referat farmasi

37
REFERAT FARMASI EFEK ANTI MIKROBA BERBAGAI OBAT GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA Pembimbing: Dra. Nuraini Farida, Apt, MS, AFK Prof. Mulyarjo, dr., Sp. THT-KL (K) Disusun oleh : Ririn Rohmah 2015.04.2.0127 Rizky Septiana Tita 2015.04.2.0128 Rudolph Muliawan Putera 2015.04.2.0129 Rusda Syawie 2015.04.2.0130 Sheilla Shantika Sukwandini Saviatri 2015.04.2.0131 Shinta Julia Restivananda 2015.04.2.0132 i

Upload: rizky-septiana-tita

Post on 30-Jan-2016

246 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

referat pemberian aminoglikosida

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT FARMASI

REFERAT FARMASI

EFEK ANTI MIKROBA BERBAGAI OBAT GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA

Pembimbing:

Dra. Nuraini Farida, Apt, MS, AFK

Prof. Mulyarjo, dr., Sp. THT-KL (K)

Disusun oleh :

Ririn Rohmah 2015.04.2.0127

Rizky Septiana Tita 2015.04.2.0128

Rudolph Muliawan Putera 2015.04.2.0129

Rusda Syawie 2015.04.2.0130

Sheilla Shantika Sukwandini Saviatri 2015.04.2.0131

Shinta Julia Restivananda 2015.04.2.0132

Steven Hartanto 2015.04.2.0136

KEPANITRAAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

2015

i

Page 2: REFERAT FARMASI

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan rahmat dan karunia-Nya akhirnya referat yang berjudul ”EFEK ANTI

MIKROBA BERBAGAI OBAT GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA)” ini dapat

terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penyusunan referat ini merupakan salah satu tugas yang harus

dilaksanakan sebagai bagian dari kepaniteraan Farmasi Kedokteran di RSAL

Surabaya. Tak lupa ucapan terima kasih kami ucapkan pada semua pihak yang

telah membantu penyusunan referat ini, terutama kepada ibu Nuraini Farida,

Dra, MS, AFK yang telah membimbing penyusunan referat ini.

Dalam Penulisan referat ini kami menyadari adanya keterbatasan

kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, sehingga referat ini jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kritik maupun saran yang membangun selalu

diharapkan agar dapat menyempurnakan karya tulis ini dimasa yang akan

datang.

Semoga tugas ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan

penulis pada khususnya.

Surabaya, 14 Agustus 2015

ii

Page 3: REFERAT FARMASI

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Definisi 2

2.2 Sifat Fisika dan Kimia 2

2.3 Preparat Aminoglikosida 3

2.4 Efek Antimikroba 5

2.5 Mekanisme Kerja 7

2.6 Spektrum Antimikroba 7

2.7 Resistensi 9

2.8 Farmakokinetik 10

2.9 Efek Samping dan Toksisitas 12

2.9.1 Efek Nefrotoksik 12

2.9.2 Efek Ototoksik 12

2.9.3 Efek Neurotoksik 14

BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN 16

3.1 Diskusi 16

3.2 Pembahasan 17

3.3 Kesimpulan 20

3.4 Summary 20

3.5 Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

iii

Page 4: REFERAT FARMASI

BAB I

PENDAHULUAN

Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai

mikroorganisme, misalnya kuman, yang dapat membunuh atau menghambat

perkembangan mikroba lain. Antibiotik merupakan obat yang efektif untuk

mengobati penyakit infeksi, mempunyai sifat toksisitas selektif, yaitu

kemampuan membunuh kuman tanpa mengganggu sel hospes.

Aminoglikosida adalah salah satu grup antibiotik bakterisidal.

Aminoglikosida digunakan untuk pengobatan infeksi serius dari bakteri batang

gram negatif aerobik, di mana penggunaan klinisnya dibatasi oleh karena

toksisitas yang serius. Yang termasuk dalam grup aminoglikosida adalah

streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomisin,

netilmisin, dan lain-lain. Istilah aminoglikosida berasal dari susunan strukturnya,

yaitu gula amino yang bergabung dengan inti heksosa melalui ikatan glikosidik.

Aminoglikosida dihasilkan dari ordo Actinomycetes, khususnya genus

Streptomyces dan Microspora. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan

aminoglikosida antara lain amikasin, apramisin, arbekasin, astromisin,

bekanamisin, dibekasin, dihidrostreptomisin, framisetin, gentamisin, isepamisin,

kanamisin, mikronomisin, neomisin, netilmisin, sisomisin, streptomisin, dan

tobramisin.

1

Page 5: REFERAT FARMASI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

AMINOGLIKOSIDA

2.1 Definisi

Aminoglikosida adalah grup antibiotik bakterisidal yang dihasilkan

dari ordo Actinomycetes, khususnya genus Streptomyces dan

Microspora. Aminoglikosida merupakan senyawa polikationik yang

mengandung sebuah gugus aminosiklitol, biasanya 2-deoksistreptamin,

atau streptidin dan senyawa lain, dengan gugus gula amino siklik melalui

ikatan glikosidik.

Aminoglikosida paling banyak digunakan melawan bakteri enterik

gram negatif, terutama pada bakteremia, dan sepsis. Kombinasi

bersama vankomisin atau penisilin dapat digunakan untuk pengobatan

endokarditis, dan tuberkulosis. Streptomisin adalah aminoglikosida

paling awal dan banyak dipelajari. Gentamisin, tobramisin, dan amikasin

adalah aminoglikosida yang paling banyak digunakan saat ini. Neomisin

dan kanamisin saat ini hanya terbatas pada penggunaan topikal atau

oral.

2.2 Sifat Fisika dan Kimia

Gambar 2.3 Struktur Gentamisin (Istiantoro, 2009)

2

Page 6: REFERAT FARMASI

Aminoglikosida merupakan senyawa yang terdiri dari dua atau

lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti

heksosa. Heksosa tersebut atau aminosiklitol, ialah streptidin (pada

streptomisin) atau 2-deoksistreptamin (ciri aminoglikosida lain),

berbentuk senyawa polikation yang bersifat basa kuat dan sangat polar,

baik dalam bentuk basa maupun garam, bersifat mudah larut dalam air.

Sediaan suntikan berupa garam sulfat, karena paling sedikit nyeri untuk

suntikan intra muskular.

Stabilitasnya cukup baik pada suhu kamar, terutama dalam

bentuk kering, misalnya streptomisin stabil untuk paling sedikit satu

tahun.

2.3 Preparat Aminoglikosida

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan aminoglikosida

antara lain amikasin, apramisin, arbekasin, astromisin, bekanamisin,

dibekasin, dihidrostreptomisin, framisetin, gentamisin, isepamisin,

kanamisin, mikronomisin, neomisin, netilmisin, sisomisin, streptomisin,

dan tobramisin.

Semua aminoglikosida bersifat bakterisidal dan terutama aktif

terhadap kuman bakteri gram negatif. Amikasin, gentamisin dan

tobramisin juga aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa. Streptomisin

aktif terhadap Mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya

sekarang sebagai cadangan untuk tuberkulosis.

Aminoglikosida seharusnya hanya digunakan untuk terapi infeksi

serius karena toksisitasnya yang potensial dan spektrum antimikrobanya.

Dosis harus diregulasi secara hati-hati untuk menjaga konsentrasi

plasma dalam dosis terapeutik tetapi mencegah akumulasi, khususnya

pada pasien dengan kerusakan ginjal.

Aminoglikosida umumnya diberikan 2-3 kali sehari dalam dosis

terbagi, namun sekarang lebih sering digunakan dosis satu kali sehari

asalkan kadar serum memadai. Namun demikian sebaiknya mengacu

3

Page 7: REFERAT FARMASI

pada panduan lokal mengenai kesetaraan dosis dengan kadar dalam

serum.

Neomisin dan framisetin, yang sangat toksik bila diberikan secara

parenteral, telah diberikan per oral untuk mensupresi flora intestinal.

Penggunaan topikal dari neomisin dan gentamisin dihubungkan dengan

reaksi alergi dan kewaspadaan terhadap resistensi bakteri. Gentamisin

atau tobramisin adalah pilihan obat dari infeksi serius oleh organisme

rentan aminoglikosida dan sering digunakan bersama antibakteri yang

lain. Amikasin dan netilmisin dapat diberikan pada infeksi berat

organisme yang resisten terhadap gentamisin dan aminoglikosida

lainnya.

NO PREPARAT DOSIS KETERANGAN

1 Amikasin Injeksi im, iv lambat, atau

infus, 15mg/kgBB/hari dibagi

dalam 2x pemberian

Kadar puncak (1 jam)

tidak boleh lebih dari

30mg/L dan kadar lembah

tidak boleh lebih dari

10mg/L

2 Gentamisin Injeksi im, iv lambat, atau

infus, 2-5 mg/kgBB/hari terbagi

tiap 8 jam.

ANAK di bawah 2 minggu,

3mg/kgBB tiap 12 jam; 2

minggu – 2 tahun, 2mg/kgBB

tiap 8 jam

Kadar puncak (1 jam)

tidak boleh lebih dari

10mg/L dan kadar lembah

tidak boleh lebih dari

2mg/L

3 Kanamisin Injeksi im, 250mg tiap 6 jam

atau 500mg tiap 12 jam

Kadar puncak tidak boleh

lebih dari 30mg/L dan

kadar lembah tidak boleh

lebih dari 10mg/L

4 Neomisin Oral, 1 gram tiap 4 jam -

4

Page 8: REFERAT FARMASI

NO PREPARAT DOSIS KETERANGAN

5 Netilmisin Injeksi im, iv lambat, atau

infus, 4-6mg/kgBB/hari

sebagai dosis tunggal atau

dosis terbagi tiap 8-12 jam

Kadar puncak (1 jam)

tidak boleh lebih dari

12mg/L dan kadar lembah

tidak boleh lebih dari

2mg/L

6 Tobramisin Injeksi im, iv lambat, atau infus

3mg/kgBB/hari dalam dosis

terbagi tiap 6-8 jam (turunkan

menjadi 3mg/kgBB/hari

setelah terjadi perbaikan

klinis).

NEONATUS 2mg/kgBB tiap 12

jam

BAYI/ANAK di atas 1 minggu

2-2,5mg/kgBB tiap 8 jam

Kadar puncak (1 jam)

tidak boleh lebih dari

10mg/L dan kadar lembah

tidak boleh lebih dari

2mg/L

2.4 Efek Antimikroba

Aktivitas antibakteri gentamisin, tobramisin, kanamisin, netilmisin,

dan amikasin terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobik.

Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif

dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Ini dapat dijelaskan berdasarkan

kenyataan bahwa untuk transpor aminoglikosid membutuhkan oksigen

(transpor aktif). Aktivitas terhadap bakteri gram-positif sangat terbatas.

Streptomisin dan gentamisin aktif terhadap enterokok dan streptokok lain

tetapi efektivitas klinis hanya dapat dicapai bila digabung dengan

penisillin. Walaupun in vitro 95% galur S.aureus dan kebanyakan

S.epidermidis sensitif terhadap gentamisin dan tobramisin, manfaat klinik

5

Page 9: REFERAT FARMASI

belum terbukti sehingga sebaiknya obat ini jangan digunakan tersendiri

untuk indikasi tersebut.

Basil gram negatif berbeda suseptibilitasnya terhadap berbagai

aminoglikosid. Mikroorganisme dinyatakan sensitif bila pertumbuhannya

dihambat dengan kadar puncak antibiotik dalam plasma tanpa efek

toksik yaitu 4-8 μg/mL untuk gentamisin, tobramisin, dan netilmisin, 8-16

μg/mL untuk amikasin dan kanamisin. Secara umum aktivitas

antimikroba gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin lebih tinggi

daripada kanamisin. Tobramisin, sisomisin dan gentamisin sama aktif

terhadap kuman gram-negatif dengan catatan bahwa tobramisin lebih

aktif terhadap P.aeruginosa dan beberapa galur spesies Proteus.

Kebanyakan kuman gram-negatif yang resisten terhadap gentamisin

juga akan resisten terhadap tobramisin dan sisomisin. Flora nosokomial

telah banyak berubah akhir-akhir ini dengan meningkatnya galur yang

resisten terhadap gentamisin dan tobramisin. Hal ini tentunya sangat

tergantung dari frekuensi penggunaan obat tersebut di suatu tempat.

Untunglah aktivitas amikasin dan kadang-kadang netilmisin masih tetap

bertahan.

Aktivitas aminoglikosid dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama

perubahan pH, keadaan aerobik-anaerobik atau keadaan hiperkapnik.

Aktivitas aminoglikosid lebih tinggi pada suasana alkali daripada

suasana asam. Sebagai contoh, pada pH 7,1 kadar 20 μg/mL

6

Page 10: REFERAT FARMASI

streptomisin sulfat penghambat suatu galur pneumonokokus, sedangkan

pada pH 6,8 kadar 50μg/mL tidak berefek. Derajat pengaruh pH tidak

sama untuk semua aminoglikosid.

2.5 Mekanisme Kerja

Aminoglikosid berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh porin

proteins pada membran luar dari bakteri gram-negatif masuk ke ruang

periplasmik. Sedangkan transpor melalui membran dalam sitoplasma

membutuhkan energi. Fase transpor yang tergantung energi ini bersifat

rate limiting dapat diblok oleh Ca++ dan Mg++, hiperosmolaritas,

penurunan pH dan anaerobiosis. Hal ini menerangkan penurunan

aktivitas aminoglikosid pada lingkungan anaerobik suatu abses atau urin

asam yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosid

terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya

aminoglikosid pada ribosom ini mempercepat transpor aminoglikosid ke

dalam sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma, dan disusul

kematian sel. Yang diduga terjadi ialah miss reading kode genetik yang

mengakibatkan tergganggunya sintesis protein. Dalam hal ini, jenis asam

amino yang "salah" (berbeda dari yang seharusnya) disambung pada

rantai polipeptida, sehingga terbentuk jenis protein yang salah.

Aminoglikosid bersifat bakterisidal cepat. Pengaruh aminoglikosid

menghambat sintesis protein dan menyebabkan salah baca dalam

penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya yang cepat.

Berdasarkan kenyataan tersebut, diperkirakan aminoglikosid

menimbulkan pula berbagai efek sekunder lain terhadap fungsi sel

mikroba, yaitu terhadap respirasi, adaptasi enzim, keutuhan membran

dan keutuhan RNA.

2.6 Spektrum Antimikroba

Kadar puncak rata-rata dalam serum yang dapat dicapai dengan

pemberian dosis lazim merupakan pegangan dalam menetapkan

kepekaan mikroba tertentu terhadap antimikroba untuk penerapan di

7

Page 11: REFERAT FARMASI

klinik. Kadar puncak ini dapat pula dijadikan pedoman untuk menghindari

efek toksik penggunaan antimikroba di klinik. Menurut beberapa ahli,

pedoman kepekaan mikroba terhadap aminoglikosid ialah sebagai

berikut: galur mikroba dianggap resisten bila untuk streptomisin

diperlukan kadar melebihi 32 μg/mL, untuk kanamisin dan amikasin

melebihi 16 μg/mL, serta untuk gentamisin, tobramisin, dan sisomisin

melebihi 8 μg/mL.

Kepekaan suatu galur mikroba terhadap aminoglikosid mudah

berubah, biasanya menurun setelah terjadi kontak dengan aminoglikosid.

Kejadian ini jelas akan menyebabkan perubahan dalam spektrum

antimikroba akibat berkembangnya resistensi. Jadi data hasil

pengamatan spektrum antimikroba manfaatnya terbatas. Pola

sensitivitas yang digambarkan dalam hasil pengamatan sejenis ini

biasanya hanya berlaku untuk suatu tempat dan waktu tertentu. Jadi

data tersebut hanya bermanfaat untuk mendapatkan gambaran umum

mengenai spektrum dan kecenderungan perubahan spektrum tersebut.

Apa yang dikemukakan dibawah ini mengenai sensitivitas masing-

masing aminoglikosid, juga hanya berlaku sebagai pedoman untuk

mendapatkan gambaran umum. Untuk penerapannya perlu dilakukan uji

sensitivitas kuman yang diisolasi.

Mikroba yang sensitif pada kadar streptomisin yang mudah

dicapai dalam darah antara lain ialah Brucella, H.ducreyi,

Actionobacillus, P.mallei, P.pestis, P.tularensis, dan Shigella dari

kelompok mikroba gram- negatif. Dari kelompok lain yang bersifat

sensitif pula ialah M.tuberculosis, Erysipelothrix, L.monositogenes, dan

Nocardia.

Spektrum aminoglikosid lain, pada umumnya lebih luas daripada

streptomisin. Beberapa perbedaan kecil dapat menimbulkan implikasi

klinik, antara lain dalam hal spektrum antimikroba dan potensinya.

Neisseria dengan kepekaan yang beragam terhadap streptomisin,

peka terhadap neomisin, kanamisin, dan tobramisin, dan relatif resisten

terhadap gentamisin. P.aeruginosa yang biasanya resisten terhadap

8

Page 12: REFERAT FARMASI

kanamisin dan 50% telah resisten terhadap gentamisin, sangat peka

terhadap amikasin. Spektrum antimikroba amikasin lebih lebar daripada

kanamisin. Shigella peka terhadap streptomisin, neomisin, kanamisin,

tobramisin, dan amikasin. Demikian pula Salmonella, kecuali terhadap

streptomisin, kepekaannya beragam. Terhadap gentamisin, kedua jenis

mikroba ini kurang peka atau resisten. Proteus pada umumnya peka

terhadap semua aminoglikosid, kecuali bila sudah timbul resistensi,

sehingga menimbulkan kepekaan yang beragam. Sifat yang sama

dimiliki pula oleh E.coli. Spektrum antimikroba paromomisin (aminosidin)

sama dengan neomisin, selain itu paramomisin mempunyai efek

amubisid terhadap E.hystolytica.

2.7 Resistensi

Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam

penggunaan streptomisin secara kronik, misalnya pada terapi

tuberkulosis atau endokarditis bakterial subakut. Sifat resistensi terhadap

streptomisin mudah diperlihatkan dengan melakukan beberapa tahap

pembiakan ulang suatu mikroba dalam medium yang mengandung

streptomisin. Resistensi terhadap streptomisin dapat cepat terjadi,

sedangkan resistensi terhadap aminoglikosid lainnya terjadi lebih

berangsur-angsur.

Mekanisme resistensi bakteri terhadap aminoglikosid perlu

diketahui untuk mengerti spektrum antimikrobanya. Bakteri dapat

resisten terhadap aminoglikosid karena kegagalan penetrasi ke dalam

kuman, rendahnya afinitas obat pada ribosom atau inaktivasi obat oleh

enzim kuman. Hal yang tersebut terakhir merupakan mekanisme

terpenting yang menjelaskan resistensi didapat terhadap aminoglikosid

di klinik.

Dikenal berbagai enzim inaktivator aminoglikosid yaitu enzim

fosforilase, adenilase, asetilase gugus hidroksil spesifik atau gugus

amino. Informasi genetik untuk sintesis enzim terutama didapat melalui

konjugasi, transfer DNA sebagai plasmid dan transfer faktor resisten

9

Page 13: REFERAT FARMASI

kuman. Plasmid pembawa resistensi yang tersebar luas (terutama di

lingkungan rumah sakit) dan membawa lebih dari 20 kode enzim ini

bertanggung jawab terhadap penyempitan spektrum kanamisin, dan

akhir-akhir ini juga gentamisin dan trobramisin. Amikasin kurang peka

terhadap enzim yang prevalen saat ini, sehingga memegang posisi kunci

dalam mengatasi infeksi yang diduga telah resisten terhadap gentamisin.

Metabolit aminoglikosid tidak memperlihatkan efek antibakteri.

Penetrasi aminoglikosid lewat membran sitoplasma membutuhkan

proses aktif. Hal ini menjelaskan resistensi kuman anaerobik dan bakteri

fakultatif dalam suasana anaerobik terhadap aminoglikosid. Resistensi

alami kuman terhadap aminoglikosid juga diduga berdasarkan

kurangnya penetrasi obat ke dalam kuman ini, misalnya resistensi

terhadap enterokok. Penisilin mengubah struktur dinding sel sehingga

memudahkan penetrasi aminoglikosid ke dalam kuman. Ini merupakan

contoh yang baik tentang sinergisme antara dua antibiotik. Sinergisme ini

tentunya tidak terjadi bila ada resistensi ribosom. Sebagian besar

enterokok sensitif terhadap kombinasi dua obat tersebut di atas.

2.8 Farmakokinetik

Aminoglikosid sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga

sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Kurang dari 1% dosis

yang diberikan diabsorpsi lewat saluran cerna. Pemberian per oral hanya

dimaksudkan untuk mendapatkan efek lokal dalam saluran cerna saja,

misalnya pada persiapan prabedah usus. Untuk mendapatkan kadar

sistemik yang efektif aminoglikosid perlu diberikan secara parenteral.

Pembahasan farmakokinetik yang terinci hanya dibatasi pada kanamisin,

gentamisin, amikasin, dan tobramisin saja.

Aminoglikosida dalam bentuk garam sulfat yang diberikan

intramuskular baik sekali absorpsinya. Kadar puncak dalam darah

dicapai dalam waktu rata-rata setengah sampai dua jam. Pengikatan

oleh protein plasma darah hanya jelas terlihat pada streptomisin, yaitu

10

Page 14: REFERAT FARMASI

setengah dari seluruh aminoglikosid dalam darah. Yang lain praktis tidak

diikat oleh protein plasma.

Streptomisin di dalam darah, hampir seluruhnya terdapat di dalam

plasma dan hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit maupun

makrofag. Sifat polarnya menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel.

Kadar dalam sekret dan jaringan rendah, kadar tinggi dalam korteks

ginjal, endolimf dan perilimf telinga, menerangkan toksisitasnya terhadap

alat tersebut. Penetrasi ke sekret saluran napas buruk. Difusi ke cairan

pleura dan sinovium lambat tetapi mencapai keseimbangan dengan

kadar plasma setelah pemberian berulang. Distribusi aminoglikosid ke

dalam cairan otak pada meningen normal sangat terbatas. Berdasarkan

hal tersebut aminoglikosid dianggap tidak berguna untuk mengatasi

meningitis.

Ekskresi aminoglikosid berlangsung melalui ginjal terutama

dengan filtrasi glomerulus. Penggunaan tobramisin dengan filtrasi

glomerulus. Penggunaan tobramisin bersama dengan probenesid pada

pria usia lanjut tidak mempengaruhi bersihan ginjal total untuk

tobramisin. Keadaan ini sama dengan streptomisin, dan menunjukkan

bahwa ekskresi ginjal berlangsung hanya dengan filtrasi glomerular,

sedangkan sekresi tubular tidak berperan. Pada amikasin terdapat

proses reabsorpsi tubular. Hal ini disimpulkan berdasarkan bersihan

ginjal untuk amikasin yang lebih kecil daripada untuk kreatinin, masing-

masing 83 mL/,om dam 120 mL/min. Bersihan kanamisin dan

streptomisin juga demikian. Aminoglikosid yang diberikan dalam dosis

tunggal, khususnya gentamisin, menunjukkan jumlah ekskresi renal yang

kurang dari dosis yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya

berlangsung melalui ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya

sekuestrasi ke dalam jaringan. Walaupun demikian kadar dalam urin

mencapai 50-200 μg/mL. Sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam

setelah obat diberikan.

Gangguan fungsi ginjal akan menghambat ekskresi aminoglikosid,

menyebabkan terjadinya akumulasi dan kadar dalam darah lebih cepat

11

Page 15: REFERAT FARMASI

mencapai kadar toksik. Keadaan ini tidak saja menimbulkan masalah

pada penyakit ginjal, tetapi perlu diperhatikan pula pada bayi terutama

yang baru lahir atau prematur, pada pasien usia lanjut dan pada

berbagai keadaan, yang disertai dengan kurang sempurnanya fungsi

ginjal. Pada gangguan faal ginjal waktu paruh aminoglikosid cepat

meningkat. Karena kekerapan terjadinya nefrotoksisitas dan ototoksisitas

akibat akumulasi aminoglikosid, maka perlu penyesuaian dosis pada

pasien gangguan ginjal.

Streptomisin dan gentamisin diekskresi dalam jumlah yang cukup

besar melalui empedu sehingga kadarnya cukup tinggi, streptomisin

dosis tinggi menghasilkan kadar dalam empedu setinggi 10-20 μg/mL.

2.9 Efek Samping dan Toksisitas

2.9.1 Efek Nefrotoksik

Kerusakan taraf permulaan ditandai dengan ekskresi enzim dari

brush border tubulus renal (alanin-aminopeptidase, fosfatase alkali dan

β-D-glukosaminidase). Setelah beberapa hari, terjadi defek kemampuan

konsentrasi ginjal, proteinuria ringan dan terdapatnya hialin serta silinder

granular, filtrasi glomerulus menurun setelahnya. Fase nonoliguria

diduga akibat pengaruh aminoglikosid pada bagian nefron distal.

Nekrosis tubuli berat ditandai dengan kenaikan kreatinin, hipokalemia,

hipokalsemia, dan hipofosfatemia kadang-kadang dapat terjadi.

Gangguan fungsi ginjal hampir selalu bersifat reversibel karena sel tubuli

proksimal mempunyai kapasitas regenerasi.

Beratnya nefrotoksisitas berhubungan dengan kadar obat yang

tinggi dalam plasma. Kadar puncak lebih dari 12-15 μg/mL gentamisin,

tobramisin, sisomisin dan netilmisin diduga meningkatkan nefrotoksisitas.

Demikian juga kadar puncak lebih tinggi dari 32 μg/mL untuk amikasin

dan kanamisin sedapat mungkin dihindarkan. Adanya insufisiensi faal

ginjal, usia lanjut dan penggunaan bersama obat tertentu (diuretik kuat,

sefalotin, atau sefaloridin) bertahan selama beberapa jam.

12

Page 16: REFERAT FARMASI

Potensi nefrotoksik terkuat dimiliki oleh neomisin, sedangkan yang

terlemah ialah streptomisin. Kanamisin dan gentamisin berada diantara

keduanya. Frekuensi kejadian untuk gentamisin ialah 2-10% atau rata-

rata sekitar 4%. Nefrotoksisitas amikasin sama dengan gentamisin,

sebaliknya tobramisin memberi kesan kurang toksik atau sekurang-

kurangnya nefrotoksisitasnya tidak melebihi gentamisin. Dengan

memantau kadar aminoglikosid dalam darah, berbagai faktor risiko yang

dihubungkan dengan nefrotoksisitas dapat dikontrol.

2.9.2 Efek Ototoksik

Ototoksisitas merupakan keterbatasan yang paling besar dalam

penggunaan aminoglikosida. Ototoksisitas (vestibular dan auditori) secara

langsung berkaitan dengan tinggi kadar plasma puncak dan durasi pengobatan.

Antibiotik dapat terakumulasi dalam endolimfe dan perilimfe dari telinga bagian

dalam. Efek samping bisa berupa tuli yang mungkin ireversibel dan telah

terbukti dapat mempengaruhi perkembangan janin. Pasien yang diberikan

aminoglikosida secara bersamaan dengan obat ototoksik lainnya seperti

cisplatin atau diuretik memiliki resiko tinggi terkena ototoksisitas. Streptomisin

dan gentamisin diketahui lebih toksik terhadap rami vestibular, sedangkan

neomisin dan kanamisin lebih toksik terhadap rami auditori.

Gejala Klinis Toksisitas Koklea:

High-pitched tinnitus sering merupakan gejala pertama toksisitas. Jika

obat ini tidak dihentikan, gangguan pendengaran dapat berkembang

setelah beberapa hari. Tinnitus dapat bertahan selama beberapa hari

sampai 2 minggu setelah terapi dihentikan.

Gejala Klinis Toksisitas Vestibular:

Sakit kepala sedang yang intens yang berlangsung 1 atau 2 hari

mungkin mendahului timbulnya disfungsi labirin. Hal ini segera diikuti

oleh tahap akut di mana mual, muntah, dan gangguan keseimbangan,

dan bertahan selama 1 sampai 2 minggu.

13

Page 17: REFERAT FARMASI

Gejala yang menonjol termasuk vertigo dalam posisi tegak,

ketidakmampuan menghentikan gerakan ("mental pastpointing"), dan

kesulitan dalam duduk atau berdiri.

Pandangan mata seperti melayang sehingga sulit focus dan membaca,

tes Romberg positif, dan nistagmus spontan.

Tahap akut berakhir tiba-tiba dan diikuti oleh munculnya manifestasi

yang konsisten dengan labyrinthitis kronis, di mana, meskipun tidak ada

gejala selama di tempat tidur, pasien akan mengalami kesulitan ketika

mencoba untuk berjalan atau membuat gerakan tiba-tiba; ataksia adalah

yang paling menonjol.

Fase kronis berlangsung selama kurang lebih 2 bulan, secara bertahap

digantikan oleh tahap kompensasi yang hanya muncul ketika mata

tertutup.

Pemulihan dari fase ini mungkin memerlukan 12 sampai 18 bulan, dan

kebanyakan pasien memiliki sisa kerusakan permanen. Meskipun tidak

ada pengobatan khusus untuk defisiensi vestibular, penghentian awal

obat dapat memungkinkan pemulihan sebelum kerusakan permanen.

2.9.3 Efek Neurotoksik

Blokade neuromuskular:

Reaksi toksik yang tidak biasa dari blokade neuromuskular akut

dan apnea dikaitkan dengan aminoglikosida. Urutan penurunan potensi

blokadenya yaitu neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, dan

tobramisin. Pada manusia, blokade neuromuskular terjadi setelah

pemberian berangsur – angsur dari dosis besar aminoglikosida pada

intrapleural atau intraperitoneal. Namun, reaksinya juga dapat mengikuti

administrasi secara intravena, intramuskular, dan oral. Kebanyakan

kejadian berhubungan dengan anestesi atau administrasi dari agen

bloking neuromuskular. Pasien dengan myastenia gravis sangat rentan

terhadap blokade neuromuskular oleh aminoglikosida.

14

Page 18: REFERAT FARMASI

Aminoglikosida dapat menghambat pelepasan pre-junctional dari

asetilkolin dan juga mengurangi post-synaptic sensitivity dari transmitter,

tetapi Ca2+ dapat mengatasi efek ini, dan pemberian secara intravena

dari garam kalsium adalah pengobatan pilihan untuk toksisitas. Inhibitor

dari asetilkolinesterase (edrophonium dan neostigmine) dapat juga

digunakan dengan berbagai tingkat keberhasilan.

Efek lain pada sistem saraf:

Pemberian streptomisin dapat menyebabkan disfungsi saraf optikus,

termasuk scotoma, menunjukkan pembesaran blind spot. Antara reaksi toksik

yang kurang dari streptomisin adalah neuritis periferal. Pada kasus ini dapat

dilakukan injeksi pada saraf selama pemberian terapi parenteral pada toksisitas

melibatkan saraf terkecil dari pemberian antibiotik. Paresthesia paling umum

terjadi pada perioral, tetapi juga dapat menunjukkan di daerah lain dari wajah

atau tangan, biasanya diikuti penggunaan antibiotik dan biasanya muncul 30-60

menit setelah injeksi obat. Hal ini dapat bertahan selama beberapa jam.

2.9.4 Efek lain yang tidak dikehendaki

Secara umum aminoglikosida memiliki potensi alergi yang sedikit,

anafilaksis, dan rash yang tidak biasa. Reaksi hipersensitivitas yang jarang –

termasuk rash pada kulit, eosinofilia, demam, dyscrasia, angioedema,

dermatitis eksfoliatif, stomatitis, anaphylactic shock – telah dilaporkan.

Pemberian aminoglikosida secara parenteral tidak dihubungkan dengan colitis

pseudomembran, kemungkinan karena aminoglikosida tidak mengganggu flora

normal anaerob.

15

Page 19: REFERAT FARMASI

BAB 3

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

3.1 Diskusi

3.1.1 Penelitian mengenai efek nefrotoksik dari obat golongan

aminoglikosida, khususnya gentamisin yang dilakukan oleh Novoa

Nefrotoksisitas adalah salah satu efek samping yang paling

penting dan keterbatasan terapi antibiotik aminoglikosida, terutama

gentamisin. Meskipun pemantauan pasien yang ketat, nefrotoksisitas

muncul dalam 10-25% dari program terapi. Manifestasi klinis yang khas

dari toksisitas aminoglikosida adalah disfungsi ekskresi ginjal non-

oliguria atau bahkan polyuria, disertai dengan peningkatan plasma

kreatinin, urea, dan produk metabolik lain, proteinuria, enzymuria,

aminoaciduria, glikosuria, dan perubahan keseimbangan elektrolit

(hiperkalsiuria, hipermagnesuria, hipokalsemia, dan hipomagnesemia).

Nefrotoksisitas dari aminoglikosida telah dianggap sebagai akibat

dari kerusakan tubulus. Perubahan lethal dan sub-lethal merusak proses

reabsorpsi dalam sel tubular dan, pada kasus yang berat, dapat

menyebabkan obstruksi tubular yang signifikan. Namun, berkurangnya

fungsi filtrasi glomerulus merupakan faktor yang penting dari munculnya

gejala penyakit. Berkurangnya fungsi filtrasi bukan hanya sebagai akibat

dari obstruksi tubular dan kerusakan tubular yang menyebabkan

16

Page 20: REFERAT FARMASI

feedback aktivasi tubuloglomerular; vasokonstriksi ginjal dan kontraksi

mesangial juga merupakan faktor penting untuk sepenuhnya

menjelaskan efek nefrotoksik aminoglikosida.

3.2 Pembahasan

Mekanisme Aminoglikosid Induksi Nefrotoksisitas

Gambar 2.7 Efek sitotoksik gentamisin (Novoa, 2011)

Ada dua aspek dari toksisitas tubular akibat gentamisin yaitu

kematian sel epitelial tubular terutama pada segmen proksimal yang

berhubungan dengan komponen inflamasi yang sangat penting dan

nonletal yaitu gangguan fungsional dari komponen selular yang

17

Page 21: REFERAT FARMASI

melibatkan transpor air dan larutan. Aspek utama dari nefrotoksisitas

aminoglikosid adalah sitotoksisitas tubular. Pengobatan menggunakan

gentamisin dapat mengakibatkan apoptosis dan juga nekrosis dari sel

epitelial tubular. Kematian dapat terjadi tergantung dari konsentrasi obat

dan juga kombinasi senyawa sitotoksik lainnya seperti cisplatin dan H2O2

, dapat juga akibat faktor-faktor pemicu lainnya seperti derajat iskemia.

Apoptosis adalah proses yang membutuhkan ATP, ketika cadangan ATP

sel menurun maka akan terjadi apoptosis dan juga nekrosis. (Novoa,

2011)

Sitotoksisitas gentamisin terjadi ketika obat gentamisin akumulasi

didalam ginjal yaitu pada sel epitelial korteks, terutama tubulus

proksimal. Di tubulus proksimal terdapat megalin dan cubilin yang

membentuk suatu transporter yaitu giant endocytic complex, transporter

tersebut akan mentraspor gentamisin melalui endositosis. Gentamisin

akan masuk dan menuju kompartmen endosomal dan akumulasi

sebagian besar pada lisosom, golgi, dan retikulum endoplasma.

Gentamisin berikatan pada membran fosfolipid dan menyebabkan

fosfolipidosis. Fosfolipidosis berhubungan dengan tingkat toksisitas dari

aminoglikosid. Terikatnya gentamisin terhadap membran fosfolipid juga

merupakan syarat terjadinya endositosis gentamisin (Novoa, 2011).

Ketika konsentrasi dari aminoglikosid pada struktur endosomal

melebihi batas ambang atau kemampuan, maka membran akan disrupsi

dan isi beserta obat akan keluar menuju sitosol. Lalu gentamisin sitosolik

akan beraksi pada mitokondria baik secara langsung maupun tidak

langsung dan kemudian aktivasi jalur intrinsik dari apoptosis,

mengganggu rantai respirasi, gangguan produksi ATP, dan produksi

stres oksidatif dengan meningkatkan superoxide anions dan hydroxyl

radicals yang kontribusi terhadap kematian sel. Efek tidak langsung pada

mitokondria adalah dimediasi oleh peningkatan kadar Bax, melalui

inhibisi degradasi proteosomalnya (Novoa, 2011).

Sebagai tambahan, pada lisosom terkandung protease yang

sangat aktif yaitu cathepsins, dimana mampu menyebabkan kematian

18

Page 22: REFERAT FARMASI

sel. Dalam jumlah yang besar, cathepsins juga dapat menyebabkan

proteolisis yg masif, terutama pada kondisi yang rendah ATP.

Gentamisin juga dapat inhibisi sintesis protein pada retikulum

endoplasma, gangguan ketepatan dalam translasi, dan juga

mengganggu correct posttranslational protein folding. Aktivasi CaSR

(Calcium Sensing Receptor) ekstraseluler oleh gentamisin atau

aminoglikosid lainnya juga dapat induksi apoptosis ringan pada sel

tubulus yang mengekspresikan CaSR (Novoa, 2011).

19

Page 23: REFERAT FARMASI

Gambar 2.8 Efek glomerular gentamisin (Novoa,2011)

Obstruksi tubular yang disebabkan oleh gentamisin juga dapat

menurunkan fungsi ekskresi dari nephron-nephron dan juga

meningkatkan tekanan hidrostatik di dalam tubulus serta kapsul

bowman, dimana dapat reduksi gradien tekanan filtrasi serta Glomerular

Filtration Rate (GFR). Selain itu gentamisin juga menyebabkan

kerusakan tubular yang dapat mengganggu proses reabsorpsi sehingga

produksi air dan elektrolit berlebihan pada bagian distal dari nefron. Hal

tersebut dapat memicu mekanisme umpan balik tubuloglomerular,

dimana tubuloglomerular ini diaktivasi sebagai mekanisme protektif

terhadap kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan. Namun

mekanisme dari umpan balik tubuloglomerular diketahui hanya dapat

bertahan selama 1-24 jam. Maka dari itu, Glomerular Filtration Rate tetap

rendah walaupun umpan balik tubuloglomerular sudah tidak aktif, hal ini

disebabkan faktor-faktor lain seperti stres oksidatif, inflamasi, dan

20

Page 24: REFERAT FARMASI

pelepasan vasokonstriktor yang induksi kontraksi mesangial serta

kontraksi vaskular (Novoa, 2011).

3.3 Kesimpulan

Aminoglikosida adalah grup antibiotik bakterisidal yang dihasilkan

dari ordo Actinomycetes, khususnya genus Streptomyces dan

Microspora.

Aminoglikosida efektif melawan bakteri gram negative dengan berikatan pada

ribosom 30S pada bakteri sehingga bakteri tidak bisa menyintesis protein .

Aminoglikosida sukar diabsorbsi melalui saluran cerna. Ekskresi

aminoglikosida berlangsung melalui ginjal terutama dengan filtrasi

glomerulus. Sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat

diberikan.

Kadar tinggi aminoglikosida menumpuk dalam endolimfe dan perilimfe

telinga bagian dalam. Hal ini menyebabkan rusaknya sel-sel rambut pada

koklea dan vestibular sehingga menyebabkan tuli yang ireversible.

Efek samping antibiotik golongan Aminoglikosida akan

menginduksi kerusakan pada sel-sel tubulus ginjal. Aminoglikosida akan

terakumulasi pada sel tubulus ginjal dan menimbulkan inflamasi,

inflamasi ini akan berakhir pada matinya (apoptosis) sel stuktural

penyusun ginjal, yang disebut dengan Gagal Ginjal Akut.

3.4 Summary

Aminoglycoside antibiotics are bactericidal antibiotic group derived

from Actinomycetes, especially from Streptomyces and Microspore

genus. Aminoglycosides are effective against gram-negative bacteria by

binding to its 30S ribosomal protein and make it unable to synthesize

protein.

Aminoglycosides are hardly absorbed by digestive system. The

excretion of aminoglycosides is using glomerular filtration of kidney. The

excretion mostly happen in 12 hours after the drugs administration.

21

Page 25: REFERAT FARMASI

One of aminoglycosides adverse effect is destruction of tubular

kidney cells. Aminoglycosides accumulate on tubular cells and causes

inflammation of these cells. The sequence effect is structural kidney

cell’s death (apoptosis) or Acute Renal Failure.

3.5 Saran

Walaupun dalam dua dekade terakhir ini banyak dilakukan

penelitian mengenai antibiotika golongan Aminoglikosida hasilnya masih

kurang memuaskan. Karena itu, sangat disarankan untuk terus menggali

informasi yang lebih rinci lagi mengenai materi ini.

22

Page 26: REFERAT FARMASI

DAFTAR PUSTAKA

Dale, M.M, Rang, H.p, Ritter, J.M, Flower, R.J. 2007. Rang and Dale’s

Pharmacology 6th Edition. London : Churchill Livingstone.

Goodman A. and Gilman L. 2006. The Pharmacological Basis of Therapeutics.

New York : The McGraw-Hill Company.

IONI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Cetakan Pertama. Jakarta :

BPOM RI, KOPERPOM dan CV Sagung Seto.

Istiantoro, Yati H, Gan, Vincent HS. 2009. Aminoglikosid Farmakologi dan Terapi,

Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta : EGC.

Martindale. 2007. The Complete Drug Reference, 35th edition. United States: The

Parmaceutical Press.

Novoa, Jose M Lopez, Quiros, Yaremi, Vicente, Laura, Morales, Ana I,

Hernandez, Francisco J Lopez, 2011, New Insight into the Mechanism of

Aminoglycoside Nephrotoxicity, Kidney Int., vol. 79, no. 1, pp. 33-45.

Richard A Harvey. 2015. Pharmacology Lippincott Illustrated Reviews Series, 6th

edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.

23