referat forensik gabungan new edited1

Upload: nina-novia

Post on 05-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    1/29

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    2/29

    2

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Insiden pasien dengan HIV positif di Indonesia terus meningkat. Sebanding dengan

    hal itu, kematian pasien dengan HIV positif juga meningkat. Orang yang terinfeksi HIV dapat

    mati sebagai kasus full blownataupun karena penyebab yang tidak diketahui secara jelas .

    Pada orang-orang di mana ada bukti yang jelas dan bukti infeksi oportunistik, menemukan

    penyebab kematian tanpa melakukan otopsi tidak akan menjadi masalah. Di sisi lain,

    mungkin ada pasien dengan HIV positif dimana penyebab kematian ante-mortem belum

    jelas dan dokter mungkin secara bijaksana merasa perlu untuk meminta pemeriksaan post-

    mortem. (Ganczak, 2003)

    Sebenarnya infektivitas HIV dalam sampel akan meluruh perlahan-lahan seiring

    dengan berjalannya waktu. Peluruhan infektivitas ini sangat bervariasi, tergantung pada

    faktor lingkungan dan virus itu sendiri. Virus HIV dapat tetap menular selama tiga minggu

    dimana konsentrasinya terdeteksi pada 51% dari plasma dan / atau fraksi dari mononuklear

    sel darah mayat yang terinfeksi HIV. HIV juga terdeteksi di tulang tengkorak hingga di enam

    hari post-mortem, di spesimen limpa dapat disimpan sampai 14 hari dan dalam

    darah kadaver 16,5 hari setelah kematian. Oleh karena itu mayat HIV positif harus dianggap

    mengandung HIV yang infeksius. (Krishan, 2003)

    Terdapat dua kasus infeksi HIV di antara ahli patologi di dunia, yang keduanya

    diidentifikasi mungkin telah terinfeksi dalam lingkungan kerja, termasuk satu kasus yang

    didokumentasikan dari sebuah otopsi yang menginfeksi staf dewan patologi dari Amerika

    Serikat. Selain itu juga telah didokumentasikan bahwa teknisi kamar otopsi mendapat infeksi

    HIV yang mungkin berhubungan dengan pekerjaannya. Oleh Karena itu perlu diketahui

    berapa jumlah dari pasien dengan HIV AIDS yang mendapat perawatan di kamar jenazah

    serta bagaimana penatalaksanaannya di kamar jenazah. (Ganczak, 2003)

    1.2 Rumusan Masalah

    a. Berapakah frekuensi Pasien HIV AIDS yang masuk di Instalasi Kedokteran

    Forensik bulan Januari 2009 Desember 2010 dan mendapat perawatan di

    kamar jenazah?

    b. Bagaimana tatalaksana jenazah HIV AIDS di kamar jenazah?

    1.3 Tujuan

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    3/29

    3

    a. Untuk mengetahui frekuensi Pasien HIV AIDS yang masuk di Instalasi

    Kedokteran Forensik bulan Januari 2009 Desember 2010 dan mendapat

    perawatan di kamar jenazah

    b. Untuk mengetahui bagaimana tatalaksana jenazah HIV AIDS di kamar jenazah

    BAB II

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    4/29

    4

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 HIV/AIDS

    2.1.1 Definisi HIV/AIDS

    AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, merupakan penyakit yang

    disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang ditandai dengan gejala

    menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS dapat dikatakan suatu kumpulan tanda/gejala

    atau sindrom yang terjadi akibat adanya penurunan daya kekebalan tubuh yang didapat

    atau tertular/terinfeksi, bukan dibawa sejak lahir. Penderita AIDS mudah diserang infeksi

    oportunistik (infeksi yang disebabkan oleh kuman yang pada keadaan sistem kekebalan

    tubuh normal tidak terjadi) dan kanker dan biasanya berakhir dengan kematian. Penyebab

    AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis virus RNA yang tergolong

    retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih

    (Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat

    dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi

    kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional pada sel T4

    akan menimbulkan tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Setelah HIV memasuki

    tubuh seseorang, HIV dapat diperoleh dari lifosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia,

    makrofag dan cairan otak penderita AIDS (Wikipedia, 2011).

    Gambar 1 Virus HIV (Wikipedia, 2011)

    2.1.2 Manifestasi Klinis HIV/AIDS

    Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki,

    tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak,

    90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    5/29

    5

    menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat

    menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan

    tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala AIDS baru bisa dilihat pada seseorang yang

    tertular HIV sesudah masa inkubasi, yang biasanya berlangsung antara 5-7 tahun setelah

    terinfeksi. Selama masa inkubasi jumlah HIV dalam darah terus bertambah sedangkan

    jumlah sel T semakin berkurang, kekebalan tubuhpun semakin rusak jika jumlah sel T makin

    sedikit (Wikipedia, 2011).

    Perjalanan klinik infeksi HIV dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu : (CDC, 2001)

    a. Infeksi Akut : CD4 : 750 1000

    Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan.

    Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, arthralgia, anoreksia,

    malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikaria), gejala syaraf (sakit kepala,

    nyeri retrobulber, gangguan kognitif dan afektif), gangguan gastrointestinal

    (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi

    viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya virus

    yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.

    b. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml

    Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya

    sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya

    terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Beberapa penderita

    mengalami pembengkakan kelenjar limfe menyeluruh, disebut limfadenopati

    (LEP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostik dan tidak terpengaruh

    bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4

    sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada

    tingkat 500/ml.

    c. Infeksi Kronis Simtomatik

    Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala

    penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkatimunitas penderita.

    1). Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 500

    Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya

    reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total

    atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase

    yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya,

    demikian juga yang disebut AIDS-Related (ARC).

    2). Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    6/29

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    7/29

    7

    Gambar 3 Klasifikasi Manifestasi Klinis Infeksi HIV/AIDS (CDC, 2001)

    2.1.4 Epidemiologi HIV/AIDS

    UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 jutajiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik

    paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus

    bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8

    juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000)

    merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.

    Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang

    dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun

    1981 (UNAIDS, 2006).

    Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan

    perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari

    mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari

    semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat

    (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6

    juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara

    adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region

    ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5.7

    http://id.wikipedia.org/wiki/1981http://id.wikipedia.org/wiki/2005http://id.wikipedia.org/wiki/2003http://id.wikipedia.org/wiki/1981http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Sub-Saharahttp://id.wikipedia.org/wiki/2005http://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/2005http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Sub-Saharahttp://id.wikipedia.org/wiki/1981http://id.wikipedia.org/wiki/2003http://id.wikipedia.org/wiki/2005http://id.wikipedia.org/wiki/1981
  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    8/29

    8

    juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika

    Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara

    ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan

    terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan

    menjadi tanpa penyakit (UNAIDS, 2006)

    Gambar 5 Prevalensi Penderita HIV di seluruh Dunia Pada Tahun 2008 Menurut UNAIDS(Wikipedia, 2011)

    Gambar 6 Grafik Jumlah Penderita HIV/AIDS, Penderita Yang Baru Terinfeksi dan Kematian

    Akibat HIV/AIDS di Seluruh Dunia Pada Tahun 1990-2008 Menurut The Millenium DevelopmentGoals Report (Wikipedia, 2011)

    http://id.wikipedia.org/wiki/Afrikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Harapan_hiduphttp://id.wikipedia.org/wiki/Harapan_hiduphttp://id.wikipedia.org/wiki/Afrika
  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    9/29

    9

    Di Indonesia dari tahun ke tahun kasus HIV maupun kasus AIDS semakin bertambah

    jumlahnya, bahkan hingga Mei 2011 saja telah menembus angka 24.482 kasus di 300

    kabupaten atau kota dan 32 provinsi di Indonesia (Tabel 2). Jumlah penderita laki-laki lebih

    banyak dibanding penderita perempuan (Tabel 2). Namun meskipun perempuan yang

    menderita AIDS lebih sedikit dibanding laki-laki, hal ini sangat berbahaya dan besar

    dampaknya bagi perempuan dan remaja putri terutama yang akan menikah dan produktif

    karena ini akan berpengaruh juga kepada janin yang dikandungnya. Departemen Kesehatan

    juga mencatat beberapa faktor penyebab AIDS yaitu: Heteroseksual, Homo- Biseksual, IDU

    (Injecting Drug User), dan Transmisi Perinatal. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa penularan

    utama HIV/AIDS di Indonesia adalah melalui hubungan seksual (heteroseksual). Bila dilihat

    berdasarkan umur (Tabel 4), dapat dilihat bahwa penderita terbanyak adalah pada usia

    produktif (20-29 tahun). Dari tabel 5 menunjukkan bahwa persebaran kasus AIDS lima (5)

    provinsi tertinggi adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Papua dan Bali. Kelima

    wilayah ini selain daerah transit dan sekaligus daerah tujuan wisata , seperti Bali adalah

    tujuan wisata baik domestik maupun internasional. Sedangkan berdasarkan prevalensi

    kasus AIDS secara nasional di Indonesia sebesar 7,12 artinya setiap 100.000 penduduk

    sebesar 7,12 persen diantaranya menderita AIDS. Sementara provinsi dengan prevalensi

    tertinggi adalah Provinsi Papua (129,35 persen) , disusul Bali (33,75 persen) , DKI Jakarta

    (30,52 persen), Kepulauan Riau (23,11 persen) dan Kalimantan Barat (17,9 persen)

    (Depkes, 2011).

    Tabel 2 Jumlah Kumulatif Penderita AIDS di Indonesia Menurut Jenis Kelamin Tahun 1987-Maret 2011 (Depkes, 2011)

    Tabel 3 Jumlah Kumulatif Penderita AIDS di Indonesia Menurut Faktor Resiko Tahun 1987-Maret 2011 (Depkes, 2011)

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    10/29

    10

    Tabel 4 Jumlah Kumulatif Penderita AIDS di Indonesia Menurut Umur Tahun 1987-Maret 2011(Depkes, 2011)

    Tabel 5 Jumlah Kumulatif Penderita AIDS di Indonesia berdasarkan Provinsi Tahun 1987-Maret

    2011 (Depkes, 2011)

    2.1.3 Penularan HIV/AIDS

    Ada empat cara penularan HIV yaitu pertama, melalui hubungan seksual dengan

    seorang pengidap HIV tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom). Cara

    kedua, HIV dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar HIV. Cara

    ketiga, seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada bayi yang

    dikandung, itu tidak berarti HIV /AIDS merupakan penyakit turunan, karena penyakit turunan

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    11/29

    11

    berada di gen-gen manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan vagina ibu

    membuat kontak dengan cairan atau darah anaknya. Dan cara keempat adalah melalui

    pemakaian jarum suntik, jarum tindik dan peralatan lainnya yang sudah dipakai oleh

    pengidap HIV (Wikipedia, 2011).

    Gambar 4 Diagram Cara Penularan Infeksi HIV (CDC, 2009)

    Tabel 1 Cairan Tubuh yang Dapat Menjadi Media Penularan HIV

    Media penularan HIV pada pasien hidup hampir sama dengan pada pasien yang

    telah meninggal. Dalam hal ini yang memiliki resiko besar untuk mendapat paparan HIV

    adalah ahli patologi, dokter yang melakukan otopsi dan asisten otopsi. (Ganczak, 2003)

    Suka atau tidak, ada diantara patolog yang terpapar infeksi HIV karena pekerjaan

    mereka. Pertama, mereka secara etika wajib untuk mendiagnosis pasien yang hidup dengan

    virus tersebut. Peran biopsi tersebut dalam kedokteran adalah untuk membatasi mortalitas

    dan tingkat morbiditas AIDS. Dengan 40 juta kasus infeksi HIV di seluruh dunia,

    patolog,seperti tenaga medis lainnya, beresiko terekspos darah dan jaringan yang terinfeksi

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    12/29

    12

    retroviral dalam pekerjaannya sehari-hari. Kedua, meskipun penelitian AIDS sedah berjalan

    dua dekade, ada begitu banyak yang harus dipelajari dari moralitas yang terkait. Mereka

    yang memiliki kesempatan untuk mempelajari penyakit ini selama otopsi mengakui banyak

    faktor tak terduga. Banyak infeksi dan komplikasi neoplastik yang mungkin tidak diketahui

    selama rentang kehidupan almarhum. Otopsi memungkinkan kita untuk melihat berbagai

    macam lesi yang disebabkan oleh respon host yang lemah. Selanjutnya,penting untuk

    membangun argumen untuk kebutuhan dari otopsi kasus AIDS. Dalam hal ini nilai informasi

    yang cenderung diturunkan oleh otopsi harus dipertimbangkan kecuali ada bahaya nyata

    yang terlibat (analisis risiko-manfaat). Dari tiga ratusan, atau lebih, kasus infeksi HIV

    okupasional petugas kesehatan sebagian besar terjadi pada perawat dan petugas

    laboratorium. (Ganczak, 2003)

    HIV yang menular ditemukan pada 5% dari sampel darah yang diperoleh dari pasien

    AIDS pada 24 jam post mortem. Retrovirus yang infeksius juga ditemukan dari jaringan,

    tulang dan darah enam hari post mortem, sedangkan dari limpa dua minggu post mortem.

    Tingkat virulensi postmortem dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk potensi mematikan

    dari virus, strain virus, terapi antivirus premortem dan suhu kamar mayat. (Ganczak, 2003)

    Bahaya terbesar untuk patolog dan staf teknis dalam melaksanakan otopsi HIV-

    positif berasal dari luka kulit akibat instrumen tajam dan spikula tulang, dan dari menghirup

    patogen virulen seperti Mycobacterium tuberculosis. Infeksi oral dan konjungtiva jugamungkin terjadi tapi dapat dicegah dengan cara sederhana. Secara umum dilaporkan bahwa

    patolog mempertahankan tusukan sarung tangan selama 10% dari otopsi. Bahkan

    pengetahuan sebelumnya tentang status HIV pasien belum terbukti mengurangi tingkat

    paparan perkutan. (Ganczak, 2003)

    Penelitian menunjukkan bahwa infektivitas HIV dalam sampel berkurang perlahan-

    lahan seiring waktu. Infektivitas ini bervariasi tergantung pada faktor lingkungan dan virus.

    HIV dapat tetap menular selama tiga minggu dan terdeteksi pada 51% dari plasma dan /

    atau fraksi dari mononuklear sel darah yang terinfeksi HIV. HIV terdeteksi di tulang

    tengkorak pada enam hari pasca-mortem, di spesimen limpa disimpan sampai 14 hari dan

    dalam darah kadaver 16,5 hari setelah kematian. Oleh karena itu mayat HIV-positif harus

    dianggap mengandung HIV menular. Kenyataannya, telah didokumentasikan bahwa teknisi

    kamar otopsi mempunyai kemungkinan infeksi HIV karena pekerjaannya. Ada juga risiko

    pekerjaan tertular infeksi lain dari mayat dengan HIV positif. (Ganczak, 2003)

    Spektrum infeksi pada AIDS merupakan refleksi dari patogen yang lebih sering

    terlihat di daerah geografis tertentu dan populasi penduduknya. Dalam keadaan

    immunocompromised, organisme ini berkembang dan akibatnya spektrum infeksi pada

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    13/29

    13

    individu tersebut besar. Paparan terhadap sejumlah besar patogen dalam ruang otopsi yang

    tertutup meningkatkan risiko untuk tertular penyakit yang sama antara staf ruang otopsi.

    (Krishan, 2003)

    Otopsi meningkatkan kemungkinan tertular infeksi melalui udara pada personel

    laboratorium. Pemotongan dari paru-paru terinfeksi dengan pisau menghasilkan aerosol

    partikel kecil. Sudah umum diketahui bahwa di antara para dokter, patolog memiliki kejadian

    TB tertinggi. Karena otopsi terbuka lengkap memiliki risiko lebih besar terkena HIV dan juga

    aerosolisasi dan penyebaran patogen oportunistik, sebuah otopsi lengkap tidak wajib

    dipertimbangkan ketika diagnosis ante-mortem AIDS ditegakkan. Namun, jika prasarana

    yang memadai dan fasilitas yang ada pemeriksaan dapat dipertimbangkan untuk tujuan

    akademis. (Ganczak, 2003)

    Karena ada kekurangan baik vaksin yang efektif dan obat untuk menghilangkan virus

    dari tubuh, pencegahan adalah satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran HIV

    pada petugas kesehatan. Sebuah "paparan" yang mungkin menempatkan petugas

    kesehatan di risiko Infeksi HIV didefinisikan sebagai :

    cedera perkutan (misalnya, tertusuk jarum atau terpotong dengan benda tajam)

    kontak mukosa atau kulit yang tidak utuh

    kontak dengan kulit utuh dengan durasi kontak yang berkepanjangan (yaitu beberapa

    menit atau lebih) atau melibatkan wilayah yang luas, dengan darah, jaringan, atau cairan

    tubuh lainnya . (Ganczak, 2003)

    Studi telah memperkirakan rata-rata risiko penularan HIV setelah pajanan

    percutaneous sebesar 0,3%. Rata-rata 99,7% dari petugas kesehatan, yang terpapar HIV,

    tidak akan terinfeksi. Untuk paparan mukosa risiko adalah 0,09% dan untuk kulit yang tidak

    utuh bahkan kurang. Ini meningkat ketika kulit yang terkena pecah-pecah, terkelupas, atau

    menderita dermatitis. Dalam konteks otopsi itu layak menyebutkan bahwa, kecuali darah,

    beberapa tubuh lainnya cairan berpotensi menular:

    air mani,

    sekresi vagina, serebrospinal cairan sinovial, pleural, peritoneal, perikardial, ketuban.

    Meskipun ahli patologi menggunakan dua pasang sarung tangan, apabila ia

    menderita luka terpotong pisau bedah maka akan beresiko. Sayangnya situasi seperti ini

    cukup sering selama otopsi. Ini telah terbukti bahwa pada pemakaian kelima, sarung tangan

    akan menyerap atau menjadi permeable selama nekropsi tersebut. Weston dan Locker

    menunjukkan prevalensi 8% dari tusukan sarung tangan di Petugas kesehatan di kamar

    mayat, dan peningkatan risiko tusukan 3 - 4 kali lipat jika seorang teknisi bukan ahli patologi

    melakukan pembedahan tubuh. Namun, 31,8% dari tusukan sarung tangan tidak

    diketahui, dan ini di mana bahaya kulit terpapar dengan bahan yang berpotensi terinfeksi

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    14/29

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    15/29

    15

    Semua personil yang menangani tubuh dan berbagai jaringan harus menggunakan

    sarung tangan ganda. Terus-menerus mengenakan sepasang sarung tangan yang sama

    dianggap merugikan. Oleh karena itu, sarung tangan harus diganti setelah digunakan

    selama satu jam. (Krishan, 2003)

    Pakaian pelindung anti air harus digunakan termasuk piyama plastik dan kaos

    lengan penuh dengan fasilitas untuk mengikat menuruni lengan. Celemek plastik, sepatu

    plastik meliputi topi plastik dan topeng plastik juga harus digunakan. Kacamata diharuskan

    untuk digunakan untuk menghindari cedera percikan ke mata. Kacamata polos tanpa

    pelindung samping dianggap kurang memadai. (Krishan, 2003)

    Setidaknya lima set pakaian pelindung harus selalu tersedia dirumah sakit

    laboratorium dan lima perangkat tambahan di toko rumah sakit. Ini harus segera diisi ulang

    setiap kali penggunaan. Itu adalah wajib untuk mengimunisasi semua potensi otopsi staf

    terhadap infeksi virus hepatitis B. Staf dengan hasil tes Mantoux negative harus diimunisasi

    dengan BCG sebelum kerja. (Krishan, 2003)

    Jumlah instrument tajam harus dikurangi seminimal mungkin dan selalu

    terus terlihat. Blunt-endinstrument sedapat mungkin akan lebih disukai. Jarum dan bilah

    perlu ditangani dengan hati-hati. Yang tidak boleh adalah melepas pisau dari pemegang

    karena hal ini dapat menyebabkan pisau untuk patah dan terbang menghasilkan apa yang

    disebut 'missile injury untuk personil lainnya. Tulang rusuk harus dipotong melalui tulang

    rawan sehingga tidak ada bagian tepi yang bergerigi. (Krishan, 2003)

    Disarankan bahwa tengkorak tidak boleh dibuka secara rutin pada autopsy pasien

    HIV-positif kecuali ada bukti klinis yang menunjukkan patologi SSP. Jika tengkorak harus

    dibuka, harus dibuka di bawah kantong plastik besar transparan untuk menjebak sisa

    jaringan semua jaringan diambil untuk pemeriksaan histopatologi harus ditempatkan

    dalam 10% buffered formalin netral untuk fiksasi dan desinfeksi. Kira-

    kira sampai 5 mm dalam 24 jam, irisan jaringan tidak boleh lebih dari 2,0 cm tebal. Jaringan

    harus dibiarkan dalam fiksatif untuk waktu yang cukup sebelum ditangani lagi. Jika formalin

    mendapat pengenceran dengan darah itu harus diubah karena formaldehida yangbercampur dengan darah adalah fiksatif yang tidak efektif. (Krishan, 2003)

    Drum berisi jaringan harus diberi label dengan benar dengan label Biohazard

    universal dan tambahan label 'AIDS - tangani dengan hati-hati Jaringan dan contoh cairan

    untuk studi mikrobiologi harus dikumpulkan dalam tabung steril, yang pada gilirannya harus

    ditempatkan dalam wadah plastik tahan tusukan sebelum pengiriman ke

    laboratorium. Wadah ini juga harus diberi label seperti di atas. Cairan tubuh, apusan dan

    sampel jaringan dapat dikumpulkan untuk studi virologi. Cairan tubuh tidak perlu bahan

    pengawet dan harus segera didinginkan. Sebagian besar virus akan tetap bertahan di 2-60

    C

    dan suhu harus dijaga selama transportasi. Sampel dapat dikirim pada es kering (untuk

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    16/29

    16

    memastikan suhu di bawah -70C), jika terdapat kemungkinan penundaan yang lama.

    (Krishan, 2003)

    Spesimen tidak boleh dibekukan pada -200C karena viabilitas virus akan hilang pada

    suhu ini. Tissue sampel (1-2 g) yang dapat secara rutin sampel termasuk otak, paru-paru,

    otot jantung, kelenjar getah bening dan ginjal. Dubur, faring dan swab nasofaring dapat

    dikumpulkan sebelum memulai otopsi. Jaringan sampel dan usapan harus dikirim dalam

    dingin dalam media transportasi virus (VTM) atau Hank seimbang VTM harus berisi buffered

    saline isotonic, protein suplemen (albumin sapi atau susu sapi skim's), penisilin(200U/ml)

    dan streptomisin (200ug/ml). VTM dikeluarkan dalam jumlah 2,0 ml dalam tabung atau

    penisilin botol akan cukup untuk satu swab atau satu bit jaringan. Di aboratorium, etelah

    digunakan, semua sampel sisa jaringan pertama-tama harus didesinfeksi dengan 30

    kontak menit dengan larutan hipoklorit 1% atau cairan pemutih 1:10 (10.000 ppm klorin

    tersedia). Setelah itu, jaringan harus dibuang oleh Semua tindakan yang rinci di atas harus

    diikuti saat pembalseman dari mayat. Cairan yang biasa untuk pembalseman (etanol,

    formalin fenol) yang efektif. (NACO, 2007)

    Setelah mayat diletakkan dalam kantong plastik anti bocor, tas harus dicap sebagai

    'Biohazard'. Sebelum menyerahkan tubuh untuk keluarga terdekat, itu adalah tugas ahli

    patologi yang bersangkutan untuk memberi kabar secara pribadi orang yang bertanggung

    jawab untuk tubuh tentang bahaya dan penanganan mengekspos tubuh. HIV dapat

    bertahan hingga 15 hari pada suhu kamar dan sampai 10-15 hari pada 370 C. Oleh karena

    itu setelah otopsi itu wajib mendisinfeksi kamar mayat dengan sodium hipoklorit 1% atau

    cairan pemutih 1: 10 (klorin tersedia 10.000 ppm) sebelum otopsi lain dilakukan di kamar

    yang sama. Masa kontak setidaknya 30 menit diperlukan untuk desinfeksi. (NACO, 2007)

    Pedoman Organisasi Jenazah dan Instrumentasi Menurut NACO (National AIDS

    Control Organisation)

    1. Setelah prosedur otopsi, mayat harus dijahit dengan benar sehingga tidak ada cairan

    yang bisa keluar. Mayat dicuci dengan air keran dan kemudian dengan larutan 1%

    sodium hipoklorit. Hidung dan mulut harus dipasang dengan spons kapas yang

    direndam dengan tepat

    2. Mayat kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk diserahkan kepada

    keluarga untuk menghindari penyebaran HIV / AIDS. Harus ada kebijakan rumah

    sakit untuk menyediakan kantong plastik untuk jenazah.

    3. Meja dan lantai harus dibersihkan dengan larutan hipoklorit 1% untuk menghapus

    noda darah, cairan tubuh dan sabun dan air.

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    17/29

    17

    4. Instrumen yang digunakan untuk otopsi harus dihapus dengan larutan sodium

    hipoklorit. Aluminium dan instrumen baja stainless dapat rusak oleh sodium

    hipoklorit dan instrumen yang terbuat dari bahan-bahan tersebut harus

    didekontaminasi dengan larutan glutaraldehid 2%. Setelah 4 jam, instrumen dicuci

    dan diautoklaf, dan kemudian dapat digunakan kembali.

    5. Fasilitas yang memadai untuk mencuci harus tersedia di sekitar ruang otopsi.

    Setelah otopsi, ahli patologi dan staf lainnya harus mencuci tangan mereka dengan

    teliti dengan sabun dan air. Celemek plastik, tutup plastik sepatu, sarung tangan, topi

    dan topeng plastik harus dibuang dalam kantong plastik. Pakaian yang digunakan di

    balik apron plastik harus direndam dalam larutan sodium hipoklorit dan dicuci dengan

    air, dan kemudian dikirim untuk diautoklaf.

    Penatalaksanaan Jenazah HIV-AIDS

    Sebuah otopsi terhadap mayat HIV-positif bisa untuk:

    a. Follow up patologi-klinis

    b. Mendokumentasikan patologi organ tertentu

    c. Memvalidasi end-poin dalam uji klinis HIV

    d. Mendokumentasikan reaksi obat yang merugikan

    e. Pemeriksaan mediko-legal dari kematian yang tidak dapat dijelaskan dalam kasus

    HIV-positif

    Bukti antemortem yang diapatkan pada jenazah dapat menjadi kriteria AIDS

    sehingga dapat menunjukkan kasus AIDS yang full blown. Bukti infeksi oportunistik dan

    keganasan AIDS terkait contohnya kanker serviks, limfoma dan sarkoma Kaposi. Otopsi

    dalam kasus ini berguna untuk kepentingan akademik murni dan dapat membantu dalam

    menetapkan pola dari infeksi oportunistik dan penyebab kematian akibat AIDS. Dalam

    situasi lain, jenazah sudah diketahui HIV-positif tanpa bukti ante-mortem AIDS

    kondisi atau infeksi jelas lainnya. Dalam kasus ini autopsi mungkin menjadi kewajiban bila

    diperlukan untuk menetapkan penyebab kematian.

    I. Kasus untuk otopsi harus dianggap sebagai kasus potensial AIDS

    a. Sarung tangan (double gloving disarankan), pelindung mata, masker, topi dan

    baju, ditambah apron penutup tahan air dan sepatu harus dipakai oleh

    personel yang melaksanakan atau melihat autopsi untuk mencegah parenteral

    atau inokulasi melalui mukosa.

    b. Jenazah harus ditandai "waspada darah / cairan tubuh". Apapun item

    pembuangan harus dibungkus dalam kantong merah ganda dan segera disegel

    untuk diinsinerasi.

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    18/29

    18

    c. Distribusi agen menular melalui udara harus dihindari; misalnya tulang yaitu lebih

    baik dipotong dengan gergaji tangan dan di bawah plastik yang menutupi

    daripada dengan gergaji listrik.

    d. Jaringan sampel harus direndam secara fix dalam larutan formalin sebelum

    pemeriksaan histologi.

    e. Standar tindakan pencegahan dan kebersihan harus dipertahankan dalam kamar

    otopsi. Semua cairan dan jaringan tubuh harus diperlakukan sebagai bahan

    terkontaminasi.

    f. Prosedur Dekontaminasi meliputi:

    Setelah dibersihkan menyeluruh dengan sabun dan air menggunakan

    sarung tangan, bahan-bahan berikut harus didekontaminasi dengan

    1:10 dilution 5 / 25% sodium hipoklorit pada akhir otopsi. (meja otopsi,

    timbangan, semua instrumen dan stainless steelware, dan item yang

    terkontaminasi oleh personil tersebut seperti pegangan pintu, penyerap,

    dan sebagainya (yang seharusnya tidak terkontaminasi pada tempat

    pertama).

    Di ruang otopsi prosedur pembersihan ruangan meliputi: mengenakan

    sepatu bot karet, sarung tangan, dan penutup baju sebelum masuk ke

    ruang otopsi; bahan pembasmi kuman solusi fenolik diikuti oleh 1:10

    dilution 5 / 25% sodium hipoklorit yang digunakan untuk mensterilkanlantai.

    II. Pada kasus dengan reaksi HTLV positif dan kasus yang diduga terinfeksi AIDS

    a. Permintaan untuk otopsi harus dilakukan langsung oleh dokter klinis untuk

    petugas otopsi atau yang berwenang pada pemeriksaan otopsi. Tujuan dan

    alasan untuk permintaan tersebut harus dibuat jelas.

    b. Otopsi akan dilakukan dengan risiko minimal terhadap petugas atau siapapun.

    Untuk tujuan ini, di samping prosedur yang diuraikan di atas untuk semua otopsi:

    Tidak ada kegiatan lainnya diizinkan di ruang otopsi pada waktu yang

    sama.

    Personil di ruang otopsi akan dibatasi (mungkin hanya menyertakan staf

    yang bertanggung jawab, prosector, dan otopsi asisten kamar).

    Pintu-pintu tertutup.

    Panggilan telepon tidak akan diterima oleh individu yang terlibat selama

    otopsi.

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    19/29

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    20/29

    20

    Pedoman Penatalaksanaan Jenazah dengan Infeksi HIV di Sarana Pelayanan

    Kesehatan Menurut PPM & PL Depkes 2001

    Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu

    menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang

    dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati

    keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak

    menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb. Tradisi

    yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan

    memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai

    bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan

    berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-

    HIV meninggal, virus pun akan mati.

    Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah seperti berikut:

    A. Tindakan di Luar Kamar Jenazah

    1. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan

    2. Memakai pelindung wajah dan jubah

    3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan

    tangan di sisi atau terlipat di dada

    4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula

    mulut, hidung dan telinga

    5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan

    darah atau cairan tubuh lainnya

    6. Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air

    7. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam

    wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal

    8. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air

    9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan

    oleh keluarga10. Pasang label identitias pada kaki

    11. Beritahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit

    menular

    12. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan

    B. Tindakan di Kamar Jenazah

    1. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum

    memakai sarung tangan

    2. Petugas memakai alat pelindung:

    Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku)

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    21/29

    21

    Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut

    Pelindung wajah (masker dan kaca mata)

    Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air

    3. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami

    cara membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular

    4. Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus lain sesuai

    dengan agama dan kepercayaan yang dianut

    5. Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah

    melepas sarung tangan

    6. Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi

    7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh

    petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut

    8. Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan

    setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan

    oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut

    9. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah:

    Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila

    terkena darah atau cairan tubuh lain

    Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarumkan jarum suntik

    ke tutupnya. Buang semua alat/ benda tajam dalam wadah yangtahan tusukan

    Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah

    dan/atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin

    0,5%

    Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses

    dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi atau

    sterilisasi

    Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam

    kantong plastik

    Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara

    pengelolaan sampah medis

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    22/29

    22

    BAB III

    REKAPITULASI DATA DAN PEMBAHASAN

    No. Tgl Register Nama JenisKelamin

    Umur(Tahun)

    Alamat Rumah AsalRuangan

    1 20/01/2009 10728472 Dwi Aprivitasari Wanita 21 Perumnas Bumiayu J/18 RT 7/2 Malang R.29

    2 31/01/2009 10783628 Iswoyowati Wanita 37 Jl. Gajayana Ic RT 5/2 Dinoyo Malang R.29

    3 08/02/2009 10787196 Mahatma Pria 27 Kendal Payak Pakisaji Malang P. Dahlia

    4 08/02/2009 902978 Lestari Wanita 36 Jl. Bandulan 6/32 Malang R.29

    5 08/02/2009 10782706 Roni Pria 22 Andosari Nongkojajar Pasuruan R.29

    6 10/02/2009 903674 Hariyanto Pria 26 Selokandang 1/9 Purwosari Pasuruan UGD

    7 15/02/2009 903364 Subur Pria 36 Lumbung II RT 4/2 Pasuruan R.29

    8 09/03/2009 10794971 Awat Herman W. Pria 31 Jl. Alpaka 70 Malang R.29

    9 23/04/2009 Noveri Wanita 11 Kademangan RT 1/1 Blitar R.7

    10 09/05/2009 10809114 Thohir Pria 35 Gondang RT 4/1 Tulusrejo Batu R.29

    11 11/05/2009 10808869 Indra Santoso Pria 30 Perum Cemara Bukit Tidar RT 2/9 Malang R.29

    12 21/05/2009 10809329 Suparminingsih Wanita 33 Jl. Dr. Sutomo 12 RT 1/2 Blitar R.29

    13 21/05/2009 10912945 Katalis Azis N. Pria 32 Gandusari RT 2/5 Blitar R.29

    14 23/05/2009 913837 M. Ali Pria Jl. Semangka IIE Bukul Kidul Pasuruan R.29

    15 30/05/2009 Yuhanis A. P. Pria 26 Jl. Kedawung III/6 Malang R.29

    16 31/05/2009 10788834 Lukman Hakim Pria 26 Ds. Kedah RT 4/4 Tumpang R.29

    17 01/06/2009 10811819 Eko Suhandono Pria 49 Jl. Industri Timur RT 1/2 Blimbing Malang R.29

    18 10/07/2009 10822846 Ajiono Pria 40 Ds. Gunung sari 6/2 Tajinan Malang R.29

    19 07/10/2009 10843782 Abu Bakar Pria 35 Ds. Grati 5/3 Sukotirto Prigen R.29

    20 30/10/2009 10850071 Anam Sadewo Pria 35 Jl. Kejapanan 1/8 Gempol Pasuruan R.29

    21 02/11/2009 928693 Samsul Arifin Pria 46 Jl. Tanimbar 1 Malang R.29

    22 16/11/2009 929794 D. Antini Pria 44 Selokerto 19/6 Selorejo Dau Malang R.29

    23 16/11/2009 10853901 Anton Tri Pria 45 Jl. Ciliwung II/ Kav B-16 Malang P. Dahlia24 23/11/2009 10855946 Arifin Pria 26 Pendem 24/6 Pakisaji R.23i

    25 24/11/2009 10855545 Suwarti Wanita 35 Ds. Gr. Anti 8/6 Pasuruan R.29

    26 25/11/2009 10856674 Supriyanto Pria 39 Jl. Gadang gg 2/A-38 3/4 Malang R.29

    27 05/12/2009 10858117 Abdul Hamid Pria 24 Jl. Dewi Sartika 30 8/9 Pasuruan R.29

    28 20/12/2009 10859383 Hartoyo Pria 50 Krajan 17/08 Pujon Batu R.29

    29 22/12/2009 10838340 Suranto Pria 37 Jl. Gadang gg V/21 RT 8/1 Malang R.29

    30 27/12/2009 10863852 Nurul Aini Wanita 32 Jl. Gang Wijaya Kusuma II 3/9 Tuban R.29

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    23/29

    23

    31 05/01/2010 10863910 Nina Lusiana Wanita 17 Jl. Budi Utomo RT 2/6 Mulyorejo Pasuruan R.29

    32 12/01/2010 10866276 Suwanan Pria 32 Jl. Empu Baroda 20/2 Tumpang Malang R.29

    33 09/02/2010 10874262 Kuliawati Wanita 21 Ds. Wonomulyo 35/10 Poncokusumo R.29

    34 11/02/2010 10873026 Miselon Pria 51 Jl. Untung Suropati 3/1 Sumberpucung R.29

    35 04/03/2010 10879467 Resmita Wanita 24 Jl. Manggiss 131/39 Bugul Kidul Malang R.29

    36 18/03/2010 10427684 Mashudi Pria 42 Jl. Muharto I/B Malang UGD

    37 14/04/2010 Jeremias Kippuw Pria 47 Perum Leces Permai Blok E-25 Probolinggo R.29

    38 09/06/2010 10902319 Deff Raharjo Pria 35 Ds. Arjowinangun Kedungkandang Malang R.29

    39 24/07/2010 10911804 Kojin Pria 34 Ds. Lemah RT 3/11 Sukorejo Pasuruan R.29

    40 28/07/2010 10193231 Mustakim Pria 27 Ds. Karang Asem Gondanglegi R.29

    41 31/07/2010 10211021 Imam Hanafi Pria 36 Jl. Bantaran Gg 2 C no. 29 Malang R.29

    42 31/08/2010 10895367 Dwi Erianto Pria 25 Ds. Purwoasri RT 1/2 Purwosari Pasurua R.2943 16/09/2010 10824843 Nur Farida Wanita 25 Ds. Carat 2/3 Gempol Pasuruan R.29

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    24/29

    24

    Diagram 1 Perbandingan Kasus HIV/AIDS Dengan Semua Kasus Di Instalasi KedokteranForensik FKUB/RSUD Saiful Anwar Malang Selama Periode Januari 2009- Desember 2010

    Berdasarkan hasil rekapitulasi data, jumlah kasus HIV/AIDS yang masuk di instalasi

    Kedokteran Forensik selama periode Januari 2009- Desember 2010 yaitu sebanyak 43

    kasus dari total keseluruhan kasus yang masuk sebesar 1399 kasus. Persentase

    frekuensinya yaitu sebesar 3,0% (~3%) (Diagram 1). Jumlah kasus yang masuk pada tahun

    2009 sebesar 30 kasus dari 697 kasus (frekuensi 4,3%). Sedangkan jumlah kasus yang

    masuk pada tahun 20101 sebesar 13 kasus dari 702 kasus (frekuensi 1,85%). Berdasarkan

    statistik menurut Depkes RI sampai pada Maret 2011, Jawa Timur sendiri menempati urutan

    ke-13 kasus HIV/AIDS terbanyak yaitu dengan frekuensi sebesar 6,99%.

    Grafik 1 Perbandingan Kasus HIV/AIDS Dengan Semua Kasus Di Intalasi Kedokteran ForensikFKUB/RSUD Saiful Anwar Malang Selama Periode Januari 2009- Desember 2010

    3%

    97%

    HIV/AIDS (43 kasus)

    Non HIV/AIDS (1360

    kasus)

    30 13

    667 689

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    800

    2009 2010

    HIV/AIDS Non HIV/AIDS

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    25/29

    25

    Dari Grafik 1 dapat dilihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS yang masuk di instalasi

    Kedokteran Forensik mengalami penurunan yaitu dari 30 kasus menjadi 13 kasus.

    Frekuensinya turun dari 4,3% menjadi 1,85% dari tahun 2009-2010.

    Grafik 2 Jumlah Per Bulan Kasus HIV/AIDS Yang Masuk Di Instalasi Kedokteran ForensikPeriode Januari 2009 Desember 2010

    Dari Grafik 2 dapat dilihat bahwa jumlah kasus terbanyak didapatkan pada bulan Mei

    tahun 2009 yaitu sebanyak 7 kasus. Dari Grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa tidak

    setiap bulan terdapat kasus HIV/AIDS yang masuk di Instalasi kedokteran Forensik (pada

    bulan Agustus dan September 2009 dan bulan Mei, oktober, November, dan Desember

    2010).Tidak didapatkan pola waktu tertentu dari frekuensi kasus HIV/AIDS.

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    Tahun 2009

    Tahun 2010

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    Tahun 2009 Tahun 2010

    Pria

    Wanita

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    26/29

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    27/29

    27

    Berdasar pada teori, hal ini terkait dengan cara penularan yang terbanyak yaitu melalui

    hubungan seksual dan penggunaan jarum suntuk (IDU). Selain itu, terkait juga dengan masa

    inkubasi infeksi HIV/AIDS yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menimbulkan

    manifestasi klinis hingga sampai dapat menyebabkan kematian.

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    28/29

    28

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    1. Jumlah kasus HIV/AIDS yang tercatat di Laboratorium atau Instalasi Kedokteran

    Forensik FKUB/RSUD Saiful Anwar Malang pada periode Januari 2009 Desember

    2010 sebesar 3% dari keseluruhan kasus. Jumlah kasus HIV/AIDS yang masuk di

    instalasi Kedokteran Forensik mengalami penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010

    yaitu dari 30 kasus menjadi 13 kasus. Frekuensinya turun dari 4,3% menjadi 1,85%.

    2. Selama kurun waktu Januari 2009 Desember 2010 jumlah kasus terbanyak dalam

    sebulan didapatkan pada bulan Mei tahun 2009 yaitu sebanyak 7 kasus. Namun

    tidak didapatkan pola waktu tertentu dari frekuensi kasus HIV/AIDS.

    3. Berdasarkan jenis kelamin dari jumlah kasus HIV/AIDS yang masuk di Instalasi

    Kedokteran Forensik selama Januari 2009- Desember 2010, frekuensi penderita laki-

    laki (74,4%) lebih banyak dibanding perempuan (25,6%).

    4. Berdasarkan usia, dari jumlah kasus HIV/AIDS yang masuk di Instalasi Kedokteran

    Forensik selama Januari 2009- Desember 2010 terbanyak mengenai usia produktif.

  • 7/31/2019 Referat Forensik Gabungan New EDITED1

    29/29