referat ggn tingkah laku & emosi pada anak

41
BAB 1 PENDAHULUAN Masalah kesehatan jiwa anak sama pentingnya dengan masalah kesehatan fisiknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tercapainya kesehatan fisik, bebas dari penyakit menular akan menghasilkan manusia yang baik dan mengurangi kematian anak. Besarnya permasalahan penyakit menular pada anak membuat keadaan kesehatan jiwa anak kurang diprioritaskan. Namun dengan adanya konsep bahwa kesehatan meliputi pula keadaan jiwa anak, maka perlu diperhatikan perkembangan kesehatan jiwa anak. Meskipun angka gejala gangguan jiwa anak tidak sebesar penyakit lainnya, namun diperlukan suatu perhatian mengenai kesehatan jiwa anak mengingat akibat gangguan jiwa anak yang tidak tertangani secara tepat dapat berakibat buruk. Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan pada negara-negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Gangguan mental dan perilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua daerah, semua negara dan semua masyarakat. Seperlima 1

Upload: sigit

Post on 15-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jiwa

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

Masalah kesehatan jiwa anak sama pentingnya dengan masalah kesehatan fisiknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tercapainya kesehatan fisik, bebas dari penyakit menular akan menghasilkan manusia yang baik dan mengurangi kematian anak. Besarnya permasalahan penyakit menular pada anak membuat keadaan kesehatan jiwa anak kurang diprioritaskan. Namun dengan adanya konsep bahwa kesehatan meliputi pula keadaan jiwa anak, maka perlu diperhatikan perkembangan kesehatan jiwa anak. Meskipun angka gejala gangguan jiwa anak tidak sebesar penyakit lainnya, namun diperlukan suatu perhatian mengenai kesehatan jiwa anak mengingat akibat gangguan jiwa anak yang tidak tertangani secara tepat dapat berakibat buruk.Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan pada negara-negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Gangguan mental dan perilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua daerah, semua negara dan semua masyarakat. Seperlima dari remaja di bawah usia 18 tahun mengalami masalah perkembangan, emosional atau perilaku, satu dari delapannya memiliki gangguan mental, sedangkan pada anak-anak yang kurang beruntung angka ini adalah satu dari lima.Gangguan pada anak-anak ini sering kali dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu eksternalisasi dan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktivitas, dan impulsivitas. Gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus kedalam diri seperti depresi, menarik diri dari pergaulan sosial dan kecemasan, termasuk juga anxietas dan mood dimasa anak-anak.Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III, gangguan tingkah laku pada anak termasuk ke dalam gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan tingkah laku termasuk F91 yang terdiri dari F91.0 gangguan tingkah laku yang terbatas pada lingkungan keluarga, F91.1 gangguan tingkah laku tak berkelompok, F91.2 gangguan tingkah laku berkelompok, F91.3 gangguan sikap menentang (membangkang), F91.8 gangguan tingkah laku lainnya, dan F91.9 gangguan tingkah laku yang tidak tergolongkan. Sedangkan gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak (F93) terdiri dari F93.0 gangguan anxietas perpisahan masa kanak, F93.1 gangguan anxietas fobik masa kanak, F93.2 gangguan anxietas sosial masa kanak, dan F93.3 gangguan persaingan antar saudara (Sibling Rivalry).Berdasarkan DSM-IV, gangguan tingkah laku tergolongkan gangguan eksternalisasi yang termasuk dalam kategori DSM-IV-TR bersama dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Gangguan Sikap Menentang (GSM). Gangguan-gangguan ini memiliki etiologi dan penanganan yang berbeda. Yang lebih penting diperhatikan adalah akibat dari terabaikannya gangguan emosional pada anak. Manifetasi dari akibat gejala gangguan emosional bervariasi dari penurunan prestasi belajar sampai berkembangnya pribadi yang anti sosial. Selain mempunyai dampak pada perkembangan kepribadian, gangguan emosional dapat pula bermanifestasi dalam gejala gangguan fisiologis.Dari penjelasan di atas, maka permasalahan gangguan emosional anak membutuhkan perhatian. Pola asuh dan lingkungan merupakan faktor paling berperan terhadap munculnya gangguan emosional pada anak. Hal ini terutama dipicu oleh sikap yang salah dari orang tua terhadap anaknya. Gangguan emosional pada anak perlu dikenali untuk bisa segera diantisipasi sehingga tidak berlarut-larut dan menimbulkan berbagai masalah baru bagi anak maupun orang tuanya. Penanganan gangguan emosional secara tepat sejak dini diharapkan dapat membantu anak mempunyai perkembangan yang lebih baik bagi masa depannya.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1Gangguan Tingkah Laku2.1.1DefinisiMenurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III, gangguan perilaku pada masa anak dan remaja merupakan suatu golongan yang disediakan untuk semua gangguan yang terjadi pada masa anak dan remaja yang bersifat lebih menetap, mendalam, dan lebih sukar diatasi dibandingkan dengan gangguan situasional sementara. Tetapi gangguan ini lebih ringan dari psikosa, nerosa, dan gangguan kepribadian. Keadaan seperti ini disebabkan karena perilaku pada usia tersebut masih berada dalam keadaan yang relatif mudah berubah-ubah.

2.1.2EpidemiologiBanyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD. Sekitar 40% anak-anak dengan ADHD juga mengalami gangguan tingkah laku. Hal ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu sama lain.Gangguan tingkah laku didapatkan pada 6-16% anak laki-laki dan 2-9% anak perempuan, di bawah usia 18 tahun. Insiden pada usia sekolah adalah 0,9% dan 8,7% pada remaja. Berdasarkan penelitian longitudinal, kurang lebih 4-75% diantaranya akan berkembang menjadi gangguan kepribadian antisosial pada masa dewasanya. Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan komorbiditas dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang komorbiditas dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak-anak perempuan yang mengalami gangguan tingkah laku berisiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai gangguan komorbiditas, termasuk kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki gangguan tingkah laku.

2.1.3Faktor Risiko1. Faktor biologisDalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan bahwa perilaku agresif (kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan) jelas diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (mencuri, lari dari rumah, membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Dalam studi terhadap 10 pasangan kembar, angka kriminalitas pada saat dewasa mencapai 50% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot. Sebaliknya, tujuh penelitian pada anak dengan perilaku antisosial pada remaja menunjukkan angka yang tinggi, namun seimbang antara kembar monozigot dan dizigot.Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, merencanakan, menggunakan pengendalian diri, dan menyelesaikan masalah) dan masalah memori. Telah lama diketahui bahwa gangguan otak seperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma, dan lain-lain dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Anak dengan sindroma otak organik ini mungkin menunjukkan hiperkinesa, kegelisahan, kecenderungan untuk merusak dan kekejaman.

2. Faktor psikologisTeori pembelajaran yang melibatkan modelling memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara mencapai tujuan yang efektif, meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan. Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak.3. Faktor lingkungana. OrangtuaSikap orangtua terhadap anak mereka merupakan faktor yang sangat penting bagi kepribadian anak itu. Perkawinan yang tidak bahagia atau perceraian dapat menimbulkan kebingungan pada anak. Bila orangtua tidak rukun, maka sering mereka tidak konsekuen dalam mengatur kedisiplinan dan sering mereka bertengkar di depan anak. Sebaliknya, disiplin yang dipertahankan secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang hebat. Kepribadian orangtua sendiri juga sangat penting.b. Saudara-saudaraRasa iri hati terhadap saudara adalah normal, biasanya lebih nyata pada anak pertama dan lebih besar antara anak-anak dengan jenis kelamin yang sama. Perasaan ini akan bertambah keras bila orangtua memperlakukan anak-anak tidak sama. Untuk menarik perhatian dan simpati orangtuanya, anak-anak tersebut bisa menunjukkan perilaku yang agresif atau negativistik.c. Orang-orang lain di dalam rumahContoh nenek, saudara orangtua atau peayan, juga dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak.d. Teman-teman seusiaPenelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan antisosial anak-anak memfokuskan pada dua bidang, yaitu:1) Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan menunjukkan hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu.2) Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan kemungkinan perilaku nakal pada anak.4. Faktor sosiologisTingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi. Kombinasi perilaku antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan kriminal.Gangguan perilaku lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan sosio-ekonomi tinggi atau rendah. Hal ini mungkin terjadi karena orangtua mereka terlalu sibuk dengan kegiatan sosial (pada kalangan atas) atau sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan bawah) sehingga lupa menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak mereka.

2.1.4Kriteria Diagnosis1. Berdasarkan DSM-IV-TRDefinisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan, berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringnya, perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan kurang penyesalan. Adapun kriteria gangguan tingkah laku dalam DSM-IV-TR yaitu:1) Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu diantaranya dalam enam bulan terakhir:a) Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual.b) Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalisme.c) Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik orang lain, menipu, mengutil.d) Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut malam sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.2) Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan3) Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian anti sosial.

2. Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Berdasarkan PPDGJ-IIIPedoman diagnostik1) Gangguan tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku disosial, agresif atau menentang yang berulang dan menetap.2) Penilaian tentang adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan tingkat perkembangan anak. Tempertantrums, merupakan gejala normal pada perkembangan anak berusia 3 tahun, dan adanya gejala ini bukan merupakan dasar bagi diagnosis ini. Begitu pula, pelanggaran terhadap hak orang lain (seperti pada tindak pidana dengan kekerasan) tidak termasuk kemampuan anak berusia 7 tahun dan dengan dengan demikian bukan merupakan kriteria diagnostik bagi anak kelompok usia tersebut. Contoh-contoh perilaku yang dapat menjadi dasar diagnosis mencakup hal-hal berikut: perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan; kejam terhadap hewan atau sesama manusia; perusakan yang hebat atas barang milik orang; membakar; pencurian; pendustaan berulang-ulang; membolos dari sekolah dan lari dari rumah; sangat sering meluapkan tempertantrum yag hebat dan tidak biasa; perilaku provokatif yang menyimpang; dan sikap menentang yang berat serta menetap. Masing-masing dari kategori ini, apabila ditemukan, adalah cukup untuk menjadi alasan bagi diagnosis ini, namun demikian perbuatan disosial yang terisolasi bukan merupakan alasan yang kuat.3) Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali bila tingkah laku seperti yang diuraikan di atas berlanjut selama 6 bulan atau lebih.

F91.0 Gangguan Tingkah Laku yang Terbatas Pada Lingkungan KeluargaPedoman diagnostik:a. Memenuhi kriteria F91 secara menyeluruh.b. Tidak ada gangguan tingkah laku yang signifikan di luar lingkungan keluarga dan juga berhubungan sosial anak di luar lingkungan keluarga masih dalam batas-batas normal.F91.1 Gangguan Tingkah Laku Tak BerkelompokPedoman diagnostik:a. Ciri khas dari gangguan tingkah laku tak berkelompok ialah adanya kombinasi mengenai perilaku disosial dan agresif berkelanjutan (yang memenuhi seluruh kriteria F91 dan tidak terbatas hanya pada perilaku membangkang, menentang dan merusak), dengan sifat kelainan yang pervasif dan bermakna dalam hubunan anak yang bersangkutan dengan anak-anak lainnya.b. Tiadanya keterpaduan yang efektif dengan kelompok sebaya merupakan perbedaan penting dengan gangguan tingkah laku yang berkelompok (socialized) dan ini diutamakan di atas segala perbedaan lainnya.c. Rusaknya hubungan dengan kelompok sebaya terutama dibuktikan oleh keterkucilan dari dan/atau penolakan oleh, atau kurang disenanginya oleh anak-anak sebayanya, dan karena ia tidak mempunyai sahabat karib atau hubungan anak dalam kelompok usianya. Hubungan dengan orang dewasa pun ditandai oleh perselisihan, rasa bermusuhan, dan dendam. Hubungan baik dengan orang dewasa dapat terjalin (Sekali pun biasanya kurang bersifat akrab dan percaya); dan seandainya ada, tidak menyisihkan kemungkinan diagnosis ini.d. Tindak kejahatan lazim (namun tidak mutlak) dilakukan sendirian. Perilaku yang khas terdiri dari: tingkah laku menggertak, sangat sering berkelahi, dan (pada anak yang lebih besar) pemerasan atau tindak kekerasan; sikap membangkang secara berlebihan, perbuatan kasar, sikap tidak mau bekerjasama, dan melawan otoritas; mengadat berlebihan dan amarah yang tidak terkendali; merusak barang orang lain, sengaja membakar, perlakuan kejam terhadap hewan dan terhadap sesama anak. Namun ada pula anak yang terisolasi, juga terlibat dalam tindak kejahatan berkelompok. Maka jenis kejahatan yang dilakukan tidaklah penting dalam menegakkan diagnosis, yang lebih penting adalah soal kualitas hubungan personalnya.

F91.2 Gangguan Tingkah Laku BerkelompokPedoman diagnostik:a. Kategori ini berlaku terhadap gangguan tingkah laku yang ditandai oleh perilaku disosial atau agresif berkelanjutan (memenuhi kriteria untuk F91 dan tidak hanya terbatas pada perilaku menentang, membangkang, merusak) terjadi pada anak yang pada umumnya cukup terintegrasi di dalam kelompok sebayanya.b. Kunci perbedaan terpenting ialah terdapatnya ikatan persahabatan langgeng dengan anak seusia. Sering kali, namun tidak selalu, kelompok sebaya itu terdiri atas anak-anak yang juga terlibat dalam kegiatan kejahatan atau disosial (tingkah laku anak yang tidak dibenarkan masyarakat justru dibenarkan oleh kelompok sebayanya itu dan diatur oleh subkultur yang menyambutnya dengan baik). Namun hal ini bukan merupakan syarat mutlak untuk diagnosisnya; bisa saja anak ittu menjadi warga kelompok sebaya yang tidak terlibat dalam tindak kejahatan sementara perilaku disosial dilakukannya di luar lingkungan kelompok itu. Bila perilaku disosial itu pada khususnya, merupakan penggertakan terhadap anak lain, boleh jadi hubungan dengan korbannya atau beberapa anak lain terganggu. Perlu ditegaskan lagi, bahwa hal ini tidak membatalkan diagnosisnya, asal saja anak itu memang termasuk dalam kelompok sebaya dan ia merupakan anggota yang setia dan mengadakan ikatan persahabatan yang langgeng.

F91.3 Gangguan Sikap Menentang (Membangkang)Pedoman diagnostika. Ciri khas dari jenis gangguan tingkah laku ini ialah berawal pada anak di bawah usia 9 dan 10 tahun. Ditandai oleh adanya perilaku menentang, ketidak patuhan (disobedient), perilaku provokatif dan tidak adanya tindakan disosial dan agresif yang lebih berat yang melanggar hukum ataupun melanggar hak asasi orang lain.b. Pola perilaku negativistik, bermusuhan, menentang, provokatif dan merusak tersebut berlangsung secara berkelanjutan, yang jelas sekali melampaui rentang perilaku normal bagi anak pada kelompok usia yang sana dalam lingkungan sosial-budaya yang serupa, dan tidak mencakup pelanggaran yang lebih serius terhadap hak orang lain seperti dalam kategori F91.0 dan F91.2. Anak dengan gangguan ini cenderung sering kali dan secara aktif membangkang terhadap permintaan atau peraturan dari orang dewasa serta dengan sengaja mengusik orang lain. Lazimnya mereka bersikap marah, benci dan mudah terganggu oleh orang lain yang dipersalahkan atas kekeliruan dan kesulitan yang mereka lakukan sendiri. Mereka umumnya mempunyai daya toleransi terhadap frustasi yang rendah dan cepat hilang kesabarannya. Lazimnya sikap menentangnya itu bersifat provokatif, sehingga mereka mengawali konfrontasi dan sering kali menunjukkan sifat kasar sekali, kurang suka kerja sama, menentang otoritas.

F91.8 Gangguan Tingkah Laku LainnyaF91.9 Gangguan Tingkah Laku YTTHanya digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria umum untuk F91, namun tidak memenuhi kriteria untuk salah satu subtipe lainnya.

2.1.5Diagnosis Banding 1. Gangguan aktivitas dan perhatian (ADHD)ADHD dapat dikonsepkan sebagai gangguan kognitif/perkembangan, dengan onset usia lebih muda dari gangguan tingkah laku. Anak dengan ADHD lebih menunjukkan defisit pada perhatian dan fungsi kognitif, dan memiliki aktivitas motorik yang meningkat, dengan abnormalitas perkkembangan neurologis yang lebih hebat. Sedangkan anak dengan gangguan tingkah laku cenderung memiliki karakteristik sifat agresi yang tinggi dan disfungi keluarga yang lebih hebat.2. Gangguan campuran tingkah laku dan emosi lainnya.3. Gangguan emosional dengan onset khas pada anak dan remaja.

2.1.6Penatalaksanaan Gangguan Tingkah LakuHal penting bagi keberhasilan dalam penatalaksanaan adalah upaya mempengaruhi banyak sistem dalam kehidupan seorang remaja (keluarga, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan tempat tinggal). Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat adalah bagaimana menghadapai orang-orang yang nurani sosialnya tampak kurang berkembang. Adapun hal yang dapat dilakukan adalah:Intervensi keluarga: beberapa pendekatan yang paling menjanjikan untuk menangani gangguan tingkah laku mencakup intervensi bagi orang tua atau keluarga dari si anak antisosial. Gerald Patterson dan kolegannya mengembangkan dan menguji sebuah program behavioral, yaitu Pelatihan Manajemen Pola Asuh (PMP), dimana orang tua diajari untuk mengubah berbagai respon untuk anak-anak mereka sehingga perilaku prososial dan bukannya perilaku antisosial yang dihargai secara konsisten.Penanganan multisistemik (PMS): intervensi ini memandang masalah tingkah laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan antara keluarga dan berbagai sistem sosial lainnya. Teknik yang dipergunakan bervariasai meliputi Cognitive Behavioural Therapy (CBT), home-based interventions/sistem keluarga, classroom-based behaviour modifications, dan manajemen kasus.Pendekatan kognitif: terapi dengan intervensi bagi orang tua dan keluarga merupakan komponen keberhasilan yang penting, tetapi penangana semacam itu banyak memakan biaya dan waktu. Oleh kerena itu, penanganan dengan terapi kognitif individual bagi anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku dapat memperbaiki tingkah laku mereka, meski tanpa melibatkan keluarga. Contoh: mengajarkan keterampilan kognitif pada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan mereka menunjukan manfaat yang nyata dalam membantu mereka mengurangi perilaku agresif.Pengobatan Berbasis Rumah Sakit dan Rehabilitasi Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.Farmakoterapi: gangguan tingkah laku dahulu dianggap resisten terhadap terapi farmakologis. Saat ini, tiga penelitian telah selesai dilaksanakan. Satu menunjukkan efektivitas penggunaan methylphenidate dalam menurunkan tingkat perlawanan, pembangkangan, agresi, dan perubahan mood pada pasien dengan usia 5-8 tahun yang didiagnosis dengan gangguan tingkah laku, dengan atau tanpa ADHD. Peneitian lainnya menunjukkan efektivitas dari divalproat dalam menurunkan kemarahan dan agresivitas pada usia remaja. Divalproat secara khusus efektif pada agresivitas yang dipicu oleh stres post traumatik. Penelitian ketiga menunjukkan efektivitas dari lithium dalam menurunkan agresivitas pada pasien usia remaja dengan gangguan tingkah laku.

2.1.7 PrognosisGangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya berlanjut menjadi perilaku antisosial di masa dewasa, meskipun memang menjadi faktor yang mempredisposisi. Studi baru-baru ini, menunjukkan bahwa meskipun sekitar separuh anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku tidak memenuhi kriteria lengkap bagi diagnosis tersebut pada pengukuran kemudian (1-4 tahun kemudian), hampir semuanya tetap menunjukkan beberapa masalah tingkah laku.Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku anti sosial yang tetap sepanjang hidup, dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3 tahun dan berlanjut menjadi kesalahan perilaku yang serius di masa dewasa. Sementara itu, yang lain terbatas di usia remaja. Orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang normal, terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama masa renaja, dan kembali ke gaya hidup tidak bermasalah di masa dewasa.Anak laki-laki dengan gangguan tingkah laku perilaku antisosialnya jauh lebih mungkin untuk berlanjut jika memiliki salah satu orang tua yang mengalami gangguan kepribadian antisosial atau jika mereka memilki kecerdasan verbal rendah. Interaksi beberapa faktor individual, seperti temperamen, psikopatologi yang dialami orang tua, dan interaksi orang tua-anak yang disfungsional, dan faktor-faktor sosiokultural, seperti kemiskinan, dan dukungan sosial rendah, berkontribusi terhadap lebih banyaknya kemungkinan timbulnya perilaku agresif di usia dini dengan sifat tetap.

2.2 Gangguan Emosional dengan Onset Khas Pada Masa Kanak2.2.1DefinisiGangguan emosional adalah suatu kondisi yang menunjukkan satu atau lebih dari karakteristik berikut ini dalam periode waktu yang lama dan berakibat buruk pada kinerja pendidikan anak, yang ditandai dengan:1. Ketidakmampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan dengan intelektual, sensori dan faktor kesehatan.2. Ketidakmampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan interpresonal yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru.3. Menunjukkan perilaku atau perasaan yang tidak wajar atau tidak sesuai dalam situasi yang normal.4. Depresi.5. Kecenderungan untuk mengalami ketakutan yang berhubungan dengan masalah pribadi atau sekolah.

2.2.2Gejala dan TandaGangguan emosi dan perilaku telah lama dikenal dalam sejarah tetapi penyebab gangguan ini sering disalahtafsirkan. Di masa lalu, diyakini bahwa individu dengan gangguan emosi dan perilaku telah dirasuki setan atau hanya malas. Orang juga percaya bahwa penyakit ini menular. Oleh karena itu, pengobatan untuk orang-orang ini adalah penahanan di poorhouses (semacam panti untuk menampung orang-orang miskin), pemukulan, penelantaran, dan tindakan-tindakan kejam yang dianggap tidak manusiawi oleh standar masa kini.Lembaga pertama bagi orang-orang dengan gangguan seperti itu, St Mary dari Betlehem, didirikan di London pada 1547. Warga di institusi ini dipukuli, dirantai, dan kelaparan. Pada tahun 1792, Philippe Pinel, seorang psikiater Perancis, memerintahkan reformasi kemanusiaan. Pada 1800-an, usaha-usaha para pembaharu dimulai di Amerika Serikat. Banyak negara telah mendirikan institusi untuk orang-orang dengan gangguan emosi dan perilaku pada 1844. Kelas-kelas di sekolah umum untuk anak-anak dengan gangguan perilaku mulai muncul pada akhir 1800-an. Pada 1909, William Healy mendirikan Juvenile Psychopatic Institute di Chicago untuk melakukan studi terhadap para remaja yang melakukan pelanggaran. Sementara itu teori psikoanalisis Sigmund Freud mulai mempengaruhi pendidikan dan perawatan anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku baik di Eropa dan di Amerika Serikat. Pada abad kedua puluh, kaum profesional menyadari bahwa anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku memerlukan guru-guru, program-program, dan teknik-teknik mengajar khusus. Tahun 1940-an dan 1950-an, pusat-pusat perawatan rumahan bagi pemuda bermasalah mulai bermunculan. Tahun 1960-an dan 1970-an berlangsung periode mekar untuk pengembangan program pendidikan bagi anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku.Ganguan emosional pada anak menunjukkan tanda-tanda sesuai dengan tingkatannya. Tingkatan-timgkatan ini terdiri atas ringan, sedang, dan berat.1. Gangguan Emosi RinganGangguan tingkat ringan biasanya tak terlalu terlihat. Orang tua sekalipun bisa tak menyadari hal ini. Emosi anak akan terlihat biasa-biasa saja, meski jika ditilik lebih dalam, pertumbuhan emosinya tak sesuai dengan tahapan yang seharusnya dialami anak seusianya. Misal, diusia 4 tahun, anak seharusnya sudah mau berbagi dengan temannya, tetapi ia kerap marah ketika mainannya di pinjam. Atau diusia 5-6 tahun anak semestinya sudah berani tidur sendiri dikamarnya, namun ia menolak dengan alasan takut.2. Gangguan Emosi SedangDitingkat sedang, gejala gangguan emosi lebih kentara. Anak bisa marah, takut, atau sedih terhadap hal-hal yang sebenarnya normal-normal saja pada anak-anak lain. Umpamanya, ketika mainannya dipinjam, ia akan marah dan menyakiti anak yang mengambil mainannya. Contoh lainnya adalah ketika ia diminta tidur sendirian, ia akan menolak keras dengan alasan takut. Penolakannya sangat kuat, dengan menangis, wajah pucat, atau mungkin marah kepada orang tuanya.

3. Gangguan Emosi BeratGangguan emosi tingkat berat biasanya terlihat jelas.Hal ini karena perilaku anak terlihat janggal dan tak biasa. Ketika marah, anak akan mengamuk, berteriak-teriak, bahkan menyakiti dirinya sendiri. Ketika ia takut terhadap sesuatu yang tak membahayakan dirinya, seperti kucing, kecoa, tikus, ruang sempit, gelap, ia akan terlihat pucat pasi, muncul keringat dingin, menjerit, menangis keras, dan lainnya. Atau ketika sedih, ia akan mengurung diri, menangis sendirian, melamun berkepanjangan, mudah menangis, dan lainnya.

2.2.3Kriteria Diagnosis Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Berdasarkan PPDGJ-IIIF93.0 Gangguan Anxietas Perpisahan Masa KanakCiri diagnostik yang terpenting ialah anxietas yang berlebihan yang terfokus dan berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang akrab hubungannya dengan si anak (lazimnya orang tua atau kerabat akrab lainnya), yang bukan hanya bagian dari anxietas umum berkenaan dengan aneka situasi.Anxietas dapat terbentuk sebagai berikut:a. Tidak realistik, kekhawatiran yang mendalam kalau ada bencana yang akan menimpa tokoh yang lekat atau kekhawatiran orang itu akan pergi dan tidak kembali lagi.b. Tidak realistik, kekhawatiran mendalam akan terjadi peristiwa buruk, seperti misalnya anak akan kesasar, diculik atau dimasukkan dalam rumah sakit, atau terbunuh yang akan memisahkannya dari tokohh yang lekat dengan dirinya.c. Terus menerus enggan atau menolak masuk sekolah, semata-mata karena takut akan perpisahan (bukan karena alasan lain seperti kekhawatiran tentang peristiwa di sekolah).d. Terus menerus enggan atau menolak untuk tidur tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh kesayangannya.e. Terus menerus takut yang tidak wajar untuk ditinggalkan seorang diri, atau tanpa ditemani orang yang akrab di rumah pada siang hari.f. Berulang mimpi buruk tentang perpisahan.g. Sering timbulnya gejala fisik (rasa mual, sakit perut, sakit kepala, muntah-muntah, dan sebagainya) pada peristiwa perpisahan dari tokoh yang akrab dengan dirinya seperti keluar rumah untuk pergi ke sekolah.h. Mengalami rasa susah berlebihan (yang tampak dari anxietas, menangis, mengadat, merana, apatis, atau pengunduran sosial), pada saat sebelum, selama atau sehabis berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang akrab dengannya.Diagnosis ini mensyaratkan tidak adanya gangguan umum pada perkembangan fungsi kepribadian.

F93.1 Gangguan Anxietas Fobik Masa KanakKategori ini hanya berlaku terhadap rasa takut yang khas timbul pada suatu fase perkembangan yang spesifik pada anakMemenuhi kriteria:a. Onset pada masa usia perkembangan yang sesuai.b. Taraf anxietas itu secara klinis tidak normal, danc. Anxietas itu tidak merupakan bagian dari suatu gangguan yang menyeluruh.

F93.2 Gangguan Anxietas Sosial Masa KanakPedoman diagnostik:a. Kategori ini hanya berlaku bagi gangguan yang timbul sebelum usia 6 tahun, yang tidak lazim derajatnya dan disertai aneka masalah berkenaan dengan fungsi secara sosial, dan yang tidak merupakan bagian dari gangguan emosional yang bersifat lebih menyeluruh.b. Anak dengan gangguan ini senantiasa dan berulang kali mengalami rasa waswas dan takut dan menghindari orang yang tak dikenal; rasa takutnya itu dapat timbul hanya terhadap orang dewasa, atau hanya dengan teman sebaya atau dengan kedua kelompok itu. Rasa takut itu berhubungan dengan kelekatan yang selektif dengan orang tuanya atau dengan orang lain yang akrab. Kecenderungan menghindar atau rasa takut terhadap perpisahan sosial melebihi batas normal bagi anak seusia itu dan berhubungan dengan masalah fungsi sosial yang secara klinis bermakna.

F93.3 Gangguan Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry)Pedoman diagnostika. Ciri khas dari gangguan ini mencakup gabungan dari: Bukti adanya rasa persaingan dan/atau iri hati terhadap saudara. Onset selama beberapa bulan setelah kelahiran adik (terutama adik langsung). Gangguan emosional melampaui taraf normal dan/atau berkelanjutan dan berhubungan dengan masalah psikososial.b. Rasa persaingan/iri hati antar saudara mungkin ditandai oleh upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut perhatian atau cinta orang tuanya; untuk menjadi abnormal persaingan itu harus ditandai oleh perasaan negatif berlebihan. Dalam kasus yang berat persaingan ini mungkin disertai oleh rasa permusuhan yang terbuka, trauma fisik dan/atau sikap jahat, dan upaya menjegal saudaranya. Dalam kasus yang rungan rasa persaingan/iri hati itu dapat terlihat dari keengganan berbagi-bagi, kurangnya pandangan positif, dan langkanya interaksi yang ramah.c. Gangguang emosional dapat mengambil beraneka bentuk, yang sering berbentuk bermacam-macam regresi dengan hilangnya berbagai ketrampilan yang telah dimilikinya (seperti pengendalian buang air besar dan kecil), dan adanya tendensi berperilaku seperti bayi. Tidurnya terganggu dan sering terdapat keinginan besar untuk memperolah perhatian orang tua, misalnya pada sat hendak tidur.

F93.0 Gangguan Anxietas Perpisahan Masa KanakDefinisiUntuk memahami gangguan anxietas perpisahan, penting untuk terlebih dahulu mengetahui kesulitan yang wajar dimiliki bayi dan balita dengan orang yang tidak dikenal dan dalam memisahkan antara orang tua dan pengasuh bayi. Bayi menunjukkan kecemasan terhadap orang asing dengan menangis ketika seseorang yang asing mendekati. Tahap perkembangan yang normal ini terkait dengan kemampuan belajar bayi untuk membedakanorang tuanya atau pengasuhlain yang dikenaldengan orang yang tidak dikenal. Kecemasanterhadap orang asingbiasanya dimulaipada sekitarusia 8 bulandan berakhir pada usia 2tahun, menurutAmerican Academy ofPediatrics.Gangguan anxietas perpisahan pada masa kanak adalah anxietas yang berlebihan yang terfokus dan berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang akrab hubungannya dengan si anak (lazimnya orang tua atau kerabat akrab lainnya), yang bukan hanya bagian dari anxietas umum berkenaan dengan aneka situasi. Gangguan ini mempunyai syarat bahwa penderita harus tidak mempunyai gangguan umum pada perkembangan fungsi kepribadian sebelumnya.Anxietas perpisahan yangnormal adalahpaling umummencapai puncaknyapada umur10-18bulan dansecara bertahapberkurang, biasanya selama 3 tahun. Anxietasperpisahan yang normal dapat menyebabkanorang tuamengalami kesulitan denganbayi merekapada waktu tidur atauwaktu pemisahan lainnya,karenaanak menjadigelisah,menangis,atau menempel pada pengasuh.EtiologiGangguananxietas perpisahan (seperti kebanyakankondisikesehatan mental) kemungkinandisebabkanoleh kombinasi darikerentanangenetik dan lingkunganyang bukan hanya olehsatu hal saja. Selain itu, gangguan inilebih seringterjadi pada anak denganriwayatkecemasan pada keluarga, anak-anak yang ibunyastres selamakehamilan. Sebagian besaranak dengan gangguan anxietas perpisahanmemilikisalah satu gejala yaitu adalah penolakan untuk pergi ke sekolahdan sampai 80% anakyang menolak untuk ke sekolahmemenuhi syarat untukdidiagnosis sebagai gangguananxietas perpisahan.Sekitar 50%-75% anakyang menderitagangguan iniberasal dari keluargadengan statussosial ekonomi rendah.

F93.2 Gangguan Anxietas Sosial Masa KanakDefinisiGangguan anxietas sosialadalah ketakutanyang amat kuat akan dinilai oleh orang lain danmenjadi malu. Ketakutan inibisa begitukuat sehingga mengganggu untuk pergi ketempat kerja atau sekolahataumelakukan kegiatansehari-hari lainnya. Semua orang pernah merasacemas ataumalupada satu waktuatau yang lain.Misalnya, saat bertemuorang baru ataumemberikan pidatopublikdapat membuat orangmejadi gugup. Tetapi penderita dengan gangguan anxietas sosialakan khawatir tentanghal yang dicemaskan tersebut selama berminggu-minggusebelum hal yang ditakutkan terjadi.Penderita dengangangguan anxietas sosialtakutakan melakukan hal-halumum didepan orang lain. Kebanyakan penderita yang memilikigangguan anxietas sosial tahu bahwa mereka tidak harus menjaditakut,tetapi merekatidak bisa mengendalikanketakutan mereka.Terkadangmereka akhirnya akantinggal jauhdari tempat-tempatatau acara dimana merekaberpikir bahwa akan melakukansesuatu yang mempermalukan mereka. Fobia sosialbiasanya dimulaisaatremaja.Seorang dokterbisa mengatakan bahwaseseorang memiliki fobia sosialjika orang tersebut telahmemiliki gejalaselama minimal 6bulan. Tanpa pengobatan,fobia sosialdapat berlangsung selamabertahun-tahun atau seumur hidup.Gangguan anxietas sosial pada masa kanak adalah gangguan yang timbul sebelum usia 6 tahun, yang tidak lazim derajatnya dan disertai aneka masalah berkenaan dengan fungsi secara sosial, dan yang tidak merupakan bagian dari gangguan emosional yang bersifat lebih menyeluruh. Anak dengan gangguan ini senantiasa dan berulang kali mengalami rasa waswas dan takut dan menghindari orang yang tak dikenal, rasa takutnya itu dapat timbul hanya terhadap orang dewasa atau hanya dengan teman sebaya atau dengan kedua kelompok itu.EtiologiGangguan anxietas sosial terkadangdidapatkan dalam suatu keluarga, tapi tidak adayang tahu pasti mengapa sebagian memilikinya,sementara yang lainnya tidak.Para peneliti telah menemukan bahwabeberapa bagianotak yang terlibat dalam ketakutandan kecemasan.Dengan belajar lebih banyaktentang rasa takutdan kecemasandi otak, para ilmuwan mungkin dapat menciptakan perawatan yang lebih baik.Para penelitijuga meneliti di manastres danfaktor lingkunganmungkin memainkanperan.Rasa takut yang timbul dalam gangguan anxietas sosial berhubungan dengan kelekatan selektif dengan orang tua-nya atau dengan orang lain yang akrab. Kecenderungan menghindar atau rasa takut terhadap perpisahan sosial melebihi batas normal bagi anak seusia itu dan berhubungan dengan masalah fungsi sosial yang secara klinis bermakna.

F93.3 Gangguan Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry)DefinisiPersaingan antar saudaraadalahkecemburuan,persaingan danperkelahian antara saudara lelaki dan perempuan.Hal ini merupakan kekhawatiranuntuk hampir semua orang tuayang mempunyai dua atau lebihanak-anak.Masalah sering dimulai tepat setelahkelahirananak kedua.Persaingan antar saudara biasanya berlanjut sepanjangmasa kecil danbisa menjadi tekanan kepada orang tua.Gangguan persaingan antar saudara merupakan rasa persaingan/iri hati antar saudara yang mungkin ditandai oleh upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut perhatian atau cinta orang tuanya. Persaingan ini menjadi abnormal bila disertai perasaan negatif yang berlebihan.EtiologiAda banyak faktor yang berkontribusi dalam persaingan antar saudara:1. Setiap anakbersainguntuk menentukansiapa merekasebagai seorang individu. Ketika merekamenemukansiapa mereka,merekamencoba untuk menemukan bakat mereka sendiri, kegiatan,dan kepentingan.Mereka inginmenunjukkan bahwa merekaterpisah darisaudara mereka.2. Anak-anakmerasa mendapatkan perhatian, kedisiplinan dan ketanggapan dalam jumlahyang tidak merata.3. Anak-anak mungkinmerasahubungan merekadengan orang tuamereka terancam oleh kedatanganbayi baru.4. Tahap perkembangananak-anak akan mempengaruhi bagaimanadewasa merekadan seberapa baik merekadapat berbagiperhatian danbergaul dengansatu sama lain.5. Anak-anak yanglapar, bosanatau lelahlebih mungkin untuk menjadi frustrasi danmemulai perkelahian.6. Anak-anakmungkin tidak tahucarapositifuntuk mendapatkan perhatian atau memulai kegiatanbermaindengansaudaranya, sehingga merekameilih untuk berkelahi.7. Dinamika keluargaberperan.8. Anak-anak seringberkelahi lebihdalam keluarga di manaorang tua berpikir agresi dan perkelahian antara saudara kandungadalah normal danmerupakan cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan konflik.9. Tidak memilikiwaktu untuk berbagi waktu keluargayang menyenangkan bersama-sama (sepertimakan keluarga) dapatmeningkatkan kemungkinan anak-anak terlibat dalamkonflik.10. Stresdalam kehidupanorang tuadapat mengurangi waktu dan perhatian orang tua terhadap anak. Hal ini akan meningkatkanpersaingan antar saudara.11. Stresdalam kehidupananak-anak.12. Bagaimanaorang tua memperlakukananak-anak merekadan bereaksi terhadap konflik.

2.2.4 Penatalaksanaan1. FarmakologiObat-obatan berikut dapat diberikan hanya pada kasus-kasus parah:1. Benzodiazepinea. Diazepamb. Chlordiazepoxide, dll2. SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)a. Fluoxetineb. Sertraline, dll3. TCAa. Imipramineb. Clomipramine, dll2. Non-farmakologiPertama perlu ditentukan dulu faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan. Faktor-faktor yang perlu ditentukan dan penatalaksanaannya:a) Masalah Eksternal, seperti bullying di sekolah atau kesulitan akademis harus dikurangi dulu.b) Orang tua yang pencemas, anak dapat mempelajari kecemasan dari orang tuanya, sehingga orang tua harus meminimalisir penampilan ketakutan atau kekhawatirannya bila di depan anak-anak.c) Orang tua yang membolehkan anakknya menghindari aktivitas-aktivitas yang ditakuti, sehingga anak tidak dapat beradaptasi dengan ketakutannya. Seharusnya orang tua menjelaskan pada anak bahwa harus beradaptasi dengan ketakutannya dan tidak boleh menghindari aktivitas yang dianggap menakutkan.d) Penghargaan keluarga terhadap perilaku berani anak, sehingga anak menjadi terpacu untuk mengatasi rasa takutnya.e) Keterampilan mendidik anak, keterampilan mendidik anak yang buruk menghasilkan anak yang pencemas. Hal ini dapat diatasi dengan mengikuti kelas-kelas pelatihan mendidik anak.f) Gaya hidup yang sehat, pembatasan asupan caffeine dan memastikan anak makan secara teratur dengan gizi yang cukup, tidur cukup.

Edukasi pada orang tua berupa:a) Memberi reassurance bahwa kecemasan sering menghilang dengan sendirinya bila mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah diberikan dokterb) Menegaskan bahwa meskipun gejala-gejala kecemasan terlihat mengkhwatirkan namun gejala-gejala tersebut tidak membahayakan bagi anak.

BAB 3KESIMPULAN

Gangguan tingkah laku merupakan suatu pola perilaku yang berulang dan menetap dimana hak dasar orang lain, peraturan atau norma sosial yang sesuai dengan usianya dilanggar, seperti perkelahian atau pelecehan yang berlebihan, pencurian, perusakan, kebohongan berulang, yang berlanjut selama 6 bulan atau lebih, yang sering ditemukan selama masa anak-anak hingga remaja. Gangguan tingkah laku dapat disebabkan oleh berbagai etiologi dan faktor resiko, antara lain faktor biologis, faktor psikologis, pengaruh lingkungan yang mencakup orang tua, saudara-saudara, dan teman-teman seusia, serta faktor sosiologis seperti tingkat pendidikan dan keadaan sosio-ekonomi keluarga.Gangguan tingkah laku didiagnosis berdasarkan PPDGJ III dengan gejala khas suatu pola tingkah laku dissosial, agresif atau menentang, yang berulang dan menetap. Contoh-contoh perilaku yang dapat menjadi dasar diagnosis mencakup hal-hal berikut: perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan; kejam terhadap hewan atau sesama manusia; perusakan yang hebat atas barang milik orang; membolos dari sekolah dan lari dari rumah; sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat dan tidak biasa; perilaku provokatif yang menyimpang; dan sikap menentang yang berat serta menetap. Perilaku seperti di atas harus sudah berlangsung selama minimal 6 bulan.Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III, gangguan tingkah laku pada anak termasuk ke dalam gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan tingkah laku termasuk F91 yang terdiri dari F91.0 gangguan tingkah laku yang terbatas pada lingkungan keluarga, F91.1 gangguan tingkah laku tak berkelompok, F91.2 gangguan tingkah laku berkelompok, F91.3 gangguan sikap menentang (membangkang), F91.8 gangguan tingkah laku lainnya, dan F91.9 gangguan tingkah laku yang tidak tergolongkan. Sedangkan gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak (F93) terdiri dari F93.0 gangguan anxietas perpisahan masa kanak, F93.1 gangguan anxietas fobik masa kanak, F93.2 gangguan anxietas sosial masa kanak, dan F93.3 gangguan persaingan antar saudara (Sibling Rivalry).Penanganan gangguan tingkah laku meliputi intervensi keluarga, penanganan muti-sistem yang meliputi meliputi Cognitive Behavioural Therapy (CBT), home-based interventions atau sistem keluarga, classroom-based behaviour modifications, dan manajemen kasus, dan pendekatan kognitif. Pada beberapa kasus dibutuhkan penanganan lebih jauh melalui unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja yang terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. Beberapa individu akan berlanjut menjadi perilaku antisosial di masa dewasa, sementara yang lain terbatas di usia remaja.26