referat initial assessmentf
DESCRIPTION
fTRANSCRIPT
REFERAT
INITIAL ASSESSMENT
TANIA AZHARI
1102011275
PEMBIMBING :
Dr. Yeppy AN Sp.B, FINACS, MM
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD SOREANGAGUSTUS 2015
Initial assessment adalah penilaian awal untuk memprioritaskan pasien dan menberikan
penanganan segera. Informasi digunakan untuk membuat keputusan tentang intervensi kritis
dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan pengkajian, pasien harus aman dan dilakukan
secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat kesadaran (Level Of Consciousness) dan
pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation), pengkajian ini dilakukan pada pasien
memerlukan tindakan penanganan segera dan pada pasien yang terancam nyawanya.
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan
yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat penting, karena
itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini meliputi :
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
9. Penanganan definitif
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan (sekuensial), namun dalam
praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan (simultan).
I. Persiapan
Penanganan penderita berlangsung dalam 2 tahap :
a. Tahap pra-rumah sakit( Pre-hospital)
b. Tahap rumah sakit
a. Tahap Pra-Rumah sakit
Di Indonesia pelayanan pra-rumah sakit ini merupakan bagian yang sangat
terbelakang dari pelayanan penderita gawat darurat secara menyeluruh. Hampir semua
korban penderita trauma dibawa oleh ambulans ke rumah sakit. Pelayanan korban
dengan trauma pra-rumah sakit yang membawanya biasanya adalah keluarga sendiri atau
orang yang berbaik hati.
Prinsip utama adalah do not further harm bahwa tidak boleh membuat keaadan lebih
parah
Prinsip : Do No futher Harm
2
Keadaan yang ideal dimana “ Unit Gawat Darurat yang datang ke penderita”, dan
merupakan sebaliknya karena itu ambulan yang datang sebaiknya memiliki peralatan
yang lengkap. Petugas atau paramedik yang datang membantu penderita juga sebaiknya
mendapatkan latihan khusus, karena pada saat menaangani penderita mereka harus
menguasai keterampilan khusus yang dapat menyelamatkan nyawa. Sebaiknya rumah
sakit sudah diberitahukan sebelum penderita diangkat dari tempat kejadian, dan
koordinasi yang baik antara dokter di RS dengan petugas lapangan akan menguntungkan
penderita.
Yang harus dilakukan oleh seorang paramedik adalah :
- Menjaga Airway dan Breathing,
- Kontrol perdarahan dan syok,
- Imobilisasi penderita,
- Pengiriman kerumah sakit terdekat yang cocok
Pada fase ini dibutuhkan :
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan.
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum
penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan airway,
kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah
sakit terdekat.
Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti
waktu kejadian, sebab kejadian. Mekanisme kejadian dapat menerangkan
jenis dan berat perlukaan.
b. Tahap Rumah sakit
Perencanaan sebelum penderita tiba dan sebaiknya ada ruangan/daerah
khusus resusitasi.
Perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube, dsb) sudah
dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau.
Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau.
Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
3
Persiapan rujukan ke pusat trauma jika dibutuhkan.
Pemakaian alat-alat proteksi diri.
Primary Survey dan Resusitasi
Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum
memegang penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk
menghindari tertular penyaklit seperti hepatitis, dan AIDs.
Alat proteksi diri sebaiknya :
- Sarung tangan
- Kaca mata terutama apabila penderita menyemburkan darah
- Apron, melindungi pakaian sendiri
- Sepatu
Langkah pertama : memakai alat proteksi diri
Lakukan Primary Survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa adalah:
a. Airway dengan kontrol servikal (gangguan airway adalah pembunuh tercepat)
b. Breathing dan Ventilasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
d. Disability : status neurologis dan nilai GCS
e. Exposure/environmental : buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
II. Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Pada umumnya kita akan melakukan triage, tidak perduli apakah
penderita hanya 1 atau banyak. Bila satu penderita akan mencari masalah
penderita(selection of problems). Bila banyak penderita, akan mencari penderita
yang paling bermasalah. Dan yang berikutnya, pemilahan didasarkan pada keadaan
ABC
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :
a. Multiple Casualties
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani
lebih dahulu.
b. Mass Casualties
Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu,
perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan dilayani lebih dahulu.
4
Jenis Korban :
• Korban Masal : >1 orang, harus ditolong oleh >1 penolong, bukan bencana
• Korban Bencana : Korban lebih besar dari korban masal
Seleksi korban berdasarkan :
• Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
• Dapat mati dalam hitungan jam
• Trauma ringan
• Sudah meninggal
• Menentukan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
A. Label hijau
Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
B. Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
C. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan
disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan
dilakukan operasi
D. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi
UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.
E. Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah
Penilaian Dalam Triage :
• Primary survey (A,B,C) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya
• Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan selanjutnya
• Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada A, B, C,
derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
• Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban
5
III. Primary Survey
Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum
memegang penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk
menghindari tertular penyaklit seperti hepatitis, dan AIDs.
Alat proteksi diri sebaiknya :
- Sarung tangan
- Kaca mata terutama apabila penderita menyemburkan darah
- Apron, melindungi pakaian sendiri
- Sepatu
Langkah pertama : memakai alat proteksi diri
Lakukan Primary Survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa adalah:
Airway dengan kontrol servikal (gangguan airway adalah pembunuh
tercepat)
Breathing dan Ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
Disability : status neurologis dan nilai GCS
Exposure/environmental : buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
a. Airway dengan kontrol servikal (Cervical Spine Control)
1. Penilaian
a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Pemeriksaan jalan nafas :
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi
sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan
pipi penolong
c. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid
6
c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
- Pasang airway definitif sesuai indikasi
Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan
airway
Kebutuhan untuk ventilasi
Tidak sadar Apnea
• Paralisis neuromuskuler
• Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
• Takipnea
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi
• Perdarahan
• Muntah – muntah
Cedera kepala tertutup berat yang
membutuhkan hiperventilasi singkat,
bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera laring, trakea
• Stridor
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita
multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas
klavikula.
7
5. Evaluasi
b. Breathing dan Ventilasi
1. Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
c. Circulation dengan Kontrol perdarahan
1. Penilaian
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b. Mengetahui sumber perdarahan internal
c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah
8
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia
subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (AGD).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-
pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
d. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation
e. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
IV. Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak dengan tetesan cepat
9
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah, Berdasarkan Presentasi Penderita Semula
KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah
(mL)
Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah
(% volume darah)
Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi
(mm Hg)
Normal atau
Naik
Menurun Menurun Menurun
Frekuensi
Pernafasan
14-20 20-30 30-40 >35
Produksi Urin
(mL/jam)
>30 20-30 5-15 Tidak berarti
CNS/ Status
Mental
Sedikit cemas Agak cemas Cemas,
bingung
Bingung,lesu
(lethargic)
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan
darah
Kristaloid dan
darah
10
c. Evaluasi resusitasi cairan
1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal
2. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin) serta awasi
tanda-tanda syok
a. Rapid response
b. Transient response
c. No response
11
Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI PENILAIAN
(Pemeriksaan Fisik)
PENGELOLAAN
Tension
Pneumothorax
• Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
• Needle decompression
• Tube thoracostomy
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Konsultasi bedah
• Tube thoracostomy
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh
• Ultrasound
Pericardiocentesis
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Pericardiotomy
• Thoracotomy
Perdarahan Intraabdominal • Distensi abdomen
• Uterine lift, bila hamil
• DPL/ultrasonography
• Pemeriksaan Vaginal
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Konsultasi bedah
• Jauhkan uterus dari vena
cava
Perdarahan Luar • Kenali sumber perdarahan Kontrol Perdarahan
12
• Direct pressure
• Bidai / Splints
• Luka Kulit kepala yang
berdarah : Jahit
KONDISI IMAGE FINDINGS SIGNIFICANCE INTERVENSI
Fraktur Pelvis Pelvic x-ray
• Fraktur Ramus Pubic
• Kehilangan darah
kurang
dibanding jenis lain
• Mekanisme
Kompresi Lateral
• Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
•Hindari manipulasi
berlebih
• Open book • Pelvic volume ↑ •Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
• Pelvic volume
•Rotasi Internal
Panggul
•PASG
• Vertical shear • Sumber perdarahan
banyak
•External fixator
•Angiography
•Traksi Skeletal
•Konsultasi Ortopedi
Cedera Organ
Dalam
CT scan
• Perdarahan
intraabdomimal
• Potensial kehilangan
darah
• Hanya dilakukan bila
hemodinamik stabil
•Perbaikan Volume
•Mungkin Transfusi
•Konsultasi Bedah
13
d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
1. Respon cepat
- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih
diperlukan
2. Respon Sementara
- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
- Konsultasikan pada ahli bedah
Transient Responder
ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK
TAMBAHAN
INTERVENSI
Dugaan Jumlah
perdarahan kurang
atau
Perdarahan Berlanjut
• Distensi Abdomen
• Fraktur Pelvis
• Fraktur Pelvis
• Perdarahan Luar
• DPL atau ultrasonografi • Konsultasi Bedah
• Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
• Pasang bidai
Nonhemorrhagic
• Cardiac
tamponade
•Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh
• Pericardiocentesis • Reevaluasi toraks
• Dekompresi jarum
14
• Ultrasound
• Bising nafas
normal
Tube thoracostomy
• Recurrent/
persistent tension
pneumothorax
•Deviasi Tracheal
• Distensi vena
leher
•Hipersonor
•Bising nafas (-)
3. Tanpa respon
- Konsultasikan pada ahli bedah
- Perlu tindakan operatif sangat segera
- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard
- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya
15
Non responder
ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK
TAMBAHAN
INTERVENSI
Massive blood loss
(Class III atau IV)
•Intraabdominal
bleeding
• Distensi Abdomen • DPL/USG •Intervensi segera (ahli
bedah)
•Perbaikan Volume
•Resusitasi Operatif
Nonhemorrhagic
•Tension
pneumothorax
• Distensi Vena
Leher
• Trachea tergeser
• Suara nafas
menghilang
• Hipersonor
• Chest Decompresion
(Needle
thoracocentesis
diteruskan
dengan tube
thoracostomy)
•Mungkin diperlukan
penggunaan monitoring
invasive
Nonhemorrhagic
•Cardiac tamponade
• Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh
• Ultrasound
• Bising nafas
normal
•Pericardiocentesis • Nilai ulang ABCDE
• Nilai ulang jantung
• Pericardiocentesis
• Cedera tumpul
jantung
• Nadi # teratur
• Perfusi jelek
• EKG : kelainan
iskemik
• Transesophageal
• Persiapan OK
• Invasive monitoring
16
echocardiography
• Ultrasonography
(pericardial)
• Inotropic support
• Pertimbangkan operasi
V. Tambahan pada Primary Survey dan Resusitasi
a. Pasang EKG
1. Monitor EKG dipasang pada semua penderita trauma
2. Disritmia, fibrilasi atrium atau ekstra-sistol dan perubahan segmen ST dapat
disebabkan kontusio jantung
3. Pulseless Electrical Activity mungkin disebabkan tamponade jantung, tension
pneumothoraks dan atau hipovolemia berat
4. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi
5. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
b. Pasang kateter uretra
1. Kecurigaan adanya ruptur uretra ditandai oleh adanya darah di orifisium
uretra eksterna, hematoma diskrotum dan perineum, pada colok dubur prostat
letak tinggi atau tidak teraba, adanya fraktur pelvis merupakan kontra indikasi
pemasangan kateter uretra.
2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH,
jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada
bagian bedah.
3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine.
4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita. Urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang
dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi.
c. Pasang kateter lambung
1. Digunakan untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi kemungkinan
muntah.
2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena
17
bahaya aspirasi bila pasien muntah.
3. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial
yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan
orogastric tube.
d. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
e. Pemeriksaan foto rontgen dan pemeriksaan tambahan lainnya
1. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey
2. Foto thoraks dapat mengenali kelainan yang mengancam jiwa, foto pelvis
menunjukan adanya fraktur pelvis yang kemudian membutuhkan pemberian
darah dan foto servikal lateral yang menunjukan fraktur merupakan penemuan
yang sangat penting, tetapi bila tidak tampak fraktur belum menyingkirkan
kemungkinan fraktur.
3. Pemeriksaan DPL ( Diagnostic Peritoneal Lavage) dan USG abdomen merupakan
pemeriksaan yang bermanfaat untuk menentukan adanya perdarahan
intraabdomen.
VI. Secondary Survey
A. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan, misal
trauma tumpul, trauma tajam, perlukaan karena suhu dan bahan berbahaya.
b. Pemeriksaan Fisik
18
Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey
Hal yang
dinilai
Identifikasi/
tentukanPenilaian Penemuan Klinis Konfirmasi dengan
Tingkat
Kesadaran
• Beratnya trauma
kapitis
• Skor GCS • 8, cedera
kepala berat
• 9 -12, cedera
kepala sedang
• 13-15, cedera
kepala ringan
• CT Scan
• Ulangi tanpa
relaksasi Otot
Pupil • Jenis cedera
kepala
• Luka pada mata
• Ukuran
• Bentuk
• Reaksi
• "mass effect"
• Diffuse axional
injury
• Perlukaan mata
• CT Scan
Kepala • Luka pada kulit
kepala
• Fraktur tulang
tengkorak
• Inspeksi adanya
luka dan fraktur
• Palpasi adanya
fraktur
• Luka kulit kepala
• Fraktur impresi
• Fraktur basis
• CT Scan
Maksilo
fasial
• Luka jaringan
lunak
• Fraktur
• Kerusakan syaraf
• Luka dalam
mulut/gigi
• Inspeksi :
deformitas
• Maloklusi
• Palpasi : krepitus
• Fraktur tulang
wajah
• Cedera jaringan
lunak
• Foto tulang
wajah
• CT Scan tulang
wajah
Leher • Cedera faring
• Fraktur servikal
• Inspeksi
• Palpasi
• Deformitas
faring
• Foto servikal
• Angiografi/
19
• Kerusakan
vaskular
• Cedera esofagus
• Gangguan
neurologis
• Auskultasi • Emfisema
subkutan
• Hematoma
Murmur
Nyeri , nyeri
tekan C-spine
• Tembusnya
platisma
Doppler
• Esofagoskopi
• Laringoskopi
Toraks • Perlukaan
dinding toraks
• Emfisema
subkutan
• Pneumo/
hematotoraks
• Cedera bronchus
• Kontusio paru
• Kerusakan aorta
torakalis
• Inspeksi
• Palpasi
• Auskultasi
• Jejas,
deformitas,
gerakan
• Paradoksal
• Nyeri tekan
dada, krepitus
• Bising nafas
berkurang
• Bunyi jantung
jauh
• Krepitasi
mediastinum
• Nyeri punggung
hebat
• Foto toraks
• CT Scan
• Angiografi
• Bronchoskopi
• Tube
torakostomi
• Perikardio
sintesis
• USG Trans-
Esofagus
Abdomen/
pinggang
• Perlukaan dd.
Abdomen
• Cedera intra-
peritoneal
• Inspeksi
• Palpasi
• Auskultasi
• Tentukan arah
• Nyeri, nyeri
tekan abdomen
• Iritasi peritoneal
• Cedera organ
• DPL
• CT Scan
• Laparotomi
• Foto dengan
20
• Cedera
retroperitoneal
penetrasi viseral
• Cedera
retroperitoneal
kontras
• Angiografi
Pelvis • Cedera Genito-
urinarius
• Fraktur pelvis
• Palpasi simfisis
pubis
• Nyeri tekan
tulang pelvis
• Tentukan
instabilitas pelvis
(hanya satu kali)
• Inspeksi
perineum
• Pem.
Rektum/vagina
• Cedera Genito-
rinarius
(hematuria)
• Fraktur pelvis
• Perlukaan
perineum,
rektum, vagina
• Foto pelvis
• Urogram:
Uretrogram
Sistogram
IVP
• CT Scan dengan
kontras
Medula
spinalis
• Trauma kapitis
• Trauma medulla
spinalis
• Trauma syaraf
perifer
• Pemeriksaan
motorik
• Pemeriksaan
sensorik
• "mass effect"
unilateral
• Tetraparesis
Paraparesis
• Cedera radiks
syaraf
• Foto polos
• MRI
Kolumna
vertebralis
• Fraktur
• lnstabilitas
kolumna
Vertebralis
• Kerusakan syaraf
• Respon verbal
terhadap nyeri,
tanda lateralisasi
• Nyeri tekan
• Deformitas
• Fraktur atau
dislokasi
• Foto polos
• CT Scan
21
Ekstremitas • Cedera jaringan
lunak
• Fraktur
• Kerusakan sendi
• Defisit neuro-
vascular
• Inspeksi
• Palpasi
• Jejas,
pembengkakan,
pucat
• Mal-alignment
• Nyeri, nyeri
tekan, Krepitasi
• Pulsasi hilang/
berkurang
• Kompartemen
• Defisit
neurologis
• Foto ronsen
• Doppler
• Pengukuran
tekanan
kompartemen
• Angiografi
VII. Tambahan pada Secondary Survey
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti
dan pastikan hemodinamik stabil
b. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan
tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
c. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
1. CT scan kepala, dada, abdomen dan spine
2. USG abdomen, transoesofagus
3. Foto ekstremitas
4. Foto vertebra tambahan
5. Urografi dan angiografi
VIII. Pemantauan dan Re-evaluasi berkesinambungan
a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
b. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
c. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
22
IX. Terapi Definitif
A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
23