referat gagal jantung.pdf

24
  1 Gagal Jantung Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.  Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard. Studi Farmingham memberikan gambaran yang cukup jelas tentang gagal  jantung. Pada studi ini disebutkan bahwa, kejadian gagal jantung per tahun pada orang  berusia > 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7 k asus setiap 1000 orang perempuan. Di Amerika hampir 5 juta orang menderita gagal jantung 9 . Prevalensi gagal jantung pada keseluruhan populasi antara 2 sampai 30%. Angka  prevalensi disfungsi ventrikel asimptomatik menyerupai prevalensi gagal jantung, sehingga membuktikan dalam total populasi prevalensi gagal jantung atau disfungsi ventrikel asimptomatik sekitar 4%. Angka prevalensi meningkat tajam pada populasi usia 75 tahun, sehingga prevalensi pada kelompok usia 70-80 tahun sekitar 10-20%. Secara keseluruhan 50% dari total pasien meninggal dalam kurun waktu empat tahun. Empat puluh persen yang datang ke rumah sakit dengan diagnosis gagal jantung, meninggal atau mendapatkan rawat inap kembali dalam waktu satu tahun pertama. Oleh karena itu perlu ditinjau bagaimana penegakan diagnosis dan  penatalaksanaan gagal jantung akut dan kronis berdasarkan literatur yang mutakhir.  1.1. Definisi Gagal Jantung Gagal jantung adalah suatu kumpulan gejala kompleks karena adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemempuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri 1 . Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dengan tampilan gejala nafas yang pendek saat melakukan istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau kelelahan, tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki, adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena  (venous return) ke  jantung dalam keadaan normal 2 . 1.2. Klasifikasi Gagal Jantung Pada referat ini yang akan dibahas adalah gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. A. Gagal Jantung Akut Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejala- gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari  preload  atau afterload . Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan  baru dari gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik.

Upload: chamimfaizin

Post on 08-Oct-2015

147 views

Category:

Documents


39 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Gagal Jantung

    Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

    merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Kejadian

    gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia

    harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard.

    Studi Farmingham memberikan gambaran yang cukup jelas tentang gagal

    jantung. Pada studi ini disebutkan bahwa, kejadian gagal jantung per tahun pada orang

    berusia > 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7 kasus setiap 1000

    orang perempuan. Di Amerika hampir 5 juta orang menderita gagal jantung9.

    Prevalensi gagal jantung pada keseluruhan populasi antara 2 sampai 30%. Angka

    prevalensi disfungsi ventrikel asimptomatik menyerupai prevalensi gagal jantung,

    sehingga membuktikan dalam total populasi prevalensi gagal jantung atau disfungsi

    ventrikel asimptomatik sekitar 4%. Angka prevalensi meningkat tajam pada populasi usia

    75 tahun, sehingga prevalensi pada kelompok usia 70-80 tahun sekitar 10-20%.

    Secara keseluruhan 50% dari total pasien meninggal dalam kurun waktu empat

    tahun. Empat puluh persen yang datang ke rumah sakit dengan diagnosis gagal jantung,

    meninggal atau mendapatkan rawat inap kembali dalam waktu satu tahun pertama.

    Oleh karena itu perlu ditinjau bagaimana penegakan diagnosis dan

    penatalaksanaan gagal jantung akut dan kronis berdasarkan literatur yang mutakhir.

    1.1. Definisi Gagal Jantung

    Gagal jantung adalah suatu kumpulan gejala kompleks karena adanya kelainan

    fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan

    metabolisme jaringan dan atau kemempuannya hanya ada kalau disertai peninggian

    tekanan pengisian ventrikel kiri1.

    Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dengan tampilan gejala

    nafas yang pendek saat melakukan istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau

    kelelahan, tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki,

    adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

    Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak

    lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

    tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous return) ke

    jantung dalam keadaan normal2.

    1.2. Klasifikasi Gagal Jantung Pada referat ini yang akan dibahas adalah gagal jantung akut dan gagal jantung kronik.

    A. Gagal Jantung Akut

    Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejala-

    gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau

    tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik

    atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan

    dari preload atau afterload. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan

    baru dari gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi

    akut dari gagal jantung kronik.

  • 2

    Klasifikasi gagal jantung akut berdasarkan manifestasi klinis5:

    a. Gagal jantung dekompensasi (Acute decompensated congestive heart failure) Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada pasien yang telah diketahui gagal

    jantung yang sedang dalam pengobatan dan bukti adanya bendungan paru dan

    sistemik.

    b. Gagal jantung akut hipertensif (Acute heart failure with hypertension/crisis hypertension)

    Tanda dan gejala gagal jantung disertai peningkatan tekanan darah dan biasanya

    fungsi ventrikel kiri masih baik. Terdapat bukti peningkatan tonus simpatis

    dengan takikardi dan vasokonstriksi. Responnya cepat terhadap terapi yang tepat

    dan mortaliti rumah sakitnya rendah.

    c. Gagal jantung akut dengan edema paru (Acute heart failure with pulmonary edema)

    Pasien yang datang dengan distress pernafasan berat, takipnoe, dan ortopnoe,

    dengan ronki basah halus seluruh lapangan paru. Saturasi O2 arteri biasanya <

    90 pada udara ruangan sebelum diterapi oksigen.

    d. Syok kardiogenik (Cardiogenic shock/ low output syndrome) Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah dilakukan koreksi

    preload dan aritmia mayor. Bukti hipoperfusi organ dan bendungan paru terjadi

    dengan cepat.

    e. High output failure Ditandai tingginya curah jantung, umumnya disertai laju jantung yang sangat

    cepat (penyebabnya antara lain : aritmia, tirotoksikosis, anemia, penyakit paget,

    iatrogenik), dengan perifer hangat, kongesti paru, dan kadang tekanan darah yang

    rendah seperti pada syok septik.

    f. Gagal jantung kanan (Righ-sided acute heart failure) Ditandai oleh sindrom low output dengan peningkatan tekanan vena sentral tanpa

    disertai kongesti paru.

    g. Sindrom koroner akut dan gagal jantung Banyak pasien gagal jantung datang dengan gambaran klinis dan bukti laboratoris

    sindrom koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindrom koroner akut memiliki

    tanda dan gejala gagal jantung akut.

    Ada beberapa klasifikasi lain Gagal Jantung Akut yang biasa dipakai di perawatan

    intensif, yaitu klasifikasi Killip yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan foto thoraks,

    serta klasifikasi Forrester berdasarkan gambaran klinis dan dan status hemodinaik pada

    infark miokard akut. Tabel berikut menggambarkan mengenai klasifikasi gagal jantung

    pada infark miokard akut3

    Tabel 1. Klasifikasi Forrester gagal jantung

    Klasifikasi Forrester Perfusi dan PCWP normal

    Hipovolemik (poor perfusion and low PCWP)

    Edema paru (near normal perfusion and high PCWP)

    Syok kardiogenik (poor perfusion and high PCWP)

    Klasifikasi yang lain telah divalidasi pada perawatan kardiomiopati, yang berdasarkan

    sirkulasi perifer (perfusion) dan auskultasi paru (congestion), diklasifikasikan menjadi

  • 3

    Kelas I (A) : kering dan hangat (warm and dry)

    Kelas II (B) : basah dan hangat (wet and warm)

    Kelas III (L) : kering dan dingin (dry and cold)

    Kelas IV (L) : basah dan dingin (wet and cold)

    B. Gagal Jantung Kronik

    Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung

    kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada

    disfungsi ventrikel.

    Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom

    klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam

    keadaan istirahat atau aktivitas, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam

    keadaan isrirahat.

    Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung

    (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA)

    Gambar 1. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung

    (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional

    (NYHA)

  • 4

    Tabel 2. Perbandingan antara gagal jantung akut dan gagal jantung kronik

    Gagal jantung

    akut

    Decomp Chronic

    HF

    Gagal jantung

    kronik

    Derajat simptom Jelas jelas Ringan - sedang

    Edema paru Sering Sering Jarang

    Edema perifer Jarang Sering Sering

    Overload volume

    cairan tubuh

    Tidak ada

    perubahan atau

    meningkat ringan

    Meningkat jelas Meningkat

    Kardiomegali Jarang Lazim Lazim

    Fungsi sistolik

    ventrikel

    Hypo, normo,

    hiperkontraktilitas

    Menurun Menurun

    Wall stress Meningkat Meningkat Meningkat

    Aktivasi sistem

    saraf simpatis

    Jelas jelas Ringan - sedang

    Aktivasi aksis RAA Sering meningkat jelas Ringan berat

    1.3. Etiologi dan Faktor Presipitasi

    Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi penting

    untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di negara maju penyakit arteri koroner dan

    hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang

    menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung akibat

    malnutrisi6.

    Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat

    berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya

    rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan sebagai factor risiko independent

    perkembangan gagal jantung.

    Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada

    beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa

    mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan

    disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark

    miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia. Ekokardiografi yang menunjukkan

    hipertropi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Adanya

    krisis hipertensi dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung akut.

    Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung yang bukan disebabkan oleh

    penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung congenital, katup ataupun

    penyakit perikardial.

    Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif),

    hipertropik, restriktif, dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan dilatasi

    pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain

    miokarditis virus, penyakit jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strtrauss dan

    poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertropik dapat merupakan penyakit keturunan

    (autosomal dominant) meski secara sporadic masih memungkinkan. Ditandai adanya

    kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertropi septum yang asimetris

    yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertropik obstruktif).

  • 5

    Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang

    buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic (relaksasi)

    yang menghambat pengisian ventrikel7. Kardiomiopati peripartum menyebabkan gagal

    jantung akut.

    Penyakit katup sering disebabkan penyakit jantung rematik. Penyebab utama

    terjadinya gagal jantung adalah regurgutasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral

    dan aorta menyebabkan kelebihan beban (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta

    menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).

    Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagagl jantung dan dihubungkan

    dengan kelainan struktural termasuk hioertropi ventrikel kiri. Atrial fibrilasi dan gagal

    jantung seringkali timbul bersamaan.

    Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung

    akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat

    menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkohol). Alkohol

    menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan

    malnutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung.

    Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat

    menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.

    III. PATOGENESIS

    Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung

    berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

    jaringan dan/ atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian

    ventrikel kiri (filling pressure).

    Kerja jantung diatur oleh dua sistem yang berbeda. Sistem pertama adalah

    regulasi secara intrinsik yang melibatkan respon miokard untuk meregangkan serat otot

    jantung sebelum proses kontraksi (inotropik). Hal ini disebut preload dan melibatkan

    proses pengisian jantung selama diastolik seperti volume diastolik akhir. Respon miokard

    untuk meningkatkan kapasitas jantung setelah kontraksi dimulai disebut afterload. Sistem

    kedua merupakan regulasi secara ekstrinsik yang melibatkan respon jantung terhadap

    kondisi-kondisi seperti stimulasi neural, hormon, obat dan penyakit. Setiap perubahan

    pada kedua sistem tersebut menyebabkan gagal jantung. Selain itu, sirkulasi paru dan

    perifer juga dapat memperburuk kondisi hemodinamik dari gagal jantung.

  • 6

    Gambar 2. Kerja jantung diatur oleh dua mekanisme, yaitu regulasi intrinsik

    (preload dan afterload) dan regulasi ekstrinsik yang melibatkan stimulasi neural

    dan hormon

    3.1. Hukum Starling tentang Jantung

    Hukum ini pertama kali dicetuskan oleh Frank dan Starling, menyebutkan bahwa

    pada kondisi fisiologi normal, tekanan yang dihasilkan oleh otot yang berkontraksi akan

    lebih besar bila sebelumnya otot mengalami peregangan. Hal ini mengakibatkan selama

    diastolik, jika terjadi pengisian darah yang lebih besar ke dalam ventrikel dapat

    menyebabkan kontraksi berikutnya menjadi penuh tekanan.

    Menurut hukum Starling, suatu peningkatan pada volume diastolik akhir

    (preload) menyebabkan jantung memulai kontraksinya pada tekanan dan volume yang

    lebih tinggi. Volume sistolik akhir akan sedikit meningkat namun pada kondisi ini

    jantung akan bekerja pada volume diastolik akhir yang lebih besar dan akibatnya akan

    mengeluarkan volume stroke yang lebih besar juga.

    Karena itu jantung mempunyai kemampuan intrinsik sendiri untuk mengontrol

    volume stroke. Batas atas pada kontrol ini dicapai jika diperoleh volume diastolik akhir

    tertentu tercapai, sehingga menghasilkan panjang jaringan miokard yang optimal8.

  • 7

    Gambar 3. Hukum Starling menyatakan bahwa peningkatan pada volume diastolik

    akhir (preload) menyebabkan jantung memulai kontraksinya pada tekanan dan

    volume lebih tinggi

    3.2. Perubahan pada gagal jantung

    Pada kasus terjadi gagal jantung sistolik terdapat kontraktilitas ventrikel kiri yang

    terganggu sehingga terjadi pengurangan kemampuan meningkatkan volume stroke

    dengan meningkatkan preload dan terjadi pergerakan kurva lebih ke sebelah kanan/

    bawah dari posisi normal. Jika kondisi ventrikel kiri memburuk, tekanan volume jantung

    akan terus meningkat dan menyebabkan kongesti vena paru. Setiap pengurangan pada

    preload, dengan peningkatan afterload atau peningkatan tekanan inotropik atau keduanya

    akan menyebabkan pengurangan tekanan pengisian ventrikel dan kerja ventrikel akan

    membaik.

    Pada fase awal gagal jantung terdapat 2 mekanisme yang dapat dilakukan untuk

    memperbaiki kontraktilitas miokard, yaitu:

    1) mekanisme Starling 2) aktivasi sistem saraf simpatik

    Selanjutnya akibat hipertropi miokard, pelemahan sistem saraf simpatik dan pengeluaran

    peptida natriuretik atrium mengkompensasi peningkatan tekanan dinding jantung.

    Jika penyakit bertambah parah, hipertropi menyebabkan perburukan fungsi jantung dan

    menyebabkan abnormalitas aliran koroner, morfologi kapiler, karakteristik mitokondria

    dan penghantaran fosfat berenergi tinggi. Selain itu, terjadi iskemia subendokard akibat

    peningkatan tekanan intraluminal, vasokontriksi akibat norepinefrin dan angiotensin II,

    dan juga apoptosis yang menyebabkan fibrosis. Semua ini memperburuk kondisi gagal

    jantung.

    3.3. Disfungsi Diastolik dan Sistolik

    Gagal jantung akibat disfungsi sistolik merupakan akibat dari ketidakmampuan

    jantung untuk berkontraksi secara normal. Jantung tidak dapat memompa darah jika otot

    melemah sehingga menyebabkan penurunan volume darah yang dipompa ke seluruh

    tubuh dan paru-paru, yang terutama akan menyebabkan pembesaran ventrikel kiri.

    Gagal jantung akibat disfungsi diastolik diperoleh dari dinding jantung yang

    menebal sehingga jantung tidak dapat mengisi darah dengan normal, akibatnya akan

  • 8

    terjadi penempatan cadangan darah pada atrium kiri dan pembuluh darah paru yang

    kemudian menyebabkan kongestif.

    3.4. Aktivasi Neurohormonal

    Selama ini terdapat pengertian bahwa respon neurohormonal berperan dalam

    patogenesis gagal jantung. Respon ini pada awalnya menguntungkan, namun selanjutnya

    menyebabkan perburukan pada gagal jantung. Respon ini menghasilkan beberapa

    perubahan hemodinamik, seperti vasokontriksi dan retensi volume air. Selain itu, respon

    ini juga menyebabkan reaksi inflamasi dan berpengaruh pada pertumbuhan. Aktivasi

    reaksi neurohormonal dimulai dari aktivasi sistem saraf simpatik. Tabel 3. Respon Neurohormonal

    Mekanisme Respon kompensasi jangka

    pendek

    Respon maladaptif jangka

    panjang

    I. Hemodinamik

    Vasokonstriksi

    Mempertahankan tekanan darah

    dan curah jantung dengan

    meningkatkan afterload

    Menurunkan curah jantung dan

    peningkatan konsumsi energi

    miokard

    Retensi caiaran dan elektrolit Mempertahankan curah jantung

    dengan meningkatkan preload

    Menyebabkan edema dan

    kongesti paru

    Peningkatan efek adrenergik Mempertahankan curah jantung Menyebabkan nekrosis kardiak,

    aritmia dan kematian mendadak

    II. Inflamasi Memberikan perlindungan

    terhadap mikroorganisme dan zat

    asing

    Menyebabkan apoptosis kardiak,

    kaheksia dan nekrosis

    III. Pertumbuhan Hipertropi akibat peningkatan

    jumlah sarkomer, menurunkan

    kebutuhan dan kemampuan

    menyimpan energi,

    mempertahankan curah jantung

    Hipertropi yang selanjutnya

    menyebabkan peningkatan

    kebutuhan energi, apoptosis dan

    nekrosis jantung

    3.3.1. Sistem Saraf Simpatik

    Sistem saraf simpatik bekerja melalui reseptor dan adrenergik, yang pada awalnya memperbaiki curah jantung. Namun aktivitas yang tertahan dari sistem saraf

    simpatik merubah gagal jantung kompensasi menjadi gagal jantung simptomatik yang

    mengakibatkan efek yang tidak diinginkan, yaitu mempengaruhi kinerja ventrikel.

    3.3.2. Sistem Renin-angiotensin-aldosteron (Renin-angiotensin-aldosteron system/

    RAAS)

    Aktivasi RAAS berperan dalam patogenesis gagal jantung. Sistem ini

    bertanggung jawab terhadap respon maladaptif jangka panjang yang mengakibatkan

    perburukan gagal jantung. RAAS diaktifkan oleh sistem saraf simpatik, menurunnya

    tekanan arteri renal, hiponatremi, diuretik dan vasopresin. Hal ini menyebabkan suatu

    jalur reaksi proteolitik yang mengakibatkan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II

    ini yang kemudian mengakibatkan berbagai respon maladaptif.

    Fenomena pelepasan angiotensin

    Penghambat ACE menurunkan tekanan darah dengan menurunkan kadar

    angiotensin II dan aldosteron. Hal ini terjadi karena penghambatan proses perubahan

    angiotensin I menjadi angiotensin II, yang dipengaruhi oleh enzim ACE, sehingga

  • 9

    akhirnya merusak sistem RAAS. Selain dengan mengurangi kadar angiotensin II, efek

    antihipertensi juga dipengaruhi oleh penurunan pelepasan norepinefrin pasca sinaptik,

    penghambatan RAAS pada pusat vasomotor di medula oblongata dan akumulasi

    bradikinin. ACEI tidak menghambat produksi angiotensin II melalui mekanisme non-

    ACE sehingga kadar angiotensin II tidak dapat ditekan secara total. Akibatnya, kadar

    angiotensin II dapat kembali normal. Hal ini disebut fenomena pelepasan angiotensin.

    GLIKOSIDA JANTUNG (DIGOXIN)

    Gambar 4. Efek Sistem Renin-angiotensin-aldosteron

    3.3.3. Jalur Asam Arakidonat

    Jalur asam arakidonat menyebabkan peningkatan konsentrasi prostaglandin E2

    dan I2, yang melindungi mikrosirkulasi glomerulus selama vasokonstriksi renal dan

    menjaga filtrasi glomerulus melalui dilatasi pembuluh arteri glomerulus aferen.

    3.3.4. Sistem Kalikrein-Kinin

    Sistem kalikrein-kinin membentuk bradikinin menyebabkan vasodilatasi dan

    natriuresis, dan stimulasi produksi prostaglandin. Prostaglandin selain menyebabkan

    vasodilatasi juga menghambat agregasi platelet.

    3.3.5. Aldosteron

    Aldosteron disekresi oleh korteks adrenal. Mekanisme pelepasannya pada gagal

    jantung bervariasi dengan angiotensin yang merupakan stimulus terkuat untuk pelepasan

    aldosteron.

    Peningkatan kardar aldosteron dalam serum pada kondisi gagal jantung menyebabkan :

    Potensiasi katekolamin Aritmia ventrikular Fibrosis miokard Ketidakseimbangan elektrolit

  • 10

    3.3.6. Peptida Natriuretik

    Fungsi endokrin dari jantung telah diketahui sejak tahun 1950-an. Pada saat itu

    ditemukan bahwa jantung mensekresi peptida natriuretik. Tidak seperti RAAS dan

    aktivasi sistem saraf simpatik, peptida ini menahan perkembangan penyakit gagal

    jantung. Kemajuan ilmu terkini menunjukkan bahwa peptida natriuretik terus meningkat

    perannya sebagai molekul dan indikator diagnostik yang penting dalam terapi gagal

    jantung11

    .

    Terdapat tiga bentuk peptide natriuretik yang berstruktur hampir sama yang

    memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial

    natriuretic peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan

    menyebabkan natriuresis dan vasodilatasi. Pada manusia Brain Natriuretic peptide (BNP)

    juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip ANP. C-type

    natriuretic terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap

    natriuresis dan vasodilatasi minimal. ANP dan BNP meningkat sebagai respon terhadap

    ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II

    pada tonus vaskuler,sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena

    peningkatan peptide natriuretik pada gagal jantunng, maka banyak penelitian yang

    menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan

    sebagai terapi pada penderita gagal jantung12

    .

    3.3.6. Hormon Antidiuretik

    ADH disintesis pada hipotalamus dan disimpan dalam pituitari merupakan

    vasokonstriktor dan vasodilator kuat. Dengan berikatan pada resptor V1, vasopresin

    menyebabkan vasokonstriksi dan jika berikatan dengan reseptor V2 menyebabkan

    vasodilatasi. Vasopressin juga meningkatkan reabsorpsi air melalui duktus pengumpul

    pada ginjal dan menghambat diuresis. Pada gagal jantung, pelepasan vasopressin

    ditentukan oleh pengisian arteri dan kadar angiotensin II. Peningkatan kadar vasopressin

    menyebabkan hiponatremia akibat pengenceran.

    3.3.7. Endotelin

    Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide

    vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah

    ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan

    semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan

    dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure.

    3.4. Remodeling Jantung

    Modifikasi pada fungsi dan morfologi sel otot jantung

    - Perubahan dalam anatomi sitoskeletal dan hipertropi miosit - Abnormalitas dalam homeostasis kalsium - Proses kontraksi-eksitasi - Kematian Sel

    3.5. Abnormalitas lain pada Gagal Jantung

  • 11

    3.5.1. Kaheksia jantung dan miopati otot skelet

    Kaheksia jantung merupakan miopati otot skelet atau penyusutan fisik akibat

    kehilangan massa otot yang menyebabkan rasa letih akibat kehilangan massa otot yang

    menyebabkan rasa letih dengan adanya gagal jantung. Diduga kaheksia jantung terjadi

    akibat abnormalitas yang disebabkan oleh peningkatan kadar sitokin. Sitokin ini

    diproduksi dalam miokardium. Sitokin terakumulasi dalam miokardium setelah terjadi

    overloading hemodinamik. Sitokin ini menimbulkan efek sitotoksik yang menyebabkan

    miopati.

    3.5.2 Perubahan vaskular

    Endotelium vaskular yang mengatur denyut nadi dengan melepaskan factor

    kontraksi dan relaksasi pada kondisi normal dan saat beraktivitas. Pada pasien dengan

    gagal jantung kronis, trdapat peningkatan resisten perifer yang berhubungan dengan

    perubahan kontrol otonom, meningkatnya denyut saraf simpatik, aktivasi RAS dan

    penurunan pelepasan nitrit oksid.

    IV. DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG

    4.1 Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung

    Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara

    luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua criteria mayor atau satu kriteria

    mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jira kriteria minor

    tersebut tidak berrhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,

    PPOK, sirosis hati, atau sindrom nefrotik.

    Tabel 4. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung

    Kriteria Mayor:

    Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

    Distensi vena leher

    Rales paru

    Kardiomegali pada hasil rontgen

    Edema paru akut

    S3 gallop

    Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan

    Hepatojugular reflux

    Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal jantung

    Kriteria Minor:

    Edema pergelangan kaki bilateral

    Batuk pada malam hari

    Dyspnea on ordinary exertion

    Hepatomegali

    Efusi pleura

    Takikardi 120x/menit

  • 12

    4.2. Pemeriksaan Penunjang

    Sebagai penunjang dari pemeriksaan klinis yang terperinci, pemeriksaan

    penunjang diagnostik yang menyeluruh sangat perlu dilakukan pada pasien yang diduga

    kuat terkena penyakit gagal jantung.

    Pemeriksaan penunjang diagnostik juga sangat membantu pada pasien yang

    mengalami sedikit gejala dan juga bermanfaat untuk mendiagnosis penyebab gagal

    jantung. Ejeksi Fraksi juga ditentukan dari pemeriksaan penunjang.

    5.2.1 Rontgen foto toraks

    Rontgen toraks bermanfaat untuk mendiagnosis gagal jantung dan memantau respon

    pengobatan.

    Hal berikut yang dapat ditemukan pada hasil rontgen toraks:

    Tabel 5. Kelainan rontgen toraks yang sering ditemukan pada Gagal Jantung Kelainan Penyebab Implikasi Klinis

    Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel

    kanan, atria, efusi perikard

    Ekhokardiografi, doppler

    Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta,

    kardiomiopati hipertropi

    Ekhokardiografi, doppler

    Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian

    ventrikel kiri

    Gagal jantung kiri

    Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisian

    ventrikel kiri

    Gagal jantung kiri

    Efusi pleura Gagal jantung dengan

    peningkatan pengisian tekanan

    jika ditemukan bilateral, infeksi

    paru, keganasan

    Pikirkan diagnosis non kardiak

    Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis atau gagal jantung

    kronis

    4.2.2. Elektrokardiogram

    Hasil EKG bersama dengan gejala klinis dapat meningkatkan spesifisitas diagnosis pada

    pasien yang dicurigai menderita gagal jantung.

    Tabel 6. Kelainan EKG yang sering pada gagal jantung Kelainan Penyebab Implikasi klinis

    Sinus takikardi Gagal jantung yang

    terdekompensasi, anemia, infeksi,

    hipertiroidiesme

    Penilaian klinis

    Pemeriksaan laboratorium

    Sinus bradikardi Obat bloker, anti aritmia, sick sinus syndrome, hipotiroidisme

    Evaluasi terapi obat

    Pemeriksaan laboratorium

    Atrial takikardi/ flutter/ fibrilasi Hipertiroidisme, infeksi, gagal

    jantung terdekompensasi, infark

    Konduksi AV yang lambat,

    konversi medical, elektroversi,

    ablasi kateter, antikoagulasi

    Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati,

    miokarditis, hipokalemiaa,

    hipomagnesemi, overdosis

    digitalis

    Pemeriksaan laboratorium

    Tes latihan beban

    Pemeriksaan perfusi

    Angiografi koroner

    Pemeriksaan elektrofisiologi,

    ICD

    Isekmia/ Infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin,

    angiografi koroner,

  • 13

    revascularisasi

    Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertropi,

    LBBB, pre-eksitasi

    Ekokardiografi

    Angiografi koroner

    Hipertropi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta,

    kardiomiopati hipertropi

    Ekokardiografi, doppler

    Blok AV Infark, intoksikasi obat,

    miokarditis, sarcoidosis

    Evaluasi penggunaan obat, pacu

    jantung, penyakit sistemik

    Mikrovoltage Obesitas, emfisema, efusi

    perikard, amiloidosis

    Ekokardiografi

    Rontgen trax

    Durasi QRS > 120 msec dengan

    morfologi LBBB

    Disinkroni elektronik Ekokardiografi, CRT-P, CRT-D

    4.2.3. Pemeriksaan Laboratorium

    Hematologi rutin

    Pemeriksaan ini diperlukan untuk menghilangkan kemungkinan, terutama, anemia pada

    pasien gagal jantung lanjut. Anemia juga merupakan penyebab kesulitan bernafas dan

    gagal jantung high output.

    Urinalisis

    Proteinuria biasa terjadi pada pasien gagal jantung yang dapat dilihat pada pemeriksaan

    urin rutin.

    Elektrolit serum

    Hiponatremia, hipokalemia, hiperkalemia, dan hipomagnesia mungkin terjadi akibat

    penggunaan diuretik. Ketidakseimbangan elektrolit ini dapat memicu aritmia.

    Hiponatremia juga merupakan pertanda tingkat keparahan gagal jantung.

    Profil Lipid

    Meupakan serangkaian pemeriksaan yang menentukan risiko penyakit jantung koroner.

    Pemeriksaan ini meliputi kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, dan juga perbandingan

    HDL/ kolesterol

    Tes fungsi hati

    Akibat kerusakan pada gagal jantung dapat terjadi peningkatan enzim hati dan penurunan

    albumin.

    Tes fungsi ginjal

    Kadar kreatinin serum dan kadar nitrogen urea pada darah harus dilakukan sebelum

    memulai pengobatan gagal jantung. Peningkatan kadar kreatinin serum menandakan :

    Pengobatan ACEI Pengobatan diuretik dosis tinggi Azotemia pre-renal Stenosis arteri ginjal

    Hormon stimulasi tiroid

  • 14

    Gangguan fungsi tiroid merupakan penyebab gagal jantung high output. Oleh karenanya,

    pemeriksaan profil tiroid disarankan pada pasien yang baru didiagnosis gagal jantung.

    Peptida natriuretik

    Peptida natriuretik merupakan tanda biologis (biomarker) gagal jantung yang dapat

    digunakan sebagai pemeriksaan pada keadaan gawat darurat dan rawat jalan. Kelompok

    peptida natriuretik terdiri dari peptida natriuretik atrium, peptida natriuretik otak (brain

    natiuretic peptide, BNP), natriuretik tipe-C dari sistem saraf pusat, urodilatin dari ginjal,

    dan peptida natriuretik dendroaspis. BNP dan bagian ujung aminonya dari projormon N-

    terminal-pro-BNP (NT-proBNP) juga penting dalam diagnosis dan pengobatan gagal

    jantung. BNP berhubungan dengan tingkat keparahan gagal jantung dan memperkirakan

    prognosis.

    Tabel 7. Kadar peptida natriuretik pada diagnosis gagal jantung

    Pemeriksaan BNP dan NT-proBNP dengan indikator nilai untuk diagnosis gagal jantung

    Usia (tahun) Cenderung bukan

    gagal jantung

    Kemungkinan

    gagal jantung

    Kemungkinan

    besar gagal

    jantung

    BNP semua 500 pg/mL

    NT-proBNP < 50 450 pg/mL

    50-75 900 pg/mL

    >75 1800 pg/mL

    4.2.4. Ekokardiografi

    Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam

    membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan standar utama

    (gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu

    memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.

    4.2.5. Radionuklir

    A. MUGA Scan (Multiple Gated Acquisition Scan)

    Merupakan pemeriksaan non invasif untuk menilai fungsi jantung. MUGA scan

    menghasilkan gambar dari detak jantung yang membantu menentukan kesehatan

    jantung15

    .

    MUGA scan dilakukan dengan sel berwarna merah yang diberi label Technetium-99m

    untuk menilai:

    - Ejeksi fraksi - Kecepatan pengisian sistolik - Kecepatan pengosongan diastolik - Abnormalitas gerakan dinding - Perfusi miokard - Daerah iskemia koroner - Stunning miokard

    B. Positron Emission Tomography Scanning

  • 15

    Merupakan perangkat diagnostik yang memperlihatkan perkembangann gambaran

    fisiologis berdasarkan deteksi radiasi dari emisi positron. Positron adalah partikel penting

    yang diemisikan dari senyawa radioaktif yang diamsukkan ke dalam pasien. Gambar

    yang dihasilkan dapat membantu mengevaluasi penyakit. PETS jantung membantu

    menentukan aliran darah dari otot jantung, dan membantu mengevaluasi penyakit jantung

    koroner. Scanning ini juga membantu menentukan daerah yang mengalami penurunan

    fungsi jantung, yang bermanfaat pada tindakan seperti angioplasti atau CABG.

    4.2.6. Cardiac MRI dan CT

    Menilai fraksi pengeluaran dan gerakan dinding, namun pemeriksaan ini jarang

    direkomendasikan16

    .

    4.2.7. Pemeriksaan Katerisasi Jantung

    Tindakan invasif berikut dapat dilakukan terhadap pasien dengan gagal jantung.

    Pemeriksaan kateterisasi jantung : kateterisasi sisi kiri bermanfaat untuk menilai tekanan

    diastolik akhir dan kateterisasi sisi kanan bermanfaat untuk menilai kejenuhan oksigen

    dan tekanan wedge arteri kapiler.

    A. Angiografi koroner

    Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien yang diduga menderita iskemia jantung

    bersamaan dengan gagal jantung. Angiografi juga merupakan cara pemeriksaan yang

    akurat untuk menentukan ejeksi fraksi.

    B. Biopsi endomiokard

    Pemeriksaan ini perlu dilakukan ketika diagnosis mengarah pada kecurigaan adanya

    kardiomiopati infiltratif, penyakit perikardia atau miokarditis.

    4.2.8. Exercise Stress Test

    Tes ini dapat dilakukan menggunakan obat seperti dipiridamol dan dobutamin

    (pharmacological stress test) atau dengan olahraga (exercise stress test).

    Exercise test bermanfaat untuk mengidentifikasi sisa iskemia pada pasien dengan gagal

    jantung. Pasien gagal jantung mempunyai kemampuan berolahraga yang rendah; dan

    konsumsi oksigen maksomal serta produksi karbondioksida yang berhubungan dengan

    tingkat keparahan gagal jantung. Selain itu, konsumsi oksigen maksimal adalah pertanda

    dari prognosis jangka panjang.

    4.2.5. Pemeriksaan Fungsi Paru

    Pasien yang dicurigai gagal jantung disarankan melakukan pemeriksaan fungsi paru

    untuk menhilangkan dugaan gangguan saluran nafas sebagai penyabab kondisi kesulitan

    bernafas pada hasil diagnosis. Pada gagal jantung, mungkin terdapat penurunan puncak

    kecepatan aliran ekspirasi dan volume ekspirasi maksimal, namun demikian, ini tidak

    seberat penyakit saluran nafas (puncak kecepatan aliran akspirasi < 200 L/menit).

    V. TATALAKSANA

  • 16

    Tujuan pengobatan gagal jantung :

    a. Menurunkan mortalitas

    b. Mempertahankan / meningkatkan kualitas hidup

    c. Mencegah terjadinya kerusakan miokard, progresifitas kerusakan miokard, remodelling

    miokard, timbulnya gejala-gejala gagal jantung dan akumulasi cairan, dan perawatan di

    rumah sakit.

    A. Tatalaksana Gagal Jantung Kronik

    5.1 Tatalaksana Non Farmakologi

    Perawatan Mandiri

    Perawatan mandiri mempunyai andil dalam keberhasilan pengobatan gagal

    jantung dan dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan pasien,

    kapasitas fungsional, well being, morbiditi dan prognosis. Perawatan mandiri dapat

    didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan stabilitas

    fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan deteksi dini gejala-

    gejala perburukan. Topik-topik penting dan perilaku perawatan mandiri sebagai berikut:

    Tabel 8. Topik-topik penting dalam edukasi pasien tentang keterampilan yang

    diperlukan dan perilaku perawatan mandiri

    Topik Edukasi Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri

    Definisi dan etiologi gagal jantung Memahami penyebab gagal jantung dan mengana keluhan-

    keluhan timbul

    Gejala-gejala dan tanda-tanda

    gagal jantung

    Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung

    Mencatat berat badan setiap hari

    Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan

    Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai anjuran

    Terapi farmakologik Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat digunakan

    Mengenal efek samping yang umum obat

    Modifikasi faktor risiko berhenti merokok, memantau tekanan darah

    Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas

    Rekomendasi diet Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi

    Rekomendasi olah raga Melakukan olah raga teratur

    Kepatuhan mengikuti anjuran pengobatan

    Prognosis Mengerti pentingnya faktor-faktor progmostik dan

    membuat keputusan realistik

  • 17

    5.2 Tatalaksana Farmakologik

    A. Gagal Jantung Kronik

    Sudah diakui bertahun-tahun, obat golongan diuretik dan digoksin digunakan

    dalam terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas

    hidup, namun belum terbukti menurunkan angka mortalitas. Setelah ditemukan obat yang

    dapat mempengaruhi sistem neurohumoral, RAAS dan sistem saraf simpatik, morbiditas

    dan mortalitas pasien gagal jantung membaik13

    5.2.1. Angiotensin converting enzyme (ACEI)

    Pengobatan dengan ACEI meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan pasien,

    menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung dan

    meningkatkan angka keselamatan (Kelas rekomendasi I, tingkat bukti A)

    Pasien yang harus mendapatkan ACEI :

    - LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala. - Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi

    Memulai pemberian ACEI :

    - Periksa fungsi renal dan elektrolit serum. - Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam - Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau

    hiperkalemia

    - Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan secara cepat sangat mungkin pada pasien yang dimonitoring ketat.

    5.2.2. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)

    ARB direkomendasikan pada penderita gagal jantung dengan LVEF < 40% yang

    masih simptomatik dengan terapi optimal ACEI dan beta bloker serta antagonis

    aldosteron. Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan pasien

    dan menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung. (Kelas

    Rekomendasi I, Tingkat Bukti A). ARB direkomendasikan sebagai pilihan lain pada

    pasien yang tidak toleran terhadap ACEI (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B). ARB

    menurunkan risiko kematian dengan penyebab kardiovaskular (Kelas Rekomendasi I,

    Tingkat Bukti B).

    Pasien yang harus mendapatkan ARB :

    - LVEF < 40% - Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas

    fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.

    - Atau pada pasien dengan gejala menetap (kelas fungsional II-IV NYHA) walaupun sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.

    Memulai pemberian ARB:

    - periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum - Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam. - Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau

    hiperkalemia

  • 18

    - Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan secara cepat sangat mungkin pada pasien yang dimonitoring ketat.

    5.2.3. Diuretik

    Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dan tanda-tanda klinis/ gejala

    kongesti (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B).

    Memulai pemberian diuretik :

    - Periksa fungsi renal dan elektrolit serum - Kebanyakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazide karena

    efisiensinya lebih menginduksi diuresis dan natriuresis

    - Penyesuaian sendiri dosis diuretik berdasarkan penghitungan berat harian dan tanda klinis lainnya dari retensi cairan.

    5.2.4. Antagonis Aldosteron

    Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan

    gagal jantung dan meningkatkan survival jika ditambahkan pada terapi yang sudah ada,

    termasuk dengan ACEI. Jika tidak ada kontraindikasi, aldosteron antagonis ditambahkan

    pada keadaan LVEF

  • 19

    Memulai pemberian beta bloker :

    - Beta bloker dapat dimulai sebelum pemulangan dari rumah sakit pada pasien yang dikompensasi dengan hati-hati.(Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A)

    - Kunjungan tiap 2-4 minggu untuk meningkatkan dosis beta bloker. Jangan meningkatkan dosis jika terdapat tanda-tanda perburukan gagal jantung, hipotensi

    gejala atik (perasaan melayang) atau bradikardi berat (nadi < 50 x / menit) pada

    tiap kunjungan.

    5.2.6. Glikosida jantung

    Glikosida jantung menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung dengan

    meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan kadar kalsium bebas

    dalam protein kontraktil, yang merupakan hasil dari peningkatan kadar natrium intrasel

    akibat penghambatan NaKATPase dan pengurangan relatif dalam ekspulsi kalsium

    melalui penggantian Na+ Ca

    2+ akibat peningkatan natrium intrasel.

    Pada penderita gagal jantung simptomatik dengan AF, digoksin diberikan untuk

    mengontrol rapid ventricular rate (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C). Pada

    penderita gagal jantung dengan irama sinus dan LVEF < 40%, terapi dengan digoksin

    (sebagai tambahan ACEI) memperbaiki fungsi ventrikel, mengurangi angka masuk RS

    karena perburukan gagal jantung namun tidak berpengaruh terhadap survival (Kelas

    Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B). Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal

    jantung dalam hal :

    - Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi ventrikel kiri.

    - Menstimulasi baroreseptor jantung - Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan

    penekanan sekresi renin dari ginjal.

    - Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal tone.

    - Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat > 80x/ menit, dan saat aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.

    - Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan

    antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat

    dipertimbangkan.

    5.2.7 Senyawa amin simpatomimetik

    Senyawa amin simpatomimetik seperti dopamin dan dobutamin dapat digunakan

    dalam penatalaksanaan gagal jantung. Senyawa ini merupakan agonis beta1 selektif yang

    dapat meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pengisian ventrikel.

    - efek inotropik positif - efek vasodilator yang dapat menurunkan afterload

    Efek dopamin sangat tergantung dosis:

    - dosis rendah (0,5-3 ug/kg/menit) menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan diuresis

  • 20

    - dosis sedang (3-10 ug/kg/menit) menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung dan detak jantung

    - dosis tinggi (10-20 ug/kg/menit) menyebabkan vasokonstriksi perifer dan meningkatkan tekanan darah.

    Obat ini harus dihindari penggunaannya pada pasien AMI dan hipotensi14.

    5.2.8 Terapi vasodilator

    A. Antagonis kalsium

    Antagonis kalsium dikontraindikasikan pada gagal jantung karena memiliki efek

    inotropik negatif yang dapat memperburuk gejala gagal jantung. Amlodipin merupakan

    satu-satunya antagonis kalsium yang dapat menurunkan mortalitas pada gagal jantung.

    B. Senyawa nitrat dan donor nitrit oksida

    Nitroprusid bekerja menyebabkan relaksasi otot polos secara langsung dan

    kemudian mengurangi afterload dan preload. Pengurangan dalam afterload menimbulkan

    peningkatan curah jantung17

    .

    Keterbatasan penggunaan nitroprusid yang utama adalah adanya kondisi

    hipotensi. Karena itu penggunaannya dikontraindikasikan pada pasien dengan infark

    miokard akut. Pada saat memberikan nitroprusid, sebaiknya dilakukan monitoring

    tekanan darah intra arteri.

    C. Hidralazine dan isosorbide dinitrate (H-ISDN)

    Pengobatan dengan H-ISDN dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko kematian

    (Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B), angka masuk rumah sakit untuk perburukan

    gagal jantung (Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B) dan memperbaiki fungsi

    ventrikel dan kapasitas latihan (Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti A).

    Pasien yang seharusnya mendapatkan H-ISDN

    - Pengganti ACEI/ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi - Sebagai tambahan terhadap pengobatan dengan ACEI jika ARB atau antagonis

    aldosteron tidak dapat ditoleransi atau gejala menetap walaupun sudah

    mendapatkan terapi ACEI, ARB, BB, dan antagonis aldosteron.

    Memulai pemberian H-ISDN :

    Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 2-4 minggu. Jangan meningkatkan dosis pada

    hipotensi yang simtomatis.

    E. Nitrogliserin intravena

    Nitrogliserin bekerja dengan mengurangi preload. Terapi dengan nitrogliserin merupakan

    terapi dengan kerja cepat yang efektif dan dapat diprediksi hasilnya dalam mengurangi

    preload. Data menunjukkan bahwa nitrogliserin intravena juga dapat mengurangi

    afterload. Oleh karena itu, nitrogliserin intravena merupakan terapi tunggal yang baik

    untuk pasien dengan gagal jantung dekompensasi berat.

    5.2.9 Peptida natriuretik

  • 21

    Peptida natriuretik sebagai senyawa ideal bagi terapi gagal jantung. Senyawa peptida ini

    bekerja menyebabkan :

    - Natriuresis. - Diuresis. - Dilatasi vena dan arteri. - Penghambatan sistem saraf simpatis. - Antagonis protein pada rantai RAAS. - Penghambatan kontriksi otot polos vaskular.

    5.2.10 Trombolitik

    A. Antiplatelet

    Penggunaan antiplatelet pada gagal jantung masih diperdebatkan. Aspirin

    memperlihatkan perburukan gagal jantung berdasarkan pada proses penghambatan

    prostaglandin. Penelitian lain memperlihatkan bahwa efikasi ACEI dapat menurun jika

    diberikan bersamaan dengan aspirin18

    .

    Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif) direkomendasikan pada penderita dengan

    gagal jantung dengan AF yang permanen, persisten atau paroksismal tanpa kontraindikasi

    terhadap antikoagulan. Penyesuaian dosis antikoagulan menurunkan risiko komplikasi

    tromboemboli termasuk stroke (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A).

    B. Antikoagulan

    Antikoagulan seperti warfarin diindikasikan pada pasien gagal jantung dengan:

    - Fibrilasi atrial - Riwayat tromboembolik - Trombus pada ventrikel kiri

    Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif) direkomendasikan pada penderita dengan

    gagal jantung dengan AF yang permanen, persisten atau paroksismal tanpa kontraindikasi

    terhadap antikoagulan. Penyesuaian dosis antikoagulan menurunkan risiko komplikasi

    tromboemboli termasuk stroke (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A). Antikoagulan

    juga direkomendasikan pada penderita dengan trombus intrakardiak yang dideteksi

    dengan imaging atau bukti emboli sistemik (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C).

    Tabel 9. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung Obat Dosis awal Dosis target

    ACEI

    Captopril 3 x 6,25 mg 3 x 50-100 mg

    Enalapril 2 x 2,5 mg 2 x 10-20 mg

    Lisinopril 1 x 2,5 5 mg 1 x 10 20 mg

    Ramipril 1 x 2,5 mg 2 x 5 mg

    Trandolapril 1 x 0,5 mg 1 x 4 mg

    ARB

    Candesartan 1 x 4 - 8 mg 1 x 32 mg

    Valsartan 2 x 40 mg 2 x 160 mg

    Beta bloker

    Bisoprolol 1 x 1,25 mg 1 x 10 mg

    Carvedilol 2 x 3,125 mg 25-50 mg

  • 22

    Metoprolol succinat 1 x 12,5 25 mg 200 mg

    Nebivolol 1 x 1,25 mg 1 x 10 mg

    Hidralazin ISDN

    Hidralazin ISDN 3 x 37, 3 x 75-40 mg

    Antagonis aldosteron

    Eprlerenone 1 x 25 mg 1 x 50 mg

    Spironolakton 1 x 25 mg 1 x 25 50 mg

    5.3. Alat dan Pembedahan

    Prosedur revaskularisasi, pembedahan valvular dan ventricular, jika simtom klinis dari

    gagal jantung muncul, kondisi koreksi secara bedah harus dideteksi dan dilakukan jika

    ada indikasi.

    5.3.1. Revaskularisasi pada pasien dengan gagal jantung

    CABG atau PCI harus diperimbangkan pada pasien gagal jantung dengan CAD

    terseleksi. Keputusan pilihan metode revaskularisasi harus berdasarkan pada evaluasi

    mendetil terhadap faktor komorbiditi, risiko prosedur, anatomi koroner dan bukti dari

    ekstensi miokardium yang maz viable pada daerah yang akan direvaskularisasi, fungsi

    ventrikel kiri dan keberadaan dari penyakit katup.

    5.3.2. Operasi katup

    Aortik stenosis

    Direkomendasikan pada pasien yang sesuai dengan simtom gagal jantung dan aortic

    stenosis berat. Durekomendasikan pada psien asimtomatis dengan AS dan perburukan

    LVEF (

  • 23

    terapi medikamentosa optimal, yang memiliki penurunan fraksi ejeksi (LVEF 35%) dan

    pemanjangan QRS.

    5.3.4. Implantable cardioverter defibrilator (ICD)

    Terapi ICD untuk pencegahan sekunder direkomendasikan pada survivors VF dan juga

    pasien dengan VT tak stabil terdokumentasi dan atau VT dengan sinkop, LVEF 40%,

    dalam terapi medikamentosa optimal dan dengan harapan hidup dengan status fungsional

    yang baik lebih dari 1 tahun.

    Terapi ICD untuk pencegahan primer direkomendasikan untuk mengurangi mortaliti pada

    pasien dengan disfungsi ventrikel kiri karena memiliki fraksi ejeksi 35%, NYHA II-III,

    menerima terapi medikal optimal dan memiliki harapan survival dengan status fungsional

    yang lebih baik dari 1 tahun.

    Terapi ICD untuk pencegahan primer direkomendasikan untuk mengurangi mortaliti pada

    pasien kardiomiopati non iskemik dengan LVEF 35%, NYHA II-III, menerima terapi

    medikal optimal dan memiliki harapan survival dengan status fungsional yang lebih baik

    dari 1 tahun.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Hess OM, Carrol JD. Clinical assessment of heart failure. In : Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. In : Braunwalds heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. 8

    th. Ed.Saunders company, 2007: 561-580.

    2. Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart failure. Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J Med. 1989; 87 : 88-91.

    3. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.

    4. Ong WT, Patacsil GB. Cardiology blue book 2nd ed. 2001.148-162 5. Teerlink JR. Diagnosis and management of acute heart failure. In : Braunwalds

    heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. 8th

    . Ed.Saunders company,

    2007 : 583-606.

    6. Lip GHY, Gibbs FDR, Beevers DG. ABC of heart failure : aetiology. BMJ 2000; 320 : 104-107.

    7. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in adult. In : Dec GW. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York :Marcel Dekker;

    2005. 137-156.

    8. Katz AM. Heart failure : pathophysiology, molecular biology and clinical management. Lippincott Williams and Wilkins; 2000.

    9. Teo WS, Kam R, Hsu LF. Treatment of heart failure-role of biventricular pacing for heart failure not responding well to drug therapy. Singapore MedJ.

    2003;44(3):114-122.

    10. Watson RDS, Gibbs CR, LipGYH.ABC of heart failure clinical features and complications. BMJ.2000;320(22):236-239.

    11. De Lamos JA, McGuire DK, Drazner MH. B-type natriuretic peptide in cardiovascular disease. The lancet 2003;36:316-322. Available at

    www.thelancet.com

  • 24

    12. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure: pathophysiology. BMJ 2000;320:267-170

    13. Bell DSH. Heart failure-the frequent, forgotten, and often fatal complication on diabetes. Diabetes care. 2003;26:2433-2441.

    14. Zevits ME. Heart failure. Webmed website. Available at http://www.emedicine.com/med/topic3552.htm

    15. Fogoros RN. The muga scan. Available at http://heartdisease.about.com/cs/cardiactest/a/muga.htm.

    16. Shamsham F, Michell J. Essentials of the diagnosis of heart failure. Am Fam Physician.2000.Available at http://www.aafp.org/afp/200003.

    17. Levin TN. Acute congestive heart failure. Postgraduate medicine.1997;101(1). Available at http://www.postgradmed.com/issues/1997.

    18. Cokkinos DV, Haralabopoulos GC, Kostic JB, Toutouzas PK. Efficacy of antithrombotic therapy in chronic heart failure: The helas study. Eur J heart

    failure;8:428-432.

    19. ACC/AHA guideline for the diagnosis and management of heart failure in adults; 2009. http://circ.ahajournal.org/cgi/content/full/119/14/ 1977.