referat jiwa

23
Pendahuluan Masalah kesehatan yang cenderung meningkat, kesehatan jiwa merupakan masalah yang paling nyata peningkatannya. Saat ini gangguan jiwa termasuk salah satu dari sepuluh penyebab utama kecacatan diseluruh dunia. Data dari WHO menunjukan bahwa 121 juta - 450 juta orang dari total populasi penduduk dunia, baik di Negara maju maupun Negara berkembang telah mengalami gangguan kejiwaan dan membutuhkan primary care di bidang psikiatri. Gangguan kejiwaan yang dimaksud bukanlah gangguan jiwa yang sering dikenal oleh sebagian masyarakat sebagai gila, melainkan dalam bentuk gangguan mental serta perilaku yang gejalanya mungkin tidak disadari oleh masyarakat. 1 Beberapa penyakit fisik dapat menyebabkan gangguan psikologi, salah satunya adalah penyakit diabetes mellitus. Pada saat ini, diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan dunia yang menghinggapi hampir seluruh lapisan masyarakat dunia. Di negara maju, diabetes melitus merupakan problem utama, sementara di negara-negara berkembang penyakit menular dan kurang pangan masih menjadi masalah utama kesehatan. Akan tetapi, menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2007 Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat dengan prevalensi 8,6 % dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah penduduk dunia sendiri yang menderita diabetes melitus berjumlah 171 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan pada tahun 2030 menjadi 366 juta penderita. Total penderita diabetes melitus Indonesia menurut 1 | Psikopatologi pada pasien DM

Upload: shellaelisabeth

Post on 27-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat jiwa

Pendahuluan

Masalah kesehatan yang cenderung meningkat, kesehatan jiwa merupakan masalah yang

paling nyata peningkatannya. Saat ini gangguan jiwa termasuk salah satu dari sepuluh

penyebab utama kecacatan diseluruh dunia. Data dari WHO menunjukan bahwa 121 juta -

450 juta orang dari total populasi penduduk dunia, baik di Negara maju maupun Negara

berkembang telah mengalami gangguan kejiwaan dan membutuhkan primary care di bidang

psikiatri. Gangguan kejiwaan yang dimaksud bukanlah gangguan jiwa yang sering dikenal

oleh sebagian masyarakat sebagai gila, melainkan dalam bentuk gangguan mental serta

perilaku yang gejalanya mungkin tidak disadari oleh masyarakat.1

Beberapa penyakit fisik dapat menyebabkan gangguan psikologi, salah satunya adalah

penyakit diabetes mellitus. Pada saat ini, diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan

dunia yang menghinggapi hampir seluruh lapisan masyarakat dunia. Di negara maju,

diabetes melitus merupakan problem utama, sementara di negara-negara berkembang

penyakit menular dan kurang pangan masih menjadi masalah utama kesehatan. Akan tetapi,

menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2007 Indonesia menempati urutan

keempat dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina, dan

Amerika Serikat dengan prevalensi 8,6 % dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah penduduk

dunia sendiri yang menderita diabetes melitus berjumlah 171 juta jiwa pada tahun 2000 dan

diperkirakan pada tahun 2030 menjadi 366 juta penderita. Total penderita diabetes melitus

Indonesia menurut Depkes RI tahun 2008 mencapai 8.246.000 jiwa pada tahun 2000 dan

diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa penderita pada tahun 2030.2

Dari tahun ke tahun jumlah penderita diabetes melitus baik di Indonesia maupun di negara-

negara lain semakin meningkat. Berdasarkan data dari World Health Organisation (WHO),

diabetes melitus sudah menjadi epidemi atau penyakit yang mewabah di dunia. Secara global,

jumlah diabetes mencapai 120 sampai 140 juta orang. Diperkirakan pada tahun 2025, angka

ini akan meningkat dua kali lipat menjadi 300 juta penderita. Peningkatan ini lebih

disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik. 2,3

Dampak psikologis dari penyakit diabetes mulai dirasakan oleh penderita sejak ia didiagnosis

dokter dan penyakit tersebut telah berlangsung selama beberapa bulan atau lebih dari satu

tahun. Penderita mulai mengalami gangguan psikis diantaranya adalah stress, perasaan

cemas, maupun depresi pada dirinya.1,2

1 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 2: referat jiwa

Pembahasan

I. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Diabetes melitus adalah

penyakit kronis yang memerlukan perawatan medis dan penyuluhan untuk self

management yang berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis.

Diabetes mellitus, yakni suatu penyakit heterogen dan merupakan penyakit tersering yang

berkaitan dengan gangguan sekresi hormone pankreas endokrin.4

Klasifikasi Diabetes Melitus

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi

klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Klasifikasi yang dikeluarkan oleh ADA

(American Diabetes Association) didasarkan atas pengetahuan mutakhir mengenai

pathogenesis sindrom diabetes dan gangguan tolerasi glukosa.

Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai

di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa:

1) Diabetes melitus tipe 1

Dahulu dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen insulin; namun, kedua tipe

ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus

baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtype: (a) autoimun, akibat disfungsi

autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun

dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan

Afrika-Amerika dan Asia.

2) Diabetes melitus tipe 2

Dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependent insulin.

Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering

dikatkan dengan penyakit ini.

3) Diabetes gestasional (GDM)

2 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 3: referat jiwa

Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan.

Faktor-faktor terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat

keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi

berbagai hormone yang mempunyai efek metabolic terhadap toleransi glukosa, maka

kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.

4) Diabetes tipe khusus lain

Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY, kelainan genetik

pada kerja insulin yang menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis

negrikans, penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronis, penyakit

endokrin seperti syndrome Chusing dan akromegali, obat-obatan bersifat toksik terhadap

sel-sel beta, dan infeksi.3

Etiologi Diabetes Melitus

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin

(DMTI) disebabkan oleh destruksi sel β pulau Langerhans akibat proses autoimun.

Sedangkan Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus

Tidak Tergantung Insulin (DMTT) disebabakan kegagalan relatif sel β dan resisten

insulin. Resistensi insulin adalah turunannya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh

hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resisten insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi

defisiensi relative insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin

pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang

sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desentisasi terhadap glukosa.

gejala khas.3

Gejala Diabetes Mellitus

Gejala khas dari diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan

menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes melitus

diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi

(pria) dan pruritus vulva (wanita).4

3 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 4: referat jiwa

Komplikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien diabetes melitus terdapat dua

jenis, yaitu :

1) Komplikasi akut diabetes mellitus

Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah:

hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan sindrom HHNK (juga disebut koma

hiperglikemik hiperosmoler nonketotik atau HONK [hiperosmoler nonketotik]).

2) Komplikasi Jangka Panjang Diabetes Mellitus

Angka kematian yang berkaitan dengan ketoasidosis dan infeksi pada pasien-pasien

diabetes tampak terus menurun, tetapi kematian akibat komplikasi kardiovaskuler dan

renal mengalami kenaikan yang mengkhawatirkan. Komplikasi jangka panjang atau

komplikasi kronis semakin tampak pada penderita diabetes yang berumur panjang

Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh.

Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah, penyakit

makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler, dan neuropati.

Diabetes mellitus dengan berbagai perubahan fisik yang mengharuskan kepatuhan

penderita untuk pengontrolan penyakit dapat menjadi sumber stress yang mempengaruhi

kualitas hidup penderita. Adaptasi psikologis disebut juga dengan mekanisme koping.

Mekanisme koping ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaak teknik

penyelesaian masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dpat juga

mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya untuk mengatur distress emosional. Reaksi

pasien diabetes mellitus mungkin dapat memperlihatkan hal-hal seperti sikap

menyangkal, obsesif, marah, frustasi, takut, dan depresi.3,4

II. Epidemiologi

World Health Organization (WHO) tahun 2007 Indonesia menempati urutan keempat

dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina, dan

Amerika Serikat dengan prevalensi 8,6 % dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah

penduduk dunia sendiri yang menderita diabetes melitus berjumlah 171 juta jiwa pada

tahun 2000 dan diperkirakan pada tahun 2030 menjadi 366 juta penderita. Total penderita

diabetes melitus Indonesia menurut Depkes RI tahun 2008 mencapai 8.246.000 jiwa pada

tahun 2000 dan diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa penderita pada tahun 2030.

Didapatkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 jumlah penderita diabetes

4 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 5: referat jiwa

melitus di Propinsi Jawa Tengah sebanyak 509.319 orang dan prevalensi pada tahun

2007 penderita diabetes melitus tipe 1 sebesar 0,09%, sedangkan kasus diabetes melitus

tipe 2 mengalami peningkatan sebesar 0,74% pada tahun 2005; 0,83% pada tahun 2006

dan 0,96% pada tahun 2007. Penderita diabetes melitus di Kabupaten Banyumas pada

tahun 2008 sebesar 3.232 orang. Berdasarkan data diatas tersebut prevalensi diabetes

melitus tiap tahun ke tahun memang semakin meningkat.

Peningkatan pasien diabetes mellitus dilihat secara epidemiologi dikarenakan empat

faktor. Faktor yang pertama adalah faktor demografi, jumlah penduduk yang bertambah,

penduduk usia lanjut yang bertambah banyak, serta urbanisasi yang tak terkendali. Faktor

kedua gaya hidup yang kebarat-baratan, penghasilan yang tinggi, restoran siap santap,

teknologi canggih menimbulkan sendentary life (kurang gerak badan). Faktor ketiga

berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi, dan faktor yang keempat meningkatnya

pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang.

Hasil penelitian terdapat 48% penderita Diabetes yang mengalami kecemasan akibat

penyakitnya. Badan Kesehatan Dunia mencatat 27% pasien Diabetes Mellitus mengalami

kecemasan.2,3

III. Dampak Psikologi pada pasien Diabetes Mellitus

Dampak psikologis dari penyakit diabetes mulai dirasakan oleh penderita sejak ia

didiagnosis dokter dan penyakit tersebut telah berlangsung selama beberapa bulan atau

lebih dari satu tahun. Penderita mulai mengalami gangguan psikis diantaranya adalah

stress pada dirinya sendiri yang berkaitan dengan treatment yang harus dijalani. Hasil

penelitian menyimpulkan bahwa gangguan kecemasan pada penderita DM didapatkan

hasil dari 30 responden penderita DM dewasa dijumpai 16 orang menderita gangguan

kecemasan umum dengan prevalensi 53,3%. Individu yang mempunyai harga diri rendah

dan pandangan yang negative baik terhadap diri, lingkungan maupun pandangan

penderita terhadap masa depan. Mereka tidak pernah memandang positif dirinya

sehingga lebih mudah untuk menjadi depresi. Konsep diri yang baik pada penderita DM

akan menurunkan tingkat depresi pada penderita DM. Hal ini apabila dikaitkan dengan

teori yang menyatakan bahwa konsep diri yang negative dan harga diri yang rendah

(teori organisasi kepribadian) merupakan factor predisposisi terjadinya depresi. Hal ini

berarti bahwa semakin baik konsep diri seseorang maka akan semakin rendah tingkat

depresinya. Beberapa responden ada yang memiliki konsep diri baik tetapi mengalami

depresi sedang, hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor lain seperti lingkungan

5 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 6: referat jiwa

tempat tinggal, dukungan keluarga, motivasi diri dan lain-lain. Jadi, walaupun

mempunyai konsep diri baik namun belum tentu tingkat depresinya rendah.

Diabetes dan stress merupakan dua hal yang saling mempengaruhi baik secara langsung

maupun tidak langsung. Kontrol yang kurang pada glukosa darah akan menimbulkan

perasaan stress dan begitu pula sebaliknya. Stress telah lama menjadi salah satu faktor

yang muncul pada penderita diabetes. Menurutnya, stres sangat berpengaruh terhadap

penyakit diabetes karena hal itu akan berpengaruh terhadap pengendalian dan tingkat

kadar glukosa darah. Bila seseorang menghadapi situasi yang menimbulkan stres

maka respon stres dapat berupa peningkatan hormon adrenalin yang akhirnya dapat

mengubah cadangan glikogen dalam hati menjadi glukosa. Kadar glukosa darah yang

tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan komplikasi diabetes.4-7

Pada diabetes mellitus juga sering terjadi gangguan psikis berupa kecemasan.

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan

ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami

gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian

masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/Splitting of Personality),

perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

Berdasarkan beberapa teori yang menjelaskan tentang kecemasan di atas dapat

disimpulkan bahwa kecemasan dapat didefinisikan sebagai perasaan, sikap dan perilaku

kekhawatiran atau kegelisahan sesorang yang berlebihan terhadap sesuatu yang belum

terjadi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan:

a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:

1) Usia

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa

dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45

tahun.

2) Pengalaman menjalani pengobatan

Pengalaman awal dalam pengobatan merupakan pengalaman-pengalaman yang

sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan

datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan

bagi kondisi mental individu di kemudian hari.

6 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 7: referat jiwa

3) Konsep diri dan peran

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui

individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang

lain. Peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang

berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran

seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi

respon orang yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara

peran yang dijalaninya. Juga keselarasan budaya dan harapan individu terhadap

perilaku peran. Disamping itu pemisahan situasi yang akan menciptakan

ketidaksesuaian perilaku peran, jadi setiap orang disibukkan oleh beberapa peran

yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu. Seseorang yang

mempunyai peran ganda baik di dalam keluarga atau di masyarakat memiliki

kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi

terganggu.

b. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain:

1) Kondisi medis (diagnosis penyakit)

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering

ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi

medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan

diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien.

Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi

tingkat kecemasan.

2) Tingkat pendidikan

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada

umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola

pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam

mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus

3) Akses informasi

Adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapatnya

berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang

didapatkan pasien sebelum pelaksanaan tindakan terapi terdiri dari tujuan terapi,

7 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 8: referat jiwa

proses terapi, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang tersedia,

sertaproses adminitrasi.

4) Proses adaptasi

Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan eksternal yang

dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus. Proses

adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-

sumber di lingkungan dimana dia berada. Perawat merupakan sumber daya yang

tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan

untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai keseimbangan diri dalam

menghadapi lingkungan yang baru.

5) Tingkat social ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik.

Berdasarkan hasil penelitian Durham (2000) diketahui bahwa masyarakat kelas

sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya lebih banyak. Jadi keadaan

ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan

kecemasan.5-7

IV. Psikopatology stress

Stress dapat menstimulir system saraf otonomik, terutama simpatetik, menimbulkan

reaksi “fight or flight”, karena pada manusia tidak dapat melakukan keduanya,

sehingga stress menyebabkan suatu penyakit. Model stress yang disebut sebagai

general adaptation syndrome yang terdiri dari 3 fase, yaitu : fase reaksi alarm, fase

pertahanan, dimana fase ini diharapakan terjadi proses adaptasi, serta fase kelelahan.

Stress yang dimaksud dapat berupa kondisi yang menyenangkan maupun tidak.

Diperlukan adaptasi untuk dapat menerima kedua tipe stress tersebut.

System neurotransmitter

Tubuh manusia bereaksi terhadap stress dan memberikan respon yang bertujuan

meredekan stress tersebut dan terciptanya suatu homeostatis. Respon neurotranmiter

terhadapat stress mengaktivasi system noradrenergic di otak, tepatnya di locus

ceruleus, menyebabkan pelepasan katekolamin dari system saraf otonom. Stress juga

mengaktivasi system serotonergik di otak. Demikian pula stress juga dapat

meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada jalur mesofrontal. Respon terhadap

8 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 9: referat jiwa

stress juga terjadi terhadap corticotripin-releasing factor (CRF), glutamate dan gama-

amino butirid acid (GABA)

Sistem Endrokrin

Sebagai respon stres hipotalamus mengeluarkan CRF ke dalam system hypophysial-

pituitary-portal, CRF mencetuskan pelepasan ACTH yang merangsang pembuatan

dan pelepasan glukokortikoid di korteks adrenal. Efek glukokortikoid terhadap tubuh

sangat banyak akan tetapi dapat digabung dalam waktu singkat menimbulkan

peningkatan penggunaan tenaga meningkatkan aktivitas kardio-vaskuler dan

menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi dan imunitas.8

V. Tanda dan Gejala

Dampak dari penyakit diabetes mellitus terhadap psikologinya, dapat menyebabkan

terjadinya gangguan perasaan, seperti adanya rasa stress, cemas, dan depresif. Hal itu

dapat dilihat dari gejala yang tampak pada pasien diabetes. Bila stres terus berlanjut

pada penderita Diabetes Mellitus akan menimbulkan perubahan-perubahan

hemodinamik berupa rasa gelisah, hipertensi, gangguan metabolisme glukosa dan

dyslipidemia. Kehidupan yang penuh stres akan berpengaruh terhadap fluktuasi

glukosa darah meskipun telah diupayakan diet, latihan fisik maupunpemakaian obat-

obatan dengan secermat mungkin, oleh karena itu masalah-masalah psikologik yang

dihadapi penderita diabetes mellitus akan dapat mempersulit pengendalian gula

darahnya. Hal tersebut disebabkan terjadinya peningkatan hormon-hormon

glucocorticoid, cathecolamine, growth hormon, glicagondan betaendorphine.

Penyandang diabetes memang dituntut untuk melaksanakan pelbagai rutinitas yang

berkaitan dengan pengaturan makan, penyuntikan insulin setiaphari dan pengontrolan

glukosa darah. Maka, bila seseorang telah menyandang Diabetes Mellitus akan terjadi

perubahan-perubahan pada rutinitis kehidupannya, apalagi apabila sudah dialami

dalam waktu cukup lama, biasanya perubahan-perubahan tersebut akan lebih

dirasakan. Dalam menghadapi perubahan tersebut, setiap individu akan berespons dan

mempunyai persepsi yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian dan ketahanan

diri terhadap stres, konsep diri dan citra diri, serta penghayatan terhadap menjalani

penyakit tersebut, misalnya ada yang merasa marah karena merasa tidak beruntung

sehingga cenderung menyalahkan hal-hal atau orang lain disekitarnya atau menyesali

nasibnya mengalami Diabetes Mellitus, adapula yang merasa bersalah pada diri

9 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 10: referat jiwa

sendiri, sehingga merasa sedih dan merasa masa depannya suram. Respon-respon

tersebut merupakan beberapa ciri dari seseorang yang memiliki penilaian terhadap diri

sendiri yang buruk, penerimaan diri sendiri pun menjadi negatif. Di lain pihak banyak

pula individu yang dapat menerima kenyataan bahwa Diabetes Mellitus yang dialami

sebetulnya tidak berbahaya, namun tetap harus dihadapi agar tetap hidup lebih

nyaman.

Berbagai masalah di atas dapat dilihat adanya hubungan yang erat antara penerimaan

diri seseorang dan kemampuan individu dalam menghadapi stressor. Kemudian

timbulah assumsi bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang jelek akan

mudah mengalami stress, sedangkan individu yang memiliki penerimaan diri yang

baik tidak mudah untuk mengalami stres.4-7

VI. Penatalaksanaan

Permasalahan stres pada penderita diabetes ini juga erat kaitannya dengan cara atau

strategi pemecahan masalah (coping) yang dilakukan oleh penderita diabetes.

Menurutnya, coping yang dilakukan oleh penderita diabetes merupakan usaha pasif

atau aktif yang dilakukannya dalam menghadapi situasi yang dirasa menyebabkan

stres. Strategi coping yang dilakukan oleh penderita diabetes sangatlah berpengaruh

terhadap kondisi stresnya yakni apabila penderita diabetes mempunyai penyesuaian

yang baik dengan strategi copingnya, maka individu tersebut berhasil mengatasi

masalah yang dihadapi dan begitu pula sebaliknya.

Dalam melakukan coping, penderita diabetes dapat melakukan banyak cara agar mampu

menangani stres akibat penyakit diabetesnya dengan efektif.

Strategi coping dibagi menjadi dua bentuk:

a). Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem Focused Coping-PFC):

adalah strategi kognitif dalam penanganan stres atau coping yang digunakan oleh

individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.

1. Kontrol diri

Kontrol diri yang dilakukan adalah dengan cara memotivasi diri dan pasrah.

Dimana motivasi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam terapi merupakan

fondasi penting dalam melakukan managemen diri yang baik dan menghasilkan

kadar gula darah yang optimal karena kualitas hidup para individu dengan

diabetes dipengaruhi oleh pengaturan kadar gula darah. Motivasi yang dilakukan

10 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 11: referat jiwa

oleh penderita diabetes mellitus dapat membantu untuk memperbaiki kondisi

penderita melalui partisipasi aktif seperti rutin melakukan kontrol dan berobat

secara rutin sehingga dapat melakukan managemen diri yang baik.

2. Makna Positif

Makna positif yang dilakukan oleh lima partisipan antara lain dengan tetap

mensyukuri apa yang dialami, dalam arti tidak mengalami komplikasi yang lebih

jauh, dan berusaha untuk melakukan pencegahan agar tidak mengalami

komplikasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wrosch dan Scheier

(2003) menemukan bahwa pada individu yang optimis, lebih terfokus pada

masalah dalam menghadapi stres, lebih aktif dan terencana dalam berkonfrontasi

dengan peristiwa yang menekan serta menggunakan kerangka pikir yang positif.

Penderita diabetes yang dapat mengambil makna positif dari penyakit diabetes

yang diderita seperti mensyukuri apa yang dialami dan mengambil pelajaran dari

pengalaman yang di alami dapat menghadapi penyakit yang diderita dengan lebih

terfokus pada cara mengatasi masalah yang muncul akibat penyakit tersebut.

Partisipan lebih aktif dalam menghadapi penyakit dengan melakukan pencegahan

komplikasi serta menggunakan kerangka pikir positif.

3. Menerima tanggung jawab

Hasil penelitian pada lima partisipan menunjukkan bahwa partisipan menyadari

bahwa ada hal-hal dalam dirinya yang menyebabkan ia menderita diabetes

mellitus antara gaya hidup maupun pola makan yang selama ini dilakukan

sebagai pencetus diabetes mellitus. Partisipan mengalami keadaan yang terlalu

lelah atau stressor yang tinggi dan menyebabkan kenaikan gula darah. Teori Pitt

& Philips (1991) menyatakan bahwa faktor psikologis seperti stres dapat

menyebabkan kadar gula menjadi tidak terkontrol sehingga dapat memunculkan

gejala dan tanda diabetes mellitus. Sehingga ada hubungan antara keadaan diri

maupun stres dalam diri dengan penyakit diabetes mellitus dan penderita

diabetes mellitus juga menyadari bahwa adanya hubungan ini.7,9

b). Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotion Focused Coping-EFC):

adalah strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi

stres dengan lebih mengedepankan pendekatan emosional.

11 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 12: referat jiwa

1. Dukungan social

Dukungan sosial yang selama ini didapat oleh para partisipan antara lain dari

keluarga, sesama penderita diabetes mellitus dan tenaga kesehatan. Dukungan dari

keluarga berupa dukungan psikologis dengan pemberian nasihat, dorongan untuk

selalu melakukan kontrol rutin atau dengan sama-sama mengikuti perubahan pola

hidup partisipan yang berubah akibat diabetes. Melalui dukungan dari keluarga,

partisipan menjalankan manajemen diabetes mellitus dengan lebih patuh.

O’Donohue (2009) menyatakan penderita DM yang mendapatkan dukungan penuh

dari keluarga memiliki tingkat kepatuhan terhadap pengobatan yang lebih baik

daripada penderita DM yang kurang mendapatkan dukungan keluarga. Terdapat

hubungan antara dukungan keluarga dengan usaha penderita DM dalam menghadapi

penyakit diabetes mellitus. Melalui dukungan keluarga yang penuh, penderita DM

dapat melakukan managemen diabetes mellitus dengan lebih baik sehingga kualitas

hidup penderita DM baik. Kualitas hidup yang baik dapat menurunkan stress dari

penderita diabetes mellitus.

Dukungan dari sahabat terdekat maupun sesama penderita DM antara lain dengan

saling menguatkan satu sama lain dengan cara bertukar pikiran, atau sekedar

mencurahkan perasaan. Dukungan sosial dari teman terdekat juga membuat

partisipan menjadi lebih mantap dalam menghadapi penyakit diabetes mellitus.

O’Donohue (2009) menyatakan bahwa teman terdekat lebih banyak memberikan

dukungan emosional untuk penderita diabetes mellitus daripada keluarga (khususnya

perasaan “diterima” oleh sesama), teman memberikan dukungan yang besar terhadap

perubahan gaya hidup untuk mengontrol diabetes. Dukungan sosial dari teman dapat

meningkatkan motivasi, adaptasi terhadap penyakit, dan kepatuhan terhadap gaya

hidup yang mendukung penanganan DM. Dukungan dari teman juga merupakan

salah satu hal yang penting, karena melalui dukungan sosial penderita merasa

diterima. Dukungan sesama teman dengan saling menasihati dan mengingatkan

penderita DM cenderung lebih termotivasi dalam menjalankan managemen diabetes

mellitus. sehingga partisipan dapat merasa lebih mantap karena merasakan dukungan

penuh dari sesamanya.

2.Pemecahan masalah

Pemecahan masalah yang dilakukan untuk mengatasi diabetes mellitus antara lain

dengan melakukan perubahan pola makan, melakukan kontrol rutin, perubahan

12 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 13: referat jiwa

aktivitas, olahraga, dan mencari informasi mengenai penyakit diabetes mellitus.

Melalui berbagai informasi dari dukungan sosial yang diterima partisipan maka

partisipan dapat menemukan pemecahan masalah untuk mengatasi penyakit diabetes

mellitus, yaitu melalui perubahan-perubahan di atas. Pemecahan masalah

merupakan salah satu strategi koping melalui usaha untuk menyelesaikan masalah

yang dihadapi yaitu diabetes dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat

memperbaiki kondisi yang diakibatkan oleh diabetes. Nasi (2010) menyatakan

pemecahan masalah merupakan usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap

menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis. Individu berusaha untuk

memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk

menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah yang dilakukan oleh partisipan

berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan pemecahan masalah lebih dominan

dilakukan oleh partisipan pria daripada wanita. Partisipan pria melakukan kontrol

rutin, perubahan pola makan, perubahan aktivitas, mencari informasi dan

olahraga.6,7,9

Selain strategi coping, peran self monitoring juga tidak kalah penting terhadap

penatalaksanaan penyakit diabetes. Self monitoring terkait dengan cara individu

mengontrol dan memantau keadaan penyakit diabetesnya. Self monitoring dapat

diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan kontrol dalam memahami

pola, kesan dan citra yang dibentuk orang lain. Adapun pengontrol itu dikaitkan

terhadap perilaku, interaksi sosial serta perasaan.

Self monitoring diabetes ini meliputi pemantauan terhadap kadar glukosa darah,

diet, insulin dan latihan fisik atau olah raga. Pemantauan kadar glukosa darah ini

biasanya menggunakan Self Monitoring Of Blood Glucose (SMBG). SMBG

digunakan untuk mengukur fluktuasi (level) glukosa dalam peredaran darah.

Sementara pemantauan terhadap diet dilakukan dengan cara mengikuti pola makan

yang sehat yang telah dianjurkan oleh para petugas kesehatan (dokter dan ahli

gizi yang biasa menangani pola makan untuk orang diabetes). Pemantauan

selanjutnya adalah pemantauan terhadap insulin. Perawatan insulin bertujuan untuk

memulihkan kadar insulin normal dalam tubuh. Terapi insulin ini dapat mencegah

bagian terbesar efek akut diabetes (poliuria atau kencing terus-terusan, polidipsia

atau haus terus-terusan atau banyak minum, polipagia atau selalu ingin makan) dan

sangat memperlambat timbulnya efek-efek kroniknya. Pemantauan yang terakhir

13 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Page 14: referat jiwa

adalah pemantauan terhadap latihan fisik atau olah raga. Diabetes mellitus akan

terawat baik apabila terdapat keseimbangan yang baik antara diet, latihan fisik

teratur setiap hari, dan kerja insulin. Latihan fisik atau olah raga

yang teratur merupakan komponen yang penting dalam pengobatan diabetes.

Dengan olah raga teratur setiap hari, dapat memperbaiki metabolisme glukosa dan

asam lemak. Dengan olah raga juga dapat membuang kelebihan kalori, sehingga

mencegah kegemukan, juga bermanfaat untuk mengatasi adanya insulin resistance

pada obesitas.4,7,9-10

14 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M