referat gagal jantung sahid

26
Referat Gagal Jantung Disusun oleh : Sahid Adi Kusumo Negoro 1102011252 Pembimbing : dr. Agung Fabian C, Sp.JP FIHA

Upload: sahid-adi-kusumo

Post on 31-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

wakawwaaw

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Gagal Jantung Sahid

Referat Gagal Jantung

Disusun oleh :

Sahid Adi Kusumo Negoro

1102011252

Pembimbing :

dr. Agung Fabian C, Sp.JP FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO

UNIVERSITAS YARSI

(Periode 12 Oktober – 19 Desember 2015)

Page 2: Referat Gagal Jantung Sahid

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit gagal jantung kongestif merupakan masalah yang menjadi

perhatian didunia saat ini, gagal jantung kongestif merupakan salah satu penyebab

kematian tertinggi di dunia. Pola makan, kebiasaan merokok, gaya hidup tidak

sehat bahkan tingkat ekonomi dan pendidikan menjadi beberapa penyebab dari

penyakit ini. Data dari organisasi kesehatan dunia / WHO (2013) menyebutkan

17,3 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2008,

mewakili 30% dari semua kematian global. Dari kematian ini, diperkirakan 7,3

juta disebabkan oleh penyakit jantung. Negara berpenghasilan rendah dan

menengah yang tidak proporsional terpengaruh: lebih dari 80% kematian penyakit

kardiovaskular terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dan terjadi

hampir sama pada pria dan wanita.

Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011), penyakit

jantung dan pembuluh darah telah menjadi salah satu masalah penting kesehatan

masyarakat dan merupakan penyebab kematian yang utama. Sedangkan

berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2007, menunjukkan bahwa

prevalensi penyakit jantung secara 1 2 nasional adalah 7,2%. Penyakit jantung

iskemik mempunyai proporsi sebesar 5,1% dari seluruh penyakit penyebab

kematian di Indonesia, dan penyakit jantung mempunyai angka proporsi 4,6% dari

seluruh kematian. Dari data yang didapatkan tersebut maka dapat diambil

kesimpulan bahwa gagal jantung menempati peringkat atas prevalensi penyakit

yang menimbulkan kematian pada penderitanya dan merupakan masalah

kesehatan nasional maupun internasional yang perlu diatasi.

Page 3: Referat Gagal Jantung Sahid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Gagal Jantung

2.1 Definisi

Gagal jantung adalah suatu sindrom pada pasien yang memiliki beberapa

gejala dan tanda diantaranya seperti sesak nafas, edema pada ekstremitas,

kelelahan, peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain lain dikarenakan adanya

abnormalitas pada structural atau fungsional jantung. Diagnosis gagal jantung

terkadang sulit ditegakkan karena gejala gagal jantung mirip dengan gejala pada

penyakit jantung yang lain (ECS, 2012).

Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan perkembangan dalam jangka

panjang gagal jantung kiri yang diikuti gagal jantung kanan demikian juga

sebaliknya yang terjadi secara bersamaan (Rilantono, 2004)

Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau

sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload.

Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien (Santoso, 2007).

Gagal jantung didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis kompleks yang

menghasilkan berbagai macam kelainan struktural ataupun fungsional pada

pengisian atau pengosongan ventrikel (ACC/AHA, 2013).

2.2. Klasifikasi

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Gagal Jantung sistolik dan diastolik terjadi secara tumpang tindih dan sulit

dibedakan dari pemeriksaan fisik, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat

dibedakan dengan echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah

ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung

Page 4: Referat Gagal Jantung Sahid

menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun

dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan

relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik

didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3

macam gangguan fungsi diastolik: gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe

restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,

kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada

penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia,

kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua

kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal

jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti

pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga

terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali,

dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung

terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung

yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun

secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema

perifer. Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau

kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer

sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Page 5: Referat Gagal Jantung Sahid

Menurut ACC/AHA

(Tingkatan gagal jantung

berdasarkan struktur dan

kerusakan otot jantung)

Menurut NYHA

(Tingkatan berdasarkan gejala dan aktifitas

fisik)

Stadium A

Memiliki resiko tinggi untuk

berkembang menjadi gagal

jantung, namun tidak ada

gangguan struktural atau

fungsional jantung, tidak terdapat

tanda atau gejala.

Kelas I

Tidak terdapat batasan dalam melakukan

aktifitas fisik sehari – hari biasa. Seperti

berjalan, naik tangga, dan sebagainya.

Stadium B

Mengalami penyakit struktur

jantung yang berhubungan

dengan perkembangan gagal

jantung, namun tidak terdapat

tanda atau gejala.

Kelas II

Terdapat gejala ringan (sesak nafas

ringan/angina).terdapat keterbatasan ringan

dalam aktivitas fisik sehari-hari.

Stadium C

Gagal jantung yang simptomatik

berhubungan dengan penyakit

structural jantung yang

mendasari

Kelas III

Terdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-

hari karena adanya gejala gagal jantung pada

tingkatan yang lebih ringan. Misalnya dengan

berjalan 20-100 m. pasien hanya merasa

ringan saat beristirahat.

Stadium D

Penyakit jantung structural lanjut

serta gejala gagal jantung yang

sangat bermakna saat istirahat

walaupun sudah mendapat terapi

medis maksimal (refrakter)

Kelas IV

Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa

keluhan. Terdapat gejala saat istirahat.

Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas

Page 6: Referat Gagal Jantung Sahid

2.3. Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor resiko CHF menurut AHA 2012:

1. Hipertensi

2. Diabetes Melitus

3. Sindroma metabolik

4. Penyakit aterosklerosis

Page 7: Referat Gagal Jantung Sahid

2.4 Patogenesis

Gagal jantung didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying

HD/index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat

oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang

disebut gagal jantung.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal

jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan

ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi

volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan

meningkatnya EDV ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik

ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan

ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium

kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung pada saat diastol.

Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru,

meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik

anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik pembuluh darah

Page 8: Referat Gagal Jantung Sahid

maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila kecepatannya

melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila

terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli

sehingga menimbulkan edema paru.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan

vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel

kanan. Serangkaian kejadian pada jantung kiri juga akan terjadi pada jantung

kanan yang akhirnya akan mengakibatkan edema dan kongesti sistemik.

Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat

oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara

bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup

AV, atau perubahan orientasi otot papillaris dan korda tendinae akibat dilatasi

ruang.

Remodeling struktral ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme

kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal, (gagal jantung

asimptomatik). Sindroma gagal jantung yang asimptomatik akan tampak bila

timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia,

hipertiroid, kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih,

emboli paru, hipertensi, miokarditis, infeksi virus, demam reumatik, dan

endokarditis infektif. Gagal jantung simptomatika akan tampak kalau terjadi

kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya.

2.5. Diagnosis

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu

dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:

Page 9: Referat Gagal Jantung Sahid

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Edema ekstremitas (biasanya pada

pergelangan kaki bilateral)

Distensi vena pada leher Batuk pada malam hari

Peningkatan tekanan vena jugularis Dyspnea d’ effort

Kardiomegali pada pemeriksaan radiologi

thorax

Hepatomegali

Ronkhi paru Efusi pleura

Edema paru akut Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Gallop Takikardi (>120x/menit)

Refluks hepatojugular

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahui irama jantung, etiologi gagal

jantung akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner akut, dan hipertrofi

rongga jantung. Aritmia jantung dinilai dengan EKG 12 sadapan dapat

dilakukan pemanangan EKG monitor kontinu diruang CVCU (Sudoyo, 2010).

Foto Thorax dan pencitraan lain

Ro thorax dilakukan untuk evaluasi kelainan tambahan paru (infeksi, tanda

kongesti) maupun jantung (bentuk dan ukuran) dan kongesti paru. Juga

diperlukan untuk konfirmasi dignosis, dan tindak lanjut untuk evaluasi adanya

perbaikan atau perburukan. CT scan dan scintigrafi toraks dilakukan untuk

mengetahui emboli paru atau penyakit paru lainnya serta Ekokardiografi

Transesofageal dan MRI untuk menyingkirkan diseksi aorta di centre yang

memiliki fasilitas (Sudoyo, 2010).

Page 10: Referat Gagal Jantung Sahid

Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin,

enzim hati dan INR merupakan pemeriksaan awal pada HF. Analisa gas darah

arteri (Astrup) diperiksa pada semua pasien dengan GJA yang berat.

Pemeriksaan non infasif seperti oksimetri dapat menggantikan data Astrup

terutama pada pasien yang sulit diakses arteri.(Sudoyo, 2010).

Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan

struktur jantung pada gagal jantung akut pada seperti pada sindrom koroner

akut. Hal penting yang dinilai dengan ekokardiografi : fungsi ventrikel kiri dan

kanan, keadaan katup, perikard, komplikasi mekanik dari infark miokard dan

adanya massa dijantung (jarang), tekanan arteri pulmonal, dan curah jantung.

Pemeriksaan ini dilakukan bila pasien stabil untuk transfer (Sudoyo, 2010).

Treadmill test

Treadmill test memiliki kemampuan terbatas dalam diagnosisi gagal jantung,

meskipun demikian seseorang dengan kapasitas fisik maksimal pada

pemeriksaan treadmill dan tidak dalam terapi gagal jantung dapat disingkirkan

dalam diagnosis gagal jantung. Aplikasi utama pemeriksaan treadmill pada

gagal jantung adalah untuk menilai fungsi, kemajuan terapi dan stratifikasi

prognosis (Sudoyo, 2010).

Page 11: Referat Gagal Jantung Sahid

2.7. Tatalaksana

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung

baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki

prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi

serta beratnya kondisi.

a. Non Farmakalogi :

Anjuran umum :

1. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

2. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti

biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa

dilakukan.

Page 12: Referat Gagal Jantung Sahid

Tindakan Umum :

1. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan

dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal

jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

2. Hentikan rokok

3. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang

lainnya.

4. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30

menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban

70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan

sedang).

5. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi

Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis Angiotensin

II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain, digoksin, obat

inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.

1. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling

sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop

diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat

dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan

tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari

dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang

sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

2. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal,

dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.

Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu

sampai dosis yang efektif.

3. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian

dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan

kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan

Page 13: Referat Gagal Jantung Sahid

sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta

yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan

bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.

4. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi

terhadap ACE ihibitor.

5. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung

disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,

digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

6. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan

emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi

ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial

kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic

Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

7. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau

aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali

pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama

amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan

untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah

kematian mendadak.

8. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis

untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana

memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,

perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi

jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen

konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan.

Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin

serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan

perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat

metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Pemberian loop

Page 14: Referat Gagal Jantung Sahid

diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan

memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga

meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh

prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus

dihindari bila memungkinkan.

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan,

nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan

preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3

mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload

serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta

gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada

dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner.

Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara

dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya

adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga

pemberiannya hanya 16 – 24 jam.

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan

pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai

krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan

gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit.

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.

Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.

Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat

menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,

aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan

pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke

volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg

dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.

Page 15: Referat Gagal Jantung Sahid

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang

disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator

digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100

mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor

merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat

meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi

jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.

Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh

darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada

pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta

yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin

akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya

tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis

umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis

2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis

yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi

AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering

digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan

untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat

terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone

intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt.

Dosis enoximone 0,25– 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang

disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan

syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi

penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa

digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu

dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1

μg/kg/mnt.

Page 16: Referat Gagal Jantung Sahid

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah

penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan

hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan

afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti loop

diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium

intravena(nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda

kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload,

meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan

disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi

sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi.

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,

pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular

assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung

berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,

disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu

jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan

sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan

bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable

cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia

ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan

sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang

tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.

Page 17: Referat Gagal Jantung Sahid

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the

Management of Heart Failure: A Report of the American College of Cardiology

Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.

Dallas: AHA Journal

European Society of Cardiology. 2012. ESC Guidelines for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure 2012. European Heart Journal

Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, 2015. PERKI

Rilantono LI, Baraas Faisal, Karo SK, Roebiono PS. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Sudoyo AW, et al.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing