referat hf

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Gagal Jantung menjadi perhatian dunia kesehatan, mulai dari insidensi dan angka perawatan di rumah sakit serta biaya perawatannya yang terus meningkat. 1 Diperkirakan 1-2% dari seluruh jumlah populasi dewasa di negara maju memiliki gagal jantung dengan prevalensi yang meningkat sebanyak 10% pada usia dai atas 70 tahun. 1 Penelitian lain menyebutkan bahwa diperkirakan 670.000 kasus gagal jantung baru di US setiap tahunnya mengenai usia di atas 45 tahun. Insidensi gagal jantung meningkat pada usia yang lebih tua, untuk usia 65-74 tahun dengan angka 9.200 kasus/tahun untuk laki-laki dan 4.700 kasus/tahun untuk wanita. Pada usia 75-84 tahun, angka insidensi 22.300 kasus/tahun untuk laki-laki dan 14.800 kasus/tahun untuk perempuan. Sedangkan usia 75-84 tahun, angka insidensinya adalah 41.900 kasus/tahun untuk laki-laki dan 32.700 kasus/tahun untuk perempuan. Secara umum, 1

Upload: aldilla-pradistha

Post on 14-Apr-2016

25 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

aaa

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.

Gagal Jantung menjadi perhatian dunia kesehatan, mulai dari insidensi dan angka

perawatan di rumah sakit serta biaya perawatannya yang terus meningkat.1

Diperkirakan 1-2% dari seluruh jumlah populasi dewasa di negara maju

memiliki gagal jantung dengan prevalensi yang meningkat sebanyak 10% pada

usia dai atas 70 tahun.1 Penelitian lain menyebutkan bahwa diperkirakan 670.000

kasus gagal jantung baru di US setiap tahunnya mengenai usia di atas 45 tahun.

Insidensi gagal jantung meningkat pada usia yang lebih tua, untuk usia 65-74

tahun dengan angka 9.200 kasus/tahun untuk laki-laki dan 4.700 kasus/tahun

untuk wanita. Pada usia 75-84 tahun, angka insidensi 22.300 kasus/tahun untuk

laki-laki dan 14.800 kasus/tahun untuk perempuan. Sedangkan usia 75-84 tahun,

angka insidensinya adalah 41.900 kasus/tahun untuk laki-laki dan 32.700

kasus/tahun untuk perempuan. Secara umum, terjadi peningkatan sebanyak 20%

untuk menjadi kasus gagal jantung pada usia di atas 40 tahun.1

Angka perawatan gagal jantung di rumah sakit juga meningkat 3 kali lipat

pada penelitian prospektif yang telah dilakukan pada tahun 1979 hingga 2004, hal

ini sesuai peningkatan usia harapan hidup dan kemajuan pengobatan kardiologi,

sehingga kasus yang ditemui juga lebih banyak.1

Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin

meningkat. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya

harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun

sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. 1

Gagal jantung juga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama

pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia.

Sindroma gagal jantung ini merupakan masalah yang penting pada usia lanjut,

dikarenakan prevalensi yang tinggi dengan prognosis yang buruk. Prevalensi

1

Page 2: Referat Hf

gagal jantung kongetif akan meningkat seiring dengan meningkatnya populasi

usia lanjut, karena populasi usia lanjut dunia bertambah dengan cepat dibanding

penduduk dunia seluruhnya, relatif bertambah besar pada negara berkembang

termasuk Indonesia.1

Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya

keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda-tanda klinis pada

tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali

gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memperbaiki

gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat

progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.2

2

Page 3: Referat Hf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI SERTA KLASIFIKASI

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi

dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat

timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat

berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau

ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan

kematian pada pasien.3

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal

jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal

jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.3

Gagal Jantung Kiri 3

Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis

dan menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan

sesak nafas, batuk, dan terkadang hemoptisis.

Manifestasi klinis gagal jantung kiri yaitu : Penurunan kapasitas aktivitas,

dispnu awalnya timbul pada aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut

dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnue nocturnal paroksismal

(paroxysmal nocturnal dyspnoea/PND), batuk (hemoptisis), letargi dan kelelahan,

penurunan nafsu makan dan berat badan, kulit lembab, tekanan darah (tinggi,

rendah, atau normal), denyut nadi (volume normal atau rendah) atau irregular

karena ektopik atau AF. Pulsus alternans dapat ditemukan pergeseran apeks ke

lateral (dilatasi LV), pada auskultasi didapat bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan

murmur total dari regurgitasi mitral sekunder, krepitasi paru karena edema

alveolar.

Secara klasik, kongesti dan edema pulmoner yang disebabkan oleh

gangguan aliran keluar darah dari paru-paru. Berkurangnya perfusi darah renal

3

Page 4: Referat Hf

(karena berkurangnya curah jantung) yang menyebabkan retensi garam (dan air

yang menyertai) untuk meningkatkan volume darah. Nekrosis tubuler akut karena

iskemia. Gangguan ekskresi zat sisa sehingga terjadi azotemia renal.

Berkurangnya perfusi darah pada sistem saraf pusat, yang sering menyebabkan

ensefalopati hipoksia, dengan gejala yang berkisar dari iritabilitas hingga koma.

Gagal Jantung Kanan 3

Gagal jantung kanan paling sering disebabkan oleh gagal jantung kiri .

Gagal jantung kanan yang sejati dapat terjadi karena penyakit katup trikuspid atau

pulmonalis atau karena penyakit vaskular pulmoner atau penyakit intrinstik

pulmoner yang menghalangi aliran keluar darah dari ventrikel kanan.

Manifestasi gagal jantung kanan adalah :Pembengkakan pergelangan kaki,

dispnu (namun bukan ortopnu atau PND), penurunan kapasitas aktivitas, nyeri

dada. Memiliki tanda-tanda berupa denyut nadi (aritmia takikardi), peningkatan

JVP, edema, hepatomegali dan asites, gerakan bergelombang parasternal, S3 atau

S4 RV, efusi pleura.

Kongesti portal, sistemik, dan edema dependen perifer, misalnya kaki,

pergelangan kaki, sakrum engan disertai efusi. Hepatomegali dengan kongesti

sentrilobuler dan atrofi hepatosit sentral. (kongesti pasif yang kronik).

Splenomegali kongestif dengan dilatasi sinusoid, perdarahan fokal, endapan

hemosiderin dan fibrosis.

Gagal Jantung Sistolik 3

Gagal jantung sistolik (ejection fraction depressed) adalah suatu keadaan

yang menggambarkan penurunan kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan

memompa darah melawan perlawanan sistemik vaskular, yang biasanya

meningkat. Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama gagal jantung

pada umumnya dan disfungsi sistolik khususnya, terhitung untuk 60-75% dari

semua kasus di negara-negara industri. Baik hipertensi (tekanan darah tinggi) dan

diabetes berinteraksi dengan kecenderungan genetik yang meningkat untuk

berkembang menjadi CAD, seperti halnya dislipidemia.

4

Page 5: Referat Hf

Etiologi lain termasuk nonischemic cardiomyopathy idiopatik, penyakit

katup jantung, myocarditis, alkohol dan obat-obatan. Demam rheumatik tetap

penyebab utama gagal jantung di Afrika dan Asia, terutama pada penduduk muda.

Gagal Jantung Diastolik 3

Gagal jantung diastolik (preserved ejection fraction) adalah suatu keadaan

dimana kontraktilitas otot jantung masih utuh atau mengalami peningkatan,

namun, fase relaksasi siklus jantung terganggu. Ruangan jantung menjadi tebal

dan kaku. Resistensi vaskular meningkat untuk meningkatkan volume pengisian

ke jantung. Penyebab paling umum gagal jantung diatolik adalah hipertensi, yang

juga berkontribusi bagi perkembangan penyakit arteri koroner dan disfungsi

sistolik.

Penyebab lain yang jarang termasuk Hypertrophy Primer

cardiomyopathy, penyakit katup jantung, cardiomyopathy terbatas, amiloidosis,

dan constrictive pericarditis. 3

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara

lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard

Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester,

Stevenson dan NYHA.3

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard

akut, dengan pembagian 3:

- Derajat I : Tanpa gagal jantung

- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3

galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan

diaforesis).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat

tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,

distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara

5

Page 6: Referat Hf

jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada

manuver valsava.3

Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang

sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan

penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet)

yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin

(cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita

dibagi menjadi empat kelas, yaitu:3,4

- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Gambar 1. Klasifikasi berdasarkan status perfusi dan kongesti pasien.3,4

6

Page 7: Referat Hf

2.2 ETIOLOGI

Penyakit arteri koroner dan hipertensi di negara maju merupakan

penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab

terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat

malnutrisi.5

Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai

penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor

risiko koroner seperti diabetes dan merokok, berat badan, tingginya rasio

kolesterol total dengan HDL, hipertensi juga merupakan faktor yang dapat

berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung, termasuk Hipertensi

ventrikel kiri yang dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik

dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk

terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun ventrikel. Ekokardiografi

yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan

perkembangan gagal jantung.5

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang

bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung

kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan

menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif

dan obliterasi. 5

Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi

dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.

Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti

SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. 5

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan

(autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai

dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas

hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow

aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). 5

7

Page 8: Referat Hf

Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance

ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan

fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.5,6

Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik,

walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.

Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan

stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan

kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta

menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). 5

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada

penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul

bersamaan. 5

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal

jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi

(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2-3%

dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi

tiamin. 5

Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi

seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan

gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. 5

Meskipun gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat dari sebagian besar

bentuk penyakit jantung, di Amerika Serikat dan Eropa Barat, penyakit jantung

iskemik bertanggung jawab sebanyak tiga perempat dari semua kasus.

Kardiomiopati menempati urutan kedua, sementara kasus bawaan, penyakit katup

jantung, dan penyakit jantung hipertensi adalah penyebab lain yang posisinya

terletak di bawah dua penyebab di atas. Hal ini penting untuk mengidentifikasi

potensi pengobatan penyebab gagal jantung, seperti ketiga kelompok di atas. 6

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain

pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada infark miokard akut,

8

Page 9: Referat Hf

klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi NYHA dan American

College of Cardiology/American College Heart Association.6

Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association)

yaitu : 4,7

I. Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fsik. Aktivitas fisik

sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak.

II. Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,

namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau

sesak nafas.

III. Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,

tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.

IV. Tidak terdapat batasan aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat gejala saat

istirahat. Keluhan meningkat sat melakukan aktivitas.

Klasifikasi Gagal jantung menurut American College of Cardiology/

American College Heart Association yaitu : 4,7

Stadium A : Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.

tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak terdapat tanda

atau gejala.

Stadium B : Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan

dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau

gejala.

Stadium C : Gagal jantung yang simtomatis berhubungan dengan penyakit

Struktural jantung yang mendasari.

Stadium D : Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung yang

sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi

medis maksimal.

2.3 PATOFISIOLOGI

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi

gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf

simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. 5

9

Page 10: Referat Hf

Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang

dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama

diastol. Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif

bertambah. Peningkatan progresif volume diastolik akhir, sel-sel otot ventrikel

mengalami peregangan melebihi panjang optimumnya sehingga serat-serat otot

tertinggal dalam kurva panjang-tegangan. Tegangan yang dihasilkan menjadi

berkurang karena ventrikel teregang oleh darah. Semakin terisi berlebihan

ventrikel, semakin sedikit darah yang dapat dipompa keluar sehingga akumulasi

darah dan peregangan serat otot bertambah. Akibatnya volume sekuncup curah

jantung dan tekanan darah turun.6

Penurunan tekanan darah dirasakan oleh baroreseptor. Hal ini terjadi

karena respon-respon reflek tersebut menyebabkan peningkatan pengisian

ventrikel (preload) atau semakin menurunkan volume sekuncup dengan

meningkatkan afterload yang harus dilawan oleh kerja pompa ventrikel.6

Peningkatan preload dan afterload menyebabkan peningkatan beban kerja

dan kebutuhan oksigen jantung. Kebutuhan oksigen yang meningkat tidak dapat

terpenuhi hingga serat-serat otot menjadi hipoksik sehingga kontraktilitas

berkurang. Siklus perburukan gagal jantung terus berulang. Refleks terus

menyebabkan peningkatan pengisian dan peregangan jantung dan/atau afterload.

Maka tekanan darah terus berada di bawah normal, sehingga refleks-refleks

tersebut tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Gagal jantung akan berlanjut,

kecuali siklus pengisian berlebihan darah dapat ditangani.6

Bila curah jantung oleh suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolism tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme

kompensasi. Mekanisme kompensasi ini dipakai untuk mengatasi beban kerja,

diupayakan memelihara tekanan darah yang masih memadai untuk perfusi alat-

alat vital. Mekanisme ini mencakup : 8

1. Mekanisme Frank-Starling

2. Pertumbuhan hipertrofi ventrikel

3. Aktivitas neurohormonal

4. Sistem saraf adrenergik

5. Sistem Renin Angiotensin

10

Page 11: Referat Hf

6. Hormon antidiuretic

Mekanisme Frank Starling 8

Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung diregangkan

selama pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan makin besar pula jumlah

darah yang dipompa ke dalam aorta atau arteri pulmonalis.

Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak

sempurna sewaktu jantung berkontraksi sehingga volume darah yang menumpuk

dalam ventrikel semasa diastole lebih tinggi dibandingkan normal. Hal ini bekerja

sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal (atau volume akhir

diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya,

yang membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.

Hipertrofi Ventrikel 8

Stres pada dinding ventrikel meningkat akibat dilatasi (peningkatan radius

ruang)atau beban akhir yang tinggi (misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi

yang tidak terkendali.

Peningkatan volume akhir diastol juga akan meningkatkan tekanan di

dinding ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka akan merangsang

pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Terjadinya hipertrofi ventrikel berfungsi untuk

mengurangi tekanan dinding dan meningkatkan massa serabut otot sehingga

memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami

hipertrofi akan meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga

mekanisme kompensasi ini selalu diikuti dengan penigkatan tekanan diastolik

ventrikel yang selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri.

Aktivasi Neurohormonal 8

Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang

mencakup sistem saraf adrenergic, sistem rennin angiotensin, peningkatan

produksi hormone antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan curah

jantung. Semua mekanisme meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga

mengurangi setiap penurunan tekanan darah. Selanjutnya menyebabkan retensi

garam dan air yang pada awalnya bermanfaat meningkatkan volume intravaskuler

11

Page 12: Referat Hf

dan beban awal ventrikel kiri, memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme

Frank starling.

Sistem Syaraf Adrenergik 8

Penurunan curah jantung oleh reseptor-reseptor di sinus karotis dan arkus

aorta sebaga penurunan perfusi. Reseptor ini mengurangi laju pelepasan rangsang

sebanding dengan penurunan tekanan darah. Arus simpatis ke jantung dan

sirkulasi perifer meningkat dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang

segera terjadi, yaitu :

1. Peningkatan laju debar jantung

2. Peningkatan kontraktilitas ventrikel

3. Vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-reseptor alfa pada vena-vena dan

arteri sistemik.

Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh

perifer sehingga membantu memelihara tekanan darah.

Sistem Renin Angiotensin 8

Penurunan perfusi ginjal menyebabkan stimulasi sistem rennin angiotensin

aldosteron (RAA) yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II

plasma, dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada

arteriol eferen (dan sistemik) ginjal, yang menstimulasi pelepasan norepinefrin

(noradrenalin) dari ujung saraf simpatik, menghambat tonus vagal, dan membantu

pelepasan aldosteron dari adrenal, menyebabkan retensi natrium dan air serta

ekskresi kalium di ginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat

menurunkan metabolisme aldosteron, sehingga meningkatkan kadar aldosteron

lebih lanjut.

12

Page 13: Referat Hf

Gambar 2. Mekanisme Sistem Renin Angiotensin

Hormon Antidiuretik 8

Pada gagal jantung, sekresi hormone antidiuretik oleh kelenjar hipofisis

posterior meningkat, karena rangsang terhadap baroreseptordi arteri dan atrium

kiri serta oleh kadar Angitensin II meningkat dalam sirkulasi.

Hormon antidiuretik berperan meningkatkan volume intravaskuler karena

ia meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan cairan

intravaskuler inilah yang meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah

jantung.

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan

peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada

pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi

endoteli-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajatgagal jantung.

Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge

pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1

antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya

remodeling vascular dan miokardial akibat endotelin.6,8

13

Page 14: Referat Hf

2.4 DIAGNOSIS

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala

dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

hepatomegali, edema tungkai.9,10,11

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis

adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi,

pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.2,12,13

Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran

siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena

pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena

pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura

horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih

dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang

menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran

efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah

bagian kanan.9,11

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada

hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal

dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara

lain gelombang Q, abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch

block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya

menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai

penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.9

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna

pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif

mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan

ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas

yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi

atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard

anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

14

Page 15: Referat Hf

mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya

gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.9

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia

sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit

dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya

kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional,

karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang

berat.9

Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui

adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis

apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin

converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi.9

Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat

terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat

potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan

penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium

sparring.9

Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan

LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid,

albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan

penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP

plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml.3,9,13,14,15

Pemeriksaan radionuclide atau multigated ventrikulografi dapat

mengetahui ejection fraction, laju pengisisan sistolik, laju pengosongan diastolik

dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada

berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui

gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan

diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan

arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure. 9,16

15

Page 16: Referat Hf

Gambar 3.Alur Diagnostik pada Gagal Jantung

Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal

jantung kongestif. Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2

kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai

berikut: 13

a. Kriteria mayor terdiri dari:

1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

2) Peningkatan tekanan vena jugularis

3) Ronkhi basah tidak nyaring

4) Kardiomegali

5) Edema paru akut

6) Gallop di S3

7) Refluks hepatojugular

16

Page 17: Referat Hf

b. Kriteria minor terdiri dari:

1) Edema pergelangan kaki

2) Batuk malam hari

3) Dyspnea d’ effort

4) Hepatomegali

5) Efusi pleura

6) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

7) Takikardi

Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan

dua kriteria minor harus ada di saat bersamaan.

2.5 PENANGANAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan

karena akan saling melengkapi untuk penatalaksaan penderita gagal jantung.

Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk

memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun penatalaksanaan secara

individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi sehingga semakin

cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik

prognosisnya.3,14

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain

adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan

serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti

pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan

kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan

asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal

jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena

mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel

serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun

efek terhadap kelangsungan hidup belum dapat dibuktikan.14

Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi

paru sehingga vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu

dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan

17

Page 18: Referat Hf

terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna

katup prostesis.14

Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non

farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa terkompensasi

ataupun dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan

tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti

terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut

maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas.

Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki

kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta

penurunan angka rawat.15

Obat-obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain:

diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, blocker

(carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator

(hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.14-15

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5-2

l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka

pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme

serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu

diberikan pada penderita dengan imobilitas. 15

Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita dengan fibrilasi

atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.13 Penderita gagal

jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas,

pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias

hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output

yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik.15

Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul

pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun

ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut

maupun defek septum ventrikel pasca infark.3,16 Gagal jantung akut yang berat

merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat

18

Page 19: Referat Hf

termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan

kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.3

Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian

oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang

dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat

dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan

khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan

adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang

buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya

diberikan pada kasus yang refrakter.14

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan

venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop

diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini

dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi non steroid,

sehingga harus dihindari bila memungkinkan.3,17

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan

kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga

menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis

pemberian 2-3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.3

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi

preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan

angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator

vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri

termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga

terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi

jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena

dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.3

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan

pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai

krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat

dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 µg/kg/menit. 3

19

Page 20: Referat Hf

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.

Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan

ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal,

dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar

epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena

menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,

meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis

pemberiannya adalah bolus 2 µg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01

µg/kg/menit.3

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut

yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan/atau

vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah

85-100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau

vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan

akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi

perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.1,3,14

Pemberian dopamin 2 µg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh

darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2-5 µg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada

pemberian 5-15 µg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta

yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin

akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya

tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontraktilitas.

Dosis umumnya 2-3 µg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan

dosis 2,5-15 µg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat

beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15-20 µg/kg/mnt.3

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi

AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang

sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya

digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah

mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis

milrinone intravena 25 µg/kg bolus 10-20 menit kemudian infus 0,375-0,75

20

Page 21: Referat Hf

µg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25-0,75 µg/kg bolus kemudian 1,25-7,5

µg/kg/mnt.3

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut

yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita

dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau

terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang

biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus

kontiniu dengan dosis 0,05-0,5 µg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis

0,2-1 µg/kg/mnt.3

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering

adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita

datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan

preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat

seperti loop diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun

natagonis kalsium intravena (nicardipine).3

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah pompa balon intra

aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,

ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita

gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon

terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.

Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan

mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita

dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrio-ventrikular derajat tinggi.

Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan

takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang

mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok

kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.1,3

21

Page 22: Referat Hf

Drug InitialDaily Dose(s)

Maximum TotalDaily Dose

Durationof Action

Loop diureticsBurnetanideFurosemideTorsemide

0.5 to 1.0 mg once or twice20 to 40 mg once or twice

10 to 20 mg once

10 mg600 mg200 mg

4 to 6 hours6 to 8 hours

12 to 16 hoursThiazide diureticsChlorothiazideChlorthalidoneHydrochlorothiazideIndapamideMetolazone

250 to 500 mg once or twice12.5 to 25 mg once25 mg once or twice

2.5 once2.5 mg once

1000 mg100 mg200 mg5 mg

20 mg

6 to 12 hours24 to 72 hours6 to 12 hours

36 hours12 to 24 hours

Potassium-sparing diureticsAmilorideSpironolactoneTriamterene

5 mg once12.5 to 25 mg once50 to 75 mg twice

20 mg50 mg*200 mg

24 hours2 to 3 days7 to 9 hours

Sequential nephron blockadeMetolazoneHydrochlorothiazideChlorothiazide (IV)

2.5 to 10 mg once plus loop diuretic25 to 100 mg once or twice plus loop diuretic500 to 1000 mg once plus loop diuretic

Gambar 4. Diuretik oral yang direkomendasikan untuk digunakan dalam

pengobatan gagal jantung kronis.4,18

22

Page 23: Referat Hf

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi

dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul

dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa

gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau

ketidaksesuaian preload dan afterload. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi

yang adekuat, maka di dalam tubuh terjadi refleks hemostasis atau mekanisme

kompensasi melalui mekanisme Frank Starling, pertumbuhan hipertrofi ventrikel,

aktifasi neurohormonal, sistem saraf adrenergik, sistem Renin Angiotensin, dan

hormone antidiuretik.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati, penyakit

katup jantung, kongenital (ASD/VSD), aritmia, alkohol, obat-obatan, penyakit

arteri koroner, malnutrisi. Faktor risiko koroner antara lain adalah diabetes,

merokok, berat badan, tingginya rasio kolesterol total dengan HDL dan hipertensi.

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala

dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

hepatomegali, edema tungkai. Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan

untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Menurut Framingham kriterianya gagal

jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor.

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan farmakologis, dimana penatalaksanaan gagal

jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan

prognosisnya.

23

Page 24: Referat Hf

DAFTAR PUSTAKA

1. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the harmacological management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005;7 (Supplement J):J15-J20.

2. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.

3. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007.

4. Yancy et al., 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure: A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines, Journal Circulation : Journal of the American Heart Association 2013:p1-375.

5. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ 2000;320:104-7.

6. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

7. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure: pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.

8. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.

9. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation. BMJ 2000;320:297-300

10. Hobbs FDR, Davis RC, Lip GYH. ABC of heart failure: heart failure in general practice. BMJ 2000;320:626-9.

11. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure – full text the task force on acute heart failure of the european society of cardiology. Eur Heart J 2005.

12. Senni M, Tribouilloy CM, Rodeheffer RJ, Jacobsen SJ, Evans JM, Bailey KR, Redfield NM. Congestive heart failure in the community trends in incidence and survival in 10-year period. Arch Intern Med 1999;159:29-34.

24

Page 25: Referat Hf

13. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GY H. ABC of heart failure: clinical features and complications. BMJ 2000;320:236-9.

14. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug management. BMJ 2000;320:366-9

15. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.

16. Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: acute and chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.

17. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: management: diuretics, ACE inhibitors, and nitrates. BMJ 2000;320:428-31.

18. Siswanto BB., Accurate diagnoses, evidence based drugs, and new devices (3 Ds) in heart failure, Journal Med J Indones, 2012; 21:52-8.

25