi pada semua jenis obat dan semua dikaitkan dengan gejala putus obat.Sedativ sendiri adalah obat yang mengurangi ketegangan subjektif dan menginduksi ketenangan mental. Istilah sedative hampir sinonim dengan ansiolitik, obat yang mengurangi ansietas. Hipnotik adalah obat yang digunakan untuk menginduksi tidur.Dalam PPDJ Sendiri Gangguan Mental akibat Hipnotika dan Sedativa terdapat pada butir F13.1Bab II

Tinjauan Pustaka

Pengertian Hipnotik dan Sedativa

Hipnotika

Hipnotika atau obat-obat tidur (bahasa Yunani: hypnos = tidur) adalah zat-zat yang diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan faal dan normal untuk tidur, mempermudah atau menyebabkan tidur (Tjay dan Rahardja, 2002). Hipnotika bekerja dengan cara mendepresi susunan saraf pusat (SSP) sehingga menyebabkan tidur, menambah keinginan tidur atau mempermudah tidur (Anonim, 1994) yang realtif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung pada dosis.

Hipnotik efektif dalam mempercepat waktu menidurkan, memperpanjang waktu tidur dengan mengurangi frekuensi bangun, serta memperbaiki kualitas (dalamnya) tidur. Akan tetapi mempersingkat periode tidur REM (Rapid Eye Movement) .Kebutuhan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama. Efek terpenting yang mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu peniduran, perpanjangan masa tidur dan pengurangan jumlah periode bangun.

Insomnia atau kesulitan tidur dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya batuk, rasa nyeri, atau sesak nafas. Yang sangat penting pula adalah gangguan jiwa, seperti emosi, ketegangan, kecemasan atau depresi. Di samping faktor-faktor itu perlu juga diperbaiki cara hidup yang salah, misalnya melakukan kegiatan psikis yang melelahkan sebelum tidur. Dianjurkan untuk melakukan gerak badan secara teratur, jangan merokok dan minum kopi atau alkohol sebelum tidur. Gerak-jalan, melakukan kegiatan yang rileks, mandi air panas, minum susu hangat sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah dan memperdalam tidur yang normal. Obat-obat tertentu, kualitas kasur yang dan bantal yang buruk, ruangan yang berisik, cahaya yang terang benderang, ventilasi yang jelek, serta suhu kamar yang tidak menunjang juga dapat menyulitkan tidur.2Sedativa

Sedangkan Obat-obat sedatif/sedativa pada dasarnya segolongan dengan hipnotik, yaitu obat-obat yang bekerja menekan reaksi terhadap perangsangan terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat.Jadi, bila obat-obat hipnotik menyebabkan kantuk dan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995), obat-obat sedatif hanya menekan reaksi terhadap perangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat.

Golongan obat hipnotik-sedatif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alcohol.2Pengertian Akan Gangguan yang Disebabkan oleh obat Hipnotik dan Sedativ Penyalahgunaan narkoba, penyalahgunaan, dan kecanduan yang sangat berakar nilai dan sikap sosial. Nilai-nilai sosial dalam budaya kebanyakan yang direfleksikan dalam kebijakan penyalahgunaan narkoba dan undang-undang pengendalian obat. Sebagai contoh, penggunaan alkohol moderat banyak sanksi untuk orang dewasa, tapi keracunan publik atau mengemudi dengan tingkat alkohol darah di atas 80-100 mg / dL tidak dikenakan sanksi. Istilah "penyalahgunaan" umumnya diterapkan pada resep sedatif hipnotik-. The DSM-IV-TR tidak menyediakan kriteria untuk penyalahgunaan seperti halnya karena melanggar dan ketergantungan. Kapan obat yang diambil dalam dosis yang lebih tinggi, lebih sering atau untuk jangka waktu lebih lama dari yang ditentukan, atau diambil oleh seseorang selain orang untuk siapa obat itu diresepkan, perilaku umumnya dianggap penyalahgunaan obat.

DSM-IV-TR mendefinisikan penyalahgunaan dan ketergantungan dalam hal konsekuensi perilaku dan fisiologis untuk orang minum obat. Kriteria untuk penyalahgunaan dan ketergantungan dimaksudkan untuk menerapkan seragam mungkin di kelas obat, dan kriteria tidak membedakan sumber obat atau tujuan yang ditujukan untuk yang awalnya diambil. Selanjutnya, ketika kebanyakan orang, termasuk dokter berbicara tentang ketergantungan obat, mereka mengacu pada ketergantungan fisik, yang ditandai dengan permusuhan konsekuensi fisiologis dan gejala yang timbul selama penarikan. DSM-IV-TR menggunakan ketergantungan jangka untuk menunjukkan bentuk yang lebih parah dari gangguan penggunaan zat dari penyalahgunaan, dan menggunakan ERS1 spesifik "dengan fisiologis ketergantungan "atau" tanpa ketergantungan fisiologis " untuk mencatat ada atau tidak adanya ketergantungan fisik.

Ketergantungan fisiologis tidak diperlukan untuk diagnosis ketergantungan obat. Diagnosis ketergantungan zat adalah dibuat ketika pasien memiliki perilaku disfungsional yang akibat dari penggunaan narkoba, dan menunjukkan ketidakmampuan untuk memodifikasi atau membatasi penggunaannya meskipun konsekuensi negatif yang sering perilaku tersebut.

Menentukan apakah atau tidak perilaku disfungsional adalah "hasil" dari penggunaan narkoba sangat penting. Pasien mungkin perlu diamati penggunaannya untuk menentukan apakah disfungsi adalah "disebabkan" oleh penggunaan narkoba. Pasien, anggota keluarga pasien dan psikiater mengobati mungkin tidak setuju tentang apa yang menyebabkan gejala atau perilaku disfungsi. Demikian juga, motivasi yang mendasari untuk "drugseeking" perilaku dapat bervariasi. Sebagai contoh, seorang pasien yang serangan panik yang terbantu dengan obat mungkin menunjukkan apa yang dapat ditafsirkan sebagai perilaku mencari obat jika akses untuk obat terancam.3-4Penggolongan Obat Hipnotik dan Sedativ.2

Terdapat 3 golongan agen sedatif hipnotik, yaitu :

1. Benzodiazepine

Golongan benzodiazepine menurut lama waktu kerjanya dapat dibagi menjadi 4 golongan senyawa: bekerja sangat cepat dengan t1/2 kurang dari 2 jam ( midazolam, tiopental), bekerja cepat dengan t1/2 kurang dari 6 jam (triazolam, non-benzodiazepine; zolpidem, zolpiklon), bekerja sedang dengan t1/2 antara 6 24 jam (estazolam, temazepam), bekerja lambat dengan t1/2 lebih dari 24 jam (flurazepam, diazepam, quazepam).

Mekanisme kerja

Benzodiazepine berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat (GABA). Benzodiazepine bekerja pada reseptor GABAA. Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik () reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida), sedangkan GABA berikatan pada subunit atau . Pengikatan ini menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel, menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Benzodiazepine tidak secara langsung mengaktifkan reseptor GABAA tapi membutuhkan GABA untuk mengekspresikan efeknya. Ikatan benzodiazepine dengan reseptor dapat bekerja sebagai agonis,antagonis atau invers agonis tergantung senyawa yang terikat. Farmakodinamik :

Pada sistem susunan saraf pusat, benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau anestesi umum. Semua benzodiazepin memiliki profil farmakologi yang hampir sama, namun efek utamanya bervariasi. Peningkatan dosis benzodiazepine dapat menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hipnosis, dan berlanjut ke stupor, keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek anestesi namun kesadaran pasien tetap bertahan dan tidak tercapai relaksasi otot yang diperlukan untuk pembedahan. Pada dosis preanastetik, benzodiazepine menimbulkan anamnesia anterograd.

Pada sistem respirasi, dosis hipnotik tidak berefek pada orang normal. Pada dosis yang lebih tinggi, benzodiazepine mendepresi ventilasi alveoli dan menyebabkan asidosis respiratoar.

Benzodiazepine dapat menyebabkan apnea selama anestesi atau saat pemberian bersama opioat. Pada pasien apnea saat obstructive sleep apnea (tidur karena sumbatan), efek hipnotiknya dapat menurunkan tonus otot pada saluran napas atas dan meningkatkan terjadinya episode apnea pada hipoksia alveolar, hipertensi pulmonaris dam pembebanan ventrikular jantung. Pemberian benzodiazepine pada anak-anak dan individu yang mempunyai kelainan fungsi hati perlu diperhatikan.

Pada sistem kardiovaskular, efek bevzodiazepine umumnya ringan kecuali pada intoksikasi berat. Pada dosis preanestesi, dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan denyut jantung.

IndikasiBenzodiazepine dapat digunakan untuk berbagai indikasi, antara lain: pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi, dan anestesi. Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung pada waktu paruh, dan tidak selalu sesuai dengan indikasi yang dipasarkan. Penggunaan sebagai hipnotik menggunakan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan beratnya gejala putus obat setelah penghentian penggunaan secara kronik. KontraindikasiBenzodiazepine dikontraindikasikan pada pasien yang secara reguler tidur mendengkur, karena dapat mengubah penyumbatan jalan napas parsial menjadi OSA (obstructive sleep apnea). Efek sampingBenzodiazepine dosis hipnotik pada kadar tinggi dapat menimbulkan efek samping, antara lain : kepala ringan, malas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, miam, muntah, diare, nyeri dada, nyeri sendi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, disartria, dan amnesia anterograd. Efek residual terliahat pada beberap benzodiazepine dan berhubungan erat dengan dosis yang diberikan. Intensitas dan insiden intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia pasien, farmakokinetik dan farmakodinamik obat. 2. Barbiturat

Mekanisme

Barbiturat bekerja pada seluruh SSP walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanestesi menekan respon pasca sinapsis. Penghambatan hanya terjadi pada sinapsis GABA-nergik. Walau demikian efek yang terjadi tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat membantu kerja GABA, namun pada dosis lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.

Farmakodinamik Susnan saraf pusat

Efek utama barbiturt adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi tercapai ; sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesi, koma, sampai kematian. Barbiturat mengurangi rasa nyeri dengan disertai hilangnya kesadaran, dan dosis keci barbiturat dapat meningkatkan reaksi terhadap rangsangan nyeri.

Efek pada tingkatan tidur

Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama waktu tidur dan mempengaruhi tingkatan tidur yang bergantung pada dosis. Barbiturat mengurangi masa tidur laten, jumlah terbangun, dan lama tidur REM serta tidur gelombang pendek.

Toleransi

Toleransi farmakodinamik terjadi dalam penurunan efek, dan berlangsung lebih lama daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi-hipnotik terjadi lebih cepat dan kuat daripada efek antikonvulsi. Indikasi

Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatit telah menurun karena efeknya terhadap SSP kurang spesifik. Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat kejang, seperti tetanus, eklamsia, epilepsi, perdarahan serebral, dan keracunan konvulsan. Sebagai anestetik IV menggunakan barbiturat yang bekerja sangat singkat. Barbiturat juga digunakan pada narkoanalisis dan narkoterapi di klinik psikiatri. Fenorbartial digunakan untuk pengibatan hiperbilirubinemia dan kernicetus pada neonatus.

Kontraindikasi

Barbiturat tidak boleh diberikan pada pasien alergi barbiturat, penyakit hati, ginjal, hipoksia, dan penyakit parkinson, serta pasien psikoneuritik tertentu karena dapat menambah kebingungan di malam hari pada pasien usia lanjut.

Efek samping

Hangover / after effects.

Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah hipnotik berakhir. Dapat terjadi setelah beberapa hari dari pemberian obat dihentikan. Efek residu berupa mual, muntah, vertigo, diare, dan kadang muncul kelainan emosional serta fobia bertambah hebat

Nyeri

Barbiturat dapat menimbulkan mialgia, neuralgia, artragia, terutama pada pasien psikoneuretik yang menderita insomnia.

Hipersensitivitas

Reaksi alergi terjadi pad individu yang menderita asma, urtikaria, sngiodema. Semua gejala hipersensitivitas dapar terjadi, terutama dermatitis.

Interaksi obat

Barbiturat secara kompetitif menghambat metabolisme beberapa obat. Bagian terbanyak interaksi barbiturat ialah induksi enzim mikrosomal hati yang mengakibatkan peningkatan eliminasi banyak obat dan senyawa endogen lain. Metabolisme vitamin D dan K ditingkatkan, yang kemudian menahan mineralisasi tulang dan menurunkan absorbsi Ca2+ pada pasien yang diberi fenorbatital, penyebab gangguan pembekuan darah pada neonatus. Induksi enzim di hati memacu metabolisme hormon steroid endogen, hal ini mengganggu keseimbangan hormonal dan obat kontrasepsi oral, yang kemudian menyebabkan kehamilan yang tidak didinginkan.

3. Sedatif-hipnotik golongan lain

Obat sedatif-hipnotik golongan lain, antara lain: paraldehid, kloral hidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, etinamat, dan meprobamat. Semua obat tersebut memiliki efek farmakologi yang menyerupai barbiturat kecuali meprobamat. Obat obat tersebut merupakan depresan SSP yang dapat menghasilkan efek hipnotik dengan sedikit atau tanpa efek analgetik. Penggunaan obat tersebut dapat menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik. Meprobamat memiliki sifat yang menyerupai benzodiazepine, tetapi memiliki potensi kuat untuk disalahgunakan dan antiansietasnya kurang efektif.

Tabel 1. Jenis Obat hipnotik dan sedative dan dosis terapeutikSumber : Tasman A, Kay J, Lieberman JA, etc.Psychiatry.3rd-Ed.USA:Library of Congress;2008Epidemiologi

Menurut DSM-IV TR , sekitar 6 persen individu pernah menggunakan sedative maupun penenang , secara illegal termasuk 0,3 persen yang melaporkan penggunaan sedative pada tahun sebelumnya dan 0,1 persen yang melaporkan penggunaan sedative pada bulan sebelumnya. Kelompok umur penggunaan sedatif (3 persen) atau obat penenang ( 6 persen) dengan prevalensi seumur hidup tertinggi adalah 26 sampai 34 tahun sementara mereka yang berusia 18 tahun sampai 25 tahun paling besar kemungkinan menggunakan pada tahun sebelumnya. Sekitar seperempat sampai sepertiga dari semua kunjungan ke ruang gawat darurat terkait zat melibatkan zat dari kelas ini.

Rasio pasien pria terhadap wanita sebesar 3:1 dan rasio kulit putih terhadap kulit hitam 2:1. Beberapa orang menggunakan benzodiazapin sendiri , tapi orang yang menggunakan kokain sering menggunakan benzodiazepine untuk mengurangi gejala putus zat dan penyalahguna opiod. Karena zat ini mudah diperoleh, benzodiazepine juga digunakan oleh penyalahguna stimulansia , halusinogen, , dan fensilklidin untuk membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh zat-zat tersebut,

Sementara penyalahgunaan barbiturat lazim pada dewasa matur yang memilki riwayat penggunaan jangka lama penyalahgunaan zat ini, benzodiazepine disalahgunakan kelompok usia yang lebih muda, biasanya di bawah usia 40 tahun. Kelompok ini mungkin memiliki sedikit predominansi laki-laki dan mempunyai rasui kulit putih terhadap kulit hitam 2:1. Benzodiazepin mungkin tidak disalahgunakan sesering zat lain untuk mabuk-mabukan atau menginduksi perasaan euforik. Melainkan, mereka digunakan ketika seseorang berharap mengalami perasaan rileks secara umum.3-5Etiologi dan Neurofarmakologi

Benzodiazepin, barbiturate dan zat lir barbiturate semua memiliki efek primer terhadap kompleks receptor asam gama aminobutirat (GABA) tipe A , yang memuat kanal ion klorida, situs pengikat gaba , dan situs pengikat yang telah didefinisikan dengan baik untuk benzodiazepine. Barbiturat dan zat lir barbiturate juga diyakini berikatan di suatu tempat pada kompleks reseptor GABAA. Ketika benzodiazepine , barbiturate atau zat lir barbiturate berikatan dengan kompleks tersebut , efeknya adalah meningkakan afinitas reseptor terhadap neurotransmitter endongenya yaitu GABA dan meningkatkan aliran ion klorida yang bermuatan negatif ke dalam neuron, influx dari ion klorida yang bermuatan negative ke dalam neuron bersifat inhibitorik, dan menyebabkan hiperpolarisasi neuron secara relatif terhadap ruang ekstraselular.

Meski semua zat dalam kelas ini menginduksi toleransi dan ketergantungan fisik, mekanisme di balik efek ini pada benzodiazepin yang paling baik dipahami. Setelah penggunaan benzodiazepin jangka panjang, efek reseptor yang disebabkan oleh agonis melemah. Secara spesifik, stimulasi GABA oleh reseptor GABAA mengakibatkan lebih sedikit influx klorida dibanding yang disebabkan oleh stimulasi GABA sebelum pemberian benzodiazepine. Penurunan respon reseptor ini tidak disebabkan penurunan jumlah reseptor atau penurunan afinitas terhadap GABA. Dasar penurunan regulasi tampaknya adalah perangkaian ( coupling ) antara situs pengikat GABA dan aktivasi kanal ion klorida. Penurunan efisiensi perangkaian ini mungkin diatur di dalam kompleks reseptor GABAa itu sendiri atau melalui mekanisme neuronal lain. 3-5Ketergantungan dan PenyalahgunaanPola Penyalahgunaan

Beberapa sedatif hipnotik-, seperti barbiturat short-acting, adalah obat utama penyalahgunaan-yaitu, biasa disuntikkan untuk dilihat efek inhibisi seperti alkohol. Methaqualone Oral umumnya digunakan sebagai obat rekreasi. Penyalahgunaan benzodiazepin adalah dalam konteks penggunaan polifarmasi di mana beberapa obat diambil dalam kombinasi dengan lainnya minuman keras utama, seperti alkohol atau heroin, untuk mengintensifkan efek subjektif yang diinginkan. Pecandu narkoba juga dapat menggunakan sedatif hipnotik-untuk selfmedicate penarikan obat-obatan seperti heroin. Ketika maksud diakui adalah untuk menghentikan penggunaan obat-obatan seperti heroin, dokter mungkin akan terpikat ke dalam pemikiran bahwa selfadministration pecandu 'obat penenang-hipnotik tidak "penyalahgunaan." Sementara pada kesempatan ini mungkin terjadi, sering itu bukan. Pecandu ' upaya episodik untuk berhenti menggunakan heroin dengan mengobati diri sendiri gejala penarikan opiat dengan sedatif hipnotik-tanpa memasuki penyalahgunaan narkoba pengobatan jarang menghasilkan candu pantang dan dapat mengakibatkan pengembangan sekunder ketergantungan sedatif-hipnotik. Pecandu juga dapat menggunakan sedatif hipnotik-untuk mengurangi efek samping yang tidak menyenangkan dari stimulan, misalnya, kokain atau metamfetamin. Penurunan penghakiman dan memori diproduksi oleh sedatif-hipnotik dalam kombinasi dengan terjaga dari stimulan dapat mengakibatkan terduga perilaku.3-5Macam Gangguan yang Disebabkan Hipnotik dan Sedatif

Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and statistical manual of mental disorder IV mendaftar sejumlah gangguan terkait sedative dan hipnotik atau ansiolitik tapi hanya menyertakan kriteria diagnosis spesifik untuk intoksikasi sedative dan hipnotik dan keadaan putus sedative, hipnotik atau ansiolitik. Kriteria untuk mendiagnosis gangguan terkait sedative, hipnotik atau ansiolitik lain diuraikan pada DSM-IV-TR yang spesifik untuk gejala utama-sebagai contoh, gangguan psikotik terinduksi sedative hipnotik atau ansiolitik.3-4Intoksikasi

DSM-IV-TR memuat satu set kriteria diagnosis untuk intoksikasi oleh zat sedative, hipnotik atau ansiolitik apapun. Meski sindrom intoksikasi yang diinduksi oleh semua zat ini serupa, perbedaan klinis yang samar dapat diamati, terutama dengan intoksikasi yang melibatkan dosis kecil, diagnosis intoksikasi oleh salah satu dari kelas zat ini paling baik dikonfirmasi dengan mengambil sampel darah untuk penapisan zat.Benzodiazepin

Intoksikasi benzodiazepin dapat menyebabkan hambatan perilaku yang berpotensi menyebabkan timbul perilaku yang agresif dan meresahkan orang lain. Efeknya mungkin paling sering terjadi ketika benzodiazepine dikonsumsi bersama dengan alcohol. Intoksikasi benzodiazepin menyebabkan lebih sedikit euphoria dibanding dengan intoksikasi oleh obat lain dalam kelas ini. Karakteristik ini menjadi dasar lebih rendah nya potensi penyalahgunaan dan ketergantungan benzodiazepine dari pada barbiturate. 3-4Barbiturat dan zat lir-barbiturat Barbiturate dan zat lir barbiturate dikonsumsi dalam jumlah relatif kecil, sindrom klinis intoksikasinya tidak dapat dibedakan dengan yang disebabkan oleh intoksikasi alcohol. Gejala meliputi kemalasan, inkoordinasi, kesulitan berpikir, daya ingat yang buruk, bicara dan pemahaman lambat, daya nilai salah, impuls agresif seksual yang tidak dapat dihambat, perhatian yang yang berkurang, emosi , cirr kepribadian dasar yang berlebihan.

Gejala-gejala lain yang mungkin ada adalah hostilitas, argumentative, kemurungan dan kadang-kadang ide paranoid serta suicidal. Efek neurologis mencakup nistagmus , diplopia, strabismus, cara berjalan ataksik dan tanda Romberg postif, hipotonia dan berkurangnya reflex superficial. 3-4Keadaan Putus Zat

DSM-IV-TR memuat satu set kriteria diagnosis untuk keadaan putus zat dari zat sedative, hipnotik atau ansiolitik. Klinisi dapat merinci dengan gangguan persepsi bila ilusi, persepsi yang berubah atau halusinasi tampak namun disertai uji realitas yang intak Benzodiazepin mentebabkan sindrom putus zat dan bahwa keadaan putus zat dari benzodiazepine juga dapat mengakibatkan penyulit medis serusBenzodiazepin

Keparahan dinsdrom putus zat yang disebabkan oleh benzodiazepine bervarasi secara signifikan tergantung dosis rata-rata dan durasi penggunaan, tapi sindrom putus zat ringan b bahkan dapat terjadi setelah penggunaan jangka pendek benzodiazepine dosis yang rendah. Sindrom putus zat yang signifikan terjadi pada penghentian dosis, contohnya dalam kisaran 40 mg sehari untuk diazepam, meski 10-20 mg sehari tetapi apabila dikonsumsi dalamm waktu yang lama maka bila dihentikan juga akan mengakibatkan sindrom putus zat.Awitan gejala putus zat biasanya terjadi 2 sampai 3 hari setelah penghentian penggunaan, tapi dengan obat dengan waktu paruh lama seperti diazepam, latensi sebelum awitan mungkin 5 sampai 6 hari.

Gejalanya meliputi ansietas , disforia, intoleransi terhadap cahaya terang dan suara keras, mual , berkerngat, kedutan otot dan kadang-kadang kejang ( biasanya pada dosis diazepam 50 mg perhari atau lebih ). 3-4Barbiturat dan zat lir-barbiturat

Sindrom putus zat untuk barbiturate dan zat lir barbiturate berkisar dari gejala ringan ( contoh ansietas, kelemahan, berkeringat dan insomnia ) sampai gejala berat ( contoh kejang, delirium, kolaps kardiovaskular dan kematian ). Orang yang telah menyalahgunakan fenobarbital dalam kisaran 400 mg sehari dapat mengalami gejala putus zat yang ringan; mereka yang telah menyalahgunakan zat dalam kisaran 800 mg sehari mengalami hipotensi ortostatik, kelemahan, tremor, dan ansietas berat. Kurang lebih 75 persen orang-orang ini mengalami kejang terkait putus zat. Pengguna dosis diatas 800 mg perhari dapat mengalami anoreksia , delirium, halusinasi dan kejang berulang. 3-4

Sebagian besar gejala muncul dalam 3 hari pertama. Dan gangguan psikotik apabila terjadi dimulai pada hari ketiga sampai kedelapan. Delirium

DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis delirium pada intoksikasi sedative, hipnotik atau ansiolitik dan delirium pada putus sedative hipnotik atau ansiolitik. Delirium yang tidak dapat dibedakan dengan delirium tremens yang disebabkan oleh keadaan putus alcohol lebih sering dijumpai pada keadaan putus barbiturate dibanding pada keadaan putus zat benzodiazepine. Delirium yang dikaitkan dengan intoksikasi dapat terlihat pada barbiturate maupun benzodiazepine bila dosisnya cukup tinggi. 3-4Dementia Persisten

DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis demensia persisten terinduksi sedative, hipnotik atau ansiolitik. Keberadaan gangguan ini controversial, karena terdapat ketidakpastian apakah demensia persisten akibat penggunaan zat itu sendiri atau terhadap gambaran terkait penggunaan zat. Seseorang sebaiknya mengevaluasi lebih lanjut diagnosis inidengan menggunaan kriteria DSM-IV-TR untuk memastikan validitasnya. 3-4Gangguan Amnestik Persisten

DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis gangguan amnesik persisten terinduksi sedative, hipnotik, atau ansiolitik. Gangguan amnesik yang dikaitkan dengan sedative dan hipnotif mungkin tidak terdiagnosis. Satu pengecualian adalah meningkatnya jumlah laporan episode amnesik yang disebabkan oleh penggunaan jangka pendek benzodiazepine dengan waktu paruh pendek contoh : triazolam. 3-4Gangguan Psikotik

Gejala psikotik pada keadaan putus barbiturate bisa jadi tidak dapat dibedakan dengan delirium tremens yang disebabkan oleh alcohol. Agitasi , waham dan halusniasi biasanya visual , tapi terkadang gambaran taktil atau auditorik timbul setelah sekitar 1 minggu abstinensi. Gejala psikotik yang disebabkan oleh intoksikasi atau keadaan putus zat lebih sering pada pemakaian barbiturat dibanding benzodiazepine dan didiagnosis sebagai gangguan psikotik terinduksi sedative , dan hipnotik. Klinisi dapat merinci lebih lanjut apakah waham atau halusinasi yang menjadi gejala predominannya. 3-4Gangguan lain

Penggunaan sedative, hipnotik atau ansiolitik juga dapat menyebabkankan gangguan mood, gangguan ansietas, gangguan tidur dan disfungsi seksual. Bila tidak ada kategori diagnostic yang dibahas sebelumnya yang tepat untuk seseorang dengan gangguan penggunaan sedative dan hipnotik, diagnosis yang tepat adalah gangguan terkait sedative, hipnotik yang tak tergolongkan. 3-4Sedative, hypnotic, or anxiolytic use disordersSedative, hypnotic, or anxiolytic dependenceSedative, hypnotic, or anxiolytic abuseSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced disordersSedative, hypnotic, or anxiolytic intoxicationSedative, hypnotic, or anxiolytic withdrawalSpecify if:With perceptual disturbancesSedative, hypnotic, or anxiolytic intoxication deliriumSedative, hypnotic, or anxiolytic withdrawal deliriumSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced persisting dementiaSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced psychotic disorder, with delusionsSpecify if:With onset during intoxicationWith onset during withdrawalSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced psychotic disorder, with hallucinationsSpecify if:With onset during intoxicationWith onset during withdrawalSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced mood disorderSpecify if:With onset during intoxicationWith onset during withdrawalSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced anxiety disorderSpecify if:With onset during withdrawalSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced sexual dysfunctionSpecify if:With onset during intoxicationSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-induced sleep disorderSpecify if:With onset during intoxicationWith onset during withdrawalSedative-, hypnotic-, or anxiolytic-related disorder not otherwise specified

(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000, with permission.)

Tabel 2. Gangguan Terkait Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik DSM-IV-TR

A. Recent use of a sedative, hypnotic, or anxiolytic.

B. Clinically significant maladaptive behavioral or psychological changes (e.g., inappropriate sexual or aggressive behavior, mood lability, impaired judgment, impaired social or occupational functioning) that developed during, or shortly after, sedative, hypnotic, or anxiolytic use.

C. One (or more) of the following signs, developing during, or shortly after, sedative, hypnotic, or anxiolytic use:

1. slurred speech

2. incoordination

3. unsteady gait

4. nystagmus

5. impairment in attention or memory

6. stupor or coma

D. The symptoms are not due to a general medical condition and are not better accounted for by another mental disorder.

(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000, with permission.)

Tabel 3. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Intoksikasi Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik

A. Cessation of (or reduction in) sedative, hypnotic, or anxiolytic use that has been heavy and prolonged.

B. Two (or more) of the following, developing within several hours to a few days after criterion A:

1. autonomic hyperactivity (e.g., sweating or pulse rate greater than 100)

2. increased hand tremor

3. insomnia

Tabel 4. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Keadaan Putus Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik

A. Cessation of (or reduction in) sedative, hypnotic, or anxiolytic use that has been heavy and prolonged.

B. Two (or more) of the following, developing within several hours to a few days after criterion A:

1. autonomic hyperactivity (e.g., sweating or pulse rate greater than 100)

2. increased hand tremor3. Insomnia

4. nausea or vomiting

5. transient visual, tactile, or auditory hallucinations or illusions

6. psychomotor agitation

7. anxiety

8. grand mal seizures

C. The symptoms in criterion B cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning.

D. The symptoms are not due to a general medical condition and are not better accounted for by another mental disorder.

Specify if:With perceptual disturbances

(Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000, with permission.)

Kriteria Diagnosis Menurut PPDGJ III

Menurut PPDGJ III Pada gangguan mental organik yang disebabkan oleh zat termasuk ke penggolongan F1. Dimana dibagi lagi menjadi F10-19. Pada topik ini Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa dan hipnotika tergolong dalam F13,-

Dalam Gangguan mental dan perilaku itu sendiri dibagi lagi menjadi beberapa bagian tipe pennyalahgunaan zat yakni :1

F1x.0 Intoksikasi akut : Pedoman diagnositiknya adalah;

Intoksikasi akut sering dikaitkkan dengan : tingkat dosis zat yang digunakan ( dose-dependent), individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya ( Misalnya insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proporsional

Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan (misalnya disihinbisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan)

Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lainnya sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.

F1x.1 Penggunaan Yang Merugikan

Adanya Pola penggunaan zat psikoatif yang merusak kesehatan yang dapat berupa fisik ( seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri ) atau mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol)

Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan sering kali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan

Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5), bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol

F1x.2 Sindrom ketergantungan;yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya

(a) adanya keinginan yang kuad atau dorongan yang memakan (kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif

(b) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat termasuk sejak mulainya usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan

(c) keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yangkhgas atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat

(d) terbuktinya adanya toleransi berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guina memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah. Contoh yang kelas dapat ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula

(e) secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minad lain disebabkan penggunaan zat psikoatif meningkatny jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya

(f) tetap menggunakan zat meskupun ia menyadari adanya akibat yang merugikan seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol yang berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan engan penggunaan zat. Upaya perlu diadaakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sunguh atau dapat diandalkan m sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.

F1x.3 Keadaan putus Zat

Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan diagnosis sindromketergantungan zat harus turut dipertimbangkan

Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama bila hal ini merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhaitan medis secara khusus

Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan gangguan psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda denganmeneruskan penggunaan zat

F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium

Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium

Termasuk delirium tremens , yangmerupakan akibat dari putus alkohol secara absolut atau relatif pada pengguna yang ketergantungan berat dengan riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol. Keadaan gaduh gelisah toksik yang berlangsung singkat tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwam yang disertai gangguan somatik

Gejala prodromal khas berupa : insomnia, ghemetar dan ketakutan. Onset dapat didahuluio kejang setelah putus zat. Trias Klasik dari gejalanya adalah : kesadaran berkabut dan kebingungan;halusinasi dan ilusi yang hidup (vivid) yang mengenai salah satu pancaindera;dan tremor berat

F1x.5 Gangguan Psikotik

Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segerea sesudah penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), buka merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu onset lambat.

Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoatif dapat tampil dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan krpibadian pengguna zat

F1x.6 Sindrom Amnesik

Sindrom amnesik yang disebabkan oleh zat psikoaktif harus memenuhi kriteria umum untuk sindrom amnesik organik (F04)

Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah

(a) Gangguan daya ingat jangka pendek ( " rencent memory", dalam mempelajari hal baru);gangguan sensai waktu ("time sense", menyusun kembali urutan kronologis , meninjau kejadian yang berulang menjadi satu peristiwa, dll)(b) tidak ada gangguan daya ingat segera (immediate recall), tidak ada gangguan kesadaran dan tidak adanya gangguan kognitif secara umum

(c) adanya riwayat atau bukti yang objektif dari penggunaan alkohol atau zat yang kronis ( terutama dengan dosis tinggi)

F1x.7Gangguan Psikotik Residual atau onset Lambat

Onset dari gangguan haris secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol atau zat psikoaktif

Gangguan fungsi kognitif,afek, kepribadian atau perilaku yang disebabkan oleh alkohol atau zat psikoaktif yang berlangusng melampaui jangka waktu khasiat psikoaktifnya (efek residual zat tersebut terbukti secara jelas). Gangguan tersebut harus memperlihatkan suatu perubahan atau kelebihan yang jelas dari fungsi sebelumnya yang normal

Gangguan ini harus dibedakan dari kondisi berhubungan dengan peristiwa putus zat. Pada kondisi tertentu dan utnuk zat tertentu, fenomena putus zat dapat terjaid beberapa hari atau minggu sesudah zat dihentikan penggunaannya.

F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku lainnya

kaegori untuk semua gangguan sebagai akibat penggunaan zat psikoatif yang dapat diidentifikasi berperan langsung pada gangguan tersebut tetapi yang tidak memenuhi kriteria untuk dimasukkian dalam salah satu gangguan yang telah disebutkan sebelumnya.

F1x.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT (Tak tergolongkan)Penanganan dan Rehabilitasi

Keadaan Putus Zat

Benzodiazepin

Oleh karena beberapa benzodiazepine di eliminasi secara lambat dari tubuh, gejala putus zat dapat terus berlangsung selama beberapa minggu. Untuk mencegah kejang dan gejala putus zat lain, klinisi sebaiknya mengurangi dosis secara bertahap. Sejumlah laporan mengindikasikan bahwa karbamazepin ( Tegretol ) mungkin berguna dalam penanganan keadaan putus zat benzodiazepine. 3-4Barbiturat

Untuk menghindari kematian mendadak selama keadaan putus zat barbiturate, klinisi harus mengikuti pedoman klinis konservatif. Klinisi sebaiknya tidak memberikan barbiturate kepada pasien yang koma atau sangat terintoksikasi . Seorang klinisi sebaiknya mencoba menentukan dosis harian barbiturat yang biasa digunakan pasien kemudian menguji dosis tersebut secara klinis. Sebagai contoh , seorang klinisi dapat member dosis uji 200 mg pentobarbital tiap jam sampai terjadi intoksikasi ringan namun tidak terjadi gejala putus zat. Klinisi kemudian dapat menurunkan total dosis harian dengan kecepatan sekitar 10 persen dari total dosis harian. Bila dosis yang tepat telah ditentukan, barbiturat kerja lama dapat digunakan untuk periode detoksifikasi. Selama proses ini, pasien mungkin mulai mengalami gejala putus zat, pada kasus demikian klinisi sebaiknya membagi dua penurunan harian.

Pada prosedur putus zat , fenobarbital dapat digantikan dengan barbiturate kerja singkat yang lebih sering disalahgunakan. Efek fenobarbital bertahan lebih lama, dan karena lebih sedikit terjadi fluktuasi kadar darah barbiturate, fenobarbital tidak menyebabkan tanda toksik atau overdosis serius yang teramati. Dosis adekuat adalah 30 mg fenobarbital untuk setiap 100 mg zat kerja singkat. Pengguna sebaiknya dipertahankan selama 2 hari pada kadar tersebut sebelum dosis dukurangi lebih lanjut. Regimen ini analog dengan subtitusi metadon untuk heroin

Setelah keadaan putus zat selesai, pasien harus mengatasi hasrat untuk mulai mengomsumsi zat lagi. Meski subtitusi sedative atau hipnotik nonbarbiturat untuk barbiturate telah disarankan sebagai usaha terapeutik preventif , hal ini sering berujung dengan menggantikan ketergantungan pada satu zat dengan zat lain3-4.

Overdosis

Penanganan overdosis kelas zat ini mencakup lavase lambung, arang teraktivasi, pemantauan tanda vital dan aktivitas system saraf pusat. Pasien overdosis yang datang mencari pertolongan medis saat terjaga sebaiknya dijaga jangan sampai jatuh ke keadaan tidak sadar. Memasang jalur intravena dan endotrakealtube sangat perlu untuk memantau keadaan vital pasien dan jalan napas nya. 3-4 Bab 3

Kesimpulan

Gangguan mental dan perilaku yang disebabkan oleh hipnotik dan sedativa pada dasarnya disebabkan karena penggunaan yang tidak tepat dan diluar indikasi yang seharusnya sehingga timbul reaksi obat akibat intoksikasi, ketergantungan dan juga putus obat. Karenanya dibutuhkan pengertian akan penggunaan serta indikasi yang tepat akan penggunaan obat hipnotik dan sedative terutama benzodiazepine yang sering dikonsumsi sehingga menimbulkann ketagihan/addict.Daftar Pusaka

4. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Jakarta, 1993 dan Supulement PPDGJ III.5. Setiabudi R. Farmakologi dan Terapi.Ed-5.Jakarta:FKUI;2007.h.139-606. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan&Sadock;Buku Ajar Psikiatri Klinis.Ed-2.Jakarta:EGC;2014.h.138-437. Sadock BJ, Sadock VA.Kaplan&Sadock;Synopsis of Psychiatry.10th-Ed. New York: Lippincott William Wilkins, 2007.p.457-608. Tasman A, Kay J, Lieberman JA, etc.Psychiatry.3rd-Ed.USA:Library of Congress;2008.p.1186-9817Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana