referat jiwa

51
LEMBAR PENGESAHAN Nama mahasiswa : Meilinda Vitta Sari (030.10.173) Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSJ. Soeharto Heerdjan Periode : Periode 29 Juni – 25 Juli 2015 Judul : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas Pembimbing : dr. Galianti, Sp.KJ Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal : Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSJ. Soeharto Heerdjan. Jakarta, Juli 2015 dr. Galianti, Sp. KJ 1

Upload: meilinda-sihite

Post on 10-Sep-2015

49 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

referat GPPH

TRANSCRIPT

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa: Meilinda Vitta Sari (030.10.173)Bagian: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSJ. Soeharto HeerdjanPeriode: Periode 29 Juni 25 Juli 2015Judul: Gangguan Pemusatan Perhatian dan HiperaktivitasPembimbing: dr. Galianti, Sp.KJ

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSJ. Soeharto Heerdjan.

Jakarta, Juli 2015

dr. Galianti, Sp. KJ

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas dengan baik dan tepat waktu.Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan Periode 29 Juni 2015 25 Juli 2015. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Galianti, Sp.KJ selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2015 Penulis Meilinda Vitta Sari

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan .........................................................................................................1Kata Pengantar .................................................................................................................2Daftar Isi ........................................................................................................................3BAB IPendahuluan ......................................................................................4BAB IIPembahasan .......................................................................................62.1 Definisi .......................................................................................62.2 Epidemiologi .................................................................................62.3 Etiologi .............................................................................................72.4 Patofisiologi .....................................................................................102.5 Klasifikasi .........................................................................................122.6 Manifestasi Klinis .............................................................................132.7 Diagnosis ..........................................................................................152.8 Diagnosis Banding .............................................................................202.9 Penatalaksanaan ................................................................................212.10 Komplikasi ........................................................................................282.11 Prognosis .........................................................................................28 BAB IIIKesimpulan ..............................................................................................30Daftar Pustaka ..................................................................................................................31

BAB IPENDAHULUAN

Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif dan sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Di samping gejala di atas, anak-anak dengan GPPH seringkali juga menunjukkan gejala lain seperti, adanya ambang toleransi frustasi yang rendah, disorganisasi, dan perilaku agresif. Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, seperti berinteraksi dengan teman sebayanya, keluarga, dan yang terpenting adalah mengganggu kesiapan anak untuk belajar. Semua kondisi ini tentunya akan mengganggu prestasi belajar anak dan secara keseluruhan akan membuat penurunan kualitas hidup anak dengan GPPH di kemudian hari.1Gejala-gejala GPPH ini pada umumnya telah timbul sebelum anak berusia 7 tahun. Walaupun demikian, biasanya orang tua dari anak dengan GPPH baru membawa anaknya ke ruang konsultasi saat anak mulai bersekolah secara formal, oleh karena pada saat ini mereka dituntut untuk mampu mengontrol perilaku mereka dan mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah. Keluhan yang sering disampaikan adalah anak nakal, tidak kenal takut, berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara dengan temannya saat pelajaran berlangsung, dsb. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak menderita gangguan ini atau merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Namun pada anak dengan GPPH, gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang sama. 1,2Prevalensinya di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 2-9,5% dari anak-anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, prevalensi GPPH diduga sekitar 2-20% dari jumlah anak-anak usia sekolah dasar. Penelitian di Inggris menunjukkan angka 0,5-1% dan di Taiwan angka prevalensi berat dari kasus GPPH ini adalah 5-10%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ira Savitri Tanjung, dkk pada sejumlah SD di Jakarta Pusat pada tahun 2000-2001 didapatkan 4,2% dari sekitar 600 anak sekolah dasar kelas 1-3 yang mengalami GPPH. Saputro D dalam penelitiannya pada anak-anak usia sekolah dasar di Kabupaten Sleman-DIY menemukan angka prevalensi GPPH sekitar 9,5%. Pada tahun 2003 saja, sebanyak 51 anak dari sekitar 215 anak sekolah dasar didiagnosis sebagai GPPH di Poli Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).Prevalensi GPPH juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia. Angka kejadian GPPH pada anak remaja dan dewasa dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak usia sekolah dasar. Anak laki-laki dikatakan memiliki insidensi yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan ini dibandingkan dengan anak perempuan, dengan rasio 3:1. 3Dampak anak dengan GPPH tidak hanya dirasakan oleh anak tersebut, namun juga dirasakan oleh keluarga. Dampak pada anak bisa berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Dampak pada keluarga adalah menimbulkan stres dan depresi pada keluarga, keharmonisan keluarga terganggu dan perubahan status pekerjaan. Anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Anak-anak ini memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik dari orang tuanya, pembimbing, dan sistem pendidikan umum. Prognosis dari GPPH ini umumnya baik, terutama bila pasien cepat didiagnosis sehingga segera mendapatkan terapi. 1,2

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DefinisiGangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau disebut juga Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu keadaan yang terdiri atas pola yang tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau perilaku impulsif serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan pada anak dengan usia dan dalam tingkat perkembangan yang sama. GPPH merupakan kondisi kronis yang mempengaruhi jutaan anak dan seringkali tetap ada sampai dewasa. Selain itu, anak dengan GPPH juga dapat memiliki rasa rendah diri, hubungan yang bermasalah, dan mendapat nilai yang jelek di sekolah. Anak yang menderita gangguan tersebut akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun teman sebayanya.2Anak dengan GPPH sering kali gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan belajar spesifik, dan gangguan perilaku serta emosional lainnya. Gejala ini harus ada paling sedikit 6 bulan dan terjadi pada usia sebelum 7 tahun dan gejala-gejala tersebut terdapat pada dua situasi atau lebih, meskipun banyak yang baru terdiagnosis setelah berusia 7 tahun, saat perilaku mereka menimbulkan masalah di sekolah maupun tempat lain yang terkait dengan aktifitas anak sehari-hari. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ini tidak boleh tumpang tindih dengan diagnosis gangguan kejiwaan lain, seperti skizofrenia, maupun disebabkan oleh gangguan jiwa lain. 4,5

2.2 EpidemiologiPrevalensi GPPH secara global adalah sekitar 5,3% terjadi pada anak dan 2,5% terjadi pada dewasa. Hal ini disebabkan anak yang mengalami GPPH pada usia dini akan memiliki kecenderungan sebesar 40-60% untuk tetap berkembang menjadi ADHD pada saat usia dewasa. Di Amerika Serikat, angka kejadian GPPH bervariasi mulai dari 2-20% terjadi pada anak-anak yang duduk di sekolah dasar. Angka konservatif adalah 3-7% persen pada anak anak sekolah dasar prapubertas. Gejala ADHD sering mucul pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai anak tersebut masuk ke dalam lingkungan yang terstruktur seperti taman kanak-kanak dan sekolah dasar, dimana pada kondisi itu mulai tampak gejala anak yang hiperaktif, impulsif, dan kurang perhatian terhadap pelajaran dibandingkan teman sebayanya yang normal. Di Indonesia, berdasarkan penelitian Saputro D. dengan menggunakan instrumen Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV (DSM-IV) didapati angka sebesar 2,2% untuk tipe hiperaktif-impulsif, 5,3% untuk tipe campuran hiperaktif-impulsif dan inatensi, serta 15,3% untuk GPPH tipe inatensi. 3GPPH lebih sering didiagnosis pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Rasio GPPH pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan yaitu 4:1 (untuk GPPH yang didominasi oleh hiperaktif) dan 2:1 (untuk GPPH yang didominasi oleh inatensi/kesulitan dalam memusatkan perhatian). Hasil survey yang dilakukan oleh National Survey of Childrens Health (NSCH) ada tahun 2007, prevalensi GPPH untuk anak laki-laki adalah 13,2 % dan pada anak perempuan 5,6 % (CDC, 2010). Di Inggris, survei dari 10.438 anak-anak antara usia 5 dan 15 tahun menemukan bahwa 3,62% dari anak laki-laki dan 0,85% anak perempuan menderita GPPH. Gangguan ini paling sering ditemukan pada anak laki-laki yang pertama. 3,4

2.3 EtiologiPenyebab gangguan ini tidak diketahui, sebagian besar anak dengan GPPH tidak menunjukkan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada sistem saraf pusat. Sebaliknya, sebagian besar anak dengan gangguan neurologis yang diketahui yang disebabkan oleh cedera otak tidak menunjukkan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Walaupun tidak adanya dasar neurologis atau neurokimiawi yang spesifik, gangguan ini dapat diperkirakan berhubungan dengan berbagai gangguan lain yang mempengaruhi fungsi otak, seperti gangguan belajar. Faktor penyumbang yang diajukan untuk GPPH adalah pemaparan toksin pada pranatal, prematuritas dan kerusakan mekanis pranatal pada sistem saraf janin. Penyedap makanan, zat pewarna, pengawetan, dan gula telah juga diperkirakan sebagai kemungkinan penyebab untuk perilaku hiperaktif. Namun, tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut menyebabkan ganguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. 2,5 Berikut akan dibahas mengenai faktor faktor yang mungkin berperan dalam terjadinya GPPH, yaitu:a. Faktor genetikStudi molekular genetik telah mengungkapkan beberapa gen yang muncul untuk dihubungkan dengan GPPH karena efeknya pada reseptor dopamin, transportasi dopamin, dan dopamin beta-hidroksilase. Mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p memegang peranan terjadinya GPPH. Terdapat lima reseptor dopamin yaitu D1, D2, D3, D4 dan D5, sedangkan yang berperan terhadap GPPH adalah reseptor D2 dan D4. Neurotransmiter dan reseptor dopamin pada korteks lobus frontalis dan subkorteks (ganglia basalis) berperan terhadap sistem inhibisi dan memori, sehingga apabila ada gangguan akan terjadi gangguan inhibisi dan memori. Di samping dopamin, gen pengkode sistem noradrenergik dan serotoninergik terkait dengan patofisiologi terjadinya GPPH. Dua gen reseptor dopamin dan gen DAT telah diidentifikasi kemungkinan berperan dalam GPPH. Faktor neurologi terlihat berperan dalam onset GPPH.5,6Penelitian oleh NIHM telah menunjukkan bahwa varian gen untuk catecho-O methyltransferase (COMT) berhubungan dengan berbagai tingkat aktivitas dopamin prefrontal. COMT memetabolisme dopamin. Orang-orang dengan dopamin dan metabolisme varian cepat memiliki tedensi mengalami gangguan ini karena metabolisme cepat dari substrat menurunkan jumlah substrat yang tersedia secara biologis. Orang-orang ini telah mengurangi aktivitas dopamin prefrontal. Pengurangan ini, pada gilirannya, mengganggu pengolahan informasi prefrontal. Beberapa penelitian genetik juga menemukan bahw saudara kandung dari anak dengan GPPH mempunyai resiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa. Orang tua yang menderita GPPH mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka. Bukti-bukti untuk dasar genetik untuk gangguan ini adalah lebih besarnya angka kesesuaian dalam kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. 6b. Cedera otak Telah lama diperkirakan bahwa beberapa anak yang terkena ADHD mendapatkan cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem saraf pusatnya selama periode janin dan perinatalnya. Cedera otak mungkin disebabkan oleh: Efek sirkulasi Toksik Metabolik Mekanik Efek lain yang merugikan Stress Kerusakkan fisik pada otak selama masa bayi yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma. Cedera otak yang minimal, samar-samar, dan subklinis mungkin bertanggung jawab untuk timbulnya gangguan belajar pada anak dengan GPPH. Tomografi komputer (CT) kepala pada anak-anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ini tidak menunjukkan temuan yang konsisten. Penelitian dengan menggunakan tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography) ditemukan penurunan aliran darah serebral dan kecepatan metabolisme di daerah lobus frontal anak-anak dengan GPPH. Satu teori menyatakan bahwa lobus frontalis anak-anak dengan GPPH tidak secara adekuat mengerjakan mekanisme inhibisinya pada struktur yang lebih rendah yang menyebabkan disinhibisi. 1,5c. Faktor neurokimiawiBanyak neurotransmiter telah dihubungkan dengan gejala GPPH. Sebagian temuan adalah berasal dari pemakaian banyak medikasi yang menimbulkan efek positif pada gangguan. Obat yang paling banyak diteliti dalam terapi GPPH ialah stimulan dimana mempengaruhi dopamin maupun norepinerfin, yang menghasilkan hipotesis neurotransmiter yang menyatakan kemungkinan disfungsi pada sistem adrenergik dan dopaminergik.4,5Stimulan meningkatkan katekolamin dengan mempermudah pelepasannya dan dengan menghambat ambilannya. Stimulan dan beberapa obat trisiklik, sebagai contoh, desipramine (Norpramine) menurunkan 3methoxy-4-hidroxyphenilglycol (MHPG) urin, yang merupakan metabolik dari noepinerfin. Clonidine (Catapres), suatu agonis norepinerfin, adalah berguna dalam mengobati hiperaktivitas. Obat lain yang menurunkan hiperaktivias adalah obat trisiklik dan inhibitor monoamin oksidase (MAOI). Secara keseluruhan, tidak ada bukti-bukti yang jelas yang melibatkan satu neurotransmiter tunggal dalam perkambangan GPPH, tetapi banyak neurotransmiter mungkin terlibat dalam proses.7d. Struktur anatomiPemeriksaan CT-Scan kepala pada anak dengan GPPH tidak menunjukkan temuan yang bermakna. Penelitian dengan menggunakan Positron Emission Tomography (PET) menemukan penurunan aliran darah serebral dan kecepatan metabolisme di daerah lobus frontralis pada anak dengan GPPH dibandingkan dengan kontrol. Pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak dengan GPPH, didapatkan pengecilan volume otak yang bermakna pada korteks prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosumdan serebelum. Rapport dkk dari National Institute of Mental Health melakukan penelitian pada anak dengan GPPH menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging), menyatakan adanya pengecilan lobus perifrontal kanan, nucleus kaudatus kanan, globus palidus kanan, serta vermis (bagian dari serebelum) jika dibandingkan dengan anak tanpa GPPH.6Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian-bagian otak di atas adalah meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perliaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang, sedangkan nukleus kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat respons otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal. Fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari pengecilan lobus atau bagian otak tersebut.7Otak manusia normalnya menjalani kecepatan pertumbuhan utama pada beberapa usia: 3-10 bulan, 2-4 tahun, 6-8 tahun, 10-12 tahun dan 14-16 tahun. Beberapa anak mengalami maturasi pertumbuhan secara berurutan dan menunjukkan gejala GPPH yang tampaknya sementara. Pada beberapa kasus temuan EEG menjadi normal dengan berjalannya waktu.7e. Faktor psikososialAnak-anak dalam institusi seringkali overaktif dan memiliki rentan atensi yang buruk. Tanda tersebut dihasilkan dari pemutusan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan. Kejadian fisik yang menimbulkan stress, suatu gangguan dalam keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan berperan dalam awal atau berlanjutnya GPPH. Faktor predisposisi mungkin termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk mematuhi cara berkenalan dan bertindak yang rutin. Status sosio ekonomi tampaknya bukan merupakan faktor predisposisi.6

2.4 PatofisiologiPatofisiologi GPPH tidak jelas dan ada sejumlah teori yang saling bersaing. Penelitian pada anak-anak dengan GPPH telah menunjukkan pengurangan umum volume otak, tetapi dengan penurunan secara proporsional lebih besar volume sisi kiri korteks prefrontal. Temuan ini menunjukkan bahwa inti fitur GPPH kekurangan perhatian, hiperaktif, dan impulsif mungkin mencerminkan disfungsi lobus frontal, tetapi otak lainnya terutama daerah serebelum juga telah terlibat. Neuroimaging studi GPPH tidak selalu memberikan hasil yang konsisten dan pada 2008 hanya digunakan untuk tujuan diagnostik bukan untuk penelitian. Rapoport, dkk dari The National Institute of Mental Health melakukan penelitian pada otak anak dengan GPPH dengan menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging) didapatkan pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan serta vermus (bagian dari serebelum).6Temuan dari studi neuropsikologi menunjukkan bahwa korteks frontal dan sirkuit yang menghubungkan ke ganglia basal sangat penting untuk fungsi eksekutif. Banyak temuan mendukung pandangan ini, termasuk yang dijelaskan di bawah ini. Fungsi eksekutif adalah tugas utama dari lobus frontal. MRI korteks prefrontal kanan pada orang dengan GPPH menyebabkan aktivasi menurun selama tugas-tugas yang membutuhkan penghambatan respon motor direncanakan dan waktu respon motor ke isyarat sensorik. MRI pada penderita GPPH juga menyebabkan kegiatan di korteks prefrontal kanan kiri inferior menurun, dimana hal ini melibatkan waktu respon motorik ke isyarat sensorik.5,6,7 Katekolamin adalah neurotransmiter utama dengan fungsi lobus frontal. Katekolamin dikendalikan neurotransmisi dopaminergik dan noradrenergik dan menjadi target utama untuk obat yang digunakan untuk mengobati GPPH. Sebuah studi selama 10 tahun oleh National Institute of Mental Health (NIMH) menunjukkan bahwa otak anak-anak dan remaja dengan GPPH ternyata 3-4% lebih kecil daripada anak-anak tanpa gangguan, dan tidak disebabkan oleh pengobatan farmakologis. Selain paling sering peran neurotransmiter dikaitkan dengan lobus frontal dan jalur yang disebutkan di atas, beberapa penyelidikan telah mulai mendeteksi kemungkinan peran 5-hydroxytryptamine (5-HT).6Dalam satu penelitian penundaan dalam pembangunan struktur otak tertentu dengan rata-rata tiga tahun terjadi pada usia sekolah dasar. Penundaan itu paling menonjol dalam korteks frontal dan lobus temporal yang diyakini bertanggung jawab atas kemampuan untuk mengendalikan dan fokus berpikir. Sebaliknya, korteks motorik pada pasien GPPH terlihat untuk dewasa lebih cepat dari biasanya, yang menunjukkan bahwa kedua pengembangan lebih lambat kontrol perilaku dan perkembangan motorik tingkat lanjut mungkin diperlukan untuk keresahan yang menjadi ciri GPPH. Perlu dicatat bahwa obat perangsang sendiri dapat mempengaruhi faktor-faktor pertumbuhan sistem saraf pusat. 5Selain itu, SPECT scan menemukan orang-orang dengan GPPH telah berkurang sirkulasi darah (menunjukkan aktivitas saraf rendah), dan konsentrasi lebih tinggi secara nyata transporter dopamin di striatum yang bertanggung jawab atas perencanaan ke depan. Sebuah studi oleh US Department of Energy's Brookhaven National Laboratory bekerja sama dengan Gunung Sinai School of Medicine di New York menunjukkan bahwa bukan transporter dopamin yang mengindikasikan tingkat GPPH, tetapi kemampuan otak untuk menghasilkan dopamin itu sendiri. Studi ini dilakukan dengan menyuntikkan 20 GPPH subyek dan 25 subyek kontrol dengan radiotracer yang menempel pada transporter dopamin. Studi ini menemukan bahwa bukan tingkat transporter yang menunjukkan GPPH, tetapi dopamin itu sendiri. GPPH subyek menunjukkan tingkat yang lebih rendah dopamin di papan. Rendahnya tingkat dopamin meningkatkan ambang batas di mana seseorang dapat tetap fokus pada tugas.7Kritikus, seperti Jonathan Leo dan David Cohen, yang menolak karakterisasi GPPH sebagai suatu kelainan, berpendapat bahwa kontrol atas penggunaan obat perangsang tidak memadai dalam beberapa studi volumetrik lobar yang membuat tidak mungkin untuk menentukan apakah GPPH itu sendiri atau psikotropika obat yang dipakai untuk mengobati GPPH bertanggung jawab atas penurunan ketebalan yang diamati pada daerah otak tertentu. Sementara pertanyaan utama yang digunakan studi di usia sesuai kontrol, hal itu tidak memberikan informasi tentang tinggi dan berat badan subyek. Variabel-variabel ini telah berpendapat dapat menjelaskan perbedaan ukuran otak daerah bukan dengan GPPH. Mereka percaya banyak studi neuroimaging disederhanakan dalam kedua populer dan wacana ilmiah dan diberi bobot yang tidak semestinya walaupun kekurangan dalam metodologi eksperimental.7

2.5 KlasifikasiBerdasarkan DSM IV dari American Psychiatric Association (APA), GPPH atau ADHD dibagi menjadi 3 tipe 2,5:a. GPPH tipe inatensi Gangguan tipe ini sering disebut gangguan pemusatan perhatian. Pada gangguan ini seseorang akan tidak mampu memusatkan perhatiannya untuk waktu yang lama, perhatiannya mudah teralihkan oleh stimulus lain. Rentang waktu pemusatan perhatian yang singkat, kemampuan menyimak yang rendah.b. GPPH tipe hiperaktif-impulsifImpulsivitas dapat berupa impulsivitas motor dan atau verbal. Impulsivitas motor berupa anak selalu berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Impulsivitas verbal atau kognitif terlihat berupa sikap terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum mendapat informasi. GPPH dapat disertai atau tanpa hiperaktivitas. Hiperaktivitas menggambarkan perilaku motorik yang berlebihan.c. GPPH tipe kombinasiGangguan tipe ini merupakan penggabungan keadaan gangguan pemusatan perhatian dan gangguan impulsif-hiperaktif.

2.6 Manifestasi KlinisGPPH mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan GPPH umumnya peka terhadap stimuli dan mudah dimarahkan oleh adanya cahaya, suara, temperatur, dan perubahan lingkungan. Tetapi mungkin juga terjadi kebalikannya, anak-anak jadi banyak tidur, lemah, dan tampak berkembang lambat saat bulan-bulan pertama kehidupan. Namun lebih sering bayi dengan GPPH untuk bersikap aktif di tempat tidurnya, sedikit tidur, dan banyak menangis. Anak usia pra sekolah dengan GPPH akan bergerak dengan aktif dalam ruangan, terangsang untuk menyentuh dan memanipulasi semua benda, sesuka hati, sering melompat-lompat, berlari-lari dan memanjat tanpa kontrol. Mereka menjadi liar, overaktif, berisik dan sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.8,9Di sekolah, anak GPPH dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil disekolah dan menjawab giliran orang lain, kesulitan untuk memusatkan perhatian di kelas, melamun, sulit diam di tempat duduknya dan gelisah. Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun hanya semenit, orang tua sering menggambarkan anaknya sebagai anak yang tidak patuh bahkan terhadap perintah yang paling sederhana, dan tidak mampu menyelesaikan tugas rumah sampai tuntas. Kira kira 75 % anak anak dengan GPPH hampir konsisten menunjukkan gejala perilaku agresi dan menantang. 8,9Diagnosis GPPH sering kali terlewat apabila anak-anak/remaja menunjukkan secara predominan tipe inatensi. GPPH tipe inatensi pada anak-anak/remaja mempunyai manifestasi adanya sedikit perilaku mengacau selama proses belajar dengan guru, namum memiliki tingkat kegagalan pergaulan sosial yang tinggi, tidak pernah merasa bahagia dan cemas serta depresi dibandingkan dengan GPPH tipe kombinasi. Adanya masalah tingkah laku mengacau tidak nyata ditemukan pada remaja yang teridentifikasi sebagai GPPH namun anak-anak/remaja tersebut secara signifikan akan menunjukkan masalah seperti disorganisasi, ketidakmampuan mengikuti tugas akademik dan kesulitan dalam mempertahankan perhatiannya pada tugas akademis yang lama. 8,9Anak-anak dengan GPPH sering memperlihatkan emosi yang imatur dibandingkan dengan rekan sebayanya. Mereka seringkali akan melakukan yang lebih baik ketika berinteraksi dengan anak yang lebih muda maupun pada lingkungan dewasa yang mentoleransi tingkah laku imaturnya. Anak-anak akan mudah frustasi dan memiliki short fuse dengan ledakan emosi yang tiba-tiba. Masalah fungsi kognitif semakin meningkat pada remaja dengan GPPH. Selain itu dilaporkan pula adanya gangguan tidur yang tidak berhubungan dengan status pengobatan dengan karakteristik dyssomnia, parasomnias dan gerakan involunter selama tidur. Anak dan remaja dengan retardasi mental derajat ringan sampai dengan sedang kemungkinan mempunyai gejala tingkah laku sesuai dengan diagnosis GPPH dan kemungkinan akan memberikan respon pengobatan terhadap terapi GPPH. 5,6,8,9Perilaku menentang sering terjadi pada remaja dengan GPPH. Remaja dengan perilaku menentang maka secara kronis akan menjadi semakin argumentative, dan negativistic. Gangguan cemas pada GPPH akan menunjukkan perilaku obsesif kompulsif dengan karakteristik keberadaan ketakutan terhadap obsesi yang menetap dan tidak terungkapkan serta pembatasan yang ketat dengan perilaku kompulsif mengecek, mengulang, menghitung, membersihkan, mengatur dan menimbun. Gejala dysthymic ringan sering terjadi pada remaja dengan pengobatan terhadap GPPH, namun pada kasus yang persisten dan mempengaruhi efektivitas terhadap intervensi GPPH maka dapat dilakukan konseling spesifik untuk pengobatan gejala depresinya. 8,9Karakteristik anak-anak dengan GPPH yang tersering dalam hal frekuensi adalah :1. Hiperaktivitas2. Gangguan motorik perseptual3. Labilitas emosional4. Defisit koordinasi menyeluruh5. Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distrakbilitas, keras hati, gagal menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk)6. Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku dengan tiba-tiba, tidak memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah)7. Gangguan daya ingat dan pikiran8. Ketidakmampuan belajar spesifik9. Gangguan bicara dan pendengaran10. Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar

Anak dengan GPPH sering kali mengalami kesulitan dalam memenuhi berbagai tugas dan tanggung jawabnya oleh karena adanya disfungsi pada aspek monitoring, persepsi, memori, dan kontrol motoriknya. Banyak teori yang menjelaskan hal ini, tetapi dari semuanya setuju bahwa fokus kelainan pada GPPH adalah bersumber pada kompleksitas dari dimensi fungsi kognitif anak, sehingga dapat dikatakan sebagai gangguan dengan adanya defisit dalam fungsi metakognisi anak. Dengan demikian, anak dengan GPPH seringkali menunjukkan adanya defisit dalam proses perencanaan, monitor, dan regulasi perilaku. Oleh karena itu, GPPH merupakan gangguan regulasi diri dengan dampak yang pervasif pada fungsi anak sehari-hari. Kira-kira 75% anak-anak dengan GPPH hampir konsisten menunjukkan gejala perilaku agresi dan menentang. Tetapi, bilamana menantang dan agresi adalah berkaitan dengan hubungan dalam keluarga yang merugikan, hiperaktivitas lebih erat berhubungan dengan gangguan kinerja pada tes kognitif yang memerlukan konsentrasi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa sanak saudara dari anak-anak hiperaktivitas menunjukan ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial.10Kesulitan lain yang sering ditemukan pada anak dengan GPPH ialah kesulitan di sekolah, baik dalam hal belajar maupun perilaku. Kesulitan tersebut berasal dari gangguan komunikasi atau belajar yang ada bersama-sama atau dari distrakbilitas anak dan atensi yang berfluktuasi, yang menghalangi perolehan ilmu pengetahuan. Kesulitan lain yang sering dialami anak dengan GPPH ialah kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya serta lingkungannya. Semuanya ini tentu akan menurunkan kualitas hidup anak baik saat ini maupun di kemudian hari. Komorbiditas yang biasa terjadi pada anak-anak dengan GPPH adalah: Gangguan tingkah laku (anti sosial) dan sikap pertentangan (30-50%) Depresi (15- 20%) Ansietas (25%) Gangguan belajar (10 25%) Tourette Syndrome (7%) Bipolar disorder (bergantian antara depresi dan iritabel) (11- 22%) Developmental delayed (sektor perkembangan bahasa dan motorik)

2.7 DiagnosisRiwayat pranatal yang terinci tentang pola perkembangan anak dengan pengamatan langsung biasanya menemukan aktivitas motorik yang berlebihan. Untuk membuat diagnosis maka dibutuhkan data perilaku dan respon emosi anak baik di rumah maupun di sekolah. Untuk itu maka perlu dilakukan wawancara psikiatrik dengan berbagai sumber seperti orang tua, guru, dan pengasuh serta kelompok teman sebayanya atau saudara kandung. Di samping itu juga dilakukan observasi serta wawancara psikiatrik langsung pada anak sehingga didapatkan data yang akurat untuk membuat diagnosis. Hiperaktivitas mungkin ditemukan pada beberapa situasi (sebagai contoh, sekolah) tetapi tidak dalam situasi lainnya. Sebagai contohnya, wawancara berhadap-hadapan dan menonton televisi dan mungkin tidak jelas pada situasi yang terstruktur. Hiperaktivitas tidak merupakan manifestasi perilaku yang tersendiri, singkat, dan transien di bawah stress tapi ditemukan selama waktu yang lama. Sampai saat ini diagnosis dibuat berdasarkan kriteria dari DSM-IV. Menurut DSM-IV, gejala harus ditemukan pada sekurang-kuangnya dua keadaan (sebagai contoh, sekolah dan rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.10Ciri pembeda lain dari GPPH adalah rentang perhatian yang pendek dan distraktibilitas yang mudah. Di sekolah, anak-anak dengan GPPH tidak dapat mengikuti instruksi dan sering menuntut perhatian ekstra dari gurunya. Di rumah, mereka sering kali tidak mematuhi permintaan orang tua. Mereka berkelakuan secara impulsif, menunjukkan labilitas emosional, dan eksplosif dan iritabel. Diagnosis GPPH biasanya ditegakkan dengan menggunakan kriteria yang terdapat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM -IV) dan American Psychiatric Association berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) yang sesuai dengan International Classification of Diseases X (ICD X). Berdasarkan PPDGJ III, gangguan hiperkinetik dimasukkan dalam satu kelompok besar yang disebut sebagai gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu5,10:, Gangguan aktivitas dan perhatian Gangguan tingkah laku hiperkinetik Gangguan hiperkinetik lainnya Gangguan hiperkinetik yang tak terinci

Pedoman diagnostik gangguan hiperkinetik berdasarkan PPDGJ III adalah 10: Ciri ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik). Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau perseptual yang biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama. Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak berbicara dan rebut, atau kegugupan/ kegelisahan dan berputar-putar (berbelit-belit). Tolok ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak lain yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur dan diatur yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi. Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan social, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsive melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan orang atau menganggu kegiatan kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan cirri khas dari anak-anak dengan gangguan ini. Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah dicatat secara terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya. Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupiun kriteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama gangguan tersebut (lihat dibawah) F90.0 Gangguan aktivitas dan perhatian. Kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik (F90) telah terpenuhi, tetapi kriteria untuk gangguan tingkah laku (F91) tidak terpenuhi. F90.1 Gangguan tingkah laku hiperkinetik. Memenuhi kriteria menyeluruh mengenai gangguan hiperkinetik (F90) dan juga kriteria menyeluruh mengenai gangguan tingkah laku (F91). Kriteria Diagnostik GPPH/ADHD berdasarkan DSM - IV adalah sebagai berikut 2,5:A. Salah satu (1) atau (2):1. Inatensi enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau melakukan kesalahan yang tidak berhati-hati dalam tugas sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain. b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap tugas atau aktivitas permainan.c. Sering tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung.d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku oposisional atau tidak dapat mengerti instruksi).e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.f. Sering menghindari, membenci, atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang memerlukan usaha mental yang lama (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah).g. Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya: tugas sekolah, pensil, buku, atau peralatan)h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar.i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari2. Hiperaktivitas-impulsivitas enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut ini telah menetap sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:Hiperaktivitasa. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-ngeliat di tempat duduk.b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di mana diharapkan tetap duduk.c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat (pada remaja atau dewasa, mungkin terbatas pada perasaan subyektif kegelisahan).d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang.e. Sering siap-siap pergi atau bertindak seakan-akan didorong oleh sebuah motor.f. Sering berbicara berlebihan.Impulsivitasa. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan selesai.b. Sering sulit menunggu gilirannya atau menganggu orang lain.c. Sering memutus atau mengganggu orang lain (misalnya: memotong masuk ke percakapan atau permainan)B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun.C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi (misalnya: di sekolah atau pekerjaan dan di rumah).D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan.E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya: gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian) Gangguan yang mengenai membaca, aritmatika, dan koordinasi mungkin ditemukan bersamaan dengan GPPH. Riwayat penyakit anak dapat memberikan petunjuk kepada faktor pranatal (termasuk genetik), natal, dan pasca natal yang mungkin telah mempengaruhi struktur atau fungsi sistem saraf pusat. Kecepatan perkembangan, penyimpangan perkembangan, dan reaksi parenatal terhadap transisi perilaku yang bermakna atau menengangkan harus dipastikan, karena dapat membantu klinis menentukan derajat mana orang tua karena merasa tidak berdaya. Laporan tersebut mungkin juga mengungkapkan bagaimana anak telah menangani masalah tersebut. Bagaimana mereka berhubungan dengan sanak saudara, dengan teman sebaya, dan dengan aktivitas yang bebas dan terstruktur memberikan petunjuk diagnostik yang berguna mengenai adanya GPPH dan membantu mengidentifikasi komplikasi gangguan. 8,9Pemeriksaan status mental mungkin menunjukkan mood terdepresi sekunder tetapi tidak terdapat gangguan pikiran, gangguan tes realitas, atau afek yang tidak sesuai. Anak mungkin menunjukkan distraktibilitas yang besar, kekerasan hati, dan cara berpikir yang konkrit, dan harafiah. Indikasi visual-perseptual, auditorik-diskriminatorik, bahasa, atau kognisi mungkin ditemukan. Kadang-kadang, bukti-bukti menunjukkan kecemasan dasar, meresap, dan dengan dasar organik, seringkali dinamakan sebagai kecemasan tubuh (body anxiety). 8,9Pemeriksaan neurologis mungkin menemukan imaturasi atau gangguan visual-motorik-perseptual atau auditoris-diskriminatorik tanpa tanda gangguan ketajaman visual atau auditorik yang jelas. Anak-anak mungkin menunjukkan masalah pada koordinasi motorik dan kesulitan mencontoh gambaran yang sesuai dengan usianya, gerakkan yang berubah dengan cepat, diskriminasi kanan dan kiri, ambideksteritas, asimetris refleks, dan berbagai tanda neurologis nonfokal samar-samar (tanda lunak). Klinis harus mendapatkan EEG untuk mengenali anak dengan pelepasan yang sering dan serempak secara bilateral yang menyebabkan hilangnya pembicaraan yang singkat. Anak tersebut mungkin bereaksi di sekolah dengan hiperaktivitas untuk menyembunyikan frustasi. Anak dengan fokus kejang lobus temporalis yang tidak diketahui dapat menunjukkan gangguan perilaku sekunder. Pada keadaan tersebut, beberapa ciri GPPH sering ditemukan. Identifikasi fokus memerlukan EEG yang diambil selama mengantuk dan selama tidur. 7,9

2.8 Diagnosis BandingBeberapa gangguan dapat menyerupai GPPH. Gangguan medis/neurologis yang sering menyerupai GPPH adalah 5: Epilepsi Sindroma Tourette Gangguan pergerakan (movement disorder) Sekeule dari trauma kepala Gangguan/kerusakan penglihatan atau pendengaran Pola nutrisi yang buruk Kekurangan/gangguan tidurGangguan psikiatri yang sering menyerupai GPPH adalah: Gangguan penyesuaian Gangguan cemas Gangguan depresi/distimik Gangguan mood bipolar Retardasi mentalGangguan medis yang seringkali menyertai atau berkormobiditas dengan GPPH adalah gangguan depresi yang timbul sekunder akibat kegagalan reaksi penyesuaian anak GPPH dengan tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Mereka sering kali merasa gagal dalam proses belajar, serta timbulnya perasaan rendah diri akibat dari berkurangnya kemampuan yang seharusnya sudah mereka miliki, jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Gangguan lain yang juga seringkali menyertai GPPH adalah gangguan belajar, gangguan tingkah laku, gangguan perilaku menentang, serta gangguan obsesif kompulsif. Berbagai penelitian menunjukkan 35% kasus GPPH juga disertai dengan gangguan perilaku menentang dan sekitar 25-75% kasus GPPH disertai gangguan suasana perasaan. 6,92.9 PenatalaksanaanNational Institute of Mental Health, dan juga organisasi profesional lainnya di dunia seperti AACAP (American Academy of Child and Adolescent Psychiatry) sepakat bahwa penatalaksanaan anak dengan GPPH membutuhkan pendekatan yang multimodal, yang mencakup pemberian obat-obatan, terapi perilaku, serta pemberian edukasi pada orang tua dan guru. Psikososial meliputi intervensi individu anak, orang tua, sekolah baik guru maupun fasilitas tempat sekolah dan sosial. Melakukan pelatihan orang tua maupun guru dalam hal gejala maupun pengelolaan GPPH. Untuk melakukan pengelolaan GPPH perlu dilakukan identifikasi apakah di samping gejala pokok GPPH didapatkan komorbiditas. Pengobatan tahap pertama dilakukan selama 14 bulan kemudian dilakukan evaluasi tingkah laku oleh orang tua, guru dan lingkungan. Tujuan dari pengobatan pada anak dengan GPPH yaitu meningkatkan hubungan anak dengan lingkungan, menurunkan tingkah laku yang terlalu aktif dan tidak menyenangkan, memperbaiki kemampuan akademis dan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, meningkatkan perawatan diri dan percaya diri dalam pergaulan di lingkungannya.11,12A. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak dengan GPPHAgen farmakologis untuk GPPH adalah stimulan sistem saraf pusat, terutama dextroamphetamine (Dexedrine), metylphenidate, dan pemoline (Cylert). Pemakaian medikamentosa dapat mengontrol GPPH sekitar 70%. Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali dokter spesialis, baik psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang telah menjalani pelatihan penggunaan dan monitoring medikasi psikotropik. Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi badan dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG sebaiknya dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu. Klinisi harus menginformasikan keuntungan potensial dan efek samping medikasi. Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai minimal 1 tahun sekali. 5,11,121) PsikostimulanStudi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2 minggu) menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan bahwa keduanya efektif untuk terapi GPPH, meskipun psikostimulan memiliki pengaruh yang lebih besar. Psikostimulan yang biasa digunakan di USA adalah methylphenidate (MPH) dan dexamphetamine (DEX). Methylphenidate tersedia dalam bentuk immediate atau modified release untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari. DEH digunakan untuk anak usia 3 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau lebih. DEX efektif untuk mengatasi gejala inti GPPH. Psikostimulan merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti GPPH. Obat ini mempunyai pengaruh pada sistem dopaminergik atau noradrenergik sirkuit korteks lobus frontalis-subkortikal, meningkatkan kontrol inhibisi dan memperlambat potensiasi antara stimulasi dan respon, sehingga mengurangi gejala impulsif dan tidak dapat mengerjakan tugas. 5,11Efek samping yang paling sering muncul insomnia, nafsu makan berkurang, nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek samping psikostimulan jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan bersifat subyektif. Efek samping akan berkurang dalam waktu 1-2 minggu dari awal terapi dan akan hilang jika terapi dihentikan atau dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia pre-sekolah. 5,11,12

Tabel 1 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankanEfek sampingPilihan manajemen

Anoreksia, nausea, penurunan berat badanBerikan obat bersama makananPertimbangkan reduksi dosis atau penghentian obatMonitor berat dan tinggi badan menggunakan grafik persentilEdukasi diet, tambahan kalori

Hal yang menyangkut pertumbuhanJika signifikan (jarang dalam jangka panjang) atau menyebabkan kecemasan pada orang tuanya, upayakan penghentian medikasi saat akhir minggu atau liburan.

Kesulitan tidur (bandingkan dengan kesulitan tidur sebelum terapi)Berikan edukasi sleep hygieneKurangi atau hilangkan medikasi malam atau akhir sore (namun catat bahwa beberapa pasien membaik dengan medikasi malam tambahan).Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine

Pening dan sakit kepalaBersifat sementara. Jika persisten, monitor teliti (cek tekanan darah), turunkan dosis/hentikan medikasi, pastikan obat dimakan dengan makanan dan edukasi intake cairan. Jika persisten,

Pergerakan involunter, Tics dan sindrom TouretteKurangi, atau jika persisten, hentikan medikasi. Monitoring pre dan post terapi tics. Pertimbangkan alternatif lainnya (misal TCA) jika gejalanya berat.

Hilangnya spontanitas, disforia, agitasiTurunkan atau hentikan medikasi (hentikan jika timbul gangguan piir atau suspek psikosis-jarang terjadi)

Iritabilitas, behavioural reboundMonitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore hari; evaluasi komorbid (ODD/CD)

Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi badan dan penghitungan centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini masalah pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi. Tes darah sebaiknya dilakukan berdasarkan kebijakan klinisis dan hanya jika diindikasikan secara klinis. 12Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin dan titrasi dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per minggu sampai didapatkan respon yang memuaskan atau efek samping yang mengganggu. Perlu diingat bahwa efek samping psikostimulan berkaitan dengan dosis, maka tentukan dosis efektif terendah yang menghasilkan efek terapeutik maksimum dan efek samping minimum. Rekomendasi dosis terutama dosis harian maksimum yang disarankan, belum ditentukan oleh penelitian. Secara tradisional pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah dianjurkan dengan regimen yang ditentukan secara empiris. Respon terhadap MPH dan DEX bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar suatu dosis atau berat badan. Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan dengan cepat dan tidak terakumulasi di lemak tubuh. Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing individu. Pemberian 3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan keuntungan pencapaian efek terapi di malam hari, yang mungkin diinginkan untuk proyek PR atau kegiatan malam hari yang sudah direncanakan. 5,12Jika terjadi gangguan tidur, maka dosis akhir petang dapat diturunkan atau dihentikan. Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per minggu untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan memperhatikan masalah kontrol perilaku yang terjadi di rumah, sekolah dan masyarakat. Drug holidays selama akhir minggu atau liburan mungkin diperlukan jika terjadi hal serius yang menyangkut pertumbuhan anak. Jika terdapat GPPH persisten sampai pada usia dewasa atau pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali bila psikostimulan dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang. Jika tidak ada perbedaan berarti pada perilaku anak saat ia menjalani/tidak menjalani pengobatan, maka terapi bisa dihentikan untk periode yang lama. Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang menjalani terapi dan kesukaran perilaku tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi kembali dosisnya, mengganti dengan medikasi lain, atau mengevaluasi ulang strategi psikologis dan behavioralnya. Psikostimulan tak perlu dihentikan pada onset pubertas karena keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.52) AtomoxetineAtomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti GPPH anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif dengan medikasi psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus mereview minimal selama 6 bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan grafik persentil. Monitoring tambahan diperlukan pada penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler, hepatobilier, kejang dan resiko bunuh diri besar. Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada berat badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari. 5,11,123) Antidepresan trisiklik (TCAs)TCAs merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi nonstimulan yang banyak dipelajari untuk terapi GPPH. TCAs meliputi imipramine, desipramine, amitriptyline, nortriptyline and clomipramine. TCAs dipertimbangkan untuk terapi gejala behavioral GPPH. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala behavioralnya daripada terhadapa gejala kognitifnya. TCAs memiliki batas keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan, disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih lebar.Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi GPPH pada anak dan hanya digunakan pada anak yang tidak respon terhadap medikasi yang dianjurkan. Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering (dengan rasa logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan insomnia, disertai dengan gejala antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania, mudah lupa, dan bingung merupakan tanda-tanda toksisitas sistem saraf pusat. TCAs khususnya desipramine, memiliki potensi kardiotoksik. Belum ada konsensus maupun penelitian yang menentukan rekomendasi terapi TCAs dan regimen dosis optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2 mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine, desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk nortriptilin. 11,12Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun sebaiknya tetap dilakukan pengukuran berikut : Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (normal EKG belum berarti bebas dari efek kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah terapi. Dan hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung personal dan keluarga. Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptilin (10-25 mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan peringatkan akan efek samping yang mungkin timbul. Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil dimonitor efek sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk imipramin dan amitriptilin serta 0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin. Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek samping dan perilakunya secara klinis. Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di luar batas. Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan dengan perumbuhan dan perkembangan anak.Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah influenza like symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini meliputi malaise, menggigil, gejala coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Social withdrawal, hiperaktivitas, depresi, agitasi, dan insomnia juga dapat terjadi. Pasien dengan compliance yang rendah dapat mengalami periodic self-induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai efek samping obat, dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk. Dan hal ini membuat manajemen menjadi sukar. 5,11,124) Obat lainnyaPemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/ gangguan hiperkinetik harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Obat alternatif tersebut meliputi klonidin, guanfacine, buproprion, venlafaxine, SSRIs dan neuroleptik. Pemakaian obat alternatif dipertimbangkan jika terdapat gangguan komorbid (misal anxietas, depresi, tics, respon kurang atau efek samping psikostimulan atau TCA). 5,11,12 KlonidinKlonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik, dikenal sebagai antihipertensi. Obat ini dapat mengurangi gejala ADHD, dan terdapat penurunan yang besar saat dikombinasikan dengan methylphenidate dibandingkan jika diberikan sendiri. Diberikan 3 kali sehari dengan dosis maksimum 0,6 mg per hari tergantung respon dan efek samping yang muncul, atau 2 kali sehari dengan dosis total 0,10-0,20 mg/kg/ hari. Dalam sebuah studi,individu yang menerima klonidin mengalami penurunan tekanan sistolik yang lebih besar dibanding kontrol dan mengalami sedasi transien serta pening.Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak responsif atau tidak toleransi terhadap psikostimulan atau atomoxetine. Dapat digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan methylphenidate disesuaikan dengan kasus masing-masing individu. Klinisi harus memonitor tekanan darah dan nadi serta tanda-tanda oversedasi. Penghentian klonidin harus bertahap untuk menghindari adanya rebound phenomenon. GuanfacineEfek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi dan fatigue. Makin ditingkatkan dosisnya, tekanan darah dan nadi akan makin rendah. Belum ada cukup data untuk merekomendasikan obat ini.17

B. Pendekatan psikososial pada penanganan anak dengan GPPH1) Adanya pelatihan keterampilan sosial bagi anak dengan GPPHSebagaimana diketahui bahwa anak dengan GPPH seringkali juga disertai dengan perilaku agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini membuat mereka tidak mampu untuk menjalin relasi yang optimal dengan teman-teman sebayanya. Dampak yang cukup sering terjadi adalah mereka disingkirkan oleh kelompok teman sebayanya dan kesulitan untuk mencari teman yang baru. Hal lain adalah seringnya mereka menjadi kambing hitam karrena tanpa sadar teman, guru, atau lingkungan cenderung memberi label negatif terhadap perilaku mereka sehari-hari. Tidak jarang mereka juga seringkali diperdaya oleh teman-teman mereka. Semua hal ini membuat beban anak dengan GPPH akan bertambah berat. Oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan keterampilan sosial, dengan harapan mereka akan lebih mengerti norma-norma sosial yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai dengan norma yang ada. 5,11,122) Edukasi bagi orang tua dan guruBanyak orang tua dan guru merasa belum mengerti akan GPPH sepenuhnya. Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun tatalaksana yang dianjurkan. Untuk itu maka sangat dianjurkan bagi anak dengan GPPH beserta orang tua dan juga guru kelasnya mendapatkan suatu bentuk terapi perilaku yang disebut sebagai modifikasi perilaku.53) Modifikasi perilaku merupakan suatu teknik terapi perilaku dengan menggunakan prinsip ABC (Antecedents Behaviour, and Consequences)Antecendents adalah semua bentuk sikap, perilaku, dan juga kondisi yang terjadi sebelum anak menampilkan perilaku tertentu, misalnya cara orang tua/guru memberikan instruksi pada anak. Behaviour adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak (yang sebenarnya ingin diubah). Consequences adalah reaksi orang tua/guru yang terjadi setelah anak menunjukkan perilaku tertentu. Dalam modifikasi perilaku maka orang tua dan guru diharapkan untuk mengubah antecendents dan juga consequences nya sehingga diharapkan anak juga dapat mengubah perilaku yang tadinya kurang adaptif menjadi yang lebih adaptif dengan lingkungan sekitarnya. Teknik ini pada umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan sebaiknya dijalankan secara konsisten sehingga hasilnya akan tampak lebih jelas. 5,124) Edukasi dan pelatihan pada guruEdukasi dan pelatihan guru merupakan hal sangat penting karena salah satu permasalahan utama pada anak dengan GPPH adalah permasalahan akademis. Selain itu, pelatihan dan edukasi ini juga akan menghindari terjadinya stigmatisasi pada anak dengan GPPH, sehingga menghindari adanya anggapan buruk terhadap anak-anak ini, misalnya cap anak sebagai anak nakal, bandel atau malas, dsb. Pendekatan sekolah merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Tingkat pemahaman guru yang baik akan GPPH ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan guru dalam memngempati sikap, perilaku, dan reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami GPPH. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan upaya kesehatan mental di sekolah yang melibatkan guru kelas, orang tua, konselor, psikolog, dan juga psikiater anak, serta profesi lain yang terkait. 5,125) Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga (family support) atau kelompok antar orang tuaPuotiniemi dan Kyngas dalam penelitiannya mengemukakan bahwa adanya kelompok dukungan orang tua yang memiliki permasalahan yang sama akan meningkatkan daya penyesuaian serta reaksi yang lebih positif terhadap anak mereka. Di dalam kelompok ini, orang tua akan merasa lebih nyaman dan secara terbuka dapat mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Denga adanya kondisi ini maka orang tua akan mendapatkan dukungan emosional dari sesama orang tua lainnya, serta mengurangi penderitaan yang dialami dan belajar dari pengalaman praktis dari para orang tua lainnya dalam menangani berbagai masalah yang mungkin dihadapi baik oleh anak maupun mereka sebagai orang tua. 11,122.10 KomplikasiKomplikasi yang dapat muncul pada penderita GPPH antara lain kecemasan, gangguan emosi dan kepibadian, gangguan belajar dan pada kondisi yang lebih lanjut dapat menyebabkan gangguan bipolar pada pasien. 5,11

2.11 PrognosisPrognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki keadaan keluarganya secepat mungkin. 5,11,12Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi, ada yang menetap.1. Persisten atau menetapPada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran hukum.5,12

Dampak dari ADHD terhadap tumbuh kembang seorang anak

GangguanperilakuKesulitan akademikSosialisasi burukTerdapat problem citra diriBerurusan dengan hokumMerokokResiko untuk mendapat trauma atau cederaKegagalan dalam pekerjaanProblem dalam mebina hubungan interpersonalResiko mendapat cedera atau kecelakaanUsia Pra sekolahUsia sekolahRemajaUsia saat di Perguruan TinggiDewasa Gangguan PerilakuKegagalan akademikTerganggunya hubungan dengan temanTerdapatnya problem citra diriKegagalan akademikKesulitan dalam pekerjaanTerdapatnya problem citra diri Penggunaan zat/ obat obatan Resiko mendapat cidera/ kecelakaan

2. Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling terakhir adalah distractibility. 5,12a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit. b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan menyalahgunakan alkohol dan narkoba.

BAB IIIKESIMPULAN

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau menunjukkan perilaku yang hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian. Gambaran klinis utama untuk GPPH adalah gangguan daya perhatian, impulsivitas dan aktivitas berlebih yang terjadi lebih dari satu lingkungan yaitu tidak hanya di rumah dan di sekolah, biasanya diawali pada usia muda di bawah 7 tahun dan untuk jangka panjang.Penyebab GPPH masih belum diketahui. Banyak faktor yang dianggap sebagai penyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru danorang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Pada penelitian dengan menggunakan tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography) ditemukan penurunan aliran darah serebral dan kecepatan metabolisme di daerah lobus frontal pada anak dengan GPPH.Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan yang terpenting menganggu kesiapan anak untuk belajar. Penatalaksanaan GPPH yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif meliputi terapi dengan obat dan terapi psikososial meliputi, terapi perilaku, terapi kognitif perilaku, dan latihan keterampilan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiguna T. Gejala, Latar belakang Permasalahan dan Kebutuhan Anak dengan GPPH dan Spektrum Autistik. Dalam: Buku Prosiding Simposium Sehari Kesehatan Jiwa. Jakarta: IDI.2007.h.68-71.2. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock dan Jack A. Grebb. Gangguan Defisit-Atensi Sinopsis Psikiatri. Jilid dua. Jakarta: Binapura Aksara.2010.h.744-53. 3. Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of ADHD: Is it an American condition?. World Psychiatry.2003.p.104-13.4. Maramis.W.F. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja. Dalam: Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2.Vol 2. Jakarta: Airlangga University Press.2009.h.507-17.5. Wiguna T. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.h.441-54. 6. Curatolo P, DAgati E, Moavero R. The neurobiological basis of ADHD. Italian Journal of Pediatrics.2010.p.36-79. Available from http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1824-7288-36-79.pdf [Accessed on July 5th 2015].7. ADHD: Clinical Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, and Teratment of Attention Deficit Hyperactivity Disorder in Children and Adolescent. Journal American Academy of Pediatrics. 2015 July 2:1-2. 8. Roberts W, Milich R. Examining the Changes to ADHD in the DSM-5: One Step Forward and Two Steps Back. The ADHD Report. Vol 21.2013:4. Available from http://guilfordjournals.com/doi/abs/10.1521/adhd.2013.21.4.1 [Accessed on July 4th 2015]9. Mark L. Wolraich et al. Attention Deficit Hyperactivity Disorder Among Adolescents. In: A Review of the Diagnosis, Treatment, and Clinical Implications. Pediatrics.2005.p,1734-74. 10. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: PT.Nuh Raya.2001.h.136-7. 11. Cherkasova M, et al. 2013. Developmental Course of Attention Deficit Hyperactivity Disorder and its Predictors. J Can Acad Child Adolesc Psychiatry.22(1).p.47-55. Available from [Accessed on July 2nd 2015].12. Rohde A, Verin R, Polanczyk G. The Management of ADHD in Children, Young People and Adults: Epidemiology of ADHD. Journal of Cutting Edge Psychiatry in Practice. Available from http://www.cepip.org/sites/default/files/CEPiP.2012.1.pdf [Accessed on July 4th 2015].31